ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LIKUIDITAS
BANK SYARIAH
(Studi Kasus Bank Syariah Mandiri)
Oleh :
SHOPY NADIA
106081002495
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
iii
ABSTRACT
The purposes of this research to analyze which variables of liquidity buffer in banks. This research applied multiple regression model to analyze relevant variables. This research took a case study in PT. Bank Syariah Mandiri during 2007-2009. Dependent variable is liquidity buffer, while independent variables are deposit, availability of liquid assets, loan growth, intern bank money market and other sources of fund, current liabilities, and profit. The result showed that there were all variables that simultaneously statistically significant which are deposit, availability of liquid assets, loan growth, intern bank money market and other sources of fund, current liabilities, and profit. Partially five variables has negative correlation with bank liquidity buffer. Other variables (current liabilities) statistically do not show significant correlation with liquidity buffer. Key words : Liquidity, buffer liquidity.
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap likuiditas bank dalam bentuk buffer likuiditas. Penelitian dilakukan menggunakan model regresi berganda untuk menganalisis variabel-variabel yang diteliti, dengan studi kasus pada PT. Bank Syariah Mandiri pada periode tahun 2007-2009. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah likuiditas bank berupa buffer likuiditas. Sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah jumlah dana pihak ketiga, ketersediaan asset siap konversi menjadi kas, pertumbuhan pembiayaan, akses pasar antar bank, kewajiban lancar, dan keuntungan bank. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel secara simultan signifikan terhadap tingkat buffer likuiditas bank yaitu jumlah dana pihak ketiga, ketersediaan asset siap konversi menjadi kas, pertumbuhan pembiayaan, akses pasar antar bank, kewajiban lancar, dan keuntungan bank. Secara parsial tardapat lima variabel memiliki korelasi negatif terhadap buffer likuiditas. Sedangkan variabel lainnya (kewajiban lancar) secara statistik tidak signifikan mempengaruhi tingkat buffer likuiditas bank. Kata kunci : likuiditas, buffer likuiditas
vi
DAFTAR ISI DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………............i
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………..ii
ABSTRACT ……………………………………………………………………..iii
ABSTRAK ……………………………………………………………………….iv
KATA PENGANTAR…………………………..……………………………….. v
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. vi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. ix
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah………………………………………. 1
B. Perumusan Masalah……………………………………………… 14
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………… 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………. 16
A. Sejarah Singkat Perbankan…………………………………….. 16
B. Islam dan Perbankan…………………………………………… 16
C. Sejarah Perbankan Syariah……………………………………… 18
D. Pengertian Bank dan Perbankan Syariah………………………... 19
E. Hubungan ALMA dan Likuiditas …………………………… 23
F. Pengelolaan Likuiditas………………………………………… 23
G. Pengertian Likuiditas…………………………………………... 26
H. Bank Sebagai Penjamin Likuiditas…………………………….. 28
I. Likuiditas Bank Syariah………………………………………... 30
vii
J. Kerangka Teori Buffer Likuiditas……………………………… 33
K. Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen….. 35
L. Penelitian Terdahulu……………………………………………… 43
M. Kerangka Berpikir......................................................................... 48
N. Hipotesis........................................................................................ 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………….. 51
A. Ruang Lingkup Penelitian …………………………………….. 51
B. Metodologi Penentuan Sampel ……………………………… 51
C. Metode Pengumpulan Data…………………………………….. 52
D. Metode Analisis Data…………………………………………... 52
E. Operasional Variabel Penelitian………………………………... 53
F. Uji Asumsi Klasik …………………………………………..... 55
G. Analisis Regresi Linier Berganda ………………………………. 57
H. Uji Hipotesis……………………………………………………. 58
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 63
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian……………………… 63
B. Penemuan dan Pembahasan……………………………………… 65
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 78
A. Kesimpulan……………………………………………………… 78
B. Saran…………………………………………………………….. 78
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 80
LAMPIRAN …………………………………………………………….. 83
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Dampak likuiditas yang dipengaruhi keputusan manajemen bank 25
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ………………………………………… 49
Gambar 4.1 Scatterplot ………………………………………………….. 68
Gambar 4.2 Normal P –P Plot of Regression Standardized Residual …….. 70
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ………………………. 66
Tabel 4.2 Model Summary (Koefisien Determinasi (R2) ) ………………... 71
Tabel 4.3 ANOVA (Uji F) ……………………………………………….. 72
Tabel 4.4 Tabel Coefficients ……………………………………………… 74
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan bank syariah yang pesat terasa sejak pemerintah dan Bank
Indonesia memberikan komitmen besar dan menempuh berbagai kebijakan untuk
mengembangkan bank syariah dengan serius, khususnya dengan perubahan UU
Perbankan no. 10 tahun 1998. Berbagai kebijakan tersebut tidak hanya
menyangkut perluasan jumlah kantor dan operasi bank syariah untuk
meningkatkan sisi penawaran, tetapi juga sisi permintaan. Perkembangan yang
pesat terutama tercatat sejak dikeluarkannya ketentuan Bank Indonesia yang
member ijin kepada bank konvensional untuk mendirikan Unit Usaha Syariah
(UUS). Sejak itu kantor dan operasi bank syariah tumbuh dimana-mana.
Pentingnya sistem finansial termasuk di dalamnya sektor perbankan dalam
sebuah perekonomian sudah banyak dibahas. Namun, mengingat jumlah BUS dan
UUS, besaran pangsa pasar DPK, pembiayaan (kredit), komposisi dana dan
pembiayaan, serta rasio FDR, maka manajemen asset dan liability (Assets and
Liability Management - ALM) bank syariah di Indonesia menjadi masalah yang
menarik untuk dikaji. ALM adalah sebagai proses manajemen untuk mendapatkan
penetapan kebijakan di bidang pengelolaan permodalan, pemupukan dana dan
penggunaan dana yang saling terkait dalam mencapai tingkat laba yang optimal
dengan tingkat risiko yang telah diperhitungkan (Riyadi, 2004:21). ALM suatu
bank dipengaruhi oleh faktor internal bank dan faktor eksternal.
2
Sebagaimana dikemukakan oleh Dimond dan Dybvig (1983), satu kunci
mengapa bank merupakan institusi yang rapuh adalah karena peran bank dalam
mentransformasi maturity dan menyediakan jaminan terhadap kebutuhan
likuiditas potensial deposannya. Meski begitu, hampir tidak ada usaha yang
dicurahkan untuk menganalisis salah satu kunci agar bank menjadi institusi yang
lebih aman yaitu asset likuid yang dipegang bank. Seberapa banyak likuiditas
yang bank mesti pegang sebagai alat pengaman dirinya saat ada kebutuhan
likuiditas mendadak? Berapa besar ukuran buffer likuiditas yang dapat
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal bank? (Aspachs, 2005:3).
Bila dibahas dari faktor internal, maka bank syariah sebagaimana bank
konvensional merupakan institusi yang menghimpun dana dari masyarakat,
mentransformasikan dana tersebut menjadi asset produktif dan menjamin
likuiditas dana yang disimpan bagi masyarakat. Likuiditas dana merupakan
jaminan bagi masyarakat untuk dapat menarik dananya kapanpun dan dalam
jumlah berapapun diperlukan. Pada sisi lain aktiva produktif bank yang berupa
pinjaman atau kredit tidak dapat setiap saat ditarik / dibayarkan. Hal ini
menjadikan bank rentan terhadap gejolak likuiditas yang bersumber dari sisi
pasiva bank. Bila bank menghadapi penarikan dana dalam jumlah besar, bisa jadi
bank harus menjual asetnya yang tidak likuid. Apabila penjualan asset yang tidak
likuid jumlahnya sangat signifikan bagi bank, hal ini dapat menyebabkan kondisi
insolven (Aspachs, 2005:3).
Sedangkan bila dikaitkan dengan faktor eksternal berupa system moneter
dan perbankan, masalah ALM di Indonesia dapat dikaitkan dengan system
3
perbankan terutama pasar uang antar bank dan instrumen moneter berupa
Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Bank menjadi kuat tidak hanya karena kondisi
bank itu sendiri, tetapi juga sebagaimana sistem perbankan dan sistem investasi
yang ada mampu memenuhi kebutuhan suatu bank untuk melakukan ekspansi
pasif dan aktif. Adapun instrumen moneter berupa Treasury bills pada bank
sentral atau berupa SBI di Indonesia merupakan instrumen likuiditas sekaligus
alat investasi. Bahkan akhir-akhir ini di Indonesia, ada perubahan paradigma
bahwa SBI telah menjadi alternatif pilihan investasi perbankan (Nurwadono,
2006:21).
Likuiditas mempunyai pengertian sebagai sumber pendanaan yang cukup
tersedia untuk memenuhi semua kewajiban, mempunyai uang ketika dibutuhkan,
kemampuan untuk menjamin tersedianya dana untuk memenuhi komitmen pada
tingkat harga yang pantas setiap saat.
Likuiditas suatu aset berasal dari salah satu dari dua sumber yaitu daya cair
asset itu sendiri (Self contained liquidity) dan daya jualnya (Marketability) (Arifin,
2002:143). Self contained liquidity menggambarkan jatuh temponya asset,
sedangkan marketability adalah kemampuan untuk menukarkan asset menjadi
uang melalui penjualan asset tersebut kepada investor lain di pasar sekunder
(secondary market). Karena itu obligasi berjangka panjang dapat dipandang lebih
likuid dibandingkan kredit jangka pendek, karena meskipun jangka waktu obligasi
lebih lama dari pada kredit, bank dapat menjualnya di pasar sekunder. Jadi
likuiditas asset tergantung pada tingkat kemudahannya untuk dikonversikan
menjadi kas guna memperoleh dana yang dibutuhkan (Arifin, 2002:143). Adapun
4
Aspachs (2005:10-11) menunjukkan bahwa likuiditas juga dipengaruhi oleh
tingkat profitabilitas pada periode berjalan yang menjadi sumber likuiditas bank
pada periode berikutnya.
Pengukuran likuiditas pada bank adalah pengukuran yang bersifat dilematis,
karena di satu sisi usaha bank yang utama adalah memasarkan dan atau memutar
uang para nasabahnya untuk mendapatkan keuntungan. Artinya bisnis perbankan
harus memaksimalkan pemasaran uangnya dan sekecil mungkin mencegah uang
menganggur (idle money). Disisi lain, untuk dapat memenuhi kewajibannya
terhadap para deposan dan debitur yang sewaktu-waktu menarik dananya dari
bank, bank dituntut selalu dalam posisi siap membayar, yang artinya bank harus
mempunyai cadangan uang menganggur yang cukup. Secara spesifik, maka alat
likuid dalam bentuk cadangan uang menganggur adalah kas dan setara kas seperti
giro pada bank sentral dan giro pada bank lain, ditambah dengan investasi lain
yang mudah dicairkan seperti surat berharga.
Keadaan tersebut merupakan dilema yang dihadapi oleh perbankan, karena
antara kebutuhan likuiditas dan tingkat keuntungan yang akan dicapai mempunyai
sisi yang bertolak belakang. Semakin tinggi tingkat likuiditas berarti akan
semakin banyak uang yang menganggur berarti pemasaran uang tidak maksimal
dan akhirnya bank tidak bisa memaksimalkan keuntungan (Judisseno, 2002:138).
Penyediaan likuiditas berarti pengeluaran biaya berupa biaya karena
menahan alat likuiditas (costs of maintaining level of liquidity), biaya untuk
5
meliput risiko apabila kekurangan likuiditas (risk of insufficient liquidity) (Yamin,
193:25).
Untuk memenuhi likuiditas, bank harus memiliki non-earning assets dalam
bentuk uang tunai / cash equivalent. Likuiditas dan profitabilitas dalam
manajemen likuiditas selalu berlawanan, dalam arti apabila menahan alat likuid
yang terbatas, maka biaya likuiditas dapat ditekan, namun resiko gangguan
likuiditas menjadi besar. Apabila menahan alat likuid yang cukup besar, maka
biaya likuiditas menjadi besar, namun resiko gangguan likuiditas menjadi kecil
(Yamin, 1993:25-26).
Bank menghadapi resiko likuiditas yaitu risiko likuiditas pendanaan dan
risiko likiditas trading-related (Norman, 2005:5). Risiko likuiditas pendanaan
adalah kemampuan suatu institusi untuk memperoleh dana guna membayar
kewajiban, menghimpun dana, collateral requirement dari counterparty dan
kemampuan memenuhi penarikan dana nasabahnya. Sedangkan risiko likuiditas
trading-related adalah risiko ketika bank tidak mampu mengeksekusi sebuah
transaksi pada harga pasar yang berlaku. Jika transaksi tidak bisa ditunda, maka
eksekusi yang dilakukan akan mengakibatkan substantial lost (kerugian besar).
Risiko pendanaan dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu maturity liabilities (jatuh
tempo kewajiban), termin pembiayaan besarnya dana yang dihimpun, kemampuan
untuk mengakses pasar uang, penarikan dan oleh nasabah dan keadaan dimana
komitmen pembiayaan tidak bisa dibatalkan oleh bank (Norman, 2005:5).
6
Dari pengertian diatas, maka rasio likuiditas bank dapat meliputi beberapa
ukuran seperti (Aspachs, 2005:10, Antariksa, 2006:1, Judisseno, 2002:139) :
Pengukuran jumlah asset likuid bank dibandingkan dengan total asset yang
dimiikinya yang menunjukkan proporsi asset likuid dalam neraca bank. Rasio ini
juga disebut dengan LTA (rasio of liquid assets to total assets). Pengukuran
jumlah asset likuid dibandingkan dengan total dana pihak ketiga yang
menunjukkan buffer aset likuid terhadap perhitungan maturity mismatch. Rasio ini
juga disebut dengan LAD (rasio of likuid assets to deposits). Pengukuran
kemampuan bank membayar kembali kewajibannya dengan harta lancar (cash
assets) yang dimilikinya, disebut quick ratio. Pengukuran kemampuan bank
membayar kembali kewajibannya dengan surat berharga, disebut juga dengan
istilah investing policy ratio. Pengukuran kemampuan bank membayar kembali
kewajibannya dengan menarik kembali kredit-kredit yang pernah dicairkan oleh
bank, disebut dengan banking ratio. Pengukuran kemampuan bank untuk
memenuhi permintaan kredit dengan harta bank yang tersedia, disebut loan to
assets ratio. Pengukuran tingkat likiditas penanaman dana dalam surat berharga,
disebut dengan istilah investment portofolio ratio. Pengukuran kemampuan bank
membayar kembali kewajibannya yang sudah jatuh tempo dengan harta lancar
yang dimilikinya, disebut dengan istilah cash ratio.
Esensi manajemen likuiditas ketika adanya trade off antara likuiditas dan
profitabilitas, sehingga ada mismatch antara kebutuhan dan penyediaan aset
likuid. Adanya opportunity cost yang disebabkan dana yang menganggur karena
7
digunakan sebagai cadangan pada dana likuiditas, menjadikan bank harus
membuat investasi setelah mempunyai likuiditas cukup. Bank tidak mempunyai
kontrol terhadap sumber dana tetapi bank dapat mengontrol penggunaan dana
terhimpun dengan mengatur prioritas likuiditas bank dalam alokasi dana yang
tersedia. Hal ini sebenarnya merupakan sifat umum perbankan dimana pinjaman
atau piutang memiliki yield yang tinggi namun merupakan aset yang tidak likuid.
Makin tinggi derajat likuiditas suatu portofolio maka makin rendah yield yang
dihasilkan.
Manfaat pengukuran likuiditas bagi bank adalah mempertinggi kepercayaan
masyarakat dan pemerintah. Walaupun kriteria mengenai baik buruknya tingkat
likuiditas bank sulit disimpulkan, masyarakat sangat berkepentingan dengan
likuiditas bank untuk mengetahui sampai sejauh mana bank dapat memberikan
keleluasaan bagi nasabah jika sewaktu-waktu menarik dananya yang tersimpan.
Salah satu indikator yang menjadi pegangan masyarakat untuk mengetahui baik
buruknya likuiditas tercermin pada produk dan jasa yang ditawarkan oleh bank.
Semakin canggih suatu sistem penarikan dana dan jasa lalu lintas pembayaran,
misalnya dengan menggunakan ATM, Internet banking, dan mobile banking,
secara tidak langsung mencerminkan likuiditas bank semakin baik. Sedangkan
bagi bank sendiri untuk dapat mengukur baik buruknya tingkat likuiditas harus
dapat memperhatikan faktor-faktor sejarah pengalaman perbankan yang kualitatif
seperti situasi kondisi perekonomian pada lokasi operasional bank, peraturan dan
kondisi moneter yang berlaku, kebiasaan nasabah dalam menyimpan dan menarik
8
dananya, jenis pekerjaan dan usaha nasabah serta kondisi perekonomian dan
politik pada umumnya.
Selain memperhatikan kondisi-kondisi kualitatif diatas, bank dalam
menentukan kebijakan likuiditasnya harus memperhatikan ketetapan yang
dikeluarkan oleh regulator seperti Legal reserve requirement atau cash ratio yaitu
cadangan kas yang harus dimiliki oleh bank. Working capital requirement yaitu
kebutuhan penyediaan aktiva lancar. Short term liquidity requirement yaitu
penyediaan aktiva lancar yang perlu di pertahankan untuk mengantisipasi
kewajiban-kewajiban yang jatuh tempo. Cyclical and secular liquidity yaitu
penyediaan harta lancar untuk menghadapi fluktuasi ekonomi. (Judisseno,
2002:140)
Meski tidak disebutkan secara khusus untuk bank syariah, otoritas
perbankan sangat memperhatikan risiko likuiditas. Likuiditas ini diatur BCBS
dalam Basel II dimana likuiditas dianggap sebagai hal penting untuk
kelangsungan usaha dari tiap organisasi perbankan. Posisi modal bank dapat
mempengaruhi kemampuan mereka memperoleh likuiditas, terutama pada saat
kritis. Setiap bank harus memiliki sistem yang mengendalikan risiko likuiditas.
Bank harus mengevaluasi kecukupan modal berdasarkan profil likuiditas mereka
dan likuiditas pasar dimana mereka beroperasi (BCBS, 2006:232). Sedangkan BI
sebagai bank sentral di Indonesia mengatur likuiditas bank melalui kebijakan
menyangkut giro wajib minimum (GWM), GWM dan Rasio LDR, Pasar uang
antar bank dan peraturan lainnya.
9
Industri perbankan global melalui Basel Committee on Banking Supervision
(BCBS) dari Bank for International Settlements (BIS) pertama kali mengatur
masalah likuiditas melalui A Framework for Measuring and Managing Liquidity
yang di publikasikan September 1992. Framework tersebut membahas model
manajemen likuiditas yang digunakan oleh bank-bank besar berskala internasional
baik dalam kondisi normal sehari-hari maupun dalam skenario krisis. Secara
umum topik yang dibahas adalah model kerangka pengukuran dan manajemen
likuiditas yang memasukkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif.
Seiring dengan perkembangan inovasi teknologi dan finansial, maka
Framework September 1992 diperbaharui pada Februari 2000 melalui publikasi
berjudul Sound Practice for Managing Liquidity in Banking Organization.
Perubahan yang terjadi dalam kurun waktu 8 tahun adalah terutama pada
pergerakan deposito dan dana yang mengakibatkan krisis keuangan global pada
tahun 1997-1998. Hal-hal yang dibahas dalam publikasi Februari 2000 adalah
struktur pengelolaan likuiditas, pemantauan kebutuhan dana, akses pasar
likuiditas, rencana kontijensi (contigency), pengelolaan valuta asing, pengawasan
internal, pengungkapan pada publik dan peran dari otoritas perbankan. Secara
spesifik, BIS juga mempublikasikan tulisan berjudul The Management of Liquidiy
Risk in Financial Groups pada May 2006. Tulisan ini berisi hasil kajian mengenai
praktek manajemen risiko likuiditas pendanaan (funding) pada sektor perbankan,
sekuritas, dan asuransi. Pembahasannya antara lain adalah model manajemen
risiko likuiditas, dampak peraturan dari otoritas, permasalahan yang timbul, stress
testing dan rencana kontijensi (contingency plan).
10
Dengan terpenuhinya kriteria mengenai likuiditas bank secara kualitatif dan
kuantitatif, suatu bank dapatlah disebut “sehat”, dalam pengertian mendapat
pengakuan dan kepercayaan dari pemerintah dan pengguna jasa bank lainnya.
Besar kecilnya masing-masing rasio menentukan likuid dan tidaknya suatu bank.
Namun bukan berarti semakin besar rasio likuiditas otomatis menunjukan hasil
yang baik, melainkan tergantung kepada masing-masing pengukuran dan
kepentingan rasio itu sendiri. Misal pada pengukuran likuiditas dengan rasio Loan
to assets, hasil yang semakin rendah menunjukkan tingkat yang lebih baik
(Judisseno, 2002:139-140).
Bank syariah dengan pangsa pasar kecil yang berkembang pesat memiliki
instrumen likuid dan investasi yang terbatas, tetap harus mampu likuiditasnya
sehingga bank tetap mampu memiliki kas untuk kewajiban jangka pendek dengan
menjaga tingkat keuntungan yang optimal. Sebagaimana bank pada umumnya, inti
ALM adalah bank harus menjaga antara rentabilitas dan likuiditas (Wijaya,
1991:vii). Likuiditas suatu bank mengharuskan kemampuan suatu bank untuk
memenuhi seluruh kewajibannya. Jika bank syariah tidak mampu memenuhi
kewajiban likuiditasnya maka akan dapat menimbulkan fenomena individual bank
runs yang dapat mengarah pada public distrust. Karena itu sangat menarik untuk
membahas likuiditas bank, terutama bank syariah.
Bank syariah dalam mengendalikan likuiditasnya berhadapan dengan
perbedaan karakteristik dengan bank konvensional. Hal ini sejalan dengan prinsip
yang dianut oleh bank syariah adalah Larangan riba (bunga) dalam berbagai
11
bentuk transaksi, menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis
pada perolehan keuntungan yang sah menurut syariah. (Arifin, 2005:12)
Keuntungan bank konvensional, bank dapat mengharapkan keuntungan
tinggi bila mengambil bunga tinggi dan menerima likuiditas (Arifin, 2002:141).
Penerimaan bank dihubungkan dengan tingkat bunga dan risiko likuiditas
sehingga bank harus menyesuaikan strateginya melalui siklus tingkat suku bunga.
Sedangkan bank syariah dalam pengelolaan likuiditasnya tidak saja berhadapan
dengan trade off antara risk vs return, namun juga berhadapan dengan prinsip
yang berlaku dan kepercayaan masyarakat. Prudential banking dalam perbankan
syariah adalah hal pokok karena merupakan prinsip dasar (amanah) sebagaimana
terdapat dalam cetak biru perbankan syariah dan tata prilaku (code of conduct)
perbankan syariah sangat diatur oleh Dewan Pengawas Syariah (Norman, 2005:3).
Meskipun belum memiliki mekanisme manajemen likuiditas baku,
perbankan syariah harus mampu mengidentifikasi permasalahan tersebut sebagai
kerangka dalam membangun mekanisme likuiditas. Risiko bank syariah dalam
aspek likuiditas adalah adanya batasan fiqh terhadap sekuritisasi aset yang ada
dari bank syariah, dimana aset tersebut di dominasi oleh pembiayaan. Hal ini
mengakibatkan aset bank syariah tidak lebih likuid bila dibandingkan bank
konvensional. Bank syariah kurang dapat memperoleh dana secara cepat dari
pasar karena lambatnya perkembangan instrumen keuangan syariah. Hal ini
diperburuk oleh tidak adanya pasar uang antar bank syariah. Belum adanya
manajemen likuiditas formal karena memang belum ada permasalahan likuiditas
12
hingga saat ini. Hal ini seharusnya mendorong pembuatan instrumen keuangan
syariah yang menggunakan dana idle dari bank syariah.
Secara umum bank konvensional dapat menjaga likuiditasnya sesuai
ketentuan regulator, namun bank syariah memiliki kelebihan likuiditas. Padahal
terdapat potensi yang besar bagi bank syariah untuk mengembangkan instrumen
keuangan di pasar uang dan pasar modal, sehingga bank syariah dapat
memaksimalkan kelebihan dana untuk menaikan pendapatan. Akhirnya bank
syariah membiarkan diri untuk kehilangan kesempatan di pasar uang dan
menyimpan dananya di bank konvensional tanpa menerima bunga sebagai
imbalan yang diterimanya (Arifin, 2002:180). Lebih lanjut, likuiditas bank syariah
dipengaruhi beberapa hal yaitu volatilitas dari simpanan nasabah, ketersediaan
aset yang dikonversi menjdi kas, akses pasar uang antar bank dan sumber dana
lain termasuk fasilitas LOLR dari bank sentral, serta komitmen bank kepada
nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan
investasi.
Ahmed (2001:15) dikutip dari Aji Erlangga menjelaskan bahwa bank
syariah menghadapi masalah serius dengan likuiditas berupa kelebihan atau
kekurangan cash dalam jangka pendek. Dalam studinya, bank syariah seringkali
memegang idle cash dalam jumlah besar karena tidak dapat menginvestasikan nya
pada penempatan atau surat berharga yang menghasilkan bunga. Lebih lanjut,
ditemukan bahwa ternyata tidak terdapat perbedaan perbedaan berarti dalam surat
berharga berdasarkan prinsip syariah, apakah surat berharga tersebut memiliki
13
jatuh tempo jangka pendek atau jangka panjang. Secara khusus, Ahmed
menyebutkan bahwa aset yang likuid berarti obyek investasi dimana bila bank
ingin mengkonversinya menjadi cash, maka dapat dilakukan dengan segera dan
tidak mengalami kerugian. Kemudian surat berharga dimana penjualannya pada
volume tertentu di pasar tidak mengubah harga pasar secara signifikan, dan aset
likuid (kas / setara kas).
Dari uraian diatas, tampak bahwa bank syariah memiliki persoalan
sebagaimana bank konvensional dalam pengelolaan likuiditas bank. Pada satu sisi
kekurangan likuiditas dapat mengganggu jalannya operasional bank, namun pada
sisi lain kelebihan likuiditas akan memiliki biaya dan opportunity cost of return
yang hilang. Untuk dapat mengelola likuiditas, maka bank perlu mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas sehingga dapat mengelola faktor-
faktor tersebut.
14
B. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini disusun pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh antara jumlah dana pihak ketiga, keuntungan
perusahaan, loan growth, aset siap konversi menjadi kas, akses pasar antar
bank dan sumber dana lainnya, kewajiban lancar terhadap tingkat buffer
likuiditas BSM?
2. Variabel independen (Dana Pihak Ketiga, Profit Bank, Pembiayaan, Aset
Siap Konversi Menjadi Kas, Akses Pasar, Kewajiban Lancar) manakah
yang paling dominan mempengaruhi tingkat buffer likuiditas BSM?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
C.1 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel manakah
yang dominan pengaruhnya terhadap tingkat likuiditas bank syariah.
1. Menganalisis pengaruh jumlah Dana Pihak Ketiga, keuntungan
perusahaan, loan growth, aset siap konversi menjadi kas, akses pasar
antar bank dan sumber dana lainnya, kewajiban lancar terhadap tingkat
likuiditas BSM.
2. Menganalisis Variabel independen (Dana Pihak Ketiga, Profit Bank,
Pembiayaan, Aset Siap Konversi Menjadi Kas, Akses Pasar, Kewajiban
Lancar) yang paling dominan mempengaruhi tingkat likuiditas BSM.
15
C.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan memberi kontribusi :
1. Bagi Perusahaan
Perusahaan dalam hal ini Bank Syariah Mandiri dapat mengetahui apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas dan membantu dalam
rangka mengambil keputusan.
2. Bagi Akademisi
Memberi masukan kepada akademisi sebagai bahan diskusi,
memperluas pengetahuan dan untuk penelitian lebih lanjut.
3. Bagi Pemerintah
Memberikan masukan dalam rangka penyusunan kebijakan bagi
regulator perbankan yaitu Bank Indonesia (BI)
4. Bagi peneliti
Manfaat bagi peneliti sendiri adalah menambah wawasan, pengetahuan,
pengalaman dan referensi baru mengenai tema faktor-faktor yang
mempengaruhi likuiditas di Bank Umum Syariah khususnya Bank
Syariah Mandiri.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Singkat Perbankan
Kegiatan Perbankan mulai dikenal pada zaman Babylonia, kemudian
berkembang ke zaman Yunani kuno serta zaman Romawi. Pada saat itu kegiatan
utama bank baru sebatas sebagai tempat tukar menukar uang oleh para pedagang
valuta asing (money changer).
Dalam perkembangannya, perkembangan perbankan tidak terlepas dari
perkembangan perdagangan. Seiring dengan perkembangan perdagangan dunia,
maka perkembangan perbankan pun semakin pesat. Perkembangan perdagangan
yang semula hanya berkembang di daratan Eropa akhirnya menyebar ke Asia
Barat. Bank-bank yang sudah terkenal pada saat itu di Benua Eropa adalah Bank
Venesia tahun 1171, kemudian menyusul Bank of Genoa dan Bank of Barcelona
tahun 1320, sebaliknya, perkembangan perbankan di daratan Inggris baru dimulai
pada abad ke 16. Namun karena Negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis,
Belanda, Spanyol, atau Portugis begitu aktif mencari daerah perdagangan yang
kemudian menjadi daerah jajahannya, maka perkembangan perbankan pun ikut
dibawa ke Negara jajahannya. (Kasmir, 2004:15).
B. Islam dan Perbankan
Islam adalah kata bahasa arab yang terambil dari kata Salima yang berarti
selamat, damai, tunduk, pasrah dan berserah diri. Objek penyerahan diri ini adalah
17
Pencipta seluruh alam semesta, yakni Allah SWT. Dengan demikian, Islam berarti
penyerahan diri kepada Allah SWT.
Islam secara bahasa yang berarti selamat merupakan agama samawi yang
mengatur seluruh kehidupan saat ini (dunia) dan kehidupan selanjutnya (akhirat).
Islam sebagai way of life merupakan agama yang memberikan petunjuk melalui
Rasulnya, petunjuk itu segala sesuatu yang berupa akidah, akhlak, dan syariah.
Kaidah dan akhlak bersifat konstan, artinya tetap tidak mengalami perubahan
apapun dengan berbedanya perubahan waktu dan tempat.
Syariah Islam mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan dengan yang
lain. Syariah Islam bersifat komprehensif (menyeluruh) dan universal.
Komprehensif berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik
ritual (ibadah) maupun sosial (mualmalah) (Antonio, 2001:4). Ibadah bertujuan
untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhannya
(hablu mina Allah). Muamalah bertujuan untuk menjaga hubungan harmonisasi
dengan alam sekitar diantaranya dengan manusia itu sendiri (hablu mina An-nas).
Universal bermakna syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan
tempat sampai akhir nanti (Antonio, 2001:4). Universal terefleksikan dalam
muamalat yang tidak membedakan antara muslim dan non muslim. Selain itu
universal berarti mempunyai cakupan yang luas dan fleksibel.
Salah satu cabang syariah Islam adalah muamalah yang apabila ditelusuri
kebawahnya, maka muamalah ada yang mengatur tentang perbankan. Bank
menurut syariat Islam pada dasarnya sama dengan bank konvensional. Bank
18
syariah juga mengadopsi dari perbankan konvensional selama itu tidak
berbenturan dengan prinsip dan akidah Islam. Bank syariah yang merupakan bank
yang dalam menjalankan aktivitasnya harus sesuai dengan Al-Qur’an dan Al
Hadits. Bank syariah berbeda dengan bank konvensional, bank syariah
mempunyai karakteristik yang unik yaitu dalam pengambilan keuntungannya
bukan dari bunga melainkan dari nisbah bagi hasil. Tujuan utama dari bank
syariah adalah untuk mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah
dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan. Prinsip utama yang
diikuti oleh bank syariah itu adalah (Arifin, 2006:2) :
1. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi,
2. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan
keuntungan yang sah,
3. Memberikan zakat.
C. Sejarah Perbankan Syariah
Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan Al-Amin dipercaya oleh
masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir
sebelum Rasul hijrah ke Madinah beliau meminta Sayyidina Ali r.a untuk
mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya. Dalam konsep ini,
yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut.
Seorang sahabat Rasulullah, Zubair bin Al-Awwam, memilih tidak
menerima titipan harta. Beliau lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman.
Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda : Pertama, dengan
mengambil uang itu sebagai pinjaman, beliau mempunyai hak untuk
19
memanfaatkannya. Kedua, karena bentuknya pinjaman, ia berkewajiban
mengembalikannya utuh.
Sahabat lain Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman uang ke Kuffah.
Juga tercatat Abdullah bin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang ke
adiknya Misab bin Zubair yang tinggal di Irak (Karim, 2004:18).
Berkembangnya bank-bank dengan landasan syariah Islam di berbagai
Negara pada dekade 1970-an, berpengaruh pula ke Indonesia. Pada awal 1980-an,
diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan.
Sejumlah tokoh yang terlibat dalam diskusi itu antara lain : Karnaen A.
Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M Saefuddin, M. Amin Aziz, dan
beberapa tokoh lainnya.
Namun prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam baru
dilakukan pada 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah melalui satu
lokakarya, akhirnya membentuk satu kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan
MUI. Tim itu bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak
terkait. Hasil tim kerja tersebut akhirnya melahirkan Bank Muamalat Indonesia.
Akte pendirian bank itu ditandatangani pada 1 November 1991. Namun baru pada
tanggal 1 Mei 1992 BMI mulai beroperasi dengan modal awal sekitar Rp. 106
miliar. (Nasution, 2006:294).
D. Pengertian Bank dan Perbankan Syariah
Bank bersal dari kata banque dalam bahasa Prancis dan kata banco dari
bahasa Itali yang berarti peti/lemari atau bangku (Arifin, 2006:1). Ini berarti bank
20
sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti emas, uang, berlian,
dan sebagainya. Bank merupakan lembaga keuangan depository atau depository
intermediary, maksudnya lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat yang
kelebihan dana (unit surplus) baik berupa tabungan, deposito, ataupun tabungan
dan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Unit surplus
dapat berupa perusahaan, pemerintahan dan rumah tangga yang memiliki
kelebihan pendapatan setelah dikurangi kebutuhan untuk konsumsi (Siamat,
2004:6).
Pengertian bank menurut UU No.7 Tahun 1993 tentang perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 adalah (Siamat,
2004:87) :
1. Bank dalah badan usaha yang menhimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup masyarakat banyak.
2. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
3. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Nama lain yang digunkan untuk sebutan bank syariah adalah bank Islam.
Dilihat dari segi bahasa kata syariah dan Islam mempunyai pengertian yang
21
berbeda. Syariah berarti tata cara atau aturan sedangkan Islam artinya salam,
damai, selamat, berserah diri. Tetapi secara teknis untuk penyebutan bank syariah
dan bank Islam mempunyai pengertian yang sama.
Menurut ensiklopedi Islam, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan jasa kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan
prinsip-prinsip Syariat Islam (Sumitro, 2004:5)
Berdasarkan pengertian diatas maka, bank syariah merupakan bank yang
prosedur operasionalnya berdasarkan pada prosedur muamalat secara Islam, yaitu
merujuk kepada kaidah-kaidah Al Qur’an dan Al Hadits. Sedangkan pengertian
muamalat adalah kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara sesama manusia
(hblu mina An-nas). Bidang Muamalat meliputi kegiatan bunga (riba), jual beli
(ba’i), gadai (rahn), memindahkan utang (hiwalah), mudharabah, musyarakah,
sewa (ijarah).
Didalam operasionalnya bank Islam harus mengikuti dan atau berpedoman
kepada praktik-praktik usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah bentuk-bentuk
usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah atau
bentuk-bentuk usaha baru sebagi hasil dari ijtihad para ulama atau cendikiawan
muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Al Qur’an dan Al Hadits (Sumitro,
1996:6).
Praktik-praktik fungsi perbankan ini tentunya berkembang secara
berangsur-angsur dan mengalami kemajuan dan kemunduran si masa-masa
22
tertentu, seiring dengan naik turunnya peradaban umat muslim. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa konsep bank bukanlah suatu konsep yang asing bagi umat
muslim, sehingga proses ijtihad untuk merumuskan konsep bank modern yang
sesuai dengan syariah tidak perlu dimulai dari nol. Jadi, upaya ijtihad yang
dilakukan insya Allah akan menjadi lebih mudah. (Karim, 2007:27)
Bank Islam akan memperoleh pendapatan dari pembiayaan investasi al-
Mudharabah dan al-Musyarakah berupa bagi hasil usaha, dari pembiayaan
pengadaan barang al Murabahah, al Bai bitsaman ajil, dan al ijarah berupa mark
up dan sewa. Dari pemberian pinjaman berupa biaya administrasi, dan dari
penggunaan fasilitas berupa fee. Semua pendapatan ini dikumpulkan dalam
”pendapatan bagi hasil bank untuk dibagikan”. (Perwataatmadja, 1992:43).
Pada sisi pengerahan dana profil Bank Syariah ditampilkan dalam bentuk
kebersamaan memperoleh bagi hasil dari usaha bank, baik pada waktu
perekonomian nasional sedang bergairah maupun perekonomian nasional sedang
lesu. Transparansi secara otomatis diperoleh para pemegang rekening tabungan
mudharabah dan deposito mudharabah dengan mengikuti naik turunnya
pendapatan, bersamaan dengan naik turunnya hasil usaha bank karena situasi
perekonomian yang berlaku pada waktu itu. (Perwataatmadja, 2007:216)
Peranan utama Bank Indonesia dalam pengembangan bank syariah adalah
dalam mewujudkan iklim yang kondusif bagi perkembangan bank syariah yang
sehat dan konsisten (Istiqomah) terhadap prinsip-prinsip syariah. Atau lebih
konkritnya adalah dalam mewujudkan perbankan syariah yang mampu
23
menggerakkan sektor riil melalui kegiatan pembiayaan berbasis ekuitas dalam
kerangka tolong menolong dan menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan
umat (Bank Indonesia, 2003: 194-195).
E. Hubungan ALMA dan Likuiditas
Asset – Liability Management (ALMA) merupakan fungsi manajemen
bank yang paling utama dalam menata portofolio pada kedua sisi neraca bank.
Pengaturan ini di tujukan untuk mencapai pendapatan yang optimal setelah
dilakukan perhitungan risiko yang mungkin timbul. Kemampuan ALMA yang
tinggi pada bank tertentu akan menampilkan kondisi bank yang baik, sebaliknya
keputusan dan pengawasan ALMA yang lemah dapat mengakibatkan kehancuran
bank tertentu.
Terdapat empat fungsi utama dalam ALMA, yaitu (1) Pengelolaan
Likuiditas, (2) Pengelolaan GAP, (3) Pengelolaan Valuta Asing, serta (4)
Pengelolaan investasi dan pendapatan.
F. Pengelolaan Likuiditas.
Pegelolaan Likuiditas dilakukan agar bank memiliki kemampuan
mendapatkan sumber dana yang tepat dalam memenuhi seluruh kewajiban yang
jatuh tempo dan juga memenuhi kebutuhan operasinya sesuai dengan kebijakan
perusahaan. Kebutuhan dana tersebut meliputi minimum cash ratio sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia dan kebutuhan dana untuk mencukupi kebutuhan kas
keluar bagi keperluan yang tidak terduga.
24
Hal penting yang harus diperhatikan bank adalah bahwa likuiditas dan
profitabilitas (kemampuan mengahasilkan keuntungan) bank tidak selalu berjalan
searah. Likuiditas yang berlebihan dapat menekan profitabilitas. (Arthesa,
2006:190).
Alma adalah manajemen struktur neraca bank dengan tujuan untuk
memaksimalkan pendapatan mengendallikan biaya dalam batas batas resiko
tertentu (Rivai dkk, 2007:375). Risiko likuiditas adalah risiko dalam perbankan
yang biasanya timbul dengan cara bank mengelola Primary dan Secondary reserve
serta pendanaannya sehari-hari (Rivai dkk, 2007:376).
a.) Risiko yang ada dalam pengelolaan Primary reserve dapat berupa berikut ini:
1.) Reserve yang dipelihara terlalu tinggi dari yang dibutuhkan. Keadaan ini
berakibat pada pengorbanan tingkat suku bunga.
2.) Reserve requirement tidak dapat dipenuhi, sehingga berakibat dikenakan
pinalti oleh Bank Indonesia serta timbulnya masalah bagi bank sendiri.
Risiko yang terdapat dalam pengelolaan dana sehari-hari bisa berupa risiko
berikut ini.
1.) Kemungkinan bank harus membayar bunga yang terlalu tinggi untuk
likuiditas yang dibelinya jika kebutuhan dana tidak diidentifikasikan
secara tepat waktu hingga dealer dipaksa masuk ke pasar pada waktu yang
tidak menguntungkan.
2.) Kelebihan likuiditas mungkin terpaksa ditempatkan dengan rate yang tidak
menguntungkan karena bank terlambat mengidentifikasi adanya kelebihan
25
tersebut, hingga dealer tidak mempunyai kesempatan untuk menjual atau
menawarkannya pada waktu yang tepat (Rivai, 2007:376)
Gambar. 2.1
Dampak likuiditas yang dipengaruhi keputusan manajemen bank
Keputusan / Tindakan Dampak Terhadap Likuiditas
Likuiditas jangka pendek akan membaik dengan jangka waktu yang lebih panjang lebih menarik
Bank menaikkan bunga deposito jangka waktu 3 dan 6 bukan.
Diperkirakan akan ada kenaikan tingkat bunga, bank memilih posisi GAP positif untuk jangka waktu 1 sampai 30 hari
Sejalan dengan harta jangka pendek yang naik setara dengan kewajiban jangka pendek, likuiditas jangka pendek juga meningkat.
Suatu obligasi jangka panjang dalam jumlah besar dicairkan dan hasilnya ditempatkan overnight untuk jangka waktu sampai 1 minggu
Likuiditas jangka pendek bank terutama “basic surplus” nya akan naik.
Bank mengalihkan sebagian besar dari paket kredit untuk pembiayaan proyek ke paket kredit jangka pendek (3-6 bulan).
Postur likuiditas bank akan menjadi lebih konservatif dan likuiditas jangka menengah akan meningkat.
Kredit jangka panjang dalam jumlah besar untuk jangka waktu 3 tahun di belanjai dengan dana jangka pendek 3 bulan
Postur likuiditas bank akan menjadi lebih agresif dan likuiditas jangka waktu menengah berkurang.
26
Posisi likuiditas bank secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh
keputusan yang dibuat dan tindakan yang diambil oleh manajemen bank serta
kegiatan yang dilaksanakan oleh unit-unit usahanya. (Rivai dkk, 2007:377).
G. Pengertian Likuiditas
Manajemen likuiditas merupakan kegiatan monitoring secara terus
menerus akan kebutuhan kas yang seketika dihadapi bank baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Dalam melakukan kegiatan bank manajemen likuiditas
bank memegang peranan yang sangat penting, karena sesuai dengan data empiris
bahwa sebagian besar bank dananya berasal dari Pihak Ketiga dan Pihak Kedua,
yang berasal dari Modal tidak lebih dari 10% dari seluruh sumber dana bank
(Riyadi, 2004:27).
Likuiditas menurut Van Greuning dari World Bank (1999:157) yaitu
kemampuan bank untuk mampu memenuhi atau komitmennya saat jatuh tempo.
Pada waktu yang sama bank mentransformasi sisi liabilities mereka untuk
mendapatkan berbagai macam maturities pada sisi aset. Suatu bank dikatakan
likuid apabila bank yang bersangkutan dapat membayar kewajiban hutang-
hutangnya, dapat membayar kembali semua deposannya serta dapat memenuhi
semua permintaan pembiayaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan.
Untuk meminimumkan risiko likuiditas, pengelolaan likuiditas bank merupakan
masalah yang cukup kompleks dalam kegiatan operasional bank. Sulitnya
pengelolaan tersebut disebabkan karena dana yang dikelola bank sebagian besar
adalah dana masyarakat yang sifatnya berfluktuasi. Oleh karena itu harus
27
memperhatikan seakurat mungkin kebutuhan likuiditas untuk jangka waktu
tertentu. Perkiraan kebutuhan likuiditas tersebut sangat dipengaruhi oleh perilaku
penarikan nasabah, sifat dan sumber dana yang dikelola.
A bank’s money position, especially the size of its legal reserve account at
the central bank in its nation or district, is influenced by a long list of factors,
some of which are included in the following table. Among the most important of
these factors are the volume of checks cleared each day, the amount of currency
and coin shipments back and forth between each bank and the central bank’s
vault, purchases and sales of government securities, and borrowing and lending
in the federal funds (interbank) market. Some of these factors are largely
controllable by bank management, while others are essentially noncontrollable,
and management needs to anticipate and react quicly to them.(Rose, 2002).
Fungsi utama likuiditas dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas wajib minimum
2. Untuk menjaga agar saldo rekening yang ada pada bank koresponden selalu
berada pada jumlah yang ditentukan
3. Untuk memenuhi penarikan dana oleh nasabah.
Menurut Van Greuning (1999:164), bahwasannya likuiditas bank dapat
diukur melalui :
1. Loan to Deposit Ratio (LDR)
2. Loan to Capital Ratio (LCR)
28
Sedangkan menurut Munawir (1991:69) menambahkan indikator empat
macam lagi disamping yang sudah ada yaitu :
1. Rasio kas
2. Periode rata-rata pengumpulan piutang
3. Periode rata-rata persediaan tersimpan di gudang
4. Perputaran modal kerja.
The most famous of these ratio is the volatile liability dependency ratio :
(Hempel, 1994)
Volatile Liabilities – Liquid Asset
Earning Assets
H. Bank Sebagai Penjamin Likuiditas
Titik awalnya adalah peran bank dalam menyediakan jaminan likuiditas.
Bank mengumpulkan dana dari masyarakat dan menginvestasikannya dalam aset
jangka panjang dan likuid, seperti pembiayaan (Aspachs, 2005:4). Likuiditas
merupakan salah satu karakteristik yang dimiliki oleh bank. Bank yang salah satu
fungsinya adalah sebagai institusi penyimpanan dana masyarakat (pools of
liquidity) menjamin jaminan ketersediaan likuiditas bagi para deposannya,
jaminan ketersediaan likuiditas yang diberikan berupa penarikan dana yang
disimpan setiap saat. Atas dasar the law of large numbers, dana yang disediakan
untuk bisa ditarik setiap saat tidaklah sejumlah total dana yang disimpan
masyarakat dari total jumlah dana simpanan tersebut.
29
When a liquidity deficit arises, the bank can usually borrow funds from
any of the following sources (Rose, 2002).
Hal penting bagi bank adalah menjalankan sesuai kepentingan para
deposan. Deposan memiliki kepentingan jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk kepentingan jangka pendek mereka menyimpan dananya di bank,
sedangkan untuk kepentingan jangka panjang mereka melakukan investasi, baik
melalui lembaga keuangan maupun tidak, dengan harapan ada return yang lebih
baik dari pada hanya menyimpan uangnya di bank. Pada sisi lain, pembiayaan
pada umumnya tidak dapat dicairkan setiap saat. Pembiayaan juga tidak mudah
untuk dijual dalam waktu cepat karena adanya informasi penilaian yang biasanya
hanya dimiliki oleh bank yang mencairkan pembiayaan awal. Dikarenakan alasan-
alasan inilah bank menjadi sangat rentan terhadap guncangan likuiditas yang
terutama timbul dari sisi pasiva neraca. Apabila terjadi penarikan dana deposan
dalam jumlah besar, bank harus melikuidasi asetnya yang tidak likuid. Likuidasi
ini akan mengakibatkan kerugian bank akibatnya pencairan aset tidak likuid
mengakibatkan kehilangan nilai, maka kekurangan likuiditas ini akan menjadi
masalah Solvency bagi bank (Aspachs, 2005:4).
The traditional way to measure a bank’s liquidity position was to look at
static liquidity ratios, trying to increase liquidity needs and liquidity sources. For
example, a bank would separate its assets into liquid (easily convertible into cash
without appreciable loss) and non liquid components. (Hempel, 1994).
30
I. Likuiditas Bank Syariah
Masalah pengelolaan likuiditas adalah masalah yang penting dalam hal
operasional bank sehari-hari. Kelebihan likuiditas akan mengakibatkan bank
mengorbankan profitabilitasnya. Sementara kekurangan likuiditas akan
mengakibatkan kerugian bagi bank karena tidak dapat memenuhi kewajiban yang
harus segera dipenuhinya sehingga akan menyulitkan bank itu sendiri. Seperti
yang diungkapkan Dewatripoint (1999:110) bank akan menghadapi masalah bank
runs phenomenon ketika tidak mampu memenuhi permintaan penarikan dana dari
depositornya, pada keadaan tersebut bank menghadapi dilema apakah harus
menginvestasikan dalam jangka pendek dan tidak menggunakan fungsi
transformasi asetnya yang bersifat inefisiensi. Atau menghadapi bank runs ketika
menginvestasikan dalam aset jangka panjang yang likuid. Dampak yang lebih jauh
adalah bank akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat dan pemerintah (dalam
hal ini Bank Sentral).
Upaya menjaga likuiditas bank berarti sebagai proses pengendalian alat-
alat likuid yang mudah difungsikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang
harus segera dibayar seperti:
1. Rekening wesel
2. wesel-wesel (transfer) yang jatuh tempo
3. Call money
4. Deposito berjangka jatuh tempo
5. Tabungan
31
6. kewajiban yang segera harus dibayar.
Pengendalian likuiditas bank dilakukan setiap saat berupa penjagaan alat-
alat likuid yang dapat dikuasai oleh bank, alat-alat likuid bank terdiri dari :
1. Uang tunai (kas)
2. Rekening Koran pada Bank Indonesia (BI)
3. Jaminan kliring pada BI
4. Efek-efek (surat berharga)
Untuk menjaga likuiditas setiap bank harus memelihara perbandingan
tertentu menurut ketentuan BI. Melalui ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM)
BI, setiap bank harus memiliki prosentase tertentu sekurang-kurangnya 5%. Batas
minimum itu untuk mendeteksi kesehatan bank yang dihitung berdasarkan
pembagian jumlah alat likuid dengan kewajiban yang dapat dibayar dalam suatu
masa laporan.
Memperhatikan likuiditas yang tinggi akan memperlancar customer
relationship tetapi profitabilitas / imbal bagi hasil akan menurun karena
banyaknya dana yang menganggur. Dilain pihak likuiditas yang rendah
menggambarkan kurang baiknya posisi likuiditas suatu bank.
Perangkat yang digunakan oleh bank syariah untuk memelihara
likuiditasnya antara lain : surat berharga pasar modal, ba’I dain, Pasar Uang Antar
Bank Syariah (PUAS), Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan Islamic Interbank
Money (Arifin, 1991:9).
32
Salah satu ukuran untuk menghitung likuiditas bank adalah dengan
menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR yaitu seberapa besar dana bank
dilepaskan sebagai perkreditan. Ketentuan BI tentang LDR yaitu perhitungan
antara ratio 80% hingga dibawah 110%. Pemeliharaan kesehatan bank antara lain
dilakukan dengan tetap menjaga likuiditasnya sehingga bank dapat memenuhi
kewajiban kepada semua pihak yang menarik atau mencairkan uangnya. Hal ini
dihitung dengan (Norman, 2004:346) :
KetigaPihakDanaTotal
disalurkanyangkreditLoanLDR )( x 100%
Salah satu kendala operasional bank syariah adalah kesulitan dalam
mengendalikan likuiditasnya secara efisien, dimana gejala adalah tidak
tersedianya kesempatan investasi yang sedang berjalan. Adalah penting bagi
bankir Islam untuk memahami bahwa instrumen likuiditas yang digunakan bank
konvensional itu dibangun untuk mengatasi kesulitan yang mereka hadapi dalam
sistem keuangan yang bersifat ribawi. Menjadi tantangan dan tanggung jawab
para bankir Islam untuk mempunyai pedoman likuiditas syariah sebagai berikut
(Arifin, 2002:68) :
1. Uang tidak boleh menghasilkan apa-apa. Uang hanya boleh berkembang
jika diinvestasikan dalam bidang ekonomi riil (tangible ecomomic aset).
2. Keberhasilan kegiatan ekonomi diukur dengan return on investment
(ROI) return ini boleh diestimasikan tapi tidak boleh ditentukan didepan.
33
3. Bagian saham dalam perusahaan, kegiatan mudharabah atau kemitraan
musyarakah dapat dibeli atau dijual untuk kegiatan investasi dan bukan
untuk tujuan spekulasi atau tujuan perdagangan paper.
4. Piranti keuangan Islam, seperti bagian saham dalam kemitraan atau
perusahaan, dapat dinegosiasikan.
Beberapa alasan yang harus diperhatikan dalam rangka pengelolaan
likuiditas adalah sebagai berikut :
1. Uang tidak boleh dijual untuk memperoleh uang
2. Nilai saham dalam suatu bisnis harus didasarkan pada hasil penelitian
performance yang bersangkutan (fundamental analysis)
3. Transaksi tunai (cash) harus diselesaikan segera setelah kontrak terjadi.
4. Diperbolehkan membeli saham dari bisnis yang mencatat adanya utang
pada neraca mereka, tetapi utang tersebut tidak boleh dominan.
5. Pemilik saham mempunyai hak untuk mengakhiri kepemilikannya, kecuali
apabila diperjanjikan lain secara tegas dinyatakan dalam kontrak
J. Kerangka Teori Buffer Likuiditas
Literatur awal Teori Buffer likuiditas memandang manajemen likuiditas
pada bank dengan menyamakannya dengan masalah persediaan. Biaya memiliki
cadangan aset likuid dalam jumlah tertentu akan ditimbang dengan manfaat bila
kekurangan likuiditas. Pertimbangan utama dari teori ini adalah bahwa ukuran
buffer likuiditas harus mencerminkan opportunity cost dari return yang hilang
bila memegang aset likuid dibandingkan dengan menyalurkan ke pembiayaan.
Likuiditas juga memiliki pola distribusi yang berbeda-beda, dimana berhubungan
34
dengan volatilitas pendanaan dana pihak ketiga dan biaya untuk mendapatkan
dana dari pasar antar bank yang mudah didapatkan pada jangka pendek. Agenor
(2004) menyatakan bahwa permintaan likuiditas berasal dari distribusi penarikan
deposan, biaya pinjaman eksternal dan aturan primary reserve (Aspachs, 2005:5).
Dalam literature awal mengenai likuiditas perusahaan, Keynes (1936)
menyatakan bahwa neraca yang likuid akan memungkinkan perusahaan untuk
mengerjakan proyek-proyek yang menguntungkan saat kesempatan muncul. Lebih
lanjut, Keynes juga menyatakan bahwa neraca yang likuid juga bergantung pada
akses perusahaan untuk mendapatkan pendanaan eksternal. Untuk bank, hal ini
berarti bahwa kesempatan mereka untuk berinvestasi pada pembiayaan baru yang
menguntungkan bergantung kepada jumlah dana yang mereka dapat kumpulkan.
Ini merupakan batasan financial yang dimiliki bank. Apabila akses bank terhadap
akses finansial terbatas, misalnya biaya tinggi untuk menambahkan modal baru
atau dana antar bank yang sangat terbatas, hal ini akan membuka kemungkinan
bahwa likuiditas bank tergantung kepada siklus bisnis.
Secara khusus, bank akan menumpuk likuiditasnya pada periode ekonomi
yang menurun, yaitu pada saat kesempatan ekspansi pembiayaan tidak
mendukung. Bank akan mengalami penurunan likuiditas apabila mereka
menyalurkannya ke pembiayaan. Secara umum, bila bank terkena dampak batasan
likuiditas seperti ini, maka akan berakibat pada efektifitas kebijakan moneter.
Karena itu biasanya bank sentral akan memberi kebijakan ekonomi untuk
mendorong perkembangan perekonomian pada saat resesi, dimana pada saat itu
bank cenderung menimbun aset likuiditasnya. Hal yang berkebalikan akan berlaku
35
bila perkonomian cenderung membaik sehingga bank akan melakukan hal yang
berkebalikan dari kondisi diatas, yaitu mengurangi cadangan likuiditasnya dan
menyalurkan dana yang dihimpunnya ke pembiayaan (Aspachs,2005:7).
Buffer likuiditas sendiri dapat dilihat dari sisi batasan finansial yang
dimiliki perusahaan. Secara umum, apabila perusahaan memiliki keterbatasan
finansial, maka sumber likuiditas internal seperti arus kas masuk dari usaha atau
proyek akan dijadikan sumber cadangan likuiditas. Hal ini bertujuan agar
perusahaan dapat memiliki sumber dana yang dibutuhkan saat ada kesempatan
investasi dimasa depan (Almeida, 2004). Penelitian oleh Aspachs menunjukkan
bahwa perusahaan dengan batasan finansial yang tidak tetap, cenderung tidak
menujukkan hubungan antara arus kas masuk yang diterima dengan cadangan
likuiditasnya. Namun pada perusahaan yang memiliki batasan finansial, maka ada
manfaat saat perusahaan tersebut menumpuk likuiditasnya sehingga dapat
membiayai investasi ketika ada kesempatan. Namun karena menumpuk likuiditas
juga berarti ada opportunity cost nya, maka perusahaan akan menjaganya pada
tingkat yang optimal. Caranya dengan menyisihkan sebagian kas masuk untuk
diinvestasikan di masa depan.
K. Pengaruh Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen
Faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas pada bank syariah yang di
teliti pada skripsi ini adalah berdasarkan literature dan penelitian sebelumnya oleh
Hempel (1994), Arifin (2002), Judisseno (2002) dan Aspachs (2005). Pengertian
likuiditas adalah kedekatan untuk belanja dari sebuah asset (Ahmed, 2001:12)
36
1. Variabel Dependen
Likuiditas yang diteliti adalah tingkat buffer likuiditas dalam bentuk
money potition yang dimiliki bank. Money potition ini terdiri (Hempel, 1994:151):
a. Uang tunai, baik uang kertas maupun uang logam. Dapat disimpan di
khasanah bank maupun pada tempat lain di bank. Bila bank memiliki uang
tunai yang berlebih, maka kelebihannya disetorkan ke bank sentral atau
bank lain. Demikian sebaliknya bila bank kekurangan uang tunai sehingga
mengambil di bank sentral atau bank lain.
b. Giro di bank sentral. Giro ini merupakan simpanan bank yang merupakan
gabungan dari ketentuan giro wajib dan selisih kliring setiap hari operasi.
Giro di bank sentral bertambah bila dilakukan setoran, pencairan dari
treasury bills dan peminjaman dari bank sentral. Giro ini berkurang bila
melakukan pembelian treasury bills, penarikan untuk pembayaran dan
penarikan dalam bentuk uang tunai.
c. Giro di bank lain. Giro ini merupakan simpanan bank di bank lain yang
bermanfaat untuk penyelesaian pembayaran yang tidak melalui bank
sentral. Contoh transaksi antar bank adalah pinjaman antar bank, transaksi
international banking dan investasi lain.
d. Kas dalam perjalanan. Merupakan posisi kas yang sudah ditarik dari suatu
pihak namun belum diterima bank.
Berdasarkan klasifikasi dari money potition diatas, maka pada penelitian ini
disusun variabel dependen sesuai klasifikasi di Bank Syariah Mandiri, yaitu :
1) Kas dan Kas dalam Perjalanan
37
Variabel ini terdiri tiga komponen yaitu kas (termasuk kas dalam perjalanan),
giro pada bank sentral dan giro pada bank lain. Uang adalah bentuk yang
paling likuid dari defines tersebut. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Kas berbentuk uang tunai yang berupa uang kartal berupa uang kertas, uang
logam, commemorative coin & nota, yang dikeluarkan BI atau otoritas
moneter Negara lain sebagai alat pembayaran yang sah. Termasuk dalam
kategori ini adalah bank notes dari Negara lain, misalnya uang kertas USD,
dollar Singapura (SGD) atau riyal Arab Saudi (SAR). Berdasarkan lokasinya,
maka kas dapat berada pada empat tempat yaitu
a) Kas Besar: adalah uang yang digunakan dalam penarikan dan
penyetoran nasabah, dimana pada akhir hari disimpan di dalam ruang
penyimpanan khusus yang disebut khasanah.
b) Kas ATM: adalah uang yang berada dalam mesin-mesin ATM bank.
c) Kas Kecil: uang yang dipisahkan dari kas besar dan digunakan untuk
operasional bank dan disimpan dalam cash box.
d) Kas dalam perjalanan: uang yang masih harus diterima oleh cabang
penerima dan baru saja diambil dari BI, bank lain atau cabang lain.
2) Giro pada Bank Indonesia
Adalah simpanan pada Bank Indonesia (primary reserve) selain yang
berbentuk SWBI. Giro ini ada dalam valuta rupiah dan dollar AS. Secara
mendasar, giro rupiah haruslah sejumlah minimum 5% dari dana pihak ketiga
rupiah dan giro USD haruslah minimum 3% dari dana pihak ketiga USD.
38
Sebagaimana simpanan bank dalam bentuk uang tunai atau kas, giro di BI ini
tidak menghasilkan return.
Ketentuan pemenuhan primary reserve ini harus dipenuhi bank dengan
ancaman sanksi denda oleh BI.
3) Giro pada Bank Lain
Merupakan penempatan pada bank lain selain penempatan pada BI. Giro pada
bank lain dibuka sesuai kebutuhan transaksi bank, sehingga memiliki valuta
yang beragam yaitu IDR (Rupiah), USD, SGD, SAR, Japan Yen, Euro, dan
dollar Australia. Giro pada bank lain bertujuan untuk
a) Memenuhi kebutuhan transaksi dalam negeri. Pada BSM, giro dalam
rupiah pada bank lain memenuhi kebutuhan transaksi seperti
pengelolaan uang tunai (kas besar dan kliring lokal) atau pembayaran
transaksi ATM dengan Bank Mandiri.
b) Memenuhi kebutuhan transaksi luar negeri. Pada BSM, giro yang
dibuka dalam valuta asing adalah pada Bank Mandiri, BCA, Citibank
New York, United Overseas Bank Singapura, Wachovia Bank,
Sumitomo Mitsui Banking, ANZ Bank dan Al Rajhi Banking &
Investment.
2. Variabel Independen
a. Dana pihak ketiga
Dana pihak ketiga merupakan salah satu alasan utama bagi bank untuk menjaga
tingkat likuiditasnya. Dana simpanan nasabah adalah dana yang dihimpun oleh
bank dalam melakukan fungsi intermediasinya. Fungsi bank yang menjamin
39
ketersediaan likuiditas bagi para nasabahnya menyebabkan bank harus
menghitung proporsi tertentu dari jumlah dana DPK ini pada kas dan primary
reserve di BI. Pada bank syariah, DPK dapat terdiri dari tiga jenis kelompok
yaitu:
1) Simpanan wadiah, terdiri dari giro dan tabungan wadiah.
2) Tabungan mudharabah.
3) Deposito mudharabah.
Tabungan yang menerapkan akad wadiah mengikuti prinsip-prinsip
wadiah yad adh-dhamanah seperti yang dijelaskan diatas. Artinya tabungan ini
tidak mendapatkan keuntungan karena ia titipan dan dapat diambil sewaktu-waktu
dengan menggunakan buku tabungan atau media lain seperti kartu ATM.
Tabungan yang berdasarkan akad wadiah ini tidak mendapatkan keuntungan dari
bank karena sifatnya titipan. Akan tetapi, bank tidak dilarang jika ingin
memberikan semacam bonus / hadiah. (Antonio, 2001:156).
Tabungan yang menerapkan akad mudharabah mengikuti prinsip-prinsip
akad mudharabah diantaranya sebagai berikut. Pertama, keuntungan dari dana
yang digunakan harus dibagi antara shahibul maal (dalam hal ini nasabah) dan
mudharib (dalam hal ini bank). Kedua, adanya tenggang waktu antara dana yang
diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi dengan
memutarkan dana itu diperlukan waktu yang cukup. (Antonio, 2001:156).
Bank syariah menerapkan akad mudharabah untuk deposito seperti dalam
tabungan, dalam hal ini nasabah (deposan) bertindak sebagai shahibul maal dan
40
bank selaku mudharib. Penerapan mudharabah terhadap deposito dikarenakan
kesesuaian yang terdapat diantara keduanya. (Antonio, 2001:157).
b. Aset Siap Konversi menjadi Kas
Porsi terbesar dari fungsi penggunaan dana bank adalah berupa investasi
pada surat-surat berharga. Selain untuk tujuan memperoleh penghasilan, investasi
pada surat berharga ini dilakukan sebagai salah satu media pengelolaan likuiditas,
dimana bank harus menginvestasikan dana yang ada seoptimal mungkin, tetapi
dapat dicairkan sewaktu-waktu bila bank membutuhkan tanpa, atau sedikit sekali,
mengurangi nilainya (Riyadi, 2006:39).
Aset bank yang terdiri dari aset yang bersifat likuid atau mudah diubah
menjadi uang (Norman, 2005:23). Perbedaan aset siap konversi menjadi kas
dengan kas dan setara kas adalah aset siap konversi menjadi kas merupakan aset
yang memberikan return, sedangkan kas dan setara kas tidak memiliki return.
Aset ini merupakan cadangan yang berfungsi sebagai penyangga primary reserve,
ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek dan tetap current. Karena
kebutuhan likuiditas seringkali sulit diantisipasi, maka kriteria asset yang siap
dikonversi menjadi kas adalah (Riyadi, 2006:39):
1) Short term atau siap untuk dijual (available for sale)
2) High quality, tidak jatuh nilainya saat dijual.
3) Marketable.
Secondary reserve ini dilakukan untuk memaksimalkan penempatan dana setiap
saat dan tetap menghasilkan (Riyadi, 2006:39). Asset siap konversi menjadi kas,
41
dapat dikonversi melalui pasar uang dan pasar modal. Bentuk pada bank syariah
untuk asset siap konversi menjadi kas adalah:
a) Penempatan pada bank lain berupa Sertifikat Investasi Mudharabah
Antarbank (SIMA).
b) Surat berharga berupa obligasi dan reksadana syariah.
c) Penempatan pada BI berupa SWBI.
c. Akses pasar antar bank dan sumber dana lainnya termasuk LOLR
Dalam aktivitasnya, bank sering membutuhkan dana untuk memenuhi
ketentuan primary reserve, menjaga tingkat saldo pada giro di bank sentral untuk
transaksi, melakukan realisasi pembiayaan atau investasi, membayarkan dana
kepada nasabah deposan maupun memenuhi kewajiban lainnya. Pada posisi bank
membutuhkan dana jangka pendek, bank harus segera memenuhinya baik dari
bank lain, maupun dari BI. Tingkat likuiditas bank antara lain dipengaruhi oleh
fasilitas LOLR dari bank sentral (Arifin, 2002:45). Pada penelitian oleh Aspachs
(2005) fasilitas pinjaman dari BI menyebabkan bank menurunkan tingkat
likuiditasnya meskipun terdapat kendala moral hazard berupa bank memegang
buffer likuiditasnya yang lebih rendah dari seharusnya. Sedangkan instrumen
sumber dana lainnya dapat diperoleh bank pada pasar modal berupa saham dan
obligasi (Riyadi, 2006:47). Pada bank syariah di Indonesia, meskipun terdapat
fasilitas jangka pendek bagi bank syariah dari BI (PBI no.5/3/PBI/2003 tentang
Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah), pada prakteknya hal ini
tidak dilakkukan oleh BSM. Untuk itu, komponen dalam akses pasar pada
penelitian ini adalah:
42
1) Antar bank pasiva berupa simpanan dari bank lain berbentuk giro dan
deposito dan penempatan berbentuk SIMA dari bank lain.
2) Obligasi syariah mudharabah yang diterbitkan bank.
d. Kewajiban Lancar
Kewajiban lancar merupakan kewajiban yang harus segera dipenuhi bank
dalam waktu kurang dari satu tahun. Kewajiban lancar ini termasuk komponen
dalam perhitungan rasio likuiditas berupa quick ratio (Judisseno, 2002:139). Bagi
bank, kewajiban lancar ini merupakan seluruh transaksi baik yang dalam rangka
transaksi baik bank maupun dalam rangka kegiatan operasional perusahaan.
Komponen kewajiban lancar ini terdiri dari:
1) Kewajiban penerimaan negara pembayaran pajak dan bukan pajak
2) Kewajiban dalam rangka jasa bank dalam penerimaan jasa pembayaran.
3) Kewajiban dalam rangka setoran jaminan transaksi komitmen dan
kontijensi bank.
4) Kewajiban titipan lain seperti pembayaran dana sosial, bagi hasil yang
belum dibayarkan dan pembayaran lain kepada pihak ketiga.
f. Pembiayaan yang Diberikan berupa Loan Growth
Pembiayaan yang diberikan merupakan variabel yang mempengaruhi
likuiditas bank berupa hambatan finansial dalam menumpuk likuiditas (Aspachs,
10:2005). Pembiayaan yang diberikan dihitung berupa loan growth yang
merupakan kemampuan bank untuk ekspansi sehingga mengurangi jumlah pos
lain dalam neraca bank. Pada penelitian, loan growth ini diukur dengan
membandingkan posisi pembiayaan antara suatu bulan dengan bulan sebelumnya.
43
g. Profit Bank
Profit bank merupakan variabel yang mempengaruhi likuiditas bank
berupa sumber bagi likuiditas (Aspachs, 2005:10). Bagi bank syariah, profit bank
merupakan pendapatan dari penyaluran pembiayaan, pendapatan surat berharga
dan pendapatan operasional bank dengan dikurangi biaya bagi hasil dan biaya
operasional bank.
L. Penelitian Terdahulu
1. Edward (1993) Universitas Negeri Jakarta, dikutip dari Ali Norman.
Dalam penelitiannya mencoba mengukur hubungan antara pengendalian kas
dengan likuiditas bank-bank umum di Jakarta. Penelitian ini cukup baik karena
meneliti hampir semua bank umum konvensional yang ada di Jakarta.
Sebagai variable control, Edward mengguakan tingkat pengendalian kas
bank yang mempengaruhi likuiditas. Tingkat pengendalian kas memang sangat
berpengaruh terhadap likuiditas. Jika kas terlalu banyak akan mengakibatkan
berkurangnya likuiditas tetapi jika kas dalam kondisi kurang maka bank akan
kesulitan memenuhi kebutuhan likuiditasnya dan akan berakibat pada ketidak
percayaan masyarakat. Penelitian ini hanya terfokus pada bank konvensional yang
mempunyai karakteristik risiko likuiditas yang berbeda dengan bank syariah.
Terdapat kelemahan penelitian yaitu hanya menggunakan 1 variabel independen,
serta tidak menggunakan data sekunder untuk menganalisis data, tetapi
menggunakan kuesioner. Peneliti yang tidak mampu menjelaskan hasil penelitian
44
tentang keadaan likuiditas bank-bank yang diteliti karena menggunakan data
primer non numerik.
2. Aspachs dari London School of Economics (2005) meneliti secara
komprehensif tentang kebijakan likuiditas bank-bank konvensional di Inggris.
Penelitian ini secara spesifik meneliti bagaimana pengaruh kebijakan fasilitas
LOLR dari Bank Sentral mempengaruhi likuiditas bank. Hasil dari penelitian ini
menyatakan bahwa semakin banyak bantuan (potential support) maka semakin
sedikit cadangan likuiditas yang dipegang oleh bank-bank. Selain itu hasil
penelitian Aspachs yang penting adalah tentang pengaruh fasilitas LOLR dari
bank sentral kepada bank-bank di Inggris. Fasilitas LOLR ini mempunyai sisi
positif terhadap keadaan likuiditas bank-bank di Inggris karena meningkatkan
liquidity buffer, terutama pada saat krisis. Fasilitas LOLR ini selain memberikan
hasil positif juga mempunyai dampak negatif moral hazard (penyimpangan
moral) yaitu bank-bank tersebut cenderung mempunyai likuiditas yang semakin
sedikit (likuiditas yang berasal dari dana yang dihimpun bank tersebut).
3. Penelitian Ieyanto Yamin dan Haryanto Tanujaya dari Universitas
Indonesia pada tahun 1994 membahas tentang fungsi ALM pada Bank Danamon.
Masalah utama pada bank yang diteliti yang merupakan bank konvensional adalah
masalah likuiditas dan masalah suku bunga (pricing). Dalam jangka pendek,
kedua hal ini akan berpengaruh terhadap net income. Dalam jangka panjang,
kedua hal ini akan berpengaruh terhadap market value. Pengukuran likuiditas
dapat diukur dari berbagai faktor yaitu:
45
a. Cash flow approach, yaitu sumber dan penggunaan arus kas. Arus kas terutama
dihitung untuk membandingkan net new loans yaitu selisih antara pembiayaan
baru dengan pembiayaan yang jatuh tempo dan net deposit yaitu selisih antara
penarikan dan penyetoran dana deposan.
b. Large liability dependence, yaitu perbandingan antara dana jangka pendek yang
berasal dari pasar uang dibandingkan dengan earning assets bank. Semakin
besar rasio ini, berarti bank semakin tidak likuid.
c. Core deposit to assets, yaitu perbandingan dari dana deposan yang bersifat
stabil dibagi dengan total asset. Dana pihak ketiga yang stabil umumnya
berasal dari pihak non bank. Semakin besar rasio ini, semakin baik likuiditas
bank.
Penelitian ini merekomendasikan teknik perhitungan likuiditas bank dengan dua
cara, yaitu:
1) Metode sumber dan penggunaan dana : metode yang memisahkan antara
controllable dan uncontrollable asset. Metode menggunakan data bank untuk
mengenali aset dan liabilities beserta tingkat suku bunga (rendah atau tinggi)
terhadap jenis komponen didalamnya.
2) Metode penstrukturan deposito adalah metode yang mengenali simpanan
berdasarkan jangka waktunya.
4. Penelitian Ali Norman dari Univrsitas Indonesia tahun 2005. Penelitian
khusus Bank Syariah Indonesia dimana penelitian likuiditas dilakukan dengan
46
studi kasus bank muamalat Indonesia dengan periode tahun 2001-2004. faktor
independen yang diteliti berupa tingkat likuiditas yang diukur dengan rasio FDR.
Sedangakan faktor independen terdiri dari faktor internal berupa volalitas dana
simpanan nasabah, aset siap konversi menjadi kas, akses terhadap pasar antar
bank termasuk fasilitar LOLR dari Bank Indonesia serta pembiayaan dan investasi
yang dilakukan bank. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi
secara tidak langsung adalah tingkat suku bunga SBI, kurs terhadap Dollar AS
serta variabel inflasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dua
variabel yang mempengaruhi likuiditas Bank Muamalat Indonesia, yaitu variabel
dana simpanan nasabah dan variabel pembiayaan dan investasi yang dilakukan
bank. Sedangkan variabel-variabel lain yang tidak berpengaruh adalah aset siap
konversi menjadi kas, akses pasar terhadap pasar antar bank termasuk LOLR dari
BI ditambah seluruh faktor eksternal. Penelitian merekomendasikan agar pihak
BMI memberikan perhatian khusus terhadap faktor-faktor yang secara signifikan
mempengaruhi likuiditas BMI dan menyusun kebijakan yang baku tentang
manejmen likuiditas selain memenuhi kepatuhan aturan primary reserve berupa
GWM.
5. Penelitian berikutnya untuk bank syariah di Indonesia, dilakukan oleh Riki
Antariksa (2006) dimana penelitian dilakukan pada Bank Muamalat Indonesia
pada periode 2000-2004. penelitian ini memiliki perumusan masalah pertama
yaitu mengukur dan menjelaskan bagaimana risiko likuiditas berpengaruh pada
profitabilitas bank. Sedangkan perumusan masalah kedua adalah melihat pengaruh
tersebut terjadi dalam pengaruh musiman dalam ekonomi. Penelitian ini
47
menggunakan model regresi, dengan menggunakan variabel dummy dan
melakukan pendekatan distribute-lag. Variabel independen yang berpengaruh
adalah rasio LTA (liquid assets to total assets ratio), LAD (liquid assets to
deposits ratio), dan FDR (financing to deposits ratio). Sedangkan variabel
dependen yang diukur adalah profitabilitas yang diwakili ROA dan ROE. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan dari risiko likuiditas
terhadap profitabilitas, baik positif maupun negatif yang tersebar dalam beberapa
selang waktu. Misal profitabilitas paling tinggi dicapai pada bulan Desember yang
diduga bahwa pada bulan terakhir, banyak nasabah yang menyelesaikan
kewajiban transaksinya dengan pihak bank.
6. Aji Erlangga M (2007) dari Universitas Indonesia. Penelitian khusus bank
syariah di Indonesia dimana penelitian likuiditas dilakukan dengan studi kasus
Bank Syariah Mandiri dengan periode tahun 2004-2006. Variabel independen
yang digunakan adalah aset siap konversi menjadi kas, profit bank pada bulan
bersangkutan, pembiayaan yang diberikan, dana pihak ketiga, akses pasar dan
sumber dana lain, kewajiban lancar. Hasil penelitian memberikan kesimpulan
bahwa dana pihak ketiga secara signifikan mempengaruhi tingkat buffer likuiditas
bank. Secara statistik dengan koefisien regresi 0,089 menyatakan bahwa setiap
penambahan DPK sebesar Rp.1 akan mengakibatkan penambahan money position
sebesar Rp.0,089. Berarti ada hubungan searah dan nilainya cukup signifikan
dimana buffer likuiditas bank naik ketika DPK naik. Hasil lainnya adalah bahwa
keuntungan bank berupa profit yang diperoleh bank setiap bulannya tidak
48
signifikan mempengaruhi tingkat buffer likuiditas bank. Variabel ini secara
statistik dieliminasi dalam seleksi variabel.
M. Kerangka Berfikir
Bank menurut fungsinya dibagi kedalam tiga jenis yaitu Bank Sentral,
Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat. Di Indonesia Bank Umum dibagi
kedalam dua jenis bank yaitu Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Umum
Konvensional. Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan salah satu Bank Umum
Syariah yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh pemerintah. BSM merupakan
bank yang memiliki nilai asset tertinggi dibandingakan dengan Bank Umum
Syariah lainnya. Oleh karena itu hal ini sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut
mengenai likuiditasnya, apakah buffer likuiditas Bank Syariah Mandiri
dipengaruhi oleh dana pihak ketiga, aset siap konversi menjadi kas, akses pasar
dan sumber dana lain, kewajiban lancar, pembiayaan yang diberikan, dan profit
bank. Sehingga dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
49
Gambar. 2.2
Kerangka Pemikiran
Keterangan :
(X1) Dana Pihak Ketiga
(X2) Aset Siap Konversi menjadi kas
(X3) Akses Pasar & sumber dana lain
(X4) Kewajiban lancar
(X5) Pembiayaan yang diberikan
(X6) Profit bank
(Y) Likuiditas BSM
Neraca Laporan Laba Rugi
X2 X1 X3 X4 X5 X6
Y
Uji Asumsi Klasik
Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil Penelitian
50
N. Hipotesis
Ada tujuh variabel (satu variabel dependen dan enam variabel independen) yang
diuji dalam penelitian ini. Uji hipotesis ini secara umum adalah untuk melihat apa
saja yang mempengaruhi buffer likuiditas Bank Syariah Mandiri. Uji hipotesis
adalah sebagai berikut :
Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara dana pihak ketiga, asset siap
konversi menjadi kas, keuntungan bank, akses pasar antar bank dan sumber
dana lainnya, kewajiban lancar dan loan growth terhadap tingkat buffer
likuiditas.
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dana pihak ketiga, asset siap
konversi menjadi kas, keuntungan bank, akses pasar antar bank dan sumber
dana lainnya,.kewajiban lancar dan loan growth terhadap tingkat buffer
likuiditas.
51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini akan mencoba melihat bagaimana pengaruh beberapa faktor
terhadap likuiditas Bank Syariah Mandiri (BSM) berupa kas, cash equivalent dan
central bank reserve yang merupakan buffer likuiditas dalam bentuk money
potition sebagai variable terikat akibat perubahan beberapa variable bebas, maka
model regresi berganda. Periode penelitian bulan Januari 2007 hingga bulan Juni
2009.
B. METODE PENENTUAN SAMPEL
Metode penentuan sampel menggunakan Purposive Sampling. Purposive
sampling merupakan pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu
yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah
diketahui sebelumnya. Dan yang dijadikan sampel penelitian ini adalah Bank
Syariah Mandiri, karena Bank Syariah Mandiri merupakan bank salah satu bank
syariah terbesar di Indonesia. Data diambil dari Laporan keuangan bank yang
bersangkutan yang berupa neraca dan laporan laba rugi sehingga diperoleh data
yang representatif. Laporan keuangan adalah informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
(Sjahrial, 2006:27).
52
C. METODE PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan survey analisis dokumen data historis atau data sekunder. Data
bersifat time series. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Pengumpulan data sekunder mengenai data keuangan dari laporan
keuangan bulanan BSM dan data transaksi keuangan lain pada bulan
Januari 2007 hingga bulan Juni 2009 dengan jumlah data 30 bulan (n=30).
2. Pengumpulan informasi yang terkait dengan penelitian ini dilakukan
dengan studi literatur, melalui artikel-artikel ilmiah, jurnal, penelitian
sebelumnya, buku teks terkait, laporan keuangan perbankan tahunan
perusahaan, internet maupun koran dan majalah.
D. METODE ANALISIS DATA
Metode analisis dan pengolahan data dilakukan mengikuti berbagai
proses sebagai berikut :
1. Melakukan perhitungan dan pengelompokkan data terhadap setiap
komponen variable, seperti menghitung dana simpanan nasabah (giro,
tabungan dan deposito), asset siap konversi menjadi kas, pembiayaan yang
diberikan, ketersediaan akses pasar yang digunakan BSM termasuk
fasilitas LOLR bank sentral, kewajiban lancar, tingkat keuntungan bank
dan lain-lain.
53
2. Melalui table data yang disusun dalam aplikasi Microsoft Excel, maka
dilakukan proses statistik deskriptif untuk melihat karakteristik data yang
ada dengan menggunakan aplikasi SPSS 16.
E. OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel Dependen
Likuiditas yang diteliti adalah tingkat buffer likuiditas dalam bentuk
money potition yang dimiliki bank. Money potition ini terdiri (Hempel,
1994:151):
a. Uang tunai, baik uang kertas maupun uang logam. Dapat disimpan di
khasanah bank maupun pada tempat lain di bank. Bila bank memiliki
uang tunai yang berlebih, maka kelebihannya disetorkan ke bank
sentral atau bank lain. Demikian sebaliknya bila bank kekurangan uang
tunai sehingga mengambil di bank sentral atau bank lain.
b. Giro di bank sentral. Giro ini merupakan simpanan bank yang
merupakan gabungan dari ketentuan giro wajib dan selisih kliring
setiap hari operasi. Giro di bank sentral bertambah bila dilakukan
setoran, pencairan dari treasury bills dan peminjaman dari bank
sentral. Giro ini berkurang bila melakukan pembelian treasury bills,
penarikan untuk pembayaran dan penarikan dalam bentuk uang tunai.
c. Giro di bank lain. Giro ini merupakan simpanan bank di bank lain
yang bermanfaat untuk penyelesaian pembayaran yang tidak melalui
54
bank sentral. Contoh transaksi antar bank adalah pinjaman antar bank,
transaksi international banking dan investasi lain.
d. Kas dalam perjalanan. Merupakan posisi kas yang sudah ditarik dari
suatu pihak namun belum diterima bank.
2. Variabel Independen
a. Dana pihak ketiga
Pada bank syariah, DPK dapat terdiri dari tiga jenis kelompok yaitu:
1) Simpanan wadiah, terdiri dari giro dan tabungan wadiah.
2) Tabungan mudharabah.
3) Deposito mudharabah.
b. Aset Siap Konversi menjadi Kas
Bentuk pada bank syariah untuk asset siap konversi menjadi kas adalah:
1) Penempatan pada bank lain berupa Sertifikat Investasi Mudharabah
Antarbank (SIMA).
2) Surat berharga berupa obligasi
3) Penempatan pada BI berupa SWBI
c. Akses pasar antar bank dan sumber dana lainnya termasuk LOLR
Komponen dalam akses pasar pada penelitian ini adalah:
1) Antar bank pasiva berupa simpanan dari bank lain berbentuk giro
dan deposito dan penempatan berbentuk SIMA dari bank lain.
2) Obligasi syariah mudharabah yang diterbitkan bank.
55
d. Kewajiban Lancar
Komponen kewajiban lancar ini terdiri dari:
1) Kewajiban penerimaan negara pembayaran pajak dan bukan pajak
2) Kewajiban dalam rangka jasa bank dalam penerimaan jasa
pembayaran.
3) Kewajiban dalam rangka setoran jaminan transaksi komitmen dan
kontijensi bank.
4) Kewajiban titipan lain seperti pembayaran dana sosial, bagi hasil yang
belum dibayarkan dan pembayaran lain kepada pihak ketiga.
e. Pembiayaan yang Diberikan berupa Loan Growth
Pada penelitian ini, loan growth ini diukur dengan membandingkan posisi
pembiayaan antara suatu bulan dengan bulan sebelumnya.
f. Profit Bank
Profit bank merupakan variabel yang mempengaruhi likuiditas bank
berupa sumber bagi likuiditas (Aspachs, 2005:10). Bagi bank syariah, profit bank
merupakan pendapatan dari penyaluran pembiayaan, pendapatan surat berharga
dan pendapatan operasional bank dengan dikurangi biaya bagi hasil dan biaya
operasional bank.
F. UJI ASUMSI KLASIK
1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variable penggangggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti
56
diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti
distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak
valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah
residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji
statistik (Ghozali, 2005:110).
2. Uji Heteroskedastisitas
Cara melihat regresi terbebas atau tidaknya dari asumsi heterokedastisitas
dapat dilihat melalui beberapa cara diantaranya adalah melalui penyebaran
scatterplot sebagai berikut: Pada scatterplot di bawah ini menunjukkan bahwa
:
a. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0.
b. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.
c. Penyebaran titik-titik data tidak boleh pola bergelombang melebar
kemudian menyempit dan melebar kembali.
d. Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola.
3. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika
variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak
ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi
antar sesama variabel independen sama dengan nol. (Ghozali, 2005:91).
57
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka
dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi
yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini
timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi
ke observasi lainnya.(Ghazali, 2005:95).
5. Uji Linieritas
Berdasarkan grafik Normal P-P of Regression Standardized Residual dapat
disimpulkan bahwa titik penyebaran data mendekat mengikuti arah garis
horizontal. Hal ini berarti bahwa model ini dianggap linier.
G. ANALISIS REGRESI LINIER BERGANDA
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat, maka pada tahap ini akan dipergunakan analisis regresi linier
berganda. Analisis regresi linier berganda menggambarkan model matematika
sederhana antar variabel dependen (terikat) yaitu buffer likuiditas bank berupa
money potition terhadap variabel bebas yaitu variabel dana simpanan nasabah,
asset siap konversi menjadi kas, akses pasar dan sumber dana bank, kewajiban
lancar, pembiayaan yang diberikan dan tingkat keuntungan bank. Hubungan
tersebut harus didahului adanya alasan mendasar antara hubungan kedua variabel
tersebut dan kemudian diuji kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut
58
melalui uji regresi linier berganda. Analisis akan dilakukan secara time series
yaitu pengukuran hubungan dalam satu variabel pada waktu yang berbeda.
H. Uji Hipotesis
1. Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi menggambarkan kekuatan hubungan antar variabel
independen (X) dengan variabel dependen (Y). Analisis korelasi merupakan suatu
alat statistik yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua
variabel. Ukuran kekuatan hubungan tersebut disebut koefisien korelasi. Koefisien
korelasi terletak diantara 1 dan -1. Untuk melihat bagaimana pergerakan kedua
variabel tersebut secara bersama-sama, biasanya digunakan scatter diagram yang
menunjukkan hubungan fungsional atau sebab akibat dari kedua variabel tersebut.
Sedangkan koefisien korelasi parsial berguna untuk melihat pengaruh satu
variabel bebas terhadap variabel terikat yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel
bebas lain dalam persamaan linier regresi berganda.
2. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk memeriksa apakah model regresi yang
terestimasi cukup baik atau tidak. Ukuran yang digunakan adalah goodness of fit
(R2). Ukuran ini mencerminkan seberapa besar variasi dari regresan (Y) dapat
diterangkan oleh regressor (X). bila R2 = 0, artinya variasi Y tidak dapat
diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi Y 100%
dapat diterangkan oleh X. R2 dapat didefinisikan sebagai berikut:
SquaredofSumTotalSquaredSumofExplainedR 2
59
Beberapa variabel apabila menggunakan model regresi, kemungkinan
mempunyai hubungan atau korelasi yang sangat kuat, tetapi tidak mempunyai
hubungan sebab akibat. Korelasi ini disebut sebagai spurious correlation.
3. Menguji Signifikansi Koefisien Korelasi (Uji t)
Uji statistik untuk menerima atau menolak hipotesis melalui koefisien korelasi
regresi pada umumnya menggunakan distribusi student t atau uji t dengan tingkat
keyakinan sebesar 95%. Apabila uji t statistik lebih besar dari nilai t yang berada
pada tabel ( critical value A), maka hipotesis ditolak sebagai konsekuensinya
hipotesis alternatif diterima. Nilai kritis untuk sampel yang besar dengan tingkat
signifikansi 5% adalah t = 1,96. Pada umumnya, apabila uji t sama dengan atau
lebih besar dari dua, maka tidak ada alasan untuk menerima hipotesis (Nachrowi,
hal 25:2002).
4. Uji F
Sebelum ditentukan hipotesis 0 diterima atau ditolak, maka ditentukan dahulu F
hitung dan F tabel. Kriteria keputusan adalah H0 ditolak jika F hitung > F tabel
(Fα,V1,V2). V1 adalah banyaknya variabel independen dalam persamaan regresi
liner, V2 adalah derajat kebebasan yang diperoleh dengan cara mengurangi
banyaknya data dengan V1 dan 1 atau n- V1. H0 ditolak berarti paling tidak ada
salah satu dari βn yang tidak sama dengan nol sehingga paling tidak ada salah satu
Xn yang mempengaruhi terhadap variabel Y. Demikian pula H0 diterima jika F
hitung < F tabel berarti variabel independen tidak berarti atau tidak memiliki
60
pengaruh terhadap variabel dependen, sehingga cukup bukti untuk menyatakan
model tersebut tidak berarti.
5. Uji Multikolineritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel
independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.
Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama
variabel independen sama dengan nol. (Ghozali, 2005:91).
6. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada
periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya.(Ghazali,
2005:95). Alat untuk menguji ada atau tidaknya korelasi adalah dengan tes
Durbin-Watson (DW). Deteksi bahwa suatu regresi itu bebas dari masalah
autokorelasi dapat menggunakan kaidah berikut (Ali, 2005: 44):
Angka DW dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
Angka DW diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi.
61
Angka DW diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Uji d akan membandingkan nilai d hitung dengan nilai tabel DW pada dL dan dU.
Penulis menyusun hipotesis sebagai berikut : (Nachrowi, 2002:139).
H0 : tidak ada autokorelasi ( ρ= 0)
H1 : ada autokorelasi ( ρ≠ 0)
Bandingkan nilai d yang dihitung dengan nilai dL dan dU dari tabel dengan aturan
main sebagai berikut:
1. Apabila d < dL maka tolak Ho. Berarti ada korelasi yang positf atau
kecenderungannya ρ= 1
2. Apabila dL ≤ d ≤ dU, maka kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa.
3. Apabila dL < d < 4 - dU maka jangan tolak Ho maupun Hi. Berarti tidak ada
korelasi positif maupun korelasi negatif.
4. Apabila 4 - dU ≤ d ≤ 4 - dL, maka kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-
apa.
5. Apabila d > 4 - dL, maka tolak Hi dan berarti ada korelasi negatif. (Nachrowi,
2002:140).
7. Uji Heteroskedastitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
62
disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi
Heteroskedastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung situasi
heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai
ukuran (kecil, sedang, dan besar).
63
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Krisis moneter dan ekonomi sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis
politik nasional telah membawa dampak besar dalam perekonomian nasional.
Krisis tersebut telah mengakibatkan perbankan Indonesia yang didominasi oleh
bank-bank konvensional mengalami kesulitan yang sangat parah. Keadaan
tersebut menyebabkan pemerintah Indonesia terpaksa mengambil tindakan untuk
merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.
Lahirnya Undang-Undang No. 10 tahun 1998, tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, pada bulan November
1998 telah memberi peluang yang sangat baik bagi tumbuhnya bank-bank syariah
di Indonesia. Undang-Undang tersebut memungkinkan bank beroperasi
sepenuhnya secara syariah atau dengan membuka cabang khusus syariah.
PT Bank Susila Bakti (PT Bank Susila Bakti) yang dimiliki oleh Yayasan
Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi
berupaya keluar dari krisis 1997 - 1999 dengan berbagai cara. Mulai dari langkah-
langkah menuju merger sampai pada akhirnya memilih konversi menjadi bank
syariah dengan suntikan modal dari pemilik.
Dengan terjadinya merger empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi
Daya, Bank Exim dan Bapindo) ke dalam PT Bank Mandiri (Persero) pada
64
tanggal 31 Juli 1999, rencana perubahan PT Bank Susila Bakti menjadi bank
syariah (dengan nama Bank Syariah Sakinah) diambil alih oleh PT Bank Mandiri
(Persero).
PT Bank Mandiri (Persero) selaku pemilik baru mendukung sepenuhnya
dan melanjutkan rencana perubahan PT Bank Susila Bakti menjadi bank syariah,
sejalan dengan keinginan PT Bank Mandiri (Persero) untuk membentuk unit
syariah. Langkah awal dengan merubah Anggaran Dasar tentang nama PT Bank
Susila Bakti menjadi PT Bank Syariah Sakinah berdasarkan Akta Notaris: Ny.
Machrani M.S. SH, No. 29 pada tanggal 19 Mei 1999. Kemudian melalui Akta
No. 23 tanggal 8 September 1999 Notaris: Sutjipto, SH nama PT Bank Syariah
Sakinah Mandiri diubah menjadi PT Bank Syariah Mandiri.
Pada tanggal 25 Oktober 1999, Bank Indonesia melalui Surat Keputusan
Gubernur Bank Indonesia No. 1/24/KEP. BI/1999 telah memberikan ijin
perubahan kegiatan usaha konvensional menjadi kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah kepada PT Bank Susila Bakti. Selanjutnya dengan Surat
Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/1999
tanggal 25 Oktober 1999, Bank Indonesia telah menyetujui perubahaan nama PT
Bank Susila Bakti menjadi PT Bank Syariah Mandiri.
Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999 merupakan
hari pertama beroperasinya PT Bank Syariah Mandiri. Kelahiran Bank Syariah
Mandiri merupakan buah usaha bersama dari para perintis bank syariah di PT
65
Bank Susila Bakti dan Manajemen PT Bank Mandiri yang memandang
pentingnya kehadiran bank syariah dilingkungan PT Bank Mandiri (Persero).
PT Bank Syariah Mandiri hadir sebagai bank yang mengkombinasikan
idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang melandasi operasinya. Harmoni
antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu
keunggulan PT Bank Syariah Mandiri sebagai alternatif jasa perbankan di
Indonesia.
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan uji regresi, maka dilakukan uji asumsi klasik, antara
lain:
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variable penggangggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti
diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan
analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2005:110).
66
Tabel 4.1 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Dana Pihak Ketiga
Aset Siap Konversi
Menjadi Kas
Akses Pasar Antar Bank & Sumber Dana
Lainnya
Kewajiban Lancar
Pembiayaan Profit Bank Buffer
Likuiditas
N 30 30 30 30 30 30 30
Normal Parametersa
Mean 12185616.93 2019509.57 339408.23 633939.42 4669877.38 147051.38 1078917.48
Std. Deviation
2625290.604 636495.218 95831.046 242741.846 1.119E6 1.652E5 364057.930
Most Extreme Differences
Absolute 0.163 0.151 0.336 0.207 0.217 0.228 0.161
Positive 0.163 0.151 0.214 0.207 0.129 0.228 0.161
Negative -0.147 -0.125 -0.336 -0.147 -0.217 -0.225 -0.147
Kolmogorov-Smirnov Z 0.895 0.826 1.843 1.135 1.190 1.251 0.883
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.399 0.502 0.002 0.152 0.118 0.087 0.417
a. Test distribution is Normal.
Berdasarkan table One-Sample Kokmogorov Smirnov Test dapat disimpulkan
bahwa :
1) Nilai Kolmogorov-Smirnov Z dan nilai Asymp. Sig (2 tailed) variabel
Dana Pihak Ketiga adalah 0,895 dan 0,399 > 0,05. Dengan demikian Ho
diterima. Hal ini berarti variable Dana Pihak Ketiga berdistribusi normal.
2) Nilai Kolmogorov-Smirnov Z dan nilai Asymp. Sig (2 tailed) Aset Siap
Konversi menjadi Kas adalah 0,826 dan 0,502 > 0,05. Dengan demikian
Ho diterima. Hal ini berarti variabel asset siap Konversi Menjadi Kas
berdistribusi normal.
3) Nilai Kolmogorov-Smirnov Z dan nilai Asymp. Sig (2 tailed) variabel
Akses Pasar Antar Bank & Sumber Dana Lainnya adalah 1,843 dan 0,002
< 0,05. Dengan demikian Ho ditolak. Hal ini berarti variabel Akses Pasar
Antar Bank & Sumber Dana Lainnya tidak berdistribusi normal.
67
4) Nilai Kolmogorov-Smirnov Z dan nilai Asymp. Sig (2 tailed) variabel
Kewajiban Lancar adalah 1,135 dan 0,152 > 0,05. Dengan demikian Ho
diterima. Hal ini berarti variabel Kewajiban Lancar berdistribusi normal.
5) Nilai Kolmogorov-Smirnov Z dan nilai Asymp. Sig (2 tailed) variabel
Pembiayaan adalah 1,190 dan 0,118 > 0,05. Dengan demikian Ho
diterima. Hal ini berarti variabel Pembiayaan berdistribusi normal.
6) Nilai Kolmogorov-Smirnov Z dan nilai Asymp. Sig (2 tailed) variabel
Profit Bank adalah 1,251 dan 0,087 > 0,05. Dengan demikian Ho
diterima. Hal ini berarti variabel Profit Bank berdistribusi normal.
7) Nilai Kolmogorov-Smirnov Z dan nilai Asymp. Sig (2 tailed) variabel
Buffer Likuiditas adalah 0,883 dan 0,417 > 0,05. Dengan demikian Ho
diterima. Hal ini berarti variabel Buffer Likuiditas berdistribusi normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Cara melihat regresi terbebas atau tidaknya dari asumsi heterokedastisitas
dapat dilihat melalui beberapa cara diantaranya adalah melalui penyebaran
scatterplot sebagai berikut: Pada scatterplot di bawah ini menunjukkan bahwa :
1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0.
2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.
3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh pola bergelombang melebar
kemudian menyempit dan melebar kembali.
4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola.
68
Pada scatterplot di bawah ini menunjukkan bahwa model regresi terbebas
asumsi heterokedastisitas.
Gambar 4.1
Scatterplot
69
c. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variable
independen yang memiliki kemiripan dengan variable independen lain dalam satu
model. Adanya kemiripan berarti adanya korelasi yang sangat kuat antar variable
independen dengan variable independen lainnya. Untuk mengetahui hal tersebut
dapat dilihat dari nilai VIF (variance inflation factor) tidak lebih dari 10 dan nilai
Tolerance tidak kurang dari 0,1.
d. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui adanya tidak korelasi variable
pengganggu e1 pada periode tertentu dengan variable pengganggu periode
sebelumnya (e1-1). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dari
nilai Durbin Watson. Jika Durbin Watson berada di daerah no Autocorelasi
dengan patokan nilai Durbin Watson hitung mendekati angka 2, maka model
regresi terbebas dari autokorelasi. Berdasarkan table Summary dan dengan jumlah
variable bebas (k) = 6 dapat diketahui nilai Durbin Watson adalah sebesar 1,073,
dan batas bawah (dl) = 1,082 dan batas atas (du) = 1,07. Karena nilai dw < dl dan
dw = du, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi terbebas asumsi
autokorelasi.
e. Uji Linearitas
Berdasarkan grafik Normal P-P of Regression Standardized Residual dapat
disimpulkan bahwa titik penyebaran data mendekat mengikuti arah garis
horizontal. Hal ini berarti bahwa model ini dianggap linier.
70
Gambar 4.2
Grafik Normal P-P of Regression Standardized Residual
71
2. Analisis Regresi Linier Berganda
Pengaruh antara variabel Dana Pihak Ketiga (X1), Aset Siap Konversi
Menjadi Kas (X2), Akses Pasar Antar Bank & Sumber Lainnya (X3), Kewajiban
Lancar (X4), Pembiayaan (X5), dan Profit Bank (X6) terhadap Buffer Likuiditas
(Y).
a. Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 4.2 Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 0.985a 0.970 0.962 70779.014 1.073 Sumber : output statistik SPSS
Berdasarakan table Model Summary dapat disimpulkan bahwa :
1). Nilai koefisien korelasi kekuatan hubungan antara variabel Dana Pihak
Ketiga (X1), variabel Aset Siap Konversi Menjadi Kas (X2), Akses Pasar
Antar Bank & Sumber Dana Lainnya (X3), Kewajiban Lancar (X4),
Pembiayaan (X5), dan Profit Bank (X6) terhadap variabel Buffer
Likuiditas (Y) adalah sebesar 0,985. Hal ini berarti bahwa kekuatan
hubungan antara variabel Dana Pihak Ketiga (X1), variabel Aset Siap
Konversi Menjadi Kas (X2), Akses Pasar Antar Bank & Sumber Dana
Laiinya (X3), Kewajiban Lancar (X4), Pembiayaan (X5), dan Profit Bank
(X6) terhadap variabel Buffer Likuiditas (Y) adalah adalah sangat kuat
sekali.
2). Nilai koefisien determinasi atau nilai Adjusted R square digunakan untuk
melihat seberapa besar kontribusi variabel independen terhadap variabel
72
dependen. Besarnya nilai koefisien determinasi antara variabel Dana Pihak
Ketiga (X1), variabel Aset Siap Konversi Menjadi Kas (X2), Akses Pasar
Antar Bank & Sumber Dana Lainnya (X3), Kewajiban Lancar (X4),
Pembiayaan (X5), dan Profit Bank (X6) terhadap variabel Buffer
Likuiditas (Y) adalah sebesar 0,962 atau 96,2%. Hal ini berarti bahwa
variabel Buffer Likuiditas (Y) dapat dijelaskan oleh variabel Dana Pihak
Ketiga (X1), variabel Aset Siap Konversi Menjadi Kas (X2), Akses Pasar
Antar Bank & Sumber Dana Lainnya (X3), Kewajiban Lancar (X4),
Pembiayaan (X5), dan Profit Bank (X6) adalah 96,2% selebihnya 3,8%
(100% - 96,2%= 3,8%) berasal dari variabel lain atau factor lain yang
tidak diteliti dalam model regresi ini.
b. Uji F
Uji t pada tabel ANOVA merupakan metode untuk melakukan pengujian
signifikansi linieritas antara variabel independen dan variabel dependen. Jika
pengujian signifikan, maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas seperti yang
diajukan dalam hipotesis mempunyai pengaruh yang berarti terhadap variabel
dependen. Hasil output pada tabel ANOVA dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.3 ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.728E12 6 6.214E11 124.040 0.000a
Residual 1.152E11 23 5.010E9
Total 3.844E12 29 Sumber: output statistik SPSS
F-test atau Uji simultan bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara
bersama-sama antara variable independen terhadap variable dependen. Jika F
73
hitung > F tabel, maka ada pengaruh secara bersama-sama antara variable
independen terhadap variabel dependen. F tabel dihitung dengan cara df1=k-1,
df2=n-k, k adalah jumlah variabel dependen dan independen.
Berdasarkan table Anova di atas menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah
sebesar 28,131 > F tabel adalah 2,53 (df1 = 7-1 = 6, df2 = 30 - 7 = 23) dan nilai
signifikan 0,000 < α= 0,05 . Karena F hitung 124,040 > F tabel 2,53 dan nilai
signifikan 0,000 < α = 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima, Hal ini berarti
bahwa antara variabel Dana Pihak Ketiga (X1), variabel Aset Siap Konversi
Menjadi Kas (X2), Akses Pasar Antar Bank & Sumber Dana Lainnya (X3),
Kewajiban Lancar (X4), Pembiayaan (X5), dan Profit Bank (X6) adalah bersama-
sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Buffer Likuiditas (Y).
c. Uji t
t-test atau Uji parsial bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh
masing-masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap varaiabel
dependen. Dimana t tabel dihitung dengan cara df = n-k, k adalah jumlah variabel
independen. df = 30 - 6 = 24, t tabel = 2,06. Berdasarkan table Coefficients di
bawah menunjukan bahwa :
74
Tabel 4.4 Tabel Coefficients
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1(Constant) 950986.394 201322.453 -4.724 0.000
Dana Pihak Ketiga 0.452 0.066 3.262 6.903 0.000
Aset Siap Konversi Menjadi
Kas -0.490 0.076 -0.856 -6.432 0.000
Akses Pasar Antar Bank &
Sumber Dana Lainnya 0.912 0.289 0.240 3.153 0.004
Kewajiban Lancar 0.046 0.102 0.031 0.450 0.657
Pembiayaan -0.619 0.124 -1.903 -4.990 0.000
Profit Bank 0.391 0.103 0.178 3.797 0.001
1. Nilai t hitung variabel Dana Pihak Ketiga (X1) adalah 0,6903 > nilai t tabel
= 2,06 dan nilai signifikan 0,000 < α = 0,05, maka Ho ditolak dan H1
diterima. Hal ini berarti bahwa variable Dana Pihak Ketiga (X1)
berpengaruh terhadap variabel Buffer Likuiditas (Y).
2. Nilai t hitung variabel Aset Siap Konversi Menjadi Kas (X2) adalah -
6,432 > nilai t tabel = 2,06 dan nilai signifikan 0,000 < α = 0,05, maka Ho
ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti bahwa variabel Aset Siap Konversi
Menjadi Kas (X2) berpengaruh terhadap variabel Buffer Likuiditas (Y).
3. Nilai t hitung variabel Akses Pasar Antar Bank & Sumber Dana Lainnya
(X3) adalah -3,153 > nilai t tabel = 2,06 dan nilai signifikan 0,004 < α =
0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti bahwa variabel
Akses Pasar Antar Bank & Sumber Dana Lainnya (X3) berpengaruh
terhadap variabel Buffer Likuiditas (Y).
75
4. Nilai t hitung variabel Kewajiban Lancar (X4) adalah 0,450 < nilai t tabel
= 2,06 dan nilai signifikan 0,657 > α = 0,05, maka Ho diterima dan H1
ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel Kewajiban Lancar (X4) tidak
berpengaruh terhadap variabel Buffer Likuiditas (Y).
5. Nilai t hitung variabel Pembiayaan (X5) adalah -4,990 > nilai t tabel = 2,06
dan nilai signifikan 0,000 < α = 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Hal ini berarti bahwa variabel Pembiayaan (X5) berpengaruh terhadap
variabel Buffer Likuiditas (Y).
6. Nilai t hitung variabel Profit Bank (X6) adalah 3,797 > nilai t tabel = 2,06
dan nilai signifikan 0,001 < α = 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Hal ini berarti bahwa variabel Profit Bank (X6) berpengaruh terhadap
variabel Buffer Likuiditas (Y).
Pada output model seperti pada tabel 4.7 diatas, didapat persamaan regresi
sebagai berikut:
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + Є atau
Buffer Likuiditas = a + b1Dana Pihak Ketiga + b2Aset Siap Konversi Menjadi
Kas + b3Akses Pasar Antar Bank & Sumber Dana
Lainnya + b4Kewajiban Lancar + b5Pembiayaan
+b6Profit Bank + Є
Buffer Likuiditas = 950986,394 + 0,452X1 – 0,490X2 + 0,912X3 + 0,046X4
– 0,619X5 + 0,391X6 + Є
Hal ini berarti bahwa :
76
1). Jika variabel Dana Pihak Ketiga (X1), variabel Aset Siap Konversi
Menjadi Kas (X2), Akses Pasar Antar Bank & Sumber Dana Lainnya (X3),
kewajiban Lancar (X4), Pembiayaan (X5), dan Profit Bank (X6) dianggap
konstan, maka nilai variabel Buffer Likuiditas (Y) adalah berkurang
950.986,394.
2). Jika variable Dana Pihak Ketiga (X1) di tambah sebesar 1 point, dan
variabel Aset Siap Konversi Menjadi Kas (X2), Akses Pasar Antar Bank &
Sumber Dana Lainnya (X3), Kewajiban Lancar (X4), Pembiayaan (X5),
serta Profit Bank (X6) dianggap konstan, maka nilai variabel Buffer
Likuiditas (Y) adalah berkurang 950.986,846.
3). Jika variabel Aset Siap Konversi Menjadi Kas (X2) ditambah 1 point, dan
dana Pihak Ketiga (X1) Akses Pasar Antar Bank & Sumber Dana Lainnya
(X3), kewajiban Lancar (X4), Pembiayaan (X5), serta Profit Bank (X6)
dianggap konstan, maka nilai varaiabel Buffer Likuiditas (Y) adalah
berkurang 950.985,904.
4). Jika variabel Akses Pasar Antar Bank & Sumber Dana Lainnya (X3)
ditambah 1 point, dan Aset Siap Konversi Menjadi Kas (X2), Dana Pihak
Ketiga (X1), Kewajiban Lancar (X4), Pembiayaan (X5), serta Profit Bank
(X6) dianggap konstan, maka nilai variabel Buffer Likuiditas (Y) adalah
berkurang 950.985,306.
5). Jika Pembiayaan (X5) ditambah 1 point, variabel kewajiban Lancar (X4),
dan Akses Pasar Antar Bank & Sumber Dana Lainnya (X3), Aset Siap
Konversi Menjadi Kas (X2), Dana Pihak Ketiga (X1), serta Profit Bank
77
(X6) dianggap konstan, maka nilai variabel Buffer Likuiditas (Y) adalah
berkurang 950.985,775.
6). Jika Profit Bank (X6) ditambah 1 point, dan Pembiayaan (X5), variabel
kewajiban Lancar (X4), dan Akses Pasar Antar Bank & Sumber Dana
Lainnya (X3), dan Aset Siap Konversi Menjadi Kas (X2), serta Dana Pihak
Ketiga (X1) dianggap konstan, maka nilai variabel Buffer Likuiditas (Y)
adalah berkurang 950.986,785.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa variabel Dana Pihak Ketiga
(X1), Aset Siap Konversi Menjadi Kas (X2), Akses Pasar Antar Bank & Sumber
Dana Lainnya (X3), Pembiayaan (X5), Profit Bank (X6) berpengaruh negatif
terhadap variabel buffer likuiditas (Y).
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi buffer likuiditas bank
memberikan kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil uji regresi secara simultan ditemukan bahwa variabel Dana Pihak
Ketiga, Aset Siap Konversi Menjadi Kas, Pembiayaan, Kewajiban Lancar,
dan Profit Bank adalah bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel buffer Likuiditas.
2. Hasil uji regresi secara parsial ditemukan bahwa variabel Dana Pihak Ketiga,
Aset Siap Konversi Menjadi Kas, Pembiayaan, dan Profit Bank berpengaruh
terhadap tingkat buffer likuiditas, sedangkan variabel kewajiban lancar tidak
berpengaruh terhadap tingkat buffer likuiditas.
3. Variabel Dana Pihak Ketiga merupakan variabel yang paling dominan
mempengaruhi tingkat buffer likuiditas.
B. Saran
Sampai saat penelitian ini berlangsung, bank tempat peneliti melakukan
studi kasus belum pernah berada pada posisi gangguan likuiditas yang
mengganggu jalannya operasional bank. Berdasarkan penelitian ini, maka penulis
dapat memberikan beberapa kontribusi berupa saran sebagai berikut:
79
1. Bagi manajemen bank
Sebaiknya pihak manajemen bank perlu melakukan pengukuran terhadap
buffer likuiditas yang dimiliki. Serta melakukan pengukuran estimasi opportunity
cost of return yang hilang secara rutin atas kelebilan likuiditas yang dimiliki bank
dibanding apabila melakukan penempatan pada investasi di setiap periode. Hal ini
akan menjadi salah satu faktor bagi bank dalam menentukan kebijakan ekspansi di
bidang pendanaan.
2. Untuk kepentingan penelitian selanjutnya
Penelitian selanjutnya pada objek penelitian yang sama, dapat dilakukan
terutama bila tersedia data dalam periode yang lebih panjang. Penelitian lebih
lanjut juga dapat mengambil obyek penelitian terhadap bank syariah secara
keseluruhan sehingga dapat diketahui besarnya pengaruh faktor-faktor diatas
terhadap bank-bank lain. Penelitian tersebut dapat mengambil kesimpulan yang
berlaku untuk perbankan syariah secara umum.
80
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani, Jakarta, 2001
Antariksa, Riki. Pengaruh Risiko Likuiditas Terhadap Profitabilitas (Studi Kasus
PT. Bank Muamalat Indonesia), Jurnal Eksis Vol.2 No.2, April-Juni 2006, Pusat Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, Jakarta, 2006
Arifin, Zainul. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Avabet, Jakarta, 2002 Arthesa , Ade, dan Handiman, Edia. ”Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank”.
PT Index, Jakarta, 2006 Aspachs, Oriol, Erland Nier, Muriel Tiesset. Liquidity, Banking Regulation and
The Macroeconomy (Evidence on Bank Liquidity Holdings From a Panel of UK Resident Banks), The London Schooll of Economic, London, 2005
Bank Indonesia. “Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan, dan Organisasi”. Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI, Jakarta, 2003 Basel Committee on Banking Supervision. A Framework for Measuring an
Managing Liability, Basel, 1992 Basel Committee on Banking Supervision. Sound Practices for Managing
Liquidity in Banking Organization, Basel, 2000 Basel Committee on Banking Supervision. International Convergence of Capital
Measurement and Capital Standards – A Revised Framework, Basel, 2006 Basel Committee on Banking Supervision. The Management of Liquidity Risk in
Financial Groups, Basel, 2006 Erlangga, Aji. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Likuiditas Bank Syariah (Studi
Kasus Bank Syariah Mandiri), Pusat Studi Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia, Jakarta, 2007
Ghozali, Imam. ”Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”. Penerbit
Universitas Diponegoro, Jakarta, 2005 Hempel, George.H, Simonson, Donald. G, Coleman, Alan. B. Bank Management
: Text and Cases forth edition, John Wiley & Sons, Inc, USA, 1994 Indriantoro, Nur; Supomo, Bambang. ”Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen, edisi Pertama”, BPFE Yogyakarta, 2002.
81
Judisseno, Rimsky K. System Moneter dan Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007
Karim, Adiwarman. “Bank Islam. Analisis Fiqih dan Keuangan”. PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2007 Kasmir. “Pemasaran Bank”. Prenada Media, Jakarta, 2004 Kasmir. ”Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi keenam”. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta, 2005 Nachrowi, Djalal Nachrowi, Hardius Usman. Penggunaan Teknik Ekonometri, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002 Nasution, Edwin, dkk. “Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam”. Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, 2006 Norman, Ali. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Likuiditas Bank Syariah (Studi
Kasus pada Bank Muamalat Indonesia), Pusat Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, Jakarta, 2005
Perwataatmadja, Karnaen, dan Antonio, Syafi’i. ”Apa & Bagaimana Bank
Islam”. Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1992. Perwataatmadja, Karnaen, dan Antonio, Syafi’i. ”Prinsip Operasional Bank
Islam”. Risalah Masa, Jakarta, 1992 Perwataatmadja, Karnaen, dan Tanjung, Hendri. “Bank Syariah Teori, Praktik,
dan Peranannya”. Celestial Publishing, Jakarta, 2007 Rivai, Veithzal. “Bank and Financial Institution Management, Conventional &
Sharia System”. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007 Riyadi, Slamet. Banking Assets and Liability Management, Edisi Kedua, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004 Riyadi, Slamet. Banking Assets and Liability Management, Edisi Ketiga,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2006 Rodoni, Ahmad. ”Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”. Center For Social and
Economics Studies (CSES) Press, Jakarta, 2006. Rose, Peter. S. Commercial Bank Management fifth edition, Mc Graw-Hill, New York, 2002
82
Sumitro, Warkum. “Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (BAMUI), Takaful, dan Pasar Modal Syariah di Indonesia”. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Wijaya, Hadi Christanto, Sia Christian Wijaya. Manajemen Asset and Liability
Industri Perbankan (Studi Kasus Bank Internasional Indonesia), Magister Manajemen Universitas Indonesia, Jakarta, 1991
Yalina, Anny, Tjandryawasri. Pendekatan Asset Liability Manajemen pada
Profitabilitas Bank “X”, Magister Manajemen Universitas Indonesia, Jakarta, 1994
Yamin Ieyanto, Haryanto Tanujaya. Manajemen Asset and Liability Perbankan
(Studi Kasus Bank Danamon), Magister Manajemen Universitas Indonesia, Jakarta, 1993