Post on 16-Oct-2021
transcript
Terak Besi di Gedang-1 dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhani S. Budisantosa)
169
TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN TEKNOLOGI BESI DI DATARAN TINGGI JAMBI, SUMATERA
SLAGS IN GEDANG-1 AND GEDANG-2: THE PROOFS OF IRONWORK TECHNOLOGY IN THE HIGHLANDS OF JAMBI,
SUMATERA
Naskah diterima: Naskah disetujui: 26 Juni 2014 14 Oktober 2014
Tri Marhaeni S. Budisantosa Balai Arkeologi Palembang
Jl. Kancil Putih, Lrg. Rusa, Demang Lebar Daun, Palembang marhaeni_tri@yahoo.co.id
Abstrak
Artefak besi bersama dengan tinggalan artefak lainnya ditemukan di sejumlah situs megalitik dan kubur tempayan dari Zaman Paleometalik di dataran tinggi Jambi, Sumatera, sedangkan artefak besi dianggap oleh peneliti sebelumnya, Dominik Bonatz merupakan barang impor. Tiongkok dan Sa Huynh, Vietnam bagian selatan dianggap sebagai pusat penyebaran teknologi besi ke pulau-pulau di Asia Tenggara pada Zaman Paleometalik. Permasalahannya adalah apakah komunitas pendukung budaya megalitik dan kubur tempayan di dataran tinggi Jambi telah mengenal teknologi besi? Kapankah wilayah tersebut mengenal teknologi besi? Dari manakah wilayah tersebut memperoleh artefak besi atau teknologi besi? Dalam ekskavasi di situs Gedang-1 dan Gedang-2 ditemukan terak besi di sekitar megalit. Terak besi tersebut diidentifikasi melalui analisis ciri-ciri fisiknya. Sementara itu, umurnya diketahui melalui analisis pertanggalan arang yang ditemukan berasosiasi dengan terak besi. Hasil analisis dibahas dalam konteks sejarah teknologi besi dan sebarannya. Ternyata komunitas megalitik dataran tinggi Jambi telah mengenal peleburan besi, tentu juga membuat artefak besi, pada sekitar abad ke- 4-6 Masehi. Selanjutnya diduga teknologi besi berasal dari Asia Tenggara daratan selanjutnya tersebar di sekitar pantai timur Sumatera sampai akhirnya di dataran tinggi Jambi.
Kata kunci: terak besi dari Gedang-1 dan Gedang-2, bukti peleburan besi, dataran tinggi Jambi
Abstract Iron and other artifacts were discovered in a number of megalith sites and large paleometalic water jars di dataran tinggi Jambi, Sumatera, while iron artifacts were considered by the previous researcher, Dominik Bonatz, as imported. Tiongkok and Sa Huynh, southern Vietnam have been considered as the centre of ironwork technology to South East Asian islands in the Paleometalic period. Some questions arise of the mastery of the ironwork technology by the then people inhabiting the highlands of Jambi, of the dawn era of the ironwork technology, and of the origin of the acquired iron artifacts and technology. Excavations at Gedang-1 and Gedang-2 sites resulted in the findings of slags around the megalith. The slags are identifiable through their physical appearances, while their periodization is learned through the dating analysis of the charcoal found out to be related with the slags. The analysis results cover the ironwork technology and its distribution that indicate the mastery of iron smelting and iron artifacts working by Jambi megalith community at 4th-6th century C.E.. It was presumed that the south east asian ironwork technology land spread through the Sumatran eastcoast to the highlands of Jambi.
Keywords: slags from Gedang-1 and Gedang-2, iron smelting proofs, Jambi highlands
SBA VOL.17 NO.2/2014 Hal 169—180
170
1. Pendahuluan
Artefak besi adalah salah jenis
tinggalan arkeologis yang ditemukan
dalam rangkaian penelitian megalitik dan
kubur tempayan di dataran tinggi Jambi
selain artefak perunggu, gerabah, dan
jenis-jenis artefak lainnya. Artefak besi
ditemukan dalam ekskavasi di situs-situs
Pondok dan Bukit Batu Larung (Bonatz et
al. 2006, 495, 499), Lolo Gedang
(Budisantosa 2011, 73--5), Batu Patah
Muak (Budisantosa, 2009: 28--9), dan
Gedang-1 (Budisantosa 2012a, 28).
Artefak besi ditemukan baik di sekitar
benda megalitik, di dalam maupun di luar
kubur tempayan.
Wacana tentang artefak besi dari
dataran tinggi Jambi selama ini dapat
dikatakan kurang berkembang. Paling
kurang telah terdapat tiga bahasan artefak
besi di dataran tinggi Jambi. Bahasan
tentang tipe artefak besi tidak mencapai
hasil maksimal karena keadaan temuan
yang fragmentaris. Oleh karena itu, tipologi
merujuk pada bentuk benda menurut
penamaan yang dikenal secara tradisional
hingga sekarang seperti pisau, pisau
besar, dan paku (Bonatz et al. 2006, 499),
dan keris (Budisantosa 2011, 73--5).
Bonatz et al. (2006) membahas
tentang fungsi artefak besi, misalnya pisau
besi yang ditemukan di sekitar megalit
situs Pondok berfungsi sebagai alat ritual,
sedangkan yang ditemukan di sekitar
megalit situs Bukit Batu Larung berfungsi
sebagai senjata, alat pertanian, atau
berburu (Bonatz et al. 2006, 495--9).
Bonatz mengakui dugaannya spekulatif.
Sementara itu, artefak besi yang
ditemukan di di dalam kubur tempayan
Lolo Gedang berfungsi sebagai bekal
kubur (Budisantosa 2011, 71--4, 82).
Selain itu juga membahas
mengenai asal-usul artefak besi. Artefak
besi dari situs Pondok diduga merupakan
barang impor (Bonatz et al. 2006, 495),
sedangkan artefak besi dari situs lainnya
di dataran tinggi Jambi tidak dibahas asal-
usulnya. Pendapat tersebut masih dugaan,
belum dijelaskan berdasarkan analisis
artefak, misalnya tipologi. Untuk
mengetahui asal-usul artefak besi dapat
dilakukan juga dengan membandingkan
bentuk atau tipe artefak besi dengan
tempat lain, misalnya Sa Huynh, Vietnam
bagian selatan, tetapi tidak dapat
dilakukan karena temuan yang
fragmentaris.
Keberadaan terak besi di situs-
situs Gedang-1 dan Gedang-2
menimbulkan pertanyaan apakah
komunitas pendukung budaya megalitik
dan kubur tempayan di dataran tinggi
Jambi telah mengenal teknologi besi?
Kapan teknologi besi mulai dikenal di
wilayah tersebut? Apakah bijih besi
tersedia di sekitar situs? Dari manakah
asal-usul teknologi besi yang
diperkenalkan di wilayah tersebut? Tulisan
ini terutama membahas hasil penelitian di
situs Gedang-1 dan Gedang-2 pada tahun
2012 (Budisantosa 2012a), khususnya
Terak Besi Di Gedang-1 Dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi Di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhaeni S. Budi Santosa)
171
terak besi. Tulisan ini bertujuan untuk (1)
mengungkap bukti peleburan bijih besi di
dataran tinggi Jambi, (2) mengetahui masa
kemunculan teknologi peleburan besi di
wilayah tersebut, (3) mengungkap sumber
bijih besi yang mendukung
berkembangnya teknologi tersebut, dan (4)
mengetahui asal-usul teknologi besi dan
arus penyebarannya hingga di dataran
tinggi Jambi.
Penelitian arkeo-teknologi secara
umum dapat memberi informasi tentang
perkembangan dan penerimaan benda
baru dan teknik pembuatan baru, serta
tentang ekonomi, struktur sosial, dan
organisasi sosial dalam hubungannya
dengan invensi atau alih teknologi (Miller
2007, 7-8). Penelitian ini diharapkan paling
tidak dapat mengungkapkan sejarah
teknologi besi di dataran tinggi Jambi yang
hingga kini masih belum diketahui. Hasil
penelitian sejarah teknologi besi dapat
memberi pengetahuan bahwa komunitas
dataran tinggi Jambi telah memiliki
kemajuan, antara lain berkembangnya
seni pahat yang diwujudkan pada benda
megalitik.
Penelitian arkeologis di Gedang-1
dan Gedang-2 merupakan rangkaian
penelitian permukiman megalitik yang
dimaksudkan untuk mengungkap segi-segi
kehidupan masa lalu, antara lain adalah
teknologi. Penelitian teknologi masa lalu
antara lain mempunyai tujuan mengetahui
bagaimana artefak dibuat (Renfrew dan
Bahn 1993, 271). Hal-hal tersebut
dipelajari dengan mempergunakan
pendekatan-pendekatan seperti tipologi,
analisis bahan, etnografi, dan eksperimen,
sedangkan tulisan ini mempergunakan
pendekatan analisis bahan, khususnya
terak besi. Penelitian ini lebih menyorot
terak besi, yaitu jejak kegiatan peleburan
bijih besi untuk menghasilkan besi yang
merupakan bahan pokok pembuatan
artefak besi. Bagaimana peleburan besi
dilakukan tidak dibahas dalam penelitian
ini karena keterbatasan data yang
diperoleh. Sementara itu, salah satu segi
dalam penelitian teknologi masa lalu
adalah pengambilan bahan yang meliputi
penggalian atau penambangan bahan
artefak (Renfrew dan Bahn 1993, 273).
Bukti penambangan atau sumber tambang
bijih besi belum ditemukan dalam
penelitian di sekitar situs Gedang-1 dan
Gedang-2.
Penelitian ini mempergunakan
pendekatan deskripstif analitis, artinya
menjelaskan keberadaan terak besi di
Gedang-1 dan Gedang-2 untuk menjawab
permasalahan-permasalahan yang telah
dikemukakan. Data terak besi dikumpulkan
dari ekskavasi di situs Gedang-1 dan
Gedang-2, Kecamatan Sungai Tenang,
Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi pada
tahun 2012. Temuan terduga terak besi
dianalisis ciri-ciri fisiknya secara
makroskopik untuk mengidentifikasi
temuan tersebut benar-benar merupakan
terak besi. Ciri-ciri fisik tersebut meliputi
tanda-tanda di permukaannya.
SBA VOL.17 NO.2/2014 Hal 169—180
172
Selain analisis terak besi dilakukan
analisis konteks untuk memastikan apakah
terak besi benar-benar berasosiasi atau
sezaman dengan tinggalan artefak-artefak
di situs megalitik. Sementara itu, untuk
mengetahui umur terak besi dilakukan
analisis sampel arang yang ditemukan
berasosiasi dengan terak besi dengan
metode radiokarbon di laboratorium.
Penafsiran data dilakukan dengan
membahas kaitan antara terak besi dari
Gedang-1 dan Gedang-2 dan hal-hal
lainnya seperti proses pembuatan artefak
besi, dimensi waktu, sumber bahan, dan
situs-situs lainnya di wilayah terdekat di
Sumatera bagian selatan dan Pulau
Bangka. Kaitan antara situs-situs tersebut
akan dapat menjelaskan bagaimana arus
penyebaran teknologi besi di Asia
Tenggara daratan pada Zaman
Paleometalik. Penafsiran dilakukan
dengan alur penalaran induktif.
2. Hasil
Situs-situs Gedang-1 dan Gedang-
2 merupakan situs megalitik karena
Gambar 1: Peta lokasi situs-situs Gedang-1 dan Gedang-2, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Situs yang diteliti berada di dalam lingkaran merah.
(Sumber: Balar Palembang-Dominik Bonatz, 2006).
Terak Besi Di Gedang-1 Dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi Di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhaeni S. Budi Santosa)
173
tinggalan artefak yang menonjol di situs-
situs tersebut adalah benda megalitik.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
megalit di dataran tinggi Jambi dapat
dikelompokkan ke dalam tipe kerucut dan
silinder serta di luar kedua tipe tersebut
yang disebut bentuk anomali (Bonatz et al.
2006, 50--9). Menurut tipologi tersebut,
megalit Gedang-1 tidak termasuk ke dalam
kedua tipe tersebut, tetapi termasuk
bentuk anomali, sedangkan megalit
Gedang-2 termasuk tipe silinder.
Megalit Gedang-1 diberi hiasan
relief dua lingkaran menonjol yang oleh
penduduk setempat disebut seperti
payudara, sedangkan hiasan megalit
Gedang-2 berbentuk relief lingkaran-
lingkaran konsentris yang telah aus
sehingga hampir tidak terlihat. Selain motif
hias tersebut, megalit dari dataran tinggi
Jambi dihiasi relief motif manusia
kangkang, sosok manusia dengan
berbagai sikap seperti menari dan siap
perang, dan wajah manusia. Bentuk
megalit serta aneka ragam motif relief
hiasannya membuktikan bahwa
pembuatannya dilakukan dengan alat
pahat dari besi.
Ekskavasi di situs Gedang-1
menemukan terak besi, juga gerabah,
serpih obsidian, batu giling, sisa artefak
besi, dan arang. Terak besi ditemukan di
Kotak GED-2, GED-4, dan GED-6.
Kedalaman penemuannya antara 25 cm
hingga 85 cm. Terak besi ditemukan
Gambar 3: Foto megalit dari situs
Gedang-2. Pada sisi depan dipahat motif bulatan konsentris yang sekarang
sudah aus.
(Sumber: Balar Palembang, 2012). Gambar 2: Foto megalit dari situs
Gedang-1, pada sisinya dipahat dua tonjolan bulat. Megalit ini semula rebah.
(Sumber: Balar Palembang, 2012).
SBA VOL.17 NO.2/2014 Hal 169—180
174
sebanyak 27 buah/ 248 gram
dengan ukuran sebesar kerikil hingga
kerakal.
Ekskavasi di situs Gedang-2 dilakukan di
sekitar megalit dengan radius maksimal 16
meter dari megalit. Terak besi ditemukan
di Kotak-kotak GED-2, GED-3, dan GED-
4. Kedalaman penemuannya antara 25 cm
hingga 85 cm. Terak besi ditemukan
sebanyak 101 buah/2.120 gram;
ditemukan berasosiasi dengan pecahan
gerabah, serpih obsidian, serpih batu
kersikan, dan arang.
Terak besi yang dalam bahasa
Inggris disebut iron slag dikenal dalam
dunia pertambangan sebagai:
Kumpulan lelehan yang terpisah pada peleburan atau pemurnian logam yang terapung di atas permukaan logam cair, terbentuk dari campuran bahan imbuh, pengotor bijih/logam, abu bahan bakar, dan bahan pelapis tanur. (Anonim tanpa tahun, 107).
Bahan imbuh itu umumnya adalah
silika, kalsium karbonat, fosfor, mangaan,
belerang, alumunium, dan titanium (Rapp
2009, 167).
Terak besi yang ditemukan di situs-
situs Gedang-1 dan Gedang-2
memperlihatkan ciri berlubang-lubang kecil
(berpori); dilekati kerikil, tanah, atau
gerabah; dan berkarat. Pori-pori terbentuk
Gambar 4: Foto terak besi (atas) dari situs Gedang-2 dan alat besi (bawah) dari situs
Gedang-1.
(Sumber: Balar Palembang, 2012)
akibat udara yang keluar dari terak
besi ketika terak besi masih berupa zat
cair sebelum menjadi padat secara
mendadak. Zat besi yang tersisa dalam
terak besi mengalami oksidasi, yaitu reaksi
kimia zat besi dengan oksigen di tempat
depositnya, sehingga terak besi berkarat.
Partikel-partikel yang melekat pada terak
besi belum diidentifikasi kandungan
mineralnya melalui analisis laboratoris.
Pecahan gerabah yang melekat
membuktikan cairan terak besi dibuang di
tempat pecahan gerabah berada. Pecahan
gerabah yang menempel pada terak besi
berukuran kecil (lebar kurang dari 2 cm)
serta merupakan bagian badan wadah
yang belum dapat diketahui jenisnya.
Terak besi dari situs Gedang-1 dan
Gedang-2 ditemukan berasosiasi dengan
arang, sehingga terak besi dapat diketahui
umurnya dengan analisis pertanggalan
radiokarbon sampel arang tersebut. Hasil
analisis tersebut dapat dipergunakan jug
Terak Besi Di Gedang-1 Dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi Di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhaeni S. Budi Santosa)
175
untuk mengetahui umur tinggalan artefak
lainnya seperti gerabah dan megalit.
Berdasarkan analisis pertanggalan
radiokarbon yang dilakukan di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi
Bandung tahun 2013 dapat diketahui
bahwa arang dari situs Gedang-1,
Kotak GED-3 yang ditemukan pada
kedalaman 20-45 cm berumur 970±120
BP, atau dari sekitar tahun 860-1100-M,
sedangkan arang dari kedalaman 80 cm
berumur 1180±120 BP, atau dari sekitar
tahun 650-890 M. Sementara itu, arang
dari situs Gedang-2, Kotak GED-3 yang
ditemukan pada kedalaman 80-85 cm
berumur 1490±120 BP, atau dari sekitar
tahun 340-580 M.
3. Pembahasan
Hasil penelitian selama ini telah
menemukan sekitar 22 benda megalitik
tersebar di dataran tinggi Jambi yang
sekarang termasuk wilayah Kabupaten
Kerinci dan Kabupaten Merangin, Provinsi
Jambi. Sebaran tinggalan benda megalitik
sebanyak itu membuktikan bahwa
penggunaan artefak besi telah
berkembang pesat, maka tidak menutup
kemungkinan bahwa komunitas-komunitas
masa lalu di wilayah tersebut telah mampu
membuat artefak besi. Proses pembuatan
artefak besi secara umum adalah sebagai
berikut:
1. engumpulan bijih besi, termasuk
penambangannya.
2. Proses awal bijih besi seperti
pemilahan.
3. Pengambilan besi melalui
peleburan bijih besi menjadi
batang besi.
4. Peleburan tambahan untuk lebih
memurnikan besi atau membuat
logam campuran.
5. Pembuatan benda besi dengan
mempergunakan teknik cetak
atau tempa (Miller 2007, 146--7).
Di alam bijih besi ditemukan dalam
bentuk mineral seperti hematit (α-Fe2 O3),
goethit atau limonit [(α-Fe O (OH)], dan
magnetit (Fe2+ Fe2 3+O4) (Rapp 2009, 170).
Hematit dapat berupa oker merah,
sedangkan limonit dapat berupa oker
kuning. Magnetit di antaranya mempunyai
ciri memancarkan medan magnet,
sehingga dapat melekat pada benda-
benda yang mengandung besi. Dalam
survei geologi di sekitar situs Gedang-1
dan Gedang-2 belum ditemukan tempat
penambangan bijih besi atau sumber
tambang bijih besi (Budisantosa 2012).
Meskipun demikian, di tempat lainnya di
dataran tinggi Jambi terdapat sumber bijih
besi. Dalam penelitian di sekitar situs Lolo
Gedang, Kerinci, yang dilakukan oleh
Pusat Arkeologi Nasional tahun 2012
ditemukan lapisan tanah limonit yang
dapat dipergunakan sebagai bahan besi
(Arif, komunikasi pribadi, tanggal 12 Mei
2012). Lapisan tanah tersebut terbentuk
dari letusan Gunung Kunyit yang terletak
SBA VOL.17 NO.2/2014 Hal 169—180
176
puluhan kilometer dari situs Lolo Gedang.
Sementara itu, bijih besi ditemukan juga di
sekitar Desa Nalo Mudik, Kecamatan
Renah Pembarap, Kabupaten Merangin,
sekitar 60 km dari situs Gedang-1 (Intan,
komunikasi pribadi, tanggal 16 Pebruari
2014). Bahkan penambangan bijih besi di
wilayah tersebut kini dilakukan secara
besar-besaran oleh sebuah perusahaan.
Terak besi yang ditemukan di situs
Gedang-1 dan Gedang-2 merupakan
limbah dari peleburan bijih besi. Hasil
peleburan bijih besi berupa batang besi
yang dibuat menjadi artefak besi melalui
proses cetak atau tempa. Hasil penelitian
terak besi di situs Gedang-1 dan Gedang-
2 membuktikan bahwa bahan besi dapat
dihasilkan sendiri oleh pendukung budaya
megalitik di kedua situs tersebut.
Berdasarkan hasil analisis pertanggalan
radio karbon dapat diketahui bahwa
peleburan bijih besi telah dilakukan di situs
Gedang-2 pada sekitar 1490±120 BP, atau
dari sekitar tahun 340-580 M.
Terak besi ditemukan juga di situs
megalitik dataran tinggi Jambi lainnya,
yaitu di situs Pematang Sungai Nilo, tetapi
hanya ditemukan satu butir (18 gram),
sehingga sampel dianggap kurang
meyakinkan (Budisantosa 2010, 18).
Jumlah sampel tersebut mungkin tidak
menjadi masalah disebabkan karena
jumlah kotak ekskavasi belum mewakili.
Selain terak besi di situs tersebut
ditemukan artefak-artefak seperti serpih
obsidian, batu giling, pecahan gerabah,
manik-manik kaca, dan arang yang
semuanya membuktikan bahwa di sekitar
benda megalitik terdapat hunian komunitas
pendukung budaya megalitik. Terak besi
dan pecahan gerabah dari Pematang
Sungai Nilo ditemukan berasosiasi dengan
arang, sedangkan arang yang ditemukan
berasosiasi dengan pecahan gerabah
melalui analisis pertanggalan radiokarbon
diketahui berumur 880±110 BP, atau dari
sekitar tahun 960-1180 M (Budisantosa
2012b, 73). Hasil analisis pertanggalan
tersebut membuktikan bahwa teknologi
besi lebih dahulu dikenal di situs Gedang-1
dan Gedang-2.
Di dataran tinggi Jambi terak besi
ditemukan juga di situs yang jauh lebih
muda, yaitu situs Dusun Tinggi yang
secara administratif termasuk Desa Renah
Kemumu, Kecamatan Jangkat, Kabupaten
Merangin. Dusun Tinggi terletak sekitar 50
km dari situs Gedang-1. Sekitar 1,8 km
dari Dusun Tinggi ditemukan satu buah
megalit di situs Bukit Batu Larung yang
telah digali oleh Dominik Bonatz pada
tahun 2005 dengan temuan antara lain
batu giling, pecahan gerabah, manik-
manik kaca Indo-Pasifik, dan berbagai
jenis artefak besi. Selanjutnya, Bonatz
melakukan ekskavasi situs Dusun Tinggi
pada tahun 2006 yang juga menemukan
terak besi, tetapi mungkin dianggap tidak
penting, maka penemuan tersebut tidak
dikemukakan dalam laporannya (Bonatz
2006). Selain terak besi, di situs tersebut
ditemukan keramik Cina yang tertua dari
Terak Besi Di Gedang-1 Dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi Di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhaeni S. Budi Santosa)
177
sekitar abad ke-16/17, sedangkan yang
terbanyak dari Dinasti Ching tahun 1644-
1913 (Bonatz 2012, 70). Terak besi dari
Dusun Tinggi membuktikan
kesinambungan teknologi peleburan besi
di dataran tinggi Jambi hingga Zaman
Kolonial, sekaligus membuktikan
kemantapan penguasaan teknologi besi di
wilayah tersebut pada masa lalu.
Penyebaran artefak atau teknologi
besi dari Asia Tenggara daratan ke
dataran tinggi Jambi didukung dengan
penemuan bukti peleburan bijih besi di
Pulau Bangka serta penemuan artefak
besi di pesisir timur Sumatera bagian
selatan pada masa sebelumnya. Pada
sekitar abad ke-3-4 M, peleburan bijih besi
muncul di situs Kota Kapur, Pulau Bangka,
yang kemudian terkenal sebagai situs
Sriwijaya pada abad ke-7. Terak besi di
situs tersebut ditemukan dalam ekskavasi
yang dilakukan oleh Balai Arkeologi
Palembang dan Ecole-francaise
de’Extreme-Orient pada tahun 1996. Hasil
pertanggalan radiokarbon menunjukkan
terak besi berasal dari sekitar tahun 201-
355 M. Terak besi dari situs tersebut juga
telah dianalisis kandungan kimiawinya,
yaitu besi oksida (Fe2O3) dua sampel
menunjuk angka 62,43-62,97%, sehingga
dapat dikatakan kandungan besi di dalam
terak besi masih tinggi. Dengan demikian
teknologi yang diterapkan dapat dikatakan
masih sederhana. Kandungan campuran
bahan imbuh dan pengotor bijih antara lain
adalah silika oksida (SiO2) 20,69-30,64%,
alumunium oksida (Al2O3) 6,02-6,05%, dan
mangan oksida (MnO) 0,04%
(Budisantosa 1997, 20--1).
Di pesisir timur Sumatera bagian
selatan artefak besi tertua ditemukan di
situs Sentang, Kabupaten Musi Banyuasin,
Provinsi Sumatera Selatan (Rangkuti,
2008) serta situs-situs Sungai Gelam, Air
Merah, dan Pancuran Kabupaten
Muarojambi, Provinsi Jambi (Rangkuti
2011, 2012). Artefak besi yang ditemukan
di situs-situs tersebut adalah dari jenis
senjata tajam seperti pisau, parang, dan
mata tombak, juga artefak berbentuk
tabung. Berdasarkan analisis pertanggalan
radiokarbon pada arang yang ditemukan di
sekitar kubur tempayan dapat diketahui
situs Sentang telah muncul pada sekitar
tahun 140-360 M (Rangkuti 2008,6;
Rangkuti 2011, 25; Rangkuti 2012, 21--2).
Hasil analisis pertanggalan situs
Paleometalik di pesisir timur Sumatera
bagian selatan dan Pulau Bangka
menunjukkan kedua wilayah tersebut lebih
dahulu mengenal teknologi peleburan
logam dibanding wilayah dataran tinggi
Jambi. Oleh karena itu, keberadaan
artefak besi di dataran tinggi Jambi
sebagai barang impor sebagaimana
dikemukakan oleh Bonatz et al. (2006,
495) dapatlah dipahami, tetapi hal itu
didiga terjadi pada masa awal. Pada masa
selanjutnya komunitas dataran tinggi
Jambi mampu melakukan peleburan bijih
besi kemudian mengolahnya menjadi
artefak besi. Alih teknologi besi bermula
SBA VOL.17 NO.2/2014 Hal 169—180
178
dari kontak sosial dengan wilayah lain
melalui pertukaran atau perdagangan.
Berdasarkan bukti artefaktual telah
diketahui bahwa perdagangan atau
pertukaran antara dataran tinggi Jambi
dan pesisir timur Sumatera bagian selatan
berlangsung pada masa Malayu-Sriwijaya,
abad ke-12-13 (Bonatz et al. 2006, 512--
3). Meski demikian kedua wilayah tersebut
diduga telah melakukan pertukaran atau
perdagangan berabad-abad sebelumnya.
Dalam pertukaran atau perdagangan tidak
hanya terjadi pertukaran barang, tetapi
juga kontak sosial antar-manusia yang
memungkinkan terjadi pertukaran non-
material seperti inovasi teknologi (Renfrew
dan Bahn 1993, 307--8).
Hasil analisis pertanggalan situs-
situs Paleometalik di Pulau Bangka, pesisir
timur Sumatera bagian selatan, dan
dataran tinggi Jambi menunjukkan umur
yang lebih muda daripada situs-situs
Paleometalik Sa Huynh, Vietnam bagian
selatan. Situs-situs utama Sa Huynh
terletak di wilayah pantai mulai dari
Vietnam tengah ke selatan sampai ke
delta Mekong. Artefak besi yang
ditemukan di situs-situs tersebut adalah
alat-alat bertangkai corong seperti sekop,
tembilang, kapak, dan alat-alat tidak
bertangkai corong seperti sabit dan pisau.
Zaman besi Sa Huynh meliputi kurun
waktu dari 600 SM hingga awal Masehi
(Bellwood, 2000, 395--7). Penyebaran
teknologi besi berlangsung sangat cepat
sejak 2000 tahun yang lalu disebabkan
karena teknologi besi lebih mudah
dikuasai dibanding teknologi perunggu,
potensi ekonomi yang lebih unggul
dibanding artefak perunggu, dan bahan
besi lebih mudah diperoleh (2000, 412).
Besi jarang ditemukan dalam
keadaan murni di alam, sehingga manusia
mengembangkan teknologi peleburan bijih
besi. Teknologi metalurgi besi muncul
pertama kali di Anatolia di kerajaan Hittit
dan Mitani lebih dari 3.000 tahun yang lalu
(Rapp 2009, 166). Secara terpisah
metalurgi besi muncul pada masa yang
sama di India. Besi cetak muncul pertama
kali di Tiongkok pada sekitar abad ke-4
SM. Teknologi metalurgi di Tiongkok telah
berhasil mengolah bijih besi padat pada
suhu rendah dengan cara membangun
tanur tinggi dari tanahliat tahan api serta
menambahkan besi fosfat berkadar tinggi
yang memungkinkan titik lebur dapat
dikurangi hingga 200o C. Menurut
Bellwood, Sa Huynh mungkin memperoleh
teknologi pembuatan artefak besi dari
Tiongkok, bukan dari India karena artefak
besi yang dihasilkan tidak menyerupai
model-model dari India (Bellwood 2000,
395-396).
4. Penutup
Kesimpulan
Komunitas pendukung budaya
megalitik dan kubur tempayan di dataran
tinggi Jambi terbukti telah mengenal
teknologi peleburan besi serta pembuatan
artefak besi pada sekitar tahun 340-580 M.
Terak Besi Di Gedang-1 Dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi Di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhaeni S. Budi Santosa)
179
Penguasaan teknologi besi dapat
dikatakan mulai tersebar di wilayah
tersebut sebelum munculnya kerajaan
Malayu-Sriwijaya, kemudian berkembang
hingga masa Kolonial. Perkembangan
teknologi tersebut diduga didukung oleh
sumber bijih besi yang berada di wilayah
sekitarnya di pesisir timur Sumatera
bagian selatan. Teknologi peleburan besi
di dataran tinggi Jambi diduga tersebar
dari daratan Asia, mungkin Sa Huynh atau
Tiongkok melalui perdagangan maritim,
maka wilayah yang lebih dekat dengan
jalur perdagangan maritim seperti Pulau
Bangka dan wilayah pesisir sebelah timur
Sumatera bagian selatan lebih dahulu
mengenal artefak dan teknologi besi
sekitar satu abad sebelumnya.
Pengenalan artefak dan teknologi besi di
dataran tinggi Jambi dimulai dari
hubungan perdagangan yang terjalin
antara wilayah pesisir dan dataran tinggi.
Simpulan tersebut tampaknya
belum mewakili situs-situs megalitik di
dataran tinggi Jambi yang hingga
sekarang telah ditemukan sebanyak 22
situs dan yang tersebar di Kabupaten
Kerinci dan Merangin. Selain itu,
identifikasi terak besi terbatas pada
pengamatan makroskopis, belum didukung
oleh hasil analisis kimiawi.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat disarankan agar penelitian artefak
dan teknologi besi di dataran tinggi Jambi
dipertajam dan diperluas antara lain
dengan cara sebagai berikut:
• Melakukan analisis fisik dan
kimiawi bahan, baik terak besi
maupun artefak besi, di
laboratorium. Analisis seperti itu
perlu dilakukan juga pada tinggalan
artefak perunggu yang ditemukan
di dataran tinggi Jambi. Hasil
analisis dapat dibandingkan
dengan tinggalan logam sejenis
dari situs-situs lain untuk
mengungkap teknik pembuatan
artefak logam serta asal-usul
teknologi logam di dataran tinggi
Jambi khususnya dan Indonesia
umumnya.
• Melanjutkan penelitian di situs-situs
megalitik dan kubur tempayan di
dataran tinggi Jambi, sehingga
memperoleh simpulan yang lebih
representatif.
Daftar Pustaka
Anonim. tanpa tahun. Kamus Istilah Pertambangan. Edisi ke-2. Makassar: Univeritas Veteran Makassar.
Bellwood, Peter. 2000. Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia. Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bonatz, Dominik. 2012. “A Highland Perspective on the Archaeology and Settlement History of Sumatra.” Archipel 84 (2012): 35-81.
Bonatz, Dominik, John David Neidel, dan Mailin Tjoa-Bonatz. 2006. “The megalithic complex of highland Jambi: An archeological
SBA VOL.17 NO.2/2014 Hal 169—180
180
perspective”. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) 162-4: 490-522.
Budisantosa, Tri Marhaeni S. 1997. “Laporan Penelitian Situs Kota Kapur, Kabupaten Bangka, Provinsi Sumatera Selatan.” Berita Penelitian Arkeologi, Nomor 2. Palembang: Balai Arkeologi Palembang.
---------. 2011. “Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi: Situs Lolo Gedang, Kerinci.” Dalam Asia Tenggara dalam Perspektif Arkeologi: Kajian Arkeologi di Sumatera Bagian Selatan, Diedit oleh Inajati Adrisijanti, 36-106. Palembang: Balai Arkeologi Palembang.
---------. 2012a. Laporan Penelitian Megalitik Sungai Tenang, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Palembang: Balai Arkeologi Palembang (tidak diterbitkan).
---------. 2012b. “Situs Pematang Sungai Nilo dalam Hubungan dengan Situs-situs Lainnya di Dataran Tinggi Jambi.” Siddhayatra 17 (1): 67-86.
Miller, Heather M.-L. 2007. Archaeological Approaches to Technology. London: Elsevier Inc/Academic Press.
Rangkuti, Nurhadi. 2008. “Arkeologi Lahan Basah di Sumatera Bagian Selatan”. Dalam Arkeologi Lahan Basah di Sumatera dan
Kalimantan, disunting oleh Sutikno, 1-21. Palembang: Balai Arkeologi Palembang, 2008.
---------. 2011. Laporan Penelitian Arkeologi Pola Hidup Komuniti Pra-Sriwijaya di Situs Sentang, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Palembang: Balai Arkeologi Palembang (tidak diterbitkan).
---------. 2012. Laporan Penelitian Arkeologi Pola Hidup Komuniti Pra-Sriwijaya di Dataran Rendah Sumatera Selatan dan Jambi. Palembang: Balai Arkeologi Palembang (tidak diterbitkan).
Rapp, George. 2009. Archaeomineralogy. Edisi ke-2. Berlin: Springer.
Renfrew, Colin dan Paul Bahn. 1993. Archaeology, Theories, Methods and Practice. Cetakan ke-3. London: Thames and Hudson Ltd.
Narasumber Arif, Johan. Umur: 56 tahun. Pekerjaan:
Pengajar Geologi di Institut Teknologi Bandung. Komunikasi Pribadi. Tanggal 12 Mei 2012.
Intan, Muhammad Fadhlan Syuaib. Umur:
55 tahun. Pekerjaan: Peneliti Arkeologi Lingkungan di Pusat Arkeologi Nasional, Jakarta. Komunikasi Pribadi. Tanggal 16 Pebruari 2014
.