+ All Categories
Home > Documents > repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web...

repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web...

Date post: 25-Feb-2020
Category:
Upload: others
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
210
SKRIPSI STUDI PENERAPAN NILAI-NILAI ISLAM DALAM SISTEM PERPAJAKAN DI INDONESIA NUR AVIA ASTRINI T A31108278 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN 1
Transcript
Page 1: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

SKRIPSI

STUDI PENERAPAN NILAI-NILAI ISLAM DALAM SISTEM PERPAJAKAN DI

INDONESIA

NUR AVIA ASTRINI T

A31108278

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

1

Page 2: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

ii

SKRIPSI

STUDI PENERAPAN NILAI NILAI ISLAM DALAM SISTEM

PERPAJAKAN DI INDONESIA

OLEH:

NUR AVIA ASTRINI T

A31108278

SkripsiLengkapUntukMemenuhiSyaratGunaMencapaiGel

arSarjanaEkonomiJurusanAkuntansiPadaFakultasEkono

miUniversitasHasanuddin

DISETUJUI OLEH,

Pembimbing I, Pembimbing II,

DR. H. Abdul Hamid Habbe, SE, M.SiNIP.19630515 199203 1 003

Drs. Abd. Rahman , AkNIP.19660110 199203 1 001

ii

Page 3: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

iii

iii

Page 4: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

iv

ABSTRAKSI

Nur Avia Astrini T. 2012. Studi Penerapan Nilai-Nilai Islam dalam Sistem Perpajakan di Indonesia. Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar. Pembimbing (1) DR. H. Abd. Hamid Habbe, S.E., M.Si., (2) Drs. Abdul Rahman, Ak.

Kata kunci: Nilai-Nilai Islam, Perpajakan di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah nilai-nilai Islam seperti nilai tauhid, keadilan, musyawarah, amanah dan kebebasan telah ada dan diterapkan dalam sistem perpajakan di Indonesia dengan melihat bagaimana pemerintah (Ulil Amri) membuat kebijakan dan peraturan perpajakan di Indonesia dan apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan peraturan yang ditentukan tersebut. Kemudian pada akhirnya penelitian ini mengevaluasi apakah terdapat kesesuaian nilai-nilai Islam dengan nilai-nilai yang ada dalam sistem perpajakan di Indonesia.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dengan jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif merupakan data angka yang terkait dengan topik yang diteliti, yaitu data jumlah penerimaan pajak dan zakat pada tahun-tahun tertentu, persentase alokasi APBN menurut fungsinya serta persentase hasil kuesioner yang dibagikan kepada wajib pajak, sedangkan data kualitatif, yaitu jenis data yang berbentuk informasi, seperti Undang-Undang, peraturan, dan kebijakan-kebijakan perpajakan di Indonesia serta informasi lain yang digunakan untuk membahas rumusan masalah.

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa nilai tauhid belum diterapkan dalam perpajakan di Indonesia ditinjau dari masih minimnya partisipasi pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat muslim membayar zakatnya serta subjek dan objek pajak yang mengandung unsur haram didalamnya, sedangkan nilai-nilai keadilan, amanah, musyawarah dan kebebasan telah ada dalam perpajakan di Indonesia namun penerapannya masih kurang memadai dan belum sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

iv

Page 5: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur atas kehadirat sang pemilik dan pemberi cinta, Allah Swt yang

telah memberikan begitu banyak berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Studi Penerapan Nilai-Nilai Islam dalam

Sistem Perpajakan di Indonesia”.

Bagi penulis, proses penyusunan skripsi ini seperti sebuah sinetron di

televisi. Dimana Allah Swt yang menjadi Sutradara, penulis sebagai pemain

utama, ada banyak pemain pendukung yang membantu, dan berbagai cerita

didalamnya. Dan seperti kebanyakan sinetron, skripsi ini juga berakhir dengan

“happy ending”, Alhamdulillah.

Oleh karena itu, melalui skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Yang terkasih dan tersayang dalam hidupku, Ayahanda Drs. H. Thamrin,

Ibunda Hj. Nillang, dan Adik-adikku, Rinah Ananda dan Nabila Pratiwi

Ramadhani atas semua doa, dukungan, semangat, motivasi, kasih sayang yang

begitu tulus kepada penulis selama ini dalam menjalani proses kehidupan.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk mereka.

2. Bapak Dr. H. Abd. Hamid Habbe, S.E., M.Si. selaku Ketua Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin sekaligus Pembimbing I Skripsi

atas pengorbanan waktu, tenaga, pikiran serta ilmu pengetahuan dan motivasi

yang diberikan kepada penulis selama proses bimbingan. Penulis tidak akan

pernah lupa dengan senyum hangat yang selalu beliau berikan kepada kami,

seletih dan sesibuk apapun beliau.

v

Page 6: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

vi

3. Bapak Drs. Abd. Rahman, Ak. Selaku Pembimbing II atas semua bimbingan,

keramahan, dan masukannya selama proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. H. Kastumuni Harto, MSi, Ak. Selaku Penasehat Akademik atas

masukan-masukannya selama proses perkuliahan penulis.

5. Bapak Syahril, S.E., M.Si., Ak. selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas

Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar.

6. Seluruh pegawai akademik Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin,

terutama untuk Pak Aso atas semua bantuan selama ini.

7. Wanita-wanita ku tersayang, Mitami “nami” Dian, Azizah “cica” Syarif, dan

Junita “junti” Rizal yang bersedia menemani, menerima jelek-jeleknya “attii”,

dan berbagi banyak cerita mulai dari yang paling konyol sampai paling sedih

sekalipun, di setiap episode-episode hidup penulis selama 4 tahun perkuliahan

ini. But, There’s no “ending” word in our story!! We’re one kind of best

friendship stories EVERR, Aren’t we?!! :D *kisshug.

8. Teman jalan dan bergosip, Iswi Pratiwi Saransi.

9. Teman-teman seperjuangan skripsi, Habib Muh Shihab, Tridya Fitrisah, dan

Andi Safitri Hafida, untuk setiap moment berbagi ilmu, motivasi, semangat,

dan doa selama proses penyelesaian skripsi.

10. Teman-Teman 08STACKLE CREW atas pertemanan yang kompak, cerita,

semangat, dukungan, dan doa selama ini, PROUD TO BE A PART OF

YOU!!

11. Kedua my “OPPA” tersayang, Hadi Kusumaningrat dan Akbar Nurdin, SE.

Atas keikhlasannya dipanggil “oppa!” oleh penulis, haha, dan bersedia

menjadi tempat berbagi cerita alias “curhat” disaat penulis dalam fase labil,

galau dan stress.

vi

Page 7: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

vii

12. Tempat belajar dan mendapatkan banyak pengalaman, Ikatan Mahasiswa

Akuntansi FEUH, para senior junior didalamnya, serta rumah ungunya.

Terutama Kak Andry yang bersedia berbagi ilmunya kepada kami dalam

persiapan ujian kompre.

13. Sahabat terbaik sejak SMA, Rahmad Hidayat, atas kesediaannya menjadi

teman terdekat yang selalu ikhlas untuk direpotkan dan membantu penulis

sampai saat ini.

14. Dan pemeran cameo dalam sinetron “skripsi” ini, Alim Muammar Khadafi,

untuk setiap semangat, bantuan, dan doanya. Makasiih ammardo’

15. The last, my KOREAN world dengan drama-drama dan artis K-POP-nya yang

menjadi tempat pelarian dan hiburan terbaik bagi penulisan saat sedih dan

stress!

Sebagai hasil karya dari penulis yang masih banyak kekurangannya

terhadap ilmu pengetahuan, skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dan

kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt semata. Oleh karenanya, kritik dan saran

membangun sangat diharapkan dan dihargai oleh penulis. Semoga skripsi ini bisa

bermanfaat bagi banyak orang, Amin ya Rabb. Nun~ walqalami amaa yasturun,

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Makassar, September 2012

Penulis

Nur Avia Astrini T

vii

Page 8: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL............................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1 LatarBelakang........................................................................... 1

1.2 RumusanMasalah...................................................................... 7

1.3 TujuanPenelitian....................................................................... 7

1.4 ManfaatPenelitian..................................................................... 7

1.5 Sistematika Penulisan................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 10

2.1 Konsep Pajak di Indonesia........................................................ 10

2.1.1 DefinisiPajak ................................................................... 10

2.1.2 Karakteristik Pajak........................................................... 12

................................................................................

2.1.3 Fungsi Pajak..................................................................... 13

2.1.4 Klasifikasi Pajak............................................................... 14

2.1.5Teori Pemungutan Pajak................................................... 15

2.1.6Syarat Pemungutan Pajak.................................................. 17

2.1.7 Sistem Pemungutan Pajak................................................ 19

2.1.8 Asas Pengenaan Pajak...................................................... 20

2.1.9 Jenis-Jenis Tarif Pajak ..................................................... 21

2.1.10 Macam-macam Pajak di Indonesia................................ 22

2.2 Konsep Pajak dalam Islam........................................................ 28

2.2.1 Definisi Pajak menurut Islam........................................ 28

2.2.2 Karakteristik Pajak ....................................................... 29

2.2.3 Syarat-Syarat Pemungutan Pajak.................................. 30

viii

Page 9: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

ix

2.2.4 Tujuan Penggunaan Pajak............................................. 32

2.2.5 Nilai-nilai dalam Sistem Ekonomi Islam...................... 32

2.2.6 Struktur Pemasukan Negara di Masa Rasulullah Saw . 39

2.2.7 Implementasi Nilai Islam di Masa Pemerintahan

Rasulullah Saw.............................................................. 46

2.2.8 Penelitian Terdahulu..................................................... 50

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 52

3.1 Jenis Penelitian.......................................................................... 52

3.2 Objek dan Lokasi Penelitian..................................................... 52

3.3 Jenis dan Sumber Data.............................................................. 53

3.3.1 Jenis Data......................................................................... 53

3.3.2 Sumber Data .................................................................... 53

3.4 TeknikPengumpulan Data......................................................... 53

3.5 Teknis AnalisisData ................................................................. 54

3.6 Operasional Variabel................................................................. 56

3.7 Batasan Pembahasan................................................................. 57

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN................................................... 58

4.1 Hasil Penelitian ......................................................................... 58

4.1.1 Perbedaan Pendapat mengenai pajak dalam Islam.................. 58

4.1.2Nilai Tauhid dalam Sistem Perpajakan di Indonesia............... 65

4.1.3Nilai Amanah dalam Sistem Perpajakan di Indonesia............. 75

4.1.3.1Nilai Keadilan dalam Sistem Perpajakan di Indonesia......... 76

4.1.3.2 Nilai Musyawarah dalam Sistem Perpajakan di Indonesia. . 91

4.1.3.3 Nilai Kebebasan dalam Sistem Perpajakan di Indonesia..... 94

BAB V PENUTUP.......................................................................................

5.1.Kesimpulan................................................................................ 102

5.2.Saran .......................................................................................... 105

5.3.Keterbatasan............................................................................... 106

DAFTAR PUSTAKA

ix

Page 10: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

x

LAMPIRANDAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tarif PPh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri...................... 26

Tabel 2.2 Tarif PPh Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Badan Usaha

Tetap.............................................................................................. 26

Tabel 2.3 SumberPendapatandi masa Pemerintahan Rasulullah Saw........... 39

Tabel 2.4 Subjek dan Tarif ‘Ushr di masa Umar bin Khatab ra ................... 45

Tabel 4.1 Perbandingan RAPBN dan APBN Tahun 2011............................ 71

Tabel 4.2 Perhitungan(Kuesioner) Persentase Nilai Amanah........................ 76

Tabel 4.3 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)......................................... 78

Tabel 4.4 Persentase Alokasi Belanja APBN Menurut Fungsi Tahun 2011. 86

Tabel 4.5 Perhitungan (Kuesioner) Persentase Nilai Keadilan...................... 90

Tabel 4.6 Perhitungan (Kuesioner) Persentase Nilai Kebebasan................... 94

x

Page 11: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Untuk menunjang dan menjalankan pembangunan nasional tentunya

pemerintah Indonesia membutuhkan anggaran yang tidak sedikit dan bersifat

kontinu. Pemerintah Indonesia mendapatkan dana tersebut dari berbagai macam

pemasukan negara. Pemasukan terbesar negara adalah berasal dari sektor

perpajakan. Menurut data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

tahun 2010, peranan penerimaan perpajakan sudah mencapai 80% dari

penerimaan dalam negeri.

Pajak erat hubungannya dengan pembangunan nasional. Pembayaran pajak

merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta warga negara

sebagai wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan

kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya

merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut

berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan

pembangunan nasional.

Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian

besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak

meliputi belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek

pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah,

1

Page 12: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

2

rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang

berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka

memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara

mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau

pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari

pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara

menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan

pembiayaan pembangunan. Fungsi semacam itu disebut dengan fungsi budgetair

dari pajak.

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas masyarakat muslim

terbesar di dunia, persentase nya mencapai 88% . Inilah yang menjadi salah satu

pemicu perkembangan nilai-nilai syariah Islam di Indonesia.

Dewasa ini sudah mulai banyak dilaksanakan penerapan sistem syariah di

Indonesia, terutama dalam sistem perekonomian. Perkembangan praktik bisnis

syariah ini seiring dengan semakin besarnya keinginan dan harapan masyarakat

Muslim di Indonesia untuk menerapkan nilai-nilai syariah Islam di berbagai

sistem atau praktik bisnis yang dijalankan di Indonesia. Upaya pemahaman

mengenai kegiatan ekonomi dan praktik bisnis yang berdasarkan syariah Islam

mulai terlihat di awal tahun 1990-an.

Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dimulai dengan

pembentukan perbankan syariah yang ditandai dengan berdirinya Bank syariah

pertama, yaitu Bank Muamalat Indonesia. Bank ini pada awal berdirinya

diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat

2

Page 13: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

3

dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa

pengusaha muslim. Walaupun di awal pembentukannya Bank Muamalat sempat

mengalami kesulitan sehingga harus mendapatkan suntikan dana dari IDB

sehingga pada tahun 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.

Hingga tahun 2007 sudah terdapat tiga institusi bank syariah di Indonesia

yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Mega Syariah.

Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah terdapat 19

bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero)

dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh

Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Perkembangan sistem perbankan syariah yang sangat pesat dalam kurun

waktu yang cukup singkat dikarenakan semakin tingginya minat dan kepercayaan

masyarakat Indonesia terutama kaum Muslim untuk menggunakan produk dari

perbankan syariah. Pertumbuhan minat masyarakat terhadap bank-bank syariah

bahkan mencapai 70% dan sudah dapat bersaing dengan bank-bank konvensional

yang dari awal telah diterapkan di Indonesia.

Dengan semakin berkembangnya praktik perbankan syariah di Indonesia,

menyebabkan semakin banyaknya institusi-institusi keuangan yang gencar

mengkaji lebih dalam dan menerapkan produk syariah lainnya seperti pembiayaan

syariah, lembaga keuangan syariah non bank, reksa dana syariah, obligasi syariah,

asuransi syariah, pegadaian syariah, dan sebagainya.

Namun demikian, walaupun praktik bisnis syariah sudah sangat

berkembang di Indonesia, perekonomian syariah masih hanya dianggap sebagai

3

Page 14: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

4

salah satu solusi alternatif untuk bisa keluar dari krisis ekonomi yang masih

terjadi di Indonesia.

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya umat Islam, seharusnya

pemerintah Indonesia dapat melaksanakan sistem ekonomi syariah sebagai sistem

ekonomi yang universal, yang mengedepankan transparansi, keadilan dan good

governance dalam pengelolaan usaha dan asset-asset negara. Sehingga praktik

ekonomi yang dijalankan berpihak pada rakyat dan berpihak pada kebenaran.

Maksud dari sistem ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi yang

universal adalah walaupun sistem ekonomi syariah bersumber dari nash Al-Quran

dan Sunnah Rasul, namun tetap bersifat universal dan tidak eksklusif sehingga

dapat diterapkan di Indonesia sekalipun, yang bukanlah sebuah negara Islam.

Sistem ekonomi berbasis syariah bukan hanya diterapkan negara-negara Islam

tetapi telah banyak pula diterapkan di negara-negara barat. Hal ini terjadi karena

nilai-nilai dan prinsip Islam seperti keadilan, transparansi, dan perlakuan yang

sama dalam meraih kesempatan berusaha dapat diterima di semua kalangan.

Salah satu sistem yang belum tersentuh dengan konsep syariah di

Indonesia adalah sistem perpajakannya. Padahal sistem perpajakan dalam Islam

juga telah ada sejak zaman Rasulullah Saw dan para khalifahnya. Namun seiring

dengan menguatnya pengaruh prinsip sosialisme dan kapitalisme yang dibawa

negara-negara barat, konsep ini sempat ditinggalkan oleh umat manusia

khususnya umat Muslim.

Ekonomi Islam termasuk konsep pajak dalam Islam terdiri dari nilai-nilai

filosofis seperti nilai Tauhid, Keadilan, Musyawarah, Kebebasan, dan Amanah

4

Page 15: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

5

atau tanggung jawab (Antonio, 1993: 14). Seharusnya nilai-nilai Islam ini dapat

menjadi pedoman, landasan, dan dasar yang harus dipegang oleh umat muslim

dalam melaksanakan kegiatan perekonomiannya sehingga senantiasa sesuai

dengan syariat Islam yang diperintahkan oleh Allah Swt. Namun seperti diketahui

bahwa sistem perpajakan di Indonesia merupakan sistem konvensional yang

tentunya berbeda dengan konsep syariah dalam Islam. Sehingga belum tentu

dalam sistem perpajakan di Indonesia terdapat nilai-nilai Islam yang seharusnya

dijalankan oleh umat Muslim.

Apalagi sampai hari ini belum ada fatwa dari Majelis Ulama Indonesia

(MUI) yang menyatakan bahwa pajak itu halal. Ironisnya bahwa hal sepenting

pajak ini belum mendapatkan fatwa dari MUI sedangkan MUI bahkan telah

mengeluarkan fatwa tentang rokok, mie instan, aliran sesat Ahmadiyah, dan lain-

lain. Ketua MUI, Bapak KH. Ma’ruf Amin pernah ditanyai mengenai hal ini,

beliau menjawab bahwa, “ MUI tidak mengeluarkan fatwa, kalau tidak diminta”

artinya fatwa harus diminta terlebih dahulu oleh Menteri Keuangan. Hal ini

tentunya menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Muslim karena ternyata

pajak yang selama ini dijalankan di Indonesia belum diketahui haram halalnya.

Sedangkan umat Muslim dituntut untuk menjalankan seluruh kegiatannya

di muka bumi ini sesuai dengan nilai-nilai syariat Islam. Sudah menjadi kewajiban

umat Muslim untuk menjalankan seluruh perintah Allah Swt melalui Al-Quran

dan Sunnah Rasul yang menjadi pedoman hidup umat Islam. Sebagaimana Firman

Allah dan QS An-Nisa [4] ayat 136:

5

Page 16: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

6

ه ورسوله ذين آمنوا آمنوا بالل ها ال يا أيل على رسوله ذي نز والكتاب ال

ذي أنزل من قبل ومن � والكتاب ال ه ومالئكته وكتبه ورسله يكفر بالل﴿واليوم اآلخر فقد ضل ضالال بعيدا

١٣٦﴾Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada kitab (Al-Quran) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh”

Hal ini tentu saja menimbulkan dilema bagi umat Muslim di Indonesia

karena sebagai warga negara yang telah memenuhi syarat menjadi wajib pajak,

mereka diharuskan membayar pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang

berlaku di Indonesia. sementara umat muslim belum mengetahui dengan jelas

apakah perpajakan di Indonesiasudah sesuai dengan syariat islam dan halal untuk

dikerjakan sehingga umat muslim tidak harus ragu dalam menjalankan dan

membayar kewajiban pajak mereka sebagai warga negara Indonesia.

Sudah menjadi kewajiban umat Islam untuk mencari tahu kebenaran dari

segala sesuatu yang terdapat keraguan di dalamnya. Berdasarkan hal inilah penulis

merasa perlu untuk mencari tahu tentang bagaimana perspektif Islam memandang

kewajiban membayar pajak di Indonesia ditinjau dengan menganalisa nilai-nilai

Islam apa saja dari kelima nilai filosofis ekonomi Islam yang telah ada dalam

sistem perpajakan di Indonesia. hal ini penulis lakukan agar di akhir penelitian,

6

Page 17: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

7

penulis dapat mengukur seberapa besar nilai-nilai Islam telah diimplementasikan

dalam perpajakan di Indonesia dan menarik kesimpulan apakah pajak tersebut

telah sesuai dengan syariat yang diperbolehkan dalam ajaran Islam.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih

dalam tema ini dengan judul: “Studi Penerapan Nilai-Nilai Islam dalam Sistem

Perpajakan di Indonesia”

1.2 Rumusan Masalah

Atas dasar uraian yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah,

maka penulis merumuskan masalah yang akan dikaji adalah

“Apakah nilai-nilai Islam diimplementasikan dalam Sistem Perpajakan di

Indonesia?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan kajian ini adalah

sebagai berikut:

“Untuk mengetahui apakahnilai-nilai Islamdiimplementasikan dalam

sistem perpajakan di Indonesia.”

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penulisan skripsi ini, yaitu:

a. bagi penulis, sebagai sarana untuk mengembangkan wawasan, terutama

yang terkait dengan masalah dalam penulisan ini dan sebagai syarat untuk

mendapatkan gelar kesarjanaan;

7

Page 18: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

8

b. bagi pembaca, diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan

penambah wawasan terutama bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui

lebih mendalam mengenai nilai-nilai Islam dalam Sistem perpajakan di

Indonesia.

c. bagi dunia pendidikan, khususnya di lingkup Fakultas Ekonomi

Universitas Hasanuddin, penulis berharap bahwa hasil penelitian ini akan

menjadi referensi bagi peneliti-peneliti berikutnya mengenai nilai-nilai

Islam dalam sistem perpajakan di Indonesia.

1.5 Sistematika Penulisan

Berikut ini penulis akan menyajikan uraian singkat materi pokok yang akan

dibahas pada masing-masing bab, sehingga dapat memberikan gambaran

menyeluruh tentang skripsi ini:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika

penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang mengurai teori-teori yang

relevan, yang melandasi dan mendukung penelitian ini.

BAB III : Metoda Penelitian

8

Page 19: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

9

Bab ini merupakan metoda penelitian yang menguraikan objek penelitian,

jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, serta metode analisis

data.

BAB IV : Pembahasan

Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini berisi

penjelasan dan pemaparan terhadap masalah yang diangkat dalam skripsi

ini.

BAB V : Penutup

Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan penelitian,

keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi penulis pada saat melakukan

penelitian, serta saran untuk penelitian selanjutnya.

9

Page 20: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perpajakan di Indonesia

2.1.1 Definisi Pajak

Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan

tata cara perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang,

dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Para ahli dan pakar

ekonomi memberikan definisi yang beragam mengenai pajak. Definisi-definisi

tersebut:

a. Prof. Edwin R.A Seligman ( New York, 1925 ) menyatakan :

“ Tax is compulsory Contribution from the person, to the goverment to defray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred.”

b. Soemitro (2005: 7)mengemukakan bahwa pajak adalah iuran kepada kas

negara berdasarkan undang-undang) yang dapat dipaksakan) dengan

tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat

ditujukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

c. Menurut prof. Dr. P. J. A. Andriani yang telah diterjemahkan oleh

Brotodiharjo (1993: 2)menyatakan bahwa pajak adalah iuran masyarakat

kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib

membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

1010

Page 21: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

11

dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat

ditunjukkan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum berhubung tugas ned=gara untuk menyelenggarakan

pemerintahan.

Dari definisi-definisi diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pajak adalah

kewajiban yang dibebankan kepada rakyat terhadap kas negara yang bersifat

memaksa berdasarkan undang-undang, dimana rakyat tidak mendapatkan imbalan

jasa secara langsung melainkan digunakan untuk pembangunan nasional dan

kesejahteraan masyarakat.

Dari uraian definisi diatas, dapat pula disimpulkan ada beberapa unsur-unsur

yang melekat dalam pengertian pajak menurut Mardiasmo (2011: 1), yaitu:

a. Iuran/pungutan dari rakyat untuk negara

Dalam unsur ini, pajak dapat diartikan sebagai peralihan kekayaan dari

sektor pemerintah ke sektor publik dan bahwa tidak ada pajak selain yang

dipungut oleh negara serta berupa uang (bukan barang).

b. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang

Karena pajak bersifat mengikat dan memaksa, maka pajak harus

berdasarkan undang-undang dan peraturan-peraturan yang baku. Unsur ini

menunjukkan bahwa meskipun pajak dipungut oleh negara, pemerintah tidak

boleh semena-mena memungut pajak dari rakyat tetapi harus sesuai undang-

undang dan peraturan-peraturan.

11

Page 22: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

12

c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi

Unsur ini menunjukkan bahwa pajak yang dibayarkan rakyat tidak

mendapatkan timbal jasa ataupun kontraprestasi dari negara secara langsung.

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara

Pajak yang dibayarkan rakyat kepada pemerintah ditujukan untuk

membiayai pengeluaran pemerintah, mendukung pembangunan, dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.1.2 Karakteristik Pajak

Adapun karakteristik pajak menurut Sri Putyatmoko dalam Bulo (2003: 7)

adalah:

a. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah

berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari

sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut

pajak/administrator pajak).

c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum

pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin

maupun pembangunan.

d. Tidak dapat ditujukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh

pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.

12

Page 23: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

13

e. Disamping berfungsi sebagai alat untuk memasukkan dana dari rakyat

kedalam kas negara (fungsi budgeter), pajak juga mempunyai fungsi lain,

yaitu fungsi mengatur.

2.1.3 Fungsi Pajak

Dari pengertian dan karakteristik yang telah dibahas sebelumnya, dapat

disimpulkan ada beberapa fungsi pajak menurut Ilyas dan Richard (2011: 9),

yaitu:

a. Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi

pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu

dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

b. Fungsi Mengatur (Regulator)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan

di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang

lebih tinggi terhadap minuman keras dan barang mewah, hal ini diterapkan

pemerintah dalam upaya mengatur agar tingkat konsumsi barang-barang

mewah dan minuman keras dapat dikendalikan.

c. Fungsi Stabilitas

Fungsi ini berhubungan dengan kebijakan untuk menjaga stabilitas harga

(melalui dana yang diperoleh dari pajak) sehingga laju inflasi dapat

dikendalikan.

13

Page 24: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

14

d. Fungsi Redistribusi

Dalam fungsi ini, lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam

masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam dalam

pengenaan pajak. Contohnya dalam pajak penghasilan, semakin besar jumlah

penghasilan maka akan semakin besar pula jumlah pajak yang terutang.

e. Fungsi Demokrasi

Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong.

Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat

pembayar pajak.

2.1.4 Klasifikasi Pajak

Menurut Mardiasmo (2011: 5), Pajak dapat dikelompokkan menjadi:

1. Menurut golongan

a. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat

dilimpahkan ke pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib

Pajak yang bersangkutan. Sebagai contoh, Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat

dilimpahkan ke pihak lain. Sebagai contoh Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut sifat

Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan untuk pembedaan dan

pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip:

14

Page 25: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

15

a. Pajak sujektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti

memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contohnya, Pajak Penghasilan.

b. Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contohnya,

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut Pemungut dan Pengelolanya

a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya, Pajak

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang

Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya, Pajak

Reklame, Pajak Hiburan.

2.1.5. Teori Pemungutan Pajak

Teori pemungutan pajak memberikan penjelasan mengenai hak negara

untuk memungut pajak. Suprianto (2011: 3) menerangkan beberapa teori-teori

tersebut antara lain:

1. Teori asuransi. Teori ini mengibaratkan pembayaran pajak seperti

pembayaran premi dalam perjanjian asuransi. Hal tersebut ditujukan untuk

menggantikan biaya yang dikeluarkan negara dalam melaksanakan

kewajibannya yaitu, melindungi keselamatan dan harta benda warga

15

Page 26: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

16

negaranya. Teori ini banyak ditentang, karena negara seharusnya tidak boleh

disamakan dengan perusahaan asuransi.

2. Teori kepentingan. Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya

kepentingan dari masing-masing warga negara, termasuk kepentingan dalam

perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan

perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan.

3. Teori daya pikul. Teori ini menyatakan bahwa beban pajak yang harus

dibayar harus sesuai dengan daya pikul (kemampuan) masing-masing orang.

Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan: (1) unsur

objektif, dilihat dari besarnya penghasilan dan kekayaan yang dimiliki

seseorang, (2) unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan

materiil yang harus dipenuhi.

4. Teori bakti. Teori ini menyatakan bahwa dasar keadilan pemungutan pajak

terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang

berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah

sebagai suatu kewajiban.

5. Teori Asas Daya Beli. Teori ini menyatakan bahwa dasar keadilan terletak

pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik

daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.

Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam

bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian

kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

16

Page 27: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

17

2.1.6. Syarat Pemungutan Pajak

Pemerintah sebagai pihak yang berwenang memungut pajak pada warga

negara tidak boleh sewenang-wenangnya memungut pajak tersebut. Ada beberapa

syarat pemungutan pajak di Indonesia (Widyaningsih, 2011: 17), antara lain:

1. Pemungutan pajak harus adil

Seperti halnya produk hukum, pajak juga mempunyai tujuan untuk

menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-

undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya, dengan mengatur hak

dan kewajiban para wajib pajak, pajak diberlakukan bagi setiap warga negara

yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak, dan sanksi atas pelanggaran

pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.

2. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan

yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, seperti

pemungutan pajak yang dilakukan oelh negara yang berdasarkan UU tersebut

harus dijamin kelancarannya, jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk

diperlakukan secara umum, dan jaminan hukum akan terjaga kerahasiaannya bagi

para wajib pajak.

3. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak

mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan,

maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan

17

Page 28: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

18

masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok paja, terutama

masyarakat kecil dan menengah.

4. Pemungutan pajak harus efisien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus

diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya

pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus

sederhana dan mudah dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan

mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi perhitungan maupun

dari segi waktu.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Bagaimana sistem pemungutan pajak akan sangat menentukan

keberhasilan dalam pengutan pajak tersebut. Sistem yang sederhana akan

memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus mereka

bayar sehingga akan memberikan dampak yang positif bagi wajib pajak untuk

meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Salah satu perwujudan atas

syarat ini yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah tarif bea materai

disederhanakan dari 167 macam menjadi 2 macam tarif saja, tarif PPN yang

beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif yaitu 10%, atau pajak perseroan

untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi

pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi).

18

Page 29: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

19

2.1.7. Sistem Pemungutan Pajak

Ilyas (2003: 30) menyebutkan bahwa sistem pemungutan pajak yang

diberlakukan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Official Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Sistem ini

diberlakukan di Indonesia sampai dengan Tahun 1967. Adapun ciri-ciri official

assessment system adalah 1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak

terutang berada pada pemerintah, 2) wajib pajak bersifat pasif, 3) utang pajak

timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh pemerintah.

b. Withholding System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak. Sistem ini diberlakukan di Indonesia pada Tahun 1968

sampai dengan 1983, dimana saat itu sistem pemungutannya sudah tidak

keseluruhan menggunakan withholding system tapi telah mengadaptasi semi Self

Assessmet System. Dalam artian bahwa sistem pemungutan pajak di masa itu

sudah mulai mengadaptasi Self Assessment System walaupun belum keseluruhan.

c. Self Assessment System

Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan

kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,

menyetor, dan melaporkan sendiri pajak terutangnya. Sistem ini mulai

diberlakukan secara keseluruhan sejak Tahun 1983 sampai sekarang. Sistem ini

19

Page 30: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

20

memberikan peluang kepada wajib pajak untuk jujur dan bertanggung jawab akan

kewajiban pajaknya. Petugas perpajakan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak,

hanya berfungsi sebagai pembina dan pengawas pelaksanaan kewajiban

perpajakan wajib pajak.

2.1.8. Asas Pengenaan Pajak

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam

menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan

pajak penghasilan. Menurut Widyaningsih (2011: 13), Asas utama yang

digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:

1. Asas Domisili (asas kependudukan domicile), berdasarkan asas ini negara

akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh

orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang

tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu.

Dalam hal ini tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang dikenakan pajak

itu berasal. Oleh karena itu, sistem pengenaan pajak terhadap penduduknya

akan menggabungkan asas domisili dengan konsep pengenaan pajak atas

penghasilan baik di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar

negeri (world wide income concept).

2. Asas Sumber. Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak

atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan

yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu.

20

Page 31: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

21

3. Asas Kebangsaan/ Asas Nasionalitas/ Asas Kewarganegaraan

(Nasionality/citizenship principle). Dalam asas ini, yang menjadi landasan

pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang

memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan

dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal.

2.1.9. Jenis-Jenis Tarif Pajak

Menurut Mardiasmo (2011: 9), Secara struktural tarif pajak dibagi dalam

empat jenis, yaitu:

1. Tarif proposional (a propotional tax rate structure) yaitu tarif pajak yang

persentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan pajak.

Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai/PPN dimana semua harga barang

di tingkat akhir dikenakan pajak PPN adalah sama adalah sebesar 10%.

2. Tarif regresif (a regressive tax rate structure) yaitu tarif pajak menurun

ketika dasar pengenaan pajak meningkat.

3. Tarif progresif (a progressif tax rate structure) yaitu tarif pajak akan semakin

naik sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak. Contoh pajak di

Indonesia yang memakai tarif ini adalah Tarif PPh untuk menghitung nilai

Pendapatan Kena Pajak (PKP) sebagaimana diatur dalam pasal 17 Undang-

undang Pajak Penghasilan.

4. Tarif degresif (a degresive tax rate structure) yaitu kenaikan persentase tarif

pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin

meningkat.

21

Page 32: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

22

2.1.10. Macam-macam Pajak di Indonesia

Pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat

yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak seperti Pajak Bumi dan

Bangunan(PBB), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Bea Materai, dan pajak daerah yang

dikelola oleh Pemerintah daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota

contohnya, Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Kendaraan

Bermotor, Pajak Parkiran, dan sebagainya. (Prakosa, 2006: 5). Berikut adalah tiga

macam pajak yang memberikan penerimaan negara terbesar di Indonesia menurut

APBN tahun 2008-2010 (Gusfahmi: 213):

A. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan

tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir

seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik

Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Dasar hukum pemungutan Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) adalah UU No. 12 Tahun 1994. Berlaku efektif mulai tanggal 1

Januari 1986.

Objek dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah:

a) Bumi:

Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman

serta laut wilayah Indonesia, Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan,

tambang, dll.

22

Page 33: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

23

b) Bangunan:

Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan

atau perairan. Contohnya, rumah tempat tinggal, gedung bertingkat, pusat

perbelanjaan, bangunan tempat usaha, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak

lepas pantai, dan lain-lain.

Adapun objek yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang:

1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah,

sosial, pendidikan, dan kebudayaan sosial yang tidak dimaksudkan untuk

memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit, sekolah, panti

asuhan, museum, candi, dan lain-lain.

2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau sejenisnya.

3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah

penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum

dibebani suatu hak.

4. Dipergunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal

balik.

5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang

ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Subjek PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:

1. Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;

2. Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;

3. Memiliki bangunan, dan atau;

4. Menguasai bangunan, dan atau;

23

Page 34: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

24

5. Memperoleh manfaat atas bangunan.

Tarif atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pedesaan dan perkotaan

ditentukan berdasarkan UU No.28 tahun 2009 yaitu paling tinggi sebesar 0,3%

dari nilai jual objek pajak (NJOP). Adapun nilai jual kena pajaknya adalah 40%

untuk objek pajak perkebunan dan kehutanan, 20% untuk objek pajak

pertambangan, dan pedesaan dan perkotaan adalah 20% dan 40% tergantung

NJOP-nya.

B. Pajak Penghasilan (PPh),

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang

dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis

yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat

digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan

dalam bentuk apapun.

Sedangkan subjek dari pajak penghasilan (PPh) menurut Pasal 2 ayat (1)

UU No. 36 Tahun 2008 terbagi atas tiga kelompok, yaitu: (1) orang pribadi dan

warisan yang belum ternagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; (2)

Badan; (3) Bentuk usaha tetap.

Objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis

yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat

digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan

dalam bentuk apapun, antara lain:

24

Page 35: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

25

a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,

honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan

dalam bentuk lainnya.

b) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

c) Laba usaha.

d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan

e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan

sebagai biaya.

f) Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang.

g) Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi.

h) Royalti.

i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan

jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

l) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

m) Premi asuransi

25

Page 36: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

26

n) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya

yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan

bebas.

o) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak.

p) Penghasilan dari usaha berbasis syariah.

q) Surplus Bank Indonesia.

Pajak penghasilan di Indonesia adalah tarif progresif sebagaimana diatur

dalam pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan. Berikut ini adalah bagan

pengenaan tarif PPh terhadap Pendapatan Kena Pajak.

Tabel 2.1 Tarif PPh untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Dasar Pengenaan Pajak)

Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5%Di atas Rp. 50.000.000,00 - Rp. 250.000.000,00 15%

Di atas Rp. 250.000.000,00 - Rp. 500.000.000,00 25%

Di atas Rp. 500.000.000,00 30%Sumber: Widyaningsih (2011: 32-33)

Tabel 2.2 Tarif PPh untuk wajib pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap

Tahun Tarif Pajak

Pada tahun 2009 28%Dari 2010 dan selanjutnya 25%PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek

5% lebih rendah dari sebelumnya

Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000

Pengurangan 50% dari yang seharusnya

Sumber: Widyaningsih (2011: 32-33)

26

Page 37: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

27

C. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau

Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun

pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.

Dasar hukum pemungutan Pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak

Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) adalah UU No.42 Tahun 2009.

UU ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan merupakan pengganti UU

Pajak Penjualan tahun 1951.

Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang

tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut: (a) barang hasil pertambangan

atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; (b) barang

kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; (c) makanan atau

minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;

(d) uang, emas batangan, dan surat berharga (UU No. 42 Tahun 2009, Pasal 4A

ayat [21]).

Sedangkan jenis jasa yang tidak dikenai pajak PPN adalah jasa tertentu

yang termasuk kelompok sebagai berikut: (a) jasa pelayanan kesehatan medis; (b)

jasa pelayanan sosial; (c) jasa pengiriman surat dengan perangko; (d) jasa

keuangan; (e) jasa asuransi; (f) jasa keagamaan; (g) jasa pendidikan; (h) jasa

kesenian dan hiburan; (i) jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; (j) jasa

angkutan di darat, laut, dan udara; (k) jasa tenaga kerja; (l) jasa perhotelan; (m)

27

Page 38: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

28

jasa untuk kegiatan pemerintahan; (n) jasa penyediaan tempat parkir; (o) jasa

telepon umum; (p) jasa pengiriman uang dengan wesel; (q) jasa boga atau katering

(UU No.42 Tahun 2009, Pasal 4A ayat [3]).

Tarif PPN adalah tarif proporsional yaitu 10%. Dengan peraturan

pemerintah, tarif PPN dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% dan setinggi-

tingginya 15%. (Pasal 7 ayat [3])

PPN disebut pajak objektif, karena hanya melihat ada atau tidak adanya

objek pajaknya, tidak melihat subjeknya siapa, apakah orang kaya atau miskin,

Muslim atau non-Muslim. Asalkan seseorang melakukan penyerahan BKP/JKP

maka dia dikenakan PPN.

2.2. Konsep Pajak dalam Islam

2.2.1 Definisi pajak Menurut Islam

Secara etimologi, pajak dalam bahasa Arab dikenal dengan nama Adh-

dharibah, yang berasal dari kata dasar dharaba, yadhribu, dharban yang artinya:

mewajibkan, menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan, atau

membebankan, dan lain-lain. Dharaba adalah bentuk kata kerja (fi’il), sedangkan

bentuk kata bendanya (ism) adalah dharibah, yang dapat diartikan beban. Ia

disebut beban, karena merupakan kewajiban tambahan atas harta selain zakat,

sehingga dalam pelaksanaanya akan dirasakan sebagai sebuah beban. (Gusfahmi,

2011: 28).

Fawaz (2011) mendefinisikan pajak sebagai pungutan yang ditarik dari

rakyat oleh para penarik pajak.Qardhawi (2007: 999) mendefinisikan pajak

28

Page 39: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

29

sebagai kewajiban yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak, yang harus disetorkan

kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapatkan prestasi kembali dari

negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu

pihak dan untuk merealisasikan sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik, dan

tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.

Sedangkan Zallum dalam Gusfahmi (2011: 29) berpendapat bahwa pajak

adalah harta yang diwajibkan Allah Swt kepada kaum muslim untuk membiayai

berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas

mereka, pada kondisi baitul mal tidak ada uang/harta.

Dari berbagai definisi tersebut, nampak bahwa definisi yang dikemukakan

oleh Qardhawi masih bersifat sekuler, karena belum ada unsur-unsur syariah

didalamnya. Sedangkan definisi pajak menurut Zallum lebih dekat dan tepat

dengan nilai-nilai Syariah, karena di dalam definisi yang dikemukakannya

terangkum lima unsur penting pajak menurut Syariah (Gusfahmi, 2011: 32), yaitu:

a. Diwajibkan oleh Allah SWT.

b. Objeknya harta.

c. Subjeknya kaum muslim yang kaya.

d. Tujuannya untuk membiayai kebutuhan negara.

e. Diberlakukan karena adanya kondisi darurat (khusus), yang harus segera

diatasi oleh Ulil Amri (pemerintah).

2.2.2 Karakteristik Pajak menurut syariah

Dalam Kholis (2010), ada beberapa karakteristik pajak menurut syariah,

yaitu:

29

Page 40: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

30

a. Pajak (dharibah) bersifat temporer, tidak bersifat kontinyu, hanya boleh

dipungut ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang. Ketika baitul mal

sudah terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan. Berbeda dengan

zakat, yang tetap dipungut, sekalipun tidak ada lagi pihak yang membutuhkan

(mustahik).

b. Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan

kewajiban bagi kaum muslimin dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk

pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih.

c. Pajak (dharibah) hanya diambil dari kaum muslim, tidak kaum non-muslim.

d. Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum muslim yang kaya, tidak

dipungut dari selainnya.

e. Pajak (dharibah) hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang

diperlukan, tidak boleh lebih.

f. Pajak (dharibah) dapat dihapus bila sudah tidak diperlukan.

2.2.3 Syarat-syarat Pemungutan Pajak menurut syariah

Menurut Qardhawi (2007: 1079) Pajak yang diakui dalam sejarah fiqh

Islam dan sistem yang dibenarkan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

a. Harta (pajak) yang dipungut tersebut benar-benar dibutuhkan dan sudah tidak

ada lagi sumber lain yang bisa diharapkan. Pajak itu boleh dipungut apabila

negara memang benar- benar membutuhkan dana, sedangkan sumber lain

tidak diperoleh. Sebagian ulama mensyaratkan bolehnya memungut pajak

apabila Baitul Mal benar- benar kosong.

30

Page 41: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

31

b. Apabila pajak itu benar-benar dibutuhkan dan tidak ada sumber lain yang

memadai, maka pemungutan pajak, bukan saja boleh, tapi wajib dengan

syarat. Tetapi harus dicatat, pembebanan itu harus adil dan tidak

memberatkan. Jangan sampai menimbulkan keluhan dari masyarakat.

Keadilan dalam pemungutan pajak didasarkan kepada pertimbangan

ekonomi, sosial dan kebutuhan yang diperlukan rakyat dan pembangunan.

Distribusi hasil pajak juga harus adil, jangan tercemar unsur KKN.

c. Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan umat, bukan

untuk maksiat ataupun hawa nafsu. Hasil pajak harus digunakan untuk

kepentingan umum, bukan untuk kepentingan kelompok (partai), bukan untuk

pemuas nafsu para penguasa, kepentingan pribadi, kemewahan keluarga

pejabat dan orang-orang dekatnya. Karena itu, Al-Qur’an memperhatikan

sasaran zakat secara rinci, jangan sampai menjadi permainan hawa nafsu,

keserakahan atau untuk kepentingan money politic.

d. Ada persetujuan dari para ahli atau cendekiawan berakhlak. Kepala negara,

wakilnya, gubernur atau pemerintah daerah tidak boleh bertindak sendiri

untuk mewajibkan pajak, menentukan besarnya, kecuali setelah

dimusyawarahkan dan mendapat persetujuan dari para ahli dan cendikiawan

dalam masyarakat. Karena pada dasarnya, harta seseorang itu haram diganggu

dan harta itu bebas dari berbagai beban dan tanggungan, namun bila ada

kebutuhan demi untuk kemaslahatan umum, maka harus dibicarakan dengan

para ahli termasuk ulama.

31

Page 42: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

32

2.2.4. Tujuan Penggunaan Pajak Menurut Syariah

Menurut Zallum, ada enam pengeluaran yang boleh dibiayai oleh pajak

menurut Islam (Gusfahmi: 179), yaitu:

a. Pembiayaan jihad dan yang berkaitan dengannya seperti: pembentukan dan

pelatihan pasukan, pengadaan senjata, dan sebagainya.

b. Pembiayaan untuk pengadaan dan pengembangan industri militer dan industri

pendukungnya.

c. Pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pokok orang fakir, miskin, dan ibnu

sabil.

d. Pembiayaan untuk gaji tentara, hakim, guru, dan semua pegawai negara untuk

menjalankan pengaturan dan pemeliharaan berbagai kemaslahatan umat.

e. Pembiayaan atas pengadaan kemaslahatan atau fasilitas umum yang jika tidak

diadakan akan menyebabkan bahaya bagi umat, semisal jalan umum, sekolah,

rumah sakit, dan sebagainya.

f. Pembiayaan untuk penanggulangan bencana dan kejadian yang menimpa

umat, sementara harta di baitul amal tidak ada atau kurang.

1.2.5 Nilai-nilai Islam dalam Sistem Perekonomian Islam

Berdasarkan uraian mengenai syarat, prinsip, dan tujuan pajak menurut

Islam diatas, Karim (2003: 52) menerangkan bahwa ada lima nilai-nilai filosofis

Islam yang menjadi dasar dalam sistem perekonomian Islam, yaitu:

32

Page 43: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

33

1. Tauhid (Keimanan)

Tauhid merupakan pondasi ajaran Islam. Dengan landasan ketauhidan ini

segala sesuatu yang ada merupakan ciptaan Allah Swt dan hanya Allah pula yang

mengatur segala sesuatunya terhadap ciptan-Nya tersebut, termasuk mekanisme

hubungan pengaturan rezeki terhadap hamba-hamba-Nya, seperti pemilikannya,

cara perolehannya dan pembelanjaannnya (Tauhid rububiyyah). Untuk itu para

pelaku ekonomi (manusia) harus mentaati segala kaidah yang telah ditetapkan

oleh Allah, termasuk dalam bidang aktivitas perekonomian. Ketaatan tersebut

bukan hanya dalam kehidupan sosial belaka, tetapi meliputi hal-hal yang bersifat

etik dan moral (Tauhid uluhiyyah).

Dalam Islam, segala sesuatu yang ada tidak diciptakan dengan sia-sia, tapi

memiliki tujuan. Tujuan diciptakannya manusia untuk menyembah-Nya. Segala

aktivitas yang mereka lakukan termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis adalah

bentuk ibadah kepada-Nya dan dijalankan sesuai perintah-Nya. Baik perintah

Allah Swt melalui Alquran, Hadits, maupun Ijma’. Oleh karena itu, manusia akan

mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan dan aktivitasnya kepada Allah.

Setiap pendapatan negara dalam Islam harus diperoleh sesuai dengan

hukum syara’ dan juga harus disalurkan sesuai dengan hukum-hukum syara’.

Prinsip ataupun syarat yang harus dimiliki Ulil Amri sebelum memungut pajak

adalah adanya nash (Al-Quran dan Hadist) yang memerintahkannya, sebagaimana

firman Allah Swt dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 188 sebagai berikut:

وال تأكلوا أموالكم بينكم بالباطلام لتأكلوا فريقا من وتدلوا بها إلى الحك

33

Page 44: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

34

اس باإلثم وأنتم تعلمون ﴿أموال الن١٨٨﴾

Artinya:“Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”

Selain itu, Islam juga tidak memperbolehkan sedikitpun mengambil harta

umat Muslim, selain dengan cara yang hak menurut syara’, yang telah ditujukan

oleh dalil-dalil syara’ yang rinci. Rasulullah Saw bersabda:

“Tidak halal harta seorang Muslim, kecuali dengan kerelaan dirinya.”

(HR Bukhari dan Muslim)

Prinsip kebijakan penerimaan negara yang berlandaskan nilai tauhid

adalah pemungutan pajak dilakukan hanya ketika ada tuntutan kemaslahatan

umum, yang mesti didahulukan untuk mencegah kemudharatan. Dalam keadaan

tertentu (darurat), Ulil Amri wajib mengadakan kebutuhan rakyat, di saat ada atau

tidaknya harta. Tanpa dipenuhinya kebutuhan tersebut, besar kemungkinan akan

datang kemudharatan yang lebih besar lagi. Atas dasar inilah negara boleh

mengadakan suatu jenis pendapatan tambahan.

2. Musyawarah

Musyawarah adalah unsur pokok dalam masyarakat yang beriman, sebagai

perintah langsung dari Allah SWT. Para pejabat pemerintah yang menangani

pajak harus mempertimbangkan secara adil, obyektif dan seksama dan matang

dalam menetapkan tarif pajak. Pemerintah harus menyampaikan dan membawa

34

Page 45: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

35

aspirasi rakyat banyak, bukan hanya memikirkan kepentingan pribadi atau

golongan.

Pemerintah dalam menjalankan sistem perekonomian haruslah memegang

nilai musyawarah dimana pemerintah tidak semena-mena dalam menjalankan

otoritasnya dan seluruh kegiatan ekonomi yang dijalankan sesuai dengan

kepentingan dan kebutuhan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemerintah perlu

melakukan musyawarah untuk mengetahui bagaimana kondisi dan kebutuhan

masyarakatnya. Selain itu, nilai musyawarah juga memiliki indikator transparansi,

dalam arti pemerintah harus memiliki sikap keterbukaan kepada masyarakatnya

terhadap seluruh kebijakan dan keputusan yang dijalankan dalam sistem ekonomi.

Transparansi ini dibutuhkan untuk menanamkan kepercayaan masyarakat terhadap

apa yang dijalankan oleh pemerintah dalam suatu negara.

3. Keadilan (‘Adl) dan Keseimbangan

Sistem ekonomi syariah memandang keadilan dan keseimbangan

merupakan sesuatu hal yang mutlak untuk diamalkan olek pelaku ekonomi.

Perlunya hal ini berulangkali ditegaskan dalam Al-Quran. Keadilan dan

keseimbangan merupakan syarat mutlak untuk tercapainya kesejahteraan

masyarakat.  Keadilan dan keseimbangan ini harus teraplikasi sedemikian rupa

antara anggota masyarakat yang melakukan hubungan ekonomi. Artinya keadilan

dan keseimbangan tersebut bukan hanya pada tataran teoritis tetapi juga dalam

tataran teknis. Islam mendefinisikan adil sebagai “tidak mendzalimi dan tidak

didzalimi”. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak

boleh untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau

35

Page 46: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

36

merusak alam. Allah menegaskan bahwa Ia sangat mencintai orang-orang yang

berlaku adil seperti dalam firman-Nya dalam QS Al-Mumtahanah [60] ayat 8:

ذين لم يقاتلوكم ه عن ال ال ينهاكم الل في الدين ولم يخرجوكم من دياركم

وهم وتقسطوا إليهم ه � أن تبر إن الل ٨﴿يحب المقسطين ﴾

Artinya:”Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

Tanpa keadilan, manusia akan terkotak-kotak dalam berbagai golongan.

Golongan yang satu akan mendzalimi golongan yang lainnya sehingga akan

terjadi eksploitasi manusia atas manusia sehingga kondisi ini tidak akan

menunjukkan adanya nilai keseimbangan dalam bersaing di dalamnya.

Prinsip pemungutan pajak dalam nilai keadilan adalah bahwa sistem

zakat dan pajak harus menjamin bahwa hanya golongan kaya dan makmur yang

mempunyai kelebihan yang memikul beban utama. Yang menjadi prinsip penting

disini adalah pajak dan zakat hanya dipungut dari orang kaya saja, baik Muslim

maupun non-Muslim.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam QS Al-Baqarah [2] ayat

219 :

۞ قooل فيهمooا � يسألونك عن الخمر والميسر ooر من اس وإثمهمooا أكب ooافع للن ooير ومن إثم كب

فعهما ألونك مoاذا ينفقoون قoل العفoو � ن oويس�

36

Page 47: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

37

رون كم تتفك ه لكم اآليات لعل ن الل ﴿كذ لك يبي٢١٩﴾Artinya:“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya". Dan mereka menanyakan kepadamu tentang apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah: " Kelebihan (dari apa yang diperlukan)." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”

4. Kebebasan

Manusia ditempatkan sebagai makhluk yang mempunyai kebebasan

memilih berbagai alternatif yang ada di hadapannya sepanajang manusia dapat

mempertanggungjawabkannya kepada Allah Swt. Dalam sistem ekonomi syariah,

kebebasan merupakan hal pokok. Kebebasan disini dimaksudkan bahwa manusia

bebas untuk melakukan aktivitas ekonomi sepanjang tidak ada larangan dari Allah

Swt. Dengan demikian pelaku ekonomi dalam sistem ekonomi syariah diberikan

keleluasaan untuk berkreatifitas dan berinovasi dalam mengembangkan kegiatan

ekonomi.

Dalam nilai kebebasan terkandung pula nilai kejujuran (shiddiq). Nilai

kejujuran harus dimiliki oleh setiap pelaku ekonomi dan bisnis dalam

menjalankan aktivitasnya. Kejujuran disini berarti bahwa Allah memberikan

manusia kebebasan untuk melakukan semua kegiatan dalam ekonomi namun

setiap perbuatan yang kita lakukan harus telah sesuai dengan aturan dan ajaran

yang diberlakukan baik aturan tersebut dari Allah Swt maupun berasal dari

37

Page 48: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

38

pemerintah dalam suatu negara. Kejujuran ini akan menjadi salah satu

pertanggungjawaban kita kepada Tuhan nantinya.

5. Amanah

Amanah (tanggung jawab, dapat dipercaya, kredibilitas) menjadi misi

hidup setiap muslim. Dalam sistem ekonomi syariah manusia sebagai khalifah

pemegang amanah Allah di muka bumi. Nilai ini akan membentuk kredibilitas

yang tinggi dan sikap penuh tanggung jawab pada setiap individu muslim.

Pertanggungjawaban mempunyai arti bahwa manusia sebagai amanah memikul

tanggung jawab atas segala keputusan-keputusan yang diambilnya. Kumpulan

individu dengan kredibilitas dan tanggung jawab yang tinggi akan melahirkan

masyarakat yang kuat, karena dilandasi oleh saling percaya antar anggotanya.

Nilai Amanah memainkan peranan yang fundamental dalam ekonomi dan bisnis,

karena tanpa kredibilitas dan tanggung jawab kehidupan ekonomi dan bisnis akan

hancur.

Oleh karena itu, pemerintah yang menjadi khalifah untuk menjalankan dan

bertanggung jawab terhadap perpajakan di Indonesia haruslah menanamkan nilai

Amanah di dalam diri mereka, sehingga masyarakat dapat mempercayakan pajak

yang mereka bayarkan untuk dikelola, didistribusikan, dan digunakan pada tujuan

semestinya. Dan pemerintah harus bisa mempertanggungjawabkan kepercayaan

yang diberikan masyarakat tersebut.

2.1.6 Struktur pemasukan negara pada zaman Rasulullah Saw dan

Khalifahnya.

38

Page 49: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

39

Berikut adalahbeberapa pendapatan negara dalam sistem ekonomi di masa

pemerintahan Rasulullah SAW adalah sebagai berikut.

No Nama Pendapatan

Jenis Pendapatan Subjek Objek Tarif Tujuan

Penggunaan1 Ghanimah Tdk Resmi Non

MuslimHarta Tertentu 5 Kelompok

2 Zakat Tdk Resmi Muslim Harta Tertentu 8 Kelompok3 Ushr -

ShadaqahTdk Resmi Muslim Hasil Pertanian/

dagangTetap 8 Kelompok

4 Jizyah Resmi Non Muslim

Jiwa Tidak tetap

Umum

5 Kharaj Resmi Non Muslim

Sewa Tanah Tidak tetap

Umum

6 Ushr - Bea Cukai

Resmi Non Muslim

Barang dagang Tidak tetap

Umum

7 Waqaf Tdk Resmi Muslim Harta Tidak tetap

Umum

8 Dharibah (Pajak )

Resmi Muslim Harta Tidak tetap

Umum

Tabel 2.3 Sumber Pemasukan Negara di Masa Rasulullah Saw.

Sumber: Gusfahmi (2011: 117)

Dari beberapa pendapatan negara di masa pemerintahan Rasulullah di atas,

ada beberapa jenis pendapatan yang merupakan pungutan yang ditarik dari rakyat

yang bentuknya mirip dengan perpajakan di masa moderen saat ini seperti Zakat,

Kharaj,Jizyah, ‘Ushr (shadaqah dan Bea cukai).

A. Zakat

Zakat berasal dari kata zaka yang bermakna menumbuhkan, menambah,

memberkatkan, dan menyucikan. Adapun menurut syara’, zakat adalah harta yang

besarnya telah ditentukan besarnya yang wajib dikeluarkan pada harta-harta

tertentu. Perintah memungut Zakat ditujukan Allah SWT kepada Ulil Amri yang

dinyatakan dalam QS At-Taubah (9): 103 :

39

Page 50: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

40

يهم خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتزكل عليهم ooهم � بها وص كن ل ooالتك س ooإن ص�

ه سميع عليم ١٠٣﴿والل ﴾Artinya:“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar, Maha mengetahui.”

Zakat termasuk dalam rukun Islam. Oleh karena itu, subjeknya pastilah

umat Islam. Zakat diwajibkan atas seorang muslim yang memiliki satu nishab,

sebagai kelebihan dari utang-utang dan kebutuhan-kebutuhannya. Zakat tidak

diwajibkan kepada orang non-muslim. Akan tetapi, zakat diwajibkan atas anak-

anak dan orang gila yang Muslim (An-Nabhani: 256).

Objek zakat adalah harta (amwal). Zakat sangat bergantung pada sifat dan

cara pemilikan harta benda (atau kekayaan) tersebut. Misalkan terhadap kekayaan

yang ditimbun, hasil pertanian, pajak atas modal (hewan) dan sebagainya.

Harta benda tersebut dikenakan Zakat jika telah mencapai nilai minimum

yang disebut nisab berdasarkan cara dan kriteria perhitungan yang berbeda,

tergantung pada jenis harta benda yang dizakatinya. Pada Zaman Rasulullah,

Nisab uang kontan yang sudah sampai pada nilai yang harus dikeluarkan

Zakatnya

adalah 40 Rial, perak sebanyak 206 Dirham atau sebanding dengan 595 gram

perak. Sedangkan Nisab untuk emas adalah 20 mitqal atau sebanding dengan 85

gram emas. (Mannan 1997: 248)

Zakat merupakan bentuk jaminan pemerintahan Islam atas nasib orang

miskin di masa itu (Inayah, 2011: 4). Zakat merupakan hak orang miskin yang

40

Page 51: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

41

menempel pada orang kaya. Menyangkut hal tujuan penggunaannya, Allah SWT

menjelaskannya dalam QS At-Taubah (9): 60 yang berbunyi:

۞ اكين ooراء والمسooدقات للفق ooا الصooم إنooوبهم وفي فooة قل والعاملين عليهooا والمؤله وابن بيل الل ooقاب والغارمين وفي س الر

بيل ه � الس ه � فريضة من الل والل عليم ٦٠﴿حكيم ﴾

Artinya:“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”

Selain untuk golongan yang delapan, zakat sama sekali tidak boleh

digunakan untuk urusan lain misalnya untuk kebutuhan perekonomian negara. Ia

tetap harus disimpan di dalam kas Baitul Maal untuk diberikan apabila ada fakir

miskin yang membutuhkan (Gusfahmi: 98).

B. Jizyah

Istilah Jizyah berasal dari kata Jaza’ yang berarti kompensasi. Jizyah

adalah pajak yang dikenakan pada kalangan non-Muslim sebagai imbalan untuk

jaminan yang diberikan oleh suatu negara Islam pada mereka guna melindungi

kehidupannya misalnya harta benda, ibadah keagamaan dan untuk pembebasan

dari dinas militer. Golongan non-muslim yang kehidupan dan harta bendanya

terjamin seperti itu disebut Dhimmi.

41

Page 52: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

42

Dasar perintah atas pemungutan Jizyah terhadap kaum Dhimmi terkandung

dalam Firman Allah dalam Q.S. At Taubah, 9:29 yang berbunyi:

ooاليوم ه وال ب ooون بالل ذين ال يؤمن قooاتلوا الوله ooه ورس م الل مون ما حooر اآلخر وال يحرooوا ذين أوت ooدينون دين الحooق من ال وال يooد وهم ooة عن ي ى يعطooوا الجزي الكتاب حت

٢٩﴿صاغرون ﴾Artinya:“perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan mereka yang tidakberagama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-kitab, sampai mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”

Berdasarkan QS At-Taubah (9): 29, sudah sangat jelas bahwa Jizyah

diambil dari kalangan ahli kitab, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani. Jizyah

diwajibkan atas laki-laki dewasa yang berakal dan memiliki kewajiban

untukmembayarnya. Dengan kata lain, Jizyah tidak diwajibkan kepada wanita,

anak-anak, orang gila, orang tua, orang cacat, hamba sahaya, dan orang miskin

(Mannan: 249).

Objek dari jizyah yaitu jiwa (diri) orang kafir karena kekafirannya. Dimana

jizyah dibayar sesuai dengan kondisi (misalnya) jenis pekerjaan mereka, dan tidak

melihat dari banyaknya harta mereka. Sehingga mereka tidak akan merasa

kesulitan (terdzalimi) untuk membayar kewajiban ini.

Tarif tahunan bagi orang kaya, seperti pedagang pakaian, pemilik kebun,

pedagang umum dan lainnya yang memiliki pekerjaan dan berdagang, adalah 48

42

Page 53: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

43

dirham per bulan. Bagi golongan menengah, tarifnya adalah setengah dari tarif

orang kaya yaitu 24 dirham setahun. Sedangkan bagi orang miskin yang mampu

memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti pekerja manual, pembajak tanah, petani

dan sebagainya, mereka hanya diwajibkan membayar seperempat dari tarif orang

kaya, yaitu 12 dirham pertahun.

C. Kharaj atau Pajak Bumi

Secara harfiah, kharaj berarti kontrak, sewa menyewa atau menyerahkan.

Dalam terminologi keuangan Islam, kharaj adalah pajak atas tanah atau hasil

tanah, dimana para pengelola wilayah taklukan harus membayar kepada negara

Islam. Apabila jizyah ditetapkan berdasarkan nash Al-Quran, maka kharaj

ditetapkan berdasarkan Ijtihad. Kharaj dalam bahasa Arab adalah kata lain dari

sewa dan hasil. Sebagaimana Firman Allah SWT:

ooر ك خي ألهم خرجooا فخooراج رب ooر � أم تسoo وهooو خي ازقين ٧٢﴿الر ﴾

Artinya:“Atau Engkau (Muhammad) meminta imbalan kepada mereka? Sedangkan imbalan dari Tuhanmu lebih baik, karena dia adalah pemberi rezeki yang terbaik.” (QS Al-Mu’minun(23): 72)

Kharaj dikenakan pada tanah (pajak tetap) dan hasil tanah(pajak

proposional) yang terutama ditaklukkan oleh kekuatan senjata, terlepas apakah si

pemilik itu seorang yang di bawah umur, orang dewasa, orang bebas, budak,

Muslim ataupun non-Muslim.

Kharaj dikenakan atas seluruh tanah di daerah yang ditaklukkan dan tidak

dibagikan kepada anggota pasukan perang, oleh negara dibiarkan dimiliki oleh

43

Page 54: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

44

pemilik awal yang memiliki keterampilan dan pengalaman khusus dalam

mengolah tanah tersebut.

Dari sisi subjek (wajib pajaknya), kharaj dikenakan atas orang kafir dan

juga Muslim (karena membeli tanah kharajiyah). Apabila orang kafir yang

mengelola tanah masuk Islam, maka ia tetap dikenai kharaj sebagaimana keadaan

sebelumnya. Jika seorang kafir masuk Islam, maka tanah itu tetap menjadi

miliknya, dan mereka wajib membayar 10% dari hasil buminya sebagai zakat,

bukan sebagai kharaj.

D. Bea cukai (Ushr)

Dalam bahasa Arab, kata Ushr berarti sepersepuluh atau sepuluh persen.

Dikalangan Ahli fikih, 10% memiliki arti sebagai pungutan yang diambil dari

pedagang-pedagang kafir yang memasuki wilayah Islam karena membawa barang

dagangan.

Pungutan Ushr (Bea cukai) ini sebenarnya tidak termasuk dalam sumber-

sumber pendapatan yang disebutkan dalam Al-Quran, namun Ushr merupakan

hasil Ijtihad yang muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab ra.

(Gusfahmi: 114)

Subjek dari ‘Ushr adalah Pedagang Muslim, pedagang dari kaum Dhimmi,

dan pedagang Harbi (pedagang yang berasal dari negara kafir). Bea cukai

dibebankan atas pedagang untuk mengimbangi beban yang sama yang dipungut

dari pedagang Muslim di negara kafir.

Objek dari pengenaan bea cukai ini adalah nilai barang dagangan yang

diekspor dan impor melintasi wilayah pabean (batas negara) Islam dengan tanah

44

Page 55: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

45

harb (Edwin: 230). Bea cukai ini juga dikenakan pada kapal-kapal yang melintasi

perbatasan sehingga harus membayar ushr sebesar 10% dari nilai barang

dagangannya.

Adapun tarif bea cukai (Ushr) yang ditetapkan di masa Khalifah Umar bin

Khattab ra. (Gusfahmi: 114), sebagai berikut:

Tabel 2.4Subjek Tarif Bea Cukai (Ushr) di Masa Umar Bin Khattab ra.

No SubjekTarif Bea

Cukai (Ushr)

Keterangan

1 Pedagang Muslim

2,5 % per tahun

Berlaku sebagai zakat. Jika ia bersumpah telah membayar zakat maka ia dibebaskan dari cukai ini.

2 Pedagang Dhimmi

5% per tahun

Tarifnya lebih rendah, karena mereka juga wajib membayar jizyah.

3 Pedagang Harbi 10% per tahun Pedagang Harbi.

Pembebanan ini sebagai ganti keamanan dan keselamatan yang diberikan kepada mereka di wilayah Muslim.

Sumber: Gusfahmi (2011: 114)

Bea cukai (Ushr) dikenakan hanya sekali dalam setahun walaupun

pedagang harbi memasuki wilayah Muslim berkali-kali dalam tahun tersebut.

2.1.7 Implementasi nilai nilai Islam di zaman pemerintahan Rasulullah Saw

dan khalifahnya.

45

Page 56: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

46

Nilai nilai Islam diadaptasi dari sistem perekonomian yang dijalankan di

zaman Rasulullah yang mendapatkan perintah dari Allah Swt melalui firman-

firman-Nya dalam Alquran.

a. Nilai Tauhid.

Nilai ketauhidan merupakan nilai yang paling utama dalam melaksanakan

perekonomian di masa pemerintahan Rasulullah Saw. Karena seluruh kebijakan

dalam pemasukan negara yang dilaksanakan oleh Rasulullah dan Khalifahnya

berdasarkan perintah dan petunjuk dari Allah Swt melalui nash Alquran seperti

perintah pemungutan zakat dan jizyah. Adapun perintah pemungutan kharaj, ushr

dilakukan berdasarkan Ijtihad. Ijtihad tidak berasal dari Alquran namun

merupakan keputusan yang dibuat oleh para khalifah jika mereka merasa perlu

untuk mengadakannya.

b. Nilai Musyawarah

Nilai musyawarah sangat dipegang teguh oleh Rasulullah Saw dalam

menjalankan perekonomian negara. Beliau selalu melakukan musyawarah dan

meminta pendapat paha sahabat-sahabatnya yang juga merupakan khalifah seperti

Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan. Selain itu, Rasulullah

Saw juga melakukan banyak diskusi dengan umat-umatnya sehingga Beliau

mengetahui bagaimana kondisi, kebutuhan serta kepentingan negara dan umatnya.

c. Keadilan dan Keseimbangan

Nilai keadilan dan keseimbangan di masa Rasulullah Saw dan khalifahnya

dapat dilihat dari hakekat dari perintah membayar zakat. Sistem zakat berusaha

untuk mempertemukan pihak surplus Muslim dengan pihak defisit Muslim,

46

Page 57: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

47

dengan harapan terjadi proyeksi pemerataan pendapatan antara kaum surplus dan

defisit atau bahkan menjadikan kaum mustahik menjadi muzakki.

Pemungutan jizyah kepada kaum dhimmi juga merupakan wujud dari nilai

keadilan terhadap kaum Muslimin, dimana dhimmi juga mendapatkan

perlindungan dan keamanan dari negara mereka pada kaum dhimmi adalah orang-

orang kafir yang tidak mengakui kebesaran Allah Swt. Sehingga kaum Muslim

yang juga membayar pajak untuk membiayai negara tidak merasa terdzalimi

dengan keberadaan kaum ini di negara mereka. Bahkan jizyah yang dikenakan

kepada kaum dhimmi ini lebih besar dibandingkan pajak-pajak yang dikenakan

terhadap umat Muslim sebagai konsekuensi atas kekafiran mereka.

Wujud nilai keadilan dalam pemungutan kharaj ada pada pengenaan tarif

kharaj tersebut. Dimana kharaj terhadap setiap tanah kharajiyah berbeda beda

tergantung kondisi tanah tersebut. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tarif

kharaj yang dikenakan pada tanah tersebut dan tiap khalifah memiliki tolak ukur

masing-masing dalam menentukan kharaj tiap tanah kharajiyah tersebut.

Begitu pula dalam pemungutan ushr, pemerintah memungut ushr terhadap

pedagang harbi karena pedagang muslim juga dikenakan pajak sejenis saat

memasuki wilayah non-muslim. Nilai keadilan terdapat pada pembedaan tarif

antara pedagang muslim, pedagang dhimmi, dan pedagang harbi, dimana tarif

pedagang harbi lebih besar dibandingkan pedagang muslim, ini dilakukan agar

pedagang muslim merasa adil dengan pemungutan ini, karena selain pajak ushr

mereka juga sudah memiliki kewajiban membayar zakat atas hasil dagangan

mereka, sedangkan pedagang harbi tidak memiliki kewajiban membayar zakat.

47

Page 58: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

48

d. Nilai Kebebasan

Kebebasan yang diberikan kepada kaum dhimmi untuk hidup, beribadah,

berdagang, dan tidak ikut dalam peperangan sepanjang membayar kewajiban

jizyah mereka adalah wujud nyata dari nilai kebebasan yang diterapkan di masa

Rasulullah dan khalifahnya. Rasulullah Saw dan khalifah memberikan kebebasan

mereka untuk hidup di negara Islam selama mereka mengikuti seluruh aturan yang

berlaku dan tidak membuat kekacauan di negara Islam. Hal ini juga merupakan

salah satu jalan Rasulullah untuk menunjukkan kepada kaum kafir tersebut betapa

indah dan bijaksananya Islam bahkan kepada kaum mereka, sehingga banyak

kaum dhimmi yang akhirnya memeluk Islam pada akhirnya setelah lama

bermukim di negara Islam.

Nilai kebebasan lainnya dapat dilihat dari kebijakan Rasulullah Saw dalam

hal pengelolaan tanah kharaj (tanah yang ditundukkan Islam). Rasulullah dan

khalifahnya memberikan kebebasan tanah kharaj ini tetap di kelola oleh pemilik

aslinya yang sudah memiliki keterampilan dan pengalaman khusus dalam

mengolah tanah tersebut, namun karena sudah menjadi tanah kharajiyah, pemilik

tersebut harus membayar sewa kharaj atas tanah tersebut dan membebaskan

mereka mengambil hasil olahan tanah tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup

mereka.

Nilai kebebasan juga ditunjukkan dari diizinkannya pedagang harbi

(pedagang dari negara non-Islam) untuk masuk berdagang di negara Islam dengan

syarat wajib membayar pajak ushr. Selama berdagang mereka mendapatkan

keamanan dan perlindungan yang sama dengan pedagang muslim lainnya.

48

Page 59: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

49

e. Nilai Amanah

Nilai Amanah melekat kuat dalam diri Rasulullah Saw dan para

khalifahnya. Mereka rela melakukan apa saja demi kemaslahatan dan

kesejahteraan umatnya. Mereka tidak segan merelakan harta mereka untuk

digunakan demi kebutuhan negara dan umatnya sebagai wujud tanggung jawab

mereka terhadap negara dan umatnya. Mereka menjaga kepercayaan umat dengan

mengolah dan mendistribusikan seluruh pemasukan negara secara adil dan

semestinya. Karena amanah yang mereka jalankan bukan hanya semata-mata pada

umatnya, tapi utamanya kepada Allah Swt.

2.2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang nilai-nilai Islam dalam sistem perpajakan di Indonesia

dalam bentuk makalah, skripsi ataupun tesis belum pernah dilakukan sebelumnya.

Namun penelitian yang relevan dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh Afdal

(2008) dalam skripsinya yang berjudul “Studi Pemahaman Nilai-Nilai Syariah

dalam Bank Perbankan Syariah”. Penelitian ini meneliti sejauh mana para praktisi

bank syariah memahami nilai-nilai syariah Islam dalam menjalankan sistem

perbankan syariah. Nilai-nilai syariah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

nilai humanis, emansipatoris, transedental, dan teleologikal. Peneliti melakukan

penelitian secara deskriptif melalui wawancara dan kuesioner. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa praktisi bank syariah telah memiliki

pemahaman yang memadai tentang nilai-nilai syariah Islam yang harus mereka

pegang dan jalankan dalam melaksanakan sistem perbankan syariah.

49

Page 60: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

50

Adapula penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2008) dalam

disertasinya “ Penerapan nilai-nilai etika bisnis Islam oleh FIF Syariah Cab.

Jambi”. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara,

observasi, dan dokumentasi untuk meneliti bagaimana penerapan nilai-nilai etika

bisnis Islam di FIF Syariah Cab. Jambi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa FIF Syariah Cab. Jambi belum menerapkan nilai-nilai etika bisnis Islam

secara sempurna. Pemberian informasi harga yang jujur dan terbuka, pemberian

asuransi dengan sistem tabarru’ dan saling tolong menolong, serta memberikan

kemudahan bagi nasabah yang mengalami kesulitan kredit merupakan beberapa

indikator penerapan etika bisnis Islam di FIF Syariah. Penerapan etika bisnis

Islam di FIF Syariah tersebut belum diikuti dengan upaya maksimal dalam

memasarkan produk syariah dan dukungan iklim pelayanan yang Islami.

50

Page 61: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

51

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif menurut Nasir (1999) adalah suatu metode dalam meneliti

status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran

ataupun suatu kelas peristiwa di masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskripsi

adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual

akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki.

3.2. Objek dan Lokasi Penelitian

51

Page 62: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

52

Objek dari penelitian ini adalah masyarakat Muslim Makassar yang telah

menjadi wajib pajak, fiskus (pegawai pajak), dan Para ekonom Islam yang

mengetahui banyak mengenai sistem ekonomi Islam seperti Dosen Ekonomi

Islam Unhas, Mahasiswa Ekonomi yang bergabung dalam beberapa organisasi

Islam di Unhas, dan Ulama. Penulis memilih wajib pajak muslim karena mereka

yang telah secara langsung merasakan dan menjalankan sistem perpajakan di

Indonesia. Penelitian ini dilakukan di kota Makassar.

3.3. Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Data Kualitatif, data yang tidak dapat diukur atau dinilai dengan angka-

angka secara langsung.

2. Data Kuantitatif, data yang dapat diukur atau dinilai dengan angka-angka

secara langsung.

3.3.2 Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui observasi atau pengamatan

langsung, seperti data kuesioner, wawancara, dan lain-lain. Data primer

dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dan kuesioner.

52

51

Page 63: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

53

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur, seperti

jurnal, buku, website, majalah, dan lain-lain yang berhubungan dengan

penelitian.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian Pustaka (Library Research)

Metoda ini merupakan bentuk penelitian yang dilakukan penulis dengan

cara mengumpulkan literatur-literatur yang relevan dan mendukung

pembahasan penelitian yang dapat berupa buku, majalah, majalah, koran,

dan jurnal-jurnal ilmiah.

2. Penelitian lapangan (Field Research)

Bentuk metoda ini dilakukan dengan cara wawancara, yaitu teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan mewawancarai pihak-pihak

yang berhubungan dengan sumber data penelitian untuk menunjang

pembahasan. Dalam penelitian ini, penulis akan mewawancarai pihak-

pihak yang memiliki disiplin ilmu dalam ekonomi Islam dan wajib pajak

untuk mengkaji lebih dalam bagaimana Islam dan kaum muslimin

memandang pajak dan pengaplikasiannya di Indonesia.

3. Mengakses website/situs internet

Metoda ini dilakukan dengan menelusuri website/situs yang menyediakan

informasi yang berhubungan dengan penelitian ini.

53

Page 64: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

54

3.5.Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi.

Penulis akan menganalisis semua data yang diperoleh dari berbagai data yang

didapatkan dan dipaparkan secara rinci dalam bentuk deskriptif. Analisis data ini

penting karena dari analisa inilah data yang diperoleh dapat digunakan untuk

memecahkan masalah penelitian.

Selain itu penulis juga akan mengumpulkan data dengan melakukan

wawancara dan pengisian kuesioner yang berhubungan dengan masalah

penelitian. Pada kuesioner tersebut terdapat pertanyaan untuk menguji sejauh

mana nilai-nilai syariah terkandung dalam sistem perpajakan di Indonesia menurut

kaum muslimin di Makassar. Dalam kuesioner tersebut terdiri dari 15 pertanyaan,

pertanyaan satu sampai lima berhubungan dengan nilai-nilai Islam dalam sistem

perpajakan, pertanyaan nomor enam sampai sepuluh berhubungan dengan prinsip

dan syarat pemungutan pajak menurut sistem perekonomian islam, dan pertanyaan

nomor sebelas sampai lima belas berhubungan dengan tujuan penggunaan pajak

menurut syariah. Jawaban dari setiap pertanyaan dipilah dan dikelompokkan

untuk memudahkan proses pengumpulan dan analisis data.

Perhitungan atas kuesioner dilaksanakan dengan menggunakan rumus

Dean J. Champion dalam Andi Nurul Afdal (2011: 41), yaitu dengan

menjumlahkan jumlah jawaban “YA” kemudian dilakukan perhitungan dengan

cara sebagai berikut:

     

Persentase = ∑ Jawaban "YA" X 100 %

54

Page 65: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

55

∑ Jumlah kuesioner x Jumlah Pertanyaan

     

Hasil perhitungan kuesioner sehubungan dengan analisis keterkaitan nilai-

nilai Islam dan sistem perpajakan dapat dinilai dengan range persentase sebagai

berikut:

Persentase Kriteria

0% - 25% Penerapan Nilai Tidak Memadai26% - 50% Penerapan Nilai Kurang Memadai51% - 75% Penerapan Nilai Cukup Memadai76% - 100% Penerapan Nilai Sangat Memadai

3.6 Operasional Variabel

Operasional variabel adalah suatu cara untuk mengatur suatu konsep dan

bagaimana suatu konsep harus diukur sehingga terdapat variabel-variabel yang

akan digunakan untuk menilai dan mengukur konsep tersebut secara kualitatif

maupun kuantitatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan variabel yang

berhubungan dengan objek dan konsep yang akan diteliti. Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Tauhid

Variabel nilai Tauhid ini digunakan untuk menguji apakah sistem

perpajakan di Indonesia sudah memenuhi unsur tauhid, yaitu semua

55

Page 66: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

56

peraturan yang dijalankan dalam perpajakan Indonesia berasal dari

perintah dan aturan Allah Swt.

2. Musyawarah

Islam menjunjung tinggi nilai musyawarah dalam menghasilkan atau

membuat sebuah keputusan termasuk keputusan dalam kegiatan ekonomi.

Oleh karena itu, variabel ini digunakan untuk menguji nilai musyawarah

yang terkandung dalam sistem perpajakan Indonesia, sejauh mana

pemerintah melibatkan masyarakat dari berbagai golongan dalam

pengambilan keputusan mereka khususnya yang berhubungan dengan

sistem perpajakan.

3. Keadilan dan Keseimbangan

Variabel ini digunakan untuk menguji apakah sistem pengenaan dan

pemungutan pajak telah bersifat adil dan seimbang dalam pengenaan tarif,

penentuan subjek dan objek pajaknya.

4. Kebebasan

Variabel ini digunakan untuk menguji apakah sistem perpajakan di

Indonesia sudah mengandung nilai kebebasan terhadap wajib pajaknya.

5. Pertanggungjawaban

Variabel ini digunakan untuk menguji seberapa besar pertanggungjawaban

dan sifat amanah yang dimiliki pemerintah Indonesia dalam menggunakan

56

Page 67: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

57

pajak yang diterima untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di

Indonesia. Apakah penggunaan pajak tersebut sudah sesuai dengan tujuan

penggunaan pajak menurut syariat Islam.

3.5. Batasan Pembahasan

Dalam membahas rumusan masalah, Penulis akan membatasi penelitian

mengenai sistem perpajakan di Indonesia pada tiga jenis objek pajak terbesar di

Indonesia, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Maka, ketiga jenis pajak inilah yang akan

dikaitkan dengan nilai-nilai Islam dalam ekonomi Islam.

57

Page 68: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

58

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif menurut Nasir (1999) adalah suatu metode dalam meneliti

status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran

ataupun suatu kelas peristiwa di masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskripsi

adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual

akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki.

3.2. Objek dan Lokasi Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah masyarakat Muslim Makassar yang telah

menjadi wajib pajak, fiskus (pegawai pajak), dan Para ekonom Islam yang

mengetahui banyak mengenai sistem ekonomi Islam seperti Dosen Ekonomi

Islam Unhas, Mahasiswa Ekonomi yang bergabung dalam beberapa organisasi

Islam di Unhas, dan Ulama. Penulis memilih wajib pajak muslim karena mereka

yang telah secara langsung merasakan dan menjalankan sistem perpajakan di

Indonesia. Penelitian ini dilakukan di kota Makassar.

5857

Page 69: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

59

3.3. Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Data Kualitatif, data yang tidak dapat diukur atau dinilai dengan angka-

angka secara langsung.

2. Data Kuantitatif, data yang dapat diukur atau dinilai dengan angka-angka

secara langsung.

3.3.2 Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui observasi atau

pengamatan langsung, seperti data kuesioner, wawancara, dan lain-lain.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dan

kuesioner.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur, seperti

jurnal, buku, website, majalah, dan lain-lain yang berhubungan dengan

penelitian.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian Pustaka (Library Research)

Metoda ini merupakan bentuk penelitian yang dilakukan penulis dengan

cara mengumpulkan literatur-literatur yang relevan dan mendukung

59

Page 70: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

60

pembahasan penelitian yang dapat berupa buku, majalah, majalah, koran,

dan jurnal-jurnal ilmiah.

2. Penelitian lapangan (Field Research)

Bentuk metoda ini dilakukan dengan cara wawancara, yaitu teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan mewawancarai pihak-pihak

yang berhubungan dengan sumber data penelitian untuk menunjang

pembahasan. Dalam penelitian ini, penulis akan mewawancarai pihak-

pihak yang memiliki disiplin ilmu dalam ekonomi Islam dan wajib pajak

untuk mengkaji lebih dalam bagaimana Islam dan kaum muslimin

memandang pajak dan pengaplikasiannya di Indonesia.

3. Mengakses website/situs internet

Metoda ini dilakukan dengan menelusuri website/situs yang menyediakan

informasi yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.5.Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi.

Penulis akan menganalisis semua data yang diperoleh dari berbagai data yang

didapatkan dan dipaparkan secara rinci dalam bentuk deskriptif. Analisis data ini

penting karena dari analisa inilah data yang diperoleh dapat digunakan untuk

memecahkan masalah penelitian.

Selain itu penulis juga akan mengumpulkan data dengan melakukan

wawancara dan pengisian kuesioner yang berhubungan dengan masalah

penelitian. Pada kuesioner tersebut terdapat pertanyaan untuk menguji sejauh

60

Page 71: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

61

mana nilai-nilai syariah terkandung dalam sistem perpajakan di Indonesia menurut

kaum muslimin di Makassar. Dalam kuesioner tersebut terdiri dari 15 pertanyaan,

pertanyaan satu sampai lima berhubungan dengan nilai-nilai Islam dalam sistem

perpajakan, pertanyaan nomor enam sampai sepuluh berhubungan dengan prinsip

dan syarat pemungutan pajak menurut sistem perekonomian islam, dan pertanyaan

nomor sebelas sampai lima belas berhubungan dengan tujuan penggunaan pajak

menurut syariah. Jawaban dari setiap pertanyaan dipilah dan dikelompokkan

untuk memudahkan proses pengumpulan dan analisis data.

Perhitungan atas kuesioner dilaksanakan dengan menggunakan rumus

Dean J. Champion dalam Andi Nurul Afdal (2011: 41), yaitu dengan

menjumlahkan jumlah jawaban “YA” kemudian dilakukan perhitungan dengan

cara sebagai berikut:

     

Persentase =∑ Jawaban "YA"

X 100 %∑ Jumlah kuesioner x Jumlah Pertanyaan

     

Hasil perhitungan kuesioner sehubungan dengan analisis keterkaitan nilai-

nilai Islam dan sistem perpajakan dapat dinilai dengan range persentase sebagai

berikut:

Persentase Kriteria

0% - 25% Penerapan Nilai Tidak Memadai26% - 50% Penerapan Nilai Kurang Memadai51% - 75% Penerapan Nilai Cukup Memadai76% - 100% Penerapan Nilai Sangat Memadai

3.6. Operasional Variabel

61

Page 72: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

62

Operasional variabel adalah suatu cara untuk mengatur suatu konsep dan

bagaimana suatu konsep harus diukur sehingga terdapat variabel-variabel yang

akan digunakan untuk menilai dan mengukur konsep tersebut secara kualitatif

maupun kuantitatif (Afdal, 2011: 25). Dalam penelitian ini penulis menggunakan

variabel yang berhubungan dengan objek dan konsep yang akan diteliti. Variabel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Tauhid

Variabel nilai Tauhid ini digunakan untuk menguji apakah sistem

perpajakan di Indonesia sudah memenuhi unsur tauhid, yaitu semua

peraturan yang dijalankan dalam perpajakan Indonesia berasal dari

perintah dan aturan Allah Swt.

2. Musyawarah

Islam menjunjung tinggi nilai musyawarah dalam menghasilkan atau

membuat sebuah keputusan termasuk keputusan dalam kegiatan ekonomi.

Oleh karena itu, variabel ini digunakan untuk menguji nilai musyawarah

yang terkandung dalam sistem perpajakan Indonesia, sejauh mana

pemerintah melibatkan masyarakat dari berbagai golongan dalam

pengambilan keputusan mereka khususnya yang berhubungan dengan

sistem perpajakan.

3. Keadilan dan Keseimbangan

62

Page 73: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

63

Variabel ini digunakan untuk menguji apakah sistem pengenaan dan

pemungutan pajak telah bersifat adil dan seimbang dalam pengenaan tarif,

penentuan subjek dan objek pajaknya.

4. Kebebasan

Variabel ini digunakan untuk menguji apakah sistem perpajakan di

Indonesia sudah mengandung nilai kebebasan terhadap wajib pajaknya.

5. Pertanggungjawaban

Variabel ini digunakan untuk menguji seberapa besar pertanggungjawaban

dan sifat amanah yang dimiliki pemerintah Indonesia dalam menggunakan

pajak yang diterima untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di

Indonesia. Apakah penggunaan pajak tersebut sudah sesuai dengan tujuan

penggunaan pajak menurut syariat Islam.

3.5. Batasan Pembahasan

Dalam membahas rumusan masalah, Penulis akan membatasi penelitian

mengenai sistem perpajakan di Indonesia pada tiga jenis objek pajak terbesar di

Indonesia, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Maka, ketiga jenis pajak inilah yang akan

dikaitkan dengan nilai-nilai Islam dalam ekonomi Islam.

BAB IV

63

Page 74: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

64

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Untuk melakukan penelitian mengenai nilai-nilai Islam dalam sistem

perpajakan di Indonesia, maka peneliti mengumpulkan data dengan jalan

wawancara kepada beberapa wajib pajak, fiskus, dan akademisi dari dosen

ekonomi Islam di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin,

melakukan studi pustaka dari beberapa referensi buku dan menyebarkan kuesioner

kepada wajib pajak dari berbagai profesi di kota Makassar. Peneliti mengambil

sampel 60 wajib pajak dari beberapa profesi di kota makassar. Ketiga cara

tersebut dianggap cukup praktis bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Dan

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang “Studi Penerapan

Nilai-Nilai Islam dalam Sistem Perpajakan di Indonesia”, maka diperoleh hasil

penelitian sebagai berikut:

4.1.1 Perbedaan Pendapat mengenai hukum pajak dalam Islam.

Dalam Islam, segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah memiliki maksud

dan tujuan tertentu. Di dalam Alquran, Allah telah memberikan segala perintah

dan petunjuk sebagai pedoman hidup umat-Nya di muka bumi ini. Dan sebagai

umat-Nya yang ditunjuk sebagai Khalifah di muka bumi, tugas manusia adalah

mengikuti segala perintah dan menjauhi larangan-Nya selama hidup di dunia ini.

Ini berarti bahwa umat Muslim berkewajiban melaksanakan semua perintah Allah

di seluruh aktivitasnya di muka bumi. Umat Muslim hanya perlu mengikuti apa

yang diperintahkan Allah di dalam Alquran untuk mendapatkan rahmat dan rejeki

6463

Page 75: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

65

dari-Nya, dan jika manusia memungkirinya, maka dia akan mendapatkan dosa

yang besar. Segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia di muka bumi haruslah

berdasarkan nash Alquran. Perintah melaksanakan shalat lima waktu, puasa di

bulan Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji merupakan

sebahagian perintah Allah kepada Umatnya di dalam Alquran.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan pemungutan

pajak? Apakah membayar pajak terhadap negara juga merupakan perintah Allah

yang wajib dilaksanakan oleh Umat-Nya?. Setelah peneliti mengkaji pertanyaan

ini lebih dalam di Alquran untuk mencari jawabannya, peneliti menemukan bahwa

di dalam Alquran tidak ada perintah Allah secara langsung untuk memungut pajak

terhadap harta umat-Nya, satu-satunya kewajiban umat Muslim terhadap hartanya

adalah membayar zakat. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam Qs. At-Taubah [9]:

103 sebagai berikut:

يهم بها وصل خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتزكهم � عليهم ه سميع عليم � إن صالتك سكن ل ﴿والل١٠٣﴾

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Namun bukan berarti Allah tidak pernah memerintahkan pemungutan

pajak. Di dalam Alquran, Ulil Amri (Pemerintah) hanya diperintahkan untuk

memungut pajak dari para kaum non-muslim yang kafir. Itupun tidak disebutkan

dengan nama dharibah di Alquran melainkan kharaj dan jizyah. Kedua pajak ini

65

Page 76: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

66

dipungut dari kaum kafir dengan tujuan berbeda. Kharaj merupakan pajak yang

dikenakan kepada kaum kafir atas tanah kharajiyah dan jizyah dikenakan sebagai

denda atas keamanan dan perlindungan yang didapatkan karena hidup di negara

Islam.

Namun yang terjadi sekarang ini adalah Pemerintah (Ulil Amri)

mewajibkan pajak bukan hanya kepada umat non-muslim, tetapi kaum muslimin

juga telah diwajibkan membayar pajak, padahal umat Muslim juga telah memiliki

kewajiban zakat sebelumnya. Hal ini kembali memunculkan pertanyaan bagi

peneliti, apakah ternyata ada kewajiban lain umat Muslim selain zakat dalam

Islam? apakah membayar pajak ternyata juga merupakan perintah dari Allah?

Pertanyaan ini ternyata menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan

fuqaha (Ulama Muslim). Sebagian berpendapat bahwa “Tidak ada kewajiban lain

atas harta selain zakat”. Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa zakat adalah satu-

satunya kewajiban muslim atas harta. Barangsiapa telah berzakat, maka bersihlah

hartanya dan bebaslah kewajibannya. Dia pun tidak punya kewajiban lain lagi,

kecuali bila dia hendak bersedekah dan berinfaq. Pendapat para fuqaha ini

diperkuat dengan beberapa hadis yang bersumber dari para sahabat seperti

Thalhah ra., Abu Hurairah ra., dalam lain-lain sebagai berikut:

1. Hadis riwayat Bukhari-Muslim dari Thalhah ra., ia berkata: “seorang laki-

laki penduduk nejd datang menghadap Rasulullah Saw. Ia berambut kusut

masai dan suaranya parau, keliatan bagai orang dungu. Setelah dekat dengan

NabI Saw., ia pun bertanya kepada beliau tentang Islam. Rasulullah Saw

berkata: “Islam itu ialah mengerjakan shalat lima kali sehari semalam. Orang

66

Page 77: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

67

itu berkata: “Apakah ada kewajiban lain?” Beliau menjawab: “ Tidak ada

kecuali engkau lakukan shalat sunnah dan puasa Ramadhan.” Ia bertanya

lagi: “Apakah ada kewajiban puasa selain itu?” Beliau menjawab: “Tidak

ada kecuali kamu melakukan puasa sunnah.” Kemudian Nabi menyebut

kewajiban berzakat. Ia bertanya lagi: “Apakah ada kewajiban lain selain

berzakat?” Beliau menjawab: “Tidak ada, kecuali sedekah sunnah.” Lalu Ia

mundur sambil berkata: “Saya tidak akan menambah atau menguranginya.”

Rasulullah Saw berkata: “Beruntunglah jika ia benar (ia akan masuk surga

kalau benar).” (HR Bukhari dan Muslim)

2. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah ra. dikatakan:

Bahwa seorang Arab dusun datang kepada Nabi Saw. Ia berkata:

“Tunjukkanlahpadaku suatu amal yang memasukkan aku ke surga.” Nabi

berkata: “Beribadahlah kepada Allah Swt. Dan jangan berbuat syirik

sedikitpun pada-Nya, dirikanlah shalat lima waktu, tunaikan zakat, dan

berpuasalah bulan Ramadhan.” Orang itu berkata: “Demi yang menguasai

diriku, aku tidak akan menambahnya.” Kemudian Rasulullah Saw berkata:

“Ingin melihat ahli surga, lihatlah orang ini”. (HR Bukhari)

3. Dari Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “Apabila

engkau menunaikan zakat untuk hartamu, maka hak-hak (yang wajib)

atasmu untuk harta itu telah ditunaikan. Siapa yang mengumpulkan harta

yang diperoleh dengan cara yang haram, lalu ia bersedekah dengannya,

maka dia tidak akan memperoleh apa-apa untuk sedekahnya itu, bahkan ia

akan mendapatkan keburukan (dosa). (HR Ibnu Hiban, Ibnu Khazimah).

67

Page 78: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

68

Dari ketiga hadis di atas, seluruhnya mengungkapkan bahwa jika umat

muslim ingin menjadi ahli surga, cukup melakukan apa yang diperintahkan oleh

Allah, tidak menambah ataupun menguranginya. Oleh karena itu, mereka

berpendapat bahwa pajak merupakan suatu kewajiban yang tidak pernah

diperintahkan oleh Allah ataupun Rasulullah Saw sehingga umat Muslim tidak

memiliki kewajiban untuk membayarnya karena tidak ada nash Alquran yang

memerintahkannya.

Sehingga mewajibkan pajak selain zakat, menurut mereka, merupakan

sesuatu yang mendzalimi umat Muslim. Hal ini senada dengan pendapat salah

satu informan yang diwawancarai oleh peneliti yang mengatakan:

“Pajak ini mendzalimi umat Muslim. Karena pajak dalam Islam kan sebenarnya hanya ditujukan untuk kaum non-muslim dan umat Muslim memiliki kewajiban zakat. Artinya kewajiban umat muslim menjadi double, artinya ini mendzalimi. Dan kalaupun pemerintah mengatakan untuk pembangunan dan kepentingan negara, seharusnya pemerintahlah yang harus berusaha mencari penghasilan untuk membiayainya, bukan hanya menjadi perantara dengan menarik pajak dari rakyatnya. Seharusnya pemerintah dapat menghasilkan banyak dari jika mereka bisa mengembangkan dan memaksimalkan potensi BUMN-nya, bukan dengan pajak!”

Jadi mereka memandang pajak sebagai sesuatu yang mendzalimi umat

Muslim dan segala sesuatu yang mendzalimi sesama umat manusia adalah sebuah

dosa besar yang dilarang oleh Allah.

Adapula sebagian ulama yang berpendapat bahwa, “Ada kewajiban lain

atas harta selain zakat”. Para ulama ini tidak menentang bahwa kewajiban atas

harta yang wajib adalah zakat, namun jika datang kondisi yang menghendaki

adanya keperluan tambahan (darurah), maka akan ada kewajiban tambahan

berupa pajak (dharibah).

68

Page 79: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

69

Zallum dalam Gusfahmi (2011: 159) mengatakan bahwa berbagai pos

pengeluaran yang tidak tercukupi oleh Baitul Maal adalah menjadi kewajiban

kaum Muslimin. Jika berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran itu tidak

dibiayai, maka akan timbul kemudharatan atas kaum muslimin, padahal Allah

juga telah mewajibkan negara dan umat-Nya untuk menghilangkan kemudharatan

yang menimpa kaum muslimin. Maka jika kondisi tersebut, negara mewajibkan

kaum muslimin untuk membayar pajak, hanya untuk menutupi berbagai

kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang diwajibkan, tanpa berlebih.Meskipun

begitu, para ulama memberikan syarat dan ketentuan dalam pemungutan pajak

tersebut.

Yusuf dalam Gusfahmi (2011: 156)menyebutkan bahwa semua

Khulafaurasyidin, terutama Umar bin Khattab, Ali bin abi thalib, dan Umar bin

Abdul Azis dilaporkan telah menekankan bahwa pajak harus dikumpulkan dengan

keadilan dan kemurahan, tidak diperbolehkan melebihi kemampuan rakyat untuk

membayar, juga jangan sampai membuat mereka tidak mampu memenuhi

kebutuhan pokok mereka sehai-hari. Oleh karena itu, Beliau sangat mendukung

hak pemerintah untuk meningkatkan atau menurunkan pajak menurut kemampuan

rakyat yang terbebani.

Untuk merefleksikan pandangannya tentang distribusi beban pajak, Ibnu

khaldun pernah mengutip sebuah surat dari Thahir bin Husain kepada anaknya

yang menjadi seorang gubernur di salah satu provinsi di kala itu:

“Oleh karena itu, sebarkanlah pajak pada semua orang dengan keadilan dan pemerataan, perlakukanlah semua orang dengan sama dan jangan memberi perkecualian kepada siapapun karena kedudukannya di masyarakat atau kekayaan, dan janganlah mengecualikan kepada siapapun

69

Page 80: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

70

sekalipun itu adalah petugasmu sendiri atau kawan akrabmu atau pengikutmu. Dan jangan kamu menarik pajak dari rakyatmu melebihi kemampuannya”.

Perbedaan pendapat mengenai hukum pemungutan pajak ini tentu saja

menimbulkan dilema di umat Muslim. Di satu sisi, sebagai warga negara yang

baik, mereka diwajibkan pemerintah untuk membayar pajak, namun di satu sisi

mereka belum meyakini apakah membayar pajak ini diperbolehkan dalam Islam.

Jika peneliti menganalisa pendapat ulama yang membolehkan pajak, maka

pajak juga menjadi kewajiban umat Muslim dengan alasan bahwa pemerintah

membutuhkan pendapatan lain selain zakat dan sedekah untuk memenuhi berbagai

pengeluaran dan kebutuhan negara, yang jika tidak dipenuhi, akan menimbulkan

kemudharatan. Dimana mencegah kemudharatan juga merupakan kewajiban umat

Muslim.

Selain itu, walaupun pajak tidak diperintahkan secara langsung oleh Allah

kepada umat-Nya di dalam Alquran, namun jika kita mengkaji firman Allah

dalam Qs. An-Nisa [4]: 59 yang berbunyi:

ه وأطيعوا ذين آمنوا أطيعوا الل ها ال يا أيسول وأولي األمر منكم فإن تنازعتم في � الر

سول إن كنتم تؤمنون ه والر شيء فردوه إلى الله واليوم اآلخر ٥٩﴿ذ لك خير وأحسن تأويال � بالل ﴾

“Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan harikemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

70

Page 81: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

71

Di ayat ini, selain menaati perintah-Nya dan Rasulullah, Allah juga

memerintahkan umat-Nya untuk menaati perintah Ulil Amri, dalam hal ini adalah

pemerintah yang memimpin dalam suatu negara. Pajak merupakan perintah yang

berasal dari pemerintah (ulil Amri), sehingga secara tidak langsung, Allah juga

memerintahkan Umat Muslim membayar pajak lewat perintahnya untuk

mengikuti perintah ulil Amri (Pemerintah).

4.1.2 Nilai Tauhid dalam Sistem Perpajakan di Indonesia.

Nilai Tauhid dalam perpajakan Indonesia yang dimaksudkan oleh peneliti

adalah bahwa semua aktivitas perpajakan yang dilakukan harus mengandung nilai

Ketuhanan, artinya bahwa semuanya harus berjalan dan dilaksanakan sesuai

dengan perintah dan aturan Tuhan. Melalui Ijtihad, pajak menjadi kewajiban

warga negara dalam sebuah negara muslim, namun sesuai dengan pemaparan para

ulama yang menyetujuinya, pajak yang dilaksanakan tidak melanggar semua

aturan Allah Swt. Berikut adalah kriteria kondisi sehingga pajak yang

diperbolehkan di sebuah negara menurut Islam:

1. Kewajiban zakat bagi Umat Muslim tetap menjadi hal yang paling

utama.

2. Pajak dikenakan untuk tujuan kemaslahatan dan mencegah

kemudharatan.

3. Pajak dibayarkan dari sumber yang halal.

Pertama, kewajiban zakat tetap menjadi kewajiban utama yang harus

ditunaikan oleh umat Muslim sebelum memenuhi kewajibanperpajakannya, hal

ini sesuai dengan kekuatan hukumnya, dimana zakat ditetapkan langsung dan jelas

71

Page 82: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

72

oleh Allah Swt di dalam Alquran dan merupakan salah satu dari rukun Islam.

Sedangkan pajak ditetapkan berdasarkan ijtihad oleh pemerintah di masing-

masing negara. Jadi jelas level zakat dan pajak dalam Islam berbeda.

Sebagai salah satu perwujudan sila pertama Pancasila yang berbunyi

“Ketuhanan Yang Maha Esa”, Seluruh aktivitas pemerintahan tidak boleh

meninggalkan asas-asas Ketuhanan didalamnya, artinya seluruh peraturan

pemerintah harus mendukung dan memfasilitasi masyarakatnya untuk

menjalankan kewajiban agamanya masing-masing. Sehingga sudah menjadi salah

satu tanggung jawab pemerintah untuk menghimbau masyarakat Muslimnya

untuk taat akan kewajiban zakat mereka.

Namun nilai sila pertama Pancasila ini belum diwujudkan dengan baik

dalam sistem perpajakannya. Pemerintahmasih terfokus memaksimalkan

kepatuhan warganya untuk membayar pajak. Ini terlihat dari kuatnya kekuatan

hukum, Undang-Undang sampai Perda untuk perpajakan itu sendiri. Pelanggarnya

akan mendapat sanksi denda bahkan di penjara. Sedangkan hingga saat ini belum

ada aturan ataupun hukum yang dibuat pemerintah yang dapat setidaknya

meningkatkan kepatuhan atau sebagai wujud anjuran terhadap warga

Muslimnyauntuk membayar kewajiban zakat. Hal ini senada dengan pendapat

salah satu narasumber:

“Ini karena law enforce. Dukungan hukum dan UU bagi pajak begitu kuat, dimulai dari UU sampai perda. Kuat sekali dari sisi hukum sehingga masyarakat agak takut untuk melanggar karena ada dendanya, sampai bisa dipenjara. Sedangkan law enforce zakat memang masih lemah, tidak sama di jaman Rasulullah dulu, dimana yang tidak membayar zakat akan diperangi.”

72

Page 83: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

73

Walaupun sebenarnya sudah ada sanksi yang diberikan Allah kepada

umatNya yang melanggar kewajiban zakat berupa dosa dan siksaan di hari

kemudian, namun tetap saja law enforce-nya masih lemah karena sifatnya tidak

riil dan dirasakan langsung oleh manusia. Sehingga pemerintah dapat membantu

dengan menggunakan kekuatan hukumnya untuk mendorong kesadaran umat

Muslim membayarkan zakatnya.

Perhatian pemerintah terhadap kewajiban zakat umat Muslim memang

masih rendah. Hal ini dapat kita lihat dari bagaimana perhatian mereka terhadap

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang mengelola zakat di Indonesia.baik

itu dari segi fasilitas-fasilitas, regulasi peraturan, hingga sosialisasi untuk

menunjang kinerja Baznas dalam pengelolaan zakat masih sangat minim

dibanding apa yang didapatkan oleh Ditjen Pajak.

Hal ini sedikit banyak mempengaruhi kepatuhan wajib pajak muslim

membayar zakatnya. Wajib pajak muslim cenderung lebih taat membayar

pajaknya dibanding zakat.Penerimaan dana zakat yang terkumpul secara nasional

di tahun 2011 hanya sekitarRp. 1,8 Triliun, jumlah ini mengalami peningkatan

20% dari tahun sebelumnya yang berkisar Rp. 1,5 Triliun. Jumlah ini tentu saja

sangat kecil jika dibandingkan penerimaan pajak tahun 2011 yang mencapai

Rp.872,6 Triliun. Padahal berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asian

Development Bank (ADB) bersama BAZNAS, potensi zakat di Indonesia dapat

mencapai Rp. 217 Triliun. Namun potensi ini masih sulit terwujud dengan tingkat

kesadaran umat Muslim yang masih rendah.

73

Page 84: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

74

Sebenarnya tidak ada alasan yang bisa menghalangi ataupun menyulitkan

umat Muslim untuk membayar zakatnya. Ketentuan dan tarif zakat bahkan jauh

lebih ringan dibanding pajak, hanya 2,5% dari harta yang telah sampai nisabnya.

Dibayarkan hanya sekali setahun. Namun semuanya kembali pada tingkat

keimanan dan aqidah seseorang. Seperti pendapat salah satu narasumber:

“Kalau dia mengerti tentang agamanya, sudah jelas dia akan lebih

mendahulukan dan mementingkan membayar zakatnya, karena zakat adalah

perintah Allah, sedangkan pajak hanya diperintahkan oleh manusia.”

Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan

kepatuhan membayar zakat bagi Umat Muslim adalah dengan menerapkan

peraturan dimana pembayaran zakat diperhitungkan sebagai komponen pengurang

penghasilan kena pajak atau dalam aturan perpajakan disebut “pengurang

penghasilan bruto” yang berlaku secara nasional. Sesuai Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2008 tentang PPh pada Pasal 9 ayat (1)menyebutkan bahwa

“pengeluaran-pengeluaran tertentu tidak boleh dikurangkan dalam menentukan

besarnya penghasilan kena pajak kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-

nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau

WP dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan Amil

Zakat yang dibentuk dan disahkan oelh pemerintah”.

Seharusnya kebijakan ini akan lebih meringankan beban wajib pajak

sehingga antusias umat muslim membayar zakat meningkat. Namun pelaksanaan

peraturan ini masih belum efektif akibata danya missed communication antara

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan Ditjen Pajak. Ditjen Pajak hanya

74

Page 85: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

75

menerima pembayaran zakat dan bukti setor zakat yang dikeluarkan oleh

BAZNAS pusat saja, sehingga bukti setor zakat yang dikeluarkan oleh Badan

Amil Zakat Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) belum diterima sebagai bukti

pengurang penghasilan kena pajak dalam pengisian SPT Tahunan Wajib Pajak

Orang Pribadi. Padahal dari segi kekuatan hukum sebagai organisasi pengelola

zakat dan bukti setor yang dikeluarkannya, tidak ada perbedaan antara BAZNAS

Pusat dan Daerah. Badan Amil Zakat memiliki kekuatan hukum yang sama di

semua tingkatan. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian pemerintah terhadap

manajemen pengelolaan zakat masih sangat kurang dibanding perhatian dan

fasilitas yang diberikan kepada perpajakan dan orang-orang didalamnya.

Sosialisasi akan peraturan ini pun masih minim. Beberapa wajib pajak yang

ditanyai peneliti bahkan belum tahu soal peraturan tersebut. Sehingga mereka

tetap membayar double tax karena zakat yang mereka bayarkan belum

diperkurangkan dari jumlah pajak terutang mereka. Sebagian yang telah

mengetahui pun masih merasa enggan untuk melaporkan pembayaran zakat untuk

kredit pajak mereka dengan alasan belum adanya mekanisme yang jelas dan

merasa repot untuk mengisi SPT PPh, melaporkan dan mengaitkannya lagi

dengan zakat.

Zakat yang ditetapkan sebagai kredit pengurangan pajak pastinya akan

mengurangi penerimaan negara secara matematis. Misalnya saja, jika seorang WP

PPh Orang Pribadi harus dikenakan pajak 5%, maka dengan dijadikannya pajak

sebagai pengurang pajak, WP hanya akan membayar 2,5%. Tentunya akan banyak

75

Page 86: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

76

Wajib Pajak yang memanfaatkan kebijakan ini, sehingga akan mengurangi

pendapatan pajak.

Namun hal tersebut tidak terjadi pada Negara Malaysia yang telah

menerapkan kebijakan ini sejak lama. Bahkan menurut data, penerapan zakat

sebagai kredit pajak meningkatkan penerimaan keduanya di tiap tahunnya. Dalam

Islam diajarkan bahwa semakin banyak kita menyedekahkan zakat (harta) kita ke

jalan Allah, maka harta kita tidak akan berkurang, tapi akan bertambah. Hal ini

membuktikan bahwa ajaran Islam tidak bisa dilihat secara matematis.

Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa kewajiban membayar zakat memiliki

prioritas lebih utama yang seharusnya dijalankan oleh umat Muslim, namun masih

minimnya kesadaran, aqidah, keimanan, perhatian pemerintah danlaw

enforcepajak yang lebihkuatyang menyebabkan sebagian umat Muslim di

Indonesia masihlebih taat pada kewajiban pajak dibanding zakatnya. Sehingga

kriteria pertama nilai Ketauhidan belum dilaksanakan oleh Pemerintah.

Kedua, dalam Islam, kewajiban pajak bukan karena adanya harta,

melainkan karena adanya kebutuhan mendesak negara untuk segera dibiayai untuk

mencegah kemudharatan. Hal ini memang memiliki tujuan yang sama dengan

pengenaan pajak di Indonesia, dimana pajak ini digunakan untuk pembangunan,

kesejahteraan masyarakat, dan pengentasan kemiskinan, yang juga merupakan

usaha-usaha untuk mencegah kemudharatan yang dimaksud dalam Islam. Inilah

juga yang merupakan salah satu mengapa umat muslim diwajibkan membayar

zakat dan pajak, karena mereka memiliki tujuan dan penggunaan yang berbeda.

76

Page 87: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

77

Dimana zakat diperuntukkan untuk kedelapan golongan ashnaf sedangkan pajak

untuk membiayai kebutuhan negara.

Namun yang berbeda antara pajak dalam Islam dan perpajakan di Indonesia

adalah dalam hal kebijakan pelaksanaannya. Seperti kita lihat dalam tabel diatas,

pajak dalam Islam hanya bersifat situasional. Ia dihapuskan bila negara sudah

dapat memenuhi kebutuhannya dari sumber pendapatan lainnya. Sedangkan di

Indonesia, pajak dikenakan terus menerus. Bahkan tanpa disadari, umat Muslim

dikenakan pajak sejak lahir sampai mati.

Peranan pajak di Indonesia sangat besar. Peneliti bahkan dapat mengatakan

bahwa Indonesia hidup dan bergantung dari pajaknya. Karena hampir seluruh

aktivitas dan kebutuhan negara dibiayai dari uang pajak. Di era saat ini, dimana

Indonesia merupakan negara yang sedang gencarnya berkembang, pemerintah

memiliki kebutuhan dan pengeluaran yang begitu besar untuk membiayai

pembangunan negaranya. Ditambah pemberantasan kemiskinan juga

membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Senada dengan Chapra (2003: 159) yang berpendapat bahwa sungguh

tidak realistis bila sumber pendapatan negara-negara terutama negara Muslim saat

ini harus terbatas pada penghasilan zakat, sedekah, ataupun infaq. Situasi telah

berubah dan negara perlu melengkapi sistem pendapatan baru yang menyertakan

realitas perubahan, terutama kebutuhan massal terhadap infrastruktur sosial dan

fisik bagi sebuah negara berkembang dan modern yang efisien serta komitmen

untuk merealisasikan maqasid dalam konteks sekarang ini.

77

Page 88: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

78

Jika pemerintah Indonesia ingin mengandalkan penerimaan negara yang

berasal dari hibah dan non pajak seperti penerimaan Sumber Daya Alam (SDA)

yang berasal dari hasil pengolahan kekayaan bumi, Bagian laba BUMN, Bagian

laba dari perdagangan ekspor dan impor, dan pendapatan non pajak (PNBP)

lainnya, pemerintah belum bisa menutupi besarnya pengeluaran dan kebutuhan

negara. Kita dapat mengambil sampel dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) Indonesia Tahun 2011 (Ringkasan) berikut ini:

Tabel 4.1 Perbandingan RAPBN dan APBN Tahun 2011(dalam miliar rupiah)2011

RAPBN APBNA.  Pendapatan Negara dan Hibah 1.086.369,6 1.104.902     I.  Penerimaan Dalam Negeri 1.082.630,1 1.101.162,5         1.  Penerimaan Perpajakan 839.540,3 850.255,5              a.  Pajak Dalam Negeri 816.422,3 827.246,2              b.  Pajak Perdagangan Internasional 23.118 23.009,3         2.  Penerimaan Negara Bukan Pajak 243.089,7 250.907     II. Hibah 3.739,5 3.739,5

B.  Belanja Negara 1.202.046,2 1.229.558,5     I.  Belanja Pemerintah Pusat 823.627 836.578,2         1.  K/L 410.409,2 432.779,3         2.  Non K/L 413.217,9 403.798,9     II. Transfer Ke Daerah 378.419,2 392.980,3         1.  Dana Perimbangan 329.099,3 334.324         2.  Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 49.319,9 58.656,3

    III. Suspen 0 0

C.  Keseimbangan Primer 726,2 (9.447,3)D.  Surplus/Defisit Anggaran  (A – B) (115.676,6) (124.656,5)E.  Pembiayaan 115.676,6 124.656,5     I.  Pembiayaan Dalam Negeri 118.672,6 125.266    II.  Pembiayaan Luar negeri (neto) (2.995,9) (609,5)Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 0 0Sumber : anggaran.depkeu.go.id

78

Page 89: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

79

Pendapatan negara yang berasal dari hibah dan non-pajak hanya sebesar

Rp. 254.646,5 trilyun. Sedangkan total belanja negara pada tahun 2011 mencapai

Rp. 1.229.558,5. Hal ini sangat timpang antara minimnya pendapatan dibanding

besarnya pengeluaran negara. Bahkan saat pendapatan negara tersebut ditambah

dari penghasilan pajak sehingga totalnya menjadi Rp. 1.104.902 trilyun, tetap

belum bisa menutupi belanja negara sehingga APBN 2011 defisit sebesar

Rp.9.447,3 trilyun. Sehingga pajak dibutuhkan Indonesia secara terus menerus

untuk menjaga dan membiayai kelangsungan hidup perekonomian Indonesia. Jika

pajak di Indonesia harus bersifat situsional dan dihilangkan, hal tersebut tentu saja

akan menggoyang perekonomian Indonesia, memberi dampak buruk dalam usaha

pemerintah memenuhi kebutuhan masyarakatnya dan memberantas kemiskinan.

Lambat laun kondisi ini akan menimbulkan kemudharatan bagi masyarakatnya,

dan mencegahnya merupakan hal itu diperintahkan dalam Islam. Sehingga

menurut peneliti, selama pemungutan pajak ini digunakan untuk mencegah

kemudharatan, maka hal ini masih sejalan dengan konsep pajak yang

diperbolehkan dalam Islam.

Selain itu, menurut salah satu narasumber yang peneliti wawancarai

berpendapat: “Pajak di Indonesia itu bersifat muamalah. Dalam artian bahwa

pemungutan pajak ini boleh dilaksanakan selama tidak ada larangannya dalam

agama.”. Dan sampai saat ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum pernah

mengeluarkan fatwa haram ataupun larangan terhadap pemungutan pajak di

Indonesia.

79

Page 90: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

80

Sebenarnya ada alternatif lain yang untuk menambah penghasilan negara

selain pajak, yaitu utang. Namun selama ini utang (terutama utang luar negeri)

selalu mengandung konsekuensi riba, ditambah utang luar negeri berpotensi

membuat Indonesia tergantung pada negara tersebut. Mereka dapat mempengaruhi

dan mengontrol kebijakan-kebijakan di Indonesia untuk keuntungan mereka,

maka pilihan pajak dianggap solusi lebih baik dan utama.

Namun yang terjadi di Indonesia berbeda. Uang dari perpajakan lebih

banyak yang dikorupsi dan digunakan tidak semestinya oleh oknum pemerintahan

yang rakus akan kekayaan dunia. Bahkan uang pajak dikorupsi di setiap lapisan,

dari pusat hingga turun ke daerah, sehingga dana pajak yang sampai ke tujuan

semestinya hanya seberapa dari dana awal yang seharusnya didistribusikan. Uang

pajak tidak maksimal digunakan untuk membiayai negara dan kesejahteraan

masyarakatnya. Dan hal ini jelas sudah tidak sesuai dengan nilai tauhid dan

pembolehan pajak oleh Islam diatas.

Ketiga, sumber pajak berasal dari sesuatu yang halal. Artinya subjek dan

objek yang dikenakan pajak merupakan sesuatu yang tidak diharamkan oleh

Islam. Seperti diketahui, Allah Swt memberikan kebebasan manusia dalam

melaksanakan aktivitasnya di bumi selama hal itu tidak dilarang dalam Islam.

Namun sayangnya, kriteria ini tidak dipenuhi dalam sistem perpajakan di

Indonesia.

Pajak Penghasilan (PPh) tidak mempersoalkan sumber halal atau haram

dari penghasilan tersebut. Selama pribadi atau suatu badan merupakan subjek atau

objek pajak, maka penghasilannya tetap akan diambil pajaknya. Contohnya saja

80

Page 91: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

81

bunga bank, yang telah difatwakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)

atau penghasilan dari usaha yang jelas haram hukumnya dalam Islam, seperti

rumah bordir, diskotik yang menjual minuman keras, perjudian, dan sebagainya.

Begitu pula dengan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selama

suatu tanah dan/atau bangunan memenuhi kriteria objek kena pajak, tanpa

memperhatikan aktivitas apa yang dilakukan di bangunan tersebut, akan

dikenakan pajak sesuai ketentuan. Sehingga, bangunan yang ditempati untuk

prostitusi (rumah bordir), bangunan yang dijadikan diskoti pun akan dikenakan

pajak.

Merokok telah mendapatkan fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia

(MUI). Sehingga objek dari merokok, yaitu rokok, secara tidak langsung menjadi

haram pula. Sehingga PPN yang melekat pada pembelian rokok tentunya juga

akan bernilai haram, karena bersumber dari sesuatu yang telah diharamkan.

Begitu pula dengan PPN yang dikenakan pada pembelian minuman keras yang

haram hukumnya dikonsumsi umat Muslim.

Tentu saja pajak dari sumber seperti ini sudah haram hukumnya bagi

Islam. Sehingga pemungutan pajak untuk penghasilan seperti ini sudah tidak

sesuai dengan nilai syariat Islam. Hukum haram ini akan terus melekat pada uang

pajak tersebut, sehingga distribusi dan penggunaan dari uang pajak ini (berasal

dari yang haram) nantinya menjadi tidak berbekah dan ada unsur haramnya.

Seorang narasumber memberi perumpamaan:

“Jika suatu saat sebuah komunitas ingin membangun sebuah masjid dan meminta sumbangan ke pemerintah, dan diberikan. Padahal sumbangan ini berasal dari uang pajak yang telah bercampur yang halal dan haram, bagaimana mi itu? Walaupun niatnya sebenarnya sudah mulia, namun

81

Page 92: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

82

karena dibangun dari sesuatu yang ada unsur haramnya, tentu saja akan mengurangi berkah pembangunan mesjid tersebut.”

Sehingga untuk hal ini, sistem perpajakan di Indonesia tidak sejalan

dengan nilai tauhid (kriteria ketiga) dalam Islam, karena apa yang dilakukan tidak

sesuai dengan perintah dan ajaran Allah Swt, dengan artian, kita menjalankan

sesuatu yang diharamkan oleh Agama.Berdasarkan hasil pemaparan peneliti

mengenai ketiga kriteria nilai Tauhid dalam Sistem Perpajakan di Indonesia.

Peneliti menyimpulkan secara garis besar, pelaksanaan perpajakan di Indonesia

belum menerapkan nilai Islam (Tauhid) didalamnya. Namun dari segi tujuan

filosofis dari pengenaan pajaknya masih sejalan dengan tujuan pajak dalam Islam.

Oleh karena itu, pelaksanaannya masih bersifat muamalah selama sebagian besar

warga negara masih ikhlas dan sukarela membayarkan pajaknya.

4.1.3 Nilai Amanah dalam Sistem Perpajakan di Indonesia

Setelah melakukan pengumpulan data melalui kuesioner mengenai

pendapat wajib pajak tentang nilai amanah dalam sistem perpajakan di Indonesia,

hasilnya pada tabel berikut:

Tabel 4.2Perhitungan persentase nilai amanah

berdasarkan jawaban kuesioner

Pertanyaan

Jawaban Setuju

Jawaban Ragu-ragu

Jawaban Tidak Setuju

Total

2 17 7 36 603 28 17 15 604 18 16 26 60

Jumlah 63 40 77 180

% Amanah = 63x 100 = 35%

82

Page 93: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

83

180

Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh persentase secara keseluruhan

sama dengan 35%, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut wajib pajak,

pemerintah belum melaksanakan amanahnya dengan baik dalam Sistem

Perpajakan di Indonesia.Untuk menilai nilai Amanah pemerintah dalam

menjalankan perpajakan di Indonesia, peneliti mengukur dari segi keadilan,

musyawarah dan kebebasan dari kebijakan yang dikeluarkan serta tingkat

kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

4.1.3.1 Nilai Keadilan dalam perpajakan di Indonesia.

Keadilan dalam Islam berarti “Tidak mendzalimi dan tidak pula

didzalimi”. Konsep keadilan dalam Islam mengandung nilai ukhuwah

didalamnya. Nilai ukhuwah adalah rasa kasih sayang sehingga selalu berlaku adil

antar sesamanya. Sistem perpajakan di Indonesia yang berasal dari kapitalisme

memiliki konsep nilai keadilan yang berbeda dengan konsep Islam. Menurut

kapitalisme klasik, adil berarti “Anda berhak mendapatkan apa yang Anda

upayakan dan Anda berkewajiban sesuai kemampuan Anda”. Perbedaan konsep

keadilan inilah yang membuat nilai-nilai keadilan menurut Islam belum

terjewantahkan dalam konsep perpajakan di Indonesia, bahkan kadang

mendzalimi.

Chapra (2003: 162), sistem perpajakan yang adil apabila memenuhi tiga

kriteria, yaitu:

83

Page 94: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

84

a. Pengenaan pajak tidak mendzalimi atau memberatkan rakyat untuk

membayarnya.

b. Beban pajak tidak bersifat kaku dihadapkan pada kemampuan rakyat untuk

memanggungnya (bernilai ukhuwah) dan didistribusikan secara merata

terhadap semua orang yang mampu membayar.

c. Dana pajak yang terkumpul didistribusikan dan dibelanjakan secara adil

bagi tujuan yang karenanya pajak dikenakan.

Karakteristik pertama dapat dinilai dari pembebanan pajak terhadap wajib

pajaknya di Indonesia. Wajib pajak dibebankan sekurang-kurangnya tiga macam

pajak, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB). Tanpa disadari, sebenarnya ketiga pajak ini dipotong

dari sumber yang sama, yaitu penghasilan wajib pajak sehingga terjadi double tax

(pajak berganda). Saat penghasilan diterima, penghasilan tersebut telah dipotong

PPh, ketika wajib pajak mengkonsumsi suatu barang, secara tidak langsung Ia

dikenakan PPN yang melekat pada barang konsumsi tersebut, dan mereka masih

harus dikenakan PBB atas tempat tinggal mereka.

Ketika peneliti mempertanyakan apakah pajak berganda ini termasuk bentuk

kedzaliman yang tidak mencerminkan nilai keadilan dalam Islam, berikut

pendapat masing-masing:

“Kita tidak boleh terlalu ekstrem mengatakan itu mendzalimi, tidak juga kok. Karena penggunaan dari pemungutan ketiga pajak ini berbeda. Namanya saja lain, jadi tentu saja berbeda. Penggunaan PPh lain, PPN lain, PBB lain. Namun mungkin tarifnya, terutama PPN yang kurang sesuai dengan Islam.”

Hal ini senada dengan pendapat narasumber yang lain:

84

Page 95: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

85

“Pajak itu kan berdasarkan Aktivitas. Dan ketiga aktivitas pajak tersebut berbeda. Apakah ini mendzalimi atau ada ketidakadilan, walaupun dipungut seperti itu sepanjang maksimum pemanfaatannya di masyarakat, tidak masalah menurut saya. Toh dalam pemungutannya ada batasan sesuai kemampuan, terutama di PPh.”

Jika melihat dari pengenaan tarif dari ketiga pajak diatas, tarif PPh memang

sudah terlihat proporsional, dimana besaran jumlah pajak yang dikenakan

disesuaikan dengan besarnya penghasilan wajib pajak. Ditambah lagi terdapat

penghasilan tidak kena pajak (PTKP), sehingga jika penghasilan seseorang dalam

setahun tidak melebihi PTKP, maka tidak akan dikenakan PPh. Sesuai dengan

Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)No Keterangan Setahun1 Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000,-

2Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,-

3 Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan suami.

Rp. 15.840.000,-

4 Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang ditanggung sepenuhnya, maksimal 3 orang untuk setiap keluarga.

Rp. 1.320.000,-

Sumber: Wahyuningsih (2011: 30)

Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan

semenda dalam garis keturunan yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu:

Orang tua, mertua, anak kandung, dan anak angkat diberikan PTKP tambahan

paling banyak 3 (Tiga) orang.

85

Page 96: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

86

Misalnya, Bapak A memiliki seorang istri dengan tanggungan 4 (empat)

orang anak. Jika istrinya tidak bekerja, maka besarnya Penghasilan Tidak Kena

Pajak (PTKP) dari Bapak A adalah sebesar Rp. 21.120.000,00. Jumlah ini berasal

dari {Rp. 15.840.000,00 + Rp. 1.320.000,00 + (3 x Rp. 1.320.000,00)}. Jadi jika

penghasilan Bapak A dalam setahun tidak melebihi Rp. 21.120.000,00 dalam

setahun atau Rp. 1.760.000,00 per bulan, maka penghasilan Bapak A tidak akan

dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Sehingga tidak ada yang terdzalimi dalam hal

ini.

Selain itu, penghasilan yang kena pajak pun memiliki tarif yang disesuaikan

dengan lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari penghasilan masing-masing

wajib pajak. Misalnya seorang Direktur BUMN pastinya memiliki beban PPh

yang lebih besar dibandingkan beban PPh seorang PNS tingkat IIA karena mereka

memiliki range penghasilan yang berbeda. Sehingga tarif proposional Pajak

Penghasilan PPh yang disesuaikan dengan kemampuan dan besarnya penghasilan

wajib pajak ini masih mengandung nilai keadilan didalamnya.

Sama halnya dengan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Besarnya PBB yang dibebankan kepada wajib pajak disesuaikan dengan kelas

atau nilai tanah (bumi) dan/atau bangunan yang menjadi objek pajak yang disebut

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Artinya semakin luas tanah, semakin besar dan

mewahnya bangunan, semakin besar manfaat dari sebuah tanah dan bangunan,

maka akan semakin besar pula PBB yang dibebankan.

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan per wilayah berdasarkan

keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan gubernur yang

dinilai berdasarkan:

86

Page 97: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

87

a. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara

wajar.

b. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya

berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.

c. Nilai perolehan baru.

d. Penentuan Nilai Jual Objek Pengganti.

Pengenaan PBB tidak melihat siapa dan besarnya penghasilan wajib pajak.

PBB hanya dilihat dari objeknya, yaitu tanah (bumi) dan bangunan. Namun secara

logika, kelas atau Nilai Jual dari Objek Pajak (NJOP) bisa mencerminkan

kemampuan dan tingkat penghasilan dari subjek yang memiliki/ memanfaatkan/

menguasai tanah dan/atau bangunan objek PBB tersebut.

Misalkan saja bangunan rumah. Rumah merupakan tempat tinggal bagi

seluruh manusia. Sebisa mungkin seseorang akan menciptakan hunian tempat

tinggal yang nyaman sesuai dengan keinginan. Keinginan dan kenyamanan

bersifat relatif. Semuanya kembali bergantung dan disesuaikan dengan

kemampuan mereka, dalam hal ini, penghasilan. Dengan penghasilan yang

semakin besar, seseorang cenderung akan membangun atau memiliki hunian

dengan kelas atau nilai yang lebih tinggi. Karena kemampuan (penghasilan)

seseorang sangat berbanding lurus dengan selera, ekspektasi, dan kebutuhan

mereka.

Jika ingin mengambil sebuah perbandingan, Seorang profesor yang

bermukim di Kompleks Perumahan Dosen Tamalanrea, dengan tingkat

penghasilannya yang tinggi, kemungkinan besar akan memiliki bangunan rumah

yang besar dan mewah. Sedangkan seorang nelayan yang bermukim di

87

Page 98: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

88

perkampungan nelayan di daerah Salodong, memiliki rumah tipe 36 yang

sederhana. NJOP dari tanah dan bangunan rumah milik seorang profesor diatas

pastinya lebih tinggi dan besar dibanding NJOP milik seorang nelayan tadi,

sehingga beban PBB keduanya pastilah berbeda. Sang profesor akan menanggung

beban PBB yang lebih besar dibanding sang nelayan tadi.

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk Pedesaan dan Perkotaan

relatif rendah, yaitu paling tinggi 0,3% dari NJOP. PBB juga hanya dibebankan

sekali dalam setahun. selain itu, tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk

melayani kepentingan umum (fasilitas publik) merupakan objek yang tidak

dikenakan PBB. Sehingga membayar kewajiban PBB tidak terlalu memberatkan

(mendzalimi) wajib pajak untuk memenuhinya.

Berangkat dari pengamatan ini, peneliti menilai bahwa, seperti halnya Pajak

Penghasilan (PPh), pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga masih

mengandung arti nilai keadilan menurut Islam.

Seperti halnya PBB, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga bersifat objektif,

dimana seluruh barang konsumsi dikenakan pajak dengan tarif yang sama, yaitu

10% . PPN tidak memandang subjek, status (kaya, miskin, muslim, non-muslim),

umur (anak-anak atau dewasa) dan penghasilan dari pemakai barang konsumsi

tersebut. Bayi yang baru lahir pun, yang notabene belum memiliki penghasilan,

tetap akan dikenakan PPN saat mengkonsumsi susu formula. Bahkan orang mati

sekalipun, saat dikuburkan masih dikenakan pajak. Sehingga siapapun ia, apakah

dia berpenghasilan atau tidak, kaya atau miskin, dalam keadaan apapun akan

dikenakan beban pajak yang sama saat mengkonsumsi barang yang terkena PPN.

88

Page 99: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

89

Jika diliat dari segi ini, tarif PPN dinilai kurang proporsional dan cenderung

mendzalimi.

Namun sekali lagi, PPN bersifat objektif. Dimana besarnya beban PPN

tergantung pada kemampuan konsumsi seseorang. Tingkat perilaku konsumsi

seseorang berbanding lurus dengan penghasilan (kemampuan)nya. Semakin tinggi

penghasilan seseorang, tingkat konsumsinya cenderung semakin besar pula.

Semakin tinggi konsumsinya, maka akan semakin besar pula PPN yang harus

dibayarkan.

Dengan penghasilan yang besar, orang kaya cenderung memiliki tingkat

konsumsi yang tinggi dibandingkan orang yang sederhana ataupun miskin. Jika

orang sederhana cukup dengan memiliki sebuah handphone, orang kaya

cenderung memiliki dua atau tiga handphone sekaligus sehingga orang kaya akan

menanggung PPN lebih besar dari konsumsi lebihnya tersebut. Tingkat

kemampuan konsumsi orang kaya dan miskin tentunya berbeda, sehingga nilai

tarif 10% akan berbeda untuk orang miskin dan orang kaya.

Contohnya saja, si A yang memiliki penghasilan Rp. 10.000.000,00,- per

bulannya membeli sebuah handphone yang bernilai Rp. 5.000.000,00,- sedangkan

si B yang hanya memiliki penghasilan Rp. 2.000.000,00,- per bulannya, hanya

sanggup membeli handphone seharga Rp. 1.000.000,00,-. Walaupun mereka

sama-sama akan dikenakan PPN 10%, namun besarnya jumlah nominal PPN

keduanya berbeda. Si A akan dikenakan PPN sebesar Rp. 500.000,00,- (Rp.

5.000.000,00 x 10%), sedangkan si B akan membayar PPN sebesar Rp.

89

Page 100: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

90

100.000,00,- (Rp. 1.000.000,00 x 10%). Sehingga jika dilihat dari sisi kemampuan

konsumsi, pengenaan tarif PPN memiliki nilai keadilan didalamnya.

Namun tetap saja, PPN ini bersifat tidak proporsional dengan pengenaannya

kepada seluruh golongan masyarakat tanpa memandang subjeknya, sehingga non-

wajib pajakpun tetap dibebankan pajak, apalagi dengan tarif yang relatif besar

(10%) dan dipungut berkali-kali selama seseorang melakukan kegiatan konsumsi,

yang artinya, dalam sehari seseorang bisa dikenakan PPN lebih dari sekali.

Sehingga peneliti menilai, pengenaan PPN kepada seseorang sejak dilahirkan

sampai dikuburkan cenderung bersifat mendzalimi.

Salah satu narasumber berpendapat:

“ Disinilah kekurangan dari PPN ini. Namun jika PPN ini ingin diproposionalkan, maka harus ditinjau ulang lagi. Namun pertanyaan yang muncul adalah bagaimana caranya diimplementasikan di masyarakat dengan cara proporsional pada barang konsumsi tersebut, sementara kita tidak bisa membatasi konsumsi seseorang.”

Sehingga dapat peneliti simpulkan, bahwa pengenaan beban PPh dan PBB

dengan tarif yang cenderung proposional tidak akan memberatkan wajib pajak

untuk membayarnya. Namun pengenaan PPN walaupun bersifat proposional pada

tingkat konsumsi masyarakat, tetap saja sedikit bernilai mendzalimi karena

dikenakan tanpa memandang status dan berulang-ulang kepada masyarakat.

Dari 60 koresponden wajib pajak yang ditanyai mengenai keikhlasannya

membayar pajak berganda dan terus menerus ini, 76,6% (46 orang) mengaku

ikhlas dan tidak keberatan dalam membayar pajak. Karena mereka menyadari

pentingnya peran pajak terhadap pembangunan nasional di Indonesia. Dan sebagai

warga negara yang baik, lewat pajak mereka bisa ikut berpartisipasi membangun

90

Page 101: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

91

negeri. Banyak yang berpendapat bahwa pajak yang mereka bayarkan akan

kembali mereka rasakan manfaatnya melalui fasilitas publik yang disediakan oleh

pemerintah.

Namun, meskipun demikian, pemungutan pajak yang berganda dan terus

menerus ini, menurut Islam, tentu saja sifatnya mendzalimi dan tidak adil bagi

umat Muslim. Mereka diberi beban yang begitu banyak dengan semua jenis-jenis

pajak yang ada, padahal disamping itu mereka juga telah diwajibkan membayar

zakat.

Karakteristik kedua sejalan dengan pemikiran salah satu sumber yang

peneliti wawancarai yang mengatakan bahwa idealnya pemungutan pajak juga

menerapkan nilai ukhuwah. Nilai ukhuwah sarat dengan rasa persaudaraan dan

kasih sayang dalam Islam. Menurut Beliau, penerapan nilai ukhuwah dalam

pemungutan pajak adalah dari segi besaran beban pajak yang harus dibayar oleh

wajib pajak haruslah mengikuti kemampuan membayar mereka pada saat itu.

Beliau mengasumsikan bahwa terkadang pada suatu waktu, seseorang memiliki

kebutuhan dan pengeluaran yang lebih besar bahkan sangat besar dibandingkan

waktu-waktu biasanya (normal). Jika di saat seperti itu, mereka juga masih harus

dibebankan untuk membayar pajak dengan jumlah yang sama dengan tingkat

kemampuan yang berbeda dari biasanya, tentu saja ini tidak mencerminkan kasih

sayang dan persaudaraan dalam Islam. dimana seharusnya dalam Islam, mereka

lah yang seharusnya dibantu oleh Negara, sebagai wujud persaudaraan dan tolong

menolong antar sesama. setidaknya dengan keringanan dalam besarnya pajak

yang harus dibayarkan atau membebaskan dari kewajiban pajaknya untuk saat itu.

91

Page 102: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

92

Ini berarti, idealnya menurut Islam, pajak dipungut disesuaikan dengan keadaan

dan kondisi terkini masing-masing masyarakat.

Namun nilai Ukhuwah ini belum teraplikasikan di sistem perpajakan di

Indonesia. Sebagai sebuah sistem yang lahir dari kapitalisme, perpajakan di

Indonesia masih mengenakan pajak atas penghasilan dan tingkat konsumsi wajib

pajaknya. Mereka tidak memperhitungkan adanya kondisi-kondisi luar biasa yang

tidak dapat dikontrol oleh manusia. Namun untuk menerapkan praktik nilai

ukhuwah ini dalam sistem perpajakan di Indonesia, tentunya hal ini harus dikaji

terlebih dahulu terutama tentang bagaimana wujud implementasinya pada kondisi

perpajakan di Indonesia, bagaimana manajemennya, pengukuran kemampuannya,

dan syarat-syarat pengurangan pajak pada waktu tertentu tersebut. Sehingga hal

ini, akan sama sulitnya jika kita ingin memproporsionalkan tarif PPN.

Karakteristik ketiga dari perpajakan yang adil dilihat dari sisi distribusi

dan belanja dari uang pajak. Alasan utama pembolehan pajak dalam Islam adalah

bahwa pajak dipungut untuk kepentingan kemaslahatan umat dan menjunjung

nilai keadilan. Penghasilan pajak masuk kedalam pendapatan yang digunakan

menutupi seluruh biaya dan belanja negara. Jadi untuk mengukur keadilan dari

sisi distribusi ini, kita harus melihat bagaimana alokasi belanja dan pengeluaran

pemerintah untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyatnya seperti

pembangunan sarana prasana, kesehatan, pendidikan, dan pemberantasan

kemiskinan.

Berikut adalah persentase alokasi pengeluaran dan belanja pemerintah pada

APBN 2011 menurut fungsinya:

92

Page 103: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

93

Tabel 4.4 Persentase Alokasi Belanja APBN menurut fungsi tahun 2011(Dalam Satuan Miliar)

NO FUNGSI TOTAL ALOKASI PERSENTASE

1 Pelayanan Umum Rp. 580.283.2 63,89%

2 Pertahanan Rp. 61.275,0 6,75%

3 Ketertiban dan Keamanan Rp. 13.835,4 2,73%

4 Ekonomi Rp. 92.839,1 10,22%

5 Lingkungan Hidup Rp. 10.122,0 1,12%

6 Perumahan dan Fasilitas Umum Rp. 24.741,2 2,72%

7 Kesehatan Rp. 13.986,6 1,54%

8 Pariwisata dan Budaya Rp. 2.353,5 0,26%

9 Agama Rp. 1.808,8 1,84%

10 Pendidikan Rp. 91.001,3 10,02%

11 Kesejahteraan Sosial Rp. 5.009,8 0,55%

Sumber: http://www.anggaran.depkeu.go.id

Nilai keadilan dalam distribusi/alokasi belanja negara menurut Islam tidak

berarti bahwa jumlah alokasi ke setiap fungsi harus sama. Adil dilihat dari

seimbangnya kebutuhan atau kepentingan negara terhadap fungsi tertentu dengan

jumlah yang dialokasikan kepadanya. Hal ini senada dengan pendapat salah satu

narasumber yang mengatakan:

“Distribusi yang dikatakan adil itu ketika ia sesuai dengan kebutuhan

negara saat itu. Negara paling membutuhkan apa, misalnya, nah mestinya

alokasinya lebih besar kesana...”

Menurut pengamatan peneliti, kebutuhan terpenting Indonesia saat ini

adalah pembangunan sosialnya, yaitu kebutuhan akan fasilitas publik (sarana dan

93

Page 104: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

94

prasarana), kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial (meminimalisir

kemiskinan). Sehingga membiayai fungsi-fungsi tersebutlah yang menjadi tujuan

pokok pemungutan pajak (kemaslahatan umat).

Namun jika dilihat dari belanja dan pengeluaran APBN 2011 diatas,

persentase untuk keempat fungsi tersebut masih rendah dan belum sesuai dengan

kebutuhan aktual masyarakat Indonesia saat ini. Lebih dari separuh belanja APBN

habis untuk belanja pegawai, yaitu membayar gaji pegawai. Sebenarnya

pembayaran gaji untuk pegawai juga termasuk dalam usaha mensejahterahkan

hidup umat (pegawai itu sendiri), namun hal ini tidak bisa menaikkan taraf hidup

ekenomi rakyat dan terdapat ketidakadilan didalamnya karena yang sejahtera

hanyalah pegawai-pegawai pemerintah (PNS dan BUMN) saja, sedangkan rakyat

lain yang kebanyakan wirausahawan, pegawai swasta, pekerja lepas, buruh, dll

tidak mendapatkan kesejahteraan tersebut.

Alokasi untuk pendidikan berada di posisi ketiga setelah ekonomi, yaitu

sebesar 10,02%. Persentase ini masih jauh dari anggaran pendidikan sebesar 20%

dari APBN yang selama ini diwacanakan oleh pemerintah. Lebih besarnya

persentase untuk fungsi Ekonomi dianggap cukup beralasan, karena pertumbuhan

ekonomi sangat dibutuhkan untuk negara berkembang seperti Indonesia.

Dilihat secara kasat mata saja, kebutuhan akan pendidikan di Indonesia

melebihi anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah di APBN tersebut. Masih

banyaknya anak-anak yang putus sekolah, minimnya fasilitas pendidikan dan

renovasi gedung di sekolah-sekolah terutama yang berada di daerah pinggiran,

pedesaan, dan daerah terpencil, kesejahteraan guru dan pendidik yang masih

94

Page 105: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

95

kurang, perlunya peningkatan bantuan pendidikan untuk pelajar yang tidak

mampu, menjadi bukti bahwa fungsi pendidikan membutuhkan anggaran yang

lebih besar dari yang dianggarkan. Sehingga walaupun persentase alokasi sudah

menjadi salah satu diutamakan, namun jumlah alokasi tersebut dianggap belum

cukup dan sesuai dengan kebutuhan akan pendidikan di Indonesia.

Keadilan distribusi untuk alokasi pembangunan juga banyak mendapat

sorotan masyarakat. Pembangunan di Indonesia masih terpusat di daerah Pulau

Jawa, khususnya, Ibu kota negara, Jakarta. Seperti yang dikutip dari media online,

Jakarta45 Wordpress, yang mengatakan bahwa hampir 70% alokasi dana APBN

diperuntukkan pembiayaan pembangunan di Pulau Jawa. Dengan kata lain,

wilayah-wilayah lain Indonesia hanya kebagian 30% APBN. Alokasi ini tentu saja

tidak adil dan proporsional. Karena seharusnya wilayah-wilayah di Pulau Jawa

yang lebih membutuhkan pembangunan, terutama di daerah-daerah pinggiran dan

terpencil di kawasan Papua dan Perbatasan. Fasilitas publik berupa sarana dan

prasana seperti jalan, jembatan, rumah sakit, dll masih sangat minim di daerah-

daerah seperti ini, sehingga sangat nampak kesenjangan dan tidak meratanya

pembangunan di Indonesia.

Pada APBN tahun 2011, Transfer pemerintah pusat ke daerah mencapai

Rp. 412.507,9 Miliar, jika dipersentase kan mencapai 45% dari APBN. Namun

alokasi ke daerah di Pulau Jawa mendapatkan prioritas dan jumlah yang lebih

besar di banding daerah-daerah lain. Menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR, Dr

Harry Azhar Azis, jika APBN bisa dibagi merata, maka perekonomian tidak akan

berpusat di Pulau Jawa. Sehingga seluruh daerah memiliki kesempatan yang sama

95

Page 106: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

96

dalam mengembangkan perekonomian mereka. Tidak bisa dipungkiri bahwa pusat

perekonomian saat ini sebagian besar berada di Pulau Jawa, sehingga memang

membutuhkan alokasi anggaran yang lebih besar, namun seharusnya persentase

jumlah alokasinya dapat diatur lebih adil dan proporsional lagi, sehingga

kesenjangan pembangunan antara daerah di Pulau Jawa dan daerah lain tidak

terlalu jauh.

Alokasi untuk dana kesehatan juga masih sangat minim, yaitu tidak

mencapai 2% sangat jauh dari alokasi pendidikan dan ekonomi. Padahal

kebutuhan akan kesehatan menjadi kebutuhan pokok dan urgen untuk masyarakat

Indonesia. Contohnya saja, Menurut Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning,

diantara 240 juta penduduk Indonesia, dan hanya tersedia 161.000 kamar rumah

sakit baik swasta maupun negeri, kelas III hanya tersedia 45.000 kamar, masih

sangat jauh untuk menghimpun kebutuhan kesehatan masyarakat. Disamping itu,

kesehatan masyarakat turut mempengaruhi bidang pendidikan dan ekonomi,

karena jika kesehatan masyarakat buruk, maka masyarakat bisa melakukan

aktivitas produktif (ekonomi) otomatis pertumbuhan ekonomi terhambat dan

melaksanakan pendidikan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Ini

menunjukkan ada ketidakdilan terhadap perhatian pemerintah pada alokasi dana

untuk kesehatan.

Menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prijo Sidipratomo,

Anggaran untuk kesehatan belum pernah melampaui 3% dari APBN, jika

dibandingkan dengan anggaran pendidikan yang mencapai 20% tentu sangat jauh

kesenjangannya. Padahal World Health Organization (WHO) memberikan

96

Page 107: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

97

rekomendasi anggaran kesehatan ideal suatu negara adalah 5 persen dari total

keseluruhan anggaran negara. Jadi, anggaran kesehatan di Indonesia yang hanya

bergerak di angka 2 persen menunjukkan bahwa alokasi ini masih jauh dari nilai

kebutuhan kesehatan ideal anjuran WHO.

Disamping itu, dari anggaran kesehatan yang minim itu pun, hanya sedikit

yang digunakan untuk penyediaan fasilitas dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Anggaran ini lebih banyak terserap untuk membiayai program kesehatan

perorangan, gaji pegawai yang bekerja di bidang kesehatan, dan asuransi

kesehatan yang hanya didapatkan oleh keluarga pegawai kesehatan. Sehingga

kontribusi pihak swasta lah yang banyak mengambil peran untuk menutupi

kepincangan anggaran kesehatan pemerintah. Melihat fakta ini menandakan

alokasi anggaran untuk kesehatan juga belum adil dan proporsional.

Menurut narasumber peneliti, APBN juga sarat akan kepentingan politik.

Sehingga pihak-pihak yang memiliki kekuatan politik yang kuat di pemerintahan

bisa mempengaruhi kebijakan dalam penganggaran APBN, sehingga

kepentingan-kepentingan politik inilah yang menjadi salah satu faktor tidak

proporsionalnya distribusi APBN di Indonesia.

Setelah melakukan pengumpulan data melalui kuesioner mengenai

pendapat wajib pajak tentang nilai keadilan dalam sistem perpajakan di Indonesia,

hasilnya pada tabel berikut:

Tabel 4.5 Perhitungan persentase nilai keadilan berdasarkan jawaban kuesioner

97

Page 108: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

98

Pertanyaan

Jawaban Setuju

Jawaban Ragu-ragu

Jawaban Tidak Setuju

Total

5 42 6 12 606 40 5 15 607 27 4 29 608 21 4 35 609 10 1 49 60

Jumlah 140 20 140 300% Keadilan = 140 x 100 = 46,6% 300

Berdasarkan diperhitungan di atas diperoleh persentase keseluruhan

sebesar 46,6%, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut wajib pajak,

penerapan nilai keadilan dalam perpajakan di Indonesia masih kurang memadai.

Berdasarkan pemaparan dan hasil kuesioner diatas dapat disimpulkan

bahwa keadilan dalam perpajakan dapat dilihat dari sisi pemungutan dan sisi

distribusi pajaknya. Dari sisi pemungutannya, tarif pajak PPh dan PBB sudah

cenderung ke arah adil dan proporsional, namun pengenaannya yang berganda dan

terus menerus terlihat mendzalimi umat Muslim khususnya. Nilai keadilan masih

belum diterapkan pada pengenaan PPN dan pada sisi persentase distribusi pajak

pada fungsi-fungsi sesuai kebutuhan negara.

4.1.3.2 Nilai Musyawarah dalam Sistem Perpajakan di Indonesia.

Dalam Islam, seluruh umat manusia dianjurkan memiliki nilai

musyawarah dalam kehidupan sosialnya. Nilai musyawarah yang dimaksudkan

disini oleh peneliti ditujukan kepada pemerintah Indonesia, dalam hal ini, para

fiskus di Direktorat Jenderal Pajak yang menangani pajak secara langsung. Nilai

musyawarah ini harus dimiliki oleh pemerintah agar mereka tidak semena-mena

98

Page 109: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

99

dan mementingkan kepentingan sendiri dalam melaksanakan tugasnya, mengingat

merekalah yang memiliki otoritas dan kewenangan untuk membuat serta

memutuskan kebijakan dan peraturan mengenai perpajakan di Indonesia.

Tentu mereka tidak boleh seenaknya dalam membuat dan memutuskan

kebijakan ataupun peraturan pajak, karena mereka hanya bertugas sebagai media

yang memungut dan mendistribusikan kembali uang pajak rakyat, sehingga semua

kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh para fiskus harus disesuaikan dan

dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan masyarakat lewat pihak-pihak yang

mewakili aspirasi rakyat. Di Indonesia, aspirasi rakyat dihimpun dan diwakili oleh

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menurut pengamatan peneliti, nilai musyawarah ini telah diterapkan dalam

sistem perpajakan di Indonesia. Seperti yang tertuang dalam sila ke-4 dalam

Pancasila yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan

dalam permusyawaratan perwakilan”. Sila ini memerintahkan pemerintah untuk

berlaku bijak dan menjunjung tinggi musyawarah sebagai wakil rakyat yang

menjalankan pemerintahan.Para fiskus akan melakukan musyawarah terlebih

dahulu dengan DPR sebelum mengeluarkan sebuah kebijakan atau peraturan

perpajakan. Ini diwujudkan dalam bentuk rapat kerja dengan komisi XI DPR

(Bidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga

non-bank) yang bertugas menangani hal tersebut.

Nilai musyawarah ini juga terimplementasikan di setiap rapat kerja internal

para fiskus di semua fungsi kerja Direktorat Jenderal Pajak. Mereka akan

99

Page 110: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

100

melakukan rapat dan musyawarah sebelum mereka membuat, merancang,

merevisi, dan membawanya ke rapat kerja dengan DPR untuk diputuskan.

Sehingga jika musyawarah antara pihak fiskus dan DPR berjalan lancar, dan

DPR benar-benar mewakili aspirasi rakyat, bukannya untuk kepentingan individu

atau kelompok tertentu, maka semua keputusan perpajakan baik itu peraturan dan

kebijakan yang diambil oleh pihak fiskus mestinya telah sesuai dengan kondisi

dan kepentingan rakyat Indonesia.

Selain melakukan musyawarah secara internal dan eksternal dengan DPR,

pihak fiskus juga melakukan musyawarah dengan masyarakat secara langsung

lewat diskusi terbuka. Diskusi tersebut biasanya kita lihat melalui media

komunikasi seperti televisi, ataupun radio. Dalam diskusinya, mereka membahas

berbagai hal tentang perpajakan termasuk mengenai rencana kebijakan atau

peraturan yang akan mereka buat, sosialisasi peraturan baru ataupun revisi, dll.

Sehingga lewat forum musyawarah seperti ini, para fiskus dapat mengetahui

pendapat, komentar, keluhan dari masyarakat mengenai perpajakan. Dengan ini,

para fiskus mendapatkan gambaran mengenai kondisi atau mungkin saja

permasalahan yang terjadi di perpajakan. Aspirasi tersebut nantinya akan mereka

kembali musyawarahkan dengan pemerintah dan DPR untuk mencari solusinya.

Satu kekurangan yang ada adalah mengenai efektifitas dari keputusan dari

hasil musyawarah tersebut, karena terkadang kebijakan DPR dan peraturan

perpajakan yang dibuat masih dirasa memberatkan dan kurang adil kepada

masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari pengenaan tarif pajak yang

masih cenderung besar dan belum mencerminkan aspirasi dan kepentingan

100

Page 111: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

101

masyarakatnya. Dalam musyawarah pun, DPR masih seperti tidak

memperjuangkan kepentingan rakyat tetapi hanya memperhatikan kepentingan

individualnya atau kelompok tertentu saja, sehingga musyawarah terkadang tidak

berjalan dengan lancar karena adanya konflik kepentingan antar anggota DPR

yang akhirnya menghasilkan keputusan yangtidak mencerminkan kondisi

kemampuan masyarakat Indonesia keseluruhan.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa

nilai musyawarah dalam sistem perpajakan di Indonesia masih kurang diterapkan

secara memadai.

4.1.3.3Nilai Kebebasan dalam Sistem Perpajakan di Indonesia

Setelah melakukan pengumpulan data melalui kuesioner mengenai

pendapat wajib pajak tentang nilai kebebasan dalam sistem perpajakan di

Indonesia, hasilnya pada tabel berikut:

Tabel 4.6Perhitungan persentase nilai Kebebasan

berdasarkan jawaban kuesioner

Pertanyaan

Jawaban Setuju

Jawaban Ragu-ragu

Jawaban Tidak Setuju

Total

10 28 13 19 6011 31 20 9 6012 36 7 17 60

Jumlah 95 40 45 180

% Kebebasan = 95 x 100 = 52,8% 180

101

Page 112: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

102

Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh persentase secara keseluruhan

sama dengan 52,8%, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan nilai

Kebebasan dalam Sistem Perpajakan di Indonesia sudah cukup memadai.

Dalam sistem ekonomi Islam, kebebasan merupakan hal pokok.

Kebebasan yang dimaksudkan bahwa umat manusia diberi kebebasan untuk

melakukan aktivitas ekonomi sepanjang tidak ada larangan dari Allah Swt

(Muamalah). Oleh karena itu pelaku ekonomi dalam sistem ekonomi Islam

diberikan keleluasaan untuk berkreatifitas dan berinovasidalam mengembangkan

kegiatan ekonomi untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Nilai kebebasan juga telah diterapkan di sistem perpajakan di Indonesia.

Kebebasan tersebut diberikan baik kepada pemerintah maupun wajib pajaknya.

Kebebasan yang diberikan Allah swt untuk berkreativitas dan berusaha mencari

sumber pemasukan untuk membiayai kebutuhan negara juga menjadi landasan

kebebasan yang diberikan kepada pemerintah Indonesia. Pemerintah diberi

kebebasan dan kepercayaan berimprovisasi dalam usahanya mencari

pemasukan/pendapatan bagi Indonesia. Maka salah satu usaha yang dilakukan

adalah pemungutan pajak. Walaupun diberikan kebebasan, pelaksanaannya tetap

harus sejalan dengan peraturan dan Undang-Undang yang ada.

Dari sisi wajib pajak, wujud nilai kebebasan yang diberikan

terimplementasikan pada Self Assessment System. Ketiga narasumber yang

menjadi informan dalam penelitian ini menyetujui hal tersebut. Salah satu

pendapat mengatakan:

102

Page 113: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

103

“Iya, saya setuju. Self assessment memang merupakan salah satu wujud

nilai kebebasan yang diberikan kepada kami (wajib pajak) dalam

perpajakan ini..”

Dengan sistem self assessment yang di anut di Indonesia, para wajib pajak

diberi kepercayaan dan tanggungjawab untuk menghitung, menyetor, dan

melaporkan sendiri utang pajak mereka. Pelaksanaan Self Assessmentyang sukses

mencerminkan seberapa besar nilai kebebasan diterapkan di perpajakan Indonesia.

Keberhasilan Self Assessment dapat diukur dari penerimaan pajak dari tahun ke

tahun, kepatuhan wajib pajak membayar pajak, dan pertumbuhan wajib pajak tiap

tahun.

Berdasarkan data dari ditjen pajak, realisasi penerimaan perpajakan tahun

2011 mengalami pertumbuhan 20,40% yaitu sebesar Rp. 872,6 triliun atau

mencapai 99,3% dari target sebesar Rp.878,8 triliun. Dibandingkan dengan

realisasi Penerimaan dari Pajak Penghasilan mengalami pertumbuhan 20,84%,

sedangkan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meningkat sebesar 20,45%, dan

penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan bertumbuh sebesar 4,58%. Tahun 2012

ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan sebesar 36,83% dari rencana

penerimaan 2011.

Pencapaian tersebut seiring dengan meningkatnya rasio kepatuhan wajib

pajak tahun 2011 sebesar 15% dari rasio tahun 2010, 58,16%. Rasio ini terus

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dimana di tahun 2008 dan 2009

tingkat kepatuhan wajib pajak berada di angka 54,14% dan 33,08%.

103

Page 114: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

104

Walaupun terus mengalami peningkatan, pertumbuhan wajib pajak di

Indonesia masih tergolong rendah. Pertumbuhan jumlah wajib pajak yang

melaporkan SPT Tahunan tiap tahun rata-rata hanya 300.000 wajib pajak. Jumlah

wajib pajak orang pribadi yang melaporkan SPT Tahunannya hanya 8,9 juta

orang, angka ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah warga

negara yang berpotensial menjadi wajib pacak mencapai 110 juta orang.

Bahkan di tahun 2010, pertumbuhannya menurun dari 57% di tahun 2009

menjadi 27%. Pertumbuhan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di tahun 2010

yaitu sebanyak 16.648.950, angka ini menurun dari tahun 2009 pertumbuhan

mencapai 30.510.473. Dirjen pajak mensinyalir masih lebih dari 60 juta kepala

keluarga yang berpotensi menjadi wajib pajak tapi belum mendapatkan NPWP.

Dari peningkatan yang terjadi pada penerimaan pajak, kepatuhan wajib

pajak, dan jumlah wajib pajak, Self Assessmentdirasa telah cukup berhasil

dilaksanakan di Indonesia. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa nilai

kebebasan telah cukup diterapkan dengan baik di perpajakan Indonesia.

Untuk lebih memaksimalkan lagi peningkatan pendapatan pajak dan

kepatuhan wajib pajak di Indonesia, sudah menjadi tanggungjawab pemerintah

untuk lebih menggugah hati nurani dan kesadaran wajib pajak. Hal ini bergantung

dari bagaimana usaha dan strategi yang dilakukan pemerintah. Pemerintah

seharusnya lebih proaktif dalam meningkatkan kesadaran wajib pajak,

memperbaiki kualitas pelayanan pajak (SPT) serta meningkatkan kualitas sensus

penduduk di tiap tahunnya.

4.1.3.4Tingkat Kepercayaan Masyarakat Indonesia terhadap Ditjen Pajak.

104

Page 115: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

105

Allah Swt menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Kita

diberikan amanah untuk menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-

Nya. Amanah erat hubungannya dengan kepercayaan dan tanggung jawab. Begitu

pula dalam perpajakan di Indonesia. Pemerintah, dalam hal ini Ditjen Pajak,

diberikan kepercayaan dan tanggung jawab oleh masyarakat untuk menangani

pajak. Inilah salah satu bentuk nilai amanah dalam sistem perpajakan di Indonesia.

Wajib pajak sebenarnya juga memiliki amanah yang harus mereka jalankan, yaitu

kewajiban mereka membayar pajak. Tingkat keamanahan mereka dapat dilihat

dari kesadaran mereka membayar kewajiban pajak mereka. Dari data yang telah

diuraikan di poin sebelumnya, dengan tingkat kesadaran wajib pajak akan

kewajiban membayar pajak yang terus meningkat dari tahun ke tahun, sebagian

wajib pajak sudah menjalankan amanah dan tanggung jawab mereka dengan baik.

Dengan catatan pemerintah tidak akan lepas tangan untuk terus memantau dan

meningkatkan lagi kesadaran pajak masyarakat Indonesia.

Di poin ini, peneliti ingin menilai bagaimana nilai amanah atau tingkat

kepercayaan masyarakat Indonesia khususnya wajib pajak terhadap amanah atau

kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada Ditjen pajak. Dengan

mengukur tingkat kepercayaan wajib pajak terhadap Ditjen Pajak, kita dapat

menilai seberapa besar Ditjen Pajak menjalankan amanahnya dalam Sistem

Perpajakan di Indonesia.

Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat kepercayaan masyarakat sangat

bergantung pada hasil kinerja dari Ditjen Pajak dalam memungut dan mengolah

pajak secara keseluruhan.Menurut pengamat perpajakan Universitas Indonesia,

105

Page 116: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

106

Gunadi, rendahnya pertumbuhan wajib pajak di Tahun 2011 dinilai sebagai

bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap Ditjen Pajak. Hal ini terjadi karena

Ditjen Pajak belum optimal dalam melakukan sosialisasi proses penyerahan SPT

Tahunan kepada wajib pajak. Sehingga masih banyak wajib pajak yang malas

melaporkan SPT Pajak karena merasa awam dengan prosedur teknisnya. Account

Representative (AR) Ditjen Pajak, yang melaksanakan pengawasan kepatuhan

kewajiban perpajakan, melaksanakan bimbingan dan menghimbau wajib pajak

dalam proses administrasi dan pelayanan, belum maksimal dalam melaksanakan

tugasnya.

Di Tahun 2010, komisi XI DPR sempat mengaku kecewa dengan hasil

evaluasi kinerja Dirjen Pajak pada saat itu. Hal tersebut dikarenakan setoran pajak

mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. DPR menyoroti kinerja

ekstensifikasi perpajakan yang dianggap masih jauh dari potensi yang ada. Dirjen

Pajak dinilai belum berhasil memaksimalkan pemungutan pajak pada daerah-

daerah tertentu (baru dan terpencil) yang sebenarnya potensial untuk dipungut

pajaknya.

Ditambah dengan minimnya tingkat produktivitas dan integritas pegawai

pajak sertamasih banyaknya keluhan masyarakat akan kualitas pelayanan terhadap

wajib pajak. Direktur Jenderal Pajak saat itu, Mohammad Tjiptarjo, mengakui

belum tumbuhnya tata nilai dan budaya kerja menjadi salah satu penyebab

minimnya produktivitas pegawai pajaknya.

Ditjen Pajak semakin mengalami krisis kepercayaan dengan banyaknya

mafia pajak yang menyalahgunakan kepercayaan dan uang pajak masyarakat.

106

Page 117: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

107

Kasus yang paling menjatuhkan Ditjen Pajak adalah dengan terbongkarnya kasus

mafia pajak Gayus Tambunan.

Saat kasus tersebut mengemuka di Media, masyarakat menjadi missing

trustkepada Ditjen Pajak dan tidak ingin membayar pajak mereka yang berakibat

menurunnya kepatuhan wajib pajak membayar pajak. Karena mereka berpikiran

bahwa uang pajak yang mereka bayarkan hanya disalahgunakan untuk

kepentingan pribadi para mafia pajak bukan untuk pembangunan negara. Padahal

tidak seperti itu. Dalam sistem perpajakan Indonesia, pembayaran/penyetoran

pajak dilakukan di Bank Negara atau Kantor Pos, sehingga uang pajak langsung

masuk ke rekening kas negara. Sedangkan Ditjen Pajak hanya menerima

pelaporan pajaknya saja, sehingga uang pajak tidak mungkin diambil oleh mafia

pajak.

Uang yang dikorupsi oleh mafia pajak adalah hasil kongkalikongnya

dengan wajib pajak yang umumnya memiliki utang pajak yang begitu besar tapi

tidak ingin membayar dengan jumlah tersebut. Dengan kesempatan dan ruang

gerak yang dimilikinya, mafia pajak dapat mengubah jumlah pajak terutang wajib

pajak tersebut dan mendapatkan fee dari jasanya tersebut.

Jadi kerugian negara yang muncul akibat mafia pajak adalah berkurangnya

jumlah pajak yang seharusnya disetorkan ke kas negara, bukan uang pajak yang

telah disetorkan dan disalahgunakan oleh mafia pajak karena Ditjen Pajak tidak

memiliki kewenangan terhadap rekening kas negara.

Untuk mafia pajak seperti ini, kita sudah pasti dapat menilai bahwa orang

tersebut sudah tidak menjalankan amanah yang diberikan masyarakat dengan

107

Page 118: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

108

baik. Mereka telah menyalagunakan kepercayaan dan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya demi kepentingan mereka sendiri. Namun bukan berarti kita

bisa menggeneralisasi dan mengatakan bahwa Ditjen Pajak secara keseluruhan

juga tidak amanah terhadap tugasnya. Karena mafia pajak seperti Gayus dkk

hanyalah beberapa dari total ribuan pegawai pajak yang masih menjaga amanah

dan tanggung jawabnya. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu narasumber:

“Kita tidak boleh menggeneralisasi. Mafia pajak seperti gayus itu hanya sedikit dari contoh pegawai yang tidak memiliki moral di Ditjen Pajak. Masih banyak juga pegawai pajak yang berkinerja baik dan dapat dipercaya. Jadi jangan karena satu kesalahan kita menilai sesuatu menjadi jelek secara keseluruhan.”

Peneliti juga sempat berdiskusi dengan seorang wajib pajak yang mengaku

kecewa dengan penegakan hukum pada oknum atau mafia pajak ini. Pendapat ini

dirasa cukup beralasan. Dirjen Pajak terlihat kurang tegas dalam menghukum

pegawainya yang terbukti berbuat “nakal”. Dirjen Pajak memang memberikan

sanksi kepada oknum pegawai nakal tersebut, namun hukuman administratif yang

diberikan dinilai masih ringan. Oknum nakal diberi Surat Peringatan (SP) yang

hanya mengakibatkan pengurangan tunjangan remunerasi pegawai dan tidak

mendapatkan promosi jabatan dalam jangka waktu tertentu. Sehingga pegawai

nakal tersebut sebenarnya masih memiliki kemungkinan untuk berbuat curang

lagi. Seharusnya Dirjen Pajak bisa memberikan sanksi yang lebih berat seperti

pemecatan kepada pegawai yang terbukti berbuat nakal karena instansi pajak

bekerja bermodal kepercayaan masyarakat, sehingga tidak ada celah untuk

“bermain-main” didalamnya.

108

Page 119: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

109

Namun di tahun 2010, menurut Tjiptardjo, seperti dilansir dalam salah satu

media online di situsnya www.suarapembaruan.com, diantara 507 aparat pajak

yang mendapatkan sanksi, hanya tujuh diantaranya yang diberhentikan, sisanya

hanya mendapat Surat Peringatan (SP) serta sanksi administratif dan masih diberi

kesempatan bekerja. Penegakan hukum yang dinilai ringan inilah yang juga

menjadi salah satu faktor masih rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap

Dirjen Pajak.

Yang harus dilakukan Dirjen Pajak saat ini adalah fokus untuk melakukan

perbaikan kinerja. Perbaikan internal sebaiknya dimulai dari perbaikan kualitas,

moral, integritas, dan produktivitas dari pegawai pajak itu sendiri sehingga dapat

mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Dirjen Pajak. Salah satu

narasumber menambahkan bahwa Dirjen Pajak juga harus lebih meningkatkan

kualitas dalam proses perekrutan terutama integritas:

“ ...Sehingga orang-orang yang direkrut benar-benar orang yang ingin bekerja dengan tulus tanpa ada niat jelek dari awalnya. Karena orang yang hanya ingin bekerja di pajak demi uang seperti inilah yang berpotensi menjadi mafia pajak saat menjadi pegawai pajak. Memang harus bermodal Keimanan dan Integritas yang tinggi untuk menjadi pegawai pajak, banyak tantangan dan godaannya...”

Selain di bidang sumber daya, menurut Tjiptarjo, Dirjen Pajak harus

melakukan perbaikan pada bidang tata nilai dan budaya kerja, pemeriksaan,

ekstensifikasi, pengawasan kepatuhan, penegakan hukum, teknologi informasi dan

komunikasi, serta pelayanan publik terhadap wajib pajak. Diharapkan dengan

perbaikan kualitas kinerja Dirjen Pajak dapat mengembalikan bahkan

meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat pajak (Dirjen

Pajak).

109

Page 120: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

110

Dari pemaparan nilai Keadilan, Kebebasan, dan Tanggung jawab

(Kepercayaan) di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa kinerja Ditjen Pajak

belum memuaskan bagi wajib pajak, sehingga mereka harus lebih berusaha untuk

meningkatkan kualitas dan kinerja untuk bisa menjaga amanah yang diberikan

rakyat terhadapnya. Dan yang lebih penting adalah bagaimana Ditjen Pajak dapat

memberantas seluruh mafia pajak yang masih berkeliaran, mulai dari tingkat atas

sampai ke tingkatan paling rendah.

110

Page 121: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

111

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang didukung data dan informasi yang telah

dikemukakan sebelumnya, penulis menarik kesimpulan bahwa penerapan nilai-

nilai Islam dalam Sistem Perpajakan di Indonesia sebagai berikut:

1. Nilai Ketuhanan (Tauhid) yang dimaksud oleh peneliti adalah bahwa

segala aktivitas yang dijalankan oleh manusia, khususnya pemerintah,

sesungguhnya harus sesuai dengan ajaran agama (perintah Allah).

Sebenarnya nilai Ketuhanan telah ada dalam sila Pancasila namun

pemerintah belum mengimplementasikan nilai tersebut dengan memadai.

Sehingga jika dilihat dari peraturan dan kebijakan perpajakan Indonesia,

seperti kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengelolaan zakat

dibanding pajak, dan subjek objek pajak yang mengandung unsur haram

didalamnya (pajak minuman keras, tempat hiburan, dll), maka hal-hal

tersebut tidak sesuai dengan nilai tauhid yang dibahas oleh peneliti,

sehingga nilai tauhid dalam perpajakan di Indonesia belum diterapkan.

2. Keadilan dalam Sistem Perpajakan di Indonesia dapat dilihat dari sisi

pemungutan pajak dan pendistribusian pajak. Jika dilihat dari pengenaan

tarif Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) maka

sistem pemungutan pajak sudah cenderung adil dan proporsional (sudah

sesuai dengan kemampuan) sehingga wajib pajak tidak merasa terbebani

111109

Page 122: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

112

dan ikhlas untuk membayar pajak tersebut. Namun pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai dan dari sisi pendistribusian pajak masih kurang adil

dan belum proporsional. Ditambah dengan pemungutan pajak yang

berganda dan

terus menerus merupakan salah satu ketidakadilan dalam sistem

Perpajakan di Indonesia. Sehingga secara garis besar, nilai keadilan dalam

Sistem Perpajakan di Indonesia belum diterapkan. Namun bukan berarti

peneliti mengatakan bahwa tidak ada keadilan didalam perpajakan di

Indonesia, tetapi masih lebih banyak ketidakadilan didalamnya dan

mendzalimi umat Muslim khususnya.

3. Dari segi penerapan dan pelaksanaan musyawarah dalam perpajakan di

Indonesia memang sudah baik. Hal ini dilihat dari setiap

rapat/musyawarah baik itu berskala kecil ataupun besar, secara internal

maupun eksternal atas setiap tindakan atau keputusan yang akan diambil.

Dirjen Pajak juga melakukan banyak koordinasi dalam pelaksanaan

perpajakan. Selain itu, pihak Pajak juga selalu melakukan diskusi terbuka

dengan publik perihal perpajakan melalui media elektronik, media cetak,

dll. Namun kualitas dari proses dan hasil dari musyawarah tersebut masih

belum mencerminkan aspirasi, kebutuhan, dan kepentingan masyarakat,

sehingga hasil dari musyawarah tersebut masih sering mengecewakan bagi

masyarakat Indonesia.

4. Penerapan nilai Kebebasan dalam Sistem Perpajakan di Indonesia telah

cukup diterapkan. Nilai kebebasan tercermin dari diterapkannya Self

112

Page 123: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

113

Assessment System dimana wajib pajak diberi kebebasan dan kepercayaan

untuk menghitung, melapor, dan menyetorkan utang pajaknya. Namun

kebebasan yang diberikan oleh pemerintah harus dibayar dengan kejujuran

dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajaknya. sehingga

kesuksesan Sistem Self Assessment dapat menjadi ukuran seberapa besar

nilai kebebasan diterapkan. Sejauh ini sistem ini telah cukup berhasil

dalam pelaksanaanya terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah wajib

pajak, jumlah penerimaan pajak, serta kepatuhan membayar wajib pajak

dari tahun ke tahun.

5. Penerapan nilai Amanah dalam Sistem Perpajakan di Indonesia belum

dijalankan dengan baik oleh Ditjen Pajak. Hal ini ditinjau dari kinerja

Dirjen Pajak yang masih fluktuatif di tiap tahunnya, produktivitas pegawai

pajak, serta masih banyaknya mafia pajak dan kasus korupsi dalam

instansi pajak. Hal tersebut menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat

terhadap Dirjen Pajak mengalami penurunan. Menurunnya tingkat

kepercayaan masyarakat terhadap Dirjen Pajak dalam mengolah pajak

negara menunjukkan bahwa pemerintah belum bisa menerapkan nilai

Amanah dalam pelaksanaan perpajakan di Indonesia.

5.2. Saran

1. Sesuai dengan hasil pembahasan yang berangkat dari analisis penulis

menunjukkan bahwa penerapan nilai-nilai Islam belum diterapkan dalam

Sistem Perpajakan di Indonesia. Padahal seharusnya nilai-nilai Islam ini

113

Page 124: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

114

bisa diterapkan dengan baik dalam perpajakan di Indonesia, karena nilai-

nilai Islam bersifat universal dan dapat diterapkan bukan hanya di negara

Islam seperti Indonesia.

2. Nilai-nilai Islam sudah banyak diterapkan dalam berbagai aktivitas

perekonomian di Indonesia, seperti perbankan, asuransi, pegadaian,

pembiayaan, dll. Beberapa tahun terakhir ini transaksi syariah terbukti

berkembang pesat, sehingga tidak ada salahnya menerapkan nilai syariah

dalam pelaksanaan perpajakan di Indonesia. Karena konsep Islam dapat

memberikan konsep keadilan, tanggung jawab, amanah yang lebih hakiki

untuk konsep perpajakan yang lebih baik dan tentunya, lebih beberkah di

mata Allah Swt.

3. Pemerintah harus lebih peka, bijak, adil, dan tidak mementingkan

kepentingan diri

sendiri atau kelompok tertentu dalam mengambil keputusan yang

menyangkut kepentingan hajat hidup masyarakat Indonesia, terutama

perpajakan. Sehingga peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan tidak

memberatkan, bersifat netral, dan tidak ada konspirasi didalamnya yang

akhirnya bisa menimbulkan pihak-pihak yang terdzalimi karenanya.

4. Pemerintah harus lebih mengoptimalkan mekanisme zakat sebagai kredit

pengurang pajak bagi wajib pajak Muslim, sehingga hal ini dapat lebih

meringankan beban mereka. jika peraturan ini bisa efektif, maka secara

tidak langsung akan melahirkan keseimbangan diantara kepatuhan

membayar pajak dan zakatnya. Selain itu meningkatkan sosialisasi tentang

114

Page 125: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

115

pembayaran zakat, bukan hanya memprioritaskan untuk peningkatan

penerimaan pajak saja.

5. Pemerintah harus lebih memperhatikan keadilan dalam distribusi pajak

karena hal ini berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan untuk

mensejahterakan masyarakat Indonesia sebagai tujuan awal dari

pemungutan pajak di suatu negara. Dan sudah menjadi tanggung jawab

pemerintah untuk lebih peka dengan kepentingan masyarakat.

6. Pemerintah harus bekerja ekstra untuk mengembalikan kepercayaan

masyarakat terhadap pemerintah, terutama Dirjen Pajak dengan

meningkatkan kinerja dalam penerimaan pajak, efektivitas sistem Self

Assessment, memperbaiki kualitas pegawai pajak dan pelayanan.

7. Penegakan hukum terhadap para mafia pajak dalam Ditjen Pajak harus

menjadi perhatian utama bagi para petinggi Ditjen, karena dengan

membersihkan Instansi Pajak dari mafia pajak dan pegawai nakal, Ditjen

Pajak dapat meningkatkan kualitas

kinerja mereka, memberikan sumbangsih (penerimaan) negara yang lebih

banyak, serta memperbaiki nama baik dan kepercayaan di mata

masyarakat Indonesia.

7.3. Keterbatasan

1. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih terdapat keterbatasan

yang menyebabkan hasil penelitian ini masih sangat minim, dimana

masih sedikit literatur yang membahas mengenai pajak syariah (dalam

Islam) dan bahkan belum mendapatkan literatur yang mengaitkan nilai

115

Page 126: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

116

Islam dengan perpajakan Indonesia, sehingga seluruh pembahasan

dalam skripsi ini adalah murni berasal dari hasil analisa peneliti

semata, sehingga masih perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam.

2. Keterbatasan penelitian ini juga disebabkan terlalu luasnya tema yang

diangkat dalam skripsi ini, sehingga masih banyak yang belum

terbahas dan dianalisa oleh peneliti.

3. Keterbatasan jumlah dan kesempatan narasumber yang dapat

diwawancarai untuk lebih menggali tema perpajakan ini

mengakibatkan referensi yang diperoleh peneliti sangat sedikit dan

terbatas. Kurangnya koresponden wajib pajak yang mengisi kuesioner

penelitian masih sangat sedikit sehingga belum mencakup pandangan

dan pendapat wajib pajak secara keseluruhan.

4. Peneliti hanya melakukan penelitian di kota Makassar, sehingga hasil

analisa lebih mengarah kepada fenomena dan narasumber yang berada

di kota Makassar, sehingga belum dapat menjangkau fenomena yang

terjadi di kota-kota lain di Indonesia.

116

Page 127: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

117

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran

Afdal, Andi Nurul. 2011. Studi Pemahaman Nilai Syariah pada Praktisi Perbankan Syariah. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Al Makassari. January 14, 2012. Doktrin Aswaja di Bidang Sosial Politik. (Online), (http://www.almakassari.org/doktrin-aswaja-di-bidang-sosial-politik/). Diakses 01 Mei 2012.

Ali, Zainuddin. 2008. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.

An-Nabhani, Taqyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Syariah: Perspektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti.

Antonio, Muhammad Syafi’i. 1993. Prinsip dan Etika Bisnis dalam Islam: Ekonomi dalam Perspektif Islam. Medan: IAIN Press.

Bulo, Lidia. 2003. Tinjauan Pengawasan Pembayaran Masa PPh Pasal 21 Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Chapra, M. Umer. 2001. Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Fawaz, Muhammad Washito Abu. September 17, 2011. Hukum Pajak dalam Fiqih Islam.(Online), (http://abufawaz.wordpress.com/tag/tahun-baru/), Diakses 17 April 2012.

Gusfahmi. 2011. Pajak Menurut Syariah. Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Press.

Hafiuddin, KH. Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani.

Ilyas, WirawanB & Richard Burton.2011. Hukum Pajak dan Perpajakan. Edisi Kelima. Jakarta: Salemba Empat.

Ilyas, Wirawan B&Waluyo. 2003. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Inayah, Gazi. 2003. Teori Komprehensip tentang Zakat dan Pajak. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Karim, Adiwarman Azwar. 2007. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.

117

Page 128: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

118

_______________________. 2008. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

_______________________. 2003. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: IIIT Indonesia.

Kholis, Nur. Maret 18, 2010. Pajak dalam Perspektif Islam dan Pengaplikasiannya di Indonesia. (Online), (http://nurkholis77. staff.uii .ac.id/ wakaf-dan-upaya- memberdayakan- potensinya-secara-produktif-di-indonesia/), Diakses 14 Maret 2012.

Kurnia, H. Hikmat&Hidayat L.C. 2008. Panduan Pintar Zakat. Jakarta: Qultum Media.

Lubis, Suhrawardi. April 16, 2011. Ekonomi Islam Sebuah Keharusan. (Online), http://suhrawardilubis-center.com/index.php?option=com_ content&view= article&id=48:ekonomi-syariah-merupakan-keharusan&catid=38: ekonomi-islam&Itemid=37). Diakses 02 Mei 2012.

Mannan, M.Abdul. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa.

Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Mujahidin, Dr. Akhmad. 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Nasir, M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nasution, Edwin Mustafa. 2007. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana.

Prakosa, Kesit Bambang. 2006. Hukum Pajak. Edisi Satu. Yogyakarta: Ekonusa.

Qardhawi, DR. Yusuf. 2007. Hukum Zakat: Studi Komparatif mengenai Status &Filsafat Zakat berdasarkan Qur-an dan Hadist. Jakarta: LiteraAntar Nusa.

Santoso, Brotodiharjo. 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Edisi Ketiga. Bandung: PT. Eresco.

Soemitro, Rochmat. 2005. Asas dan Dasar Perpajakan. Bandung: PT. Eresco.

Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Edisi kesatu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suprianto, Edy. 2011. Perpajakan di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tambunan, Laris Tua. 2008. Studi Penerapan Nilai-Nilai Etika Bisnis Islam pada FIF Syariah Cab. Jambi. Desertasi. Jambi: IAIN STS Jambi.

Widyaningsih, Aristanti. Hukum Pajak dan Perpajakan. 2011. Bandung:Alfabeta.

118

Page 129: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

119

LAMPIRAN – LAMPIRAN

119

Page 130: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

120

DAFTAR PENTANYAAN WAWANCARA

NILAI TAUHID

1. Jika berbicara pajak dalam Islam, ternyata ada perbedaan pendapat

diantara para ulama-ulama tentang hukum dari pajak ini. Ada beberapa

ulama yang mengatakan bahwa kewajiban umat muslim atas hartanya

hanyalah zakat, namun ada juga ulama yang membolehkan pajak dengan

syarat-syarat tertentu. Lalu bagaimana dengan pendapat bapak tentang

perbedaan ini? Apakah menurut Bapak, umat muslim mmg wajib

membayar pajak kepada negaranya?

2. Didalam Alquran, ternyata hanya ada perintah membayar zakat terhadap

Umat muslim, adapun pajak hanya diperintahkan untuk dipungut kepada

orang orang non muslim. Jadi jika umat muslim dianjurkan bahkan

diwajibkan membayar pajak, apa yang menjadi landasan perintah

pemungutan pajak kepada umat muslim ini? Alquran, Hadits, atau hanya

berasal dari Ijtihad? Contohnya saja, Dari buku yang saya baca, Islam

tidak pernah memerintahkan umat Muslim utk membayar PBB, adapun

kharaj yang menyerupai PBB hanya diwajibkan untuk umat non-muslim.

Jika seperti ini, apakah berarti PBB ini hukumnya haram untuk

dilaksanakan, karena Allah dan Nabi Muhammad tidak pernah

memerintahkannya?

3. Menurut bapak bagaimana syarat dan kriteria pemungutan pajak yang

ideal yang diperbolehkan dalam Islam? harus berdasarkan alquran? Utk

org kaya saja? Utk mencegah kemudharatan dalam negara? Sumber dan

objek pajak berasal dari hasil halal?

120

Page 131: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

121

4. Lalu menurut Bapak, bagaimana kedudukan zakat dan pajak terhadap

harta umat Muslim? Yang mana yang harus didahulukan?

5. Dan bagaimana pula pendapat Bapak terhadap fakta yang terjadi bahwa

ternyata warga negara muslim Indonesia lebih taat membayar pajak

dibanding kewajiban zakatnya? Dan zakat hanya menjadi pengurang dari

penghasilan yang telah kena pajak, bukan menjadi pengurang dari

penghasilan bruto, jadi dapat diartikan bahwa di indonesia, pajak masih

didahulukan dibanding kewajiban membayar zakat.

NILAI MUSYAWARAH

1. Apakah menurut Bapak, dengan adanya perbedaan pendapat mengenai

hukum dari pajak ini dalam Islam, pihak MUI tidak perlu untuk

mengeluarkan fatwanya tentang halal haramnya pajak ini? Dimana seperti

kita ketahui bahwa ternyata pajak tidak dilihat dari halal haramnya subjek

dan objek pajaknya. Contohnya saja, bunga bank dan usaha minuman

keras yang jelas2 haram dan bertentangan dengan Islam. Dilihat dari hal

seperti merokok pun mendapatkan fatwa dari MUI. Setidaknya agar umat

Muslim tidak merasa dilema dalam membayar pajak.

2. Bagaimana mekanisme yang dilakukan DJP dalam pengambilan

keputusan, merancang peraturan dan kebijakan perpajakan? Apakah DJP

melakukan diskusi, musyawarah atau rapat sebelumnya dengan DPR

sebagai wakil rakyat untuk mengetahui kondisi perekonomian rakyat

Indonesia? ato DJP hanya secara subjektif dalam membuat peraturan dan

kebijakan?

3. Apakah semua peraturan dan kebijakan perpajakan telah berpihak kepada

rakyat dan tidak memberatkan rakyatnya untuk menjalankannya?

NILAI KEADILAN

1. Apa pendapat bapak tentang double tax atau pajak berganda yang

dikenakan kepada WP muslim? Dimana ada beberapa objek pajak yang

121

Page 132: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

122

juga menjadi objek zakat seperti penghasilan dan laba usaha. Apakah ini

sudah mencerminkan keadilan jika dibandingkan dengan WP non muslim

yang hanya membayar pajak saja? Apa ini adil menurut Bapak?

2. Jika kita melihat pengenaan tarif untuk PPN, dimana pajak ini dikenakan

tarif yang sama untuk setiap jenis komoditas tanpa melihat subjeknya

YAITU 10%, sehingga distribusi beban antara golongan masyarakat kaya

dan miskin adalah SAMA! Apakah menurut Bapak pengenaan tarif PPN

ini telah mengandung unsur KEADILAN?

3. Begitu pula hal nya dengan pengenaan tarif PBB, dimana pengenaanya ini

hanya berdasarkan objeknya yaitu Bumi dan Bangunan. Dimana WP

dikenakan tarif PBB yang sama jika berdomisili pada satu blok meskipun

mereka memiliki penghasilan yang berbeda-beda di tiap rumah. Apakah

ini sudah termasuk Adil menurut Bapak?

4. Ada beberapa buku yang saya baca yang menyatakan bahwa PBB ini

sebuah hal yang mendzalimi umat Muslim, karena dalam Islam, umat

Muslim tidak diperintahkan membayar apapun terhadap tanah dan

bangunan yang dimilikinya secara sah, dan PBB ini ditarik dari hasil

penghasilan mereka yang telah dipungut zakat dan pajaknya, jadi menjadi

sebuah kedzaliman jika harus dipotong lagi untuk PBB. Apakah bapak

setuju untuk hal ini?

KEBEBASAN

1. Apakah menurut bapak pelaksanaan sistem self assessment di Indonesia

merupakan wujud nilai kebebasan yang diberikan kepada wajib pajak

dalam melaksanakan aktivitas pajaknya?

2. Apa Bapak merasa sistem self assessment ini EFEKTIF dilaksanakan di

Indonesia dengan tingkat KEJUJURAN rakyat Indonesia yang begitu

minim? Apakah rakyat Indonesia sudah bisa dipercaya untuk menjalankan

self assessment ini?

3. Apakah Bapak bisa menyakini bahwa seluruh WP muslim ataupun non-

Muslim telah secara jujur menghitung dan melaporkan pajaknya? Apakah

122

Page 133: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

123

ada sebuah cara yang dilakukan DJP untuk mencegah ketidakjujuran

pelaporan WP terhadap pajaknya?

TANGGUNG JAWAB (AMANAH)

1. Bagaimana pendapat Anda dalam menilai kinerja DJP dalam mengolah

dan menjalankan perpajakan di Indonesia? apakah pajak telah diolah,

didistribusikan, dan digunakan dengan semestinya dan sesuai kebutuhan

negara?

2. Bagaimana Anda melihat kasus yang melibatkan Gayus tambunan dan

orang-orang pajak lainnya yg menyelewengkan uang pajak? Apakah

dengan banyaknya kasus kasus korupsi di pajak, DJP masih layak dan

pantas untuk diberi kepercayaan untuk mengolah dan mengurus

perpajakan di Indonesia?

3. Apa solusi yang Anda dapat tawarkan untuk meminimalisir adanya kasus

korupsi di DJP dan menumbuhkan sikap amanah, kredibilitas dan

bertanggung jawab terhadap profesinya kepada orang-orang pajak yang

seharusnya bekerja diatas kepercayaan seluruh warga negara Indonesia

kepada mereka?

123

Page 134: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

124

Makassar, Juli 2012

Perihal : Permohonan untuk mengisi kuisioner

KepadaYth. Saudara(i) Responden Wajib PajakDi Tempat

AssalamuAlaikumWarahmatullahiWabarakatuh,Dengan hormat,

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir Strata Satu (S1) pada Universitas Hasanuddin Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, yang mana salah satu persyaratannya adalah penulisan skripsi, maka untuk keperluan tersebut saya sangat membutuhkan data-data analisis sebagaimana “Daftar Kuisioner” terlampir.

Adapun judul skripsi yang kami ajukan dalam penelitian ini adalah “Studi Penerapan Nilai Islam dalam Sistem Perpajakan di Indonesia”.

Dengan segala kerendahan hati, saya memohon kesediaan Saudara(i) sebagai Wajib Pajak (WP) untuk meluangkan waktu sejenak guna mengisi kuisoner ini. Saya berharap Saudara(i) menjawab dengan leluasa, sesuai dengan persepsi, perasaan, dan pengalaman Saudara(i). Saudara diharapkan menjawab dengan jujur dan terbuka, sebab tidak ada jawaban benar atau salah.

Sesuai dengan kode etik penelitian, data dan informasi yang Saudara(i) berikan akan dijamin kerahasiaannya, dan hanya ditujukan untuk kepentingan ilmiah. Kesediaan Saudara(i) mengisi kuisioner ini adalah bantuan yang tak ternilai bagi saya.

Akhir kata, atas segala perhatian dan bantuannya kami ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Nur Avia Astrini T

124

Page 135: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

125

A. IDENTITAS RESPONDEN

Nama : (Boleh tidak di isi)Jenis Kelamin : Laki-Laki/Perempuan (Coret yang tidak perlu)Pekerjaan :Penghasilan :

a. Antara Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 5.000.000,-b. Antara Rp. 5.000.000,- s/d Rp. 10.000.000,-c. Antara Rp. 10.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,-d. Antara Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 100.000.000,-e. Diatas Rp. 100.000.000,-

B. DAFTAR KUESIONER

Petunjuk Pengisian :- Pilihlan salah satu jawaban yang paling sesuai dengan persepsi, perasaan, dan

pengalaman Anda dengan memberi tanda cek (√) pada kolom yang sesuai.- Isilah semua nomor dalam kuesioner ini dan mohon jangan ada yang

terlewatkan.

C. DAFTAR PERTANYAAN KUESIONER

1. Apakah Anda ikhlas (sukarela) membayar pajak kepada negara?a. Ya, Ikhlas.b. Ragu-ragu.c. Tidak.

NILAI AMANAH2. Menurut Anda, apakah Direktorat Jenderal Pajak telah melaksanakan

tugasnya dalam menangani pajak dengan maksimal dan memuaskan?a. Ya, sudah memuaskan.b. Ragu-ragu.c. Tidak/belum memuaskan.

3. Dengan banyaknya kasus-kasus korupsi yang terjadi di institusi pajak seperti kasus gayus tambunan, menurut Anda, Apakah Direktorat Jenderal Pajak masih bisa diberikan kepercayaan untuk melaksanakan tugasnya dalam menangani pajak?a. Ya.b. Ragu-ragu.c. Tidak.

125

Page 136: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

126

4. Menurut Anda, Apakah peraturan ataupun kebijakan pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Pajak telah tepat dan sesuai dengan kemampuan dan kepentingan masyarakat Indonesia?a. Ya.b. Ragu-ragu.c. Tidak

NILAI KEADILAN

5. Sebagai warga Muslim Indonesia, Anda memiliki kewajiban membayar zakat dan pajak, sedangkan warga non-muslim hanya diwajibkan membayar pajak saja, mereka tidak memiliki kewajiban seperti zakat padahal secara tidak langsung, zakat juga diperuntukkan untuk membantu memperbaiki ekonomi warga Indonesia. Adilkah ini menurut Anda?a. Ya, Adil.b. Ragu-ragu.c. Tidak Adil.

6. Penghasilan Anda sebagai wajib pajak tanpa disadari telah dikenakan double tax. Dimana penghasilan Anda harus dipotong oleh (sekurang-kurangnya) tiga pajak sekaligus (PPh, PPN, dan PBB). Menurut Anda, Apakah Double tax (pajak berganda) ini telah mencerminkan nilai keadilan terhadap Anda sebagai wajib pajak?a. Ya, Adil.b. Ragu-ragu.c. Tidak Adil.

7. Apakah Anda tidak merasa kesulitan untuk membayar berbagai macam pajak misalnya PPh, PPN, ataupun PBB yang dibebankan kepada Anda sebagai wajib pajak?a. Ya.b. Ragu-Ragu.c. Tidak.

8. Menurut Anda, Apakah Pengenaan tarif PPN 10% yang dikenakan merata kepada seluruh golongan masyarakat tanpa memperhatikan tingkat penghasilan wajib pajak telah mencerminkan nilai Keadilan?a. Ya.b. Ragu-Ragu.c. Tidak.

9. Sejauh pengamatan Anda, Apakah distribusi penggunaan uang pajak untuk pembangunan, pendidikan, kesehatan, dsb di Indonesia telah adil dan merata?a. Ya.b. Ragu-ragu.

126

Page 137: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789...  · Web viewrepository.unhas.ac.idkarena zakat yang mereka bayarkan belum diperkurangkan dari jumlah pajak terutang

127

c. Tidak.

NILAI KEBEBASAN10. Apakah Anda termasuk wajib pajak yang mendukung dan setuju dengan

penerapan Sistem Self Assessment (Dimana Wajib pajak sendiri yang menghitung, melapor, dan menyetorkan utang pajaknya) dalam sistem perpajakan di Indonesia?a. Ya.b. Ragu-Ragu.c. Tidak.

11. Apakah dengan kebebasan yang diberikan pada pelaksanaan sistem self assessment ini, Anda telah menghitung dan melaporkan utang pajak Anda dengan jujur dan benar?a. Ya.b. Ragu-ragu.c. Tidak.

12. Apakah Anda termasuk wajib pajak yang taat dan tepat waktu dalam membayar/menyetor utang pajak Anda?a. Ya.b. Ragu-ragu.c. Tidak.

127


Recommended