ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIPENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) ORANG PRIBADI DI
PROVINSI LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
Aprilia Dwi Pratiwi
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG2018
ABSTRACT
ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING PERSONAL INCOME TAX(PPH) IN LAMPUNG PROVINCE
By
Aprilia Dwi Pratiwi
The purpose of this research are to determine: (1) the effect of gdp per capita onpersonal income tax (pph) in Lampung Province; (2) the effect of the taxpayer onpersonal income tax (pph) in Lampung Province; (3) the effect of inflation onpersonal income tax (pph) in Lampung Province. This research used secondarydata by time series data from the period 2007-2016. Data sources were obtainedfrom the Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Pajak and various othersources. Data were analyzed using the Error Correction Model (ECM) model. Theresults showed that: (1) gdp per capita had a positive and significant effect onpersonal income tax (pph) in Lampung Province; (2) Taxpayers have a positiveand significant influence on personalincome tax (pph) in Lampung Province; (3)inflation does not affect on personal income tax (pph) in Lampung Province
Keywords: GDP Percapita, Inflation, Number of Taxpayers, Personal Income Tax
ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIPENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) ORANG PRIBADI DI
PROVINSI LAMPUNG
Oleh
Aprilia Dwi Pratiwi
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh pdrb perkapitaterhadap penerimaan pajak penghasilan (pph) orang pribadi di Provinsi Lampung;(2) pengaruh jumlah wajib pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan (pph)orang pribadi di Provinsi Lampung; (3) pengaruh inflasi terhadap penerimaanpajak penghasilan (pph) orang pribadi di Provinsi Lampung. Penelitian inimenggunakan data sekunder dengan data time series dari periode 2007-2016.Sumber data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat JenderalPajak dan berbagai sumber lainnya. Data dianalisis dengan model ErrorCorrection Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pdrbperkapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajakpenghasilan (pph) orang pribadi di Provinsi Lampung; (2) jumlah wajib pajakberpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan (pph)orang pribadi di Provinsi Lampung; (3) inflasi tidak berpengaruh terhadappenerimaan pajak penghasilan (pph) orang pribadi di Provinsi Lampung.
Kata kunci: Inflasi, Jumlah Wajib Pajak, PDRB Perkapita, PPh Orang Pribadi
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIPENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) ORANG PRIBADI DI
PROVINSI LAMPUNG
OlehAprilia Dwi Pratiwi
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelarSarjana Ekonomi
pada
Jurusan Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
30 April 1995, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak
Kunasis dan Ibu Nur Aisah.
Penulis memulai pendidikan di TK Islam Pondok Duta Depok yang diselesaikan
pada tahun 2001. Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh penulis di SD N Tugu 8
Depok dan tamat pada tahun 2007. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya
di SMP N 8 Depok dan selesai pada tahun 2010. Selanjutnya mulai tahun 2010
sampai 2013 penulis menempuh pendidikan di SMA Suluh Jakarta.
Pada tahun 2013, penulis diterima sebagai mahasiswi Ekonomi Pembangunan,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis perguruan tinggi Universitas Lampung melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2014,
penulis mengikuti Kuliah Kunjung Lapangan (KKL) kebeberapa institusi yaitu
Bursa Efek Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Badan Perencana
Pembangunan Nasional bersama dengan mahasiswa ekonomi pembangunan
angkatan 2013. Selanjutnya penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata
(KKN) pada tahun 2016 di Desa Gedung Aji Kecamatan Selegai Lingga,
Kabupaten Lampung Tengah dimana penulis banyak mendapatkan ilmu tambahan
yang tidak didapat di perkuliahan.
Penulis bernama Aprilia Dwi Pratiwi yang lahir di Depok, Jawa Barat pada tanggal
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirabbil’alamin..
Dengan mengucap puji syukur atas kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karya
sederhana ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kepada:
Kedua orang tuaku tercinta yang telah banyak berkorban dan selalu mendo’akan
dalam setiap langkah perjalanan hidupku serta memberikan kasih sayang yang tak
terhingga yang tak mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang
bertuliskan kata cinta dan persembahan.
Kakak dan adikku, Lily Siswanti dan Indah Khusuma Wardani, yang
senantiasamendo’akan dan memberikan dukungan serta motivasi untuk terus
berjuang. Terimakasih dan sayangku untuk kalian.
Sahabat-sahabat terbaik yang telah menemaniku dalam perjalanan ini.
Tak Lupa
Almamater tercinta Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
MOTTO
“Kita tidak tahu bagaimana hari esok, yang bisa kita lakukan adalah berbuat
sebaik-baiknya dan berbahagia hari ini.”
(Samuel Taylor Colleridge)
“Agar sukses, kemauanmu untuk berhasil harus lebih besar dari ketakutanmu akan
kegagalan.”
(Bill Cosby)
“Ketika kamu merasa lemah, ingatlah doa dan semangat orang tuamu selalu
menyertaimu.”
(Innike Frastika Amanda)
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayangyang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapatmenyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi di Provinsi
Lampung” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di
FakultasEkonomi dan Bisnis Universitas Lampung. Dalam menyelesaikan skripsi
ini penulis banyak terbantu dan didukung olehberbagai pihak. Untuk itu, dalam
kesempatan ini dengan ketulusan hati penulismengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H.Satria Bangsawan, S.E, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Nairobi, S.E., M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakulatas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
3. Ibu Emi Maimunah, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas lampung.
4. Bapak Moneyzar Usman S.E., M.Si selaku Pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan ilmu dan memberikan
pengarahan serta saran dalam penyusunan skripsi penulis.
5. Ibu Dr Marselina,S.E., M.PM selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
nasehat yang sangat bermanfaat bagi penulis.
6. Bapak Dr. Nairobi, S.E., M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
nasehat yang sangat bermanfaat bagi penulis.
7. Bapak Dr I Wayan Suparta,S.E., M.Si. selaku Pembimbing Akademik yang
telah memberikan nasehat yang bermaanfaat bagi penulis.
8. Seluruh Bapak Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
membimbing dan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama
proses perkuliahan hingga selesai.
9. Orang tuaku tercinta, Bapak Kunasis dan Ibu Nur Aisah atas semua kasih
sayang, doa dan perjuangannya serta selalu memberikan semangat untukku.
Gelar ini untuk kalian.
10. Kakak dan adikku tersayang, Lily Siswanti dan Indah Khusuma Wardani
yang selalu menghibur serta mendengar keluh kesahku. Terimakasih untuk
semangat dan dukungannya selama ini.
11. Pakde, Bude, Om, Tante dan Mba Lia terima kasih untuk semua kasih
sayang, doa dan dukungan serta pertanyaan mengenai kapan selesai
kuliahnya, terima kasih juga kepada kakak-adik sepupu untuk semua
kebersamaan dan dukungannya.
12. Keluarga Desa Gedung Aji, Selegai Lingga, Lampung Tengah, Mas Nopi
dan Mbah serta warga Desa Gedung Aji yang telah memberikan pengalaman
berharga bagi penulis.
13. Resha Yusmar Arvianto terimakasih sudah menjadi penyemangat dan selalu
ada disaat kondisi apapun.
14. Sahabat-sahabat tersayang sejak hari pertama kuliah, Dhea Paramitha, Innike
Frastika Amanda, Intan Mody, Stevia Permatasari, Sekar Sitaresmi dan Puja
Saka yang selalu mendengarkan curhat, mendukung dan menemani penulis
selama perkuliahan. Sahabat adalah mereka yang saling memahami, percaya,
berbagi dan memaafkan. Kalian selalu setia melalui saat yang baik dan
buruk. Semoga tetap menjadi baik dan dijauhkan dari kemunafikan.
15. Teman-teman kosan blok e17 dan kosan cantik manis Fitri, Shara, Terry,
Garcia, Nurul, Ayu dan Nisa terimakasih banyak sudah mau berbagi
makanan dan meramaikan suasana kosan.
16. Sahabatku sedari putih abu-abu Risya, Devita, Muray, Rio, Ubay, Ando,
Fawaz, Ivan dan Alumni SMA Suluh Jakarta angkatan 13 terima kasih dan
semoga kita dapat mencapai impian masing-masing.
17. Teman-teman EP Kosong, Boy, Ade, Surya, Tio, Heru, Ardi, Andan, dan
Yahya terimaksih atas dukungan dan selalu meramaikan suasana grup
angkatan dengan kekosongan .
18. Teman-teman EP Publik dan Fiskal Bella, Anggun, Putra Aulia, Ayu, Ria,
Retno, Hardi, Agung, Wika, Mahmud, Putrisia dan teman-teman EP Publik
dan Fiskal lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
19. Teman-teman EP 2013, Meyditya, Shelya, Dian, Fadeli, Atika, Vipin, Sion,
Sandy, Rani, Elis, Mas Ahmad, Ilham, Hana, Sigit, Agung, Panggih dan
teman-teman EP lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima
kasih telah menjadi peserta tetap seminar dan dukungan selama proses
perkuliahan sampai selesai, serta kebersamaan dalam canda dan tawa.
20. Keluarga KKN Desa Gedung Aji Kecamatan Selegai Lingga Kabupaten
Lampung Tengah, Mba Mega, Besti, Yulia, Egi, Wayan dan Yuriko Terima
kasih untuk kebersamaan dalam menjalankan progja selama 40 hari.
21. Kakak tingkat EP angkatan 2012 serta adik-adik EP 2014-2015 yang tidak
dapat disebutkan satu persatu namun terima kasih atas dukungannya.
22. Staf FEB dan EP yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
23. Semua pihak yang telah membantu demi terselesaikan skripsi yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
Bandar Lampung, 05 Oktober 2018
Penulis,
Aprilia Dwi Pratiwi
NPM. 1311021011
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR ISI.................................................................................................. iDAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iiiDAFTAR TABEL.......................................................................................... ivDAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. v
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang...................................................................................... 1B. Rumusan Masalah................................................................................. 8C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 8D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 8E. Sistematika Penulisan ........................................................................... 9
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESISA. Tinjauan Teoritis................................................................................... 11
1. Teori Keuangan Negara ................................................................... 112. Perpajakan........................................................................................ 143. Pajak Penghasilan Orang Pribadi..................................................... 204. PDRB Perkapita ............................................................................... 235. Wajib Pajak...................................................................................... 256. Inflasi ............................................................................................... 277. Konsep Penerimaan Pajak................................................................ 318. Konsep PDRB Perkapita dan Penerimaan PPh................................ 329. Konsep Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan PPh .......................... 32
10. Konsep Inflasi dan Penerimaan PPh ................................................ 33B. Penelitian Terdahulu............................................................................. 33C. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 35D. Hipotesis ............................................................................................... 37
III. METODE PENELITANA. Jenis dan Sumber Data.......................................................................... 38B. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel........................................... 39C. Definisi Operasional Variabel .............................................................. 39D. Metode Analisis Data ........................................................................... 40E. Spesifikasi Model Ekonomi.................................................................. 41F. Proses dan Identifikasi Penelitian......................................................... 41
1. Uji Stasionaritas (Unit Root Test) .................................................... 412. Uji Kointegrasi................................................................................. 433. Error Correction Model (ECM) ...................................................... 444. Pengujian Keberartian Setiap Variabel (Uji-t)................................. 45
5. Pengujian Keberartian Menyeluruh (Uji-f)...................................... 46
IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Gambaran Umum Objek Penelitian...................................................... 48B. Hasil Pengolahan Data.......................................................................... 50
1. Hasil Uji Stasioner ........................................................................... 502. Hasil Uji Kointegrasi ....................................................................... 523. Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) ............................. 534. Hasil Pengujian Keberartian Setiap Variabel (Uji-t) ...................... 555. Hasil Pengujian Keberartian Menyeluruh (Uji-f) ........................... 56
C. Pembahasan1. Pengaruh PDRB Perkapita Terhadap Penerimaan PPh ................... 572. Pengaruh Jumlah Wajib Pajak Terhadap Penerimaan PPh.............. 583. Pengaruh Inflasi Terhadap Penerimaan PPh.................................... 60
V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan .......................................................................................... 62B. Saran .................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan Kerangka Pemikiran...................................................................... 36
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Laju Pertumbuhan PPh, PDRB Perkapita dan Inflasi
di Provinsi Lampung Tahun 2007-2016 ................................................. 42. Hasil Uji Stasioner (Unit Root Test) Pada Tingkat Level ....................... 513. Hasil Uji Stasioner (Unit Root Test) Pada Tingkat First Difference ...... 524. Hasil Uji Kointegrasi Engel-Granger (EG)............................................ 535. Hasil Estimasi Jangka Pendek Error Correction Model (ECM) ............ 556. Hasil Pengujian Keberartian Setiap Variabel (Uji-t) .............................. 557. Hasil Pengujian Keberartian Setiap Variabel (Uji-f) .............................. 56
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman1. Data PPh Perbulan dan Data PPh Pert ................................................. L-12. Data PDRB, Jumlah Penduduk dan PDRB Perkapita Pertahun
(Sebelum di Interpolasi)....................................................................... L-33. Data PDRB Perkapita Perbulan (Sesudah di Interpolasi) .................... L-44. Data Wajib Pajak dan Inflasi Perbulan ................................................ L-75. Hasil Uji Stasioner Data (Unit Root Test) Pada Tingkat Level ........... L-106. Hasil Uji Stasioner Data (Unit Root Test) Pada Tingkat First
Difference............................................................................................. L-137. Hasil Uji Kointegrasi Engel-Granger (EG) ......................................... L-168. Hasil Estimasi Jangka Pendek Error Correction Model (ECM) ......... L-17
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara yang sedang
gencar dalam melaksanakan pembangunan nasional yang dimulai sejak era
pemerintahan Presiden Soeharto hingga sekarang (Suandy, 2011). Kegiatan
pembangunan memerlukan dana yang besar untuk mewujudkan pembangunan
yang merata di masyarakat. Salah satu sumber dana tersebut diperoleh dari
penerimaan sektor perpajakan. Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara menyelenggarakan
pemerintahan (Waluyo, 2012).
Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
(APBNP) tahun 2015 mencatat penerimaan di sektor perpajakan menyumbang
sebesar 74,2% dari sumber penerimaan dalam negeri (Kementerian Keuangan,
2015). Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sangat bergantung terhadap
penerimaan di sektor perpajakan. Penerimaan di sektor perpajakan khususnya
penerimaan pajak dalam negeri menurut APBN dibagi menjadi beberapa macam
yaitu seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan
2
Bangunan, cukai, dan pajak lainnya. Salah satu penerimaan di sektor perpajakan
yang memiliki kontribusi tertinggi adalah Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan
(PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak (Resmi, 2005).
Dalam perkembangannya, penerimaan di sektor Pajak Penghasilan memegang
peranan yang lebih menonjol dibandingkan dengan penerimaan pajak lainnya.
Pajak Penghasilan terdiri dari Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, termasuk di dalamnya adalah penghasilan dari
usaha atau menjalankan usaha, penghasilan dari pekerjaan sebagai karyawan, dan
penghasilan dari pekerjaan bebas, untuk masing-masing penghasilan tersebut
dilakukan pembayaran Pajak Penghasilannya. Pada awalnya Indonesia
menerapkan UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 14 yang mengatur tentang Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas. Adapun bunyi UU tersebut adalah Wajib Pajak Orang Pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya
dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000 diperkenankan untuk
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajaknya.
Penerimaan Pajak Penghasilan di Indonesia umumnya masih mengalami kesulitan
pemantauan dan pendeteksian terutama pada Penghasilan Kena Pajak orang
pribadi, selain telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi juga telah meningkatkan
pendapatan per kapita perorangan. Demikian pula untuk penghasilan yang
diterima oleh warga sebagai orang pribadi semakin bervariasi, kalau semula
3
penghasilan yang diterima hanya berbentuk gaji dan upah dari satu tempat
pemberi kerja, sekarang banyak yang mempunyai penghasilan dari beberapa
tempat kerja atau usaha sendiri dan profesi. Selaras dengan semakin membesarnya
kebutuhan pembiayaan negara dan desakan kemandirian pembiayaan, rasanya
pemerintah harus menemukan sumber penerimaan negara yang elastis dan
berkelanjutan. Pajak Penghasilan orang pribadi memenuhi kriteria tersebut. Oleh
karena itu, secara bertahap harus menjadi instrumen yang efisien untuk
meningkatkan penerimaan negara. Salah satu implementasi arah kebijakan
tersebut adalah perbaikan dalam kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi
perpajakan. Implementasi arah kebijakan ini nantinya akan dilakukan Direktorat
Jenderal Pajak melalui unit kerjanya. (Fitriani, 2006)
Salah satu unit kerja Direktorat Jenderal Pajak yaitu berada di Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Provinsi Lampung. KPP Pratama Provinsi Lampung
beralamat di Jalan Pangeran Emir M. Noer No. 5A Sumur Putri Teluk Betung
Bandar Lampung. KPP Pratama Lampung bertugas secara langsung dalam
mengawasi dan menangani pajak penghasilan di provinsi Lampung. Salah satu
pajak penghasilan yang ditangani langsung yaitu Pajak Penghasilan Orang
Pribadi. Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah Pajak negara yang dikenakan
terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi.
Berdasarkan hasil pra survei di KPP Pratama Provinsi Lampung dan Badan Pusat
Statistik Provinsi Lampung memiliki Penerimaan Pajak Penghasilan Orang
Pribadi, PDRB Perkapita dan Inflasi sebagai berikut:
4
Tabel 1. Laju Pertumbuhan PPh, PDRB Perkapita dan Inflasi di ProvinsiLampung Tahun 2007-2016.
TahunLaju PPh
(%)Laju PDRB
Perkapita (%)Laju Inflasi
(%)2007 25,18 3,80 62,552008 -10,17 3,90 125,232009 148,94 3,85 -72,062010 -34,20 3,91 140,342011 9,63 5,03 -57,392012 19,70 5,09 1,422013 -11,75 4,48 75,812014 5,83 3,85 10,582015 84,28 3,95 -44,382016 8,42 4,03 -40,86
Sumber : Data diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 1, laju pertumbuhan PPh dari tahun 2007 sampai 2016
cenderung naik turun. Kenaikan sangat drastis pada tahun 2008 ke tahun 2009 dari
-10,17% menjadi 148,94%. Sedangkan laju pertumbuhan PPh menurun drastis
terjadi pada tahun 2015 ke tahun 2016 dari 84,28% menjadi 8,42%. Untuk laju
PDRB Perkapita cenderung stabil setiap tahunnya. Hal ini terbukti dari tahun
2007 sampai 2010 laju PDRB Perkapita tetap diangka 3 sedangkan laju PDRB
Perkapita meningkat dari tahun 2011 dari 3,91% menjadi 5,03%. Untuk laju
Inflasi pun mengalami keadaan yang sama cenderung naik turun. Kenaikan sangat
drastis pada tahun 2007 ke tahun 2008 dari 62,55% menjadi 125,23%. Kenaikan
Sedangkan penurunan sangat drastis terjadi pada tahun 2008 ke tahun 2009 dari
125,23% menjadi -72,06%. Menyadari pentingnya kondisi tersebut, Direktorat
Jenderal Pajak memiliki peran penting dalam meningkatkan penerimaan pajak
sehingga dapat digunakan sebaik-baiknya demi kepentingan masyarakat.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan melakukan beberapa perbaikan
khususnya dalam hal perbaikan kegiatan intensifikasi perpajakan dan
5
ekstensifikasi perpajakan dan perubahan asumsi ekonomi makro turut
mempengaruhi penerimaan pajak (Kementerian Keuangan, 2015).
Salah satu kebijakan pajak yang dimaksudkan untuk menunjang penerimaan
negara adalah kegiatan ekstenfisikasi perpajakan, yaitu kegiatan yang ditempuh
dalam rangka bentuk perluasan basis pajak dan peningkatan jumlah wajib pajak
(Rahayu, 2010). Setiap tahunnya jumlah wajib pajak akan bertambah sehingga
pertambahan tersebut dapat mengakibatkan jumlah pajak yang disetorkan kepada
negara juga semakin bertambah. Secara tak langsung, penerimaan daerah
(termasuk pajak) dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu variabel-variabel
ekonomi makro. Menurut Purwiyanto dan Tity Hernawati (2002: 71), tinggi
rendahnya penerimaan pajak berkaitan dengan makro ekonomi seperti,
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, harga minyak
internasional, tingkat suku bunga, dan produksi minyak mentah dalam negeri. Hal
ini terjadi karena variabel-variabel tersebut selain menjadi asumsi penting dalam
menyusun kerangka kebijakan fiskal termasuk sektor penerimaan perpajakan juga
mempunyai pengaruh terhadap aktivitas kegiatan perekonomian (dalam hal ini
pajak daerah karena pengaruhnya terhadap harga, penawaran dan permintaan
barang dan jasa).
Salah satu fenomena kegiatan ekonomi suatu negara adalah faktor PDRB
perkapita penduduk di suatu negara. PDRB perkapita adalah besarnya pendapatan
rata-rata penduduk di suatu negara. PDRB perkapita didapatkan dari hasil
pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara
tersebut. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator umum
6
yang digunakan pemerintah daerah dalam menentukan baik buruknya
pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi PDRB maka tingkat pertumbuhan
ekonomi akan semakin tinggi dan demikian pula sebaliknya. PDRB sebagai dasar
pengukuran yang menggambarkan dan memberi informasi tentang ekonomi suatu
daerah. Pertumbuhan ekonomi memberikan stimulasi pada berbagai sektor dalam
perekonomian misalnya peningkatan pada investasi, peningkatan pendapatan pada
sektor riil, dan sebagainya. Adanya pertumbuhan ekonomi yang meningkat dapat
memacu peningkatan dalam penerimaan di sektor perpajakan.
Fenomena lain yang dialami oleh perekonomian yaitu inflasi yang cenderung
fluktuaktif. Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum, maka
untuk mengukur perubahan inflasi dari waktu ke waktu pada umumnya
dipergunakan suatu angka indeks. Angka indeks tersebut disusun dengan
memperhitungkan sejumlah barang dan jasa yang akan dipergunakan untuk
menghitung besarnya angka inflasi. Perubahan angka indeks dari satu waktu ke
waktu yang lain, yang dinyatakan dalam angka persentase, adalah besarnya angka
inflasi dalam periode tersebut. Contoh : apabila angka indeks harga konsumen
pada Juni 2007 sebesar 99.14 dan angka indeks tersebut pada Juni 2008 menjadi
110.08, maka inflasi tahunan pada bulan Juni 2008 adalah 11.03% .
Perkembangan kenaikan harga sejumlah barang dan jasa secara umum dalam
suatu periode waktu ke waktu tersebut disebut sebagai laju inflasi (inflation rate).
(Suseno, 2009).
Laju inflasi pada umumnya dinyatakan dalam angka persentase (%). Laju inflasi
dapat terjadi pada tingkat yang ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Menurut
7
Wikipedia, inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah 10%;
inflasi sedang antara 10-30%; dan inflasi berat antara 30-100% per tahun; dan
hiperinflasi atau inflasi tidak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di
atas 100% setahun. Namun demikian, angka-angka inflasi tersebut pada umumnya
bersifat relatif dan tidak ada suatu standar yang umum. Di Indonesia, misalnya,
apabila angka inflasi masih berupa angka satu digit, misalnya 6-7%, maka tingkat
inflasi tersebut masih dianggap sebagai inflasi yang relatif wajar meskipun tingkat
inflasi tersebut relatif lebih tinggi daripada tingkat inflasi negara-negara di
kawasan regional. (Suseno, 2009)
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Nicola Putra Pratama (2016), Hasil penelitian menunjukkan bahwa
inflasi, pemeriksaan pajak dan jumlah wajib pajak secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan yang berada di KPP Pratama
Malang Utara.
Penelitian lain dilakukan oleh Ismail Fahmi Nasution (2008), Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Variabel Inflasi dan pendapatan perkapita berpengaruh
positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan, sedangkan variabel
jumlah wajib pajak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penerimaan PPh
Orang Pribadi. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan
oleh Dwiatmanto (2016) dan Ismail Fahmi Nasution (2008). Perbedaan penelitian
ini yaitu menambah satu variabel X demikian, penelitian ini akan mencoba untuk
menganalisis pengaruh pdrb perkapita, jumlah wajib pajak dan inflasi terhadap
penerimaan pajak penghasilan (pph) orang pribadi di Provinsi Lampung. Periode
8
penelitian ini yaitu pada tahun 2006-2017 dimaksudkan agar penelitian ini bisa
menggunakan data terbaru sehingga diharapkan hasilnya masih relavan dengan
kondisi saat ini dan bermanfaat bagi para pembaca.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah PDRB perkapita berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan
(PPh) Orang Pribadi di Provinsi Lampung?
2. Apakah jumlah wajib pajak berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan (PPh) Orang Pribadi di Provinsi Lampung?
3. Apakah inflasi berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh)
Orang Pribadi di Provinsi Lampung?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji pengaruh PDRB perkapita terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan (PPh) Orang Pribadi di Provinsi Lampung.
2. Untuk menguji pengaruh jumlah wajib pajak terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan (PPh) Orang Pribadi di Provinsi Lampung.
3. Untuk menguji pengaruh inflasi terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh)
Orang Pribadi di Provinsi Lampung.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana ekonomi di
Universitas Lampung.
9
2. Dapat menjadi bahan acuan atau referensi bagi penelitian selanjutnya dalam
meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan
(PPh) orang pribadi.
3. Dapat menambah literatur ilmiah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini disusun dengan harapan dapat memberikan
gambaran dan arahan bagi para pembaca mengenai penelitian ini, sehingga
pembaca dapat lebih mudah memahami isi tulisan ini. Penelitian ini disajikan
dalam lima bab pokok bahasan, sebagai berikut :
I. Pendahuluan
Berisi pendahuluan yang memberikan gambaran mengenai latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
II. Tinjauan Pustaka
Merupakan bab yang berisi tinjauan teoritis, penelitian terdahulu, kerangka
pemikiran dan hipotesis.
III. Metode Penelitian
Menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan yaitu jenis
penelitian, dan sumber data, variabel penelitian, serta teknik analisis data.
IV. Hasil penelitian dan Pembahasan
Bab ini berisi analisis pembahasan hasil penelitian tentang permasalahan
yang diteliti termasuk penjabaran hasil pengujian statistik yang telah
dilakukan.
10
V. Simpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pembahasan mengenai topik penulisan,
keterbatasan dalam penelitian dan saran yang dapat menjadi bahan
pertimbangan dan masukan bagi penelitian di masa yang akan datang .
11
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Teoritis
1. Teori Keuangan Negara
Pengertian keuangan negara dalam perspektif Undang-undang No 17 tahun 2003
dituangkan dalam Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 angka (1) yaitu: Keuangan
Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dengan
demikian pengertian keuangan negara diatas meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang,
dan melakukan pinjaman
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga
c. Penerimaan negara
d. Pengeluaran negara
e. Penerimaan daerah
f. Pengeluaran daerah
g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat
12
dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan negara
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaran tugas pemerintahan dan atau kepentingan umum
i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan pemerintah.
Sebagai amanat Pasal 23 C Bab VIII UUD 1945, keuangan negara harus diatur
dalam undang-undang terkait dengan pengelolaan hak dan kewajiban negara.
Amanat ini dituangkan dalam Undang-Undang nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan negara. Disamping itu dalam diktum menimbang Undang-Undang no
17 tahun 2003 juga disebutkan latar belakang penyelenggaraan pemerintahan
negara untuk mewujudkan tujuan bernegara yang menimbulkan hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang.
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara pada Undang-
undang Nomor 17 tahun 2003 ini adalah dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan.
Dari sisi objek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan
kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut. Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi
seluruh objek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan atau dikuasai
13
oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan
lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh
kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan
atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan. Bidang pengelolaan keuangan negara yang
demikian luas dapat dikelompokan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub
bidang pengelolaan moneter dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan.
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan
negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional,
terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sesuai dengan amanat pasal 23 C Undang-
Undang Dasar 1945, Undang-Undang tentang Keuangan Negara perlu
menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam undang undang dasar
tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama
dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas
universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai
pencerminan best practises (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam
pengelolaan keuangan negara, antara lain:
14
1) akuntabilitas berorientasi hasil
2) profesionalitas
3) proporsionalitas
4) keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara
5) pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya
prinsip-prinsip pemerintahaan daerah sebagaimana telah dirumuskan dalam Bab
VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di
dalam Undang-Undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan undang-undang
ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus
dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah di negara kesatuan Republik Indonesia.
Ada beberapa alternatif pembiayaan untuk penyediaan barang-barang publik yang
dilakukan oleh negara antara lain (Rosdiana dan Irianto, 2012 ) :
1. Cetak Uang
2. Pinjaman Luar Negeri
3. Pinjaman Dalam Negeri
4. Menjual Cadangan Devisa
5. Pemungutan Pajak.
2. Perpajakan
a. Pengertian Pajak
Menurut S.I. Djajadiningrat (Resmi, 2009) Pajak sebagai suatu kewajiban
menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu
15
keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi
bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta
dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung,
untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2016) mendefinisikan pajak sebagai iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Definisi pajak menurut Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang–undang, dengan tidak mendapat imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Dari beberapa pengertian pajak di atas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pembayaran wajib (pribadi atau badan) berupa uang bukan barang kepada
negara atau pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah.
b. Pemungutan pajak berdasarkan Undang-Undang atau peraturan yang berlaku
serta pelaksanaannya dapat dipaksakan.
c. Tidak ada kontra prestasi atau jasa timbal balik dari negara yang dapat
dirasakan langsung oleh pembayar pajak.
16
d. Digunakan untuk membiayai pembangunan negara.
b. Fungsi Pajak
Mardiasmo (2016) mengemukakan pajak mempunyai dua fungsi, yaitu:
1) Fungsi Budgetair (Penerimaan)
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai
pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Contoh: Penerimaan
pajak sebagai salah satu sumber penerimaan APBN
2) Fungsi Regulerend (Mengatur)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur masyarakat atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
a) Memberikan insentif pajak (tax holiday) untuk mendorong peningkatan
investasi di dalam negeri
b) Pengenaan pajak yang tinggi terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras.
c) Pengenaan tarif pajak nol persen atas ekspor untuk mendorong peningkatan
ekspor produk dalam negeri.
Menurut Musgrave dalam (Djayasinga, 2006), pajak mempunyai 3 fungsi yaitu :
1. Fungsi alokasi, yaitu merupakan usaha pemerintah untuk emmberikan
pelayanan kepada warga negaranya. Dalam menggunakan dana pada
fungsi ini harus dilakukan secara seimbang dan digunakan untuk
pengadaan barang-barangg dan jasa-jasa publik.
2. Fungsi distribusi, yaitu dengan dikenakan sistem pajak yang progresif,
diharapkan distribusi pendapatan dalam masyarakat merata.
17
3. Fungsi stabilitasasi, yaitu pajak sebagai salah satu variabel dari
kebijaksanaan fiskal bila digunakan diharapkan efeknya dapat mengurangi
pengangguran, menstabilkan harga, mengatasi kelangkaan produksi,
mengurangi tingkat inflasi dan sebagainya.
c. Penggolongan Jenis Pajak
Jenis pajak dapat digolongkan menjadi 3 yaitu menurut golongan, sifat dan
lembaga pemungutnya (Mardiasmo, 2016) :
a. Menurut golongannya
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak
dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan.
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
b. Menurut sifatnya
1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memerhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan
2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
18
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, dan Bea Materai.
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas :
a) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.
b) Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan
Pajak Hiburan.
d. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Resmi (2009) sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang aparatur perpajakan untuk
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dalam sistem ini
inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada
ditangan para aparatur perpajakan.
2) Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
19
3) Withholding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang
ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
e. Tarif Pajak
Menurut Waluyo (2010) tarif pajak adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak
terutang (pajak yang harus dibayar). Dalam pajak penghasilan presentase tarifnya
dapat dibedakan menjadi 2 (tarif) sebagai berikut :
a. Tarif Marginal, tarif ini berlaku untuk suatu kenaikan dasar pengenaan pajak.
b. Tarif Efektif, tarif pajak yang efektif berlaku atau harus diterapkan atas dasar
pengenaan pajak tertentu.
Sedangkan berdasarkan menurut Mardiasmo (2016), struktur tarif yang
berhubungan dengan pola presentase tarif pajak ada 4 (empat) macam tarif, yaitu:
1) Tarif Sebanding/Proposional
Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai
pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Misalnya, PPN dengan
tarif 10% dikenakan terhadap penyerahan suatu barang kena pajak. Dengan
jumlah dasar pengenaan pajak semakin besar dengan tarif persentase tetap
akan menyebabkan jumlah utang pajak menjadi lebih besar.
2) Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Misalnya, bea
materai untuk cek dan bilyet giro berapapun jumlahnya dikenakan bea materai
yang sama, yaitu sebesar Rp 3.000.
20
3) Tarif Progresif
Tarif ini berupa persentase yang meningkat apabila jumlah yang dikenai pajak
juga meningkat. Contohnya tarif pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri.
4) Tarif Degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak
semakin besar.
3. Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Pada prinsipnya, orang pribadi yang menjadi subyek pajak dalam negeri adalah
orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam
pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dipertimbangkan menurut
keadaan. Keberadaan seseorang pribadi di Indonesia diperhitungkan apabila orang
tersebut lebih dari 183 hari, tidak harus berturut-turut tetapi ditentukan oleh
jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu dua belas
bulan sejak kedatangannya di Indonesia. Sebagai subjek pajak seseorang dapat
bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau di luar negeri (Djuanda, 2003).
a. Prinsip UU PPh Menentukan Orang Pribadi Sebagai Subjek PajakDalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
Markus dan Yujana (2002) mengatakan bahwa, UU PPh menentukan bahwa
setiap orang pribadi yang berdomisili di Indonesia adalah Subjek Pajak orang
pribadi dalam negeri (asas domisili bukan asas kewarganegaraan). Orang pribadi
yang tidak berdomisili di Indonesia bukan Subjek Pajak, karena mereka tidak
21
tunduk pada hukum pajak yang berlaku di Indonesia. Mereka yang tidak
berdomisili di Indonesia baru tunduk pada hukum pajak Indonesia dan menjadi
Subjek Pajak luar negeri, jika mereka memenuhi salah satu syarat berikut:
1. jika orang pribadi yang tidak berdomisili di Indonesia tersebut melakukan
kegiatan atau menjalankan usaha di Indonesia melalui Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia, maka orang pribadi tersebut menjadi Subjek Pajak Orang Pribadi
Luar Negeri BUT, atau
2. jika orang pribadi yang tidak berdomisili di Indonesia tersebut menerima atau
memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia tanpa melalui Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia, maka orang pribadi tersebut menjadi Subjek Pajak
Orang Pribadi Luar Negeri selain BUT.
b. Kewajiban Pajak Subjektif Orang Pribadi
Menurut Rusdi (2004), Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang
kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya
kewajiban perpajakan tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada
subjek pajak lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan kepastian
hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi
penting. Kewajiban pajak subjektif untuk orang pribadi yang berada di Indonesia
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, dimulai sejak hari pertama
orang pribadi tersebut berada atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia
dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya. Sedangkan kewajiban pajak subjektif bagi orang pribadi yang
22
bertempat tinggal di Indonesia dimulai pada saat ia lahir di Indonesia dan berakhir
pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
c. Ketentuan Lain Mengenai Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
untuk menghitung kewajiban pajaknya pada akhir tahun pajak diperbolehkan
memilih dua cara, yaitu :
1. Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Pencatatan). Menurut
Suandy (2011), pengertian pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur
tentang peredaran bruto dan/atau penerimaan penghasilan sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang. Penggunaan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (Pencatatan) hanya boleh dipergunakan oleh Wajib Pajak
orang pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun belum melebihi
Rp.600.000.000,00. Tujuan penyelenggaraan pencatatan adalah untuk
mempermudah pengisian SPT dan penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
2. Menggunakan Pembukuan. Pengertian pembukuan menurut Suandy (2002)
adalah proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi tentang : (i) Keadaan harta; (ii) Kewajiban atau utang; (iii) modal;
(iv) penghasilan dan biaya. Pembukuan ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca dan perhitungan laba rugi pada setiap akhir tahun
pajak. Pembukuan wajib diselenggarakan oleh Wajib Pajak yang melakukan
kegiatan / pekerjaan bebas, dengan catatan peredaran bruto (omzet) dalam satu
tahun telah melebihi Rp.600.000.000,00. tujuan dari penyelenggaraan
pembukuan adalah untuk mempermudah pengisian SPT, Penghitungan
23
Penghasilan Kena Pajak dan untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil
kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
4. PDRB Perkapita
PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh
masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Nilai PDRB per
kapita didapatkan dari hasil bagi antara total PDRB dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun. PDRB per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat
kemakmuran penduduk suatu daerah. Apabila data tersebut disajikan secara
berkala akan menunjukkan adanya perubahan kemakmuran.
Menurut Jhingan (2010), kenaikan pendapatan per kapita dapat tidak menaikkan
standar hidup riil masyarakat apabila pendapatan per kapita meningkat akan
tetapi konsumsi per kapita turun. Hal ini disebabkan kenaikan pendapatan
tersebut hanya dinikmati oleh beberapa orang kaya dan tidak oleh banyak orang
miskin. Di samping itu, rakyat mungkin meningkatkan tingkat tabungan mereka
atau bahkan pemerintah sendiri menghabiskan pendapatan yang meningkat itu
untuk keperluan militer atau keperluan lain.
PDRB adalah jumlah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan
dari semua kegiatan perekonomian diseluruh wilayah dalam periode tahun
tertentu yang pada umumnya dalam waktu satu tahun. Pada perhitungan PDRB
dapat menggunakan dua harga yaitu PDRB harga berlaku dan PDRB harga
konstan, yang dimana PDRB harga berlaku merupakan nilai suatu barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun tersebut, dan PDRB
harga konstan adalah nilai suatu barang dan jasa yang dihitung dengan
24
menggunakan harga pada tahun tertentu yang dijadikan sebagai tahun acuan atau
tahun dasar. Dalam menghitung PDRB dapat dilakukan dengan empat pendekatan
antara lain :
1. Pendekatan Produksi
Pendekatan ini sering disebut juga pendekatan nilai tambah dimana nilai tambah
bruto dengan cara mengurangkan nilai output yang dihasilkan oleh seluruh
kegiatan ekonomi dengan biaya antara lain dari masing–masing nilai produksi
bruto dari setiap sektor ekonomi, nilai tambah ini merupaan nilai yang
ditambahkan pada barang dan jasa yang diperoleh oleh unit produksi sebagai
input antara, nilai yang ditambahkan sama dengan balas jasa faktor produksi atas
keikutsertaannya dalam proses produksi.
2. Pendekatan Pendapatan
Pendekatan ini merupakan nilai tambah dari kegiatan–kegiatan ekonomi dihitung
dengan cara menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan gaji,
surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto. Pada sektor pemerintahan
dan usaha yang sifatnya tidak mencari keuntungan, surplus usaha seperti bunga
neto, sewa tanah dan keuntungan tidak diperhitungkan.
3. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan pengeluaran digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa yang
digunakan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat untuk kepentingan
konsumsi rumah tangga, pemerintah dan yayasan sosial, pembentukan modal dan
ekspor, nilai barang dan jasa hanya berasal dari produksi domestik, total
pengeluaran dari komponen-komponen tersebut harus dikurangi nilai impor
25
sehingga nilai ekspor yang dimaksud adalah ekspor neto, penjumlahan seluruh
komponen pengeluaran akhir ini disebut PDRB atas dasar harga pasar.
4. Metode Alokasi
Metode alokasi digunakan pada data data suatu unit produksi di suatu daerah tidak
tersedia. Nilai tambah dari suatu unit produksi di daerah tersebut dihitung dengan
menggunakan data yang telah dialokasikan dari sumber yang ditingkatnya lebih
tinggi, seperti data suatu kabupaten diperoleh dari alokasi data provinsi.
Untuk menghitung produk domestik regional bruto (PDRB) dapat digunakan
salah satu dari penghitungan pendapatan nasional yaitu dengan pendekatan
pengeluaran. pendekatan pengeluaran digunakan untuk menghitung nilai barang
dan jasa yang dikeluarkan oleh berbagai golongan dalam masyarakat, dengan
persamaan sebagai berikut:
PDRB = C + I + G + (x - m)
Dimana C adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga, I adalah pembentukan
modal, G adalah pengeluaran pemerintah, dan (x - m) adalah selisih nilai ekspor
dan impor. perlu disepakati bahwa I (investasi) dalam bidang produktif,
sebenarnya terdiri dari investasi swasta (ip) dan investasi pemerintah (ig). G
adalah pengeluaran pemerintah pada umumnya yaitu pengeluaran rutin
pemerintah dan pengeluaran pembangunan di luar bidang produktif.
5. Wajib Pajak
a. Pengertian Wajib Pajak
Wajib Pajak merupakan orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak,
pemotongan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan (Rosdiana dan Irianto,
26
2012). Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan
kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotong pajak
tertentu.Wajib pajak bisa berupa wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak
badan. Wajib pajak pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan
diatas pendapatan tidak kena pajak (Rahman, 2010).
Dalam KUP, ketentuan mengenai kewajiban mendaftarkan diri untuk wajib pajak
orang pribadi (WP OP) dibedakan perlakuannya (tax treatment) antara wajib
pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan wajib pajak orang
pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Wajib pajak orang
Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan,
wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
paling lama satu bulan setelah saat usaha mulai dijalankan (Rosdiana dan Irianto,
2012).Yang dimaksud dengan saat usaha mulai dijalankan adalah saat yang terjadi
lebih dulu antara saat pendirian dan saat usaha nyata-nyata mulai dilakukan.
b. Hak Wajib Pajak/Penanggung Pajak
Menurut Rosdiana dan Irianto (2012), Hak Wajib Pajak sebagai berikut :
a. Meminta Juru Sita Pajak memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal Juru sita
pajak
b. Menerima salinan surat oaksa dan salinan berita acara penyitaan
c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang
27
d. Sebelum pelaksanaan lelang wajib pajak diberi kesempatan terakhir untuk
melunasi utang pajak termasuk biaya penyitaan, iklan, pembatalan lelang, dan
melaporkan pelunasan tersebut kepada kepala KPP yang bersangkutan
e. Lelang tidak akan dilaksanakan apabila wajib pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak sebelum pelaksanaan lelang.
c. Kewajiban Wajib Pajak
Menurut Rosdiana dan Irianto (2012), Kewajiban wajib pajak sebagai berikut:
a. Membantu juru sita pajak dalam melaksanakan tugasnya
b. Memperbolehkan juru sita pajak memasuki ruangan, tempat usah/ tempat
tinggal wajib pajak
c. Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang di perlukan
d. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan atau di sewakan.
6. Inflasi
1) Pengertian Inflasi
Inflasi merupakan proses kenaikan harga-harga umum secara umum secara terus-
menerus (Putong, 2013). Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak
disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau
mengakibatkan kenaikan) sebagian besar harga barang-barang lain. Menurut teori
uang klasik, perubahan dalam tingkat harga keseluruhan adalah seperti perubahan
dalam unit-unit ukuran. Karena sesungguhnya kesejahteraan ekonomi masyarakat
bergantung pada harga relatif, bukan pada seluruh tingkat harga (Mankiw, 2007).
Definisi lain dari inflasi adalah kenaikan rata-rata semua tingkat harga semua
barang dan jasa dimana kenaikan harga-harga tersebut berlangsung dalam waktu
28
yang berkepanjangan dan secara terus-menerus. Menurut Milton Friedman, inflasi
merupakan sebuah fenomena moneter yang selalu terjadi dimanapun dan tidak
dapat dihindari. Inflasi dikatakan sebagai fenomena moneter hanya jika terjadi
peningkatan harga yang berlangsung secara cepat dan terus-menerus. pendapat ini
disetujui oleh banyak ekonom dari aliran monetaris (Mishkin, 2004).
Kenaikan harga secara terus-menerus yang menyebabkan inflasi dapat disebabkan
oleh naiknya nilai tukar mata uang luar negeri secara signifikan terhadap mata
uang dalam negeri. Inflasi menurut teori Keynes terjadi karena masyarakat hidup
diluar batas kemampuan ekonominya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan
sumber ekonomi antar golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan
agregat yang lebih besar daripada jumlah barang yang tersedia. Dalam teori
strukturalis inflasi berasal dari kekakuan struktur ekonomi khususnya supply
bahan bakar minyak, dan bahan makanan yang mengakibatkan kenaikan harga
pada barang lain.
2) Metode Perhitungan Inflasi
Angka inflasi dihitung berdasarkan angka indeks yang dikumpulkan dari ebberapa
macam barang yang diperjual belikan dipasar dengan masing-masing tingkat
harga (Barang-barang ini tentu saja yang paling banyak dan merupakan kebutuhan
pokok/utama bagi masyarakat). Berdasarkan data harga itu disusunlah suatu angka
yang di indeks. Angka indeks yang memperhitungkan semua barang yang dibeli
oleh konsumen pada masing-masing harganya disebut sebagai Indeks Harga
Konsumen (IHK atau Customer Price Index = CPI). Berdasarkan indeks harga
konsumen dapat dihitung berapa besarnya laju kenaikan harga-harga secara umum
29
dalam periode tertentu. Biasanya setiap bulan, 3 bulan, dan 1 tahun. Selain
menggunakan IHK, tingkat inflasi juga dapat dihitung dengan menggunakan GNP
atau PDB deflator, yaitu membandingkan GNP dan PDB yang diukur berdasarkan
harga berlaku (GNP atau PDB nominal) terhadap GNP atau PDB harga konstan
(GNP atau PDB riel).
Inf = Dfn – Dfn-1Dfn-1
Ket :Inf : tingkat inflasiDfn : GNP atau PDB deflator tahun berikutnyaDfn-1 : GNP atau PDB deflator tahun sebelumnya
3) Teori Inflasi
Paling tidak ada empat teori tentang inflasi yang menjadi patokan penyebab dan
pemberian solusi ketika terjadi inflasi. Keempat teori tersebut diantaranya adalah
teori kuantitas, teori keynes, teori strukturalis, dan mark up model.
1. Teori Kuantitas
Inti dari teori kuantitas adalah, pertama, bahwa inflasi itu hanya bias terjadi kalau
ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun uang giral. Inti
yang kedua adalah laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang
beredar dan psikologi atau harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di
masa yang akan datang.
2. Teori Keynes
Proses inflasi menurut Keynes adalah proses perebutan pendapatan di antara
kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada
yang dapat disediakan oleh masyarakat. Dasar pemikiran model inflasi dari
30
Keynes bahwa ini terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan
ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan egektif masyarakat
3. Mark-up Model
Dalam teori ini dasar pemikiranya ditentukan oleh dua komponen yakni cost of
production dan profit margin. Jadi apabila ada kenaikan antara kedua komponen
maka harga jual komoditi di pasar juga akan meningkat.
d) Teori Strukturalis.
Teori ini biasa disebut juga dengan teori inflasi jangka panjang, karena menyoroti
sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya
penawaran bahan makanan dan barang-barang ekspor.
4) Dampak Inflasi
Beberapa dampak positif dan negatif dari inflasi (Putong, 2013) sebagai berikut:
a. Apabila barang secara umum naik terus menerus maka masyarakat akan panik,
sehingga perekonomian tidak berjalan normal, karena disatu sisi ada ada
masyarakat yang berlebihan uang memborong barang sementara yang
kekurangan uang tidak bisa membeli barang akibatnya negara rentan terhadap
segala macam kekacauan yang ditimbulkannya.
b. Sebagai akibat dari kepanikan tersebut maka masyarakat cenderung untuk
menarik tabungan guna membeli dan menumpuk barang sehingga banyak
bank di rush akibatnya bank kekurangan dana berdampak pada tutup atau
bangkrut atau rendahnya dana investasi yang tersedia.
c. Produsen cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikan harga untuk
memperbesar keuntungan dengan cara mempermainkan harga di pasaran,
sehingga harga akan terus menerus naik.
31
d. Bila inflasi berkepanjangan maka produsen banyak yang bangkrut karena
produknya relatif akan semakin mahal sehingga tidak ada yang mampu
membeli.
e. Jurang antara kekayaan dan kemiskinan masyarakat semakin nyata yang
mengarah pada sentimen dan kecemburuan ekonomi yang dapat ebrakhir pada
penjarahan atau perampasan.
f. Inflasi yang berkepanjangan dapat menumbuhkan industri kecil dalam negeri
menjadi semakin dipercaya dan tangguh.
g. Dampak positif dari inflasi adalah bagi pengusaha barang-barang mewah yang
mana barangnya lebih laku pada saat harganya semakin tinggi.
7. Konsep Penerimaan Pajak
Berikut beberapa pengertian penerimaan pajak yang dikemukan oleh para ahli dan
Perundang-undangan, antara lain:
Menurut Undang-Undang Pasal 1 angka 3 UU No. 4/2012 tentang perubahan
ketiga atas Undang-Undang No. 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) tahun Anggaran 2012, penerimaan perpajakan adalah
semua penerimaan negara yang terdiri atas pajak dalam negeri dan pajak
perdagangan internasional.
Menurut Hutagaol (2007), penerimaan pajak ialah sumber penerimaan yang dapat
diperoleh secara terus-menerus dan dapat dikembangkan secara optimal sesuai
kebutuhan pemerintah serta kondisi masyarakat. Menurut Suryadi (2006),
penerimaan pajak adalah sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk
belanja rutin maupun pembangunan.
32
Dari pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa penerimaan pajak
adalah sumber penerimaan yang dapat diperoleh secara tertus-menerus dan dapat
dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan pemerintah serta kondisi
masyarakat.
8. Konsep PDRB Perkapita dan Penerimaan Pajak Penghasilan
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur dengan melihat laju
pertumbuhan PDRB Perkapita. PDRB per kapita merupakan gambaran nilai
tambah yang bisa diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya
aktivitas produksi. Nilai PDRB per kapita didapatkan dari hasil bagi antara total
PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Nilai PDRB ini akan
menjelaskan sejauh mana kemampuan daerah dalam mengelola atau
memanfaatkan sumberdaya yang ada. Menurut Marliyanti dan Arka (2014) PDRB
Perkapita berpengaruh secara langsung terhadap Pajak. Nurcholis (2005) yang
mengatakan jika PDRB Perkapita meningkat maka kemampuan dalam membayar
pajak (ability to pay) juga akan meningkat. Sehingga akan meningkatkan
penerimaan pajak.
9. Konsep Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Penghasilan
Pengaruh jumlah wajib pajak yang signifikan terhadap penerimaan pajak
penghasilan karena wajib pajak merupakan elemen yang sangat penting dalam
menunjang penerimaan di sektor perpajakan. Setiap adanya penambahan jumlah
wajib pajak maka akan meningkatkan penerimaan pajak penghasilan karena
semakin banyak masyarakat yang membayarkan pajaknya. Penambahan wajib
pajak ini berhubungan dengan kebijakan ekstensifikasi perpajakan yang berguna
33
dalam rangka menunjang penerimaan negara melalui perluasan basis pajak dan
peningkatan jumlah wajib pajak (Soemitro dalam Rahayu, 2010).
10. Konsep Inflasi dan Penerimaan Pajak Penghasilan
Dirjen Pajak, Rahmany (2014) mengatakan bahwa penurunan inflasi berpengaruh
ke penerimaan pajak. Karena adanya pertumbuhan penerimaan negara seiring
dengan meningkatnya konsumsi yang terjadi di masyarakat. (Rahmany, 2014)
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Tanzi dalam Nalendra (2014) dimana tingkat
inflasi saling berhubungan untuk mempengaruhi penerimaan pajak riil. Sedangkan
menurut Ferdiawan (2015) menemukan bahwa tingkat inflasi berpengaruh
terhadap penerimaan pajak.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang akan dilakukan ini memilih relevansi dari beberapa penelitian
yang pernah dilakukan sebelumnya, penelitian tersebut sebagai berikut :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rakiman dan Sarsiti (2011) dengan judul
“Pengaruh Pendapatan Perkapita dan Jumlah Wajib Pajak terhadap
Penerimaan Pajak Penghasilan di Kabupaten Sukoharjo Periode 2002-2010”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan Perkapita dan Jumlah Wajib
Pajak berpengaruh secara signifikan terhadap Penerimaan Pajak PPh.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nicola Putra Pratama, Dwiatmanto, dan
Rosalita Rachma Agusti (2016) dengan judul “Pengaruh Inflasi, Pemeriksaan
Pajak dan Jumlah Wajib Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Studi
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara Periode 2010-2014”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inflasi berpengaruh negatif namun tidak
34
signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan. Sedangkan Pemeriksaan
pajak dan jumlah wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan
pajak penghasilan yang berada di KPP Pratama Malang Utara.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Indry Anggina Hasibuan, Yunilma, dan Popi
Fauziati (2011) dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah
Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di KPP Pratama Padang”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Jumlah wajib pajak, Ekstensifikasi, Rasio
pencairan tunggakan pajak berpengaruh terhadap jumlah penerimaan Pajak
Penghasilan orang pribadi.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmad Husein Nasution, Herawati, dan
Dandes Rifa (2011) dengan judul “Pengaruh Inflasi, Jumlah Wajib Pajak dan
Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di
Kota Padang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial Inflasi
tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan,
Sedangkan jumlah Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak berpengaruh terhadap
penerimaan Pajak Penghasilan. Bahwa secara simultan tidak terdapat
pengaruh signifikan antara Inflasi, Jumlah Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak
terhadap penerimaan Pajak Penghasilan.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Ria Indriastuti (2016) dengan judul “Pengaruh
Pendapatan Perkapita, Inflasi, dan Keterbukaan Ekonomi terhadap
Penerimaan Pajak di Indonesia”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi
berpengaruh positif dan keterbukaan ekonomi berpengaruh secara negatif
terhadap penerimaan pajak. Sedangkan variabel pendapatan perkapita tidak
berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
35
C. Kerangka Pemikiran
Kegiatan pembangunan memerlukan dana yang besar untuk mewujudkan
pembangunan yang merata di masyarakat. Salah satu sumber dana tersebut
diperoleh dari penerimaan sektor perpajakan. Pajak adalah iuran masyarakat
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluran umum berhubung tugas negara
menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2012).
Pemerintah menyadari bahwa kepatuhan dalam hal perpajakan di negara
Indonesia termasuk rendah apabila dibandingkan negara tetangga sehingga
diperlukan beberapa arah kebijakan yang diharapkan mampu mendongkrak
penerimaan pajak (Kementerian Keuangan, 2015). Salah satu implementasi arah
kebijakan tersebut adalah perbaikan dalam kegiatan intensifikasi dan
ekstensifikasi perpajakan. Implementasi arah kebijakan ini nantinya akan
dilakukan Direktorat Jenderal Pajak melalui unit kerjanya. Salah satu unit kerja
Direktorat Jenderal Pajak yaitu berada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Provinsi Lampung. KPP Pratama Lampung bertugas secara langsung dalam
mengawasi dan menangani pajak penghasilan di provinsi Lampung. Berdasarkan
hasil pra riset, penerimaan pajak di KPP Pratama Lampung cenderung fluktuaktif
dari tahun ke tahun. Menyadari pentingnya kondisi tersebut, Direktorat Jenderal
Pajak memiliki peran penting dalam meningkatkan penerimaan pajak sehingga
dapat digunakan sebaik-baiknya demi kepentingan masyarakat. Menurut Hutagaol
(2007), penerimaan pajak ialah sumber penerimaan yang dapat diperoleh secara
36
terus-menerus dan dapat dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan
pemerintah serta kondisi masyarakat. Salah satu kebijakan untuk menunjang
penerimaan negara adalah kegiatan ekstenfisikasi perpajakan, yaitu kegiatan yang
ditempuh untuk meningkatkan jumlah wajib pajak (Soemitro dalam Rahayu,
2010). Selain faktor kebijakan yang ditempuh oleh Kementerian Keuangan, ada
pula faktor diluar kebijakan yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak
khususnya pajak penghasilan. Faktor eksternal tersebut dapat berupa tingkat
inflasi dan PDRB Perkapita (Djati dalam Tresno dkk, 2011).
Inflasi adalah suatu keadaan dalam perekonomian dimana terjadi kenaikan harga-
harga secara umum sehingga akan mempengaruhi jumlah pajak yang disetor.
Sama halnya dengan pendapatan perkapita, semakin besar pendapatan masyarakat
maka diharapkan akan menyebabkan kemampuan membayar pajak masyarakat
menjadi semakin besar. Hal ini sesuai dengan teori perpajakan bahwa penerimaan
pajak akan sangat ditentukan oleh PDRB Perkapita dan jumlah penduduk
(Musgrave, 1989). Hasil estimasi yang dilakukan oleh Dwiatmanto (2016)
menunjukkan bahwa variabel inflasi, pemeriksaan pajak dan jumlah wajib pajak
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan
yang berada di KPP Pratama Malang Utara.
Gambar 1. Kerangka Pikir
PDRB Perkapita (X1)
Penerimaan PajakPenghasilan (PPh)Orang Pribadi (Y)
Jumlah Wajib Pajak (X2)
Inflasi (X3)
37
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : PDRB Perkapita berpengaruh terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi.
H2 : Jumlah Wajib Pajak berpengaruh terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi.
H3 : Inflasi berpengaruh terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi.
38
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang telah diolah dan diterbitkan oleh lembaga yang
berkaitan. Data dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel bebas yaitu PDRB
Perkapita, Jumlah Wajib Pajak, Inflasi dan satu variabel terikat yaitu Penerimaan
Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh
berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Perimbangan dan
Keuangan (DJPK), Departemen Jenderal Pajak serta instansi lainnya yang terkait
dengan penelitian ini. Data yang digunakan adalah data time series. Ruang waktu
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tahun 2007-2016.
Penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif menurut Sidik (2009), adalah
penelitian yang bertujuan untuk menyatakan suatu situasi secara sistematis dalam
bidang tertentu yang menjadi pusat pemikiran si peneliti secara fakta. Sedangkan
pendekatan kuantitatif menurut Margareta (2013), adalah pendekatan yang
digunakan dalam penelitian dengan cara mengukur indikator-indikator variabel
penelitian sehingga diperoleh gambaran diantara variabel-variabel tersebut.
39
B. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini yaitu jumlah wajib pajak dan data penerimaan PPh
Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Provinsi Lampung, serta PDRB
perkapita dan inflasi yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.
2. Sampel
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling
jenuh dimana keseluruhan populasi dijadikan sebagai sampel dalam penelitian
(Sugiyono, 2011). Maka sampel yang diperoleh sejumlah 120 data yaitu 12 bulan
dikali 10 periode (2007-2016).
C. Definisi Operasional Variabel
Berdasarkan hipotesis yang diajukan maka definisi operasional untuk masing-
masing variabel adalah sebagai berikut:
1. Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Jumlah penerimaan perbulan yang diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak
Lampung berkaitan dengan Pajak Penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam jutaan rupiah.
2. PDRB Perkapita
PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh
masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Nilai PDRB
per kapita didapatkan dari hasil bagi antara total PDRB dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi
40
Wajib Pajak Orang Pribadi adalah jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi perbulan
yang terdaftar di seluruh Kantor Pelayanan Pajak Lampung.
4. Inflasi
Tingkat inflasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah inflasi perbulan yang
dinyatakan dalam persen.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode analisis
kuantitatif dengan menggunakan model regresi berganda. Regresi adalah studi
bagaimana pengaruh satu variabel dependen dipengaruhi oleh satu atau lebih dari
variabel independen dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi
nilai rata-rata variabel dependen didasarkan pada nilai variabel independen yang
diketahui. Model regresi berganda adalah model regresi yang terdiri dari lebih dari
satu variabel independen.
Untuk mendapatkan garis regresi yang baik yang terjadi jika nilai prediksinya
sedekat mungkin dengan data aktualnya atau nilai β0 dan β1 yang menyebabkan
residual sekecil mungkin dapat digunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary
Least Square = OLS).
Metode kuadrat terkecil hanya dapat digunakan jika semua data yang digunakan
di dalam model stasioner, jika data tidak stasioner maka model yang digunakan
adalah model koreksi kesalahan (Error Correction Model). Error Correction
Model (ECM) adalah model yang memasukkan penyesuaian untuk melakukan
koreksi bagi ketidakseimbangaan.
41
Model ECM mempunyai beberapa kegunaan, namun penggunaan yang paling
utama adalah di dalam mengatasi masalah data time series yang tidak stasioner
dan masalah regresi lancung (Widarjono, 2013).
E. Spesifikasi Model Ekonomi
Secara ekonomi, model yang diamati sebagai berikut:
PPh = f (PDRBPerkapitat, WPt, INFLASIt)
Dengan uraian sebagai berikut:
PDRBPerkapitat = PDRB Perkapita
WPt = Jumlah Wajib Pajak
INFLASIt = Inflasi
F. Proses dan Identifikasi Model Penelitian
1. Uji Stasionaritas (Unit Root Test)
Stasioneritas merupakan salah satu prasyarat penting dalam model ekonometrika
untuk data runtut waktu (time series). Suatu data dikatakan stasioner jika
memenuhi tiga kriteria yaitu jika rata-rata dan variannya konstan sepanjang waktu
dan kovarian antara dua data runtut waktu hanya tergantung dari kelambanan
antara dua periode waktu tersebut. Apabila data yang digunakan dalam model ada
yang tidak stasioner, maka akan menyebabkan hasil regresi meragukan atau
disebut regresi lancung (spurious regression). Regresi lancung adalah situasi
dimana hasil regresi menunjukkan koefisien regresi yang signifikan secara
statistik dan nilai koefisien determinasi yang tinggi namun hubungan antara
variabel di dalam model tidak saling berhubungan (Widarjono, 2013).
42
Salah satu konsep formal yang dipakai untuk mengetahui stasioneritas data adalah
melalui uji akar unit (unit root test). Uji ini merupakan pengujian yang populer,
dikembangkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller dengan sebutan Augmented
Dickey-Fuller (ADF) Test. Jika suatu data time series tidak stasioner pada orde
nol, I(0), maka stasioneritas data tersebut bisa dicari melalui order berikutnya
sehingga diperoleh tingkat stasioneritas pada order ke-n (first difference) atau I(1),
atau second difference atau I(2), dan seterusnya. Hipotesis untuk pengujian ini
adalah:
H0: δ = 0, terdapat unit root, tidak stasioner
Ha: δ ≠ 0, tidak terdapat unit root, stasioner
Seluruh data yang digunakan dalam regresi dilakukan uji akar unit dengan
berpatokan pada nilai batas kritis ADF. Hasil uji akar unit dengan
membandingkan hasil t-hitung dengan nilai kritis MacKinnon. Jika nilai t-hitung
absolut lebih besar dari nilai kritis MacKinnon absolut, maka H0 ditolak artinya
data time series stasioner. Sebaliknya jika nilai t-hitung absolut lebih kecil dari
nilai kritis MacKinnon absolut, maka H0 diterima artinya data time series tidak
stasioner. Dalam kasus jika nilai t-hitung negatif, maka dapat dikatakan jika nilai
t-hitung lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon, maka H0 ditolak artinya data time
series stasioner, jika sebaliknya H0 diterima artinya data time series tidak
stasioner (Gujarati, 2008). Jika hasil uji menolak hipotesis adanya unit root untuk
semua variabel, berarti semua adalah stasionaritas atau dengan kata lain, variabel-
variabel terkointegrasi pada I (0), sehingga estimasi akan dilakukan dengan
menggunakan regresi linier biasa (OLS). Jika hasil uji unit root terhadap level dari
variabel-variabel menerima hipotesis adanya unit root, berarti semua data adalah
43
tidak stasioner atau semua data terintegrasi pada orde I (1). Jika semua variabel
adalah tidak stasioner, estimasi terhadap model dapat dilakukan dengan teknik
kointegrasi.
2. Uji Kointegrasi
Konsep kointegrasi pada dasarnya adalah untuk mengetahui kemungkinan adanya
hubungan keseimbangan jangka panjang pada variabel-variabel yang diobservasi.
Dalam konsep kointegrasi, dua atau lebih variabel runtun waktu tidak stasioner
akan terkointegrasi bila kombinasinya juga linier sejalan dengan berjalannya
waktu, meskipun bisa terjadi masing-masing variabelnya bersifat tidak stasioner.
Bila variabel runtun waktu tersebut terkointegrasi maka terdapat hubungan yang
stabil dalam jangka panjang. Uji kointegrasi adalah uji ada tidaknya hubungan
jangka panjang antara variabel bebas dan variabel terikat. Uji ini merupakan
kelanjutan dari uji stationary. Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk
mengetahui apakah residual terkointegrasi stationary atau tidak. Apabila variabel
terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang.
Sebaliknya jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka implikasi tidak
adanya keterkaitan hubungan dalam jangka panjang. Istilah kointegrasi dikenal
juga dengan istilah error, karena deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang
dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek. Ada
beberapa macam uji kointegrasi, antara lain:
1) Uji Kointegrasi Engel-Granger (EG)
Penggunaan kointegrasi EG didasarkan atas uji ADF (C,n), ADF (T,4) dan
statistik regresi kointegrasi CRDW (Cointegration Regression Durbin Watson).
44
Dasar pengujian ADF (C,n), ADF (T,4) adalah statistic Dickey-Fuller, sedangkan
uji CDRW didasarkan atas nilai Durbin Watson Ratio, dan keputusan penerimaan
atau penolakannya didasarkan atas angka statistik CDRW.
Hipotesis:
H0 : β = 0, Variabel – variabel tidak ada kointegrasi
Ha : β ≠ 0, Variabel – variabel ada kointegrasi
Kriteria untuk pengujian ini adalah:
H0 ditolak dan Ha diterima, jika nilai t kritis > Augmented Dickey Fuller (ADF).
H0 diterima dan Ha ditolak, jika nilai t kritis < Augmented Dickey Fuller (ADF).
3. Error Correction Model (ECM)
Jika data tidak stasioner pada tingkat level, tetapi stasioner pada tingkat diferensi
dan kedua variabel terkointegrasi atau dengan kata lain mempunyai hubungan
atau keseimbangan jangka panjang. Dalam jangka pendek mungkin saja ada
ketidakseimbangan. Artinya, bahwa apa yang diinginkan oleh pelaku ekonomi
belum tentu sama dengan apa yang terjadi sebenarnya. Adanya perbedaan apa
yang diinginkan pelaku ekonomi dan apa yang terjadi maka diperlukan adanya
penyesuaian. Model yang memasukkan penyesuaian untuk melakukan koreksi
bagi ketidakseimbangan disebut sebagai Error Correction Model/ECM
(Widarjono, 2013). Analisis ECM digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat. Model Error Correction Model (ECM)
mempunyai ciri khas dengan dimasukannya unsur Error Correction Term (ECt)
dalam model. Apabila koefisien ECt signifikan secara statistik, maka spesifikasi
model yang digunakan dalam penelitian adalah valid. Model ECM juga
memasukkan penyesuian (D) untuk melakukan koreksi ketidakseimbangan jangka
45
pendek menuju pada keseimbangan jangka panjang. Model Error Correction
Model (ECM) yang diasumsikan dalam penelitian ini yaitu:
DLnPPht = β0+ β1 DLnPDRBPerkapitat + β2 DLnWPt + β3 DLnINFLASIt +
ECT
Dengan uraian sebagai berikut:
PDRBPerkapitat = PDRBPerkapita (Persen)
WPt = Jumlah Wajib Pajak (Persen)
INFLASIt = Inflasi (Persen)
ECT = Error Correction Term
5. Pengujian Keberartian Setiap Variabel (Uji-t)
Uji-t dikenal dengan uji parsial, yaitu untuk menguji bagaimana pengaruh masing-
masing variabel bebasnya secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikatnya. Uji-t
ini pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan derajat kebebasan n-k-1 (n =
jumlah observasi, k = jumlah variabel bebas).
Hipotesis yang digunakan:
1. PDRB Perkapita
H0: β1 ≤ 0, maka variabel PDRB Perkapita tidak berpengaruh signifikan terhadap
PPh.
Ha: β1 > 0, maka variabel PDRB Perkapita berpengaruh positif terhadap PPh.
2. Jumlah Wajib Pajak
H0: β2 ≥ 0, maka variabel jumlah wajib pajak tidak berpengaruh signifikan
terhadap pph.
Ha: β2 < 0, maka variabel jumlah wajib pajak berpengaruh negatif terhadap pph.
46
3. Inflasi
H0: β3 ≤ 0, maka variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pph.
Ha: β3 > 0, maka variabel inflasi berpengaruh positif terhadap pph.
Kriteria pengambilan keputusan:
a. Jika hipotesis positif, H0 diterima apabila t-hitung ≤ t-tabel, namun jika
hipotesis negatif, H0 diterima apabila t-hitung > t-tabel, yang artinya variabel
bebas tidak dipengaruhi oleh variabel terikat.
b. Jika hipotesis positif, H0 ditolak apabila t-hitung ≥ t-tabel, namun jika
hipotesis negatif, H0 ditolak apabila t-hitung < t-tabel, yang artinya variabel
bebas dipengaruhi oleh variabel terikat.
6. Pengujian Keberartian Menyeluruh (Uji-F)
Uji-F adalah uji untuk melihat bagaimanakah pengaruh semua variabel bebasnya
secara bersama-sama terhadap variabel terikatnya. Uji-F ini pada tingkat
kepercayaan 95 persen dan derajat kebebasan df1 = k dan df2 = n-k-1 (n = jumlah
observasi, k = jumlah variabel bebas).
Hipotesis yang digunakan:
H0: β1 = β2 =..... βk = 0 (semua variabel bebas secara bersama-sama tidak
berpengaruh terhadap variabel terikat)
Ha: Jika minimal ada 1 βk yang ≠ 0 (semua variabel bebas secara bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel terikat)
Apabila:
F-hitung ≤ F-tabel: maka H0 diterima
F-hitung > F-tabel: maka H0 ditolak atau menerima Ha
47
Jika H0 diterima, berarti variabel bebas yang diuji secara bersama-sama tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat, dan sebaliknya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian pada hipotesis yang ada dalam penelitian ini, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa:
1. PDRB Perkapita berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan. Hal ini
dapat terjadi karena apabila pertumbuhan daerah tinggi maka pendapatan
masyarakat akan ikut meningkat dan kesejahteraan akan ikut meningkat.
Dengan naiknya pendapatan maka tingkat konsumsi juga akan meningkat. Hal
ini berdampak dengan penerimaan pajak yang akan ikut meningkat.
2. Jumlah wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan.
Pengaruh jumlah wajib pajak yang signifikan terhadap penerimaan pajak
karena wajib pajak merupakan elemen yang sangat penting dalam menunjang
penerimaan di sektor perpajakan. Setiap adanya penambahan jumlah wajib
pajak maka akan meningkatkan penerimaan pajak.
3. Inflasi tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan. Hal ini
dapat terjadi karena inflasi menyebabkan kenaikan harga barang secara terus
menerus yang berdampak terhadap berkurangnya daya beli masyarakat. Dalam
hal ini yang dirugikan adalah pekerja yang hanya mendapatkan penghasilan
tetap. Namun bagi pekerja yang memiliki penghasilan yang tinggi, dampak
inflasi tidak begitu berpengaruh karena berapapun tinggi harga suatu barang
63
maka akan tetap dibeli karena sifat konsumtif manusia. Maka keuntungan
yang diperoleh perusahaan tetap stabil dan penerimaan pajak yang dipungut
pemerintah terhadap perusahaan juga akan relatif stabil.
B. Saran
Saran yang dapat digunakan bagi pihak yang ingin melanjutkan penelitian ini
adalah :
1. Bagi Pemerintah, dalam menata dan meningkatkan penerimaan Pajak
Penghasilan Orang Pribadi di Provinsi Lampung untuk masa akan datang,
hendaknya memperhatikan faktor-faktor ekonomi seperti PDRB Perkapita dan
Jumlah Wajib Pajak. Karena Wajib Pajak merupakan elemen yang sangat
penting dalam menunjang penerimaan di sektor perpajakan. Setiap adanya
penambahan jumlah wajib pajak maka akan meningkatkan penerimaan pajak.
2. Bagi peneliti selanjutnya, terutama mengenai ekonomi makro dan penerimaan
Pajak Penghasilan, sebaiknya ditambahkan lagi indikator ekonomi makro
yang lebih berhubungan erat dengan besarnya penerimaan Pajak Penghasilan.
Bisa ditambahkan tentang PDB, tingkat pengangguran untuk ekonomi makro,
sedangkan dari sektor pajak bisa ditambah penerimaan pajak secara
keseluruhan yang dihasilkan oleh Provinsi Lampung.
3. Bagi Dirjen Pajak, dalam hal ini dikhususkan di wilayah KPP Pratama
Provinsi Lampung sebaiknya lebih memperhatikan penambahan jumlah Wajib
PPh Orang Pribadi yang terdaftar dengan cara sosialisasi kepada masyarakat
akan pentingnya perpajakan untuk meningkatkan penerimaan PPh.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. Data Inflasi Kota Bandar Lampung 2006–2018. Lampung.
Badan Pusat Statistik. Data Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur danJenis Kelamin. Lampung
Direktorat Jendral Pajak Bengkulu dan Lampung
Djayasinga, Marselina. 2006. Ekonomi Publik Suatu Pengantar. UniversitasLampung. Bandar Lampung.
Gujarati, Damodar. N dan Dawn C. Potter. 2008. Basic Econometrics. FifthEdition. New York: McGraw-Hill Irwin.
Hutagaol, John. 2007. Perpajakan Isu-isu Kontemporer. Jakarta: Graha Ilmu
Indry Anggina Hasibuan, Yunilma, dan Popi Fauziati. “Faktor-Faktor yangMempengaruhi Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi diKPP Pratama Padang”. Skripsi, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi,Universitas Bung Hatta.
Jhingan, M.L. 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Pers,Jakarta.
Kementerian Keuangan. 2015. Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan danBelanja Negara Perubahan Tahun 2010-2015. Jakarta: KementerianKeuangan.
Mankiw, N. Gregory, 2007. Makro ekonomi. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Mardiasmo. 2016. Perpajakan. Edisi Revisi. Andi: Yogyakarta
Mishkin, Frederic S., 2004. The Economics of Money, Banking, and FinancialMarkets. Edisi Keempat.
Muda Markus & Lalu Hendry Yujana. 2002. Pajak Penghasilan. Jakarta :Gramedia Pustaka Utama
Musgrave, Richard A Musgrave, Peggy B. Public Finance in Theory andPractise. 1989 McGraw Hill Book Company.
Nicola Putra Pratama, Dwiatmanto, dan Rosalita Rachma Agusti, 2016.“Pengaruh Inflasi, Pemeriksaan Pajak dan Jumlah Wajib Pajak terhadapPenerimaan Pajak Penghasilan Studi Pada Kantor Pelayanan PajakPratama Malang Utara Periode 2010-2014”. Jurnal Perpajakan (JEJAK),Vol. 8 No. 1 2016, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas IlmuAdministrasi, Universitas Brawijaya
Putong, Iskandar. 2013. Economics Pengantar Mikro dan Makro. Mitra WacanaMedia. Jakarta.
Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek Formal.Yoyakarta: Graha Ilmu.
Rahmad Husein Nasution, Herawati, dan Dandes Rifa. “Pengaruh Inflasi, JumlahWajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan PajakPenghasilan Orang Pribadi di Kota Padang”. Skripsi, Jurusan Akuntansi,Fakultas Ekonomi, Universitas Bung Hatta.
Rahman, Abdul. 2010. Panduan Pelaksanaan Administrasi Pajak: UntukKaryawan, Pelaku Bisnis dan Perusahaan. Bandung: Nuansa Resmi, Siti.2005. Perpajakan Teori dan Kasus. Penerbit: Saemba Empat. Jakarta.
Rahmany, Fuad. 2014. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Masih Rendah.
Rakiman dan Sarsiti, 2011. “Pengaruh Pendapatan Perkapita dan Jumlah WajibPajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di Kabupaten SukoharjoPeriode 2002-2010.”
Resmi, Siti, 2005. Perpajakan : Teori dan Kasus (Jilid I). Edisi Kedua, SalembaEmpat, Jakarta.
Resmi, Siti. 2009. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi Kelima, Salemba Empat.Jakarta.
Ria Indriastuti, 2016. “Pengaruh Pendapatan Perkapita, Inflasi, dan KeterbukaanEkonomi terhadap Penerimaan Pajak di Indonesia”. Skripsi, JurusanIESP, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro.
Rosdiana dan Irianto. 2012. Pengantar Ilmu Pajak. PT Raja Grafindo Persada.Jakarta.
Rusdi, Akbar. 2004. Pengantar Akuntansi. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
Sidik dan Muis. (2009). Metode Penelitian Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta :Graha Ilmu.
Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 2010. Makro ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Suryadi, 2006. “Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, KepatuhanWajib Pajak dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak”.Jurnal Keuangan Publik, vol 4,1: 105-121.
Tresno dkk. 2011. “Pengaruh Penambahan Wajib Pajak Badan, PenyampaianSPT Masa Badan dan Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak Badanterhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan di KPP Pratama JakartaMatraman”. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang Ketentuan Umum perpajakan
Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan
Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 1. Penerbit Salemba Empat.Jakarta
Widarjono, Agus. 2013. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. EdisiKeempat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
.