+ All Categories

akg

Date post: 17-Oct-2015
Category:
Upload: dinar-hildayatun
View: 6 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Popular Tags:

of 9

Transcript
  • ARTIKEL

    REVIEW ON THE PROBLEM OF ZINC DEFFICIENCY,PROGRAM PREVENTION AND ITS PROSPECT

    Susilowati Herman*

    AbsractAmong of the micronutrient dejficiency, zinc dejficiency do not get proper priorities yet or neglegted. Thissituation is due to the relatively limited availability of data related to zinc defflciency, and broader offunctional consequencies of zinc defflciency. In developed countries, studies on zinc defflciency has startedalmost since half century ago, however in Indonesia this study started since 20-30 years ago. This paperreview the problem of zinc defflciency, effort to prevent and its prospect. Zinc has many functions in thebody, involves in more than 300 enzyme, so the manifestation of zinc deficiency also varied and sometimesnot specific. The parameter for determination of zinc status of the body also varied, so comparing theprevalence of zinc defflciency from different study should be more careful, because there is no consecus onthe parameter yet. The prevalence of zinc defflciency ranges from 10% - 90%; the different parameter usedin each study affecting the prevalence. Diet of middle low community usually plant based diet, which poorzinc content and high content of inhibitor for zinc absorbtion. On the other hand high prevalence of diarrheaalso affect the losses of zinc. Consumption of red meat which rich in zinc usually also low in the middle lowcommunity. The possible and feasible program for preventing zinc defflciency are: food supplementation,fortification, biofortiflcation, zinc firtilization in the agronomic, and nutrition education.Key words: stunting, micronutrient, zinc defflciency, growth retardation

    Kata kunci: Stunting, Zat Gizi Mikro, Defisiensi Seng, Pendek, Retardasi Pertumbuhan,

    PendahuluanZat gizi mikro (miconutrienf) adalah

    terminologi yang digunakan untuk menjelaskanelemen kelumit (trace element) yang terdiri daripelbagai vitamin dan mineral. Mineral yangtermasuk zat gizi mikro antara lain adalah besi,seng, tembaga, selenium, chromium, iodium,fluorine, mangan, molybdenium, nikel, silikon,vanadium, arsenik dan cobalt. Kesemua zat gizimikro diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil^,dan harus didapatkan dari makanan dan minuman.Seng merupakan elemen kelumit esensial yangberperan dalam fungsi lebih dari 300 enzim danprotein tubuh manusia dan berperan dalampelbagai fungsi seperti DNA, RNA, tRNA^;.Seng juga berperan dalam metabolisme vitamin Amulai dari absorpsi, transport dan penggunaannyaoleh jaringan. Seng merupakan komponen enzimretinal dehidrogenase. Dalam sintesis retinaldiperlukan vitamin A. Seng juga berperan dalamsintesis retinol binding protein (RBP) yangberfungsi untuk mengangkut vitamin A dari hatike pelbagai jaringan perifer tubuhftj;. Karenaeratnya peran seng dalam metabolisme vitamin A,maka salah satu dampak defisiensi sengadalah percepatan terjadinya rabun senja yangmerupakan akibat kekurangan vitamin A .

    ' Puslitbang Gizi dan Makanan

    Pada masyarakat menengah bawah,biasanya yang mengalami defisiensi seng jugamengalami defisiensi zat gizi mikro lainnya.Dengan demikian dapat diduga penderitadefisiensi beberapa zat gizi mikro adalah populasiyang sama. Oleh sebab itu sangat penting untukmempelajari apakah hubungan risiko bebanpenyakit defisiensi ini bersifat independen atauoverlapping. Efek defisiensi vitamin A, besi danseng tampaknya sangat independen, meskidemikian sangat penting mempelajari dan lebihmendalam interaksi zat-zat gizi mikro tersebut.Pemahaman ini penting apabila untukperencanaan intervensi, apakah intervensidiberikan dalam bentuk zat gizi mikro tunggalatau gabungan beberapa zat gizi mikro (multi).Suplemen vitamin A akan meningkatkan gizi besidan suplemen seng meningkatkan absorpsivitamin A, sementara seng dan besi juga salingberpengaruh. Dengan demikian sulit atau tidakmudah diasumsikan suplementasi multi zat gizimikto akan memberikan keuntungan yang samadengan zat gizi mikro tunggal. Berdasar data yangada, angka defisiensi seng di pelbagai daerahbervariasi antara lain tergantung pada parameteryang digunakan. Makalah ini membahas masalahdefisiensi seng dari hasil pelbagai penelitian yangpernah dilakukan di Indonesia, upayapenanggulangan dan prospeknya.

    Media Penelit. dan Pengetnbang. Kesehat. Volume XIX Tahun 2009, Suplemen II S75

  • Defisiensi SengDefisiensi seng adalah suatu keadaan

    dimana kebutuhan untuk memenuhi kebutuhanbiologi suatu organisme, dan ini apat terjadi padatumbuhan ataupun hewan. Bila tanah mengalamidefisiensi seng maka tanaman yang tumbuh diatasnya tidak akan dapat tumbuh normal. Telahbanyak diketahui defisiensi seng dapatmenyebabkan retardasi pertumbuhan, berat lahirrendah, imunitas menurun, frekuensi dan lamadiare pada anak Balita, dan pada tingkat beratdapat mengakibatkan cacat bawaan (neurobehavior). Oleh karena fungsi seng begitu banyak,maka manifestasi defisiensi seng juga beragamdan seringkali tidak spesifik. Gejala klinis akibatdefisiensi seng juga tidak spesifik, sehinggaseringkali menyulitkan penegakan diagnosis.Beberapa parameter yang dapat digunakan untukmenentukan status seng tubuh antara lain adalahkonsentrasi seng dalam: a) plasma atau serum, b)erytrosit, c) leukosit dan serum atau plasma, d)rambut, e) urin, air liur, dan uji kecap^

    Salah satu manifestasi defisiensi seng padaanak balita adalah retardasi pertumbuhan^.Prevalensi retardasi pertumbuhan linier (pendekatau stunting) pada anak balita di Indonesiasekitar 35-50%^'^, bervariasi antar daerah.Dalam kenyataannya seseorang seringkalimengalami kekurangan lebih dari satu zat gizimikro. Kurang vitamin A (KVA) disertai dengandefisiensi zat besi dan defisiensi seng(4'!I).

    Konsekuensi defisiensi seng tingkat beratsudah diketahui sejak tahun 1960-an, tetapi baruakhir-akhir ini efek defisiensi seng tingkat ringandisadari semakin prevalen. Beberapa studimemperlihatkan suplementasi seng dapatmeningkatkan pertumbuhan anak, menurunkankejadian diare, malaria, dan pneumonia, sertamortalitas^2'7^. Pada hewan coba, defiksiensi sengdapat mengakibatkan gangguan fungsi motorikdankognisi""5-7*

    Secara keseluruhan, sekitar 800000 anakyang meninggal per tahun berkaitan dengandefisiensi seng. Kematian dan peningkatanpenyakit infeksi ini mengakibatkan 1,9% darikeseluruhan DALYs yang berkaitan dengandefisiensi SQn.g(17'l8). Menurut WHO, secara globalterjadi 10,8 juta kematian anak per tahun, darijumlah tersebut hampir 2,1 juta berkaitan dengandefisiensi seng, vitamin A, dan besi, atau sekitar19% keseluruhan kematian anak. Sebagaiperbandingan, malaria menyebabkan kematiananak tidak sampai 1000000 dan 2,7% darikeseluruhan DALYs^, sementara DALYsberkait dengan defisiensi besi, vitamin A, danseng dua kali lebih besar yakni 6%fl7'I8).

    Defisiensi seng pertama kali dideskripsikandengan jelas oleh Prasad dkk(2'3) pada tahun 1961,kemudian sejak itu peran penting seng dalammetabolisme tubuh direkam dengan lebih baik.Sudah sejak tahun 1980-an defisiensi seng semakinmulai menarik perhatian para ahli gizi dankesehatan masyarakat, tetapi perkembangannyafluktuatif dan sampai kini belum cukup tersediadata dan informasi pada tingkat masyarakat ataukomunitas, utamanya dalam sekala besar.Atmadja^ dalam penelitiannya menemukan sekitarseperenam dari 160 sampel yang diperiksa dengantes kecap Smith. Hadi Riyadi dalam penelitiannyamenggunakan parameter seng dalam serummenemukan 27,5% anak sekolah mengalamidefisiensi seng^. Wahyuni, dkkCT dalampenelitiannya pada anak Sekolah Dasar di Surabayamenemukan 56,2% anak sekolah yang ditelitidengan tes kecap Smith, mengalami defisiensi seng,dan angkanya menjadi lebih besar (62,1%) bilaparameter yang digunakan adalah konsentrasi sengdalam rambut. Penelitian menggunakan parameterserum seng yang mencakup 3548 sampel anakBalita di 45 kabupaten menemukan 36% anakBalita mengalami defisiensi seng^. Dewasa inidiperkirakan sepertiga penduduk dunia berisikomengalami defisiensi seng, dengan rentang variasiantara 4-73% tergantung dari negara. Defisiensiseng merupakan faktor risiko kelima dari pelbagaipenyakit di negara-negara berkembang^. Variasiangka defisiensi seng juga dipengaruhi padaparameter yang digunakan. Makalah ini membahasmasalah defisiensi seng yang mencakup pengertiandan konsekuensinya, sumber dan fungsi seng bagitubuh manusia, besaran masalah defisiensi seng,serta program penanggulangan dan propeknya,bersumberkan dari hasil pelbagai penelitian danpenelitian yang penulis lakukan.

    Sumber dan Fungsi Seng Bagi TubuhSeperti makhluk hidup pada umumnya,

    manusia mendapatkan seng terutama dari makanandan minuman. Dengan demikian, adalah wajar jikasalah satu penyebab defisiensi seng adalahkurangnya asupan seng dari makanan danminuman. Data kandungan seng dalam makananIndonesia masih terbatas. Daftar Komposisi BahanMakanan (DKBM) atau buku sejenis yangditerbitkan di Indonesia umumnya belummencantumkan angka seng. Hal ini antara lainkarena memang masih jarang dilakukan analisiskandungan seng dalam makanan di Indonesia.Namun demikian, angka kandungan seng dalammakanan mudah diketemukan dalam foodcomposition table terbitan luar negeri.

    S76 Media Penelit. dan Pengembang. Kesehat. Volume XIX Tahun 2009, Suplemen II

  • Kendala ketiadaan data kandungan sengdalam makanan Indonesia seringkali diatasi olehpara praktisi dan ahli gizi dan kesehatanmasyarakat dengan menggunakan DKBM terbitannegara tetangga misal Thailand, Philipine. Dasarpertimbangannya adalah asumsi bahwa makananhewani maupun tumbuhan dari spesies yang samaakan mempunyai kandungan seng yang tidakberbeda bermakna. Dengan demikian makananyang berasal dari hewan dan tumbuhan tersebutkandungan sengnya juga tidak berbeda bermakna.Dasar asumsi ini masih perlu dikaji dandibuktikan dengan data, karena kandungan sengmakhluk hidup sangat dipengaruhi oleh makananatau unsur hara yang dimakan oleh makhluktersebut.

    Guswono mensinyalir lahan-lahanagroekologi penghasil padi di Pulau Jawa sudahmengalami kekurangan seng. Guswono jugamengemukakan di daerah sepanjang pegununganKendeng di Jawa Tengah dan daerah-daerahpegunungan kapur juga disinyalir kekuranganseng(24). Tanaman dan hewan yang hidup didaerah kekurangan seng (kahat seng) jugaberisiko kekurangan seng. Atas dasar informasiini dan ungkapan yang cukup populer "You arewhat you eat" maka bukan mustahil produkpangan meski berasal dari spesies yang samaberpeluang mempunyai kandungan seng yangberbeda jika tumbuh, dibesarkan dan diberimakanan atau pupuk yang berbeda kandungansengnya. Sementara itu dengan semakinberkembangnya teknologi pangan, ragam produkmakanan jadi semakin banyak yang memungkinandalam proses pengolahannya ditambahkan elemenkelumit termasuk seng yang terkadang tidakdisebutkan dalam label makanan, terutamamakanan olahan industri kecil atau industri rumahtangga yang tidak mendaftarkan produknya keBadan POM. Ini berarti semakin banyak datakandungan seng makanan yang tidak atau belumdiketahui. Masalah ini menjadi pekerjaan rumahpara pemangku kepentingan yang berkait dengananalisis makanan.

    Seng dalam makanan sebagian besar terikatdengan protein dan asam nukleat. Dengandemikian makanan yang kaya protein utamanyadaging merah dan kerang merupakan makanansumber seng yang paling baik. Ikatan senyawaseng dengan protein seringkali sangat stabilsehingga memerlukan aktivitas substansial dalampencernaan agar seng terlepas dan dapat diserap.Komponen lain dalam makanan yang mengikatsenyawa seng sehingga tidak mudah diserap,masih banyak yang belum diketahui. Susu jugamerupakan sumber seng. Bioavelibilitas seng

    dalam susu ibu lebih baik ketimbang susuMakanan nabati umumnya miskin seng, kecualilembaga dari biji-bijian seperti lembaga gandum.Makanan nabati yang banyak mengandung fitatakan menurunkan bioavelibilitas seng, karenasenyawa komplek seng dengan fitat bersifat tidaklarut sehingga sangat sulit diserap di dalam usus.Faktor inhibisi atau penghambat penyerapan sengdalam makanan banyak dijumpai pada produkleguminosa karena kandungan fitat yang tinggi,gandum dan maizena atau tepung jagung, kopi,teh, keju dan susu sapi. Pengaruh suplementasikalsium terhadap penyerapan seng masih sulitdijelaskan'25r27; Absorpsi seng sangat bervariasi,tergantung dari kandungan seng dalam makanandan bioavelibilitasnya serta keberadaan zatpenghambat dalam penyerapannya.Bioavelabilitas seng dalam makanan nabatimenurun dengan adanya phytate. Bioavelibilitasseng dan zat besi turun karena asupan kalsiumyang tinggi1715'^. Metoda pengukuranbioavelibilitas seng, mencakup banyak caraseperti studi metabolik makanan intrinsik maupunekstrinsik (pelabelan dengan isotop stabil maupunradio isotop), studi keseimbangan (balancestudies), uji tolesransi seng (zinc toleance test),pengukuran pertumbuhan^ 5\ Beberapa metodamengukur absorpsi yang sebenarnya (trueabsorption), dan metoda lain mengukur absorpsiyang tampak (apparent), dengan demikian sudahbarang tentu hasilnya akan berbeda. Misal denganmengukur absorpsi sebenarnya, seng dalamdaging sapi dapat diserap 55%, dan seng dalampadi-padian yang banyak mengandung serta,hanya dapat diserap 15%. Dengan mengukurabsorpsi yang tampak (apparent), untuk makananyang sama masing-masing memberikan hasil 15%dan 25%(28).

    Tidak seperti zat gizi lainya, tubuh tidakmemiliki cadangan seng, akan tetapi seng ada dihampir semua sel dan jaringan tubuh danterkadang dalam konsentrasi yang tinggi. Tubuhmemiliki cadangan zat gizi mikro lain misalvitamin A dalam hati dan zat besi dalamhemoglobin dan myoglobin. Dalam konteks iniseng tergolong zat gizi mikro yang fundamentaluntuk komposisi sel dan jaringan yang sangatpenting untuk fungsi-fungsi sel atau jaringan yangbersangkutan. Apabila terjadi defisiensi makagangguannya tidak spesifik dan berupa gangguanmetabolisme secara umum. Zat gizi lain yangdapat dikelompokkan dengan seng dalam konteksini adalah asam amino, nitrogen, potassium, danmagnesium.

    Memperhatikan sifat, fungsi dan keberadaanseng dalam tubuh seperti diuraikan sebelumnya,

    Media Penelit. dan Pengembang. Kesehat. Volume XIX Tahun 2009, Suplemenll 577

  • maka pengukuran status seng tubuh menjadi tidaksederhana. Kandungan seng dari bagian tubuhmana yang paling merefleksikan seng tubuh perludiperhatikan. Sarapai kini pengukuran konsentrasiseng dalam plasma darah paling sering digunakan,meski hasilnya belum memuaskan untukmerefleksikan status seng tubuh. Selama infeksi,konsentrasi seng dalam plasma juga turun. Meskidemikian konsentrasi plasma seng tampaknyadapat memberikan gambaran status seng padamasyarakat^. Pengukuran status seng juga dapatdilakukan dengan tehnik isotop, tetapi mahal.Pada bayi dan anak, respon pada pertumbuhansetelah diberi suplemen seng dapat memberikanadanya defisiensi seng.

    Besaran Masalah Defisiensi SengDi Indonesia, data defisiensi seng masih

    terbatas. Sejauh ini belum dijumpai penelitianseng dalam skala besar di Indonesia. Hal iniantara lain karena rentannya kontaminasipenanganan spesimen sejak persiapan,pelaksanaan dan pemrosesan baik di lapanganmaupun di laboratorium untuk penentuan seng.Data yang tersedia mengindikasikan bahwa masalahdefisiensi seng cukup tinggi( 0). Studi di NusaTenggara Timur pada tahun 1996 menemukanrata-rata 71% ibu hamil mengalami defisiensiseng (serum seng

  • Tabel 1. Distribusi Subyek menurut Kategori Kadar Serum Zinc dan ProvinsiKategori kadar zinc (g/dl)

    Provinsi

    SumbarSumselJabarJatengJatimBantenBaliNTBKalselSultraSulselMaluku

    Total*Nilai normal >=0,70

    =0.70*%

    11,734,829,328,523,328,831,346,640,829,822,740,336,1

    2002)

    n

    3182302612581942422391951992502792152880

    %88,365,270,771,576,771,277,753,459,270,277,359,781,2

    Total

    n

    3603533693612533403483653363563613603548

    %100100100100100100100100100100100100100

    Sumber: Susihwati dkk, (15)

    Tabel 2. Distribusi Konsumsi Zat Gizi Balita menurut Kelompok Umur untuk 12 ProvinsiUmur (bulan)

    6 - 1 1 bulan 12 - 23 bulan 24 - 35 bulan 36 - 59 bulanN 274 812 878 1732

    Energi (kcal)Protein (gr)Vitamin A (SI)Besi (mg)Zn (mg)

    309.7 194.610.0 9.8

    234.2 312.31.9 1.91.3 1.2

    523.8 419.918.4 17.8

    237.7 296.13.0 22.91.9 1.8

    705.8 426.524.5 16.9

    240.5 256.43.8 23.72.5 3.1

    796.3 455.828.2 19.4

    236.2 356.93.6 19.92.8 2.8

    Media Penelit. dan Pengembang. Kesehat. Volume XIX Tahun 2009, Suplemenll S79

  • 120 n

    100-

    80 -

    Energi (kcal) Protein (gr) Vitamin A (SI) Besi (mg) Zn (mg)

    Gambar 1. Konsumsi zat gizi balita dalam persen terhadap AKG

    Tabel 3. Konsumsi Pangan Sumber Protein Hewani

    ProvinsiSumbar

    Sumsel

    Jabar

    Jateng

    Banten

    Bali

    NTB

    Kalsel

    Sulsel

    Sultra

    Maluku

    nRata2 (g)nRata2 (g)n

    Rata2'(g)n

    Rata2 (g)nRata2 (g)nRata2 (g)nRata2(g)nRata2 (g)nRata2 (g)nRata2 (g)nRata2 (g)

    Hati ayam1033.51986.11882.843

    4.41004.1884.91235.81251.67

    5.21541.1351.1

    Daging663.9903

    1202.620

    4.2771.213513.71418.3643.8176.31541.1970.9

    Daging ayam1646.23069.8266

    957

    10.91996.827019.419914.72169.572

    10.32214.8171.5

    Ikan segar31919

    34442.926510.560

    12.422316.325820.229232.629169.629682.531855

    20991.3

    Telor32223

    34440.132829.877

    32.729628.830329.628231

    28325.128935.129222.416326.3

    Program Penanggulangan dan ProspeknyaProgram gizi untuk mengatasi masalah

    kekurangan seng dilaksanakan melalui fortiflkasitepung terigu yang dituangkan dalam SNI, denganpenambahan 30 ppm (30 mg per 1000 gramtepung terigu) dan diharapkan dalam jangka

    panjang dapat mengatasi masalah kekuranganseng bila tepung terigu yang dikonsumsimencukupi. Ironinya peraturan SNI ini sempatdicabut demi kepentingan perdagangan denganmengorbankan kepentingan kesehatan anakdikemudian hari.

    S80 Media Penelit. dan Pengembang. Kesehat. Volume XIX Tahun 2009, Suplemen II

  • Asupan zat besi dan seng pada umumnyakurang dari 50% AKG, mungkin hal ini yangmenyebabkan prevalensi anemi gizi besi masihcukup tinggi. Defisiensi seng balita sebanyak32%. Defisiensi seng dan anemia dapatmempengaruhi kualitas sumber daya manusiaberupa terhambatnya pertumbuhan, rendahnyaprestasi belajar dan aktifitas fisik. Programsuplementasi sirop besi diketahui telah dilakukandi beberapa provinsi walaupun masih dalam skalaprioritas. Suplementasi zat gizi tunggaltampaknya kurang efektif. Beberapa penelitianmenunjukkan suplementasi zat gizi ganda misalvitamin A dan zat besi, atau multi zat gizi mikro,ternyata lebuih efektif. Pengembangan danpenggunaan formula multi zat gizi mikro dalambentuk tabur (sprinkle) sudah dirintis dalamsekala penelitian dan uji coba dalam sekala yanglebih luas. Hasil dari uji coba intervensi multi zatgizi mikro semakin memantapkan bahwa kedepan intervensi zat gizi tunggal semakinditinggal dan digantikan dengan multi zat gizimikro. Permasalahannya data dasar defisiensi zatgizi mikro sampai kini masih terbatas atau bahkandianggap tidak diperlukan. Intervensi multi zatgizi mikro terkadang tidak dilengkapai data dasaryang sangat penting untuk melihat keberhasilanintervensi di kemudian hari. Seperti telahdikemukakan sebelumnya seringkali kita jumpaifenomena defisiensi pelbagai zat gizi mikro.Fenomena ini sangatlah masuk akal, karena disamping adanya interaksi antara zat gizi satudengan lainnya, juga karena sumber makananyang kaya zat gizi mikro umumnya adalah samayakni makanan hewani. Dengan demikian jikaasupan makanan hewani (ikan, daging, telur)kurang atau rendah, maka risiko untuk defisiensizat mikro akan semakin besar. Adalah naif apabilahanya menekankan hanya pada salah zatu zat gizimikro saja, karena manakala seseorangmengalami defisiensi satu zat gizi mikro, hampirdapat dipastikan juga defisien zat gizi mikrolainnya, meski tidak atau belum diketahuiseberapa besar tingkat defisit masing-masing zatgizi mikro tersebut. Dengan pemahaman ini makaintervensi multi zat gizi mikro merupakan pilihanyang tepat. dan efisien.

    Asupan seng juga sangat rendah rata-ratahanya 32,7 % AKG. Asupan protein, vitamin A,zat besi dan seng pada balita di Propinsi Kalsel dibawah 100% AKG. Asupan protein rata-rata 79,2% AKG, tertinggi pada kelompok umur 36 - 59bulan sebesar 91,7% dan terendah pada kelompokumur 6-11 bulan yaitu 58,3% AKG.

    Asupan vitamin A sekitar 33,5% AKG padakelompok umur 6-11 bulan dan tertinggi 41,1%

    pada kelompok 24-35 bulan. Asupan zat besirata-rata 32,7% AKG dengan kisaran 27,5% AKGpada kelompok umur 12-23 bulan dan tertinggi37,5% pada kelompok umur 6-11 bulan. Asupanseng juga sangat rendah rata-rata dari ke empatkelompok umur hanya seperempat AKG.

    Asupan protein di propinsi Banten terlihatbervariasi antara kelompok umur. Asupan proteinyang tertinggi adalah pada kelompok umur 24 -35 bulan yaitu 102% AKG dan terendah padakelompok umur 12-23 bulan hanya 69,6%.

    Asupan vitamin A balita di Propinsi Bantentertinggi pada kelompok umur 6-11 bulan yaitu114,3% sedangkan kelompok lain masih di bawah100% AKG. Asupan zat besi terlihat masih dibawah 100% AKG, dengan rata-rata 48,1%.Sedangkan asupan seng terlihat lebih rendah lagiyaitu di bawah 40% AKG dengan rata-rata 28,6%AKG. Asupan protein balita di Propinsi NTB rata-rata 95,7% AKG, namun kelompok umur 12 - 23bulan paling kecil yaitu 83,3% AKG. Asupanvitamin A terlihat bervariasi walau masih dibawah100% AKG dan asupan yang terendah adalahkelompok umur 24-35 bulan. Asupan zat besimenunjukkan kelompok umur 6-11 bulan palingtinggi yaitu 60% AKG namun konsumsi rata-rataadalah 48,8% AKG. Sedangkan asupan sengternyata sangat rendah yaitu antara 23% sampai36 % AKG dengan rata-rata 33,9% AKG. Asupanprotein pada balita di Propinsi Sultra rata- rata110,2% AKG, dan persentase asupan yangterendah pada kelompok umur 6-11 bulan yaitu94,8% AKG.

    Asupan vitamin A pada balita di PropinsiSultra rata-rata hanya 62,8% AKG dan terendahpada kelompok umur 6-11 bulan sebesar 58.8%dan tertinggi pada kelompok umur 36-59 bulanyakni sebesar 70.7%. Sedangkan asupan zat besidan zinc rata-rata di bawah 40% AKG. Asupanprotein balita di Propinsi Sumbar masih di bawah100% AKG, kelompok umur 6-11 bulan dan 12- 23 bulan asupannya hanya mencapai sekitar70% AKG. Sedangkan asupan vitamin kelompokbalita umur 6 - 1 1 bulan konsumsinya palingtinggi dibandingkan kelompok umur lain, yaknimencapai 120% AKG. Asupan zat besi pada keempat kelompok masih dibawah 100% AKG dankelompok umur 12-23 bulan paling rendah yaituhanya 34.6% AKG. Asupan seng ternyata lebihrendah lagi yaitu hanya sekitar 20% padakelompok umur 6-11 bulan dan kelompok umur12-23 bulan. Asupan Protein balita di PropinsiSumsel rata-rata di atas 100% AKG pada keempat kelompok umur dengan rata-rata ke empatkelompok sebesar 125,7% AKG, asupan vitaminA terlihat di atas 100% AKG untuk kelompok

    Media Penelit. dan Pengembang. Kesehat. Volume XIX Tahun 2009, Suplemen 11 S81

  • umur 6-11 bulan dan kelompok 12-23 bulan,sedangkan dua kelompok umur lainnya masih dibawah 100% AKG. Asupan zat besi berkisarantara 53% sampai 64% AKG dengan rata-ratauntuk semua kelompok adalah 57,2% AKG.Sedangkan asupan seng sangat rendah hanya39,7% AKG, dengan kisaran 33,5% sampai42,1% AKG.

    Balita di Sumsel 30,7% mengonsumsi mieinstant 1 -3 kali sehari dan ini tertinggi dibandingpropinsi lain. Propinsi lain, frekuensi konsumsimie instant adalah 1 - 2 kali per minggu denganpersentase 33,1% sampai 30%.

    Frekuensi konsumsi roti adalah 1 -2 kali perminggu dengan persentase sekitar 31% di Kalseldan 36,3% di Sultra. Propinsi lain persentasenyahanya sekitar 20%

    Biskuit cukup sering dikonsumsi oleh balitadengan frekuensi 1 - 3 kali per hari denganpersentase tertinggi adalah balita di propinsi NTBdan Bali (36,6% dan 36,2%), sedangkan propinsilain frekuensi konsumsi biskuit adalah 1 - 2 kaliper minggu.Frekuensi konsumsi kacang hijau yang palingsering adalah 1 - 2 kali per minggu yangdikonsumsi oleh balita di propinsi Sumsel yaitusebanyak 36,1%. balita di propinsi lainpersentasenya hanya berkisar antara 16% - 28%.

    Di propinsi Sumbar dan Sultra tahudikonsumsi balita cukup sering yaitu 3 kali lebihper minggunya yaitu sebanyak 33,0%, sedangkanpropinsi yang lain frekuensi konsumsi tahu 1 - 2kali per minggu

    Frekuensi konsumsi tempe di Sumsel 30,2%balitanya mengonsumsi tempe lebih dari 3 kaliseminggu, sedangkan propinsi lainnya 30% lebihfrekuensinya 1 - 2 kali seminggu. Hati ayamtermasuk bahan pangan yang jarang dikonsumsioleh balita. Hanya Sumsel 27,8% mengonsumsihati ayam 1 - 2 kali perminggu. Propinsi lainlebih dari 60% balitanya tidak atau belummengonsumsi hati ayam.

    Daging sebagai sumber zat gizi mikro jugatermasuk bahan pangan yang jarang dikonsumsi.Hanya propinsi Bali dan NTB sebanyak 20%mengonsumsi daging 1 - 2 kali perminggu,sedangkan propinsi lain lebih dari 80% tidak ataubelum mengonsumsi daging.Frekuensi konsumsi daging ayam persentasenyatertinggi (lebih 30%) adalah propinsi Sumsel ,Bali dan NTB dengan frekuensi 1 - 2 kaliperminggu, sedangkan propinsi lain hanya sekitar20%.Ikan segar dikonsumsi hampir setiap hari olehbalita di Sumsel, Kalsel dan Sultra (40,2%, 55,6%dan 56,2%).

    Frekuensi konsumsi telor di PropinsiBanten, Sumsel dan Bali tersebar dengan kisaran20% dengan frekuensi 1- 3 kali sehari, lebih 3 kaliper minggu dan 1 -2 kali perminggu, sedangkanPropinsi lain persentasenya lebih tinggi.

    Memperhatikan asupan seng dari makananseperti dikemukakan di atas, tampaknya programpenanggulangan defisiensi seng lebih banyakbertumpu pada upaya beriukut: suplementasimenggunakan preparat seng yang tepat, fortifikasipada makanan, perbaikan atau perubahan polamakan melalui pendidikan gizi menuju keluargasadar gizi, biofortifikasi melalui bibit tanaman,atau pemupukan tanaman dengan seng.Suplementasi yang belakangan semakindigalakkan adalah suplemen multi zat gizi mikro.Pogram berbasis makanan (food based)memerlukan kerja ekstra keras karena konsumsimakanan hewani masyarakat kita umumnya masihrendah, dan terkait dengan faktor kemiskinan. Disamping itu menu makanan masyarakat yangdominan nabati yang berarti pula rendah seng,juga menangdung zat-zat penghambat penyerapanseng seperti fitat. Ke depan program fortifikasi zatgizi mikro akan terus mendapat perhatian karenalebih cost effective dibanding program lainnya.

    Daftar Pustaka1. Sara M. Hunt and James L Groff. Advanced

    Nutrition and Human Metabolism. WestPublishin Company, St. Paul New York, LosAngeles, San Fransisco. 1990,

    2. Prasad AS (1991) Discovery of human zincdefficiency and studies in an experimentalhuman model. Am J Clin Nutr; 53:403-412

    3. Prasad AS. Zinc defficiency in women,infants and children. J Am Clin Nutr1996;15:113-120.

    4. Christian P, West KP, Jr. Interaction betweenzinc and vitamin A: an update. Am J. ClinNutr. 1968;68(suppl):435S-41S.

    5. Baly DL, Colub MS, Gerswin ME, HurleyLS. Studies of marginal zinc deprivation inrhesus monkeys. III. Effects on vitamin Ametabolism. Am J Clin Nutr 1984;40:199-207

    6. Morrison SA, Russell, RM, Carney EA, OaksEV. Zinc defficiency: a cause of abnormaldark adaptation in cirrhotics. Am J Clin Nutr.1978;31:276-281.

    7. Hidayat, A. Seng (zinc): Essensial bagiKesehatan. Majalah Ilmiah FakultasKedokteran, USAKTI, Vol 18, No.l, 1999.

    8. Shankar AH, Prasad AS. Zinc and immunefunction: the biological basis of alteredresistance to infection. Am J Clin Nutr.68(Suppl.):447-63

    S82 Media Penelit. dan Pengembang. Kesehat. Volume XIX Tahun 2009, Suplemen II

  • 9. Abas Basuni Jahari; Sandjaja, Herman S.;Soekirman; Idrus Jus'at,; Fasli Jalal; DiniLatief; dan Atmarita. Status Gizi Balita diIndonesia Sebelum dan Selama Krisis(Analisis data antropometri SUSENAS 1989-1999).Widya Karya Nasional Pangan dan GiziVII, Jakarta, 20 Februari - 2 Maret 2000: 93-143.

    10. Badan Penelitian dan PengembanganKesehatan, Depkes RI. Riset KesehatanDasar. Laporan Penelitian. 2008.

    11. Whittaker P. Iron and zinc interaction inhuman. Am J Clin Nutr. 1968;68(suppl):442S-6S.

    12. Zinc Investigations' Collaborative Group.Prevention of diarrhea and pneumonia by zincsupplementation in children in developingcountries: pooled analysis of randomizedcontrolled trials. Journal of Pediatrics1999;135:689-97.

    13. Sazawal S., RE. Black, VP. Menon, DinghraPratibha, L. Caulfield, U. Dhingra and A.Bagati, 2001: Zinc supplementation in infantsborn small for gestational age reducesmortality: a prospective, randomized,controlled trial, Pediatrics, 108:1280-6.

    14. Sanstead, H. H. et al., (2000) Zinc nutriture asrelated to brain. J. Nutr. 130: 140S-146S

    15. Black MM (2003). "The evidence linking zincdefficiency with children's cognitive andmotor functioning". J. Nutr. 133 (5 Suppl 1):1473S-6S.

    16. Black MM (1998). "Zinc defficiency andchild development". Am. J. Clin. Nutr. 68 (2Suppl): 464S-9S

    17. World Health Report 2002 reducing risks,promoting healthy life. Geneva: World HealthOrganization; 2002.

    18. Ezzati M, Lopez AD, Rodgers A,VanderHoorn S, Murray CJL, & theComparative Risk Assessment CollaboratingGroup. Selected major risk factors and globalregional burden of disease. Lancet2002;360:1347-60

    19. Atmadja DS, Wille Japaries, dan EdySiswanto. Penelitian Status Zinc dengan TesKecap Smithw pada Masyarakat RW 04,Manggarai Jakarta. Makalah disampaikanpada Seminar Pusat Antar Universitas-Pangandan Gizi Universitas Gajad Mada, Yogjakarta,28-29 Juni 1988.

    20. Hadi Riyadi. Hubungan Seng Serum denganHambatan Pertumbuhan pada Anak SekolahDasar. Thesis S2. Program Pasca Sarjana IPB,Bogor, 1992.

    21. Wahyuni S, Benny Soegianto, dan LukiMundiastuti. Validitas Tes Kecap Smithdalam Penentuan Status Seng Kualitatif padaAnak Sekolah dasar di SD An Najiyyah, Kec.Wonpcolo dan MI At Tauhid, Kec.Wonokromo, Kota Surabaya. Laporan AkhirPenelitian. Risbinkes. Akademi GiziSurabaya, Dinkes Propinsi Jawa Timur. 2005.

    22. Susilowati Herman, dkk. Studi Masalah GiziMikro di Indonesia: Perhatian khusus padakurang vitamin A (KVA), Anemia, dan Seng.Laporan Penelitian. Pusat Penelitian danPengembangan Gizi dan Makanan, BadanLitbang Kesehatan, 2009.

    23. hrtp://en. wikipedia.org/wiki/zinc_defficiency24. Guswono S. The Zinc Status in Indonesia

    Agriculture. Contr. Centr.Res. Inst.FoodCrops. Bogor. No.68.

    25. Cousins., RJ. Zinc. Present Knowledge inNutrition. Ninth Edition, Vol.1. BarbaraA.Bowman and Robert M. Russell (eds).ILSI. Washington, DC 2006, p.445-547

    26. Wood RJ, Zheng JJ. High dietary calciumintakes reduce zinc absorption and balance inhuman. Am J Clin Nutr; 1997; 65:1803-1809

    27. Mc.Kenna AA, Ilich JZ, Andon MB, Wang C,Markovic V. Zinc balance in adolescentfemales consuming alow- or high-calciumdiet. Am J Clin Nutr. 1997;65:1460-1464.

    28. Zheng JJ, Mason JB, Rosenberg IH, WoodRJ,. Measurement of zinc bioavailability frombeef and a ready-to-eat high-fiber breakfastcereal in humans: application of whole-gutlavage technique. Am J Clin Nutr.1993;58:902-907.

    29. King JC. Assessment of zinc status. J Nutr1990 (Suppl 11); 1474-1479.

    30. Ruth English and Susilowati Herman.AusAID Consultant Report on IndonesianNutrition Status Review Program, 2001.

    31. Satotoj 1996. Hubungan antarakekurangan seng dengan tumbuhkembang anak Majalah PenelitianDipenogoro 5 (IV): 231-6, 1996

    Media Penelit. dan Pengembang. Kesehat. VolumeXIX Tahun 2009, Suplemenll S83


Recommended