Post on 08-Jul-2018
transcript
8/19/2019 The Testament of Agustinus
1/15
THE TESTA MENT OF AGUSTINUS
Written by Philippus
8/19/2019 The Testament of Agustinus
2/15
1
The Origin of Agustinus
Agustinus lahir di Nanzukh, sebuah dataran di Israel Timur. Bukan sebuah kota besar,
tapi cukup besar untuk menghidupi banyak orang. Namun, bagaimana kondisi kota kelahiran
Agustinus bukanlah suatu hal yang perlu diperdebatkan. Selain karena kurangnya data yang
mendukung pengambilan kesimpulan, kisah mengenai Nanzukh tidaklah terlalu penting jika
dibandingkan dengan kisah Agustinus sendiri dalam menjalani masa akhir pendidikannya di
Bandur, ibukota Israel Barat, dimana kelak ia akan bertemu dengan Worrick.
Pada masa itu, setiap penididikan tinggi harus diselesaikan dengan sebuah penulisan kitab
penutup yang lazim disebut Kitab Agung. Agustinus, seperti yang lainnya, berhak menentukan
apa yang akan menjadi isi Kitab Agungnya kelak. Dari sinilah perjalanan Agustinus dimulai.
Mengenai Kitab Agung Agustinus, Worrick memiliki sebuah catatan penting terkati cikal bakal
pekerjaan yang akan dilakukan Agustinus.
The Creation of Agustinus
“Aku mel ihat Agustinus keluar dan masuk, untuk kemudian keluar dan masuk lagi. Ia
tampak bingung. Lalu diam di pintu Kekaisaran Roma untuk sejenak hening, lalu kemudian
keluar dan masuk lagi.” (Worrick, 2014-2015 SM)
Sangat disayangkan bahwa catatan Worrick mengenai Kitab Agung Agustinus tidak dapat
memberikan informasi apa-apa selain kepada siapa Agustinus menyerahkan pengelolaan Kitab
Agungnya, yaitu kepada Kekaisaran Roma. Ya, itu adalah satu hal yang menjadi petunjuk
penting mengenai Agustinus. Worrick dengan tegas menyebutkan Kekaisaran Roma di
catatannya.
Pada waktu itu, Kekaisaran Roma memang lazim menjadi tempat bernaung bagi para
penulis Kitab Agung. Ada dua hal yang mendasari kejadian ini. Pertama, Kekaisaran Roma
8/19/2019 The Testament of Agustinus
3/15
2
memiliki akses untuk mendapatkan dana bilamana dibutuhkan. Ini membuat para penulis
Kitab Agung dapat terbebas dari beban biaya. Kedua, Kekaisaran Roma juga memiliki akses
untuk melakukan penerbitan dengan jaringan yang lebih luas. Artinya, Kekaisaran Roma dapat
menjamin bahwa Kitab Agung di bawah naugannya dapat dikenal secara luas.
Pada saat itu, masyarakat Roma sedang gencar melakukan penerbitan hingga ke kancah
internasional. Bukan hanya Kitab Agung saja, kitab apapun akan diterbitkan jika memang
dinilai bisa meningkatkan kredibilitas kekaisaran. Lagipula, keberhasilan seseorang dalam
melakukan penerbitan menjadi penilaian status sosial. Semakin jauh penerbitan dilakukan,
semakin istimewa orang tersebut di mata Kekaisaran Roma. Hal ini karena orang tersebut akan
dianggap berjasa dalam peningkatan kualitas kekaisaran. Akibatnya, selain Agustinus, terdapat
lusinan penulis Kitab Agung yang mempercayakan Kitab mereka dikelola oleh Kekaisaran
Roma.
Sayangnya, hal ini bisa menjadi bumerang bagi para penulis itu sendiri. Dengan
Kekaisaran Roma mengambil alih total biaya, maka ia juga berhak atas Kitab Agung yang
dinaunginya. Hak ini bersifat penuh, termasuk melakukan pemeriksaan dan juga perbaikan.
Jika melihat dari sisi kualitas, Kitab Agung di bawah naungan Kekaisaran Roma memang
menjadi sangat baik. Namun, ini juga membuatnya menjadi lebih lama untuk diselesaikan
akibat perbaikan yang berkelanjutan.
Adalah Jangstuardus, seorang penulis Kitab Agung yang berteman dekat dengan Worrick,
yang juga merupakan salah satu penulis yang Kitab Agungnya diserahkan kepada Kekaisaran
Roma untuk dikelola. Terkait hal ini, Jangstuardus mengalami kisah yang sangat kelam. Begitu
kelamnya hingga ia tidak sanggup merasakannya sendirian. Akhirnya, Jangstuardus membuat
sebuah pernyataan sebagai bentuk gambaran tentang kekejaman Kekaisaran Roma dalam hal
pengelolaan.
8/19/2019 The Testament of Agustinus
4/15
3
“Janganlah kamu mengambil sejumlah uang dari Roma untuk biaya penulisan sebuah
Kitab Agung. Di dalamnya terdapat sebuah tujuan demi mencapai kesempurnaan yang sangat
melelahkan.” (Jangstuardus, 2016 SM)
Dari catatan Jangstuardus, dapat dilihat bahwa system pengelolaan yang dilakukan
Kekaisaran Roma sangat mencekam. Ini terjadi pada semua orang, termasuk Agustinus.
Pada mulanya, Agustinus tidak mengetahui sistem pengelolaan ini begitu kejam. Hal ini
dikarenakan tidak adanya catatan yang jelas dan terperinci dari tahun-tahun sebelumnya.
Karena Agustinus tertarik dengan dunia penerbitan Kitab Agung, maka ia mempercayakan
Kitab Agungnya kepada Kekaisaran Roma. Hal ini, menurut Worrick, adalah kesalahan
pertama Agustinus.
Kitab Agung yang dilakukan Agustinus terpisah menjadi dua bagian. Pertama adalah
bagian material. Pada bagian ini, Agustinus harus melakukan sebuah proses pelapisan bahan
dan menulis hasilnya. Mengenai bagian ini, Agustinus memiliki catatan sendiri yang dikutip
oleh Worrick.
“Aku harus pergi menemui si pembuat . Di sana, aku akan mengambil selembar
nanofibrus (kain yang sangat kecil seratnya) untuk kemudian aku menuangkan resin (sebuah
cairan tertentu) di atasnya dan membuatnya rata menggunakan kuas.” (Agustinus, 2015 SM)
Alih-alih memberi kejelasan, catatan Agustinus justru menimbulkan lebih banyak
pertanyaan. Apa itu resin? Apa itu nanofibrus? Mengapa ia harus menemui si pembuat kereta
kuda untuk melakukannya? Jawabannya ada pada catatan Worrick yang kedua.
“Aku mendengar Agustinus berkata kepadaku dalam bahasa yang sangat sederhana :
“ Kereta kuda itu ringan, sehingga ia terbuat dari benda-benda yang ringan. Selain itu, kereta
8/19/2019 The Testament of Agustinus
5/15
4
kuda haruslah kuat, maka ia terbuat dari benda-benda yang kuat. Maka apalah selain
nanofibrus, sedang ia ringan lagi kuat.”” (Worrick, 2015)
Dari catatan Worrick, jelas sudah bahwa Agustinus melakukan sebuah penelitian
mendalam mengenai nanofibrus agar ia dapat berkontribusi dalam pembuatan bahan untuk
kereta kuda. Jika Agustinus berhasil, maka kereta kuda yang digunakan akan lebih kuat dan
ringan sehingga memudahkan kuda penariknya untuk berjalan. Ini tentunya sebuah kontribusi
yang besar.
Sayangnya, tidak ada catatan mengenai Resin yang bisa ditemukan, baik dari Worrick
maupun Agustinus. Namun, kita harus ingat bahwa pada titik ini kita baru berbicara mengenai
bagian satu dari Kitab Agung Agustinus. Pada bagian dua, kita akan lebih mudah
membicarakannya. Karena pada bagian itulah Worrick akan angkat bicara.
Bagian dua dari Kitab Agung Agustinus adalah pembuatan alat untuk menuangkan resin di
atas nanofibrus. Sebelum berjalan lebih jauh, ada baiknya kita mengingat kembali fakta bahwa
pada 2014 SM, Agustinus sudah membuat nanofibrus berlapis resin di tempat pembuatan
kereta kuda, lalu mengapa ia membuat lagi? Jawabannya ada pada catatan Agustinus.
“Tujuanku adala h membandingkan hasil tuangan resin menggunakan kuas dan sebuah alat
yang bekerja secara mandiri (istilah saat ini : otomatis), dengan begitu, aku akan dapat
memberikan pengetahuan kepada si pembuat kereta kuda tentang cara mana yang baik lagi
cepat.” (Agustinus, 2014)
Pada saat perancangan alat, Agustinus membuat sebuah rancangan yang mengagumkan. Ia
membuat sebuah papan tipis dari baja sebagai wadah meletakkan nanofibrus. Papan itu berdiri
di atas sebuah tumpuan permanen hingga ia terlihat seperti meja. Di bagian kosong di bawah
meja tersebut, Agustinus menggunakan rantai dari karet untuk menarik sebuah tabung pejal
yang akan menggilas papan baja. Penggilas itu melekat kuat pada sepasang pilar yang ikut
8/19/2019 The Testament of Agustinus
6/15
5
bergerak bersamanya. Di atas pilar tersebut terdapat sebuah kotak hampa udara berisi resin.
Nantinya, kotak hampa udara ini akan ditekan dengan sebuah poros hingga resin keluar dari
beberapa lubang di bawahnya. Ini akan membuat resin jatuh di permukaan nanofibrus sebelum
penggilas membuatnya tersebar merata.
Kendala pertama yang dialami Agustinus datang dari Suvandius Agung, seorang mantan
Kaisar Roma yang lengser karena perubahan sistem pemerintahan. Saat seminar, Suvandius
Agung mempertanyakan apaka resin tidak akan beku di ruang vakum. Pasalnya, Suvandius
Agung pernah melakukan percobaan yang sama dan hasilnya adalah bahwa resin ternyata
bersifat mudah kering. Selain itu, Suvandius Agung dianggap sebagai tetua Roma sehingga
setiap perkataannya akan dipertimbangkan dengan serius.
Tentunya, ini kendala bagi Agustinus karena ia tidak bisa membiarkan resin di dalam
kotaknya tanpa menjadi kering dengan sendirinya. Namun, dengan bantuan beberapa orang,
Suvandius Agung akhirnya mengubah keputusannya dan menganggap apa yang dilakukan
Agustinus adalah benar. Hal ini karena belakangan terdapat fakta bahwa ternyata resin yang
digunakan Agustinus dan Suvandius Agung adalah dua jenis resin yang berbeda.
Kendala berikutnya yang dialami Agustinus adalah pada pembuatan dan perancangan
alatnya. Dalam proses ini, Agustinus banyak berkonsultasi pada seorang ahli dari Jepang yang
bernama Vatonas. Sayangnya, konsultasi ini justru lebih sering menimbulkan kegalauan
daripada pemecahan. Beruntung, Vatonas kemudian pulang kembali ke Jepang tidak lama
setelah itu sehingga Agustinus bisa menemukan konsultan baru yang bernama Asevus. Setelah
itu, tidak ada lagi catatan mengenai kendala dengan Asevus. Hingga titik ini, Agustinus dapat
diasumsikan berada dalam keadaan baik.
Sebuah catatan lain mengenai Agustinus ditemukan. Catatan itu menceritakan tentang
Vurius, seorang ilmuwan dari Roma yang mengepalai pekerjaan Agustinus. Selain itu, Vurius
8/19/2019 The Testament of Agustinus
7/15
6
juga aktif berkomunikasi dengan para saudagar di luar Roma. Para saudagar itulah yang
memberikan pasokan dana kepada Vurius sebagai anggaran ilmu pengetahuan, yang
sebagiannya, mengalir kepada Agustinus.
Vurius adalah orang yang membantu Agustinus pada hari persidangan yang pertama. Ia
juga yang kemudian memberikan bantuan pembelaan terhadap masalah resin milik Agutinus
dengan Suvandius Agung. Namun, ini bukan berarti bahwa Agustinus tidak memiliki masalah
dengan Vurius. Mengingat bahwa Vurius memberikan dana kepada Agustinus, maka ia
bertanggung jawab atas pekerjaannya terhadap Vurius. Artinya, Agustinus tidak bekerja secara
bebas. Setiap langkah pekerjaannya harus dilaporkan kepada Vurius untuk kemudian dilihat,
dicermati, dan bila perlu diperbaiki. Vurius melakukan ini dengan sangat serius karena nama
baiknya mungkin dipertaruhkan.
Vurius bersikukuh bahwa Agustinus tidak perlu berfokus pada pembuatan alat, melainkan
pada hasil dari alat itu sendiri, yakni persebaran resin di atas nanofibrus. Agustinus harus
melakukan penelitian untuk mencari tahu perbedaan antara resin yang diperlapiskan
menggunakan alatnya dengan resin yang diperlapiskan menggunakan kuas. Meski begitu,
Agustinus sadar bahwa hal tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Bagaimanapun, pembuatan alat
adalah hal yang tidak bisa dikesampingkan
The Four Commandments of Agustinus
Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang bagus, Agustinus harus membuat beberapa
contoh nanofibrus berlapis resin yang bagus dari alatnya. Bagus dalam hal ini berarti dapat
diteliti. Artinya, dalam pembuatan alat, Agustinus harus mempertimbangkan banyak hal.
Terdapat sebuah catatan kecil yang ditulis di atas lembaran papirus, yang diduga adalah catatan
Worrick, mengenai hal-hal apa saja yang harus diperhatikan oleh Agustinus.
8/19/2019 The Testament of Agustinus
8/15
8/19/2019 The Testament of Agustinus
9/15
8
Arduinus adalah otak dari hampir semua perangkat yang dibuat saat itu. Di dalam
Arduinus terdapat banyak komponen kecil yang bekerja secara bersama-sama untuk
mengolah perintah yang diberikan oleh manusia. Setelah proses pengolahan, Arduinus
akan meneruskan perintah tersebut ke bagian lain, yang dalam kasus Agustinus adalah
driverus.
Codex Arduinus adalah serangkaian kalimat yang ditulis menggunakan huruf latin
dengan bahasa Syi’, yang lebih dikenal dengan bahasa C (kelak akan berkembang
menjadi C++ dan C#), yang berisi sejumlah perintah untuk diolah oleh Arduinus.
Bahasa tersebut diturunkan dari Bahasa Inggris modern, yang saat itu adalah bahasa
internasional, agar dapat dipelajari secara luas. Meski begitu, Bahasa Syi’ bukanlah
bahasa yang mudah karena ia hanya mengenal serangkaian kata tertentu saja. Dan
bahasa ini juga tidak mampu mengenali pola. Jika hari ini kita menulis int (yang artinya
bilangan bulat), lalu kita menulisnya kembali dengan susunan yang salah menjadi itn,
maka arduinus tidak akan mengenalinya. Artinya, sebuah kesalahan ketik yang
sederhana pun dapat membuat perintah yang diberikan tidak terbaca.
Namun, catatan Worrick mengenai Codex Arduinus menegaskan bahwa tidak ada
masalah di sana.
“Aku melihat Codex Arduinus milik Agustinus. Aku juga melihat bagaimana
Agustinus menulisnya. Tapi aku tidak melihat keputusasaan di sana.” (Worrick, 2015
SM)
Empat hal di atas hanyalah beberapa hal yang pernah tercatat dalam sejarah mengenai
Agustinus. Sejarawan yakin bahwa apa yang menjadi fokus pikiran Agustinus sebenarnya lebih
banyak dari itu. Sampai pada titik ini, ada baiknya jika kita berhenti sejenak dan meninjau
8/19/2019 The Testament of Agustinus
10/15
9
empat hal saja. Karena empat hal di atas sudah cukup menjadi sesuatu yang mengganggu
Agustinus pada masanya.
Keempat hal di atas adalah sebuah rangkaian kejadian yang kompleks dimana satu hal bisa
mempengaruhi hal lainnya. Agustinus harus mempertimbangkan setiap kemungkinan yang ada.
Salah satu kendala terbesar adalah menemukan motorus yang tepat untuk mendapatkan
sebuah nilai debitus injectus.
The Problem of Agustinus
Pada awal tahun 2016 SM, Worrick mulai menyusun kembali catatannya untuk mencari
tahu kendala-kendala apa saja yang dialami Agustinus dalam proses penyelesaian Kitab
Agungnya. Dari catatan tersebutlah sejarawan mencoba mengutarakan kembali apa yang telah
ditemukan oleh Worrick.
1.
Vacuumus Injectus
Masalah ini berkaitan dengan kondisi vakum dari kotak resin. Berdasarkan catatan
Worrick, kotak resin yang dibuat oleh Agustinus tidak bisa dan tidak mungkin bersifat
vakum. Akar dari masalah ini adalah perancangan kotak resin beserta porosnya yang
memiliki banyak kesalahan pengukuran.
Kotak resin dibuat dari selembar baja yang ditekuk hingga membentuk balok tanpa
tutup. Sebagai tutupnya, Agustinus menggunakan sebuah akrilikus (sebilah papan tembus
pandang dari plastik) yang dipotong untuk menyesuaikan luas tutup kotak resin. Kemudian,
potongan akrilikus tersebut ditempelkan menggunakan pita karet perekat dua sisi berwarna
hijau. Memang benar, akrilikus tersebut melekat kuat. Namun, saat Agustinus menuangkan
air ke dalam kotak resin tersebut, ia melihat tetesan air keluar dari sebuah celah kecil antara
akrilikus dan dinding luar kotak resin, yang artinya ada kebocoran.
8/19/2019 The Testament of Agustinus
11/15
10
Worrick menduga ini disebabkan oleh lemahnya fungsi perekat dua sisi yang
digunakan Agustinus saat itu. Ia pun melepas perekat itu dan berniat menggantinya dengan
perekat lain, mungkin yang berbentuk cairan. Pada saat proses pelepasan, Worrick melihat
sesuatu yang menjadi penyebab utama kebocoran.
“Dengan penuh kekhawatiran aku berbicara pada Agustinus. Bukan perekatnya, bukan,
kataku. Lempeng baja yang dilipat ini memiliki permukaan yang tidak rata. Sedangkan
akrilikus memiliki permukaan rata, bagaimana bisa mereka saling melekat satu dengan
lainnya?” (Worrick, 2015 SM)
Para sejarawan menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan Agustinus dengan akrilikus
dan lempeng bajanya adalah sama seperti mencoba menggantung sebuah lukisan di dinding
Gereja Ortodoks yang berbatu. Punggung lukisan tidak bisa bersentuhan seluruhnya
dengan permukaan dinding. Akibatnya, akan terdapat sejumlah ruang di antara dinding
dengan punggung lukisan. Ruang inilah yang berperan sebagai jalur kebocoran pada kasus
Agustinus.
Ini tentu menimbulkan pertanyaan. Bagaimana mungkin permukaan sebuah lempeng
baja tidak rata? Lempeng baja yang digunakan oleh Agustinus adalah lempeng baja terbaik
yang dibuat oleh pabrik. Ini membuat catatan Worrick menjadi bias. Namun, jika kita
mengingat fakta bahwa lempengan tersebut ditekuk hingga menjadi sebuah kotak, kita bisa
meninjau proses penekukannya untuk mencari sebuah petunjuk tentang bagaimana
permukaannya menjadi tidak rata. Dan ternyata Worrick memiliki catatan mengenai hal
itu.
8/19/2019 The Testament of Agustinus
12/15
11
“Aku bertanya pada Agustinus tent ang siapa yang menekuk lempeng bajanya hingga
menjadi kotak. Agustinus mengatakan bahwa lempengan itu ditekuk oleh seorang
pandai besi biasa.” (Worrick, 2015 SM)
Kini semua sudah jelas. Permukaan baja yang digunakan Agustinus memang rata, tetapi
lempengan itu sendiri tidaklah rata. Proses penekukan yang dilakukan oleh seorang pandai
besi biasa saat itu tidaklah begitu baik. Akibatnya, lempengan baja itu menjadi
bergelombang. Inilah yang dimaksud Worrick sebagai permukaan yang tidak rata.
Untuk menangani masalah ini, Agustinus mengubah rencananya. Ia tidak lagi
menggunakan kotak baja sebagai ruang vakumnya. Sebagai gantinya, Agustinus
menggunakan sebuah tabung jarum suntik buatan pabrik yang dipastikan vakum.
Kemudian, untuk membuat keluaran resin menjadi serupa dengan yang direncakan
sebelumnya, ia menyambungkan jarum suntik tersebut dengan sebuah pipa paralon yang
diletakkan secara horizontal dan diberi beberapa lubang di bawahnya sebagai jalur
keluarnya resin.
2.
Debitus Injectus
Masalah yang dihadapi Agustinus adalah bahwa ia tidak dapat menentukan sendiri
mana yang terbaik dari beberapa debitus injectus. Pemilihan debitus injectus harus
dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama, Agustinus menentukan debitus injectus resin
dari literature penelitian sebelumya. Kedua, Agustinus harus melakukan pemeriksaan
menggunakan Electrus Microscopus, dimana nanofibrus berlapis resin akan dipotong
secara melintang dan penampang untuk kemudian dilihat secara sangat dekat menggunakan
gambar yang diperbesar. Untuk satu potong nanofibrus, Agustinus harus membayar 250
ribu keping emas. Agustinus memiliki banyak potongan yang harus diperiksa. Mengingat
uang pemberian Vurius tidak datang secara sekaligus, Agustinus harus menggunakan uang
8/19/2019 The Testament of Agustinus
13/15
12
pribadi miliknya untuk sementara waktu. Dan ini adalah masalah. Karena Agustinus harus
berjuang untuk keperluan itu.
3. Motorus
Dalam perancangan alat yang dilakukan oleh Agustinus, ia meletakkan sebuah motorus
yang akan mengendalikan debitus injectus. Ini berarti Agustinus harus memiliki sebuah
motorus yang memiliki batas kecepatan putar cukup luas sehingga memberi ruang bagi
Agustinus untuk melakukan percobaan. Selain itu, motorus tersebut harus memiliki
kekuatan atau torsi yang besar. Sayangnya, motorus jenis ini sangat sulit dicari di Roma saat
itu.
Pekerjaan pun menjadi lebih sering tertunda karena Agustinus harus berjalan begitu
jauh berkeliling Roma untuk mencari motorus ini. Akibat lainnya, Agustinus kelelahan dan
mulai sakit-sakitan.
Dalam proses menemukan debitus injectus, Agustinus membeli beberapa motorus
dengan harga yang luar biasa mahal. Sayangnya, dari semua motorus tersebut, tidak ada
yang cocok dengan kriteria debitus injectus yang diinginkan oleh Vurius. Agustinus
meminjam motorus milik Worrick dan menggunakannya. Dan untungnya, motorus milik
Worrick bisa memberikan debitus injectus sesuai kriteria yang diinginkannya.
The Disappearance of Agustinus
Selain masalah teknis, Agustinus juga menghadapi sebuah masalah lain yang sifatnya sangat
fundamental. Masalah tersebut dapat dilihat dengan jelas pada sebuah surat yang dikirimkan
Agustinus kepada Worrick berikut ini.
“Worrick, aku melihat sebuah Kitab Agung yang sangat mirip denganku. Aku merasa
bahagia saat menemukannya. Karena tentu, aku dapat belajar banyak dari Kitab Agung itu.
Namun kebahagiaan itu sirna ketika aku melihat Kitab Agung itu ditulis oleh siapa. Ia bukan
8/19/2019 The Testament of Agustinus
14/15
13
seorang sarjana, melainkan seorang… (Bagian ini terhapus dari kertasnya).” (Agustinus, 2015
SM)
Terdapat dua versi mengenai kelanjutan surat ini. Namun semuanya hanyalah berupa
spekulasi. Versi pertama mengatakan bahwa “Ia bukan seorang sarjana, melainkan seorang
pel j r p sc s rj n .” . Sedangkan versi kedua mengatakan “Ia bukan seorang sarjana,
melainkan seorang pel j r doktor l .” . Sebenarnya, kedua versi tersebut didasari oleh hal yang
sama. Pekerjaan itu diperuntukkan untuk orang yang lebih tinggi pendidikannya. Pascasarjana
atau doktoral tidaklah penting. Yang jelas, Agustinus telah bekerja di luar kapasitasnya.
Catatan di atas adalah yang terakhir ditemukan mengenai Agustinus sebelum ia
menghilang. Setelah itu, sejarawan tidak menemukan bukti apapun mengenai akhir cerita
Agustinus. Menghilangnya Agustinus memang menjadi misteri bagi dunia. Namun, sejarawan
berpendapat bahwa salah satu sebab hilangnya Agustinus adalah karena sulitnya pekerjaan yang
diberikan oleh Kekaisaran Roma. Jika kita pada peringatan yang diberikan Jangstuardus di awal
tulisan ini mengenai penggunaan uang Roma sebagai biaya Kitab Agung, maka wajar saja jika
Agustinus kemudian menjadi kesulitan karena ia terjebak di dalamnya, meski ini bisa jadi
bukanlah sebab utama kepergiannya.
The Testament of Agustinus
Dari cerita yang sudah diuraikan, penulis mencoba menarik beberapa kesimpulan
mengenai kisah Agustinus.
1. Pekerjaan Agustinus bukanlah diperuntukkan untuk satu orang . Ini terbukti dari
ketimpangan catatan Worrick. Ia sangat paham mengenai motorus, driverus, dan arduinus.
Sedangkan mengenai resin dan nanofibrus, Worrick tidak memiliki catatan apapun. Artinya,
setiap orang di Roma saat itu sejatinya hanya dibebankan untuk memahami satu bagian dari
8/19/2019 The Testament of Agustinus
15/15