Post on 19-Oct-2021
transcript
IMPLEMENTASI PRINSIP–PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI BADAN PENANAMAN
MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KOTA TANGERANG
SKRIPSI
Diujikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Disusun Oleh :
Khaerinisa
666 111 0504
PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, JUNI 2016
DON’T QUIT
“When things go wrong, as they sometimes will;
When the road you’re trudging seems all uphill;
When the funds are low and the debts are high;
And you want to smile but you have to sigh.
When all is pressing you down a bit-
Rest if you must, but don’t you quit.
Success is failure turned inside out;
The silver tint on clouds of doubt;
And you can never tell how close you are;
It may be near when it seems far.
So, stick to the fight when you’re hardest hit.
It’s when things go wrong that you must not quit.”
-John Greenleaf Whittier-
“Saya persembahkan skripsi ini untuk
Papa, Ir. Eno Suhaena dan Mama, Ebah
serta Adik Saya, Anita Nuzulia”
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat,
rahmat dan hidayah-Nya yang selalu diberikan kepada kita semua, termasuk pada
nikmat Iman, Islam dan sehat wal’afiat. Atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya pula,
maka peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarganya,
sahabatnya serta tak lupa juga kita sebagai umatnya hingga akhir zaman.
Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang mana judul
penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu “Implementasi Prinsip-Prinsip Good
Governance di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota
Tangerang.” Penyusunan skripsi ini tidak akan selesai dengan baik, tentunya tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak yang selalu membimbing serta mendukung
peneliti secara moril dan materil. Maka pada kesempatan yang luar biasa ini, peneliti
ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada beberapa
pihak, sebagai berikut:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd sebagai Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirayasa.
ii
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, S.Sos., M.Si sebagai Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman, S.Sos., M.Si sebagai Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si, sebagai Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, sekaligus
pembimbing I yang sudah banyak sekali memberikan bimbingan, arahan, ilmu
serta sarannya yang sangat membantu peneliti sejak awal hingga penelitian yang
peneliti susun ini selesai dengan sebaik-baiknya.
6. Listyaningsih, S.Sos, M.Si sebagai Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
7. Riswanda, Ph.D, sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Gandung Ismanto, S.Sos, MM selaku pembimbing II yang sudah banyak
memberikan bimbingan, arahan, ilmu serta sarannya yang sangat membantu
peneliti menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
9. Maulana Yusuf, S.IP, M.Si sebagai penguji seminar proposal penelitian yang
dilakukan peneliti yang telah banyak memberikan masukkan demi
kesempurnaan penelitian yang dilakukan peneliti.
iii
10. Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si sebagai Dosen Pembimbing Akademik
kesayangan yang tak henti memberikan semangat kepada peneliti dan selalu
bersedia mendengarkan keluh kesah peneliti selama peneliti menempuh studi
pada jenjang S1 ini.
11. Dosen-Dosen Ilmu Administrasi Negara yang selalu saya banggakan, Ipah Ema
Jumiati, S.IP, M.Si, Leo Agustino, Ph.D, Titi Setiawati, S.Sos,M.si, Dr.Ayuning
Budiati, S.IP,MPPM, Rini Handayani, S.Si,M.Si, Arenawati, S.Sos,M.Si, Ima
Maisyaroh, S.Ag,M.Si, Andi Apriany Fatmawaty, Ir.,MP, DR. Abdul Apip,
M.Si, Abdul Hamid, S.Sos,M.Si, Drs.H.Oman Supriyadi,M.Si, DR.Suwaib
Amirudin, M.Si, Drs.Hasuri, SE.M.Si, Kristian Widya Wicaksana, S.Sos,M.Si,
Deden M. Haris, S.Sos,M.Si, Juliannes Cadith, S.Sos,M.Si, Atoullah, S.Sos.
M.Si, serta dosen-dosen lainnya tidak bisa saya sebutkan satu per satu,
terimakasih untuk semua ilmu yang telah kalian berikan kepada peneliti.
12. Orang Tua tercinta, Eno Suhaena dan Ebah yang selalu memberikan dukungan
secara moril dan materil serta doa mereka yang tidak pernah henti untuk
kesuksesan anak-anaknya di masa depan. Kemudian adik kandung peneliti,
Anita Nuzulia yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk kelancaran
penyusunan skripsi ini. Serta saudara-saudara peneliti, yaitu nenek, uwak, om,
tante, sepupu, dan keponakan terdekat yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per
satu yang juga banyak memberikan dukungan dan doa mereka.
13. Sahabat terdekat peneliti Muhammad Frayogi, Ratu Arum Sukmaningtyas,
Rosmalasari, Shara Anggriani, Raden Dendy Yudha, dan yang selalu setia
iv
menemani peneliti sejak awal masuk di kampus Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa hingga saat ini serta selalu memberikan dukungan dan doa mereka
dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Sahabat terbaik peneliti, Intan Pratiwi Razak, Riska Monica Puteri, Lidia
Carlina Marta, Gesti Resti Fitri, Dona Puteri Permata Desri, Rike Berlianti,
Dessy Handayani, Vina Sarastiani, Reiza Hafitarani, Dhita Sekar Anisa, dan
Indri Meilan Suntari.
15. H. Karsidi, selaku Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kota Tangerang yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk
melakukan penelitian skripsi di BPMPTSP ini.
16. Keluarga tercinta kedua peneliti, Rizkieka Turnoviliana, Novi Shulhiyah Ilyas,
Purwanto Heru, dan Kabid Penanaman Modal terbaik Sasa Sukmana dan Encep
Muharam yang tiada henti memberikan doa, motivasi, dukungan, serta
semangat kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
17. Keluarga Besar Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
tercinta yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang selalu memberikan
semangat dan dukungan dalam proses penelitian ini.
18. Sahabat terdekat peneliti Anggun Farantina, Diah Kumalasari, dan Vina Dwi
Pratiwi yang banyak memberikan motivasi dan canda tawa sehingga peneliti
dapat menghilangkan kejenuhan dalam menyelesaikan skripsi ini.
19. Teman-teman khusunya kelas B Program Studi Ilmu Administrasi Negara 2011,
serta kelas A, C, dan Non-Regular lainnya yang tidak bisa peneliti sebutkan satu
v
persatu dan saat ini sedang bersama-sama berjuang untuk meraih gelar sarjana.
Dan secara umum, peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh
teman-teman terdekat peneliti di angkatan 2011.
20. Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik serta Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah banyak membantu peneliti dalam
mengurus segala perijinan, surat-menyurat dan urusan akademik lainnya.
21. Serta tidak lupa peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh
informan penelitian yang telah berkontribusi banyak dalam penyusunan skripsi
ini serta pihak-pihak lainnya yang juga terlibat dalam penyusunan skripsi ini.
Akhirnya peneliti mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan
selesainya penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan
skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan maka, kritik dan saran yang
membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi peneliti
sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.
Tangerang, Juni 2016
Khaerinisa
NIM. 6661110504
vi
DAFTAR ISI
LEMBAT PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................. 22
1.3 Batasan Masalah ........................................................................ 22
1.4 Rumusan Masalah...................................................................... 23
1.5 Tujuan Penelitian ....................................................................... 23
1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................... 24
1.7 Sistematika Penulisan .............................................................. 25
vii
BAB II DESKRIPSI TEORI
2.1 Deskripsi Teori .......................................................................... 28
2.2 Implementasi Kebijakan Publik ................................................ 44
2.3 Penelitian Terdahulu ................................................................. 54
2.4 Kerangka Berpikir .................................................................... 58
2.5 Asumsi Dasar ............................................................................ 59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ..................................................................... 60
3.2 Fokus Penelitian ....................................................................... 61
3.3 Lokasi Penelitian ...................................................................... 61
3.4 Variabel Penelitian ................................................................... 62
3.5 Instrumen Penelitian ................................................................. 63
3.6 Informan Penelitian .................................................................. 64
3.7 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 65
3.8 Teknik Analisis Data ................................................................ 69
3.9 Uji Keabsahan Data .................................................................. 71
3.10 Jadwal Penelitian ...................................................................... 72
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ....................................................... 74
4.2 Deskripsi Data .......................................................................... 83
4.3 Analisis Data Penelitian ............................................................ 88
4.4 Pembahasan .............................................................................. 129
viii
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 149
5.2 Saran ......................................................................................... 150
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Rekapitulasi Realisasi ..................................................................... 3
Tabel 1.2 Rekapitulasi Izin Prinsip .................................................................. 4
Tabel 1.3 Jumlah Izin Bidang Penanaman Modal ........................................... 7
Tabel 1.4 Jumlah Izin Bidang Pemerintahan .................................................. 9
Tabel 1.5 Jumlah Izin Bidang Kesejahteraan Masyarakat .............................. 10
Tabel 1.6 Jumlah izin Bidang Pembangunan .................................................. 11
Tabel 3.1 Informan Penelitian ......................................................................... 65
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ...................................................................... 67
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ............................................................................. 73
Tabel 4.1 Daftar Spesifikasi Fungsi dan Peran Informan Penelitian .............. 87
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tiga Komponen Good Governance (UNDP) ............................... 34
Gambar 2.2 Model Implementasi Edward III .................................................. 48
Gambar 2.3 Model Proses Implementasi Kebijakan Van Meter Van Horn ..... 50
Gambar 3.1 Model Analisis Data Miles & Huberman ..................................... 71
Gambar 4.1 SKP BPMPTSP BidangPenanaman Modal ................................. 91
Gambar 4.2 Kegiatan Sosialisasi Pelayanan Perizinan .................................... 98
Gambar 4.3 Kegiatan Expo Kota Tangerang ................................................... 98
Gambar 4.4 Ruang Pengambilan Izin .............................................................. 105
Gambar 4.5 Contoh Kenakalan Pegawai ......................................................... 106
Gambar 4.6 Contoh Kenakalan Pegawai ......................................................... 106
Gambar 4.7 Kondisi Ruang Pelayanan Perizinan di BPMPTSP .................... 111
Gambar 4.8 Volume Berkas Izin Di BPMPTSP Kota Tangerang ................... 111
Gambar 4.9 Pelaksanaan Bintek oleh BPMPTSP Kota Tangerang ................. 123
Gambar 4.10 Pelaksanaan Bintek oleh BPMPTSP Kota Tangerang ................ 124
x
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I Surat Ijin Penelitian
LAMPIRAN II Surat Keterangan Penelitian
LAMPIRAN III Pedoman Wawancara
LAMPIRAN IV Catatan Lapangan dan Membercheck
LAMPIRAN V Kategorisasi Data Penelitian
LAMPIRAN VI Matriks Hasil Penelitian
LAMPIRAN VII Dokumentasi Penelitian
LAMPIRAN VIII Data Pendukung Penelitian
ABSTRAK
Khaerinisa. NIM. 6661110504. 2016. Skripsi. Implementasi Prinsip-Prinsip Good Governance di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I, Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si. Dosen Pembimbing II, Gandung Ismanto, S,Sos, MM. Kota Tangerang merupakan salah satu kota yang layak menjadi kota investasi dengan berbagai sumber daya yang dimiliki yang menjadi daya tarik bagi para investor PMDN maupun PMA untuk terus melakukan investasi. Kondisi tersebut merupakan sebuah arahan dari pemerintah daerah untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, salah satunya yaitu pelayanan perizinan. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang mempunyai peran penting dalam mewujudkan Kota Tangerang sebagai Kota tujuan investasi. BPMPTSP Kota Tangerang dalam upaya mengimplementasikan prinsip-prinsip good governance masih dihadapkan oleh beberapa kesenjangan dari ketiga pilar governance. Fokus penelitian ini adalah implementasi prinsip-prinsip good governance di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang pada bidang Penanaman Modal. Tujuannya yaitu untuk mengetahui bagaimana implementasi prinsip-prinsip good governance di BPMPTSP Kota Tangerang khsuusnya Bidang Penanaman Modal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif yang dianalisis dengan menggunakan enam indikator prinsip-prinsip good governance menurut Gisselquist yaitu Accountability, Transparency, Efficiency and Effectiveness, Responsiveness, Forward vision, Rule of law. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip-prinsip good governance belum konsisten dan belum optimal, dikarenakan dalam pelaksanaanya masih terdapat keluhan dari masyarakat mengenai mekanisme, prosedur, serta syarat-syarat pembuatan izin.
Kata Kunci: Implementasi, Prinsip-Prinsip Good Governance
ABSTRACT
Khaerinisa. NIM 6661110504. 2016. Thesis. Implementation of Principles of Good Governance in Investment Department and Integrated One Door Services In Tangerang City. Public Administration Departement. The Faculty of Social and Political Science. Sultan Ageng Tirtayasa University. 1st Advisor, Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si and 2nd Advisor, Gandung Ismanto, S,Sos, MM. Tangerang City is worthy of being investment city with a variety of available resources that attraction for domestic investors and foreign investors to continue investing. The condition is a directive from the local government to realize the good governance and free of corruption, collusion, and nepotism. One of which is licensing service. Investment Department and Integrated One Door Services has an important role to realize that Tangerang City as investment destinations city. Investment Department and Integrated One Door Services in effort to implement the principles of good governance was still faced by some gaps of three pillars of governance. The research focus was Implementation of Principles of Good Governance in there on Investment Sector. The goal was to find out how Implementation of Principles of Good Governance in there especially on Investment Sector. The methods that used on this research was qualitative descriptive which analyzed using six principles of good governance by Gisselquist, Accountability, Transparency, Efficiency and Effectiveness, Responsiveness, Forward vision, Rule of law. The result of this research showed that the application of principles of good governance hadn’t been consistent and hadn’t optimal, because in practicing, there were still complaints regarding the mechanisms, procedures, and terms of making a license. Keywords: Implementation, Good Governance Principles
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
United Nations Conference Trade and Development (UNCTAD),
merupakan sebuah organisasi di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), telah merilis laporan terbaru terkait investasi dunia yang dirangkum dalam
World Investment Report 2015. Laporan tahunan yang merangkum data
penanaman modal asing (PMA) di tiap-tiap negara berkembang di dunia tahun
2014 tersebut menunjukkan bahwa Asia bagian Timur (terdiri dari Asia Timur dan
Asia Tenggara) merupakan salah satu wilayah tujuan investasi asing terbesar di
dunia. Dengan PMA sebesar US$ 381 miliar dan tingkat pertumbuhan sebesar 9,6
persen, kawasan Asia bagian Timur memiliki porsi 31 persen dari seluruh PMA
yang terdapat di seluruh dunia.
Data tersebut juga menunjukkan bahwa Tiongkok masih menempati
urutan pertama sebagai negara tujuan investasi asing terbesar di Asia bagian timur
dengan nilai US$ 128,5 miliar. Kendati Tiongkok memiliki jumlah PMA terbesar,
namun pertumbuhan PMA tertinggi justru terjadi di Hong Kong dengan
pertumbuhan mencapai 39 persen, dari angka sekitar US$ 75 miliar di tahun 2013
mencapai US$ 103,3 miliar di tahun 2014.
2
Kota Tangerang merupakan salah satu kota yang layak menjadi kota
investasi. Kota Tangerang dengan berbagai sumber daya yang dimiliki seperti
jumlah penduduk yang hampir mencapai 2 juta jiwa, perkembangan dan
pembangunan infrastruktur menjadi daya tarik bagi para investor baik PMDN
maupun PMA untuk terus melakukan investasi. Hal tersebut dapat kita lihat dari
hasil realisasi investasi pada Triwulan II tahun 2015, realisasi investasi PMDN
dan PMA berdasarkan Izin Usaha yang telah diterbitkan baik oleh BKPMRI untuk
PMA, BKPMPT Provinsi maupun BPMPTSP untuk PMDN berjumlah 16 Proyek
yang terdiri dari 6 proyek PMDN dengan nilai Rp. 253,61 Milyard dan 10 proyek
PMA dengan nilai USD 33,872 juta atau senilai Rp. 423,4 Milyard dengan kurs 1
USD = Rp. 12.500,- sehingga pada Triwulan kedua tahun 2015 ini realisasi
investasi di Kota Tangerang baik PMDN maupun PMA sebesar Rp. 677 milyard.
Sesuai dengan Kewenangannya, PMDN dari 6 Izin Usaha yang
dikeluarkan, Pemerintah Kota Tangerang mengeluarkan 3 Izin dengan nilai Rp.
22.217.000.000,- sedangkan 3 Izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi
Banten dengan nilai Rp. 35.025.300.000,-. Serapan tenaga kerja dari 6 proyek
PMDN yang terealisasi dapat menyerap pekerja sebanyak 1.111 orang tenaga
kerja, sedangkan dari 10 proyek PMA mampu menyerap pekerja sebanyak 2.110
tenaga kerja Indonesia dan 26 Tenaga Kerja Asing.
3
Tabel 1.1
Rekapitulasi Reaslisasi
(Sumber: LPPPM BPMPTSP Kota Tangerang)
Pada Triwulan II tahun 2015 di Kota Tangerang masih diminati oleh para
investor baik PMDN maupun PMA hal ini terlihat dari jumlah izin prinsip yang
telah dikeluarkan baik oleh BKPMRI, BKPMPT Provinsi Banten maupun
BPMPTSP Kota Tangerang yang berjumlah 15 proyek PMDN dan 20 proyek
PMA. Perusahaan PMDN sebanyak 15 proyek dengan nilai investasi sebesar
Rp. 191,753 milyard yang direncanakan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak
1.692 orang. Sesuai dengan Kewenangannya, dari 15 Izin Usaha yang
dikeluarkan, Pemerintah Kota Tangerang mengeluarkan 6 Izin dengan nilai Rp.
50.454.200.000,- sedangkan 9 Izin dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Banten
dengan nilai Rp. 141.298.500.000,-.
253,6 M ; 37%
423,4 M; 63%
Rekapitulasi Realisasi Berdasarkan Izin Usaha Triwulan II
PMDN (6 Proyek)
PMA ( 10 Proyek)
4
Sedangkan, untuk Perusahaan Modal Asing (PMA) sebanyak 20 proyek
dengan nilai investasi sebesar USD 85,416 juta atau setara dengan Rp. 1,068
Trilyun dengan kurs 1 USD = Rp. 12.500,- serapan tenaga kerja yang
direncanakan sebanyak 1.516 Tenaga Kerja Indonesia dan 14 Tenaga Kerja
Asing.
Tabel 1.2
Rekapitulasi Izin Prinsip
(Sumber: LPPPM BPMPTSP Kota Tangerang)
191,7 M ; 15%
1.067,7 M; 85%
Rekapitulasi Izin Prinsip PMDN dan PMA Triwulan II Tahun 2015
PMDN (15 Proyek)
PMA (20 Proyek)
5
Kota Tangerang memiliki luas 164,54 Km2 dengan jumlah penduduk yang
mencapai 1,7 juta jiwa. Secara administratif luas wilayah Kota Tangerang dibagi
dalam 13 kecamatan, yaitu Ciledug, Larangan, Karang Tengah, Cipondoh, Pinang,
Tangerang, Karawaci, Jatiuwung, Cibodas, Periuk, Batuceper, Neglasari, dan
Benda. Oleh sebab itu, Kota Tangerang menjadi pilihan menarik bagi para
investor untuk berinvestasi.
Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang–undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintahan Daerah yang mengatur
dan mengurusi sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah serta efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan. Hal tersebut
mengakibatkan interaksi antara aparat daerah dan masyarakat menjadi lebih
intensif. Selain itu, otonomi daerah juga memberikan kesempatan yang luas bagi
daerah untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan karakteristik lokal.
Setiap kota dan kabupaten dituntut untuk mengembangkan inovasi kreatif
dalam pengelolaan daerahnya. Kreatifitas itu menyangkut bagaimana
mengalokasikan dana, menyangkut kapasitas untuk menciptakan keunggulan
komparatif bagi daerahnya sehingga kalangan pemilik modal akan beramai-ramai
berinvestasi di daerahnya.
6
Kondisi demikian merupakan sebuah arahan dari pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahannya sesuai dengan kerangka atau koridor
perubahan paradigma pemerintahan yang tidak lagi sentralistik tapi lebih
menekankan pada desentralisasi dan pemberdayaan masyarakat dan didukung
dengan gagasan mengedepankan konsep partisipasi dalam proses
pembangunannya. Sehingga, muara dari kerangka otonomi daerah tersebut yaitu
perwujudan good governance secara masif di tingkat lokal. Proses demokratisasi
politik dan pemerintahan saat ini tidak hanya menuntut profesionalisme dan
kemampuan aparatur dalam pelayanan publik, tetapi secara fundamental menuntut
mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), bersih, dan bebas
Korupsi Kolusi dan Nepotisme. (Sedarmayanti, 2012: 1)
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP)
Kota Tangerang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang
Nomor 13 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Serta Peraturan
Walikota Nomor 83 Tahun 2014 tentang Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja
BPMPTSP. Kedudukan BPMPTSP Kota Tangerang adalah Badan yang
merupakan unsur pelaksana administrasi publik di bidang Perizinan dan
Penanaman Modal yang dituntut untuk memberikan pelayanan terbaik kepada
masyarakat tanpa mengedepankan pendekatan birokratisasi.
Berdasarkan pendekatan tersebut, Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang mempunyai peran penting dalam
mewujudkan Kota Tangerang sebagai Kota tujuan investasi. Dalam rangka
meningkatkan kinerja pelayanan perizinan, di bidang penanaman modal, bidang
7
pelayanan perizinan pembangunan, bidang pelayanan perizinan pemerintahan dan
kesejahteraan masyarakat, serta bidang pengelolaan data dan advokasi, maka
BPMPTSP Kota Tangerang perlu mengedepankan pola pelaksanaan administrasi
publik dan perizinan yang lebih mudah bagi masyarakat.
Berikut merupakan jumlah izin-izin yang ada di Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang.
Tabel 1.3
Jumlah izin Bidang Penanaman Modal Tahun 2015
NO Nama Perizinan Lama Waktu Proses
Izin Yang diterbitkan
Tahun 2014
1 Izin Industri ( Izin Usaha Industri, Izin Tanda Daftar Industri , Izin Perusahaan )
14 Hari 58 izin
2 Izin Penanaman Modal 14 Hari 33 izin
3 Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 7 Hari 3.206 izin
4 Tanda Daftar Perusahaan 7 Hari 3.343 izin
5 Izin Reklame 5 Hari 3.437 izin
6 Tanda Daftar Usaha Pariwisata, yang terdiri atas :
5 Hari izin
a. Tanda Daftar Usaha Jasa Makanan dan Minuman /Restoran
5 Hari 42 izin
b. Tanda Daftar Usaha Kawasan Pariwisata/ Hotel
5 Hari 0 izin
8
c. Tanda Daftar Usaha Jasa Perjalanan Wisata
5 Hari 27 izin
d. Tanda Daftar Usaha Jasa Penyediaan Akomodasi
5 Hari 5 izin
e. Tanda Daftar Usaha Jasa Transportasi Wisata
5 Hari 0 izin
f. Tanda Daftar Usaha Daya Tarik Usaha
5 Hari 0 izin
g. Tanda Daftar Usaha Penyelengggaraan Hiburan dan Rekreasi
5 Hari 6 izin
h. Tanda Daftar Usaha Jasa Pramuwisata
5 Hari 0 izin
i. Tanda Daftar Usaha Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konfrensi dan Pameran
5 Hari 2 izin
j. Tanda Daftar Usaha Jasa Konsultan Pariwisata
5 Hari 0 izin
k. Tanda Daftar Usaha Jasa Informasi Pariwisata
5 Hari 0 izin
l. Tanda Daftar Usaha Wisata Tirta
5 Hari 0 izin
m. Tanda Daftar Usaha Spa 5 Hari 0 izin
7 Izin Toko Modern 14 Hari 0 izin
8 Izin Usaha Jasa Kontruksi 14 Hari 169 izin
9 Tanda Daftar Gudang 14 Hari 21 izin
10 Izin memperkerjakan tenaga kerja asing
14 Hari 132 izin
JUMLAH 10.481 izin
9
Tabel 1.4
Jumlah Izin Bidang Pemerintahan Tahun 2015
Nama Perizinan Lama Waktu Proses
Izin Yang diterbitkan Tahun 2014
Izin Trayek 14 Hari 383 izin
Izin Penggunaan Instalasi Penyalur Petir
7 Hari 164 izin
Izin Pengunaan Ketel UAP 1 Hari 187 izin
Izin Pemakaian Pesawat Angkat Dan Angkut
7 Hari 1.256 izin
Izin Penggunaan Instalasi Listrik 7 Hari 96 izin
Izin Pemakaian Generator Set (Genset)
1 Hari 223 izin
Izin Pemakaian Bejana Bertekan 7 Hari 407 izin
Izin Pembangunan Instalasi Kebakaran
7 Hari 68 izin
Izin Tempat Penampungan Calon Tenaga Kerja Indonesia
7 Hari 1 izin
Izin Lembaga Pelatihan Kerja 7 Hari 0 izin
Izin Penyedia Jasa Pekerja/Buruh 7 Hari 0 izin
Izin Gangguan (HO) 10 Hari 666 izin
Izin Perparkiran Izin Lift
3 Hari
1 izin 30 izin
JUMLAH 3.452 izin
10
Tabel 1.5
Jumlah izin Bidang Kesejahteraan Rakyat Tahun 2015
NO Nama Perizinan Lama Waktu Proses
Izin Yang diterbitkan Tahun 2014
1 Izin Pendirian Satuan Pendidikan
14 Hari 78 izin
2 Izin Laboratorium Kesehatan 14 Hari 4 izin
3 Izin Optik 10 Hari 7 izin
4 Izin Toko Obat 10 Hari 8 izin
5 Izin Apotek 7 Hari 126 izin
6 Izin Klinik 7 Hari 41 izin
7 Izin Praktek Dokter Berkelompok
7 Hari 0 izin
8 Izin Rumah Sakit 7 Hari 4 izin
9 Izin Rumah Bersalin 7 Hari 0 izin
10 Izin Sertifikat Produk Pangan Industri Rumah Tangga
10 Hari 88 izin
11 Izin Pengambilan Air Tanah 10 Hari 388 izin
12 Izin Pengeboran 7 Hari 0 izin
13 Izin Pembuangan Limbah Cair 14 Hari 40 izin
14 Izin Usaha Penyedotan Tinja 14 Hari 0 izin
15 Izin Pelayanan Pemakaman Dan Pengabuan Mayat
7 Hari 3.023 izin
16 Izin Dokter Hewan Praktek Mandiri/Bersama
7 Hari 5 izin
11
17 Izin Tenaga Kesehatan Hewan Bukan Dokter Hewan Sebagai Paramedikveteriner
7 Hari 0 izin
JUMLAH 3.762 izin
Tabel 1.6
Jumlah Izin Bidang Pembangunan Tahun 2015
NO Nama Perizinan Lama Waktu Proses
Izin Yang diterbitkan Tahun 2014
1 Izin Peruntukan Penggunaan Tanah
14 Hari 1.163 izin
2 Izin Mendirikan Bangunan 14 Hari 2.154 izin
JUMLAH 3.317 izin
JUMLAH PERIZINAN YANG DITERBITKAN TAHUN 2014
BIDANG KESRA : 3.762 IZIN BIDANG PEMBANGUNAN : 3.317 IZIN BIDANG PEMERINTAHAN : 3.452 IZIN BIDANG PENANAMAN MODAL : 10.481 IZIN TOTAL : 21.012 IZIN
(Sumber: RENSTRA BPMPTSP TAHUN 2014 – 2018)
12
Masyarakat merupakan inti penting dalam paradigma baru tentang new
public services. Perubahan posisi masyarakat dari yang dulu dikenal sebagai
"clients dan constituents" menjadi "customers" dan kemudian menjadi "citizens".
Masyarakat tidak sekedar sebagai obyek layanan tetapi harus ditempatkan sebagai
subyek.
Governance secara istilah merujuk pada kultur dan struktur pemerintahan
yang menjalankan kekuasaan di dalam suatu negara, tidak hanya menyangkut
lembaga eksekutif, namun setelah seluruh lembaga negara yang terkait dengan
penyelenggaran kehidupan bernegara. Good governance berbicara tentang
bagaimana rekrutmen politik dilakukan terhadap setiap penyelenggara negara,
bagaimana kapasitas, kapabilitas pemerintahan mengimplementasikannya, serta
bagaimana pemeritahan mampu mempertanggung jawabkan seluruh aktivitasnya
secara terbuka kepada masyarakat. Inilah idealita good governance, yang
sebenernya yang menghendaki adanya simbiosis mutualisme antara the ruled and
the ruler sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dan
mengontrol pemerintahan dalam menjalankan kewenangannya tersebut dengan
baik, sementara pemerintahan membuka diri terhadap akses publik dalam setiap
kegiatan pemerintahannya.
Kehadiran tiga domain, yaitu: pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat
sipil sebagai stakeholders dalam proses ini amat penting untuk memastikan bahwa
proses “pembangunan” tersebut dapat memberikan manfaat yang terbesar bagi
masyarakatnya. Secara konseptual, hubungan antara ketiga komponen tata
pemerintahan yang baik itu bersifat mutualistik. Pada satu sisi partisipasi publik
13
dibutuhkan dalam rangka mengamankan proses penyelenggaran negara sehingga
akuntabilitas dan penegakan hukum dapat berjalan dengan baik.
Sementara di sisi lain, partisipasi publik tidak mungkin dapat berjalan
dengan efektif tanpa jaminan pelaksanaan hak–hak publik untuk mengakses
informasi yang dimiliki oleh pemerintah (Agustino, Leo. 2005: 44). Secara umum
ada beberapa karakteristik dan nilai yang melekat dalam praktik good governance.
Pertama, praktik good governance harus memberi ruang kepada aktor lembaga
non-pemerintah untuk berperan serta secara optimal dalam kegiatan pemerintahan
sehingga memungkinkan adanya sinergi di antara aktor dan lembaga pemerintah
dengan non pemerintah seperti sipil dan mekanisme pasar.
Kedua, dalam praktik good governance terkandung nilai–nilai yang
membuat pemerintah dapat lebih efektif bekerja untuk mewujudkan kesejahteraan
bersama. Nilai – nilai seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap menjadi nilai
yang penting. Ketiga, praktik good governance adalah praktik pemerintahan yang
bersih dan bebas dari praktik KKN serta berorientasi pada kepentingan publik.
Oleh karena itu, praktik pemerintahan dinilai baik jika mampu
mewujudkan transparansi, penegakan hukum, dan akuntabilitas publik. Namun,
pembagian peran antara pemerintah dan lembaga non-pemerintah masih sangat
timpang dan kurang proporsional sehingga sinergi belum optimal. Kemampuan
pemerintah melaksanakan kegiatan secara efisien, berkeadilan, dan bersikap
responsif terhadap kebutuhan masyarakat masih sangat terbatas.
14
Praktik KKN masih terus menggurita dalam kehidupan semua lembaga
pemerintahan baik yang berada di pusat ataupun di daerah. Selain itu, secara
umum praktik penyelenggaraan layanan publik masih jauh dari prinsip–prinsip
good governance yang ditandai dengan masih adanya diskriminasi atas dasar
pertemanan, afiliasi politik, kesamaan etnis, dan agama; rendahnya tingkat
responsivitas pemerintah kota yang ditandai dengan banyaknya keluhan
masyarakat; ketidakpastian prosedur, biaya, dan waktu pelayanan dan praktik
pungutan liar yang dilakukan atas dasar suka sama suka. Penyelenggaraan
pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini masih
dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta
kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini dapat
terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan masyarakat baik secara
langsung maupun melalui media massa.
Pelayanan publik perlu dilihat sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan
hak-hak dasar masyarakat. Perubahan pola penyelenggaraan pelayanan publik dari
yang semula berorientasi pemerintahan sebagai penyedia menjadi pelayanan yang
berorientasi kepada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna. Inilah yang akan
menjadi jalan bagi peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pelayanan publik.
Penerapan good governance diharapkan dapat menciptakan sistem
pelayanan publik yang efisien, berkeadilan, transparan, akuntabel serta
partisipatif. Sehingga akan menekan angka korupsi menjadi semakin rendah, dan
pemerintah semakin peduli dengan kebutuhan dan berbagai masalah yang
dihadapi masyarakat. Kondusif tidaknya iklim berinvestasi di suatu daerah
15
dipengaruhi beberapa faktor, antara lain keamanan dan ketertiban; kemudahan
perizinan; peraturan daerah yang mendukung iklim usaha; serta pengenaan pajak
daerah. Dalam upaya meningkatkan pelayanan perizinan, Pemerintah Kota
Tangerang menerapkan pelayanan perizinan terpadu satu pintu. Artinya
Pemerintah Kota dapat memberikan pelayanan perizinan usaha secara cepat
dalam satu tempat terpadu.
Adanya pelayanan yang terpadu dan cepat, diharapkan segala proses
Perizinan dapat dilaksanakan secara cepat waktu sesuai dengan yang diharapkan.
Birokrasi perizinan menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam
perkembangan usaha di Indonesia, banyaknya peraturan yang tumpang tindih,
prosedur yang berbelit, tingginya biaya, tidak adanya kepastian jangka waktu
penyelesian, sarana prasarana kurang memadai serta kinerja para petugas yang
tidak efektif dan efisien, merupakan kendala besar terhadap pelayanan perizinan
yang dihadapi oleh masyarakat.
Tugas Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(BPMPTSP) Kota Tangerang yaitu dituntut untuk menciptakan tata
kepemerintahan yang baik dengan mengoptimalisasikan penerapan prinsip-prinip
good governance yang diharapkan dapat menciptakan iklim berinvestasi yang
semakin kondusif di Kota Tangerang yang berujung pada meningkatnya investasi.
Sesuai tugas dan fungsi dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu
Pintu Kota Tangerang yaitu melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
daerah di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu sesuai
dengan visi, misi, dan program Walikota agar dapat menentukan arah
16
perkembangan organisasi dan meningkatkan akuntabilitas kinerja yang
berorientasi kepada pencapaian hasil. Pada saatnya diharapkan dinamika
kelembagaan BPMPTSP dapat mengimbangi berbagai tantangan dan tuntutan di
masa depan yang semakin kompleks, yang ditandai dengan perubahan kondisi
masyarakat yang semakin transparan.
Namun, pada kenyataannya fungsi birokrasi pelayanan pembuatan
perizinan di kota Tangerang ini belum berjalan sebagaimana mestinya.
Masyarakat pada umumnya masih mengidentikan birokrasi sebagai proses
berbelit-belit, waktu yang lama, biaya yang banyak, dan pada akhirnya
menimbulkan keluh kesah bahwasanya birokrasi sangat tidak adil dan tidak
efisien sehingga sering menjadi sumber masalah bagi peningkatan kualitas
pelayanan publik di Kota Tangerang selama ini.
Pertama, faktanya adalah berdasarkan dari hasil observasi awal di Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang
(BPMPTSP) bahwa Badan tersebut masih terdapat praktek percaloan yang
dilakukan oleh oknum pejabat dan pegawai setempat. Dari hasil wawancara dari
beberapa narasumber yakni pemohon yang datang untuk menggunankan jasa
pelayanan perizinan di badan tersebut menyebutkan bahwa benar adanya praktek-
praktek “kotor” tersebut. Dimana apabila pemohon yang memberi “uang pelicin”
kepada pegawai maka proses pembuatan perizinan dapat dilakukan dengan proses
yang singkat.
Berbeda halnya dengan masyarakat yang memang benar-benar mengikuti
prosedur pembuatan perizinan, biasanya proses keluarnya surat izin bisa lebih
17
lama, tak jarang juga lewat dari batas waktu yang telah ditentukan dan terkadang
membuat pemohon jengkel dan marah kepada pegawai setempat karena lamanya
proses keluarnya izin. Hal tersebut menjadi salah satu indikasi bahwa masih
terdapat “kecurangan” dalam pembuatan permohonan perizinan. Keluhan juga
sering peneliti dapatkan dari pemohon apabila ingin mengambil berkas SIUP atau
TDP yang mereka buat karena peneliti merasakan langsung ketika sedang magang
dibagian counter pelayanan perizinan bagian Penanaman Modal, dimana awal
proses berkas masuk, diperiksa, dan diregistrasi.
Hal ini diperkuat dengan adanya kabar yang muncul dari keluhan warga
yang diposting pada buku tamu website resmi Kota Tangerang beberapa waktu
lalu. Salah satunya adalah postingan yang dikirim atas nama Maya, pada Jum'at
11 Juli 2014 lalu, yang bunyinya sebagai berikut.
“Pa Wali yang terhormat tolong diperhatikan kinerja anak buahnya khususnya di BPPMPT karena disana terjadi dunia percaloan yang dilakukan oleh staf dan pejabat BPPMPT sehingga bisa merusak citra Bapak Walikota di masyarakat, mengurus ijin jika tidak melalui orang dalam akan dipersulit dan diminta uang selain retribusi. Tolong ya Pak ditindak bawahannya karena mereka sudah digaji oleh Negara.” (Sumber : http://www.kabar6.com/tangerang-raya/tangerang-kota/15680-warga-keluhkan-praktik-percaloan-di-bppmpt-kota-tangerang.html) (diakses pada tanggal rabu, 17 desember 2014 pukul 20:26)
Padahal sudah jelas bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang
Nomor 3 Tahun 2010 tentang Surat Izin Usaha Perdagangan pada Bab II pasal 2
Setiap Perusahaan Perdagangan yang mengajukan permohonan SIUP tidak
dikenakan retribusi. Dan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3
Tahun 2010 tentang Surat Izin Usaha Perdagangan pada Bab II pasal 2 ayat 2,
proses penerbitan SIUP paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak
18
diterimanya permohonan penerbitan SIUP dengan melampirkan dokumen
persyaratan secara lengkap dan benar maka Pejabat yang ditunjuk wajib
menerbitkan SIUP.
Ditambah dengan adanya pengakuan dari salah satu narasumber yang tidak
mau disebutkan namanya, bahwa pegawai-pegawai yang bekerja di BPMPTSP
adalah orang-orang yang memang memiliki ikatan dinasti politik dari para pejabat
atau petinggi-petinggi pemerintah daerah. Jadi tidak mudah untuk masuk didalam
ruang ringkup dinas perizinan apabila tidak ada ikatan atau silsilah keluarga
dengan pejabat pemerintah daerah.
Kedua, berdasarkan dengan pengalaman yang telah dirasakan oleh peneliti
selama menjalani kerja lapangan atau magang di BPMPTSP Kota Tangerang,
ternyata Dinas tersebut masih kekurangan staff ahli maupun pegawai sehingga
membuat proses pembuatan perizinan menjadi terhambat karena minimnya
kuantitas sumber daya manusia. Sehingga banyak masyarakat yang mengeluh
tentang lambatnya proses pembuatan perijinan dan masyarakat juga mengeluh
bahwa proses keluarnya surat ijin tersebut terkadang lewat dari batas waktu yang
telah ditentukan sebelumnya yaitu paling lambat tujuh hari kerja jadi ketika
mereka datang ingin mengambil izin yang telah mereka ajukan terkadang masih
dalam proses penyelesaian dengan berbagai macam alasan yang dikemukakan
oleh staff di dinas tersebut. Terbukti dengan banyaknya tumpukan dokumen-
dokumen atau berkas-berkas izin yang belum diproses.
Pimpinan juga terkadang tidak ada ditempat sehingga penandatanganan
surat izin menjadi terhambat. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang
19
dikecewakan karena rendahnya kinerja pegawai di BPMPTSP Kota Tangerang.
Hal tersebut diperkuat dengan adanya pengakuan dari Sekretaris BPMPTSP Kota
Tangerang bahwa:
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kota Tangerang kekurangan sumber daya manusia. Dengan 64 SDM yang ada, lembaga ini harus melayani 20 ribu pelayanan perizinan yang diterbitkan. Jumlah SDM di BPMPTSP Kota Tangerang juga masih kalah banyak dari kantor serupa di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangsel. Untuk Tangsel sudah memiliki tenaga 169 orang dan Kabupaten Tangerang 122 orang. Aswani mengatakan, pihaknya membutuhkan sekira 30 orang lagi SDM di tempatnya. Tenaga tersebut bisa ditempatkan di empat bidang bagian dan juga di staf kasubag. (Sumber: http://bantenraya.com/metropolis/metro-tangerang/9782-bpm-ptsp-butuh-30-pelayan-perizinan) Diakses pada tanggal 7 Maret 2015 pukul 14.45wib Ketiga, efektifitas dan efisiensi kerja pegawai di BPMPTSP masih minim.
Hal ini sesuai dengan fakta di lapangan yang dirasakan oleh peneliti bawah
pegawai belum disiplin mengenai jam masuk, jam istirahat, dan keluar kantor.
Sehingga berakibat pada molornya jam waktu kerja yang membuat pemohon
menunggu lama untuk diberi pelayanan pembuatan perizinan dan timbul adanya
keluhan masyarakat mengenai loyalitas pegawai di Dinas tersebut. Ditambah
dengan adanya fakta yang dirasakan oleh peneliti bahwa apabila Kasubit sedang
tidak ada ditempat atau tugas ke luar kota, pegawai setempat memanfaatkan
kesempatan tersebut untuk datang tidak tepat waktu dan meninggalkan kantor
pada saat jam kerja berlangsung yang berakibat pada keterlambatan penyelesaian
permohonan izin.
Keempat, dari hasil observasi awal dan bahwa masyarakat menyebutkan
bahwa sosialisasi dan transparasi mengenai persyaratan dalam pembuatan
20
perijinan masih kurang sehingga informasi tidak sampai ke masyarakat yang
berakibat sering terjadinya kekurangan dalam pemenuhan persyaratan dalam
pembuatan perizinan. Hal tersebut membuat masyarakat harus melengkapi ulang
persyaratan tersebut dan membuat proses perijinan semakin lama dan tidak efektif
dan efisien. Hal tersebut diperkuat dengan adanya kabar dari keluhan masyarakat
yang berisi sebagai berikut :
Dari pantauan hariantangerang.com, ada warga yang bingung dalam pelayanan BP2T. Bahkan warga ini sudah beberapa kali mengurus surat. Namun terkesan agak dipimpong. "Sudah 5 kali bolak balik saya ke BP2T, oknum itu memberikan keterangan yang sangat membingungkan," katanya yang meminta namanya tidak dicantumkan. Karena khawatir pengurusan suratnya dipersulit. "Seperti perpanjangan SIUP dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP), jadi harus bikin baru SIUP dan TDP," Menurutnya, kemarin dirinya sudah datang ke BP2T untuk meminta sejumlah persyaratan guna melengkapi berkas-berkas. "Hari ini, persyaratan sudah saya lengkapi tapi ternyata dia bilang masih kurang lengkap," ujarnya sambil menggerutu. "Seharusnya saya diberikan pemahaman yang benar-benar jelas dan tidak bertele-tele seperti ini," (fer/ek) (sumber:http://hariantangerang.com/news/2014/03/pelayanan-bp2t-dikeluhkan-masyarakat) Diakses pada 7 maret 2015 pada pukul 14.03wib Informasi yang beredar di lapangan, dari beberapa pengusaha enggan disebutkan namanya mengeluhkan soal pengurusan ijin. "Berpikir secara akal sehat saja, kalau staff di BP2MPT memberikan penjelasan yang benar dan lengkap tentu tak sulit mengurus ijin," ujarnya
Menurutnya, dirinya sudah mengajukan perijinan sesuai dengan persyaratan soal masalah Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). "Dokumen yang saya berikan, pasti sudah lengkap, karena kita ikuti sesuai yang tertera pada lembar kertas persyaratan," terangnya seraya mengaku ada hal yang aneh. "Tapi ada persyaratan lisan yang harus dipenuhi. Seharusnya persyaratan lisan yang dikatakan itu ada di dalam daftar persyaratan,"
Persyaratan aneh ini, katanya, merupakan bukti ada oknum BP2MPT sudah mencoba menghambat dan mencederai Program Walikota Arief R Wismansyah dalam mengutamakan pelayanan terpadu, terutama kepada masyarakat yang hendak mengajukan permohonan ijin. "Kalau memang tidak mengerti lebih jauh, baiknya jangan bertugas di BP2MPT, " pungkasnya. (fer/ek)
21
(http://hariantangerang.com/news/2014/03/oknum-bp2mpt-bantah-hambat-program-pemkot) Diakses, Minggu 7 Maret 2015 pukul 14.04 wib
Berita tentang hambatan dan keluhan pemohon atau masyarakat terhadap
pelayanan perizinan tersebut tentunya menarik untuk dilakukan kajian lebih
mendalam, karena belum sesuai dengan tujuan dibentuknya Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP), yaitu bahwa dalam rangka memberikan perlindungan dan
kepastian hukum kepada masyarakat, memperpendek proses pelayanan,
mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, murah, transparan, pasti, dan
terjangkau, serta mendekatkan dan memberikan pelayanan yang lebih luas kepada
masyarakat. Melihat masalah terhadap pengembangan praktik Good Governance
yang telah dipaparkan sebelumnya, menjadi permasalahan penting yang perlu
dibahas dan ditindak lanjuti dan segera dicari solusi penyelesaiannya. Maka
pemberian prioritas pada pembenahan kinerja birokrasi pemerintah dalam
pelayanan publik menjadi langkah awal yang sangat strategis dalam
mengoptimalisasi pelaksanaan prinsip-prinsip Good Governance untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya pada proses pelayanan
pembuatan perizinan di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (BPMPTSP) di Kota Tangerang.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat topik permasalahan ini
kedalam suatu penelitian yaitu, Bagaimana Implementasi Prinsip-Prinsip Good
Governance Di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(BPMPTSP) Kota Tangerang.
22
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, penelitian ini perlu adanya
identifikasi permasalahan-permasalahan yang ada. Dari hasil observasi awal
peneliti mengidentifikasi masalah-masalah penelitian diantaranya:
1. Masih terdapat percaloan yang terjadi di BPMPTSP Kota Tangerang;
2. Tidak adanya kepastian jangka waktu penyelesaian keluarnya
permohonan perizinan kepada pemohon;
3. Lemahnya kapasitas dan kualitas sumber daya dalam mewujudkan visi
pelayanan yang telah ditetapkan;
4. Kurang efektif dan efisiennya pelayanan publik yang diberikan;
5. Responsivitas pegawai masih kurang sehingga menimbulkan
banyaknya keluh kesah dari masyarakat mengenai kinerja pegawai di
dinas tersebut;
6. Kurangnya sosialisasi dan transparasi mengenai persyaratan dalam
pembuatan perizinan sehingga informasi tidak sampai kepada
masyarakat;
7. Belum terciptanya akuntabilitas pemerintah kepada masyarakat umum
selaku stakeholder.
1.3 Batasan Masalah
Agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang dan mengambang dari tujuan
yang semula direncanakan serta untuk mempermudah mendapatkan data dan
informasi yang diperlukan, maka penulis menetapkan batasan sebagai berikut:
23
Implementasi Prinsip - Prinsip Good Governance Di Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kota Tangerang dibatasi pada
bidang Penanaman Modal.”
1.4 Rumusan Masalah
Untuk dapat memudahkan penelitian ini dan agar penelitian ini memiliki
arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data data dalam penulisan
skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya. Masalah yang
dibahas dalam penulisan skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimana Implementasi Prinsip - Prinsip Good Governance Di Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Di Bidang
Penanaman Modal Kota Tangerang?
1.5 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu permasalahan pasti
memliki tujuan yang ingin dicapai. Hal ini sangat perlu agar dapat dijadikan acuan
bagi setiap kegiatan penelitian yang akan dilakukan.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk
mengetahui Bagaimana Implementasi Prinsip-Prinsip Good Governance Di Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Di Bidang
Penanaman Modal.
24
1.6 Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis :
a. Menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian yang dilaksanakan
sehingga dapat memperluas pengetahuan Ilmu Administrasi
Negara, terutama kajian tentang penerapan prinsip-prinsip good
governance.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan (input)
bagi aparat Pemerintah Daerah dalam menjalankan tugas dan
perannya secara efektif dan efisien demi terwujudnya bentuk
pemerintahan yang lebih baik lagi di masa mendatang serta dapat
memberikan informasi akurat berkaitan dengan pelaksanaan
pelayanan publik yang sesuai dengan prinsip-prinsip good
governance di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (BPMPTSP) Kota Tangerang.
c. Untuk memberikan motivasi bagi seluruh mahasiswa khususnya
peneliti untuk lebih termotivasi dalam mencari pembelajaran dan
wawasan lebih dalam yang terkadang tidak hanya didapat dalam
perkuliahan.
2. Manfaat teoritis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pemikiran
secara intelektualitas di bidang Ilmu Administrasi Negara, serta dapat
meningkatkan kemampuan analisa ilmiah dalam mencermati fenomena-
25
fenomena penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan garis besar penyusunan penelitian ini
yang bertujuan untuk memudahkan dalam memahami secara keseluruhan isi
dari penyusunan penelitian ini. Adapun sistematika penulisan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah yang menerangkam atau menjelaskan
ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti. Bentuk penerangan
dan penjelasan diuraikan secara deduktif, artinya dimulai dari penjelasan yang
berbentuk umum hingga menukik ke masalah yang spesifik dan relevan
dengan judul skripsi. Kemudian, bab ini berisi identifikasi masalah yang
bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang akan diteliti, dikaitkan dengan
tema/topik/judul atau variabel penelitian. Selanjutnya, batasan masalah yaitu
pembatasan masalah yang memfokuskan pada masalah spesifik yang akan
diajukan dalam rumusan masalah. Kemudian, rumusan masalah yang berisi
tujuan untuk memilih dan menetapkan masalah yang paling urgent yang
berkaitan dengan judul penelitian dengan mendefinisikan permasalahan yang
telah diterapkan dalam bentuk konsep dan definisi operasional. Lalu, tujuan
penelitian yaitu mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai. Terakhir,
26
manfaat penelitian yaitu menjelaskan manfaat teoritis dan praktis temuan
penelitian.
b. BAB II LANDASAN TEORI
Bab II ini berisi landasan teori, kerangka pemikiran, dan asumsi dasar
yang mengkaji berbagai teori dan konsep yang relevan dengan permasalahan
dan variabel penelitian dan disusun secara teratur dan rapi yang digunakan
untuk merumuskan asumsi dasar penelitian/hipotesis. Kemudian, penelitian
terdahulu yaitu kajian penelitian yang pernah dilakukan peneliti sebelumnya
yang diambil dari berbagai sumber ilmiah. Selanjutnya, kerangka pemikiran
peneliti yaitu menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari
perbincangan kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca
mengenai hipotesis peneliti. Kerangka pemikiran adalah penjelasan secara
sistematis tentang hubungan antar fenomena penelitian. Lalu terakhir berisi
asumsi dasar yaitu kesimpulan sementara peneliti mengenai penelitian yang
akan diteliti.
c. BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi metode penelitian yang menguraikan tentang
tipe/pendekatan penelitian. Kemudian, ruang lingkup/fokus penelitian yang
membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang akan
dilakukan. Lokasi penelitain yaitu menjelaskan tempat (locus) penelitian
dilaksanakan. Kemudian, instrumen penelitian yaitu menjelaskan proses
penyusunan dan jenis alat pengumpul data yang digunakan. Informan
27
penelitian yang menjelaskan teknik yang digunakan dalam menentukan
informan penelitian. Lalu, teknis pengolahan dan analisis data yaitu
menjelaskan teknik analisis dan rasionalisasinya. Serta, jadwal penelitian yang
dijelaksan secara rinci beserta tahapan penelitian yang akan dilakukan dalam
bentuk tabel.
d. BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi deskripsi objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi yang telah ditentukan serta hal lain yang
berhubungan dengan objek penelitian. Kemudian, deskripsi data yaitu
menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan
mempergunakan teknik analisis data yang relevan. Serta, berisi pembahasan
dimana peneliti melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis
data.
e. BAB V PENUTUP
Bab ini berisi simpulan yang menyimpulkan hasil penelitian yang
diungkapkan secara singkat, jelas, dan mudah dipahami, serta saran yang
berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti
baik secara teoritis yang mengarah pada pengembangan konsep/teori maupun
saran praktis yang lebih operasional.
28
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN
DAN ASUMSI DASAR
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Konsep Good Governance
Menurut dokumen ESCAP (9) dikutip oleh Surjadi (2012: 19-21), Good
Governance mempunyai 8 (delapan) karakteristik utama : ia bersifat partisipatif,
rule of law, keterbukaan, responsive, berorientasi konsensus, kesetaraan,dan
membela yang lemah, efektif dan efisien, dan akuntabilitas. Akuntabilitas
merupakan fokus yang sentral; juga selalu disertai oleh keterbukan (transparency)
dan menerapkan undang – undang (rule of law).
Berikut pokok – pokok paparan Prof. Dr. Sofian Effendi yang Rektor
UGM, dalam Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi yang diselenggarakan
Kantor Menteri Negara PAN pada tanggal 22 September 2005 di Jakarta.
1. Dalam kamus, istilah government dan governance seringkali dianggap
memiliki arti yang sama yaitu cara menerpakan otoritas dalam suatu
organisasi, lembaga atau negara. Government atau pemerintah juga adalah
nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan
pemerintahan dalam suatu negara.
2. Istilah governance sebenarnya sudah dikenal dalam literature administrasi
dan ilmu politik hampir 120 tahun, sejak Woodrow Wilson mengenalkan
29
bidang studi tersebut kira – kira 1125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu
governance hanya digunakan dalam konteks pengelolaan organisasi
korporat dan lembaga pendidikan tinggi. Wacana tentang governance
dalam pengertian yang hendak kita perbincangkan dan yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia sebagai tata pemerintahan, penyelenggaraan
pemerintah, atau pengelolaan pemerintahan- baru muncul sekitar 15 tahun
belakangan ini, terutama setelah berbagai lembaga pembiayaan
internasional mensyaratkan Good Governance dalam berbagai program
bantuannnya. Oleh para teoritis dan praktisi administrasi negara Indonesia,
istilah Good Governance telah diterjemahkan menjadi penyelenggaraan
pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tata pemerintahan
yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggung
jawab (LAN), da nada juga yang menggantikan secara sempit sebagai
pemerintahan yang bersih.
3. Istilah pemerintah (government) lebih berkaitan dengan lembaga yang
mengemban fungsi memerintah dan mengemban fungsi mengelola
administrasi pemerintahan. Sedangkan tata pemerintahan (governance)
lebih menggambarkan pada pola hubungan yang sebaik – baiknya antar
elemen yang ada yaitu, pola hubungan antara pemerintah, kelembagaan
politik, kelembagaan ekonomi, dan kelembagaan sosial dalam upaya
menciptakan kesepakatan bersama menyangkut pengaturan proses
pemerintahan. Hubungan yang diidealkan adalah sebuah hubungan yang
seimbang dan proporsional antara empat kelembagaan tersebut.
30
4. Dengan demikian cakupan tata pemerintahan (governance) lebih luas
dibandingkan dengan pemerintah (government), karena unsur yang terlibat
dalam tata pemerintahan mencakup semua kelembagaan yang ada,
termasuk di dalamnya ada unsur pemerintah (government).
5. Hubungan antara pemerintah (government) dengan tata pemerintahan
(governance) bisa diibaratkan hubungan antara rumput dengan padi. Jika
kita hanya menanam rumput, maka padi tidak akan tumbuh. Tapi kalau
kita menanam padi maka rumput dengan sendirinya akanjuga turut
tumbuh. Jika kita hanya hanya ingin menciptakan pemerintah
(government) yang baik, maka tata tata pemerintahan (governance) yang
baik belum tentu tumbuh. Tapi jika kita menciptakan tata pemerintahan
(governance) yang baik, maka pemerintah (government) yang baik juga
akan terwujud.
Dalam hubungan ini Sofian Effendi juga menuturkan bahwa
perbedaan paling pokok antara konsep government dan governance
terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi
dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep
pemerintahan berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan dalam
penyelenggaraan berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam governance
mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan
kekuasaan dan mengelola sumber daya dan berbagai masalah yang
dihadapi masyarakat. Dengan kata lain dalam konsep governance
31
terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif, dan
kemitraan.
Ada tiga pilar pokok yang mendukung kemampuan suatu bangsa
dalam melaksanakan good governance, yakni; pemerintah (state), civil
society (masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil), dan
masyarakat pengusaha. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan
bertanggung jawab baru tercapai menurut teori segitiga besi (iron three
angel) yakni apabila dalam penerapan otoritas politik, ekonomi, dan
administrasi, kegita unsur tersebut memiliki jaringan dan interksi yang
sinerjik dan setara.
Interkasi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang
subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata
aturan yang jelas dan pasti, good governance yang sehat juga akan
berkembang sehat dibawah kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki
visi yang jelas.
Konsep Good Governance dapat dijelaskan pula sebagai berikut:
1. Sebagai pengelolaan atau kepengarahan negara yang baik,
2. Pelaksananya disebut government,
3. Government identik dengan pengelola, pengurus negara,
4. Pengelola negara yang mengetahui apa yang harus dikerjakan dan
mengerjakan dengan efisien,
5. Bagaimana penyelenggaran negara ditata dan bagaimana tatanan itu
berproses.
32
Pierre landell-Mills dan Ismael Seregeldin (Santosa, 2009:130),
mendefinisikan Good Governance sebagai penggunaan otoritas politik dan
kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan social ekonomi.
Sedangkan, Robert Charlick (Santosa, 2009:130) mengartikan Good
Governance sebagai pengelolaan segala macam urusan publik secara efektif
melalui pembuatan peraturan dan/atau kebijakan yang absah demi untuk
mempromosikan nilai-nilai kemasyarakatan.
Good governance mengandung arti hubungan yang sinergis dan
konstruktif diantara negara, sektor swasta, dan masyarakat. Dalam hal ini adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi,
efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
Menurut UNDP dikutip oleh Sedarmayanti (2012: 36-39), konsep
kepemerintahan (governance) mencakup berbagai metode yang digunakan untuk
mendistribusikan kekuasaan/kewenangan dan mengelola sumber daya publik, dan
berbagau organisasi yang membentuk pemerintahan serta melaksanakan
kebijakan-kebijaknnya. Konsep ini juga meliputi mekanisme, proses, dan
kelembagaan yang digunakan oleh masyarakat, baik individu maupun kelompok,
untuk mengartikulasikan kepentingan mereka, memenuhi hak hukum, menemui
tanggung jawab dan kewajiban sebagai warga negara, dan menyelesaikan
perbedaann antara sesama.
33
United Nations Development Program (UNDP) mengidentifikasikan
bahwa perbedaan antara kepemerintahan, yaitu:
a. Model kepemerintahan ekonomi ( Economic Governance Model )
Yaitu meliputi proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi kegiatan
ekonomi di dalam negeri dan interaksi di antara penyelenggara ekonomi.
Economic governance mempunyai implikasi terhadap kesetaraan,
kemiskinan, dan kualitas hidup;
b. Model kepemerintahan politik (Political Governance Model)
Yaitu mencakup proses pembuatan berbagai keputusan untuk perumusan
kebijakan;
c. Model kepemerintahan administratif ( Administrative Governance Model )
Yaitu sistem implementasi kebijakan.
Kelembagaan dalam governance meliputi tiga domain, yaitu negara, sektor
swasta, dan masyarakat yang saling interaksi dalam menjalankan fungsinya
masing-masing. Negara berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum
yang kondusif, sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan
masyarakat memfasilitasi interaksi social budaya dan politik, menggerakkan
kelompok dalam masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan ekonomi, sosial,
dan politik.
34
Menurut UNDP dikutip oleh Thoha (2012: 64) Tiga komponen Good
Governance adalah sebagai berikut:
(Gambar 2.1: Tiga Komponen Good Governance (UNDP))
Unsur – unsur dalam kepemerintahan (governance stakeholders) pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu:
1. Negara: konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan
kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan
kelembagaan masyarakat madani ( Civil Society Organizations)
2. Sektor Swasta: pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif
dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti: perbankan, industry pengolahan
Pemerintah atau
Negara
Sektor Swasta
Rakyat
35
(manufacturing) perdagangan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor
informal.
3. Massyarakat Madani (Civil Society): kelompok masyarakat dalam konteks
kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau ditengah-tengah antara
pemerintah atau perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun
kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi.
2.1.2 Good Governance
Cornerstone of the modern, democratic rule of law
Good governance can be seen as one of the three cornerstone of any modern state. The development of each of these three started at different moments in history and was often linked to the development of the state and all three are still in development.
The first is the rule of law, the second is democracy, and the third is Good Governance. All these notions have in common that these are fundamental notions and that these principles have been accepted in most of the modern state in the world. However the interpretations of these notions are not always the same in each country. This is often linked to diverging economic and cultural factors in countries concerned. Nevertheless they have in common that the core of these notions in generally accepted. There are also links between the three cornerstone an in their development they have influence each other.
Good governance is a norm for the government and a right for the citizen in which more specific conditions have been formulated. These norms are sometimes linked to the norms of rule of law or democracy, but mostly they have their own contents. Elements of good governance are: properness, transparency, participation, effectiveness, accountability, and human right. The concepts is sometimes broad – containing norms for all the powers in the state – but this concept is also formulated in a more restricted way in the sense that it only applies to the administration. (Asia Link, hlm: 3-4)
Why there is need for Good Governance?
The concept of Good Governance has been developed at the national, regional, and international levels because there were different problems on three levels in the relation between government and society. Nowadays, the biggest
36
problems can be found at the national level. Many situation of bad governance still exist: corruption, maladministration, and mismanagement.
Good governance is the proper use of the government’s powers in a transparent and participative way, but it is more. In essence it concerns also the fulfillment of three elementary tasks of government: to guarantee the security of persons and society, to manage an effective and accountable framework for the public sector, and to promote the economic and social aims of the country in accordance with the wishes of the population.
In dictionaries the following definition have been provided for governance exercise authority; control; government; arrangement. Two other brief descriptions of governance are the following: 1) the act, process, or power of governing; 2) the state of being governed. Two additional descriptions: 1) the persons (institution) who make up a governing body and who administer something; 2) the act of governing, exercising authority. Governance is the action or manner of governing. (Asia Link, hlm: 7-8)
So, what is Good Governance?
Good governance is about the processes for making and implementing decisions. It’s not about making 'correct'decisions, but about the best possible process for making those decisions.Good decision-making processes, and therefore good governance, share several characteristics. All have apositive effect on various aspects of local government including consultation policies and practices, meetingprocedures, service quality protocols, councilor and officer conduct, role clarification and good workingrelationships. (sumber: http://info.worldbank.org/governance/wgi/index.aspx#home)Diakses pada Sabtu, 7 maret 2015 pukul 7.10wib
2.1.3 Prinsip – prinisp Good Governance
UNDP (1997) dikutip oleh Sedarmayanti (2012: 44-45) juga
mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip yang harus di anut dan
dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik,
meliputi:
37
1. Partisipasi (Participation)
Setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan
memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan suara yang sama
dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung, maupun melalui
lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-
masing.
2. Aturan Hukum (Rule of Law)
Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan,
ditegakkan dan dipatuhi secara utuh (impartially), terutama aturan hukum
tentang hak azasi manusia.
3. Transparansi (Transparency)
Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi.
4. Daya Tanggap (Responsiveness)
Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani
berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).
5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)
Pemerintahan yang baik (good governance) akan bertindak sebagai penengah
(mediator) bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai
konsensus atau kesempatan terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak,
dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan
dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.
38
6. Berkeadilan (Equity)
Pemeritahan yang baik akan memberi kesempatan yang baik terhadap laki-laki
maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memlihara
kualitas hidupnya
7. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)
Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan
sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang
sebaik-baiknya berbagai sumber-sumber yang tersedia
8. Akuntabilitas (Accountability)
Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik, swasta, dan
masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada
publik (masyarakat umum), sebagaimana halnya kepada para pemilik
(stakeholders).
9. Visi Strategis (Strategic Vision)
Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka
panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance)
dan pembangunan manusia (human development), bersamaan dengan
dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut
10. Saling Keterbukaan (Interrelated)
Keseluruhan good governance tersebut adalah saling memperkuat dan saling
terkait (mutually reinforcing) dan tidak bisa berdiri sendiri.
39
Sepuluh prinsip Good Governance menurut Dwiyanto, (Dwiyanto, 2008:79)
yaitu sebagai berikut:
1. Partisipasi, yaitu warga memiliki hak (dan mempergunakannya) untuk
menyampaikan pendapat, bersuara dalam perumusan kebijakan publik,
baik secara langsung maupun tidak langsung;
2. Penegakan Hukum, yaitu hukum diberlakukan bagi siapapun tanpa
pengecualian, hak asasi manusia dilindungi, sambil tetap memperhatikan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat;
3. Transparansi, yaitu penyediaan informasi tentang pemerintahan bagi
publik dan dijaminnya kemudahan di dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai;
4. Kesetaraan, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap anggota
masyarakat untuk beraktivitas/berusaha;
5. Daya tanggap, yaitu pekanya para pengelola instansi publik terhadap
aspirasi masyarakat;
6. Wawasan ke depan. Yaitu pengelolaan masyarakat hendaknya dimulai
dengan visi, misi, dan strategi yang jelas;
7. Akuntabilitas, yaitu pertanggung jawaban para penentu kebijakan kepada
para warga;
8. Pengawasan publik, yaitu terlibatnya warga dalam mengontrol kegiatan
pemerintah termasuk parlemen;
40
9. Efektivitas dan efisein, yaitu terselenggaranya kegiatan instansi publik
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan
bertanggung jawab;
10. Profesionalisme, yaitu tingginya kemampuan dan moral para pegawai
pemerintah termasuk parlemen.
Menurut Andrianto (Andrianto, 2007:24), kunci utama memahami Good
Governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari
prinsip-prinsip ini maka didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik
buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua
unsur prinsip-prinsio good governance berikut:
1. Partisipasi masyarakat, yaitu semua warga masyarakat mempunyai suara
dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka;
2. Tegaknya supremasi hukum, yaitu kerangka hukum harus adil dan
diberakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum
yang menyangkut hak asasi manusia;
3. Transparansi, yaitu transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang
bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga, dan informasi
perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan informasi
yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipahami;
41
4. Peduli pada stakeholder, yaitu lembaga-lembaga dan seluruhproses
pemerintaha harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan;
5. Berorientasi pada konsensus, yaitu tata pemerintahan yang baik
menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya
suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-
kelompok masyarakat dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan
dan prosedur-prosedur;
6. Efektivitas dan efisein, yaitu proses-proses pemerintahan dan lembaga-
lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan masyarakat dengan
menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin;
7. Akuntabilitas, yaitu para pengambil keputusan di pemerintahan, sektor
swasta, dan organisasi-organisasi masyarakar bertanggung jawab, baik
kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan;
8. Visi strategis, yaitu para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif
yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan
pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan
untuk mewujudkan perkembangan tersebut.
Saparniene, 2010. Good governance is governance supported by democratic prinsiples to which justice, effeiciency, accountability and transparency as well as clear interaction of government society, private sector, and non government organization are characteristic.
Negrut. Costache, Maftei et al., 2010. Good governance is described by five main principles:
42
1. Openness; 2. Citizen’s Participation; 3. Accountability; 4. Effeiciency; 5. Relationship between public sector, private sector, and society.
(Source: Saparniene, Valukonyte. 2012. Social Research. Siauliai University, Faculty of Social Sciences)
The Worldwide Governance Indicators (WGI) project reports aggregate and individual governance indicators for 215 economies over the period 1996–2013, for six dimensions of governance:
1. Voice and Accountability 2. Political Stability and Absence of Violence 3. Government Effectiveness 4. Regulatory Quality 5. Rule of Law 6. Control of Corruption
(Taken from, http://info.worldbank.org/governance/wgi/index.aspx#home)
According The Independent Commission for Good Governance in Public Services 2004, the standard comprises six core principles of good governance, each with its supporting principles.
1) Good governance means focusing on the organisation’s purpose and on outcomes for citizens and service users 1. Being clear about the organization’s purpose and its intended
outcomes for citizens and service users 2. Making sure that users receive a high quality service 3. Making sure that taxpayers receive value for money
2) Good governance means performing effectively in clearly defined functions and roles 1. Being clear about the functions of the governing body 2. Being clear about the responsibilities of non-executives and the executive, and making sure that those responsibilities are carried out 3. Being clear about relationships between governors and the public
3) Good governance means promoting values for the whole organisation
and demonstrating the values of good governance through behaviour 1. Putting organisational values into practice 2. Individual governors behaving in ways that uphold and exemplify effective governance
4) Good governance means taking informed, transparent decisions and managing risk
43
1. Being rigorous and transparent about how decisions are taken 2. Having and using good quality information, advice and support 3. Making sure that an effective risk management system is in operation
5) Good governance means developing the capacity and capability of the governing body to be effective 1. Making sure that appointed and elected governors have the skills, knowledge and experience they need to perform well 2. Developing the capability of people with governance responsibilities and evaluating their performance, as individuals and as a group 3. Striking a balance, in the membership of the governing body, between continuity and renewal
6) Good governance means engaging stakeholders and making accountability real 1. Understanding formal and informal accountability relationships 2. Taking an active and planned approach to dialogue with and
accountability to the public 3. Taking an active and planned approach to responsibility to staff 4. Engaging effectively with institutional stakeholders
According Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) cited by Gisselquist, 2012 the OECD focuses in particular on the principal elements of good governance, namely:
1. Accountability: government is able and willing to show the extent to which its actionsand decisions are consistent with clearly-defined and agreed-upon objectives.
2. Transparency: government actions, decisions and decision-making processes areopen to an appropriate level of scrutiny by others parts of government, civil societyand, in some instances, outside institutions and governments.
3. Efficiency and effectiveness: government strives to produce quality public outputs,including services delivered to citizens, at the best cost, and ensures that outputsmeet the original intentions of policymakers.
4. Responsiveness: government has the capacity and flexibility to respond rapidly tosocietal changes, takes into account the expectations of civil society in identifying thegeneral public interest, and is willing to critically re-examine the role of government.
5. Forward vision: government is able to anticipate future problems and issues basedon current data and trends and develop policies that take into account future costsand anticipated changes (e.g. demographic, economic, environmental, etc.).
6. Rule of law: government enforces equally transparent laws, regulations and codes.
44
2.2 Impelentasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan merupakam tahap yang krusial dalam proses
kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar
mempunyai dampak dan tujuan yang diinginkan.
Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas,
merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang.
Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-
undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-
sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan
kebijakan atau program-program. Implementasi pada sisi yang lain merupakan
fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses,
suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome).
Ripley dan Franklin dikutip oleh Winarno (2012: 149) berpendapat
bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan
yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu
jenis keluaran yang nyata (tangible output). Istilah implementasi menunjuk pada
sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyatan maksud tentang tujuan-tujuan
program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah.
Implementasi mencakup tindakan tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh
berbagai aktor, khususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk membuat
program berjalan.
45
Menurut Grindle, dikutip oleh Winarno (2012: 149)memberikan
pandangannya tentang implementasi dengan mengatakan bbahwa secara umum,
tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan
tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan
pemerintah. Oleh karena itu, tugas impelemtasi mencakup terbentuknya “a policy
delivery system” dimana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan dengan
harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, kebijakan
publik – pernyataan-pernyataan secara luas tentang tujuan, sasaran, dan sarana –
diterjemahkan ke dalam program-program tindakan yang dimaksudkan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang dinyatakan dalam kebijakan.
2.2.1 Implementasi Kebijakan George C. Edward III
Model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Edward
dikutip oleh Indiahono (2009: 31-33) menunjuk empat variabel yang berperan
penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Empat variabel tersebut
adalah komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.
1. Komunikasi, yaitu menunjuk bahwa setiap kebijakan akan dapat
dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana
program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan
dan sasaran dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik
sehingga dapat menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program.
Ini menjadi penting karena semakin tinggi pengetahuan kelompok sasaran
46
atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan
dalam mengaplikasikan program dan kebijakan dalam ranah yang
sesungguhnya.
2. Sumber daya, yaitu menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh
sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber
daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas
maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok
sasaran. Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas
sebuah program/kebijakan. Keduanya harus diperhatikan dalam
implementasi program/kebijakan pemerintah. Sebab tanpa kehandalan
implementor, kebijakan menjadi kurang enerjik dan berjalan lambat dan
seadanya. Sedangkan, sumber daya finansial menjamin keberlangsungan
program/kebijakan. Tanpa ada dukungan finansial yang memadai, program
tak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran.
3. Disposisi, yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada
implementor kebijakan/program. Karakter yang penting dimiliki oleh
implementor adalah kejujuran, komitmen, dan demokratis. Implementor
yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan
diantara hambatan yang ditemui dalam program/kebijakan. Kejujuran
mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arah program yang
telah digariskan dalam guideline program, komitmen dan kejujurannya
membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program
secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik
47
implementor dan kebijakan dihadapan anggota kelompom sasaran. Sikap
ini akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa
percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan
program/kebijakan.
4. Struktur Birokrasi, menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting
dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua
hal penting pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi pelaksana
sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah diterapkan
melalui Standard Operating Procedur (SOP) yang dicantumkan dalam
guideline program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka
kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh
siapapun karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implementor.
Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sejauh mungkin menghindari
hal yang berbelit, panjang, dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana
harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar
biasa dalam program secara cepat. Dan hal ini hanya dapat lahir jika
struktur didesain secara ringkas dan fleksibel menghindari “virus
weberian” yang kaku, terlalu hierarkis dan birokratis.
48
(Gambar 2.2 : Model Implementasi Edward III)
2.2.2 Implementasi Kebijakan Van Meter dan Horn
Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan
Horn dikutip oleh Winarno (2012:158-169), faktor-faktor yang mendukung
implementasi kebijakan yaitu:
1. Ukuran-ukuran dan tujuan kebijakan.
Dalam implementasi, tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran suatu program
yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur karena
implementasi tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-
tujuan itu tidak dipertimbangkan.
2. Sumber-sumber Kebijakan
Dalam suatu implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya, baik
sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya materi
(matrial resources) dan sumberdaya metoda (method resources). Sumber-
Komunikasi
Sumber Daya
Disposisi
Struktur Birokrasi
Impelemtasi
49
sumber yang dimaksud juga mencakup dana atau perangsang (incentive)
lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif.
3. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Implementasi dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatan
komunikasi antar para pelaksana. Dalam banyak program implementasi
kebijakan, sebagai realitas dari program kebijakan perlu hubungan yang
baik antar instansi yang terkait, yaitu dukungan komunikasi dan
koordinasi. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi
bagi keberhasilan suatu program tersebut.
4. Karakteristik badan-badan pelaksana
Dalam suatu implementasi kebijakan agar mencapai keberhasilan
maksimal harus diidentifikasikan dan diketahui karakteristik agen
pelaksana yang mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam birokrasi, semua itu akan mempengaruhi
implementasi suatu program kebijakan yang telah ditentukan.Karakteristik
badan-badan pelaksana erat kaitannya dengan struktur birokrasi. Struktur
birokrasi yang baik akan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi
kebijakan.
5. Kondisi ekonomi, sosial dan politik
Kondisi ekonomi, sosial dan politik dapat mempengaruhi badan-badan
pelaksana dalam pencapaian implementasi kebijakan. Variabel ini
mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung
50
keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok
kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan;
karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana
sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik
mendukung implementasi kebijakan.
6. Kecenderungan para pelaksana
Dalam implementasi kebijakan sikap atau disposisi implementor ini
dibedakan menjadi tiga hal, yaitu; (a) respons implementor terhadap
kebijakan, yang terkait dengan kemauan implementor untuk melaksanakan
kebijakan publik; (b) kondisi, yakni pemahaman terhadap kebijakan yang
telah ditetapkan; dan (c) intens disposisi implementor, yakni preferensi
nilai yang dimiliki tersebut. Intensitas kecenderungan-kecenderungan dari
para pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian
kebijakan.
(Gambar 2.3: Model proses implementasi kebijakan Van Meter Van Horn)
51
2.3 Penelitian Terdahulu
2.3.1 Studi Kasus I
Impelemtasi Pelakanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Di Kantor
Kecamatan Bunta Kabupaten Banggai oleh Fatahillah Mursalim MA, Program
Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Tadulako 2011
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Pelaksanaan
Prinsip-Prinsip Good Governance Di Kantor Kecamatan Bunta Kabupaten
Banggai. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dan tipe penelitian
kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori Agus Dwiyanto, tentang 4 indikator
untuk mengukur kualitas penyelenggaraan pemerintah terhadap masyarakat, yaitu
Partisipasi, Transparansi, Responsivness, dan Akuntabilitas.
Hasil Penelitian:
Good governance (tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi
mimpi buruk banyak orang di Indonesia. Pemahaman mereka tentang good
governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka
membayangkan bahwa dengan good governance mereka dapat memiliki kualitas
pemerintahan yang lebih baik. Banyak diantara mereka membayangkan bahwa
dengan memiliki praktik good governance yang lebih baik, maka kualitas
pelayanan publik menjadi semakin baik, angka korupsi menjadi semakin rendah,
dan pemerintah menjadi semakin peduli dengan kepentingan warga (Dwiyanto,
2005:1).
52
Penerapan prinsip-prinsip good governance sangat penting dalam
pelaksanaan pelayanan publik untuk meningkatkan kinerja aparatur pemerintah.
Hal ini disebabkan karena pemerintah merancang konsep prinsip-prinsip good
governance untuk meningkatkan potensi perubahan dalam birokrasi agar
mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik, disamping itu juga Masyarakat
masih menganggap pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi cenderung
lamban, tidak profesional, dan biayanya mahal.
Berdasarkan hasil penelitian, sesuai data yang didapatkan dan diuraikan
sesuai dengan konsep pemikiran yang telah disusun, maka penilitian mengenai
Pelaksanaan prinsip-Prinsip Good Governance di Kantor Kecamatan Bunta
Kabupaten Banggai, dengan melihat indikator yang dikemukakan oleh Agus
Dwiyanto, maka disimpulkan bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip good
governance di Kantor Kecamatan Bunta Kabupaten banggai sudah diterapkan,
namun belum dilaksanakan secara maksimal seperti yang diharapkan. Hal ini bisa
di lihat dari hubungan kerjasama antara pemerintah, pihak swasta dan masyarakat
yang belum berjalan dengan baik.
1. Segi Partisipasi, masyarakat maupun pihak swasta yang masih rendah karena
dorongan birokrasi untuk berpartisipasi masih kurang.
2. Segi Transparansi, atau keterbukaan juga belum dilaksanakan sesuai dengan
yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik, yang mana keterbukaan informasi masih
terbatas kepada publik. Sehingga tingkat kepercayaan publik kepada
pemerintah masih kurang.
53
3. Segi Responsiveness, atau daya tanggap pemerintah kecamatan sudah
dilaksanakan tetapi belum maksimal, sehingga belum bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhan masyarakat dalam pelayanan.
4. Segi Akuntabilitas, Pemerintah Kecamatan sudah dilaksanakan, namun
pertanggung jawaban kepada publik masih terbatas. Olehnya itu sistem
pengawasan yang perlu diperkuat.
Selain itu kemampuan sumber daya manusia atau pengetahuan para
aparatur Pemerintah Kecamatan yang masih minim serta fasilitas sarana prasarana
juga yang belum memadai sehingga bisa mempengaruhi kinerja aparatur
Kecamatan dalam melaksanakan prinsip-prinsip good governance. Kemudian
masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang karena tidak transparan
sehingga membuat pemerintah tidak akuntabel, hal ini dikarenakan masih
lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur. Sehingga dari keempat prinsip-
prinsip good governance tersebut tidak bisa terpisah antara prinsip yang satu
dengan prinsip yang lainnya untuk bisa mengoptimalkannya. Karena ketika
prinsip yang satu tidak berjalan dengan baik, secara otomatis mempengaruhi
kinerja prinsip yang lainnya.
54
2.3.2 Studi Kasus II
Pelaksanaan Good Governance (Tata Pemerinatahan Yang Baik) Dalam
Pelayanan Administrasi Di Kantor Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau oleh
Yudhi Supriadi, eJournal Ilmu Pemerintahan 2015 (ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan Good Governance
(Tata Pemerintahan yang baik) dalam Pelayanan Administrasi diKantor
Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau dan untuk mengetahui faktor-faktor apa
saja yang menjadi pendukung dan penghambat, dalam hal ini adalah pelayanan
administrasi di Kantor Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau.
Hasil Penelitian:
Pelaksanaan good governance (Tata Pemerintahan Yang Baik) adalah
mengetahui bagaimana pelaksanaan tata pemerintahan yang baik di suatu
organisasi seperti Kantor Kecamatan. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah
aparatur pemerintah di Kecamatan sudah melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya secara perofesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima,
serta efisiensi dan efektivitas dalam menyelesaikan pekerjaannya. Berdasarkan
definisi diatas maka yangakan dibahas dalam artikel ini yaitu terkait lima fokus
diantaranya perofesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, serta
efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan good governance (Tata Pemerintahan
Yang Baik) di Kantor Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau.
Berdasarkan hasil penyajian data dan pembahasan yang telah diuraikan
dari fokus penelitian yang telah ditentukan yaitu profesionalitas, akuntabilitas,
55
transparansi, pelayanan prima, efisiensi dan efektifitas di Kantor Kecamatan
Sambaliung Kabupaten Berau, maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan
bahwa:
1. Pelaksanaan good governance (tata pemerintahan yang baik) dalam
pelayanan administrasi di Kantor Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau
dirasa belum dapat berjalan dengan baik, karena masih adanya para pegawai
dalam keadilan pelayanan masih bersifat diskriminatif.
2. Pelaksanaan good governance (tata pemerintahan yang baik) dalam
pelayanan administrasi di Kantor Kecamatan Sambaliung KabupatenBerau
dari segi profesionalitas belum berjalan dengan baik. Karena masihadanya
para pegawai dalam keadilan pelayanan masih bersifat diskriminatif, yang
mana dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat masih memakai
sistem kekerabatan yang artinya mereka memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang mereka kenal seperti teman, keluarga, dan orang-orang
penting lainnya.
3. Pelaksanaan good governance (tata pemerintahan yang baik) dalam
pelayanan administrasi di Kantor Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau
dari segi akuntabilitas belum berjalan dengan baik. Karena pemerintah
Kecamatan tidak menyediakan kotak pengaduan untuk masyarakat
menyampaikan saran atau kritiknya, serta masyarakat yang merasa kesulitan
dalam hal mengurus masalah hukum, uang, dan tanah ketika pejabat yang
bersangkutan tidak ada ditempat.
56
4. Pelaksanaan good governance (tata pemerintahan yang baik) dalam
pelayanan administrasi di Kantor Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau
dari segi transparansi sudah berjalan dengan baik. Karena sudah adanya
transparansi mengeni prosedur dan biaya pembuatan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) yang diberikan oleh aparatur Kecamatan gratis tidak dipungut biaya.
5. Pelaksanaan good governance (tata pemerintahan yang baik) dalam
pelayanan administrasi di Kantor Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau
dari segi pelayanan prima sudah berjalan dengan baik. Karena pelayanan
prima yang diberikan oleh aparatur Kecamatan diciptakan dengan hasil
pelayanan yang memberikan rasa aman kepada masyarakat mengenai
penggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dalam berbagai keperluan, serta
kenyamanan dalam pelayanan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas
penunjang dalam pelayanan misalnya dengan adanya ruang tunggu, parkiran,
dan toilet.
6. Pelaksanaan good governance (tata pemerintahan yang baik) dalam
pelayanan administrasi di Kantor Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau
dari segi efisiensi dan efektifitas belum berjalan dengan baik. Karena tidak
adanya kepastian waktu dalam pelayanan, banyaknya pemohon Kartu Tanda
Penduduk (KTP) tidak diimbangi oleh kecepatan dalam mencetak secara
cepat, dan masyarakat juga merasa kecewa dikarenakan adanya perbedaan
saat dilayani.
7. Faktor yang mendukung dalam pelaksanaan good governance
(tatapemerintahan yang baik) dalam pelayanan administrasi di Kantor
57
Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau adalah adanya kesadaran
parapegawai atau keinginan dan kemampuan pegawai untuk memberikan
pelayanan dengan sebaik mungkin kepada masyarakat,
denganmemberdayakan fasilitas yang sudah tersedia di Kantor
KecamatanSambaliung.
8. Faktor yang menghambat dalam Pelaksanaan good governance
(tatapemerintahan yang baik) dalam pelayanan administrasi di Kantor
Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau adalah peralatan untuk membuat
Kartu Tanda Penduduk (KTP) sering mengalami kerusakan dikarenakan
kondisi fisik dari peralatan yang sudah cukup lama/tua, serta gangguan pada
sistem komputer yang diakibatkan oleh virus yang munculsecara tiba-tiba
yang kemudian menghambat komputer dalam pengoperasiannya. Kemudian
faktor penghambat lainnya adalah masih adanya para pegawai yang masih
bersikap diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Seharusnya para pegawai memiliki sikap profesional yang tinggi serta tidak
mementingkan urusan pribadi atau individual dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya sebagai pelayan publik.
58
2.4 Kerangka Pemikiran
Berikut kerangka berfikir penelitian dalam skema gambar:
Implementasi prinsip-prinsip good governance, di Badan Penanaman Modal Dan Perlayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) bidang Penanaman
Modal di Kota Tangerang
Gambaran Good Governance di BPMPTSP
1. Masih terdapat percaloan yang terjadi di BPMPTSP Kota Tangerang; 2. Tidak adanya kepastian jangka waktu penyelesaian keluarnya permohonan
perizinan kepada pemohon; 3. Lemahnya kapasitas dan kualitas sumber daya dalam mewujudkan visi
pelayanan yang telah ditetapkan; 4. Kurang efektif dan efisiennya pelayanan publik yang diberikan; 5. Responsivitas pegawai masih kurang sehingga menimbulkan banyaknya keluh
kesah dari masyarakat mengenai kinerja pegawai di dinas tersebut; 6. Kurangnya sosialisasi dan transparasi mengenai persyaratan dalam pembuatan
perijinan sehingga informasi tidak sampai kepada masyaraka; 7. Belum terciptanya akuntabilitas pemerintah kepada masyarakat uum selaku
stakeholder.
Good Governance menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) by Gisselquist
1. Accountability, 2. Transparency, 3. Efficiency and Effectiveness, 4. Responsiveness, 5. Forward vision, 6. Rule of law.
59
2.5 Asumsi Dasar
Dari hasil penelitian awal yang telah dilakukan, peneliti berasumsi
bahwa Implementasi prinsip-prinsip good governance, pada Badan Penanaman
Modal Dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) bidang penanaman modal
di Kota Tangerangbelum konsisten dan belum maksimal dalam pelaksanaannya.
Dikarenakan, masih terdapat banyak keluahan dari masyarakat mengenai
mekanisme perizinan, masih lemahnya kapasitas dan kualitas sumber daya dalam
mewujudkan visi pelayanan yang telah ditetapkan sehingga pelayanan kurang
efektif dan efisiennya pelayanan publik yang diberikan, serta belum terciptanya
akuntabilitas pemerintah kepada masyarakat uum selaku stakeholder.
60
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Sesuai dengan judul yang dikemukakan dan berdasarkan kepada identifikasi
masalah, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan menghasilkan data
deskriftif karena tujuan utama penelitian ini untuk mencari tahu dan mendalami
suatu objek. Menurut Bogdan dan Taylor dikutip oleh Fuad dan Nugroho (2013:
54) mendefinisikan metode kualitatif yaitu “sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati”. Penggunaan metode kualitatif dilaksanakan sesuai
karakteristik yang ada yaitu secara langsung terlibat di lokasi penelitian.
Penelitian kualitatif menekankan proses daripada hasil dari objek penelitiannya.
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan induktif.
Menurut Hasan (2011 :174) “pendekatan induktif dimulai dari fakta di lapangan,
dianalisis, dimuat pertanyaan kemudian dihubungkan dengan teori, dalil, hukum,
yang sesuai kemudian pernyataan hingga kesimpulan”. Hal ini menggambarkan
bahwa pendekatan induktif merupakan pendekatan yang berangkat dari fakta
yang terjadi di lapangan selanjutnya peneliti menganalisis fakta yang ditemukan,
membuat pertanyaan dan dikaitkan dengan teori, dalil, hukum yang sesuai dan
ditarik kesimpulan.
61
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif
dengan pendekatan induktif merupakan metode yang menggambarkan
permasalahan atau kasus yang dikemukakan berdasarkan fakta yang ada dengan
berpijak pada fakta yang bersifat khusus kemudian diteliti untuk dipecahkan
permaslahanannya dan ditarik kesimpulan secara umum. Oleh karena itu, penulis
akan menggambarkan implementasi prinsip-prinsip good governance, Studi kasus
di Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP)
bidang Penanaman Modal di Kota Tangerang.
3.2 Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan yang ada agar
penulisan skripsi ini tidak menyimpang dan mengambang dari tujuan yang semula
direncanakan serta untuk mempermudah mendapatkan data dan informasi yang
diperlukan. Penelitian ini berfokus pada Implementasi Prinsip-Prinsip Good
Governance Di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(BPMPTSP) Kota Tangerang dibatasi hanya pada bidang Penanaman Modal.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini, peneliti mengambil lokus penelitian di Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) berdasarkan amanat
Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2014 yang merujuk pada Peraturan Presiden
62
Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu bahwa dalam rangka mendekatkan dan meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat serta memperpendek proses pelayanan guna
mewujudkan pelayanan yang cepat, mudah, murah, transparan, pasti, dan
terjangkau.
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP)
terdiri dari empat bidang pelayanan yaitu:
1. Bidang Pelayanan Penanaman Modal,
2. Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat,
3. Bidang Pelayanan Perizinan Pembangunan, dan
4. Bidang Pengelolaan Data dan Advokasi.
Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di BPMPTSP ini karena
berdasarkan hasil observasi awal bahwa sesuai dengan latar belakang masalah dan
identifikasi masalah yang sudah peneliti kemukakan sebelumnya bahwa masalah-
masalah terkait belum maksimalnya penerapan good governance di BPMPTSP
khususnya bidang Penanaman Modal.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel
yang akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan kerangka teori yang
63
digunakan. Konsep penelitian ini terkait implementasi prinsip-prinsip good
governance di Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu bidang
Penanaman Modal di Kota Tangerang.
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran konsep atau variabel
penelitian dalam rincian yang terukur (indikator penelitian). Variabel penelitian
dilengkapi dengan tabel matriks variabel, indikator, dan nomor pertanyaan
sebagai lampiran. Definisi operasional penelitian menjabarkan pedoman
wawancara penelitian yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan penelitian sesuai dengan teori yang digunakan. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan teori terkait prinsip-prinsip good governance berdasarkan
Gisselquist, yaitu Accountability, Transparency, Efficiency and Effectiveness,
Responsiveness, Forward vision, Rule of law.
3.5 Instrumen Penelitian
Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan
berperan serta, sebab peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan penelitian
tersebut. Menurut Irawan dikutip oleh Fuad dan Nugroho (2013: 56) menjelaskan
bahwa satu-satunya instrument terpenting dalam penelitian kualitatif adalah
peneliti itu sendiri.
64
Adapun jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data
primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai
instrumen utama, partisipan penuh sekaligus pengumpul data, karena peneliti
merasakan langsung, mengalami, dan melihat sendiri objek atau subjek yang
sedang diteliti.
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang berupa kata-kata tindakan
orang-orang yang diamati dari hasil observasi dan wawancara. Sedangkan data-
data sekunder yang berupa dokumen tertulis. Serta, instrumen lain sebagai
instrumen penunjang yang akan dipakai dalam penelitian ini antara lain yaitu
handphone sebagai alat perekam untuk wawancara langsung, camera handphone
untuk pengambilan dokumentasi, dan personal computer atau laptop untuk
mengolah data.
3.6 Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang-orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode purposive sampling. Menurut
Sugiyono dikutip oleh Fuad dan Nugroho (2013: 58) purposive sampling yaitu
informan-informan yang peneliti tentukan, merupakan orang-orang yang menurut
peneliti memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, karena mereka
(informan) dalam kesehariannya senantiasa berurusan dengan permasalahan yang
sedang peneliti teliti. Adapun informan dalam penelitian ini yaitu:
65
Tabel 3.1
Informan Penelitian
Kode Informan Tipe Informan Spesifikasi Informan
I1 State
(Key Informan)
Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu, Kepala Sekretariat BPMPTSP, Kepala Sub Bidang Penanaman Modal, Kepala Sub Bidang Fasilitasi, Pengawasan dan Pengendalian Penanaman Modal.
I2 Private Sector
(Key Informan)
Para pemohon pengguna jasa pelayanan perizinan pada bidang Penanaman Modal yaitu CV, PT, Perusahaan Perorangan, dan Koperasi.
I3 Civil Society
(Secondary Informan)
Tokoh Masyarakat, Akademisi, Pers, dan Ombudsman.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Pada dasarnya meneliti itu adalah ingin mendapatkan data yang valid, realibel
dan objektif tentang gejala tertentu. Maka diperlukanlah teknik pengumpulan data
yang tepat. Menurut Sugiyono (2012: 308) bahwa teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data. Senada dengan Sugiyono, Juliansyah Noor
(2011:138) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan cara
pengumpulan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.
66
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini agar
memperoleh data dan keterangan dalam penelitian maka penulis menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Menurut Purwanto dalam Basrowi dan Suwandi (2008: 93-94)
Observasi ialah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati individu atau kelompok secara langsung. Metode ini
digunakan untuk melihat dan mengamati secara langsung keadaan di
lapangan agar peneliti memperoleh gambaran yang lebih luas tentang
permasalahan yang diteliti. Teknik observasi yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah observasi langsung atau observasi berpasrtisipasi.
Jadi, peneliti mekakukan observasi dan partisipasi penuh dengan
melakukan praktek kerja lapangan (magang) di dinas BPMPTSP kota
Tangerang.
2. Wawancara
Menurut Estrberg dalam Sugiyono (2012:316) mendefinisikan
wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Adapun seiring dengan pendapat Estberg, menurut
Sugiyono (2012:36) wawancara sebagai studi pendahuluan untuk
67
menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti
ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.
Berdasarkan defenisi di atas, maka wawancara merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan melalui komunikasi langsung (face to
face) antara informan dan peneliti untuk mengetahui hal-hal awal
mengenai masalah maupun hal-hal yang lebih mendalam.
Adapun pedoman wawancara mengenai implementasi prinsip-
prinsip Good Governance adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
Konsep Indikator
Prinip-prinip Good Governance dalam
OECD Oleh Gisselquist
1. Accountability, 2. Transparency, 3. Efficiency and effectiveness,
Responsiveness, 4. Forward vision, 5. Rule of law
68
3. Studi Pustaka
Menurut Fuad dan Nugroho (2013:61) Studi pustaka yaitu teknik
pengumpulan data dengan cara memperoleh data dari karya ilmiah, media
masa, teks book, dan masih banyak lagi untuk menambah atau mendukung
sumber informasi atau data yang diperlukan dalam penelitian ini untuk
memperkuat aspek validitas data yang dihasilkan. Peneliti akan menggali
dari perpustakaan dan penelitian-penelitian yang membahas issue yang
sama yakni tentang implementasi prinsip-prinsip good governance.
4. Studi Dokumentasi
Menurut Basrowi dan Suwandi (2008: 158) Metode ini merupakan
suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh
data yang lengkap, sah, dan bukan berdasarkan perkiraan. Studi
dokumentasi merupakan salah satu sumber data sekunder yang diperlukan
dalam sebuah penelitian. Studi dokumetasi adalah setiap bahan tertulis
ataupun film, gambar, dan foto-foto yang dipersiapkan karena adanya
permintaan seorang peneliti. Selanjutnya studi dokumentasi dapat
diartikan sebagai teknik pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis
yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga yang menjadi objek penelitian.
Baik berupa prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil
pekerjaan serta berupa foto ataupun dokumen elektronik (rekaman).
69
Dalam penelitian ini peneliti akan menggali dokumen-dokumen
yang berhubungan dengan masalah implementasi prinsip-prinsip good
governance, foto-foto, laporan media masa, prosedur pembuatan
perizinan, peraturan-peraturan, renstra, serta Lakip BPMPTSP Kota
Tangerang 2013.
3.8 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
mengikuti teknis analisis data kualitatif mengikuti konsep yang diberikan oleh
Hubberman dan Miles dikutip oleh Fuad dan Nugroho (2013: 63) dimana terdapat
tiga hal utama dalam analisis interaktif yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat
sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk
membangun wawasan umum yang disebut “analisis”. Kegiatan analisis data
dilakukan melalui beberapa tahapan diantaranya :
1. Reduksi data
Reduksi data dimaknai sebagai proses memilah dan memilih,
menyederhanakan data yang terkait dengan kepentingan penelitian saja,
abstraksi dan transformasi data-data kasar dari field notes (catatan
lapangan). Reduksi data perlu dilakukan karena ketika peneliti semakin
lama di kancah penelitian akan semakin banyak data atau catatan
lapangan (field notes) yang peneliti kumpulkan. Tahap reduksi dari
70
reduksi adalah memilah dan memilih data yang pokok, focus hal-hal
yang penting, mengelompokkan data sesuai dengan tema, membuat
ringkasan, memberi kode, membagi data dalam partisi-partisi dan
akhirnya dianalisis sehingga terlihat pola-pola tertentu. Reduksi data
berlangsung secara terus-menerus selama penelitian yang berorientasi
kualitatif langsung.
2. Penyajian Data ( Data Display )
Sekumpulan infomasi tesusun yang memberi kemungkinan untuk
menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajiannya
antara lain berupa teks naratif, matriks, grafik, jaringan, dan bagan.
Tujuannya adalah untuk memudahkan mambaca dan menarik
kesimpulan. Oleh karena itu, sajiannya harus tertata secara apik.
Penyajian data juga merupakan bagian dari analisis, bahkan mencakup
pula reduksi data.
3. Verifikasi ( Verification )
Verifikasi atau penarikan kesimpulan merupakan sebagian dari suatu
kegiatan dari suatu kegiatan dan konfigurasi yang utuh. Dimana,
kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung.
71
(Gambar 3.1: Model Analisis Data Miles & Huberman)
3.9 Uji Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif keabsahan data lebih bersifat sejalan seiring
dengan proses penelitian itu berlangsung. Keabsahan data kualitatif harus
dilakukan sejak awal pengambilan data, display data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi.
Triangulasi merupakan proses check and recheck antara satu sumber data
dengan sumber data lainnya (Irawan, 2006:5.34). Sedangkan menurut
Sugiyono (2011:273) triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara, dan berbagai
waktu seperti yang dijelaskan berikut:
72
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data, dilakukan dengan
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
b. Triangulasi teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda.
c. Triangulasi waktu
Triangulasi waktu untuk menguji kredibilitas data dilakukan melalui
pengececekan data dengan waktu atau situasi yang berbeda.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dan
triangulasi teknik. Selain itu peneliti pun melakukan membercheck.
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data (Sugiyono, 2011:276). Tujuannya adalah untuk
mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diberikan oleh pemberi data.
3.10 Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang. Adapun jadwal penelitian ini dilakukan
73
dalam kurun waktu 12 bulan sejak September 2014 sampai Agustus 2015, untuk
lebih jelas lihat tabel berikut ini :
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Waktu
Sep, 2014
Jan - Juli 2015
Agst 2015
Sept 2015
Okt 2015
Nov 2015
1. Pengajuan Judul
2. Observasi Awal
3. Pengumpulan Data
4. Penyusunan Proposal
5. Seminar Proposal
6. Penelitian Lapangan
7. Pengumpulan Data
8. Penyusunan Bab IV
9. Penyusunan Bab V
10. Sidang Skripsi
74
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Deskripsi lokasi penelitian ini menggambarkan kondisi locus penelitian
secara umum yang meliputi lokasi penelitian, struktur organisasi, tugas pokok dan
fungsi pada lokasi penelitian, serta hal-hal yang berhubungan dengan penelitian
yang dilakukan. Deskripsi lokasi penelitian juga menjelaskan gambaran umum
dari Kota Tangerang serta dijelaskan juga terkait gambaran umum instansi yang
menjadi objek dalam penelitian ini yaitu Implementasi Prinsip-prinsip Good
Governance Di Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(BPMPTSP) Kota Tangerang Pada Bidang Penanaman Modal.
4.1.1 Gambaran Umum Kota Tangerang
Secara geografis wilayah Kota Tangerang terletak antara 6°6’ - 6°13’
Lintang Selatan (LS) dan 106°36’-106°42’ Bujur Timur (BT) yang merupakan
bagian timur Provinsi Banten. Jarak Kota Tangerang ± 60 km dari Ibukota
Provisinsi Banten dan ± 27 km dari Ibukota Negara Republik Indonesia, DKI
Jakarta. Luas wilayah mencapai 184,24 Km2 (termasuk kawasan Bandara
Internasional Soekarno-Hatta seluas 19,69 Km2).
75
hBatas wilayah administrastif Kota Tangerang adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga, Kecamatan
Kosambi, dan Kecamatan Sepatan Timur di Kabupaten Tangerang.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Curug dan Kecamatan
Kelapa Dua di Kabupaten Tangerang serta Kecamatan Serpong Utara dan
Kecamatan Pondok Aren di Kota Tangerang Selatan.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pasar Kemis dan Kecamatan
Cikupa di Kabupaten Tangerang.
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan di
Provinsi DKI Jakarta.
Letak Kota Tangerang yang strategis ini sangat mendukung bagi aktivitas
perdagangan dan jasa dalam meningkatkan perekonomian masyarakat Kota
Tangerang. Secara administratif, Kota Tangerang terdiri dari 13 wilayah
Kecamatan, yang terbagi dalam 104 wilayah Kelurahan.
Potensi pengembangan Kota Tangerang terletak pada lokasinya yang
strategis dengan nilai potensi sebagai berikut :
1. Menjadi pintu gerbang hubungan internasional yang didukung oleh
keberadaan Bandara Soekarno Hatta. Kapasitas penerbangan yang padat
mendorong pergerakan orang, barang dan jasa antar kawasan, baik lokal
(nasional), kawasan regional (ASEAN), dan kawasan internasional,
sehingga peluang investasi sangat terbuka di Kota Tangerang, khususnya
sektor perdagangan,hotel & restoran serta sektor industri pengolahan.
76
2. Kota Tangerang sebagai wilayah yang memiliki sistem perkotaan yang
terintegrasi dengan daerah lain khususnya kawasan Jabodetabek,
memberikan kesempatan bagi Kota Tangerang untuk menangkap peluang
terjadinya stagnasi pembangunan di kota-kota sekitarnya khususnya Kota
Jakarta. Pengembangan pusat bisnis, pusat pelayanan publik,
pengembangan transportasi modern sangat potensial untuk dikembangkan.
3. Kota Tangerang sebagai kota yang paling maju di Provinsi Banten menjadi
daerah transit arus orang dan barang menuju Jakarta. Kondisi ini sangat
mendukung bagi pengembangan pusat perbelanjaan,wisata belanja, pusat
kuliner dan perhotelan
4.1.2 Badan Penanaman Modal & Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(BPMPTSP)
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu satu Pintu (BPMPTSP)
dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 13 Tahun 2014
tentang organisasi Perangkat Daerah. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kota Tangerang adalah unsur pelaksana
administrasi publik dibidang perizinan yang dituntut memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat tanpa mengedepankan pendekakatan birokratisasi.
Dengan pendekatan tersebut, BPMPTSP Kota Tangerang mempunyai peran
penting dalam mewujudkan Kota Tangerang sebagai Kota tujuan investasi.
77
Dalam rangka meningkatkan kinerja pelayanan perizinan maka Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu perlu mengedepankan pola
pelaksanaan administrasi publik dan perizinan yang lebih mudah bagi masyarakat.
Bagi BPMPTSP Kota Tangerang perubahan ke arah perbaikan bukan saja untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensinya saja tetapi lebih jauh untuk
meningkatkan eksistensinya di dalam lingkungan perubahan yang cepat dan
persaingan global.
Pembangunan Kota Tangerang selama 5 (lima) tahun kedepan diarahkan
untuk mewujudkan visi Kota Tangerang Tahun 2014-2018 yaitu
“TERWUJUDNYA KOTA TANGERANG YANG MAJU, MANDIRI,
DINAMIS DAN SEJAHTERA, DENGAN MASYARAKAT YANG
BERAKHLAKUL KARIMAH”. Pernyataan visi tersebut merupakan suatu
pilihan yang telah menjadi komitmen bersama, sehingga dalam pencapaiannya
harus dilakukan secara bersama-sama antara berbagai pemangku kepentingan.
Visi dan Misi Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kota Tangerang
Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir
periode perencanaan. Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan dan
tantangan yang di hadapi ke depan, BPMPTSP Kota Tangerang sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan Daerah di bidang pelayanan
perizinan terpadu dan penanaman modal memiliki visi sebagai berikut :
78
“Unggul dalam pelayanan perizinan dan penanaman modal menuju Kota
Ahlakul Karimah”
Pokok – pokok Visi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu satu
Pintu Kota Tangerang tahun 2014 – 2018 adalah:
1. Unggul dalam pelayanan perizinan dan penanaman modal.
2. Disiplin aparatur.
3. Integritas aparatur yang berakhlakul karimah.
4. Meningkatkan profesionalisme pegawai.
Untuk merealisasikan keinginan, harapan serta tujuan yang tertuang dalam visi
yang telah menjadi kesepakatan bersama, maka seluruh sumber daya aparatur
BPMPTSP harus dapat memahami secara utuh dan mempublikasikan kepada
seluruh masyarakat dan swasta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam
pencapaian visi BPMPTSP Kota Tangerang Tahun 2014-2018.
Adapun pemahaman visi BPMPTSP Kota Kota Tangerang 2014-2018 sebagai
berikut:
1. BPMPTSP Kota Tangerang pada tahun 2014-2018 diharapkan dapat menjadi
pusat pelayanan perizinan terpadu yang dapat dipercaya oleh masyarakat,
cepat, akurat dan transparan.
2. Secara terperinci, BPMPTSP Kota Tangerang yang terpercaya dan unggul
dalam pelayanan perizinan dan investasi dapat diukur melalui :
a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;
79
b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis
pelayanannya yang tidak berbelit, jelas atau transparan;
c. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung
jawabnya);
d. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
ketentuan yang berlaku;
e. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan
tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian
pelayanan;
f. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan
yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan
kepada masyarakat;
g. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;
h. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan
tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;
i. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah
serta saling menghargai dan menghormati;
80
j. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap
besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;
k. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan
dengan biaya yang telah ditetapkan;
l. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
m. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan
gedung yang representative bersih, rapi dan teratur sehingga dapat
memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan;
n. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga
masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-
resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan;
o. Proses pengaduan masyarakat, untuk memperoleh umpan balik dari
masyarakat atas pelayanan yang diberikan aparatur, disediakan akses
kepada masyarakat untukmemberikan informasi saran/pendapat/tanggapan
dan pengaduan.
Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan
dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Misi menjelaskan mengapa organisasi itu
ada, apa yang dilakukannya, dan bagaimana melakukannya. Misi adalah tindakan
nyata yang harus dilaksanakan oleh organisasi agar tujuan organisasi dapat
terlaksana dan berhasil dengan baik. Dengan pernyataan misi, diharapkan seluruh
pegawai dan pihak yang berkepentingan dapat mengenal organisasi dan
81
mengetahui peran dan program-programnya serta hasil yang akan diperoleh
dimasa mendatang.
Sejalan dengan hal tersebut, maka BPMPTSP Kota Tangerang merumuskan
pernyataan misi sebagai berikut:
1. MEWUJUDKAN SISTEM PELAYANAN PERIJINAN YANG EFEKTIF,
EFISIEN,DAN TRANSPARAN DAN PENGIMPLEMENTASIAN
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP).
2. MEMBERIKAN KEMUDAHAN DALAM PELAYANAN PERIZINAN.
3. TERWUJUDNYA PEMANTAPAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM
INVESTASI DAERAH YANG TRANSPARAN SERTA DIDUKUNG
OLEH IKLIM INVESTASI YANG KONDUSIF
Pokok – pokok Misi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (BPMPTSP) Kota Tangerang tahun 2014 – 2018 adalah:
1. Pengembangan sistem pelayanan perizinan yang terpadu.
2. Pengembangan SDM aparatur yang didukung oleh sarana dan prasarana yang
memadai.
3. Mengembangkan mekanisme dan prosedur pelayanan perizinan yang jelas,
tidak bertele-tele dan terpadu.
4. Mengembangkan SDM yang profesional, ramah, dan jujur didukung oleh
sarana dan prasarana yang memadai.
82
4.1.3 Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi Dan Uraian Tugas
BPMPTSP
Susunan organisasi Badan adalah:
a. Kepala Badan;
b. Sekretariat, membawahkan:
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
2. Sub Bagian Keuangan;
3. Sub Bagian Perencanaan.
c. Bidang Pelayanan Penanaman Modal, membawahkan :
1. Sub Bidang Pelayanan Perizinan Penanaman Modal;
2. Sub Bidang Fasilitasi, Pengawasan dan Pengendalian Penanaman
Modal.
d. Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat,
membawahkan :
1. Sub Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan;
2. Sub Bidang Pelayanan Perizinan Kesejahteraan Rakyat.
e. Bidang Pelayanan Perizinan Pembangunan, membawahkan :
1. Sub Bidang Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan;
2. Sub Bidang Pelayanan Administrasi Bangunan.
f. Bidang Pengelolaan Data dan Advokasi, membawahkan :
1. Sub Bidang Pengelolaan Data dan Sistem Informasi;
2. Sub Bidang Penanganan Pengaduan dan Advokasi.
g. UPT dan Kelompok Jabatan Fungsional,
83
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data penelitian
Deskripsi Data Penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah
didapatkan dari hasil observasi penelitian Implementasi Prinsip-prinsip Good
Governance Di Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(BPMPTSP) Kota Tangerang. Mengingat jenis dan analisis data adalah kualitatif,
maka data yang diperoleh bersifat deskriptif berbentuk kata – kata berupa kalimat
dari hasil wawancara, hasil observasi lapangan serta data atau hasil dokumentasi
lainnya. Sumber data data utama dicatat dalam catatan tertulis atau melalui alat
perekam yang peneliti gunakan dalam proses wawancara adalah menggunakan
handphone. Adapun proses dokumentasi yang peneliti ambil selama proses
pengamatan adalah berupa catatan lapangan dan foto – foto, karena data berupa
foto dapat menghasilkan data deskriptif yang berharga dan sering digunakan
menganalisis obyek yang sedang diteliti melalui segi – segi subjektif.
Berdasarkan teknik analisis data kualitatif, data-data tersebut dianalisis
selama penelitian berlangsung. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan mengikuti teknis analisis data kualitatif mengikuti
konsep yang diberikan oleh Hubberman dan Miles dikutip oleh Fuad dan Nugroho
(2013: 63). Data yang diperolah dari hasil penelitian lapangan melalui wawancara,
dokumentasi, maupun observasi secara langsung dilakukan reduksi untuk dapat
mencari tema dan polanya serta memberikan kode pada setiap aspek berdasarkan
jawaban yang sama dan berkaitan dengan pembahasan masalah penelitian serta
84
dilakukan kategorisasi. Dalam penyusunan jawaban penelitian ini, peneliti
memberikan kode pada aspek – aspek tertentu, diantaranya yaitu:
1. Kode Q1,2..... dan seterusnya menandakan daftar urutan pertanyaan
per indikator.
2. Kode I1-1,2-1.....dan seterusnya menandakan daftar urutan informan
3. Kode I1-1,1-2.....dan seterusnya menandakan informan dariBadan
Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP)
Kota Tangerang.
4. Kode I2-1,2-2......dan seterusnya menandakan informan dari
Pemohon Izin di Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (BPMPTSP) Kota Tangerang bidang Penanaman
Modal.
Setelah peneliti memberikan kode-kode pada setiap aspek tertentu yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian sehingga dapat diketemukan tema
polanya, maka peneliti melakukan kategorisasi berdasaran jawaban – jawaban
yang telah dikemukakan peneliti dilapangan dengan membaca dan menelaah
jawaban – jawaban tersebut dan mencari data penunjang lain yang akan
memperkuat hasil penelitian dilapangan. Dalam penelitian kualitatif, penyajian
data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat atau teks naratif, bagan, matriks,
hubungan antara kategori, dan sejenisnya. Pada penelitian ini, penyajian data yang
peneliti lakukan adalah bentuk teks narasi.
85
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Prinsip-prinsip Good
Governance dalam OECD Oleh Gisselquist mengingat hal ini merupakan
penelitian kualitatif dengan tidak menggeneralisasikan jawaban peneliti, maka
semua jawaban yang dikemukakan oleh informan dalam pembahasan penelitian
yang telah disesuaikan oleh informan dalam pembahasan penelitian yang telah
disesuaikan dengan teori Prinsip-prinsip Good Governance dalam OECD oleh
Gisselquist. Teorit tersebut menjelaskan bahwa keberhasilan pada suatu
implementasi prinsip-prinsip Good Governance di Badan Penanaman Modal Dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kota Tangerang adalah dapat dilihat
dari 6 indikator prinsip-prinsip Good Governance. Berikut ini merupakan kategori
yang telah disusun oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian di lapangan.
1. Accountability,
2. Transparency,
3. Efficiency and effectiveness,
4. Responsiveness,
5. Forward vision,
6. Rule of law
Berdasarkan kategori diatas, maka peneliti membuat matriks agar data
yang didapat dari hasil kategorisasi diatas dapat dipahami secara keseluruhan oleh
para pembaca, setelah data dan informasi yang dipaparkan bersifat jenuh maka
dapat diambil kesimpulan untuk dijadikan jawaban dalam pembahasan masalah
dalam penelitian.
86
4.2.2 Daftar Informan
Seperti yang sudah dipaparkan oleh peneliti di BAB III, dalam pemilihan
informannya peneliti menggunakan teknik purposive sampling (sample
bertujuan). Informan dalam penelitian ini adalah Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang (BPMPTSP) dan pemohon yang
bertujuan untuk membuat perizinan pada bidang Penanaman Modal di BPMPTSP.
Kemudian, peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab
rumusan masalah yang terdapat di dalam BAB I, maka peneliti melakukan
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Adapun jumlah informan dalam penelitian ini adalah 10 (sepuluh) informan
yang terdiri dari 4 informan dari pilar pemerintah, 4 informan dari pilar swasta
dan 2 informan dari pilar masyarakat. Informan-informan tersebut merupakan
informan yang peneliti anggap paling tepat untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan terkait permasalahan implementasi prinsip-prinsip Good Governance
di Badan Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang.
Hal ini ditujukan untuk dapat mencapai hasil penelitian yang sesuai, tepat sasaran,
dan credibledalam mencapai hasil penelitian yang diharapkan.
Berikut adalah daftar deskripsi informan penelitian mengenai
“Implementasi Prinsip-Prinisip Good Governance di Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang Bidang Penanaman Modal”,
sebagai berikut:
87
Tabel 4.1
Daftar Spesifikasi Fungsi dan Peran Informan Penelitian
No. Nama Informan Pekerjaan/Jabatan Kode
Informan
1. H. Aswani, S.IP, M.
Si Sekretaris BPMPSTP Kota Tangerang I1-1
2. Drs. Sasa Sukmana,
MM
Kepala Bidang Penanaman Modal
BPMPTSP Kota Tangerang I1-2
3.
Purwanto Heru
Mulyono, S.Kom,
M.Si
Kepala Sub Bidang Fasilitasi,
Pengawasan, dan Pengendalian
Penanaman Modal BPMPTSP
I1-3
4. Drs. H. Julias, MM Kepala Bidang Data dan Advokasi
BPMPSTP Kota Tangerang I1-4
5. Junaidi, SH Pemohon Izin ( PT. Multisari Langgeng
Jaya) I2-1
6. Muhammad
Pemohon Izin ( PT. Alma Waliarta Pratama)
I2-2
7. Mela Rosmiatin Pemohon Izin (PT. Surya Mitra Mandiri) I2-3
8. Sari Pemohon Izin (PT. Delident) I2-4
9. Achmad Yasin, SH Biro Jasa I 2-5
10. Hari Widiarsa Asisten Ombudsman RI Provinsi Banten I3-1
11. Ahmad Syarif Wartawan (Surat Kabar Info Publik) I3-2
12. Dwijayanti Wartawan ( Awdi News) I3-3
Sumber: Peneliti, 2015
88
4.3 Analisis Data Penelitian
Analisis data penelitian merupakan pemaparan hasil penelitian yang
didapatkan dengan melakukan wawancara dengan 11(sebelas) informan penelitian
yang dianggap dapat mewakili dan memberikan data terhadap implementasi
prinsip-prinsip Good Governance di Badan Penanman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang bidang Penanaman Modal.
Data yang didapatkan dari hasil penelitian di lapangan dianalisis dengan
menggunakan teori dari prinsip-prinsip Good Governance dalam OECD oleh
Gisselquist (2012). Teori tersebut menjelaskan bahwa keberhasilan pada suatu
implementasi prinsip-prinsip Good Governance dapat dilihat dari 6 indikator
prinsip-prinsip Good Governance. Berikut ini merupakan kategori yang telah
disusun oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian di lapangan, yaitu
Accountability, Transparency, Efficiency and effectiveness, Responsiveness,
Forward vision, and Rule of law.
Berikut adalah analisis data penelitian mengenai Implementasi Prinsip-
Prinsip Good Governance di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (BPMPTSP) Kota Tangerang bidang Penanaman Modal.
4.3.1 Accountability
Accountablity menggambarkan bagaimana pertanggung jawaban para
penentu kebijakan atau para pengambil keputusan di pemerintahan, sektor swasta,
dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab, baik kepada masyarakat
maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan, serta bagaimana
89
pemerintah dipilih dan diawasi, sehingga menuntut adanya bentuk transparansi
dan bentuk pertanggungjawaban dari pemerintah untuk melaporkan, menjelaskan
dan dapat dipertanyakan terhadap tiap tindakan, produk keputusan atau
kebijakannya. Berikut adalah analisis data peneliti terkait indikator
Accountability.
Akuntabilitas dalam analisis data ini yaitu melihat sejauhmana Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang
menerapkan mekanisme pertanggungjawabanan sesuai dengan tugas dan
wewenangnya, bagaimana akurasi dan kelengkapan informasi yang disampaikan
kepada sektor swasta dan masyarakat, mengenai pihak mana saja yang terlibat
dalam pembuatan laporan kinera pegawai tersebut, serta mengenai keikutsertaan
masyarakat atau sektor swasta dalam menilai proses keseluruhan kegiatan yang
telah dilakukan oleh BPMPTSP dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai.
Berikut adalah hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah terkait
mekanisme pertanggungjawabanBadan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kota Tangerang, yaitu:
“terkait dengan penilaian kinerja memang ada beberapa penilaian. Pertama dari aspek sasaran kerja pegawai (SKP). Yang kedua terkait dengan perilaku kerja. Sasarannya adalah yang pertama yaitu orientasi pelayanan, kedua terkait integritas, ketiga terkait dengan komitmen, keempat terkait disiplin pegawai, kelima terkait kerjasama, yang keenam terkait dengan kepemimpinan. Ini dijumlahkan secara keseluruhan nilainya berapa, apakah baik, apakah kurang baik, atau sangat baik. Kemudian dinilai sesuai rata-rata penilaian. Penilaian itu memang menjadi keharusan pada setiap pegawai dengan membuat SKP sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2010 kalau tidak salah tentang disiplin pegawai dan laporan kinerja pegawai. Ini semuanya harus baik.” (Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP)
90
(Gambar 4.1: Contoh SKP BPMPTSP Bidang Penanaman Modal)
91
Berdasarkan contoh gambaran SKP dan hasil wawancara dengan I1-1 di atas,
dapat kita ketahui bahwa dalam melaksanakan mekanisme
pertanggungjawabannya Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Kota Tangerang dengan membuat laporan tentang disiplin pegawai dan
laporan kinerja pegawai dalam bentuk Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Dimana,
Sasarannya adalah yang pertama yaitu orientasi pelayanan, kedua terkait
integritas, ketiga terkait dengan komitmen, keempat terkait disiplin pegawai,
kelima terkait kerjasama, yang keenam terkait dengan kepemimpinan. Bentuk
laporan pertanggungjawaban itu sendiri dibuat sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 56 tahun 2010tentang disiplin pegawai dan laporan kinerja
pegawai.
Selain itu, terdapat bentuk pertanggung jawaban Bidang Penanaman Modal
dalam melakukan pelaporan kegiatan yang dapat diketahui dari hasil wawancara
dengan I1-2 sebagai pilar pemerintah, yaitu:
“pelaporan kinerja ya, setiap pegawai mempunyai tugas atau tupoksinya masing-masing. Memang masing masing sudah memiliki job description nya berdasarkan job description itu maka tiap bulan mereka membuat suatu laporan pekerjaan masing-masing yang diketahui oleh kepala bidang dan kepala badan.Ada laporan bulanan ada laporan tahunan dari semua izin-izin yang diberikan BPMPTSP khususnya Penanaman Modal. Misalnya SIUP, TDP.” (Wawancara dengan Sasa Sukmana selaku Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 di atas, dapat kita ketahui bahwa
dalam melaksanakan mekanisme pertanggungjawabannya Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang khususnya bidang
Penanaman Modal selain membuat laporan tentang disiplin pegawai dan laporan
92
kinerja pegawai dalam bentuk Sasaran Kinerja Pegawai (SKP yaitu dengan
membuat laporan bulanan ada laporan tahunan dari semua izin-izin yang
diberikan BPMPTSP khususnya Penanaman Modal. Kemudian, dari hasil
wawancara yang telah peneliti lakukan bahwa dalam pembuatan laporan
pertanggung jawaban tersebut tidak ada keikutsertaan masyarakat atau sektor
swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai. Hal ini disampaikan
secara tegas oleh H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP Kota Tangerang yaitu
sebagai berikut:
I1-1 : …dari unsur staf sampai dengan pimpinan. Jadi kalau staf itu yang menilai atasannya. Atasannya dinilai oleh atasannya lagi berdasarkan target kinerja. Jadi, ada kesepakatan antara bawahan dengan atasan yang wajib dikerjakan oleh bawahan. Jadi, tidak ada keterkaitan dengan pihak swasta karna merupakan hak pegawai negeri untuk membuat laporan kerja. Jadi yang menilai itu bukan masyarakat tapi atasan langsung terhadap bawahan. (Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP Kota Tangerang)
Merujuk dari hasil wawancara tersebut dapat kita lihat bahwa BPMPTSP
belum memiliki kebijakan untuk melibatkan masyarakat atau sektor swasta untuk
menilai kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan yang baik kepada
masyarakat. Hal tersebut menjadi salah satu hal yang dikeluhkan msyarakat
mengenai tidak adanya keterlibatan langsung masyarakat atau sektor swasta dalam
menilai pelayanan yang diberikan oleh BPMPTSP. Berikut hasil wawancara
mengenai keluhan pemohon dalam pembuatan izin yaitu:
I2-1 : Belum ada. Perizinan terpadu ini justru seharusnya setiap tahunnya melakukan riset untuk melihat kepuasan pelayanan perizinan. Kalau
93
perlu online saja supaya efektif dan mengurangi biaya. (wawancaradengan Muhammad selaku pemohon izin)
I2-2 :Seharusnya, ada tapi disini tidak ada. Tidak ada wadah untuk masyarakat memberikan penilaian kinerja pegawai.
(wawancara dengan Mela Rosmiatin selaku pemohon izin)
Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan diatas dapat dianalisis
bahwa masyarakat dan sektor swasta mengeluhkan dengan ketidakikutsertaan
mereka dalam menilai pelayanan yang diberikan BPMPTSP, dimana keterlibatan
mereka semestinya diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja dan pelayanan
terpadu satu pintu di Kota Tangerang. Disisi lain, mengenai ketepatan dan
kelengkapan informasi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Kota Tangerang dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang
Penanaman Modal kepada masyarakat dapat kita lihat melalui hasil wawancara
dengan I1-1 dan I1-2 yaitu:
I1-1 : “kita sudah berusaha meningkatkan pelayanan dibidang informasi khususnya pelayanan penanaman modal melalui website, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massa. Kita selalu mensosialisasikan terkait dengan proses perizinan bidang penanaman modal.” (Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP)
I1-2 : “ketepatan pelayanan tergantung kepada persyaratan itu lengkap dan benar atau tidak, tergantung pemohon menyampaikan persyaratan dengan lengkap dan benar atau tidak sesuai dengan Penpres 97 tahun 2014 tentang PTSP. Jadi tidak ada BPMPTSP mempersulit ketika persyaratan yang disampaikan lengkap dan benar. Jadi sesuai dengan SOP contoh SIUP dan TDP maksimal 3 hari sesuai dengan Perda No. 3 tahun 2010. (Wawancara dengan Sasa Sukmana selaku Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP)
94
Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua pilar pemerintah tersebut
bahwa dalam memberikan kelengkapan informasi izin pada Bidang Penanaman
Modal sudah disosialisasikan melalui website BPMPTSP yang dapat diakses oleh
masyarakat yaitu bpmptspkotatangerang.go.id, melalui brosur, reklame, billboard,
dan juga media massa. I1-2juga menyatakan bahwa ketepatan pelayanan
tergantung kepada persyaratan yang pemohon ajukan apakah sudah lengkap dan
benar atau belum. Namun, ketika dikonfirmasi kepada pemohon langsung yaitu
beberapa informan yang telah diwawancarai mengenai kelengkapan dan ketepatan
infromasi mengenai persyaratan pembuatan izin yang diberikan oleh BPMPTSP
kepada masyarakat menurut I2-1 dan I2-3menyatakan keluhannya sebagai berikut:
I2-1 : “Kalo untuk informasi mungkin butuh sosialisasi ke masyarakat, kalau seperti saya yang sifatnya berbadan hukum kalau perusahaan sudah ada informasi secara langsung mungkin ada yang cari tahu sendiri tapi ketika melakukan pengurusan mungkin sudah mulai membaik jadi sudah mulai bagus berbeda dengan yang lain. Karna saya beberapa kali mengurus di DKI dan di Provinsi Banten. Disini bisa dikatakan lebih baiklah. Tapi masalah sosialisasi masih kurang. Penyampaian informasi masih kurang artinya boleh dikatakan saya selama mengurus izin disini belum ada sosialisasi secara langsung terutama ke perusahaan-perusahaan atau pemohon artinya masyarakat datang kesini langsung untuk mencari tahu.” (Wawancara dengan Junaidi selaku pemohon izin di BPMPTSP)
I2-3 : “terkadang tidak begitu lengkap, jadi tidak ada keterbukaan, misalnya disini tidak ada perizinan seperti itu harusnya kan diliatin tuh tentang KBLI nya. Izin ini tidak ada disini. Seperti yang kemarin itu kan ya kita jadi bingung sendiri gimana kan kasihan orang mau bikin usaha tapi gak bisa bikin perizinnnya harusnya diperlihatkan izin apa saja yang boleh dibuat dan harusnya diarahkan tapi ini gak ada arahan jadi gak ada solusinya. (Wawancara dengan Mela Rosmiatin selaku pemohon izin di BPMPTSP)
95
Hal tersebut juga dipertegas oleh hasil wawancara peneliti dengan I3-1
selaku Asisten Ombudsman RI Provinsi Banten yang menyatakan sebagai berikut:
I3-1 : “dari hasil survei yang telah kami lakukan kepada beberapa pemohon melalui angket yang kami berikan, hasilnya menyatakan bahwa informasi dan pelayanan yang dibeikan pegawai BPMPTSP bidang Penanman Modal belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat. Karena terkait informasi dan kami setelah kami cek beberapa laporan yang masuk di komisi infornasi, menurut versi ombudsman mengenai pasal 22 UU 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, komponen tersebut belum terpenuhi.” (Wawancara dengan Hari Widiarsa selaku Asisten Ombudsman RI Provinsi Banten)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dari pilar pemerintah, pilar
swasta, dan pilar civil society ditemukan bahwa adanya kesenjangan antara
harapan dan kenyataan. Analisis penulis bahwa proses penyampaian infromasi
atau sosialisasi dari pemerintah mengenai kelengkapan persyaratan izin belum
sampai dengan baik kepada masyarakat, walaupun pihak BPMPTSP sudah
berupaya untuk mensosialisasikan terkait persyaratan dan proses pembuatan izin
melalui website, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massa.
Ternyata, mekanisme penyampaian melalui website, melalui brosur, reklame,
billboard, dan juga media massatersebut belum bisa diterima baik dan belum
sampai kepada masyarakat.
Hal tersebut dapat kita lihat dengan masih adanya keluhan dari masyarakat
yang menyatakan bahwa selama ini tidak ada sosialisasi langsung yang diberikan
pemerintah kepada masyarakat mengenai izin khusunya izin di bidang Penanaman
Modal.
96
4.3.2 Transparecy
Transparansi merupakan penyediaan informasi tentang pemerintahan bagi
publik dan dijaminnya kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat
dan memadai. Transparansi tersebut dibangun atas dasar arus informasi yang
bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat
diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan informasi yang tersedia harus
memadai agar dapat dimengerti dan dipahami.
Transparansi yang peneliti maksud dalam analisis data penelitian ini yaitu
melihat bagaimana kemudahan akses sektor swasta dan masyarakat dalam
mengakses data mengenaisyarat-syarat serta prosedur pembuatan izin, mengenai
proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan dalam pembuatan izin,
mengenai media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam
penyampaian informasi pelayanan izin, kemudian hambatan-hambatan yang
terjadi dalam proses penyampaian informasi pelayanan kepada masyarakat serta
mengenai ketepatan pegawai mengenai waktu dan transparansi biaya yang
dibutuhkan dalam proses keluarnya izin. Berikut adalah hasil wawancara
mengenai kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi
mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin.
I1-1 : “terkait dengan persyaratan, kita juga sudah menyiapkan brosur dan juga pemohon juga dapat langsung datang ke counter, kemudian dijelaskan permohonan yang hendak diajukan lalu diberi penjelasan oleh penjaga counter terkait persyaratan perizinan yang harus dipenuhi, baik secara administrative maupun secara fisik. Pemohon harus datang melalui counter langsung tanpa melalui calo. Kemudian, melalui website, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massa.Begitu juga melalui sosialisasi kepada masyarakat secara langsung. Ini dilaksanakan di 13
97
kecamatan, sudah dilakukan setiap tahun secara rutin.” (Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP)
I1-2 : “kita sebenarnya sudah membuka informasi kepada masyarakat
secara online. Jadi masyarakat bisa membuka website pelayanan perizinan dimana disitu akan mendapatkan informasi-informasi serta formulir permohonan izin. Kita juga mengadakan sosialisasi di kecamatan-kecamatan. Kemudian melalui penyebaran booklet, kemudian ada juga yang berbentuk billboard.” (Wawancara dengan Sasa Sukmana selaku Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP)
I1-3 : “menurut saya sangat mudah, karena sudah bisa diakses lewat
internet atau datang langsung ke lokat pelayanan BPMPTSP. Informasi juga dapat diakses melalui media cetak maupun media elektronik, dan media lainnya.” (Wawancara dengan Purwanto Heru selaku Kasubid Pengawasan dan Pengendalian BPMPTSP)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat kita lihat bahwa pihak
BPMPTSP sudah memberikan kemudahan akses kepada sektor swasta dan
masyarakat dalam mengakses data mengenaisyarat-syarat serta prosedur
pembuatan izinmelalui website BPMPTSP Kota Tangerng secara online, melalui
brosur, reklame, billboard, dan juga media massa, atau informasi bisa didapat
dengan datang langsung ke counter perizinan. BPMPTSP sendiri khususnya
bidang Penanaman Modal juga telah memberikan informasi syarat-syarat serta
prosedur pembuatan izinmelalui sosialisasi kepada masyarakat secara langsung.
Hal Ini dilaksanakan di 13 kecamatan, sudah dilakukan setiap tahun secara rutin.
Berikut salah satu bukti dokumentasi Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada penyelenggaraan kegiatan sosialisasi
pelayanan perizinan kepada masyarakat.
98
(Gambar 4.2: Kegiatan Sosialisasi Pelayanan Perizinan)
(Gambar 4.3: Kegiatan Expo Kota Tangerang)
Namun, pada kenyataannya hal tersebut belum disambut dan diterima baik
oleh masyarakat maupun sektor swasta selaku pemohon pembuatan izin. Hal
tersebut bisa kita lihat dari adanya pengaduan atau keluhan masyarakat mengenai
transparansi syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin yaitu:
99
I2-1 : “untuk pengumuman satu per satu itu kurang efektif tapi paling tidak secara kolektif itu memang perlu. Tapi sejauh ini belum pernah secara kolektif pun.” (Wawancara dengan Junaidi selaku pemohon izin)
I2-2 : “Melalui spanduk itu tidak memberikan informasi yang jelas
kepada pengusaha.” (Wawancara dengan Muhammad selaku pemohon izin)
I2-3 : “proses penyampaiannya masih kurang, ya kita sebagai
masyarakat gak terlalu paham jadi kalau misalnya ada izin ya tidak bisa diberi perizinan ya diberi pengarahan harusnya bagaimana. Kalau yang kemaren itu kan kitanya jadi diputer-puter sampai ke Kementrian Keuangan, ke OJK (otoritas jasa keuangan) makanya saya jadi bingung. Klien saya sudah buat usaha tapi tidak bisa bikin izin. Tapi di kota Tangerang Selatan bisa kan aneh, jadi disini tidak ada keterbukaan untuk memperlihatkan KBLI nya, sampai klien saya juga complain kok di Tangerang Selatan bisa disini tidak bisa. Mungkin tiap daerah beda beda ya.” (Wawancara dengan Mela Rosmiatin selaku pemohon izin)
I2-4 : “kayaknya kurang sampai, kurang kalau kita gak datang kesini
dan nanya langsung. Jadi tidak ada sosialisasi secara langsung.” (Wawancara dengan Sari selaku pemohon izin)
I2-5 : “dipermudah, dengan catatan syarat administrasi lengkap.”
(Wawancara dengan Ahmad Yasin selaku pemohon dari Biro Jasa)
Merujuk dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan
beberapa infroman dari pilar sektor swasta dan civil society ternyata terjadi
kesenjangan antara harapan dengan kenyataan bahwa upaya yang BPMPTSP
lakukan dalam memberikan kemudahan akses kepada masyarakat dalam
memenuhi informasi terkait persyaratan, prosedur, serta proses pembuatan izin
belum terealisasi dengan baik. Faktadilapangan ternyata masih banyak masyarakat
dan sektor swasta yang tidak mengetahui adanya sosialisasi yang BPMPTSP
(pemerintah) mengenai transparansi pelayanan pembuatan izin tersebut. Hal
tersebut seperti yang telah dikemukakan oleh informan I2-1, I2-2, I 2-3, dan I2-4 bahwa
100
sejauh ini pemerintah belum melakukan sosialisasi secara langsung kepada
masyarakat.
Mereka menganggap sosialisasi yang pemerintah lakukan melalui media
massa, media elektronik, media cetak, website, spanduk, billboard, dan melalui
penyebaran booklet kurang efektif. Jadi, mereka harus datang ke Kantor
BPMPTSP langsung untuk mendapatkan informasi pembuatan izin secara jelas.
Proses penyampaian informasi tersebut juga mengalami beberapa kendala di
lapangan, seperti sosialisasi terkait informasi tentang pelayanan perizinan belum
sampai langsung kepada masyarakat atau para pengusaha.
Hal tersebut dapat kita lihat dari hasil wawancara yang telah peneliti
lakukan sebagai berikut, yaitu:
I1-1 : “hambatannya karna memang masyarakat tidak memahami betapa pentingnya perizinan. Masyarakat terkadang juga merasa mengurus perizinan itu sulit, mengurus perizinan itu waktunya lama, dan biayanya mahal. Padahal kalau mereka tau bahwa mengurus perizinan tidak seperti yang mereka bayangkan oleh masyarakat.” (Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP)
I1-2 : “hambatan-hambatannya sebenarnya tergantung pada pemahaman masyarakat, terkadang karna ketidaklengkapan persyaratan mereka enggan mengurus sendiri, bahkan mereka menggunakan calo. Padahal kalau informasi didapatkan langsung kepada kita, biaya pengurusan untuk bidang Penanaman Modalkan gratis, tapi kalau melalui calo kan ya ada biaya biaya lagi.” (Wawancara dengan Sasa Sukmana selaku Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP)
I1-4 : “Hambatan di antaranya untuk pengumpulan para pengusaha untuk diberi sosialisasi tentang izin, kadang-kadang kita undang yang datang sedikit. Kita sudah undang ternyata yang datang
101
perwakilannya, jadi tidak bisa mendapat informasi yang penuh. Banyak kendala yang kita hadapi termasuk anggaran juga kalau gak ada anggarannya bagaimana kita mau melakukan sosialisasi.” (Wawancara dengan H. Juliasselaku Kepala Bidang Data dan Advokasi)
Berdasarkan dari hasil wawancara diatas, peneliti melihat bahwa
BPMPTSP sudah berupaya untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat
melalui media online maupun secara langsung kepada masyarakat melalui
kegiatan sosialisasi pelayanan perizinan seperti gambar 4.2 dan 4.3 diatas, tetapi
masih ada masyarakat atau pihak pengusaha itu sendiri tidak mau mengikutinya.
Disamping itu, masyarkat terkadang belum memahami betapa pentingnya
perizinan, mereka masih menganggap kalau mengurus perizinan itu sulit,
mengurus perizinan itu waktunya lama, dan biayanya mahal. Bahkan tak sedikit
dari mereka sektor swasta maupun masyarakat menggunakan jasa calo untuk
mengurus perizinan.
Disamping itu, yang menjadi penghambat tidak sampainya informasi
perizinan yaitu ketika BPMPTSP mengadakan kegiatan sosialisasi terkait
prosedur serta pelayanan pembuatan izin, terkadang para pengusaha yang telah
BPMPTSP undang untuk hadir pada kegiatan tersebut yang datang sedikit.
BPMPTSP sendirisudah berusaha mengundang para pengusaha maupun sektor
swasta untuk dapat hadir dalam kegiatan sosialisasi tersebut tetapi mereka
ternyata hanya mendatangkan perwakilannya, jadi mereka tidak mendapatkan
informasi secara penuh. Kemudian, mengenai ketepatan waktu dan transparansi
biaya pembuatan izin juga belum jelas.
102
Proses dari awal sampai keluarnya izin pun dinilai masih lamban dan
belum sesuai dengan SOP dalam pelayanan terpadu satu pintu. Hal tersebut sesuai
fakta dilapangan yang masih ditemukan keluhan dari masyarakat mengenai waktu
dan biaya pembuatan izin setalah obeservasi langsung kepada pemohon sebagai
berikut:
I2-1 : “agak lambat, saya pernah membuat izin sampai satu bulan baru jadi. (Wawancara dengan Junaidi selaku pemohon izin)
I2-2 : “2 minggu itu bahkan lebih. Kalau gak salah informasi nya disini 2 minggu izin selesai tapi kebanyakan lewat dari 2 minggu.” (Wawancara dengan Muhammad selaku pemohon izin)
Hal tersebut dipertegas dengan adanya pernyataan dari salah satu informan
I3-2 dari pilar Civil Society (Masyarakat Madani) yaitu sebagai berikut:
I3-2 : “… kalau hal kebijakan atau penyampaian informasi pembuatan izin saya sebagai pihak independent di Tangerang belum terlalu banyak kebijakan yang diberikan oleh pegawai BPMPTSP dalam pembuatan izin karna saya sering melihat masyarakat ada saja yang mengeluhkan kalau proses perizinan agak lambat.” (Wawancara dengan Syarif selaku Pimpinan Surat Kabar Info Publik)
Jadi, merujuk pada hasil wawancara denganinforman I3-2 selaku pimpinan
surat kabar info publik yang merupakan pihak independent dari Kota Tangerang
berpendapat bahwa belum terlalu banyak kebijakan yang diberikan oleh pihak
BPMPTSP dalam proses awal pembuatan izin sampai dikeluarkannya surat izin
tersebut sehingga membuat ketepatan waktu pelayanan menjadi tidak optimal.
Kemudian, mengenai sosialisasi dan transparansi biaya terkait izin di bidang
Penanaman Modal bahwa untuk semua izin di bidang penanaman modal tidak
103
dipungut biaya atau gratis. Setelah peneliti melakukan wawancara dengan I1-1 dan
I1-2 ternyata hal tersebut telah disosialisasikan oleh pihak Penanaman Modal
kepada masyarakat.
I1-1 : “kalau untuk izin di penanaman modal semuanya gratis tidak ada biaya. Dan hal tersebut juga kami sosialisasikan kepada masyarakat, karena masyarakat berhak tau terhadap pembiayaan dalam pengurusan perizinan. Dan hal tersebut sudah ada aturannya, ada undang-undangnya yaitu UU 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah.”
(Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP Kota Tangerang)
Namun, pada kenyataannya setelah dikonfirmasi ulang kepada pemohon
pembuatan izin di BPMPTSP khususnya bidang Penanaman Modal ternyata
masih ditemukan beberapa keluhan dari masyarakat bahwa masih ada oknum
pegawai BPMPTSP sendiri yang mengenakan biaya untuk mengurus izin. Hal
tersebut dapat kita lihat dari hasil wawanacara yang telah peneliti lakukan
sebelumnya sebagai berikut:
I2-1 : “sejauh ini saya langsung bayar ke DPKD ya untuk izin reklame. Kalau dari pengurusan izinnya sendiri sih ya jujur ada beberapa pegawai yang meminta biaya untuk keluarnya izin. Ya mau gak mau saya harus mengeluarkan uang dari kantong pribadi.”
I2-2 : “Kita belum jelas itu sampai mana transparansinya. Jadi kita tidak tahu persis izin-izin apa yang di kenakan biaya dan izin-izin apa yang tidak di kenakan biaya. SIUP dan TDP itu semestinya tidak di kenakan biaya. Tapi pernah di minta, tapi ada juga teman-teman yang lain itu ngurus itu ngasih sekedarnya. Mestinya SIUP dan TDP di tulislah di ruangan ini gratis. Tidak perlu, kita di ajak masuk ke ruangan gitu dalam pengambilan izin.”
I2-3 : “biayanya nanti ketika izin SIUP dan TDP sudah selesai, ya kita ngasih aja, uang terima kasih, tapi emang sih gak diminta, tapi ngasih sebagai ucapan terima kasih aja. Saya tau ini gratis tapi
104
kalau udah gini kan gimana ya Dia (pegawai) nya kaya nunggu jadi sayanya gak enak dan emang sudah saya siapkan. “Tapi kalau di Jakarta mah tidak menerima karna diizinnya sudah ada stempel gratis. Saya kan kemaren ngurus ke Jakarta Selatan disana tidak menerima uang. Jadi kalau disana pengambilan izin tuh langsung di loket gak dibawa dulu kemana, ditempat yang orang gak lihat dan gak memperhatikan. Kalau di Jakarta kan langsung dipanggil satu satu aja di loket.”
I2-4 : “justru itu yang saya mau tanyain, mengenai biaya itu bagaimana? Saya tahu sebenernya kan gak ada tarif ya, tapi Ada orang orang tertentu yang mengenakan biaya jasa dan itu karyawan sini yang menawarkan supaya lebih cepat.”
Hal tersebut dipertegas dengan adanya pernyataan dari salah satu informan
I3-3 dari pilar Civil Society (Masyarakat Madani) yaitu sebagai berikut:
I3-3 : “saya datang langsung kekantor untuk pembayaran izin reklame tetapi sebelum sampai pada proses pembayaran (DPKD) ada pegawai yang meminta biaya untuk proses izin tersebut.” (Wawancara dengan Dwijayanti, Wartawan Awdi News)
Dari hasil wawancara diatas dapat kita ketahui bahwa fakta dilapangan
setelah dikonfirmasi ulang kepada salah satu wartawan di Kota Tangerang yang
menyatakan bahwa masih ada oknum pegawai BPMPTSP sendiri yang
mengenakan biaya untuk mengurus izin. Hal tersebut dimaksud agar proses
pelayanan izin dapat dipercepat.
105
Dibawah ini merupakan contoh ruangan-ruangan yang digunakan pegawai
BPMPTSP dalam memberikan izin yang telah terbit kepada pemohon,
sebagaimana yang telah dipaparkan oleh informan I2-2 dan I2-3 sebagai berikut:
(Gambar 4.4: Ruang Pengambilan Izin)
106
(Gambar 4.5: Contoh Kenakalan Pegawai)
(Gambar 4.6: Contoh Kenakalan Pegawai)
107
Berdasarkan hasil wawancara dan hasil dokumuntasi diatas, peneliti
menganalisis bahwa memang benar adanya bahwa di BPMPTSP masih banyak
oknum “nakal” yang mengenakan biaya dalam pengurusan izin di bidang
Penanaman Modal dan secara langsung menawakan diri agar pengurusan izin
dapat lebih cepat selesai. Padahal sesuai dengan SOP yang berlaku dan merujuk
pada hasil wawancara yang telah dilakukan oleh infroman I1-1 dan I1-2 mengatakan
bahwa semua izin yang dikeluarkan dan oleh bidang Penanaman Modal tidak
dipungut biaya apapun atau gratis. Setelah dilakukan observasi secara langsung
juga ternyata pengenaan biaya tersebut dimaksud oleh pegawai setempat agar
prosesnya menjadi lebih cepat selesai.
Berdasarkan dari seluruh informasi yang peneliti dapatkan dari pilar
pemerintah, pilar sektor swasta, dan pilar masyarakat madani yaitu bahwa
penerapan fungsi good governance pada indikator transparansi belum berjalan
sesuai dengan yang diharapkan, karena pada pelaksanaannya masih ditemukan
banyak kesenjangan-kesenjangan yang dilakukan oleh beberapa pegawai dan
pihak pengusaha itu sendiri.
4.3.3 Efficiency And Efectiveness
Efektivitas dan efisein, yaitu terselenggaranya kegiatan instansi publik
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung
jawab. Efektivitas dan efesiensi yang dimaksud dalam analisis data ini yaitu
melihat bagaimana pencapaian hasil kerja serta pemanfaatan sumber-sumber daya
108
yang tersedia untuk dapat meningkatkan kinerja pegawai Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang. Analisis data
pencapaian hasil kerja memaparkan bagaimana target-target yang telah dicapai
oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang
dalam memberikan pelayanan perizinan kepada masyarakat. Merujuk pada hasil
temuan lapangan melalui wawancara dengan I2-1 dan I2-3 sebagai pilar sektor
swasta, dapat dilihat capaian hasil kerja Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang, sebagai berikut:
I2-1 : “sudah efisien cukup bagus kalau kita bandingkan dengan yang lain.” (Wawancara dengan Junaidi selaku pemohon izin)
I2-3 : “ya biasa biasa saja. Biasa itu berarti sedang ya belum maksimal. Kurang respon kepada masyarakat.” (Wawancara dengan Junaidi selaku pemohon izin)
Sesuai dengan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan bahwa
pelayanan yang diberikan oleh pegawai Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang terkait capaian hasil kerja sudah lebih baik
dibanding dengan pelayanan terpadu satu pintu ditempat lain. Namun, menurut
hasil wawancara dengan I2-3 pegawai masih kurang respon kepada masyarakat.
Artinya pelayanan sudah baik namun perlu terus ditingkatkan agar pencapaian
hasil kinerja pegawai lebih maksimal. Hal tersebut dipertegas oleh informan dari
pilar masyarakat (civil society) yaitu:
I3-1 : “menurut saya kurang kompeten ya, kemarin saja ada pemohon yang curhat dan complain ke saya kalau permohonan izin yang pemohon tersebut buat tidak sesuai data yang diberikan, outpunya
109
masih salah.” (Wawancara dengan Hari Wiarsa selaku Asisten Ombudsman RI Provinsi Banten)
I3-2 : “menurut saya sudah baik tapi tetap perlu meningkatkan kualitas pelayanan kepada pemohon.” (Wawancara dengan Syarif selaku wartawan)
Kemudian dilihat dari segi pemanfaatan teknologi dan sarana serta
prasarana yang ada di Kantor Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kota Tangerang dalam memenuhi standar pelayanan dapat kita lihat
dari hasil wawancara dengan informan dari sektor swasta yang menyatakan bahwa
sebagai berikut:
I2-2 : “kalau mengenai sarana dan prasarana sih tergantung bagaimana pihak Badan dalam pemanfaarannya ya, percuma kalau sarana dan prasarana ada tapi belum dapat memberikan pelayanan yang maksimal. Dilihat dari sisi ruangan ini terlalu bersekat, kurang leluasa untuk sekelas badan perizinan kota Tangerang ini.” (Wawancara dengan Muhammad selaku pemohon izin)
I2-3 : “kalau terlalu banyak yang datang ya masih kurang besar ruangannya, karna banyak yang datang untuk mengurus izin izin.” (Wawancara dengan Mela selaku pemohon izin)
I2-4 : “kayaknya sudah lebih baik dari yang dulu saya terakhir kesini bulan maret. Dulu gak begini”
(Wawancara dengan Sari selaku pemohon izin)
Kemudian hal tersebut juga dipertegas oleh hasil wawancara dengan
secondary informan dari Ombudsman yaitu sebagai berikut:
I3-1 : “belum memadai, sekarang itu sudah jamannya semua izin itu online. Seharusnya semua syarat, retribusi, dasar hukumnya ada di online. Termasuk pendaftaran izin itu sendiri, jadi sudah tidak manual seperti ini.”
(Wawancara dengan Hari Widiarsa selaku Asisten Ombudsman RI)
110
Sesuai dengan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti,
menurut mereka bahwa sarana dan prasarana tergantung bagaimana Badan
Penananman dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam pemanfaatannya. Namun,
menurut informan I2-2 danI2-4 bahwa dalam rangka penyelenggaraan perizinan
pada pelayanan terpadu satu pintu di Kota Tangerang masih kurang untuk ruangan
pelayanan itu sendiri artinya sarana dan prasarana sudah cukup menunjang namun
dari segi gedung atau ruangan masih kurang memadai, karena dengan volume izin
yang banyak dan pemohon yang banyak setiap harinya dirasa ruangan tersebut
masih terlalu kecil untu sekelas pelayanan perizinan di Kota Tangerang. Menurut
I3-1 juga menambahkan bahwa pelayanan perizinan seharusnya sudah online tidak
manual lagi seperti di BPMPTSP ini. Hal tersebut juga diakui oleh Sekretaris
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang
selaku key informan I1-1 yang mengatakan sebagai berikut:
I1-1 : “kalau sarana dan prasarana sudah memadai, mungkin dari sisi sarana gedung mungkin ya yang kurang memadai. Karna mungkin masyarakat masih dilayani ditempat yang kurang leluasa karna masih satu gedung dengan SKPD lain. Semestinya pelayanan perizinan itu harus berdiri sendiri disatu tempat dan punya akses langsung ke masyarakat. Agar pemohon menjadi nyaman.”
(Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP Kota Tangerang)
Dibawah ini merupakan dokumentasi yang peneliti ambil selama observasi
langsung dilapangan terkait sarana gedung yang ada di Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang. Kemudian peneliti juga
mendokumentasikan volume berkas yang masuk pada izin di Bidang Penanaman
Modal sebagai berikut:
111
(Gambar 4.7: Kondisi Ruang Pelayanan Perizinan di BPMPTSP Kota Tangerang)
(Gambar 4.8: Volume Berkas Izin Di BPMPTSP Kota Tangerang)
112
Jadi, dari hasil wawancara dan dokumentasi tersebut dapat kita lihat bahwa
memang untuk sarana dan prasana dalam rangka menunjang kinerja pegawai
untuk memenuhi kepuasan masyarakat dalam menerima pelayanan sudah baik
tetapi masih kurang memadai dari sisi gedung dimana pelayanan terpadu satu
pintu sudah seyogyanya memiliki gedung tersendiri untuk melayani kebutuhan
masyarkat dalam pembuatan izin. Tetapi hal tersebut tidak menjadi suatu alasan
BPMPTSP untuk tidak melayani masyarakat dengan baik, seperti yang dikatakan
oleh I1-2 bahwa saat ini pihak BPMPTSP selaku pelayan publik selalu berupaya
memanfaatkan sarana yang ada dan memaksimalkannya, artinya kekurangan
sarana tidak dijadikan suatu alasan untuk tidak melayani pemohon dengan baik.
Kemudian, dilihat dari segi kualitas dan kuantitas pegawai di Badan
Penanaman Modal dan Pelayana Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang ternyata
juga masih kurang memadai. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang
telah peneliti lakukan I1-1 sebagai key informan dari pilar pemerintah sebagai
berikut:
I1-1 : “tentunya dari segi kuantitas dapat mempengaruhi kualitas karna kurangnya pegawai maka membuat pelayanan menjadi terhambat. Kita sampai saat ini dari sisi kuantitasnya belum memadai. Begitu juga dari segi kualitas, sudah baik namun belum maksimal. Kurang lebih disini tersedia 60 pegawai dengan 45 jenis izin. Idelanya berdasarkan analisis itu sekitar 93 pegawai untuk satu badan, khusus untuk penanaman modal kurang lebih 20 orang idealnya sementara kenyataannya hanya 13 pegawai.” (Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP Kota Tangerang)
113
Analisi peneliti dari hasil wawancara diatas tersebut yaitu untuk segi
kualitas dan kuantitas pegawai di Badan Penanaman Modal dan Pelayana Terpadu
Satu Pintu Kota Tangerang berdasarkan observasi langsung yang telah peneliti
lakukan disana pun ternyata masih kurang memadai untuk memberikan pelayanan
yang optimal kepada masyarakat. Kekurangan kuantitas pegawai dapat
mempengaruhi kualitas pelayanan kepada masyarakat. Merujuk dari hasil
observasi lapangan yang telah peneliti lakukan, dengan volume dari berbagai izin
khususnya dibidang Penanaman Modal yang kurang lebih terdapat 11 izin untuk
jumlah pegawai tersebut memang dikatakan sangat kurang memadai yang pada
akhirnya berujung pada ketidakpuasan kepada masyarakat selaku pemohon izin.
Ditambah dengan belum berjalannya sistem online di Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang tersebut.
Kemudian, berdasarkan analisis peneliti ditemukan dampak karena
kurangnya kualitas dan kuantitas pegawai di Badan Penanaman Modal dan
Pelayana Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang yaitu keterlambatan proses
keluarnya izin khususnya bidang Penanman Modal. Hal tersebut dapat kita lihat
dengan adanya keluhan dari masyarakat yang menyatakan bahwa proses
pembuatan izin Bidang Penanaman Modal sangat lambat, dimana semestinya
untuk pegurusan SIUP dan TDP contohnya, apabila kita merujuk pada Perda Kota
Tangerang Nomor 3 Tahun 2010 tentang Surat Izin Usaha Perdagangan Pasal 3
ayat 2 dikatakan bahwa Paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak
diterimanya permohonan penerbitan SIUP dengan melampirkan dokumen
persyaratan secara lengkap dan benar maka Pejabat yang ditunjuk wajib
114
menerbitkan SIUP (untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran VIII). Namun,
setelah peneliti konfirmasi ulang kepada Pemohon izin ternyata mereka
mengeluhkan lambatnya proses pembuatan izin SIUP. Berdasarkan hasil
wawancara dengan informan dari Pilar Sektor swasta I2-2 dan I2-3 serta dari pilar
civil society selakuI3-1 danI3-2 yaitu:
I2-2 : “Belum, ini kan masalahnya kita belum tahu SOP nya berapa lama. Sebenarnya kan 2 sampai 3 hari kerja, tapi kalau kita tanya berapa lama pak? 2 minggu setelah sampai 2 minggu kita tanya belum selesai nah itu tadi saya bilang kurang tenaga kerja.” (Wawancara dengan Muhammad selaku pemohon izin)
I2-3 : “nah itu disini saya kurang tau SOP nya berapa hari kerja sih keluarnya izin, setau saya dua sampai 3 hari kerja tapi kan disini 7 sampai 10 hari kerja.”
(Wawancara dengan Mela selaku pemohon izin) I3-2 : “sejauh ini masih belum tepat sesuai SOP.” (Wawancara dengan Syarif selaku wartawan) I3-1 : “belum, karena kemarin saja PT. Insan Muda Makmur
mengeluhkan lambatnya proses keluarnya izin, hampir sebulan loh. Setelah di cek ketika berkas jadi ternyata sudah prosesnya lama dan hasilnya pun tidak sesuai dengan data yg diberikan.” (Wawancara dengan Hari Widiarsa selaku Asisten Ombudsman RI Provinsi Banten)
Merujuk pada hasil wawancara diatas dapat kita lihat bahwa sering terjadi
keterlambatan dalam proses pelayanan pembuatan izin dari proses awal sampai
keluarnya izin. Dimana, semestinya sesuai dengan SOP yang berlaku bahwa
dalam pengurusan izin di Bidang Penanaman Modal yaitu tiga hari kerja selelah
berkas lengkap dan benar (lebih jelas dapat dilihat pada lampiran I). Sesuai
dengan hasil observasi langsung yang peneliti lakukan di Badan Penanaman
115
Modal dan Pelayana Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang memang benar adanya
keterlambatan proses keluarnya izin setalah berkas tersebut lengkap.
Kenyataannya, keluarnya izin bisa sampai 14 hari kerja bahkan tidak
jarang melebihi dari 14 hari kerja. Kemudian, berdasarkan hasil observasi
langsung yang telah peneliti lakukan bahwa apabila terdapat berkas izin yang
belum lengkap, team teknis pengecekan berkas tidak langsung menghubungi
pemohon yang bersangkutan untuk melengkapi berkasnya namun berkas izin
dibiarkan begitu saja sampai pemohon izin datang langsung menanyakan perihal
izin tersebut.Hal tersebutlah yang membuat masyarakat mengeluh dan menjadi
kesal dengan pelayanan yang diberikan oleh pegawai Badan Penanaman Modal
dan Pelayana Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang khususnya pada bidang
Penanaman Modal.
4.3.4 Responsiveness
Government has the capacity and flexibility to respond rapidly to societal
changes, takes into account the expectations of civil society in identifying the
general public interest, and is willing to critically re-examine the role of
government. Reponsivitas yang dimaksudkan dalam analisis data ini adalah
melihat bagaimana tanggapan Badan Penanaman Modal dan Pelayana Terpadu
Satu Pintu Kota Tangerangsecara cepat dan tepat dalam menangani keluhan,
masukan atau aspirasi dari sektor swasta dan masyarakat serta bagaimana tindak
lanjut Badan Penanaman Modal dan Pelayana Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang
116
terhadap keluhan, masukan atau aspirasi tersebut. Berikut adalah wawancara
dengan I1-1dan I1-2 sebagai sektor pemerintah terkait bagaimana Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang menanggapi keluhan,
masukan dan aspirasi sektor swasta, sebagai berikut:
I1-1 : “untuk mengatasi keluhan keluhan, kita sudah membuka layanan pengaduan yang intensif kita lakukan. Jadi apabila masyarakat tidak puas, masyarakat diberi kesempatan untuk mengajukan pengaduan dan nanti kita selesaikan masalah-masalah yang ada melalui koordinasi dengan bidang. Pengaduan tersebut dapat melalui website, datang langsung bisa, melalui surat bisa, sms bisa.”
(Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP) I1-2 : “untuk keluhan keluhan ada bidang khusus yang menangani yaitu
bidang pengolahan data dan advokasi. Jadi artinya ada sarana khsusus yang menangani keluhan keluhan masyarakat.” (Wawancara dengan Sasa Sukmana selaku Kepala Bidang Penanaman Modal)
Berdasarkan pada hasil wawancara tersebut bahwa untuk mengatasi
keluhan-keluhan atau aspirasi dari masyarakat atau sektor swasta, Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang membuka
layanan pengaduan. Jadi apabila masyarakat merasa tidak puas dengan pelayanan
yang diberikan, masyarakat diberi kesempatan untuk mengajukan pengaduan dan
kemudian diselesaikan masalah-masalah yang ada melalui koordinasi dengan
bidang. Pengaduan tersebut dapat disampaikan melalui website, datang langsung
ke Kantor, melalui surat, ataupun dapat melalui sms (short message service).
117
Selain itu, untuk menangani keluhan masayarakat Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang menyediakan bidang
yang memang khusus menangani masalah atau pengaduaan ketidakpuasaan
masyarakat terhadap pelayanan yaitu bidang pengolahan data dan advokasi. Jadi
artinya ada sarana khsusus yang menangani keluhan keluhan masyarakat. Hal
tersebut juga dipertegas oleh Kepala Bidang Data dan Advokasi yang menangani
masalah atau pengaduan masyarakat yaitu sebagai berikut:
I1-4 : “khusus untuk bidang Penanaman Modal, kita sekarang sudah berbasis online untuk SIUP dan TDP ini sudah dapat di akses dari depan ke belakang, artinya pendaftaran sudah melalui online. Harapan kita adalah mampu memberikan pelayanan yang cepat dan apa yang di inginkan masyarakat bisa dilakukan dengan segera dan cepat. Namun persoalannya adalah ruangnya sempit, tenaga kerjanya masih terbatas. Jika tidak terbatas dengan jumlah izin yang kita tangani sebanyak 45 jenis izin sedangkan kita hanya memiliki 60 orang pegawai, sangat kurang karyawannya. Sehinga itu menjadi kendala. Ruangan yang sempit serta sulit di akses oleh masyarakat. Kemudian Keluhan tersebut dapat di sampaikan melalui website bpmptspkotatangerang.go.id dan bisa juga menyampaikannya melalui kotak saran yang ada didepan, media cetak, danmedia elektrik. Kedepannya kita ingin supaya setiap izin yang sudah selesai itu melalui sms gateway, hal tersebut untuk lebih memberikan kepuasan masyarakat (konsumen) di masa yang akan datang. Sistem online yang akan di garap serta dengan adanya nomor antrian.”
(Wawancara dengan H. Julias selaku Kepala Bidang Data dan Advokasi)
Berdasarkan dari data dan informasi yang peneliti dapatkan bahwa Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang sudah
berupaya menyediakan wadah khusus bagi masyarakat untuk menangani keluhan-
keluhan dan aspirasi masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan serta selalu
berinovasi untuk terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk
118
meminimalisasi keluhan masyarakat dan mencapai kepuasaan pemohon terhadap
pelayanan. Tetapi, pada kenyataannya hal tersebut belum disambut baik oleh
masyarakat, hal tersebut dianalisis terjadi karena kurangnya sosialisasi Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang selaku
pilar pemerintah kepada masyarakat dan sektor swasta sebagai penanam modal di
Kota Tangerang. Hal tersebut dapat kita lihat dari hasil wawancara yang telah
peneliti lakukan sebagai berikut:
I2-1 : “yang ingin saya sampaikan,mungkin masalah waktu keluarnya izin lebih dipercepat lagi, kemudian masalah sosialisasi lebih bisa secara langsung mengena kepada masyarakat.”
(Wawancara dengan Junaidi selaku pemohon izin) I2-1 : “Masalahnya kan ini keluhannya belum pernah sampai ke
dalam. Makanya itu tadi kalau ada sosialisasi, katakanlah perizinan ini jadi kita bisa menyampaikan keluhan meskipun disini ada kotak pengaduan ini prosesnya lambat. Tapi apabila ketemu langsung dapat direspon dengan cepat. Jadi mestinya kita bisa menyampaikan keluhan langusng, masalahnya pernah gak perizinan sosialisasi ke masyarakat?atau pernah gak di adakan sosialisasi? kita juga belum pernah mendapat undangan sosialisasi. Ketika sosialisasi itu kita bisa menanyakan syarat-syaratnya apa, jangka waktunya berapa, biaya nya berapa, terus kita bisa menyampaikan keluhan-keluhan supaya transparansinya jelas.” (Wawancara dengan Muhammad selaku pemohon izin)
I1-3 : “ada keluhan tapi ya gak ada solusinya gimana. Kalau udah gak bisa ya gak bisa aja gak ada solusi. Keluhannya kalau kita mau bikin izin tapi ternyata disini gak bisa mengeluarkan perizinannya nah disini tidak memberi solusinya seperti apa.” (Wawancara dengan Mela selaku pemohon izin)
Merujuk pada hasil wawancara yang telah peneliti lakukan bahwa
meskipun pihak Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kota Tangerang sudah menyediakan wadah khusus untuk menangani masalah
119
keluhan keluhan masyarakat dimana wadah tersebut merupakan salah satu cara
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang
untuk menindak lanjuti dan menyelesaikan masalah yang ada pada pelayanan
perizinan. Namun, pada implementasi dan pelaksanaanya belum sesuai dengan
harapan masyarakat. Dimana, masyarkat dan para penanam modal selaku sektor
swasta ingin pemerintah lebih peka dan responsif dalam menanggapi keluhan dari
masyarakat dan apabila terdapat keluhan segera dicari solusi dan jalan keluarnya
supaya pelayanan terpadu satu pintu ini dapat memenuhi kepuasaan masyarakat
sebagai upaya menjalankan kepemerintahan yang baik atau sesuai dengan prinsip
prinsip good governance.
4.3.5 Forward Vision
Government is able to anticipate future problems and issues based on
current data and trends and develop policies that take into account future costs
and anticipated changes (e.g. demographic, economic, environmental, etc.). Para
pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang
tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan
pembangunan manusia (human development), bersamaan dengan dirasakannya
kebutuhan untuk pembangunan tersebut.Forward Vision disini melihat bagaimana
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang
khususnya bidang Penanaman Modal mengntisipasi masalah yang akan terjadi
dimasa yang akan datang,upaya apa saja yang dilakukan BPMPTSP untuk selalu
120
meningkatkan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta dan
apa saja target yang ingin BPMPTSP realisaikan dalam meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dimasa yang akan datang.
Berdasarkan dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan pilar
pemerintah I1-1, I1-2, dan I1-4 dapat kita lihat cara Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang khususnya bidang Penanaman
Modal mengntisipasi masalah yang akan terjadi dimasa yang akan
datang,kemudian upaya yang dilakukan untuk selalu meningkatkan pelayanan
pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta dan target yang ingin
direalisaikan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dimasa yang
akan datang. Hal tersebut sesuai dengan wawancara yang telah peneliti lakukan
sebagai berikut:
I1-1 : “pertama harus meningkatkan kualitas SDM, kedua harus menggunakan IT, ketiga harus membuat inovasi dalam rangka percepatan, dalam rangka mengantisipasi yang timbul dimasa yang akan datang, ya memang harus dipersiapkan dari sekarang.”
(Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP) I1-2 : “menjaga kekompakan antara staff dan pimpinan. Jangan sampai
ada rasa malas sehingga pemohon tidak terabaikan. Kemudian koordinasi dengan baik apabila ada permasalahan.
(Wawancara dengan Sasa Sukaman selaku Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP)
I1-4 : “Melalui internet, dengan sistem pendaftaran secara online pakai
tracking jadi masyarakat dapat mengetahui berkas pemohon sudah sampai disana. Mungkin 2 sampai 3 hari selesai. Jadi pendaftarannya sudah melalui internet. Semua sudah memakai teknologi informasi (IT) di masa yang akan datang. Jadi masyarakat dapat mengakses berkasnya ada dimana begitu.”
(Wawancara dengan H. Julias selaku Kepada bidang Data dan Advokasi)
121
Menurut hasil wawancara yang diatas, dapat dianalisis bahwa I1-1
berpendapat bahwa untuk mengantisipasi masalah yang akan datang yaitu pertama
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang
harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), kedua harus
menggunakan IT, ketiga harus membuat inovasi dalam rangka percepatan dalam
proses keluarnya izin dari tahap awal berkas masuk sampai berkas selesai.
Kemudian dalam rangka mengantisipasi masalah yang akan timbul dimasa yang
datang, hal tersebut memang sudah harus dipersiapkan dari sekarang. Lalu,
menurut pendapat I1-2 bahwa untuk mengantisipasi masalah dimasa depan yaitu
dengan menjaga kekompakan antara staff dan pimpinan agar jangan sampai ada
rasa malas yang membuat pemohon izin menjadi terabaikan. Kemudian
koordinasi yang baik antara atasan dan bawahan serta koordinasi antar bidang
apabila ada permasalahan supaya dapat dicari jalan keluar dan solusi terbaik untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
I1-4 juga berpendapat bahwa melalui internet, dengan sistem pendaftaran
secara online dengan mengguanan tracking, masyarakat dapat mengetahui berkas
yang telah diajukan sudah sampai tahap mana, dan dengan adanya sistem online
proses keluarnya izin hanya akan memakan 2 sampai 3 hari. Jadi pemohon sudah
dapat mendaftarkan dokumen izin yang akan diajukan melalui internet. Semua
bidang sudah memakai teknologi informasi (IT) di masa yang akan datang.
Kemudian, merujuk pada hasil wawancara terkait upaya apa saja yang
dilakukan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota
Tangerang khsusunya bidang Penanman Modal untuk selalu meningkatkan
122
pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta yaitu sesuai yang
telah dikemukakan oleh key informan dari pilar pemerintah I1-1 dan I1-2 sebagai
berikut:
I1-1 : “pertama kita setiap tahun mengadakan pelatihan atau Bintek (bimbingan teknis) terkait pelayanan, kedua, dengan mengirim pegawai pegawai ketempat yang mengadakan kegiatan pendidikan atau pelatihan. Disamping itu, karna pelayanan itu berhadapan langsung dengan manusia, kita harus meningkatkan kualitas bagaimana kita melayani masyarakat itu dengan baik atau lebih ke pendekatan personal pada masyarakat. Seperti dalam menghadapi pemohon itu harus senyum, tidak boleh cemberut, harus ramah dan bisa berkomunikasi, harus supel dan responsive, dan dapat membantu masyarakat.”
(Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP)
I1-2 : “targetnya adalah kita tujuannya kan melayani masyarakat dan kepuasan masyarakat. Tujuannya untuk menyejahterakan masyarakat. Sesuai dengan motto perizinan disini yaitu persyaratan lengkap dan benar, pelayanan cepat. Sehingga dengan demikian usaha masyarakat atau sektor swasta tidak terhambat dengan perizinan sehingga pertumbuhan yang diinginkan oleh pemerintah kaitan dengan UU No. 23 tahun 2014 kaitan dengan pemerintah daerah dimana tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat tercapai.”
(Wawancara dengan Sasa Sukaman selaku Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dianalisis bahwa menurut I1-1
upaya yang harus dilakukan untuk selalu meningkatkan pelayanan pembuatan izin
kepada masyarakat/sektor swasta yaitu pertama setiap tahun mengadakan
pelatihan atau Bintek (bimbingan teknis) terkait pelayanan. Kedua, dengan
mengirim pegawai pegawai ketempat yang mengadakan kegiatan pendidikan atau
pelatihan. Disamping itu, karena pelayanan itu berhadapan langsung dengan
manusia atau masyarakat, maka Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
123
Satu Pintu Kota Tangerang harus meningkatkan kualitas bagaimana caramelayani
masyarakat itu dengan baik atau lebih kepada pendekatan personal pada
masyarakat.
Contohnya seperti dalam menghadapi pemohon dengan tersenyum,
melayani dengan ramah dan dapat berkomunikasi dengan tutur kata yang baik
serta responsive dengan informasi apa yang dibutuhkan oleh pemohon. Berikut
merupakan hasil dokumentasi yang peneliti dapatkan mengenai pelaksanaan
Bimbingan Teknis (BINTEK) yang diselenggarakan oleh Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang untuk meningkatkan
kualitas pegawai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan sektor
swasta.
(Gambar 4.9: Pelaksanaan Bimbingan Teknis oleh BPMPTSP Kota Tangerang)
124
(Gambar 4.10: Pelaksanaan Bimbingan Teknis oleh BPMPTSP Kota Tangerang)
Kemudian I1-2 mengemukankan pendapat bahwa pelayanan memiliki
tujuan untuk melayani masyarakat dan target pencapainnya adalah kepuasan
masyarakat. Dimana tujuannya untuk menyejahterakan masyarakat. Sesuai dengan
motto perizinan disini yaitu persyaratan lengkap dan benar, pelayanan cepat.
Sehingga dengan demikian usaha masyarakat atau sektor swasta tidak terhambat
dengan perizinan sehingga pertumbuhan yang diinginkan oleh pemerintah
kaitannya dengan UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah dimana
tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi tercapai.
Lalu, sesuai dengan informasi yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara
dengan Sekretaris Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Koat Tangerang selaku key informan I (satu) mengenai target yang ingin
125
BPMPTSP realisaikan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dimasa
yang akan datang yaitu sebagai sebagai berikut :
I1-1 : “BPMPTSP menjadi front office pemerintah. Jadi, pemerintah dapat dilihat baik buruknya dari pelayanan. Apabila pelayanan itu baik berarti pemerintah itu baik. Pelayanan publik itu harus diutamakan. Gambaran pemerintahan itu ada di BPMPTSP dalam rangka pelayanan publik. Karena apabila pelayanan publiknya bagus, masyarakat bisa puas, lalu dapat menarik investor dan mampu membantu membuka lapangan kerja, secara otomatis pendapatan akan meningkat agar perputaran ekonomi di Kota Tangerang ini semakin baik.”
(Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP)
Menurut hasil wawancara diatas, peneliti menganalisis bahwa sebagai
sebagai pelayan publik, target yang ingin Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang dalam rangka meningatkan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip good governance yaitu menjadi front
office pemerintah artinya suatu pemerintahan dapat dilihat baik maupun buruknya
berdasarkan pelayanan yang pemerintah sendiri itu berikan kepada
masyarakat.Apabila pelayanan tersebut baik berarti pemerintah itu baik. I1-1
berpendapat bahwa Pelayanan publik harus diutamakan. Karena apabila pelayanan
publiknya bagus, masyarakat merasa puas dengan pelayanan yang diberikan maka
dengan begitu Kota Tangerang dapat menarik investor dan mampu membantu
membuka lapangan kerja dan secara otomatis pendapatan daerahakan meningkat.
Dimana tujuannya supaya perputaran ekonomi di Kota Tangerang ini semakin
baik.
126
4.3.6 Rule Of Law
IndikatorRule of Law menggambarkan bagaimana konsistensi penegakkan
hukum yang dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kota Tangerangjika terjadi pelanggaran atau ketidaksesuaian sesuai
aturan yang berlaku sebagai upaya memberikan pelayanan yang berkeadilan
kepada masyarakat.Dimensi ini menjelaskan bagaimana konsistensi BPMPTSP
khususnya bidang Penanaman Modal dalam penegakan hukum berdasarkan
peraturan-peraturan terkait proses serta prosedur pembuatan izin, kemudian
bentuk pengawasan yang dilakukan BPMPTSP terhadap kinerja pegawai dalam
proses pelayanan kepada masyarakat/sektor swasta, dan mengetahui sanksi hukum
apayang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses
pembuatan izin.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan terkait
konsistensi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
khususnya bidang Penanaman Modal dalam penegakan hukum sesuai peraturan-
peraturan terkait proses serta prosedur pembuatan izin menurut Sekretaris
BPMPTSP dan Kepala Bidang Penanaman Modal (I1-1 dan I1-2) selaku pelayan
publik yaitu sebagai berikut :
I1-1 : “kita harus memiliki prosedur dalam rangka pembuatan izin jadi, tidak boleh pelayanan itu terdapat perlakukan yang tidak sama atau tidak membeda-bedakan antara pemohon. Semua perlakuan sama terhadap masyarakat dan tidak ada KKN.”
(Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP)
127
I1-2 : “konsistenlah kita, karena kalau tidak konsisten dalam aturan atau menyalahi aturan tentu nanti akan berurusan dengan hukum. Makanya pegawai-pegawai BPMPTSP adalah pegawai-pegawai yang mempunyai integritas yang tinggi pada komitmen.”
(Wawancara dengan Sasa Sukaman selaku Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP)
Setelah melakukan wawancara dengan kedua informan dari pilar
pemerintah diatas, menurut pengakuan key informan I1-1 dan I1-2bahwa sejauh ini
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu khususnya bidang
Penanaman Modal cukup konsisten dalam menjalankan SOP yang ada dalam
rangka melayani masyarakat. Artinya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat tidak ada perlakuan berbeda antar satu pemohon dengan pemohon
lainnya, supaya tidak terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Key informan
I1-2 juga menyebutkan bahwa pegawai-pegawai di BPMPTSP memiliki integritas
yang tinggi dan komit terhadap peraturan yang ada.
Namun, pada kenyataannya setelah peneliti melakukan observasi langsung
ke lapangan ternyata masih ditemukan perlakukan yang berbeda terhadap masing-
masing pemohon. Artinya, factor kedekatan antar pemohon dengan pegawai
sangat menentukan proses keluarnya izin. Bukan hanya itu saja, ada beberapa
pegawai yang masih menerima “suap” dalam pembuatan izin, padahal izin pada
bidang penanaman modal gratis, tidak dikenakan biaya apapun. Hal ini
membuktikan bahwa sampai saat ini Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu khususnya bidang Penanaman Modal belum konsisten dalam
penegakan hukum.
128
Kemudian, merujuk pada pengakuan informan I1-1, untuk selalu menjaga
konsistensi dalam menegakan hukum atau peraturan-peraturan yang berlaku perlu
adanya sebuah pengawasan dalam memberikan pelayanan yang baik kepada
masyarakat yaitu dengan melakukam pengawasan terhadap kinerja pegawai. Hal
tersebut sebagai salah satu upaya pemerintah dalam melakukan pengawasan
terhadap kinerja masing masing pegawai di Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu. I1-1 menjelaskan bahwa pengawasan merupakan
hal yang sangat penting dalam rangka menunjang kinerja, sesuai dengan
pernyataannya sebagai berikut:
I1-1 : “pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka menunjang kinerja, yang terpenting adalah pengawasan internal. Pengawasan atasan dengan bawahan, atasan langsung yang dapat menilai. Disamping internal, ada pengawasan eksternal yaitu pengawasan dari luas baik itu inspektorat, BPK, ombudsman. Ini menjadi suatu hal yang sangat penting dalam rangka mengukur kinerja kita.”
(Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP)
Serta, sesuai dengan pernyataan Kepala Bidang Penanaman Modal sebagai
berikut:
I1-2 : “saya melakukan pengawasan otomatis ya melalui jam kerja, apel setiap pagi, jam istirahat disiplin, kemudian laporan harian, itu adalah alat control kepada pelayanan. Yaitu waskat pengawasan melekat dari atasan ke bawahan.”
(Wawancara dengan Sasa Sukaman selaku Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP)
Jadi, berdasarkan hasil wawancara dengan kedua pilar pemerintah diatas
dapat peneliti analisis bahwa pengawasan terhadap kinerja pegawai menjadi hal
yang penting dalam sebuah pelayanan publik. Pengawasan tersebut dapat
129
dilakukan oleh pihak internal eksternal. Pengawasan internal yaitu pengawasan
yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan, sementara pengawasan eksternal
yaitu pengawasan yang dilakukan oleh pihak independent khusus untuk
mengawasi kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan yang baik kepada
masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Pihak pihak tersebut
diantaranya yaitu Inspektorat, BPK, dan Ombudsman.
Kemudian menurut I1-1 menyebutkan bahwa didalam Undang Undang
Dasar 1945 tentang pelayanan publik terdapat sanksi tegas apabila pegawai
melanggar kebijakan yang ada atau dengan sengaja melakukann tindak KKN
dalam melayani masyarakat. I1-1 menyatakan bahwasejauh ini memang BPMPSTP
sudah bertindak apabila terjadi penyelewengan-penyelewengan. Sanksi-sanksinya
pun sudah jelas apabila terjadi pelanggaran yaitu, ditegur secara lisan, tertulis,
sampai dengan pemberhentian kalau sudah melampaui batas sesuai dengan
ketentuan.
4.4 Pembahasan
Pembahasan yakni mencakup pemaparan lebih lanjut dari hasil analisis
data yang ditujukan untuk memaparkan lebih jauh lagi terkait masing-masing
dimensi good governance dalam penelitian ini. Dalam menganalisis data hasil
penelitian, peneliti menggunakan teori dari Gisselquist yang mana terdiri dari
enam dimensi dalam governance, diantaranya yaitu Accountability(A),
Transparency(T), Efficiency and Effectiveness (EE), Responsiveness(R), Forward
130
Vision (FV), Rule of law(RL). Berikut adalah pembahasan dari masing-masing
dimensi good governance dalam penelitian mengenai “Implementasi Prinsip-
Prinsip Good Governance di Badan Penanman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kota Tangerang pada Bidang Penanaman Modal”.
1. Accountability
Akuntabilitas yang dimaksud dalam pembahasan ini yaitu melihat
sejauhmana Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota
Tangerang menerapkan mekanisme pertanggungjawaban sesuai dengan tugas dan
wewenangnya, mengenai akurasi dan kelengkapan informasi yang disampaikan
kepada sektor swasta dan masyarakat, mengenai pihak mana saja yang terlibat
dalam pembuatan laporan kinera pegawai tersebut, serta mengenai keikutsertaan
masyarakat atau sektor swasta dalam menilai proses keseluruhan kegiatan yang
telah dilakukan oleh BPMPTSP dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai.
Berdasarkan hasil temuan lapangan yang telah peneliti lakukan dapat kita ketahui
bahwa dalam melaksanakan mekanisme pertanggung jawaban Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang dengan membuat
laporan tentang disiplin pegawai dan laporan kinerja pegawai dalam bentuk
Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Dimana, sasarannya adalah yang pertama yaitu
orientasi pelayanan, kedua terkait integritas, ketiga terkait dengan komitmen,
keempat terkait disiplin pegawai, kelima terkait kerjasama, yang keenam terkait
dengan kepemimpinan.
131
Bentuk laporan pertanggung jawaban itu sendiri dibuat sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2010 tentang disiplin pegawai dan laporan
kinerja pegawai. Selain itu, bentuk pertanggung jawaban Bidang Penanaman
Modal dalam melakukan pelaporan kegiatan yaitu dengan membuat laporan
bulanan ada laporan tahunan dari semua izin-izin yang diberikan BPMPTSP
khususnya Penanaman Modal. Kemudian, merujuk pada hasil penelitian yang
telah peneliti lakukan bahwa dalam pembuatan laporan pertanggung jawaban
tersebut tidak ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan
laporan hasil kinerja pegawai.
Hal tersebut dikarenakan BPMPTSP belum memiliki kebijakan yang
melibatkan masyarakat atau sektor swasta untuk menilai kinerja pegawai dalam
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Hal tersebut menjadi salah
satu hal yang dikeluhkan masyarakat mengenai tidak adanya keterlibatan langsung
masyarakat atau sektor swasta dalam menilai pelayanan yang diberikan oleh
BPMPTSP. Dimana keterlibatan mereka (sektor swasta dan masyarakat)
semestinya diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja dan pelayanan terpadu
satu pintu di Kota Tangerang.
Berdasarkan hasil temuan lapangan mengenai ketepatan dan kelengkapan
informasi terkait prosedur serta syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk membuat
izin yaitu menurut pegawai Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kota Tangerang bahwa dalam memberikan kelengkapan informasi izin
kepada masyarakart atau sektor swasta bahwa mereka sudah mensosialisasikannya
melalui website, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massa.
132
Ketepatan pelayanan juga tergantung kepada persyaratan yang pemohon ajukan
apakah sudah lengkap dan benar atau belum. Namun, ketika dikonfirmasi kepada
pemohon langsung yaitu beberapa informan yang telah diwawancarai mengenai
kelengkapan dan ketepatan infromasi mengenai persyaratan pembuatan izin yang
diberikan oleh BPMPTSP, ternyata peneliti menemukan adanya kesenjangan
antara harapan dan kenyataan.
Menurut pemohon izin bahwa proses penyampaian infromasi atau
sosialisasi dari pemerintah mengenai kelengkapan persyaratan izin belum sampai
dengan baik kepada masyarakat, walaupun pihak BPMPTSP sudah berupaya
untuk mensosialisasikan terkait persyaratan dan proses pembuatan izin melalui
website, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massa. Ternyata,
mekanisme penyampaian melalui website, melalui brosur, reklame, billboard, dan
juga media massa tersebut belum optimal dan belum sampai dengan baik kepada
masyarakat. Hal ini dapat kita lihat masih adanya keluhan dari masyarakat yang
menyatakan bahwa selama ini tidak ada sosialisasi langsung yang diberikan
pemerintah (BPMPTSP) kepada masyarakat mengenai izin khusunya izin di
bidang Penanaman Modal.
2. Transparency
Transparansi itu sendiri merupakan penyediaan informasi tentang
pemerintahan bagi publik dan dijaminnya kemudahan di dalam memperoleh
informasi yang akurat dan memadai. Transparansi tersebut dibangun atas dasar
133
arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga, dan
informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan
informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipahami.
Sesuai dengan hasil temuan lapangan, transparansi disini membahas terkait
kemudahan akses sektor swasta dan masyarakat dalam mengakses data mengenai
syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin, mengenai proses penyampaian
informasi atau kebijakan pelayanan dalam pembuatan izin, mengenai media yang
digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi
pelayanan izin, kemudian hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses
penyampaian informasi pelayanan kepada masyarakat serta mengenai ketepatan
pegawai mengenai waktu dan transparansi biaya yang dibutuhkan dalam proses
keluarnya izin.
Pertama, terkait kemudahan akses sektor swasta dan masyarakat dalam
mengakses data mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin pihak
BPMPTSP sudah memberikan kemudahan akses kepada sektor swasta dan
masyarakat dalam mengakses data mengenai syarat-syarat serta prosedur
pembuatan izin melalui website BPMPTSP Kota Tangerng secara online, melalui
brosur, reklame, billboard, dan juga media massa, atau informasi bisa didapat
dengan datang langsung ke counter perizinan. BPMPTSP sendiri khususnya
bidang Penanaman Modal juga telah memberikan informasi syarat-syarat serta
prosedur pembuatan izin melalui sosialisasi kepada masyarakat secara langsung.
Hal Ini dilaksanakan di 13 kecamatan, sudah dilakukan setiap tahun secara rutin.
134
Namun, pada kenyataannya hal tersebut belum disambut dan diterima baik
oleh masyarakat maupun sektor swasta selaku pemohon pembuatan izin. Hal
tersebut bisa kita lihat dari adanya pengaduan atau keluhan masyarakat mengenai
transparansi syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin.
Fakta dilapangan ternyata masih banyak masyarakat dan sektor swasta
yang tidak mengetahui adanya sosialisasi langsung pemerintah mengenai
transparansi pelayanan pembuatan izin tersebut. Mereka menganggap sosialisasi
yang pemerintah lakukan melalui media massa, media elektronik, media cetak,
website, spanduk, billboard, dan melalui penyebaran booklet kurang efektif. Jadi,
mereka harus datang ke Kantor BPMPTSP langsung untuk mendapatkan
informasi pembuatan izin.
Berdasarkan dari hasil temuan dilapangan, peneliti melihat bahwa
BPMPTSP sudah berupaya untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat
melalui media online maupun secara langsung kepada masyarakat tetapi
masyarakat atau pihak pengusaha itu sendiri tidak mau mengikutinya. Disamping
itu, masyarkat terkadang tidak memahami betapa pentingnya perizinan, mereka
masih menganggap kalau mengurus perizinan itu sulit, mengurus perizinan itu
waktunya lama, dan biayanya mahal. Bahkan tak sedikit dari mereka sektor
swasta maupun masyarakat menggunakan jasa calo untuk mengurus perizinan.
Disamping itu, yang menjadi penghambat tidak sampainya informasi
perizinan yaitu ketika BPMPTSP mengadakan kegiatan sosialisasi terkait
prosedur serta pelayanan pembuatan izin, terkadang para pengusaha yang telah
BPMPTSP undang untuk hadir pada kegiatan tersebut yang datang sedikit.
135
BPMPTSP sendiri sudah berusaha mengundang para pengusaha maupun sektor
swasta untuk dapat hadir dalam kegiatan sosialisasi tersebut tetapi mereka
ternyata hanya mendatangkan perwakilannya, jadi mereka tidak mendapatkan
informasi secara penuh. Kemudian, mengenai ketepatan waktu dan transparansi
biaya pembuatan izin juga dinilai belum jelas. Proses dari awal sampai keluarnya
izin pun dinilai masih lamban dan belum sesuai dengan SOP dalam pelayanan
terpadu satu pintu. Hal tersebut sesuai fakta dilapangan yang masih ditemukan
keluhan dari masyarakat mengenai waktu dan biaya pembuatan izin.
Padahal terkait izin di bidang Penanaman Modal khusunya tidak dipungut
biaya atau gratis. Setelah peneliti konfirmasi ulang kepada pemohon pembuatan
izin di BPMPTSP khususnya bidang Penanaman Modal ternyata ditemukan
pengakuan dari pemohon bahwa masih ada oknum pegawai BPMPTSP sendiri
yang mengenakan biaya untuk mengurus izin, bahkan secara langsung
menawakan diri agar pengurusan izin dapat lebih cepat selesai. Padahal sesuai
dengan SOP yang berlaku bahwa semua izin yang dikeluarkan dan oleh bidang
Penanaman Modal tidak dipungut biaya apapun atau gratis.
Berdasarkan dari seluruh informasi yang peneliti dapatkan dari pilar
pemerintah, pilar sektor swasta, dan pilar masyarakat madani yaitu bahwa
penerapan fungsi good governance pada indikator transparansi belum berjalan
sesuai dengan yang diharapkan, karena pada pelaksanaannya masih ditemukan
banyak kesenjangan-kesenjangan yang dilakukan oleh beberapa pegawai dan
pihak pengusaha itu sendiri.
136
3. Efficiency And Efectiveness
Efektivitas dan efiseinsi yaitu terselenggaranya kegiatan instansi publik
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung
jawab. Efektivitas dan efesiensi yang dimaksud dalam pembahasan ini yaitu
melihat bagaimana pencapaian hasil kerja serta pemanfaatan sumber-sumber daya
yang tersedia untuk dapat meningkatkan kinerja pegawai Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang. Merujuk pada hasil
temuan lapangan melalui wawancara dengan pilar sektor swasta, dapat dilihat
capaian hasil kerja Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kota Tangerang.
Sesuai dengan hasil temuan yang telah peneliti lakukan bahwa pelayanan
yang diberikan oleh pegawai Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kota Tangerang terkait capaian hasil kerja sudah lebih baik dibanding
dengan pelayanan terpadu satu pintu ditempat lain. Namun, pegawai masih kurang
tanggap dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Artinya pelayanan
sudah baik namun perlu terus ditingkatkan agar pencapaian hasil kinerja pegawai
lebih maksimal.
Kemudian dilihat dari segi pemanfaatan teknologi dan sarana serta
prasarana yang ada di kantor Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kota Tangerang dalam memenuhi standar pelayanan dapat kita lihat
dari hasil wawancara dengan informan dari sektor swasta yang menyatakan bahwa
sarana dan prasarana tergantung bagaimana Badan Penananman dan Pelayanan
137
Terpadu Satu Pintu dalam pemanfaatannya. Namun, kendala utama pada
pelayanan perizinan di Kota Tangerang ini yaitu dalam rangka penyelenggaraan
perizinan pada pelayanan terpadu satu pintu di Kota Tangerang masih kurang
untuk fasilitas gedung serta ruangan untuk pelayanan itu sendiri. Artinya sarana
dan prasarana sudah cukup menunjang namun dari segi gedung atau ruangan
masih kurang memadai, karena dengan volume izin yang banyak dan pemohon
yang banyak setiap harinya dirasa ruangan yang ada tersebut masih terlalu kecil
untuk sekelas pelayanan perizinan di Kota Tangerang.
Hal tersebut juga diakui oleh Sekretaris Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang selaku key informan I1-1 yang
mengatakan bahwa memang untuk sarana dan prasana dalam rangka menunjang
kinerja pegawai untuk memenuhi kepuasan masyarakat dalam menerima
pelayanan sudah baik tetapi masih kurang memadai dari sisi gedung dimana
pelayanan terpadu satu pintu sudah seyogyanya memiliki gedung tersendiri untuk
melayani kebutuhan masyarkat dalam pembuatan izin. Tetapi, hal tersebut tidak
menjadi suatu alasan BPMPTSP untuk tidak melayani masyarakat dengan baik.
Pihak BPMPTSP selaku pelayan publik selalu berupaya memanfaatkan sarana
yang ada dan memaksimalkannya, artinya kekurangan sarana tidak dijadikan
suatu alasan untuk tidak melayani pemohon dengan baik.
Kemudian, dilihat dari segi kualitas dan kuantitas pegawai di Badan
Penanaman Modal dan Pelayana Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang ternyata
juga masih kurang memadai. Hal tersebut berdasarkan observasi langsung yang
telah peneliti lakukan disana pun ternyata masih kurang memadai untuk
138
memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Kekurangan kuantitas
pegawai dapat mempengaruhi kualits pelayanan kepada masyarakat.
Merujuk dari hasil observasi lapangan yang telah peneliti lakukan, dengan
volume dari berbagai izin khususnya dibidang Penanaman Modal yang kurang
lebih terdapat 13 izin dengan 13 jumlah pegawai dimana idealnya berjumlah 20
orang pegawai tersebut memang dikatakan sangat kurang memadai. Pada akhirnya
berujung pada ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pegawai
setempat kepada masyarakat selaku pemohon izin. Ditambah dengan belum
berjalannya sistem online di Badan Penanaman Modal dan Pelayana Terpadu Satu
Pintu Kota Tangerang tersebut.
Kemudian, dari hasil temuan lapangan tersebut ditemukan dampak karena
kurangnya kualitas dan kuantitas pegawai di Badan Penanaman Modal dan
Pelayana Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang yaitu keterlambatan proses
keluarnya izin khususnya bidang Penanman Modal. Hal tersebut dapat kita lihat
dengan adanya keluhan dari masyarakat yang menyatakan bahwa proses
pembuatan izin Bidang Penanaman Modal sangat lambat, dimana semestinya
untuk pegurusan SIUP dan TDP contohnya, apabila kita merujuk pada Perda Kota
Tangerang Nomor 3 Tahun 2010 tentang Surat Izin Usaha Perdagangan Pasal 3
ayat 2 dikatakan bahwa Paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak
diterimanya permohonan penerbitan SIUP dengan melampirkan dokumen
persyaratan secara lengkap dan benar maka Pejabat yang ditunjuk wajib
menerbitkan SIUP.
139
Namun, setelah peneliti konfirmasi ulang kepada Pemohon izin ternyata
mereka mengeluhkan lambatnya proses pembuatan izin SIUP. Dimana,
semestinya sesuai dengan SOP yang berlaku bahwa dalam pengurusan izin di
Bidang Penanaman Modal yaitu tiga hari kerja selelah berkas lengkap dan benar.
Namun, realitanya keluarnya izin bisa sampai 14 hari kerja bahkan tidak jarang
melebihi dari 14 hari kerja. Hal tersebutlah yang membuat masyarakat mengeluh
dan menjadi kesal dengan pelayanan yang diberikan oleh pegawai Badan
Penanaman Modal dan Pelayana Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang khususnya
pada bidang Penanaman Modal.
4. Responsiveness
Reponsivitas yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah melihat
bagaimana tanggapan Badan Penanaman Modal dan Pelayana Terpadu Satu Pintu
Kota Tangerang secara cepat dan tepat dalam menangani keluhan, masukan atau
aspirasi dari sektor swasta dan masyarakat serta bagaimana tindak lanjut Badan
Penanaman Modal dan Pelayana Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang terhadap
keluhan, masukan atau aspirasi tersebut.
Berdasarkan pada hasil temuan lapangan untuk mengatasi keluhan keluhan
atau aspirasi dari masyarakat atau sektor swasta, Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang membuka layanan pengaduan. Jadi
apabila masyarakat merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan,
masyarakat diberi kesempatan untuk mengajukan pengaduan dan kemudian
140
diselesaikan masalah-masalah yang ada melalui koordinasi dengan bidang.
Pengaduan tersebut dapat disampaikan melalui website, datang langsung ke
kantor, melalui surat, ataupun dapat melalui sms (short message service).
Selain itu, untuk menangani keluhan masayarakat Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang menyediakan bidang
yang memang khusus menangani masalah atau pengaduaan ketidakpuasaan
masyarakat terhadap pelayanan yaitu bidang pengolahan data dan advokasi. Jadi
artinya ada sarana khsusus yang menangani keluhan keluhan masyarakat.
Berdasarkan dari data dan informasi yang peneliti dapatkan bahwa Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang sudah
berupaya menyediakan wadah khusus bagi masyarakat untuk menangani keluhan-
keluhan dan aspirasi masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan.
BPMPSTP selalu berinovasi untuk terus meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat untuk meminimalisir keluhan masyarakat dan mencapai kepuasaan
pemohon terhadap pelayanan. Tetapi, pada kenyataannya hal tersebut belum
disambut baik oleh masyarakat. Hal tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang
selaku pilar pemerintah kepada masyarakat dan sektor swasta sebagai penanam
modal di Kota Tangerang.
Namun, pada implementasi dan pelaksanaanya belum sesuai dengan
harapan masyarakat. Dimana, masyarkat dan para penanam modal selaku sektor
swasta ingin pemerintah lebih peka dan responsive dalam menanggapi keluhan
141
dari masyarakat dan apabila terdapat keluhan segera dicari solusi dan jalan
keluarnya supaya pelayanan terpadu satu pintu ini dapat memenuhi kepuasaan
masyarakat sebagai upaya menjalankan kepemerintahan yang baik atau sesuai
dengan prinsip prinsip good governance.
5. Forward Vision
Government is able to anticipate future problems and issues based on
current data and trends and develop policies that take into account future costs
and anticipated changes (e.g. demographic, economic, environmental, etc.). Para
pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang
tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan
pembangunan manusia (human development), bersamaan dengan dirasakannya
kebutuhan untuk pembangunan tersebut.
Forward Vision disini melihat bagaimana Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang khususnya bidang Penanaman
Modal mengntisipasi masalah yang akan terjadi dimasa yang akan datang dan
upaya-upaya yang dilakukan BPMPTSP untuk selalu meningkatkan pelayanan
pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta dan apa saja target yang ingin
BPMPTSP realisaikan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dimasa
yang akan datang.
142
Berdasarkan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan pilar
pemerintah bahwa untuk mengantisipasi masalah yang akan datang yang harus
dilakukan yaitu:
a. Pertama Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kota Tangerang harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia
(SDM),
b. kedua harus menggunakan IT, contohnya sistem pelayanan perizinan
secara online,
c. ketiga harus membuat inovasi dalam rangka percepatan dalam proses
keluarnya izin dari tahap awal berkas masuk sampai berkas selesai.
d. Koordinasi yang baik antara atasan dan bawahan, serta koordinasi
antar bidang apabila ada permasalahan supaya dapat dicari jalan keluar
dan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Dalam rangka mengantisipasi yang timbul dimasa yang akan datang,
keempat hal tersebut sudah harus dipersiapkan dari sekarang. Kemudian, upaya
yang dilakukan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota
Tangerang khsusunya bidang Penanaman Modal untuk selalu meningkatkan
pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta yaitu sesuai yang
telah dikemukakan oleh key informan dari pilar pemerintah yaitu pertama setiap
tahun mengadakan pelatihan atau Bintek (bimbingan teknis) terkait pelayanan.
Kedua, dengan mengirim pegawai pegawai ketempat yang mengadakan kegiatan
143
pendidikan atau pelatihan. Disamping itu, karena pelayanan itu berhadapan
langsung dengan manusia atau masyarakat, maka Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang harus meningkatkan kualitas
bagaimana caramelayani masyarakat itu dengan baik atau lebih ke pendekatan
personal pada masyarakat.
Pelayanan memiliki tujuan untuk melayani masyarakat dan target
pencapainnya adalah kepuasan masyarakat. Dimana tujuannya yaitu untuk
menyejahterakan masyarakat. Sesuai dengan motto perizinan yang ada di Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yaitu “persyaratan lengkap
dan benar, pelayanan cepat.” Sehingga dengan demikian usaha masyarakat atau
sektor swasta tidak terhambat dengan perizinan sehingga pertumbuhan yang
diinginkan oleh pemerintah kaitannya dengan UU No. 23 tahun 2014 tentang
pemerintah daerah dimana tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat menjadi tercapai.
Lalu, sebagai sebagai pelayan publik, target yang ingin Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang dalam rangka
meningatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip good
governance yaitu menjadi front office pemerintah artinya suatu pemerintahan
dapat dilihat baik maupun buruknya berdasarkan pelayanan yang pemerintah
sendiri itu berikan kepada masyarakat. Karena apabila pelayanan publik suatu
pemerintahan sudah baik, maka masyarakat merasa puas dengan pelayanan yang
diberikan, dengan begitu Kota Tangerang dapat menarik investor dan mampu
membantu membuka lapangan kerja dan secara otomatis pendapatan daerah akan
144
meningkat. Dimana tujuannya supaya perputaran ekonomi di Kota Tangerang ini
semakin baik.
6. Rule of Law
Rule of Law menggambarkan bagaimana konsistensi penegakkan hukum
yang dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kota Tangerang jika terjadi pelanggaran atau ketidaksesuaian sesuai aturan yang
berlaku sebagai upaya memberikan pelayanan yang berkeadilan kepada
masyarakat. Dimensi ini menjelaskan bagaimana konsistensi BPMPTSP
khususnya bidang Penanaman Modal dalam penegakan hukum berdasarkan
peraturan-peraturan terkait proses serta prosedur pembuatan izin, kemudian
bentuk pengawasan yang dilakukan BPMPTSP terhadap kinerja pegawai dalam
proses pelayanan kepada masyarakat/sektor swasta, dan mengetahui sanksi hukum
apayang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses
pembuatan izin.
Setelah melakukan wawancara dengan Sekretaris BPMPTSP dan Kepala
Bidang Penanaman Modal dari pilar pemerintah, bahwa sejauh ini Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu khususnya bidang
Penanaman Modal cukup konsisten dalam menjalankan SOP yang ada dalam
rangka melayani masyarakat. Artinya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat tidak ada perlakuan berbeda antar satu pemohon dengan pemohon
lainnya, supaya tidak terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
145
Namun, faktanya setelah peneliti melakukan observasi langsung ke
lapangan ternyata masih ditemukan perlakukan yang berbeda terhadap masing-
masing pemohon. Artinya, factor kedekatan antar pemohon dengan pegawai
sangat menentukan proses keluarnya izin. Bukan hanya itu saja, ada beberapa
pegawai yang masih menerima “suap” dalam pembuatan izin, padahal izin pada
bidang penanaman modal gratis, tidak dikenakan biaya apapun. Hal ini
membuktikan bahwa sampai saat ini Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu khususnya bidang Penanaman Modal belum konsisten dalam
penegakan hukum.
Kemudian, untuk selalu menjaga konsistensi dalam menegakan hukum
atau peraturan-peraturan yang berlaku perlu adanya sebuah pengawasan dalam
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat yaitu dengan melakukam
pengawasan terhadap kinerja pegawai. Hal tersebut sebagai salah satu upaya
pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja masing-masing
pegawai di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Pengawasan terhadap kinerja pegawai menjadi hal yang penting dalam sebuah
pelayanan publik. Pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh pihak internal
eksternal.
Pengawasan internal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan kepada
bawahan, sementara pengawasan eksternal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
pihak independent khusus untuk mengawasi kinerja pemerintah dalam
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat sesuai dengan prinsip-
prinsip good governance.
146
Berdasarkan hasil pembahasan dari masing-masing prinsip-prinsip good
governance menurut Gisselquist di atas, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa
implementasi prinsip-prinsip good governance di Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang belum konsisten dan belum
optimal pada pelaksanaanya. Belum optimalnya penerapan prinsip-prinsip good
governance di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di
Kota Tangerang tersebut dikarenakan dalam pelaksanaanya masih terdapat
keluhan-keluahan dari masyarakat mengenai mekanisme, prosedur, serta syarat-
syarat pembuatan izin dan masih ditemukan kendala-kendala yang dihadapi oleh
masing-masing pilar good governance untuk dapat berkontribusi pada
pelaksanaan prinsip-prinsip good governance tersebut.
Penelitian terdahulu yang peneliti baca pertama berjudul “Pelaksanaan
Good Governance (Tata Pemerinatahan Yang Baik) Dalam Pelayanan
Administrasi Di Kantor Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau” memiliki
permasalahan yang serupa yaitu berkaitan dengan akuntabilitas yang belum
berjalan dengan baik, di karena pemerintah Kecamatan tidak menyediakan kotak
pengaduan untuk masyarakat menyampaikan saran atau kritiknya. Dari segi
profesionalitas belum berjalan dengan baik dikarenakan masih adanya para
pegawai dalam keadilan pelayanan masih bersifat diskriminatif. Dari segi efisiensi
dan efektifitas belum berjalan dengan baik, dikarenakan tidak adanya kepastian
waktu dalam pelayanan.
147
Kedua, penelitian terdahulu yang berjudul “Implementasi Pelakanaan
Prinsip-Prinsip Good Governance Di Kantor Kecamatan Bunta Kabupaten
Banggai”, penelitian ini memiliki permasalahan yang serupa yaitu dalam
pelaksanaan prinsip-prinsip good governance di Kantor Kecamatan Bunta
Kabupaten banggai sudah diterapkan, namun belum dilaksanakan secara
maksimal seperti yang diharapkan. Hal ini bisa di lihat dari hubungan kerjasama
antara pemerintah, pihak swasta dan masyarakat yang belum berjalan dengan
baik. Segi Partisipasi, masyarakat maupun pihak swasta yang masih rendah karena
dorongan birokrasi untuk berpartisipasi masih kurang. Segi Transparansi, yang
mana keterbukaan informasi masih terbatas kepada publik. Sehingga tingkat
kepercayaan publik kepada pemerintah masih kurang. Segi Responsiveness, atau
daya tanggap pemerintah kecamatan sudah dilaksanakan tetapi belum maksimal.
sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dalam
pelayanan. Segi Akuntabilitas, Pemerintah Kecamatan sudah dilaksanakan, namun
pertanggung jawaban kepada publik masih terbatas.
Berdasarkan perbandingan hasil penelitian dari kedua penelitian terdahulu
dengan yang dilakukan oleh peneliti, terdapat permasalahan serupa yang
menyebabkan belum optimalnya penerapan prinsip-prinsip good governance di
instansi pemerintahan, seperti permasalahan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM), sarana prasarana, sosialisasi, transparansi, serta koordinasi internal. Hal
ini seharusnya dapat lebih diperhatikan karena dengan adanya permasalahan yang
sama yaitu penerapan prinsip-prinsip good governance yang belum optimal
karena terjadinya permasalahan yang serupa dilihat dari 3 penelitian ini.
148
Peneliti dalam pembahasan ini juga ingin menyampaikan keterbatasan dalam
penelitian ini. Keterbatasan penelitian yang dilakukan peneliti yakni keterbatasan
data dan waktu penelitian dikarenakan data yang telah peneliti dokumentasikan
sebelumnyamelalui media elektronik berupa handphone tersebut hilang. Peneliti
berharap untuk penelitian selanjutnya akan lebih baik lagi untuk dapat
menyempurnakan penelitian yang dilakukan peneliti.
149
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian mengenai “Implementasi Prinsip-Prinsip Good Governance Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kota Tangerang” dianalisis
peneliti dengan menggunakan teori dari Gisselquist yang mana terdiri dari enam
indikator dalam governance, yaitu Accountability, Transparency, Efficiency and
Effectiveness, Responsiveness, Forward vision, Rule of law. Berdasarkan hasil
analisis data dan pembahasan penelitian serta dilengkapi dengan penjabaran dari
masing-masing indikator teori yang digunakan, peneliti dapat menarik kesimpulan
bahwa implementasi prinsip-prinsip good governance di Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang belum konsisten dan belum
optimal pada pelaksanaanya.
Penerapan prinsip-prinsip good governance di Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kota Tangerang tersebut belum optimal dikarenakan
dalam pelaksanaanya masih terdapat keluhan-keluahan dari masyarakat mengenai
mekanisme, prosedur, serta syarat-syarat pembuatan izin dan masih ditemukan
kendala-kendala yang dihadapi oleh masing-masing pilar good governance dalam
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian
dari enam indikator yang ada, empat indikator diantaranya memiliki masalah paling
150
kompleks diantaranya yaitu masalah Accountability , Transparency, Efficiency and
Effectiveness, Responsiveness.
Hasil penelitian menyatakan bahwa dari segi Accountability yaitu BPMPTSP
belum memiliki kebijakan yang melibatkan masyarakat atau sektor swasta untuk
menilai kinerja pegawai dalam melayani masyarakat. Kedua, dari segi Transparency
yaitu mengenai ketepatan waktu dan transparansi biaya pembuatan izin yang dinilai
belum jelas. Ketiga, dari segi Efficiency and Effectiveness yaitu masih lemahnya
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia serta gedung atau ruangan yang masih
kurang memadai. Terakhir dari segi Responsiveness yaitu pemerintah (BPMPTSP)
masih belum peka dan responsive terhadap masyarakat khususnya dalam menanggapi
keluhan-keluhan masyarakat dalam proses pembuatan izin.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis data, pembahasan, serta kesimpulan penelitian,
dapat diketahui bahwa implementasi penerapan prinsip-prinsip good governance di
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadau Satu Pintu Kota Tangerang belum
optimal. Hal ini dapat dilihat dari belum optimalnya penerapan prinsip-prinsip good
governance menurut Gisselquist. Oleh karena itu, maka peneliti memberikan saran
mengenai “Implementasi Prinsip-Prinsip Good Governance di Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadau Satu Pintu Kota Tangerang”, sebagai berikut:
151
1. Efektivitas dan efesiensi pemanfaatan sumber daya dikelola dengan lebih baik.
Kekurangan sumber daya, baik tenaga, dana maupun sarana dan prasarana akan
menjadi penghambat dalam memberikan pelayanan yang baik kepada
masyarakat. Hal ini dapat diatasi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia khsususnya yang ada di BPMPTSP Kota Tangerang.
Misalnya dengan mengadakan pegawai tambahan atau Tenaga Harian Lepas
(THL) dan peningkatan kualitas pegawai dengan mengadakan kegiatan
pelatihan atau bimbingan teknis kepada pegawai.
2. Fungsi pengawasan intern di sektor pelayanan perlu ditingkatkan dengan
melakukan kerjasama dengan lembaga lainnya yang disokong pemerintah
seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggara Negara (KPKPN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Ombudsman, atau Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara terhadap Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang dari
tindak-tindak kecurangan, seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Pengawasan ini dilakukan agar tindakan-tindakan kecurangan dapat dicegah dan
diminimalisir, terutama dalam proses pembuatan izin sampai proses penyerahan
SK izin kepada pemohon. Melalui pengawasan ini diharapkan dapat menekan
jumlah tindak-tindak kecurangan di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang.
152
3. Penggunaan IT dengan membuat sistem perizinan secara online. Hal tersebut
juga sebagai salah satu upaya dalam rangka mengurangi “kecurangan-
kecurangan” pegawai dalam pembuatan izin. Sistem online tersebut juga
sebagai suatu inovasi dalam pelayanan pembuatan izin dalam rangka percepatan
proses keluarnya izin.
4. Pencegahan KKN di sektor pelayanan publik khsusunya pelayanan perizinan
terpadu satu pintu dapat dilakukan dengan menciptakan pelayanan yang
berkualitas, yakni Pelayanan Prima. Pelayanan yang demikian itu tentunya
menjunjung transparansi dan akuntabilitas, standardisasi pelayanan, bersikap
akomodatif, ramah, senyum dan simpatik, mempunyai prosedur yang baku
namun praktis, konsisten terhadap peraturan yang ditetapkan dan memiliki
kepastian di segi tarif biaya yang dikeluarkan dan waktu penyelesaian, bebas
dari praktik pungutan liar, dan berorientasi kepada kepuasan pemohon.
5. Memberikan perhatian khusus kepada petugas yang bersentuhan langsung
dengan pemohon yakni petugas front liner, dengan memberikan pelatihan
tentang pelayanan prima, bagaimana seharusnya berkomunikasi, bersikap atau
berperilaku saat berhadapan dengan pemohon, bagaimana menyikapi
pengaduan atau komplain, bagaimana pula dengan service delivery.
6. Melaksanakan “strategi jemput bola” yakni penyampaian informasi pelayanan
secara proaktif kepada publik, seperti melalui media cetak (surat kabar,
majalah, booklet, leaflet, atau brosur), media elektronik (televisi, radio,
153
internet), penyuluhan langsung ke masyarakat. Strategi itu selain akan
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat produk layanan,
syarat, prosedur, biaya dan waktu yang dibutuhkan di saat berurusan di unit
pelayanan, sekaligus dapat menjadi sarana penangkal terhadap informasi
keliru yang diterima publik.
7. Menciptakan transparansi syarat, prosedur, dan biaya serta kemudahan
memperoleh informasi pelayananan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, akan
sangat baik jika di ruang atau loket-loket pelayanan dipajang stiker atau papan
informasi tentang prosedur pelayanan dan persyaratannya, besarnya biaya
yang dikeluarkan dan waktu penyelesaiannya.
8. Adanya “kotak pengaduan” hal ini penting untuk menampung keluhan, akan
tetapi lebih penting lagi adalah adanya tindak lanjut sebagai jawaban
atas pengaduan yang masuk. Oleh karena itu perlu adanya komitmen
menjawab keluhan itu dengan memperbaiki kualitas pelayanan.
9. Untuk mencegah terulangnya kasus pungutan liar, maka secara insidental
pimpinan instansi perlu melakukan inspeksi mendadak ke unit-unit pelayanan,
mengamati proses pelayanan, dan menanyakan langsung kepada warga yang
sedang berurusan, misalnya apa keluhannya? Berapa biaya yang dikenakan
petugas? Berapa lama waktu penyelesaian? Jika ternyata biaya yang
dikenakan petugas melebihi ketentuan, maka pimpinan instansi langsung
154
menegur petugas unit pelayanan untuk melayani sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, atau memberikan sanksi tegas jika kasus itu terulang lagi.
155
DAFTAR PUSTAKA
Ismanto, Gandung (ed). 2005. Membangun Good Governance Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik Di Daerah, hlm. 3-6. Banten: Fakultas Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Sedarmayanti. 2012. Good Governance “Kepemerintahan Yang Baik” Bagian Kedua Revisi. Bandung: CV. Mandar Maju
Dwiyanto, Agus (ed). 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Yogyakarta: Gava Media
Surjadi. 2012. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: PT Refika Aditama
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses, Dan Studi Kasus. Yogyakarta: Center For Academic Publishing Service
Arifin, Sjamsul. Budiman, Aida S. Djaafara, Rizal A. 2008. Masyarakat Ekonomi Asean 2015 Memperkuat Sinergi Asean Di Tengah Kompetisi Global. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik Konsep, Dimensi, Indikator, Dan Implementasinya, hlm. 10-14. Yogyakarta: Gava Media
Link, Asia. Europeaid Co-Operation Office. 2010. Human Rights & Good Governance. AsiaLink Project On Education In Good Governance And Human Rights
Thoha, Miftah. 2007. Birokrasi Dan Politik Di Indonesia. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta. Rineka Cipta
Nugroho, Kandung Sapto. 2012. Good Governance Bidang Pendidikan Pengalaman di Provinsi Banten. Serang. Fisip Untirta Press
Fuad, Anis & Nugroho, Kandung Sapto. 2013. Panduan Praktis Penelitian Kualitatif. Serang. Graha Ilmu
Sugiyono. 2011. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: alfabeta
156
Irawan, Prasetya. 2006. Materi pokok metodologi penelitian administrasi. Jakarta : Universitas terbuka
Andrianto, Nico. 2007. Good e-Government Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui e-Government. Malang: Bayu Media
Dwiyanto, Agus. 2008. Good Governance dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
(http://www.academia.edu/5449167/BAB_III_Metode_Penelitian) Diakses pada Jumat, 13 Maret 2015 Pukul 16.42 Wib
(Source: Saparniene, Valukonyte. 2012. Social Research. Siauliai University, Faculty of Social Sciences)
http://www.academia.edu/6759428/era_Masyarakat_Ekonomi_ASEAN_2015) Diakses Sabtu, 7 Maret 2015 pada pukul 16.06wib
www.tangerangkota.co.id
http://www.kabar6.com/tangerang-raya/tangerang-kota/15680-warga-keluhkan-praktik-percaloan-di-bppmpt-kota-tangerang.html (diakses pada tanggal rabu, 17 desember 2014 pukul 20:26)
http://bantenraya.com/metropolis/metro-tangerang/9782-bpm-ptsp-butuh-30-pelayan-perizinan) Diakses pada tanggal 7 Maret 2015 pukul 14.45wib
http://hariantangerang.com/news/2014/03/pelayanan-bp2t-dikeluhkan-masyarakat) Diakses pada 7 maret 2015 pada pukul 14.03wib
http://hariantangerang.com/news/2014/03/oknum-bp2mpt-bantah-hambat-program-pemkot) Diakses, Minggu 7 Maret 2015 pukul 14.04 wib
http://info.worldbank.org/governance/wgi/index.aspx#home (Diakses, Kamis 9 April 2015 Pukul 06.58 wib)
http://www.academia.edu/4779435/KEPEMIMPINAN_PEMERINTAH_DAERAH_ILMU_PEMERINTAHAN (Diakses, Kamis 9 April 2015 Pukul 07.10 wib)
http://birokrasi.kompasiana.com/2013/09/08/teori-kepemimpinan-dan-relevansinya-dalam-sistem-pemerintahan-indonesia-587938.html (Diakses, Kamis 9 April 2015 Pukul 07.18 wib)
http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli/ (Diakses, Kamis 9 April 2015 Pukul 07.27 wib)
http://www.academia.edu/6807356/Kepemimpinan (Diakses, Kamis 9 April 2015 Pukul 07.29 wib)
157
http://devitadartias.blogspot.com/2010/11/media-massa.html (Diakses, Kamis 9 April 2015 Pukul 07.46 wib)
http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/11/pengertian-media-massa-332266.html (Diakses, Kamis 9 April 2015 Pukul 07.59 wib)
http://romeltea.com/media-massa-makna-karakter-jenis-dan-fungsi/ (Diakses, Kamis 9 April 2015 Pukul 08.03 wib)
http://sumbawabaratnews.com/?p=8662 (Diakses, Kamis 9 April 2015 Pukul 08.13 wib)
http://ombudsman.go.id
LAMPIRAN I
LAMPIRAN II
LAMPIRAN III
PEDOMAN WAWANCARA
NO INDICATOR PERTANYAAN INFORMAN I1 I2 I3
1 Accountability
Bagaimana BPMPTSP khususnya bidang Penanaman Modal mempertanggung jawabkan pelaporan kinerja pegawai sesuai dengan tupoksinya masing-masing?
Apa bentuk dari hasil pelaporan pertanggung jawaban tersebut?
Pihak mana saja yang terlibat dalam pembuatan laporan kinera pegawai tersebut?
Apakah ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai? Bagaimana ketepatan dan kelengkapan informasi dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang PM? Apakah informasi dan pelayanan yang diberikan sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/pemohon?
2 Transparency
Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
Bagaimana proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta di kota Tangerang? Media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi pelayanan perizinan kepada masyarakat/sektor swasta? Adakah hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses penyampaian informasi pelayanan kepada masyarakat? Bagaiaman ketepatan pegawai mengenai waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin? Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai di BPMPTSP terkait izin bidang PM mengenai biaya dalam pembuatan izin?
PEDOMAN WAWANCARA
3 Efficiency and Effectiveness
Bagaimana pencapaian hasil kinerja pegawai BPMPTSP bidang PM dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta? Bagaimana pemanfaatan teknologi di BPMPTSP dalam menunjang proses pelayanan pembuatan izin? Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang kinerja pegawai proses pelayanan pembuatan izin? Apakah kulitas dan kuantitas sumber daya manusia yang ada sudah memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan? Apa upaya yang dilakukan BPMPTSP dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta? Apakah sudah terdapat sistem atau sarana yang dapat memudahkan masyarakat dalam membuat izin? Menurut anda, apakah jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin sudah mengikuti SOP yang berlaku?
4 Responsiveness
Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM? Lalu, bagaimana tindak lanjut yang dilakukan BPMPTSP dalam menanggapi dan melayani hal tersebut? Adakah media yang disediakan oleh BPMPTSP untuk menampung keluhan atau aspirasi dari masyarakat/sektor swasta? Bagaimana kecepatan waktu dan respon pegawai dalam proses keluarnya izin? Apa saja yang menjadi penghambat adanya keterlambatan proses keluarnya izin?
PEDOMAN WAWANCARA
5 Forward Vision
Bagaiamana BPMPTSP mengntisipasi masalah yang akan terjadi dimasa yang akan datang?
Upaya apa saja yang dilakukan BPMPTSP untuk selalu meningkatkan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
Apa saja target yang ingin BPMPTSP realisaikan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dimasa yang akan datang?
6 Rule Of Law
Bagaimana konsistensi BPMPTSP khususnya bidang Penanaman Modal dalam penegakan hukum berdasarkan peraturan-peraturan terkait proses serta prosedur pembuatan izin? Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan BPMPTSP terhadap kinerja pegawai dalam proses pelayanan kepada masyarakat/sektor swasta?
Adakah sanksi hukum yang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses pembuatan izin ? Bagaiman upaya dalam mengurangi "kecurangan-kecurangan" pegawai dalam proses pelayanan perizinan di BPMPTSP khususnya bidang PM?
LAMPIRAN IV
LAMPIRAN V
MEMBER CHECK
NAMA : H. Aswani, S.IP, M.Si
STATUS : Sekretaris BPMPTSP
IND ACCOUNTABILITY
Q1 Bagaimana BPMPTSP khususnya bidang Penanaman Modal mempertanggung jawabkan pelaporan kinerja pegawai sesuai dengan tupoksinya masing-masing?
A1
terkait dengan penilaian kinerja memang ada beberapa penilaian. Pertama dari aspek sasaran kerja pegawai (SKP). Yang kedua terkait dengan perilaku kerja. Sasarannya adalah yang pertama yaitu orientasi pelayanan, kedua terkait integritas, ketiga terkait dengan komitmen, keempat terkait disiplin pegawai, kelima terkait kerjasam, yang keenam terkait dengan kepemimpinan. Ini dijumlahkan secara keseluruhan nilainya berapa, apakah baik, apakah kurang baik, atau sangat baik. Kemudian dinilai sesuai rata-rata penilaian. Penilaian itu memang menjadi keharusan pada setiap pegawai dengan membuat SKP sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2010 kalau tidak salah tentang disiplin pegawai dan laporan kinerja pegawai. Ini semuanya harus baik.
Q2 Apa bentuk dari hasil pelaporan pertanggung jawaban tersebut?
A2 bentuknya SKP dalam bentuk penilaian yang sudah saya jelaskan sebelumnya.
Q3 Pihak mana saja yang terlibat dalam pembuatan laporan kinera pegawai tersebut?
A3
dari unsur staf sampai dengan pimpinan. Jadi kalau staf itu yang menilai atasannya. Atasannya dinilai oleh atasannya lagi berdasarkan target kinerja. Jadi, ada kesepakatan antara bawahan dengan atasan yang wajib dikerjakan oleh bawahan.
Q4 Apakah ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai?
A4 kalau itu tidak ada keterkaitan dengan pihak swasta karna merupakan hak pegawai negeri untuk membuat laporan kerja. Jadi yang menilai itu bukan masyarakat tapi atasan langsung terhadap bawahan.
Q5 Bagaimana ketepatan dan kelengkapan informasi dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang PM?
A5
kita sudah berusaha meningkatkan pelayanan dibidang informasi khususnya pelayanan penanaman modal melalui website, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massa. Kita selalu mensosialisasikan terkait dengan proses perizinan bidang penanaman modal.
IND TRANSPARENCY
Q1 Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
A2
terkait dengan persyaratan, kita juga sudah menyiapkan brosur dan juga pemohon juga dapat langsung datang ke counter, kemudian dijelaskan permohonan yang hendak diajukan lalu diberi penjelasan oleh penjaga counter terkait persyaratan perizinan yang harus dipenuhi, baik secara administrative maupun secara fisik. Pemohon harus datang melalui counter langsung tanpa melalui calo.
Q2 Bagaimana proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta di kota Tangerang?
A2
melalui website, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massa. Kita selalu mensosialisasikan terkait dengan proses perizinan bidang penanaman modal.
Q3 Media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi pelayanan perizinan kepada masyarakat/sektor swasta?
A3
melalui website bpmptsp, melalui surat kabar, melalui media media lain yang ada. Begitu juga melalui sosialisasi kepada masyarakat secara langsung. Ini dilaksanakan di 13 kecamatan, sudah dilakukan setiap tahun secara rutin.
Q4 Adakah hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses penyampaian informasi pelayanan kepada masyarakat?
A4
hambatannya karna memang masyarakat tidak memahami betapa pentingnya perizinan. Masyarakat terkadang juga merasa mengurus perizinan itu sulit, mengurus perizinan itu waktunya lama, dan biayanya mahal. Padahal kalau mereka tau bahwa mengurus perizinan tidak seperti yang mereka bayangkan oleh masyarakat. Setelah mereka tau, mereka baru sadar ternyata mengurus perizinan itu mudah, tidak mahal, dan tidak berbelit-belit.
Q5 Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai di BPMPTSP terkait izin bidang PM mengenai biaya dalam pembuatan izin?
A5
kalau untuk izin di penanaman modal semuanya gratis tidak ada biaya. Dan hal tersebut juga kami sosialisasikan kepada masyarakat, karena masyarakat berhak tau terhadap pembiayaan dalam pengurusan perizinan. Dan hal tersebut sudah ada aturannya, ada undang-undangnya yaitu UU 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah. Kecuali perizinan tertentu seperti izin IMB, HO, IMTA.
IND EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS
Q1 Bagaimana pencapaian hasil kinerja pegawai BPMPTSP bidang PM dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A1
dikaitkan dengan kinerja untuk penanaman modal ini sudah cukup bagus, memang sesuai dengan ketentuan pengurusan SIUP dan TDP itu maksimal satu minggu ini sudah dapat dicapai dengan waktu tiga hari kerja. Dan juga pelayanan SIUP dan TDP dapat dilakukan secara online, jadi masyarakat sudah tidak usah susah lagi untuk datang ke kantor peizinan. Untuk sementara hanya SIUP dan TDP yang dapat dilakukan secara online.
Q2 Bagaimana pemanfaatan teknologi di BPMPTSP dalam menunjang proses pelayanan pembuatan izin?
A2
pelayanan secara online, kita juga sistem dalam rangka pendaftaran sampai dengan proses selesai sudah ada sistem pelayanan informasi perizinan. Online baru ada tahun 2015 tapi kalau sistem sudah kita bangun sejak tahun 2013 yaitu sistem informasi pelayanan publik mengenai izin.
Q3 Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang kinerja pegawai proses pelayanan pembuatan izin?
A3
kalau sarana dan prasarana sudah memadai, mungkin dari sisi sarana gedung mungkin ya yang kurang memadai. Karna mungkin masyarakat masih dilayani ditempat yang kurang leluasa karna masih satu gedung dengan SKPD lain. Semestinya pelayanan perizinan itu harus berdiri sendiri disatu tempat dan punya akses langsung ke masyarakat. Agar pemohon menjadi nyaman.
Q4 Apakah kulitas dan kuantitas sumber daya manusia yang ada sudah memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan?
A4
tentunya dari segi kuantitas dapat mempengaruhi kualitas karna kurangnya pegawai maka membuat pelayanan menjadi terhambat. Kita sampai saat ini dari sisi kuantitasnya belum memadai. Begitu juga dari segi kualitas, sudah baik namun belum maksimal. Kurang lebih disini tersedia 60 pegawai dengan 45 jenis izin. Idelanya berdasarkan analisis itu sekitar 93 pegawai untuk satu badan, khusus untuk penanaman modal kurang lebih 20 orang idealnya sementara kenyataannya hanya 13 pegawai.
Q5 Apa upaya yang dilakukan BPMPTSP dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A5
efisiennya, masyarakat dapat langsung mendaftarkan permohonan perizinan kesatu tempat. Karena selama ini masyarakat mengurus izin harus datang ke beberapa SKPD. Kalau di Kota Tangerang, hanya datang kesatu tempat semua izin sudah dapat diterbitkan. Hal tersebut merupakan salah satu cara kita untuk memangkas birokrasi yang berbelit-belit. Selain itu juga penggunaan teknologi yang membuat pelayanan menjadi lebih cepat.
Q6 Apakah sudah terdapat sistem atau sarana yang dapat memudahkan masyarakat dalam membuat izin?
A6 sudah ada sistem yang memudahkan masyarakat dalam membuat izin seperti yang sudah saya paparkan sebelumnya
Q7 Menurut anda, apakah jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin sudah mengikuti SOP yang berlaku?
A7
ada beberapa izin yang sudah memenuhi SOP. Terkait penanaman modal memang sudah sesuai dengan SOP. Sebenarnya di SOP memang ada yang 3 hari kerja, ada yang 7 hari kerja, dan aja yang satu hari kerja, jadi kita rata-ratakan. Terkadang yang menjadi kendala adalah persyaratan yang tidak lengkap.
IND RESPONSIVENESS
Q1 Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM?
A1
untuk mengatasi keluhan keluhan, kita sudah membuka layanan pengaduan yang intensif kita lakukan. Jadi apabila masyarakat tidak puas, masyarakat diberi kesempatan untuk mengajukan pengaduan dan nanti kita selesaikan masalah-masalah yang ada melalui koordinasi dengan bidang. Pengaduan tersebut dapat melalui website, datang langsung bisa, melalui surat bisa, sms bisa.
Q2 Lalu, bagaimana tindak lanjut yang dilakukan BPMPTSP dalam menanggapi dan melayani hal tersebut?
A2
tindak lanjutnya yaitu penyelesaian. Apabila pengaduan tersebut dikarenakan prosesnya yang lama, nah dimana terhambatnya nanti kita pecahkan disana. Apabila mengenai persyaratan yang tidak lengkap nanti kita juga akan sampaikan. Mungkin juga terkait persoalan-persoalan yang ada dilapangan karena terkadang terdapat perbedaan antara administrasi dengan dilapangan.
Q3 Adakah media yang disediakan oleh BPMPTSP untuk menampung keluhan atau aspirasi dari masyarakat/sektor swasta?
A3 Pengaduan tersebut dapat melalui website, datang langsung bisa, melalui surat bisa, sms bisa.
Q4 Apa saja yang menjadi penghambat adanya keterlambatan proses keluarnya izin?
A4
karena sebagian besar dilakukan oleh pemohon sendiri. Diantaranya yaitu melalui calo. Kenapa izin tersebut lama karena untuk komunikasi dengan pemohon itu sulit. Kedua terkait biaya, namanya calo otomatis mereka akan lebih besar biayanya daripada retribusi yang harus dibayarkan. Banyak factor sebenernya.
IND FORWARD VISION
Q1 Bagaiamana BPMPTSP mengntisipasi masalah yang akan terjadi dimasa yang akan datang?
A1
pertama harus meningkatkan kualitas SDM, kedua harus menggunakan IT, ketiga harus membuat inovasi dalam rangka percepatan, dalam rangka mengantisipasi yang timbul dimasa yang akan datang, ya memang harus dipersiapkan dari sekarang.
Q2 Upaya apa saja yang dilakukan BPMPTSP untuk selalu meningkatkan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A2
pertama kita setiap tahun mengadakan pelatihan atau Bintek (bimbingan teknis) terkait pelayanan, kedua, dengan mengirim pegawai pegawai ketempat yang mengadakan kegiatan pendidikan atau pelatihan. Disamping itu, karna pelayanan itu berhadapan langsung dengan manusia, kita harus meningkatkan kualitas bagaimana kita melayani masyarakat itu dengan baik atau lebih ke pendekatan personal pada masyarakat. Seperti dalam menghadapi pemohon itu harus senyum, tidak boleh cemberut, harus ramah dan bisa berkomunikasi, harus supel dan responsive, dan dapat membantu masyarakat.
Q3 Apa saja target yang ingin BPMPTSP realisaikan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dimasa yang akan datang?
A3
BPMPTSP menjadi front office pemerintah. Jadi, pemerintah dapat dilihat baik buruknya dari pelayanan. Apabila pelayanan itu baik berarti pemerintah itu baik. Pelayanan publik itu harus diutamakan. Gambaran pemerintahan itu ada di BPMPTSP dalam rangka pelayanan publik. Karena apabila pelayanan publiknya bagus, masyarakat bisa puas, lalu dapat menarik investor dan mampu membantu membuka lapangan kerja, secara otomatis pendapatan akan meningkat agar perputaran ekonomi di Kota Tangerang ini semakin baik.
IND RULE OF LAW
Q1 Bagaimana konsistensi BPMPTSP khususnya bidang Penanaman Modal dalam penegakan hukum berdasarkan peraturan-peraturan terkait proses serta prosedur pembuatan izin?
A1
kita harus memiliki prosedur dalam rangka pembuatan izin jadi, tidak boleh pelayanan itu terdapat perlakukan yang tidak sama atau tidak membeda-bedakan antara pemohon. Semua perlakuan sama terhadap masyarakat dan tidak ada KKN.
Q2 Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan BPMPTSP terhadap kinerja pegawai dalam proses pelayanan kepada masyarakat/sektor swasta?
A2
pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka menunjang kinerja, yang terpenting adalah pengawasan internal. Pengawasan atasan dengan bawahan, atasan langsung yang dapat menilai. Disamping internal, ada pengawasan eksternal yaitu pengawasan dari luas baik itu inspektorat, BPK, ombudsman. Ini menjadi suatu hal yang sangat penting dalam rangka mengukur kinerja kita.
Q3 Adakah sanksi hukum yang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses pembuatan izin ?
A3
ada UUD 25 tentang pelayanan publik, tentunya disana ada sanksinya dalam pelayanan publik. Sejauh ini memang sudah ada yang kita tindak apabila terjadi penyelewengan-penyelewengan. Memang kita disini sesuai PP 54 tentang disiplin pegawai ini kita juga sudah mulai. Misalnya datang terlambat kita sudah potong gaji sebesar 3%, apalagi kalau tidak masuk. Sanksi-sanksinya pun sudah jelas, ditegur secara lisan, tertulis, sampai dengan pemberhentian kalau sudah melampaui batas sesuai dengan ketentuan.
Q4 Bagaiman upaya dalam mengurangi "kecurangan-kecurangan" pegawai dalam proses pelayanan perizinan di BPMPTSP khususnya bidang PM?
A4 tidak ada diskriminasi pelayanan. Jadi semua pemohon diperlakukan secara sama, karena memang prosedurnya sudah jelas.
MEMBER CHECK
NAMA : Drs. Sasa Sukmana, MM
STATUS : Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP
IND ACCOUNTABILITY
Q1 Bagaimana BPMPTSP khususnya bidang Penanaman Modal mempertanggung jawabkan pelaporan kinerja pegawai sesuai dengan tupoksinya masing-masing?
A1
pelaporan kinerja ya, setiap pegawai mempunyai tugas atau tupoksinya masing-masing. Memang masing masing sudah memiliki job description nya berdasarkan job description itu maka tiap bulan mereka membuat suatu laporan pekerjaan masing-masing yang diketahui oleh kepala bidang dan kepala badan.
Q2 Apa bentuk dari hasil pelaporan pertanggung jawaban tersebut?
A2 ada laporan bulanan ada laporan tahunan dari semua izin-izin yang diberikan BPMPTSP khususnya Penanaman Modal. Misalnya SIUP, TDP
Q3 Pihak mana saja yang terlibat dalam pembuatan laporan kinera pegawai tersebut?
A3
bukan pihak mana saja tapi mungkin pihak yang berkepentingan contohnya gini, kalau untuk SIUP TDP kita koordinasikan, kita sampaikan laporan ke Disperindag atau dinas-dinas teknis mendapatkan laporan tersebut. misalkan TDUP ke dinas Pariwisata. IUJK ke Dinas bangunan. Itu kita koordinasi setiap bulan, termasuk ke Walikota dan inspektorat.
Q4 Apakah ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai?
A4 tidak ada hanya khusus internal saja
Q5 Bagaimana ketepatan dan kelengkapan informasi dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang PM?
A5
ketepatan pelayanan tergantung kepada persyaratan itu lengkap dan benar atau tidak, tergantung pemohon menyampaikan persyaratan dengan lengkap dan benar atau tidak sesuai dengan Penpres 97 tahun 2014 tentang PTSP. Jadi tidak ada BPMPTSP mempersulit ketika persyaratan yang disampaikan lengkap dan benar. Jadi sesuai dengan SOP contoh SIUP dan TDP maksimal 3 hari sesuai dengan Perda No. 3 tahun 2010.
IND TRANSPARENCY
Q1 Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
A2
kita sebenarnya sudah membuka informasi kepada masyarakat secara online. Jadi masyarakat bisa membuka website pelayanan perizinan dimana disitu akan mendapatkan informasi-informasi serta formulir permohonan izin.
Q2 Bagaimana proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta di kota Tangerang?
A2
kita mengadakan sosialisasi di kecamatan-kecamatan, baru kemarin sosialisasi dari 13 kecamatan selesai. Jadi melalu proses sosialisasi melalui adventarial merupakan informasi kepada masyarakat. Kemudian melalui penyebaran booklet, kemudian ada juga yang berbentuk billboard. Jadi itu bentuk informasi yang disampaikan dari pemerintah kepada masyarakat dan sektor swasta mengenai izin-izin yang dilayani.
Q3 Media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi pelayanan perizinan kepada masyarakat/sektor swasta?
A3 media yang digunakan sudah saya jelaskan sebelumnya tadi yaitu melalui media Koran, billboard, interview langsung melalui sosialisasi, melalui booklet-booklet di kecamatan.
Q4 Adakah hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses penyampaian informasi pelayanan kepada masyarakat?
A4
hambatan-hambatannya sebenarnya tergantung pada pemahaman masyarakat ya, kadang kadang karna ketidaklengkapan persyaratan mereka enggan mengurus sendiri, bahkan mereka menggunakan calo. Padahal kalau informasi didapatkan langsung kepada kita, biaya pengurusan untuk bidang Penanaman Modal kan gratis, tapi kalau melalui calo kan ya ada biaya biaya lagi. Inilah yang menjadi hambatan.
Q5 Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai di BPMPTSP terkait izin bidang PM mengenai biaya dalam pembuatan izin?
A5
jelas didalam Perda No. 3 tahun 2009 tentang SIUP TDP itu benar benar dikatakan biayanya gratis. Jelas disitu, Cuma kan kadang-kadang masyarakat tidak membaca peraturan itu. Di booklet juga dinyatakan tidak dipungut biaya. Bahkan namanya perda kan sudah diumumkan di lembaran daerah berarti kan sudah tersosialisasikan sebenarnya apabila masyarakar rajin mencari tau supaya tidak dibohongi.
IND EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS
Q1 Bagaimana pencapaian hasil kinerja pegawai BPMPTSP bidang PM dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A1 baiklah, karena selama ini kecepatan khususnya untuk Penanaman Modal waktunya sudah ada di SOP , kita punya SOP, tentu SOP itu menjadi pedoman dalam pelaksanaan dan prosesnya.
Q2 Bagaimana pemanfaatan teknologi di BPMPTSP dalam menunjang proses pelayanan pembuatan izin?
A2
kita justru kebijakan Pak Wali disebut E-City ya artinya kita mengarah kepada teknologi, otomatis BPMPTSP mau tidak mau harus menggunakan teknologi yang berkembang saat ini dengan internet. Contohnya sistem yang sudah dibangun secara online khususnya SIUP dan TDP. Kemudian dalam penanaman Modal sistem pelayanan informasi melalui elektronik itu online langsung ke BKPM Pusat.
Q3 Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang kinerja pegawai proses pelayanan pembuatan izin?
A3
ya, saat ini kita memanfaatkan sarana yang ada dimaksimalkan, artinya kekurangan sarana tidak dijadikan suatu alasan untuk tidak melayani pemohon dengan baik. Tapi alahamdulillah dalam kesempatan kali ini kita mendapat bantuan BKPM Pusat mendapat computer untuk menunjang kelancarana pelayanan khususnya di bidang Penanaman Modal
Q4 Apakah kulitas dan kuantitas sumber daya manusia yang ada sudah memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan?
A4 dari analisa Menpan sudah memadai, tinggal peningkatan kualitasnya melalui pendidikan misalnya pelatihan-pelatihan teknis. Dengan jumalah yang 60 ini sudah cukup tetapi masih dirasakan kurang.
Q5 Apa upaya yang dilakukan BPMPTSP dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A5
kita ada inovasi inovasi yang merupakan kebijakan pimpinan. Pertama untuk meningkatan pelayanan yaitu adanya pendelegasian mandat dari Kepala Badan kepada Kabid-Kabid untuk menangani izin-izin yang kecil. Contohnya saya bidang Penanaman Modal, untuk SIUP dan TDP bermodal kecil antara 50-500 juta bisa ditandatangani oleh Kabid, kemudain 500 juta sampai 10 Milyar bisa ditandatangani oleh Sekban. Sementara Kaban hanya menandatangani yang modal besar. Hal ini dalam rangka percepatan pelayanan kepada masyarakat. Yang kedua, dengan menyediakan mobil keliling memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mobil keliling tersebut bisa dibagi kepada 3 wilayah, wilayah barat, tengah, dan timur jadi masyarakat bisa dilayani di mall, di kecamatan.
Q6 Apakah sudah terdapat sistem atau sarana yang dapat memudahkan masyarakat dalam membuat izin?
A6 seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, sudah terdapat sistem untuk membudahkan masyarakar dalam membuat izin bahkan sekarang sedang dibangun sistem perhitungan IMB.
Q7 Menurut anda, apakah jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin sudah mengikuti SOP yang berlaku?
A7 In Syaa Allah sudah
IND RESPONSIVENESS
Q1 Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM?
A1 untuk keluhan keluhan ada bidang khusus yang menangani yaitu bidang pengolahan data dan advokasi. Jadi artinya ada sarana khsusus yang menangani keluhan keluhan masyarakat.
Q2 Lalu, bagaimana tindak lanjut yang dilakukan BPMPTSP dalam menanggapi dan melayani hal tersebut?
A2
Kita pertama mengecek data kebenaran dari izin yang bersangkutan, kemudian kita koordinasikan dengan bidang data dan yang memberikan jawaban untuk bidang advokasi ini adalah bidang pengolaha data dan advokasi.
Q3 Adakah media yang disediakan oleh BPMPTSP untuk menampung keluhan atau aspirasi dari masyarakat/sektor swasta?
A3 media itu sudah dibangun, tadinya kan tidak ada yang menangani khusus nah sekarang sudah ada yang menanganinya yaitu bidang pengolahan data dan advokasi tersebut. itu salah satunya.
Q4 Apa saja yang menjadi penghambat adanya keterlambatan proses keluarnya izin?
A4
kita membangun regulasi artinya peraturan peraturan untuk mengantisipasi ini semuanya kita harus berjalan dengan aturan aturan itu. Jadi sejauh dengan aturan mudah mudahan tidak ada masalah tapi kita harus disiplin didalam memberikan pelayanan bahwan pelayanan itu harus dengan SOP dan aturan. Kita membuat peraturan-peraturan daerah yang melindungi pelayanan. Sejauh kita mengacu kepada itu amanlah.
IND FORWARD VISION
Q1 Bagaiamana BPMPTSP mengntisipasi masalah yang akan terjadi dimasa yang akan datang?
A1 menjaga kekompakan antara staff dan pimpinan. Jangan sampai ada rasa malas sehingga pemohon tidak terabaikan. Kemudian koordinasi dengan baik apabila ada permasalahan.
Q2 Upaya apa saja yang dilakukan BPMPTSP untuk selalu meningkatkan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A2
targetnya adalah kita tujuannya kan melayani masyarakat dan kepuasan masyarakat. Tujuannya untuk menyejahterakan masyarakat. Sesuai dengan motto perizinan disini yaitu persyaratan lengkap dan benar, pelayanan cepat. Sehingga dengan demikian usaha masyarakat atau sektor swasta tidak terhambat dengan perizinan sehingga pertumbuhan yang diinginkan oleh pemerintah kaitan dengan UU No. 23 tahun 2014 kaitan dengan pemerintah daerah dimana tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat tercapai.
Q3 Apa saja target yang ingin BPMPTSP realisaikan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dimasa yang akan datang?
A3
konsistenlah kita, karena kalau tidak konsisten dalam aturan atau menyalahi aturan tentu nanti akan berurusan dengan hukum. Makanya pegawai-pegawai BPMPTSP adalah pegawai-pegawai yang mempunyai integritas yang tinggi pada komitmen.
INDIKATOR RULE OF LAW
Q1 Bagaimana konsistensi BPMPTSP khususnya bidang Penanaman Modal dalam penegakan hukum berdasarkan peraturan-peraturan terkait proses serta prosedur pembuatan izin?
A1
konsistenlah kita, karena kalau tidak konsisten dalam aturan atau menyalahi aturan tentu nanti akan berurusan dengan hukum. Makanya pegawai-pegawai BPMPTSP adalah pegawai-pegawai yang mempunyai integritas yang tinggi pada komitmen.
Q2 Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan BPMPTSP terhadap kinerja pegawai dalam proses pelayanan kepada masyarakat/sektor swasta?
A2
saya melakukan otomatis ya melalui jam kerja, apel setiap pagi, jam istirahat disiplin, kemudian laporan harian, itu adalah alat control kepada pelayanan. Yaitu waskat pengawasan melekat dari atasan ke bawahan.
Q3 Adakah sanksi hukum yang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses pembuatan izin ?
A3
sampai saat ini kita istilahnya memberikan pelayanan itu prinsipnya sama yaitu kepada siapapun kan sudah ada SOP. Selama ini belum terjadilah sanksi hukum karena pelanggaran, selama ini Alhamdulillah kita konsisten terhadap komitmen yang dibuat oleh SOP. Selama ini tidak ada temuan.karena semua sudah memiliki integritas yang tinggi. kalau tidak ya keluar dari sini.
Q4 Bagaiman upaya dalam mengurangi "kecurangan-kecurangan" pegawai dalam proses pelayanan perizinan di BPMPTSP khususnya bidang PM?
A4 dengan meningkatkan pengawasan
MEMBER CHECK
NAMA : Purwanto Heru M, S.Kom, M.Si
STATUS : Kasubid Pengawasan dan Pengendalian BPMPTSP
IND ACCOUNTABILITY
Q1 Bagaimana BPMPTSP khususnya bidang Penanaman Modal mempertanggung jawabkan pelaporan kinerja pegawai sesuai dengan tupoksinya masing-masing?
A1
khusus bidang Pelayanan Penanaman Modal mempunyai tugas pokok menyelenggarakan sebagian tugas dan fungsi Badan dalam lingkup pelayanan di bidang Penanaman Modal sesuai dengan Perwal Nomor. 83 Tahun 2014 tentang tugas dan fungsi tata kerja BPMPTSP
Q2 Apa bentuk dari hasil pelaporan pertanggung jawaban tersebut?
A2 pelaporan tentang administrasi akta perjanjian dan pendokumentasian arsip akta perizinan. Pelaporan tentang penerbitan dan distribusi akta perizinan ke SKPD terkait.
Q3 Pihak mana saja yang terlibat dalam pembuatan laporan kinerja pegawai tersebut?
A3 hanya pegawai di BPMPTSP
Q4 Apakah ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai?
A4 tidak ada keikutsertaan masyarakat maupun sektor swasta
Q5 Bagaimana ketepatan dan kelengkapan informasi dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang PM?
A5 sejauh ini sudah baik dan jelas
IND TRANSPARENCY
Q1 Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
A2 menurut saya sangat mudah, karena sudah bisa diakses lewat internet atau datang langsung ke lokat pelayanan BPMPTSP.
Q2 Bagaimana proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta di kota Tangerang?
A2 mudah dimengerti dan sudah transparan
Q3 Media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi pelayanan perizinan kepada masyarakat/sektor swasta?
A3 informasi dapat diakses melalui media cetak maupun media elektronik, dan media lainnya.
Q4 Adakah hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses penyampaian informasi pelayanan kepada masyarakat?
A4 relatif tidak ada sih sejauh ini
Q5 Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai di BPMPTSP terkait izin bidang PM mengenai biaya dalam pembuatan izin?
A5 menurut saya sudah transparan karena langsung diinformasikan kepada pemohon
IND EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS
Q1 Bagaimana pencapaian hasil kinerja pegawai BPMPTSP bidang PM dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A1 sejauh ini sudah lumayan baik
Q2 Bagaimana pemanfaatan teknologi di BPMPTSP dalam menunjang proses pelayanan pembuatan izin?
A2 semua teknologi yang ada digunakan untuk mempermudah pelayana perizinan
Q3 Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang kinerja pegawai proses pelayanan pembuatan izin?
A3 sarana dan prasarana dirasa sudah dapat menunjang kinerja pegawai dalam melakukan proses pembuatan izin.
Q4 Apakah kulitas dan kuantitas sumber daya manusia yang ada sudah memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan?
A4 menurut saya yang ada sekarang sudah memenuhi kebutuhan namun perlu ditingkatkan lagi.
Q5 Apa upaya yang dilakukan BPMPTSP dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A5 memberikan pelayanan yang cepat dan transparan
Q6 Apakah sudah terdapat sistem atau sarana yang dapat memudahkan masyarakat dalam membuat izin?
A6 sudah ada namun perlu ditingkatkan lagi
Q7 Menurut anda, apakah jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin sudah mengikuti SOP yang berlaku?
A7 sudah tapi perlu perbaikan
IND RESPONSIVENESS
Q1 Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM?
A1 kami tanggapi sebagai bahan perbaikan
Q2 Lalu, bagaimana tindak lanjut yang dilakukan BPMPTSP dalam menanggapi dan melayani hal tersebut?
A2 melakukan perbaikan dalam memberikan pelayanan perizinan kepada masyarakat
Q3 Adakah media yang disediakan oleh BPMPTSP untuk menampung keluhan atau aspirasi dari masyarakat/sektor swasta?
A3 ada, sepert kotak pengaduan misalnya.
Q4 Apa saja yang menjadi penghambat adanya keterlambatan proses keluarnya izin?
A4 Persyaratan izin dari pemohon kurang lengkap sehingga membuat proses keluarnya izin menjadi terhambat, karena pemohon diminta untuk melengkapi persyaratan yang sudah disyaratkan terlebih dahulu
IND FORWARD VISION
Q1 Bagaiamana BPMPTSP mengntisipasi masalah yang akan terjadi dimasa yang akan datang?
A1 memperbaiki sistem dan SDM yang ada
Q2 Upaya apa saja yang dilakukan BPMPTSP untuk selalu meningkatkan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A2 memberikan pelayanan yang cepat dan mudah dengan salah satunya memberikan pelayana perizinan secara online
Q3 Apa saja target yang ingin BPMPTSP realisaikan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dimasa yang akan datang?
A3 memberikan pelayanan yang cepat, mudah, dan transparan kepada masyarakat
IND RULE OF LAW
Q1 Bagaimana konsistensi BPMPTSP khususnya bidang Penanaman Modal dalam penegakan hukum berdasarkan peraturan-peraturan terkait proses serta prosedur pembuatan izin?
A1 selama ini pelayanan dan kerja di BPMPSTP selalu berdasarkan SOP dan peraturan yang ada
Q2 Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan BPMPTSP terhadap kinerja pegawai dalam proses pelayanan kepada masyarakat/sektor swasta?
A2 dengan memonitor tingkat kehadiran dan kinerja pegawai
Q3 Adakah sanksi hukum yang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses pembuatan izin ?
A3 hal tersebut disesuaikan dengan peraturan kepegawaian yang ada
Q4 Bagaiman upaya dalam mengurangi "kecurangan-kecurangan" pegawai dalam proses pelayanan perizinan di BPMPTSP khususnya bidang PM?
A4 harus transparan dalam memperikan pelayanan perizinan kepada masyarakat
MEMBER CHECK
NAMA : Drs. Julias, MM
STATUS : Kepala Bidang Data dan Advokasi BPMPTSP
IND TRANSPARENCY
Q1 Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau infromasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
A1
Jadi untuk memperoleh data, tinggal masyarakat ingin data apa bentuknya nanti kita berikan dari bidang data dan advokasi ini atau datang langsung kesini minimal kita berikan rencana pembangunan kota Tangerang 5 tahun ke depan bahwa disini ada akses stabilitas. Kan pengusaha itu harus ada akses yang mendukung dan akses ini berupa infrastruktur ini dibangun oleh pemerintah dalam bentuk pembuatan jalan baik itu jalan sekunder baik itu jalan arteri, jalan utama, jalan-jalan yang kecil itu harus dibuat oleh pemerintah sehingga untuk mendistribusikan mengantarkan produk dari produsen ke konsumen itu mudah tidak mengalami suatu kendala, misalnya katakanlah di Bayur sana misalnya tidak ada akses menuju jalan utama ke provinsi atau jalan nasional, nah jadi orang tidak mau buat pabrik disitu karena tidak ada aksesnya. Ini berupa insfrastruktur atau jalan ini dibuat oleh pemerintah. Kemudian pengadaan listriknya, sarana airnya akhirnya kan kita mendistribusikan dalam bentuk penyaluran air yang di kelola oleh pihak PDAM. Jadi pabrik mau karena airnya lancer karena pabrik itu pakai listrik kemudian infrastruktur harus tersedia jalan yang menuju kesana. Jika tidak ada jalan tidak mungkin. Inilah yang harus di siapkan oleh pemerintah sehingga harus ada kerjasama antara pemerintah dengan si pengusaha dan harus bertemu apabila si pengusaha tidak bertemu pemerintah maka tidak akan bisa. Karena pemerintah juga butuh si pengusaha ini supaya kota Tangerang ini bisa terbangun oleh pihak swasta, menyerap tenaga kerja, bisa bayar pajak ke kita, bisa membangun kota ini dengan pajak-pajak tersebut, dengan retribusi pajak tersebut kita dapat membangun jalan, sekolah, membangun puskesmas. Itulah fungsi pajak dan retribusi tersebut yang saling berkaitan. Kota Tangerang ini dekat dengan Tanjung Priuk untuk petikemas, dekat dengan Bandara Soekarno Hatta sebagai pintunya Indonesia. Jadi kita punya potensi. Potensinya adalah kita punya jalan tol ke Bandara Soekarno Hatta, bandara internasional ini sangat di butuhkan untuk pengiriman barang dan sebagainya. Ada juga yang melalui laut.
Q3 Media apa saja yang digunakan BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian pelayanan perizinan kepada masyarakat atau sektor swasta?
A3 seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya yaitu bisa didapat melalui sosialisasi, media cetak, website, dan atau datang langsung ke kantor perizinan ini.
Q4 Adakah hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses penyampaian informasi pelayanan kepada masyarakat?
A4
Hambatan di antaranya untuk pengumpulan para pengusaha, kadang-kadang kita undang yang datang sedikit. Kita sudah undang ternyata yang datang perwakilannya, jadi tidak bisa mendapat informasi yang penuh. Katakanlah kalau yang diwakilkan itu staff nya, kemudian di laporkan oleh staff nya lalu tidak penuh lagi penyampaiannya. Jadi harusnya pengusaha datang langsung untuk mendapatkan informasi dengan tatap muka. Contohnya LKPM kemarin yang telah kita undang banyak yang datang tidak banyak. Kadang-kadang dari pelaku usaha tidak datang hanya RT dan RW padahal utama nya itu pelaku usaha tapi yang datang RT atau RW. Hambatan lainnya adalah data yang kita punya juga belum lengkap sehingga kita juga belum dapat memberikan sepenuhnya pada masyarakat. Banyak kendala yang kita hadapi termasuk anggaran juga kalau gak ada anggarannya bagaimana kita mau melakukan sosialisasi.
Q5 Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai BPMPTSP terkait izin bidang Penanaman Modal mengenai biaya dalam pembuatan izin?
A5 Kami sosialisasikan bahwa semua izin di penanaman modal tidak bayar, kecuali IMTA dan Pajak Reklame.
IND RESPONSIVENESS
Q1 Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM?
A1
Kita kan sekarang sudah berbasis online untuk SIUP dan TDP ini sudah dapat di akses dari depan ke belakang, artinya pendaftaran sudah melalui online. Harapan kita adalah mampu memberikan pelayanan yang cepat apa yang di inginkan masyarakat bisa di lakukan dengan segera secepatnya namun persoalannya adalah ruangnya sempit, tenaga kerjanya masih terbatas. Jika tidak terbatas dengan jumlah izin yang kita tangani sebanyak 45 jenis izin sedangkan kita hanya memiliki 60 orang pegawai, sangat kurang karyawannya. Sehinga itu menjadi kendala. Ruangan yang sempit serta susah di akses oleh masyarakat dari depan ke belakang terlalu jauh jadi letak gedungnya harus strategis di depan. Keluhan dapat di sampaikan melalui website bpmptspkotatangerang.go.id bisa juga menyampaikan melalui kotak saran di depan, media cetak, media elektrik sekarang juga banyak. Kedepannya kita ingin supaya setiap izin yang sudah selesai itu melalui sms gateway, hal tersebut untuk lebih memberikan kepuasan masyarakat (konsumen) di masa yang akan datang. Sistem online yang akan di garap serta dengan adanya nomor antrian.
Q2 Lalu, bagaimana tindak lanjut yang dilakukan BPMPTSP dalam menanggapi dan melayani hal tersebut?
A2
Memperbaiki sistem, kemudian kita inovasi nya dengan mobil keliling yang akan di operasikan mulai Januari 2016, untuk menanggapi keluhan-keluhan masyarakat yang selama ini dikeluhkan oleh masyarakat.
Q3 Adakah media yang disediakan oleh BPMPTSP untuk menampung keluhan atau aspirasi dari masyarakat/sektor swasta?
A3 Ada, lewat surat, website, Koran dan nanti kita tanggapi keluhan-keluhannya kita coba atasi.
INDIKATOR FORWAD VISION
Q1 Bagaimana BPMPSTP mengantisipasi masalah yang akan terjadi dimasa yang akan datang?
A1
Melalui internet, dengan sistem pendaftaran secara online pakai tracking jadi masyarakat dapat mengetahui berkas pemohon sudah sampai disana. Mungkin 2 sampai 3 hari selesai. Jadi pendaftarannya sudah melalui internet. Semua sudah memakai teknologi informasi (IT) di masa yang akan datang. Jadi masyarakat dapat mengakses berkasnya ada dimana begitu.
MEMBER CHECK
NAMA : Junaidi, SH
STATUS : Pemohon Izin ( PT. Multisari Langgeng Jaya)
INDIKATOR ACCOUNTABILITY
Q1 Apakah informasi dan pelayanan yang diberikan sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/pemohon?
A1
Kalo untuk informasi mungkin butuh sosialisasi ke masyarakat, kalau seperti saya kan sifatnya berbadan hukum kalau perusahaan sudah ada informasi secara langsung mungkin ada yang cari tahu sendiri tapi ketika melakukan pengurusan mungkin sudah mulai membaik jadi sudah mulai bagus berbeda dengan yang lain. Karna saya beberapa kali mengurus di DKI dan di Provinsi Banten. Disini bisa dikatakan lebih baiklah. Tapi masalah sosialisasi masih kurang.
Q2 Bagaimana ketepatan dan kelengkapan informasi dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang Penanaman Modal?
A2
mungkin mengulang pernyatan saya tadi untuk segi penyampaian informasi masih kurang artinya boleh dikatakan saya selama mengurus izin disini belum ada sosialisasi secara langsung terutama ke perusahaan-perusahaan atau pemohon artinya masyarakat datang kesini langsung untuk mencari tahu tapi ketika sudah diketahui dan dilengkapi memang prosesnya berjalan baik sih, tidak ada kendala.
Q3 Apakah ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai di BPMPSTP khususnya bidang Penanaman Modal?
A3 kalau sejauh ini tidak ada.
INDIKATOR TRANSPARENCY
Q1 Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
A1
untuk saat ini sudah cukup bagus, kita bisa lihat di website langsung, khususnya untuk kita ada diberi kemudahan untuk data data kelengkapan dalam pengurusan perizinan di Tangerang Ini cukup bagus.
Q2 Bagaimana proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta di kota Tangerang?
A2 mungkin gini ya, mungkin untuk pengumuman satu per satu itu kurang efektif tapi paling tidak secara kolektif itu memang perlu. Tapi sejauh ini belum pernah secara kolektif pun.
Q3 Media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi pelayanan perizinan kepada masyarakat/sektor swasta?
A4 saya ketahui saat ini ya hanya sebatas itu saja, ya website saja yang saya tau.
Q4 Bagaiaman ketepatan pegawai mengenai waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin?
A4 ya memang agak lambat, saya juga kurang tau kendalanya dimana itu saya belum tau. Saya pernah membuat izin sampai satu bulan baru jadi.
Q5 Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai di BPMPTSP terkait izin bidang Penanaman Modal mengenai biaya dalam pelayanan pembuatan izin?
A5
sejauh ini saya langsung bayar ke DPKD ya untuk izin reklame. Kalau dari pengurusan izinnya sendiri sih ya jujur ada beberapa pegawai yang meminta biaya untuk keluarnya izin. Ya mau gak mau saya harus mengeluarkan uang dari kantong pribadi.
INDIKATOR EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS
Q1 Bagaimana pencapaian hasil kinerja pegawai BPMPTSP bidang PM dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A1 sudah efisien cukup bagus kalau kita bandingkan denga yang lain.
Q2 Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang kinerja pegawai proses pelayanan pembuatan izin?
A2
kalau sarana dan prasarana menurut saya sih harus ditambahkan ya. Mungkin kita sebagai masyarakat atau pemohon lebih efektif apabila melakukan pengurusan secara online. Karna itu akan sangat memudahkan kita khususnya reklame.
Q3 Apakah kulitas dan kuantitas sumber daya manusia yang ada sudah memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan?
A3 kalau kualitas secara pribadi mungkin masih butuh perbaikan. Kalau kuantitas mungkin pihak sini yang lebih tau.
Q4 Menurut anda, apakah jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin sudah mengikuti SOP yang berlaku?
A4 saya tidak tau SOP nya seperti apa
Q5 Apakah sudah terdapat sistem atau sarana yang dapat memudahkan masyarakat dalam membuat izin?
A5 sejauh ini sistem yang ada ya masih manual, itu yang kadang kita keluhkan terkadang waktu kita tidak efektif
INDIKATOR RESPONSIVENESS
Q1 Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM?
A1 yang ingin saya sampaikan, mungkin masalah waktu keluarnya izin lebih dipercepat lagi, kemudian masalah sosialisasi lebih bisa secara langsung mengena kepada masyarakat.
Q2 Lalu, bagaimana tindak lanjut yang dilakukan BPMPTSP dalam menanggapi dan melayani hal tersebut?
A2 sejauh ini sih belum ditanggai dan belum ada tindak lanjut
Q3 Adakah media yang disediakan oleh BPMPTSP untuk menampung keluhan atau aspirasi dari masyarakat/sektor swasta?
A3 untuk saat ini belum
Q4 Bagaimana kecepatan waktu dan respon pegawai dalam proses keluarnya izin?
A4 ya kalau kita mengikuti sesuai SOP yang dikatakan tadi 2 sampai 3 hari kerja ya lebih baik tapi fakta dilapangan kan bisa lebih.
INDIKATOR FORWARD VISION
Q1 Adakah saran atau masukan Anda sebagai pemohon untuk peningkatan kualitas pelayanan di BPMPTSP ini khususnya bidang Penanaman Modal?
A1
yang pertama adalah ketika kita ingin membuat sebuah perubahan yaitu sarana prasarana yang harus diperbaiki, kedua adalah masalah sdm , ketika sarana dan prasarana sudah terpenuhi, tetapi sdm belum ya sistem tidak ada berjalan. Hal itu agar terciptanya sebuah transparansi dalam pengurusan perizinan yang dilakukan pemohon kepada pemerintah.
INDIKATOR RULE OF LAW
Q1 Menurut Anda, Adakah sanksi hukum yang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses pembuatan izin ?
A1 seharusnya ada untuk memberikan efek jera atau alih fungsi tapi kan itu tergantung kebijakan masing masing
Q2 Bagaiman upaya dalam mengurangi "kecurangan-kecurangan" pegawai dalam proses pelayanan perizinan di BPMPTSP khususnya bidang PM?
A2 transparansi mengenai data dan persyaratan persyaratan izin serta biaya dalam pembuatan izin
MEMBER CHECK
NAMA : Muhammad
STATUS : Pemohon Izin ( PT. Alma Waliarta Pratama)
INDIKATOR ACCOUNTABILITY
Q1 Apakah informasi dan pelayanan yang diberikan sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/pemohon?
A1
Jadikan begini, sosialisasinya itu ya, sosialisasinya itu kan pertama tidak ada. Katakanlah lewat pamflet, lewat spanduk, atau lewat brosur. Nah itu yang pertama itu kan tidak ada. Artinya supaya mudah itu ya harus menghubungi ke induk-induk organisasi perusahaan. Misalnya bagaimana penanaman modal di kota Tangerang ini di perizinan. Katakanlah ada kadin sebagai induk organisasi perusahaan Apindo, ada gapensi, jadi orang kesini sudah tahu mekanismenya gitu loh. Jangan kesini baru tau. Semestinya kan tahu dulu baru kesini. Nah ini yang kedua, berapa sih sebenarnya time nya itu, jadi harus ada kepastian waktu penyelesaian semua perizinan yang ditangani oleh bidang penanaman modal. Kalau misalnya good governance itu ya seperti itu dan biayanya misalnya ada ya harus jelas, kalau misalnya gratis ya gratis. Masalahnya, kita tidak tahu persis. Jadi masalah good governance nya belum maksimal.
Q2 Bagaimana ketepatan dan kelengkapan informasi dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang Penanaman Modal?
A2
Kalau kelengkapan ini istilahnya kita kesini kan misalnya jam 1 pas masuknya tuh ya jam 1 kok gak ada orang. Ya kan terus sudah ada itu persyaratan-persyaratannya untuk melakukan pengajuan. Itu kan belum lengkap disini belum ada. Hanya dikasih formulir-formulir itu persyaratannya apa-apa itu yang kita belum tahu persis itu. Apa-apa yang tercantum itu di formulir persyaratan setelah ini formulir persyaratannya apa saja yang mau dilampirkan itukan yang perlu kita tahu dulu sebelum kita ajukan. Jadi kita mencegah jangan sampai orang kesini ternyata dokumennya tidak lengkap kan bolak-baliknya itu kasian. Ini kan kota Tangerang luas 13 kecamatan.
Q3 Apakah ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai di BPMPSTP khususnya bidang Penanaman Modal?
A3
Belum, kalo saya sih belum ada. Sebenarnya kan memang perizinan terpadu ini justru sebenarnya setiap tahunnya melakukan riset untuk melihat kepuasan pelayanan perizinan ini. Pengusaha-pengusaha apakah sudah puas terhadap pelayanannya. Kalau perlu online aja gitu ya. Sebuah perizinan itu online. Jadi supaya efektif. Mengurangi juga biaya kan, online aja semua. Disini SIUP dan TDP nya belum online. Kalau di Tangsel itu sudah online.
INDIKATOR TRANSPARENCY
Q1 Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
A1
Kalau saya sih sebenarnya minta di sederhanakan itu persyaratan-persyaratan perizinan itu sederhanakanlah. Misalnya kalau perlu izin domisi itu di tiadakan. Karena izin domisi itu misalnya SKDU itu setiap tahun habis. Disana kan kita keluarkan biaya, kita minta bukti pembayarannya tidak dikasih juga. Ini kan baru-baru saya urus SKDU ini saya keluarin duit. Ketika minta formulir dan tanda buktinya tidak dikasih berarti kan good governance belum berjalan. Jadi SKDU ini di tiadakan aja karena sudah ada NPWP kan sudah ada alamatnya. Jadi jelas tidak ada undang-undangan bahwa setiap izin harus melampirkan domisili jadi menyederhanakan syarat-syarat. Karena misalnya mau tau alamat perusahaan itu kan sudah ada di NPWP. Sementara kan yang tercantum di SKDU itu kan tentang alamat perusahaan nah sudah ada NPWP nya. Apalagi setiap tahun itu berapa pungutan yang illegal itu di kecamatan-kecamatan dan keluarahan itu illegal karna bayar, seharusnya tidak bayar.
Q2 Bagaimana proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta di kota Tangerang?
A2
Palingan spanduk, tapi spanduk itu tidak memberikan informasi yang jelas kepada pengusaha. Semestinya spanduk itu kan memberikan informasi yang jelas atau kalau perlu itu kan informasi yang jelas daripada perizinan terpadu tuh kalau perlu pasang di kelurahan-kelurahan atau kecamatan kan gitu. Informasi yang jelas kalau kita lihat di pinggir jalan kan gak mungkin, lewat bawa mobil kan. Tapi kalau di kecamatan kan kita fokus perhatian kita di kelurahan. Oh… Kantornya disini, emailnya ini, website nya disini, kita tidak tahu ada website gak disini.
Q3 Media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi pelayanan perizinan kepada masyarakat atau sektor swasta?
A3 Ada. Tapi bisa di update terus gak? Kan itu kita gak tau.
Q4 Bagaiaman ketepatan pegawai mengenai waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin?
A4
Kalau gak salah itu 2 minggu itu bahkan lebih. Kalau gak salah informasi nya disini 2 minggu. Selesai tapi kebanyakan lewat, lewat 2 minggu. Alasannya mungkin apa pegawai nya kurang ketika dinas keluar itu tidak ada yang mem-back up penangannya disini. Kalau pegawai nya kurang, di tambahlah.
Q5 Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai di BPMPTSP terkait izin bidang Penanaman Modal mengenai biaya dalam pelayanan pembuatan izin?
A5
Transparansi nya apaan ya? Kita belum jelas itu sampai mana transparansinya. Jadi ini kan kita tidak tahu persis izin-izin apa yang di kenakan biaya dan izin-izin apa yang tidak di kenakan biaya nah itu kan yang harus di pahami oleh masyarakat. Khususnya masyarakat yang berhubungan dengan perizinan. Kita tidak tahu persis.SIUP dan TDP itu semestinya tidak di kenakan biaya. Tapi pernah di minta, tapi ada juga teman-teman yang lain itu ngurus itu ngasih sekedarnya. Istilahnya kan di berikan informasi yang jelas. Mestinya SIUP dan TDP di tulislah di ruangan ini gratis. Tidak perlu , kita di ajak masuk ke ruangan gitu kan. Lamhsung aja di serahin disini jadi kita maksudnya apa gitu kan.
INDIKATOR EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS
Q1 Bagaimana pencapaian hasil kinerja pegawai BPMPTSP bidang PM dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat atau sektor swasta?
A1
Kalau output nya sih sudah bagus. Tapi efektifnya itu artinya kalau ada orang mau ngurus disini hasilnya ada, tapi apakah efektif atau tidak masih menjadi tanda tanya gitu kan. Harusnya kita dikasih kepastian. Kepastiannya tuh kita sebelum kesini kita sudah harus tahu persyaratan ngurus ini persyaratannya ini, waktunya sekian, kalau bayar, bayarnya sekian, nah gitu. Jadi sebelum kesini kita sudah harus tau. Artinya sosialisasinya itu yang belum menyeluruh.
Q2 Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang kinerja pegawai proses pelayanan pembuatan izin?
A2
kalau mengenai sarana dan prasarana sih tergantung bagaimana pihak Badan dalam pemanfaarannya ya, percuma kalau sarana dan prasarana ada tapi belum dapat memberikan pelayanan yang maksimal. Dilihat dari sisi ruangan ini terlalu bersekat, kurang leluasa untuk sekelas badan perizinan kota Tangerang ini.
Q3 Menurut anda, apakah jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin sudah mengikuti SOP yang berlaku?
A3
Belum, ini kan masalahnya kita belum tahu SOP nya berapa lama. Sebenarnya kan 2 sampai 3 hari kerja, tapi kalau kita tanya berapa lama pak? 2 minggu setelah sampai 2 minggu kita tanya belum selesai nah itu tadi saya bilang kurang tenaga kerja, tadi ketika dia dinas keluar.
Q4 Apakah sudah terdapat sistem atau sarana yang dapat memudahkan masyarakat dalam membuat izin?
A4
Sistemnya kita belum tahu persis bagaiamana, makanya kita bilang disini, kita duduk disini adalah yang bisa kita baca alurnya, sistemnya, tapi ya ini kan duduk aja begini. Alurnya bagaimana, sistemnya bagaimana gak ada yang bisa kita baca.
INDIKATOR RESPONSIVENESS
Q1 Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM?
A1
Masalahnya kan ini keluhannya belum pernah sampai ke dalam. Makanya itu tadi kalau ada sosialisasi, katakanlah perizinan ini jadi kita bisa menyampaikan keluhan meskipun disini ada kotak pengaduan ini prosesnya lambat gitu, tapi kalau ketemu langsung di respon dengan cepat. Jadi mestinya kita bisa menyampaikan keluhan langusng, nah masalahnya pernah gak perizinan sosialisasi ke masyarakat atau pernah gak di adakan sosialisasi. Coba tanyakan, kita juga belum pernah mendapat undangan. Supaya transparansi nya jelas. Ketika sosialisasi itu kita bisa menanyakan syarat-syaratnya apa, jangka waktunya berapa, biaya nya berapa, terus kita bisa menyampaikan keluhan-keluhan.
Q3 Bagaimana kecepatan waktu dan respon pegawai dalam proses keluarnya izin?
A3
Masih lambat, saya sudah dua kali buat SIUP dan TDP lebih dari 14 hari kerja. Pertama saya membuat SIUP dan TDP malah hampir sebulan karena persyaratan saya masih kurang tetapi sudah diregistrasi. Pada saat pengambilan ternyata belum bisa diproses karna masih kurang berkas, tapi sama sekali tidak ada informasi sebelumnya. jadi buang buang waktu.
INDIKATOR FORWARD VISION
Q1 Adakah saran atau masukan Anda sebagai pemohon untuk peningkatan kualitas pelayanan di BPMPTSP ini khususnya bidang Penanaman Modal?
A1
dengan membuat pertemuan dengan masyarakat. Jadi pihak BPMPTSP ini melakukan sosialisasi kepada pengusaha-pengusaha. Informasi lewat pamflett, brosur, lewat spanduk harus diperbanyak. Kemuadian itu pun harus ditempat-tempat yang memang bisa kita baca secara fokus. Katakanlah di kelurahan atau kecamatan atau tempat persinggahan. Kalau perlu di alfamart atau di mall-mall.
INDIKATOR RULE OF LAW
Q1 Menurut Anda, Adakah sanksi hukum yang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses pembuatan izin ?
A1 Kita sebagai masyarakat kan belum tahu ada sanksi atau tidak dari dalam.
Q2 Bagaiman upaya dalam mengurangi "kecurangan-kecurangan" pegawai dalam proses pelayanan perizinan di BPMPTSP khususnya bidang PM?
A2
Ya di buatlah itu sistem. Jadi tupoksi dari BPMPTSP ini harus jelas ruang lingkupnya. Pokoknya sistem secara terpadu ini harus ada. Dan sistem yang secara terpadu itulah yang harus sampai ke masyarakat khususnya di kalangan pengusaha lain. Saya kira kan ini yang namanya transparansi kepada masyarakat, disini juga mau transparansi kan, walikota kan sudah mengatakan kemarin mau online tapi kita tanya kok belum pak? Padahal walikota sudah menyatakan siap online untuk SIUP dan TDP tapi kenyatannya belum.
MEMBER CHECK
NAMA : Mela Rosmiatin
STATUS : Pemohon (PT. Surya Mitra Mandiri)
INDIKATOR ACCOUNTABILITY
Q1 Apakah informasi dan pelayanan yang diberikan sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/pemohon?
A1
terkadang tidak begitu lengkap, jadi tidak ada keterbukaan, misalnya disini tidak ada perizinan seperti itu harusnya kan diliatin tuh tentang KBLI nya. Izin ini tidak ada disini. Seperti yang kemarin itu kan ya kita jadi bingung sendiri gimana kan kasihan orang mau bikin usaha tapi gak bisa bikin perizinnnya harusnya diperlihatkan izin apa saja yang boleh dibuat dan harusnya diarahkan tapi ini gak ada arahan jadi gak ada solusinya.
Q2 Bagaimana ketepatan dan kelengkapan informasi dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang Penanaman Modal?
A2
saya izinnya SIUP dan TDP. Informasinya sih sudah lengkap cuma itu ya beda beda antara misalnya ini kota Tangerang berbeda dengan Kota tangerang Selatan atau Jakarta tidak sama, ternyata disini tidak bisa mengelurkan izin itu sedangkan ditempat yang lain kok bisa. Tapi kalau informasi sih lengkap.
Q3 Apakah ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai di BPMPSTP khususnya bidang Penanaman Modal?
A3 ya mestinya ada tapi disini tidak ada. Biasanya kan ada ya kotak saran. Tidak ada wadah untuk masyarakat memberikan penilaian kinerja pegawai.
INDIKATOR TRANSPARENCY
Q1 Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
A1 Mudah
Q2 Bagaimana proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta di kota Tangerang?
A2
proses penyampaiannya masih kurang, ya kita kan sebagai masyarakat gak terlalu paham jadi kalau misalnya ada izin ya tidak bisa diberi perizinan ya diberi pengarahan harusnya bagaimana. Kalau yang kemaren itu kan kitanya jadi diputer-puter sampai ke Kementrian Keuangan, ke OJK makanya saya jadi bingung. Klien saya sudah buat usaha tapi tidak bisa bikin izin. Tapi di kota Tangerang Selatan bisa kan aneh, jadi disini tidak ada keterbukaan untuk memperlihatkan KBLI nya, sampai klien saya juga complain kok di Tangerang Selatan bisa disini tidak bisa. Mungkin tiap daerah beda beda ya.
Q3 Media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi pelayanan perizinan kepada masyarakat/sektor swasta?
A3 harusnya kan secara online ya, tapi ini kayaknya belum ya secara online. Kalau sudah online kan lebih mudah lagi.
Q4 Bagaiaman ketepatan pegawai mengenai waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin?
A4 menurut saya sih, Alhamdulillah sih bagus ya 7 hari kerja paling dilebihin satu hari.
Q5 Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai di BPMPTSP terkait izin bidang Penanaman Modal mengenai biaya dalam pelayanan pembuatan izin?
A5
gak ada tuh, biayanya ya nanti aja pas ngambil izin SIUP dan TDP nya kalau sudah selesai, ya kita ngasih aja, uang terima kasih, tapi emang sih gak diminta, tapi ngasih sebagai ucapan terima kasih aja. Saya tau ini gratis tapi kalau udah gini kan gimana ya Dia (pegawai) nya kaya nunggu jadi sayanya gak enak dan emang sudah saya siapkan. Tapi kalau di Jakarta mah tidak menerima karna diizinnya sudah ada stempel gratis. Saya kan kemaren ngurus ke Jakarta Selatan disana tidak menerima uang. Jadi kalau disana pengambilan izin tuh langsung di loket gak dibawa dulu kemana, ditempat yang orang gak lihat dan gak memperhatikan. Kalau di Jakarta kan langsung dipanggil satu satu aja di loket.
INDIKATOR EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS
Q1 Bagaimana pencapaian hasil kinerja pegawai BPMPTSP bidang PM dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A1 ya biasa biasa saja. Biasa itu berarti sedang ya belum maksimal. Kurang respon kepada masyarakat
Q2 Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang kinerja pegawai proses pelayanan pembuatan izin?
A2 kalau terlalu banyak yang datang ya masih kurang besar ruangannya, karna banyak yang datang untuk mengurus izin izin
Q3 Apakah kulitas dan kuantitas sumber daya manusia yang ada sudah memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan?
A3 ya saya kurang tau kalau itu
Q4 Menurut anda, apakah jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin sudah mengikuti SOP yang berlaku?
A4 nah itu disini saya kurang tau SOP nya berapa hari kerja sih keluarnya izin, setau saya dua sampai 3 hari kerja tapi kan disini 7 sampai 10 hari kerja.
Q5 Apakah sudah terdapat sistem atau sarana yang dapat memudahkan masyarakat dalam membuat izin?
A5 belum ada sih setau saya.
INDIKATOR RESPONSIVENESS
Q1 Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM?
A1
ada keluhan tapi ya gak ada solusinya gimana. Kalau udah gak bisa ya gak bisa aja gak ada solusi. Keluhannya kalau kita mau bikin izin tapi ternyata disini gak bisa mengeluarkan perizinannya nah disini tidak memberi solusinya seperti apa.
Q2 Lalu, bagaimana tindak lanjut yang dilakukan BPMPTSP dalam menanggapi dan melayani hal tersebut?
A2 menurut saya sekalipun ada keluhan tapi tidak ada solusi ya.
Q3 Adakah media yang disediakan oleh BPMPTSP untuk menampung keluhan atau aspirasi dari masyarakat/sektor swasta?
A3 kalau itu saya belum tau, dan kayaknya belum ada
Q4 Bagaimana kecepatan waktu dan respon pegawai dalam proses keluarnya izin?
A4 karena ini tidak sesuai SOP nya ya, tapi ya gak apa apa sih karna mungkin disini juga memang banyak mengeluarkan izin. Jadi yasudahlah.
INDIKATOR FORWARD VISION
Q1 Adakah saran atau masukan Anda sebagai pemohon untuk peningkatan kualitas pelayanan di BPMPTSP ini khususnya bidang Penanaman Modal?
A1
ya lebih bagus pelayanannya dan lebih bisa membantu memberi bantuan dan arahan kepada masyarakat, memberikan solusi apabila tidak ada perizinannya. Karena kita juga kan masyarakat awam yang tidak tau apalagi ini tidak ada transparansi dan keterbukaan tentang KBLI nya, tidak diperlihatkan KBLI nya. Kalau di kabupaen dan Jakarta kan diperlihatkan KBLI nya. Jadi, kalau disana diarahkan nanti diperlihatkan KBLI nya tergantung jenis usahanya apa. Jadi kalau diperlihatkan KBLI nya kan kita jadi ngerti.
INDIKATOR RULE OF LAW
Q1 Menurut Anda, Adakah sanksi hukum yang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses pembuatan izin ?
A1 ada sanksi biasanya mah, tapi gak tau ya disini sanksinya apa
Q2 Bagaiman upaya dalam mengurangi "kecurangan-kecurangan" pegawai dalam proses pelayanan perizinan di BPMPTSP khususnya bidang PM?
A2
saran saya mah secara online saja. Kalau secara online kan kita langsung akses sendiri tuh. Kalau ada bayar ya kita langsung bayar ke bank langsung kita bayar sendiri. Seperti SK Menteri, untuk PT kan secara online jadi kalau ada bayar, sebelumnya kita input data nanti keluar voucher keluar kemudian dibayarkan ke BNI langsung dimasukkin lagi kode vouchernya udah langsung cetak sendiri. Jadi bener bener bersih.
MEMBER CHECK
NAMA : Sari
STATUS : Pemohon Izin (PT. Delident)
INDIKATOR ACCOUNTABILITY
Q1 Apakah informasi dan pelayanan yang diberikan sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/pemohon?
A1 kalau menurut saya masih kurang ya,
Q2 Bagaimana ketepatan dan kelengkapan informasi dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang Penanaman Modal?
A2 sudah bagus sih pelayanannya bisa diajak kerjasama.
Q3 Apakah ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai di BPMPSTP khususnya bidang Penanaman Modal?
A3 kayaknya gak dilaporin ya, dilaporkannya ke disnaker kan ya. Laporan hasil kerjanya sih tidak ada ke masyarakat
INDIKATOR TRANSPARENCY
Q1 Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
A1 mudah kan cuma datang kesini aja. Maunya sih saya ketemu langsung sama Pak Indri atau Pak Rahman karna biasanya saya mengurus sama mereka.
Q2 Bagaimana proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta di kota Tangerang?
A2 kayaknya kurang sampai, kurang kalau kita gak datang kesini dan nanya langsung. Jadi tidak ada sosialisasi secara langsung,
Q3 Media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi pelayanan perizinan kepada masyarakat/sektor swasta?
A3 gak tau. Emang ada websitenya? Saya gak pernah buka tuh. kalau info sih biasaya suka kirim surat pemberitahuan gitu ya tapi bukan dari perizinan sih.
Q4 Bagaiaman ketepatan pegawai mengenai waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin?
A4 seminggu sih biasanya sudah selesai.
Q5 Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai di BPMPTSP terkait izin bidang Penanaman Modal mengenai biaya dalam pelayanan pembuatan izin?
A5
justru itu yang saya mau tanyain, mengenai biaya itu bagaimana? Saya tahu sebenernya kan gak ada tarif ya, nah itu dia. Ada orang orang tertentu yang mengenakan biaya jasa dan itu karyawan sini yang menawarkan supaya lebih cepat.
INDIKATOR EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS
Q1 Bagaimana pencapaian hasil kinerja pegawai BPMPTSP bidang PM dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat atau sektor swasta?
A1 cara penyampainnya kurang
Q2 Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang kinerja pegawai proses pelayanan pembuatan izin?
A2 kayaknya sudah lebih baik dari yang dulu saya terakhir kesini bulan maret. Dulu gak begini
Q3 Apakah kulitas dan kuantitas sumber daya manusia yang ada sudah memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan?
A3 belum kayaknya. Ini aja saya nunggu Pak Agus lama kan. Ini saya lama nungguin. Saya sudah setengah jam lebih
Q4 Menurut anda, apakah jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin sudah mengikuti SOP yang berlaku?
A4 harus ditingkatkan lagi, jangan membuat menunggu lama dalam melayani masyarakat apabila ingin ketemu dan konsultasi
Q5 Apakah sudah terdapat sistem atau sarana yang dapat memudahkan masyarakat dalam membuat izin?
A5 saya gak tau disini ada sistem yang memudahkan proses perizinan atau tidak.
INDIKATOR RESPONSIVENESS
Q1 Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM?
A1 belum. Keluhannya di masalah biasalah itu, tarif yang tidak jelas.
Q2 Lalu, bagaimana tindak lanjut yang dilakukan BPMPTSP dalam menanggapi dan melayani hal tersebut?
A2 kita tidak pernah mengadu masalah atau yang kita keluhkan itu kan
Q3 Adakah media yang disediakan oleh BPMPTSP untuk menampung keluhan atau aspirasi dari masyarakat/sektor swasta?
A3 kotak pengduan
Q4 Bagaimana kecepatan waktu dan respon pegawai dalam proses keluarnya izin?
A4 lama … gak keluar keluar nih
INDIKATOR FORWARD VISION
Q1 Adakah saran atau masukan Anda sebagai pemohon untuk peningkatan kualitas pelayanan di BPMPTSP ini khususnya bidang Penanaman Modal?
A1
ya dipermudah prosesnya, persyaratannya tidak usah banyak banyak, pokoknya dipermudah dan dipercepat. Saya kasih tau ya.. bikin SIUP itu kan di akte itu kan ada akte akte yang dari pendirian dan perubahan kan semua disebutkan di akte, dan itu saya harus siapkan semua. Banyak kan yang harus disiapkan. Seperti ini kan saya mau ubah perubahan SIUP. Jadi tidak usah banyak persyaratanlah kalau bisa
INDIKATOR RULE OF LAW
Q1 Menurut Anda, Adakah sanksi hukum yang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses pembuatan izin ?
A1
ya harusnya ada, hari gini kan pasti ada KKN, makanya dipermudah mbak, supaya yang seperti itu tuh tidak ada. Kalau prosesnya dipersulit, sementara kita butuh cepat, kalau mau cepet kan harus kaya gitu.
Q2 Bagaiman upaya dalam mengurangi "kecurangan-kecurangan" pegawai dalam proses pelayanan perizinan di BPMPTSP khususnya bidang PM?
A2
mungkin gajinya disini kurang ya, jadi harus ditingkatkan gaji. Tapi kayaknya emang dari pribadi orangnya sendiri sih. Seharusnya sih kalau memang sudah pekerjaannya kita gak perlu seperti itu. Prinsip dari diri sendiri itu namannya. Kalau perusahaan mah mau aja cepat tapi kita kan harus nego dulu kan.
MEMBER CHECK
NAMA : Ahmad Syarif
STATUS : Wartawan (Pimpinan Surat Kabar Info Publik)
INDIKATOR ACCOUNTABILITY
Q1 Apakah informasi dan pelayanan yang diberikan sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/pemohon?
A1 menurut saya sudah hampir terpenuhi tinggal pembenahan sedikit karna sering terjadi masyarakat yang merasa belum puas terhadap pelayanan yang diberikan. Jadi kembali pada oknum pegawainya juga.
Q2 Bagaimana ketepatan dan kelengkapan informasi dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang Penanaman Modal?
A2
bicara presentase sudah mencapai 85 persen masyarakat terpenuhi, kalau soal informasi dalam memberikan pelayanan sudah cukup bagus, mungkin kalau menurut saya harus ditambah sosialisasinya di masyarakat juga atau semacam pelayanan keliling.
Q3 Apakah ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai di BPMPSTP khususnya bidang Penanaman Modal?
A3 setau saya, tidak ada masyarakat atau sektor swasta yang diikutsertakan dalam pembuatan laporan kinerja pegawai.
INDIKATOR TRANSPARENCY
Q1 Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
A1 sangat mudah didapat karna setiap masyarakat yang ingin berkonsultasi tentang prosedur perizinan pasti selalu diberi tahu prosedurnya.
Q2 Bagaimana proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta di kota Tangerang?
A2
oke kalau hal kebijakan atau penyampaian informasi pembuatan izin saya sebagai pihat independent di Tangerang belum terlalu banyak kebijakan yang diberikan oleh pegawai BPMPTSP dalam pembuatan izin karna saya sering melihat masyarakat ada saja yang mengeluhkan kalau proses perizinan agak lambat. Dan memang di setiap instansi pasti ada pro dan kontranya.
Q3 Media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi pelayanan perizinan kepada masyarakat/sektor swasta?
A3 salah satunya media online dan media informasi lainnya termasuk media cetak.
Q4 Bagaiaman ketepatan pegawai mengenai waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin?
A4 kalau ketepatan waktu terkadang tepat terkadang kurang tepat karna kembali lagi pada kesibukan atau rapat pimpinan.
Q5 Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai di BPMPTSP terkait izin bidang Penanaman Modal mengenai biaya dalam pelayanan pembuatan izin?
A5 sosialisasi dan transparansi dari pegawai terkait, cukup bagus dan akurat.
INDIKATOR EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS
Q1 Bagaimana pencapaian hasil kinerja pegawai BPMPTSP bidang PM dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A1 menurut saya sudah baik tapi tetap perlu meningkatkan kualitas pelayanan kepada pemohon.
Q2 Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang kinerja pegawai proses pelayanan pembuatan izin?
A2 sarana dan prasarana pada pelayanan pembuatan izin sudah bagus dan tertib.
Q3 Menurut anda, apakah jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin sudah mengikuti SOP yang berlaku?
A3 sejauh ini masih belum tepat sesuai SOP tapi gak sedikit masyarakat yang puas dengan pelayanan di BPMPTSP ini.
Q4 Apakah sudah terdapat sistem atau sarana yang dapat memudahkan masyarakat dalam membuat izin?
A4 setau saya sih sistem online belum ada disini
INDIKATOR RESPONSIVENESS
Q1 Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM?
A1 tanggapan pegawai ketika ada keluhan dari pihak manapun cukup bisa untuk menyelesaikan keluhan tersebut. Artinya mereka memberikan pengertian atau menyampaikan kepada masyarakat dengan baik
Q2 Adakah media yang disediakan oleh BPMPTSP untuk menampung keluhan atau aspirasi dari masyarakat/sektor swasta?
A2 ada, salah satunya kotak kritik dan saran
Q3 Bagaimana kecepatan waktu dan respon pegawai dalam proses keluarnya izin?
A3 cukup baik tetapi masih perlu ditingkatkan
INDIKATOR FORWARD VISION
Q1 Adakah saran atau masukan Anda sebagai pemohon untuk peningkatan kualitas pelayanan di BPMPTSP ini khususnya bidang Penanaman Modal?
A1 saran saya untuk meningkatkan kualitas kerja dalam pelayanan intinya sih bisa lebih baik dari yang sudah ada sekarang.
INDIKATOR RULE OF LAW
Q1 Menurut Anda, Adakah sanksi hukum yang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses pembuatan izin ?
A1 sanksinya adalah hukuman penjara dan denda sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Q2 Bagaiman upaya dalam mengurangi "kecurangan-kecurangan" pegawai dalam proses pelayanan perizinan di BPMPTSP khususnya bidang PM?
A2 apabila terjadi kecurangan dalam instansi tersebut saya akan melaporkan pada pihak yang berwajib.
MEMBER CHECK
NAMA : Achmad Yasin, SH
STATUS : Pemohon ( Biro Jasa )
INDIKATOR ACCOUNTABILITY
Q1 Apakah informasi dan pelayanan yang diberikan sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/pemohon?
A1 sudah, dengan adanya infromasi seperti baliho, pamflet, dan papan pengumuman lainnya.
Q2 Bagaimana ketepatan dan kelengkapan informasi dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang Penanaman Modal?
A2 akurat, sudah sesuai perda
Q3 Apakah ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai di BPMPSTP khususnya bidang Penanaman Modal?
A3 ada, dengan dibuatnya kotak pengaduan/ kotak saran dari masyarakat sebagai pengguna izin.
INDIKATOR TRANSPARENCY
Q1 Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
A1 sangat mudah, formulir sudah disiapkan sesuai izin yg akan diurus.
Q2 Bagaimana proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta di kota Tangerang?
A2 dipermudah, dengan catatan syarat administrasi lengkap.
Q3 Media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi pelayanan perizinan kepada masyarakat/sektor swasta?
A4 tabloid kota Tangerang, pamflet, reklame, dan lain-lain.
Q4 Bagaiaman ketepatan pegawai mengenai waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin?
A4 sudah cukup, karena masyarakat pengguna izin sangat banyak.
Q5 Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai di BPMPTSP terkait izin bidang Penanaman Modal mengenai biaya dalam pelayanan pembuatan izin?
A5 sudah cukup dan sudah sesuai dengan perda.
INDIKATOR EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS
Q1 Bagaimana pencapaian hasil kinerja pegawai BPMPTSP bidang PM dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A1 pencapaian target tidak maksimal
Q2 Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang kinerja pegawai proses pelayanan pembuatan izin?
A2 sangat menunjang dengan adanya perluasan ruangan permohonan izin
Q3 Apakah kulitas dan kuantitas sumber daya manusia yang ada sudah memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan?
A3 untuk kualitas cukup baik, kuantitas juga sudah cukup.
Q4 Menurut anda, apakah jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin sudah mengikuti SOP yang berlaku?
A4 fifty-fifty
Q5 Apakah sudah terdapat sistem atau sarana yang dapat memudahkan masyarakat dalam membuat izin?
A5 Sudah INDIKATOR RESPONSIVENESS
Q1 Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM?
A2 sudah aspiratif
Q2 Lalu, bagaimana tindak lanjut yang dilakukan BPMPTSP dalam menanggapi dan melayani hal tersebut?
A2 mencari solusi yang terbaik
Q3 Adakah media yang disediakan oleh BPMPTSP untuk menampung keluhan atau aspirasi dari masyarakat/sektor swasta?
A3 ada, yaitu kotak saran/ kotak pengaduan
Q4 Bagaimana kecepatan waktu dan respon pegawai dalam proses keluarnya izin?
A4 Cepat
INDIKATOR FORWARD VISION
Q1 Adakah saran atau masukan Anda sebagai pemohon untuk peningkatan kualitas pelayanan di BPMPTSP ini khususnya bidang Penanaman Modal?
A1 waktu dan persyaratan pembuatan izin dipermudah.
INDIKATOR RULE OF LAW
Q1 Menurut Anda, Adakah sanksi hukum yang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses pembuatan izin ?
A1 harusnya ada
Q2 Bagaiman upaya dalam mengurangi "kecurangan-kecurangan" pegawai dalam proses pelayanan perizinan di BPMPTSP khususnya bidang PM?
A2 dengan menggunakan sistem online.
MEMBER CHECK (I3-1)
NAMA : Hari Widiarsa
STATUS : Asisten Ombudsman RI Provinsi Banten
INDIKATOR ACCOUNTABILITY
Q1 Apakah informasi dan pelayanan yang diberikan sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/pemohon?
A1
dari hasil survei yang telah kami lakukan kepada beberapa pemohon melalui angket yang kami berikan, hasilnya menyatakan bahwa informasi dan pelayanan yang dibeikan pegawai BPMPTSP bd. Penanman Modal belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat. Karena terkait informasi dan kami setelah kami cek beberapa laporan yang masuk di komisi infornasi, menurut versi ombudsman mengenai pasal 22 UU 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, komponen tersebut belum terpenuhi.
Q2 Bagaimana ketepatan dan kelengkapan informasi dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang PM?
A2 belum. Hasil keluarnya izin kemarin aja masih salah cetak penulisannya.
Q3 Apakah ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai?
A3 sepertinya belum ada
INDIKATOR TRANSPARENCY
Q1 Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
A2 data dan informasi yang diberikan belum maksimal
Q2 Media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi pelayanan perizinan kepada masyarakat/sektor swasta?
A2 Website saja sepertinya, kalau melalui iklan atau televisi belum pernah denger
Q3 Bagaiaman ketepatan pegawai mengenai waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin?
A3 belum tepat karena proses keluarnya izin belum sesuai SOP yang berlaku
Q4 Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai di BPMPTSP terkait izin bidang PM mengenai biaya dalam pembuatan izin?
A4 sepertinya sudah cukup benar tapi prakteknya saya belum tau pasti
INDIKATOR EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS
Q1 Bagaimana pencapaian hasil kinerja pegawai BPMPTSP bidang PM dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A1 menurut saya kurang kompeten ya, kemarin saja ada pemohon yang curhat dan complain ke saya kalau permohonan izin yang pemohon tersebut buat tidak sesuai data yang diberikan, outpunya masih salah.
Q2 Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang kinerja pegawai proses pelayanan pembuatan izin?
A2 cukup baik, tetapi media informasinya masih terbatas, jadinya rebutan
Q3 Apakah kulitas dan kuantitas sumber daya manusia yang ada sudah memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan?
A3 Menurut anda, apakah jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin sudah mengikuti SOP yang berlaku?
Q4
belum, karena kemarin saja PT. Insan Muda Makmur mengeluhkan lambatnya proses keluarnya izin, hampir sebulan loh. Setelah di cek ketika berkas jadi ternyata sudah prosesnya lama dan hasilnya pun tidak sesuai dengan data yg diberikan.
Q5 Apakah sudah terdapat sistem atau sarana yang dapat memudahkan masyarakat dalam membuat izin?
A5
belum memadai, sekarang itu sudah jamannya semua izin itu online. Seharusnya semua syarat, retribusi, dasar hukumnya ada di online. Termasuk pendaftaran izin itu sendiri, jadi sudah tidak manual seperti ini.
INDIKATOR RESPONSIVENESS
Q1 Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM?
A1 Sudah ada petugas pengaduannya, tapi sepertinya belum ada sosialisasi terkait hal tersebut
Q3 Adakah media yang disediakan oleh BPMPTSP untuk menampung keluhan atau aspirasi dari masyarakat/sektor swasta?
A3 sepertinya sudah ada
Q4 Bagaimana kecepatan waktu dan respon pegawai dalam proses keluarnya izin?
A4 responnya sudah baik, tapi proses keluarnya izin masih jauh dari SOP yang berlaku.
INDIKATOR FORWARD VISION
Q1 adakah saran atau masukan Anda sebagai pihak independent untuk peningkatan kualitas pelayanan BPMPTSP ini khususnya bidang Penanaman Modal?
A1 transparansi standart pelayanan dan sosialisasi pengaduan kepada sektor swasta atau pemohon izin.
INDIKATOR RULE OF LAW
Q1 Adakah sanksi hukum yang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses pembuatan izin ?
A1 ada , di UU 25 Tahun 2009
Q2 Bagaiman upaya dalam mengurangi "kecurangan-kecurangan" pegawai dalam proses pelayanan perizinan di BPMPTSP khususnya bidang PM?
A2
seharusnya buat sistem yang bagus, kemudian transparansi mengenai biaya dan waktu proses pembuatan izin, pengelolaan pengaduan, dan penegakan disiplin pegawai harus ditingkatkan. Namun yang paling utama adalah keseriusan pimpinan badan tersebut untuk mengurangi kecurangan-kecurangan dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat.
MEMBER CHECK
NAMA : Dwijayanti
STATUS : Wartawan (Awdi News)
INDIKATOR ACCOUNTABILITY
Q1 Apakah informasi dan pelayanan yang diberikan sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/pemohon?
A1 untuk informasi dalam penyampain masih kurang tetapi dari sisi pelayanan sudah bagus
Q2 Bagaimana ketepatan dan kelengkapan informasi dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang Penanaman Modal?
A2 untuk kelengkapan informasi pemohon datang langsung dan mencari tau kelengkapan izin itu sendiri karna tidak ada sosialisasi langsung pada perusahaan.
Q3 Apakah ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai di BPMPSTP khususnya bidang Penanaman Modal?
A3 yang saya liat tidak ada
INDIKATOR TRANSPARENCY
Q1 Bagaimana kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin?
A1 saya belum dapat mengakses data atau informasi melalui website
Q2 Bagaimana proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta di kota Tangerang?
A2 cukup baik tetapi masih perlu ditingkatkan
Q3 Bagaiaman ketepatan pegawai mengenai waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin?
A3 belum tepat waktu karena masih kurang pegawai
Q4 Bagaimana sosialisasi dan transparansi pegawai di BPMPTSP terkait izin bidang Penanaman Modal mengenai biaya dalam pelayanan pembuatan izin?
A4 saya datang langsung kekantor untuk pembayaran izin reklame tetapi sebelum sampai pada proses pembayaran (DPKD) ada pegawai yang meminta biaya untuk proses izin tersebut.
INDIKATOR EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS
Q1 Bagaimana pencapaian hasil kinerja pegawai BPMPTSP bidang PM dalam memberikan pelayanan pembuatan izin kepada masyarakat/sektor swasta?
A1 Sudah cukup bagus
Q2 Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang kinerja pegawai proses pelayanan pembuatan izin?
A2 untuk sarana dan prasarana masih kurang
Q3 Menurut anda, apakah jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin sudah mengikuti SOP yang berlaku?
A3 sejauh ini masih belum tepat sesuai SOP tapi gak sedikit masyarakat yang puas dengan pelayanan di BPMPTSP ini.
Q4 Apakah sudah terdapat sistem atau sarana yang dapat memudahkan masyarakat dalam membuat izin?
A4 masih manual
INDIKATOR RESPONSIVENESS
Q1 Bagaimana BPMPTSP menanggapi keluhan-keluhan dan aspirasi masyarakat/sektor swasta dalam proses pelayanan pembuatan izin khususnya bidang PM?
A1 belum menanggapi keluhan masyarakat dengan baik
Q2 Adakah media yang disediakan oleh BPMPTSP untuk menampung keluhan atau aspirasi dari masyarakat/sektor swasta?
A2 saat ini saya belum ada
Q3 Bagaimana kecepatan waktu dan respon pegawai dalam proses keluarnya izin?
A3 7-14 hari kerja
INDIKATOR RULE OF LAW
Q1 Menurut Anda, Adakah sanksi hukum yang diberikan kepada pegawai bila terjadi tindak KKN dalam proses pembuatan izin ?
A1 saya tidak melihat adanya sanksi/peraturan kepada pegawai, mungkun tergantung kebijakan masing masing
Q2 Bagaiman upaya dalam mengurangi "kecurangan-kecurangan" pegawai dalam proses pelayanan perizinan di BPMPTSP khususnya bidang PM?
A2 transparansi mengenai data dan biaya
LAMPIRAN VI
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG
Nomor 3 Tahun 2010
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG
NOMOR 3 TAHUN 2010
TENTANG
SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA TANGERANG,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin legalitas usaha di bidang perdagangan dan upaya Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan, pengendalian, tertib administrasi dan mengembangkan usaha perdagangan, maka perlu mengatur perizinan Usaha Perdagangan;
b. bahwa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, Perizinan Usaha Perdagangan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah sehingga untuk mendapatkan kepastian hukum dan melaksanakan pembinaan, pengendalian dan pengawasan perlu pengaturan mengenai Izin Usaha Perdagangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Surat Izin Usaha Perdagangan;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3518);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
bphn.go.id
2
6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
11. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kota Tangerang (Lembaran Daerah Kota Tangerang Tahun 2008 Nomor 1);
12. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota Tangerang Tahun 2008 Nomor 5);
13. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah (Lembaran Daerah Kota Tangerang Tahun 2008 Nomor 6);
14. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Tangerang Tahun 2009 Nomor 5);
15. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kota Tangerang Tahun 2009 Nomor 6);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TANGERANG dan
WALIKOTA TANGERANG
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG SURAT IZIN USAHA
PERDAGANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Tangerang. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Tangerang. 3. Walikota adalah Walikota Tangerang.
bphn.go.id
3
4. Pejabat yang ditunjuk adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi perizinan.
5. Perdagangan adalah kegiatan usaha tranksaksi barang atau jasa seperti jual beli, sewa beli, sewa menyewa yang dilakukan secara berkelanjutan dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi.
6. Perusahaan Perdagangan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan kegiatan usaha di sektor perdagangan yang bersifat tetap, berkelanjutan, didirikan, bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
7. Cabang Perusahaan adalah perusahaan yang merupakan unit atau bagian dari perusahaan induknya yang dapat berkedudukan di tempat yang berlainan dan dapat bersifat berdiri sendiri atau bertugas untuk melaksanakan sebagian tugas dari perusahaan induknya.
8. Perwakilan Perusahaan adalah perusahaan yang bertindak mewakili kantor pusat perusahaan untuk melakukan suatu kegiatan dan atau pengurusannya ditentukan sesuai dengan wewenang yang diberikan.
9. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
10. Kekayaan bersih adalah hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (asset) dengan total nilai kewajiban, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
11. Surat Izin Usaha Perdagangan yang selanjutnya disingkat SIUP adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan.
12. Surat Permohonan Izin Usaha Perdagangan yang selanjutnya disingkat SP-SIUP adalah Formulir Permohonan Izin yang diisi oleh Perusahaan yang memuat data perusahaan untuk memperoleh SIUP Kecil/Menengah/Besar.
13. Perubahan Perusahaan adalah perubahan data perusahaan yang meliputi perubahan nama perusahaan, bentuk perusahaan, alamat kantor perusahaan, nama pemilik / penanggungjawab, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat pemilik / penanggungjawab, modal dan kekayaan bersih (Netto), kelembagaan, kegiatan usaha, dan jenis barang/jasa dagang utama.
BAB II
IZIN USAHA PERDAGANGAN
Pasal 2
Setiap Perusahaan Perdagangan yang mengajukan permohonan SIUP tidak dikenakan retribusi.
Pasal 3
(1) Setiap Perusahaan Perdagangan di Daerah wajib memiliki SIUP yang ditetapkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
bphn.go.id
4
(2) Paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan penerbitan SIUP dengan melampirkan dokumen persyaratan secara lengkap dan benar maka Pejabat yang ditunjuk wajib menerbitkan SIUP.
(3) Apabila dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap dan benar maka Pejabat yang ditunjuk dapat membuat penolakan penerbitan SIUP kepada pemohon paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen.
(4) Pemohon SIUP yang ditolak permohonannya dapat mengajukan kembali permohonan SIUP sesuai persyaratan yang berlaku.
Pasal 4
(1) SIUP terdiri dari SIUP Kecil, SIUP Menengah, SIUP Besar. (2) Selain SIUP sebagaimana dimaksud ayat (1), dapat diberikan SIUP
Mikro kepada Perusahaan Perdagangan Mikro apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan.
(3) Bentuk dan Format SIUP diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 5
(1) Pejabat yang ditunjuk dalam rangka menerbitkan SIUP harus berkoordinasi dengan Dinas yang bertanggungjawab di bidang Perdagangan di Daerah.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyampaikan pemberitahuan kepada Dinas yang tugas dan tanggung-jawabnya dibidang perdagangan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum masa belaku SIUP berakhir.
Pasal 6
(1) SIUP Kecil wajib dimiliki oleh Perusahaan Perdagangan Kecil yang mempunyai kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
(2) SIUP Menengah wajib dimiliki Perusahaan Perdagangan Menengah yang mempunyai kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
(3) SIUP Besar wajib dimiliki oleh Perusahaan Perdagangan Besar yang mempunyai kekayaan bersih lebih dari Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Pasal 7
Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 adalah : a. Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha diluar sektor
perdagangan; b. Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan; c. Perusahaan Perdagangan Mikro dengan kriteria :
1. usaha perseorangan atau Persekutuan;
bphn.go.id
5
2. Kegiatan usaha diurus, dijalankan atau dikelola oleh pemiliknya atau anggota keluarga/kerabat terdekat;
3. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Pasal 8
SIUP dilarang digunakan untuk melakukan kegiatan : a. usaha perdagangan yang tidak sesuai dengan kelembagaan
dan/atau kegiatan usaha, sebagaimana tercantum dalam SIUP; b. usaha yang mengaku kegiatan perdagangan, untuk menghimpun
dana dari masyarakat dengan menawarkan janji atau keuntungan yang tidak wajar (money game);
c. usaha perdagangan lainnya yang telah diatur melalui ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.
BAB III
MASA BERLAKU IZIN
Pasal 9
(1) SIUP berlaku selama Perusahaan menjalankan kegiatan usaha perdagangan.
(2) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan pendaftaran ulang setiap 5 (lima) tahun di tempat diterbitkannya SIUP.
Pasal 10
Perusahaan yang telah memiliki SIUP, wajib dipasang ditempat usaha sesuai dengan alamat yang tercantum dalam SIUP dan ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dilihat oleh umum.
BAB IV
PERMOHONAN SIUP BARU, PERUBAHAN PERUSAHAAN, PEMBUKAAN KANTOR CABANG/PERWAKILAN PERUSAHAAN DAN SIUP
HILANG/RUSAK/TIDAK TERBACA
Bagian Pertama Permohonan SIUP Baru
Pasal 11
Permohonan SIUP Baru harus melampirkan dokumen persyaratan sebagai berikut : a. Perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas :
1. foto copy Akta Notaris Pendirian Perusahaan; 2. foto copy Akte Perubahan Perusahaan (apabila ada); 3. foto copy Surat Keputusan pengesahan Badan hukum Perseroan
Terbatas dari Departemen Hukum dan Hak Asasi manusia; 4. foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Penanggungjawab/
Direktur utama Perusahaan; 5. surat pernyataan dari pemohon SIUP tentang lokasi usaha
perusahaan, dan;
bphn.go.id
6
6. foto penanggungjawab atau Direktur Utama Perusahaan ukuran 3x4 cm (2 lembar);
7. dokumen–dokumen lain yang dipersyaratkan sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
b. Perusahaan berbadan hukum Koperasi : 1. foto copy Akte Notaris Pendirian Koperasi yang telah
mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang; 2. foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) penanggungjawab atau
Pengurus Koperasi; 3. surat pernyataan dari pemohon SIUP tentang lokasi usaha
Koperasi; dan 4. foto penanggungjawab atau pengurus Koperasi ukuran 3x4 cm (2
lembar); 5. dokumen–dokumen lain yang dipersyaratkan sesuai dengan
peraturan perundang–undangan yang berlaku.
c. Perusahaan yang berbentuk CV dan Firma : 1. foto copy akte notaris pendirian Perusahaan/akta notaris yang
telah didaftarkan pada Pengadilan Negeri; 2. foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemilik atau pengurus
atau penanggungjawab Perusahaan; 3. surat pernyataan dari pemohon SIUP tentang lokasi usaha
perusahaan; dan 4. foto pemilik atau pengurus atau penanggungjawab Perusahaan
ukuran 3x4 cm ( 2 lembar); 5. dokumen–dokumen lain yang dipersyaratkan sesuai dengan
peraturan perundang–undangam yang berlaku.
d. Perusahaan yang berbentuk Perorangan : 1. foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemilik atau
Penanggungjawab Perusahaan; 2. surat pernyataan dari pemohon SIUP tentang lokasi usaha
perusahaan; dan 3. foto pemilik atau penanggungjawab perusahaan ukuran 3x4 cm
(2 lembar); 4. dokumen-dokumen lain yang dipersyaratkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua Permohonan SIUP Perubahan
Pasal 12
(1) Paling lama 3 (tiga) bulan setelah terjadi perubahan data perusahaan, termasuk perubahan modal, kekayaan bersih, jumlah dan/atau kepemilikan saham, perusahaan wajib mengajukan SP-SIUP Perubahan secara tertulis kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) SP SIUP Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan : a. SIUP Asli; b. Neraca Perusahaan (tahun terakhir khusus untuk Perseroan
Terbatas); c. Data Pendukung Perubahan; d. Foto Pemilik atau Penanggungjawab Perusahaan ukuran 3x4 cm
(2 lembar).
bphn.go.id
7
Bagian Ketiga Pembukaan Kantor Cabang/Perwakilan Perusahaan
Pasal 13
(1) Perusahaan yang telah memiliki SIUP baik dari Daerah maupun dari luar Daerah yang akan membuka cabang dan atau perwakilan di Daerah, sebelum melakukan usaha perdagangan wajib melapor secara tertulis kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterima laporan dan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara lengkap dan benar, Pejabat penerbit SIUP mencatat dalam Buku Register Pembukaan Kantor cabang atau Perwakilan Perusahaan dan membubuhkan tandatangan dan cap stempel pada halaman dengan fotocopy SIUP Perusahaan Pusat.
(3) Fotocopy SIUP yang telah didaftarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sebagai Surat Izin Usaha Perdagangan bagi kantor Cabang atau Perwakilan Perusahaan untuk melakukan kegiatan Usaha Perdagangan sesuai kedudukan Kantor Cabang atau Perwakilan Perusahaan.
Bagian Keempat SIUP Hilang/Rusak/Tidak Terbaca
Pasal 14
(1) Dalam hal SIUP hilang atau rusak atau tidak terbaca, perusahaan yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan penggantian SIUP secara tertulis kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) SP-SIUP untuk SIUP yang hilang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilengkapi dengan : a. Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian setempat; b. fotokopi SIUP yang lama (apabila ada); c. foto Pemilik atau Penanggungjawab Perusahaan ukuran 3x4 cm
(2 lembar).
(3) SP-SIUP untuk SIUP yang rusak atau tidak terbaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan : a. SIUP Asli; b. Foto Pemilik atau Penanggungjawab Perusahaan ukuran 3x4 cm
(2 lembar).
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN PEMILIK SIUP
Pasal 15
Pemilik SIUP mempunyai hak : a. melakukan kegiatan usaha perdagangan sesuai SIUP yang
dimiliki; dan b. mendapatkan jaminan penyelenggaraan dalam rangka melakukan
kegiatan usaha perdagangan sesuai SIUP yang dimiliki.
Pasal 16
(1) Pemilik SIUP wajib melaksanakan kegiatan usaha perdagangan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan melaporkan kegiatan usahanya kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk, sebagai berikut :
bphn.go.id
8
a. pemilik SIUP Kecil wajib melaporkan setiap 1 (satu) tahun sekali selambat-lambatnya pertanggal 31 Januari tahun berikutnya; dan
b. pemilik SIUP Menengah dan Pemilik SIUP Besar sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan jadwal sebagai berikut : a. laporan pertama selambatnya-lambatnya setiap tanggal 31 Juli
tahun berjalan; dan b. laporan kedua selambat-lambatnya setiap tanggal 31 Januari
tahun berikutnya. (3) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah perusahaan yang memiliki SIUP Mikro yang modal dan kekayaan bersih seluruhnya dibawah Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
(4) Bentuk, format dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
(5) Perusahaan yang telah memperoleh SIUP apabila akan menutup perusahaannya, wajib melaporkan secara tertulis kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk disertai alasan penutupan.
BAB VI
SANKSI ADMINISTRASI
Bagian Pertama Peringatan Tertulis
Pasal 17
(1) Pemilik, Pengurus atau Penanggung-Jawab Perusahaan Perdagangan yang telah memiliki SIUP diberi peringatan tertulis apabila : a. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan bidang
usaha, kegiatan usaha dan jenis barang/jasa dagangan utama yang tercantum dalam SIUP yang diperoleh;
b. belum mendaftarkan perusahaan dalam daftar Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
c. tidak memberikan laporan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2);
d. adanya laporan dan/atau pengaduan dari pejabat yang berwenang bahwa perusahaan yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran HAKI antara lain Hak Cipta, Merek, Paten;
e. adanya laporan dan/atau pengaduan dari pejabat yang berwenang bahwa perusahaan yang bersangkutan tidak memenuhi kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal pengiriman dari Pejabat yang ditunjuk.
Bagian Kedua
Pemberhentian Sementara
Pasal 18
(1) Pemberhentian Sementara SIUP Perusahaan yang bersangkutan apabila :
bphn.go.id
9
a. tidak mengindahkan peringatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1);
b. melakukan kegiatan usaha yang memiliki kekhususan diantaranya perdagangan jasa/penjualan berjenjang dan tidak sesuai dengan bidang usaha, kegiatan usaha dan jenis barang/jasa dagangan utama yang tercantum dalam SIUP yang diperoleh;
c. sedang diperiksa di sidang pengadilan karena didakwa melakukan pelanggaran HAKI dan atau melakukan tindak pidana.
(2) Pemberhentian Sementara SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) bulan, dilakukan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dengan mengeluarkan Keputusan Pemberhentian Sementara SIUP.
Pasal 19
Selama SIUP Perusahaan yang bersangkutan diberhentikan sementara, perusahaan tersebut dilarang untuk melakukan kegiatan usaha perdagangan.
Pasal 20
SIUP yang diberhentikan sementara dapat diberlakukan kembali apabila perusahaan yang bersangkutan : a. telah mengindahkan peringatan dengan melakukan perbaikan dan
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;
b. dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran HAKI dan/atau tidak melakukan tindak pidana sesuai Keputusan Badan Peradilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Bagian Ketiga Pencabutan SIUP
Pasal 21
(1) Sanksi administrasi berupa pencabutan SIUP dapat dilakukan karena salah satu hal, sebagai berikut : a. tidak melakukan kegiatan usaha perdagangan sesuai dengan
SIUP yang dimiliki; b. terbukti bahwa SIUP yang diperoleh berdasarkan
keterangan/data yang tidak benar atau palsu; c. perusahaan yang bersangkutan dijatuhi hukuman pelanggaran
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dan atau pidana oleh Badan Peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap, berkaitan dengan kegiatan usahanya; dan
d. perusahaan yang bersangkutan terbukti melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
e. selama 6 (enam) bulan terhitung sejak dikeluarkannya penetapan pemberhentian sementara SIUP.
bphn.go.id
10
(2) Tata cara pencabutan SIUP, bentuk, format dan isi keputusan
pencabutan SIUP diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 22
(1) Perusahaan yang telah dicabut SIUPnya dapat mengajukan keberatan kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Keputusan Pencabutan SIUP.
(2) Jawaban atas keberatan yang diajukan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan keberatan, dan disampaikan secara terlulis disertai alasan-alasannya.
(3) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui, dan belum ada jawaban atas keberatan tersebut, maka keberatan pencabutan SIUP dianggap diterima.
(4) Dalam hal permohonan keberatan diterima, maka SIUP yang telah dicabut dinyatakan berlaku lagi.
BAB VII
PEMBATALAN IZIN
Pasal 23
(1) SIUP dinyatakan batal dan tidak berlaku lagi karena : a. perusahaannya bubar; b. pemilik SIUP meninggal dunia; dan/atau c. tidak melakukan pendaftaran ulang.
(2) Pernyataan pembatalan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak perlu mendapat putusan pengadilan terlebih dahulu.
(3) Tatacara pembatalan SIUP diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.
Pasal 24
(1) Perusahaan yang SIUPnya telah dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku wajib mengembalikan SIUP dimaksud kepada instansi penerbit SIUP.
(2) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk melakukan usaha perdagangan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN EVALUASI
Pasal 25
Dinas yang tugas dan tanggungjawabnya dibidang perdagangan melakukan pembinaan dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan penyelenggaraan penerbitan SIUP.
bphn.go.id
11
BAB IX
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 26
Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Umum dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang pengangkatannya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 27
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam melaksanakan tugasnya, berwenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang terhadap
adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seorang tersangkadan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi; g. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara; h. menghentikan penyidikan setelah mendapatkan petunjuk dari
Penyidik Umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindakan pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Umum memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 28
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masuk Kas Daerah.
bphn.go.id
12
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
(1) SIUP Kecil, SIUP Menengah, SIUP Besar yang diterbitkan sebelum diberlakukannya Peraturan Daerah ini, tetap berlaku sampai dengan masa pendaftaran ulang berakhir dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Permohonan SIUP yang diterima sebelum Peraturan Daerah ini diberlakukan dan sampai dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini belum diterbitkan SIUP, maka permohonan akan diproses berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tangerang.
Ditetapkan di Tangerang pada tanggal 11 Oktober 2010
WALIKOTA TANGERANG,
Cap/Ttd
H. WAHIDIN HALIM
Diundangkan di Tangerang Pada Tanggal 11 Oktober 2010 SEKRETARIS DAERAH KOTA TANGERANG,
Cap/Ttd
H. M. HARRY MULYA ZEIN
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG TAHUN 2010 NOMOR 3
C/My Document/Produk Hukum/Lembaran Daerah/Lembaran Daerah 2010/LD SIUP11.10.10.
bphn.go.id
WALIKOTA TANGERANG
PROVINSI BANTEN
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG
NOMOR 5 TAHUN 2014
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA TANGERANG,
Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu belum mengatur tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing;
b. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas
dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing adalah retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
c. bahwa obyek Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing dinilai cukup besar dan merupakan potensi
untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan
Tertentu;
Mengingat : 1. Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) Stbl.Tahun 1926 Nomor 226 yang telah diubah dan
ditambah dengan Stbl 1940 Nomor 14 dan 15;
2. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3201);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993
Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3518);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4279);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
11. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
12. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
13. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5145);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang
Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4352);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4594);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2012 tentang Jenis
dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5333);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang
Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5358);
25. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung;
26. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
Per.02/Men/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Asing;
27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009
tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Didaerah;
28. Peraturan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2012 dan Nomor 51 Tahun 2012 tentang Optimalisasi Pengawasan
Ketenagakerjaan di Provinsi Kab/Kota;
29. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kota Tangerang (Lembaran Daerah Kota
Tangerang Tahun 2008 Nomor 1);
30. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah
(Lembaran Daerah Kota Tangerang Tahun 2008 Nomor 5) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota
Tangerang Tahun 2011 Nomor 11);
31. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis
Daerah (Lembaran Daerah Kota Tangerang Tahun 2008 Nomor 6) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis
Daerah (Lembaran Daerah Kota Tangerang Tahun 2011 Nomor 14);
32. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Tangerang Tahun 2009 Nomor 5);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TANGERANG dan
WALIKOTA TANGERANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun
2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu (Berita Daerah Kota
Tangerang Tahun 20011 Nomor 17), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 2, angka 7, angka 12, angka 22, angka 23, angka 53, angka 55 diubah dan diantara angka 48 dan 49 disisipkan 7 (tujuh) angka yakni, angka 48a,
angka 48b, angka 48c, angka 48d, angka 48e, angka 48f dan 48g sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Tangerang.
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Walikota adalah Walikota Tangerang.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Tangerang.
5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah yang
bertanggungjawab dan berwenang dalam melaksanakan pengelolaan dan pemungutan retribusi
daerah.
6. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal
yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
8. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
9. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
10. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu
Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
11. Bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur
yang digunakan sebagai wadah kegiatan manusia yang ditanam atau dilekatkan atau melayang dalam suatu lingkungan secara tetap sebagian atau
seluruhnya pada, di atas, di bawah permukaan tanah, dan atau perairan yang berupa bangunan.
12. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
13. Bangunan-bangunan adalah perwujudan fisik arsitektur yang meliputi Bangunan Hunian Manusia dan bangunan yang bukan hunian manusia.
14. Mendirikan Bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk
pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan tersebut.
15. Mengubah bangunan adalah pekerjaan mengganti dan atau menambah bangunan yang ada, termasuk
membongkar yang berhubungan dengan pekerjaan mengganti bagian bangunan tersebut.
16. Garis Sempadan adalah Garis Batas untuk
mendirikan bangunan dari jalan, sungai/saluran irigasi, rawa/situ, jalan kereta api, jaringan tenaga listrik, pipa minyak, pipa gas dan cerobong
pembakaran gas (flare stack).
17. Tinggi Bangunan adalah jarak yang diukur dari
permukaan tanah, dimana bangunan tersebut didirikan, sampai dengan titik puncak dari bangunan.
18. Izin Mendirikan Bangunan adalah perizinan yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru,
mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
19. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah garis rencana yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan kearah garis
sempadan jalan yang ditetapkan dalam rencana kota.
20. Garis Sempadan Pagar yang selanjutnya disingkat
GSP adalah garis rencana yang tidak boleh dilampui oleh bangunan antara bangunan dan pagar.
21. Garis Sempadan Sungai yang selanjutnya disingkat
GSS adalah garis rencana yang tidak boleh dilampui oleh denah bangunan kearah sungai/saluran.
22. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah
perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
23. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai
bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
24. Rehab Berat adalah perbaikan bangunan yang memiliki surat IMB, baik merupakan pembangunan
kembali atau merupakan perbaikan sebagian atau perluasan dari pada bangunan yang sudah ada sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari kegiatan
bangunan tersebut.
25. Rehab Ringan adalah perbaikan bangunan yang memiliki surat IMB, atau perluasan bangunan yang
sudah ada sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari kegiatan bangunan tersebut.
26. Nilai Bangunan adalah harga bangunan yang dihitung secara analisa upah dan bahan dengan ditetapkan setiap meter persegi berdasarkan kelas bangunan.
27. Retribusi Izin Gangguan adalah retribusi yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka
pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan
ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus menerus untuk mencegah
terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan
dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.
28. Gangguan Tinggi adalah sebab akibat yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan atau usaha yang
berpengaruh besar terjadinya perubahan atau penurunan mutu kualitas lingkungan.
29. Gangguan Menengah adalah sebab akibat yang
ditimbulkan oleh suatu kegiatan usaha atau usaha yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang dapat ditangani atau dikelola sendiri terhadap mutu
kualitas lingkungan.
30. Gangguan Rendah adalah sebab akibat yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan atau usaha yang
menimbulkan pengaruh atau tidak berpengaruh terhadap mutu kualitas lingkungan.
31. Indeks lokasi adalah indeks klasifikasi jalan yang ditetapkan berdasarkan lokasi usaha atau letak jalan
tempat usaha yang mengacu pada lebar jalan.
32. Trayek adalah lintasan kendaraan untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, mobil
penumpang, dan angkutan khusus yang mempunyai
asal dan tujuan perjalanan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal dalam wilayah daerah.
33. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan
kendaraan.
34. Angkutan khusus adalah angkutan yang mempunyai asal dan/atau tujuan tetap yang melayani antar
jemput penumpang umum, antar jemput karyawan, anak sekolah dan kawasan permukiman.
35. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak
bermotor.
36. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin
selain kendaraan yang berjalan di atas rel.
37. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
38. Angkutan Kendaraan Umum adalah kendaraan
bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.
39. Taksi adalah kendaraan umum dengan jenis mobil
penumpang yang diberi tanda khusus dan dilengkapi argometer yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas.
40. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan)
tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
41. Bus Besar adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas lebih dari 28 tempat duduk dengan ukuran
dan jarak tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi, dengan panjang kendaraan lebih dari 9 meter.
42. Bus Sedang adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas 16 s/d 28 tempat duduk dengan ukuran dan jarak tempat duduk normal tidak termasuk
tempat duduk pengemudi, dengan panjang kendaraan lebih dari 6,5 sampai dengan 9 meter.
43. Bus Kecil adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas 9 s/d 16 tempat duduk dengan ukuran dan jarak tempat duduk normal tidak termasuk tempat
duduk pengemudi, dengan panjang kendaraan lebih dari 4,5 meter sampai dengan 6 meter.
44. Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum
yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum.
45. Izin Usaha Angkutan adalah Izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan angkutan yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan
bermotor umum.
46. Izin Trayek adalah pemberian izin kepada orang
pribadi atau badan yang menyediakan pelayanan
angkutan penumpang umum pada suatu trayek tertentu.
47. Izin Insidentil adalah pemberian izin pemakaian jalan
di luar dari izin trayek yang telah diberikan.
48. Izin Operasi Angkutan adalah pemberian izin trayek untuk angkutan khusus dan taksi.
48.a Tenaga Kerja Asing adalah warga Negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah
Indonesia.
48.b Tenaga Kerja Indonesia Pendamping yang selanjutnya disebut TKI Pendamping adalah tenaga kerja warga
negara Indonesia yang ditunjuk dan dipersiapkan sebagai pendamping tenaga kerja asing
48.c Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut Pemberi Kerja TKA adalah badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan Tenaga
Kerja Asing dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
48.d Rencana Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing yang
selanjutnya disingkat RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat
oleh Pemberi Kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
48.e Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut IMTA adalah izin tertulis yang
diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja TKA.
48.f Perpanjangan IMTA adalah izin yang diberikan oleh
Walikota atau pejabat yang ditunjuk oleh Walikota kepada pemberi kerja Tenaga Kerja Asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
48.g Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut Retribusi
Perpanjangan IMTA adalah pungutan atas pemberian perpanjangan IMTA kepada pemberi kerja tenaga kerja asing.
49. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi
diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
50. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu
yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Kota Tangerang.
51. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau
penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Walikota.
52. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang
terutang.
53. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disebut SKRDLB, adalah surat ketetapan
retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi
lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
54. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya
disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif
berupa bunga dan/atau denda.
55. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek retribusi,
penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya.
56. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
retribusi daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan retribusi daerah.
57. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta
menemukan tersangkanya.
2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) ditambah 1 (satu) huruf yakni
huruf d dan ayat (2) dihapus sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 2
(1) Jenis Retribusi Perizinan Tertentu dalam Peraturan Daerah ini adalah :
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. Retribusi Izin Gangguan;
c. Retribusi Izin Trayek; dan
d. Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
(2) Dihapus
3. Ketentuan dalam BAB II ditambah 1 bagian yakni bagian kelima dan diantara Pasal 23 dan Pasal 24 disisipkan 8 (delapan) pasal, yakni Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C,
Pasal 23D, Pasal 23E, Pasal 23F dan Pasal 23G sehingga berbunyi sebagai berikut :
Bagian Kelima
Retribusi Perpanjangan IMTA
Paragraf 1
Nama, Obyek dan Subjek Retribusi Perpanjangan IMTA
Pasal 23A
Dengan nama Retribusi Perpanjangan IMTA dipungut retribusi kepada setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA
Pasal 23B
(1) Objek Retribusi Perpanjangan IMTA adalah pemberian Perpanjangan IMTA kepada Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing.
(2) Pemberi Tenaga Kerja Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga
keagamaan, dan jabatan tertentu dilembaga pendidikan.
Pasal 23C
(1) Subjek Retribusi Perpanjangan IMTA meliputi Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing.
(2) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Retribusi
Paragraf 2
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Retribusi Perpanjangan IMTA
Pasal 23D
Tingkat penggunaan jasa, diukur berdasarkan jumlah izin yang diterbitkan dan jangka waktu perpanjangan IMTA
Paragraf 3
Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi Perpanjangan IMTA
Pasal 23E
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi
Perpanjangan IMTA didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan
pemberian perpanjangan IMTA.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin,
pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, biaya dampak negatif dari pemberian izin Perpanjangan IMTA dan kegiatan pengembangan keahlian
serta keterampilan Tenaga Kerja Lokal.
Paragraf 4
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Perpanjangan IMTA
Pasal 23F
(1) Besarnya tarif Retribusi Perpanjangan IMTA sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23A ditetapkan sebesar US$ 100 (seratus dolar Amerika) per bulan untuk setiap TKA.
(2) Retribusi Perpanjangan IMTA dibayar dimuka untuk masa
1 (satu) tahun.
(3) Retibusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan
dengan Rupiah berdasarkan kurs yang berlaku pada saat pembayaran retribusi oleh wajib retribusi.
(4) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum masa berlaku IMTA atau perpanjangan IMTA berakhir.
(5) Pemberi Kerja yang mempekerjakan TKA kurang dari 1
(satu) bulan wajib membayar retribusi sebesar 100 (seratus) USD (dollar Amerika) untuk setiap TKA yang
dipekerjakan.
Pasal 23G
(1) Tarif Retribusi Perpanjangan IMTA dapat ditinjau kembali
paling lama 3 (tiga) tahun sekali. (2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perubahan tarif
atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian di Bidang Ketenagakerjaan.
(3) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 5
Tata Cara Perpanjangan IMTA Pasal 23H
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Perpanjangan IMTA diatur dengan Peraturan Walikota.
4. Ketentuan dalam pasal 28 ayat (2) diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 28
(1) Pemanfaatan penerimaan dari masing-masing jenis
Retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang
berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi pemanfaatan
penerimaan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pasal II
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tangerang.
Ditetapkan di Tangerang pada tanggal 18 Pebruari 2014
WALIKOTA TANGERANG,
ttd
H. ARIEF R WISMANSYAH
Diundangkan di Tangerang pada tanggal 18 Pebruari 2014
Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA TANGERANG,
ttd
Ir.H.MOHAMAD RAKHMANSYAH, M.Si
PEMBINA UTAMA MUDA/IV.C
NIP.196209101986031013
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG TAHUN 2014 NOMOR 5
NOREG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG, PROVINSI BANTEN :
(1/2014)
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA TANGERANG
NOMOR 5 TAHUN 2014
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN 2011
TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
I UMUM
Sesuai ketentuan Pasal 150 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis Retribusi Daerah dapat
ditambah sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam
Undang-Undang. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 97
Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi
Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), memberikan
kewenangan kepada Pemerintah Kab/Kota untuk melakukan pemungutan
Retribusi perpanjangan IMTA yang lokasi kerjanya di kabupaten/kota. Hal
tersebut sesuai dengan kewenangan Pemerintah Kota Tangerang
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Pemungutan Retribusi perpanjangan IMTA bertujuan untuk
menambah sumber pendapatan bagi Pemerintah Daerah dalam rangka
mendanai fungsi pelayanan dan perizinan yang menjadi tanggung jawab
Pemerintah Daerah.
II PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 2
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 23A
Cukup jelas.
Pasal 23B
Cukup jelas.
Pasal 23C
Cukup jelas.
Pasal 23D
Cukup jelas.
Pasal 23E
Cukup jelas.
Pasal 23F
Cukup jelas.
Pasal 23G
Cukup jelas.
Pasal 23H
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 97 TAHUN 2014
TENTANG
PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendekatkan dan meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat serta memperpendek proses
pelayanan guna mewujudkan pelayanan yang cepat,
mudah, murah, transparan, pasti, dan terjangkau
dilaksanakan suatu pelayanan terpadu satu pintu;
b. bahwa pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan untuk menyatukan
proses pengelolaan pelayanan baik yang bersifat pelayanan
Perizinan dan Nonperizinan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Presiden tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun …
- 2 -
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4724);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4843);
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5038);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
9. Peraturan ...
- 3 -
9. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan
Penanaman Modal di Daerah ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4861);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5357);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENYELENGGARAAN
PELAYANAN TERPADU SATU PINTU.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan :
1. Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat
PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu
kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai
dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu
pintu.
2. Penyelenggara PTSP adalah Pemerintah, pemerintah
daerah, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas, dan Administrator Kawasan
Ekonomi Khusus.
3. Penanaman …
- 4 -
3. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan
menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri
maupun penanam modal asing, untuk melakukan usaha
di wilayah negara Republik Indonesia.
4. Penanam Modal adalah perseorangan atau badan usaha
yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa
penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.
5. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah yang
memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6. Nonperizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan,
fasilitas fiskal, dan informasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7. Pendelegasian Wewenang adalah penyerahan tugas, hak,
kewajiban, dan pertanggungjawaban Perizinan dan
Nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama
pemberi wewenang.
8. Pelimpahan Wewenang adalah penyerahan tugas, hak,
kewajiban, dan pertanggungjawaban Perizinan dan
Nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama
penerima wewenang.
9. Pelayanan Secara Elektronik, yang selanjutnya disingkat
PSE adalah pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang
diberikan melalui PTSP secara elektronik.
10. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara
Elektronik, yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah
Sistem …
- 5 -
Sistem pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang
terintegrasi antara Pemerintah yang memiliki kewenangan
Perizinan dan Nonperizinan dengan pemerintah daerah.
BAB II
TUJUAN, PRINSIP, DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
PTSP bertujuan:
a. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada
masyarakat;
b. memperpendek proses pelayanan;
c. mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, murah,
transparan, pasti, dan terjangkau; dan
d. mendekatkan dan memberikan pelayanan yang lebih luas
kepada masyarakat.
Pasal 3
PTSP dilaksanakan dengan prinsip:
a. keterpaduan;
b. ekonomis;
c. koordinasi;
d. pendelegasian atau pelimpahan wewenang;
e. akuntabilitas; dan
f. aksesibilitas.
Pasal 4
Ruang lingkup PTSP meliputi seluruh pelayanan Perizinan dan
Nonperizinan yang menjadi kewenangan Pemerintah dan
pemerintah daerah.
Pasal …
- 6 -
Pasal 5
(1) Penyelenggaraan PTSP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, dilaksanakan oleh:
a. Pemerintah yang dilakukan oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal untuk pelayanan Perizinan dan
Nonperizinan di bidang penanaman modal yang
merupakan urusan Pemerintah;
b. Pemerintah provinsi untuk pelayanan Perizinan dan
Nonperizinan dari urusan wajib dan urusan pilihan
yang menjadi urusan provinsi; dan
c. Pemerintah kabupaten/kota untuk pelayanan
Perizinan dan Nonperizinan dari urusan wajib dan
urusan pilihan yang menjadi urusan kabupaten/kota.
(2) Urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah,
pemerintahan provinsi, dan pemerintahan kabupaten/
kota.
BAB III
PENYELENGGARAAN PTSP
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan PTSP oleh Pemerintah
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan PTSP oleh Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a mencakup
urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal yang
menjadi kewenangan Pemerintah.
(2) Urusan …
- 7 -
(2) Urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. penyelenggaraan Penanaman Modal yang ruang
lingkupnya lintas provinsi;
b. urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal
yang meliputi:
1) Penanaman Modal terkait dengan sumber daya
alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko
kerusakan lingkungan yang tinggi;
2) Penanaman Modal pada bidang industri yang
merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;
3) Penanaman Modal yang terkait pada fungsi
pemersatu dan penghubung antar wilayah atau
ruang lingkupnya lintas provinsi;
4) Penanaman Modal yang terkait pada pelaksanaan
strategi pertahanan dan keamanan nasional;
5) Penanaman Modal Asing dan Penanam Modal yang
menggunakan modal asing, yang berasal dari
pemerintah negara lain, yang didasarkan
perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan
pemerintah negara lain; dan
6) Bidang Penanaman Modal lain yang menjadi
urusan Pemerintah menurut undang-undang.
(3) Penanaman Modal Asing dan Penanam Modal yang
menggunakan modal asing, sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b angka 5 meliputi:
a. Penanaman Modal Asing yang dilakukan oleh
pemerintah negara lain;
b. Penanaman Modal Asing yang dilakukan oleh warga
negara asing atau badan usaha asing;
c. Penanam …
- 8 -
c. Penanam Modal yang menggunakan modal asing yang
berasal dari pemerintah negara lain,
yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat oleh
Pemerintah dan pemerintah negara lain.
Pasal 7
(1) Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman
Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6:
a. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mendapat
pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari
Menteri teknis/Kepala Lembaga yang memiliki
kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang
merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman
Modal;
b. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dapat
melimpahkan wewenang yang diberikan oleh Menteri
teknis/Kepala Lembaga dengan hak subsitusi kepada
PTSP provinsi, PTSP kabupaten/kota, PTSP Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, atau
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus;
c. Menteri teknis/Kepala Lembaga dapat menugaskan
pejabatnya di Badan Koordinasi Penananam Modal
untuk menerima dan menandatangani Perizinan dan
Nonperizinan yang kewenangannya tidak dapat
dilimpahkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pendelegasian atau Pelimpahan Wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan melalui
Peraturan Menteri teknis/Kepala Lembaga.
Pasal …
- 9 -
Pasal 8
(1) Menteri teknis/Kepala Lembaga yang memiliki
kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan
urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal,
menyusun dan menetapkan bidang-bidang usaha
Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) huruf b angka 1), angka 2), angka 3), angka 4),
dan angka 6).
(2) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
berkoordinasi dengan Menteri teknis/Kepala Lembaga
untuk menginventarisasi perjanjian yang dibuat oleh
Pemerintah dan pemerintah negara lain di bidang
Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) huruf b angka 5.
Pasal 9
(1) Menteri teknis/Kepala Lembaga yang memiliki
kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan
urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal,
menetapkan jenis-jenis Perizinan dan Nonperizinan untuk
penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal.
(2) Tata cara Perizinan dan Nonperizinan untuk setiap jenis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri
teknis/Kepala Lembaga yang memiliki kewenangan
tersebut dalam bentuk Petunjuk Teknis yang meliputi:
a. persyaratan teknis dan nonteknis;
b. tahapan memperoleh Perizinan dan Nonperizinan; dan
c. mekanisme pengawasan dan sanksi.
(3) Dalam …
- 10 -
(3) Dalam menetapkan jenis dan tata cara Perizinan dan
Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), Menteri teknis/Kepala Lembaga berkoordinasi
dengan lembaga/instansi terkait.
Pasal 10
(1) Penyelenggaraan PTSP oleh pemerintah provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b
mencakup urusan pemerintahan provinsi dalam
penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan yang
diselenggarakan dalam PTSP.
(2) Urusan pemerintahan provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. urusan pemerintah provinsi yang diatur dalam
perundang-undangan;
b. urusan pemerintahan provinsi yang ruang lingkupnya
lintas kabupaten/kota; dan
c. urusan pemerintah yang diberikan pelimpahan
wewenang kepada Gubernur.
(3) Penyelenggaraan PTSP oleh pemerintah provinsi
dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi (BPMPTSP).
(4) Dalam menyelenggarakan PTSP oleh provinsi, Gubernur
memberikan pendelegasian wewenang Perizinan dan
Nonperizinan yang menjadi urusan pemerintah provinsi
kepada Kepala BPMPTSP Provinsi.
(5) BPMPTSP Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal …
- 11 -
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan PTSP oleh pemerintah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c
mencakup urusan pemerintahan kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan yang
diselenggarakan dalam PTSP.
(2) Urusan pemerintahan kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. urusan pemerintah kabupaten/kota yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan; dan
b. urusan pemerintah yang diberikan pelimpahan
wewenang kepada Bupati/Walikota.
(3) Penyelenggaraan PTSP oleh pemerintah kabupaten/kota
dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota
(BPMPTSP) Kabupaten/Kota.
(4) Dalam menyelenggarakan PTSP oleh kabupaten/kota,
Bupati/Walikota memberikan pendelegasian wewenang
Perizinan dan Nonperizinan yang menjadi urusan
pemerintah kabupaten/kota kepada Kepala BPMPTSP
Kabupaten/Kota.
(5) BPMPTSP Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan sesuai peraturan perundang-
undangan.
Pasal 12
BPMPTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan
Pasal 11 ayat (3) selain penyelenggaraan fungsi pelayanan
terpadu Perizinan dan Nonperizinan, melakukan fungsi
penyelenggaraan penanaman modal.
Pasal …
- 12 -
Pasal 13
(1) Perizinan dan Nonperizinan yang menjadi urusan
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota di Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas atau di Kawasan Ekonomi Khusus
diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
pelimpahan atau pendelegasian kewenangan dari
Menteri/Kepala Lembaga, Gubernur, dan/atau Bupati/
Walikota.
BAB IV
STANDAR DAN PEMBINAAN PTSP
Bagian Kesatu
Standar
Pasal 14
(1) Penyelenggara PTSP wajib menyusun standar pelayanan
publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pelayanan publik.
(2) Standar pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi komponen:
a. dasar hukum;
b. persyaratan;
c. sistem, mekanisme dan prosedur/Standar Operasional
Prosedur;
d. jangka ….
- 13 -
d. jangka waktu penyelesaian;
e. biaya/tarif;
f. produk pelayanan;
g. prasarana dan Sarana;
h. kompetensi pelaksana;
i. pengawasan internal;
j. penanganan pengaduan, saran dan masukan;
k. jumlah pelaksana;
l. jaminan pelayanan;
m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan; dan
n. evaluasi kinerja pelaksana;
(3) Standar Pelayanan Publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan oleh:
a. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk
pelayanan Perizinan dan Nonperizinan di bidang
Penanaman Modal;
b. Gubernur untuk pelayanan Perizinan dan
Nonperizinan provinsi;
c. Bupati/Walikota untuk pelayanan Perizinan dan
Nonperizinan kabupaten/kota;
d. Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk pelayanan
Perizinan dan Nonperizinan di Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas atau Administrator
Kawasan Ekonomi Khusus untuk pelayanan Perizinan
dan Nonperizinan di Kawasan Ekonomi Khusus.
(4) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, gubernur,
Bupati/Walikota, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dan
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus dalam
menetapkan Standar Pelayanan Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan norma, standar,
prosedur ….
- 14 -
prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh
Menteri/Kepala Lembaga.
Pasal 15
Jangka waktu pelayanan PTSP ditetapkan paling lama 7 (tujuh)
hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen Perizinan dan
Nonperizinan secara lengkap dan benar, kecuali yang diatur
waktunya dalam undang-undang atau peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Pembinaan
Pasal 16
(1) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan
penyelenggaraan BPMPTSP Provinsi dan BPMPTSP
Kabupaten/Kota.
(2) Menteri teknis/Kepala Lembaga melakukan pembinaan
teknis penyelenggaraan BPMPTSP sesuai dengan
kewenangannya masing-masing.
(3) Kepala BKPM melakukan pembinaan atas
penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan di
bidang Penanaman Modal dan penyelenggaraan fungsi
koordinasi penanaman modal oleh BPMPTSP Provinsi,
BPMPBTSP Kabupaten/Kota, Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dan
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus.
BAB V
PERIZINAN DAN NONPERIZINAN SECARA ELEKTRONIK
Pasal 17
Penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan oleh PTSP wajib
menggunakan PSE.
Pasal ….
- 15 -
Pasal 18
(1) PSE oleh PTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
mencakup aplikasi otomasi proses kerja (business process)
dan informasi yang diperlukan dalam pelayanan Perizinan
dan Nonperizinan.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-
kurangnya meliputi:
a. potensi dan peluang usaha;
b. perencanaan umum penanaman modal;
c. pelaksanaan promosi dan kerjasama ekonomi;
d. perkembangan realisasi penanaman modal;
e. daftar bidang usaha tertutup dan bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan;
f. jenis, persyaratan teknis, mekanisme penelusuran
posisi dokumen pada setiap proses, biaya, dan waktu
pelayanan;
g. tata cara layanan pengaduan; dan
h. hal-hal lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan di bidang Penanaman Modal.
Pasal 19
PTSP dalam mengelola PSE, mempunyai kewajiban:
a. menjamin PSE beroperasi secara terus menerus sesuai
standar tingkat layanan, keamanan data dan informasi;
b. melakukan manajemen sistem aplikasi otomatisasi proses
kerja (business process) pelayanan Perizinan dan
Nonperizinan, serta data dan informasi;
c. melakukan koordinasi dan sinkronisasi pertukaran data
dan informasi secara langsung (online) dengan pihak
terkait;
d. melakukan tindakan untuk mengatasi gangguan terhadap
PSE;
e. menyediakan …
- 16 -
e. menyediakan jejak audit (audit trail); dan
f. menjamin keamanan dan kerahasiaan data dan informasi
yang disampaikan Kementerian/Lembaga, BPMPTSP
Provinsi, dan BPMPTSP Kabupaten/Kota melalui PSE.
Pasal 20
PSE untuk Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman
Modal dilakukan melalui SPIPISE.
Pasal 21
(1) Kementerian/Lembaga yang memiliki kewenangan
Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan
Pemerintah menyampaikan dan membuka akses informasi
Perizinan dan Nonperizinan meliputi jenis, persyaratan
teknis, mekanisme, biaya dan Service Level Arrangement
(SLA) serta informasi potensi Penanaman Modal kepada
Badan Koordinasi Penanaman Modal dan/atau BPMPTSP
Provinsi dan BPMPTSP Kabupaten/Kota dan secara
bertahap mengintegrasikan dengan PSE.
(2) Kementerian/Lembaga yang memiliki kewenangan
Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan
Pemerintah yang belum memberikan pendelegasian
wewenang atau pelimpahan wewenang kepada Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal:
a. menetapkan tingkat layanan SLA; dan
b. menggunakan standar data referensi yang ditetapkan
PSE.
(3) BPMPTSP Provinsi dan BPMPTSP Kabupaten/Kota
menggunakan standar data referensi yang ditetapkan
dalam SPIPISE serta menyampaikan dan membuka akses
informasi Perizinan dan Nonperizinan yang meliputi jenis,
persyaratan …
- 17 -
persyaratan teknis, mekanisme, biaya dan SLA serta
informasi potensi Penanaman Modal daerah kepada
Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(4) Kementerian/Lembaga, BPMPTSP Provinsi, dan BPMPTSP
Kabupaten/Kota menyediakan perangkat pendukung
untuk pengolahan data, jaringan dan keterhubungan
(interkoneksi) PSE di lingkungan masing-masing.
Pasal 22
(1) Kementerian/Lembaga, BPMPTSP Provinsi, dan BPMPTSP
Kabupaten/Kota memiliki hak akses terhadap PSE.
(2) Kementerian/Lembaga, BPMPTSP Provinsi, dan BPMPTSP
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab atas data dan informasi dan menjaga
keamanan atas penggunaan hak akses tersebut.
Pasal 23
(1) Kementerian/Lembaga, BPMPTSP Provinsi, dan BPMPTSP
Kabupaten/Kota yang menggunakan PSE menyediakan
jejak audit (audit trail) atas seluruh kegiatan dalam PSE.
(2) Jejak audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan untuk mengetahui dan menguji kebenaran
proses transaksi elektronik melalui PSE.
(3) Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian/
Lembaga BPMPTSP Provinsi, dan BPMPTSP
Kabupaten/Kota menggunakan jejak audit yang ada di
PSE sebagai dasar penelusuran apabila terjadi perbedaan
data dan informasi.
Pasal 24
Dalam menyelenggarakan PSE tanggung jawab pembiayaan
dibebankan kepada:
a. Badan …
- 18 -
a. Badan Koordinasi Penanaman Modal, untuk antarmuka
sistem (interface) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal
ke kementerian/lembaga, BPMPTSP Provinsi, dan
BPMPTSP Kabupaten/Kota;
b. Kementerian/lembaga untuk jaringan dan keterhubungan
dari BPMPTSP Provinsi, dan BPMPTSP Kabupaten/Kota;
c. Pemerintah Provinsi, untuk jaringan dan keterhubungan
dari BPMPTSP Provinsi ke Badan Koordinasi Penanaman
Modal dan BPMPTSP Kabupaten/Kota; dan
d. Pemerintah Kabupaten/Kota, untuk jaringan dan
keterhubungan dari BPMPTSP Kabupaten/Kota ke Badan
Koordinasi Penanaman Modal dan BPMPTSP Provinsi.
Pasal 25
(1) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan PSE diatur
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
(2) Ketentuan pelaksanaan SPIPISE diatur dengan Peraturan
Kepala/Badan Koordinasi Penanaman Modal.
BAB VI
PEMBIAYAAN PTSP
Pasal 26
Biaya yang diperlukan oleh pemerintah daerah untuk
penyelenggaraan PTSP dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah masing-masing.
Pasal …
- 19 -
Pasal 27
(1) Segala penerimaan negara yang timbul dari pelayanan
Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
diserahkan kepada Kementerian/Lembaga sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
penerimaan negara bukan pajak.
(2) Segala penerimaan daerah yang timbul dari pelayanan
Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan
pemerintahan daerah diserahkan kepada daerah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pajak dan retribusi daerah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 28
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:
a. Dalam hal BPMPTSP Provinsi atau BPMPTSP
Kabupaten/Kota belum terbentuk, permohonan Perizinan
dan Nonperizinan yang telah disampaikan kepada daerah
dan belum memperoleh persetujuan diselesaikan lebih
lanjut oleh instansi yang berwenang.
b. Dalam hal BPMPTSP Provinsi atau BPMPTSP
Kabupaten/Kota telah terbentuk permohonan Perizinan
dan Nonperizinan yang telah disampaikan kepada daerah
dan belum memperoleh persetujuan diselesaikan lebih
lanjut oleh BPMPTSP Provinsi atau BPMPTSP Kabupaten/
Kota.
Pasal …
- 20 -
Pasal 29
(1) Pemerintah daerah yang belum membentuk atau
menetapkan penyelenggara PTSP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (3), agar
membentuk dan mengoperasikan PTSP paling lama 1
(satu) tahun setelah Peraturan Presiden ini diundangkan.
(2) Pemerintah daerah yang telah membentuk atau
menetapkan penyelenggara PTSP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (3) namun
belum beroperasi, segera mengoperasikan PTSP paling
lama 6 (enam) bulan setelah Peraturan Presiden ini
diundangkan.
Pasal 30
(1) Peraturan Menteri/Kepala Lembaga mengenai
pendelegasian wewenang atau pelimpahan wewenang
Pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang
Penanaman Modal yang diberikan kepada Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal, Gubernur, dan/atau
Bupati/Walikota sebelum ditetapkannya Peraturan
Presiden ini, dinyatakan tetap berlaku dan disesuaikan
dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini paling
lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Presiden ini
diundangkan.
(2) Pendelegasian wewenang atau pelimpahan wewenang
pemberian Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a yang belum
diberikan Menteri/Kepala Lembaga kepada Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal pada saat ditetapkannya
Peraturan Presiden ini, dilakukan paling lambat 24 (dua
puluh empat) bulan sejak Peraturan Presiden ini
diundangkan.
(3) Menteri …
- 21 -
(3) Menteri/Kepala Lembaga dalam rangka pendelegasian
wewenang atau pelimpahan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), melakukan
penyederhanaan tahapan memperoleh Perizinan dan
Nonperizinan untuk setiap jenis Perizinan dan
Nonperizinan yang berada dalam lingkup tugas dan
kewenangannya paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak
Peraturan Presiden ini diundangkan.
(4) Penyederhanaan tahapan memperoleh Perizinan dan
Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dilakukan Menteri/Kepala Lembaga secara berkoordinasi
dengan Lembaga/Instansi terkait tanpa mengurangi faktor
keselamatan, keamanan, kesehatan dan perlindungan
lingkungan dari kegiatan Penanaman Modal.
Pasal 31
(1) Perizinan dan Nonperizinan yang telah diperoleh dari
Pemerintah sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini,
dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya
Perizinan dan Nonperizinan tersebut dan dapat
diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Penanam Modal yang sebelumnya telah memperoleh
Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), yang membutuhkan Perizinan dan Nonperizinan
lebih lanjut, permohonannya diajukan kepada Badan
Koordinasi Penanaman Modal atau BPMPTSP Provinsi
atau BPMPTSP Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya.
Pasal …
- 22 -
Pasal 32
Badan yang telah melaksanakan fungsi pelayanan Perizinan
dan Nonperizinan secara terpadu satu pintu sebelum
berlakunya dan tidak bertentangan dengan Peraturan Presiden
ini, tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai dengan
terbentuknya BPMPTSP Provinsi atau BPMPTSP
Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan Presiden ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini maka Peraturan
Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu
Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 34
Peraturan yang mengatur PTSP yang telah ada disesuaikan
dengan ketentuan Peraturan Presiden ini paling lambat 6
(enam) bulan setelah Peraturan Presiden ini diundangkan.
Pasal 35
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar …
- 23 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 September 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 September 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 221
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI
Deputi Bidang Perekonomian,
Ratih Nurdiati
1
PROVINSI BANTEN
PERATURAN WALIKOTA TANGERANG
NOMOR 83 TAHUN 2014
TENTANG
TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA
BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA TANGERANG,
Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 34 Peraturan Daerah Kota Tangerang
Nomor 13 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah dinyatakan bahwa rincian tugas dan fungsi Lembaga Teknis
Daerah diatur dengan Peraturan Walikota;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang
Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor
18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3518);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang
Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4001);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
2
6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
7. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 221);
8. Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kota Tangerang (Lembaran Daerah Kota Tangerang Tahun 2008 Nomor 1);
dan
9. Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 13 Tahun 2014
tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Tangerang Tahun 2014 Nomor 13)
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Tangerang.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Tangerang.
3. Walikota adalah Walikota Tangerang.
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kota Tangerang.
5. Perangkat Daerah adalah Unsur pembantu Walikota dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah,
Lembaga Lain, Kecamatan dan Kelurahan.
6. Badan adalah Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang.
7. Kepala Badan adalah Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang.
8. Unit Pelayanan Teknis yang selanjutnya disingkat UPT adalah Unit Pelayanan Teknis di Lingkungan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang.
9. Jabatan Fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada
keahlian dan/atau keterampilan tertentu.
10. Kelompok Jabatan Fungsional adalah kelompok para Pegawai Negeri Sipil
yang menduduki jabatan fungsional pada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang.
3
BAB II
SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS
Bagian Kesatu Susunan Organisasi
Pasal 2
Susunan organisasi Badan adalah :
a. Kepala Badan; b. Sekretariat, membawahkan :
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub Bagian Keuangan; 3. Sub Bagian Perencanaan.
c. Bidang Pelayanan Penanaman Modal, membawahkan : 1. Sub Bidang Pelayanan Perizinan Penanaman Modal; 2. Sub Bidang Fasilitasi, Pengawasan dan Pengendalian Penanaman Modal.
d. Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, membawahkan : 1. Sub Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan; 2. Sub Bidang Pelayanan Perizinan Kesejahteraan Rakyat.
e. Bidang Pelayanan Perizinan Pembangunan, membawahkan : 1. Sub Bidang Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan; 2. Sub Bidang Pelayanan Administrasi Bangunan.
f. Bidang Pengelolaan Data dan Advokasi, membawahkan : 1. Sub Bidang Pengelolaan Data dan Sistem Informasi; 2. Sub Bidang Penanganan Pengaduan dan Advokasi.
g. UPT;
h. Kelompok Jabatan Fungsional.
Bagian Kedua Tugas Pokok, Fungsi Dan Uraian Tugas Unsur Organisasi
Paragraf 1
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Pasal 3
(1) Badan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu sesuai dengan visi, misi dan program Walikota sebagaimana
dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan
mempunyai fungsi :
1. perumusan kebijakan teknis pelaksanaan urusan penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu;
2. pemberian dukungan dan melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu;
3. pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang penanaman modal dan
pelayanan terpadu satu pintu; 4. pelaksanaan ketatausahaan Badan; 5. pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota sesuai dengan lingkup
tugas dan fungsinya.
4
(3) Badan dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
Paragraf 2 Sekretariat
Pasal 4
(1) Sekretariat mempunyai tugas pokok menyelenggarakan kegiatan di bidang administrasi umum, keuangan, kepegawaian, dan perencanaan.
(2) Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Sekretariat mempunyai fungsi : 1. penatausahaan urusan umum; 2. penatausahaan urusan keuangan; 3. penatausahaan urusan kepegawaian; dan 4. pengoordinasian dalam penyusunan perencanaan Badan. 5. pengoordinasian pelaksanaan tugas Bidang-Bidang dan UPT di
lingkungan Badan.
(3) Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Kepala Badan.
Pasal 5
(1) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas dan fungsi Sekretariat di bidang administrasi umum dan administrasi kepegawaian.
(2) Uraian tugas Sub Bagian Umum dan Kepegawaian adalah : 1. melakukan penyusunan program dan rencana kegiatan Sub Bagian
Umum dan Kepegawaian; 2. melakukan pengelolaan urusan surat-menyurat/tata naskah Dinas; 3. melakukan pengelolaan urusan rumah tangga, perpustakaan,
kearsipan, keprotokolan, dan kehumasan Badan; 4. melakukan pengelolaan urusan pembinaan dan pengembangan pegawai
Badan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 5. melakukan pelayanan administrasi kepegawaian Badan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 6. melakukan fasilitasi penilaian prestasi kerja pegawai Badan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 7. melakukan fasilitasi pemrosesan penetapan angka kredit jabatan
fungsional di lingkungan Badan; 8. melakukan penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Badan; 9. melaksanakan pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah yang
dalam penguasaan SKPD; 10. melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Sub Bagian
Umum dan Kepegawaian; dan 11. melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Sekretaris.
5
Pasal 6
(1) Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan
fungsi Sekretariat di bidang administrasi keuangan.
(2) Uraian tugas Sub Bagian Keuangan adalah : 1. melakukan penyusunan program dan rencana kegiatan Sub Bagian
Keuangan; 2. melakukan pembinaan penatausahaan keuangan Badan; 3. melakukan penatausahaan anggaran Badan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; 4. melakukan pengelolaan kas Badan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; 5. melakukan penatausahaan pendapatan yang berasal dari retribusi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 6. melakukan pelayanan lainnya di bidang keuangan Badan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 7. menyimpan bukti-bukti transaksi keuangan sebagai bahan penyusunan
laporan pertanggungjawaban keuangan Badan; 8. melakukan penyusunan laporan keuangan Badan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 9. melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Sub Bagian
Keuangan; dan 10. melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya
(3) Sub Bagian Keuangan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang
berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Sekretaris.
Pasal 7
(1) Sub Bagian Perencanaan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Sekretariat di bidang perencanaan, evaluasi, dan pelaporan.
(2) Uraian tugas Sub Bagian Perencanaan adalah : 1. melakukan penyusunan program dan rencana kegiatan Sub Bagian
Perencanaan; 2. melakukan pengoordinasian penyusunan rencana program dan kegiatan
Badan; meliputi Rencana Strategis (Renstra); Rencana Kerja (Renja);
Indikator Kinerja Utama (IKU); Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), dan Penetapan Kinerja (PK);
3. melakukan pengumpulan dan pengadministrasian usulan RKA/RKPA
dari unit-unit kerja di lingkungan Badan; 4. melakukan penyusunan RKA/RKPA dan DPA/DPPA Badan berdasarkan
usulan unit-unit kerja dan hasil pembahasan internal Badan; 5. melakukan pembinaan administrasi perencanaan di lingkungan Badan; 6. melakukan kegiatan monitoring, evaluasi, dan pelaporan terhadap
realisasi atau pelaksanaan program dan kegiatan Badan; 7. melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan Badan
dalam rangka penyiapan bahan-bahan untuk menyusun Laporan
Kinerja Instansi Pemerintah lingkup Badan dan laporan kedinasan lainnya;
8. melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Sub Bagian Perencanaan; dan
9. melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.
6
(3) Sub Bagian Perencanaan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang
berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Sekretaris.
Paragraf 3 Bidang Pelayanan Penanaman Modal
Pasal 8
(1) Bidang Pelayanan Penanaman Modal mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan sebagian tugas dan fungsi Badan dalam lingkup pelayanan di bidang penanaman modal.
(2) Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana tersebut pada ayat (1),
Bidang Pelayanan Penanaman Modal mempunyai fungsi : 1. koordinasi pelayanan perizinan penanaman modal; 2. koordinasi pemberian fasilitasi dalam kegiatan penanaman modal; 3. penyelenggaraan pelayanan perizinan di bidang penanaman modal; dan 4. penyelenggaraan fasilitasi, pengawasan dan pengendalian penanaman
modal.
(3) Bidang Pelayanan Penanaman Modal dipimpin oleh seorang Kepala Bidang
yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan melalui Sekretaris.
Pasal 9
(1) Sub Bidang Pelayanan Perizinan Penanaman Modal mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Bidang Pelayanan
Penanaman Modal yang berkenaan dengan pelayanan perizinan penanaman modal.
(2) Uraian tugas Sub Bidang Pelayanan Perizinan Penanaman Modal adalah : 1. melakukan penyusunan rencana kegiatan Sub Bidang Pelayanan
Perizinan Penanaman Modal berdasarkan tugas, permasalahan dan regulasi sebagai bahan penyusunan Rencana Strategis serta Rencana
Kerja dan Anggaran Badan; 2. melakukan penyiapan bahan dalam rangka penyusunan konsep
kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis mengenai pelayanan perizinan
penanaman modal; 3. melakukan penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk
teknis mengenai pelayanan perizinan penanaman modal; 4. melakukan pendataan dan pendaftaran permohonan perizinan; 5. melakukan penelitian dan evaluasi permohonan perizinan; 6. melakukan klasifikasikan perizinan penanaman modal; 7. melakukan koordinasi serta penetapan objek dengan melakukan
peninjauan lapangan; 8. melakukan penyiapan ketetapan retribusi pelayanan perizinan; 9. melakukan administrasi akta perizinan dan pendokumentasian arsip
akta perizinan; 10. melakukan penerbitan dan distribusi akta perizinan ke SKPD terkait; 11. melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Sub Bidang
Pelayanan Perizinan Penanaman Modal; dan 12. melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Sub Bidang Pelayanan Perizinan Penanaman Modal dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
Kepala Bidang Pelayanan Penanaman Modal.
7
Pasal 10
(1) Sub Bidang Fasilitasi, Pengawasan dan Pengendalian Penanaman Modal
mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Bidang Pelayanan Penanaman Modal yang berkenaan dengan fasilitasi,
pengawasan dan pengendalian penanaman modal.
(2) Uraian tugas Sub Bidang Fasilitasi, Pengawasan dan Pengendalian Penanaman Modal adalah : 1. melakukan penyusunan rencana kegiatan Sub Bidang Fasilitasi,
Pengawasan dan Pengendalian Penanaman Modal berdasarkan tugas, permasalahan dan regulasi sebagai bahan penyusunan Rencana
Strategis serta Rencana Kerja dan Anggaran Badan; 2. melakukan penyiapan bahan dalam rangka penyusunan konsep
kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis mengenai fasilitasi, pengawasan dan pengendalian penanaman modal;
3. melakukan penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk
teknis mengenai fasilitasi, pengawasan dan pengendalian penanaman modal;
4. melakukan pengkajian dan penetapan kebijakan teknis pengendalian pelaksanaan penanaman modal;
5. melakukan koordinasi dan pemberian fasilitasi dalam kegiatan
penanaman modal; 6. melakukan koordinasi dan penyelenggaraan promosi penanaman modal; 7. melakukan pemantauan, bimbingan, dan pengawasan pelaksanaan
penanaman modal berkoordinasi dengan pemerintah dan instansi penanaman modal Provinsi dan/atau Pemerintah Pusat;
8. melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Sub Bidang Fasilitasi, Pengawasan dan Pengendalian Penanaman Modal; dan
9. melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Sub Bidang Fasilitasi, Pengawasan dan Pengendalian Penanaman Modal dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Kepala Bidang Pelayanan Penanaman Modal.
Paragraf 4
Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat
Pasal 11
(1) Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat mempunyai tugas pokok menyelenggarakan sebagian tugas dan fungsi
Badan dalam lingkup pelayanan perizinan di bidang pemerintahan dan kesejahteraan rakyat.
(2) Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1),
Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat mempunyai fungsi : 1. penyelenggaraan pelayanan perizinan di bidang pemerintahan; 2. penyelenggaraan pelayanan perizinan di bidang kesejahteraan rakyat; 3. koordinasi pelayanan perizinan pemerintahan; dan 4. koordinasi pelayanan perizinan kesejahteraan rakyat.
(3) Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Kepala Badan melalui Sekretaris.
8
Pasal 12
(1) Sub Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan mempunyai tugas pokok
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat yang berkenaan dengan
pelayanan perizinan di bidang pemerintahan.
(2) Uraian tugas Sub Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan adalah : 1. melakukan penyusunan rencana kegiatan Sub Bidang Pelayanan
Perizinan Pemerintahan berdasarkan tugas, permasalahan dan regulasi sebagai bahan penyusunan Rencana Strategis serta Rencana Kerja dan Anggaran Badan;
2. melakukan penyiapan bahan dalam rangka penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis mengenai pelayanan perizinan
di bidang pemerintahan; 3. melakukan penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk
teknis mengenai pelayanan perizinan di bidang pemerintahan; 4. melakukan penyelenggaraan administrasi pelayanan perizinan di bidang
pemerintahan; 5. melakukan pemeriksaan administratif dan teknis persyaratan perizinan
di bidang pemerintahan; 6. melakukan penerbitan dan distribusi surat perizinan di bidang
pemerintahan; 7. melakukan koordinasi dalam rangka pelayanan perizinan di bidang
pemerintahan dengan perangkat daerah terkait, baik secara berkala
maupun insidental; 8. melakukan pengendalian pelayanan perizinan di bidang pemerintahan; 9. melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Sub Bidang
Pelayanan Perizinan Pemerintahan; dan 10. melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Sub Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dipimpin oleh seorang
Kepala Sub Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dan Kesejahteraan
Rakyat.
Pasal 13
(1) Sub Bidang Pelayanan Perizinan Kesejahteraan Rakyat mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat yang berkenaan dengan
pelayanan perizinan di bidang kesejahteraan rakyat.
(2) Uraian tugas Sub Bidang Pelayanan Perizinan Kesejahteraan Rakyat
sebagai berikut : 1. melakukan penyusunan rencana kegiatan Sub Bidang Pelayanan
Perizinan Kesejahteraan Rakyat berdasarkan tugas, permasalahan dan
regulasi sebagai bahan penyusunan Rencana Strategis serta Rencana Kerja dan Anggaran Badan;
2. melakukan penyiapan bahan dalam rangka penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis mengenai pelayanan di bidang kesejahteraan rakyat;
3. melakukan penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis mengenai pelayanan di bidang kesejahteraan rakyat;
4. melakukan penyelenggaraan administrasi pelayanan perizinan di bidang
kesejahteraan rakyat;
9
5. melakukan pemeriksaan administratif dan teknis persyaratan perizinan di bidang kesejahteraan rakyat;
6. melakukan penerbitan dan distribusi surat perizinan di bidang
kesejahteraan rakyat; 7. melakukan koordinasi dalam rangka pelayanan perizinan di bidang
kesejahteraan rakyat dengan perangkat daerah terkait, baik secara
berkala maupun insidental;
8. melakukan pengendalian pelayanan perizinan di bidang kesejahteraan rakyat;
9. melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Sub Bidang Pelayanan Perizinan Kesejahteraan Rakyat; dan
10. melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Sub Bidang Pelayanan Perizinan Kesejahteraan Rakyat dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat.
Paragraf 5
Bidang Pelayanan Perizinan Pembangunan
Pasal 14
(1) Bidang Pelayanan Perizinan Pembangunan mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan sebagian tugas dan fungsi Badan dalam lingkup pelayanan perizinan di bidang pembangunan.
(2) Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1),
Bidang Pelayanan Perizinan Pembangunan mempunyai fungsi : 1. penyelenggaraan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan; 2. penyelenggaraan pelayanan perizinan di bidang Administrasi Bangunan; 3. koordinasi pelayanan Izin Mendirikan Bangunan; dan 4. koordinasi pelayanan perizinan di bidang Administrasi Bangunan.
(3) Bidang Pelayanan Perizinan Pembangunan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan
melalui Sekretaris.
Pasal 15
(1) Sub Bidang Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Bidang Pelayanan Perizinan Pembangunan yang berkenaan dengan pelayanan izin mendirikan
bangunan. (2) Uraian tugas Sub Bidang Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan adalah :
1. melakukan penyusunan rencana kegiatan Sub Bidang Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan berdasarkan tugas, permasalahan dan regulasi
sebagai bahan penyusunan Rencana Strategis serta Rencana Kerja dan Anggaran Badan;
2. melakukan penyiapan bahan dalam rangka penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis mengenai pelayanan izin
mendirikan bangunan; 3. melakukan penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk
teknis mengenai pelayanan izin mendirikan bangunan; 4. melakukan penyelenggaraan administrasi pelayanan Izin Mendirikan
Bangunan; 5. melakukan pemeriksaan administratif dan teknis Izin Mendirikan
Bangunan;
10
6. melakukan penerbitan dan distribusi surat Izin Mendirikan Bangunan; 7. melakukan koordinasi dalam rangka pelayanan Izin Mendirikan
Bangunan dengan perangkat daerah terkait, baik secara berkala
maupun insidental; 8. melakukan pengendalian pelayanan Izin Mendirikan Bangunan; 9. melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Sub Bidang
Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan; dan 10. melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Sub Bidang Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Pembangunan.
Pasal 16
(1) Sub Bidang Pelayanan Administrasi Bangunan mempunyai tugas pokok
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Bidang Pelayanan Perizinan Pembangunan yang berkenaan dengan pelayanan administrasi bangunan.
(2) Uraian tugas Sub Bidang Pelayanan Administrasi Bangunan adalah : 1. melakukan penyusunan rencana kegiatan Sub Bidang Pelayanan
Administrasi Bangunan berdasarkan tugas, permasalahan dan regulasi sebagai bahan penyusunan Rencana Strategis serta Rencana Kerja dan
Anggaran Badan; 2. melakukan penyiapan bahan dalam rangka penyusunan konsep
kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis mengenai pelayanan administrasi bangunan;
3. melakukan penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis mengenai pelayanan administrasi bangunan;
4. melakukan penyelenggaraan administrasi pelayanan di bidang administrasi bangunan;
5. melakukan pemeriksaan administratif dan teknis persyaratan di bidang
administrasi bangunan; 6. melakukan penerbitan dan distribusi dokumen di bidang administrasi
bangunan; 7. melakukan pengendalian pelayanan di bidang administrasi bangunan; 8. melakukan koordinasi dalam rangka pelayanan di bidang administrasi
bangunan dengan perangkat daerah terkait, baik secara berkala maupun insidental;
9. melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Sub Bidang Pelayanan Administrasi Bangunan; dan
10. melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Sub Bidang Pelayanan Administrasi Bangunan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Pembangunan.
Paragraf 6 Bidang Pengelolaan Data dan Advokasi
Pasal 17
(1) Bidang Pengelolaan Data dan Advokasi mempunyai tugas pokok menyelenggarakan sebagian tugas dan fungsi Badan dalam lingkup pengelolaan data dan sistem informasi serta penanganan pengaduan dan
advokasi.
(2) Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1),
Bidang Pengelolaan Data dan Advokasi mempunyai fungsi :
11
1. penyelenggaraan pengelolaan data dan sistem informasi; 2. penyelenggaraan penanganan pengaduan dan advokasi; 3. koordinasi pengelolaan data dan sistem informasi; dan 4. koordinasi penanganan pengaduan dan advokasi.
(3) Bidang Pengelolaan Data dan Advokasi dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan melalui Sekretaris.
Pasal 18
(1) Sub Bidang Pengelolaan Data dan Sistem Informasi mempunyai tugas
pokok melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Bidang Pengelolaan Data dan Advokasi yang berkenaan dengan pengelolaan data dan sistem informasi perizinan.
(2) Uraian tugas Sub Bidang Pengelolaan Data dan Sistem Informasi adalah : 1. melakukan penyusunan rencana kegiatan Sub Bidang Pengelolaan Data
dan Sistem Informasi berdasarkan tugas, permasalahan dan regulasi
sebagai bahan penyusunan Rencana Strategis serta Rencana Kerja dan Anggaran Badan;
2. melakukan penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis mengenai pengelolaan data dan sistem informasi perizinan;
3. melakukan pengumpulan data, informasi, peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan teknis yang berkaitan dengan data, dokumentasi dan sistem informasi perizinan;
4. melakukan perencanaan prosedur, mekanisme, dan persyaratan sebagai
dasar pelaksanaan untuk meningkatkan pelayanan perizinan secara elektronik;
5. melakukan pembangunan dan pengembangan sistem informasi
manajemen perizinan; 6. melakukan koordinasi pengembangan sistem informasi manajemen
perizinan; 7. melakukan pengelolaan data perizinan; 8. melakukan penyusunan database perizinan dan pemeliharaan database
perizinan; 9. melakukan penyajian informasi perizinan; 10. melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Sub Bidang
Pengelolaan Data dan Sistem Informasi; dan 11. melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Sub Bidang Pengelolaan Data dan Sistem Informasi dipimpin oleh seorang
Kepala Sub Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang Pengelolaan Data dan Advokasi.
Pasal 19
(1) Sub Bidang Penanganan Pengaduan dan Advokasi mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Bidang Pengelolaan Data dan Advokasi yang berkenaan dengan penanganan pengaduan dan advokasi di
bidang perizinan dan non perizinan. (2) Uraian tugas Sub Bidang Penanganan Pengaduan dan Advokasi adalah :
1. melakukan penyusunan rencana kegiatan Sub Bidang Penanganan
Pengaduan dan Advokasi berdasarkan tugas, permasalahan dan regulasi sebagai bahan penyusunan Rencana Strategis serta Rencana Kerja dan Anggaran Badan;
12
2. melakukan penyiapan bahan dalam rangka penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis penanganan pengaduan dan
advokasi di bidang perizinan dan non perizinan; 3. melakukan penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk
teknis penanganan pengaduan dan advokasi di bidang perizinan dan non perizinan;
4. melakukan sosialisasi kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis tata
cara penanganan pengaduan dan advokasi di bidang perizinan dan non perizinan;
5. melakukan penyuluhan dan pemberian informasi layanan perizinan,
advice planning serta pengelolaan dan operasionalisasi call center; 6. melakukan penanganan pengaduan dan advokasi; 7. melakukan klarifikasi, koordinasi dan advokasi terhadap permasalahan
pelayanan perizinan dan non perizinan; 8. melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan Penanganan Pengaduan
dan Advokasi; dan 9. melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Sub Bidang Penanganan Pengaduan dan Advokasi dipimpin oleh seorang
Kepala Sub Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang Pengelolaan Data dan Advokasi
Paragraf 7 Kelompok Jabatan Fungsional
Pasal 20
(1) Jabatan Fungsional ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pemegang Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada Kepala Badan.
(3) Dalam hal Pemegang Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) lebih dari seorang dibentuk Kelompok Jabatan Fungsional. (4) Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dipimpin oleh Pemegang Jabatan Fungsional yang paling senior. (5) Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang memangku setiap jenis Jabatan
Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai
peraturan perundang-undangan.
BAB III
TATA KERJA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 21
(1) Hal-hal yang menjadi tugas pokok Badan dan masing-masing unit kerja di
lingkungan Badan merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
(2) Kegiatan operasional dalam rangka penyelenggaraan fungsi Badan
dilaksanakan oleh Kepala Badan bersama-sama dengan Sekretaris, Bidang-Bidang, Sub Bagian-Sub Bagian, Sub Bidang-Sub Bidang, UPT dan
Kelompok Jabatan Fungsional di lingkungan Badan.
13
(3) Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Kepala Badan menyelenggarakan hubungan fungsional dengan instansi lain yang memiliki kaitan fungsi
dengan Badan. (4) Setiap pimpinan unit kerja di lingkungan Badan wajib memimpin dan
memberikan bimbingan serta petunjuk pelaksanaan tugas kepada unit kerja Badan di bawahnya atau pegawai yang membantunya.
(5) Setiap pimpinan unit kerja di lingkungan Badan wajib melaksanakan
sistem pengendalian intern di lingkungan masing-masing. (6) Setiap pimpinan unit kerja di lingkungan Badan dalam melaksanakan
tugasnya, berkewajiban menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi,
sinkronisasi dan simplikasi serta akuntabilitas kinerja.
Bagian Kedua Pelaporan Pasal 22
(1) Kepala Badan wajib memberikan laporan tentang pelaksanaan tugasnya secara teratur, jelas, dan tepat waktu kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
(2) Setiap pimpinan unit kerja di lingkungan Badan wajib mengikuti, mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab kepada pimpinan unit kerja
Badan yang membawahkannya serta memberikan laporan secara tepat waktu.
(3) Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan unit kerja di lingkungan Badan
dari pimpinan unit kerja di bawahnya, wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut untuk memberikan petunjuk kepada unit kerja Badan yang dibawahkannya tersebut.
(4) Pengaturan mengenai jenis laporan dan tata cara penyampaiannya berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga Hal Mewakili
Pasal 23 (1) Dalam hal berhalangan untuk melaksanakan tugasnya, Kepala Badan
menunjuk Sekretaris untuk mewakilinya. (2) Apabila Sekretaris karena sesuatu hal berhalangan, maka Kepala Badan
dapat menunjuk salah seorang Kepala Bidang yang paling senior
BAB IV KEPEGAWAIAN
Pasal 24 Kepala Badan, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian, Kepala UPT dan Kepala Sub Bidang di lingkungan Badan diangkat dan diberhentikan oleh Walikota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB V PEMBIAYAAN
Pasal 25 Pembiayaan atas pelaksanaan tugas Badan berasal dari Angga ran Pendapatan Dan Belanja Daerah serta sumber pembiayaan lain yang sah.
14
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan Walikota ini, maka segala ketentuan dan/atau
peraturan yang memuat pengaturan mengenai tugas, fungsi dan tata kerja Badan yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 27
Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Tangerang.
Ditetapkan di Tangerang pada tanggal 22 Desember 2014 WALIKOTA TANGERANG,
Cap/Ttd
H. ARIEF R WISMANSYAH
Diundangkan di Tangerang
Pada Tanggal 22 Desember 2014 SEKRETARIS DAERAH KOTA TANGERANG,
Cap/Ttd
DADI BUDAERI
BERITA DAERAH KOTA TANGERANG TAHUN 2014 NOMOR 83