Post on 22-Jan-2021
transcript
1
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)MATA
RS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANGNOMOR : 563.3/PER/RSISA/V/2019
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul .............................................................................................................. 1Daftar Isi ....................................................................................................................... 2Penyusun ...................................................................................................................... 3Peraturan Direktur Nomor : 563.3/PER/RSISA/V/2019 tentang PanduanPraktik Klinis (PPK) Ilmu Kesehatan Mata .................................................................... 4Pendahuluan ................................................................................................................ 7Panduan Praktik Klinik Keratitis dan Ulkus Kornea ....................................................... 8Panduan Praktik Klinik Konjungtivitis ........................................................................... 11Panduan Praktik Klinik Pterygium ................................................................................ 14Panduan Praktik Klinik Dakriostenosis ......................................................................... 15Panduan Praktik Klinik Kelainan Refraksi ..................................................................... 18Panduan Praktik Klinik Katarak ..................................................................................... 21Panduan Praktik Klinik Diabetik Retinopati................................................................... 26Disclaimer ..................................................................................................................... 28Penutup ........................................................................................................................ 29
3
PENYUSUNPANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) MATA
1. dr. H. Harka Prasetya, Sp.M (K) KSM MATA
2. dr. Hj. Alteriana Mydriati Sita Pritasari, Sp.M (K) KSM MATA
3. dr. Hj. Christina Indrajati, Sp.M KSM MATA
4. dr. Nika Bellarinatasari, Sp.M, MSc KSM MATA
5. dr. Irastri Anggraini, Sp.M KSM MATA
6. dr. Atik Rahmawati, Sp.M KSM MATA
7. dr. Imam Tiharyo,M.Kes,Sp.M(K) KSM MATA
4
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNGNOMOR : 563.3/PER/RSISA/V/2019
tentangPANDUAN PRAKTIK KLINIS MATA
DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
bismillahirrahmanirrahim
DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
MENIMBANG : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit Islam Sultan Agung perlu disusun Panduan Praktik Klinis bagi dokter
di Rumah Sakit Islam Sultan Agung
b. bahwa dalam Panduan Praktik Klinis bagi dokter di Rumah Sakit Islam
Sultan Agung bertujuan untuk memberikan acuan bagi dokter dalam
memberikan pelayanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
sekaligus menurunkan angka rujukan
c. bahwa buku panduan praktik klinis tersebut digunakan sebagai bahan
acuan kegiatan pelayanan medis
d. bahwa untuk kepentingan tersebut diatas perlu ditetapkan dalam surat
keputusan
MENGINGAT : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2009 tentang
Praktik Kedokteran;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013
tentang Jabatan Fungsional Umum Di Lingkungan Kementerian
Kesehatan;
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755 /Menkes/PER/IV/2011
tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit;
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010
tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menker/SK II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan;
5
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
631/MENKES/SK/IV/2005 tentang pedoman peraturan internal staf medis
(Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit;
9. Keputusan Kepala Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 445/01/BPMD/07/2014 tentang Perpanjangan Izin Operasional
Rumah Sakit Islam Sultan Agung;
10. Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia Nomor :
107/DSN-MUI/X/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit
Berdasarkan Prinsip Syariah;
11. Surat Keputusan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia Nomor
: 008.55.09/DSN-MUI/VIII/2017 tentang Penetapan Layanan dan
Manajemen Rumah Sakit Islam Sultan Agung telah memenuhi prinsip
syariah;
12. Surat Keputusan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor :
12/SK/YBW-SA/II/2018 tentang Pengangkatan dr. H. Masyhudi AM, M.Kes
sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung Masa Bakti 2018
– 2022.
13. Surat Keputusan Pengurus Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor :
70/SK/YBW-SA/VI/2018 tentang Pengesahan Struktur Oragnisasi RSI
Sultan Agung
14. Surat Keputusan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor :
12/SK/YBW-SA/II/2018 tentang Pengangkatan Direktur Utama RSI Sultan
Agung Masa Bhakti 2018 – 2022;
MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN :
KESATU : Mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Surat Keputusan Nomor : 3424/
PER/RSI-SA/I/2017 tentang Panduan Praktik Klinis (PPK) Mata Rumah Sakit
6
7
LAMPIRANPERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNGNOMOR : 563.3/PER/RSISA/V/2019TANGGAL : 16 Mei 2019
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangPelayanan medis adalah pelayanan kesehatan perorangan; lingkup pelayanan
adalah segala tindakan atau perilaku yang diberikan kepada pasien dalam upaya promotif,preventif, kuratif dan rehabilitatif. Substansi pelayanan medis adalah pratik ilmu pengetahuandan teknologi medis yang telah ditapis secara sosio – ekonomi – budaya yang mengacu padaaspek pemerataan, mutu dan efsiensi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan kesehatanmasyarakat akan pelayanan medis.
Untuk menyelenggarakan pelayanan medis yang baik dalam arti efektif, efisiendan berkualitas serta merata dibutuhkan masukan berupa sumber daya manusia, fasilitas,prafasilitas, peralatan, dana sesuai dengan prosedur serta metode yang memadai
Saat ini sektor kesehatan melengkapi peraturan perundang-undangannya dengandisahkannya Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada bulanOktober 2004 yang diberlakukan mulai bulan Oktober 2005. Pengaturan praktik kedokteranbertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan danmeningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter/ dokter IPD, sertamemberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan dokter/ dokter IPD
Panduan praktik klinis (Clinical practice guidelines) merupakan panduan yangberupa rekomendasi untuk membantu dokter atau dokter IPD dalam memberikan pelayanankesehatan. Panduan ini berbasis bukti (berdasarkan penelitian saat ini) dan tidak menyediakanlangkah-pendekatan untuk perawatan dan pengobatan, namun memberikan informasi tentangpelayanan yang paling efektif. Dokter atau dokter IPD menggunakan panduan ini sesuaidengan pengalaman dan pengetahuan mereka untuk menentukan rencana pelayanan yangtepat kepada pasien
B. Dasar Hukum1. Undang – Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran pasal 44 ayat ( 1 ) ,
pasal 50 dan 512. Undang – undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan3. Undang – undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit4. Peraturan Menteri Kesehatan No 147/MENKES/PER/2010 tentang Perizinan RS5. PERMENKES No 1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran6. PERMENKES No 755/MENKES/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik.
C. Tujuan1. Meningkatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu2. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya3. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal4. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil5. Mamberikan tata laksana dengan biaya yang memadai
8
PANDUAN PRAKTIK KLINIKKERATITIS dan ULKUS KORNEA
I. PENGERTIANKeratitis dan ulkus kornea adalah peradangan kornea yang dapat disebabkan olehinfeksi bakteri, jamur, virus atau suatu proses alergi-imunologi. Infeksi kornea padaumumnya didahului oleh trauma, penggunaan lensa kontak, pemakaian kortikosteroidtopikal yang tidak terkontrol. Kelainan ini merupakan penyebab kebutaan ketigaterbanyak di Indonesia.
II. ANAMNESISa. Penurunan tajam penglihatan,b. Mata merah, berair, silau dan nyeri,c. Tampak lesi / kekeruhan di kornea.d. Riwayat trauma (kelilipan, benda asing di kornea, khusus riwayat trauma tumbuh-
tumbuhan atau penggunaan obat tetes mata tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat dicurigai disebabkan oleh jamur, penggunaan lensa kontak), pemakaiankortikosteroid topikal.
III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGIa. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu Snellen dan koreksi terbaik menggunakan
pin-hole.b. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk menilai keadaan kornea dan segmen anterior lainnya
: Melihat gambaran sekret (serosa, mukopurulen, purulen). Bentuk ulkud (pungtata, filamen, dendritik, geografik, oval, intersisial, dll). Kedalaman ulkus (superfisial, dalam, apakah ada kecenderungan untuk perforasi
(impending perforation) dan perforasi. Hipopion dapat ada atau tidak ada.
c. Tekanan intraokular (TIO) diukur dengan cara palpasi.d. Tes fluoreseins untuk melihat adanya infiltrat dan defeke. Tes seidel untuk melihat adanya perforasi kornea
IV. DIAGNOSIS KERJAKeratitis
V. DIAGNOSIS BANDINGKeratitisKonjungtivitisGlaukoma akut
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pemeriksaan kerokan kornea dengan pewarnaan Gram, Giemsa dan pemeriksaan
langsung dengan KOH 10%.b. Pemeriksaan kultur kerokan kornea dengan agar darah domba, tioglikolat dan agar
sabouraud dekstrosa.
9
c. Tes sensitivitasd. Bila segmen posterior sulit dinilai, lakukan pemeriksaan ultrasonografi.
VII. TERAPI- Antibiotika tetes mata :
- secara empiris : ofloxacin tetes mata tiap 2-4 jam 1 tetesartificial tear tiap 2-4 jam 1 tetes
- sesuai hasil kultur dan tes sensitivitas obata. Pasien sebaiknya dirawat apabila : Lesi ulkus kornea mengancam penglihatan, mengancam perforasi. Pasien dianggap kurang patuh untuk pemberian obat tiap jam. Diperlukan follow up untuk menilai keberhasilan terapi.
b. Apabila ditemukan gambaran ulkus kornea dendritik, geografik atau stroma, dapatdiberikan salep mata asiklovir 5 kali sehari atau tetes mata idoksuridin tiap jam.
c. Bila pada pemeriksaan kerokan kornea didapatkan hasil Gram positif atau negatifdiberikan antibiotika tetes mata golongan aminoglikosida (gentamisin, dibekasin,tobramisin) dengan konsentrasi yang ditingkatkan (fortified) tiap jam atau golonganquinolone (siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin) tiap 5 menit pada 1 jam pertama dandilanjutkan tiap jam. Keadaan kornea diperiksa tiap hari hingga didapatkan adanyakemajuan pengobatan, yang kemudian frekuensi pemberian dapat dikurangi hingga 2minggu.
d. Bila kerokan kornea didapatkan hifa jamur, berikan tetes mata Natamisin 5% tiap jam dansalep mata Natamisin 5% tiga kali sehari atau bila pasien mampu, berikan tetes mataamfoterisin B 0,l5% tiap jam (tetes mata amfoterisin B 0,l5% dapat dibuat denganmodifikasi sediaan bubuk untuk pemberian intravena). Keadaan kornea diperiksa tiap harihingga didapatkan adanya kemajuan pengobatan, yang kemudian frekuensi pemberiandapat dikurangi hingga 3-5 minggu.
e. Terapi tambahan yang dapat diberikan adalah tetes mata sikloplegik dan anti-glaukomaapabila didapatkan peningkatan TIO. Pemberian analgetik apabila diperlukan.
f. Lakukan pemeriksaan gula darah puasa dan 2 jam setelah makan sebagai salah satu faktorrisiko ulkus kornea.
g. Tindakan bedah: Keratektomi superfisial tanpa membuat perlukaan pada membran Bowman, dengan
indikasi:o Keratitis virus epitelial.o Erosi kornea rekuren.
Keratektomi superfisial hingga membran Bowman atau stroma anterior, denganindikasi:
o Untuk menegakkan diagnosis, terutama pada ulkus kornea jamur.o Menghilangkan materi infeksi, terutama jamur.
Tarsorafi lateral atau medial, dengan indikasi:o Keratitis terpaparo Keratitis neuroparalitik
Tissue adhessive atau graft amnion multilayer, dengan indikasi:
10
o Ulkus kornea dengan tissue loss berukuran kecilo Perforasi kornea perifer berukuran kecil
Flap konjungtiva, dengan indikasi:.o Kecenderungan perforasi/descematoceleo Perforasi kornea di perifer
Periosteal graft dengan flap konjungtiva, dengan indikasi:o Kecenderungan perforasi/descematoceleo Perforasi kornea
Keratoplasi tembus, dengan indikasi:o Mempertahankan integritas bola matao Mengganti jaringan kornea yang terinfeksi dengan donor kornea
Fascia lata atau periosteal graft, dengan indikasi:o Mempertahankan integritas bola mata, dimana sulit untuk mendapatkan
donor korneaVIII. EDUKASI
- Kebersihan mata- Tidak menggunakan lensa kontak- Menghindari debu dan air kotor- Tidak menggosok-gosokkan mata
IX. PROGNOSISDubia bonam
X. KEPUSTAKAAN- Standar pelayanan medik Perdami 2006- AAO 2011-2012
11
PANDUAN PRAKTEK KLINIKKONJUNGTIVITIS
I. PENGERTIANKonjungtivitis adalah suatu inflamasi atau peradangan pada konjungtiva, yang dapatdisebabkan oleh infeksi virus, bakteri, iritasi atau reaksi alergi/hipersensitivitas. Peradangandapat terjadi akut dan kronis. Akut bila peradangan terjadi dalam beberapa hari sampai 2minggu, umumnya disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Kronis bila peradangan terusberlangsung dan tidak sembuh lebih dari 2 minggu. Umumnya disebabkan infeksi bakteri yangresisten terhadap pengobatan, reaksi alergi / hipersensitivitas. atau iritasi kronis (dry eye).Konjungtivitis merupakan salah satu masalah penyakit mata tersering yang ditemukan dinegara berkembang.
II. ANAMNESISIII. GEJALA KLINIS
a. Mata merah,b. Rasa mengganjal, gatal dan berair / sekret,c. Umumnya tidak ada penurunan tajam penglihatan.
IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGIa. Riwayat trauma / kelilipan, kontak dengan penderita mata merah, riwayat iritasi dan
alergi hipersensitivitas (udara, debu, obat, makanan dll).b. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu Snellen dan koreksi terbaik menggunakan
pinhole.c. Pemeriksaan dengan lampu senter dan lup untuk melihat, konjungtiva bulbi dan tarsal,
dan memastikan pada kornea tidak ditemukan kelainan akibat peradangan konjungtiva.d. Konjungtivitis bakteri bila ditemukan konjungtiva hiperemis, sekret mukopurulen atau
purulen, dapat disertai membran atau pseudomembran pada konjungtiva tarsalis.e. Konjungtivitis virus bila ditemukan konjungtiva hiperemis, sekret umumnya mukoserosa
dan pembesaran kelenjar limfe preaurikuler.f. Konjungtivitis alergi bila mempunyai riwayat alergi atau atopi dan ditemukan keluhan
gatal, dan hiperemis konjungtiva.g. Curigai Steven Johnson syndrome jika terjadi konjungtivitis pada kedua mata yang timbul
setelah minum atau mendapatkan terapi obat-obatan.h. Curigai konjungtivitis gonore, terutama pada bayi baru lahir, jika ditemukan konjungtivitis
pada dua mata dengan sekret purulen yang sangat banyaki. Pemeriksaan komposisi air mata dengan melakukan pemeriksaan Schirmer, BUT dan
Feming, uji anel melalui pungtum lakrimalis untuk menilai ada atau tidak sumbatan.j. Pemeriksaan dengan slitlamp untuk menilai keadaan konjungtiva bulbi, tarsal, forniks dan
kornea. Melihat gambaran sekret (mukoserosa, mukopurulen, purulen). Melihat gambaran folikel, papil, membran pada konjungtivitis tarsal superior dan
inferior, dan konjungtiva forniks. Melihat gambaran injeksi dan nodul pada konjungtivits bulbi. Memastikan tidak ditemukan kelainan pada kornea.
12
Melihat kelainan pada komposisi air mata, obstruksi kelenjar meibom.k. Pemeriksaan swab sekret dengan pewarnaan gram bila dicurigai infeksi bakteri, Giemsa
bila dicurigai virus.l. Pemeriksaan kultur swab sekret konjungtiva pada agar darah domba, agar tioglikolat, dan
uji resistensi anti mikroba.V. DIAGNOSIS KERJA
Konjungtivitis akut
VI. DIAGNOSIS BANDINGa. Episcleritisb. Scleritisc. Iridosklitis
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pemeriksaan swab sekret dengan pewarnaan gram bila dicurigai infeksi bakteri, Giemsa
bila dicurigai virus.b. Pemeriksaan kultur swab sekret konjungtiva pada agar darah domba, agar tioglikolat, dan
uji resistensi anti mikroba.
VIII. TERAPIa. Berikan tetes mata antibiotik spektrum luas 6 kali sehari dan atau salep mata 3 kali sehari
bila dicurigai infeksi bakteri.b. Berikan tetes mata anti alergi (kromolin glikat) dan/atau anti inflamasi steroid bila
dicurigai reaksi alergi/hipersensitivitas.c. Berikan tetes/gel lubrikan atau air mata buatan bila ditemukan iritasi.d. Dicari faktor predisposisi penyakit yaitu sistemik (diabetes mellitus, TBC, kondisi imunitas
yang rendah, cacingan, kondisi immuno compromis ed).e. Berikan tetes anti virus idoksuridin atau asiklovir bila infeksi virus.f. Bila ditemukan komplikasi pada kornea, penatalaksanaan sesuai dengan penatalaksanaan
keratitis/ ulkus kornea.g. Pada Steven Johnson syndrome, berikan terapi anti inflamasi (steroid) topikal dan
lubrikan/air mata buatan, disertai terapi dari bagian spesialis kulit.h. Pada konjungtivitis gonore, diberikan gentamisin / ciprofloxacin salep mata, injeksi
ceftriaxon 1 gr single dose intravena, jika ada ulkus berikan ceftriaxon 1 gr intravenatiap12 jam selama 3 hari. Bila alergi diberikan ciprofloxacin 500 mg oral 2 kali selama 5 hari.Pada bayi berikan gentamisin / ciprofloxacin salep mata injeksi ceftriaxon 25-50 mg/kg bbatau cefotaxim 100 mg/kg bb intravena atau intramuskular.
i. Pemeriksaan klinis faktor predisposisi lokal (dry eye, obstruksi duktus nasolakrimalis dll),dilanjutkan penatalaksanaan terhadap kelainan tersebut. Pemeriksaan laboratoriumlengkap darah, urin, feses bila dicurigai faktor predisposisi penyakit sistemik.
j. Berikan terapi oral/parenteral sistemik bila ditemukan faktor predisposisi sistemik sesuaihasil konsultasi bagian yang bersangkutan.
k. Keadaan konjungtiva di periksa tiap 3 hari hingga didapatkan perbaikan klinis dan evaluasipengobatan terhadap faktor predisposisi sistemik dan lokal.
13
IX. EDUKASI- Kebersihan mata- Tidak menggosok-gosokkan mata
X. PROGNOSISBonam
XI. KEPUSTAKAAN- Standar pelayanan medik Perdami 2006
14
PANDUAN PRAKTIK KLINIKPTERYGIUM
I. PENGERTIANPterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dariarah konjungtiva menuju komea pada daerah interpalpebra.
II. ANAMNESISGejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tidak ada keluhansama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain :a. Mata sering berair dan tampak merahb. Merasa seperti ada benda asing.c. Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium tersebut,
biasanya astigmatisme "with the rule" ataupun astigmatisme irreguler sehinggamengganggu penglihatan.
d. Tambahi derajat 1&2e. Pada pterygium yang lanjut (derajat 3 dan 4), dapat menutupi pupil dan aksis visual
sehingga tajam penglihatan juga menurun.
III. PEMERIKSAAN FISIKa. Pemeriksaan dengan slit lamp, diperiksa segment anterior serta ditentukan derajat
pertumbuhan pterygium.b. Tajam penglihatan diperiksa dengan karfu Snellen, lalu dikoreksi dengan
menggunakan trial frame.c. Astigmatisme kornea diperiksa dengan keratometer baik secara manual maupun
menggunakan alat auto-refrakto-keratometer
IV. KRITERIA DIAGNOSTIKa. Pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dari arah konjungtiva ke korneab. Dengan/tanpa penurunan tajam penglihatanc. Dapat disertai dengan astigmatisme
V. DIAGNOSIS KERJAPterygium
VI. DIAGNOSIS BANDINGPseudopterygium
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG-
VIII. TERAPIa. Penatalaksanaan bersifat non bedah pada pterygium derajat 1 dan 2, yaitu edukasi
terhadap pasien untuk mengurangi iritasi dan paparan ultra-violet. Jika pterygiummengalami inflamasi, dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dansteroid seperti C-Xitrol @ 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa
15
penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan TIO yang tinggiataupu mengalami kelainan kornea.
b. Pada pterygium derajat 3 dan 4, dilakukan tindakan bedah berupa avulsi(pengangkatan) pterygium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterygium maka bagiankonjungtiva bekas pterygium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yangdiambil dari bagian konjungtiva superior untuk menurunkan angka kekambuhan
IX. EDUKASIMengurangi iritasi dan paparan sinar ultra violet (kaca mata,payung,topi)
X. PROGNOSISBaik
XI. KEPUSTAKAANPanduan Manajemen Klinis Perdami
15
PANDUAN PRAKTEK KLINIKDAKRIOSTENOSIS
I. PENGERTIANDakriostenosis adalah obstruksi duktus nasolakrimalis yang terjadi sejak lahir
II. ANAMNESISAlloanamnesis dari orang tua pasien adalah mata nrocos/berair dan keluar kotoran sejaklahir
III. PEMERIKSAAN FISIKa. Didapatkan sekret berwarna putih kekuninganb. Pada saat daerah sakus lakrimalis ditekan dengan jari/cotton bud akan tampak regurgitasisekret dari pungtum lakrimal
IV. KRITERIA DIAGNOSTIKa. Mata berair/nrocosb. Sekret (+)
V. DIAGNOSIS KERJAc. Dakriostenosis
VI. DIAGNOSIS BANDING-
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pemeriksaan dengan senter dan lup tampak mata berairb. Saat daerah sakus lakrimal ditekan dengan jari/cotton bud tampak regurgitasi sekret dari
pungtum lakrimalc. Anel test
VIII. TERAPIa. Bila bayi di bawah 3 bulan, beri tetes antibiotik topical selama 5-7 hari.b. Pengasuh dan/atau orang tuanya diberitahu cara melakukan massage pada sakus
lakrimal.c. Bila bayi sudah berumur di atas 3 bulan, lakukan irigasi dari pungtum lakrimal
superior/inferior agar membrane Hassner terbuka. Beri tetes antibiotika dengan steroidselama 3-5 hari.
d. Bila setelah dilakukan 3 kali tindakan di atas berturut-turut tiap 2 minggu tetapi masihberair dan banyak sekret, lakukan probing dalam narkose.
e. Bila tes Anel masih menunjukkan regurgitasi, lakukan pematahan konkha inferior.f. Bila sakus belum dilatasi, lakukan probing pematahan konkha inferior.- Bila sakus sudah dilatasi akan tetapi sekret masih banyak, lakukan dacryocystor-hinostomi
(DCR).- Bila terdapat kelainan pada kanalikulus atau mukosa hidung tidak dapat dijahit dengan
dinding sakus sewaktu melakukan operasi, pasang silicon lakrimal tube.- Sesudah operasi beri antibiotika oral, antobiotika dengan steroid tetes mata, analgetika,
dan dekongestan tetes hidung. Antikoagulan diberikan bila perlu.- Silikon tube diangkat 2 - 3 bulan sesudah operasi.
16
IX. EDUKASI-
X. PROGNOSISBaik
XI. KEPUSTAKAPanduan Manajemen Klinis Perdami
17
PANDUAN PRAKTEK KLINIKKELAINAN REFRAKSI
A. MIOPIAI. DEFINISI
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yangberlebihan, sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina.
II. ANAMNESISd. Gejala terpenting adalah melihat jauh buram.e. Sakit kepala.f. Kecenderungan terjadinya juling saat melihat jauh.g. Pasien lebih jelas melihat dekat.
III. PEMERIKSAAN FISIKh. Pemeriksaan visus dengan memberikan koreksi lensa negatif terkecil untuk
mendapatkan ketajaman penglihatan yang maksimal.
IV.KRITERIA DIAGNOSTIKi. Melihat jauh buram
V. DIAGNOSIS KERJAMiopia
VI. DIAGNOSIS BANDING-
VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG-
VIII. TERAPIj. Memberikan koreksi sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan
maksimal ( kaca mata/ kontak lens )k. LASIK
IX. EDUKASIHendaknya lebih bijaksana dalam menggunakan alat-alat elektronik dalam melakukanaktivitas melihat dekat ( komputer,laptop,hp,tv )
X. PROGNOSISBaik
XI.KEPUSTAKAANPanduan Manajemen Klinis Perdami
B. HIPERMETROPI. DEFINISI
Sinar sejajar yang datang dari obyek terletak jauh tak terhingga dibiaskan di belakangretina.
II. ANAMNESISl. Penglihatan dekat maupun jauh kaburm. Pusing
18
n. Eyestraino. Sensitif terhadap cahaya
III. PEMERIKSAAN FISIKp. Pemeriksaan visus dengan memberikan koreksi lensa positif terbesar untuk
mendapatkan ketajaman penglihatan yang maksimal.IV.KRITERIA DIAGNOSTIK
q. Melihat dekat dan jauh buramV. DIAGNOSIS KERJA
HipermetropVI.DIAGNOSIS BANDING
-VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-VIII. TERAPI
a. Memberikan koreksi sferis positif terbesar yang memberikan ketajamanpenglihatan maksimal ( kaca mata/ kontak lens )
b. LASIKIX. EDUKASI
-X. PROGNOSIS
BaikXI. KEPUSTAKAAN
Panduan Manajemen Klinis Perdami
C. ASTIGMATISMAI. DEFINISI
Sinar sejajar tidak dibiaskan secara seimbang pada seluruh meridian. Pada Astigmatismaregular terdapat dua meridian utama yang terletak saling tegak lurus.
II. ANAMNESISa. Penglihatan kaburb. Head tiltingc. Menengok untuk melihat jelasd. Mempersempit palpebrae. Memegang bahan bacaan lebih dekat
III. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan visus dengan memberikan koreksi lensa silindris dengan atau tanpa sferisbaik positif maupun negatif untuk mendapatkan ketajaman penglihatan yang maksimal.
IV.KRITERIA DIAGNOSTIKa. Penglihatan kaburb. Head tilting
V. DIAGNOSIS KERJAAstigmatisma
VI.DIAGNOSIS BANDING-
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
19
-VIII. TERAPI
Memberikan koreksi lensa silindris dengan atau tanpa sferis baik positif maupun negatifuntuk mendapatkan ketajaman penglihatan yang maksimal.
IX. EDUKASI-
X. PROGNOSISBaik
XI. KEPUSTAKAANPanduan Manajemen Klinis Perdami
20
PANDUAN PRAKTIK KLINIKKATARAK PADA PENDERITA DEWASA
I. PENGERTIANKatarak adalah kekeruhan pada lensa yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan(visus), dimana paling sering berkaitan proses degenerasi lensa pada penderita berusialanjut yaitu diatas usia 40 tahun (katarak senilis). Katarak pada penderita penyakit mataseperti glaucoma, uveitis, trauma mata dan lain-lain; ataupun menderita kelainansistemik seperti diabetes mellitus, riwayat penggunaan obat-obatan steroid dan lain-lain. Katarak biasanya ditemukan pada kedua mata (bilateral) tetapi dapat juga terjadipada satu mata (katarak monokular).
II. KRITERIA DIAGNOSISA. ANAMNESA
1.Penurunan visus secara perlahan-lahan2.Ukuran kacamata semakin sering mengalami perubahan.3.Keluhan silau (glare).4.Kesulitan untuk membaca
B. PEMERIKSAAN FISIK1.Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau Chart projector dengan koreksi
terbaik serta menggunakan pin-hole.2.Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior.3.Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non-contact, aplanasi atau
schiotz.4.Jika TIO dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil
dengan tetes mata tropicamide 0,5% setelah pupil cukup lebar, dilakukanpemeriksaan dengan slit lamp melihat derajat kekeruhan lensa apakah sesuaidengan tajam penglihatan pasien.Derajat katarak ditentukan sebagai berikut :a. Derajat 1 : nucleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak
sedikit keruh dengan warna agak keputihan. Reflek fundus juga masihdengan mudah diperoleh dan usia penderita juga biasanya kurang dari 50tahun.
b. Derajat 2 : nucleus dengan kekerasan ringan, tampak nucleus mulai sedikitberwarna kekuningan, visus biasanya antara 6/12 sampai 6/30. Reflexfundus juga masih mudah diperoleh dan katarak jenis ini paling seringmemberikan gambaran seperti subkapsularis posterior.
c. Derajat 3 : nucleus dengan kekerasan medium, dimana nucleus tampakberwarna kuning disertai dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan. Visus biasanya antara 6/30 sampai 3/60.
d. Derajat 4 : nucleus keras, dimana nucleus sudah berwarna kuningkecoklatan dan visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60, dimana reflexfundus maupun keadaan fundus sulit dinilai.
e. Derajat 5 : nucleus sangat keras, nucleus sudah berwarna cokelat bahkanada yang sampai berwarna agak kehitaman. Visus biasanya hanya 1/60 atau
21
lebih jelek dan usia penderita sudah diatas 65 tahun. Katarak ini sangatkeras dan disebut juga brunescent cataract atau black cataract.
5.Dilakukan pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi langsung ataupun tidaklangsung.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANGa.Darah lengkapb.Gula darah sewaktuc. Studi koagulasi (PTT , aPTT)
III. DIANOSA BANDINGVisus turun tanpa mata merah diagnose bandingnya meliputi :1. Katarak pada orang dewasa2. Retinopati DM3. Retinopati hipertensi4. Glaukoma
IV. DIAGNOSA KERJAKATARAK PADA ORANG DEWASA
V. PENATALAKSANAAN1. Penatalaksanaan bersifat bedah, jika visus sudah mengganggu untuk melakukan
kegiatan sehari-hari berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada indikasi lain untukoperasi.
2. Operasi katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi dan peralatan bedahmikro, pasien dipersiapkan untuk implantasi lensa tanam (IOL : intraocular lens).
3. Ukuran lensa tanam dihitung berdasarkan data keratometri serta menggunakanbiometri A-scan.
4. Tekhnik bedah katarak menggunakan tekhnik manual ECCE ataupunfakoemulsifikasi dengan mempertimbangkan derajat katarak serta tingkatkemampuan ahli bedah.
5. Operasi katarak hanya dilakukan jika visus sudah mengganggu kegiatan sehari-haripasien dimana pasien berkesempatan berdiskusi dengan dokter mengenaialternative lain selain operasi, risiko operasi, serta perawatan pasca operasi.
6. Pasien mengisi surat ijin tindakan medis (informed consent).7. Melakukan pemeriksaan pre operasi, yang mencangkup hal-hal berikut :
a. Anamnesa riwayat penyakit mata, penyakit lain ataupun alergi.b. Visus tanpa koreksi dengan snellen serta refraksi terbaik.c. Pengukuran tekanan intraocular.d. Penilaian fungsi pupil (refleks pupil).e. Pemeriksaan mata luar (external examination) dengan senter dan lup atau slit
lamp bergantung fasilitas.f. Pemeriksaan fundus dengan dilatasi pupil (bila memungkinkan).
8. Dokter spesialis mata yang akan melakukan operasi katarak sebaiknyamemperhatikan persiapan pre operasi sebagai berikut :a.Memeriksa pasien sebelum operasi.
22
b.Memberikan informasi kepada pasien mengenai risiko, keuntungan dan kerugianoperasi serta harapan yang sewajarnya dari hasil operasi.
c. Memperoleh surat ijin tindakan medis (informed consent).d.Memastikan bahwa hasil keratometri dan biometri A. Scan sesuai dengan mata
yang akan dioperasi, jika pasien direncanakan implantasi lensa tanam.e.Menentukan kekuatan lensa tanam yang sesuai, jika pasien tersebut
direncanakan untuk implantasi lensa tanam.f. Membuat rencana pembedahan (jenis anesthesia, penempatan sayatan dan
konstruksi luka, refraksi pasca operasi yang direncanakan serta jadwalpemeriksaan pasca bedah).
g.Melakukan evaluasi pre-operasi diatas termasuk pemeriksaan laboratorium sertaberdiskusi dengan pasien ataupun keluarga pasien yang dianggap lebihmengerti dan dapat bertindak atas nama pasiene.
9. Operasi katarak bilateral (operasi dilakukan pada kedua mata sekaligus secaraberturutan) tidak dianjurkan berkaitan dengan risiko pasca operasi (endoftalmitis)yang bisa berdampak kebutaan. Tetapi ada beberapa keadaan khusus yang bisadijadikan alasan pembenaran dan keputusan tindakan operasi katarak bilateral iniharus dipikirkan sebaik-baiknya.
10. Operasi tidak boleh dilakukan pada keadaan sebagai berikut :a.Pasien menolak tindakan operasi.b.Pemberian kacamata ataupun alat bantu penglihatan lainnya masih cukup
memuaskan bagi pasien.c. Ada dugaan operasi tidak dapat meningkatkan penglihatan pasien pasca operasi.d.Kualitas hidup pasien belum terganggu dengan gangguan penglihatan yang
dialaminya.e.Pasien tidak dapat menjalani operasi katarak berkaitan dengan penyakit mata lain
ataupun kesehatan akibat penyakit lainnya.f. Pasien tidak dapat memberikan surat ijin tindakan medis yang sah secara hukum
karena kurang pengertian ataupun kurang informasi.g.Pasien tidak dapat mengikuti petunjuk pengobatan pasca operasi.
11. Pemeriksaan lanjutan pasca operasi (follow up) meliputi :a. Frekuensi pemeriksaan pasca bedah ditentukan berdasarkan tingkat
pencapaian visus optimal yang diharapkan.b. Pada pasien dengan risiko tinggi, seperti pada pasien dengan satu mata,
mengalami komplikasi intra-operasi atau ada riwayat penyakit mata lainsebelumnya seperti uveitis, glaucoma atau lain-lain, maka pemeriksaan harusdilakukan satu hari setelah operasi.
c. Pada pasien yang dianggap tidak bermasalah baik keadaan pre operasi maupunintra operasi serta diduga tidak akan mengalami komplikasi lainnya maka dapatmengikuti petunjuk pemeriksaan lanjutan (follow-up) sebagai berikut : Kunjungan pertama : dijadwalkan dalam waktu 48 jam setelah operasi (untuk
mendeteksi dan mengatasi komplikasi dini seperti kebocoran luka yangmenyebabkan bilik mata dangkal, hipotonus, peningkatan tekananintraocular, edema kornea ataupun tanda-tanda peradangan).
23
Kunjungan kedua : dijadwalkan pada hari ke 4 – 7 setelah operasi jika tidakdijumpai masalah pada kunjungan pertama, yaitu untuk mendeteksi danmengatasi kemungkinan endoftalmitis yang paling sering terjadi pada minggupertama pasca operasi. Kunjungan ketiga : dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan pasien dimana
bertujuan untuk memberikan kacamata sesuai dengan refraksi terbaik yangdiharapkan.
d. Obat-obat yang digunakan pasien pasca operasi bergantung dari keadaan mataserta disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien (misalnyaanalgetika, antibiotika oral, antiglaukoma atau edema kornea, dan lain-lain).Tetapi penggunaan tetes mata kombinasi antibiotika dan steroid harusdiberikan kepada pasien untuk digunakan setiap hari selama minimal 2 minggupasca operasi.
VI. KOMPLIKASI1. Komplikasi besar intra-operatif yang ditemukan selama operasi katarak, yaitu :
a. Kamera okuli anterior dangkal atau datar.b. Rupture kapsulc. Edema kornead. Perdarahan atau efusi suprakoroide. Perdarahan koroid yang ekspulsiff. Tertahannya material lensag. Gangguan vitreous dan inkarserasi ke dalam lukah. iridodialisis
2. Komplikasi besar post operatif yang ditemukan segera selama operasi katarak,yang sering terlihat dalam beberapa hari atau minggu setelah operasi yaitu :a. Kamera okuli anterior datar atau dangkal karena luka robek.b. Terlepasnya koroid.c. Hambatan pupild. Hambatan korpus siliare. Perdarahan subkoroidf. Edema stroma dan epitelg. Hipotonih. Sindrom Brown-Mc Lean (edema kornea perifer dengan kornea sentral jernih
sangat sering terlihat mengikuti ICCE)i. Perlekatan vitreokornea dan edem kornea yang persistenj. Perdarahan koroid yang lambatk. Hifemal. Tekanan intraocular yang meningkat (sering kareba tertahannya viskoelastis)m. Edena macular kistoid.n. Terlepasnya retinao. Endoftalmitis akutp. Sindrom uveitus-glaukoma-hifema (UGH)
3. Komplikasi besar post operasi yang lambat, terlihat dalam beberapa minggu ataubulan setelah operasi katarak , yaitu :
24
a. Jahitan yang menginduksi astigmatismusb. Desentrasi dan dislokasi IOLc. Edema kornea dan keratopati bullous pseudopakiad. Uveitis kronise. Endoftalmitis kronisf. Kesalahan penggunaan kekuatan IOL
VII. EDUKASIDokter spesialis mata yang akan melakukan operasi ataupun staf dokter tersebut,berkewajiban mendidik, menjelaskan dan memberi instruksi kepada pasien mengenaigejala ataupun tanda-tanda mengenai kemungkinan terjadinya komplikasi pascaoperasi, penggunaan proteksi mata, adanya pembatasan kegiatan, pengobatan, jadwalkunjungan lanjutan (follow up) dan petunjuk dimana harus mendapatkan perawatandarurat jika diperlukan. Dokter spesialis mata / staf juga menerangkan mengenaitanggung jawab pasien untuk mengikuti petunjuk yang harus dilakukan selamaperawatan pasca operasi dan pasien harus segera menghubungi dokter tersebut jikamengalami masalah.
VIII.PROGNOSISSaat operasi yang tidak disertai dengan penyakit mata lain sebelumnya, akanmempengaruhi hasil secara signifikan seperti degenerasi macula atau atrofi saraf optic.Standar ECCE yang berhasil tanpa komplikasi atau fakoeemulsifikasi memberikanprognosis penglihatan yag sangat menjanjikan mencapai perbaikan sekurang-kurangnya2 baris snellen chart. Penyebab atau factor risiko yang mempengaruhi prognosis visualadalah adanya diabetes mellitus dan retinopati diabetic.
IX. KEPUSTAKAAN1. PERDAMI2. Buku ajar mata sidarta ilyas
25
PANDUAN PRAKTIK KLINIKDIABETIK RETINOPATI PADA PENDERITA DEWASA
I. PENGERTIANDiabetik retinopati adalah suatu mikroangiopati yang mengenai prekapiler retina, kapiler danvenula, sehingga menyebabkan oklusi mikrovaskuler dan kebocoran vaskuler, akibat kadar guladarah yang tinggi dan lama. Terapi yang ada saat ini adalah laser fotokoagulasi lebih kearahmempertahankan penglihatan dibandingkan memperbaiki. Terapi virektomi lebih kearahmemperbaiki kerusakan yang ada, dengan prognosis tergantung kerusakan yang ada. Controlgula darah penting untuk memperlambat proses. Diabetic retinopati akan timbul, umumnyasetelah menderita DM lebih dari 5 tahun, walaupun gula darah selalu terkontrol.
II. GEJALA DAN TANDA KLINIS1. Riwayat kencing manis (NIDDM/IDDM)2. Mata tenang dengan atau tanpa penurunan visus3. Berubahnya ukuran kacamata dalam waktu yang singkat4. Bilik Mata Depan (BMD) tenang, tapi dapat ditemukan tanda peradangan ringan seperti
flare dan sel ringan5. Pada keadaan berat dapat ditemukan neovaskularisasi iris (rubeosis iridis)6. Reflek cahaya pada pupil normal, pada kerusakan retina yang luas dapat ditemukan RAPD
(Relative Aferen Pupilary Defect), penurunan reflek pupil pada cahaya langsung dan taklangsung
7. Viterus jernih, dalam keadaan berat dapat ditemukan perdarahan dan jaringanfibrovaskular
8. Retina dapat ditemukan perdarahan pre, intra dan subretina, eksudat keras dan lunak,pelebaran vena, mikro aneurisma dan neovaskularisasi di papil atau ditempat lain diretina
III. EVALUASI1. Pemeriksaan dilakukan pada semua penderita diabetes pada saat pertama kali datang.
Pemeriksaan meliputi visus, tekanan bola mata, kedudukan bola mata, pergerakan bolamata, segmen anterior dan segmen posterior.
2. Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit lamp untuk melihat apakah adaepiteliopati kornea, flare dan sel di BMD, RAPD, neovaskularisasi iris, tingkat kekeruhanlensa, kekeruhan vitreus
3. Pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan oftalmoskop indirek, untuk melihatkekeruhan vitreus karena perdarahan atau adanya jaringan fibrovaskuler, perdarahanretina, eksudat, pelebaran vena, Intra-Retinal Microvascular Abnormalism (IRMA) danneovaskularisasi
4. Selain pemeriksaan mata dasar dilakukan pemeriksaan penunjang antara lain :a. Fundus Fluorescence Angiography (FFA), dilakukan apabila ada indikasib. USG, bila terdapat kekeruhan media dan fundus tidak tembusc. ERG, bila peralatan tersedia
26
IV. PENATALAKSANAANa. Seleksi pasien, ada diabetes mellitus atau tidak. Bila ditemukan adanya diabetes mellitus,
pasien dikonsulkan ke dokter ahli penyakit dalam untuk mengontrol gula darahnya danb. Pasien dengan diabetic retinopati stadium non proliferative (NPDR) ringan dan sedang,
dievaluasi setiap 3 bulan control gula darah dilakukan oleh dokter penyakit dalamc. Terapi foto koagulasi laser dilakukan pada pasien dengan NPDR berat dengan/tanpa
CSME, criteria NPDR berat yaitu apabila ditemukan salah satu dibawah ini : Perdarahan intra retina 4 kwadran Pelebaran vena 2 kwadran Intra retina mikrovaskular abnormalism 1 kwadran
d. Operasi vitrektomi dilakukan pada pasien dengan Proliferative Diabetic Retinopathy(PDR), yaitu dengan adanya perdarahan vitreus dan pertumbuhan jaringan fibrovaskulardi vitreus, persistent macular edema dan ablasio retina traksi
e. Apabila ditemukan katarak yang mempersulit evaluasi segmen posterior, dapat dilakukanoperasi, dengan penjelasan akan prognosis penglihatan dan kemungkinan retinopatibertambah berat setelah operasi
V. KEPUSTAKAAN1. PERDAMI2. Buku ajar mata sidarta ilyas
27
DISCLAIMERPANDUAN PRAKTIK KLINIS ILMU PENYAKIT MATA
Dokumen tertulis PPK Ilmu Penyakit Mata serta perangkat implementasi ini disertai dengandisclaimer (wewanti/ Penyangkalan) untuk:1. Menghindari kesalah pahaman atau salah persepsi tentang arti kata standar, yang dimaknaiharus melakukan sesuatu tanpa kecuali2. Menjaga autonomi dokter bahwa keputusan klinis merupakan wewenangnya sebagai orang dipercaya pasien
Adapun disclaimer tersebut:1. Disclaimer utama yaitu:
a. PPK dibuat untuk average patientb. PPK dibuat untuk penyakit/ Kondisi patologis tunggalc. Reaksi individual terhadap prosedur diagnosis dan terapi bervariasid. PPK dianggap valid pada saat di cetake. Praktek kedokteran modern harus lebih mengakomodasi preferensi pasien dan keluarga
2. Disclaimer tambahan, yang dapat disertakan pada disclaimer:a. PPK dimaksudkan untuk tatalaksana pasien sehingga tidak berisi informasi lengkap
tentang penyakitb. Dokter yang memeriksa harus melakukan konsultasi bila merasa tidak menguasai atau
ragu dalam menegakkan diagnose dan memberikan terapic. Penyusun PPK tidak bertanggung jawab atas hasil apapun yang terjadi akibat penyalah
gunaan PPK dalam tatalaksana pasien
28
PENUTUP
Dengan telah tersusunnya Panduan Praktis Klinis ini diharapkan dapat menjadi Standar ProsedurOperasional bagi dokter spesialis mata yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan KSM danfasilitas pelayanan kesehatan di RSI Sultan Agung.
Melalui panduan ini diharapkan terselenggara pelayanan medis yang efektif, efisien, bermutu danmerata sesuai sumber daya, fasilitas, pra fasilitas, dana dan prosedur serta metode yangmemadai. Semoga bermanfaat.