Post on 23-Oct-2021
transcript
i
TESIS
PENERAPAN ASAS PACTA SUNT SERVANDA DALAM PERJANJIAN
ANTARA AKUNTAN PUBLIK DAN PENGGUNA JASA AKUNTAN PUBLIK
(The Application Of The Principles Of Pacta Sunt Servanda In The Agreement Between The Public Accauntants And The Users Of The Public
Accounting Services)
NENY RISKI RAMADANI
P3600213010
PROGRAM STUDI KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
HALAMAN JUDUL
PENERAPAN ASAS PACTA SUNT SERVANDA DALAM PERJANJIAN ANTARA
AKUNTAN PUBLIK DAN PENGGUNA JASA AKUNTAN PUBLIK
(The Application Of The Principles Of Pacta Sunt Servanda In The Agreement Between The Public Accauntants And The Users Of The Public
Accounting Services)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Magister Kenotariatan
Disusun dan diajukan oleh :
NENY RISKI RAMADANI
P3600213010
Kepada
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
PENERAPAN ASAS PACTA SUNT SERVANDA DALAM PERJANJIAN ANTARA AKUNTAN
PUBLIK DAN PENGGUNA JASA AKUNTAN PUBLIK
Disusun dan Diajukan Oleh :
NENY RISKI RAMADANI
P3600213010
Untuk Tahap Seminar Tutup
Pada Tanggal :...........................
Menyetujui
Komisi Penasihat :
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Ahmadi Miru,S.H.,M.H Dr. Winner Sitorus, S.H., M.H.,L.LM Nip. 19610607 198601 1 003 Nip. 19660326 199103 1 002
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Kenotariatan
Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si Nip. 19600621 198601 2 001
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Nama : Neny Riski Ramadani
N I M : P3600213010
Program Studi : Magister Kenotariatan
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan tesis yang berjudul”
Penerapan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian antara Akuntan Publik
dan Pengguna Jasa Akuntan Publik.”, adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal
yang bukan merupakan karya saya, dalam penulisan tesis ini diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Makassar, 7 Januari 2018
Yang membuat pernyataan,
(Neny Riski Ramadani)
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan
segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusunan tesis ini
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Magister
Kenotariatan Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tesis dengan judul “Penerapan Asas
Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian antara Akuntan Publik dan Pengguna
Jasa Akuntan Publik’ ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, namun disinilah
bukti keterbatasan dan kemampuan penulis sebagai manusia biasa. Oleh karena itu,
Penulis mengharapkan kritik dan saran-saran yang membangun dari pembaca untuk
perbaikan dari segala sisi baik ditinjau dari segi teknik penulisan maupun substansi
penulisannya.
Tesis ini dapat diselesaikan, tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan
dukungan dari berbagai pihak, baik materil maupun moril. Terkhusus kepada
suamiku Henrik Ali, ayahanda Ridwan Palembai, ibunda Nurlela, kakekku Hj.
Palembai, bunda Asneni Palembai, pamanku Ismail, semua adik dan kakakku dan
seluruh keluarga yang telah mencurahkan kasih sayang, perhatian, doa restu dan
motivasi yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Dengan segala rasa hormat yang setinggi-tingginya penulis menghaturkan
banyak terima kasih yang sangat tulus dan mendalam kepada Bapak Prof. Dr.
Ahmadi Miru, S.H., M.H dan Bapak Dr. Winner Sitorus, S.H., M.H. selaku Ketua dan
Sekretaris Komisi Penasihat yang dengan sabar telah mencurahkan tenaga, waktu
vi
dan pikiran dalam mengarahkan dan membantu penulis dalam menyelesaikan tesis
ini. Kepada Komisi Penguji, Bapak Prof. Dr. Muhammad Ashri, S.H., M.H., Ibu Dr.
Harustiati Andi Muin, S.H., M.H., dan Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H.,M.Si.,
terima kasih atas waktu, arahan dan masukan yang sangat berharga untuk
penyempurnaan tesis ini. semoga Allah S.W.T senantiasa memberikan limpahan
nikmat, berkah dan hidayah-Nya kepada beliau-beliau semua. Amin Ya
Rabbal’alamin.
Tak lupa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, selaku Rektor Universitas Hasanuddin.
2. Prof. Dr. Farida Patitingi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin, Bapak Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan
I, Bapak Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan II, Bapak
Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III.
3. Ibu Nurfaidah Said, S.H., M.H., Msi., selaku Ketua Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
4. Bapak/Ibu staf pengajar program studi Magister Kenotariatan Pascasarjana
Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberikan kuliah-kuliah untuk
memperkaya dan memperluas wawasan penulis terima kasih untuk semua ilmu
yang diberikan.
5. Pengelola Magister Kenotariatan terkhusus kepada Ibu Alfiah Firdaus dan Bapak
Aksa, terima kasih atas bantuannya selama masa studi penulis.
vii
6. Seluruh teman-teman Himpunan Mahasiswa Kenotariatan Universitas
Hasanuddin dan teman-teman Angkatan 2013 Magister Kenotariatan yang
penulis tidak dapat sebutkan satu persatu, terima kasih atas semua waktu dan
kebersamaannya selama ini.
7. Seluruh pihak yang tidak tercantum satu persatu oleh penulis terima kasih atas
bantuan dan doa selama masa studi penulis.
Akhirnya penulis harapkan semoga Tesis ini dapat bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu hukum perdata.
Semoga Allah S.W.T. senantiasa melindungi dan merahmati segala aktivitas
keseharian kita sebagai suatu nilai ibadah disisi-Nya.
Amin Ya Rabbal’alamin.
Makassar,
Penulis
Neny Riski Ramadani
viii
ABSTRAK
NENY RISKI RAMADANI Penerapan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian
antara Akuntan Publik dan Pengguna Jasa Akuntan Publik (dibimbing oleh Ahmadi
Miru dan Winner Sitorus).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) keberlakuan asas pacta sunt
servanda dalam perjanjian antara akuntan publik dan pengguna jasa akuntan publik
dalam hal adanya penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara waktu oleh
akuntan publik (cuti profesi).; dan (2) dapatkah pengguna jasa akuntan publik yang
masih terikat kontrak menuntut kerugian atas penghentian pemberian jasa asurans
untuk sementara waktu oleh akuntan publik.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian normatif, dengan menggunakan
pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) yaitu menelaah peraturan
perundang-undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
sedang diteliti dan pendekatan konseptual (Conseptual Approach) untuk mempelajari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berhubungan dengan penerapan asas
pacta sunt servanda dalam perjanjian jasa antara akuntan publik dan pengguna jasa
dalam hal akuntan publik sedang cuti profesi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa asas pacta sunt servanda berlaku dalam
perjanjian antara akuntan publik dan pengguna jasa akuntan publik khususnya jasa
asurans dan keharusan bagi akuntan publik untuk menyelesaikan semua kontrak jasa
asurans sebelum cuti profesi guna menghindari wanprestasi, sebab jika akuntan publik
wanprestasi maka pengguna jasa dapat menuntut akuntan publik baik itu dengan
tuntutan pembatalan kontrak saja ataupun pembatalan kontrak disertai dengan ganti
rugi.
Kata Kunci : Asas pacta sunt servanda, Perjanjian, Akuntan Publik.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................... viii
ABSTRACT ............................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 9
E. Keaslian Penelitian ............................................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 10
A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian ................................................................ 10
1. Pengertian Perjanjian ................................................................................ 10
2. Syarat Sahnya Perjanjian .......................................................................... 13
3. Unsur-Unsur Perjanjian ............................................................................. 24
4. Jenis-Jenis Kontrak ................................................................................... 25
5. Perjanjian Jasa ........................................................................................... 30
x
6. Asas-Asas Umum dalam Perjanjian ......................................................... 31
7. Asas Pacta Sunt Servanda ....................................................................... 36
B. Prestasi dan Wanprestasi dalam Perjanjian .................................................. 45
C. Tinjauan Umum tentang Akuntan Publik ...................................................... 49
1. Pengertian Akuntan Publik ........................................................................ 49
2. Jasa Akuntan Publik ............................................................................................. 54
3. Penghentian Pemberian Jasa Asurans untuk Sementara Waktu .......... 56
4. Perjanjian antara Akuntan Publik dan Pengguna Jasa Akuntan Publik 59
D. Kerangka Pikir .................................................................................................. 62
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................... 64
A. Tipe Penelitian ................................................................................................. 64
B. Pendekatan Penelitian ..................................................................................... 64
C. Sumber Bahan Hukum .................................................................................... 66
D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ............................................................. 68
E. Teknik Analisis Bahan Hukum ....................................................................... 68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................... 70
A. Keberlakuan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian antara Akuntan
Publik dan Pengguna Jasa Akuntan Publik .................................................. 70
1. Perjanjian Jasa Akuntan Publik antara Akuntan Publik dan Pengguna Jasa
Akuntan Publik ............................................................................................ 70
2. Hak dan Kewajiban Akuntan Publik dan Pengguna Jasa Akuntan Publik 76
3. Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian Jasa Asurans antara
Akuntan Publik dan Pengguna Jasa Akuntan Publik .................... 81
xi
B. Tuntutan Pengguna Jasa Akuntan Publik terhadap Akuntan Publik ....... 91
1. Akuntan Publik Tidak Memenuhi Kontrak ................................................ 91
2. Ganti Rugi Karena Wanprestasi .............................................................. 96
BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 104
A. Kesimpulan .................................................................................................. 104
B. Saran ............................................................................................................. 105
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 106
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Profesi akuntan publik merupakan profesi yang jasa utamanya
adalah jasa asurans dan hasil pekerjaannya digunakan secara luas oleh
publik sebagai salah satu pertimbangan penting dalam pengambilan
keputusan. Dengan demikian profesi akuntan publik memiliki peranan yang
besar dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien
serta meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang
keuangan.1 Akuntan Publik berperan dalam peningkatan kualitas dan
kredibilitas informasi keuangan serta mendorong peningkatan good
corporate governance.2
Peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi akuntan
publik yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian
hukum bagi akuntan publik dan masyarakat di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik (selanjutnya
disingkat Undang-Undang Akuntan Publik), Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa
1Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik. 2Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, Sekertaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hlm.1. www.ppajp.depkeu.go.id
2
Akuntan Publik (selanjutnya disingkat Peraturan Menteri Keuangan tentang
Jasa Akuntan Publik).
Akuntan Publik mempunyai peran terutama dalam peningkatan
kualitas dan kredibilitas informasi keuangan atau laporan keuangan suatu
entitas. Dalam hal ini Akuntan Publik mengemban kepercayaan masyarakat
untuk memberikan opini atas laporan keuangan suatu entitas. Dengan
demikian tanggung jawab Akuntan Publik terletak pada opini atau
pernyataan pendapatnya atas laporan atau informasi keuangan suatu
entitas, sedangkan penyajian laporan atau informasi keuangan tersebut
merupakan tanggung jawab manajemen.3
Sebagai salah satu profesi pendukung kegiatan dunia usaha dalam
era globalisasi perdagangan barang dan jasa, kebutuhan pengguna jasa
akuntan publik akan semakin meningkat terutama kebutuhan atas kualitas
informasi keuangan yang digunakan sebagai salah satu pertimbangan
dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian akuntan publik dituntut
untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme agar
dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa dan mengemban kepercayaan
publik. Seperti yang dipaparkan di atas, profesi akuntan publik berperan
cukup besar dalam dunia bisnis, organisasi sosial maupun lembaga
pemerintahan. Data keuangan dan data ekonomi yang sudah diaudit oleh
akuntan publik sangat diperlukan seiring dengan kemajuan perekonomian
3Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik.
3
di Indonesia saat ini. Para pemilik atau penanam modal sudah menyebar
ke segala pelosok daerah dan operasinya sudah tidak hanya di lingkungan
dalam negeri namun sudah meluas hingga ke luar negeri. Modal yang
ditanamkan dalam perusahaan harus mendapatkan pengawasan atau
pengendalian. Oleh karena itu, mereka sangat memerlukan laporan
keuangan yang dapat dipercaya dari perusahaan dimana mereka
menanamkan modalnya. Jasa akuntan publik digunakan secara luas oleh
publik seperti investor, kreditor, pemerintah dan stakeholder lainnya
sebagai salah satu pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan
ekonomi.
Jasa yang diberikan oleh akuntan publik meliputi jasa asurans yang
dapat berupa jasa audit atas informasi keuangan historis, jasa reviu atas
informasi keuangan historis dan jasa asurans lainnya. Selain itu akuntan
publik dapat memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan akuntansi,
keuangan dan manajemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.4
Dalam pemberian jasa oleh akuntan publik kepada klien, akuntan
publik dan pengguna jasanya melakukan perikatan yang melahirkan
hubungan hukum antara kedua belah pihak sehingga menimbulkan hak dan
kewajiban atas suatu prestasi. Tentunya perikatan yang mereka lakukan
dituangkan dalam sebuah perjanjian atau kontrak tertulis sebagai tanda
4Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik.
4
kesepakatan. Dengan adanya kontrak maka pihak yang satu berkewajiban
dan pihak yang lainnya berhak atas suatu prestasi.
Yang dimaksud dengan prestasi dari suatu perjanjian adalah
pelaksanaan terhadap hal-hal yang telah diperjanjikan atau yang telah
ditulis dalam suatu perjanjian oleh kedua belah pihak yang telah
mengikatkan diri untuk itu. Jadi memenuhi prestasi dalam perjanjian adalah
ketika para pihak memenuhi janjinya.5 Prestasi pokok dapat berwujud
benda, tenaga atau keahlian dan tidak berbuat sesuatu.6
Kenyataan sebaliknya dari prestasi disebut wanprestasi. Dalam hal
ini, jika dalam prestasi isi perjanjan dijalankan/dipenuhi oleh para pihak,
maka dalam wanprestasi tidak menjalankan/memenuhi isi perjanjian yang
bersangkutan. Makanya untuk istilah wanprestasi dalam hukum Inggris
disebut dengan istilah “default” atau “nonfulfillment” ataupun “breach of
contract”.7
Wanprestasi dapat berupa sama sekali tidak memenuhi prestasi,
prestasi yang dilakukan tidak sempurna, terlambat memenuhi prestasi dan
melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.8 Prestasi
perjanjian antara akuntan publik dan pengguna jasa akuntan publik adalah
jasa, yang cara pelaksanaannya dengan berbuat sesuatu. Akuntan Publik
mempunyai kewajiban untuk berbuat sesuatu (melaksanakan jasa)
5Munir Fuady, 2014, Konsep Hukum Perdata, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hlm.207. 6Ahmadi Miru, 2013, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hlm. 68. 7Munir Fuady, Loc,Cit. 8Ahmadi Miru, Op,Cit, hlm.74.
5
sedangkan pengguna jasa akuntan publik berhak atas sesuatu (jasa)
tersebut. Jika mengacu pada perjanjian maka akuntan publik yang dalam
melakukan jasanya melakukan wanprestasi maka akuntan publik (pihak
wanprestasi) tersebut harus menanggung akibat dari tuntutan pihak
pengguna jasa akuntan publik yang dapat berupa tuntutan pembatalan
kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi) dan tuntutan pemenuhan
kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi).9
Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang
halal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek
(selanjutnya disingkat BW). Dengan dipenuhinya empat syarat perjanjian
tersebut maka perjanjian antara akuntan publik dan pengguna jasa akuntan
publik menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi kedua pihak yang
membuatnya.
Salah satu asas dalam hukum kontrak dikenal asas mengikatnya
kontrak (pacta sunt servanda) yang berintikan bahwa setiap orang yang
membuat kontrak maka dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut,
karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan
janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-
undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 Ayat (1) BW yang
menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian
9Ibid, hlm.75.
6
apabila dicermati, maka asas mengikatnya kontrak dapat dilihat dari kalimat
“berlaku sebagai undang-undang” bagi mereka yang membuatnya.10
Dalam Undang-Undang Akuntan Publik ditentukan bahwa seorang
akuntan publik dapat mengajukan permohonan penghentian pemberian
jasa asuransuntuk sementara waktu yang diatur dalam Pasal 9 :
(1) Akuntan Publik dapat mengajukan permohonan penghentian
pemberian jasa asurans sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat
(1) untuk sementara waktu.
(2) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
diberikan oleh Menteri.
(3) Jangka waktu penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara
waktu sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat diberikan paling
lama sampai berakhir masa berlakunya izin.
(4) Dalam masa penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara
waktu, Akuntan Publik tidak dapat memberikan jasa asurans
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (1).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu diatur dalam
Peraturan Menteri.
Yang menjadi persoalan yaitu dalam persyaratan dan tata cara
penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara waktu yang diatur
10Ahmadi Miru, 2012, Hukum Kontrak bernuansa islam, Jakarta, RajaGrafindo Persada, hlm. 11.
7
dalam Pasal 8 Ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan tentang Jasa Akuntan
Publik, tidak ada ketentuan yang mensyaratkan bahwa akuntan publik yang
bersangkutan telah menerbitkan laporan hasil pemberian jasa atau tidak
sedang menjalankan tugasnya dimana dalam hal ini akuntan publik tidak
sedang terikat kontrak untuk memberikan jasa asurans kepada pengguna
jasa atau akuntan publik tersebut telah menyelesaikan seluruh
perikatannya dengan pengguna jasa, yang dampaknya dikhawatirkan
akuntan publik yang permohonan penghentian pemberian jasa asurans
untuk sementara waktunya telah disetujui menteri masih sedang terikat
kontrak dengan pengguna jasa (klien).
Berdasarkan ketentuan Pasal 9 Ayat (4) Undang-Undang Akuntan
Publik, dalam masa penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara
waktu akuntan publik yang bersangkutan tidak dapat memberikan jasa
asurans. Hal ini berarti jika menteri sudah menyetujui permohonan
penghentian pemberian jasa yang diajukan maka akuntan publik yang
bersangkutan sudah tidak dapat lagi menyelesaikan jasa dalam kontrak
yang telah dibuatnya. Hal tersebut di atas tentu bertentangan dengan asas
pacta sunt servanda yang menjadi asas penting dalam setiap perjanjian
atau kontrak. Sebab jika berlandaskan dengan asas pacta sunt servanda,
akuntan publik yang telah membuat kontrak maka dia terikat untuk
memenuhi kontrak yang telah dibuatnya dengan pengguna jasa, sebab
kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji
8
tersebut mengikat para pihak dalam hal ini akuntan publik dan pengguna
jasa akuntan publik sebagaimana mengikatnya undang-undang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah asas pacta sunt servanda berlaku pada perjanjian antara
akuntan publik dan pengguna jasa akuntan publik dalam hal adanya
penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara waktu yang
dilakukan oleh akuntan publik ?
2. Apakah pengguna jasa akuntan publik yang masih terikat kontrak
dapat menuntut kerugian atas penghentian pemberian jasa asurans
untuk sementara waktu yang dilakukan oleh akuntan publik?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan pokok permasalahan yang telah terangkum
dalam rumusan masalah di atas, maka adapun tujuan dari penelitian ini
yaitu:
1) Untuk mengetahui keberlakuan asas pacta sunt servanda pada
perjanjian antara akuntan publik dan pengguna jasa akuntan
publik dalam hal adanya permohonan penghentian pemberian
jasa asurans untuk sementara waktu yang diajukan oleh akuntan
publik.
2) Untuk mengetahui apakah pengguna jasa akuntan publik yang
masih terikat kontrak dapat menuntut kerugian atas permohonan
9
penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara waktu
yang diajukan oleh akuntan publik.
D. Manfaat Penelitian
Selain mempunyai tujuan, penulisan ini juga mempunyai manfaat.
Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoretis/Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pada ilmu
hukum khususnya dalam bidang hukum perjanjian.
2. Manfaat Secara Praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan
pemikiran dan pengetahuan serta menjadi referensi bagi penelitian yang
berkaitan dengan penerapan asas pacta sunt servanda pada perjanjian
kerja akuntan publik.
E. Keaslian Penelitian
Dari hasil penelusuran yang dilakukan terhadap penelitian tentang
“Penerapan asas pacta sunt servanda dalam perjanjian antara akuntan
publik dan pengguna jasa akuntan publik”, belum pernah ada yang
melakukan penelitian sebelumnya.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst
dan dalam bahasa inggris disebut dengan contracts. Sering kita dengar
istilah perjanjian dan kontrak, dalam penggunaan kedua istilah ini ada pihak
yang membedakan pengertian antara perjanjian dan kontrak, namun lebih
banyak yang berpendapat bahwa kontrak itu sama dengan perjanjian.
Dalam hal ini penulis tidak membedakan antara istilah perjanjian dan
kontrak.
Menurut Ahmadi Miru, Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu
peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang
saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Biasanya
kalau seseorang berjanji kepada orang lain, kontrak tersebut merupakan
kontrak yang bisa diistilahkan dengan kontrak sepihak di mana hanya
seorang yang wajib menyerahkan sesuatu kepada orang lain, sedangkan
orang yang menerima penyerahan itu tidak memberikan sesuatu sebagai
balasan atas sesuatu yang diterimanya. Sementara itu apabila dua orang
saling berjanji, ini berarti masing-masing pihak menjanjikan untuk
memberikan sesuatu/berbuat sesuatu kepada pihak lainnya yang berarti
pula bahwa masing-masing pihak berhak untuk menerima apa yang
11
dijanjikan oleh pihak lain. Hal ini berarti bahwa masing-masing pihak
dibebani kewajiban dan diberi hak sebagaimana yang dijanjikan.11
Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal mengatakan contract is an
agreement between two or more persons not merely shared belief, but
common understanding as to something that is to be done in the future by
one or both of them. Yang berarti kontrak adalah suatu persetujuan antara
dua orang atau lebih tidak hanya memberikan kepercayaan, tetapi secara
bersama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa
mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka.12
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang
diartikan dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum. Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata,
tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya.
Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut teori baru, yaitu:13
1. Tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;
2. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak
antara para pihak;
3. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.
Menurut Salim H.S kontrak atau perjanjian merupakan hubungan
hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain
11Ahmadi Miru, 2013, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Op,Cit, hlm.2. 12Salim H.S, 2005, Hukum Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika, hlm.26. 13Ibid.
12
dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas
prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk
melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.14
Pada uraian para ahli hukum di atas, dapat diketahui bahwa istilah
perjanjian memiliki arti yang luas, namun demikian tujuan dari perjanjian itu
sendiri tetap sama yaitu untuk mencapai suatu tujuan (prestasi) dari apa
yang mereka perjanjikan. Perjanjian atau persetujuan oleh kedua belah
pihak juga diatur dalam Bab ke II, Buku ke III BW sedangkan perikatan yang
bersumber dari undang-undang diatur dalam Bab ke III buku ke III BW.
Pasal 1313 BW menetapkan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”.
Dari berbagai pengertian perjanjian tersebut di atas, penulis
menyimpulkan bahwa hukum perjanjian adalah perbuatan hukum antara
dua pihak di bidang harta kekayaan, di mana salah satu pihak atau
keduanya berjanji melaksanakan sesuatu yang diharuskan sebagai prestasi
dan di pihak satunya sebagai kontra prestasi. Suatu perjanjian paling sedikit
menimbulkan satu hak dan satu kewajiban, juga dapat menimbulkan satu
atau beberapa perjanjian, tergantung jenis perjanjiannya. Perjanjian
merupakan hubungan hukum artinya bahwa hubungan yang terjadi dalam
pergaulan hidup yang bersandar pada nilai-nilai keadilan, kepatuhan dan
kesusilan.
14Ibid, hlm.27.
13
2. Syarat Sahnya Perjanjian
Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian. Walaupun dikatakan bahwa kontrak lahir pada saat terjadinya
kesepakatan mengenai hal pokok dalam kontrak tersebut, namun masih
ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu syarat sahnya kontrak
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 BW yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. Suatu hal tertentu; dan
d. Kausa yang halal.
Empat hal mengenai syarat sahnya perjanjian diuraikan sebagai berikut:
a. Kesepakatan (Toesteming)
Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan
atau konsensus pada pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah
persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan
pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu
tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Dengan diperlakukannya kata
sepakat mengadakan perjajnjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah
mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu
tekanan yang mengakibatkan adanya “cacad” bagi perwujudan kehendak
14
tersebut. Selalu dipertanyakan saat-saat terjadinya perjanjian antara pihak.
Mengenai hal ini ada beberapa teori yaitu:15
1. Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan
terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya
dengan menuliskan surat.
2. Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan
terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak
yang menerima tawaran.
3. Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak
yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa
tawarannya diterima.
4. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa
kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap
layak diterima oleh pihak yang menawarkan.
Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak yaitu
dengan:16
1. Bahasa yang sempurna dan tertulis;
2. Bahasa yang sempurna secara lisan;
3. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.
Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan
15Mariam Darus Badrulzaman, 2011,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan dengan penjelasan, Bandung, PT Alumni, hlm.98. 16Salim H.S, Op.Cit, hlm.33.
15
dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak
lawannya;
4.Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;
5.Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.
Menurut Ahmadi Miru dan Sakka Pati, kesepakatan yang
dimaksudkan dalam pasal ini adalah persesuaian kehendak antara para
pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan. Kesepakatan
ini dapat dicapai dengan berbagai cara dengan tertulis maupun secara tidak
tertulis. Dikatakan tidak tertulis, bukan lisan karena perjanjian dapat saja
terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bahkan hanya
dengan menggunakan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak
secara lisan.17
Kesepakatan merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian yang
oleh Subekti digolongkan sebagai syarat subjektif, yang dinyatakan apabila
tidak terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan. Namun sesungguhnya
pendapat tersebut masih perlu dijelaskan lebih lanjut, karena apabila
kesepakatan ini digolongkan sebagai syarat subjektif dan dinyatakan
bahwa apabila syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjian dapat
dibatalkan, berarti bahwa apabila kesepakatan tidak terpenuhi, maka
perjanjian dapat dibatalkan. Padahal sesungguhnya jika kesepakatan tidak
terpenuhi berarti tidak ada perjanjian, jadi tidak mungkin dapat dibatalkan
jika perjanjiannya sendiri tidak pernah lahir. Dengan demikian seharusnya
17Ahmadi Miru dan Sakka Pati, 2012, Hukum Perikatan, Jakarta, Rajawali Press, hlm.68.
16
Subekti bukan menyatakan tidak terpenuhi tapi menyatakan kesepakatan
cacat, yakni jika terjadi paksaan, penipuan atau kekhilafan. Bahkan telah
ditambahkan dengan cacat yang keempat, yaitu penyalahgunaan
keadaan.18
b. Kecakapan
Pada dasarnya setiap orang sepanjang tidak ditentukan lain oleh
undang-undang, dianggap cakap atau mampu melakukan perbuatan
hukum yang dalam hal ini membuat perjanjian. Hal ini ditegaskan di dalam
ketentuan Pasal 1329 BW yang menyatakan “Setiap orang adalah cakap
untuk membuat perikatan-perikatan, kecuali ia oleh undang-undang
dinyatakan tidak cakap" Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian
haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk
melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang ditentukan oleh undang-
undang.19
Dasar hukum untuk menentukan cakap tidaknya seseorang pada
umumnya mengacu pada Pasal 1330 BW dan Pasal 330 BW sebagai
berikut:20
Pasal 1330, tak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
1. orang-orang yang belum dewasa;
2. mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;
18Ahmadi Miru, “Perkembangan Ajaran Kausa Dalam Kontrak”,Makalah Konferensi Nasional Hukum Perdata III, atas Kerjasama Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK) dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 19-21 Oktober 2016, hlm.3. 19Firman Floranta Adonara, 2014, Aspek-aspek Hukum Perikatan, Bandung, Mandar Maju, hlm.84. 20Ahmadi Miru, Loc,Cit.
17
3. orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada
siapa undang-undang telah melarang untuk membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
Pasal 330 BW, belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai
umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.
Kedua pasal tersebut tidak secara langsung menentukan siapa yang
dianggap cakap menurut hukum, tapi yang ditentukan adalah sebaliknya,
yaitu siapa yang dianggap tidak cakap menurut hukum. Ukuran dewasa
yang dikaitkan dengan usia seseorang, sekarang ini ada berbagai macam,
tapi yang paling erat kaitannya dengan kecakapan dalam membuat
perjanjian adalah Pasal 39 Undang-undang Jabatan Notaris (selanjutnya
disingkat UUJN) yang menentukan bahwa:21
(1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah
menikah; dan
b. Cakap melakukan perbuatan hukum.
(2) Penghadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan
kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling
rendah 18 (delapan belas) atau telah menikah dan cakap
melakukan perbutan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua)
penghadap lainnya.
21Ibid, hlm.4.
18
(3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan
secara tegas dalam akta.
Dengan adanya UUJN ini, maka kecakapan membuat perjanjian ini
ada yang menyatakan pada usia 21 tahun sesuai dengan BW, tapi ada juga
yang menyatakan bahwa kecakapan membuat perjanjian ini adalah 18
tahun sebagaimana diatur dalam UUJN. Saya sendiri berpendapat bahwa
secara umum kecakapan membuat perjanjian tetap 21 tahun sebagaimana
diatur dalam BW, sedangkan untuk perjanjian yang dibuat di hadapan
notaris dimungkinkan bagi orang yang berusia 18 tahun. Adanya perbedaan
usia cakap ini karena ketika perjanjian dibuat di hadapan notaris, berarti ada
notaris yang dapat membantu memberikan nasihat-nasihat tertentu jika ada
hal tidak benar yang dilakukan oleh penghadap.22
Selain masalah usia, ketidakcakapan juga terjadi jika seseorang
berada di bawah pengampuan dan orang-orang perempuan dalam hal-hal
yang ditetapkan oleh undang-undang, sedangkan pada umumnya semua
orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-
perjanjian tertentu, oleh banyak sarjana hukum bukan digolongkan sebagai
ketidakcakapan tapi ketidakwenangan, artinya orang tersebut cakap
menurut hukum tapi tidak berwenang untuk melakukan tindakan hukum
tertentu.
Sebenarnya ketidakcakapan orang dewasa bukan hanya berada di
bawah pengampuan tapi juga jika berada dalam keadaan yang
22Ibid, hlm.5.
19
menyebabkan seseorang ditaruh di bawah pengampuan (dungu, sakit otak,
atau mata gelap) dan hal itu mempunyai akibat hukum yang berbeda. Untuk
itu di bawah akan dikemukakan bebarapa pasal yang terkait:23
Pasal 433 BW: Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam
keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditahan di bawah
pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan
pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan
karena keborosannya.
Pasal 446 BW: Pengampuan mulai berjalan terhitung sejak putusan
atau penetapan diucapkan. Segala tindak-tindak perdata yang setelah itu
dilakukan oleh si yang diampu, adalah batal demi hukum. Sementara itu
seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan,
tetap berhak membuat surat-surat wasiat.
Pasal 447 BW: Segala tindak-tindak perdata yang terjadi kiranya
sebelum perintah akan pengampuan berdasar atas keadaan dungu, sakit
otak atau mata gelap, diucapkan, akan boleh dibatalkan, jika dasar
pengampuan tadi telah ada pada saat tindak itu dilakukannya.
Berdasarkan berbagai pasal tersebut, maka timbul pertanyaan
apakah perjanjian yang dibuat oleh pihak yang berada di bawah
pengampuan dapat dibatalkan atau batal demi hukum? karena terdapat
perbedaan pengaturan mengenai hal tersebut antara Pasal 1331 dan Pasal
23Ibid.
20
446 BW, karena berdasarkan Pasal 446 dan Pasal 447 BW, orang dewasa
yang tidak cakap dibagi atas dua, yaitu:
a. yang sudah ada alasan untuk menaruh di bawah pengampuan
(dungu, sakit otak atau mata gelap) tapi belum ada penetapan
pengadilannya;
b. Orang yang telah berada di bawah pengampuan berdasarkan
penetapan pengadilan.
Tindakan hukum yang dilakukan oleh kedua golongan orang tidak
cakap tersebut, yakni jika belum ada penetapan pengadilan, maka
perjanjian yang dilakukan dapat dibatalkan, sedangkan jika telah ditetapkan
oleh pengadilan bahwa orang tersebut berada di bawah pengampuan,
maka segala tindakan perdata yang dilakukan adalah batal demi hukum.
Berbeda dengan hal di atas, berdasarkan Pasal 1330 Angka 2 BW,
yang dianggap tidak cakap hanyalah orang yang ditaruh di bawah
pengampuan dan berdasarkan Pasal 1331 orang tersebut dapat menuntut
pembatalan perikatan-perikatan yang mereka telah lakukan dalam hal
mana kekuasaan itu tidak dikecualikan oleh undang-undang. Dengan
demikian seharusnya perjanjian yang dibuat oleh orang yang berada di
bawah pengampuan berdasarkan penetapan pengadilan, batal demi
hukum, bukan dapat dibatalkan, sedangkan jika alasan untuk menaruh di
bawah pengampuan sudah muncul tapi belum ada penetapan pengadilan
21
untuk menempatkan di bawah pengampuan, maka perjanjian yang
dibuatnya dapat dibatalkan.24
c. Hal Tertentu
Berdasarkan Pasal 1332 sampai 1334 BW, maka hal tertentu atau
objek perjanjian dapat berupa:
a. Barang-barang yang dapat diperdagangkan;
b. Minimal sudah ditentukan jenisnya;
c. Jumlah barang boleh belum ditentukan asal dapat ditentukan
atau dihitung kemudian;
d. Barang yang akan ada dapat menjadi objek perjanjian;
e. Warisan yang belum terbuka tidak boleh dijadikan objek
perjanjian.
Mengenai hal tertentu ini kiranya sudah jelas ditentukan dalam pasal-
pasal di atas, kecuali jika barang yang menjadi objek perjanjian tersebut
hanya ditentukan jenisnya, maka berlaku ketentuan bahwa barang yang
diserahkan adalah “tidak wajib yang terbaik tapi tidak boleh yang
terburuk”.25
d. Kausa yang Halal
Suatu kausa atau sebab yang halal dikaitkan dengan muatan isi
kontrak. Kebebasan berkontrak akan dibatasi apabila pelaksanaan
kebebasan berkontrak dalam situasi konkret ternyata bertentangan dengan
24Ibid, hlm.6. 25Ibid, hlm.7.
22
kepentingan dalam tataran yang lebih tinggi. Undang-undang menghargai
asas kebebasan berkontrak, namun kebebasan tersebut dibatasi karena
perjanjian harus memiliki kausa atau sebab yang halal.26
Kausa perjanjian adalah apa yang ingin dicapai para pihak dengan
perjanjian, yaitu tujuan perjanjian atau isi perjanjian itu sendiri yang
menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Tujuan
ditetapkannya oleh hukum syarat “kausa yang dibolehkan” bagi sahnya
suatu perjanjian adalah agar orang tidak menyalahgunakan prinsip
kebebasan berkontrak. Karena jika prinsip kebebasan berkontrak diberikan
terlalu bebas, maka dikhawatirkan akan ada orang menyalahgunakan
kebebasan tersebut, yakni dengan membuat perjanjian-perjanjian yang
bertentangan dengan moral, kesusilaan, kebiasaan, bahkan bertentangan
dengan hukum. Karena prinsip kebebasan berkontrak tersebut diarahkan
oleh hukum ke arah yang baik dan manusiawi, dengan jalan mensyaratkan
“kausa yang diperbolehkan” bagi suatu perjanjian.27
Berdasarkan Pasal 1335, 1336 dan 1337 BW diketahui bahwa suatu
perjanjian memenuhi suatu kausa yang halal jika:28
a. Tidak tanpa kausa;
b. Kausanya tidak palsu; dan
c. Kausanya tidak terlarang,
26Herlien Budiono, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, hlm.114. 27Ahmadi Miru, “Perkembangan Ajaran Kausa Dalam Kontrak”, hlm. 8. 28Ibid, hlm.10.
23
Berdasarkan Pasal 1335 BW, suatu perjanjian tanpa kausa atau
yang telah dibuat karena sesuatu kausa yang palsu atau terlarang tidak
mempunyai kekuatan. Mengenai tanpa kausa atau sama sekali tidak ada
kausa oleh R. Wirjono Prodjodikoro dinyatakan tidak mungkin ada suatu
perjanjian yang tidak mempunyai kausa, namun berdasarkan yurisprudensi
terdapat perjanjian tanpa kausa apabila yang ingin dicapai para pihak sudah
sejak penutupan perjanjian tidak akan dapat diwujudkan. Kausa tidak halal
lainnya adalah kausa palsu, di mana kausa yang palsu dapat dianggap ada,
apabila yang disebut dalam perjanjian adalah kausa yang diperbolehkan,
sedangkan kausa yang sebenarnya dan yang tidak disebut adalah tidak
diperbolehkan.29
Selanjutnya, salah satu ketentuan yang terkait dengan kausa yang
halal ini adalah Pasal 1336 BW yang menentukan bahwa jika tidak
dinyatakan sesuatu kausa, tetapi ada suatu kausa yang halal, ataupun jika
ada suatu kausa lain daripada yang dinyatakan, perjanjiannya namun
demikian adalah sah. Maksud dari pasal ini adalah jika suatu perjanjian
tanpa menyebutkan suatu kausa tapi kausa dari perjanjian tersebut bukan
kausa terlarang maka perjaniian tersebut sah, atau menyebut suatu kausa
yang berbeda dengan kausa yang sebenarnya, tapi kausa yang
sebenarnya juga bukan kausa terlarang maka perjanjian tersebut tetap ada,
perjanjian tersebut tetap sah, hanya saja apabila kausanya disebutkan
29Ibid.
24
maka disebut cautio discrete, sedangkan apabila tidak disebutkan
kausanya maka disebut cautio indiscrete.30
Penerapan kausa tidak halal di pengadilan sudah berkembang ke
arah yang lebih luas sehingga bukan hanya tujuan perjanjian yang
melanggar undang-undang yang dianggap memiliki kausa yang tidak halal,
tapi juga meliputi prosedur pembuatan perjanjian. Perkembangan lain dari
penerapan kausa tidak halal ini adalah bahwa perjanjian yang kausanya
tidak halal, dalam arti isi perjanjian yang tidak memiliki kausa yang halal
tidak menyebabkan perjanjian batal atau tidak mengikat melainkan hanya
kausula yang melanggar undang-undanglah yang dibatalkan.
3. Unsur-unsur Perjanjian
Dalam suatu kontrak dikenal tiga unsur, yaitu sebagai berikut:31
1. Unsur Esensiali
Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu
kontrak karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka
tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada
kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan
mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal
demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.
30Ibid, hlm.10-11. 31Ahmadi Miru, Op,Ci, hlm.31-32.
25
2. Unsur Naturalia
Unsur naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-
undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak,
undang-undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini
merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai
contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi,
secara otomatis berlaku ketentuan dalam BW bahwa penjual yang harus
menanggung cacat tersembunyi.
3. Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat
para pihak jika para pihak memperjanjikannya, sebagai contoh dalam
kontrak jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitor
lalai membayar utangnya, dikenakan denda dua persen perbulan
keterlambatan dan apabila debitor lalai membayar selama tiga bulan
berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor
tanpa melalui pengadilan. Demikian pula klausul-klausul lainnya yang
sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsur
esensial dalam kontrak tersebut.
4. Jenis-jenis kontrak
Dalam BW dikenal beberapa jenis perikatan, namun yang dimaksud
jenis-jenis perikatan dalam BW tersebut pada dasarnya adalah jenis-jenis
perjanjian atau jenis-jenis kontrak. Jenis-jenis kontrak yang dimaksud
adalah kontrak yang bukan merupakan kontrak yang bersahaja atau
26
kontrak yang dapat dilaksanakan dengan mudah karena para pihak hanya
terdiri atas masing-masing satu orang dan objek kontraknya pun hanya satu
macam dan lain-lain yang terkait dengan kontrak tersebut serba bersahaja.
Kontrak yang tidak bersahaja yang dimaksud adalah sebagai berikut:32
1. Kontrak bersyarat
Kontrak ini diatur dalam Pasal 1253 BW sampai dengan Pasal 1267
BW, perikatan bersyarat ini dilawankan dengan perikatan murni yaitu
perikatan yang tidak mengandung sesuatu syarat.33
Kontrak bersyarat adalah kontrak yang digantungkan pada suatu
peristiwa yang akan datang dan peristiwa tersebut belum tentu akan terjadi.
Kontrak bersyarat ini dapat dibagi dua yaitu kontrak dengan syarat tangguh
dan kontrak dengan syarat batal. Suatu kontrak disebut kontrak dengan
syarat tangguh jika untuk lahirnya kontrak tersebut digantungkan pada
suatu peristiwa tertentu yang akan datang dan belum tentu akan terjadi
sedangkan suatu kontrak disebut kontrak dengan syarat batal jika untuk
batalnya atau berakhirnya kontrak tersebut digantungkan pada suatu
peristiwa yang akan datang dan belum tentu akan terjadi. Walaupun
dimungkinkan untuk membuat suatu kontrak yang lahirnya atau batalnya
digantungkan pada suatu peristiwa tertentu, namun kalau peristiwa yang
dimaksud adalah suatu peristiwa yang tidak mungkin terjadi atau terlaksana
atau bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan, atau semata-
32Ibid, hlm.52. 33Mariam Darus Badrulzaman, Op,Cit, hlm.47.
27
mata digantungkan pada kehendak pihak yang terikat, hal tersebut adalah
batal dan kontrak tersebut tidak berkekuatan hukum, sebaliknya kalau
syarat yang dimaksud untuk tidak melaksanakan sesuatu yang tidak
mungkin terlaksana, kontrak tersebut tetap mengikat.34
2. Kontrak dengan ketetapan waktu
Berbeda dari kontrak bersyarat, kontrak dengan ketetapan waktu ini
tidak menangguhkan terjadinya atau lahirnya kontrak, melainkan
menangguhkan pelaksanaan kontrak. Kontrak ini diatur dalam Pasal 1268
sampai dengan Pasal 1271 BW. Sebagai contoh bahwa dalam suatu
kontrak para pihak menetapkan suatu waktu tertentu untuk melakukan
pembayaran. Ini berarti kontraknya sudah lahir hanya pembayarannya yang
ditentukan pada suatu waktu yang akan datang. Dengan demikian, pihak
kreditor tidak boleh menagih pembayaran tersebut sebelum waktu yang
telah disepakati telah sampai. Akan tetapi jika debitor membayar sebelum
jangka waktu telah sampai, pembayaran tersebut tidak dapat ditarik
kembali. Keuntungan perikatan dengan ketetapan waktu adalah membantu
pihak si berutang, karena ia dapat menangguhkan pelaksanaan
utangnya/prestasinya sampai waktu yang ditentukan.35
3. Kontrak Mana Suka atau Alternatif
Kontrak ini diatur dalam Pasal 1272 sampai dengan Pasal 1277 BW.
Dalam hal terjadi kontrak mana suka ini, debitor diperkenankan untuk
34Ahmadi Miru, Op.Cit., hlm.53-54. 35Salim H.S, 2001, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta, Sinar Grafika, hlm.176.
28
memilih salah satu dari beberapa pilihan yang ditentukan dalam kontrak,
misalnya yang menjadi pilihan dalam kontrak tersebut adalah apakah
debitor akan menyerahkan dua atau tiga ekor kerbau, atau tiga ekor sapi.
Dengan demikian, apabila debitor menyerahkan salah satu dari tiga
kemungkinan tersebut, debitor dinyatakan telah memenuhi prestasi, namun
debitor tidak boleh memaksa kreditor untuk menerima sebagian dari
alternatif yang satu dan sebagian dari alternatif yang lain. Jadi pada contoh
di atas, debitor tidak boleh memaksa kreditor untuk menerima dua ekor
kerbau dan satu ekor sapi, walaupun mungkin harganya sama atau bahkan
lebih mahal. Hak untuk memilih dalam kontrak mana suka ini selalu
dianggap diberikan kepada debitor, kecuali kalau secara tegas hak memilih
tersebut diberikan kepada kreditor. Di sini alternatif didasarkan pada segi
sisi dan maksud perjanjian. Kontrak alternatif ini dilawankan dengan
perikatan kumulatif. Perikatan kumulatif adalah suatu perikatan yang terdiri
dari beberapa prestasi dan debitor bebas dari perikatan itu setelah
memenuhi seluruh prestasi.36
4. Kontrak tanggung renteng atau tanggung menanggung
Suatu kontrak dikatakan tanggung menanggung jika dalam kontrak
tersebut terdiri atas beberapa orang kreditor dan dalam kontrak tersebut
secara tegas dinyatakan bahwa masing-masing kreditor berhak untuk
menagih seluruh utang atau pembayaran seluruh utang kepada salah
seorang kreditor akan membebaskan debitor pada kreditor lainnya. Dengan
36Mariam Darus Badrulzaman, Op,Cit, hlm.61.
29
demikian apabila debitor belum digugat di depan pengadilan, debitor berhak
memilih kepada siapa dia akan membayar utangnya. Walaupun
pembayaran seluruh utang kepada salah seorang kreditor menyebabkan
bebasnya debitor terhadap pembayaran kepada kreditor lainnya, dalam hal
salah seorang kreditor membebaskan utang debitor tidak berarti bahwa
debitor juga bebas dari kreditor lainnya.37 Kontrak ini diatur dalam Pasal
1278 sampai dengan Pasal 1295 BW.
5. Kontrak yang dapat dibagi dan tak dapat dibagi
Kontrak dapat dibagi dan tak dapat dibagi diatur dalam Pasal 1296
sampai dengan Pasal 1303 BW. Suatu kontrak digolongkan dapat dibagi
atau tak dapat dibagi tergantung pada kontrak yang prestasinya barang
atau jasa yang dapat dibagi atau tak dapat dibagi, baik secara nyata
maupun secara perhitungan. Namun demikian, walaupun barang atau jasa
tersebut sifatnya dapat dibagi, suatu kontrak dianggap tak dapat dibagi jika
berdasarkan maksud kontrak penyerahan barang atau pelaksanaan jasa
tersebut tidak dapat dibagi.38 Ada dua penyebab timbulnya kontrak tak
dapat dibagi-bagi yaitu oleh karena sifat prestasi tidak dapat dibagi-
bagi/dipisah-pisahkan dan berdasarkan kekuatan. Berdasarkan tujuan atau
maksud perjanjian, dapat dibagi menjadi tiga segi yaitu39:
1. Maksud para pihak sendiri;
2. Dari penentuan yang jelas dalam perjanjian;
37Ahmadi Miru, Op,Cit, hlm.57. 38Ibid, hlm.60. 39Salim H.S, Op,Cit, hlm.177.
30
3. Dari hakikat perjanjian itu benar-benar tidak mungkin dibagi-
bagi.
6. Kontrak dengan ancaman hukuman
Kontrak dengan ancaman hukuman diatur dalam Pasal 1304 sampai
dengan Pasal 1312 BW. Ancaman hukuman merupakan suatu klausul
kontrak yang memberikan jaminan kepada kreditor bahwa debitor akan
memenuhi prestasi dan ketika debitor tidak memenuhi prestasi tersebut,
debitor diwajibkan melakukan sesuatu atau menyerahkan
sesuatu. Ancaman hukuman ini boleh diubah oleh hakim manakala debitor
telah memenuhi sebagian prestasi. Ancaman hukuman ini hanya
merupakan prestasi tambahan jika debitor wanprestasi. Karena itu sifatnya
yang hanya tambahan, apabila kontraknya batal, ancaman hukumannya
pun batal, sebaliknya apabila ancaman hukumannya batal, tidak secara
otomatis membatalkan kontraknya.40
5. Perjanjian Jasa
Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan
dalam tiga macam, yaitu:
a. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu;
b. Perjanjian kerja/perburuhan;
c. Perjanjian pemborongan kerja;
Menurut Subekti dalam perjanjian untuk melakukan jasa-jasa
tertentu, suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya untuk melakukan
40Ahmadi Miru, Op,Cit, hlm.61.
31
suatu pekerjaan untuk mencapai sesuatu tujuan, untuk mana ia bersedia
membayar upah, sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihak-lawan itu. Biasanya
pihak-lawan itu adalah seorang ahli dalam melakukan pekerjaan tersebut
dan biasanya ia juga sudah memasang tarif untuk jasanya itu. Upahnya
biasa dinamakan dengan honorarium.41
Dalam kategori ini lazimnya dimasukkan antara lain hubungan
antara seorang pasien dengan seorang dokter yang diminta jasanya untuk
menyembuhkan suatu penyakit, hubungan antara seorang notaris dengan
seseorang yang datang kepadanya untuk dibuatkan suatu akta, hubungan
antara seorang advokat dengan kliennya yang minta diurusnya suatu
perkara, termasuk pula hubungan antara akuntan publik dengan kliennya,
dan lain-lain sebagainya. Umumnya perjanjian untuk melakukan jasa-jasa
tertentu diatur oleh ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu oleh syarat-
syarat yang diperjanjikan dan oleh kebiasaan.42
6. Asas-asas Umum dalam Perjanjian
Asas-asas hukum ialah pokok-pokok pikiran yang berpengaruh
terhadap noma-norma perilaku dan yang juga menentukan lingkup
kebelakuan noma-norma hukum. Fungi asas-asas hukum adalah untuk
menafsirkan aturan-aturan hukum dan juga memberikan pedoman bagi
suatu perilaku, sekalipun tidak dengan cara langsung sebagaimana terjadi
41Subekti, 2014, Aneka Perjanjian cetakan ke-XI, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, hlm.57. 42Ibid.
32
dengan norma-norma perilaku.43 Di dalam hukum kontrak dikenal banyak
asas, di antaranya adalah sebagai berikut:44
1) Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 Ayat (1)
BW, dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian
yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.45 Maksud asas
konsensualisme adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya
kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para
pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat
itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak
melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa
kontrak tersebut bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para
pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.46 Asas konsesualisme muncul
diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Di dalam hukum Germani
tidak dikenal asas konsualisme, tetapi yang dikenal adalah perikatan riil dan
perikatan formal.47
Asas ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya
berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan terhadap kontrak formal
dan kontrak riil tidak berlaku.48 Kontrak riil atau perjanjian riil adalah suatu
43Herlien Budiono, 2006, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.82. 44Ahmadi Miru, Op,Cit, hlm.3. 45Salim H,S, Op,Cit, hlm.10. 46 Ahmadi Miru, Loc,Cit. 47Salim H.S, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Op,Cit, hlm.157. 48Ahmadi Miru, Loc,Cit.
33
perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata sedangkan
perjanjian formal atau kontrak formal adalah suatu perjanjian yang telah
ditentukan bentuknya yaitu tertulis (baik berupa akta autentik maupun akta
di bawah tangan).49
2) Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang
sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh
sebagian sarjana hukum biasanya didasarkan pada Pasal 1338 Ayat (1)
BW bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikian pula ada yang
mendasarkan pada Pasal 1320 BW yang menerangkan tentang syarat
sahnya perjanjian.50 Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) ini
mengajarkan bahwa ketika hendak membuat kontrak/perjanjian, para pihak
secara hukum berada keadaan bebas untuk menentukan hal-hal apa saja
yang mereka ingin uraikan dalam kontrak atau perjanjian tersebut. Akan
tetapi, sekali mereka sudah membuat/menandatangani kontrak atau
perjanjian tersebut, maka para pihak sudah terikat (tidak lagi bebas) kepada
apa-apa saja yang telah mereka sebutkan dalam kontrak atau perjanjian
tersebut.51
49Salim H.S, Hukum Kontrak, Loc,Cit. 50Ahmadi Miru, Op,Cit, hlm.4. 51Munir Fuady, Op,Cit, hlm.181.
34
Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada
seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan
perjanjian, di antaranya:52
a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau
tidak;
b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;
d. Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan
e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin
kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari
sifat Buku III BW yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga
para pihak dapat menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali
terhadap pasal-pasal tertentu yang bersifat memaksa.53
3) Asas Mengikatnya Kontrak (Pacta Sunt Servanda)
Asas pacta sunt servanda tercantum di dalam Pasal 1338 Ayat 1 BW
yang berbunyi : “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini sangat erat kaitannya
dengan asas sistem terbukanya hukum perjanjian, karena memiliki arti
bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak asal memenuhi
52Ahmadi Miru, Loc,Cit. 53Ibid.
35
syarat-syarat perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 BW, sekalipun
menyimpang dari ketentuan-ketentuan hukum perjanjian dalam Buku III BW
tetap mengikat sebagai undang-undang bari para pihak yang membuatnya.
Sebagai konsekuensi dari asas ini adalah bahwa siapapun selain para
pihak yang membuat perjanjian dilarang mencampuri isi perjanjian yang
telah dibuat dan tidak ada seorangpun yang dapat mengurangi hak orang
lain selain yang telah ditentukan di dalam perjanjian yang dibuat dan
konsekuensi lainnya adalah apabila terjadi sengketa atas perjanjian
dimaksud maka hakim akan menyelesaikan sengketanya sesuai dengan isi
perjanjian tersebut. Asas ini merupakan dasar bagi istilah “kebebasan
berkontrak” yang sering didengar.54
4) Asas Iktikad Baik (Goede Trouw)
Asas iktikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 Ayat (3) BW
yang berbunyi perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas
iktikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditor dan debitor
harus melaksanakan subtansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan teguh atau kemauan baik dari para pihak. Asas iktikad baik
dibagi menjadi dua macam, yaitu iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak.
Pada iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang
nyata dari subjek. Pada iktikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal
54Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, 2010, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, Jakarta, Mitra Wacana Media, hlm.12-13.
36
sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan
(penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.55
Walaupun iktikad baik para pihak dalam perjanjian sangat
ditekankan pada tahap praperjanjian, secara umum iktikad baik harus selalu
ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu
selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.56
7. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda dalam berbagai literatur biasa juga disebut
dengan asas daya mengikat kontrak. Sesuai dengan asas ini orang yang
membuat kontrak berarti sudah siap untuk menunaikannya dan
menanggung apa pun risiko yang mungkin timbul. Secara harfiah pacta sunt
servanda berarti bahwa “perjanjian itu mengikat” secara hukum. Dalam hal
ini kalau sebelum berlakunya perjanjian berlaku asas kebebasan
berkontrak, dalam arti bahwa para pihak bebas untuk mengatur sendiri apa-
apa saja yang mereka ingin masukkan ke dalam perjanjian, maka setelah
perjanjian ditandatangani atau setelah berlakunya suatu perjanjian, maka
para pihak sudah tidak lagi bebas, tetapi sudah terikat terhadap apa-apa
yang mereka telah tentukan dalam perjanjian tersebut. Keterikatan para
pihak terhadap suatu perjanjian yang telah mereka buat tersebut cukup
kuat, sama kekuatannya dengan suatu undang-undang yang dibuat oleh
parlemen bersama-sama dengan pemerintah.57
55Salim H.S, Hukum Kontrak, Op,Cit, hlm.10-11. 56Ahmadi Miru, Op,Cit, hlm.7. 57Munir Fuady, Loc,Cit.
37
Kemudian timbul pertanyaan apakah asas daya mengikat kontrak
(the binding force of contract) sama dengan asas pacta sunt servanda? Dan
apakah ada perbedaan antara asas daya mengikat kontrak dengan asas
“privity of contract”? Tampaknya untuk menjawab pertanyaan di atas perlu
diajukan telaah sebagai berikut:58
a. Asas daya mengikat kontrak dipahami sebagai mengikatnya
kewajiban kontraktual yang harus dilaksanakan para pihak. Jadi
pertama-tama makna daya mengikat kontrak tertuju pada isi atau
prestasi kontraktualnya.
b. Pada dasarnya janji itu mengikat (pacta sunt servanda) sehingga
perlu diberikan kekuatan untuk berlakunya. Untuk memberikan
kekuatan daya berlaku atau daya mengikatnya kontrak, maka
kontrak dibuat secara sah mengikat serta dikualifikasikan
mempunyai kekuatan mengikat setara dengan daya berlaku dan
mengikatnya undang-undang.
c. Asas pacta sunt servanda merupakan konsekuensi logis dari efek
berlakunya kekuatan mengikat kontrak.
d. Kekuatan mengikat kontrak pada dasarnya hanya menjangkau
sebatas para pihak yang membuatnya. Hal ini dalam beberapa
literatur, khususnya di common law, disebut dengan “privity of
contract”.
58Agus Yudha Hernoko, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Yogyakarta ,Kencana, hlm.123-124.
38
Menurut David Allan, sejak 450 tahun sebelum Masehi sampai
sekarang telah terjadi empat tahap perkembangan pemikiran mengenai
kekuatan mengikatnya kontrak, yaitu:59
a. Tahap pertama, disebut dengan contracts re;
b. Tahap kedua, disebut dengan contracts verbis;
c. Tahap ketiga, disebut dengan contracts litteris;
d. Tahap keempat, disebut dengan contracts consensus.
Tahap pertama (contracts re) atau menurut L.B. Curzon disebut
obligationes re (real contracts-the word “real” is derived from res),
didasarkan pada pendapat bahwa kekuatan mengikat kontak ditekankan
pada penyerahan barang (res) bukan pada janji. Contracts re atau
obligationes re ini meliputi:
a. Mutuum, meminjamkan barang untuk dikonsumsi (termasuk
didalamnya meminjam uang);
b. Commodatum, meminjamkan barang untuk dipakai;
c. Depositum, menyerahkan barang untuk dijaga tanpa imbalan dan
dikembalikan sesuai permintaan pihak yang menyerahkan
barang;
d. Pignus, menyerahkan barang sebagai jaminan pelaksanaan
kewajiban;
59Firman Floranta Adonara, Op,Cit, hlm.99.
39
Tahap kedua (contracts verbis atau obligationes verbis), didasarkan
pada pendapat bahwa kekuatan mengikat kontrak digantungkan pada kata-
kata (verbis) yang diucapkanya. Contracts verbis atau obligationes verbis
ini meliputi:
a. Stipulatio, yaitu interaksi kata-kata dari dua orang atau lebih yang
berupa pertanyaan dan jawaban;
b. Dictio Dotis, yaitu pernyataan sungguh-sungguh (solemn
declaration) yang melahirkan semacam tanda pengikat mahar
(dowry);
c. Ius Iurandum Liberti (jurata promissio liberti), yaitu semacam
kesaksian tersumpah oleh pihak ketiga untuk kepentingan
dirinya;
d. Voltum, yaitu janji di bawah sumpah kepada tuhan.
Tahap ketiga (contracts itteris atau obligationes itteris), didasarkan
pada pendapat bahwa kekuatan mengikat kontrak itu terletak pada
bentuknya yang tertulis. Contracts itteris atau obligationes itteris ini
meliputi:
a. Expensilatio, yaitu suatu bentuk pemberitahuan yang dicatat
dalam buku kreditor yang atas dasar catatan itu debitor terikat
untuk membayar;
b. Synographae atau Chirographae, yaitu kewajiban yang ditulis
secara khusus yang dipinjam dari kebiasaan bangsa Yunani dan
tidak terdapat dalam kebiasaan masyarakat Roma.
40
Tahap keempat (contracts consensus atau obligationes consensus),
didasarkan pada pendapat bahwa kekuatan mengikat kontrak karena
adanya kesepakatan atau consensus para pihak. Kontrak tipe ini kemudian
diambil alih dalam Ius Civile. Ada empat bentuk kontrak jenis ini, yaitu:
a. Emptio Venditio, yaitu jenis kontrak jual beli;
b. Locatio Conductio, yaitu kontrak yang memperbolehkan
penggunaan atau penyewaan barang atau jasa;
c. Societas, yaitu kontrak kerja sama (partnership);
d. Mandatum, yaitu suatu mandat pelayanan yang dilakukan untuk
orang lain (misalnya:keagenan).
Dalam prespektif BW daya mengikat kontrak dapat dicermati dalam
rumusan Pasal 1338 Ayat (1) BW yang mengatur bahwa : “semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya menunjukkan bahwa undang-undang sendiri mengakui
dan menempatkan posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat
undang-undang.60 Menurut L.J. van Apeldoor ada analogi tertentu antara
perjanjian atau kontrak dengan undang-undang. Hingga batas tertentu para
pihak yang berkontrak bertindak sebagai pembentukan undang-undang
(legislator swasta). Tentunya selain persamaan tersebut di atas, terdapat
perbedaan diantara keduanya, yaitu terkait dengan daya berlakunya.
Undang-undang dengan segala proses dan prosedurnya berlaku dan
60Agus Yudha Hernoko, Op,Cit, hlm.127.
41
mengikat untuk semua orang dan bersifat abstrak. Sementara itu, kontrak
mempunyai daya berlaku terbatas pada para kontraktan, selain itu dengan
kontrak para pihak bermaksud untuk melakukan perbuatan konkret.61
Kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul seiring dengan asas
kebebasan berkontrak merupakan manifestasi pola hubungan manusia
yang mencerminkan nilai-nilai kepercayaan dalamnya. Menurut Eggens
manusia terhormat akan memelihara janjinya. Sedang Grotius mencari
dasar konsensus dalam ajaran Hukum Kondrat bahwa “janji itu mengikat
(pacta sunt servanda)“, karena kita harus memenuhi janji kita (promissorum
implendorum obligatio).62
Niewenhuis menyatakan bahwa kekuatan mengikat dari perjanjian
yang muncul seiring dengan asas kebebasan berkontrak yang memberikan
kebebasan dan kemandirian kepada para pihak, pada situasi tertentu daya
berlakunya dibatasi. Pertama, daya mengikat perjanjian itu dibatasi oleh
itikad baik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 Ayat (3) BW, bahwa
perjanjian itu harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Kedua, adanya
overmacht atau force majeure (daya paksa) juga membatasi daya
mengikatnya perjanjian tersebut. Memang ada prinsipnya perjanjian itu
harus dipenuhi para pihak, apabila tidak dipenuhi maka di sini telah timbul
wanprestasi dan bagi kreditor melekat hak untuk mengajukan gugatan, baik
pemenuhan, ganti rugi maupun pembubaran perjanjian. Namun dengan
61Ibid. 62Firman Floranta Adonara, Op,Cit, hlm.102.
42
adanya overmacht atau force majeure, maka gugatan kreditor akan
dikesampingkan, mengingat ketiadaan prestasi tersebut terjadi di luar
kesalahan debitor (vide Pasal 1444 BW).63 Keadaan memaksa atau
overmacht yaitu suatu keadaan di luar kekuasaan pihak debitor yang
menjadi dasar hukum untuk memaafkan kesalahan pihak debitor.
Overmacht mengandung dua unsur yaitu:64
1. Keadaan di luar kekuasaan pihak debitor dan bersifat memaksa.
2. Keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian dibuat
sehingga pihak debitor tidak memikul resiko.
Perjanjian-perjanjian yang lahir dari ketentuan buku III BW pada
umumnya merupakan perjanjian obligator (consensual obligatoir), artinya
perjanjian itu pada dasarnya melahirkan kewajiban-kewajiban kepada para
pihak yang membuatnya. Meskipun demikian ada pula pengaturan
perjanjian liberatoir, yang berisi pembebasan kewajiban-kewajiban.65
Perjanjian obligatoir sendiri melahirkan hak perorangan bagi para
pihak yang membuat perjanjian. Salah satu ciri hak perorangan adalah
sifatnya yang relatif atau nisbi, artinya hak perorangan itu hanya mengikat
para pihak yang membuat perjanjian itu sendiri. Hal tersebut dapat dilihat
dari ketentuan di dalam Pasal 1315 jo. 1340 BW. Dalam Pasal 1315 BW
diatur bahwa “Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikat diri atas
63Ibid, hlm.102-103. 64Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Op,Cit., hlm.17. 65Agus Yudha Hernoko, Op,Cit, hlm.129-130.
43
nama dirinya sendiri”. Lebih lanjut Pasal 1340 BW mengatur, “Perjanjian-
perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”.66
Pasal 1315 jo. 1340 BW tersebut di atas menunjukkan jangkauan
mengikat suatu kontrak hanya sebatas para pihak yang membuatnya. Asas
ini terkait dengan asas personal yang lazim juga disebut dengan "privity of
contract". Dengan demikian asas ini memberikan penekanan pada daya
kerja (strekking) "siapa yang terikat kontrak" bukan "apa isi kontrak atau
prestasi kontrak".
Di dalam pandangan Eropa kontinental, asas kebebasan berkontrak
merupakan konsekuensi dari dua asas lainnya dalam perjanjian, yaitu
konsensualisme dan kekuatan mengikat suatu perjanjian yang lazim
disebut sebagai pacta sunt servanda. Konsensualisme berhubungan
dengan adanya perjanjian, pacta sunt servanda berkaitan dengan akibat
adanya perjanjian yaitu terikatnya para pihak yang mengadakan perjanjian,
sedangkan kebebasan berkontrak menyangkut isi perjanjian.67
Tradisi hukum Eropa Kontinental mengajarkan bahwa suatu kontrak
yang dibuat secara sah dan sesuai hukum yang berlaku, serta sesuai pula
dengan kebiasaan dan kelayakan, sehingga diasumsi sebagai kontrak yang
dibuat dengan iktikad baik, maka klausula-klausula dalam kontrak seperti
itu mengikat para pihak yang membuatnya, di mana kekuatan mengikatnya
setara dengan kekuatan mengikatnya sebuah undang-undang dan
66Ibid. 67Peter Mahmud Marzuki, 2003,Batas-batas Kebebasan Berkontrak, Yuridika,Volume 18 No.3, hlm. 197.
44
karenanya pula pelaksanaan kontrak seperti itu tidak boleh merugikan baik
itu pihak lawan dalam kontrak maupun merugikan pihak ketiga di luar para
pihak dalam kontrak tersebut. Apabila kontrak seperti itu tidak dipenuhi
ketentuannya oleh salah satu pihak tanpa alasan yang dapat dibenarkan
oleh hukum, maka pihak tersebut telah melakukan wanprestasi sehingga
harus mengganti kerugian terhadap pihak lain sesuai hukum yang berlaku,
hal mana dapat dipaksakan berlakunya campur tangan pengadilan atau
campur tangan pihak lain yang berkompeten.68
68Munir Fuady, 2013,Teori-teori Besar Dalam Hukum, Jakarta,Kencana, hlm.210.
45
B. Prestasi dan Wanprestasi dalam Perjanjian
Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak
dalam suatu kontrak. Prestasi pokok tersebut dapat berwujud:69
1. Benda;
2. Tenaga atau keahlian;
3. Tidak berbuat sesuatu.
Prestasi berupa benda harus diserahkan kepada pihak lainnya.
Penyerahan tersebut dapat berupa penyerahan hak milik atau penyerahan
kenikmatan saja, apabila benda tersebut belum diserahkan, pihak yang
berkewajiban menyerahkan benda tersebut berkewajiban merawat benda
tersebut sebagaimana dia merawat barangnya sendiri atau yang sering
diistilahkan dengan “sebagai bapak rumah yang baik”. Sebagai
konsekuensi dari kewajiban tersebut adalah apabila ia melalaikannya, ia
dapat dituntut ganti rugi, apalagi kalau ia lalai menyerahkannya.70
Prestasi berupa tenaga atau keahlian harus dilakukan oleh pihak-
pihak yang “menjual” tenaga atau keahliannya. Antara prestasi berupa
tenaga dan presasi yang berupa keahlian ini terdapat perbedaan karena
prestasi yang berupa tenaga pemenuhannya dapat diganti oleh orang lain
karena siapapun yang mengerjakan hasilnya akan sama, sedangkan
prestasi yang berupa keahlian pemenuhannya tidak dapat diganti oleh
orang lain tanpa persetujuan pihak yang menerima hasil dari keahlian
69Ahmadi Miru, Op,Cit, hlm.68. 70Ibid.
46
tersebut. Oleh karena itu, apabila diganti oleh orang lain, hasilnya mungkin
akan berbeda. Adapun prestasi tidak berbuat sesuatu menuntut sikap pasif
salah satu pihak atau para pihak karena dia tidak dibolehkan melakukan
sesuatu sebagaimana yang diperjanjikan.71
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1234 BW maka cara-cara
melakukan prestasi, yakni:72
a. Prestasi yang berupa barang, cara melaksanakannya adalah
menyerahkan sesuatu (barang).
b. Prestasi yang berupa jasa, cara melaksanakannya adalah dengan
berbuat sesuatu;
c. Prestasi yang berupa tidak berbuat sesuatu, cara
melaksanakannya adalah dengan bersikap pasif yaitu tidak
berbuat sesuatu yang dilarang dalam perjanjiaan.
Walaupun pada umumnya prestasi para pihak secara tegas ditentukan
dalam kontrak, prestasi tersebut juga dapat lahir karena diharuskan oleh
kebiasaan, kepatutan atau undang-undang. Oleh karena itu, prestasi yang
harus dilakukan oleh para pihak telah ditentukan dalam perjanjian atau
diharuskan oleh kebiasaan, kepatutan atau undang-undang, tidak
dilakukannya prestasi tersebut berarti telah terjadi ingkar janji atau disebut
wanprestasi.
71Ibid, hlm.68-69. 72Ibid, hlm.69-70.
47
Mengenai perumusan wanprestasi itu sendiri, sekalipun ada
perbedaan dalam cara merumuskannya, pada umumnya (secara garis
besar) para sarjana merumuskan bahwa “wanprestasi adalah suatu
peristiwa atau keadaan, di mana debitor tidak telah memenuhi kewajiban
prestasi perikatannya dengan baik dan debitor punya unsur salah
atasnya”.73
Maksud “unsur salah” di atas adalah adanya unsur salah pada
debitor atas tidak dipenuhi kewajiban itu sebagaimana mestinya.
Wanprestasi dapat terjadi karena disengaja maupun tidak disengaja. Pihak
yang tidak sengaja wanprestasi ini dapat terjadi karena memang tidak
mampu memenuhi prestasi tersebut atau juga karena terpaksa untuk tidak
melakukan prestasi tersebut. Wanprestasi dapat berupa:74
1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi;
2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
3. Terlambat memenuhi prestasi;
4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.
Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak
yang wanprestasi dirugikan), apalagi kalau pihak lain tersebut adalah
pedagang maka bisa kehilangan keuntungan yang diharapkannya. Ada dua
kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan, yaitu
pembatalan atau pemenuhan kontrak. Namun jika dua kemungkinan pokok
73J. Satrio, 2014, Wanprestasi menurut KUHPerdata, Doktrin dan Yurisprudensi, Citra Aditya Bakti,Bandung, hlm.3. 74Ahmadi Miru, Op,Cit, hlm.74.
48
tersebut diuraikan lebih lanjut, kemungkinan tersebut dapat di bagi menjadi
empat, yaitu:75
1. Pembatalan kontrak saja;
2. Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi;
3. Pemenuhan kontrak saja;
4. Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi.
Menurut Ahmadi Miru, pihak yang dituduh wanprestasi (yang pada
umumnya adalah debitor), dapat mengajukan tangkisan-tangkisan untuk
membebaskan diri dari akibat buruk dari wanprestasi tersebut. Tangkisan
atau pembelaan tersebut dapat berupa:76
- Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena keadaan
terpaksa (overmacht);
- Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena pihak lain
juga wanprestasi (exceptio non adimpleti contractus);
- Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena pihak
lawan telah melepaskan haknya atas pemenuhan prestasi.
75Ibid, hlm.75. 76Ibid, hlm.76.
49
C. Tinjauan Umum Tentang Akuntan Publik
1. Pengertian Akuntan Publik
Akuntan adalah suatu gelar profesi yang pemakaiannya dilindungi
oleh peraturan (Undang-undang Nomor 34 Tahun 1954), peraturan ini
mengatakan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang
telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi yang diakui
menurut peraturan tersebut dan telah terdaftar pada Departemen
Keuangan yang dibuktikan pemberian nomor register. Apabila seseorang
telah lulus dari pendidikan tinggi dimaksud tetapi tidak terdaftar maka yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan tersebut, bukan akuntan. Sebab itu
semua “akuntan yang resmi” mempunyai nomor register. Oleh sebab itu
dapat terjadi bahwa seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan dan
memiliki pengetahuan yang sederajat dengan akuntan, secara resmi tidak
boleh menamakan dirinya akuntan.77
Tidak semua akuntan melaksanakan fungsi pemeriksaan keuangan,
akuntan dapat bekerja di berbagai bidang atau jabatan. Akuntan yang
menjadi karyawan pada perusahaan dan masih bekerja di bidang
keahliannya lazim disebut akuntan intern. Pada pemerintahan akuntan
dapat bekerja di berbagai bidang sebagai pemeriksa keuangan atau bidang
lain, pada perguruan tinggi sebagai tenaga pengajar. Apabila akuntan
bekerja dengan tanggung jawab sendiri untuk memberikan jasa di bidang
77Moenaf H. Regar, 2007, Mengenal Profesi Akuntan dan Memahami Laporannya, Jakarta, Sinar Grafika Offset, hlm.7.
50
keahliannya disebut akuntan publik. Jabatan yang terakhir disebut adalah
yang dimaksud dengan profesi akuntan. Menurut pengertian yang luas
semua bidang pekerjaan yang disebutkan di atas termasuk profesi akuntan,
tetapi dalam pengertian yang sempit, apabila disebut profesi akuntan yang
dimaksud adalah jabatan “akuntan publik” jadi tidak termasuk akuntan yang
bekerja pada bidang-bidang yang disebutkan di atas.78
Profesi Akuntan Publik merupakan profesi yang memiliki peran
strategis dalam mendukung perekonomian yang sehat dan efisien, serta
meningkatkan kualitas dan kredibilitas informasi keuangan. Profesi akuntan
publik sangat erat kaitannya dengan laporan keuangan, sebab tugas
utamanya adalah memeriksa atau mengaudit laporan keuangan. Laporan
keuangan diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi.
Dalam Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan tentang Jasa
Akuntan Publik yang dimaksud dengan akuntan adalah seseorang yang
berhak menyandang gelar atau sebutan akuntan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Auditor independen atau yang biasa
disebut dengan akuntan publik adalah seseorang yang telah memperoleh
izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Akuntan Publik.79 Salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik
dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik
dalam melindungi kepentingan publik, oleh karena tanggung jawab profesi
78Ibid. 79Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik.
51
akuntan publik tidak hanya sebatas pada kepentingan klien atau pemberi
kerja ataupun pengguna jasa sebab ketika betindak untuk kepentingan
publik setiap akuntan publik harus mematuhi dan menerapkan seluruh
prinsip dasar dan kode etik profesi yang diatur dalam kode etik profesi
akuntan publik. Kode etik profesi akuntan publik menetapkan prinsip dasar
etika yang harus diperhatikan oleh semua akuntan profesional yang
meliputi:80
a. Integritas,
b. Objektivitas,
c. Kompetensi dan kecermatan profesional.
d. Kerahasiaan dan
e. Perilaku profesional.
Izin menjadi akuntan publik diberikan oleh Menteri Keuangan dan
berlaku selama 5 tahun tetapi dapat diperpanjang. Untuk mendapatkan izin
menjadi akuntan publik sesuai dengan Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang
Akuntan Publik, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Memiliki sertifikat tanda lulus ujian profesi akuntan publik yang sah;
2. Berpengalaman praktik memberikan jasa;
3. Berdomisili di wilayah negara kesatuan republik indonesia;
4. Memiliki nomor pokok wajib pajak;
80Kode Etik Profesi Akuntan Publik, pendahuluan prinsip-prinsip dasar etika profesi 100.1. PDF http://iapi.or.id/multimedia/41-Kode-Etik-Profesi-Akuntan-Publik.
52
5. Tidak pernah dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin
akuntan publik;
6. Tidak pernah dipidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
7. Menjadi anggota asosiasi profesi akuntan publik yang ditetapkan
oleh menteri; dan
8. Tidak berada dalam pengampuan.
Dalam Undang-undang akuntan publik diatur tentang kewajiban dan
larangan yang harus dipatuhi seorang akuntan publik. Dalam hal akuntan
publik tidak mematuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Akuntan Publik tersebut, akuntan publik dapat dikenakan sanksi berupa
sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif terberat
yang dikenakan pada akuntan publik adalah sanksi pencabutan izin.
Apabila seorang akuntan publik dikenai sanksi pencabutan izin, maka yang
bersangkutan tidak dapat lagi mengajukan permohonan izin sebagai
akuntan publik.81
Salah satu kewajiban akuntan publik yaitu menjadi anggota Institut
Akuntan Publik Indonesia (selanjutnya disingkat IAPI), asosiasi profesi yang
telah diakui oleh pemerintah. Fungsi IAPI antara lain:82
a. Menyusun dan menetapkan SPAP;
81Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, Sekretaris Jenderal Kementrian Keuangan. www.ppajp.depkeu.go.id, hlm. 3. 82Pasal 44 Ayat (1) Undang-undang nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik.
53
b. Menyelenggarakan ujian profesi akuntan publik;
c. Menyelenggarakan pendidikan professional berkelanjutan; dan
d. Melakukan reviu mutu bagi anggotanya.83
Salah satu fungsi utama IAPI yang disebutkan di atas adalah
menetapkan Standar Profesional Akuntan Publik (yang untuk selanjutnya
disingkat SPAP). SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional
Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (selanjutnya disingkat
DSPAP IAPI). IAPI melalui Dewan SPAP mengadopsi standar
internasional yang ditetapkan oleh International Federation of Accountants
(IFAC) menjadi SPAP berbasis standar internasional, Dewan SPAP telah
menyelesaikan adopsi untuk beberapa standar yaitu Kode Etik Profesi
Akuntan Publik (selanjutnya disingkat Kode Etik), Standar Pengendalian
Mutu 1 (selanjutnya disingkat SPM 1), Kerangka untuk Perikatan Asurans,
Standar Audit (selanjutnya disingkat SA) dan Standar Perikatan Reviu
(selanjutnya disingkat SPR) dan sedang melanjutkan standar-standar yang
lain. SPM 1 mengatur tanggung jawab Kantor Akuntan Publik (selanjutnya
disingkat KAP) atas sistem pengendalian mutu dalam melaksanakan
perikatan asurans (Audit, Reviu, dan Perikatan Asurans Lainnya) dan
perikatan selain asurans. Kerangka untuk Perikatan Asurans mengatur
perikatan asurans yang dilakukan oleh praktisi. Kerangka ini menyediakan
kerangka acuan bagi praktisi dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam
83Reviu mutu adalah penelaahan pelaksanaan pekerjaan Akuntan Publik yang bertujuan untuk memastikan bahwa Akuntan Publik/KAP mematuhi Kode Etik Profesi Akuntan Publik dan Standar Profesi Akuntan Publik serta peraturan-peraturan lain yang berlaku.
54
perikatan asurans seperti pihak yang melakukan perikatan dengan praktisi,
SA mengatur mengenai standar yang digunakan oleh praktisi ketika
melaksanakan audit atas laporan keuangan dan SPR mengatur mengenai
standar yang digunakan oleh praktisi ketika melaksanakan reviu atas
laporan keuangan.
2. Jasa Akuntan Publik
Jasa akuntan publik digunakan secara luas oleh publik seperti
investor, kreditor, pemerintah dan stakeholder lainnya sebagai salah satu
pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Pengambilan keputusan ekonomi adalah keputusan yang dilakukan secara
sadar untuk menetapkan sesuatu atas dasar data dalam bisnis. Jenis jasa
yang dapat diberikan oleh akuntan publik diatur dalam Pasal 3 Undang-
Undang Akuntan Publik:
(1) Akuntan Publik memberikan jasa asurans, yang meliputi:
a. jasa audit atas informasi keuangan historis;
b. jasa reviu atas informasi keuangan historis; dan
c. jasa asurans lainnya.
(2) Jasa asurans sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) hanya dapat
diberikan oleh Akuntan Publik.
(3) Selain jasa asurans sebagaimana dimaksud pada Ayat (1),
akuntan publik dapat memberikan jasa lainnya yang berkaitan
dengan akuntansi, keuangan dan manajemen sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
55
Yang dimaksud dengan jasa asurans adalah jasa akuntan publik
yang bertujuan untuk memberikan keyakinan bagi pengguna jasa atas hasil
evaluasi atau pengukuran informasi keuangan dan non-keuangan
berdasarkan suatu kriteria. Adapun jasa lainnya meliputi jasa audit kinerja,
jasa internal audit, jasa perpajakan, jasa kompilasi laporan keuangan, jasa
pembukuan, jasa prosedur yang disepakati atas informasi keuangan dan
jasa sistem teknologi informasi.
Pengertian audit dari sudut akuntan publik adalah pemeriksaan
secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi
yang lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha
perusahaan atau organisasi tersebut.
Salah satu pengguna jasa akuntan publik adalah perusahaan-
perusahaan go public, pasar modal erat hubungannya dengan peranan
akuntan publik karena semua perusahaan yang akan menjual sahamnya di
pasar modal harus diperiksa oleh akuntan publik paling tidak untuk dua
tahun terakhir dan apabila perusahaan tersebut sudah diperdagangkan di
bursa saham, maka setiap akhir tahun buku daftar keuangan perusahaan
tersebut harus diperiksa akuntan publik.84 Hal tersebut sesuai dengan
amanat Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
(selanjutnya disingkat Undang-undang Pasar Modal) dimana dalam Pasal
64, akuntan publik disebut sebagai salah satu profesi penunjang pasar
84Moenaf H. Regar, Op.Cit., hlm.1.
56
modal yang kemudian tugasnya diuraikan dalam Pasal 68 Undang-undang
Pasar Modal.
Akuntan publik yang dimaksud dalam undang-undang Pasar Modal
adalah akuntan publik yang terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam). Selanjutnya peran akuntan publik dalam bidang pasar modal
adalah mengungkapkan informasi keuangan perusahaan dan memberikan
pendapat mengenai kewajiban atas data yang disajikan dalam laporan
keuangan, laporan yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang ditetapkan Ikatan
Akuntan Indonesia. Akuntan publik juga berperan dalam membantu
mengembangkan standar yang dapat berupa pengembangan SAK yang
berkaitan dengan instrumen-instrumen pasar modal.85 Peran lain profesi
akuntan publik adalah mengaudit dana kampanye, hal ini sesuai dengan
amanat Pasal 39 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2015.
3. Penghentian Pemberian Jasa Asurans untuk Sementara Waktu
Akuntan publik menurut ketentuan dalam undang-undang tentang
akuntan publik diperkenankan pula untuk mengajukan permohonan
penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara waktu paling lama
hingga berakhirnya masa berlaku izin akuntan publik yang bersangkutan.
Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Keuangan memberikan persetujuan
85Irsan Nasaruddin, Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Indra Surya dan Adimarwan, 2010, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta, Kencana, hlm.90.
57
penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara waktu atas
permintaan akuntan publik untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun.
Dalam hal permohonan penghentian pemberian jasa asurans untuk
sementara waktu tersebut disetujui, maka akuntan publik masih memegang
izinnya sebagai akuntan publik namun tidak diperbolehkan untuk
memberikan jasa asurans selama kurung waktu tersebut. Hal ini diatur
dalam Pasal 9 Undang-Undang Akuntan Publik. Untuk memperoleh
persetujuan menteri atas penghentian pemberian jasa asurans untuk
sementara waktu atas , Akuntan Publik yang bersangkutan melakukan
permohonan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal dengan
melampirkan:86
a. Surat rekomendasi dari KAP bagi Akuntan Publik yang menjadi
rekan pada KAP;
b. Alamat lengkap selama menjalani penghentian pemberian jasa
Akuntan Publik untuk sementara waktu;
c. Jangka waktu yang dimohonkan untuk menjalani penghentian
pemberian jasa Akuntan Publik untuk sementara waktu;
d. Alasan penghentian pemberian jasa Akuntan Publik untuk
sementara waktu;
e. Pernyataan dari IAPI bahwa:
a. Yang bersangkutan tidak sedang menjalani reviu oleh IAPI;
86Pasal 8 Ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 Tentang Jasa Akuntan Publik .
58
b. IAPI tidak menerima pengaduan dari pihak lain yang layak
ditindaklanjuti, yang berkaitan dengan jasa yang telah
diberikan oleh yang bersangkutan;
c. Yang bersangkutan tidak sedang menjalani sanksi dari IAPI;
dan
f. Membuat Surat Permohonan dan melengkapi formulir Penghentian
Pemberian Jasa Akuntan Publik untuk Sementara Waktu atas
Permintaan Sendiri sebagaimana terlampir pada Lampiran II
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 Tentang Jasa
Akuntan Publik.
Menteri menolak permohonan penghentian pemberian jasa aurans
untuk sementara waktu yang diajukan oleh akuntan publik apabila akuntan
publik yang bersangkutan:87
a. Tidak melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3)
b. Sedang diperiksa oleh sekretaris jenderal atau diadukan oleh pihak
lain yang layak ditindaklanjuti;
c. Telah dikenakan sanksi peringatan sebanyak 2 (dua) kali dalam
jangka waktu 48 (empat puluh delapan) bulan terakhir terhitung saat
permohonan disampaikan secara lengkap;
87Pasal 8 Ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 Tentang Jasa Akuntan Publik.
59
d. Sedang menjalani kewajiban yang harus dilakukan berdasarkan
rekomendasi sekretaris jenderal; atau
e. Sedang menjalani sanksi pembekuan izin.
Persetujuan penghentian pemberian jasa Akuntan Publik untuk
sementara waktu diterbitkan dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja
sejak permohonan diterima secara lengkap dan permohonan yang
dinyatakan tidak lengkap disampaikan melalui pemberitahuan tertulis oleh
Kepala Pusat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak
permohonan diterima.
4. Perjanjian antara Akuntan Publik dan Pengguna Jasa Akuntan
Publik
Perikatan asurans berarti suatu perikatan yang didalamnya seorang
akuntan publik menyatakan suatu kesimpulan yang dirancang untuk
meningkatkan derajat kepercayaan pengguna yang dituju (selain pihak
yang bertanggung jawab) terhadap hasil pengevaluasian atau pengukuran
atas hal pokok dibandingkan dengan kriteria, hasil pengevaluasian atau
pengukuran atas hal pokok adalah informasi yang dihasilkan dari
penerapan kriteria terhadap hal pokok.88 Tidak semua perikatan yang
dilakukan oleh akuntan publik merupakan perikatan asurans, perikatan lain
yang sering dilakukan akuntan publik dan tidak memenuhi definisi dari
perikatan asurans di atas meliputi:89
88Institut Akuntan Publik Indonesia, 2013, Kerangka Untuk Perikatan Asurans, Jakarta, Salemba Empat, hlm.7. 89Ibid, hlm.10.
60
Perikatan yang dicakup dalam Standar Jasa Terkait seperti perikatan
prosedur yang disepakati dan perikatan kompilasi atas informasi
keuangan atau informasi lainnya.
Penyusunan surat pemberitahuan pajak yang di dalamnya tidak ada
kesimpulan (yang memberikan suatu keyakinan) yang dinyatakan.
Perikatan jasa konsultasi (atau jasa advisory) seperti jasa konsultasi
manajemen dan jasa konsultasi perpajakan.
Pada umumnya tujuan audit atas laporan keuangan oleh akuntan
publik adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua
hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan
arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.90
Akuntan publik harus membangun pemahaman dengan klien
tentang jasa yang akan dilaksanakan untuk setiap perikatan. Pemahaman
tersebut mengurangi risiko terjadinya salah interpretasi kebutuhan atau
harapan pihak lain, baik di pihak akuntan maupun klien. Sebagai contoh,
pemahaman tersebut akan mengurangi risiko bahwa klien dapat secara
tidak semestinya mempercayai akuntan untuk melindungi entitas dari risiko
tertentu atau untuk melaksanakan fungsi tertentu yang merupakan
tanggung jawab klien. Pemahaman tersebut harus mencakup tujuan
perikatan, tanggung jawab manajemen, tanggung jawab akuntan dan
90SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik), sumber: Pernyataan Standart Auditing (PSA) nomor 02, SA (Standart Auditting) seksi 110.
61
batasan perikatan. Akuntan harus mendokumentasikan pemahaman
tersebut dalam kertas kerjanya, lebih baik dalam bentuk komunikasi tertulis
dengan klien. Jika akuntan yakin bahwa pemahaman dengan klien belum
terbentuk, ia harus menolak untuk menerima atau menolak untuk
melaksanakan perikatan.91
Antara akuntan publik dengan klien atau pengguna jasa akuntan
publik terjadi perikatan yang berupa perjanjian untuk melakukan jasa, di
mana dalam hal ini akuntan publik memberikan jasa sebagai pokok
perikatannya dan pengguna jasa akuntan publik wajib memberi honorarium
sebagai bayaran atas jasa tersebut. Perjanjian antara akuntan publik dan
klien tentang jasa yang akan diberikan dan perihal lain mengenai jasa
tersebut dibuat dalam suatu kontrak formal, yang dalam SPAP telah
ditentukan mengenai perikatan yang akan terjadi dapat dikomunikasikan
dalam bentuk surat perikatan (engagement letter).
91SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik), sumber: Pernyataan Standart Auditing (PSA) nomor 05, SA (Standart Auditting) seksi 310.
62
D. Kerangka Pikir
Bertitik tolak dari rumusan masalah, tujuan penelitian dan tinjauan
pustaka yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, kerangka pikir ini
disusun dengan bertolak pada BW, Undang-Undang Akuntan Publik dan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Jasa Akuntan Publik. Seorang
akuntan publik dapat mengajukan permohonan penghentian pemberian
jasa untuk sementara waktu kepada menteri dengan beberapa syarat yang
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Jasa Akuntan Publik, jika
menteri menyetujui permohonan tersebut maka akuntan publik yang
bersangkutan dalam ketentuan yang berlaku tidak diperbolehkan lagi untuk
melaksanakan jasa asurans. Jika akuntan publik yang bersangkutan masih
sedang terikat kontrak dengan pengguna jasa hingga saat menteri
menyetujui permohonan penghentian pemberian jasa untuk sementara
waktu atas permintaan sendiri tersebut maka kontrak yang telah dibuat
dengan pengguna jasa tidak bisa diselesaikan padahal sesuai dengan
ketentuan asas pacta sunt servanda seseorang yang berjanji harus
memenuhi janjinya karena perjanjian mengikat seperti mengikatnya
undang-undang, maka hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah
akuntan publik tidak harus memenuhi janjinya untuk menyelesaikan
kontraknya karena adanya persetujuan menteri dalam hal ini bagian dari
pemerintah? Lebih jelasnya diperlukan pemahaman lebih tentang asas
pacta sunt servanda yang terkandung dalam Pasal 1338 BW yang menjadi
63
dasar berlakunya asas pacta sunt servanda dalam kontrak antara akuntan
publik dengan pengguna jasa akuntan public.
Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini mengkaji lebih lanjut
mengenai penerapan asas pacta sunt servanda dalam kontrak antara
akuntan publik dengan pengguna jasa akuntan publik dengan variabel
pertamanya adalah prinsip-prinsip asas pacta sunt servanda yang tecantum
dalam subtansi hukum nasional dan variabel kedua merupakan penerapan
asas pacta sunt servanda dalam kontrak antara akuntan publik dengan
pengguna jasa akuntan publik.
Variabel pertama dan kedua tersebut termasuk dalam tipe penelitian
hukum normatif (legal research). Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian normatif ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang fokus
penelitian tertuju pada bahan-bahan hukum tertulis, kemudian mengkajinya
secara mendalam dengan menganalisis isi peraturan perundang-undangan
yang ada. Dengan demikian, jika kedua variabel tersebut beserta masing-
masing indikatornya terharmonisasikan dengan baik, maka diharapkan
akan terwujudnya kepastian juga hukum dan perlindungan hukum terhadap
baik itu terhadap akuntan publik maupun pengguna jasa akuntan publik.
64
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
penelitian hukum normatif (normative legal research). Penelitian hukum
normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan kepustakaan yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum,
penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan
penelitian perbandingan hukum.92 Penelitian hukum normatif tidak
mengenal adanya data.93 Penelitian hukum ini menggunakan bahan-bahan
hukum yang dapat berupa bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.94
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian hukum normatif diartikan sebagai
usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan
dengan orang yang diteliti atau metode-metode untuk mencapai pengertian
tentang masalah penelitian.95 Dengan pendekatan, peneliti akan
mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang
92Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.15. 93Peter Mahmud Marzuki, 2014, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hlm.181. 94I Made Pasek Diantha, 2017, Metode Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, hlm.141. 95Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.17.
65
dicoba untuk dicari jawabannya. Adapun pendekatan yang akan digunakan
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)
a. Pendekatan perundang-undangan ini dilakukan dengan menelaah
semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan
penerapan asas pacta sunt servanda pada perjanjian kerja akuntan
publik, peneliti perlu mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya
undang-undang/regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
sedang ditangani. Dengan mempelajari ratio legis dan dasar ontologis
suatu undang-undang, peneliti diharapkan mampu menangkap
kandungan filosofi yang ada di belakang undang-undang itu. Sebab
dengan memahami kandungan filosofi yang ada di belakang undang-
undang tersebut, peneliti akan dapat menyimpulkan mengenai ada
tidaknya benturan filosofi antara undang-undang dengan isu yang
dihadapi.96 Dalam konteks ini, ketentuan-ketentuan yang akan dilihat
dan dikaji, antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Akuntan Publik, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008
tentang Jasa Akuntan Publik, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.01/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Akuntan Publik
dan Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan
jasa akuntan publik.
96Peter Mahmud Marzuki, Op,Cit, hlm.133-134.
66
2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dalam ilmu
hukum, konsep-konsep dalam hukum perdata, akan berbeda dengan
konsep-konsep dalam hukum pidana maupun hukum lainnya sehingga
dapat dijadikan titik tolak atau pendekatan bagi analisis penelitian hukum,
karena akan banyak muncul konsep bagi suatu fakta hukum.97
Merujuk pada konsep asas pacta sunt servanda menurut Ahmadi Miru
yang menuliskan bahwa setiap orang yang membuat kontrak maka dia
terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut
mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut tersebut
mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.98
C. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian
adalah data sekunder yang berupa:
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif, yang artinya mempunyai otoritas yaitu merupakan hasil
dari tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang
berwenang untuk itu. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-
undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
97Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2006. Hlm. 306. 98Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Op,Cit, hlm. 5.
67
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.99 Adapun
peraturan perundang-undangan yang akan digunakan sebagai
bahan hukum dalam penelitian ini adalah:
a. Burgerlijk Wetboek (BW)
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik.
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015
tentang Praktik Akuntan Publik.
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa
Akuntan Publik.
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.01/2017 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Akuntan Publik.
g. Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum
primer, berupa dokumen-dokumen resmi meliputi buku-buku
mengenai perjanjian, asas pacta sunt servanda, dan buku-buku
lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, dan bahan non hukum
berupa buku-buku mengenai akuntan publik dan wawancara dengan
99Ibid, hlm.181.
68
pihak-pihak akuntan publik di Kota Makassar, antara lain akuntan
publik Rusman Thoeng dan akuntan publik Blasius Mangande.
3. Bahan Hukum tersier
Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, dan
seterusnya.100
D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini baik
terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier dilakukan melalui studi kepustakaan (library research) dengan
mempelajari dan mengkaji sejumlah perundang-undangan, buku-buku,
dokumen-dokumen, baik yang berkaitan dengan peraturan perundang-
undangan maupun dokumen-dokumen yang sudah ada.
E. Teknik Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum baik primer, sekunder maupun tersier akan
diinventarisasi dan diidentifikasi untuk selanjutnya digunakan dalam
menganalisis permasalahan yang berhubungan dengan penelitian ini.
Rangkaian tahapan pengolahan dimulai dengan inventarisasi dan
identifikasi terhadap sumber bahan hukum yang relevan. Langkah
berikutnya melakukan sistemasi keseluruhan bahan hukum yang ada.
100Syahruddin Nawi, 2014, Penelitian Hukum Normatif Versus Penelitian Hukum Empiris, Umitoha, Makassar, hlm.33.
69
Proses sistematisasi ini juga diberlakukan terhadap asas-asas hukum,
konsep serta bahan rujukan lainnya. Rangkaian tahapan tersebut
dimaksudkan untuk mempermudah pengkajian dari permasalahan
penelitian. Melalui rangkaian tahapan ini diharapkan menjadi dasar dalam
mengkaji pemecahan masalah dalam penerapan asas pacta sunt servanda
dalam perjanjian antara akuntan publik dan pengguna jasa akuntan publik.
70
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Keberlakuan Asas Pacta Sunt Servanda pada Perjanjian
antara Akuntan Publik dan Pengguna Jasa Akuntan Publik
1. Perjanjian Jasa Asurans antara Akuntan Publik dan Pengguna Jasa
Akuntan Publik
Jasa asurans merupakan jasa akuntan publik yang menjadi pokok
penelitian penulis, sebab hanya terhadap jasa asurans ketentuan tentang
cuti profesi akuntan publik berlaku. Yang dimaksud dengan jasa asurans
adalah jasa akuntan publik yang bertujuan untuk memberikan keyakinan
bagi pengguna jasa atas hasil evaluasi atau pengukuran informasi
keuangan dan non-keuangan berdasarkan suatu kriteria. Jasa asurans
yang hanya dapat diberikan oleh akuntan publik, meliputi :101
a. jasa audit atas informasi keuangan historis;
b. jasa reviu atas informasi keuangan historis; dan
c. jasa asurans lainnya.
Yang dimaksud dengan jasa audit atas informasi keuangan adalah
perikatan asurans yang diterapkan atas informasi keuangan historis yang
bertujuan untuk memberikan keyakinan memadai untuk kewajaran
penyajian informasi tersebut dan kesimpulannya dinyatakan dalam bentuk
pernyataan positif. Informasi keuangan historis mencakup antara lain
laporan keuangan, bagian dari suatu laporan keuangan atau laporan yang
101Pasal 3 Ayat (1) Undang-undang akuntan publik.
71
dilampirkan dalam suatu laporan keuangan. Sedangkan jasa reviu atas
informasi keuangan adalah perikatan asurans yang diterapkan atas
informasi keuangan historis yang bertujuan untuk memberikan keyakinan
terbatas atas kewajaran penyajian informasi keuangan historis tersebut dan
kesimpulannya dinyatakan dalam bentuk pernyataan negatif dan jasa
asurans lainnya adalah perikatan asurans selain jasa audit atas reviu atas
informasi keuangan historis. Yang termasuk jasa asurans lainnya antara
lain perikatan asurans untuk melakukan evaluasi atas kepatuhan terhadap
peraturan, evaluasi atas efektifitas pengendalian internal, pemeriksaan atas
informasi keuangan prospektif dan penerbitan comfort letter untuk
penawaran umum.102
Sebelum memberikan jasa asurans, terlebih dahulu akuntan publik
dan pengguna jasa akuntan publik membuat surat perjanjian, jika dalam
ilmu hukum dikenal istilah surat kontrak/perjanjian maka dalam profesi
akuntan publik surat kontrak/perjanjian dikenal dengan istilah surat
perikatan (Engagement Letter).
Engagement letter atau yang biasa juga disebut dengan surat
penunjukkan adalah suatu surat atau dokumen perjanjian yang ditanda
tangani oleh akuntan dan pengguna jasa (pihak perusahaan) tentang
penunjukan akuntan sebagai pemeriksa keuangan dimana di dalamnya
dijelaskan hal-hal yang perlu disepakati seperti tujuan, tata cara, waktu dan
102Penjelasan Pasal 3 Ayat (1) Undang-undang Akuntan Publik.
72
mulai pemeriksaan, balas jasa dan hal-hal lain yang dianggap penting.103
Baik pengguna jasa maupun akuntan publik berkepentingan untuk
mengirim surat perikatan lebih baik sebelum dimulainya suatu perikatan
untuk menghindari salah paham berkenaan dengan perikatan tersebut.
Surat perikatan dapat pula mendokumentasikan dan menegaskan
penerimaan akuntan publik atas penunjukan perikatan, tujuan dan lingkup
audit dan luasnya tanggung jawab akuntan publik kepada klien dan bentuk
laporan.
Dalam draf PMK Tahun 2016 ditentukan bahwa akuntan publik dalam
memberikan jasa harus berdasarkan surat perikatan pemberian jasa. Surat
perikatan dibuat antara akuntan publik yang mewakili KAP dengan klien,
surat perikatan tersebut harus sesuai dengan SPAP/pedoman yang
ditetapkan oleh IAPI.104 Bentuk dan isi surat perikatan audit dapat
bervariasi di antara klien namun surat tersebut umumnya berisi:105
1) Tujuan audit atas laporan keuangan.
2) Tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan.
3) Lingkup audit, termasuk penyebutan undang-undang, peraturan,
pernyataan dari badan profesional yang harus dianut oleh auditor.
4) Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan digunakan
oleh auditor untuk menyampaikan hasil perikatan.
103Moenaf H. Regar, Op,Cit, hlm.201. 104 Pasal 52 Draf PMK Tahun 2016 tentang Akuntan Publik. (www.pppk.kemenkeu.go.id. Draf peraturan menteri keuangan ini masih belum disahkan, belum mempunyai nomor peraturan dan belum ada tanggal penetapannya) 105SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik), sumber : PSA (Pernyataan Standart Auditing) nomor 55, SA (Standart Auditing) seksi 320.
73
5) Fakta bahwa karena sifat pengujian dan keterbatasan bawaan lain
suatu audit dan dengan keterbatasan bawaan pengendalian intern,
terdapat risiko yang tidak dapat dihindari tentang kemungkinan
beberapa salah saji material tidak dapat terdeteksi.
6) Akses yang tidak dibatasi terhadap catatan, dokumentasi dan
informasi lain apa pun yang diminta oleh auditor dalam
hubungannya dengan audit.
7) Pembatasan atas tanggung jawab auditor.
8) Komunikasi melalui e-mail.
Akuntan publik dapat pula memasukkan hal berikut ini dalam surat
perikatan auditnya :106
a. Pengaturan berkenaan dengan perencanan auditnya
b. harapan untuk menerima konfirmasi tertentu dari manajemen
tentang representasi yang dibuat dalam hubungannya dengan
audit.
c. permintaan kepada klien untuk menegaskan bahwa syarat-syarat
perikatan telah sesuai dengan membuat tanda penerimaan surat
perikatan audit.
d. penjelasan setiap surat atau laporan yang diharapkan oleh auditor
untuk diterbitkan bagi kliennya.
e. basis perhitungan fee dan pengaturan penagihannya.
106Ibid.
74
Dan jika relevan, butir-butir berikut ini dapat pula dimasukkan dalam
surat perikatan audit, antara lain :
a. Pengaturan tentang pengikut sertaan auditor lain dan atau tenaga
ahli dalam beberapa aspek audit.
b. Pengaturan tentang pengikut sertaan auditor intern dan staf klien
lainnya.
c. Pengaturan jika ada yang harus dibuat dengan auditor pendahulu,
dalam hal audit tahun pertama.
d. Pembatasan atas kewajiban auditor jika kemungkinan ini ada
e. Suatu pengacuan keperjanjian lebih lanjut antara auditor dengan
kliennya.
Dalam melaksanakan setiap perikatan asurans, kode etik
mewajibkan akuntan publik untuk bersikap independen terhadap pengguna
jasa sehubungan dengan kapasitas akuntan publik untuk melindungi
kepentingan publik. Perikatan asurans bertujuan untuk meningkatkan
tingkat keyakinan pengguna hasil pekerjaan perikatan asurans atas hasil
pengevaluasian atau hasil pengukuran yang dilakukan atas hal pokok
berdasarkan suatu kriteria tertentu.107
Pertanggung jawaban akuntan publik terhadap kepercayaan publik
yang diberikan kepadanya, menjadi dasar keharusan hadirnya kualitas
kebenaran dari setiap hasil audit ataupun pemeriksaan laporan keuangan
yang dilakukannya. Ketatnya seluruh persyaratan yang wajib dipenuhi
107Kode Etik Profesi Akuntan Publik Tahun 2008, seksi 290.1-2
75
seseorang untuk menjadi akuntan publik, secara teori mengharuskan
keberadaan dan hasil kerja dari akuntan publik tidak perlu diperdebatkan
tentang akurasi dan kebenarannya.
Akuntan publik dan/atau KAP bertanggung jawab atas seluruh jasa
yang diberikan, akuntan publik bertanggung jawab atas laporan auditor
independen dan kertas kerja dari akuntan publik yang bersangkutan selama
10 tahun. Dalam masa 10 tahun tersebut akuntan publik dan/atau KAP juga
wajib memelihara laporan auditor independen, kertas kerja dan dokumen
pendukung lainnya yang berkaitan dengan pemberian jasa.108
Adapun tanggung jawab perdata seorang akuntan publik jika
berdasarkan Pasal 16 PMK Nomor 17 Tahun 2008, sebuah KAP hanya
dapat berbentuk Perseorangan ataupun Persekutuan Perdata atau
Persekutuan Firma. Mengingat badan usaha yang menjadi dasar dari KAP
tersebut bukanlah berbentuk badan hukum, maka tanggung jawab terhadap
kewajiban untuk mengganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan, sesuai
dengan ketentuan pasal 1365 BW, dibebankan kepada pribadi dari anggota
persekutuan tersebut secara tanggung renteng. Dengan pengertian lain,
bahwa harta yang akan menjadi jaminan pembayaran terhadap pemenuhan
ganti-ganti rugi adalah harta pribadi dari masing-masing Akuntan Publik
dalam hal KAP yang merupakan badan usaha dalam menjalankan jasanya
108Pasal 44 PMK Nomor 17 tahun 2008.
76
berbentuk Perorangan ataupun Persekutuan Perdata ataupun Persekutuan
Firma.109
Laporan keuangan yang disajikan kepada pihak pemakai merupakan
tanggung jawab penuh pihak manajemen (pengguna jasa). Tanggung
jawab akuntan publik atas laporan keuangan yang disajikan oleh pihak
manajemen (pengguna jasa) hanya terbatas pada memberikan pernyataan
pendapat bahwa laporan keuangan (pengguna jasa) tersebut wajar atau
tidak wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.110
2. Hak Dan Kewajiban Akuntan Publik dan Pengguna Jasa Akuntan Publik
Dalam Undang-undang Akuntan Publik diatur antara lain tentang hak
dan kewajiban seorang akuntan publik. Setelah memperoleh izin menjadi
akuntan publik yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, akuntan publik
harus mematuhi kewajiban dan larangan sesuai ketentuan dalam Undang-
Undang Akuntan Publik antara lain sebagai berikut:111
1. Berhimpun dalam asosiasi profesi Akuntan Publik yang ditetapkan
oleh Menteri (dalam hal ini asosiasi tersebut adalah IAPI).
2. Berdomisili di wilayah Indonesia.
109 Kewajiban dan Tanggung Jawab Hukum Akuntan Publik http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21999/kewajiban-dan-tanggung-jawab-hukum-akuntan-publik, di akses pada tanggal 20 November 2017. 110PSA (Pernyataan Standar Audit) nomor 02 (SA nomor 2) 111Pasal 25 Undang-undang Akuntan Publik.
77
3. Mendirikan atau menjadi rekan pada KAP dalam jangka waktu 180
hari sejak izin Akuntan Publik yang bersangkutan diterbitkan.
4. Melaporkan secara tertulis kepada Menteri dalam jangka waktu
paling lambat 30 hari sejak:
1. Menjadi rekan pada KAP
2. Mengundurkan diri dari KAP
3. Merangkap jabatan yang tidak dilarang dalam undang-
undang.
5. Menjaga kompetensi melalui pelatihan professional berkelanjutan
6. Berperilaku baik, jujur, bertanggungjawab dan mempunyai integritas
yang tinggi.
7. Dalam memberikan jasanya, Akuntan Publik wajib:
1. Melalui KAP.
2. Mematuhi dan melaksanakan SPAP dan kode etik profesi, serta
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jasa
yang diberikan.
3. Membuat kertas kerja dan bertanggungjawab atas kertas kerja
tersebut.
Adapun kewajiban akuntan publik yang di atur pasal lain dalam
undang-undang akuntan publik yaitu :
a. Dalam memberikan jasa asurans, akuntan publik dan KAP wajib
menjaga independensi serta bebas dari benturan kepentingan.112
112Pasal 28 Ayat (1) Undang-undang Akuntan Publik.
78
b. Akuntan publik wajib menjaga kerahasiaan informasi yang
diperolehnya dari klien.113
Sedangkan yang menjadi hak seorang akuntan publik adalah: 114
a. Memperoleh imbalan jasa
b. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang telah
memberikan jasa sesuai dengan SPAP.
c. Memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya yang
berkaitan dengan pemberian jasa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
Sebaliknya pengguna jasa akuntan publik juga memiliki hak dan
kewajiban. Adapun hak dan kewajiban pengguna jasa sebagai konsumen
akuntan publik di atur dalam ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya
disingkat (Undang-undang Perlindungan Konsumen) antara lain :
Hak pengguna jasa akuntan publik sebagai konsumen adalah:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
113Pasal 29 Ayat (1) Undang-undang Akuntan Publik. 114Pasal 24 Undang-undang Akuntan Publik
79
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau
jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Adapun kewajiban pengguna jasa akuntan publik sebagai akuntan
publik konsumen adalah:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
80
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
Hak dan kewajiban pengguna jasa akuntan publik yang disebutkan
dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen di
atas tentu tidak sepenuhnya berlaku kepada pengguna jasa akuntan publik
karena hak dan kewajiban tersebut meliputi juga hak dan kewajiban
konsumen barang.
Cuti profesi merupakan salah satu hak yang dapat diajukan oleh
akuntan publik yang di atur dalam pasal lain dalam undang-undang akuntan
publik, karena merupakan hak maka sebelum mengajukan cuti profesi
akuntan publik terlebih dahulu harus menunaikan kewajiban terkait
pemberian jasa yakni menyelesaikan perikatan yang telah dibuat dengan
klien. Akuntan publik wajib membuat kertas kerja dan bertanggungjawab
atas kertas kerja tersebut, kertas kerja itu sendiri dalam undang-undang
diartikan sebagai dokumen tertulis, dokumen eletronik, atau dokumen
dalam bentuk lainnya yang menggambarkan proses dan hasil kerja akuntan
publik.115 Dan jika akuntan publik tidak dapat menyelesaikan jasa dalam
perikatannya, maka pengguna jasa berhak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
115Penjelasan Pasal 25 Ayat (2) Undang-undang Akuntan Publik.
81
3. Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian Jasa Asurans antara Akuntan Publik dan Pengguna Jasa Akuntan Publik Sebelum membahas tentang keberlakuan asas pacta sunt servanda
pada perjanjian antara akuntan publik dan pengguna jasa akuntan publik
harus diketahui terlebih dahulu hubungan antara asas hukum dan aturan
hukum, jadi asas hukumlah yang melahirkan norma hukum kemudian
norma hukum yang melahirkan aturan hukum. Dari satu asas hukum dapat
melahirkan lebih dari satu norma hukum hingga tak terhingga jumlahnya.116
Dalam hal ini dari asas hukum pacta sunt servanda lahirlah norma
hukum “perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihak
sebagaimana mengikatnya undang-undang” yang termaktub dalam Pasal
1338 Ayat (1) BW yang menjadi salah satu landasan bergeraknya hukum
kontrak. Asas pacta sunt servanda atau yang istilah lengkapnya adalah
pacta convent quae neque contra leges neque dalo maloinita sunt
omnimodo observanda sunt berarti suatu kontrak yang tidak dibuat secara
illegal dan tidak berasal dari penipuan harus sepenuhnya diikuti. Kekuatan
berlakunya pacta sunt servanda ini sangat kuat dengan hanya memberikan
beberapa kekecualian.117
Maksud asas pacta sunt servanda dalam suatu perjanjian, tidak lain
adalah untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah
membuat perjanjian itu. Menurut Subekti bahwa :118
116Achmad Ali, 2015, Menguak Tabir Hukum Edisi Kedua, Prenamedia Group, Jakarta, hlm.9. 117Munir Fuady, Teori-Teori Besar dalam Hukum, Op,Cit, hlm.210. 118Qirom A. Syamsudin Meliala, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, hlm.20
82
“Tujuan asas pacta sunt servanda adalah untuk memberikan perlindungan
kepada para pembeli bahwa mereka tak perlu khawatir akan hak-haknya
karena perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi para
pembuatnya”.
Pada perjanjian antara akuntan publik dan pengguna jasa akuntan
publik, kekuatan mengikatnya kontrak terletak pada bentuknya yang tertulis
dan pada kesepakatan para pihak. Kontrak yang sebatas kata-kata yang
diucapkan sama sekali tidak mengikat pada perjanjian ini. Menurut Rusman
Thoeng sangatlah penting untuk membuat kontrak dengan pengguna jasa
terlebih dahulu sebelum memberikan jasa, kontrak tersebut dalam bentuk
tertulis yang disebut surat perikatan atau Engagement Letter.119 Menurut
Blasius Mangande kontrak dibuat agar kedua pihak mendapatkan
kepastian hukum.120
Sebagaimana yang diatur dalam BW, asas pacta sunt servanda
mensyaratkan bahwa sebuah kontrak juga harus dijalankan dengan iktikad
baik dan keterikatan kepada suatu kontrak bukan hanya terhadap apa-apa
yang ditulis dalam kontrak tersebut, melainkan dalam menjalankan kontrak
tersebut para pihak juga terikat terhadap prinsip iktikad baik, keadilan,
kesusilaan dan kebiasaan dalam menjalankan kontrak.121
119Hasil wawancara dengan Akuntan Publik Roesman Thoeng, di KAP Drs. Roeman Thoeng, di Jalan Rusa Makassar, tanggal 13 Juni 2017. 120Hasil wawancara dengan Akuntan Publik Blasius Mangande, di KAP Drs. Thomas Blasius Widartoyo & Rekan Cabang Makassar, di Jalan Boulevard Makassar, tanggal 28 Agustus 2017. 121Munir Fuady, Teori-Teori Besar dalam Hukum, Op,Cit, hlm.242.
83
Dengan demikian kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh akuntan
publik dengan pengguna jasa harus pula dijalankan dengan iktikad baik
serta para pihak antara lain akuntan publik dan pengguna jasa tidak hanya
terikat terhadap apa yang telah tertulis dalam kontrak yang telah mereka
buat akan tetapi dalam menjalankan kontrak mereka juga terikat dengan
prinsip iktikad baik, keadilan, kesusilaan dan kebiasaan.
Iktikad baik dalam ilmu hukum sendiri terbagi dua yaitu iktikad baik
yang subyektif dan itikad baik yang obyektif. Iktikad baik dalam pengertian
subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan
suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang
pada waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan iktikad baik dalam
pengertian yang obyektif maksudnya bahwa pelaksanaan suatu perjanjian
itu harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa yang dirasakan
sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.122
Dalam kode etik profesi akuntan publik disebutkan dalam sub bab
tentang penerimaan perikatan (kontrak dengan pengguna jasa) bahwa
sebelum menerima perikatan akuntan publik hanya boleh memberikan jasa
profesionalnya jika memiliki kompetensi untuk melaksanakan perikatan
tersebut, akuntan publik juga harus memahami benar mengenai sifat dan
kompleksitas kegiatan bisnis klien, persyaratan perikatan, serta tujuan, sifat
dan lingkup pekerjaan yang akan dilakukan.123
122Qirom A. Syamsudin Meliala, Op,Cit, hlm.19. 123Kode Etik Profesi Akuntan Publik Tahun 2008, seksi 210.7-8.
84
Sebelum membuat kontrak dengan tujuan untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan, kode etik mensyaratkan bahwa akuntan publik harus
mengenali calon kliennya, keinginan klien dan kemampuan akuntan publik
itu sendiri, sehingga tercipta trust (kepercayaan) antara para pihak, akuntan
publik percaya pada klien bahwa jasanya tidak akan digunakan untuk hal-
hal yang bertentangan dengan keadilan, kebiasan ataupun kesusilaan dan
klien percaya bahwa akuntan publik yang bersangkutan memang memiliki
kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan perjanjian (yang dalam
kode etik disebut perikatan) dengan baik.124
Ini erat pula kaitannya dengan iktikad baik (good faith) yang
merupakan dasar utama bagi berlakunya prinsip pacta sunt servanda, di
mana suatu kontrak harus dijalankan dengan tidak berburuk sangka, jadi
para pihak harus menjalankannya dalam keadaan bona fide (beriktikad
baik).125
Penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara waktu atas
permohonan sendiri yang selanjutnya disebut cuti profesi adalah
persetujuan dari menteri kepada akuntan publik untuk tidak memberikan
jasa asurans untuk sementara waktu. Di tahun 2017 tercatat 56 orang
akuntan publik yang masuk dalam daftar anggota IAPI pemegang izin
akuntan publik tidak aktif karena cuti.126 Akuntan publik yang sedang
menjalani cuti profesi diwajibkan tetap berhimpun dalam asosiasi profesi
124Ibid. 125Qirom A. Syamsudin Meliala, Loc,Cit. 126Directory IAPI 2017 www.iapi.or.id
85
akuntan publik yang bersifat nasional seperti IAPI dan menjaga kompetensi
dengan mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan (untuk selanjutnya
disebut PPL) yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan kompetensi
akuntan publik itu sendiri walaupun sedang dalam masa cuti. Hal ini
ditentukan dalam Pasal 33 Ayat (3) PMK Nomor 17 Tahun 2008 yang
menentukan:
“Akuntan Publik yang sedang menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu atas permintaan sendiri, tetap wajib mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) sebanyak 30 (tiga puluh) Satuan Kredit PPL (SKP) dengan paling sedikit 15 (lima belas) SKP di antaranya di bidang auditing dan akuntansi untuk periode 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu”
Akuntan publik yang sedang cuti profesi dilarang untuk:127
1. Menandatangani perikatan jasa asurans;
2. Menandatangani laporan pemberian jasa asurans;
3. Memiliki KAP perseorangan atau menjadi pemimpin KAP.
Dan akuntan publik yang sedang cuti profesi diizinkan untuk :128
1. Rangkap jabatan
2. Tidak berdomisili di Indonesia
3. Menjadi rekan pada KAP
4. Menjadi akuntan publik tanpa KAP
5. Memberikan jasa non-asurans dalam hal akuntan publik menjadi
rekan KAP.
127Pasal 14 Draf PMK tentang akuntan publik, www.pppk.kemenkeu.go.id. (Draf peraturan menteri keuangan ini masih belum disahkan, belum mempunyai nomor peraturan dan belum ada tanggal penetapannya). 128Ibid.
86
Pada larangan poin 1 dan 2 di atas dapat diketahui bahwa sebelum
permohonan cuti profesi disetujui oleh menteri maka akuntan publik yang
bersangkutan harus terlebih dahulu menyelesaikan perikatan
profesionalnya dengan klien dalam hal ini dikhususkan hanya untuk jasa
asurans. Itu berarti larangan ini hanya berlaku untuk jasa audit atas
informasi keuangan historis, jasa reviu atas informasi keuangan historis dan
jasa asurans lainnya, antara lain perikatan asurans untuk melakukan
evaluasi atas kepatuhan terhadap peraturan, evaluasi atas efektifitas
pengendalian internal, pemeriksaan atas informasi keuangan prospektif
dan penerbitan comfort letter untuk penawaran umum. Sedangkan untuk
jasa non-asurans seperti jasa pembukuan atau jasa perpajakan, akuntan
publik masih diizinkan untuk memberikan jasa tersebut dengan syarat
akuntan publik yang bersangkutan menjadi rekan suatu KAP. Hal ini
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 25 Ayat (2) Undang-undang Akuntan
Publik bahwa akuntan publik dalam memberikan jasanya wajib melalui
KAP.
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 13 Juni 2017 dengan
akuntan publik di Kota Makassar yang juga menjabat sebagai bendahara
korwil IAPI Rusman Thoeng dan hasil wawancara pada tanggal 28 Agustus
2017 dengan akuntan publik Blasius Mangande yang juga menjabat
sebagai kordinator IAPI wilayah Indonesia Timur, penulis menyimpulkan
bahwa asas pacta sunt servanda berlaku penuh pada perjanjian antara
akuntan publik dengan pengguna jasa terkait pemberian jasa asurans.
87
Menurut Rusman Thoeng sebelum memohon cuti profesi terlebih
dahulu akuntan publik harus memenuhi kontrak yang telah dibuatnya/
menyelesaikan jasa asurans terlebih dahulu. Kontrak dengan klien telah
sepenuhnya diselesaikan jika telah terbit laporan jasa, maka mekanisme
permohonan cuti profesi baru bisa diajukan tentu jika laporan jasa telah
terbit, sebab sangatlah penting bagi akuntan publik untuk memenuhi semua
isi kontrak yang telah dibuat tanpa ada pengecualian.129 Menurut Blasius
Mangande, akuntan publik tidak boleh mengajukan permohonan cuti profesi
saat masih terikat kontrak, akuntan publik harus memenuhi isi kontak
dengan menyelesaikan jasa terlebih dahulu, cuti profesi dapat diajukan jika
telah terbit laporan jasa dan tidak ada complain atas laporan jasa tersebut
yang patut ditindaklanjuti.130
Akuntan publik bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaannya
sesuai kontrak dan terkait cuti profesi, akuntan publik tidak boleh lagi
memberikan jasa asurans ketika sudah mendapat persetujuan menteri atas
cuti profesi yang diajukan. Hal ini diatur dalam Pasal 9 Ayat (4) Undang-
undang Akuntan Publik. Tapi sekali lagi ini hanya berlaku untuk jasa
asurans, jika akuntan publik yang bersangkutan masih memegang izin
sebagai konsultan pajak dalam hal ini izinnya masih ada dan berlaku maka
akuntan publik tersebut diperbolehkan memberikan jasanya sebagai
konsultan pajak, termasuk pula jasa-jasa lainnya selain jasa asurans.
129Hasil wawancara dengan Akuntan Publik Roesman Thoeng, di KAP Roeman Thoeng, di Jalan Rusa Makassar, tanggal 13 Juni 2017. 130Hasil wawancara dengan Akuntan Publik Blasius Mangande, di KAP Drs. Thomas Blasius Widartoyo & Rekan Cabang Makassar, di Jalan Boulevard Makassar, tanggal 28 Agustus 2017.
88
Akuntan publik mengajukan cuti profesi karena alasan yang berbeda-
beda namun umumnya terkait karena adanya larangan rangkap jabatan.131
Sebab akuntan publik dilarang merangkap jabatan sebagai:132
a. Pimpinan, pengurus atau pegawai pada badan usaha milik
negara, daerah, swasta atau rekan pada badan usaha lainnya.
b. Pimpinan, pengurus atau pegawai pada badan hukum lainnya.
c. Pimpinan atau pengurus partai politik.
d. Pimpinan, pengurus atau pegawai pada lembaga pendidikan
atau
e. Komisaris, komite yang bertanggung jawab kepada komisaris
atau jabatan lain yang menjalankan fungsi yang sama dengan
komisaris atau komite dimaksud pada lebih dari 2(dua) badan
usaha milik negara, daerah, swasta atau badan hukum lainnya.
Larangan merangkap jabatan sebagaimana dimaksud di atas,
dikecualikan bagi akuntan publik yang merangkap sebagai:133
a. Dosen pada perguruan tinggi yang tidak menduduki jabatan sebagai
rektor, pembantu rektor, dekan, pembantu dekan, ketua sekolah
tinggi, direktur atau jabatan yang setara.
b. Komisaris, komite yang bertanggung jawab kepada komisaris atau
jabatan lain yang menjalankan fungsi yang sama dengan komisaris
atau komite dimaksud, pada tidak lebih dari 2 (dua) badan usaha
131Hasil wawancara dengan Akuntan Publik Roesman Thoeng, di KAP Drs. Roeman Thoeng, di Jalan Rusa Makassar, tanggal 13 Juni 2017. 132PMK Nomor 17 Tahun 2008 Pasal 46. 133Ibid.
89
milik negara, daerah, swasta, atau badan hukum lainnya; atau
c. Pimpinan, pengurus, atau pegawai pada Ikatan Akuntan Indonesia,
IAPI, yayasan keagamaan, atau badan hukum lain yang semata-
mata didirikan untuk kepentingan sosial.
Pada tanggal 6 November 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati baru saja menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.01/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Akuntan Publik
(untuk selanjutnya disingkat PMK Nomor 154 Tahun 2017) diundangkan di
Jakarta pada tanggal 8 November 2017, yang mana dalam Pasal 8 diatur
antara lain :
(1) Untuk memperoleh persetujuan penghentian pemberian jasa asurans
untuk sementara waktu, Akuntan Publik harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Menteri u.p. Kepala PPPK dengan melengkapi formulir
permohonan dan melampirkan dokumen pendukung.
(2) Formulir permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. fotokopi bukti keanggotaan Asosiasi Profesi Akun tan Publik yang
masih berlaku;
b. surat rekomendasi dari Asosiasi Profesi Akuntan Publik;
c. surat rekomendasi dari Pemimpin KAP bagi KAP yang berbentuk
selain perseorangan;
90
d. surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa
Akuntan Publik yang bersangkutan telah menyelesaikan perikatan
profesional yang ditandatangani oleh yang bersangkutan dan
diketahui oleh Pemimpin KAP; dan
e. bukti pembayaran atas denda dalam hal Akuntan Publik dikenai
sanksi administratif berupa denda
Persyaratan dalam Pasal 8 Ayat (3) Huruf d yang menentukan
penambahan dokumen pendukung berupa surat pernyataan bermaterai
cukup yang menyatakan bahwa Akuntan Publik yang bersangkutan telah
menyelesaikan perikatan profesional yang ditandatangani oleh akuntan
publik yang bersangkutan menjadi persyaratan baru yang harus dilengkapi
seorang akuntan publik jika ingin mengajukan cuti profesi, persyaratan
tersebut kemudian menjadi jawaban akan kepastian hukum keberlakuan
asas pacta sunt servanda dalam perjanjian jasa asurans. Dengan
diperbaruinya persyaratan cuti profesi dalam PMK Nomor 154 tahun 2017
ini keberlakuan asas pacta sunt servanda dalam perjanjian jasa asurans
menjadi sangat jelas dan tidak perlu lagi dipertanyakan, tidak lagi
memerlukan penafsiran karena kekosongan undang-undang, peraturan
baru ini memberikan suatu pegangan yang jelas bahwa tidak dimungkinkan
lagi perikatan dalam jasa asurans yang belum terselesaikan saat
permohonan cuti profesi akuntan publik telah disetujui.
91
B. Tuntutan Pengguna Jasa Akuntan Publik terhadap Akuntan
Publik
1. Akuntan Publik Tidak Memenuhi Kontrak
Mengacu pada Pasal 8 Ayat (3) PMK Nomor 154 Tahun 2017 maka
pemenuhan kontrak yang telah dibuat merupakan keharusan bagi akuntan
publik terkait pemberian jasa asurans dan asas pacta sunt servanda jelas
berlaku pada perjanjian jasa asurans. Jadi jika mengacu pada PMK nomor
17 Tahun 2008 sebelum persyaratan cuti profesi diperbarui maka akuntan
publik yang mengajukan permohonan cuti profesi sebelum menyelesaikan
seluruh isi perikatan dapat mengakibatkan terjadinya wanprestasi, karena
sengaja ataupun tidak, prestasi yang dilakukan akuntan publik tidak
sempurna, sedangkan jika mengacu pada persyaratan terbaru cuti profesi
yang diatur dalam PMK 154 Tahun 2017, sebab surat pernyataan mengenai
penyelesaian perikatan profesional merupakan salah satu dokumen
pendukung yang harus dilengkapi untuk mengajukan cuti profesi maka tidak
dimungkinkan akuntan publik untuk tidak menyelesaikan kontraknya
sebelum cuti profesi. Hal ini kemudian tidak memungkinkan terjadinya
wanprestasi yang dilakukan oleh akuntan publik yang dapat merugikan
pengguna jasa akuntan publik.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu perikatan asurans
bergantung pada besar kecil dan rumit tidaknya bisnis klien, bagus tidaknya
sistem akuntansi klien dan berdasarkan program audit yang disiapkan oleh
92
KAP.134 Dalam menyelesaikan suatu perikatan asurans secara umum
menurut perencanaan akuntan publik membutuhkan waktu 2-3 bulan,
tergantung pada kompleksitas pekerjaan seperti besar perusahaan dan
lain-lain, jika telah terbit laporan jasa dan tidak ada keluhan atas laporan
jasa yang patut ditindaklanjuti maka berakhir pula perikatan antara akuntan
publik dan klien.135
Adapun larangan akuntan publik memberikan jasa dalam masa cuti
profesi diatur jelas dalam Pasal 9 Ayat (4) Undang-undang Akuntan Publik
yang menentukan: “Dalam masa penghentian pemberian jasa asurans
untuk sementara waktu, akuntan publik tidak dapat memberikan jasa
asurans sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (1)”.
Jika melanggar ketentuan di atas dapat dikenakan sanksi administratif
sesuai dengan Pasal 53 Undang-undang Akuntan Publik. Adapun sanksi
administratif tersebut dapat berupa:136
a. Rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu;
b. Peringatan tertulis;
c. Pembatasan pemberian jasa kepada suatu entitas tertentu;
d. Pembatasan pemberian jasa tertentu;
e. Pembekuan izin;
f. Pencabutan izin; dan/atau
134Hasil wawancara dengan Akuntan Publik Roesman Thoeng, di KAP Drs. Roeman Thoeng, di Jalan Rusa Makassar, tanggal 13 Juni 2017. 135Hasil wawancara dengan Akuntan Publik Blasius Mangande, di KAP Drs. Thomas Blasius Widartoyo & Rekan Cabang Makassar, di Jalan Boulevard Makassar, tanggal 28 Agustus 2017 . 136Pasal 53 Ayat (3) Undang-undang Akuntan Publik.
93
g. Denda
Dalam ayat selanjutnya dalam pasal yang sama diatur bahwa “denda
sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) huruf g dapat diberikan tersendiri
atau bersamaan dengan pengenaan sanksi administratif lainnya”.
Adapun jenis sanksi-sanksi administratif yang diatur dalam Undang-
undang Akuntan Publik tersebut di atas tidak hanya ditujukan untuk
pelanggaran terhadap Pasal (9) Ayat (4) tapi juga terhadap pasal-pasal lain
yang diatur dalam Pasal 53 Ayat (2). Jika melihat jenis-jenis sanksi
administratif di atas, maka untuk akuntan publik yang memberikan jasa
asurans dalam masa cuti profesi menurut Roesman Thoeng dapat
dikenakan sanksi huruf e yaitu pembekuan izin.
Diberi sanksi administratif jika akuntan publik memberikan jasa
asurans dalam masa cuti profesi, akan tetapi jika akuntan publik
wanprestasi disebabkan kontak tidak terpenuhi maka klien berhak untuk
menuntut akuntan publik sampai ke pengadilan jika tidak dapat diselesaikan
secara kekeluargaan mengingat kerugian yang diderita pasti tidak sedikit.
Seorang akuntan publik bertanggung jawab kepada klien menurut
hukum kerugian (tort law137). Hukum kerugian adalah hukum yang
mengatur tentang tuntutan ganti rugi.138 Tindakan merugikan (tort action)
adalah tindakan salah yang merugikan milik, badan, atau reputasi
137William C Boynton, Raymond N Johnson dan Walter G kell dalam buku “Modern Auditing” mengartikan tort law sebagai hukum yang mengatur tentang tuntutan ganti rugi, sedangkan dalam beberapa literatur hukum tort law diartikan sebagai perbuatan melawan hukum. 138William C Boynton, Raymond N Johnson dan Walter G kell, Modern Auditing, edisi 7, jilid I, Erlangga,hlm 142.
94
seseorang. Tindakan merugikan dapat dilakukan berdasarkan salah satu
penyebab berikut ini :139
1. Kelalaian yang biasa (ordinary negligence), yaitu kelalaian untuk
menerapkan tingkat kecermatan yang biasa dilakukan secara
wajar oleh orang lain dalam kondisi yang sama.
2. Kelalaian kotor (gross negligence), kelalaian untuk menerapkan
tingkat kecermatan yang paling ringan dalam suatu kondisi
tertentu.
3. Kecurangan (fraud), yaitu penipuan yang direncanakan misalnya
salah saji, menyembunyikan,mengungkapkan sehingga dapat
merugikan pihak lain.
Berdasarkan hukum kerugian, biasanya pihak yang dirugikan mencari
kerugian keuangan. Kertas kerja akuntan publik sangat penting untuk
membuktikan bahwa tuntutan pelanggaran kontrak dan pelanggaran tugas
adalah tidak benar berdasarkan hukum kerugian. Dalam banyak kasus,
penggugat memiliki hak untuk menuntut dengan menggunakan pasal-pasal
kontrak atau menggunakan hukum kerugian.140
Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya
sehingga jika memang terjadi kelalaian pihak akuntan publik, maka akuntan
publik dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum sebagai bentuk
kewajiban hukum akuntan publik dan di dalam praktiknya sudah terbukti
139Ibid. 140Ibid, hlm143.
95
bahwa akuntan publik yang melakukan pelanggaran dapat dituntut secara
hukum sebagai bentuk pertanggungjawaban atas jasa yang diberikannya.
Pada akhir tahun 2012, seorang akuntan publik Hartati di Jakarta
mengajukan permohonan cuti profesi saat ia masih sedang terikat kontrak
dengan pengguna jasa. Tanpa memerlukan banyak waktu, berkas
permohonan cuti profesi yang diajukan disetujui menteri. Menyadari sudah
tak bisa melanjutkan kontrak, akuntan publik dan juga pengguna jasa yang
telah menjadi langganan itupun memilih untuk menyelesaikan masalah
dengan kekeluargaan, diputuskanlah untuk membatalkan surat perikatan
yang sudah ada dan pekerjaan audit tersebut dibuatkan surat perikatan
baru dengan akuntan publik lain di KAP yang sama tempat Hartati bekerja
dan setengah dari fee atas jasa tersebut dibayarkan oleh Hartati sebagai
bentuk ganti rugi.141 Blasius Mangande menambahkan jika terjadi suatu
masalah antara akuntan publik dan pengguna jasa, hal yang pertama
dilakukan adalah menyelesaikan masalah secara kekeluargaan, jika tidak
ditemukan solusi dengan cara kekeluargaan barulah masalah tersebut di
bawah ke ranah hukum.
141Hasil wawancara dengan Akuntan Publik Blasius Mangande, di KAP Drs. Thomas Blasius Widartoyo & Rekan Cabang Makassar, di Jalan Boulevard Makassar, tanggal 28 Agustus 2017 .
96
2. Ganti Rugi Karena Wanprestasi
Menurut Ahmadi Miru wanprestasi dapat terjadi dengan dua cara,
yaitu sebagai berikut :142
a. Pemberitahuan atau somasi, yaitu apabila perjanjian tidak
menentukan waktu tertentu kapan seseorang dinyatakan
wanprestasi atau perjanjian tidak menentukan batas waktu tertentu
yang dijadikan patokan tentang batas waktu tertentu yang dijadikan
patokan tentang wanprestasinya debitur, harus ada pemberitahuan
dulu kepada debitur tersebut tentang kelalaiannya atau
wanprestasinya. Jadi pada intinya ada pemberitahuan walaupun
dalam Pasal 1238 BW dikatakan surat perintah atau akta sejenis.
Namun, yang paling penting ada peringatan atau pemberitahuan
kepada debitur agar dirinya mengetahui bahwa dirinya dalam
keadaan wanprestasi.
b. Sesuai dengan perjanjian, yaitu jika dalam perjanjian itu ditentukan
jangka waktu pemenuhan perjanjian dan debitur tidak memenuhi
pada waktu tersebut, dia telah wanprestasi.
Dan Qiram Syamsuddin Meliala berpendapat bahwa wanprestasi
dapat timbul dari dua hal :143
1. Kesengajaan, maksudnya perbuatan itu memang diketahui atau
dikehendaki oleh debitur;
142Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan, Op,Cit. hlm.9. 143Qiram Syamsuddin Meliala, Op,Cit, hlm.29.
97
2. Kelalaian, maksudnya si debitur tidak mengetahui adanya
kemungkinan bahwa akibat itu akan timbul.
Kedua hal tersebut menimbulkan akibat yang berbeda di mana dalam
adanya kesengajaan debitur, maka debitur harus lebih banyak mengganti
kerugian daripada dalam hal adanya kelalaian.
Ada dua kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh pihak yang
dirugikan, yaitu pembatalan atau pemenuhan kontrak. Namun jika dua
kemungkinan pokok tersebut diuraikan lebih lanjut, kemungkinan tersebut
dapat di bagi menjadi empat, yaitu:144
1. Pembatalan kontrak saja;
2. Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi;
3. Pemenuhan kontrak saja;
4. Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi.
Jadi jika akuntan publik wanprestasi, maka klien akuntan publik
berhak untuk memilih tetap menuntut pemenuhan atau menuntut
pembatalan perjanjian, keduanya disertai atau tanpa disertai dengan
tuntutan ganti rugi. Tetapi karena berdasarkan peraturan Pasal 9 Ayat (4)
Undang-undang Akuntan Publik yang menentukan bahwa dalam masa
penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara waktu akuntan
publik tidak dapat memberikan jasa asurans, maka jika akuntan publik
wanprestasi klien tidak dimungkinan untuk menuntut pemenuhan
perjanjian.
144Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Op,Cit, hlm.75.
98
Kemudian J. Satrio mengajarkan bahwa kalau prestasi itu sudah tidak
mungkin untuk dipenuhi, hak tuntut pemenuhan menjadi tidak ada artinya
dan klien harus puas dengan penggantian sejumlah uang.145
Jika ada pihak yang tidak melaksanakan komitmen yang sudah
dituangkan dalam perjanjian maka berdasarkan hukum, dia dapat
dimintakan tanggung jawabnya jika pihak lain dalam perjanjian menderita
kerugian karenanya. BW memerinci kerugian (yang harus diganti rugi) pada
Pasal 1239 BW yang mengatur : “Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya,
mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian
biaya, rugi dan bunga”.
Ganti kerugian dapat berupa biaya, rugi dan bunga, yang masing-
masing dapat dijelaskan sebagai berikut:146
a) Biaya pada umumnya merupakan pengeluaran nyata dan
berbentuk uang, yang dikeluarkan oleh kreditur dalam kaitannya
dengan perjanjiannya dengan debitur tersebut.
b) Rugi, walaupun pada umumnya tidak berupa uang, tetapi dapat
dinilai dengan uang.
c) Bunga adalah keuntungan yang diharapkan.
Dalam literatur dan yurisprudensi dikenal pula beberapa model ganti
rugi atas terjadinya wanprestasi yaitu sebagai berikut :147
145J. Satrio, Op,Cit, hlm.12. 146Ahmadi Miru, Hukum Perikatan, Op,Cit, hlm.6. 147Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Op,Cit, hlm.227-228.
99
a. Ganti rugi yang ditentukan dalam perjanjian.
Yang dimaksud dengan ganti rugi yang ditentukan dalam
perjanjian adalah suatu model ganti rugi karena wanprestasi di
mana bentuk dan besarnya ganti rugi tersebut sudah ditulis dan
ditetapkan dengan pasti dalam perjanjian ketika perjanjian
ditanda tangani, meskipun saat itu tentu saja wanprestasi
belum terjadi sama sekali.
b. Ganti rugi espektasi.
Adalah suatu bentuk ganti rugi tentang hilangnya keuntungan
yang diharapkan (di masa yang akan datang) seandainya
perjanjian tersebut tidak wanprestasi.
c. Penggantian biaya (out of pocket).
Adalah ganti rugi berupa pergantian seluruh biaya yang telah
dikeluarkan oleh satu pihak yang harus dibayar oleh pihak lain
yang telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian
tersebut.
d. Restitusi.
Adalah suatu model ganti rugi yang juga menempatkan
perjanjian pada posisi seolah-olah sama sekali tidak terjadi
perjanjian. Akan tetapi dalam hal ini yang harus dilakukan
adalah mengembalikan seluruh nilai tambah dalam wujudnya
semula yang diterima oleh salah satu pihak dari pihak yang
lainnya.
100
e. Quantum meruit.
Merupakan varian dari restitusi, maka sangat banyak kemiripan
di antara kedua model ganti rugi tersebut, di mana ganti rugi
tersebut pada intinya adalah mengenai pengembalian nilai
tambah yang telah diterimanya selama perjanjian mulai
dilaksanakan (sebelum memutus perjanjian).
f. Pelaksanaan perjanjian.
Adalah kewajiban melaksanakan perjanjian, meskipun sudah
terlambat, dengan atau tanpa ganti rugi kepada pihak lainnya.
Di bawah ini adalah pasal-pasal di dalam BW yang mengatur tentang
ganti rugi yang diharapkan dapat menjadi acuan tuntutan kerugian yang
dapat diajukan oleh klien atas wanprestasinya akuntan publik terkait
rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
a. Dalam Pasal 1241 BW diatur bahwa “apabila perikatan tidak
dilaksanakannya, maka kreditor boleh juga dikuasakan supaya dia
sendirilah menguasahan pelaksanannya atas biaya debitur”. Pasal
ini tepat untuk perjanjian untuk berbuat sesuatu atau perjanjian yang
objeknya berupa jasa, baik yang berupa keahlian maupun hanya
tenaga. Apabila pihak yang seharusnya melakukan sesuatu, tetapi
ternyata pihak itu tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan,
pihak lain yang seharusnya menerima jasa tersebut boleh
dikuasakan untuk mengusahakan sendiri pelaksanaan perjanjian
tersebut atas biaya pihak yang telah lalai melakukan apa yang
101
seharusnya dilakukan berdasarkan perjanjian. Pasal di atas
membebankan biaya pelaksanaan perjanjian tersebut kepada pihak
yang tidak berbuat sesuatu sebagaimana yang dijanjikan. Namun,
pembebanan biaya ini hanya tepat jika memang pihak tersebut telah
menerima imbalan dari pihak penerima jasa. Akan tetapi, jika ia
belum pernah menerima sesuatu yang dapat dituntut hanya ganti
kerugian jika ada alasan untuk itu. Pembayaran ganti kerugian
walaupun tidak diatur secara tegas pada pasal di atas, secara umum
setiap orang yang wanprestasi dan merugikan pihak lain, pihak lain
dapat menuntut kerugian.148
b. Pasal 1243 BW “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak
dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila
debitur, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap
melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu
yang telah dilampaukannya”. Berdasarkan pasal ini, ada dua cara
penentuan titik awal penghitungan ganti kerugian, yaitu sebagai
berikut:149
1. Jika dalam perjanjian itu tidak ditentukan jangka waktu,
pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut
dinyatakan lalai, tetapi tetap melalaikannya.
148Ahmadi Miru, Op, Cit,Hlm.11. 149Ibid, hlm.13.
102
2. Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu
tertentu, pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak
terlampauinya jangka waktu yang telah ditentukan tersebut.
c. Pasal 1246 BW “Biaya, rugi, dan bunga yang oleh kreditur boleh
dituntut akan penggantiannya, terdirilah pada umumnya atas rugi
yang telah dideritanya dan untung yang sedianya hanya dapat
dinikmatinya, dengan tak mengurangi pengecualian serta
perubahan-perubahan yang akan disebut di bawah ini”. Pasal ini
menerangkan tentang jenis kerugian yang dapat dituntut oleh
kreditur dari debitur yang wanprestasi, yang secara garis besar dapat
dibagi atas dua macam, yaitu:150
1. Kerugian nyata (berkurangnya harta benda kreditur karena biaya
yang telah dikeluarkannya atau kerusakan barangnya) dan
2. Kehilangan keuntungan yang diharapkan.
Biaya dan rugi digolongkan sebagai kerugian nyata, sedangkan
bunga digolongkan sebagai kehilangan keuntungan yang
diharapkan. Walaupun demikian, selain bunga sebenarnya masih
ada kehilangan keuntungan yang diharapkan yaitu keuntungan yang
mungkin diperoleh dalam perdagangan. Hanya untuk memberikan
perlindungan kepada debitur, kehilangan keuntungan yang
diharapkan ini harus dibatasi hanya meliputi keuntungan yang benar-
150Ibid, hlm.15.
103
berada di depan mata yang nyata-nyata dapat diperoleh seandainya
debitur tidak wanprestasi.
Dalam menjalankan profesinya, akuntan publik haruslah bersikap
profesional dengan mematuhi seluruh aturan terkait profesinya agar
terhindarkan masalah di kemudian hari. Akuntan publik berhak untuk
mengajukan cuti profesi, tetapi pengguna jasa harus tetap menjadi prioritas
utama dan sebab adanya kontrak yang mengikat para pihak yang berlaku
sebagai undang-undang dan telah diatur jelas dalam PMK Nomor 154
Tahun 2017 seorang akuntan publik yang hendak cuti profesi terlebih
dahulu harus menyelesaikan jasa asurans hingga selesai.
104
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Keberlakuan asas pacta sunt servanda pada perjanjian jasa asurans
menjadi jelas dengan diperbaruinya persyaratan cuti profesi dalam
PMK Nomor 154 Tahun 2017. Pasal 8 Huruf (d) Ayat 3 dalam PMK
tersebut menentukan penambahan persyaratan dokumen
pendukung berupa surat pernyataan bermaterai cukup yang
menyatakan akuntan publik yang bersangkutan telah menyelesaikan
perikatan profesionalnya, hal ini tidak memungkinkan akuntan publik
untuk mengajukan permohonan penghentian pemberian jasa
asurans untuk sementara waktu sebelum menyelesaikan semua
perikatan profesional khususnya jasa asurans.
2. Tuntutan pengguna jasa jika akuntan publik wanprestasi dapat
berupa pembatalan kontrak saja ataupun pembatalan kontrak
disertai ganti rugi, sebab tidak mungkin jika pengguna jasa menuntut
pemenuhan kontrak karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 9
Ayat (4) Undang-undang Akuntan Publik.
105
B. SARAN-SARAN
1. Agar KAP di Kota Makassar lebih terbuka menerima mahasiswa
yang ingin melakukan penelitian, sebab dalam masa penelitian
penulis menemui beberapa kendala di antaranya ada beberapa
KAP yang tidak menerima penelitian mahasiswa dan beberapa
lainnya tidak menanggapi surat penelitian yang penulis antarkan.
2. Agar IAPI sebagai asosiasi profesi pemangku kode etik
meningkatkan pengawasan terhadap akuntan publik dan lebih
memperhatikan setiap ketentuan yang tertuang dalam SPAP dan
peraturan perundangan yang terkait lainnya agar tidak ada celah
yang dapat membuat akuntan publik melakukan pelanggaran yang
dapat merugikan akuntan publik itu sendiri ataupun pengguna jasa.
106
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku dan Karya Ilmiah:
Achmad Ali. 2015. Menguak Tabir Hukum Edisi Kedua. Prenamedia Group. Jakarta.
Agus Yudha Hernoko. 2010. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas
Dalam Kontrak Komersial. Kencana. Yogyakarta. Ahmadi Miru. 2013. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta. __________. 2012. Hukum Kontrak bernuansa islam. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta. __________ dan Sakka Pati. 2012. Hukum Perikatan. Rajawali Press.
Jakarta. Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana. 2010. Aspek Hukum dalam Ekonomi
dan Bisnis. Mitra Wacana Media. Jakarta. Firman Floranta Adonara. 2014. Aspek-aspek Hukum Perikatan. Mandar
Maju. Bandung. Herlien Budiono. 2006. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian
Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. ______________. 2009. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan
Penerapannya di Bidang Kenotariatan. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.
I Made Pasek Diantha. 2017. Metode Penelitian Hukum Normatif dalam
Justifikasi Teori Hukum. Prenada Media Group. Jakarta. Institut Akuntan Publik Indonesia. 2013. Kerangka Untuk Perikatan
Asurans. Salemba Empat. Jakarta. Irsan Nasaruddin. Ivan Yustiavandana. Arman Nefi. Indra Surya dan
Adimarwan. 2010. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Kencana. Jakarta.
J. Satrio. 2014. Wanprestasi menurut KUHPerdata, Doktrin dan
Yurisprudensi. Citra Aditya Bakti. Bandung.
107
Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Bayumedia. Malang.
Mariam Darus Badrulzaman. 2011. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Buku III Tentang Hukum Perikatan dengan penjelasan. PT Alumni. Bandung.
Moenaf H. Regar. 2007. Mengenal Profesi Akuntan dan Memahami
Laporannya. Sinar Grafika Offset. Jakarta. Munir Fuady. 2013. Teori-teori Besar Dalam Hukum. Kencana. Jakarta.
__________. 2014. Konsep Hukum Perdata. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Peter Mahmud Marzuki. 2003. Batas-batas Kebebasan Berkontrak. Yurika
Volume 18 No.3. ___________________. 2014. Penelitian Hukum. Kencana. Jakarta.
Qirom A. Syamsudin Meliala. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya. Liberty. Yogyakarta.
Salim H.S. 2005. Hukum Kontrak. Sinar Grafika. Jakarta.
_________2001. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Sinar Grafika. Jakarta.
________ dan Erlies Septiana Nurbani. 2013. Penerapan Teori Hukum
Pada Penelitian Tesis dan Disertasi. Rajawali Pers. Jakarta. Soejono Soekanto dan Sri Mamudji. 2007. Penelitian Hukum Normatif. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. Subekti. 2014. Aneka Perjanjian cetakan ke-XI. PT Citra Aditya Bakti.
Bandung. Syahruddin Nawi. 2014. Penelitian Hukum Normatif Versus Penelitian
Hukum Empiris. Umitoha. Makassar. William C Boynton, Raymond N Johnson dan Walter G kell. Modern
Auditing. Edisi 7. Jilid I. Erlangga. Jakarta.
108
Sumber Makalah :
Ahmadi Miru. 2016. “Perkembangan Ajaran Kausa Dalam Kontrak”, Makalah Konferensi Nasional Hukum Perdata III, atas Kerjasama Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK) dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.
Sumber Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang
Praktik Akuntan Publik.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa
Akuntan Publik.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.01/2017 tentang Pembinaan
dan Pengawasan Akuntan Publik.
Sumber Internet:
www.iapi.or.id
www.ppajp.depkeu.go.id
www.hukumonline.com
SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik) (Pdf), sumber: Pernyataan
Standart Auditing (PSA) http://iapi.or.id/peraturan-standar/94-standar-audit
Kode Etik Profesi Akuntan Publik (Pdf), sumber :
http://iapi.or.id/multimedia/41-Kode-Etik-Profesi-Akuntan-Publik