+ All Categories
Home > Documents > 1859_skripsi

1859_skripsi

Date post: 06-Jul-2018
Category:
Upload: mochamad-rizal-jauhari
View: 215 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
93
 1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dewasa ini berkembang semakin cepat. Salah satu tujuan pengembangan teknologi adalah mengurangi keterbatasan manusia di dalam meningkatkan kualitas hidup dan kenyamanan kehidupan. Salah satu bukti bahwa  perkembangan teknologi tersebut mampu menunjang kehidupan adalah hasil teknologi tersebut dapat dipergunakan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, ketelitian, dan keamanan kerja terhadap peralatan-peralatan yang digunakan. Seiring perkembangan industr i elektronika yang disertai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), maka dunia elektronika telah mampu memasuki kemajuan seperti sekarang ini, ketika segala macam produk elektronika ataupun peralatan industri dikembangkan dengan sistem digital dan dikendalikan dengan komputer. Dengan era digital dan komputer tersebut, pengaturan, dan  pengendalian segala macam peralatan elektronika dan industri lainnya menjadi maksimal, serba otomatis, dan handal. Untuk mencapai maksud seperti di atas, maka peralatan-peralatan yang digunakan harus mempunyai kriteria tertentu, seperti ketelitian, ketahanan, kemudahan pengoperasian, dan kualitas hasil alat tersebut, sehingga akan dihasilkan  produk yang akurat dan aman.
Transcript
Page 1: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 1/93

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan teknologi dewasa ini berkembang semakin cepat. Salah satu

tujuan pengembangan teknologi adalah mengurangi keterbatasan manusia di dalam

meningkatkan kualitas hidup dan kenyamanan kehidupan. Salah satu bukti bahwa

perkembangan teknologi tersebut mampu menunjang kehidupan adalah hasil

teknologi tersebut dapat dipergunakan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas,

ketelitian, dan keamanan kerja terhadap peralatan-peralatan yang digunakan.

Seiring perkembangan industri elektronika yang disertai dengan kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), maka dunia elektronika telah mampu

memasuki kemajuan seperti sekarang ini, ketika segala macam produk elektronika

ataupun peralatan industri dikembangkan dengan sistem digital dan dikendalikan

dengan komputer. Dengan era digital dan komputer tersebut, pengaturan, dan

pengendalian segala macam peralatan elektronika dan industri lainnya menjadi

maksimal, serba otomatis, dan handal.

Untuk mencapai maksud seperti di atas, maka peralatan-peralatan yang

digunakan harus mempunyai kriteria tertentu, seperti ketelitian, ketahanan,

kemudahan pengoperasian, dan kualitas hasil alat tersebut, sehingga akan dihasilkan

produk yang akurat dan aman.

Page 2: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 2/93

2

Sejalan dengan perkembangan teknologi terutama di bidang telekomunikasi,

maka penulis mencoba membuat suatu sistem kendali speaker jarak-jauh melalui jala-

jala listrik. Penempatan speaker unit pada ruang yang berbeda dengan unit penguat

lazimnya akan membutuhkan kabel yang cukup panjang dan penataan instalasi kabel

yang baik agar kabel yang dipasang terlihat rapi, bahkan tidak terlihat, dan

menghasilkan suara yang baik. Salah satu solusinya adalah menggunakan kabel yang

sudah ada, yaitu kabel instalasi listrik.

2. BATASAN MASALAH

Sistem kendali speaker jarak-jauh melalui jala-jala listrik ini merupakan

sistem pengiriman sinyal audio dari penguat, radio, atau player melalui jala-jala

listrik yang sebelumnya dimodulasi secara FM. Sistem ini cocok digunakan untuk

trasmisi sinyal audio, yang memerlukan kualitas yang baik, seperti musik atau

pembicaraan.

Pada sistem kendali speaker jarak-jauh melalui jala-jala listrik ini akan

dibahas sinyal input, output, jala-jala listrik, transmitter dan receiver FM. Sistem ini

dapat dioperasikan di mana saja sebatas di dalam rumah atau gedung asalkan ada

outlet jala-jala listrik dengan fase sama.

Page 3: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 3/93

3

3. TUJUAN PENULISAN

Penulisan tugas akhir ini bertujuan seperti berikut:

1. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dalam menempuh

pendidikan Program Ekstensi Sarjana Teknik Elektro, Fakultas

Teknik, Universitas Gadjah Mada.

2. Memanfaatkan jala-jala listrik untuk mengontrol speaker secara jarak-

jauh.

3. Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam perancangan

dan pembuatan rangkaian elektronika khususnya di bidang

telekomunikasi dan kontrol.

4. METODOLOGI PENULISAN

Metode penulisan tugas akhir terdiri atas tiga bagian berikut.

a. Studi literatur;

dilakukan untuk mengumpulkan dan mempelajari bahan-bahan

pustaka yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi.

b. Perancangan alat;

dilakukan dengan perancangan dan implementasi perangkat-keras

yang meliputi input, output, transmitter dan receiver FM.

c. Pengujian alat;

dilakukan untuk menguji alat yang telah dibuat apakah telah bekerja

baik dan sempurna.

Page 4: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 4/93

4

5. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah,

metodologi penulisan, sistematika penulisan.

BAB II : TEORI DASAR

BAB III : KOMPONEN DAN PERANCANGAN ALAT

BAB IV : PENGAMATAN DAN ANALISIS

BAB V : PENUTUP

Page 5: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 5/93

5

BAB II

TEORI DASAR

1. Modulasi Gelombang Kontinyu (Continuous Wave Modulation)

Tujuan suatu sistem komunikasi adalah mengirim sinyal informasi melalui

suatu channel komunikasi bila posisi transmitter dengan receiver mempunyai tempat

yang terpisah. Sinyal-sinyal informasi dalam ilmu komunikasi dinamakan sinyal-

sinyal bidang dasar (baseband signals). Sinyal baseband ini mempunyai lebar bidang

frekuensi yang mewakili sinyal-sinyal asli dan merupakan sumber informasi. Tujuan

channel komunikasi adalah untuk menggeser kisar frekuensi baseband ke frekuensi

lain yang digunakan untuk pengiriman informasi, dan pada receiver sinyal yang telah

digeser tersebut dikembalikan dengan cara menggeser kembali ke frekuensi asal

seperti keadaan sebelum digeser. Sebagai contoh, suatu sistem radio bekerja pada

frekuensi 30 kHz dan diatasnya, sedang sinyal baseband berada pada range frekuensi

audio, sehingga sinyal baseband tersebut bergeser pada frekuensi yang berada pada

sistem radio tersebut. Pergeseran frekuensi ini dilakukan dengan suatu proses

modulasi, ketika parameter sinyal carrier berubah-ubah menurut perubahan sinyal

pemodulasi (sinyal informasi). Secara umum bentuk sinyal carrier adalah gelombang

sinusoidal sedangkan sinyal informasi yang berupa suara adalah gelombang kontinyu.

Sinyal baseband ini disebut sebagai gelombang pemodulasi (modulating wave)

sedangkan hasil proses modulasi disebut sebagai gelombang termodulasi (modulated

wave).

Page 6: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 6/93

6

Modulasi merupakan proses terakhir dari pengiriman informasi yang

digunakan pada sistem komunikasi. Sedangkan pada receiver proses akhirnya adalah

mendapatkan kembali sinyal baseband (informasi) yang asli untuk diterima oleh user .

Proses penerimaan diketahui sebagai proses demodulasi (demodulation) yang

merupakan kebalikan proses modulasi (modulation).

Gambaran dasar diagram blok pemrosesan sinyal, adalah pemancar pada

sistem komunikasi analog yang berupa modulator dan penerima yang berupa

demodulator seperti Gambar II.1 berikut:

Bentuk gelombang output pada sistem modulasi gelombang kontinyu yang dikenal

dengan istilah modulasi amplitude (amplitude modulation/AM ) dan modulasi sudut

(angle modulation) diperlihatkan pada Gambar II.2.

ModulatorSinyal

informasi

Gelombang carrier

sinusoidal

Gelombang

termodulasi

(a)

DemodulatorOutput

channel

Sinyal informasi

yang diterima

(b)

Gambar II.1 Komponen sistem modulasi gelombang kontinyu

(a) Transmitter dan (b) receiver

Page 7: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 7/93

7

Gambar II.2 Sinyal AM dan FM (a) sinyal pembawa, (b) sinyal pemodulasi, (c)

sinyal AM, (d) sinyal FM

(a)

(b)

(c)

(d)

t

Page 8: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 8/93

8

Pada Gambar II.2 bagian (a) dan (b) menampilkan bentuk sinyal carrier dan

sinyal informasi, sedangkan (c) dan (d) menampilkan perbedaan antara sinyal

termodulasi amplitude ( AM ) dan sinyal termodulasi frekuensi (FM ), sedang sinyal

termodulasi frekuensi merupakan bentuk modulasi sudut (angle modulated ).

2. Modulasi Frekuensi (FM)

Didalam modulasi frekuensi (frequency modulation/FM) kombinasi antara

sinyal pemodulasi (informasi) dengan sinyal carrier menyebabkan output dari

modulator FM mempunyai frekuensi yang bermacam-macam menurut amplitude

sinyal pemodulasi. Gambar II.3 menunjukkan diagram blok transmitter FM , tampak

sinyal pemodulasi diberikan pada komponen variable capasitor (varicap) sehingga

nilai resistansnya berubah-ubah. Output dari varicap ini kemudian dihubungkan ke

bagian osilator yang merupakan pembangkit beberapa frekuensi tergantung pada

besarnya output varicap ini. Bila tanpa modulasi rangkaian osilator ini akan

membangkitkan frekuensi center yang stabil. Bila modulasi diterapkan, maka varicap

akan menyebabkan frekuensi dari osilator berubah-ubah sekitar frekuensi center

menurut perubahan amplitude sinyal pemodulasi.

Output osilator ini kemudian masuk ke bagian frequency multiplier (pengali

frekuensi) untuk menambahkan atau mengurangi besarnya frekuensi yang terdapat

pada bagian frequency multiplier ini, dan selanjutnya diberikan ke baian power

amplifier untuk dipancarkan.

Page 9: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 9/93

9

2.1. Spektrum FM

Bentuk gelombang hasil modulasi frekuensi berupa sinyal termodulasi

frekuensi, yaitu mempunyai amplitude tetap dengan besar frekuensi yang berubah-

ubah atau mengasilkan banyak frekuensi. Bentuk gelombang termodulasi frekuensi

ini akan mempunyai spektrum frekuensi dengan frekuensi yang cukup banyak atau

mempunyai sinyal sideband hanya satu atau lebih dari satu. Banyaknya frekuensi

pada hasil proses modulasi FM ini menentukan besarnya bandwidth dari suatu

transmitter FM yang menyatakan lebar tempat kedudukan suatu transmitter . Maka

semakin banyak sinyal sideband yang dihasilkan oleh transmitter FM , maka semakin

besar juga range frekuensi yang digunakan oleh transmitter FM tersebut.

Frequency

MultiplierPower

Amplifier

Osilator Varicap

Sinyal pemodulasi

(informasi)

Gambar II.3 Diagram blok transmitter FM

Page 10: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 10/93

10

Pada sistem modulasi FM juga dikenal istilah index modulasi seperti yang

digunakan pada sistem modulasi AM , tetapi fungsi pengaturan index modulasi disini

berbeda dengan yang digunakan pada sistem AM , yaitu pada sistem FM fungsi indeks

modulasi adalah untuk mengatur bandwidth frekuensi, sedangkan pada sistem AM

adalah untuk mengetahui atau mengatur kualitas sinyal termodulasi AM yang akan

dipancarkan. Dalam pengaturan bandwidth untuk modulasi FM dikenal dua istilah,

yaitu NBFM (narrow band FM) dan WBFM (wideband FM). NBFM mempunyai

index modulasi lebih kecil atau sama dengan 0,2 dan sebaliknya untuk WBFM

mempunyai index modulasi lebih besar dari 0,2. Gambar 2.4 menunjukkan pengaruh

perubahan index modulasi yang berupa perubahan bentuk spektrum frekuensi dan

secara pendekatan numeris berdasarkan grafik atau tabel fungsi Bessel seperti

Gambar II.5 atau Tabel II.1

Gambar II.4 Tiga spektrum sinyal FM dengan indek modulasi berbeda.

β=0.5

β=1

β=2

Page 11: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 11/93

11

Tabel II.1 Angka-angka fungsi bessel

Jn( β )

n\ β 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 0.7652 0.2239 -0.2601 -0.3971 -0.11776 0.1506 0.3001 0.1717 -0.09033 -0.2459

1 0.4401 0.5767 0.3391 -0.06604 -0.3276 -0.2767 -0.004683 0.233346 0.2453 0.04347

2 0.1149 0.3528 0.4861 0.3641 0.04657 -0.2429 -0.3014 -0.1130 0.1448 0.2546

3 0.01956 0.1289 0.3091 0.4302 0.3648 0.1148 -0.1676 -0.2911 -0.1809 0.05838

4 0.002477 0.03400 0.1320 0.2811 0.3912 0.3576 0.1578 -0.1054 -0.2655 -0.2196

5 0.007040 0.04303 0.1321 0.2611 0.3621 0.3479 0.1858 -0.05504 -0.2341

6 0.001202 0.01139 0.04909 0.1310 0.2458 0.3392 0.3376 0.2043 -0.01446

7 0.002547 0.01518 0.05338 0.1296 0.2336 0.3206 0.3275 0.2167

8 0.004029 0.01841 0.05653 0.1280 0.2235 0.3051 0.3179

9 0.005520 0.02117 0.05892 0.1263 0.2149 0.2919

10 0.001458 0.006964 0.02354 006077 0.1247 0.2075

11 0.002048 0.003335 0.02560 0.06222 0.1231

12 0.002656 0.009624 0.02739 0.0633713 0.003275 0.01083 0.02397

14 0.001019 0.003895 0.01196

15 0.001286 0.004508

16 0.001567

Gambar II.5 Grafik fungsi bessel

J o( β )

J 1( β ) J 2( β )

J 3( β ) J 4( β )

J n( β ) β

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

-0.2

-0.4

2 4 6 8 10 12 14 16 18

Page 12: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 12/93

12

Dari bentuk spektrum yang ada dapat diketahui besarnya bandwidth untuk

modulasi FM, yaitu dengan rumus bandwidth (BW)=2f mn, dengan n adalah

banyaknya sinyal sideband yang dihasilkan proses modulasi dan f m adalah frekuensi

informasi. Sedangkan persamaan dari sinyal termodulasi frekuensi adalah:

eFM (t) = A cos[2π f ct+ β sin(2π f mt)]

β =m f

f ∆

menurut aturan Carlson lebarbidang (BW) sinyal termodulasi frekuensi dirumuskan,

BW ≈ 2( β +1)f m = 2(∆f+ f m)

dengan :

eFM (t) = bentuk sinyal termodulasi FM

A = amplitude sinyal carrier

f m = frekuensi sinyal informasi

f c = frekuensi sinyal carrier

β

= index modulasi

2.2. Penerima FM

Penerima FM berfungsi untuk mendapatkan kembali sinyal informasi dari

sinyal termodulasi frekuensi yang telah diterima. Pada sistem ini menggunakan

teknik PLL (phase locked loop) yang merupakan pengunci atau menyamakan phase

suatu sinyal yang diterima, yaitu dengan cara membandingkan sinyal yang diterima

(sinyal termodulasi frekuensi) dengan sinyal hasil proses looping dari rangkaian PLL

itu sendiri. Hasil proses membandingkan ini berupa nilai amplitudo dari sinyal

informasi, yaitu bila sinyal termodulasi frekuensi mempunyai frekuensi yang lebih

Page 13: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 13/93

13

tinggi dari frekuensi sinyal hasil proses looping, maka amplitude sinyal output PLL

akan naik, dan sebaliknya. Diagram blok dari PLL seperti terlihat pada Gambar II.6.

Pada Gambar II.6, phase comparator berfungsi sebagai pembanding antara

sinyal termodulasi frekuensi dengan sinyal f o, kemudian diberikan ke bagian loop

filter untuk diperoleh tegangan dc yang merupakan output dari PLL. Sedangkan

bagian VCO (voltage controlled oscillator) berfungsi sebagai pengubah tegangan dc

yang merupakan output loop filter menjadi suatu sinyal yang mempunyai frekuensi

tertentu.

3. Penguat Diferensial

Komponen-komponen praktis pada IC monolitik hanya transistor, diode, dan

hambatan. Kapasitor telah dibuat di atas serpihan, tetapi biasanya kurang dari 50 pF.

Phase

comparato

r

Loop FilterVoltage controlled

oscillator (VCO)

Sinyal

termodulasi

frekuensi

Gambar II.6 Diagram blok PLL

Output PLL (sinyal informasi)

f o

Page 14: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 14/93

14

Jadi perancang IC tak dapat menggunakan kapasitor penggandeng dan pintas seperti

yang dapat dilakukan perancang sistem diskret. Sebagai gantinya tahapan-tahapan

pada IC monolitik harus digandeng langsung, yang paling baik adalah penguat

diferensial (differential amplifier ). Penguat ini banyak digunakan sebagai tahapan

masuk dari penguat operasional (op-amp). Rangkaian penguat diferensial ini sangat

penting karena dapat menentukan karakteristik masukan dari penguat operasinal yang

lazim.

Fungsi suatu penguat diferensial pada umumnya adalah untuk memperkuat

selisih antara dua sinyal. Kebutuhan akan penguat diferensial timbul dalam banyak

proses pengukuran fisis yang memerlukan tanggapan dari dc sampai ukuran

megahertz. Sistem ini juga merupakan tahapan dasar dari suatu penguat operasional

terpadu dengan masukan diferensial.

3.1. Masukan dan Keluaran Berujung Ganda

Rangkaian penguat diferensial dasar dan simbulnya diperliahatkan pada

Gambar II.7, yang memperlihatkan bentuk penguat diferensial yang paling umum.

Rangkaian ini mempunyai dua masukan, Vin1 dan Vin2. Karena digandeng langsung,

sinyal masukannya dapat mempunyai frekuensi sampai nol, artinya sama dengan dc.

Tegangan keluaran Vout adalah tegangan diantara kolektor-kolektornya. Idealnya

rangkaian ini bersifat simetris, dengan transistor dan tahanan yang sama. Akibatnya

tegangan keluaran berharga nol bila masukannya bernilai sama dan sefase.

Page 15: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 15/93

15

(a) rangkaian

1 + 1

input output

2 - 2

(b) simbol

Gambar II.7 Penguat diferensial dasar

3.2. Operasi Dasar

Meskipun penguat operasional secara khusus tersusun lebih dari satu tingkat

penguat diferensial, namun kita akan menggunakan satu tingkat penguat diferensial

untuk mengilustrasikan dasar pengoperasiannya.

Kondisi pertama, ketika kedua input (Vin1 dan Vin2) dihubungkan ke tanah (0

V) maka tegangan-tegangan emiternya adalah –0,7 V. seperti terlihat pada Gambar

II.8(a). Hal ini diasumsikan bahwa kedua transistor secara identik match, sehingga

arus-arus emiter dc-nya sama ketika tidak ada input.

IE1 = IE2

Karena kedua arus merupakan kombinasi atas R E

IE1 = IE2 =2

E R I

dengan

Page 16: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 16/93

16

IRE = E

EE E

R

V V −

Berdasarkan pendekatan IC = IE, maka dapat dinyatakan bahwa

IC1 = IC2 =2

E IR−

karena kedua arus kolektor dan kedua resistornya adalah sama (ketika tegangan input

sama dengan nol)

VC1 = VC2 = VCC - IC1R C1

kondisi ini diilustrasikan pada Gambar II.8(a).

Kondisi kedua, jika input 2 dihubungkan ke tanah dan tegangan bias positif

dimasukkan ke input 1, seperti Gambar II.8(b). Teganngan positif pada basis

transistor 1 (Q1) akan menaikkan arus kolektor 1 (IC1) dan menaikkan tegangan

emiter. Hal ini akan mengurangi bias maju (VBE) dari Q2 karena basisnya

dihubungkan ke tanah, sehingga menyebabkan arus kolektor 2 (IC2) menurun.

Kenaikan arus kolektor 1 (IC1) menyebabkan penurunan tegangan kolektor 1 (VC1)

dan penurunan arus kolektor 2 (IC2) menyebabkan menaiknya tegangan pada kolektor

2 (VC2).

Kondisi ketiga, jika input 1 dihubungkan ke tanah dan tegangan bias positif

dimasukkan ke input 2, seperti terlihat pada Gambar II.8(c). Tegangan bias positif

akan menyebabkan transistor 2 (Q2) untuk terhubung sehingga menyebabkan arus

kolektor 2 (IC2) naik, begitu juga dengan tegangan emiternya. Hal ini mengurangi bias

maju Q1 karena basisnya dihubungkan ke tanah dan menyebabkan arus kolektor 1

Page 17: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 17/93

17

(IC1) untuk turun. Jadi membuat Vin1 = 0 dan Vin2 = +V pada penguat difernsial

akan menghasikan kanaikan pada IC2 yang menghasilkan turunnya tegangan pada VC2

dan turunnya IC1 menyebabkan naiknya VC1.

(a) (b)

(c)

Gambar II.8 Pengoperasian penguat diferensial (a) kedua Vin = 0V, (b) Vin1 = +V,

Vin2 = 0V, (c) Vin1 = 0V, Vin2 = +V

Page 18: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 18/93

18

3.3. Mode-Mode Pengoperasian Sinyal

3.3.1. Masukan berujung tunggal

Ketika penguat diferensial dioperasikan dalam mode ini, salah satu

masukannya dihubungkan ke tanah dan masukan yang lain diberi sinyal tegangan,

seperti terlihat pada Gambar II.9. Untuk kasus dimana masukan 1 diberi sinyal

tegangan, seperti pada bagian (a) maka pada keluaran 1 terlihat bahwa sinyal

tegangan dikuatkan dengan fase terbalik terhadap masukan (inverted ). Pada emiter

transistor 1 juga terlihat sinyal tegangan yang sefase dengan sinyal input. Karena

emiter transistor 1 dan 2 terhubung bersama maka sinyal emiter ini menjadi masukan

bagi transistor 2, yang berfungsi sebagai penguat common-base. Sinyal masukan

transistor 2 ini akan menghasilkan sinyal keluaran 2 yang dikuatkan dengan fase yang

sama dengan sinyal masukan (noninverted ). Prinsip keja ini terlihat pada Gambar

II.9(a).

Pada kasus dengan masukan 2 diberi sinyal tegangan dan masukan 1

dihubungkan ke tanah, seperti terlihat pada Gambar II.9(b), maka pada keluaran 2

akantampak sinyal tegangan yang telah dikuatkan dan berlawanan fase dengan

masukan 2 (inverted ). Pada kondisi ini transistor 1 berfungsi sebagai penguat

common-base, akibatnya sinyal keluaran 1 akan dikuatkan dan sefase dengan

masukannya (noninverted ).

Page 19: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 19/93

19

(a)

(b)

Gambar II.9 Penguat diferensial dengan input berujung tunggal

3.3.2. Masukan berbeda

Pada kasus ini dua sinyal yang berlawanan polaritas dimasukkan ke input-

inputnya, seperti yang terlihat pada Gambar II.10(a). Tipe operasi ini sering disebut

Page 20: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 20/93

20

dengan berujung ganda. Setiap input memberi efek terhadap output-outpunya, seperti

yang terlihat pada penjelasan berikut ini.

Gambar II.10(b) memperlihatkan sinyal-sinyal output pada saat input 1

bekerja sendiri seperti mode berujung tunggal. Sedangkan pada Gambar II.10(c)

memperlihatkan sinyal-sinyal output pada saat input 2 bekerja sendiri seperti mode

berujung tunggal. Terlihat pada bagian (b) dan (c) bahwa sinyal-sinyal pada output 1

mempunyai polaritas yang sama, begitu juga pada output 2. Dengan menggunakan

sistem superposisi maka antara sinyal-sinyal output 1 dan 2 diperoleh total operasi

diferensial seperti yang terlihat pada Gambar II.10(d).

1 1

2 2

(a) input yang berbeda

1 1

2 2

(b) output dari Vin1

1 1

2 2

(c) output dari Vin2

1 1

2 2

(d) output total dari inputyang berbeda

Gambar II.10 Operasi penguat diferensial

Page 21: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 21/93

21

3.3.3. Masukan mode bersama

Salah satu aspek terpenting dari operasi penguat diferensial dapat dilihat pada

kondisi mode bersama, dimana dua tegangan sinyal dengan fase, frekuensi, dan

amplitude yang sama diaplikasikan pada kedua masukannya, seperti terlihat pada

Gambar II.11(a). Dengan memperhatikan hasilnya setiap sinyal masukan seperti

bekerja sendiri-sendiri.

Gambar II.11(b) memperlihatkan sinyal-sinyal keluaran yang hanya mendapat

sinyal input pada terminal 1, dan pada bagian (c) memperlihatkan sinyal-sinyal

keluaran yang mendapat masukan pada terminal 2. Terlihat pada bagian (b) dan (c)

sinyal-sinyal pada keluaran 1 mempunyai polaritas yang berkebalikan dan begitu juga

dengan keluaran 2. Ketika sinyal-sinyal masukan diaplikasikan pada kedua

masukannya, maka secara superposisi akan menghasilkan tegangan keluaran yang

mendekati nol seperti yang terlihat pada Gambar II.11(d).

Kondisi seperti ini disebut dengan common-mode rejection. Kepentingan ini

dapat dilihat pada situasi ketika sinyal yang tidak diinginkan muncul secara bersama

pada kedua input penguat diferensial. Common-mode rejection berarti sinyal yang

tidak diinginkan ini tidak akan muncul pada output yang akan mengganggu sinyal

yang diinginkan. Sinyal-sinyal mode bersama (noise) secara umum akibat dari garis-

garis yang berdekatan atau sumber lain.

Page 22: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 22/93

22

1 1

2 2

(a) masukan mode bersama

1 1

2 2

(b) keluaran dari Vin1

1 1

2 2

(c) keluaran dari Vin2

1 1

2 2

(d) keluaran terhapus ketika sinyal mode

bersama diaplikasikan

Gambar II.11 Operasi mode bersama dari penguat diferensial

3.4. Perbandingan penolakan mode bersama (Common-Mode Rejection Ratio,

CMMR)

Sinyal-sinyal yang diharapkan akan muncul jika hanya satu terminal masukan

yang mendapat sinyal masukan atau dengan cara memberi masukan pada kedua

terminal dengan polaritas yang berlawanan. Sinyal-sinyal yang diharapkan ini

kemudian dikuatkan dan muncul pada keluaran seperti yang telah didiskusikan

sebelumnya. Sinyal-sinyal yang tidak diharapkan (derau) muncul dengan polaritas

yang sama pada kedua terminal masukan dan secara esensial dihapus oleh penguat

diferensial sehingga tidak nampak pada keluaran. Ukuran kemampuan penguatan

Page 23: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 23/93

23

terhadap penolakan sinyal mode bersama merupakan parameter yang disebut

common-mode rejection ratio (CMMR).

Secara ideal penguat diferensial menyediakan penguatan yang sangat tinggi

untuk sinyal-sinyal yang diharapkan (berujung tunggal atau masukan yang berbeda)

dan pengutan nol untuk sinyal-sinyal mode bersama. Namun secara praktis penguat

diferensial melakukan penguatan yang sangat kecil terhadap sinyal mode bersama

(biasanya kurang dari satu), akan tetapi menyediakan penguatan yang sangat tinggi

untuk sinyal yang diharapkan (biasanya beberapa ribu). Penguatan diferensial yang

lebih tinggi dengan merespek pada penguatan mode bersama merupakan unjukkerja

penguat diferensial yang lebih baik dalam rangka menolak sinyal mode bersama. Ini

memberi kesan bahwa ukuran baik dari penguat diferensial dalam penolakan sinyal

mode bersama yang tidak diharapkan merupakan perbandingan atas penguatan

diferensial, Av(d),

terhadap penguatan mode bersama, Acm

. Perbandingan ini disebut

common-mode rejection ratio,CMMR.

CMMR =cm

v(d)

A

A

Semakin besar CMMR semakin baik, nilai CMMR yang tinggi berarti

penguatan diferensial, Av(d), tinggi dan penguatan mode bersama, Acm, kecil.

CMMR sering diekpresikan dalam bentuk desibel (dB),

CMMR = 20 log (cm

v(d)

A

A)

Page 24: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 24/93

24

4. Pemicu Schmitt ( Schmitt Trigger )

Schmitt trigger merupakan untai pembanding dengan umpanbalik positif,

untai ini sangat berguna pada saat masukan pembanding mengandung derau. Bila

masukan komparator mengandung derau maka keluarannya menjadi tidak teratur

pada saat Vin mendekati titik perpindahan. Misalnya, dengan detektor melitas nol

keluarannya tinggi bila Vin positif dan rendah bila Vin negatif. Bila masukan

mengadung tegangan derau dengan puncak 1 mV atau lebih maka pembanding akan

mendeteksi perlintasan nol yang disebabkan oleh derau. Hal yang sama terjadi bila

masukannya mendekati titik perpindahan dari detektor batas, derau menyebabkan

keluaran melompat-lompat diantara keadaan rendah dan tingginya. Pemicuan derau

ini dapat dihindari dengan menggunakan pemicu Schmitt, yaitu pembanding dengan

umpan balik positif.

Pemicu Schmitt mempunyai sifat yang istimewa, yaitu:

“tegangan masukan yang mengakibatkan pensaklaran atau perubahan

tegangan keluar dari VOH menjadi VOL dan tegangan masukan yang

mengakibatkan perubahan tegangan keluaran dari VOL menjadi VOH tidak

sama, kedua tegangan tersebut dinamakan:

• tegangan peralihan tinggi (upper trip voltage) = VUT

• tegangan peralihan rendah (lower trip voltage) = VUL

4.1. Rangkaian dasar

Page 25: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 25/93

25

Gambar II.12(a) memperlihatkan sebuah pemicu schmitt op-amp. Karena

adanya pembagian tegangan, maka kita memperoleh umpan balik tegangan positif.

Bila tegangan keluar mengalami kejenuhan positif, tegangan positif diumpankan

kembali ke masukan tak membalik, masukan positif ini akan menjaga keluaran pada

keadaan tinggi. Sebaliknya bila tegangan masuk mengalami kejenuhan negatif,

tegangan negatif diumpankan kembali ke masukan tak membalik, masukan negatif ini

akan menjaga keluaran pada keadaan rendah. Pada kedua kasus ini umpan balik

positif memperkuat keadaan keluaran yang ada.

Bagian umpanbalik adalah

B =21

2

R R

R

+

Bila keluaran mengalami kejenuhan positif, tegangan acuan yang diterapkan

pada masukan tak membalik adalah

Vacu = +BVjen

Bila keluarannya mengalami kejenuhan negatif, tegangan acuannya adalah

Vacu = -BVjen

Seperti yang ditunjukkan, tegangan-tegangan ini sama dengan titik-titik

perpindahan rangkaian UTP = +BVjen dan LTP = -BVjen.

Page 26: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 26/93

26

Gambar II.12 (a) Pemicu Schmitt membalik (b) Histeresis pada karakteristik transfer

(c) Pemicu schmitt tak membalik

Pada Vut dan Vlt pemicu Schmitt membalik tegangan peralihan terjadi pada

Vin = VA dengan perhitungan sebagai berikut.

Vref R R

RVout R R

RV A

21

1

21

2

+++=

karena VUT terjadi pada keadaan awal dengan Vout = VOH maka

Vref R R

RV

R R

RV OH UT

21

1

21

2

++

+=

Vout

Vin

+Vjen

-Vjen

-BVjen BVjen

(a) (b)

Page 27: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 27/93

27

dan karena VLT terjadi pada keadaan awal dengan Vout = VOL maka

Vref R R

RV R R

RV OL LT

21

1

21

2

++

+=

Keluarannya akan tetap pada keadaan yang diberikan sampai masukannya

melebihi tegangan acuan untuk keadaan itu. Misalnya bila keluarannya mengalami

kejenuhan positif, tegangan acuannya adalah +BV jen. Tegangan masuk Vin harus

dinaikkan sampai lebih sedikit dari +BVjen. Dengan demikian tegangan

kesalahannya berbalik polaritasnya dan tegangan keluarnya beralih ke keadaan

rendah, seperti yang diperlihatkan pada Gambar II.12(b). bila keluarannya berada

pada keadaan negatif ia akan tetap negatif sampai tegangan masuknya lebih negatif

dari –BV jen. Pada saat itu keluarannya beralih dari negatif ke positif.

4.2. Histeresis

Umpan balik positif mengakibatkan efek yang tidak wajar pada rangkaian. Ia

menguatkan tegangan acuan agar mempunyai polaritas yang sama dengan tegangan

keluaran, tegangan acuan menjadi positif bila keluarannya tinggi dan negatif bila

keluaranya rendah. Itulah sebabnya mengapa terdapat titik perpindahan atas dan

bawah. Pada pemicu Schmitt perbedaan antara dua titik perpindahan disebut

histeresis. Karena adanya umpanbalik positif, karakteristik transfer mempunyai

histeresis yang terlihat pada Gambar II.12(b). Jika tidak ada umpan balik positif B

akan sama dengan nol dan histeresis akan hilang, karena kedua titik perpindahan akan

Page 28: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 28/93

28

sama dengan nol. Namun disisni ada umpanbalik positif, dan menyebabkan titik-titik

itu tersebar seperti yang terlihat pada Gambar II.12(b).

Kadang-kadang histeresis dibutuhkan karena dapat mencegah kesalahan

pemicuan yang disebabkan oleh derau. Misalkan ada sebuah pemicu Schmitt tanpa

histeresis maka derau yang muncul pada masukan akan menyebabkan pemicu

Schmitt itu melompat-lompat secara acak dari keadaan rendah ke keadaan tinggi, dan

sebaliknya. Sekarang misalkan pemicu schmitt itu mempunyai histeresis, bila

tegangan derau puncak ke puncak lebih rendah daripada histeresis, derau itu tidak

akan pernah mampu menimbulkan pemicuan yang salah. Rangkaian dengan histeresis

yang cukup akan kebal terhadap pemicuan derau. Misalnya, bila UTP sama dengan

+1 V dan LTP sama dengan –1 V, derau pncak ke puncak yang kurang dari 2 V tak

dapat memicu rangkaian.

5. Lingkar Fase Terkunci ( Phase-Locked Loop, PLL)

Lingkar fase terkunci (Phase-locked loop, PLL) merupakan suatu rangkaian

yang memberi kemungkinan sinyal acuan luar mengendalikan frekuensi dan fase

suatu osilator dalam suatu lingkar. Frekuensi osilator lingkar dapat sama besar atau

sebagai kelipatan frekuensi acuan. Kalau sinyal acuan datang dari osilator kristal,

frekuensi yang lain dapat dijabarkan dan mempunyai stabilitas yang sama dengan

frekuensi kristal, ini merupakan dasar pesintesis (synthesizer ) frekuensi. Kalau sinyal

acuan mempunyai frekuensi yang berubah–ubah (seperti dalam gelombang

termodulasi frekuensi), frekuensi osilator lingkar akan mengikuti jejak frekuensi

Page 29: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 29/93

29

masukan, prinsip ini digunakan dalam demodulator FM dan FSK, filter penjejak

(tracking), dan instrumentasi RF.

5.1. Penjelasan sederhana dari operasi PLL

Gambar II.13 menunjukkan komponen-komponen khas lingkar fase terkunci

(PLL). Dengan perumpamaan bahwa lingkar dalam keadaan terkunci, frekuensi

sinyal masuk dan osilator terkendali tegangan (VCO) identik (f s = f o) dan beda fase

realtif,θ

d =θ

s –θ

o, ditentukan oleh karakteristik detektor fase dan penyimpangan f s

dari frekuensi gerak bebas f f (yang didefinisikan dengan tegangan kendali Vd = 0)

dari VCO. Kalau sinyal masukan mempunyai f s = f f , tegangan kendali ke VCO tidak

diperlukan sehingga keluaran detektor fase yang diperlukan sama dengan nol. Fase θo

pada VCO mengatur sendiri untuk menghasilkan beda fase θd = θs – θo, yang akan

menghasilkan keluaran nol pada detektor fase. Sudut θd mungkin 90o

atau 180o,

tergantung pada jenis rangkaian detektor fase.

Kalau frekuensi masuk berubah-ubah sehingga f s ≠f f , beda fase θd harus cukup

berubah untuk menghasilkan tegangan kendali Vd yang akan menggeserkan frekuensi

VCO f o = f s. Daerah frekuensi yang dimungkinkan untuk pengendalian tersebut

merupakan fungsi komponen-komponen lingkar.

Suatu pembagi frekuensi yang dapat dipilih dapat diselipkan dalam lingkar

antara titik a dan b dalam Gambar II.13. Kalau perbandingan pembagi sama dengan

n, frekuensi VCO f o = nf s, tetapi tegangan yang diumpan-balikkan ke detektor fase

Page 30: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 30/93

30

mempunyai frekuensi f s. Dengan ini berarti VCO dapat membangkitkan kelipatan

frekuensi masuk dengan hubungan fase yang teliti antara dua tegangan.

Gambar II.13 Komponen-komponen dasar lingkar fase terkunci (PLL)

5.2. Analisis linear lingkar fase terkunci

Penjelasan matematika tentang PLL berikut hanya berlaku kalau lingkarnya

terkunci, tetapi hal ini akan mengidentifikasi karakteristik tiap komponen lingkar dan

menunjukkan bagaimana mereka digabungkan untuk menghasilkan fungsi pindah

lingkar. Simbol-simbol yang digunakan ditunjukkan dalam Gambar II.14.

Sinyal

Masuk

(Vs, f s, θs)

Detektor

Fase

Penguat dan

filter lewat

bawah

Osilatro

terkendalitegangan (VCO)

Keluaran VCO

(Vs, f s, θd)

Vda b

Vo

Page 31: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 31/93

31

Gambar II.14 Diagram lingkar fase terkunci yang digunakan untuk menunjukkan

simbol-simbol yang digunakan dalam analisis

5.3. Detektor fase

Dengan lingkar terkunci, keluaran frekuensi selisih dari detektor fase adalah

tegangan langsung Ve yang merupakan fungsi dari perbedaan fase θ

d = θ

s – θ

o.Kalau

frekuensi masuk f s sama dengan frekuensi gerak bebas dari VCO f f , tegangan kendali

Vd ke VCO harus nol, sehingga Ve harus nol. Dalam detektor fase yang sering

digunakan adalah Ve sinusoidal, segitiga, atau fungsi gigi-gergaji atas θd dengan Ve

sama dengan nol kalau θd sama dengan 90o

untuk jenis sinusoidal dan segitiga, dan

180o

untuk jenis gigi-gergaji. Untuk dapat membandingkan tiga jenis detektor

tersebut, lebih mudah menggambarkan Ve terhadap sudut tergeser θe, sehingga Ve

akan sama dengan nol untuk θe = 0 seperti dalam Gambar II.15. Dalam gambar ini θe

= θd – 90o pada jenis sinusoidal dan segitiga, θe = θd – 180

o pada gigi-gergaji. Dengan

lingkar terkunci, sudut θe tetap dalam batas ± 90o

untuk lengkung sinusoidal dan

filter lewat bawah

F(s)

Sinyal

Masuk

(Vs, f s, θs)

Detektor

Fase

Osilatro terkendali

tegangan (VCO)

Sinyal Keluar

Vd(Vo, f o, θo)

PenguatVe,fs ± fo fs-fo

Page 32: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 32/93

32

segitiga, dan ± 180o untuk lengkung gigi-gergaji. Kalau ayunan lebih besar dari nilai

ini, lingkar akan melompat ke siklus berikutnya atau tidak terkunci. Akibatnya

lingkar harus direncanakan untuk bekerja dengan ayunan fase yang kecil

dibandingkan nilai-nilai batas tersebut.

Gambar II.15 Karakteristik detektor fase, (a) sinusoidal, (b) segitiga, (c) gigi-gergaji

5.4. Filter lingkar

Filter lewat bawah (lowpass) dalam lingkar umumnya menggunakan salah

satu yang ditunjukkan pada Gambar II.16. Dengan filter pasif, Gambar II.16a dan b,

A

A

A

Ve

π/2-π -π/2 π

-π -π/2

π/2

π

π

θe

θe

θe

(a)

(b)

(c)

Page 33: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 33/93

33

biasanya diperlukan suatu penguat dengan perolehan. Filter aktif Gambar II.16(c)

memasukkan elemen peroleh.

Untuk filter sederhana Gambar II.16(a), konstanta waktu τ1 dan fungsi pindah

F(s) = Vo(s)/Vi(s) diberikan persamaan,

τ1 = R 1C

F(s) =s11

1

τ +

Filter lag-lead Gambar II.16(b), mempunyai hubungan seperti berikut,

τ1 = R 1C

τ2 = R 2C

F(s) =( )s

s

21

2

1

1

τ τ

τ

++

+

Untuk filter aktif Gambar II.16(c), dengan catatan bahwa faktor perolehan

menunjukkan suatu penguat pembalik

τ1 = R 1C

τ2 = R 2C

F(s) =sKa

sKa

])1([1

)1(

21

2

τ τ

τ

+−+

+

Page 34: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 34/93

34

Gambar II.16 Tiga jenis filter lingkar lewat bawah

5.5. Osilator terkendali tegangan (VCO)

Osilator terkendali tegangan (voltage-controlled oscillator , VCO) merupakan

rangkaian yang menyediakan variasi sinyal keluaran (khususnya bentuk gelombang

kotak dan sigitiga) yang frekuensinya dapat diatur melalui variasi tegangan dc.

Contoh VCO adalah IC LM566 atau LM565, pada LM566 berisi rangkaian untuk

membangkitkan gelombang kotak dan segitiga yang frekuensinya diset oleh

hambatan dan kapasitor luar. Pada Gambar II.17 memperlihatkan bahwa LM566

terdiri atas sumber arus yang berfungsi untuk mengisi dan mengosongkan kapasitor

luar C1 yang kecepatannya diset dengan tehanan luar R 1 dan memodulasi tegangan dc.

Rangkaian Schmitt trigger digunakan untuk mensaklar sumber arus antara pengisisan

Page 35: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 35/93

35

dan pengosongan kapasitor dan tegangan segitiga dibentuk melalui kapasitor,

sedangkan gelombang kotak berasal dari schmitt trigger yang disediakan oleh

keluaran penguat penyangga (buffer amplifier ).

Osilator dapat diprogam dari 1 sampai 10 jangka frekuensi dengan cara

memilih hambatan dan kapasitor luar secara tepat, yang kemudian memodulasi 1

sampai 10 jangka frekuensi tersebut dengan mengontrol tegangan, Vc. Frekuensi

bebas atau frekuensi tengah, f o, dapat dihitung dengan cara,

f o = )(2

11

+

+ −

V

V V

C R

C

dengan batasan nilai praktek sebagai berikut:

1. R 1 dalam jangka 2 k Ω ≤ R 1≤ 20 k Ω

2. Vc dalam jangka ¾ V+≤ Vc≤ V

+

3. f o dibawah 1 MHz

4. V+

antara 10 sampai 24 V

Sumberarus

Schmitttrigger

Masukanmodulasi,Vc 5

V+

3 SinyalKotak

6 8

Page 36: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 36/93

36

Gambar II.17 Diagram blok LM566

VCO dimisalkan mempunyai frekuensi gerak bebas f f , dan pergeseran

frekuensi f yang sebanding dengan tegangan kendali masuk Vd ditunjukkan dalam

Gambar II.18. Frekuensi keluaran dapat dinyatakan oleh

f o = f f + k Vd Hz

atau

ωo = ωf + K Vd rad/det

dimana satuan untuk k dan K berturut-turut adalah hertz tiap volt (Hz/V) dan radian

tiap detik tiap volt (rad/det/V).

Page 37: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 37/93

37

Gambar II.18 Grafik frekuensi terhadap tegangan kendali VCO

f f

0 Vd

f o

Page 38: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 38/93

38

BAB III

KOMPONEN DAN PERANCANGAN ALAT

1. Pemancar FM

Pada bagian pemancar, sinyal dari sumber audio ini dimodulasikan dengan

modulasi frekuensi, kemudian dicampur dengan tegangan jala-jala listrik dengan

menggunakan couple transformer . Pemodulasian frekuensi (FM) dilakukan dengan

menggunakan IC LM566 seperti terlihat pada Gambar III.1 yang dalam hal ini

berfungsi sebagai voltage controlled oscilator , karena keluaran frekuensinya dapat

berubah-ubah sesuai dengan tegangan amplitude dari sinyal audio yang masuk pin

masukan (pin 5).

Pada sistem ini frekuensi sinyal pembawa yang dapat digunakan adalah 250

kHz atau 350 kHz, sehingga jika hanya menginginkan keluaran mono maka

masukan sinyal bagian kiri dan masukan sinyal bagian kanan dicampur dan hanya

menggunakan sebuah frekuensi pembawa saja. Tetapi jika diingikan keluaran

spikernya tetap stereo maka diperlukan dua set transmitter-receiver dengan frekuensi

pembawa yang berbeda.

Frekuensi pembawa yang digunakan harus lebih tinggi dari 100 kHz dan

kelipatannya agar tidak terjadi interferens antara sinyal pembawa yang satu dengan

yang lainnya.

Page 39: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 39/93

39

Gambar III.1 Dimensi LM566

Pada sistem ini, pemancar menggunakan satu frekuensi sinyal pembawa, oleh

sebab itu hanya dibutuhkan satu set transmitter-receiver . Pada sistem yang

menggunakan satu set transmitter-receiver keluaran audio masih bersuara mono.

Pada pemancar FM ini frekuensi sinyal pembawa yang digunakan adalah 200 kHz.

Frekuensi pembawa ini dapat diset dengan cara mengatur besarnya nilai hambatan

(R1) dan kapasitor (C1) luar, seperti terlihat pada Gambar III.2.

Seperti yang terlihat pada Gambar III.2 bahwa pada sistem transmitter FM ini

menggunakan VCO dengan frekuensi pembawa sebesar 350 kHz. Besar nilai

frekuensi pembawa ini dapat dirancang dengan rumusan sebagai berikut,

f c =+

+ −

V

V V

C R

c

44

2

SCHMITT

TRIGGER

CURRENT

SOURCE

8 Vcc

7 Tcap

6 Tres

5

GND

Square wave 3

output

Square wave 4

output

2

Page 40: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 40/93

40

dengan perhitungan nilai Vc sebagai berikut,

Vc = +

+V

R R R

32

2

pada rangkaian pemancar digunakan nilai R 2, R 3, R 4, C4 berturut-turut sebagai berikut

150 k Ω, 22 k Ω, 8,943 k Ω, 82 pF maka secara perhitungan diperoleh,

Vc = 1215022

150

+

Vc = 10,46 Volt

dengan rumusan diatas maka diperoleh frekuensi pembawa,

f c =( )

12

46,1012

10.8210.943,8

2123

−−

f c = 350 kHz

Gambar III.2. Rancangan untai VCO

R 3

22 k

R 2

150 k

C3

C4

82 p

6 83

54

7 1

R 4

50 k

V+ (12 V)

Vc

Page 41: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 41/93

41

Inti untai pemancar FM ini adalah LM566 yang merupakan unit voltage

controlled oscilator (VCO). VCO ini mempunyai beberapa fungsi, salah satunya

adalah untuk modulasi frekuensi (FM). Sinyal audio yang berasal dari sumber ( tape,

radio atau lainnya) merupakan sinyal pemodulasi yang akan memodulasi sinyal

pembawa dengan frekuensi yang telah diatur. Sinyal pemodulasi ini akan membuat

sinyal pembawa berubah-ubah frekuensinya sesuai dengan besar tagangan sinyal

pemodulasi yang masuk. Pengaturan frekuensi pembawa dapat dilakukan dengan

mudah karena hanya sedikit bagian yamg memerlukan pengaturan. Frekuensi

pembawa yang dihasilkan oleh unit pemancar ini berada pada sekitar 350 kHz yang

ditentukan oleh nilai R4 dan C4. Sensitivitas dari voltage controlled oscilator (VCO)

pada bias 12 volt ini sekitar ± 0,66 f c/V. agar distorsi yang terjadi menjadi minimum

maka deviasi frekuensi harus dibatasi sampai ± 10% pada saat level tegangan

masukan modulasi maksimal ± 0,15 Vpeak. Dan untuk mengatur level sinyal

masukan ini digunakan sebuah potensiometer 10k yang berfungsi sebagai pembagi

tegangan. Keluaran dari LM566 ini dapat berupa gelombang kotak (pin 3) dan

segitiga (pin 4). Pada pemancar ini keluaran diambil dari pin 3, yaitu pin gelombang

kotak termodulasi.

Sebelum di-couple-kan ke jala-jala listrik dengan menggunakan trafo MF,

sinyal termodulasi ini (berupa sinyal kotak) dikuatkan terlebih dahulu dengan

menggunakan sebuah transistor D1061. Sedangkan kapasitor C8 akan mengisolasi

transformator MF dari sinus tegangan jala-jala listrik 60 Hz. Rangkaian unit

pemancar secara lengkap dapat dilihat pada Gambar III.3.

Page 42: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 42/93

42

TRES

MOD

TCAP

TRWOUT

SQWOUT

VCC

GND

6

7

5

4

3

8

1

VCC

OUT

GND

IN

J A L A - J A L A

L I S T R I K

12

VAC

S U M B E R A

U D I O

C2L

1uF

R7 10k

R8 10k

C2R

1uF

R110k

C1

2,2uF

R2

150k

R4

50k

R3

22k

C3

1uF

C4

82p

C8

1000uF

C7

1000uF

LM7812

C5

2,2uF

D1

iN914

R5

4k7

R6

1,2

Trafo

MF

C6

0,1uF

630V

Gambar III.3. Rangkaian pemancar

2. Penerima FM

Pada bagian penerima, Gambar III.4, sinyal termodulasi dipisahkan dari jala-

jala listrik dengan menggunakan trafo MF, dikuatkan, dibatasi, dan didemodulasi

agar kembali menjadi sinyal audio seperti yang diterima oleh bagian pemancar. Pada

Gambar III.5 terlihat sinyal termodulasi di-couple secara kapasitif dari jalur jala-jala

listrik kemudian masuk ke trafo MF yang sudah di-tune. Agar impedansi lilitan

Page 43: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 43/93

43

sekunder trafo MF sesuai dengan impedansi basis transistor pada rangkaian penguat

diferensial maka trafo MF dapat diputar-putar agar tepat impedansnya.

Sinyal keluaran dari trafo MF ini masih terlalu lemah , sehingga perlu

rangkaian penguat untuk memperbesar sinyal. Pada rangkaian penerima FM ini

digunakan penguat diferensial dengan dua tingkat, rangkaian ini dibentuk dengan

menggunakan C 829, penggunaan penguat diferensial dua tingkat ini dimaksudkan

untuk lebih mengahasilkan penguatan yang lebih besar. Disamping memperkuat

sinyal masukan, penguat diferensial ini mempunyai sifat dapat meredam atau bahkan

menghilangkan sinyal-sinyal derau yang masuk bersama sinyal masukan. Dengan

sifat yang dimilki oleh penguat diferensial ini diharapkan keluaran terbebas dari

sinyal derau.

Setelah mengalami penguatan oleh rangkaian penguat diferensial, maka sinyal

termodulasi frekuensi ini masuk ke rangkaian demodulator. Rangkaian demodulator

ini berfungsi untuk mengubah sinyal masukan yang masih termodulasi frekuensi

menjadi sinyal audio seperti sumbernya. Rangakain demodulator ini dibentuk dengan

menggunakan IC LM565 yang prisip kejanya menggunakan sistem PLL. Sistem PLL

ini tersusun atas beberapa bagian diantaranya,

1) detektor fase,

2) tapis lolos bawah,

3) penguat, dan

4) osilator terkendali tegangan (VCO)

Page 44: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 44/93

44

Pada sistem PLL antara satu bagian dengan bagian yang lainnya saling

terhubung membentuk lingkar, prinsip kerja sistem PLL ini dapat dijelaskan pada

sub bab berikutnya.

Keluaran demodulator berupa sinyal audio yang masih mengandung frekuensi

tinggi, maka untuk menghilangkan frekuensi tinggi ini perlu ditambahkan rangkaian

tapis lolos bawah. Tapis ini berupa tapis aktif yang menggunakan IC TL082, tujuan

penggunaan tapis aktif ini dimaksudkan agar tidak membebani rangkaian

sebelumnya. Untuk dapat mencakup semua frekuensi audio maka digunakan

frekuensi resonansi sekitar 15 kHz, perancangan tapis aktif ini berdasarkan aturan

Sallen-Key low-pass filter .

Rangkaian terakhir dari sebuah penerima FM adalah penguat akhir, penguat

ini sering disebut dengan penguat audio karena secara langsung penguat ini terhubung

dengan penyuara. Sinyal termodulasi FM yang telah didemodulasi oleh rangkaian

demodulator, keluarannya menjadi masukan rangkaian penguat audio. Sinyal

keluaran rangkaian demodulator ini masih cukup lemah, sehingga belum dapat

menggerakkan membran penyuara. Oleh sebab itu digunakan penguat audio, penguat

audio ini tersusun atas IC LM380 dan beberapa hambatan dan kapasitor. Rangkaian

ini mempunyai daya penguat sebesar 2,5 watt. Dengan rangkaian penguat audio ini

diharapkan keluarannya mampu menggerakkan membran spiker sehingga timbul

suara.

Page 45: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 45/93

45

TL082

IN1

IN2

VIN

VOUT

VCON

+VCC

-VCC

TCAP

TRES

REF

-VCC

-6V

1uF

680 680

3,3n

330p

10k

C2

C3C4

R12 R13

R1

4

1k2

6k8

820

6k8 6k8

1k

1k5

390

27k

5605601uF

630V

Trafo

MF

C1

R1

R1

R3

R4 R5

R6

R7 R8

R1

R9

R10

R11C829

C829TR1

TR4TR3

TR2

J A L A - J A L A

L I S T R I K

+Vcc

_

+

C7

8

4

5

3R17

1M

2

C9

0,1u

C8

47u

0,1u

R18

2R7

C10

470u

6

7LM380

1,2n

16k16k

330p

C5

C6

R15R16+Vcc

+Vcc

_

+-Vcc

PENERIMA FM

+Vcc

Gambar III.4 Rangkaian penerima FM

J A L A - J A

L A

L I S T R I KTrafo

MF

0,1 uF

630 V

Gambar III.5 Untai couple kapasitif

Page 46: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 46/93

46

3. Penguat Diferensial

Rangkaian penguat diferensial banyak digunakan sebagai tahapan masuk dari

penguat operasional (op-amp). Rangkaian penguat diferensial ini sangat penting

karena dapat menentukan karakteristik masukan dari penguat operasional yang lazim.

Fungsi dari penguat diferensial pada umumnya adalah untuk memperkuat selisih

antara dua sinyal. Rangkaian ini digunakan pada penerima FM untuk memperkuat

sinyal termodulasi yang diterima dan menghilangkan derau-derau yang masuk

bersama sinyal tersebut. Penguat diferensial dapat dibuat dengan satu tingkat atau

lebih, untuk penguat satu tinggkat seperti ditunjukkan pada Gambar III.6. Pada

rangkaian penerima FM ini digunakan penguat diferensial dengan dua tingkat seperti

terlihat pada Gambar III.7. Penggunaan penguat dua tingkat ini dimaksudkan lebih

memperkuat sinyal audio dan menghilangkan derau yang masuk bersamanya.

Gambar III.6 Penguat diferensial satu tingkat

Page 47: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 47/93

47

Gambar III.7 Penguat diferensial dua tingkat

Pada Gambar III.8 terlihat rangkaian penguat diferensial yang digunakan

dalam penerima FM. Rangkaian diferensial ini menggunakan 4 buah transistor untuk

membentuk penguat diferensial dua tingkat. Penguat diferensial ini mempunyai dua

masukan yang berasal dari trafo MF, sinyal yang keluar dari trafo MF ini masih

lemah sehingga diperkuat oleh penguat diferensial. Output dari penguat diferensial ini

dihubungkan ke PLL LM565. Untuk membentuk penguat diferensial dua tingkat,

maka dapat dirancancang penguat diferensial tersebut seperti yang terlihat pada

Gambar III.8. Pada perancangan penguat diferensial ini digunakan 4 buah transistor

C829. Transistor-transistor ini mempunyai karakteristik yang sama sehingga lebih

muda untuk memberi perlakuan. Empat buah transistor C829 dihubungkan antara

Page 48: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 48/93

48

satu dengan yang lainnya untuk membentuk penguat diferensial dua tingkat seperti

terlihat pada Gambar III.3.

390

C829

Vcc

6k8 6k81k

560

820

1k2

6k8

1k5

27k

560R1

R1

R3

R4 R5

R6

R7 R8

R9

R1 0

R1 1C829

TR1

TR4TR3

TR2

keluaran

Gambar III.8 Untai penguat diferensial dua tingkat

4. Demodulasi Frekuensi

Demodulasi FM berfungsi untuk mendapatkan kembali sinyal informasi

sinyal termodulasi frekuensi yang telah diterima. Pada sistem ini menggunakan

teknik PLL ( phase-locked loop) yang merupakan pengunci atau menyamakan fase

sinyal yang diterima (sinyal termodulasi frekuensi) dengan sinyal hasil proses looping

dari rangkaian itu sendiri.

PLL merupakan salah satu rancang bangun yang bertujuan untuk membuat

osilator frekuensi variabel terkunci pada frekuensi dan sudut fase frekuensi masukan

yang digunakan sebagai acuan. Jika frekuensi tengah PLL dipilih atau didesain pada

Page 49: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 49/93

49

frekuensi pembawa FM maka tegangan keluaran dari rangakaian Gambar III.9

merupakan tegangan demodulasi tegangan yang diinginkan, tegangan ini bervariasi

secara proporsional terhadap variasi frekuensi. Jadi rangkaian PLL ini beroperasi

seperti intermediate-frequency (IF), pembatas dan demodulator pada penerima FM.

Gambar III.9 Diagram blok PLL dasar

Salah satu PLL yang populer adalah LM565, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar III.10a. LM565 terdiri atas detektor fase, penguat, dan voltage-controlled

oscillator (VCO), yang terhubung secara terpisa dalam satu IC. Hambatan dan

kapasitor luar, R1 dan C1, digunakan untuk mengeset frekuensi bebas atau tengah (f o)

dari VCO. Kapasitor luar yang lain, C2, digunakan untuk mengeset tapis lewat

bawah, dan keluaran VCO harus dihubung balik ke masukan detektor fase untuk

membentuk lingkar PLL tertutup. LM565 secara khusus menggunakan dua catu

daya,V+ dan V-.

Gambar III.10a memperlihatkan PLL yang digunakan sebagai demodulator

FM, hambatan 1 (R 1) dan kapasitor 1 (C1) yang digunakan untuk mengeset frekuensi

tengah (f o).

Detektor

fase

TapisLewat

VCO

PenguatVi

fi

Sinyal

masukan

Ve

fi+fo fi-fo

Vd

Vo

fo

Sinyal

keluaran

Page 50: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 50/93

50

Berdasarkan Gambar III.4 maka perancangan frekuensi tengah (f o) VCO

LM565 dapat dilakukan dengan menggunakan rumusan sebagai berikut,

414

3,0

C R f o =

pada rangkaian penerima FM menggunakan kapasitor 4 (C4) sebesar 330 pF, dengan

frekuensi tengah sama dengan frekuensi pembawa FM (350 kHz) maka diperoleh

nilai tahanan sebesar,

4

143,0R C f o

=

1231410.33010.350

3,0R

−=

R 14 = 2,597 k Ω

pada rangakaian digunakan sebuah potensiometer 10k untuk mengantisipasi

pergeseran nilai yang biasa terjadi pada rangkaian.

Dengan membatasi nilai tahanan sekitar pada 2k ≤ R 1 ≤ 20k maka jarak

penguncian PLL dapat dihitung dengan rumusan,

f L =V

f o8±

Karena rangkaian menggunakan tegangan catu 6 volt dan frekuensi tengah

350 kHz maka diperoleh frekuensi jarak penguncian,

6

10.350.8f

3

L =

kHz f L 67,466=

Page 51: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 51/93

51

(a)

(b)

Gambar III.10. (a) Unit PLL 565, (b) grafik frekuensi penguncian

Sinyal keluaran pada pin-4 merupakan sinyal gelombang kotak dengan

frekuensi tengah (350 kHz), sinyal ini diumpankan ke pin-5 sebagai masukan

detektor fase. Sinyal masukan dalam jarak penguncian 466,67 kHz akan

menghasilkan sinyal keluaran pada pin-7 dengan variasi tegangan dc di sekitar

Detektor

Fase

VCO

Ampmasukan

2

3

5

4

6

8

7

9

keluaran

Keluarandemodulasi

Keluaran

referensi

1

R1

C1V-

10

V+

V7

2

Lo

f

f + 2

L

o

f

f −

f o

± f L

Page 52: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 52/93

52

frekuensi tengah. Gambar III.11b memperlihatkan sinyal keluaran pin-7 sebagai

fungsi frekuensi sinyal masukan. Tegangan dc pin-7 secara linear berhubungan

dengan frekuensi sinyal masukan dalam jarak frekuensi f L= 466,67 kHz sekitar

frekuensi tengah (fo = 350 kHz). Tegangan keluaran merupakan sinyal terdemodulasi

yang bervariasi dengan frekuensi dalam jarak operasi tertentu.

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa ada tiga bagian utama dalam

rangkaian PLL dengan tugas dan prinsip kerja masing-masing, antara lain sebagai

berikut.

1. Detektor fase

Masukan detektor fase adalah sinyal dari VCO dengan frekuensi fo dan

sinyal masukan dengan frekuensi f i yang digunakan sebagai acuan.

Keluarannya berupa sebuah sinyal eror yang menandakan apakah sudah

sama dengan fi atau masih memiliki beda fase. Detektor bisa memiliki

tegangan keluaran dc dengan polaritas terbalik untuk sudut-sudut fase yang

bersifat leading atau lagging antara kedua sinyal tersebut.

2. Tapis

Rangkaian RC ini akan menghilangkan variasi sinyal ac yang

memungkinkan masih terdapat pada tegangan keluaran dc dari detektor fase.

Masukan tapis adalah sinyal eror dc dengan tegangan kerut ac, sedangkan

keluarannya berupa tegangan kendali dc yang telah ditapis dan bersih dari

komponen ac.

Page 53: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 53/93

53

3. Osilator terkendali tegangan

Pada dasranya, suatu VCO membutuhkan suatu varaktor untuk dapat

melaksanakan tugasnya dan menala frekuensi osilator. Keluaran tapis

menjadi masukan bagi VCO dan menjaga agar VCO tetap terkunci pada

frekuensi yang sama dengan frekuensi acuan.

Gambar III.11 Dimensi LM565

5. Tapis Lolos Bawah Aktif

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa keluaran rangkaian demodulator

ini masih mengandung frekuensi tinggi, sehingga perlu penapisan. Tapis yang

digunakan adalah tapis lolos bawah, tapis ini akan meloloskan frekuensi rendah dan

menahan sinyal berfrekuensi tinggi. Untuk menghindari pembebanan rangkaian

sebelumnya maka digunakan tapis lolos bawah aktif yang menggunakan IC TL082.

1

2

14

3

4

5

6

7

13

12

11

10

9

8

AMP

Detektor

fase

VCO

-Vcc

input

input

keluaran

VCO

masukanVCO

keluaran

referensi

Tegangan

kontrol

VCO

T-CAP

T-RES

+Vcc

NC

NC

NC

NC

Page 54: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 54/93

54

Gambar III.12 di bawah menunjukkan rangkaian tapis lolos bawah aktif. Tapis ini

dirancang pada frekuensi resonansi 15 kHz, hal ini agar dapat mencakup semua

frekuensi audio dengan baik Perancangan tapis ini menggunakan aturan Sallen-Key

low-pass filter dengan rumusan sebagai berikut.

RC mn f o

π 2

1=

1+=

m

mnQo

_

+

nC

mR

C

R

TL 082

Gambar III.12 Rangkaian tapis lolos bawah

6. Penguat audio

Inti dari untai penguat audio ini adalah IC LM380. Rangkaian ini tersusun

atas LM380, beberapa kapasitor dan hambatan. Rangkaian penguat audio ini

mendapat masukan dari rangkaian demodulator, sinyal keluaran demodulator ini

masih lemah sehingga perlu penguatan sebelum dihubungkan ke spiker. Rangkaian

ini merupakan penguat audio dengan kekuatan 2,5 watt. Dimensi LM380 dapat

Page 55: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 55/93

55

dilihat pada Gambar III.13. Pada prinsipnya penguat audio ini digunakan untuk

memperkuat sinyal audio yang masih lemah sehingga dapat menggerakkan spiker,

rangkaian ini secara lengkap dapat dilihat pada Gambar III.14.

Gambar III.13 Dimensi LM380

Gambar III.14 Untai penguat audio

1

2

3

4

8

7

6

5

Bypass

Vs

Vout

GNDGND

Inverting input

Non-inverting input

NC

Page 56: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 56/93

56

BAB IV

PENGAMATAN DAN ANALISIS

1. Sumber Audio

Sumber audio merupakan data informasi yang akan dikirim melalui

transmitter FM. Data informasi ini berupa sinyal audio yang dapat diambil dari line

out radio, tape, player atau peralatan elektonik lain yang mengeluarkan sinyal audio.

Pengambilan sinyal audio melalui line out ini menyebabkan volume suara di bagian

speaker dikontrol oleh volume pada sumber audio. Berikut adalah diagram blok

kendali speaker .

Gambar IV.1 Diagram blok kendali speaker

Sinyal audio di bawah merupakan sinyal analog yang digunakan untuk

memodulasi sinyal pembawa, karena sistem komunikasi yang digunakan pada Tugas

Jala-jala listrik

Transmitter

FM

Speaker

Receiver

FM

Sumber

Audio

Page 57: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 57/93

57

Akhir ini adalah modulasi frekuensi (FM) maka nilai tegangan sinyal audio akan

mengubah-ubah nilai frekuensi pembawa. Berikut adalah gambar sinyal audio.

Gambar IV.2 Sinyal audio

2. Sistem Komunikasi

Sistem komunikasi yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah transceiver

FM. Sistem ini merupakan salah satu alat komunikasi dengan sistem modulasi

frekuensi (FM). Pemodulasian frekuensi ini dilakukan dengan menggunakan IC

Page 58: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 58/93

58

LM566 yang berfungsi sebagai osilator terkendali tegangan (VCO), dengan keluaran

frekuensinya dapat berubah-ubah sesuai tegangan amplitudo sinyal audio yang masuk

pin masukan modulasi.

Pada bagian penerima, sinyal audio termodulasi frekuensi dikuatkan dan

didemodulasi dengan menggunakan IC LM565 yang berfungsi sebagai lingkar fase

terkunci (PLL). Keluaran PLL dikuatkan oleh audio power amplifier 2,5 watt yang

menggunakan IC LM380, jika suara yang dihasilkan masih kurang kuat maka dapat

dikuatkan lagi dengan menggunakan audio power amplifier dengan daya lebih besar.

3. Pemancar FM

Pada sistem ini frekuensi sinyal pembawa yang digunakan adalah 350 kHz

sehingga jika hanya menginginkan keluaran mono maka masukan sinyal bagian kiri

dan kanan dicampur dan hanya menggunakan sebuah frekuensi pembawa saja. Tetapi

jika diinginkan keluaran speaker nya tetap stereo maka diperlukan dua set transmitter-

receiver dengan frekuensi pembawa yang berbeda.

Frekuensi pembawa yang digunakan dapat lebih kecil atau besar dari 350 kHz

dengan kelipatan 100 kHz agar tidak terjadi interferensi antar sinyal pembawa yang

satu dengan yang lainnya. Berikut adalah gambar pemancar FM.

Page 59: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 59/93

59

TRES

MOD

TCAP

TRWOUT

SQWOUT

VCC

GND

6

7

5

4

3

8

1

VCC

OUT

GND

IN

J A L A - J A L A

L I S

T R I K

12

VAC

S U M B E R A

U D I O

C2L

1uF

R7 10k

R8 10k

C2R

1uF

R1

10k

C1

2,2uF

R2

150k

R4

50k

R3

22k

C3

1uF

C4

82p

C8

1000uF

C7

1000uF

LM7812

C5

2,2uF

D1

iN914

R5

4k7

R6

1,2

Trafo

MF

C6

0,1uF

630V

Gambar IV.3 Pemancar FM

Level tegangan sinyal masukan diatur oleh (R 1) agar tidak terjadi over

modulation yaitu ketika sinyal modulasinya menghasilkan frekuensi diluar jangka

yang diinginkan. Inilah yang biasanya menyebabkan interferensi. Untuk

meningkatkan frekuensi sampai 20 kHz dapat digunakan rangaian Gambar IV.4,

rangkaian ini tidak harus ditambahkan.

Page 60: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 60/93

60

S U M B E R A

U D I O

R7

10k

R8

10k

C2 L

1uF

C2 R

1uF R110k

Gambar IV.4 Filter audio

Keluaran rangkaian ini masih berupa sinyal audio, akan tetapi nilai

tegangannya sudah berubah disesuaikan dengan lebar jangka frekuensi penguncian

yang digunakan. Agar tidak terjadi over modulation maka level sinyal masukan harus

diatur dengan memutar-mutar potensiometer (R 1) yang berfungsi sebagai pembagi

tegangan. Agar level tegangan keluaran potensiometer (R 1) tidak menyebabkan over

modulation dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan volume sumber audio dan

mengatur potensiometer (R 1) pada posisi maksimal sedemikian tegangan keluaran R 1

masih di dalam jangka frekuensi penguncian. Keluaran level tegangan R 1 yang telah

diatur posisinya terlihat pada Gambar IV.5. Level tegangan R 1 cenderung lebih kecil

Page 61: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 61/93

61

daripada level tegangan sinyal sumber audio, hal ini tidak menjadi masalah asal

masih mampu memberi perubahan frekuensi pada keluaran modulator FM.

Gambar IV.5 Keluaran potensiometer (R1) yang telah diatur

Seperti yang telah diterangkan pada sub bab sebelumnya bahwa proses

pemodulasian frekuensi pada Tugas Akhir ini menggunakan IC LM566 seperti

terlihat pada Gambar IV.6 yang berfungsi sebagai osilator terkendali tegangan

(VCO), karena keluaran frekuensinya dapat berubah-ubah sesuai dengan tegangan

Page 62: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 62/93

62

amlpitude dari sinyal audio yang masuk pin masukan. Proses pemodulasian frekuensi

dilakukan di dalam IC LM566, sinyal keluaran IC LM566 dapat berupa sinyal

segitiga (pin 4) atau kotak (pin 3).

Gambar IV.6 Dimensi LM566

Gambar IV.7 di bawah memperlihatkan rangkaian modulator frekuensi

dengan nilai hambatan dan kapasitor yang telah ditentukan untuk mengeset nilai

frekuensi pembawa yang diinginkan, pada Tugas Akhir ini nilai frekuensi pembawa

yang digunakan adalah 350 kHz. Penentuan free running frequency (fc) pada VCO,

LM566, ditentukan oleh nilai potensiometer (R4) dan kapasitor (C4). Free running

frequency ini akan menjadi frekuensi dasar atau frekuensi pembawa modulasi FM.

SCHMITT

TRIGGER

CURRENT

SOURCE

8 Vcc

7 Tcap

6 Tres

5

GND 1

Square wave 3

output

Square wave 4

output

2

Page 63: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 63/93

63

TRES

MO D

TCAP

TRWOUT

SQWOUT

VCC

GN D

6

7

5

4

3

8

1

VCC

12 V

12 V

R3

22 k

R2

150k

C3

1u F

R4

50 k

C4

82 p

keluaran

sinyal kotak

Gambar IV.7 Rangkaian modulator frekuensi

Untuk mendapatkan nilai free running frequency yang diinginkan dapat

dilakukan dengan cara memutar-mutar R4, pada Tugas Akhir ini digunakan nilai free

ruunning frequency sebesar 350 kHz. Nilai ini ditentukan oleh besar kecilnya nilai

hambatan R4 dan kapasitor C4 dengan perhitungan sebagai berikut.

f c =+

+ −

V

V V

C R

c

44

2

dengan perhitungan nilai Vc,

Vc = +

+V

R R

R

32

2

Page 64: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 64/93

64

pada rangkaian pemancar digunakan nilai f c, R 2, R 3, dan C4 berturut-turut sebagai

berikut 350kHz, 150k, 22k, dan 82pF maka secara perhitungan diperoleh,

Vc = 1215022

150

+

Vc = 10,46 Volt

dengan rumusan diatas maka diperoleh nilai R4 sebesar,

R 4 =( )

12

46,1012

10.8210.350

2123

−−

R 4 = 8,943 k Ω.

Sinyal keluaran potensiometer (R1) merupakan sinyal masukan bagi

rangkaian modulator FM, sebelum masuk pin 5 sinyal ini dilewatkan kapasitor (C1),

hal ini dimaksudkan agar sinyal dc terblokir sehingga hanya sinyal ac (sinyal audio)

saja yang masuk. Keluaran modulator FM diambil dari pin 3, yaitu pin square wave

modulated yang mempunyai level tegangan sekitar 6 Vpp. Sinyal ini berupa sinyal

kotak dengan frekuensi 350 kHz pada saat tidak ada sinyal masukan (sinyal

pemodulasi) seperti terliahat pada Gambar IV.8. Akan tetapi ketika modulator FM

mendapat sinyal masukan maka frekuensi pembawa akan berubah-ubah sesuai

dengan nilai tegangan yang masuk. Gambar IV.9 menunjukkan bahwa sinyal

pembawa telah termodulasi oleh sinyal masukan.

Page 65: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 65/93

65

Gambar IV.8 Sinyal pembarwa

Gambar IV.9 Sinyal pembawa termodulasi

Page 66: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 66/93

66

Pada Gambar IV.9 terlihat bahwa sinyal keluaran modulator masih terlalu

kecil untuk dipancarkan oleh sebab itu sebelum di-couple-kan ke jala-jala listrik

dengan menggunakan trafo MF, sinyal termodulasi ini (berupa sinyal kotak)

dikuatkan dengan menggunakan sebuah transistor D1061. Sebelum dihubungkan ke

jala-jala listrik keluaran trafo MF perlu ditambahkan kapasitor C6 dengan nilai

tegangan lebih besar dari tegangan jala-jala listrik, kapasitor C6 ini dimaksudkan

untuk mengisolasi transformator MF dari sinyal sinus tegangan jala-jala listrik 60 Hz.

Selain itu untai tala LC dapat juga digunakan sebagai penyesuai impedans. Untuk

mendapatkan sinyal keluaran untai LC yang maksimal dapat dilakukan dengan

memutar-mutar trafo MF. Gambar IV.10 menunjukkan rangkaian transformator MF

dengan kapasitor sebagai isolator dari tegangan jala-jala listrik, sedangkan Gambar

IV.11 menunjukkan sinyal keluaran trafo MF pada kondisi maksimal.

J A L A - J A L A

L I S T R I KTrafo

MF

0,1 uF

630 V

Gambar IV.10 Untai tala LC pemancar

Page 67: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 67/93

67

Gambar IV.11 Sinyal keluaran tala LC pada kondisi maksimal

4. Penerima FM

Rangkaian penerima FM terdiri dari beberapa blok rangkaian yaitu, couple

kapasitif dan transformator MF, penguat diferensial, demodulator FM (menggunakan

PLL), tapis lolos bawah (LPF), dan penguat audio. Rangkaian penerima FM secara

lengkap dapat dilihat pada Gambar IV.12 di bawah.

Pada bagian penerima, sinyal termodulasi FM dipisahkan dari jala-jala listrik

dengan menggunakan trafo MF kemudian dikuatkan, didemodulasi, dibatasi dan

dikuatkan lagi agar dapat menggerakkan speaker.

Page 68: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 68/93

68

Sinyal termodulasi FM di-couple secara kapasitif dari jala-jala listrik oleh

kapasitor C1, kemudian ke trafo MF sebelum masuk ke penguat diferensial, seperti

halnya pada rangkaian pemancar FM, kapasitor C8 digunakan untuk mengisolasi

trafo MF dari jala-jala listrik. Selain untuk penapisan untai tala LC ini juga digunakan

untuk memperbaiki respon sinyal. Untuk mendapatkan sinyal keluaran untai tala LC

yang maksimal dapat dilakukan dengan memutar-mutar trafo MF sampai didapat

sinyal yang maksimal. Gambar untai tala LC pada penerima sama dengan pemancar,

lihat Gambar IV.12, sedangkan Gambar IV.13 menunjukkan sinyal untai LC pada

penerima FM dalam kondisi maksimal.

J A

L A - J A L A L I S T RI K

Trafo

MF

0,1 uF

630 V

Gambar IV.12 Untai tala LC penerima

Page 69: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 69/93

69

Gambar IV.13 Sinyal keluaran Untai tala LC pada penerima

5. Penguat Diferensial

Setelah mendapat penalaan oleh untai LC, sinyal keluaran untai tala LC ini

masih terlalu lemah, sehingga perlu penguat untuk memperbesar sinyal. Pada

penerima FM ini digunakan penguat diferensial dengan dua tingkat, rangkaian ini

dibentuk dengan menggunakan 4 buah transistor C829, penggunaan penguat

diferensial ini dimaksudkan untuk lebih menghasilkan penguatan yang lebih besar,

disamping memperkuat sinyal masukan, penguat diferensial ini mempunyai sifat

Page 70: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 70/93

70

dapat meredam atau bahkan menghilangkan sinyal-sinyal derau yang masuk bersama

sinyal masukan. Dengan sifat yang dimilki oleh penguat diferensial ini diharapkan

keluarannya terbebas dari sinyal derau. Gambar IV.14 memperlihatkan rangkaian

penguat diferensial dua tingkat.

1k2

6k8

820

6k8 6k8

1k

1k5

390

27k

5605601uF

630VTrafo

MF

C1

R1

R1

R3

R4 R5

R6

R7 R8

R1

R9

R10

R11C829

C829TR1

TR4TR3

TR2

Vcc

keluaran

Gambar IV.14 Rangkaian penguat diferensial 2 tingkat

Keluaran untai tala LC merupakan sinyal masukan bagi penguat diferensial,

sinyal keluaran untai LC mempunyai bentuk yang cukup baik, tetapi dalam kondisi

lemah, penguat diferensial tingkat pertama ini akan menguatkan dan berusaha

menghilangkan sinyal derau yang masuk bersama sinyal masukan, penguat

diferensial tingkat pertama ini dibentuk oleh dua buah transistor C829 dan beberapa

resistor seperti terlihat pada gambar di atas. Bentuk sinyal keluaran penguat

Page 71: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 71/93

71

diferensial tingkat 1 ini dapat dilihat pada titik kolektor transistor 2, sinyal ini berupa

sinyal sinus yang masih belum teratur bentuknya. Gambar IV.15 menunjukkan sinyal

keluaran penguat diferensial tingkat 1 (kolektor transistor 2).

Gambar IV.15 Sinyal keluaran penguat diferensial tingkat 1

Seperti yang terlihat pada Gambar IV.15, sinyal keluaran penguat diferensial

tingkat 1 masih mengandung derau, hal ini terlihat dari bentuk sinyal yang masih

bergelombang pada titik balik negatifnya. Oleh sebab itu digunakan penguat

diferensial tingkat 2, penguat ini mempunyai fungsi yang sama dengan penguat

diferensial tingkat 1 yaitu untuk memperkuat sinyal masukan dan berusah

menghilangkan sinyal derau yang masuk bersamanya.

Page 72: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 72/93

72

Bentuk rangkain penguat diferensial tingkat 2 ini sama seperti tingkat 1, yaitu

tersusun atas 2 buah transistor C829 dengan beberapa resistor, lihat Gambar IV.14,

masukan penguat diferensial tingkat 2 ini berasal dari keluaran penguat diferensial

tingkat 1, sinyal masukan yang lemah dan masih mengandung derau ini akan

dikuatkan oleh penguat diferensial tingkat 2, disamping menguatkan sinyal, penguat

diferensial tingkat 2 ini berusah untuk memperbaiki bentuk sinyal dengan

mengurangi sinyal derau yang masuk. Keluaran penguat diferensial tingkat 2 ini

dapat diambil pada titik kolektor transistor 4, Gambar IV.16 memperlihatkan sinyal

keluaran penguat diferensial tingkat 2.

Gambar IV.16 Sinyal keluaran penguat diferensial tingkat 2

Page 73: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 73/93

73

6. Demodulasi Frekuensi

Setelah melalui proses penguatan, sinyal termodulasi FM menjadi masukan

untai demodulator, pada Tugas Akhir ini digunakan IC LM565, PLL, sebagai

demodulator frekuensi. Proses demodulasi frekuensi ini melalui beberapa diagram

blok yang semuanya terintegrasi dalam IC PLL, lihat Gambar IV.17, seperti halnya

pada pemancar, terdapat free running frequency (frekuensi pembawa), pada penerima

juga terdapat frequency center (frekuensi tengah), frekuensi ini merupakan frekuensi

VCO yang pengaturannya sangat sederhana, yaitu dengan mengatur nilai

potensiometer (R14) dan kapasitor (C4) luar.

Gambar IV.17 Diagram blok PLL

6.1. Osilator terkendali tegangan (VCO)

Seperti yang terlihat pada Gambar IV.17 di atas, keluaran osilator terkendali

tegangan (VCO) ini merupakan sinyal masukan bagi detektor fase. Keluaran osilator

ini berupa sinyal kotak dengan amplitude tetap, frekuensi osilator ini berubah-ubah

filter lewat bawah

F(s)

Sinyal

Masuk

(Vs, f s, θs)

Detektor

Fase

Osilatro terkendali

tegangan (VCO)

Sinyal Keluar

Vd(Vo, f o, θo)

PenguatVe,fs ± fo fs-fo

Page 74: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 74/93

74

sesuai dengan tegangan dc yang masuk. Pada PLL terdapat 3 istilah yang sangat

penting dalam memahami prinsip kerjanya yaitu:

1) frekuensi tengah (center frequency)

2) jangka penguncian (lock range) dan

3) jangka penangkapan (capture range).

Gambar IV.18 Letak frekuensi tengah

Frekuensi tengah merupakan frekuensi yang terletak di tengah-tengah jangka

penguncian, frekuensi ini harus sama dengan frekuensi pembawa pada pemancar,

frekuensi tengah VCO ini diset di tengah-tengah tegangan dc jangka linearnya.

Gambar IV.18 memperlihatkan letak frekuensi tegah. Untuk mendapatkan nilai

frekuensi tengah f

jangka penguncian

fo

f

V7

fo

f L

Page 75: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 75/93

75

frekuensi tengah sesuai dengan frekuensi pembawa dapat dilakukan dengan cara

memutar-mutar potensiometer karena kapasitor bernilai tetap. Frekuensi ini harus

sama dengan free running frequency (frekuensi pembawa) pada penerima, untuk

mengecek apakah nilai frekuensi tengah sudah tepat sama dengan frekuensi pembawa

dapat dilakukan dengan mengecek sinyal keluaran VCO (pin 4 atau 5) pada saat PLL

tidak mendapat sinyal masukan. Gambar IV.19 memperlihatkan sinyal keluaran VCO

(pin 4).

Gambar IV.19 Sinyal frekuensi tengah (keluaran VCO)

Page 76: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 76/93

76

Berdasarkan Gambar IV.20 di bawah, rangkaia demodulator, nilai

potensiometer (R 14) dapat ditentukan dengan rumusan sebagai berikut,

414

3,0

C R f o =

karena nilai kapasitor C4 sebesar 330 pF dan diinginkan nilai frekuensi tengah (f o)

350 kHz, maka didapatkan nilai R 14

4

14

3,0R

C f o=

1231410.33010.350

3,0R

−=

R 14 = 2,597 k Ω

penggunaan potensiometer (R 14=10k Ω) pada pengatur frekuensi tengah dimaksudkan

untuk mempermudah mendapatkan nilai frekuensi yang sama dengan frekuensi

pembawa, dalam prakteknya nilai frekuensi pembawa pada penerima tidak selalu

tepat sama dengan nilai yang ada di pemancar, hal ini dipengaruhi oleh kualitas

komponen dan tata letak komponen dan penggunaan PCB lubang pada rangkaian

pemancar dan penerima.

Page 77: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 77/93

77

1uF

3,3n

IN1

IN2

VIN

VOUT

VCON

+VCC

-VCC

TCAP

TRES

RE F

-6V

IN

OU T

680680

330p

10k

C2

C3

C4

R12 R1 3

R1 4

+6V

-6V

Gambar IV.20 Rangkaian demodulasi frekuensi

Jangka penguncian merupakan lebar frekuensi yang masih dapat dikunci,

jangka penguncian ini dimaksudkan untuk membatasi lebar penyimpangan frekuensi

modulasi. Agar sinyal termodulasi frekuensi dapat didemodulasi maka besar

penyimpangan frekuensi harus berada dalam jangka penguncian, akan tetapi jika

penyimpangan frekuensi lebih dari jangka penguncian yang telah ditentukan maka

sinyal termodulasi tidak dapat diuraikan kembali menjadi sinyal audio. Pada saat

penyimpangan frekuensi masih berada dalam jangka penguncian, sinyal keluaran

VCO (pin 4) ikut bergetar mengikuti sinyal termodulasi yang masuk PLL (mengalami

perapatan dan perenggangan), hal ini menunjukkan bahwa sinyal keluaran VCO

berusaha mengikuti frekuensi sinyal masukan, lihat Gambar IV.22. Pada saat nilai

frekuensi keluaran VCO sama dengan nilai frekuensi masukan detektor fase maka

terjadi proses penguncian. Akan tetapi jika penyimpangan frekuensi melebihi jangka

Page 78: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 78/93

78

penguncian yang telah ditentukan maka sinyal keluaran VCO tidak akan bergetar

mengikuti sinyal masukan, pada kondisi seperti ini sinyal VCO kembali pada

frekuensi tengah dan tidak terjadi penguncian. Secara teori hubungan antara

frenkuensi tengah dengan jangka penguncian dapat dirumuskan sebagai berikut.

V

f o8f L =

karena pada rangkaian PLL ini digunakan tegangan catu daya ± 6V dan

menggunakan frekuensi tengah 350 kHz maka diperoleh jangka penguncian,

6

10.350.8f

3

L =

kHz f L 67,466=

berdasarkan perhitungan di atas dapat digambarkan grafik hubungan antara frekuensi

tengah dengan jangka penguncian seperti Gambar IV.21.

Gambar IV.21 Hubungan frekuensi tengah dengan jangka penguncian

f

V7

fo

f L

(350 kHz)

466,67 kHz

2

Lo

f f −

2

Lo

f f +

116,665 kHz 583,335 kHz

Page 79: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 79/93

79

Gambar IV.22 Sinyal keluaran VCO bergetar mengikuti sinyal termodulasi

Berdasarkan pengambilan data yang ada, nilai frekuensi tengah tidak sama

dengan nilai perhitungan secara teoritis, Gambar IV.19 menunjukkan bahwa nilai

frekuensi tengah berada pada frekuensi 352,7 kHz. Begitu juga dengan jangka

penguncian, berdasar data pengamatan jangka penguncian hanya bisa mengunci pada

frekuensi maksimum (f H) 543,2 kHz dan frekuensi minimum (f L) 115,8 kHz, padahal

Page 80: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 80/93

80

secara teori jangka penguncian berada pada frekuensi maksimum (f H) 3883,335 kHz

dan frekuensi minimum (f L) 116,665 kHz, nilai ini dapat dihitung dengan rumusan,

2

Lo H

f f f +=

2

Lo L

f f f −=

2

67,466350 += H f

2

67,466350 −= L f

kHz f H 335,583= kHz f L 665,116=

penyimpangan data ini disebabkan oleh nilai resistor yang digunakan mempunyai

nilai toleransi sebesar 5% dan komponen kapasitor yang kurang begitu baik.

Selain frekuensi tengah dan jangka penguncian, terdapat juga istilah capture

range (jangka penangkapan) pada PLL, istilah ini tidak kalah penting dalam

menentukan terjadinya proses penguncian. Jangka penangkapan adalah perbedaan

maksimum frekuensi awal antar sinyal input dengan sinyal keluaran VCO (frekuensi

tengah) dimana loop masih dapat mengunci. Jangka penangkapan ini merupakan awal

dari proses terjadinya penguncian. Penentuan nilai jangka penangkapan ini harus

berada dalam jangka penguncian, jangka penangkapan ini diharapkan tidak terlalu

besar atau kecil. Untuk jangka penangkapan yang terlalu besar akan mengakibatkan

langkah penangkapan yang besar, akibatnya proses penguncian tidak akan terjadi

karena langkah penangkapan lebih besar dari perubahan sinyal masukan.

Akan tetapi jangka penangkapan yang terkecil juga tidak baik, karena akan

membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengikuti perubahan sinyal masukan.

Hal ini mengakibatkan sinyal masukan tidak akan tertangkap oleh jangka

Page 81: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 81/93

81

penangkapan akibatnya proses penguncian tidak akan terjadi, sehingga untuk

penentuan nilai jangka penangkapan tidak boleh terlalu besar atau kecil. Nilai ini

dapat ditentukan dengan cara mencoba-coba sehingga didapat nilai yang cukup untuk

menangkap perubahan sinyal masukan. Pada prakteknya penentuan nilai jangka

penangkapan ini dapat dicoba-coba dengan mengganti nilai kapasitor (C3), lihat

Gambar IV.20. Penentuan nilai jangka penangkapan secara teori dapat ditentukan

dengan rumusan sebagai berikut.

3

2

2

1

RC

f f L

C

π

π =

dari perhitungan sebelumnya diperoleh nilai f L = 466,67 kHz, C3 = 3,3 10-9

dan

R=3,6.103 (terdapat dalam IC PLL) maka

)10.3,3)(10.6,3(

)10.67,466)(14,3(2

)14,3(2

193

3

−=C f

88,11

10.6876,2930

28,6

19

=C f

kHz f C 089,78=

Gambar IV.23 di bawah ini memperlihatkan letak jangka penangkapan terhadap

frekuensi tengah dan jangka penguncian.

Page 82: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 82/93

82

Gambar IV.23 Posisi jangka penangkapan terhadap frekuensi tengah dan jangka

penguncian

Pada pratek, untuk mengecek jangka penangkapan PLL dapat digunakan AFG

sebagai masukan, dengan mengubah-ubah frekuensi AFG disekitar frekuensi tengah

PLL maka akan didapat jangka penangkapan atau seberapa jauh simpangan frekuensi

yang masih dapat ditangkap oleh PLL.

6.2. Detektor fase

Detektor fase merupakan salah satu bagian penyusun PLL, detektor ini

berfungsi mendeteksi perbedaan fase sinyal masukan dan sinyal keluaran VCO. Pada

saat frekuensi sinyal masukan sama dengan sinyal keluaran VCO, detektor fase akan

mengeluarkan tegangan, Ve, yang menyebabkan VCO terkunci dengan sinyal input.

Pada saat terkunci VCO mengeluarkan sinyal kotak bertegangan tetap dengan

frekuensi sama dengan sinyal masukan, akan tetapi pada saat loop sedang mencoba

mengunci, keluaran detektor fase berisi komponen frekuensi jumlah dan selisih dari

sinyal masukan dan keluaran VCO, ketika frekuensi masukan tidak sama dengan

f

f L = 466,67 kHz

fo = 350 kHz

f c=78,089 kHz

Page 83: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 83/93

83

frekuensi keluaran VCO, detektor fase akan menghasilkan tegangan kesalahan, Ve,

yang akan memicu VCO untuk mengeluarkan sinyal dengan freuensi sama dengan

masukan.

6.3. Tapis lolos bawah (LPF)

Tapis lolos bawah pada PLL ini berfungsi meloloskan sinyal keluaran

detektor fase yang berfrekuensi rendah, ketika loop mencoba untuk mengunci,

detektor fase mengeluarkan sinyal dengan komponen frekuensi jumlah dan selisih,

sinyal tersebut menjadi masukan tapis lolos bawah (LPF) dan keluarannya berupa

sinyal dengan frekuensi rendah (sinyal dc), Vd. Tegangan dc inilah yang menjadi

keluaran PLL (pin 7), tegangan ini juga digunakan untuk kendali VCO. Perubahan

tegangan dc, Vd, akan mengakibatkan perubahan frekuensi sinyal keluaran VCO,

semakin besar nilai tegangan dc akan mengakibatkan semakin kecil nilai frekuensi

sinyal keluaran VOC, begitu juga sebaliknya. Hubungan ini ditunjukkan oleh Gambar

IV.21.

6.4. Penguat lingkar

Rangkaian penguat yang ada dalam PLL digunakan untuk menguatkan sinyal

keluaran tapis lolos bawah (LPF), rangkaian ini terintegrasi dalam IC PLL, lihat

diagram blok PLL pada Gambar IV.17. Sebelum mengontrol VCO sinyal keluaran

tapis lolos bawah masuk ke blok penguat untuk dikuatkan. Selain digunakan untuk

Page 84: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 84/93

84

mengontrol VCO, sinyal keluaran penguat ini juga diambil sebagai keluaran PLL

(pin 7).

7. Tapis Lolos Bawah Aktif (Active Low-Pass Filter)

Setelah proses demodulasi oleh rangkaian PLL, sinyal akan masuk ke

rangkaian tapis lolos bawah aktif, meskipun secara teori sinyal keluaran PLL berupa

sinyal informasi (sinyal audio), tetapi pada prakteknya sinyal ini masih mengandung

frekuensi-frekuensi tinggi, sehingga jika sinyal ini dikuatkan langsung oleh penguat

audio, maka speaker tidak akan mengeluarkan bunyi seperti pada sumber audio

(hanya mendengung). Oleh sebab itu pada rangkaian penerima FM ini masih

digunakan tapis lolos bawah. Pada rangkaian ini digunakan tapis aktif karena tidak

membebani rangkaian sebelumnya (PLL). Penggunaan tapis pasih akan sangat

membebani rangkaian sebelumnya, pada perancangan penerima FM ini penulis telah

mencoba berbagai jenis tapis lolos bawah pasif akan tetapi tidak mengahasilkan

sinyal keluaran, hal ini dikarenakan beban yang ada pada tapis.

Perancangan tapis aktif ini menggunakan IC TL 082 yang berisi 2 buah

penguat operasional (op-amp). Perancangan tapis ini berdasarkan aturan Sallen-Key

Low-Pass Filter dengan rumusan sebagai berikut,

RC mn f o

π 2

1=

Page 85: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 85/93

85

1+=

m

mnQo

Gambar IV. 24 menunjukkan rangkaian dasar perancangan tapis lolos bawah Sallen-

Key Low-Pass Filter .

_

+

nC

mR

C

R

TL 082

Gambar IV.24 Rangkaian dasar Sallen-Key Low-Pass Filter

Pada rangkaian tapis ini digunakan f o = 15 kHz, dengan tujuan agar dapat

mencakup semua sinyal audio (20 Hz-20 kHz), nilai Q = 1 dan nilai kapasitor (C)

dipilih 330 pF. Dimisalkan m = 1 maka berdasarkan rumusan di atas diperoleh niliai

hambatan,

1+=

m

mnQo

11

11

+=

n

21

n=

4=n

Page 86: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 86/93

86

RC mn f o

π 2

1=

12

3

10.330..4.1)28,6(2

110.15

−=

R

312 10.15.10.330.4).28,6(2

1−

= R

Ω= k R 08,16

berdasar perhitungan di atas diperoleh nilai nC =1,32 nF, karena dipasaran tidak

tedapat kapasitor dengan nilai 1,32 nF maka dipilih nilai yang mendekati, 1,2 nF.

Gambar IV.25 memperlihatkan rangkaian Sallen-Key Low-Pass Filter berdasar hasil

perhitungan di atas.

_

+

1,2n

16k 16k

330p

C5

C6

R15 R16

TL 082

Gambar IV.25 Rangkaian Sallen-Key Low-Pass Filter dengan fo =15 kHz

Rangkaian tapis di atas dapat diuji dengan memberi sinyal input dari AFG.

Untuk mengujinya dapat digunakan sinyal kotak dengan tegangan puncak ke puncak

sebesar 2 volt, meskipun masukan tapis berupa sinyal kotak, keluarannya harus

berupa sinyal sinus karena rangkaian LPF hanya meloloskan sinyal frekuensi rendah,

Page 87: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 87/93

87

dengan mengubah-ubah frekuensi AFG akan didapat sinyal keluaran LPF yang

menggambarkan watak kerja. Tabel IV.1 di bawah ini adalah hasil pengamatan LPF

dengan masukan sinyal kotak. Gambar IV.26 memperlihatkan watak kerja LPF.

Tabel IV.1 Hubungan frekuensi masukan dengan tegangan keluaran LPF

f (kHz) Vi p-p(volt) Vo p-p(volt) Gain (dB)

1 2 2.12 0.5

3.04 2 2.12 0.5

6.54 2 2.12 0.58.77 2 2.12 0.5

10.29 2 2.12 0.5

11.02 2 2.10 0.42

11.54 2 2.07 0.30

12.04 2 2.02 -0.09

12.6 2 1.87 -0.50

13.21 2 1.77 -0.60

14.21 2 1.48 -2.61

15.42 2 1.21 -4.36

16.28 2 0.99 -6.11

17.41 2 0.89 -7.03

18.62 2 0.72 -8.87

19.65 2 0.67 -9.50

20.9 2 0.57 -10.90

25.2 2 0.27 -17.39

30.9 2 0.08 -27.95

Secara perancangan nilai frekuensi cutoff dipilih pada frekuensi 15 kHz, akan

tetapi berdasarkan data di atas frekuensi cutoff berubah menjadi 16 kHz. Sinyal kotak

di atas menggunakan tegangan puncak ke puncak 2 volt, sehingga secara perhitungan

Page 88: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 88/93

88

frekuensi cutoff (-3dB) berada pada tegangan 1,414 volt, sesuai dengan perhitungan

berikut ini.

i

o

v

vdB log203 =−

707,0=i

o

v

v

karena tegangan puncak ke puncak sinyal masukan 2 volt maka diperoleh tegangan

keluaran sebesar,

vo = 0,707 x 2

vo = 1,414 volt

seperti terlihat pada tabel nilai ini terletak pada frekuensi 16 kHz, hal ini tidak sesuai

dengan perancangan. Pergeseran nilai frekuensi cutoff ini dimungkinkan karena nilai

kapasitor 1,32 nF (sesuai perhitungan) diganti dengan 1,2 nF (yang tersedia di

pasaran).

LOW-PASS FILTER (LPF)

-30

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

1 3 5 7 9 1 1

1 3

1 5

1 7

1 9

2 1

2 3

2 5

2 7

2 9

3 1

f (kHz)

G a i n ( d B )

Gambar IV.26 Grafik watak kerja LPF

Page 89: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 89/93

89

Pada penerima FM rangkaian tapis lolos bawah ini digunakan untuk menapis

sinyal keluaran PLL yang masih mengandung frekuensi tinggi. Sinyal keluaran tapis

ini berupa sinyal audio (sama dengan sinyal sumber audio). Gambar IV.27

memperlihat sinyal keluaran tapis ini.

Gambar IV.27 Sinyal keluaran tapis lolos bawah

8. Penguat Audio

Rangkaian terakhir pada penerima FM adalah penguat audio, Rangkaian ini

menggunakan IC LM380 dengan kekuatan 2,5 watt. Penggunaan rangkaian ini

Page 90: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 90/93

90

dimaksudkan untuk memperkuat sinyal keluaran tapis yang masih rendah. Pada

prakteknya penguat ini belum cukup untuk menggerakkan speaker , sehingga

digunakan penguat tambahan yang berada di luar (spiker aktif). Gambar rangakaian

penguat audio LM 380 ditunjukkan pada gambar IV.28 di bawah.

_

+

C7

8

4

5

3R17

1M

2

C9

0,1u

C8

47u

0,1u

R18

2R7

C10

470u

6

7LM380

Gambar IV.28 Penguat audio LM 380

Page 91: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 91/93

91

BAB V

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Berdasarkan keseluruhan pengamatan dan analisis maka Tugas Akhir yang

berjudul “KENDALI SPEAKER JARAK JAUH MELALUI JALA-JALA LISTRIK”

ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sistem transmisi sinyal audio pada Tugas Akhir ini menggunakan

modulasi frekuensi (FM) dengan frekuensi pembawa 350 kHz.

2. Nilai amplitudo sinyal pemodulasi harus disesuaikan dengan lebar jangka

penguncian agar tetap terkunci oleh PLL.

3. Nilai jangka penguncian tidak boleh terlalu basar atau kecil agar terjadi

proses penguncian.

4. Nilai frekuensi pembawa pada pemancar harus sama dengan nilai

frekuensi tengah pada penerima.

5. Keluaran PLL harus diberi tapis lolos bawah aktif karena masih

mengandung frekuensi tinggi.

6. Pemilihan nilai frekuensi tengah, jangka penguncian dan jangka

penangkapan harus tepat.

Page 92: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 92/93

92

2. SARAN

Untuk pengembangan Tugas Akhir dengan judul “KENDALI SPEAKER

JARAK JAUH MELALUI JALA-JALA LISTRIK”, ada beberapa saran yang

bermanfaat untuk memperbaiki sistem peralatan ini.

1. Untuk menghasilkan sinyal audio stereo, dapat digunakan dua buah

pemancar dan penerima dengan frekuensi pembawa yang berbeda.

2. Sinyal audio dapat diganti dengan sinyal DTMF yang berfungsi untuk

mengontrol peralatan listrik yang ada dalam rumah atau gedung.

3. Penumpangan sinyal DTMF dapat juga digunakan sebagai nada panggil

pada sistem komunikasi simplek atau duplek dalam rumah atau gedung.

4. Untuk pengiriman sinyal digital, misalnya digunakan untuk jaringan

komputer.

5. Pemilihan nilai resistor dan kapasitor yang digunakan untuk mengatur

frekuensi sebaiknya mempunyai nilai toleransi kecil dan berkualitas

tinggi.

6. Penyusunan komponen dan lay-out PCB sebaiknya diperhatikan karena

berpengaruh pada frekuensi.

Page 93: 1859_skripsi

8/18/2019 1859_skripsi

http://slidepdf.com/reader/full/1859skripsi 93/93

93

DAFTAR PUSTAKA

Barmawi, M. Ph.D dan M.O. Tjia. Ph.D, 1993, “Elektronika Terpadu Jilid I”, Jakarta.

Beasley, Jeffrey S, Rico, Guillermo dan Bogart, Theodore F, 2001, Electronics

Devices And Circuits, Fifth Edition, Prentice Hall.

Coughlin, Robert F dan Driscoll, Frederick, 1994, “Penguat Operasional dan

Rangkaian Terpadu Linear”, Edisi II, Erlangga, Jakarta.

E Fitzgerald, A. SC.D, Higginbotham, David E, S.M dan Grabel, Arvin. SC.D, 1981,

“Basic Electrical Engineering”, 5th

Edition, Mc Graw-Hill.

Floyd, Thomas L, “Electronics Fundamentals: Circuit, Device and Applications”,

Fifth Edition, Prentice Hall.

Honeycutt, Richard A, 1988, “Op- Amp And Linear Integrated Circuits”, Delmar

Publisher.

Krauss H, L, dan Bostian C, W, 1990, “Teknik Radio Benda Padat”, Universitas

Indonesia, Jakarta.