+ All Categories
Home > Documents > ANALISA GETARAN DAN SISTEM PERPOROSAN … · Vibration measurement was taken during normal...

ANALISA GETARAN DAN SISTEM PERPOROSAN … · Vibration measurement was taken during normal...

Date post: 11-Aug-2018
Category:
Upload: phamtuyen
View: 219 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
14
1 | Dhani Priatmoko ANALISA GETARAN DAN SISTEM PERPOROSAN PADA REDUCTION GEAR KM.KUMALA Dhani Priatmoko Taufik Fajar Nugroho ST, MSc. Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan ITS Abstract MV. Kumala was operated under high vibration condition, increase of exhaust gas temperature and lube oil pressure on the reduction gear. High vibration level especially occurs on the shaft bearings and reduction gears which forcing the captain to reduce ship to 7-8 knots from its normal cruising speed 10 knots, after several voyages it was decided that MV Kumala undergo emergency docking. The research purpose is to measure and determine the vibration level comparing with standard and estimating performance of reduction gear and propulsion system after emergency docking. Vibration measurement was taken during normal operating condition with full load condition. Data then analyze using ABS, DNV and ISO 18016:1995 criterias to estimate the successfulness of emergency docking. Based on data analisys, the vibration level of reduction gear and propulsion system are on several zone and some measurement point data went beyond recommendation limit. The reduction gear and propulsion system will not in good condition if running beyond 400 rpm in prolonged and continuous operation. Keyword : Vibration Measurent, ISO 18016:1995, Vibration velocity, Performance indicator 1. Pendahuluan Tingkat getaran yang terjadi dikapal berubah sesuai dengan kondisi kapal. Seiring dengan pengoperasian kapal, tingkat getaran yang dihasilkan akan berubah terkait dengan perubahan tingkat keausan, titik berat atau munculnya ketidak seimbangan pada permesinan, gesekan berlebih yang muncul, kemunduran performance dari permesinan. Apabila permesinan mendapatkan perbaikan baik di motor induk, reduction gear, sistem perporosan dan propeller maupun peralatan- peralatan lainnya, maka tingkat getaran yang dihasilkan juga akan berubah. KM Kumala diinformasikan mengalami getaran yang berlebih dan peningkatan temperatur serta tekanan minyak pelumas pada reduction gear. Peningkatan getaran juga dirasakan pada sistem propulsi (bantalan-bantalan). Peningkatan getaran ini menyebabkan KKM dan Nahkoda menurunkan kecepatan dinas sampai dengan 2 knots dari kecepatan dinas normal. 2. Tujuan 1. Melakukan pengukuran getaran pada sistem propulsi KM. KUMALA dan menentukan tingkat getaran yang terjadi berdasarkan aturan yang berlaku. 2. Menentukan performance engine dari KM Kumala setelah emergencydocking 3. Pengertian Getaran Getaran timbul akibat transfer gaya siklik melalui elemen-elemen mesin yang ada, dimana elemen- elemen tersebut saling beraksi satu sama lain dan energi didesipasi melalui struktur dalam bentuk getaran. Kerusakan atau keausan serta deformasi akan merubah karakteristik dinamik sistem dan cenderung meningkatkan energi getaran. Sedangkan gaya yang menyebabkan getaran ini dapat ditimbulkan oleh beberapa sumber kontak/benturan antara komponen yang bergerak/berputar, putaran dari massa yang tidak
Transcript

1 | D h a n i P r i a t m o k o

ANALISA GETARAN DAN SISTEM PERPOROSAN PADA REDUCTION GEAR KM.KUMALA

Dhani Priatmoko Taufik Fajar Nugroho ST, MSc.

Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan ITS

Abstract

MV. Kumala was operated under high vibration condition, increase of exhaust gas temperature and lube oil pressure on the reduction gear. High vibration level especially occurs on the shaft bearings and reduction gears which forcing the captain to reduce ship to 7-8 knots from its normal cruising speed 10 knots, after several voyages it was decided that MV Kumala undergo emergency docking. The research purpose is to measure and determine the vibration level comparing with standard and estimating performance of reduction gear and propulsion system after emergency docking.

Vibration measurement was taken during normal operating condition with full load condition. Data then analyze using ABS, DNV and ISO 18016:1995 criterias to estimate the successfulness of emergency docking.

Based on data analisys, the vibration level of reduction gear and propulsion system are on several zone and some measurement point data went beyond recommendation limit. The reduction gear and propulsion system will not in good condition if running beyond 400 rpm in prolonged and continuous operation.

Keyword : Vibration Measurent, ISO 18016:1995, Vibration velocity, Performance indicator

1. Pendahuluan Tingkat getaran yang terjadi dikapal berubah sesuai dengan kondisi kapal. Seiring dengan pengoperasian kapal, tingkat getaran yang dihasilkan akan berubah terkait dengan perubahan tingkat keausan, titik berat atau munculnya ketidak seimbangan pada permesinan, gesekan berlebih yang muncul, kemunduran performance dari permesinan. Apabila permesinan mendapatkan perbaikan baik di motor induk, reduction gear, sistem perporosan dan propeller maupun peralatan-peralatan lainnya, maka tingkat getaran yang dihasilkan juga akan berubah.

KM Kumala diinformasikan mengalami getaran yang berlebih dan peningkatan temperatur serta tekanan minyak pelumas pada reduction gear. Peningkatan getaran juga dirasakan pada sistem propulsi (bantalan-bantalan). Peningkatan getaran ini menyebabkan KKM dan Nahkoda menurunkan kecepatan dinas sampai dengan 2 knots dari kecepatan dinas normal.

2. Tujuan 1. Melakukan pengukuran getaran pada sistem

propulsi KM. KUMALA dan menentukan tingkat getaran yang terjadi berdasarkan aturan yang berlaku.

2. Menentukan performance engine dari KM Kumala setelah emergencydocking

3. Pengertian Getaran

Getaran timbul akibat transfer gaya siklik melalui elemen-elemen mesin yang ada, dimana elemen-elemen tersebut saling beraksi satu sama lain dan energi didesipasi melalui struktur dalam bentuk getaran. Kerusakan atau keausan serta deformasi akan merubah karakteristik dinamik sistem dan cenderung meningkatkan energi getaran. Sedangkan gaya yang menyebabkan getaran ini dapat ditimbulkan oleh beberapa sumber kontak/benturan antara komponen yang bergerak/berputar, putaran dari massa yang tidak

2 | D h a n i P r i a t m o k o

seimbang (unballance mass), missalignment dan juga karena kerusakan bantalan (bearing fault).

Jenis Getaran

Secara umum ada 2 kelompok getaran yaitu getaran bebas dan getaran paksa. Getaran bebas terjadi jika sistem berosilasi karena bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu sendiri (inherent) dan jika tidak ada gaya luar yang bekerja. Sistem yang bergetar bebas akan bergetar pada satu atau lebih frekuensi naturalnya yang merupakan sifat sistem dinamika yang dibentuk oleh distribusi massa dan kekakuannya. Sedangkan getaran paksa adalah getaran yang terjadi karena rangsangan gaya luar artinya rangsangan dari luar berisolasi dengan sistem sehingga sistem dipaksa untuk bergetar pada frekuensi rangsangan. Bila sebuah sistem dipengaruhi oleh eksitasi harmonik paksa, maka respon getarannya akan berlangsung pada frekuensi yang sama dengan frekuensi eksitasinya. Sumber-sumber eksitasi harmonik adalah ketidak seimbangan pada mesin-mesin yang berputar, gaya-gaya yang dihasilkan oleh mesin torak atau gerak mesin itu sendiri. Eksitasi ini mungkin tidak digunakan oleh mesin karena dapat mengganggu operasinya atau menggangu struktur mesin itu apabila amplitudo getaran yang besar. Dalam banyak hal resonansi harus dihindari dan untuk mencegah berkembangnya amplitudo yang besar maka sering kali digunakan peredam (damper) dan penyerap (absorbers). Getaran paksa biasanya terjadi pada getaran pondasi karena mesin yang bertumpu di atasnya bergetar. Apabila frekuensi rangsangan sama dengan frekuensi natural sistem, akan menimbulkan resonansi, dan osilasi besar yang berbahaya mungkin terjadi.

Gambar 1 Model matematis getaran longitudinal sistem propulsi

Getaran Longitudinal

Getaran longitudinal pada sistem propulsi kapal merupakan salah satu getaran dengan koordinat gerak sejajar dengan sumbu poros propeller. Getaran ini timbul akibat putaran propeller serta adanya gaya radial yang ditimbulkan main engine.

Gaya aksial propeller (thrust) ditahan oleh thrust block yang kemudian diteruskan ke konstruksi kapal. Karena gaya aksial ini, maka thrust block dan pondasinya akan mengalami pergeseran secara longitudinal. Untuk analisa getaran longitudinal, sistem propulsi kapal dapat dimodelkan sebagai suatu sistem pegas massa, seperti ditunjukkan pada gambar.

Sistem propulsi ini akan bergetar longitudinal pada posisi thrust block. Jika seluruh sistem dari propeller sampai mesin dianggap sebagai satu kesatuan massa tegar, maka semua titik pada sistem tersebut akan bergetar dengan displasemen aksial yang sama sebesar x(t). Anggapan ini berlaku untuk sistem dengan poros pendek, yang mana model sistem dengan satu derajat kebebasan dapat dilihat pada gambar.

Dari gambar 1 tersebut, M adalah massa total dari sistem, termasuk added mass (penambahan massa akibat massa air laut yang ikut dengan sistem ). Added mass (m) sangat tergantung dari type dan dimensi propeller.

Sedangkan K adalah kekakuan thrust bearing. Harga ini merupakan kombinasi antara kekakuan thrust block (KB) dan kekakuan pondasi / thrust block seating ((KS).

Hubungan tersebut diberikan dengan persamaan :

KB tergantung dari tipe bearing dan dapat dibagi ke dalam beberapa komponen seperti, thrust collar, oil film, thrust pad dan kekakuan housing. KS ditentukan oleh kekuatan dari seating dan struktur bagian tengahnya terutama pada panjang, ketebalan, tinggi dan jumlah elemen struktur longitudinal. KS juga dapat dipengaruhi dari kekakuan geser dari housing dan seating, terutama untuk kasus dimana jarak antara poros dan double bottom perlu diperhitungkan. Untuk penempatan thrust block yang menyatu dengan engine, estimasi terbaik untuk harga K ditentukan secara langsung dengan instalasi mesin tersebut.

SB KKK111

K

x (t)

Mf (t)

3 | D h a n i P r i a t m o k o

Beberapa kemungkinan sumber eksitasi getaran adalah :

Gelombang laut Gelombang laut umumnya mempunyai frekuensi yang relatif sangat rendah dibandingkan dengan frekuensi natural sistem. Sebagai contoh, gelombang laut yang cukup berarti mempunyai frekuensi natural tidak lebih dari 1 Hz. Gelombang dapat menjadi eksitasi yang berbahaya, misalnya bila terjadi slamming. Namun demikian fenomena slamming adalah masalah transient sehingga tidak relevan dengan masalah yang sedang dianalisa.

Motor induk Untuk getaran longitudinal pengaruh motor induk adalah kecil, pengaruh mesin diesel lebih ke getaran torsional dan lateral.

Propeller Untuk getaran longitudinal, propeller hampir selalu menjadi penyebab utama dari getaran longitudinal sistem propulsi kapal.

Untuk baling baling yang mempunyai N daun maka untuk setiap putaran akan terjadi N kali kenaikan gaya dorong, karena sebanyak itu daun baling baling akan melewati daerah dengan wake tinggi tersebut. Dari sini dapat didefinisikan besarnya frekuensi eksitasi yang disebut blade rate frequency akibat pengaruh jumlah daun tersebut, yaitu:

NRPM60

2

Dimana : RPM : RPM baling baling N : jumlah daun baling baling

Angka 60 karena 1 menit = 60 detik Resonansi akan terjadi pada sistem apabila besar frekuensi eksitasi sama dengan frekuensi natural. Besarnya amplitudo eksitasi ditulis sebagai prosentase dari besarnya thrust dengan koefisien β. Semakin kecil harga ini tentu saja semakin kecil eksitasi yang terjadi. Karena itu upaya untuk mengurangi getaran juga harus dilakukan pada sumber getaran disamping pada sistemnya itu sendiri. Besarnya β berkisar antara 0 – 15% tergantung dari bentuk buritan (stern) dan tergantung pada perencanaan baling-baling sendiri. Ada beberapa cara untuk memperkecil β :

Skew Yaitu membuat bentuk daunnya menyimpang dari bentuk daun konvensional dengan memberi sudut yang disebut sudut skew. Dengan bentuk daun yang seperti itu maka masuknya daun pada daerah wake menyesuaikan dengan kondisi distribusi wake yang tidak uniform.

Clearance Secara umum semakin besar clearance maka distribusi wake semakin mendekati uniform. Dalam praktek besar clearance diambil sekitar 20%. Cara lain untuk memperbesar clearance dengan memasang baling-baling menggantung agak kebelakang.

Getaran Torsional

Getaran torsi adalah getaran sudut periodik poros elastis dengan rotor bulat yang dikaitkan kepadanya. Pada sistem propulsi getaran yang terjadi diakibatkan bekerjanya eksitasi torsi (momen).

Pada propeller akan bekerja enam komponen gaya/momen osilasi (unsteady force/moment) yaitu tiga komponen gaya dan tiga komponen momen. Gaya dan momen tersebut terjadi karena propeller berputar pada daerah wake yang tidak uniform. Gaya/momen ini bekerja pada/terhadap hub.

3. Aturan Terkait Getaran

Standart ABS

Berdasarkan Guidance Notes on Ship Vibration (ABS, 2006) getaran longitudinal (rms, free route) pada thrust bearing (dan bull gear untuk geared turbin drives) tidak boleh lebih dari 5 mm/s rms.

Untuk komponen sistem propulsi yang lain selain engine, propeller dan shafting aft dari thrust bearing, getaran longitudinal tidak boleh lebih dari 13 mm/s rms. Untuk stern tube dan line shaft bearing, getaran lateral tidak boleh lebih dari 7 mm/sec rms. Untuk direct diesel engine (lebih dari 1000 HP, slow dan medium speed diesels terhubung dengan perporosan), batasan getaran adalah 13 mm/sec pada bearings dan 18 mm/sec pada engine top, pada ketiga sisi. Untuk high seed diesel engines (kurang dari 1000 HP) , getaran tidak boleh lebih dari 13 mm/sec pada bearing dan engine top pada semua sisi.

4 | D h a n i P r i a t m o k o

Gambar 2. Acceptance criteria ABS

Standart DNV

Getaran pada struktur Pada aturan DNV bagian 6 bab 15 mengenai getaran, untuk getaran struktural, tingkat getaran merupakan indikator bagi resiko terhadap fatique crack pada struktur. Aturan ini berlaku bagi struktur yang terdapat permesinan atau berbatasan dengan ruangan permesinan. Struktur pada wilayah kargo tidak termasuk dalam aturan ini. Gambar 3. Batasan velocity getaran yang diijinkan

untuk struktur yang berbatasan dengan permesinan

Struktur getaran pada kapal dengan materi baja, maka getaran tidak boleh melebihi ketentuan di atas. Apabila tingkat kecepatan getaran berada di bawah 45 mm/s, maka hal ini memberikan indikasi terhadap fatique crack yang masih diijinkan/diterima. Getaran pada permesinan dan komponen-komponen Level getaran pada permesinan merupakan indikator mounting, balancing dan alignment yang baik pada instalasi baru dan merupakan indikator bagi performance kerja dari permesinan pada saat bekerja. Kriteria diaplikasikan pada semua putaran kerja dan beban pada kondisi operasi yang stabil.

Gambar 4. Batasan velocity getaran yang diijinkan . Standart ISO

Aturan ISO untuk getaran pada permesinan ada dua macam, yaitu pengukuran pada permesinan pada bagian poros yang bergerak yaitu ISO 7919, “Mechanical vibration Evaluation of machine vibration by measurements on rotating shafts” dan untuk pengukuran pada bagian yang tidak bergerak yaitu ISO 18016:1995, “Mechanical vibration-Evaluation of machine vibration by measurements on non rotating parts”

Gambar 5. Flow Diagram untuk memilih metode pengukuran dan evaluasi untuk menentukan tingkat bahaya dari getaran

5 | D h a n i P r i a t m o k o

Gambar 6. Zona dan klas getaran menurut ISO 18016:1995

Berdasarkan alat yang dimiliki oleh laboratorium getaran sistem permesinan jurusan teknik sistem perkapalan, hanya dapat mengukur getaran pada bagian yang tidak bergerak, sehingga dipergunakan ISO 18016.

Zona Evaluasi

Sesuai dengan ISO 18016, berdasarkan tingkat kecepatan (velocity, mm/s) suatu permesinan dapat di masukkan dalam suatu zona tertentu yaitu A-D, dengan deskripsi sebagai berikut

Zone A: getaran pada permesinan yang baru dikomisioning (permesinan baru/diperbaiki) akan berada pada zona ini..

Zone B: Permesinan dengan getaran yang masuk dalam zona ini normalnya dianggap dapat diterima untuk operasi jangka panjang yang tidak terbatas.

Zone C: Permesinan dengan getaran pada zona ini, termasuk pada kondisi yang tidak memuaskan untuk dioperasikan secara terus menerus pada jangka panjang. Umumnya, permesinan dapat dioperasikan untuk waktu yang terbatas sampai mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kondisi.

Zone D: Getaran dengan nilai yang masuk zona ini umunya dianggap mempunyai tingkat bahaya yang dapat menyebabkan kerusakan pada permesinan.

Kategori Permesinan

Class I: Bagian individual dari mesin dan permesianan, secara integral terhubung dengan permesinan secara lengkap pada kondisi operasi (contoh tipikal adalah elektrikal motor sampai dengan 15 kW)

Class II: Permesinan ukuran menengah (contoh tipikal motor listrik dengan daya 15 kW sampai 75 kW) tanpa pondasi yang khusus, motor yang diikat

secara rigid dengan pondasi khusus (sampai dengan 300 kW)

Class III: Penggerak utama ukuran besar dan permesinan besar lainnya dengan dengan pondasi bersifat rigid dan berat serta relatif tegar.

Class IV: Penggerak utama ukuran besar dengan pondasi yang relatif lunak pada arah getaran (contoh: turbo generator set dan gas turbin dengan daya lebih dari 10 MW.

4. Metodologi Studi Literatur

Studi Literatur ini dilakukan dengan tujuan mencari dan merangkum teori dasar yang mendukung penelitian. Dalam studi literatur ini ada beberapa hal yang akan dicoba untuk didalami dalam studi literatur ini, diantaranya adalah :

- Pengertian getaran - Getaran longitudinal - Getaran torsional - Pengukuran getaran - Teori perhitungan getaran - Peredaman getaran - Pengumpulan Data

Pada tahapan ini akan dilakukan penentuan kapal sekaligus mencatat data yang dibutuhkan dan menentukan titik-titik sebelum pengukuran. Kapal Ro-Ro Kumala UKURAN UTAMA KAPAL Loa : 104,2 m Lwl : 94 m Lpp : 92 m

6 | D h a n i P r i a t m o k o

B : 19,2 m H : 6,3 m T : 4,4 m V (trial) : 20,3 knot DWT (ton) : 1146 GT : 5764 NT : 1978 Galangan (shipbuilder) : KURUSHIMA ZOSEN CO.LTD Tahun Bangun : 1989 Sarana Angkut : 60 kendaraan campuran ABK : 35 orang Owner : PT. Dharma Lautan Utama Class : BKI

Gambar 7. Kapal Ro Ro Kumala

MAIN ENGINE Manufacture : NIIGATA Type : 6MMG. 31 EZ Dia x langkah (diameter X stroke) : 310 x 380 Max. continous output : 600 RPM Power/No. of cylinder : 2000 BHP/6 cylinder No. of set : 4 sets GEAR BOX Type : MMG N 4001-2 (TWIN DISC) SAE 30 HAD Ratio : 310 x 380 Weight : 13500 kg

Alat Ukur Getaran

Alat-alat utama yang dipakai untuk mengukur dan menganalisa getaran-getaran mencakup alat pengukur tingkat getaran, perekam tingkat, perekam audio dan alat analisa frekuensi. Suatu frekuensi yang memenuhi sebagai polusi getaran adalah frekuensi tengah pada gelombang 1/3 oktaf dalam lingkup 1 ~ 80 Hz, sehingga suatu pencatat data yang dapat mencatat mulai dari frekuensi-frekuensi rendah (DC) lebih disebut sebagai perekam suara.

Sebelum dilakukan pengukuran getaran terlebih dahulu ditentukan daerah yang mengalami getaran dan perambatan getaran tersebut. Daerah inilah yang nantinya akan dilakukan pengukuran getaran dengan menggunakan suatu alat ukur getaran. Sebagai contoh tipe alat untuk mengukur suatu getaran adalah sebagai berikut : a. Accelerometer

Accelerometer ini akan memproduksi semacam sinyal. Ukuran sinyal tersebut sangatlah proporsional untuk diaplikasikan di dalam mengukur perlajuan daripada getaran.

b. Frequency Analyzer Pada alat ini akan didapatkan distribusi daripada perlajuan getaran frekuensi yang berbeda.

c. Frequency weighting network Alat ini menirukan sensitif pada manusia terhadap getaran pada frekuensi yang berbeda. Dengan menggunakan alat ini dalam mengukur dan mengekspresikan paparan getaran akan diberikan angka tunggal yang dinyatakan dalam m/s2 (satuan perlajuan)

Alat yang digunakan untuk mengukur getaran pada KM Kumala adalah vibration meter dengan spesifikasi sebagai berikut:

Frekuensi range Acceleration : 10 Hz – 200 Hz,

10 Hz – 500 Hz, 10 Hz– 1 kHz, 10 Hz – 10 kHz

Velocity : 10 Hz – 1 kHz Displacement : 10 Hz – 500 Hz Accurasi : ≤ 5 % Temp range : 00 C – 400 C Humidity range : ≤ 80 % Display screen : LCD 320 x 200 pixels (LED

backlight) Battery parameter: Li battery (20 hours continuously) Dimension : 171 mm x 78,5 mm

Gambar 8. Vibration Meter

7 | D h a n i P r i a t m o k o

Penentuan Titik Pengukuran

Dalam melakukan pengukuran getaran maka harus ditentukan titik pengukuran terlebih dahulu. Menentukan titik pada sistem propulsi pada kapal Ro Ro Kumala. Pada sistem propulsi kapal dilakukan pengukuran pada pondasi gear box dan shaft bearing.

Pengukuran dilakukan pada bagian gear box karena pada bagian ini menahan gaya aksial dari propeller yaitu thrust yang kemudian diteruskan kekonstruksi kapal, sehingga gear box dan pondasinya akan mengalami pergeseran secara longitudinal.

Gambar 9. Titik pengukuran pada pedestal bearing berdasarkan ISO 10816:1995

Berdasarkan guidelines yang diberikan oleh ISO 10816:1995, titik pengukuran pada pedestal bearing ditunjukkan pada gambar 3.3 sedangkan pada bearing tipe housing ditunjukkan pada gambar 3.4.

Gambar 10. Titik pengukuran pada housing type bearing berdasarkan ISO 10816:1995

Gambar 11. Konfigurasi 2 Main Engine – 1 Reduction Gear

Gambar 12. Titik-titik pengukuran pada KM Kumala

Titik 1 sampai dengan 7 dan 11 adalah pengukuran pada bearing tipe pedestal, 8-14 adalah pada gear box.

8 | D h a n i P r i a t m o k o

Analisa

Gambar 11. Flow chart Metodologi Penelitian

Setelah pengambilan data dan identifikasi masalah dilakukan maka akan dilakukan hal-hal sebagai berikut :

- pengolahan hasil pengukuran dan perhitungan - membandingkan tingkat getaran dengan

standart yang berlaku yaitu berdasarkan aturan dari ISO, DNV dan ABS

- mempelajari pemeliharaan/perbaikan pada sistem perporosan KM Kumala pada docking tahun 2009 dan emergency docking 2011

- menganalisa tingkat getaran pada setiap titik dengan membandingkannya terhadap aturan serta merunut history perbaikan dan pengukuran terhadap sistem perporosan

- menarik kesimpulan dan memberikan rekomendasi

5. Pembahasan 5.1. Kerusakan Pada Sistem Perporosan

Berdasarkan wawancara dengan kepala kamar mesin (KKM) Kumala, sebelum emergency docking getaran sistem perporosan terasa jauh meningkat pada beban yang sama, pada bantalan-bantalan dan reduction gear. Tekanan minyak pelumas pada reduction gear tinggi, temperatur gas buang meningkat dan kecepatan kapal menurun 2-3 knot menjadi 7-8 knot pada putaran mesin rata-rata 400 rpm. Diindikasikan terdapat kerusakan pada propeller – shaft – reduction gear yang menyebabkan getaran meningkat dan performance kapal menurun. Pada docking sebelumnya pada tanggal 20-24 Juni 2009. perbaikan yang sudah dilaksanakan pada propeller dan sistem perporosan adalah sebagai berikut: 1. Poros baling-baling (2 unit)

- Pengukuran clearance poros baling-baling, bush thordon, shaft steel, sleeve bronze

- Bongkar skerm poros baling-baling - Poros baling-baling dicabut digeser

kebelakang sepanjang 12 meter untuk pemeriksaan dan dipasang kembali

- Buka mur baut flange poros baling-baling dirawat dan dipasang kembali

- Buka rumah EVK seal, dirawat, 1 unit diganti - Buka mating EVK seal, permukaan bidang

geser dibubut 0,6 mm

2. Baling – baling

a. Baling - baling kanan Daun baling - baling dicabut, diletakkan dalam graving dock dibawa ke darat untuk diganti baru (spare kapal).

b. Baling - baling kiri.

Daun baling – baling dicabut, diletakkan dalam graving dock dibawa ke darat untuk perawatan dan perbaikan.

3. Rudder, Rudder Stock & Pintle. Dilaksanakan pengukuran clearance poros kemudi pintle dan dibuatkan record.

4. Gear Box General overhaul gear box M/E no 3,4 kiri Metal duduk dilepas dan diganti baru 8 set

General overhaul Gear box shaft ME No. 4 kiri

Berdasarkan laporan docking tersebut dapat disimpulkan bahwa poros dan bearing tidak

9 | D h a n i P r i a t m o k o

mengalami perbaikan berarti. Perbaikan dilaksanakan terhadap propeller (baling-baling) terhadap retakan dan penambahan material (static balancing).

Sea trial dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2009 dengan muatan kosong, tangki bahan bakar 9000 L, tanki harian 2000 L, tanki air tawar 97 ton, tangki harial air tawar 95 ton dan tangki air ballast 163 ton pada perairan pelabuhan Semarang, endurance putaran 400 rpm selama 2 jam dengan kecepatan rata-rata 10,5 knots.

Pada sea acceptance test yang pertama, kapal mampu berlayar dengan putaran mesin 600 rpm dan kecepatan trial 20,3 knots.

5.2. Emergency Docking

Emergency docking dilaksanakan pada bulan maret 2011 di Jasa Marina Indah dockyard, Semarang. Perbaikan pada sistem perporosan meliputi:

- Pembongkaran propeller dan poros - Perbaikan propeller dengan pengeboran untuk

menghentikan retak, pengelasan untuk menambah massa dan mereparasi ujung propeller yang terkikis oleh kavitasi serta perlakuan panas (heat treatment) untuk mengembalikan bentuk daun propeller yang bengkok.

- Balancing propeller - Perbaikan sleeve poros dengan benzona dan

pembubutan - Pembubutan bantalan poros - Pembongkaran reduction gear - Pengukuran dan penggantian bantalan yang

sudah menipis, mengganti packing reduction gear.

- Overhaul engine

Gambar 12,13 Propeller kiri retak dan penyok (kiri) setelah mengalami perbaikan (kanan)

Gambar 14. Kondisi propeller kanan bengkok keluar

Gambar 15,16 Proses pengelasan (kuningan) propeller kanan (gamb. kiri) dan kondisi poros propeller kanan (gamb kanan)

Gambar 17,18. Proses pengeboran untuk menghentikan retak (kiri), pengecekan oleh BKI setelah selesai repair

10 | D h a n i P r i a t m o k o

Gambar 19,20. Proses balancing propeller kiri dan kanan

Gambar 21,22. Kondisi sleeve yang akan di belzona (kiri) dan sleeve dan poros yang sudah dibelzona dan di bubut

Gambar 23,24.Bantalan thordon dibubut (kiri) dan pemasangan bantalan (kanan)

Gambar 25,26. Pembubutan sleeve (kiri) dan MPI kones dan rumah spie poros (kanan)

Gambar 26,27.Pembongkaran gear box

Gambar 27,28.Pengecekan kondisi gear box

Gambar 29,30. Kondisi bantalan pada gear box

Pada emergency docking ini, scope pekerjaan juga meliputi overhaul main engine yang dikerjakan oleh anak buah kapal sendiri.

Sea trial dilakukan dengan menjalankan kapal pada muatan kosong dari Semarang ke Surabaya. Empat motor induk berputar dengan putaran 430 rpm dan menghasilkan kecepatan 14,5 knots.

Peningkatan performance yang significant antara sea trial pada saat docking 2009 yang mencapai kecepatan 10,5 knots dengan setelah emergency docking. Namun tetap jauh dari performance pada saat sea trial pertama yang mencapai 20,3 knots.

5.3. Pengukuran Getaran

Pengukuran getaran dilaksanakan pada tanggal 15-16 Juli 2011 di KM Kumala yang melayari rute Surabaya – Banjarmasin, dengan kondisi full load cenderung overload. Draft depan 5,1 meter dan draft belakang 5,4 meter. (Full load draft adalah 4 meter)

Kondisi cuaca cerah dengan ombak berkisar 1-3 meter, dengan skala belford 2.

11 | D h a n i P r i a t m o k o

titik property Pengukuran ke

no. 1 no. 2 no. 3 no. 4 1 a - peak (m/s2) 1,52 1,21 0,94 3,17

a - rms (m/s2) 1,07 0,85 0,66 2,24

v (cm/s) 0,029 0,031 0,022 0,057

d (mm) 0,0002 0,0349 0,0034 0,0005

2 a - peak (m/s2) 2,39 1,38 1,75 3,6

a - rms (m/s2) 1,69 0,98 1,24 2,54

v (cm/s) 0,067 0,031 0,06 0,064

d (mm) 0,0047 0,0023 0,0064 0,0005

3 a - peak (m/s2) 0,56 0 0,68 29,84

a - rms (m/s2) 0,39 0,38 0,48 21,1

v (cm/s) 0,071 0,032 0,058 0,622

d (mm) 0,0318 0,0425 0,0494 0,0049

4 a - peak (m/s2) 1,84 1,36 1,71 3,92

a - rms (m/s2) 1,3 0,96 1,21 2,77

v (cm/s) 0,139 0,033 0,087 0,069

d (mm) 0,0444 0,0075 0,0474 0,0009

5 a - peak (m/s2) 1,98 6,49 2,33 30,25

a - rms (m/s2) 1,4 4,58 1,64 21,38

v (cm/s) 0,069 0,188 0,069 0,632

d (mm) 0,007 0,0061 0,0051 0,005

6 a - peak (m/s2) 3,03 3,99 3,65 30,07

a - rms (m/s2) 2,14 2,82 2,58 21,25

v (cm/s) 0,068 0,1 0,102 0,635

d (mm) 0,0038 0,0029 0,0016 0,0051

7 a - peak (m/s2) 1,93 1,38 1,35 31,27

a - rms (m/s2) 1,36 0,98 0,95 22,11

v (cm/s) 0,04 0,046 0,058 0,646

d (mm) 0,0023 0,0036 0,0058 0,0049

8 a - peak (m/s2) 1,77 1,92 2,04 32,24

a - rms (m/s2) 1,25 1,35 1,44 22,79

v (cm/s) 0,044 0,055 0,05 0,66

d (mm) 0,0057 0,0044 0,0021 0,0058

9 a - peak (m/s2) 9,18 9,77 8,92 31,56

a - rms (m/s2) 6,49 6,9 6,31 22,31

v (cm/s) 0,203 0,238 0,196 0,654

d (mm) 0,0039 0,0039 0,0033 0,0048

10 a - peak (m/s2) 11,59 12,9 7,82 32,71

a - rms (m/s2) 8,19 9,12 5,53 23,13

v (cm/s) 0,211 0,225 0,16 0,685

d (mm) 0,0033 0,0031 0,0035 0,005

11 a - peak (m/s2) 4 3,44 3,34 31,35

12 | D h a n i P r i a t m o k o

titik property Pengukuran ke

no. 1 no. 2 no. 3 no. 4 a - rms (m/s2) 2,82 2,43 2,36 22,16

v (cm/s) 0,136 0,114 0,087 0,655

d (mm) 0,0078 0,0057 0,0074 0,005

12 a - peak (m/s2) 4,11 6,73 7,31 33,51

a - rms (m/s2) 2,9 4,76 5,16 23,69

v (cm/s) 0,068 0,067 0,07 0,704

d (mm) 0,0043 0,0031 0,0037 0,0053

13 a - peak (m/s2) 18,32 19,21 11,75 32,33

a - rms (m/s2) 12,95 13,58 8,31 22,85

v (cm/s) 0,346 0,38 0,235 0,672

d (mm) 0,0048 0,006 0,0044 0,005

14 a - peak (m/s2) 13,96 25,39 17 34,79

a - rms (m/s2) 9,87 17,95 12,02 24,6

v (cm/s) 0,278 0,486 0,244 0,725

d (mm) 0,0051 0,0043 0,0042 0,0056

Tabel 1. Pengukuran Getaran KM Kumala

Kondisi pengukuran adalah sebagai berikut:

pengukuran rpm mesin 330 rpm no 1 rpm propeller 135 rpm

Tanggal 16 Juli 2011 jam 04:00

pengukuran rpm mesin 370; 375; 400; 330 no 2 rpm propeller 140, 135

Tanggal 16 Juli 2011 jam 09.15

pengukuran rpm mesin 370,375,400,330 no 3 rpm propeller 140,135

Tanggal 16 Juli 2011 jam 12;00

pengukuran rpm mesin 380,395,410,345 no 4 rpm propeller 150,145

Tanggal 16 Juli 2011 jam 17.00 12 knot belford scale 2

5.4. Analisa Getaran

Analisa berdasarkan standar ABS Berdasarkan ABS, untuk komponen sistem propulsi yang lain selain engine, propeller dan shafting aft dari thrust bearing, getaran longitudinal tidak boleh lebih dari 13 mm/s rms. Untuk stern tube dan line

shaft bearing, getaran lateral tidak boleh lebih dari 7 mm/sec rms.

titik Pengukuran vibration velocity (mm/s) ke

1 2 3 4

1 0,29 0,31 0,22 0,57

2 0,67 0,31 0,6 0,64

3 0,71 0,32 0,58 6,22

4 1,39 0,33 0,87 0,69

5 0,69 1,88 0,69 6,32

6 0,68 1 1,02 6,35

7 0,4 0,46 0,58 6,46

8 0,44 0,55 0,5 6,6

9 2,03 2,38 1,96 6,54

10 2,11 2,25 1,6 6,85

11 1,36 1,14 0,87 6,55

12 0,68 0,67 0,7 7,04

13 3,46 3,8 2,35 6,72

14 2,78 4,86 2,44 7,25

Tabel 2. velocity getaran (mm/s) pada setiap titik pengukuran dengan standar ABS

Berdasarkan tabel diatas, tingkat velocity getaran yang melebihi 7 mm/s adalah pada titik pengukuran no 12 dan 14 pada pengukuran ke 3. Namun pengukuran pada titik tersebut adalah pada gear

13 | D h a n i P r i a t m o k o

box sehingga mengikuti kriteria dibawah 13 mm/s, masih memenuhi peraturan ABS.

Analisa berdasarkan standar DNV Berdasarkan standar DNV, kriteria getaran yang diaplikasikan untuk shaft line bearing adalah 5 mm/s sedangkan untuk gear (reduction gear) adalah 7 mm/s, sehingga:

titik Pengukuran vibration velocity (mm/s) ke 1 2 3 4

1 0,29 0,31 0,22 0,57 2 0,67 0,31 0,6 0,64 3 0,71 0,32 0,58 6,22 4 1,39 0,33 0,87 0,69 5 0,69 1,88 0,69 6,32 6 0,68 1 1,02 6,35 7 0,4 0,46 0,58 6,46 8 0,44 0,55 0,5 6,6 9 2,03 2,38 1,96 6,54 10 2,11 2,25 1,6 6,85 11 1,36 1,14 0,87 6,55 12 0,68 0,67 0,7 7,04 13 3,46 3,8 2,35 6,72 14 2,78 4,86 2,44 7,25

Tabel 3. velocity getaran (mm/s) pada setiap titik

pengukuran dengan standar DNV

Berdasarkan standar DNV titik 3,5,6,7,11,12 dan 14 pada pengukuran ke 4 tidak memenuhi kriteria, dan disebutkan merupakan indikator bagi performance yang tidak baik.

Analisa berdasarkan standar ISO 18016:1995

Berdasarkan ISO 18016:1995, “Mechanical vibration-Evaluation of machine vibration by measurements on non rotating parts” Motor penggerak utama pada KM Kumala termasuk permesinan kelas III ( Penggerak utama ukuran besar dan permesinan besar lainnya dengan dengan pondasi bersifat rigid dan berat serta relatif tegar

).

velocity Pengukuran ke mm/s (rms) 1 2 3 4 0,28 A A A A 0,45 1,2,3,4,5,6, 1,2,3,4,5,6,7, 3,4,5,6,7,8,9 1,2,3,4,5, 0,71 10,11,12,13, 11,12,13,14 10,11,12, 12,13,14 1,12 7,8,9, 14 8,9,10 13,14 6,7,8,9, 1,8 10,11 2,8 B 9,10,13 B B 4,5 9,10,7,13 B 7,1 C 14 C 5,6,7,8,9,,14 11,2 C C 10,11,12,13 18 D D D D 28 45

Tabel 4. Zona dari getaran sistem propulsi KM yang termasuk pada kelas III

14 | D h a n i P r i a t m o k o

Berdasarkan pada tabel 4. pada pengukuran ke 2 titik nomor 14 perlu mendapat perhatian. Sedangkan pada pengukuran ke 4 hampir separoh titik pengukuran berada dizona C yang artinya adalah Permesinan dengan getaran pada zona ini, termasuk pada kondisi yang tidak memuaskan untuk dioperasikan secara terus menerus pada jangka panjang. Umumnya, permesinan dapat dioperasikan untuk waktu yang terbatas sampai mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kondisi.

Analisa kondisi kerja

Berdasarkan analisa terhadap standar, ditemukan bahwa pada pengukuran ke 4 diperoleh hasil yang kurang memuaskan, dan akan dapat membahayakan/mengakibatkan kerusakan apabila dioperasikan secara terus menerus pada jangka panjang.

Kondisi pada pengukuran ke 4 adalah sebagai berikut:

pengukuran rpm mesin 380,395,410,345 no 4 rpm propeller 150,145

Tanggal 16 Juli 2011 jam 17.00 12 knot belford scale 2

Dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya, terdapat peningkatan rpm propeller sehingga mencapai 150 rpm. Meskipun pada saat sea trial (perjalanan dari Semarang ke Surabaya) kecepatan kapal mencapai 14,5 knots dan rpm mesin mencapai 430 rpm, jauh lebih besar daripada kondisi pengukuran 4, akan tetapi beban pada saat pengujian adalah full load dengan draft depan 5,1 meter dan draft belakang 5,4 meter ( overload).

Pada saat pengukuran ke 4 kondisi laut (gelombang, arus dan angin) lebih besar dibandingkan dengan kondisi pada pengukuran sebelumnya, ketinggian ombak sudah menyebabkan terisinya geladak oleh air laut (ombak diatas 1,5 meter).

Namun, pada tabel 4. Pada titik ke 14 juga pada posisi di zona C dan relatif lebih besar dibandingkan dengan titik 13, 10 atau 9 yang sama-sama di gear box. Apabila dilihat bahwa engine 3 dan 4 yang mensuplai daya ke gear box mempunyai ketimpangan rpm yaitu 410 dan 345, lebih dari 18% sehingga menyebabkan perubahan arah resultan tenaga.

Berdasarkan historis perbaikan, perbaikan lebih ditujukan kepada sleeve poros bagian belakang, propeller dan reduction gear, sementara bearing-

bearing antara dan defleksi dari poros itu sendiri tidak dilaksanakan pengecekan. Keduanya dapat mengakibatkan getaran torsional dan axial yang berlebih apabila tidak ditangani dengan baik.

Sehingga dengan kondisi sekarang, untuk memperpanjang usia sistem propulsi, akan lebih baik apabila untuk kondisi full load (overload), motor diesel dijaga pada putaran engine 400 rpm. Dan apabila ada kesempatan perawatan berikutnya dilakukan overhaul terhadap engine nomor 4 dan pengukuran defleksi pada tiap bantalan maupun defleksi dari poros itu sendiri.

6. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil perbandingan antara hasil

pengukuran dengan standar DNV dan ISO 18016:1995 tingkat getaran dari sistem perporosan KM Kumala bermacam-macam dan terdapat beberapa titik diluar nilai yang dipersyaratkan

2. Dibandingkan dengan pada saat terjadinya kerusakan, performance KM Kumala meningkat. Pada saat terjadi kerusakan propeller, kecepatan kapal berada pada nilai 7-8 knots pada saat pengujian adalah 12 knots. Juga lebih bagus dibandingkan pada kondisi sea trial docking tahun 2009 yang hanya mampu mencapai 10,5 knots pada putaran mesin 300 rpm.

3. Berdasarkan ISO 18016:1995 sistem perporosan tidak dalam kondisi baik apabila dijalankan dengan putaran mesin lebih dari 400 rpm secara terus menerus dengan kondisi kapal penuh (overload).

7. Daftar Pustaka ABS. 2006. ABS Guidance Notes on Ship Vibration

for Passenger Comfort on Ship. ABS Plaza. Houston, USA.

Mobley, R keith. 1999. Root Cause Failure Analysis. British : Library of Congress Cataloging-in-Publication Data.

Docking Report PT. Jasa Marina Indah 2009. Laporan Emergency Docking PT. Dharma Lautan

Utama 2011. ISO 7919, “Mechanical vibration Evaluation of

machine vibration by measurements on rotating shafts.

ISO 18016:1995, “Mechanical vibration-Evaluation of machine vibration by measurements on non rotating parts”.

DNV.2002.kriteria getaran yang diaplikasikan untuk shaft line bearing.


Recommended