Cerpen \"Satu Cerita Untuk Negeri\"

Post on 16-Nov-2023

0 views 0 download

transcript

Satu Cerita Untuk Negri

"Papa Kembalikan Tangan Ita"

Dari kumpulan Cerpen terbaik

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

Daftar isi

Daftar isi.................................................................- 1 -

"Papa kembalikan tangan ita"........................- 2 -

“Senja Dan Pertemuan Singkat”....................- 8 -

“Kematian di Atas Dendam”..........................- 20 -

“Besok Adalah Kesempatan”.........................- 30 -

“Mereka Bilang Aku Gila”...............................- 49 -

Tedi Septiadi 1

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

"Papa kembalikan tangan ita"

Sepasang suami istri seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak untuk diasuh pembantu rumah ketika mereka bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan berusia tiga setengah tahun. Sendirian di rumah, dia sering dibiarkan pembantunya yang sibuk bekerja. Dia bermain diluar rumah, dia bermain ayunan, berayun-ayun di atas ayunan yang dibeli papanya, ataupun memetik bunga matahari, bunga kertas dan lain-lain di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dia pun mencoret semen tempat mobil ayahnya diparkirkan tetapi karena lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak kelihatan. Dicobanya pada mobil baru ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, coretannya tampak jelas. Usia yang masih kanak-kanak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.

Hari itu bapak dan ibunya mengendarai motor ke tempat kerja karena ada perayaan Thaipusam sehingga jalanan macet. Setelah penuh

Tedi Septiadi 2

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

coretan yg sebelah kanan dia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah.

Petang itu, terkejutlah ayah ibunya melihat mobil yang barunya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini?" Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya.

Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan “Tak tahu... !"Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?" hardik si isteri lagi.Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "Ita yg membuat itu papa.... cantik kan!" katanya sambil memeluk papanya ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa-apa

Tedi Septiadi 3

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa? Si bapak cukup rakus memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya.

Setelah si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air sambil dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan saat luka-lukanya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si bapak sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah.

Keesokkan harinya, kedua-dua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu. "Oleskan obat saja!" jawab tuannya, bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di

Tedi Septiadi 4

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

kamar pembantu. Si bapak konon mau mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. "Ita demam..." jawap pembantunya ringkas."Kasih minum panadol ," jawab si ibu.Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 siap" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan ia dirujuk ke hospital karena keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap doktor memanggil bapak dan ibu anak itu."Tidak ada pilihan.." katanya yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena gangren yang terjadi sudah terlalu parah."Ia sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah" kata doktor.

Tedi Septiadi 5

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar menandatangani surat persetujuan pembedahan.

Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius yang suntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga heran-heran melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata."Papa.. Mama... Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau dipukul papa. Ita tak mau jahat. Ita sayang papa.. sayang mama." katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya."Ita juga sayang Kak Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuatkan gadis dari Surabaya itu meraung histeris."Papa.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa ambil.. Ita janji tdk akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan

Tedi Septiadi 6

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tdk akan mencoret-coret mobil lagi," katanya berulang-ulang.Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.

TAMAT

Tedi Septiadi 7

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

“Senja Dan Pertemuan Singkat”

Ia melihat senja dengan tatapan kosong, gadis itu seakan berbicara pada senja, ia berada di ambang kesedihan yang amat dalam, kesedihannya terpancar jelas dari raut mukanya. Hatinya seakan berkomunikasi pada senja, tatapan matanya seakan meminta harapan. Dan setiap senja itu berakhir ia menangis, menangis sampai ia benar-benar tak bisa melanjutkan tangisnya. Aku hanya memandang gadis itu dari kejauhan, sudah tiga hari aku mengamatinya, ia selalu berada di tempat ini saat senja tiba.

Aku ingin sekali menghampiri gadis itu, tapi aku selalu ragu, aku tak ingin mengusik kesendiriannya. Apa ia butuh teman? Apa ia butuh seseorang untuk menghiburnya? Aku masih terus bertanya-tanya, mengapa aku begitu tertarik pada gadis itu? Aku kan tidak mengenalnya, bahkan namanya saja aku tidak tahu. Hatiku terus menuntutku untuk menemuinya. Dan aku mencoba memberanikan diri sekarang. “hay”

Tedi Septiadi 8

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

kataku menyapanya. Ia terlihat terkejut dan mencoba menghapus airmatanya. “ada apa?” ia menjawab. “bolehkah aku duduk disini?” aku bertanya dengan gugup. “ya tentu!” Gadis itu terdiam. “apa yang kau lakukan disini? Mengamati senja sampai senja itu berakhir?” aku kembali bertanya. Tapi, mengapa ia menatapku dengan tatapan marah, ia berdiri dan pergi. “hey mengapa kau pergi? Nona?” aku berteriak memanggilnya, tapi ia mengabaikannya, aku melihat gadis itu berlari, berlari sambil menangis. oh astaga apa yang kuperbuat? Apa aku menyakitinya dengan ucapanku tadi? Harusnya kan aku menghiburnya, bukan malah membuatnya menangis, ah bodohnya diriku.

Keesok harinya aku kembali melihatnya disini saat senja tiba, tanpa ragu aku mendekatinya “hey, maaf ya untuk perkataan ku kemarin” kataku berterus terang dan ia menatapku. “ya, tidak masalah..” “mengapa kemarin kau berlari dan menangis? apa perkataanku menyakitimu?” ia terdiam. “maaf, aku banyak bertanya.” Aku tersenyum lalu bangkit dari duduk ku. “kenapa kamu ingin tahu?” katanya menatapku. “aku hanya heran mengapa kau selalu

Tedi Septiadi 9

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

menangis ketika senja berakhir?” “duduk lah jika kau ingin tau.” Katanya tersenyum. “ok aku duduk, lalu mengapa kau bersedih? Apa senja menyakitimu?” aku sedikit tertawa.. ia menatap ku lagi. “senja tidak membuatku bersedih, senja adalah sahabatku.” Ia menjawab dengan tenang. “sahabat? Bagaimana caranya kau berkomunikasi dengannya?” kataku penasaran. “jika kau mengerti senja, ia akan memberitahumu bagaimana caranya.” Ia bangkit lalu pergi sambil tersenyum padaku.. “hey tunggu, siapa namamu?” aku setengah berteriak, lalu ia menoleh dan berkata “rinjani”. Rinjani? Nama yang indah. Tapi apa mungkin aku bisa berkomunikasi dengan senja? gumamku dalam hati.

Hari ini hujan turun, entah mengapa sore ini langit menangis setelah seharian ia marah dan membiarkan matahari memanggang kulit manusia yang beraktivitas dibawahnya. Selintas pikiranku menuju pada rinjani apakah ia berada di tempat kemarin? Tapi mustahil senja akan terlihat, awan mendung pasti akan menutupinya, tapi aku penasaran. “lebih baik aku kesana.” Gumamku. Setelah berada disana aku tak melihat sosok rinjani, hujan pasti telah membuatnya tak ingin berkunjung,

Tedi Septiadi 10

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

kekecewaan menghampiri diriku. Aku duduk tertunduk di kursi ini sendirian dalam rintik hujan yang berusaha membasahi seluruh tubuhku. “Hey” seseorang memanggilku, aku menoleh dan melihat sosok seorang gadis dengan payung yang tak asing bagiku. “rinjani?” aku tersenyum bahagia. “sedang apa kau disini? Berharap pelangi muncul setelah hujan reda?” ia tertawa kecil. “tidak, aku mengharapkan kehadiranmu.” Aku tersenyum. “aku sudah disini, lalu kau mau apa?” tanyanya dengan nada bercanda. “hmmm, mengajakmu melihat pelangi, walau hujan tak berhenti sampai malam hari. Bagaimana?” aku tertawa. “aku lebih ingin melihat senja ketimbang melihat pelangi” ia terdiam. “senja telah tiba, dia melihat kita tapi kita tidak melihatnya, jangan bersedih rinjani” aku tersenyum dan ia tertawa “ya aku tahu, siapa namamu?” Ia menatapku. “aku rama, salam kenal.” Aku menjulurkan tanganku.

Hari begitu cepat berganti, tak terasa kini aku dan rinjani semakin akrab, kami dipertemukan oleh senja, dan aku merasa senja ingin aku selalu bersama rinjani dan ia ingin aku menghapus semua kesedihan yang rinjani simpan. Terlalu banyak luka,

Tedi Septiadi 11

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

terlalu banyak kesedihan yang rinjani rasakan. Rinjani bercerita banyak tentang hidupnya, dan aku menangis ketika ia menceritakannya semua itu, ia hidup sendiri, orangtuanya telah meninggal 5 tahun yang lalu, ia kesepian, dan ia berusaha tetap merasa bahagia walau orang-orang disekelilingnya menghancurkan hidupnya. Betapa malangnya hidup gadis ini. Satu-persatu orang yang ia sayang melukai hatinya, mulai dari sahabat, teman bahkan kekasihnya terdahulu. Aku kagum padanya, ia masih bisa bertahan saat semua orang yang ia sayang menyakitinya, ia tabah walau orang lain berusaha menghalanginya menggapai kebahagiaan. Rinjani itu wanita istimewa, banyak hal yang ku kagumi dalam dirinya, ia kuat, tabah, dan sederhana. Dan aku bertekad untuk membuatnya bahagia selama tuhan masih memberiku nyawa untuk hidup.

Sore ini aku pergi ketempat biasa aku bertemu rinjani, dan aku melihat rinjani sedang bernyanyi dengan gitarnya. Aku menghampirinya..

“When you love someone just be brave to sayThat you want him to be with you

Tedi Septiadi 12

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

When you hold your love don’t ever let it goOr you will lose your chanceTo make your dreams come true..”“suara yang indah.” Aku tersenyum. Ia berhenti memainkan gitarnya dan ia tersipu malu. “kau selalu datang tiba-tiba, seperti angin.” Ia memandangku. “mengapa berhenti? Suaramu indah, ayo teruskan!” “tidak, tidak suaraku buruk.” Ia tersenyum. “kau selalu merendah, aku kan memujimu, bukan merendahkan suaramu.” Aku tertawa. “aku tak ingin jika awalnya kau memuji, dan pada akhirnya kau malah merendahkanku.” Ia tersenyum. “ayolah, aku tak seburuk itu, lihat senja, ia masih menginginkan kau bernyanyi.” “senja atau kamu yang menginginkan aku bernyanyi? Haha alasanmu saja.” Aku tersenyum kecil dan bernyanyi.“I used to hide and watch you from a distanceand i knew you realizedi was looking for a time to get closer at least to say… hello”“ayo teruskan, aku yang memetik gitar, kau yang bernyanyi, jangan sungkan anggap saja aku patung yang memainkan gitarmu.” Aku tersenyum.

Tedi Septiadi 13

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

“mana ada patung yang secerewet kamu.” Ia tertawa..—“Rinjani..” panggilku padanya, rinjani menoleh dan tersenyum.. “ini masih pukul 3 sore dan matahari masih membakar tubuh-tubuh manusia di bawahnya, sedang apa kau disini? Menunggu senja tiba?” aku tersenyum tapi ia tak menjawab. “ada apa rinjani? Kau beda sekali hari ini.” Aku terdiam, ada sesuatu yang berbeda pada rinjani, ia terlihat pucat tak secerah kemarin, apa ia sakit? “rinjani, kamu kenapa? Kamu sakit?” aku masih bertanya-tanya. “tidak, aku baik-baik saja rama. Jangan khawatir.” Ia tersenyum.. “oh syukur lah kalau begitu, apa yang kau lakukan disini? Matahari masih terasa panas jam segini” ia menoleh dan tersenyum “aku ingin menunggu senja dan melihatnya berakhir, mungkin ini adalah terakhir kalinya aku kesini, hehe..” ia tertawa.. “kamu ini, jangan bercanda, tetaplah berkunjung ke tempat ini, apa jadinya tempat ini tanpamu, tegakah kau melihatku kesepian.” Aku menatapnya. “jangan pernah merasa sendirian ram, ada senja yang akan selalu mengerti dirimu..” ia tersenyum.. aku terdiam. “rinjani, jangan pergi. Aku mohon.” Aku

Tedi Septiadi 14

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

menggenggam tangannya. “ayolah, jangan murung. Aku hanya bercanda rama..” ia tersenyum “rinjani, jangan pernah katakan kau akan pergi, jangan pernah. Aku tak akan pernah sanggup mendengar kata-kata itu.” Aku memohon. “umur siapa yang tahu.” Katanya sambil tertawa.. “kita akan mati berdua disini saat kita sudah menjadi kakek dan nenek nanti.” Aku tersenyum dan ia menoleh. “seberapa besar sih arti hidupku untuk mu ram?”—Rinjani menghilang, sudah seminggu ia tak ke tempat ini, aku sudah mencoba menghubunginya tapi tak ada jawaban. Apa yang terjadi? Kemana rinjani? bagaimana kalau ia tak akan kembali? aku takut sesuatu yang buruk terjadi padanya. Ya tuhan.. apa yang terjadi?

Duduk sendirian memandang senja tanpa bersama rinjani itu rasanya berbeda. Hanya ada kesunyian tanpa canda tawa. Semuanya hilang mengikuti kepergian rinjani, bahkan senja tak menyapaku lagi, ia begitu cepat menghilang tak seperti hari-hari kemarin saat rinjani masih disini. Apa yang harus ku lakukan? Mana mungkin aku hanya diam. senja kau kan bersahabat dengan rinjani. Bisakah kau memberiku

Tedi Septiadi 15

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

petunjuk? Aku benar-benar kehilangan arah sekarang…

Aku mencoba mendatangi kost-an yang ditinggalin rinjani, tapi ia tak ada disana, apa ia telah pindah? Kalau benar, mengapa? Saat aku termenung di depan pintu kost-an rinjani seseorang menghampiriku.. “hey nak sedang apa kau disini?” tanyanya. “saya mencari rinjani bu.” “rinjani? Ia…” ibu itu menghentikan kalimatnya. “rinjani kenapa bu?” ibu itu terdiam. “tolong jawab bu, rinjani itu penting untuk saya..” “nak! Jangan bersedih.. rinjani telah tiada..” ibu itu termenung. “apa? Tidak.. tidak mungkin. Jangan memberiku cerita bohong bu, tidak mungkin. Ia pindah kan? Ia sudah tidak tinggal disini?” “nak tenanglah, rinjani telah meninggal 3 hari yang lalu.” Aku terdiam tak menyangka. “apa penyebabnya? Tanyaku. “sakit, kanker otak. Ia telah mengidap penyakit itu selama 2 tahun. Dokter telah memvonis kematiannya 1 tahun yang lalu, tapi ia mampu bertahan selama ini dengan semua beban yang menimpanya, ia anak yang kuat nak, biarkan ia tenang disana tanpa ada beban yang harus ia pikul lagi..” ibu itu tersenyum.. “tapi bu, rinjani itu penting buat hidup saya.” Aku menangis.. “sudah

Tedi Septiadi 16

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

nak, siapa namamu?” “rama bu..” “rama, hhmm, rinjani menitipkan ini padamu.” Ibu itu memberikan ku sepucuk surat. “surat? Untukku?” aku terdiam.. “iya surat untukmu dari rinjani, ibu tinggal kamu sendirian ya?” ibu itu tersenyum lalu pergi. Aku terdiam dan mulai membaca isi suratnya.“Dear Rama…I wanted a perfect ending. Now i’ve learned the hard way, that some poems don’t rhyme, and some stories don’t have a clear beginning, middle, and end. Life is about not knowing, having to change, taking the moment, and make the best of it, without knowing what’s going to next happenGoodbyes are not forever, goodbyes are not the end. They simply mean i’ll miss you. Until we meet again.Promise me, you’ll never forget me, because if i thought you would i’d never leave. Don’t cry because it’s over. Smile because it happened. Good bye rama, and please open your eyes, life is so long. I don’t really gone. I’m still here. In your heart.Love Rinjani

Aku meneteskan air mata..Rinjani apa jadinya mengamati

senja tanpa dirimu. Ini seakan-akan kembali ke beberapa bulan yang lalu sebelum aku mengenalmu, aku akan

Tedi Septiadi 17

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

merindukan sosok istimewamu, sosok wanita tegar, kuat, dan ceria. Aku tahu mungkin sekarang kau telah bahagia, telah benar-benar bahagia tanpa beban yang harus kau pikul lagi. Perkenalan denganmu mungkin akan tetap jadi memori indah dalam hidupku, selamat jalan rinjani, terimakasih atas pelajaran berharga yang kau berikan padaku.

- TAMAT –

Tedi Septiadi 18

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

“Kematian di Atas Dendam”

Setelah sang Dosen mengakhiri perkuliahan di hari Rabu siang ini, puluhan mahasiswa dan mahasiswi pun bergegas meninggalkan ruangan dengan deret-deret kursi yang berada di dalamnya.

“Diandra! Tunggu!!!,” suara Bima terdengar cukup keras memanggil seorang gadis yang berada cukup jauh dari hadapannya, langkah kaki Bima pun dipercepat.

Diandra terhenti, lalu ia menoleh ke belakang, dilihat seorang lelaki yang berlari menghampirinya. “Eh, Bima… ada apa?,” tanya Diandra pada Bima yang kini hanya terpaut dua langkah saja. Bima tak langsung menjawab pertanyaan Diandra tersebut, ia mengatur ritme napasnya terlebih dahulu.“Ada apa Bim?,” Diandra kembali bertanya.“Begini… aku mau tanya sama kamu, kenapa Maya nggak masuk kuliah hari ini?, dari kemarin juga nggak ada kabar sama sekali.”“Aku nggak tahu Bim,” ucap Diandra singkat.

Tedi Septiadi 19

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

“Kamu kan, sahabatnya?,”“Iya, tapi aku bener-bener nggak tahu Bima. Dari hari kemarin, aku juga nggak ketemu sama Maya,” jelas Diandra meyakinkan.“Hmm… o, ya, sekarang aku mau ke kosan Maya. Kamu mau ikut?,” ajak Bima pada gadis berambut lurus sebahu itu.“Aku nggak bisa.”“Kalau begitu, aku duluan ya… bye!,” seru Bima dan akhirnya melenggang pergi.“Asal kamu tahu Bim, MAYA UDAH MATI!!!,”—

Diandra Alexa. Gadis berusia 19 tahun-an ini memiliki wajah oriental, dengan mata sipit, hidung mungil ditambah kuning langsat yang mewarnai kulit mulusnya. Sejak dua tahun yang lalu, Diandra telah terdaftar sebagai mahasiswi jurusan teknik kimia di sebuah Universitas swasta yang ada di kota Bandung.

Masih lekat di ingatannya, saat Maya menggandeng mesra lengan Bima. Ya, sekitar 3 hari yang lalu, lebih tepatnya hari Sabtu; malam Minggu. Kejadian itu tak henti terbayang dalam pikirannya, seperti roll film yang diputar terus menerus.

Tedi Septiadi 20

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

“Diandra?, ternyata… kamu juga disini?,” tegur Maya.“Eh, iya May… silahkan duduk!,” jawab Diandra sembari tersenyum—SENYUMAN PALSU!.“Maaf Diandra… aku dan Bima mau duduk disana!,” balas Maya sambil menunjuk sebuah tempat dan akhirnya berlalu.

Sepenggal malam di Café ini, tak mungkin Diandra lupakan—TAK AKAN PERNAH!!!. Bagaimana tidak, Bima adalah lelaki yang ia cintai, sedang gadis cantik nan anggun itu ialah sahabatnya.

Diandra tak pernah menceritakan tentang perasaannya pada siapa pun, termasuk Maya. Begitu juga sebaliknya, Maya tak pernah bercerita tentang perasaan yang sama dengan Diandra. Tahu-tahu… Maya dan Bima sudah jadian!, ouhhhh hebat!!!.

“Aku nggak akan pernah biarkan kamu hidup bahagia!, dan Bima akan jadi milik ku!, camkan itu!!!,” kata-kata yang selalu memberontak dalam batin Diandra. Api kebencian baru saja membara.

Pada hari Senin, setelah kejadian malam itu. Tepat pukul 20.30 WIB, Diandra pergi ke kosan Maya.

Tedi Septiadi 21

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

“Tok… tok… tok…” pintu ber-cat cokelat itu Diandra ketuk berulang kali. Sesaat kemudian, pintu pun tersibak.“Eh… Diandra, mari masuk!,” ajak Maya dengan ramah. Lalu Diandra masuk, kemudian duduk di kursi.“Sorry, ya… aku telat,” ucap Diandra.“Iya, gapapa kok, tenang aja lagi… tugas kelompok ini kan dikumpulinnya minggu depan,” jawab Maya.“Hehehe… iya. Nih, aku bawain kamu juice stroberi!,” seru Diandra, sambil memberikan juice dalam wadah gelas plastik.“Wii… thank ya,” jawab Maya. Gadis berperawakan bak model ini memang sangat suka dengan juice stroberi. Tanpa waktu lama, Maya pun segera meminum juice tersebut.Tetapi setelah beberapa teguk, ia meletakan gelas itu ke atas meja. Ia merasa lehernya tercekik begitu kuat, nafasnya pun tersengal-sengal. Akhirnya ia tak bisa bernafas sama sekali dan mata belo itu melotot sempurna.“Hahaha… ternyata semudah itu melenyapkan kamu dari dunia ini!. MATI SEKARANG KAMU MAY!!!, hahaha…” ucap Diandra penuh kepuasan. Lalu Diandra, menggusur tubuh Maya dan dibiarkan tergeletak di lantai kamarnya.

Tedi Septiadi 22

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

Tak lupa ia memakai sarung tangan yang sangat tipis untuk menghilangkan sidik jarinya. Kemudian, Diandra mengeluarkan sebotol racun yang ada di saku celana jeans-nya dan di letak kan tak jauh dari samping Maya. Sementara juice tadi, ia tumpahkan di dekat lantai dan sebagiannya lagi di atas dada sahabatnya itu, serta wadahnya ia letak kan di lantai juga.“Huh… beres!!!,” seru Diandra dan senyuman manis tersungging lebar di bibir tipisnya.Diandra pun segera bergegas pergi meninggalkan Maya yang sudah tak bernyawa. Hati nurani telah ternoda tinta hitam kebencian. Gelora dendam dalam jiwa, berujung KEMATIAN!!!.—Kembali pada Rabu siang,Langkah Bima terhenti setelah ia melihat kerumunan orang di dekat kosan Maya. “Ada apa ya, pak?, kok banyak orang gini?,”tanya Bima pada seorang bapak berkumis tebal.“Ada mayat di dalam.”“Maksud bapak?,” Bima bertanya lagi, ia masih belum mengerti atas perkataan Bapak itu, terlihat dari raut wajah Bima yang sangat kebingungan. Belum sempat bapak berkumis tebal menjawab

Tedi Septiadi 23

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

pertanyaan Bima, beberapa orang polisi membawa sekantung plastik mayat yang berisi, lewat di hadapannya. Bau busuk begitu menusuk hidung, tak heran semua orang yang ada disitu menutup indera penciumannya kuat-kuat, bahkan ada beberapa orang yang muntah-muntah.“Mayat siapa itu pak?,” Bima kembali bertanya.“Kalau tidak salah, bernama Maya,” Jawab Bapak itu.“APA? MAYA?” tubuhnya tiba-tiba terasa sangat lemas, iya tak percaya kekasih yang sangat di cintainya itu, pergi meninggalkan Bima untuk selama-lamanya.Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Bima pun pergi ke kantor polisi setempat. Tak lupa, ia juga memberitahu Diandra.

“Menurut hasil otopsi sementara ini, saudari Maya meninggal karena racun sianida. Pada saat di TKP, kami juga menemukan barang bukti berupa botol yang berisi racun tersebut. Kuat dugaan, saudari Maya bunuh diri,” jelas Pak polisi.“Nggak!!!, Nggak mungkin!!!.” Bima terlihat sangat terpukul atas kepergian Maya.

Tedi Septiadi 24

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

“Sudahlah Bim, kita harus terima semua ini!, ucap Diandra berusaha menenangkan.

Hari-hari terus berlalu, kini hanya Diandra-lah yang setia menemani Bima. Perlahan tapi pasti, Bima pun mulai melupakan Maya. Ya, sekarang Bima mencintai Diandra.Sore yang indah, angin semilir berhembus begitu damai. Rumput taman terhampar hijau.“Diandra…” ucap Bima lembut.“Iya, apa Bim?,” tanya Diandra.“Aku cinta sama kamu, kamu mau jadi pacar aku?,”Diandra hanya mengangguk. “Akhirnya, kamu jadi milik aku Bim!,” bisik hatinya. Senja yang menjingga, menjadi saksi bisu antara cinta yang baru saja terpadu. Bima, lelaki yang berbadan tegap itu tak mengetahui bahwa Diandra-lah yang membunuh Maya. Entah apa yang akan dilakukan Bima jika rahasia itu terkuak.

Malam telah larut, Diandra tak bisa terpejam. Ia mengambil diary yang sudah lama tak di isinya. Tangannya pun mulai melukiskan kata-kata yang tersirat.

“Bima sekarang jadi miliku. Pedahal akulah yang membunuh Maya, mantannya. Ya, sahabatku sendiri!. Hebat kan!!!, kamu boleh bilang aku

Tedi Septiadi 25

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

licik, penghianat dan sebagainya, terserah!!!. Yang penting aku sekarang bahagia, dendamku sudah terbalaskan, dan… sekarang Bima menjadi miliku. Aku memang egois. Aku akui. Aku memang pendendam!, aku juga tak memungkiri. semua yang aku inginkan harus terwujud, bagaimana pun caranya. Bahkan membunuh sekali pun, aku sanggup!,”

Tiba-tiba lampu yang ada di kamarnya mati. Beberapa detik kemudian, menyala lagi… lalu Diandra melihat sesosok wanita di sudut kamarnya. Sosok yang mirip dengan Maya, rambutnya yang panjang menutupi sebagian sisi kiri wajahnya, mata kanannya melotot. Bau bangkai tercium dari makhluk itu.“Siapa kamu?,” teriak Diandra ketakutan. Tetapi, sosok itu semakin mendekat… medekat!!!, dan terus mendekat!!!.Diandra semakin ketakutan, wajahnya menjadi pucat pasi. Sosok itu terus mendekat, kedua tangannya dengan kuku yang sangat panjang dan tajam hendak mencekik leher Diandra.

Dengan sekuat tenaga, Diandra berlari menuruni tangga yang panjang dan meliuk-liuk. Sosok itu terus mengikutinya. Kaki Diandra tersandung

Tedi Septiadi 26

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

pada anak tangga, dan ia pun jatuh. Terguling beberapa kali. Dan “Bukkkk!!!” kepalanya terhantam pada lantai dasar. Diandra meninggal seketika, sementara sosok itu pun menghilangBendera kuning tertancap tegak di depan halaman rumah Diandra, banyak orang di situ. Termasuk Bima.“Kamu, pacarnya?” tanya ibu Diandra.“Iya, bu.”“Ini, ibu temukan Diary Diandra, mungkin kamu harus membacanya.” Ucap ibu itu sambil menyerahkan diary anaknya.

Bima tak percaya, ternyata Diandra-lah pembunuh Maya. Andai Diandra tahu, kebencian adalah awal dari sebuah kehancuran. Membalas dendam tidak akan meyelesaikan masalah. Andai juga Diandra mengerti, mencintailah sekedarnya saja, jangan mencintai seseorang secara berlebihan. Yang jelas!, jangan dibutakan oleh cinta. Mungkin kematian di atas dendam ini pun tak akan pernah terjadi.

-TAMAT-

Tedi Septiadi 27

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

“Besok Adalah Kesempatan”

Hidup ini indah kalau dinikmatin baik-baik. Hehehe itulah semboyan hidupku, mungkin yang akan kubawah sampai aku mati nantinya. Belajar itu kewajiban, main itu hobby dan sukses itu tujuan hidupku. Entah darimana pikiran itu muncul dalam benakku, aku merasa bisnis adalah belahan jiwaku. Papaku adalah seorang pengusaha memang, dan mama adalah dokter. Punya keluarga yang bisa diandalkan tidak membuatku ingin membuang-buangkan harta kekayaan papa ataupun mama. Aku selalu berpikir kalau selama ini Tuhan hanya menitipkanku pada papa mama dan mungkin juga hanya keberuntungan saja aku bisa dititipkan pada orangtua yang seperti itu. Tapi aku tetap berterima kasih sedalam-dalamnya pada mereka. Luv u bonyok, hehehe

Sekarang aku sudah kelas tiga SMA, “udah mau kuliah nih mbah” kata tukang sate yang sering lewat di depan rumah. Emangnya aku udah setua itu sampai orangtua saja bisa manggil aku mbah-mbah. Aku berencana melanjutkan kuliah jurusan bisnis dan manajemen.

Tedi Septiadi 28

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

Mungkin karena terlanjur cinta pada bisnis. Sekarang saja aku sudah punya sebuah tanah di pinggir pantai lombok yang surat-surat dan segala tetek bengeknya atas nama diriku “MIA MARIA MIRANDA”. Itu adalah kado ultah dari papa dan mama yang ke-17 tahun bulan juli lalu. Katanya karena aku memang tergila-gila pada pantai dan selalu bilang ke papa dan mama kayak gini “ma.. pa.. entar kalau aku udah gede, aku pengen bangun rumah di atas laut dekat pantai, terus pengennya ada dua restoran di samping kiri-kanannya, terus pengen satu hotel juga di pinggir pantainya, terus pengen bangun pondok-pondok kecil dekat situ, seru kan…” kataku waktu masih kelas satu SMA. Dan papa memang sudah bangunin aku rumah yang aku jelasin tadi dengan syarat rumah desain sendiri, dan aku pakai sistim ngutang katanya. Entar kalau aku sudah sukses aku ganti kata papa.

Aku memang anak yang manja walaupun bukan satu-satunya dan bukan yang terakhir pula, namun aku adalah anak perempuan satu-satunya dari lima bersaudara dengan tiga kakak dan satu adik yang semua punya lebel “NGESELIN” di jidat masing-masing (cuman aku yang bisa lihat). Kalau dipikir

Tedi Septiadi 29

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

dari profesi mama, gak bakalan mungkin aku punya empat saudara, secara mama kan dokter, tapi ya gitulah katanya biar ramai. Yang sekarang bukan Cuma ramai tapi gaduh gila.

“selamat malam tante..”. aku mendengar suara laki-laki kesayanganku menyapa mama yang ada di ruang TV. “malam ndra, nyari mia ya? Lagi mandi tadi katanya, duduk aja dulu”. “iya tante” jawab indra sopan. Indra adalah pacarku yang beda usianya empat tahun dariku. Ketuaan ya? Tapi yang namanya cinta ya gitu deh. Aku pacaran dengannya sejak tiga tahun yang lalu, kakak keduaku yang mengenalkannya. Papa dan mama memang kenal dengan orangtua indra. Makannya mereka setuju lebih dari aku, katanya dia gak bakalan matre karena bonyoknya juga kebanyakan duit. Lagi-lagi duit yang diomongin. “hai ndra, brangkat yuk”. Aku menarik tangan indra dan pamit pada mama dan gak pada papa karena papa lagi keluar negeri.

Ternyata indra mengajakku makan di restoran seafood yang memang adalah tempat favoritku. Eh ralat… keluargaku maksudnya. “ia sayang, minggu depan ujian ya?” sudah tau nanya dasar gila. “iya lah, emang kenapa? Aku udah mau kuliah loh, tapi kamu udah mau lulus, ga

Tedi Septiadi 30

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

asik ahhh” kataku sok manja yang membuatnya sedikit terkekeh. “iya udah mau nyelesain skripsi kok bulan depan”. “ya… lanjutin deh. Terus mau kerja dimanan?”. “ya kerja di laboratorium dong, kan sesuai jurusan, masa kerja di pantai kaya kamu”. Refleks aku mencubit lengannya “ihh.. rese..”. walau kutahu cubitanku tak sakit, tapi dia tetap menghargainya dengan mengaduh kesakitan, maksa banget sih. “jadi rencana kuliahnya dimana?” pertanyaan konyol pikirku. “ya di lombok dong, rumahku kan udah disana”. “jauh banget dong ya, gimana kalau aku nanti kesana seminggu sekali aja?” gila kali mau datang seminggu sekali, datang sebulan sekali aja udah terhitung keseringan menurutku. “buang-buang duit banget deh, setahun sekali aja kenapa sih? Aku kan juga mau balik sama ortu. Jangan-jangan takut ya? Ayo ngaku!”. Aku mencolek pinggangnya jail “perasaan gak enak aja ngelepasin anak ingusan di pulau yang belum terjamin keamanannya”. “ihh.. kan udah ada beberapa satpam sama penjaga rumah disana, gitu aja rempong”. “siapa tau aja”. Aku mengangkat alis dan memainkannya, karena aku tahu dia

Tedi Septiadi 31

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

akan salting dengan tatapan maut anak SMA, hehehe.

Selesai makan kami masih pergi keliling kota, karena tadi keluarnya kan masih sore. Dia memberiku sebuah minuman gelas yang katanya gosok-gosok dapat duit itu loh, aneh-aneh aja iklannya. Walaupun aneh aku tetap saja menggosok hologram di permukaan gelasnya dan … “tereng… sejuta nih ndra” aku menunjukan permukaan gelas tersebut yang kuyakin tulisannya “COBA LAGI”. Wajah indra langsung bengong kayak kesambet setan. “mia.. itu semiliar bukan sejuta”. Aku bengong lalu melihatnya kembali “semiliar? Buset… nukernya dimana nih”. “tanya supermarket tadi aja”. Dan akhirnya semiliar bisa masuk ke rekeningku, gak gampang sih. Ada prosedur-prosedur yang harus diikutin dan telah mengeluarkan uang dari sakuku sebanyak sejuta kali nyampe. Dan lamanya bukan kepalang, tiga bulan bo… tapi mendadak kaya nih.

Dua tahun kemudian, akhirnya aku membangun dua restoran yang kuidam-idamkan selama ini di lombok. Tentunya dengan bantuan minuman gosok-gosok itu bersama papa dan support dari mama dan sudara-sudaraku. Sambil kuliah

Tedi Septiadi 32

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

bisnis aku juga sudah jago bisnis loh. Dua tahun setelah pembangunan restoran selesai, aku bisa membangun hotelku sendiri. Amazing… kata adi adikku yang baru masuk SMA. Bisnisku lancar-lancar saja karena aku punya beberapa pelanggan tetap dan setiap liburan mama dan papa selalu mengenalkan tempatku pada teman-temannya dari dalam negeri sampai luar negeri juga. Tak lupa juga sudara-sudara yang mempromosikannya pada rekan-rekan mereka. Dan yang paling heboh itu ya adi adikku yang paling kecil. Udah di sekolah, di dunia maya, dia selalu promosiin tempatku yang kuberi nama “Mia’s Dream”.

Hari ini Indra datang kesini. Sudah setahun aku tak bertemu dengannya, karena setahun yang lalu aku yang balik ke jakarta dan dia tak pernah datang ke tempatku lagi setelah aku ke jakarta waktu itu. Padahal aku ingin menjemputnya di bandara siang ini, tapi karena aku ada kuliah hari ini semua keinginanku hanya tertahan. Sangat sulit punya pacar yang sangat sibuk dan sangat susah untuk bertemu. Dia hanya punya dua kali libur dalam setahun, itu pun kalau tak ada kerjaan tambahan. Kadang aku mulai bimbang dengan

Tedi Septiadi 33

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

perasaanku sendiri, apakah aku akan bertahan dengannya?

Setelah pulang kuliah, aku langsung pulang ke rumah, karena aku yakin indra sudah ada di rumah. Dan benar tebakanku, dia sedang duduk-duduk di ruang tamu sambil nonton. “indra…” aku berlari dan langsung dalam posisi di atas punggungnya yang kuyakin tidak mengalami osteoporosis. “sudah pulang ya? Capek gak?” lagi-lagi pertanyaan konyol, ya iya lah udah pulang, ya capek juga, gila aja kali ya! Jarak dari sini ke kampus gak deket kali, nyetir sendiri pula, batinku ngomel-ngomel. Dan aku hanya menjawab dengan agkat-angkat alis mata, itu kebiasaan dan wajib. “makan gi.. aku tadi udah makan duluan. Abis itu temenin jalan-jalan ya?”. “sip bos” dengan gaya-gaya sok militer banget aku mengacungkan dua jempolku dan gak sadar jari jempol kakiku juga mengacungkan dirinya dibalik sepatu.

Jalan-jalan dengan indra adalah hal yang paling aku sukai sekarang ini. Walaupun dia sudah bisa dibilang terlalu dewasa untukku, aku merasa dia bisa mengerti yang aku mau. Namun sifatnya yang terlalu cemburuan yang membuatku malas. Aku sudah beberapa

Tedi Septiadi 34

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

kali break dengannya hanya karena masalah dia cemburu dengan teman-teman laki-lakiku, padahal dialah yang selalu dikelilingi oleh wanita yang lebih cantik dariku melihat diriku yang kacau beuts kata mama yang waktu itu ketularan adi. Sore yang begitu indah, aku duduk dengannya di pinggir pantai. Menikmati angin sepoi-sepoi yang membawaku ke dalam khayalan yang jauh ke masa depan yang indah bersama orang yang mungkin akan menjadi pendamping hidupku nanti, namun anehnya, setiap kali membayangkan laki-laki yang mendampingiku suatu saat nanti, aku tak pernah membayangkan wajah indra di dalamnya. Tapi aku selalu berpikir positif bahwa itu kan hanya khayalan yang tak perlu dipikirkan.

Aku melihat indra sedang asik berenang dari pinggir pantai. Dia bahagia? Ya kelihatannya seperti itu. Kemudian dia menghampiriku yang dan duduk di sebelahku, “foto yuk.. kenang-kenangan” katanya kemudian. “yuk..” aku mengambil kamera dan aku juga yang foto. Dan aku dapat ide brilian yang mungkin akan dianggapnya kekanak-kanakkan “ndra gini deh, aku naruh pasir di dada kamu, terus aku mau nulis MIA” kataku sambil mempraktekan yang

Tedi Septiadi 35

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

kukatakan. “ihh norak banget sih.. kaya anak TK aja”. Aku menatapnya dengan tatapan memelasku yang paling ampuh dan dia menyerah “oke.. oke.. foto deh, foto bareng atau sendirian nih?”. Senyumku langsung cerah seketika “sendirian dulu deh, terus baru sama-sama”. Akhirnya dia mau mengikuti yang kukatakan, dari akar sampai tunas baru.

Selesai dia berenang, aku berjalan dengannya dan buukkk. Seseorang menabrakku, badannya yang kuyakin pasti bidang sama seperti indra. Kulihat wajahnya dengan seksama, oh member disini. Aku sering melihatnya dengan teman-temannya. “sorry mba mia, sorry ya” katanya sopan yang sepertinya sudah mengenalku. “kalau jalan hati-hati ya, kalau dianya jatuh gimana?”. Aku segera mengajak indra pergi karena kuyakin indra akan marah-marah dan kulihat laki-laki itu tersenyum ramah padaku. “indra ihh, gak usah sewot gitu napa.. kan gak kenapa-kenapa juga”. “ya kan supaya dianya hati-hati, gimana kalau yang ditabrak nenek-nenek?” aku tersenyum melihatnya yang terlihat menahan tawanya. Indra.. indra.. lucu banget.

Selama indra disini, dia tinggal di hotelku karena tak wajar kalau ada anak

Tedi Septiadi 36

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

laki-laki dan perempuan yang belum menikah tinggal serumah. Ditambah lagi pembantu-pembantu dan penjaga rumah pasti akan lapor ke papa. Walaupun mereka berstatus bekerja denganku, mereka telah diajarkan hanya akan patuh ke orangtuaku bukan ke aku.

Masih pagi-pagi buta aku sudah jalan-jalan pagi. Biasa cari inspirasi buat bisnis baru. Indra sudah kutelepon sebanyak bintang tapi tetap gak bangun. Bintang kalau lagi subuh indah banget ya, ditambah suara ombak yang mengalun seperti mengikuti irama angin yang begitu menusuk sampai ke tulang. Sedang asik-asik menghayal, seseorang menepuk pundakku. “orang yang kemarin ya?”. “iya.. kenalin gue ka”. aku heran mendengar namanya “ka? u’re name is KA? K.A? serius?”. “iya.. my name is ka.. lo mia kan? Yang punya ini” katanya sambil nunjuk-nunjuk sekeliling. “ya gitu deh” kataku tak mau terlihat sombong. “ngapain nih subuh-subuh udah jalan?” Tanyaku melihatnya sedang diam. “nyari angin kok, emang tiap hari kaya gini juga”. “oh.. member disini kan?”. “ya sama temen-temen juga”. “mau lihat-lihat gak? Gratis deh”. “boleh” katanya menyetujui penawaranku.

Tedi Septiadi 37

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

Tiga hari setelah mengenal ka, aku merasa dia bisa jadi teman yang baik untukku. Dan seperti yang kuduga-duga, indra pasti cemburu lagi. Buktinya pagi-pagi dia udah sms aku buat ketemuan, gak kayak biasanya. Saat hendak ketemu indra, ehh sih ka muncul, darurat banget tau gak. “ini ya yang selama ini lo lakuin?” suara indra meninggi, gak biasanya dia bicara pake logue-logue kayak itu. “apaan sih ndra, gak ngerti deh”. “gak usah pura-pura gak tau dan gak ngerti. Gue gak pernah sekalipun ngehianatin lo! Semua cewek gue tolak demi lo, dan ini yang gue dapetin. Sial!!”. Aku malu, selama ini kan aku gak ada apa-apa sama ka. Aku yang memang pada dasarnya manja, gak bisa ngomong apa-apa dan langsung nangis. Indra pergi gitu aja. Tinggallah aku dan ka yang membujukku disini. “mia jangan nangis dong, entar bilangin deh yang sebenarnya”. Aku pergi meninggalkannya dengan kata-kata yang mungkin agak menyakitkan “semua gara-gara lo”.

Aku menyesal, mungkin aku terlalu dekat dengan ka sampai dia begitu marah padaku. Dia memang pencemburu, sudah tau begitu masih juga kupancing amarahnya. Aku sudah

Tedi Septiadi 38

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

berusaha meneleponnya, mengsmsnya berulang kali, namun dia hanya membalas “Kita break dulu”. kalau memang marah putusin aja aku, dasar pengecut. Dan akhirnya kubalas “break lagi? Boseen!”. Entah keberapa kalinya dia bilang break padaku, saking seringnya aku sampai muak mendengarnya.

Indra lenyap dari lombok, dia meninggalkanku dengan status break yang dia berikan padaku. Empat tahun sudah berlalu dan aku sudah selesai kuliah. Sampai detik ini aku masih tak percaya dia meninggalkanku karena hal sekecil ini. Dia memang egois, tapi aku mencintainya. Foto-fotonya masih tertata rapi di kamarku. Yang pasti aku masih menunggu kepastian darinya, lanjut atau putus. Sejak dia pergi, nomornya tak pernah aktif, dan sosial media pun tak dapat membuatku bisa berkomunikasi dengannya. Kakakku saja yang memang teman sekantornya tak pernah memberiku informasi. Aku masih dekat dengan Ka, sudah sering aku mendengar dia menyatakan cintanya padaku dan aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman. Dia sekarang bekerja sebagai arsitek, dan dia seangkatan denganku.

Tedi Septiadi 39

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

Liburan datang lagi, dan seperti biasa, aku selalu menantinya dari tempat kerja di dalam rumahku yang dominan kaca. Mungkin suatu hari nanti dia akan datang padaku dan meminta maaf padaku atas semua kesalahan yang terjadi dulu. Namun sureprise kali ini beda. Mama, papa, adit, boy, gino dan adi datang mengunjungiku. Membuat rumah apungku bertambah berat. Katanya mereka rindu padaku, karena beberapa kali liburan mereka menghabiskannya di luar negeri tanpaku. Rame banget tahu gak, secara kakak-kakakku udah pada nikah dan udah punya anak-anak lagi. Tinggal aku dan adi yang belum, dan akunya udah didesak-desak buat nikah. Mama takut kalau aku keasikan kerja, aku gak bakal peduli tuh sama yang namanya nikah. Mama gak ngerti sih aku lagi nunggu. Akhirnya aku kenalin ka sama seluruh keluarga yang datang, malu sih, tapi apa boleh buat daripada didesak-desak gak jelas. Dan komentar mereka bagus-bagus tentang ka. Sampai ka pulang pun aku masih jadi bahan ledekkan. “pacar kamu ganteng banget ya?” kata mama memulai babak pertempuran. “boleh juga tuh calon suami” papa mulai menyerang. “ngalahin aku deh kayanya”

Tedi Septiadi 40

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

kata adit. “arsitek tuh, bangun rumah baru bisa kali ya?” komentar gino. “gak sopan lo gin, gue dulu kali yang komen.. tapi lebih ganteng gue kan?” nih sih rese mulai ngomong. “mana jago tinju sama gue?” si kecil mulai nyerocos. Aku hanya bengong-bengong, dasar keluarga marsupilami alias aneh.

Duduk-duduk di ruang pribadi itu asik ya? Bisa ngelamun sepuas-puasnya. Aku mulai sadar selama ini aku hanya membuang-buang waktu untuk memikirkan indra yang tak jelas. Semenjak tadi malam aku mulai berpikir untuk membuka hatiku pada orang lain. Mendengar apa yang dikatakan oleh boy aku mulai sadar. “yaaa… kamu harus berani mengambil keputusan, ngapain mengharapkan orang yang jelas-jelas meninggalkanmu dan menyia-nyiakan orang yang selalu ada untukmu? Gue yakin itu jalan Tuhan buat nunjukin ke kamu kalau masih ada hal-hal kecil yang perlu kamu percaya. Hidup kamu masih panjang! Ngapain cape-cape nungguin indra? Gak fungsi banget tau!”.

Aku mengambil handphoneku dan kuketik SMS untuk ka “ka.. kenapa harus aku? Di dunia ini emang Cuma ada aku ya?”. Tidak sampai semenit dia membalas “mia.. kenapa lagi? Ada

Tedi Septiadi 41

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

problem? Indra?”. Aku heran kenapa ka selalu tenang-tenang saja kalau aku memikirkan indra, aku bercerita tentang indra, dia selalu mendengarkan dengan baik. Aku rindu pada indra dia selalu siap menemani. Apakah ini yang disebut cinta sejati?. Kubalas smsnya “kamu mau ngasih aku kesempatan? Aku ingin mencoba untuk mencintaimu, boleh kah?”. “apapun untukmu ya..”

Cinta itu berjalan seiring berjalannya waktu. Waktu kita bersama, di saat bersama itu bisa membuat kita bahagia. Mungkin itu benar.. karena aku sudah mulai mencintai ka, orang yang selalu bersama-sama denganku bukan hanya saat aku senang, namun ada di saat aku butuh sandaran yang bisa menopangku hingga aku bisa lagi berdiri tegak. Tapi aku masih membutuhkan satu hal, yaitu kepastian indra, itu selalu membuatku bimbang.

Semua kebimbanganku hilang saat aku jalan dengan ka siang itu. Aku sedang asik-asik duduk di restoran, dan anak kecil kira-kira lima tahun menghampiriku. “kakak.. kakak yang punya rumah disitu ya?” anak itu bertanya dengan wajah yang ceria. “iya.. memang siapa yang ngasih tahu kamu sayang?” aku melirik ka yang tersenyum

Tedi Septiadi 42

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

melihatku. “kakak kan adiknya om boy, om boy kan papanya temen sekelas aku”. “oh.. iya?”. Anak kecil yang kulihat seperti peri kecil itu mengangguk. “va.. reva.. sini sayang”. Mungkin ibunya memanggil anak tersebut, dan kulihat sekilas. Wanita itu pasti bersama suaminya. “mama.. ini kak mia..”. anak kecil itu mengenalkanku pada ibunya “Rose.. ini suami saya..”. Aku melihat wajahnya dan membawaku ke dalam masa lalu lima tahun silam, saat aku bahagia bersama orang yang kucintai. “indra.. apa kabar iaaa?”. Suaranya masih sama, panggilannya juga masih sama. Tapi aku cukup tau diri dan mengenalkan ka padanya “oh baik kok. ini ka, calon suami saya” kataku sopan. Semua kebimbanganku lenyap dan aku menyesal kenapa tidak dari dulu aku menerima ka.

Aku berjalan dan mungkin ka sadar aku bengong “mia.. aku rela kok kamu memilih jalanmu sendiri. Seandainya tadi kau meminta kepastian, aku siap menerimanya. Mungkin kau bisa bahagia jika bersama dengan orang yang benar-benar kau cintai, dan jika itu bukan aku, aku siap”. Aku menatapnya dan kupeluk erat-erat tubuhnya. Aku tak tau harus

Tedi Septiadi 43

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

bilang apa lagi, tapi sungguh aku mencintainya, ketulusannya, kepolosannya, kejujuran hatinya, kerendahannya, aku cinta semua yang ada pada dirinya. “seandainya aku bisa memilih kembali, aku akan tetap memilihmu, karena kemarin tidak akan kembali, hari ini hanya sekali, tetapi besok adalah suatu kesempatan. Dan kau kuanggap sebagai besok hari yang adalah kesempatan dari Tuhan untuk memperbaiki hidupku. I love you so much ka, i’m really really love you now and ever”. Ka membalas kata-kataku dengan senyuman yang paling manis yang pernah kulihat di dunia ini. Percayalah.. setiap ada kata akhiran, pasti ada awal yang baru. Jadi jangan takut untuk memulai sesuatu.

Cerpen Karangan: Sherly Yulvickhe Sompa

Tedi Septiadi 44

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

“Mereka Bilang Aku Gila”

Huh. Lagi-lagi masalah ini yang di bahas. Tahu tidak apa yang membuatku semakin kesal? Vater menyuruhku untuk membaca buku semacam Self Help yang dipopulerkan oleh M. Scott Peck. Well, lelaki yang lahir di sebuah kota yang terkenal dengan Empire State Building ini memang pernah menjadi salah satu penulis buku terbaik. Tetapi, apakah Vater dan uma benar-benar berpikir bahwa aku ini sudah lack of knowledge? Aku bukan orang yang aneh. Aku juga bukan orang yang pemalu atau mudah depresi. Bukan sama sekali. I’m just an introvert. Introverts process their emotions, thoughts, and observations internally. They can be social people, but reveal less about themselves than extroverts do. Ah, sepertinya percuma juga kalau aku berbicara seperti itu di depan mereka. Aku bukan tipikal orang yang NATO (No Action Talk Only). Aku sudah berusaha untuk menunjukkan bahwa apa yang aku lakukan memang harus dilakukan. Duh, aku tidak boleh mengeluh seperti ini. Ada baiknya kalau

Tedi Septiadi 45

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

aku meyakinkan mereka lagi bahwa apa yang aku lakukan ini memang untuk kebaikan. Bukan hanya untuk aku. Tetapi, hal ini aku lakukan untuk dunia. Bukan hanya untuk manusia yang tinggal di bumi. Hewan dan tumbuhan pun aku selamatkan. Nah, inilah yang di anggap menjadi masalah oleh kedua orang tuaku.

Oh ya, kalian jangan bingung kalau aku memanggil ayah dan ibuku dengan sebutan Vater dan uma. Kakekku adalah seorang insinyur robotika sekaligus aktivis pencinta lingkungan yang berasal dari Jerman. Hmm… Aku tak bisa membayangkan bagaimana kakekku bisa meluangkan waktunya untuk menjadi aktivis pencinta lingkungan selagi berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Aku memang sangat mendukung kakekku untuk menjadi aktivis pencinta lingkungan. Bagiku, hal itu adalah hal terkeren yang bisa dilakukan oleh manusia di dunia. Mencintai sesama dan ciptaan Tuhan lainnya tentu saja sangat menakjubkan. Tetapi, bagaimana ya cara kakekku membagi waktunya dengan baik? Pekerjaan seorang insinyur robotika menyita waktu yang banyak dan juga sulit. Pekerjaan ini membutuhkan kesabaran yang luar biasa karena

Tedi Septiadi 46

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

mengalami perubahan setiap harinya. Kebutuhan manusia akan robot yang canggih selalu berkembang. Pasar dunia berlomba-lomba untuk menciptakan inovasi robot yang terbaru. Semangat kakekku yang membara ternyata tumbuh di dalam diriku.

Sayangnya, ayahku tidak memiliki semangat yang menggelora seperti kakekku. Ayahku adalah ayah yang super duper malas dan bossy. Dari skala 0 sampai 10, aku berikan nilai 0,99 atas kemiripan sifat yang dimiliki oleh Vater dan kakekku. Satu hal lagi yang tak aku suka dari dirinya. Too much. Ya, dia berlebihan. Vater selalu saja tak setuju dengan apa saja yang aku lakukan, terutama dengan ambisiku untuk mencintai alam. Ia suka ‘menghujani’ diriku dengan berbagai ‘kicauan’ yang begitu mengesalkan dan terlalu berlebihan. Aku pernah menegurnya untuk tidak menggunakan Air Conditioner (AC) dalam jangka waktu 86.400 detik per hari. Tolong beri garis bawah dan cetak tebal pada tulisan ’86.400 detik per hari’ ya. 86.400 detik itu adalah waktu yang sangat lama. Faktanya, percuma saja kita menggunakan AC terus-menerus. Semakin sering kita menggunakan AC,

Tedi Septiadi 47

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

semakin panas juga suhu bumi ini. Ada sebuah penelitian yang membuktikan bahwa enam persen dari pemanasan global disebabkan oleh penggunaan freon pada AC. Ada sebuah majalah yang menjelaskan dengan gamblang mengenai bahayanya penggunan freon pada AC. Freon adalah sejenis bahan kimia yang mengandung Chloro Fluoro Carbon atau yang sering kita sebut dengan CFC. Pengaruh sinar matahari menyebabkan senyawa klorin mengalami penguraian menjadi klor yang sangat reaktif dan segera bereaksi dengan ozon yang memang tidak stabil. Hasilnya akan membentuk klor monoksida. Buruknya, klor monoksida juga kurang stabil dan akan melepaskan klornya untuk bereaksi kembali dengan ozon. Sementara oksigen yang lepas dari klor monoksida tidak kembali membentuk ozon lagi. Proses yang berlangsung terus-menerus ini menyebabkan lapisan ozon di atmosfer terus menipis. Mengapa demikian? Tentu saja karena terjadinya reaksi penguraian ozon yang tidak diikuti dengan reaksi pembentukannya.

Aku sudah mencoba untuk menjelaskan semua fakta yang ada kepada Vater. Fakta-fakta yang selama ini tidak pernah dipedulikan oleh

Tedi Septiadi 48

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

manusia. Pada akhirnya pun kita mengeluh: “Panas… Panas… Panas!!!” atau “Huh, panas sekali hari ini! Ini pasti efek dari Global Warming. Makanya, jangan menebang pohon terus-menerus dong!” Banyak hal yang kita keluhkan, tetapi banyak hal juga yang tak kita sadari. Kita tak pernah sadar bahwa hal-hal sepele yang kita lakukan adalah penyebab terjadinya Global Warming. Vater dan uma menjadi ‘korban’ dari kebutaan ini. Orang yang ‘buta’ sudah sepantasnya dituntun agar tidak tersesat dan jatuh ke dalam lubang yang tak terhingga dalamnya.

“Memang siapa yang membeli AC dan membayar tagihan listrik di rumah kita? Kalau kamu sudah bisa membeli dan membayarnya dengan uangmu sendiri, alles was du willst (ya terserah kamu saja),” kata Vater sembari membakar sampah plastik di halaman belakang rumah. Ergh. Jawaban yang paling aku benci sedunia. Tentu saja aku tak bisa membayarnya. Aku saja diperlakukan seperti burung yang tinggal di sangkar emas. Kamu mengerti maksudku, bukan? Walaupun seorang burung tinggal di sangkar emas, burung akan jauh lebih bahagia jika ia terbang di alam bebas. Huh, nasib sial burung itu

Tedi Septiadi 49

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

turut aku rasakan juga. Aku selalu ‘dikurung’ dan dimanjakan dengan kemewahan yang ada di rumahku. Nah, makanya aku pasti tidak bisa bekerja untuk mendapatkan uang. Sebenarnya, aku tak ingin bergantung dengan uang yang dimiliki oleh orang tuaku. Aku ingin menjadi independent girl. Independent girl yang suka berpetualang, merawat lingkungan, dan menjaga hewan-hewan dari perburuan liar. Aku ingin sekali merasakan kebebasan itu. Mencintai alam semesta yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia itu pasti sangat menyenangkan.

Hampir seluruh ruangan di rumahku menggunakan AC, kecuali toilet dan halaman belakang rumahku. Coba bayangkan. Sudah berapa besar energi listrik yang terbuang begitu saja karena penggunaan AC di sangkar emas ini? Sudah berapa banyak hal yang keluargaku lakukan untuk memicu kehancuran bumi di masa mendatang? Apalagi uma yang sangat suka menggunakan hair dryer dan hairspray. Uma selalu ingin tampil cantik dengan rambut indah terurai. Duh, sebenarnya kebutuhan primer manusia itu kecantikkan atau oksigen ya? Secara tidak langsung, penggunaan hair dryer

Tedi Septiadi 50

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

dan hairspray juga turut menghantarkan bumi ke depan gerbang kehancuran. Hairspray mengandung propellant aerosol yang tentunya sangat berbahaya bagi lingkungan. Penggunaan hairspray yang berlebihan mengakibatkan lapisan ozon semakin tipis dan rusak. Hair dryer juga turut memicu kerusakan lingkungan.

Selain Vater, uma juga tak setuju dengan hal-hal yang aku lakukan. Aku memanggil ibuku dengan sebutan uma karena ibuku adalah wanita yang berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Meskipun kedua pasangan ini berasal dari dua negara yang berbeda, pola pikirnya tak jauh berbeda. Egois, egois, dan egois. Sumber daya yang Tuhan berikan ini hanyalah titipan. Jangan bangga kalau dirimu memiliki ratusan rumah dan investasi dimana-mana. Jangan pernah bangga, kecuali kamu sudah bertanya kepada Tuhan bahwa sebenarnya titipan itu diberikan kepada dirimu untuk apa. Bisa saja besok kita sudah kehilangan waktu untuk melakukan hal yang berguna. Selagi ada kesempatan, mengapa kita tidak mencoba untuk memanfaatkannya dengan cermat? Selagi masih ada waktu, mengapa kita tidak meluangkan seperempat waktu yang kita miliki untuk

Tedi Septiadi 51

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

menyayangi bumi? Kita sudah sering mendengar kata ‘sayang’, bukan? Terutama kaum muda. Kata ‘sayang’ kerap kali dikumandangkan ketika berpacaran dengan lawan jenisnya. Klasik. Rasa sayang tidak hanya diungkapkan untuk seorang pacar. Bagaimanakah dengan anugerah yang diberikan oleh Tuhan? Sempatkah terbersit sebuah pemikiran untuk memberikan kasih sayang kepada sebuah tempat? Pernahkah kau ‘terbangun’ dari mimpi kenikmatan dunia yang tak pernah usai?

Vater dan uma selalu membuatku tersudut karena hal ini. Mereka sering menjuluki sebagai “An Over-thinker”. Oh man… I’ve done a test about “Are you an over-thinker”, and guess what? I got a B on it. Yup, artinya aku in the middle. Berdasarkan tes yang aku ikuti, aku bukanlah seorang pemikir yang maha dashyat. Meskipun begitu, aku masih mampu berpikir kritis dan logis. Aku sudah berusaha untuk menunjukkan fakta-fakta mengenai apa yang terjadi dengan bumi saat ini. Tetapi, yaaa begitu. Vater dan uma adalah manusia biasa. Manusia memang sulit untuk sadar dari ketidaksadarannya. Seperti terperosok ke dalam quicksand. Memang

Tedi Septiadi 52

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

perlu waktu beberapa hari untuk membuat pasir menjadi lengket. Tetapi, sekalinya manusia terjebak dan terperosok ke dalam quicksand, manusia akan terus masuk ke wilayah yang lebih dalam, lebih dalam, dan lebih dalam lagi hingga berada di titik terbawah. Lalu, apa yang terjadi bila manusia sudah berada di titik terbawah? Kehilangan nafas dan mati. Sama saja dengan yang terjadi kepada Vater dan uma. Nafsu duniawi telah ‘menenggelamkan’ mereka hingga berada di titik terbawah. Saat berada di titik terbawah, nafsu yang tak ada ujung dan pangkalnya itu menjadi backstabber. Ia memberikan kenikmatan yang tiada tara kemudian memanfaatkan situasi itu untuk ‘menelan’ si korban. Perlahan-lahan, dengan sangat hati-hati dan pasti, ia mengendap-endap dari belakang dan pada akhirnya menghujam ‘jantung’ si korban. Hanyalah penyesalan yang bisa dirasakan Vater dan uma. Orang tuaku jatuh bangkrut 4 bulan yang lalu. Tumpukan utang dari bank maupun dari kerabat dekat kian menghantui keluarga kami hingga kini. Panggilan “Bapak Serba Wow” untuk Vater pun tergantikan dengan “Bapak Mati Menyesal”. Harta karun yang biasanya tersembunyi di balik lemari besi malah menghilang bak

Tedi Septiadi 53

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

abu yang ditebar ke laut. Mengapa hidup kami bisa berubah 180 derajat seperti ini? Simple. Hanya karena kebiasaan buruk mereka yang sudah aku ungkapkan sebelumnya.

Tangisan miris sering aku dengar menjelang aku tidur di malam hari. Vater dan uma meminta ampun kepada Tuhan atas kebodohan yang mereka lakukan selama ini. Tak pernah peduli dengan apa yang aku katakan pada mereka. Vater dan uma telah menjadi duta penghancur bumi. Mereka tidak pernah sadar bahwa hal-hal yang mereka anggap sepele itu dampaknya sungguh luar biasa. Keluargaku bisa kaya raya seperti itu karena Vater dan uma membudidayakan mutiara. Mutiara yang sudah diolah menjadi perhiasan pun dijual ke pasaran. Keluargaku sudah mengembangkan usaha ini selama berpuluh-puluh tahun dan keuntungannya memang unbelieveable. Namun, 6 bulan belakangan ini terjadilah penurunan produksi mutiara dan kualitas mutiara Indonesia. Ternyata oh ternyata, penurunan ini disebabkan oleh Global Warming. Kok bisa? Well, mutiara itu tidak tahan kimia dan polusi. Bahan-bahan kimia berbahaya yang berasal dari limbah rumah tangga dan pabrik

Tedi Septiadi 54

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

ternyata berpengaruh besar bagi mutiara. Polusi dari kendaraan bermotor dan asap pabrik turut memicu hilangnya ‘kesucian’ bumi. Emisi atau paparan zat berbahaya tidak hanya mencemari udara yang kita hirup, tetapi berdampak pada munculnya efek rumah kaca. Hal menyedihkan ini mengakibatkan peningkatan temperatur rata-rata di bumi kita. Lama-kelamaan, udara yang kita hirup juga terkontaminasi dengan racun yang berasal dari polusi. Penurunan produksi mutiara membuat Vater dan uma kehilangan ‘lapangan’ untuk mendapatkan uang. Jalan pintas dari hal yang mencekik mereka ini adalah utang. Utang sana, utang sini. Utang dimana-mana. Semakin menggunung dan membawa perekonomian keluarga berada pada titik 0.

Selama ini, Vater dan uma tidak peduli dengan kerusakan lingkungan. Mereka acuh tak acuh saja saat mengendarai kendaraan bermotor. Mungkin bisa aku maklumi kalau mereka berpergian ke tempat yang jauh dengan menggunakan kendaraan bermotor. Konyolnya, Vater dan uma menggunakan mobil untuk pergi ke pasar swalayan yang jaraknya hanya 90 meter dari

Tedi Septiadi 55

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

rumah. Kalau aku berjalan kaki kesana, aku hanya membutuhkan waktu kurang dari 15 menit. Ketika berbelanja pun uma senang sekali menggunakan kantong plastik dari pasar swalayan. Tidak hanya dalam jumlah sedikit. Tetapi, sebanyak mungkin yang ia bisa. Tahu tidak apa alasannya?

“Plastik ini akan uma jadikan sebagai kantong plastik untuk membuang sampah yang ada di rumah. Mumpung gratis.” Ironic. Lucunya lagi, Vater dan uma hanya memiliki 1 tempat sampah berukuran besar untuk menampung sampah organik dan sampah non-organik. Duh, memang apa susahnya memilah sampah? Hanya bermodalkan 2 kotak sampah dengan warna yang berbeda, lho. Kita bisa menggunakan tempat sampah berwarna biru untuk membuang sampah organik dan menggunakan tempat sampah berwarna hijau untuk membuang sampah non-organik. Tahu tidak mengapa Vater dan uma tidak sudi menggunakan cara demikian untuk membuang sampah? Repot. Malas. Kurang kerjaan. Itulah kata-kata andalan mereka berdua. Berdasarkan pengalaman yang aku dapatkan di sekolah, kita hanya perlu membuang

Tedi Septiadi 56

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

sampah yang lebih mudah lapuk dibanding sampah non-organik, seperti sisa makanan, bekas rautan pensil, pembungkus makanan, dan kertas bekas ke dalam tempat sampah organik. Sedangkan sampah-sampah yang tidak mudah lapuk dan bahan-bahannya bukan berasal dari makhluk hidup, seperti plastik dalam bentuk apapun (sendok plastik, piring plastik, kantong plastik), batu baterai, kaca, bola lampu, dan barang bekas yang terbuat dari logam dibuang ke tempat sampah non-organik. Aku jamin hal ini dapat dilakukan dengan mudah sekali. Untungnya, sekolahku telah membekali anak didiknya untuk memilah sampah sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Memilah sampah dengan menggunakan 2 jenis tempat sampah yang berbeda itu merupakan cara paling mudah. Di sekolahku, seluruh warga sekolah harus memilah sampah dengan menggunakan 5 tempat sampah yang berbeda. 1 tempat sampah untuk membuang sampah organik, 1 tempat sampah untuk membuang sampah non-organik, 1 tempat sampah untuk membuang kertas dan karton, serta 2 tempat sampah untuk membuang tisu. Hal ini sangat

Tedi Septiadi 57

c e r p e n “ s a t u c e r i t a u n t u k n e g r i ”

bagus untuk diajarkan kepada masyarakat dunia. ***Tamat***

Tedi Septiadi 58