+ All Categories
Home > Documents >  · Created Date: 5/1/2012 8:37:28 PM

 · Created Date: 5/1/2012 8:37:28 PM

Date post: 11-Aug-2019
Category:
Upload: lydien
View: 219 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
17
!*r-r*!,*4{iii-4&j'9:r@;' i..:-'irll}t" PARESIS SARAF-FASIAL KARENA OTITI$ MIEDIA SUPURATIF KRONIK DENGAN KOLESTEATOMA Dr.Abla Ghanie,Sp.THT-Kt (K) T,-* -l --ilf !'gjlj;;! ); - ili: :;-i'':"*'}lil**l Tc! I lo rtov 09 i _:_.r_-i__ -***"-*"'1 l;i ie.zi Eii-i l3 p; ipirj dbJLg, i l-lffiy-if, 2 nd' ENT HEAD & NECK SURGERY CONFTRENC rd ANNUAL OTOLOGT MEETTNG (prTCI 3) 13-15 NOVEMBER 2OOB DI JAKARTA iffiffi;i\ S{*:ft{{<:+er?,r: \ d#{ffiffi)fi1 \ -thti#er ,t \ trr,, \-/''--l -r^rrS ffiffirsi;
Transcript

!*r-r*!,*4{iii-4&j'9:r@;' i..:-'irll}t"

PARESIS SARAF-FASIAL KARENA OTITI$MIEDIA SUPURATIF

KRONIK DENGAN KOLESTEATOMA

Dr.Abla Ghanie,Sp.THT-Kt (K)

T,-* -l--ilf !'gjlj;;! ); - ili: :;-i'':"*'}lil**lTc! I lo rtov 09 i_:_.r_-i__ -***"-*"'1

l;i ie.zi Eii-i l3 p; ipirj dbJLg, i

l-lffiy-if,

2 nd' ENT HEAD & NECK SURGERY CONFTRENCrd ANNUAL OTOLOGT MEETTNG (prTCI 3)

13-15 NOVEMBER 2OOB DI JAKARTA

iffiffi;i\S{*:ft{{<:+er?,r: \

d#{ffiffi)fi1\ -thti#er ,t

\ trr,, \-/''--l -r^rrS

ffiffirsi;

Paresis Sarat Fasral karena Otitis Media Supuratif Kronik

dengan Kolesteatoma

Abla Ghanie lrwan

Abstrak

Paresis saraf fasial dapat tirnbul akibat komplikasi dari infeksi telinga tengah

dengan kolesteatom. Pengangkatan sumber penyakit dan dekompresi segera saraf fasial

menentukan kesembuhan yang lebih bak. Dilaporkan suatu kasus paresis saraf fasial

akibat otitis media supuratif kronis maligna, yang telah dilakukan mastoidektomi radikal

dan timpanoplasti tipe lll. Terdapat kolestealoma dan jaringan granulasi yang luas dan

tidak terdapat defek saraf fasial. Pengangkatan kolesteatoma dan jaringan granulasi

berhasil memulihkan fungsi saraf fasial kembali normal.

Kata kunci :saraf fasial, paresis, kolesteatoma, terapioperatif

Abstract

Facial nerue paralysis may occur as a complication of chronic suppurative otitis

media with cholesteatoma. An appropriate eradication of the source of the infection as well

as a facial nerue decotnpresslon are impoftanf faclorc in obtaining the maximum

therapeutic result. A case of facial paralysis caused by malignant CSOM treated by radical

mastoidectomy and type V tympanoplasly is reporfed. There was exfensiye cholesteatoma

and granulafbn fissue, no defect of facial nerue. The facial nerue function returned to

normal conditian.

Kelwords: Facial newe, paralysis, cholesteatoma, surgical treatnent

Pendahuluan

Saraf fasial merupakan saraf kranial terpanjang yang berjalan di dalam tulang dan

sebagian besar kelainan saraf fasial terletak di dalam fulang temporal. Kelumpuhan saraf

fasial menyebabkan kelumpuhan otot-otot wajah. Pasien tidak atau kurang dapat

menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tampak tidak simetris.l

Paresis saraf fasial merupakan suatu gejala, sehingga harus dicari penyebabnya.

Penyebab paresis saraf fasial antara lain trauma, virus dan infeksi. Saraf fasial sangat

I

Qtt.resk Saftlf Q'dsiaf fgrcna'l(o[e steatom

sensitif dan mudah diserang oleh infeksi, salah satunya adalah infeksi kronis pada telinga

tengah (OMSK) terutama dengan kolesteatom. Takahashi seperti dikutip oleh Yetiser 2,

melaporkan dari 1639 kasus paresis saraf fasial 3,1 % akibat otitis ntedia kronis.

Penelitian yang dilakukan oleh lvlakeham dkkt melaporkan bahwa penyebab iersering

paresis saraf fasial adalah oMA dan OMSK.dengan kolesteatom.

Koles{eatcm dcp,,r,i menyebabkln C,*s'riul;si tul;lrig, E'*Il$i;uan ;:i*ii'den'gai"an,

"'paresis saraf fasial dan fistula labirin juga kornplikasi inkakranial.+ Paresis terjadi akibat

proses infeksi yang menyebabkan osteitis, erosi tulang, penekanan dari luar oleh edema,

dan inflamasi fl 3d ffi1sf.s'6'z

Dalam penanganan kasus paresis fasialis diperlukan pemeriksaan yj[q

menyeluruh, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Berbagai macam cara pemeriksaan fungsi saraf fasial telah dikernukakan oieh banyak ahli

untuk menentukan jenis juga topografi kelainan, hal ini ditujukan untuk menentukan

pilihan terapi baik konservatif maupun opgratif, macam-macam pendekatan operatif, serta

prognosis penyakit.s,e Pada kasus paresis iasial akibat otitis rned!a sunuratif kron!s denqan

kolesteatom, harus segera dilakukan pengangkatan dari surnber penyakit dan dekompresi

darisaraf fasial.s,z

Kekerapan

Takahashi seperti dikutip oleh Yetiser 2, melaporkan dari 1639 kasus paresis saraf

fasial 3,1 % akil;l otitis media kronis. Quaranta dkks melaporkan lebih dari 1400

kolestea,.om yang dioperas; selama 30 tahun, hanya 17 (1.zo/a) pasien dengan paresis

{aslaris. Yetiser dkk2 rnenemukarr dari 24 penderita paresis saiai iasiai sebanyak 16 iS7%)

rJrang dengan kolesteatom dimana'16 penderita mengalami penyembuhan sempurna dan

B penyembuhan tidak sempurna setelah dilakukan operasi mastoidektomi dan tindakan

dekompresi. Savic dan DjericT melaporkan sebanyak 51 (80%) dar"i 64 penderita paresis

fasialis adalah dengan kolesteatom.

Data yang didapat dari subbagian Otologi FKUNSRI/RSMH dari tahun 2006-2008

telah dilakukan 6 operasi paresis saraf fasial dan semuanya disehabkan oleh CIMSK

dengan kolesteatom.

T

: :;l

'il!i.!rf .ir .!,:.,i.1*,nA,*,@r*"****td*flffi&

Anatomi

Saraf fasial (N Vll), merupakan saraf kranial terpanjang yang berjalan di dalam

tulang, sehingga sebagian besar kelainan saraf fasial terletak di dalam tulang temporal.

Saraf fasial terdiri dari 3 komponen saraf yaitu, komponen sensoris, komponen rn*torik,

dan komponen parasimpatis.t'z

Komponen sensoris memper$arafi anterior lidah untuk mengecap, melalui korda

timpani. lnti traktus solitarius terletak di medula oblongata, mempersarafi 2/3 lidah bagian

depan. Serabut dari inti-inti ini berjalan mengelilingi inti saraf abdusen (n. Vl), kemudian

meninggalkan pons bersama-sama n. Vlll (saraf koklea) dan n. intermedius (Whrisberg),

masuk ke daiam tulang temporal melalui ponis akustiku:i internus. Setelah masuk ke

ciaiam tuiang temporaisarei'fasial berjalari iiaiairr suatu saiuian iuieilS yans disebur kanal

FalloPi.t'o,to

Komponen motorik mempersarafi otot-otot wajah, kecuali m. levator palpebi'a

superior. Selain otot wajah saraf fasial juga rnernpersarafi m. stapedius dan ventei

posterior m. digastikus. lnti motorik terletak dibagian kaudal pons rli oelakang inti saiivari

superior rlan trapezoid body. lnti ini terdiri dari dua bagian, bagian superior dan inferior.

Bagian superior dipersarafi secara bilateral oleh korteks serebri, serabut saraf menuju ke

m. frontal dan m. orbikularis okuli. Bagian inferior wajah dipersarafi secara unilateral.l'8'11

Komponen paraslnnpatis memberikan perserafan pade Eangli*n lakrirnai, muiiota

hidung, kelenjar Submaksila dan kelenjar Lingual. lnti salivari superior, terletak di dorsal

dari bagian kaudal inti motorik n Vll,r's

Perjalanan saraf fasial dibagi menjadi 6 segmen : I 12

1. lntrakranial : Komponen cabang ftontal dari nukleus fasialis, diinervasi oleh traktus

kortikonr.lklear dari sisi kanan dan kiri, sebelum saraf iasial meninggalkan ftatang

otak, serabut motoriknya berbelok rneiingkari nucleus abciucen dan membentuk

"genu intemal", Setelah meninggalkan batang otak, saraf fasial memasuki porus

akustikus internus berjalan bersama dengan saraf vestibulocochlearis.

l" fvleatal {nanjang 23-24mm): Bersama-sarna saraf ke ':Jelapan, saraf fasiai berialan

melalui kanalis auditorius internus ke fundus, melewati bagian anterosuperior -

melalui foramen meatal, meninggalkan meatus. Bagian ini merupakan bagian

Qaresis Sod Q;asiaf fgt rena Ko[estedtom

tersempit didalam fanatis falopii (kanalis fasialis) dan merupakan bagian yang

sering terperangkap bila terjadi inflarnasi.

Labirin (panjang 3-5 mm) : Setelah berjalan pada jarak yang pendek dibagian

,lfiterior, saraf fasiai mempersarafl sar*f petrosus i*i.besar dengan serabui-

$erabuti:1ra ke glanciuia lakrimal dam glandula mukosa nasal. Saraf fasiai berputar

tajam kebawah dan terletak posterior dari ganglion genikulatum, membentuk genu

pertama.

Timpani (panjang 8-11 mm) : terletak di antara bagian distal ganglion genikulatum

dan berjalan ke arah posterior telinga tengah, kemudian naik ke arah tingkap-

i::njcng *::ne;ila cvaiis) dan stapss, iai: 'il.;lun da:i ;leinuaian tei'leiaii sejajar'

dengan kanal semisirkularis horizontal. Segmen timpani ditutupi oleh selubung

tulang yang tipis. ,

s. Mastoid (panjang 10-14 mm) : Di rgngga mastoid saraf fasial dibagi menjadi pars

horizontal atau pars timpani yang terletak dikavum timpani dan pars vertikal atau

pars mastoid yang terletak di rongga mastoid. Perubahan posisi dari segmen

timpani menjadi segmen mastoid disebut sebagai segmen piramidal atau genu

eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari saraf fasial, sehingga

mudah terkena trauma pada saat operasi, selanjutnya segmen ini berjalan ke arah

kaudal menuju foramen stilomastoid. Tepat sebelum keluar dari foramen ini, saraf

fasial mempersarJri korda timpani. Pada pars matoid ini keluar 3 cabang, satu

cabang motorik ke m. stapedius satu cabang sensorik ke lidah sebagai korda

timpani dan satu cabang sensorik dari cabang auricular saraf vagus yang

mempersarafi posterior liang teiinga

0' Ekstrakranial : Setelah keluar dari foramen stilomastoid, saraf fasial masuk

kedalam glandula parotis dan membagi diri untuk mensarafi otot-otot wajah.

i$',{tr

@

Gambar 1. Felaranan saraf lasia"

Saraf fasial mempunyai neuron motorik tunggarl yarg ierietak daiam sisteni sarai

pusat (SSP). Akson sel motorik dibungkus oleh sel sc,lwvr.jnn yang rrembentuk tubulus

neuralis. Nodus Ranvier yang merupakan batas antar sel schwann dapat ieilihat iiap satL;

millimeter. Saraf fasial merupakan saraf tepi yang dihungkus oleh 3 lapis jaringan yang

mempunyai sifat berbeda. Dari luar ke dalam terdapat epineurium, perineurium dan

endoneurium.la

Patogenesis

Paresis saraf fasial akibat otitis media kronis dapat terjadi akibat be[rerepa sehab:

osteitis, erosi tulang, penekanan oleh eclema, inflamasi langsung akibat infeksi, atau

neurotoksik dari sekret kolesteatoma . 2,15,16 Penyebaran infeksi ke saraf fasial dapat

meialui beberapa jalur antara lain penyebaran secara langsung dari telinga tengah atau

mastoid. Terbukanya kanal Fallopi merupakan risiko untuk timbulnya paresis fasial

otogenik akibat otitis medla supuratif kronis khususnya bila terlihat adanya kolesteotoma.

Pada saraf fasial akan terjadi proses peradangan dan edema yang menghasilkan cedera

saraf. Proses tersebut akan menimbulkan penekanan pacla saraf, yang menyebabkan

invaginasi dari nodus Ranvier dan demielinis6si.5,6,15 Kondisi tersebut menyebabkan

serabut saraf tidak mampu meneruskan impuls. Besamya tekanan menentukan berat clan

cepatnya kejadian kelumpuhan saraf. Bila proses penekanan tersebut <iihilangkan maka

akan terjadi suatu penyembuhan spontan.

&

Ft't,

if.iil;

1.

Qc"re.tts ,t/;ii lF a-t"ic,{ |iEterw ,}u\ofrsteai:otft

sr,rnderland mengklaslfiiialikun.ed.ru saral irsriasarkan nistol*lr;nya:s,14

cedera tingkat I atau blok konduksi (neuropraksia), terjadi bila konduksi impuls

terhambat, membendung sebagian ariran transpor prasma. Bira penekanan

dihilangkan, maka fungsinya akan segera kembari normar atau daram 3 minggu.

Cedera tingkat ll (aksonotmesis), terjadi bila aliran transpor aksoplasma total terhentiselama beberapa hari, sehingga terjadi diskontin uitas akson.

Cedera tingkat lll (neurotmesis) terjadi bila tekanan inhaneurai berlanjut dan terjadikerusakan lapisan endoneurium. pada kerusakan ini akan terjadi perbaikan tidaklengkap, karena akson nernasuki lapisap endoneurium yang salah sehinqcaneflrehtkar srkine€is I

z.

Fada cedera sara{ tingkat lV dan V tidak axan dilumpai penyenrbuhan sp0nlan, iidn,ur,

harus dengan tindakan operatif. Pada OMSK serabut saraf biasanya tidak terpotong, teiapi

mengalarni penekanan.s'14

2.

3.

II

1"1I

Slte of Rqcoverv 6rcul}

Gambar 2. Derajat kerusakan dan pemulihanl!

E

R

A

J

A

T

40

Selain penekanan dan'edema, kolesteatoma juga melibatkan proses biokimia dan

factor seluler. Akumulasi keratin pada kolesteatoma juga bertindak sebagai benda asing

yang rflerengsang aktilitas makrofag, Sejumlah endotoksin cian enzim dilepaskan oieh

bakteri yang terdapat di sekitar kolesteatoma. Akhirnya sel mesenkim subepitel

berproliferasi dan juga mengeluarkan kolagenase dan enzim lain yang dapat

merghancurkan tulang.lz

Berdasarkan penelitian Savic dan Djericz menemukan sebanyak 75% penderita

paresis saraf fasial kanalis fasialisnya tidak intak dan sebanyak 77.2% terjadi pada

segmen timpani, Peneliti menyimpulkan hal ini disebabkan terpaparnya kanal fasial atau

dinding kanal yang tipis. Selesnick dkko juga melaporkan area saraf fasial yang paling

serinE mengalami kerusakan adalah segmen timpani, tempat yang paling sering terkena

adalah tingkap lonjong. Selanjutnya adalah genu kedua,6

Gejala klinis

Kelumpuhan saraf fasial unilateral relatif lebih sering ditennukan dibandingkan

kelumpuhan bilateral. Pada rnastoiditis, otitis media dan kolesteatoma kelumpuhan saraf

fasial memperlihatkan jenis kelumpuhan lower mofor neuron (LMtrt;.ts

Paresis saraf fasial menyebabkan kelumpuhan otot-otot wajah. Penderita tidak

dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga penderita tidak dapat

mdngerutkan dahi, menutup fisuia palpebra dan mengangkat sudut mulut. Kelumpuhan

otototot wajah akan menimbulkan kelainan ekspresi wajah dan kesulitan makan. Paela

kelainan unilateral, saat penderita menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi tampak

wajah penderita tidak sims[1b.1'1a,le

Adanya riwayat keluar cairan dari telinga (otore) sebelumnya, gangguan

pendengaran, vertigo dan tinitus merupakan gejala yang sering terjadi dan bersamaan

paresis saraf fasial.

Diagnosis

Diagosis dari paresis fasialis oleh karena otitis media kronis ditegakkan. t tvvts t\l vr ilo uttvvqt\t\qt I

berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fungsi saraf fasial dan beberapa..-*--*-

.:," *"* ""-.-**.r*e***i

4-_

vvv9rsys

penneriksaan penunjang. Pemeriksaan fungsi saraf fasial diperlukan untuk menentukan

,$rigffdj..;,.

, Qd.resis Sdrdf q'dsi4[ furena']dofesteatom

letak lesi, beratnya kelumpuhbn dan prognosis. Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot

wajah, ada tidaknya sinkinesis atau hemispasme, gustatometri, tes schimer dan tes

ra n g sei'i g $a raf {i ;iive e,x,iehrt,i1' fest l. z, t +

Terdapai bebero,*a macam sistem pelaponan r.rntuk penilaian fungsi saraf fasial.

dientaranya pelanoran dengan sistem House-Brackmann, Botmsp and Jongkeae, i\.,lsy

Adour and Swanson dan Yanagihara. sistem pelaporan ini sangat penting untuk

mengevaluasi kesuksesan atau kegagalan berbagai ,ienis terapi. American academy of

otolaryngology-head and Neck Surgery mefyebutkan sistem House Brackmann adalah

alat pemeriksaan gradasi saraf fasial yang pdting banyak digunakap. zo

Pada penilaian dengan sistem House-Brackmann, Derajat 1 fungsi motorik wajah

ncrrtai tli semua area. Detajat 2 disfungsi ringan, dapat ditemukan kelemahan pada otot

wajah, saat istirahat tonus otot normal dan simetris, gerakan kerutan dahi normal atau

terdapat gangguan ringan, mata dapat menutup sempurna dengan usaha minimal,

gerakan mulut asimetri minimal. Derajat 3 disfungsi sedang, dapat terlihat sinkinesis,

koiltralit'rii, atau spasnre helnifasial, saat istirahat ionus otot normal den simetris, gerakan

keru;tsn dnbi ter'"laiat gangg'ran ringan sedang, mata dapat menutup sempurna dengan

usal:a, ;erekarr rlil,.lic"rt lemah der:'tan usaha makslrnel, Derajat 4 Cisfui-igsi sedang herat,

terCapat kelemahan yang jelas pada. satu sisi wajah, saat istirahat tonus otot normal dan

:rmetris, tidak terdapat gerakan keruran dahi, mata tidak dapat menutup sempurna,

gerakan mulut asimetris dengan usaha maksimal. Derajat 5 disfungsi berat, saat istirahat

wajah asimetris, tidak terdapat gerakan kerutan dahi, mata tidak dapat menufup sempurna,

gerairen niuiut nniilirriei, D,lrlelut S paralisis tot;;..Ii

Penilaian dengan sistem Freyss, pada sistem ini dinirai 4 komponen, yaitu

pemeriksaan fungsi motorik, tonus, sinkinesis dan hemispasme. Pada pemeriksaan sistem

motorik, wajah dibagi menjadi 10 area, berdasarkan 10 otot yang bertanggung jawab

terhadap mimik dan ekspresi wajah. Untuk setiap gerakan dari kesepuluh otot tersebut

dibandingkan antara sisi kanan dan sisi kiri dan diberi nilai 0-3, dengan keteranEan nilai 3

bila gerakan normaldan simetris, nilai2 bila ada gerakan antara nilai 1dan2, nilai 1 bila

terdapat sedikit gerakan, nilai 0 bila tidak ada gerakan sama sekali. Pada keaclaan istirahat

tat;pol i:;'':ireksi, i,.iii:t i:::ilc ijlfit menentuk;l lit,r;:'::ri.;,Tlaan -:.,,,-ii,;_:i:jrl ekiJl:'li ,.,'11;tti:.

Pemeriksaan tonus wajah dinilai dengan membagi wajah menjadi 5 area. Menurut Freyss,

I

pemeriksaan tonus merupikan hal penting dan penilaian tidak harus dilakukan untuk

setiap otot, melainkan cukup untuk setiap tingkatan otot-otot wajah. Nilai untuk tonus

bemilai 0-3, nilai 3 untuk tonus normal, 0 bila tidak ada tonus, Apabila terdapat hipo atau

hipertonus maka nilai 3 dikurangi 1-2 tergantung derajatnya. Untuk mengetahui ada

tidaknya sinkinesis dilakukan perneriksaan, penderita diminta memejamkan mata sekual

kuatnya, kemudian pemeriksa memperhatikan ada tidaknya gerakan otot-otot di daerah

iudut bibir atas, diberi nilai 2 bin tidak ada sinkinesis. S!la tnrr!*pat slrik"inesir nilai

dikurangi 1 atau 2 tergantung pada derajatnya. Pemeriksaan kedua penderita ciiminta

tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian pemeriksa memperhatikan ada atau

tidaknya gerakan otot-otot sudut mata bawah, diberi nilai ? bila tidak ada sinkinesis. Bila

terdapat sinkinesis nilai dikurangi 1 atau 2 tergantung pada derajatnya. Pemeriksaan

ketiga sinkinesis juga dapat terlihat saat serang berbicara (gerakan emosi). Pemeriksa

memperhatikan ada tidaknya gerakan otot sekitar mulut, diberi nilai '1 bila tidak ada

sinkinesis, bila terdapat sinkinesis diberi nilai 0. Bila ticjak terdepet i-teinispasiyre tjibeti nilai

1. Bila terdapat hemispasme diberi nilai minus 1 untuk setiap gerakannya.2t

Pemertksaan Penunjang

P em eriks a a n T op ognosti k

Untuk mengetahui letak lesi digunakan uji topognostik. Uji ini meliputi pemeriksaan

adanya rasa nyeri ditelinga, fungsi pengecapan, protluksi air mata, saliva dan adanya

reflex stapedial.t

Pcmeriksaan Elektrofi sioloqik

Perneriksaan elektroflsiologik diperlukan biia beratnya cedera tiaak jeias can liiga

u ntuk menentukan prognosis. Pemeriksaen elektrofi siolog ik iian'taia"ya :

1. Nerue excitability test (NET) dilakukan dengan bantuan alat stimulator saraf fasial,

yanE rnernpr.lnyai kekuatan 22,5 volt dan mengalirkan arus listrik secara konstan

dengan ambang 0-10 mA. Pemeriksaan ini melibatkan rangsang saraf fasial secara

perkutaneus yang dimulaidari sudut rahang atau foramen stylomastoid. Laumans dan-

Jcngkees s*pertidiliutip dariSjarifuddiar, pad:: t;hl:n 19fl;,,i,i,il.::lian peneliiian pada

-l,.-*a**e*i:

Qa,resis .9 a1f fasiaf futrena'l(ofesteatom

l4lpasienyangdiperiksadenganNETdantidapatkanper,edaannilaiambangsisi

n0rmal dengan sisi paresis lebih dari 3,5 mA merunjukkan Fgnosis yang buruk' 1

2. Maximal stimulation lesf (MST)

Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalltan olei May e al. Pemeriksaan lnl sangat

baik untuk monge'laluasi clegenerasi sarlf fasia! '6gerl seteiah cnset' Pemeriksaen

,_ ini dapat dilakukan dengan menggunakdn alat strruhs saraf yang tersedia secara

komersil. Perneriksaan dilakukan pada 5 area wajat yaitu : Dahi dan alis mata, area

periorbita, pipi, bibir atas dan ala nasi, bibir bawrh area servikal dan pla$sma'

Respon pada sisi cedera dinilai sebagai sama (eqr.nl, berkurang minimal (minimally

decrease),berkurang bermakna (markedlydecrease),idak ada (absenf) dibandingkan

dengan sisi normal. Berkurang minimal {Minimally dcreasedJ ditetapkan bila respon

kontraksi otot pad: sisi cedera sebesar 50% dari 1isi normal, lvlarkedty decreased

ditetapk:n bila respon ilontraksi otot pada sisi cdera sebesar <25% dari sisi

nor.rtal,13-16

3. ElectoneuronograPhY(ENoG)

Electoneuronography atau disebut juga evoked electomyograp/ry (EEMG) digunakan

untuk menghitung secara kuantitatif persentase seabut saraf yang masih respon

terhadap rangsang elektrik. Tujuan pemeriksaan adahh untuk menilai seluruh serabut

saraf yang masih respon terhadap rangsang elektrik. Jika pada saat penilaian didapat

respon puncak amplitudo (yang didefinisikan bila lidak ada peningkatan respon

amplitudo dengan peningkatan arus listrik) maka arus listrik ditingkatkan 10 -20 Yo

dari yang dipakai dan digunakan sebagai level rangsang akhir' Arus awal yang

digunakan adalah 30-35mA. Setelah itu arus ditingkatkan tiap SmA untuk mencari

respon puncak amplitudo. Dalam melaporkan hai! pemei'iksaan ENoG' k'uantitas

serabut saraf yang masih bisa respon terhadap rangsanE elektrik disajikan dalam

persentase terhadap sisi normal.22

HectramyagraPhY (EMG)

Femertlqeaen EMS menguhuF ree5)$il $Fi"a$tan Sari ciet se*t utot dslcitr kB*{letfril

istirahat, .secara

normar tri ffr;t;tukkan

iespon ;lektrik,

ootlull- ttontl dan

. '...

10

,t

mengalami keterlambatan 10-20 hari dari onset cedera, tergantung dari iarak lol''asi

cedera saraf ke neuron motor' 22

5' Blink refleks

BlinkreflekdigunakanuntukmenEevaluasisaraftrigeminusdansaraffasial.Namun

peda i:mumnya bllnk refleks digunakan untuk mengevaluasi Beil's Palsy' F'efleks

kornea merupakan contoh yang baik untuk blink ieiieks Biia kornea distimulasi' maka

!j

terjadi kedipan pada kedua mata. Bagian aferen tefleks ini clitirnhulkan oleh

n.Trigeminus yang ipsilateral, sedangkan bagian e{eren rlitimbulkan oleh saraf fasial

bilateral.

pada fase kronis paresis fasialis, ElvlG rnerupakan pemeriksasn yang palirig baik

untuk memperkirakan onset penyembuhan dan mengevaluasi sisa dufisii neurologis' $aat

proses regenerasi berjalan, unit motor menjadi besar kerena banyak serabut ctr:t lneiei:ihi

normalyang dipersarafi oleh neuron yang mengalami regenera-ri

Perneriksaan Penunianq lain

Audiometri nada rnurni dan audiometri tr:tur penting untuk mengetahui jenis dan

derajat gangguan Pendengaran'1

Perneriksaan penunjang meliputi radiolngis mastoiel untirk melihai adai:-va

kolesteatorna dan tomografi komputer (TK) dapat mengevaluasi adanya destruksi iulang ,

kolesteatoma dan rangkaian tulang pendengaran. Tl"( saraf fasial seheium aperasi tii:ak

banyak memberikan informasi karena tidak dapat mendeteksi kerusakan kecil pada kanalis

fasialis dan karena kelokan-keiskan yang ada sepanjang saraf fasiai'2'14

Pegobatan

pada paresis saraf fasial akibat otitis media supuratif kronik peEobatan konservatif

dengan antibiotlk, anti inflamasi, kortikosteroid, dan neurotonik hanya diberikan untuE-'- --;

persiapan pembedahan mencegah semakin memburuknya paresis'

Pada otitis media supuratif kronik rjengan paresis fasialis, tindakan pembedahan

yeritu rnasrioidekt+nnl ung"lil meri:bersihkan sejur;lh r;nlga mastoifi del;'i daerah k:nal ;as;el

dari sumber infeksi dan kolesteoeoma, haruh segera dilakukan. Mastr:iqiektemi dikeriakan

untuk mengangkat kolesteatoma dan jaringan patologis'zr Daerah yang paiing sering

cParesis Saraf Fasiaf ftarcna Kofesteatom_

terkena adalah segmen timpani dan biasanya kanal falopi hancur. Biasanya sarafnya

sendiri intak dan kolesteatom hanya perlu diangkat dari sarafnya.2,6

Bila terdapat kerusakan saraf, rnaka saraf yang rusak harus di potong dan segera

difgkOnStn.rkSi r)enaan qnrl-ta-enr!-an4sJrtrnr,al,, >j-qt1 f,,in2r.v I r ". r.1,y,t,;1t .../ ".,t,r1, ,,.. ,n

FT A;* -r/ tz- z!- -/ '/IJ' ;:','u

,_ LenUnpfas;i gJla\';ASra, d|fiV|;X.,at iJlt..tpat:r"|littt\'illkoo..): jJ Vllr'Jtrr'rLit

elektroneurografi didapatkan reduksi sebesar 90%, yang berarti telah terjadi kerusakan

pada selubung myelin saraf.22

Prognosis

Beberapa faktor prognostik yang dinilai pada paresis saraf fasial adalah umur,

deralat paresis, penilaian elektrofisiologik, reflek stapedius, fungsi lakrimalis dan

pergerrkan spontan. Berdasark;n penelitian yang dilakukan oleh lkeda dkks melaporkan

bal',wa faktor yang paling prediktif d.lam prognosis paresis fasial adalah neive excrtability

,esf (NET).

Laporan kasus

Seorang laki-laki, umur 25 tahun datang ke poli THT RSMI-{ dengan keluhan mulut

mencong ke kanan. Penderita juga mengeluh keluar caii'an bau berwarna kuning dari

teliriga it)ri, pusii:; b*rp*tar, teilnga kiri berd*ilglng **r pendei]i]*rilri bei'kurnrrg l"elilhar

ini diderita sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat keluar cairan dari kedua telinga sejak

penderita berusia 2 tahun. Penderita lalu dikonsulkan ke suhdivisi otologi THT.

Dari anamnesis didapatkan wajah mencong ke kanan, dan matanya tidak bisa

ditutup rapat sejak 3 bulan sebelumnya. Riwayat keluar cairan dari kedua telinga sejak

usia 2 tahun. Pendengaran telinga kiri sangat herliurang dibanding i*iinga kanari. frasa

pusing berputar ada, keluhan gangguan air mata tidak ada, sakit kepala disisi kiri.

Pemeriksaan fisik secara umum dalam batas norlmal. Telinga kiri iiang telinga

sagEing dan terdapat sekret mukopurulen dengan bau khas kolesteatonta. 'lelinga

kanan

didapatkan perforasi subtotal tenang, hidung clan tenggorok tidak acja keiainan.

Pada pemeriksaan audiogram didapatkan telinga kiri tuli camptrr sangat berat {120

dB). Telinga kanan didapatkan tuli konduktif 40d8. Hasil pemeriksaan labotarium darah

I

leukosit 11800 /mme, hemoglobin 14,9 Edl dan yang lain dalam batas normal. Hasil

pemeriksaan foto polos mastoid didapdkan kesan OMSK tipe sklerotik dengan

kolesteatom pada telinga kiri dan OMSK tanpa kolesteatom pada telinga kanan. Dari

tontografi komputer mastoid didapatkan kesan mastoiditis tipe skierotik kanan, agenesis

telinga tengah klr! dan kolesteatom telinga kiri dengan destn;kst ti:iang. Tes gusiatonretri

da;s:-il l)i;!fi$ nat'u:;,i. **ida;*f';::n klasifikas; l"ir-:i,rrq*-.ii;*ckrn*:l;r {i;l;i-,;r:iiian pait::iirt r,;i:tiiji

fasial derajat lV. Mengingat keterbatasan alat yang ada di bagian Tl-lT-KL. RSMH, maka

pemeriksaan penunjang lainnya tidak dapat dilakukan.

Diagnosa kerja pada penderita ini adalar otitis media supuratif kronis rnaligna

telinga kiri dengan paresis saraf fasial perifer HB derajat lV dan otitis media supuratif

kronik benigna telinga kanan fase tenang. Pada pasien ini telah diberikan pengobatan

antibiotik oral, kortikosteroid, antibiotik tetes telinga, analgetik dan H2023 % sebagai cuci

tellnga.

Pasien lalu dilakukan radikal mastoidektomi. lnra operatif ditemukan pada kavum

timpani terdapat kolesteatom luas, jaringan ikat oan jaringan granulasi, Tulang

pendengaran hanya ditemukan serpihan prosesus brevis inkus. Tidak ditemukan defek

pada kanal fasial. Dinding posterior sudah runtuh, terdapat bridge lalu diamputasi.

Kolesteatorna dan jaringan granulasi sangat iuas pacja kavL:i"n rnas{olcj. D'ure tern.rpar

2x0.5 cm sedangkan sinus simoid tidak. Dilakukan pengangkatan kolesteatoma dan

jafi,"'*t"t ':ryilUl;:t: rr..]r;"1:;i'; .'i,ingkin. KO!r.::,',,:,,t.' ,.?i-hasi "''.'':'' j iltul lr:'1;;,';.1':..";

meatoplasti, timpanoplasti tipe lll dan penutupan dura dengan tulang. Luka operasi

ditutup lapis demi lapis.

Pasca operasi pasien diberikan antibiotik dan kor-tikosteroid intravena dan

analgetik. Satu hari pasca operasi paresis fasialis menjadi HB derajat l. Luka jahitan---

tenang.

Satu buian setela[t operasi penderita menunji.liikan peroaikan dan tidak'iere.lapat

lagiparesis saraf fasial. t,

i

l3

S,rrttit 5 orol'1,tsia [ futrena'{o[es r-ctr;-,0-*

:Faresis fasiairs meri.ipakan suatu i(elumpuhan dari otot-otot wajah. Penderita tidak

dapat atau kurang dapat menggerakkan otot-otot wajah, sehingga tampak wajah pasien

tidak simetris. Otitis media supuratif kronis sangat berpotensi menimbulkan komplikasi

diantaranya paresis ervus fasial. Pengobatan modern dengan pemberian antibiotik telah

menurunkan komplikasi yang ditimbulkannya. Upaya untuk mengatasi timbulnya

komplikasi ekstrakranial dari otitis media supuratif kronis, adalah dengan mencegah

bertambah beratnva infeksi pada otitis media supuratif kronis dengan pemberian antibiotik

dan ear toilet.t

Dilaporkan kasus seo;ang laki-laki umur 25 tahun dengan otitis media supuratif

k',:Ii:l *Uiign* l;riii;:il1; 1,:" :r:ilga,t pares'. , :r'li li:".,iel pf ;r:.i ;";l .':llajei l'"" ,-:,r,'; ::i:lis

media supuratif kronik benigna telinga kanan fase tenang.

Dari anamnesis didapatkan keluhan muka menceing dan adanya riwayat keluar

cairan yang cukup lama. Keluhan muka mencong menunjukkan wajah yang tidak simetris,

Flal tersebut sesuai dengan kepustakaan yang rnenyebutkan bahura kelumpuhan saraf

fasial ditandai dengan asimetri wajah. Adanya riwayat keluar cairan yang cukup lama

menunjukkan adanya OMSK yang merupakan penyebab kelumpuhan saraf fasial^1,2

Pada kasus di atas diberi pengobatan berupa antibiotika dan kortikosteroid

selanjutnya dilakukan mastoidektomi radikal. Hal tersebui sesuei dengan Kepustakaan

bahwa prinsip terapi OMSK maligna ialah operasi.z3

Pasca operasi, paresis saraf fasial menjadi HB derajat l. Perbaikan tersebut terjadi

karena operasi yang dikerjakan mampu menghilangkan infeksi dan kolesteatoma yang

menjadi sumber penekanan atau kompresi saraf. Bila kompresi tersebut dihilangkan maka

akan terjadi penyembuhafl sp0nt66.7,17

-t''t

:i{

,i

2

A

18.

L

Daftar Pustaka

1. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan saraf fasialis. Daiam: Buku ajar llmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leha. Edisikeenam, hal114-117

2. yetiser S, Tosun F, Kazkayasi M. Facial Nerve Paralysis Due to Chronic Otitis Media. Otology &

lieuntclogy ?l)02;2'?:580-8.

7.

Mahekam Tp, Croxson GR, Coulson S. lnfective Causes of Facial Nerve Paralysis Otology &

Neurotology 2006;28: 1 00-03.

\S*rg FlM, l-ir JC, Tai CF et al. Analysis ;f tulasttld findings *l 3:;tgeri to Tre:*i Lliiidl* [ar

Cholesteatoma. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2006;132:1307-10

euaranta N, Cassano M, Quaranta A. Facial Paralysis Assosiatecj Wiih Cholesteatoma: A Review of 13

Cases. Otology & I'leu rotology 2007 ;28:405'7 .

Selesnick SH, Macrae AGL. The lncidence of Facia{ Nerve Dehiscence at Surgery for Choiesteatoma.

Otology & Neurotology 2001 ;22:129-32.

lkeda M, Nakazato H, Onoda K, Hirai R, Kida A. Facial Nerve Paralysis Caused by Middle Ear

Cholesteatoma and Effects of Surgical lntervention. Acta Oto-Laryngologica 2006;126:95-100

Yoo JK. Facial Nerve Paralysis, Dept. 0f Otolaryngology, UTMB, Grand Rounds

lkeda M, Abiko Y, Kukimoto l,l et al. Clinical Factors that lnffuence the Prognosis of Facial Nrrrve

Paralysis and the Magnitudes of lnfluences, Laryngoscope 2005;1 1 5:855-60'

Silver AJ, Janecka l, Wazen J et al. Complicated Cholesteatomas: CT Findings in lnner Ear

Cornplications of Middle Ear Cholesteatomas. Raciiology 1987;164:47-5i '

probst R et al. Clinically Relevant Anatomy, Function and Evaluation of Facial Nerve. ln: Basic

Otorhinolaryngology. New York:Thieme'2006:p. 291 .

Ballenger JJ, Snow JB. Otortrinolaryngology: Head and Neck Surgery. 1$h Ed. USA: Williams & Wilkins

1946:1153-9

13. No Name. Human Face. Available al

a1a1trqr.qgjf1idnl$-q.rliltornyiilqlgl''em|i!i,ri,:,i.i ' Cited Ocober, 13th 2008'

14.

15.

Maisel RH, Levine SC. Gangguan Saraf Fasialis. Dalarn : Adams Gl . Boies LR, Higler FA. Buku Ajar

Penyakit THT. Ed 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC.1997:139-52

Joseph EM, $pe1ing Nlr,4. Facial Nerve Paralysis in Acute Otitis Media: Cause and Management

Revisited. Otolaryngology Head and Neck Surgery 1998;1 1 8:694-96

Zinis LRD, Gamba P, Balzanelli C. Acute Otitis tr4edia and Facial Nerve Paralysis. Otology &

Neurotology 2003;24:1 13:l 17 .

iMoody MW, Lambert PR. lncidence of Dehisc-i:nce of the Facial Nerve in 416 Cases of Cholesteatoma.

Ototlogy & Neurotology 2007;28:400'04'

Caparas, Linr et al. Facial I'lerve Problems. ln: Basic Oiolaryngology. University of Philliprnes. 1993:90-

u+.

Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Ed 5. Jakarta, PT. Dian RakVat, 1989:159-62

10.

11.

12.

i:ilT:

I*li{i

I

Ii

I

17.

18.

'j

,$,,1

$tu

il

'l

i:

1S.

-.l*s*b-*.-

, =__d

m.

21.

22.

23.tf,

2.4.

cParesis Saraf f asfuf forena \pfesteatont

Yen TL, Driscoll CLW, Lalwani AK. Significance of House-Brackmann Facial Nerve Grading Global

Score in the Sefting of Differential Facial Nervg Function. Otology & Neurotology 2003:24:118-122.

AMandi W. Sistem-sistem Pemeriksaan Fun$si Saraf Fasialis. Dalam makalah PITO tahun 2007 di

Medan.

Ballenger JJ. Paralisis Nervus Fasial. Dalam : Ballenger JJ. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Ed 13.

Jakarta. Bina Rupa Aksara, 1994:55465,

Bailey BJ, Calhoun KH. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2nd Ed, Philadelpia: Liplinent.Raven,

1998:2041-62.

Lichius OG, Sudhoff S, Hildmann H. Facial Nerve Surgery. ln: Middle Ear Surgery. Germany: Spinger,

2006:103-111.

1{


Recommended