+ All Categories
Home > Documents > 2.kakap Putih_11-23

2.kakap Putih_11-23

Date post: 30-Oct-2015
Category:
Upload: ady-olivers-sasaja
View: 34 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Description:
pdf
14
 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2 Mei 2011: 11-23 ___________ ISSN 2087-4871  Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB _ E-mail: [email protected]  EKSPLORASI TEKNOLOGI TEPAT GUNA DALAM PENANGKAPAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer ) DI KABUPATEN MIMIKA (  EXPLORATION OF T HE APPROPRIATE F ISHING TECHNOLOGY FOR BARRAMUNDI ( Lates Calcarifer  ) FISHERIES IN MIMIKA REGENCY  ) Domu Simbolon 1 , 2 , Ari Purbayanto 2 , Julia E. Astarini 2 , dan Wesley Simanungkalit 3  Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor  ABSTRACT Utilization level of barramundi in Mimika Regency waters tend to increase every years, because the kind of fish had the high economical value. This condition usually could be trigger to use the environmental unfriendly fishing technology for increasing the catches. Development of the appropriate fishing technology in Mimika waters must consider the maximum sustainable yield (MSY) of barramundi resources, social, and economic aspects of fisherman. The objectives of this research were to explore the  MSY of barramundi resources, to determine the development opportunity of barramundi fisheries, to explore the appropriate  fishing technology of barramundi, and to determine t he development strategy of barramundi fishing technology in Mimika Regency waters. The research method used was survey through experimental fishing activitiy. Data were analyzed with bioeconomic model, multicriteria analysis, and analitical hierarchy process approaches. The estimated MSY of barramundi in Mimika waters was 8,348 tons/year, and fishing effort was 970,122 trips/year. Development opportunity at MSY condition was 6,807 tons/year while at MEY management was 6,553 tons/year. The appropriate fishing technology for Barramundi fisheries in Mimika Regency was gillnet and handlne, but gillnet was more adventage than handline. The gillnet becomes main priority for developing with a strategy of fisherman empowerment, and cooperative among stakeholders for improving catch and fishermen income.  Keywords : Barramundi, fishing technolog y, appropriate, Mimik a Regency   ABSTRAK  Tingkat pemanfaatan ikan kakap putih di peraian Kabupaten Mimika cenderung meningkat setiap tahun, karena jenis ikan ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kondisi ini biasanya menjadi pemicu untuk menggunakan teknologi penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dalam meningkatkan hasil tangkapan. Pengembangan teknologi penangkapan ikan tepat guna di perairan Mimika harus mempertimbangkan potensi lestari ikan kakap putih, aspek sosial dan ekonomi nelayan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi potensi lestari SDI kakap putih, menentukan peluang pengembangan perikanan kakap putih, mengeksplorasi teknologi penangkapan ikan kakap putih yang tepat guna, dan menentukan strategi pengembangan dalam usaha penangkapan kakap pu tih di perairan Kabupaten Mimika. Me tode penelitian yang digunakan adalah survei melalui kegiatan experimental fishing . Data dianalisis dengan pendekatan model bio-ekonomi, multicriteria analysis  dan analitycal hierarchy process . Dugaan potensi lestari ikan kakap putih di perairan Mimika adalah 8.348 ton/tahun, dan upaya penangkapan optimum 970.122 trip/tahun. Peluang pengembangan pada kondisi pengelolaan MSY adalah 6,807 ton/tahun, sedangkan pada kondisi pengelolaan MEY 6.553 ton/tahun.  Teknologi tepat guna dalam penangkapan kakap putih di perairan Mimika adalah jaring insang dan pancing ulur, tetapi jaring insang lebih menguntungkan dibandingkan pancing ulur. Jaring insang menjadi prioritas pertama untuk dikembangkan dengan melakukan strategi pembinaan nelayan, dan kerjasama antar pelaku untuk meningkatkan hasil tangkapan dan kesejahteraan nelayan. Kata kunci: Kakap putih, teknologi penangkapan , tepat guna, Kabupaten Mimika I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kakap putih ( Lates calcarifer ) merupakan salah satu komoditas unggulan sebagai penyumbang pendapatan asli daerah (PAD) yang diharapkan oleh Pemerintah Kabupaten Mimika dari bidang perikanan tangkap. Usaha penangkapan di perairan Mimika berusaha meningkatkan jumlah upaya penangkapan kakap putih karena harga ikannya yang cukup tinggi (Dinas Perikanan dan Kelautan Kab Mimika, 2006). Fenomena tersebut dapat mengancam kelestarian sumberdaya ikan apabila upaya penangkapan tidak 1  Corresponding author 2  Staf Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK - IPB  3   Alumni Program Studi Teknologi Kelautan Pascasarjana IPB  
Transcript

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 1/14

 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2 Mei 2011: 11-23 _____________________ ISSN 2087-4871

 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB _______________________________ E-mail: [email protected] 

EKSPLORASI TEKNOLOGI TEPAT GUNA DALAM PENANGKAPAN KAKAPPUTIH (Lates calcarifer ) DI KABUPATEN MIMIKA 

(  EXPLORATION OF THE APPROPRIATE FISHING TECHNOLOGY FOR BARRAMUNDI ( Lates Calcarifer  ) FISHERIES IN MIMIKA REGENCY  ) 

Domu Simbolon1,2, Ari Purbayanto2, Julia E. Astarini2, dan Wesley Simanungkalit3 Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

 ABSTRACT Utilization level of barramundi in Mimika Regency waters tend to increase every years, because the kind of fish had the 

high economical value. This condition usually could be trigger to use the environmental unfriendly fishing technology for increasing the catches. Development of the appropriate fishing technology in Mimika waters must consider the maximum sustainable yield (MSY) of barramundi resources, social, and economic aspects of fisherman. The objectives of this research were to explore the  MSY of barramundi resources, to determine the development opportunity of barramundi fisheries, to explore the appropriate  fishing technology of barramundi, and to determine the development strategy of barramundi fishing technology in Mimika Regency waters. The research method used was survey through experimental fishing activitiy. Data were analyzed with bioeconomic model,multicriteria analysis, and analitical hierarchy process approaches. The estimated MSY of barramundi in Mimika waters was 8,348 tons/year, and fishing effort was 970,122 trips/year. Development opportunity at MSY condition was 6,807 tons/year while at MEY management was 6,553 tons/year. The appropriate fishing technology for Barramundi fisheries in Mimika 

Regency was gillnet and handlne, but gillnet was more adventage than handline. The gillnet becomes main priority for developing with a strategy of fisherman empowerment, and cooperative among stakeholders for improving catch and fishermen income.  

Keywords : Barramundi, fishing technology, appropriate, Mimika Regency  

 ABSTRAK  Tingkat pemanfaatan ikan kakap putih di peraian Kabupaten Mimika cenderung meningkat setiap

tahun, karena jenis ikan ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kondisi ini biasanya menjadi pemicu untuk menggunakan teknologi penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dalam meningkatkan hasil tangkapan.Pengembangan teknologi penangkapan ikan tepat guna di perairan Mimika harus mempertimbangkan potensilestari ikan kakap putih, aspek sosial dan ekonomi nelayan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasipotensi lestari SDI kakap putih, menentukan peluang pengembangan perikanan kakap putih, mengeksplorasiteknologi penangkapan ikan kakap putih yang tepat guna, dan menentukan strategi pengembangan dalamusaha penangkapan kakap putih di perairan Kabupaten Mimika. Metode penelitian yang digunakan adalahsurvei melalui kegiatan experimental fishing . Data dianalisis dengan pendekatan model bio-ekonomi, multicriteria 

analysis dan analitycal hierarchy process . Dugaan potensi lestari ikan kakap putih di perairan Mimika adalah 8.348ton/tahun, dan upaya penangkapan optimum 970.122 trip/tahun. Peluang pengembangan pada kondisipengelolaan MSY adalah 6,807 ton/tahun, sedangkan pada kondisi pengelolaan MEY 6.553 ton/tahun. Teknologi tepat guna dalam penangkapan kakap putih di perairan Mimika adalah jaring insang dan pancing ulur, tetapi jaring insang lebih menguntungkan dibandingkan pancing ulur. Jaring insang menjadi prioritaspertama untuk dikembangkan dengan melakukan strategi pembinaan nelayan, dan kerjasama antar pelakuuntuk meningkatkan hasil tangkapan dan kesejahteraan nelayan.

Kata kunci: Kakap putih, teknologi penangkapan, tepat guna, Kabupaten Mimika

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 

Kakap putih (Lates calcarifer )merupakan salah satu komoditasunggulan sebagai penyumbangpendapatan asli daerah (PAD) yangdiharapkan oleh Pemerintah Kabupaten

Mimika dari bidang perikanan tangkap.Usaha penangkapan di perairan Mimika

berusaha meningkatkan jumlah upayapenangkapan kakap putih karena hargaikannya yang cukup tinggi (DinasPerikanan dan Kelautan Kab Mimika,2006). Fenomena tersebut dapatmengancam kelestarian sumberdaya ikanapabila upaya penangkapan tidak

1 Corresponding author

2 Staf Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK - IPB 3  Alumni Program Studi Teknologi Kelautan Pascasarjana IPB 

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 2/14

12  Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23

dikontrol sesuai dengan jumlah potensilestari. Fauzi dan Anna (2002),menyatakan bahwa keberlanjutan meru-pakan kata kunci dalam pembangunanperikanan yang diharapkan dapatmemperbaiki kondisi sumberdaya dan

kesejahteraan masyarakat perikanan itusendiri.Sumberdaya ikan (SDI) dikategori-

kan sebagai sumberdaya yang dapatpulih, namun demikian tingkat

pemanfaatan SDI yang berlebihan dapatmenimbulkan permasalahan yangkompleks (Malanesia et al., 2007).Penentuan alokasi optimum upayapenangkapan dalam pemanfaatan SDIkakap putih di perairan Mimikamembutuhkan data dan informasi yangakurat tentang potensi lestari, sehingga

kelestarian SDI dan keberlanjutan usaha

perikanan tetap terjamin.Pemanfaatan sumberdaya ikan

diharapkan dapat meningkatkan pen-dapatan nelayan, namun demikianbahwa penggunaan teknologi penang-kapan harus sesuai (tepat guna) agartidak mengancam kelestarian SDI itu

sendiri. Jumlah alokasi unitpenangkapan harus diatur agar tidakterjadi kelebihan tangkap, bahkankonflik sosial di antara nelayan(Simbolon, 2008). Peluang untukmenambah unit penangkapan danpenggunaan teknologi yang tidak ramah

lingkungan dalam usaha penangkapanikan kakap putih di perairan Mimikacukup besar karena harga ikan tersebutrelatif tinggi.

Pemanfaatan potensi perikanankakap putih di perairan KabupatenMimika belum dapat dilakukan secaraoptimal karena keterbatasan informasidasar, terkait dengan jumlah potensiSDI, dan keragaan teknologipenangkapan. Berdasarkan studipendahuluan, kendala lain yangditemukan di lokasi penelitian adalahsarana dan prasarana usaha perikanan

tangkap yang terbatas, armadapenangkapan yang masih tergolong skalakecil, rantai pemasaran belum tertatabaik, keterbatasan modal usaha, danadopsi teknologi yang rendah. Untuk ituperlu dilakukan kajian yang sistematisuntuk menentukan pola pengembanganperikanan kakap putih yangberkelanjutan, dengan mempertimbang-kan aspek biologis, teknis, sosial,

ekonomi dan lingkungan, agar tidakmenimbulkan dampak negatif di masamendatang.

1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk

(1) mengeksplorasi potensi lestari SDIkakap putih, (2) menentukan peluangpengembangan perikanan kakap putih,(3) mengeksplorasi teknologi penang-kapan ikan kakap putih yang tepat guna,

dan (4) menentukan strategi pengem-bangan dalam usaha penangkapankakap putih di perairan KabupatenMimika.

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Lokasi PenelitianPenelitian ini dilaksanakan pada

bulan Maret-Mei 2006 di perairanKabupaten Mimika, Provinsi Papua.

2.2. Metode Pengumpulan DataPenelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode survei. Data yangdikumpulkan meliputi produksi dan

upaya penangkapan, jumlah dan ukuran(size ) ikan kakap putih yang tertangkap,biaya operasi penangkapan, dan hargaikan kakap putih. Data produksi danupaya penangkapan selama tujuh tahundiperoleh dari Dinas Perikanan danKelautan Kab. Mimika.

Sampel kapal yang diamatiditentukan secara sengaja ( purposive sampling ), dengan pertimbangan bahwakapal tersebut menangkap kakap putihdan layak operasi, serta adaizin/kesediaan pemilik kapal. Denganpertimbangan tersebut, maka ditetapkansampel kapal jaring insang dan pancingulur masing-masing 10 unit. Data primer yang dikumpulkan dari sampel kapalmeliputi jumlah dan ukuran panjangkakap putih yang tertangkap, jumlahanak buah kapal (ABK). Pada setiap tripoperasi kapal sampel, ditimbang jumlahtangkapan total dan tangkapan kakapputih, lalu diambil sampel ikan kakapputih untuk diukur panjangnya. Sampelikan diambil secara acak yang jumlahnyaberkisar 5-10 ekor per trip tergantungvariabilitas ukuran ikan.

Data biaya operasional, dan hargaikan kakap putih diperoleh dari hasilwawancara dan pengisian kuesioner oleh20 responden, masing-masing 10 orang

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 3/14

 ISSN 2087-4871

 Eksplorasi Teknologi Tepat Guna .... (SIMBOLON, PURBAYANTO, ASTARINI, dan SIMANUNGKALIT) 13

anak buah kapal (ABK) untuk mewakiliunit penangkapan jaring insang, 5 orangABK untuk mewakili unit penangkapanpancing ulur, dan 5 orang untukmewakili pedagang pengumpul ikan.Responden ditentukan secara sengaja( purposive sampling ), dengan pertimbang-

an bahwa responden bersedia danmemahami isi pertanyaan.

2.3. Analisis Data(1) Pendugaan potensi lestari dengan

model bio-ekonomiPendekatan bio-ekonomi merupa-

kan salah satu alternatif pengelolaan yang dapat diterapkan dalam rangkameningkatkan pengusahaan sumberdayasecara berkelanjutan. Potensi lestari ikankakap putih di perairan KabupatenMimika dianalisis dengan model Schaeferdan model Fox. Sebelum dilakukan

analisis regresi untuk mengetahuihubungan antara CPUE dengan upayapenangkapan (effort ), terlebih dahuludilakukan standarisasi terhadap effort ,karena jaring insang dan pancing ulur yang menangkap kakap putih di lokasipenelitian memiliki kemampuan tangkap

(catchability ) yang berbeda. Teknikstandarisasi mengikuti prosedur yangdianjurkan Sparre & Venema (1999).1.  Penentuan model yang menunjukkan

hubungan antara CPUE dengan effort  adalah :

bE a E hCPUE  −== /  

2.  Pendugaan hasil tangkapanmaksimum lestari (hMSY) dan upayaoptimum (EMSY) pada model Schaeferadalah sebagai berikut :

bah MSY  4/2=  

ba E  MSY  2/=  

3.  Pendugaan hasil tangkapanmaksimum lestari (hMSY) dan upayaoptimum (EMSY) pada model Foxadalah sebagai berikut :

)1(exp)/1( −−=

a

 MSY  bh  

b E  MSY  /1−=  Keterangan :CPUE = rata-rata hasil tangkapan per

satuan upaya penangkapan(kg/trip)

h = jumlah hasil tangkapan (kg)E = upaya penangkapan (trip)

 yang sudah distandarisasia dan b = parameter regresi

Pengelolaan sumberdaya ikankakap putih dengan tingkat upayamaksimum lestari denganmemaksimumkan keuntungan secaraekonomi, dianalisis dengan pendekatanmodel biologi dari Schaefer (1957), danmodel ekonomi dari Gordon (1954),

dengan rumus berikut :cE bpE apE  −−=

2π    

 Tingkat keuntungan maksimum ataumaximum economic sustainable yield(MEY) dicapai pada saat dπ/dE = 0,sehingga :

cbpE apdE d  MEY  −−== 2/π    

 Tingkat upaya pada open access  (EOA),terjadi pada saat keseimbangan bio-ekonomi π  = 0, yang secara matematisdapat dinyatakan sebagai berikut :

0=−= TC TRπ    

02 =−− cE bpE apE   0=−− cbpE ap  

bpcap

 E OA

)( −=  

Keterangan :π  = keuntungan dari upaya

pemanfaatan sumberdayaC = biaya operasional penangkapan

ikan per satuan upayaE = upaya penangkapan (trip per

tahun)p = harga hasil tangkapan

a dan b = koefisien upaya penangkapan TR = total revenue (penerimaan total) TC = total cost (penerimaan total)

(2) Penentuan teknologi penangkapanikan kakap putih yang tepat guna 

Penentuan teknologi penangkapantepat guna dimaksudkan untukmendapatkan jenis alat tangkap yangmempunyai keragaan terbaik ditinjaudari aspek biologi, teknik, sosial danekonomi. Kriteria penilaian yangdibangun dalam penelitian ini adalah :(1) secara biologi tidak

mengganggu/merusak kelestariansumberdaya ikan, (2) secara teknis

efisien digunakan, (3) secara sosial dapatditerima masyarakat, (4) secara ekonomimenguntungkan. Penilaian terhadapkriteria yang bernilai kualitatif dilakukansecara subyektif dengan memberikanskor, sedangkan pada kriteria yangbernilai kuantitatif tidak dilakukanskroring  melainkan berdasarkan nilai

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 4/14

14  Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23

obyektif yang diperoleh di lapangan, danurutan prioritas berdasarkan nilaitertinggi (Haluan & Nurani, 1988).

Penilaian kriteria aspek biologi danteknis dilakukan secara obyektif berdasarkan data lapangan. Aspekbiologi yang dinilai berhubungan dengan

efektifitas dan selektifitas alat tangkap, yaitu ukuran panjang (size ) ikan yangtertangkap (cm/ekor), dan jumlah hasiltangkapan (kg). Aspek teknis yangdinilai berhubungan dengan efisiensi

pengoperasian alat tangkap, yaituproduksi per trip (kg/trip), dan produksiper tenaga kerja (kg/trip/tenaga kerja).

Aspek sosial yang dinilaiberhubungan dengan respon penerimaanmasyarakat terhadap alat tangkap, danpenyerapan tenaga kerja (orang/trip).Respon penerimaan nelayan terhadap

alat tangkap dievaluasi secara subyektif 

dengan memberikan skor 1 bila alattangkap kurang disukai, skor 3 bila alattangkap disukai, dan skor 5 bila alattangkap sangat disukai nelayan.

Aspek ekonomi dinilai secaraobyektif melalui hasil perhitungankelayakan usaha jaring insang dan

pancing ulur. Kriteria yang dinilai adalahnet present value  (NPV), benefit cost ratio  (Net B/C), internal rate of return  (IRR),dan pendapatan nelayan. Perhitungankelayakan usaha (NPV, B/C, dan IRR)mengikuti prosedur yang disampaikanHusnan (1994).

Kriteria NPV digunakan untukmenilai manfaat investasi dengan rumus:

( )∑= +

−=

n

t t 

i

C  B NPV 

1

1

Keterangan :Bt = benefit pada tahun tCt = cost pada tahun tn = umur ekonomis dari pada proyeki = discount rate (suku bunga)t = periode.Apabila NPV > 0 berarti investasidinyatakan menguntungkan, dan apabila

NPV < 0 berarti investasi dinyatakantidak menguntungkan (tidak layak).Apabila NPV = 0, investasi hanyamengembalikan manfaat pada posisisama dengan tingkat social opportunity cost of capital .

Kriteria net  B/C, merupakanperbandingan antara nilai total darimanfaat bersih dengan  present value  total, dan dinyatakan dengan rumus :

( )[ ]

( )[ ]∑

=

=

<−−

>−+

=n

t t 

t t 

n

t t 

t t 

Ct  Bt i

C  B

Ct  Bt i

C  B

C  B Net 

1

1

01

01

/  

Keterangan :

B = keuntunganC = biaya

i = discount rate  t = periode Jika Net B/C>1, investasi layak(menguntungkan); jika Net B/C=1, usahatidak memberikan keuntungan tetapi juga tidak rugi; dan jika Net B/C<1,investasi tidak layak (rugi).

Kriteria IRR, dapat juga dianggapsebagai tingkat keuntungan atasinvestasi bersih dalam suatu proyek.Setiap benefit  bersih yang diwujudkansecara otomatis ditanam kembali dalam

tahun berikutnya dan mendapatkantingkat keuntungan yang diberi bungaselama sisa umur proyek. Rumus untukmenghitung IRR adalah :

( )121 ii NPV  NPV 

 NPV i IRR −

−+=

−+

+

 

Keterangan:i1 = discount rate NPV positif 

i2 = discount rate NPV negatif Bila IRR > dari tingkat bunga berlaku,berarti proyek dinyatakan layak. Bila IRRsama dengan tingkat bunga yangberlaku, maka NPV dari proyek tersebut

sama dengan nol. Jika IRR < dari tingkatbunga yang berlaku, berarti proyek tidaklayak.

Untuk menilai semua aspek biologi,teknis, sosial, dan ekonomi dilakukanstandardisasi sehingga semua nilaimempunyai standar yang sama.Standardisasi menggunakan metodefungsi nilai, dengan rumus(Mangkusubroto & Trisnadi, 1987) :

01

0:)( x x

 x x xv

− 

)()(1

i

ni

i

i  xv Av ∑

=

==  

Keterangan :V(X) = fungsi nilai dari variabel XX1 = nilai tertinggi pada kriteria XX0 = nilai terendah pada kriteria XV(A) = fungsi nilai dari alternatif AVi (Xi) = fungsi nilai dari alternatif pada

kriteria i, i = 1, 2, 3,…n.

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 5/14

 ISSN 2087-4871

 Eksplorasi Teknologi Tepat Guna .... (SIMBOLON, PURBAYANTO, ASTARINI, dan SIMANUNGKALIT) 15

(3) Strategi kebijakan pengembanganperikanan kakap putih

Analisis strategi kebijakanpengembangan perikanan kakap putihdilakukan dengan menggunakanpendekatan analitycal hierarchy process (AHP) (Saaty, 1991). Penyusunan hirarki

diawali dengan menentukan tujuanumum yang berada pada level 1, pihak-pihak yang berkepentingan di level 2,faktor-faktor pengembangan di level 3,tujuan yang ingin dicapai di level 4, dan

alternatif strategi kebijakanpengembangan di level terakhir. Selanjutnya alternatif strategipengembangan dirancang interaksinyasatu sama lain dengan bentuk strukturhirarki dengan memperhatikan pelakuutama, kriteria pengembangan, dantujuan pengembangan. 

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Penelitian3.1.1. Model Bio-Ekonomi Perikanan

Kakap Putih di KabupatenMimika

Model Schaefer lebih tepat

diaplikasikan dalam pendugaan potensiikan kakap putih di perairan KabupatenMimika dibandingkan dengan model fox,karena nilai koefisien determinasi (R2)model schaefer lebih besar. Hasiltangkapan maksimum lestari (hMSY)untuk kakap putih adalah 8.348

ton/tahun, dan effort  optimum padatingkat potensi maksimum lestari (EMSY)

970.122 trip/tahun (Gambar 1).Berdasarkan model bio-ekonomi

(Gambar 2), peningkatan upayapenangkapan diikuti produksi danpenerimaan yang meningkat hingga padakondisi MSY dengan penerimaan usahatertinggi pada kondisi MEY. Peningkatan

upaya penangkapan juga diiringi denganpeningkatan biaya penangkapan. Renteekonomi terbesar diperoleh pada kondisipengelolaan MEY yaitu Rp 56,91milyar/tahun. Rente ekonomi pada

kondisi MEY ini tercapai pada saatproduksi (hMEY) 8.094 ton/tahunsehingga menghasilkan total penerimaan(TRMEY) Rp 80,94 milyar/tahun dikurangitotal biaya (TCMEY) Rp 24,03milyar/tahun.

Perbandingan produksi, effort,penerimaan, biaya, dan rente ekonomi

pada berbagai kondisi pengelolaan, yaitu

pada kondisi aktual, maximum sustainable yield  (MSY), maximum economic yield  (MEY) dan open access  (OA) disajikan pada Tabel 1. Produksidan upaya penangkapan kakap putih diKabupaten Mimika dewasa ini masih jauh di bawah batasan keseimbangan

bio-ekonomi. Kondisi tersebutmerupakan indikasi bahwa peluangpengembangan produksi dan upayapenangkapan kakap putih masih besarhingga pada kondisi pengelolaan MSYdan MEY. Pada kondisi pengelolaan ditingkat MSY, produksi dan effort  masih

dapat ditingkatkan masing-masing

 

Gambar 1. Hubungan antara produksi dengan upaya penangkapan, dugaan potensilestari dan upaya penangkapan optimum dalam perikanan kakap putih diperairan Mimika

Produksi(ton/thn) 5

6

8

4

3

2

1

Upaya penangkapan (ribu trip/thn)

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 6/14

16  Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23

sebesar 81,54% dan 89,31% dari kondisiaktual. Pada pengelolaan di tingkat MEY,peningkatan produksi dan effort  perikanan kakap putih masing-masingsebesar 80,96% dan 87,06% dari kondisiactual (Tabel 2).

3.1.2. Eksplorasi teknologi penang-kapan ikan tepat gunaPrioritas teknologi tepat guna dalam

penangkapan kakap putih dievaluasidengan menggunakan kriteria aspek

biologi, teknis, sosial dan ekonomi.

Berdasarkan penilaian kriteria aspekbiologi yang meliputi ukuran ikan kakap(X1), dan persentase jumlah tangkapanikan target (X2), maka pengembanganpancing ulur lebih diprioritaskandibandingkan dengan jaring insang(Tabel 3). Akan tetapi berdasarkan

penilaian aspek teknis dengan kriteriaproduksi per trip (X1), dan produksi pertrip per tenaga kerja (X2), maka jaringinsang lebih diprioritaskan pengembang-annya dibandingkan dengan pancing

ulur (Tabel 4).

Gambar 2. Model bio-ekonomi untuk pengelolaan perikanan kakap putih di perairanMimika

 Tabel 1. Status pengelolaan sumberdaya ikan kakap putih di perairan Mimika, tahun

2005

Kondisipengelolaan 

Produksi(Ton) 

Effort (Trip)  Total

Penerimaan(Rp.milyar) 

 Total Biaya(Rp.milyar) 

RenteEkonomi

(Rp.milyar) 

Aktual MEY MSY OA 

1.5418.0948.3484.806

103.669801.013970.122

1.602.025

15,4180,9483,4848,06

3,1124,0329,1048,06

12,3056,9154,38

0

 Tabel 2. Peluang pengembangan perikanan kakap putih pada kondisi pengelolaanMSY, dan MEY di Kabupaten Mimika

Kondisipengelolaan

Effort  (trip/tahun)

Produksi(ton/tahun)

Peluang pengembangan(%)Effort Produksi

AktualMSYMEY

103.669970.112801.013

1.5418.3488.094

89,3187,06

81,5480,96

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 7/14

 ISSN 2087-4871

 Eksplorasi Teknologi Tepat Guna .... (SIMBOLON, PURBAYANTO, ASTARINI, dan SIMANUNGKALIT) 17

 Tabel 3. Penilaian aspek biologi untuk menentukan teknologi penangkapan kakapputih yang tepat guna di perairan Mimika

 Jenis teknologi Kriteria Hasil Standarisasi Terhadap Kriteria

X1 UP1 X2 UP2 V1(X1) V2(X2) Total UP

 Jaring insangPancing ulur

4,56

III

4070

III

01

01

02

III

Keterangan : UP = urutan prioritas

 Tabel 4. Penilaian aspek teknis untuk menentukan teknologi penangkapan kakapputih yang tepat guna di perairan Mimika

 Jenis teknologi Kriteria Hasil Standarisasi Terhadap Kriteria

X1 UP1 X2 UP2 V1(X1) V2(X2) Total UP

 Jaring insangPancing ulur

6040

III

2013

III

10

10

20

III

Keterangan : UP = urutan prioritas

Hasil penilaian aspek sosial denganmenggunakan kriteria penyerapan jumlah tenaga kerja tiap unitpenangkapan (X1), dan tingkatpenerimaan masyarakat nelayanterhadap jenis teknologi yang digunakan(X2), menunjukkan bahwa masyarakatnelayan lebih menginginkan (menyukai)untuk memiliki alat tangkap jaringinsang dibandingkan pancing ulur (Tabel5).

Kriteria yang digunakan dalampenilaian aspek ekonomi adalahkelayakan financial (NPV, B/C, IRR), dan

pendapatan nelayan. Berdasarkananalisis kelayakan finansial, jaringinsang dan pancing ulur layakdikembangkan dalam usahapenangkapan kakap putih di perairanMimika (Tabel 6). Berdasarkan nilai B/C,setiap biaya Rp 1,00 yang dikeluarkanpada jaring insang akan diperolehkeuntungan Rp 1,93, sedangkan padapancing ulur hanya Rp 1,79. Artinyabahwa jaring insang lebihmenguntungkan dibandingkan pancingulur dalam usaha penangkapan kakapputih. Indikasi besarnya keuntungan

tersebut juga diperkuat oleh nilai NPV

dari jaring insang yang lebih besardaripada pancing ulur. Nilai IRR untukusaha jaring insang sebesar 43,99% danuntuk pancing ulur sebesar 40,98%. Halini berarti bahwa nilai IRR dari kedua jenis alat tangkap yang dikaji berada diatas discount rate  18%. Hasil penilaianaspek ekonomi dengan kriteria NPV (X1),Net B/C (X2), IRR (X3), dan pendapatannelayan (X4) menunjukkan bahwa jaringinsang lebih diprioritaskanpengembangannya dibandingkan denganpancing ulur (Tabel 7).

Berdasarkan hasil analisis

terhadap aspek teknis, sosial danekonomi, jaring insang memilikikeragaan yang lebih baik dibandingkanpancing ulur. Namun dari aspek biologi,ternyata pancing ulur memiliki keragaan yang lebih baik dibandingkan jaringinsang. Setelah dilakukan penggabungankeempat aspek biologis, teknis, sosialdan ekonomi (Tabel 8), dapatdisimpulkan bahwa teknologipenangkapan tepat guna yang lebihdiprioritaskan pengembangannya dalampenangkapan kakap putih di perairanMimika adalah aring insang.

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 8/14

18  Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23

 Tabel 5. Penilaian aspek sosial untuk menentukan teknologi penangkapan kakapputih yang tepat guna di perairan Mimika

 Jenis teknologi Kriteria Hasil Standarisasi Terhadap Kriteria

X1 UP1 X2 UP2 V1(X1) V2(X2) Total UP

 Jaring insangPancing ulur

33

II

53

III

11

10

21

III

Keterangan : UP = urutan prioritas

 Tabel 6. Nilai NPV, B/C, dan IRR jaring insang dan pancing ulur dalam pemanfaatanikan kakap putih di perairan Mimika

Kriteria investasi Usaha penangkapan ikan kakap putih

 Jaring insang Pancing ulur

NPV (Rp 1 juta)Net B/CIRR (%)

26,261,9343,99

16,881,7940,98

 Tabel 7. Penilaian aspek ekonomi untuk menentukan teknologi penangkapan kakap

putih yang tepat guna di perairan Mimika

 Jenisteknologi

Kriteria Hasil Standarisasi Terhadap Kriteria

X1 UP1 X2 UP2 X3 UP3 X4 UP4 V1(X1) V2(X2) V3(X3) V4(X4) Total UP

 JaringinsangPancingulur

2617

III

1,91,8

III

4441

III

5539

III

10

10

10

10

40

III

Keterangan : UP = urutan prioritas

 Tabel 8. Penilaian aspek biologi, teknis, sosial, dan ekonomi untuk menentukanteknologi penangkapan kakap putih yang tepat guna di perairan Mimika

 Jenis

teknologi

Aspek Hasil Standarisasi Terhadap Aspek

Biologi(X1)

 Teknis(X2)

Sosial(X3)

Ekonomi (X4)

V1(X1) V2(X2) V3(X3) V4(X4) Total UP

 JaringinsangPancing ulur

02

20

21

40

01

10

10

10

31

III

Keterangan : UP = urutan prioritas

3.2. PembahasanPotensi lestari ikan kakap putih di

perairan Kabupaten Mimika diperkirakan8.348 ton/tahun. Hasil tangkapan kakap

putih di perairan Mimika tersebar di tigahabitat, yaitu di sekitar perairan pantai,muara sungai hingga ke hulu sungai.Kondisi perairan Mimika cocok denganhabitat yang dikehendaki ikan kakap

putih, karena banyaknya sungai yangbermuara, dan didukung juga olehkondisi mangrove yang masih baik.Menurut Simbolon (2008), kondisiperairan yang sesuai dengan habitat yang dikehendaki oleh ikan akan

berpengaruh terhadap siklus hidup danrecruitment  ikan, dan akibatnya akanberdampak positif terhadap besarnyapotensi ikan.

Menurut Azis (1989) diacu dalam  Muksin (2006), tingkat pemanfaatansumberdaya ikan dikelompokkanmenjadi tiga kategori yaitu : (1) under exploited dengan tingkat pemanfaatan ≤

65%, (2) optimal dengan tingkatpemanfaatan > 65% dan < 100%, (3)overfishing dengan tingkat pemanfaatan≥ 100%. Berdasarkan pengelompokantersebut, maka tingkat pemanfaatankakap putih di perairan Kabupaten

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 9/14

 ISSN 2087-4871

 Eksplorasi Teknologi Tepat Guna .... (SIMBOLON, PURBAYANTO, ASTARINI, dan SIMANUNGKALIT) 19

Mimika pada tahun 2005 termasukdalam kategori under exploited , yaitusekitar 19%. Dengan demikian, upayapenangkapan masih dapat ditambahhingga mencapai batasan keseimbangansecara bio-ekonomi dalam rangkameningkatkan hasil tangkapan.

 Tingkat pemanfaatan yang masihdalam kategori under exploited ,membuka peluang bagi nelayan untuklebih mengintensifkan kegiatanpenangkapan kakap putih di perairan

Kabupaten Mimika. Dari pengamatan dilapangan, kendala utama yangmenyebabkan rendahnya tingkatpemanfaatan kakap putih karena jarringinsang dan pancing ulur masihmenggunakan perahu tanpa motor, danrantai pemasaran belum tertata denganbaik.

Pemanfaatan sumberdaya kakap

putih diharapkan dapat memberikanmanfaat yang lebih luas, baik untukpeningkatan kesejahteraan nelayan,sumber penerimaan daerah, danpeningkatan konsumsi ikan. Oleh karenaitu potensi sumberdaya kakap putih diKabupaten Mimika sudah seharusnya

dimanfaatkan sebesar-besarnya dengantetap menjaga kelestarian sumberdaya.Malanesia et al . (2007), menyatakanbahwa kelestarian sumberdaya ikandapat terjaga bilamana regulasi dalampengelolaannya dapat dijalankan denganbaik oleh para pelaku perikanan,

termasuk kebijakan yang tepat untukmenentukan jenis teknologi tepat guna,serta jumlah alokasi optimum unitpenangkapan ikan.

Pemanfaatan kakap putih padatahun 2005 baru mencapai 1.541 tondengan rata-rata 1.303 ton/tahunselama periode 1999-2005. Hal tersebutmenunjukkan bahwa tingkatpemanfaatan masih jauh dari yangdiharapkan bila dibandingkan padatingkat MEY (8.094 ton/tahun) dan MSY(8.348 ton/tahun). Harahap et al . (2006)menyatakan bahwa potensi sumberdaya

ikan yang belum termanfaatkan hinggapada kondisi maximum economic yield  (MEY) sebenarnya merupakan suatukerugian karena belum dapatmengoptimalkan rente ekonomi secaraoptimal.

Rente ekonomi secara perlahansemakin berkurang dengan meningkat-nya total biaya (TC) akibat daripenambahan effort, sementara total

penerimaan (TR) semakin berkurangakibat terjadinya penurunan produksi.Penambahan effort  hingga pada kondisiMSY menghasilkan penurunan renteekonomi menjadi sebesar Rp 54,38milyar/tahun. Penambahan effort  yangtidak terkendali hingga mencapai kondisi

keseimbangan open access  (EOA),menyebabkan total penerimaan (TR)sama dengan total biaya (TC), sehinggatidak ada lagi rente ekonomi yangditerima (nol). Gordon, (1954)

menyebutkan bahwa tingkat effort  padakondisi open access (EOA) disebut sebagaibioeconomic equilibrium of open access 

 fishery .  Pada kondisi pengelolaan open access  nelayan cenderung menambahupaya penangkapannya secara besar-besaran dengan harapan akanmendapatkan hasil tangkapan yang lebih

besar, dan kondisi ini dapat berdampak

negatif terhadap kelestarian SDI. Peningkatan produksi kakap putih

di perairan Mimika seyogianya tidaksemata-mata hanya untuk mencarikeuntungan secara ekonomi saja, tetapi juga harus memperhatikan daya dukungdari sumberdaya ikan. Hal ini berartibahwa pemanfaatan kakap putih diperairan Mimika disarankan dilakukanhanya sampai pada titik MEY karenapada kondisi ini akan diperolehkeuntungan ekonomi bagi para pelakuperikanan, tanpa mengganggukelestarian sumberdaya kakap putih itu

sendiri (keuntungan biologi). MenurutSimbolon & Mustaruddin (2006), usahaperikanan tangkap seyogianya tidakhanya berorientasi terhadap permintaanpasar semata tetapi juga harusmempertimbangkan daya dukungsumberdaya ikan agar tetap dijagakelestariannya, sehingga dapat menjaminkeberlanjutan usaha.

Berdasarkan penilaian aspekbiologis, pengembangan pancing ulurlebih diprioritaskan dibandingkandengan jaring insang, karena kakapputih yang tertangkap dengan pancing

ulur memiliki ukuran lebih besar (rata-rata 6 kg/ekor) dibandingkan dengan jaring insang (rata-rata 4,5 kg/ekor).Disamping itu, pancing ulur lebih selektif dalam menghasilkan kakap putih (target species ) dibandingkan jaring insangkarena persentase tangkapan target species  pada pancing ulur sebesar 70%,sedangkan pada jaring insang hanya40%. Namun demikian, jaring insang

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 10/14

20  Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23

lebih produktif daripada pancing ulur.Hal ini sesuai dengan pendapat Monintja(1987), bahwa pancing umumnyamemiliki tingkat selektivitas yang tinggi,namun kemampuan tangkapnya(catchability ) relatif rendah dibandingkandengan jaring insang.

Berdasarkan evaluasi aspek sosial,nelayan Mimika lebih menyukai jaringinsang dibandingkan dengan pancingulur, walaupun kedua alat tangkap inimemiliki daya serap tenaga kerja yang

sama. Hasil wawancara denganmasyarakat menunjukkan bahwa statussosial nelayan akan lebih baik jikamereka dapat memiliki unitpenangkapan jaring insang.

Strategi pengembangan perikanankakap putih di Kabupaten Mimika

ditentukan berdasarkan harapan parastakeholder  (aktor), dengan mempertim-bangkan faktor-faktor berpengaruh(kriteria) dan tujuan pengembangan.Aktor, faktor, dan tujuan tersebutdisusun dalam bentuk hirarki melaluianalisis AHP. Penggunaan AHP didasari

atas pertimbangan bahwa AHPmerupakan metode yang sederhana danfleksibel yang menampung kreativitasdan rancangannya terhadap suatumasalah (Saaty, 1991). Rasio

kepentingan yang menunjukkan prioritasmasing-masing komponen yang terdapatpada aktor, faktor (kriteria), tujuan, danalternatif strategi pengembangan dapatdilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hirarki pengembangan perikanan kakap putih di Kabupaten Mimika

Aktor yang berperan dalampengembangan perikanan kakap putih di

Kabupaten Mimika adalah nelayan,pengusaha perikanan, pedagang ikan,dan Dinas Perikanan. Nelayan mendapatprioritas tertinggi dengan rasiokepentingan 0,484, sedangkan prioritasterakhir adalah pedagang ikan. Nelayanmemiliki rasio kepentingan paling besarkarena nelayan dianggap sebagai ujungtombak paling berperan memberikankontribusi dalam pemanfaatan danpenyediaan pasokan kakap putih di

Kabupaten Mimika. Simbolon &Mustaruddin (2006) juga melaporkan

bahwa nelayan merupakan pelaku utama yang paling diprioritaskan dalampengembangan perikanan cakalang diperairan Sorong.

Pedagang pengumpul ikan belummendapat prioritas penting dalampengembangan perikanan kakap putih diKabupaten Mimika. Hal ini mungkindisebabkan karena pedagang ikanselama ini belum mendistribusikanproduksi kakap putih ke luar daerah

Pengembangan perikanan kakap putih yang berkelanjutan

Pengusaha

 perikanan

(0,155)

Pedagang

ikan

(0,134)

Dinas

 perikanan

(0,228)

 Nelayan

(0,484)

SDI

(0,068)

SARPRA

(0,140)SDM

(0,068)

PASAR 

(0,186)TEKNO

(0,065)

PRODUK 

0,229

UKUR 

0,067LBAGA

0,055

UPI

0 122

Pembinaan nelayan

dan kerjasama antar 

 pelaku (0,252)

Tingkatkan

 produksi kakap

 putih (0,183)

Pengembangan

 potensi pasar 

(0,167)

Pengembangan

sarana prasarana

(0,173)

Pengembangan

alat tangkap

(0,225)

UPBER 

(0,152)

TATING

(0,123)

UNTUNG

(0,129)

SJTRA

(0,185)

SDI

(0,056)

MUTU

(0,070)

PASHA

(0,123)

KERJA

(0.119)

PAD

(0,037)

FOKUS

AKTOR 

FAKTOR 

TUJUAN

STRATEGI

PENGEM-

BANGAN

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 11/14

 ISSN 2087-4871

 Eksplorasi Teknologi Tepat Guna .... (SIMBOLON, PURBAYANTO, ASTARINI, dan SIMANUNGKALIT) 21

Mimika, akan tetapi lebihmengutamakan distribusinya untukkonsumsi lokal dalam produk ikan segar.

Faktor-faktor yang berpengaruhdalam pengembangan perikanan kakapputih di Kabupaten Mimika adalahpotensi sumberdaya ikan (SDI), sarana

dan prasarana (SARPRA), potensisumberdaya manusia (SDM), peluangpasar (PASAR), adopsi teknologi (TEKNO),ukuran ikan tangkapan (UKUR),produksi hasil tangkapan (PRODUK),

kelembagaan (LBAGA), dan unitpenangkapan ikan (UPI). Faktorpengembangan perikanan kakap putih yang utama adalah produksi hasiltangkapan dengan rasio kepentingan0,229, dan terakhir adalah unitpenangkapan dengan rasio kepentingan0,122. Stakeholders  perikanan kakap

putih di Kabupaten Mimika lebih

mementingkan produksi hasil tangkapan yang tinggi karena mereka menganggapbahwa produksi kakap putih merupakanfaktor yang paling menentukan dalamkeberlanjutan usaha, dan akanmeningkatkan pendapatan keluarganelayan. Malanesia et al. (2008)

melaporkan bahwa faktor pembatas yangpaling menentukan keberhasilanpengembangan perikanan pelagis diLampung Selatan adalah ketersediaanSDM yang terampil. Perbedaan inimungkin saja disebabkan karena kondisidan karakteristik perikanan pelagis dan

perikanan kakap putih yang berbeda.Faktor keterampilan nelayan (SDM)

dalam kegiatan penangkapan kakapputih di perairan Mimika belummendapat prioritas penting karena parastakeholders  menganggap potensi ikanmasih banyak dan belum ditemukankesulitan untuk menangkap ikanwalaupun hanya menggunakan teknologisederhana. Akibatnya, faktor potensiSDI, ukuran ikan, dan adopsi teknologibelum mendapat prioritas penting.

 Tujuan yang diharapkan dalamperikanan kakap putih adalah usaha

penangkapan berkelanjutan (UPBER),hasil tangkapan tinggi (TATING),keuntungan usaha maksimal (UNTUNG),kesejahteraan nelayan meningkat(SJTRA), potensi SDI lestari (SDI), mutuikan baik (MUTU), pemasaran dan hargaterjamin (PASHA), lapangan kerjameningkat (KERJA), pendapatan asli

daerah meningkat (PAD). Tujuanpengembangan perikanan kakap putih yang menjadi prioritas utama adalahkesejahteraan nelayan dengan rasiokepentingan 0,185, dan prioritas terakhiradalah pemasaran dan harga terjamindengan rasio kepentingan 1,23.

 Tingginya nilai rasio kepentinganterhadap kesejahteraan nelayanmerupakan indikasi bahwa parastakeholders  memberikan tanggapanpositif akan pentingnya peranan nelayan

sebagai ujung tombak dalampemanfaatan dan penyediaan pasokankakap putih di Kabupaten Mimika. Halini sesuai dengan pendapat Simbolon(2008), yang menyatakan bahwa upayauntuk menuju perikanan berkelanjutanadalah usaha penangkapanmenguntungkan agar kesejahteraan

nelayan terpenuhi, pengoperasian

teknologi penangkapan tepat guna,alokasi unit penangkapan dansumberdaya ikan yang optimum.

Upaya untuk menjaga potensi SDIagar tetap lestari belum menjadi prioritastujuan karena para stakeholders  beranggapan bahwa potensi ikan kakap

putih di peraran Mimika masih cukuptinggi, bahkan tingkat pemanfaatannyamasih rendah. Upaya untukmenghasilkan ikan yang bermutu tinggi juga dianggap belum perlu diprioritaskankarena kakap putih yang tertangkapmasih terbatas pemasarannya untuk

konsumsi lokal dalam bentuk produkikan segar.

Strategi pengembangan perikanankakap putih di Kabupaten Mimika adalahpembinaan nelayan dan kerjasama antarpelaku sebagai prioritas pertama, danprioritas selanjutnya secara berurutanadalah pengembangan alat tangkap,peningkatan produksi, pengembangansarana dan prasarana, danpengembangan potensi pasar. Terpilihnya pembinaan nelayan dankerjasama antar pelaku perikanansebagai prioritas pertama dalam strategi

pengembangan perikanan kakap putih diKabupaten Mimika karena strategitersebut mengakomodir dengan lebihbaik para pelaku perikanan, faktor-faktor pembatas dalam pengembangan,dan tujuan pengembangan yangditetapkan.

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 12/14

22  Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KesimpulanKesimpulan yang diperoleh dari

penelitian ini adalah :1.  Potensi lestari ikan kakap putih di

perairan Kabupaten Mimika

diperkirakan 8.348 ton/tahun, dantingkat keuntungan maksimumtercapai pada saat produksi sebesar8.094 ton/tahun.

2. Untuk mencapai keuntungan

maksimum dengan tetap menjaminkelestarian sumberdaya ikan, upayapenangkapan masih dapatditingkatkan hingga 87% dari kondisiaktual atau 697.344 trip/tahun.

3.  Teknologi tepat guna yang lebihdiprioritaskan pengembangannyadalam penangkapan kakap putih di

perairan Mimika adalah jaring insang

dibandingkan dengan pancing ulur.4. Strategi pengembangan dalam usaha

penangkapan kakap putih di perairanKabupaten Mimika lebihdiprioritaskan pada aspek pembinaannelayan, dan kerjasama antar pelakuperikanan untuk meningkatkan

produksi dan kesejahteraan nelayan.

4.2. SaranSaran yang dapat diberikan untuk

menindaklanjuti penelitian ini adalah :1. Pemerintah daerah perlu menyusun

dan melaksanakan program-program

 yang berorientasi pada aspekpembinaan nelayan dan kerjasamaantar pelaku perikanan.

2. Diperlukan upaya sosialisasi yanglebih intensif terutama kepadapemerintah darah dan usahapenangkapan kakap putih, terkaitdengan jumlah upaya penangkapandan hasil tangkapan kakap putih yangdiperbolehkan.

3. Untuk memacu peningkatan produksitangkapan, diperlukan kajian tentangadopsi teknologi alat tangkap baru yang lebih produktif untuk

mendukung alat tangkap yang sudahada.

UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan terima kasih

kepada para ABK unit penangkapan jaring insang dan pancing ulur, sertapedagang pengumpul ikan yang bersediasebagai responden dalam penelitian ini.Penulis juga menyampaikan terimakasih

kepada reviewer yang telah memberikanmasukan perbaikan, sehingga dapatmenambah bobot tulisan ini ke arah yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Mimika. 2006. Statistik Perikanan.Mimika. 12 hal.

Fauzi A., dan S. Anna, 2002. Evaluasistatus keberlanjutan pembangunanperikanan. Aplikasi PendekatanRapfish. Jurnal Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan FPIK IPB . Bogor.Hal 43-55.

Gordon, H.S. 1954. The economic theory of a common property resources :The fishery. Journal of Political 

Economy . 62 : 124-142.

Husnan S. 1994. Studi kelayakan proyek.Edisi Ketiga. UPP AMP YKPN.Yogyakarta. 379 hal.

Haluan, J dan T. W. Nurani. 1988.Penerapan Metode Skoring dalamPemilihan Tehnologi PenangkapanIkan yang Sesuai untukDikembangkan di Suatu WilayahPerairan. Bulletin Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya 

Perikanan, Fakultas Perikanan . IPBBogor. Vol. II No. 1. Hal 5-17.

Malanesia, M., J. Haluan, H.Hardjomidjojo,  dan D. Simbolon.2007.  Analisis Unit PenangkapanIkan Pilihan di KabupatenLampung Selatan. Buletin PSP . IPBBogor. Vol. XVI No. 3. Hal. 483-501.

Malanesia, M., J. Haluan, H.Hardjomidjojo, dan D. Simbolon.2008. Sensitivitas Opsi

Pengembangan Unit PenangkapanIkan Terpilih di KabupatenLampung Selatan. Buletin PSP. IPBBogor. Vol. XVII No. 1. Hal. 88-110.

Mangkusubroto, K. & C.L. Trisnadi.1987. Analisa keputusan.Pendekatan system dalammanajemen usaha dan proyek.Ganeca Exact. Bandung. 271 hal.

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 13/14

 ISSN 2087-4871

 Eksplorasi Teknologi Tepat Guna .... (SIMBOLON, PURBAYANTO, ASTARINI, dan SIMANUNGKALIT) 23

Monintja, D.R. 1987. Beberapa teknologipilihan untuk pemanfaatansumberdaya hayati laut diIndonesia. Buletin Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan . Fakultas Perikanan IPB.Vol, no 1. Hal 14-25.

Saaty, T.L. 1991. Decision making forleader : The analytical hierarchy process for decision complex word.Edisi bahasa Indonesia (terjemahan

Liana Setiono). PT. PustakaBinaman Pressindo. Jakaera. 270hal.

Schaefer, M.B. 1957. Some aspect of thedynamics of population important

to the management of commercialmarine fisheries. Buletin of the Inter-America Tropical Tuna Commission. 1 : 27 -56.

Simbolon, D., dan Mustaruddin. 2006.Prioritas Kebijakan Pengembangan

Sistem Perikanan Cakalang diPerairan Sorong. Buletin PSP . IPBBogor. Vol. XV No. 2. Hal. 73-85.

Simbolon D. 2008.  Alokasi Unit

Penangkapan Cakalang, MenujuUsaha Perikanan Berkelanjutan diPerairan Sorong. Jurnal Mangrove & Pesisir PSPK Univ. Bung Hatta Padang . Vol. VIII No. 1. Hal. 13-21.

7/16/2019 2.kakap Putih_11-23

http://slidepdf.com/reader/full/2kakap-putih11-23 14/14

24  Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 1. No. 2. Mei 2011: 11-23


Recommended