+ All Categories
Home > Documents > ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Date post: 16-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 6 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
13
Jurnal Computech & Bisnis, Vol. 10, No 2, Desember 2016, 106-118 ISSN 2442-4943 106 ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Ruhyana SDN Sabagi Kecamatan Sumedang, Kabupaten Sumedang E-Mail: [email protected] Abstract This article is an analysis of the test results about mathematical problem solving 6th grade elementary school students. The analysis aimed to find out the kinds of difficulties, causes difficulties, and how the handling of student difficulties in solving mathematical problems. From the analysis, teachers are expected to be able to anticipate what factors can make obstacles for students to work on the problems of mathematical problem solving. Keywords: mathematical problem solving. Abstrak Artikel ini merupakan analisis terhadap hasil test soal pemecahan masalah matematika siswa kelas 6 sekolah dasar. Analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis kesulitan, faktor penyebab kesulitan, dan bagaimana penanganan terhadap kesulitan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Dari hasil analisis tersebut, diharapkan guru mampu mengantisipasi faktor apa saja yang dapat menjadikan hambatan bagi siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah matematika. Kata Kunci: pemecahan masalah matematika.
Transcript
Page 1: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Jurnal Computech & Bisnis, Vol. 10, No 2, Desember 2016, 106-118 ISSN 2442-4943

106

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana

SDN Sabagi Kecamatan Sumedang, Kabupaten Sumedang E-Mail: [email protected]

Abstract

This article is an analysis of the test results about mathematical problem solving

6th grade elementary school students. The analysis aimed to find out the kinds of

difficulties, causes difficulties, and how the handling of student difficulties in

solving mathematical problems. From the analysis, teachers are expected to be

able to anticipate what factors can make obstacles for students to work on the

problems of mathematical problem solving.

Keywords: mathematical problem solving.

Abstrak

Artikel ini merupakan analisis terhadap hasil test soal pemecahan masalah

matematika siswa kelas 6 sekolah dasar. Analisis yang dilakukan bertujuan untuk

mengetahui jenis-jenis kesulitan, faktor penyebab kesulitan, dan bagaimana

penanganan terhadap kesulitan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Dari

hasil analisis tersebut, diharapkan guru mampu mengantisipasi faktor apa saja

yang dapat menjadikan hambatan bagi siswa dalam mengerjakan soal pemecahan

masalah matematika.

Kata Kunci: pemecahan masalah matematika.

Page 2: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana, 107 Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika

PENDAHULUAN

Pembelajaran matematika di sekolah

dasar tidak hanya diarahkan pada

peningkatan kemampuan siswa

dalam berhitung, tetapi juga

diarahkan kepada peningkatan

kemampuan siswa dalam pemecahan

masalah (Problem Solving), baik

masalah matematika maupun

masalah lain yang secara kontekstual

menggunakan matematika untuk

memecahkannya (Lidinillah, 2008).

Sejalan dengan pernyataan tersebut

National Council of Teacher of

Mathematics di Amerika pada tahun

1989 yang mengembangkan

Curriculum and Evaluation

Standards for School Mathematics,

dimana pemecahan masalah dan

penalaran menjadi tujuan utama

dalam program pembelajaran

matematika di sekolah dasar.

Tidak dipungkiri matematika

menjadi salah satu mata pelajaran

dengan tingkat kesulitan belajar

paling banyak yang dialami siswa.

Oleh karena itu diperlukan

penelurusan lebih dalam terhadap

apa saja hambatan belajar yang

dialami siswa sehingga siswa

mengalami kesulitan dalam

mengerjakan soal matematika

terutama soal pemcehan masalah,

serta bagaimana cara meminimalisir

berbagai hambatan belajar tersebut.

Dalam laporan ini, penulis akan

mencoba mengidentifikasi beberapa

kesulitan yang dialami siswa dalam

materi bilangan dan pecahan.

Menurut Brousseau (1997) bahwa

pada praktiknya, siswa secara

alamiah mengalami situasi yang

disebut hambatan belajar atau yang

dikenal dengan learning obstacle.

Hal ini disebabkan oleh tiga faktor,

yaitu hambatan ontogeni (kesiapan

mental belajar), hambatan didaktis

(pengajaran guru atau bahan ajar),

dan epistimologis (pengetahuan

siswa yang memiliki konteks aplikasi

yang terbatas). Beberapa kesalahan

umum yang dilakukan oleh siswa

yang berkesulitan dalam belajar

matematika menurut Lerner dalam

Sugiharto (2003) adalah kekurangan

pemahaman tentang : simbol, nilai

tempat, perhitungan, penggunaan

proses yang keliru dan tulisan yang

tidak terbaca. Sedangkan kesalahan

siswa dalam mengerjakan

matematika merupakan kesalahan

dasar, kesalahan dalam pemahaman

soal, kesalahan dalam pengambilan

keputusan dan kesalahan dalam hal

perhitungan.

Untuk mengetahui kesulitan siswa

dalam mengerjakan soal pemecahan

masalah matemtika, sebelumnya

penulis melakukan tes diagnosis

kepada 30 siswa di salah satu SD di

kota Bandung. Dari hasil test

tersebut selanjutnya akan dilakukan

analisis secara mendalam terhadap

kesulitan-kesulitan apa saja yang

ditemui siswa dalam mengerjakan

soal tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka

tujuan penelitian adalah:

Page 3: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana, 108 Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika

1. Untuk mengetahui jenis-jenis

kesulitan yang dialami siswa

dalam mengerjakan soal

pemecahan masalah dengan

topik bilangan dan pecahan di

kelas 6.

2. Untuk mengetahui faktor apa

saja yang menyebakan siswa

mengalami kesulitan dalam

mengerjakan soal pemecahan

masalah dengan topik bilangan

dan pecahan di kelas 6.

3. Untuk mengetahui bagaimana

penanganan yang tepat terhadap

kesulitan siswa dalam

mengerjakan soal pemecahan

masalah dengan topik bilangan

dan pecahan di kelas.

KAJIAN PUSTAKA

Masalah dan Pemecahan Masalah

Matematika

Suatu masalah biasanya memuat

situasi yang mendorong seseorang

untuk menyelesaikannya akan tetapi

tidak tahu secara langsung apa yang

harus dikerjakan untuk

menyelesaiknnya. Jika suatu masalah

diberikan kepada seorang anak dan

anak tersebut dapat mengetahui cara

penyelesainnya dengan benar, maka

soal tersebut tidak dapat dikatakan

sebagai masalah. Sesuatu dianggap

masalah bergantung kepada orang

yang menghadapi masalah tersebut

disamping secara impilisit suatu soal

bisa memiliki karakteristik sebagai

masalah.

Dalam pembelajaran matematika,

masalah dapat disajikan dalam

bentuk soal tidak rutin yang berupa

soal cerita, penggambaran penomena

atau kejadian, ilustrasi gambar atau

teka-teki. Masalah tersebut kemudian

disebut masalah matematika karena

mengandung konsep matematika.

Terdapat beberapa jenis masalah

matematika, walaupun sebenarnya

tumpang tindih, tapi perlu dipahami

oleh guru matematika ketika akan

menyajikan jenis soal matematika.

Menurut Hudoyo & Sutawijaya

(1997:191), masalah matematika

dapat berupa (1) masalah transalasi,

(2) masalah aplikasi, (3) masalah

proses, dan (4) masalah teka-teki.

Polya (1985) mengartikan

pemecahan masalah sebagai suatu

usaha mencari jalan keluar dari suatu

kesulitan guna mencapai suatu tujuan

yang tidak begitu segera dapat

dicapai. Sejalan dengan pendapat

tersebut, Ruseffendi (1991)

mengemukakan bahwa suatu soal

merupakan soal pemecahan masalah

bagi seseorang bila ia memiliki

pengetahuan dan kemampuan untuk

menyelesaikannya, tetapi pada saat ia

memperoleh soal itu ia belum tahu

cara menyelesaikannya. Dalam

kesempatan lain Ruseffendi (1991)

juga mengemukakan bahwa suatu

persoalan itu merupakan masalah

bagi seseorang jika: pertama,

persoalan itu tidak dikenalnya.

Kedua, siswa harus mampu

menyelesaikannya, baik kesiapan

mentalnya maupun pengetahuan

siapnya; terlepas daripada apakah

akhirnya ia sampai atau tidak kepada

jawabannya. Ketiga, sesuatu itu

merupakan pemecahan masalah

Page 4: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana, 109 Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika

baginya, bila ia ada niat untuk

menyelesaikannya.

Lebih spesifik Sumarmo et al.,

(1994) mengartikan pemecahan

masalah sebagai kegiatan

menyelesaikan soal cerita,

menyelesaikan soal yang tidak rutin,

mengaplikasikan matematika dalam

kehidupan sehari-hari atau keadaan

lain, dan membuktikan atau

menciptakan atau menguji konjektur.

Berdasarkan pengertian yang

dikemukakan Sumarmo tersebut,

dalam pemecahan masalah

matematika tampak adanya kegiatan

pengembangan daya matematika

(mathematical power) terhadap

siswa.

Menurut Polya (1985) dalam

bukunya yang berjudul how to solve

it, untuk menemukan solusi dari

sebuah masalah, maka diperlukan

strategi. Strategi itu disebut strategi

heuristik. Heuristik adalah suatu

langkah-langkah umum yang

memandu pemecah masalah dalam

menemukan solusi masalah. Langkah

tersebut terbagi menjadi 4 tahapan

yaitu memahami masalah,

perencanaan penyelesaian masalah,

melaksanakan perencanaan

penyelesaian, dan melihat kembali.

a. Memahami Masalah

Pelajar seringkali gagal dalam

menyelesaikan masalah karena

semata-mata mereka tidak

memahami masalah yang

dihadapinya. Atau mungkin

ketika suatu masalah diberikan

kepada anak dan anak itu

langsung dapat menyelesaikan

masalah tersebut dengan benar,

namun soal tersebut tidak dapat

dikatakan sebagai masalah.

Untuk dapat memahami suatu

masalah yang harus dilakukan

adalah pahami bahasa atau istilah

yang digunakan dalam masalah

tersebut, merumuskan apa yang

diketahui, apa yang ditanyakan,

apakah informasi yang diperoleh

cukup, kondisi/syarat apa saja

yang harus terpenuhi, nyatakan

atau tuliskan masalah dalam

bentuk yang lebih operasional

sehingga mempermudah untuk

dipecahkan. Kemampuan dalam

menyelesaikan suatu masalah

dapat diperoleh dengan rutin

menyelesaikan masalah.

Berdasarkan hasil dari banyak

penelitian, anak yang rutin dalam

latihan pemecahan masalah akan

memiliki nilai tes pemecahan

masalah yang lebih tinggi

dibandingkan dengan anak yang

jarang berlatih mengerjakan soal-

soal pemecahan masalah. Selain

itu, ketertarikan dalam

menghadapi tantangan dan

kemauan untuk menyelesaikan

masalah merupakan modal utama

dalam pemecahan masalah.

b. Perencanaan Penyelesaian

Masalah

Memilih rencana pemecahan

masalah yang sesuai bergantung

dari seberapa sering pengelaman

kita

menyelesaikan masalah

sebelumnya. Semakin sering kita

Page 5: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana, 110 Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika

mengerjakan latihan pemecahan

masalah maka pola penyelesaian

masalah itu akan semakin mudah

didapatkan. Untuk merencanakan

pemecahan masalah kita dapat

mencari kemungkinan-

kemungkinan yang dapat terjadi

atau mengingat-ingat kembali

masalah yang pernah diselesaikan

yang memiliki kemiripan sifat /

pola dengan masalah yang akan

dipecahkan. Kemudian barulah

menyusun prosedur

penyelesaiannya.

c. Melaksanakan Perencanaan

Penyelesaian Masalah

Langkah ini lebih mudah dari

pada merencanakan pemecahan

masalah, yang harus dilakukan

hanyalah menjalankan strategi

yang telah dibuat dengan

ketekunanan dan ketelitian untuk

mendapatkan penyelesaian.

d. Melihat Kembali

Kegiatan pada langkah ini adalah

menganalisi dan mengevaluasi

apakah strategi yang diterapkan

dan hasil yang diperoleh benar,

apakah ada strategi lain yang lebih

efektif, apakah strategi yang

dibuat dapat digunakan untuk

menyelesaikan masalah sejenis,

atau apakah strategi dapat dibuat

generalisasinya. Ini bertujuan

untuk menetapkan keyakinan dan

memantapkan pengalaman untuk

mencoba masalah baru yang akan

datang.

Kesulitan Belajar Matematika

Kesulitan siswa dalam

menyelesaikan soal matematika

dapat diduga dari kesalahan-

kesalahan dalam mengerjakannya.

Menurut Davis dan McKillip dalam

Suryanto, kesalahan dalam

memecahkan masalah atau soal

matematika ada yang disebabkan

oleh kecerobohan, ada yang

disebabkan oleh masalah belajar.

Sedangkan menurut Wood (2007)

bahwa beberapa karakteristik

kesulitan siswa dalam belajar

matematika adalah : (1) kesulitan

membedakan angka, simbol-simbol,

serta bangun ruang, (2) tidak

sanggup mengingat dalil-dalil

matematika, (3) menulis angka tidak

terbaca atau dalam ukuran kecil, (4)

tidak memahami simbol-simbol

matematika, (5) lemahnya

kemampuan berpikir abstrak, (6)

lemahnya kemampuan metakognisi

(lemahnya kemampuan

mengidentifikasi serta memanfaatkan

algoritma dalam memecahkan soal-

soal matematika). Sedangkan

menurut Radatz (1979) kesalahan

yang sering dilakukan siswa adalah

kesalahan dalam penggunaan bahasa

matematika dengan bahasa sehari-

hari, kemampuan dalam keruangan,

kemampuan dalam penguasaan

prasyarat, kesalahan dalam

penguasaan teori, dan kesalahan

dalam penerapan aturan yang

relevan.

Diagnosis Kesulitan Belajar

Menurut Thorndike dan Hagen yang

dikutip oleh Sugiharto (2003)

diagnosis dapat diartikan sebagai

berikut: (1) Upaya atau proses

menemukan kelemahan atau

Page 6: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana, 111 Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika

penyakit apa yang dialami seseorang

dengan melalui pengujian dan studi

yang seksama mengenai gejala

gejalanya, (2) Studi yang seksama

terhadap fakta sesuatu hal untuk

menemukan karakteristik atau

kesalahan kesalahan dan sebagainya

yang esensial, (3) Keputusan yang

dicapai setelah dilakukan studi yang

seksama atas gejala gejala atau fakta

tentang suatu hal.

Tes diagnostik ini dapat

dilaksanakan dengan cara lisan,

tertulis, perbuatan atau kombinasi

ketiganya. Tes diagnostik ini untuk

mengidentifikasi kesulitan-kesulitan

siswa dalam menyelesaikan soal

matematika yang dipandang dari

aspek kognitif : (1) recall factual

knowledge (C1), yaitu pengetahuan

mengingat fakta, terbatas pada

pertanyaan-pertanyaan yang hanya

membutuhkan ingatan tentang

definisi-definisi, rumus tanpa

melakukan perhitungan, (2) perform

mathematical manipulation (C2),

yaitu melakukan manipulasi

matematika dalam penyelesaian soal

tanpa dibatasi bagaimana cara

menyelesaikannya, (3) solve Rutin

problem (C3), yaitu menyelesaikan

soal-soal rutin dengan diberikan

batasan penyelesaiannya, (4)

demonstrated comprehension of

mathematical ideas and concepts

(C4), yaitu menampilkan

pemahaman gagasan-gagasan serta

konsep-konsep matematika, dalam

hal ini siswa dituntut tidak hanya

memutuskan apa yang harus

dikerjakan tetapi juga bagaimana

cara mengerjakannya, (5) solve

nonroutine problems requiring

insight or ingenuity (C5), yaitu

menyelesaikan masalah non rutin

yang memerlukan pengertian yang

mendalam, siswa dituntut

mengembangkan tekniknya sendiri

dalam menyelesaikan soal yang

mungkin tidak ditemukan dibuku

catatan dan (6) aplly higher mental

processes to mathematics (C6), yaitu

menggunakan proses mental yang

tinggi, yaitu menyangkut evaluasi,

pembuktianrumus, induksi,

penarikan kesimpulan

(Gronlund,1971).

Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan tes diagnosis tertulis

berupa soal uraian berjumlah 4 soal.

Topik yang digunakan adalah

mengenai bilangan dan pecahan.

Masalah yang diangkat dalam soal

terdiri dari masalah rutin dengan

tingkat kesukaran sedang dan soal

non rutin yang memerlukan

penyelesaian yang mungkin belum

pernah siswa temukan di buku

catatan.

ANALISIS DAN IDENTIFIKASI

KESALAHAN

Berikut ini disajikan contoh–contoh

jawaban salah yang dikerjakan oleh

siswa. Setelah diidentifikasi menurut

jenis kesalahannya, selanjutnya

diidentifikasi menurut kesulitan yang

diduga menjadi penyebab atau

sumber terjadinya kesalahan yang

berupa kesulitan dalam memahami

atau menggunakan simbol,

menggunakan proses yang tepat,

menguasai konsep dan prasyarat,

Page 7: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana, 112 Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika

menggunakan bahasa, menerapkan

aturan yang relevan, ketelitian,

perhitungan atau komputasi,

mengingat, memahami maksud soal,

memahami keputusan, memahami

fakta, mengaitkan konsep dengan

fakta.

Soal nomor 1

Roni mempunyai 5 bungkus permen.

Setiap bungkus berisi 12 permen.

Berapa banyak permen Roni

semuanya?

Jawaban yang diharapkan adalah:

5 x 12 = 60 permen

Jawaban yang muncul dari siswa:

Gambar 1. Contoh kesalahan jawaban

siswa pada nomor 1

Gambar 2. Contoh kesalahan jawaban

siswa pada nomor 1

Kemungkinan kesulitan yang muncul

sehingga mengakibatkan kesalahan

menjawab adalah:

a. Siswa tidak memahami kalimat

matematika yang terkandung

dalam soal cerita tersebut

(verbal).

b. Siswa tidak menguasai konsep

prasyarat atau mungkin lupa

mengenai operasi perkalian.

Kebanyakan siswa mampu untuk

mengerjakan soal nomor 1. Tapi ada

beberapa siswa yang belum

memberikan jawaban seperti yang

diharapkan. Hal tersebut bisa

disebabkan kemampuan verbal siswa

untuk mencerna kalimat soal cerita

menjadi kalimat matematika masih

rendah. Namun ada juga yang

dimungkinkan karena prasyarat yang

dimiliki kurang terutama dalam

perkalian sehingga menjadikan

pemahaman konsep materi pada

perkalian dua bilangan menjadi tidak

paham. Untuk dapat memahami

konsep perkalian dua bilangan atau

lebih maka siswa harus memiliki

kemampuan konsep prasyarat antara

lain sebagai berikut : kemampuan

memahami konsep penjumlahan,

konsep perkalian, konsep perkalian

dua bilangan dengan cara bersusun.

Pembelajaran yang dilakukan agar

nantinya siswa lebih memahami

perkalian pada bilangan bulat adalah

dengan lebih menekankan pada fakta

dasar perkalian. Penguasan fakta

dasar perkalian merupakan kunci

agar siswa mampu mengerjakan

operasi hitung perkalian. Metode

yang bisa diterapkan untuk

mengajarkan fakta dasar pada anak

salah satunya dengan metode drill.

Setelah siswa menguasai fakta dasar

perkalian, konsep selanjutnya adalah

perkalian secara bersusun. Sebaiknya

guru juga lebih memperhatikan

kondisi siswa, dalam hal ini

kemampuan yang dimiliki siswa,

sehingga guru dapat memilih suatu

metode pembelajaran yang tepat

yang mengakibatkan pembelajaran

menjadi lebih bermakna. Dan yang

Page 8: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana, 113 Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika

tidak kalah penting adalah

membiasakan siswa untuk

mengerjakan soal-soal cerita yang

sesuai dengan konteks siswa.

Soal nomor 2

Ani dan Susi masing-masing memiliki

pita.

Pita milik Ani lebih panjang 30cm

daripada pita Susi.

Jika panjang pita Ani adalah 1,5

meter, berapakah panjang pita Susi

Jawaban yang diharapkan adalah:

1,5 m = 150 cm

Pita Ani = Pita Susi + 30 cm

Sehingga:

Pita Susi = Pita Ani – 30

= 150 – 30

= 120 cm

Jawaban yang muncul dari siswa

Gambar 3. Contoh kesalahan jawaban

siswa pada nomor 2

Gambar 4. Contoh kesalahan jawaban

siswa pada nomor 2

Kemungkinan kesulitan yang muncul

sehingga mengakibatkan kesalahan

menjawab adalah:

a. Siswa tidak memahami

kalimat matematika yang

terkandung dalam soal cerita

tersebut (verbal).

b. Siswa tidak menguasai materi

prasyarat mengenai konversi

satuan panjang.

Soal nomor dua merupakan soal

operasi hitung yang sederhana.

Namun dari beberapa jawaban yang

didapatkan ternyata ada beberapa

siswa yang tidak mengerjakan seperti

yang diharapkan, hal ini

dimungkinkan bahwa siswa tersebut

memang sepenuhnya tidak mengerti

dan memahami konsep satuan

panjang dan konversi antar satuan

panjang. Padahal konsep ini sudah

diperkenalkan sejak siswa kelas 3

dan terus diulang di kelas

selanjutnya. Hal ini mungkin

disebabkan pembelajaran yang

dilaksanakan kurang bermakna

sehingga konsep tersebut tidak dapat

diingat oleh anak. Biasanya guru

mengajarkan konsep satuan panjang

dengan menggunakan tangga satuan,

siswa disuruh untuk menghafal

urutan satuan tersebut dan setiap

turun satu tangga maka dikali 10,

begitupun apabila naik satu tangga

maka dibagi 10. Pembelajaran seperti

ini dirasa kurang efektif untuk siswa,

karena kemampuan yang diasah

disitu hanya kemampuan hafalan

saja. Pembelajaran yang tidak

mengandalkan kemampuan

procedural atau mekanistik

merupakan salah satu solusi dalam

menerapkan konsep satuan panjang.

Salah satunya adalah siswa

diperkenalkan terlebih dahulu

Page 9: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana, 114 Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika

dengan satuan-satuan yang tidak

terstandar atau baku. Misalkan siswa

disuruh membandingkan panjang

lantai dengan menggunakan sedotan.

Ada berapa sedotan yang dapat

disusun sehingga sama dengan 3

ubin lantai? Kegiatan informal

seperti ini penting untuk dilakukan

untuk memupuk konsep dasar satuan

dan pengukuran. Kegiatan lanjutan

dalam pembelajaran konsep satuan

panjang adalah siswa disuruh untuk

membuat penggaris/alat ukur dengan

satuan yang ditentukan oleh siswa

seperti gambar berikut.

Gambar 5. Penggaris tagboard

Setelah siswa paham mengenai

konsep dasar satuan dan pengukuran

menggukanan cara informal, barulah

siswa diperkenalkan dengan satuan-

satuan terstandar.

Soal nomor 3

Harga sepasang sandal adalah Rp

60.000,00. Wati membeli sandal

tersebut dan mendapat potongan

harga (discount) sebesar 10%. Jika

Wati membayar dengan uang

Rp100.000,00, berapakan uang

kembalian yang diterima Wati?

Jawaban yang diharapkan:

Diketahui:

Harga sandal = 60.000

Diskon = 10%

Uang yang dibayarkan = 100.000

Berapa uang kembaliannya?

Harga sandal setelah diskon = 90% x

60.000 = 54.000

Uang kembalian = 100.000 – 54.000 =

Rp 56.000,00

Jawaban yang muncul dari siswa:

Gambar 6. Contoh kesalahan

jawaban siswa pada nomor 3

Gambar 7. Contoh kesalahan jawaban

siswa pada nomor 3

Gambar 8. Contoh kesalahan jawaban

siswa pada nomor 3

Kemungkinan kesulitan yang muncul

sehingga mengakibatkan kesalahan

menjawab adalah:

a. Siswa tidak memahami

kalimat matematika yang

terkandung dalam soal cerita

tersebut (verbal).

Page 10: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana, 115 Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika

b. Siswa tidak memahami

konsep pecahan.

c. Siswa tidak memahami

pengetahuan prasyarat seperti

jenis-jenis pecahan dan

bagaimana menngubah

pecahan, operasi hitung

perkalian, pembagian dan

pengurangan.

d. Siswa kurang memahami

penggunaan bahasa.

e. Siswa tidak memahami

penerapkan aturan yang

relevan.

f. Kurang teliti dalam

menyelesaikan soal dalam hal

perhitungan atau komputasi

g. Siswa tidak memahami dalam

penggunaan symbol atau

lambang dalam matematika

h. Siswa tidak mampu

menggunakan proses yang

tepat dalam menyelesaikan

masalah matematika

i. Siswa kurang terampil dalam

mengaitkan antara konsep

dengan fakta.

Dari beberapa contoh hasil

pengerjaan siswa pada nomor 3 ini.,

letak kesalahan terbanyak adalah

ketika menentukan harga setelah

mendapat diskon atau potongan.

Kebanyakan siswa beranggapan

bahwa 10% dari 60.000 adalah

10.000, sehingga harga sandal

setelah diskon adalah 50.000. Ini

membuktikan penguasaan konsep

siswa terhadap pecahan masih sangat

rendah. Oleh karena itu diperlukan

upaya yang serius untuk

mengembangkan masalah

proporsional seperti ini.

Banyak penelitian yang telah

dilakukan untuk menentukan

bagaimana anak-anak berpikir dalam

berbagai tugas proporsional.

Penelitian-penelitian tersebut

memberikan pencerahan bagaimana

situasi pembelajaran yang dapat

mengembangkan penalaran

proporsional. Walle (2007)

memberikan gambaran kondisi

pembelajaran yang harus

dikembangkan, diantaranya adalah:

a. Sajikan materi yang

berhubungan dengan proporsi

dan rasio secara luas.

b. Berikan dorongan kepada anak

untuk berdiskusi dan mencoba

menyelesaikan masalah

proporsi. Serta sajikan contoh

dari masalah proporsional dan

bukan masalah proporsional agar

anak dapat membedakannya.

c. Bantu anak menghubungkan

penalaran proporsional dengan

proses-proses yang sudah ada.

d. Sebisa mungkin hindari

pengajaran prosedural

menggunakan formula singkat

seperti operasi kali silang di

awal pembelajaran dan

sebaiknya metode ini tidak

diperkenalkan sampai siswa

memiliki banyak pengalaman

dengan metode intuitif dan

konseptual.

Dari uraian di atas jelas tergambar

bahwa pembelajaran yang dapat

mengembangkan penalaran

proporsional bukanlah pembelajaran

klasikal yang hanya menjadikan

murid sebagai objek pasif, melainkan

pembelajaran penuh aktivitas yang

melibatkan seluruh siswa untuk ikut

berperan. Gurupun harus

memberikan contoh-contoh nyata

Page 11: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana, 116 Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika

yang ada di kehidupan siswa dan

memberikan siswa kebebasan untuk

berdiskusi mengenai masalah-

masalah proporsional dan bukan

proporsional. Dan yang paling

penting adalah menghindari

pembelajaran prosedural dimana

guru menyajikan algoritma

penyelesaian masalah di awal dan

menjelaskan secara verbal contoh

bagaimana cara mengerjakannya

tanpa disertai media apapun.

Kegiatan ini jelas akan membunuh

semangat siswa dalam berekslporasi

mencari pengetahuannya sendiri.

Membiasakan siswa memecahkan

masalah dengan jalan pintas tanpa

disertai proses berpikir hanya akan

menyebabkan kemampuan logika

proporsional menjadi tidak

berkembang (Walle, 2007).

Soal nomor 4

Sebuah kantong berisi sejumlah

kelereng berwarna merah dan

berwarna putih. Dua per lima dari

kelereng itu berwarna merah dan

sisanya berwarna putih.

a. Berapa bagiankah kelereng

dalam kantong itu berwarna

putih?

b. Jika di dalam kantong itu

terdapat 126 kelereng merah,

berapa banyak kelereng putih?

c.

Jawaban yang diharapkan:

Diketahui:

Kelereng merah = 2

5 = 126 kelereng

a. Bagian kelereng putih =

total kelereng – kelereng merah

= 5

5 - 2

5 =

3

5

b. Banyak kelereng putih = 3

2

x 126 = 189 kelereng.

Jawaban yang muncul dari siswa:

Gambar 9. Contoh kesalahan jawaban

siswa pada nomor 4

Gambar 10. Contoh kesalahan

jawaban siswa pada nomor 4

Gambar 11. Contoh kesalahan jawaban

siswa pada nomor 4

Kemungkinan kesulitan yang muncul

sehingga mengakibatkan kesalahan

menjawab adalah:

a. Siswa tidak memahami

kalimat matematika yang

terkandung dalam soal cerita

tersebut (verbal).

b. Siswa tidak memahami

konsep pecahan.

c. Siswa tidak memahami

pengetahuan prasyarat seperti

jenis-jenis pecahan dan

Page 12: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana, 117 Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika

bagaimana menngubah

pecahan, operasi hitung

perkalian, pembagian dan

pengurangan.

d. Siswa kurang memahami

penggunaan bahasa.

e. Siswa tidak memahami

penerapkan aturan yang

relevan.

f. Kurang teliti dalam

menyelesaikan soal dalam hal

perhitungan atau komputasi

g. Siswa tidak memahami dalam

penggunaan symbol atau

lambang dalam matematika

h. Siswa tidak mampu

menggunakan proses yang

tepat dalam menyelesaikan

masalah matematika

i. Siswa kurang terampil dalam

mengaitkan antara konsep

dengan fakta.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesulitan belajar matematika yang

dialami oleh siswa pada bahasan

bilangan disebabkan kemampuan

verbal siswa untuk mencerna kalimat

soal cerita menjadi kalimat

matematika masih rendah. Namun

ada juga yang dimungkinkan karena

prasyarat yang dimiliki kurang

terutama dalam perkalian sehingga

menjadikan pemahaman konsep

materi pada perkalian dua bilangan

menjadi tidak paham. Untuk dapat

memahami konsep perkalian dua

bilangan atau lebih maka siswa harus

memiliki kemampuan konsep

prasyarat antara lain sebagai berikut :

kemampuan memahami konsep

penjumlahan, konsep perkalian,

konsep perkalian dua bilangan

dengan cara bersusun.

Sedangkan dalam bahasan pecahan,

terlhat sekali bahwa penguasaan

konsep siswa terhadap pecahan

masih sangat rendah. Terlihat dari

masih terjadi kesalahan dalam

menentukan bagian dari sebuah

pecahan atau bagaimana menghitung

persentase dari suatu harga.

Kesulitan yang menjadi penyebab

atau sumber terjadinya kesalahan

siswa dalam mengerjakan soal-soal

matematika adalah kesulitan dalam

memahami dan menggunakan

lambang, menggunakan proses yang

tepat, menggunakanbahasa,

menguasai fakta dan konsep

prasyarat, menerapkan aturan yang

relevan, mengerjakan soal tidak

teliti, memahami konsep,

perhitungan atau komputasi,

mengingat, memahami maksud soal,

mengambil keputusan,memahami

gambar, dan mengaitkan konsep dan

mengaitkan fakta. Aspek kognitif

sebagai acuannya, kesalahan yang

paling banyak dilakukan siswa

adalah pada C4 yaitu menampilkan

pemahaman tentang gagasan-

gagasan serta konsep-konsep

matematika.

Perlu dilakukannya langkah-langkah

konkret untuk mengatasi atau

setidaknya mengurangi kesalahan-

kesalahan yang dilakukan siswa

dalam mengerjakan soal matematika.

Tindakan yang dipilih tentu yang

sesuai dengan kemampuan siswa,

kemampuan guru dan kondisi

sekolah dimana terjadi proses

belajar-mengajar berlangsung.

Page 13: ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ruhyana, 118 Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika

Karena bisa saja masalah yang sama

tetapi situasi dan kondisinya berbeda

maka dibutuhkan penanganan yang

berbeda pula. Kegiatan yang

dimaksud dapat berupa kegiatan

yang menumbuhkan minat dan

motivasi serta meningkatkan

pemahaman terhadap matematika,

terutama pada bagian-bagian dimana

siswa mengalami kesulitan.

Kemungkinan langkah-langkah

untuk mengatasi kelemahan tersebut

adalah perlu diadakannya program

pengajaran khusus sebagai

pengayaan, perlu ditinjau kembali

dan dikembangkan system penilaian

yang bersifat edukatif yang dapat

menumbuhkan motivasi siswa dalam

belajar matematika, perlu

dipenuhinya komponen-komponen

belajar mengajar pokok yang

disyaratkan. Perubahan pembelajaran

yang menggunakan inovasi baru

untuk lebih memotivasi siswa perlu

dilakukan, peningkatan kemampuan

guru dalam memberikan

pembelajaran perlu ditingkatkan.

REFERENSI

Brousseau, G. (1997). Theory of

didactical situations (N.

Balacheff, M. Cooper, R.

Sutherland, V. Warfield Eds &

Trans). Dordrecht, Netherland:

Kluwer Academic.

Hudoyo., & Sutawijaya. (1998).

Pendidikan Matematika I.

Jakarta. Dirjen Dikti Depdiknas.

Lidinillah, D. A. M. (2008). Strategi

Pembelajaran Pemecahan

Masalah di Sekolah

Dasar. Jurnal Pendidikan

Dasar, 1(10), 67-77.

Polya, G. (1985). How to solve it: A

new aspect of mathematical

method. Princeton university

press.

Radatz, H. (1979). Error analysis in

mathematics education. Journal

for Research in Mathematics

Education, 163-172.

Ruseffendi, E. T (1991a). Pengantar

kepada Membantu Guru

Mengem-bangkan

Kompetensinyadalam

Pengajaran Matematika untuk

Meningkatkan CBSA. Bandung:

Tarsito

Ruseffendi, E.T (1991b). Penilaian

Pendidikan dan Hasil Belajar

Siswa Khususnya dalam

Pengajaran Matematika untuk

Guru dan Calon Guru. Bandung:

Tidak diterbitkan.

Sugiharto. (2003). Diagnosis

kesulitan siswa SMU dalam

menyelesaikan soal–soal

Matematika, Tesis, PPS UNY

Sumarmo, U., Dedy, E., & Rahmat.

(1994). Suatu Alternatif

Pengajaran untuk

MeningkatkanPemecahan

Masalah Matematika pada Guru

dan Siswa SMA. Laporan Hasil

Penelitian FPMIPA IKIP

Bandung.

Walle, J. A. (2007). Pengembangan

Pengajaran Matematika Sekolah

Dasar dan Menengah edisi ke-6

jilid 2 (terjemahan Suyono).

Jakarta: Erlangga.

Wood, D. R. (2007). Professional

learning communities: Teachers,

knowledge, and

knowing. Theory into

Practice, 46(4), 281-29.


Recommended