APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU
EDIBLE COATING UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN
PISANG CAVENDISH (Musa cavendishii.)
SKRIPSI
BUDIMAN
F34062545
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
APPLICATION OF CASSAVA STARCH AS RAW MATERIALS
EDIBLE COATING TO EXTEND SHELF LIFE
CAVENDISH BANANA (Musa cavendishii.)
Budiman and Ade Iskandar
Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,
Indonesia
Phone 62 85266312989, e-mail : [email protected]
ABSTRACT
Edible coating based cassava starch can be applied to coat cavendish bananas so as to
maintain brightness and color to maintain shelf life. Layer film formed has pores smaller so that the
rate of transmission of water vapor and gases are also low. At this time the research examine and
compare the edible coating generated from various treatments are: Treatment of starch
concentration, treatment on the addition of additives or chemicals in the edible coating, and treatment
on storage conditions packaged with the products using edible coatings with the variations storage
temperature. All treatments are carried out can be made in accordance with the needs in research.
Preliminary study aimed to explore the combination of edible coating formula with pH
values tend to neutral (pH 6-7), a high level of viscosity stability and good visual appearance
(clumping, odor, foam and low syneresis). Concentrations tested are the building blocks of the
cassava starch 2%, 3%, and 4% by combining additional ingredients CMC and glycerol. The
experimental design used was completely randomized design in factorial and three replicates.
Preliminary research results showed that the use stirer need to obtain a high level of solubility
(homogeneous) in the production of edible coating formula. The formula from stirring with stirer
found two combinations that showed a neutral pH value (pH 5.91 to 7.36). pH formula for edible
coating should be closer to 6-7 and a high level of viscosity stability (113-255 cp) and good visual
appearance (clumping, odor, foam and low syneresis). The 27 formula-formulated taken 3 of the best
formulation of each starch concentration of 2%, 3% and 4% that is P2C03G3: cassava starch 2%,
CMC 0.3%; Glycerol 3%, P3C04G5: Cassava Starch 3%; CMC 0.4%, Glycerol 5% and P4C02G5:
Cassava Starch 4%, CMC 0.2%, Glycerol 5%.
Cavendish bananas with edible coating with coating formula P3C04G5: Cassava Starch 3%,
CMC 0.4%, Glycerol 5% with the application not more than 2 days to extend the shelf life of banana
cavendish 2 days longer than control (without coating), namely up to 8 days of storage at a
temperature of 100C and RH 87-88% and up to 4 days of storage at a temperature of 16
0C and RH
76-77% and up to 2 days of storage at a temperature of 300C and 50-51% RH
Keywords: cassava starch, edible coating, extend shelf life, cavendish banana.
Judul Skripsi : Aplikasi Pati Singkong Sebagai Bahan Baku Edible Coating untuk Memperpanjang
Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa cavendishii.)
Nama : Budiman
NIM : F34062545
Menyetujui,
Pembimbing,
(Ir. Ade Iskandar, M.Si.)
NIP 19630205 198803 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)
NIP 19621009 198903.2.001
Tanggal lulus : 11 Febuari 2011
Budiman. F34062545. Aplikasi Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edible Coating untuk
Memperpanjang Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa cavendishii.). Dibawah bimbingan Ade
Iskandar
RINGKASAN
Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas
karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas dan adanya proses
hidup setelah panen tersebut dapat dipercepat dengan adanya oksigen, air, cahaya, dan temperatur.
Salah satu cara untuk mencegah atau memperlambat fenomena tersebut adalah dengan pengemasan
yang tepat.
Edible coating berbasis pati singkong dapat diaplikasikan untuk melapisi buah pisang
cavendish yang utuh sehingga dapat mempertahankan kecerahan warna dan dapat mempertahankan
umur simpan. Lapisan film yang dibentuk memiliki pori-pori yang lebih kecil sehingga laju transmisi
terhadap uap air dan gas juga rendah.
Tujuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai edible coating,
fungsi edible coating, karakteristik edible coating, metode atau cara pembuatan edible coating, dan
aplikasi dari edible coating berbasis pati singkong untuk bahan pengemas dan aplikasinya pada buah
pisang cavendish utuh.
Pada penelitian yang dilakukan kali ini akan menguji dan membandingkan edible coating
yang dihasilkan dari berbagai perlakuan yaitu : Perlakuan pada konsentrasi pati, perlakuan pada
penambahan zat tambahan atau zat kimia pada edible coating, dan perlakuan pada kondisi
penyimpanan produk yang dikemas dengan menggunakan edible coating dengan variasi suhu
penyimpanan. Semua perlakuan yang dilakukan bisa dibuat sesuai dengan kebutuhan dalam
penelitian.
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mencari kombinasi formula edible coating dengan
nilai pH yang cenderung netral (pH 6-7), tingkat kestabilan viskositas yang tinggi dan penampakan
visual yang bagus (penggumpalan, bau, buih dan sineresis yang rendah). Konsentrasi bahan penyusun
yang dicobakan adalah pati singkong 2%, 3%, dan 4% dengan mengkombinasikan bahan tambahan
CMC serta gliserol. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial
dan tiga kali ulangan. Hasil penelitian pendahuluan didapatkan bahwa perlu penggunaan stirer untuk
mendapatkan tingkat kelarutan yang tinggi (homogen) pada proses pembuatan formula edible coating
. Dari pengadukan dengan stirer didapatkan dua kombinasi yang menunjukkan nilai pH netral (pH
5,91-7,36). pH formula untuk edible coating sebaiknya mendekati 6-7 dan tingkat kestabilan
viskositas yang tinggi (113-255 cp) dan penampakan visual yang bagus (penggumpalan, bau, buih dan
sineresis yang rendah). Dari 27 formula yang diformulasikan diambil 3 formulasi yang terbaik dari
masing –masing konsentrasi pati 2%, 3%, dan 4% yaitu P2C03G3 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%;
Gliserol 3%, P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% dan P4C02G5 : Pati singkong
4%; CMC 0,2%; Gliserol 5%.
Pisang cavendish dengan pelapisan edible coating dengan formula P3C04G5 : Pati
singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% dengan aplikasi tidak lebih dari 2 hari dapat memperpanjang
umur simpan buah pisang Cavendish 2 hari lebih panjang daripada kontrol (tanpa pelapis), yaitu
sampai dengan 8 hari penyimpanan pada suhu 100C dan RH 87-88% dan sampai 4 hari penyimpanan
pada suhu 160C dan RH 76-77% serta sampai 2 hari penyimpanan pada suhu 30
0C dan RH 50-51%.
APLIKASI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU
EDIBLE COATING UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN PISANG
CAVENDISH (Musa cavendishii.)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
BUDIMAN
F34062545
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Aplikasi Pati
Singkong sebagai Bahan Baku Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang
Cavendish (Musa cavendishii.) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing
Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 11 Febuari 2011
Yang membuat pernyataan
Budiman
F34062545
iv
© Hak cipta milik Budiman dan Ade Iskandar, tahun 2011
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin terlulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
v
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 28 Oktober 1987. Penulis merupakan
anak ke delapan dari sepuluh bersaudara dari pasangan Lie Ho Tai dan
Juliwarni. Penulis memulai pendidikan di SDN 63 Kota Jambi dan lulus pada
tahun 2000. Setelah itu penulis melanjutkan studinya di SMPN 11 Kota Jambi
pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMAN 1 Kota
Jambi. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI dan pada tahun 2006 melalui sistem mayor-minor penulis diterima
di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah, penulis aktif menjadi pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa
pada bidang UKM Catur, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri, menjadi asisten pratikum untuk
mata kuliah yaitu Fisika, Teknologi Pengemasan Distribusi dan Transportasi, asisten praktikum
Peralatan Industri, dan menjadi pengajar aktif dalam mata kuliah Fisika.
Penulis sangat menyukai olahraga catur dan tenis meja. Pada bidang catur penulis mendapat
banyak predikat juara. Penulis juga aktif sebagai pelatih dan penasehat UKM Catur IPB. Penulis
sering mengikuti Kejuaraan Catur Nasional seperti Kejuaraan Catur Mahasiswa Se-Indonesia, Japfa
Chess Festival, dan Kejuaraan Catur yang ada.
Pada bulan Juli-Agustus 2009 penulis melaksanakan prakterk lapang di PTPN VIII Kebun
Gunung Mas Kabupaten Bogor dengan judul “Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi,
Pengemasan, dan Penyimpanan Teh Hitam CTC di PTPN VIII Kebun Gunung Mas Kabupaten
Cisarua, Bogor.
Pada bulan Maret-Agustus 2010 penulis melakukan penelitian di Laboratorium Teknologi
Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan Judul “Aplikasi Pati Singkong Sebagai Bahan
Baku Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa cavendishii.)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Aplikasi Pati Singkong Sebagai
Bahan Baku Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa
cavendishii).
Penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak cukup berarti bagi penulis sehingga
skripsi ini dapat selesai. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayah dan Ibu tercinta, kakak-kakak, dan adik-adikku yang telah memberi doa, kasih sayang
dan dukungannya dalam pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini.
2. Ir. Ade Iskandar, M.Si. selaku dosen pembimbing atas kesabaran, perhatian dan
bimbingannya kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.
3. Ir. Faqih Udin M.Sc dan Drs Purwoko, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
waktu dan sarannya dalam perbaikan skripsi ini.
4. Para Dosen atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan
5. Teman-teman semuanya atas cinta, kasih sayang, perhatian, dukungan dan kebersamaannya.
6. Penghuni dan teman-teman satu kos Wisma Galih atas bantuan dan dukungannya selama ini.
7. Anak-anak TIN 43 atas canda dan tawa, kisah, kebersamaan dan persahabatan yang tak
terlupakan.
8. Indra, Angga, Martin dan sahabat-sahabat yang selalu memberi semangat.
9. Seluruh teman di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuan dan motivasinya.
10. UKM Catur IPB yang telah menjadi wadah dan Organisasi tempat saya melatih diri dalam
mengembangkan pola pikir dan pola hidup.
11. Teman-teman ”HIMAJA” Himpunan Mahasiswa Jambi atas kebersamaan dan kebaikannya
selama kita hidup bersama di bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, sehingga kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kemajuan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya, penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Bogor, 11 Febuari 2011
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. x
I. PENDAHULUAN. ............................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG. .............................................................................. 1
B. TUJUAN. .................................................................................................. 2
C. RUANG LINGKUP ................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA. .................................................................................. 3
A. EDIBLE COATING (PELAPIS EDIBEL). ................................................ 3
B. EDIBLE COATING BERBASIS POLISAKARIDA .................................. 4
C. TANAMAN SINGKONG. ........................................................................ 4
D. CMC (Carboxymethylcellulose) . .............................................................. 7
E. PLASTICIZER............................................................................................ 7
F. ASAM LEMAK STEARAT. ..................................................................... 7
G. ASAM ASKORBAT. ................................................................................. 8
H. BUAH PISANG CAVENDISH. ................................................................ 9
I. FISIOLOGI PASCA PANEN BUAH ......................................................... 10
III. METODOLOGI PENELITIAN. ................................................................... 12
A. BAHAN DAN PERALATAN. .............................................................. 12
B. METODE PENELITIAN. ...................................................................... 12
1. Formulasi Edible Coating. ................................................................. 12
2. Aplikasi Edible Coating pada Pisang Cavendish. .............................. 14
C. RANCANGAN PERCOBAAN. ............................................................ 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. .................................................................... 16
A. KARAKTERISTIK EDIBLE COATING. .............................................. 16
1. Penampakan Visual ........................................................................... 20
2. pH. ..................................................................................................... 21
3. Viskositas. .......................................................................................... 24
B. SIFAT FISIKOKIMIA PISANG CAVENDISH SELAMA PENYIMPANAN 28
1. Persentase Kerusakan ........................................................................ 28
2. Susut Bobot........................................................................................ 32
3. Kekerasan. ......................................................................................... 35
4. Total Padatan Terlarut. ...................................................................... 38
5. Warna ................................................................................................. 40
V. KESIMPULAN DAN SARAN. ...................................................................... 43
A. KESIMPULAN. ..................................................................................... 43
B. SARAN. ................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA. ............................................................................................ 44
LAMPIRAN. ........................................................................................................... 48
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia buah pisang cavendish per 100 g bahan……………………………... 10
Tabel 2. Hasil pengukuran awal formula edible coating dengan konsentrasi pati 2 % 16
Tabel 3. Hasil pengukuran awal formula edible coating dengan konsentrasi pati 3 %………… 18
Tabel4. Hasil pengukuran awal formula edible coating dengan konsentrasi pati 4%………..… 18
Tabel 5. Formula edible coating yang dipakai untuk aplikasi pada pisang Cavendish dengan
konsentrasi pati 2 %, 3 % dan 4%.......................................................................................19
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Singkong (Manihot esculenta) ............................................................................................. 5
Gambar 2. Ubi Singkong ....................................................................................................................... 5
Gambar 3. Diagram Alir Ekstraksi Pati dari Umbi Akar Singkong ........................................................ 6
Gambar 4. Granula Pati........................................................................................................................... 6
Gambar 5. Pisang Cavendish (Musa cavendishii.) ................................................................................ 9
Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Formula Edible Coating Menggunakan Metode Pengadukan
manual di bantu dengan Stirer untuk Homogenisasi ......................................................... 13
Gambar 7. Diagram Alir Aplikasi Edible coating pada Pisang Cavendish ......................................... 15
Gambar 8. (a) Penampakan Formula dengan Pengandukan Manual ..................................................... 17
(b) Penampakan Formula dengan Pengadukan Stirer ......................................................... 17
Gambar 9. (a) Penampakan Film dengan Pengadukan Manual............................................................. 17
(b) Penampakan Film dengan Pengadukan Stirer ............................................................... 17
Gambar10. (a) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Pembuatan ..................................... 20
(b) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Penyimpanan ................................. 20
Gambar 11. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama Penyimpanan
......................................................................................................................................... 21
Gambar 12. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 3% Selama Penyimpanan
......................................................................................................................................... 22
Gambar 13. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 4% Selama Penyimpanan
................................................................ .………………………………………………23
Gambar 14. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama
Penyimpanan .................................................................................................................... 24
Gambar15. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 3% Selama
Penyimpanan .……… ................................................... …………..……………………..25
Gambar 16. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 4% Selama
Penyimpanan.... ................................................... ..............................................................26
Gambar 17. Penampakan dari Alat Brookfield………….. …………………… .................................. 27
Gambar 18.Grafik Persentase Kerusakan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C (a),
Suhu 160C (b), dan Suhu 30
0C (c)……. … .................................................................. …..28
Gambar 19. Beberapa Gejala Kerusakan pada Buah Pisang Cavendish.… ......................................... 31
Gambar 20. Grafik Perubahan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C
(a),Suhu 160C (b) dan Suhu 30
0C (c)…………… ..................................................... ……32
Gambar 21. Grafik Perubahan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C (a),
Suhu 160C (b) dan Suhu 30
0C (c)…………… .......................................................... ……34
Gambar 22. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada
Suhu 100C (a), Suhu 16
0C (b) dan Suhu 30
0C (c)…………… ................................. ……37
Gambar 23. Grafik Perubahan WarnaKecerahan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu
100C (a), Suhu 16
0C (b) dan Suhu 30
0C (c)…………… ........................................... ……39
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur Analisis……………………………………………….... ............................... .48
Lampiran 2. Lampiran 2. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible coating
dengan Konsentrasi Pati 2%………… ..................................................................... … .49
Lampiran 3. Lampiran 2. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible coating
dengan Konsentrasi Pati 2%……… .................................................................... ……..50
Lampiran 4. Lampiran 2. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible coating
dengan Konsentrasi Pati 2%… .................................................................... …………. 51
Lampiran 5. Hasil Analisis Persentase Jumlah Kerusakan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan .. 52
Lampiran 6. Hasil Analisis Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Penyimpanan… .... ………….....53
Lampiran 7. Hasil Analisis Nilai Kekerasan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan…… ............... 54
Lampiran 8. Hasil Analisis Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan… ......... 55
Lampiran 9. Hasil Analisis Warna Tingkat Kecerahan (L) Pisang Cavendish Selama Penyimpanan .. 56
Lampiran 10. Hasil Analisis Warna Nilai a (Merah-Hijau) Pisang Cavendish Selama Penyimpanan .. 57
Lampiran 11. Hasil Analisis Warna Nilai b (Kuning-Biru) Pisang Cavendish Selama Penyimpanan .. 58
Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan pH Formula Edible Coating .................. 59
Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Viskositas Formula Edible Coating ...... 59
Lampiran14. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Persen Jumlah Kerusakan Pisang
Cavendish Selama Penyimpanan ................................................................................... 67
Lampiran15. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama
Penyimpanan ................................................................................................................. 69
Lampiran16. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kekerasan Pisang Cavendish Selama
Penyimpanan ................................................................................................................. 71
Lampiran17. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish
Selama Penyimpanan ..................................................................................................... 73
Lampiran18. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Warna Pisang Cavendish Selama
Penyimpanan ................................................................................................................. 75
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Permintaan buah-buahan baik di dalam maupun di luar negeri cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Salah satu kendala utama dalam ekspor buah-buahan adalah produktivitas
tanaman dan kualitas yang rendah. Negara pengimpor menuntut adanya buah-buahan yang
segar dan bermutu tinggi baik untuk konsumsi segar maupun industri pengolahan. Kualitas
yang diharapkan yaitu penampakan yang baik, relatif tahan lama, dan tidak cepat busuk atau
rusak selama penyimpanan. Masalah mutu dan kualitas buah-buahan perlu menjadi perhatian
mengingat sifat komoditas buah-buahan yang mudah rusak dan mudah busuk. Penanganan
pasca panen yang baik termasuk salah satu usaha untuk dapat memperpanjang umur simpan
dan kesegaran buah-buahan tersebut.
Buah-buahan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas
karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas tersebut
dapat dipercepat dengan adanya oksigen, air, cahaya, dan temperatur. Salah satu cara untuk
mencegah atau memperlambat fenomena tersebut adalah dengan pengemasan yang tepat
(Komolprasert, 2006 dalam Hui, 2006).
Neraca perdagangan hortikultura pernah mengalami surplus yang sangat tinggi pada
tahun 1999, yaitu mencapai US Dollar 215 juta (Departemen Pertanian, 2005). Setelah itu nilai
neraca perdagangan terus mengalami penurunan, hingga menjadi negatif. Buah-buahan yang
memberikan nilai ekspor tertinggi antara lain nenas dan pisang, setelah manggis yang
menempati posisi pertama. Data pada tahun 2006 menunjukkan bahwa produksi nenas dan
pisang menunjukkan peningkatan selama dasawarsa terakhir.
Pisang merupakan salah satu tanaman yang mempunyai prospek cerah di masa datang
karena di seluruh dunia hampir setiap orang gemar mengkonsumsi buah pisang. Selain itu
tanaman pisang sangat mudah dibudidayakan dan cepat menghasilkan sehingga lebih disukai
petani untuk dibudidayakan. Banyak jenis tanaman pisang komersial yang telah
dibudidayakan di Indonesia, salah satunya adalah Pisang Cavendish.
Pisang Cavendish (Musa Cavendishii.) merupakan komoditas buah tropis yang sangat
popular di dunia. Hal ini dikarenakan rasanya lezat, gizinya tinggi, dan memiliki banyak
manfaat. Pisang Cavendish di Indonesia lebih dikenal dengan pisang Ambon Putih. Varietas
yang dikembangkan di SEAMEO BIOTROP adalah jenis pisang Cavendish Grand Naim yang
banyak dijual di supermarket sebagai pisang meja yaitu pisang yang dihidangkan langsung
untuk dikonsumsi. Pisang Cavendish dijadikan sebagai konsumsi pabrik tepung pisang sebagai
bahan makanan bayi, buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang
dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka.
Terdapat banyak metode yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan
komoditas buah-buahan, salah satunya dengan pengaplikasian edible coating. Edible coating
adalah salah satu lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang dapat dikonsumsi,
biodegradable, dan dapat berfungsi sebagai barrier agar tidak kehilangan kelembaban, bersifat
permeabel terhadap gas-gas tertentu, serta mampu mengontrol migrasi komponen-komponen
larut air yang dapat menyebabkan perubahan pigmen dan nutrisi buah-buahan. Metode edible
coating dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu produk yang di
coating.
2
Pisang cavendish mudah mengalami penurunan kualitas atau mengalami kerusakan
untuk itu diperlukan edible coating untuk melapisi pisang cavendish sehingga dapat
mempertahankan kualitas pisang cavendih dan umur simpan pisang cavendish menjadi lebih
lama sehingga pisang cavendish mempunyai kualitas yang baik dan umur simpan yang baik
sampai pada konsumen.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan bahan pelapis (edible
coating) yang berasal dari pati singkong yang digunakan pada pelapisan buah pisang
Cavendish untuk memperpanjang umur simpan.
Tujuan secara khusus adalah :
1. Mendapatkan formula edible coating dan karakteristik formula edible coating
berbasis pati singkong.
2. Mengetahui dan menganalisis karakteristik formula edible coating yang dapat
dibuat dan dihasilkan.
3. Mendapatkan formula edible coating yang mampu memperpanjang umur simpan
pisang Cavendish.
4. Mendapatkan suhu penyimpanan yang terbaik untuk penyimpanan pisang
Cavendish.
5. Mengetahui dan menganalisis sifat fisikokimia dari aplikasi edible coating pada
pisang Cavendish selama penyimpanan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis tentang edible coating dari bahan pati
singkong sebagai bahan dasar. Pengembangan edible coating pada makanan diharapkan
dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga
dapat merupakan bahan pengemas yang ramah lingkungan.
Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible coating.
Pati sering digunakan dalam industri pangan untuk menggantikan polimer plastik karena
ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik. Polisakatida
yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah pati singkong. Edible coating yang dibuat
dari pati singkong selanjutnya akan diaplikasikan pada pisang cavendih untuk mengetahui
sifat fisiko kimia dan umur simpan pisang cavendish.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. EDIBLE COATING (PELAPIS EDIBEL)
Menurut Krochta (1992) pelapis edibel atau edible coating adalah suatu lapisan tipis
yang rata, dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan
(coating) atau diletakkan di antara komponen makanan (film) dan dapat berfungsi sebagai
penahan (barrier) perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, lipida, zat terlarut) dan
atau sebagai pembawa (carrier) bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet untuk
meningkatkan kualitas dan umur simpan makanan. Gennadios dan Weller (1990)
mendefinisikan pelapis edibel sebagai pelapis tipis dari bahan yang dapat dimakan yang
digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau
penyemprotan agar terjadi tahanan yang selektif terhadap transmisi gas dan uap air dan
memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik. Di bidang farmasi pelapis edibel
digunakan untuk melapisi obat-obatan dan di bidang pangan untuk melapisi manisan, buah-
buahan, sayur-sayuran dan beberapa produk daging, unggas maupun hasil laut.
Komponen yang dapat digunakan untuk pembuatan pelapis edibel dapat terdiri dari tiga
kategori yaitu hidrokoloid, lipid dan kombinasinya (komposit). Hidrokoloid terdiri atas protein,
turunan selulosa, alginate, pektin, tepung (starch) dan polisakarida lainnya, sedangkan dari
golongan lipid antara lain lilin (waxes), gliserol dan asam lemak (Donhowe dan Fennema
1994). Berdasarkan komposisinya, hidrokoloid terbagi atas karbohidrat dan protein.
Karbohidrat terdiri dari tepung (starch), gum tumbuhan (alginat, pektin, gum arab) dan pati
termodifikasi. Pada umumnya pelapis edibel dari polisakarida mempunyai sifat penghambatan
terhadap gas yang lebih baik daripada terhadap uap air (Baldwin et al. 1995). Protein yang
dapat digunakan untuk membuat pelapis edibel antara lain : gelatin, kasein, protein kedelai,
whey protein, whey gluten dan zein (Donhowe dan Fennema 1994). Secara umum protein dan
polisakarida sangat hidrofilik dan tidak dapat digunakan sebagai barrier kelembaban
permukaan yang dipotong dan mempunyai aw permukaan yang tinggi. Fungsi protein dan
polisakarida terutama adalah sebagai pembentuk jaringan tiga dimensi di mana lemak
terdispersi.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengaplikasi edible coating yaitu :
menurunkan aw permukaan bahan sehingga kerusakan oleh mikroorganisme dapat dihindari,
memperbaiki struktur permukaan bahan sehingga permukaan menjadi mengkilat, mengurangi
terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah, mengurangi kontak dengan oksigen
dengan bahan sehingga oksidasi dapat dihindari (ketengikan dapat dihambat), sifat asli produk
seperti flavour tidak mengalami perubahan, dan memperbaiki penampilan produk.
Untuk menutupi kelemahan pelapis edibel hidrokoloid dan memanfaatkan keunggulan
pelapis edibel lipid, digunakan bahan komposit yang merupakan gabungan antara hidrokolid
dengan lipid. Keunggulan pelapis edibel komposit terutama dalam kemampuannya menahan
laju transmisi uap air dan gas telah banyak diteliti antara lain oleh Grenner dan Fennema
(1989). Pelapis edibel dari polisakarida dengan lipid menurut Wong et al. (1994) dapat
mereduksi kehilangan air pada potongan buah apel sebesar 92 %, menekan laju respirasi
sebesar 70 % dan produksi etilen sebesar 90 % pada suhu 23 0C dan RH 50 %.
Prinsip pembuatan pelapis edibel sama dengan film edible. Hal yang membedakannya
adalah cara pembentukannya. Pelapis edibel langsung dibentuk pada permukaan produk,
sedangkan film edible dibentuk secara terpisah dari produk. Donhowe dan Fennema (1994)
mengemukakan bahwa pembuatan film dan pelapis edibel dapat dilakukan dengan cara
4
konservasi (conservation), pemisahan pelarut (solvent removal) dan pemadatan larutan
(solidification of melt).
Menurut Suzan (1994), bahan tambahan seperti antimikroba dan bahan pengawet sering
digunakan dalam pembuatan edible film untuk meningkatkan fungsinya. Antimikroba yang
biasa digunakan adalah asam benzoat, asam sorbat, potassium sorbat dan asam propionate.
Antimikroba yang dapat berfungsi sebagai pengawet antara lain potassium sorbat dan asam
sorbat (Baranowski 1990 di dalam Susan 1994). Potassium sorbat merupakan antimikroba yang
mempunyai kemampuan untuk menekan pertumbuhan jamur dan bakteri yang cukup baik
(Vojdani dan Torres 1990). Potassium sorbat sangat efektif sebagai antimikroba dengan
konsentrasi antara 0,05%-0,30% (persen berat kering) pada sebagian besar makanan (Robach et
al. 1979 di dalam Vojdani dan Torres 1990).
B. EDIBLE COATING BERBASIS POLISAKARIDA
Polisakarida larut air merupakan senyawa polimer berantai panjang yang dilarutkan
kedalam air, dengan tujuan mendapatkan viskositas larutan yang cukup kental (Glicksman,
1984). Komponen-komponen inilah yang akan berperan untuk mendapatkan kekerasan,
kerenyahan, kepadatan, kualitas ketebalan, viskositas, adhesivitas, dan kemampuan
pembentukan gel. Selain itu, senyawa ini sangat ekonomis bila digunakan untuk industri karena
mudah didapatkan dan tidak beracun (krochtael al., 1994).
Edible coating menggunakan bahan dasar polisakarida banyak digunakan terutama pada
buah dan sayuran, karena memiliki kemampuan bertindak sebagai membran permeabel yang
selektif terhadap pertukaran gas karbondioksida dan oksigen. Sifat inilah yang dapat
memperpanjang umur simpan karena respirasi buah dan sayuran menjadi berkurang. Selain itu
polisakarida memnghasilkan film dengan sifat mekanik yang baik. Pati singkong dan pati sagu
merupakan contoh polisakarida. Oleh karena itu pati singkong dan pati sagu mempunyai
potensi dalam teknologi edible coating.
Jenis polisakarida yang dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan edible film
adalah selulosa, pati dan turunannya, seaweed extract, exudates gums, dan seed germs. Film
polisakarida yang rendah kalori dan bersifat nongreasy dapat digunakan untuk mempepanjang
umur simpan buah dan sayuran dengan mencegah terjadinya dehidrasi, oksidasi, serta
terjadinya browning pada permukaan, mengontrol komposisi gas oksigen dan karbondioksida
dalam atmosfer internal sehingga mampu mengurangi laju respirasi.
C. TANAMAN SINGKONG
1. Botani Singkong
Singkong merupakan tanaman perdu yang berasal dari Amerika Selatan dengan lembah
sungai Amazon sebagai tempat penyebarannya (Odigboh, 1983 dalam Chan 1983). Ubi ini
merupakan tanaman dikotil berumah satu yang ditanam untuk diambil patinya yang sangat
layak cerna. Pohon singkong dapat tumbuh hingga 1-4 meter dengan daun besar yang menjari
dengan 5 hingga 9 belahan lembar daun. Batangnya memiliki pola percabangan yang khas,
yang keragamannya tergantung pada kultivar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995). Gambar pohon
singkong dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Gambar 1. Singkong
(Sumber: Grahito 2007)
Bagian dari ubi singkong yang dapat dimakan mencapai 80-90%. Bentuknya dapat
berupa silinder, kerucut, atau oval (Wankhede, Satwadhar, dan Sawate, 1998 dalam Salunkhe
dan Kadam, 1998). Panjang ubi berkisar 15 hingga 100 cm dan diameternya 3 hingga 15 cm.
Bobot ubi kayu berkisar beberapa ratus gram hingga 15 kg. Tanaman singkong umumnya
menghasilkan sekitar 5-10 ubi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995). Ubi singkong yang matang
terdiri atas tiga lapisan yang jelas yaitu; peridermis luar, cortex, dan daging bagian tengah
(Odigboh, 1983 dalam Chan 1983). Ubi singkong dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Ubi Singkong
(Sumber: Grahito 2007)
Klasifikasi singkong adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi\:
Spermatophyta, Sub Divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Ordo Euphorbiales,
Famili : Euphorbiaceae, Genus : Manihot, Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot
esculenta Crantz sin (Prihatman, 2000). Menurut Odigboh (1983) dalam Chan (1983),
spesies dari singkong dibedakan berdasarkan kandungan HCN, yaitu jenis pahit (Manihot
esculenta Crantz.; M. utilissma Pohl.) dan manis (M. dulcus Baill.; M. palmatta Muell.; M.
aipi Pohl.)
2. Komposisi Kimia
Menurut Wankhede et. al. (1998) dalam Salunkhe dan Kadam (1998), singkong
merupakan salah satu sumber kalori bagi penduduk kawasan tropis di dunia. Ubi singkong
kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90% (b/b) dengan pati sebagai komponen utamanya.
Menurut Odigboh (1983) dalam Chan (1983), singkong relatif kaya akan kalsium dan asam
askorbat (vitamin C). Namun ubi ini tidak dapat langsung dikonsumi dalam bentuk segar tapi
selalu dilakukan pengolahan seperti pemanasan, perendaman dalam air, penghancuran, atau
beberapa proses tradisional lainnya dengan tujuan untuk detoksifikasi atau membuang HCN
yang bersifat mematikan yang dikandung dari semua varietas singkong.
6
3. Pati Singkong
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua
fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi
tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1984). Struktur amilosa merupakan struktur lurus
dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan
α-(1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Berat
molekul amilosa dari beberapa ribu hingga 500.000, begitu pula dengan amilopektin
(Lehninger, 1982).
Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari
pati itu sendiri. Untuk pati dari ubi-ubian, proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman,
disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH
yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi.
Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Liu,
2005 dalam Cui, 2005).
Diagram alir ekstraksi pati dari umbi akar dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Alir Ekstraksi Pati Umbi Akar
(Sumber: Liu, 2005 dalam Cui 2005)
Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk
menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Friedman, 1950;
Gliksman, 1969 dikutip Odigboh, 1983 dalam Chan, 1983). Menurut Murphy (2000) dalam
Phillips dan Williams (2000), ukuran granula pati singkong 4-35 μm, berbentuk oval, kerucut
dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada 62-73OC,
sedangkan suhu pembentukan pasta pada 63OC. Menurut Santoso, Saputra, dan Pambayun
(2004), pati singkong relatif mudah didapat dan harganya yang murah. Bentuk granula pati
singkong dapat dilihat pada Gambar 4.
.
Gambar 4. Granula Pati Singkong
(Sumber: Niba, 2006 dalam Cui 2005)
7
D. CMC (CARBOXYMETHYLCELLULOSA)
CMC adalah suatu bahan sumber karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh tetapi
berguna untuk mikroflora positif dalam usus. Natrium carboxymethylcellulose, yang sering
dikenal dengan CMC dibuat dengan mereaksikan selulosa basa dengan Na-monokloroasetat.
Viskositas CMC dipengaruhi oleh suhu dan pH. Pada pH kurang dari 5 viskositas CMC akan
menurun, sedangkan CMC sangat stabil pada pH antara 5-11 (Klose dan Glicksman 1972)
CMC digunakan sebagai penstabil selain itu juga sebagai tambahan kadar serat
pangannya. Carboxymethylcellulose (CMC) adalah polisakarida linear, dengan rantai panjang
dan larut dalam air serta merupakan gum alami yang dimodifikasi secara kimia. Warnanya
putih sampai krem, tidak berasa dan tidak berbau. Fungsi dasar CMC adalah untuk mengikat air
atau memberi kekentalan pada fase cair sehingga dapat menstabilkan komponen lain dan
mencegah sineresis. CMC larut dalam air panas dan air dingin.
E. PLASTICIZER
Plasticizer adalah bahan organik dengan bobot molekul rendah yang ditambahkan
dengan maksud memperlemah kekakuan suatu film (Gennadios 2002). Penambahan plasticizer
akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan dan penyimpanan, yang dapat
mengurangi sifat-sifat barrier film (Gontard et al. 1993).
Menurut Kester dan Fennema (1989) plasticizer dapat meningkatkan fleksibilitas dan
ketahanan film terutama jika disimpan pada suhu rendah. Plasticizer yang umumnya digunakan
dalam pembuatan edible coating adalah gliserol, polietilen glikol 400 (PEG), sorbitol, propilen
glikol dan etilen glikol (EG).
Salah satu plasticizer yang dapat digunakan dalam pembuatan edible coating adalah
gliserol. Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada hidrofilik film. Penambahan
gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus. Menurut Gontard et al. (1993)
gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap uap air karena sifat gliserol yang
hidrofilik. Gliserol merupakan senyawa alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus hidroksil
dalam satu molekul yang umumnya disebut alkohol trivalent. Rumus kimia gliserol adalah
C3H8O3 dengan nama kimia 1,2,3-propanatriol. Berat molekul gliserol adalah 92,10 dan titik
didih 2040C (Winarno 1992). Gliserol mempunyai sifat mudah larut dalam air, meningkatkan
kekentalan larutan, mengikat air dan menurunkan aw (Lindsay 1985).
F. ASAM LEMAK STEARAT
Asam lemak stearat merupakan asam lemak rantai panjang yang terdiri dari rantai
hidrokarbon dengan gugus karboksil diujung struktur molekulnya. Struktur hidrokarbon
molekul asam stearat yang panjang terdiri dari karbon dan hidrogen yang bersifat non polar
tidak berikatan dengan air sehingga bersifat hidrofobik, sedangkan gugus karboksil bersifat
polar yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air, sehingga mampu mengikat air dengan
kuat bersifat hidrofilik. Apabila asam stearat dilarutkan dalam air, maka bagian molekul yang
bersifat hidrofilik akan berikatan dengan air membentuk lapisan monolayer diatas permukaan
air dengan bagian hidrofilik dalam air dan rantai hidrofobik berada di atas permukaan air.
Adanya gugus hidrofobik pada asam stearat menurunkan nilai transmisi uap air film.
Semakin panjang struktur rantai hidrokarbon asam lemak maka semakin meningkat sifat
hidrofobik asam lemak. Selanjutnya mobilitas rantai asam lemak juga membantu terjadinya
transmisi uap air film, penurunan transmisi uap air terjadi apabila mobilitas rantai menurun.
Asam stearat mempunyai rantai hidrokarbon yang paling panjang (C18) sehingga mempunyai
8
sifat yang paling hidrofobik dan mempunyai mobilitas rantai yang paling rendah dibandingkan
dengan asam laurat (C12) dan asam palmitat (C16). Dengan demikian penambahan asam
stearat dalam pembuatan edible coating akan menghasilkan nilai transmisi uap air yang paling
rendah dibandingkan dengan asam laurat dan asam palmitat (Ayranci & Tunc 2001).
Asam stearat dikenal juga dengan nama octadecanoic acid dan merupakan salah satu
asam lemak jenuh yang memiliki jumlah atom karbon (C) sebanyak 18 buah (Gunstone dan
Norris 1983). Asam stearat mempunyai rumus molekul C18H36O2 (Smith dan Walters 1967).
Menurut Williams (1966) asam stearat terdapat pada minyak tengkawang dengan kandungan
asam sebesar 40-45 %. Menurut Gunstone dan Norris (1983) asam stearat memiliki titik leleh
(melting point) pada suhu 70,10C dan titik didih (boiling point) pada suhu 184
0C.
G. ASAM ASKORBAT
Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan yang ideal yang terdapat dalam
buah-buahan karena merupakan komponen alami yang tidak menyebabkan perubahan bau dan
cita rasa yang tidak diinginkan, ekonomis sekaligus dapat meningkatkan nilai gizi buah. Asam
askorbat sering digunakan untuk mencegah reaksi enzimatis yang menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada buah maupun sayuran segar. Asam askorbat tidak menghambat enzim
secara langsung, melainkan mereduksi quinon yang terbentuk menjadi substrat polifenol
semula. Proses ini disertai dengan penurunan aktivitas enzim oleh karena itu dikenal dengan
reaksi inaktivasi (Klau 1974).
Vitamin C atau asam askorbat (C6H8O6) merupakan padatan kristal yang berwarna
putih, tidak berbau, tidak larut dalam etil alkohol tapi larut dalam air (Klau 1974). Asam
askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat yang
masih mempunyai aktivitas vitamin C. Reaksi degradasi asam askorbat dalam larutan air
tergantung pada beberapa faktor seperti pH (kisaran pH 4 sampai pH 6 mempunyai kestabilan
yang paling tinggi), suhu dan kehadiran dari oksigen atau ion logam seperti tembaga. Asam
askorbat sering digunakan sebagai antioksidan diberbagai macam pangan olahan, antara lain
buah-kaleng, sayuran kaleng, ikan kaleng, daging kaleng, minuman ringan dan beverages.
(Klau 1974).
Ponting (1960) menyatakan, bahwa jumlah asam askorbat yang digunakan untuk reaksi
inaktivasi harus cukup, karena dalam reaksi ini mungkin sejumlah asam askorbat dapat
teroksidasi. Bila jumlah asam askorbat yang ditambahkan untuk mencegah browning tidak
cukup, maka browning akan hanya tertunda sejenak. Oleh karena itu tidak efektif menggunakan
asam askorbat dalam jumlah kecil untuk mencegah pencoklatan selama penyimpanan
tergantung pada jenis buah.
Asam askorbat diizinkan digunakan dalam banyak proses pengolahan karena asam
askorbat ini banyak terdapat pada jaringan tumbuhan atau hewan dan dalam banyak sayuran
serta buah-buahan dalam jumlah yang relatif besar, disamping itu karena tingkat toksisitasnya
yang sangat rendah, dimana manusia aman mengkonsumsinya sampai jumlah 4 gram per hari
(Klau 1974). Asam askorbat di dalam makanan sering digunakan sebagai pengawet,
antioksidan dan penambah gizi (Depkes RI 1979).
9
H. BUAH PISANG CAVENDISH
Gambar 5. Pisang Cavendish (Musa cavendishii.)
Tanaman pisang telah lama dikenal oleh masyarakat karena mudah diperoleh dan
diusahakaan di berbagai daerah. Berbagai jenis pisang yang diusahakan memberikan peluang
berusaha bagi petani, khususnya jenis pisang komoditas ekspor, seperti pisang Cavendish.
Pisang Cavendish banyak diusahakan dalam skala besar sebagai komoditas ekspor buah-buahan
dalam berbagai bentuk, misahnya buah segar, keripik pisang, bahan olahan, dan tepung pisang.
Tanaman pisang mempunyai ciri spesifik yang mudah dibedakan dari jenis tanaman
lainnya. Tanamannya terdiri dari daun, batang (bonggol), batang semu, bunga, dan buah.
Pisang termasuk keluarga musaceae, salah satu anggota ordo scitamineae.
Morfologi tanaman dapat tampak jelas melalui batangnya yang berlapis-lapis. Lapisan
ini sebenarnya merupakan dasar dari pelepah daun yang dapat menyimpan air (sukulenta)
sehingga lebih tepat disebut batang semu (pseudostem). Daun pisang Cavendish berwarna hijau
tua. Lembaran daun (lamina) pisang lebar dengan urat daun utama menonjol berukuran besar
sebagai pengembangan dari morfologis lapisan batang semu. Batang pisang sesungguhnya
terdapat didalam tanah, yaitu yang sering disebut bonggol. Pada sepertiga bagian bonggol
sebelah atas terdapat mata calon tumbuh tunas anakan. Bunga pisang yang disebut tongkol
yang disebut jantung. Bunga ini muncul dari primordia yang terbentuk pada bonggolnya,
perkembangan primordia bunga memanjang ke atas hingga menembus inti batang semu dan
keluar diujung batang semu tersebut. Panjang Tandan 60 - 100 cm dengan berat 15 - 30 kg.
Setiap tandan terdiri dari 8 - 13 sisiran dan setiap sisiran ada 12 - 22 buah. Daging buah putih
kekuningan, rasanya manis agak asam, dan lunak. Kulit buah agak tebal berwarna hijau
kekuningan sampai kuning muda halus. Umur panen 3 - 3,5 bulan sejak keluar jantung.
Pisang (Musa sp.) merupakan komoditas buah tropis yang sangat popular di dunia. Hal
ini dikarenakan rasanya lezat, gizinya tinggi, dan harganya relatif murah. Pisang merupakan
salah satu tanaman yang mempunyai prospek cerah di masa datang karena di seluruh dunia
hampir setiap orang gemar mengkonsumsi buah pisang. Selain itu tanaman pisang sangat
mudah dibudidayakan dan cepat menghasilkan sehingga lebih disukai petani untuk
dibudidayakan. Banyak jenis tanaman pisang komersial yang telah dibudidayakan di
Indonesia, salah satunya adalah pisang Cavendish.
Buah pisang Cavendish mengandung vitamin-vitamin dan mineral yang diperlukan oleh
tubuh manusia. Komposisi zat gizi yang terkandung dalam buah pisang Cavendish dapat dilihat
pada Tabel 1.
10
Tabel 1. Komposisi kimia buah pisan Cavendish per 100 g bahan
Komposisi kimia Jumlah
Kalori (kal) 120
Protein (gr) 1,2
Lemak (gr) 0,2
Karbohidrat (gr) 31,8
Kalsium (mg) 10
Fosfor (mg) 22
Besi (mg) 0,8
Vitamin A (S.I) 950
Vitamin B1 (mg) 0,06
Vitamin C (mg) 10
Air (gr) 65,8
Bagian yang dapat dimakan (%) 70
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I (2009)
Pisang Cavendish di Indonesia lebih dikenal dengan pisang Ambon Putih. Varietas
yang dikembangkan di SEAMEO BIOTROP adalah jenis pisang Cavendish Grand Naim yang
banyak dijual di supermarket sebagai pisang meja yaitu pisang yang dihidangkan langsung
untuk dikonsumsi. Pisang Cavendish juga banyak dijadikan sebagai konsumsi pabrik puree,
tepung pisang sebagai bahan makanan bayi.
Manfaat Buah Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber
vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang
dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses
fermentasi alkohol dan asam cuka.
I. FISIOLOGI PASCA PANEN BUAH
Buah-buahan yang berada dipohon melangsungkan hidupnya dengan melakukan
pernafasan (respirasi), ternyata setelah buah dipetik (panen) juga masih melangsungkan proses
respirasi. Respirasi adalah proses biologis dimana oksigen diserap untuk digunakan pada proses
pembakaran yang menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluran sisa pembakaran dalam
bentuk CO2 dan air (Phan et al. 1986). Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai
berikut :
C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + energi
Laju respirasi merupakan indeks untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah
dipanen. Besarnya laju respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal seperti : tingkat perkembangan organ, susunan kimia jaringan, ukuran
produk, adanya pelapisan alami dan jenis jaringan, sedangkan faktor eksternal antara lain :
suhu, penggunaan etilen, ketersedian oksigen dan karbondioksida, senyawa pengatur
pertumbuhan dan adanya luka pada buah (Phan et al. 1986).
Menurut Phan et al. (1986) di dalam Pantastico (1986), besar kecilnya respirasi pada
buah dan sayuran dapat diukur dengan cara menentukan jumlah substrat yang hilang, oksigen
yang diserap, karbondioksida yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan energi yang timbul.
Untuk menentukan laju respirasi, cara yang umum digunakan adalah dengan pengukuran laju
11
penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2. Berdasarkan pola respirasinya,
buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu buah klimakterik dan buah non-klimakterik.
Buah klimakterik mengalami kenaikan CO2 secara mendadak dan mengalami penurunan
dengan cepat setelah proses pematangan terjadi, sedangkan buah non-klimakterik tidak terjadi
kenaikan CO2 dan diikuti dengan penurunan CO2 dengan cepat. Klimakterik ditandai dengan
adanya proses waktu pematangan yang cepat dan peningkatan respirasi yang mencolok serta
perubahan warna, citarasa dan teksturnya (Rhodes 1970).
Menurut Rhodes (1970), pada awal perkembangan buah, kandungan pati meningkat
terus dan setelah mencapai maksimum, makin tua buah kandungan pati makin menurun.
Penurunannya disebabkan oleh perubahan pati menjadi gula yang digunakan untuk kegiatan
respirasi.
12
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN PERALATAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pisang Cavendish yang masih
kuning kehijauan (greening) tingkat kematangan 80 % yang diperoleh dari Pasar Senen,
Jakarta. Bahan yang digunakan untuk formulasi edible coating adalah pati singkong yang
diperoleh yang diperoleh dari pasar Ciampea Bogor, Carboxymethylcellulose (CMC), gliserol,
potassium sorbat, asam stearat, asam askorbat (vitamin C) dan air destilata yang diperoleh dari
Toko Kimia Setia Guna Bogor .
Peralatan yang digunakan adalah hot plate, stirer, timbangan analitik, thermometer, pH
meter, rheometer (Brookfield), penetrometer, chromameter (colorimeter), refraktometer,
tachometer, dan alat-alat laboratorium lainnya (gelas piala, gelas ukur, Erlenmeyer, stirer dan
pipet).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2010 di Laboratorium
Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB.
B. METODE PENELITIAN
1. Formulasi Edible coating
Pada penelitian pembuatan formula edible coating ini dicoba dengan mengatur
komposisi bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan. Bahan baku yang digunakan yaitu
pati singkong, komposisi pati singkong yang digunakan yaitu (2%, 3%, dan 4% (b/v)), CMC
yang digunakan yaitu (0,2%, 0,3%, dan 0,4% (b/v)), dan variasi komposisi gliserol yang
digunakan yaitu (1% , 3%, dan 5% (v/v)). Bahan tambahan yang digunakan yaitu potassium
sorbat, asam stearat, dan asam askorbat (vitamin C).
Metode pengadukan menggunakan pengadukan secara manual dengan sudip dan
dibantu dengan menggunakan stirer untuk proses homogenisasi. Proses pembuatan formula
edible coating sebanyak 500 ml dengan metode pengadukan secara manual dengan sudip dan
dibantu menggunakan stirer untuk proses homogenisasi dapat dilihat pada Gambar 6. Pertama-
tama aquades (air destilata) dipanaskan dengan hot plate sampai suhu 700C. Kemudian CMC
(0,2% , 0,3%, dan 0,4% (b/v)) dilarutkan sedikit demi sedikit ke dalam aquades (air destilata)
sambil diaduk selama 3 menit sampai homogen. Selanjutnya, ditambahkan pati singkong (2%,
3%, dan 4% (b/v)) sedikit demi sedikit dan diaduk selama 3 menit. Setelah antara CMC dan
pati singkong homogen, ditambahkan gliserol (1%, 3%, dan 5% (v/v)) untuk meningkatkan
elastisitas lapisan dan potassium sorbat (0,5% (b/v)) sambil terus diaduk. Setelah semua larut,
ditambahkan asam lemak stearat (0,5% (b/v)) dengan tetap diaduk sampai homogen.
Proses selanjutnya adalah pendinginan formula edible coating pada suhu kamar (25-
300C) dan dilakukan penyimpanan selama 5 hari untuk mengetahui pada penyimpanan berapa
hari formula edible coating mengalami kerusakan serta untuk mengetahui karakteristik formula
edible coating selama penyimpanan. Pengamatan atau pengujian formula edible coating yang
meliputi pH, viskositas dan penampakan visual (penggumpalan, kelarutan, bau, sineresis dan
buih) dilakukan setiap hari (hari ke-0 sampai dengan hari ke-5). Setelah 5 hari penyimpanan
dilakukan pemilihan terhadap formula edible coating terbaik dengan kriteria pengujian pH,
viskositas dan penampakan visual. pH yang dipilih adalah yang cenderung netral (pH 6-7) dan
viskositas yang dipilih adalah yang terkecil dan cenderung stabil, sedangkan pengujian
penampakan visual yang dipilih adalah yang memiliki tingkat kelarutan tinggi dan tingkat
13
penggumpalan, bau, sineresis dan buih yang rendah. Hasil pengamatan pada penelitian
pendahuluan digunakan untuk penelitian utama
Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Formula Edible Coating Menggunakan Metode
Pengadukan Manual dan dibantu dengan Stirer untuk Homogenisasi.
Penyimpanan dan Pengujian:
1. pH
2. Viskositas
3. Penampakan Visual
(penggumpalan, kelarutan,
bau, sineresis dan buih).
Pendinginan pada suhu kamar (25-300C)
Pati Singkong (2%, 3%, dan 4% (b/v)); pada suhu 700C
diaduk selama ±3 menit
Gliserol (1% , 3%, dan 5% (v/v));
diaduk selama ±1 menit
Penambahan Asam Lemak Stearat (0,5% (b/v));
diaduk selama ±6 menit (suhu 700C)
Potasium Sorbat (0,5% (b/v)); diaduk selama ±1
menit (suhu 700C)
Pelarutan CMC (0,2%, 0,3%, dan 0,4% (b/v))
pada suhu 700C; diaduk selama ±3 menit
Air
Destila
ta
Pati Singkong
Gliserol
Potasium Sorbat
Asam Lemak
Stearat
14
2. Aplikasi Edible Coating pada Pisang Cavendish (Musa cavendishii.)
Untuk aplikasi formula edible coating, buah pisang Cavendish dicelupkan segera
setelah pisang dilepas dari tandanya ke dalam larutan 0,5% asam askorbat selama 60 detik
untuk mencegah terjadinya pencoklatan (browning), kemudian ditiriskan dan dikering anginkan
dengan bantuan kipas angin. Setelah itu, buah pisang Cavendish dicelupkan ke dalam formula
edible coating selama 60 detik dan kemudian ditiriskan dan dikering anginkan kembali dengan
bantuan kipas angin. Penggunaan kipas angin ditujukan untuk mempercepat proses
pengeringan. Penyimpanan dilakukan pada suhu 100C, 16
0C, dan suhu 30
0C. Buah pisang
Cavendish yang tidak dilapisi edible coating disimpan sebagai kontrol. Parameter yang diamati
pada buah pisang Cavendish selama penyimpanan terdiri dari sifat fisiko-kimia yang meliputi:
persen kerusakan, susut bobot (AOAC, 1995), kekerasan (Gardjito, 2003), warna (Gardjito,
2003), dan total padatan terlarut (AOAC, 1984). Penyimpanan dilakukan sampai terjadi
pematangan, dengan frekuensi pengamatan setiap dua hari sekali.
C. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang digunakan untuk analisis data formula edible coating adalah
rancangan acak lengkap dalam pola faktorial dan tiga kali ulangan. Faktor-faktor perlakuan
yang mempengaruhi pH dan viskosits formula edible coating (konsentrasi pati singkong sudah
ditetapkan 2%, 3%, dan 4%) adalah konsentrasi CMC (C) dan gliserol (G). Berikut merupakan
model matematika (Walpole, 1992) :
Yij = µ + αi + βj + αβij + εij
Keterangan :
Yij : Variabel yang diukur
µ : Rataan umum
αi : Pengaruh faktor C pada waktu ke-i
βj : Pengaruh faktor G pada waktu ke-j
αβij : Pengaruh interaksi faktor C dengan faktor G
εij : Pengaruh kesalahan percobaan
Faktor-faktor perlakuann yang mempengaruhi pengukuran sifat fisikokimia aplikasi
edible coating pada pisang cavendish selama penyimpanan adalah formula edible coating (F)
dan suhu (T). Berikut merupakan model matematika (Walpole, 1992) :
Yij = µ + αi + βj + αβij + εij
Keterangan :
Yij : Variabel yang diukur
µ : Rataan umum
αi : Pengaruh faktor F pada waktu ke-i
βj : Pengaruh faktor T pada waktu ke-j
αβij : Pengaruh interaksi faktor F dengan faktor T
εij : Pengaruh kesalahan percobaan
15
Gambar 7. Diagram Alir Aplikasi Edible Coating pada Pisang Cavendish.
Pengeringan dengan kipas angin; ±5 menit
Pencelupan buah pisang Cavendish dalam larutan
edible coating (60 detik)
Pengangkatan dan penirisan
Pengeringan dengan kipas angin; ±45 menit
Pengangkatan dan penirisan
Pelepasan pisang Cavendish tandannya
Perendaman buah pisang Cavendish dalam asam askorbat 0,5% (b/v);
60 detik
Pengemasan dengan plastik dan
kardus
Pengujian pisang cavendish :
1. Persen jumlah kerusakan
2. Susut bobot
3. Kekerasan (penetrometer)
4. Warna (chromameter)
5. Total padatan terlarut
Penyimpanan suhu 100C
, 16
0C dan 30
0C sampai rusak
Pisang Cavendish utuh
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK EDIBLE COATING
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan no 5 yaitu kombinasi konsentrasi pati
singkong : CMC : gliserol yaitu (2%:0,3%:3%) menunjukkan penampakan formula edible
coating yang stabil pada pengadukan secara manual. Pada perlakuan no 1, 3, 4, 6 dan 8
kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol yaitu (2%:0,2%:1%), (2%:0,4%:1%),
(2%:0,2%:3%), (2%:0,4%:3%) dan (2%:0,3%:5%) CMC tidak mampu mengikat air sehingga
terjadi sineresis yang berakibat penampakan formula menjadi agak pecah dan apabila terjadi
pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan penggumpalan seperti yang terjadi pada
perlakuan no 2, 7, dan 9 kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol yaitu
(2%:0,3%:1%), (2%:0,2%:5%) dan (2%:0,4%:5%).
Tabel 2. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 2 %
NO PERLAKUAN pH VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN
*
1 CMC 0,2% ; Gliserol 1 % 6.60 113 ++
2 CMC 0,3% ; Gliserol 1 % 6.76 121 +
3 CMC 0,4% ; Gliserol 1 % 6.83 130 ++
4 CMC 0,2% ; Gliserol 3 % 6.74 156 ++
5 CMC 0,3% ; Gliserol 3 % 6.87 162 +++
6 CMC 0,4% ; Gliserol 3 % 6.88 174 ++
7 CMC 0,2% ; Gliserol 5 % 6.89 200 +
8 CMC 0,3% ; Gliserol 5 % 6.94 225 ++
9 CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 6.92 234 +
* penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain
kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++)
Penampakan formula yang stabil pada pengadukan manual tidak diikuti dengan
tingkat kelarutan yang sempurna. Pada formula edible coating dan lapisan film yang terbentuk
dari pengadukan manual terdapat bintik-bintik putih yang mengindikasikan bahwa bahan (pati
singkong) tidak terlarut sempurna.
17
Dari Gambar 8 (b) dapat dilihat bahwa penampakan formula dengan pengadukan stirer
tingkat kelarutannya lebih tinggi sehingga formula lebih homogen dan penampakan film
(Gambar 9 (b)) yang terbentuk juga lebih bagus dibandingkan dengan penampakan formula
dengan pengadukan manual dengan tangan (Gambar 8 (a)) dan penampakan film (Gambar 9
(a)). Pengadukan dengan stirer menyebabkan semua bahan dapat terlarut sempurna, sehingga
metode ini dilanjutkan untuk aplikasi pada penelitian utama.
(a) (b)
Gambar 8. (a) Penampakan Formula dengan Pengadukan Manual
(b) Penampakan Formula dengan Pengadukan stirer
(a)
(a) (b)
Gambar 9. (a) Penampakan Film dengan Pengadukan Manual
(b) Penampakan Film dengan Pengadukan Stirer
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pati singkong 3% dengan kombinasi
CMC : gliserol (0,4%:5%) menunjukkan penampakan formula edible coating yang stabil pada
pengadukan dengan stirer, sedangkan nilai pH formula baik dengan pengadukan manual
dengan tangan maupun dengan stirer berkisar antara 6-7 dan nilai viskositas berkisar antara
125-225 cp. Dari Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa semakin tinggi kombinasi konsentrasi pati
singkong dan CMC yang ditambahkan menyebabkan nilai pH dan vikositas formula semakin
tinggi. Hal ini disebabkan oleh sifat dari polisakarida (pati singkong dan CMC) yang apabila
larut dalam air dapat menyebabkan peningkatan nilai pH dan viskositas.
18
Tabel 3. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 3 %
NO PERLAKUAN pH VISKOSITAS
(cp)
PENAMPAKAN
*
1 CMC 0,2% ; Gliserol 1 % 6.60 125 +
2 CMC 0,3% ; Gliserol 1 % 6.81 133 ++
3 CMC 0,4% ; Gliserol 1 % 6.72 141 ++
4 CMC 0,2% ; Gliserol 3 % 6.74 188 ++
5 CMC 0,3% ; Gliserol 3 % 6.95 197 +++
6 CMC 0,4% ; Gliserol 3 % 7.05 205 ++
7 CMC 0,2% ; Gliserol 5 % 7.14 238 +++
8 CMC 0,3% ; Gliserol 5 % 7.36 245 +++
9 CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 7,07 255 ++++
* penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain
kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++)
Tabel 4. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Konsentrasi Pati 4%
NO PERLAKUAN pH VISKOSITAS
(cp)
PENAMPAKAN
*
1 CMC 0,2% ; Gliserol 1 % 6.81
137 ++
2 CMC 0,3% ; Gliserol 1 % 6.92
149 ++++
3 CMC 0,4% ; Gliserol 1 % 6.84
160 ++++
4 CMC 0,2% ; Gliserol 3 % 6.63
176 ++
5 CMC 0,3% ; Gliserol 3 % 6.95
182 +++
6 CMC 0,4% ; Gliserol 3 % 7.17
194 +++
7 CMC 0,2% ; Gliserol 5 % 6.98
210 +++++
8 CMC 0,3% ; Gliserol 5 % 7.05
235 +++
9 CMC 0,4% ; Gliserol 5 % 7,26 255 +++
* penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain
kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++)
19
Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pati singkong 4% dengan kombisasi
CMC : gliserol sama dengan (0,2%:5%) menunjukkan penampakan formula edible coating
yang lebih stabil pada pengadukan dengan stirer dibandingan dengan formula yang lain,
sedangkan nilai pH formula baik dengan pengadukan manual dengan tangan maupun dengan
stirer berkisar antara 6-7 dan nilai viskositas berkisar antara 137-255 cp. Dari Tabel 4 juga
dapat dilihat bahwa semakin tinggi kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC yang
ditambahkan menyebabkan nilai pH dan vikositas formula semakin tinggi. Hal ini disebabkan
oleh sifat dari polisakarida (pati singkong dan CMC) yang apabila larut dalam air dapat
menyebabkan peningkatan nilai pH dan viskositas.
Dari masing masing formulasi edible coating yang dibuat untuk konsentrasi pati 2%,
3%, dan 4% di pilih satu yang terbaik dari masing masing konsentrasi pati 2%, 3%, dan 4%.
Formula edible coating yang dipilih didasarkan pada kriteria penampakan visual, pH dan
viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan. Formula yang di pilih dapat
dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Formula Edible Coating yang dipakai untuk Aplikasi pada Pisang Cavendish dengan
Konsentrasi Pati 2 %, 3 %, dan 4%.
NO PERLAKUAN pH VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN *
1 Pati 2% ; CMC 0,3% ;
Gliserol 3 %
6,87 162 +++
2 Pati 3% ; CMC 0,4% ;
Gliserol 5 %
7,07 255 ++++
3 Pati 4% ; CMC 0,2% ;
Gliserol 5 %
6.98 210 +++++
* penampakan dilihat dengan membandingkan larutan satu dengan yang lain
kurang bagus (+) bagus (++) lebih bagus (+++)
Nilai Konsentrasi pati singkong dan CMC yang digunakan antara pengadukan manual
dan pangadukan stirer pada formulasi edible coating berbeda. Kombinasi konsentrasi yang
menghasilkan penampakan formula yang stabil pada pengadukan manual, setelah digunakan
pada pengadukan stirer nilai viskositasnya menjadi lebih tinggi. Pati singkong yang larut
sempurna pada pengadukan stirer menyebabkan viskositas formula menjadi tinggi, sehingga
kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC pada pengadukan stirer diturunkan. Nilai
viskositas sangat mempengaruhi dalam kemudahan pencelupan dan kecepatan kering pada saat
aplikasi pada buah pisang Cavendish.
Proses pembuatan formula edible coating, penggunaan CMC berfungsi sebagai
penstabil. CMC akan mengikat air dan menampakkan kekentalan pada fase cair sehingga dapat
menstabilkan komponen pati singkong dalam membentuk gel dan mencegah sineresis,
sedangkan fungsi pati singkong merupakan pembentuk utama gel (gelling agent) di dalam
formula.
Penambahan gliserol dapat meningkatakan permeabilitas karena sifatnya yang
hidrofilik. Penggunaan gliserol yang berlebih dalam aplikasi pisang cavendish mengakibatkan
edible coating lebih lama kering karena sifat gliserol yang mengikat air. Menurut Gontard
(1993), penambahan gliserol sebagai plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan
selama penanganan dan penyimpanan, yang dapat mengurangi sifat-sifat barrier film atau
coating. Plasticizer mampu mengurangi kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas film polimer
20
dengan cara mengganggu ikatan hidrogen antara molekul polimer yang berdekatan sehingga
kekuatan tarik-menarik intermolekuler di antara rantai polimer menjadi berkurang (Kester dan
Fennema 1989).
Menurut Susan (1994) penambahan antimikroba pada edible coating dapat menekan
pertumbuhan jamur dan bakteri selama penyimpanan dan pemasaran, sedangkan penggunaan
asam lemak stearat dimaksudkan untuk menurunkan nilai transmisi uap air. Hal ini disebabkan
asam lemak stearat mengandung gugus hidrofobik. Potassium sorbat yang ditambahkan
kedalam formula edible coating berfungsi sebagai antimikroba.
1. Penampakan Visual Larutan Edible Coating
Penampakan visual terlihat bahwa formula edible coating yang terbuat dari kombinasi
pati singkong, CMC, gliserol, potassium sorbat dan asam lemak stearat berwarna putih susu.
Menurut Wong et al. (1994) edible coating yang hanya terdiri dari satu komponen bahan tidak
dapat memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan yang dibuat dari campuran
beberapa bahan. Penggunaan stirer sebagai pengaduk formula akan menghasilkan tingkat
kelarutan yang tinggi pada proses pembuatan formula edible coating, sehingga penampakan
formula lebih homogen.
Formula edible coating tidak mengalami kerusakan sampai penyimpanan hari ke-5 pada
suhu kamar (25-300C). Formula edible coating yang telah rusak ditandai dengan timbulnya bau
asam, buih, penggumpalan dan sineresis. Penggumpalan formula edible coating dipengaruhi
oleh konsentrasi bahan yang digunakan pada pembuatan formula edible coating. Semakin
tinggi konsentrasi bahan yang digunakan, viskositas formula akan meningkat yang berakibat
kecenderungan formula untuk menggumpal meningkat pula.
Formula edible coating yang telah dibuat sebaiknya digunakan tiga hari setelah
pembuatan untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada proses coating atau aplikasinya. Hal
ini disarankan karena setelah tiga hari formula edible coating yang dibuat akan mulai
mengalami penurunan kualitas. Hal ini ditandai oleh mulai terjadinya pengumpalan, timbul bau
asam dan tidak stabilnya formula dilihat dari penampakan pH, dan viskositasnya.
(a)
(b)
Gambar 10. (a) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Pembuatan
(b) Penampakan Visual Formula Edible Coating saat Penyimpanan.
21
2. pH Larutan Edible Coating
Keterangan :
1. P2C02G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 1%
2. P2C03G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 1%
3. P2C04G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 1%
4. P2C02G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 3%
5. P2C03G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%
6. P2C04G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 3%
7. P2C02G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%
8. P2C03G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 5%
9. P2C04G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%
Gambar 11. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama
Penyimpanan.
Dari grafik (Gambar 11) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 2%
menunjukkan bahwa pH formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang
(25-30oC) cenderung mengalami penurunan dari nilai pH tertinggi 6,94 menjadi 5,91. Dari
sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 2%, formula P2C03G3
yang dijadikan formula edible coating dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan
pisang Cavendish. Formula P2C03G3 berarti perbandingan antara pati : CMC : Gliserol yaitu
Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%.
22
Keterangan :
1. P3C02G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 1%
2. P3C03G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 1%
3. P3C04G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 1%
4. P3C02G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 3%
5. P3C03G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%
6. P3C04G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 3%
7. P3C02G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%
8. P3C03G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 5%
9. P3C04G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%
Gambar 12. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 3% Selama
Penyimpanan.
Dari grafik (Gambar 12) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 3%
menunjukkan bahwa pH formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang
(25-30oC) cenderung mengalami penurunan dari nilai pH tertinggi 7,36 menjadi 5,92. Dari
sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 3%, formula P3C04G5
yang dijadikan formula edible coating dalam aplikasi untuk pada pisang Cavendish. Formula
P3C04G5 berarti perbandingan antara pati : CMC : Gliserol yaitu Pati singkong 3%; CMC
0,4% ; Gliserol 5%.
23
Keterangan :
1. P4C02G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 1%
2. P4C03G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 1%
3. P4C04G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 1%
4. P4C02G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 3%
5. P4C03G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%
6. P4C04G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 3%
7. P4C02G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%
8. P4C03G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 5%
9. P4C04G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%
Gambar 13. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 4% Selama
Penyimpanan.
Dari grafik (Gambar 13) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 4%
menunjukkan bahwa pH formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang
(25-30oC) cenderung mengalami penurunan dari nilai pH tertinggi 7,26 menjadi 6,03. Dari
sembilan formula edible coating yang dibuat dengan konsentrasi pati 4%, formula P4C02G5
yang dijadikan formula edible coating dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan
pisang Cavendish. Formula P4C02G5 berarti perbandingan antara pati : CMC:Gliserol yaitu
Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%.
Dari hasil analisis ragam dan uji Duncan (Lampiran 12) menunjukkan bahwa
kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC dengan campuran konsentrasi gliserol,
potassium sorbat dan asam lemak stearat yang tetap memberikan pengaruh nyata terhadap pH
formula edible coating yang disimpan selama 5 hari pada suhu kamar (25-300C).
Perlakuan kombinasi konsentrasi pati singkong : CMC : gliserol menunjukkan nilai pH
yang cenderung netral selama penyimpanan, yaitu berkisar antara 5,91-7,36. pH formula untuk
edible coating sebaiknya mendekati 6-7, karena pati singkong stabil pada pH 6-7 dan jika pH
turun atau asam, maka pati singkong akan terhidrolisis dan kemampuan untuk membentuk gel
24
akan berkurang. Selain itu, formula dengan pH mendekati 7 tidak akan mempengaruhi rasa
(asam atau basa) dari edible coating yang digunakan.
Dari penelitian yang dilakukan dan setelah dilakukan pengamatan didapatkan bahwa pH
formula edible coating selama 5 hari penyimpanan untuk formula edible coating dengan
konsentrasi pati 2%, 3%, dan 4% pada suhu ruang (25-30oC) cenderung mengalami penurunan.
Kontaminasi selama penyimpanan menyebabkan munculnya mikroba pada formula yang
ditandai dengan adanya buih dan terbentuknya asam pada formula yang mengakibatkan
terjadinya penurunan pH formula. Berikut merupakan reaksi terbentuknya asam oleh
mikroorganisme:
polisakarida C6H12O6 + mikroba alkohol asam
3. Viskositas Larutan Edible Coating
Keterangan :
1. P2C02G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 1%
2. P2C03G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 1%
3. P2C04G1 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 1%
4. P2C02G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 3%
5. P2C03G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%
6. P2C04G3 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 3%
7. P2C02G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%
8. P2C03G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol 5%
9. P2C04G5 :Pati singkong 2%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%
Gambar 14. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 2% Selama
Penyimpanan.
Dari grafik (Gambar 14) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 2%
menunjukkan bahwa viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu
ruang (25-30oC) cenderung mengalami kenaikan pada hari pertama dan kedua penyimpanan
dan menurun pada hari ke tiga sampai hari ke lima. Dari sembilan formula edible coating yang
dibuat dengan konsentrasi pati 2%, formula P2C03G3 yang dijadikan formula edible coating
25
dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish. Formula P2C03G3
berarti perbandingan antara pati : CMC:Gliserol yaitu Pati singkong 2%; CMC 0,3% ; Gliserol
3%. Viskositas formula P2C03G3 pada awalnya 162 cp menjadi 200 cp pada hari berikutnya
dan menurun sampai pada hari ke lima menjadi 193 cp.
Keterangan :
1. P3C02G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 1%
2. P3C03G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 1%
3. P3C04G1 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 1%
4. P3C02G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 3%
5. P3C03G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%
6. P3C04G3 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 3%
7. P3C02G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%
8. P3C03G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,3% ; Gliserol 5%
9. P3C04G5 :Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%
Gambar 15. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 3%
Selama Penyimpanan.
Dari grafik (Gambar 15) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 3%
menunjukkan bahwa viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu
ruang (25-30oC) cenderung mengalami kenaikan pada hari pertama dan kedua penyimpanan
dan menurun pada hari ke tiga sampai hari ke lima. Dari sembilan formula edible coating yang
dibuat dengan konsentrasi pati 3%, formula P3C04G5 yang dijadikan formula edible coating
dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish. Formula P3C04G5
berarti perbandingan antara pati : CMC:Gliserol yaitu Pati singkong 3%; CMC 0,4% ; Gliserol
5%. Viskositas formula P3C04G5 pada awalnya 255 cp menjadi 288 cp pada hari berikutnya
dan menurun sampai pada hari ke lima menjadi 255 cp.
26
Keterangan :
1. P4C02G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 1%
2. P4C03G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 1%
3. P4C04G1 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 1%
4. P4C02G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 3%
5. P4C03G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 3%
6. P4C04G3 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 3%
7. P4C02G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol 5%
8. P4C03G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,3% ; Gliserol 5%
9. P4C04G5 :Pati singkong 4%; CMC 0,4% ; Gliserol 5%
Gambar 16. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Konsentrasi Pati 4% Selama
Penyimpanan
Dari grafik (Gambar 16) yaitu formulasi edible coating untuk konsentrasi pati 4%
menunjukkan bahwa viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu
ruang (25-30oC) cenderung mengalami kenaikan pada hari pertama dan kedua penyimpanan
dan menurun pada hari ke tiga sampai hari ke lima. Dari sembilan formula edible coating yang
dibuat dengan konsentrasi pati 4%, formula P4C02G5 yang dijadikan formula edible coating
dalam aplikasi untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish. Formula P4C02G5
berarti perbandingan antara pati : CMC:Gliserol yaitu Pati singkong 4%; CMC 0,2% ; Gliserol
5%. Viskositas formula P4C02G5 pada awalnya 210 cp menjadi 256 cp pada hari berikutnya
dan menurun sampai pada hari ke lima menjadi 249 cp.
Dari penelitian yang dilakukan dan setelah dilakukan pengamatan didapatkan bahwa
viskositas formula edible coating selama 5 hari penyimpanan untuk formula edible coating
dengan konsentrasi pati 2%, 3% dan 4% pada suhu ruang (25-30oC) cenderung mengalami
kenaikan pada hari pertama dan kedua selama penyimpanan dan kemudian turun sampai hari ke
lima. Fenomena ini terjadi karena pada awal pembuatan formula edible coating gliserol yang
ditambahkan mempunyai fungsi untuk meningkatkan viskositas dari pada formula edible
coating yang dibuat.
Pada hari penyimpan seterusnya viskositas mulai menurun karena kontaminasi selama
penyimpanan menyebabkan munculnya mikroba pada formula yang ditandai dengan adanya
27
buih dan terbentuknya asam pada formula yang mengakibatkan terjadinya pengumpalan pada
formula edible coating yang ada. Dari data yang ada dan dianalisis bahwa semakin besar
kombinasi konsentrasi pati singkong, CMC dan gliserol yang digunakan, maka viskositasnya
juga semakin tinggi.
Hasil analisa ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 13) menunjukkan bahwa
kombinasi konsentrasi pati singkong dan CMC dengan campuran konsentrasi gliserol,
potassium sorbat dan asam lemak stearat memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas
formula edible coating sampai pada penyimpanan hari ke-2, sedangkan pada penyimpanan hari
ke-3 sampai hari ke-5 kombinasi pati singkong dan CMC memberikan pengaruh nyata terhadap
viskositas formula edible coating.
Kekentalan atau viskositas merupakan ketahanan terhadap aliran suatu cairan atau rasio
shear stress (tenaga yang diberikan) terhadap shear rate (kecepatan) (Fardiaz 1987). Menurut
Winarno (1992), kekentalan suatu larutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu,
konsentrasi larutan, berat molekul dan zat terlarut. Pengukuran viskositas ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh penyimpanan larutan edible coating yang disimpan selama lima hari pada
suhu kamar (25-300C). Kekentalan formula edible coating diukur menggunakan Brookfield
atau Rheometer dengan menggunakan spindle no 3 selama 60 detik.
(a) (b)
Gambar 17 . (a) Penampakan dari atas Brookfield
(b) Penampakan dari depan Brookfield
Penurunan pH formula edible coating selama penyimpanan juga berpengaruh terhadap
kenaikan nilai viskositas. Semakin rendah pH, polimer pati singkong akan terhidrolisis yang
menyebabkan kemampuan pati singkong untuk membentuk gel akan menurun. Selain itu,
penurunan pH akan mengurangi kemampuan CMC untuk mengikat air dan mencegah sineresis,
sehingga menyebabkan air keluar dari gel. Keluarnya air dari gel berakibat gel menjadi
menggumpal dan menaikkan nilai viskositas formula edible coating. pH optimum larutan CMC
adalah 9, bila pH terlalu rendah (<3) maka CMC akan mengendap (Winarno 2002).
29
Keterangan :
1. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0)
2. P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1)
3. P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2)
4. P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)
5. P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)
6. P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)
7. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)
8. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)
9. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)
Gambar 18. Grafik Persentase Kerusakan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu
100C (a), Suhu 16
0C (b), dan Suhu 30
0C (c)
Persen kerusakan menunjukkan persentase jumlah buah yang rusak setiap pengamatan.
Dari grafik (Gambar 17) dapat dilihat bahwa tingkat kerusakan yang terjadi pada penyimpanan
suhu 100C dan RH 87-88% lebih kecil daripada penyimpanan suhu 16
0C dan RH 76-77% lebih
kecih daripada penyimpanan suhu 300C dan RH 50-51%. Penyimpanan pada suhu rendah
menyebabkan aktivitas metabolisme menjadi berkurang dan perubahan kimia berlangsung
lebih lambat (Borgstorm 1968).
Dari hasil analisa ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa perlakuan formula, suhu
dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap persen
kerusakan buah Pisang Cavendish pada penyimpanan hari ke-4 dan hari ke-6. Persen kerusakan
pada suhu 300C lebih tinggi daripada suhu 16
0 lebih tinggi daripada suhu 10
0C. Uji lanjut dan
analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC
0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0), P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol
3% (Aplikasi hari ke-1) dan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3%
(Aplikasi hari ke-2) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada penyimpanan suhu 100C.
Adanya pelapisan pada permukaan buah menyebabkan proses respirasi dan transpirasi
terhambat sehingga perubahan sifat fisiko-kimia yang berujung pada kerusakan atau kebusukan
dapat ditekan.
30
Kerusakan tertinggi pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 100C) terdapat pada kontrol,
perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) dan
P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1), yaitu masing-
masing sebesar 20%, 10% dan 8%. Hal ini dimungkinkan formula edible coating yang
digunakan sudah mengalami kerusakan dan terkontaminasi selama penyimpanan formula
sebelum diaplikasikan pada buah Pisang Cavendish. Kerusakan terkecil pada penyimpanan hari
ke-10 (suhu 100C) terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%;
Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0), yaitu sebesar 3%. Hal ini membuktikan pelapisan perlakuan
P3C04G5A0 mampu memperkecil tingkat kerusakan daripada kontrol (tanpa pelapisan) yang
tingkat kerusakannya mencapai 20%. Kerusakan tertinggi pada penyimpanan hari ke-6 (suhu
160C) terdapat pada kontrol (tanpa pelapisan) dengan tingkat kerusakan mencapai 75%.
P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0),
P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0), dan
P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2) mampu
memperpanjang umur simpan buah Pisang Cavendish sampai 8 hari (2 hari lebih panjang)
daripada buah Pisang Cavendish kontrol (tanpa pelapisan) yang hanya mampu bertahan sampai
6 hari penyimpanan pada suhu 100C tanpa adanya kerusakan atau cacat pada buah pisang
Cavendish, sedangkan perlakuan pelapisan P3C04G5A0, P3C04G5A1 dan P3C04G5A2
mampu memperpanjang umur simpan buah Pisang Cavendish sampai 4 hari (2 hari lebih
panjang) daripada buah Pisang Cavendish kontrol (tanpa pelapisan) yang hanya mampu
bertahan sampai 2 hari penyimpanan pada suhu 160C tanpa adanya kerusakan atau cacat pada
buah pisang Cavendish.
Fenomena yang hampir sama juga terjadi pada penyimpanan pada suhu 300C dimana
formula yang paling baik mempertahankan kualitas produk pisang Cavendish yaitu formula
P3C04G5A0, P3C04G5A1 dan P3C04G5A2 yang dapat mempertahankan umur simpannya
lebih panjang 2 hari lebih lama dari pada kontrol tanpa adanya kerusakan atau cacat pada buah
pisang Cavendish.
Persen kerusakan tertinggi terdapat pada perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%;
CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) sebesar 10% (kontrol=20%) dan persen kerusakan
terendah terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 sebesar 3% pada penyimpanan hari ke-10 (suhu
100C), sedangkan pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 16
0C) persen kerusakan tertinggi
terdapat pada perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi
hari ke-0) sebesar 70% dan persen kerusakan terendah terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 :
Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) sebesar 30%.
Persen kerusakan tertinggi terdapat pada perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%;
CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) yaitu pisang Cavendish telah membusuk dan
persen kerusakan terendah terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 sebesar 66% pada
penyimpanan hari ke-10 (suhu 300C)
31
H0 ( Pisang Cavendish Awal) H3 (Kontrol chamber)
H 9 ( Penyimpanan Pisang Cavendish ) H6 ( Foto Pengamatan)
H12 (Pisang Mulai Rusak) H15 (Pisang yang Rusak)
Gambar 19. Beberapa Gejala Kerusakkan pada Buah Pisang Cavendish.
Kerusakan terbesar yang terjadi pada buah pisang Cavendish adalah berupa kerusakan
mikrobiologis yang dimungkinkan berasal dari penanganan buah yang tidak tepat, cara
transportasi yang tidak benar, penyimpanannya pada suhu yang tidak tepat, dan lingkungan
kebun yang tidak bersih. Mikrobia khusunya jamur berpeluang untuk mengkontaminasi buah
pisang Cavendish terutama di bagian buah yang luka atau memar sehingga laju rusaknya buah
pisang Cavendish berlangsung lebih cepat.
33
Keterangan :
1. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0)
2. P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1)
3. P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2)
4. P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)
5. P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)
6. P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)
7. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)
8. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)
9. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)
Gambar 20. Grafik Perubahan Susut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu 100C
(a) , Suhu 160C (b), dan Suhu 30
0C (c).
Berdasarkan grafik (Gambar 20), secara umum nilai susut bobot pisang Cavendish
selama penyimpanan baik pada kondisi penyimpanan suhu 100C, suhu 16
0C dan 30
0C
mengalami peningkatan. Semakin tinggi nilai susut bobot pisang Cavendish maka kehilangan
bobot akan semakin tinggi sehingga bobot pisang Cavendish akan berkurang. Peningkatan
susut bobot yang terjadi pada penyimpanan suhu 100C tidak setajam pada suhu 16
0C dan 30
0C.
Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan aktivitas metabolisme menjadi berkurang dan
perubahan kimia berlangsung lebih lambat, selain itu kelembaban udara relatif (RH) yang lebih
tinggi pada suhu 100C yaitu 87-88% berperan dalam menekan terjadinya susut bobot. Menurut
Ryall dan Lipton (1983) bahwa kehilangan air (transpirasi) pada buah dan sayuran akan lebih
rendah pada lingkungan dengan RH tinggi, dan sebaliknya pada RH rendah dengan suhu yang
sama, sehingga faktor kelembaban udara ruangan juga berperan dalam terjadinya susut bobot.
Dari hasil analisa ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa suhu memberikan
pengaruh nyata terhadap susut bobot pisang Cavendish pada penyimpanan hari ke-2 dan hari
ke-4. Sedangkan perlakuan formula dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot pisang cavendish pisang Cavendish.
Peningkatan susut bobot pada suhu 300C lebih tinggi daripada suhu 16
0C dan lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu 100C. Dari grafik data diatas menunjukkan bahwa perlakuan
P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0), P2C03G3A1 :
Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1) dan P2C03G3A2 : Pati
34
singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya pada penyimpanan suhu 100C. Adanya lapisan coating yang berfungsi sebagai barier
terhadap CO2, O2 dan air menyebabkan respirasi dan transpirasi dapat ditekan.
Peningkatan susut bobot pada buah Pisang Cavendish disebabkan oleh adanya
transpirasi dan respirasi. Respirasi terjadi dengan reaksi berikut :
C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + Energi
Proses transpirasi dan respirasi menyebabkan berkurangnya kandungan air dalam buah.
Proses transpirasi merupakan kehilangan air karena evaporasi. Evaporasi tinggi karena adanya
perbedaan tekanan air diluar dan didalam Pisang Cavendish. Tekanan air didalam bahan lebih
tinggi dibanding diluar bahan sehingga uap air akan keluar dari bahan. Pada respirasi terjadi
pembakaran gula atau substrat yang menghasilkan gas CO2, air dan energi. Air, gas dan energi
yang dihasilkan pada proses respirasi akan mengalami penguapan sehingga buah akan
mengalami penyusutan bobot (Wills 1981).
Peningkatan susut bobot terbesar pada penyimpanan hari ke-6 sampai ke-8 (suhu 100C)
terjadi pada perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi
hari ke-1) yaitu peningkatan susut bobot sebesar 3,63% dari 6,78%-10,42%. Hal ini
dimungkinkan formula edible coating yang digunakan sudah mengalami kerusakan dan
terkontaminasi selama penyimpanan formula sebelum diaplikasikan pada buah Pisang
Cavendish. Rusaknya coating menyebabkan berkurangnya kemampuannya sebagai barier
terhadap gas CO2 dan O2 sehingga susut bobot Pisang Cavendish tinggi. Pada perlakuan
P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) susut bobot
terkecil pada penyimpanan hari ke- sampai 6 hari ke-8 (suhu 100C) yaitu peningkatan susut
bobot sebesar 0,31% dari 5,14%-5,45%. Formulasi lainnya mampu memperkecil susut bobot
daripada kontrol (tanpa pelapis) pada penyimpanan sampai hari ke-10 (suhu 100C).
Pada perlakuan P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi
hari ke-0) susut bobot terbesar pada penyimpanan hari ke- sampai 6 hari ke-8 (suhu 160C) yaitu
peningkatan susut bobot sebesar 5,58% dari 15,80%-21,65%, sedangkan Pada perlakuan
P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) susut bobot
terkecil pada penyimpanan hari ke- sampai 2 hari ke-4 (suhu 160C) yaitu peningkatan susut
bobot sebesar 2,39% dari 5,44%-7,83%.
Pada perlakuan P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi
hari ke-2) susut bobot terbesar pada penyimpanan hari ke- sampai 8 hari ke-10 (suhu 300C)
yaitu peningkatan susut bobot sebesar 5,58% dari 18,97%-24,93%, sedangkan Pada perlakuan
P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) susut bobot
terkecil pada penyimpanan hari ke- sampai 8 hari ke-10 (suhu 300C) yaitu peningkatan susut
bobot sebesar 3,40% dari 16,55%-19,95%.
Pada semua perlakuan peningkatan susut bobot terbesar tejadi pada kontrol. Tidak
adanya lapisan coating pada kontrol yang berfungsi sebagai barier terhadap CO2, O2 dan air
menyebabkan CO2, O2 dan air yang keluar/masuk bahan tinggi sehingga respirasi meningkat
dan kehilangan air tinggi.
36
Keterangan :
1. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0)
2. P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1)
3. P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2)
4. P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)
5. P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)
6. P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)
7. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)
8. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)
9. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)
Gambar 21. Grafik Perubahan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada Suhu
100C (a) , Suhu 16
0C (b) dan Suhu 30
0C (c)
Dari grafik (Gambar 21) dapat dilihat bahwa penurunan kekerasan terbesar pada
penyimpanan suhu 100C hari ke-8 sampai hari ke-10 terdapat pada perlakuan P2C03G3A0 :
Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0), dan P2C03G3A2 : Pati
singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) yaitu masing-masing sebesar 0,8
mm/detik/100 gram. Hal ini dimungkinkan terjadinya kontaminasi formula edible coating
selama penyimpanan sebelum aplikasi akan mempercepat kerusakan yang berakibat pelunakan
buah juga semakin cepat. Kekerasan tertinggi terjadi pada penyimpanan hari ke-0 terjadi pada
P3C04G5A0, P3C04G5A1, P3C04G5A2, P4C02G5A0,dan P4C02G5A1 yaitu 0 mm/detik/100
gram yang artinya pada alat belum bisa mengukur tingkat kekerasan buat tersebut.
Analisa ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan
formula dan suhu memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai kekerasan pisang
Cavendish pada penyimpanan hari ke-4 dan hari ke-10. Sedangkan interaksi antara formula dan
suhu tidak memberikan pengaruh nyata pada perubahan nilai kekerasan pisang cavendish.
Penurunan nilai kekerasan pada suhu 300C lebih tinggi daripada suhu 16
0C lebih tinggi
daripada suhu 100C.
Analisa ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan P2C03G3A2 : Pati
singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) berbeda nyata dengan kontrol
(tanpa pelapis) pada penyimpanan hari ke-4. Perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC
37
0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) berbeda nyata dengan perlakuan P3C04G5A0 : Pati
singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) dan P4C02G5A0 : Pati singkong
4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) pada hari ke 4.
Perubahan nilai kekerasan pisang cavendish untuk penyimpanan suhu 300C berbeda
nyata dengan penyimpanan suhu 100C dan 16
0C pada hari ke 4, pada hari ke 10 Perubahan nilai
kekerasan pisang cavendish untuk penyimpanan suhu 300C dan 16
0C berbeda nyata dengan
penyimpanan suhu 100C. Nilai kekerasan pisang cavendish pada penyimpanan suhu 10
0C lebih
tinggi dari suhu 160C lebih tinggi dari 30
0C. Nilai kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan
P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5%, dan P4C02G5 : Pati singkong 4%;
CMC 0,2%; Gliserol 5% sebesar 2,9 mm/detik/100 gram artinya pada pengukuran hari
tersebut (hari ke-2) nilai kekerasan pisang Cavendish belum terukur oleh alat atau masih keras
dan tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Nilai kekerasan pisang Cavendish
terendah pada perlakuan P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi
hari ke-2) dan kontrol pada (suhu 300C) pada hari ke-10 penyimpanan, sedangkan pada suhu
160C kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%;
Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) sebesar 2,9 mm/detik/100 gram dan terendah pada perlakuan
P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1) dan kontrol
masing masing sebesar 3,5 mm/detik/100 gram dan 6,3 mm/detik/100 gram.
Terhambatnya proses transpirasi akibat adanya lapisan coating pada pisang Cavendish
menyebabkan kehilangan air dalam buah pisang Cavendish berkurang dan kekerasan buah
lebih tinggi daripada kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pantastico (1986), bahwa
pelunakan buah berhubungan langsung dengan berkurangnya kadar air dalam bahan. Selain itu
kekerasan dapat disebabkan karena terhambatnya proses respirasi atau metabolisme, sehingga
perombakan karbohidrat menjadi senyawa yang larut dalam air berkurang, maka kekerasan
buah pisang Cavendish akan bertahan.
Penurunan kekerasan terjadi karena adanya perubahan zat pektin yang tidak larut dalam
air terhidrolisa menjadi asam pektat yang mudah larut dalam air (Winarno dan Aman 1981 di
dalam Permanasari 1998). Pektin pada buah merupakan salah satu komponen dari dinding sel
maupun lamela tengah yang mempengaruhi kekerasan buah. Pada saat buah berubah dari
mentah menjadi matang terjadi degradasi senyawa pektin dan hemiselulosa yang menyebabkan
buah matang lebih lunak dibandingkan buah mentah. Namun degradasi berlebihan akan
menyebabkan tekstur buah menjadi lembek, yang mengindikasikan buah tersebut sudah
mengarah pada kerusakan. Menurut Pantastico (1986) di dalam Zulfebriadi (1998) perubahan
zat pektin ini menyebabkan lemahnya dinding sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat sel
satu dengan yang lain.
39
Keterangan :
1.P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0)
2.P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1)
3.P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2)
4.P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)
5.P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)
6.P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)
7.P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)
8.P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)
9.P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)
Gambar 22. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Penyimpanan
Pada Suhu 100C (a) , Suhu 16
0C (b) dan Suhu 30
0C (c)
Berdasarkan grafik (Gambar 22) dapat dilihat bahwa nilai total padatan terlarut
cenderung naik sampai hari ke-2 kemudian turun sampai hari ke-4 dan kemudian naik kembali
sampai hari ke 6, hal ini berulang sampai hari ke-10. Nilai total padatan terlarut terbesar pada
penyimpanan hari ke-2 (suhu 300C) terdapat pada perlakuan kontrol, pada perlakuan
P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) pada hari ke-6
(suhu 300C) , yaitu masing-masing sebesar 24,4
0brix, sedangkan nilai total padatan terlarut
terkecil pada penyimpanan hari ke-4 (suhu 100C) terdapat pada perlakuan P2C03G3A0 : Pati
singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) dan P2C03G3A2 : Pati singkong
2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) yaitu masing –masing sebesar 19,4 0brix.
Peningkatan total padatan terlarut dalam buah terjadi karena pemecahan polimer karbohidrat
khususnya pati menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa (Paramawati 1998).
Hasil analisa ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa faktor suhu memberikan
pengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut pada penyimpanan hari ke-4.
Peningkatan perubahan total padatan terlarut pada suhu 100C lebih tinggi daripada suhu 16
0C
dan suhu 300C . Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada taraf nyata 5% (Lampiran 17)
menunjukkan bahwa perlakuan P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3%
(Aplikasi hari ke-0), P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari
ke-0) dan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) pada
40
suhu 100C berbeda nyata dengan perlakuan lainnya baik pada penyimpanan suhu 30
0C maupun
suhu 160C. Adanya coating dapat memperlambat proses respirasi sehingga gula yang
digunakan sebagai substrat saat proses respirasi akan berkurang.
Penurunan total padatan terlarut yang terjadi pada penyimpanan hari ke-4 perlakuan
P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0) dan
P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2) (suhu 100C)
serta pada penyimpanan hari ke-6 perlakuan K1C1F2 (suhu 220C) disebabkan proses respirasi
dan mulai munculnya mikroba berakibat gula atau karbohidrat yang terdapat pada buah pisang
Cavendish digunakan sebagai substrat atau sumber karbon oleh mikroba untuk
pertumbuhannya.
5. Warna Pisang Cavendish
41
Keterangan :
1. P2C03G3A0 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-0)
2. P2C03G3A1 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-1)
3. P2C03G3A2 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3% (Aplikasi hari ke-2)
4. P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)
5. P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)
6. P3C04G5A2 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)
7. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0)
8. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)
9. P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-2)
Gambar 23. Grafik Perubahan Warna Kecerahan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan pada
Suhu 100C (a) , Suhu 16
0C (b) dan Suhu 30
0C (c)
Gambar 23 memperlihatkan bahwa nilai kecerahan permukaan daging buah pisang
Cavendish pada penyimpanan suhu 100C, 16
0C, dan suhu 30
0C cenderung mengalami
penurunan. Penurunan nilai kecerahan permukaan buah pada suhu 100C tidak setajam pada
suhu 160C dan suhu 30
0C. Pertumbuhan mikroba terutama jamur serta aktifitas enzim fenolase
(penyebab warna coklat) yang lebih tinggi pada suhu 160C dan suhu 30
0C menyebabkan
kecerahan permukaan buah menurun dan cenderung lebih menguning.
Analisis ragam (Lampiran 18) menunjukkan perlakuan pisang cavendish pada
penyimpanan hari ke-10 pada suhu 100C, 16
0C, dan suhu 30
0C memiliki perbedaan yang nyata .
Nilai kecerahan ini lebih tinggi ditemukan pada perlakuan P3C04G5A1 : Pati singkong 3%;
CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1) pada suhu 100C daripada perlakuan yang lainnya
yaitu sebesar 94.78. Begitu juga dengan perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC
0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) juga mempunyai nilai kecerahan yang lebih tinggi
daripada kontrol pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 300C). Tidak adanya barier pada kontrol
yang dapat menghambat laju kerusakan karena proses metabolisme dan mikroba menyebabkan
nilai kecerahan yang terjadi pada kontrol lebih rendah daripada perlakuan pelapisan.
Nilai kecerahan terendah baik pada penyimpanan suhu 100C, suhu 16
0C, dan suhu 30
0C
terdapat pada perlakuan P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi
42
hari ke-0), P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1), dan
P3C04G5A0 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) yaitu masing-
masing sebesar 63.90, 71.93 dan 53.27. Hal ini dimungkinkan kandungan mikroba yang lebih
besar pada pisang Cavendish P3C04G5A0 sehingga nilai kecerahannya rendah.
Nilai kecerahan melalui uji lanjut Duncan didapat kan bahwa pada suhu 100C dan 16
0C
tidak berbeda nyata pada penyimpanan hari ke-10 dan berbeda nyata pada penyimpanan suhu
300C. nilai kecerahan didapatkan lebih baik pada penyimpanam pada suhu 10
0C dan 16
0C.
Perubahan warna daging pisang Cavendish selama penyimpanan memperlihatkan
perubahan warna daging buah pisang Cavendish selama penyimpanan. Secara visual (Gambar
19) perubahan warna pada daging buah pisang Cavendish tidak dapat dibedakan secara nyata,
tetapi dengan colorimeter atau chromameter perubahan warna dapat dilihat. Pematangan buah
pisang Cavendish menyebabkan terjadinya perubahan warna kulit buah pisang Cavendish
menjadi lebih kuning pada penyimpanan hari ke-2 (suhu 300C). Seiring masa penyimpanan,
warna greening padan pisang Cavendish mulai menjadi kuning secara enzimatis atau jamur
menyebabkan terjadinya perubahan warna kulit pisang Cavendish menjadi lebih cerah dan
kuning pada penyimpanan hari ke-10 (suhu 100C dan 16
0C).
Penurunan nilai kecerahan pada buah pisang Cavendish yang dilapisi edible coating
perlakuan P3C04G5A1 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-1)
P4C02G5A0 : Pati singkong 4%; CMC 0,2%; Gliserol 5% (Aplikasi hari ke-0) tidak setajam
pada kontrol (tanpa pelapis). Tidak adanya barier pada kontrol menyebabkan laju kerusakan
karena proses metabolisme dan mikroba lebih tinggi daripada perlakuan pelapisan.
Perubahan warna pada buah pisang Cavendish adalah perubahan warna pisang
Cavendish menjadi kuning (penguningan). Proses penguningan mula-mula terjadi pada bagian
tengah buah kemudian ke bagian ujung dan pinggir pisang Cavendish. Hal ini dikarenakan
pada bagian tengah buah pisang Cavendish terjadi proses pematangan yang lebih cepat secara
enzimatis karena kandungan zat etilen pada bagian tersebut lebih banyak dibandingkan pada
daerah lainnya. Kerja zat etilen juga dipengaruhi oleh banyaknya kandungan substrat dan
nutrisi pada bagian pisang cavendish.
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Edible coating berbasis pati singkong dapat diaplikasikan untuk melapisi pisang
Cavendish yang utuh sehingga dapat mempertahankan kecerahan warna dan dapat
mempertahankan umur simpan. Lapisan film yang dibentuk memiliki pori-pori yang lebih kecil
sehingga laju transmisi terhadap uap air dan gas juga rendah.
Formula edible coating yang dibuat mempunyai nilai pH yang cenderung netral (pH 6-
7), tingkat kestabilan viskositas yang tinggi dan penampakan visual dapat dilihat dari
(penggumpalan, bau, buih dan sineresis ). Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan
stirer untuk mendapatkan tingkat kelarutan yang tinggi (homogen) pada proses pembuatan
formula edible coating . Dari pengadukan dengan stirer didapatkan dua kombinasi yang
menunjukkan nilai pH netral (pH 5,91-7,36). pH formula untuk edible coating mendekati 6-7
dan tingkat kestabilan viskositas yang tinggi (113-255 cp) dan penampakan visual yang bagus.
Dari 27 formula yang di formulasikan diambil 3 formulasi yang terbaik dari masing –masing
konsentrasi pati 2%, 3% dan 4% yaitu P2C03G3 : Pati singkong 2%; CMC 0,3%; Gliserol 3%,
P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% dan P4C02G5 : Pati singkong 4%;
CMC 0,2%; Gliserol 5%.
Karakteristik formula edible coating yang terbaik terdapat pada kombinasi formula:
P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% yang memiliki nilai pH yang cenderung
netral (pH 5,92-7,36), nilai viskositas yang stabil (125-255 cp), tingkat kelarutan yang tinggi
(homogen), dan penampakan visual yang bagus ( tidak menggumpal, tidak berbau, tidak buih
dan sineresis yang rendah). Tingkat kelarutan yang tinggi (homogen) pada proses pembuatan
formula edible coating sangat diperlukan dan perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil
formula edible coating yang maksimal.
Konsentrasi formula edible coating terbaik pada aplikasi pada buah pisang
Cavendish Formula edible coating sebaiknya digunakan tidak lebih dari tiga hari semenjak
proses pembuatan dan larutan coating pada penyimpanan suhu kamar (25-300C) semenjak
pembuatan larutan coating. Pisang Cavendish dengan pelapisan edible coating dengan formula
P3C04G5 : Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% dengan aplikasi tidak lebih dari dua
hari dapat memperpanjang umur simpan buah pisang Cavendish dua hari lebih panjang
daripada kontrol (tanpa pelapis), yaitu sampai dengan 8 hari penyimpanan pada suhu 100C dan
RH 87-88% dan sampai empat hari penyimpanan pada suhu 160C dan RH 76-77% serta
sampai 2 hari penyimpanan pada suhu 300C dan RH 50-51%.
B. SARAN
Dalam pembuatan formula edible coating perlu diperhatikan tingkat kelarutan
larutan formula yang dibuat. Dalam aplikasinya ke buah pisang Cavendish formula edible
coating yang di buat sebaiknya tidak lebih dari tiga hari semenjak pembuatan formula yang
dibuat karena formula yang dibuat biasanya sudah mulai mengalami kerusakan setelah tiga
hari.
44
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1984. Methods of Analysis. Association of official Analytical Chemist, Washington D. C.
AOAC. 1995. Methods of Analysis. Association of official Analytical Chemist, Washington D. C.
AOAC. 1999.Official Methods of Analysis of AOAC International, 16th ed. AOAC International,
Meryland,USA.
Ayranci E, Tunc S. 2001. The effect of fatty acid content on water vapour and carbon dioxide
transmission of cellulose-based edible film. J. Food Chem. 72:231-236.
Baldwin, E.A., M.O. Nisperos-Carriedo an R.A. Baker. 1995. Edible Coatings for Lightly Processed
Fruits and Vegetables. Hort. Science, 30 (1) :35-38.
Biro Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia; Harvested Area, Yield Rate and Production of Cassava
by Province. Available at : http://www.datastatistikindonesia.
com/component/option,com_tabel/kat,1/idtabel,111/Itemid,165 (diakses tanggl 6 Desember
2010)
Borgstorm, G. 1968. Principle of Food Science. The Coellier Mc Millan Co., Ontario.
Bourtoom, T. 2007. Effect of Some Process Parameters on The Properties of Edible Film Prepared
From Starch. Department of Material Product Technology, Songkhala. (on line) Avaliable at:
http://vishnu.sut.ac.th/iat/food_innovation/ up/rice%20starch%20film.doc
Bryan, D.S. Desember 26. 1972. U.S. Patent 3, 707, 383.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
1979, Kodeks Makanan Indonesia tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta.
Careda, M. P., C. M. Henrique, M. A. de Oliveira, M. V. Ferraz, N. M. Vincentini. 2000.
Characterization of Edible Films of Cassava Starch by Electron Microscopy. Braz. J. Food
Technol 3 : 91-95 (on line). Avaliable at :
http://www.ital.sp.gov.br/bj/artigos/bjft/2000/p0040.pdf (diakses tanggal 27 Desember 2010)
Chan, H. T., JR. 1983. Handbook Of Tropical Foods. Marcel Dekker Inc., New York and Bassel.
Cristsania. 2008. Pengaruh Pelapisan Dengan Edible Coating Berbahan Baku Karagenan Terhadap
Karakteristik Buah Stroberi (Fragaria nilgerrensis) Selama Penyimpanan Pada Suhu 5OC + 2
OC. Skripsi. Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Cui, S. W. 2005. Food Carbohidrates Chemistry, Physical Properties, and Aplications. CRC Press,
Boca Raton, London, New York, Singapore
Donhowe, I. G. and Fennema. 1994. Edible Film and Coating : Characteristics, Formation, definition
and Testing Methods. Di dalam Krochta, J. M., E. A. Baldwin and M. O. Nisperos-Carreido
(eds). Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publ., Inc. lancester,
USA.
Fardiaz, S., Ratih D. dan Slamet B. 1987. Bahan Tambahan Kimiawi. PAU. IPB. Bogor.
Gardjito, M. dan Agung Setya Wardana. 2003. Hortikultura Teknik Analisis Pasca Panen. Penerbit
Trans Media Mitra Printika, Yogyakarta.
Gennadios, A. 2002. Protein Based Films and Coating. CRC Press, Florida.
Gennadios, A. and C.L. Weller. 1990. Edible Film and Coatings from Wheat and Corn Protein. J.
Food Technol. 44 (10) :63.
45
Glicksman, M.1983. Food Hydrocolloids. Vol II. Crc Press, mBoca Raton Florida. P:119.
Gontard N, Guilbert S, Cuq JL. 1993. Water and Glycerol as Plasticizer Affect Mechanical and Water
Vapor Barrier Properties of an Edible Wheat Film. J. of Food Sci. 58: 206-211.
Gontard N, Guilbert S, Cuq JL. 1993. Water and Glycerol as Plasticizer Affect Mechanical and Water
Vapor Barrier Properties of an Edible Wheat Gluten Film. J. Food Sci. 58 (1) :206-210.
Grahito, A. 2007. Root And Tuber Crops. Available at: http://indonesian-foodforage.
blogspot.com/2007/12 (diakses tanggal 27 Desember 2010)
Grenner, I.K. dan O.R. Fennema. 1989. Evaluation of Edible Films for Use as Moisture Barrier of
Food. J. Food Sci. 54 (6) : 1400-1406.
Gunstone, F. D. dan Norris, F. A. 1983. Lipids in food, Chemistry, Biochemistry and Tecnology,
Maxwell, R(ed), Pargamon Press, Oxford.
Harris, H. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film Dari Pati Tapioka Untuk Pengemas Lempuk.
Jurnal Ilmu-Ilmu pertanian Indonesia 3 (2) : 99-106
Henrique, C. M., R. F. Teofilo, L. Sabino, M. M. C. Ferreira, dan M. P. Cereda. 2007. Classification
of Cassava Starch Film by Physicochemical Properties and Water Vapor Permeability
Quantification by FTIR and PLS. Journal of Food Science. 74: E184-E189 (on line). Avaliable
at: http://chipre.iqm.unicamp.br/~marcia/Pub104.pdf (diakses tanggal 27 Desember 2010).
Hui, Y. H. 2006, Handbook of Food Science, Technology, and, Engineering Volume I. CRC Press,
USA.
Kader, A.A. 1985. Modified Atmosphere and Low Pressure Systems During Transport and Storage.
Di dalam: Postharvest Technology of Horticultural Crops. Cooperative Extention. Univ. of
California.
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiologi of Perishable Plant Product. Division of Agriculture and
Natural Resources University of California, California.
Kester, J.J. and Fennema. 1986. Edible Films and Coatings : A Review. J. Food Technol. 40 (12) :47-
59.
Kester, J.J. dan Fennema, O. 1989. An Edible Film of Lipids and Cellulose Esthers Barrier Properties
to Moisture Vapor Transmission and Structural Evaluation. J. Food Sci. 54 : 1383-1389.
Klau, H. 1974. Technical Uses of Vitamin C. Di dalam G.G. Birch dan K.J. Parker (eds.) Vitamin C.
Applied Science Publisher Ltd., London.
Klose, R.E. dan M. Glicksman. 1972. Gums dalam Handbook of Additive. 2nd
ed. (Furia, T.E) (ed).
CRC Press, Ohio.
Krochta, J. M., E. A. Baldwin, dan M. O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coating and Film to
Improve Food Quality. Technomic Publishing Company, New York, NY.
Krochta, J.M. 1992. Control of Massa Transfer in Foods with Edible Coatings and Films. Di dalam
Singh, R.P. and M.A. Wirakartakusumah (eds). Advances in Food Engineering. CRP Press :
Boca Raton, FL pp 517-538.
Layuk, P., Djagal W. M., Haryadi. 2002 Karakteristik Komposit Film Edible Pektin Daging Buah Pala
(Myristica fragrans Houtt) dan Tapioka. Jurnal Teknol dan Industri Pangan XIII (2).
46
Lehninger, A., L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Penterjemah: M. Thenawijaya. Erlangga, Jakarta
Lindsay RC. 1985. Food Additives. Di Dalam : Fennema OR, editor. Food Chemistry. New York :
Marcel Dekker Inc.
Meyer, L.H. 1959. Food Chemistry. Affiliated East west Press PVT. Ltd, New Delhi.
Nuswamarhaeni, S.,D. Prihatin dan E.P. Pohan. 1989. Mengenal Buah Unggul Indonesia. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Pantastico, E.B., A.K. Matto, dan V.T. Phan. 1986. Respirasi dan Puncak Respirasi. Didalam :
Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Jakarta.
Permanasari, Elisabeth Diana. 1998. Aplikasi Edible Coating Dalam Upaya Mempertahankan Mutu
dan Masa Simpan Paprika. Program Sarjana IPB, Bogor.
Phan, C.T., E.B. Pantastico, K.Ogata dan K. Chachin. 1986. Respirasi dan Puncak Respirasi. Di
dalam Pantastico, E. B. Fisiologi Pasca Panen, Penangan, dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan
Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Phillips, G. O., P. A. Williams. 2000. Starch. Dalam: Handbook of Hydrocolloids. CRC Press,
Cambridge, London.
Ponting, J.D. 1960. The Control of Enzymatic Browning of fruits. Di dalam H.W. Schultz (ed). Food
Enzymes. The AVI Publishing Co, Inc. Westport, Conn.
Prihatman, K. 2000. Ketela Pohon/Singkong (Manihot utilissima Pohl). Available at:
http://www.ristek.go.id (diakses tangga 6 Desember 2010).
Rhodes, M.J.C. 1970. The Climacteric and Ripening of Fruit. In A.C. Hulme ed. The Biochemistry of
Their Product. Vol 1. Academic Press, London and New York.
Rubatzky, V. E., and M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia 1. Penerjemah : Catur Herison. Penerbit
ITB, Bandung.
Ryall, A. L., and W. J. Lipton. 1983. Handling, transportatiton and storage of fruit and vegetables.
Vol 1. Vegetable and Melons. 2nd
ed.587p. AVI Pub. Co., Westport, CT.
Salunkhe, D. K., S. S. Kadam. 1998. Handbook of Vegetable Science and Technology : Production,
Composition, Storage, and Processing Food Science and Technology. Marcel Dekker Inc.,
New York, Basel, Hongkong.
Santoso, B., D. Saputra, dan Pambayun, R. 2004. Kajian Teknologi Edible Coating dari Pati dan
Aplikasinya Untuk Pengemas Primer Lempok Durian. Jurnal Teknol dan Industri Pangan XV
(3).
Smith, D. B. dan Walters A. H. 1967. Introductory Food Science. Classic Publication Ltd. London.
Susan, L. 1994. Edible Coating as Carrier of Food. Di dalam: Krochta et al. (ed). Edible Coatings and
Films to Improve Food Quality. Technomic Publ Co. Inc. Lancester-Basel. Pensylvania, USA.
Vojdani, F. dan J.A. Torres. 1990. Potassium sorbate Permeability of Mathylcellulose and
Hidroxyprophyl Methylcellulose Coatings : Effect of Fatty Acids. J. of Food Sci. 55 (3) : 841-
846.
Walpole, R, E. 1992. Pengantar Statistik Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Williams, K. A. 1966. Oils, Fats and Fatty Foods. Hazell Watson and Viney Ltd. Englands.
47
Wills, R.H., T.H. Lee., W.B. Graham, Glasson and E.G. Hall. 1981. Post Harvest, an Introduction to
The Phisiology and Handling of Fruit and Vegetables. Sout China Printing Co. Hongkong.
Winarno F.G dan M.A. Wiratakartakusumah. 1981. Fisiologi Lepas Panen .Sastra Budaya, Jakarta.
Winarno, F.G. 1995. Strategi Pengembangan Produksi Buah-buahan Untuk Pasar Domestik. Makalah
Seminar Pengembangan Buah-buahan Dalam Rangka Hari Pangan Sedunia XV. Jakarta, 3-4
Oktober.
Winarno, F.G.2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Wong, D.W.S, S.J. Tillin, J.S. Hudson and A.E. Pavlath. 1994. Gas exchanged in cut apples with
bilayer coatings. J. Agric. Food Chem., 42 (10) : 2278-2285.
49
Lampiran 1. Prosedur Analisis
1. Warna Buah (Gardjito, 2003)
Pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat Colorimeter atau
Chromameter. Bahan uji diletakkan tepat dibawah sensor cahaya dan diukur. Hasil pengukuran
warna berupa nila L, a dan b.
2. Susut Bobot (AOAC, 1995)
Pengukuran susut bobot dilakukan secara gravimetri, yaitu membandingkan selisih
bobot sebelum penyimpanan dengan sesudah penyimpanan. Kehilangan bobot selama
penyimpanan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
%100% xawalBobot
akhirBobotawalBobotbobotSusut
3. Kekerasan Buah (Gardjito, 2003)
Uji kekerasan buah dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer. Bahan uji
diletakkan tepat di bawah jarum. Sebelumnya dipastikan bahwa jarum penunjuk telah
menunjukkan angka nol. Buah ditusuk dengan menekan tuas selama ± 10 detik, dilepaskan dan
dibaca nilai yang tertera. Kekerasan buah dinyatakan dalam satuan mm per detik dengan berat
beban yang dinyatakan dalam gram.
4. Derajat Keasaman (AOAC, 1984)
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran ini dilakukan
terhadap 100 gram sampel yang kemudian ditambahkan 100 ml air destilat dan dihancurkan
dengan blender. Pengukuran keasaman dengan pH meter dilakukan sebanyak 3 kali pengukuran
dengan menghitung keasaman sampel sebagai rata-rata dari 3 kali pengukuran.
5. Kekentalan (SNI 01-2891-1992)
Pengukuran viskositas (kekentalan) dilakukan dengan menggunakan alat Rheometer.
Masukkan 200 ml sampel dalam gelas piala, kemudian celupkan ke rotor yang telah terpasang
pada alat ke dalam sampel dengan kecepatan 100rpm. Tekan tombol ON untuk melakukan
pengukuran. Biarkan rotor berputar selama 1 menit. Setelah 1 menit baca angka yang terbaca
pada alat.
6. Total Padatan Terlarut (AOAC, 1984)
Jumlah padatan terlarut dihitung menggunakan refraktometer. Ambil sedikit bahan yang
akan diukur total padatan terlarutnya dan teteskan pada alat. Kemudian ukur nilai total padatan
terlarutnya yang berada diantara batas terang dan batas gelap dengan satuan obrix.
7. Persen Jumlah Kerusakan
Persen jumlah kerusakan pisang cavendish diukur dengan mengamati jumlah kulit hitam,
bintik-bintik hitam dan jumlah atau bagian pisan yang rusak pada pisang cavendish. Jumlah kerusakan
yang ada diperkirakan jumlahnya dan dibandingkan dengan jumlah total luasan pisang cavendih yang
ada.
50
Lampiran 2. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible
Coating dengan Konsentrasi Pati 2%
PERLAKUAN PARAMETER H0 H1 H2 H3 H4 H5
CMC 0,2% ; Gliserol 1
%
pH 6,62 6.85 6.79 6.55 6.20 6.03
Viskositas (cp) 113 134 126 120 117 114
CMC 0,3% ; Gliserol 1
%
pH 6,76 6.88 6.76 6.55 6.25 6.15
Viskositas (cp) 121 151 147 143 139 130
CMC 0,4% ; Gliserol 1
%
pH 6,83 6.78 6.72 6.45 6.25 5.91
Viskositas (cp) 130 176 177 156 162 155
CMC 0,2% ; Gliserol 3
%
pH 6,74 6.79 6.81 6.57 6.22 5.94
Viskositas (cp) 156 206 196 188 192 179
CMC 0,3% ; Gliserol 3
%
pH 6,87 6.82 6.78 6.54 6.41 5.98
Viskositas (cp) 162 200 189 192 196 193
CMC 0,4% ; Gliserol 3
%
pH 6,88 6.88 6.84 6.63 6.37 6.03
Viskositas (cp) 174 205 214 206 189 178
CMC 0,2% ; Gliserol 5
%
pH 6,89 6,72 6.70 6.60 6.57 6.22
Viskositas (cp) 200 245 234 228 224 225
CMC 0,3% ; Gliserol 5
%
pH 6,94 6.82 6.71 6.52 6.43 5.92
Viskositas (cp) 225 256 240 234 239 233
CMC 0,4% ; Gliserol 5
%
pH 6,92 6.83 6.77 6.54 6.22 6.14
Viskositas (cp) 234 256 242 245 250 249
51
Lampiran 3. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible
Coating dengan Konsentrasi Pati 3%
PERLAKUAN PARAMETER H0 H1 H2 H3 H4 H5
CMC 0,2% ;
Gliserol 1 %
pH 6,60 6.84 6.73 6.54 6.27 6.10
Viskositas (cp) 125 151 153 144 139 130
CMC 0,3% ;
Gliserol 1 %
pH 6,81 6.98 6.92 6.85 6.75 6.61
Viskositas (cp) 133 166 174 156 162 155
CMC 0,4% ;
Gliserol 1 %
pH 6,72 6.79 6.81 6.77 6.22 5.94
Viskositas (cp) 141 178 196 188 182 179
CMC 0,2% ;
Gliserol 3 %
pH 6,74 6.82 6.78 6.54 6.41 5.98
Viskositas (cp) 188 200 225 192 196 193
CMC 0,3% ;
Gliserol 3 %
pH 6,95 6.88 6.84 6.63 6.37 6.03
Viskositas cp) 197 205 215 206 189 178
CMC 0,4% ;
Gliserol 3 %
pH 7,05 6,72 6.70 6.60 6.57 6.22
Viskositas (cp) 205 245 236 228 226 225
CMC 0,2% ;
Gliserol 5 %
pH 7,14 6.82 6.71 6.52 6.43 5.92
Viskositas (cp) 238 256 240 239 234 233
CMC 0,3% ;
Gliserol 5 %
pH 7,36 6.83 6.77 6.54 6.22 6.14
Viskositas (cp) 245 256 242 245 250 249
CMC 0,4% ;
Gliserol 5 %
pH 7,07 6.88 6.76 6.62 6.53 6.25
Viskositas (cp) 255 285 288 276 264 255
Satuan Viskositas dalam cp
52
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Perubahan pH dan Viskositas Formula Edible
Coating dengan Konsentrasi Pati 4%
PERLAKUAN PARAMETER H0 H1 H2 H3 H4 H5
CMC 0,2% ;
Gliserol 1 %
pH 6,81 7.00 6.95 6.85 6.73 6.61
Viskositas (cp) 137 163 177 159 163 152
CMC 0,3% ;
Gliserol 1 %
pH 6,92 6.79 6.81 6.77 6.22 6.04
Viskositas (cp) 149 173 192 184 188 179
CMC 0,4% ;
Gliserol 1 %
pH 6,84 6.82 6.78 6.54 6.41 6.28
Viskositas (cp) 160 201 223 193 197 194
CMC 0,2% ;
Gliserol 3 %
pH 6,63 6.83 6.84 6.73 6.37 6.03
Viskositas (cp) 176 207 218 209 182 173
CMC 0,3% ;
Gliserol 3 %
pH 6,95 6,75 6.73 6.61 6.53 6.24
Viskositas (cp) 182 246 234 224 226 229
CMC 0,4% ;
Gliserol 3 %
pH 7,17 6.84 6.75 6.53 6.47 6.42
Viskositas (cp) 194 252 243 236 238 238
CMC 0,2% ;
Gliserol 5 %
pH 6,98 6.84 6.75 6.52 6.29 6.17
Viskositas (cp) 210 256 242 245 250 249
CMC 0,3% ;
Gliserol 5 %
pH 7.05 6.83 6.74 6.68 6.55 6.24
Viskositas (cp) 235 275 285 273 254 255
CMC 0,4% ;
Gliserol 5 %
pH 7,26 6.99 6.95 6.83 6.77 6.42
Viskositas (cp) 255 278 293 276 258 248
Satuan Viskositas dalam cp
53
Lampiran 5. Hasil Analisis Persentase Jumlah Kerusakan Pisang Cavendish
Selama Penyimpanan
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 0 0 0 0 0 6
P2C03G3 A1 0 0 0 0 4 8
10
A2 0 0 0 0 6 10
P3C04G5
A0 0 0 0 0 0 3
A1 0 0 0 0 2 4
A2 0 0 0 0 0 3
P4C02G5
A0 0 0 0 0 3 6
A1 0 0 0 0 2 4
A2 0 0 0 0 3 6
KONTROL 0 0 0 3 10 20
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 0 0 4 10 30 60
P2C03G3 A1 0 0 3 10 25 55
16
A2 0 0 3 10 25 50
P3C04G5
A0 0 0 0 3 10 30
A1 0 0 0 3 15 45
A2 0 0 0 3 10 40
P4C02G5
A0 0 0 3 10 25 70
A1 0 0 0 5 20 60
A2 0 0 0 6 20 66
KONTROL 0 0 3 15 33 75
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 0 3 5 20 45 85
P2C03G3 A1 0 3 7 25 55 90
30
A2 0 3 7 25 60 Busuk
P3C04G5
A0 0 0 4 15 30 66
A1 0 0 4 16 40 70
A2 0 0 3 16 45 65
P4C02G5
A0 0 4 7 20 40 75
A1 0 4 8 25 50 85
A2 0 4 8 25 50 88
KONTROL 0 3 10 33 70 Busuk
Satuan persentase jumlah kerusakan dalam persen (%)
54
Lampiran 6. Hasil Analisis Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Penyimpanan
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 0.00 1.61 2.89 4.27 5.86 7.39
P2C03G3 A1 0.00 1.52 3.62 4.75 6.38 8.46
10
A2 0.00 1.78 3.74 5.39 7.21 8.85
P3C04G5
A0 0.00 1.56 4.30 6.04 7.44 9.11
A1 0.00 1.80 4.27 5.14 5.45 6.61
A2 0.00 1.94 3.55 5.58 6.77 8.54
P4C02G5
A0 0.00 0.72 1.44 3.60 6.01 8.61
A1 0.00 1.46 4.21 6.78 10.42 12.02
A2 0.00 1.68 3.55 5.34 6.94 8.82
KONTROL 0.00 3.34 7.47 10.15 13.84 16.60
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 0.00 5.13 10.62 15.58 19.55 23.58
P2C03G3 A1 0.00 5.73 10.64 14.80 19.64 25.32
16
A2 0.00 4.06 8.47 12.69 17.29 21.61
P3C04G5
A0 0.00 5.76 10.55 15.80 21.65 25.67
A1 0.00 4.62 9.70 14.76 18.92 23.16
A2 0.00 4.80 9.40 14.27 18.84 23.66
P4C02G5
A0 0.00 4.17 8.48 13.10 17.50 21.97
A1 0.00 5.44 7.83 13.16 17.34 21.57
A2 0.00 4.66 9.61 13.75 18.93 23.54
KONTROL 0.00 5.26 10.71 15.96 21.27 26.79
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 0.00 4.38 8.11 11.71 16.55 19.95
P2C03G3 A1 0.00 4.26 8.10 12.32 16.46 21.83
30
A2 0.00 4.41 8.81 13.32 17.80 22.88
P3C04G5
A0 0.00 4.71 8.86 13.90 18.99 22.54
A1 0.00 4.49 9.25 13.34 18.03 23.10
A2 0.00 4.23 9.39 14.32 18.97 24.93
P4C02G5
A0 0.00 4.45 8.94 13.17 17.95 21.48
A1 0.00 4.53 8.98 13.59 18.10 22.85
A2 0.00 4.32 9.22 14.21 18.88 23.80
KONTROL 0.00 5.55 11.62 17.42 23.40 29.63
Satuan susut bobot dalam persen (%)
55
Lampiran 7. Hasil Analisis Kekerasan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan.
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 0 0,3 0,6 0,9 1,7 2,8
P2C03G3 A1 0 0,2 0,5 0,8 1,4 2,5
10
A2 0 0,4 0,7 0,8 1,6 2,7
P3C04G5
A0 0 0 0,4 0,7 1,0 1,8
A1 0 0 0,3 0,6 1,2 1,7
A2 0 0 0,4 0,8 1,0 1,7
P4C02G5
A0 0 0 0,2 0,6 1,3 1,9
A1 0 0 0,1 0,7 1,2 2,0
A2 0 0 0,3 0,8 1,3 2,1
KONTROL 0 0,3 0,8 1,4 2,8 5,6
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 0 0,3 0,7 1,1 2,1 3,4
P2C03G3 A1 0 0,2 0,6 1,2 2,2 3,5
16
A2 0 0,3 0,8 1,3 2,4 3.3
P3C04G5
A0 0 0,1 0,3 0,6 1,6 2,9
A1 0 0,2 0,4 0,7 1,8 3,0
A2 0 0,1 0,4 0,6 1,7 3,1
P4C02G5
A0 0 0,1 0,3 0,7 1,6 3,2
A1 0 0,1 0,3 0,8 1,9 3,3
A2 0 0,1 0,4 0,7 1,7 3.2
KONTROL 0 0,3 1,0 1,9 3,6 6,3
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 0 0,4 0,9 1,5 2,5 4.0
P2C03G3 A1 0 0,5 1,0 1,7 2,6 4,3
30
A2 0 0,6 1,3 2,1 4,2 Busuk
P3C04G5
A0 0 0,2 0,7 1,4 2.4 3,6
A1 0 0,3 0,8 1,6 2.7 3.9
A2 0 0,2 0.6 1,6 2,5 3.8
P4C02G5
A0 0 0,3 0,8 1,5 2,6 4.1
A1 0 0,4 0,9 1,7 2,8 4.3
A2 0 0,4 1,0 1,8 2,8 4.4
KONTROL 0 0,6 1,6 3,4 6,4 Busuk
Satuan data analisis kekerasan pisang cavendish dalam milimeter/detik/ gram beban
( mm/det/100g)
56
Lampiran 8. Hasil Analisis Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama
Penyimpanan
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 21,2 22,2 19.4 21,3 22,3 20.4
P2C03G3 A1 21.4 21,2 22,3 22.4 21,3 22,4
10 A2 21,4 22,3 19.4 21,5 22,4 20.4
P3C04G5
A0 21,2 21,4 22,2 21,6 21,8 22,3
A1 21.4 21,4 20.4 22.4 21,5 21.4
A2 21,4 21,5 21,6 21,7 21,8 21,9
P4C02G5
A0 21,2 21,3 21,4 21,5 21,6 21,7
A1 21.4 22,4 22,1 22.4 22,2 22,5
A2 21,4 21,4 21.4 21,4 21,4 22.4
KONTROL 21,2 21,4 22,1 21,6 21,8 22,2
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 21,2 21,4 22,0 22,6 22,12 22,18
P2C03G3 A1 21.4 21,4 22.4 22.4 21,5 23.4
16 A2 21,4 22,5 22,1 21,5 22,3 22,7
P3C04G5
A0 21,2 21,5 23.4 21,6 21,8 21,1
A1 21.4 22,6 22,7 22.4 22,8 22,9
A2 21,4 21,5 21,6 21,7 21,8 21,9
P4C02G5
A0 21,2 21,3 21,4 21,5 21,6 21,7
A1 21.4 21.4 21.4 21.4 21.4 21.4
A2 21,4 22,2 22,4 21,5 22,6 22,8
KONTROL 21,2 21,3 21,4 21,3 21,6 21,7
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 21,2 22,3 21,5 21,1 22.4 21,8
P2C03G3 A1 21.4 21,4 21,6 21,3 22,7 21,9
30 A2 21,4 21,3 23.4 23.4 21,7 23.4
P3C04G5
A0 21,2 21,5 22,6 21,7 22,10 22,10
A1 21.4 23.4 21,6 21,5 21,0 21,9
A2 21,4 22,4 21,7 21,7 21,2 21,10
P4C02G5
A0 21,2 21,5 24.4 24.4 23.4 24.4
A1 21.4 21,7 22,7 21,8 22,8 22,11
A2 21,4 21,9 21,7 21,9 21,8 21,10
KONTROL 21,2 24.4 21,8 21,11 22,11 21,11
Satuan analisis data total padatan terlarut dalam 0brix
57
Lampiran 9. Hasil Analisis Warna Pisang Cavendish Selama Penyimpanan
Data Pengamatan Tingkat Kecerahan (L) Pisang Cavendish
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 90.02 87.95 84.13 83.07 80.13 77.67
P2C03G3 A1 90.33 89.10 87.80 90.13 88.87 88.68
10
A2 88.18 86.12 72.62 91.82 84.03 83.77
P3C04G5
A0 84.32 78.97 82.48 90.02 89.10 91.17
A1 88.80 81.93 86.12 94.12 92.78 94.78
A2 88.40 83.30 88.77 87.07 87.25 87.40
P4C02G5
A0 80.08 88.28 85.20 84.72 87.28 88.35
A1 89.55 91.13 85.20 71.95 69.78 63.90
A2 90.85 87.48 90.53 79.70 79.55 76.50
KONTROL 81.28 80.40 70.67 89.18 83.88 85.27
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 84.62 80.65 88.60 77.55 79.55 78.22
P2C03G3 A1 90.63 91.60 91.02 80.57 80.77 77.68
16
A2 87.18 92.65 93.48 84.28 87.43 86.65
P3C04G5
A0 88.27 79.77 93.00 77.92 80.28 78.50
A1 92.67 91.78 93.08 87.53 87.75 86.33
A2 91.32 78.32 74.90 87.08 78.88 77.27
P4C02G5
A0 86.87 90.62 94.27 81.82 85.52 84.37
A1 91.75 88.00 87.78 81.53 79.55 76.47
A2 87.47 82.02 88.72 74.52 75.15 71.93
KONTROL 90.07 82.80 88.52 87.13 86.37 86.05
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 74.65 86.23 87.63 72.42 78.92 78.38
P2C03G3 A1 81.97 93.32 84.50 72.00 73.27 69.40
30
A2 86.72 92.77 70.85 77.43 69.50 64.52
P3C04G5
A0 84.07 82.68 85.95 59.40 60.35 53.27
A1 77.43 90.83 90.32 64.37 70.82 66.83
A2 84.32 86.22 74.18 71.95 66.88 61.97
P4C02G5
A0 85.32 88.28 90.63 73.00 75.67 72.20
A1 71.27 93.05 90.03 82.62 92.00 95.10
A2 82.92 95.02 84.23 72.83 73.50 69.38
KONTROL 83.18 91.43 82.20 78.47 77.98 75.63
Nilai tingkat kecerahan diukur dengan colorimeter
58
Lampiran 10. Hasil Analisis Warna Pisang Cavendish Selama Penyimpanan
Data Pengamatan Nilai a (merah-hijau) Pisang Cavendish
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 1741 1879 2024 2165 2307 2448
P2C03G3 A1 1831 1890 1974 2185 2257 2371
10
A2 2053 2146 2261 2001 2105 2101
P3C04G5
A0 1866 2066 2011 2156 2229 2310
A1 1869 2124 2001 2064 2130 2176
A2 1875 1940 1820 2095 2068 2122
P4C02G5
A0 2191 1934 2091 2305 2255 2305
A1 2091 1881 2091 2610 2610 2787
A2 2095 2108 2029 2438 2405 2500
KONTROL 1873 1986 2500 2050 2364 2468
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 1977 2084 2050 2413 2450 2577
P2C03G3 A1 1902 1997 2076 2306 2393 2522
16
A2 2008 1918 2108 2239 2289 2377
P3C04G5
A0 1922 2273 2021 2429 2479 2605
A1 1885 1991 2072 2159 2253 2343
A2 1890 2322 2453 2151 2433 2524
P4C02G5
A0 2001 2073 2020 2450 2460 2589
A1 1979 2183 2227 2429 2553 2692
A2 2223 2549 2276 2584 2611 2692
KONTROL 1966 2268 2139 2264 2351 2427
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 2427 2247 2127 2729 2579 2658
P2C03G3 A1 2333 2168 2241 2682 2636 2748
30
A2 2262 2171 2740 2464 2703 2821
P3C04G5
A0 1997 2258 2056 3079 3109 3413
A1 2249 2033 1902 2861 2688 2858
A2 2229 2192 2548 2575 2735 2874
P4C02G5
A0 1852 1983 1931 2455 2495 2670
A1 2133 1846 1933 2221 2121 2156
A2 2209 2076 2249 2456 2476 2567
KONTROL 1968 1863 2214 2323 2446 2588
Nilai a (merah-hijau) diukur dengan colorimeter
59
Lampiran 11. Hasil Analisis Warna Pisang Cavendish Selama Penyimpanan
Data Pengamatan Nilai b (kuning-biru) Pisang Cavendish
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 12070 11858 11462 11351 11047 10792
P2C03G3 A1 12103 11976 11842 12084 11954 11934
10
A2 11881 11666 10270 12251 11446 11417
P3C04G5
A0 11482 10928 11291 12070 11975 12187
A1 11945 11234 11668 12495 12357 12565
A2 11904 11376 11942 11766 11785 11800
P4C02G5
A0 11043 11892 11573 11523 11788 11900
A1 12023 12187 11573 10202 9977 9369
A2 12158 11809 12125 11004 10988 10673
KONTROL 11168 11076 10070 11984 11435 11579
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 11513 11102 11924 10781 10987 10849
P2C03G3 A1 12135 12235 12174 11039 11059 10724
16
A2 11778 12343 12430 11509 11835 11763
P3C04G5
A0 11890 11010 12379 10820 11065 10880
A1 12344 12254 12388 11815 11837 11692
A2 12205 10860 10507 11768 10919 10753
P4C02G5
A0 11745 12133 12510 11223 11606 11487
A1 12251 11862 11840 11194 10989 10669
A2 11807 11243 11937 10467 10532 10199
KONTROL 12077 11325 11917 11773 11693 11661
T PERLAKUAN H 0 H 2 H 4 H 6 H 8 H 10
A0 10481 11679 11824 10250 10922 10867
P2C03G3 A1 11239 12412 11504 10207 10340 9939
30
A2 11730 12355 10088 10769 9948 9433
P3C04G5
A0 11456 11312 11649 8903 9000 8267
A1 10769 12156 12102 9418 10085 9674
A2 11482 11677 10433 10296 9772 9291
P4C02G5
A0 11585 11892 12135 10311 10586 10228
A1 10908 12385 12072 11306 11888 11976
A2 11337 12588 11472 10293 10361 9936
KONTROL 11364 12218 11262 10876 10825 10583
Nilai b (kuning-biru) diukur dengan colorimeter
60
Lampiran 12. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan pH Formula Edible Coating
ANALISIS RAGAM pH FORMULA EDIBLE COATING The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values CMC 3 0.2 0.3 0.4 GLISEROL 3 1 3 5 Number of Observations Read 18 Number of Observations Used 18
Hari ke-0 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 0.16991111 0.02123889 106.19 <.0001 Error 9 0.00180000 0.00020000 Corrected Total 17 0.17171111 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.989517 0.207126 0.014142 6.827778 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 0.05564444 0.02782222 139.11 <.0001 GLISEROL 2 0.09724444 0.04862222 243.11 <.0001 CMC*GLISEROL 4 0.01702222 0.00425556 21.28 0.0001
Duncan's Multiple Range Test for y
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 9 Error Mean Square 0.0002 Number of Means 2 3 Critical Range .01847 .01928 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N CMC A 6.876667 6 0.4 B 6.856667 6 0.3 C 6.750000 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 6.916667 6 5 B 6.830000 6 3 C 6.736667 6 1
Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.94000 2 0.35 B A 6.92000 2 0.45 B C 6.89000 2 0.25 C 6.88000 2 0.43 C 6.87000 2 0.33 D 6.83000 2 0.41 E 6.76000 2 0.31 E 6.74000 2 0.23 F 6.62000 2 0.21
61
Hari ke-1 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 0.00964444 0.00482222 24.11 0.0002 GLISEROL 2 0.00764444 0.00382222 19.11 0.0006 CMC*GLISEROL 4 0.02408889 0.00602222 30.11 <.0001 Error 9 0.00180000 0.00020000 Duncan Grouping Mean N CMC A 6.840000 6 0.3 A 6.830000 6 0.4 B 6.786667 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 6.836667 6 1 A 6.830000 6 3 B 6.790000 6 5
Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.88000 2 0.31 A 6.88000 2 0.43 B A 6.85000 2 0.21 B 6.83000 2 0.45 B C 6.82000 2 0.33 B C 6.82000 2 0.35 D C 6.79000 2 0.23 D 6.78000 2 0.41 E 6.72000 2 0.25
Hari ke-2 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 0.00217778 0.00108889 5.44 0.0282 GLISEROL 2 0.02137778 0.01068889 53.44 <.0001 CMC*GLISEROL 4 0.01208889 0.00302222 15.11 0.0005 Error 9 0.00180000 0.00020000 Duncan Grouping Mean N CMC A 6.776667 6 0.4 B A 6.766667 6 0.2 B 6.750000 6 0.3 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 6.810000 6 3 B 6.756667 6 1 C 6.726667 6 5
Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.84000 2 0.43 B A 6.81000 2 0.23 B C 6.79000 2 0.21 B C 6.78000 2 0.33 C 6.77000 2 0.45 C 6.76000 2 0.31 D 6.72000 2 0.41 D 6.71000 2 0.35 D 6.70000 2 0.25
62
Hari ke-3 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 0.00493333 0.00246667 12.33 0.0026 GLISEROL 2 0.01213333 0.00606667 30.33 0.0001 CMC*GLISEROL 4 0.02373333 0.00593333 29.67 <.0001 Error 9 0.00180000 0.00020000 Duncan Grouping Mean N CMC A 6.573333 6 0.2 B 6.540000 6 0.4 B 6.536667 6 0.3 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 6.580000 6 3 B 6.553333 6 5 C 6.516667 6 1
Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.63000 2 0.43 B A 6.60000 2 0.25 B C 6.57000 2 0.23 D C 6.55000 2 0.21 D C 6.55000 2 0.31 D C 6.54000 2 0.33 D C 6.54000 2 0.45 D 6.52000 2 0.35 E 6.45000 2 0.41
Hari ke-4 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 0.02111111 0.01055556 52.78 <.0001 GLISEROL 2 0.09084444 0.04542222 227.11 <.0001 CMC*GLISEROL 4 0.14648889 0.03662222 183.11 <.0001 Error 9 0.00180000 0.00020000 Duncan Grouping Mean N CMC A 6.363333 6 0.3 B 6.330000 6 0.2 C 6.280000 6 0.4 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 6.406667 6 5 B 6.333333 6 3 C 6.233333 6 1
Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.57000 2 0.25 B 6.43000 2 0.35 B 6.41000 2 0.33 C 6.37000 2 0.43 D 6.25000 2 0.41 D 6.25000 2 0.31 E D 6.22000 2 0.45 E D 6.22000 2 0.23 E 6.20000 2 0.21
63
Hari ke-5 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 0.00724444 0.00362222 18.11 0.0007 GLISEROL 2 0.03657778 0.01828889 91.44 <.0001 CMC*GLISEROL 4 0.15502222 0.03875556 193.78 <.0001 Error 9 0.00180000 0.00020000 Duncan Grouping Mean N CMC A 6.063333 6 0.2 B 6.026667 6 0.4 B 6.016667 6 0.3 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 6.093333 6 5 B 6.030000 6 1 C 5.983333 6 3
Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.22000 2 0.25 B 6.15000 2 0.31 B 6.14000 2 0.45 C 6.03000 2 0.43 C 6.03000 2 0.21 D 5.98000 2 0.33 E 5.94000 2 0.23 E 5.92000 2 0.35 E 5.91000 2 0.41
64
Lampiran 13. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Viskositas Formula Edible
Coating
Hari ke-0 ANALISIS RAGAM VISKOSITAS FORMULA EDIBLE COATING The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values CMC 3 0.2 0.3 0.4 GLISEROL 3 1 3 5 Number of Observations Read 18 Number of Observations Used 18 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 31044.00000 3880.50000 1940.25 <.0001 Error 9 18.00000 2.00000 Corrected Total 17 31062.00000 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.999421 0.840127 1.414214 168.3333 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 1596.00000 798.00000 399.00 <.0001 GLISEROL 2 29177.33333 14588.66667 7294.33 <.0001 CMC*GLISEROL 4 270.66667 67.66667 33.83 <.0001 The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for y
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 9 Error Mean Square 2 Number of Means 2 3 Critical Range 1.847 1.928 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N CMC A 179.3333 6 0.4 B 169.3333 6 0.3 C 156.3333 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 219.6667 6 5 B 164.0000 6 3 C 121.3333 6 1
65
Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 234.000 2 0.45 B 225.000 2 0.35 C 200.000 2 0.25 D 174.000 2 0.43 E 162.000 2 0.33 F 156.000 2 0.23 G 130.000 2 0.41 H 121.000 2 0.31 I 113.000 2 0.21
Hari ke-1 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 908.44444 454.22222 227.11 <.0001 GLISEROL 2 29207.11111 14603.55556 7301.78 <.0001 CMC*GLISEROL 4 1079.55556 269.88889 134.94 <.0001 Error 9 18.00000 2.00000 Duncan Grouping Mean N CMC A 212.3333 6 0.4 B 202.3333 6 0.3 C 195.0000 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 252.3333 6 5 B 203.6667 6 3 C 153.6667 6 1
Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 256.000 2 0.45 A 256.000 2 0.35 B 245.000 2 0.25 C 206.000 2 0.23 C 205.000 2 0.43 D 200.000 2 0.33 E 176.000 2 0.41 F 151.000 2 0.31 G 134.000 2 0.21
66
Hari ke-2 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 2128.44444 1064.22222 532.11 <.0001 GLISEROL 2 23699.11111 11849.55556 5924.78 <.0001 CMC*GLISEROL 4 1234.22222 308.55556 154.28 <.0001 Duncan Grouping Mean N CMC A 211.0000 6 0.4 B 192.0000 6 0.3 C 185.3333 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 238.6667 6 5 B 199.6667 6 3 C 150.0000 6 1
Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 242.000 2 0.45 A 240.000 2 0.35 B 234.000 2 0.25 C 214.000 2 0.43 D 196.000 2 0.23 E 189.000 2 0.33 F 177.000 2 0.41 G 147.000 2 0.31 H 126.000 2 0.21
Hari ke-3 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 1683.11111 841.55556 420.78 <.0001 GLISEROL 2 27883.11111 13941.55556 6970.78 <.0001 CMC*GLISEROL 4 300.88889 75.22222 37.61 <.0001 Duncan Grouping Mean N CMC A 202.3333 6 0.4 B 189.6667 6 0.3 C 178.6667 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 235.6667 6 5 B 195.3333 6 3 C 139.6667 6 1
Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 245.000 2 0.45 B 234.000 2 0.35 C 228.000 2 0.25 D 206.000 2 0.43 E 192.000 2 0.33 F 188.000 2 0.23 G 156.000 2 0.41 H 143.000 2 0.31 I 120.000 2 0.21
67
Hari ke-4 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 1563.11111 781.55556 390.78 <.0001 GLISEROL 2 29067.11111 14533.55556 7266.78 <.0001 CMC*GLISEROL 4 1192.88889 298.22222 149.11 <.0001 Duncan Grouping Mean N CMC A 200.3333 6 0.4 B 191.3333 6 0.3 C 177.6667 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 237.6667 6 5 B 192.3333 6 3 C 139.3333 6 1
Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 250.000 2 0.45 B 239.000 2 0.35 C 224.000 2 0.25 D 196.000 2 0.33 E 192.000 2 0.23 E 189.000 2 0.43 F 162.000 2 0.41 G 139.000 2 0.31 H 117.000 2 0.21
Hari ke-5 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CMC 2 1381.33333 690.66667 345.33 <.0001 GLISEROL 2 31625.33333 15812.66667 7906.33 <.0001 CMC*GLISEROL 4 1205.33333 301.33333 150.67 <.0001 Error 9 18.00000 2.00000 Duncan Grouping Mean N CMC A 194.0000 6 0.4 B 185.3333 6 0.3 C 172.6667 6 0.2 Duncan Grouping Mean N GLISEROL A 235.6667 6 5 B 183.3333 6 3 C 133.0000 6 1
68
Lampiran 14. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Persen Jumlah Kerusakan
Pisang Cavendish Selama Penyimpanan.
Hari ke-4
HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 212.0000000 26.5000000 44.72 <.0001 Error 18 10.6666667 0.5925926 Corrected Total 26 222.6666667 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.952096 31.49183 0.769800 2.444444 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 20.6666667 10.3333333 17.44 <.0001 SUHU 2 169.5555556 84.7777778 143.06 <.0001 FORMULA*SUHU 4 21.7777778 5.4444444 9.19 0.0003 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 0.592593 Number of Means 2 3 Critical Range .7624 .7999 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 3.2222 9 1 A 2.8889 9 3 B 1.2222 9 2 Duncan Grouping Mean N SUHU A 5.8889 9 30 B 1.4444 9 16 C 0.0000 9 10 Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 6.333 3 130 B A 3.833 6 330 B A 3.667 3 230 B A 3.333 3 116 B 1.000 3 316 B 0.000 3 110 B 0.000 3 220 B 0.000 3 216
69
Hari ke-10
HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 27905.62963 3488.20370 138.91 <.0001 Error 18 452.00000 25.11111 Corrected Total 26 28357.62963 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.984061 10.82397 5.011099 46.29630 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 1370.96296 685.48148 27.30 <.0001 SUHU 2 25824.29630 12912.14815 514.20 <.0001 FORMULA*SUHU 4 710.37037 177.59259 7.07 0.0013 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 25.11111 Number of Means 2 3 Critical Range 4.963 5.207 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 51.556 9 1 A A 51.111 9 3 B 36.222 9 2 Duncan Grouping Mean N SUHU A 80.444 9 30 B 52.889 9 16 C 5.556 9 10 Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 91.67 3 130 B A 67.00 3 230 B A 65.33 3 316 B A 55.00 3 116 B C 44.00 6 330 B C D 38.33 3 216 C D 8.00 3 110 D 3.33 3 220
70
Lampiran 15. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Susut Bobot Pisang
Cavendish Selama Penyimpanan.
Hari ke-4
HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 199.5695333 24.9461917 41.03 <.0001 Error 18 10.9437333 0.6079852 Corrected Total 26 210.5132667 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.948014 10.71227 0.779734 7.278889 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 2.7733556 1.3866778 2.28 0.1310 SUHU 2 193.7544667 96.8772333 159.34 <.0001 FORMULA*SUHU 4 3.0417111 0.7604278 1.25 0.3253 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 0.607985 Number of Means 2 3 Critical Range .7722 .8102 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 7.6967 9 2 A 7.2222 9 1 A 6.9178 9 3 Duncan Grouping Mean N SUHU A 9.4778 9 16 A 8.8511 9 30 B 3.5078 9 10
71
Hari ke-10
HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 1238.420533 154.802567 80.25 <.0001 Error 18 34.722467 1.929026 Corrected Total 26 1273.143000 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.972727 7.624303 1.388894 18.21667 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 3.167489 1.583744 0.82 0.4558 SUHU 2 1222.024067 611.012033 316.75 <.0001 FORMULA*SUHU 4 13.228978 3.307244 1.71 0.1906 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 1.929026 Number of Means 2 3 Critical Range 1.376 1.443 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 18.5911 9 2 A 18.2956 9 3 A 17.7633 9 1 Duncan Grouping Mean N SUHU A 23.3422 9 16 A 22.5956 9 30 B 8.7122 9 10
72
Lampiran 16. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kekerasan Pisang
Cavendish Selama Penyimpanan.
Hari ke-4
HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 1.99407407 0.24925926 21.71 <.0001 Error 18 0.20666667 0.01148148 Corrected Total 26 2.20074074 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.906092 18.42736 0.107152 0.581481 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 0.58074074 0.29037037 25.29 <.0001 SUHU 2 1.30296296 0.65148148 56.74 <.0001 FORMULA*SUHU 4 0.11037037 0.02759259 2.40 0.0878 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 0.011481 Number of Means 2 3 Critical Range .1061 .1113 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 0.78889 9 1 B 0.47778 9 3 B 0.47778 9 2 Duncan Grouping Mean N SUHU A 0.88889 9 30 B 0.46667 9 16 B 0.38889 9 10
73
Hari ke-10
HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 15.52074074 1.94009259 2.97 0.0261 Error 18 11.74000000 0.65222222 Corrected Total 26 27.26074074 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.569344 27.08730 0.807603 2.981481 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 0.51851852 0.25925926 0.40 0.6778 SUHU 2 10.39185185 5.19592593 7.97 0.0033 FORMULA*SUHU 4 4.61037037 1.15259259 1.77 0.1795 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 0.652222 Number of Means 2 3 Critical Range .7998 .8392 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 3.1667 9 3 A 2.9444 9 1 A 2.8333 9 2 Duncan Grouping Mean N SUHU A 3.6000 9 30 A 3.2111 9 16 B 2.1333 9 10
74
Lampiran 17. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Total Padatan Terlarut
Pisang Cavendish Selama Penyimpanan.
Hari ke-4
HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 13.06740741 1.63342593 1.77 0.1502 Error 18 16.63333333 0.92407407 Corrected Total 26 29.70074074 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.439969 4.393156 0.961288 21.88148 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 1.40518519 0.70259259 0.76 0.4820 SUHU 2 7.73629630 3.86814815 4.19 0.0321 FORMULA*SUHU 4 3.92592593 0.98148148 1.06 0.4037 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 0.924074 Number of Means 2 3 Critical Range .9520 .9989 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 22.1000 9 3 A 21.9778 9 2 A 21.5667 9 1 Duncan Grouping Mean N SUHU A 22.3556 9 30 A 22.1556 9 16 B 21.1333 9 10
75
Hari ke-10
HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 6.17546667 0.77193333 1.34 0.2872 Error 18 10.37920000 0.57662222 Corrected Total 26 16.55466667 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.373035 3.442579 0.759356 22.05778 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 0.31182222 0.15591111 0.27 0.7661 SUHU 2 1.62240000 0.81120000 1.41 0.2706 FORMULA*SUHU 4 4.24124444 1.06031111 1.84 0.1654 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 0.576622 Number of Means 2 3 Critical Range .7521 .7891 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 22.1956 9 1 A 22.0444 9 3 A 21.9333 9 2 Duncan Grouping Mean N SUHU A 22.2311 9 30 A 22.2311 9 16 A 21.7111 9 10
76
Lampiran 18. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Warna Pisang Cavendish
Selama Penyimpanan.
Hari ke-4
HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 306.042333 38.255292 0.93 0.5188 Error 18 743.823333 41.323519 Corrected Total 26 1049.865667 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.291506 7.461892 6.428337 86.14889 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 78.9686889 39.4843444 0.96 0.4033 SUHU 2 146.2800667 73.1400333 1.77 0.1987 FORMULA*SUHU 4 80.7935778 20.1983944 0.49 0.7439 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 41.32352 Number of Means 2 3 Critical Range 6.367 6.680 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 88.510 9 3 A 85.422 9 2 A 84.514 9 1 Duncan Grouping Mean N SUHU A 89.428 9 16 A 84.761 9 10 A 84.258 9 30
77
Hari ke-10
HASIL ANALISA RAGAM DAN UJI LANJUT DUNCAN The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values FORMULA 3 1 2 3 SUHU 3 10 16 30 Number of Observations Read 27 Number of Observations Used 27 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 8 1715.909733 214.488717 3.34 0.0160 Error 18 1156.449667 64.247204 Corrected Total 26 2872.359400 R-Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.597387 10.30217 8.015435 77.80333 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F FORMULA 2 3.7702889 1.8851444 0.03 0.9711 SUHU 2 864.9254000 432.4627000 6.73 0.0066 FORMULA*SUHU 4 847.2140444 211.8035111 3.30 0.0342 Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 64.2472 Number of Means 2 3 Critical Range 7.938 8.329 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N FORMULA A 78.330 9 1 A 77.578 9 3 A 77.502 9 2 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N SUHU A 83.580 9 10 A 79.713 9 16 B 70.117 9 30 Duncan Grouping Mean N INTERAKSI A 91.117 3 220 B A 83.373 3 110 B A 80.850 3 116 B A 80.700 3 216 B A 77.590 3 316 B A 77.572 6 330 B C 70.767 3 130 C 60.690 3 230