Post on 16-Oct-2021
transcript
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
1
Hubungan antara Body Image dan Gaya Hidup Konsumtif dengan Harga Diri Remaja
Perempuan Pengguna Skin care di Kota Surakarta
The Relationship between Body Image and Lifestyle Consumptive with Self-esteem
Adolescent Girls Who Uses Skin care in Surakarta City
Welly Dwiga Fitriandari, Machmuroch, Pratista Arya Satwika
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebalas Maret
ABSTRAK
Harga diri merupakan dimensi global dari diri yang merupakan penilaian positif atau negatif yang dibuat individu, yang menunjukkan sejauh mana individu menyukai diri sebagai individu yang mampu, penting dan berharga. Harga diri remaja tidak terlepas dari pandangan remaja terhadap kondisi fisiknya atau body image, sedangkan remaja menggunakan berbagai macam barang dan jasa yang mengarah pada gaya hidup konsumtif untuk menunjang penampilan diri yang terkait dengan harga dirinya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara body image, gaya hidup konsumtif, dan harga diri remaja perempuan pengguna skin care di kota Surakarta.
Penelitian dilakukan pada lima skin care di kota Surakarta, yaitu: skin care N di Surakarta bagian Barat, skin care E di Surakarta bagian Timur, skin care E di Surakarta bagian Selatan, skin care LB di Surakarta bagian Utara, dan skin care L di Surakarta bagan Tengah, teknik pemilihan skin care dengan menggunakan teknik cluster sampling. Sampel penelitian ini sebanyak 80 remaja perempuan pengguna skin care di kota Surakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive insidental sampling. Alat ukur yang digunakan ada 3 skala, yaitu skala harga diri, skala body image, dan skala gaya hidup konsumtif. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan bantuan program SPSS versi 23.0.
Berdasarkan hasil analisis terbukti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara body image dan gaya hidup konsumtif dengan harga diri remaja perempuan pengguna skin care di kota Surakarta dengan signifikansi 0,000 (p<0,05), dan Fhitung=15,033 > Ftabel=3,115. Terdapat hubungan yang signifikan antara body image dengan harga diri remaja perempuan pengguna skin care di kota Surakarta dengan signifikansi 0,000 (p<0,05) dan Thitung=3,610 > Ttabel=1,991. Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup konsumtif dengan harga diri remaja perempuan pengguna skin care di kota Surakarta, dengan signifikansi 0,002 (p<0,05), dan Thitung=3,218 > Ttabel= 1,991.
Kata kunci: Harga diri, Body image, Gaya hidup konsumtif.
PENDAHULUAN
Seiring dengan bertambahnya usia dan
berkembangnya fisik yang dialami manusia
dalam menjalani kehidupan, manusia akan
melalui masa yang disebut dengan masa
remaja. Santrock (2003) mendefinisikan remaja
sebagai masa perkembangan transisi antara
masa anak-anak menuju masa dewasa yang
dimulai dari usia 10 tahun sampai 13 tahun dan
berakhir antara usia 18 tahun sampai 22 tahun,
yang ditandai dengan perubahan biologis,
kognitif, dan sosial-emosional. Perubahan
biologis mencakup perubahan dalam hakikat
fisik individu. Perubahan kognitif meliputi
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
2
perubahan dalam pikiran, inteligensi dan
bahasa tubuh. Perubahan sosial-emosional
meliputi perubahan dalam hubungan individu
dengan manusia lain, yang meliputi emosi,
kepribadian, dan peran dari konteks sosial
perkembangan.
Perkembangan fisik yang dialami pada masa
remaja akan menimbulkan berbagai efek
psikologis. Hanya sedikit remaja yang
mengalami kateksis tubuh atau merasa puas
dengan tubuhnya. Ketidakpuasan terhadap
perubahan fisik tersebut menjadi salah satu
penyebab timbulnya konsep diri yang negatif
dan kurangnya harga diri pada masa remaja
(Hurlock, 2004). Harga diri merupakan sikap
terhadap diri sendiri yang diartikan sebagai
suatu hasil penilaian individu terhadap dirinya
yang diungkapkan dalam sikap-sikap yang
bernilai positif maupun negatif (Baron dan
Byrne, 2004). Selama masa transisi hidup,
harga diri individu seringkali mengalami
penurunan. Harga diri mengalami penurunan
dari awal atau pertengahan hingga akhir SMA,
dan dari SMA hingga memasuki dunia kampus
(Santrock, 2007)
Grafik 1. Harga Diri Sepanjang Masa Hidup
Salah satu faktor yang mempengaruhi harga
diri individu adalah body image atau citra tubuh
(Santrock, 2007). Widyatama (2010)
menjelaskan bahwa body image merupakan
gambaran jasmani, citra mental seseorang
mengenai tubuhnya sendiri. Individu dengan
body image negatif akan menganggap adanya
kekurangan dalam segi fisik. Hal ini menjadi
salah satu alasan para remaja untuk melakukan
perawatan di skin care. Oleh karena itu, tidak
heran jika saat ini banyak skin care, salon, spa
atau sejenisnya yang menawarkan berbagai
perawatan tubuh yang dapat menunjang
penampilan seseorang.
Skin care merupakan sebuah klinik kecantikan
yang menawarkan pelayanan jasa di bidang
perawatan kesehatan dan kecantikan kulit,
rambut, kuku, yang ditangani oleh dokter
spesialis. Berdasarkan hasil survey pra-
penelitian yang telah dilakukan di salah satu
skin care di kota Surakarta, perawatan tersebut
dilakukan karena mereka ingin mengikuti
trend, dan untuk menunjang penampilan fisik
agar lebih cantik dan menarik sehingga dapat
diterima dan dihargai oleh orang-orang di
sekitarnya.
Perhatian terhadap penampilan diri merupakan
minat yang besar pada usia remaja, hal ini
ditunjukkan dengan perilaku membeli terhadap
barang-barang yang dapat merawat dan
meningkatkan penampilan dirinya (Hurlock,
2004). Perilaku membeli barang dan
menggunakan jasa tersebut dapat menimbulkan
suatu gaya hidup konsumtif (Djudiyah dan
Hadipranata, 2002). Triyaningsih (2011)
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
3
menyatakan bahwa gaya hidup konsumtif
merupakan sebuah perilaku membeli dan
menggunakan barang yang tidak didasarkan
pada pertimbangan yang rasional dan memiliki
kecenderungan untuk mengonsumsi sesuatu
tanpa batas dimana individu lebih
mementingkan faktor keinginan daripada
kebutuhan yang dapat memberikan kepuasan
dan kenyamanan fisik.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai
“Hubungan antara Body Image dan Gaya Hidup
Konsumtif dengan Harga Diri Remaja
Perempuan Pengguna Skin care di kota
Surakarta”.
DASAR TEORI
1. Harga Diri
Harga diri adalah dimensi global dari diri
yang merupakan penilaian positif atau
negatif yang dibuat individu. Tentang hal
yang berkaitan dengan dirinya, yang
menunjukkan sejauh mana individu
menyukai dirinya sebagai individu yang
mampu, penting dan berharga. Secara
singkat harga diri adalah “personal
judgment” mengenai perasaan berharga atau
berarti yang di ekspresikan dalam sikap-
sikap individu terhadap dirinya.
Burn (1993) menyatakan ada lima faktor
yang memengaruhi harga diri seseorang,
yaitu: Pengalaman, pola asuh, lingkungan
sosial, sosial ekonomi, dan body image.
Coopersmith (1998) menyebutkan bahwa
aspek-aspek yang terkandung dalam harga
diri yaitu :
a. Power (kekuatan)
Kekuatan dapat diukur berdasarkan
kemampuan individu mempengaruhi
orang lain melalui penguasaan
perilakunya. Kekuatan ini juga bisa
ditunjukkan dalam penghargaan,
penerimaan, dan penghormatan dari orang
lain. Individu yang mempunyai kekuatan
ini akan menunjukkan sikap asertif
mempunyai semangat yang tinggi.
b. Significance (keberartian)
Keberartian yang didapat individu dapat
dilihat dari penerimaan, perhatian,
penghargaan, dan adanya kasih sayang
dari orang lain.
c. Virtue (kebajikan)
Kebajikan ditunjukkan individu dengan
adanya kesesuaian dengan moral dan etika
yang berlaku di lingkungan sekitarnya.
d. Competence (kompetensi)
Kompetensi dilihat pada individu yang
mempunyai kemampuan atau skill yang
cukup.
2. Body Image
Body image adalah pikiran, perasaan,
persepsi dan evaluasi individu terhadap
tubuh dan penampilan dirinya, yang
digambarkan dengan kepuasan tubuh dan
penampilan fisik secara keseluruhan
meliputi penilaian kehalusan wajah,
kelangsingan tubuh, berat tubuh, dan tinggi
tubuh, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
biologis, psikologis, historis, sosiokultural
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
4
dan faktor individual.
Thompson (1990) mengemukakan bahwa
body image dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu: tahap perkembangan, berat
badan dan persepsi derajat kekurusan dan
kegemukan, tren yang berlaku di
masyarakat, dan sosialisasi.
Cash dan Pruzinsky (2002) menyebutkan
bahwa aspek-aspek body image adalah:
a. Evaluasi penampilan (appearance
evaluation)
Penilaian individu terhadap penampilan
tubuh secara keseluruhan, perasaan
menarik atau tidak menarik, memuaskan
atau tidak memuaskan, kenyamanan dan
ketidaknyamanan terdahap penampilan
tubuh.
b. Orientasi penampilan (appearance
orientation)
Orientasi penampilan ditunjukkan
individu dalam tingkat perhatian
terhadap penampilan diri, serta berbagai
usaha yang dilakukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan
penampilan diri agar mencapai tingkat
yang memuaskan.
c. Kepuasan terhadap bagian atau area
tubuh (body area satisfaction)
Merupakan perasaan puas atau tidak
puas individu terhadap bagian tubuh
tertentu secara spesifik.
d. Kecemasan menjadi gemuk (overweight
occupation)
Kecemasan individu terhadap
kegemukan dan kewaspadaan terhadap
berat badan yang digambarkan melalui
perilaku nyata dalam aktivitas sehari-hari
e. Pengkategorian ukuran tubuh (self
classified weight)
Menggambarkan bagaimana seseorang
mempersepsikan, memandang, dan
menilai mengenai berat badan mereka,
apakah kurus atau gemuk.
3. Gaya Hidup Konsumtif
Gaya hidup konsumtif adalah pola perilaku
atau tindakan individu untuk mengonsumsi
barang atau jasa yang bukan merupakan
prioritas kebutuhannya dan tanpa
diperhitungkan secara rasional sehingga
sifatnya menjadi berlebihan, yang dapat
memberikan kepuasan, kenyamanan fisik
dan hasrat untuk memenuhi kesenangan.
Gaya hidup konsumtif tidak terlepas dari
berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Kotler (2000) faktor yang dapat
mempengaruhi gaya hidup konsumtif ada
dua, yaitu: faktor internal (usia, kepribadian,
keadaan ekonomi, motivasi, persepsi, dll)
dan faktor eksternal (kebudayaan, kelas
sosial, keluarga, kelompok acuan, peran dan
status). Menurut Lina dan Rosyid (1997)
aspek-aspek gaya hidup konsumtif, yaitu:
a. Pembelian Impulsif
Pembelian impulsif ditunjukkan dengan
adanya perilaku membeli yang semata-
mata didasari atas keinginan sesaat yang
dilakukan tanpa mempertimbangkan
terlebih dahulu dan tidak memikirkan apa
yang akan terjadi ke depannya atau efek
jangka panjang.
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
5
b. Pemborosan
Gaya hidup konsumtif sebagai salah satu
perilaku yang ditandai dengan
menghamburkan uang tanpa didasari
adanya kebutuhan yang jelas.
c. Mencari kesenangan
Pembelian barang didasari atas
kesenangan semata, dan didasari atas
kenyamanan dan kebutuhan fisik.
METODE PENELITIAN
1. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua variabel
bebas dan satu variabel tergantung. Variabel
tergantung dalam penelitian ini adalah harga
diri, sedangkan variabel bebasnya adalah
body image dan gaya hidup konsumtif.
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 80 remaja
perempuan pengguna skin care di kota
Surakarta, yang dipilih dengan teknik
purposive insidental sampling, dan
memenuhi kriteria sbb: remaja perempuan
dengan rentang usia antara 15 sampai 21
tahun, telah menggunakan produk atau jasa
di skin care lebih dari dua tahun,
berpendidikan minimal SMP (bisa membaca
dan menulis).
Sedangkan teknik pemilihan skin care dalam
penelitian ini menggunakan teknik cluster
sampling, yaitu: skincare N di Surakarta
bagian Barat, skincare E di Surakarta bagian
Timur, skicare E di Surakarta bagian
Selatan, skincare LB di Surakarta bagian
Utara, dan skincare L di Surakarta bagan
Tengah.
3. Alat Ukur Penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari tiga skala yaitu skala harga
diri, skala body image, dan skala gaya hidup
konsumtif. Model skala yang digunakan
adalah skala likert yang terdiri dari respon
jawaban sangat sesuai (SS). Sesuai (S), tida
sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS).
Pernyataan dalam skala penelitian ini
mengandung aitem favourable dan
unfavourable. Uji validitas dilakukan
menggunakan teknik Product Moment
Pearson, sedangkan uji reliabilitas
menggunakan formula Alpha Cronbach
dengan program Statistical Product and
Service Solution (SPSS) versi 23.0.
4. Teknik Analisis
Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi
berganda, untuk mengetahui pengaruh atau
hubungan antar ketiga variabel penelitian.
Penggunaan teknik analisis regresi ganda
karena penelitian ini terdiri dari dua variabel
bebas, yaitu body image dan gaya hidup
konsumtif, serta satu variabel tergantung,
yaitu harga diri. Perhitungan dilakukan
dengan program Statistical Product and
Service Solution (SPSS) versi 23.0.
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
6
HASIL- HASIL
1. Uji Asumsi Dasar
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk
mengetahui apakah dalam model regresi
variabel penganggu atau residual
memiliki ditribusi normal, dengan
melihat nilai Kolmogorov-Smirnov Test
dengan taraf signifikansi 0,05 atau 5%.
Data dinyatakan berdistribusi normal
jika nilai signifikansi lebih besar dari
0,05 atau 5% (Ghozali, 2012). Nilai
signifikansi yang dihasilkan adalah
0,685 (p>0,05), yang berarti bahwa
dalam model regresi variabel penganggu
atau residual memiliki distribusi normal.
b. Uji Linieritas
Uji linieritas digunakan untuk
mengetahui dua variabel mempunyai
hubungan linear atau tidak secara
signifikan. Pengujian linieritas dalam
penelitian ini menggunakan test of
linierity dengan bantuan program
Statistical Product and Service Solution
(SPSS) versi 23.0. Dua variabel
dikatakan linear jika signifikansinya
(linearity) kurang dari 0,05.
Hubungan antara body image dengan
harga diri menunjukan hubungan yang
linier, dikarenakan nilai signifikansi
(linearity) adalah 0,000 (p<0,05).
Sedangkan, hubungan antara gaya hidup
konsumtif dengan harga diri menunjukan
hubungan yang linier, dikarenakan nilai
signifikansi (linearity) adalah 0,000
(p<0,05).
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan
linear antar variabel bebas dalam model
regresi. Uji multikolinieritas dilakukan
dengan melihat nilai Variance Inflation
Factor (VIF) pada model regresi.
Apabila nilai VIF > 5 mengindikasikan
terjadi multikolinieritas. Hasil uji
multikolinieritas mendapatkan nilai
Variance Inflation Factor (VIF) kurang
dari 5, maka mengindikasikan tidak
terjadi multikolinearitas.
b. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari
residual. Metode pengujian untuk uji
heteroskedastisitas pada penelitian ini
adalah dengan melihat titik-titik pada
pola scatterplots.
Gambar 1. Scatterpot
3210-1-2-3
Regression Standardized Predicted Value
4
2
0
-2
-4
Reg
ress
ion
Stu
de
nti
ze
d R
es
idu
al
Dependent Variable: Harga Diri
Scatterplot
Pola scatterplots tidak membentuk pola
yang jelas, titik-titik menyebar di atas
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
7
dan di bawah angka 0 pada sumbu Y,
maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi dalam penelitian ini
menggunakan uji Durbin Watson (DW)
dengan bantuan program komputer
Statistical Product And Service Solution
(SPSS) versi 23.0. berdasarkan hasil
perhitungan diketahui bahwa nilai DW =
1,996, yaitu terletak di antara dU dan (4-
dU) atau 1,662 ≤ DW ≤ 2,338, maka
tidak terdapat autokorelasi, jadi model
regresi telah memenuhi asumsi
autokorelasi.
3. Uji Hipotesis
a. Uji Simultan F
Berdasarkan perhitungan menggunakan
Statistical Product and Service Solution
(SPSS) versi 23.0. diketahui bahwa nilai
signifikansi (p-value) pada kolom
signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05),
sedangkan nilai Fhitung=15,033 >
Ftabel=3,115, sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel bebas body image dan
gaya hidup konsumtif secara berpengaruh
terhadap variabel tergantung harga diri
remaja perempuan pengguna skin care di
kota Surakarta.
b. Analisis Korelasi Ganda (R)
Hasil analisis korelasi ganda (R)
diperoleh nilai R sebesar 0,530, maka
hubungan yang terjadi antara body image
dan gaya hidup konsumtif dengan harga
diri remaja perempuan pengguna skin
care di kota Surakarta termasuk dalam
kategori sedang. Besarnya R square
adalah 0,281. Hal tersebut berarti 28,1%
variansi harga diri dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel terikat body image dan
gaya hidup konsumtif. Sedangkan sisanya
(100% - 28,1% = 71,9%) dijelaskan oleh
faktor-faktor lain di luar variabel
penelitian.
c. Uji Parsial t
Nilai signifikansi (p-value) body image
terhadap harga diri pada kolom sig adalah
sebesar 0,001 (p<0,05), sedangkan nilai
Thitung=3,610 > Ttabel= 1,991 . Sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara body image
dengan harga diri remaja perempuan
pengguna skin care di kota Surakarta.
Nilai signifikansi (p-value) gaya hidup
konsumtif terhadap harga diri pada
kolom sig adalah sebesar 0,002 (p<0,05),
sedangkan nilai Thitung=3,218 > Ttabel=
1,991 . Sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan
antara gaya hidup konsumtif dengan
harga diri diri remaja perempuan
pengguna skin care di kota Surakarta.
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
diketahui pula persamaan regresi, Y =
60,276 + 0,218 X1 + 0,182 X2 yang
artinya sebagai berikut : Konstanta X1
adalah 0,218 artinya bila nilai variabel
body image dinaikan 1 % maka akan
menaikan nilai variabel harga diri sebesar
0,218%. Konstanta X2 adalah 0.182
artinya jika nilai gaya hidup konsumtif
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
8
dinaikan 1 % maka akan menaikan nilai
variabel harga diri sebesar 0,182%.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji
hipotesis menggunakan teknik analisis regresi
berganda, membuktikan bahwa hipotesis
pertama dalam penelitian ini terpenuhi. Hasil
uji F menunjukkan nilai signifikansi 0,000
(p<0,05), dan Fhitung= 15,033 > Ftabel =3,115
maka ada hubungan yang signifikan antara
variabel body image dan gaya hidup konsumtif
dengan harga diri remaja perempuan pengguna
skincare di kota Surakarta. Nilai R pada
penelitian ini yaitu sebesar 0,530 maka
hubungan yang terbentuk antara body image
dan gaya hidup konsumtif dengan harga diri
termasuk dalam kategori sedang. Besarnya R
Square adalah 0,281 nilai ini menandakan
bahwa sumbangan pengaruh yang diberikan
variabel body image dan gaya hidup konsumtif
secara bersama-sama terhadap harga diri adalah
sebesar 0,281 yang berarti 28,1% variansi harga
diri dapat dijelaskan oleh variabel-variabel
bebas body image dan gaya hidup konsumtif,
sedangkan sisanya 71,9% dijelaskan oleh
faktor-faktor lain di luar kedua variabel
tersebut.
Perkembangan fisik yang dialami pada masa
remaja akan menimbulkan berbagai efek
psikologis. Hanya sedikit remaja yang
mengalami kateksis tubuh atau merasa puas
dengan tubuhnya. Ketidakpuasan terhadap
perubahan fisik tersebut menjadi salah satu
penyebab timbulnya konsep diri yang negatif
dan kurangnya harga diri pada masa remaja
(Hurlock, 2004). Harga diri merupakan sikap
terhadap diri sendiri yang diartikan sebagai
hasil penilaian individu terhadap dirinya sendiri
yang diungkapkan dalam sikap-sikap yang
bernilai positif maupun negatif (Baron dan
Byrne, 2004).
Salah satu faktor yang mempengaruhi harga
diri individu adalah body image atau citra tubuh
(Santrock, 2007). Remaja memperhatikan dan
mengembangkan citra (image) tentang seperti
apa tubuh mereka. Menurut Papalia, Olds, dan
Feldman (2001) body image adalah suatu
gambaran dan evaluasi mengenai penampilan
dirinya sendiri.
Perhatian yang besar terhadap penampilan diri
merupakan minat yang besar pada usia remaja,
perhatian ini ditunjukkan dengan perilaku
membeli terhadap barang-barang yang dapat
merawat dan meningkatkan penampilan remaja
(Hurlock, 2006). Perilaku membeli barang-
barang tersebut dapat memicu timbulnya gaya
hidup konsumtif. Triyaningsih (2011)
menjelaskan bahwa gaya hidup konsumtif
merupakan sebuah perilaku membeli dan
menggunakan barang yang tidak didasarkan
pada pertimbangan yang rasional dan memiliki
kecenderungan untuk mengonsumsi sesuatu
tanpa batas dimana individu lebih
mementingkan faktor keinginan daripada
kebutuhan yang dapat memberikan kepuasan
dan kenyamanan fisik.
Body image dan gaya hidup konsumtif secara
bersama-sama dapat mempengaruhi harga diri
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
9
individu. Individu dengan body image positif
akan merasa puas terhadap tubuh dan
penampilan fisiknya, serta kecenderungan gaya
hidup konsumtif yang dimiliki individu untuk
mendapatkan barang sesuai keinginan, hal
tersebut dapat menigkatkan harga diri.
Uji hipotesis juga menunjukkan bahwa
hipotesis kedua diterima. Hasil penelitian yang
telah dilakukan pada remaja perempuan
pengguna skin care di kota Surakarta,
didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang
signifikan antara body image dengan harga diri
dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05), dan
Thitung=3,610 > Ttabel= 1,991. Dimana ada
kecederungan semakin tinggi nilai body image
maka akan semakin tinggi pula harga diri pada
remaja perempuan pengguna skin care di kota
Surakarta. Sumbangan relatif body image
terhadap harga diri yaitu sebesar 54,7% dan
sumbangan efektif sebesar 15,4%.
Goldenberg dkk, (dalam Baron dan Byrne,
2004) menyatakan bahwa tubuh seseorang
dapat menjadi sumber harga diri, dan saat
mereka diingatkan oleh orang lain mengenai
perubahan tubuhnya, hal ini akan meningkatkan
upaya individu dalam memperjuangkan harga
dirinya. Menurut Tambunan (dalam Wardhani,
2009) remaja dengan harga diri rendah akan
mencari perhatian dan pengakuan atas
keberadaannya dari orang lain, salah satu upaya
yang dilakukannya adalah dengan
meningkatkan penampilan fisiknya.
Penampilan fisik seseorang berkaitan dengan
body image atau citra tubuh. Body image adalah
pikiran, perasaan, persepsi dan evaluasi
individu terhadap tubuh dan penampilan
dirinya, yang digambarkan dengan kepuasan
tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Sari (2012) yang meneliti
tentang hubungan antara citra tubuh dan harga
diri pada dewasa awal tuna daksa, hasilnya
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara body image dan harga diri pada dewasa
awal tuna daksa.
Pengujian hipotesis juga menunjukkan bahwa
hipotesis ketiga diterima. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan pada remaja
perempuan pengguna skin care di kota
Surakarta, didapatkan hasil bahwa ada
hubungan yang signifikan antara gaya hidup
konsumtif dengan harga diri, dengan nilai
signifikansi 0,000 (p<0,05), dan Thitung=3,218 >
Ttabel= 1,991. Dimana ada kecederungan
semakin tinggi nilai gaya hidup konsumtif
maka akan semakin tinggi pula harga diri pada
remaja perempuan pengguna skin care di kota
Surakarta. Sumbangan relatif gaya hidup
konsumtif terhadap harga diri yaitu sebesar
45,3% dan sumbangan efektif sebesar 12,7%.
Menurut Wagner (dalam Shohibullana, 2014)
gaya hidup konsumtif yang dilakukan oleh para
remaja tidak lain hanya untuk bisa diterima dan
menjadi bagian dari lingkungan mereka.
Remaja hanya membeli barang dan
menggunakan jasa untuk memenuhi hasrat
kesenangannya, tanpa memperhatikan penting
atau tidaknya barang tersebut. Kecenderungan
untuk membeli barang-barang tersebut
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
10
dilakukan para remaja untuk memenuhi kondisi
psikologis tertentu salah satunya adalah harga
diri. Hal ini ditegaskan oleh Sears, dkk (1991)
bahwa perilaku membeli berpengaruh pada
harga diri seseorang. Remaja cenderung mudah
dipengaruhi oleh iklan dan akan membeli
barang-barang yang diinginkan untuk
mendapatkan penghargaan dari lingkungan
sosialnya. Secara tidak langsung, untuk
memenuhi tuntutan agar mendapatkan
penampilan yang sempurna, tentu saja didorong
oleh gaya hidup konsumtif agar individu
memperoleh barang-barang yang dapat
menunjang penampilan sesuai keinginannya,
sehingga mereka mempunyai harga diri yang
tinggi.
Remaja mempunyai karakteristik mudah
terbujuk oleh hal-hal yang menyenangkan dan
mudah mengikuti hal yang mereka inginkan,
mereka menjadi pelaku utama dari perilaku
konsumtif. Tidak jarang dari remaja yang
mengatakan pola hidup konsumtif sudah
melekat pada dirinya. Mereka melakukan hal
tersebut demi menjaga penampilan untuk
mendapat pengakuan dari lingkungannya
sehingga mempunyai harga diri tinggi (Taufik,
2006).
Hasil penelitian ini didukung penelitian yang
dilakukan oleh Liestianingsih (2002)
berdasarkan laporan penelitian mengatakan
bahwa pada umumnya perubahan fisik pada
saat pubertas menyebabkan remaja putri kurang
puas terhadap penampilan fisiknya
dibandingkan dengan remaja putra. Hal tersebut
membuat kaum perempuan lebih cenderung
memiliki gaya hidup konsumtif untuk membeli
barang sesuai hasrat keinginannya sehingga
mereka mempunyai harga diri yang tinggi.
PENUTUP
a. Simpulan
1. Terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara body image dan gaya
hidup konsumtif dengan harga diri
remaja perempuan pengguna skin care
di kota Surakarta, hal ini berarti
semakin tinggi nilai body image dan
gaya hidup konsumtif yang dimiliki
individu, maka semakin tinggi pula
harga diri yang dimilikinya.
2. Terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara body image dengan
harga diri remaja perempuan pengguna
skin care di kota Surakarta, hal ini
berarti semakin tinggi nilai body image
yang dimiliki individu, maka semakin
tinggi pula harga diri yang dimilikinya.
3. Terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara gaya hidup konsumtif
dengan harga diri remaja perempuan
pengguna skin care di kota Surakarta,
hal ini berarti semakin tinggi individu
yang memiliki gaya hidup konsumtif,
maka semakin tinggi pula harga diri
yang dimilikinya.
b. Saran
1. Bagi remaja
Bagi remaja yang mengalami
pertumbuhan fisik yang pesat, mereka
perlu mengetahui, mensyukuri, dan
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
11
menerima fase-fase dalam
perkembangan tubuhnya, sehingga
mereka dapat membentuk body image
yang positif salah satunya dengan
menjaga dan memelihara kondisi fisik
melalui perawatan tubuh. Selain itu,
diharapkan dapat meningkatkan harga
diri yang dimiliki, dengan selalu
berusaha untuk menerima kekurangan
dan kelebihan yang ada pada dirinya.
Misalnya menghindari kalimat negatif
dalam pikiran seperti “aku tidak
mampu” “ini hanya impian” kata-kata
ini dapat merusak harga diri, tidak
selalu tergantung dengan respon negatif
orang lain mengenai kondisi fisiknya,
dan meyakinkan bahwa dirinya pantas
untuk dicintai dan dihargai.
2. Bagi orang tua
Bagi orang tua, diharapkan dapat
memahami pentingnya harga diri dalam
perkembangan psikologis, sehingga
dapat memberikan gambaran dan
pengetahuan dalam mendidik anak.
Orang tua dapat membentuk pola pikir
anak bahwa perkembangan dan
pertumbuhan fisik pada masa remaja
tidak selalu menimbulkan efek yang
negatif, memberikan pengarahan dan
kontrol kepada remajanya untuk
menggunakan barang dan jasa sesuai
kebutuhan agar tidak berlebihan.
3. Bagi peneliti lain
Bagi peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian dengan pokok
bahasan yang sama, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi referensi
dalam penelitiannya. Mengingat hasil
sumbangan variabel body image dan
gaya hidup konsumtif yang sebesar
28,1 % dan masih banyak faktor lain di
luar variabel penelitian yang
mempengaruhi harga diri, maka
peneliti selanjutnya yang akan
mengadakan penelitian mengenai harga
diri disarankan untuk meneliti faktor-
faktor harga diri yang lain seperti
dukungan sosial, kesuksesan dalam
mencapai tujuan, pengetahuan, usia,
dan lain-lain. Peneliti selanjutnya juga
diharapkan dapat memperluas ruang
lingkup penelitian atau populasi
sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas penelitian, agar
hasil penelitian menjadi lebih
komprehensif. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah dengan
menggunakan data tambahan melalui
wawancara atau observasi, agar hasil
yang di dapatkan lebih mendalam,
karena tidak semua hal dapat diungkap
dengan menggunakan skala psikologi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, Hendriati. (2006). Psikologi
Perkembangan. Bandung: Refika
Aditama.
Astuti, Puji., Puspitawati, Ira. (2009). Hubungan
Antara Sikap Remaja Putri Terhadap
Produk Multi Level Marketing dengan
Perilaku Konsumtif dalam Pembelian
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
12
Barang Kosmetik. Jurnal Online
Psikologi. 01 (03). 2.
Azwar, Saifuddin. (2010). Metode Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
. (2013). Tes Prestasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron, Robert A & Byrne, Donn. (2004).
Psikologi Sosial Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Branden , N. (2001). Kiat Jitu Meningkatkan
Harga Diri. Jakarta: Delaprasata.
Burn, R. B. (1993). Konsep diri: Teori,
Pengukuran, Perkembangan, dan
Perilaku (Eddy Pengalih Bahasa). Jakarta:
Arcan.
Cash, T. F & Pruzinsky, T. (2002). Body Image:
A Handbook of Theory, Research, and
Clinical. New York: Guilford
Publications.
Cicillabaika, Ratna. (2014). Hubungan antara
Kepuasan Citra Tubuh dengan Harga Diri
pada Laki-Laki yang Melakukan Fitness.
Laporan Penelitian. (tidak
dipublikasikan). Malang: Universitas
Brawijaya.
Coopersmith, S. (1998). The Antecendent of Self
Esteem. San Fransisco: W. H. Freeman
Company.
Dacey, J. & Kenny, M. (1997). Adolesence
development. Second edition. United
States of America: Times Mirror Higher
Education Group Inc.
Daradjat, Z. (1992). Kesehatan Mental. Jakarta:
Gunung Agung.
Davison,T.E. & McCabe, M.P. (2005). Adolescent
Body Image and Psychosocial Functioniong. Deakin University :
Australia.
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Djudiyah dan Hadipranata, Asip F. (2002).
Hubungan antara Pemantauan Diri, Harga
Diri, Materialisme, dan Uang Saku
dengan Pembelian Impulsif pada Remaja.
Jurnal Psikodinamik. 4 (2), 59.
Ghozali, Imam. (2012). Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Hurlock, E.B. (2004). Psikologi Perkembangan:
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
. (2006). Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta:
Erlangga.
Jersild, A. T. (1978). The Psychology of
Adolesence (Third Edition). New York:
Macmillan Publishing.
Keliat. (1998). Citra Tubuh. Jakarta: Gramedia.
Koentjoro. (1989). Perbedaan Harga Diri
Remaja di Daerah Miskin Penghasil
Pelacur & Bukan Penghasil Pelacur:
Laporan Penelitian. (tidak
dipublikasikan). Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Lina dan Rosyid. (1997). Perilaku Konsumtif
berdasarkan Locus of Control pada
Remaja Putri. Jurnal Pemikiran dan
Penelitian Psikologi. (4). 5-13.
Liestianingsih, Dwi. (2002). Ideologi Gender
dalam Iklan Kosmetik di Televisi.
Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas
Airlangga.
Masheb, Robin. (1997). The Nature of Body
Image Disturbance in Patients with Binge
Eating Disorder. International Jurnal of
Eating Disorder. (33). 334-335.
Monks, F.J; Knoers, A.M.P; Haditono S.R.
(2004). Psikologi Perkembangan:
Pengantar Psikologi dalam Berbagai
Bagiannya. Alih bahasa: Haditono, S.R.
Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas
Press.
Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan
Organisasi. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Murdianingsih, Siti. (2008). Gaya Hidup
Konsumtif dan Pencitraan Diri Pelajar
Pengguna Handphone di Sma Negeri 1
Sambi Boyolali. (Skripsi tidak
dipublikasikan), Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
National Eatng Disorders Association. (2005).
What is Body Image?.
FITRIANDARI / HARGA DIRI REMAJA PEREMPUAN PENGUNA SKIN CARE
13
http://www.nationaleatingdisorders.org/w
hat-body-image. diakses 23 Januari 2015.
Papalia, Old, & Feldman. (2008). Human
Development (Psikologi Perkembangan).
Jakarta: Kencana.
Priyatno, Duwi. (2011). Belajar Cepat Olah
Data Statistik dengan SPSS. Yogyakarta:
Andi.
. (2012). Cara Kilat Belajar
Analisis Data dengan SPSS 20.
Yogyakarta: Andi.
. (2014). SPSS 22: Pengolah
Data Terpraktis. Yogyakarta: Andi.
Purwanto. (2008). Metodologi Penelitian
Kuantitatif untuk Psikologi dan
Pendidikan. Yogjakarta: Pustaka Belajar.
Rudd, N.A. & Lennon S. J. (2000). Body Image
and Appearance: Management Behaviors
in College Woman. Clothing and Textiles
Research Journals, (32). 615-625.
Rutjee. (2009). Seputar Tentang Kehidupan
Mahasiswa. Jakarta: Erlangga.
Santrock, John. W. (2003). Adolesence:
Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
. (2007). Remaja Edisi
Kesebelas. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2004). Psikologi
Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Sari, Dahlia N. P. (2012). Hubungan antara
Body Image dan Self Esteem pada
Dewasa Awal Tuna daksa. Jurnal Ilmiah,
1 (1).
Sears, O., Freedman, L., Peplau, A. (1991).
Psikologi Sosial 2 (penerjemah: Ardyanto,
M). Jakarta : Erlangga.
Shohibullana, Imam Hoyri. (2014). Kontrol Diri
dan Perilaku Konumtif pada Siswa SMA
(Ditinjau Dari Lokasi Sekolah). Jurnal
Online Psikologi. 02 (01). 2-3.
Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum.
Bandung: Pustaka Setia.
Subandy. (1997). Ecstasy Gaya Hidup. Jakarta:
Grasindo.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kualitatif,
Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumartono. (2002). Terperangkap Dalam Iklan.
Bandung: Alfabeta.
Suryabrata, Sumadi. (2006). Pengembangan
Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi.
Swastha, B. (1999). Saluran Pemasaran.
Yogyakarta: BPEE.
Tambunan, R. (2001). Harga Diri Remaja.
http://www.epsikologi.com/remaja/24090
1. htm diakses 22 Januari 2015.
Taufik, A. (2006). Peran dan Tanggung Jawab
Mahasiswa. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Thompson, J. K. (1990). Body Image
Disturbance. New York: Pergamon Press
Inc.
Triyaningsih, SL. (2011). Dampak On Line
Marketing melalui facebook terhadap
perilaku konsumtif masyarakat. Jurnal
Ekonomi & Kewirausahaan. 11 (2). 172-
177.
Wahidah, Nurul. (2013). Pengaruh Perilaku
Konsumtif terhadap Gaya Hidup
Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP
UNTAN. (Skripsi tidak dipublikasikan),
Universitas Tanjung Pura, Pontianak.
Wahyudi. (2013). Tinjauan tentang Perilaku
Konsumtif Remaja Pengunjung Mall
Samarinda Central Plaza. E-Journal
Sosiologi. 1 (4). 1-2
Wardhani, Maida Devi. (2009). Hubungan
antara Konformitas dan Harga Diri
dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja
Putri. (Skripsi tidak dipublikasikan),
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Widyatama. (2010). Kamus Psikologi. Jakarta:
Widyatama.
Yusuf, Syamsu. (2011). Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.