+ All Categories
Home > Documents > ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang...

ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang...

Date post: 10-Mar-2019
Category:
Upload: dothu
View: 215 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
22
ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF KENDARI CITY NO 15 YEAR 2003 CONCERNING SOCIETY PARTICIPATION IN FORMULATING THE REGIONAL POLICY IN ARRANGING REGIONAL BUDGET YEAR 2010 La Ode Muhammad Elwan email: [email protected] Kendari Government issues Regional Regulation 15/2003 concerning Public Participation on Regional Policy Formulation. It is expected to be assured the public participation on APBD Arranging of Kendari of 2010. The research aims to determine the implementation of participation provision of Regional Regulation 15/2003 on APBD arranging of Kendari of 2010 and explain the content of policy of Regional Regulation and context of policy implementation contribute to implementation Regional Regulation 15/2003. The research is explorative research by using qualitative approach through case study that observes the case of implementation of Regional Regulation 15/2003 on APBD arranging of Kendari, 2010. The data collecting method are through directed interview toward key informant, documentation study, and observation on research location. The result showed that the implementation of participation provision of Regional Regulation 15/2003 on APBD arranging of Kendari of 2010 have not yet fully implemented by observing the lack of pursuance and implementer responses (Municipal Government and DPRD) to implement the Regional Regulation mandate and there was no activity and budget related to this implementation. The participation provision of Regional Regulation 15/2003 was not clear when it would be implemented and moved slowly for improvement. From the content of Regional Regulation, the slowness of implementation was caused by spreading decision making center, numerous total of implementer existed and resource need being commitment. The municipal government and DPRD of Kendari should immediately evaluate the implementation of Regional Regulation 15/2003 that move slowly and then implement the improvement such as: determining Perwali draft of 2010 is technically arrange the Musrenbang implementation as part of APBD arranging process, forming Selection Team and determining the Kendari Participation Commission Management. Furthermore, it is needed stakeholders support in order to follow up together the mandate from Regional regulation 15/2003 in particular APBD arranging of Kendari. Key words: policy implementation, policy analysis, participation,
Transcript
Page 1: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

ABSTRACT

REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF KENDARI CITY

NO 15 YEAR 2003 CONCERNING SOCIETY PARTICIPATION IN

FORMULATING THE REGIONAL POLICY IN ARRANGING

REGIONAL BUDGET YEAR 2010

La Ode Muhammad Elwan

email: [email protected]

Kendari Government issues Regional Regulation 15/2003 concerning

Public Participation on Regional Policy Formulation. It is expected to be assured

the public participation on APBD Arranging of Kendari of 2010. The research

aims to determine the implementation of participation provision of Regional

Regulation 15/2003 on APBD arranging of Kendari of 2010 and explain the

content of policy of Regional Regulation and context of policy implementation

contribute to implementation Regional Regulation 15/2003.

The research is explorative research by using qualitative approach through

case study that observes the case of implementation of Regional Regulation

15/2003 on APBD arranging of Kendari, 2010. The data collecting method are

through directed interview toward key informant, documentation study, and

observation on research location.

The result showed that the implementation of participation provision of

Regional Regulation 15/2003 on APBD arranging of Kendari of 2010 have not yet

fully implemented by observing the lack of pursuance and implementer responses

(Municipal Government and DPRD) to implement the Regional Regulation

mandate and there was no activity and budget related to this implementation. The

participation provision of Regional Regulation 15/2003 was not clear when it

would be implemented and moved slowly for improvement. From the content of

Regional Regulation, the slowness of implementation was caused by spreading

decision making center, numerous total of implementer existed and resource need

being commitment.

The municipal government and DPRD of Kendari should immediately

evaluate the implementation of Regional Regulation 15/2003 that move slowly

and then implement the improvement such as: determining Perwali draft of 2010

is technically arrange the Musrenbang implementation as part of APBD arranging

process, forming Selection Team and determining the Kendari Participation

Commission Management. Furthermore, it is needed stakeholders support in order

to follow up together the mandate from Regional regulation 15/2003 in particular

APBD arranging of Kendari.

Key words: policy implementation, policy analysis, participation,

Page 2: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

I. LATAR BELAKANG

Penelitian menganalisis implementasi Perda Kota Kendari Nomor

15/2003 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Perumusan Kebijakan Daerah

khusunya dalam penyusunan APBD Kota Kendari Tahun 2010 sebagai bentuk

jaminan partisipasi masyarakat itu sendiri yang pada dasarnya didominasi oleh elit

kebijakan.

Masalah yang selalu muncul setiap tahun dalam proses perencanaan dan

penganggaran daerah adalah tidak adanya jaminan atas hasil musrenbang

diakomodasi dalam penganggaran, tidak ada jaminan pelibatan masyarakat dalam

proses penganggaran dan terbatasnya dana yang tersedia untuk membiayai

prioritas kegiatan yang telah disepakati. Untuk mengatasi hal tersebut, di Kota

Kendari dibuat legislasi dan regulasinya yaitu dengan merancang dan menetapkan

Peraturan Daerah tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Perumusan Kebijakan

Daerah (PERDA 15/2003) yang didalamnya memuat hak dan kewajiban

masyarakat, Peran serta masyarakat dan pembinaan peran serta masyarakat. Salah

satu hak masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Perda 15/2003, pasal 2 adalah

hak masyarakat dalam berpartisipasi dan dapat dilakukan dalam berbagai

kesempatan, tingkatan dan kedalaman sesuai dengan kepentingannya didalam

perumusan kebijakan daerah yaitu penyusunan program pembangunan tahunan

kota (Perda 15/2003, pasal 2 huruf c).

Satu hal yang menurut saya penelitian ini penting dilakukan, karena

disamping Perda 15/2003 tersebut sudah cukup lama, dan belum pernah dilakukan

evaluasi dari pemerintah daerah maupun masyarakat terhadap bagaimana

implementasi Perda tersebut sehingga dapat menjamin partisipasi masyarakat

dalam pembangunan dan sejauh ini, belum pernah dilakukan penelitian tentang

keberadaan dari perda 15/2003 tersebut.

Lebih lanjut, mengenai program pembangunan yang dapat memenuhi

kepentingan masyarakat di berbagai aspek juga belum sepenuhnya yang tertuang

dalam APBD Kota Kendari. Sesuai dengan data yang ditemukan oleh JARPUK

(Jaringan Perempuan Usaha Kecil-mikro) Kota Kendari:”APBD tahun 2008 Kota

Kendari, ditemukan anggaran pada sektor kesehatan untuk kasus gizi buruk :

Alokasi penanganan gizi buruk di Kota Kendari yang dianggarkan dalam APBD

2008 untuk 7 orang penderita selama 6 hari dengan alokasi dana Rp.

20.000/orang/ hari. Total anggaran 7 Orang x 6 hari x Rp. 20.000 = Rp. 840.000”,

padahal realisasi dilapangan ditemukan pada tahun 2008 penderita gizi buruk

berjumlah 264 penderita. Sehingga jika diporsi APBD dibagikan ke penderita

sebanyak 264 penderita, maka perorang hanya mendapat jatah Rp.

3.181/orang/tahun, dengan perhitungan Rp. 840.000/264 orang = Rp. 3.181/tahun

atau Rp.265/bulan untuk setiap penderita, hal ini sangat ironis bila dibandingkan

dengan biaya GENERAL CEK UP Walikota (Kesehatan) sebesar 25 juta pertahun.

Kondisi inilah yang menjadi kekhawatiran peneliti, sehingga tesis ini menjadi

penting untuk melakukan penelitian secara komprehensif dengan menganalisis

subtansi dan implementasi dari Perda Nomor 15 tahun 2003 Tentang Partisipasi

Masyarakat Dalam Perumusan Kebijakan Daerah di Kota Kendari, dengan

harapan dapat berkontribusi pada pemenuhan hak-hak masyarakat dalam

penyusunan Anggaran APBD Kota Kendari Tahun 2010.

Melalui penelitian ini akan terjawab, apakah Perda 15/2003 tersebut perlu

dievaluasi, direvisi atau tidak? Karena untuk menjamin partisipasi masyarakat

dalam perumusan kebijakan daerah harus didukung oleh aturan hukum yang jelas,

Page 3: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

selanjutnya diperlukan dukungan semua pihak untuk melaksanakan peraturan

daerah tersebut.

Terdapat sejumlah rujukan bagi daerah untuk menyusun perda untuk

mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam peraturan perundang-undangan, antara

lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU

No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan

Pemerintah No. 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD,

serta Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2005 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata

Tertib DPRD. Sayangnya aspek legal ini kurang menekankan kewajiban

pemerintah dalam memberikan akses dan memastikan keterlibatan masyarakat.

Pasal 53 UU 10/2004, misalnya, hanya menjamin hak masyarakat dalam

memberikan masukan bagi penyusunan kebijakan, tanpa merinci lebih jauh apa

implikasinya bagi pemerintah, karena penjelasan Undang-Undang ini menyatakan

bahwa teknis penjaminan hak masyarakat diatur dalam Tata Tertib DPRD.

Demikian halnya metode-metode partisipasi yang digunakan dalam

pembuatan kebijakan di beberapa daerah di Indonesia juga memiliki prospek

menangkal kepentingan elit lokal. Perda ini juga bisa menjadi model atas

hubungan kekuasaan (power relation) antarmasyarakat juga hubungan masyarakat

dengan pemerintah daerah yang cukup seimbang. Subtansi perda sudah mengarah

pada partisipasi yang transformatif dan cukup mampu mengindari bahaya elit

capture, situasi dimana pejabat lokal, tokoh masyarakat, LSM, birokrasi dan aktor

lainnya yang terlibat dalam program melakukan praktek-praktek yang jauh dari

prinsip partisipasi (Platteau, 2004 dalam Sobari, 2006).

Bila subtansi Partisipasi Perda Kota Kendari Nomor 15 tahun 2003

dianggap belum cukup baik, maka bagaimana implementasi Perda ini

dilapangan?.

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, pertanyaan penelitian

(research question) yang diteliti adalah: Bagaimana implementasi Peraturan

Daerah Kota Kendari Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Partisipasi Masyarakat

Dalam Perumusan Kebijakan Daerah di Kota Kendari ini ? Karena kompleksitas

dan luasnya cakupan permasalahan tersebut, maka dipandang perlu untuk

membatasi masalah yang diteliti. Pembatasan dilakukan dengan meninjau

implementasi ketentuan-ketentuan partisipasi dalam Perda 15/2003 dalam

menyusun sebuah kebijakan publik tertentu yang dinilai cukup komprehensif,

yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Kendari Tahun

2010. Sehubungan dengan hal itu, pertanyaan dalam penelitian ini diturunkan

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah implementasi ketentuan partisipasi masyarakat dalam Perda

Kota Kendari Nomor 15/2003 khususnya dalam penyusunan APBD 2010 yang

didominasi oleh elit kebijakan di daerah?

2. Bagaimana faktor-faktor isi Perda (content of policy) dan konteks

implementasi kebijakan (context of policy implementation) berkontribusi pada

jalannya implementasi Perda Kota Kendari Nomor 15/2003 ini?

Page 4: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

II. KERANGKA TEORI

2.1 Kebijakan Publik

Menurut Thomas R Dye (dalam Wayne Parsons, 2008: xi) “public policy

is whatever governments choose to do or not to do” kebijakan publik sebagai

“apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan.”

Dalam upaya mencapai tujuan negara, pemerintah perlu mengambil pilihan

tindakan yang dapat berupa melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Keduanya, menurut definisi Dye, merupakan kebijakan publik karena merupakan

upaya mencapai tujuan tertentu dan keduanya memiliki dampak terhadap

masyarakat.

Lebih lanjut, bahwa tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan

menurut Dunn (Dunn W, 1994:24) adalah sebagai berikut:

1. Fase Penyusunan Agenda, dimana para pejabat yang dipilih dan diangkat

menempatkan masalah pada agenda publik;

2. Fase Formulasi Kebijakan, para pejabat merumuskan alternatif kebijakan

untuk mengatasi masalah;

3. Fase Adopsi Kebijakan, alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan

mayoritas legislatif dan atau konsensus kelembagaan;

4. Fase Implementasi Kebijakan, kebijakan yang telah diambil dilaksanakan

oleh unit-unit administrasi yang memobilisasi sumberdaya finansial dan

manusia;

5. Fase Penilaian Kebijakan, disini unit-unit pemeriksaan dan akuntasi menilai

apakah lembaga pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan telah

memenuhi persyaratan pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan

yang telah ditetapkan.

2.2 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan mudah dimengerti secara teoritik dan konseptual,

namun tidak senantiasa demikian dalam bentuknya yang kongkrit, karena

pelaksanaannya secara nyata bukanlah sesuatu yang mudah (Jones, 1991: 294).

Proses implementasi bukan proses mekanis dimana setiap aktor akan secara

otomatis melakukan apa saja yang seharusnya dilakukan sesuai skenario pembuat

kebijakan. Artinya bahwa, ia merupakan proses yang rumit, diwarnai perbenturan

kepentingan antaraktor yang terlibat, sehingga tujuan, target, dan strategi

implementasi dapat berkembang.

Sebagaimana dikatakan oleh Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno,

2007: 148) bahwa suatu kebijakan mungkin diimplementasikan secara efektif

namun gagal memperoleh hasil subtansi karena kebijakan tersebut tidak disusun

dengan baik atau karena keadaan-keadaan lainnya. Oleh karena itu, pelaksanaan

program yang berhasil mungkin merupakan kondisi yang perlu namun tidak

cukup (necessary but not sufficient) bagi pencapaian hasil akhir secara positif.

Dengan demikian, implementasi kebijakan hanya merupakan salah satu

tahap saja dari sekian tahap kebijakan publik, dan karenanya hanya merupakan

salah satu variabel penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu

kebijakan dalam memecahkan persoalan-persoalan publik.

Page 5: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

2.2.1 Model Mirelee Grindle

Berikut ini akan dipaparkan pendekatan top-down menurut Mirelee S.

Grindle, yang menurut Dwidjowijoto (2003:177) tidak banyak berbeda dengan

model Mazmanian dan Sabatier, namun lebih sederhana. Grindle mendekati

implementasi kebijakan sebagai suatu proses tindakan-tindakan administratif

umum yang perlu diperiksa sampai level program yang spesifik. Keberhasilan

atau kegagalan dari suatu kebijakan dapat dilihat dari kapasitasnya untuk

menjalankan program sesuai dengan desain semula. (Grindle, 1980:7).

Pengukuran kesesuaian ini dapat dilihat dari dua hal, yaitu:

1. Dilihat dari prosesnya, yakni yang dapat diperiksa pada tingkat program

yang spesifik dan dana yang dialokasikan, serta

2. Dilihat dari hasil yang dicapai oleh implementasinya kebijakan tersebut.

Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu:

1. Dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok, dan

2. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran

terhadap perubahan yang terjadi.

Menurut argumen Grindle bahwa keberhasilan suatu implementasi

kebijakan publik amat ditentukan oleh derajat dapat tidaknya kebijakan itu

diterapkan atau implementabilitas (implementability) dari kebijakan tersebut.

Implementabilitas ini dapat dilihat dari aspek isi kebijakan (content of policy) dan

aspek konteks implementasi kebijakan (contexs of policy implementation)

(Grindle, 1980:5).

2.3 Analisis Kebijakan

Dunn (1994: 17) melukiskan proses analisis kebijakan sebagai suatu

proses pengkajian yang meliputi lima komponen informasi kebijakan (masalah

kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan dan kinerja

kebijakan) yang berturut-turut ditransformasikan dari satu kelainnya dengan

menggunakan lima prosedur analisis kebijakan meliputi: definisi, prediksi,

rekomendasi, pemantauan, dan evaluasi. Lebih lanjut, dalam melakukan

pemantauan setidaknya memainkan empat fungsi dalam analisis kebijakan, yakni

eksplanasi, akuntansi, pemeriksaan, dan kepatuhan (Dunn, 1994:510)

2.4 Partisipasi Masyarakat

Tampak jelas bahwa dalam paham demokrasi terdapat asas keterbukaan,

yang berkaitan dengan asas partisipasi masyarakat, sebagaimana dikemukakan

oleh Franz Magnis Suseno ( 1987: 289-293 ), bahwa paham demokrasi atau

kedaulatan rakyat mengandung makna, pemerintahan negara tetap di bawah

kontrol masyarakat. Kontrol ini melalui dua sarana: secara langsung melalui

pemilihan para wakil rakyat dan secara tidak langsung melalui keterbukaan

(publicity) pengambilan keputusan. Pertama, pemilihan wakil rakyat

berkonsekuensi pada adanya pertanggungjawaban. Karena, jika partai-partai mau

terpilih kembali dalam pemilihan berikut, mereka tidak dapat begitu saja

mempermainkan kepercayaan para pendukung mereka, sehingga harus

mempertanggungjawabkannya. Kedua, keterbukaan pengambilan keputusan

merupakan suatu keharusan. Karena pemerintah bertindak demi dan atas nama

seluruh masyarakat, maka seluruh masyarakat berhak untuk mengetahui apa yang

dilakukannya. Bukan saja berhak mengetahui, juga berhak berpartisipasi dalam

proses pengambilan keputusan.

Page 6: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

Karena itu menurut Sad Dian Utomo (2003: 267-272), partisipasi

masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik sangat bermanfaat, termasuk

dalam penyusunan APBD antara lain :

1. Memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan kebijakan publik.

2. Memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena warga mengetahui

dan terlibat dalam pembuatan kebijakan publik.

3. Meningkatkan kepercayaan warga kepada eksekutif dan legislatif.

4. Efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan masyarakat dalam

pembuatan kebijakan publik dan mengetahui kebijakan publik, maka sumber

daya yang digunakan dalam sosialisasi kebijakan publik dapat dihemat.

Salah satu klasifikasi yang klasik berikan oleh Arnstein (dalam Jamal

Bake, 2009: 188-190), dapat dilihat pada tipologi delapan tangga pastisipasi

masyarakat (Eight Rungs on The Ladder of Citizen Participation) yang

dikemukakan oleh Sherry Arnstein yang didasarkan pada kekuatan masyarakat

untuk menentukan suatu produk akhir. Kedelapan tingkatan itu mulai dari yang

paling bawah adalah manipulation, therapy, information, consultation, placation,

partnership, delegated power, dan citizen control.

Pada anak tangga ke 1 dan ke 2 (Gambar 1), bagian terbawah adalah tahap

manipulasi dan terapi, dikategorikan oleh Arnstein sebagai tahap Non

Participation. Sementara anak tangga 3, 4 dan 5 adalah tahap informasi. Ada

konsultasi dan plakasi namun dikategorikan sebagai tingkat partisipasi simbolik

(tokenisme) menggambarkan partisipasi sekedar memenuhi persyaratan untuk

bertindak guna pencapaian suatu tujuan. Pada tahap ini masyarakat didengarkan

pendapatnya, tetapi tidak ada jaminan pandangan mereka akan dipertimbangkan

oleh pemegang otoritas, atau pengambil kebijakan atau eksekutor. Partisipasi pada

tingkat ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan

perubahan dalam masyarakat.

Gambar 1. Skema Anak Tangga Partisipasi Warga (Arnstein, dan Burns; 1994,

157).

8

7

6

5

4

3

2

1

Citizen Control

Delegated Power

Partnership

Placation

Consultation

Informing

Therapy

Manipulation

Degress of

Citizen Power

Degress of

Tokenism

Degress of

Participation

Page 7: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

Pada anak tangga 6, 7 dan 8, sudah terbangun kerjasama (partnership),

pendelegasian kekuasaan (delegated power), dan control warga Negara (citizen

control). Tahap ini dikategorikan sebagai tingkat kekuasaan masyarakat.

Masyarakat mempunyai kekuatan, dan mempunyai pengaruh dalam proses

pengambilan keputusan terkait dengan lingkungannya.

2.5 Kerangka Pemikiran

III. PEMBAHASAN

3.1 PERDA PARTISIPASI MASYARAKAT DI KOTA KENDARI

3.1.1 Proses Kelahiran Perda 15/2003

Proses kelahiran Perda 15/2003 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam

Perumusan Kebijakan Daerah di Kota Kendari tidak dapat dilepaskan dari konteks

adanya program Initiative for Local Govenance Reform (ILGR) atau lebih dikenal

dengan program Prakarsa Pembaruan Tata Pemerintahan Daerah (P2TPD) yang

dilakukan di 22 kabupaten/kota di 9 provinsi di Indonesia termasuk Kota Kendari.

Yang tak kalah pentingnya adalah pada waktu itu lahir Forum Multi Stakeholder

(FMS), sebuah forum lintas pelaku dimana didalamnya terlibat beberapa tokoh

masyarakat dan wakil-wakil dari eksekutif maupun legislatif di Kota Kendari,

mereka yang menyebut diri Kelompok 9, baik secara perorangan maupun

mewakili lembaga.

Forum ini kemudian membentuk kelompok kerja (Pokja) Transparansi dan

Partisipasi yang kemudian lahir naskah akademik rancangan perda partisipasi

yang diajukan ke DPRD sampai akhirnya disahkan menjadi Perda pada tanggal 19

Agustus tahun 2003. Perda ini kemudian dikenal sebagai Perda Nomor 15 Tahun

2003 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Perumusan Kebijakan Daerah di Kota

Kendari. Namun, dalam implementasinya Perda tersebut baru dilaksanakan secara

teknis dengan dikeluarkannya Peraturan Walikota (Perwali) Kendari Nomor 1023

Tahun 2007 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Penyusunan Kebijakan

Daerah. Yang menjadi pertanyaan, mengapa nanti berjalan 4 (empat) tahun Perda

Proses

Pembentukan Perda

15/2003

Konteks Kebijakan

Implementasi

Perda 15/2003

dalam penyusunan

APBD

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

Tujuan Kebijakan

Perda 15/2003

Isi Perda 15/2003

Page 8: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

15/2003 baru ditindaklanjuti (diimplementasikan) dengan Perwali 1023/2007 pada

tahun 2007 ?

Pada dasarnya, terdapat beberapa alasan mengapa Perwali 1023/2007

tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Penyusunan Kebijakan Daerah, ditetapkan

pada bulan Oktober tahun 2007 (terlambat 4 tahun) sebagai bagian dari

implementasi Perda 15/2003 :

1. Pada Tahun 2007, akhir periode ke dua Walikota Kendari Bapak Mansyur

Masie Abunawas berniat mencalonkan diri menjadi Gubernur Sulawesi

Tenggara periode 2008 – 2013.

2. Pada tahun yang sama, beliau mendaftarkan diri menjadi calon Gubernur

Sulawesi Tenggara periode 2008-2013 berpasangan dengan Bapak Ashari

(Rektor Universitas Sebelas November Kolaka) (Data KPU Privinsi Sulawesi

Tenggara, 2008).

3. Perwali 1023/2007 disyahkan pada tahun 2007, karena pada akhir tahun 2004

program Initiative for Local Govenance Reform (ILGR) atau lebih dikenal

dengan program Prakarsa Pembaruan Tata Pemerintahan Daerah (P2TPD) di

Kota yang di sponsori oleh UNDP telah berkahir. Akibatnya, interval waktu

(2004-2007) semangat Perda 15/2003 tersebut sudah memudar di benak

penguasa wilayah atau walikota dan DPRD Kota Kendari sehingga mereka

kurang peduli dengan amanat Perda tersebut untuk di implementasikan.

Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa Perwali 1023/2007 tersebut,

merupakan langkah yang dilakukan Bapak Mansyur Masie Abunawas untuk

mendapatkan dukungan publik dari masyarakat Kota Kendari pada khususnya dan

masyarakat Sulawesi Tenggara pada umumnya. Artinya, ada indikasi bahwa

kebijakan Perda dan Perwali tersebut hanya merupakan alat/wadah untuk mencari

popularitas dan mendapatkan dukungan dari semua pihak. akibatnya pada saat

pemilihan Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara periode 2008-2013, beliau tidak

berhasil atau tidak terpilih.

3.1.2 Kandungan Perda 15/ 2003 dan Perwali 1023/2007

Secara garis besar, Perda 15/2003 berisi 4 (empat) komponen besar, yakni

ketentuan mengenai Partisipasi, hak dan kewajiban masyarakat, peran serta

masyarakat dan pembinaan peran serta masyarakat. Mengenai peran serta

masyarakat dalam penyusunan kebijakan daerah (Perwali 1023/2007) merupakan

payung hukum yang diharapkan dapat menjamin partisipasi masyarakat dalam

pelaksanaan pembangunan di daerah. Lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Muatan Perda 15/2003 dan Perwali 1023/2007

No Komponen Besar Rincian

1 Peran serta masyarakat

(Perwali 1023/2007)

Ketentuan Umum

Penyusunan kebijakan daerah

Pelaksanaan kebijakan daerah

Pengendalian kebijakan daerah

Komisi Partisipasi

2 Partisipasi Masyarakat

(Perda 15/2003)

Ketentuan Umum

Hak dan Kewajiban Masyarakat

Peran serta Masyarakat

Pembinaan

Page 9: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

3 Komisi Partisipasi

(Perwali 1023/2007, pasal 12)

Kedudukan dan Keanggotaan

Persyaratan Anggota

Mekanisme seleksi dan penetapan

Tugas dan wewenang

Pembiayaan

Partisipasi masyarakat dalam Perda ini dimaknai bahwa setiap anggota

masyarakat berhak untuk terlibat dalam perencanaan, perumusan, implementasi,

pengawasan dan evaluasi kebijakan publik, meliputi: hak partisipasi masyarakat

dapat dilakukan dalam berbagai kesempatan, tingkatan, dan kedalaman sesuai

dengan kepentingannya didalam perumusan kebijakan daerah (pasal 2, ayat 1) dan

masyarakat berhak untuk berperan serta dalam menyampaikan pendapat dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah, memberikan masukan langsung maupun

tidak langsung didalam perumusan kebijakan strategis maupun rencana yang

bersifat umum (pasal 3). Namun, lagi-lagi karena semangat pembentukan Perda

ini hanya merupakan euphoria semata dari elit kebijakan di daerah, sebagai bentuk

kebijakan untuk mencari popularitas sehingga dalam implementasinya belum

sesuai dengan amanah dari perda tersebut.

3.1.3 Kelembagaan (Komisi Partisipasi Kota Kendari)

Seperti digambarkan pada Tabel 1 diatas, salah satu amanah dari perda

15/2003 selanjutnya ditindaklanjuti dengan Perwali 1023/2007 yang tetapkan

pada tanggal 20 Juni 2007 adalah pembentukan lembaga independen yakni

Komisi Partisipasi yang salah satu fungsinya adalah mengawasi pelaksanaan

perda tersebut dan dijamin pembiayaannya dalam APBD Pada Perda 15/2003

(BAB V Pasal 12) dan Perwali 1023/2007 (BAB V Pasal 12). Namun, sampai hari

ini Komisi Partisipasi Kota Kendari belum juga dibentuk karena alasan pendanaan

(versi pemerintah).

Keadaan tersebut seharusnya tidak terjadi, karena amanat Perda 15/2003 dan

sangat jelas bahwa pembentukan Komisi Partisipasi Kota Kendari harus

dilaksanakan dan dijamin pembiayaannya dalam APBD. Artinya, tidak ada alasan

bagi pemerintah Kota Kendari dan DPRD yang menjabat sekarang ini untuk tidak

merealisasikan amanah Perda dan Perwali tersebut karena masih berlaku sampai

hari ini.

Keadaan ini, memang tetap dikembalikan pada political will para

pemimpin (penguasa wilayah) dan DPRD untuk dapat melaksanakan amanat

Perda 15/2003 dan Perwali 2007.

Keadaan tersebut menunjukan bahwa aspek personality tidak digabungkan dengan

aspek seseorang. Padahal kepemimpinan dalam birokrasi adalah bersifat multi-

dimensional. Seseorang dianggap memiliki kepemimpinan yang baik apabila yang

bersangkutan memiliki dua hal sekaligus: visi yang jelas untuk membawa

organisasi ke masa depan; dan nurani yang baik yang bisa memperhatikan

anggota organisasi yang sekaligus merupakan risorsis yang nantinya akan secara

sukarela menggerakan organisasi dalam menggapai tujuan. Pemimpin yang

bervisi adalah mereka yang berpikir jangka panjang dan sorot matanya ada di

horizon (his ayes on the horizon) dan „kepala ada di awan serta kakinya ada di

tanah (their head in the clouds and their feet on the ground)’. (Agus Pramusinto,

2006: 96).

Page 10: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

3.1.4 Isi Kebijakan

Perda 15/2003 ini menghendaki perubahan yang luas atau bahkan

terbilang radikal. Perda ini mengharuskan aparat publik melihat pemerintahan

dengan cara yang berbeda. Dari segi kepentingan dan keuntungan yang

ditawarkan oleh perda ini, tampak bahwa cara pandang elit kebijakan di daerah

bahwa transparansi merugikan, dan partisipasi adalah pemborosan, praktis tidak

menyetujui Perda 15/2003 dan menghambat implementasi. Namun, tantangan

berikutnya datang dari aspek-aspek yang lebih teknis sebagai implikasi isi

kebijakan ini. Perda ini menuntut perubahan organisasi dan tata kerja, yang

menuntut dikeluarkannya panduan mengenai mekanisme-mekanisme baru, dalam

kasus penyusunan APBD, nampak bahwa pusat-pusat pengambilan keputusan

dalam implementasi partisipasi masyarakat dalam penyusunan APBD akan

berhadapan dengan pusat-pusat pengambilan keputusan yang tersebar diberbagai

tingkat: kelurahan, kecamatan, dan SKPD.

Keputusan disetiap unit tersebut akan menentukan berjalan tidaknya

kebijakan partisipasi tersebut. Tantangan berikutnya adalah pelaksanaan

dilapangan. Dengan cakupan ketentuan partisipasi ini, maka pelaksana akan

berada disemua badan publik. Dalam kasus penyusunan APBD, maka semua staf

kelurahan, kecamatan, dan pemerintah kota yang bertanggung jawab atas

pelaksanaan musrenbang akan terkait dengan efektif tidaknya implementasi

ketentuan partisipasi. Yang terakhir, adalah mengenai sumberdaya yang

dikomitmenkan untuk implementasi. Bila sumberdaya yang dimaksud dibatasi

pada waktu, personil, dan biaya, maka proses partisipasi pasti terkait dengan

waktu yang harus dialokasikan untuk konsultasi publik, personil untuk

menanganinya, serta biaya yang diperlukan.

Dewi Kartika, anggota DPRD Kota Kendari mengatakan mahalnya untuk

biaya partisipasi ini dapat disiasati dengan proses konsultasi publik yang murah

biaya. Dewi menunjuk biaya-biaya pertemuan warga yang relatif tidak mahal

karena menu makan dan minum yang dihidangkan berasal dari hasil bumi

setempat dengan harga wajar (Wawancara, 18 April 2011).

3.2 KONTEKS DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERDA 15/2003

Bagaimana menjelaskan lebih jauh “kelambatan” dalam implementasi

dengan proses bergerak maju yang juga tampak dari implementasi ketentuan

partisipasi ini? Penjelasan kemudian akan dicari dari dimensi konteks kebijakan.

Ketiga sub dimensi yang semula akan dilihat adalah kekuasaan dan strategi aktor-

aktor yang terlibat, serta kepatuhan dan daya tanggap pelaksana. Karena dalam

kasus yang diperiksa ini kebijakan belum dilaksanakan, maka sub-dimensi yang

ketiga, yakni kepatuhan dan daya tanggap pelaksana penting untuk dianalisis

berdasarkan muatan Perda 15/2003 yang sudah dijelaskan sebelumnya.

3.2.1 Hak Masyarakat

Pasal 2 dan pasal 3 Perda 15/2003, dimaknai hak masyarakat dijamin

dalam perumusan kebijakan daerah khususnya dalam penyusunan APBD Kota

Kendari. Kongkritnya, hak masyarakat tersebut hanya dapat dilihat pada saat

dilaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) dibeberapa

tingkatan. Di Kendari, hak masyarakat sangat terbatas dalam menyampaikan

pendapat/masukan berupa usulan kegiatan dalam pelaksanaan Musrenbang mulai

dari tingkat kelurahan, kecamatan dan forum SKPD di tingkat kabupaten/kota

Page 11: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

karena secara teknis agenda acara yang dikeluarkan oleh pelaksana (Bappeda dan

PM Kota Kendari) sudah dibatasi oleh waktu yang ditetapkan tanpa menawarkan

terlebih dahulu kepada peserta Musrenbang. Sehingga yang terjadi adalah adanya

dominasi waktu yang digunakan oleh aparat kelurahan, aparat kecamatan, SKPD

dan DPRD, dan subtansi musyawarah tidak terpenuhi akibat dari kegiatan

musrenbang lebih banyak diisi dengan acara ceramah/sambutan dari birokrasi dan

DPRD itu sendiri. Pada sesi inilah masyarakat hanya bisa mendengar dan

mengikuti apa yang menjadi keinginan dari penyelenggara, sekalipun ada ruang

untuk memberikan masukan/pendapat pada sesi tertentu. Tetapi, masukan

masyarakat tersebut sudah di setting (diatur) oleh penyelenggara siapa-siapa saja

yang diberi waktu untuk bicara dan biasanya mereka itu adalah masyarakat yang

menurut penyelenggara dianggap sebagai elit (tokoh masyarakat) diwilayah

tersebut. Keadaan ini terus menerus diterapkan pada setiap tingkatan musrenbang,

sehingga menurut penulis bahwa jaminan Perda 15/2003 dalam implementasinya

tidak dapat menjamin dan tidak memenuhi hak masyarakat dalam perumusan

kebijakan di daerah khususnya dalam penyusunan APBD Kota Kendari.

Harapannya adalah, anggota DPRD Kota Kendari sebagai pemegang

amanat rakyat dapat mengakomodir hak masyarakat yang nantinya akan dibahas

dalam sidang paripurna DPRD terkait RAPBD Kota Kendari. Tentunya, dimulai

dengan melakukan reses untuk mengetahui apa-apa saja yang menjadi prioritas

program yang diinginkan masyarakat di wilayah konstituennya. Namun, pada

kenyataanya semua itu tidak terpenuhi dengan alasan bahwa dana reses tidak

mencukupi untuk melakukan penjaringan aspirasi masyarakat. Hal ini menjadi

ironi menurut Ashri Salam, Sekretaris Gerakan Pemuda Pembaharuan (GEMPA

Sultra). “Entah apa yang ada dibenak anggota DPRD Kendari. Satu langkah tak logis

menaikkan dana reses dari Rp. 5 juta menjadi Rp. 10 juta. Padahal di metro

transportasi cukup terjangkau. Bandingkan dengan DPRD Sultra yang wilyah

tugasnya lebih luas dan kebanyakan sulit terjangkau transportasi, tapi dana

resesnya Cuma naik menjadi Rp. 10 juta.” (Kendari Pos, Selasa, 28 Desember

2010).

Lanjut, Asri membeberkan indikasi DPRD Kendari sejak awal memang

tidak punya niat untuk memperhatikan masyarakat. Indikasinya tergambar saat

pembahasan APBD 2011 dengan waktu yang singkat. Dengan waktu yang mepet

itu sudah pasti pembahasan anggaran untuk rakyat di nomor duakan. Sesuai

pernyataan Ketua DPRD Abdul Razak pada saat menerima dokumen RAPBD

2011 dari Walikota Kendari dalam suatu rapat paripurna, bahwa dokumen yang

ketebalannya mencapai 5 cm tersebut rencananya akan dibahas secara maraton

selama seminggu dari pagi hingga malam hari. (Kendari Ekspres, Selasa, 14

Desember 2010).

Hal ini menunjukan bahwa, tidak ada jaminan bagi masyarakat untuk

dipenuhi keinginannya oleh anggota dewan yang nota bene dipilih oleh

masyarakat sendiri (wilayah konstituennya) sekalipun sudah dimuat dalam RKPD

dan RAPBD sesuai hasil musrenbang di berbagai tingkatan.

Page 12: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

3.2.2 Peran Serta Masyarakat

Pada bagian ini, titik krusial yang harus dijamin oleh Perda 15/2003 adalah

pasal 6 ayat 4, menyangkut bagaimana prosedur pengajuan keberatan dan

penyelesaian terhadap rancangan kebijakan termasuk APBD Kota Kendari,

sehingga apa yang menjadi tuntutan masyarakat dapat terpenuhi. Memang, Perda

ini ditindak lanjuti dengan Perwali 1023/2007. Namun, tidak ada

aturan/keputusan/surat edaran Walikota yang mengatur secara teknis jaminan

penyelesaian pengaduan atau tuntutan masyarakat. Contohnya, pada saat musim

hujan di Kota Kendari. Hujan yang hanya dalam waktu 3 sampai 5 jam, sudah

menimbulkan banjir di beberapa wilayah. Seperti, Kelurahan Kampung Salo

sampai menggenangi + 150 rumah warga dan terjadi depan Kantor Dinas PU Kota

Kendari yang setiap kali hujan mengguyur kota. Anehnya, kendati tepat didepan

“hidung” Dinas PU Kota, tidak ada juga yang dibenahi supaya pemandangan

semacam ini tidak terus menerus terjadi dan pengendara bisa mulus melintasi

jalan ini. Demikian halnya di Jl. H.E.A Mokodompit Kelurahan Kambu wilayah

Kampus Baru Universitas Haluoleo (UNHALU) Kendari, selain menggenangi

Perumahan Dosen Unhalu juga air hujan menutupi ruas jalan depan kampus

Unhalu dan Kantor Pertanahan Kota Kendari. Sistem pembungan air yang sangat

buruk, menjadi penyebab banjir. Masalahnya, hingga kini belum ada upaya

pemerintah untuk memperbaiki/membuat drainase yang sudah tertimbun tanah.

Artinya bahwa, Perda 15/2003 belum dapat diimplementasikan dengan

benar dan sungguh-sungguh oleh pemerintah daerah dan DPRD dalam

menyelesaikan pengaduan/keberatan dari masyarakat. Intinya, kembali kepada

political wiil pemerintah daerah dan DPRD untuk mau atau tidak mau

mengimplementasikan Perda 15/2003 dan Perwali 1023/2007 tersebut. Harusnya,

dengan keadaan tersebut diminta atau tidak diminta, pemerintah kota dan DPRD

Kota Kendari dapat mengakomodasi/diusul dan dianggarkan dalam APBD Kota

Kendari pada tahun berikutnya untuk memperbaiki saluran drainase, jalan, dan

semacamnya agar keadaan banjir di wilayah tertentu yang terus menerus dialami

masyarakat pada saat musim hujan dapat teratasi.

3.2.3 Pembinaan Peran Serta Masyarakat

Subtansinya secara normatif menjelaskan bahwa masyarakat dapat

memperoleh informasi tentang kebijakan secara mudah dan cepat melalui media

cetak, media elektronik,atau forum pertemuan, melindungi hak masyarakat untuk

berperan dalam proses penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, serta

memperhatikan dan menindak lanjuti saran, usul atau keberatan dari masyarakat.

(pasal 11, ayat 1 dan ayat 3 huruf d, dan huruf e).

Pada bagian ini, khususnya dalam pemberian informasi kepada masyarakat

tentang kebijakan daerah belum terpenuhi secara maksimal. Terutama

menyangkut informasi tentang penjabaran program dan kegiatan pembangunan

yang dimuat dalam APBD Kota Kendari. Karena selama ini, belum pernah

Pemerintah Kota Kendari mengumumkan item kegiatan dan program tersebut

utamanya pada dimedia media cetak nasional. Apalagi yang berhubungan dengan

tender proyek tertentu yang ditengarai terdapat persekongkolan antara penguasa/

pejabat birokrasi dan anggota DPRD dengan pengusaha atau kontraktor, sudah

pasti tidak bisa di umumkan di media publik apapun. Bisa saja tender proyek

tertentu di umumkan di media, tetapi tidak ada jaminan kemungkinan ada

permainan dari pihak panitia tender sehingga secara administrasi dapat terpenuhi.

Page 13: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

Biasanya, yang berhubungan dengan program/kegiatan yang membutuhkan

partisipasi masyarakat untuk menerima layanan kesehatan,

pemukiman/perumahan, menempati pasar, dan sebagainya barulah pemerintah

daerah menginformasikan melalui media cetak dan media elektronik. Seperti,

Program Persaudaraan Madani, Program Badan Layanan Umum Pengkreditan

Rakyat, Program Kendari Sehat 2020, dan sebagainya.

3.3 Penyusunan Kebijakan Daerah

Subtansinya terdapat pada pasal 3 ayat 2, bahwa tata cara pemberian

masukan secara langsung, dilakukan melalui usulan

kebijaksanaan/program/kegiatan pembangunan dilakukan melalui Musyawarah

Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).

Dalam konteks studi kasus yang menjadi fokus penelitian ini, kebijakan

jaminan partisipasi publik dilihat dari implementasinya pada penyusunan APBD

Kota Kendari tahun 2010. Penyusunan APBD diatur dengan Peraturan Menteri

Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah (pada Tahun 2007 keluar Permendagri 15/2007

yang merevisinya namun subtansi untuk proses perencanaan relatif sama).

Secara singkat proses perencanaan merupakan proses yang dirancang sebagai

proses bottom up, dari bawah keatas, melalui rangkaian pertemuan dari tingkat

desa/kelurahan sampai tingkat kabupaten yang sebut Musyawarah Perencanaan

Pembangunan (Musrenbang). Hasil dari rangkaian Musrenbang dan Forum Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) itu akan menjadi input bagi proses perencanaan

yang lebih teknis dan proses penganggaran di SKPD. Skema proses perencanaan

bottom up dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:

Gambar 3. Proses Perencanaan Bottom Up

(Sumber: dikembangkan dari Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan SEB. No.

0259/M.PPN/I/2005 dan 050/166/SJ

Tahapan-tahapan Musrenbang dan Forum SKPD, yang merupakan tahapan

perencanaan, memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat secara terlembaga.

Musrenbang merupakan wadah partisipasi berbasis teritorial, sementara aspirasi

untuk isu sektoral diwadahi oleh forum SKPD. Pada musrenbang dan forum

SKPD idealnya dibahas masukan dari wakil-wakil masyarakat mengenai kegiatan

yang mereka usulkan untuk dibiayai APBD pada tahun anggaran berikutnya.

Sesudah tahap perencanaan oleh eksekutif, partisipasi masyarakat tidak

lagi terlembaga. Masyarakat harus aktif mengakses informasi dan melakukan

advokasi pada tahap penganggaran dan penetapan perda APBD. Hal ini dilakukan dengan menjalin komunikasi dengan SKPD tertentu, membangun hubungan

Musrenbang Tingkat

Desa/Kelurahan

Musrenbang Tingkat

Kecamatan

Forum SKPD Musrenbang Tingkat

Kabupaten

Proses Perencanaan di

SKPD dan Penganggaran

Page 14: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

dengan anggota DPRD tertentu, menyaksikan rapat terbuka DPRD untuk

melakukan pemantauan, atau bahkan membangun akses khusus dengan kepala

daerah/walikota.

Gabriel Lele (2006: 168) mengatakan bahwa salah satu prasyarat kunci

bagi bekerjanya kemitraan menuju pembentukan komunitas kebijakan adalah

adanya kesetaraan dalam pengambilan keputusan, pemilikan sumberdaya, akses

informasi, dan sebagainya. Dominasi oleh salah satu pihak hanya akan berakibat

pada panarikan diri pihak lain. Adanya kerangka kerja yang jelas dan efektif akan

menjadi garansi tambahan akan terselesaikannya dilemma aksi kolektif dimana

naluri free rider menjadi salah satu kendalanya. Implementasi kemitraan yang

sungguh-sungguh akan memberikan sejumlah keuntungan, kemitraan yang

demikian dapat ,menjadi embrio komunitas kebijakan sehingga berbagai

kekusutan dalam proses dan dinamika kebijakan publik bisa menemukan solusi

subtansinya.

Proses perencanaan partisipatif yang selama ini dilakukan di Kota Kendari

masih menerima sejumlah kritik, khususnya terhadap jalannya rangkaian

musrenbang di berbagai level/tingkatan. Beberapa yang bisa dicatat adalah

mengenai keterwakilan, subtansi, dan hasil. Dalam hal keterwakilan, ada

kecenderungan bahwa prosedur yang ditetapkan pemerintah gagal memastikan

keterwakilan yang inklusif, utamanya bagi kelompok miskin dan perempuan. Dari

segi subtansi, kegiatan ini sering dijalankan secara kurang sungguh-sungguh dan

terkesan sekedar menjalankan formalitas rutin. Dari segi hasil, usulan kegiatan

pembangunan diterima kualitasnya relatif rendah, kurang strategis, dan terlalu

mikro. (resume coffee morning YPSHK, 28 Maret 2011).

3.3.1 Proses Perencanaan/ Musrenbang Kota Kendari Tahun 2009 dan 2010

Samodra Wibawa (2005: 33), jika para analis kebijaksanaan (teknokrat)

dan para policy maker-nya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap nasib

bangsanya, mereka akan membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan yang aspiratif.

Meskipun massa bersikap diam dan tidak secara vokal mendesakkan tuntutan-

tuntutannya kedalam proses konversi kebijaksanaan, elit menggali aspirasi mereka

melalui jalur birokrasi yang menembus hingga ke tingkat akar rumput. Masalah

kebijakan yang mereka rumuskan akan bersifat selektif, dalam arti secara rasional

dicari kondisi problematik mana yang paling relevan untuk dipecahkan atau

dikelolah. Ada skala prioritas kebutuhan yang jelas yang dapat diuji secara

rasional. Karena itu, maka program-program perubahan sosial yang dirancang

oleh sistem politik dengan model semacam ini dapat lebih konsisten, stabil dan

efisien.

Model dan Kondisi seperti diatas seharusnya terjadi di Kota Kendari

dalam proses perencanaan/penyusunan APBD. Namun, yang terjadi adalah

mekanisme Musrenbang sudah disusun sedemikian rupa oleh penyelenggara

(BAPPEDA), dari mulai agenda acara, penentuan pimpinan sidang, peserta sidang

dan pembagian kelompok dan penentuan prioritas kegiatan. Aturan main yang

paling menarik dibahas oleh peserta adalah mekanisme penentuan usulan kegiatan

yang akan menjadi prioritas.

Page 15: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

3.3.1.1 Partisipasi Masyarakat Sebelum Musrenbang

Partisipasi masyarakat sebelum penyelenggaraan musrenbang belum

memenuhi unsur-unsur partisipasi masyarakat, terutama keterlibatan masyarakat

dalam mensosialisasikan rencana kegiatan dan mengidentifikasi permasalahan

sebelum mengikuti penyelenggaraan musrenbang. Adapun keterlibatan

masyarakat dalam mempelajari materi yang relevan dengan musrenbang juga

belum terpenuhi karena nanti pada saat penyelenggaraan musrenbang materi

tersebut diberikan kepada peserta musrenbang. Sebagaimana hasil wawancara

berikut ini. “Biasanya setelah kami saksikan saja di balai pertemuan kelurahan karena kami

secara kebetulan melihat banyak orang. Ternyata, ada acara musrenbang. Yah,

terpaksa kami juga menyampaikannya kepada beberapa warga masyarakat

lainnya pak, karena kami memang tidak di undang.”

(Wawancara dengan Tokoh Masyarakat Kelurahan Baruga,

Bapak Hamsis, ST., pada tanggal 27 Februari 2011)

3.3.1.2 Partisipasi Masyarakat Saat Musrenbang

Menilai kesuksesan seluruh kegiatan penyelenggaraan musrenbang telah

belum maksimal melibatkan peran serta masyarakat. Hal ini karena masyarakat

yang menghadiri kegiatan penyelenggaraan musrenbang hanya dihadiri oleh

aparat kelurahan dan tokoh masyarakat yang diundang.

Kegiatan diskusi dalam penyelenggaraan musrenbang belum maksimal

melibatkan peran serta masyarakat. Hal ini karena masyarakat belum terlibat

secara aktif menyampaikan pendapat atau gagasan dalam kegiatan diskusi pada

penyelenggaraan musrenbang tersebut. Sebagaimana hasil wawancara berikut ini. “ Saya lihat, waktu diskusi dan keterlibatan kami pada kegiatan diskusi dalam

musrenbang belum baik, setiap masyarakat yang akan berbicara dalam diskusi

diberikan kesempatan tapi terbatas oleh waktu pak, waktu lebih banyak digunakan

oleh aparat kecamatan dan kelurahan beserta wakil Bappeda Kota melalui

sambutan-sambutan pak…“

(Wawancara, Bapak Drs. La Mambo, pada tanggal 28 Februari 2011).

Proses pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan musrenbang belum

sepenuhnya melibatkan peran serta masyarakat. Hal ini karena sebagian besar

dalam proses pengambilan keputusan pada penyelenggaraan musrenbang lebih

dikendalikan oleh penyelenggara (aparat kecamatan, kelurahan dan wakil dari

Bappeda kota).

3.3.1.3 Partisipasi Masyarakat Setelah Musrenbang Dalam penelitian ini, sosialisasi hasil penyelenggaraan musrenbang belum

sepenuhnya melibatkan peran serta masyarakat. Hal ini karena tokoh masyarakat

yang telah mengikuti penyelenggaraan musrenbang belum ikut serta

menyampaikan hasil-hasil yang disepakati kepada anggota masyarakat lainnya

yang tidak mengikuti penyelenggaraan musrenbang tersebut. Sebagaimana hasil

wawancara berikut ini. “ Karena hasil musrenbang ini untuk masyarakat seluruhnya maka harusnya

kami disampaikan juga oleh tokoh masyarakat yang hadir pada saat musrenbang

atau dari aparat kelurahan. Misalkan saja pada saat kita bertemu dalam

berbagai kesempatan pak, apalagi kalau yang tidak datang menanyakan hasil

musrenbang pasti tidak akan mengetahuinya …”

(Wawancara dengan Masyarakat Kelurahan Korumba,

Bapak La Disi, SPd., pada tanggal 3 Maret 2011).

Page 16: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

Demikian halnya dengan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan hasil-hasil

penyelenggaraan musrenbang perlu dilakukan perbaikan. Hal ini karena

masyarakat kurang dilibatkan dalam mengawasi hasil-hasil penyelenggaraan

musrenbang.

Lebih lanjut, keterlibatan masyarakat dalam upaya lanjutan untuk

merealisasikan hasil-hasil penyelenggaraan musrenbang perlu dilakukan

perbaikan. “ Saya lihat, umumnya masyarakat belum memiliki waktu yang banyak untuk

ikut dalam berbagai upaya memperjuangkan agar hasil-hasil musrenbang dapat

terealisasi dengan baik pak, biasanya yang terlibat hanya tim saja pak ..”

(Wawancara Bapak Endang A Mansur, S.Sos., pada tanggal 25 Februari 2011).

Keadaan di atas menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam mengawasi

dan upaya lanjutan guna mengawal dan merealisasikan hasil-hasil

penyelenggaraan musrenbang dalam RKPD (dan APBD) perlu dukungan

stakeholders lainnya. Partisipasi masyarakat setelah penyelenggaraan

musrenbang, dimana masyarakat harus dilibatkan secara aktif dalam sosialisasi,

pengawasan, dan upaya lanjutan dalam rangka merealisasikan hasil-hasil

penyelenggaraan musrenbang, merupakan salah satu bagian penting dalam

mewujudkan penyelenggaraan perencanaan pembangunan/ musrenbang yang

partisipatif.

Dengan gambaran tersebut, serta berdasarkan masukan dari pihak-pihak

yang peduli dengan partisipasi publik dalam perencanaan dan penganggaran

didaerah, maka YPSHK bersama teman-teman LSM lainnya mengadakan coffee

morning dengan tema Evaluasi Musrenbang ini. Coffee morning adalah kegiatan

diskusi tematik yang diadakan berkala oleh pegiat LSM di Kota Kendari untuk

mengangkat isu tertentu yang terkait dengan kebijakan daerah. Seharusnya, peran

ini dilakoni oleh Komisi Partisipasi dan Komisi Informasi Kota Kendari sesuai

yang diamanatkan oleh Perda Kota Kendari Nomor 15/2003 jo. Perwali

No.1023/2007 dan Perda 14/2003. Dalam Evaluasi Hasil Musrenbang yang

digelar tersebut turut hadir Kepala BPM, Sekretaris Bappeda dan PM, DPRD,

Pers, Mahasiswa, dan wakil Perguruan Tinggi Negeri (UNHALU), dan

stakeholders lainnya. Dari kegiatan tersebut terdapat sejumlah catatan mengenai

jalannya musrenbang. Dilevel masyarakat, dapat dilihat kurangnya antusiasme

masyarakat dalam musrenbang, adanya perasaan antipasti, kurangnya

keterwakilan kelompok miskin dalam musrenbang. Sementara, dilevel

pemerintah, terdapat keluhan kurangnya sosialisasi oleh aparat tentang

penyelenggaraan musrenbang, adanya wilayah yang tidak menyelenggarakan

musrenbang, tidak adanya sanksi untuk aparat yang wilayahnya gagal

melaksanakan musrenbang, dan tidak adanya standar format hasil musrenbang.

Ada wilayah yang tidak melaksanakan musrenbang dan justru mendorong

“partisipasi” dengan jalan pengajuan proposal. Ada warga yang menganggap lebih

mudah mendekati anggota DPRD saja pada tahap penganggaran dipenyusunan

APBD. Disisi aparatur, musrenbang juga sering dimaknai sebagai seremonial saja,

dimana daftar hadir diedarkan namun musyawarah tidak dilangsungkan karena

dianggap draft yang ada sudah disepakati secara formal. Disamping kendala

diatas, diidentifikasi juga sulitnya pemilihan waktu musyawarah yang cocok

untuk semua kalangan wakil warga yang dibidik, waktu yang tidak dianggap

mengganggu waktu produktif warga, namun juga bukan waktu yang bisa

menyurutkan partisipasi masyarakat. (resume coffee morning, 28 Maret 2010)

Page 17: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

Keadaan ini merupakan gambaran bahwa elit kebijakan di daerah yang

cenderung korup. Akibatnya adalah seringkali kebijaksanaan tidak rasional dan

tidak efisien. Pendekatan yang diterapkannya adalah pendekatan kekuasaan,

sebagai lawan dari problem oriented, tanpa berusaha mencari alternatif kebijakan

yang lebih sesuai untuk publik. Gejala dari pendekatan ini adalah dilakukannya

pembuatan kebijaksanaan dalam “kotak hitam” secara tertutup, dihimpunnya

sumberdaya untuk melaksanakan program kebijaksanaan secara tertutup pula, dan

kadang-kadang dilanggarnya konstitusi secara terang-terangan. (Samodra

Wibawa, 2005:34).

Berikut Kesepakatan dan Rekomendasi dari Evaluasi Musrenbang 2009

Kesepakatan

bersama

1. Sepakat untuk menitikberatkan kegiatan sosialisasi mengenai musrenbang

kepada masyarakat, dengan terlebih dahulu memberikan pemahaman dan

pengetahuan tentang pentingnya musrenbang bagi masyarakat, guna

membangun kesadaran partisipasi masayarakat terhadap musrenbang.

2. Masing-masing pemangku kepentingan mengambil peran dalam memberikan

pencerahan kepada masyarakat sebelum dilaksanakannya kegiatan

musrenbang (tingkat kelurahan maupun kecamatan), dengan membagi diri

berdasarkan wilayah kerja yang ditentukan/ disepakati bersama.

3. Perlu adanya panduan yang jelas (petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis)

dari pemerintah daerah bagi pelaksanan kegiatan musrenbang, agar dapat

menjamin adanya standarisasi agenda kegiatan-kegiatan dalam

pelaksanaannya.

4. Penyusunan juklak dan juknis tersebut dilakukan dengan masukan dari

pemangku kepentingan di Kota Kendari yang dilakukan dengan kajian-kajian

yang cermat sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang tepat.

5. Perlu adanya penyebaran informasi terkait dokumen perencanaan, program

kerja pemerintah daerah dalam tahun berjalan agar usulan masyarakat dapat

lebih berkualitas dan beragam, tidak setuju pada satu sector pembangunan

saja.

6. Mendesak kepada pemerintah daerah dan DPRD untuk segera membentuk

tim seleksi dan menetapan ketua dan sekretaris Komisi Partisipasi dan Komisi

Informasi Kota Kendari, mengingat amanat Perda 15/2003 jo. Perwali

1023/2007 dan Perda 14/2003, karena lembaga tersebut memiliki peran dan

fungsi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat secara khusus dan pemerintah

daerah pada umumnya.

Rekomendasi

1. Meminta kepada pemerintah daerah dan DPRD untuk segera membentuk tim

seleksi dan menetapan ketua dan sekretaris Komisi Partisipasi dan Komisi

Informasi Kota Kendari beserta pengurus.

2. Meminta Pemerintah Kota Kendari untuk segera menjadulkan sosialisasi yang

dilakukan bersama-sama dengan lembaga non pemerintah pada waktu

sebelum pelaksanaan musrenbang disetiap tingkatan.

3. Meminta Pemerintah Kota Kendari agar memberikan pelatihan kepada

beberapa kader yang berasal dari masyarakat kelurahan yang akan

diberdayakan dalam mendampingi masyarakat dalam melaksanakan

musrenbang.

4. Meminta Pemerintah Kota Kendari agar mempublikasikan usulan-usulan

masyarakat melalui musrenbang, pada hal mana usulan tersebut dapat

diakomodir atau tertolak dengan alasan-alasan yang rasional.

5. Meminta Pemerintah daerah agar senantiasa melibatkan seluruh pemangku

kepentingan dalam upaya meningkatkan kualitas pelaksanaan musrenbang di

semua tingkatan.

( Sumber: YPSHK Sulawesi Tenggara, 2011)

Page 18: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa implementasi ketentuan partisipasi di

Kota Kendari belum dilakukan. Namun, melihat interaksi antara Perda 15/2003

dengan proses perencanan pada tahun 2009 untuk menyusun APBD 2010, tampak

bahwa “defisit implementasi” (Lane, 1995: 100) yang terjadi dilakukan sebagai

tahapan untuk meletakan landasan yang lebih kuat bagi pelaksanaan partisipasi.

Perda 15/2003 dianggap sebagai peraturan pelaksanaannya menuntut pentahapan,

dan ketentuan partisipasi adalah yang dilakukan sesudah tahapan implementasi

ketentuan transparansi.

3.3.2 Proses Penganggaran

Proses penganggaran merupakan tahapan lanjutan dari Musrenbang,

karena bukanlah bagian terpisah dari proses perencanaan. Bila merujuk kepada

payung hukum yang ada, yaitu UU 17/2003 dan Permendagri 13/2006, diawali

dengan pembahasan draft Dokumen Kebijakan Umum APBD.

Dari seluruh rangkaian pembahasan anggaran sampai pada dokumen

KUA-PPA ditetapkan dalam Nota Kesepakatan Walikota dan DPRD, maka TAPD

dan Panitia Anggaran DPRD (Pangar DPRD), melakukan pembahasan secara

marathon dengan melibatkan SKPD dan Komisi DPRD serta Pembahasan antara

Komisi DPRD dengan SKPD mitra kerjanya, dilakukan secara stimulant tersebut

diatas hampir absen dari keterlibatan masyarakat, karena secara normatif tidak ada

payung hukum yang memberikan jaminan pelibatan masyarakat dalam proses

penganggaran. Kalaupun ada pelibatan masyarakat, yaitu pada saat DPRD

memberikan ruang bagi warga untuk terlibat pada hearing di DPRD dengan

mengundang untuk member masukan dan sekaligus koreksi terhadap draft KUA

yang sedang dibahas dan pada saat sosialisasi draft RAPBD oleh pemerintah

daerah, sebelum diserahkan ke DPRD. Padahal peran warga dalam proses

penganggaran ini sangat penting untuk memastikan apakah hasil Musrenbang

dapat diakomodir dalam dokumen KUA-PPA. Dokumen inilah yang dijadikan

rujukan untuk menyusun pra RAPBD.

Realitas yang terjadi konsistensi antara hasil musrenbang dan dokumen

perencanaan dinas seringkali masih dikalahkan oleh loby-loby para elit, sebab

orientasi dari beberapa birokrasi masih berorientasi proyek belum berorientasi

pada pembangunan seutuhnya. Proses penyusunan Rencana Kerja dinas sektoral

(Renja SKPD) masih tertutup, demikian pula pembahasan RAPBD yang masih

terkesan tertutup. Hasil pantauan terhadap proses pembahasan RAPBD di DPRD

Kota Kendari menunjukan bahwa persepsi sebagian besar anggota DPRD tentang

anggaran yang berpihak pada masyarakat miskin dan perempuan masih sangat

rendah. Belum lagi persepsi para anggota legislatif masih menganggap bahwa

dokumen APBD adalah rahasia negara yang tidak boleh diketahui oleh publik,

sehingga untuk mendapatkan dokumen-dokumen tersebut tidak jarang LSM

ataupun masyarakat sipil lainnya harus “mencuri” atau melakukan loby personal

kepada para legislator. Disisi lain, sebagian anggota legislatif juga tidak

mempunyai kapasitas yang cukup baik untuk mengkaji anggaran yang betul-betul

berpihak pada masyarakat, ditambah lagi dokumen RAPBD yang akan dibahas

baru diterima pihak legislatif dari pihak eksekutif dengan waktu yang sangat kasif

(paling lambat dua minggu), makin memperburuk kualitas analisis dan keluaran

anggaran tersebut.

Keadaan ini menggambarkan bahwa, sekalipun dana pembangunan sudah

tersedia tetapi realisasinya dikembalikan pada mental pejabat birokrasi yang

berhati nurani untuk melaksanakannya. Apakah pelaksanaan program/kegiatan itu

Page 19: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

sesuai dengan rencana semula atau tidak? Semua itu tergantung dari kepatuhan

pelaksana terhadap aturan hukum atau pedoman yang sudah ditetapkan.

Hasil kajian terhadap dokumen perencanaan dan anggaran di Kota Kendari

yakni Buku II Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2010

dikeluarkan oleh BAPPEDA dan PM Kota Kendari pada Bulan Juni 2009 yang

didalamnya memuat hasil-hasil Musrenbang Kelurahan, Musrenbang Kecamatan

dan Usulan SKPD dihubungkan dengan Perwali Nomor 29 Tahun 2009 tentang

Penjabaran APBD Kota Kendari Tahun Anggaran 2010, Alokasi Anggaran

memang nampak, tetapi peruntukan dimana lokasi dari anggaran tersebut sesuai

hasil musrenbang di berbagai tingkatan menjadi kabur.

Skala prioritas untuk Kelurahan Abeli Dalam Kecamatan Puwatu yang

dimasukan dalam Musrenbang Kelurahan dan Musrenbang Kecamatan bersama

SKPD beserta Tim dari Bappeda Kota Kendari dan Anggota DPRD sampai saat

ini belum terpenuhi. Program tersebut adalah Pengerasan dan Pengaspalan Jalan

beserta Pemasukan Jaringan Listrik di Kelurahan Abeli Dalam Kecamatan

Puwatu. “Bagaimana bisa, kami mengakses sumberdaya lain yang ada di Kota Kendari

apabila kondisi jalan saja tidak dapat dilalui kendaraan roda dua apalagi roda

empat. Berjalan kaki saja susah, ditambah lagi bila datang musim hujan, jadi

semakin parah keadaannya. Demikian pula dengan jaringan listrik, bila tiba

waktu malam, maka gelap gulitalah kampung kami. Sekarang coba saja anda

bayangkan dengan keadaan seperti itu, apa bisa nyaman?.” (wawancara, Udin

warga Kel.Abeli Dalam, 14 Maret 2011).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Implementasi ketentuan partisipasi dalamPerda 15/2003 ternyata belum mulai

dilakukan di Kendari khususnya pada penyusunan APBD 2010, dengan

melihat belum nampaknya kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (pemerintah

dan DPRD) serta tidak ada kegiatan dan anggaran terkait dengan implementasi

Perda 15/2003. Kelambatan ketentuan partisipasi terjadi karena ketentuan

partisipasi diletakkan sebagai tahapan yang lebih tinggi dan dianggap baru

akan diterapkan setelah ketentuan lain dalam perda terpenuhi, yakni

pembentukan Komisi Partisipasi.

2. Pergerakan lambat dari Perda 15/2003 di Kota Kendari merupakan kombinasi

dari isi Perda yang belum komprehensif, olehnya itu replikasi harus dilakukan

tidak hanya subtansi isi Perda namun juga dukungan kelembagaan yang ada

serta strategi implementasinya. Karena itu, keberadaan komisi ini pada tingkat

implementasinya merupakan hal yang mutlak untuk dilaksanakan oleh

pemerintah daerah dan DPRD.

3. Falsafah gotong-royong yang tertanam dalam budaya masyarakat Kendari

merupakan modal bagi format koproduksi dalam penyediaan layanan publik

yang harus dimanfaatkan secara positif untuk mengatasi kekurangan

sumberdaya yang dihadapi pemerintah daerah. Karena itu, Perda 15/2003 ini

merupakan Perda yang tidak hanya menuntut inisiatif dari pemerintah namun

juga partisipasi dari warga dalam implementasinya.

Page 20: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

Saran

1. Lebih kurang 8 (delapan) tahun usia Perda 15/2003, olehnya itu meminta

kepada Pemerintah Kota Kendari dan DPRD untuk segera mengevaluasi

implementasi PERDA 15/2003 yang bergerak lambat dan kemudian

melakukan perbaikan seperti sesegera mungkin menetapkan Draft Perwali

2010 guna menjamin partisipasi masyarakat dalam pembangunan di daerah.

2. Menegaskan kepada pemerintah daerah dan DPRD untuk segera membentuk

tim seleksi dan menetapan ketua dan sekretaris Komisi Partisipasi dan Komisi

Informasi Kota Kendari, sesuai amanat Perda 15/2003 jo. Perwali 1023/2007

dan Perda 14/2003, karena lembaga tersebut memiliki peran dan fungsi yang

sangat bermanfaat bagi masyarakat secara khusus dan pemerintah daerah pada

umumnya.

3. Mendesak kepada pemerintah daerah untuk menyampaikan informasi publik

khususnya dalam perencanaan pembangunan kepada masyarakat yang

memiliki kendala dalam mengakses informasi publik dalam upaya

meningkatkan kualitas pelaksanaan musrenbang di semua tingkatan.

Page 21: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

DAFTAR PUSTAKA

Bake, J. 2009. Partisipasi, Transparansi, Akuntabilitas, Anggaran Negara,

Jakarta: FITRA

Dunn, W.N. 1994. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, edisi kedua

(terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi,

Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Fanz Magnis-Suseno. 1987. Etika Politik Prinsipprinsi Moral dasar Kenegaraan

Modern, Jakarta : PT Gramedia.

Lane, Jan-Erik. 1995. The Public Sector: Consepts, Models, and Approaches

(2nd.

edition.). London: SAGE Publications

Lele, G. 2006. Membangun Komunitas Kebijakan: Konsep, Urgensin dan

Implikasinya. Interaksi Jurnal Politik dan Manajemen Publik Volume I

Nomor 1, Maret 2006, halaman 168. Jurusan Ilmu Adm.Negara Fisipol

UGM, Yogyakarta.

Grindle, M.S. 1980. Policy Content and Context in Implementation, dalam

Mirelee Grindle (ed.), Politic and Policy Implementation in the Third

Word. New Jersey: Priceton.

Harian Kendari Pos Edisi, Edisi November 2010. Kota Kendari

Harian Kendari Ekspres, Edisi Selasa 12 Desember 2010.

JAPRUK. 2009. APBD Tidak Pro-Poor, Laporan Hasil evaluasi advokasi gender

budgeting yang dilakukan oleh Jaringan Perempuan Usaha Kecil (Jarpuk),

Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Transparansi Anggaran dan Asosiasi

Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPUK) dari 47 Kabupaten/ kota

yang tersebar diseluruh Indonesia.

Pramusinto, Agus. 2006. Kepemimpinan Birokrasi: Antara Visi dan Nurani.

Interaksi Jurnal Politik dan Manajemen Publik Volume I Nomor 1 Maret

2006, halaman 92-96. Jurusan Ilmu Adm.Negara Fisipol UGM,

Yogyakarta.

Parson, W. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktek Analisis

Kebijakan. Jakarta: Prenada Media.

Sad Dian Utomo. 2003. “Partisipasi Masyarakat dalam Pembuatan Kebijakan”,

dalam Indra J. Piliang, Dendi Ramdani, dan Agung Pribadi, Otonomi

Daerah: Evaluasi dan Proyeksi, Jakarta : Penerbit Divisi Kajian Demokrasi

Lokal Yayasan Harkat Bangsa.

Sobari, W. 2006. Partisipasi Instrumental, Transformatif dan Elit Capture:

Analisis Structures and Meanings atas Argumen Kebijakan Partisipasi

Masyarakat dalam Pembangunan Daerah (Kasus Perda Partisipasi Kab.

Lebak). Dalam Justice for the Poor The Word Bank, Menggagas

Penyusunan dan Implementasi Perda yang Partisipatif, Transparan, dan

Akuntabel, hal. 149-165. Jakarta: Justice for the Poor The Word Bank,

Yayasan Inovasi Pemerintah Daerah (YIPD), ADKASI.

Page 22: ABSTRACT REGIONAL REGULATION IMPLEMENTATION OF … · lain Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

Wibawa, Samodra. 2005. Reformasi Administrasi Negara “Bunga Rampai

Pemikiran Administrasi Negara/ Publik. Yogyakarta: Gaya Media

Winarno, B. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Media

Pressido.

Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.

Undang-Undang N0.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2005 tentang Musyawarah Perencanaan

Pembangunan (Musrenbang)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata cara

Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana

Pembangunan Daerah.

Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 15 Tahun 2003 tentang Partisipasi

Masyarakat Dalam Perumusan Kebijakan Daerah di Kota Kendari.

Perwali Kota Kendari Nomor 1023 Tahun 2007 Tentang Partisipasi Masyarakat

Dalam Kebijakan Daerah.

Perwali Kota Kendari Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Penjabaran APBD 2010.

SEB Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Ketua Bappenas No. 0259/M.PPN/I/2005 dan 050/166/SJ.

Tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan

Website

www.kebebasaninformasi.org

www.pbet.org


Recommended