+ All Categories
Home > Documents > APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU · APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU ... di...

APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU · APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU ... di...

Date post: 23-Mar-2019
Category:
Upload: lydieu
View: 245 times
Download: 2 times
Share this document with a friend
90
APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU EDIBLE COATING UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN PISANG CAVENDISH (Musa cavendishii.) SKRIPSI BUDIMAN F34062545 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Transcript

APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU

EDIBLE COATING UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN

PISANG CAVENDISH (Musa cavendishii.)

SKRIPSI

BUDIMAN

F34062545

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

APPLICATION OF CASSAVA STARCH AS RAW MATERIALS

EDIBLE COATING TO EXTEND SHELF LIFE

CAVENDISH BANANA (Musa cavendishii.)

Budiman and Ade Iskandar

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology,

Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia

Phone 62 85266312989, e-mail : [email protected]

ABSTRACT

Edible coating based cassava starch can be applied to coat cavendish bananas so as to

maintain brightness and color to maintain shelf life. Layer film formed has pores smaller so that the

rate of transmission of water vapor and gases are also low. At this time the research examine and

compare the edible coating generated from various treatments are: Treatment of starch

concentration, treatment on the addition of additives or chemicals in the edible coating, and treatment

on storage conditions packaged with the products using edible coatings with the variations storage

temperature. All treatments are carried out can be made in accordance with the needs in research.

Preliminary study aimed to explore the combination of edible coating formula with pH

values tend to neutral (pH 6-7), a high level of viscosity stability and good visual appearance

(clumping, odor, foam and low syneresis). Concentrations tested are the building blocks of the

cassava starch 2%, 3%, and 4% by combining additional ingredients CMC and glycerol. The

experimental design used was completely randomized design in factorial and three replicates.

Preliminary research results showed that the use stirer need to obtain a high level of solubility

(homogeneous) in the production of edible coating formula. The formula from stirring with stirer

found two combinations that showed a neutral pH value (pH 5.91 to 7.36). pH formula for edible

coating should be closer to 6-7 and a high level of viscosity stability (113-255 cp) and good visual

appearance (clumping, odor, foam and low syneresis). The 27 formula-formulated taken 3 of the best

formulation of each starch concentration of 2%, 3% and 4% that is P2C03G3: cassava starch 2%,

CMC 0.3%; Glycerol 3%, P3C04G5: Cassava Starch 3%; CMC 0.4%, Glycerol 5% and P4C02G5:

Cassava Starch 4%, CMC 0.2%, Glycerol 5%.

Cavendish bananas with edible coating with coating formula P3C04G5: Cassava Starch 3%,

CMC 0.4%, Glycerol 5% with the application not more than 2 days to extend the shelf life of banana

cavendish 2 days longer than control (without coating), namely up to 8 days of storage at a

temperature of 100C and RH 87-88% and up to 4 days of storage at a temperature of 16

0C and RH

76-77% and up to 2 days of storage at a temperature of 300C and 50-51% RH

Keywords: cassava starch, edible coating, extend shelf life, cavendish banana.

Judul Skripsi : Aplikasi Pati Singkong Sebagai Bahan Baku Edible Coating untuk Memperpanjang

Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa cavendishii.)

Nama : Budiman

NIM : F34062545

Menyetujui,

Pembimbing,

(Ir. Ade Iskandar, M.Si.)

NIP 19630205 198803 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP 19621009 198903.2.001

Tanggal lulus : 11 Febuari 2011

Budiman. F34062545. Aplikasi Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edible Coating untuk

Memperpanjang Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa cavendishii.). Dibawah bimbingan Ade

Iskandar

RINGKASAN

Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas

karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas dan adanya proses

hidup setelah panen tersebut dapat dipercepat dengan adanya oksigen, air, cahaya, dan temperatur.

Salah satu cara untuk mencegah atau memperlambat fenomena tersebut adalah dengan pengemasan

yang tepat.

Edible coating berbasis pati singkong dapat diaplikasikan untuk melapisi buah pisang

cavendish yang utuh sehingga dapat mempertahankan kecerahan warna dan dapat mempertahankan

umur simpan. Lapisan film yang dibentuk memiliki pori-pori yang lebih kecil sehingga laju transmisi

terhadap uap air dan gas juga rendah.

Tujuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai edible coating,

fungsi edible coating, karakteristik edible coating, metode atau cara pembuatan edible coating, dan

aplikasi dari edible coating berbasis pati singkong untuk bahan pengemas dan aplikasinya pada buah

pisang cavendish utuh.

Pada penelitian yang dilakukan kali ini akan menguji dan membandingkan edible coating

yang dihasilkan dari berbagai perlakuan yaitu : Perlakuan pada konsentrasi pati, perlakuan pada

penambahan zat tambahan atau zat kimia pada edible coating, dan perlakuan pada kondisi

penyimpanan produk yang dikemas dengan menggunakan edible coating dengan variasi suhu

penyimpanan. Semua perlakuan yang dilakukan bisa dibuat sesuai dengan kebutuhan dalam

penelitian.

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mencari kombinasi formula edible coating dengan

nilai pH yang cenderung netral (pH 6-7), tingkat kestabilan viskositas yang tinggi dan penampakan

visual yang bagus (penggumpalan, bau, buih dan sineresis yang rendah). Konsentrasi bahan penyusun

yang dicobakan adalah pati singkong 2%, 3%, dan 4% dengan mengkombinasikan bahan tambahan

CMC serta gliserol. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial

dan tiga kali ulangan. Hasil penelitian pendahuluan didapatkan bahwa perlu penggunaan stirer untuk

mendapatkan tingkat kelarutan yang tinggi (homogen) pada proses pembuatan formula edible coating

. Dari pengadukan dengan stirer didapatkan dua kombinasi yang menunjukkan nilai pH netral (pH

5,91-7,36). pH formula untuk edible coating sebaiknya mendekati 6-7 dan tingkat kestabilan

viskositas yang tinggi (113-255 cp) dan penampakan visual yang bagus (penggumpalan, bau, buih dan

sineresis yang rendah). Dari 27 formula yang diformulasikan diambil 3 formulasi yang terbaik dari

masing –masing konsentrasi pati 2%, 3%, dan 4% yaitu P2C03G3 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%;

Gliserol 3%, P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% dan P4C02G5 : Pati singkong

4%; CMC 0,2%; Gliserol 5%.

Pisang cavendish dengan pelapisan edible coating dengan formula P3C04G5 : Pati

singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% dengan aplikasi tidak lebih dari 2 hari dapat memperpanjang

umur simpan buah pisang Cavendish 2 hari lebih panjang daripada kontrol (tanpa pelapis), yaitu

sampai dengan 8 hari penyimpanan pada suhu 100C dan RH 87-88% dan sampai 4 hari penyimpanan

pada suhu 160C dan RH 76-77% serta sampai 2 hari penyimpanan pada suhu 30

0C dan RH 50-51%.

APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU

EDIBLE COATING UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN PISANG

CAVENDISH (Musa cavendishii.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

BUDIMAN

F34062545

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Aplikasi Pati

Singkong sebagai Bahan Baku Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang

Cavendish (Musa cavendishii.) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing

Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis

lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 11 Febuari 2011

Yang membuat pernyataan

Budiman

F34062545

iv

© Hak cipta milik Budiman dan Ade Iskandar, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin terlulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,

fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

v

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 28 Oktober 1987. Penulis merupakan

anak ke delapan dari sepuluh bersaudara dari pasangan Lie Ho Tai dan

Juliwarni. Penulis memulai pendidikan di SDN 63 Kota Jambi dan lulus pada

tahun 2000. Setelah itu penulis melanjutkan studinya di SMPN 11 Kota Jambi

pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMAN 1 Kota

Jambi. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui

jalur USMI dan pada tahun 2006 melalui sistem mayor-minor penulis diterima

di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah, penulis aktif menjadi pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa

pada bidang UKM Catur, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri, menjadi asisten pratikum untuk

mata kuliah yaitu Fisika, Teknologi Pengemasan Distribusi dan Transportasi, asisten praktikum

Peralatan Industri, dan menjadi pengajar aktif dalam mata kuliah Fisika.

Penulis sangat menyukai olahraga catur dan tenis meja. Pada bidang catur penulis mendapat

banyak predikat juara. Penulis juga aktif sebagai pelatih dan penasehat UKM Catur IPB. Penulis

sering mengikuti Kejuaraan Catur Nasional seperti Kejuaraan Catur Mahasiswa Se-Indonesia, Japfa

Chess Festival, dan Kejuaraan Catur yang ada.

Pada bulan Juli-Agustus 2009 penulis melaksanakan prakterk lapang di PTPN VIII Kebun

Gunung Mas Kabupaten Bogor dengan judul “Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi,

Pengemasan, dan Penyimpanan Teh Hitam CTC di PTPN VIII Kebun Gunung Mas Kabupaten

Cisarua, Bogor.

Pada bulan Maret-Agustus 2010 penulis melakukan penelitian di Laboratorium Teknologi

Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan Judul “Aplikasi Pati Singkong Sebagai Bahan

Baku Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa cavendishii.)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan

karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Aplikasi Pati Singkong Sebagai

Bahan Baku Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa

cavendishii).

Penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak cukup berarti bagi penulis sehingga

skripsi ini dapat selesai. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayah dan Ibu tercinta, kakak-kakak, dan adik-adikku yang telah memberi doa, kasih sayang

dan dukungannya dalam pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Ade Iskandar, M.Si. selaku dosen pembimbing atas kesabaran, perhatian dan

bimbingannya kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.

3. Ir. Faqih Udin M.Sc dan Drs Purwoko, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan

waktu dan sarannya dalam perbaikan skripsi ini.

4. Para Dosen atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan

5. Teman-teman semuanya atas cinta, kasih sayang, perhatian, dukungan dan kebersamaannya.

6. Penghuni dan teman-teman satu kos Wisma Galih atas bantuan dan dukungannya selama ini.

7. Anak-anak TIN 43 atas canda dan tawa, kisah, kebersamaan dan persahabatan yang tak

terlupakan.

8. Indra, Angga, Martin dan sahabat-sahabat yang selalu memberi semangat.

9. Seluruh teman di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuan dan motivasinya.

10. UKM Catur IPB yang telah menjadi wadah dan Organisasi tempat saya melatih diri dalam

mengembangkan pola pikir dan pola hidup.

11. Teman-teman ”HIMAJA” Himpunan Mahasiswa Jambi atas kebersamaan dan kebaikannya

selama kita hidup bersama di bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, sehingga kritik dan saran yang

membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kemajuan skripsi ini. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya, penulis khususnya dan pembaca pada

umumnya.

Bogor, 11 Febuari 2011

Penulis

vii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ......................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. x

I. PENDAHULUAN. ............................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG. .............................................................................. 1

B. TUJUAN. .................................................................................................. 2

C. RUANG LINGKUP ................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. .................................................................................. 3

A. EDIBLE COATING (PELAPIS EDIBEL). ................................................ 3

B. EDIBLE COATING BERBASIS POLISAKARIDA .................................. 4

C. TANAMAN SINGKONG. ........................................................................ 4

D. CMC (Carboxymethylcellulose) . .............................................................. 7

E. PLASTICIZER............................................................................................ 7

F. ASAM LEMAK STEARAT. ..................................................................... 7

G. ASAM ASKORBAT. ................................................................................. 8

H. BUAH PISANG CAVENDISH. ................................................................ 9

I. FISIOLOGI PASCA PANEN BUAH ......................................................... 10

III. METODOLOGI PENELITIAN. ................................................................... 12

A. BAHAN DAN PERALATAN. .............................................................. 12

B. METODE PENELITIAN. ...................................................................... 12

1. Formulasi Edible Coating. ................................................................. 12

2. Aplikasi Edible Coating pada Pisang Cavendish. .............................. 14

C. RANCANGAN PERCOBAAN. ............................................................ 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. .................................................................... 16

A. KARAKTERISTIK EDIBLE COATING. .............................................. 16

1. Penampakan Visual ........................................................................... 20

2. pH. ..................................................................................................... 21

3. Viskositas. .......................................................................................... 24

B. SIFAT FISIKOKIMIA PISANG CAVENDISH SELAMA PENYIMPANAN 28

1. Persentase Kerusakan ........................................................................ 28

2. Susut Bobot........................................................................................ 32

3. Kekerasan. ......................................................................................... 35

4. Total Padatan Terlarut. ...................................................................... 38

5. Warna ................................................................................................. 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN. ...................................................................... 43

A. KESIMPULAN. ..................................................................................... 43

B. SARAN. ................................................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA. ............................................................................................ 44

LAMPIRAN. ........................................................................................................... 48

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia buah pisang cavendish per 100 g bahan……………………………... 10

Tabel 2. Hasil pengukuran awal formula edible coating dengan konsentrasi pati 2 % 16

Tabel 3. Hasil pengukuran awal formula edible coating dengan konsentrasi pati 3 %………… 18

Tabel4. Hasil pengukuran awal formula edible coating dengan konsentrasi pati 4%………..… 18

Tabel 5. Formula edible coating yang dipakai untuk aplikasi pada pisang Cavendish dengan

konsentrasi pati 2 %, 3 % dan 4%.......................................................................................19

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Singkong (Manihot esculenta) ............................................................................................. 5

Gambar 2. Ubi Singkong ....................................................................................................................... 5

Gambar 3. Diagram Alir Ekstraksi Pati dari Umbi Akar Singkong ........................................................ 6

Gambar 4. Granula Pati........................................................................................................................... 6

Gambar 5. Pisang Cavendish (Musa cavendishii.) ................................................................................ 9

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Formula Edible Coating Menggunakan Metode Pengadukan

manual di bantu dengan Stirer untuk Homogenisasi ......................................................... 13

Gambar 7. Diagram Alir Aplikasi Edible coating pada Pisang Cavendish ......................................... 15

Gambar 8. (a) Penampakan Formula dengan Pengandukan Manual ..................................................... 17

(b) Penampakan Formula dengan Pengadukan Stirer ......................................................... 17

Gambar 9. (a) Penampakan Film dengan Pengadukan Manual............................................................. 17

(b) Penampakan Film dengan Pengadukan Stirer ............................................................... 17

Gambar10. (a) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Pembuatan ..................................... 20

(b) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Penyimpanan ................................. 20

Gambar 11. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama Penyimpanan

......................................................................................................................................... 21

Gambar 12. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 3% Selama Penyimpanan

......................................................................................................................................... 22

Gambar 13. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 4% Selama Penyimpanan

................................................................ .………………………………………………23

Gambar 14. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama

Penyimpanan .................................................................................................................... 24

Gambar15. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 3% Selama

Penyimpanan .……… ................................................... …………..……………………..25

Gambar 16. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 4% Selama

Penyimpanan.... ................................................... ..............................................................26

Gambar 17. Penampakan dari Alat Brookfield………….. …………………… .................................. 27

Gambar 18.Grafik Persentase Kerusakan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C (a),

Suhu 160C (b), dan Suhu 30

0C (c)……. … .................................................................. …..28

Gambar 19. Beberapa Gejala Kerusakan pada Buah Pisang Cavendish.… ......................................... 31

Gambar 20. Grafik Perubahan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C

(a),Suhu 160C (b) dan Suhu 30

0C (c)…………… ..................................................... ……32

Gambar 21. Grafik Perubahan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C (a),

Suhu 160C (b) dan Suhu 30

0C (c)…………… .......................................................... ……34

Gambar 22. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada

Suhu 100C (a), Suhu 16

0C (b) dan Suhu 30

0C (c)…………… ................................. ……37

Gambar 23. Grafik Perubahan WarnaKecerahan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu

100C (a), Suhu 16

0C (b) dan Suhu 30

0C (c)…………… ........................................... ……39

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Analisis……………………………………………….... ............................... .48

Lampiran 2. Lampiran 2. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible coating

dengan Konsentrasi Pati 2%………… ..................................................................... … .49

Lampiran 3. Lampiran 2. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible coating

dengan Konsentrasi Pati 2%……… .................................................................... ……..50

Lampiran 4. Lampiran 2. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible coating

dengan Konsentrasi Pati 2%… .................................................................... …………. 51

Lampiran 5. Hasil Analisis Persentase Jumlah Kerusakan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan .. 52

Lampiran 6. Hasil Analisis Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Penyimpanan… .... ………….....53

Lampiran 7. Hasil Analisis Nilai Kekerasan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan…… ............... 54

Lampiran 8. Hasil Analisis Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan… ......... 55

Lampiran 9. Hasil Analisis Warna Tingkat Kecerahan (L) Pisang Cavendish Selama Penyimpanan .. 56

Lampiran 10. Hasil Analisis Warna Nilai a (Merah-Hijau) Pisang Cavendish Selama Penyimpanan .. 57

Lampiran 11. Hasil Analisis Warna Nilai b (Kuning-Biru) Pisang Cavendish Selama Penyimpanan .. 58

Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan pH Formula Edible Coating .................. 59

Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Viskositas Formula Edible Coating ...... 59

Lampiran14. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Persen Jumlah Kerusakan Pisang

Cavendish Selama Penyimpanan ................................................................................... 67

Lampiran15. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama

Penyimpanan ................................................................................................................. 69

Lampiran16. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kekerasan Pisang Cavendish Selama

Penyimpanan ................................................................................................................. 71

Lampiran17. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish

Selama Penyimpanan ..................................................................................................... 73

Lampiran18. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Warna Pisang Cavendish Selama

Penyimpanan ................................................................................................................. 75

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Permintaan buah-buahan baik di dalam maupun di luar negeri cenderung meningkat dari

tahun ke tahun. Salah satu kendala utama dalam ekspor buah-buahan adalah produktivitas

tanaman dan kualitas yang rendah. Negara pengimpor menuntut adanya buah-buahan yang

segar dan bermutu tinggi baik untuk konsumsi segar maupun industri pengolahan. Kualitas

yang diharapkan yaitu penampakan yang baik, relatif tahan lama, dan tidak cepat busuk atau

rusak selama penyimpanan. Masalah mutu dan kualitas buah-buahan perlu menjadi perhatian

mengingat sifat komoditas buah-buahan yang mudah rusak dan mudah busuk. Penanganan

pasca panen yang baik termasuk salah satu usaha untuk dapat memperpanjang umur simpan

dan kesegaran buah-buahan tersebut.

Buah-buahan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas

karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas tersebut

dapat dipercepat dengan adanya oksigen, air, cahaya, dan temperatur. Salah satu cara untuk

mencegah atau memperlambat fenomena tersebut adalah dengan pengemasan yang tepat

(Komolprasert, 2006 dalam Hui, 2006).

Neraca perdagangan hortikultura pernah mengalami surplus yang sangat tinggi pada

tahun 1999, yaitu mencapai US Dollar 215 juta (Departemen Pertanian, 2005). Setelah itu nilai

neraca perdagangan terus mengalami penurunan, hingga menjadi negatif. Buah-buahan yang

memberikan nilai ekspor tertinggi antara lain nenas dan pisang, setelah manggis yang

menempati posisi pertama. Data pada tahun 2006 menunjukkan bahwa produksi nenas dan

pisang menunjukkan peningkatan selama dasawarsa terakhir.

Pisang merupakan salah satu tanaman yang mempunyai prospek cerah di masa datang

karena di seluruh dunia hampir setiap orang gemar mengkonsumsi buah pisang. Selain itu

tanaman pisang sangat mudah dibudidayakan dan cepat menghasilkan sehingga lebih disukai

petani untuk dibudidayakan. Banyak jenis tanaman pisang komersial yang telah

dibudidayakan di Indonesia, salah satunya adalah Pisang Cavendish.

Pisang Cavendish (Musa Cavendishii.) merupakan komoditas buah tropis yang sangat

popular di dunia. Hal ini dikarenakan rasanya lezat, gizinya tinggi, dan memiliki banyak

manfaat. Pisang Cavendish di Indonesia lebih dikenal dengan pisang Ambon Putih. Varietas

yang dikembangkan di SEAMEO BIOTROP adalah jenis pisang Cavendish Grand Naim yang

banyak dijual di supermarket sebagai pisang meja yaitu pisang yang dihidangkan langsung

untuk dikonsumsi. Pisang Cavendish dijadikan sebagai konsumsi pabrik tepung pisang sebagai

bahan makanan bayi, buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang

dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka.

Terdapat banyak metode yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan

komoditas buah-buahan, salah satunya dengan pengaplikasian edible coating. Edible coating

adalah salah satu lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang dapat dikonsumsi,

biodegradable, dan dapat berfungsi sebagai barrier agar tidak kehilangan kelembaban, bersifat

permeabel terhadap gas-gas tertentu, serta mampu mengontrol migrasi komponen-komponen

larut air yang dapat menyebabkan perubahan pigmen dan nutrisi buah-buahan. Metode edible

coating dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu produk yang di

coating.

2

Pisang cavendish mudah mengalami penurunan kualitas atau mengalami kerusakan

untuk itu diperlukan edible coating untuk melapisi pisang cavendish sehingga dapat

mempertahankan kualitas pisang cavendih dan umur simpan pisang cavendish menjadi lebih

lama sehingga pisang cavendish mempunyai kualitas yang baik dan umur simpan yang baik

sampai pada konsumen.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan bahan pelapis (edible

coating) yang berasal dari pati singkong yang digunakan pada pelapisan buah pisang

Cavendish untuk memperpanjang umur simpan.

Tujuan secara khusus adalah :

1. Mendapatkan formula edible coating dan karakteristik formula edible coating

berbasis pati singkong.

2. Mengetahui dan menganalisis karakteristik formula edible coating yang dapat

dibuat dan dihasilkan.

3. Mendapatkan formula edible coating yang mampu memperpanjang umur simpan

pisang Cavendish.

4. Mendapatkan suhu penyimpanan yang terbaik untuk penyimpanan pisang

Cavendish.

5. Mengetahui dan menganalisis sifat fisikokimia dari aplikasi edible coating pada

pisang Cavendish selama penyimpanan.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis tentang edible coating dari bahan pati

singkong sebagai bahan dasar. Pengembangan edible coating pada makanan diharapkan

dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga

dapat merupakan bahan pengemas yang ramah lingkungan.

Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible coating.

Pati sering digunakan dalam industri pangan untuk menggantikan polimer plastik karena

ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik. Polisakatida

yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah pati singkong. Edible coating yang dibuat

dari pati singkong selanjutnya akan diaplikasikan pada pisang cavendih untuk mengetahui

sifat fisiko kimia dan umur simpan pisang cavendish.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. EDIBLE COATING (PELAPIS EDIBEL)

Menurut Krochta (1992) pelapis edibel atau edible coating adalah suatu lapisan tipis

yang rata, dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan

(coating) atau diletakkan di antara komponen makanan (film) dan dapat berfungsi sebagai

penahan (barrier) perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, lipida, zat terlarut) dan

atau sebagai pembawa (carrier) bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet untuk

meningkatkan kualitas dan umur simpan makanan. Gennadios dan Weller (1990)

mendefinisikan pelapis edibel sebagai pelapis tipis dari bahan yang dapat dimakan yang

digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau

penyemprotan agar terjadi tahanan yang selektif terhadap transmisi gas dan uap air dan

memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik. Di bidang farmasi pelapis edibel

digunakan untuk melapisi obat-obatan dan di bidang pangan untuk melapisi manisan, buah-

buahan, sayur-sayuran dan beberapa produk daging, unggas maupun hasil laut.

Komponen yang dapat digunakan untuk pembuatan pelapis edibel dapat terdiri dari tiga

kategori yaitu hidrokoloid, lipid dan kombinasinya (komposit). Hidrokoloid terdiri atas protein,

turunan selulosa, alginate, pektin, tepung (starch) dan polisakarida lainnya, sedangkan dari

golongan lipid antara lain lilin (waxes), gliserol dan asam lemak (Donhowe dan Fennema

1994). Berdasarkan komposisinya, hidrokoloid terbagi atas karbohidrat dan protein.

Karbohidrat terdiri dari tepung (starch), gum tumbuhan (alginat, pektin, gum arab) dan pati

termodifikasi. Pada umumnya pelapis edibel dari polisakarida mempunyai sifat penghambatan

terhadap gas yang lebih baik daripada terhadap uap air (Baldwin et al. 1995). Protein yang

dapat digunakan untuk membuat pelapis edibel antara lain : gelatin, kasein, protein kedelai,

whey protein, whey gluten dan zein (Donhowe dan Fennema 1994). Secara umum protein dan

polisakarida sangat hidrofilik dan tidak dapat digunakan sebagai barrier kelembaban

permukaan yang dipotong dan mempunyai aw permukaan yang tinggi. Fungsi protein dan

polisakarida terutama adalah sebagai pembentuk jaringan tiga dimensi di mana lemak

terdispersi.

Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengaplikasi edible coating yaitu :

menurunkan aw permukaan bahan sehingga kerusakan oleh mikroorganisme dapat dihindari,

memperbaiki struktur permukaan bahan sehingga permukaan menjadi mengkilat, mengurangi

terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah, mengurangi kontak dengan oksigen

dengan bahan sehingga oksidasi dapat dihindari (ketengikan dapat dihambat), sifat asli produk

seperti flavour tidak mengalami perubahan, dan memperbaiki penampilan produk.

Untuk menutupi kelemahan pelapis edibel hidrokoloid dan memanfaatkan keunggulan

pelapis edibel lipid, digunakan bahan komposit yang merupakan gabungan antara hidrokolid

dengan lipid. Keunggulan pelapis edibel komposit terutama dalam kemampuannya menahan

laju transmisi uap air dan gas telah banyak diteliti antara lain oleh Grenner dan Fennema

(1989). Pelapis edibel dari polisakarida dengan lipid menurut Wong et al. (1994) dapat

mereduksi kehilangan air pada potongan buah apel sebesar 92 %, menekan laju respirasi

sebesar 70 % dan produksi etilen sebesar 90 % pada suhu 23 0C dan RH 50 %.

Prinsip pembuatan pelapis edibel sama dengan film edible. Hal yang membedakannya

adalah cara pembentukannya. Pelapis edibel langsung dibentuk pada permukaan produk,

sedangkan film edible dibentuk secara terpisah dari produk. Donhowe dan Fennema (1994)

mengemukakan bahwa pembuatan film dan pelapis edibel dapat dilakukan dengan cara

4

konservasi (conservation), pemisahan pelarut (solvent removal) dan pemadatan larutan

(solidification of melt).

Menurut Suzan (1994), bahan tambahan seperti antimikroba dan bahan pengawet sering

digunakan dalam pembuatan edible film untuk meningkatkan fungsinya. Antimikroba yang

biasa digunakan adalah asam benzoat, asam sorbat, potassium sorbat dan asam propionate.

Antimikroba yang dapat berfungsi sebagai pengawet antara lain potassium sorbat dan asam

sorbat (Baranowski 1990 di dalam Susan 1994). Potassium sorbat merupakan antimikroba yang

mempunyai kemampuan untuk menekan pertumbuhan jamur dan bakteri yang cukup baik

(Vojdani dan Torres 1990). Potassium sorbat sangat efektif sebagai antimikroba dengan

konsentrasi antara 0,05%-0,30% (persen berat kering) pada sebagian besar makanan (Robach et

al. 1979 di dalam Vojdani dan Torres 1990).

B. EDIBLE COATING BERBASIS POLISAKARIDA

Polisakarida larut air merupakan senyawa polimer berantai panjang yang dilarutkan

kedalam air, dengan tujuan mendapatkan viskositas larutan yang cukup kental (Glicksman,

1984). Komponen-komponen inilah yang akan berperan untuk mendapatkan kekerasan,

kerenyahan, kepadatan, kualitas ketebalan, viskositas, adhesivitas, dan kemampuan

pembentukan gel. Selain itu, senyawa ini sangat ekonomis bila digunakan untuk industri karena

mudah didapatkan dan tidak beracun (krochtael al., 1994).

Edible coating menggunakan bahan dasar polisakarida banyak digunakan terutama pada

buah dan sayuran, karena memiliki kemampuan bertindak sebagai membran permeabel yang

selektif terhadap pertukaran gas karbondioksida dan oksigen. Sifat inilah yang dapat

memperpanjang umur simpan karena respirasi buah dan sayuran menjadi berkurang. Selain itu

polisakarida memnghasilkan film dengan sifat mekanik yang baik. Pati singkong dan pati sagu

merupakan contoh polisakarida. Oleh karena itu pati singkong dan pati sagu mempunyai

potensi dalam teknologi edible coating.

Jenis polisakarida yang dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan edible film

adalah selulosa, pati dan turunannya, seaweed extract, exudates gums, dan seed germs. Film

polisakarida yang rendah kalori dan bersifat nongreasy dapat digunakan untuk mempepanjang

umur simpan buah dan sayuran dengan mencegah terjadinya dehidrasi, oksidasi, serta

terjadinya browning pada permukaan, mengontrol komposisi gas oksigen dan karbondioksida

dalam atmosfer internal sehingga mampu mengurangi laju respirasi.

C. TANAMAN SINGKONG

1. Botani Singkong

Singkong merupakan tanaman perdu yang berasal dari Amerika Selatan dengan lembah

sungai Amazon sebagai tempat penyebarannya (Odigboh, 1983 dalam Chan 1983). Ubi ini

merupakan tanaman dikotil berumah satu yang ditanam untuk diambil patinya yang sangat

layak cerna. Pohon singkong dapat tumbuh hingga 1-4 meter dengan daun besar yang menjari

dengan 5 hingga 9 belahan lembar daun. Batangnya memiliki pola percabangan yang khas,

yang keragamannya tergantung pada kultivar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995). Gambar pohon

singkong dapat dilihat pada Gambar 1.

5

Gambar 1. Singkong

(Sumber: Grahito 2007)

Bagian dari ubi singkong yang dapat dimakan mencapai 80-90%. Bentuknya dapat

berupa silinder, kerucut, atau oval (Wankhede, Satwadhar, dan Sawate, 1998 dalam Salunkhe

dan Kadam, 1998). Panjang ubi berkisar 15 hingga 100 cm dan diameternya 3 hingga 15 cm.

Bobot ubi kayu berkisar beberapa ratus gram hingga 15 kg. Tanaman singkong umumnya

menghasilkan sekitar 5-10 ubi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995). Ubi singkong yang matang

terdiri atas tiga lapisan yang jelas yaitu; peridermis luar, cortex, dan daging bagian tengah

(Odigboh, 1983 dalam Chan 1983). Ubi singkong dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Ubi Singkong

(Sumber: Grahito 2007)

Klasifikasi singkong adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi\:

Spermatophyta, Sub Divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Ordo Euphorbiales,

Famili : Euphorbiaceae, Genus : Manihot, Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot

esculenta Crantz sin (Prihatman, 2000). Menurut Odigboh (1983) dalam Chan (1983),

spesies dari singkong dibedakan berdasarkan kandungan HCN, yaitu jenis pahit (Manihot

esculenta Crantz.; M. utilissma Pohl.) dan manis (M. dulcus Baill.; M. palmatta Muell.; M.

aipi Pohl.)

2. Komposisi Kimia

Menurut Wankhede et. al. (1998) dalam Salunkhe dan Kadam (1998), singkong

merupakan salah satu sumber kalori bagi penduduk kawasan tropis di dunia. Ubi singkong

kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90% (b/b) dengan pati sebagai komponen utamanya.

Menurut Odigboh (1983) dalam Chan (1983), singkong relatif kaya akan kalsium dan asam

askorbat (vitamin C). Namun ubi ini tidak dapat langsung dikonsumi dalam bentuk segar tapi

selalu dilakukan pengolahan seperti pemanasan, perendaman dalam air, penghancuran, atau

beberapa proses tradisional lainnya dengan tujuan untuk detoksifikasi atau membuang HCN

yang bersifat mematikan yang dikandung dari semua varietas singkong.

6

3. Pati Singkong

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua

fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi

tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1984). Struktur amilosa merupakan struktur lurus

dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan

α-(1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Berat

molekul amilosa dari beberapa ribu hingga 500.000, begitu pula dengan amilopektin

(Lehninger, 1982).

Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari

pati itu sendiri. Untuk pati dari ubi-ubian, proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman,

disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH

yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi.

Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Liu,

2005 dalam Cui, 2005).

Diagram alir ekstraksi pati dari umbi akar dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir Ekstraksi Pati Umbi Akar

(Sumber: Liu, 2005 dalam Cui 2005)

Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk

menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Friedman, 1950;

Gliksman, 1969 dikutip Odigboh, 1983 dalam Chan, 1983). Menurut Murphy (2000) dalam

Phillips dan Williams (2000), ukuran granula pati singkong 4-35 μm, berbentuk oval, kerucut

dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada 62-73OC,

sedangkan suhu pembentukan pasta pada 63OC. Menurut Santoso, Saputra, dan Pambayun

(2004), pati singkong relatif mudah didapat dan harganya yang murah. Bentuk granula pati

singkong dapat dilihat pada Gambar 4.

.

Gambar 4. Granula Pati Singkong

(Sumber: Niba, 2006 dalam Cui 2005)

7

D. CMC (CARBOXYMETHYLCELLULOSA)

CMC adalah suatu bahan sumber karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh tetapi

berguna untuk mikroflora positif dalam usus. Natrium carboxymethylcellulose, yang sering

dikenal dengan CMC dibuat dengan mereaksikan selulosa basa dengan Na-monokloroasetat.

Viskositas CMC dipengaruhi oleh suhu dan pH. Pada pH kurang dari 5 viskositas CMC akan

menurun, sedangkan CMC sangat stabil pada pH antara 5-11 (Klose dan Glicksman 1972)

CMC digunakan sebagai penstabil selain itu juga sebagai tambahan kadar serat

pangannya. Carboxymethylcellulose (CMC) adalah polisakarida linear, dengan rantai panjang

dan larut dalam air serta merupakan gum alami yang dimodifikasi secara kimia. Warnanya

putih sampai krem, tidak berasa dan tidak berbau. Fungsi dasar CMC adalah untuk mengikat air

atau memberi kekentalan pada fase cair sehingga dapat menstabilkan komponen lain dan

mencegah sineresis. CMC larut dalam air panas dan air dingin.

E. PLASTICIZER

Plasticizer adalah bahan organik dengan bobot molekul rendah yang ditambahkan

dengan maksud memperlemah kekakuan suatu film (Gennadios 2002). Penambahan plasticizer

akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan dan penyimpanan, yang dapat

mengurangi sifat-sifat barrier film (Gontard et al. 1993).

Menurut Kester dan Fennema (1989) plasticizer dapat meningkatkan fleksibilitas dan

ketahanan film terutama jika disimpan pada suhu rendah. Plasticizer yang umumnya digunakan

dalam pembuatan edible coating adalah gliserol, polietilen glikol 400 (PEG), sorbitol, propilen

glikol dan etilen glikol (EG).

Salah satu plasticizer yang dapat digunakan dalam pembuatan edible coating adalah

gliserol. Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada hidrofilik film. Penambahan

gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus. Menurut Gontard et al. (1993)

gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap uap air karena sifat gliserol yang

hidrofilik. Gliserol merupakan senyawa alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus hidroksil

dalam satu molekul yang umumnya disebut alkohol trivalent. Rumus kimia gliserol adalah

C3H8O3 dengan nama kimia 1,2,3-propanatriol. Berat molekul gliserol adalah 92,10 dan titik

didih 2040C (Winarno 1992). Gliserol mempunyai sifat mudah larut dalam air, meningkatkan

kekentalan larutan, mengikat air dan menurunkan aw (Lindsay 1985).

F. ASAM LEMAK STEARAT

Asam lemak stearat merupakan asam lemak rantai panjang yang terdiri dari rantai

hidrokarbon dengan gugus karboksil diujung struktur molekulnya. Struktur hidrokarbon

molekul asam stearat yang panjang terdiri dari karbon dan hidrogen yang bersifat non polar

tidak berikatan dengan air sehingga bersifat hidrofobik, sedangkan gugus karboksil bersifat

polar yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air, sehingga mampu mengikat air dengan

kuat bersifat hidrofilik. Apabila asam stearat dilarutkan dalam air, maka bagian molekul yang

bersifat hidrofilik akan berikatan dengan air membentuk lapisan monolayer diatas permukaan

air dengan bagian hidrofilik dalam air dan rantai hidrofobik berada di atas permukaan air.

Adanya gugus hidrofobik pada asam stearat menurunkan nilai transmisi uap air film.

Semakin panjang struktur rantai hidrokarbon asam lemak maka semakin meningkat sifat

hidrofobik asam lemak. Selanjutnya mobilitas rantai asam lemak juga membantu terjadinya

transmisi uap air film, penurunan transmisi uap air terjadi apabila mobilitas rantai menurun.

Asam stearat mempunyai rantai hidrokarbon yang paling panjang (C18) sehingga mempunyai

8

sifat yang paling hidrofobik dan mempunyai mobilitas rantai yang paling rendah dibandingkan

dengan asam laurat (C12) dan asam palmitat (C16). Dengan demikian penambahan asam

stearat dalam pembuatan edible coating akan menghasilkan nilai transmisi uap air yang paling

rendah dibandingkan dengan asam laurat dan asam palmitat (Ayranci & Tunc 2001).

Asam stearat dikenal juga dengan nama octadecanoic acid dan merupakan salah satu

asam lemak jenuh yang memiliki jumlah atom karbon (C) sebanyak 18 buah (Gunstone dan

Norris 1983). Asam stearat mempunyai rumus molekul C18H36O2 (Smith dan Walters 1967).

Menurut Williams (1966) asam stearat terdapat pada minyak tengkawang dengan kandungan

asam sebesar 40-45 %. Menurut Gunstone dan Norris (1983) asam stearat memiliki titik leleh

(melting point) pada suhu 70,10C dan titik didih (boiling point) pada suhu 184

0C.

G. ASAM ASKORBAT

Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan yang ideal yang terdapat dalam

buah-buahan karena merupakan komponen alami yang tidak menyebabkan perubahan bau dan

cita rasa yang tidak diinginkan, ekonomis sekaligus dapat meningkatkan nilai gizi buah. Asam

askorbat sering digunakan untuk mencegah reaksi enzimatis yang menyebabkan terjadinya

perubahan warna pada buah maupun sayuran segar. Asam askorbat tidak menghambat enzim

secara langsung, melainkan mereduksi quinon yang terbentuk menjadi substrat polifenol

semula. Proses ini disertai dengan penurunan aktivitas enzim oleh karena itu dikenal dengan

reaksi inaktivasi (Klau 1974).

Vitamin C atau asam askorbat (C6H8O6) merupakan padatan kristal yang berwarna

putih, tidak berbau, tidak larut dalam etil alkohol tapi larut dalam air (Klau 1974). Asam

askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat yang

masih mempunyai aktivitas vitamin C. Reaksi degradasi asam askorbat dalam larutan air

tergantung pada beberapa faktor seperti pH (kisaran pH 4 sampai pH 6 mempunyai kestabilan

yang paling tinggi), suhu dan kehadiran dari oksigen atau ion logam seperti tembaga. Asam

askorbat sering digunakan sebagai antioksidan diberbagai macam pangan olahan, antara lain

buah-kaleng, sayuran kaleng, ikan kaleng, daging kaleng, minuman ringan dan beverages.

(Klau 1974).

Ponting (1960) menyatakan, bahwa jumlah asam askorbat yang digunakan untuk reaksi

inaktivasi harus cukup, karena dalam reaksi ini mungkin sejumlah asam askorbat dapat

teroksidasi. Bila jumlah asam askorbat yang ditambahkan untuk mencegah browning tidak

cukup, maka browning akan hanya tertunda sejenak. Oleh karena itu tidak efektif menggunakan

asam askorbat dalam jumlah kecil untuk mencegah pencoklatan selama penyimpanan

tergantung pada jenis buah.

Asam askorbat diizinkan digunakan dalam banyak proses pengolahan karena asam

askorbat ini banyak terdapat pada jaringan tumbuhan atau hewan dan dalam banyak sayuran

serta buah-buahan dalam jumlah yang relatif besar, disamping itu karena tingkat toksisitasnya

yang sangat rendah, dimana manusia aman mengkonsumsinya sampai jumlah 4 gram per hari

(Klau 1974). Asam askorbat di dalam makanan sering digunakan sebagai pengawet,

antioksidan dan penambah gizi (Depkes RI 1979).

9

H. BUAH PISANG CAVENDISH

Gambar 5. Pisang Cavendish (Musa cavendishii.)

Tanaman pisang telah lama dikenal oleh masyarakat karena mudah diperoleh dan

diusahakaan di berbagai daerah. Berbagai jenis pisang yang diusahakan memberikan peluang

berusaha bagi petani, khususnya jenis pisang komoditas ekspor, seperti pisang Cavendish.

Pisang Cavendish banyak diusahakan dalam skala besar sebagai komoditas ekspor buah-buahan

dalam berbagai bentuk, misahnya buah segar, keripik pisang, bahan olahan, dan tepung pisang.

Tanaman pisang mempunyai ciri spesifik yang mudah dibedakan dari jenis tanaman

lainnya. Tanamannya terdiri dari daun, batang (bonggol), batang semu, bunga, dan buah.

Pisang termasuk keluarga musaceae, salah satu anggota ordo scitamineae.

Morfologi tanaman dapat tampak jelas melalui batangnya yang berlapis-lapis. Lapisan

ini sebenarnya merupakan dasar dari pelepah daun yang dapat menyimpan air (sukulenta)

sehingga lebih tepat disebut batang semu (pseudostem). Daun pisang Cavendish berwarna hijau

tua. Lembaran daun (lamina) pisang lebar dengan urat daun utama menonjol berukuran besar

sebagai pengembangan dari morfologis lapisan batang semu. Batang pisang sesungguhnya

terdapat didalam tanah, yaitu yang sering disebut bonggol. Pada sepertiga bagian bonggol

sebelah atas terdapat mata calon tumbuh tunas anakan. Bunga pisang yang disebut tongkol

yang disebut jantung. Bunga ini muncul dari primordia yang terbentuk pada bonggolnya,

perkembangan primordia bunga memanjang ke atas hingga menembus inti batang semu dan

keluar diujung batang semu tersebut. Panjang Tandan 60 - 100 cm dengan berat 15 - 30 kg.

Setiap tandan terdiri dari 8 - 13 sisiran dan setiap sisiran ada 12 - 22 buah. Daging buah putih

kekuningan, rasanya manis agak asam, dan lunak. Kulit buah agak tebal berwarna hijau

kekuningan sampai kuning muda halus. Umur panen 3 - 3,5 bulan sejak keluar jantung.

Pisang (Musa sp.) merupakan komoditas buah tropis yang sangat popular di dunia. Hal

ini dikarenakan rasanya lezat, gizinya tinggi, dan harganya relatif murah. Pisang merupakan

salah satu tanaman yang mempunyai prospek cerah di masa datang karena di seluruh dunia

hampir setiap orang gemar mengkonsumsi buah pisang. Selain itu tanaman pisang sangat

mudah dibudidayakan dan cepat menghasilkan sehingga lebih disukai petani untuk

dibudidayakan. Banyak jenis tanaman pisang komersial yang telah dibudidayakan di

Indonesia, salah satunya adalah pisang Cavendish.

Buah pisang Cavendish mengandung vitamin-vitamin dan mineral yang diperlukan oleh

tubuh manusia. Komposisi zat gizi yang terkandung dalam buah pisang Cavendish dapat dilihat

pada Tabel 1.

10

Tabel 1. Komposisi kimia buah pisan Cavendish per 100 g bahan

Komposisi kimia Jumlah

Kalori (kal) 120

Protein (gr) 1,2

Lemak (gr) 0,2

Karbohidrat (gr) 31,8

Kalsium (mg) 10

Fosfor (mg) 22

Besi (mg) 0,8

Vitamin A (S.I) 950

Vitamin B1 (mg) 0,06

Vitamin C (mg) 10

Air (gr) 65,8

Bagian yang dapat dimakan (%) 70

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I (2009)

Pisang Cavendish di Indonesia lebih dikenal dengan pisang Ambon Putih. Varietas

yang dikembangkan di SEAMEO BIOTROP adalah jenis pisang Cavendish Grand Naim yang

banyak dijual di supermarket sebagai pisang meja yaitu pisang yang dihidangkan langsung

untuk dikonsumsi. Pisang Cavendish juga banyak dijadikan sebagai konsumsi pabrik puree,

tepung pisang sebagai bahan makanan bayi.

Manfaat Buah Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber

vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang

dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses

fermentasi alkohol dan asam cuka.

I. FISIOLOGI PASCA PANEN BUAH

Buah-buahan yang berada dipohon melangsungkan hidupnya dengan melakukan

pernafasan (respirasi), ternyata setelah buah dipetik (panen) juga masih melangsungkan proses

respirasi. Respirasi adalah proses biologis dimana oksigen diserap untuk digunakan pada proses

pembakaran yang menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluran sisa pembakaran dalam

bentuk CO2 dan air (Phan et al. 1986). Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai

berikut :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + energi

Laju respirasi merupakan indeks untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah

dipanen. Besarnya laju respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal seperti : tingkat perkembangan organ, susunan kimia jaringan, ukuran

produk, adanya pelapisan alami dan jenis jaringan, sedangkan faktor eksternal antara lain :

suhu, penggunaan etilen, ketersedian oksigen dan karbondioksida, senyawa pengatur

pertumbuhan dan adanya luka pada buah (Phan et al. 1986).

Menurut Phan et al. (1986) di dalam Pantastico (1986), besar kecilnya respirasi pada

buah dan sayuran dapat diukur dengan cara menentukan jumlah substrat yang hilang, oksigen

yang diserap, karbondioksida yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan energi yang timbul.

Untuk menentukan laju respirasi, cara yang umum digunakan adalah dengan pengukuran laju

11

penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2. Berdasarkan pola respirasinya,

buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu buah klimakterik dan buah non-klimakterik.

Buah klimakterik mengalami kenaikan CO2 secara mendadak dan mengalami penurunan

dengan cepat setelah proses pematangan terjadi, sedangkan buah non-klimakterik tidak terjadi

kenaikan CO2 dan diikuti dengan penurunan CO2 dengan cepat. Klimakterik ditandai dengan

adanya proses waktu pematangan yang cepat dan peningkatan respirasi yang mencolok serta

perubahan warna, citarasa dan teksturnya (Rhodes 1970).

Menurut Rhodes (1970), pada awal perkembangan buah, kandungan pati meningkat

terus dan setelah mencapai maksimum, makin tua buah kandungan pati makin menurun.

Penurunannya disebabkan oleh perubahan pati menjadi gula yang digunakan untuk kegiatan

respirasi.

12

III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN PERALATAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pisang Cavendish yang masih

kuning kehijauan (greening) tingkat kematangan 80 % yang diperoleh dari Pasar Senen,

Jakarta. Bahan yang digunakan untuk formulasi edible coating adalah pati singkong yang

diperoleh yang diperoleh dari pasar Ciampea Bogor, Carboxymethylcellulose (CMC), gliserol,

potassium sorbat, asam stearat, asam askorbat (vitamin C) dan air destilata yang diperoleh dari

Toko Kimia Setia Guna Bogor .

Peralatan yang digunakan adalah hot plate, stirer, timbangan analitik, thermometer, pH

meter, rheometer (Brookfield), penetrometer, chromameter (colorimeter), refraktometer,

tachometer, dan alat-alat laboratorium lainnya (gelas piala, gelas ukur, Erlenmeyer, stirer dan

pipet).

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2010 di Laboratorium

Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB.

B. METODE PENELITIAN

1. Formulasi Edible coating

Pada penelitian pembuatan formula edible coating ini dicoba dengan mengatur

komposisi bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan. Bahan baku yang digunakan yaitu

pati singkong, komposisi pati singkong yang digunakan yaitu (2%, 3%, dan 4% (b/v)), CMC

yang digunakan yaitu (0,2%, 0,3%, dan 0,4% (b/v)), dan variasi komposisi gliserol yang

digunakan yaitu (1% , 3%, dan 5% (v/v)). Bahan tambahan yang digunakan yaitu potassium

sorbat, asam stearat, dan asam askorbat (vitamin C).

Metode pengadukan menggunakan pengadukan secara manual dengan sudip dan

dibantu dengan menggunakan stirer untuk proses homogenisasi. Proses pembuatan formula

edible coating sebanyak 500 ml dengan metode pengadukan secara manual dengan sudip dan

dibantu menggunakan stirer untuk proses homogenisasi dapat dilihat pada Gambar 6. Pertama-

tama aquades (air destilata) dipanaskan dengan hot plate sampai suhu 700C. Kemudian CMC

(0,2% , 0,3%, dan 0,4% (b/v)) dilarutkan sedikit demi sedikit ke dalam aquades (air destilata)

sambil diaduk selama 3 menit sampai homogen. Selanjutnya, ditambahkan pati singkong (2%,

3%, dan 4% (b/v)) sedikit demi sedikit dan diaduk selama 3 menit. Setelah antara CMC dan

pati singkong homogen, ditambahkan gliserol (1%, 3%, dan 5% (v/v)) untuk meningkatkan

elastisitas lapisan dan potassium sorbat (0,5% (b/v)) sambil terus diaduk. Setelah semua larut,

ditambahkan asam lemak stearat (0,5% (b/v)) dengan tetap diaduk sampai homogen.

Proses selanjutnya adalah pendinginan formula edible coating pada suhu kamar (25-

300C) dan dilakukan penyimpanan selama 5 hari untuk mengetahui pada penyimpanan berapa

hari formula edible coating mengalami kerusakan serta untuk mengetahui karakteristik formula

edible coating selama penyimpanan. Pengamatan atau pengujian formula edible coating yang

meliputi pH, viskositas dan penampakan visual (penggumpalan, kelarutan, bau, sineresis dan

buih) dilakukan setiap hari (hari ke-0 sampai dengan hari ke-5). Setelah 5 hari penyimpanan

dilakukan pemilihan terhadap formula edible coating terbaik dengan kriteria pengujian pH,

viskositas dan penampakan visual. pH yang dipilih adalah yang cenderung netral (pH 6-7) dan

viskositas yang dipilih adalah yang terkecil dan cenderung stabil, sedangkan pengujian

penampakan visual yang dipilih adalah yang memiliki tingkat kelarutan tinggi dan tingkat

13

penggumpalan, bau, sineresis dan buih yang rendah. Hasil pengamatan pada penelitian

pendahuluan digunakan untuk penelitian utama

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Formula Edible Coating Menggunakan Metode

Pengadukan Manual dan dibantu dengan Stirer untuk Homogenisasi.

Penyimpanan dan Pengujian:

1. pH

2. Viskositas

3. Penampakan Visual

(penggumpalan, kelarutan,

bau, sineresis dan buih).

Pendinginan pada suhu kamar (25-300C)

Pati Singkong (2%, 3%, dan 4% (b/v)); pada suhu 700C

diaduk selama ±3 menit

Gliserol (1% , 3%, dan 5% (v/v));

diaduk selama ±1 menit

Penambahan Asam Lemak Stearat (0,5% (b/v));

diaduk selama ±6 menit (suhu 700C)

Potasium Sorbat (0,5% (b/v)); diaduk selama ±1

menit (suhu 700C)

Pelarutan CMC (0,2%, 0,3%, dan 0,4% (b/v))

pada suhu 700C; diaduk selama ±3 menit

Air

Destila

ta

Pati Singkong

Gliserol

Potasium Sorbat

Asam Lemak

Stearat

14

2. Aplikasi Edible Coating pada Pisang Cavendish (Musa cavendishii.)

Untuk aplikasi formula edible coating, buah pisang Cavendish dicelupkan segera

setelah pisang dilepas dari tandanya ke dalam larutan 0,5% asam askorbat selama 60 detik

untuk mencegah terjadinya pencoklatan (browning), kemudian ditiriskan dan dikering anginkan

dengan bantuan kipas angin. Setelah itu, buah pisang Cavendish dicelupkan ke dalam formula

edible coating selama 60 detik dan kemudian ditiriskan dan dikering anginkan kembali dengan

bantuan kipas angin. Penggunaan kipas angin ditujukan untuk mempercepat proses

pengeringan. Penyimpanan dilakukan pada suhu 100C, 16

0C, dan suhu 30

0C. Buah pisang

Cavendish yang tidak dilapisi edible coating disimpan sebagai kontrol. Parameter yang diamati

pada buah pisang Cavendish selama penyimpanan terdiri dari sifat fisiko-kimia yang meliputi:

persen kerusakan, susut bobot (AOAC, 1995), kekerasan (Gardjito, 2003), warna (Gardjito,

2003), dan total padatan terlarut (AOAC, 1984). Penyimpanan dilakukan sampai terjadi

pematangan, dengan frekuensi pengamatan setiap dua hari sekali.

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan untuk analisis data formula edible coating adalah

rancangan acak lengkap dalam pola faktorial dan tiga kali ulangan. Faktor-faktor perlakuan

yang mempengaruhi pH dan viskosits formula edible coating (konsentrasi pati singkong sudah

ditetapkan 2%, 3%, dan 4%) adalah konsentrasi CMC (C) dan gliserol (G). Berikut merupakan

model matematika (Walpole, 1992) :

Yij = µ + αi + βj + αβij + εij

Keterangan :

Yij : Variabel yang diukur

µ : Rataan umum

αi : Pengaruh faktor C pada waktu ke-i

βj : Pengaruh faktor G pada waktu ke-j

αβij : Pengaruh interaksi faktor C dengan faktor G

εij : Pengaruh kesalahan percobaan

Faktor-faktor perlakuann yang mempengaruhi pengukuran sifat fisikokimia aplikasi

edible coating pada pisang cavendish selama penyimpanan adalah formula edible coating (F)

dan suhu (T). Berikut merupakan model matematika (Walpole, 1992) :

Yij = µ + αi + βj + αβij + εij

Keterangan :

Yij : Variabel yang diukur

µ : Rataan umum

αi : Pengaruh faktor F pada waktu ke-i

βj : Pengaruh faktor T pada waktu ke-j

αβij : Pengaruh interaksi faktor F dengan faktor T

εij : Pengaruh kesalahan percobaan

15

Gambar 7. Diagram Alir Aplikasi Edible Coating pada Pisang Cavendish.

Pengeringan dengan kipas angin; ±5 menit

Pencelupan buah pisang Cavendish dalam larutan

edible coating (60 detik)

Pengangkatan dan penirisan

Pengeringan dengan kipas angin; ±45 menit

Pengangkatan dan penirisan

Pelepasan pisang Cavendish tandannya

Perendaman buah pisang Cavendish dalam asam askorbat 0,5% (b/v);

60 detik

Pengemasan dengan plastik dan

kardus

Pengujian pisang cavendish :

1. Persen jumlah kerusakan

2. Susut bobot

3. Kekerasan (penetrometer)

4. Warna (chromameter)

5. Total padatan terlarut

Penyimpanan suhu 100C

, 16

0C dan 30

0C sampai rusak

Pisang Cavendish utuh

16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK EDIBLE COATING

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan no 5 yaitu kombinasi konsentrasi pati

singkong : CMC : gliserol yaitu (2%:0,3%:3%) menunjukkan penampakan formula edible

coating yang stabil pada pengadukan secara manual. Pada perlakuan no 1, 3, 4, 6 dan 8

kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol yaitu (2%:0,2%:1%), (2%:0,4%:1%),

(2%:0,2%:3%), (2%:0,4%:3%) dan (2%:0,3%:5%) CMC tidak mampu mengikat air sehingga

terjadi sineresis yang berakibat penampakan formula menjadi agak pecah dan apabila terjadi

pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan penggumpalan seperti yang terjadi pada

perlakuan no 2, 7, dan 9 kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol yaitu

(2%:0,3%:1%), (2%:0,2%:5%) dan (2%:0,4%:5%).

Tabel 2. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 2 %

NO PERLAKUAN pH VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN

*

1 CMC 0,2% ; Gliserol 1 % 6.60 113 ++

2 CMC 0,3% ; Gliserol 1 % 6.76 121 +

3 CMC 0,4% ; Gliserol 1 % 6.83 130 ++

4 CMC 0,2% ; Gliserol 3 % 6.74 156 ++

5 CMC 0,3% ; Gliserol 3 % 6.87 162 +++

6 CMC 0,4% ; Gliserol 3 % 6.88 174 ++

7 CMC 0,2% ; Gliserol 5 % 6.89 200 +

8 CMC 0,3% ; Gliserol 5 % 6.94 225 ++

9 CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 6.92 234 +

* penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain

kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++)

Penampakan formula yang stabil pada pengadukan manual tidak diikuti dengan

tingkat kelarutan yang sempurna. Pada formula edible coating dan lapisan film yang terbentuk

dari pengadukan manual terdapat bintik-bintik putih yang mengindikasikan bahwa bahan (pati

singkong) tidak terlarut sempurna.

17

Dari Gambar 8 (b) dapat dilihat bahwa penampakan formula dengan pengadukan stirer

tingkat kelarutannya lebih tinggi sehingga formula lebih homogen dan penampakan film

(Gambar 9 (b)) yang terbentuk juga lebih bagus dibandingkan dengan penampakan formula

dengan pengadukan manual dengan tangan (Gambar 8 (a)) dan penampakan film (Gambar 9

(a)). Pengadukan dengan stirer menyebabkan semua bahan dapat terlarut sempurna, sehingga

metode ini dilanjutkan untuk aplikasi pada penelitian utama.

(a) (b)

Gambar 8. (a) Penampakan Formula dengan Pengadukan Manual

(b) Penampakan Formula dengan Pengadukan stirer

(a)

(a) (b)

Gambar 9. (a) Penampakan Film dengan Pengadukan Manual

(b) Penampakan Film dengan Pengadukan Stirer

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pati singkong 3% dengan kombinasi

CMC : gliserol (0,4%:5%) menunjukkan penampakan formula edible coating yang stabil pada

pengadukan dengan stirer, sedangkan nilai pH formula baik dengan pengadukan manual

dengan tangan maupun dengan stirer berkisar antara 6-7 dan nilai viskositas berkisar antara

125-225 cp. Dari Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa semakin tinggi kombinasi konsentrasi pati

singkong dan CMC yang ditambahkan menyebabkan nilai pH dan vikositas formula semakin

tinggi. Hal ini disebabkan oleh sifat dari polisakarida (pati singkong dan CMC) yang apabila

larut dalam air dapat menyebabkan peningkatan nilai pH dan viskositas.

18

Tabel 3. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 3 %

NO PERLAKUAN pH VISKOSITAS

(cp)

PENAMPAKAN

*

1 CMC 0,2% ; Gliserol 1 % 6.60 125 +

2 CMC 0,3% ; Gliserol 1 % 6.81 133 ++

3 CMC 0,4% ; Gliserol 1 % 6.72 141 ++

4 CMC 0,2% ; Gliserol 3 % 6.74 188 ++

5 CMC 0,3% ; Gliserol 3 % 6.95 197 +++

6 CMC 0,4% ; Gliserol 3 % 7.05 205 ++

7 CMC 0,2% ; Gliserol 5 % 7.14 238 +++

8 CMC 0,3% ; Gliserol 5 % 7.36 245 +++

9 CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 7,07 255 ++++

* penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain

kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++)

Tabel 4. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 4%

NO PERLAKUAN pH VISKOSITAS

(cp)

PENAMPAKAN

*

1 CMC 0,2% ; Gliserol 1 % 6.81

137 ++

2 CMC 0,3% ; Gliserol 1 % 6.92

149 ++++

3 CMC 0,4% ; Gliserol 1 % 6.84

160 ++++

4 CMC 0,2% ; Gliserol 3 % 6.63

176 ++

5 CMC 0,3% ; Gliserol 3 % 6.95

182 +++

6 CMC 0,4% ; Gliserol 3 % 7.17

194 +++

7 CMC 0,2% ; Gliserol 5 % 6.98

210 +++++

8 CMC 0,3% ; Gliserol 5 % 7.05

235 +++

9 CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 7,26 255 +++

* penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain

kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++)

19

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pati singkong 4% dengan kombisasi

CMC : gliserol sama dengan (0,2%:5%) menunjukkan penampakan formula edible coating

yang lebih stabil pada pengadukan dengan stirer dibandingan dengan formula yang lain,

sedangkan nilai pH formula baik dengan pengadukan manual dengan tangan maupun dengan

stirer berkisar antara 6-7 dan nilai viskositas berkisar antara 137-255 cp. Dari Tabel 4 juga

dapat dilihat bahwa semakin tinggi kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC yang

ditambahkan menyebabkan nilai pH dan vikositas formula semakin tinggi. Hal ini disebabkan

oleh sifat dari polisakarida (pati singkong dan CMC) yang apabila larut dalam air dapat

menyebabkan peningkatan nilai pH dan viskositas.

Dari masing masing formulasi edible coating yang dibuat untuk konsentrasi pati 2%,

3%, dan 4% di pilih satu yang terbaik dari masing masing konsentrasi pati 2%, 3%, dan 4%.

Formula edible coating yang dipilih didasarkan pada kriteria penampakan visual, pH dan

viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan. Formula yang di pilih dapat

dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Formula Edible Coating yang dipakai untuk Aplikasi pada Pisang Cavendish dengan

Konsentrasi Pati 2 %, 3 %, dan 4%.

NO PERLAKUAN pH VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN *

1 Pati 2% ; CMC 0,3% ;

Gliserol 3 %

6,87 162 +++

2 Pati 3% ; CMC 0,4% ;

Gliserol 5 %

7,07 255 ++++

3 Pati 4% ; CMC 0,2% ;

Gliserol 5 %

6.98 210 +++++

* penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain

kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++)

Nilai Konsentrasi pati singkong dan CMC yang digunakan antara pengadukan manual

dan pangadukan stirer pada formulasi edible coating berbeda. Kombinasi konsentrasi yang

menghasilkan penampakan formula yang stabil pada pengadukan manual, setelah digunakan

pada pengadukan stirer nilai viskositasnya menjadi lebih tinggi. Pati singkong yang larut

sempurna pada pengadukan stirer menyebabkan viskositas formula menjadi tinggi, sehingga

kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC pada pengadukan stirer diturunkan. Nilai

viskositas sangat mempengaruhi dalam kemudahan pencelupan dan kecepatan kering pada saat

aplikasi pada buah pisang Cavendish.

Proses pembuatan formula edible coating, penggunaan CMC berfungsi sebagai

penstabil. CMC akan mengikat air dan menampakkan kekentalan pada fase cair sehingga dapat

menstabilkan komponen pati singkong dalam membentuk gel dan mencegah sineresis,

sedangkan fungsi pati singkong merupakan pembentuk utama gel (gelling agent) di dalam

formula.

Penambahan gliserol dapat meningkatakan permeabilitas karena sifatnya yang

hidrofilik. Penggunaan gliserol yang berlebih dalam aplikasi pisang cavendish mengakibatkan

edible coating lebih lama kering karena sifat gliserol yang mengikat air. Menurut Gontard

(1993), penambahan gliserol sebagai plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan

selama penanganan dan penyimpanan, yang dapat mengurangi sifat-sifat barrier film atau

coating. Plasticizer mampu mengurangi kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas film polimer

20

dengan cara mengganggu ikatan hidrogen antara molekul polimer yang berdekatan sehingga

kekuatan tarik-menarik intermolekuler di antara rantai polimer menjadi berkurang (Kester dan

Fennema 1989).

Menurut Susan (1994) penambahan antimikroba pada edible coating dapat menekan

pertumbuhan jamur dan bakteri selama penyimpanan dan pemasaran, sedangkan penggunaan

asam lemak stearat dimaksudkan untuk menurunkan nilai transmisi uap air. Hal ini disebabkan

asam lemak stearat mengandung gugus hidrofobik. Potassium sorbat yang ditambahkan

kedalam formula edible coating berfungsi sebagai antimikroba.

1. Penampakan Visual Larutan Edible Coating

Penampakan visual terlihat bahwa formula edible coating yang terbuat dari kombinasi

pati singkong, CMC, gliserol, potassium sorbat dan asam lemak stearat berwarna putih susu.

Menurut Wong et al. (1994) edible coating yang hanya terdiri dari satu komponen bahan tidak

dapat memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan yang dibuat dari campuran

beberapa bahan. Penggunaan stirer sebagai pengaduk formula akan menghasilkan tingkat

kelarutan yang tinggi pada proses pembuatan formula edible coating, sehingga penampakan

formula lebih homogen.

Formula edible coating tidak mengalami kerusakan sampai penyimpanan hari ke-5 pada

suhu kamar (25-300C). Formula edible coating yang telah rusak ditandai dengan timbulnya bau

asam, buih, penggumpalan dan sineresis. Penggumpalan formula edible coating dipengaruhi

oleh konsentrasi bahan yang digunakan pada pembuatan formula edible coating. Semakin

tinggi konsentrasi bahan yang digunakan, viskositas formula akan meningkat yang berakibat

kecenderungan formula untuk menggumpal meningkat pula.

Formula edible coating yang telah dibuat sebaiknya digunakan tiga hari setelah

pembuatan untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada proses coating atau aplikasinya. Hal

ini disarankan karena setelah tiga hari formula edible coating yang dibuat akan mulai

mengalami penurunan kualitas. Hal ini ditandai oleh mulai terjadinya pengumpalan, timbul bau

asam dan tidak stabilnya formula dilihat dari penampakan pH, dan viskositasnya.

(a)

(b)

Gambar 10. (a) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Pembuatan

(b) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Penyimpanan.

21

2. pH Larutan Edible Coating

Keterangan :

1. P2C02G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 1%

2. P2C03G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 1%

3. P2C04G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 1%

4. P2C02G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 3%

5. P2C03G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%

6. P2C04G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 3%

7. P2C02G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%

8. P2C03G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 5%

9. P2C04G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%

Gambar 11. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama

Penyimpanan.

Dari grafik (Gambar 11) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 2%

menunjukkan bahwa pH formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang

(25-30oC) cenderung mengalami penurunan dari nilai pH tertinggi 6,94 menjadi 5,91. Dari

sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 2%, formula P2C03G3

yang dijadikan formula edible coating dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan

pisang Cavendish. Formula P2C03G3 berarti perbandingan antara pati : CMC : Gliserol yaitu

Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%.

22

Keterangan :

1. P3C02G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 1%

2. P3C03G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 1%

3. P3C04G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 1%

4. P3C02G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 3%

5. P3C03G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%

6. P3C04G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 3%

7. P3C02G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%

8. P3C03G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 5%

9. P3C04G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%

Gambar 12. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 3% Selama

Penyimpanan.

Dari grafik (Gambar 12) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 3%

menunjukkan bahwa pH formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang

(25-30oC) cenderung mengalami penurunan dari nilai pH tertinggi 7,36 menjadi 5,92. Dari

sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 3%, formula P3C04G5

yang dijadikan formula edible coating dalam aplikasi untuk pada pisang Cavendish. Formula

P3C04G5 berarti perbandingan antara pati : CMC : Gliserol yaitu Pati singkong 3%; CMC

0,4% ; Gliserol 5%.

23

Keterangan :

1. P4C02G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 1%

2. P4C03G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 1%

3. P4C04G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 1%

4. P4C02G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 3%

5. P4C03G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%

6. P4C04G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 3%

7. P4C02G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%

8. P4C03G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 5%

9. P4C04G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%

Gambar 13. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 4% Selama

Penyimpanan.

Dari grafik (Gambar 13) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 4%

menunjukkan bahwa pH formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang

(25-30oC) cenderung mengalami penurunan dari nilai pH tertinggi 7,26 menjadi 6,03. Dari

sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 4%, formula P4C02G5

yang dijadikan formula edible coating dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan

pisang Cavendish. Formula P4C02G5 berarti perbandingan antara pati : CMC:Gliserol yaitu

Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%.

Dari hasil analisis ragam dan uji Duncan (Lampiran 12) menunjukkan bahwa

kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC dengan campuran konsentrasi gliserol,

potassium sorbat dan asam lemak stearat yang tetap memberikan pengaruh nyata terhadap pH

formula edible coating yang disimpan selama 5 hari pada suhu kamar (25-300C).

Perlakuan kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol menunjukkan nilai pH

yang cenderung netral selama penyimpanan, yaitu berkisar antara 5,91-7,36. pH formula untuk

edible coating sebaiknya mendekati 6-7, karena pati singkong stabil pada pH 6-7 dan jika pH

turun atau asam, maka pati singkong akan terhidrolisis dan kemampuan untuk membentuk gel

24

akan berkurang. Selain itu, formula dengan pH mendekati 7 tidak akan mempengaruhi rasa

(asam atau basa) dari edible coating yang digunakan.

Dari penelitian yang dilakukan dan setelah dilakukan pengamatan didapatkan bahwa pH

formula edible coating selama 5 hari penyimpanan untuk formula edible coating dengan

konsentrasi pati 2%, 3%, dan 4% pada suhu ruang (25-30oC) cenderung mengalami penurunan.

Kontaminasi selama penyimpanan menyebabkan munculnya mikroba pada formula yang

ditandai dengan adanya buih dan terbentuknya asam pada formula yang mengakibatkan

terjadinya penurunan pH formula. Berikut merupakan reaksi terbentuknya asam oleh

mikroorganisme:

polisakarida C6H12O6 + mikroba alkohol asam

3. Viskositas Larutan Edible Coating

Keterangan :

1. P2C02G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 1%

2. P2C03G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 1%

3. P2C04G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 1%

4. P2C02G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 3%

5. P2C03G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%

6. P2C04G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 3%

7. P2C02G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%

8. P2C03G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 5%

9. P2C04G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%

Gambar 14. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama

Penyimpanan.

Dari grafik (Gambar 14) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 2%

menunjukkan bahwa viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu

ruang (25-30oC) cenderung mengalami kenaikan pada hari pertama dan kedua penyimpanan

dan menurun pada hari ke tiga sampai hari ke lima. Dari sembilan formula edible coating yang

dibuat dengan konsentrasi pati 2%, formula P2C03G3 yang dijadikan formula edible coating

25

dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish. Formula P2C03G3

berarti perbandingan antara pati : CMC:Gliserol yaitu Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol

3%. Viskositas formula P2C03G3 pada awalnya 162 cp menjadi 200 cp pada hari berikutnya

dan menurun sampai pada hari ke lima menjadi 193 cp.

Keterangan :

1. P3C02G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 1%

2. P3C03G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 1%

3. P3C04G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 1%

4. P3C02G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 3%

5. P3C03G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%

6. P3C04G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 3%

7. P3C02G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%

8. P3C03G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 5%

9. P3C04G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%

Gambar 15. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 3%

Selama Penyimpanan.

Dari grafik (Gambar 15) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 3%

menunjukkan bahwa viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu

ruang (25-30oC) cenderung mengalami kenaikan pada hari pertama dan kedua penyimpanan

dan menurun pada hari ke tiga sampai hari ke lima. Dari sembilan formula edible coating yang

dibuat dengan konsentrasi pati 3%, formula P3C04G5 yang dijadikan formula edible coating

dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish. Formula P3C04G5

berarti perbandingan antara pati : CMC:Gliserol yaitu Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol

5%. Viskositas formula P3C04G5 pada awalnya 255 cp menjadi 288 cp pada hari berikutnya

dan menurun sampai pada hari ke lima menjadi 255 cp.

26

Keterangan :

1. P4C02G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 1%

2. P4C03G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 1%

3. P4C04G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 1%

4. P4C02G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 3%

5. P4C03G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%

6. P4C04G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 3%

7. P4C02G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%

8. P4C03G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 5%

9. P4C04G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%

Gambar 16. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 4% Selama

Penyimpanan

Dari grafik (Gambar 16) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 4%

menunjukkan bahwa viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu

ruang (25-30oC) cenderung mengalami kenaikan pada hari pertama dan kedua penyimpanan

dan menurun pada hari ke tiga sampai hari ke lima. Dari sembilan formula edible coating yang

dibuat dengan konsentrasi pati 4%, formula P4C02G5 yang dijadikan formula edible coating

dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish. Formula P4C02G5

berarti perbandingan antara pati : CMC:Gliserol yaitu Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol

5%. Viskositas formula P4C02G5 pada awalnya 210 cp menjadi 256 cp pada hari berikutnya

dan menurun sampai pada hari ke lima menjadi 249 cp.

Dari penelitian yang dilakukan dan setelah dilakukan pengamatan didapatkan bahwa

viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan untuk formula edible coating

dengan konsentrasi pati 2%, 3% dan 4% pada suhu ruang (25-30oC) cenderung mengalami

kenaikan pada hari pertama dan kedua selama penyimpanan dan kemudian turun sampai hari ke

lima. Fenomena ini terjadi karena pada awal pembuatan formula edible coating gliserol yang

ditambahkan mempunyai fungsi untuk meningkatkan viskositas dari pada formula edible

coating yang dibuat.

Pada hari penyimpan seterusnya viskositas mulai menurun karena kontaminasi selama

penyimpanan menyebabkan munculnya mikroba pada formula yang ditandai dengan adanya

27

buih dan terbentuknya asam pada formula yang mengakibatkan terjadinya pengumpalan pada

formula edible coating yang ada. Dari data yang ada dan dianalisis bahwa semakin besar

kombinasi konsentrasi pati singkong, CMC dan gliserol yang digunakan, maka viskositasnya

juga semakin tinggi.

Hasil analisa ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 13) menunjukkan bahwa

kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC dengan campuran konsentrasi gliserol,

potassium sorbat dan asam lemak stearat memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas

formula edible coating sampai pada penyimpanan hari ke-2, sedangkan pada penyimpanan hari

ke-3 sampai hari ke-5 kombinasi pati singkong dan CMC memberikan pengaruh nyata terhadap

viskositas formula edible coating.

Kekentalan atau viskositas merupakan ketahanan terhadap aliran suatu cairan atau rasio

shear stress (tenaga yang diberikan) terhadap shear rate (kecepatan) (Fardiaz 1987). Menurut

Winarno (1992), kekentalan suatu larutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu,

konsentrasi larutan, berat molekul dan zat terlarut. Pengukuran viskositas ini dilakukan untuk

mengetahui pengaruh penyimpanan larutan edible coating yang disimpan selama lima hari pada

suhu kamar (25-300C). Kekentalan formula edible coating diukur menggunakan Brookfield

atau Rheometer dengan menggunakan spindle no 3 selama 60 detik.

(a) (b)

Gambar 17 . (a) Penampakan dari atas Brookfield

(b) Penampakan dari depan Brookfield

Penurunan pH formula edible coating selama penyimpanan juga berpengaruh terhadap

kenaikan nilai viskositas. Semakin rendah pH, polimer pati singkong akan terhidrolisis yang

menyebabkan kemampuan pati singkong untuk membentuk gel akan menurun. Selain itu,

penurunan pH akan mengurangi kemampuan CMC untuk mengikat air dan mencegah sineresis,

sehingga menyebabkan air keluar dari gel. Keluarnya air dari gel berakibat gel menjadi

menggumpal dan menaikkan nilai viskositas formula edible coating. pH optimum larutan CMC

adalah 9, bila pH terlalu rendah (<3) maka CMC akan mengendap (Winarno 2002).

28

B. SIFAT FISIKO-KIMIA CAVENDISH SELAMA PENYIMPANAN

1. Persentase Kerusakan Pisang Cavendish

29

Keterangan :

1. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0)

2. P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1)

3. P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2)

4. P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)

5. P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)

6. P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)

7. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)

8. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)

9. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)

Gambar 18. Grafik Persentase Kerusakan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu

100C (a), Suhu 16

0C (b), dan Suhu 30

0C (c)

Persen kerusakan menunjukkan persentase jumlah buah yang rusak setiap pengamatan.

Dari grafik (Gambar 17) dapat dilihat bahwa tingkat kerusakan yang terjadi pada penyimpanan

suhu 100C dan RH 87-88% lebih kecil daripada penyimpanan suhu 16

0C dan RH 76-77% lebih

kecih daripada penyimpanan suhu 300C dan RH 50-51%. Penyimpanan pada suhu rendah

menyebabkan aktivitas metabolisme menjadi berkurang dan perubahan kimia berlangsung

lebih lambat (Borgstorm 1968).

Dari hasil analisa ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa perlakuan formula, suhu

dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap persen

kerusakan buah Pisang Cavendish pada penyimpanan hari ke-4 dan hari ke-6. Persen kerusakan

pada suhu 300C lebih tinggi daripada suhu 16

0 lebih tinggi daripada suhu 10

0C. Uji lanjut dan

analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC

0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0), P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol

3% (Aplikasi hari ke-1) dan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3%

(Aplikasi hari ke-2) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada penyimpanan suhu 100C.

Adanya pelapisan pada permukaan buah menyebabkan proses respirasi dan transpirasi

terhambat sehingga perubahan sifat fisiko-kimia yang berujung pada kerusakan atau kebusukan

dapat ditekan.

30

Kerusakan tertinggi pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 100C) terdapat pada kontrol,

perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) dan

P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1), yaitu masing-

masing sebesar 20%, 10% dan 8%. Hal ini dimungkinkan formula edible coating yang

digunakan sudah mengalami kerusakan dan terkontaminasi selama penyimpanan formula

sebelum diaplikasikan pada buah Pisang Cavendish. Kerusakan terkecil pada penyimpanan hari

ke-10 (suhu 100C) terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%;

Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0), yaitu sebesar 3%. Hal ini membuktikan pelapisan perlakuan

P3C04G5A0 mampu memperkecil tingkat kerusakan daripada kontrol (tanpa pelapisan) yang

tingkat kerusakannya mencapai 20%. Kerusakan tertinggi pada penyimpanan hari ke-6 (suhu

160C) terdapat pada kontrol (tanpa pelapisan) dengan tingkat kerusakan mencapai 75%.

P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0),

P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0), dan

P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) mampu

memperpanjang umur simpan buah Pisang Cavendish sampai 8 hari (2 hari lebih panjang)

daripada buah Pisang Cavendish kontrol (tanpa pelapisan) yang hanya mampu bertahan sampai

6 hari penyimpanan pada suhu 100C tanpa adanya kerusakan atau cacat pada buah pisang

Cavendish, sedangkan perlakuan pelapisan P3C04G5A0, P3C04G5A1 dan P3C04G5A2

mampu memperpanjang umur simpan buah Pisang Cavendish sampai 4 hari (2 hari lebih

panjang) daripada buah Pisang Cavendish kontrol (tanpa pelapisan) yang hanya mampu

bertahan sampai 2 hari penyimpanan pada suhu 160C tanpa adanya kerusakan atau cacat pada

buah pisang Cavendish.

Fenomena yang hampir sama juga terjadi pada penyimpanan pada suhu 300C dimana

formula yang paling baik mempertahankan kualitas produk pisang Cavendish yaitu formula

P3C04G5A0, P3C04G5A1 dan P3C04G5A2 yang dapat mempertahankan umur simpannya

lebih panjang 2 hari lebih lama dari pada kontrol tanpa adanya kerusakan atau cacat pada buah

pisang Cavendish.

Persen kerusakan tertinggi terdapat pada perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%;

CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) sebesar 10% (kontrol=20%) dan persen kerusakan

terendah terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 sebesar 3% pada penyimpanan hari ke-10 (suhu

100C), sedangkan pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 16

0C) persen kerusakan tertinggi

terdapat pada perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi

hari ke-0) sebesar 70% dan persen kerusakan terendah terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 :

Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) sebesar 30%.

Persen kerusakan tertinggi terdapat pada perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%;

CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) yaitu pisang Cavendish telah membusuk dan

persen kerusakan terendah terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 sebesar 66% pada

penyimpanan hari ke-10 (suhu 300C)

31

H0 ( Pisang Cavendish Awal) H3 (Kontrol chamber)

H 9 ( Penyimpanan Pisang Cavendish ) H6 ( Foto Pengamatan)

H12 (Pisang Mulai Rusak) H15 (Pisang yang Rusak)

Gambar 19. Beberapa Gejala Kerusakkan pada Buah Pisang Cavendish.

Kerusakan terbesar yang terjadi pada buah pisang Cavendish adalah berupa kerusakan

mikrobiologis yang dimungkinkan berasal dari penanganan buah yang tidak tepat, cara

transportasi yang tidak benar, penyimpanannya pada suhu yang tidak tepat, dan lingkungan

kebun yang tidak bersih. Mikrobia khusunya jamur berpeluang untuk mengkontaminasi buah

pisang Cavendish terutama di bagian buah yang luka atau memar sehingga laju rusaknya buah

pisang Cavendish berlangsung lebih cepat.

32

2. Susut Bobot Pisang Cavendish

33

Keterangan :

1. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0)

2. P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1)

3. P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2)

4. P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)

5. P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)

6. P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)

7. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)

8. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)

9. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)

Gambar 20. Grafik Perubahan Susut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C

(a) , Suhu 160C (b), dan Suhu 30

0C (c).

Berdasarkan grafik (Gambar 20), secara umum nilai susut bobot pisang Cavendish

selama penyimpanan baik pada kondisi penyimpanan suhu 100C, suhu 16

0C dan 30

0C

mengalami peningkatan. Semakin tinggi nilai susut bobot pisang Cavendish maka kehilangan

bobot akan semakin tinggi sehingga bobot pisang Cavendish akan berkurang. Peningkatan

susut bobot yang terjadi pada penyimpanan suhu 100C tidak setajam pada suhu 16

0C dan 30

0C.

Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan aktivitas metabolisme menjadi berkurang dan

perubahan kimia berlangsung lebih lambat, selain itu kelembaban udara relatif (RH) yang lebih

tinggi pada suhu 100C yaitu 87-88% berperan dalam menekan terjadinya susut bobot. Menurut

Ryall dan Lipton (1983) bahwa kehilangan air (transpirasi) pada buah dan sayuran akan lebih

rendah pada lingkungan dengan RH tinggi, dan sebaliknya pada RH rendah dengan suhu yang

sama, sehingga faktor kelembaban udara ruangan juga berperan dalam terjadinya susut bobot.

Dari hasil analisa ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa suhu memberikan

pengaruh nyata terhadap susut bobot pisang Cavendish pada penyimpanan hari ke-2 dan hari

ke-4. Sedangkan perlakuan formula dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak

memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot pisang cavendish pisang Cavendish.

Peningkatan susut bobot pada suhu 300C lebih tinggi daripada suhu 16

0C dan lebih tinggi

dibandingkan dengan suhu 100C. Dari grafik data diatas menunjukkan bahwa perlakuan

P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0), P2C03G3A1 :

Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1) dan P2C03G3A2 : Pati

34

singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) berbeda nyata dengan perlakuan

lainnya pada penyimpanan suhu 100C. Adanya lapisan coating yang berfungsi sebagai barier

terhadap CO2, O2 dan air menyebabkan respirasi dan transpirasi dapat ditekan.

Peningkatan susut bobot pada buah Pisang Cavendish disebabkan oleh adanya

transpirasi dan respirasi. Respirasi terjadi dengan reaksi berikut :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + Energi

Proses transpirasi dan respirasi menyebabkan berkurangnya kandungan air dalam buah.

Proses transpirasi merupakan kehilangan air karena evaporasi. Evaporasi tinggi karena adanya

perbedaan tekanan air diluar dan didalam Pisang Cavendish. Tekanan air didalam bahan lebih

tinggi dibanding diluar bahan sehingga uap air akan keluar dari bahan. Pada respirasi terjadi

pembakaran gula atau substrat yang menghasilkan gas CO2, air dan energi. Air, gas dan energi

yang dihasilkan pada proses respirasi akan mengalami penguapan sehingga buah akan

mengalami penyusutan bobot (Wills 1981).

Peningkatan susut bobot terbesar pada penyimpanan hari ke-6 sampai ke-8 (suhu 100C)

terjadi pada perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi

hari ke-1) yaitu peningkatan susut bobot sebesar 3,63% dari 6,78%-10,42%. Hal ini

dimungkinkan formula edible coating yang digunakan sudah mengalami kerusakan dan

terkontaminasi selama penyimpanan formula sebelum diaplikasikan pada buah Pisang

Cavendish. Rusaknya coating menyebabkan berkurangnya kemampuannya sebagai barier

terhadap gas CO2 dan O2 sehingga susut bobot Pisang Cavendish tinggi. Pada perlakuan

P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) susut bobot

terkecil pada penyimpanan hari ke- sampai 6 hari ke-8 (suhu 100C) yaitu peningkatan susut

bobot sebesar 0,31% dari 5,14%-5,45%. Formulasi lainnya mampu memperkecil susut bobot

daripada kontrol (tanpa pelapis) pada penyimpanan sampai hari ke-10 (suhu 100C).

Pada perlakuan P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi

hari ke-0) susut bobot terbesar pada penyimpanan hari ke- sampai 6 hari ke-8 (suhu 160C) yaitu

peningkatan susut bobot sebesar 5,58% dari 15,80%-21,65%, sedangkan Pada perlakuan

P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) susut bobot

terkecil pada penyimpanan hari ke- sampai 2 hari ke-4 (suhu 160C) yaitu peningkatan susut

bobot sebesar 2,39% dari 5,44%-7,83%.

Pada perlakuan P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi

hari ke-2) susut bobot terbesar pada penyimpanan hari ke- sampai 8 hari ke-10 (suhu 300C)

yaitu peningkatan susut bobot sebesar 5,58% dari 18,97%-24,93%, sedangkan Pada perlakuan

P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) susut bobot

terkecil pada penyimpanan hari ke- sampai 8 hari ke-10 (suhu 300C) yaitu peningkatan susut

bobot sebesar 3,40% dari 16,55%-19,95%.

Pada semua perlakuan peningkatan susut bobot terbesar tejadi pada kontrol. Tidak

adanya lapisan coating pada kontrol yang berfungsi sebagai barier terhadap CO2, O2 dan air

menyebabkan CO2, O2 dan air yang keluar/masuk bahan tinggi sehingga respirasi meningkat

dan kehilangan air tinggi.

35

3. Kekerasan Pisang Cavendish

36

Keterangan :

1. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0)

2. P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1)

3. P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2)

4. P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)

5. P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)

6. P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)

7. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)

8. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)

9. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)

Gambar 21. Grafik Perubahan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu

100C (a) , Suhu 16

0C (b) dan Suhu 30

0C (c)

Dari grafik (Gambar 21) dapat dilihat bahwa penurunan kekerasan terbesar pada

penyimpanan suhu 100C hari ke-8 sampai hari ke-10 terdapat pada perlakuan P2C03G3A0 :

Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0), dan P2C03G3A2 : Pati

singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) yaitu masing-masing sebesar 0,8

mm/detik/100 gram. Hal ini dimungkinkan terjadinya kontaminasi formula edible coating

selama penyimpanan sebelum aplikasi akan mempercepat kerusakan yang berakibat pelunakan

buah juga semakin cepat. Kekerasan tertinggi terjadi pada penyimpanan hari ke-0 terjadi pada

P3C04G5A0, P3C04G5A1, P3C04G5A2, P4C02G5A0,dan P4C02G5A1 yaitu 0 mm/detik/100

gram yang artinya pada alat belum bisa mengukur tingkat kekerasan buat tersebut.

Analisa ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan

formula dan suhu memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai kekerasan pisang

Cavendish pada penyimpanan hari ke-4 dan hari ke-10. Sedangkan interaksi antara formula dan

suhu tidak memberikan pengaruh nyata pada perubahan nilai kekerasan pisang cavendish.

Penurunan nilai kekerasan pada suhu 300C lebih tinggi daripada suhu 16

0C lebih tinggi

daripada suhu 100C.

Analisa ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan P2C03G3A2 : Pati

singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) berbeda nyata dengan kontrol

(tanpa pelapis) pada penyimpanan hari ke-4. Perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC

37

0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) berbeda nyata dengan perlakuan P3C04G5A0 : Pati

singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) dan P4C02G5A0 : Pati singkong

4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) pada hari ke 4.

Perubahan nilai kekerasan pisang cavendish untuk penyimpanan suhu 300C berbeda

nyata dengan penyimpanan suhu 100C dan 16

0C pada hari ke 4, pada hari ke 10 Perubahan nilai

kekerasan pisang cavendish untuk penyimpanan suhu 300C dan 16

0C berbeda nyata dengan

penyimpanan suhu 100C. Nilai kekerasan pisang cavendish pada penyimpanan suhu 10

0C lebih

tinggi dari suhu 160C lebih tinggi dari 30

0C. Nilai kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan

P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5%, dan P4C02G5 : Pati singkong 4%;

CMC 0,2%; Gliserol 5% sebesar 2,9 mm/detik/100 gram artinya pada pengukuran hari

tersebut (hari ke-2) nilai kekerasan pisang Cavendish belum terukur oleh alat atau masih keras

dan tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Nilai kekerasan pisang Cavendish

terendah pada perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi

hari ke-2) dan kontrol pada (suhu 300C) pada hari ke-10 penyimpanan, sedangkan pada suhu

160C kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%;

Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) sebesar 2,9 mm/detik/100 gram dan terendah pada perlakuan

P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1) dan kontrol

masing masing sebesar 3,5 mm/detik/100 gram dan 6,3 mm/detik/100 gram.

Terhambatnya proses transpirasi akibat adanya lapisan coating pada pisang Cavendish

menyebabkan kehilangan air dalam buah pisang Cavendish berkurang dan kekerasan buah

lebih tinggi daripada kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pantastico (1986), bahwa

pelunakan buah berhubungan langsung dengan berkurangnya kadar air dalam bahan. Selain itu

kekerasan dapat disebabkan karena terhambatnya proses respirasi atau metabolisme, sehingga

perombakan karbohidrat menjadi senyawa yang larut dalam air berkurang, maka kekerasan

buah pisang Cavendish akan bertahan.

Penurunan kekerasan terjadi karena adanya perubahan zat pektin yang tidak larut dalam

air terhidrolisa menjadi asam pektat yang mudah larut dalam air (Winarno dan Aman 1981 di

dalam Permanasari 1998). Pektin pada buah merupakan salah satu komponen dari dinding sel

maupun lamela tengah yang mempengaruhi kekerasan buah. Pada saat buah berubah dari

mentah menjadi matang terjadi degradasi senyawa pektin dan hemiselulosa yang menyebabkan

buah matang lebih lunak dibandingkan buah mentah. Namun degradasi berlebihan akan

menyebabkan tekstur buah menjadi lembek, yang mengindikasikan buah tersebut sudah

mengarah pada kerusakan. Menurut Pantastico (1986) di dalam Zulfebriadi (1998) perubahan

zat pektin ini menyebabkan lemahnya dinding sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat sel

satu dengan yang lain.

38

4. Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish

39

Keterangan :

1.P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0)

2.P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1)

3.P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2)

4.P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)

5.P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)

6.P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)

7.P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)

8.P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)

9.P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)

Gambar 22. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan

Pada Suhu 100C (a) , Suhu 16

0C (b) dan Suhu 30

0C (c)

Berdasarkan grafik (Gambar 22) dapat dilihat bahwa nilai total padatan terlarut

cenderung naik sampai hari ke-2 kemudian turun sampai hari ke-4 dan kemudian naik kembali

sampai hari ke 6, hal ini berulang sampai hari ke-10. Nilai total padatan terlarut terbesar pada

penyimpanan hari ke-2 (suhu 300C) terdapat pada perlakuan kontrol, pada perlakuan

P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) pada hari ke-6

(suhu 300C) , yaitu masing-masing sebesar 24,4

0brix, sedangkan nilai total padatan terlarut

terkecil pada penyimpanan hari ke-4 (suhu 100C) terdapat pada perlakuan P2C03G3A0 : Pati

singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) dan P2C03G3A2 : Pati singkong

2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) yaitu masing –masing sebesar 19,4 0brix.

Peningkatan total padatan terlarut dalam buah terjadi karena pemecahan polimer karbohidrat

khususnya pati menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa (Paramawati 1998).

Hasil analisa ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa faktor suhu memberikan

pengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut pada penyimpanan hari ke-4.

Peningkatan perubahan total padatan terlarut pada suhu 100C lebih tinggi daripada suhu 16

0C

dan suhu 300C . Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada taraf nyata 5% (Lampiran 17)

menunjukkan bahwa perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3%

(Aplikasi hari ke-0), P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari

ke-0) dan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) pada

40

suhu 100C berbeda nyata dengan perlakuan lainnya baik pada penyimpanan suhu 30

0C maupun

suhu 160C. Adanya coating dapat memperlambat proses respirasi sehingga gula yang

digunakan sebagai substrat saat proses respirasi akan berkurang.

Penurunan total padatan terlarut yang terjadi pada penyimpanan hari ke-4 perlakuan

P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) dan

P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) (suhu 100C)

serta pada penyimpanan hari ke-6 perlakuan K1C1F2 (suhu 220C) disebabkan proses respirasi

dan mulai munculnya mikroba berakibat gula atau karbohidrat yang terdapat pada buah pisang

Cavendish digunakan sebagai substrat atau sumber karbon oleh mikroba untuk

pertumbuhannya.

5. Warna Pisang Cavendish

41

Keterangan :

1. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0)

2. P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1)

3. P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2)

4. P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)

5. P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)

6. P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)

7. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)

8. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)

9. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)

Gambar 23. Grafik Perubahan Warna Kecerahan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada

Suhu 100C (a) , Suhu 16

0C (b) dan Suhu 30

0C (c)

Gambar 23 memperlihatkan bahwa nilai kecerahan permukaan daging buah pisang

Cavendish pada penyimpanan suhu 100C, 16

0C, dan suhu 30

0C cenderung mengalami

penurunan. Penurunan nilai kecerahan permukaan buah pada suhu 100C tidak setajam pada

suhu 160C dan suhu 30

0C. Pertumbuhan mikroba terutama jamur serta aktifitas enzim fenolase

(penyebab warna coklat) yang lebih tinggi pada suhu 160C dan suhu 30

0C menyebabkan

kecerahan permukaan buah menurun dan cenderung lebih menguning.

Analisis ragam (Lampiran 18) menunjukkan perlakuan pisang cavendish pada

penyimpanan hari ke-10 pada suhu 100C, 16

0C, dan suhu 30

0C memiliki perbedaan yang nyata .

Nilai kecerahan ini lebih tinggi ditemukan pada perlakuan P3C04G5A1 : Pati singkong 3%;

CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) pada suhu 100C daripada perlakuan yang lainnya

yaitu sebesar 94.78. Begitu juga dengan perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC

0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) juga mempunyai nilai kecerahan yang lebih tinggi

daripada kontrol pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 300C). Tidak adanya barier pada kontrol

yang dapat menghambat laju kerusakan karena proses metabolisme dan mikroba menyebabkan

nilai kecerahan yang terjadi pada kontrol lebih rendah daripada perlakuan pelapisan.

Nilai kecerahan terendah baik pada penyimpanan suhu 100C, suhu 16

0C, dan suhu 30

0C

terdapat pada perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi

42

hari ke-0), P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1), dan

P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) yaitu masing-

masing sebesar 63.90, 71.93 dan 53.27. Hal ini dimungkinkan kandungan mikroba yang lebih

besar pada pisang Cavendish P3C04G5A0 sehingga nilai kecerahannya rendah.

Nilai kecerahan melalui uji lanjut Duncan didapat kan bahwa pada suhu 100C dan 16

0C

tidak berbeda nyata pada penyimpanan hari ke-10 dan berbeda nyata pada penyimpanan suhu

300C. nilai kecerahan didapatkan lebih baik pada penyimpanam pada suhu 10

0C dan 16

0C.

Perubahan warna daging pisang Cavendish selama penyimpanan memperlihatkan

perubahan warna daging buah pisang Cavendish selama penyimpanan. Secara visual (Gambar

19) perubahan warna pada daging buah pisang Cavendish tidak dapat dibedakan secara nyata,

tetapi dengan colorimeter atau chromameter perubahan warna dapat dilihat. Pematangan buah

pisang Cavendish menyebabkan terjadinya perubahan warna kulit buah pisang Cavendish

menjadi lebih kuning pada penyimpanan hari ke-2 (suhu 300C). Seiring masa penyimpanan,

warna greening padan pisang Cavendish mulai menjadi kuning secara enzimatis atau jamur

menyebabkan terjadinya perubahan warna kulit pisang Cavendish menjadi lebih cerah dan

kuning pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 100C dan 16

0C).

Penurunan nilai kecerahan pada buah pisang Cavendish yang dilapisi edible coating

perlakuan P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)

P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) tidak setajam

pada kontrol (tanpa pelapis). Tidak adanya barier pada kontrol menyebabkan laju kerusakan

karena proses metabolisme dan mikroba lebih tinggi daripada perlakuan pelapisan.

Perubahan warna pada buah pisang Cavendish adalah perubahan warna pisang

Cavendish menjadi kuning (penguningan). Proses penguningan mula-mula terjadi pada bagian

tengah buah kemudian ke bagian ujung dan pinggir pisang Cavendish. Hal ini dikarenakan

pada bagian tengah buah pisang Cavendish terjadi proses pematangan yang lebih cepat secara

enzimatis karena kandungan zat etilen pada bagian tersebut lebih banyak dibandingkan pada

daerah lainnya. Kerja zat etilen juga dipengaruhi oleh banyaknya kandungan substrat dan

nutrisi pada bagian pisang cavendish.

43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Edible coating berbasis pati singkong dapat diaplikasikan untuk melapisi pisang

Cavendish yang utuh sehingga dapat mempertahankan kecerahan warna dan dapat

mempertahankan umur simpan. Lapisan film yang dibentuk memiliki pori-pori yang lebih kecil

sehingga laju transmisi terhadap uap air dan gas juga rendah.

Formula edible coating yang dibuat mempunyai nilai pH yang cenderung netral (pH 6-

7), tingkat kestabilan viskositas yang tinggi dan penampakan visual dapat dilihat dari

(penggumpalan, bau, buih dan sineresis ). Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan

stirer untuk mendapatkan tingkat kelarutan yang tinggi (homogen) pada proses pembuatan

formula edible coating . Dari pengadukan dengan stirer didapatkan dua kombinasi yang

menunjukkan nilai pH netral (pH 5,91-7,36). pH formula untuk edible coating mendekati 6-7

dan tingkat kestabilan viskositas yang tinggi (113-255 cp) dan penampakan visual yang bagus.

Dari 27 formula yang di formulasikan diambil 3 formulasi yang terbaik dari masing –masing

konsentrasi pati 2%, 3% dan 4% yaitu P2C03G3 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3%,

P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% dan P4C02G5 : Pati singkong 4%;

CMC 0,2%; Gliserol 5%.

Karakteristik formula edible coating yang terbaik terdapat pada kombinasi formula:

P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% yang memiliki nilai pH yang cenderung

netral (pH 5,92-7,36), nilai viskositas yang stabil (125-255 cp), tingkat kelarutan yang tinggi

(homogen), dan penampakan visual yang bagus ( tidak menggumpal, tidak berbau, tidak buih

dan sineresis yang rendah). Tingkat kelarutan yang tinggi (homogen) pada proses pembuatan

formula edible coating sangat diperlukan dan perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil

formula edible coating yang maksimal.

Konsentrasi formula edible coating terbaik pada aplikasi pada buah pisang

Cavendish Formula edible coating sebaiknya digunakan tidak lebih dari tiga hari semenjak

proses pembuatan dan larutan coating pada penyimpanan suhu kamar (25-300C) semenjak

pembuatan larutan coating. Pisang Cavendish dengan pelapisan edible coating dengan formula

P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% dengan aplikasi tidak lebih dari dua

hari dapat memperpanjang umur simpan buah pisang Cavendish dua hari lebih panjang

daripada kontrol (tanpa pelapis), yaitu sampai dengan 8 hari penyimpanan pada suhu 100C dan

RH 87-88% dan sampai empat hari penyimpanan pada suhu 160C dan RH 76-77% serta

sampai 2 hari penyimpanan pada suhu 300C dan RH 50-51%.

B. SARAN

Dalam pembuatan formula edible coating perlu diperhatikan tingkat kelarutan

larutan formula yang dibuat. Dalam aplikasinya ke buah pisang Cavendish formula edible

coating yang di buat sebaiknya tidak lebih dari tiga hari semenjak pembuatan formula yang

dibuat karena formula yang dibuat biasanya sudah mulai mengalami kerusakan setelah tiga

hari.

44

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1984. Methods of Analysis. Association of official Analytical Chemist, Washington D. C.

AOAC. 1995. Methods of Analysis. Association of official Analytical Chemist, Washington D. C.

AOAC. 1999.Official Methods of Analysis of AOAC International, 16th ed. AOAC International,

Meryland,USA.

Ayranci E, Tunc S. 2001. The effect of fatty acid content on water vapour and carbon dioxide

transmission of cellulose-based edible film. J. Food Chem. 72:231-236.

Baldwin, E.A., M.O. Nisperos-Carriedo an R.A. Baker. 1995. Edible Coatings for Lightly Processed

Fruits and Vegetables. Hort. Science, 30 (1) :35-38.

Biro Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia; Harvested Area, Yield Rate and Production of Cassava

by Province. Available at : http://www.datastatistikindonesia.

com/component/option,com_tabel/kat,1/idtabel,111/Itemid,165 (diakses tanggl 6 Desember

2010)

Borgstorm, G. 1968. Principle of Food Science. The Coellier Mc Millan Co., Ontario.

Bourtoom, T. 2007. Effect of Some Process Parameters on The Properties of Edible Film Prepared

From Starch. Department of Material Product Technology, Songkhala. (on line) Avaliable at:

http://vishnu.sut.ac.th/iat/food_innovation/ up/rice%20starch%20film.doc

Bryan, D.S. Desember 26. 1972. U.S. Patent 3, 707, 383.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

1979, Kodeks Makanan Indonesia tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta.

Careda, M. P., C. M. Henrique, M. A. de Oliveira, M. V. Ferraz, N. M. Vincentini. 2000.

Characterization of Edible Films of Cassava Starch by Electron Microscopy. Braz. J. Food

Technol 3 : 91-95 (on line). Avaliable at :

http://www.ital.sp.gov.br/bj/artigos/bjft/2000/p0040.pdf (diakses tanggal 27 Desember 2010)

Chan, H. T., JR. 1983. Handbook Of Tropical Foods. Marcel Dekker Inc., New York and Bassel.

Cristsania. 2008. Pengaruh Pelapisan Dengan Edible Coating Berbahan Baku Karagenan Terhadap

Karakteristik Buah Stroberi (Fragaria nilgerrensis) Selama Penyimpanan Pada Suhu 5OC + 2

OC. Skripsi. Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Cui, S. W. 2005. Food Carbohidrates Chemistry, Physical Properties, and Aplications. CRC Press,

Boca Raton, London, New York, Singapore

Donhowe, I. G. and Fennema. 1994. Edible Film and Coating : Characteristics, Formation, definition

and Testing Methods. Di dalam Krochta, J. M., E. A. Baldwin and M. O. Nisperos-Carreido

(eds). Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publ., Inc. lancester,

USA.

Fardiaz, S., Ratih D. dan Slamet B. 1987. Bahan Tambahan Kimiawi. PAU. IPB. Bogor.

Gardjito, M. dan Agung Setya Wardana. 2003. Hortikultura Teknik Analisis Pasca Panen. Penerbit

Trans Media Mitra Printika, Yogyakarta.

Gennadios, A. 2002. Protein Based Films and Coating. CRC Press, Florida.

Gennadios, A. and C.L. Weller. 1990. Edible Film and Coatings from Wheat and Corn Protein. J.

Food Technol. 44 (10) :63.

45

Glicksman, M.1983. Food Hydrocolloids. Vol II. Crc Press, mBoca Raton Florida. P:119.

Gontard N, Guilbert S, Cuq JL. 1993. Water and Glycerol as Plasticizer Affect Mechanical and Water

Vapor Barrier Properties of an Edible Wheat Film. J. of Food Sci. 58: 206-211.

Gontard N, Guilbert S, Cuq JL. 1993. Water and Glycerol as Plasticizer Affect Mechanical and Water

Vapor Barrier Properties of an Edible Wheat Gluten Film. J. Food Sci. 58 (1) :206-210.

Grahito, A. 2007. Root And Tuber Crops. Available at: http://indonesian-foodforage.

blogspot.com/2007/12 (diakses tanggal 27 Desember 2010)

Grenner, I.K. dan O.R. Fennema. 1989. Evaluation of Edible Films for Use as Moisture Barrier of

Food. J. Food Sci. 54 (6) : 1400-1406.

Gunstone, F. D. dan Norris, F. A. 1983. Lipids in food, Chemistry, Biochemistry and Tecnology,

Maxwell, R(ed), Pargamon Press, Oxford.

Harris, H. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film Dari Pati Tapioka Untuk Pengemas Lempuk.

Jurnal Ilmu-Ilmu pertanian Indonesia 3 (2) : 99-106

Henrique, C. M., R. F. Teofilo, L. Sabino, M. M. C. Ferreira, dan M. P. Cereda. 2007. Classification

of Cassava Starch Film by Physicochemical Properties and Water Vapor Permeability

Quantification by FTIR and PLS. Journal of Food Science. 74: E184-E189 (on line). Avaliable

at: http://chipre.iqm.unicamp.br/~marcia/Pub104.pdf (diakses tanggal 27 Desember 2010).

Hui, Y. H. 2006, Handbook of Food Science, Technology, and, Engineering Volume I. CRC Press,

USA.

Kader, A.A. 1985. Modified Atmosphere and Low Pressure Systems During Transport and Storage.

Di dalam: Postharvest Technology of Horticultural Crops. Cooperative Extention. Univ. of

California.

Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiologi of Perishable Plant Product. Division of Agriculture and

Natural Resources University of California, California.

Kester, J.J. and Fennema. 1986. Edible Films and Coatings : A Review. J. Food Technol. 40 (12) :47-

59.

Kester, J.J. dan Fennema, O. 1989. An Edible Film of Lipids and Cellulose Esthers Barrier Properties

to Moisture Vapor Transmission and Structural Evaluation. J. Food Sci. 54 : 1383-1389.

Klau, H. 1974. Technical Uses of Vitamin C. Di dalam G.G. Birch dan K.J. Parker (eds.) Vitamin C.

Applied Science Publisher Ltd., London.

Klose, R.E. dan M. Glicksman. 1972. Gums dalam Handbook of Additive. 2nd

ed. (Furia, T.E) (ed).

CRC Press, Ohio.

Krochta, J. M., E. A. Baldwin, dan M. O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coating and Film to

Improve Food Quality. Technomic Publishing Company, New York, NY.

Krochta, J.M. 1992. Control of Massa Transfer in Foods with Edible Coatings and Films. Di dalam

Singh, R.P. and M.A. Wirakartakusumah (eds). Advances in Food Engineering. CRP Press :

Boca Raton, FL pp 517-538.

Layuk, P., Djagal W. M., Haryadi. 2002 Karakteristik Komposit Film Edible Pektin Daging Buah Pala

(Myristica fragrans Houtt) dan Tapioka. Jurnal Teknol dan Industri Pangan XIII (2).

46

Lehninger, A., L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Penterjemah: M. Thenawijaya. Erlangga, Jakarta

Lindsay RC. 1985. Food Additives. Di Dalam : Fennema OR, editor. Food Chemistry. New York :

Marcel Dekker Inc.

Meyer, L.H. 1959. Food Chemistry. Affiliated East west Press PVT. Ltd, New Delhi.

Nuswamarhaeni, S.,D. Prihatin dan E.P. Pohan. 1989. Mengenal Buah Unggul Indonesia. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Pantastico, E.B., A.K. Matto, dan V.T. Phan. 1986. Respirasi dan Puncak Respirasi. Didalam :

Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Jakarta.

Permanasari, Elisabeth Diana. 1998. Aplikasi Edible Coating Dalam Upaya Mempertahankan Mutu

dan Masa Simpan Paprika. Program Sarjana IPB, Bogor.

Phan, C.T., E.B. Pantastico, K.Ogata dan K. Chachin. 1986. Respirasi dan Puncak Respirasi. Di

dalam Pantastico, E. B. Fisiologi Pasca Panen, Penangan, dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan

Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Phillips, G. O., P. A. Williams. 2000. Starch. Dalam: Handbook of Hydrocolloids. CRC Press,

Cambridge, London.

Ponting, J.D. 1960. The Control of Enzymatic Browning of fruits. Di dalam H.W. Schultz (ed). Food

Enzymes. The AVI Publishing Co, Inc. Westport, Conn.

Prihatman, K. 2000. Ketela Pohon/Singkong (Manihot utilissima Pohl). Available at:

http://www.ristek.go.id (diakses tangga 6 Desember 2010).

Rhodes, M.J.C. 1970. The Climacteric and Ripening of Fruit. In A.C. Hulme ed. The Biochemistry of

Their Product. Vol 1. Academic Press, London and New York.

Rubatzky, V. E., and M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia 1. Penerjemah : Catur Herison. Penerbit

ITB, Bandung.

Ryall, A. L., and W. J. Lipton. 1983. Handling, transportatiton and storage of fruit and vegetables.

Vol 1. Vegetable and Melons. 2nd

ed.587p. AVI Pub. Co., Westport, CT.

Salunkhe, D. K., S. S. Kadam. 1998. Handbook of Vegetable Science and Technology : Production,

Composition, Storage, and Processing Food Science and Technology. Marcel Dekker Inc.,

New York, Basel, Hongkong.

Santoso, B., D. Saputra, dan Pambayun, R. 2004. Kajian Teknologi Edible Coating dari Pati dan

Aplikasinya Untuk Pengemas Primer Lempok Durian. Jurnal Teknol dan Industri Pangan XV

(3).

Smith, D. B. dan Walters A. H. 1967. Introductory Food Science. Classic Publication Ltd. London.

Susan, L. 1994. Edible Coating as Carrier of Food. Di dalam: Krochta et al. (ed). Edible Coatings and

Films to Improve Food Quality. Technomic Publ Co. Inc. Lancester-Basel. Pensylvania, USA.

Vojdani, F. dan J.A. Torres. 1990. Potassium sorbate Permeability of Mathylcellulose and

Hidroxyprophyl Methylcellulose Coatings : Effect of Fatty Acids. J. of Food Sci. 55 (3) : 841-

846.

Walpole, R, E. 1992. Pengantar Statistik Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Williams, K. A. 1966. Oils, Fats and Fatty Foods. Hazell Watson and Viney Ltd. Englands.

47

Wills, R.H., T.H. Lee., W.B. Graham, Glasson and E.G. Hall. 1981. Post Harvest, an Introduction to

The Phisiology and Handling of Fruit and Vegetables. Sout China Printing Co. Hongkong.

Winarno F.G dan M.A. Wiratakartakusumah. 1981. Fisiologi Lepas Panen .Sastra Budaya, Jakarta.

Winarno, F.G. 1995. Strategi Pengembangan Produksi Buah-buahan Untuk Pasar Domestik. Makalah

Seminar Pengembangan Buah-buahan Dalam Rangka Hari Pangan Sedunia XV. Jakarta, 3-4

Oktober.

Winarno, F.G.2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Wong, D.W.S, S.J. Tillin, J.S. Hudson and A.E. Pavlath. 1994. Gas exchanged in cut apples with

bilayer coatings. J. Agric. Food Chem., 42 (10) : 2278-2285.

48

49

Lampiran 1. Prosedur Analisis

1. Warna Buah (Gardjito, 2003)

Pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat Colorimeter atau

Chromameter. Bahan uji diletakkan tepat dibawah sensor cahaya dan diukur. Hasil pengukuran

warna berupa nila L, a dan b.

2. Susut Bobot (AOAC, 1995)

Pengukuran susut bobot dilakukan secara gravimetri, yaitu membandingkan selisih

bobot sebelum penyimpanan dengan sesudah penyimpanan. Kehilangan bobot selama

penyimpanan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

%100% xawalBobot

akhirBobotawalBobotbobotSusut

3. Kekerasan Buah (Gardjito, 2003)

Uji kekerasan buah dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer. Bahan uji

diletakkan tepat di bawah jarum. Sebelumnya dipastikan bahwa jarum penunjuk telah

menunjukkan angka nol. Buah ditusuk dengan menekan tuas selama ± 10 detik, dilepaskan dan

dibaca nilai yang tertera. Kekerasan buah dinyatakan dalam satuan mm per detik dengan berat

beban yang dinyatakan dalam gram.

4. Derajat Keasaman (AOAC, 1984)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran ini dilakukan

terhadap 100 gram sampel yang kemudian ditambahkan 100 ml air destilat dan dihancurkan

dengan blender. Pengukuran keasaman dengan pH meter dilakukan sebanyak 3 kali pengukuran

dengan menghitung keasaman sampel sebagai rata-rata dari 3 kali pengukuran.

5. Kekentalan (SNI 01-2891-1992)

Pengukuran viskositas (kekentalan) dilakukan dengan menggunakan alat Rheometer.

Masukkan 200 ml sampel dalam gelas piala, kemudian celupkan ke rotor yang telah terpasang

pada alat ke dalam sampel dengan kecepatan 100rpm. Tekan tombol ON untuk melakukan

pengukuran. Biarkan rotor berputar selama 1 menit. Setelah 1 menit baca angka yang terbaca

pada alat.

6. Total Padatan Terlarut (AOAC, 1984)

Jumlah padatan terlarut dihitung menggunakan refraktometer. Ambil sedikit bahan yang

akan diukur total padatan terlarutnya dan teteskan pada alat. Kemudian ukur nilai total padatan

terlarutnya yang berada diantara batas terang dan batas gelap dengan satuan obrix.

7. Persen Jumlah Kerusakan

Persen jumlah kerusakan pisang cavendish diukur dengan mengamati jumlah kulit hitam,

bintik-bintik hitam dan jumlah atau bagian pisan yang rusak pada pisang cavendish. Jumlah kerusakan

yang ada diperkirakan jumlahnya dan dibandingkan dengan jumlah total luasan pisang cavendih yang

ada.

50

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible

Coating dengan Konsentrasi Pati 2%

PERLAKUAN PARAMETER H0 H1 H2 H3 H4 H5

CMC 0,2% ; Gliserol 1

%

pH 6,62 6.85 6.79 6.55 6.20 6.03

Viskositas (cp) 113 134 126 120 117 114

CMC 0,3% ; Gliserol 1

%

pH 6,76 6.88 6.76 6.55 6.25 6.15

Viskositas (cp) 121 151 147 143 139 130

CMC 0,4% ; Gliserol 1

%

pH 6,83 6.78 6.72 6.45 6.25 5.91

Viskositas (cp) 130 176 177 156 162 155

CMC 0,2% ; Gliserol 3

%

pH 6,74 6.79 6.81 6.57 6.22 5.94

Viskositas (cp) 156 206 196 188 192 179

CMC 0,3% ; Gliserol 3

%

pH 6,87 6.82 6.78 6.54 6.41 5.98

Viskositas (cp) 162 200 189 192 196 193

CMC 0,4% ; Gliserol 3

%

pH 6,88 6.88 6.84 6.63 6.37 6.03

Viskositas (cp) 174 205 214 206 189 178

CMC 0,2% ; Gliserol 5

%

pH 6,89 6,72 6.70 6.60 6.57 6.22

Viskositas (cp) 200 245 234 228 224 225

CMC 0,3% ; Gliserol 5

%

pH 6,94 6.82 6.71 6.52 6.43 5.92

Viskositas (cp) 225 256 240 234 239 233

CMC 0,4% ; Gliserol 5

%

pH 6,92 6.83 6.77 6.54 6.22 6.14

Viskositas (cp) 234 256 242 245 250 249

51

Lampiran 3. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible

Coating dengan Konsentrasi Pati 3%

PERLAKUAN PARAMETER H0 H1 H2 H3 H4 H5

CMC 0,2% ;

Gliserol 1 %

pH 6,60 6.84 6.73 6.54 6.27 6.10

Viskositas (cp) 125 151 153 144 139 130

CMC 0,3% ;

Gliserol 1 %

pH 6,81 6.98 6.92 6.85 6.75 6.61

Viskositas (cp) 133 166 174 156 162 155

CMC 0,4% ;

Gliserol 1 %

pH 6,72 6.79 6.81 6.77 6.22 5.94

Viskositas (cp) 141 178 196 188 182 179

CMC 0,2% ;

Gliserol 3 %

pH 6,74 6.82 6.78 6.54 6.41 5.98

Viskositas (cp) 188 200 225 192 196 193

CMC 0,3% ;

Gliserol 3 %

pH 6,95 6.88 6.84 6.63 6.37 6.03

Viskositas cp) 197 205 215 206 189 178

CMC 0,4% ;

Gliserol 3 %

pH 7,05 6,72 6.70 6.60 6.57 6.22

Viskositas (cp) 205 245 236 228 226 225

CMC 0,2% ;

Gliserol 5 %

pH 7,14 6.82 6.71 6.52 6.43 5.92

Viskositas (cp) 238 256 240 239 234 233

CMC 0,3% ;

Gliserol 5 %

pH 7,36 6.83 6.77 6.54 6.22 6.14

Viskositas (cp) 245 256 242 245 250 249

CMC 0,4% ;

Gliserol 5 %

pH 7,07 6.88 6.76 6.62 6.53 6.25

Viskositas (cp) 255 285 288 276 264 255

Satuan Viskositas dalam cp

52

Lampiran 4. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible

Coating dengan Konsentrasi Pati 4%

PERLAKUAN PARAMETER H0 H1 H2 H3 H4 H5

CMC 0,2% ;

Gliserol 1 %

pH 6,81 7.00 6.95 6.85 6.73 6.61

Viskositas (cp) 137 163 177 159 163 152

CMC 0,3% ;

Gliserol 1 %

pH 6,92 6.79 6.81 6.77 6.22 6.04

Viskositas (cp) 149 173 192 184 188 179

CMC 0,4% ;

Gliserol 1 %

pH 6,84 6.82 6.78 6.54 6.41 6.28

Viskositas (cp) 160 201 223 193 197 194

CMC 0,2% ;

Gliserol 3 %

pH 6,63 6.83 6.84 6.73 6.37 6.03

Viskositas (cp) 176 207 218 209 182 173

CMC 0,3% ;

Gliserol 3 %

pH 6,95 6,75 6.73 6.61 6.53 6.24

Viskositas (cp) 182 246 234 224 226 229

CMC 0,4% ;

Gliserol 3 %

pH 7,17 6.84 6.75 6.53 6.47 6.42

Viskositas (cp) 194 252 243 236 238 238

CMC 0,2% ;

Gliserol 5 %

pH 6,98 6.84 6.75 6.52 6.29 6.17

Viskositas (cp) 210 256 242 245 250 249

CMC 0,3% ;

Gliserol 5 %

pH 7.05 6.83 6.74 6.68 6.55 6.24

Viskositas (cp) 235 275 285 273 254 255

CMC 0,4% ;

Gliserol 5 %

pH 7,26 6.99 6.95 6.83 6.77 6.42

Viskositas (cp) 255 278 293 276 258 248

Satuan Viskositas dalam cp

53

Lampiran 5. Hasil Analisis Persentase Jumlah Kerusakan Pisang Cavendish

Selama Penyimpanan

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 0 0 0 0 0 6

P2C03G3 A1 0 0 0 0 4 8

10

A2 0 0 0 0 6 10

P3C04G5

A0 0 0 0 0 0 3

A1 0 0 0 0 2 4

A2 0 0 0 0 0 3

P4C02G5

A0 0 0 0 0 3 6

A1 0 0 0 0 2 4

A2 0 0 0 0 3 6

KONTROL 0 0 0 3 10 20

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 0 0 4 10 30 60

P2C03G3 A1 0 0 3 10 25 55

16

A2 0 0 3 10 25 50

P3C04G5

A0 0 0 0 3 10 30

A1 0 0 0 3 15 45

A2 0 0 0 3 10 40

P4C02G5

A0 0 0 3 10 25 70

A1 0 0 0 5 20 60

A2 0 0 0 6 20 66

KONTROL 0 0 3 15 33 75

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 0 3 5 20 45 85

P2C03G3 A1 0 3 7 25 55 90

30

A2 0 3 7 25 60 Busuk

P3C04G5

A0 0 0 4 15 30 66

A1 0 0 4 16 40 70

A2 0 0 3 16 45 65

P4C02G5

A0 0 4 7 20 40 75

A1 0 4 8 25 50 85

A2 0 4 8 25 50 88

KONTROL 0 3 10 33 70 Busuk

Satuan persentase jumlah kerusakan dalam persen (%)

54

Lampiran 6. Hasil Analisis Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Penyimpanan

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 0.00 1.61 2.89 4.27 5.86 7.39

P2C03G3 A1 0.00 1.52 3.62 4.75 6.38 8.46

10

A2 0.00 1.78 3.74 5.39 7.21 8.85

P3C04G5

A0 0.00 1.56 4.30 6.04 7.44 9.11

A1 0.00 1.80 4.27 5.14 5.45 6.61

A2 0.00 1.94 3.55 5.58 6.77 8.54

P4C02G5

A0 0.00 0.72 1.44 3.60 6.01 8.61

A1 0.00 1.46 4.21 6.78 10.42 12.02

A2 0.00 1.68 3.55 5.34 6.94 8.82

KONTROL 0.00 3.34 7.47 10.15 13.84 16.60

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 0.00 5.13 10.62 15.58 19.55 23.58

P2C03G3 A1 0.00 5.73 10.64 14.80 19.64 25.32

16

A2 0.00 4.06 8.47 12.69 17.29 21.61

P3C04G5

A0 0.00 5.76 10.55 15.80 21.65 25.67

A1 0.00 4.62 9.70 14.76 18.92 23.16

A2 0.00 4.80 9.40 14.27 18.84 23.66

P4C02G5

A0 0.00 4.17 8.48 13.10 17.50 21.97

A1 0.00 5.44 7.83 13.16 17.34 21.57

A2 0.00 4.66 9.61 13.75 18.93 23.54

KONTROL 0.00 5.26 10.71 15.96 21.27 26.79

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 0.00 4.38 8.11 11.71 16.55 19.95

P2C03G3 A1 0.00 4.26 8.10 12.32 16.46 21.83

30

A2 0.00 4.41 8.81 13.32 17.80 22.88

P3C04G5

A0 0.00 4.71 8.86 13.90 18.99 22.54

A1 0.00 4.49 9.25 13.34 18.03 23.10

A2 0.00 4.23 9.39 14.32 18.97 24.93

P4C02G5

A0 0.00 4.45 8.94 13.17 17.95 21.48

A1 0.00 4.53 8.98 13.59 18.10 22.85

A2 0.00 4.32 9.22 14.21 18.88 23.80

KONTROL 0.00 5.55 11.62 17.42 23.40 29.63

Satuan susut bobot dalam persen (%)

55

Lampiran 7. Hasil Analisis Kekerasan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan.

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 0 0,3 0,6 0,9 1,7 2,8

P2C03G3 A1 0 0,2 0,5 0,8 1,4 2,5

10

A2 0 0,4 0,7 0,8 1,6 2,7

P3C04G5

A0 0 0 0,4 0,7 1,0 1,8

A1 0 0 0,3 0,6 1,2 1,7

A2 0 0 0,4 0,8 1,0 1,7

P4C02G5

A0 0 0 0,2 0,6 1,3 1,9

A1 0 0 0,1 0,7 1,2 2,0

A2 0 0 0,3 0,8 1,3 2,1

KONTROL 0 0,3 0,8 1,4 2,8 5,6

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 0 0,3 0,7 1,1 2,1 3,4

P2C03G3 A1 0 0,2 0,6 1,2 2,2 3,5

16

A2 0 0,3 0,8 1,3 2,4 3.3

P3C04G5

A0 0 0,1 0,3 0,6 1,6 2,9

A1 0 0,2 0,4 0,7 1,8 3,0

A2 0 0,1 0,4 0,6 1,7 3,1

P4C02G5

A0 0 0,1 0,3 0,7 1,6 3,2

A1 0 0,1 0,3 0,8 1,9 3,3

A2 0 0,1 0,4 0,7 1,7 3.2

KONTROL 0 0,3 1,0 1,9 3,6 6,3

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 0 0,4 0,9 1,5 2,5 4.0

P2C03G3 A1 0 0,5 1,0 1,7 2,6 4,3

30

A2 0 0,6 1,3 2,1 4,2 Busuk

P3C04G5

A0 0 0,2 0,7 1,4 2.4 3,6

A1 0 0,3 0,8 1,6 2.7 3.9

A2 0 0,2 0.6 1,6 2,5 3.8

P4C02G5

A0 0 0,3 0,8 1,5 2,6 4.1

A1 0 0,4 0,9 1,7 2,8 4.3

A2 0 0,4 1,0 1,8 2,8 4.4

KONTROL 0 0,6 1,6 3,4 6,4 Busuk

Satuan data analisis kekerasan pisang cavendish dalam milimeter/detik/ gram beban

( mm/det/100g)

56

Lampiran 8. Hasil Analisis Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama

Penyimpanan

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 21,2 22,2 19.4 21,3 22,3 20.4

P2C03G3 A1 21.4 21,2 22,3 22.4 21,3 22,4

10 A2 21,4 22,3 19.4 21,5 22,4 20.4

P3C04G5

A0 21,2 21,4 22,2 21,6 21,8 22,3

A1 21.4 21,4 20.4 22.4 21,5 21.4

A2 21,4 21,5 21,6 21,7 21,8 21,9

P4C02G5

A0 21,2 21,3 21,4 21,5 21,6 21,7

A1 21.4 22,4 22,1 22.4 22,2 22,5

A2 21,4 21,4 21.4 21,4 21,4 22.4

KONTROL 21,2 21,4 22,1 21,6 21,8 22,2

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 21,2 21,4 22,0 22,6 22,12 22,18

P2C03G3 A1 21.4 21,4 22.4 22.4 21,5 23.4

16 A2 21,4 22,5 22,1 21,5 22,3 22,7

P3C04G5

A0 21,2 21,5 23.4 21,6 21,8 21,1

A1 21.4 22,6 22,7 22.4 22,8 22,9

A2 21,4 21,5 21,6 21,7 21,8 21,9

P4C02G5

A0 21,2 21,3 21,4 21,5 21,6 21,7

A1 21.4 21.4 21.4 21.4 21.4 21.4

A2 21,4 22,2 22,4 21,5 22,6 22,8

KONTROL 21,2 21,3 21,4 21,3 21,6 21,7

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 21,2 22,3 21,5 21,1 22.4 21,8

P2C03G3 A1 21.4 21,4 21,6 21,3 22,7 21,9

30 A2 21,4 21,3 23.4 23.4 21,7 23.4

P3C04G5

A0 21,2 21,5 22,6 21,7 22,10 22,10

A1 21.4 23.4 21,6 21,5 21,0 21,9

A2 21,4 22,4 21,7 21,7 21,2 21,10

P4C02G5

A0 21,2 21,5 24.4 24.4 23.4 24.4

A1 21.4 21,7 22,7 21,8 22,8 22,11

A2 21,4 21,9 21,7 21,9 21,8 21,10

KONTROL 21,2 24.4 21,8 21,11 22,11 21,11

Satuan analisis data total padatan terlarut dalam 0brix

57

Lampiran 9. Hasil Analisis Warna Pisang Cavendish Selama Penyimpanan

Data Pengamatan Tingkat Kecerahan (L) Pisang Cavendish

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 90.02 87.95 84.13 83.07 80.13 77.67

P2C03G3 A1 90.33 89.10 87.80 90.13 88.87 88.68

10

A2 88.18 86.12 72.62 91.82 84.03 83.77

P3C04G5

A0 84.32 78.97 82.48 90.02 89.10 91.17

A1 88.80 81.93 86.12 94.12 92.78 94.78

A2 88.40 83.30 88.77 87.07 87.25 87.40

P4C02G5

A0 80.08 88.28 85.20 84.72 87.28 88.35

A1 89.55 91.13 85.20 71.95 69.78 63.90

A2 90.85 87.48 90.53 79.70 79.55 76.50

KONTROL 81.28 80.40 70.67 89.18 83.88 85.27

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 84.62 80.65 88.60 77.55 79.55 78.22

P2C03G3 A1 90.63 91.60 91.02 80.57 80.77 77.68

16

A2 87.18 92.65 93.48 84.28 87.43 86.65

P3C04G5

A0 88.27 79.77 93.00 77.92 80.28 78.50

A1 92.67 91.78 93.08 87.53 87.75 86.33

A2 91.32 78.32 74.90 87.08 78.88 77.27

P4C02G5

A0 86.87 90.62 94.27 81.82 85.52 84.37

A1 91.75 88.00 87.78 81.53 79.55 76.47

A2 87.47 82.02 88.72 74.52 75.15 71.93

KONTROL 90.07 82.80 88.52 87.13 86.37 86.05

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 74.65 86.23 87.63 72.42 78.92 78.38

P2C03G3 A1 81.97 93.32 84.50 72.00 73.27 69.40

30

A2 86.72 92.77 70.85 77.43 69.50 64.52

P3C04G5

A0 84.07 82.68 85.95 59.40 60.35 53.27

A1 77.43 90.83 90.32 64.37 70.82 66.83

A2 84.32 86.22 74.18 71.95 66.88 61.97

P4C02G5

A0 85.32 88.28 90.63 73.00 75.67 72.20

A1 71.27 93.05 90.03 82.62 92.00 95.10

A2 82.92 95.02 84.23 72.83 73.50 69.38

KONTROL 83.18 91.43 82.20 78.47 77.98 75.63

Nilai tingkat kecerahan diukur dengan colorimeter

58

Lampiran 10. Hasil Analisis Warna Pisang Cavendish Selama Penyimpanan

Data Pengamatan Nilai a (merah-hijau) Pisang Cavendish

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 1741 1879 2024 2165 2307 2448

P2C03G3 A1 1831 1890 1974 2185 2257 2371

10

A2 2053 2146 2261 2001 2105 2101

P3C04G5

A0 1866 2066 2011 2156 2229 2310

A1 1869 2124 2001 2064 2130 2176

A2 1875 1940 1820 2095 2068 2122

P4C02G5

A0 2191 1934 2091 2305 2255 2305

A1 2091 1881 2091 2610 2610 2787

A2 2095 2108 2029 2438 2405 2500

KONTROL 1873 1986 2500 2050 2364 2468

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 1977 2084 2050 2413 2450 2577

P2C03G3 A1 1902 1997 2076 2306 2393 2522

16

A2 2008 1918 2108 2239 2289 2377

P3C04G5

A0 1922 2273 2021 2429 2479 2605

A1 1885 1991 2072 2159 2253 2343

A2 1890 2322 2453 2151 2433 2524

P4C02G5

A0 2001 2073 2020 2450 2460 2589

A1 1979 2183 2227 2429 2553 2692

A2 2223 2549 2276 2584 2611 2692

KONTROL 1966 2268 2139 2264 2351 2427

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 2427 2247 2127 2729 2579 2658

P2C03G3 A1 2333 2168 2241 2682 2636 2748

30

A2 2262 2171 2740 2464 2703 2821

P3C04G5

A0 1997 2258 2056 3079 3109 3413

A1 2249 2033 1902 2861 2688 2858

A2 2229 2192 2548 2575 2735 2874

P4C02G5

A0 1852 1983 1931 2455 2495 2670

A1 2133 1846 1933 2221 2121 2156

A2 2209 2076 2249 2456 2476 2567

KONTROL 1968 1863 2214 2323 2446 2588

Nilai a (merah-hijau) diukur dengan colorimeter

59

Lampiran 11. Hasil Analisis Warna Pisang Cavendish Selama Penyimpanan

Data Pengamatan Nilai b (kuning-biru) Pisang Cavendish

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 12070 11858 11462 11351 11047 10792

P2C03G3 A1 12103 11976 11842 12084 11954 11934

10

A2 11881 11666 10270 12251 11446 11417

P3C04G5

A0 11482 10928 11291 12070 11975 12187

A1 11945 11234 11668 12495 12357 12565

A2 11904 11376 11942 11766 11785 11800

P4C02G5

A0 11043 11892 11573 11523 11788 11900

A1 12023 12187 11573 10202 9977 9369

A2 12158 11809 12125 11004 10988 10673

KONTROL 11168 11076 10070 11984 11435 11579

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 11513 11102 11924 10781 10987 10849

P2C03G3 A1 12135 12235 12174 11039 11059 10724

16

A2 11778 12343 12430 11509 11835 11763

P3C04G5

A0 11890 11010 12379 10820 11065 10880

A1 12344 12254 12388 11815 11837 11692

A2 12205 10860 10507 11768 10919 10753

P4C02G5

A0 11745 12133 12510 11223 11606 11487

A1 12251 11862 11840 11194 10989 10669

A2 11807 11243 11937 10467 10532 10199

KONTROL 12077 11325 11917 11773 11693 11661

T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10

A0 10481 11679 11824 10250 10922 10867

P2C03G3 A1 11239 12412 11504 10207 10340 9939

30

A2 11730 12355 10088 10769 9948 9433

P3C04G5

A0 11456 11312 11649 8903 9000 8267

A1 10769 12156 12102 9418 10085 9674

A2 11482 11677 10433 10296 9772 9291

P4C02G5

A0 11585 11892 12135 10311 10586 10228

A1 10908 12385 12072 11306 11888 11976

A2 11337 12588 11472 10293 10361 9936

KONTROL 11364 12218 11262 10876 10825 10583

Nilai b (kuning-biru) diukur dengan colorimeter

60

Lampiran 12. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan pH Formula Edible Coating

ANALISIS RAGAM pH FORMULA EDIBLE COATING The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values CMC 3 0.2 0.3 0.4 GLISEROL 3 1 3 5 Number of Observations Read 18 Number of Observations Used 18

Hari ke-0 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 0.16991111 0.02123889 106.19 <.0001 Error 9 0.00180000 0.00020000 Corrected Total 17 0.17171111 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.989517 0.207126 0.014142 6.827778 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 0.05564444 0.02782222 139.11 <.0001 GLISEROL 2 0.09724444 0.04862222 243.11 <.0001 CMC*GLISEROL 4 0.01702222 0.00425556 21.28 0.0001

Duncan's Multiple Range Test for y

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 9 Error Mean Square 0.0002 Number of Means 2 3 Critical Range .01847 .01928 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N CMC A 6.876667 6 0.4 B 6.856667 6 0.3 C 6.750000 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 6.916667 6 5 B 6.830000 6 3 C 6.736667 6 1

Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.94000 2 0.35 B A 6.92000 2 0.45 B C 6.89000 2 0.25 C 6.88000 2 0.43 C 6.87000 2 0.33 D 6.83000 2 0.41 E 6.76000 2 0.31 E 6.74000 2 0.23 F 6.62000 2 0.21

61

Hari ke-1 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 0.00964444 0.00482222 24.11 0.0002 GLISEROL 2 0.00764444 0.00382222 19.11 0.0006 CMC*GLISEROL 4 0.02408889 0.00602222 30.11 <.0001 Error 9 0.00180000 0.00020000 Duncan Grouping Mean N CMC A 6.840000 6 0.3 A 6.830000 6 0.4 B 6.786667 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 6.836667 6 1 A 6.830000 6 3 B 6.790000 6 5

Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.88000 2 0.31 A 6.88000 2 0.43 B A 6.85000 2 0.21 B 6.83000 2 0.45 B C 6.82000 2 0.33 B C 6.82000 2 0.35 D C 6.79000 2 0.23 D 6.78000 2 0.41 E 6.72000 2 0.25

Hari ke-2 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 0.00217778 0.00108889 5.44 0.0282 GLISEROL 2 0.02137778 0.01068889 53.44 <.0001 CMC*GLISEROL 4 0.01208889 0.00302222 15.11 0.0005 Error 9 0.00180000 0.00020000 Duncan Grouping Mean N CMC A 6.776667 6 0.4 B A 6.766667 6 0.2 B 6.750000 6 0.3 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 6.810000 6 3 B 6.756667 6 1 C 6.726667 6 5

Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.84000 2 0.43 B A 6.81000 2 0.23 B C 6.79000 2 0.21 B C 6.78000 2 0.33 C 6.77000 2 0.45 C 6.76000 2 0.31 D 6.72000 2 0.41 D 6.71000 2 0.35 D 6.70000 2 0.25

62

Hari ke-3 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 0.00493333 0.00246667 12.33 0.0026 GLISEROL 2 0.01213333 0.00606667 30.33 0.0001 CMC*GLISEROL 4 0.02373333 0.00593333 29.67 <.0001 Error 9 0.00180000 0.00020000 Duncan Grouping Mean N CMC A 6.573333 6 0.2 B 6.540000 6 0.4 B 6.536667 6 0.3 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 6.580000 6 3 B 6.553333 6 5 C 6.516667 6 1

Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.63000 2 0.43 B A 6.60000 2 0.25 B C 6.57000 2 0.23 D C 6.55000 2 0.21 D C 6.55000 2 0.31 D C 6.54000 2 0.33 D C 6.54000 2 0.45 D 6.52000 2 0.35 E 6.45000 2 0.41

Hari ke-4 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 0.02111111 0.01055556 52.78 <.0001 GLISEROL 2 0.09084444 0.04542222 227.11 <.0001 CMC*GLISEROL 4 0.14648889 0.03662222 183.11 <.0001 Error 9 0.00180000 0.00020000 Duncan Grouping Mean N CMC A 6.363333 6 0.3 B 6.330000 6 0.2 C 6.280000 6 0.4 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 6.406667 6 5 B 6.333333 6 3 C 6.233333 6 1

Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.57000 2 0.25 B 6.43000 2 0.35 B 6.41000 2 0.33 C 6.37000 2 0.43 D 6.25000 2 0.41 D 6.25000 2 0.31 E D 6.22000 2 0.45 E D 6.22000 2 0.23 E 6.20000 2 0.21

63

Hari ke-5 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 0.00724444 0.00362222 18.11 0.0007 GLISEROL 2 0.03657778 0.01828889 91.44 <.0001 CMC*GLISEROL 4 0.15502222 0.03875556 193.78 <.0001 Error 9 0.00180000 0.00020000 Duncan Grouping Mean N CMC A 6.063333 6 0.2 B 6.026667 6 0.4 B 6.016667 6 0.3 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 6.093333 6 5 B 6.030000 6 1 C 5.983333 6 3

Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.22000 2 0.25 B 6.15000 2 0.31 B 6.14000 2 0.45 C 6.03000 2 0.43 C 6.03000 2 0.21 D 5.98000 2 0.33 E 5.94000 2 0.23 E 5.92000 2 0.35 E 5.91000 2 0.41

64

Lampiran 13. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Viskositas Formula Edible

Coating

Hari ke-0 ANALISIS RAGAM VISKOSITAS FORMULA EDIBLE COATING The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values CMC 3 0.2 0.3 0.4 GLISEROL 3 1 3 5 Number of Observations Read 18 Number of Observations Used 18 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 31044.00000 3880.50000 1940.25 <.0001 Error 9 18.00000 2.00000 Corrected Total 17 31062.00000 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.999421 0.840127 1.414214 168.3333 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 1596.00000 798.00000 399.00 <.0001 GLISEROL 2 29177.33333 14588.66667 7294.33 <.0001 CMC*GLISEROL 4 270.66667 67.66667 33.83 <.0001 The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for y

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 9 Error Mean Square 2 Number of Means 2 3 Critical Range 1.847 1.928 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N CMC A 179.3333 6 0.4 B 169.3333 6 0.3 C 156.3333 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 219.6667 6 5 B 164.0000 6 3 C 121.3333 6 1

65

Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 234.000 2 0.45 B 225.000 2 0.35 C 200.000 2 0.25 D 174.000 2 0.43 E 162.000 2 0.33 F 156.000 2 0.23 G 130.000 2 0.41 H 121.000 2 0.31 I 113.000 2 0.21

Hari ke-1 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 908.44444 454.22222 227.11 <.0001 GLISEROL 2 29207.11111 14603.55556 7301.78 <.0001 CMC*GLISEROL 4 1079.55556 269.88889 134.94 <.0001 Error 9 18.00000 2.00000 Duncan Grouping Mean N CMC A 212.3333 6 0.4 B 202.3333 6 0.3 C 195.0000 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 252.3333 6 5 B 203.6667 6 3 C 153.6667 6 1

Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 256.000 2 0.45 A 256.000 2 0.35 B 245.000 2 0.25 C 206.000 2 0.23 C 205.000 2 0.43 D 200.000 2 0.33 E 176.000 2 0.41 F 151.000 2 0.31 G 134.000 2 0.21

66

Hari ke-2 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 2128.44444 1064.22222 532.11 <.0001 GLISEROL 2 23699.11111 11849.55556 5924.78 <.0001 CMC*GLISEROL 4 1234.22222 308.55556 154.28 <.0001 Duncan Grouping Mean N CMC A 211.0000 6 0.4 B 192.0000 6 0.3 C 185.3333 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 238.6667 6 5 B 199.6667 6 3 C 150.0000 6 1

Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 242.000 2 0.45 A 240.000 2 0.35 B 234.000 2 0.25 C 214.000 2 0.43 D 196.000 2 0.23 E 189.000 2 0.33 F 177.000 2 0.41 G 147.000 2 0.31 H 126.000 2 0.21

Hari ke-3 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 1683.11111 841.55556 420.78 <.0001 GLISEROL 2 27883.11111 13941.55556 6970.78 <.0001 CMC*GLISEROL 4 300.88889 75.22222 37.61 <.0001 Duncan Grouping Mean N CMC A 202.3333 6 0.4 B 189.6667 6 0.3 C 178.6667 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 235.6667 6 5 B 195.3333 6 3 C 139.6667 6 1

Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 245.000 2 0.45 B 234.000 2 0.35 C 228.000 2 0.25 D 206.000 2 0.43 E 192.000 2 0.33 F 188.000 2 0.23 G 156.000 2 0.41 H 143.000 2 0.31 I 120.000 2 0.21

67

Hari ke-4 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 1563.11111 781.55556 390.78 <.0001 GLISEROL 2 29067.11111 14533.55556 7266.78 <.0001 CMC*GLISEROL 4 1192.88889 298.22222 149.11 <.0001 Duncan Grouping Mean N CMC A 200.3333 6 0.4 B 191.3333 6 0.3 C 177.6667 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 237.6667 6 5 B 192.3333 6 3 C 139.3333 6 1

Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 250.000 2 0.45 B 239.000 2 0.35 C 224.000 2 0.25 D 196.000 2 0.33 E 192.000 2 0.23 E 189.000 2 0.43 F 162.000 2 0.41 G 139.000 2 0.31 H 117.000 2 0.21

Hari ke-5 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 1381.33333 690.66667 345.33 <.0001 GLISEROL 2 31625.33333 15812.66667 7906.33 <.0001 CMC*GLISEROL 4 1205.33333 301.33333 150.67 <.0001 Error 9 18.00000 2.00000 Duncan Grouping Mean N CMC A 194.0000 6 0.4 B 185.3333 6 0.3 C 172.6667 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 235.6667 6 5 B 183.3333 6 3 C 133.0000 6 1

68

Lampiran 14. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Persen Jumlah Kerusakan

Pisang Cavendish Selama Penyimpanan.

Hari ke-4

HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 212.0000000 26.5000000 44.72 <.0001 Error 18 10.6666667 0.5925926 Corrected Total 26 222.6666667 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.952096 31.49183 0.769800 2.444444 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 20.6666667 10.3333333 17.44 <.0001 SUHU 2 169.5555556 84.7777778 143.06 <.0001 FORMULA*SUHU 4 21.7777778 5.4444444 9.19 0.0003 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 0.592593 Number of Means 2 3 Critical Range .7624 .7999 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 3.2222 9 1 A 2.8889 9 3 B 1.2222 9 2 Duncan Grouping Mean N SUHU A 5.8889 9 30 B 1.4444 9 16 C 0.0000 9 10 Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.333 3 130 B A 3.833 6 330 B A 3.667 3 230 B A 3.333 3 116 B 1.000 3 316 B 0.000 3 110 B 0.000 3 220 B 0.000 3 216

69

Hari ke-10

HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 27905.62963 3488.20370 138.91 <.0001 Error 18 452.00000 25.11111 Corrected Total 26 28357.62963 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.984061 10.82397 5.011099 46.29630 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 1370.96296 685.48148 27.30 <.0001 SUHU 2 25824.29630 12912.14815 514.20 <.0001 FORMULA*SUHU 4 710.37037 177.59259 7.07 0.0013 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 25.11111 Number of Means 2 3 Critical Range 4.963 5.207 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 51.556 9 1 A A 51.111 9 3 B 36.222 9 2 Duncan Grouping Mean N SUHU A 80.444 9 30 B 52.889 9 16 C 5.556 9 10 Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 91.67 3 130 B A 67.00 3 230 B A 65.33 3 316 B A 55.00 3 116 B C 44.00 6 330 B C D 38.33 3 216 C D 8.00 3 110 D 3.33 3 220

70

Lampiran 15. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Susut Bobot Pisang

Cavendish Selama Penyimpanan.

Hari ke-4

HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 199.5695333 24.9461917 41.03 <.0001 Error 18 10.9437333 0.6079852 Corrected Total 26 210.5132667 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.948014 10.71227 0.779734 7.278889 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 2.7733556 1.3866778 2.28 0.1310 SUHU 2 193.7544667 96.8772333 159.34 <.0001 FORMULA*SUHU 4 3.0417111 0.7604278 1.25 0.3253 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 0.607985 Number of Means 2 3 Critical Range .7722 .8102 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 7.6967 9 2 A 7.2222 9 1 A 6.9178 9 3 Duncan Grouping Mean N SUHU A 9.4778 9 16 A 8.8511 9 30 B 3.5078 9 10

71

Hari ke-10

HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 1238.420533 154.802567 80.25 <.0001 Error 18 34.722467 1.929026 Corrected Total 26 1273.143000 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.972727 7.624303 1.388894 18.21667 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 3.167489 1.583744 0.82 0.4558 SUHU 2 1222.024067 611.012033 316.75 <.0001 FORMULA*SUHU 4 13.228978 3.307244 1.71 0.1906 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 1.929026 Number of Means 2 3 Critical Range 1.376 1.443 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 18.5911 9 2 A 18.2956 9 3 A 17.7633 9 1 Duncan Grouping Mean N SUHU A 23.3422 9 16 A 22.5956 9 30 B 8.7122 9 10

72

Lampiran 16. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kekerasan Pisang

Cavendish Selama Penyimpanan.

Hari ke-4

HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 1.99407407 0.24925926 21.71 <.0001 Error 18 0.20666667 0.01148148 Corrected Total 26 2.20074074 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.906092 18.42736 0.107152 0.581481 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 0.58074074 0.29037037 25.29 <.0001 SUHU 2 1.30296296 0.65148148 56.74 <.0001 FORMULA*SUHU 4 0.11037037 0.02759259 2.40 0.0878 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 0.011481 Number of Means 2 3 Critical Range .1061 .1113 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 0.78889 9 1 B 0.47778 9 3 B 0.47778 9 2 Duncan Grouping Mean N SUHU A 0.88889 9 30 B 0.46667 9 16 B 0.38889 9 10

73

Hari ke-10

HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 15.52074074 1.94009259 2.97 0.0261 Error 18 11.74000000 0.65222222 Corrected Total 26 27.26074074 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.569344 27.08730 0.807603 2.981481 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 0.51851852 0.25925926 0.40 0.6778 SUHU 2 10.39185185 5.19592593 7.97 0.0033 FORMULA*SUHU 4 4.61037037 1.15259259 1.77 0.1795 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 0.652222 Number of Means 2 3 Critical Range .7998 .8392 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 3.1667 9 3 A 2.9444 9 1 A 2.8333 9 2 Duncan Grouping Mean N SUHU A 3.6000 9 30 A 3.2111 9 16 B 2.1333 9 10

74

Lampiran 17. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Total Padatan Terlarut

Pisang Cavendish Selama Penyimpanan.

Hari ke-4

HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 13.06740741 1.63342593 1.77 0.1502 Error 18 16.63333333 0.92407407 Corrected Total 26 29.70074074 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.439969 4.393156 0.961288 21.88148 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 1.40518519 0.70259259 0.76 0.4820 SUHU 2 7.73629630 3.86814815 4.19 0.0321 FORMULA*SUHU 4 3.92592593 0.98148148 1.06 0.4037 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 0.924074 Number of Means 2 3 Critical Range .9520 .9989 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 22.1000 9 3 A 21.9778 9 2 A 21.5667 9 1 Duncan Grouping Mean N SUHU A 22.3556 9 30 A 22.1556 9 16 B 21.1333 9 10

75

Hari ke-10

HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 6.17546667 0.77193333 1.34 0.2872 Error 18 10.37920000 0.57662222 Corrected Total 26 16.55466667 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.373035 3.442579 0.759356 22.05778 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 0.31182222 0.15591111 0.27 0.7661 SUHU 2 1.62240000 0.81120000 1.41 0.2706 FORMULA*SUHU 4 4.24124444 1.06031111 1.84 0.1654 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 0.576622 Number of Means 2 3 Critical Range .7521 .7891 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 22.1956 9 1 A 22.0444 9 3 A 21.9333 9 2 Duncan Grouping Mean N SUHU A 22.2311 9 30 A 22.2311 9 16 A 21.7111 9 10

76

Lampiran 18. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Warna Pisang Cavendish

Selama Penyimpanan.

Hari ke-4

HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 306.042333 38.255292 0.93 0.5188 Error 18 743.823333 41.323519 Corrected Total 26 1049.865667 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.291506 7.461892 6.428337 86.14889 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 78.9686889 39.4843444 0.96 0.4033 SUHU 2 146.2800667 73.1400333 1.77 0.1987 FORMULA*SUHU 4 80.7935778 20.1983944 0.49 0.7439 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 41.32352 Number of Means 2 3 Critical Range 6.367 6.680 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 88.510 9 3 A 85.422 9 2 A 84.514 9 1 Duncan Grouping Mean N SUHU A 89.428 9 16 A 84.761 9 10 A 84.258 9 30

77

Hari ke-10

HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 1715.909733 214.488717 3.34 0.0160 Error 18 1156.449667 64.247204 Corrected Total 26 2872.359400 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.597387 10.30217 8.015435 77.80333 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 3.7702889 1.8851444 0.03 0.9711 SUHU 2 864.9254000 432.4627000 6.73 0.0066 FORMULA*SUHU 4 847.2140444 211.8035111 3.30 0.0342 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 64.2472 Number of Means 2 3 Critical Range 7.938 8.329 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 78.330 9 1 A 77.578 9 3 A 77.502 9 2 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N SUHU A 83.580 9 10 A 79.713 9 16 B 70.117 9 30 Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 91.117 3 220 B A 83.373 3 110 B A 80.850 3 116 B A 80.700 3 216 B A 77.590 3 316 B A 77.572 6 330 B C 70.767 3 130 C 60.690 3 230


Recommended