Date post: | 30-Oct-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | ady-olivers-sasaja |
View: | 34 times |
Download: | 0 times |
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 1/14
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2 Mei 2011: 11-23 _____________________ ISSN 2087-4871
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB _______________________________ E-mail: [email protected]
EKSPLORASI TEKNOLOGI TEPAT GUNA DALAM PENANGKAPAN KAKAPPUTIH (Lates calcarifer ) DI KABUPATEN MIMIKA
( EXPLORATION OF THE APPROPRIATE FISHING TECHNOLOGY FOR BARRAMUNDI ( Lates Calcarifer ) FISHERIES IN MIMIKA REGENCY )
Domu Simbolon1,2, Ari Purbayanto2, Julia E. Astarini2, dan Wesley Simanungkalit3 Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
ABSTRACT Utilization level of barramundi in Mimika Regency waters tend to increase every years, because the kind of fish had the
high economical value. This condition usually could be trigger to use the environmental unfriendly fishing technology for increasing the catches. Development of the appropriate fishing technology in Mimika waters must consider the maximum sustainable yield (MSY) of barramundi resources, social, and economic aspects of fisherman. The objectives of this research were to explore the MSY of barramundi resources, to determine the development opportunity of barramundi fisheries, to explore the appropriate fishing technology of barramundi, and to determine the development strategy of barramundi fishing technology in Mimika Regency waters. The research method used was survey through experimental fishing activitiy. Data were analyzed with bioeconomic model,multicriteria analysis, and analitical hierarchy process approaches. The estimated MSY of barramundi in Mimika waters was 8,348 tons/year, and fishing effort was 970,122 trips/year. Development opportunity at MSY condition was 6,807 tons/year while at MEY management was 6,553 tons/year. The appropriate fishing technology for Barramundi fisheries in Mimika
Regency was gillnet and handlne, but gillnet was more adventage than handline. The gillnet becomes main priority for developing with a strategy of fisherman empowerment, and cooperative among stakeholders for improving catch and fishermen income.
Keywords : Barramundi, fishing technology, appropriate, Mimika Regency
ABSTRAK Tingkat pemanfaatan ikan kakap putih di peraian Kabupaten Mimika cenderung meningkat setiap
tahun, karena jenis ikan ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kondisi ini biasanya menjadi pemicu untuk menggunakan teknologi penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dalam meningkatkan hasil tangkapan.Pengembangan teknologi penangkapan ikan tepat guna di perairan Mimika harus mempertimbangkan potensilestari ikan kakap putih, aspek sosial dan ekonomi nelayan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasipotensi lestari SDI kakap putih, menentukan peluang pengembangan perikanan kakap putih, mengeksplorasiteknologi penangkapan ikan kakap putih yang tepat guna, dan menentukan strategi pengembangan dalamusaha penangkapan kakap putih di perairan Kabupaten Mimika. Metode penelitian yang digunakan adalahsurvei melalui kegiatan experimental fishing . Data dianalisis dengan pendekatan model bio-ekonomi, multicriteria
analysis dan analitycal hierarchy process . Dugaan potensi lestari ikan kakap putih di perairan Mimika adalah 8.348ton/tahun, dan upaya penangkapan optimum 970.122 trip/tahun. Peluang pengembangan pada kondisipengelolaan MSY adalah 6,807 ton/tahun, sedangkan pada kondisi pengelolaan MEY 6.553 ton/tahun. Teknologi tepat guna dalam penangkapan kakap putih di perairan Mimika adalah jaring insang dan pancing ulur, tetapi jaring insang lebih menguntungkan dibandingkan pancing ulur. Jaring insang menjadi prioritaspertama untuk dikembangkan dengan melakukan strategi pembinaan nelayan, dan kerjasama antar pelakuuntuk meningkatkan hasil tangkapan dan kesejahteraan nelayan.
Kata kunci: Kakap putih, teknologi penangkapan, tepat guna, Kabupaten Mimika
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kakap putih (Lates calcarifer )merupakan salah satu komoditasunggulan sebagai penyumbangpendapatan asli daerah (PAD) yangdiharapkan oleh Pemerintah Kabupaten
Mimika dari bidang perikanan tangkap.Usaha penangkapan di perairan Mimika
berusaha meningkatkan jumlah upayapenangkapan kakap putih karena hargaikannya yang cukup tinggi (DinasPerikanan dan Kelautan Kab Mimika,2006). Fenomena tersebut dapatmengancam kelestarian sumberdaya ikanapabila upaya penangkapan tidak
1 Corresponding author
2 Staf Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK - IPB 3 Alumni Program Studi Teknologi Kelautan Pascasarjana IPB
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 2/14
12 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23
dikontrol sesuai dengan jumlah potensilestari. Fauzi dan Anna (2002),menyatakan bahwa keberlanjutan meru-pakan kata kunci dalam pembangunanperikanan yang diharapkan dapatmemperbaiki kondisi sumberdaya dan
kesejahteraan masyarakat perikanan itusendiri.Sumberdaya ikan (SDI) dikategori-
kan sebagai sumberdaya yang dapatpulih, namun demikian tingkat
pemanfaatan SDI yang berlebihan dapatmenimbulkan permasalahan yangkompleks (Malanesia et al., 2007).Penentuan alokasi optimum upayapenangkapan dalam pemanfaatan SDIkakap putih di perairan Mimikamembutuhkan data dan informasi yangakurat tentang potensi lestari, sehingga
kelestarian SDI dan keberlanjutan usaha
perikanan tetap terjamin.Pemanfaatan sumberdaya ikan
diharapkan dapat meningkatkan pen-dapatan nelayan, namun demikianbahwa penggunaan teknologi penang-kapan harus sesuai (tepat guna) agartidak mengancam kelestarian SDI itu
sendiri. Jumlah alokasi unitpenangkapan harus diatur agar tidakterjadi kelebihan tangkap, bahkankonflik sosial di antara nelayan(Simbolon, 2008). Peluang untukmenambah unit penangkapan danpenggunaan teknologi yang tidak ramah
lingkungan dalam usaha penangkapanikan kakap putih di perairan Mimikacukup besar karena harga ikan tersebutrelatif tinggi.
Pemanfaatan potensi perikanankakap putih di perairan KabupatenMimika belum dapat dilakukan secaraoptimal karena keterbatasan informasidasar, terkait dengan jumlah potensiSDI, dan keragaan teknologipenangkapan. Berdasarkan studipendahuluan, kendala lain yangditemukan di lokasi penelitian adalahsarana dan prasarana usaha perikanan
tangkap yang terbatas, armadapenangkapan yang masih tergolong skalakecil, rantai pemasaran belum tertatabaik, keterbatasan modal usaha, danadopsi teknologi yang rendah. Untuk ituperlu dilakukan kajian yang sistematisuntuk menentukan pola pengembanganperikanan kakap putih yangberkelanjutan, dengan mempertimbang-kan aspek biologis, teknis, sosial,
ekonomi dan lingkungan, agar tidakmenimbulkan dampak negatif di masamendatang.
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk
(1) mengeksplorasi potensi lestari SDIkakap putih, (2) menentukan peluangpengembangan perikanan kakap putih,(3) mengeksplorasi teknologi penang-kapan ikan kakap putih yang tepat guna,
dan (4) menentukan strategi pengem-bangan dalam usaha penangkapankakap putih di perairan KabupatenMimika.
II. METODOLOGI
2.1. Waktu dan Lokasi PenelitianPenelitian ini dilaksanakan pada
bulan Maret-Mei 2006 di perairanKabupaten Mimika, Provinsi Papua.
2.2. Metode Pengumpulan DataPenelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode survei. Data yangdikumpulkan meliputi produksi dan
upaya penangkapan, jumlah dan ukuran(size ) ikan kakap putih yang tertangkap,biaya operasi penangkapan, dan hargaikan kakap putih. Data produksi danupaya penangkapan selama tujuh tahundiperoleh dari Dinas Perikanan danKelautan Kab. Mimika.
Sampel kapal yang diamatiditentukan secara sengaja ( purposive sampling ), dengan pertimbangan bahwakapal tersebut menangkap kakap putihdan layak operasi, serta adaizin/kesediaan pemilik kapal. Denganpertimbangan tersebut, maka ditetapkansampel kapal jaring insang dan pancingulur masing-masing 10 unit. Data primer yang dikumpulkan dari sampel kapalmeliputi jumlah dan ukuran panjangkakap putih yang tertangkap, jumlahanak buah kapal (ABK). Pada setiap tripoperasi kapal sampel, ditimbang jumlahtangkapan total dan tangkapan kakapputih, lalu diambil sampel ikan kakapputih untuk diukur panjangnya. Sampelikan diambil secara acak yang jumlahnyaberkisar 5-10 ekor per trip tergantungvariabilitas ukuran ikan.
Data biaya operasional, dan hargaikan kakap putih diperoleh dari hasilwawancara dan pengisian kuesioner oleh20 responden, masing-masing 10 orang
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 3/14
ISSN 2087-4871
Eksplorasi Teknologi Tepat Guna .... (SIMBOLON, PURBAYANTO, ASTARINI, dan SIMANUNGKALIT) 13
anak buah kapal (ABK) untuk mewakiliunit penangkapan jaring insang, 5 orangABK untuk mewakili unit penangkapanpancing ulur, dan 5 orang untukmewakili pedagang pengumpul ikan.Responden ditentukan secara sengaja( purposive sampling ), dengan pertimbang-
an bahwa responden bersedia danmemahami isi pertanyaan.
2.3. Analisis Data(1) Pendugaan potensi lestari dengan
model bio-ekonomiPendekatan bio-ekonomi merupa-
kan salah satu alternatif pengelolaan yang dapat diterapkan dalam rangkameningkatkan pengusahaan sumberdayasecara berkelanjutan. Potensi lestari ikankakap putih di perairan KabupatenMimika dianalisis dengan model Schaeferdan model Fox. Sebelum dilakukan
analisis regresi untuk mengetahuihubungan antara CPUE dengan upayapenangkapan (effort ), terlebih dahuludilakukan standarisasi terhadap effort ,karena jaring insang dan pancing ulur yang menangkap kakap putih di lokasipenelitian memiliki kemampuan tangkap
(catchability ) yang berbeda. Teknikstandarisasi mengikuti prosedur yangdianjurkan Sparre & Venema (1999).1. Penentuan model yang menunjukkan
hubungan antara CPUE dengan effort adalah :
bE a E hCPUE −== /
2. Pendugaan hasil tangkapanmaksimum lestari (hMSY) dan upayaoptimum (EMSY) pada model Schaeferadalah sebagai berikut :
bah MSY 4/2=
ba E MSY 2/=
3. Pendugaan hasil tangkapanmaksimum lestari (hMSY) dan upayaoptimum (EMSY) pada model Foxadalah sebagai berikut :
)1(exp)/1( −−=
a
MSY bh
b E MSY /1−= Keterangan :CPUE = rata-rata hasil tangkapan per
satuan upaya penangkapan(kg/trip)
h = jumlah hasil tangkapan (kg)E = upaya penangkapan (trip)
yang sudah distandarisasia dan b = parameter regresi
Pengelolaan sumberdaya ikankakap putih dengan tingkat upayamaksimum lestari denganmemaksimumkan keuntungan secaraekonomi, dianalisis dengan pendekatanmodel biologi dari Schaefer (1957), danmodel ekonomi dari Gordon (1954),
dengan rumus berikut :cE bpE apE −−=
2π
Tingkat keuntungan maksimum ataumaximum economic sustainable yield(MEY) dicapai pada saat dπ/dE = 0,sehingga :
cbpE apdE d MEY −−== 2/π
Tingkat upaya pada open access (EOA),terjadi pada saat keseimbangan bio-ekonomi π = 0, yang secara matematisdapat dinyatakan sebagai berikut :
0=−= TC TRπ
02 =−− cE bpE apE 0=−− cbpE ap
bpcap
E OA
)( −=
Keterangan :π = keuntungan dari upaya
pemanfaatan sumberdayaC = biaya operasional penangkapan
ikan per satuan upayaE = upaya penangkapan (trip per
tahun)p = harga hasil tangkapan
a dan b = koefisien upaya penangkapan TR = total revenue (penerimaan total) TC = total cost (penerimaan total)
(2) Penentuan teknologi penangkapanikan kakap putih yang tepat guna
Penentuan teknologi penangkapantepat guna dimaksudkan untukmendapatkan jenis alat tangkap yangmempunyai keragaan terbaik ditinjaudari aspek biologi, teknik, sosial danekonomi. Kriteria penilaian yangdibangun dalam penelitian ini adalah :(1) secara biologi tidak
mengganggu/merusak kelestariansumberdaya ikan, (2) secara teknis
efisien digunakan, (3) secara sosial dapatditerima masyarakat, (4) secara ekonomimenguntungkan. Penilaian terhadapkriteria yang bernilai kualitatif dilakukansecara subyektif dengan memberikanskor, sedangkan pada kriteria yangbernilai kuantitatif tidak dilakukanskroring melainkan berdasarkan nilai
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 4/14
14 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23
obyektif yang diperoleh di lapangan, danurutan prioritas berdasarkan nilaitertinggi (Haluan & Nurani, 1988).
Penilaian kriteria aspek biologi danteknis dilakukan secara obyektif berdasarkan data lapangan. Aspekbiologi yang dinilai berhubungan dengan
efektifitas dan selektifitas alat tangkap, yaitu ukuran panjang (size ) ikan yangtertangkap (cm/ekor), dan jumlah hasiltangkapan (kg). Aspek teknis yangdinilai berhubungan dengan efisiensi
pengoperasian alat tangkap, yaituproduksi per trip (kg/trip), dan produksiper tenaga kerja (kg/trip/tenaga kerja).
Aspek sosial yang dinilaiberhubungan dengan respon penerimaanmasyarakat terhadap alat tangkap, danpenyerapan tenaga kerja (orang/trip).Respon penerimaan nelayan terhadap
alat tangkap dievaluasi secara subyektif
dengan memberikan skor 1 bila alattangkap kurang disukai, skor 3 bila alattangkap disukai, dan skor 5 bila alattangkap sangat disukai nelayan.
Aspek ekonomi dinilai secaraobyektif melalui hasil perhitungankelayakan usaha jaring insang dan
pancing ulur. Kriteria yang dinilai adalahnet present value (NPV), benefit cost ratio (Net B/C), internal rate of return (IRR),dan pendapatan nelayan. Perhitungankelayakan usaha (NPV, B/C, dan IRR)mengikuti prosedur yang disampaikanHusnan (1994).
Kriteria NPV digunakan untukmenilai manfaat investasi dengan rumus:
( )∑= +
−=
n
t t
t
i
C B NPV
1
1
1
Keterangan :Bt = benefit pada tahun tCt = cost pada tahun tn = umur ekonomis dari pada proyeki = discount rate (suku bunga)t = periode.Apabila NPV > 0 berarti investasidinyatakan menguntungkan, dan apabila
NPV < 0 berarti investasi dinyatakantidak menguntungkan (tidak layak).Apabila NPV = 0, investasi hanyamengembalikan manfaat pada posisisama dengan tingkat social opportunity cost of capital .
Kriteria net B/C, merupakanperbandingan antara nilai total darimanfaat bersih dengan present value total, dan dinyatakan dengan rumus :
( )[ ]
( )[ ]∑
∑
=
=
<−−
−
>−+
−
=n
t t
t t
n
t t
t t
Ct Bt i
C B
Ct Bt i
C B
C B Net
1
1
01
01
/
Keterangan :
B = keuntunganC = biaya
i = discount rate t = periode Jika Net B/C>1, investasi layak(menguntungkan); jika Net B/C=1, usahatidak memberikan keuntungan tetapi juga tidak rugi; dan jika Net B/C<1,investasi tidak layak (rugi).
Kriteria IRR, dapat juga dianggapsebagai tingkat keuntungan atasinvestasi bersih dalam suatu proyek.Setiap benefit bersih yang diwujudkansecara otomatis ditanam kembali dalam
tahun berikutnya dan mendapatkantingkat keuntungan yang diberi bungaselama sisa umur proyek. Rumus untukmenghitung IRR adalah :
( )121 ii NPV NPV
NPV i IRR −
−+=
−+
+
Keterangan:i1 = discount rate NPV positif
i2 = discount rate NPV negatif Bila IRR > dari tingkat bunga berlaku,berarti proyek dinyatakan layak. Bila IRRsama dengan tingkat bunga yangberlaku, maka NPV dari proyek tersebut
sama dengan nol. Jika IRR < dari tingkatbunga yang berlaku, berarti proyek tidaklayak.
Untuk menilai semua aspek biologi,teknis, sosial, dan ekonomi dilakukanstandardisasi sehingga semua nilaimempunyai standar yang sama.Standardisasi menggunakan metodefungsi nilai, dengan rumus(Mangkusubroto & Trisnadi, 1987) :
01
0:)( x x
x x xv
−
−
)()(1
i
ni
i
i xv Av ∑
=
==
Keterangan :V(X) = fungsi nilai dari variabel XX1 = nilai tertinggi pada kriteria XX0 = nilai terendah pada kriteria XV(A) = fungsi nilai dari alternatif AVi (Xi) = fungsi nilai dari alternatif pada
kriteria i, i = 1, 2, 3,…n.
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 5/14
ISSN 2087-4871
Eksplorasi Teknologi Tepat Guna .... (SIMBOLON, PURBAYANTO, ASTARINI, dan SIMANUNGKALIT) 15
(3) Strategi kebijakan pengembanganperikanan kakap putih
Analisis strategi kebijakanpengembangan perikanan kakap putihdilakukan dengan menggunakanpendekatan analitycal hierarchy process (AHP) (Saaty, 1991). Penyusunan hirarki
diawali dengan menentukan tujuanumum yang berada pada level 1, pihak-pihak yang berkepentingan di level 2,faktor-faktor pengembangan di level 3,tujuan yang ingin dicapai di level 4, dan
alternatif strategi kebijakanpengembangan di level terakhir. Selanjutnya alternatif strategipengembangan dirancang interaksinyasatu sama lain dengan bentuk strukturhirarki dengan memperhatikan pelakuutama, kriteria pengembangan, dantujuan pengembangan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Penelitian3.1.1. Model Bio-Ekonomi Perikanan
Kakap Putih di KabupatenMimika
Model Schaefer lebih tepat
diaplikasikan dalam pendugaan potensiikan kakap putih di perairan KabupatenMimika dibandingkan dengan model fox,karena nilai koefisien determinasi (R2)model schaefer lebih besar. Hasiltangkapan maksimum lestari (hMSY)untuk kakap putih adalah 8.348
ton/tahun, dan effort optimum padatingkat potensi maksimum lestari (EMSY)
970.122 trip/tahun (Gambar 1).Berdasarkan model bio-ekonomi
(Gambar 2), peningkatan upayapenangkapan diikuti produksi danpenerimaan yang meningkat hingga padakondisi MSY dengan penerimaan usahatertinggi pada kondisi MEY. Peningkatan
upaya penangkapan juga diiringi denganpeningkatan biaya penangkapan. Renteekonomi terbesar diperoleh pada kondisipengelolaan MEY yaitu Rp 56,91milyar/tahun. Rente ekonomi pada
kondisi MEY ini tercapai pada saatproduksi (hMEY) 8.094 ton/tahunsehingga menghasilkan total penerimaan(TRMEY) Rp 80,94 milyar/tahun dikurangitotal biaya (TCMEY) Rp 24,03milyar/tahun.
Perbandingan produksi, effort,penerimaan, biaya, dan rente ekonomi
pada berbagai kondisi pengelolaan, yaitu
pada kondisi aktual, maximum sustainable yield (MSY), maximum economic yield (MEY) dan open access (OA) disajikan pada Tabel 1. Produksidan upaya penangkapan kakap putih diKabupaten Mimika dewasa ini masih jauh di bawah batasan keseimbangan
bio-ekonomi. Kondisi tersebutmerupakan indikasi bahwa peluangpengembangan produksi dan upayapenangkapan kakap putih masih besarhingga pada kondisi pengelolaan MSYdan MEY. Pada kondisi pengelolaan ditingkat MSY, produksi dan effort masih
dapat ditingkatkan masing-masing
Gambar 1. Hubungan antara produksi dengan upaya penangkapan, dugaan potensilestari dan upaya penangkapan optimum dalam perikanan kakap putih diperairan Mimika
Produksi(ton/thn) 5
6
8
4
3
2
1
Upaya penangkapan (ribu trip/thn)
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 6/14
16 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23
sebesar 81,54% dan 89,31% dari kondisiaktual. Pada pengelolaan di tingkat MEY,peningkatan produksi dan effort perikanan kakap putih masing-masingsebesar 80,96% dan 87,06% dari kondisiactual (Tabel 2).
3.1.2. Eksplorasi teknologi penang-kapan ikan tepat gunaPrioritas teknologi tepat guna dalam
penangkapan kakap putih dievaluasidengan menggunakan kriteria aspek
biologi, teknis, sosial dan ekonomi.
Berdasarkan penilaian kriteria aspekbiologi yang meliputi ukuran ikan kakap(X1), dan persentase jumlah tangkapanikan target (X2), maka pengembanganpancing ulur lebih diprioritaskandibandingkan dengan jaring insang(Tabel 3). Akan tetapi berdasarkan
penilaian aspek teknis dengan kriteriaproduksi per trip (X1), dan produksi pertrip per tenaga kerja (X2), maka jaringinsang lebih diprioritaskan pengembang-annya dibandingkan dengan pancing
ulur (Tabel 4).
Gambar 2. Model bio-ekonomi untuk pengelolaan perikanan kakap putih di perairanMimika
Tabel 1. Status pengelolaan sumberdaya ikan kakap putih di perairan Mimika, tahun
2005
Kondisipengelolaan
Produksi(Ton)
Effort (Trip) Total
Penerimaan(Rp.milyar)
Total Biaya(Rp.milyar)
RenteEkonomi
(Rp.milyar)
Aktual MEY MSY OA
1.5418.0948.3484.806
103.669801.013970.122
1.602.025
15,4180,9483,4848,06
3,1124,0329,1048,06
12,3056,9154,38
0
Tabel 2. Peluang pengembangan perikanan kakap putih pada kondisi pengelolaanMSY, dan MEY di Kabupaten Mimika
Kondisipengelolaan
Effort (trip/tahun)
Produksi(ton/tahun)
Peluang pengembangan(%)Effort Produksi
AktualMSYMEY
103.669970.112801.013
1.5418.3488.094
89,3187,06
81,5480,96
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 7/14
ISSN 2087-4871
Eksplorasi Teknologi Tepat Guna .... (SIMBOLON, PURBAYANTO, ASTARINI, dan SIMANUNGKALIT) 17
Tabel 3. Penilaian aspek biologi untuk menentukan teknologi penangkapan kakapputih yang tepat guna di perairan Mimika
Jenis teknologi Kriteria Hasil Standarisasi Terhadap Kriteria
X1 UP1 X2 UP2 V1(X1) V2(X2) Total UP
Jaring insangPancing ulur
4,56
III
4070
III
01
01
02
III
Keterangan : UP = urutan prioritas
Tabel 4. Penilaian aspek teknis untuk menentukan teknologi penangkapan kakapputih yang tepat guna di perairan Mimika
Jenis teknologi Kriteria Hasil Standarisasi Terhadap Kriteria
X1 UP1 X2 UP2 V1(X1) V2(X2) Total UP
Jaring insangPancing ulur
6040
III
2013
III
10
10
20
III
Keterangan : UP = urutan prioritas
Hasil penilaian aspek sosial denganmenggunakan kriteria penyerapan jumlah tenaga kerja tiap unitpenangkapan (X1), dan tingkatpenerimaan masyarakat nelayanterhadap jenis teknologi yang digunakan(X2), menunjukkan bahwa masyarakatnelayan lebih menginginkan (menyukai)untuk memiliki alat tangkap jaringinsang dibandingkan pancing ulur (Tabel5).
Kriteria yang digunakan dalampenilaian aspek ekonomi adalahkelayakan financial (NPV, B/C, IRR), dan
pendapatan nelayan. Berdasarkananalisis kelayakan finansial, jaringinsang dan pancing ulur layakdikembangkan dalam usahapenangkapan kakap putih di perairanMimika (Tabel 6). Berdasarkan nilai B/C,setiap biaya Rp 1,00 yang dikeluarkanpada jaring insang akan diperolehkeuntungan Rp 1,93, sedangkan padapancing ulur hanya Rp 1,79. Artinyabahwa jaring insang lebihmenguntungkan dibandingkan pancingulur dalam usaha penangkapan kakapputih. Indikasi besarnya keuntungan
tersebut juga diperkuat oleh nilai NPV
dari jaring insang yang lebih besardaripada pancing ulur. Nilai IRR untukusaha jaring insang sebesar 43,99% danuntuk pancing ulur sebesar 40,98%. Halini berarti bahwa nilai IRR dari kedua jenis alat tangkap yang dikaji berada diatas discount rate 18%. Hasil penilaianaspek ekonomi dengan kriteria NPV (X1),Net B/C (X2), IRR (X3), dan pendapatannelayan (X4) menunjukkan bahwa jaringinsang lebih diprioritaskanpengembangannya dibandingkan denganpancing ulur (Tabel 7).
Berdasarkan hasil analisis
terhadap aspek teknis, sosial danekonomi, jaring insang memilikikeragaan yang lebih baik dibandingkanpancing ulur. Namun dari aspek biologi,ternyata pancing ulur memiliki keragaan yang lebih baik dibandingkan jaringinsang. Setelah dilakukan penggabungankeempat aspek biologis, teknis, sosialdan ekonomi (Tabel 8), dapatdisimpulkan bahwa teknologipenangkapan tepat guna yang lebihdiprioritaskan pengembangannya dalampenangkapan kakap putih di perairanMimika adalah aring insang.
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 8/14
18 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23
Tabel 5. Penilaian aspek sosial untuk menentukan teknologi penangkapan kakapputih yang tepat guna di perairan Mimika
Jenis teknologi Kriteria Hasil Standarisasi Terhadap Kriteria
X1 UP1 X2 UP2 V1(X1) V2(X2) Total UP
Jaring insangPancing ulur
33
II
53
III
11
10
21
III
Keterangan : UP = urutan prioritas
Tabel 6. Nilai NPV, B/C, dan IRR jaring insang dan pancing ulur dalam pemanfaatanikan kakap putih di perairan Mimika
Kriteria investasi Usaha penangkapan ikan kakap putih
Jaring insang Pancing ulur
NPV (Rp 1 juta)Net B/CIRR (%)
26,261,9343,99
16,881,7940,98
Tabel 7. Penilaian aspek ekonomi untuk menentukan teknologi penangkapan kakap
putih yang tepat guna di perairan Mimika
Jenisteknologi
Kriteria Hasil Standarisasi Terhadap Kriteria
X1 UP1 X2 UP2 X3 UP3 X4 UP4 V1(X1) V2(X2) V3(X3) V4(X4) Total UP
JaringinsangPancingulur
2617
III
1,91,8
III
4441
III
5539
III
10
10
10
10
40
III
Keterangan : UP = urutan prioritas
Tabel 8. Penilaian aspek biologi, teknis, sosial, dan ekonomi untuk menentukanteknologi penangkapan kakap putih yang tepat guna di perairan Mimika
Jenis
teknologi
Aspek Hasil Standarisasi Terhadap Aspek
Biologi(X1)
Teknis(X2)
Sosial(X3)
Ekonomi (X4)
V1(X1) V2(X2) V3(X3) V4(X4) Total UP
JaringinsangPancing ulur
02
20
21
40
01
10
10
10
31
III
Keterangan : UP = urutan prioritas
3.2. PembahasanPotensi lestari ikan kakap putih di
perairan Kabupaten Mimika diperkirakan8.348 ton/tahun. Hasil tangkapan kakap
putih di perairan Mimika tersebar di tigahabitat, yaitu di sekitar perairan pantai,muara sungai hingga ke hulu sungai.Kondisi perairan Mimika cocok denganhabitat yang dikehendaki ikan kakap
putih, karena banyaknya sungai yangbermuara, dan didukung juga olehkondisi mangrove yang masih baik.Menurut Simbolon (2008), kondisiperairan yang sesuai dengan habitat yang dikehendaki oleh ikan akan
berpengaruh terhadap siklus hidup danrecruitment ikan, dan akibatnya akanberdampak positif terhadap besarnyapotensi ikan.
Menurut Azis (1989) diacu dalam Muksin (2006), tingkat pemanfaatansumberdaya ikan dikelompokkanmenjadi tiga kategori yaitu : (1) under exploited dengan tingkat pemanfaatan ≤
65%, (2) optimal dengan tingkatpemanfaatan > 65% dan < 100%, (3)overfishing dengan tingkat pemanfaatan≥ 100%. Berdasarkan pengelompokantersebut, maka tingkat pemanfaatankakap putih di perairan Kabupaten
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 9/14
ISSN 2087-4871
Eksplorasi Teknologi Tepat Guna .... (SIMBOLON, PURBAYANTO, ASTARINI, dan SIMANUNGKALIT) 19
Mimika pada tahun 2005 termasukdalam kategori under exploited , yaitusekitar 19%. Dengan demikian, upayapenangkapan masih dapat ditambahhingga mencapai batasan keseimbangansecara bio-ekonomi dalam rangkameningkatkan hasil tangkapan.
Tingkat pemanfaatan yang masihdalam kategori under exploited ,membuka peluang bagi nelayan untuklebih mengintensifkan kegiatanpenangkapan kakap putih di perairan
Kabupaten Mimika. Dari pengamatan dilapangan, kendala utama yangmenyebabkan rendahnya tingkatpemanfaatan kakap putih karena jarringinsang dan pancing ulur masihmenggunakan perahu tanpa motor, danrantai pemasaran belum tertata denganbaik.
Pemanfaatan sumberdaya kakap
putih diharapkan dapat memberikanmanfaat yang lebih luas, baik untukpeningkatan kesejahteraan nelayan,sumber penerimaan daerah, danpeningkatan konsumsi ikan. Oleh karenaitu potensi sumberdaya kakap putih diKabupaten Mimika sudah seharusnya
dimanfaatkan sebesar-besarnya dengantetap menjaga kelestarian sumberdaya.Malanesia et al . (2007), menyatakanbahwa kelestarian sumberdaya ikandapat terjaga bilamana regulasi dalampengelolaannya dapat dijalankan denganbaik oleh para pelaku perikanan,
termasuk kebijakan yang tepat untukmenentukan jenis teknologi tepat guna,serta jumlah alokasi optimum unitpenangkapan ikan.
Pemanfaatan kakap putih padatahun 2005 baru mencapai 1.541 tondengan rata-rata 1.303 ton/tahunselama periode 1999-2005. Hal tersebutmenunjukkan bahwa tingkatpemanfaatan masih jauh dari yangdiharapkan bila dibandingkan padatingkat MEY (8.094 ton/tahun) dan MSY(8.348 ton/tahun). Harahap et al . (2006)menyatakan bahwa potensi sumberdaya
ikan yang belum termanfaatkan hinggapada kondisi maximum economic yield (MEY) sebenarnya merupakan suatukerugian karena belum dapatmengoptimalkan rente ekonomi secaraoptimal.
Rente ekonomi secara perlahansemakin berkurang dengan meningkat-nya total biaya (TC) akibat daripenambahan effort, sementara total
penerimaan (TR) semakin berkurangakibat terjadinya penurunan produksi.Penambahan effort hingga pada kondisiMSY menghasilkan penurunan renteekonomi menjadi sebesar Rp 54,38milyar/tahun. Penambahan effort yangtidak terkendali hingga mencapai kondisi
keseimbangan open access (EOA),menyebabkan total penerimaan (TR)sama dengan total biaya (TC), sehinggatidak ada lagi rente ekonomi yangditerima (nol). Gordon, (1954)
menyebutkan bahwa tingkat effort padakondisi open access (EOA) disebut sebagaibioeconomic equilibrium of open access
fishery . Pada kondisi pengelolaan open access nelayan cenderung menambahupaya penangkapannya secara besar-besaran dengan harapan akanmendapatkan hasil tangkapan yang lebih
besar, dan kondisi ini dapat berdampak
negatif terhadap kelestarian SDI. Peningkatan produksi kakap putih
di perairan Mimika seyogianya tidaksemata-mata hanya untuk mencarikeuntungan secara ekonomi saja, tetapi juga harus memperhatikan daya dukungdari sumberdaya ikan. Hal ini berartibahwa pemanfaatan kakap putih diperairan Mimika disarankan dilakukanhanya sampai pada titik MEY karenapada kondisi ini akan diperolehkeuntungan ekonomi bagi para pelakuperikanan, tanpa mengganggukelestarian sumberdaya kakap putih itu
sendiri (keuntungan biologi). MenurutSimbolon & Mustaruddin (2006), usahaperikanan tangkap seyogianya tidakhanya berorientasi terhadap permintaanpasar semata tetapi juga harusmempertimbangkan daya dukungsumberdaya ikan agar tetap dijagakelestariannya, sehingga dapat menjaminkeberlanjutan usaha.
Berdasarkan penilaian aspekbiologis, pengembangan pancing ulurlebih diprioritaskan dibandingkandengan jaring insang, karena kakapputih yang tertangkap dengan pancing
ulur memiliki ukuran lebih besar (rata-rata 6 kg/ekor) dibandingkan dengan jaring insang (rata-rata 4,5 kg/ekor).Disamping itu, pancing ulur lebih selektif dalam menghasilkan kakap putih (target species ) dibandingkan jaring insangkarena persentase tangkapan target species pada pancing ulur sebesar 70%,sedangkan pada jaring insang hanya40%. Namun demikian, jaring insang
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 10/14
20 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23
lebih produktif daripada pancing ulur.Hal ini sesuai dengan pendapat Monintja(1987), bahwa pancing umumnyamemiliki tingkat selektivitas yang tinggi,namun kemampuan tangkapnya(catchability ) relatif rendah dibandingkandengan jaring insang.
Berdasarkan evaluasi aspek sosial,nelayan Mimika lebih menyukai jaringinsang dibandingkan dengan pancingulur, walaupun kedua alat tangkap inimemiliki daya serap tenaga kerja yang
sama. Hasil wawancara denganmasyarakat menunjukkan bahwa statussosial nelayan akan lebih baik jikamereka dapat memiliki unitpenangkapan jaring insang.
Strategi pengembangan perikanankakap putih di Kabupaten Mimika
ditentukan berdasarkan harapan parastakeholder (aktor), dengan mempertim-bangkan faktor-faktor berpengaruh(kriteria) dan tujuan pengembangan.Aktor, faktor, dan tujuan tersebutdisusun dalam bentuk hirarki melaluianalisis AHP. Penggunaan AHP didasari
atas pertimbangan bahwa AHPmerupakan metode yang sederhana danfleksibel yang menampung kreativitasdan rancangannya terhadap suatumasalah (Saaty, 1991). Rasio
kepentingan yang menunjukkan prioritasmasing-masing komponen yang terdapatpada aktor, faktor (kriteria), tujuan, danalternatif strategi pengembangan dapatdilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hirarki pengembangan perikanan kakap putih di Kabupaten Mimika
Aktor yang berperan dalampengembangan perikanan kakap putih di
Kabupaten Mimika adalah nelayan,pengusaha perikanan, pedagang ikan,dan Dinas Perikanan. Nelayan mendapatprioritas tertinggi dengan rasiokepentingan 0,484, sedangkan prioritasterakhir adalah pedagang ikan. Nelayanmemiliki rasio kepentingan paling besarkarena nelayan dianggap sebagai ujungtombak paling berperan memberikankontribusi dalam pemanfaatan danpenyediaan pasokan kakap putih di
Kabupaten Mimika. Simbolon &Mustaruddin (2006) juga melaporkan
bahwa nelayan merupakan pelaku utama yang paling diprioritaskan dalampengembangan perikanan cakalang diperairan Sorong.
Pedagang pengumpul ikan belummendapat prioritas penting dalampengembangan perikanan kakap putih diKabupaten Mimika. Hal ini mungkindisebabkan karena pedagang ikanselama ini belum mendistribusikanproduksi kakap putih ke luar daerah
Pengembangan perikanan kakap putih yang berkelanjutan
Pengusaha
perikanan
(0,155)
Pedagang
ikan
(0,134)
Dinas
perikanan
(0,228)
Nelayan
(0,484)
SDI
(0,068)
SARPRA
(0,140)SDM
(0,068)
PASAR
(0,186)TEKNO
(0,065)
PRODUK
0,229
UKUR
0,067LBAGA
0,055
UPI
0 122
Pembinaan nelayan
dan kerjasama antar
pelaku (0,252)
Tingkatkan
produksi kakap
putih (0,183)
Pengembangan
potensi pasar
(0,167)
Pengembangan
sarana prasarana
(0,173)
Pengembangan
alat tangkap
(0,225)
UPBER
(0,152)
TATING
(0,123)
UNTUNG
(0,129)
SJTRA
(0,185)
SDI
(0,056)
MUTU
(0,070)
PASHA
(0,123)
KERJA
(0.119)
PAD
(0,037)
FOKUS
AKTOR
FAKTOR
TUJUAN
STRATEGI
PENGEM-
BANGAN
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 11/14
ISSN 2087-4871
Eksplorasi Teknologi Tepat Guna .... (SIMBOLON, PURBAYANTO, ASTARINI, dan SIMANUNGKALIT) 21
Mimika, akan tetapi lebihmengutamakan distribusinya untukkonsumsi lokal dalam produk ikan segar.
Faktor-faktor yang berpengaruhdalam pengembangan perikanan kakapputih di Kabupaten Mimika adalahpotensi sumberdaya ikan (SDI), sarana
dan prasarana (SARPRA), potensisumberdaya manusia (SDM), peluangpasar (PASAR), adopsi teknologi (TEKNO),ukuran ikan tangkapan (UKUR),produksi hasil tangkapan (PRODUK),
kelembagaan (LBAGA), dan unitpenangkapan ikan (UPI). Faktorpengembangan perikanan kakap putih yang utama adalah produksi hasiltangkapan dengan rasio kepentingan0,229, dan terakhir adalah unitpenangkapan dengan rasio kepentingan0,122. Stakeholders perikanan kakap
putih di Kabupaten Mimika lebih
mementingkan produksi hasil tangkapan yang tinggi karena mereka menganggapbahwa produksi kakap putih merupakanfaktor yang paling menentukan dalamkeberlanjutan usaha, dan akanmeningkatkan pendapatan keluarganelayan. Malanesia et al. (2008)
melaporkan bahwa faktor pembatas yangpaling menentukan keberhasilanpengembangan perikanan pelagis diLampung Selatan adalah ketersediaanSDM yang terampil. Perbedaan inimungkin saja disebabkan karena kondisidan karakteristik perikanan pelagis dan
perikanan kakap putih yang berbeda.Faktor keterampilan nelayan (SDM)
dalam kegiatan penangkapan kakapputih di perairan Mimika belummendapat prioritas penting karena parastakeholders menganggap potensi ikanmasih banyak dan belum ditemukankesulitan untuk menangkap ikanwalaupun hanya menggunakan teknologisederhana. Akibatnya, faktor potensiSDI, ukuran ikan, dan adopsi teknologibelum mendapat prioritas penting.
Tujuan yang diharapkan dalamperikanan kakap putih adalah usaha
penangkapan berkelanjutan (UPBER),hasil tangkapan tinggi (TATING),keuntungan usaha maksimal (UNTUNG),kesejahteraan nelayan meningkat(SJTRA), potensi SDI lestari (SDI), mutuikan baik (MUTU), pemasaran dan hargaterjamin (PASHA), lapangan kerjameningkat (KERJA), pendapatan asli
daerah meningkat (PAD). Tujuanpengembangan perikanan kakap putih yang menjadi prioritas utama adalahkesejahteraan nelayan dengan rasiokepentingan 0,185, dan prioritas terakhiradalah pemasaran dan harga terjamindengan rasio kepentingan 1,23.
Tingginya nilai rasio kepentinganterhadap kesejahteraan nelayanmerupakan indikasi bahwa parastakeholders memberikan tanggapanpositif akan pentingnya peranan nelayan
sebagai ujung tombak dalampemanfaatan dan penyediaan pasokankakap putih di Kabupaten Mimika. Halini sesuai dengan pendapat Simbolon(2008), yang menyatakan bahwa upayauntuk menuju perikanan berkelanjutanadalah usaha penangkapanmenguntungkan agar kesejahteraan
nelayan terpenuhi, pengoperasian
teknologi penangkapan tepat guna,alokasi unit penangkapan dansumberdaya ikan yang optimum.
Upaya untuk menjaga potensi SDIagar tetap lestari belum menjadi prioritastujuan karena para stakeholders beranggapan bahwa potensi ikan kakap
putih di peraran Mimika masih cukuptinggi, bahkan tingkat pemanfaatannyamasih rendah. Upaya untukmenghasilkan ikan yang bermutu tinggi juga dianggap belum perlu diprioritaskankarena kakap putih yang tertangkapmasih terbatas pemasarannya untuk
konsumsi lokal dalam bentuk produkikan segar.
Strategi pengembangan perikanankakap putih di Kabupaten Mimika adalahpembinaan nelayan dan kerjasama antarpelaku sebagai prioritas pertama, danprioritas selanjutnya secara berurutanadalah pengembangan alat tangkap,peningkatan produksi, pengembangansarana dan prasarana, danpengembangan potensi pasar. Terpilihnya pembinaan nelayan dankerjasama antar pelaku perikanansebagai prioritas pertama dalam strategi
pengembangan perikanan kakap putih diKabupaten Mimika karena strategitersebut mengakomodir dengan lebihbaik para pelaku perikanan, faktor-faktor pembatas dalam pengembangan,dan tujuan pengembangan yangditetapkan.
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 12/14
22 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. KesimpulanKesimpulan yang diperoleh dari
penelitian ini adalah :1. Potensi lestari ikan kakap putih di
perairan Kabupaten Mimika
diperkirakan 8.348 ton/tahun, dantingkat keuntungan maksimumtercapai pada saat produksi sebesar8.094 ton/tahun.
2. Untuk mencapai keuntungan
maksimum dengan tetap menjaminkelestarian sumberdaya ikan, upayapenangkapan masih dapatditingkatkan hingga 87% dari kondisiaktual atau 697.344 trip/tahun.
3. Teknologi tepat guna yang lebihdiprioritaskan pengembangannyadalam penangkapan kakap putih di
perairan Mimika adalah jaring insang
dibandingkan dengan pancing ulur.4. Strategi pengembangan dalam usaha
penangkapan kakap putih di perairanKabupaten Mimika lebihdiprioritaskan pada aspek pembinaannelayan, dan kerjasama antar pelakuperikanan untuk meningkatkan
produksi dan kesejahteraan nelayan.
4.2. SaranSaran yang dapat diberikan untuk
menindaklanjuti penelitian ini adalah :1. Pemerintah daerah perlu menyusun
dan melaksanakan program-program
yang berorientasi pada aspekpembinaan nelayan dan kerjasamaantar pelaku perikanan.
2. Diperlukan upaya sosialisasi yanglebih intensif terutama kepadapemerintah darah dan usahapenangkapan kakap putih, terkaitdengan jumlah upaya penangkapandan hasil tangkapan kakap putih yangdiperbolehkan.
3. Untuk memacu peningkatan produksitangkapan, diperlukan kajian tentangadopsi teknologi alat tangkap baru yang lebih produktif untuk
mendukung alat tangkap yang sudahada.
UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan terima kasih
kepada para ABK unit penangkapan jaring insang dan pancing ulur, sertapedagang pengumpul ikan yang bersediasebagai responden dalam penelitian ini.Penulis juga menyampaikan terimakasih
kepada reviewer yang telah memberikanmasukan perbaikan, sehingga dapatmenambah bobot tulisan ini ke arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Mimika. 2006. Statistik Perikanan.Mimika. 12 hal.
Fauzi A., dan S. Anna, 2002. Evaluasistatus keberlanjutan pembangunanperikanan. Aplikasi PendekatanRapfish. Jurnal Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan FPIK IPB . Bogor.Hal 43-55.
Gordon, H.S. 1954. The economic theory of a common property resources :The fishery. Journal of Political
Economy . 62 : 124-142.
Husnan S. 1994. Studi kelayakan proyek.Edisi Ketiga. UPP AMP YKPN.Yogyakarta. 379 hal.
Haluan, J dan T. W. Nurani. 1988.Penerapan Metode Skoring dalamPemilihan Tehnologi PenangkapanIkan yang Sesuai untukDikembangkan di Suatu WilayahPerairan. Bulletin Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan . IPBBogor. Vol. II No. 1. Hal 5-17.
Malanesia, M., J. Haluan, H.Hardjomidjojo, dan D. Simbolon.2007. Analisis Unit PenangkapanIkan Pilihan di KabupatenLampung Selatan. Buletin PSP . IPBBogor. Vol. XVI No. 3. Hal. 483-501.
Malanesia, M., J. Haluan, H.Hardjomidjojo, dan D. Simbolon.2008. Sensitivitas Opsi
Pengembangan Unit PenangkapanIkan Terpilih di KabupatenLampung Selatan. Buletin PSP. IPBBogor. Vol. XVII No. 1. Hal. 88-110.
Mangkusubroto, K. & C.L. Trisnadi.1987. Analisa keputusan.Pendekatan system dalammanajemen usaha dan proyek.Ganeca Exact. Bandung. 271 hal.
7/16/2019 2.kakap Putih_11-23
http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 13/14
ISSN 2087-4871
Eksplorasi Teknologi Tepat Guna .... (SIMBOLON, PURBAYANTO, ASTARINI, dan SIMANUNGKALIT) 23
Monintja, D.R. 1987. Beberapa teknologipilihan untuk pemanfaatansumberdaya hayati laut diIndonesia. Buletin Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan . Fakultas Perikanan IPB.Vol, no 1. Hal 14-25.
Saaty, T.L. 1991. Decision making forleader : The analytical hierarchy process for decision complex word.Edisi bahasa Indonesia (terjemahan
Liana Setiono). PT. PustakaBinaman Pressindo. Jakaera. 270hal.
Schaefer, M.B. 1957. Some aspect of thedynamics of population important
to the management of commercialmarine fisheries. Buletin of the Inter-America Tropical Tuna Commission. 1 : 27 -56.
Simbolon, D., dan Mustaruddin. 2006.Prioritas Kebijakan Pengembangan
Sistem Perikanan Cakalang diPerairan Sorong. Buletin PSP . IPBBogor. Vol. XV No. 2. Hal. 73-85.
Simbolon D. 2008. Alokasi Unit
Penangkapan Cakalang, MenujuUsaha Perikanan Berkelanjutan diPerairan Sorong. Jurnal Mangrove & Pesisir PSPK Univ. Bung Hatta Padang . Vol. VIII No. 1. Hal. 13-21.