+ All Categories
Home > Documents > Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Date post: 26-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 5 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
18
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 15 No. 2 Januari 2015: 192-209 p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 192 Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership Agreement terhadap Price-Cost Margins Industri Manufaktur Indonesia Impact Analysis of Indonesia Japan Economic Partnership Agreement to Price-Cost Margins Indonesia’s Manufacture Industry Fitri Tri Budiarti a, , Fithra Faisal Hastiadi b, a Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia b Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Indonesia Abstract Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) is the first bilateral economic agre- ement for Indonesia. IJEPA is expected to increase Indonesia manufacture industry competition because the establishment of USDFS and MIDEC. Post IJEPA, Price-cost margins (PCM) fluctu- ated. PCM has been generally used as a competition indicator, because PCM related to average profit of an industry. This study uses panel data of large and small industry within 2004–2012 periods. This study conclude that IJEPA able to make PCM of manufacture industry fall through efficiency of input factors use, the cost of materials price downfall, and economies of scale in cer- tain industries. Keywords: Economic Integration; IJEPA; Price-Cost Margins Abstrak Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) merupakan perjanjian kerja sama ekonomi bilateral yang pertama untuk Indonesia. IJEPA diharapkan mampu meningkatkan kompetisi industri manufaktur karena disepakatinya fasilitas khusus untuk peningkatan kapasitas dan daya saing industri manufaktur, yaitu USDFS dan MIDEC. Setelah IJEPA, Price-cost Mar- gins (PCM) Indonesia berfluktuasi. PCM digunakan sebagai indikator persaingan, dikarenakan berhubungan dengan keuntungan rata-rata di sebuah industri. Studi ini menggunakan data panel industri besar dan sedang periode 2004–2012. Dari studi ini disimpulkan bahwa IJEPA mampu menurunkan PCM industri manufaktur Indonesia dengan efisiensi faktor input produksi, penurunan biaya bahan baku industri, dan pencapaian skala ekonomi pada industri tertentu. Kata kunci: Integrasi Ekonomi; IJEPA; Price-Cost Margins JEL classifications: F15; L6 Alamat Korespondensi: Kementerian Perdagangan. Gedung Utama Lt. 15. Jl. MI. Ridwan Rais No. 5, Men- teng, Jakarta Pusat 10110. E-mail : f_kuadrat@yahoo. com. E-mail : [email protected]. Pendahuluan Perjanjian kerja sama bilateral Indonesia dan Jepang atau dikenal dengan Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) di- tandatangani pada 20 Agustus 2007 oleh Pre- siden Republik Indonesia Susilo Bambang Yu- dhoyono dan Perdana Menteri Jepang Shinzo JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015
Transcript
Page 1: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaVol. 15 No. 2 Januari 2015: 192-209p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280192

Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership Agreementterhadap Price-Cost Margins Industri Manufaktur Indonesia

Impact Analysis of Indonesia Japan Economic Partnership Agreement toPrice-Cost Margins Indonesia’s Manufacture Industry

Fitri Tri Budiartia,�, Fithra Faisal Hastiadib,��

aPusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan Republik IndonesiabDirektorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Indonesia

Abstract

Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) is the first bilateral economic agre-ement for Indonesia. IJEPA is expected to increase Indonesia manufacture industry competitionbecause the establishment of USDFS and MIDEC. Post IJEPA, Price-cost margins (PCM) fluctu-ated. PCM has been generally used as a competition indicator, because PCM related to averageprofit of an industry. This study uses panel data of large and small industry within 2004–2012periods. This study conclude that IJEPA able to make PCM of manufacture industry fall throughefficiency of input factors use, the cost of materials price downfall, and economies of scale in cer-tain industries.Keywords: Economic Integration; IJEPA; Price-Cost Margins

Abstrak

Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) merupakan perjanjian kerja samaekonomi bilateral yang pertama untuk Indonesia. IJEPA diharapkan mampu meningkatkankompetisi industri manufaktur karena disepakatinya fasilitas khusus untuk peningkatan kapasitasdan daya saing industri manufaktur, yaitu USDFS dan MIDEC. Setelah IJEPA, Price-cost Mar-gins (PCM) Indonesia berfluktuasi. PCM digunakan sebagai indikator persaingan, dikarenakanberhubungan dengan keuntungan rata-rata di sebuah industri. Studi ini menggunakan datapanel industri besar dan sedang periode 2004–2012. Dari studi ini disimpulkan bahwa IJEPAmampu menurunkan PCM industri manufaktur Indonesia dengan efisiensi faktor input produksi,penurunan biaya bahan baku industri, dan pencapaian skala ekonomi pada industri tertentu.Kata kunci: Integrasi Ekonomi; IJEPA; Price-Cost Margins

JEL classifications: F15; L6

�Alamat Korespondensi: Kementerian Perdagangan.Gedung Utama Lt. 15. Jl. MI. Ridwan Rais No. 5, Men-teng, Jakarta Pusat 10110. E-mail : [email protected].��E-mail : [email protected].

Pendahuluan

Perjanjian kerja sama bilateral Indonesia danJepang atau dikenal dengan Indonesia JapanEconomic Partnership Agreement (IJEPA) di-tandatangani pada 20 Agustus 2007 oleh Pre-siden Republik Indonesia Susilo Bambang Yu-dhoyono dan Perdana Menteri Jepang Shinzo

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 2: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Budiarti, F. T. & Hastiadi, F. F. 193

Abe. Perjanjian bilateral tersebut kemudian di-sahkan melalui Peraturan Presiden No. 36 Ta-hun 2008 tanggal 19 Mei 2008 Tentang Penge-sahan Agreement Between the Republic of In-donesia and Japan for an Economic Partner-ship (Persetujuan antara Republik Indonesiadan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Eko-nomi).

IJEPA memiliki tiga pilar yang dijadikanlandasan bagi kedua negara dalam mengim-plementasikan kerja sama ekonomi ini, yaitu(i) Liberalisasi Perdagangan, yaitu Jepang me-nurunkan 90% dari total 9.262 pos tarifnya,sedangkan Indonesia sepakat membuka 92,5%dari total 11.163 pos tarifnya; (ii) FasilitasiPerdagangan, fasilitas ini diberikan oleh peme-rintah Indonesia kepada Jepang, yaitu berupapenghapusan bea masuk impor barang-barangmodal yang tidak diproduksi di dalam negeriyang diberikan kepada industri sektor pengge-rak, seperti industri kendaraan bermotor dankomponennya, industri elektrik dan elektronik,industri alat berat dan mesin konstruksi, ser-ta industri peralatan energi; dan (iii) Capaci-ty Building yang merupakan imbal balik da-ri Pemerintah Jepang dengan adanya transferteknologi dan pengetahuan guna meningkat-kan kinerja industri Indonesia sehingga mam-pu menghasilkan produk yang mempunyai nilaitambah yang tinggi.

Berdasarkan Laporan Evaluasi IJEPA Ke-menterian Perindustrian, total pos tarif Fa-silitas USDFS IJEPA sebanyak 204 pos tarifyang terdiri dari 203 pos tarif pada Lampir-an Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.96/0.11/2008 dan 1 pos tarif pada LampiranPMK No. 31/0.11/2010. Preferensi yang dibe-rikan dalam skema IJEPA dimanfaatkan olehindustri dengan penggunaan Surat Keterang-an Asal (SKA) yang menjamin bahwa impormelalui skema USDFS (Surat Keterangan Ve-rifikasi Industri – User Spesific Duty Free Sche-me) akan mendapatkan tarif preferensi IJE-PA. Pemanfaatan SKA tiap tahunnya semakinbertambah akan tetapi masih jauh dari tar-

get yang diharapkan. Kementerian Perindus-trian menyebutkan, bahwa pemanfaatan SKAimpor USDFS produk manufaktur Indonesiake Jepang hanya sebesar 16,17% (33 pos ta-rif) pada 2008, tahun 2009 meningkat menja-di 27,45% (56 pos tarif), kemudian pada 2010menjadi 27,94% (57 pos tarif), tahun 2011 me-nurun menjadi 25,98% (53 pos tarif), dan me-ningkat sedikit pada 2012 menjadi 26,96% (55pos tarif) (Direktorat Jenderal Industri AlatTransportasi dan Telematika, 2008).

Penurunan maupun penghapusan tarif yangdiimplemetasikan penting dilaksanakan di sam-ping penghapusan hambatan non-tarif. Akantetapi, adanya ketimpangan mengenai perkem-bangan industri dan pengalaman kerja samaperdagangan bebas bilateral antar-kedua ne-gara memunculkan penyeimbang yang meru-pakan kompensasi diberikannya USDFS kepa-da Jepang, yaitu melalui kesepakatan pemberi-an bantuan Jepang kepada industri Indonesiadalam pengembangan kapasitas industri mela-lui Manufacturing Industry Development Cen-ter (MIDEC). MIDEC ini menjadi sangat pen-ting ketika Indonesia harus dapat meningkat-kan daya saingnya dengan pembangunan kua-litas sumber daya, teknologi, dan kualitas pro-duk industri manufakturnya.

Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) in-dustri dengan basis tahun 2000=100 menje-laskan bahwa pada periode 2004–2012, kondisiharga perdagangan besar komoditi sektor in-dustri yang diperdagangkan secara umum le-bih besar dibandingkan dengan tahun dasar,seperti yang tertera pada Tabel 1.

Indeks harga mengalami penurunan tajampada tahun 2009 yaitu sebesar 164,79, kemu-dian mengalami peningkatan di tahun-tahunberikutnya. Tercatat pada 2010, IHPB beradapada level 172,01, tahun 2011 di level 180,32,dan tahun 2012 meningkat menjadi 187,48.

Tingkat price-cost margins (PCM) industrimanufaktur Indonesia pada 2004 sebesar 31,8%dan tahun 2005 sebesar 31,7%. PCM industrimanufaktur naik pada 2006 ke level 37% diikuti

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 3: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Analisis Dampak IJEPA terhadap PCM...194

Tabel 1: Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) Industri Basis Tahun 2000=100

IHPB 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Industri 135,72 158,13 194,56 218,28 272,96 164,79 172,01 180,32 187,48

Sumber: BPS (2012)

tahun-tahun berikutnya, yaitu 2007–2008. Pa-da 2009, PCM industri manufaktur sempat me-nurun tajam ke level 32%, tapi kemudian me-rangkak naik lagi bahkan ke level tertinggi diantara tahun-tahun sebelumnya, yaitu 42,5%di 2010, 35,3% di 2011, dan 40,9% di 2012.

IJEPA sebagai bentuk liberalisasi perda-gangan diharapkan mampu memberikan dam-pak positif baik bagi masyarakat sebagai kon-sumen dan juga bagi industri sebagai produ-sen. Bagi masyarakat, liberalisasi perdagang-an memberikan dampak pada penurunan hargadan peningkatan kesejahteraan konsumen dika-renakan penurunan harga barang. Sedangkanbagi industri, pengurangan hambatan perda-gangan akibat adanya liberalisasi perdagang-an justru mengurangi keuntungan dan meng-urangi jumlah produksi domestik. Impor da-pat menyebabkan biaya rata-rata yang dihada-pi perusahaan domestik menurun. Peningkat-an jumlah produk pada pasar domestik akibatarus barang impor ini dapat dikatakan sebagaipeningkatan jumlah produsen di pasar domes-tik. Jumlah perusahaan yang semakin banyakserta produk pada industri domestik yang jugameningkat menyebabkan biaya rata-rata untuksetiap perusahaan menurun. Penurunan biayarata-rata ini mendorong penurunan harga pro-duk di pasar domestik. Penurunan harga terse-but secara teoritis dapat memengaruhi persa-ingan perusahaan dalam industri. Persainganperusahaan erat kaitannya dengan keuntung-an. Keuntungan yang dihasilkan adalah selisihantara harga dan biaya yang dikeluarkan per-usahaan kemudian dibandingkan dengan totalbiaya produksi (PCM).

Gambar 1 menunjukkan bahwa pada periode2004–2012, PCM industri manufaktur menga-lami kecenderungan meningkat, demikian ju-ga dengan rasio impor yang sempat mengala-

mi fluktuasi, tetapi pada dua tahun terakhirmengalami peningkatan yang berarti. Kondisitersebut menimbulkan pertanyaan ketika seha-rusnya peningkatan impor menyebabkan ber-kurangnya PCM, yaitu industri akan menu-runkan rasio keuntungannya disebabkan hadir-nya produk impor di pasar domestik. Kinerjaekspor industri manufaktur mengalami penu-runan yang signifikan pada 2005 dan berfluk-tuasi pada periode selanjutnya. Efisiensi yangmerupakan rasio input terhadap output cende-rung menurun dalam periode 2004–2012.

Berdasarkan perumusan masalah yang telahdikemukakan sebelumnya, maka tujuan umumstudi ini adalah untuk melihat dampak im-plementasi IJEPA terhadap tingkat kompeti-si industri manufaktur Indonesia. Adapun tu-juan khusus studi ini adalah mengidentifika-si dampak implementasi IJEPA terhadap ting-kat PCM industri manufaktur Indonesia tahun2004–2012.

Tinjauan Referensi

Perdagangan internasional telah lama menggu-nakan bentuk khusus dari pasar oligopoli, yaitumodel kompetisi monopolistik. Model ini da-pat menggambarkan elemen penting dari pa-sar persaingan tidak sempurna, penurunan pa-da level perusahaan, dan mudah untuk diana-lisis, bahkan ketika harga ekonomi secara luasterpengaruh akibat adanya perdagangan inter-nasional.

Krugman et al. (2011) mengemukakan bah-wa dalam model monopolistik, dua asumsi uta-ma diambil untuk mengatasi masalah ketergan-tungan. Pertama, setiap perusahaan diasum-sikan mampu membedakan produknya sendi-ri dari produk kompetitor sehingga mencegahkonsumen perusahaan tersebut beralih ke pro-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 4: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Budiarti, F. T. & Hastiadi, F. F. 195

Gambar 1: PCM, Pangsa Ekspor, Rasio Impor, dan Efisiensi Industri Manufaktur IndonesiaSumber: BPS (2012), diolah

duk lain hanya karena adanya sedikit perbe-daan harga. Kedua, setiap perusahaan diasum-sikan untuk menetapkan harga berdasar padayang ditetapkan kompetitornya.

PCM merupakan rasio keuntungan denganpenerimaan (sales revenue) atau dengan katalain merupakan perbandingan antara nilai tam-bah dengan nilai output. Nilai tambah meru-pakan nilai selisih antara nilai jual dengan bi-aya total yang diperlukan dalam memproduksibarang tersebut. PCM erat kaitannya denganprofitabilitas, yaitu dalam keadaan MC=AC ,profit tersebut dikenal dengan Lerner Index,yakni ukuran untuk kekuatan pasar (marketpower) yang dimiliki perusahaan. Nilai PCMberada di antara 0 dan 1. Hal ini menunjuk-kan besarnya tingkat keuntungan yang diteri-ma perusahaan. Semakin besar nilai PCM, ma-ka keuntungan yang didapat perusahaan jugasemakin besar.

Asumsi yang digunakan pada kompetisi mo-nopolistik adalah bahwa perusahaan akan men-jual lebih banyak produk ketika permintaan

dalam industri semakin besar dan saat hargakompetitor lebih tinggi, tetapi perusahaan jugadihadapkan dengan kemungkinan lebih sedikit-nya penjualan ketika jumlah perusahaan dalamindustri semakin banyak dan harga yang dite-tapkan menjadi terlalu tinggi. Persamaan yangmenunjukkan kondisi tersebut adalah sebagaiberikut:

Q � SXr1

n� bXpP � P̄ qs (1)

dengan:Q : output yang dikehendaki;S : total output dalam industri;n : jumlah perusahaan dalam industri;b : konstan yang merepresentasikan respons

dari penjualan sebuah perusahaan terha-dap harga yang ditetapkannya;

P : harga yang ditetapkan perusahaan terse-but;

P̄ : harga rata-rata yang ditetapkan kompeti-tor.

Persamaan (1) memberikan intuisi bah-wa apabila perusahaan memberlakukan har-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 5: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Analisis Dampak IJEPA terhadap PCM...196

ga yang sama, maka masing-masing perusaha-an akan memiliki pangsa pasar 1

n . Perusaha-an yang mempunyai harga yang lebih tinggiakan memiliki pangsa yang lebih kecil, seba-liknya bila perusahaan menurunkan harganyamaka pangsanya menjadi semakin besar.

Kompetisi monopolistik dan liberalisasi per-dagangan memiliki hubungan terjadinya per-dagangan akan meningkatkan ukuran pasar.Pada industri dengan skala ekonomi, ukuranpasar industri dibatasi dengan adanya kera-gaman produk yang mampu diproduksi dalamsebuah negara bersangkutan dan skala produk-si dari industri tersebut. Dengan adanya per-dagangan yang melibatkan dua negara sepertiIJEPA, maka dapat menciptakan pasar baruyang terintegrasi, yang jauh lebih besar daripasar masing-masing negara dan akan meng-hilangkan batasan tersebut. Tiap negara akanmampu mempersempit produksi dengan mela-kukan spesialisasi produk, dan membeli pro-duk dari mitra dagangnya akan meningkatkankeragaman produk bagi konsumen. Pasar yanglebih besar akan menurunkan harga rata-ratadan meningkatkan variasi produk. Pemberla-kuan liberalisasi perdagangan sebagai aplika-si dari perdagangan internasional akan mampumenciptakan pasar yang lebih besar dari pasardomestik secara keseluruhan sebelum terjadi-nya liberalisasi. Menyatukan pasar melalui per-dagangan internasional mempunyai efek yangsama dengan peningkatan ukuran pasar dalamsebuah negara.

Respons dalam menghadapi integrasi ekono-mi adalah tidak sama untuk masing-masingindustri. Kondisi tersebut, menurut Krugm-an et al. (2011), akan mengubah komposisidi level industri, yaitu respons perusahaan-perusahaan, baik yang tutup maupun yangberkembang akan memengaruhi performa in-dustri secara keseluruhan. Ketika perusahaandalam industri mempunyai kurva biaya yangberbeda karena menggunakan biaya marjinalyang berbeda untuk melakukan produksi di le-vel ci, maka diasumsikan bahwa perusahaan

memiliki kurva permintaan yang sama.

Gambar 2 menunjukkan perbedaan kinerjaantara perusahaan 1 dan perusahaan 2 dalamindustri, yaitu c1   c2. Pada bagian (a), digam-barkan kurva permintaan (D) dan kurva pe-nerimaan marjinal (MR), di mana kedua kur-va tersebut memiliki intersep yang sama padasumbu vertikal. Ketika Q=0, MR=P, maka ke-miringan kurva permintaan menjadi 1

pSxbq .

MR mempunyai kurva yang lebih tajam da-ri D. Perusahaan 1 dan 2 memilih output dilevel Q1 dan Q2 untuk memaksimalkan keun-tungan. Hal ini dapat dilakukan saat kurva bi-aya marjinal (MC) beririsan dengan MR. Per-usahaan menetapkan harga di P1 dan P2 yangberhubungan dengan jumlah output pada kur-va permintaannya. Dapat terlihat bahwa peru-sahaan 1 menetapkan harga yang lebih rendahdan menghasilkan output yang lebih banyak di-bandingkan dengan perusahaan 2. Karena MRlebih curam dari D, dapat dilihat juga bahwaperusahaan 1 menetapkan mark up dari MC le-bih besar dari perusahaan 2: P1� c1 ¡ P2� c2.

Area yang diarsir menggambarkan keun-tungan yang diperoleh kedua perusahaan sa-madengan penerimaan Pi � Qi dikurangi bia-ya ci � Qi (untuk kedua perusahaan, i=1 dani=2). Diasumsikan bahwa biaya tetap (F) ti-dak dapat dipulihkan dan tidak dimasukkan kedalam penghitungan keuntungan (disebut sunkcost). Keuntungan perusahaan tersebut meru-pakan perkalian antara markup dengan jum-lah output yang terjual (pPi � ciq � Qi). Se-hingga perusahaan 1 mendapatkan keuntunganyang lebih besar dari perusahaan 2. Dari kon-disi tersebut, dapat disimpulkan bahwa peru-sahaan dengan biaya marjinal yang rendah a-kan: (1) menetapkan harganya lebih rendah te-tapi dengan mark up yang lebih tinggi dari bia-ya marjinalnya; (2) memproduksi lebih banyakoutput ; dan (3) mendapatkan keuntungan lebihtinggi.

Bagian (b) menunjukkan bagaimana keun-tungan operasional perusahaan bisa bervariasisejalan dengan biaya marjinalnya (ci). Perusa-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 6: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Budiarti, F. T. & Hastiadi, F. F. 197

Gambar 2: Perbedaan Kinerja Perusahaan dalam IndustriSumber: Krugman et al. (2011)

Gambar 3: Efek Integrasi Ekonomi bagi Perusahaan dalam IndustriSumber: Krugman et al. (2011)

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 7: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Analisis Dampak IJEPA terhadap PCM...198

haan bisa mendapatkan keuntungan positif se-lama biaya marjinalnya di bawah intersep padakurva permintaan di sumbu vertikal, yaitu pa-da P̄ � 1

b�n . Jika c� didefinisikan sebagai batasbiaya, maka perusahaan dengan biaya marjinal(ci) yang berada di atas batas biaya ini akanmenjadi terlalu mahal dalam penetapan harga-nya untuk setiap output yang dihasilkan. Kon-disi ini akan memaksa perusahaan tersebut ke-luar dari industri. Peningkatan ukuran pasarakibat adanya integrasi ekonomi sama halnyaketika asumsi pasar adalah simetris, bahwa pa-sar yang lebih besar akan mampu memfasilitasijumlah perusahaan yang lebih besar dan jugaberdampak kepada peningkatan kompetisi da-lam pasar yang lebih besar.

Bagian (a) pada Gambar 3 menunjukkanbahwa intersep, yaitu P̄ � 1

b�n akan bergerakturun ketika jumlah perusahaan dalam indus-tri bertambah. Kemiringan dari kurva permin-taan, yaitu 1

pS�bq bergerak ke kanan menjadilebih datar sebagai akibat meningkatnya ukur-an pasar S. Dengan meningkatnya kompetisi,perusahaan dapat meningkatkan pangsa pasar-nya melalui pengurangan harga. Hal ini meng-akibatkan kurva permintaan bergeser dari Dmenjadi D1. Perhatikan bagaimana kurva per-mintaan perusahaan kecil (dengan jumlah out-put yang lebih kecil) bergeser di bagian ataskurva permintaan.

Bagian (b) menunjukkan dampak dari peru-bahan permintaan untuk keuntungan operasio-nal perusahaan dengan level biaya ci yang ber-beda. Penurunan permintaan bagi perusahaankecil diterjemahkan sebagai batas biaya yanglebih rendah, yaitu c�

1

, Beberapa perusahaandengan level biaya di atas c�

1

mengalami keru-gian akibat penurunan permintaan dan akhir-nya keluar dari industri. Pada sisi lain, kurvapermintaan yang lebih rendah menguntungkanbagi perusahaan yang memiliki biaya yang ren-dah, yaitu perusahaan dapat bertahan denganmenurunkan mark up perusahaan (begitu jugadengan harga) dan memperoleh pangsa pasarlebih besar. Hal ini menunjukkan peningkatan

keuntungan bagi perusahaan yang memiliki ki-nerja baik dengan biaya terendah.

Dasar hukum penurunan tarif perdaganganbarang dalam IJEPA adalah Pasal 13 Ayat (2)Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 Ten-tang Kepabeanan. Undang-undang tersebutmengatur perihal definisi kepabeanan, personelyang terlibat dalam wilayah kepabeanan, tugasdan kewajiban kepabeanan, bea masuk, bea ke-luar, dan tarif. Secara khusus, Menteri Keu-angan menurunkan tiga peraturan yang meng-atur mengenai mekanisme penurunan tarif da-lam kerangka IJEPA (Badan Kebijakan Fiskal,2008). Pertama, PMK No. 94/PMK.011/2008Tentang Modalitas Penurunan Tarif Bea Ma-suk. PMK tersebut mengatur mengenai kate-gori barang yang dibagi menjadi delapan ka-tegori, dan masing-masing kategori memilikijadwal penurunan tarif bea masuk yang te-lah disepakati kedua belah pihak. Perdagang-an barang dalam perjanjian kerja sama eko-nomi Indonesia dengan Jepang mensyaratkanadanya penurunan tarif bea masuk terhadapbarang yang berasal dari Jepang maupun se-baliknya. Kedua, PMK No. 95/PMK.011/2008tanggal 30 Juni 2008 Tentang Penetapan Ta-rif dalam Rangka IJEPA menyebutkan besar-nya tarif bea masuk atas impor barang dariJepang dalam rangka persetujuan antara Re-publik Indonesia dan Jepang mengenai sua-tu kemitraan ekonomi untuk tahun 2008 sam-pai dengan tahun 2012. Dan ketiga, PMK No.96/PMK.011/2008 Tentang Penetapan TarifBea Masuk dalam Rangka USDFS.

Industri yang mendapatkan fasilitas USDFS,antara lain: (A) Industri Manufaktur: In-dustri kendaraan bermotor dan komponennya(automotive, motorcyles, and component the-reof ); Industri elektrik dan elektronika sertakomponennya (electrical and electronic appli-ances); Industri alat berat dan mesin konstruk-si (construction machineries and heavy equi-pments); atau Industri peralatan energi (pe-troleum, gas, and electric power). Dan (B)Steel Service Center yang hanya melaku-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 8: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Budiarti, F. T. & Hastiadi, F. F. 199

Tabel 2: Rekapitulasi Kategori Penurunan Tarif Bea Masuk IJEPA

Kategori Jumlah Pos Tarif BTBMI 2007 %

A 3.337 33,2B3 1.895 21,7B5 533 6,1B7 550 6,3B10 794 9,1B15 170 1,9P 897 10,3

X (exclusion list) 561 6,4

Total 8.733 100

Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (2008)

kan kegiatan manufaktur: Pemotongan (cut-ting/shearing); Penghalusan permukaan (grin-ding); Pembentukan (drawing) besi dan baja;dan atau Proses pengerjaan akhir (finishing).Fasilitas USDFS oleh Steel Service Centre ha-nya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan indus-tri manufaktur sebagaimana tersebut pada ka-tegori (A) berdasarkan kontrak kerja (Depar-temen Perdagangan, 2008).

Penyeimbang pemberian fasilitas USDFSadalah pilar ketiga dalam IJEPA dan MIDEC.MIDEC merupakan kerja sama teknis dalamrangka peningkatan daya saing industri nasio-nal melalui pelatihan, pengiriman tenaga ahli,kunjungan kerja ke industri, dan seminar. Pe-laksanaan MIDEC dalam jangka panjang di-arahkan menjadi Pusat Jaringan KerjasamaLintas Institusi yang berperan dalam pemba-ngunan kapasitas industri manufaktur Indo-nesia yang berdaya saing global. MIDEC di-berlakukan ke tiga belas sektor industri, yaituPengembangan Teknologi Logam (Support forImprovement of Metalworking-Related Techno-logies), Teknik Peralatan (Tooling Technique),Teknik Pengelasan (Welding Technique), Tek-nik Konservasi Energi (Energy Conservation),Program Pengembangan Industri, Ekspor, danPromosi Investasi (Industry Support Programfor Export and Investment Promotion), Usa-ha Kecil dan Menengah (Small- and Medium-scale Enterprise Promotion), Kendaraan Ber-motor dan Komponen Kendaraan Bermotor(Automotive/Automotive Part), Peralatan Lis-

trik dan Elektronika (Electric/Electronic Equ-ipment), Baja dan Produk Baja (Steel/SteelProducts), Tekstil dan Produk Tekstil (Texti-le), Kimia Organik dan Kimia Anorganik (Pe-trochemical and Oleo-Chemical), Non-Logam(Non Ferrous), serta Makanan dan Minum-an (Food and Beverages). Ketiga belas sektortersebut bertujuan menunjang keempat sektorpenggerak yang mendapatkan fasilitas USDFS.

Studi tentang kompetisi di industri manufak-tur telah banyak dilakukan sebelumnya di ber-bagai negara. Beberapa studi mengkaji kompe-tisi industri dengan mengaitkan antara struk-tur industri dengan kompetisi industri seba-gai teori alternatif dari kecenderungan oligopo-listik seperti yang dilakukan oleh Collins danPreston (1969) dan Domowitz et al. (1986).Urata (1979) memaparkan dampak pemberla-kuan kuota impor terhadap tingkat kompetisidan efisiensi industri tekstil dan pakaian jadidi Amerika Serikat. Studi mengenai kompeti-si industri pada umumnya dilakukan denganmenggunakan PCM.

Variabel utama yang ingin dikaji dalam stu-di ini adalah variabel IJEPA. Penerapan IJE-PA selama lima tahun terakhir apakah cukupefektif untuk meningkatkan tingkat kompeti-si industri manufaktur Indonesia dengan indi-kator berkurangnya tingkat penetapan hargakepada konsumen yang menyebabkan mening-katnya pertumbuhan permintaan dalam negeri,naiknya skala ekonomi, dan menurunkan rasiokonsentrasi industri.

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 9: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Analisis Dampak IJEPA terhadap PCM...200

Metode

Pendekatan yang lazim digunakan banyak li-teratur untuk menghitung PCM, seperti yangdilakukan Collins dan Preston (1969), Hut-chinson (1981), Urata (1984), Domowitz etal. (1986), dan Bayar (2002), menggambarkanfungsi permintaan dan kondisi turunan perta-ma equilibrium, yang dapat terlihat (pada ka-sus Cournot) bahwa pada sebuah perusahaan I,turunan pertamanya (First Order Condition)adalah Li � 1

ε , i merupakan pangsa pasar per-usahaan, ε adalah elastisitas permintaan danLi adalah PCM, atau Lerner Index, yang dihi-tung sebagai pP�MCq

P , yang menyatakan bah-wa sejauh mana perbandingan harga yang di-tetapkan perusahaan (P) dengan biaya marji-nalnya (MC) yang kemudian diaplikasikan de-ngan data industri yang menggambarkan kon-disi tersebut dengan menggunakan persamaan:

PCM �Nilai Tambah - Upah Total

Output(2)

Nilai tambah merupakan hasil pengurang-an dari jumlah output dengan biaya langsung,seperti bahan baku, pemakaian listrik, biayapenyimpanan, bahan bakar, dan upah pekerjakontrak. Asmara et al. (2014) menjelaskan bah-wa semakin tinggi nilai tambah, maka semakintinggi kinerja industri tersebut dalam rangkameminimalkan biaya sehingga keuntungan in-dustri semakin besar. Upah total merupakandata yang diambil dari variabel total upah pe-kerja produksi, yaitu faktor yang mempunyaipengaruh yang signifikan terhadap penurunantingkat keuntungan perusahaan adalah penge-luaran untuk tenaga kerja (Pusat KebijakanPerdagangan Luar Negeri, 2011). Output me-rupakan total jumlah produksi yang dihasilkanindustri. Variabel output digunakan karena va-riabel nilai penjualan industri tidak tersedia diSurvei Industri Besar dan Sedang (BPS, 2012).

Model ekonometrika yang digunakan dalamstudi ini mengacu pada studi Urata (1979).Pada studi ini rasio konsentrasi yang diguna-

kan menggunakan Hirschman-Herfindhal Index(HHI). Penulis menggunakan rasio input ter-hadap output untuk melihat efisiensi yang di-lakukan industri dalam penggunaan sumberdayanya untuk menghasilkan produknya danapakah efisiensi tersebut memengaruhi ting-kat PCM. Penulis menambahkan satu variabelkontrol, yaitu dummy krisis untuk melihat apa-kah krisis yang terjadi berpengaruh terhadaptingkat PCM industri manufaktur. Nilai tukarrupiah terhadap dolar juga ditambahkan untukmelihat pengaruhnya terhadap PCM industrimanufaktur. Variabel utama dalam studi iniadalah variabel dummy IJEPA (DIJEPA), di-gunakan untuk periode sebelum implementasiIJEPA (0) dan setelah implementasi IJEPA(1).

PCMit �αit � β1DIJEPAit � β2MIDECit

� β3IOit � β4HHIit � β5ImpRatit

� β6ExpShareit � β7EcScaleit

� β8GDit � εit(3)

dengan:PCMit : PCM rata-rata industri i dalam peri-

ode waktu t;DIJEPAit : dummy IJEPA. Bernilai 0 se-

belum implementasi IJEPA (2004–2007),bernilai 1 setelah implementasi IJEPA(2008–2012);

MIDECit : dummy fasilitas MIDEC. Bernilai1 untuk industri yang mendapatkan fasili-tas MIDEC, 0 untuk sebaliknya;

IOit : rasio input-output industri i dalam peri-ode waktu t;

HHIit : konsentrasi industri i dalam periodewaktu t;

ImpRatit : rasio penetrasi impor industri i da-lam periode waktu t;

ExpShareit : pangsa ekspor rata-rata industrii dalam periode waktu t;

EcScaleit : skala ekonomi industri i dalam pe-riode t;

GDit : pertumbuhan permintaan industri i da-lam periode waktu t;

εit : error term.

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 10: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Budiarti, F. T. & Hastiadi, F. F. 201

Tabel 3: Hipotesa Studi

No Variabel Tanda yang diharapkan

1 DIJEPA -2 MIDEC -3 IO +4 HHI +4 IMPRAT -6 EXPSHARE +7 EcScale -8 GD +

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Tabel 4: Data dan Sumber Data

Variabel Deskripsi Sumber

PCM Price-cost margins merupakan sebuah indeks yang di-gunakan untuk mengukur kinerja pasar

Data IBS 2004–2012 BPS

IO Rasio data input antara yang dimiliki industri terha-dap outputnya

Data IBS 2004–2012 BPS

HHI HHI dihitung berdasarkan data ekspor ISIC 3.1 2 di-git dari Indonesia ke Jepang pada kurun waktu 2004sampai dengan 2012

Data IBS 2004–2012 BPS

ImpRat Data untuk menghitung rasio penetrasi impor, yaituimpor Indonesia dari Jepang terhadap output industri

Data IBS 2004–2012 BPS; Data EXIM BPS

ExpShare Rasio antara nilai ekspor ke Jepang terhadap outputindustri

Data IBS 2004–2012 BPS; Data EXIM BPS

GD Pertumbuhan permintaan industri manufaktur Data IBS 2004–2012 BPSEcScale Mengambil rata-rata ukuran pabrik dari industri yang

memiliki pangsa 50% dari keseluruhan output industriData IBS 2004–2012 BPS

MIDEC Dummy industri penerima fasilitas MIDECDIJEPA Dummy implementasi IJEPA

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 11: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Analisis Dampak IJEPA terhadap PCM...202

Studi ini menggunakan data panel yang ber-asal dari data industri besar dan sedang yangmeliputi 22 sektor industri manufaktur Indone-sia periode 2004–2012. Data dan sumber datayang digunakan dalam studi ini terangkum da-lam Tabel 4.

Hasil dan Analisis

Industri manufaktur Indonesia yang memili-ki proporsi jumlah perusahaan terbanyak ada-lah industri makanan dan minuman sebesar23,62% selama kurun waktu 2004–2012. Ren-tangnya cukup jauh dari industri tekstil yangmempunyai proporsi jumlah perusahaan se-besar 10,15%. PCM yang digunakan sebagaiukuran keuntungan industri mempunyai nilaibervariasi berkisar antara 0,22 sampai dengan0,57. Gambar 5 menunjukkan PCM yang tinggiberada pada industri mesin dan perlengkapanlainnya (ISIC 29), industri barang galian se-lain logam (ISIC 26), industri alat angkutanlainnya (ISIC 35), industri peralatan kantor,akuntansi, dan pengolahan data (ISIC 30), in-dustri tembakau (ISIC 16). Sementara itu, in-dustri kendaraan bermotor (ISIC 34) merupa-kan industri dengan tingkat PCM paling tinggidi antara industri-industri lainnya.

Berdasarkan data statistik deskriptif padaTabel 5, rasio input terhadap output mempu-nyai rata-rata 0,56, yang menjelaskan efisien-si penggunaan input produksi untuk mengha-silkan output industri untuk keseluruhan indus-tri manufaktur. Rasio impor memiliki rata-ratasebesar 220,1 dari keseluruhan output industrimanufaktur yang menunjukkan besarnya im-por industri manufaktur selama periode 2004–2012, sedangkan pangsa ekspor ke Jepang ha-nya sebesar 0,5728 dari keseluruhan output in-dustri manufaktur.

Terdapat rentang yang jauh pada skala eko-nomi industri manufaktur. Hal ini menunjuk-kan bahwa skala industri yang bervariasi an-tara skala sedang dan besar, sedangkan per-mintaan tumbuh sebesar 0,28 selama periode

2004–2012.

Pembahasan

Analisis dampak IJEPA dan variabel lainnyaterhadap PCM industri manufaktur menggu-nakan uji empiris, yaitu pemilihan model ter-baik sebelumnya telah dilakukan guna menda-patkan gambaran terbaik terhadap hubunganantar-variabel yang digunakan dalam studi ini.

Model estimasi yang digunakan dalam studiini adalah model regresi data panel dengan da-ta sub-sektor industri manufaktur sebagai da-ta kerat lintang (cross section data) dan da-ta deret waktu (time series data) yang digu-nakan adalah periode 2004–2012. PCM indus-tri manufaktur sebagai variabel endogen danvariabel eksogennya terdiri dari dummy im-plementasi IJEPA (DIJEPA), dummy sektorindustri penerima MIDEC (MIDEC), rasioinput terhadap output (IO), rasio konsentra-si (HHI), rasio penetrasi impor (IMPRAT ),pangsa ekspor (EKSPSHARE), skala eko-nomi (ECSCALE), pertumbuhan permintaan(GD).

Pada studi ini, dilakukan uji Langrange Mul-tiplier (LM test) untuk mengetahui apakah adaheterogenitas yang tidak teramati (UnobservedHeterogeneity) pada model yang digunakan.Dari hasil pengujian, didapatkan hasil bahwaprobabilitas di bawah 0,05. Artinya, pada mo-del yang digunakan terdapat Unobserved He-terogeneity, sehingga hipotesis nol tidak dapatditolak dan model menggunakan Random Effe-ct Model (REM) terhadap keseluruhan sam-pel data industri manufaktur Indonesia selamaperiode 2004–2012. Uji Hausman juga dilaku-kan untuk menentukan model terbaik yang a-kan digunakan antara Fixed Effect Model atauREM. Hasil pengujian Hausman juga menun-jukkan bahwa metode yang tepat digunakandalam studi ini adalah REM. Pada model yangdigunakan, terdapat satu variabel utama, yai-tu dummy implementasi IJEPA. Selain itu, di-gunakan beberapa variabel kontrol, yaitu rasioinput terhadap output, rasio konsentrasi indus-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 12: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Budiarti, F. T. & Hastiadi, F. F. 203

Gambar 4: Proporsi Jumlah Perusahaan pada Industri Manufaktur Skala Sedang dan Besar Tahun2004–2012

Sumber: BPS (2012), diolah

Tabel 5: Analisis Deskriptif

Variabel Keterangan Satuan Min. Maks. Rata-rata Standar Deviasi

PCM Price-cost margin Rasio 0,148434 0,791234 0,35866 0,126123IO Rasio input terhadap output Rasio 0,005698 0,824287 0,562105 0,140748HHI Jumlah rasio kuadrat pangsa pa-

sar terhadap outputRasio 7,44E-09 0,066022 0,004455 0,010724

IMPRAT Rasio impor terhadap output Rasio 0,000238 7167,53 220,1147 668,1523EXPSHARE Rasio ekspor terhadap output Rasio 0,000106 40,9925 0,572886 3,229445ECSCALE Rasio skala ekonomi Rasio 0,001506 1966,158 41,73496 201,9432GD Pertumbuhan permintaan Rasio -0,90636 19,72941 0,280279 1,469218MIDEC Dummy fasilitas MIDEC 0 1 0,277778 0,449039DIJEPA Dummy IJEPA 0 1 0,555556 0,498164

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 13: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Analisis Dampak IJEPA terhadap PCM...204

Gambar 5: Price-Cost Margins Subsektor Industri Manufaktur Indonesia Tahun 2004–2012Sumber: BPS (2012), diolah

tri, rasio penetrasi impor, rasio skala ekonomi,dan rasio pertumbuhan permintaan.

Variabel utama pada studi ini adalah im-plementasi IJEPA yang direpresentasikan de-ngan dummy IJEPA. Proksi ini diambil gu-na mendapat gambaran tingkat PCM Indo-nesia sebelum dan sesudah implementasi IJE-PA. Implementasi IJEPA menunjukkan nilainegatif dengan signifikansi 10%. Hal ini me-nunjukkan bahwa IJEPA memberikan efek ne-gatif terhadap tingkat PCM industri manu-faktur Indonesia. Dengan variabel lain diang-gap konstan, implementasi IJEPA mampu me-nurunkan PCM industri manufaktur Indone-sia sebesar 0,01445 dibanding sebelum imple-mentasi IJEPA. Implementasi IJEPA, teruta-ma USDFS, tidak terlepas dari pemanfaatanSurat Keterangan Asal (SKA) yang merupakansyarat pemberian tarif preferensi dalam tran-saksi impor. Pemanfaatan SKA oleh industridari tahun ke tahun semakin meningkat, a-kan tetapi belum seperti yang diharapkan. La-poran dari Kementerian Perindustrian menye-

butkan bahwa pada 2012, total pos tarif Fa-silitas USDFS IJ-EPA sebanyak 204 pos tarifyang terdiri dari 203 pos tarif pada LampiranPMK N0. 96/0.11/2008 dan 1 pos tarif padaLampiran PMK No. 31/0.11/2010, yang digu-nakan adalah sebanyak 67 pos tarif (32,84%).Jumlah pengguna USDFS adalah perusahaanyang telah diverifikasi untuk mendapatkan fa-silitas tersebut. Terdapat 70 perusahaan yangtelah menggunakan fasilitas USDFS, di mana57 perusahaan merupakan perusahaan otomo-tif, 4 perusahaan alat berat, dan Steel ServiceCenter sebanyak 9 perusahaan. Sedangkan sek-tor elektronik dan energi belum menggunakanfasilitas ini.

Rasio input dan output yang mencerminkanefisiensi penggunaan sumber daya untuk pro-duksi yang dilakukan industri manufaktur ber-pengaruh signifikan terhadap penurunan PCMdengan koefisien negatif. Hal ini menunjukkanbahwa dengan adanya penurunan rasio inputterhadap output sebesar 1 unit akan mening-katkan tingkat PCM sebesar 0,87381. Rasio in-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 14: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Budiarti, F. T. & Hastiadi, F. F. 205

Tabel 6: Hasil Estimasi Data Panel

Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6

C 0,80314*** 0,803536*** 0,817767*** 0,817157*** 0,849738*** 0,855826***( -0,02239 ) ( 0,022603 ) ( 0,022244 ) ( 0,022511 ) 0,021165 ( 0,021063 )

MIDEC 0,02805** 0,026706** 0,022669** 0,022311* 0,017458 0,015014( -0,01178 ) ( 0,012119 ) ( 0,011956 ) ( 0,012097 ) ( 0,011096) ( 0,010994 )

DIJEPA -0,02075** -0,02058** -0,01726** -0,01688* -0,01615** -0,01445*( 0,00856 ) ( 0,008592 ) ( 0,008557 ) ( 0,008735 ) ( 0,00801 ) ( 0,007931 )

IO -0,85445*** -0,78719*** -0,8065*** -0,80585*** -0,856478*** -0,87381***( 0,03367 ) ( 0,034466 ) ( 0,034319 ) ( 0,03452 ) ( 0,032645 ) ( 0,033135 )

HHI 0,369178 0,381992 0,380202 0,520904 0,617804( 0,767541 ) ( 0,714373 ) ( 0,727643 ) ( 0,654818 ) ( 0,648511 )

IMPRAT -0,00002* -0,00002* -0,00002*** -0,00002**( 0,00001 ) ( 0,00001 ) ( 0,00001 ) ( 0,00001 )

EXPSHARE 0,000239 0,003059*** 0,003379***( 0,001152 ) ( 0,001156 ) ( 0,001148 )

ECSCALE -0,00013*** -0,00012***( 0,00002 ) ( 0,00002 )

GD 0,005207**( 0,002355 )

R2 0,75208 0,75221 0,762626 0,762257 0,801141 0,806055F-statistic 196,165 146,471 123,3703 102,0648 109,35 98,18775

Sumber: Hasil Regresi EviewsKeterangan: * signifikan pada taraf 10%Keterangan: ** signifikan pada taraf 5%Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 15: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Analisis Dampak IJEPA terhadap PCM...206

put terhadap output mewakili tingkat efisien-si industri. Semakin rendah rasio, menunjuk-kan industri semakin efisien dan menjadi lebihkompetitif. Industri yang efisien memungkin-kan industri tersebut mencapai skala ekonomi-nya, sehingga biaya produksinya menjadi ke-cil dengan output yang lebih besar. Akan te-tapi, penurunan biaya produksi yang terjadi,tidak serta merta membuat industri menurun-kan harganya. Penurunan harga produk indus-tri tidak secepat penurunan biayanya, sehinggaPCM meningkat dan industri masih menikmatikeuntungan monopolis.

Rasio impor berpengaruh negatif terhadapPCM industri manufaktur dengan tingkat sig-nifikansi 5%. Dengan variabel lain dianggapkonstan, peningkatan rasio impor sebesar 5unit akan menurunkan PCM sebesar 0,00002.Hal ini menjelaskan bahwa hadirnya produkimpor memberi dampak penurunan PCM in-dustri manufaktur Indonesia. Hadirnya produkimpor membuat industri untuk lebih berhati-hati dalam penetapan harganya dan dapat me-maksa industri untuk menurunkan harganya.Impor barang modal dan bahan baku ber-dampak pada penurunan biaya produksi in-dustri, sedangkan impor barang konsumsi akanmemaksa industri menurunkan harganya agardapat berkompetisi di pasar domestik. Imporhasil industri manufaktur Indonesia tumbuhpasca-pelaksanaan IJEPA dengan tingkat per-tumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan eks-pornya. Impor hasil industri pengolahan In-donesia dari Jepang menguasai hampir selu-ruh total impor Indonesia dari Jepang, yaitusebesar 99% pada 2012. Sebagian besar dariimpor hasil industri pengolahan Indonesia da-ri Jepang berupa: besi baja, mesin-mesin danotomotif; elektronika; kimia dasar; pengolahantembaga, timah, dan lainnya; serta pengolah-an karet. Proporsi bahan baku/antara dan ba-rang modal terhadap total impor Indonesia da-ri Jepang, secara rata-rata adalah 69,67% dan27,8%, sedangkan rata-rata persentase imporbarang konsumsi Indonesia dari Jepang hanya

sebesar 2,5%. Melihat kondisi tersebut, dam-pak impor pada PCM industri lebih kepada pe-nurunan biaya produksi.

Pangsa ekspor berpengaruh positif terha-dap PCM industri manufaktur dengan ting-kat signifikansi 1%. Dengan variabel lain di-anggap konstan, peningkatan pangsa ekspor se-besar 5 unit mampu menaikkan PCM sebe-sar 0,0033. Ekspor produk industri manufa-tur Indonesia ke Jepang mulai meningkat pada2008 sebesar 37,68%, kemudian pada 2009 se-besar 40,08%. Pada 2010, ekspor menurun lagike posisi 39,73% dan 36,71% pada 2010 dan2011. Kemudian, pada 2012 meningkat ke level37,51%. Ekspor hasil industri pengolahan In-donesia ini didominasi oleh produk dari indus-tri pengolahan tembaga, timah, dan lainnya;pengolahan karet; besi-baja, mesin-mesin danotomotif; pengolahan kayu; tekstil; dan elektro-nika. Secara keseluruhan, ekspor hasil industrimanufaktur Indonesia memberikan kontribusisebesar 37,51% dari total ekspor Indonesia keJepang pada 2012. Berdasarkan kelompok ba-rang, ekspor Indonesia ke Jepang didominasioleh bahan baku/antara dan barang konsum-si, sementara impor Indonesia dari Jepang di-dominasi oleh barang modal dan bahan ba-ku/antara. Selama 2004–2012, rata-rata pro-porsi bahan baku/antara dan barang konsumsidalam keseluruhan ekspor Indonesia ke Jepangmasing-masing memberikan kontribusi sebesar79,15% dan 13,72%, jauh lebih besar dari rata-rata persentase ekspor barang modal Indone-sia ke Jepang yang sebesar 7,1% pada periodeyang sama.

Skala ekonomi signifikansi pada taraf 1% de-ngan koefisien -0,00012. Hubungan skala eko-nomi dengan PCM adalah negatif. Skala eko-nomi di sini adalah rasio antara ukuran pabrikindustri pengolahan yang mempunyai pangsa50% dari keseluruhan industri terhadap outputkeseluruhan industri. Dari hasil regresi dapatdilihat bahwa semakin besar skala ekonomi, ya-itu apabila industri memiliki ukuran yang rela-tif besar, maka tingkat PCM cenderung turun.

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 16: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Budiarti, F. T. & Hastiadi, F. F. 207

Skala ekonomi memungkinkan perusahaan me-lakukan spesialisasi bagi faktor input produksi-nya. Pekerja mengerjakan tugas secara spesifikdengan baik, sehingga penggunaan modal da-pat dioptimalkan di tahap produksi yang sesu-ai dengan perusahaan. Semakin besar produkyang dihasilkan, memungkinkan input yang di-butuhkan dibeli secara partai besar sehinggamampu menurunkan biaya per unitnya. Penu-runan biaya produksi untuk setiap output yangdihasilkan akan menyebabkan harga yang di-tetapkan semakin mendekati biaya marjinal-nya yang memungkinkan tingkat PCM indus-tri menjadi lebih rendah. Tidak semua industrimanufaktur di Indonesia memiliki ukuran yangbesar (capital intensive), melainkan banyak in-dustri yang memiliki nilai kapital yang tidakterlalu besar (labor intensive), sehingga meng-hambat industri mencapai skala ekonominya.

Sepanjang lima tahun pelaksanaan IJEPA,permintaan terhadap produk industri manu-faktur memengaruhi PCM, yaitu ketika per-mintaan meningkat akan mendorong pening-katan harga dan/atau kenaikan output. Penu-runan biaya karena pertumbuhan output meng-akibatkan keuntungan industri bertambah. Yo-on (2004) mengemukakan bahwa dalam jangkapendek, ketika permintaan tumbuh maka ke-naikan harga tidak dapat dielakkan. Tingkatsignifikansi pengaruh pertumbuhan perminta-an terhadap PCM industri manufaktur beradadi tingkat 5% dengan koefisien sebesar 0,0052.

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 6, mo-del 6 yang memasukkan semua variabel bebasmenunjukkan bahwa secara umum PCM indus-tri manufaktur Indonesia dipengaruhi oleh im-plementasi IJEPA, rasio input terhadap output,rasio impor, pangsa ekspor, skala ekonomi in-dustri, dan pertumbuhan permintaan. Imple-mentasi IJEPA, rasio input terhadap output,dan rasio impor berpengaruh negatif terhadapPCM industri manufaktur, sedangkan pangsaekspor dan pertumbuhan permintaan berpe-ngaruh positif. Koefisien determinasi yang di-gunakan untuk mengetahui keberhasilan model

dalam menerangkan variasi variabel terikat me-nunjukkan 0,806, artinya sekitar 80,6% variasipada variabel tingkat PCM industri manufak-tur Indonesia dapat diterangkan oleh variabelbebas dan sisanya sebesar 19,4% dipengaruhioleh variabel lain di luar model.

Simpulan

Industri manufaktur Indonesia merupakan sek-tor yang mendapatkan perhatian khusus dalamimplementasi IJEPA. Berbagai fasilitas tercan-tum dalam perjanjian kerja sama ekonomi ter-sebut dan diimplementasikan dengan tujuanagar industri manufaktur Indonesia dapat me-ningkatkan daya saingnya dengan menghasil-kan produk yang bernilai tambah tinggi. Pro-duk yang berkualitas akan mengurangi restrik-si dalam melakukan ekspansi melalui ekspordan juga mampu berkompetisi di pasar domes-tik.

Implementasi IJEPA diharapkan mampumeningkatkan kompetisi industri manufakturIndonesia yang digambarkan dengan turunnyaPCM industri manufaktur. PCM industri ma-nufaktur Indonesia masih tinggi untuk bebera-pa sektor industri, seperti industri mesin danperlengkapan lainnya (ISIC 29), industri ba-rang galian selain logam (ISIC 26), industrialat angkutan lainnya (ISIC 35), industri per-alatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data(ISIC 30), industri tembakau (ISIC 16), danindustri kendaraan bermotor (ISIC 34).

Berdasarkan hasil estimasi menggunakanmodel regresi REM didapatkan hasil, secaraumum PCM industri manufaktur Indonesia di-pengaruhi oleh implementasi IJEPA, rasio in-put terhadap output, rasio impor, pangsa eks-por, skala ekonomi industri, dan pertumbuhanpermintaan. Dengan adanya IJEPA, industrimemanfaatkan fasilitas penurunan tarif untukimpor barang modal dan bahan bakunya jugamendapatkan kesempatan memperluas pang-sa pasarnya dengan melakukan ekspor. Imporbahan baku industri dengan tarif sampai 0%

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 17: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Analisis Dampak IJEPA terhadap PCM...208

memungkinkan industri memproduksi barangdengan biaya yang lebih murah, dan eksporyang dilakukan akan memberikan peningkatankeuntungan bagi industri karena perluasan pa-sar memberikan efek peningkatan jumlah pro-duk yang dijual.

Industri manufaktur Indonesia memiliki ska-la yang bervariasi. Karakteristik industrinyapun masih cenderung padat karya (labor in-tensive). Hadirnya IJEPA diharapkan mampumeningkatkan skala ekonomi industri sehinggabiaya produksi per unitnya menjadi semakinrendah dan harga yang ditetapkan bisa lebihkompetitif. Penggunaan bahan baku yang efi-sien mampu mendorong penetapan harga pro-duk industri, hal ini masih menjadi kendala di-karenakan penurunan biaya produksi tidak ser-ta merta diikuti dengan penurunan harga se-cara signifikan. Industri masih menikmati ke-untungan monopolis. Permintaan industri ma-nufaktur Indonesia sempat menurun pada 2009akibat adanya krisis ekonomi global pada 2008.Setelah itu, cenderung meningkat.

Saran

Implementasi IJEPA mampu menurunkanPCM industri manufaktur Indonesia. Penu-runan tarif, pembebasan bea masuk bahanbaku industri, dan pelaksanaan pengembang-an kapasitas yang tercantum di dalam IJE-PA mampu membuat industri menurunkan bi-aya produksinya untuk dapat meningkatkanoutputnya, sehingga industri mampu berkom-petisi dan mengembangkan pangsa pasarnya.IJEPA dapat dijadikan tolak ukur untuk ke-mungkinan Indonesia mengadakan kerja samaekonomi dengan negara lain sehingga pelaksa-naannya dapat lebih optimal.

Penggunaan data level industri mempunyaiketerbatasan dalam menangkap perilaku per-usahaan dalam menghadapi dampak dari im-plementasi IJEPA terutama dalam menyikapiadanya impor berdasarkan klasifikasi produk,seberapa besar pengaruh penurunan biaya pro-duksi dan tingkat harga yang ditetapkan seba-

gai akibat dari adanya implementasi kebijakanperdagangan yang berdampak pada keuntung-an industri manufaktur Indonesia. Untuk ituperlu adanya studi yang lebih mendalam de-ngan metode yang lain yang mempertimbangk-an penggunaan data di level perusahaan se-hingga hasil yang diperoleh lebih akurat danmempertimbangkan penggunaan periode yanglebih panjang.

Daftar Pustaka

[1] Asmara, A., Purnamadewi, Y. L., & Meiri, A.(2014). Struktur Biaya Industri dan Pengaruhnyaterhadap Kinerja Tekstil dan Produk Tekstil In-donesia. Jurnal Manajeman & Agribisnis, 11 (2),110–118.

[2] Bayar, G. (2002). Effects of Foreign Trade Libera-lization on the Productivity of Industrial Sectorsin Turkey. Emerging Markets Finance & Trade,Turkey in the Financial Liberalization Process (I),38 (5), 46–71.

[3] BPS. (2012). Survey Industri Besar dan Sedang2004–2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[4] Badan Kebijakan Fiskal. (2008, 2 Juli). PenerbitanPMK-PMK tentang Penetapan Tarif Bea Masukdalam Rangka Implementasi Persetujuan antaraRepublik Indonesia dan Jepang Mengenai SuatuKemitraan Ekonomi [Press Release]. Jakarta:Departemen Keuangan Republik Indonesia.http://fiskal.kemenkeu.go.id/2010/adoku/

SET-Tarif%20Bea%20Masuk%20Dalam%20Rangka%

20Persetujuan%20Kemitraan%20Ekonomi%

20Antara%20Indonesia%20Jepang%20Mengenai%

20Kemitraan%20Ekonomi.pdf (Diakses 1 Novem-ber 2014).

[5] Collins, N. R., & Preston L. E. (1969). Price-CostMargins and Industry Structure. The Review ofEconomics and Statistics, 51 (3), 271–286.

[6] Departemen Perdagangan. (2008, 1 Juli). EPAMulai Berlaku: Tarif BM Produk Indonesiake Jepang Turun [Siaran Pers Pusat HU-MAS Departemen Perdagangan]. Jakarta: De-partemen Perdagangan Republik Indonesia.http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_

kpi/Umum/IJEPA/Siaran%20Pers%20IJ-EPA/

20080701RILIS-IJ-EPA-1-EDIT.pdf (Diakses 31Oktober 2014).

[7] Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (2008). Pe-tunjuk Pelaksanaan Impor Barang dalam RangkaSkema IJ-EPA. Direktorat Teknis Kepabeanan,Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, DepartemenKeuangan RI. http://itpc.or.jp/wp-content/

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 18: Analisis Dampak Indonesia Japan Economic Partnership ...

Budiarti, F. T. & Hastiadi, F. F. 209

uploads/pdf/ijepa/Presentasi%20IJ-EPA%

20Bea%20dan%20Cukai.pdf (Diakses 1 November2014).

[8] Direktorat Jenderal Industri Alat Transporta-si dan Telematika. (2008). User Specific DutyFree Scheme dan Implementasi IJEPA. Di-rektorat Jenderal Industri Alat Transportasidan Telematika, Departemen Perindustrian.http://www.kadin-indonesia.or.id/id/doc/

Presentasi%20IJ-EPA-Depperin.pdf (Diakses 5November 2014).

[9] Domowitz, I., Hubbard, R. G., & Petersen, B. C.(1986). Business Cycles and the Relationship bet-ween Concentration and Price-Cot Margin. TheRAND Journal of Economics, 17 (1), 1–17.

[10] Hutchinson R. W. (1981). Price-Cost Margins andManufacturing Industry Structure: The Case of aSmall Economy with Bilateral Trade in Manufac-tured Goods. European Economic Review, 16 (2),247–267.

[11] Krugman, P. R., Obstfeld, M., & Melitz, M. J.(2011). International Economics: Theory and Po-licy, 9th edition. Pearson Education.

[12] Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri.(2011). Dampak Kesepakatan Perdagangan Be-bas terhadap Daya Saing Produk ManufakturIndonesia. Kementerian Perdagangan. Jakarta:Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri,Badan Pengkajian dan Pengembangan KebijakanPerdagangan, Kementerian Perdagangan RI.http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2014/

01/06/Full-Report-Kajian-Manufaktur.pdf.

(Diakses 5 November 2014).[13] Urata, S. (1979). Price-Cost Margins and Foreign

Trade in U.S. Textile and Apparel: An Analysis ofPooled Cross-Section and Time Series Data. Eco-nomic Letters, 4 (3), 279–282.

[14] Urata, S. (1984). Price-Cost Margins and Impor-ts in an Oligopolistic Market. Economic Letters,15 (1–2), 139–144.

[15] Yoon, S. (2004). A Note on the Market Structureand Performance in Korean Manufacturing Indus-tries. Journal of Policy Modeling, 26 (6), 733-746.

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015


Recommended