Post on 28-Dec-2015
description
transcript
Agritek Volume 12 Nomor 1 Maret 2011 KAJIAN UPAYA PENINGKATAN..................55
KAJIAN UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PROVENAN JARAK
PAGAR (Jatropha curcas Linn) NON TOKSIK
Praptiningsih Gamawati Adinurani 1
1 adalah Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun
Abstract Indonesian biodiesel depends on resources from crude palm oil (CPO) and its
derivatives. Sensitivity analysis of biodiesel industry from palm oil (edible oil) in
Indonesia showed the industry is vulnerable to the increase of CPO price. Crude
jatropha oil (CJO) is non edible oil. CJO is only 25 – 35 percent from jatropha dry seed
productivity. Seed cake come from 65 – 75 percent of seed weight must be formed into
by product that has economical value. One of the utilization of seed cake is as substitute
of animal feed because it contains high protein. But there is problem because jatropha
seed cake contains antinutrients that has negative impact. Some non toxic jatropha
provenance from South America contain low antinutrients but has disadvantage in low
seed productivity per hectare. With the objective of data collection, observation activity
that is still being conducted focused on growth and productivity of non toxic jatropha
provenance. The observation was conducted from June until November 2010 in
Research Center PT. Bumimas Ekapersada, Cikarang, West Java. There are two
research to improve productivity, first by the grafting method and the second with the
application a variety of biofertilizer treatment. The result showed that the grafting
method could stimulate fertilization non-toxic jatropha provenance and the highest
production in the treatment Bioriza
Key words: Produktivity, Jatropha curcas Linn, non toxic provenance
PENDAHULUAN
Visi Desa Mandiri Energi-DME
(self suficient energie village) adalah
tercapainya pemenuhan energi
masyarakat di pedesaan yang
berkelanjutan dari energi terbarukan
setempat untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat (Deputi Bidang
Koordinasi Pertanian dan Kelautan,
2009). Tim Nasional Pengembangan
Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan
Pengurangan Kemiskinan dan
Pengangguran menetapkan Jarak Pagar
(Jatropha curcas Linn) sebagai salah satu
komoditas pendukung DME. Namun
fakta menunjukkan program Jarak Pagar
mengalami berbagai hambatan. Target
areal penanaman di tahun 2010 seluas 1,5
juta hektar tidak tercapai. Demikian pula
konsep pengolahan minyak jarak pagar
berbasis plasma-inti skala UKM (Tim
Nasional Pengembangan BBN, 2007)
yang dikembangkan oleh Departemen
Perindustrian tidak terwujud.
Kendala utama pengembangan
Jarak Pagar adalah belum terlaksana
harapan masyarakat pedesaan untuk
menjual energi atau bahan bakar sebagai
sumber pendapatan baru. Masyarakat
pedesaan menanam jarak pagar dengan
harapan memperoleh uang (Arianti, R. et
al, 2009), bukan hanya energi terbarukan
berupa minyak jarak pagar (CJO- Crude
Jatropha Oil- minyak jarak kasar atau
SJO- Straight Jatropha Oil- minyak jarak
murni). Sejumlah pustaka menyarankan
pengelolaan industri terpadu Jarak Pagar
(Rama, P., et al, 2007, Halim, 2010)
sebagai upaya mengatasi kendala di atas.
Dengan industri terpadu, maka minyak
Agritek Volume 12 Nomor 1 Maret 2011 KAJIAN UPAYA PENINGKATAN..................56
jarak bukanlah produk utama. Terdapat
sejumlah produk pendamping yang
mampu meningkatkan nilai keekonomian
budi daya Jarak Pagar.
Minyak diperoleh dari biji kering
jarak pagar yang diperah. Kadar minyak
berkisar 25-35% sehingga terdapat sisa
ampas yang disebut bungkil (seed cake,
Jatropha curcas defatted waste, hulls)
sejumlah lebih kurang 65 % (Bambang,
P., 2009). Saat ini bungkil, hanya
dimanfaatkan sebagai pupuk organik, bio
pelet dan bio briket sebagai bahan bakar
biomassa padat, dan bahan baku digester
sebagai pembangkit biogas/ biometana.
Data mengemukakan kandungan utama
inti biji (kernel) adalah 27-32% protein
dan lipid sebesar 58-60 % (Aderihedge,
1997). Bungkilnya mengandung 53-58%
crude protein (Makkar, H. 2008),
sehingga cukup tinggi sebagai pakan
ternak. Namun sejumlah peneliti
mengemukakan bungkil Jarak Pagar
berdampak negatif terhadap kucing, tikus,
kambing, ayam, dan manusia serta
mikrobia pembangkit biogas (Adam,
1974; Liberalino, 1988; Ahmed, 1979;
Mampane, 1987; Sarnia, 1992; Salafudin
dkk. 2010) karena mengandung bahan
anti nutrisi, utamanya phorbol ester.
Bahkan biji jarak pagar dari Indonesia
memiliki phorbol ester lebih tinggi
dibanding dari Malaysia dan India, yakni
1,58% dibanding 0,58% dan 0,23%
(Ahmed, W.A. dan J.
Salimon, 2009)
Sejumlah peneliti di dalam dan di
luar negri saat ini sedang melakukan
upaya detoksifikasi yaitu menghilangkan
phorbol ester dari bungkil jarak dengan
perlakuan fisika, kimia, dan fermentasi.
Namun sampai saat ini, detoksifikasi
tersebut dilaporkan belum berhasil secara
fisik dan/ atau layak ekonomi
(Soerawidjaja, T.H.,2010). Pustaka
mengemukakan terdapat kultivar atau
provenan jarak pagar non toksik,
diantaranya dari Mexico. Provenan non
toksik Mexico dilaporkan berada di
daerah Misantla- Veracruz, Michoacan
State, Quintna Roo State, dan Moleros.
Makkar et al (1997) melaporkan
pengujian empat provenan dari Cape
Verde-Afrika, Nicaragua, dan Ife- Nigeria
mendapatkan angka phorbol ester berkisar
2,2 – 2,7%. Sedang provenan non toksik
dari Mexico hanya mengandung phorbol
ester sebesar 0,11%. Namun provenan
non toksik memiliki kelemahan, karena
dilaporkan berproduktivitas relatif rendah.
Sehubungan potensi dan kendala di atas,
maka dibutuhkan kajian tentang sifat
agronomi, produktivitas, kandungan
nutrisi dan anti nutrisi serta upaya
mengatasi permasalahan budi daya
provenan non toksik di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan memaksimalkan
jumlah cabang untuk mencapai
peningkatkan produksi buah..
METODE PENELITIAN
Data yang diperoleh merupakan
hasil pengamatan yang dilakukan pada
bulan Juni sampai dengan November
2010 di plasma nuftah Research Center
PT Bumimas Ekapersada, Cikarang,
Bekasi, Jawa Barat. Pengamatan terus
dilakukan untuk mengetahui kestabilan
produktivitas. Provenan non toksik
ditanam dari bahan tanam berupa biji
yang diperoleh dari donor. Cara semai,
penanaman, dan pemeliharaan mengacu
pada SOP Puslitbangbun Badan Litbang
Pertanian RI.
Upaya peningkatan produktivitas
non toksik dilakukan dengan dua
penelitian. Penelitian pertama, metoda
sambung (grafting) dilaksanakan dengan
RAK, tiga ulangan, dengan empat
perlakuan yakni (a) grafting, (b)
grafting-cuting, (c) grafting 3 cabang, dan
(d) kontrol. Metoda sambung diterapkan
cleft, dengan Jatropha gossypifolia
sebagai batang bawah sesuai hasil terbaik
penelitian terdahulu. Penelitian kedua,
menguji 4 macam pupuk hayati mikoriza,
Agritek Volume 12 Nomor 1 Maret 2011 KAJIAN UPAYA PENINGKATAN..................57
dengan RAK tiga ulangan. Produk pupuk
mikroriza yang digunakan adalah (a
)Teknofert, (b) Bioagro, (c) Bioriza, (d)
Rhizogold, dan (e) kontrol. Pupuk
mikoriza diberikan di polybag, dua
minggu sebelum tanaman jarak pagar
dipindahkan ke lapang. Jumlah
penggunaan mikoriza mengacu dosis
rekomendasi anjuran sebesar 15 gram per
polybag. Bahan penelitian yang
digunakan adalah tanaman non toksik
yang disambung metoda cleft dengan
Jatropha gossypifolia sebagai batang
bawah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Morfologi dan Kadar Phorbol Ester
Provenan non toksik menunjukkan
pertumbuhan daun lebih lebar (mirip
provenan Gorontalo 1) dibanding Jarak
Pagar toksik yang umum tumbuh di
Indonesia (Gambar 1) dan pertumbuhan
cabang relatif sedikit (Gambar 2).
Tangkai buah relatif panjang mirip
provenan Way Isem, Lampung dan
bentuk buah relatif lebih lonjong mirip
provenan No. 36 plasma nutfah PT BME
(Gambar 3).
Gambar 1. Ukuran Daun Jarak Pagar
Non Toksik (kiri) dan Jarak Pagar Toksik
Jatromas (kanan) Umur 4 bulan
Gambar 2:
(a) Percabangan Tanaman Jarak Pagar
Non Toksik Umur 5 bulan.
(b) Percabangan Tanaman Jarak Pagar
Toksik Jatromas Umur 5 bulan
Gambar 3:
(a) Buah Jarak Pagar Non Toksik;
(b) Buah Jarak Pagar Jatromas
Pengamatan perbandingan buah pada
umur tanaman 6 bulan, November 2010
tersaji di Tabel 1.
Agritek Volume 12 Nomor 1 Maret 2011 KAJIAN UPAYA PENINGKATAN..................58
Tabel 1. Perbandingan persen komponen buah provenan non toksik dibandingkan
Jatromas
Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi
biji kering provenan non toksik relatif
sama dibandingkan Jatromas. Namun
tampaknya kadar air buah non toksik
lebih tinggi, seperti tampak di parameter
daging/ kulit buah basah.
Hasil analisa kadar phorbol ester buah
jarak pagar non toksik dan jatromas
seperti pada Gambar 4.
* High Performance Liquid Chromatography
Phorbol ester Non-toxic sp. Toxic sp.
32 Gambar 4. Kromatografi Hasil Analisa Phorbol Ester Non Toksik
Dibanding Jatromas
Gambar 4 menunjukkan kromatografi
yang diperoleh dari donor dengan alat
HPLC di Jepang menunjukkan provenan
non toksik mengandung Phorbol Ester
lebih rendah. Analisis di laboratorium
Perguruan Tinggi di Bogor, menunjukkan
data sebagai berikut
Tabel 2. Kadar Phorbol Ester, Kadar Minyak, dan Protein Provenan Non
Toksik dibanding Jatromas
Parameter Non Toksik Jatromas
Phorbol Ester (%) 0,42 1,15 – 1,32
Kadar minyak (%) 60,8 54,39 – 60,24
Kadar protein (%) 17,27 21,99 – 25,71
Komponen Buah Panen Buah Kuning Panen Buah Hitam
Non Toksik
Jatromas Non Toksik Jatromas
Bobot buah 100% 100% 100% 100%
Daging/ kulit buah basah 77% 74% 68% 50%
Daging/ kulit buah kering 8% 8% 13% 15%
Biji basah 23% 25% 31% 47%
Biji kering 15% 15% 22% 32%
Agritek Volume 12 Nomor 1 Maret 2011 KAJIAN UPAYA PENINGKATAN..................59
Tabel 2 menunjang Gambar 4, bahwa
phorbol ester non toksik relatif lebih
rendah. Data di Tabel 2 menunjang pula
penelitian Ahmed, W.A. dan J. Salimon
(2009) bahwa provenan Indonesia
mengandung phorbol ester > 1 persen.
Namun angka phorbol ester non
toksik, sebesar 0,42% lebih tinggi
dibanding angka yang dikemukakan
Makkar el al (1987), sebesar 0,11%.
Angka kadar protein tidak dapat
dibandingkan secara langsung karena
kadar air sampel yang berbeda. Kadar
air non toksik sebesar 8,10 %, sedang
purata kadar air Jatromas sebesar 5,15
%.
B. Upaya Peningkatan Produktivitas
Provenan Non Toksik
B. 1. Metoda sambung (grafting)
Pengamatan produktivitas provenan non
toksik dibandingkan Jatromas,
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Berat kering biji (gram) provenan non toksik dibandingkan Jatromas
Umur Tanaman Non Toksik Jatromas
Biji Sambung Biji Sambung
3 BST - - 13 32
4 BST - 2 131 195
Tabel 3 menunjukkan produktivitas
Jatromas lebih tinggi dibandingkan
provenan non toksik. Demikian pula
pengamatan saat awal berbuah, Jatromas
pada umur 3 BST telah berbuah. Metoda
sambung mampu memacu pembuahan
provenan non toksik. Tampak pada umur
4 BST dengan perlakuan sambung,
provenan non toksik mulai berbuah.
Seperti dikemukakan di atas, telah
dilakukan penelitian teknik sambung
(grafting), dengan hasil seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Jumlah Cabang pada Perlakuan Sambung Provenan Non Toksik
Dengan teknik sambung jumlah cabang
lebih banyak dibanding kontrol. Teknik
sambung dapat memaksimalkan jumlah
cabang yang berdampak meningkatkan
produksi buah, selain itu juga dapat
menjaga kemurnian provenan/kultivar.
Gambar 5 mengungkapkan bahwa
perlakuan sambung mampu meningkatkan
percabangan sampai dengan 5 BST. Pada
6 BST, perlakuan sambung mengalami
penurunan jumlah cabang yang diduga
karena persaingan. Namun perlakuan
sambung 3 tunas masih menunjukkan
kenaikan jumlah cabang. Jumlah cabang
Agritek Volume 12 Nomor 1 Maret 2011 KAJIAN UPAYA PENINGKATAN..................60
terkait dengan produksi buah, karena
bunga dan buah jarak pagar muncul di
ujung-ujung cabang (Dedi S.E. et al,
2009). Hasil pengamatan produktivitas
biji kering tercantum pada Gambar 6.
Gambar 6. Total Produksi Biji Kering sampai dengan 6 Bulan pada Perlakuan
Sambung Provenan Non Toksik
Gambar 6 menunjukkan perlakuan
sambung (grafting) mampu menunjukkan
produktivitas tertinggi. Selanjutnya pada
peringkat ke-2 adalah grafting cutting.
Perlakuan grafting 3 menempati peringkat
paling akhir karena grafting dilakukan
setelah muncul 3 cabang sehingga fase
generatif lebih lambat dibanding
perlakuan lain yang berdampak pada
produksi di panen pertama.
B. 2. Pupuk Hayati Mikoriza Hasil pengamatan pemberian pupuk
hayati mikoriza terhadap percabangan
disajikan pada Gambar 7 dan
pengaruhnya terhadap berat kering biji
pada Gambar 8.
Gambar 7. Pengaruh Empat Macam Pupuk Hayati Mikoriza Terhadap
Percabangan Provenan Non Toksik
Gambar 7 menunjukkan semua
pupuk hayati mikoriza yang diuji
berpengaruh positif, khususnya karena
lokasi percobaan adalah terkategori P
terjerap (David, A. dan Dedi, S.E., 2009).
Inokulasi pupuk hayati dapat
meningkatkan efisiensi pemupukan,
pertumbuhan dan serapan hara. Jumlah
cabang terbanyak pada pemberian pupuk
Teknofert, yang mampu memacu
percabangan dua kali lipat dibanding
kontrol di saat 5 BST. Perbedaan jumlah
cabang pada masing- masing pupuk
hayati disebabkan karena keefektifan
inokulasi tergantung pada jumlah
inokulum dalam pupuk. Pada umur 6
Agritek Volume 12 Nomor 1 Maret 2011 KAJIAN UPAYA PENINGKATAN..................61
BST terjadi penurunan jumlah cabang.
Fenomena yang sama dialami pula pada
penelitian grafting . Hal ini disebabkan
pada 6 BST tanaman sudah memasuki
fase generatif sehingga pertumbuhan atau
penambahan cabang menjadi konstan.
Gambar 8. Pengaruh Empat Macam Pupuk Hayati Mikoriza Terhadap Total
Berat Biji Kering (gram) sampai dengan Umur 6 Bulan
Gambar 8 menampilkan data
bahwa produksi tertinggi terdapat pada
perlakuan Bioriza, disusul oleh Teknofert
di peringkat kedua. Perlakuan kontrol
menghasilkan total berat kering terendah.
Perbedaan respon tanaman dalam hal ini
berat biji terhadap inokulasi pupuk hayati
dikarenakan pupuk hayati yang
diinokulasikan terdiri dari campuran
spora, hifa dan akar terinfeksi serta
mikroba lain. Sehinga masing-masing
pupuk punya karakter sendiri dalam hal
infeksi ke akar tanaman yang berdampak
pada penyerapan unsur hara, selain itu
tergantung pula pada jumlah propagul
infektif yang terkandung dalam pupuk
(Praptiningsih, 1998)
KESIMPULAN
Pengamatan sampai umur tanaman 6
bulan, menyimpulkan :
a. Kadar phorbol ester provenan non
toksik lebih rendah dibanding Jatromas.
b. Produktivitas biji kering provenan non
toksik lebih rendah dibanding Jatromas
c. Perlakuan metoda sambung dan pupuk
mikoriza mampu meningkatkan
produktivitas provenan non toksik.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, S. E. 1. 1974 . Toxic effects of
Jatropha curcas in mice.
Toxicology 2, 67-76
Aderibigbe, A. O., Johnson, C. O. L.
E., Makkar, H. P. S. and
Becker, K. 1997. Chemical
composition and effect of heat
on organic matter and nitrogen
degradability and some anti-
nutritional components of
Jatropha meal. Anim. Feed
Sci. Technol. 67, 223-243.
Ahmed, 0. M. M. and Adam, S. E.
1. 1979. Effects of
Jatropha curcas on calves.
Veterinary Pathology 16,476-
482.
______. M. M. and Adam, S. E. 1.
1979. Toxicity of Jatropha
curcas in sheep and goats.
Research in Veterinary
Science 27, 89-96.
Ahmed, W.A. dan J. Salimon . 2009.
Phorbol Ester as Toxic
Constituents of Tropical
Jatropha Curcas Seed Oil.
European Journal of Scientific
Research Vol. 31 No.3, pp.429-
436
Agritek Volume 12 Nomor 1 Maret 2011 KAJIAN UPAYA PENINGKATAN..................62
Arianti R., Dadan, K., P. Dewi. 2009.
Kebijakan Pemerintah dalam
Mendukung Pengembangan
Jarak Pagar sebagai Sumber
Energi Alternatif BBN. Makalah
disampaikan pada Lokakarya
Nasional Jarak Pagar V, 4
November, Balai Penelitian
Tanaman Tembakau dan Serat.
Malang
Bambang, P. 2009 . Outlook of
Feedstock and Biomass Yield
Residu of Jatropha curcas as
Renewable Energy in Indonesia.
Makalah disampaikan pada
World Renewable Energy
Regional Congress and
Exhibition, 17 Juni, Jakarta
David, A. Dan Dedi, S.E. 2009. Syarat
Tumbuh. pp. 17. In: E.
Karmawati, I.K. Ardana,
Zainal, M. (Eds)., Teknologi
Jarak Pagar Menjawab
Tantangan Krisis Energi. Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian. Jakarta
Dedi, S.E, Zainal, M., Budi,H., Djumali,
dan Emmysar, 2009. Budidaya.
pp. 47 -50. In: E. Karmawati,
I.K. Ardana, Zainal, M. (Eds).,
Teknologi Jarak Pagar
Menjawab Tantangan Krisis
Energi. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan
Kelautan .2009 . Renstra -
Rencana Strategis 2009 - 2014
Program Desa Mandiri Energi.
Kementrian Koordinator Bidang
Perekonomian Republik
Indonesia. pp.2.
Halim, F. 2010 . JPT – Jarak Pagar
Terpadu, Industri Biodiesel dan
Produk Turunannya. Makalah
disampakan pada Temu Nasional
DME. 6-7 Mei, Makasar.
Liberalino, A. A. A., Bambirra, E. A.,
Moraes-Santos, T. and Viera,
E. C. 1988. Jatropha curcas
L. seeds: Chemical analysis
and toxicity. Arquivos de
biologia e lechnologia 31, 539-
550.
Mampane, K. J., Joubert, P. H. and Hay,
I. T. 1987. Jatropha curcas:
use as a traditional Tswana
medicine and its role as a
cause of acute poisoning.
Phytotherapy Research 1, 50-
51.
Makkar, H. (2008) : Comparative
Evaluation of Toxic and Non
Toxic Jatropha Genotypes.
University of Hohenheim.
http://ec.europa.eu/research/agri
culture/pdf/events/4jatropha_en.
pdf. Diakses tanggal 6 April
2009.
Prihandana, R., Erliza, H., Siti M., dan R.
Hendroko. 2007. Meraup
Untung dari Jarak Pagar.
Agromedia Pustaka, Jakarta, pp
52-60.
Prihandana, R., Kartika,N., Praptiningsih,
G.A., Dwi, S., Sigit, S., dan R.
Hendroko. 2008. Bioetanol Ubi
Kayu, Bahan Bakar Masa
Depan. Agromedia Pustaka,
Jakarta, pp 191.
Praptiningsih. G. A. 1998. Studi Gatra
Biologi Penggunaan Vesicular
Arbuscular Mycorrhiza untuk
Meningkatkan Produktivitas
Tebu (Saccharurn officinarum)
pada Tanah Kahat Fosfor.
Disertasi Universitas Airlangga.
pp 27.
Salafudin, R. Hendroko, dan R.
Marwan. 2010. The Efect of
Leaching Pretreatment to The
Performance of Jatropha Curcas
Agritek Volume 12 Nomor 1 Maret 2011 KAJIAN UPAYA PENINGKATAN..................63
Seed Cake Anaerobic Digestion.
Makalah/ Abstracts
disampaikan pada The 7th
Biomass Asia Workshop, tanggal
29-30 November 2010. Jakarta.
pp 56.
Sarnia, M. A., Badwi, E. L., Mausa,
H. M. and Adam, S. E. I.
1992. Response of brown
hisex chicks to low levels of
Jatroplia curcas, Ricinus
communis or their mixture.
Veterinary and human
Toxicology 34 , 304-306.
Soerawijaya, T.H. 2010. Potensial of
Jatropha curcas L. As Non-
Edible Feedstock of Biodiesel
Fuel. Makalah /Abstracts
disampaikan pada 7th.
Biomass Workshop Asia.
Jakarta. pp 34.
Tim Nasional Pengembangan BBN, F.,
Ishom, D., Wahyudin, Julius, B.,
R., Hendroko (Eds). 2007. BBN
– Bahan Bakar Nabati. Penebar
Swadaya. Jakarta. pp.40-41.