+ All Categories
Home > Documents > Annisa 176 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015 ...

Annisa 176 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015 ...

Date post: 26-Feb-2022
Category:
Upload: others
View: 1 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
152
Annisa 176 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015 176 PENGARUH STRATEGI GREEN MARKETING MIX DAN PENGETAHUAN PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN (Studi Kasus Konsumen Ponsel NOKIA) Fiona Annisa Teknik Lingkungan Universita Trisakti [email protected] Abstract: This study aimed to identify and analyze the influence of green marketing mix strategy and product knowledge on purchasing decisions, consumer studies Nokia phone in Jakarta. Type of research design used was descriptive research, conducted at the biggest mobile phone mall ITC Roxy Mas, with 130 respondence during the period May to July 2014. Sampling techniques used was purposive sample to respondents who purchased Nokia. The tools was used for the quantitative study, was a questionnaire. The final conclusion of green products, percieved price, distribution channel, promotion, and product knowledge was influence the purchasing decision either partially or simultaneously. The highest correlation dimensions of matrics coefficient was distribution channels variable with the purchase decision was extensive knowledge dimensions toward a personal factor which gained 0557. This research concluded that the company must to maintain the quality of Nokia phones that are characterized by eco-friendly at an affordable price, and introduce again to consumers through promotion and the right distribution channels, in order to increase consumer knowledge on environmental friendly products and ultimately stimulate to buy a Nokia phone. Keyword: Product, Percieved Price, Distribution Channel, Promotion, Product Knowledge, Purchase Decision Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh strategi green marketing mix dan pengetahuan produk terhadap keputusan pembelian, studi konsumen ponsel Nokia di Jakarta. Jenis desain penelitian yang digunakan adalah riset deskriptif, dilakukan di pusat perbelanjaan ponsel terbesar di Jakarta yaitu di ITC Roxy Mas sebanyak 120 sample pada periode Mei Juli 2014. Teknik sampling menggunakan sample purposive ditujukan kepada responden yang melakukan pembelian Ponsel Nokia. Alat yang digunakan untuk penelitian kuantitatif adalah kuesioner. Hasil penelitian disimpulkan produk green, persepsi harga, saluran distribusi, promosi, dan pengetahuan produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian baik secara parsial maupun simultan. Koefisien matrik korelasi dimensi tertinggi pada variabel saluran distribusi dengan keputusan pembelian adalah dimensi besaran pengetahuan dengan faktor pribadi dengan nilai 0.557. Penelitian ini menyimpulkan bahwa itu perusahaan perlu mempertahankan kualitas ponsel Nokia yang bercirikan ramah lingkungan dengan harga terjangkau, dan lebih mengenalkan lagi kepada konsumen melalui promosi dan saluran distribusi yang tepat, agar pengetahuan konsumen bertambah mengenai produk ramah lingkungan dan pada akhirnya merangsang untuk membeli ponsel Nokia. Kata kunci: Produk, Persepsi Harga, Saluran Distribusi, Promosi, Pengetahuan Produk, Keputusan Pembelian
Transcript

Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

176

PENGARUH STRATEGI GREEN MARKETING MIX DAN PENGETAHUAN

PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN

(Studi Kasus Konsumen Ponsel NOKIA)

Fiona Annisa

Teknik Lingkungan Universita Trisakti

[email protected]

Abstract: This study aimed to identify and analyze the influence of green marketing mix

strategy and product knowledge on purchasing decisions, consumer studies Nokia phone in

Jakarta. Type of research design used was descriptive research, conducted at the biggest

mobile phone mall ITC Roxy Mas, with 130 respondence during the period May to July 2014.

Sampling techniques used was purposive sample to respondents who purchased Nokia. The

tools was used for the quantitative study, was a questionnaire. The final conclusion of green

products, percieved price, distribution channel, promotion, and product knowledge was

influence the purchasing decision either partially or simultaneously. The highest correlation

dimensions of matrics coefficient was distribution channels variable with the purchase

decision was extensive knowledge dimensions toward a personal factor which gained 0557.

This research concluded that the company must to maintain the quality of Nokia phones that

are characterized by eco-friendly at an affordable price, and introduce again to consumers

through promotion and the right distribution channels, in order to increase consumer

knowledge on environmental friendly products and ultimately stimulate to buy a Nokia

phone.

Keyword: Product, Percieved Price, Distribution Channel, Promotion, Product Knowledge,

Purchase Decision

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh strategi green

marketing mix dan pengetahuan produk terhadap keputusan pembelian, studi konsumen

ponsel Nokia di Jakarta. Jenis desain penelitian yang digunakan adalah riset deskriptif,

dilakukan di pusat perbelanjaan ponsel terbesar di Jakarta yaitu di ITC Roxy Mas sebanyak

120 sample pada periode Mei – Juli 2014. Teknik sampling menggunakan sample purposive

ditujukan kepada responden yang melakukan pembelian Ponsel Nokia. Alat yang digunakan

untuk penelitian kuantitatif adalah kuesioner. Hasil penelitian disimpulkan produk green,

persepsi harga, saluran distribusi, promosi, dan pengetahuan produk berpengaruh terhadap

keputusan pembelian baik secara parsial maupun simultan. Koefisien matrik korelasi dimensi

tertinggi pada variabel saluran distribusi dengan keputusan pembelian adalah dimensi besaran

pengetahuan dengan faktor pribadi dengan nilai 0.557. Penelitian ini menyimpulkan bahwa

itu perusahaan perlu mempertahankan kualitas ponsel Nokia yang bercirikan ramah

lingkungan dengan harga terjangkau, dan lebih mengenalkan lagi kepada konsumen melalui

promosi dan saluran distribusi yang tepat, agar pengetahuan konsumen bertambah mengenai

produk ramah lingkungan dan pada akhirnya merangsang untuk membeli ponsel Nokia.

Kata kunci: Produk, Persepsi Harga, Saluran Distribusi, Promosi, Pengetahuan Produk,

Keputusan Pembelian

Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

177

PENDAHULUAN

Persaingan teknologi terutama pada industri telekomunikasi yang berkembang sangat

cepat, semakin mendorong perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi melakukan

inovasi terus menerus dalam hal kecanggihan teknologi, model, dan software. Tingkat

perputaran barang di Industri telekomunikasi tergolong cepat. Mobile phone merk Nokia yang

berjaya di tahun 2008-2010 dan menjadi market leader pada tahun 2010 diantara para

pesaingnya, sampai menyentuh angka 461.318.200 unit. Namun penjualan nokia mulai tahun

2010 ke 2011 mengalami penurunan 8,2% dan tahun 2011 ke 2012 turun hampir 21%

(Gartner 2010-2012) yaitu penjualan sebesar 333.938.000 unit. Menurut IDC data penjualan

ponsel termasuk Nokia juga terlihat penurunan penjualan dari tahun 2010 ketahun 2012

(terlihat pada Tabel 1.1). Sedangkan pada Quartal 2 (Q2) tahun 2013 penjualan Nokia berada

pada kondisi yang seimbang.

PT. Nokia menerapkan strategi yang dapat memperbaiki penjualan dan mengambil

hati para konsumennya dengan suatu “issue” yang menarik perhatian masyarakat saat ini dan

dimasa yang akan datang yaitu menciptakan produk yang ramah lingkungan. Green marketing

sebagai aktifitas pemasaran yang berorientasi kepada pelestarian lingkungan menilai sejauh

mana marketer dapat mencari cara untuk membuat dan memasarkan barang serta jasa yang

ramah lingkungan. Green marketing tidak hanya sebatas pada aktifitas pemasaran dan

komposisi atau karakteristik produk yang dihasilkan saja, namun juga pada proses dan teknik

produksinya. Konsep green marketing inilah yang diterapkan oleh PT. Nokia dalam upaya

untuk meningkatkan penjualan dan berkontribusi bagi lingkungan.

Dalam studi yang dilakukan Interbrand, tercatat untuk kategori Global Green Brand yang diselenggarakan secara rutin dari tahun 2011, PT. Nokia mendapat peringkat 20 besar

dan terus meningkat keposisi 9. Dari peringkat tersebut dapat diketahui bahwa PT. Nokia

selalu berupaya meningkatkan citranya sebagai merek yang berwawasan lingkungan dari

tahun ketahun. Pencapaian peringkat tertinggi diraih pada tahun 2013, PT. Nokia mencapai

peringkat 9 dari 50 merek berwawasan lingkungan ternama dunia. Dengan adanya penilaian

tersebut semakin memacu perusahaan untuk meningkatkan citra “Green” di mata konsumen.

Hal inilah yang semakin menggelitik penulis untuk melakukan penelitian terhadap strategi

green marketing.Berdasarkan data-data diatas, penulis mengidentifikasi masalah yang terjadi

adalah sebagai berikut: (1) Terjadi penurunan penjualan ponsel Nokia dari tahun 2010; (2)

Rendahnya pengetahuan konsumen terhadap produk “Green” (ramah lingkungan); (3)

Strategi Green Marketing yang dilakukan oleh perusahaan belum meningkatkan penjualan.

Dari uraian identifikasi masalah diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai

berikut: (1) Apakah produk green berpengaruh terhadap keputusan pembelian; (2) Apakah

harga produk green berpengaruh terhadap keputusan pembelian; (3) Apakah saluran distribusi

produk green berpengaruh terhadap keputusan pembelian; (4) Apakah promosi produk green

berpengaruh terhadap keputusan pembelian; (5) Apakah pengetahuan akan produk green

berpengaruh terhadap keputusan pembelian; (6) Apakah produk, harga, saluran distribusi,

promosi dan pengetahuan saling berpengaruh secara simultan terhadap keputusan pembelian.

Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

178

KAJIAN TEORI

Green Marketing. Peattie dan Crane (2005) berpendapat bahwa ide green marketing

(pemasaran hijau) tidak hanya baru berkembang saat ini, namun sejak akhir tahun 1980 telah

muncul kepermukaan secara nyata, karena konsumen menjadi tertarik terhadap green produk,

meningkatnya kepedulian dan kesadaran untuk membayar green produk. Survey ini

menyatakan lebih dari 92% perusahaan multinasional Eropa mengklaim untuk merubah

produk mereka menjadi produk hijau, dan 85% mengklaim untuk merubah sistem produk

mereka (Peattie dan Crane, 2005). Manfaat Green Marketing antara lain: (1) Menghasilkan

produk yang ramah lingkungan; (2) Para produsen dan pemasang iklan mengembangkan

produk yang mereka upayakan untuk memenuhi keinginan masyarakat yang peduli akan

lingkungan; (3) Inovasi. Kecintaan terhadap lingkungan akan membuat perusahaan menjadi

lebih inovatif, baik inovatif dalam input, process, output, bahkan strategi

marketing/pemasaran.

Menurut John Grant, 2007 tujuan green marketing dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu

sebagai berikut: (1) Green : bertujuan ke arah untuk berkomunikasi bahwa merek atau

perusahaan adalah peduli lingkungan hidup; (2) Greener : bertujuan selain untuk

komersialisasi sebagai tujuan utama perusahaan, juga untuk mencapai tujuan yang

berpengaruh kepada lingkungan hidup. Perusahaan mencoba merubah gaya konsumen

mengkonsumsi atau memakai produk. Misalnya penghematan kertas, menggunakan kertas

bekas maupun kertas recycle. Menghemat air, listrik, penggunaan AC, dll; (3) Greenest :

perusahaan berusaha merubah budaya konsumen ke arah yang lebih peduli lingkungan hidup.

Dalam usaha mengaplikasikan konsep green marketing terdapat beberapa

permasalahan potensial yang bisa muncul menurut Polonsky (1994), antara lain: (1) Perusahaan yang menggunakan green marketing harus yakin bahwa tindakan mereka tidak

menyesatkan konsumen dan industri, dan tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan

atau hukum yang berlaku pada pemasaran lingkungan; (2) Perusahaan saat memodifikasi

produk sesuai permintaan ataupun persepsi konsumen, tapi ternyata produk ini juga tidak

lebih baik dari produk yang terdahulu karena konsumen memiliki persepsi yang salah. Oleh

sebab itu perusahaan harus memiliki pengetahuan yang baik sehingga dapat mengambil

keputusan dan tindakan terhadap lingkungan yang benar; (3) Peraturan pemerintah yang

didesign guna memberikan peluang kepada konsumen untuk membuat keputusan yang lebih

baik, atau memotivasi mereka untuk lebih bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup.

Sangat sulit bagi perusahaan untuk dapat menyesuaikan dengan seluruh isu lingkungan.

Green Marketing Mix. Pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi

kebutuhan manusia dan masyarakat. Salah satu definisi pemasaran adalah memenuhi

kebutuhan secara menguntungkan. McCarthy dalam Kottler dan Keller, 2007

mengklasifikasikan alat-alat ini menjadi empat kelompok besar, yang disebutnya empat (4) P

tentang pemasaran : Produk (Product), Harga (Price), Promosi (Promotion), dan Tempat

(Place). Menurut Payne (2000), konsep bauran pemasaran merupakan alat yang

dikembangkan dengan baik yang dipakai sebagai struktur oleh para pemasar. Konsep ini

terdiri dari berbagai macam unsur program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar

berhasil melaksanakan strategi dengan segmentation, targeting, dan positioning pemasaran

dalam pasar-pasar perusahan tersebut. Karena itu, bauran pemasaran dapat dikatakan sebagai

fungsi pemasaran yang merupakan perpaduan dari berbagai faktor yang dapat dikendalikan

Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

179

oleh suatu organisasi pemasaran yang dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan suatu

golongan konsumen tertentu. Berbagai faktor ini biasanya diselaraskan dengan kebijakan

perusahaan yang terus menyesuaikan dengan lingkungan bisnis yang terus mengalami

perubahan mengikuti perilaku konsumen.

Green Produk. Terdapat kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu

produk ramah atau tidak terhadap lingkungan yaitu: (1) Tingkat bahaya produk bagi

kesehatan manusia atau binatang; (2) Seberapa jauh produk dapat menyebabkan kerusakan

lingkungan selama di pabrik, digunakan, atau dibuang; (3) Tingkat penggunaan jumlah energi

dan sumber daya yang tidak proposional selama dipabrik, digunakan atau dibuang; (3)

Seberapa banyak produk menyebabkan limbah yang tidak berguna ketika kemasannya

berlebihan atau untuk suatu penggunaan yang singkat; (4) Seberapa jauh produk melibatkan

penggunaan yang tidak ada gunanya atau kejam terhadap binatang; (5) Penggunakan material

yang berasal dari spesies atau lingkungan yang terancam.

Green Price (Harga). Harga adalah elemen penting dalam marketing mix. Kebanyakan para

pelanggan bersedia membayar dengan harga premium jika ada persepsi tambahan terhadap

nilai produk. Peningkatan nilai ini dapat disebabkan oleh kinerja, fungsi, desain, bentuk yang

menarik atau kecocokan selera. Keunggulan dari sisi lingkungan hanya merupakan bonus

tambahan, tetapi sering kali menjadi faktor yang menentukan antara nilai produk dan kualitas.

Produk yang ramah lingkungan sering kali lebih murah jika biaya product life cycle

diperhatikan.

Pada berbagai literatur dalam penelitian pemasaran, terdapat pengaruh harga pada

persepsi konsumen akan kualitas suatu produk (Rao & Monroe, 1998; Zeithaml; 1988 dalam Junaedi; 2005). Menurut Rao dan Bergen (1992) dalam Junaedi (2005), harga premium

merupakan harga yang dibayarkan dan lebih besar jumlahnya di atas harga yang sesuai

dengan kebenaran nilai suatu produk yang menjadi indikator keinginan konsumen untuk

membayar (willingness-to-pay).

Sejumlah penelitian telah menentukan hubungan antara harga dan persepsi konsumen

terhadap kualitas produk. Kualitas produk dalam hal ini ditentukan pada pengukuran kualitas

objektif dan kualitas yang dipersepsikan. Kualitas objektif (objective quality) didefinisikan

sebagai atribut yang dapat diukur dan dikuantifikasikan dari dalam produk dibandingkan

dengan produk standard yang dapat dibuat. Sedangkan persepsi kualitas (perceived quality)

didefinisikan sebagai keputusan konsumen tentang superioritas dari suatu produk (Zeithaml,

1988 dalam Junaedi, 2005).

Polls (2002) menjabarkan bahwa umumnya konsumen mempercayai produk yang

ramah lingkungan mempunyai harga yang tinggi, hal ini di dukung oleh penelitian Polls

(2003) dimana dalam penelitiannya di Inggris menemukan bahwa pengkonsumsian produk

yang ramah lingkungan tidak secara terus menerus khususnya bagi konsumen dengan

pendapatan yang rendah namun demikian, harga premium suatu produk yang ramah

lingkungan berhubungan secara negatif dengan pilihan konsumen pada produk ramah

lingkungan.

Saluran Distribusi. Saluran distribusi atau tempat atau lokasi merupakan salah satu faktor

yang memberikan kontribusi bagi tercapainya tujuan perusahaan dalam menjual produk.

Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

180

Menurut Payne (2000) lokasi berkenaan dengan keputusan perusahaan mengenai dimana

operasi dan staf akan ditempatkan. Menurut Payne (2000) ada tiga jenis interaksi antara

produsen dengan konsumen yaitu: Pelanggan mendatangi produsen, Produsen mendatangi

pelanggan, dan Produsen dan konsumen melakukan transaksi bisnis melalui pihak ketiga.

Green Promosi. Tjiptono (2008) melihat tujuan utama promosi adalah menginformasikan,

mempengaruhi dan membujuk, serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan

bauran pemasarannya. Ketiga tujuan promosi itu dijabarkan sebagai berikut:

Menginformasikan (informing), Membujuk pelanggan sasaran (persuating), Mengingatkan

(reminding).

Keputusan Pembelian. Kotler dan Armstrong (2012), berpendapat bahwa keputusan

pembelian adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen

benar-benar membeli. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara

langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan.

Schiffman dan Kanuk juga berpendapat bahwa keputusan pembelian adalah pemilihan dua

atau lebih alternatif pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa seseorang dapat membuat

keputusan, harus tersedia beberapa alternatif pilihan.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Sumber: Diolah dari Kerangka Pemikiran berdasar teori

Gambar 1 diatas adalah kerangka pemikiran dari penelitian ini, berdasarkan kerangka

pemikiran tersebut, maka dibuat hipotesis sebagai berikut :

H1: Produk Green berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Nokia.

H2: Persepsi Harga berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Nokia.

H3: Saluran distribusi berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Nokia

H4: Promosi berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Nokia

H5: Pengetahuan produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian Nokia

H6: Produk, Harga, Saluran Distribusi, Promosi dan Pengetahuan Produk Green

berpengaruh secara simultan terhadap keputusan pembelian.

Keputusan

Pembelian

H5

H4

H3

H2

H1

H6

Presepsi Harga

Saluran Distribusi

Promosi

Pengetahuan Produk

Produk Green

Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

181

METODE

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, jenis desain penelitian yang

digunakan adalah riset deskriptif, yang mana riset deskriptif lebih menekankan pada frekuensi

terjadinya sesuatu atau sejauh mana variabel-variabel tersebut berhubungan. Malhotra (2010),

mengatakan bahwa metode survey adalah sebuah kuesioner tersutruktur yang diberikan

kepada sampel dari populasi dan didesain untuk mendapatkan informasi yang spesifik dari

para responden.

Penelitian ini dilakukan pada konsumen pengguna ponsel Nokia baik konsumen

maupun pelanggan. Penelitian dilakukan di pusat perbelanjaan ponsel terbesar di Jakarta yaitu

di ITC Roxy Mas, karena sebagian besar pengguna ponsel Nokia adalah penduduk perkotaan.

Ada lima variabel yang diteliti, yaitu lima variabel independen yang terdiri dari

produk green, harga produk green, promosi, saluran distrbusi dan pengetahuan serta variabel

keputusan pembelian sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan 33 indikator.

Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 130 responden, berdasarkan rekomendasi

asumsi yang mendasari alat analisis jalur (path analysis), yakni minimal sebanyak 100

responden (Sarwono, 2007:2).

Teknik sampling menggunakan sampel purposive atau pertimbangan ditujukan kepada

responden yang melakukan menggunakan ponsel Nokia. Alat yang digunakan untuk

penelitian kuantitatif adalah kuisioner dengan pertanyaan yang bersifat tertutup menggunakan

skala Ordinal. Uji yang dilakukan adalah uji validitas, reliabilitas, uji model, uji t, dan uji

korelasi dimensi. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan data primer diperoleh dengan menggunakan

kuesioner atau angket kepada para responden yang telah membeli atau menggunakan ponsel

Nokia mulai bulan Mei tahun 2014 sampai dengan bulan Juli tahun 2014.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji dilakukan secara berurutan dari validitas, reliabilitas, uji model, uji t, dan yang

terakhir adalah uji korelasi dimensi. Hasil uji t menunjukkan terdapat pengaruh antara

variabel produk green, persepsi harga, saluran distribusi, promosi dan pengetahuan memiliki

pengaruh baik secara parsial maupun simultan (Tabel 1).

Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

182

Tabel 1. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian

Hipotesis Hubungan

Variabel

Nilai

t

Hasil Uji

Model Kesimpulan

H1 Produk Green

Terhadap

Keputusan

Pembelian

2.050 Data

mendukung

hipotesis

Produk green berpengaruh

signifikan terhadap

keputusan pembelian

H2 Persepsi

HargaTerhadap

Keputusan

Pembelian

2.542 Data

mendukung

hipotesis

Persepsi harga

berpengaruh signifikan

terhadap keputusan

pembelian

H3 Saluran Distribusi

Terhadap

Keputusan

Pembelian

1.984 Data

mendukung

hipotesis

Saluran distribusi

berpengaruh signifikan

terhadap keputusan

pembelian

H4 Promosi

Terhadap

Keputusan

Pembelian

2.470 Data

mendukung

hipotesis

Promosi berpengaruh

signifikan terhadap

keputusan pembelian

H5 Pengetahuan

Terhadap

Keputusan

Pembelian

3.290 Data

mendukung

hipotesis

Pengetahuan berpengaruh

signifikan terhadap

keputusan pembelian

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2014

Uji korelasi dimensi dapat menunjukkan seberapa besar hubungan antar dimensi dari

variabel yang memiliki pengaruh signifikan. Berikut adalah hasil uji korelasi dimensi variabel

yang berpengaruh signifikan :

Tabel 2. Matrik Korelasi Dimensi Variabel Produk Green dengan Keputusan Pembelian

Variabel Dimensi

Keputusan Pembelian

Faktor

Buday

a

Faktor

Sosial

Faktor

Pribadi

Faktor

Psikologis

Produk

Green

Aman digunakan dan

dibuang

0.179 0.151 0.320 0.276

Karakteristik

komponen dalam

produk dan kemasan

0.305 0.316 0.430 0.284

Pengaruh komponen

terhadap lingkungan

0.055 0.036 0.149 0.095

Produk yang

bekelanjutan

0.374 0.383 0.306 0.292

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2014

Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

183

Berdasarkan tabel 2, hubungan paling kuat/tinggi pada variabel produk green dengan

dimensi Karakteristik komponen dalam produk dan kemasan terhadap dimensi faktor pribadi

dengan nilai korelasi 0.430. Hal ini berarti bahwa konsumen secara pribadi merasa tertarik

dengan produk yang memiliki ciri khas/unik. Atau dengan kata lain konsumen lebih memilih

produk dengan kemasan dan komponen yang berbeda dari produk sejenis lainnya. Seperti

yang diungkapkan oleh (Kotler, 2012:351) yaitu Identitas sebuah produk yang berkualitas

harus memiliki nilai pembeda. Dimensi yang mungkin di dalam menentukan kualitas sebuah

produk berdasarkan nilai pembedanya adalah features, customization, performance quality,

conformance quality, reliability, durability, repairability, style.

Kotler dan Amstrong (2011:236) mendefinisikan produk sebagai “segala sesuatu yang

dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi

yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan”. Tjiptono, Chandra dan Adriana

(2008:88) mendefinisikan produk sebagai berikut, “Produk merupakan segala sesuatu yang

dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau

dikonsumsi pasar yang bersangkutan.”

Tabel 3. Matrik Korelasi Dimensi Variabel Persepsi Harga dengan Keputusan Pembelian

Variabel Dimensi

Keputusan Pembelian

Faktor

Buday

a

Faktor

Sosial

Faktor

Pribadi

Faktor

Psikologis

Persepsi

Harga

Perubahan harga untuk

merefleksikan biaya

produksi

0.276 0.450 0.323 0.381

Permintaan dari green

produk

0.130 0.308 0.232 0.379

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2014

Berdasarkan tabel 3, hubungan paling kuat/tinggi pada variabel persepsi harga dengan

dimensi perubahan harga untuk merefleksikan biaya produksi terhadap dimensi faktor sosial

dengan nilai korelasi 0.450. Artinya perbedaan harga ponsel Nokia dengan ponsel lain

menjadi pilihan konsumen sesuai dengan kelas sosialnya. Atau pemilihan ponsel nokia

dipengaruhi oleh grup sosial dari konsumen tersebut.

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh (Pride dan Ferrell, 2010:317) yaitu

Peningkatan kualitas sebuah produk akan mempengaruhi harga produk tersebut. Secara umum

produk tersebut akan lebih mahal, hal ini menjadi sebuah pertimbangan bagi para pelaku

pemasaran untuk melakukan perencanaan dengan cermat.

Gaya hidup mempunyai pengaruh yang kuat dalam berbagai aspek atas proses

keputusan pembelian pelanggan, bahkan sampai tahap evaluasi setelah pembelian sebuah

produk. Gaya hidup seseorang juga mempengaruhi kebutuhan produk konsumen, preferensi

merek, tipe media yang digunakan dan bagaimana dan dimana mereka melakukan pembelian

barang (Pride dan Ferrell, 2010:205).

Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

184

Tabel 4. Matrik Korelasi Dimensi Variabel Saluran Distribusi dengan Keputusan Pembelian

Variabel Dimensi

Keputusan Pembelian

Faktor

Buday

a

Faktor

Sosial

Faktor

Pribadi

Faktor

Psikologis

Saluran

Distribusi

Saluran (channel) 0.109 0.286 0.394 0.304

Pencakupan

(coverage)

0.306 0.469 0.530 0.394

Lokasi 0.125 0.363 0.411 0.349

Inventaris 0.171 0.274 0.293 0.310

Transportasi 0.103 0.235 0.314 0.314

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2014

Dari tabel 4, nilai korelasi dimensi tertinggi terdapat pada dimensi pencakupan

(coverage) dengan faktor pribadi yaitu 0.530. Hal ini berarti konsumen secara pribadi lebih

memilih membeli suatu produk jika produk tersebut masih berada diarea

cakupannya/wilayahnya. Secara pribadi maksudnya adalah karena faktor usia atau gaya

hidup seseorang yang tidak ingin enghabiskan waktu dan tenaga untuk mencari suatu produk

yang jauh dari tempat tinggalnya/cakupannya.

Penentuan saluran distribusi dapat ditentukan berdasarkan intensitas cakupan dari

produk yang akan dijual. Jumlah dan jenis toko dalam suatu area sangat menentukan produk

yang akan dijual. Tentunya keputusan pemilihan saluran distribusi juga mempertimbangkan

karakteristik produk dan target pasarnya (Pride dan Ferrell, 2010:400).

Tabel 5. Matrik Korelasi Dimensi Variabel Promosi dengan

Keputusan Pembelian

Variabel Dimensi

Keputusan Pembelian

Faktor

Buday

a

Faktor

Sosial

Faktor

Pribadi

Faktor

Psikologis

Promosi Cara pesan yang

digunakan dalam green promosi

0.272 0.410 0.463 0.262

Pemantauan

keakuratan/ketepatan

klaim green

0.215 0.341 0.363 0.289

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2014

Dari tabel 5, nilai korelasi dimensi tertinggi terdapat pada dimensi Cara pesan yang

digunakan dalam green promosi dengan faktor pribadi yaitu 0.530. Hal ini menunjukkan

bahwa konsumen akan merasa tertarik pada ponsel Nokia jika di dalam promosinya

menggunakan cara yang tepat dalam penyampaian pesan tentang manfaat dan kelebihan

produk green. Aktifitas pemasaran membuat pelanggan, rekan bisnis dan masyarakat

umumnya menyadari dan mengikuti terhadap bisnis yang ditawarkan (Elliott et al, 2012:23).

Artinya, kegiatan mengkomunikasikan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk

Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

185

membelinya adalah merupakan tugas pemasaran. Sebuah promosi atas produk atau jasa oleh

seorang pemasar adalah sebuah usaha meyakinkan calon pembeli untuk membelinya. Melalui

promosi maka calon pembeli dapat memahami dengan lebih baik produsen dan berbagai

produk/jasa yang ditawarkan. Promosi juga dapat menawarkan berbagai pemotongan harga,

produk baru dan sebagainya.

Tabel 6. Matrik Korelasi Dimensi Variabel Pengetahuan dengan Keputusan Pembelian

Variabel Dimensi

Keputusan Pembelian

Faktor

Buday

a

Faktor

Sosial

Faktor

Pribadi

Faktor

Psikologis

Pengetahuan Produk bersertifikasi 0.242 0.298 0.333 0.253

Besaran pengetahuan

terhadap issue

lingkungan

0.252 0.300 0.557 0.463

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2014

Dari tabel 6, nilai korelasi dimensi tertinggi terdapat pada dimensi besaran

pengetahuan terhadap issue lingkungan dengan faktor pribadi yaitu 0.557. Hal ini berarti

semakin dewasa usia seseorang maka pengetahuan akan issue lingkungan juga semakin besar.

Atau karena gaya hidup dan pekerjaan menuntut seseorang untuk lebih memperluas wawasan

dan pengetahuannya tentang issue lingkungan.

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumarsono (2012) bahwa

pengetahuan mengenai informasi lingkungan pada kemasan detergen tidak berpengaruh

terhadap keputusan pembelian, begitu pula Maloney dan Ward (2002) yang menemukan fakta

bahwa tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan dan isu lingkungan tidak

berpengaruh terhadap minat beli (perilaku konsumen).

PENUTUP

Kesimpulan. Pertama. Produk green berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan

pembelian. Hubungan paling kuat/tinggi pada variabel produk green dengan dimensi

Karakteristik komponen dalam produk dan kemasan terhadap dimensi faktor pribadi. Hal ini

berarti bahwa konsumen secara pribadi merasa tertarik dengan produk yang memiliki ciri

khas/unik. Kedua. Persepsi harga berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan

pembelian. Hubungan paling kuat/tinggi pada variabel persepsi harga dengan dimensi

perubahan harga untuk merefleksikan biaya produksi terhadap dimensi faktor sosial. Artinya

perbedaan harga ponsel Nokia dengan ponsel lain menjadi pilihan konsumen sesuai dengan

kelas sosialnya. Ketiga. Saluran distribusi berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan

pembelian. Nilai korelasi dimensi tertinggi terdapat pada dimensi pencakupan (coverage). Hal

ini berarti konsumen secara pribadi lebih memilih membeli suatu produk jika produk tersebut

masih berada diarea cakupannya/ wilayahnya. Keempat. Promosi berpengaruh secara

signifikan terhadap keputusan pembelian. Nilai korelasi dimensi tertinggi terdapat pada

dimensi Cara pesan yang digunakan dalam green promosi. Hal ini menunjukkan bahwa

konsumen akan merasa tertarik pada ponsel Nokia jika di dalam promosinya menggunakan

cara yang tepat dalam penyampaian pesan tentang manfaat dan kelebihan produk green.

Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

186

Kelima. Pengetahuan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian. Nilai

korelasi dimensi tertinggi terdapat pada dimensi besaran pengetahuan terhadap issue

lingkungan. Hal ini berarti semakin banyak membanca, mendengar dan mengikuti

perkembangan, maka pengetahuan seseorang akan semakin bertambah begitu juga

pengetahuan tentang issue lingkungan juga semakin besar. Atau karena gaya hidup dan

pekerjaan menuntut seseorang untuk lebih memperluas wawasan dan pengetahuannya tentang

issue lingkungan. Keenam. Pada produk, persepsi harga, saluran distribusi, promosi, dan

pengetahuan secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan

pembelian.

Saran. Dari hasil penelitian dan pendapat para responden tentang ponsel Nokia, penulis

mempunyai beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh perusahaan dalam rangka

meningkatkan daya tawar atau meningkatkan rasio keputusan pembelian dari konsumen, dan

juga agar ponsel Nokia bisa menjadi market leader kembali dengan menerapkan strategi

green marketing yang tepat, diantaranya : (1) Nokia tetap memproduksi dan mempertahankan

ponsel ramah lingkungan, disertai juga dengan fitur/program yang menarik sesuai dengan

perkembangan teknologi saat ini, karena konsumen merasa tertarik terhadap produk yang

memiliki karakteristik tersendiri/unik. (2) Berdasarkan penelitian ini karakteristik pengguna

Nokia adalah Pelajar, maka Nokia hendaknya memposisikan harga sebuah ponselnya sesuai

dengan kelas/segmen Pelajar. (3) Nokia hendaknya memperluas area distribusi penjualan

Ponselnya, semakin dekat dengan wilayah konsumen, maka konsumen semakin memilih

produk tersebut. (4) Nokia lebih memperkenalkan Nokia sebagai ponsel ramah lingkungan

secara terus menerus melalui media TV, jejaring sosial, atau perkumpulan pecinta lingkungan.

promosi yang berkesinambungan/ berkelanjutan diperlukan untuk mengedukasi konsumen

sehingga produk green menjadi gaya hidup dan kebutuhan. (5) Perusahaan perlu lebih mengenalkan lagi kepada konsumen melalui promosi dan saluran distribusi yang tepat, agar

pengetahuan konsumen bertambah mengenai produk ramah lingkungan dan pada akhirnya

memutuskan untuk membeli ponsel Nokia. (6) Sebagai bagian dari strategi promotion mix,

PT. Nokia hendaknya memberikan apresiasi/hadiah lebih kepada konsumen yang ikut

berpartisipasi program recycling ponsel yang telah membuang ponsel lamanya ke dalam

recycle bin yang ditempatkan di area service centre Nokia, misalnya memberikan voucher

diskon untuk pembelian ponsel Nokia. Sehingga konsumen semakin bersemangat untuk ikut

dalam salah satu program lingkungan tersebut.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variabel lain selain variabel produk,

persepsi harga, saluran distribusi, promosi, dan pengetahuan. Dari nilai Koefisien

Determinasi diketahui bahwa 48.9 % variabel keputusan pembelian dapat diterangkan oleh

variabel produk, persepsi harga, saluran distribusi, promosi, dan pengetahuan yang

bersangkutan. Sedangkan sisanya sebesar 51.1 % diterangkan oleh variabel lain yang tidak

diteliti dalam penelitian ini yang mungkin dapat memberikan pengaruh lebih besar pada

keputusan pembelian.

Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

187

DAFTAR RUJUKAN

Adrian Payne, 2000.”Service Marketing Pemasaran Jasa”, Andi Yogyakarta. Cary.J. Bhaskaran. & Polonsky. 2004 Green Marketing and EMS : Assessing Potential

Consumer Influence on EMS Development. Australian Government Rural Industries

Research and Development Corporation. December 2004.

Elliot, S.N., Thomas R. K., Joan Littlefield, dan John F. Travers. 1999. Educational

Psychology Effective Teaching Effective Learning second edition. Singapore:

McGraw-Hill. .2010-2012. Gartner “Tabloid Pulsa dan berita teknologi”.

Grant, Robert M. (2007). Analisis Strategi Kontemporer. Jakarta: Erlangga. .

Junaedi, M.F. Shellyana. 2005. Pengaruh kesadaran lingkungan pada niat beli produk hijau :

studi perilaku konsumen berwawasan lingkungan. Jurnal benefit, vol 9, no. 2,

Desember. Hal 189-201.

Keller, Kevin Lane, 2003, Strategic Brand Management, Penerbit Pearson Education Inc,

Upper Saddle River, New Jersey.

Kotler, Philip, and Armstrong, Gary, 2012, Priciples of Marketing, Pearson Education

Limited, Edinburgh Gate, Harlow, England.

Kotler Philip, dan Keller , Kevin Lane, 2008, Manajemen Pemasaran. Edisi 12 Terjemahan

Benyamin Molan. PT Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta.

Kotler, Philip, Keller, Kevin Lane, Ang Swew Hoon, Leong, Siew Meng, Tan, Chin Thiong,

2006, Marketing Management : An Asian Perpective Fourth Edition, Prentice Hall,

Singapore

Naresh K. Malhotra. (2010). Marketing research : An Applied Orientation Sixth Edition

Pearson Education.

Peattie, K.,& Crane. A.2005. Green Marketing: Legend, myth, farce or prophesy?.Qualitative

Market Research, 8(4). 357-370.

Peattie, k. (2005), Green marketing: legend, myth, farce or prophesy?. Qualitative Market

Research, 8(4), 357-370.

Pride, W. M & Ferrell, O. C. 2010. Marketing (15th ed) Canada : South-Western. Pub.

Sarwono, Jonathan, 2007, Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS, Penerbit Andi,

Yogyakarta.

Shellyana Junaedi. 2005. Pengaruh Kesadaran Lingkungan Pada Niat Beli Produk Hijau:

Studi Perilaku Konsumen Berwawasan Lingkungan. Benefit, Vol .9. No. 2, Desember

, pp 189-201

Sumarsono, Yayat Giatno. 2012. Analisis Sikap dan Pengetahua Konsumen Terhadap

Ecolabelling serta Pengaruhnya Kepada Keputusan Pembelian Produk Ramah

Lingkungan. Fakultas Ekonomi Unsoed. Purwokerto.

Sumarsono dan Weni Novandari. 2010. Analisis Motif Pembelian dan Profil Perilaku

“Green Product Customer. Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman.

Tidak Dipiblikasikan.

Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Pemasaran. Edisi Kedua. Penerbit: ANDI Yogyakarta.

Ward, A.G., dan A. Courts editors. 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York:

Academic Press.

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

188

PENGARUH KESADARAN MEREK, ASOSIASI MEREK, PERSEPSI KUALITAS DAN

LOYALITAS MEREK TERHADAP PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PEMBELIAN SEPEDA MOTOR YAMAHA V-IXION

Arif Fadhilah

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

[email protected]

Abstract: The study sought to establish and analyze the impacts of brand awareness, brand

associations, perceived quality and brand loyalty toward purchase decision-making process of

Yamaha V-Ixion both partially and simultaneously. This statistic parametric study adopted a

quantitative method that used a multiple linear regression in which the data were processed by

program. The population used in this study are all users of Yamaha V-Ixion in Jakarta whose

number is unknown. The sample was 80 users of Yamaha V-Ixion located in West Jakarta

Municipality. A structured questionnaire with Likert scale was used to collect data which

consisted of 34 questions arranged based on indicators and dimensions derived from each

independent variables. Findings of this study showed that brand awareness, perceived quality

and brand loyalty had significant effect in partially toward purchase decision-making process of

Yamaha V-Ixion. Furthermore, brand awareness, perceived quality and brand loyalty had

significant effect in simultaneously toward purchase decision-making process Yamaha V-Ixion.

Keywords: Brand Awareness, Brand Association, Perceived Quality, Brand Loyalty and

purchase decision-making process

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh

variabel Kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek terhadap proses

pengambilan keputusan pembelian Yamaha V-ixion baik secara parsial maupun simultan.

Metode penelitian statistis parametrik ini menggunakan desain kuantitatif analisis regresi linier

berganda yang kemudian pengolahan datanya diproses dengan program. Populasi yang

digunakan pada penelitian ini adalah seluruh pengguna motor Yamaha V-ixion di kota Jakarta

yang jumlahnya tidak diketahui. Sampel penelitian ini adalah 80 orang pengguna motor Yamaha

V-ixion yang berada di Kotamadya Jakarta Barat. Instrumen penelitian yang digunakan berupa

kuesioner terstruktur dengan skala Likert; terdiri dari 34 pernyataan yang disusun berdasarkan

indikator dan dimensi yang mendukung masing-masing variabel penelitian. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa variabel kesadaran merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek secara

parsial berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian Yamaha V-

ixion. Secara simultan keesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek

berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian Yamaha V-ixion

Kata Kunci: Keesadaran Merek, Asosiasi Merek, Persepsi Kualitas, Loyalitas Merek dan Proses

Pengambilan Keputusan Pembelian

PENDAHULUAN

Di Indonesia, industri sepeda motor semakin kompetitif dengan ketatnya persaingan

antara produsen sepada motor di Indonesia, ini terbukti dengan penjualan sepeda motor di pasar

Indonesia sepanjang tiga tahun terakhir sejak tahun 2011 hingga 2013 yang dapat dilihat di Tabel

1. Produsen sepeda motor di Indonesia dihadapkan dengan persaingan untuk meraih dominasi

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

189

pasar. Produsen sepeda motor juga dituntut untuk mempertahankan eksitensinya agar dapat

bersaing dengan produk sepeda motor lainnya di pasar.

Tabel 1. Data Penjualan Sepeda Motor anggota AISI Tahun 2011-2013

Merek 2011 MS (%) 2012 MS (%) 2013 MS (%)

Honda 4.273.888 53,3 4.092.693 57,31 4.700.871 60,49

Yamaha 3.136.073 39,1 2.433.354 34,07 2.495.796 32,12

Suzuki 493.125 6,2 465.630 6,52 400.675 5,16

Kawasaki 95.108 1,2 131.657 1,84 153.807 1,98

TVS 14.309 0,2 18.252 0,26 19.865 0,26

Total 8.012.885 100 7.141.586 100 7.771.014 100

Sumber: AISI (2014)

Berdasarkan Tabel 1. selama tiga tahun terakhir Honda merupakan merek nomor satu

otomotif sepeda motor di Indonesia. Pada tahun 2011 Honda membukukan penjualan tertinggi

produk otomotif sepeda motor di Indoneisa sebesar 4.273.888 unit dengan market share 53,3%,

dan diikuti Yamaha sebesar 3.136.073 dengan market share 39,1% di posisi kedua. Pada tahun

2012 penjualan sepeda motor mengalami penurunan sekitar 11,2% dari 8.012.885 unit sepeda

motor menjadi 7.141.586 unit sepeda motor. Pada tahun 2012 walaupun Yamaha mengalami

penurunan yang signifikan, Yamaha kembali menepati posisi kedua dengan membukukan

penjualan produknya sebesar 2.433.354 dengan market share 34,07%, dan Honda tetap kokoh di

posisi pertama dengan penjualan sebesar 4.092.693 dengan market share 57,31%. Walaupun

tahun 2012 mengalami penurunan penjualan sepeda motor nasional, tetapi Kawasaki dan TVS

mengalami kenaikan penjualan. Sedangkan Honda dan Suzuki mengalami penurunan penjualan,

tetapi market share Honda dan Suzuki tetap tinggi bahkan meningkat dari tahun sebelumnya.

Pada tahun 2013 jumlah penjualan sepeda motor mengalami kenaikan 8,81% dari 7.141.586 unit

sepeda motor menjadi 7.771.014 unit sepeda motor. Tahun 2013 Yamaha kembali menempati

posisi kedua, dengan membukukan penjualan produknya sebesar 2.495.796 unit. Di tahun ini

Yamaha hanya mengalami kenaikan 62.422 unit sepeda motor, tetapi market share Yamaha

mengalami penurunan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek yang

dimiliki Honda lebih tinggi dibandingkan dengan ekuitas merek Yamaha dan merek lainnya.

Ekuitas merek memiliki beberapa katagori terdiri dari kesadaran merek (brand awareness),

asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived quality)dan loyalitas merek

(brand loyalty) yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan pembelian konsumen

(Durianto, dkk, 2004:6).

Di dalam persaingan yang kompetitif Yamaha tidak bisa menjaga pangsa pasarnya.

Dalam persaingan yang ketat ini perusahaan yang ingin tetap bertahan, dan melangkah lebih

maju untuk memenangkan persaingan sangat perlu mengetahui brand equity produknya. Brand

equity sangat penting bagi perusahaan karena persaingan pada saat ini dan di masa yang

mendatang, persaingan pemasaran adalah persaingan antar merek. Merek yang kuat sudah dapat

dipastikan akan menguasai pasar, karena merek merupakan asset perusahaan yang paling

bernilai, yang dapat digunakan untuk mempredeksi kelangsungan hidup perusahaan (Durianto,

dkk, 2004:12).

Kotler & Keller (2012:263) mendefinisikan ekuitas merek adalah nilai tambah yang terdapat pada suatu produk atau jasa. Hal ini terlihat dari cara konsumen berpikir, merasa, dan

bertindak terhadap merek serta harga, pangsa pasar, dan profitabilitas. Memiliki ekuitas merek

yang tinggi merupakan harapan dari setiap perusahaan. Karena apabila telah memiliki ekuitas

merek yang tinggi, mereka dapat memiliki kedekatan dengan pasar dan pelanggan.

Dari segi produknya, AISI mencatat, sepanjang 2013, penjualan sepeda motor segmen

skutik mencatatkan pertumbuhan tertinggi mencapai 4.897.668 unit atau mencatatkan pangsa

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

190

pasarnya mencapai 63,02%. Sedangkan segmen bebek berhasil membukukan penjualan

mencapai 1.771.720 unit dengan pangsa pasarnya mencapai 22,80% dan segmen sport yang

menyumbang penjualan mencapai 1.101.626 atau 14,18% pangsa pasarnya. AISI mencatat,

sepanjang 2013, Yamaha telah mencatatkan angka penjualan di segmen sport mencapai 544.162

unit. Pertumbuhan penjualan Yamaha ini bahkan menggeser segmen sport Honda yang hanya

tercatat mencapai 398.574 unit sepanjang 2013. (sumber: solopos.com, 2014)

Namun penjualan Segmen bebek dan skutik tahun 2013, Yamaha berada di posisi kedua

dibawah kompetitornya Honda. Tapi Yamaha berada di posisi puncak pada segmen motor sport

mengungguli kompetitor utamanya di segmen sport yaitu Honda. Persaingan pada segmen

motor sport sangat ketat dibandingkan dengan segmen lainnya. Produk unggulan Yamaha pada

segmen motor sport adalah Yamaha vixion. Yamaha v-ixion menjadi andalan dalam

menghadapi para kompetitornya di segmen motor sport 150cc seperti Honda dengan Honda

CB150 dan Honda Verza dan Kawasaki dengan Kawasaki Ninja. Yamaha V-ixion dirancang

untuk pecinta motor sport, Yamaha V-ixion adalah motor sport berkapasitas 150 cc yang

performa akselerasi pada motor ini sangatlah baik dapat mencapai 6000 rpm. Motor ini

merupakan motor dengan konsumsi minyak yang irit atau hemat bahan bakar. Harga jual

kembali untuk motor ini sangatlah mahal dikarenakan besarnya order motor baru. Dari segi

harga dapat dikatakan bersaing dengan produk sejenis dari pabrikan lain yaitu sekitar Rp.

23.000.000.

Gambar 1. Pangsa Pasar Segmen Motor Sport bulan Januari & Febuari

Berdasarkan Gambar 1. pada bulan januari 2014 honda mengungguli penjualan sepeda

motor Yamaha di segmen sport dengan 45,93% pangsa pasar penjualan segmen sepeda motor

sport nasional. Yamaha pada bulan Januari hanya memperoleh 42,3% pangsa pasar segmen

sepeda motor sport nasional. Tetapi pada bulan Febuari Yamaha Indonesia Motor Manufacturing

menggeser kembali posisi Honda dalam penjualan sepeda motor di segmen sepeda motor sport

dengan menguasai 44,73% pangsa pasar segmen motor sport nasional.

42.3

44.73 45.93

43.5

11.77 11.77

0

10

20

30

40

50

Januari Febuari

Yamaha

Honda

etc

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

191

Tabel 2. Penjualan Yamaha Vixion Maret 2013 - Febuari 2014

Tahun Bulan Total

Maret 42.004

April 38.957

Mei 35.413

Juni 35.621

Juli 45.351

Agustus 28.578

September 45.351

Oktober 44.677

November 45.652

Desember 40.022

2014 Januari 30.067

Febuari 42.597

Sumber: Rangkuman data AISI dikutip dari pertamax7.com (2014)

Turunnya pangsa pasar sepeda motor Yamaha di segmen sport terjadi karena penurunan

penjualan Yamaha V-ixion di bulan Januari, di bulan Januari Yamaha V-ixion hanya terjual

sebanyak 30.067 unit sepeda motor (Tabel 2). Penurunan Yamaha V-ixion ini berbanding

terbalik dengan pesaingya, Honda CB150 dan Honda Verza yang mengalami peningkatan pada

bulan januari (Pertamax7.com). Berdasarkan penjabaran tentang data dan uraian teori diatas,

maka peneliti tertarik menguji pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan

loyalitas merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-

ixion.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka penulis mengidentifikasi inti

dari permasalahan terkait dengan proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor

yamaha adalah sebagai berikut: (1) Terjadinya persaingan yang tinggi di industri otomotif sepeda

motor tanah air; (2) Terjadinya Penurunan Penjualan Yamaha tahun 2011 ke tahun 2012; (3)

Terjadinya penurunan market share Yamaha tahun 2012-2013; (4) Terjadinya penurunan market

share segmen motor sport Yamaha bulan januari karena penurunan penjualan motor Yamaha V-

ixion.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang penulis paparkan diatas, maka

permasalahan dapat diidentifikasi sebagi berikut: (1) Apakah kesadaran merek berpengaruh

terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion? (2) Apakah

asosiasi merek berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor

Yamaha V-ixion? (3) Apakah persepsi kualitas berpengaruh terhadap proses pengambilan

keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion? (4) Apakah loyalitas merek berpengaruh

terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion? (5) Apakah

kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh terhadap

proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion?

Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dijabarkan penulis diatas, maka penelitian

ini fokus untuk mengkaji mengetahui pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi

kualitas dan loyalitas merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor

Yamaha V-ixion. Responden di dalam penelitian ini adalah pemilik Yamaha V-ixion yang

berdomosili di Kotamadya Jakarta Barat. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk: (1) Menguji secara empiris pengaruh kesadaran merek terhadap

proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion; (2) Menguji secara

empiris pengaruh asosiasi merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion; (3) Menguji secara empiris pengaruh persepsi kualitas terhadap proses

pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion; (4) Menguji secara empiris

pengaruh loyalitas merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

192

Yamaha V-ixion; (5) Menguji secara empiris pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek,

persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan

pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion.

KAJIAN TEORI

Merek ( Brand ). Menurut The American Marketing Association (Kotler, 2012:241), merek

adalah suatu nama, istilah, tanda, simbol, atau disain, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang

dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan

untuk membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan oleh pesaingnya. Dapat dikatakan

bahwa merek lebih dari sekedar simbol, tidak hanya berguna sebagai nama atau tanda, akan

tetapi keberadaan merek dapat menjadi pembeda diantara produk dari kompetitor.

Ekuitas Merek ( Brand Equity ). Menurut Kotler dan Keller (2012:243), ekuitas merek adalah

nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dari cara

berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar,

dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. Shocker dan Weitz dalam Gil

(2007:191), mengklasifikasikan dimensi ekuitas merek menjadi dua yaitu citra merek (brand

image) dan loyalitas merek (brand loyalty). Agarwal dan Rao dalam Gil (2007:191),

mengemukakan dua indicator utama pada ekuitas merek yaitu kualitas keseluruhan (overall

quality) dan minat memilih (choice intention). Menurut Aaker, dalam Durianto, dkk (2004:4),

berpendapat bahwa brand equty dikelompokan dalam lima katagori. Kelima katagori tersebut

adalah kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), Persepsi

Kualitas (perceived quality), loyalitas merek (brand loyalty) dan asset-aset lain yang berkaitan

dengan merek (other brand-related assets).

Kesadaran Merek ( Brand Awareness ). Aaker dalam bukunya Managing Brand Equity, dalam

Durianto, dkk (2004:4), Brand awareness sebagai kemampuan dari calon pembeli untuk

mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek termasuk kedalam kategori produk

tertentu. Menurut Kotler dan Keller (2012:482) brand awareness adalah kemampuan konsumen

untuk mengidentifikasi merek dalam kondisi yang berbeda, yang tercermin dari brand

recognition atau recall performance. Sedangkan Keller dalam bukunya Strategic Brand

Management (2008:51), brand awareness berhubungan dengan kekuatan merek atau jejak

dalam memori yang tercermin dari kemampuan konsumen untuk mengingat atau mengenali

merek di dalam kondisi yang berbeda

Berdasakan teori Aaker (Durianto, dkk, 2004:55) Brand Awareness memiliki empat

tingkatan akan pencapaian kesadaran dari benak konsumen dari tingkatan yang paling rendah

yaitu tidak menyadari merek (Brand Unaware) sampai tingkatan yang paling tinggi yaitu Top of

Mind. Brand awareness dari tingkat terendah hingga tertingi adalah sebagai berikut: (1) Unware

of Brand (tidak menyadari merek ) adalah tingkat paling rendah dalam piramida brand awareness di

mana konsumen tidak menyadari adanya suatu brand; (2) Brand Recognition (pengenalan merek )

adalah tingkat minimal brand awareness, di mana pengenalan suatu brand muncul lagi setelah

dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall); (3) Brand Recall (pengingatan

kembali merek ) adalah pengingatan kembali brand tanpa bantuan (unaided recall); (4) Top of

Mind (puncak pikiran) adalah brand yang disebutkan pertamakali oleh konsumen atau yang

pertama kali muncul dalam benak konsumen, atau brand tersebut merupakan brand utama dari

berbagai brand yang ada dalam benak konsumen.

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

193

Asosiasi Merek ( Brand Association ).Aaker dalam Sadat, (2009:138), mendefinisikan brand

association sebagai segala sesuatu yang terhubung di memori konsumen terhadap suatu merek.

Menurut Kotler dan Keller (2012:482) asosiasi merek terdiri dari semua pikiran merek terkait,

perasaan, persepsi, gambar, pengalaman, kepercayaan, sikap, dan sebagainya yang menjadi

terkait dengan bran node. Schiffman dan Kanuk (2000:111), menambahkan bahwa asosiasi

merek yang positif mampu menciptakan citra merek yang sesuai dengan keinginan konsumen,

sehingga dapat menciptakan rasa percaya diri konsumen atas keputusan pembelian merek

tersebut.

Keller (2008:56), mengemukakan secara konseptual asosiasi merek dibedakan dalam tiga

dimensi, yaitu: (1) Strength (kekuatan): Kekuatan dari asosiasi merek tergantung dari banyaknya

jumlah atau kuantitas dan kualitas informasi yang diterima oleh konsumen. Semakin dalam

konsumen menerima informasi merek, semakin kuat asosiasi merek yang dimilikinya. Dua faktor

yang mempengaruhi kekuatan merek yaitu hubungan personal dan informasi tersebut dan

konsistensi informasi tersebut sepanjang waktu; (2) Favorable (kesukaan): Asosiasi merek yang

disukai terbentuk oleh program pemasaran yang berjalan efektif mengantarkan produk-

produknya menjadi produk yang disukai oleh konsumen; (3) Uniqueness (keunikan): Asosiasi

keunikan merek tercipta dari asosiasi kekuatan dan kesukaan yang membuat merek menjadi lain

daripada yang lain. Dengan adanya asosiasi merek yang unik, akan tercipta keuntungan

kompetitif dan alasan-alasan mengapa konsumen sebaiknya membeli merek tersebut. Asosiasi

merek yang unik dirancang agar konsumen “tidak ada alasan untuk tidak” memilih merek

tersebut.

Berdasarkan pemaparan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa asosiasi merek

merupakan segala sesuatu hal atau kesan yang berkaitan mengenai suatu merek yang ada di

ingatan konsumen. Kesan-kesan terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan semakin

banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek tertentu dan mudahnya

mendapatkan informasi tentang merek tersebut.

Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Menurut Aaker (2008:158) Perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap

kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa sehubungan dengan tujuan yang diinginkan,

dibandingkan dengan alternatif-alternatif lain. Sedangkan Menurut Keller (2008:195) persepsi

kualitas telah didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap kualitas keseluruhan atau

keunggulan produk atau jasa relatif terhadap alternatif yang relevan dan berkaitan dengan tujuan

yang dimaksudkan. Perceived quality mempunyai peran penting dalam membangun suatu

merek, Perceived quality sebuah merek dapat menjadi sebuah alasan yang penting bagi

konsumen untuk memutuskan merek yang akan dibeli.

Perceived quality dipengaruhi oleh dua dimensi, yaitu dalam bentuk kualitas produk dan

kualitas jasa. Menurut Garvin dalam Durianto, dkk (2004 : 98) mengungkapkan ada tujuh

dimensi kualitas produk, yaitu: (1) Performance yang meliputi karakteristik operasi suatu

produk; (2) Features merupakan tambahan untuk menjadi pembela yang penting untuk dua

produk yang tampak sama; (3) Conformance with the specifications or the absence of defect

merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur yang berorientasi tradional; (4)

Reliability yaitu kosistensi kinerja dari pembelian satu ke pembelian lainnya dan presentase

waktu yang dimiliki; (5) Durability mencerminkan umur ekonomis suatu produk; (6) Service

ability mencermikan kemampuan suatu produk dalam memberikan layanan; (7) Fit and finish

mengarah pada penampilan mutu.

Perceived quality yang positif akan mendorong dalam pengambilan keputusan pembelian

dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut.

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

194

Loyalitas Merek (Brand Loyalty). Aaker dalam bukunya Managing Brand Equity (dalam

Durianto, dkk 2004:4), mengemukakan definisi brand loyalty adalah sebuah ukuran ketertarikan

konsumen terhadap suatu merek. Menurut Schiffman dan Kanuk (2010:88) loyalitas merek

adalah preferensi konsisten konsumen atau pembelian merek yang sama di kategori produk atau

jasa tertentu. Menurut Solomon (2011:360), loyalitas merek merupakan perilaku pembelian

ulang yang mencerminkan kesadaran keputusan untuk terus membeli merek yang sama.

Sedangkan menurut Durianto, dkk (2004:126), loyalitas merek merupakan satu ukuran

keterkaitan seorang konsumen kepada sebuah merek.

Berdasarkan uraian definisi diatas dapat disimpulakan bahwa loyalitas merek merupakan

ukuran kesetiaan, kedekatan atau keterkaitan konsumen pada sebuah merek. Ukuran ini mampu

memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek produk yang lain.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2010:92) loyalitas merek terdiri dari dua komponen,

yaitu: (1) Behavioral : frekuensi dan konsistensi membeli merek tertentu; (2) Attitudinal :

Perasaan konsumen untuk komitmen terhadap suatu merek.

Keputusan Pembelian. Keputusan pembelian menurut Kotler dan Amstrong (2012:154) adalah

keputusan pembeli terhadap produk yang mau dibeli. Keputusan pembelian mengacu pada

perilaku membeli konsumen baik individu maupun rumah tangga yang membeli barang dan jasa

untuk konsumsi pribadi. Beberapa situasi pembelian ditandai dengan keterlibatan konsumen

yang rendah tapi perbedaan antar merek signifikan. Dalam situasi ini, konsumen sering

melakukan peralihan merek. Peralihan merek terjadi karena mencari variasi dan bukannya

ketidakpuasan. Terdapat beberapa tahap dalam proses pengambilan keputusan, antara lain adalah

(Kotler dan Keller, 2012:166): (1) Pengenalan kebutuhan; (2) Pencarian informasi; (3) Evaluasi

alternative; (4) Keputusan pembelian; (5) Perilaku paska pembelian.

Kerangka Pemikiran. Semakin kompetitifnya pasar sepeda motor khususnya pasar sepeda

motor jenis sport membuat produsen harus mampu membuat produk yang berkualiatas dengan

diimbangi dengan pengenalan-pengenalan merek produk tersebut agar masyarakat sadar akan

keberadaan merek tersebut. Jika masyarakat telah mengetahui atau menyadari keberadaan suatu

merek didalam benaknya, maka secara langsung atau pun tidak langsung masyarakat tersebut

akan melakukan pembelian. Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi

merek-merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek

mana yang akan dibeli. Merek dengan top of mind tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang

tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan

dipertimbangkan dalam keputusan pembelian. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam benak

konsumen adalah merek-merek yang disukai dan dibenci (Durianto, dkk, 2004: 8-9). Asosiasi

merek juga merupakan faktor pendukung masyarakat dalam mengambil keputusan pembelian

terhadap suatu produk. Menurut Schiffman dan Kanuk (2000:111), menambahkan bahwa

asosiasi merek yang positif mampu menciptakan citra merek yang sesuai dengan keinginan

konsumen, sehingga dapat menciptakan rasa percaya diri konsumen atas pengambilan keputusan

pembelian merek tersebut.

Persepsi kualiatas juga merupakan faktor pendukung masyarakat dalam mengambil

keputusan pembelian terhadap suatu produk. Merek yang telah memiliki top of mind tinggi

dibenak konsumen sudah tentu memiliki kualitas produk yang baik pada produknya. Kesan atau

persepsi terhadap keseluruhan terhadap suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari

produk atau jasa tersebut dan berpengaruh langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan

loyalitas mereka terhadap suatu merek. Loyalitas merek juga merupakan faktor pendukung

masyarakat dalam mengambil keputusan pembelian terhadap suatu produk. Menurut Schiffman

dan Kanuk (2010:88) loyalitas merek adalah preferensi konsisten konsumen atau pembelian

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

195

H3

merek yang sama di kategori produk atau jasa tertentu. Menurut Solomon (2011:360), loyalitas

merek merupakan perilaku pembelian ulang yang mencerminkan kesadaran keputusan untuk

terus membeli merek yang sama. Keputusan pembelian menurut Kotler dan Amstrong

(2012:133) adalah keputusan pembelian mengacu pada perilaku membeli konsumen baik

individu maupun rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Terdapat

lima tahap proses pembelian konsumen seperti yang dikemukakan oleh Ferrell dan Hartline

(2010:154) yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan

pembelian, dan evaluasi pasca-pembelianBerdasarkan uraian di atas, maka dalam hal ini akan

dibahas mengenai pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas

merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion dengan

kerangka pemikiran di gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Hipotesis. Berdasarkan latar belakang penelitian, kajian pustaka, dan kerangka pemikiran

penelitian yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukkan adalah sebagai

berikut:

H1: Terdapat pengaruh kesadaran merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.

H2: Terdapat pengaruh asosiasi merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.

H3: Terdapat pengaruh persepsi kualitas terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.

H4: Terdapat pengaruh loyalitas merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.

H5: Terdapat pengaruh secara bersama-sama antara kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi

kualitas dan loyalitas merek proses pengambilan terhadap keputusan pembelian.

METODE

Desain Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif (quantitative method)

yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesis. Jenis penelitiannya adalah

deskriptif eksplanatori yang didasarkan pada pengamatan (survey) terhadap akibat yang terjadi

(proses pengambilan keputusan pembelian) dan mengetahui faktor-faktor yang mungkin menjadi

penyebabnya (kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek) melalui

pengumpulan data dan informasi diambil dari populasi yang menjadi objek penelitian atau

menarik sampel dari populasi yang ada dengan menggunakan kuesioner, kemudian dianalisa

untuk mendapatkan data yang akurat tentang fakta-fakta serta hubungan antara variabel

penelitian.

Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi variabel bebas (X)

(independent variable), dan variabel terikat (Y) (dependent variable). Berdasarkan telaah

pustaka dan rumusan hipotesis, terdapat variabel bebas antara lain Kesadaran Merek (X1),

H1 H2

H5

H3

H5

H4 Proses Pengambilan

Keputusan Pembelian (Y1)

Kesadaran Merek(X1)

Asosiasi Merek (X2)

Persepsi Kualitas (X3)

Loyalitas Merek (X4)

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

196

Asosiasi Merek (X2), Persepsi Kualitas (X3) dan Loyalitas Merek (X4) . Sementara variabel

terikat yaitu proses pengambilan keputusan pembelian (Y).

Populasi dan Sampel. Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh pengguna

motor Yamaha V-ixion di kota Jakarta yang jumlahnya tidak diketahui. Dalam penelitian ini

belum ada data yang akurat yang dapat menyebutkan jumlah konsumen Yamaha Motor di Kota

Jakarta karena jumlah konsumennya mengalami perubahan setiap hari yang disebabkan

penambahan jumlah konsumen. Oleh karena itu, jumlah populasi dalam penelitian ini

diasumsikan tidak diketahui oleh karena itu metode pengambilan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan tehnik nonprobability sampling. Metode yang digunakan adalah

purposive / Judgement Sampling, yaitu cara pemilihan sampel atas dasar pertimbangan tertentu.

Menurut Hair, dkk (2006) Rasio antara jumlah subjek dan jumlah variabel bebas dalam analisis

multivariat dianjurkan sekitar 15 sampai 20 subjek per variabel bebas. Di dalam penelitian ini

terdiri dari 4 variabel bebas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini 4 x 20 = 80. Sampel

diperoleh berdasarkan teori hair, sampel penelitian ini adalah 80 orang pengguna motor Yamaha

V-ixion yang berada di Kotamadya Jakarta Barat.

Metode Analisis Data. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen. Validitas adalah suatu

ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesalahan suatu alat ukur. Untuk menguji

validitas alat ukur menggunakan rumus Pearson Product-Moment dengan kriteria yang dianggap

memenuhi syarat jika harga koefisien rhitung ≥ rtabel. Sementara reliabilitas menunjukan pada suatu

pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data yang tidak bersifat tendensius atau mengarahkan responden untuk memilih

jawaban-jawaban tertentu. Jika koefisien cronbach alpha > rtabel maka instrument penelitian

dinyatakan reliabel.

Uji Normalitas. Pengujian normalitas distribusi data populasi dilakukan dengan menggunakan

statistik Kolmogorov-Smirnov. Uji normalitas sampel menghasilkan besaran statistic dan taraf

kepercayaan (Significance Level). Jika ditemukan besaran 0,000 atau jauh lebih kecil dari taraf

kepercayaan yang ditentukan, misalnya 0,05, maka besaran ini menunjukan bahwa data sampel

berdistribusi normal.

Uji Multikolinieritas. Uji ini dimaksudkan untuk menguji ada tidaknya hubungan yang linier

antara variabel bebas satu dengan variabel bebas yang lainnya. Apabila nilai Tolerance

mendekati nilai 0,01, maka terjadi multikolinieritas antar variabel independen. Bila mendekati

0,99, maka tidak ditemukan multikolinieritas. Kemudian jika variabel memiliki nilai Variance

Inflaction Factor (VIF) lebih dari 10, maka terjadi interkorelasi antar variabel independen.

Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regesi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji

statistik yang digunakan adalah uji Scatter Plot. Dasar analisisnya adalah jika gambar

menunjukkan titik-titik yang menandakan komponen-komponen dari variabel-variabel menyebar

secara acak pada bidang scatter maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.

Uji Statistik t dan Uji Statistik F. Uji t bertujuan untuk menguji apakah secara individu ada

pengaruh antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat. Kriteria pengambilan keputusan

yaitu Ho diterima bila thitung < ttabel pada alpha 5% atau nilai probabilitas lebih besar dari 0,05. Ho

ditolak bila thitung > ttabel pada alpha 5% atau nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05. Sementara uji

F bertujuan untuk menguji apakah secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

197

terikat. Kriteria pengambilan keputusan yaitu Ho diterima bila Fhitung ≤ Ftabel pada alpha 5% atau

nilai probabilitas lebih besar dari 0,05. Ho ditolak bila Fhitung > Ftabel pada alpha 5% atau nilai

probabilitas lebih kecil dari 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Responden. Pada bagian ini akan dijelaskan profil responden yang menjadi objek

penelitian yaitu 80 pengguna motor Yamaha V-ixion. Analisis deskriptif untuk karakteriktik

responden disajikan dalam bentuk frekuensi dan prosentase yang terdiri dari jenis kelamin, usia,

jenis pekerjaan dan pendapatan per bulan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Responden

No Karakteristik Responden Frekuensi Prosentase

1 Jenis Kelamin

Laki-laki 73 91,25%

Perempuan 7 8,75%

2 Usia

<21 18 22,5%

21-30 50 62,5%

31-40 11 13,75%

>40 1 1,25%

4 Pekerjaan

Pelajar/Mahasiswa 27 33,75%

PNS 6 7,5%

Karyawan Swasta

Lainnya

41

6

51,25%

7,5%

5 Pendapatan per Bulan

< Rp. 2.000.000 29 36,25%

Rp. 2.000.000 – Rp. 5.000.000 41 51,25%

> Rp. 5.000.000 10 12,5%

Sumber: Data diolah penulis (2014)

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa mayoritas responden penelitian ini adalah berjenis

kelamin laki-laki (91,25%) sementara responden wanita sebesar 8,75%. Dalam hal ini motor

Yamaha V-ixion lebih indentik dengan motor laki-laki tetapi wanita juga bisa menggunakannya.

Berikutnya, mayoritas usia responden adalah dari usia 21-30 tahun sebesar 62,5%. Artinya,

motor Yamaha V-ixion lebih digemari oleh kaum muda. Sementara, mayoritas pekerjaan

pengguna motor Yamaha V-ixion adalah karyawan swasta sebesar 51,25%, sehingga Yamaha V-

ixion harus terus meningkatkan strategi pemasarannya di berbagai kalangan profesi / pekerjaan.

Kemudian mayoritas pendapatan per bulan pengguna motor Yamaha V-ixion adalah Rp.

2.000.000 – Rp. 5.000.000 sebesar 51,25%. Artinya, pengguna motor Yamaha V-ixion dalam

kategori menengah / menengah kebawah. Dengan demikian kedepannya Yamaha V-ixion juga

V-ixion harus terus meningkatkan strategi pemasarannya di berbagai kalangan.

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian. Tabel 4 merupakan deskripsi statistik untuk

menyajikan rata-rata skor, nilai tertinggi dan nilai terendah dari jawaban responden atas variabel-

variabel kesadaran merek (x1), asosiasi merek (x2), persepsi kualitas (x3), loyalitas merek (x4)

dan proses pengambilan keputusan pembelian (y).

Berdasarkan Tabel 4, variabel kesadaran merek memiliki nilai minimum 2 dan nilai

maksimum rata-rata yaitu 5, maka kesadaran merek Yamaha V-ixion masih dapat terus

ditingkatkan. Kemudian nilai minimum variabel asosiasi merek yaitu pada dimensi favorable

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

198

(kesukaan) sebesar 2 dan nilai maksimum 5. Dengan demikian, asosiasi merek Yamaha V-ixion

masih bisa ditingkatkan.

Tabel 4. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Min. Max. Mean S.D

Kesadaran

Merek

Brand recognition 3 5 3,76 0,528

Brand recall 3 5 3,83 0,364

Asosiasi

Merek

Strength (kekuatan)

Favorable (kesukaan) Uniqueness (keunikan)

3 5 3,74 0,568

2 5 3,73 0,675

3 5 3,80 0,507

Persepsi

Kualitas

Performance (Kinerja) 3 5 3,71 0,572

Feature (Keistimewaan

Tambahan)

2 5 3,81 0,425

Reliability (Keandalan) 2 5 3,59 0,546

Conformance to Specification

(Spesifikasi sesuai)

3 5 3,77 0,521

Durability (Daya Tahan) 3 5 3,73 0,675

Service ability 2 5 3,66 0,728

Fit and finish (Hasil) 2 5 3,71 0,766

Loyalitas

Merek

Behavioral 3 5 3,73 0,518

Attitudinal 2 5 3,63 0,769

Proses

pengambilan

keputusan

pembelian

Need Recognition 3 5 3,70 0,518

Information Search 2 5 3,69 0,608

Evaluation of Alternatives 2 5 3,66 0,711

Purchase Decision 3 5 3,75 0,684

Postpurchase Behaviour 3 5 3,68 0,501

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)

Selanjutnya nilai minimum pada variabel persepsi kualitas adalah 2 dan nilai maksimum

sebesar 5. Artinya, variabel persepsi kualitas masih dapat ditingkatkan oleh Yamaha V-ixion.

Kemudian nilai minimum variabel loyalitas merek yaitu pada dimensi attitudinal sebesar 2 dan

nilai maksimum 5. Dengan demikian, loyalitas merek Yamaha V-ixion masih bisa ditingkatkan.

Kemudian nilai minimum pada variabel proses pengambilan keputusan pembelian yaitu 2 dan

nilai maksimum sebesar 5. Dengan demikian proses pengambilan keputusan pembelian Yamaha

V-ixion masih bisa terus ditingkatkan.

Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen. Pada Tabel 5 dijelaskan bahwa hasil uji

validitas menunjukkan bahwa 34 butir pernyataan di kuesioner memiliki nilai rhitung lebih besar

dibanding rtabel (0,220) dalam taraf signifikan 5%. Artinya, butir-butir pernyataan pada instrumen

kuesioner yang mengukur variabel penelitian dinyatakan valid. Sementara metode yang

digunakan pada uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai Cronbach alpha. Pada Tabel 1.5, nilai

Cronbach alpha lebih besar daripada nilai rtabel. Artinya, pernyataan di kuesioner yang mengukur

variabel kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, loyalitas merek dan proses

pengambilan keputusan pembelian dinyatakan reliabel.

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

199

Tabel 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Variabel Dimensi Person

Correlation rtabel

Cronbach

Alpha

Kesadaran

Merek

Brand recognition 0,627 0,220

Brand recall 0,668 0,220 0,615

Asosiasi

Merek

Strength (kekuatan)

Favorable (kesukaan) Uniqueness (keunikan)

0,496 0,220

0,703 0,220 0,624

0,772 0,220

Persepsi

Kualitas

Performance (Kinerja) 0,651 0,220

Feature (Keistimewaan Tambahan) 0,725 0,220 0,831

Reliability (Keandalan) 0,763 0,220

Conformance to Specification

(Spesifikasi sesuai)

0,784 0,220

Durability (Daya Tahan) 0,589 0,220

Service ability 0,756 0,220

Fit and finish (Hasil) 0,623 0,220

Loyalitas

Merek

Behavioral 0,794 0,220

Attitudinal 0,629 0,220 0,518

Proses

pengambilan

keputusan

pembelian

Need Recognition 0,880 0,220

Information Search 0,758 0,220 0,842

Evaluation of Alternatives 0,707 0,220

Purchase Decision 0,631 0,220

Postpurchase Behaviour 0,731 0,220

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)

Uji Normalitas. Nilai signifikansi residual tertera pada Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0,820

melebihi taraf signifikan 5% (0,820> 0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel

residual berdistribusi normal.

Uji Multikolinieritas. Nilai tolerance pada variabel kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi

kualitas, loyalitas merek lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF pada keempat variabel tersebut

kurang dari 10,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak terjadi masalah multikolinieritas.

Artinya, pada model yang diajukan tidak ada variabel bebas yang harus dihilangkan.

Uji Heteroskedastisitas. Berdasarkan scatterplot pada Gambar 2. bahwa titik-titik tidak

membentuk suatu pola tertentu serta letaknya tidak beraturan (di atas dan dibawah angka 0 pada

sumbu Y). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa regresi tidak mengalami gangguan

heteroskedastisitas dan model regresi tersebut layak dipakai untuk memprediksi variabel proses

pengambilan keputusan pembelian berdasarkan masukan variabel kesadaran merek, asosiasi

merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek.

Gambar 2. Grafik Plot Hasil Uji Heteroskedastisitas Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

200

Analisis Regresi Linier Berganda. Berdasarkan tabel 1.6 dapat dideskripsikan unstandardized

coefficient parameter konstanta (0,303), koefisien variabel kesadaran merek (0.194), koefisien

asosiasi merek (0.20), koefisien persepsi kualitas (0.412) dan koefisien variabel loyalitas merek

(0.680).

Tabel 6. Hasil Uji Regresi Variabel X1, X2, X3, X4 terhadap Variabel Y

Coefficientsa

Model Coefficients t Sig.

(Constant) 0,303 1,473 0,145

Kesadaran Merek -0,194 -2,224 0,029

Asosiasi Merek 0,20 0,221 0,826

Persepsi Kualitas 0,412 3,018 0,003

Loyalitas Merek 0,680 11,512 0,000

R Square 87,8%

Fhitung 135,302 0,000

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)

Bila nilai-nlai tersebut dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier berganda, maka:

Y = 0,303 + 0.194 X1 + 0.20 X2 + 0.412 X3 + 0.680 X4

Hasil persamaan tersebutdapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut: (1) Konstanta (β0) sebesar

0,303 bermakna apabila tidak ada pengaruh ketiga variabel independen (kesadaran merek,

asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek) maka nilai proses pengambilan keputusan

pembelian motor Yamaha V-ixion adalah 0,303; (2) Koefisien regresi pada variabel kesadaran

merek (β1) sebesar 0,194. Artinya, variabel kesadaran merek akan berpengaruh positif 0,194

terhadap proses pengambilan keputusan pembelian motor Yamaha V-ixion. Sehingga kesadaran

merek yang dimiliki oleh Yamaha V-ixion mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap

proses pengambilan keputusan pembelian; (3) Koefisien regresi pada variabel asosiasi merek

(β2) sebesar 0,20. Artinya, variabel asosiasi merek tidak berpengaruh terhadap proses

pengambilan keputusan pembelian motor Yamaha V-ixion. Sehingga asosiasi merek yang

dimiliki oleh Yamaha V-ixion tidak mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap proses

pengambilan keputusan pembelian; (4) Koefisien regresi pada variabel persepsi kualitas (β3)

sebesar 0,412. Artinya, variabel persepsi kualitas akan berpengaruh positif 0,412 terhadap

proses pengambilan keputusan pembelian motor Yamaha V-ixion. Dengan demikian, persepsi

kualitas yang dimiliki Yamaha V-ixion memiliki kontribusi signifikan terhadap proses

pengambilan keputusan pembelian; (5) Koefisien regresi pada variabel loyalitas merek (β4)

sebesar 0,680. Artinya, variabel loyalitas merek akan berpengaruh positif 0,680 terhadap proses

pengambilan keputusan pembelian motor Yamaha V-ixion. Dengan demikian, loyalitas merek

yang dimiliki Yamaha V-ixion memiliki kontribusi nyata terhadap proses pengambilan

keputusan pembelian.

Uji t. Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel kesadaran merek, asosiasi merek,

persepsi kualitas, loyalitas merek secara parsial (terpisah) terhadap variabel proses pengambilan

keputusan pembelian. Berdasarkan data Tabel 6 diketahui nilai signifikan pada variabel

kesadaran merek adalah 0,029 lebih besar dari taraf signifikan 5% (α=0,05). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya, variabel kesadaran merek secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian. Kemudian diketahui

nilai signifikan pada variabel asosiasi merek adalah 0,826 lebih besar dari taraf signifikan 5%

(α=0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya, variabel

asosiasi merek secara parsial tidak berpengaruh positif terhadap proses pengambilan keputusan

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

201

pembelian. Kemudian diketahui nilai signifikan pada variabel persepsi kualitas adalah 0,003

lebih kecil dari taraf signifikan 5% (α=0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan

Ha diterima. Artinya, variabel persepsi kualitas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

proses pengambilan keputusan pembelian. Kemudian diketahui nilai signifikan pada variabel

loyalitas merek adalah 0,000 lebih kecil dari taraf signifikan 5% (α=0,05). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, variabel loyalitas merek secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.

Uji F. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh variabel kesadaran merek, asosiasi merek,

persepsi kualitas, loyalitas merek terhadap variabel proses pengambilan keputusan pembelian

secara simultan maka dilakukan uji F. Berdasarkan Tabel 6 diperoleh nilai Fhitung sebesar

135,302. Maka Ftabel pada penelitian ini adalah 2,50. Dalam hal ini nilai Fhitunglebih besar

daripada nilai FTabel yaitu 135,302> 2,50 artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Selain itu pada

Tabel 1.7, nilai signifikan pada uji F diperoleh sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf signifikasi 5%

(α=0,05). Dengan demikian, hasil uji F pada penelitian ini disimpulkan bahwa variabel

kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek secara bersama-sama

(simultan) berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.

Koefisien Penentu ( Coefficient of Determination). Hasil koefisien determinasi (R2)

berdasarkan Tabel 6 adalah 0,878. Artinya, kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas,

loyalitas merek dapat menjelaskan 87,8% variasi proses pengambilan keputusan pembelian.

Sedangkan 12,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

Matriks Korelasi antar Dimensi

Tabel 7. Matriks Korelasi antar Dimensi

Variabel Dimensi

Proses pengambilan keputusan pembelian (Y)

Need

Recognition (Y1.1)

Information

Search

(Y1.2)

Evaluation of

Alternatives (Y1.3)

Purchase

Decision

(Y1.4)

Postpurchase

Behaviour

(Y1.5)

Kesadaran

Merek

(X1)

Brand recognition

(X1.1) 0,430 0,514 0,402 0,250 0,180

Brand recall (X1.2) 0,525 0,449 0,535 0,108 0,369

Asosiasi

Merek (X2)

Strength (kekuatan)

(X2.1) 0,342 0,186 0,436 0,350 0,412

Favorable

(kesukaan)

(X2.2) 0,540 0,471 0,543 0,206 0,372

Uniqueness

(keunikan) (X2.3) 0,703 0,466 0,373 0,675 0,616

Persepsi

Kualitas (X3)

Performance

(X3.1) 0,404 0,557 0,314 0,263 0,183

Feature

(X3.2) 0,517 0,515 0,557 0,201 0,338

Reliability (X3.3) 0,554 0,459 0,621 0,267 0,497 Conformance to

specification

(X3.4) 0,695 0,502 0,368 0,670 0,560

Durability (X3.5) 0,431 0,347 0,253 0,617 0,397 Service ability

(X3.6) 0,702 0,664 0,682 0,235 0,473

Hasil (X3.7) 0,785 0,379 0,470 0,513 0,657 Loyalitas Merek (X4)

Behavioral

(X4.1) 0,874 0,671 0,389 0,723 0,777

Attitudinal

(X4.2) 0,437 0,847 0,437 0,204 0,405

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS Dirangkum oleh Peneliti (2014)

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

202

Hasil analisis korelasi pada Tabel 7 disimpulkan bahwa variabel kesadaran merek

memiliki nilai koefisiensi 0,535 artinya variabel tersebut memiliki hubungan yang „cukup kuat‟

terhadap proses pengambilan keputusan pembelian. Sedangkan semua dimensi variabel asosiasi

merek dan persepsi kualitas memiliki nilai koefisiensi antara 0,60 – 0,799 artinya kedua variabel

tersebut memiliki hubungan yang bersifat „kuat‟ terhadap proses pengambilan keputusan

pembelian. Sementara variabel loyalitas merek memiliki nilai koefisiensi 0,874 artinya variabel

tersebut memiliki hubungan yang „sangat kuat‟ terhadap proses pengambilan keputusan

pembelian.

Pada bagian ini akan dibahas terkait temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian ini.

Berikut ini adalah pembahasannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran merek secara

parsial (terpisah) berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.

Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya (Macdonald dan Sharp : 2000, Chi, dkk :

2009, Chan: 2010, Jalilvand, dkk : 2011, Yaseen, dkk : 2011, Malik, dkk : 2013) bahwa

kesadaran merek berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.

Artinya, semakin baik kesadaran merek yang diciptakan maka semakin tinggi Proses

pengambilan keputusan pembelian atau sebaliknya. Implikasinya terhadap motor Yamaha V-

ixion yang diproduksi oleh Yamaha dalam menciptakan kesadaran merek yang baik yakni harus

memperhatikan beberapa hal terutama pada dimensi dengan korelasi terkuat yaitu dimensi brand

recall.

Asosiasi merek secara parsial (terpsiah) tidak berpengaruh signifikan terhadap proses

pengambilan keputusan pembelian. Hal ini memberikan implikasi bahwa motor yang gagah,

selalu terdepan, lampu depan yang unik dan design produk menarik tidak mempengaruhi proses

pengambilan keputusan pembelian motor Yamaha V-ixion. Tetapi motor yang gagah, selalu

terdepan, lampu depan yang unik dan design produk menarik yang terdapat di dalam variable

asosiasi merek mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian motor Yamaha V-ixion

jika dilakukan secara bersama-sama dengan variabel lain. Kedepannya Yamaha harus

membangun asosiasi merek yang positif, karena asosiasi merek yang positif mampu menciptakan

citra merek yang sesuai dengan keinginan konsumen, sehingga dapat menciptakan rasa percaya

diri konsumen atas pengambilan keputusan pembelian merek tersebut (Schiffman dan Kanuk,

2000:111).

Persepsi kualitas secara parsial (terpisah) berpengaruh signifikan terhadap proses

pengambilan keputusan pembelian. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya

(Ponbamrungwong dan Chandsawang: 2009, Seitz, dkk: 2010, Yee, dkk : 2011) bahwa persepsi

kualitas berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian. Artinya,

semakin baik persepsi kualitas yang diciptakan maka semakin tinggi pula proses pengambilan

keputusan pembelian atau sebaliknya. Kesan atau persepsi terhadap keseluruhan terhadap suatu

produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh langsung

kepada proses pengambilan keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap

brand. Pada penelitian ini, dimensi terkuat terkait variabel persepsi kualitas adalah hasil .

Loyalitas merek secara parsial (terpisah) berpengaruh signifikan terhadap proses

pengambilan keputusan pembelian. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya

(Yaseen, dkk: 2011, Lekprayura: 2012, Malik, dkk : 2013, Zuliyarso, dkk : 2013) bahwa

loyalitas merek berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.

Artinya, semakin tinggi tingkat loyalitas merek maka semakin tinggi pula proses pengambilan

keputusan pembelian atau sebaliknya. Kanuk (2010:88) loyalitas merek adalah preferensi

konsisten konsumen atau pembelian merek yang sama di kategori produk atau jasa tertentu.

Menurut Solomon (2011:360), loyalitas merek merupakan perilaku pembelian ulang yang

mencerminkan kesadaran keputusan untuk terus membeli merek yang sama. Pada hasil

penelitian ini, dari beberapa dimensi loyalitas merek yang terkuat adalah dimensi behavioral.

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

203

Kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek secara simultan

(bersama-sama) berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.

Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya (Ponbamrungwong dan Chandsawang:

2009, Chi, dkk: 2009, Zuliyarso, dkk : 2013 dan Seitz, dkk : 2010) bahwa kesadaran merek,

asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh signifikan terhadap proses

pengambilan keputusan pembelian. Artinya, semakin baik kesadaran merek, asosiasi merek,

persepsi kualitas dan loyalitas merek yang diciptakan maka semakin kuat pula proses

pengambilan keputusan pembelian atau sebaliknya. Pada hasil penelitian ini, dari beberapa

dimensi proses pengambilan keputusan pembelian yang terkuat adalah dimensi need recognition,

dimana konsumen melakukan keputusan Yamaha V-ixion karena sesuai dengan kebutuhan

mereka.

PENUTUP

Kesimpulan. Dari analisis yang telah dilakukan serta hasil pembahasan pada bab sebelumnya,

maka dapat disimpulkan bahwa: Pertama. Kesadaran merek secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian Yamaha V-ixion. Kedua. Asosiasi

merek secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan

pembelian Yamaha V-ixion. Ketiga. Persepsi kualitas secara parsial berpengaruh signifikan

terhadap proses pengambilan keputusan pembelian Yamaha V-ixion. Keempat. Loyalitas merek

secara parsial berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian

Yamaha V-ixion. Kelima. Kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas

merek secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan

keputusan pembelian Yamaha V-ixion.

Saran. Berdasarkan hasil analisis yang sudah dipaparkan, pada bagian ini penulis bermaksud

memberikan beberapa asupan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi YIMM

dalam menentukan kebijakan di masa mendatang. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya

bahwa pada variabel kesadaran merek dimensi yang paling kuat hubungannya adalah dimensi

brand recall terhadap Evaluation of Alternatives. Pada variabel persepsi kualitas dimensi yang

paling kuat hubungannya adalah dimensi hasil terhadap Need Recognition. Dan pada variabel

loyalitas merek memiliki dimensi yang paling dominan adalah dimensi behavioral terhadap

dimensi need recognition pada variable proses pengambilan keputusan pembelian. Dengan

demikian: (1) Untuk meningkatkan Evaluation of Alternatives pada produk YIMM, maka

perusahaan sebaiknya perlu meneningkatkan kesadaran merek pelanggan terkait brand recall

agar pelanggan mampu mengenali kekhasan merek produk dari YIMM yang membuat berbeda

dari kompetitornya, sehingga pelangga mengetahui mafaat dari produk YIMM; (2) Untuk

meningkatkan Need Recognition pada produk YIMM, maka perusahaan sebaiknya perlu

menentukan strategi untuk untuk meningkatkan persepsi kualitas yang positif terkait hasil produk

dan meningkatkan loyalitas merek terkait perilaku (behavioral) pelanggan agar mereka bersedia

melakukan pembelian ulang pada merek YIMM, mengikuti informasi tentang produk YIMM dan

dengan suka hati bersedia mempromosikan produk YIMM kepada orang lain. Hal ini dapat

diraih dengan beberapa cara diantaranya; perusahaan melakukan research dan development

terkait produk unggulan dan harga saing YIMM seperti motor sporty yang irit bahan bakar, dengan membuat motor dengan mesin yang bertenaga yang dapat diandalkan, dan mudah dijual

kembali kemudian mempublikasikannya dalam bentuk catalogue rutin per jangka waktu tertentu.

Selain itu, perusahaan sebaiknya menjalin hubungan yang kontinuitas dengan pelanggan melalui

berbagai media sosial. Hal ini sekaligus bermanfaat sebagai sarana promosi agar pelanggan terus

setia mengikuti informasi tentang produk YIMM dan secara tidak langsung mereka bersedia

merekomendasikannya kepada orang lain; (3) Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

204

meneliti dengan variabel-variabel lain di luar variabel yang telah diteliti ini agar memperoleh

hasil yang lebih bervariatif yang dapat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan

pembelian.

DAFTAR RUJUKAN

Aaker, David. (2008). Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari suatu Merek.

Cetakan Ketiga. Mitra Utama. Jakarta.

Chan, Arianis. (2010) “Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Proses Keputusan Pembelian

Konsumen : Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia Cabang Bandung”. Jurnal

Administrasi Bisnis, Vol.6, No.1: hal. 43–58.

Chi, H.K., Yeh, H.R., and Yang, Y.T. (2009).”The Impact of Brand Awareness on Consumer

Purchase Intention: The Mediating Effect of Perceived Quality and Brand Loyalty”. The

Journal of International Management Studies. Vol. 4, No. 1, pp. 135-144.

Durianto, D., Sugianto, dan Sitinjak, T. (2004). Strategi Menaklukkan Pasar melalui Riset

Ekuitas dan Perilaku Merek. PT. GramediaPustakaUtama. Jakarta.

Ferrel, O.C and Michael D. Hartline, (2011). Marketing Strategy. 5th

ed.Thomson Corporation.

United States of America.

Gil, R.B., Andrés, E.F., and Salinas, E.M. (2007), “Family as a Source of Consumer-based

Brand Equity”, Journal of Product & Brand Management, Vol. 16, No. 3, pp. 188-199.

Hair, J.F., W.C. Black, B.J. Babin, R.E. anderson, and R.L.Tatham. (2006). Multivariate Data

Analysis, 6th

ed. Prentice Hall Internasional Inc. New Jersey.

Jalilvand, M.R., Samiei, N., and Mahdavinia, S.H. (2011). “The Efect of Brand Equity

Components on Purchase Intention”. International Business and Management. Vol. 2,

No. 2, pp. 149-158.

Keller, Kevin L. (2008). Strategic Brand Management : Building, Measuring, and Managing

Brand Equity, 3rd

ed. Prentice Hall Internasional Inc. New Jersey.

Kotler, Philip and Gary Armstrong, (2012). Principles of Marketing. Fourteenth Edition.

Prentice Hall Internasional Inc. New Jersey.

Kotler, Philip and Kevin L Keller. (2012). Marketing Management, 14th

ed. Prentice Hall

Internasional Inc. New Jersey.

Lekprayura, Sumalee. (2012). “Brand Equity and Factors Affecting Consumer‟s Purchase

Intention towards Luxury Brands in Bangkok Metropolitan Area”. International Science

Index. Vol. 6, No. 8, pp. 522-527.

Macdonald, Emma K. and Sharp, Byron M. (2000). “Brand Awareness Effect on Consumer

Decision Making for a Common, Repeat Purchase Product : A Replication”. Journal of

Business Research. Vol. 48, pp. 5-15.

Malik ME, Ghafor MM, Iqbal HK, Riaz U, Hassan NU, Mustafa M, Shahbaz S. (2013). “

Importance of Brand Awareness and Brand Loyalty in assessing Purchase Intentions of

Consumer”. International Journal of Business and Social Science. Vol. 4, No. 5, pp. 167-

171.

Ponbamrungwong, Anantaya and Chandsawang, Sirada. (2009). “ The Impact of Brand on Thai

Female Consumer in Purchase Decision of Foreign Makeup Product”. Master Thesis.

School of Sustainable Development of Soceety and Technology.

Sadat, Andi M. (2009). Brand Belife: Strategi Membangun Merek Berbasis Keyakinan. Salemba

Empat. Jakarta.

Schiffman, Leonn G. and, Leslie Lazar Kanuk. (2000). Consumer Behavior, 7th

ed. Prentice Hall

Internasional Inc. New Jersey.

Schiffman, Leonn G. and, Leslie Lazar Kanuk. (2010). Consumer Behavior, 10th

Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

205

ed. Prentice Hall Internasional Inc. New Jersey.

Seitz, V., Razzouk, N., and Wels, D.M. (2010). “The Importance of Brand Equity on Purchasing

Consumer Durables: An Analysis of Home Air-Conditioning Systems. Journal of

ConsumerMarketing. Vol. 27, No. 3, pp. 236-242.

Solomon, Michael R. (2011). Consumer Behavior : Buying, Having, and Being, 9th

ed. Prentice

Hall Internasional Inc. New Jersey.

Yaseen N, Tahira M, Gulzar A, Anwar A. (2011). “ Impact of Brand Awareness, Perceived

Quality and Customer Loyalty on Brand Profitability and Purchase Intention: A

Resellers‟ View”. Institute Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in

Business. Vol. 3, No. 8, pp. 833-839.

Yee, C.J., San, N.C., and Khoon, C.H. (2011). “Consumers‟ Perceived Quality, Perceived Value

and Perceived Risk Towards Purchase Decision on Automobile”. American Journal of

Economics and Business Administration. Vol. 3, No. 1, pp. 47-57.

Zuliyarso, Z., Hidayat, W., and Apriatni. (2013). “ Effect of Brand Equity and Promotion to

Purchasing Decisions of Honda Motorcycle”. Diponogoro Journal of Social and Politic.

pp. 1-10.

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

206

IS IT A RELATIONAL MARKETING STRATEGY?

CLUSTER ANALYSIS @UNIVERSITASMERCUBUANAJAKARTA FACEBOOK

POST AND COMMENT

Arissetyanto Nugroho, Tatik Nur Khayati, Yuli Harwani, and Janfry Sihite

Mercu Buana University

[email protected], [email protected], [email protected] and

[email protected]

Abstract: The objective of the research is to analyze the relational marketing strategy from the

application of new media facebook in the private university Facebook account

@universitasmercubuanajakarta. 5575 post and comment within the year 2013 collected, 51

irrelevant data excluded from the analysis, and finally there are 1412 post and 4112 comment

analyzed. There are 756 accounts generated the post, @universitasmercubuanajakarta post 872

times and there are 84% (633) accounts post 1 time, furthermore there are 97% (735) personal

account and 3% (21) organization account. The gender of the 735 personal account are 40%

(297) woman and 60% (438) man. There are 2015 account generated the comment,

@universitasmercubuanajakarta comments 456 times and there are 90% (1805) accounts

comment 1-2 times, furthermore there are 99,99% (2011) personal account and less than 0,01%

(4) organization account. The gender of the 2011 personal account are 37% (748) woman and

63% (1267) man. These post and comment interaction confirmed the relational marketing

activities @universitasmercubuanajakarta, further cluster analysis conducted and confirmed the

application of relational marketing strategy within four main themes which are The Student

Achievement, The University External Cooperation, The Employee Class Program & Facilities,

and The Information for Prospective & New Students.

Keywords: Relational Marketing, @universitasmercubuanajakarta, Facebook Post & Comment,

Provalis Research QDA Miner, Cluster Analysis

Abstrak: Tujuan penelitian ini ada untuk menganalisa strategi pemasaran relasional melalui

aplikasi akun facebook @universitasmercubuanajakarta. 5575 post dan comment didalam

periode tahun 2013 dikumpulkan, 51 data yang tidak relevan dikeluarkan dari analisis, dan

akhirnya 1412 post dan 4112 comment dianalisa. Total ada 756 akun yang post di akun

@universitasmercubuanajakarta, akun @universitasmercubuanajakarta post 872 kali dan 84%

(633) akun post 1 kali, 97% (735) akun personal dan 3% (21) adalah akun organisasi. Gender

735 akun personal adalah 40% (297) perempuan dan 60% (438) adalah laki-laki. Total 2015

akun yang comment di akun @universitasmercubuanajakarta, akun

@universitasmercubuanajakarta comment 456 kali dan ada 90% (1805) akun comment 1-2 kali,

99,99% (2011) akun personal dan kurang dari 0,01% (4) akun organisasi. Gender 2011 akun

personal terdiri dari 37% (748) adalah perempuan dan 63% (1267) adalah laki-laki. Interaksi

post dan comment ini membuktikan aktifitas pemasaran relasional yang terjadi didalam akun

@universitasmercubuanajakarta, selanjutnya analisis klaster mengkonfirmasi bahwa aplikasi

strategi pemasaran relasional didalam 4 tema besar yaitu Prestasi Mahasiswa, Kerjasama

Eksternal Universitas, Program dan Fasilitas Kelas Karyawan, serta Informasi Calon Mahasiswa

Prospektif dan Calon Mahasiswa Baru.

Kata kunci: Pemasaran Relasional, @universitasmercubuanajakarta, Post & Komentar

Facebook, Provalis Research QDA Miner, Analisis Klaster

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

207

INTRODUCTION

Marketing activity shifting from transactional marketing to relational marketing, from a product-

oriented marketing to customer-oriented marketing. Transactional Marketing aims to encourage

shoppers to make purchases through some stimuli such as low prices, convenience, and

packaging, meanwhile, relational marketing means to develop, nurture and maintain long-term

relation between individual customers, suppliers, employees and other parties for mutual benefit

(Boone & Kurtz, 2013).

Relational marketing brought about numerous innovative marketing practices never imagined

before such as the loyalty programs (Sheth, 2012), the loyalty programs turn satisfied customers

to be loyal customer (customer loyalty). Customer loyalty does not only increase the value of the

business, but also could attract new customers (Aryani & Rosinta, 2011). In the short term,

improving customer loyalty will increase the sale of the company and furthermore the profit for

the company. In the longer term, loyalty will be more profitable for the company, because

customers are willing to pay higher prices and are willing to recommend new customers (Aryani

& Rosinta, 2011).

According to (Kotler & Armstrong, 2010), there are three approaches in relational marketing.

The first approach is the economic approach in order to build a relational with the customer on

the basis of financial or economic benefits incurred for the customer. Although the economic

benefits could attract the customer preference toward the product, this approach could be

imitated by the competitor. Furthermore the business entity should try to increase the social

relation with the customers, researching on the customer needs and wants based on the individual

basis. The second approach is to build interaction between the customer and the company.

Company should start to learn to manage the relationship with the customer and this is an

effective instrument of marketing. Customer service communication is a key factor in this

approach, such as creating an event that could develop the engagement with the customer. The

third approach is to build strong relationships with customers and form the structural tie. The

company could provide a structured program or approach that can attract the interest of

customers to engage the member, for example promoting the membership card and delivering

special privilege for the member.

These approaches of relational marketing should consider the source of marketing

communication for the customer. The source of marketing communication are shifting from

radio, television, magazines, and newspapers which are the traditional source of advertising

toward new media that could provide customers control on media consumption consistently. The

customer demand immediate access for information and increasing their reliance on new media

as a source of information for the purchase decision-making. Furthermore, manager should learn

to talk with the customer to exert a high level of control over company-to-customer messages,

therefore manager should be able to influence the conversation taking place in the new media

space as opposed to talking at them (Mangold & Faulds, 2009).

This research investigate the application of relational marketing strategy from the facebook, a

new media communication channel that enable customer to access the information and also

respond the information at their own convenience. This research will explore themes of

marketing communication from the post and comment within the facebook account, and since

the education industry in Indonesia is growing and utilizing the new media to develop the

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

208

relational marketing toward the existing and new customer, therefore the private university

facebook @universitasmercubuanajakarta selected as the case study for this research.

LITERATURE REVIEW

University Marketing Communication. The high degree of competition among universities

and the need to improve the marketing process demand a good communication between

universities and their interest groups, therefore integrated strategic planning, marketing and

detailed integrated marketing communication is important to form a successful university brand

(Schüller & Rašticová, 2011). The university should improve the elements of the strategy which

are the identity, brand image of the university and stressed that the identity of the organization is

closely related to the brand, product, distribution, and communication to the stakeholders. Brand

and identity was the subject of University research conducted by (Schüller & Rašticová, 2011)

which concentrates on the cooperation between faculty and the University to develop a brand,

how two diverse areas, which are the mission of the University and the marketing approach

shape the identity of the institution. Furthermore the key influence factors for a successful

University brand are a clear vision, the leading position, and the employee participation.

The university could develop the brand and allows people to generate the content in a

participative way whenever they want an information with social media. Social media relates to a

self-generated, authentic conversation between people about a particular of mutual interest, built

on the thoughts and experiences of the participants (Cao, 2013). Therefore, social media is

definitely all about sharing and aiming at a collective version, often intending to offer a more-

appropriated or informed choice in the end. Social media consists of online and mobile, word-of-

mouth forums including social networking websites, blogs, company sponsored discussion

boards and chat rooms, customer-to-customer emails, customer product or service ratings

websites, Internet discussion boards.

Social media is relevant to customer-oriented marketing since social media marketing focus on

people and individual rather than products (Cao, 2013). Products presented by the company with

many qualitative features and promotional tools but the comments and appreciations dropped by

the customers change the marketing fundamental. Marketers are not able to control these

contents anymore since these contents generated by the Internet users, negative information

about the product or company may be spread to million of people within a few minutes. As a

consequence, the competence and ability to influence the crowd is becoming more important for

marketing management. The companye should apply the social media marketing to build a

strong, connected relationship between customer and company.

Facebook is one of the social media tools in relational marketing (Weiss, 2012). While Facebook

is proving to be a valuable marketing resource, potential advertisers should have realistic

expectations regarding the results of their ad, as well as how to utilize Facebook effectively.

Marketers can maintain a relationship with customers through Facebook much the same way that

individuals use the site for personal relationships. In this way, Facebook should not be seen as an

instrument to generate a burst of sales, but also to build a brand loyalty.

The growing competition level encourage the company to focus on the marketing activities for

the customers. The education institution such as the universities also begin to focus on its

customers using social media to support the marketing activities. (Schüller & Rašticová, 2011)

said that the university should develop a planned marketing strategy, furthermore the higher-

education institutions and universities should consider applying integrated marketing

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

209

communications, the ideal form of communication with prospective students. The design of a

marketing strategy should always be preceded by a detailed analysis of the most efficient sources

of information on the study opportunities at a university or college. Finally the target group

should be explored in detail to find out about its needs, wishes, expectations, and exploring the

Facebook data will be beneficial to explain the relational marketing activities.

METHOD

Relational marketing activities supported by the progress of the technology used by the

community and the rapid growth of social media users. Social media offers some benefits such

as allowing connections of people to people, open conversation, and self-existence as well as

share ideas (Bryman, 2012). Social media data can be used as a research data for the evaluation

of corporate strategy. The data extracted from the social media account will explain the activities

history of the social media account. Social media data also have some advantages, which are the

coverage, the instant response and an authentic expression from the customers (Bryman, 2012).

These social media dataset advantages support the research @universitasmercubuanajakarta

relational marketing strategy evaluation.

The sample in this research is a Facebook account @universitasmercubuanajakarta during the

period March 2013 up to September 2013. Within these period, prospective students are

conducting the search process information related to the profile of the University. Researchers

take a sample and retrive the data for the purposive sampling as the "Purposive sampling is a

technique of determining the sample with a certain consideration" (Sugiyono, 2010).

The methodology of data analysis in this study is Cluster Analysis. (Campbell, Pitt, Parent, &

Berthon, 2011) explains that the Cluster Analysis allows researcher to analyze textual data, and

this method is a perfect tool to explore the customer response. The approach will develop an

understanding of each part of the dimension within the text. Unlike the quantitative approach that

require an understanding of the dimensions construct confirmatory, this method is an

exploratory.

The analysis using Provalis Research QDA Miner Software, Provalis Research is a quantitative

qualitative data analysis software for encoding textual data and graphics, annotating, retrieving

and reviewing data and documents code. The program can manage complex projects involving a

large number of documents combined with numerical and categorical information. Provalis

Research also provides a variety of tools to identify patterns in the relationships between code

and numerical properties or other categories (Lewis & Maas, 2007).

The stages of data processing are the preparation of data, selecting text data, analyzing text

content, classify the word, sweep the phrase, and choosing output. The description of each stage

given in table 1 below:

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

210

Table 1. Stages of Data Processing

No Stage Definition Implication

1. Data

Preparation

Prepare text data and then

transformed the data into a

Microsoft Excel files. The data is

arranged in each category. Each

category inserted into each

column in Microsoft excel files.

initial data to be processed is

presented in excel format. The

description of the data are the

name of a Facebook account,

post, tagged, image links, like

the post, date of post, comment,

ID commenter, like the

comment, the comment date.

User identity such us the gender,

location, relationship status, and

religion.

2. Data Selection Text data that is not relevant to

the purpose of the research

excluded in the data processing.

After the data presented, the

data through an observation

phase (facebook post). If there is

a post which is not relevant to

the topic of the study, the data

excluded from the data

processing and removed from

the excel file.

3. Content

Analysis

Data processed using the

software program. "Content

Analysis" selected to analyze the

text content.

The data used is the "post" that

exist

@universitasmercubuanajakarta.

4. Classify the

word

There are several options to

classify the word or phrase.

Words that appear either word or

phrase will be sorted by

frequency.

In this study, the text will be

raise by phrases. Frequency is

set to raise the phrase with

minimum 10 times appearance

within the data.

5. Keyword

Selection

The word or phrase appears,

researchers discard the word or

phrase that would not be put in

the dictionary with the "exclusion

list" option.

To form a good group, key

words which is not associated

with the study purpose removed

with the "exclusion list" option.

6. Output

Visualization

The output display can be either

2D, 3D, based on the words that

have been selected. Another view

is dendogram, which is a diagram

illustrating the proximity of

words contained in each group.

The output selected in this study

is a 2D map which describes a

group of keywords and

dendogram.

Data Processing Results Description. This research using Facebook data within 2013. The initial data that will be processed is presented in excel format. The data contains the name of the

Facebook account, post, image, link is tagged, like post, date of post, comment, commenter, like

ID comment, comment, date the identity of the owner of the Facebook account either the post

data as well as the commenter like gender, location, relationship status and religion.

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

211

Second, after the data preparation, the researcher cleaning the post one by one. If there is a post

that is not relevant to the research objective, the data is excluded within the process and removed

from the excel file. Examples of removed data from the dataset are shown in table 3:

Table 2. Sample of Irrelevant Data

Row

ID

Post ID Posted By

Username

Post

7 72000090308_101520966310303

09

Universita

s Mercu

Buana

Jakarta

Tolong di Vote Universitas Mercu

Buana ya di

http://www.theranking.com/universita

s-swasta-terbaik-di-

indonesia_r40147#

8 72000090308_101520966310303

09

9 72000090308_101520965868853

09

Bayou

Orenz

Jakarta

» SM Sejahterah «

Produksi Sarung Motor & Sarung

Mobil berkwalitas dengan Bahan

Taslan Waterproof (Korea) bermacam

pilihan warna & Mudah untuk Di

cuci...terdapat tempat Gembok untuk

lebih aman Di bagian bawah.

pemesanan 3 Hari selesai produksi.

Via Order : Bayu.

Jln.Kesatuan 1 Cengkareng Barat.

BB 314F9A01 HP 081296660098.

alamat Toko : jln.Ciledug Raya No.6

(Steam Sejahterah) deket lampu

merah seskoal.

Source: @universitasmercubuanajakarta

There are 5575 data from the post and the comment in the Facebook account, furthermore there

are 51 irrelevant data and removed from this research. So the data that will be processed is 5524

post and comment, there are 1412 post data and there is 4112 comment data. The post data and

comment data in the form of words processed using the Cluster Analysis. The data processing

will form several groups of keywords which have the closeness of meaning. The data used is

data "post" on the home page @universitasmercubuanajakarta. To form the group, the keyword

phrase-finder conducted. Phrase finder in QDA Miner WordStat search for keywords of phrases.

Fourth, the phrases sorted by the frequency appearance in the whole data set and the minimum

frequency used. In this study, the frequency is set for a minimum of 10 times. To form a group

the keywords that do not related to the research will be exluded using the "Exclusion list".

The characteristics of the user @universitasmercubuanajakarta distinguished based on the type

of account, gender and frequency, furthermore the characteristics of the account owner is gender, frequency and the post or the comment. The other data did not identify the account owners

because many of the users didn‟t show the location, the status of occupation.

The account in this research divided into two types, which are individual and organizational

account. The account grouping is as follows: There are 2015 account comment

@universitasmercubuanajakarta. There are 2011 personal account (99,998%), and 4

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

212

organizational accounts. @universitasmercubuanajakarta comment as much as 456 times through

the year 2013. There are 756 accounts post @universitasmercubuanajakarta, furthermore there

are 735 personal account (97%), and 21 organization account (3%). Most accounts post in that

account is @universitasmercubuanajakarta as much as 872 times through the year 2013.

The group of respondents based on the gender for 735 accounts post on

@universitasmercubuanajakarta are 297 woman account (40%) compare to 438 man account

(60%). The largest account post @universitasmercubuanajakarta is Caca Cahyani as much as 45

times throughout the year 2013. Furthermore from 2011 account comment

@universitasmercubuanajakarta, there are 748 account woman (37%) and 1267 (63%) man

account. The largest account to comment @universitasmercubuanajakarta is Sarah Azka Febrian

as much as nine times through the year 2013.

The group of respondent based on the frequency of activity from 735 accounts post

@universitasmercubuanajakarta are 633 accounts post as much as 1 time (84%), 85 account post

twice (11%), there are 16 (2%) accounts post 3 times, there are 9 accounts (1%) post 4 times and

there are 12 accounts (12%) post more than 5 times. Furthermore there 2015 accounts comment

@universitasmercubuanajakarta are 1805 accounts comment as many 1-2 times (90%) and 133

accounts comment 3-4 times as much (6%). There are 43 (2%) account comment as much as 5-6

times. There are 13 accounts (1%) comment as much as 7-8 times and there are 17 account

(12%) comment more than 9 times.

FINDINGS AND RESULT

Dendogram is the output of the cluster analysis based on the similarity index (Jaccard coefficient

of cooccurrence) where the closer the proximity of the keywords, the higher the jaccard

coefficient of coocurence (Talamini, Wubben, Domingos Padula, & Dewes, 2013). The output of

the Dendogram @universitasmercubuanajakarta presented in figure 2.

Source: Provalis Research QDA Miner Analysis Figure

1. Dendogram Similarity of Keyword

The cluster analysis show that there are four groups of keywords, each group presented in table

4:

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

213

Table 4. Keyword Grouping

Group Explanation

Group 1

Dunia Kampus Event (read: Acara Dunia

Kampus)

Study Program (Read: Program Studi)

Academic Civic (Read: Civitas Akademika)

Mercu Buana University Rector (Read: Rektor Universitas Mercu Buana)

Choir (Read: Paduan Suara)

Achievement (Read: Prestasi)

Student Activity Unit (Read: Unit Kegiatan Mahasiswa)

Group 2

Academic (Read: Akademik)

Cooperation (Read: Kerjasama)

University Science Malaysia (Read: Universiti Sains Malaysia)

English Event (Read: Acara Bahasa Inggris)

Stock Simulation Workspace (Read: Pojok Bursa)

Career Fair (Read: Bursa Kerja)

Group 3

Campus Bus Facility (Read: Fasilitas Bis

Kampus)

BAN Accredited Program (Read: Program Ter

Akreditasi BAN)

Employee Class Program (Read: Program Kelas Karyawan)

Graduate Program (Read: Program Pascasarjana)

Admission schedule (Read: Jadwal

Pendaftaran)

Group 4

Faculty & Major (Read: Fakultas dan

Konsentrasi)

Economic Faculty (Read: Fakultas Ekonomi)

Product Design (Read: Desain Produk)

One Stop Admission Service (Read: Jalur

Pendaftaran One Stop Service)

Admission Test Every Saturday (Read: Ujian Pendaftaran setiap Sabtu)

Scholarship Program (Read: Program Beasiswa)

Full Scholarship Program (Read: Program

Beasiswa Penuh)

Scholarship Registration Procedure (Read: Prosedur Pendaftaran Beasiswa)

Scholarship Information (Read: Informasi Beasiswa)

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

214

Admission Information (Read: Informasi

Pendaftaran)

Brochure Request via Short Message Service (Read: Permintaan Brosur Via SMS)

Scholarship Test (Read: Ujian Beasiswa)

Source : Provalis Research QDA Miner Analysis

The post data grouping can also visualized through the 2D map. The result of the analysis

presented in a clear visualization, the same colour indicates the proximity of Meaning, and the

large circle indicates the larger number of frequencies. The output of the 2D map

@universitasmercubuanajakarta post data presented in Figure 3:

Source: Provalis Research QDA Miner Analysis

Figure 2. Mapping of “Post” @universitasmercubuanajakarta

The Student Achievement. The Student Achievement is a group for the keywords

“Achievement” (read: prestasi), “Champion” (read: meraih juara), “Choir” (read: paduan suara).

Keywords presented in the red colour. To define more clearly, researchers explore the source of

the post of the keyword “Champion” (Read: Meraih Juara) by @universitasmercubuanajakarta in

January 14, 2013 as follows:

MAHASISWA TEKNIK MESIN UMB RAIH JUARA HARAPAN II DALAM MECHANICAL

INNOVATION DESIGN CONTEST DI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Universitas Mercu Buana kembali meraih prestasi di penghujung akhir tahun 2012 lalu, 19–

20/12/12, saat Program Studi Teknik Mesin FT UMB mengikuti lomba MIDC (Mechanical

Innovation Design Contest) yang diselenggarakan di Universitas Brawijaya, Malang…. (posted

by : Universitas Mercu Buana -1/14/2013 11:28:20 AM )

The entire post informed the Facebook users about the achievements of the University. This post

appreciated Mercu Buana University student who won the championship. There are comments

for the post above, the first comment is from the username Surya Hari with comment “wow,

good job, I am proud being the alumni of Mercu Buana Technic Faculty” (read: wow,good,job,

bangga jadi bagian alumni T. Mesin UMB…..”. The second comment written by the username

Bayu Kristianto “Good Job Fellas, Keep on Developing Your Potential” (read: Good Job Kawan…Kembangkan terus potensi kalian).

The first comment indicates the presence of emotional and pride for the achievement of the

University by the username Surya Hari. The username Bayu Kristianto also supports Mercu

Buana to keep on developing the student potential. These post and comment reflected an

Next Tabel 4

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

215

emotional connection of students and alumni to the University. These types of post support the

university relational marketing toward the student achievers, created a sense of pride for the

student. Finally, this post of achievement created a good image for the campus and a good brand

image can attract prospective students.

The University External Cooperation. The fourth group presented in green colour in figure 3.

This group for the “University Science Malaysia” (Read: Universiti Sains Malaysia), “Stock

Simulation Workspace” (read: Pojok Bursa) and “Cooperation” (read: Kerjasama dengan). The

context of the keyword “University Science Malaysia” and “Cooperation” and the following post

of @universitasmercubuanajakarta as of July 30, 2013 as follows:

Universitas Mercu Buana dalam menuju World Class University tidak henti-hentinya menjalin

kerjasama dengan berbagai pihak, khususnya lembaga pendidikan yang berada diluar

Indonesia. Untuk itu Universitas Mercu Buana kembali menerima kunjungan Universiti Sains

Malaysia Penang, 26/7/13… (posted by: Universitas Mercu Buana - 7/30/2013 3:32:00 PM)

This post informed the public about the cooperation between Mercu Buana University &

University Science Malaysia and the student exchange agreement between the Universities. This

post earned many appreciation, and one of the comment posted by Priskilla A Putri Andriani II

mention “Success for Mercu Buana University” (read: Sukses terus UMB !), this comment show

a sense of pride for the cooperation.

The Employee Class Program & Facilities. This group presented in bright green color in figure

3. The keywords within this group are “Graduate Program” (read: program pascasarjana),

“Campus Bus Facility” (read: disediakan bus antar jemput), and “BAN Accredited Program”

(read: program studi terakreditasi ban). The post contained the word “Graduate Program” by the

username Muhammad Al-Abid in March 17, 2013 as follows:

mohon info biaya untuk magister akuntansi (biaya pengembangan dan biaya per

semester)...??_dan penjurusan'y tersedia apa saja..? (posted by : Muhammad Al-Abid -

3/17/2013 1:07:51 PM)

The post above is a question directed to @universitasmercubuanajakarta. This question has been

answered in 6 April 2013 as follows:

BIAYA KULIAH PROGRAM PASCASARJANA (S2):

Untuk Biaya Studi Program Pascasarjana, Pada prinsipnya UMB akan berusaha membantu

calon mahasiswa dalam membayar biaya pendidikannya secara proporsional sesuai dengan

kemampuan masing-masing calon mahasiswa.

Semua Biaya Pendidkan dapat diangsur sesuai kemampuan Mahasiswa dengan Pembayaran

Pertama (Uang Masuk) sebesar Rp. 1,5 Juta. Pembayaran Pertama ini adalah Cicilan Pertama

Sumbangan Pengembangan.Besarnya Angsuran dan jadwal pembayaran ditentukan sendiri

dalam bentuk Surat Pernyataan Angsuran Biaya Pendidikan yang diisi pada saat

pendaftaran.Besar Biaya Pendidikan PROGRAM PASCA SARJANA (S2):

1. Sumbangan Pengembangan: Rp. 9.800.000,- Sumbangan Pengembangan ini dapat

diangsur sampai 24 kali dalam waktu 2 tahun, dengan Pembayaran Minimal Pertama Rp.

1.500.000, Jika membayar lunas di berikan potongan Rp. 570.000

2. SPP per Semester untuk Magister Manajemen SPP per Semester (sudah termasuk Uang

sks, Ujian dan Praktikum): Rp. 5.400.000,-SPP ini dapat diangsur sampai 6 kali dalam satu

semester (6 bulan). Jika membayar lunas diberikan potongan Rp. 140.000,-

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

216

3. SPP per Semester untuk Magister Ilmu Komunikasi SPP per Semester (sudah termasuk

Uang sks, Ujian dan Praktikum): Rp. 4.800.000,-SPP ini dapat diangsur sampai 6 kali dalam

satu semester (6 bulan). Jika membayar lunas diberikan potongan Rp. 140.000,-

4. SPP per Semester untuk Magister Teknik Industri, Magister Teknik Elektro dan Magister

Akuntansi SPP per Semester (sudah termasuk Uang sks, Ujian dan Praktikum): Rp. 4.500.000,-

SPP ini dapat diangsur sampai 6 kali dalam satu semester (6 bulan). Jika membayar lunas

diberikan potongan Rp. 140.000,-Pembayaran pertama (cicilan pertama sumbangan

pengembangan) = Rp. 1.500.000,

Sisanya dijadwalkan sendiri sesuai kemampuan masing-masing mahasiswa.

Lihat TABEL ANGSURAN BIAYA STUDI klik link:

http://kk.mercubuana.ac.id/page_view.php?idpage=17

Silahkan mendaftar untuk Angkatan Ke 23, Jadwal Pendaftaran adalah:

- Gelombang I : 20 April 2013 - 9 Juni 2013

- Gelombang II : 10 Juni 2013 - 21 Juli 2013

- Gelombang III: 22 Juli 2013 - 24 Agustus 2013

Catatan: Pendaftaran ditutup jika kelas sudah penuh. Mulai Kuliah: 7 September 2013

Untuk memudahkan anda, silahkan melakukan Pendaftaran Online terlebih dahulu di:

http://pasca.mercubuana.ac.id/pendaftaran/1.phd

Jika ingin dikirimkan Brosur Versi Cetak, silahkan kirimkan Nama, Alamat Lengkap dan No. HP

ke email [email protected] atau SMSkan ke 0812 96 777 16 Layanan Informasi 24 jam :

021-70882168, 23732662, 70716659, 93084304

Untuk informasi lebih lengkap, silahkan kunjungi web kami: http://pasca.mercubuana.ac.id

(posted by : Universitas Mercu Buana - 4/6/2013 1:15)

@universitasmercubuanajakarta comment is sufficiently clear and complete as the initial

information, the telephone number and website address are well listed to facilitate prospective

students who want access to more detailed information. This comment show that Facebook could

foster the customer and producer “two-way communication” between prospective student and

the university. The response provided good, but the information given above is general.

@universitasmercubuanajakarta should perform better and establish attractive communication

with the prospective customers, make the customers valued, fun, enthusiastic and more

personalized. Even further, the answer is both professional and make a good image for the

potential customers and the university Relational marketing from the facebook account need to

be optimized.

The Information for Prospective & New Students. This group presented by the color red in

figure 3. This group consist of the keywords “Admission Information: (read: Info Pendaftaran),

“Scholarship Program” (Read: Jalur Beasiswa), and “One Stop Admission Service” (read: Jalur

one stop service). The context of the keywords explored, the following post by the username

@universitasmercubuanajakarta at Juni 17, 2013 based on the keyword “Admission

Information” as follows:

Universitas Mercu Buana Sudah Menerima Mahasiswa/i Baru Tahun Akademik 2013/2014 ,

Saat ini sudah masuk GELOMBANG 4 :

4 MEI 2013 - 30 JUNI 2013

(Tes diadakan setiap Sabtu pukul 09.30wib )…

(posted by Universitas Mercu Buana - 6/15/2013 9:19:42 PM)

The post explained that Mercu Buana University opened up registration for the fourth time

within 2013. The post explained about the study program and courses available at the University

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

217

of Mercu Buana, as well as the address and phone number to register. The information is

complete as the initial information. This post have several comments as follows:

Table 5. Comments for post “info pendaftaran”

Username Comment Comment time

Ranti Sliquent Senang sudah diterima di Universitas

Mercu buana :)

6/10/2013 8:35:19 AM

Hansar Nak

Maros

Untuk S2 ada jurusan komunikasi politik

gak?

6/10/2013 8:35:25 AM

Rahayu Try Aku pengen ke mercubuana .. 6/10/2013 8:39:31 AM

Padil Rais Mudahan" saya di trima UMB :)

Amien ya allah

6/10/2013 8:41:35 AM

Hendrik Setiawan Kakak, yg jalur beasiswa masih bisa

tidak?

6/10/2013 8:44:07 AM

Yumince Takesan Untuk S2 jurusan Psikologi ada gak?

Thanks

6/10/2013 8:46:55 AM

Dewi Wulandarry biaya pendaftarannya berapa ya? 6/10/2013 9:36:19 AM

Hendrik Setiawan Kak jalur beasiswany masih bisak gak? 6/10/2013 9:41:36 AM

Listiani

Windyana'putri

Ciaynxdiasllama'y

ka,? bolh tau pendaftaran'a berapa 6/10/2013 11:21:30 AM

Lia Zahara M Kampus depok ada ndak??tl0ng info.y ya

s0al.y sy dr kendal jateng. .perlu info yg

pasti mksh

6/10/2013 2:20:27 PM

Way Still Priax minta kurikulum fakultas teknik

perencanaan dan desain dong min

bingung antara 2 jurusan nih

6/10/2013 9:33:13 PM

Sella Adhe Barca

Clouds

Pgiriman brosurnya gratis min? 6/11/2013 7:57:21 AM

Source: @universitasmercubuanajakarta

These comments show that there are emotional attachment to the university, such as “I Am

Happy For Being Accepted In Mercu Buana University” (read: Senang sudah diterima di

Universitas Mercu buana :), “I want to go to Mercu Buana University” (read: Aku pengen ke

mercubuana ..) and “Hopefully I will be accepted in Mercu Buana University, God Almighty”

(read: Mudah2an saya di trima UMB :) Amien ya allah). The other comments mostly are

questions regarding to detail admission information, these comments show the curiousity of the

potential customer to the university, furthermore the information provided is sufficient and clear.

However, the communication should be maintained to develop an intense personal

communication to optimize the relational marketing of the university.

CONCLUSION

The facebook account @universitasmercubuanajakarta delivered posting and reply comment to

support the relational marketing strategy of the university. The cluster analysis on

@universitasmercubuanajakarta form 4 groups of themes which are The Student Achievement, The University External Cooperation, The Employee Class Program & Facilities, and finally The

Information for Prospective & New Students.

The Facebook utilization has been able to support the university relational marketing strategy,

@universitasmercubuanajakarta deliver a two-way communication with prospects and

customers. The marketing communication deliver specific information and individualized, and

Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

218

the facebook user also appreciate the students with a positive post-related achievements.

However, improvement need to be optimized because of the communication that has been done

does not make prospective customers feel interested and engage with

@universitasmercubuanajakarta.

REFERENCE

Aryani, D., & Rosinta, F. (2011). Pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan dalam

membentuk loyalitas pelanggan. Bisnis & Birokrasi Journal, 17(2).

Boone, L., & Kurtz, D. (2013). Contemporary marketing: Cengage Learning.

Bryman, A. (2012). Social research methods: Oxford university press.

Campbell, C., Pitt, L. F., Parent, M., & Berthon, P. (2011). Tracking Back-Talk in Consumer-

Generated Advertising: An Analysis of Two Interpretative Approaches. Journal of

advertising research, 51(1), 224. doi: 10.2501/jar-51-1-224-238

Cao, Y. (2013). Why do companies need to construct and implement social media marketing

strategies?

Kotler, P., & Armstrong, G. (2010). Principles of marketing: Pearson Education.

Lewis, R. B., & Maas, S. M. (2007). QDA Miner 2.0: Mixed-model qualitative data analysis

software. Field methods, 19(1), 87-108.

Mangold, W. G., & Faulds, D. J. (2009). Social media: The new hybrid element of the promotion

mix. Business Horizons, 52(4), 357-365. doi: 10.1016/j.bushor.2009.03.002

Schüller, D., & Rašticová, M. (2011). Marketing Communications Mix of Universities,

Communication with Students in an Increasing Competitive University Environment.

Journal of competitiveness.

Sheth, J. N. (2012). The Reincarnation of Relationship Marketing. Marketing News, 46(16), 11-

11.

Sugiyono, D. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Talamini, E., Wubben, E. F. M., Domingos Padula, A., & Dewes, H. (2013). Scanning the

macro‐environment for liquid biofuels. Journal of Strategy and Management, 6(1), 40-60. doi: 10.1108/17554251311296558

Weiss, C. (2012). Status: In a Relationship How Effective is Customer Relationship Marketing

on Facebook?

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

219

RANCANGAN PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK BARANG PASSTHROUGH

DI PT. INDONESIA NIPPON SEIKI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN

BALANCED SCORECARD

Isnaini Agustian

Sastra Inggris Universitas Andalas (UNAND)Padang Sumatera Barat

[email protected]

Abstract: PT. Indonesia Nippon Seiki Supply Chain Performance related to supplying

Passthrough good, based on three categories, the quantity, ontime delivery and quality, the

performance can not reach 100% performance. Management said that to reach perfect

performance PT. INS must take high cost consequenses. There are too many factor that must be

considered, so three point of view are not enough to describe the performance of the supply

chain of the Passthrough goods. In this research, the writer tries to propose some Key

performance indicator (KPI) based on Balanced Scorecard approach related to Supply Chain

issues. All of these KPI‟s will be choosen by some management of INS as the questionaire

respondent, using Analitical Hirarchy Process (AHP) and then after the proper KPI have

determined the performance will be calculated and will be sumarized using Objective Matric

Weighting, to get an objective analysis of the performance of Passthrough good Supply chain in

PT. INS. The result of the research, there are 22 KPIs that are used to calculate the perfomace of

Passthrough good Supply chain in PT. INS based on Balanced Scorecard approach. The research

shows that the performance of Passthrough good Supply chain year 2012 is low but in 2013, the

performance tend to be increase. PT. INS must concern to resolve the customer complaint

because this KPI tend to be not good. But in generally the performance is growing better and

have a lot of chances for improvement.

Keywords: Performance, supply chain, Key Performance Indicator, Balanced Scorecard

Abstrak: Kinerja rantai pasok PT. Indonesia Nippon Seiki terkait barang passthrough ini tidak

mencapai kinerja 100% . Manajemen PT. INS mengatakan bahwa untuk mencapai kinerja 100%,

akan memakan banyak biaya yang tinggi. Untuk itu harus banyak indikator yang digunakan

untuk mengukur kinerja rantai pasok barang passthrough agar lebih jelas dan terinci. Dalam

penelitian ini penulis mengusulkan beberapa Key Performance Indicator (KPI) dengan

menggunakan pendekatan Balanced Scorecard yang terkait dengan rantai pasok. Semua KPI

dipilih oleh Manajemen PT. INS dengan menggunakan Analitical Hierarchy Process (AHP). Dan

setelah KI yang cocok sudah diperoleh, kinerja rantai pasok barang Passthrough PT. INS di ukur

dan di simpulkan dengan pembobotan Objective Matrix agar mendapatkan analisa kinerja rantai

pasok barang passthrough yang objektif. Hasilnya adalah diperoleh 22 KPI berdasarkan

pendekatan Balanced Scorecard, yang bisa digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok

barang passthrough di PT. INS. Pengukuran menujukan kinerja rantai pasok barang passthrough

PT. INS dari tahun 2012 ke 2013 cenderung mengalami peningkatan. Namun PT. INS harus

lebih memerhatikan indikator yang malah menunjukan kinerja yang menurun. Namun secara

umum Kinerja rantai Pasok sudah baik namun banyak peluang untuk perbaikan.

Kata Kunci: Kinerja, rantai pasok, Key Performance Indicator, balanced scorecard.

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

220

PENDAHULUAN

Kegiatan rantai pasok merupakan aktivitas penting yang ada pada sebuah industri atau

organisasi, khusus nya pada organisasi manufaktur. Aktivitas Rantai pasok tersebut sangatlah

luas meliputi bagaimana bahan baku material didatangkan, disimpan, diproduksi dan diserahkan

ke customer. Tentunya banyak hal yang mempengaruhi aktivitas ini, baik eksternal maupun

internal. Dari Internal misalnya dari segi proses produksi, pananganan inventory raw material,

atau finished good, perawatan mesin, ketersediaan finansial dan lain-lain. Sedangkan dari segi

ekternal, bisa dari sosial masyarakat sekitar pabrik, tuntutan customer dan keberadaan supplier.

Kegiatan Rantai Pasok tersebut agar dapat berjalan sebagai mana mestinya dalam

mewujudkan tujuan perusahaan, maka diperlukan ukuran yang yang jelas dan terukur untuk

setiap elemen yang terlibat dalam rantai pasok tersebut. Untuk itu perlu adanya Key Performance

Indicator (KPI) terhadap aktifitas rantai pasok yang spesifik, mulai dari kinerja supplier, kinerja

bagian pembelian, kinerja part supply, kinerja warehouse material dan kinerja delivery. Dengan

adanya indikator kinerja akan didapat acuan yang jelas dalam melihat kekuatan rantai pasok

PT. Indonesia Nippon Seiki (PT. INS), merupakan sebuah perusahaan manufaktur alat

elektronik kendaraan roda dua dan roda empat, seperti Speedometer, Fuel Unit Sender dan

Speed Sensor. Namun selain sebagai perusahaan manufaktur, PT. INS juga berperan menjadi

penyalur atau pemasok Speedometer, Fuel Sender dan Speed Sensor yang telah jadi yang

lanagsung diimport dari Thailand dan Jepang. Barang ini yang disebut dengan Barang

Passtrough.

Barang Passtrough adalah barang yang diimport dalam bentuk barang jadi yang siap

dikirim ke customer tanpa perlu ada proses produksi. Dalam hal ini PT. INS melakukan import

kemudian melakukan Re-Packing, Function Checking, menyimpan dan mengirimkannya ke

customer. Sehingga khusus barang passthrough tidak ada proses manufacturing atau

reengineering.

Dalam melakukan supply chain barang Passthrough, semua Customer menetapkan kinerja

seratus persen, yaitu mampu memenuhi kebutuhan customer dengan tepat seratus persen, baik

dari segi ketepatan jumlah, ketepatan waktu delivery, dan ketepatan kualitas barang. Namun

pencapaian Nippon Seiki, secara total semua customer, tidak mencapai kinerja 100% karena

fluktuasi permintaan customer yang sangat tinggi dan permintaan tersebut berbeda dari forecast

yang diberikan sebelumnya. Selain itu, informasi discontinue dari customer juga lebih pendek

dari lead time order akibatnya perusahaan juga tidak berani untuk menaikan level stock barang

import lebih tinggi agar bisa mengikuti fluktuasi permintaan customer tadi.

Hal yang paling menjadi sorotan dalam masalah ini adalah kinerja rantai pasok barang

Passtrough karena barang passthrough lah yang berkontribusi paling banyak dalam hal tidak

tercapainya kinerja rantai pasok secara umum di PT. INS. Rantai Pasok sekarang belum bisa

memenuhi target yang ditetapkan oleh customer. Akan tetapi perlu diketahui apakah target 100%

tersebut harus dicapai oleh PT. INS dalam memenuhi barang passtrough. Bisa saja pemaksaan

pencapaian kinerja 100% hanya akan merugikan perusahaan. Untuk itu perlu adanya

pengukuran kinerja rantai pasok yang ideal dengan mempertimbangkan banyak aspek agar

tujuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dan kelangsungan bisnis dapat selalu tercapai.

Saat ini, pengukuran kinerja hanya dilihat dari kinerja Ketepatan Jumlah, Ketepatan Waktu

dan ketepatan kualitas. Ketiga hal inilah yang di kejar oleh PT. INS untuk di penuhi, segala cara

pun di tempuh untuk memenuhi target 100% nya customer, termasuk dengan melakukan

premium Freight seperti menggunakan pesawat udara dan express courier dalam mengimpor

barang passtrough tersebut. Akibatnya muncul keluhan dari pihal Sales Department PT. INS

bahwa supply barang passtrough sering merugi. Padahal pencapaian kinerja rantai pasok barang

passtrough menurut customer belum 100% saja PT. INS sudah merugi, apalagi kinerja 100%.

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

221

Hal ini lah yang menarik untuk di teliti, karena pengukuran kinerja sekarang tidak cukup

digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja rantai pasok. Sisi jumlah, waktu dan kualitas

hanyalah sebagian sisi operational dari ruang lingkup rantai pasok yang luas. Perlu juga diukur

hal lain seperti profit, kinerja karyawan, kinerja keuangan dan hal lain yang terkait sehingga bisa

menjadi ukuran yang tepat. Untuk itu perlu diukur kinerja rantai pasok barang passtrouh tersebut

dengan berbagai macam sudut pandang.

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Menentukan KPI yang tepat untuk

mengukur kinerja rantai pasok dengan menggunakan pendekatan Balance Scorecard untuk

menilai kinerja Rantai Pasok PT. INS. (2) Mengukur kinerja rantai pasok barang passthrough di

PT. Indonesia Nippon Seiki. (3) Memberikan rekomendasi perbaikan dan mengembangkan

sistem kontrol kinerja Rantai Pasok.

KAJIAN TEORI

Pengukuran Kinerja. Pengukuran kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan

kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dalam hal ini pengukuran kinerja membantu

manajer dalam memonitor implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil

actual dengan sasaran dan tujuan strategis. Pengukuran kinerja tentunya tidak meliputi kinerja

personel semata, akan tetapi menyangkut semua aktifitas yang dilakukan oleh organisasi. Mulai

dari aktifitas produksi, keuangan, tranportasi, logistik dan lain sebagainya. Setiap aktifitas

tersebut harus di ukur kinerjanya agar dapat di kendalikan atau di-manage sedemikian rupa agar

tetap dalam kerangka mewujudnya cita cita organisasi atau perusahaan (Nenad: 2011).

Pentingnya pengukuran kinerja di jelaskan oleh Behn (2003) yang menyebutkan Pengukuran

kinerja bukanlah tujuan itu sendiri. Jadi mengapa harus manajer publik mengukur kinerja?

Karena mereka mungkin menemukan langkah-langkah seperti membantu dalam mencapai

delapan tujuan manajerial tertentu. Sebagai bagian dari strategi manajemen mereka secara

keseluruhan, manajer umum dapat menggunakan ukuran kinerja untuk mengevaluasi, kontrol,

anggaran, memotivasi, mempromosikan, merayakan, belajar, dan meningkatkan Kinerja.

Semua hal yang penting perlu dilakukan pengukuran kinerja, termasuk juga kinerja dari

sebuah aktivitas manajemen rantai pasok sebuah organisasi. Sedangkan Manajemen Rantai

Pasok (Supply Chain Management) didefinisikan oleh beberapa ahli diantaranya Hanfield dan

Nichols (2004) mendefinisikan bahwa Supply Chain Management adalah integrasi dan

manajemen organisasi rantai pasok dan kegiatan melalui hubungan kerja sama organisasi, proses

bisnis yang efektif, dan berbagi informasi tingkat tinggi untuk menciptakan sistem nilai

berkinerja tinggi yang menyediakan anggota organisasi keuntungan yang kompetitif atau yang

berkelanjutan. Sri wahyuni (2011) dalam tesis nya menyebutkan bahwa ada beberapa alat untuk

mengukur kinerja rantaipasok diantaranya adalah menggunakan balanced score card. Menurut

Akyuz dan Erkan, T. (2010) menyebutkan bahwa penggunaan Balanced Scorecard dan SCOR

(Supply Chain Objective Refference) sangat penting dan baik digunakan untuk meneliti atau

mengukur kinerja yang multi dimensi sehingga sangat cocok dan unggul dalam pengukuran

kinerja rantai pasok. Jie and Parton (2009) pernah menggunakan Balanced scorecard dan

beberapa model lain seperti SCOR juga dan ABC (Activity-Based Costing), untuk mengukur

kinerja rantai pasok peternakan di Australia. Dengan demikian penggunaan Balanced Scorecard

ini sangat umum digunakan di berbagai bidang dan di berbagai belahan dunia untuk pengukuran

kinerja.

Balanced Scorecard. Balanced Scorecard Pertama kali diperkenalkan di USA yang pada

awalnya ditujukan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja

eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian

riset kantor akuntan publik KPMG di USA yang diketahui oleh David P. Norton, mensponsori

studi tentang : “Pengukuran kinerja dalam organisasi masa depan” studi ini didorong oleh

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

222

kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua

perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai, (Brewer dan Speh, 2000,). Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha para eksekutif ke kinerja

keuangan dan non keuangan. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul

:Balanced Scorecard-Measures That Drive Performance”. Dalam Harvard Business Review

(Januari-Februari 1992). Hasilstudi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja

eksekutif di masa yang akan datang, diperlukan ukuran yang komprehensif yang mencakup 4

(empat) perspektif : perspektif keuangan, perspektif pelanggan, pespektif proses bisnis internal,

serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Empat sudut pandang utama dalam BSC dapat mewakili aspek utama dalam mengukur

kinerja Rantai Pasok yang bisa merangkul bagian bagian lain dalam organisasi agar lebih

terintegrasi dalam mencapai tujuan organisasi. (Brewer dan Speh: 2000). Menurut Hong dan

Zhong-hua (2013) balance scorecard dapat digunakan sebagai perhitungan kuantitatif dimana

Kuantitatif sistem indikator untuk mengevaluasi kinerja rantai pasokan dinamis memainkan

peran sentral dalam operasi sehari-hari dan manajemen rantai pasokan.

Evaluasi kinerja yang membandingkan kinerja aktual dengan yang direncanakan baik

dari segi pemanfaatan sumber daya dan produksi. Mengukur input, output, dan hasil dari waktu

ke waktu. Secara umum, perbandingan pre-post digunakan untuk menilai perubahan. Hal ini

digunakan oleh manajemen untuk mengarahkan upaya Program dan sumber daya dan merancang

ulang struktur program. Balanced scorecard, seperti saat ini, adalah Sistem Manajemen Kinerja

yang dapat digunakan oleh organisasi dari berbagai ukuran untuk menyelaraskan visi dan misi

dengan kebutuhan pelanggan dan sehari-hari bekerja, mengelola dan mengevaluasi strategi

bisnis, memantau peningkatan efisiensi operasional, membangun kapasitas organisasi, dan

berkomunikasi kemajuan kepada seluruh karyawan. Scorecard memungkinkan kita untuk

mengukur keuangan dan pelanggan hasil, operasi dan kapasitas organisasi, (Mathiyalagan et al:

2014)

Analitical Hierarchy Process (AHP). Analitik Hirarki Proses (AHP) adalah suatu metodologi

komprehensif untuk memudahkan pengambilan keputusan penting dengan menggabungkan

faktor kualitatif dan Factor kuantitatif bagi indifidu maupun group (Saaty:1993). AHP menyusun

perasaan secara intuisi dan logika dalam suatu hirarki terstruktur untuk pengambilan keputusan.

Pada dasarnya metode ini menjabarkan situasi yang kompleks dan tidak terstruktur dalam

kelompoknya kemudian kelompok tersebut disusun dalam suatu bentuk hirarki. AHP

ditampilkan dalam bentuk model hirarki yang terdiri dari tujuan, kriteria dan mungkin sub

kriteria, dan alternatif untuk setiap permasalahan atau keputusan (Jevanovic dan Krivokapic:

2008). Penggunaan AHP dalam balance scorecard sangat membantu perusahaan. Keterbatasan

Balanced scorecard adalah bahwa Balanced Scorecard sulit untuk membuat perbandingan di

dalam dan di antara perusahaan namun pengukuran dengan membuat Scorecard yang seimbang

diatasi dengan memasukkan AHP dengan BSC. Kerangka AHP akan menjadi alat yang berguna

untuk menilai pentingnya setiap kriteria (Ukur) dalam mencapai tujuan organisasi (Kurien dan

Qureshi: 2012). Selain dengan itu Penerapan AHP dalam pemilihan KPI di implementasi

Balanced Scorecard merupakan alat yang jauh lebih sederhana dan metode yang jauh lebih baik

pula digunakan dalam praktek pengukuran kinerja (Jovanovic dan Krivokapic: 2008), sehingga

memudahkan peneliti dalam memilih KPI yang akan digunakan dalam balanced scoorecard

Key Performance Indicator (KPI). Dalam setiap proses pengukuran kinerja dibutuhkan suatu

ukuran untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau capaian dari kinerja perusahaan tersebut.

Salah satu ukuran yang digunakan dalam proses pengukuran kinerja adalah Indikator Kinerja

utama atau Key Performance Indicator (KPI). Menurut Moeheriono (2012), KPI merupakan

suatu indikator yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh strategi yang telah dilakukan

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

223

oleh perusahaan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Key Performance Indicator (KPI)

sering disebut juga sebagai Key Succes Indicator (KSI) adalah alat ukur kuantitatif untuk

peningkatan dari performa suatu aktifitas yang menjadi faktor kunci kesuksesan organisasi. KPI

membantu organisasi untuk mendefinisikan dan mengukur progress dari tujuan organisasi setalh

misi, stake holder, dan tujuannya telah didefenisikan dan dianalisa (Moeheriono: 2012).

Dalam Supply Chain penentuan KPI sangat penting dan merupakan tantangan yang besar

bagi setiap organisasi karena akan menentukan keberhasilan pengukuran kinerja yang dan

perbaikan yang diharapkan dari hasil pengukuran yang di ketahui(Nenad: 2011). Jika sebuah

organisasi gagal dalam menentukan KPI yang tepat maka keberhasilan organiasi dalam

meningkatkan kinerja organiasinya akan tidak tercapai.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dari penelitian ini dimulai dari permasalahan tidak terpenuhinya

performa Supply Chain barang passtrough di PT. Indonesia Nippon Seiki. Hal ini di duga karena

indicator yang digunakan belumlah tepat untuk mengukur dan menemukan permasalahan yang

terjadi dalam sistem rantai pasok sekarang ini sehingga tidak pernah ada rekomendasi yang

muncul untuk mengatasi permasalahan rantai pasok barang Passthrough di PT. INS. Berikut

adalah alur dari kerangka berfikir dari penelitian ini:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

METODE

Metode Analisa data penelitian inui adalah menggunakan analitic Hirarchy Process

(AHP) dengan melakukan pembobotan perbandingan berpasangan antar Perspektif secara umum

dan perbandingan setiap KPI yang di gunakan untuk mengukur kinerja Rantai Pasok Barang

Passtrough di PT. INS. Untuk pengolahan data sendiri digunakan software Expert Choice ver 11,

agar memudahkan perhitungan dan bisa lebih akurat dan objective. Pada pnelitian Sebelumnya,

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

224

Sriwahyuni, melakukan pengukuran dengan memilih beberapa KPI yang dirasa berkaitan dengan

pengukuran Kinerja. Namun tanpa melakukan pemilihan melalui expert.

Ide utama dalam penelitian ini adalah menentukan Key Performance Indikator (KPI)

pada proses Rantai Pasok barang pastrough di PT. INS. Sehingga hal yang perlu dilakukan

dalam Riset ini adalah sebagai berikut: (1) Mapping System Rantai Pasok Barang Passtrough PT.

Indonesia Nippon Seiki. (2) Identifikasi Key Performance Indikator (KPI) yang dapat digunakn

untuk mengukur keberhasilan oragnisasi dalam sistem rantai pasok barang passtrough dengan 4

perspektif dalam balance Scorecard. (3) Validasi KPI dengan mengirimkan kuesioner terkait

dengan penggunaan KPI yang telah di tentukan sehingga di hasilakan validasi berupa

persetujuan atau ketidak setujuan terhadap KPI yang diajukan tersebut.(4) Pembobotan

Tahapan Pembobotan ini dilakukan dengan menggunakan metode Analitical Hierarchy

Process (AHP) dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Penyusunan Hirarki Indikator dari

empat perspektif Utama hingga ke Indikator performa yang diusulkan. (2) Melakukan

perbandingan berpasangan setiap KPI (3) Menghitung bobot dan ratio konsistensi nya.

Kemudian langkah selanjutnya adalah membentuk perbandingan berpasangan dengan

skala sebagai berikut:

Tabel 1. Skala Berpasangan (Saaty T. L.)

Tingkat

Kepentingan

Defenisi Keterangan

1 Kedua kriteria sama pentingnya Kedua kriteria memiliki pengaruh sama

pentingnya

3 Kriteria yang satu sedikit lebih

penting dibantingkan kriteria yang

lainnya.

Pengalaman dan pertimbangan sedikit

mendukung satu kriteria atas yang lainnya

5 Kriteria yang satu lebih penting

dibantingkan kriteria yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan

kuat mendukung satu kriteria atas yang

lainnya

7 Kriteria yang satu jelas lebih penting

dibantingkan kriteria yang lainnya

Dalam prakteknya terlihat dominan dan

sangat kuat mendukung satu kriteria atas

yang lainnya

9 Kriteria yang satu mutlak lebih

penting dibantingkan kriteria yang

lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu

atas yang lainnya memiliki tingkat

penegasan tertinggi yang menguatkan

2,4,6,dan 8 Nilai tengah di antara dua

pendekatan yang berdekatan

Nilai diberikan jika terdapat keraguan

diantara kedua penilaian yang berdekatan

Sumber: Saaty.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Barang Passthrough merupakan barang yang di import dalam bentuk jadi dari luar negeri

dan dipasok ke customer dalam Negeri. PT. INS selaku pemasok hanya merubah packing dan

melakukan pengecekan kualitas 100%, sehingga barang ini benar benar berkualitas tinggi. List

barang passthrough yang di jual ke customer selama tahun 2012 dan 2013 dapat dilihat pada

Lampiran 2. Memang sangat banyak type yang masih category Passthrough di PT. INS sehingga

sedikit banyak memepengaruhi organisasi secara keseluruhan.

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

225

Untuk memastikan kualitas barang Passthrough ini bukan barang yang bisa diimport

bebas. Hanya Customer langsung atau PT. INS saja yang bisa import barang kategori ini karena

yang membuat barang barang tersebut adalah perusahaan-perusahaan yang satu grup dengan PT.

INS yang berada di negara negara seperti Thailand dan Jepang. PT. INS pun melakukan Import

dengan izin khusus dan dengan jangka waktu yang di tentukan oleh pemerintah sehingga sangat

terbatas sekali. Adapun alur rantai pasok barang passtrough di PT. INS adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Alur Rantai Pasok Barang Passthrough

Gambar 2. alur rantai pasok barang passtrough di PT. INS

Sumber: PT. INS (2014)

Bagian yang terkait dengan sistem rantai pasok di PT. Indonesia Nippon Seiki adalah

Bagian Pengadaan atau purchasing, Part Material Control, PPC , Finance , Quality PPC, dan

Sales. Sehingga pihak yang terkait dengan seksi dan bagian tersebut akan sangat berpengaruh

terhadap Rantai Pasok Barang Passtrough tersebut. Bagian pengadaan berperan dalam mengatur

irama pemasukan barang Passtrough, sesuai dengan kebutuhan perusahaan atau customer.

Sedangkan Bagian penyimpanan, berperan dalam menyimpan barang dengan baik sehingga tidak

ada barang yang rusak dan terkirim ke customer. Sales tentu nya berperan dalam menjual barang

passtrough tersebut, sehingga barang terjual sesuai dengan Forecast yang digunakan untuk

membeli barang dari supplier. Bagian Finance mengatur agar pembayaran dan penerimaan

berjalan dengan lancar sehingga supply dari supplier hingga ke customer berjalan dengan lancar.

Keberadaan barang Passthrogh di PT. INS sangat lah penting karena diharapkan dengan

adanya barang Passthrough PT. INS dapat memaksimalkan profit tanpa perl investasi yang besar

untuk pengadaan atau pembuatan line produksi yang mahal.

Pengusulan Key Performance Indikator. Dalam mengukur kinerja Rantai Pasok perlu di

tentukan Key Performance Indicator atau KPI yang tepat untuk digunakan sehingga dapat

mengukur Kinerja Rantai Pasok barang passthrough dengan baik dan akurat, untuk itu perlu

dilakukan penjajakan pendapat dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang diisi oleh

Pengambil keputusan mulai dari level general manager ke level manager. Level ini diharapkan

dapat memberikan pendapat yang akurat untuk kebutuhan PT. INS secara keseluruhan. Hal ahal

yang penting yang merupakan urat nadi vital dalam pengembangan PT. Indonesia Nippon Seiki

kusushnya performa ranta pasok .Hasil dari kuesioner pertama adalah sebagai berikut:

Japan

Thailand

Part

material

Control

Packaging

Packaging

Packaging

Checking

Checking

Checking

Finished

Good

Warehouse

Customer

Customer

Customer

Customer

PT. INS

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

226

Tabel 2: Key Performance Indikator yang digunakan untuk pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Barang Passtrough

Perspetive OBJEKTIF KEY PERFORMANCE INDIKATOR

FINANCIAL

PERSPECTIVE

MENINGKATKAN

PENDAPATAN

PERUSAHAAN

Inventory Turn Over Ratio (ITR)

Sales Growth

Net Profit

Profit Margin on Sales (Pmos)

CUSTOMER

PERSPECTIVE

MENINGKATKAN

KEPUASAN

PELANGGAN

Customer Satisfaction Index

Delivery Performance

Customer Retention Rate

Customer Complaint

Customer Acquisition

Rata Rata Jumlah Produk Retur

INTERNAL

PROCESS

PERSPECTIVE

EFFESIENSI DAN

EFFEKTIFITAS

KEGIATAN

RANTAI PASOK

Percentage of Production Waste

On time Delivery Ratio

Quality Index

Supplier Lead Time

Raw Material Inventory Turn

Persentasi Part Reject

Stock level

Cycle Time

LEARNING

GROWTH

PERSPECTIVE

MENINGKATKAN

KEAHLIAN,

PERILAKU DAN

PRODUKTIFITAS

KARYAWAN

Absenteeism

Revenue Per Employee

Training Participant

Persentase Turn Over Karyawan

Hasil Validasi yang KPI yang ternyata menerima semua KPI menunjukan bahwa KPI

yang diusulkan penulis disetujui oleh pimpinan manajement terkait Rantai Pasok di PT. INS.

Dengan demikian untuk mengukur kinerja Rantai Pasok barang passtrough akan digunakan 22

KPI yang berdasarkan sudut pandang pendekatan Balanced Scorecard.

Analitical Hierarchy Process (AHP). Sebelum melakukan pembobotan perbandingan

berpasangan seluruh KPI disusun dalam bentuk hierarki untuk melihat kriteria utama dan goal dari AHP ini karena dalam AHP goal atau tujuan dan Kriteria dalam mencapai tujuan sangat

penting agar keputusan bisa diambil objektif. Hirarki dalam sudut pandang Balanced Scorecard

adalah sebagai berikut :

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

227

Gambar 3. Hirarki Kinerja Rantai Pasok Barang Passthrough

Dalam Memilih KPI yang paling tepat untuk mengukur kinerja Rantai Pasok maka

dilakukan perbandingan antar KPI yang di usulkan dan di verifikasi oleh responden yang

merupakan Manajemen utama dari PT. INS yang terkait dalam sistem rantai pasok.

Perbandingan pertama dilakukan berdasarkan Perspektif yang ada dalam balanced scorecard.

Dengan menggunakan Software Expert Choice maka berikut adalah hasil pembobotan

perbandingan berpasangan antar perspektif dalam sudut pandang balance scorecard.

1. Financial Perspective

Gambar 4. Perbandingan berpasangan Financial Perspective

Hasil dari pengolahan data terlihat bahwa dalam sudut pandang keuangan, sales growth

memperoleh score tertinggi 0.502, diikuti oleh KPI Profit Margin on Sales sebesar 0.264,

selanjutnya KPI invetory turn over ratio sebesar 0.147 dan KPI net profit sebesar 0.086. dari

hasil pengolahn tersebut terlihat bahwa secara total Sales growth haruslah menjadi prioritas

utama yang harus di perhatikan dalam mengukur kinerja rantai pasok di PT. INS.

KINERJA RANTAI PASOK BARANG

PASSTHROUGH

Financial

Perspective

Customer

Perspective

Internal Process

Perspective

Learning Growth

Perspective

ITR SGR NPR PMS

CSI DPE CRR CCO CAQ RPR

QIN SLT RMI PPR SLE ODR PPW

RPE TPA PTK ABS

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

228

2. Customer Perspective

Gambar 5. Perbandingan berpasangan Customer Perspective

Hasil perhitungan dari sudut pandang pelanggan, diketahui bahwa Customer Satisfaction

Index dengan skor 0.363menjadi prioritas utama untuk diukur. Kemudian Delivery Performance

dengan skor 0.203 menjadi aspek penting berikutnya yang harus mendadi prioritas pengukuran

dalam konteks pengukuran kinerja rantai pasok barang passtrhough. Selanjutnya KPI Customer

complaint dengan skor 0.161 diikuti oleh rata rata produk retur dengan skor 0.130.

3. Internal Process Perspective

Gambar 6. Perbandingan berpasangan Internal Process Perspective

Perhitungan perbandingan berpasangan dari sudut pandang Internal Process diketahui

bahwa quality index merupakan prioritas pengukuran utama dengan bobot skor 0.397.

Responden menganggap KPI ini merupakan hal yang sangat penting dalam process internal

terkait supply chain barang passthrough karena dengan kualitas yang baik akan memuaskan

customer sehingga tujuan perusahaan untuk meperoleh profit dapat tercapai. Dalam sudut

pandang internal process yang lainnya KPI production waste juga menjadi hal yang penting

berikutnya karena semakin banyak waste maka semakin rugi perusahaan. Untuk itu perlu dikur

agar kinerja rantai pasok dapat maksimal bagi PT. Indonesia Nippon Seiki.

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

229

4. Learning Growth Perspective

Gambar 7. Perbandingan berpasangan Learning Growth Perspective

Hasil pembobotan berpasangan dari sudut pandang Learning Growth diketahui bahwa

Absenteeism atau kehadiran karyawan, dengan bobot sebesar 0.479, sehingga menjadi hal yang

utama dan menjadi prioritas untuk diukur dan dikendalikan. Managemen menganggap kehadiran

karyawan khususnya karyawan yang terlibat langsung dengan rantai pasok barang passthrough,

sangat berpengaruh terhadap kinerja rantai pasok itu sendiri. Karena setiap orang memiliki

peranan yang penting dalam alur rantai pasok barang passthrough tersebut. Selain kehadiran,

Revenue per employee juga dianggap prioritas yang penting setelah Absenteeism, dengan bobot

yang di peroleh 0.261. Setelah itu diikuti oleh KPI presentasi turnover karyawan dengan skor

0.174 dan KPI training participant dengan skor 0.086.

Dengan menggunakan software Expert Choice, secara keseluruhan KPI yang di usulkan

diketahui bahwa KPI Customer Satisfaction Index dipilih management sebagi KPI prioritas

dalam megukur kinerja rantai pasok barang passthrough. Bobot yang diperoleh KPI ini adalah

sebesar 0.230 terbesar didandingkan 21 KPI lainnya. KPI ini dianggap paling sesuai dengan

tujuan perusahaan dan sangat relevan menurut manajemen untuk digunakan sebagai alat ukur

kinerja rantai pasok baik barang passthrough maupun organisasi secara keseluruhan. Bisa dilihat

pola prioritas dan urutan KPI untuk diprioritaskan dalam pengukuran kinerja rantai pasok barang

passthrough.

Gambar 8. Perbandingan Berpasangan keseluruh KPI

Berdasarkan pembobotan berpasangan yang dihitung diketahui bahwa Semua pilihan

responden sangat konsisten. Terbukti bahwa Semua Consistency Ratio (CR) nya di bawah satu

dan secara keseluruhan rationya 0.1. Sehingga KPI yang di usulkan dapat digunakan untuk

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

230

mengukur kinerja Rantai Pasok Barang Barang Passtrough. Pada akhirnya secara keseluruhan

pula, 22 KPI di urutkan berdasarkan prioritas sebagai berikut:

Tabel 3. Prioritas KPI

No KPI Pengukuran Code Bobot

1 Customer Satisfaction Index CSI 0.230

2 Delivery Performance DPE 0.129

3 Customer Complaint CCO 0.102

4 Quality Index QIN 0.092

5 Rata-Rata Jumlah Produk

Return

RPR 0.082

6 Customer Aquisition CAQ 0.056

7 Percentage of Production Waste PPW 0.046

8 Sales Growth SGR 0.043

9 Customer Retention Rate CRR 0.036

10 Ontime Delivery Ratio ODR 0.030

11 Profit Margin on Sales PMS 0.023

12 Absenteeism ABS 0.023

13 Prosentase Part Reject PPR 0.021

14 Raw Material Inventory Turn RMI 0.018

15 Inventory Turnover Ratio (ITR) ITR 0.013

16 Revenue per Employee RPE 0.012

17 Stock Level SLE 0.010

18 Cycle Time CTI 0.008

19 Percentase turn over Karyawan PCK 0.008

20 Net Profit NPR 0.007

21 Supplier Lead time SLT 0.007

22 Training Participant TPA 0.004

Sumber : Pengolahan Sendiri (2014)

Urutan yang berdasarkan bobot ini sekaligus digunakan untuk perhitungan Kinerja rantai

pasok barang passthrough di PT. INS, untuk tauh 2012 dan tahun 2013.

Analisis Hasil Penelitian

Key Performance Indicator (KPI) yang digunakan dalam Mengukur Kinerja Rantai Pasok.

Pengukuran kinerja rantai pasok yang berimbang dan komprehensif akan memudahkan

manajemen mengetahui keadaan system rantai pasok yang sebenarnya. Apakah performanya

telah berbanding lurus dengan Visi dan misi perusahaan yaitu sebagai Leading Speedometer

Manufaturerer di Indonesia khususnya Roda dua dan mendapatkan profit yang ideal agar

keberlangsungan perusahaan bisa tetap terjaga selama lamanya.

Dari penelitian ini, untuk mengukur kinerja rantai pasok barang passthrough di PT. INS

dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard diusulkan 22 KPI terkait dengan rantai

pasok. Semua KPI ini di usulkan dan di pilih oleh 11 responden yanitu pimpinan kerja Asistan

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

231

manager hingga general manager dan diperoleh ada 4 KPI dengan perspektif Keuangan, 6 KPI

dengan perspektif Customer, 8 KPI dengan Perspektif Internal Proses, dan 4 KPI dengan

perspektif Learning Growth. Masing-masing KPI ini dianggap pihak manajemen dari PT. INS

sangat mewakili dan tepat digunakan dalam mengukur kinerja Rantai Pasok barang passthrough

di PT. INS.

Untuk menentukan prioritas, KPI apa yang paling utama dan prioritas digunakan dalam

mengukur kinerja rantai pasok barang passthrough, digunakan pembobotan perbandingan

berpasangan yang kemudian datanya diolah menggunakan software Expert choice. Dalam

pembobotan perbandingan berpasangan , responden yang digunakan adalah 3 responden yang

sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan strategis di PT. INS. Dari hasil pengolahan

data diketahui bahwa KPI yang paling prioritas adalah Customer Satisfaction Index dan

kemudian dikuti delivery performance, dan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Customer Satisfaction Index dianggap sangat penting dibandingkan KPI lain adalah

karena kepuasan pelanggan dianggap mewakili dari semua KPI dan seiring dengan tujuan

perusahaan dimana selain mengejar profit, PT. INS juga menjaga agar PT. INS tetap menjadi

Leading Speedometer Manufacturer di Indonesia. Dengan bobot yang mencapai 23 persen dari

keseluruhan maka KPI Customer Satisfaction Index perlu mendapat perhatian serius. Sekarang

ini index kepuasan hanya diangka 90 persen sangat berpengaruh terhadap pengukuran kinerja

secara keseluruhan.

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Barang Passthrough PT. INS. Secara keseluruhan Kinerja

Rantai Pasok barang passthrouh tahun 2013 meningkat jika dibandingkan dengan kinerja rantai

pasok barang passthrough di tahun 2012. Ada beberapa KPI yang tidak mengalami perubahan

dan ada juga KPI yang menurun performanya. KPI Inventory Turnover Ratio, mengalami

penurunan, namun secara pengertian kondisi ini membaik dimana semaikin kecil Rationya

semakin baik performanya. Kemudian Sales Growth, performa kinerja dari sudut pandang

pertumbuhan penjualan menunjukan kenaikan yang cukup signifikan dikikuti oleh Net Profit

dan PMos. Secara Keseluruhan dari perspektif Keuangan menunjukan peningkatan performa

pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2013. Dapat dilihat dari Pembobotan Objective Matrix nya

dimana Nilai Performa tahun 2012 hanya sebesar 0.35 sedangkan tahun 2013 menjadi 1.09.

Dari Perspektif Customer, secara keseluruhan, tahun 2013 juga mengalami peningkatan

dibandingkan performa tahun 2013. Pada skor OMAX tahun 2012 menunjukan angka 0.87

meningkat ditahun 2013 menjadi 1.55. peningkatan yang cukup baik namun masih terbuka

peluang untuk perbaikan.

Perspektif Internal Process tahun 2013 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun

2012. Skor OMAX 2012 menunjukan angka 1.31 dan kemudian meningkat ditahun 2013

menjadi 1.79. seperti perspektif customer, dalam perpektif ini kinerja rantai pasok barang

pasthrough PT. INS masih terbuka peluang untuk perbaikan.

Pada Perspektif Learning Growth, tahun 2013 mengalami kenaikan jika dibandingkan

dengan kinerja tahun 2012. Skor OMAX untuk kinerja tahun 2012 adalah sebesar sebesar 0.35,

dan sedangkan tahun 2013 naik menjadi 0.42. Sama seperti skor yang lainnya dalam perspektif

inipun masih terbuka luas ruang untuk perbaikan dan peningkatan kinerja. Sehingga secara

keseluruhan bisa dilihat dari tabel 5.36. Total kinerja tahun 2012 adalah sebesar 3.02 dan tahun

2013 meningkat menjadi 5.35. Jika melihat skore maksimal adalah 10 maka peluang perbaikan

adalah sangat besar sekali.

Kinerja rantai pasok barang passtrough di PT. INS yang sebelumnya dilihat dari sudut

pandang jumlah, ketepatan waktu dan kualitas maka akan berkisar di antara 95 hingga 98%

secara rata rata untuk semua Customer. Secara data angka ini tidak mencapai angka 100% yang

merupakan target dari customer, namun angka tersebut bisa menjadi ideal bilamana ada aspek

lain yang dipertimbangkan seperti aspek biaya. Untuk mencapai performa 100% akan

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

232

menimbulkan banyak biaya premium (Premium Freight) yang tentunya sangat mahal. Hal ini

terjadi karena pola permintaan pasar automotif di Indonesia sangat fluktuatif. Kadang pemintaan

tinggi namun kadang juga ada permintaan rendah. Pola ini menyebabkan perusahaan harus

memilih antara menambah tingkat persediaan aman atau bertahan dengan inventory Rendah

dengan konsekuensi pada saat terjadi kenaikan maka aka nada premium freight dengan shipment

udara.

Dari situasi ini dapat dimengerti bahwa tidak tercapainya performa 100% karena PT. INS

lebih concern kepada biaya yang muncul dari pola bisnis barang passtrough tersebut. Jika

dipaksakan performa 100% dengan pola permintaan yang fluktuatif PT. INS akan mengalami

defisit keuntungan dan pekerjaan akan sia sia bila tidak ada keuntungan yang diperoleh. Dari

fakta yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa walaupun tidak tercapainya target 100%

jumlah, delivery dan quality, namun ada beberapa indicator yang menunjukan performa baik

yang sesuai dengan tujuan dan harapan perusahaan yaitu bertambahnya Customer dan meningkat

nya keuntungan.

Manajemen menganggap banyak indicator yang harus dipertimbangkan dalam menilai

kinerja rantai pasok khusunya barang passthrough. Jadi pengukuran dengan hanya menggunakan

3 aspek delivery, jumlah dan kualitas dianggap kurang bisa menjelaskan tujuan perusahaan

sebenarnya.

PENUTUP

Kesimpulan. Pertama. Selain mengukur kinerja Delivery, Ketepatan Jumlah dan Kualitas maka

di usulan 22 Key Performance Indikator (KPI) untuk mengukur kinerja Rantai Pasok Barang

Passtrough di PT. INS secara lebih komprehensif dan berimbang. Dan 22 KPI tersebut telah di

verifikasi dan di anggap penting dan bisa digunakan untuk mengukur kinerja Rantai Pasok. 22

KPI tersebut di pilih berdasarkan keterkaitan dengan Alur Rantai Pasok barang Passtrough

dengan menggunakan pendekatan Balance Scorecard. Secara keseluruhan ada 4 KPI

berdasarkan Financial Perspective, 6 KPI dari Customer Persepective, 8 KPI berdasarkan sudut

pandang Internal Process dan 3 KPI berdasarkan Learning Growth Perspective. Kedua. Kinerja

rantai pasok barang passthrough tahun 2012 adalah sebesar 3.02 dan tahun 2013 mengalami

peningkatan menjadi 5.35. Hal ini terjadi karena ada perbaikan yang cukup signifikan terhadap

kinerja yang diprioritaskan seperti Kepuasan pelanggan dan kinerja deliveri. Walau mengalami

peningkatan , dari 22 KPI yang digunakan terlihat kondisi kinerja rantai pasok masih dibawah

standar. Perlu adanya perbaikan yang lebih komprehensif. KPI-KPI yang prioritas perlu

perhatian khusus karena sangat sigifikan menentukan kinerja rantai pasok secara keseluruhan.

Ketiga. Ada beberapa Kinerja Rantai Pasok PT INS yang masih perlu ditingkatkan. Bukan

karena tidak mencapai target melainkan karena mengalami penurunan kinerja di banding tahun

sebelum nya. Misalnya customer complaint. Perlu diperbaiki kinerja PT. INS dalam mematuhi

kesepakatan dengan customer. Selain itu juga terkait dengan profit yang menurun walau secara

ratio meningkat, hal ini perlu diperhatikan faktor lain seperti Tingkat Kurs mata uang asing yang

menguat terhadap Rupiah. Kenapa hal ini penting karena pembelian barang passtrough

menggunakan USD dan JPY sedangkan penjualan menggunakan Rupiah. Melemahnya rupiah

akan sangat berpengaruh terhadap Keuntunga perusahaan secara keseluruhan.

Saran. Pada akhirnya penelitian ini memberikan beberapa fakta bahwa banyak hal yang harus

dilakukan perbaikan untuk mempertahan kan hal yang baik atau untuk mencapai kinerja yang

lebih baik. Untuk itu terkait pengukuran kinerja dan perbaikan kinerja Rantai Pasok Barang

Passtrough, penulis menyarankan sebagai berikut: (1) KPI yang di usulkan pada penelitian ini

dapat digunakan untuk mengukur dan mengamati kinerja Rantai Pasok barang Pastrough di PT.

INS secara terus menerus. Ada beberapa elemen yang harus dilakukan perbaikan sesegera

mungkin karena selama tahun 2012 dan tahun 2013 mengalami penurunan kinerja. Kebijakan

Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

233

terkait rantai pasok barang passtrough yang mengalami penurunan ini harus segera di benahi

dengan memperkuat tim dan kontrol yang lebih ketat. Selain itu perlu di gambarkan efek yang

meluas dari penyediaan barang passtrough ini terhadap kinerja keseluruhan produk, baik yang

passtrough atau yang bukan. (2) Setiap KPI yang di ukur disosialisaskan terhadap pihak-pihak

terkait sehingga masing masing pihak bisa melakukan improvement atau kaizan kaizen secara

teknis di samping improvement yang berupa kebijakan. KPI seperti Customer satisfaction index

dan delivery performance perlu ditingkatkan lagi agar lebih baik mengingiat KPI ini sangat

berpengaruh terhadap kinerja rantai pasok keseluruhan. (3) Penelitian ini perlu dikembangkan

dan dilanjutkan untuk mengukur kinerja Rantai Pasok atau bahkan dikembangkan hingga

keseluruhan organisasi yang lebih luas dan bukan hanya partial pada barang passthrough.

Sehingga nantinya akan terlihat peranan barang passthrough terhadap bisnis PT. INS secara

keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Behn, R. D. (2003). Why measure performance? Different purposes require different measures.

Public administration review, 63(5), 586-606.

Brewer, P. C., & Speh, T. W. (2000). Using the balanced scorecard to measure supply chain

performance. Journal of Business logistics. Vol. 21. No.273 Hal. 69.

Hong, Y., & Zhong-Hua, Y. (2013). Supply Chain Dynamic Performance Measurement Based

on BSC and SVM. International Journal of Computer Science Issues (IJCSI), 10(1).

Jie, F., & Parton, K. A. (2009). Balanced Scorecard for Australian cattle producers: an

application.

Jovanovic, J., & Krivokapic, Z. (2008). AHP in implementation of Balanced

Scorecard. International journal for quality research, Vol 2(1), 59-67.

Kurien, G. P., & Qureshi, M. N. (2012). Performance measurement systems for green supply

chains using modified balanced score card and analytical hierarchical process. Scientific

Research and Essays, Vol 7(36), 3149-3161.

Nenad Stevanovic, 2011. Supply Chain Performance Measurement System Based on Scorecards

and Web Portals. ComSIS Journal Serbia. Vol 6. Hal 54.

Mathiyalagan, P., Mannan, K. T., & Parthiban, P (2014). Performance Evaluation in Supply

Chain using Balanced Scorecard. Int'l Journal of Advances in Mechanical & Automobile

Engg. (IJAMAE) Vol. 1,

Moeheriono, P. Dr, 2012. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetemsi, Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Saaty, T. L. (1993). “Pengambilan keputusan bagi para pemimpin”. (Terjemahan). PT Pustaka

Binaman Pressindo, Jakarta.

Sri Wahyuni, 2011. Analisis Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran Kinerja pada PT.

Semen Bosowa Maros. Thesis Fakultas ekonomi Universitas Hasanudin Makasar.

Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

234

PERBAIKAN MAINTENANCE UNTUK TARGET AVAILABILITY PENYALURAN GAS

DENGAN PENDEKATAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI

PT PERTAMINA GAS AREA JAWA BAGIAN BARAT

M. Nuramzan Iftari

Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB)

[email protected]

Abstract: PT Pertamina Gas is a company involved in the midstream and downstream sectors of

gas industry in Indonesia that unreleased from problems that have a relation with level of gas

transmission availability which determines the quality and productivity of company in

transmitting gas until arrive to the end users. However, maintenance in turbine machines

frequently conduct reactively which machines fixed if occured a damage (breakdown

maintenance). This is can be seen at availability levels that very fluctuative and declining in

march 2013 and also december 2013. Therefore, maintenance improvement is required with

Total Productive Maintenance approach so that the gas transmission availability will reach the

target. TPM is an innovative approach to maintenance that optimizes equipment effectiveness,

eliminates breakdowns and promotes autonomous maintenance. According to the primary and

secondary data analysis, planned maintenance programs (one of pillar in TPM) are the main

cause of declining the equipment availability in PT Pertamina Gas Western Java Area especially

because of spare part problems.Based on this, in order to have gas transmission avalability reach

the target, company needs to conduct Total Productive Maintenance program which include

focused maintenance, autonomous maintenance and planned maintenance.

Keywords: Availability, Total Productive Maintenance, Autonomous Maintenance, Focused

Maintenance, Planned Maintenance

Abstrak: PT Pertamina Gas merupakan perusahaan yang bergerak pada sektor midstream dan

downstream pada industri gas di indonesia yang tidak terlepas dari masalah yang berhubungan

dengan tingkat availability penyaluran gas yang sangat menentukan kualitas dan produktivitas

perusahaan dalam menyalurkan gas hingga tiba di end user. Adapun maintenance pada mesin

turbin sering sekali dilakukan secara reaktif dimana mesin diperbaiki jika terjadi kerusakan

(breakdown maintenance). Hal ini dapat dilihat pada tingkat availability mesin turbin yang

sangat fluktuatif dan mengalami penurunan pada bulan maret 2013 serta desember 2013. Oleh

karena itu diperlukan perbaikan maintenance dengan pendekatan Total Productive Maintenance

(TPM) agar availability penyaluran gas mencapai target. TPM merupakan pendekatan inovatif

terhadap pemeliharaan yang mengoptimalkan equipment effectiveness, mengeliminasi

breakdown, dan mendorong tercapainya autonomous maintenance. Adapun berdasarkan hasil

analisa data primer dan sekunder didapat bahwa program planned maintenance (salah satu pilar

TPM) merupakan penyebab utama menurunnya availability equipment di PT Pertamina Gas

Area JBB dikarenakan masalah spare part. Berdasarkan hal ini, agar availability penyaluran gas

mencapai target, perusahaan perlu menerapkan program Total Productive Maintenance yang

meliputi focused maintenance, autonomous maintenance dan program pemeliharaan terencana

(planned maintenance).

Kata kunci: availability, total productive maintenance, autonomous maintenance, focused

maintenance, planned maintenance

Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

235

PENDAHULUAN

PT Pertamina Gas merupakan perusahaan yang bergerak pada sektor midstream dan

downstream pada industri gas di indonesia. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari PT

Pertamina (Persero) yang berperan dalam usaha komersial gas, transportasi gas, pemrosesan gas,

distribusi gas dan bisnis lain yang berhubungan dengan natural gas dan turunannya. Kesempatan

bisnis PT Pertamina Gas kedepan sangat terbuka luas dimana suplai gas sekarang ini menjadi

terbatas. Menyadari akan hal itu, untuk mendukung bisnis kedepan yang semakin tumbuh. Harus

didukung dengan sistem infrastruktur internal yang handal dan proses produksi yang efektif,

dimana setiap bagian dari production life cycle harus terjamin dengan operasi yang efektif,

handal dan efisien.

Untuk menjamin proses produksi yang efektif, tidak terlepas dari adanya target

pencapaian perusahaan dalam meningkatkan profit. Sebagaimana target pencapaian profit

menjadi sasaran dalam peningkatan kinerja sering sekali pihak manajemen mengabaikan

pentingnya mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan peralatan dan mesin. Hal ini dikarenakan

maintenance dianggap sebagai proses yang non value-added sehingga biaya maintenance sering

sekali di kurangi untuk berhemat. Hal ini menyebabkan performa mesin menjadi menurun secara

perlahan sehingga mesin kehilangan efektifitasnya. Padahal dengan meningkatnya performa

mesin akan sangat menentukan kualitas dan produktivitas perusahaan dalam menyalurkan gas

hingga tiba di end user. Selain itu, maintenance terhadap peralatan sering sekali dilakukan secara

reaktif dimana mesin diperbaiki jika terjadi kerusakan (breakdown maintenance). Hal ini dapat

dilihat pada tingkat availability mesin turbin yang sangat fluktuatif dan mengalami penurunan

pada bulan maret 2013 serta desember 2013.

Malik dan Hamsal (2013) mengatakan bahwa aktivitas pemeliharaan menjadi hal yang

sangat prioritas, karena waktu yang hilang (loss time), kinerja dan kerugian produksi yang

diakibatkan oleh kerusakan peralatan menjadi hal yang sangat ditakuti karena mengganggu

jalannya produksi. Tsarouhas (2007) mengatakan bahwa dengan menurunnya downtime pada

mesin/peralatan, dapat meningkatkan produktivitas.

Berdasarkan hal ini, perusahaan perlu menerapkan manajemen pemeliharaan yang handal

dengan pendekatan Total Productive Maintenance agar availability penyaluran gas mencapai

target. Sebagaimana manajemen pemeliharaan khususnya mesin merupakan salah satu bagian

yang kritikal untuk mendukung operasional dan produksi Pertamina Gas, maka dari itu perlu

dilakukan penelitian mengenai Perbaikan Maintenance untuk target availability penyaluran gas

dengan pendekatan Total Productive Maintenance di PT Pertamina Gas Area Jawa Bagian Barat.

KAJIAN TEORI

Menurut Kurniawan (2013), Total Productive Maintenance (TPM) merupakan suatu

aktivitas pemeliharaan yang mengikutsertakan semua elemen dari perusahaan yang bertujuan

untuk menciptakan suasana kritis (critical mass) dalam lingkungan industri guna mencapai zero

breakdown, zero defect, zero accident. TPM adalah suatu metode yang bertujuan untuk

memaksimalkan efisiensi penggunaan peralatan dan memantapkan sistem pemeliharaan

preventif yang dirancang untuk keseluruhan peralatan dengan mengimplementasikan suatu

aturan dan memberikan motivasi kepada seluruh bagian yang berada dalam suatu perusahaan

tersebut, melalui peningkatan komponensipasi dari seluruh anggota yang terlibat mulai dari

manajemen puncak sampai kepada level terendah. Selain itu, TPM bertujuan untuk menghindari

perbaikan secara tiba-tiba dan meminimasi pemeliharaan yang tidak terjadwal. TPM merupakan

suatu proses untuk memaksimalkan produktivitas penggunaan peralatan, melalui pengurangan

down time dan perbaikan kualitas serta kapasitas. TPM mengedepankan proses perbaikan dengan

Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

236

mempertimbangkan keamanan, kualitas, pengiriman, biaya dan kreativitas yang melibatkan

seluruh lini produksi. Mobley (2008), TPM memiliki tujuan antara lain untuk menurunkan

variasi pada sistem produksi, meningkatkan produktivitas dengan mengeliminasi downtime yang

tidak terjadwal serta pekerjaan rework yang berlebihan, menurunkan biaya pemeliharaan,

menurunkan persediaan (inventory), meningkatkan keselamatan (safety), dan meningkatkan

moral. Ben-Daya (2009), TPM merupakan pendekatan inovatif terhadap pemeliharaan yang

mengoptimalkan equipment effectiveness, mengeliminasi breakdown, mendorong tercapainya

autonomous maintenance oleh operator dalam aktivitas sehari-harinya dengan melibatkan

seluruh pekerja yang ada. Tujuan dari TPM adalah untuk mengurangi 6 kerugian utama (Six Big

Losses) antara lain : (1) Downtime Losses terdiri atas : a. Breakdown Losses/ Equipment

Failures yaitu kerusakan mesin/ peralatan secara tiba-tiba atau kerusakan yang tidak diinginkan

karena menyebabkan kerugian sehingga mesin tidak beroperasi menghasilkan output. Contoh

losses ini antara lain unplanned maintenance, overheated bearing, motor failure, dsb; b. Setup &

Adjustment Losses,yaitu kerugian karena pemasangan dan penyetelan. Contoh losses ini antara

lain setup/ changeover, kekurangan material, penyesuaian yang bersifat major, warm up time,

dsb. (2) Speed Losses terdiri atas : a. Idling and Minor Stoppage Losses, yaitu kerugian yang

disebabkan oleh kejadian-kejadian seperti pemberhentian mesin sebentar, kemacetan mesin dan

idle time dari mesin. Jika operator tidak dapat memperbaiki pemberhentian yang bersifat minor

stoppage dalam waktu yang ditentukan maka kerugian ini dapat dianggap sebagai breakdown

losses. Contoh losses ini antara lain minor adjusment, sensor blocked, cleaning/checking,

component jam, dsb; b. Reduced Speed Losses, yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja secara

optimal (penurunan kecepatan operasi) terjadi jika kecepatan aktual operasi mesin/ peralatan

lebih kecil dari kecepatan optimal mesin tersebut. Contoh losses ini antara lain penyetelan yang

tidak sesuai, masalah alignment, dsb. (3) Defect Losses terdiri atas : a. Process Defect, yaitu

kerugian yang disebabkan karena adanya produk cacat maupun karena kerja produk diproses

ulang pada tahapan proses; b. Reduced Yield Losses yaitu kerugian yang disebabkan karena

adanya produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulang pada tahapan produksi.

Inisiatif TPM yang diusulkan oleh Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM)

mengandung 8 pilar rencana implementasi yang menghasilkan peningkatan yang tinggi pada

produktivitas tenaga kerja melalui program maintenance yang terkendali, penurunan biaya

pemeliharaan, serta menurunnya waktu set up dan downtime. TPM memberi jalan agar

perencanaan menjadi bermutu tinggi, mengorganisasi, pengawasan, dan pengendalian

prakteknya melalui metodologi 8 pilar antara lain autonomous maintenance, focused

improvement, planned maintenance, quality maintenance, education dan training, safety, health

dan environment, office TPM serta development management dimana pondasi awal dalam

menerapkan 8 pilar ini yaitu dengan menerapkan program 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Sheiketsu,

dan Shitsuke) yang ditunjukan pada Gambar 1.

Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

237

Sumber : Ben-Daya (2009 : 436) Gambar 1. Pendekatan 8 Pilar Implementasi TPM (Ben-Daya, 2009)

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan jenis data berupa

data kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menggambarkan fenomena target availability

penyaluran gas tidak tercapai dan mencari solusi bagaimana maintenance yang ada dapat di-

improve dengan menggunakan konsep Total Productive Maintenance.

Pengumpulan Data. Teknik pengumpulan data sekunder yang dilakukan antara lain studi

literatur, studi dokumentasi laporan harian kondisi operasi, laporan jam jalan turbin, laporan

bulanan maintenance, dan laporan bulanan operasional penyaluran gas sedangkan untuk

pengumpulan data primer yaitu dengan melakukan wawancara dengan kepala distrik di masing-

masing Stasiun Kompresor Gas, melakukan diskusi dengan para pekerja di bagian operasi dan

pemeliharaan terkait penyebab penurunan availability penyaluran gas dan menyebarkan

kuesioner sebanyak 25 responden di bagian operasi dan pemeliharaan terkait penyebab

penurunan availability penyaluran gas dengan pendekatan pilar-pilar TPM antara lain focused

maintenance, autonomous maintenance, planned maintenance, 5S, maintenance prevention,

serta education & training dimana menggunakan skala likert dengan lima pilihan skala untuk

metode pengukurannya.

Pengolahan Data. Teknik pengolahan data yang dilakukan didalam penelitian ini antara lain: (1)

Menghitung availability penyaluran gas antara lain : a. Equipment Availability (%EA) yaitu

faktor berbasis waktu yang mengukur kemampuan mesin dalam melakukan kinerja berdasarkan

fungsinya. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah : %EAmesin = {(Total

Jam-(Schedule Down Timeequip+Unschedule Down Timeequip))/ Total

Jam}*100%................................. (pers.1); b. Plant Availability (%PA) yaitu faktor berbasis

waktu yang mengukur kemampuan stasiun penyalur gas dalam melakukan kinerja berdasarkan

fungsinya. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah: %PAofftaker = {(Total

Jam-(Schedule Down Timeofftaker+Unschedule Down Timeofftaker))/Total

Jam}*100%................................ (pers.2); (2) Melakukan analisa Focused Maintenance

antara lain : a. Kerugian Kerusakan Mesin (Breakdown Loss) yaitu jenis kerugian yang

disebabkan karena kerusakan mesin/peralatan secara tiba-tiba sehingga mesin tidak beroperasi

menghasilkan output. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah:

.......................... (pers.3); b. Kerugian

Pemasangan dan Penyetelan Mesin (Setup & Adjustment Loss) yaitu jenis kerugian yang

Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

238

disebabkan karena pemasangan dan penyetelan mesin secara keseluruhan agar mesin dapat

beroperasi menghasilkan output. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah :

............... (pers.4); c.

Kerugian Pemberhentian Mesin Sejenak (Idling & Minor Stoppage Loss), yaitu jenis kerugian

yang disebabkan pemberhentian sebentar setelah itu mesin turbin dapat beroperasi kembali.

Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah :

............. (pers.5); (3)

Melakukan analisa Planned Maintenance antara lain dengan menghitung persentase overleap

schedule yaitu pengukuran jadwal realisasi pemeliharaan dibandingkan dengan jadwal rencana.

......... (pers.6); (4)

Melakukan analisa hasil kuesioner dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Merekapitulasi

data hasil kuesioner berdasarkan pilihan angka skor likert; b. Menghitung persentase dari skor

likert menggunakan formula sebagai berikut :

.................. (pers.7); c.

Mentabulasikan persentase skor likert dengan menggunakan grafik spider chart dimana pilar

TPM yang memiliki skor terkecil berada di urutan pertama. Setelah itu melakukan interpretasi

kriteria skornya berdasarkan interval sebagai berikut : (1) Pilihan skor likert antara skor 1 dan 2

memiliki interval antara 20% - 40% diinterpretasikan sebagai Very Weak; (2) Pilihan skor likert

antara skor 2 dan 3 memiliki interval antara 40% - 60% diinterpretasikan sebagai Weak; (3)

Pilihan skor likert antara skor 3 dan 4 memiliki interval antara 60% - 80% diinterpretasikan

sebagai Need Improvements; (4) Pilihan skor likert antara skor 4 dan 5 memiliki interval antara

80% - 100% diinterpretasikan sebagai Effective; (5) Melakukan analisa root cause (diagram

sebab akibat), analisa ini digunakan untuk menemukan penyebab dari fenomena availability

penyaluran gas tidak mencapai target.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Equipment Availability. Berdasarkan Gambar 2 dan hasil diskusi didapat mesin turbin yang

mengalami penurunan equipment availability adalah: (1) Mesin turbin B2CT-001B dikarenakan

terjadi kerusakan exhaust bellow dan mengalami unschedule down time selama 454 jam. Mesin

turbin ini tidak bisa segera diperbaiki karena menunggu pengadaan material exhaust bellows dan

collector; (2) Mesin turbin B1CT-001A dikarenakan terjadi high vibration pada kompresor FWD

sehingga unit kemudian di-overhaul secara tidak terencana. Hal ini dikarenakan program

planned maintenance yang dijadwalkan di awal tahun tidak bisa dilakukan sesuai dengan

rencana dikarenakan alokasi anggaran untuk program tersebut dialihkan untuk memperbaiki

mesin turbin yang mengalami breakdown maintenance; (3) Mesin turbin B1CT-001D

dikarenakan unit dilakukan overhaul sesuai jadwal pemeliharaan terencana; (4) Mesin turbin

CCT-001A dikarenakan unit mengalami kerusakan pada air fin cooler dan mengalami

unschedule down time selama 21028 jam. Mesin turbin ini tidak bisa segera diperbaiki karena

menunggu pengadaan material air fin cooler; (5) Mesin turbin CCT-002B dikarenakan dilakukan

pemindahan modul ZF 2084 ke engine lain dan mengalami unschedule down time selama 7696

jam. Mesin turbin ini tidak bisa segera diperbaiki karena menunggu pengadaan material modul

ZF 2084.

Berdasarkan permasalahan diatas, kegiatan breakdown maintenance dapat dilakukan

secara optimal jika proses pengadaan material tidak menghabiskan waktu lama. Selain itu, jika

program planned maintenance dilakukan sesuai dengan rencana maka kejadian breakdown dapat

diminimasi sehingga tingkat availability mesin turbin dapat meningkat.

Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

239

Sumber : Hasil Olah Data (Agustus 2014)

Gambar 2. Hasil Persentase Rata-Rata Equipment Availability Mesin Turbin PT Pertamina Gas

Area JBB Januari 2013 s/d Agustus 2014

Plant Availability. Berdasarkan Gambar 3 dapat disimpulkan bahwa seluruh mesin turbin dapat

menyalurkan gas ke konsumen pada periode Januari 2013 hingga Agustus 2014 dengan baik dan

kontinu. Hal ini dikarenakan terdapat mesin turbin cadangan yang bisa dioperasikan ketika mesin

turbin utama mengalami breakdown maintenance.

Sumber : Hasil Olah Data (Agustus 2014)

Gambar 3. Hasil Persentase Rata-Rata Plant Availability Mesin Turbin PT Pertamina Gas Area

JBB Januari 2013 s/d Agustus 2014

Autonomous Maintenance. Dalam penelitian mengenai autonomous maintenance, ditemukan

bahwa tugas dan tanggung jawab Pws. Ops Shift (Operator) lebih kearah pengoperasian dan

pengaturan mesin. Selain itu, ditemukan juga bahwa check list operator lebih banyak melakukan

pencatatan dan pelaporan sehingga jika menemukan ketidaksesuaian maka operator akan

mencatatnya pada form ketidaksesuaian yang selanjutnya di tindak lanjuti oleh teknisi

pemeliharaan. Hal ini tidak sesuai dengan konsep TPM yang menyebabkan tidak ditemukannya

suatu waktu dimana mesin turbin mengalami down time selama < 30 menit yang merupakan jenis kerugian pemberhentian sebentar (Idling & Minor Stoppage Loss).

Focused Maintenance. Analisa focused maintenance dilakukan agar dapat diketahui jenis

kerugian mana yang perlu dimitigasi sehingga nilai availability dapat ditingkatkan. Adapun

berdasarkan Gambar 4 menunjukan bahwa mesin turbin yang memiliki persentase breakdown

loss paling besar adalah mesin turbin CCT-001A sebesar 94% sedangkan yang memiliki

Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

240

persentase setup & adjustment loss paling besar adalah mesin turbin CCT-002B sebesar 66%.

Berdasarkan gambar diatas juga dapat disimpulkan bahwa persentase breakdown loss lebih besar

dibandingkan setup & adjustment loss.

Sumber : Hasil Olah Data (Agustus 2014)

Gambar 4. Grafik Analisa Focused Maintenance PT Pertamina Gas Area JBB

Periode Januari 2013 s/d Agustus 2014

Planned Maintenance. Analisa planned maintenance dilakukan agar dapat diketahui apakah

terdapat ketidaksesuaian antara jadwal pemeliharaan aktual dengan rencana. Adapun persentase

overleap schedule yang dijelaskan pada Gambar 5, didapat bahwa terdapat beberapa nilai

overleap schedule yang lebih besar dari 0% sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan

preventif tidak berjalan dengan semestinya sehingga kejadian breakdown loss menjadi lebih

tinggi.

Sumber : Hasil Olah Data (Agustus 2014)

Gambar 5 . Analisa Planned Maintenance PT Pertamina Gas Area JBB

Periode Januari 2013 s/d Agustus 2014

Hasil Kuesioner Total Productive Maintenance. Berdasarkan Gambar 6 menunjukan bahwa

persentase dari kuesioner TPM yang paling rendah terdapat pada bagian planned maintenance

sedangkan yang paling tinggi terdapat pada bagian komitmen TPM.

0.00%1.00%2.00%3.00%4.00%5.00%6.00%7.00%

1. B

1C

T-0

01A

1. C

CT-

001

A

5. C

CT-

002

A

6. C

CT-

002

B

1. C

-101

-AT

2. B

1C

T-0

01B

3. B

2C

T-0

01C

5. B

1C

T-0

01E

2. C

-101

-BT

3. B

1C

T-0

01C

4. C

CT-

001

E

7. C

CT-

002

C

3. C

CT-

001

D

1. B

2C

T-0

01A

8. C

CT-

002

D

4. B

1C

T-0

01D

2. C

CT-

001

C

2. B

2C

T-0

01B

Analisa Planned Maintenance PT Pertamina Gas Area JBB

Overleap Schedule

Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

241

Sumber : Hasil Olah Data (Oktober 2014)

Gambar 6. Grafik Hasil Kuesioner Total Productive Maintenance

PT Pertamina Gas Area Jawa Bagian Barat

Analisa Diagram sebab Akibat. Berdasarkan Gambar 7 dan hasil diskusi disimpulkan bahwa

penyebab terjadinya penurunan availability equipment adalah : (1) Penyebab Terkait Manusia: a.

Operator dilapangan tidak diberi pelatihan mengenai maintenance; b. Program pelatihan sesuai

kompetensi pekerja tidak rutin dilakukan; (2) Penyebab Terkait Metode: a. Kejadian failure tidak

rutin dilakukan analisa 5W+1H; b. Keterlibatan seluruh pekerja dalam kegiatan maintenance

belum diterapkan secara maksimal; (3) Penyebab Terkait Mesin: a. Kegiatan planned

maintenance masih belum dilakukan secara optimal sesuai jadwal rencana; b. Pekerja

maintenance perlu dilakukan pelatihan terkait program predictive maintenance; (4) Penyebab

Terkait Material: a. Proses pengadaan material yang lama; b. Perlu ditingkatkan sistem material

manajemen; (5) Penyebab Terkait Lingkungan: a. Perlu ditingkatkan kegiatan 5S/5R sehingga

menjadi kebiasaan untuk pekerja operasi dan pemeliharaan; b. Perlu ditingkatkan kegiatan

pembersihan. Manusia

Program

Pelatihan kurang

Kurang Terlatih

Metode

Failure Tidak

Rutin Dianalisa

Recurrence

Failure

Mesin

Program PM

Kurang Optimal

Vibrasi Tinggi

Sparepart

Failure

Material

Belum ada

Material

Manajemen

Material Lama

Lingkungan

Jarang dibersihkan

Kerja tidak

nyaman

Availability

Penyaluran Gas

Tidak Mencapai

Target

Program 5S

Kurang Optimal

Sumber : Hasil Diskusi dengan Pekerja PT Pertamina Gas Area JBB

Gambar 7. Diagram Sebab Akibat Availability Penyaluran Gas Tidak mencapai Target

20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%

100.00%

PlannedMaintenance

AutonomousMaintenance

Edukasi danPelatihan

MaintenancePrevention

Eliminasi MainProblem

5S

KomitmenTPM

Hasil Kuesioner Total Productive Maintenance

Effective Need Improvements Weak Very Weak Skor

Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

242

Penyebab Availability Penyaluran Gas Tidak Mencapai Target. Berdasarkan hasil penelitian

equipment availability, terdapat beberapa mesin turbin yang mengalami breakdown dan tidak

bisa diperbaiki dikarenakan proses pengadaan material yang lama. Selain itu, terdapat beberapa

alokasi anggaran preventive maintenance yang dialihkan untuk memperbaiki mesin turbin

tersebut sehingga program planned maintenance tidak dilakukan sebagaimana mestinya.

Walaupun terdapat beberapa mesin turbin yang tidak bisa dioperasikan dalam jangka waktu

lama, berdasarkan hasil penelitian plant availability, seluruh mesin turbin dapat menyalurkan gas

ke konsumen pada periode Januari 2013 hingga Agustus 2014 dengan baik dan kontinu. Hal ini

dikarenakan terdapat mesin turbin cadangan yang bisa dioperasikan ketika mesin turbin utama

mengalami breakdown maintenance.

Pada hasil penelitian maintenance dengan TPM yaitu focused maintenance didapat

bahwa persentase breakdown loss lebih besar dibandingkan setup & adjustment loss. Selain itu,

pada analisa planned maintenance juga ditemukan terdapat beberapa kegiatan planned

maintenance yang tidak dilakukan sesuai dengan rencana sehingga dapat disimpulkan bahwa

pemeliharaan preventif tidak berjalan dengan semestinya yang menyebabkan menurunnya

performansi dari mesin turbin tersebut dalam melakukan kinerja sesuai fungsinya.

Selain itu, pada penelitian hasil kuesioner didapat bahwa program planned maintenance

memiliki skor yang paling kecil dibandingkan pilar-pilar TPM lainnya. Hal ini dikarenakan

realisasi dari jadwal pemeliharaan terkadang tidak sesuai dengan yang direncanakan dikarenakan

masalah spare part. Berdasarkan analisa ini dapat disimpulkan bahwa penyebab utama

availability penyaluran gas tidak mencapai target disebabkan karena program planned

maintenance yang tidak efektif dikarenakan proses pengadaan material yang lama sehingga

implementasi dari program ini menjadi tidak optimal.

Perbaikan Maintenance dengan Pendekatan TPM. Berdasarkan hasil penelitian, agar

availability penyaluran gas mencapai target, perusahaan perlu menerapkan TPM antara lain : (1)

Focused Maintenance yaitu dengan membentuk aktivitas perbaikan oleh tim cross-functional

yaitu sekelompok pekerja dengan keahlian fungsi yang berbeda dimana bekerja untuk tujuan

bersama. Aktivitas ini dibentuk untuk meminimasi kerugian (losses) yang telah diukur dan

dievaluasi secara seksama melalui struktur why-why yang digunakan sebagai analisa untuk

perbaikan interval pekerjaan program planned maintenance serta agar dapat ditingkatkan

program corrective maintenance dimana kegiatan pemeliharaan dilakukan sebelum terjadi

breakdown pada mesin turbin; (2) Autonomous Maintenance, dimana tugas dan tanggung jawab

operator tidak hanya sekedar pengoperasian dan pengaturan mesin utama. Dengan

mencantumkan uraian jabatan operator sesuai dengan konsep Total Productive Maintenance

dimana operator dapat melakukan minor repair maka operator menjadi lebih bertanggung jawab

terhadap operasional mesin turbin, meningkatkan availability mesin turbin sehingga teknisi

pemeliharaan dapat lebih fokus ke tugas pemeliharaan yang lebih kompleks. Untuk menerapkan

TPM, operator terlebih dahulu diberi pelatihan mengenai maintenance agar memiliki

pengetahuan dalam melakukan kegiatan inspeksi dan maintenance yang bersifat minor untuk

seluruh mesin produksi; (3) Planned Maintenance, dimana pemeliharaan preventive dilakukan

sesuai dengan semestinya sehingga kejadian breakdown dapat terminimasi. Hal ini harus

dilakukan sesuai jadwal pemeliharaan yang direncanakan di awal tahun. Adapun perencanaan

dalam hal sparepart, tenaga kerja harus dilakukan secara optimal sehingga dapat meminimasi

kerugian diakibatkan setup & adjustment loss. Program planned maintenance ini harus

dievaluasi tiap tahun berdasarkan analisa focused maintenance sehingga penggantian spare part

dapat dilakukan sedini mungkin sebelum terjadi failure. Melalui analisa focused maintenance

juga dapat di tingkatkan kegiatan inspeksi, condition monitoring terhadap mesin turbin untuk

memprediksi kejadian failure sejak dini (predictive maintenance).

Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

243

Malik dan Hamsal (2013) dalam penelitiannya menunjukan bahwa nilai availability dari

mesin injeksi di PT. XYZ masih dibawah level world class yaitu 90%, rata-rata nilai availability

dari line mesin injeksi adalah 83,29%. Faktor yang paling besar mempengaruhi nilai availability

ini adalah breakdown yang relatif tinggi dikarenakan pemeliharaan preventif yang tidak berjalan

dengan semestinya sehingga ada beberapa pekerjaan pemeliharaan preventif yang tidak

dilakukan sehingga berpotensi terjadinya breakdown. Perbaikan yang perlu dilakukan yaitu

dengan menjaga pelaksanaan yang konsisten untuk aktivitas pemeliharaan preventif dan

mempermudah proses analisa terjadinya breakdown mesin yaitu dengan melakukan pembagian

elemen waktu antara aktivitas kerja perawatan yang dilakukan yaitu waktu pemberitahuan saat

terjadinya kerusakan dan kedatangan personel pemeliharaan, waktu analisa kerusakan, waktu

penyediaan part/komponen, waktu perbaikan, waktu penyesuaian dan waktu percobaan.

Dora et al (2012) mengatakan bahwa sebelum dilakukan implementasi TPM,

maintenance pada perusahaannya dilakukan secara praktek yang tradisional dan hanya dilakukan

secara breakdown maintenance dimana program pemeliharaan dilakukan ketika mesin

mengalami kerusakan. Untuk memperbaiki kinerja tersebut, perusahaan mengimplementasikan

TPM dengan melakukan training, promosi dan mengimplementasikan Jishu Hozen,

mengidentifikasi abnormal pada peralatan, fokus pada akar penyebab dan mengeliminasi

permasalahan, membentuk tim secara cross-functional serta meningkatkan pemahaman terkait

kondisi yang tidak aman.

Tsarouhas (2007), didalam penelitiannya mengenai implementasi TPM pada perusahaan

produksi pizza selama 5 tahun menunjukan penurunan pada downtime peralatan yang

menyebabkan nilai availability meningkat hingga mencapai 91.62% pada tahun ke-4. Hal ini

disebabkan proses perbaikan berkelanjutan oleh manajemen dilakukan dengan cara menerapkan

program pemeliharaan yang terdiri atas proactive maintenance dan corrective maintenance,

menerapkan program pelatihan untuk manajer, teknisi dan operator serta menerapkan

autonomous maintenance.

Bangar et al (2013) melakukan penelitian sebelum dan sesudah implementasi TPM dan

berdasarkan hasil analisanya ditemukan bahwa perusahaan akhirnya dapat menurunkan

downtime pada mesin, meningkatkan output, availability, dan menurunkan kerugian produksi

hingga 80%.

Said et al (2008) berdasarkan hasil analisanya ditemukan bahwa terjadi penurunan OEE

pada tahun 2006 ke 2007 dari 87.75% menjadi 74.58% yang disebabkan nilai availability yang

rendah dimana operator tidak melakukan pengecekan mesin sebelum mesin tersebut

dioperasikan. Solusi untuk melakukan perbaikan yaitu dengan mengaktifkan TPM yang

didalamnya meliputi autonomous maintenance dan sistem penjadwalan perawatan.

Krawczyk (2013) mengatakan bahwa jika kegiatan inspeksi dilakukan secara periodik

sesuai dengan jadwal yang dipersiapkan secara tepat, maka total jam dimana mesin tersebut tidak

mengalami kegagalan dan tetap beroperasi dapat meningkat. Untuk mencapai hal tersebut,

operator terlebih dahulu diberi pelatihan mengenai maintenance agar memiliki pengetahuan

dalam melakukan simple activities yang berhubungan dengan maintenance untuk seluruh mesin

produksi.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas terdapat kesesuaian dengan penelitian ini

dimana tingkat downtime peralatan menjadi relatif tinggi dikarenakan program planned

maintenance yang tidak dilakukan secara optimal. Solusi dari perbaikan maintenance tersebut

adalah dengan mengaktifkan TPM yang meliputi focused maintenance dimana kejadian

breakdown dianalisa akar penyebab, mendorong implementasi autonomous maintenance dimana

operator dapat melakukan perbaikan yang bersifat minor repair sehingga pekerja pemeliharaan

lebih fokus ke tugas pemeliharaan yang lebih kompleks dan penerapan program planned

maintenance yang konsisten agar kejadian breakdown dapat diminimasi.

Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

244

PENUTUP

Kesimpulan. Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat diraih kesimpulan sebagai berikut :

Pertama. Berdasarkan hasil pembahasan didapat bahwa program planned maintenance

merupakan penyebab utama penurunan availability equipment di PT Pertamina Gas Area JBB

dikarenakan realisasi dari jadwal pemeliharaan tidak sesuai dengan yang direncanakan

dikarenakan masalah spare part. Kedua. Perusahaan perlu menerapkan TPM yang meliputi

focused maintenance, autonomous maintenance dan program pemeliharaan terencana (planned

maintenance) yang konsisten agar availability penyaluran gas mencapai target.

Saran. Beberapa saran yang diharapkan dapat memberi masukan yang bermanfaat bagi

perusahaan berdasarkan hasil penelitian ini adalah :

Saran Bagi Perusahaan: a. Melakukan perhitungan plant availability dan equipment

availability pada setiap mesin senantiasa dilakukan agar diperoleh informasi terkait program

pemeliharaan dan perbaikan secara terus-menerus (continous improvement) agar availability

penyaluran gas meningkat, mencapai zero unplanned shutdown, dan meningkatkan keunggulan

perusahaan yang kompetitif; b. Senantiasa melakukan mitigasi terhadap kejadian breakdown

dengan membentuk tim cross-functional sehingga ditemukan akar penyebab permasalahan yang

dapat dijadikan analisa untuk memperbaiki interval pekerjaan program planned maintenance

yang terencana dan terevaluasi dengan baik; c. Menyelenggarakan program pelatihan secara

rutin bagi operator maupun personil maintenance agar kemampuan dan keahlian operator

meningkat sehingga dapat mendeteksi gejala sebelum terjadi kerusakan, meminimasi equipment

breakdown, dan mendorong produktivitas operasional dan pemeliharaan perusahaan; d.

Menanamkan kesadaran kepada seluruh pekerja mulai dari manajemen puncak sampai kepada

level terendah agar dapat berperan aktif dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi untuk

perusahaan serta bagi dirinya sendiri dengan membentuk tim change agent yang senantiasa

memperkenalkan TPM pada acara inhouse meeting, melakukan kampanye, sosialisasi, promosi

dan reward.

Saran Bagi Penelitian Selanjutnya. Adapun saran bagi penelitian selanjutnya antara lain : a.

Perlu dilakukan penelitian ulang pada waktu mendatang setelah perusahaan

mengimplementasikan program pengembangan total productive maintenance sehingga dapat

dilakukan analisa sebelum dan sesudah diterapkannya program TPM terhadap indikator

availability penyaluran gas; b. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya disarankan agar

peneliti berikutnya dapat menambah variabel yang disesuaikan dengan implementasi penerapan

total productive maintenance diantaranya education & training, safety, health & environment,

office TPM dan development management.

DAFTAR RUJUKAN

Bangar, A, Hemlata sahu, dan Jagmohan batham. 2013. Improving Overall Equipment

Effectiveness by Implementing Total Productive Maintenance in Auto Industry.

International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering. 3(6),590-594.

Ben-Daya, Mohammed, Salih O. Duffuaa, Abdul Raouf, Jezdimir Knezevic dan Daoud Ait-Kadi

.2009. Handbook of Maintenance Management and Engineering. Springer-Verlag

London Limited. USA

Dora, DTK, S C Pattnaik, R K Padhi, dan P K Talapatra. 2012. Implementation of Total

Productive Maintenance in in an Indian Paper Manufacturing Company : A Case Study.

International Journal of Management Research and Review. 2(4), 623-636.

Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

245

Krawczyk, Joanna. 2013. The Autonomous Maintenance. International Journal of Innovations in

Business. 2(8), 762-777.

Kurniawan, Fajar. 2013. Manajemen Perawatan Industri Teknik dan Aplikasi. Graha Ilmu.

Yogyakarta.

Malik, Nur Ainul dan Mohammad Hamsal. 2013. Pengukuran Kinerja Operasional Melalui

Implementasi Total Productive Maintenance di PT. XYZ. Journal of Business

Engineering. 1(2), 1-20.

Mobley, R. Keith, Lindley R. Higgins dan Darrin J. Wikoff. 2008. Maintenance Engineering

Handbook. McGraw-Hill Companies. USA.

Said, Achmad dan Joko Susetyo. 2008. Analisis Total Productive Maintenance pada Lini

Produksi Mesin Perkakas Guna Memperbaiki Kinerja Perusahaan. Seminar Nasional

Aplikasi Sains dan Teknologi. IST AKPRIND Yogyakarta.

Tsarouhas, Panagiostis. 2007. Implementation of Total Productive Maintenance in Food Industry

: a case study. Journal of Quality in Maintenance Engineering. 13(1), 1355-2511

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

246

ANALISIS KOMPARATIF ABNORMAL RETURN SAHAM JII DAN NON JII

SEBELUM DAN SESUDAH LIBUR IDUL FITRI

(PERIODE 2009-2013)

Hasanuddin

FPMIPA Universitas Terbuka Jakarta

[email protected]

Abstract: The purpose of this research is to examine differences between abnormal returns

before and after Idul Fitri holidays on Jakarta Islamic Index stock (JII) compared with shares is

not including the Jakarta Islamic Index stock (Non JII). This research is event study with

comparative analysis between abnormal return Jakarta Islamic Index stocks (JII) and that is not

included in the Jakarta Islamic Index stocks (Non JII). The time of research is about five days

before Idul Fitri holidays and five days after the Idul Fitri holidays with period five years from

2009 until 2013. The result of this research is the abnormal returns after Idul Fitri holidays is

higher than before the Idul Fitri holidays, both for JII stock and non JII . However, abnormal

returns JII stock and non JII is not difference with significant.

Keywords : Idul Fitri holidays , Abnormal Return

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan abnormal return sebelum

dan sesudah hari raya Idul Fitri pada saham Jakarta Islamic Index (JII) dibandingkan dengan

saham tidak termasuk Jakarta Islamic Index (Non JII). Penelitian ini merupakan penelitian event

study dengan analisis komparatif antara saham Jakarta Islamic Index (JII) dan saham yang tidak

termasuk dalam Jakarta Islamic Index (Non JII). Waktu pengamatan yaitu lima hari sebelum

hari raya Idul Fitri dan lima hari sesudah hari raya Idul Fitri dengan periode lima tahun 2009-

2013. Hasil pengujian menyimpulkan bahwa abnormal return sesudah libur Idul Fitri lebih

tinggi dibandingkan dengan sebelum libur Idul Fitri, baik untuk saham JII maupun saham non

JII. Namun abnormal return saham JII dan non JII tidak berbeda secara signifikan.

Kata kunci: Libur Idul Fitri, Abnormal Return

PENDAHULUAN

Seorang investor yang menempatkan sejumlah dana saat ini mengharapkan keuntungan di masa

yang akan datang. Ada investor yang melakukan investasi pada aset-aset finansial dan ada yang

melakukan investasi pada aset-aset riil. Investasi pada aset-aset finansial misalnya berupa saham,

deposito, obligasi dan lain-lain. Sedangkan investasi pada aset-aset riil dapat berupa pendirian

pabrik, pembukaan pertambangan dan lain-lain.

Setiap investor yang melakukan investasi saham akan mendapatkan keuntungan berupa

capital gain, yaitu selisih positif antara harga jual dan harga beli saham serta dividen tunai yang

diterima dari emiten karena perusahaan memperoleh keuntungan. Selain keuntungan yang dapat

diperoleh seorang investor, investor dapat juga mengalami kerugian karena pergerakan harga

saham sangat sulit diprediksi. Saham dikenal dengan karakterisik “high risk-high return” yang

merupakan surat berharga yang memiliki risiko tinggi tetapi memberikan peluang keuntungan

yang tinggi pula. Saham memungkinkan pemodal mendapatkan return atau keuntungan (capital

gain) dalam jumlah yang besar untuk jangka waktu yang cukup singkat. Namun seiring dengan

sangat fluktuatifnya harga saham, maka saham juga dapat membuat pemodal mengalami

kerugian besar dalam waktu singkat, seperti halnya tidak mendapatkan dividen dan mengalami

kerugian (capital loss).

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

247

Pergerakan harga saham dapat berubah secara cepat karena saham sangat peka terhadap

perubahan- perubahan yang terjadi, baik akibat faktor internal maupun eksternal. Faktor internal

berasal dari dalam perusahaan, yakni berupa kinerja perusahaan (kinerja keuangan maupun

kinerja manajemen), kondisi perusahaan, dan prospek perusahaan. Sedangkan faktor eksternal,

meliputi berbagai informasi di luar perusahaan, seperti kondisi pasar uang, kondisi pasar modal

(supply dan demand), politik, dan isu- isu yang beredar saat ini dapat berperan dalam jatuhnya

harga suatu saham.

Menurut Hartono (2005) terdapat hari-hari tertentu dalam satu minggu secara sistimatis

memberikan return yang lebih tinggi dibandingkan return yang dihasilkan pada hari-hari lain,

fenomena ini terjadi pada hari senin yang menunjukkan kecenderungan retun yang lebih rendah

dan hari jumat yang menunjukkan kecenderungan return yang lebih tinggi dibandingkan pada

hari lainnya

Menurut Wachtel (1942) dalam Rachmawati (2005) pengaruh hari libur (holiday effect)

yang dikaitkan dengan perubahan harga atau return saham adalah suatu peristiwa yang telah

banyak diteliti, pada sekitar hari libur ditemukan adanya kecenderungan tingkat pengembalian

saham pada hari sebelum libur dan atau sesudah hari libur akan lebih tinggi dari pada tingkat

pengembalian saham pada hari-hari biasa. Peristiwa tersebut biasa disebut dengan Holiday effect

. Pada bulan Januari return atau keuntungan saham lebih tinggi dibandingkan dengan return pada

bulan-bulan lainnya, hal ini dikenal dengan Januari Effect

Terhadap fenomena Holiday Effect ditemukan perbedaan Holiday Effect di Amerika

bertolak belakang dengan Holiday Effect di Indonesia. Perbedaannya terletak pada respon

investor dalam menghadapi hari libur, di Amerika menjelang masuk liburan sengaja melakukan

pembelian saham agar harga saham naik, sedangkan investor di Indonesia justru menjual saham

mereka karena takut terhadap penyebaran informasi yang kurang merata menjelang liburan,

sehingga pasar khawatir ada perkembangan informasi yang mengakibatkan ketidak pastian, oleh

karena itu untuk mengurangi risiko pelaku pasar bersikap untuk memegang saham pada saat hari

libur , dan menjualnya sesudah hari libur dampaknya terjadi penurunan harga saham di pasar

(Sulfian, 2010 dalam Salim 2005)

Terdapat hasil yang berbeda-beda pada penelitian yang terkait dengan pengaruh hari

libur Idul Fitri terhadap return saham. Latifah (2012) dalam penelitiannya melakukan analisis

perbedaan return saham sebelum dan sesudah hari libur keagamaan serta hari libur nasional

menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan, menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan

return saham sebelum dan sesudah hari libur keagamaan. Rachmawati (2005) dalam

penelitiannya Pengaruh Hari Libur Tahun Baru dan Libur Lebaran terhadap abnormal return

pada perusahaan sektor industri barang konsumsi, membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan

abnormal return antara sebelum hari libur tahun baru dan sesudah libur tahun baru dan tidak ter

dapat abnormal return sebelum libur lebaran dan sesudah lebaran. Chomariah (2004) dalam

penelitiannya tentang pengaruh hari libur nasional terhadap return saham harian di Bursa Efek

Jakarta menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan pada hari

perdagangan sesudah hari libur senin dan selasa. Hamid (2003) dalam penelitiannya tentang

pengaruh hari libur terhadap return saham studi empiris terhadap Indeks harga saham gabungan

(IHSG), menemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan hari perdagangan pra libur terhadap

return saham, sedangkan hari perdagangan pasca libur tidak berpengaruh signifikan terhadap

return saham. Dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian lebih jauh tentang perbedaan

abnormal return saham JII dan non JII sebelum dan sesudah libur Idul Fitri.

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

248

KAJIAN TEORI

Efisiensi Pasar Modal. Pasar yang efisien adalah pasar di mana harga semua sekuritas yang

diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia. Informasi yang tersedia

bisa meliputi semua informasi yang tersedia baik informasi di masa lalu maupun infromasi saat

ini serta informasi yang bersifat sebagai pendapat/opini rasional yang beredar di pasar yang bisa

mempengaruhi perubahan harga.

Ada beberapa kondisi yang harus terpenuhi untuk tercapainya pasar yang efisien yaitu : (1)

Ada banyak investor yang rasional dan berusaha untuk memaksimalkan profit. Investor˗investor

tersebut secara aktif berpartisipasi di pasar dengan menganalisis, menilai dan melakukan

perdagangan di pasar; (2) Semua pelaku pasar dapat memperoleh informasi pada saat yang sama

dengan cara yang murah dan mudah; (3) Informasi yang terjadi berifat random; (4) Investor

bereasksi secara cepat terhadap infomasi baru sehingga harga sekuritas akan berubah sesua

dengan perubahan nilai sebenarnya akibat informasi tersebut.

Karena informasi yang mempengaruhi harga sekuritas terjadi secara random maka

perubahan harga yang terjadi akan bersifat independen satu dengan lainnya dan bergerak secara

random pula dengan kata lain perubahan harga hari ini tidak tergantung kepada perubahan harga

yang terjadi diwaktu yang lalu karena harga baru berdasarkan reaksi investor terhadap informasi

baru yang terjadi.

Menurut Fama (1970) dalam Tandelilin (2010) mengklasifikasikan bentuk pasar yang

efisien ke dalam tiga bentuk sebagai berikut : (1) Efisien dalam bentuk lemah (weak form).

Pasar efisien dalam bentuk lemah berarti semua informasi di masa lalu akan tercermin dalam

harga yang terbentuk sekarang (historis) sehingga historis tersebut tidak bisa lagi digunakan

untuk meprediksi perubahan harga di masa yang akan datang, karena sudah tercermin pada harga

saat ini. Implikasinya investor tidak akan bisa memprediksi nilai pasar saham di masa datang

dengan menggunakan data historis; (2) Efisiensi dalam bentuk setengah kuat (semi strong).

Pasar efisiensi bentuk setengah kuat berarti harga pasar saham saat ini mencerminkan semua

informasi masa lalu (historis) dan informasi yang dipublikasi saat ini. Pada pasar efisien bentuk

setengah kuat, return tak normal hanya terjadi di seputar pengumuman suatu peristiwa sebagai

representasi dari respon pasar terhadap pengumuman tersebut. Bila return tak normal yang

terjadi berkepanjangan mencerminkan sebagian respons pasar terlambat dalam menyerap atau

menginterpretasi informasi dan dengan demikian dianggap pasar tidak efisien dalam bentuk

setengah kuat. (3) Efisiensi Bentuk Kuat. Pasar efisiensi bentuk kuat berarti harga saham saat

ini mencerminkan semua informasi masa lalu, informasi yang dipublikasikan saat ini , dan

informasi yang tidak terpublikasi. Pada pasar efisien bentuk kuat tidak akan ada seorang investor

yang bisa memperoleh return tak normal.

Studi Peristiwa (Event Study). Studi peristiwa (Event study ) mempelajari reaksi pasar terhadap

suatu peristiwa (envent) yang informasinya dipublikasikan ke pasar. Bila susatu informasi

dipublikasikan ke pasar maka pasar akan beraksi, reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya

perubahan harga skuritas (Jogiyanto, 2005:70).

Menurut Peterson (1999) dalam Rachmawati (2005) Event study adalah suatu jenis

pengamatan mengenai pergerakan harga saham di pasar modal untuk mengetahui apakah ada

abnormal return yang diperoleh pemegang saham akibat dari suatu peristiwa tertentu. Tujuan

dari event study adalah untuk mengukur hubungan antara peristiwa yang yang mempengaruhi

skuritas dan pendapatan atau return (Tandelilin, 2000). Event study dapat digunakan untuk

melihat reaksi pasar modal dalam hal harga saham terhadap suatu peristiwa tertentu. Metodologi

event study dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal yang tercermin dalam harga

saham perusahaan terhadap suatu peristiwa tertentu.

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

249

Terdapat beberapa peristiwa yang menyebabkan perubahan harga skuritas yaitu : pemecahan

saham (stock split), penawaran perdana (initial public offering), pengumuman dividen (dividend

announcement), pengumuman merjer, pengumuman peristiwa politik, pengumuman peristiwa

ekonomi dan lainnya.

Anomali Pasar. Anomali pasar menunjukkan suatu fenomena yang terjadi berulang-ulang dan

secara konsisten menyimpang dari kondisi pasar yang efisien secara informasi (Jogiyanto,

2005:96).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya ketidak beraturan pergerakan harga

yang terjadi dipasar modal. Anomali pasar merupakan teknik-teknik atau strategi-strategi yang

berlawanan dengan konsep pasar efisien , adanya anomali pasar ini menimbulkan terjadinya

Abnormal Return saham.

Anomali pasar dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, anomali yang berada

dalam kelompok fundamental perusahaan sedikitnya ada empat macam : (1) Anomali perusahaan

(firm anomalies); (2) Anomali peristiwa atau kejadian (event anomalies); (3) Anomali akuntansi

(accounting anomalies); (4) Anomali musiman (seasonal anomlies).

Anomali perusahaan adalah return berhubungan dengan ukuran perusahaan (size effect),

anomali akuntansi adalah rasio nilai buku dan nilai pasar (book value to marekt value ratio).

Pada Low Price Earning Rasio Effect (PER) yang terjadi adalah saham yang memiliki Low

Price Earning Rasio rendah akan mendapatkan keuntungan yang meningkat, seharusnya tidak

ada hubungan antara Low Price Earning Rasio Effect (PER) dengan harga saham bila pasar

modal dalam keadaan efisien, karena pada pasar efisien semua informasi semua informasi

termasuk informasi Low Price Earning Rasio Effect (PER) terserap dengan cepat sehingga harga

saham secara cepat menuju harga keseimbangan baru, dan investor seharusnya tidak dapat

memperoleh abnormal return.

Terdapat anomali jenis lain yang tidak termasuk dalam kelompok fundamental perusahaan

yaitu anomali kalender yang berhubungan dengan penanggalan dan hari˗hari tertentu serta hari

libur (holiday effect), pada holiday effect terjadi kecenderungan return saham pada hari sebelum

dan sesudah hari libur mengalami perubahan, return saham satu hari sebelum libur dan sehari

sesudah libur mengalamai harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan return saham di hari

biasa.

Pada Januari Effect, biasa terjadi kecenderungan harga saham akan menurun pada bulan

Desember dan kemudian akan naik di awal bulan Januari. Pada Size effect secara umum terjadi

kecenderungan bahwa perusahan dengan size kecil menunjukkan keuntungan yang meningkat,

yang pada akhirnya mempengaruhi harga sahamnya.

Holiday Effect. Holiday Effect adalah anomali musiman yang terjadi pada tingkat pengembalian

(return) saham dalam perdagangan sebelum dan/atau sesudah libur (Sukamulja, 2004).

Holiday Effect menunjukkan kecenderungan tingkat pengembalian saham pada hari sebelum

libur (pre-holiday return) dan/atau sesudah libur (post-holiday return) akan lebih tinggi daripada

tingkat pengembalian saham pada hari-hari biasa lainnya (non-holiday).

Kegiatan pasar modal di Bursa Effect Indonesia memiliki beberapa hari libur, yang pada

hari libur tersebut tidak ada aktivitas jual beli saham. Hari-hari libur tersebut antara lain : Libur

tahun baru Masehi, libur tahun baru Hijriyah, libur Idul Fitri, libur Imlek, libur waisak, libur

Nyepi, libur Natal, libur Idul Adha, libur Maulid, libur Isra‟ mi‟raj, libur wafat Yesus, libur

kenaikan Yesus, libur hari Kemerdekaan.

Return Saham. Terdapat beberapa pengertian Return yang dipakai dalam dunia investasi.

Menurut Fahmi (2011: 151), beberapa pengertian return antara lain yaitu: (1) Return ekspektasi

(expected return). Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

250

investor di masa mendatang; (2) Return realisasi (realized return). Return realisasi merupakan

return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis.

Return yang diterima oleh investor di pasar modal dibedakan menjadi dua jenis yaitu current

income (pendapatan lancar) dan capital gain/capital loss (keuntungan selisih harga): (1) Current

income adalah keuntungan yang didapat melalui pembayaran yang bersifat periodik seperti

dividen. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk kas atau setara kas sehingga dapat

diuangkan secara cepat. Misalnya dividen saham yaitu dibayarkan dalam bentuk saham yang

bisa dikonversi menjadi uang kas dengan cara menjual saham yang diterimanya; (2) Capital gain

(loss) merupakan selisih laba (rugi) yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham

sekarang relatif lebih tinggi (rendah) dibandingkan harga saham sebelumnya.

Jika harga saham sekarang (Pt) lebih tinggi dari harga saham periode sebelumnya (Pt-1)

maka pemegang saham mengalami capital gain. Jika yang terjadi sebaliknya maka pemegang

saham akan mengalami capital loss.

Jogiyanto (2000) merumuskan return saham sebagai berikut:

Return Saham =Sebelumnya Saham Harga

Sebelumnya Saham Harga - Sekarang Saham Harga

Ri,t = 1-ti,

1-ti,ti,

P

PP

Ri,t = Pendapatan Aktual saham i pada bulan t

Pi,t = Harga saham i pada bulan t

Pi,t-1 = Harga saham i pada bulan t-1

Return Ekpektasi. Menurut Brown dan Waner (1985) dalam Rachmawati (2005) ada beberapa

model untuk melakukan estimasi terhadap ruturn ekspektasi, salah satu modelnya disebut

Market Adjusterd Return dengan persamaan E[Ri,t] = Rm, dengan 1

1

t

tt

mtIHS

IHSIHSR

adalah

return Pasar yaitu model disesuaikan pasar dan menggangap bahwa praduga yang terbaik untuk

melakukan estimasi suatu skuritas adalah return Indeks pasar, di sini return pasar yang diestimasi

adalah sama dengan return Indeks pasar.

Misalnya pada hari pengumuman peristiwa return Indeks pasar adalah 18%, maka return

ekspektasi semua skuritas di hari yang sama tersebut adalah sama dengan return Indeks

pasarnya, yaitu 18% juga (Jogiyanto, 2000)

Abnormal Return. Abnormal Return adalah Return yang diperoleh investor saat return tersebut

tidak sesuai dengan yang diharapkan. Abnormal Return dihitung dari selisih antara return yang

diharapkan atau return ekspektasi dengan return yang didapatkan atau return sesungguhnya

(Jogiyanto , 2000) Sehingga return tersebut bisa positif dan bisa juga negatif.

RTNi,t = Ri,t – E[Ri,t]

RTNi,t = abnormal return sekuritas I pada periode peristiwa ke-t

Ri,t = return sesungguhnya yang terjadi sekuritas I pada periode

peristiwa ke-t

E[Ri,t] = return ekspektasi sekuritas I pada periode peristiwa ke-t

Terjadi Abnormal Return dapat disebabkan oleh kejadian-kejadian tertentu misalnya adanya hari libur (holiday effect), libur nasional, libur keagamaan, libur awal dan akhir tahun dan

kejadian lain seperti suasana politik yang tidak menentu, penawaran perdana saham dan lain-

lain.

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

251

Kerangka Pemikiran Teoritis

Ha1

Ha3 Ha4

Ha2

Hipotesis

Ha1 = terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah libur Idul Fitri pada saham JII .

Ha2 = terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah libur Idul Fitri pada saham non

JII .

Ha3 = terdapat perbedaan abnormal return antara saham JII dan Non JII sebelum libur Idul Fitri

Ha4 = terdapat perbedaan abnormal return antara saham JII dan Non JII sesudah libur Idul Fitri

.

METODE

Desain Penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

studi komparatif untuk menguji hipotesis berupa uji beda abnormal return saham sebelum dan

sesudah libur Idul Fitri terhadap abnormal return saham yang termasuk ke dalam Jakarta Islamic

Indeks dengan saham Non Jakarta Islamic Indeks. Pengamatan harga saham dilakukan mulai

tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.

Data dan Metode Pengumpulan Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

skunder, yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia mulai tahun 2009 – 2013, berupa harga

saham dari perusahaan-perusahaan yang termasuk Jakarta Islamic Indeks, yaitu perusahaan yang

memenuhi unsur syariah Islam dan perusahaan yang tidak termasuk dalam Jakarta Islamic

Indeks.

Variabel dan Pengukuran Variabel. Variabel penelitian ini adalah harga penutupan saham

(Closing Price) sebelum dan sesudah libur Idul Fitri, baik dari saham JII maupun non JII.

Populasi dan Metode Sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah semua saham yang

terdapat di Bursa Efek Indonesia, dengan mengambil sampel saham perusahaan yang terdaftar

dalam Jakarta Islamic Indeks dan Saham lain yang bergerak dalam sektor yang sama dengan

saham Jakarta Islamic Indeks.

Metode pengambilan sampel purposive sampling, yaitu suatu cara pengambilan sampel

nonprobabilitas. Data yang digunakan adalah harga saham dari perusahaan yang termasuk dalam

Jakarta Islamic Indeks (JII) dan data saham yang bukan termasuk dalam Jakarta Islamic Indeks.

Saham Jakarta Islamic Indeks (JII) berjumlah 30 emiten digunakan seluruhnya setiap tahun

dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013, sedangkan untuk saham non Jakarta Islamic Indeks

(Non JII) digunakan dengan jumlah yang sama dengan saham Jakarta Islamic Indeks (JII) yaitu

30 emiten dengan kriteria memiliki sektor yang sama dengan saham Jakarta Islamic Indeks (JII)

Abnormal Return

Saham JII Sebelum

Libur Idul Fitri

Abnormal Return

Saham JII Sesudah

Libur Idul Fitri

Abnormal Return

Saham

Non JII Sebelum Libur

Abnormal Return

Saham Non JII Sesudah

Libur Idul Fitri

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

252

dan dengan memperhatikan harga penjualan yang mendekati dengan harga saham Jakarta Islamic

Indeks (JII).

Tahapan Analisis Data. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut : (1)

Mengidentifkasi tanggal hari libur Idul Fitri tahun 2009 sampai dengan 2013; (2) Menentukan

periode dimana return saham diukur yaitu selama 10 hari ( t = ˗5 sampai t = 5) lima

hari sebelum libur Idul Fitri dan lima hari sesudah dengan windows period sebagai berikut :

(3) Mendata harga saham harian sekuritas˗i baik JII maupun Non JII pada waktu t (Pi,t) dan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) JII dan Non JII; (4) Menghitung return saham

sekuritas˗i pada waktu t (Ri,t); (5) Menghitung return Pasar (Rmt); (6) Menghitung Pendapatan

Saham Yang diharapkan E[Ri,t] = Rmt; (7) Menghitung Abnormal Return (AR) = Rit ˗ E[Ri,t];

(8) Menghitung nilai Cumulatif Abnormal Return (CAR); (9) Menentukan nilai signifikansi,

menggunakan SPSS.16; (10) Menarik kesimpulan.

Pengujian Hipotesis. Pengujian hitpotesis menggunakan langkah˗langkah teknik analisis

sebagai berikut : (1) Menghitung return saham sesunggunya pada saham JII dan Non JII sebelum

dan sesudah libur idul fitri

Ri,t = 1-ti,

1-ti,ti,

P

PP

Ri,t = Pendapatan Aktual saham i pada bulan t

Pi,t = Harga saham i pada bulan t

Pi,t-1 = Harga saham i pada bulan t-1

(2) Menghitung Return Pasar (Rm) pada saham JII dan Non JII sebelum dan sesudah libur idul

fitri

1

1

t

tt

mtIHS

IHSIHSR

Rmt = Pendapatan pasar hari t

IHSt = Indeks Harga Saham pada bulan t

IHSt˗1 = Indeks Harga Saham pada bulan t˗1

(3) Menghitung Pendapatan Saham Yang diharapkan (return ekspektasi) pada saham JII dan

Non JII sebelum dan sesudah libur Idul Fitri. Menggunakan model Market Adjusterd Return

yaitu model disesuaikan pasar dan menggangap bahwa praduga yang terbaik untuk melakukan

estimasi return ekspektasi suatu skuritas adalah return Indeks pasar, di sini return ekspetasi yang

diestimasi adalah sama dengan return Indeks pasar. E[Ri,t] = Rm; (4) Menghitung Pendapatan

Tidak Normal (Abnormal Return) pada saham JII dan Non JII sebelum dan sesudah libur Idul

Fitri. Pendapatan tidak normal (Abnormal Return) saham selama periode kejadian yaitu sebagai

selisih antara actual return dan expected return baik pada saham JII maupun Non JII dengan rumus : ARi,t = Ri,t ˗ E(Ri,t)

ARi,t = abnormal return saham i pada hari t

Ri,t = actual return untuk saham i pada hari t

E(Ri,t) = ecpected return untuk saham i pada hari t

(5) Untuk menguji Ha1 dan Ha2 dilakukan dengan Paired Sample t test. Seluruh perhitungan

dan pengujian untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan abnormal return antara sebelum

libur Idul Fitri dan abnormal return sesudah Libur Idul Fitri saham JII dan Non JII menggunkan

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

253

bantuan SPSS dengan analisis menggungakan paired sample t˗tes. Paired sample t˗tes

menganalisa perbandingan dua sampel yang berpasangan dengan subyek yang sama.

Sample dalam penelitian ini dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu kelompok

abnormal return sebelum libur Idul Fitri dan kelompok abnormal return sesudah libur Idul Fitri

dari saham yang tergolong Jakarta Islamic Indeks dan yang Non JII. Membandingkan sebelum

dan sesudah libur Idul Fitri pada saham JII dengan taraf signifikansi 5% bila taraf signifikansi <

5% (0.05) terima Ha1 yang menyatakan terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan

sesudah libur Idul Fitri pada saham JII dan membandingkan sebelum dan sesudah libur Idul Fitri

pada saham Non JII dengan taraf signifikansi 5% bila taraf signifikansi < 5% (0.05) terima Ha2

yang artinya terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah libur idul fitri pada

saham Non JII; (6) Untuk menguji Ha3 dan Ha4 dilakukan dengan Independent Sample t test.

Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan abnormal return antara sebelum libur Idul Fitri

antara saham JII dan Non JII serta abnormal return sesudah Libur Idul Fitri antara saham JII dan

Non JII digunakan Independet sample t˗tes karena kedua sampel berbeda, menggunkan

bantukan SPSS. Independet sample t˗tes menganalisa perbandingan dua sampel yang

berpasangan dengan subyek yang berbeda.

Sampel dalam penelitian ini dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu kelompok

abnormal return sebelum libur Idul Fitri saham JII dan kelompok abnormal return saham Non

JII dan abnormal return sesudah Idul Fitri saham JII dan Non JII. Untuk pengujian abnormal

return JII dan Non JII sebelum libur Idul Fitri itu dibandingkan dengan menggunakan SPSS

dengan taraf signifikansi 5% bila signifikansi < 5% (0.05) terima Ha3 yang artinya terdapat

perbedaan abnormal return sebelum libur Idul Fitri pada saham JII dengan Non JII. Untuk

pengujian Ha4 abnormal return JII dan Non JII sesudah libur Idul Fitri itu dibandingkan dengan

menggunakan SPSS dengan taraf signifikansi 5% bila signifikansi < 5% (0.05) terima Ha4 yang

artinya terdapat perbedaan abnormal return sesudah libur Idul Fitri pada saham JII dengan Non

JII.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Statistik Deskriptif Abnormal Return Saham Jakarta Islamic Indeks (JII). Statistik

deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran suatu data yang dilihat dari nilai minimum,

nilai maksimum, range, rata-rata, simpangan baku (standar deviation) dari setiap variabel.

Statistik deskriptif pada penelitian ini adalah nilai minimum, nilai maksimum, range, rata-rata,

simpangan baku (standar deviation) dari abnormal return saham yang tergabung dalam Jakarta

Islamic Indeks sebelum dan sesudah idul fitri.

Pengamatan yang dilakukan adalah 10 (sepuluh) hari yaitu 5 (lima) hari sebelum Idul Fitri

dan 5 (lima) hari sesudah Idul Fitri yang meliputi 30 emiten selama lima tahun mulai tahun 2009

sampai dengan 2013.

Tabel 1. Abnormal Return Saham JII Sebelum dan Sesudah Idul Fitri

Tahun 2009 sd. 2013

SEBELUM

Idul Fitri

SESUDAH

Idul Fitri

N 150 150

MIN -0,8003 -0,1088

MAX 0,3136 0,5682

RANGE 1.1139 0,6770

MEAN -0,17629 0,020217

SD 0,1035366 0,0860164

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

254

Berdasarkah hasil penelitian seperti yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pada

saham Jakarta Islamic Indeks JII nilai minimum mengalami kenaikan dari -0,8003 menjadi -

0,1088 , nilai maksimum mengalami kenaikan dari maximum 0,3136 menjadi maximum 0,5682

yang berarti saham JII sesudah libur Idul Fitri menunjukkan abnormal return yang lebih baik

karena menuju kearah positip, jangkaun (range) sesudah libur Idul Fitri semakin kecil dari

1.1139 menjadi 0,6770, nilai rata-rata sesudah Idul Fitri mengalami kenaikan sebelum Idul Fitri

-0,17629 sesudah Idul Fitri menjadi 0,020217 kenaikan rata-rata abnormal return dari sebelum

libur Idul Fitri dengan sesudah libur Idul Fitri sebesar 0.19607 , simpangan baku sesudah libur

idul fitri semakin kecil dari 0,1035366 menjadi 0,0860164.

Grafik 1 menggambarkan pergerakan Abnormal Return dari tahun 2009 sampai dengan

2013 pada saham Jakarta Islamic Indeks menunjukkan menjelang lima hari menuju empat hari

sebelum libur Idul Fitri mengalami kenaikan Abnormal Return dan turun menjelang hari ketiga

sebelum libur Idul Fitri menjelang satu hari sebelum libur Idul Fitri kenaikan abnormal return

semakin kecil. Sebelum libur Idul Fitri nilai abnormal return negatif jadi walaupun mengalami

kenaikan namun dalam keadaan capital loss. Setelah libur Idul Fitri satu hari abnormal return

mengalami kenaikan yang tajam dan positif kemudian setelah itu mengalami turun sedikit tetapi

tetap abnormal return-nya lebih besar dari pada abnormal return sebelum libur Idul Fitri. Pada

cumulatif abnormal return terlihat jelas mengalami kenaik terus setelah libur Idul Fitri dan

bernilai positif tiga hari setelah libur Idul Fitri, yang berarti juga setelah libur Idul Fitri

mengalami capital gain.

Grafik 1. Abnormal Return Saham JII Sebelum dan Sesudah Idul Fitri

Selama lima tahun dari tahun 2009 sd. 2013

Pada Grafik 2 terlihat saham Non JII menjelang empat hari sebelum libur Idul Fitri

mengalami kenaikan Abnormal Return dan mengalami kenaikan yang sangat kecil hingga satu

hari sebelum libur Idul Fitri. Setelah libur Idul Fitri abnormal return mengalami kenaikan yang

tajam kemudian turun sedikit namun abnormal return setelah libur Idul Fitri tetap lebih besar

dibandingkan sebelum libur Idul Fitri. Cumulatif abnormal return mengalami penurunan

sebelum libur Idul Fitri dan kenaikan setelah libur Idul Fitri. Cumulatif abnormal return

menunjukkan angka yang negatif yang berarti saham Non JII walaupun mengalami kenaikan

sesudah libur Idul Fitri tetapi dalam keadaan capital looss ini berbeda dengan saham JII yang

mengalami capital gain tiga hari setelah libur Idul Fitri.

-0.02000

-0.01500

-0.01000

-0.00500

0.00000

0.00500

0.01000

-5 -4 -3 -2 -1 +1 +2 +3 +4 +5

Rataan AR th 2009-2013 CAR th 2009-2013

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

255

Grafik 2. Abnormal Return Saham Non JII Sebelum dan Sesudah Idul Fitri

Selama lima tahun dari tahun 2009 sd. 2013

Statistik Deskriftif Abnormal Return Saham sebelum dan sesudah libur Idul Fitri saham

JII dan Non JII

Tabel 2. Abnormal Return Saham sebelum dan sesudah libur Idul Fitri

saham JII dan Non JII

SEBELUM IDUL

FITRI

SESUDAH

IDUL FITRI

SAHAM JII -0.17629 0.020217

SAHAM NON

JII -0.13848 0.018256

Memperhatikan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 2 perbandingan abnormal return

antara sebelum dan sesudah libur Idul Fitri saham JII dan Non JII memiliki perbedaan,

abnormal return saham JII maun non JII sesudah libur Idul Fitri lebih besar dibandingkan

sebelum libur Idul Fitri sedangkan perbandingan antara saham JII dan Non JII sebelum dan

sesudah libur Idul Fitri menunjukkan perbedaan yang sangat kecil. Sebelum libur Idul Fitri

abnormal return saham JII dan Non JII bertanda negatif dan saham JII sedikit lebih kecil

dibandingkan saham Non JII yang berarti aksi jual untuk saham JII lebih besar dibandingkan

dengan saham Non JII, setelah libur Idul Fitri abnormal return saham JII dan Non JII bertanda

positif dan saham JII sedikit lebih besar dibandingkan dengan saham non JII yang berarti aksi

beli pada saham JII lebih besar dibandingkan dengan abnormal return saham Non JII.

Analisis Penelitian. Hasil pengolahan data abnormal return dari saham Jakarta Islamic Indeks

sebelum dan sesudah Idul Fitri selama kurun waktu 2009 sampai dengan 2013 disajikan dalam

Tabel 3 berikut ini :

-0.0800

-0.0700

-0.0600

-0.0500

-0.0400

-0.0300

-0.0200

-0.0100

0.0000

0.0100

0.0200

-5 -4 -3 -2 -1 +1 +2 +3 +4 +5

Rataan AR th 2009-2013 CAR th 2009-2013

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

256

Tabel 3. Paired Samples Test Abnormal Return Saham JII sebelum dan sesudah libur Idul Fitri

selama lima tahun, 2009 sd. 2013

Mean

Std.

Deviati

on

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference t df

Sig.

(2-

tailed) Lower Upper

-

.037846

0

.140039

0

.011434

1 -.0604400 -.0152520 -3.310 149 .001

Hasil pengolahan data yang disajikan pada Tabel 3 tersebut di atas menunjukkan

Signifikansi 0,001 lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis H1 yang menyatakan terdapat perbedaan

abnormal return sebelum dan sesudah libur Idul Fitri pada saham Jakarta Islamic Indeks

dinyatakan diterima.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil dari Gerryl Mewengkang (2007) dan Uli Latifah

(2012) membuktikan bahwa even Idul Fitri atau Libur keagamaan tidak mempunyai perngaruh

terhadap return saham atau tidak terdapat perbedaan return saham sebelum dan sesudah libur

keagamaan termasuk libur Idul Fitri, tetapi memperkuat hasil penelitian dari Syahril Hamid

(2003) dan Siti Chomariah (2004) pada penelitiannya masing˗masing menemukan adanya

pengaruh hari libur terhadap return saham.

Hasil pengolahan data Abnormal Return dari saham Non Jakarta Islamic Indeks sebelum dan

sesudah Idul Fitri selama kurun waktu 2009 sampai dengan 2013 disajika dalam Tabel 4 berikut

ini :

Tabel 4. Paired Samples Test Abnormal Return Saham Non JII sebelum dan sesudah libur Idul

selama lima tahun, 2009 sd. 2013

Mean

Std.

Deviati

on

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference t df

Sig.

(2-

tailed) Lower Upper

-.0321040 .097422

5 .0079545 -.0478222

-

.0163858 -4.036 149 .000

Hasil pengolahan data yang telah dilakukan yang disajikan pada Tabel 4 tersebut di atas

menunjukkan Signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis 2 yang menyatakan

Terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah libur Idul Fitri pada saham Non

Jakarta Islamic Indeks dinyatakan diterima.

Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil dari Gerryl Mewengkang (2007) dan Uli

Latifah (2012) membuktikan bahwa even Idul Fitri atau Libur keagamaan tidak mempunyai

perngaruh terhadap return saham atau tidak terdapat perbedaan return saham sebelum dan

sesudah libur keagamaan termasuk libur Idul Fitri, tetapi memperkuat hasil penelitian dari

Syahril Hamid (2003) dan Siti Chomariah (2004) pada penelitiannya masing˗masing

menemukan adanya pengaruh hari libur terhadap return saham.

Hasil pengolahan data abnormal return dari saham Jakarta Islamic Indeks dan Non Jakarta

Islamic Indeks sebelum sesudah Idul Fitri selama kurun waktu 2009 sampai dengan 2013

disajikan dalam tabel berikut ini :

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

257

Tabel 5. Independent Samples Test JII dan NON JII Sebelum Libur Idul Fitri

Levene's

Test for

Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig.

(2-

taile

d)

Mean

Differen

ce

Std.

Error

Differe

nce

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Ar_s

blm_

IF_5t

h

Equal

variances

assumed

.263 .608 -

.385 298 .700

-

.0037807

.009819

3

-

.0231045 .0155432

Equal

variances

not

assumed

-

.385

241.74

1 .701

-

.0037807

.009819

3

-

.0231229 .0155615

Memperhatikan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 5 signifikansi pada uji Levene's

Test for Equality of Variances = 0.608 > 0,05 menunjukkan bahwa data berasal dari varian yang

sama maka pada uji-t menggunakan equal variances assumed dengan nilai signifikansi sebesar

0,700 lebih besar dari 0.05 menunjukkan bahwa perbedaannya abnormal return saham JII dan

Non JII sebelum libur Idul Fitri tidak signifikan, hipotesis 3 ditolak yang berarti tidak terdapat

perbedaan abnormal return antara saham JII dan Non JII sebelum libur Idul Fitri.

Hasil pengolahan data abnormal return dari saham Jakarta Islamic Indeks dan Non Jakarta

Islamic Indeks sesudah Idul Fitri selama kurun waktu 2009 sampai dengan 2013 disajikan dalam

tabel berikut ini :

Tabel 6. Independent Samples Test JII dan NON JII Sesudah Libur Idul Fitri

Levene's

Test for

Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig.

(2-

tailed)

Mean

Differe

nce

Std.

Error

Differen

ce

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

AR_stl

h_IF_5

TH

Equal

variances

assumed

2.279 .132 .219 298 .827 .001961

3 .0089605

-

.015672

5

.0195951

Equal

variances

not

assumed

.219 283.1

9 .827

.001961

3 .0089605

-

.015676

2

.0195989

Memperhatikan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 6. signifikansi pada uji Levene's

Test for Equality of Variances = 0.132 > 0,05 menunjukkan bahwa data berasal dari varian yang

sama maka pada uji-t menggunakan equal variances assumed dengan nilai signifikansi dari hasil

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

258

penelitian seperti pada tabel 5.2.4 sebesar 0,827 lebih besar dari 0.05 menunjukkan bahwa

perbedaannya abnormal return saham JII dan Non JII sesudah libur Idul Fitri tidak signifikan,

Hipotesis 4 ditolak yang berarti tidak terdapat perbedaan abnormal return antara saham JII dan

Non JII sesudah libur Idul Fitri.

Analisis secara menyeluruh selama lima tahun dari tahun 2009 sampai dengan 2013 pada

saham yang termasuk ke dalam Jakarta Islamic Indeks menunjukkan bahwa Abnormal Return

sesudah libur Idul Fitri lebih besar dari pada sebelum libur Idul Fitri.

Menjelang lima hari menuju empat hari sebelum libur Idul Fitri mengalami kenaikan

Abnormal Return namun kenaikan tersebut masih lebih kecil dibandingkan dengan Abnormal

Return sesudah libur Idul Fitri, sedangkan empat hari menuju tiga hari sebelum libur Idul Fitri

Abnormal Return mengalami penurunan. Kejadian tersebut dapat terjadi menjelang lima hari

menuju empat hari sebelum libur Idul Fitri karena banyaknya investor yang melakukan

pembelian saham sehingga dapat terjadi kenaikan Abnormal Return, sedangkan empat hari

menuju tiga hari menjelang libur Idul Fitri terhadi banyak penjualan saham oleh para investor

karena para investor memerlukan uang cash dalam pemenuhan libur Idul Fitri, sesudah libur Idul

Fitri secara umum para investor banyak melakukan pembelian untuk memulai aktifitas bisnis

sehingga karena lebih banyak pembelian dari pada yang melakukan penjualan saham maka

terjadi kenaikan Abnormal Return.

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan sebelum dan sesudah libur Idul Fitri

menunjukkan terjadi holiday effect terbukti dengan adanya perbedaan abnormal return yang

signifikan. Abnormal return sesudah libur Idul Fitri lebih tinggi dibandingkan dengan abnormal

return sebelum libur Idul Fitri. Pengaruh libur Idul Fitri terjadi baik pada saham yang termasuk

dalam Jakarta Islamic Indeks maupun saham yang tidak termasuk dalam Jakarta Islamic Indeks.

Pada saham Non JII memiliki kejadian yang hampir sama dengan yang terjadi pada saham

JII yaitu menjelang lima hari menuju empat hari sebelum libur Idul Fitri mengalami kenaikan

abnormal return namun masih lebih kecil dengan abnormal return sesudah libur Idul Fitri,

setelah libur Idul Fitri menunjukkan kenaikan abnormal return hal ini terjadi karena sebelum

libur Idul Fitri banyak terjadi penjualan saham untuk mendapatkan uang cash dalam pemenuhan

libur Idul Fitri dan setelah libur Idul Fitri terjadi aktivitas pembelian saham kembali oleh para

investor untuk memulai kegiatan bisnis.

Sedangkan analisis data yang membandingkan antara abnormal return saham yang termasuk

dalam Jakarta Islamic Indeks dan yang tidak termasuk dalam Jakarta Islamic Indeks sebelum

libur Idul Fitri menunjukkan perbedaan yang sangat kecil dan tidak signifikan sehingga

dikatakan tidak ada perbedaan abnormal return sebelum libur Idul Fitri. Demikian halnya

perbandingan abnormal return saham Jakarta Islamic Indeks dan saham bukan Jakarta Islamic

Indeks sesudah libur idul Fitri tidak ada perbedaan yang signifikan, karena perbedaannya sangat

kecil.

Secara umum dapat dikatakan walaupun saham yang termasuk dalam Jakarta Islamic Indeks

berbasis syariah Islam tidak mempunyai perbedaan dengan saham lain yang tidak berbasis

syariah, karena kedua jenis saham tersebut terhadap libur hari raya Islam yaitu Idul Fitri sama-

sama mengalami perubahan abnormal return, kedua saham tersebut sesudah libur Idul Fitri

menunjukkan abnormal return yang lebih besar dibandingkan dengan abnormal return sebelum

libur Idul Fitri. Walaupun terdapat perubahan kenaikan baik pada saham JII dan Non JII sesudah

libur Idul Fitri pada saham JII menunjukkan nilai abnormal return dan cumulataif abnormal

return yang bernilai positif sedangkan saham Non JII menunjukkan nilai negatif, berarti bila

saham JII mengalami kenaikan dalam posisi capital gain sedangkan saham Non JII berada dalam

capital loss.

Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

259

PENUTUP

Kesimpulan. Dari hasil pengolahan dan analisis komparatif Abnormal Return saham yang

termasuk dalam Jakakarta Islamic Indeks dan saham yang tidak termasuk dalam Jakarta Islamic

Indeks sebelum dan sesudah libur Idul Fitri pada periode 2009-2013 dapat disimpulkan sebagai

berikut : Pertama. Terdapat perbedaan Abnormal Return sebelum dan sesudah libur Idul Fitri

pada saham Jakarta Islamic Indeks (JII), rata-rata Abnormal Return saham JII sesudah libur Idul

Fitri lebih besar dari pada sebelum libur Idul Fitri; Kedua. Terdapat perbedaan Abnormal Return

sebelum dan sesudah libur Idul Fitri pada saham Non Jakarta Islamic Idneks (non JII ), rata-rata

Abnormal Return saham Non JII sesudah libur Idul Fitri lebih besar dari pada sebelum libur Idul

Fitri; Ketiga. Tidak terdapat perbedaan Abnormal Return antara saham Jakarta Islamic Indeks

(JII) dan Non Jakarta Islamic Indeks (non JII) sebelum libur Idul Fitri; Keempat. Tidak

terdapat perbedaan Abnormal Return antara saham Jakarta Islamic Indeks (JII) dan Non Jakarta

Islamic Indeks (non JII) sesudah libur Idul Fitri .

Saran. (1) Bagi para investor yang memiliki dana lebih sebaiknya membeli saham sebelum libur

Idul Fitri dan menjualnya sesudah libur Idul Fitri untuk mendapatkan keuntungan, karena

kebanyakan investor sebelum libur Idul Fitri melakukan penjualan untuk memenuhi kebutuhan

uang cash dalam menghadapi libur Idul Fitri dan membeli setelah libur Idul Fitri; (2) Untuk

penelitian selanjutnya disarankan menambah kurun waktu penelitian lebih dari lima tahun dan

menggunakan seluruh saham Non JII sebagai pembanding, tidak hanya sejumlah saham JII.

DAFTAR RUJUKAN

Chomariah, Siti. 2004. Pengaruh Hari Libur Nasional Terhadap Return Saham Harian di Busrsa

Efek Jakarta. Tesis Pasca Sasrjana (tidak diterbitkan). Semarang : Universitas Dipanegoro.

Fahmi, Irham. 2011. Teori Portofolio dan Analisis Investasi Teori dan Soal Jawab. Bandung :

Alfabeta,CV.

Hamid, Syahril. 2003. Pengaruh Hari Libur Terhadap Return Pasar. Tesis (tidak diterbitkan).

Semarang : Universitas Diponegoro.

Hartono, Jogiyanto. 2005. Pasar Efisien Secara Keputusan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama.

Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis. edisi pertama. Yogyakarta: BPFE-

YOGYAKARTA.

Latifah, Uli. 2012. Analisis Perbedaan Return Saham Sebelum Dan Sesudah Hari Libur

Keagamaan Serta Hari Libur Nasional.Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro.

Mewengkang, Gerryl. 2007. Pengaruh Hari Libur Umum Terhadap Return Saham dan Volume

Perdagangan Perusahan LQ-45 di BEJ. Skripsi (tidak diterbitkan). Surabaya. Sekolah Tinggi

Ilmu Ekonomi PERBANAS.

Rachmawati, Rina. 2005. Pengaruh Hari Libur Tahun Baru dan Libur Lebaran Terhadap

Abnormal Return Pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi. Tesis Pasca Sarjana

(tidak diterbitkan). Semarang : Universitas di Ponegoro.

Salim, Bastian dan Saint John. 2006. Pengaruh Holiday Effect Terhadap Return Indonesia

Composite Index. Tesis Pasca Sarjana (tidak diterbitkan). Surabaya : Unversitas Kristen

Petra Surabaya.

Sukamulja, Sukmawati. 2004. "Good corporate governance di Sektor Keuangan: Damapak

GCG terhadap Kinerja Perusahaan (kasus di Bursa Efek Jakarta)". BENEFIT.

Tandelilin, Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi. Jogjakarta: Kanisius.

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

260

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP MANAJEMEN

LABA PADA PERBANKAN SYARIAH PERIODE 2010-2013

Lety Puspitosari

Fakultas Ekonomi Unissula Semarang

[email protected]

Abstract: Transparency in disclosing the financial statements is required by decision makers as

appropriate balance and adequate information so important to the company . In the present

financial statements , management took accounting method with a specific purpose . This is

often referred to manajamen profit . Management actions earning management raises a number

of scandals in corporate financial reporting .In this study, a sample of Islamic banking with the

observation period 2010 to 2013. The analytical method used is multiple regression method . The

results showed that simultaneous ( F test ) independent variables used in this study are firm size ,

debt to equity ratio , return on assets , the size of the company , the audit committee and the audit

of ownership has a significant effect on the occurrence of earnings management in the company .

Test results on an individual basis using the t test showed that the only variable return on assets

and institutional ownership has a significant effect on the occurrence of earnings management in

the company .

Keywords : Earnings Management , Profitability , Leverage , Firm Size , The Audit Committee ,

Institutional Ownership

Abstrak: Transparansi dalam mengungkapkan laporan keuangan sangat diperlukan oleh para

pengambil keputusan karena keseimbangan informasi yang sesuai dan memadai begitu penting

bagi perusahaan. Di dalam menyajikan laporan keuangan, manajemen mengambil pemilihan

metode akuntansi dengan tujuan tertentu. Hal ini seringkali disebut dengan manajamen laba.

Tindakan manajemen melakukan manajemen laba menimbulkan sejumlah skandal pada

pelaporan keuangan perusahaan. Pada penelitian ini yang menjadi sampel penelitian perbankan

syariah dengan periode pengamatan tahun 2010 sampai dengan 2013. Metode analisis yang

digunakan adalah metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara

simultan (uji F) variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ukuran

perusahaan, debt to equity ratio, return on asset, ukuran perusahaan, komite audit dan

kepemilikan audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya manajemen laba di

perusahaan. Hasil pengujian secara individual menggunakan uji t menunjukkan bahwa hanya

variabel return on asset dan kepemilikan institusional yang memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap terjadinya manajemen laba di perusahaan.

Kata kunci: manajemen laba, profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan, komite audit,

kepemilikan institusional

PENDAHULUAN

Transparansi dalam pengungkapan laporan keuangan saat ini sangat diperlukan oleh para

pengambil keputusan karena keseimbangan informasi yang sesuai dan memadai begitu penting

bagi perusahaan ditengah persaingan yang semakin ketat. Oleh sebab itu perusahaan dituntut

agar transparan dalam mengungkapkan informasi supaya pihak-pihak yang berkepentingan

mendapatkan informasi yang tepat dan kepastian hukum.

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

261

Menurut PSAK No. 1 Paragraf ke 7 (revisi 2009), Laporan Keuangan adalah suatu

penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.Laporan keuangan

harus menyajikan informasi yang dapat membantu investor, kreditor dan pengguna lainnya yang

potensial dalam membuat keputusan lain yang sejenis secara rasional.Dalam menyediakan

laporan keuangan, perusahaan wajib mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh Ikatan

Akuntan Indonesia (IAI,2002).

Di dalam penyajian laporan keuangan ada kalanya manajemen perusahaan melakukan

pemilihan metode akuntansi dengan tujuan tertentu.Hal ini sering disebut dengan manajemen

laba atau earning management (Rachmawati, et.al, 2006).Pemilihan metode akuntansi dengan

tujuan tertentu biasanya selalu dihubungkan dengan pencapaian laba perusahaan.Hal ini

dikarenakan salah satu informasi yang disajikan dalam laporan keuangan adalah informasi

mengenai laba perusahaan yang menjadi acuan bagi para investor untuk mengetahui kinerja

perusahaan.

Adanya tindakan manajemen dalam melakukan manajemen laba di perusahaan telah

menimbulkan sejumlah skandal dalam pelaporan keuangan perusahaan.Skandal pelaporan

keuangan telah menjadikan kekhawatiran tersendiri bagi para pengguna laporan

keuangan.Adanya laporan yang disajikan dengan tujuan untuk mengelabui para pengguna

menyebabkan tidak transparannya suatu laporan keuangan perusahaan.Ada banyak hal yang

mempengaruhi terjadinya manajemen laba dalam suatu perusahaan, diantaranya adalah untuk

menyajikan kondisi keuangan yang baik oleh manajemen perusahaan.

Skandal tersebut tidak hanya terjadi pada perusahaan privat akan tetapi juga terjadi pada

perusahaan publik seperti PT. Lippo, Tbk, dan PT. Kimia Farma, Tbk. Beberapa kasus yang

terjadi di Indonesia seperti kasus salah saji laporan keuangan yang terjadi pada PT Kimia Farma

Tbk. Pada tahun 2002 ditemukan penggelembungan laba bersih pada laporan keuangan PT

Kimia Farma Tahun buku 2001. Hal tersebut berawal dari temuan akuntan publik Hans

Tuanakotta dan Mustofa (HTM) soal ketidakwajaran dalam laporan keuangan kurun semester I

tahun 2001.Mark up senilai Rp. 32.7 Milyar, karena dalam laporan keuangan yang seharusnya

laba Rp 99,6 milyar ditulisnya Rp. 132,3 milyar, dengan nilai penjualan bersih Rp. 1,42 trilyun.

Pihak Bapepam selaku pengawas pasar modal mengungkapkan tentang kasus PT. Kimia Farma

dan berhasil memperoleh buktinya. Sesuai pasal 5 huruf N UU no. 8 Tahun 1995 tentang pasar

modal maka Direksi lama PT. Kimia Farma periode 1998 sampai denganJuni 2002 diwajibkan

membayar denda sejumlah Rp 1 milyar untuk disetor ke kas Negara, karena melakukan kegiatan

praktek penggelembungan atas laporan keuangan per-31 Desember 2001. Selain kasus itu, PT

Lippo Tbk juga pernah mengalaminya.Kasus ini berawal dari deteksi adanya manipulasi dalam

laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan tersebut.Akibatnya, reputasi akuntan publik jadi

tercoreng di mata masyarakat, dan para investor mulai meragukan informasi berupa laporan

keuangan yang disajikan manajemen.

Berdasarkan penelitian terdahulu, ada banyak faktor yang mempengaruhi perusahaan

dalam melakukan manajemen laba. Penelitian ini memfokuskan pada faktor-faktor antara lain

ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, komite audit dan kepemilikan institusional. Faktor

yang pertama adalah ukuran perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani dan Rachadi

(2009) mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba membuktikan bahwa

ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan.Hasilnya membuktikan bahwa semua ukuran

perusahaan memiliki kecenderungan untuk melakukan manajemen laba guna menghindari

pelaporan penurunan laba (earning decreases). Akan tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh

Guna dan Herawaty (2010) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty

(2010) menggunakan total penjualan sebagai ukuran perusahaan, sedangkan Handayani dan

Rachadi (2009) menggunakan total aktiva sebagai ukuran perusahaan.

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

262

Faktor kedua adalah leverage yaitu rasio hutang. Penelitian yang dilakukan oleh Guna

dan Herawaty (2010) menunjukkan bahwa variabel leverage memiliki pengaruh yang negatif

dan signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini dikarenakan manajemen tidak ingin terlihat

melakukan kegiatan manajemen laba. Kondisi ini menunjukkan semakin besar nilai hutang yang

dimiliki oleh perusahaan akan mengurangi terjadinya manajemen laba, karena pihak manajemen

akan lebih berhati-hati dalam menyiapkan laporan keuangannya. Hasil penelitian ini

bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barus dan Sembiring (2012) menunjukkan

bahwa variabel leverage memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap manajemen

laba. Kedua penelitian mengenai pengaruh leverage terhadap manajemen laba menggunakan

perbandingan antara total kewajiban terhadap total aset akan tetapi hasil penelitian menunjukkan

arah pengaruh yang berbeda.

Faktor ketiga adalah profitabilitas. Penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty

(2010) menunjukkan bahwa profitabilitas yang diukur dengan menggunakan ROA memiliki

pengaruh yang positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa profit atau laba memang menjadi motivasi utama dalam melakukan manajemen laba.

Penelitian yang dilakukan oleh Juniarti dan Carolina (2002) menunjukkan bahwa variabel

profitabilitas memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap perataan laba. Hal ini diduga

karena investor cenderung mengabaikan informasi mengenai ROA, sehingga manajemen tidak

termotivasi untuk melakukan perataan laba.

Faktor keempat adalah komite audit. Penelitian yang dilakuka Guna dan Herawaty

(2010) menunjukkan bahwa komite audit memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan

terhadap manajemen laba. Keberadaan komite audit dipercaya mampu menekan kemungkinan

terjadinya manajemen laba di dalam perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Kusumaningtyas (2012) menunjukkan bahwa independensi komite audit

memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian yang

dilakukan oleh Kusumaningtyas menggunakan variabel discretionary accrual sebagai proksi

manajemen laba. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa independensi komite audit dapat

mengurangi terjadinya manajemen laba di dalam perusahaan. Penelitian lain dilakukan oleh

Tiswiyanti, dkk (2012) yang menunjukkan bahwa keberadaan komite audit memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap manajemen laba. Pada penelitian tersebut manajemen laba diproksi

dengan variabel Real Earnings Management (REM) guna mengetahui adanya manipulasi

aktivitas riil di dalam perusahaan.

Faktor yang terakhir adalah kepemilikan institusional. Penelitian yang dilakukan oleh

Guna dan Herawaty (2010) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Butar-butar dan Sudarsi (2012) yang menunjukkan bahwa

kepemilikan institusional tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.

Keberadaan investor institusi selalu dianggap mampu mengurangi tindakan manajemen laba

karena dianggap lebih berpengalaman. Akan tetapi asumsi tersebut terjadi apabila investor

institusi adalah investor yang sophisticated. Didalam kenyataan tidak semua investor institusi

adalah investor yang sophisticated terutama bila investor institusi sangat sedikit. Berdasarkan

uraian latar belakang sebagaimana yang dipaparkan di atas, maka dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut : (1) Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen

laba ? (2) Apakah leverage berpengaruh terhadap manajemen laba ? (3) Apakah profitabilitas

berpengaruh terhadap manajemen laba ? (4) Apakah komite audit berpengaruh terhadap

manajemen laba ? (5) Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba?

(6) Apakah ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, komite audit dan kepemilikan

institusional memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap manajemen laba ?

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

263

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui : (1) Mengetahui adanya

pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba; (2) Mengetahui adanya pengaruh

leverage terhadap manajemen laba; (3) Mengetahui adanya pengaruh profitabilitas terhadap

manajemen laba; (4) Mengetahui adanya pengaruh komite audit terhadap manajemen laba; (5)

Mengetahui adanya pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba; (6)

Mengetahui adanya pengaruh ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas komite audit dan

kepemilikan institusional terhadap manajemen laba.

TINJAUAN TEORI

Manajemen Laba. Menurut Subramanyam dan Wild (2010) earning management merupakan

tindakan dari manajer untuk memperbaiki kinerja dari perusahaan, baik manajer dan perusahaan

akan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Menurut Healy dan Wahlen (1998) dalam

Kusumaningtyas (2012) earnings management merupakan tindakan manajer untuk

meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer

bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis

jangka panjang unit tersebut. Manajemen laba merupakan tindakan manajemen untuk

menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan dalam prosedur transaksi dengan tujuan

untuk mempengaruhi kontraktual atau menyesatkan pihak stakeholders dalam pengambilan

keputusan mengenai kinerja ekonomi perusahaan.

Suhendah (2005) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang dapat dikaitkan dengan

munculnya praktik manajemen laba oleh manajer untuk menunjukkan prestasinya, yaitu : (1)

Manajemen akrual (accruals management); (2) Penerapan suatu kebijakan akuntansi yang wajib

(adoption of mandatory accounting changes) (3) Perubahan akuntansi secara sukarela

(voluntary accounting changes).

Manajemen laba biasanya diteliti dengan cara membentuk hipotesis dimana manajemen

laba kemungkinan bisa muncul dan menguji kemungkinan tersebut dengan metode yang tepat.

Secara umum terdapat tiga pendekatan untuk mendeteksi manajemen laba (Sulistyanto dan Sri,

2008:211) yaitu : (1) Model berbasis aggregate accrual yaitu model yang digunakan untuk

mendeteksi aktivitas rekayasa ini dengan menggunakan discreationary accruals sebagai proksi

manajemen laba; (2) Model berbasis specific accruals yaitu pendekatan yang menghitung akrual

sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item laporan keuangan tertentu dari

industri tertentu pula. Misalnya cadangan kerugian piutang dari industri asuransi; (3) Model

distribution of earnings after management yaitu pendekatan dengan melakukan pengujian secara

statistic terhadap komponen-komponen laba untuk mendeteksi faktor-faktor yang mempengaruhi

pergerakan laba.

Ukuran Perusahaan. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya perusahaan yang

ditunjukkan oleh total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva,

penjualan dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Semakin

besar aktiva, maka semakin besar modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin

banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar.

Zarzeski (1996) , Chandra dan Erly (2012) menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah

total asset perusahaan, berhubungan positif dengan pengungkapan. Sebab perusahaan besar rata-

rata cenderung berpotensi besar atas permintaan publik (publik banyak menginginkan informasi

perusahaan tersebut). Karena itu, semakin besar ukuran perusahaan, semakin besar informasi

yang perlu diungkapkan.

Menurut Almilia dan Retrinasari (2007:5) “Perusahaan besar mempunyai kemampuan

untuk merekrut karyawan yang ahli, serta adanya tuntutan dari pemegang saham dan analis,

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

264

sehingga perusahaan besar memiliki insentif untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas

daripada perusahaan kecil”. Amalia (2005) memberikan bukti bahwa ukuran perusahaan secara

positif dan signifikan mempengaruhi luas pengungkapan sukarela perusahaan. Begitu pula

dengan Bernadi, et.al (2009:14) membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap

kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan

log dari total asset.

Leverage. Rasio Leverage adalah rasio penggunaan hutang. Apabila hasil pengembalian atas

aktiva, yang ditunjukan oleh besarnya rentabilitas ekonomis, lebih besar daripada biaya hutang,

leverage itu menguntungkan dan hasil pengembalian atas modal (rentabilitas modal sendiri)

dengan penggunaan leverage ini juga akan meningkat (Brigham, 2011).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan sehubungan dengan struktur modal.

Yang pertama adalah resiko bisnis perusahaan, atau tingkat resiko yang terkandung pada aktiva

perusahaan apabila ia tidak menggunakan hutang. Makin besar resiko perusahaan, makin rendah

resiko utangnya yang optimal.

Faktor kunci yang kedua adalah posisi pajak perusahaan. Alasan utama untuk

menggunakan hutang adalah karena biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak,

sehingga meminimalkan biaya hutang yang sesungguhnya.

Faktor ketiga adalah fleksibilitas keuangan, atau kemampuan untuk menambah modal

dengan persyaratan yang masuk akal dalam kedaan yang kurang menguntungkan. Rasio-rasio

leverage yang umum digunakan antara lain, adalah: Rasio Utang terhadap Ekuitas atau DER

(Debt to Equity Ratio).

Profitabilitas. Profitabilitas (Kemampulabaan) merupakan akhir bersih dari berbagai kebijakan

dan keputusan manajemen. Rasio profitabilitas akan memberikan jawaban akhir tentang

efektivitas manajemen perusahaan, rasio ini memberi gambaran tentang tingkat efektivitas

pengelolaan perusahaan (Brigham, 2011). Pada penelitian ini rasio profitabilitas yang digunakan

adalah Return on Assets (ROA).

Komite Audit. Komite audit menurut Keputusan Ketua Bapepam dengan Nomor : Kep.

29/PM/2004 merupakan komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris untuk melakukan tugas

pengawasan pengelolaan perusahaan. komite audit yang dibentuk oleh suatu perusahaan

berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan

kebijakan keuangan, akuntansi dan pengendalian intern.

Kepemilikan Institusional. Struktur kepemilikan saham dalam suatu perusahaan terdiri atas

kepemilikan saham yang dimilik oleh institusi dan kepemilikan saham oleh manajerial. Institusi

sebagai pemilik saham dianggap lebih mampu dalam medeteksi kesalahan yang terjadi.

Institusi sebagai investor yang sophisticated karena mempunyai kemampuan dalam memproses

informasi dibandingkan dengan investor individual. Dengan demikian akan semakin membatasi

manajemen dalam memainkan angka-angka dalam laporan keuangan. Wedari (2004)

menyatakan bahwa investor institusional mempunyai waktu yang lebih banyak untuk melakukan

analisis investasi dan memiliki akses informasi yang mahal dibandingkan dengan investor

individual.

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

265

Kerangka Pemikiran Pemikiran dan Hipotesis

Ukuran Perusahaan

(X1)

Leverage

(X2)

Profitabillitas

(x3)

Komite Audit

(X4)

Kepemilikan

Institusional

(X5)

Manajemen Laba

(Y)

H1

H2

H3

H4

H5

H6 Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut: (1) Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba pada perbankan

syariah di Indonesia; (2) Leverage berpengaruh terhadap manajemen laba pada perbankan

syariah di Indonesia; (3) Profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba pada perbankan

syariah di Indonesia; (4) Komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba pada perbankan

syariah di Indonesia; (5) Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba pada

perbankan syariah di Indonesia; (6) Ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, komite audit dan

kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba pada perbankan syariah di

Indonesia.

METODE

Definisi Operasional. Definisi operasionalisasi variabel dan pengukuran variabel yang

berhubungan dengan pembahasan penelitian ini adalah : (1) Variabel Dependen (Y ) :

Manajemen Laba. Manajemen laba dapat diukur melalui discretionary accruals (DACC) yang

dihitung dengan cara menselisihkan total accruals (TACC) dan nondiscretionary accruals

(NDACC). Discretionary accruals dihitung dengan menggunakan model Modified Jones. Model

Modified Jones yang merupakan perkembangan dari model Jones dapat mendeteksi manajemen

laba lebih baik dibandingkan dengan model-model lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Dechow et al., (1995). Untuk mendapatkan nilai discreationary accrual dilakukan

dengan menghitung langkah-langkah berikut : a. Menghitung total accrual dengan persamaan

b. Menghitung nilai accrual dengan persamaan regresi linier berganda berbasis ordinary least

square (OLS) sebagai berikut

(

) (

) (

)

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

266

Dimana :

TACt = total accrual perusahaan i pada periode t

At-1 = total asset sampel perusahaan i pada tahun t-1

ΔREVt = perubahan penjualan perusahaan i dari tahun t-1 ke t

PPEt = asset tetap (property, plant and equipment)

c. Dengan menggunakan koefisien regresi yang diperoleh dari persamaan di atas, kemudian

dilakukan perhitungan nilai non discreationary accrual (NDA) dengan rumus sebagai berikut :

(

) (

) (

)

Dimana :

NDAt = Non Discreationary Accrual pada tahun t

ΔRECt = perubahan piutang perusahaan I dari tahun t-1 ke tahun t

α = fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan total accrual

d. Menghitung nilai discreationary accrual (DAC) dengan persamaan sebagai berikut :

(

) - NDAt

Keterangan :

DACCit :Discretionary accruals perusahaan i pada periode t Indikasi terjadinya manajemen laba

dilakukan dengan melihat nilai discretionary accrual (DA) dari masing-masing perusahaan,

dimana nilai DA positif mencerminkan adanya tindakan manajemen laba dengan pelaporan laba

yang cenderung meningkat (income increasing) dan nilai DA negatif menunjukkan adanya

tindakan manajemen laba dengan pelaporan laba yang cenderung menurun (income decreasing).

Sedangkan bila DA bernilai 0 dapat dikatakan bahwa perusahaan tidak melakukan tindakan

manajemen laba (Sulistyanto dan Sri, 2008). (1) Variabel Independen (X1) : Ukuran

Perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan ukuran besar kecilnya suatu perusahaan. pada

penelitian ini ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan logaritma natural dari total assets

(log of total assets).

(2) Variabel Independen (X2) : leverage. Rasio leverage mengukur kemampuan perusahaan

dalam mengantisipasi hutang yang dimilikinya dengan menggunakan modal yang dimiliki. Pada

penelitian ini rasio leverage yang digunakan adalah Debt to Equity Ratio (DER) dengan rumus

jumlah hutang dibagi dengan jumlah modal sendiri.

(3) Variabel Independen (X3) : Profitabilitas. Rasio profitabilitas mengukur kemampuan

perusahaan dalam memperoleh laba. Pada penelitian ini rasio profitabilitas akan diukur dengan

menggunakan Return on Assets (ROA) dengan rumus laba bersih setelah pajak dibagi dengan

total asset.

(4) Variabel Independen (X4) : Komite Audit. Komite audit merupakan komponen dalam sistem

pengendalian perusahaan dan perannya sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Pada

penelitian ini komite audit diukur dengan menggunakan variabel dummy, dimana perusahaan

yang memiliki komite audit diberi angka 1 sedangkan perusahaan yang tidak memiliki komite

audit diberi angka 0.

(5) Kepemilikan institusional (X5). Kepemilikan institusional merupakan bagian dari struktur

modal perusahaan. Dalam penelitian ini kepemilikan institusional diukur dengan menggunakan

variabel dummy, dimana perusahaan yang semua kepemilikannya dimiliki oleh kepemilikan

institusional diberi angka 1, sedangkan jika kepemilikan dalam perusahaan ada yang dimiliki

masyarakat diberi angka 0.

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

267

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Asumsi Klasik. Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel yang

digunakan dalam penelitian memiliki distribusi normal atau tidak. Hasil pengujian

menunjukkan data berdistribusi normal karena uji KS memiliki nilai sig yang lebih besar dari

0,05.

Tabel 1. Hasil Pengujian Multikolinieritas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 36 Normal Parameters

a,b Mean 0E-7

Std. Deviation 599643,74226732 Most Extreme Differences Absolute ,157

Positive ,131 Negative -,157

Kolmogorov-Smirnov Z ,939 Asymp. Sig. (2-tailed) ,341

Pengujian multikolinieritas dimaksudkan untuk melihat apakah terdapat dua atau lebih variabel

bebas yang berkorelasi secara linier. Apabila terdapat nilai VIF diatas 10, maka di dalam model

tersebut, terdapat gejala multikolinieritas.

Tabel 2. Hasil Pengujian Multikolinieritas

Model Collinearity

Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

UP ,482 2,074 DER ,505 1,981 ROA ,907 1,102 KA ,835 1,198 KI ,849 1,178

Uji heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakan scatterplot dengan kriteria pengambilan

keputusan sebagai berikut: (1) Jika titik-titik data menyebar tanpa membentuk pola tertentu,

maka dapat dinyatakan pada model regresi tidak terdapat gejala heterokedastisitas; (2) Jika titik-

titik data menyebar dan membentuk pola tertentu seperti lingkaran atau garis mendatar, maka

dapat dinyatakan pada model regresi terdapat gejala heterokedastisitas

Gambar 2. Uji Heterokedastisitas

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

268

Autokorelasi menunjukkan bahwa ada korelasi antara error periode t dengan error periode

sebelumnya (t-1) dimana pada asumsi klasik hal ini tidak boleh terjadi. Uji autokorelasi

dilakukan dengan menggunakan Durbin Watson. Nilai uji DW adalah sebesar 2,132, nilai

tersebut berada pada daerah du < dw < 4-du dengan demikian tidak ada gejala autokorelasi pada

data yang digunakan dalam penelitian ini.

Uji Hipotesis. Koefisien Determinasi (Uji R2). Uji signifikansi model dilakukan dengan

melihat nilai R2 yang terdapat pada tabel model summary. Nilai R

2 sebesar 0,470 yang berarti

bahwa perubahan variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel bebas sebesar 47,0%

pengaruh lainnya sebesar 53,0% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak digunakan dalam

penelitian ini. Sedangkan untuk nilai adjusted R2 adalah sebesar 0,382 atau 38,20%. Nilai

adjusted R2 sebesar 38,20% menunjukkan bahwa variabel DER, ROA, UP, KA dan KI masih

belum dominan dalam memberikan pengaruh terhadap terjadinya manajemen laba yang diukur

dengan discreationary accrual (DA).

Uji t (parsial). Hasil pengujian hipótesis dengan menggunakan SPSS disajikan pada tabel di

bawah ini.

Tabel 3. Hasil pengujian Hipotesis

Variabel koefisien Uji t Sig R2 Uji F Sig

Konstanta 307020,683

UP -225846,239 -0,915 0,367

5,324 0,001

DER 1320,083 0,932 0,359

ROA 111084,806 4,051 0,000 0,470

KA -168025,537 -0,326 0,747

KI 966635,352 2,592 0,015

Berdasarkan tabel di atas dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut :

Y = 307020,683 – 225846,239X1 +1320,083X2 + 111084,806X3-

168025,537X4+966635,352X5

Dengan : Y = manajemen laba

X1 = ukuran perusahaan

X2 = leverage (debt to equity ratio)

X3 = profitabilitas (return on assets)

X4 = komite audit

X5 = kepemilikan institusional

Berdasarkan persamaan regresi yang telah dibuat di atas maka dapat dijelaskan bahwa : a. Nilai

konstanta adalah sebesar 307020,683 (dengan tanda positif), menunjukkan bahwa jika tidak ada

variabel bebas, maka nilai Y (manajemen laba) adalah sebesar 307020,683; b. Nilai koefisien

X1 adalah sebesar -225846,239 (dengan tanda negatif) menunjukkan bahwa jika ukuran

perusahaan ditingkatkan satu satuan , maka Y (manajemen laba) akan mengalami penurunan

sebesar 225846,239 satuan; c. Nilai koefisien X2 adalah sebesar 1320,083 (dengan tanda positif)

menunjukkan bahwa jika debt to equity ratio ditingkatkan satu satuan , maka Y (manajemen

laba) akan mengalami peningkatan sebesar 1320,083 satuan; d. Nilai koefisien X3 adalah

sebesar 111084,806 (dengan tanda positif) menunjukkan bahwa jika return on assets

ditingkatkan satu satuan , maka Y (manajemen laba) akan mengalami peningkatan sebesar

111084,806 satuan; e. Nilai koefisien X4 adalah sebesar -168025,537 (dengan tanda negatif)

menunjukkan bahwa jika komite audit ditingkatkan satu satuan , maka Y (manajemen laba)

akan mengalami penurunan sebesar 168025,537 satuan; f. Nilai koefisien X5 adalah sebesar

966635,352 (dengan tanda positif) menunjukkan bahwa jika kepemilikan institusional

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

269

ditingkatkan satu satuan , maka Y (manajemen laba) akan mengalami peningkatan sebesar

966635,352 satuan.

Hipotesis Pertama. Pada pengujian hipotesis pertama variabel independen ukuran perusahaan

(UP) memiliki nilai t hitung sebesar –0,915 dengan nilai sig sebesar 0,367. Dengan

membandingkan nilai t hitung sebesar -0,915 dengan nilai t tabel sebesar -2,021, maka dapat

diketahui bahwa nilai t hitung adalah lebih kecil dari nilai t tabel. Nilai sig sebesar 0,367

tersebut lebih besar dari 0,05, maka hipotesis yang diterima pada pengujian pertama adalah

hipotesis H01 yaitu variabel X1 (Ukuran Perusahaan) tidak berpengaruh terhadap Y

(manajemen laba).

Hipotesis Kedua. Pada pengujian hipotesis kedua variabel independen Debt Equity Ratio (DER)

memiliki nilai t hitung sebesar 0,932 dengan nilai sig sebesar 0,359. Dengan membandingkan

nilai t hitung sebesar 0,932 dengan nilai t tabel sebesar 2,021 maka dapat diketahui bahwa nilai t

hitung adalah lebih kecil dari nilai t tabel. Nilai sig sebesar 0,359 tersebut lebih besar dari 0,05,

maka hipotesis yang diterima pada pengujian kedua adalah hipotesis H02 yaitu variabel X2

(DER) tidak berpengaruh terhadap Y (manajemen laba).

Hipotesis Ketiga. Pada pengujian hipotesis ketiga variabel independen Return on Assets (ROA)

memiliki nilai t hitung sebesar 4,051 dengan nilai sig sebesar 0.000. Dengan membandingkan

nilai t hitung sebesar 4,051 dengan nilai t tabel sebesar 2,021, maka dapat diketahui bahwa nilai t

hitung adalah lebih besar dari nilai t tabel. Nilai sig sebesar 0,000 tersebut lebih besar dari

0,05, maka hipotesis yang diterima pada pengujian ketiga adalah hipotesis Ha3 yaitu variabel

X3 (ROA) berpengaruh terhadap Y (Manajemen laba).

Hipotesis Keempat. Pada pengujian hipotesis keempat variabel independen Komite Audit (KA)

memiliki nilai t hitung sebesar -0,326 dengan nilai sig sebesar 0,747. Dengan membandingkan

nilai t hitung sebesar -0,326 dengan nilai t tabel sebesar 0,747, maka dapat diketahui bahwa nilai

t hitung adalah lebih kecil dari nilai t tabel. Nilai sig sebesar 0,747 tersebut lebih besar dari

0,05, maka hipotesis yang diterima pada pengujian keempat adalah hipotesis H04 yaitu

variabel X (KA) tidak berpengaruh terhadap Y (Manajemen laba).

Hipotesis Kelima. Pada pengujian hipotesis kelima variabel independen kepemilikan

institusional memiliki nilai t hitung sebesar 2,592 dengan nilai sig sebesar 0,015. Dengan

membandingkan nilai t hitung sebesar 2,592 dengan nilai t tabel sebesar 2,021, maka dapat

diketahui bahwa nilai t hitung adalah lebih besar dari nilai t tabel. Nilai sig sebesar 0,015

tersebut lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis yang diterima pada pengujian kelima adalah

hipotesis Ha5 yaitu variabel X5 (KI) berpengaruh terhadap Y (Manajemen laba).

Hipotesis Keenam. Pada penelitian ini nilai F adalah sebesar 5,324 dengan nilai sig sebesar

0,001. Nilai sig sebesar 0,001 bila dibandingkan dengan nilai alpha sebesar 0,05 (5%) adalah

lebih kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelima variabel bebas secara bersama-sama

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Dengan demikian hipotesis yang

diterima pada pengujian hipotesis keenam Ha6 yaitu variabel ukuran perusahaan, DER,

ROA, Komite Audit dan Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap manajemen

laba (Y).

Pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan baik

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

270

perusahaan besar maupun kecil memiliki kecenderungan melakukan manajemen laba. Hasil ini

mendukung penelitian yang dilakukan oleh Handayani dan Rachadi (2009)mengenai pengaruh

ukuran perusahaan terhadap manajemen laba, menyebutkan bahwa perusahaan kecil, sedang

maupun besar cenderung melaporkan laba guna menghindari pelaporan kerugian (earning loses).

Penelitian tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nassirzadeh dan Alaei (2012)

yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

manajemen laba, akan tetapi penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Iram

Naz, et.al (2011) yang menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap manajemen laba.

Pengaruh debt to equity ratio terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan

manajemen tidak terlalu mempertimbangkan rasio debt to equity ratio dalam melakukan

manajemen laba. Adanya kecenderungan manajemen melakukan income decreasing atau

penurunan laba menunjukkan bahwa manajemen cenderung tidak memperhatikan besar kecilnya

tingkat hutang yang dimilikinya. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kartika

Shintia Dewi dan Prasetiono (2012) mengenai analisis pengaruh ROA, NPM, DER, dan Size

terhadap praktik perataan laba, hasilnya adalah DER (debt to equity ratio) tidak berpengaruh

siginifikan terhadap manajemen laba yang diukur dengan perataan laba. Penelitian ini memiliki

hasil yang berbeda dengan yang dilakukan oleh Jara dan Lopez (2011). Penelitian yang

dilakukan oleh Jara dan Lopez (2011) dilakukan pada perusahaan keluarga, hasilnya

menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara leverage (DER) terhadap manajemen laba.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Hall, et.al (2013) menunjukkan bahwa hutang (debt)

merupakan salah satu bagian dari laporan keuangan yang mendapatkan perhatian dari

manajemen guna menunjukkan hasil kerja yang baik, salah satu caranya adalah dengan

menerapkan strukturisasi hutang sehingga seolah-olah perusahaan tidak mengalami penurunan

laba.

Pengaruh return on assets terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa return on asset berpengaruh terhadap manajemen laba. Pengaruh return on asset terhadap

manajemen laba adalah positif signifikan. Hal ini menunjukkan semakin tinggi ROA maka

semakin tinggi kemungkinan perusahaan melakukan manajemen laba. Perusahaan dengan laba

yang tinggi cenderung melakukan manajemen laba guna mengurangi jumlah pajak yang harus

dibayarkan kepada negara. Tindakan ini biasanya dilakukan dengan melakukan income

decreasing atau penurunan laba. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Guna dan

Herawaty (2010) mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance, independensi

auditor, kualitas audit dan faktor lainnya terhadap manajemen laba, hasil menunjukkan ROA

memiliki pengaruh yang siginifikan positif terhadap manajemen laba. Penelitian Bagheri, et.al

(2013) menunjukkan bahwa profitabilitas yang diproxy dengan ROE memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap manajemen laba. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Omid (2012)

juga menunjukkan hasil profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen

laba.

Pengaruh Komite Audit (KA) terhadap Manajemen Laba. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa Komite Audit (KA) tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan

keberadaan komite audit di dalam perusahaan tidak menjalankan tugasnya secara benar terutama

dalam hal melakukan monitor atas pelaporan keuangan. Hal ini menjadi penyebab kegagalan

komite audit dalam mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya manajemen laba di dalam

perusahaan. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty (2010)

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

271

yang menunjukkan Komite Audit tidak memiliki pengaruh positif siginifikan terhadap

manajemen laba. Penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Quttainah, et.al

(2011) yang meneliti perbankan syariah yang berada pada ERF Region. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Shari‟ah Supervisory Boards

(SSBs) dengan manajemen laba. Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Quttainah, et.al

(2011) tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara perbankan syariah yang

memiliki SSBs dengan yang tidak memiliki SSBs dalam hal kondisi terjadinya manajemen laba.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Zainuldin (2012) menunjukkan hasil yang sama,

dimana tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara komite audit terhadap manajemen laba.

Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap manajemen laba.

Pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba adalah positif signifikan. Hal ini

menunjukkan semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin tinggi kemungkinan

perusahaan melakukan manajemen laba. Hal ini disebabkan keberadaan kepemilikan

institusional didalam perusahaan akan membuat manajemen melakukan manajemen laba guna

memperlihatkan hasil kerja yang baik. Pada penelitian ini kepemilikan institusional berasal dari

institusi yang berada di bawah naungan perusahaan yang sama (contohnya pada Bank BNI

Syariah dimana kepemilikan institusional berada pada PT. BNI Life Insurance). Hasil ini

bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barus dan Sembiring (2012) mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi manajemen laba di seputar right issue, dengan hasil

penelitian menunjukkan kepemilikan institusi tidak memiliki pengaruh yang siginifikan terhadap

manajemen laba. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty (2010)

yang menunjukkan kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh positif siginifikan

terhadap manajemen laba. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alves

(2012) yang menunjukkan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap manajemen laba. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-

Zyoud (2012) dimana terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan institusional dengan

manajemen laba.

Pengaruh Ukuran Perusahaan, DER, ROA, Komite Audit dan Kepemilikan Institusional

Terhadap Manajemen Laba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ukuran Perusahaan,

DER, ROA, Komite Audit dan Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap manajemen

laba. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel–variabel bebas yang

digunakan dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya

manajemen laba di dalam suatu perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Handayani dan Rachadi (2009) serta Guna dan Herawaty (2010) yang

menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel bebas yang terdiri dari ukuran perusahaan,

leverage, profitabilitas, komite audit dan kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap manajemen laba.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan yang besar maupun kecil

tetap memiliki kemungkinan untuk melakukan manajemen laba. Perusahaan kecil, sedang

maupun besar cenderung melaporkan laba guna menghindari pelaporan kerugian (earning

loses).

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

272

Demikian pula dengan Debt to equity ratio (DER) memiliki pengaruh yang tidak

signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini berarti setiap peningkatan maupun penurunan

DER tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya manajemen laba di dalam

perusahaan. Adanya kecenderungan manajemen melakukan income decreasing atau penurunan

laba menunjukkan bahwa manajemen cenderung tidak memperhatikan besar kecilnya tingkat

hutang yang dimilikinya.

Variabel Return on Asset (ROA) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen

laba. Hal ini terjadi karena laba atau rugi yang terjadi di dalam perusahaan akan memberikan

imbas terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan dengan laba yang tinggi cenderung melakukan

manajemen laba guna mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada negara.

Tindakan ini biasanya dilakukan dengan melakukan income decreasing atau penurunan laba.

Komite audit memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini

disebabkan keberadaan komite audit di dalam perusahaan tidak menjalankan tugasnya secara

benar terutama dalam hal melakukan monitor atas pelaporan keuangan. Hal ini menjadi

penyebab kegagalan komite audit dalam mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya

manajemen laba di dalam perusahaan.

Kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin tinggi

kemungkinan perusahaan melakukan manajemen laba. Hal ini disebabkan keberadaan

kepemilikan institusional didalam perusahaan akan membuat manajemen melakukan

manajemen laba guna memperlihatkan hasil kerja yang baik. Ukuran perusahaan, DER, ROA,

Komite Audit dan Kepemilikan Institusional secara bersama-sama memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap manajemen laba. Hasil ini menunjukkan bahwa kelima variabel bebas

tersebut secara bersama-sama mampu mempengaruhi terjadinya manajemen laba di dalam

perusahaan.

Kesimpulan. Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka saran yang dapat disampaikan adalah

sebagai berikut: Pertama. Perbankan hendaknya lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan

keuangan agar tidak dicurigai melakukan manajemen laba; Kedua. Perbankan syariah perlu

mengoptimalkan keberadaan komite audit agar dapat bekerja secara optimal mendeteksi

terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan perusahaan; Ketiga. Perbankan syariah perlu

mengurangi kepemilikan institusional terutama yang berasal dari dalam internal perusahaan

guna meminimalisir terjadinya manajemen laba di dalam laporan keuangan. Atau dapat menjual

sahamnya ke publik dengan cara melakukan IPO sehingga dapat dikontrol oleh kepemilikan

yang beragam; Keempat. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya ditambahkan variabel yang

diduga dapat memprediksi terjadinya manajemen laba antara lain independensi auditor, kualitas

audit, sektor industri dan lain sebagainya.

DAFTAR RUJUKAN

Almilia, Luciana Spica dan Ikka Retrinasari. “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan dalam

Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEJ. Proceeding Seminar

Nasional. Inovasi dalam menghadapi Perubahan Lingkungan Bisnis.” (2007). Fakultas

Ekonomi Universitas Trisakti. Jakarta.

Alves, Sandra.” Ownership Structure and Earnings Management” : Evidence From Portugal.“

Australasian Accounting Bussiness and Finance Journal. Vol. 6 Article 12, p. 55-74

Amalia, Dessy. (2005). ”Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Sukarela

(Voluntary Disclosure) Pada Laporan Tahunan Perusahaan. ”.Jurnal Akuntansi

Pemerintah. (2005). Vol 1, No.2, November 2005.

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

273

Bagheri, Sayedeh Maryam Babnejad, Milad Emamgholipour, Meysam Bagheri, Esmail Abedi

Rekabdarkolaei. “Effect of Accounting Conversvatism Level, Debt Contacts,

Profitability on The Earning Management of Companies : Evidence from Tehran Stock

Exchange”. International Journal of Economy, Management and Social Science. 2 (7)

July 2013, (2013). p. 533-538

Barus, Andreani Caroline dan Yosephine Natalita Sembiring. 2012. Faktor-faktor yang

mempengaruhi Motivasi Manajemen Laba di Seputar Right Issue. Jurnal Wira Ekonomi

Mikroskill. Vol 2 N0. 1, April 2012. STIE Mikroskil. Medan.

Bernadi, Meliana K., Sutrisno dan Prihat Assih. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas

Pengungkapan dan Implikasinya terhadap Asimetri Informasi.” (2009). Simposium

Nasional Akuntansi XII

Brigham, Houston. (2011). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (edisi 11). Salemba Empat.

Jakarta.

Butar, Linda Kurniasih dan Sri Sudarsi. 2012. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas,

Leverage,Dan Kepemilikan Institusional Terhadap Perataan Laba (Studi Empiris Pada

Perusahaan Food And Beverages Yang Terdaftar Di BEI)”. Dinamika Akuntansi,

Keuangan Dan Perbankan. November 2012;Hal 143-158 Proceeding. ISSN;1979-4878.

Chandra Efrata dan Erly Sherlita. “Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

Keleluasaan Pengungkapan Informasi dalam Laporan Tahunan (Studi Empiris Pada

Perusahaan barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-

2010)”. Perkembangan Peran Akuntansi dalam Bisnis Yang Profesional. Bandung 27

Maret 2012. (2012). Proceedings. ISSN-2252-3936.

Dechow,Patricia M, Richard G Sloan and Amy P Sweeny.1995.Detecting Earnings

Management.The Accounting Review.April,Vol.70 No.2.

Dewi,Kartika Sinthia dan Prasetiono, “Analisis Pengaruh ROA,NPM,DER dan Size

TerhadapPraktik Perataan Laba Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang terdaftar

Di BEJ Periode 2007-2010”,Diponegoro Journal Of Management, Volume1 ,Nomor2,

Tahun 2012 , Halaman 172-180.

Guna ,Melvin I dan Arleen Herawaty. “Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance,

Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor lainnya terhadap Manajemen Laba.”

Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 12, No. 1, April 2010, (2010). 39 – 52, ISSN: 1410-

9875. Universitas Trisakti. Jakarta.

Hall, Seven C., Vipin Agrawal & Pushpa Agrawal. “Earning Management and The Financial

Statement Analyst”. Accounting and Finance Research. (2013). Vol. 2, No. 2, 2013.

ISSN 1927-5986, E-ISSN 1927-5994.

Handayani, Sri dan Agustono Dwi Rachadi. 2009.”Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap

Manajemen Laba, Jurnal Bisnis dan Akuntansi”, Vol 11, No. 1, April 2009.

Healy, Paul M.,and James M. Wahlen. 1998. “A Review of the Earnings Management literature

and its Implications For Standard setting November”, 1998. Disponível em:

http//papers.ssrn.com/ . Acesso em: 11 jun. 2005 .

Iram Naz, et.al. (2011). “Impact of Firm Size and Capital Structure on Earnings Management:

Evidence from Pakistan.” International Journal of Contemporary Business Studies. Vol.

2, no: 12. December, 2011. ISSN 2156-7506

Jara, Mauricio and Felic J. Lopez. (2011). “Earnings management and Contests for Control: An

Analysis of European Family Firms.” Journal of CENTRUM Cathedra. Volume 4, Issue

1, 2011-100-120

Juniarti dan Corolina, (2005). “Analisa Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perataan Laba

(Income Smoothing) pada Perusahaan-perusahaan Go Public”. Jurnal Akuntansi dan

Keuangan. Universitas Kristen Petra, Surabaya. Vol 7 no. 2, 2005

Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

274

Kusumaningtyas, Metta,. “Pengaruh Independensi Komite Audit Dan Kepemilikan Institusional

Terhadap Menejemen Laba.” Jurnal Prestasi Vol. 9, No.1,Juni 2012, (2012) ISSN 1411-

1497.

Nassirzadeh, Farzaneh., Mahdi Salehi dan Sayed Mohammad Alaei. (2012). “A Study of the

Factors Affecting Earnings Management : Iranian Overview.” Science Series Data

Report. Vol 4, No. 2, Feb 2012.

Omid, Akhgar M. “Type of Earning Management and the Effects Debt Contracts, Future

Earning Growth Forecast and Sales Growth : Evidence From Iran.” School of Doctoral

Studies (European Union) Journal. (2012).pp.7-16

Quttainah, Majdi Anwar,, Laing Song , Qiang Wu. “Do Islamic Bank Employ Less Earnings

Management ?”. politics and Economic Development ERF 17th

Annual Conference.

March 20-21 2011, (2011). P. 1-52

Subramanyam dan Jhon J Wild. 2010. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Sepuluh, Salemba

Empat. Jakarta

Suhendah, Rosilia. “Intelectual Capital”. Jurnal Akuntansi. No. 3. Tahun ke IX, September,

(2005). Hal 6-15

Sulistyanto, H. Sri. (2008). Manajemen Laba : Teori dan Model Empiris. PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Tiswiyanti, Wiwik, Dewi Fitriyani dan Wiralestari. “Analisis Pengaruh Komisaris Independen,

Komite Audit dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba”. Jurnal

Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora. (2012) Vol. 14, No.1, Hal. 61-66.

Wedari, L. K. “Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit

terhadap Aktivitas Manajemen Laba,” Simposium Nasional Akuntansi VII. Desember.

(2004). Hal. 963-974

Zainuldin, Mohd Haniff. “Earning Quality in Financial Institutionals : A Comparative Study of

Islamic Banks and Conventional Banks.” International Journal of Integrated

Engineering. (2012). P. 1-6.

Zarzeski, Marilyn. 1996.”Spontaneous harmonization Effects of Culture and Market Forces on

Accounting Disclosure Practices. Accounting Horizons”, March: 18-37. Vol. 10,No.

1,1996.

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

275

PENTINGNYA KOMUNIKSI ORGANISASI, MOTIVASI KERJA DAN KOMPENSASI

UNTUK MENINGKATKAN KINERJA GURU

Dedy Kusumah Wijaya

Fakultas MIPA Jurusan Kimia IKIP Jakarta (UNJ)

[email protected]

Abstract: The success of teachers in performing their duties also mean the institution's success

in education. The purpose of this study was to determine the effect of organizational

communication, work motivation, compensation on the performance of teachers. This research

was explanatory quantitative research method using correlation and regression model. This

research at SMA Yuppentek 1 Tangerang involved 69 teachers as respondents. The results

showed that organizational communication, motivation and compensation partially and

simultaneously have significant effects on the performance of teachers. This research supported

the previos reseraches.

Keywords: Organizational Communication, Work Motivation, Compensation, Teacher

Performance.

Abstrak: Keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya berarti pula keberhasilan lembaga

dalam menyelenggarakan pendidikan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi terhadap kinerja guru. Metode penelitian

eksplanatori dengan menggunakan statistik korelasi dan regresi. Penelitian ini dilaksanakan di

SMA Yuppentek 1 Tangerang melibatkan sebanyak 69 guru sebagai reponden. Hasil penelitian

menunjukan bahwa komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi berpengaruh

signifikan terhadap kinerja guru baik secara parsial maupun bersama – sama. Hasil penelitian ini

mendukung hasil penelitian sebelumnya.

Kata kunci: Komunikasi organisasi, motivasi kerja, kompensasi, kinerja guru.

PENDAHULUAN

Salah satu aspek pembangunan yang erat kaitannya dalam mencerdaskan kehidupan

bangsa adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses pemberdayaan potensi

yang ada pada manusia sebagai individu dan masyarakat yang fungsinya selain untuk

memberdayakan potensi manusia juga untuk mengembangkan dan mengontrol potensi tersebut

agar bermanfaat bagi peningkatan kualitas manusia itu sendiri.

Dalam suatu lembaga penyelenggara pendidikan, guru memiliki posisi dan peran yang

sangat penting sebagaimana disebutkan dalam UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen,

yaitu bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Untuk

menciptakan peserta didik yang berkualitas, guru harus menguasai 4 kompetensi(Permendiknas

No.16 Tahun 2007 ). Keempat kompetensi yang harus dikuasai guru untuk meningkatkan

kualitasnya tersebut adalah kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Guru

harus sungguh-sungguh dan baik dalam menguasai 4 kompetensi tersebut agar tujuan pendidikan

bisa tercapai.Keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya berarti pula keberhasilan lembaga

tersebut dalam menyelenggarakan pendidikan.

Guru dalam keprofesionalannya tetap saja merupakan sesosok manusia yang dalam

kehidupan sehari harinya memerlukan kebutuhan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Menurut

pendapat Maslow tentang "Teori Kebutuhan Manusia". Salah satu kebutuahan manusia adalah

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

276

kebutuhan penghargaan merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk

hidup lainnya, manusia memerlukan penghargaan atas segala apa yang telah diusahakannya.

Setalah meleaksnakan tugas guru tidak hanya memperoleh gaji juga pengharagaaan dari pihak

sekolah.

Dalam wawancara dengan beberapa teman guru yang mengajar di SMA Yuppentek 1

kira – kira apa yang menyebabkan tidak begitu baiknya kinerja mereka padahal hampir semua

sudah guru SMA Yuppentek 1 sudah mendapat tunjangan sertifikasi selain dari gaji dan insentif

yang diberikan sekolah setiap bulanya, diantara ada yang berpendapat kurang nya komunikasi

organisiasidalam pencapaian tujuan sekolah. Pengiriman dan penerimaan berbagai pesan yang

berisi gagasan di dalam organisasi atau komunikasi organisasi belum dikelola sedemikian rupa

sehingga setiap komponen sekolah dapat memberikan kiprahnya secara optimal. Semakin besar

dan kompleks suatu sekolah maka diperlukan pengelolaan komunikasi organisasi yang lebih

sistemik lagi. Bentuk komunikasi organisasi di sekolah adalah dalam bentuk rapat-rapat dinas

yang cenderung masih konvensional. Hal ini dapat dilihat dari agenda rapat yang sangat minim

membicarkan sisi-sisi keorganisasian, kalau pun ada berupa tanya jawab pada sesi lain-lain.

Dengan demikian komunikasi organisasi yang terjadi menjadi kurang dinamis jika dilihat dari

sisi akademik.

Selain dari nilai survervisi dan nilai UAN yang menurun tiga tahun terakhir, kondisi di

lapangan juga menunjukkan kurangnya motivasi kerja dari guru, hal ini juga dapat terlihat dari

kurangnya guru dalam membuat modul pembelajaran dan alat pembelajaran yang diperlukan

dalam proses belajar mengajar.

Hasil wawancara dengan beberapa guru juga tentang kompensasi yang diberikan kepada

guru juga selalu diukur dengan materi sehingga ketidakpuasan dalam bekerja dan berkarya

sering mengemuka dan pengambil kebijakan merasa kesulitan dalam menerapkan prinsip

kompensasi ini. UU No.14 Tahun 2005 mengemukakan mengenai pernghargaan pada bagian ke

6 mengenai penghargaan yang bisa dalam berbagai bentuk.

Berpijak pada perundangan yang merupakan acuan kondisi ideal yang diinginkan serta

pemahaman akan kebutuhan organisasi dan kebutuhan dasar Manusia itu sebagai pelaku

organisasi serta dengan memperhatikan kondisi nyata dilapangan maka penulis tergerak untuk

meneliti lebih jauh mengenai pengaruh komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi

terhadap kinerja guru, penelitian ini dilaksanakan di SMA Yuppentek 1 kota Tangerang.

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah maka masalah dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :1) Apakah pengaruh komunikasi organisasi

terhadap kinerja guru ? 2) Apakah pengaruh pemberian kompensasi terhadap kinerja guru

? 3) Apakah pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru ? 4) Apakah pengaruh komunikasi

organisasi, motivasi kerja dan kompensasi secara bersama sama terhadap kinerja guru ?

Tujuan penelitian adalah : 1) Mengetahui dan menganalisis pengaruh komunikasi

organisasi terhadap kinerja guru. 2) Mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru.

3) Mengetahui pengaruh pemberian kompensasi terhadap kinerja guru.4) Mengetahui ada

pengaruh komunikasi organisasi, motivasi kerja dan pemberian kompensasi secara bersama

sama terhadap kinerja guru.

KAJIAN TEORI

Kinerja guru. Hersey and Blanchard dalam Giri (2005:1) mengungkapkan bahwa : ”Kinerja

merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau

pekerjaan, seseorang harus memliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan

tertentu.Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

277

sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana

mengerjakannya”.

Berkenaan dengan standar kinerja guru, Sahertian dalam Dirjen PMPTK (2008: 23)

bahwa, standar kinerja guru itu berhubungan dengan kualitas guru dalam menjalankan tugasnya

seperti: (1) bekerja dengan siswa secara individual, (2) persiapan dan perencanaan pembelajaran,

(3) pendayagunaan media pembelajaran, (4) melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman

belajar, dan (5) kepemimpinan yang aktif dari guru.

Moqvist dalam Sudrajat (2008 : 132) mengemukakan bahwa “competency has been

defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work”. Mengacu

kepada Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 pasal 1, kompetensi adalah seperangkat

pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru

atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesiannya. Sementara itu, dalam perspektif kebijakan

pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana

tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, yaitu : (1). Kompetensi pedagogik. Merupakan kemampuan dalam pengelolaan

peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b)

pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan

pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil

belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimilikinya. (2). Kompetensi kepribadian. Merupakan kemampuan kepribadian yang: (a)

mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g)

menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i)

mengembangkan diri secara berkelanjutan. (3). Kompetensi sosial. Merupakan kemampuan

pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b)

menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif

dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d)

bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. (4). Kompetensi professional. Merupakan

kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a)

konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi

ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata

pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e)

kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya

nasional.

Komunikasi organisasi. Sedarmayanti (2007:200) yang menyatakan bahwa Komunikasi

merupakan hal penting dalam penciptaan dan pemeliharaan sistem pengukuran kinerja.

Komunikasi sebaiknya dari berbagai arah, berasal dari top down, bottom up dan secara

horizontal berada di dalam dan lintas organisasi. Mulyana (2005:31) mengungkapkan bahwa:

“Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara

unit unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi

terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hubungan hierarkhis antara yang satu dengan

yang lain dan berfungsi dalam satu lingkungan”. Pace dan Paules (2005:33) mendefinisikan

komunikasi organisasi sebagai proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan

organisasi. komunikasi organisasi adalah perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana

mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang sedang

terjadi.

Menurut Daft (2010 : 483) Komunikasi pada organisasi mengalir dalam tiga arah ke

bawah, ke atas, dan horisontal. Komunikasi ke bawah adalah pesan dan informasi yang dikirim

ke bawah dari manajemen puncak ke bawahan. Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

278

biasanya mencakup topik berikut : implementesi tujuan dan strategi, instruksi dan alasan utama

pekerjaan, prosedur dan praktik, umpan balik dan kinerja, indokrinasi. Komunikasi ke atas

adalah pesan yang dikirim dari tingkat bawah ke tingkat atas dalam hirarki organisasi. Lima tipe

informasi yang dikomunikasikan ke atas adalah sebagai berikut : Masalah dan pengecualian,

saran dan perbaikan, laporan kinerja, informasi keuangan dan akuntasi. Komunikasi horisontal

adalah pertukaran pesan secara lateral atau diagonal diantara sesama atau rekan kerja.

Komunikasi horisontal melibatkan satu dari tiga katagori berikut : Pemecahan masalah dan

koordinasi interdepartementel, perubahan inisiatif dan perbaikan.

Motivasi kerja. Motivasi menurut Samsudin (2009:281) adalah proses mempengaruhi atau

mendorong dari luar terhadap seseorang atau skelompok kerja agar mereka mau melaksanakan

sesuatu yang ditetapkan. Motivasi menurut Hasibuan (2007:95) adalah pemberian daya

penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja

efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. McCormick

dalam Mangkunegara (2011:94) motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh

membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan

kerja.

McClelland dalam Robbins (2008 : 232) dalam teorinya Mc.Clelland‟s Achievment

Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga digunakan untuk mendukung

hipotesa yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya McClelland

mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini

dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan

situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan

akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi. Kebutuhan

akan prestasi (achiefment) merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan

dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan akan kekuasaan (power) adalah

kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa

dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk

mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk

berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.

Kompensasi. Sirait (2006:181) memberikan batasan, bahwa kompensasi adalah hal yang

diterima pegawai baik dalam bentuk uang atau bukan sebagai balas jasa yang diberikan bagi

upaya pegawai (kontribusi pegawai) yang diberikannya untuk organisasi. Menurut Sofyandi

(2008:159) kompensasi adalah suatu bentuk biaya yang harus dikerluarkan oleh perusahaan

dengan harapan bahwa perusahaan akan memperoleh imbalan dalam bentuk prestasi kerja dari

karyawannya. Sedarmayanti (2007: 239) mengemukakan bahwa kompensasi adalah segala

sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa mereka. Dari pengertian yang diberikan

oleh tiga pakar diatas dalam kalimat yang berbeda namun dapat disimpulkan bahwa dalam suatu

organisasi hubungan antara partisipan dengan organisasi haruslah terdapat hubungan yang saling

menguntungkan, partisipan memberikan prestasi kerja dan organisasi memberikan kompensasi

dalam bentuk uang atau bukan. Terdapat timbal balik dari kompensasi yang di berikan

organisasi terhadap prestasi karyawan, peningkatan prestasi kerja karyawan harus di sertai

kompensasi atau sebaliknya, peningkatan pemberian kompensasi dapat memberikan

peningkatan prestas kerja.

Menurut Rivai (2009 : 741) kompensasi terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut : a.

Kompensasi Finansial,Kompensasi finansial terdiri atas dua yaitu : (1) Kompensasi finansial

langsung terdiri atas : a) Pembayaran pokok berupa : 1) Gaji, 2) Upah, 3) Insentif, 4) Tunjangan

Fungsional, 5) Tunjangan Sertifikasi ( Tunjangan Profesi Guru). (2) Kompensasi finansial tidak

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

279

langsung terdiri atas :proteksi yang meliputi asuransi, pesangon, sekolah anak, pensiun.

Kompensasi luar jam kerja meliputi lembur, hari besar, cuti sakit, cuti hamil, sedangkan

berdasarkan fasilitas meliputi rumah, biaya pindah, dan kendaraan.b. Kompensasi Non Finansial.

Kompensasi non finansial dapat berupa : 1) Piagam Penghargaan, 2) Surat Keterangan, 3)

Promosi, 4) Lingkungan kerja.

Sirait (2006:182) mengemukakan mengenai tujuan kompensasi ini sebagai berikut: a.

Untuk bisa memperoleh pegawai atau partisipan organisasi yang bermutu, b. Mempertahankan

pegawai yang sedang bekerja agar jangan sampai keluar, c. Penjaminan suatu keadilan baik

internal maupun eksternal, d. Sebagai imbalan atau perilaku yang diinginkan, e. Pengendaian

Biaya dan f. Memenuhi Peraturan.

Penelitian terdahulu. Penelitian oleh Dedy (2011), Wahyuni (2009) dan Roesly (2012)

menunjukkan bahwa komunikasi organisasi berpengaruh terhadap kinerja, sehingga organisasi

harus lebih memberikan kemudahan para bawahan atau karyawan untuk berkomunikasi dengan

atasannya. Penelitian oleh Spaho (2011) menunjukkan komunikasi organisasi merupakan faktor

penting terhadap sukses perusahaan. Hasil penelitian Guney et.al (2012) menunjukkan

komunikasi organisasi memiliki efek postif terhadap komitmen kerja. Hasil penelitian Karweti

(2010) menunjukkan bahwa secara keseluruhan kemampuan manajerial kepala sekolah dan

motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru SLB di Kabupaten Subang. Sementara itu

penelitian oleh Pratiwi(2013), dan Kaliri (2008) menunjukkan terdapat pengaruh dari motivasi

kerja terhadap kinerja guru. Hasil penelitian Kurniadi (2013) membuktikan bahwa budaya

organisasi dan komunikasi organisasi secara empirik memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap peningkatan kinerja pegawai, dan hasil penelitian Ayub (2011) membuktikan korelasi

positif antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja karyawan. Hasil penelitian Tella (2007)

membuktikan adanya pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi.

Penelitian tentang kompensasi oleh Yensi (2010) menunjukkan bahwa secara parsial

terdapat pengaruh yang positif dan signifikan kompensasi terhadap kinerja guru. Hal tersebut

didukung oleh Sjahruddin et.al (2010), dimana secara parsial faktor yang paling kuat

mempengaruhi kinerja guru pada SMP Cendana Pekanbaru adalah faktor pemberian kompensasi.

Ristiana (2012) juga menghasilkan temuan bahwa kompensasi, lingkungan kerja, dan Motivasi

Kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja Guru. Podgursky et.al (2007)

menyimpulkan dari penelitiannya bahwa skema kompensasi terkait kinerja di bidang pendidikan

sangat beragam dalam hal desain insentif, populasi dan jenis insentif yang efektif meningkatkan

kinerja guru. Hasil penelitian Syaiin (2007) menunjukkan bahwa variabel indikator kepuasan

pegawain yang mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja adalah variabel kepuasan

terhadap pekerjaan. Hasi penelitian Eberts et.al. (2002) menunjukkan adanya pengaruh positif

pemberian insentif kinerja guru terhadap hasil belajar siswa. Hasil penelitian Negash et.al

(2014) menunjukkan bahwa ada pengaruh antara kompensasi dan komponennya terhadap

motivasi kerja karyawan dan hasil penelitian Rizal (2014) menunjukkan kompensasi mampu

meningkatkan motivasi dan memperkuat komitmen organisasi. Hasil penelitan Levacic (2009)

menujukkan peningkatan insentif bagi kinerja guru merupakan komponen penting dari reformasi

untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hasil penelitian Nadeem (2011) menyimpulkan status

sosial-ekonomi yang buruk guru mempengaruhi kinerja guru. Kondisi sosial ekonomi yang

buruk dari daerah di mana sekolah terletak menurunkan motivasi guru tetapi masyarakat

memberikan lebih banyak rasa hormat untuk guru perempuan dibandingkan dengan guru laki-

laki.

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

280

Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu maka hipotesis penelitian adalah sebagai

berikut :

H1 : Komunikasi organisasi berpengaruh terhadap kinerja guru SMA Yuppentek 1

H2 : Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru SMA Yuppentek 1

H3 : Kompensasi berpengaruh terhadap kinerja guru SMA Yuppentek 1

H4 : Komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi secara bersamaan berpengaruh

terhadap kinerja guru SMA Yuppentek 1

METODE

Operasional Variabel Penelitian. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif

dengan desain penelitian cross sectional, yaitu penelitian untuk melihat pengaruh variabel bebas

(komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi ) terhadap variabel terikat (kinerja guru)

dimana pengukuran variabel dilakukan dalam satu waktu. Variabel ini diukur dengan

menggunakan skala Likert atas dimensi berikut.

Variabel komunikasi organisasi (X1) menurut Daft (210:483) di bagi dalam tiga dimensi

ke bawah, ke atas, dan horisontal. Komonikasi ke bawah adalah pesan dan informasi yang

dikirim ke bawah dari manajemen puncak ke bawahan. Komunikasi ke atas adalah pesan yang

dikirim dari tingkat bawah ke tingkat atas dalam hirarki organisasi. Komunikasi horisontal

adalah pertukaran pesan secara lateral atau diagonal diantara sesama atau rekan kerja.

Variabel motivasi kerja (X2) menurut McClelland dalam Robbins (2008 : 232) dalam

teorinya Mc.Clelland‟s Achievment Motivation Theory mengemukakan bahwa individu

mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan

tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang

tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan sebagai dimensi yaitu kebutuhan akan

prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi.

Variabel kompensasi (X3) menurut Veithzal Rivai (2009 : 741) kompensasi terbagi

menjadi dua dimensi yaitu kompensasi finansial seperti gaji, insentif, tunjangan sertifikasi, honor

daeran dan kompensasi non finansial seperti asuransi, penghargaan, promosi tugas di luar jam

mengajar.

Sampel dan Analisis Data. Populasi penelitian adalah seluruh guru SMA Yuppentek 1, dengan

pengambilan sampel adalah sensus sebanyak 69 orang. Data primer dikumpulkan dengan

kuisoner diserahkan langsung kepada responden. Data diolah dengan menggunakan metode

regresi linier berganda program SPSS versi 17.

Komunikasi

Organisasi (X1)

Motivasi Kerja (X2)

Kinerja Guru (Y)

H1

H3

H2

Kompensasi

Kerja (X3)

H4

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

281

Tabel 1 (lanjutan)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden. Berdasarkan data kepegawaian dan jawaban responden dalam

kuisioner diperoleh data mengenai karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, status

kepegawaian, berdasarkan jenjang pendidikan dan berdasarkan masa kerja.

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik Responden Jumlah Persentase

Jenis kelamin Laki – laki 44 63,77

Perempuan 25 36,23

Status

kepegawaian

PNS (DPK) 12 17,39

GTY 39 56,52

GTT 18 26,09

Jenjang

pendidikan

S2 6 8,70

S1 62 89,86

D3 1 1,45

Massa Kerja

0–9 tahun 25 36,23

Lebih dari 9–20 tahun 31 44,93

Lebih dari 20 tahun 13 18,84

- PNS (DPK) : Pegawai Negeri Sipil yang

- GTY : Guru Tetap Yayasan

- GTT : Guru Tidak Tetap

Sumber : Data Tata Usaha SMA Yuppentek 1

Berdasarkan data pada tabel 1 di atas dapat dilihat mayoritas responden laki-laki yaitu 44

orang guru atau 63,77 persen, sedangkan responden perempuan 25 orang atau 36,23 persen. Pada

dasarnya tidak ada perbedaan antara guru laki-laki dan perempuan dalam tugas mengajar.

Mayoritas guru yang memiliki status GTY ( Guru Tetap Yayaysan ) lebih banyak dan berjumlah

39 orang atau 56,52 persen dan 18 orang atau 26,09 persen merupakan GTT (Guru Tidak Tetap)

atau honorer dan sisanya PNS DPK ( Pegawai Negeri Sipil diperbantukan ke sekolah) .

Jenjang pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh guru

SMA Yuppentek 1 Kota Tangerang. Dari tabel 1 menunjukan bahwa pendidikan responden

terbanyak lulusan S1 sebesar 89,86 persen atau 62 guru, pendidikan S2 sebesar 6 persen atau 6

guru, pendidikan DIII sebesar 1,45 persen atau 5 guru. Secara keseluruhan guru di SMA

Yuppentek 1 Tangerang telah memenuhi kualifikasi sebagai pengajar di SMA dan dan

memenuhi kompetensi akademik. Masa kerja adalah lamanya waktu yang telah dijalani oleh

seorang guru di sekolah berdasarkan Surat Keputusan Yayasan awal guru dan Pegawai Negeri

Sipil (PNS) yang bersangkutan mengajar di SMA Yuppentek 1 Tangerang, berdasarkan data

yang terdapat pada tabel 1 dapat dilihat bahwa masa kerja reponden 9 tahun ke atas sebanyak 44

guru atau 63,77 persen, sedang responden yang masa kerjanya sampai dengan 9 tahun sebanyak

36,23 persen (25 guru). Dari data menunjukan bahwa guru di SMA Yuppentek 1 Tangerang

telah memiliki komitmen dan loyalitas yang sangat baik.

Statistik Deskriptif. Data sampel variabel dan dimensi digambarkan dengan menggunakan

SPSS 17 dengan table berikut :

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

282

Tabel 2 (lanjutan)

Tabel 2 (lanjutan)

Tabel 2 (lanjutan)

Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Variabel/Dimensi N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Komunikasi organisasi

1. Komunikasi ke bawah 69 3,9568 0,48189 2,50 5,00

2. Komunikasi ke atas 69 3,7594 0,55474 2,40 4,80

3. Komunikasi horisontal 69 3,9425 0,63922 2,33 5,00

Motivasi kerja

1. Kebutuhan prestasi 69 3,9372 0,68651 3,00 5,00

2. Kebutuhaan afiliasi 69 3,6567 0,71627 1,67 5,00

3. Kebutuhan kekuasaan 69 3,2801 0,92788 1,00 5,00

Kompensasi

1. Kompensasi finansial 69 3,6413 0,75911 2,00 5,00

2. Kompensasi nonfinansial 69 4,2319 0,62326 2,00 5,00

Kinerja guru

1. Kompetensi pedagogik 69 4,2609 0,47441 3,50 5,00

2. Kompensasi kepribadian 69 4,3332 0,58029 3,00 5,00

3. Kompensasi sosial 69 4,2996 0,47178 3,33 5,00

4. Kompensasi profesional 69 4,2416 0,48456 3,00 5,00

Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)

Sebagaimana Tabel 2, varibel komunikasi organisasi dengan dimensi komunikasi ke

bawah, komunikasi ke atas, komunikasi horisontal memiliki nilai rata – rata mendekati nilai

maksimumnya dan standar deviasi dimensi komunikasi horisontal paling tinggi yaitu 0,63922

artinya dimensi komunikasi horisontal memiliki tingkat keberagaman yang paling tinggi. Varibel

motivasi kerja dengan dimensi kebutuhan prestasi, kebutuhan afiliasi, kebutuhan kekuasaan

memiliki nilai rata – rata mendekati nilai maksimumnya dan standar deviasi dimensi kebutuhan

kekuasaan paling tinggi yaitu 0,92788 artinya dimensi kebutuhan kekuasaan memiliki tingkat

keberagaman yang paling tinggi. Variabel kompensasi dengan dimensi kompensasi finansial,

nonfinansial memiliki nilai rata – rata mendekati nilai maksimumnya dan standar deviasi

dimensi kompensasi finansial paling tinggi yaitu 0,75911 artinya dimensi kompensasi finansial

memiliki tingkat keberagaman yang paling tinggi. Variabel kinerja guru dengan dimensi

kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional

memiliki nilai rata – rata mendekati nilai maksimumnya dan standar deviasi dimensi kompetensi

kepribadian paling tinggi yaitu 0,58029 artinya dimensi kompetensi kepribadian memiliki

tingkat keberagaman yang paling tinggi.

Uji Validitas dan Reliabilitas. Tujuan dilakukan uji validitas adalah untuk mengukur sah atau

valid tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner

mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut. Valid tidaknya

suatu item instrumen dapat diketahui dengan membandingkan indeks korelasi Product Moment

Pearson dengan level signifikansi 5 persen. Apabila probabilitas hasil korelasi lebih kecil dari

0,05 (5 persen), maka instrumen dinyatakan valid dan apabila probabilitas hasil korelasi lebih

besar dari 0,05 (5 persen), maka instrumen dinyatakan tidak valid.

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

283

Tabel 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Variabel/dimensi r-hitung Validitas Cronbach’

Alpha

Reliabilitas

Komunikasi Organisasi

1. Komunikasi ke bawah 0,614 valid

0,909

reliabel

2. Komunikasi ke atas 0,710 valid

3. Komunikasi horisontal 0,803 valid

Motivasi Kerja

1. Kebutuhan prestasi 0,606 valid

0,825

Reliabel 2. Kebutuhan afiliasi 0,618 valid

3. Kebutuhan kekuasaan 0,797 valid

Kompensasi

1. Kompensasi finasial 0,611 valid 0,798 Reliabel

2. Kompensasi nonfinansial 0,844 valid

Kinerja Guru

1. Kompetensi pedagogik 0,850 valid

0,926

Reliabel 2. Kompetensi kepribadian 0,694 valid

3. Kompetensi sosial 0,715 valid

4. Kompetensi profesional 0,786 valid

Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)

Uji validitas untuk variabel komunikasi organisasi (X1), motivasi kerja (X2), kompensasi

(X3) dan kinerja guru (Y) dilakukan dengan menggunakan kriteria nilai r-hitung. Jika nilai r-

hitung positif dan signifikan atau lebih besar dari 0,444 maka dinyatakan valid. Hasil pengujian

menunjukkan bahwa dimensi-dimensi dari variable penelitian adalah valid. Uji reliabilitas

dilakukan dengan menggunakan kriteria nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6.

Berdasarkan kriteria tersebut instrument untuk pengukuran variabel komunikasi organisasi (X1),

motivasi kerja (X2), kompensasi (X3) dan kinerja guru adalah reliabel karena kesemuanya

memiliki nilai lebih besar dari 0,6.

Uji Normalitas. Pengujian data selanjutnya adalah dengan menganalisis tingkat normalitas data

yang digunakan dalam penelitian ini. Asumsi normalitas data harus dipenuhi agar data dapat

diolah lebih lanjut. Uji asumsi klasik normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dapat

dilakukan untuk menguji apakah residual terdistribusi secara normal.

Data-data dari variabel dapat dikatakan normal, jika sebaran data berada pada garis lurus

sebaran titik plot. Menurut Sarjono dan Julianita (2011:64) menyatakan dalam uji normalitas

bahwa jika peneliti memiliki responden diatas 50, maka Sig. Kolmogorov-Smirnov yang

dibandingkan dengan Alpha.

Dasar pengambilan keputusan pada uji normalitas ini adalah sebagai berikut : a) Jika

angka signifikansi Uji Kolmogrov-Smirnov Sig. lebih besar atau sama dengan 0,05 maka data

berdistribusi normal b) Jika angka signifikansi Uji Kolmogrov-Smirnov Sig. lebih besar atau

sama dengan 0,05 maka data berdistribusi tidak normal.

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

284

Tabel 4. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 69

Normal Parametersa,,b 0,0000000 0,0000000

2,36976456 2,37530010

Most Extreme Differences 0,067 0,066

0,037 0,038

-0,067 -0,066

Kolmogorov-Smirnov Z 0,560

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,912

Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)

Berdasarkan Tabel 4 dari uji One-Simple Kolmogorov-Smirnov Test diperoleh dari nilai

signifikasi 0,560 dan berarti nilai . lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima berarti

dapat disimpulkan data terdistribusi secara normal.

Uji Multikolinieritas. Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau tidak. Dalam model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Uji multikolinieritas dilakukan

dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) dari hasil analisis dengan

menggunakan SPSS.

Tabel 5. Uji Multikolinieritas

Untuk menguji tidak adanya problem multikolinieritas, dengan ketentuan yaitu sebagai berikut:

a.Memiliki nilai VIF (variance inflation factor) lebih kecil dari 5, b. Mempunyai angka

tolerance mendekati angka 1. Hasil analisis regresi pada Tabel 6 terlihat bahwa semua variabel

bebas dalam penelitian ini tidak menunjukan gejala multikolinieritas karena nilai tolerance

mendekati 1 dan nilai VIF, yaitu: (1) Variabel komunikasi organisasi nilai VIF sebesar 1,359 dan

angka tolerance 0,736. (2) Variabel motivasi kerja nilai VIF sebesar 1,416 dan angka tolerance

0,706. (3) Variabel kompensasi nilai VIF sebesar 1,101 dan angka tolerance 0,908. Berdasarkan

hasil uji regresi, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat problem multikolisieritas yang serius

karena nilai VIF keduanya dibawah angka 10.

Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah model

regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Gambar 2. Scatterplot Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)

Variabel Bebas Pengujian Multikolinearitas

Tolerance VIF

Komunikasi Organisasi 0,736 1,359

Motivasi Kerja

Kompensasi

0,706

0.908

1,416

1,101

Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

285

Dari gambar grafik scatterplot tampak bahwa titik-titik menyebar tidak membentuk pola

yang jelas, dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Jadi dapat

disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model regresi.

Pengujian Hipotesis. Uji F. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi layak

untuk digunakan sebagai penduga hubungan pengaruh komunikasi organisasi dan motivasi kerja

serta kompensasi terhadap kinerja guru. Pengujian dilakukan dengan menggunakan kriterian uji

F dua sisi dengan taraf signifikan 0,05, kriteria pengujiannya adalah bahwa jika nilai F hitung

lebih kecil dari F tabel maka berarti secara bersama-sama konstruk komunikasi organisasi,

motivasi kerja dan kompensasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru, sehingga

model tidak layak untuk digunakan.

Tabel 6. Hasil Uji Simultan (Uji F)

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 1026,677 3 342,226 5,51 0,000a

Residual 381,873 65 5,875

Total 1408,551 68

Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)

Jika nilai F hitung lebih besar daripada F tabel maka berarti secara bersama-sama konstruk

komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja

guru. Tabel 6 distribusi F dicari pada taraf signifikan 0,05 dan jumlah responden n sama dengan

69 diperoleh 2,741, karena F hitung lebih besar dari F tabel (58,251 lebih besar dari 2,748), maka

H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa secara bersama-sama komunikasi organisasi,

motivasi kerja dan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru.

Uji t. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel independen (X1,

X2 dan X3) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y).

Tabel 7. Hasil Uji Pengaruh Individual (Uji t)

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 10.378 2,920 3,554 0,001

Komunikasi

Organisasi(X1)

0,390 0,054 0,540 7,171 0,000

Motivasi Kerja(X2) 0,231 0,059 0,300 3,907 0,000

Kompensasi (X3) 0,255 0,064 0,269 3,966 0,000

Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)

Ringkasan hasil pengujian hipotesis mengenai pengaruh komunikasi organisasi dan

motivasi kerja serta kompensasi terhadap kinerja guru disajikan dalam Tabel 7. Kriteria yang

digunakan untuk pengujian adalah berdasarkan nilai t-hitung. Dengan pengujian 2 sisi

(signifikansi sama dengan 0,025) hasil diperoleh untuk t tabel sebesar 1,997. Untuk mengetahui

apakah dalam model regresi variabel independen (bebas) secara parsial berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen (terikat), maka dapat dilihat dengan cara berikut:

Dari tabel 7 diperoleh harga t hitung sama dengan 7,171 dan harga t tabel sama dengan

1,997. Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Nilai t hitung lebih besar dari t tabel

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

286

(7,171 lebih besar dari 1,997) maka Ho ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan

antara komunikasi organisasi dengan kinerja guru.

Dari tabel 7 diperoleh harga t hitung sama dengan 3,907 dan harga t tabel sama dengan

1,997. Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Nilai t hitung lebih besar dari t tabel

(3,907 lebih besar dari 1,997) maka Ho ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan

antara motivasi kerja dengan kinerja guru. Jadi dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa secara

parsial motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru di SMA Yuppentek 1.

Dari tabel 7 diperoleh harga t hitung sama dengan 3,966 dan harga t tabel sama dengan

1,997. Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Nilai t hitung lebih besar dari t tabel

(3,966 lebih besar dari 1,997) maka Ho ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan

antara kompensasi dengan kinerja guru. Jadi dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa secara

parsial kompensasi berpengaruh terhadap kinerja guru di SMA Yuppentek 1.

Analisis Korelasi antar Dimensi. Pada analisa korelasi pengaruh dari ketiga variabel bebas

komunikasi organaisasi, motivasi kerja dan kompensasi terhadap kinerja guru, dapat diuraikan

dari korelasi masing-masing dimensi ketiga variabel tersebut, yang secara rinci dijelaskan

dibawah ini.

Tabel 8. Matrix Correlation

Variabel/Dimensi Kinerja Guru/Kompetensi

Pedagogik kepribadian Sosial Profesional

Komunikasi organisasi

1. Komunikasi ke bawah 0,475** 0,520** 0,561** 0,465**

2. Komunikasi ke atas 0,471** 0,551* 0,433** 0,577**

3. Komunikasi horizontal 0,520** 0,551* 0,497** 0,484**

Motivasi kerja

1. Kebutuhan akan prestasi 0,518** 0,570** 0,558** 0,557**

2. Kebutuhan afiliasi 0,368** 0,425** 0,415** 0,459**

3. Kebutuhan kekuasaan 0,299** 0,467** 0,417** 0,378**

Kompensasi

1. Kompensasi finansial 0,248* 0,331** 0,410** 0,422**

2. Kompensasi non finansial 0,284* 0,356** 0,256* 0,307*

Sumber : Hasil pengolahan data SPSS Hasil analisis korelasi antar dimensi sebagaimana Tabel 8 menunjukkan bahwa semua

dimensi pada variabel komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi memiliki korelasi

yang signifikan terhadap dimensi-dimensi kinerja guru. Korelasi antar dimensi pada komunikasi

organisasi dengan dimensi pada variabel kinerja guru, dimensi komunikasi ke atas yang

signifikan dan paling besar nilai koefisiennya dengan dimensi kompetensi profesional sebesar

0,577. Korelasi antar dimensi pada variabel motivasi kerja dengan dimensi pada variabel kinerja

guru, dimensi kebutuhan akan prestasi yang signifikan dan paling besar nilai koefisiennya

dengan dimensi kompetensi kepribadian sebesar 0,570. Korelasi antar dimensi pada variabel

kompensasi dengan dimensi pada variabel kinerja guru, dimensi kompensasi finansial yang

signifikan dan paling besar nilai koefisiennya dengan kompetensi profesional sebesar 0,442.

Pembahasan. Pengaruh dari ketiga variabel bebas komunikasi organisasi, motivasi kerja dan

kompensasi terhadap kinerja guru, akan dibahas mengenai temuan dari penelitiaan ini. Hasil uji

koefisien regresi secara parsial (uji t) didapat nilai t hitung variabel komunikasi organisasi 7,171

lebih besar dari harga t tabel sebesar 1,997 maka Ho ditolak sedang Ha diterima artinya secara

parsial ada pengaruh signifikan antara komunikasi organisasi dengan kinerja guru. Analisis

korelasi antar dimensi diperoleh variabel komunikasi organisasi dengan dimensi komunikasi

keatas menurut Daft (2010 : 483) memiliki pengaruh yang paling besar dengan dimensi

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

287

kompetensi professional dari variabel kinerja guru. Terlihat dari hasil pembahasan diketahui

bahwa pengaruh komunikasi organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja guru, Penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wahyuni

(2009), Dedy (2011), Roesly(2012), Kurniadi (2013) yang berkesimpulan adanya pengaruh

komunikasi organisasi dan kinerja.

Hasil uji koefisien regresi secara parsial (uji t) didapat nilai t hitung variabel motivasi

kerja 3,907 lebih besar dari harga t tabel sebesar 1,997 maka Ho ditolak sedang Ha diterima

artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru. Hasil

analisis korelasi antar dimensi diperoleh variabel motivasi kerja dengan dimensi kebutuhan akan

prestasi menurut McClelland dalam Robbins (2008 : 232) memiliki pengaruh yang paling besar

dengan dimensi kompetensi kepribadian dari variabel kinerja guru. Terlihat dari hasil

pembahasan diketahui bahwa pengaruh motivasi kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja guru, Penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Karweti (2010), Pratiwi (2013), Kaliri(2008), Yensi (2010) yang berkesimpulan adanya

pengaruh motivasi kerja dan kinerja. Terlihat dari hasil pembahasan diketahui bahwa pengaruh

kompensasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru, Penelitian ini

mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ristiana (2012), Sjahruddin et. al(2013),

Kaliri(2008), Yensi (2010) yang berkesimpulan adanya pengaruh kompensasi dan kinerja.

Berdasarkan analisis korelasi ganda ( R ) diperoleh angka R sebesar 0,854. Hal ini

menunjukkan terjadi hubungan yang sangat kuat antara variabel independen ( komunikasi

organisasi, motivasi kerja dan kompensasi ) terhadap variabel dependen ( kinerja guru ). Hasil

analisi determinasi (R2) diperoleh harga R

2 sebesar 0,729. Hal menunjukkan bahwa prosentase

sumbangan pengaruh komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi terhadap kinerja

guru sebesar 72,9 persen. Atau variasi variabel yang digunakan dalam model komunikasi

organisasi, motivasi kerja dan kompensasi mampu menjelaskan sebesar 72,9 persen variasi

variabel kinerja guru. Sedangkan sisanya sebesar 27,1 persen dipengaruhi atau dijelaskan oleh

variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Berdasar uji koefisien regresi

secara bersama – sama (uji F) diperoleh harga F sebesar 58,251 dan harga F tabel sebesar 2,748

karena F hitung lebih besar dari pada F tabel maka Ho ditolak, Ha diterima artinya komunikasi

organisasi, motivasi kerja dan kompensasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja

guru di SMA Yuppentek 1.

PENUTUP

Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai hasil dari keseluruhan temuan sebagai berikut: Pertama. Komunikasi

organisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru di SMA Yuppentek 1

Kota Tangerang, komunikasi organisasi memiliki pengaruh yang paling besar dibandingkan

motivasi kerja dan kompensasi, dimensi komunikasi ke atas dengan dimensi kompetensi

professional memiliki nilai korelasi yang paling besar; Kedua. Motivasi kerja memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru di SMA Yuppentek 1 Kota Tangerang, motivasi

kerja memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan komunikasi organisasi dan kompensasi,

dimensi kebutuhan akan prestasi dengan dimensi kompetensi kepribadian memiliki nilai korelasi

yang paling besar; Ketiga. Kompensasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja

guru di SMA Yuppentek 1 Kota Tangerang, kompensasi memiliki pengaruh yang lebih kecil dari

komunikasi organisasi dan lebih besar dari motivasi kerja, dimensi kompensasi finansial dengan

dimensi kompetensi profesional memiliki nilai korelasi yang paling besar; Keempat.

Komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi secara besama – sama memberikan

pengaruh signifikan terhadap kinerja guru, pengaruh variabel independen (komunikasi

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

288

organisasi, motivasi kerja dan kompensasi) terhadap variabel dependen (kinerja guru) sebesar

72,9 persen. Atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model (komunikasi

organisasi, motivasi kerja dan kompensasi) mampu menjelaskan sebesar 72,9 persen variasi

variabel dependen (kinerja guru).

Saran. Berdasarkan uraian dan penjelasan atas hasil penelitian, maka dapat direkomendasikan

beberapa saran, sebagai berikut: (1) Kepala sekolah dapat meningkatkan komunikasi organisasi

berupa mengimplementesi tujuan dan strategi, menjelaskan alasan utama pekerjaan, menjelaskan

prosedur dan praktik dan memberikan umpan balik; (2) Pelaksanaan komunikasi organisasi oleh

kepala sekolah harus mendengar masalah dan pengecualian yang ada pada organisasi, menerima

saran, perbaikan dan laporan kinerja guru; (3) Kepala sekolah perlu mendorong motivasi kerja

guru, antara lain : dengan cara mengadakan pelatihan yang mendukung produktivitas guru dalam

mengajar, memberikan motivasi bagi para guru agar meningkatkan prestasi mengajarnya

mengenali dengan baik seluruh personil bawahannya, tempatkan bawahan pada pekerjaan yang

sesuai dengan minat, kemampuan dan keahlian serta kesenangannya; (4) Dalam pemberian

kompensasi sekolah lebih menghargai kinerja, menjamin keadilan dan selain pemenuhan

kebutuhan kompensasi secara finansial, peranan kompensasi non finansial sangat penting,

misalnya adanya penghargaan atas prestasi yang dicapai, pengakuan atas kemampuan dan

ketrampilan yang dimilki setiap guru; (5) Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat dijadikan

referensi atau rujukan dalam penelitian lanjutan dengan memperhatikan beberapa faktor lainnya

untuk lebih mengetahui/memperoleh informasi yang lebih lengkap agar motivasi kerja mutlak

harus terus dilakukan untuk terus meningkatkan kinerja guru menjadi lebih baik lagi; (6) Bagi

penelitian lanjutan yang sejenis, diharapkan mengembang konsep kinerja, dan jumlah populasi

tidak hanya satu sekolah saja sehingga untuk melakukan generalisasi akan lebih baik hasilnya.

DAFTAR RUJUKAN

Ayub, Nadia. 2011. The Relationship Between Work Motivation and Job Satisfaction, Pakistan

Business Review. Juli 2011.

Daft, Richard L.2010. Manjemen. Edisi 9. South-Western Cengage Learning. USA.

Dedy, Agustinus. Rini Novira. 2011. Analisis Pengaruh Gaya Kepemimipinan, Komunikasi

Organisasi dan Jenis Penghargaan terhadap Loyalitas Karyawan ( Study Kasus : PT

Hero Super Market Tbk ; Kantor Puast ). Binus University. Jakarta.

Dirjen PMPTK DEPDIKNAS. 2008. Penilaian Kinerja guru. Materi Diklat Pengawas. Jakarta.

Eberts, Randal W. Kevin Hollenbeck dan Joe Allan S. 2000. “Teacher Performance Incentives

and Student Outcomes”, Journal of Human Resources 37(4) (Fall 2002): 913-927

Giri, Wayan.2009. Kompensasi Kerja .Makalah. Poltek Pos Indonesia. Bandung.

Guney, Semra. Oğuz Diker dan Salih Guney. Evren Ayranci. Hüseyin Solmaz. 2012. ”Effects of

Organizational Communication on Work Commitment: A Case Study on a Public

Agency in Ankara”, Business Management Dynamics, vol.2, No.4, Oct 2012, pp.18-29.

Kaliri. 2008. Pengaruh Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Faktor Yang

Mempengaruhi Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SLB di Kabupaten Subang. Tesis.

Universitas Negeri Semarang. Jawa Tengah.

Karweti, Engkay. 2010. Pengaruh Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Faktor Yang

Mempengaruhi Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SLB di Kabupaten Subang, Jurnal

Penelitian Pendidikan. Oktober 2010.

Kurniadi, Dede H. 2013. Analisis Pengaruh Budaya Organisasidan Komunikasi Organisasi

Terhadap Kinerja Pegawaipada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Tesis.

Universitas Pasundan. Jawa Barat

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

289

Kustantini, Sri. 2005. Analisis Kinerja Guru Sekolah Menegah Pertama Negeri 2 Ungaran

Kabupaten Semarang. Tesis. Universitas Diponogoro. Jawa Tengah.

Levacic, Rosalind. 2009 .” Teacher Incentives and Performance: An Application of Principal–

Agent Theory”, Oxford Development Studies, March 2009, Vol. 37, No. 1.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, 2011, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.

Penerbit Remaja Rosdakarya. Bandung.

Melita, Irma. 2008. Pengaruh Kognitif Guru, Suvervisi, dan Sarana Prasarana terhadap Kinerja

Guru SMA Negeri 11 Padang. Tesis. Universitas Andalas. Sumatra Barat.

Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan. ArRuz Media. Yogjakarta.

Nadeem, Mohammad. 2011.” Teacher‟s Competencies and Factors Affecting the Performance of

Female Teachers in Bahawalpur (Southern Punjab) Pakistan”, International Journal of

Business and Social Science, October 2011, Vol. 2, No. 19.

Negash, Rijalu. Shimelis Zewude dan Reta Megersa. 2014. ”The effect of compensation on

employees motivation: In Jimma University academic staff”, Basic Research Journal of

Business Management and Accounts, February 2014, vol. 3(2) pp. 17-27.

Pace, Wayne & Faules, Don F. 2005. Komunikasi Organisasi (Strategi Meningkatkan Kinerja

Perusahaan). Editor Deddy Mulyana. Rosdakarya. Bandung.

Podgursky, Michael J. dan Matthew G. Springer. 2007. “Teacher Performance Pay: A Review”,

Journal of Policy Analysis and Management, Vol. 26, No. 4

Pratiwi, Suryani D. 2013. Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kemimpinan Kepala

Sekolah Menurut Persepsi Guru, dan Iklim Sekolah Terhadap Kinerja Guru Ekonomi

SMP NEGERI di Kabupaten Wonogiri, Jurnal Pendidikan Insan Mandiri, Vol 1. No. 1.

Ristiana, Nunung. 2012. Pengaruh Kompensasi, Lingkungan Kerja dan Motivasi Kerja

Terhadap Kinerja Guru Tidak Tetap. Skripsi. Universitas Diponogoro. Jawa Tengah.

Rivai, Veithzal, Ella Jauvani Sagala. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan :

Dari Teori Ke Praktik. Rajawali Pers. Jakarta.

Rizal, Muhamad 2014.” Effect of Compensation on Motivation, Organizational Commitment

and Employee Performance (Studies at Local Revenue Management in Kendari City)”,

International Journal of Business and Management Invention, February 2014, vol.3, pp.

64 - 79

Robbins, S., dan Timothy A. J. 2008. Perilaku Organisasi, Organizational Behaviour.

Gramedia. Jakarta.

Roesly, Benny. 2012. Pengaruh Komunikasi Organisasi, Komitmen Organisasi, dan Iklim

Organisasi Terhadap Kinerja Guru di Lingkungan Sekolah Maitreyawira Batam. Tesis.

Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Samsudin H, Sadeli. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Pustaka Setia. Bandung.

Sedarmayanti. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia (Reformasi Birokrasi dab Manajemen

Pegawai Negeri Sipil). PT Refikatama. Bandung.

Sirait, Justine T. 2006. Memahami Aspek-aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam

Organisasi. Grasindo. Jakarta.

Sjahruddin.Raden G Kurniasih. Wandi. 2010. Pengaruh Pemberian Kompensasi dan

Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Pada SMP Cendana Pekan

Baru. Universitas Riau. Riau.

Sofyandi, Herman. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Spaho, Kenan. 2011. ”Organizational Communication as an Important Factor of Company

Success: Case Study of Bosnia and Herzegovina”, Business Intelligence Journal, July,

Vol.4, No.2

Sudarmanto, R. Gunawan. 2005. Regresi Linear Ganda dengan SPSS. Ed. Pertama. Graha Ilmu.

Yogyakarta.

Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

290

Sudrajat, Akhmad. 2008. Kompetensi Guru dan Peran Kepala Sekolah.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/21/kompetensi-guru-dan-peran-kepala-

sekolah/ (diakses tanggal 22 Mei 2014).

Syaiin, Subakti. 2007. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Klinik Spesialis

Bestari Medan. Tesis Pascasarjana. Tesis. Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara.

Tella, Adeyinka. 2007. Work Motivation, Job Satisfaction, and Organisational Commitment of

Library Personnel in Academic and Research Libraries in Oyo State. Library Philosophy

and Practice. April. 2007

Wahyuni, Lili. 2009. Pengaruh Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Bagian

Akuntasi dengan Komitmen Organisasi dan Tekanan Pekerjaan sebagai Variabel

Intervening. Tesis. Universitas Diponogoro. Jawa Tengah.

Yensi, Nurul A. 2010. “Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Terhadap Kinerja Guru DI SMA

NEGERI 2 Argamakmur Bengkulu Utara”, Jurnal Kependidikan TRIADIK. April 2010.

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

291

PENGARUH MOTIVASI KERJA, PENGEMBANGAN KARIR DAN LINGKUNGAN

KERJA TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DENGAN

KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

PADA PERUSAHAAN TERMINAL LPG

Abda Alif

Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

[email protected]

Abstrak: The study examines the effect of work motivation, career development, work

environment on organizational citizenship behavior (OCB) with job satisfaction as intervening

variable. The research approach is a quantitative approach through the method of data collection

using questionnaires. The sample was totally 158 respondents. Research using analysis of

Structural Equation Model (SEM) that run through AMOS 18.00 software in seeing the influence

of exogenous variables on endogenous variables. The results showed that work motivation in a

positive and significant effect on job satisfaction, career development is not a positive and

significant effect on job satisfaction, work environment in a positive and significant effect on job

satisfaction, work motivation is not positive and significant effect on organizational citizenship

behavior, career development is a positive and significant effect on organizational citizenship

behavior, work environment is not positive and significant effect on organizational citizenship

behavior, job satisfaction is positively and significantly influence the organizational citizenship

behavior and work environment through job satisfaction has positive influence on organizational

citizenship behavior. Other findings are organizational citizenship behavior (OCB) can be

increased due to the work environment, but on the condition that the employees are satisfied

first.

Keywords: Organizational Citizenship Behavior (OCB), Job Satisfaction, Work Motivation,

Career Development, Work Environment.

Abstrak. Studi ini meneliti tentang pengaruh motivasi kerja, pengembangan karir, lingkungan

kerja terhadap perilaku kewarganegaraan organisasi (OCB) dengan kepuasan kerja sebagai

variabel intervening. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif melalui metode

pengumpulan data menggunakan kuesioner. Sampel sebesar 158 responden. Penelitian

menggunakan analisis Structural Equation Model (SEM) yang dijalankan melalui AMOS 18.00

software dalam melihat pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja,

pengembangan karir tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja,

lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, motivasi kerja

tidak positif dan berpengaruh signifikan terhadap perilaku warga organisasi, pengembangan karir

berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku warga organisasi, lingkungan kerja tidak

berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku warga organisasi, kepuasan kerja positif dan

signifikan mempengaruhi perilaku kewarganegaraan organisasi dan lingkungan kerja melalui

kepuasan kerja memiliki pengaruh positif perilaku warga organisasi. Temuan lain adalah

perilaku kewargaan organisasi (OCB) dapat meningkat karena lingkungan kerja, tetapi dengan

syarat bahwa karyawan puas terlebih dulu.

Kata kunci: Organizational Citizenship Behavior (OCB), Kepuasan Kerja, Motivasi Kerja,

Pengembangan Karir, Lingkungan Kerja.

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

292

PENDAHULUAN

Dalam masa kompetitif saat ini, perusahaan-perusahaan dunia telah menyadari bahwa

hanya dengan mengembangkan sumber daya manusia, perusahaan bisa tetap tumbuh karena sisi

inovasi produk berada pada manusia itu sendiri. Sumber daya manusia menjadi aset atau modal

penting dalam organization effectiveness dalam mengembangkan sistem dan upaya-upaya

inovasi produk sehingga bisa tetap memiliki nilai-nilai competitive advantage dibanding dengan

kompetitor-kompetitor.

Aspek manusia memiliki peranan yang sangat penting dalam perusahaan, karena mereka

adalah penggerak perusahaan sehingga dapat berjalan, berkembang, bertahan dan berimprovisasi

dalam memajukan perusahaan. Oleh karenanya, manusia adalah intangible assets/human capital

yang meliputi level pendidikan, knowledge, skill, kompetensi, sikap kerja, kemampuan

berinovasi, motivasi, organizational citizenship behavior, hubungan dengan rekan kerja,

konsumen, supplier, dan sebagainya.

Robbins dan Judge (2008:40) mengemukan perusahaan yang sukses membutuhkan

karyawan yang akan melakukan lebih dari sekadar tugas biasa mereka -yang akan memberikan

kinerja yang melebihi harapan. Pernyataan tersebut sangat beralasan mengingat dunia kerja saat

ini sangat dinamis dan sangat cepat berubah. Tugas-tugas yang dikerjakan oleh tim dan

fleksibilitas pegawai sangat membantu perusahaan dalam mencapai kesuksesan. Oleh karenanya,

organisasi atau perusahaan membutuhkan karyawan yang akan memperlihatkan perilaku

“kewargaan yang baik”, seperti membantu individu lain dalam tim, mengajukan diri untuk

melakukan pekerjaan ekstra, menghindari konflik yang tidak perlu, menghormati semangat dan

isi peraturan, serta dengan besar hati menoleransi karugian dan gangguan terkait pekerjaan yang

kadang terjadi. (Robbins dan Judge, 2008:40)

Pada perusahaan terminal LPG dibutuhkan kerja sama tim yang solid mengingat safety

oriented menjadi nilai inti (core value) perusahaan. Karyawan dituntut untuk tidak sekedar

bekerja mengikuti deskripsi pekerjaan formal yang sudah ditetapkan, tetapi juga bisa melakukan

hal-hal lebih di luar pekerjaan formalnya. Industri yang mengutamakan safety oriented maka

semua karyawan diharapkan memiliki rasa peduli antar sesama bahkan siap bekerja ekstra di luar

jam pekerjaan karena terdapat hal-hal yang sangat krusial menyangkut tingkat keamanan

operasional perusahaan.

Kehandalan Peralatan (Facilities) mulai dari peralatan utama maupun peralatan

pendukung harus dalam kondisi prima. Mengingat kegiatan operasi Terminal LPG merupakan

daerah Zona Zero beroperasi 24 jam dan satu bulan hari kalender, maka tidak ada toleransi

dalam hal ketentuan safety. Kegiatan maintainance dilakukan secara periodik untuk menjamin

kehandalan peralatan tersebut.

Kepuasan kerja juga berhubungan dengan OCB sebagaimana penelitian yang dilakukan

oleh Jehad Mohammad et. al (2011) menemukan kepuasan kerja instrinsik dan ekstrinsik

berpengaruh terhadap OCB; Nima Saeedi et. al (2012) kepuasan kerja -berhubungan dengan

pekerjaan, gaji, promosi, supervisi, hubungan dengan rekan kerja- berpengaruh terhadap OCB;

Budiyanto dan Hening Widi Oetomo (2011) kepuasan kerja dapat menjelaskan OCB; Whitman

et. al (2010) penelitian ini ingin mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja melalui

OCB sebagai mediator. Hasil menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan

kerja terhadap OCB sehingga berdampak pada kinerja.

Motivasi juga terkait dengan OCB sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh

Budiyanto dan Hening Widi Oetomo (2011) bahwa motivasi kerja secara positif dan signifikan

berpengaruh terhadap OCB dengan subjek penelitian 270 pegawai negeri sipil di Magetan

Indonesia. Penelitian Sangmook Kim (2006) menemukan motivasi behubungan dengan OCB

pada 1.584 pegawai jasa publik di Korea.

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

293

Penelitian mengenai pengaruh pengembangan karir terhadap OCB pernah dilakukan oleh

David Okurame (2010) terhadap 72 supervisor dan 182 subordinat di beberapa cabang Bank di

Nigeria. Hasilnya mengindikasikan career growth prospect (CGP) berpengaruh signifikan pada

OCB khususnya pada dimensi sportsmanship, conscientiousness dan civic virtue.

Salah satu hal yang penting dalam organisasi atau perusahaan adalah lingkungan kerja.

Lingkungan kerja yang nyaman, aman dan kondusif akan membuat karyawan betah di kantor

dan berimplikasi pada puas atau tidak puas kerja (Budiyanto dan Hening, 2011).

KAJIAN TEORI

Organizational Citizenship Behavior (OCB). Organ (1988, dalam Podsakoff, 2000)

mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang bersifat bebas (discretionary), yang tidak

secara langsung dan eksplisit mendapat penghargaan dari sistem imbalan formal, dan yang

secara keseluruhan mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan

sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi

jabatan, yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai

pilihan personal.

Akhir-akhir ini, para peneliti OCB mendefinisikannya perilaku kewargaan sebagai

sebagai perilaku terpisah dari peran inti performa kerja dan menekankan bahwa OCB harus

dilihat sebagai peran ekstra sekaligus peran yang berfungsi secara organisasi (Bateman dan

Organ, 1983, dalam Van Dyne, linn; Jill W Graham; Richard M. Dienesch:1994). Podsakoff et

al. (2000) mencatat lebih dari 150 artikel yang diterbitkan di jurnal-jurnal ilmiah dalam kurun

waktu 1997 hingga 1998. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku kewargaan sangat membantu

organisasi yang efisien, efektif dan positif.

Greenberg dan Baron (2008: 231, 433) mendefinisikan OCB sebagai tindakan sukarela

yang melampaui persyaratan kerja formal. Sebuah bentuk perilaku informal dimana seseorang

melampaui harapan-harapan secara formal dalam mengkontribusikan kesejahteraan organisasi

dan orang-orang didalamnya. Robbins dan Judge (2008:40) menggambarkan OCB sebagai

perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan,

namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.

Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa OCB merupakan perilaku

sukarela diluar pekerjaan formal yang sudah ditentukan, namun memberikan dampak bagi

perusahaan secara efektif, efisien dan positif.

Dimensi-dimensi OCB menurut Organ (1988, dalam Podsakoff, 2000) antara lain: Altruism

(Membantu orang lain untuk melakukan pekerjaan mereka), Conscientiousness (kinerja melebihi

standar), Sportmanship (bekerja tanpa komplain dan mengeluh), Courtessy (perilaku sesuai

aturan), Civic Virtue (peduli terhadap organisasi).

Kepuasan Kerja. Greenberg dan Baron (2008:221), Wood et al. (1998:146), Schermerhorn,

Hunt dan Osborn (2002:162) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif

yang dirasakan oleh individu terhadap pekerjaannya. Sedangkan, Robbins dan Judge (2008:40)

menganggap kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang

merupakan hasil dari evaluasi karakteristik-karakteristiknya.

McShane dan Von Glinov (2008:115) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai evaluasi

seseorang terhadap pekerjaanya dan dalam kontek bekerja.

Robbins et al. (2001:59) mendefinisikan kepuasan kerja dengan singkat yaitu sikap

umum individu terhadap pekerjaanya. Seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan

berpengaruh kepada perilaku positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, ketika seseorang tidak

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

294

puas dengan pekerjaanya akan menimbulkan perilaku yang negatif terhadap apa yang

dikerjakannya.

Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikap

senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. (Rivai dan Sagala. 2010:856).

Kepuasan kerja adalah suatu perasaaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai

yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. (Mangkunegara,

2011:117).

Kesimpulan dari beberapa pengertian tentang kepuasan kerja bahwa kepuasan kerja

berhubungan dengan sikap perasaan seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja baik positif

maupun negatif.

Dimensi-dimensi kepuasan kerja menurut Job Description Index (JDI) (Wood et al,

1998) antara lain Pekerjaan itu sendiri, Kualitas supervisi, Hubungan dengan rekan kerja,

Peluang promosi, Gaji.

Motivasi Kerja. Motivasi adalah serangkaian proses yang membangkitkan, mengarahkan dan

memelihara perilaku manusia demi pencapaian tujuan tertentu. (Greenberg dan Baron.

2008:248).

Motivasi merupakan proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang

individu untuk mencapai tujuannya. Dalam konteks ini maka motivasi yang dimaksud adalah

fokus pada tujuan-tujuan organisasional untuk mencerminkan minat terhadap perilaku yang

berhubungan dengan pekerjaan. Robbins dan Judge (2008:222).

Rivai dan Sagala (2010:837) menganggap motivasi sebagai serangkaian sikap dan nilai-

nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan

individu. Lebih lanjut Rivai dan Sagala (2010) mengungkapkan bahwa sumber motivasi ada tiga

faktor, yaitu: 1) kemungkinan untuk berkembang, 2) jenis pekerjaan, dan 3) apakah mereka

dapat merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan tempat mereka bekerja.

Robbins dan Judges (2008:223-256) telah membagi teori motivasi tradisional dengan

teori motivasi kontemporer. Teori motivasi tradisional diantaranya adalah teori hierarki

kebutuhan Maslow, teori X dan Y, dan teori dua faktor. Sedangkan, teori motivasi kontemporer

diantaranya adalah teori kebutuhan McClelland. Robbins dan Judge (2008:229) mengkritik teori

motivasi tradisional sebagai teori yang tidak menunjukkan hasil yang baik setelah dilakukan

pemeriksaan yang menyuluruh.

Robbins dan Judge (2008:230) selanjutnya merekomendasikan teori motivasi

kontemporer karena dianggap lebih valid dan juga karena dikembangkan baru-baru ini sehingga

teori-teori ini menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.

Ernest J. McCormick mendefinisikan motivasi kerja sebagai kondisi yang berpengaruh

membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan

kerja. (Mangkunegara, 2011:94)

Jadi, motivasi kerja adalah suatu proses sikap dan nilai-nilai yang mendorong,

membangkitkan dan mengarahkan seseorang untuk pencapai tujuannya dalam lingkungan kerja.

Dimensi-dimensi motivasi kerja menurut David McClelland (Robbin dan Judge, 2008) antara

lain kebutuhan pencapaian, kebutuhan kekuatan, dan kebutuhan hubungan.

Pengembangan Karir. Karir adalah suatu pendekatan formal yang digunakan oleh organisasi

dalam meningkatkan jabatannya melalui kualifikasi dan pengalaman yang sesuai ketika

dibutuhkan. Pengembangan karir secara formal akan sangat penting bagi menjaga motivasi dan

komitmen pegawai (Mondy dan Noe, 2005:237).

Karir adalah urutan pengalaman dan kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan dan yang

menciptakan sikap dan perilaku tertentu pada diri seseorang. Atau urutan sikap dan perilaku

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

295

seseorang dikaitkan dengan oengalaman kerja dan aktifitas dalam rentang kehidupan orang itu

(Gibson, Ivancevich dan Donnelly, 1996:205).

Karir adalah seluruh pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan oleh individu selama masa

hidupnya. Karir merupakan pola dari pekerjaan dan sangat berhubungan dengan pengalaman

(posisi, wewenang, keputusan dan interpretasi subjektif atas pekerjaan dan aktivitas selama masa

kerja individu (Rivai dan Sagala, 2010:266).

Pengembangan karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai

dalam rangka mencapai karir yang diinginkan (Rivai dan Sagala, 2010:274). Tujuan dari

pengembangan akrir dalah untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan

kesempatan karir yang tersedia di perusahaan saat ini dan di masa mendatang.

Danrew J. Dubrin menganggap pengembangan karir sebagai aktivitas kepegawaian yang

membantu pegawai-pegawai merencanakan karir masa depan mereka di perusahaan agar

perusahaan dan pegawai yang bersangkutan dapat mengembangkan diri secara maksimum.

(Mangkunegara, 2011:77).

Pengembangan karir merupakan upaya-upaya pribadi seorang karyawan untuk mencapai

suatu rencana karir. Oleh karenanya, setiap karyawan harus bertanggung jawab atas kemajuan

dan pengembangan karir yang dialami.

Dari beberapa definisi diatas dapat digambarkan pengembangan karir sebagai proses

peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai baik secara structural maupun fungsional

sesuai dengan yang diinginkan.

Dimensi-dimensi pengembangan karir menurut Handoko (2008) dan Rivai dan Sagala

(2010) antara lain prestasi kerja, kesetiaan terhadap Organisasi, Mentor dan Sponsor, Dukungan

para Bawahan, dan Kesempatan untuk Bertumbuh.

Lingkungan Kerja. Menurut Sedarmayati (2001:1) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai

berikut : “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,

lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya

baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”.

Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat

mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembanka (Nitisemito, 2000:183).

Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat

melaksnakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja

dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan

kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak

mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang efisien.

Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala

sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non

fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat

bekerja.

Sedarmayanti (2001:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja

terbagi menjadi 2 yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik. Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Motivasi Kerja Berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja

H2 : Pengembangan Karir Berpengaruh terhadap Kepuasan kerja

H3 : Lingkungan Kerja Berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja

H4 : Motivasi Kerja Berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB)

H5 : Pengembangan Karir Berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB)

H6 : Lingkungan Kerja Berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB)

H7 : Kepuasan Kerja Berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB)

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

296

METODE

Jenis desain ini biasa disebut dengan desain kausal atau desain pengujian hipotesis, yaitu

studi yang termasuk menjelaskan hubungan tertentu atau menentukan perbedaan antar kelompok

atau kebebasan (independensi) dua atau lebih faktor dalam suatu situasi (Sekaran, 2009:162,

Istijanto, 2010:27, Umar, 2013:10-11).

Jumlah populasi sebesar 154 orang, ditambah dengan pekerja harian sebanyak 25 orang,

jadi secara keseluruhan 179 orang. Data kuesioner disebar sebanyak 179 ke seluruh responden

namun data kuesioner yang terkumpul sebanyak 158 responden. Teknik ini disebut teknik sensus

sebab mengambil seluruh responden.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode survey, yaitu data

dikumpulkan dengan menanyai karyawan melalui daftar pernyataan atau kuesioner terstruktur

melalui Model Skala Likert.

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model struktur berjenjang dan untuk

menguji hipotesis yang diajukan, maka teknik analisis yang digunakan adalah SEM (Structural

Equation Modelling) yang dioperasikan melalui program AMOS.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden. Dalam penelitian ini secara keseluruhan responden berjumlah 158

orang dengan pembagian responden laki-laki berjumlah 147 (93%) orang dan responden

perempuan berjumlah 11 (7%) orang. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan di

bagi menjadi 7 kategori, yaitu (1) tingkat SD berjumlah 16 orang atau 10%, (2) tingkat SMP

berjumlah 27 orang atau 17%, (3) tingkat SMA/SMK/STM berjumlah 102 orang atau 65%, (4)

tingkat D1 berjumlah 1 orang atau 1%, (5) tingkat D2 berjumlah 2 orang atau 1%, (6) tingkat D3

berjumlah 3 orang atau 2%, (7) tingkat S1 berjumlah 7 orang atau 4%. Distribusi responden

berdasarkan masa kerja di bagi menjadi 5 kategori, yaitu (1) 1-2 tahun berjumlah 1 orang atau

1%, (2) 3-4 tahun berjumlah 11 orang atau 7%, (3) 5-6 tahun berjumlah 129 orang atau 82%, (4)

7-8 tahun berjumlah 7 orang atau 4%, (5) 9 tahun berjumlah 10 orang atau 6%.

Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis). Dalam penelitian ini terdiri

dari tiga konstruk eksogen dan dua konstruk endogen. Variabel motivasi kerja, pengembangan

karir dan lingkungan kerja merupakan konstruk eksogen. Sedangkan, variabel kepuasan kerja

dan organizational citizenship behavior (OCB) merupakan konstruk endogen.

Confirmatory Factor Analysis (CFA) Konstruk Eksogen

Gambar 1. Model CFA Konstruk Eksogen

Pengujian terhadap kelayakan Model CFA Konstruk Eksogen. Dari diagram jalur gambar

1 dapat dilihat bahwa Model Konstruk Eksogen memiliki goodness of fit yang baik, karena nilai

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

297

probabilitas dari Chi-Square lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,202. Demikian juga dengan

nilai DF, GFI, AGFI, CFI, TLI, CMIN/DF dan RMSEA telah memenuhi nilai yang

direkomendasikan (lihat tabel 1 di bawah ini). Hasil pengujian Model CFA Konstruk Eksogen

diringkas dalam tabel berikut:

Tabel 1. Hasil Pengujian Model CFA Konstruk Eksogen

No. Goodness of Fit

Indices

Cut Off Value

(Nilai Batas)

Hasil Kriteria

1. Chi-Square . df 83.897 Good Fit

Probability 0,05 0,202

2. CMIN/DF 2 1,134 Good Fit 3. GFI 0,90 0,931 Good Fit 4. AGFI 0,90 0,902 Good Fit 5. CFI 0,90 0,987 Good Fit 6. TLI/NNFI 0,90 0,985 Good Fit 7. RMSEA 0,08 0,029 Good Fit

Sumber: Data Primer Diolah Peneliti dengan Amos 18.00

Confirmatory Factor Analysis (CFA) Konstruk Endogen

Gambar 2. Model CFA Konstruk Endogen

Pengujian terhadap kelayakan Model CFA Konstruk Endogen. Dari diagram jalur gambar

2 dapat dilihat bahwa Model CFA Konstruk Endogen memiliki goodness of fit yang baik, karena

nilai porbabilitas dari Chi-Square > 0,05 yaitu sebesar 0,193 serta nilai-nilai DF, GFI, AGFI,

CFI, TLI, CMIN/DF dan RMSEA telah memenuhi nilai yang direkomendasikan (Goodness Of

Fit Indices tabel 2 di bawah ini). Hasil pengujian Model_5 CFA Konstruk Endogen diringkas

dalam tabel berikut:

Tabel 2. Hasil Pengujian Model CFA Konstruk Endogen

No. Goodness

of Fit

Indices

Cut Off

Value

(Nilai

Batas)

Hasil Kriteria

1. Chi-

Square . df 4.731 Good Fit

Probability 0,05 0,193

2. CMIN/DF 2 1,577 Good Fit 3. GFI 0,90 0,990 Good Fit 4. AGFI 0,90 0,931 Good Fit

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

298

5. CFI 0,90 0,996 Good Fit 6. TLI/NNFI 0,90 0,979 Good Fit 7. RMSEA 0,08 0,061 Good Fit

Sumber: Data Primer Diolah peneliti dengan Amos 18.00

Analisis Model Struktural

Gambar 3. Full Model

Pengujian terhadap kelayakan Full Model. Dari diagram jalur pada Gambar 3 dapat

dilihat Full Model memiliki goodness of fit yang baik yaitu nilai Chi-Square sebesar 155.716

dengan probabilitas (P) > 0,05 yaitu sebesar 0,337 dan juga nilai-nilai DF, GFI, CFI, TLI,

CMIN/DF dan RMSEA telah memenuhi nilai yang direkomendasikan. Hanya nilai AGFI yang

marjinal fit karena nilainya sebesar 0,880 sedikit di bawah yang direkomendasikan yakni 0,90.

Secara lebih rinci hasil pengujian Full Model dalam tabel berikut:

Tabel 3. Hasil Pengujian Full Model No. Goodness

of Fit

Indices

Cut Off

Value

(Nilai

Batas)

Hasil Kriteria

1. Chi-Square . df 155.716 Good Fit

Probability 0,05 0,337

2. CMIN/DF 2 1,045 Good Fit 3. GFI 0,90 0,915 Good Fit 4. AGFI 0,90 0,880 Marginal

Fit 5. CFI 0,90 0,995 Good Fit 6. TLI/NNFI 0,90 0,994 Good Fit 7. RMSEA 0,08 0,017 Good Fit

Sumber: Data Primer Diolah peneliti dengan Amos 18.00

Dari tabel 3 dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan Full Model merupakan Fit

Model yang dapat diterima. Dengan demikian hipotesis fundamental analisis SEM dalam

penelitian ini diterima yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara matrik kovarian

data dari variabel teramati dengan matrik kovarian dari model yang dispesifikasikan (implied

covarian matrix). Hal ini menunjukkan bahwa dua persamaan struktural yang dihasilkan oleh fit

model (full model) dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan dan

pengaruh antar variabel eksogen dengan endogennya. Sedangkan, besarnya pengaruh masing-

masing variabel independen terhadap variabel dependen akan dilakukan pengujian statistik

sehingga dapat diketahui variabel independen mana saja yang berpengaruh signifikan dan paling

dominan mempengaruhi variabel dependennya.

Lanjutan Tabel 2

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

299

Adapun dua persamaan struktural yang dihasilkan oleh fit model (full model) dapat

dibentuk dari output AMOS 18.00 pada Standardized Regression Weights, yaitu:

Persamaan Struktural 1 : Kepuasan Kerja = 0,729*Motivasi Kerja + -0,503*Pengembangan Karir + 0,375*Lingkungan Kerja

Persamaan Struktural 2 : Organizational Citizenship Behaviour = 0,361*Motivasi Kerja + 0,818*Pengembangan Karir + -

0,603*Lingkungan Kerja + 0,285*Kepuasan Kerja

Berdasarkan dua persamaan struktural yang dihasilkan dari penelitian ini, dapat

disimpulkan bahwa variabel pengembangan karir memiliki pengaruh yang paling dominan

terhadap organizational citizenship behaviour (OCB). Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien

jalurnya sebesar 0,818 merupakan yang terbesar dibandingkan dengan koefisien jalur dari

variabel motivasi kerja (0,361), kepuasan kerja (0,285) maupuan lingkungan kerja (-0,603).

Sedangkan, pengaruh terhadap kepuasan kerja, variabel motivasi kerja lebih dominan

dibandingkan dengan lingkungan kerja dan pengembangan karir. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

koefisien jalur motivasi kerja sebesar 0,729 lebih besar dari nilai koefisien jalur lingkungan kerja

sebesar 0,375 maupun pengembangan karir sebesar -0,503.

Evaluasi Model Struktural. Evaluasi dilakukan terhadap model struktural sebagai berikut: (a)

Skala Pengukuran Variabel (Skala Data): Data yang digunakan untuk mengukur variabel dalam

penelitian ini menggunakan Skala Likert dengan 4 kategori 1 s/d 4; (b) Ukuran Sampel: Sampel

sebanyak 158 responden pada penelitian ini sudah memenuhi ketentuan minimal (minimum

requirement) analisis SEM yaitu sampel berkisar antara 100-200 atau minimal lima kali jumlah

indikator; (c) Normalitas Data: Hasil menunjukkan nilai critical rasio (c.r.) dari multivariat pada

kurtosis berada di atas harga mutlak 2,58 yaitu 19,678, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak

berdistribusi normal secara multivariate. Karena distribusi data tidak normal maka dilakukan

bootstraping Bollen-Stone. Hasil probabilitas bootstrapping Bollen-Stone p = 0,025 < 0,05,

artinya ketidaknormalan data tidak bermasalah; (d) Data Outliers: Nilai Mahalanobis Distance

atau (20:0,001) = 45.314. Hal ini berarti semua kasus (observation number) yang memiliki

nilai Mahalanobis d-squared yang lebih besar dari 45.314 adalah multivariate outliers. Hasil

menunjukkan bahwa terdapat sedikit data outliers namun peneliti memutuskan tidak membuang

sampel yang outliers karena peneliti ingin menampilkan data sesungguhnya dan apa adanya data

dari responden, selain itu goodness of fit sudah memenuhi nilai yang direkomendasikan sehingga

tidak perlu membuat data outliers; (e) Multicolinearity dan Singularitas: Determinant of sample

covariance matrix sebesar 0,000 berada mendekati nol. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa terdapat multikolinieritas dan singularitas pada data penelitian ini namun demikian masih

dapat diterima karena persyaratan asumsi SEM yang lain terpenuhi (Haryono dan Wardoyo,

2012;311); (f) Uji Reliabilitas Konstruk: Menunjukkan bahwa seluruh indikator dari konstruk

penelitian memiliki nilai faktor muatan standar > 0,5 sehingga seluruhnya memiliki validitas

yang baik. Adapun Construct Reliability (CR) hanya konstruk OCB yang memiliki nilai CR

sebesar 0,66 sedikit di bawah yang direkomendasikan 0,70 sedangkan konstruk lainnya dan

seluruh konstruk memiliki nilai CR 0,70. Begitu pula dengan Varian Extracted (VE) hanya

konstruk OCB yang memiliki nilai 0,49 sedikit di bawah yang direkomendasikan 0,50,

sedangkan konstruk lainnya memiliki nilai VE 0,50. Dengan demikian, hanya konstruk OCB

yang reliabilitasnya cukup sedangkan konstruk yang lainnya memiliki reliabilitas baik; (g)

Pengajuan Hipotesis: Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan nilai t-Value dengan

tingkat signifikansi 0,05 serta nilai Critical Rasio (C.R.) 1,967 atau nilai probabilitas (P) 0,05

maka ditolak (hipotesis penelitian diterima). Apabila nilai Critical Rasio (C.R.) 1,967 atau

nilai probabilitas (P) 0,05 maka ditolak (hipotesis penelitian diterima).

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

300

Tabel 4. Hasil Pengujian Hipotesis

Estimate S.E. C.R. P Label

Kepuasan Kerja <--- Motivasi Kerja ,918 ,351 2,612 ,009 par_15

Kepuasan Kerja <--- Pengembangan

Karir -,574 ,317 -1,812 ,070 par_17

Kepuasan Kerja <--- Lingkungan Kerja ,396 ,171 2,314 ,021 par_19

Org. Citizenship

Behaviour <--- Motivasi Kerja ,214 ,208 1,030 ,303 par_16

Org. Citizenship

Behaviour <---

Pengembangan

Karir ,441 ,196 2,250 ,024 par_18

Org. Citizenship

Behaviour <--- Lingkungan Kerja -,301 ,117 -2,579 ,010 par_20

Org. Citizenship

Behaviour <--- Kepuasan Kerja ,135 ,058 2,306 ,021 par_21

Sumber: Hasil Olah Data Primer (2014)

Adapun hasil pengujian terhadap seluruh hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Pengujian Hipotesis 1

otivasi Kerja tidak berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja

Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja

Kesimpulan: Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar 2,612 > 1,967 atau nilai P sebesar

0,009 < 0,05 maka ditolak, yang berarti Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja

Pengujian Hipotesis 2

Pengembangan Karir tidak berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja

Pengembangan Karir berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja

Kesimpulan: Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar -1,812 < 1,967 atau nilai P sebesar

0,070 > 0,05 maka diterima, yang berarti Pengembangan Karir tidak berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.

Pengujian Hipotesis 3

Lingkungan Kerja tidak berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja

: Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja

Kesimpulan: Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar 2,314 > 1,967 atau nilai P sebesar 0,021

< 0,05 maka ditolak, yang berarti Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.

Pengujian Hipotesis 4

: Motivasi Kerja tidak berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior

Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior

Kesimpulan: Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar 1,030 < 1,967 atau nilai P sebesar 0,303

< 0,05 maka diterima, yang berarti Motivasi Kerja tidak berpengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior.

Pengujian Hipotesis 5

: Pengembangan Karir tidak berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior.

: Pengembangan Karir berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior

Kesimpulan : Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar 2,250 > 1,967 atau nilai P sebesar

0,024 > 0,05 maka ditolak, yang berarti Pengembangan Karir berpengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior.

Pengujian Hipotesis 6

: Lingkungan Kerja tidak berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior.

: Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior.

Kesimpulan : Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar -2,579 < 1,967 atau nilai P sebesar

0,010 < 0,05 maka diterima, yang berarti Lingkungan Kerja tidak berpengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior.

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

301

Pengujian Hipotesis 7

: Kepuasan Kerja tidak berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior.

: Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior.

Kesimpulan : Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar 2,306 > 1,967 atau nilai P sebesar

0,021 < 0,05 maka ditolak, yang berarti Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior.

Berdasarkan hasil perhitungan pengaruh langsung motivasi kerja, pengembangan karir dan

lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja memiliki

pengaruh langsung lebih besar terhadap kepuasan kerja (sebesar 0,729), kemudian disusul

lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja (sebesar 0,375). Adapun pengaruh langsung motivasi

kerja, pengembangan karir dan lingkungan kerja terhadap organizational citizenship behavior

(OCB) dapat disimpulkan bahwa pengembangan karir memiliki pengaruh paling besar terhadap

OCB (sebesar 0,818) dari pengaruh langsung motivasi kerja (sebesar 0,361) atau lingkungan

kerja (sebesar -0,603).

Kemudian hasil perhitungan pengaruh tidak langsung dari motivasi kerja, pengembangan

karir dan lingkungan kerja terhadap OCB melalui kepuasan kerja menunjukkan bahwa motivasi

kerja memiliki pengaruh tidak langsung yang lebih besar (sebesar 0,208) dapi pada lingkungan

kerja (sebesar 0,107) dan pengembangan karir (-0,144).

Pengaruh langsung motivasi kerja terhadap OCB (sebesar 0,361) lebih besar dari pada

pengaruh tidak langsung dari motivasi kerja terhadap OCB melalui kepuasan kerja (sebesar

0,208), maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dalam penelitian ini bukan merupakan

variabel interverning.

Pengaruh langsung pengembangan karir terhadap OCB (sebesar 0,818) lebih besar dari

pada pengaruh tidak langsung dari pengembangan karir terhadap OCB melalui kepuasan kerja

(sebesar -0,144), maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dalam penelitian ini bukan

merupakan variabel interverning.

Pengaruh langsung lingkungan kerja terhadap OCB (sebesar -0,603) lebih kecil dari pada

pengaruh tidak langsung dari lingkungan kerja terhadap OCB melalui kepuasan kerja (sebesar

0,107), maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dalam penelitian ini merupakan variabel

interverning.

Perhitungan pengaruh total dari motivasi kerja, pengembangan karir dan lingkungan kerja

terhadap kepuasan kerja menunjukkan bahwa motivasi kerja memiliki pengaruh total yang paling

besar (0,729) kemudian di susul lingkungan kerja (0,375), sementara pengembangan

pengaruhnya negatif (-0,503)

Kemudian hasil perhitungan pengaruh total dari motivasi kerja, pengembangan karir dan

lingkungan kerja terhadap OCB menunjukkan bahwa pengembangan karir memiliki pengaruh

total yang paling besar (0,675) dan motivasi kerja (0,569), kemudian disusul kepuasan kerja

(0,285), sementara lingkungan kerja pengaruhnya negatif (-0,496).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Motivasi sangat penting bagi

seorang pegawai sebab melalui motivasi seseorang akan menggerakkan dan mengendalikan

perilaku. Dengan adanya motivasi akan dapat memberikan dorongan kepada seorang pegawai

untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki.

Luthans (1998) dalam (Adeyinka dkk, 2007) menyatakan bahwa motivasi merupakan

proses membangkitkan, menggerakkan, dan mengarahkan perilaku dan kinerja. Gibson,

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

302

Ivancevich dan Donnely (1985:93) mengatakan determinan yang penting bagi prestasi individu

adalah motivasi.

Oleh karenanya, motivasi diperlukan oleh setiap orang yang bekerja dalam sebuah

perusahaan. Dimana perusahaan selalu menuntut kepada karyawannya untuk terus termotivasi

dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan sehingga mencapai hasil atau target yang

ditentukan oleh perusahaan.

Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan. Kepribadian juga

memainkan sebuah peran. Individu dengan kepribadian buruk akan melakukan sikap kerja yang

kurang baik begitu juga sebaliknya. Karenanya penting sekali faktor kepribadian terutama pada

aspek motivasi internal. Sebagaimana diketahui motivasi Mc Clelland berdasarkan pada

kebutuhan internal atau kepribadian seseorang, yaitu kebutuhan diri atas prestasi, kebutuhan diri

atas pengakuan dan kebutuhan diri atas hubungan sesama. Apabila dalam diri seorang memiliki

kepribadian berkebutuhan pada prestasi, pengakuan maupun hubungan sesame pegawai yang

kuat tentunya akan beimplikasi kepada perasaan atau emosi yang positif sehingga ia akan

merasakan kepuasan dalam bekerja (Robbin dan Judge. 2008:110-111).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap

kepuasan kerja, hal ini mendukung teori diskrepansi dimana seorang karyawan akan merasa puas

bila kondisi yang aktual sesuai dengan harapan atau yang diinginkan. Begitu juga dengan teori

equity yaitu karyawan atau individu akan merasa puas terhadap aspek-aspek khusus dari

pekerjaan mereka seperti gaji dan rekan kerja. Mendukung juga teori opponent-process yaitu

rasa puas dan tidak puas seorang karyawan sangat ditentukan oleh sejauhmana penghayatan

emosional orang tersebut terhadap situasi dan kondisi yang dihadapai, dan teori-teori motivasi

lainnya. (Sopiah, 2008:172-175).

Agar proses motivasi terhadap kepuasan kerja menjadi optimal maka perlu untuk

meningkatkan kebutuhan berprestasi/berkembang dan kebutuhan kekuasaan/pengakuan

sebagaimana mendukung penelitian yang sudah dilakukan oleh Rima Handayani (2011).

Pengaruh Pengembangan Karir terhadap Kepuasan Kerja. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pengembangan karir tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Secara

umum, perusahaan dalam penelitian ini memang masih belum menerapkan sistem karir (jalur

karir dan pola karir) yang jelas dan terarah. Pengembangan karir pun tidak terprogram secara

sistematis, hal ini bisa dideteksi dari masa kerja karyawan yang cukup lama di posisi tertentu.

Namun, hanya sebatas rotasi dibagian-bagian lain dalam level posisi yang sama.

Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh Robbins dan Judge (2008:114) pada

dasarnya kepuasan kerja bergantung pada gambaran-gambaran mengenai hasil, perlakukan, dan

prosedur-prosedur yang adil. Artinya, apabila pegawai merasa pengawas anda, prosedur

organisasional termasuk pengembangan karir, dan kebijakan benefit tidak adil, maka kepuasan

pegawai akan cenderung menurun secara signifikan.

Indikasi masa kerja yang cukup lama di suatu posisi tentu menunjukkan bahwa masih

belum ada prosedur yang adil dalam hal pengembangan karir pegawai sehingga menimbulkan

perasaan yang kurang puas terhadap pengelolaan manajemen kinerja khususnya pengembangan

karir pegawai.

Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Lingkungan kerja

sebagai faktor ekternal memegang peranan penting dalam mempengaruhi perasaan karyawan

dalam bekerja sehingga mampu mencapai hasil yang diharapkan.

Issam G. (2008) membagi empat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu

kepribadian, nilai, situasi kerja dan pengaruh sosial. Situasi kerja atau lingkungan kerja

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

303

mengambil peran penting dalam mempengaruhi kepuasan kerja sebab pegawai setiap hari

bekerja dalam situasi fisik yang terus-menerus dihadapainya. Suasana kantor baik berhubungan

dengan penataan ruang, suhu udara, akibat suara bising, keamanan kerja dan hubungan karyawan

merupakan faktor internal yang dapat membuat karyaman merasa nyaman, senang, bahagia

maupun puasa selama bekrja di kantor.

Bahkan menurut teori faktor hygiene (hygiene factors) Herzberg, yang terpenting dalam

menghasilkan kepuasan kerja adalah mengutamakan faktor-faktor atau kondisi-kondisi yang

berkaitan dengan pekerjaan seperti kebijaksanaan, kualitas pengawasan, kondisi fisik

pekerjaan/lingkungan kerja, imbalan kerja, hubungan karyawan, dan keamanan pekerjaan yang

mana ketika itu semua sesuai dengan kapasitas pekerjaan karyawan maka akan membuat

karyawan puas (Robbins dan Judge, 2008:227-228).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh secara signifikan

terhadap kepuasan kerja, hal ini mendukung teori hygine factor Herzberg diatas bahwa faktor

situasi dan kondisi pekerjaan itu sendiri mempengaruhi kepuasan terhadap apa yang dikerjakan.

Hasil ini juga mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sukadar (2009) bahwa

secara simultan lingkungan kerja, gaji dan reward berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

kerja. Secara parsial masing-masing faktor lingkungan kerja, gaji dan reward berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.

Agar proses menciptakan lingkungan kerja yang memberikan dampak terhadap kepuasan

kerja menjadi optimal maka perlu untuk meningkatkan faktor saling menolong dalam hubungan

karyawan yang tinggi sebagaimana mendukung penelitian yang sudah dilakukan oleh Sardzoska,

Elisaveta Gjorgji dan Thomas Li-Ping Tang. (2012).

Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa OCB tidak dipengaruhi oleh faktor motivasi kerja. Artinya,

ketika karyawan melakukan pekerjaan diluar job description mereka atau bekerja suka rela

melebihi jam kerja, tidak pernah hilang ketika seharian bekerja, datang ke kantor lebih awal jika

diperlukan dan tidak menghabiskan waktu dengan menelepon urusan pribadi, maka hal itu bukan

didasari atas motivasi atau kebutuhan untuk mendapat pengakuan atau kebutuhan untuk

berprestasi. Namun hal tersebut semata hanya untuk menjalankan tugas sesuai dengan prosedur

dan tanggung jawab yang ditetapkan oleh perusahaan sebab industri di perusahaan ini memiliki

tingkat resiko tinggi sehingga memerlukan kesigapan, kedisiplinan, ketelitian dan ketepatan

waktu dalam bekerja.

Organ (1997) menguraikan beberapa faktor yang mempengaruhi OCB antara lain;

budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati, persepsi terhadap dukungan

organisasional, persepsi terhadap kualitas hubungan/interaksi atasan bawahan, masa kerja, dan

jenis kelamin. Budaya dan iklim kerja perusahaan industri migas tentu memiliki tingkat

prosedural yang ketat sehingga pegawai memerlukan ijin secara prosedural terlebih dahulu

sekalipun membantu temannya dalam melakukan tugas.

Pengaruh Pengembangan Karir terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pengembangan karir berpengaruh terhadap OCB. Meningkatnya

perilaku OCB dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri

karyawan (internal) seperti moral, rasa puas, sikap positif, dsb sedangkan faktor yang berasal

dari luar karyawan (eksternal) seperti sistem manajemen, sistem kepemimpinan, budaya

perusahaan.

Pengembangan karir berkaitan dengan prestasi kerja karyawan, kesetiaan terhadap

organisasi, mentor dan sponsor, dukungan para bawahan dan kesempatan untuk bertumbuh. Jadi,

pengembangan karir menjadi faktor yang kompleks dalam mempengaruhi OCB sebab memiliki

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

304

dua faktor baik internal (prestasi karyawan, kesetaiaan terhadap organisasi) maupun eksternal

(mentor dan sponsor, dukungan para bawahan, kesempatan bertumbuh).

OCB dikaitkan dengan minat terhadap organisasi, hal ini ditampilkan tidak hanya melalui

pelaksanaan kewajiban mereka saja, tapi juga termasuk upaya untuk membantu rekan kerja,

melindungi sumber daya organisasi serta melakukan segala upaya yang telah melampaui standar

minimum yang harus dipenuhi seorang karyawan. Ketika seorang karyawan melakukan hal ini,

organisasi tidak memberikan imbalan finansial tertentu buat mereka, akan tetapi perilaku ini

menjadi rekomendasi bagi perusahaan untuk melaksanakan kenaikan jabatan dan promosi buat

karyawan tersebut.

Oleh karena itu, OCB tidak dikaitkan langsung dengan reward tertentu seperti pemberian

bonus atau semacamnya (Organ, 1997). Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya bahwa

pengembangan karir berpengaruh terhadap OCB (Azrin Rasuwin. 2013). Begitu juga penelitian

David Okurame (2012) career growth prospect (CGP) berpengaruh signifikan pada OCB

khususnya pada dimensi sportsmanship, conscientiousness dan civic virtue. Hal ini serupa pada

penelitian ini yang berpengaruh kepada aspek conscientiousness dari OCB.

Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hasil

penelitian menunjukkan bawah lingkungan kerja tidak berpengaruh terhadap OCB. Lingkungan

kerja sebagai faktor eksternal dalam mempengaruhi OCB tidak memiliki pengaruh yang

signifikan. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Organ (1995) bahwa faktor yang

mempengaruhi OCB antara lain; budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati,

persepsi terhadap dukungan organisasional, persepsi terhadap kualitas hubungan/interaksi atasan

bawahan, masa kerja, dan jenis kelamin. Apa yang diungkapkan oleh Organ lebih dominan

kepada faktor internal dari diri karyawan dalam mengembangkan OCB dibanding faktor

eksternal atau lingkungan fisik.

Sebagaimana dalam penelitian ini juga bahwa lingkungan kerja tidak secara langsung

mempengaruhi OCB melainkan dimediasi oleh kepuasan kerja. Hal ini menujukkan bahwa

lingkungan kerja yang nyaman dan bagus akan memberikan dampak pada perasaan positif dan

membuat puas karyawan sehingga pada akhirnya akan berdampak pula pada perilaku extra-role

selama dalam pekerjaan tetapi tidak meninggalkan pekerjaan utamanya.

Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap OCB.

Kepuasan kerja pegawai sangat diperlukan karena terkait perasaan positif maupun negatif

mengenai pekerjaan mereka (Wood et. al, 1998:146). Perasaan positif pegawai terhadap

pekerjaannya akan berdampak pada peningkatan kinerja. Begitu juga sebaliknya, perasaan

negatif pegawai terhadap pekerjaannya akan berdampak pula pada penurunan kinerja.

Organizational Citizenship Behavior dapat timbul dari berbagai faktor dalam organisasi,

di antaranya karena adanya kepuasan kerja dari karyawan dan komitmen organisasi yang tinggi

(Robbin dan Judge, 2008). Ketika karyawan merasakan kepuasan terhadap pekerjaan yang

dilakukannya, maka karyawan tersebut akan bekerja secara maksimal dalam menyelesaikan

pekerjaannya, bahkan melakukan beberapa hal yang mungkin diluar tugasnya.

OCB merupakan kontribusi individu yang dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja

dan di reward oleh perolehan kinerja tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi

perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap

aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. perilaku-perilaku ini menggambarkan nilai

tambah karyawan yang merupakan salah satu bentuk perilaku prososial (Podsakoff et al, 2005)

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

305

Jadi, sangat beralasan Robbins dan Judge (2008:113-115) mengatakan bahwa kepuasan

kerja menjadi faktor penentu utama dari perilaku kewargaan organisasional (organizational

citizenship behavior) seorang karyawan.

Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya sebagaimana penelitian yang dilakukan

oleh Jehad Mohammad et. al (2011) menemukan kepuasan kerja instrinsik dan ekstrinsik

berpengaruh terhadap OCB; Nima Saeedi et. al (2012) kepuasan kerja -berhubungan dengan

pekerjaan, gaji, promosi, supervisi, hubungan dengan rekan kerja- berpengaruh terhadap OCB;

Budiyanto and Hening Widi Oetomo (2011) kepuasan kerja dapat menjelaskan OCB; Whitman

et. al (2010) penelitian ini ingin mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja melalui

OCB sebagai mediator. Hasil menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan

kerja terhadap OCB sehingga berdampak pada kinerja.

Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung dan Pengaruh Total. Analisa pengaruh

ditujukan untuk melihat seberapa kuat pengaruh suatu variabel dengan variabel lainnya baik

secara langsung maupun secara tidak langsung. Interpretasi dari hasil ini akan memiliki arti yang

penting untuk menentukan strategi yang jelas dalam meningkatkan kepuasan kerja dan perilaku

kewargaan pegawai (OCB).

Perhitungan pengaruh langsung, tidak langsung maupun pengaruh total antara variabel

eksogen terhadap variabel endogen dalam penelitian ini dilakukan untuk mencari variabel mana

yang tepat digunakan dalam peningkatan kepuasan kerja dan OCB agar lebih optimal.

Dari hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk

meningkatkan OCB karyawan agar lebih optimal maka yang harus dilakukan oleh manajemen di

perusahaan ini adalah lebih merencanakan pengembangan karir dan meningkatkan motivasi kerja

karyawan. Sedangkan, untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan agar lebih optimal maka

harus dilakukan oleh manajemen perusahaan ini adalah lebih meningkatkan motivasi kerja

karyawan dan memperbaiki lingkungan kerja.

Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis model struktural dan pengujian goodness of fit, maka

pengujian hipotesis secara statistik terhadap pengaruh masing-masing variabel eksogen terhadap

variabel endogen menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: Pertama. Motivasi kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Artinya, akan terjadi

peningkatan kepuasan kerja apabila ada peningkatan motivasi kerja walaupun tanpa adanya

dukungan pengembangan karir maupun lingkungan kerja. Indikator motivasi kerja yang

mempengaruhi yaitu Dorongan untuk mencapai standar tinggi, Dorongan untuk mencapai status

dan Dorongan untuk menjaga hubungan baik dengan rekan kerja Sedangkan, indikator kepuasan

kerja yang dipengaruhi adalah tumbuh dalam pekerjaannya kualitas supervisor dalam membantu

teknis pekerjaan, gaji yang sesuai dan gaji yang adil . Kedua. Pengembangan karir tidak

berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Artinya, akan terjadi peningkatan kepuasan

kerja sekalipun tidak terdapat dukungan pengembangan karir yang jelas. Indikator

pengembangan kerja yang tidak dapat mempengaruhi kepuasan kerja yaitu prestasi kerja untuk

tujuan karir, standar kerja tinggi untuk tujuan karir, bimbingan mentor, kesempatan dari atasan

untuk karir, selalu berkarya untuk kemajuan perusahaan dan pelatihan & pengembangan karir

baik formal maupun non-formal. Sedangkan, indikator kepuasan kerja yang tidak dipengaruhi

oleh variabel pengembangan karir adalah tumbuh dalam pekerjaannya, kualitas supervisor dalam

membantu teknis pekerjaan, gaji yang sesuai dan gaji yang adil. Ketiga. Lingkungan kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Artinya, akan terjadi

peningkatan kepuasan kerja apabila terdapat dukungan lingkungan kerja yang kondusif

walaupun tanpa adanya peningkatan motivasi kerja maupun dukungan pengembangan karir yang

jelas. Indikator lingkungan kerja yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu suhu udara ruangan

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

306

yang nyaman, tereliminirnya suara-suara bising, penggunaan warna ruangan, penataan/ruang

gerak yang diperlukan dalam bekerja dan hubungan dengan rekan kerja. Sedangkan, indikator

kepuasan kerja yang dipengaruhi adalah tumbuh dalam pekerjaannya, kualitas supervisor dalam

membantu teknis pekerjaan, gaji yang sesuai dan gaji yang adil. Keempat. Motivasi kerja tidak

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB)

karyawan. Artinya, akan terjadi peningkatan perilaku kewargaan (OCB) meskipun tanpa adanya

dukungan motivasi kerja. Indikator motivasi kerja yang tidak mempengaruhi OCB, yaitu

Dorongan untuk mencapai standar tinggi, Dorongan untuk mencapai status dan Dorongan untuk

menjaga hubungan baik dengan rekan kerja. Indikator OCB yang tidak dipengaruhi oleh

motivasi kerja antara lain; kedisiplinan tinggi dalam bekerja terutama saat datang ke kantor lebih

awal dan tidak menghabiskan waktu kerja untuk urusan pribadi. Kelima. Pengembangan karir

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB)

karyawan. Artinya, akan terjadi peningkatan perilaku kewargaan (OCB) apabila terdapat

dukungan pengembangan karir karyawan yang jelas. Indikator pengembangan kerja yang dapat

mempengaruhi OCB yaitu prestasi kerja untuk tujuan karir, standar kerja tinggi untuk tujuan

karir, bimbingan mentor, kesempatan dari atasan untuk karir, selalu berkarya untuk kemajuan

perusahaan dan pelatihan & pengembangan karir baik formal maupun non-formal. Indikator

OCB yang dipengaruhi oleh pengembangan karir antara lain; kedisiplinan tinggi dalam bekerja

terutama saat datang ke kantor lebih awal dan tidak menghabiskan waktu kerja untuk urusan

pribadi. Keenam. Lingkungan kerja tidak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap

organizational citizenship behavior (OCB) karyawan. Artinya, akan terjadi peningkatan perilaku

kewargaan (OCB) meskipun tidak didukung oleh lingkungan kerja yang kondusif. Indikator

lingkungan kerja yang tidak mempengaruhi OCB yaitu suhu udara ruangan yang nyaman,

tereliminirnya suara-suara bising, penggunaan warna ruangan, penataan/ruang gerak yang

diperlukan dalam bekerja dan hubungan dengan rekan kerja. Indikator OCB yang tidak

dipengaruhi oleh lingkungan kerja antara lain; kedisiplinan tinggi dalam bekerja terutama saat

datang ke kantor lebih awal dan tidak menghabiskan waktu kerja untuk urusan pribadi.

Ketujuh. Kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap organizational

citizenship behavior (OCB) karyawan. Artinya, akan terjadi peningkatan perilaku kewargaan

(OCB) apabila terdapat peningkatan kepuasan kerja. Sedangkan, indikator kepuasan kerja yang

mempengaruhi OCB adalah tumbuh dalam pekerjaannya, kualitas supervisi dalam membantu

teknis pekerjaan, gaji yang sesuai dan gaji yang adil. Indikator OCB yang dipengaruhi oleh

kepuasan antara lain; kedisiplinan tinggi dalam bekerja terutama saat datang ke kantor lebih awal

dan tidak menghabiskan waktu kerja untuk urusan pribadi.

Berdasarkan dua persamaan struktural yang dihasilkan dari penelitian ini, dapat

disimpulkan bahwa variabel pengembangan karir memiliki pengaruh yang paling dominan

terhadap organizational citizenship behaviour (OCB) dibandingkan dengan variabel motivasi

kerja, kepuasan kerja maupuan lingkungan kerja.

Sedangkan,pengaruh terhadap kepuasan kerja, variabel motivasi kerja lebih dominan

dibandingkan dengan lingkungan kerja dan pengembangan karir.

Demikian juga dengan hasil analisis perhitungan pengaruh langsung, tidak langsung

maupun pengaruh total antara variabel eksogen terhadap variabel endogen, dapat disimpulkan

bahwa pengembangan karir memiliki pengaruh total yang paling besar terhadap OCB daripada

pengaruh total dari motivasi kerja, lingkungan kerja, dan kepuasan kerja. Kemudian, motivasi

kerja juga memiliki pengaruh total yang paling besar terhadap kepuasan kerja daripada pengaruh

total dari pengembangan karir dan lingkungan kerja.

Saran. Dengan memperhatikan hasil kesimpulan dalam penelitian ini maka peneliti dapat

memberikan saran teoritis terkait dengan hasil dari penelitian ini, yaitu: (1) Bagi penelitian

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

307

selanjutnya sangat perlu untuk meneliti kepuasan kerja ditinjau dari teori-teori motivasi

kontemporer seperti teori evaluasi kognitif, teori penentuan tujuan, teori efektivitas diri, teori

penguatan, teori keadilan dan teori harapan. Hal ini penting sebab melihat adanya hasil yang

positif dari teori motivasi McClelland terhadap kepuasan kerja, sehingga kedepannya akan

diperoleh pengaruh teori motivasi yang komprehensif dalam mempengaruhi kepuasan kerja; (2)

Dalam penelitian ini memang tidak ditemukan pengaruh pengembangan karir terhadap kepuasan

kerja. Terdapat kemungkinan bila dilihat dari demografi pendidikan responden yang 90%

lulusan SD, SMP dan SMA yang bekerja di industri migas seperti perusahaan ini. Saran untuk

penelitian selanjutnya adalah penelitian serupa di dalam industri jasa yang membutuhkan

kemampuan profesionalisme tinggi dengan jalur karir dan pola karir yang jelas; (3) Lingkungan

kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Karenanya, perlu bagi perusahaan di industri dan

sektor apapun untuk memperhatikan desain dan pengelolaan lingkungan fisik dalam bekerja

mengingat saat ini gelombang generasi millennial (Gen Y) yang enerjik, dinamis, dapat berubah

dengan cepat, dan mudah bosan selalu menuntut untuk bekerja dengan perasaan yang aman dan

lingkungan kerja yang dinamis, termasuk lingkungan fisik. Untuk penelitian selanjutnya bisa

memperluas cakupan pengaruh dari lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan; (4)

Organizational citizenship behavior merupakan sebuah keniscayaan bagi perusahaan sebab

perilaku ini datang secara sukarela dari karyawan tetapi memberikan dampak positif bagi

perusahaan. Namun, dalam penelitian ini tidak dipengaruhi oleh motivasi kerja. Perlu untuk

penelitian selanjutnya mengkaji lagi penelitian serupa namun dengan teori motivasi lain yang

lebih individual, sebab dalam penelitian ini lebih kepada motivasi (dorongan) yang mengarah

kepada orientasi kerja; (5) Bahwa pengembangan karir memiliki pengaruh positif terhadap OCB.

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melihat hubungan pengembangan karir dengan

keberlangsungan perusahaan di masa depan, sebab saat ini isu suksesi kepemimpinan sangat

kritis untuk perusahaan-perusahaan besar yang kekurangan kader pemimpin masa depan. Oleh

sebab itu, penelitian tentang pengembangan karir benar-benar dikaji dampaknya terhadap aspek

lain yang berorientasi stratejik; (6) Lingkungan kerja semestinya memberikan kenyamanan dan

keamanan karyawan dalam bekerja, namun untuk dampak terhadap perilaku OCB dimana

karyawan memiliki kedisiplinan tinggi dalam bekerja terutama saat datang ke kantor lebih awal

dan tidak menghabiskan waktu kerja untuk urusan pribadi ternyata tidak semata-mata didasari

atas alasan karena lingkungan kerja yang nyaman namun memerlukan perasaan puas terlebih

dahulu sebelum berdampak pada OCB. Karenanya, perlu penelitian lanjutan mengenai dampak

lingkungan kerja terhadap kinerja; (7) Kepuasan kerja mempengaruhi OCB. Dalam penelitian ini

menunjukkan hal yang positif sebab dengan adanya rasa puas maka akan berdampak pada

karyawan untuk mengerjakan pekerjaan dengan standar tinggi secara sukarela. Patut untuk

penelitian lanjutan mengenai dampak kepuasan terhadap manajemen SDM secara keseluruhan,

sebab pada wilayah ini dapat mengevaluasi pengelolaan SDM serta mengetahui kebutuhan dasar

karyawan dalam bekerja sekaligus meneliti tentang engagement karyawan mengingat Gen Y saat

ini sering pindah-pindah tempat kerja.

Dengan memperhatikan nilai faktor loading standar masing-masing indikator dalam fit

model yang dihasilkan dalam penelitian ini, maka dapat diketahui indikator apa saja yang

memiliki faktor loading standard relatif rendah dibandingkan indikator lainnya. Indikator-

indikator yang faktor loading standard nya relatif rendah inilah yang dijadikan fokus perhatian

untuk dijadikan sebagai masukan bagi pihak manajemen dalam rangka menerapkan

implementasi strategi peningkatan kepuasan kerja dan OCB. Saran dan masukan yang diberikan berdasarkan urutan prioritas menurut rendahnya faktor loading standard dari indikator dalam fit

model hasil penelitian.

Adapun saran-saran aplikatif dan operasioanal yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :

(1) Melakukan proses mentoring dari atasan kepada bawahan dalam rangka meningkatkan

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

308

kompetensi dan peningkatan karir karyawan; (2) Memberikan apresiasi kepada karyawan yang

telah melaksanakan pekerja dengan baik dan menghasilkan kinerja penuh prestasi; (3)

Mendesain ulang penataan ruang kerja yang lebih nyaman dan ergonomis sehingga dapat bekerja

lebih optimal; (4) Memberikan pelatihan dan pengembangan baik formal maupun non-formal;

(5) Menciptakan tempat kerja yang tenang tidak bising.

DAFTAR RUJUKAN

Adeyinka, Tella, C.O. Ayeni C.O. Ayeni, S. O. Popoola, Ph.D. 2007. Work Motivation, Job

Satisfaction, and Organisational Commitment of Library Personnel in Academic and

Research Libraries in Oyo State, Nigeria, Library Philosophy and Practice 2007 (April).

ISSN 1522-0222

Budiyanto dan Hening Widi Oetomo. 2011. The Effect of Job Motivation, Work Environment

and Leadership on Organizational Citizenship Behavior, Job Satisfaction and Public

Service Quality in Magetan, East Java, Indonesia, World Academy of Science,

Engineering and Technology 51 2011

Dyne, Linn Van, Jill W Graham, Richard M. Dienesch.1994. Organizational Citizenship

Behavior: Construct Redefinition, Measurement, And Validation. Academy of

Management Journal. Vol. 37, No. 4, 765-802.

Gibson, Ivancevich dan Donelly. 1996. Organizations. 5th

ed. Saduran Savitri Soekrisno dan

Agus Dharma. Jilid I dan II. Penerbit Erlangga. Jakarta

Greenberg, Jerald & Robert A. Baron. 2008. Behavior in Organizations. 9th

ed. Pearson Prentice

Hall. USA

Handayani, Rima. (2011). Hubungan budaya organisasi dan motivasi Kerja dengan kepuasan

kerja karyawan dan Dosen tetap Pada Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila, Tesis.

Tidak Dipublikasikan. Jakarta.

Handoko, T. Hani. 2008. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Cetakan Keenam

Belas. BPFE. Yogyakarta

Issam Ghazzawi, Ph.D. 2008. Job Satisfaction Antecedents and Consequences: A New

Conceptual Framework and Research Agenda, The Business Review, Cambridge *Vol.

11 *Num. 2 *December *2008

Istijanto Oei. 2010. Riset Sumber Daya Manusia: Cara Praktis Mengukur Stres, Kepuasan

Kerja, Komitmen, Loyalitas, Motivasi Kerja & Aspek-aspek Kerja Karyawan Lainnya.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Jahangir, Nadim, Mohammad Muzadi Akbar, Mahmudul Haq. 2004. Organizational Citizenship

Behavior: Its Nature and Antecedents, BRAC University Journal, vol. 1 no. 2, 2004, pp.

75-85

Kim, Sangmook. 2006. Public Service Motivation and Organizational Citizenship Behavior In

Korea, International Journal of Manpower. Vol. 27 No. 8, 2006 pp. 722-740 q Emerald

Group Publishing Limited 0143-7720 DOI 10.1108/01437720610713521

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.

Remaja Rosdakarya. Bandung

McShane, Steven L. & Von Glinov, Mary Ann. 2008. Organizational Behavior: Emerging

Realities for the Workplace Revolution. 4th Ed. McGraw-Hill. USA

Mohammad, Jehad, Farzana Quoquab Habib dan Mohmad Adnan Alias. 2011. JOB Satisfaction

And Organisational Citizenship Behaviour: An Empirical Study At Higher Learning

Institutions, Asian Academy of Management Journal, Vol. 16, No. 2, 149–165, July 2011

Mondy, R. Wayne & Robert M. Noe. 2005. Human Resource Management. 9th ed. Pearson

Prentice Hall. USA

Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

309

Nitisemito, Alex S.. (2000). Manajemen Personalia: Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed. 3,

Ghalia Indonesia, Jakarta

Okurame, David. (2012). Impact Of Career Growth Prospects Dan Formal Mentoring On

Organizational Citizenship Behavior. Leadership & Organization Development Journal,

Vol 33 No.1, 2012

Organ, Dennis W. (1997). Organizational Citizenship Behavior: It‟s Construct Clean-Up Time.

Human Performance, 10(2), 85-97. Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Podsakoff, Philip M., Scott B. MacKenzie, Julie Beth Paine, and Daniel G. Bachrach. 2000.

Organizational Citizenship Behaviors: A Critical Review of the Theoretical and

Empirical Literature and Suggestions for Future Research. Journal of Management. Vol.

26, No. 3, 513–563.

Rasuwin, Azrin. 2013. Pengaruh keadilan organisasi dan pengembangan karir dalam reformasi

administrasi perpajakan terhadap organizational citizenship behavior pada pegawai

KKP Pratama Jakarta Kemayoran. Tesis. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

Rivai, Veithzal dan Ella Jauvani Sagala. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk

Perusahaan: Dari Teori ke Praktik. Edisi 2. Rajawali Pers. Jakarta

Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Organizational Behavior. 12th ed. Saduran

Diana Angelica, Ria Cahyani dan Abdul Rasyid. Jilid I dan II. Salemba Empat. Jakarta

Saeedi, Nima, Saeid Askari Masouleh, Nima Divsalar, Seyyed Iman Mousavian. 2012.

Surveying the Impact of Job Satisfaction on Employees‟ Citizenship Behavior, Journal of

Basic and Applied Scientific Research, 2(12)12146-12153, 2012 © 2012, TextRoad

Publication. ISSN 2090-4304

Sardzoska, Elisaveta Gjorgji, & Thomas Li-Ping Tang. 2011. Work-Related Behavioral

Intentions in Macedonia: Coping Strategies, Work Environment, Love of Money, Job

Satisfaction, and Demographic Variables, J Bus Ethics (2012)108:373–391. DOI

10.1007/s10551 -011-1096-2. Published online: 13 November 2011.Springer

Science+Business Media B.V. 2011

Schermerhorn, Jr John R., James G. Hunt & Richard N. Osborn. 2002. Organizational Behavior.

7th

Ed. Wiley. USA

Sedarmayanti. (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju, Bandung.

Sekaran, Uma. 2009. Research Methods for Business. 4th

ed. Saduran Kwan Men Yon. Jilid I.

Salemba Empat. Jakarta

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Andi. Yogyakarta.

Umar, Husein. 2013. Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan: Paradigma Positivistik

dan Berbasis Pemecahan Masalah. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Whitman, Daniel S, Van Rooy, David L Viswesvaran, Chockalingam. 2010. Satisfaction,

Citizenship Behaviors, And Performance In Work Units: A Meta-Analysis Of Collective

Construct Relation, Personnel Psychology; Spring 2010; 63, 1; ABI/INFORM Research

pg. 41

Wood, Wallace, et. al. 1998. Organizational Behaviour: an Asia-Pasific Perspective. John Wiley

& Sons. Australia.

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

310

PENGARUH COMPUTER SELF-EFFICACY TERHADAP KUALITAS SISTEM,

KUALITAS INFORMASI, KUALITAS LAYANAN, PENGGUNAAN, KEPUASAN

PENGGUNA, DAN DAMPAK INDIVIDU

Suharno Pawirosumarto, Purwanto S. Katidjan dan Angga Dwi Mulyanto

Dosen Program Magister Manajemen, Pascasarjana, Universitas Mercu Buana, Jakarta dan

Mahasiswa S2 Program Statistika, Universitas Brawijaya, Malang [email protected], [email protected] dan [email protected]

Abstract: The study aims to determine the effect of computer self-efficacy (CSE) on the quality

system, the quality of information, quality of service, usage, satisfaction and impact of individual

users by using a model of success Delone and McLean information systems. The study

conducted on students of system users of e-learning in higher education. The population used in

this study amounted to 144 686 students with a total sample of 178. The sampling method using

proportional random sampling. The analysis tool used is the Generalized Structured Component

Analysis (GSCA). The results showed that CSE significant effect on the quality system, the

quality of information, quality of service, usage and impact of the individual. Quality systems

have a significant effect on the quality of information, usage, and user satisfaction. The quality

of information significantly influence the use and user satisfaction. Service quality significantly

influence the use and user satisfaction. User satisfaction significantly influence the individual

impact. The results also show that the better CSE students will further improve system quality,

information quality, service quality, use, and impact of the individual. The better the students'

perceptions of the quality system, the quality of information, and the quality of service will

increase the usage and user satisfaction. The better use will have an impact on user satisfaction,

so that will have an impact on individual performance.

Keywords: Computer Self-Efficacy (CSE), Quality Systems, Information Quality, Service

Quality, Use, User Satisfaction and Individual Impact.

Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh computer self-efficacy (CSE)

terhadap kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, penggunaan, kepuasan pengguna

dan dampak individu dengan menggunakan pendekatan model kesuksesan sistem informasi

Delone dan McLean. Studi dilakukan pada mahasiswa pengguna sistem e-learning di perguruan

tinggi. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 144.686 mahasiswa dengan

jumlah sampel sebanyak 178. Metode pengambilan sampel menggunakan proportional random

sampling. Alat analisis yang digunakan adalah Generalized Structured Component Analysis

(GSCA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa CSE berpengaruh signifikan terhadap kualitas

sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, penggunaan dan dampak individu. Kualitas sistem

berpengaruh signifikan terhadap kualitas informasi, penggunaan, dan kepuasan pengguna.

Kualitas informasi berpengaruh signifikan terhadap penggunaan dan kepuasan pengguna.

Kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap penggunaan dan kepuasan pengguna.

Kepuasan pengguna berpengaruh signifikan terhadap dampak individu. Hasil penelitian juga

menunjukkan bahwa semakin baik CSE mahasiswa akan semakin meningkatkan kualitas sistem,

kualitas informasi, kualitas layanan, penggunaan, dan dampak individu. Semakin baik persepsi

mahasiswa terhadap kualitas sistem, kualitas informasi, dan kualitas layanan akan semakin

meningkatkan penggunaan dan kepuasan pengguna. Semakin baik penggunaan akan berdampak

pada kepuasan pengguna, sehingga akan berdampak pada kinerja individu.

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

311

Kata kunci: Computer Self-Efficacy (CSE), Kualitas Sistem, Kualitas Informasi, Kualitas

Layanan, Penggunaan, Kepuasan Pengguna, dan Dampak Individu.

PENDAHULUAN

Sistem e-Learning memberikan harapan baru sebagai alternatif solusi atas sebagian besar

permasalahan pendidikan di Indonesia, dengan fungsi yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan,

baik sebagai suplemen (tambahan), komplemen (pelengkap), ataupun substitusi (pengganti) atas

kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selama ini digunakan (Wildavsky, 2001; Lewis,

2002). Pemanfaatan sistem e-learning diharapkan akan dapat membantu siswa-siswi dalam

meningkatkan belajar baik di ruang kelas maupun di luar kelas. Individu maupun secara

berkelompok akan memanfaatkan sistem e-learning apabila sistem tersebut dapat memberikan

manfaat bagi dirinya. Manfaat (perceived usefulness) adalah seberapa jauh seseorang percaya

bahwa penggunaan sistem informasi tertentu akan meningkatkan kinerjanya dalam pekerjaan.

Manfaat tersebut dapat dikaitkan dengan ekspektasi kinerja (performance expectation).

Ekspektasi kinerja adalah tingkat dimana seorang individu meyakini bahwa dengan

menggunakan sistem akan dapat membantu dalam meningkatkan kinerjanya. Venkatesh (2000)

menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya berkaitan dengan perceived usefullness,

motivasi ektrinsik, job performance atau effectiveness (kinerja tugas atau efektifitas), importance

to job (pentingnya bagi tugas), dan overall usefullness (kebermanfaatan secara keseluruhan).

Dalam organisasi maupun perusahaan ekspektasi kinerja merupakan salah satu faktor yang

diharapkan dapat terus terealisir.

Salah satu variabel penting dalam penelitian teknologi informasi adalah computer self-

efficacy (CSE). Self-efficacy diturunkan dari teori sosial-kognitif dari psikolog terkenal, Bandura

(1997), self-efficacy merupakan keyakinan individu atau penilaian tanggung jawab dan

kewajiban. Menurut Bandura, memiliki pengetahuan, keterampilan dan prestasi sebelumnya

bukan prediktor yang kuat untuk kinerja individu di masa depan, tetapi keyakinan individu

tentang kemampuannya yang akan berpengaruh. Konsep Computer Self Efficacy (CSE) sebagai

penilaian terhadap kapabilitas seseorang dalam penggunaan sistem informasi/teknologi

informasi. CSE dipandang sebagai salah satu variabel penting untuk studi perilaku individual

dalam bidang teknologi informasi (Agarwal et al., 2000). CSE menurut Compeau dan Higgins

(1995) sebagai judgement kapabilitas dan keahlian komputer seseorang untuk melakukan tugas-

tugas yang berhubungan dengan teknologi informasi. Selanjutnya, Compeau dan Higgins (1995)

mengungkapkan bahwa studi tentang CSE ini penting dalam rangka untuk menentukan perilaku

individu dan kinerja dalam penggunaan teknologi informasi/komputer.

Penelitian ini berfokus pada persepsi individu yaitu persepsi individu berkaitan dengan

kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, penggunaan, kepuasan pengguna dan

dampak individu terhadap penggunaan sistem e-learning guna menguji pengaruhnya terhadap

dampak penggunaan sistem e-learning. Kesiapan individu terhadap teknologi mengacu pada

kecenderungan seseorang untuk menerima dan menggunakan teknologi untuk menyelesaikan

tujuan dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja (Parasuraman, 2000). Dasar

pertimbangan dalam penelitian ini adalah: (1) Model penerimaan dan kesuksesan teknologi

hanya mampu menjelaskan perilaku pengguna dari sisi manfaat yang dihasilkan oleh teknologi,

padahal ada kemungkinan seseorang menggunakan teknologi tidak berdasarkan manfaatnya,

melainkan ada paksaan dari orang lain dan organisasi (mandatory). Dorongan lain ini juga dapat

menyebabkan penolakan pengguna individu walaupun penggunaan teknologi tersebut diyakini

manfaatnya; (2) Teknologi informasi telah dimanfaatkan secara luas khususnya dalam proses

pembelajaran dengan sistem e-learning, tetapi menurut pengamatan penulis masih jarang yang

meneliti dampak pembelajaran dengan sistem e-learning terhadap kinerja individu/prestasi

mahasiswa; (3) Telah banyak penelitian yang mempelajari penggunaan ICT/e-learning pada

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

312

institusi pendidikan, tetapi menurut pengamatan penulis masih jarang sekali yang meneliti

penggunaan ICT dari sisi penerimaan pengguna terhadap kesuksesan sistem e-learning.

Kebanyakan penelitian tentang sistem e-learning mencermati keberhasilan penggunaan sistem e-

learning sebagai metode pembelajaran, sedangkan faktor yang mempengaruhi keberhasilan itu

sendiri belum menjadi fokus para peneliti; (4) Ditemukan beberapa penelitian terdahulu tentang

teknologi informasi yang belum memiliki konsistensi dalam pengujian model, sehingga

membuka peluang untuk mengembangkan model pada objek penelitian ini. Adapun rincian dari

perbedaan pengujian model penelitian (research gap) dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 1. Research Gap Sebagai Dasar Penelitian

Research Gap Hasil Peneliti

Terdapat perbedaan hasil

penelitian pengaruh kualitas

sistem terhadap penggunaan

Signifikan Sedon dan Kiew (1996),

Shaberwal et al., (2006) Halawi

et al., (2007), Hsieh dan Wang

(2007), Petter dan McLean

(2009), Freeze et al. (2010)

Tidak signifikan Lucas dan Spitler (1999), McGill

et al. (2003), Klein (2007), Saba

(2012)

Terdapat perbedaan hasil

penelitian pengaruh kualitas

informasi terhadap

penggunaan

Signifikan

Godhue dan Thompson (1995),

Rai et al. (2002), Halawi et al.

(2007), Petter dan McLean

(2009), Freeze et al. (2010), Saba

(2012)

Tidak signifikan McGill et al. (2003), Iivari (2005)

Terdapat perbedaan hasil

penelitian pengaruh kepuasan

pengguna terhadap

penggunaan

Signifikan Iivari (2005), McGill et al.,

(2003), Wu dan Wang (2006),

Chiu et al., (2007), Halawi et al.

(2007), Abood et al. (2010)

Tidak signifikan Sabherwal et al. (2006)

Terdapat perbedaan hasil

penelitian pengaruh kepuasan

pengguna terhadap Dampak

Individu

Signifikan Rai et al., (2002) McGill et al.

(2003), Iivari (2005), McGill dan

Klobas (2005), Halawi et al.,

(2007), Abood et al. (2010), Saba

(2012)

Tidak signifikan Almutairi dan Subramanian

(2005)

Sumber: Penelitian Terdahulu dipetakan

KAJIAN TEORI

Computer Self-Efficacy. Menurut Compeau dan Higgins (1995), CSE didefinisikan sebagai

judgement kapabilitas seseorang untuk menggunakan komputer/sistem informasi/teknologi

informasi. Didasarkan pada teori kognitif sosial yang dikembangkan oleh Bandura (1986), self-efficacy dapat didefinisikan sebagai keyakinan seseorang yang mempunyai kemampuan untuk

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

313

melakukan perilaku tertentu. Premis dasar yang menggarisbawahi teori self efficacy menurut

Bandura (1986) adalah harapan penguasaan pribadi (Self efficacy) dan kesuksesan (expectancy

outcomes) yang menentukan seorang individu terlibat dalam perilaku tertentu (Lenz dan Baggett,

2002). Expectancy outcomes adalah keyakinan individu tentang hasil dari perilaku yang

ditampilkan. Hasil ini dapat berupa bentuk, efek evaluasi diri dan sosial. Sedangkan self-efficacy

berfokus kepada keyakinan diri akan kemampuan untuk menghasilkan perilaku tertentu. Individu

akan termotivasi untuk menampilkan perilaku yang mereka yakin akan mencapai hasil yang

diinginkan, sehingga self efficacy memprediksi penampilan perilaku lebih baik dibandingkan

Expectancy outcomes.

Computer self-efficacy dalam penggunaan sistem informasi adalah kepercayaan pengguna (user)

bahwa dia mampu untuk menggunakan sistem informasi, yang akan memperlihatkan pengaruh

yang kuat terhadap pengguna dalam mengadopsi sistem informasi tersebut (Lending dan Dillon,

2007). Sedangkan self-efficacy dalam menggunakan komputer sebagai komponen dari sistem

informasi, dihubungkan dengan kemampuan seseorang dalam menggunakan komputer sesuai

dengan cara yang diinginkan.

Kualitas Sistem. Kualitas sistem adalah pengukuran proses sistem informasi yang berfokus pada

hasil interaksi antara pengguna dan sistem. Kualitas sistem mempunyai atribut-atribut seperti

ketersediaan peralatan, reliabilitas peralatan, kemudahan untuk digunakan, dan waktu respon

merupakan faktor penentu mengapa sebuah sistem informasi digunakan atau tidak digunakan.

Nielsen (2000) berpendapat bahwa ada beberapa prinsip usability yaitu online environment,

namely, navigation, respon time, credibility, dan content. Dari berbagai literatur bahwa ada

empat dimensi kualitas sistem yaitu: navigation, easy of use, respon time, dan security.

McKinney et al. (2002) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi kualitas sistem, ketiga dimensi

tersebut adalah: access, usability, dan navigation.

Kualitas sistem dapat diukur dengan melihat bagian fungsionalnya yaitu usability. Usability

adalah bagian dari prinsip interaksi antara human computer yang menyediakan satu kumpulan

petunjuk penting tentang desain pembelajaran. Nielsen (2000) berpendapat bahwa usability

terdiri atas empat prinsip dasar dalam kegiatan online yaitu: navigation, timelines, credibility,

dan content. Palmer (2002) berpendapat bahwa beberapa unsur penting dalam penggunaan

website adalah konsistensi (concistancy), kemudahaan penggunaan (easy of use), kejelasan

dalam berinteraksi (clarity of interaction), kemudahan dalam membaca (easy to reading),

pengaturan informasi (information arrangement), kecepatan (speed), dan lay out/rancangan

website. Dengan demikian tingkat penggunaan sistem e-learning lebih baik sehingga pelajar

dapat lebih termotivasi untuk menggunakan sistem e-learning.

Kualitas Informasi. Kualitas informasi berkaitan dengan system use, user satisfaction, dan net

benefits (DeLone dan McLean 1992, 2003). Kualitas informasi mempunyai atribut-atribut seperti

informasi yang diperoleh dari sebuah sistem, keakuratan informasi, relevansi informasi,

ketepatan waktu, dan kelengkapan informasi. Kualitas Informasi sering merupakan dimensi

kunci menyangkut instrumen kepuasan pengguna akhir (Ives et al., 1983; Baroudi dan

Orlikowski, 1988; Doll et al., 1994). Akibatnya kualitas informasi seringkali tidak dibedakan

sebagai konstruksi unik tetapi diukur sebagai komponen dari kepuasan pengguna. Oleh karena

itu ukuran dimensi ini merupakan masalah bagi studi keberhasilan SI. DeLone dan McLean

(1992) dan model Seddon (1997) menunjukkan bahwa kualitas sistem dan kualitas informasi

berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan pengguna sistem informasi. Kualitas Informasi

yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan persepsi pemakai mengenai kualitas

informasi yang dihasilkan oleh internet yang digunakan oleh mahasiswa guna mendapatkan

informasi yang dibutuhkan.

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

314

Kualitas informasi merupakan suatu landasan penting untuk membangun kepercayaan dalam

hubungan antara pengguna dan sistem. Selain itu, kualitas informasi juga mempengaruhi

kepuasan pengguna dan sikap (perilaku). Hal yang menjadi pertimbangan dalam pengukuran

kualitas informasi adalah bagaimana tingkat penyajian informasi melalui sistem e-learning.

Penilaian kualitas informasi menurut literatur riset sistem informasi yang dikemukakan oleh

Bailey dan Pearson (1983), McKinney et al. (2002) menggunakan enam atribut mencakup:

relevant, understandability, reliable, adequate, scope, dan useful.

Kualitas Layanan. Kualitas layanan (service quality) yang dikemukakan oleh (Parasuraman,

1988), bahwa didasarkan pada perbandingan antara apa yang seharusnya ditawarkan (offered)

dan apa yang disediakan (provided). Perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat kualitas

layanan tinggi secara khusus mengembangkan dua sistem informasi yang sangat penting untuk

meningkatkan kemampuan service. Pertama sistem informasi yang mengumpulkan informasi

kinerja service untuk keperluan manajemen dan motivasi karyawan. Kedua, sistem informasi

yang menyebarkan informasi yang dinilai (valued) berguna oleh para pelanggan.

Pengujian kualitas layanan sistem informasi berguna untuk menentukan komponen layanan yang

diharapkan diperoleh oleh pengguna sehingga mereka tidak enggan untuk menggunakannya.

Tingkat kepuasan mengukur antara harapan dan luaran yang diterima. Apabila layanan yang

diterima sama dengan harapan berarti kualitas layanan cukup baik. Demikian pula sebaliknya,

apabila layanan yang diterima tidak sesuai harapan, dapat dikatakan sistem informasi tersebut

buruk.

Penggunaan. Penggunaan sistem merupakan perilaku yang tepat untuk mengukur kesuksesan

suatu sistem informasi yang diterapkan oleh suatu organisasi (Seddon dan Kiew, 1994).

Penggunaan sistem informasi ini memperlihatkan keputusan penggunaan sistem informasi oleh

pengguna dalam menyelesaikan tugas (Davis, 1989). Dalam model kesuksesan DeLone dan

McLean diasumsikan bahwa kualitas sistem informasi dan kualitas informasi yang dihasilkan

dapat mempengaruhi penggunaan sistem informasi. Menurut Seddon (1997), penggunaan sistem

banyak digunakan untuk mengukur kesuksesan suatu sistem informasi. Variabel penggunaan

sistem (use) biasanya digunakan untuk mengukur apakah fungsi suatu sistem informasi secara

keseluruhan dapat digunakan untuk tujuan khusus.

Dimensi Keberhasilan penggunaan mewakili derajat dan cara di mana sebuah IS digunakan oleh

penggunanya. Mengukur penggunaan IS adalah suatu konsep umum yang dapat dipertimbangkan

dari berbagai perspektif. Dalam kasus penggunaan sukarela, penggunaan yang sebenarnya pada

IS mungkin merupakan tindakan sukses yang tepat. Sebuah pendekatan yang lebih komprehensif

untuk menjelaskan penggunaan IS adalah TAM (Davis 1989). TAM menggunakan variabel

independen yang dirasakan kemudahan penggunaan dan kegunaan dirasakan berkontribusi

terhadap sikap terhadap penggunaan, niat untuk menggunakan, dan penggunaan aktual. Karena

kesulitan dalam menafsirkan dimensi penggunaan, DeLone dan McLean menunjukkan niat untuk

menggunakan sebagai langkah alternatif yang akan digunakan untuk beberapa konteks.

Penggunaan sistem informasi dapat dinilai dengan menggunakan kriteria: actual use (Davis,

1989); daily use, frequency of use (Almutairi dan Subramanian, 2005; Iivari, 2005); nature of

use, navigation patterns, number of site visits, number of transactions (DeLone dan McLean,

2003).

Kepuasan Pengguna. Kepuasan adalah suatu pertimbangan dari suatu produk atau jasa yang

menyediakan suatu tingkatan yang menyenangkan mengenai pemenuhan keinginan pengguna

pada tingkat bawah atau atas (Oliver, 1997). Definisi ini menempatkan penekanan pada

konsumen dibanding pelanggan sebab walaupun pelanggan membayar produk atau jasa, mereka

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

315

tidak mungkin memakai atau melayani secara langsung. Kepuasan dengan suatu produk atau

jasa/layanan adalah memerlukan pengalaman dan penggunaan suatu produk jasa/layanan tiap

individu.

Kepuasam Pengguna mempunyai peran yang sangat sentral dalam pengembangan sistem

informasi. Hasil penelitian yang dipaparkan baik oleh McKeen et al. (1994); Doll dan Deng

(2001); Guimaraes et al. (2003); Suryaningrum (2003) menemukan bahwa pemahaman

pengguna merupakan variabel yang efektif dan menentukan kepuasan pengguna, keberhasilan

sistem maupun kualitas sistem. Penggunaan ketiga terminologi variabel (kepuasan pengguna,

keberhasilan sistem, dan kualitas sistem) seringkali rancu. Seringkali kepuasan pengguna

dianggap sama dengan kualitas sistem, atau bila tidak kepuasan pengguna digunakan untuk

mengukur kualitas sistem.

Keberhasilan Dimensi kepuasan pengguna merupakan tingkat pengguna kepuasan saat

menggunakan IS. Hal ini dianggap sebagai salah satu langkah yang paling penting dari IS

sukses. Kepuasan pengguna sistem informasi dapat dinilai dengan menggunakan kriteria:

adequacy, effectiveness, efficiency, overall satisfaction (Seddon dan Kiew, 1994); enjoyment,

information satisfaction, system satisfaction (Gable et al., 2008).

Dampak Individu. Dampak individu (individual impact) merupakan efek dari informasi

terhadap perilaku pemakai. Dampak individu berhubungan erat dengan kinerja, yaitu

meningkatkan kinerja individu pemakai sistem (Mason, 1978) menunjukkan urutan impak mulai

dari menerima informasi, pemahaman informasi, aplikasi informasi tersebut kesuatu

permasalahan tertentu dan merubah perilaku keputusan dengan hasil perubahan kinerja

organisasi. Chervany dan Dickson (1974) menggunakan pengukuran efektivitas keputusan

(decision effectiveness) untuk mengukur dampak dari sistem informasi. Efek keputusan

mempunyai beberapa dimensi yaitu rata-rata waktu untuk membuat suatu keputusan, keyakinan

dalam mengambil keputusan, jumlah laporan yang diminta dan partisipasi anggota dalam

pengambilan keputusan di grup pengambil keputusan. Memasukkan produktivitas pemakai

meningkat untuk mengukur dampak dan menggunakan efisiensi untuk penyelesaian tugas.

Individual impact merupakan pengaruh keberadaan dan pemakaian sistem informasi terhadap

kualitas kinerja pengguna secara individual. Menurut Dody dan Zulaikha (2007), individual

impact merupakan pengaruh dari keberadaan dan pemakaian sistem informasi terhadap kinerja,

pengambilan keputusan, dan derajat pembelajaran individu dalam organisasi. Dalam model

DeLone dan McLean (1992) mengartikan dampak individu sebagai "suatu indikasi bahwa sistem

informasi telah memberikan pengguna lebih memahami konteks keputusan, telah meningkatkan

produktivitas pembuatan keputusan, telah menghasilkan perubahan dalam aktifitas pengguna,

atau telah mengubah persepsi pembuat keputusan mengenai pentingnya atau kegunaan dari

sistem informasi". Model ini juga mengasumsikan bahwa individual impact dipengaruhi oleh

penggunaan sistem dan kepuasan pengguna atas sistem informasi.

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

316

METODE

Penelitian dilakukan di 8 (Delapan) Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di lingkungan

Kopertis Wilayah III Jakarta. Obyek dalam penelitian ini adalah individu, yaitu mahasiswa

pengguna sistem e-learning berbasis website.

Jumlah populasi dalam penelitian adalah 144.686 mahasiswa, dengan jumlah sampel sebanyak

178 mahasiswa pengguna sistem e-learning. Teknik pengambilan sampel dari setiap perguruan

tinggi yang menerapkan pembelajaran dengan sistem e-learning tersebut dengan cara

proporsional random sampling dimana jumlah sampel dan responden yang akan diambil pada

pengguna sistem e-learning di Kopertis Wilayah III Jakarta dilakukan secara proporsional sesuai

dengan jumlah populasi pengguna sistem e-learning (mahasiswa) di masing-masing PTS

tersebut. Teknik pengambilan sampel ini dipakai dengan tujuan untuk lebih memenuhi

keterwakilan sampel yang diambil terhadap populasi.

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan analisis statistik

inferensial dengan menggunakan Generalized Structural Component Analysis (GSCA).

Penelitian ini menggunakan Tujuh variabel, yaitu CSE, kualitas sistem, kualitas informasi,

kualitas layanan, kepuasan pengguna, penggunaan, dan dampak individu. Analisis statistik

deskriptif maupun uji validitas dan reliabilitas menggunakan software SPSS 22, sementara

analisis statistik inferential menggunakan GSCA dengan software gesca. Analisis ini digunakan

untuk menguji hipotesis penelitian yang telah ditetapkan dengan menggunakan data sampel yang

diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa seluruh hubungan berpengaruh signifikan.

Hasil pengujian menggunakan Generalized Structured Componen Analysis (GSCA) dengan

perangkat lunak gesca sebagai berikut:

Tabel 2. Measurement Model Pengukuran

Model Fit

FIT 0.541

Sumber: Data diolah, 2013

FIT = 0.541: FIT menunjukkan varian total dari semua variabel yang dapat dijelaskan oleh

model tertentu. Nilai FIT yang bagus adalah berkisar antara 0 hingga 1, dimana apabila nilai FIT

semakin besar maka variance dari data tersebut dapat dijelaskan dalam model (Ghozali, 2008).

Dari Tabel 1 terlihat bahwa model yang terbentuk dapat menjelaskan semua variabel yang ada

sebesar 0.541. Artinya keragaman yang dapat dijelaskan oleh model adalah sebesar 54.1%,

dengan demikian model bisa dikatakan cukup baik.

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

317

Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis

Hipotesis Hubungan Antar

Variabel Estimate SE CR Keterangan

H1 computer self-efficacy >

kualitas sistem 0.909 0.011 84.45

* Signifikan

H2 computer self-efficacy >

kualitas informasi 0.484 0.091 5.30

* Signifikan

H3 computer self-efficacy >

kualitas layanan 0.813 0.023 35.44

* Signifikan

H4 computer self-efficacy >

penggunaan 0.289 0.074 3.90

* Signifikan

H5 computer self-efficacy >

dampak individu 0.693 0.054 12.73

* Signifikan

H6 kualitas sistem > kualitas

informasi 0.419 0.097 4.32

* Signifikan

H7 kualitas sistem >

penggunaan 0.260 0.058 4.47

* Signifikan

H8 kualitas sistem > kepuasan

pengguna 0.215 0.046 4.70

* Signifikan

H9 kualitas informasi >

penggunaan 0.282 0.032 8.88

* Signifikan

H10 kualitas informasi >

kepuasan pengguna 0.153 0.045 3.42

* Signifikan

H11 kualitas informasi >

dampak individu 0.266 0.057 4.71

* Signifikan

H12 kualitas layanan >

penggunaan 0.209 0.031 6.68

* Signifikan

H13 Kualitas layanan >

kepuasan pengguna 0.177 0.038 4.69

* Signifikan

H14 penggunaan > kepuasan

pengguna 0.483 0.095 5.09

* Signifikan

CR* = significant at .05 level

Hasil tersebut jika dilihat pada model penelitian seperti pada Gambar 1, berikut:

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

318

Gambar 1. Model dan Hasil Penelitian

Pengaruh Computer Self-Efficacy Terhadap Kualitas Sistem. Nilai 0.909 pada Gambar 1

diatas dapat diartikan bahwa pengaruh computer self-efficacy melalui indikator magnitude,

strength, dan generalibility terhadap kualitas sistem signifikan secara statistik. Hasil penelitian

ini menemukan bahwa semakin tinggi computer self-efficacy pengguna sistem e-learning maka

semakin tinggi pula tingkat persepsi kualitas sistem e-learning di Kopertis III Jakarta. Apabila

kapabilitas seorang mahasiswa dalam menggunakan komputer melalui indikator magnitude,

strength, dan generalibility baik maka akan berpengaruh terhadap persepsi kualitas sistem.

Computer self-efficacy yang muncul dari dalam diri mahasiswa mendorong mahasiswa lebih

menguasai pembelajaran dengan sistem e-learning dan lebih terampil dalam menggunakan

komputer untuk menunjang meningkatkan hasil pembelajaran secara online.

Pengaruh Computer Self-Efficacy Terhadap Kualitas Informasi. Nilai 0.484 pada Gambar 1

diatas dapat diartikan bahwa computer self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap kualitas

informasi. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda positif, maka dapat diartikan bahwa

semakin tinggi computer self-efficacy individu pengguna sistem e-learning maka semakin tinggi

pula tingkat kualitas informasi sistem e-learning.

Pengaruh Computer Self-Efficacy Terhadap Kualitas Layanan. Analisis GSCA

menghasilkan nilai estimate sebesar 0.813 dan nilai critical ratio sebesar 35.44* sehingga

computer self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap kualitas layanan. Mengingat nilai

estimate tersebut bertanda positif, maka dapat diartikan bahwa semakin tinggi computer self-

efficacy individu pengguna sistem e-learning maka semakin tinggi pula tingkat kualitas layanan

sistem e-learning.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengguna sistem e-learning mempunyai tingkat

kapabilitas komputasi yang baik dalam penggunaan sistem e-learning. Hal ini ditandai dengan

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

319

keyakinan pengguna dalam hal mengoperasikan sistem e-learning tanpa bantuan orang lain,

keyakinan pengguna menggunakan sistem e-learning untuk menyelesaikan tugas, dan keyakinan

pengguna dalam hal mengoperasikan sistem e-learning menggunakan LMS yang beragam.

Semakin baik tingkat kapabilitas komputasi mahasiswa dalam menggunakan sistem e-learning

akan berpengaruh terhadap kualitas layanan. Sebaliknya semakin rendah/buruk tingkat

kapabilitas komputasi seseorang maka semakin rendah pula persepsinya terhadap kualitas

layanan.

Pengaruh Computer Self-Efficacy Terhadap Penggunaan. Analisis GSCA menghasilkan nilai

estimate sebesar 0.289 dan nilai critical ratio sebesar 3.90* sehingga computer self-efficacy

berpengaruh signifikan terhadap penggunaan. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda positif,

ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara computer self-efficacy dengan persepsi

penggunaan, yaitu semakin tinggi kepercayaan terhadap computer self-efficacy semakin tinggi

pula persepsi penggunaan yang ditumbuhkan. Hasil ini mengindikasikan bahwa computer self-

efficacy berperan sebagai faktor kunci yang dapat menumbuhkan persepsi penggunaan, karena

dengan memiliki kemampuan untuk menggunakan komputer maka penggunaan sistem e-

learning akan dapat dirasakan dalam aktivitas penggunaan sistem e-learning.

Pengaruh Computer Self-Efficacy Terhadap Dampak Individu. Analisis GSCA menghasilkan

nilai estimate sebesar 0.693 dan nilai critical ratio sebesar 12.73* sehingga computer self-

efficacy berpengaruh signifikan terhadap dampak individu. Mengingat nilai estimate tersebut

bertanda positif, ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara computer self-efficacy

dengan dampak individu, yaitu semakin tinggi kepercayaan terhadap computer self-efficacy

semakin tinggi pula dampak individu yang ditumbuhkan. Temuan dalam penelitian ini kami

anggap sebagai temuan yang baru dalam studi penggunaan sistem e-learning di Kopertis

Wilayah III Jakarta.

Pengaruh Kualitas Sistem Terhadap Kualitas Informasi. Analisis GSCA menghasilkan nilai

estimate sebesar 0.419 dan nilai critical ratio sebesar 4.32* sehingga kualitas sistem

berpengaruh signifikan terhadap kualitas informasi. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda

positif, ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas sistem dengan kualitas

informasi, yaitu semakin tinggi kualitas sistem e-learning yang disediakan oleh Kopertis III

Jakarta maka semakin tinggi pula tingkat kualitas informasi sistem e-learning di Kopertis III

Jakarta.

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa kualitas informasi sistem e-learning akan

semakin meningkat ketika sistem e-learning menyediakan panduan yang mudah dipahami,

sistem e-learning menyajikan materi sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, sistem e-learning

menunjang proses pembelajaran, sistem e-learning mudah dioperasikan, sistem e-learning

membuat komunikasi antara pengajar dan mahasiswa lebih intensif, serta kemudahan dalam

mengakses fitur sistem e-learning. Sebaliknya ketika sistem e-learning yang disediakan oleh

perguruan tinggi mempunyai kualitas sistem yang rendah maka akan berpengaruh dengan

rendahnya kualitas informasi.

Pengaruh Kualitas Sistem Terhadap Penggunaan. Analisis GSCA menghasilkan nilai

estimate sebesar 0.260 dan nilai critical ratio sebesar 4.47* sehingga kualitas sistem

berpengaruh signifikan terhadap penggunaan. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda positif,

ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas sistem dengan kualitas

informasi, yaitu semakin tinggi kualitas sistem e-learning yang disediakan oleh Kopertis III

Jakarta maka semakin tinggi pula tingkat penggunaan sistem e-learning di Kopertis III Jakarta.

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

320

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa penggunaan sistem e-learning akan semakin meningkat

ketika sistem e-learning menyediakan panduan yang mudah dipahami, sistem e-learning

menyajikan materi sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, sistem e-learning menunjang proses

pembelajaran, sistem e-learning mudah dioperasikan, sistem e-learning membuat komunikasi

antara pengajar dan mahasiswa lebih intensif, serta kemudahan dalam mengakses fitur sistem e-

learning. Sebaliknya ketika sistem e-learning yang disediakan oleh perguruan tinggi mempunyai

kualitas sistem yang rendah maka akan berpengaruh dengan rendahnya tingkat penggunaan.

Pengaruh Kualitas Sistem Terhadap Kepuasan Pengguna. Analisis GSCA menghasilkan

nilai estimate sebesar 0.215 dan nilai critical ratio sebesar 4.70* sehingga kualitas sistem

berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda

positif, ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas sistem dengan kepuasan

pengguna, yaitu semakin tinggi kualitas sistem e-learning yang disediakan oleh Kopertis III

Jakarta maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan pengguna sistem e-learning di Kopertis III

Jakarta.

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa penggunaan sistem e-learning akan merasa puas

jika sistem e-learning yang disediakan oleh perguruan tinggi mempunyai kualitas sistem yang

baik. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna akan merasa puas apabila sistem e-learning

disediakan panduan yang mudah dipahami, sistem e-learning menyajikan materi sesuai dengan

kebutuhan pembelajaran, sistem e-learning menunjang proses pembelajaran, sistem e-learning

mudah dioperasikan, sistem e-learning membuat komunikasi antara pengajar dan mahasiswa

lebih intensif, serta kemudahan dalam mengakses fitur sistem e-learning. Sebaliknya ketika

sistem e-learning yang disediakan oleh perguruan tinggi mempunyai kualitas sistem yang rendah

maka akan berpengaruh dengan rendahnya tingkat kepuasan pengguna.

Pengaruh Kualitas Informasi Terhadap Penggunaan. Analisis GSCA menghasilkan nilai

estimate sebesar 0.282 dan nilai critical ratio sebesar 8.88* sehingga kualitas informasi

berpengaruh signifikan terhadap penggunaan. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda positif,

ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas informasi dengan penggunaan,

yaitu semakin tinggi kualitas informasi yang disediakan sistem e-learning semakin baik maka

akan menyebabkan semakin tinggi pula tingkat penggunaan sistem e-learning.

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa penggunaan akan semakin meningkat ketika

adanya kejelasan informasi tentang meteri perkuliahan pada sistem e-learning, adanya kerincian

informasi mengenai materi perkuliahan pada e-learning, adanya ketepatan waktu dalam

penyajian informasi, dan sistem e-learning memberikan penilaian yang akurat.

Pengaruh Kualitas Informasi Terhadap Kepuasan Pengguna. Analisis GSCA menghasilkan

nilai estimate sebesar 0.153 dan nilai critical ratio sebesar 3.42* sehingga kualitas informasi

berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda

positif, ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas informasi dengan

kepuasan pengguna, yaitu semakin tinggi kualitas informasi yang disediakan sistem e-learning

semakin baik maka akan menyebabkan semakin tinggi pula tingkat kepuasan pengguna sistem e-

learning.

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa pengguna sistem e-learning akan merasa puas

ketia informasi yang disediakan oleh perguruan tinggi berkualitas dan bermanfaat bagi

penggunanya. Seorang pengguna akan merasa puas menggunakan sistem e-learning jika sistem

e-learning memberikan kejelasan tentang materi perkuliahan, sistem e-learning memberikan

kerincian mengenai materi perkuliahan, sistem e-learning memberikan ketepatan waktu dalam

penyajian informasi, dan sistem e-learning memberikan penilaian yang akurat. Sebaliknya ketika

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

321

kualitas informasi yang diberikan semakin buruk/rendah maka akan semakin rendah pula

kepuasan pengguna sistem e-learning di perguruan tinggi.

Pengaruh Kualitas Informasi Terhadap Dampak Individu. Analisis GSCA menghasilkan

nilai estimate sebesar 0.266 dan nilai critical ratio sebesar 4.71* sehingga kualitas informasi

berpengaruh signifikan terhadap dampak individu. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda

positif, ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas informasi dengan

dampak individu, yaitu semakin tinggi kualitas informasi yang disediakan sistem e-learning

semakin baik maka akan menyebabkan semakin tinggi pula dampak individu pengguna sistem e-

learning.

Pemanfaatan sistem e-learning diharapkan akan dapat membantu siswa-siswi dalam

meningkatkan belajar baik di ruang kelas maupun di luar kelas. Individu maupun secara

berkelompok akan memanfaatkan sistem e-learning apabila sistem tersebut dapat memberikan

manfaat bagi dirinya. Manfaat (perceived usefulness) adalah seberapa jauh seseorang percaya

bahwa penggunaan sistem informasi tertentu akan meningkatkan kinerjanya dalam pekerjaan.

Manfaat tersebut dapat dikaitkan dengan ekspektasi kinerja (performance expectation).

Ekspektasi kinerja adalah tingkat dimana seorang individu meyakini bahwa dengan

menggunakan sistem akan dapat membantu dalam meningkatkan kinerjanya. Venkatesh (2000)

menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya berkaitan dengan perceived usefullness,

motivasi ektrinsik, job performance atau effectiveness (kinerja tugas atau efektifitas), importance

to job (pentingnya bagi tugas), dan overall usefullness (kebermanfaatan secara keseluruhan).

Dalam organisasi maupun perusahaan ekspektasi kinerja.

Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Penggunaan. Analisis GSCA menghasilkan nilai

estimate sebesar 0.209 dan nilai critical ratio sebesar 6.68* sehingga kualitas layanan

berpengaruh signifikan terhadap penggunaan. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda positif,

ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas layanan dengan penggunaan,

yaitu semakin tinggi kualitas layanan yang disediakan sistem e-learning maka akan

menyebabkan semakin tinggi pula tingkat penggunaan sistem e-learning.

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa pengguna akan menggunakan sistem e-learning

yang disediakan ketika proses download materi perkuliahan berlangsung dengan cepat, penialian

hasil pembelajaran online setara dengan perkuliaha konvensional, dan unit pengelola mudah

dihubungi saat pengguna menemui masalah dalam akses ke sistem e-learning. Sebaliknya ketika

kualitas layanan semakin rendah maka semakin rendah pula tingkat penggunaannya.

Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pengguna. Analisis GSCA menghasilkan

nilai estimate sebesar 0.177 dan nilai critical ratio sebesar 4.69* sehingga kualitas layanan

berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda

positif, ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas layanan dengan

kepuasan pengguna, yaitu semakin tinggi kualitas layanan yang disediakan sistem e-learning

maka akan menyebabkan semakin tinggi pula tingkat kepuasan pengguna sistem e-learning.

Pelitian ini menemukan bahwa pengguna sistem e-learning akan merasa puas ketika

kualitas layanan yang disediakan berkualitas. Pengguna akan merasa puas dengan sistem e-

learning yang disediakan ketika sistem e-learning menyediakan layanan berupa proses download

materi perkuliahan berlangsung dengan cepat, penilaian hasil pembelajaran online setara dengan

perkuliahan konvensional, dan unit pengelola mudah dihubungi saat pengguna menemui masalah

dalam akses ke sistem e-learning. Sebaliknya ketika kualitas layanan yang disediakan semakin

rendah maka semakin rendah pula tingkat kepuasan pengguna.

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

322

Pengaruh Penggunaan Terhadap Kepuasan Pengguna. Analisis GSCA menghasilkan nilai

estimate sebesar 0.483 dan nilai critical ratio sebesar 5.09* sehingga penggunaan berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan pengguna. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda positif, ini

berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara penggunaan dengan kepuasan pengguna,

yaitu semakin tinggi penggunaan sistem e-learning maka akan menyebabkan semakin tinggi pula

tingkat kepuasan pengguna sistem e-learning.

Penelitian ini menemukan bahwa pengguna sistem e-learning akan merasa puas

diindikasikan dengan frekuensi penggunaan sistem e-learning yang sering, lamanya waktu

mengakses sistem e-learning, pengguna sering melakukan kunjungan ke sistem e-learning, dan

adanya motivasi menggunakan sistem e-learning kembali di masa yang akan datang.

PENUTUP

Kesimpulan. Pertama. CSE berpengaruh signifikan terhadap kualitas sistem. Temuan ini

mengkonfirmasi penelitian Chang et al. (2011) yang menyatakan bahwa Computer self-efficacy

berpengaruh signifikan terhadap kualitas sistem. Indikator magnitude memiliki nilai loading

factor terbesar sehingga merupakan indikator yang paling kuat sebagai pengukur variabel

Computer self-efficacy. Kedua. CSE berpengaruh signifikan terhadap kualitas informasi.

Temuan ini mengkonfirmasi penelitian sebelumnya Chang et al., (2011) yang menyatakan

bahwa Computer self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap kualitas informasi. Indikator

magnitude memiliki nilai loading factor terbesar sehingga merupakan indikator yang paling kuat

sebagai pengukur variabel Computer self-efficacy. Ketiga. CSE berpengaruh signifikan terhadap

kualitas layanan. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian sebelumnya Chang et al., (2011) yang

menyatakan bahwa Computer self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap kualitas layanan.

Indikator magnitude memiliki nilai loading factor terbesar sehingga merupakan indikator yang

paling kuat sebagai pengukur variabel Computer self-efficacy. Keempat. CSE berpengaruh

signifikan terhadap penggunaan. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian sebelumnya Chang et

al., (2011) yang menyatakan bahwa Computer self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap

penggunaan. Indikator magnitude memiliki nilai loading factor terbesar sehingga merupakan

indikator yang paling kuat sebagai pengukur variabel Computer self-efficacy. Kelima. CSE

berpengaruh signifikan terhadap dampak individu. Hasil penelitian ini merupakan temuan baru

dalam penelitian ini serta memperkuat teori dari Pajares dan Urdan (2006) yang mengatakan

bahwa keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk mengorganisasikan dan

melaksanakan tindakan apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan.

Keenam. Kualitas Sistem berpengaruh signifikan terhadap Persepsi mahasiswa atas kualitas

informasi dari sistem e-learning berbasis website. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian yang

dilakukan oleh Gorla et al., (2010) yang menyatakan bahwa kualitas sistem berpengaruh

signifikan terhadap kualitas informasi. Walaupun terjadi hubungan yang signifikan, rata-rata

jawaban responden untuk keenam indikator masih cenderung kurang baik sehingga masih

diperlukan upaya peningkatan kualitas sistem terutama dalam hal: kesesuaian materi sistem e-

learning dengan kebutuhan belajar dan kemudahan dalam mengakses fitur sistem e-learning.

Ketujuh. Kualitas Sistem berpengaruh signifikan terhadap Penggunaan sistem e-learning

berbasis website. Semakin baik persepsi kualitas sistem akan semakin meningkatkan penggunaan

sistem e-learning. Kedelapan. Kualitas Sistem berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan

Pengguna sistem e-learning berbasis website. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian-penelitian

sebelumnya yang menyatakan bahwa kualitas sistem berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

pengguna. Temuan ini mengkonfirmasi salah satu teori dari Guiemares et al., (1992) yang

menyatakan bahwa ukuran kepuasan pemakai pada sistem komputer dicerminkan oleh kualitas

sistem yang dimiliki. Kesembilan. Kualitas Informasi berpengaruh signifikan terhadap

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

323

Penggunaan sistem e-learning berbasis website. Temuan ini mengkonfirmasi salah satu teori dari

Barnes dan Vidgen (2003) yang menyatakan bahwa kualitas informasi dapat dilihat dengan

adanya potensi menghasilkan informasi yang tidak terbatas, baik dalam organisasi maupun diluar

organisasi. Walaupun terjadi hubungan yang signifikan, rata-rata jawaban responden untuk

kelima indikator masih cenderung kurang baik sehingga masih diperlukan upaya peningkatan

kualitas informasi terutama dalam hal: ketepatan waktu dalam penyajian informasi, peningkatan

design sistem e-learning, dan keakuratan penilaian kuis dalam sistem e-learning. Kesepuluh.

Kualitas Informasi berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pengguna sistem e-learning

berbasis website. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian-penelitian sebelumnya yang

menyatakan bahwa kualitas informasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna.

Temuan ini mengkonfirmasi salah satu teori dari Ives et al., (1983) yang menyatakan bahwa

kualitas informasi merupakan dimensi kunci menyangkut instrumen kepuasan pengguna akhir.

Kesebelas. Kualitas Informasi berpengaruh signifikan terhadap dampak individu pemakaian

sistem e-learning berbasis website. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian-penelitian

sebelumnya yang menyatakan bahwa kualitas informasi berpengaruh signifikan terhadap dampak

individu. Temuan ini mengkonfirmasi salah satu teori Venkatesh (2000) menggambarkan

manfaat sistem bagi pemakainya berkaitan dengan perceived usefullness, motivasi ektrinsik, job

performance atau effectiveness (kinerja tugas atau efektifitas), importance to job (pentingnya

bagi tugas), dan overall usefullness (kebermanfaatan secara keseluruhan). Dalam organisasi

maupun perusahaan ekspektasi kinerja. Keduabelas. Kualitas Layanan berpengaruh signifikan

terhadap Penggunaan sistem e-learning berbasis website. Temuan ini mengkonfirmasi

penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kualitas layanan berpengaruh

signifikan terhadap penggunaan. Indikator “jaminan” (kecepatan download materi perkuliahan)

memiliki nilai weight terbesar sehingga merupakan indikator yang paling kuat sebagai pengukur

variabel kualitas layanan. Ketigabelas. Kualitas Layanan berpengaruh signifikan terhadap

Kepuasan Pengguna. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian-penelitian sebelumnya yang

menyatakan bahwa kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna.

Indikator “jaminan” (kecepatan download materi perkuliahan) memiliki nilai weight terbesar

sehingga merupakan indikator yang paling kuat sebagai pengukur variabel kualitas layanan.

Keempatbelas. Penggunaan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna. Temuan

penelitian ini mengkonfirmasi dan memperluas teori disonansi yang dilakukan Fishbein dan

Ajzen (1975), yang mengemukakan bahwa penggunaan sistem informasi mendorong kepuasan

pengguna.

Saran. (a) Kebijakan pemerintah dalam bentuk: perencanaan, standarisasi mutu, infrastruktur

jaringan dan konten, serta kesiapan dan kultur sumberdaya manusia untuk mengaplikasikan

teknologi informasi khususnya dalam penggunaan sistem e-learning di Kopertis III Jakarta

merupakan hal yang mendesak. Sistem e-learning akan dimanfaatkan atau tidak sangat

tergantung kebijakan pemerintah di bidang pendidikan dan bagaimana pengguna memandang

atau menilai sistem e-learning tersebut. Namun umumnya digunakannya teknologi tersebut

dengan pertimbangan bahwa: (1) teknologi tersebut memang sudah merupakan kebutuhan; (2)

fasilitas pendukung yang sudah memadai; (3) adanya dukungan dana yang memadai; dan (4)

adanya dukungan dari pembuat kebijakan; (b) Perguruan tinggi penyelenggara sistem e-learning

di Kopertis III Jakarta untuk lebih meningkatkan kualitas sistem dan kualitas informasi. Dengan

meningkatnya kualitas sistem dan kualitas informasi diharapkan akan berdampak pada

penggunaan dan kepuasan pengguna serta pada akhirnya akan berdampak pada individu; (c)

Penelitian hanya melibatkan perspektif tunggal dari mahasiswa, penelitian yang akan datang

disarankan menggunakan perspektif dari organisasi/institusi (unit pengelola sistem e-learning)

dan instruktur/dosen pengampu mata kuliah. (d) Penelitian selanjutnya dengan mereplikasi

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

324

penelitian ini dengan e-service dalam bidang bisnis (misalnya: e-procurement, e-shopping, e-

banking) dan e-service bidang pendidikan (misalnya: e-library, SIPKD, sim-litabmas).

DAFTAR RUJUKAN

Agarwal, R.; Sambamurthy, V.Z.; Stair, R.M. “Research Report: The Evolving Relationship

Between General and Specific Computer Self-Efficacy - An Empirical Assessment”.

Information Systems Research. Vol. 11 (4), (2000), pp 418–430.

Almutairi, H.; Subramanian, G.H. “An Empirical of the DeLOne and McLean Model in the

Kuwaiti Private Sector”. The Journal of Computer Information System, Spring. Vol. 45(3),

(2005), pp 113-122.

Bailey, J.E.; Pearson, S.W. “Development of a Tool for Measuring and Analyzing Computer

User Satisfaction”. Management Science. Vol. 29 (5), (1983), pp 530-545.

Bandura, A. (1986). Social Foundations of Thought and Action. Prentice Hall. New Jersey.

Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. Freeman. New York.

Baroudi J.J.; Orlikowski W.J. “A Short-Form Measure of User Information Satisfaction: A

Psychometric Evaluation and Notes On Use”. Journal Of Management Information Systems.

Vol. 4 (4), (1988), pp 44–59.

Baroudi, J.J.; Olson, M.H.; Ives, B. “An Empirical Study of the Impact of User Involvement on

System Usage and Information Satisfaction”. Communications of the ACM. Vol. 29 (3),

(1986), pp 232-238.

Chang, F. M.T.; Chen, M.Y.; Chen, C.C.; Huang, M.J.; Chen, J.W. “Why do Individuals Use e-

Portfolios”. Educational Technology & Society, Vol. 15 (4), (2011), pp 114–125

Chervany, N.; Dickson, G. “An Experimental Evaluation of Information Overload in a

Production Environment”. Management Science. Vol. 20 (10), (1974), pp 1335-1344.

Chin, Wynne. W.; Todd, Peter, A. “On the Use, Usefulness, and Ease of Use A Structural

Equation Modeling in MIS Research: A Note of Caution”. MIS Quarterly. Vol. 19, (1995),

pp 237-346.

Compeau D.R.; Higgins C.A. “Application of Social Cognitive Theory to Training for Computer

Skills”. Information Systems Research, Vol. 6 (2), (1995), pp 118-143.

Davis, F.D. “Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information

Technology”. MIS Quarterly. (1989), pp 319- 340.

Davis, F.D.; Bagozzi, R.P.; Warshaw, P.R. “User Acceptance Of Computer Technology: A

Comparison Two Theoretical Models”. Management Science. (1989), pp 982-1003.

DeLone, W.H.; McLean E.R. “Information System Success: The Quest for the Dependent

Variable”. Information System Research. (1992), pp 60-95.

DeLone, W.H.; McLean E.R. “The Delone and Mclean Model of Information Systems Success:

A Ten-Year Update”. Journal of Management Information Systems. Vol. 19 (4), (2003), pp

9–30.

DeLone, W.H.; McLean E.R. “Measuring E-commerce Success: Applying the DeLone and

McLean Information System Success Model”. International Journal of Electronic

Commerce. (2004).

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

325

Devaraj, S.; Fan, M.; Kohli, R.. “Antecedents of B2C Channel Satisfaction and Preference:

Validating E-Commerce Metrics”. Information Systems Research. Vol. 13(3), (2002), pp

316–333.

Dody R., dan Zulaikha. (2007). “Pengujian Model DeLone and McLean dalam Pengembangan

Sistem Informasi Manajemen (Kajian Sebuah Kasus).” Paper disajikan pada Simposium

Nasional Akuntansi X, Universitas Hassanudin, Makassar, 26-28 Juli 2007.

Doll, W.J.; Xiadong D. “The Collaborative Use Of Information Technology: End User

Participation and System Success”. Information Resources Management Journals. (2001).

Doll, W.J.; Torkzadeh, G. “Issues and Opinions - The Measurement of End User Computing

Satisfaction: Theoretical and Methodological Issues,” MIS Quarterly, Vol. 15, (1991), pp.

5-10.

Doll, W.J.; Torkzadeh, G. “The Measurement of End User Computing Satisfaction”. MIS

Quarterly, Vol. 12 (2), (1998), pp 159-174.

Doll W.J.; Xia W.; Torkzadeh G. “A Confirmatory Factor Analysis of The End-User Computing

Satisfaction Instrument”. MIS Quarterly. Vol. 18(4), (1994), pp 453–461.

Freeze, R.; Alshare, K.; Lane, P.; Wen, J. “IS Success Model in E-Learning Context Based on

Students' Perceptions”. Journal of Information Systems Education, Vol. 21 (2), (2010), pp

173-184.

Gable, G.; Sedera, D.; Chan, T. “Re-conceptualizing Information System Success: The IS-

Impact Measurement Model”. Journal of the Association for Information Systems, Vol. 9

(7), (2008), pp 377-408.

Guimaraes, T.; Igbaria, M. "Client/Server System Success: Exploring the Human Side". Decision

Sciences. Vol. 28, (1997), pp 851-876.

Guimaraes, T.; Igbaria, M.; Lu, M. “The determinants of DSS success: An integrated model”.

Decision Sciences. Vol. 23 (2), (1992), pp 409-430.

Guimaraes, T.; Staples, D.S.; McKeen, J.D. “Empirically Testing Some Main User-Related

Factor for Systems Development Quality”. Quality Management Journal. Vol. 10 (4),

(2003), pp 39- 54.

Holsapple, C.; Lee-Post A. (2006). “Defining, Assessing, and Promoting E-Learning Success:

An Information Systems Perspective Decision Sciences”. Journal of Innovative Education.

Vol. 4 (1).

Hsu, D., Karampatziakis, N., Langford, J., Smola, A. (2011). Parallel online learning. In Scaling

Up Machine Learning.

Ives, B.; Olson, M.; Baroudi, J.J. “The Measurement of User Information Satisfaction”.

Communications of the ACM. Vol. 26(10), (1983), pp 785–793.

Istianingsih; Wijanto, S.H. ”Analisis Keberhasilan Penggunaan Perangkat Lunak Akuntansi

Ditinjau Dari Persepsi Pemakai (Studi Implementasi Model Keberhasilan Sistem

Informasi)”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol. 5 (1), (2008).

Lending, D.; Dillon, T. “The Effects of Confidentiality on Nursing Self-Efficacy with

Information Systems”. International Journal of Healthcare Information Systems and

Informatics. Vol. 2 (3), (2007), pp 49-64.

Lewis, D.E., (2002). More Companies Seeing Benefits of E-Learning. A Departure From

Training by The Book. The Boston Globe, Globe Staff.

http://bostonworks.boston.com/globe/articles/052602/elearn.html

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

326

Liu, C.; Arnett, K.P. “Exploring The Factors Associated With Web Site Success In The Context

Of Electronic Commerce”. Information and Management. Vol. 38(1), (2000), pp 23–33.

Livari, J. “An Empirical Test of the DeLone and McLean Model of Information System

Success”. Database for Advances in Information Systems, Spring. Vol. 36 (2), (2005), pg.8.

Lin, J.C.; Lu, H. “Towards An Understanding of The Behavioural Intention To Use A Web

Site”. International Journal of Information Management. (2000).

Lin, H.-F. “Measuring online learning systems success: Applying the updated DeLone and

McLean model”. CyberPsychology and Behavior. Vol. 10 (6), (2007), pp 817-820.

Melone, N.P. “A Theoretical Assessment of The User Satisfaction Construct in Information

System Research”. Management Science. (1990).

McGill, Tanya; Hobbs, Valerie; Klobas, Jane “User-Developed Applications and Information

Systems Success: a Test of DeLone and McLean‟s Model”, Information resource

Management Journal; Vol. 16 (1), (2003), pp 24.

McKiney, V.; Yoon, K.; Zahedi, Fatemeh “The Measurement of Web-Customer Satisfaction: An

Expectation and Disconfirmation Approach”. Information System Research. Vol. 13 (3),

(2002).

Nielsen, J. (2000). Designing Web Usability. New Riders. Indiana.

Oliver, L.W. (1987). “Research integration for psychologists: an overview of approaches”.

Journal of Applied Social Psychology. Vol. 17(10), pp 860–874.

Pajares, F.; Urdan. (2006). Self efficacy beliefs of adolescent. Information Age Publishing. USA.

http://books.google.co.id/books

Pajares, F. (2002). Overview of social cognitive theory and of self-efficacy.

http://www.emory.edu/EDUCATION/mfp/eff.html.

Palmer, J. W. “Web Site Usability, Design, and Performance Metrics”. Information Systems

Research. Vol. 13 (2), (2002), pp 151-167.

Parasuraman, A.; Zeithaml, V. A.; Berry, L.L. “A Conceptual Model Of Service Quality and Its

Implications for Future Reseach”. Journal of Marketing, Vol. 49 (4), (1985), pp 41-50.

Parasuraman, A.; Zeithaml, V.A.; Berry, L.L. “SERVQUAL: A Multi-Item Scale For

Measuring Consumer Perceptions Of The Service Quality”. Journal of Retailing. Vol. 64

(1), (1988), pp 12- 40.

Parasuraman, A., “Technology Readiness Index (TRI): A Multiple Item Scale to Measure

Readiness to Embrace New Technologies”. Journal of Service Research. (2000).

Petter, S.; McLean, E. “A Meta-Analytic Assessment of the Delone and Mclean Is Success

Model: An Examination of Is Success at the Individual Level”. Information and

Management. Vol. 46, (2009), pp 159-166.

Petter, S.; Delone, W.; McLean, E. “Measuring Information Systems Success: Models,

Dimensions, Measures, and Interrelationships” European Journal of Information Systems

Vol. 17(3), (2008), pp 236-263.

Radityo; Dody; Zulaikha (2007). Pengujian Model DeLone and McLean Dalam Pengembangan

Sistem Informasi Manajemen (Kajian Sebuah Kasus), Simposium Akuntansi Nasional,

UNHAS Makasar, 26 – 28 Juli 2007.

Rai, A.; Lang, S.S.; Welker, R.B. ”Assessing the Validity of IS Success Models: An Empirical

Test and Theoretical Analysis”. Information System Research. Vol.13 (1), (2002), pp 29-34.

Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015

327

Sabherwal R; Jeyaraja; Chowa, C. “Information systems success: individual and organizational

determinants”. Management Science. Vol. 52(12), (2006), pp 1849–1864.

Seddon, P.B.; Yip, S.K. “An Empirical Evaluation of User Information Satisfaction (UIS)

Measures for Use with General Ledger Accounting Software”. Journal of Information

Systems Spring. (1992), pp 75-92.

Seddon.P.B. ”A Respecification and Extension of The DeLone and McLean‟s Model of IS

Success”. Information System Research. (1997), pp 240-250.

Seddon, P. B.; Kiew, M.Y. “A Partial Test and Development of DeLone and MacLean's Model

of IS Success.” Australian Journal of Information Systems. Vol. 4 (1), (1996).

Suryaningrum, D. H. (2003). The Relationship Between User Participation and System Success:

Study of Three contigency Factors on BUMN in Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi.

Surabaya 2003.

Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Venkatesh, V. “Determinants Of Perceived Ease Of Use: Integrating Control, Intrinsic

Motivation, And Emotion Into The Technology Acceptance Model”. Information System

Research.Vol. 11 (4), (2000), pp 342-365.

Volery, T.; Lord, D. “Critical success factors in online education”. The International Journal of

Educational Management. Vol. 14 (5), (2000), pp 216-223.

Wang Y. “Assessing e-commerce Systems Success: A Respecification and Validation of the

DeLone and McLean model of IS success”. Information Systems Journal. (2007), pp 1-29.

Wang, Yi-Shun; Liao, Yi-Wen “Assessing e-Government systems success: A validation of the

DeLone and McLean Model of Information Systems Success”. Government Information

Quarterly. (2007), pp 1-17.

Wang, R.; Strong, D. “Beyond Accuracy: What Data Quality Means to Data Consumers”.

Journal of Management Information Systems. Vol. 4, (1996), pp.5-34.

Wang, Y.; Wang, H.; Shee, D. “Measuring e-learning systems success in an organizational

context: Scale development and validation”. Computers in Human Behavior. Vol. 23,

(2007), pp 1792–1808.

Webber, Ron, (1999). Information System Control and Audit, First Edition. Prentice Hall Inc.

New Jersey.

Wildavsky, B. (2001). “Want More From High School?” Special Report: E-Learning 10/15/01.

http://www.usnews/edu/elearning/articles).

Yoon, Y.; Guimaraes, T.; O‟Neai, Q. “Exploring The Factors Associated With Expert System

Success”. MIS Quarterly. Vol. 19 (1), (1995), pp 83–106.

Zeithaml, V.; Berry, L.; Parasuraman, A. “The behavioral consequences of service quality”.

Journal of Marketing. Vol. 60, (1996), pp 31-46.

Zeithaml, V.A., Parasuraman, A. and Berry, L.L. (1990). Delivering quality service; Balancing

customer perceptions and expectations, The Free Press. New York.


Recommended