+ All Categories
Home > Documents > Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Date post: 08-Dec-2016
Category:
Upload: truongkhanh
View: 229 times
Download: 2 times
Share this document with a friend
126
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia Laporan Final 6 September 2010
Transcript
Page 1: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap

Kajian Negara Indonesia

Laporan Final

6 September 2010

Page 2: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

2

Analisis Lanskap – Kajian Negara Indonesia

Daftar Isi

Ringkasan Eksekutif .................................................................................................. 4

1. Pendahuluan .......................................................................................................... 6 2. Analisis Lanskap Proses Kajian Negara ................................................................. 8

3. Situasi Gizi di Indonesia ..................................................................................... 10 Situasi Gizi dan Kesehatan Anak di Indonesia ..................................................... 10

Situasi Gizi dan Kesehatan Ibu di Indonesia ........................................................ 13 Pemberian Makanan pada Kehamlan dan Anak dan Anak Usia Dini di Indonesia 16

4. Temuan pada Analisis Lanskap Kajian Negara dan analisis ................................ 22 Persepsi permasalahan ......................................................................................... 22 Kebijakan mengenai gizi dan kegiatan yang kini dipraktikkan ............................. 24

Koordinasi Gizi ................................................................................................... 26 Sumber Daya Manusia bagi Gizi ......................................................................... 27

Perencanaan, Anggaran dan Pembiayaan ............................................................. 29 System Informasi Gizi ......................................................................................... 30

Ringkasan Temuan .............................................................................................. 31 5. Rekomendasi ....................................................................................................... 32

Tujuan Keseluruhan............................................................................................. 32 Koordinasi Gizi dan Pertanggungjawaban ........................................................... 32

Anggaran dan Pembiayaan .................................................................................. 33 Perencanaan dan desain Program ......................................................................... 34

Sumber Daya Manusia ......................................................................................... 35 Pengadaan Jasa .................................................................................................... 37

Sistem Informasi Gizi .......................................................................................... 37 6. Langkah Berikutnya ........................................................................................... 40

Lampiran 1. Metodology Kajian Negara .................................................................. 42 Lampiran 2. Program Gizi Indonesia berorientasi pengentasan kemiskinan ................

Klaster 1 – Bantuan Sosial dan Program Perlindungan ............................................. Program Raskin ..................................................................................................

Transfer Uang Tunai ............................................................................................ Asuransi Kesehatan .............................................................................................

Klaster 2 – Program Pemberdayaan Masyarakat ...................................................... PNPM Mandiri (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) ..........................

PNPM Generasi (Transfer Uang Tunai untuk Kesehatan dan Generasi Cerdas) .... Pemberdayaan Usaha Micro dan Kecil ............................................................117

Lampiran 3. Rangka Kerja Kebijakan dan Program Intervensi Gizi Esensial................ Lampiran 4. Keamanan Pangan dan Pemetaan Kerawanan dari WFP ..........................

Page 3: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

3

Gambar dan Tabel

Gambar 1: Penempatan waktu kegagalan pertumbuhan anak balita di negara sedang

berkembang ............................................................................................................... 6 Gambar 2: Rangka Kerja Konseptual Gizi UNICEF ................................................. 8

Gambar 3: Fungsi Sistem Gizi yang membantu mendefinisikan Komitmen dan

Kapasitas ................................................................................................................. 10

Gambar 4: Prevalensi bobot kurang pada anak balita di Indonesia ........................... 11 Gambar 5: Stunting dan penyiaan (wasting) berdasarkan Propinsi di Indonesia

(Riskesdas 2007) ..................................................................................................... 12 Tabel 1: Cakupan Intervensi Gizi Lancet di Indonesia ............................................. 20

Page 4: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

4

Ringkasan Eksekutif

Meski pendapatan nasional brutto telah tumbuh kelipatan lima sejak tahun delapan

puluhan, kemajuan dalam nutrisi telah terbatas pada 37% anak Indonesia yang masih

menderita stunting. Kepedulian mengenai situasi stunting dan dibutuhkannya untuk

suatu pengkajian yang memadai mengenai kapasitas sistem gizi pemerintah di dalam

administrasi desentralisasi yang baru, Badan Perencanaan Nasional dan Kementrian

Kesehatan Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk melaksanakan proses

Pengkajian Negara Analisis Lanskap agar mengkaji “kesiapan” mereka untuk

bertindak untuk mempercepat pengurangan kehamilan dan kurang gizi.

Suatu analisis situasi gizi mengungkapkan bahwa meskipun prevalensi anak kurang

bobot telah berkurang di Indonesia dan telah dicapainya Tujuan Pembangunan Jangka

Menengah dan Tujuan Pembangunan Milenium untuk pengurangan kelaparan,

Indonesia tetap mempunyai permasalahan serius mengenai stunting dan wasting pada

anak muda. Masih terdapat banyak kehamilan kurang gizi, yang berkontribusi

terhadap bobot kelahiran rendah yang relatif tinggi demikian pula yang menderita

stunting. Cakupan program gizi yang ada mungkin wajar untuk beberapa kegiatan,

namun cakupan lebih besar perlu dicapai terhadap intervensi nutrisi esensial yang

lebih preventif yang dapat membantu pengurangan kehamilan kurang gizi dan kurang

gizi itu sendiri, termasuk promosi dan memberikan nasihat mengenai pemberian asi

dan pemberian makanan komplementer, pemberian suplemen zat besi-folat kepada

ibu, menghilangkan penyakit cacingan dari ibu dan anak, pemberian suplemen protein

dan energi kepada ibu hamil yang miskin, perawatan diare dengan zat seng, dan

cakupan fortifikasi makanan dan program fortifikasi di tempat tinggal.

Temuan dari Pengkajian Negara adalah bahwa meskipun komitmen untuk bertindak

bagi gizi cukup kuat, kemampuan untuk bertindak bagi gizi masih perlu diperkuat.

Komitmen kuat yang ada untuk bertindak bagi gizi adalah salah arah dalam berupaya

untuk mengatasi permasalahan gizi yang akut daripada meletakkan sistem dan

intervensi pada tempatnya untuk mencegah anak dan ibu kekurangan gizi, yang

sebagian besar karena yang hal yang disebutkan terakhir itu secara umum tidak

dipandang sebagai suatu permasalahan. Komitmen untuk mengatasi permasalahan

mengenai stunting makin tumbuh pada tingkat nasional, namun di tingkat propinsi

dan kabupaten dimana semua tindakan diputuskan dan dilaksanakan, permasalahan

gizi masih besar disamakan dengan gizi buruk dan/atau kepada kurangnya makanan.

Mekanisme untuk koordinasi kebijakan, identifikasi prioritas dan mengatur tujuan dan

sasaran adalah lemah atau bahkan tidak ada di semua tingkatan. Kemampuan untuk

bertindak bagi gizi perlu diperkuat kalau pengurangan stunting harus tercapai.

Pengadaan jasa sebagian besar berkisar mengenai pemantauan pertumbuhan anak dan

salah arah terhadap balita daripada terpusat pada anak dibawah usia dua tahun dimana

intervensi gizi dapat mempunyai efek yang lebih besar. Prioritas kurang diberikan

kepada kegiatan pencegahan yang terkait dengan pemberian nasihat kepada ibu

mengenai anak usia dini dan anak muda daripada memberikan fungsi penyembuhan

dalam mendeteksi dan merawat penyakit wasting. Koordinasi antar sector mengenai

pelaksanaan perlu diperkuat. Meskipun ahli gizi yang cukup banyak sedang diberikan

pelatihan, kurikulumnya sudah kedaluarsa atau tidak lengkap. Mereka kurang

mendapatkan pekerjaan di dalam sistem tersebut, dan terutama dalam pelaksanaan

pemberian jasa. Sedikit ataupun samasekali tidak terjadinya pelatihan mengenai gizi

Page 5: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

5

ditempat kerja. Penggunaan data pemantauan untuk membuat keputusan atau data

evaluasi untuk belajar dari pengalaman program adalah hal yang tidak biasa.

Rekomendasi dibuat mengenai bidang : Koordinasi dan Tanggungjawab Gizi;

Anggaran dan Pembiayaan; Perencanaan dan Disain Program; Sumber Daya Manusia;

Pengadaan Pelayanan; Sistem Informasi Gizi. Sebagai ringkasan, prioritas harus

diberikan untuk menciptakan mekanisme yang mempromosikan pengembangan

Rencana Tindakan Gizi yang seirama di tingkat Propinsi dan Kabupaten berdasarkan

rencana nasional, keputusan dan arah kebijakan, demikian pula untuk

mengembangkan mekanisme koordinasi antar sector untuk pengawasan dan

pemantauan pelaksanaannya. Agar meningkatkan pembiayaan yang efektif,

pengarahan dan insentif harus diberikan kepada kabupaten agar diprioritaskan pada

intervensi berdasarkan pembuktian terhadap kelompok rawan pra-hamil, ibu hamil

dan menyusui dan anak dibawah usia dua tahun. Ukuran panjangnya anak dibawah

usia dua tahun dan anemia dalam kehamilan harus diberikan tekanan dan prioritas

yang meningkat untuk mengukur keefektifan gizi demikian juga program pengentasan

kemiskinan pada semua tingkatan. Secara bersamaan dengan hal ini, deskripsi

pekerjaan perlu dimutakhirkan untuk mencerminkan arahan program baru (misalnya,

pengukuran stunting dan kesehatan/anemia kehamilan) bagi semua staf yang terlibat

di dalam gizi di semua tingkatan dalam system. Suatu peta sumber daya manusia bagi

ahli gizi dan pekerja kesehatan lainnya harus dikembangkan agar dapat

mengindentifikasi kesenjangan dalam penugasan serta kompetensi, dan

mengembangkan rencana nasional untuk suatu pendekatan pelatihan untuk mengajar

kompetensi gizi bagi sukarelawan, perawat dan bidan, dan untuk memberikan

pemutakhiran teknis bagi dokter dalam ilmu pengetahuan. Sejalan dengan ini, skala

pelaksanaan (sesuai tergantung kondisi lokal), dari paket Intervensi Gizi Esensial

(ENI) harus secara progresif dilaksanakan dimulai dengan beberapa kabupaten dan

propinsi dan secara bertahap memperluas sehingga dalam waktu lima tahun sebagian

besar ibu dan anak tercakup oleh ENI sebagai suatu kelanjutan perawatan dari masa

pre-konsepsi, konsepsi sampai usia dua tahun. Panduan pemantauan dan evaluasi

harus dimodifikasi untuk mencerminkan fokus program baru dan indikator yang

terkait.

Page 6: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

6

1. Pendahuluan

Sementara ekonomi Indonesia telah tumbuh secara mengesankan selama empat

dekade, tingkat kurang gizi anak meskipun berkurang, masih tetap bertahan tinggi.

Pendapatan Nasional Bruto telah tumbuh lima kali lipat sejak tahun delapan puluhan,

tetapi tingkat anak kurang bobot sedikit lebih dari separoh pada periode yang sama,

dan 18% anak Indonesia masih mengalami hal ini. Mungkin aspek yang sangat

menghawatirkan dalam hal ini, bahwa 37% anak Indonesia masih mengalami stunting.

Stunting pada anak diterima secara luas sebagai salah satu alat prediksi mengenai

modal sumber daya manusia, mempengaruhi kinerja akademik potensial dan

kemampuan memperoleh pendapatan sebagai suatu bangsa1.

Stunting sama juga disebabkan oleh defisiensi dalam lingkungan intra-uterin dari

janin demikian juga kesehatan dan gizi anak selama kehidupan pasca natal dini.

Seperti dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini, di Negara yang terkena oleh kurang

gizi dalam kehamilan dan anak, kegagalan pertumbuhan panjangnya sudah dapat

ditentukan pada saat kelahiran dan terjadi setiap sejak kelahiran sampai usia dua

tahun2. Setelah usia dua tahun, anak dari semua Negara mempunyai pertumbuhan

yang sama, sedemikian pada ukuran tinggi pada usia dua tahun banyak menentukan

tingginya nanti pada saat dewasa3.

Gambar 1: Penempatan waktu gagal-tumbuh pada anak balita

di negara sedang berkembang

Pada dekade terakhir Indonesia telah diubah dari pemerintahan yang paling

sentralistik menjadi pemerintah yang paling terdesentralisasi di dunia. Desentralisasi

telah tercapai dengan beberapa urutan peraturan yang diberlakukan di tahun 2001 dan

dialihkannya tanggungjawab penyampaian pelayanan umum kepada kabupaten atau

pemerintahan daerah. Undang-undang desentralisasi Indonesia tahun 1999

1 Victora CG, Adair L, Fall C, Hallal PC, Martorell M, Richter L, Sachdev HS for the Maternal and Child Undernutrition Study Group (2008) Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital. The Lancet 37: 340-357 2 Victora CG, de Onis M, Hallal PC, Blössner M, Shrimpton R. 2010 Worldwide timing of growth faltering: revisiting implications for interventions. Pediatrics. 125(3):e473-80. 3 Cole T. 2000. Secular trends in growth. Proc. Nut Soc. 59:317-324.

Page 7: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

7

memperkenankan pembagian propinsi, kabupaten dan kabupaten kota menjadi unit

yang lebih kecil demi kepentingan penyampaian pelayanan yang lebih baik, distribusi

sumber daya yang lebih merata dan pemerintahan yang lebih terwakili. Dengan

adanya desentralisasi jumlah kabupaten telah dilaporkan meningkat dari 292 dalam

tahun 1998 sampai 497 pada awal tahun 2009 dan masih terus meningkat. Area

kompetensi yang dipertahankan pada tingkat pusat termasuk Urusan Luar Negeri,

Pertahanan, Fiskal dan Moneter, Peradilan dan Agama. Untuk yang lain termasuk

Kesehatan, Pertanian dan Pendidikan, peranan pemerintahan di tingkat pusat terbatas

pada pengaturan standard dan norma, pemantauan dan evaluasi dan pengendalian,

sementara pemerintah propinsi mempunyai peran pengawasan dan pemberian

fasilitas4.

Selanjutnya terlihat bahwa kurangnya perbaikan terhadap kurang gizi anak sejak

perputaran abad, yang terkait awalnya dengan krisis ekonomi, telah dihubungkan

dengan makin hancurnya kemampuan pemberian pelayanan dalam program gizi yang

disebabkan oleh desentralisasi. Antara tahun 1995 dan 2006, jumlah penyedia

kesehatan seperti dokter dan spesialis, bidan dan perawat telah meningkat secara

signifikan namun fokusnya terhadap peningkatan jumlah pekerja, dengan kurangnya

perhatian terhadap kualitas. Hasil awal dari laporan WHO/RI mengenai kajian rumah

sakit terhadap kualitas perawatan anak yang dilakukan di enam propinsi5

menunjukkan bahwa prosentase standard keberhasilan kasus pengelolaan kurang gizi

adalah rerata 30% atau kurang dari 60%, merupakan suatu angka jelas yang secara

kuat menyarankan dibutuhkannya perbaikan. Hasil terendah diamati di Jawa Timur

(23%) dan keberhasilan tertinggi dicapai di NTT (43%). Suatu analisis kausal

mengenai angka ini dibutuhkan untuk mengungkapkan sejauh mana dan sifat dari

defisiensi tersebut, demikian pula untuk mengkaji pengetahuan dan praktik terhadap

perawatan gizi oleh ahli kesehatan dan gizi professional di masyarakat.

Sebagaimana pemerintahan kabupaten berupaya untuk menyamakan keterampilan

sumber daya manusianya dengan kekuasaan yang baru diperoleh, demikian pula

perencana dan pembuat keputusan ditingkat pusat dan propinsi menghadapi tantangan

baru dalam koordinasi, pemantauan dan standardisasi. Hasil akhir adalah bahwa

kurangnya kapasitas gizi pada tingkat kabupaten digabung dengan tantangan untuk

koordinasi dan kepemimpinan pada tingkat pusat dan propinsi telah berakibat

hancurnya program gizi secara umum.6

Kepedulian mengenai situasi stunting dan dibutuhkannya pengkajian yang memadai

mengenai kapasitas sistem gizi pemerintah dalam administrasi desentralisasi yang

baru, Badan Perencanaan Nasional dan Departemen Kesehatan Republic Indonesia

telah memutuskan untuk menjalankan proses Analisis Lanskap Pengkajian Negara

yang telah dikembangkan oleh PBB dan badan internasional lainnya dibawah

4 Suwandi M 2001. Pendekatan Top down dibandingkan bottom up approaches terhadap desentralisasi (pengalaman Indonesian). Jakarta: Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. 5 Kajian dilakukan di tiga rumah sakit masing di Jambi, Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, NTT, Maluku Utara dan Kalimantan Tengah. Hasil menunjukkan bahwa pengelolaan kasus diare, demam dan batuk/sulit bernapas adalah dibawah 60% (WHO, 2009. Laporan kajian rumah sakit mengenai kualitas perawatan kesehatan anak di 6 propinsi, Februariy) 6 Friedman J, Heywood PF, Marks G, Saaday F, Choi Y. 2006.Desentralisasi Sektor Kesehatan dan Program Gizi Indonesia: Peluang dan Tantangan. Report No. 39690-IND. Washington: World Bank.

Page 8: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

8

kepemimpinan WHO7. Kajian Negara tersebut (CA) mempunyai sasaran untuk

membantu negara untuk mengkaji “kesiapan” mereka bertindak untuk mempercepat

pengurangan kurang gizi kehamilan dan anak. Kesiapan diakui sebagai fungsi

“komitmen” dan “kapasitas” dan dipengaruhi faktor yang beroperasi pada semua

tingkatan penyebab seperti tertera pada Rangka Kerja Konseptual Gizi UNICEF

(UNICEF Nutrition Conceptual Framework – Lihat Gambar 2 dibawah). Komitmen

dapat diukur dengan adanya kebijakan dan besarnya sumber daya yang diterapkan

pada masalah tersebut, sedangkan kapasitas tercermin pada tingkat dasarnya dalam

arti kecukupan dalam penyampaian pelayanan.

Gambar 2: Rangka Kerja Konseptual Gizi UNICEF

2. Proses Analisis Lanskap Kajian Negara (CA)

Tujuan keseluruhan dari CA adalah untuk membantu menciptakan kapasitas dan

komitmen lebih besar untuk meningkatkan situasi gizi agar mempercepat

berkurangnya kurang gizi anak dan dalam kehamilan. Untuk tujuan ini, dengan

dukungan yang diberikan badan PBB terutama yang terlibat, suatu tim nasional telah

dibentuk dengan perwakilan dari Kementrian Kesehatan demikian juga dari

BAPPENAS bersama dengan perwakilan tingkat propinsi dari kantor dinas

perencanaan dan kesehatan dari tiga propinsi dimana CA dilakukan. Inisiatif

Mikronutrien, Helen Keller International, dan institusi akademis termasuk Universitas

Indonesia juga terlibat. Metodologi secara penuh bersama dengan kuestioner, jadwal

wawancara dan orang yang diwawancarai terdapat dalam Lampiran 1, dan prosesnya

diringkas lebih lanjut disini.

7 Nishida, N Shrimpton R, Darnton-Hill I 2009. Analisis Lanskap terhadap kesiapan Negara untuk mempercepat aksi dalam gizi. SCN News 37: 4-9. Geneva: SCN.

Page 9: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

9

Panduan rasional keseluruhan proses CA diturunkan dari pengertian yang disetujui

pada Sesi ke 35 UN Standing Committee on Nutrition.8. Telah diakui bahwa sasaran

efektif terhadap ibu dan anak dari masa konsepsi sampai usia dua tahun ( ‘jendela

kesempatan’) dari suatu perangkat intervensi yang datang dari Lancet Nutrition Series

(LNS)9 mengenai bagaimana untuk mempercepat pengurangan kurang gizi anak dan

dalam masa kehamilan dapat mencegah paling sedikit seperempat kematian anak

dibawah usia 36 bulan dan mengurangi prevalensi stunting sebesar sepertiga pada

masa jangka pendek.

Metodologi pengkajian yang digunakan untuk CA Indonesia bersifat kualitatif.

Kuesioner yang diturunkan dari yang disediakan oleh WHO Geneva diterjemahkan

kedalam Bahasa Indonesia dan selanjutnya disempurnakan oleh tim nasional untuk

memenuhi persyaratan Indonesia bagi pembuatan keputusan pada tingkat nasional,

propinsi dan kabupaten. Pemangku kepentingan yang diwawancarai pada tingkat

pusat termasuk pejabat dari kementerian yang terkait dengan perencanaan, kesehatan,

urusan dalam negeri, industri, pertanian, pendidikan, kesejahteraan sosial, demikian

juga perwakilan dari parlemen, badan donor, lembaga swadaya masyarakat

internasional dan nasional serta unversitas. Tim wawancara nasional telah dibagi

untuk mengunjungi tiga propinsi, dan termasuk anggota yang datang dari kantor

dalam negeri propinsi, kesehatan, pertanian, berbagai kantor negara lainnya dan LSM.

Pemangku kepentingan yang diwawancarai pada tingkat propinsi sama dengan tingkat

nasional, namun pada tingkat kabupaten, kepala pusat kesehatan dan ahli gizi

demikian juga bidan desa dan kader posyandu juga termasuk.

Penempatan waktu berbagai kegiatan Analisis Lanskap adalah sebagai berikut:

11 – 13 Maret: Persiapan logistic berbagai kunjungan lapangan demikian pula

pelatihan pewawancara dalam penggunaan kuesioner;

13 Maret: Peluncuran Nasional dari Analisis Lanskap Kajian Negara;

15 Maret: Peluncuran tingkat propinsi dan wawancara dengan pemangku

kepentingan di Aceh, Jawa Tengah dan NTT;

16 – 18 Maret: Pertemuan dan wawancara dengan pemangku kepentingan

tingkat Kabupaten di Aceh Timur, Aceh Besar, Kota Semarang, Banyumas,

Sikka dan Belu;

19 Maret: Sesi umpan balik tingkat propinsi;

22 – 23 Maret: Wawancara tingkat nasional;

24 Maret: Konsolidasi hasil wawancara dari tingkat kabupaten, propinsi dan

nasional;

25 Maret: Pengembangan konsep temuan dan rekomendasi;

26 Maret: Presentasi dan diskusi mengenai konsep temuan dan rekomendasi

dengan pemangku kepentingan tingkat nasional.

Langkah pertama dalam analisis kuesioner adalah untuk meringkas tanggapan dari

wawancara tingkat nasional, propinsi dan kabpaten dengan menggunakan judul yang

mengelompokkan berbagai pertanyaan. Suatu matriks analitik, yang diturunkan dari

8 SCN 2008. Rekomendasi dari Sesi 35th : "MEMPERCEPAT PENGURANGAN KURANG GIZI MASA KEHAMILAN DAN ANAK" tersedia pada http://www.unscn.org/Publications/AnnualMeeting/SCN35/35th_Session_Recommendations.pdf (Accessed 09/07/09) 9 The Lancet Series on Maternal and Child Undernutrition 2008. Available at URL: http://www.theLancet.com/series/maternal-and-child-undernutrition (Accessed 05/11/09)

Page 10: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

10

yang digunakan dalam Kajian Negara lainnya10

, menunjukkan berbagai indikator

mengenai “komitmen” demikian pula “kapasitas” untuk dapat bertindak, juga

digunakan untuk membantu lebih lanjut dalam meringkas hasil kuesioner. Matriks ini

termasuk empat unsur sistem nutrisi/gizi seperti diusulkan dalam Lancet Nutrition

Series (LNS)11

(lihat Gambar 3 dibawah), dimana “Komitmen untuk Bertindak”

terkait dengan Pengurusan dan Fungsi Sumber Daya dan ”Kapasitas untuk

Bertindak” terkait dengan fungsi Kapasitas dan Penyediaan Pelayanan.

C

OM

MIT

TM

EN

TC

AP

AC

ITY

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Gambar 3: Fungsi Sistem Gizi yang membantu mendefinisikan Komitmen dan Kapasitas

Tidak semua empat fungsi ini beroperasi secara penuh pada semua tingkatan. Fungsi

Penyediaan Pelayanan hanya terdapat pada tingkat kabupaten, dimana Pengurusan

dan fungsi Kapasitas lebih dilaksanakan pada tingkat nasional dan propinsi. Sumber

daya pada dasarnya penting diterapkan pada semua tingkat, meskipun

pengendaliannya di Indonesia sekarang secara dominan terdapat pada tingkat

kabupaten.

3. Situasi Gizi di Indonesia12

Situasi Gizi dan Kesehatan Anak di Indonesia Situasi gizi anak di Indonesia, seperti terukur oleh bobot kurang, telah membaik

secara signifikan. Di tahun 1989 prevalensinya 31% dan data terakhir dari 200713

menunjukkan angka sekarang adalah 18.4%. Ini adalah suatu penurunan hampir 13%

10 Chopra M, Pelletier D, Witten C, Dietrich M. 2009. Assessing countries’ readiness: Methodology for in-depth country assessment. SCN News 37:17-22 11 Morris SS, Cogill B, Uauy R, et al Effective international action against undernutrition: why has it proven so difficult and what can be done to accelerate progress? Lancet. 371(9612):608-21. 12 Data tersedia dari yang terkini digunakan dalam seluruh pembahasan ini, yang di sebagian besar

kasus berasal dari survaiRiskesdas 2007. 13

1989 data dari Susenas dan data 2007 dari Riskesdas, semua dalam standard WHO.

Page 11: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

11

selama 18 tahun; sekitar 0.7% poin per tahun. Seperti terlihat pada Gambar 4

mengenai prevalensi bobot kurang dibawah ini, penurunan khusus ditandai pada tahun

1990an, dimana saat itu telah turun (jatuh) sekitar 10%. Namun, terjadi suatu periode

stagnasi, meski terdapat sedikit kenaikan prevalensi antara tahun 2000 dan 2005.

Antara tahun 2005 dan 2007 terdapat penurunan cepat yang sedikit lebih dari 6% poin.

Penurunan dramatis bobot kurang ini dapat mencerminkan suatu pengurangan

sesungguhnya dalam prevalensi bobot kurang atau perbedaan dalam metodologi

survai antara Susenas 2005 dan Riskesdas 2007, meski kedua survai tersebut

menggunakan rangka pengambilan sampel yang sama. Sasaran MDG sebesar 18.5%

telah tercapai oleh RISKESDAS di tahun 2007 oleh karena sasarannya adalah

pengurangan 50% dari 37.5 % bobot kurang di tahun 1989. Sasaran rencana

pembangunan jangka menengah juga telah tercapai.

Gambar 4: Prevalensi bobot kurang pada anak balita di Indonesia

Sebagai kontras, kurang gizi anak terukur oleh penderita stunting dan wasting anak

tetap, menjadi suatu permasalahan yang signifkan. Data perwakilan mengenai

stunting anak terbatas, dengan Susenas 1995 yang melaporkan prevalensi stunting

sebesar 46.9% berdasarkan acuan pertumbuhan NCHS. Dalam tahun 2007,

RISKESDAS menemukan 36.8% dari semua anak balita di Indonesia mengalami

stunting dengan menggunakan standard pertumbuhan WHO sebagai acuan dan

selanjutnya 13.6% mengalami wasting. Data nasional ini mencerminkan variasi

propinsi yang signifikan sebagamana ditunjukkan pada Gambar 5 dibawah ini untuk

stunting dan wasting berdasarkan Propinsi.

Trend in Underweight Prevalence of Under Five Children

6,37,2

11,610,5

8,17,5

6,3

8,0 8,3 8,6 8,8

5,4

31,2

28,3

20,019,0

18,317,1

19,8 19,3 19,2 19,6 19,2

13,0

37,5

35,5

31,6

29,5

26,4

24,6

26,127,3 27,5

28,2 28,0

18,4 2018,5

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

1989 1992 1995 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2007 2009 2012 2015

Pe

rce

nt

Severe Maln. Moderate Maln Malnourished Target

Target RPJM 2009

Target MDG 2015

Source : Susenas(1989-2005), Riskesdas 2007 (WHO standard)

Page 12: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

12

Gambar 5: Stunting dan wasting berdasarkan propinsi di Indonesia (Riskesdas 2007)

Stunting and Wasting by Province in Indonesia (Riskesdas 2007)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Aceh

N S

umatra

W S

umatra

Riau

Jambi

S S

umatra

Bengkulu

Lampung

Bangka

Kepulauan R

iau

DK

I Jakarta

W Java

C Java

DI Y

ogyakarta

E Java

Banten

Bali

W N

usa Tenggara

E N

usa Tenggara

W K

alimantan

C K

alimantan

S K

alimantan

E K

alimantan

N S

ulawesi

C S

ulawesi

S S

ulawesi

SE

Sulaw

esi

Gorontalo

W S

ulawesi

Maluku

N M

aluku

W P

apua

Papua

%

Stunting

Wasting

Page 13: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

13

Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah propinsi dengan tingkat prevalensi tertinggi

mengenai stunting di Indonesia dengan angka 46.7%, dan terdapat Sembilan propinsi

dengan prevalensi stunting melebihi 40%, yang dikategorikan oleh WHO sebagai

“sangat tinggi”. Tingkat wasting juga tinggi, oleh karena prevalensinya lebih dari

15%, dianggap situasi darurat denga persyaratan untuk program pemberian makanan

suplemen. Delapanbelas dari 33 propinsi di Indonesia mempunyai prevalensi wasting

diatas 15%. Lebih lajut secara nasional, 6.2% anak menderita wasting ini sangat

serius yang meletakkan mereka pada risiko tinggi kematian.

Penyakit pada anak tetap menjadi masalah yang berpengaruh terhadap status gizi di

Indonesia. Diare dan ARI tetap menjadi penyebab utama kematian anak usia dini dan

anak balita.14

Prevalensi penyakit ini juga tinggi. 11% dan 31% anak telah menderita

ARI dan demam dalam dua minggu mengawali DHS 2007 dan hanya untuk 65.9%

dilakukan perawatan atau diperoleh saran dari suatu fasilitas atau penyedia kesehatan.

13.7% dari anak menderita diare dalam dua minggu sebelum DHS dan 60.9% telah

menerima suatu bentuk rehydrasi oral. Tingkat imunisasi juga rendah – hanya 46.2%

anak berusia 12-23 bulan ditemukan telah lengkap vaksinasinya (Riskesdas 2007).

Kelihatan kecenderungan bahwa tingkat tinggi penyakit infeksi akan berkontribusi

terhadap tingkat tingginya wasting pada anak muda, dan kemungkinan besar

merupakan cerminan praktik pemberian makan kepada anak yang kurang baik dan

kondisi higiene yang didiskusikan lebih lanjut.

Dengan demikian secara keseluruhan, sementara prevalensi bobot kurang telah dapat

dikurangi di Indonesia dan Pembangunan Jangka Menengah dan Tujuan

Pembangunan Milenium telah tercapai, Indonesia tetap mempunyai permasalahan

stunting dan wasting yang serius, dengan hampir dua lipat prebedaan prevalensi yang

terlihat diantara propinsi. Tingkat stunting dan wasting diikuti oleh tingginya tingkat

penyakit infeksi diantara anak balita.

Situasi Gizi dan Kesehatan Ibu di Indonesia WHO mencatat bahwa bobot anak pada saat lahir terpengaruh secara langsung oleh

tingkat kesehatan dan gizi ibu secara umum sebelum dan selama kehamilan15

, dan

bahwa kelahiran prematur adalah penyebab utama bobot kurang pada kelahiran di

masyarakat industri, di negara sedang berkembang hal ini secara predominan

disebabkan oleh hambatan pertumbuhan intra-uterin16

. Riskesdas 2007 data

menunjukkan bahwa 13.6% ibu mempunyai defisiensi energi kronis sebagaimana

dapat terukur dari lingkaran lengan bagian atas yang <23.5 cm. Hal ini merupakan

penurunan prevalensi dari tingkat tahun 2003 sebesar 16.7%. Namun, prevalensi tetap

lebih besar dari 15% di delapan propinsi. Menurut WHO17

, suatu prevalensi antara

10-19% dianggap sebagai prevalensi menengah yang menunjukkan situasi gizi yang

buruk.

14 Riskesdas 2007 15

Kramer M 1987. Determinants of low birth weight: methodological assessment and meta-analysis.

Bulletin of the World Health Organization 65: 663-737 16 Villar J and Belizan JM. 1982. The relative contribution of prematurity and foetal growth retardation

to low birth weight in developing and developed societies. Am J Obstetrics & Gynaecology 143: 793-

798 17 Physical status: the use and interpretation of anthropometry. Report of a WHO Expert Committee.

Technical Report Series No. 854. 1995. URL:

http://www.who.int/childgrowth/publications/physical_status/en/index.html. (accessed 17 June 2010)

Page 14: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

14

Data mengenai bobot diwaktu lahir meskipun terbatas tentu menunjukkan adanya

suatu permasalahan. Meskipun hanya separoh bayi ditimbang pada saat kelahiran,

11.5% dari jumlah tersebut mempunyai bobot kelahiran dibawah 2.5kg18

. Meskipun

data dari DHS 2007 menunjukkan proporsi lebih rendah bobot lahir anak (5.5%),

kelihatannya sekitar 35% dari bobot anak baru lahir telah dikumpulkan dari kartu

kesehatan anak selama DHS, sementara kartu tersebut digunakan sebagai sumber

informasi sekitar 50% anak selama Riskesdas 2007.

Dapat dicatat bahwa menurut DHS 2007 lebih dari 90% ibu telah dipantau berat

badannya selama masa kehamilan, meskipun tidak jelas bila dukungan tertentu dan

nashat diberikan untuk memastikan bahwa ibu memperoleh peningkatan bobot yang

cukup selama masa kehamilan. Total penambahan bobot selama masa kehamilan

ditemukan kurang memadai disekitar 80% ibu dalam study berdasarkan populasi di

pedesaan di Jawa Tengah19

, yang menunjukkan bahwa lebih banyak dapat dilakukan

untuk meningkatkan penambahan bobot. Percobaan pemberian makanan suplemen

selama masa kehamilan di Jawa, selain meningkatkan bobot kelahiran, seterusnya

menuju kepada pengurangan 20% penderita stunting pada anak balita20

.

Meskipun perwakilan data anemia secara nasional pada kaum ibu terbatas dan diberi

tanggal, anemia masih menjadi permasalahan. Survai Kesehatan Rumah Tangga

Nasional di tahun 2001 menunjukkan bahwa 27.9% dari ibu dalam masa reproduktif

dan 40.1% ibu hamil menderita anemia. Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa di

perkotaan 19.7% ibu dalam masa reproduktif menderita anemia, dan 24.5% menderita

anemia diwaktu masa kehamilan. Terdapat pembuktian lain bahwa status zat besi

adalah terbatas, sedemikian sehingga selama waktu krisis financial 1997/8 kaum ibu

adalah yang pertama untuk menunjukkan tanda kurang gizi sebagaimana tercermin

pada peningkatan penderita wasting dan tingkat anemia yang terkait dengan

pengurangan konsumsi makanan berkualitas tinggi21

. Suatu studi yang terkini telah

mengusulkan bahwa 20% dari kematian neonatal di Indonesia dapat disebabkan oleh

kekurangan suplemen zat besi dan asam folat selama masa kehamilan22

.

Banyak informasi terdapat mengenai praktik kesehatan kehamilan selama masa

kehamilan dan sekitar waktu kelahiran, yang jauh dari keterbatasan dalam kontennya.

Riskesdas 2007 telah melaporkan bahwa 84.5% kaum ibu telah menerima suatu

pemeriksaan kehamilan, dan bahkan di pedesaan dan diantara lingkungan yang

ekonominya paling buruk, hampir 80% kaum ibu mendapatkan pemeriksaan

kehamilan. 97.1% dari kaum ibu ini melaporkan menerima tiga atau lebih intervensi

selama kunjungan mereka. Mayoritas kaum ibu menerima pengukuran tekanan darah,

pemeriksaan ketinggian fundal, imunisasi tetanus toxoid dan pengukuran bobot.

Namun hanya 33.8% menerima tes hemoglobin dan hanya 36.4% mendapatkan tes

urine. DHS 2007 juga mempunyai data mengenai jenis rawatan ibu hamil selama

18 Riskesdas 2007 19 Winkvist A, Stenlund H, Hakimi M, Nurdiati DS, and Dibley MJ. 2002. Weight-gain patterns from prepregnancy until delivery among women in Central Java, Indonesia. Am J Clin Nutr 75:1072–7. 20 Kusin JA, Kardjati S, Houtkooper JM, Renqvist UH. 1992. Energy supplementation during pregnancy and postnatal growth. Lancet 340(8820):623-6. 21 Block SA , Kiess L, Webb P, Kosen S, et al. 2004. Macro shocks and micro-outcomes: child nutrition during Indonesias crisis. Ecn Hum Biol 2(1):21-24. 22Titaley CR, Dibley MJ, Roberts CL, Hall J & Aghod K 2009. Iron and folic acid supplements and reduced early neonatal deaths in Indonesia. Bull World Health Organ 87: 1–23.

Page 15: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

15

masa kehamilan: 93.3% dari kaum ibu menerima ANC dari penyedia yang terlatih

dan 75.3% kaum ibu mendapatkan kunjungan ANC yang pertama, kurang dari empat

bulan, dengan hasil bahwa rerata selama kehamilan dari kunjungan pertama

berlangsung 2.7 bulan. 81.5% kaum ibu mendapatkan total lebih dari empat kali

kunjungan dan hanya 4.2% kaum ibu tidak mendapatkan kunjungan. 46.1% dari

kaum ibu melaksanakan kelahiran dalam fasilitas kesehatan, mayoritas dalam fasilitas

pribadi, dan 53% kaum ibu melaksanakan kelahiran di rumah. 79.4% kelahiran

dibantu oleh penyedia yang terampil, mayoritas oleh seorang perawat, bidan atau

bidan desa. Namun demikian mortalitas kehamilan ibu tetap tinggi di Indonesia dan

tidak makin baik.

Meski cakupan ANC yang tinggi terhadap perawatan anemia selam masa kehamilan,

rupanya tidak begitu efektif. Meskipun sebagian kaum ibu menerma suplemen,

mereka tidak mengkonsumsi jumlah yang cukup. Riskesdas 2007 telah temukan

bahwa 92.2% kaum ibu menerima suplemen zat besi dan asam folat selama kehamilan

yang terakhir yang sedikit berbeda dari DHS 2007 yang melaporkan bahwa hanya

79.3% kaum ibu telah menerima suplemen zat besi selama masa kehamilan. Lebih

penting lagi adalah bahwa Riskesdas melaporkan bahwa hanya 29.2% kaum ibu telah

mengkonsumsi 90+ tablet selama masa kehamilan yang terakhir sesuai yang

direkomendasikan23,

Kesuburan di Indonesia telah jatuh pada 2.6 kelahiran per ibu meski tetap lebih tinggi

secara signifikan di beberapa propinsi seperti NTT dan Maluku. Usia menengah pada

kelahiran pertama adalah 21.5 tahun dengan sedikit variasi, meskipun hal ini sedikit

lebih rendah di daerah pedesaan (20.6 yrs), diantara mereka tanpa pendidkan (19.6

tahun) dan mereka dari tingkat kekayan terendah (20.7 yrs). Sebagai akibat,

prosentase remaja yang telah mulai mempunyai anak (15-19 tahun) secara relatif

rendah pada tingkat 8.5%. Tingkat kesuburan yang rendah paling tidak disebabkan

pada fakta bahwa 61% dari ibu yang saat ini telah menikah sedang menggunakan

suatu bentuk keluarga berencana (57.4% menggunakan metode modern) pada saat

koleksi data24

dengan kebutuhan yang tak terpenuhi terhadap keluarga berencana

hanya sebesar 9.1% diantara ibu yang saat ini telah menikah.

Dapat disimpulkan bahwa meskipun terbatasnya informasi yang tersedia, terdapat

cukup banyak kurang gizi masa kehamilan yang kemungkinan cenderung

berkontribusi terhadap bobot kelahiran rendah yang relatif tingkat tinggi demikian

juga untuk stunting. Sementara kelihatan bahwa kaum ibu mendapatkan rawat

kesehatan yang wajar selama masa kehamilan dan kelahiran jika diukur dalam istilah

penempatan waktu kunjungan pertama, frekwensi kunjungan dan kelahiran oleh

petugas terampil, intervensi berorientasi nutrisi/gizi dapat diperbaiki. Kunjungan lebih

awal dalam trimester pertama lebih menjadi pilihan, demikian pula tes darah lebih dan

tes urine dilakukan untuk identifikasi faktor risiko seperti anemia dan infeksi urine.

Juga terlalu sedikit kaum ibu mengkonsumsi jumlah tablet zat folat yang disyaratkan

dalam kehamilan untuk melindungi terhadap anemia.

23 Riskesdas 2007 24

DHS 2007

Page 16: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

16

Pemberian makanan pada Ibu dan Anak usia dini dan Anak muda di

Indonesia Praktik pemberian makanan anak usia dini dan anak muda di Indonesia adalah jauh

dari kecukupan. Menurut DHS 2007, hanya 32.4% anak usia kurang dari enam bulan

diberi asi eksklusif. Hal ini merpakan net pengurangan dari tingkat 40% di tahun 2002

dan tentunya disebabkan oleh peningkatan tajam dari praktik pemberian makanan

dengan botol dari 17% sampai 28% dantara anak dibawah usia enam bulan selama

periode yang sama. Data Susenas menunjukkan kecenderungan yang sama mengenai

praktik pemberian asi. Dalam propinsi yang keadaannya paling buruk (misalnya,

Kepulauan Riau, Jakarta dan Bali) pemberian asi eksklusif bermanfaat kepada kurang

dari 15% anak. Oleh karena susu ibu adalah sumber optimal nutrisi untuk anak, hal ini

meletakkan anak kepada posisi sangat tidak beruntung secara nutrisi dan untuk

pencegahan penyakit. Sebagai tambahan adalah fakta bahwa hanya 43.9% anak mulai

makan asi dalam satu jam setelah kelahiran dan 64.6% menerima makanan pre-lakteal.

Anak muda di Indonesia juga menerima makanan pelengkap terlalu dini: pada usia 4-

5 bulan lebih dari separoh (52.9%) menerima makanan bentuk padat atau semi padat,

dan dibawah dua bulan, 33.4% menerima formula untuk anak. Pemberian makanan

pelengkap harus dimulai dari sekitar enam bulan dan anak harus menerima tiga atau

lebih kelompok makanan suatu jumlah minimum menurut kelompok usia selain asi.

Data DHS 2007 menunjukkan bahwa hanya 52.5% diberi makanan secara optimal

dengan cara ini.

Area utama kelemahan pada anak usia dini dan anak muda adalah frekwensi

pemberian makanan (hanya 67% menawarkan makanan pelengkap minimum per

kelompok usia per hari sebagai tambahan selain asi) tetapi hanya 75% mengkonsumsi

jumlah kelompok makanan yang cukup, misalnya, diet yang diversifikasi.25

Praktik

pemberian makanan yang buruk: pemberian asi kurang cukup, penggunaan formula

anak secara berlebihan, pemberian makanan pelengkap secara dini dan kualitas buruk

dan frekwensi pemberian makanan pelengkap setelah enam bulan, tidak disangsikan

lagi adalah berkontribusi kepada wasting dan stunting. Praktik pemberian makanan

secara buruk juga berkontribusi terhadap kekurangan atau defisiensi mikronutrien.

Hanya 87.4% dan 69.7% dari anak usia 6-35 bulan dilaporkan menerima vitamin A

dan makanan kaya akan zat besi dalam 24 jam terakhir, menurut DHS (2007).

Sedikit data tersedia mengenai konsumsi makanan bagi ibu hamil kecuali data DHS

2007, yang melaporkan bahwa sekitar 75% kaum ibu dengan anak dibawah usia tiga

tahun telah menyantap daging atau ikan dalam 24 jam terakhir ini; konsumsi makanan

kaya zat besi adalah serupa.

Rekomendasi nasional untuk konsumsi karbohidrat dan protein, diterbitkan tahun

2004 untuk penduduk secara umum oleh National Workshop on Food and Nutrition

VIII (WKNPG), adalah untuk sebanyak 2,000 kilo-kalori per kapita per hari untuk

karbohidrat dan 52 gram per kapita per hari untuk protein. Pada tingkat nasional

1,735 kilokalori dari karbohidrat dan 55.5 gram protein dikonsumsi per hari

perkapita26

. Hanya Jawa Timur yang memenuhi rekomendasi nasional untuk

konsumsi karbohidrat pada tingkat propinsi. Namun, semua kecuali enam propinsi

25 DHS 2007 Table 14.5, page 176 26

Riskesdas 2007

Page 17: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

17

memenuhi atau melebihi persyaratan nasional untuk protein, yang menunjukkan,

secara umum, suatu lingkungan makanan yang aman untuk kaum ibu dan anak.

Konsumsi buah-buahan dan sayuran dianggap tidak mencukupi untuk penduduk

secara umum. Riskesdas telah temukan 93.6% penduduk tidak konsumsi buah-

buahan dan sayuran yang ‘mencukupi’, misalnya, mereka mengkonsumsikan kurang

dari lima porsi sehari. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi buah-buahan dan

sayuran tentu dibawah 400 g per hari yang direkomendasikan oleh WHO27

untuk

pencegahan penyakit kronis yang terkait diet atau kebiasaan yang dimakan seperti

obesitas, diabetes, penyakit kardio-vaskular dan kanker.

Sebagai kesimpulan, praktik pemberian makanan untuk kaum ibu hamil dan anak usia

dini serta anak muda secara umum buruk, dengan pemberian asi eksklusif bertingkat

rendah dalam enam bulan pertama dan pemberian makanan pelengkap yang kurang

memadai diantara anak muda. Sementara konsumsi makanan dari penduduk secara

umum sangat cukup dari perspektif kuantitatif, tapi secara kualitatif buruk. Praktik

pemberian makanan yang buruk, termasuk jumlah makanan padat-nutrien diantara

kaum ibu dan anaknya berkontribsi terhadap konsumsi diet karena kekurangan

mikronutrien.

Gizi dan Program terkait Gizi di Indonesia Gizi adalah komponen penting dari program pemerintah Pusat. Total anggaran untuk

gizi komunitas masyarakat adalah Rupiah 244 milyar (sekitar US$ 26 juta) dari

pemerintah Pusat dan tambahan Rp 148 milyar tersedia dari pendanaan khusus

termasuk pinjaman. 60% dari pendanaan ini dipertahankan di tingkat Pusat dan

sisanya disediakan bagi propinsi sebagai anggaran de-sentralisasi berdasarkan jumlah

penduduk dan prevalensi bobot kurang.28

Pada tingkat kabupaten, pendanaan untuk gizi datang dari pendanaan kabupaten

(APBD II), kantor kesehatan propinsi – dari anggaran propinsi (APBD II) dan

pendanaan peralihan dari tingkat pusat (APBN) – dan hibah khusus. Proposal

diajukan untuk kegiatan dimana pendanaan dibutuhkan tetapi process pembahasan

dari proposal tersebut sangat panjang dan berbelit dan kegiatan gizi dapat saja

dihilangkan dari perencanaan kabupaen karena keterbatasan anggaran atau apabila

perwakilan Kantor Kesehatan Kabupaten tidak dapat membenarkannya kepada

pembuat keputusan mengenai anggaran kabupaten – Bappeda, DPRD dan Kantor

Kesehatan Kabupaten. Suatu proses serupa juga terjadi pada tingkat propinsi.

Sejak desentralisasi diadopsi di tahun 1999, tanggungjawab untuk pemberian

pelayanan kesehatan umum telah berpindah pada tingkat kabupaten. Namun Standard

Pelayanan Umum (SPM) telah diterbitkan dibawah Peraturan Departemen Dalam

Negeri mengenai Panduan Teknis dalam Memformulasikan dan Menetapkan Standard

Pelayanan Minimum yang diperuntukkan Departemen Pemerintah. SPM memastikan

bahwa pemerintah daerah menyediakan pelayanan dasar dan memastikan konsistensi

antar kabupaten. Peraturan Menteri Dalam Negeri tahun 2008 mengenai Standard

Pelayanan Minimum Wajib mensyaratkan pelayanan dasar berikut ini dan

27 WHO, 2002. Diet, Nutrition and the prevention of chronic diseases. Report of a joint WHO/FAO

expert consultation. Geneva. 28 Pangaribuan R. 2010 Deskripsi Penyampaian Sistem Kesehatan dan Kebijakan Gizi, Program dan

Inisiatif dalam Persiapan Analisis Lanskap. Laporan disiapkan untuk UNICEF Jakarta

Page 18: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

18

mensyaratkan pihak yang berwenang setempat untuk memantau apakah standard

tersebut dipenuhi.

Cakupan ANC untuk ibu hamil (sedikitnya empat kunjungan), termasuk

suplemen zat besi dan asam folat: 95% pada tahun 2015

Cakupan pelayanan kesehatan postpartum, termasuk suplemen vitamin A :

90% pada tahun 2015

Imunisasi anak universal: 100% pada tahun 2010

Cakupan pelayanan kesehatan anak usia dini, termasuk suplemen vitamin A :

sasaran 90% pada tahun 2010

Cakupan pelayanan kesehatan anak, termasuk suplemen vitamin A dan untuk

pertumbuhan dan pemantauan perkembangan: sasaran 90% pada tahun 2010

Cakupan pemberian makanan suplemen dari anak usia 6-24 bulan dari

keluarga miskin: 100% pada tahun 2010

Cakupan perawatan anak yang gizi sangat buruk: 100% by 2010

Berdasarkan SPM diatas dan tradisi intervensi gizi di Indonesia, intervensi utama

yang dilaksanakan untuk menjawab kurang gizi tingkat tinggi adalah pemantauan

pertumbuhan berdasarkan komunitas (dibanding fasilitas) di pos kesehatan –

posyandu. Kebijakannya adalah bahwa semua anak balita harus secara teratur

ditimbang di posyandu, lebih baik sekali sebulan29

, bahwa bobot gambarkan pada

“Kartu Menuju Sehat atau KMS” gambar pertumbuhan atau gambar di buku KIA

(kesehatan ibu dan anak) dan bahwa ibu dari anak yang menderita makin lemah harus

diberi nasihat. Sebagai tambahan, anak dari keluarga miskin diberikan makanan

suplemen di posyandu dalam bentuk makanan fortifikasi bagi usia 6-11 bulan dan

biskuit fortifikasi untuk yang berusia 12-23 bulan. Jika seorang anak belum

meningkat bobotnya dalam dua bulan berturut-turut atau telah jatuh dibawah – 3SD

(jatuh dibawah garis merah) anak tersebut harus dirujuk ke fasilitas kesehatan

setempat. Fasilitas kesehatan tersebut harus menyediakan pemeriksaan lebih lanjut,

termasuk kajian bobot-tinggi untuk memastikan kurang gizi buruk akut dan

pemeriksaan kesehatan. Berdasarkan kepada hasilnya, anak tersebut harus diberikan

perawatan : apakah dengan pemberian makanan suplemen atau pemberian makanan

terapi.

Namun dalam kenyataannya, di tahun 2007 hanya 45.4% anak balita ditimbang

sedikitnya 4 kali dalam enam bulan sebelumnya30

. Di beberapa propinsi seperti NTT

dan Yogyakarta prosentase lebih tinggi (misalnya, diatas 65%) tetapi di lainnya

seperti Sumatera Utara dan Jambi adalah 30% atau kurang. 25.5% anak balita tidak

ditimbang dalam enam bulan terakhir. Selanjutnya, telah diamati bahwa sedikit sekali

kaum ibu yang anaknya gagal dalam pertumbuhan menerima pemberian nasihat. Pada

tingkat terbaiknya, pendekatan pemantauan berdasarkan komunitas adalah lebih

menyembuhkan daripada pencegahan. Sebagaimana dipraktikkan di Indonesia, fokus

terbesar pada masalah menimbang dan tidak mengenai intervensi pencegahan dan

dukungan yang dimaksudkan untuk sebenarnya menjawab masalah kurang gizi.

29 According to the Nutrition Plan of Action at Central Level (Rencana aksi pembinaan gizi masyarakat,

2010-2014), 80% of all preschoolers are to be weighed at Posyandu. 30

Riskesdas 2007

Page 19: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

19

Suatu intervensi utama lainnya adalah suplemen vitamin A. Dibawah desentralisasi,

semua kabupaten diharapkan untuk mengadakan pasokan suplemen vitamin A yang

memadai untuk anak usia 6-59 bulan dan ibu post partum. Suplemen untuk anak

dimaksudkan untuk didistribusikan melalui posyandu di bulan Februari dan Agustus

dengan kegiatan mobilisasi dan sosialisasi yang diperlukan untuk dilaksanakan

sebelum distribusi untuk memberi semangat agar hadir pada hari distribusi. Anak

yang tidak hadir akan dilanjutkan kegiatannya ke rumahnya. Menurut DHS 2007

hanya 68.5% dilaporkan menerima kapsul vitamin A dalam enam bulan terakhir.

Riskesdas 2007 telah melaporkan angka yang serupa of 71.5%. Kaum ibu menerima

suplemen vitamin A setelah melahirkan selama kunjungan post partum atau ketika

mereka membawa anak baru lahir mereka untuk imunisasi. Namun, DHS 2007

temukan bahwa hanya 44.6% kaum ibu yang telah menerima suplemen.

Intervensi utama gizi masa kehamilan adalah suplemen zat besi dan asam folat untuk

ibu hamil. Namun sebagaimana dilaporkan diatas, hanya sekitar 30% kaum ibu

menerima 90+ tablet sebagaimana dimaksudkan; pemenuhan tidak direkam.

Beberapa intervensi lainnya yang terkait dengan kesehatan masa kehamilan dan

kesehatan anak memberi dampak terhadap status gizi, seperti juga, misalnya, akses ke

air dan sanitasi dan keamanan makanan. Indonesia juga mengoperasikan beberapa

program pengentasan kemiskinan utama yang dapat diharapkan untuk mempunyai

dampak yang signifikan terhadap kurang gizi anak dan masa kehamilan. Misalnya,

suatu program yang bernama RASKIN mendistribusikan beras subsidi kepada kaum

miskin dan suatu program transfer uang tunai bersyarat (PKH – Program Keluarga

Harapan) mempunyai sasaran untuk mengurangi mortalitas masa kehamilan dan anak

dengan menyediakan transfer uang tunai kepada keluarga dengan syarat mengakses

pelayanan seperti perawatan antenatal dan postnatal, suplemen zat besi kehamilan,

bantuan kelahiran, imunisasi anak, pemantauan pertumbuhan dan pemberian

suplemen vitamin A. PKH juga bekerjasama dengan program lain Generasi PNPM

yang menyediakan hibah block kepada orang pedesaan untuk membantu mereka

meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan. Suatu deskripsi

lebih lengkap mengenai program pengentasan kemiskinan yang berorientasi kepada

gizi terdapat dalam Lampiran 2.

Di tahun 2008 suatu analisis utama oleh Lancet31

telah identifikasi 14 intervensi layak

dan efektif dimana terdapat cukup bukti dalam pelaksanaan di semua 36 negara

dengan 90% anak penderita stunting, termasuk Indonesia. Lancet juga telah

identifikasi 10 intervensi lanjut, dimana terdapat cukup bukti untuk pelaksanaan

dalam konteks spesifik dan situasional. Tabel 1 berikut ini meringkas cakupan di

Indonesia dari ‘intervensi gizi esensial’. Analisis lebih rinci yang menunjukkan

kebjakan dan legislasi kini untuk setiap intervensi tersebut, termasuk dalam Lampiran

3. Data menunjukkan bahwa terdapat beberapa promosi dan pemberian nasihat

mengenai pemberian asi dan pemberian makanan pelengkap, suplemen zat besi folat

bagi kaum ibu, perawatan penyakit cacingan pada ibu dan anak, suplemen protein dan

energi pada ibu hamil miskin, perawatan penyakit diare dengan zat seng, dan cakupan

yang lebih baik mengenai fortifikasi makanan dan program fortifikasi di rumah.

31 The Lancet Series on Maternal and Child Undernutrition 2008. Available at URL: http://www.theLancet.com/series/maternal-and-child-undernutrition (Accessed 05/11/09)

Page 20: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

20

Lancet merekomendasikan suatu suplemen zat besi folat dan suplemen mikronutrien

ganda, tanpa menunjukkan yang mana untuk dipergunakan di dalam paket

intervensinya. Kebijakan nasional Indonesia adalah untuk menyediakan suplemen zat

besi folat kepada semua ibu hamil, tetapi mikronutrien ganda di program pilotkan

kepada dua propinsi. Percobaan dari mikronutrien ganda tersebut dibandingkan

dengan suplemen zat besi folat yang dijalankan di Indonesia telah menunjukkan

seefektif sebagaimana zat besi folat tersebut dalam memperbaiki status anemia 32

dan

untuk mengurangi mortalitas anak usia dini 90-hari hampir sebesar 20%

dibandingkan suplemen zat besi folat33

. Tabel 1: Cakupan Intervensi Gizi Lancet di Indonesia

Intervensi dengan cukup bukti untuk pelaksanaan di semua 36 negara

Intervensi

Cakupan

terkini di

Indonesia

Acuan dan Catatan

Hasil masa kehamilan dan

kelahiran

Suplemen zat besi folat 29.2% DHS 2007- 90+ hari

Suplemen mikronutrien masa

kehamilan 0%

Kebijakan di Indonesia adalah untuk memberikan zat besi folat selam kehamilan. MNS sedang di proyek pilotkan di dua propinsi dengan dukungan UNICEF.

Yodium masa kehamilan melalui

garam beryodium 62.8%

Riskesdas – jumlah rumahtangga

yang konsumsi garam beryodium cukup (titrasi)

Intervensi untuk mengurangi

konsumsi tembakau dan polusi udara

dalam Gedung

97%

DHS - % kaum ibu yang tidak gunakan tembakau. Namun 87.8% pria gunakan tembakau. Data mengenai polusi udara dalam Gedung tidak tersedia (N/A)

Bayi baru lahir

Promosi pemberian asi (pemberian

nasihat untuk individual dan

kelompok)

N/A

Anak usia dini dan anak

Promosi pemberian asi (pemberian

nasihat untuk individual dan

kelompok)

N/A

Komunikasi perobahan perilaku untuk

pemberi makanan pelengkap yang

lebih baik

N/A

Zat Seng dalam pengelolaan diare N/A Hal ini adalah kebijakan namun

data tidak tersedia mengenai cakupan.

Suplementasi Vitamin A 68.5% - 71.5%. DHS 2007 dan Riskesdas 2007

Garam beryodium universal 62.8% Riskesdas – jumlah rumah tangga

32 Sunawang, Utomo B, Hidayat A, Kusharisupeni, Subarkah. 2009. Preventing low birthweight through maternal multiple micronutrient supplementation: a cluster-randomized, controlled trial in Indramayu, West Java. Food Nutr Bull. 30 (4 Suppl):S488-95 33 Supplementation with Multiple Micronutrients Intervention Trial (SUMMIT) Study Group, Shankar AH, Jahari AB, Sebayang SK, Aditiawarman, Apriatni M, Harefa B, Muadz H, Soesbandoro SD, Tjiong R, Fachry A, Shankar AV, Atmarita, Prihatini S, Sofia G. 2008. Effect of maternal multiple micronutrient supplementation on fetal loss and infant death in Indonesia: a double-blind cluster-randomised trial. Lancet. 371(9608):215-27.

Page 21: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

21

yang konsumsi cukup garam beryodium (titrasi)

Cuci tangan atau intervensi hygiene 23.2% dan

71.1%

Riskesdas - % penduduk usia lebih

dari 10 tahun dengan perilaku yang benar dalam mencuci tangan dan buang air besar

Perawatan kurang gizi buruk akut N/A

Intervensi dengan cukup bukti untuk pelaksanaan

dalam konteks spesifik dan situasional

Hasil masa kehamilan dan

kelahiran

Suplemen energi dan protein yang

seimbang pada masa kehamilan** 0% Bukan kebijakan di Indonesia

Perawatan cacingan pada masa

kehamilan 0%

Kebijakan Indonesia tidak memperkenankan perawatan cacingan secara massal dalam masa kehamilan.

Suplemen calcium masa kehamilan N/A Tidak ada kebijakan meski terdapat adanya beberapa pelaksanaan

Intermittent preventative treatment of

malaria* N/A

Planned in the new Mid-Term Development Plan but not yet implemented

Kelambu yang diberi insektisida* 2.3%

DHS - % ibu hamil yang tidur dibawah kelambu yang diberi insektisida tidur semalam sebelum survai

Bayi baru lahir

Suplemen vitamin A neonatal 0% Belum menjadi rekomendasi WHO dan tidak ada kebijakan di

Indonesia

Penjepitan usus ari-ari (korda

umbilicus) 0% Tidak ada kebijakan di Indonesia

Anak usia dini dan anak

Program transfer tunai bersyarat

(dengan pendidikan nutrisi)** 0.1%

Di tahun 2009 program transfer tunai bersyarat mencakup 72,000

rumah tangga.

Perawatan Cacingan*** 0%

Kebijakan nasional merekomendasikan perawatan cacingan untuk anak usia dua sampai lima tahun dan anak usia sekolah tergantung dari prevalensinya::

>50% -- perawatan cacingan massal 2x/tahun 20 – 50% -- perawatan cacingan massal 1x/tahun <20% -- perawatan cacingan tersasar Namun, data cakupan, jarang ada.

Program fortifikasi dan

suplementasi*** 100%

Fortifikasi tepung terigu dengan zat

besi adalah wajib di Indonesia dan mendekati 100% dari semua tepung terigu difortifikasi meskipun tidak diketahui berapa banyak tepung terigu yang dikonsumsikan anak.

Kelambu yang diberi insektisida* 3.3%

DHS - % anak balita yang tidur

dibawah kelambu yang diberi insektisida semalaman sebelum survai.

*Di area dengan keberadaan malaria

** Untuk kaum ibu dan anak dari keluarga miskin

Page 22: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

22

*** Di area dengan keberadaan infestasi cacing tinggi dan/atau anemia

Sebagai kesimpulan meskipun prevalensi anak berbobot kurang telah dikurangi di

Indonesia dan Pembangunan Jamgka Menengah dan Tujuan Pembangunan Milenium

telah tercapai, Indonesia tetap mempunyai permasalahan yang serius dengan stunting

dan wasting pada anak muda. Terdapat banyak kurang gizi pada masa kehamilan yang

cenderung berkontribusi terhadap bobot kurang pada kelahiran yang relatif cukup

tinggi demikian juga untuk stunting. Cakupan program menunjukkan bahwa cakupan

lebih tinggi perlu dicapai mengenai intervensi gizi esensial yang dapat membantu

mempercepat pengurangan kurang gizi masa kehamilan dan anak, termasuk promosi

dan pemberian nasihat mengenai pemberian asi dan pemberian makanan pelengkap,

suplementasi zat besi folat bagi kaum ibu, perawatan cacingan kaum ibu dan anak,

suplementasi protein dan energi bagi ibu hamil yang miskin, perawatan diare dengan

zat seng, dan cakupan yang lebih baik mengenai fortifikasi makanan dan program

fortifikasi di rumah.

4. Temuan dari Analisis Lanskap Kajian Negara dan analisis 34

Persepsi permasalahan Persepsi umum di propinsi dan kabupaten adalah bahwa masalah gizi berupa penyakit

wasting yang buruk. Sedikit sekali pengakuan mengenai stunting atau kurang gizi

masa kehamilan sebagai permasalahan. Pada tingkat nasional terdapat lebih besar

serta meluasnya tumbuhnya pengertian mengenai permasalahan stunting. Pada tingkat

sub-nasional, stunting yang mempunyai status kecil umumnya disebabkan karena

masalah genetika karena mempengaruhi sebagian besar penduduk.

Persepsi in dapat dimengerti: selama dua dekade terakhir, kesadaran dan advokasi

mengenai gizi terutama telah terfokus kepada penyakit wasting buruk. Advokasi

secara nasional di tahun 1998 selama krisis ekonomi Asia telah berdampak terhadap

program lanjutan mengenai pengelolaan kurang gizi akut pada semua tingkat. Konsep

ini telah dimajukan selama bertahun-tahun sebagaimana tercermin dalam kebijakan

dan strategi gizi yang ada sekarang: Keputusan Presiden No. 741 yang terbit tahun

2008, yang memberikan panduan mengenai standard pelayanan kesehatan minimum35

(SPM) untuk dicapai di tahun 2015, yang memberikan rehabilitasi 100% anak yang

menderita bobot kurang yang serius sebagai salah satu sasaran gizi utama bagi

kabupaten. Panduan ini tercermin dalam tujuan dari program kesehatan dan gizi

sekarang ini dari beberapa propinsi (RPJMD 2009-2013) demikian sehingg NTT yang

terdapat tujuan mengenai eliminasi kelaparan serius. Dalam kaitan terhadap gizi masa

kehamilan, Keputusan No. 741 merekomendasikan bahwa 95% dari ibu hamil untuk

dicakup dengan 4 kali kunjungan perawatan antenatal, termasuk 90+ tablet zat besi

folat. SPM tidak termasuk persyaratan untuk pencegahan kurang gizi anak dan masa

34 Temuan terkait terutama pada tiga propinsi yang dikunjungi yang meskipun memberikan bahasan

representative dari tiga lingkungan dan situasi berbeda, tidak dapat dipandang sebagai mewakili

diversitas sepenuhnya dari Indonesia. 35 SPM adalah acuan yang digunakan untuk definisikan sasaran perencanaan program pada tingkat

kabupaten dan kota.

Page 23: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

23

kehamilan secara umum seperti pemberian nasihat mengenai pemberian makanan

anak usia dini atau gizi selama masa kehamilan.

Terdapat suatu perjanjian pada tingkat nasional bahwa ketersediaan makanan

bukanlah suatu penyebab utama dari kurang gizi, meskipun banyak orang berpikir

bahwa kemiskinan menghambat akses terhadap makanan cukup, berkualitas di

beberapa komunitas masyarakat. Atlas Keamanan Makanan dan Kerawanan Indonesia

menunjukkan bahwa ketersediaan makanan36

adalah sebenarnya hanya suatu defisit di

Papua, Maluku, Riau, Jambi, Bangka Belitung, West Sumatera dan Kalimantan

Tengah. Sebaliknya ketika akses diperhitungkan, disebabkan kemiskinan atau kurang

infrastruktur misalnya, kerawanan terhadap keamanan pangan meningkat secara

signifikan. Secara keseluruhan, dengan mengambil ketersediaan makanan, akses dan

pemanfaatan diperhitungkan, analisis tersebut telah identifikasi 100 kabupaten, dari

346 dimana terdapat data, sebagaimana menjadi prioritas tinggi (prioritas 1, 2 dan 3).

100 kabupaten ini adalah rumah bagi sejumlah 25 juta penduduk. 20 kabupaten

prioritas 1 terkonsentrasi di Papua, NTT dan Papua Barat. Sehingga, sementara orang

sering menyatakan penyebab kurang gizi karena keamanan pangan, terutama pada

tingkat kabupaten, dalam kenyataan, akses pangan disebabkan kemiskinan adalah

lebih sering kali menjadi penyebabnya, daripada defisit sebenarnya pada ketersediaan

pangan. Suatu diskusi lebih rinci mengenai Keamanan Pangan dan pengawasannya

dijelaskan dalam Lampiran 4.

Defisiensi mikronutrien tidak begitu dikenal baik oleh responden diluar tingkat

nasional. Hal ini memberi dampak, misalnya, terhadap alokasi anggaran kabupaten

untuk membeli kapsul vitamin A untuk anak muda. Namun, meskipun hal ini tidak

disebutkan secara khusus sebagai permasalahan gizi utama oleh yang diwawancarai,

defisiensi zat besi diakui sebagai kepentingan umum oleh beberapa pemangku

kepentingan pada tingkat sub nasional/propinsi. Selama Kajian Negara (CA), tablet

zat besi/asam folat ditemukan di sebagian besar puskesmas yang dikunjungi.

Misalnya, di propinsi Aceh, semua puskesmas dan posyandu yang dikunjungi selama

LA sudah mempunyai stok tablet zat besi folat. Di tingkat puskesmas, makanan

suplemen mikronutrien fortifikasi juga ditemukan. Defisiensi yodium telah diberikan

sedikit perhatian selama beberapa tahun terakhir diluar tingkat nasional yang

kemungkinan besar masyarakat menganggap bahwa Indonesia telah mencapai tingkat

garam beryodium universal. Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa suatu estimasi

sebesar 92% rumah tangga mengkonsumsi garam beryodium. Namun, hanya 63%

mengkonsumsi garam beryodium yang cukup (>15ppm yodium).

Obesitas tidak dipandang sebagai suatu permasalahan pada tingkat manapun yang

mencerminkan fakta bahwa bobot lebih dan obesitas hanya muncul baru-baru ini di

Indonesia. Sementara, dalam Rencana Nasional mengenai Pangan dan Gizi (2006-

2010), terdapat pilar mengenai perbaikan berkehidupan sehat yang termasuk kegiatan

untuk membahas bobot lebih dan obesitas. Pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan

komponen tersebut terbatas.

36 As measured by ratio of per capita normative consumption to net cereal production. Map 2.1. Page

35. GOI and WFP. A Food Security and Vulnerability Atlas of Indonesia, 2009

Page 24: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

24

Kebijakan gizi dan kegiatan yang kini dipraktikkan Kegiatan gizi difokuskan kepada pemantauan pertumbuhan (untuk identifikasi gagal

tumbuh), perawatan kurang gizi atau Gizi Buruk, dan, terhadap yang kurang dari itu,

yaitu mengenai pemberian makanan suplemen. Temuan ini diharapkan untuk

memberi panduan yang disediakan oleh Keputusan Presiden No 741 yang disebutkan

diatas mengenai standard minimal untuk pelayanan kesehatan (SPM); hanya terdapat

daftar suplemen mikronutrien, pemantauan pertumbuhan, pemberian makanan

suplemen dan perawatan anak berkesehatan sangat buruk sebagai pelayanan dasar

bagi gizi.

Salah satu pelayanan dasar yang disyaratkan adalah cakupan pelayanan kesehatan,

termasuk suplementasi vitamin A dan pemantauan pertumbuhan dan pengembangan.

Data yang digunakan untuk melaporkan indicator ini (misalnya, proporsi anak yang

menerima pelayanan kesehatan) tidak perlu untuk mencerminkan pelaksanaan semua

komponen. Agar dapat menghitung cakupan pelayanan kesehatan anak balita (anak

usia 12-59 bulan), seorang hanya perlu mengukur jumlah total anak yang telah

menghadiri pemantauan pertumbuhan paling tidak delapan kali selama suatu waktu

tertentu di satu area dan membagi angka tersebut oleh total jumlah bayi yang lahir

selama periode yang sama. Dengan demikian, pelaksanaan terbatas (atau tidak sama

sekali) dari beberapa intervensi gizi seperti pendidikan gizi atau pemberian nasihat

dapat disebabkan kepada kenyataan bahwa tidak perlu secara khusus melaporkannya.

Jika tidak diukur ataupun dilaporkan, bisa dianggap sebagai tidak esensial atau perlu

untuk dilaksanakan.

Departemen Kesehatan (DepKes)) adalah penanggungjawab tunggal bagi

suplementasi mikronutrien (misalnya, zat besi folat untuk ibu hamil dan suplementasi

vitamin A untuk anak usia 6-59 bulan dan ibu post-partum) dan pemberian makanan

pelengkap. Namun DepKes membagi tanggung jawab untuk intervensi gizi lainnya

yang terkait bersama kementerian lainnya sebagai berikut: fortifikasi makanan –

Departemen Dalam Negeri/DepDagri, BPOM, MoI); pendidikan gizi -MoE, MONE,

MWE dan lainnya; promosi asi eksklusif – Kementerian Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak serta Program Pangan - DepDagri dan Departemen Sosial.

Posyandu itu sendiri dibawah Departemen Dalam Negeri. Dengan demikian, banyak

“kegiatan gizi” dilaksanakan atau dikendalikan diluar sektor kesehatan dan aspek

penentuan sasaran, pelaksanaan dan koordinasi mungkin tidak terjadi secara optimal

agar mencapai hasil gizi yang terbaik.

Konsep “paket intervensi” dan suatu “kelanjutan perawatan” dari konsepsi sampai

usia dua tahun tidak begitu dimengerti dengan baik meski fakta bahwa standard

minimum dan panduan teknis merupakan upaya yang berharga untuk menyediakan

panduan dan pengetahuan demikian di arah itu. Panduan tersebut memberikan

indikasi pelayanan kesehatan untuk diberikan selam masa kehamilan, periode

neonatal, tahun pertama kehidupan dan periode dari 12-59 bulan. Ha ini mempunyai

kecenderungan bahwa rasio untuk standard minimum dan panduan teknis tidak

dimengerti secara penuh oleh pengguna potensial. Hal ini dapat menjelaskan mengapa

tidak dilaksanakan sepenuhnya, meskipun kebijakan, protokol, buku petunjuk dan

panduan untuk pelaksanaan intervensi gizi sudah tersedia di struktur kesehatan seperti

puskesmas, Terdapat upaya baru untuk memasukkan kelanjutan perawatan untuk ibu

dan anak kedalam ‘Buku KIA’, yang digunakan di posyandu dan puskesmas, tetapi

kelihatannya penggunaan buku tersebut tidak optimal.

Page 25: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

25

Suatu hambatan lainnya terhadap pelaksanaan paket intervensi gizi efektif melalui

konsep lanjutan perawatan kelihatannya adalah kurangnya kesadaran dari penyedia

kesehatan mengenai pentingnya dan keefektifannya. (Sumber daya manusia akan

didiskusikan di seksi lain)

Anak yang menderita penyakit wasting sangat buruk atau bahkan anak yang sangat

berbobot kurang. Sebagai contoh, pemberian makanan suplemen diberikan untuk

suatu periode waktu tertentu, biasanya 90 hari, tanpa memperhatikan apakah status

gizi anak sudah cukup meningkat atau tidak. Kelihatan juga sedikit sekali pengertian

mengenai perbedaan dalam pentingnya, penyebabnya serta perawatan dari bobot

kurang dan penyakit wasting yang buruk.

Rencana Nasional untuk Pembangunan 2010-2014 (RPJMN) terfokus kepada stunting

dan paket Intervensi Gizi Esensial dari Lancet Nutrition Series. Meskipun rencana

propinsi dan kabupaten seharusnya mengacu pada RPJMN ketika mendefinisikan

rencana mereka sendiri, terdapat putus hubungan antara proses perencanaan pada

tingkat pusat dan tingkat sub-nasional. Sebagai kelanjutannya, meskipun beberapa

sasaran didefinisikan di dalam RPJMN yang baru atau bahkan di dalam Keputusan

Menteri baru ini No. 741 mengenai SPM dan Keputusan Menteri No. 838 di dalam

panduan teknis, dengan dinyatakannya periode perencanaan yang berbeda antara

pusat (2010-2014) dan tingkat sub-nasional (2009-2013 untuk NTT; 2007-2012 untuk

Aceh; 2008-2013 untuk Jawa Tengah), sasaran dan indicator yang terpasang pada

tingkat pusat, propinsi atau kabupaten mungkin berbeda. Misalnya, dalam RPJMN

yang kini, satu tujuannya adalah mengurangi bobot kurang dari 18% sampai kurang

dari 15% di tahun 2015. Di dalam RPJMD NTT, sasarannya adalah untuk mencapai

13% di tahun 2013, sementara kurang dari 15% di tahun 2012 di RPJMD Aceh.

Selanjutnya, RPJMD Jawa Tengah tidak termasuk sasaran untuk bobot kurang dan

memfokus hanya kepada pengurangan penyakit wasting buruk sampai kurang dari

0.82% . Contoh lainnya terkait dengan panduan teknis mengenai pelaksanaan

standard pelayanan kesehatan minimum. Dalam dokumen tersebut, dinyatakan bahwa

95% ibu hamil akan menerima empat kali kunjungan antenatal sampai pada tahun

2015. Oleh karena hal ini termasuk suplementasi zat besi folat, seorang dapat

menganggap bahwa cakupan suplemen juga akan diatur pada 95%. Sementara,

sasaran NTT untuk cakupan zat besi folat adalah 90% pada tahun 201337

dimana

sasarannya diatur pada 85%38

di Aceh dan 80% di Jawa Tengah39

.

Rencana Aksi Nasional untuk Pangan dan Gizi (RANPG) selama periode lima tahun

2011-2015 kini dalam pengembangan. Hal ini akan didasarkan pada RPJMN Nasional

yang sebenarnya pada tingkat national maupun propinsi. Tujuan utamanya adalah

untuk mengurangi stunting sebesar lima persen dalam lima tahun yang berikutnya

(dari 37% sampai 32%).

Dengan jelas, telah ada banyak komitmen politis mengenai gizi pada tingkat nasional

di Indonesia selama beberapa dekade yang lalu, sebagaimana terbukti dalam dokumen

kebijakan seperti RPJMN yang kini berlaku. Rencana program gizi dan terkait gizi

pada tingkat kabupaten juga ditemukan sebagai bagian dari Rencana Propinsi Jangka

Menengah Daerah (RPJMD 2009-2013 dari propinsi NTT, RPJMD 2007-2012 dari

37 RPJMD NTT 2009-2013 38 RPJMD Aceh 2008-2012, Bab II 39

Rencana Strategi Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah 2008-2013

Page 26: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

26

propinsi Aceh, RPJMD 2008-2013 Jawa Tengah)termasuk kesehatan, pendidikan dan

pertanian. Namun, meski adanya rencana nasional dan propinsi, program gizi skala

besar pada tingkat propinsi dan kabupaten pada Rencana Strategi Kesehatan (Renstra)

tidak dibiayai dengan cukup.Sebagaimana disebutkan sebelumnya, kurangnya

pengetahuan mengenai perencana sektor mengenai penyebab dan implikasi dari

kurang gizi dan pentingnya sebagai penentu tentu dapat menjadi hambatan.

Pemeriksaan semua program yang terkait gizi di-negara sendiri juga menunjukkan

bahwa banyak kegiatan terkait gizi yang dijalankan oleh sektor non-kesehatan.

Misalnya, sector pendidikan mendistribusikan pangan kepada anak pra-sekolah

sebagai bagian dari program pengembangan perawatan anak usia dini (PAUD). Badan

Keamanan Pangan mempunyai program pemberian pangan pelengkap di beberapa

tapak proyeknya di NTT. Makanan kecil di sekolah (PMT-AS) disediakan untuk

meningkatkan pendaftaran dan mencegah putus sekolah dari perempuan khususnya,

dan meningkatkan proses pembelajaran. Terdapat komitmen kuat dari pemerintah

nasional untuk meningkatkan cakupan dan dampak dari program ini.

Program seperti program transfer tunai tak bersyarat (PKH) dan program pro-miskin

lainnya mempunyai potensial untuk memperbaiki gizi secara signifikan. Program ini

dapat menjadi sangat synergik dengan intervensi gizi langsung, apabila dilaksanakan

dalam cara terkoordinasi, dengan tujuan dan indikator yang umum. Namun, apabila

terjadi pemutusan hubungan dapat terjadi risiko menghamburkan sumber daya

keuangan yang dapat digunakan lebih efektif jika sasaran diarahkan kepada akar

penyebab permasalahan gizi di negaranya. Misalnya, jika program RASKIN bisa

lebih diarahkan kesasaran kepada mereka dengan ketersediaan pangan nyata dan

permasalahan akses , beberapa kurang gizi yang disebabkan oleh kerawanan pangan,

dapat dibahas. Dengan cara serupa, jika program transfer tunai bersyarat mewajibkan

keluarga untuk mengakses pelayanan dan mempraktikkan perilaku yang telah

diidentifikasikan sebagai intervensi esensial oleh RANPG, dan bila sistem telah

terpasang untuk menjamin kondisi yang perlu terpenuhi sebelum transfer tunai

dilakukan, cakupan intervensi esensial tentu akan meningkat secara signifikan. Pada

saat yang sama, DepKes harus berkolaborasi dengan program PKH untuk menjamin

bahwa pelayanan yang disyaratkan dalam PKH tersedia dengan kualitas yang tinggi di

area program.

Koordinasi Gizi Terdapat perasaan kuat dan meluas bahwa koordinasi mempunyai kekurangan dalam

memperbaiki gizi lintas sektor, didalam sektor, di semua tingkat pemerintahan, dan di

PBB. Pada tingkat pemerintah, mungkin hal ini disebabkan kenyataan bahwa gizi

dibawah urusan kesehatan dan telah diberikan prioritas lebih rendah dalam istilah

koordinasi. Pada tingkat nasional koordinasi dibutuhkan untuk pengembangan strategi

dan kebijakan, sementara pada tingkat sub-nasional (kabupaten dan sub-kabupaten)

koordinasi dibutuhkan untuk pelaksanaan.

Pada tingkat pusat, BAPPENAS memberikan banyak upaya untuk menjamin

koordinasi program kesehatan dan gizi melalui pendirian Direktorat Kesehatan dan

Gizi yang mengawasi kegiatan dibawah kerjasama UNICEF-RI.Terdapat juga suatu

Dewan Keamanan Pangan yang diketuai oleh Presiden Republic Indonesia (RI)

dengan menteri dari kementerian terkait sebagai anggota. Suatu Badan serupa terdapat

pada tingkat sub-nasional yang diketuai oleh Gubernur dan Bupati. Selanjutnya,

Page 27: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

27

beberapa Task Force/Komite telah diciptakan untuk maksud memperbaiki koordinasi.

Demikian juga, terdapat task force gizi dibawah Dewan Keamanan Pangan pada

tingkat pusat, propinsi dan kabupaten. Namun, kelihatannya bahwa tidak terdapat

suatu definisi yang jelas mengenai peranan dan tanggungjawab diantara berbagai

badan ini. Ketidak adanya suatu rencana kerja menciptakan suatu tantangan yang

membatasi efisiensinya. Hal ini berkontras terhadap kolaborasi baik antara pemerintah

local dan LSM/LSMI yang bekerja dalam kegiatan nutrisi pada semua tingkat.

Pada tingkat kabupaten, dirasakan adanya vakum dalam kepemimpinan gizi lokal dan

pemerintahan. Meskipun upaya yang berbeda telah dibuat, kelihatannya terdapat

mekanisme koordinasi yang tidak kuat untuk meningkatkan koordinasi kegiatan dari

sektor dan mitra yang menuju kepada fragmentasi kegiatan dan akibat. Misalnya,

meskipun 79.4% kelahiran dibantu oleh petugas kelahiran yang terampil, inisiasi dini

pemberian asi eksklusif dipraktikkan oleh kaum ibu dalam 44% kasus. Selanjutnya,

hanya 45% dari ibu post-partum yang menerima kapsul vitamin A selama 42 hari

pertama setelah melahirkan.

Meskipun DepKes dilihat mempunyai peranan utama dalam gizi, pertanyaan telah

dikemukakan apakah harus atau tidak menjadi koordinatornya. Hal ini mungkin

karena kenyataan bahwa masalah gizi masih dipandang oleh banyak orang sebagai hal

yang terkait dengan kekurangan pangan. Dari perspektif ini, kementerian lainnya

(misalnya Kementerian Pertanian berwenang terhadap keamanan pangan) dilihat

sebagai yang mempunyai peran lebih besar untuk dimainkan dengan demikian

menghilangkan wewenang relative dari Departemen Kesehatan sebagai koordinator.

Hal ini juga sering sulit untuk satu sector untuk ‘mengkordinasikan’ yang lain; peran

ini mungkin perlu diambil oleh seseorang ‘diatas’ sektor secara individual.

Rencana Aksi Pangan daGizi propinsi atau kabupaten tidak terdapat disetiap propinsi

dan kabupaten; demikian pula tidak adanya sasaran gizi yang konsisten dalam

Rencana yang ada. Terdapat pengecualian: di propinsi NTT demikian juga di

Kabupaten Belu, kegiatan gizi dan sasaran terdapat rencana strategis kesehatan yang

mencakup periode 2009-2013; Program propinsi Aceh mengenai gizi mempunyai

sasaran gizi seperti dapat disebutkan yaitu pengurangan prevalensi bobot kurang dan

perbaikan pemberian asi eksklusif. Rencana strategis propinsi Jawa Tengah

mempunyai sasaran untuk pengurangan IDD, anemia diantara ibu hamil dan

postpartum, wasting sangat buruk, dan kurang gizi energi diantara ibu hamil. Terdapat

kecenderungan bahwa upaya untuk memperbaiki gizi melalui kemitraan yang sedang

berlangsung antara UNICEF, badan lainnya dan LSM dengan Pemerintah dalam

propinsi ini (dan di beberapa kabupaten) telah terjadi dampak terhadap perencanaan

dan anggaran untuk gizi.

Sumber Daya Manusia untuk Gizi Meski data menyarankan bahwa sejumlah ahli gizi yang cukup dilatih di Indonesia,

mereka tidak dipekerjakan ataupun di tugaskan secara efektif, terutama ‘di lapangan’ :

dengan demikian hanya 30% puskesmas atau pusat kesehatan mempunyai ahli gizi

Diploma 3-tahun (D3). Sebagian besar ahli gizi dilatih oleh salah satu dari 33

Akademi Gizi yang terakreditasi yang tersebar diseluruh negeri dan diawasi oleh

Pemerintah. Berdasarkan tahunan, lebih dari seribu ahli gizi lulus dari akademi ini.

Sebagai tambahan terhadap lulusan Akademi, dokter dapat juga menjalankan

pelatihan Gizi (2-4 tahun tambahan terhadap kurikulumnya) untuk menjadi ahli gizi

klinik atau ahli diet komunitas. Setelah pelatihan pra-layanan, ahli gizi dan ahli diet

Page 28: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

28

melamar pekerjaan kemana saja yang diinginkan. Seperti di Negara lain, sebagian

besar memilih bekerja di daerah perkotaan karena kondisi kehidupan yang lebih baik

di daerah itu. Sebagai konsekwensinya, distribusi ahli gizi tidak merata di Indonesia.

Di tahun 2007, terdapat 1.7 ahli gizi per puskesmas di Yogyakarta sementara di Papua

dan NTT, rasio adalah masing 0.2 dan 0.5 berturutan per puskesmas. Selanjutnya,

sebagaimana ditunjukkan oleh Bank Dunia40

, pendekatan sebenarnya untuk alokasi

staf pada tingkat kabupaten berdasarkan standard nasional untuk menentukan anggota

staf yang tidak harus cocok dengan kebutuhan yang ketat.

Ahli gizi sering kali bertanggungjawab atas program lain. Tentunya bahwa kurangnya

kejelasan deskripsi pekerjaannya (Deskripsi pekerjaan untuk ahli gizi di puskesmas

dikembangkan lebih dari satu dekade yang lalu) menuju kepada ahli gizi yang

mempunyai kesulitan dalam menterjemahkan pekerjaan mereka atau memprioritaskan

tanggungjawab mereka. Lebih lanjut, meskipun beberapa kegiatan gizi akan

dilaksanakan pada tingkat kabupaten sebagaimana ditunjukkan oleh SPM, patut

dicatat bahwa ahli gizi jarang disebut bertanggungjawab atas pelaksanaan intervensi

gizi, yang justeru sebaliknya yang terjadi pada bidan dan dokter. Bahkan, praktiknya

adalah untuk merujuk kepada ahli gizi hanya bila menghadapi masalah yang terkait

dengan rehabilitasi anak yang menderita kurang gizi buruk, untuk pemberian

makanan suplemen bagi anak dari keluarga miskin, dan pengelolaan pengadaan

pasokan gizi. Tidak disebutkan perlunya untuk merujuk kepada ahli gizi untuk

meminta nasihat mengenai pemberian asi dan pemberian makanan pelengkap atau

untuk suplemen mikronutrien bagi anak dan ibu.

Hal ini dapat menjelaskan mengapa professional kesehatan lainnya seperti bidan dan

perawat mempunyai lebih banyak tanggungjawab dalam istilah intervensi gizi

meskipun mereka mungkin kurang dalam pengetahuan dan keahlian teknis yang

relevan. Misalnya, kurikulum pelatihan pra-layanan untuk bidan di Aceh termasuk 12

jam yang didedikasikan pada “gizi anak yang seimbang” (usia pra dan sekolah).

Sebagai tambahan, enam jam dihabiskan pada perawatan post-partum, yang temasuk

pemberian asi eksklusif, gizi umum, suplementasi vitamin A, dan hygiene bayi. Hal

ini adalah pelatihan yang tidak memadai, meskipun menuju kepada pertanyaan

mengenai gunanya merekrut ahli gizi di lapangan atau menugaskan ahli gizi sama

bertanggungjawab terhadap program. Tentu juga menjelaskan mengapa Petugas Dinas

Kesehatan Kabupaten sering berjuang untuk meyakinkan Bupati untuk

mempekerjakan ahli gizi.

Dengan ditambahkannya kepada permasalahan dengan penugasan ahli gizi, adalah

tantangan bagi ahli gizi yang kurang cukup berkualifikasi meski diantara yang sudah

terlatih. Kualitas pelatihan gizi pra-layanan (D3) tidak konsisten di semua Akademi.

Terdapat beberapa yang masih menggunakan kurikulum 1997 yang menekankan teori

dibandingkan kurikulum 2003 yang mempunyai komponen lebih kuat pada praktik.

Di tahun 2009, kurikulum telah dimutakhirkan tetapi masih belum secara konsisten

digunakan untuk pelatihan pra-layanan. Berdasarkan pembahasan kurikulum Akademi

Gizi di Aceh, kelihatannya tidak terdapat komponen khusus mengenai praktik

pemberian makanan anak usia dini dan anak muda ataupun gizi masa kehamilan.

Sebenarnya, sekitar 70% isi dari kurikulum Akademi telah distandardisasi, yang

40 World Bank/GoI, 2009. Indonesia’s doctors, midwives and nurses: Current stock, increasing needs,

future challenges and options. January, World Bank, Jakarta, Indonesia.

Page 29: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

29

menyisakan pengenalan topik baru seperti praktik pemberian makanan anak usia dini

dan anak muda kepada diskresi setiap institusi untuk memenuhi yang tinggal 30%.

Pusat pelatihan propinsi Aceh untuk pekerja kesehatan akan menjadi yang pertama

untuk menambahkan IYCF kedalam kurikulum gizi. Selain Akademi, terdapat

institusi swasta yang dapat melaksanakan kurikulum baru. Kualitas dari latihan pra-

layanan di dalam institusi ini bervariasi, meski belum pernah dilakukan pengkajian.

Selanjutnya, sebagai contoh mengenai kualitas pelatihan ahli gizi, meskipun

puskesmas mempunyai seorang ahli gizi, prevalensi kurang gizi mungkin masih

menjadi perhatian dan hal ini, meski kuantitasnya stafnya memadai. Misalnya, di kota

Semarang sebagian besar puskesmas (14/18) mempunyai seorang ahli gizi, tetapi

indikator gizi masih buruk, misalnya 38% menderita stunting.

Akhirnya, seperti dijelaskan diatas, faktor lain seperti pengetahuan terbatas mengenai

gizi diantara professional kesehatan lainnya dan distribusi ahli gizi secara geografis

tidak merata juga berkontribusi kepada kurangnya sumber daya manusia yang cukup

berkualifikasi dalam bidang gizi, khsusnya didaerah terpencil.

Selain kelemahan yang dijelaskan dalam pelatihan pra-layanan, Kajian Negara juga

temukan bahwa pelatihan dalam-layanan (in-service) mengenai gizi tidak mencukupi.

Sebagian besar staf yang diwawancarai selama CA mengakui bahwa mereka tidak

menerima pelatihan dalam-layanan selama dua tahun terakhir.

Terdapat semangat diantara pejabat kabupaten yang berwenang untuk lebih banyak

kelibatan relawan masyarakat. Lebih dari dua juta relawan atau “kader” yang

melayani 260.000 posyandu di 480 kabupaten. Kader adalah anggota organisasi PKK

(Pemberdayaan Keluarga untuk Kesejahteraan), yaitu organisasi perempuan yang

terkenal di Indonesia. Kemampuan dan kompetensi dari relawan ini bervariasi dan

tergantung terhadap perhatian dari pemerintah setempat untuk pelathan dan pelathan

kembali.

Kurangnya pemantauan dan pengawasan juga membahayakan motivasi sumber daya

manusia dan kualitas pelayanan. Akhirnya, mengenai professional kesehatan lainnya

seperti bidan dan perawat, proses akreditasi ahli gizi mungkin tidak seiring dengan

kemandirian standard internasional, kredibilitas dan keterbukaan terhadap publik,

yang juga berdampak terhadap kualitas anggota staf.

Perencanaan, Anggaran dan Pembiayaan Seperti disorot dalam bagian sebelumnya mengenai gizi dan program/kegiatan terkait

gizi, terdapat sumber daya yang signifikan dialokasikan untuk gizi dan kegiatan

terkait gizi pada tingkat Pusat, termasuk pengentasan kemiskinan dan program

jaringan keselamatan. Namun, sebagian besar sumber daya ini bukan dibawah

wewenang Departemen Kesehatan.

Banyak sumber pembiayaan tersedia untuk kegiatan terkait pangan dan gizi pada

tingkat kabupaten tetapi rumit karena keterbatasan dan kendala waktu. Sebagai

tambahan, proses kompleks antara alokasi anggaran, persetujuan dan pelaksanaan

karena pembatasan birokrasi serta seleksi skala prioritas seringkali menghambat

pelaksanaan intervensi gizi.

Meski adanya potensial dalam ketersediaan dana, sangat sedikit pendanaan yang

kenyataanya menjadi termasuk dalam anggaran gizi pada tingkat sub-nasional dan apa

Page 30: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

30

yang ada kemungkinan tidak memadai bagi sasaran gizi yang termasuk dalam rencana

kerja Propinsi dan Kabupaten. Misalnya, di kabpaten Belu di propinsi NTT, salah

satu tujuan rencana kerja adalah untuk mengurangi prevalensi kurang gizi dari 40% di

tahun 2008 sampai 20% di tahun 2012, namun hanya 18% dari anggaran kesehatan

kabupaten yang digunakan untuk kegiatan gizi. Selanjutnya, khususnya pada tingkat

lebih rendah, sebagian besar anggaran digunakan untuk administrasi (gaji) dan

infrastruktur, dengan dana sangat terbatas untuk kegiatan program: di NTT 70% dari

anggaran 2009 (APBD II)digunakan untuk gaji dan tunjangan—sisanya 30%

digunakan untuk semua sektor dengan 8% kepada kesehatan dan separohnya untuk

infrastruktur. Dalam anggaran salah satu kabupaten di propinsi Aceh, dari total Rp

53.120.000.000 yang digunakan untuk kesehatan, hanya 0.2% adalah untuk gizi.

Alokasi rendah untuk gizi jelas terhubung kepada persepsi bahwa gizi bukan menjadi

masalah utama. Selanjutnya, lebih dari 65% (dari 0.2% ini) dialokasikan untuk

pangan bagi Wanita hamil dan anak balita dan kepada rehabilitasi anak yang

kesehatannya sangat buruk. Suatu alokasi rendah untuk gizi juga telah diamati di Kota

Semarang di Jawa Tengah, dimana gizi hanya mencakup 2% dari total anggaran

kesehatan. Sebagian besar dana dibelanjakan pada pemberian makanan suplemen dan

perawatan penyakit wasting buruk. Di kabupaten Banyumas, anggaran kabupaten teah

menderita suatu pemotongan efektif sebesar 70% disebabkan oleh peningkatan

mendadak posisi gaji, karena anggota staf yang sebelumnya bersifat honorer,

kemudian diangkat menjadi pegawai tetap dengan gaji resmi. Hal ini hampir tidak

menyisakan anggaran untuk program kesehatan dan gizi. Putus hubungan tersebut

antara perencanaan dan persetujuan anggaran dan alokasi diamati pada semua tingkat.

Terdapat suatu budaya umum dengan perencanaan berdasar anggaran dari pada

perencanaan berdasar cakupan/hasil.

Ketersediaan pembiayaan tidak dialokasikan kepada intervensi yang paling efektif.

Perencanaan, anggaran dan pembiayaan program dan kegiatan gizi sejalan dengan

persepsi permasalahan gizi demikian juga dengan isi kebijakan, strategi dan panduan

yang ada untuk menjawab situasi dan proses perencanaan saat kini. Dengan

diberikannya pengertian yang makin tumbuh dan meluas mengenai gizi (termasuk

masalah stunting pada tingkat nasional) hal ini juga menjelaskan mengapa lebih

banyak sunber daya dialokasikan pada tingkat nasional daripada tingkat sub-nasional

mengenai gizi dan kegiatan terkait gizi, termasuk pengentasan kemiskinan yang

utama dan program jaringan keselamatan. Hal ini juga menyoroti putus hubungan

dengan kegiatan gizi pada tingkat Kabupaten. Program gizi seperti untuk vitamin A

dipandang menjadi tanggungjawab tingkat Pusat. Sebagai konsekwensinya, anggaran

untuk pengadaan kapsul vitamin A tidak selalu dimasukan dalam anggaran sub-

nasional. Demikian juga dimana mitra pembangunan yang mendanai berbagai

program gizi, dana tidak selalu dibelanjakan pada intervensi yang paling efektif.

Sistem Informasi Gizi Jumlah besar data tersedia, termasuk yang berasal dari laporan rutin dan survai

nasional. Namun, informasi mengenai indikator dasar tertentu tidak tersedia secara

teratur, demikian juga data tersedia tidak selalu lengkap dan akurat (misalnya, data

anemia ibu hamil tidak secara teratur dikumpulkan ataupun dilaporkan).

Data SKDN (S=anak balita yang ada di posyandu, K=bagi yang mempunyai kartu

pertumbuhan, D=bagi yang datang untuk ditimbang bulan sebelumnya, dan N=bagi

Page 31: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

31

yang tumbuh) dikumpulkan secara rutin di tingkat posyandu dan dikirim keatas.

Meskipun jumlah banyak waktu staf yang kelihatannya dihabiskan untuk

mengumpulkan informasi ini dan melaporkannya ke atas, jarang sekali digunakan

untuk program peningkatan, menentukan sasaran, evaluasi, dsb. Satu alasan adalah

bahwa denominator seringkali tidak dilaporkan bersam numerator. Hal lain adalah

bahwa tidak terdapat pemicu untuk tindakan (misalnya, mengambil tindakan jika

prevalensi melebihi x%) dan hal ini tidak jelas tindakan apa harus diambil

berdasarkan data.

Data mengenai pemberian asi, konsumsi garam beryodium, suplementasi vitamin A

dan status gizi diantara “keluarga sadar gizi” dikumpulkan melalui Sistem

Kewaspadaan Pangan dan Gizi atau SKPG (Sistem pengawasan pangan dan gizi).

Data mengenai suplemen zat besi/folat pada ibu hamil juga dikumpulkan. Perangkat

data ini dikirimkan ke Puskesmas berdasarkan setiap bulan. Namun, hal ini tidak jelas

mengenai bagaimana semua data digunakan untuk pembuatan keputusan dan/atau

dalam pembahasan pengawasan.

Data survai digunakan secara cukup baik untk advokasi pada tingkat nasional dan

propinsi. Sebagai contoh, dengan diberikan prevalensi stunting tinggi seperti

ditunjukkan oleh Riskesdas 2007 dan dengan diberikannya dampak yang diakui

mengenai pemgembangan, pemerintah telah memutuskan untuk membahas masalah

ini selama lima tahun berikut ini. Sedemikian, pengurangan prevalensi stunting telah

menjadi sasaran penting dari RPJMN 2010-2015 dan tujuan utama dari Perencanaan

Nasional mengenai Pangan dan Gizi 2011-2015.

SPM dimaksudkan menuntun kabupaten mengenai intervensi dasar apa yang mereka

harus sediakan dan untuk memberikan sasaran yang harus mereka capai dan laporkan.

Untuk bagian besarnya, indikator SPM tidak dgunakan untk pemantauan. Namun ,

terdapat pengecualian. Di Jawa Tengah, SPM dipergunakan secara penuh. Hal ini

termasuk indikator mengenai (i) Kasus kurang gizi buruk yang akut yang dirawat, (ii)

cakupan distribusi dan penggunaan MP-ASI, (iii) cakupan vitamin A, dan (iv)

cakupan zat besi / folat. Namun, keterbatasan dalam pemantauan hanya empat

indikator ini adalah bahwa penekanan program nutrisi kabupaten adalah hanya

mengenai intervensi yang terkait.

Terdapat jumlah program evaluasi yang kurang memadai; terdapat data yang kurang

memadai untuk menunjukkan apakah upaya yang dilakukan mendapatkan dampak

yang diharapkan – misalnya suplemen zat besi folat yang sedang dikonsumsikan dan

bila demikian, apakah hal ini memperbaiki status zat besi pada ibu hamil atau apakah

fortifikasi tepung terigu mengkontribusikan terhadap peningkatan status mikronutrien.

Pembiayaan untuk pemantauan dan evaluasi adalah tugas dan tanggungjawab

pemerintah setempat yang berwenang terhadap anggaran. Kelihatannya prioritas

rendah diberikan terhadap pengawasan, pemantauan dan evaluasi program gizi.

Ringkasan Temuan Komitmen untuk bertindak bagi gizi cukup kuat, tetapi salah arah dalam mencoba

untuk mengatasi masalah gizi akut dari pada meletakkan system dan intervensi untuk

mencegah anak dan kaum ibu terhadap penyakit kurang gizi. Komitmen untuk

mengatasi masalah stunting makin bertumbuh pada tingkat nasional, tetapi pada

tingkat propinsi dan kabupaten dimana semua tindakan diputuskan dan dilaksanakan,

Page 32: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

32

permasalahan gizi dipersamakan dengan gizi buruk dan/atau terhadap kurang

makanan. Di beberapa kabupaten (misalnya, di Aceh dan Jawa Tengah) gizi tidak lagi

dipandang sebagai masalah yang berat. Banyak sumber daya kelihatannya dikeluarkan

terhadap distribusi pangan disebabkan kebingungan mengenai sejauh mana

ketersediaan pangan dan untuk menjawab kemiskinan. Dalam realitas distribusi

pangan mungkin merupakan intervensi yang biasa karena secara politis tidak popular,

daripada menjawab masalah aktual kemiskinan, ketersediaan pangan dan gizi.

Mekanisme untuk koordinasi kebijakan, identifikasi prioritas dan pengaturan tujuan

dan sasaran adalah lemah atau tidak ada samasekali pada tingkat nasional.

Kapasitas untuk bertindak bagi kebutuhan gizi perlu diperkuat. Penyediaan pelayanan

sebagian besar berkisar sekitar pemantauan pertumbuhan anak dan disalah arahkan

kepada anak balita daripada terfokus kepada anak usia dibawah dua tahun dimana

intervensi gizi dapat mempunyai efek lebih besar.Prioritas lebih rendah diberikan

pada kegiatan pencegahan yang terkait dengan pemberian nasihat pada kaum ibu

mengenai pemberian makanan pada anak daripada fungsi penyembuhan dalam

mendeteksi dan merawat penyakit wasting. Ketika pemberian nasihat (counseling),

hal ini dilakukan oleh kader posyandu berdasarkan komunitas terlatih minimal.

Perhatian terhadap gizi masa kehamilan terbatas pada distribusi tablet zat besi/folat

dengan sedikit prioritas atau promosi. Koordinasi antar sector mengenai pelaksanaan

perlu untuk diperkuat. Meskipun ahli gizi berjumlah cukup sedang dilatih,

kurikulumnya sudah kedaluarsa atau tidak lengkap. Mereka tidak cukup dipekerjakan

dalam system, dan khususnya dalam pelaksanaan pelayanan. Sedikit ataupun tidak

terjadinya pelatihan ditempat pelayanan dibidang gizi. Penggunaan data pemantauan

untuk membuat keputusan atau data evaluasi untuk belajar dari pengalaman program

adalah hal yang biasa.

5. Rekomendasi41

Tujuan Keseluruhan

Untuk mempercepat pengurangan kurang gizi masa kehamilan dan anak dan

berkontribusi terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium 1, 4, 5,

dan 6.

Bagian pertama dbawah menyampaikan rekomendasi yang dapat diprioritaskan dalam

pelaksanaan selama beberapa tahun berikutnya. Rekomendasi lainnya yang dapat juga

dilaksanakan tetapi tidak dianggap sebagai prioritas juga disarankan dalam bagian

kedua. Rekomendasi dengan huruf ditebalkan dianggap sebagai inovasi. Untuk semua

rekomendasi, suatu rangka waktu disarankan.

Rekomendasi yang disarankan untuk diproritaskan pada Jangka Menengah

Koordinasi Gizi & Tanggungjawab

41 Rekomendasi diprioritaskan dibawah setiap judul sehingga yang diberikan terlebih dahulu (dalam

huruf tebal) adalah yang terpenting, dan harusdipertimbangkan untuk pelaksanaan segera. (Dalam

kasus Sumber Daya manusia, dua yang pertama diprioritaskan.) Rekomendasi kedua dan ketiga juga

penting, dan harus dilaksanakaneSecond and thir di jangka menengah atau jangka panjang.

Page 33: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

33

1. Pada tingkat Sub-nasional: Harmonisasikan Rencana Aksi Pangan dan Gizi di

tingkat Propinsi dan Kabupaten berdasarkan rencana nasional, keputusan dan

panduan, serta mengembangkan mekanisme koordinasi antar sector untuk

mengawasi dan memantau pelaksanaannya.

Hal ini melengkapi struktur desemtralisasi mengenai pembuatan

keputusan di Propinsis dan Kabupaten, sementara pada saat yang

sama mempertahankan penyatuan tujuan dan strategi keseluruhan

yang dipresentasikan dalam Rencana Nasional. Masukan antar

sector dibutuhkan untuk mencerminkan dan mengorganisir masukan

dari berbagai pemangku kepentingan dalam keamanan gizi.

2. Pada tingkat Nasional : Menetujui Peraturan Pemerintah, yang memberlakukan

prinsip Hukum Internasional pada Pemasaran Pengganti ASI dan mengembangkan

suatu mekanisme untuk pemantauan dan penegakan.

Pengendalian pemasaran pengganti asi membutuhkan upaya nasional

karena pentingnya masalah dan lingkup sumber daya yang

disalurkan kedalam pemasaran formula instan dan pengganti

lainnya. Rekomendasi ini menarik perhatian terhadap penurunan

yang menghawatirkan pada tingkat EBF, dan mendorong perlunya

mendefinisikan cara untuk memantau dan menegakkan Peraturan.

Anggaran dan Pembiayaan

1. Pada semua tingkat: Meningkatkan keefektifan biaya pembiayaan dengan

memilih intervensi berdasar bukti yang diberi sasaran pada kelompok rawan

pre-hamil, hamil dan ibu menyusui serta anak dibawah usia dua tahum.

Data mutakhir dari kalkulasi Bank Dunia42

megenai biaya gizi efektif dan

intervensi kesehatan dapat tentunya digunakan sebagai acuan untuk hal

tersebut. Selanjutnya, dana penyerta tingkat Pusat dengan panduan yang

jelas dan wajib mengenai bagaimana untuk menggunakannya.

Dalam teta mengikuti strategi Lancet Nutrition Series,hal ini adalah

untuk mendukung pembuat keputusan setempat yang ingin ‘melakukan

hal yang benar’ dan berhenti membayar untuk intervensi lain yang

tanpa bukti keefektifan. Dengan menentukan sasaran kepada

kelompokrawan (misalnya, ibu pra-hamil, hamil dan menyusui, serta

anak dibawah usia dua ahun) akan meningkatkan dampak pembiayaan

oleh karena kelompok ini adalah yang paling tertinggi tingkat kurang

gizinya..

2. Pada tingkat pusat: Bekerja dengan DepKes dan BAPPENAS untuk

mengatur panduan untuk kalkulasi proporsi anggaran yang didedikasikan

kepada nutrisi berdasarkan definisi baru ‘Indeks Kurang Gizi Masa

Kehamilan dan Anak’ (misalnya, menggunakan stunting dan anemia pada ib

hamil sebagai indikator).

Rekomendasi ini mengakui bahwa masalah utama membiayai

intervensi terkait gizi adalah tanpa kehadiran atau kurangnya sumber

daya financial yang cukup, tetapi alokasinya di tingkat Propinsi dan

42 Horton, S., Shekar, M., McDonald, C., Mahal, A., brooks, J.K. 2010. Scaling up nutrition: What will

it cost? The World Bank. Washington, D.C., USA.

Page 34: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

34

Kabupaten. Pengembangan suatu ‘indeks’, dengan menggunakan nilai

bagi dua indicator kunci, akan memperkenankan pemerintah setempat

untuk membuat keputusan yang diinformasikan mengenai dimana

untuk mengalokasikan dana ke area dengan kebutuhan terbesar untuk

dampak yang terbesar. Hal ini juga memfokus perhatian pada masalah

stunting dan anemia yang saat ini menerima pengakuan yang tidak

cukup.

Perencanaan dan Disain Program

1. Pada semua tingkat: Mengukur panjang semua anak <2 tahun usia setiap

enam bulan selama bulan distribusi vitamin A; Mengukur anemia pada ibu

hamil sebagai bagian dari ANC; Melanjutkan mengukur bobot anak sebagai

kegiatan regular dari posyandu tetapi memprioritaskan menimbang anak

dibawah usia dua tahun.

Panjang tidak perlu diukur sesering bobot oleh karena inkremen

perobahan adalah kurang dan kurang begitu terlihat pada dasar dari

bulan ke buan. Acara pengukuran komunitas harus dilakukan secara

periodic (setiap enam bulan) yang membuatnya layak ubagi suatu tim

terlatih dar puskesmas untuk melakukan pengukuran dan mengurangi

ketidak telitian. Jika terdapat sosialisasi sebelumnya, ini harus

termask semua anak, terutama karena akan dihubungkan dengan

distribusi vitamin A. Datanya akan memeberikan bukti yang kat

mengenai sukses dari intervensi berdasarkan komunitas yang

ditujukan kepada pengurangan stunting.

Anemia dalam kehamilan adalah indkator status gizi ibu, aksesnya

kepada perawatan kesehatan berkualitas (misalnya, infeksi antar-arus

sepertiinfeksi saluran urine, tuberkulosis, parasite usus-perut, atau

malaria dapat juga menyebabkan anemia), dan statusnya dalam

keluarga dan komunitas sebagai cerminan bagaimana baiknya ia

dirawat. Hal ini harus dilakukan pada setiap kehamilan.

Penimbangan anak dapat berlanjut sebagai suatu bagian yang

popular dan penting dari kegiatan posyandu tetapi kader harus

memusatkan perhatian pada anak <2 tahun usia karena ini adalah

usia dimana sebagian besar gagal tumbuh terjadi.

2. Pada tingkat Nasional: Sasaran program gizi terhadap semua ibu hamil dan

anak usia dini dan anak usia 0 – 2 tahun agar dapat (i) fokus pada ‘jendela

kesempatan’, (ii) menggunakan lebih sedikit sumber daya secara lebih efisien,

dan (iii) meningkatkan waktu pemberian nasihat kepada ibu dan anak muda

dan ibu hamil.

Pergeseran menentukan sasaran pada anak usia dibawah dua tahun

dan ibu hamil selama masa kehamilan akan membebaskan waktu

pengukuran anak yang lebih tua (dimana potensial dampak gizi adalah

kurang) dan memperkenankan petugas kesehatan untuk memfokus

lebih banyak terhadap pengajaran dan pemberian nasihat ibu

danperempuan, terutama ibu hami dan bagi mereka yang

merencanakan kehamilan, di Puskesmas dan posyandu.

Page 35: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

35

3. Pada semua tingkat: Mengembangkan materi advokasi untuk anggota sector non-

kesehatan mengenai pentingnya gizi untuk pengembangan aspek sosial, ekonomi,

kognitif, dan pengembangan fisik. DepKes/DepDagri untuk mengembangkan

bahan advokasi gizi untuk mempengaruhi kampanye Bupati yang ikut pilkada.

Terdapat banyak sector non-kesehatan yang terkibat dalam gizi tetapi

tidak semua terinformasi dengan lenkap mengenai dampak intervensi

berdasar bukti, atau penting sepenuhnya dari perbaikan gizi.

Selanjutnya, Bupati kadang terkendala oleh janji kampanye untuk

mendukung kegiatan yang diluar gizi. Dengan memastikan bahwa

tujuan nutris menjadi bagian dari kampanye Bupati, terdapat lebih

besar kemungkinan bahwa tujuan ini akan dikejar setelah pemilihan.

Sumber Daya Manusia

1. Pemutakhiran deskripsi pekerjaan yang ada dan termasuk arah program baru

(misalnya pengukuran stunting dan kesehatan/anemia masa kehamilan) untuk

semua staf yang terkibat dalam gizi disetiap kementerian/departemen.

Deskripsi pekerjaan, dimana adanya, sudah kedaluarsa dan tidak

selalu mencerminkan ketrampilan dan praktik yang perlu dalam

lingkungan yang berubah-ubah. Pengaturan pekerjaan ahli gizi adalah

untuk memenuhi tujuan gizi baru dan intervensi diperlukan.

2. Mengembankan suatu peta sumber daya manusia untuk ahli gizi dan petugas

kesehatan lainnya agar dapat identifikasi kesenjangan penugasan dan kompetensi.

Peta ini untuk digunakan bagi advokasi dengan pembuat keputusan tingkat senior.

(misalya, Presiden, Gubernur, Bupati) dan Kementerian (misalnya, PAN).

Gunakanlah pet sumber daya ini untuk mengembangkan rencana nasional untuk

suatu pendekatan pelatihan untuk mengajar kompetensi gizi bagi Relawan,

Perawat dan Bidan, dan untuk menyediakan pemutakhiran teknis bagi dokter

dalam ilmu pengetahuan gizi.

Sebagaiman disebutkan dalam Kajian Negara (CA), banyak posisi gizi

di Kabupaten tidak diisi oleh ahli gizi yang berkualifikasi (D3).

Dengan mengetahui bahwa sumber daya dibutuhkan adalah langkah

pertama dalam mengisi kesenjangan tersebut. Sementara kesenjangan

geografis sedang dikaji, upaya harus dilakukan untuk memastikan

kesenjangan kompetensijuga. Semua pekerja/petugas keseatan harus

dimasukkan dalam kajian ini.

3. Insentif harus diperluas yang sekarang ditawarkan kepada dokter untuk juga

termasuk ahli gizi yang bekerja di area yang tak terlayani.

Anggota staf perlu insentif untuk bekerja di lingkungan yang lebih

menantang; hal ini diakui dalam penempatan dokter. Dalam mengakui

pentingnya gizi bagi kesehatan dan pengembangan, insentif yang sama

perlu untuk menarik dan mempertahankan staf gizi yang berkualitas di

area yang bertantangan, yang seringkali menjadi yang paling

membutuhkan.

4. Mendirikan persyaratan dan prosedur akreditasi (termasuk kualifikasi pelatihan

untuk ahli gizi disemua tingkat) untuk dikenal dan dilaksanakan oleh Asosiasi

Ahli Gizi (PERSAGI) dengan pengakuan dari asosiasi professional lainnya.

Page 36: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

36

Hal ini menghubungkan deskripsi pekerjaan yang direvisi dan

dimutakhirkan (disebutkan diatas) sebagai cara untuk meningkakan

profil professional dari ahli gizi dan standardisasi pengetahuan dan

kinerja merekasekitar intervensi berdasar bukti yang di gariskan

didalam literaturnya.

5. Akademi dan Universitas Gizi agar menstandardisasi dan memutakhirkan

kurikulumnya, kompetensi dan akreditasi untuk pra-layanan dan pelatihan dalam

layanan terhadap ahli gizi kesehatan umum, termasuk penekanan program baru

mengenai stunting dan nutrisi masa kehamilan; menambahkan atau memperkuat

gizi pada pelatihan pra-layanan mengenai gizi kepada semua Dokter, Bidan,

Perawat;

Pendidikan gizi perlu dimutakhirkan dan diperluas untuk memasukkan

konsep baru dan riset baru ini dalam pelatihan pra-layanan dari

semua prefesional kesehatan dangizi; lembaga akademis juga penting

dalam menyediakan pelatihan dalam-layanan.

6. Menjamin penyediaan kelanjutan perawatan kesehatan dan gizi dari konsepsi

sampai usia dua tahun, melalui penyampaian layanan berdasar fasilitas

terorganisir secara baik, jangkauan secara periodic dan berdasar komunitas.43

.

Stuntingadalah contoh sempurna dari suatu hasil gizi yang tak

dikehendaki yang setara hasilnya dengan defisiensi dalam kehidupan

intra-uterin dan kondisi post-natal. Gagal dalam mendekati

permasalahan dari kelanjutan perspektif perawatan tidak akan

mengurangi stunting yang nyata dari sifat bertahannya selama decade

yang lalu yang mencerminkan pendekatan yang memberi sasaran pada

anak ketika mereka sudah menderita stunting; tidak ada perhatian

yang diberikan kepada penyebab intra-uterin dari permaslahannya.

Selanjutnya, jika ibu hamil menjadi sasaran dalam trimester pertama,

perhatian harus diberikan kepada perempuan muda sebelum dia

menjadi hamil, (dan terhadap perempuan muda yang pertumbuhannya

sendiri harus dilindungi dari kehamilan yang prematur).

Sistem Informasi Gizi

1. Pemutakhiran SPM untuk mencerminkan fokus program baru dan indicator

relevan.

Indikator standard harus sejalan dengan tujuan program terkini jika

kemajuan harus dibuat dan diukur menuju kepada tujuan baru

seperti stunting dan gizi masa kehamilan..

2. NIS untuk mengukur indikator yang terdaftar di Rencana Aksi Pangan dan Gizi

yang dapat digunakan untuk mengkaji kinerja dan untuk pengawasan.

Indikator harus diukur dan digunakan dalam pembuatan keputusan

lebih besar daripada yang dipraktikkan saat ini. Pengukuran

keluaran dan hasil praktik dilapangan akan memperkenankan

43 Kerber KJ, de Graft-Johnson JE, Bhutta ZA, Okong P, Starrs A, Lawn JE. 2007 Continuum of care for maternal, newborn, and child health: from slogan to service delivery. Lancet 370: 1358–69

Page 37: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

37

pengawas untuk identifikasi individual dan fasilitas yang melakukan

pekerjaan berkualitas tinggi. Fasilitas ini akan memenuhi syarat

bagi hadiah kinerja. Bagi mereka yang tidak berkinerja baik dapat

diarahkan untuk berpartisipasi dalam kelas pendidikan yang

berkelanjutan untuk meningkakan ketrampilan, pengetahuan, dan

praktk..

Rekomendasi yang disarankan untuk diprioritaskan pada jangka panjang

Penyediaan Pelayanan

1. Pelaksananaan dengan skala (sebagaimana sesuai tergantung kondisi lokal), paket

Intervensi Gizi Esensial (ENI) yang sasaran efektifnya adalah terhadap ibu dan anak

sejak dari konsepsi sampai usia dua tahun.

Pemaketan intervensi kunci menjamin bahwa semua komponen yang

perlu untuk suatu kehidupan yang sehat dan bergizi sedang disediakan

pada waktu yang sama dan dalam tempat yang sama dengan cara

yang dapat menuju kepada hasil terbaik. Pelaksanaan intervensi

individual secara terpisah dan tempat yang berbeda (misalnya,

memberikan Vitamin A tanpa memberikan tablet untuk penyakit

cacingan) adalah sia-sia demikian juga tidak efektif oleh karena

keduanya tidak akan seefektif bila dipergunakan sendiri masing-

masing. Pelaksanaan paket ini dapat mencegah paling tidak

seperempat kematian anak dibawah usia 36 bulan, dan mengurangi

prevalensi stunting sebesar sepertiga dalam jangka pendek44

45

.

Sistem Informasi Gizi

1. Sebagai tujuan jangka lebih panjang, menciptakan kelompok kerja, diketuai oleh

BPS, untuk mempertimbangkan berapa jumlah survai nasional (misalnya

RISKESDAS, DHS, IFLS) dapat dikurangi dan dirasionalisasikan.

Kegiatan survai sangat mahal meski biayanya seringkali dibesarkan

bila dipergunakan untuk keputusan kritis dalam focus program

pembuatan keputusan, sasaran terhadap penduduk, dan sebagainya.

Namun terdapat juga sejumlah besar survai nasional yang

mengumpulkan data yang kadangkala bersifat duplikasi. Hal ini

harus dirasionalisasikan sehingga hanya satu atau dua survai

dibutuhkan untuk menyediakan semua informasi yang dibutuhkan

pembuat keputusan untuk meningkatkan kinerja program. Langkah

pertama dalam melakukan hal ini adalah untuk mendefinisikan

keputusan sebenarnya yang perlu diambil, data yang diperlukan

untuk membuat keputusan, sumber data tersebut, dan metode

pengumpulannya.

Rekomendasi lainnya yang dapat dilaksanakan pada jangka menengah

44 The Lancet Series on Maternal and Child Undernutrition 2008. Available at URL: http://www.theLancet.com/series/maternal-and-child-undernutrition (Accessed 31/03/10) 45 SCN 2008. Recommendations from the SCN 35th Session: "ACCELERATING THE REDUCTION OF MATERNAL AND CHILD UNDERNUTRITION" Available at http://www.unscn.org/Publications/AnnualMeeting/SCN35/35th_Session_Recommendations.pdf (Accessed 09/07/0)

Page 38: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

38

Koordinasi & Tanggungjawab Gizi

1. Pada tingkat Nasional: Menciptakan mekanisme koordinasi tingkat nasional untuk

mengawasi dan koordinasi pelaksanaan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional

dengan mengubah nama dari Dewan Keamanan Pangan Nasional menjadi Dewan

Pangan dan Gizi Nasional, atau menciptakan suatu badan baru dengan tanggung

jawab koordinasi gizi nasional.

Dengan menambahkan kata “…dan Gizi”, Keamanan Pangan

dikenal sebagai bagian vital dari tujuan lebih besar dari Keamanan

Gizi. Dewan kemudian diberi mandat untuk melaksanakan Rencana

Pangan dan Gizi Nasional, yang mempunyai sasaran mencapai

Keamanan Gizi melalui berbagai pendekatan, yang satunya adalah

Keamanan Pangan. Dewan ini dengan demikian akan memenuhi

peran yang sangat diperlukan yaitu mengkoordinasikan tindakan

keamanan nutrisi yang keberadaannya kini sangat dipertanyakan.

NB, jika lingkup dari Dewan diperluas untuk memasukkan juga

keamanan gizi, mungkin perlu untuk menempatkan Dewan dibawah

kantor Presiden untuk diketahui karena lingkupnya yang lebih besar.

Perencanaan dan Desain Program

1. Pada tingkat Nasional: Mengembangkan dan melaksanakan strategi untuk

menjangkau perempuan pra-hamil dalam kelompok usia 18-24 tahun dengan

paket pelayanan kesehatan dan gizi dengan bekerja bersama staf yang terlibat

dalam keluarga berencana dan tokoh agama komunitas selama kunjungan

pra-perkawinan, dsb. Mendirikan suatu pengawasan atau sistem pemantauan

untuk memantau cakupan perempuan pra-hamil dengan paket ini. Trimester pertama sekarang dikenal sebagai suatu kunci kepentingan

untuk pertumbuhan janin dalam panjangnya dan pertumbuhan otak,

dan status mikronutrien sekitar konsepsi adalah kunci untuk mencegah

terjadinya beberapa cacat pada kelahiran. Dengan demikian untuk

memastikan bahwa protein, energi dan mikronutrien mereka cukup

dan bahwa mereka terbebas dari penyakit yang bersaing terhadap

nutrien pada trimester pertama, mereka perlu dijangkau sebelum

menjadi hamil atau sedini mungkin setelah konsepsi.

2. Pada tingkat Nasional: Memperkuat program fortifikasi pangan nasional dengan

memutakhirkan standard fortifkas untuk gandum, membuat fortifikasi minyak

menjadi wajib, dan memperbaiki penegakan undang-undang fortifikasi garam.

Program fortifikasi pangan nasional merupakan cara efektif, biaya

efektif dan cara penting untuk menambah status mikronutrien dari

penduduk yang mengkonsumsi kendaraan pengan. Hal ini dapat

meningkatkan konsumsi dari kaum perempuan sebelum mereka

menjadi hamil, pada anak dibawah umur dan pada kaum pria; semua

kelompok yang umumnya bukan sasaran atau dapat terjangkau oleh

intervensi mikronutrien lainnya seperti suplementasi. Keefektifan

program fortifikasi tepung terigu perlu ditingkatkan dengan

pemutakhiran SNI sejalan dengan rekomendasi WHO secara global,

fortifikasi minyak sedang terjadi tetapi membutuhkan untuk dibuat

Page 39: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

39

wajib agar mendapatkan dampak optimal terhadap kesehatan umum

dan penegakan hokum fortifikasi garam untuk menjamin semua garam

diberi yodium dan sistem jaminan mutu ditingkatkan.

Sumber Daya Manusia

1. Menggunakan keberhasilan tinggi untuk mengurangi stunting, anemia dalam

kehamilan, dan perbaikan pada pemberian asi secara dini dan eksklusif sebagai

dasar bagi tambahan hadiah kinerja kepada puskesmas dan posyandu.

Insentif kinerja dapat dalam bentuk hadiah financial ataunon-finansial.

Jika dihadiahkan kepada fasilitas yang berkinerja baik (bukan

terhadap individu) hal ini dapat menyemangati kerja tim yang lebih

baik, efisiensi, dan pelayanan komunitas.

Rekomendasi lain yang dapat dilaksanakan di jangka panjang

Anggaran dan Pembiayaan

1. Pada semua tingkat: Melaksanakan proses untuk identifikasi cara untuk

memperkuat program pengentasan kemiskinan bagi dampak yang ditingkatkan

terhadap kurang gizi anak dan masa kehamilan.

Dibawah naungan “Tim Nasional untuk Mempercepat Pengentasan

Kemiskinan” (TNP2K), diketuai oleh Wakil Presiden, inisiasi proses

untuk membahas setiap program pengentasan kemiskinan untuk

identifikasi bagaimana hal itu dapat diadaptasi untuk berkontribusi

terhadap peningkatan dalam prioritas dan intervensi utrisi yang

sejalan dengan Rencana Pembangunan Jamgka Menengah Nasional

dan Rencana Pangan dan Gizi Nasional. Melaksanakan perobahan ini

melalui TNP2K pada tingkat propinsi dan kabupaten. Bilamana belum

juga, untuk memasukkan indikator gizi seperti prevalensi stunting anak

sebagai indikator dampak pada program sebagai adanya pengakuan

dekatnya hubungan antara kemiskinan dengan gizi anak.

Perencanaa dan Desain Program

1. Memfokus tujuan program pemberian makanan pada peningkatan pendaftaran

sekolah dan retensi, dan, jika sumber daya merupakan factor yang membatasi,

memprioritaskan program pada sekolah menengah pertama di area yang lebih miskin

sebagai insentif untuk perempuan tetap disekolah..

Anak usia sekolah bukanlah yang paling rawan gizi; sehingga mereka

tidak mendapat manfaat secara signifikan dari program pemberian

makanan di sekolah. Pemberian makanan di sekolah dapat

menyediakan insentif, dalam keadaan tertentu, untuk meningkatkan

pendaftaran sekolah dan retensi anak di sekolah. Dimana hal ini

menjadi kepentingan besar adalah pada anak perempuan dibawah

umur yangakan ditekan untuk berhenti sekolah secara prematur,

khususnya dalam keluarga yang tidak mempunyai keadaan financial

yang mencukupi.Dalam kasus demikian, pangan menjadi lebih kepada

suplemen ekonomi dan bukan yang bersifat nutrisi saja, meskipun

dampak gizi akan terasa jika perempuan tetap disekolah lebih lama

Page 40: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

40

oleh karena hal ini terkait dengan usia perkawinan nanti, dan usia

selanjutnay (melebihi anak dibawah umur) pada kehamilan yang

pertama.

Sumber Daya Manusia

1.Menyediakan bantuan teknis dalam pengembangan modul pembelajaran jarak jauh

untuk pelatihan dalam layanan dari staf gizi yang terkait dengan akreditasi dan

hadiah kinerja untuk selesainya pelatihan secara sukses dan pencapaian nilai yang

lebih tinggi.

Pembelajaran jarak jauh dengan pemberian hadiah memberikan cara

yang lebih murah untuk mempertahankan pelatihan dan pengetahuan

staf dilapangan. Teknik baru yang menjamin kerahasiaan dan

memantau partisipasi memperkenankan kursus untuk dilakukan secara

tidak mahal dalam lingkungan aman.

6. Langkah Berikutnya

Mendapatkan persetujuan final dari laporan LA dari DepKes pada tingkat

Pusat dan, khususnya, dari Departemen Gizi Masyarakat.

Terjemahan dari laporan LA dalam Bahasa Indonesia

Mendesain dan mencetak laporan LA dalam dua bahasa (Inggris dan

Bahasa Indonesia)

Mengatur pertemuan di DepKes pada tingkat Pusat antar semua

departemen terkait terutama Komunitas Gizi, Kesehatan Masa Kehamilan

dan Kesehatan Anak untuk diseminasikan laporan LA. Pertemuan ini dapat

diorganisir oleh Direktur General Kesehatan Masyarakat di DepKes.

Disseminasi laporan LA oleh DepKes/Bappenas pada tingkat Pusat kepada

semua mitra yang relevan termasuk donor, kementerian, badan PBB, LSM,

dsb.

Integrasi rekomendasi prioritas dalam Rencana Aksi Pangan dan Gizi

Nasional 2011-2015. Hal ini dapat dilakukan melalui proses

pengembangan rencana Nasional yang akan berlanut sampai Desember

210. Selanjutnya, dengan menggunakan rekomendasi prioritas dari

Analisis Lanskap Kajian Negara, mengidentifikasi aksi jangka pendek

yang dapat dilaksanakan untuk 2011, dan kegiatan lebih lama yang akan

membutuhkan undang-undang dan peraturan baru, dsb.

Mempresentasikan hasil Anaisis Lanskap Kajian Negara pada tingkat

propinsi. Menggunakan kesempatan ini untuk mulai proses harmonisasi

mengenai tujuan dan sasaran atara tingkat nasional dan sub-nasional

demikian juga untuk advokasi lebih banyak anggaran nutrisi pada tingkat

sub-nasional.

Menginisiasi pelaksanaan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional di satu

(atau dua) kabupaten disetiap tiga propinsi dan selanjutnya

menyempurnakan dan memfokus sistem posyandu mengikuti

rekomendasinya. Hal ini akan termasuk Bidan dan Kader yang bekerja

lebih banyak dengan kelompok ibu yang menyiapkan mereka untuk

menjadi hamil tanpa anemia, dsb. Hal ini akan termasuk melengkapi

Page 41: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

41

puskesmas untuk melakukan pengukuran yang perlu dan bekerja terhadap

prosedur, dsb, mengembangkan materi IEC, dsb.

Sebagai ringkasan, rekomendasi dibuat mengenai area : Kordinasi Gizi &

Tanggungjawab; Anggaran dan Pembiayaan; Perencanaan dan Desain Program;

Sumber Daya Manusia; Penyediaan Pelayanan; Sistem Informasi Gizi. Prioritas harus

diberikan untuk menciptakan Mekanisme yang mempromosikan pengembangan

Rencan Aksi Pangan dan Gizi yang harmonis pada tingkat Propinsi dan Kabupaten

berdasarkan rencana, keputusan dan panduan nasional, demikian pula untuk

mengembangkan Mekanisme koordinasi antar sector untuk mengawasi dan memantau

pelaksanaannya. Agar meningkatkan efektif biaya dalam pembiayaan, panduan dan

insentif harus disediakan kepada kabupaten agar mereka dapat memberi prioritas pada

intervensi berdasar bukti yang diberi sasaran pada kelompok rawan pra-hamil, ibu

hamil dan menyusui dan anak usia dibawah dua tahun. Panjang anak dibawah dua

tahun dan anemia masa kehamilan harus diberikan penekanan yang meningkat dan

diprioritaskan untuk pengukuran keefektifan dari program gizi dan pengentasan

kemiskinan pada semua tingkat. Secara bersamaan terhadap pekerjaan ini, deskripsi

pekerjaan perlu dimutakhirkan untuk mencerminkan arah program baru (misalnya,

pengukuran stunting dan kesehatan/anemia masa kehamilan) untuk semua staf yang

terlibat dalam gizi pada semua tingkat dalam sistem. Suatu peta sumber daya manusia

untuk ahli gizi dan pekerja kesehatan lainnya harus dekembangkan agar dapat

identifikasi kesenjangan penugasan dan kompetensi, dan mengembangkan rencana

nasional untukpendekatan pelatihan untuk mengajar kompetensi gizi bagi relawan,

perawat dan bidan, serta menyediakan pemutakhiran teknis bagi dokter dalam bidang

ilmu pengetahuan gizi. Secara bersamaan dengan hal ini pelaksanaan pada skala

(sebagaimana sesuai tergantung kondisi local), dari paket Intervensi Gizi Esensial

(ENI) harus secara progresif dilaksanakan mulai di beberapa kabupaten dan propinsi

dan secara bertahap meluas sehingga dalam lima tahun sebagian kaum ibu dan anak

tercakup oleh ENI sebagai perawatan kelanjutan dari sejak konsepsi sampai usia dua

tahun. Panduan pemantauan dan evaluasi harus dimodifikasi untuk mencerminkan

fokus program baru dan indikator yang relevan.

Page 42: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

42

Lampiran 1. Metodologi Kajian Negara

Lingkup Kajian Negara dari analisis lanskap

Visi Keselurhan: Pemerintah dan petugas kesehatan Kabupaten yang berwenang mempunyai komitmen dan kapasitas untuk menjamin cakupan tinggi intervensi gizi efektif agar mempercepat pengurangan kurang gizi masa kehamilan dan anak. Intervensi gizi efektif adalah yang diidentifikasi oleh Lancet Nutrition Series. Komitmen dan kapasitas pemerintah kabupaten akan dijamin panduan dari tingkat Pusat ke pemerintah dan pejabat kesehatan kabupaten mengenai intervensi gizi efektif dan membangun kapasitas mereka untuk melaksanakan perencanaan mikro untuk mencapai cakupan tinggi dan pelaksanaan berkualitas. Pemerintah dan pejabat kesehatan propinsi akan menyediakan pengawasan dan dukungan jaminan kualitas. Intervensi gizi efektif akan dilaksanakan melalui sistem kesehatan yang ada dan akan didukung oleh dan secara sinergi dengan kebijakan dan inisiatif nasional mengenai kesehatan, gizi, pengembangan pertanian, pengentasan kemiskinan dan jaringan keselamatan, yang secara berhasil disebarkan pada tingkat setempat. Pada semua tingkat, Kajian Negara (CA) akan focus pada mengidentifikasi kelemahan dan kesempatan untuk memperbaiki tujuh tantangan yang teridentifikasi oleh Lancet Series berikut ini:

1. Meletakkan gizi di agenda nasional, 2. Melakukan hal yang benar, 3. Tidak melakukan hal yang salah, 4. Melakukan hal berdasarkan skala, 5. Menjangkau kepada yang membutuhkan, 6. Menggunakan data bagi pembuatan keputusan untuk gizi, 7. Membangun kapasitas strategi dan operasional.

Pada tingkat kabupaten, Kajian Negara (CA) akan focus pada berikut ini:

1. Bagaimana untuk meningkatkan kapasitas kabupaten terhadap rencana mikro dan melaksanakan intervensi gizi esensial

2. Bagaimana kebijakan dan panduan nasional disampaikan kepada dan digunakan oleh kabupaten

3. Bagaimana pelaksanaan kabupaten mengenai intervensi gizi esensial dapat difasilitasi dan didukung oleh pejabat propinsi yang berwenang

4. Bagaimana Mekanisme pembiayaan dan sumber daya dapat lebih baik diakses untuk meningkatkan cakupan dan kualitas intervensi gizi esensial

5. Bagaimana program dan inisiatif nasional termasuk jaringan keselamatan dan program pro-miskin dapat menjadi lebih sinergi dengan dan lebih mendukung pelaksanaan kabupaten terhadap intervensi gizi esensial.

6. Data apa yang dibutuhkan dan bagaimana dapat lebih baik digunakannya pada tingkat kabupaten untuk memfasiltasi pelaksanaan berkualitas pada cakupan yang tinggi dari intervensi gizi esensial.

Page 43: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

43

Daftar anggota tim untuk kajian Negara (CA) disetiap propinsi dan kabupaten

Propinsi Aceh Propinsi Jawa Tengah Propinsi NTT

Roger Shrimpton Stephen Atwood Karen Codling

Sonia Blaney (UNICEF) Anna Winoto (UNICEF) Ninik Sukotjo (UNICEF)

Rufina Pardosi (UNICEF) Armunanto (UNICEF) Helena S Ndolu (UNICEF)

Rachmi Untoro (Ahli MoH) Ineu (MoH) Dini Latief (Ahli MoH )

Darmiati (Bappeda) Yazid (PHO) Henny Tomasoa (PHO)

Setyawati, SKM, MPH Budi Setiana (Bappeda) Djoese (Bappeda)

Arifin Ahmad (Poltekkes Gizi) Diah Utari (FKM-UI) Maria Catharina (WFP)

Sugeng Irianto (WHO) Elviyanti Martini (HKI) Rosnani (konsultan local)

Eko Prihastono (MoH) Yosi Tresnawati (Bappenas) Eman Sumarna (MoH)

Mardewi (FKM-UI) Bariadi (MoH) Ichwan Arbie (MoH)

Wawancara Kabupaten

Aceh Besar Aceh Timur Kota Semarang Banyumas Sikka Belu

Roger Sonia Anna Steve Rosnani Karen Codling

Rufina Setyawati Elvi Armunanto Helena Ninik

Arifin Darmiati Yazid Budi Setiana Henny Djoese

Mardewi Eko Ineu Arbie Maria

Bariadi

Wawancara Propinsi Wawancara Propinsi Wawancara Propinsi

Rachmi Untoro Yosi Dini Latief

Sugeng Diah Eman Sumarna

Page 44: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

44

Jadwal pelaksanaan “Landscape Analysis” atau

Kajian dan Analisa Pemetaan Program Gizi dan Program Terkait Lainnya

11 s/d 26 Maret 2010

Hari pertama: Jakarta, 11 Maret 2010

Venue: Jasmine Room, Intercontinental Hotel

08.30 – 08.35 Sambutan Depkes DR Minarto, Direktur Bina Gizi Masyarakat

08.35 – 08.50 Latar belakang

Pengalaman pelaksanaan LA di negara lain

Roger Shrimpton, UNICEF

08.50 – 09.10 Rencana pelaksanaan Landscape Analysis di

Indonesia

DR Minarto, Direktur Bina

Gizi Masyarakat

09.10 – 09.30 Metodologi

Analisa/pelaporan

Roger Shrimpton, UNICEF

09.30 – 10.00 Hasil telaah awal Rosnani Pangaribuan

10.00 – 10.30 Diskusi/Tanya jawab

10.30 – 10.45 Rehat kopi

10.45 – 11.00 Pembagian kelompok (berdasarkan daerah)

11.00 – 11.45 Review kuesioner 1 & 2 (diskusi kelompok)

11.45 – 12.15 Diskusi pleno International team

12.15 – 13.15 Makan siang

13.15 – 14.00 Review kuesioner 3 & 4 (diskusi kelompok)

14.00 – 14.30 Diskusi pleno International team

14.30 – 15.15 Review kuesioner 5 & 6 (diskusi kelompok)

15.15 – 15.30 Rehat kopi

15.30 – 16.00 Diskusi pleno International team

16.00 – 17.00 Finalisasi kuesioner

Hari ke-2: Jakarta, 12 Maret 2010

Venue: Jasmine Room, Hotel Intercontinental

08.30 – 09.00 Registrasi

09.00 – 09.05 Sambutan UNICEF Kepala Perwakilan UNICEF

Indonesia

09.05 – 09.20 Pengarahan dan pembukaan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,

Depkes

09.20 – 09.35 Prioritas program gizi dalam RPJMN 2010-

2014

Deputi SDM dan

Kebudayaan, Bappenas

09.35 – 09.45 Kebijakan program gizi di Indonesia Direktur Bina Gizi

Masyarakat, Depkes

09.45 – 10.15 Latar belakang dan pengalaman

pelaksanaan Landscape Analysis di negara lain

Roger Shrimpton

UNICEF

10.15 –10.30 Rehat kopi

10.30 – 11.15 Diskusi & tanya jawab Moderator: Direktur Bina

Gizi Masyarakat

11.15 – 11.30 Penutupan Direktur Bina Gizi

Masyarakat

Page 45: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

45

11.30 – 13.00 Makan siang

13.00 – 17.00 Review kuesioner

Hari ke-3: Jakarta, 13 Maret 2010

Venue: Jasmine Room, Hotel Intercontinental

08.30 – 09.30 Pelaksanaan pengumpulan data di lapangan

Rosnani Pangaribuan

09.30 – 12.00 Praktek wawancara Ninik Sukotjo

12.00 – 13.00 Makan siang

13.00 – 17.00 Persiapan akhir untuk kunjungan lapangan

Anna Winoto

Hari ke-4-10: Kunjungan Lapangan, 14 – 20 Maret 2010

Hari ke-4

(14 Maret)

Perjalanan tim ke propinsi terpilih

Hari ke-5

(15 Maret)

Pertemuan propinsi dengan seluruh

stakeholders (termasuk kabupaten) untuk mempresentasikan tujuan kajian;

dilanjutkan dengan wawancara kepada

stakeholder di tingkat propinsi

Propinsi

Hari ke-6

(16 Maret)

Perjalanan ke Kabupaten

Hari ke-7 - 8

(17-18 Maret)

Pelaksanaan Wawancara di tingkat

Kabupaten; dan konsolidasi hasil wawancara- hari terakhir

Kabupaten

Hari ke-9

(19 Maret)

Perjalanan kembali ke Propinsi;

Pertemuan Propinsi untuk diseminasi draft hasil kajian

Propinsi

Hari 10

(20 Maret)

Perjalanan tim Pusat ke Jakarta

Hari ke-12 - 16: Jakarta, 22 – 26 Maret 2010

Hari 12-13 (22-23 Maret)

Wawancara Stakeholders di tingkat Pusat

Tim akan berkumpul di kantor UNICEF pada pukul 08.00

setiap pagi sebelum

melaksanakan wawancara (Alamat: Wisma Metropolitan

II Lt. 12)

Hari 14

(24 Maret)

Konsolidasi hasil wawancara/kajian di

tiga propinsi di tingkat pusat, penyusunan kesimpulan dan

rekomendasi awal oleh tim kecil

Kantor UNICEF

Wisma Metropolitan II Lt. 12

Hari 15

(25 Maret)

Tim Kecil menyusun draft awal dan

presentasi power point

Kantor UNICEF

Wisma Metropolitan II Lt. 12

Hari 16

(26 Maret)

Diseminasi hasil Kajian dan Analisa

Pemetaan Program Gizi dan Program

Terkait Lainnya yang dihadiri oleh seluruh tim Pusat dan Propinsi dan

Kabupaten terpilih

Jasmine Room,

Intercontinental Hotel

Page 46: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

46

LA interviews Schedule at Central Level

22 March 20010

23 March 2010

Page 47: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

47

List of interviewees

Aceh province, Aceh Timur and Aceh Besar Districts

No Name Title Institution Remarks

1 Jamil Rusaleh Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi

Sosial

Dinas Sosial Aceh Province

2 Khairani Staf Pelayanan Anak Dinas Sosial Aceh Province

3 dr. Hasnani Kasie KIA dan Gizi Dinas Kesehatan Aceh Province

4 drg. Efi Syafrida Kabid Pembinaan Kesehatan Dinas Kesehatan Aceh Province

5 dr.Yani Kepala Dinas Dinas Kesehatan Aceh Province

6 Azhari Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Aceh Province

7 M. Yunus Ilyas, SE, M.Si Sekretaris Fraksi Komisi F DPRA Province

8 Nasir Kabid Industri Kimia Agro Dinas Perindustrian, Perdagangan,

Koperasi & UKM Aceh

Province

9 Dewi Mutia Kasie Kimia Afro Dinas Perindustrian, Perdagangan,

Koperasi & UKM Aceh

Province

10 Isnaidi Kasie Logam Mesin Dinas Perindustrian, Perdagangan,

Koperasi & UKM Aceh

Province

11 Parabi Kabid Anak Badan Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak Aceh

Province

12 M. Nur Kabid Ketahanan Pangan Mukim

dan Gampong

Dinas Pemberdayaan Masyarakat

Aceh

Province

13 Ellya Kasubbid Motivasi dan Swadaya Dinas Pemberdayaan Masyarakat

Aceh

Province

14 Buchari Kasubbid Pengembangan Sumber

Daya Tradisi dan Budaya

Dinas Pemberdayaan Masyarakat

Aceh

Province

15 Aripin Ahmad Kajur Gizi Poltekes Aceh Poltekes NAD Province

16 Ir. Rusli Kepala Bidang Konsumsi &

Keamaanan Pangan

Badan Ketahanan Pangan Aceh Province

17 Cut Sumarni Kepala Bidang Distribusi Badan Ketahanan Pangan Aceh Province

18 Erisna Bagian Keanekaragaman Konsumsi

Pangan

Badan Ketahanan Pangan Aceh Province

19 Kabid Tanaman Pangan Dinas Pertanian Aceh Besar District Aceh Besar

20 Sekretaris Dinas Pertanian Aceh Besar District Aceh Besar

21 Kasie Tanaman Pangan Dinas Pertanian Aceh Besar District Aceh Besar

22 Kepala Bidang Penguatan

Kelembagaan Masyarakat

Badan Pemberdayaan Masyarakat

dan Gampong Aceh Besar

District Aceh Besar

23 Kepala Badan Badan Ketahanan Pangan dan

Penyuluhan Aceh Besar

District Aceh Besar

24 Kabid Ketahanan Pangan Badan Ketahanan Pangan dan

Penyuluhan Aceh Besar

District Aceh Besar

25 Sekretaris Badan Ketahanan Pangan dan

Penyuluhan Aceh Besar

District Aceh Besar

26 Kepala Bappeda Aceh Besar District Aceh Besar

Page 48: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

48

27 Hasanudin Kasubbid Pengembangan SDM &

Keistimewaan Aceh

Bappeda Aceh Besar District Aceh Besar

28 Kepala Dinas Dinas Kesehatan Aceh Besar District Aceh Besar

29 Program Officer KIA Dinas Kesehatan Aceh Besar District Aceh Besar

30 Program Officer P2P Dinas Kesehatan Aceh Besar District Aceh Besar

31 Komisi E DPRK Aceh Besar District Aceh Besar

32 Kepala Puskesmas Puskesmas Indrapuri District Aceh Besar

33 Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Indrapuri District Aceh Besar

34 Bidan Koordinator Puskesmas Indrapuri District Aceh Besar

35 Bidan Desa Puskesmas Indrapuri District Aceh Besar

36 Kader Posyandu Puskesmas Indrapuri District Aceh Besar

37 Kepala Puskesmas Puskesmas Darul Imarah Aceh

Besar

District Aceh Besar

38 Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Darul Imarah Aceh

Besar

District Aceh Besar

39 Bidan Desa Lheu Blang Puskesmas Darul Imarah Aceh

Besar

District Aceh Besar

40 Kader Posyandu Lheu Blang Puskesmas Darul Imarah Aceh

Besar

District Aceh Besar

41 Kepala bidang BPMG (Badan

Pemberdayaan Masyarakat

Gampong)

Kantor BPM-PKS District Aceh Timur

42 DPRK, Komisi E Kantor DPRK District Aceh Timur

43 Dr Hambali, Agustina and

Marlita

Kepala Puskesmas, TPG dan Bidan

Koordinator

Puskesmas Bireum Bayeun District Aceh Timur

44 Bupati Aceh Timur dan

Bpk. Syanfanmur

Bupati dan Sekretaris Kantor Bupati Distritc Aceh Timur

45 Ir. Irham, MT Kepala Bappeda Kantor Bappeda District AcehTimur

46 Bidan Desa dan Kader Posyandu of Desa Alue Buloh District Aceh Timur

47 Ayubi, SKM dan Amir,

SKM

Kepala Dinas Kesehatan, Kepala

Bidang Pelayanan Kesehatan

Dinas Kesehatan District Aceh Timur

48 Kabid Hortikultura Dinas Pertanian District Aceh Timur

49 Badan Ketahanan Pangan Kantor Ketahanan Pangan District Aceh Timur

50 BPM-PKS Kepala Pemberdayaan

Masy, Perempuan & Keluarga

Sejahtera

Kantor BPM-PKS District Aceh Timur

51

Bidan Desa dan Kader Posyandu Camar Laut-Desa Blang

Qlumpang

District Aceh Timur

52

Kepala Puskesmas, TPG dan Bidan

Koordinator

Puskesmas Idi Rayeuk District Aceh Timur

Page 49: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

49

Central Java province, Kota Semarang and Banyumas district

No Name, Title Institution Remarks

1 Bambang Setyobudi (Kabid), Dwi Arminingsih (staf), Ratna Widyarini (staf)Bidang Kesra Province

2 Dr. Mardiyatmo, SP RAD (Kepala Dinas) Dinas Kesehatan Province

3 Dr. Retno Budiastuti (Kasubdit Yankes) Dinas Kesehatan Province

4 Dr. Djoko Mardijanto, Mkes (Kabid. P2PL) Dinas Kesehatan Province

5 Dr. Yuswanti (Kasie Kesga Gizi) Dinas Kesehatan Province

6 Achmad Syaifudin (Ka.Perencanaan) Dinas Kesehatan Province

7 Dr. Messy Widiastuti, MARS (Komisi E) DPRD Province

8 Ir. Suyatno, Mkes (Wadek III, staf Jur. Gizi) FKM Undip bagian gizi Province

9 Ir. Basuki Sigit (Ka. Jur) Poltekkes Gizi Province

10 Surati Dinas Pendidikan Province

11 Drs. Ali Yahya, MPd Bapermas Province

12 Mery Zuliana (anggota Pokja IV) PKK Province

13 Munawir, SH (Bid. Kemandirian Pangan, bid. Ketersediaan Pangan)Badan Ketahanan Pangan Province

14 Hari Sutjahyo (Sie. Industri Kimia Bid. Industri Agro Kimia dan Hasil Hutan)Dinas Perindag Province

15 F. Himawan E.W. (Kasie. Pengembangan SDM & Kelembagaan)Dinas Pertanian Province

16 Moch Junaedi (Kasie. Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial)Dinas Sosial Province

17 Dra. Diana Susilowati (Kasubid. Perlindungan Anak bid. Kesejahteraan dan Perlindungan Anak)BP3AKB Province

18 Dyah Siti Sundari (Diklat) BKKBN Province

19 Hernowo Budi Luhur (Kabid Perencanaan Sosbud)Bidang Sosbud Kota Semarang

20 Dr. Tatik Suyarti (Kadinkes) Dinas Kesehatan Kota Semarang

21 Dr Susi Herawati (Kasubdit Kesga) Dinas Kesehatan Kota Semarang

22 Dr Widoyono (Kabid P2ML) Dinas Kesehatan Kota Semarang

23 Purwanti (Kasie Gizi) Dinas Kesehatan Kota Semarang

24 Drg Lusi Suryani (Kasie Perencanaan Subbag) Dinas Kesehatan Kota Semarang

25 Tenaga Gizi Puskesmas Pandanaran Kota Semarang

26 Retno (bidan) Posyandu Setialsulu Kota Semarang

27 Ismoyowati, Ani (kader) Posyandu Setiasulu Kota Semarang

28 Kepala Puskesmas Puskesmas Srondol Kota Semarang

29 Bidan Puskesmas Srondol Kota Semarang

30 Ahli gizi Puskesmas Srondol Kota Semarang

31 Drs Hidayatullah (Kasie TS SD) Dinas Pendidikan Kota Semarang

32 Dra. Hayu & Lilik Haryanto Bapermas Kota Semarang

33 Dra. Wijayanti (Pokja IV) TP PKK Kota Semarang

34 S. Kiswanti (Kasie Konsumen & Ketahanan Pangan) & Diana Hidayati (staff)Badan Ketahanan Pangan Kota Semarang

35 Agus Guntoro (Seksi Agro Kimia & Hasil Hutan) Dinas Perindag Kota Semarang

36 Ir Komara Irawati (Kasie Agroindustri Pangan & Hortikultura)Dinas Pertanian Kota Semarang

37 Dra Dahlia Gombiarti MSI (Kabid PMKS) Dinas Sosial Kota Semarang

38 Mardjoko (Bupati) Bupati Kab Banyumas

39 Ir Wahyu Budi Saptono M.Si (Kepala) Bappeda Kab Banyumas

40 Ir Achmad Wahyudi (Kabid Pemb.) Bappeda Kab Banyumas

41 Bagus Abimanyu (Kasubid Kesmas) Bappeda Kab Banyumas

42 dr Widayanto (Kadinkes) Dinas Kesehatan Kab Banyumas

43 dr Supraptini (Kabid Yankes) Dinas Kesehatan Kab Banyumas

44 Baharudin SKM (Seksi Gizi) Dinas Kesehatan Kab Banyumas

45 Suwanseno (Kasie Palawija) Dinas Pertanian Kab Banyumas

46 Puji Rahardjo (Seksi pengendalian mutu) Dinas Pendidikan Kab Banyumas

47 Suwarno (Kasie Bappeluh) Badan Ketahanan Pangan Kab Banyumas

48 Suharyanto (Bidang kelembagaan) Bapermades Kab Banyumas

Page 50: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

50

NTT province, Sikka and Belu districts No Title Institution Remarks

1 Representative DPRD Province

2 Representative Dinas Sosial Province

3 Representative Badan Ketahanan Pangan and Penyuluhan Province

4 Representative BPMPD Province

5 Representative AusAid - AIPMNH project Province

6 Representative Bappeda Province

7 Representative Lembage Perlindungan Anak Province

8 Representative Dinas Kesehatan Province

9 Representative Dinas Pendidikan, Permuda and Olahraga Province

10 Representative Dinas Perindustrian and Perdagangan Province

11 Representative Dinas Pertanian and Perkebunan Province

12 Representative Biro Pemberdayaan Perempuan Province

13 Bupati Kabupaten District Sikka

14 Representative DPRD District Sikka

13 Head of Office BAPPEDA SIKKA Sikka District

14 Head of social politic unit Sikka District

15 Head of survey Sikka District

16 Vice Bupati District Government of Sikka Sikka District

18 Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah (BPMD) Sikka District

Community Empowerment

19 Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB (BP2&KB) Sikka District

20 Kepala of Family planning unit Women Empowerment and Family Planning Sikka District

21 Kepala of family welfare unit Sikka District

22 Kepala of women empowerment and child protection Sikka District

23 Staff of planning section Education Sikka District

24 Kepala Trade and Industry Sikka District

25 Secretary Social and work force Sikka District

26 Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Sikka District

27 Kepala District Health Office Sikka District

28 Staff of Puskesmas Puskesmas Waipare Sikka District

29 Village Midwife and BF Counselor Village Midwife Post of Geliting - Puskesmas Waipare Sikka District

30 Acting head of Puskesmas Puskesmas Kopeta Sikka District

31 Village Midwife and BF Counselor Village Midwife Post of Nangamarang - Puskesmas Kopeta Sikka District

32 Bupati District Government of Belu Belu District

33 Representative Dinas Sosial Belu District

34 Representative Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Belu District

35 Representative BPMPD Belu District

36 Representative LSM Lokal (PPSE and Yaspem) Belu District

37 Representative Bappeda Belu District

38 Representative Lembaga Perlindungan Anak Belu District

39 Representative Dinas Kesehatan Belu District

40 Representative Dinas Pendidikan, Pemuda and Olahraga Belu District

41 Representative Dinas Perindustrian and Perdagangan Belu District

42 Representative Dinas Pertanian and Perkebunan Belu District

Page 51: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

51

Questionnaires

Preface

Overview of the Landscape Country Assessment Tool

The Landscape Analysis Country Assessment Tool consists of eight main

questionnaires and checklists for assessing commitment and capacity to accelerate

actions to reduce maternal and child undernutrition at national and various sub-

national levels. In Indonesia, only questionnaires 1 to 6 were used for the country

assessment. Questionnaire 2 was used for the NGOs interviews instead of

questionnaires 7 and 8.

Core package of questionnaires and checklists includes:

Level Existing tools:

National 1. Semi-structured interview tool for national level stakeholders

(government agencies and other stakeholders such as UN

agencies, donors and NGOs)

Regional /

Provincial

2. Semi-structured interview tool for provincial level stakeholders

(provincial government agencies and regional based NGOs and

other organizations)

District 3. Semi-structured interview tool for district level management staff

Facility 4. Semi-structured interview tool for the facility manager and

nutrition responsible

5. Facility checklist

6. Structured questionnaire for health workers in posyandu,

puskesmas and polindes

Field 7. Semi-structured interview tool for manager of implementing

NGOs

8. Semi-structured interview tool for nutrition coordinator in NGOs

The original tools were have been developed by the Medical Research Council of

Cape Town, South Africa for the WHO Department of Nutrition for Health and

Development and adapted throughout the first six Landscape Assessments in

Madagascar, Burkina Faso, Ghana, Guatemala, Peru and South Africa. Each of these

countries has further enhanced the tools, adapting them to their respective national

situations. A major revamp was done by the South African country team to allow a

nation-wide large scale assessment where a total of almost 1,000 questionnaires were

completed. To facilitate computer based analysis of this amount of questionnaires,

coding fields were added. Due to the high focus on nutrition and HIV in South Africa,

an additional set of tools were developed for use in the ARV clinics (Forms 9 and 10).

Preparations

As part of the preparations for the Landscape Analysis Country Assessment, the

country team has reviewed the tools, select which ones to use and adapt them to the

Page 52: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

52

national situation. The country team also determined the scope of the assessment,

including scheduling interviews and planning field visits. The Word document

questionnaires can be obtained from WHO Department of Nutrition for Health and

Development, by contacting [email protected].

Page 53: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

53

Form 1. Pemangku Kepentingan Tingkat Pusat

Wawancara semi terstruktur untuk instansi pemerintah dan pemangku kepentingan yang lain (misalnya: Badan-badan PBB, Donor, LSM) di tingkat pusat

ID:___

Diisi oleh:

Kode

Nasional:

Kode

Instansi:

Kode

Responden: Nama: Jabatan:

Kode

Nama: Jabatan:

Kode

Nama: Jabatan:

Kode

Tanggal

kunjungan

Tgl Bln Thn

ID:___

Page 54: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

54

Bagian 1. Situasi dan Prioritas Gizi

1.1 Menurut pandangan anda, apa saja tiga masalah utama dalam hal gizi di Indonesia?

(Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)

1. Kode

2. Kode

3. Kode

1.2 Apakah anda merasa bahwa masalah yang teridentifikasi mendapat perhatian dan

ditangani secara memadai dalam rencana aksi, strategi dan kebijakan gizi nasional?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

Jelaskan alasan anda:

1.3 Menurut pandangan anda, apa yang menyebabkan timbulnya masalah gizi ini?

(Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)

1. Kode

2. Kode

3. Kode

1.4 Menurut pandangan anda, apa yang menjadi kendala utama dalam meningkatkan skala

program gizi (atau yang terkait masalah gizi)? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)

1. Kode

2. Kode

3. Kode

Page 55: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

55

1.5 Menurut pandangan anda, peluang (opportunity) utama apa saja yang dapat digunakan untuk meningkatkan skala program aksi gizi? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)

1. Kode

2. Kode

3. Kode

Bagian 2. Sistem Koordinasi Gizi 2.1 Menurut pandangan anda, apa kekuatan/di dalam yang ada saat ini dalam hal koordinasi

program gizi di Indonesia? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)

1. Kode

2. Kode

3. Kode

4. Kode

5. Kode

2.2 Menurut pandangan anda, aspek-aspek utama apakah yang perlu ditingkatkan dalam hal

koordinasi program gizi atau terkait gizi lainnya? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling

utama)

1. Kode

2. Kode

3. Kode

4. Kode

Page 56: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

56

5. Kode

Bagian 3. Kebijakan dan kegiatan Gizi di Instansi 3.1 Program/kegiatan spesifik apa, bila ada, yang dilakukan oleh instansi anda berkenaan

dengan program yang terkati dengan gizi?

Kode

3.2 Jelaskan bentuk kegiatan / dukungan yang diberikan oleh instansi anda di berbagai tingkatan sebagai berikut:

Tingkat Tindakan dan dukungan Kode

Nasional

Propinsi

Komunitas

3.3 Di instansi anda, apakah ada kebijakan yang mendukung program/kegiatan ini?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

Bila ya, jelaskan.

3.4 Menurut anda, strategi dan program gizi apa yang sekiranya menjadi prioritas untuk

ditingkatkan skala programnya?

Kode

3.5 Bagaimana/seberapa jauh instansi anda memberikan dukungan pada program gizi atau

terkait gizi ?

Kode

Page 57: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

57

Bagian 4. Anggaran dan pendanaan 4.1 Berapakah kira-kira anggaran tahunan di instansi anda yang dialokasikan untuk program

gizi atau yang terkait dengan gizi?

Tahun ini:

Kode

Tahun lalu:

Kode

4.2 Menurut anda, kira-kira berapa persen dari seluruh total anggaran yang dialokasikan untuk

program gizi (atau terkait gizi) di instansi anda?

Tahun ini:

Kode

Tahun lalu:

Kode

4.3 Berasal dari mana saja sumber dana untuk program gizi (atau terkait gizi) di instansi

anda?

1 %

Kode

2 %

Kode

3 %

Kode

4 %

Kode

5 %

Kode

4.4 Menurut pendapat anda apakah terdapat cukup dana untuk menangani masalah gizi?

Jelaskan alasannya.

Kode

4.5 Bila tidak, menurut anda apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan

anggaran/pendanaan tersebut?

Kode

Page 58: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

58

Bagian 5. Sumber daya manusia untuk Gizi 5.1 Menurut anda apakah terdapat cukup staf yang bertanggung jawab untuk program gizi di

instansi anda?

Kode

5.2 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah di

bidang gizi di Indonesia?

Kode

5.3 Apakah instansi anda memiliki staf yang ditempatkan khusus atau bertanggung-jawab untuk melaksanakan kegiatan program gizi?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

5.3.1 Bila ya, sebutkan berapa orang: dan perkiraan jumlah staf

paruh waktu atau purna waktu di berbagai tingkatan yang berbeda?

Tingkat Purna waktu Kode Paruh waktu Kode

Propinsi

5.3.2 Berapa dari mereka yang memiliki gelar minimum D3 Gizi?

Kode

5.4 Menurut anda apakah terdapat cukup petugas yang bertanggung jawab untuk program

gizi di Indonesia?

Kode

5.5 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah petugas gizi di Indonesia?

Kode

Page 59: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

59

5.4 Apa saja pelatihan jangka pendek, jangka panjang dan program magang yang telah diikuti

oleh staf anda dalam dua tahun terakhir terkait dengan gizi?

Tingkat Jumlah staf yang dilatih Topik Pelatihan Kode

Internasional

Nasional

5.5 Bila tidak ada staf yang telah mengikuti pelatihan terkait dengan program gizi dalam dua

tahun terakhir, mengapa?

Kode

Bagian 6. Sistem Informasi Gizi

6.1 Jenis data gizi apa saja yang anda gunakan secara rutin?

Kode

6.2 Bagaimana dan siapa yang mengambil dan mengumpulkan data-data tersebut di atas?

Gali lebih dalam: survei, monitoring/laporan rutin, evaluasi/penelitian, dll.

Kode

6.3 Bagaimana instansi anda menggunakan data-data tersebut dan bagaimana anda

menyebarluaskan hasil tersebut?

Kode

Bagian 7. Gizi dan krisis harga pangan 7.1 Sebutkan tiga kelompok (misalnya pedesaan vs perkotaan; konsumen vs produsen;

wilayah propinsi, dll.) yang anda anggap paling terkena imbas kenaikan harga pangan di propinsi anda?

Page 60: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

60

1. Kode

2.

3.

7.2 Tindakan-tindakan apakah yang diambil oleh pemerintah propinsi untuk meringankan

imbas dari krisis itu?

Kode

Bagian 8. Gizi dalam keadaan darurat (bencana alam) 8.1 Kelompok manakah yang menurut anda paling parah terkena imbas bencana alam?

1. Kode

2.

3.

8.2 Tindakan-tindakan apa yang diambil oleh pemerintah propinsi anda untuk meringankan efek/ imbas dari keadaan darurat untuk kelompok tsb? (berhubungan dgn pangan & gizi)

Kode

Bagian 9. Advokasi dan Peningkatan Skala 9.1 Dari pengalaman anda, informasi atau pesan khusus apakah yang dapat memudahkan

kerjasama di kalangan mitra gizi (Stakeholders) di propinsi anda?

Kode

9.2 Apakah anda telah menggunakan indikator pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium

(MDG) dalam program gizi ini?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

Bila ya, jelaskan:

Page 61: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

61

9.3 Apakah anda telah mengacu pada UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam

upaya ini?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

Bila ya, jelaskan:

9.4 Apakah anda telah menggunakan perangkat advokasi?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

Bila ya, jelaskan:

9.5 Apa intervensi atau dukungan yang dapat dilakukan oleh instansi/ Departemen/ unit untuk

peningkatan cakupan program gizi?

1. Kode

2. Kode

3. Kode

9.6 Bila instansi/Departemen/ unit anda hanya dapat melaksanakan satu hal dalam

meningkatkan skala untuk peningkatan cakupan program gizi—apakah itu?

Kode

Bagian 10. Pertanyaan penutup 10.1 Menurut pendapat anda, apa tiga prioritas utama kebutuhan dalam rangka mempercepat

penurunan gizi kurang pada ibu & baduta (anak di bawah dua tahun)? Jangan mengarahkan (Prompt) ke opsi berikut; buat peringkat sebagaimana disebutkan oleh responden atau pihak yang diwawancara.

Peringkat (1, 2, 3) Kode

Page 62: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

62

Sumber daya manusia (lebih banyak staf, gaji yang

lebih baik, pergantian staf yang sering)

Pelatihan (lebih banyak pelatihan, modul pelatihan

atau trainer yang lebih baik)

Persediaan barang (obat dan sistem logistik yang lebih baik)

Infrastruktur (ruangan yang lebih luas, peralatan/fasilitas yang lebih baik)

Sumber daya keuangan (anggaran yang lebih besar,

pendanaan eksternal/dari luar yang lebih banyak)

Lain-lain

10.2 Apakah ada hal lain yang ingin anda sampaikan agar kami memiliki pemahaman yang

lebih baik mengenai situasi gizi di Indonesia?

Kode

Page 63: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

63

Form 2. Pemangku Kepentingan Tingkat Propinsi

Wawancara semi terstruktur untuk instansi pemerintah dan pemangku kepentingan yang lain (misalnya: Badan-badan PBB, Donor, LSM) di tingkat propinsi

Diisi oleh:

Kode

Propinsi:

Kode

Instansi:

Kode

Responden: Nama: Jabatan:

Kode

Nama: Jabatan:

Kode

Nama:

Jabatan:

Kode

Tanggal

kunjungan

Tgl Bln Thn

Page 64: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

64

Bagian 1. Situasi dan Prioritas Gizi

1.1 Menurut pandangan anda, apa saja tiga masalah utama dalam hal gizi di Propinsi

anda? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)

1. Kode

2. Kode

3. Kode

1.2 Apakah anda merasa bahwa masalah yang teridentifikasi mendapat perhatian dan

ditangani secara memadai dalam rencana aksi, strategi dan kebijakan gizi nasional atau propinsi?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

Jelaskan alasan anda:

1.3 Menurut pandangan anda, apa yang menyebabkan timbulnya masalah gizi ini?

(Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)

1. Kode

2. Kode

3. Kode

1.4 Menurut pandangan anda, apa yang menjadi kendala utama dalam meningkatkan

skala program gizi (atau yang terkait masalah gizi) di propinsi anda? (Tuliskan berdasarkan

urutan dari yang paling utama)

1. Kode

2. Kode

3. Kode

Page 65: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

65

1.5 Menurut pandangan anda, peluang (opportunity) utama apa saja yang dapat

digunakan untuk meningkatkan skala program aksi gizi? (Tuliskan berdasarkan urutan dari

yang paling utama)

1. Kode

2. Kode

3. Kode

Bagian 2. Sistem Koordinasi Gizi 2.1 Menurut pandangan anda, apa kekuatan/di dalam yang ada saat ini dalam hal

koordinasi program gizi di Indonesia? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)

1. Kode

2. Kode

3. Kode

4. Kode

5. Kode

2.2 Menurut pandangan anda, aspek-aspek utama apakah yang perlu ditingkatkan dalam

hal koordinasi program gizi atau terkait gizi lainnya? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang

paling utama)

1. Kode

2. Kode

3. Kode

4. Kode

Page 66: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

66

5. Kode

Bagian 3. Kebijakan dan kegiatan Gizi di Instansi 3.1 Program/kegiatan spesifik apa, bila ada, yang dilakukan oleh instansi anda berkenaan

dengan program yang terkati dengan gizi?

Kode

3.2 Jelaskan bentuk kegiatan / dukungan yang diberikan oleh instansi anda di berbagai tingkatan sebagai berikut:

Tingkat Tindakan dan dukungan Kode

Propinsi

Kabupaten/ Kota

Komunitas

3.3 Di instansi anda, apakah ada kebijakan yang mendukung program/kegiatan ini?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

Bila ya, jelaskan.

3.4 Menurut anda, strategi dan program gizi apa yang sekiranya menjadi prioritas untuk

ditingkatkan skala programnya?

Kode

3.5 Bagaimana/seberapa jauh instansi anda memberikan dukungan pada program gizi

atau terkait gizi ?

Kode

Page 67: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

67

Bagian 4. Anggaran dan pendanaan 4.1 Berapakah kira-kira anggaran tahunan di instansi anda yang dialokasikan untuk

programgizi atau yang terkait dengan gizi?

Tahun ini:

Kode

Tahun lalu:

Kode

4.2 Menurut anda, kira-kira berapa persen dari seluruh total anggaran yang dialokasikan

untuk program gizi (atau terkait gizi) di instansi anda?

Tahun ini:

Kode

Tahun lalu:

Kode

4.3 Berasal dari mana saja sumber dana untuk program gizi (atau terkait gizi) di instansi

anda?

1 %

Kode

2 %

Kode

3 %

Kode

4 %

Kode

5 %

Kode

4.4 Menurut pendapat anda apakah terdapat cukup dana untuk menangani masalah gizi di

propinsi anda Jelaskan alasannya.

Kode

4.5 Bila tidak, menurut anda apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan

anggaran/pendanaan tersebut?

Kode

Page 68: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

68

Bagian 5. Sumber daya manusia untuk Gizi 5.1 Menurut anda apakah terdapat cukup staf yang bertanggung jawab untuk program gizi

di instansi anda?

Kode

5.2 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah di

bidang gizi di Indonesia?

Kode

5.3 Apakah instansi anda memiliki staf yang ditempatkan khusus atau bertanggung-jawab untuk melaksanakan kegiatan program gizi?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

5.3.1 Bila ya, sebutkan berapa orang: dan perkiraan jumlah staf

paruh waktu atau purna waktu di berbagai tingkatan yang berbeda?

Tingkat Purna waktu Kode Paruh waktu Kode

Propinsi

5.3.2 Berapa dari mereka yang memiliki gelar minimum D3 Gizi?

Kode

5.4 Menurut anda apakah terdapat cukup petugas yang bertanggung jawab untuk

program gizi di seluruh propinsi anda?

Kode

5.5 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah petugas gizi di propinsi anda?

Kode

Page 69: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

69

5.4 Apa saja pelatihan jangka pendek, jangka panjang dan program magang yang telah

diikuti oleh staf anda dalam dua tahun terakhir terkait dengan gizi?

Tingkat Jumlah staf yang dilatih Topik Pelatihan Kode

Internasional

Nasional

propinsi

5.5 Bila tidak ada staf yang telah mengikuti pelatihan terkait dengan program gizi dalam

dua tahun terakhir, mengapa?

Kode

Bagian 6. Sistem Informasi Gizi

6.1 Jenis data gizi apa saja yang anda gunakan secara rutin?

Kode

6.2 Bagaimana dan siapa yang mengambil dan mengumpulkan data-data tersebut di atas?

Gali lebih dalam: survei, monitoring/laporan rutin, evaluasi/penelitian, dll.

Kode

6.3 Bagaimana instansi anda menggunakan data-data tersebut dan bagaimana anda

menyebarluaskan hasil tersebut ke tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota dan pemangku kepentingan yang lain di bidang gizi?

Kode

Page 70: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

70

Bagian 7. Gizi dan krisis harga pangan 7.1 Sebutkan tiga kelompok (misalnya pedesaan vs perkotaan; konsumen vs produsen;

wilayah propinsi, dll.) yang anda anggap paling terkena imbas kenaikan harga pangan di propinsi anda?

1. Kode

2.

3.

7.2 Tindakan-tindakan apakah yang diambil oleh pemerintah propinsi untuk meringankan

imbas dari krisis itu?

Kode

Bagian 8. Gizi dalam keadaan darurat (bencana alam) 8.1 Kelompok manakah yang menurut anda paling parah terkena imbas bencana alam?

1. Kode

2.

3.

8.2 Tindakan-tindakan apa yang diambil oleh pemerintah propinsi anda untuk meringankan efek/ imbas dari keadaan darurat untuk kelompok tsb? (berhubungan dgn pangan & gizi)

Kode

Bagian 9. Advokasi dan Peningkatan Skala 9.1 Dari pengalaman anda, informasi atau pesan khusus apakah yang dapat memudahkan

kerjasama di kalangan mitra gizi (Stakeholders) di propinsi anda?

Kode

Page 71: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

71

9.2 Apakah anda telah menggunakan indikator pencapaian Tujuan Pembangunan

Milenium (MDG) dalam program gizi ini?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

Bila ya, jelaskan:

9.3 Apakah anda telah mengacu pada UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

dalam upaya ini?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

Bila ya, jelaskan:

9.4 Apakah anda telah menggunakan perangkat advokasi?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

Bila ya, jelaskan:

9.5 Apa intervensi atau dukungan yang dapat dilakukan oleh instansi/ Departemen/ unit

untuk peningkatan cakupan program gizi?

1. Kode

2. Kode

3. Kode

9.6 Bila instansi/Departemen/ unit anda hanya dapat melaksanakan satu hal dalam

meningkatkan skala untuk peningkatan cakupan program gizi—apakah itu?

Kode

Page 72: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

72

Bagian 10. Pertanyaan penutup 10.1 Menurut pendapat anda, apa tiga prioritas utama kebutuhan propinsi dalam rangka

mempercepat penurunan gizi kurang pada ibu & baduta (anak di bawah dua tahun)? Jangan mengarahkan (Prompt) ke opsi berikut; buat peringkat sebagaimana disebutkan oleh responden atau pihak yang diwawancara.

Peringkat (1, 2, 3) Kode

Sumber daya manusia (lebih banyak staf, gaji yang

lebih baik, pergantian staf yang sering)

Pelatihan (lebih banyak pelatihan, modul pelatihan

atau trainer yang lebih baik)

Persediaan barang (obat dan sistem logistik yang lebih baik)

Infrastruktur (ruangan yang lebih luas, peralatan/fasilitas yang lebih baik)

Sumber daya keuangan (anggaran yang lebih besar,

pendanaan eksternal/dari luar yang lebih banyak)

Lain-lain

10.2 Apakah ada hal lain yang ingin anda sampaikan agar kami memiliki pemahaman yang

lebih baik mengenai situasi gizi di propinsi anda?

Kode

Page 73: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

73

Form 3. Staf Manajemen di tingkat Kabupaten/ Kota

Wawancara semi terstruktur

ID:___

Dilengkapi oleh:

Kode

Propinsi:

Kode

Kabupaten:

Kode

Dinas di kabupaten: 1 Dinas Kesehatan

2 Dinas Pertanian 3 Badan Ketahanan Pangan 4 Bappeda 5 6 7 8 9

77 Lain-lain:

Kode

Responden: 1 Kepala

2 Program officer bagian gizi 3 Program officer Kesehatan Ibu dan Anak 4 Pekerja kesehatan masyarakat 5 Relawan/ pendamping non profesi 77 Lain-lain: _____________________________

Kode

Tanggal

kunjungan

Tgl Bln Thn

Page 74: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

74

Bagian 1 Kegiatan dan Program Gizi

1.1 Apa saja kegiatan utama yang paling penting di bidang gizi yang tercakup dalam

rencana aksi kabupaten saat ini?

Kode

1.2 Apa saja kegiatan gizi berbasis masyarakat yang dipromosikan untuk dilaksanakan di

kabupaten anda? Bacakan satu persatu di bawah ini dan tanyakan kegiatan apa saja yang dilakukan

1.2.1 Gizi ibu: Kode

1.2.2 Pemberian ASI:

Kode

1.2.3 Pemberian MP ASI:

Kode

1.2.4 Pencegahan kekurangan gizi mikro:

Kode

1.2.5 Penurunan prevalensi anak pendek (stunting) Kode

1.2.5 Identifikasi dan manajemen gizi buruk dan gizi kurang:

1.2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Diare pada anak:

1.2.7 Pemberian ASI oleh ibu yang menderita HIV/AIDS:

1.2.8 Pola makan dan kegiatan fisik (olah raga) untuk mencegah kelebihan berat badan:

Page 75: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

75

1.2.9 Pencegahann kecacingan pada anak dan ibu hamil (PHBS, dan program pencegahan kecacingan

1.2.11 Pencegahan malaria pada anak-anak dan ibu hamil (mis, intermittent treatment, distribusi kelambu)

1.2.12 Pencegahan penyakit menular untuk balita dan ibu (WUS?) (mis. Imunisasi)

1.2.13 Keluarga Berencana

1.2.14 Lain-lain

1.3 Sebutkan tiga kelompok (pedesaan vs perkotaan; konsumen vs produsen; wilayah

tertentu, dll.) yang anda anggap paling terkena imbas kenaikan harga pangan di kabupaten anda?

1. Kode

2.

3.

1.4 Tindakan-tindakan apakah yang diambil oleh pemerintah pusat, propinsi/ kabupaten

untuk meringankan imbas dari krisis di kabupaten anda?

Kode

1.5 Dengan cara apa kabupaten memberlakukan Kode Internasional Pemasaran PASI

(Produk Pengganti ASI) atau International Code of Marketing of Breast-milk Substitutes?

Kode

1.6 Berapa jumlah fasilitas kesehatan di kabupaten anda yang mendapatkan sertifikat

Rumah Sakit Sayang Bayi atau Baby-Friendly Hospital Initiative (BFHI)?

Kode

1.7 Berapa jumlah fasilitas kesehatan yang dalam proses -menjadi Rumah Sakit Sayang

Bayi?

Page 76: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

76

Kode

1.8 Menurut anda, apakah pesan-pesan gizi yang dikomunikasikan di tingkat

masyarakat?

Bila Ya, bagaimana pesan-

pesan itu dikomunikasikan?

Kode

1.8.1 Penurunan Anemia Ibu 1

Ya

0

Tdk

1.8.2 Pemberian ASI eksklusif 1

Ya

0

Tdk

1.8.3 Pemberian MP ASI yang

optimal 1

Ya

0

Tdk

1.8.4 Suplementasi Zink untuk

penanganan diare 1

Ya

0

Tdk

1.8.5 Suplementasi Vitamin A

untuk balita 1

Ya

0

Tdk

1.8.6 Suplementasi Vitamin A

untuk ibu nifas 1

Ya

0

Tidak

1.8.7 Konsumsi garam

beryodium 1

Ya

0

Tdk

1.8.8 Penurunan angka anak

pendek 1

Ya

0

Tdk

1.8.9 Penanganan gizi buruk dan

gizi kurang 1

Ya

0

Tdk

1.8.1

0

Pencegahan dan perawatan

diare pada anak 1

Ya

0

Tdk

1.8.1

1

Pemberian ASI dalam

konteks HIV/AIDS 1

Ya

0

Tdk

1.8.1

2

Pola makan sehat dan

kegiatan fisik/olah raga

untuk mencegah kelebihan

berat badan

1

Ya

0

Tdk

1.8.1

3 Lain-lain: _____________

1

Ya

0

Tdk

Bagian 2. Tanggung Jawab dan Koordinasi 2.1 Dalam tim kabupaten/ Kota, siapa yang memiliki tanggung jawab utama untuk program

gizi? Kode

1 Kepala Dinas 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

2 Kepala bidang ____________________

3 Kepala Seksi _____________________ 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

77 Lain-lain:______________________________ 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

Page 77: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

77

77 Lain-lain:______________________________ 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

2.2 Pelatihan apakah yang telah diikuti oleh penanggung jawab utama (di atas) yang

berkaitan dengan gizi ?

Kode

2.3 Bila ada, tanggung jawab terkait non-gizi apakah yang dimiliki oleh orang tersebut?

Kode

2.3 Dalam kalangan pemerintah, apakah ada pihak lain yang mengurus masalah gizi di kabupaten anda? Siapa? Sebutkan kegiatan gizi yang telah mereka laksanakan

Kode

2.4 Bagaimana kegiatan gizi dikoordinasikan di kabupaten? Bagaimana susunan

kelembagaan yang ada dan seberapa sering pertemuan/ rapat diselenggarakan?

Kode

2.5 Siapa yang menyusun dan mengembangkan rencana dan strategi gizi di kabupaten,

dan apakah ini sudah disusun?

Kode

Bagian 3. Anggaran dan Pendanaan 3.1 Dapatkan anda memperkirakan berapa anggaran tahunan di instansi anda yang

dialokasikan untuk program gizi ini?

Tahun ini:

Kode

Page 78: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

78

Tahun lalu:

Kode

3.2 Menurut perkiraan, jumlah yang dianggarkan ini berapa persen dari keseluruhan total

anggaran?

Tahun ini: % Kode

Tahun lalu: % Kode

3.3 Sumber pendanaan kegiatan gizi apa dan dari mana saja yang diimplementasikan oleh

instansi anda untuk kegiatan gizi?

1 %

Kode

2 %

Kode

3 %

Kode

4 %

Kode

5 %

Kode

3.4 Menurut pendapat anda, apakah terdapat cukup pendanaan untuk menangani

keadaan gizi di kabupaten anda? Jelaskan alasan anda.

Kode

3.5 Bila tidak, apakah anda mempunyai rencana atau gagasan untuk meningkatkan

pendanaan?

Kode

Bagian 4. Sumber daya manusia untuk Gizi 4.1 Menurut anda apakah terdapat cukup staf yang bertanggung jawab untuk program gizi

di instansi anda?

Kode

Page 79: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

79

4.2 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah di bidang gizi di Indonesia?

Kode

4.3 Apakah instansi anda memiliki staf yang ditempatkan khusus atau bertanggung-jawab untuk melaksanakan kegiatan program gizi?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak tahu

Kode

4.3.1 Bila ya, sebutkan berapa orang: dan perkiraan jumlah staf

paruh waktu atau purna waktu di berbagai tingkatan yang berbeda?

Tingkat Purna waktu Kode Paruh waktu Kode

Propinsi

4.3.2 Berapa dari mereka yang memiliki gelar minimum D3 Gizi?

Kode

4.4 Menurut anda apakah terdapat cukup petugas yang bertanggung jawab untuk

program gizi di seluruh propinsi anda?

Kode

4.5 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah petugas gizi di propinsi anda?

Kode

4.6 Apa saja pelatihan jangka pendek, jangka panjang dan program magang yang telah

diikuti oleh staf anda dalam dua tahun terakhir terkait dengan gizi?

Tingkat Jumlah staf yang dilatih Topik Pelatihan Kode

Internasional

Nasional

propinsi

4.7 Bila tidak ada staf yang telah mengikuti pelatihan terkait dengan program gizi dalam

dua tahun terakhir, mengapa?

Kode

Page 80: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

80

Bagian 5. Pelatihan 5.1 Pelatihan mengenai gizi apa saja yang telah ada / dilaksanakan di kabupaten anda

dalam dua tahun terakhir?

A. Pelatihan (Judul, organisasi penyelenggara)

B. Partisipan (jumlah peserta dan asal instansi) Kode

5.2 Bagaimana pelatihan dipantau dan ditindaklanjuti? Gali juga informasi mengenai

keberadaan pelatihan penyegaran dan pelatihan di lokasi.

Uraikan:

Kode

Bagian 6. Sistem Manajemen Informasi 6.1 Data/laporan gizi paling penting apakah yang secara rutin dikumpulkan di tingkat

kabupaten/kota?

Kode

6.2 Bagaimana anda menggunakan laporan ini?

Kode

Page 81: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

81

6.3 Apakah anda pernah menerima umpan balik mengenai laporan gizi yang anda kirimkan

ke tingkat propinsi atau nasional ?

1 Ya

0 Tidak

99 Tidak Tahu

Kode

6.4 Bila ya, apakah umpan balik tersebut berguna? Dan bagaimana anda menggunakan umpan balik ini?

Kode

Bagian 7. Sistem Manajemen, Supervisi dan dukungan 7.1 Seberapa sering orang yang bertanggung jawab atas gizi mengunjungi fasilitas

kesehatan dan/atau masyarakat untuk memberikan dukungan program gizi?

1 Setiap hari

2 Setiap minggu

3 Setiap bulan

4 Tidak terlalu sering

Kode

7.2 Dalam kaitannya dengan kegiatan gizi, bagaimana caranya pemerintah daerah

berkomunikasi

7.2.1 dengan Mitra (pemerintah dan non pemerintah) di kabupaten:

Kode

7.2.2 dengan kantor di tingkat propinsi dan di pusat

Kode

7.3 Dukungan apa yang telah diterima oleh kabupaten anda selama dua tahun terakhir

agar tim gizi mampu melaksanakan pembuatan program, perencanaan gizi dan implementasinya?

Untuk pelatihan, dukungan anggaran, penelitian dan kunjungan lapangan, gali lebih dalam.

Kode

Page 82: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

82

Bagian 8. Pertanyaan Penutup

8.1 Menurut pendapat anda, apa tiga prioritas utama kebutuhan kabupaten dalam rangka

mempercepat penurunan kekurangan gizi? Jangan mengarahkan ke opsi berikut, buat peringkat sebagaimana disebutkan oleh responden atau pihak yang diwawancara.

Peringkat (1, 2, 3) Kode

Sumber daya manusia (lebih banyak staf, gaji yang

lebih baik, minimalnya pergantian staf)

Pelatihan (lebih banyak pelatihan, modul pelatihan

atau trainer yang lebih baik)

Persediaan barang (obat dan sistem logistik yang lebih baik)

Infrastruktur (ruangan yang lebih luas, peralatan yang lebih baik)

Sumber daya keuangan (anggaran yang lebih besar,

pendanaan eksternal yang lebih banyak)

Lain-lain

8.2 Apakah ada hal lain yang ingin anda sampaikan agar kami memiliki pemahaman yang

lebih baik mengenai situasi gizi di kabupaten anda?

Kode

Page 83: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

83

Form 4. Manajer Fasilitas Kesehatan dan Pengelola dan Penanggung jawab Program Gizi

Wawancara Kelompok semi terstruktur

ID:___

Dilengkapi oleh:

Kode

Propinsi:

Kode

Kabupaten:

Kode

Fasilitas Kesehatan:

1 Pusat Kesehatan Masyarakat

77 Lain-lain:

Kode

Unit:

1 Unit Rawat Jalan

2 Unit bersalin/ kebidanan

3 Bangsal Anak

4 Rawat Inap

5 Management

77 Lain-lain:

Kode

Responden :

1) Manajer

Fasilitas

1 Ada 0

Tidak ada

Kode

2) Penanggung

jawab program

gizi

Hadir:

1 Kepala Puskesmas

2 Dokter/Dokter Gigi

3 Perawat

4 Perawat pembantu

5 Bidan

6 Ahli gizi/ Ahli Diet

7 Petugas Gizi/ Penasihat /Penyuluh

0

Tidak ada

Kode

Tanggal

kunjungan

Tgl Bln Thn

Page 84: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

84

Gizi/Pembantu Ahli Gizi

8 Petugas kesehatan masyarakat

(Jurim/Sanitarian)

9 Relawan/ Honorer

10 Petugas administrasi/ karyawan

77 Lain-

lain:________________________

1.1 Kegiatan utama terkait gizi apa saja yang dilaksanakan di puskesmas ini?

Kode

1.2 Apakah puskesmas anda melaksanakan kegiatan gizi berikut ini di masyarakat? (Bacakan/tanyakan sesuai list di bawah ini)

Kode

1.2.1. Suplementasi tablet besi folat bagi ibu

hamil 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.2. Suplementasi multivitamin dan

mineral bagi ibu hamil 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.3. Suplementasi tablet kalsium bagi Ibu

hamil 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.4. Promosi Pemberian ASI 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.5. Promosi pemberian makanan

pendamping ASI lokal 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.6. Suplementasi kapsul Vitamin A bagi

balita 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.7. Suplementasi Vitamin A bagi ibu

nifas 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.8. Suplementasi tabur gizi (Vitalita/Mix

Met/Taburia) untuk balita 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.9. Distribusi makanan tambahan (mis.

bubur/biskuit berfortifikasi, dll) untuk balita 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.10. Distribusi makanan tambahan (mis

Mie berfortifikasi) untuk ibu hamil 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.11. Suplementasi tablet zink untuk balita

(bagian dari penanganan diare) 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.12. Promosi garam beryodium 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.13. Promosi dan pemantauan tumbuh

kembang anak 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

Bagian 1 Kegiatan Gizi dan Pengintegrasian ke Program Lain

Page 85: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

85

1.2.14. Penanganan gizi kurang pada balita 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.15. Penanganan gizi buruk pada balita 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.16. Penyuluhan/promosi pemberian

makan bagi anak sakit 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.17. Promosi cuci tangan dengan sabun 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.18. Promosi Pemberian tablet cacing

(untuk anak dan ibu hamil) 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.19. Promosi kelambu berobat 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.20. Pengobatan malaria pada saat

kehamilan 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.21. Pemberian ASI dalam konteks`

HIV/AIDS 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.22.Pola hidup sehat dan gizi seimbang

untuk mencegah kelebihan berat badan 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.23 Keluarga Berencana 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.2.24. Lain-lain:

__________________________ 1

Ya

0

Tdk

99

Tdk Tahu

1.3 Bagaimana gizi diintegrasikan ke program atau kegiatan pelayanan kesehatan dasar? Untuk menggali lebih dalam: Bagaimana gizi diintegrasikan ke dalam MTBS (Management Terpadu Balita

Sakit), Kesehatan ibu, kesehatan remaja, HIV/AIDS dll.

Kode

1.4 Jelaskan bagaimana penyuluhan dan konseling gizi dijalankan di puskesmas ini.

Untuk menggali lebih dalam: Siapa yang bertanggung jawab, kapan dan dimana kegiatan itu dilangsungkan.

materi yang diberikan

Kode

1.5 Bagaimana pendapat bapak/ibu terhadap program dan pelayanan gizi di puskesmas

ini?

Kode

1.6 Siapa yang biasanya memberikan pelayanan gizi di fasilitas kesehatan ini? (Jangan dibacakan list di bawah ini)

Kode

Page 86: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

86

1. Kepala Puskesmas 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

2. Dokter/Dokter Gizi 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

3. Perawat 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

4. Perawat pembantu 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

5. Bidan 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

6. Ahli gizi/ ahli diet 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

7. Penyuluh / Petugas Gizi /Pembantu

Ahli Gizi 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

8. Petugas program lain 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

9. Petugas kesehatan masyarakat 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

10. Relawan/ Honorer 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

11. Petugas administrasi 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

77. Lain-

lain:________________________ 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

Page 87: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

87

Bagian 2. Pelatihan, Bahan dan Sumber daya 2.1 Di puskesmas ini, siapa saja yang telah mendapatkan menerima pelatihan terkait

gizi dua tahun terakhir? (Jangan Bacakan List di bawah ini)

Kod

e

1. Kepala Puskesmas 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

2. Dokter/Dokter Gigi 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

3. Perawat 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

4. Perawat pembantu 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

5. Bidan 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

6. Ahli gizi/ ahli diet 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

7. Penyuluh / Petugas Gizi 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

8. Petugas program lain 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

9. Pekerja kesehatan masyarakat 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

10. Relawan/ penyuluh non profesi 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

11. Petugas administrasi 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

77. Lain-

lain:________________________ 1

Ya

0

Tdk

99

Tidak Tahu

2.2 Berapa banyak dari staf di atas yang telah menerima pelatihan gizi itu masih bekerja di sini?

1

Semua

2

Sebagian

besar

3

Beberapa

4

Tdk ada

77

Lain-lain

99 Tdk tahu

Kode

2.3 Untuk masing-masing bidang berikut, apakah ada dari staf puskesman yang telah

menerima pelatihan dan /atau memberikan pelatihan ke pihak lainnya?

Kode

2.3.1 Gizi ibu 1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.2 Konseling Pemberian

ASI 1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.3

Pelatihan (dukungan

dan manajemen

Pemberian ASI)

1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.4 Konseling pemberian

MP-ASI 1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.5 Suplementasi Zink

untuk penanganan diare 1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

Page 88: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

88

2.3.6 Suplementasi Kapsul

Vitamin A bagi balita 1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.7 Suplementasi Kapsul

Vitamin A bagi bufas 1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.8

Pemberian tabur gizi

(vitalita/Mix

Me/Taburia) untuk

balita

1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.9

Pemberian tablet multi-

vitamin dan mineral

untuk bumil dan bufas

1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.10

Pemantauan dan

promosi tumbuh

kembang

1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.11 Penanganan gizi kurang 1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.12 Penanganan Gizi buruk 1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.13

Pencegahan dan

perawatan untuk anak

diare

1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.14 Pemberian ASI dalam konteks Konseling HIV/ AIDS

1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.15

Kegiatan fisik dan

makan sehat untuk

mencegah kelebihan

berat badan.

1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.16 Pencegahan

Kecacingan 1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.17

Pencegahan Penyakit

Menular lainnya.

Sebutkan___________

__

___________________

_

1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.3.18 Keluarga Berencana

2.3.19 Pencegahan Malaria

pada ibu hamil

2.3.20 Lain-lain:

__________________ 1

Menerima

2

Memberi

3

Keduanya

0

Tidak sama

sekali

2.4 Apakah ada pemantauan atau tindak lanjut dari kegiatan pelatihan gizi yang dilakukan

dalam dua tahun terakhir di puskesmas ini.

1

Ya

0

Tdk

Kode

Page 89: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

89

Bila Ya, jelaskan:

Bagian 3. Dukungan Masyarakat 3.1 Bagaimana puskesmas bekerjasama/melibatkan dengan masyarakat untuk

meningkatkan: (Dibacakan Satu Persatu) Pertanyaan untuk menggali: peran kader, suami, dukun, tokoh agama/ masyarakat dll.

3.1.1 Gizi Ibu Kode

3.1.2 Pemberian ASI:

Kode

3.1.3 Pemberian Makanan Pendamping ASI lokal

Kode

3.1.4 Pencegahan Kekurangan Gizi Mikro (misalnya Vitamin A

untuk balita dan Ibu Nifas, supplementasi multivitamin & mineral

untuk Ibu Hamil, tabur gizi balita, garam beryodium):

Kode

3.1.5 Identifikasi dan penanganan gizi kurang Kode

3.1.6 Pengidentifikasian dan penanganan gizi buruk Kode

3.1.7 Pencegahan dan perawatan balita diare Kode

Page 90: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

90

3.1.8 Pemberian ASI (Menyusui) dalam konteks HIV/AIDS Kode

3.1.9 Pola hidup sehat (Kegiatan fisik dan gizi seimbang) untuk

mencegah kelebihan berat badan

Kode

3.1.10 Pencegahan Kecacingan Kode

3.1.11 Pencegahan Malaria (Pengobatan, dan distribusi kelambu)

3.1.12 Pemberian Imunisasi

3.1.13 Keluarga Berencana

Lain-Lain, Sebutkan:

3.2 Selain posyandu, apakah ada kegiatan sosmob (mobilisasi masyarakat) terkait gizi

yang sudah diprakarsai oleh puskesmas dalam dua tahun terakhir?

Kode

3.3 Menurut pendapat bapak/ibu, bagaimana agar masyarakat dapat mendukung

pemberian ASI (eksklusif dilanjutkan hingga dua tahun dengan makanan pendamping) secara lebih baik? Pertanyaan untuk menggali: peran relawan, suami, Bidan, pemuka masyarakat, tokoh agama dll.

Kode

Page 91: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

91

Bagian 4. Dukungan 4.1 Seberapa sering pertemuan/rapat formal diadakan dengan staf gizi kabupaten?

1

Setiap hari

2

Setiap

minggu

3

Setiap bulan

4

Jarang

5

Tidak

Pernah

Kode

4.2 Seberapa sering pertemuan/rapat diadakan dengan staf gizi propinsi setahun terakhir?

1

Setiap hari

2

Setiap

minggu

3

Setiap bulan

4

Jarang

5

Tidak

Pernah

Kode

4.3 Apakah anda merasa bahwa anda menerima dukungan yang memadai dari staf gizi di

tingkat kabupaten dalam setahun terakhir?

1

Ya

0

Tdk

Kode

4.3a Bila Ya, jelaskan:

Kode

4.3b Bila tidak, berikan alasan dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

/ memperbaiki keadaan ini. Berikan contoh spesifiknya.

Kode

Bagian 5. Pengelolaan program Gizi 5.1 Siapa yang mengelola program gizi di puskesmas ini?

1 Kepala Puskesmas

2 Dokter/Dokter Gigi

3 Perawat

4 Perawat pembantu

5 Bidan

6 Ahli gizi/ Ahli Diet

7 Petugas Gizi/ Penasihat /Penyuluh Gizi/Pembantu Ahli Gizi

Kode

Page 92: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

92

8 Petugas kesehatan masyarakat (Jurim/Sanitarian)

9 Relawan/ Honorer

10 Petugas administrasi/ karyawan

77. Lain-lain:________________________

5.2 Sebutkan porsi waktu yang dihabiskan untuk memberikan konseling/penyuluhan gizi

dalam sebulan terakhir?

Proporsi: %

99

Tidak

tahu

Kode

5.4 Apakah Tenaga Pelaksana Gizi di Puskesmas ini memiliki latar belakang pendidikan

formal gizi?

1

Ya

0

Tdk

Kode

5.5 Apakah Tenaga Pengelola Gizi di Puskesmas ini pernah menerima pelatihan mengenai gizi dalam dua tahun terakhir?

1

Ya

0

Tdk

Kode

5.4 Bila ya, pelatihan gizi apakah yang dia ikuti?

Kode

Bagian 6. Rujukan dan konseling Gizi 6.1 Siapa yang melaksanakan konseling/penyuluhan di fasilitas kesehatan ini?

1

Staf terlatih dalam

gizi

2

Staf tidak secara

resmi terlatih dalam

gizi

99

Tidak tahu

Kode

Bila jawabannya 1 atau 2, sebutkan:

6.2 Apakah ada ruang yang dikhususkan untuk konseling gizi ?

1 0 Kode

Page 93: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

93

Ya Tdk

6.3 Apakah ada hari khusus di tiap minggu atau bulan dimana pelayanan konseling gizi

dapat dilakukan dengan memesan waktu?

1

Ya

0

Tdk

Kode

6.4 Berapa jumlah rata-rata pasien per bulan yang mendapatkan konseling gizi?

Kode

6.5 Kasus apa yang paling umum dirujuk?

Kode

Page 94: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

94

Bagian 7. Pertanyaan Penutup 7.1 Menurut pendapat anda, apa tiga prioritas utama kebutuhan puskesmas dalam rangka

mempercepat penurunan kekurangan gizi? Jangan mengarahkan ke opsi berikut, buat peringkat sebagaimana disebutkan oleh responden atau pihak yang diwawancara.

Peringkat (1, 2, 3) Kode

Sumber daya manusia (lebih banyak staf, gaji yang

lebih baik, minimnya rotasi staf)

Pelatihan (lebih banyak pelatihan, modul pelatihan

atau trainer yang lebih baik)

Persediaan barang (obat dan sistem supply yang lebih baik)

Infrastruktur (ruangan yang lebih luas, peralatan yang lebih baik)

Sumber daya keuangan (anggaran yang lebih besar,

pendanaan yang lebih banyak)

Lain-lain

7.2 Apakah ada hal lain yang menurut pendapat anda ingin anda sampaikan ke kami agar

kami memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai situasi gizi di puskesmas anda?

Kode

Page 95: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

95

Formulir 5 Daftar Tilik Puskesmas ID:___

Diisi oleh:

Kode

Propinsi:

Kode

Kabupaten/Kota:

Kode

Fasilitas Kesehatan:

1 Puskesmas

77 Lain-lain:

Kode

Unit:

1 Bagian Rawat Jalan

2 Bagian Rawat Inap

3 Unit bersalin/ kebidanan

4 Bangsal Anak

77 Lain-lain:

Kode

Responden:

1 Kepala Puskesmas

2 Dokter/Dokter Gigi

3 Perawat

4 Perawat pembantu

5 Bidan

6 Ahli gizi/ Ahli Diet

7 Petugas Gizi/ Penasihat /Penyuluh Gizi/Pembantu Ahli Gizi

8 Petugas kesehatan masyarakat (Jurim/Sanitarian)

9 Relawan/ Honorer

10 Petugas administrasi/ karyawan

77 Lain-lain:________________________

Kode

Tanggal

kunjungan

Tgl Bln Thn

Page 96: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

96

Bagian 1. Ketersediaan Bahan Program Gizi Minta petugas untuk menunjukkan Buku/Pedoman Bahan Program Gizi

Bahan / Buku

Ketersediaan

Keterangan Kode

1.1 Pedoman/Protap Suplementasi

Tablet Besi Folat bagi Ibu 1

Ya

0

Tdk

1.2

Pedoman/Protap Suplementasi

Multivitamin dan Mineral bagi

Ibu Hamil

1

Ya

0

Tdk

1.3 Pedoman/Protap Suplementasi

Kalsium bagi Ibu 1

Ya

0

Tdk

1.4 Pedoman/Protap Konseling

Menyusui/ASI 1

Ya

0

Tdk

1.5 10 langkah Keberhasilan

Menyusui 1

Ya

0

Tdk

1.6 Pedoman/Protap Penyuluhan

tentang MP ASI 1

Ya

0

Tdk

1.7 Pedoman/Protap Suplementasi vitamin A bagi Balita

1

Ya

0

Tdk

1.8 Pedoman/Protap Suplementasi

vitamin A bagi Bufas

1.9

Pedoman/Protap Suplementasi

Zink bagi anak (Reguler atau

Selama Diare)

1

Ya

0

Tdk

1.10

Pedoman/Protap Pemantauan

dan Promosi Tumbuh

Kembang Anak

1

Ya

0

Tdk

1.11 Pedoman/Protap Penanganan Gizi Kurang

1

Ya

0

Tdk

1.12 Pedoman/Protap Penanganan Gizi Buruk

1

Ya

0

Tdk

1.13 Register/Laporan Penanganan Gizi Buruk

1

Ya

0

Tdk

1.14 Pedoman/Protap Pemberikan

Makan Anak Sakit 1

Ya

0

Tdk

1.15 Manual MTBS Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS)

1.16

Pedoman/Protap Pemberian

Makan Bayi dalam Konteks

HIV/AIDS

1

Ya

0

Tdk

1.17 Pedoman Umum Gizi

Seimbang (PUGS)

Page 97: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

97

1.18

Laporan Informasi Kesehatan

Bulanan

1

Ya

0

Tdk

1.19 Lain-lain:

___________________ 1

Ya

0

Tdk

Bagian 2. Ketersediaan Bahan KIE Gizi (Poster/Lembar

Balik/Pamflet) ** Minta Petugas untuk menunjukkan KIE

Materi/Bahan

Ketersediaan Keterangan Kode

2.1 Gizi selama kehamilan 1

Ya 0

Tdk

2.2 Anemia pada WUS dan Ibu

Hamil 1

Ya

0

Tdk

2.3 Pemberian ASI Ekslusif 1

Ya 0

Tdk

2.4 Pemberian MP ASI yang Optimal 1

Ya

0

Tdk

2.5 Suplementasi Vitamin A bagi

Balita 1

Ya 0

Tdk

2.6 Suplementasi Vitamin A bagi Bufas 1

Ya

0

Tdk

2.7 Suplementasi Zink bagi Balita (secara reguler dan pada saat diare)

1 Ya

0 Tdk

2.8 Pemberian tabur gizi (vitalita/mix- me/taburia) untuk balita

1 Ya

0 Tdk

2.9 Konsumsi garam beryodium 1

Ya 0

Tdk

2.10 Penanganan/Manajemen Gizi Kurang

1 Ya

0 Tdk

2.11 Penanganan/Manajemen Gizi Buruk 1

Ya

0

Tdk

2.12 Pemberian Makan bagi Anak Sakit 1

Ya 0

Tdk

2.13 Cuci Tangan dengan Sabun 1

Ya

0

Tdk

2.14 Pemberian Obat Cacing (ibu hamil dan anak)

1 Ya

0 Tdk

2.15 Penggunaan kelambu berobat 1

Ya

0

Tdk

Page 98: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

98

2.16 Pemberian ASI dalam Konteks

HIV/AIDS 1

Ya 0

Tdk

2.17

Kegiatan Fisik dan Makan Sehat

untuk mencegah Kelebihan Berat

Badan

1

Ya

0

Tdk

2.18 Panduan Pangan dan Materi

Pendidikan Gizi yang lainnya. 1

Ya 0

Tdk

2.19 Keluarga Berencana 1

Ya 0

Tdk

2.20 Buku KIA 1

Ya 0

Tdk

2.21 Imunisasi 1

Ya 0

Tdk

2.22 Lain-lain :

____________________ 1

Ya 0

Tdk

Bagian 3. Ketersediaan Obat-obatan dan Barang / Pasokan

lain

Barang

Ketersediaan

Keterangan(misal jenis, dosis,

jumlah tidak cukup, tanggal

kedaluwarsa, disimpan/ ditempatkan atau di secara tepat

dan memadai) Kode

3.1 Tablet Besi Folat 1

Ya

0

Tdk

3.2 Tablet Multivitamin dan Mineral

untuk bumil/bufas 1

Ya

0

Tdk

3.3 Tablet Kalsium 1

Ya

0

Tdk

3.4

Tabur Gizi: (Vitalita/Mixme/Taburia)untuk Balita

3.5 Kapsul Vitamin A 100,000IU 1

Ya

0

Tdk

3.6 Kapsul Vitamin A 200,000IU 1

Ya

0

Tdk

3.7 Tablet Zink 1

Ya

0

Tdk

3.8 Timbangan Bayi yang masih berfungsi 1

Ya

0

Tdk

3.9 Timbangan Orang Dewasa yang masih berfungsi

1

Ya

0

Tdk

3.10 Papan ukur panjang badan 1

Ya

0

Tdk

3.11 Papan ukur tinggi badan 1

Ya

0

Tdk

3.12 KMS/Buku KIA 1

Ya

0

Tdk

3.13 Pita LILA 1

Ya

0

Tdk

Page 99: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

99

3.14 Makanan terapeutik F-75 (Formula untuk Pemula)

1

Ya

0

Tdk

3.15 Makanan Terapeutik F-100 (Catch-up formula)

1

Ya

0

Tdk

3.16

Makanan Terapeutik Siap Pakai (Ready-to-Use Therapuetic Food -RUTF)/Plumpy Nut

1

Ya

0

Tdk

3.17 Bubur/Biskuit pabrikan (MP-ASI) 1

Ya

0

Tdk

3.18

Paket Makanan Tambahan

(misalnya paket makanan untuk

dibawa pulang)

1

Ya

0

Tdk

3.19 Larutan Rehidrasi Oralit (Oral

Rehydration Solution -ORS) 1

Ya

0

Tdk

3.20 Lain-lain: __________________ 1

Ya

0

Tdk

Page 100: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

100

Form 6A. Petugas Kesehatan (Bidan Desa)

Kuesioner Wawancara Terstruktur bagi yang memberikan pelayanan kepada Ibu hamil atau anak-anak

ID:___

Diisi oleh:

Kode

Propinsi:

Kode

Kabupaten/Kota:

Kode

Fasilitas Kesehatan:

1 Pos Kesehatan Desa

6 Klinik bersalin/ Polindes

7 Posyandu

77 Lain-lain:

Kode

Unit:

1 Bagian Rawat Jalan

2 Klinik bersalin/ kebidanan

3 Bangsal Anak

77 Lain-lain:

Kode

Responden:

1. Bidan Desa

77. Lain-lain:________________________:

Kode

Tanggal

kunjungan

Tgl Bln Thn

Page 101: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

101

Bagian 1. Latar belakang dan pelatihan

1.1 Dalam dua tahun terakhir, apakah anda sudah dilatih dalam bidang berikut (Jangan

dibacakan):

Kode

1.1.1 Gizi ibu 1

Ya

0

Tdk

1.1.2 Penyuluhan tentang Pemberian ASI

(Menyusui) 1

Ya

0

Tdk

1.1.3 Pelatihan BFHI (Rumah Sakit Sayang Bayi) 1

Ya

0

Tdk

1.1.4 Konseling/Penyuluhan Pemberian MP-ASI 1

Ya

0

Tdk

1.1.5 Suplementasi Zink untuk Penanganan

Diare. 1

Ya

0

Tdk

1.1.6 Suplementasi Vitamin A bagi Balita 1

Ya

0

Tdk

1.1.7 Suplementasi Vitamin A bagi bufas 1

Ya

0

Tdk

1.1.8 Pemberian tabur gizi

(Vitalita/MixMe/Taburia) untuk balita 1

Ya

0

Tdk

1.1.9 Pemberian Multivitamin dan Mineral untuk

ibu hamil 1

Ya

0

Tdk

1.1.10 Pemantauan dan Promosi Tumbuh

Kembang 1

Ya

0

Tdk

1.1.11 Penanganan gizi kurang 1

Ya

0

Tdk

1.1.12 Penanganan gizi buruk 1

Ya

0

Tdk

1.1.13 Pencegahan dan perawatan diare pada balita 1

Ya

0

Tdk

1.1.14 Pemberian ASI (Menyusui) dalam Konteks Konseling HIV/AIDS

1

Ya

0

Tdk

1.1.15 Kegiatan fisik dan makan sehat untuk

mencegah kelebihan berat badan 1

Ya

0

Tdk

1.1.16 Pencegahan Kecacingann dan Pemberian

Obat Cacing 1

Ya

0

Tdk

1.1.17 Pencegahan Penyakit Menular 1

Ya

0

Tdk

1.1.18 Pelayanan KB 1

Ya

0

Tdk

1.1.19 Pencegahan dan Pengobatan Malaria 1

Ya

0

Tdk

1.1.12 Lain-lain: __________________ 1

Ya

0

Tdk

Page 102: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

102

Bagian 2. Pengetahuan tentang Pedoman/Protap Gizi

2.1 Suplemen gizi mikro apakah yang hendaknya diterima oleh ibu hamil? Lingkari

sesuai jawaban

1

Tidak

ada

2

Zat Besi

Folat

3

Kalsium

4

Multiple

vitamin dan

minera

5

Lainnya,

________

99

Tidak

tahu

Kode

2.2 Kapan seorang bayi seharusnya diletakkan di dada ibunya setelah lahir? Lingkari

sesuai jawaban

1

Dalam waktu 1 jam

2

Dalam waktu 6 jam

3

Dalam waktu 24 jam

4

Setelah ibu pulih

99

Tidak tahu

Kode

2.3 Kapan anak pertama kali diperkenalkan/diberikan makanan pendamping? Lingkari

sesuai jawaban

1 Pada usia 4-6

bulan

2 Pada usia 6

bulan

3 Pada usia 8

bulan

4 Ketika gigi

anak sudah tumbuh

99 Tidak tahu

Kode

2.4 Kapan bayi/balita hendaknya menerima kapsul vitamin A?

1 Setiap bulan sampai usia 6

bulan.

2 Setiap

enam bulan sejak lahir

3 Setiap enam

bulan sejak bayi usia 6 bulan

sampai berusia lima tahun

4 Sekali

setahun

5 Ketika sakit

99 Tidak tahu

Kode

Untuk Pertanyaan di bawah ini, berikan jawaban benar atau salah.

2.5 Suplemen Zink hendaknya diberikan ke semua anak yang menderita diare.

1 Benar

2 Salah

99 Tdk Tahu

Kode

2.6 Semua anak di semua negara memiliki potensi yang sama untuk tumbuh dari

sejak lahir sampai berusia 5 tahun.

1 Benar

2 Salah

99 Tdk Tahu

Kode

2.7 Anak yang menderita gizi buruk mengalami defisiensi gizi mikro dan oleh karena itu hendaknya segera menerima tablet besi dan vitamin & mineral lainnya.

1 Benar

2 Salah

99 Tdk Tahu

Kode

2.8 Anak yang disusui secara eksklusif yang menderita diare mungkin memerlukan sejumlah air untuk

mengganti cairan tubuh yang hilang. `

1 Benar

2 Salah

99 Tdk Tahu

Kode

Page 103: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

103

2.9 Perempuan dengan HIV yang menyusui hendaknya secara berangsur-angsur berhenti menyusui setelah beberapa bulan ketika anak berusia sekitar enam bulan.

1 Benar

2 Salah

99 Tdk Tahu

Kode

2.10 Seberapa segera setelah persalinan tali pusat bayi hendaknya dipotong?

1 Segera

2 Setelah satu

menit

3 Setelah tiga

menit

4 Setelah satu jam

99 Tidak tahu

Kode

Bagian 3. Implementasi Program

OBSERVASI PADA SAAT KEGIATAN POSYANDU, APA SAJA YANG

DILAKUKAN/KEGIATAN APA SAJA YANG ADA, DAN APAKAH MEREKA

(BIDAN/KADER) MELAKUKANNYA DENGAN TEPAT

Bagian 4. Dukungan Pemberian ASI 4.1 Seberapa sering anda memberikan pendampingan/konseling pada ibu menyusui?

1 Setiap hari

2 Setiap minggu

3 Setiap bulan

4 Kurang sering

5 Tidak

pernah

99 Tdk tahu

Kode

4.2 Seberapa sering anda memberikan pendampingan/konseling pada ibu dengan HIV

untuk pemberian makan bayinya?

1 Setiap hari

2 Setiap minggu

3 Setiap bulan

4 Kurang sering

5 Tidak

pernah

99 Tdk tahu

Kode

4.3 Apakah polindes/posyandu anda pernah menerima sampel susu formula gratis/

pamflet/ poster atau alat tulis/ blok-note dari perusahaan pembuat formula bayi?

1 Ya

0 Tidak

99 Tdk Tahu

Kode

Bila ya, jelaskan.

Bagian 5. Keterlibatan Masyarakat dan Kelompok

Dukungan 5.1 Apakah ada kelompok pendukung ASI di masyarakat?

1 Ya

0 Tdk

99 Tdk Tahu

Kode

Page 104: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

104

5.2 Seberapa sering mereka bertemu?

1 Setiap hari

2 Setiap minggu

3 Setiap bulan

4 Kurang sering

5 Tidak

pernah

99 Tdk tahu

Kode

Bagian 6. Saran Perbaikan

6.1 Menurut pendapat anda, bagaimana program gizi ini dapat ditingkatkan?

Kode

6.2 Menurut anda, pelatihan gizi apa saja yang perlu ditingkatkan?

1 Ya

0 Tidak

Kode

Bila Ya, jelaskan jenis pelatihan itu:

Bagian 7. Dukungan/ Bantuan 7.1 Kepada siapa anda berkonsultasi bila anda perlu dukungan teknis yang berkenaan

dengan gizi? (Dukungan teknis mencakup bantuan manakala ditemukan kasus konseling yang sulit,

informasi mengenai kemajuan perkembangan terkini di bidang gizi)

Kode

7.2 Apakah anda memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas terkait gizi?

1 Ya, kadang-kadang

2 Ya, selalu

0 Tidak pernah

Kode

7.3 Apakah ada hal lain yang ingin anda tambahkan dalam implementasi pelayanan gizi di

wilayah kerja anda?

Kode

Page 105: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

105

Form 6B. Petugas Kesehatan (Kader)

ID:___

Diisi oleh:

Kode

Propinsi:

Kode

Kabupaten/Kota:

Kode

Fasilitas Kesehatan:

1 Pos Kesehatan Desa

6 Klinik bersalin/ Polindes

7 Posyandu

77 Lain-lain:

Kode

Unit:

1 Bagian Rawat Jalan

2 Klinik bersalin/ kebidanan

3 Bangsal Anak

77 Lain-lain:

Kode

Responden:

1. Bidan Desa

77. Lain-lain:________________________:

Kode

Tanggal

kunjungan

Tgl Bln Thn

Page 106: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

106

Bagian 1. Latar belakang dan pelatihan

1.1 Dalam dua tahun terakhir, apakah anda sudah dilatih dalam bidang berikut (Jangan

dibacakan):

Kode

1.1.1 Gizi ibu 1

Ya

0

Tdk

1.1.2 Penyuluhan tentang Pemberian ASI

(Menyusui) 1

Ya

0

Tdk

1.1.3 Pelatihan BFHI (Rumah Sakit Sayang Bayi) 1

Ya

0

Tdk

1.1.4 Konseling/Penyuluhan Pemberian MP-ASI 1

Ya

0

Tdk

1.1.5 Suplementasi Zink untuk Penanganan

Diare. 1

Ya

0

Tdk

1.1.6 Suplementasi Vitamin A bagi Balita 1

Ya

0

Tdk

1.1.7 Suplementasi Vitamin A bagi bufas 1

Ya

0

Tdk

1.1.8 Pemberian tabur gizi

(Vitalita/MixMe/Taburia) untuk balita 1

Ya

0

Tdk

1.1.9 Pemberian Multivitamin dan Mineral untuk

ibu hamil 1

Ya

0

Tdk

1.1.10 Pemantauan dan Promosi Tumbuh

Kembang 1

Ya

0

Tdk

1.1.11 Penanganan gizi kurang 1

Ya

0

Tdk

1.1.12 Penanganan gizi buruk 1

Ya

0

Tdk

1.1.13 Pencegahan dan perawatan diare pada balita 1

Ya

0

Tdk

1.1.14 Pemberian ASI (Menyusui) dalam Konteks Konseling HIV/AIDS

1

Ya

0

Tdk

1.1.15 Kegiatan fisik dan makan sehat untuk

mencegah kelebihan berat badan 1

Ya

0

Tdk

1.1.16 Pencegahan Kecacingann dan Pemberian

Obat Cacing 1

Ya

0

Tdk

1.1.17 Pencegahan Penyakit Menular 1

Ya

0

Tdk

1.1.18 Pelayanan KB 1

Ya

0

Tdk

1.1.19 Pencegahan dan Pengobatan Malaria 1

Ya

0

Tdk

1.1.12 Lain-lain: __________________ 1

Ya

0

Tdk

Page 107: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

107

Bagian 2. Pengetahuan tentang Pedoman/Protap Gizi

2.1 Suplemen gizi mikro apakah yang hendaknya diterima oleh ibu hamil? Lingkari

sesuai jawaban

1

Tidak

ada

2

Zat Besi

Folat

3

Kalsium

4

Multiple

vitamin dan

minera

5

Lainnya,

________

99

Tidak

tahu

Kode

2.2 Kapan seorang bayi seharusnya diletakkan di dada ibunya setelah lahir? Lingkari

sesuai jawaban

1 Dalam waktu 1

jam

2 Dalam waktu 6

jam

3 Dalam waktu

24 jam

4 Setelah ibu

pulih

99 Tidak tahu

Kode

2.3 Kapan anak pertama kali diperkenalkan/diberikan makanan pendamping? Lingkari

sesuai jawaban

1 Pada usia 4-6

bulan

2 Pada usia 6

bulan

3 Pada usia 8

bulan

4 Ketika gigi anak sudah

tumbuh

99 Tidak tahu

Kode

2.4 Kapan bayi/balita hendaknya menerima kapsul vitamin A?

1 Setiap bulan

sampai usia 6 bulan.

2 Setiap

enam bulan sejak lahir

3 Setiap enam

bulan sejak bayi usia 6 bulan

sampai berusia lima tahun

4 Sekali

setahun

5 Ketika sakit

99 Tidak tahu

Kode

Untuk Pertanyaan di bawah ini, berikan jawaban benar atau salah.

2.5 Suplemen Zink hendaknya diberikan ke semua anak yang menderita diare.

1 Benar

2 Salah

99 Tdk Tahu

Kode

2.6 Semua anak di semua negara memiliki potensi yang sama untuk tumbuh dari

sejak lahir sampai berusia 5 tahun.

1

Benar

2

Salah

99

Tdk Tahu

Kode

2.7 Anak yang menderita gizi buruk mengalami defisiensi gizi mikro dan oleh karena itu hendaknya segera menerima tablet besi dan vitamin & mineral lainnya.

1 Benar

2 Salah

99 Tdk Tahu

Kode

2.8 Anak yang disusui secara eksklusif yang menderita diare mungkin memerlukan sejumlah air untuk

mengganti cairan tubuh yang hilang. `

1 Benar

2 Salah

99 Tdk Tahu

Kode

Page 108: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

108

2.9 Perempuan dengan HIV yang menyusui hendaknya secara berangsur-angsur

berhenti menyusui setelah beberapa bulan ketika anak berusia sekitar enam bulan.

1

Benar

2

Salah

99

Tdk Tahu

Kode

2.10 Seberapa segera setelah persalinan tali pusat bayi hendaknya dipotong?

1 Segera

2 Setelah satu

menit

3 Setelah tiga

menit

4 Setelah satu jam

99 Tidak tahu

Kode

Bagian 3. Implementasi Program

OBSERVASI PADA SAAT KEGIATAN POSYANDU, APA SAJA YANG

DILAKUKAN/KEGIATAN APA SAJA YANG ADA, DAN APAKAH MEREKA

(BIDAN/KADER) MELAKUKANNYA DENGAN TEPAT

Bagian 4. Dukungan Pemberian ASI 4.1 Seberapa sering anda memberikan pendampingan/konseling pada ibu menyusui?

1 Setiap hari

2 Setiap minggu

3 Setiap bulan

4 Kurang sering

5 Tidak

pernah

99 Tdk tahu

Kode

4.2 Seberapa sering anda memberikan pendampingan/konseling pada ibu dengan HIV

untuk pemberian makan bayinya?

1 Setiap hari

2 Setiap minggu

3 Setiap bulan

4 Kurang sering

5 Tidak

pernah

99 Tdk tahu

Kode

4.3 Apakah polindes/posyandu anda pernah menerima sampel susu formula gratis/

pamflet/ poster atau alat tulis/ blok-note dari perusahaan pembuat formula bayi?

1 Ya

0 Tidak

99 Tdk Tahu

Kode

Bila ya, jelaskan.

Bagian 5. Keterlibatan Masyarakat dan Kelompok

Dukungan 5.1 Apakah ada kelompok pendukung ASI di masyarakat?

1 Ya

0 Tdk

99 Tdk Tahu

Kode

Page 109: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

109

5.2 Seberapa sering mereka bertemu?

1 Setiap hari

2 Setiap minggu

3 Setiap bulan

4 Kurang sering

5 Tidak

pernah

99 Tdk tahu

Kode

Bagian 6. Saran Perbaikan

6.1 Menurut pendapat anda, bagaimana program gizi ini dapat ditingkatkan?

Kode

6.2 Menurut anda, pelatihan gizi apa saja yang perlu ditingkatkan?

1 Ya

0 Tidak

Kode

Bila Ya, jelaskan jenis pelatihan itu:

Bagian 7. Dukungan/ Bantuan 7.1 Kepada siapa anda berkonsultasi bila anda perlu dukungan teknis yang berkenaan

dengan gizi? (Dukungan teknis mencakup bantuan manakala ditemukan kasus konseling yang sulit,

informasi mengenai kemajuan perkembangan terkini di bidang gizi)

Kode

7.2 Apakah anda memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas terkait gizi?

1 Ya, kadang-kadang

2 Ya, selalu

0 Tidak pernah

Kode

7.3 Apakah ada hal lain yang ingin anda tambahkan dalam implementasi pelayanan gizi di

wilayah kerja anda?

Kode

Page 110: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

110

Lampiran 2. Program pengentasan kemiskinan berorientasi

gizi Indonesia

Terdapat beberapa metoda yang digunakan untuk mengidentifkasi kemiskinan

Indonesia. Salah satu sistem yang paling umum dipergunakan adalah sebagai berikut.

Pada tahun 2005 pemerintah Pusat, dibantu oleh BPS, telah mengadakan sensus untuk

memetakan keluarga miskin di daerah kota dan pedesaan. Sensus tersebut dinamakan

Sosial Ekonomi Penduduk 2005 (PSE05). Rumah tangga dikategorikan oleh 14

kriteria. Sekali diidentifikasikan sebagai miskin, rumah tangga tersebut menerima

Kartu Kompensasi Energi (Kartu Kompensasi –KKB). Pada saat yang sama,

beberapa program termasuk proses dimana rumah tangga miskin dididentifikasi oleh

yang berwenang dipedesaan berdasarkan pada 14 krteria yang sama (lihat dibawah).

Sekali diidentifkasi oleh pedesaan, daftar tersebut dibahas dan diverifikasi oleh

petugas BPS setempat. Kantor BPS setempat tersebutlah yang menyetujui daftar final

dari penerima terhadap program manapun. Jumlah dan daftar yang miskin yang

dibangkitkan oleh proses ”bawah keatas” dipergunakan terutama oleh program

pengentasan kemiskinan untuk mengidentifkasi penerima dan peserta terhadap

program.

Sebagai tambahan, Survai Sosial Ekonomi (Susenas) tahunan mengukur tingkat

kemiskinan. Data ini digunakan oleh pemerintah nasional dan badan internasional

untuk pemantauan tingkat kemiskinan di Indonesia dan mengembangkan startegi

makro sosial dan ekonomi.

Garis kemiskinan pendapatan nasional sekitar PPP US$1.55. Tingkat kemiskinan

Indonesia telah berangsur menurun sejak krisis politik dan social di tahun 1990an.

Kenaikan besar telah dilihat antara tahun 1993 dan 1998 disebabkan Krisis Finansial

Asia dan perobahan mengenai bagaimana kemiskinan diukur. Sejak itu telah menurun

lagi sampai tingkat 14.18% di tahun 2009 yang hampir ekivalen dengan tingkat

sebelum/pra krisis sebesar 13.7% pada tahun 1993. Penurunan yang terjadi teratur

Kecenderungan Tingkat Kemiskinan, 1976-2009

Jmlh Miskin Miskin

Page 111: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

111

kecuali suatu kenaikan kecil antara tahun 2005 dan 2006 sebagai akibat kenaikan

harga beras pada bulan Februari 2005 akibat pelarangan46

impor beras. Namun,

dengan adanya 32 juta penduduk dalam kemiskinan, Indonesia masih mempunyai

beban kemiskinan yang besar. Sebagai tambahan, bagian besar penduduk

terkelompok (terklaster) sedikit diatas garis kemiskinan nasional. Data Susenas 2006

menunjuka bahwa hanya 16.7% hidup dibawah garis kemiskinan nasional dengan

pendapatan PPP US$1.55 per hari, sebanyak 49% hidup dibawah PPP US$2 per hari

yang berarti bahwa kerawanan terhadap kemiskinan sangat tinggi di Indonesia dan

bahwa program pengentasan kemiskinana sungguh perlu menentukan sasaran

terhadap yang miskin dan mendekati miskin.

Program pengentasan kemiskinan Indonesia dapat dibagi dalam tiga klaster: i. Program bantuan social dan perlindungan. Hal ini menyediakan pangan pokok,

perumahan, bantuan kesehatan dan pendidikan bagi rumah tangga yang menjadi sasaran. Klaster ini termasuk program seperti Program pola pangan dari paket pakan

bersubsidi (Raskin), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pola asuransi kesehatan

dan program transfer tunai tak bersyarat (BLT) dan bersyarat (PKH). Setiap tahun Biro Pusat Statistik (BPS) memverifikasi dan memutakhrkan data rumah tangga

sasaran. Pada tahun 2007 terdapat 19.1 juta rumah tangga sasaran; pada tahun 2008

dan 2009 sasaran masing jatuh menjadi 18.5 juta dan 17.1 juta rumah tangga.

ii. Program pemberdayaan masyarakat. Hal ini pada dasarnya adalah program berdasarkan masyarakat, yang disediakan melalui Program Nasional untuk

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program ini memberikan hibah blok kepada

dewan masyarakat pada tingkat desa untuk dipergunakan bagi investasi produktif. PNPM Mandiri adalah Program Nasional mengenai Pemberdayaan Masyarakat. Hal

itu adalah seperangkat program dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan

kapasitas masyarakat miskin dan untuk mempercepat keberhasilan dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDG). Kelompok program PNPM juga termasuk PNPM

Kota dan PNPM Pedesaan.

iii. Pemberdayaan kegiatan ekonomi mikro dan kecil. Hal ini memberikan kredit

mikro kepada kreditor berukuran kecil dan menengah.

Sejak 2005 program ini dilaksanakan dibawah Strategi Nasional mengenai

Pengentasan Kemiskinan (SNPK) yang membentuk dasar bagi Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2005-2009. SNPK mencerminkan suatu

pergeseran paradigma dasar dalam mengenal yang miskin sebagai asset social yang

hanya harus dipenuhi dan yang harus diberdayakan dan bukan sebagai penerima pasif.

Strategi tersebut juga bertujuan untuk koordinasi lebih baik diantara berbagai program

pengentasan kemiskinan bagi peningkatan efisiensi dan keefektifan. Berdasarkan

SNPK, pada tahun 2005, Tim Nasional untuk Koordinasi Pengentasan Kemiskinan

(TKPK) telah didirikan didalam Kantor Koordinasi Kementerian untuk Kesejahteraan

Masyarakat (Menkokestra). TKPK terdiri atas 22 kementerian dan kepala lembaga

Pusat dengan program yang terkait dengan pengentasan kemiskinan. TKPK pada

awalnya diketuai oleh Menteri Koordinator untuk Kesejahteraan Masyarakat tetapi

sejak bulan Februari 2010, Wakil Presiden menjadi ketua dan tim nasional koordinasi

diberi nama baru yaitu Team Nasional untuk Mempercepat Pengentasan Kemiskinan

(TNP2K). TNP2K dikelola harian oleh suatu sekretariat. Peran dari TNP2K adalah

untuk memonitor pelaksanaan dari kebijakan pengentasan kemiskinan dan untuk

46 Meski harga bahan bakar meningkat secara signifikan dalam bulan Oktober 2005, tingkat kemiskinan

tidak naik karena program transfer uang tunai tidak bersyarat (lihat dibawah dalam dokumen).

Page 112: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

112

memperkuat koordinasi dalam kebijakan dan pada tingkat program. Badan serupa

telah didirikan juga pada tingkat propinsi dan local (kabupaten/kota).

Sebagai tambahan terhadap upaya Indonesia untuk pengentasan kemiskinan, dibawah

Undang-undang Jaminan Sosial, pemerintah mempertimbangkan suatu sistem

pencakupan asuransi kesehatan universal yang bersifat wajib dan dalam pensiun yang

akan datang dan mekanisme jaminan sosial yang lain. Proses untuk memastikan

cakupan asuransi kesehatan universal sudah dimulai.

Klaster 1 – Program Bantuan Sosial dan Perlindungan

Program Raskin47

Program Raskin adalah program nasional yang bertujuan untuk membantu

rumahtangga miskin agar dapat memenuhi kebutuhan pangan dan mengurangi beban

keuangan dengan menyediakan beras subsidi. Hal tersebut didirikan di tahun 1997

disaat Krisis Finansial Asia untuk menahan efek peningkatan harga dan kesempatan

kerja yang makin menurun. Pada waktu yang bersamaan program memungkinkan

pemerintah untuk membeli beras surplus agar mempertahankan stok penyangga untuk

dipergunakan diwaktu darurat. Pada tahun 2007 biaya total program adalah Rp 6.28

triliun (sekitar US$ 690 juta). Dibawah program, rumahtangga miskin dimaksudkan

untuk menerima 10 kg beras setiap bulan dengan harga subsidi Rp 1,000 per kg.

Badan Logistik Negara (Bulog) bertanggunjawab atas distribusi beras kepada titik

distribusi, sementara pemerintah daerah setempat bertanggungjawab untuk

mendistribusikan beras kepada rumahtangga miskin di titik distribusi. Dianggap

bahwa program menyediakan beras bersubsidi kepada rumahtangga miskin, dan dapat

diharapkan bahwa program Raskin dapat berkontribusi terhadap pencegahan kurang

gizi dari kaum ibu dan anak. Strategi dapat efektif mencapai tujuan ini jika kaum ibu

dan anak dalam rumahtangga miskin dalam keadaan kurang pangan karena

ketidakmampuan untuk membeli pangan yang cukup karena kemiskinan. Pada

kenyataan kelihatannya bahwa program Raskin secara luas dilihat tidak efektif

sebagai jaringan keselamatan dan tidak efisien dalam penggunaa sumber daya.

Beberapa masalah yang menjadi perhatian adalah :

Meskipun jumlah sasaran penerima meningkat setiap tahun, tapi masih lebih

rendah dari jumlah total rumahtangga miskin (RTM). Sebagai akibat,

pemerintah setempat mempunyai kesulitan dalam mendistribusikan beras

sebagaimana mestinya karena jumlahnya tidak cukup. Sebagai tanggapan,

beberapa RTM tidak menerima beras samasekali, semua penerima mendapat

jumlah yang kurang dari semestinya atau berasnya disdistribusikan kepada

semua tanpa fokus samasekali terhadap yang miskin. Dengan demikian, data

Susenas menunjukkan bahwa rumahtangga miskin (tingkat 1 dan 2 dari lima

bagian) berjumlah 53% dari total penerima; misalnya terdapat 53% kebocoran

ke rumahtangga non-miskin.

Data Survai Sosio ekonomi Rumahtangga (BPS) dimaksudkan untuk

dipergunakan untuk verifikasi rumahtangga miskin pada tingkat desa melalui

pertemuan desa untuk memfinalkan daftar penerima. Proses dalam melakukan

ini bervariasi dan tidal transparan, menciptakan peluang bagi korupsi dan

berkontribusi kepada salah sasaran.

47

The Effectiveness of the Raskin Program. SMERU Research Institute. February 2008

Page 113: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

113

Penerima seringkali membayar lebih dari Rp 1,000/kg karena mereka diminta

membayar untuk biaya transportasi, dsb. Hal ini disebabkan karena anggaran

nasional untuk program hanya mencakup biaya transportasi beras ke Pusat

distribusi primer. Pemerintah daerah setempat harus mencakup biaya

pendistribusian beras dari Pusat pendistribusian primer ke sekonder dan untuk

administrasi local.

Akhirnya program kelihatannya sangat tidak efisien; dalam tahun 2003, hanya

18% anggaran Raskin telah bermanfaat bagi rumahtangga miskin, 52%

bermanfaat bagi rumahtangga non-miskin dan 30% digunakan untuk biaya

operasional dan keuntungan bagi Bulog. Dalam tahun yang sama, hal itu

hanya berharga Rp2,790/kg bagi Bulog untuk mengadakan beras sementara

mereka menjualnya kepada pemerintah dengan harga lebih sampai

Rp3,343/kg.

Dengan mengesampingkan kelemahan ini, suatu peluang baru telah muncul bagi

Raskin untuk memanfaatkan gizi; dalam tahun 2009, ADB dan Pemerintah Jepang

telah menyetujui hibah sebesar US$ 2 juta untuk fortifikasi pangan di Indonesia.

Hibah tersebut akan digunakan untuk mengkaji kelayakan, biaya dan dampak dalam

memberikan beras berfortifikasi zat besi melalui Raskin. Apabila beras Raskin dapat

difortifikasi, dan dapat dijadikan sasaran sebagaimana dimaksud terhadap yang

miskin dan ketidak-jaminan pangan, hal ini akan menjadi cara yang sangat biaya

efektif untuk meningkatkan konsumsi zat besi pada segmen masyarakat yang paling

rawan.

Transfer Uang Tunai Pada bulan Oktober 2005, pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar sebesar

85% untuk menjaga anggaran nasional. Agar dapat menghilangkan dampak kepada

yang miskin, suatu program transfer uang tunai tidak bersyarat kepada keluarga

miskin dan yang mendekati miskin (Bantuan Tunai Langsung – BLT) telah dimulai.

Dalam ronde pertama pola tersebut sejumlah 60 juta penduduk dalam 15.5

rumahtangga (28% populasi) menjadi sasaran dan pada ronde kedua, pada bulan Mei

2008 ketika harga gas dinaikkan lagi, sebesar 33.3%, sasaran telah diperluas kepada

70 juta penduduk dalam 19.2 juta rumahtangga. Hibah sebesar Rp 100,000 per bulan

(US$ 10) disediakan; dalam ronde pertama diberikan dari Oktober 2005 sampai Maret

2006 dimana setelah itu ditunda. Masyarakat yang miskin awalnya diidentifikasi oleh

yang berwenang setempat dan diklasifikasikan pada tingkat ekonomi dengan dasar 14

kriteria yang dikembangkan oleh Pusat Biro Statistik (BPS)48

. Yang berwenang

didesa menyediakan dafter rumahtangga miskin dan rumahtangga tersebut kemudian

dikunjungi oleh enumerator BPS untuk membantu mereka mengisi formulir kajian.

Formulir dibahas oleh kantor BPS local dan suatu daftar final dihasilkan. Daftar yang

disetujui diberikan kepada Kantor Pos yang menerbitkan kartu keberhakan dan

menyediakan transfer uang tunai dalam lumsum triwulan kepada rumahtangga miskin.

Dalam tahun pertama, 2005, pemerintah telah mengalokasikan 4.6 triliun untuk

program tersebut (US$ 500 juta). Dananya diambil dari potngan bagian dari subsidi

gas, yang kepentingannya adalah untuk mentransfer subsidi gas tersebut kedalam

subsidi rumahtangga. Suatu evaluasi, yang dikoordinasikan oleh Universitas

48 Kriteria termasuk hal seperti ukuran rumah, bahan lantai dan dinding rumah, akses kepada air dan

sanitasi, sumber cahaya, jenis bahan bakar yang digunakan untuk memasak, berapa kali per minggu

keluarga membeli daging/ayam/susu, berapa kali per hari keluarga makan dan memiliki asset khusus.

Page 114: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

114

Indonesia,49

telah menemukan bahwa 90% penerima menggunakan transfer untuk

membeli beras, sedikit dibawah 80% dari Pengadaan minyak dan sekitar 40%

mengenai pembayaran kembali hutang dan biaya kesehatan. Hanya 5%

menggunakannya untuk membeli bahan bakar bensin. Meskipun program dianggap

berhasil dalam arti telah dapat menahan peningkatan kemiskinan yang bila tidak dapat

meningkat, program di konversikan kedalam suatu program transfer uang tunai

bersyarat untuk memberdayakan komunitas miskin.

Transfer uang tunai bersyarat (Program Keluarga Harapan – PKH) dimulai di tahun

2007 dengan sasaran rumahtangga yang sama dengan BLT tetapi dengan kriteria

tambahan untuk memenuhi syarat. Tujuan dari PKH adalah untuk (i) mengurangi

kematian kehamilan, (ii) mengurangi kematian anak, (iii) memastikan cakupan

universal pendidikan dasar, (iv) mengurangi pemburuhan anak dan mendorong anak

untuk bersekolah. Rumahtangga yang memenuhi syarat harus ada seorang ibu hamil,

anak berusia 0-6 tahun atau anak sekolah dasar atau berusia sekolah menengah atas

(6-17). Transfer uang tunai diberikan kepada rumahtangga dengan syarat bahwa

mereka dapat memenuhi 12 syarat dibawah ini. Dana diberikan kepada kaum ibu

(atau ibu dewasa lain) di rumahtangga setiap tiga bulan. Penerima dapat berpartisipasi

selama maksimum 6 tahun dan terdapat sertifikasi kembali mengenai dipenuhi syarat

setiap 3 tahun. PKH dilaksanakan oleh Kementerian Sosial (DepSos) dan akan

berlangsung sampai tahun 2015 sejalan dengan TPM (MDG). Program PKH telah

dilaksanakan di 7 propinsi sebagai pilot (percontohan). Sejak itu telah diperluas dan

pada tahun 2009 telah mencakup total 720,000 rumahtangga.

Indikator kesehatan:

Indikator untuk ibu hamil: (i) empat kunjungan rawatan prenatal selama kehamilan,

(ii) konsumsi suplemen zat besi selama kehamilan, (iii) mendapatkan kehamilan yang

dibantu oleh professional yang terlatih, (iv) dua four prenatal care visits during

pregnancy, (ii) take iron supplements during pregnancy, (iii) have a delivery assisted

by a trained professional, (iv) dua kunjungan rawatan pos-natal;

Indikator untuk anak balita: (v) imunisasi anak lengkap, (vi) pemantauan

pertumbuhan bulanan anak dibawah 3 dan triwulanan kemudian (1-6 tahun), (vii)

peningkatan bobot bulanan anak, (viii) vitamin A setiap enam bulan untuk anak balita.

Indikator Pendidikan: (i) semua anak berusia 6-12 terdaftar di sekolah dasar, (ii) minimum tingkat kehadiran

85% untuk semua anak berusia sekolah dasar, (iii) semua anak usia 13-15 terdaftar di

sekolah menengah pertama, (iv) minimum tingkat kehadiran 85% untuk semua anak

berusia sekolah menengah pertama.

Masalah yang dialami dengan program termasuk pemilihan penerima, khususnya

kesalahan menentukan sasaran (inklusif) dan transparansi proses pemilihan,

koordinasi antar badan terkait dengan pengaturan financial dan aliran infromasi,

kurangnya sosialisasi dan kurangnya pemantauan dan verifiksi. Terdapat juga masalah

dengan kekurangan pelatihan dari fasilitator dan beban kerja mereka, dan masalah

49 Widjaja. An Economic and Social Review on Indonesian Direct Cash Transfer Program to Poor

Families Year 2005.

Page 115: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

115

dengan sistem pembayaran.50

Secara keseluruhan program dianggap berhasil dan

beberapa peningkatan yang konkrit telah terukur seperti tercatat dibawah ini.

Asuransi Kesehatan51

Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia telah membuat komitmen untuk menyediakan

seluruh penduduk Indonesia dengan cakupan asuransi kesehatan melalui pola asuransi

kesehatan masyarakat wajib. Secara prinsip hal ini seharusnya berkontribusi cukup

signifikan untuk meningkatkan status gizi dalam hal harus memastikan akses terhadap

layanan kesehatan esensial termasuk rawatan antenatal, rawatan kelahiran, suplemen

mikro-nutrien, rawatan penyakit anak dan layanan pencegahan serta pemberian advis

mengenai gizi. Sebagai tambahan terhadap memastikan cakupan asuransi bagi semua,

ketidakefisien dalam sistem kesehatan dan keseluruhan kualitas rendahnya

penyediaan layanan perlu dibahas agar meningkatkan pasokan layanan kesehatan

dasar. Pendanaan kesehatan sejak desentralisasi telah menjadi lebih rumit dan

pemberian layanan kesehatan makin buruk. Sebagai akibat, separoh dari semua

pengeluaran kesehatan adalah pribadi, sebagian besar dari kantong sendiri (OOP) dan

separoh dari yang sakit mencari layanan kesehatan dari penyedia swasta.

Gar dapat memberi asuransi kesehatan untuk semua, pemerintah telah mendirikan

Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Health Insurance for Poor Population) atau

Askeskin pada tahun 2004 dan telah memperluaskannya kedalam Jaminan Kesehatan

Masyarakat (Health Insurance for the Population) atau Jamkesmas pada tahun 2008.

Sementara pegawai negeri dan pertanggungannya tercakup dibawah program askes

dan Jamsostek mencakup karyawan sektor swasta dalam perusahaan dengan 10 atau

lebih karyawan. Susenas 2007 menunjukkan bahwa 26% dari penduduk tercakup

asuransi kesehatan, mayoritasnya oleh Jamkesmas (14.3%). Hal ini berarti bahwa

73.9% tetap belum terasuransi. Pemerintah memperkirakan bahwa pada tahun 2008,

proporsi yang tercakup telah meningat sampai 48% sebagian besar karena perluasan

dari Jamkesmas. Visi pemerintah adalah cakupan untuk yang miskin akan didanai

oleh pemerintah dan pendanaan untuk sisa penduduk akan melalui suatu pola

kontribusi. Legislasi mempertimbangkan pembawa asuransi kesehatan yang ada yang

berkonversi menjadi status non-keuntungan dan semua pembawa menyatu dibawah

suatu sistem wajib yang universal dan dibawah dewan jaminan social nasional.

Masalahnya adalah bagaimana pemerintah akan identifikasi tambahan ruang fiskal

untuk mendanai cakupan bagi yang mi9skin (sekitar 70 juta orang) dan bagaimana

sektor informal yang sangat besar terdiri dari 60 juta orang akan dicakup oleh karena

sulit sekali mengidentifikasi mereka dan akan sulit untuk mendapatkan kontribusi dari

segmen dari populasi ini.

Klaster 2 – Program Pemberdayaan Masyarakat

PNPM Mandiri (Program Nasional mengenai Pemberdayaan Masyarakat) PNPN Mandiri telah diluncurkan bulan April 2007. Hali ini telah terbentuk dengan

penyatuan dua program pendekatan pembangunan yang digerakkan masyarakat,

Program Pembangunan Kecamatan (KDP) dan Program Pengentasan Kemiskinan

Kota (UPP), yang telah dimulai di tahun 1998 dan 1999. Dalam PNPM Mandiri dua

50 Karin Schelzig Bloom. Conditional Cash Transfers: Lessons from Indonesia’s Program Keluarga

Harapan. July 2009. ADB 51

Health Financing in Indonesia: A Reform Road Map. World Bank, 2009

Page 116: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

116

program ini telah diskalakan, pada tahun 2009 semua sub-kabupaten di Negara telah

tercakup (6,408 sub-kabupaten).

Tujuan umum dari PNPM Mandiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dari

komunitas miskin. Tujuan spesifik termasuk (i) peningatan partisipasi anggota

masyarakat, (ii) meningkatkan kapasitas institusi masyarakat, (iii) meningkatkan

kapasitas pemerintah local untuk menyediakan layanan masyarakat, (iv)

meningkatkan sinergi diantara komunitas, pemerintah lokal dan pemangku

kepentingan pro-miskin, (v) meningkatkan kapasitas dan kemampuan komunitas dan

pemerintah local dan (vi) meningkatkan inovasi dan penggunaan teknologi, informasi

dan komunikasi yang diapresiasi dalam pembangunan komunitas.

Program PNPM Mandiri dapat dikategorikan kedalam : PNPM Inti dan PNPM

Pendukung. Program PNPM Inti terdiri atas program pemberdayaan berdasar

masyarakat dan kegiatan seperti PNPM Mandiri Pedesaan, PNPM Mandiri Perkotaan,

PNPM Mandiri untuk area Terbelakang, PNPM Mandiri untuk Infrastruktur pedesaan,

dan PNPM Mandiri untuk Infrastruktur Sosio-Ekonomi Pedesaan. Program PNPM

pendukung terdiri atas pemberdayaan komunitas khusus, berdasar sector, berdasar

regional yang dirancang untuk mendukung pengentasan kemiskinan yang terkait

keberhasilan sasaran spesifik seperti PNPM Generasi, PNPM Hijau, dan PNPM

Inisiatif Pembangunan Agribisnis Kecil (SADI).

Komponen kegiatan PNPM Mandiri termasuk (i) pembangunan komunitas, (ii)

memperkuat pemerintahan lokal dan kemitraan, (iii) hibah blok komunitas dan, (iv)

bantuan teknis untuk pengelolaan program dan pembangunan. PNPM Mandiri bekerja

dengan menyediakan Hibah Blok Komunitas kepada kelompok komunitas miskin

termasuk kelompok kaum perempuan. Kelompok komunitas telah atau diberdayakan

dan didukung oleh hampir 40,000 fasilitator. Program direncanakan untuk berlanjut

sampai 2015, batas berlakunya TPM.(MDG).

Sebagian besar sumber dana PNPM Mandiri dating dari Anggaran tahunan

pemerintah (APBN), dana daerah (APBD), swasta/kontribusi komunitas dan juga

hibah atau pinjaman dari berbagai donor.

PNPM Generasi (Transfer Uang Tunai Masyarakat untuk Kesehatan dan

Generasi Cerdas) Seperti telah dicatat diatas, PNPM Generasi adalah program komponen dari PNPM

Mandiri. Hal ini disebutkan disini karena kontribusi spesifiknya terhadap tujuan

kesehatan dan pendidikan dan sinergik dengan PKH. PNPM Generasi bertujuan untuk

meningkatkan akses rumahtangga miskin kepada layanan kesehatan dan pendidikan.

Melalui PNPM Generasi, komunitas local dapat membangun infrastruktur atau

membeli peralatan untuk memungkinkan mereka mengakses kepada layanan dasar

misalnya membangun pusat kesehatan komunitas, membeli peralatan standard,

renovasi fasilitas, membangun jembatan atau jalanan. Program membangun

berdasarkan pengalaman Proyek Pembangunan Kecamatan (Kecamatan Development

Project (KDP) dan dilaksanakan sebagai bagian dari PNPM Mandiri. Program

mencakup 3.1 million penerima atau 8.4% dari total orang miskin di Indonesia.

Dibawah program ini, komunitas miskin mengidentifikasi sendiri masalah dan

mencari solusi untuk memenuhi 12 kondisi yang sama dari PKH. Partisipasi

Page 117: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

117

komunitas dalam PNPM Generasi adalah bersyarat dibawah komitmen mereka untuk

memenuhi 12 syarat tersebut. Semua desa yang berpartisipasi menerima fasilitas atau

bantuan teknis dalam bentuk fasilitator dan pelatihan, dan hibah blok pedesaan rerata

sebesar US$ 8,400. Dengan dibantu oleh fasilitator, komunitas mengikuti silus

sosialisasi, perencaan desa, pelaksanaan desa dan pengukuran kinerja. Satu siklus

mengambil waktu 12 bulan dengan pelaksanaan desa selama 9 bulan. Dalam tahun

pertama operasi, 2007, 56% dana dipergunakan untuk kegiatan pendidikan dibanding

44% untuk kegiatan kesehatan. Fi dalam kegiatan kesehatan, dana digunakan sebagai

berikut: pemberian makanan suplemen bagi bobot kurang dan anak kurang makan

(40%), bantuan finansial untuk perempuan hamil dan kaum ibu untuk dapat akses

kepada layanan kesehatan (30%), infrastruktur (13%), fasilitas dan peralatan (11%),

sosialisasi dan pelatihan (3%) dan insentif untuk petugas kesehatan (3%). Suatu

evaluasi oleh Bank Dunia telah menemukan perbaikan dalam pencakupan layanan

kesehatan, khususnya partisipasi dalam cakupan imunisasi. Evaluasi juga mencatat

perbaikan dalam anak bobot kurang dibawah 3% (25% sebelumnya dan 21% setelah

di Jakarta).52

Sudah jelas bahwa PKH dan Mandiri Generasi mempunyai potensial yang signifikan

untuk berkontribusi terhadap perbaikan dalam gizi, dan beberapa hasil di area ini telah

dilaporkan. Namun sebagaimana dilaksanakan saat ini, proporsi signifikan dari upaya

telah diperuntukkan intervensi yaitu bukan yang paling efektif dalam mengurangi

kurang gizi dalam masa kehamilan dan anak seperti meningkatkan partisipasi dalam

program menimbang bobot bulanan dan program pemberian pangan suplemen.

Kondisi PKH sejalan dengan strategi nasional untuk gizi dalam arti bahwa juga

termasuk focus terhadap kesehatan kehamilan dan pada anak muda (pemantauan

pertumbuhan ditentukan hanya menjadi bulanan bagi anak dibawah 1 tahun misalnya)

tetapi dapat diberikan tekanan lebih yang ditempatkan pada perbaikan gizi pada masa

kehamilan dan memperkuat layanan gizi anak (seperti pemberian asi eksklusif dan

advis pemberian makan pelengkap, atau suplemen vitamin A) daripada pemantauan

pertumbuhan misalnya.

Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil Kredit Usaha Rakyat (Kredit Untuk Rakyat – KUR) menyediakan kredit lunak untuk

membangun usaha mikro dan kecil. Kredit tersebut menggunakan dana umum yang

dikelola bank tetapi dijamin oleh pemerintah. Sejak peluncurannya di bulan

November 2007, sampai 2008, program telah menyediakan Rp13 triliun (US$1,417

juta) sampai 1.7 juta penerima kredit (kreditor).

52 Karin Schelzig Bloom. Conditional Cash Transfers: Lessons from Indonesia’s Program Keluarga

Harapan. July 2009. ADB. Kelihatannya dampak ini telah dihasilkan melalui kombinasi PKH dan

PNPM Generasi.

Page 118: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Lampiranx 3. Intervensi Gizi Esensial, Kebijakan dan rangka kerja Program

Intervensi dengan bukti cukup untuk pelaksanaan di 36 negara Intervensi Kebijakan / legislasi Panduan pendukung Sasaran Status pelaksanaan Cakupan

Kini di

Indonesia

Acuan dan

Catatan

Hasil masa

kehamilan dan

kelahiran

Suplementasi

Besi folate

Rencana Aksi Nasional

untuk Pangan & Gizi

2006-2010

Rencana Aksi mengenai

Gizi Komunitas (2010-

2014)

Panduan operasional

untuk kesadaran gizi

keluarga di desa siaga

(KepMenKes:

747/MOH/SK/VI/2007)

Buku panduan

Konseling untuk

mencapai kesadaran gizi

keluarga 2007

Buku panduan strategi IEC untuk program

kesadaran gizi keluarga

2007

85% (2014) Nasional 29.2% DHS 2007- 90+

hari

Suplementasi

calcium masa

kehamilan

Tidak ada Tidak ada Tidak tersedia Tidak dilaksanakan Tidak

tersedia

Multi Suplemen

mikronutrien

pada masa

kehamilan

Tidak ada Tidak ada Tidak tersedia Sub-nasional;

Percontohan di

propinsi NTB dan

NTT

Lombok

Tengah:

84,5%

(2008)

dan 71,1%

(2009)

kaum ibu

telah

Page 119: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

119

menerima

tablet

MMN

Yodium masa

kehamilan

melalui garam

beryodium

Rencana Aksi Nasional

untuk Pangan & Gizi

2006-2010

Kep No: JM 03 03/BV/2195/09

Intervensi dipercepat

garam tak beryodium

2009

Rencana aksi mengenai

Gizi Komunitas (2010-

2014)

Panduan operasional

untuk kesadaran gizi

keluarga di desa siaga

(KepMenKes:

747/MOH/SK/VI/2007) Buku panduan

Konseling untuk

mencapai kesadaran gizi

keluarga 2007

Buku panduan strategi

IEC untuk program

kesadaran gizi keluarga

2007

Panduan pemantauan

garam beryodium di

komunitas 2001

90% (2014) Nasional 62.8% Riskesdas – jmlh

rumahtangga

mengkonsumsi

cukup garam

beryodium (metodologi titrasi)

Intervensi untuk

mengurangi konsumsi

tembakau dan

polusi dalam

ruang

Rencana Aksi Nasional

untuk Pangan & Gizi 2006-2010

Majelis Ulama (MUI),

2010 Fatwa melarang

semua muslim merokok

di tempat umum

Menkeu No 2003/PMK

001/2008 Pajak Rokok

Tambahan

Peraturan Kesehatan No

36, bab 113, 114,115 mengenai keamanan

bahan adiktif

Tidak tersedia Tidak tersedia Sub-nasional 97% DHS - % kaum

perempuan yang tidak menggunakan

tembakau. Namun

pada 87.8% pria

yang menggunakan

tembakau. Data

mengenai polusi

dalam ruang tidak

tersedia

Page 120: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

120

Bayi baru lahir

Promosi ASI

eksklusif

(individual dan

pemberian

advis)

Rencana Aksi Nasional

untuk Pangan & Gizi

2006-2010

Standard Layanan

Kesehatan Minimum

2008

KepMen mengenai pemberian ASI eksklusif

KepMen mengenai

pemasaran pengganti

ASI

Peraturan BPOM

mengenai pemberian

label

Peraturan Kesehatan No

36, bab 128, 129, 200

mengenai EBF 2010

Kep Supervisi dari Kode

Internasional 2009 Rencana aksi mengenai

Gizi Komunitas (2010-

2014)

Panduan operasional

untuk kesadaran gizi

keluarga di desa siaga

(KepMenKes:

747/MOH/SK/VI/2007)

Buku panduan

Konseling untuk mencapai kesadaran gizi

keluarga 2007

Buku panduan strategi

IEC untuk program

kesadaran gizi keluarga

2007

Strategi nasional dalam

meningkatkan

pemberian ASI

eksklusif dan pemberian

makan pelengkap 2010

Bahan pemberian advis mengenai inisiasi dini

dari pemberian ASI

eksklusif 2009

Kode dalam pemberian

label susu formula 2003

80% (2014)

Nasional Data tak

tersedia

mengenai

cakupan

layanan

pemberian

advis IYCF

Pada

tahun

2007,

32% anak

0-6 bulan

diberi ASI

eksklusif;

41% anak

6-23 bulan

menerima

pemberian makan

pelengkap

tepat

waktu dan

sesuai

Anak muda

dan anak

N/A

Promosi ASI

eksklusif

(individual dan

pemberian advis

kelompok)

Seperti diatas Seperti diatas Seperti diatas Seperti diatas Seperti

diatas

Seperti diatas

Perobahan Perilaku

Rencana Aksi Nasional untuk Pangan & Gizi

Panduan operasional untuk kesadaran gizi

Tidak ada Nasional Tidak tersedia

Sasaran nasional hanya tersedia

Page 121: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

121

komunikasi

untuk

pemberian

makanan

pelengkap yang

lebih baik

2006-2010

keluarga di desa siaga

(KepMenKes:

747/MOH/SK/VI/2007)

Buku panduan

Konseling untuk

mencapai kesadaran gizi

keluarga 2007 Buku panduan strategi

IEC untuk program

kesadaran gizi keluarga

2007

untuk distribusi

makanan

pelengkap

fortifikasi

komersial untuk

anak pada keluarga

miskin

Zat Seng (Zinc)

dalam

pengelolaan

diare

Departemen Kesehatan

RI dalam Keputusan

Menteri Kesehatan

Republik Indonesia

Nomor: 1216 /

MENKES / SK /XI /

2001 tentang Pedoman

Pemberantasan Penyakit Diare edisi ke-5, tahun

2007

Panduan sedang

dikembangkan.

Tidak ada Nasional Tidak

tersedia

Suplementasi

Vitamin A

Rencana Aksi Nasional

untuk Pangan & Gizi

2006-2010

Standard Layanan

Kesehatan Minimum

2008

Rencana aksi mengenai

Gizi Komunitas (2010-

2014)

Panduan operasional

untuk kesadaran gizi

keluarga di desa siaga

(KepMenKes:

747/MOH/SK/VI/2007)

Buku panduan

Konseling untuk

mencapai kesadaran gizi

keluarga 2007

Panduan pengelolaan

suplementasi vit A

2009

85% (6-59

bulan anak,

2014)

Nasional 68.5% -

71.5%.

DHS 2007 dan

Riskesdas 2007

Page 122: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

122

Garam

beryodium

universal

Seperti diatas mengenai

yodium masa kehamilan

melalui garam

beryodium

Seperti diatas mengenai

yodium masa kehamilan

melalui garam

beryodium

90% Nasional 62,8% Riskesdas – jmlh

rumahtangga

mengkonsumsi

cukup garam

beryodium (titrasi)

Cuci tangan

atau intervensi

higiene

Rencana Aksi Nasional

untuk Pangan & Gizi

2006-2010 Standard Layanan

Kesehatan Minimum

2008

Kep No

852/MOH/SK/IX/2008

Kep Nasional (2008)

mengenai Sanitasi

berbasis Masyarakat

Tidak ada panduan 100% Nasional 23.2% dan

71.1%

Riskesdas - %

penduduk lebih

dari usia 10 tahun dengan perilaku

benar dalam

mencuci tangan

dan buang air besar

Perawatan

kurang gizi

sangat akut

Rencana Aksi Nasional

untuk Pangan & Gizi

2006-2010

Standard Layanan

Kesehatan Minimum 2008

Tindakan aksi nasional

untuk pencegahan dan

intervensi kurang gizi

sangat buruk 2005-2009

Rencana aksi mengenai

Gizi Komunitas (2010-

2014)

Panduan untuk skrining

kurang gizi buruk 2009

Pengelolaan kurang gizi

buruk 2009

Buku pemantauan untuk pengelolaan kurang gizi

buruk 2009

100% of anak

dengan Gizi

buruk (2014)

Nasional Tidak

tersedia

Kebijakan panduan

nasional kini

sedang

dimutakhirkan

Intervensi dengan bukti cukup untuk pelaksanaan dalam konteks spesifik, situasional

Hasil masa kehamilan dan kelahiran

Suplemen

energi dan

Tidak ada Tidak ada Tidak tersedia Belum

dilaksanakan

0% Pemberian makanan

suplemen ibu hamil

Page 123: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

123

protein

seimbang masa

kehamilan **

akan diawali di

tahun 2010

Pengobatan

cacingan pada

ibu hamil

Tidak ada Tidak ada Tidak tersedia Tidak

dilaksanakan

Tidak tersedia No policy or

program, yet

Suplementasi

calcium masa

kehamilan

Tidak ada Tidak ada Tidak tersedia Tidak wajib

dilaksanakan

Tidak tersedia Dilaksanakan tidak

konsisten karena

tidak diamanatkan oleh kebijakan atau

program nasional

Perawatan

bertahap

pencegahan

penyakit

malaria*

Rencana Pembangunan

Jangka Menegah 2010-

2014

Panduan Pengelolaan

Kasus Malaria di

Indonesia, CDC MOH

2009

Tidak tersedia Tidak tersedia

Kelambu

beroleskan

insektisida*

Rencana Pembangunan

Jangka Menegah 2010-

2014

KepMen no.

293/MENKES/SK/IV/2

009

Mengapa perlu gunakan

kelambu ITN, CDC

MOH 2008 (Booklet)

ITN Kelambu CDC,

MOH 2007

80% ( total

penduduk)

2.3% DHS - % ibu hamil

yang tidur dibawah

kelambu teroles

insektisida semalam

sebelum survai

Bayi baru lahir

Suiplementasi Vitamin A

Neonatal

Tidak ada Tidak ada Tidak tersedia Tidak dilaksanakan

Tidak tersedia Belum rekomendasi WHO

Pengkleman tali

pusar tertunda

Tidak ada Tidak ada Tidak tersedia Tidak tersedia Tidak

dispesifikasikan

dalam APN

Anak muda

dan anak

Program

transfer uang

tunai bersyarat

(dengan

Tidak ada Tidak ada Tidak tersedia Sub-nasional Tidak tersedia Dilaksanakan di area

terpilih, tetapi data

cakupan tidak

tersedia.

Page 124: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

124

pendidikan

gizi)**

Perawatan

cacingan***

Tidak ada pada ibu

hamil dan anak balita

Tidak ada Tidak tersedia Sub-national Tidak tersedia Jarangnya data

mengenai prevalensi

membatasi

pelaksanaan

kebijakan/program

ini

Program fortifikasi dan

suplementasi zat

besi***

Rencana Aksi Nasional untuk Pangan & Gizi

2006-2010

Kep No

1452/MOH/SK/X/2003

Fortifikasi tepung terigu

Tidak ada Semua tepung terigu

Nasional 100% Fortifikasi tepung terigu dengan zat

besi adalah wajib di

Indonesia dan

hampir 100% semua

tepung terigu

difortifikasi

meskipun tidak

diketahui berapa

banyak tepung terigu

anak muda

mengkonsumsi.

Kelambu beroleskan

insektisida*

Seperti diatas Seperti diatas 3.3% DHS - % anak balita yang tidur dibawah

kelambu teroles

insektisida semalam

sebelum survai

*Area terjangkit malaria

** Untuk ibu dan anak dari keluarga miskin

*** Area dengan tinggi terjangkitnya cacing dan/atau anemia

Page 125: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

125

Lampiran 4. Keamanan Pangan dan Pemetaan Kerawanan

WFP

Merupakan kebutuhan yang terus menerus bagi Pemerintah Indonesia untuk

meningkatkan dalam menentukan sasaran secara geografis dari area yang lebih rawan

bagi intervensi terkait pangan dan keamanan gizi. Pada tahun 2003 Dewan Keamanan

Pangan (FSC), yang diketuai oleh Presiden Indonesia, yang Sekretariatnya adalah

Badan Keamanan Pangan (FSA), telah berkolaborasi dengan WFP untuk

mengembangkan Atlas Kerawanan Pangan Nasional (FIA) untuk Indonesia. FIA

pertama dikembangkan dan diluncurkan di tahun 2005 dan mencakup 265 kecamatan

dipedesaan di 30 propinsi. Lebih dari US $32 juta dialokasikan oleh Pemerintah kepada

100million were allocated by the Government to 100 kecamatan yang diidentifikasikan

sebagai rawan pangan dan intervensi mulai pada tahun 2006-2007. Atlas ke dua, dengan

judul baru “Atlas Keamanan dan Kerawanan Pangan (FSVA)” yang mencakup 346

kecamatan dipedesaan di 32 propinsi, telah ditandatangani oleh Presiden Indonesia pada

bulan Maret 2010 dan akan diluncurkan pada bulan Mei 2010, dan telah diitegrasikan

secara penuh kedalam rencana kerja dan alokasi anggaran tahunan pemerintah. WFP

telah menyediakan dukungan teknis dan finansial terhadap pengembangan dan

pelaksanaan FIA dan FSVA sejak tahun 2003.

Seperti FIA 2005, FSVA 2009 berlaku sebagai ialat penting bagi pembuat keputusan

dalam menentukan sasaran dan mengembangkan rekomendasi untuk menanggapi

terhadap kerawanan pangan pada tingkat propinsi dan kabupaten..

FSVA telah menganalisa 13 indikator yang terkait keamanan pangan, berdasarkan data

sekunder yang diterbitkan secara resmi di periode 2004-2007, dan mengembangkan 9

komposit untuk menurunkan suatu Indeks Keamanan Pangan Komposit yang

memperkenankan FSVA untuk menjawab tiga pertanyaan kunci yang terkait keamanan

pangan dan kerawanannya: Dimana kerawanan lebih tinggi terhadap kerawanan pangan

(berdasarkan propinsi, kecamatan); Terdapat Berapa banyak (estimasi penduduk);

dan Mengapa lebih tinggi kerawanannya (penyebab dasar utama kerawanan pangan)?

Indikator yang digunakan dalam Indeks Keamanan Pangan Komposit menyediakan

informasi mengenai tiga pilar keamanan pangan yaitu ketersediaan pangan, akses

pangan rumahtangga dan pemanfaatan pangan individual, seperti ditunjukkan dibawah

ini.

Food Availability Food and Livelihoods

Access

Food Utilization

Konsumsi normative per

kapita sampai rasio

ketersediaan neto ‘beras +

jagung + singkong + ubi’

Prosentase masyarakat

dibawah garis kemiskinan

Harapan hidup pada

kelahiran

Prosentase pedesaan

dengan perhubungan

kurang cukup dari

kendaraan roda empat

Anak berbobot kurang

Prosentase rumahtangga

tanpa akses terhadap tenaga

Buta huruf jenis perempuan

Page 126: Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia - who.int

Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

126

listrik

Prosentase rumahtangga

tanpa akses terhadap air

minum yang lebih baik

Prosenase rumahtangga

yang bertempat tinggal

lebih dari 5 km dari

fasilitas kesehatan

Catatan. Untuk pemanfaatan pangan, data pada indikator langsung seperti konsumsi

pangan, tidak tersedia pada tingkat kecamatan. Dengan demikian, indikator tidak

langsung yang mungkin terpengaruh pemanfaatan pangan, atau dapat mempengaruhi

pemanfaatan pangan, dan dimana data tersedia pada tingkat kecamatan, dipergunakan.

Dalam kenyataannya, tidak ada indikator yang digunakan dibawah pemanfaatan pangan

dapat dikatakan menjadi indikator untuk pemanfaatan pangan; melainkan merupakan

indikator kerawanan terhadap pangan dan bahkan untuk keamanan gizi.

Dengan menggunakan indeks komposit, 346 kecamatan yang mempunyai perangkat

data lengkap, diurutkan dan dipetakan. Diantaranya, 100 diranking sebagai Prioritas 1

(30 kecamatan), Prioritas 2 (30 kecamatan) dan Prioritas 3 (40 kecamatan) dengan total

perkiraan 25 juta penduduk. Sisa 246 kecamatan diklasifikasikan sebagai Prioritas 4-6.

Perhatian lebih tinggi harus diberikan kepada kecamatan Prioritas 1-3 dalam membahas

keamanan dan kerawanan pangan.

FSVA menyediakan alat informasi bagi pembuat keputusan untuk secara cepat

mengidentifikasi area paling rawan dimana investasi dalam layanan yang berbeda,

pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur yang terkait keamanan pangan

akan lebih besar dampaknya terhadap penghidupan, keamanan pangan dan gizi

masyarakat.


Recommended