Date post: | 26-Jul-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | andikpribadi |
View: | 195 times |
Download: | 15 times |
ATURAN OPERASI WADUK OPTIMAL
UNTUK KASUS WADUK MALAHAYU, JAWA TENGAH *)
(Optimal Reservoir Operation Rule for Case of Malahayu Reservoir, Central Java)
Andik Pribadi dan M. Yanuar Jarwadi Purwanto
Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Abstract
Water efficiency on reservoir operation can be improved through application of optimal
reservoir operation rule. The rule can be specified by analysis of reservoir water balance
model that it included reservoir water availability and irrigation requirement, and also
analysis of crops response to fulfilment of irrigation requirement. Reservoir water balance
model was empirically developed based on the availability of reservoir operation data,
which later it was used for reservoir operation simulation. The simulation was done by
taking several values of irrigation sufficiency factor (k factor) till got the optimal reservoir
operation rule, i.e. reservoir operation that results in minimum crop stress based on Stress
Daily Index (SDI) analysis. Result of reservoir water balance model analysis at Malahayu
showed that reservoir seepage value was 0.1 mm/day, with coefficient of determination
(R2) was 0.89. Result of reservoir operation simulation and SDI analysis showed that
optimal reservoir operation rule at normal year type by applying annual mean k factor
value was 0.9 (∑ SDI = 0). The k factor values at dry and wet year types were 0.9 (∑ SDI
= 0) and 0.8 (∑ SDI = 6.28).
Key words: reservoir operation rule, irrigation sufficiency factor, and Stress Daily Index
Abstrak
Efisiensi air pada operasi waduk irigasi dapat ditingkatkan melalui penerapan aturan
operasi waduk optimal. Aturan tersebut dapat ditetapkan dengan melakukan analisis
model neraca air waduk, yang mencakup ketersediaan air waduk dan kebutuhan air irigasi,
serta analisis respon tanaman terhadap pemenuhan kebutuhan air irigasi. Model neraca air
waduk dikembangkan secara empiris berdasarkan data-data pengoperasian waduk yang
tersedia, yang selanjutnya digunakan untuk simulasi pengoperasian waduk. Simulasi ini
dilakukan dengan cara mengambil beberapa nilai faktor kecukupan air irigasi (faktor k)
hingga didapatkan aturan operasi waduk optimal, yaitu pengoperasian waduk yang
menghasilkan stres tanaman terkecil berdasarkan analisis Indeks Harian Stres (SDI). Hasil
analisis model neraca air Waduk Malahayu menunjukkan bahwa nilai rembesan air waduk
sebesar 0.1 mm/hari, dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.89. Hasil simulasi
pengoperasian waduk dan analisis SDI menunjukkan bahwa aturan operasi waduk optimal
pada tipe tahun normal adalah dengan penerapan nilai faktor k rata-rata tahunan sebesar
0.9 (∑ SDI = 0). Nilai faktor k pada tipe tahun basah dan kering masing-masing sebesar
0.9 (∑ SDI = 0) dan 0.8 (∑ SDI = 6.28).
Kata kunci: aturan operasi waduk, faktor kecukupan irigasi, dan indeks harian stres
_____________________________________________________
*) Disampaikan pada Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian dan Kongres Luar Biasa
PERTETA pada tanggal 29 – 30 November 2006 di Bogor
1
ATURAN OPERASI WADUK OPTIMAL
UNTUK KASUS WADUK MALAHAYU, JAWA TENGAH
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan suatu proyek irigasi secara luas terlihat pada kecukupan persediaan
airnya dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan air irigasi. Apabila aliran alami
suatu sungai tidak mencukupi untuk keperluan air irigasi maka biasanya dibangun suatu
waduk dan besar kelebihan limpasan pada musim hujan dapat ditampung sampai
dibutuhkan pada tahun kering (Hansen et al., 1979). Namun dengan cara ini, investasi
yang dibutuhkan tidaklah sedikit. Bahkan tidak jarang dalam proyek pembangunan sebuah
waduk, turut diiringi pula dengan munculnya berbagai permasalahan dan konflik sosial
yang menyebabkan kerugian di berbagai pihak.
Hal tersebut menyebabkan diperlukannya upaya pengelolaan waduk dengan cara
terbaik selepas konstruksi agar tujuan pembangunannya dapat dicapai semaksimal
mungkin. Operasional waduk irigasi harus mampu memenuhi kebutuhan air irigasi bagi
tanaman sesuai dengan ketersediaan airnya. Ketidaktepatan penentuan operasi waduk akan
menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan air tanaman pada musim kering dan
menimbulkan stress bagi tanaman sehingga menurunkan produksinya. Dalam skala luas,
hal ini tentu akan menimbulkan kerugian yang besar.
Perencanaan sistem pengelolaan air yang efisien dengan tujuan memaksimumkan
hasil yang diperoleh sangatlah penting di masa sekarang ini, apalagi dengan meningkatnya
kebutuhan air serta biaya produksi tanaman. Penelitian ini dilaksanakan dengan
pendekatan perbaikan pengelolaan air waduk dari kondisi aktual yang telah berjalan
dengan penyusunan model aturan operasi waduk yang optimal sehingga diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas pertanian di daerah irigasi yang bersangkutan.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menentukan aturan operasi waduk optimal sebagai
pedoman pengelolaan air waduk irigasi yang efisien.
2
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Waduk Malahayu yang terletak di Desa Malahayu,
Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Pengambilan data dimulai pada
bulan Februari 2001 sampai dengan Maret 2001.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data sekunder dalam
beberapa tahun (time series) yang diperlukan dalam analisis model simulasi operasi waduk
yang terdiri atas:
1. Data agroklimatologi (tahun 1991 – tahun 2000)
2. Curah hujan harian (tahun 1981 – tahun 2000)
3. Laporan pengoperasian waduk, yang meliputi data fluktuasi muka (elevasi) air
waduk, debit outflow waduk, evaporasi panci kelas A serta curah hujan harian
di waduk (tahun 1991 – tahun 2000)
4. Hubungan elevasi-volume-luas waduk (hasil pengukuran tahun 1993)
5. Realisasi pola tanam dan faktor k rata-rata di daerah irigasi (tahun 1991/1992 –
tahun 1999/2000).
Adapun alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah perangkat pengolah
data yang meliputi kalkulator dan komputer IBM-PC.
Metode
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan perbaikan pengelolaan waduk dari
kondisi aktual yang telah berjalan dengan penyusunan model aturan operasi waduk yang
optimal. Diagram kerangka metode penelitian secara lengkap disajikan dalam Gambar 1.
Tahap awal penelitian adalah pengumpulan data-data penelitian yang selanjutnya
digunakan untuk menganalisis beberapa parameter, antara lain:
a. Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi dihitung berdasarkan kebutuhan air tanaman teoritis, yaitu
berdasarkan data agroklimatologi. Pada penelitian ini, hanya kebutuhan air tanaman
padi yang dihitung secara teoritis.
3
Mulai
Pengumpulan
data
Identifikasi
karakteristik waduk
Penghitungan keb.
air irigasi standar
Penghitungan keb.
air irigasi teoritis
Penghitungan inflow andalan
dan rembesan waduk
Kalibrasi dan validasi
model neraca air waduk
Simulasi operasi waduk pada tiap
tipe tahun dengan berbagai outflow
waduk berdasarkan nilai faktor k
Penentuan faktor k optimal
dan nilai respon tanaman
dari hasil simulasi
Penetapan model
operasi waduk
Faktor k optimal untuk
aturan operasi waduk pada
tiap tipe tahun
Selesai
Penghitungan
outflow
waduk standar
Penghitungan
outflow
waduk teoritis
Penentuan
tipe tahun
Gambar 1. Bagan kerangka metode penelitian
4
Penggunaan Konsumtif (Evapotranspirasi)
Penggunaan konsumtif tanaman ditentukan oleh besarnya evapotranspirasi
tanaman (ETc). Evapotranspirasi acuan (ETo) tengah bulanan dihitung dari rata-rata
data penguapan harian dari panci kelas A (Epan) menggunakan persamaan (Mori et al.,
1989) :
ETo = Epan x kpan (1)
dimana: kpan = 0.65 – 0.85.
Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif di daerah irigasi dihitung berdasarkan nilai curah hujan
andalan tengah bulanan dengan peluang 80%. Besar curah hujan rata-rata dihitung
dengan menggunakan metode rata-rata aljabar curah hujan harian selama 20 tahun dari
tiga stasiun pengukur curah hujan di daerah irigasi Kabuyutan, yaitu Stasiun Bendung
Nambo, Stasiun Cilembu dan Stasiun Cimunding.
Nilai faktor-faktor yang lain dalam penentuan kebutuhan air irigasi, yaitu
kebutuhan air untuk penyiapan lahan, perkolasi, penggantian lapisan air dan efisiensi
irigasi, besarnya diasumsikan dengan mengacu kepada KP-01 Departemen PU.
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan diambil 250 mm untuk jangka waktu penyiapan
30 hari. Perkolasi yang terjadi di lahan sawah diasumsikan besarnya 3 mm/hari.
Penggantian lapisan air dilakukan sebanyak 2 kali masing-masing 50 mm (3.3 mm/hari
selama setengah bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah pemindahan bibit.
Sedangkan efisiensi total irigasi besarnya diambil 0.65.
b. Respon Tanaman
Respon tanaman terhadap kekurangan maupun kelebihan air irigasi dihitung
dengan metode Indeks Harian Stres (Stress Daily Index, SDI) yang dikembangkan oleh
Hiler (1969). Penelitian ini hanya memperhitungkan respon tanaman padi terhadap
kekurangan air, dengan asumsi padi merupakan tanaman dengan kebutuhan air
tertinggi di daerah irigasi sehingga dapat dijadikan parameter terhadap pemenuhan
kebutuhan air irigasi secara keseluruhan.
Selang lengas tanah optimum ditentukan berdasarkan jenis tanah di daerah
irigasi, yaitu jenis tanah alluvial. Jenis tanah ini mempunyai titik layu permanen,
kapasitas lapang dan kondisi jenuh masing-masing pada lengas tanah 60 mm, 90 mm
dan 120 mm. Hal ini berarti lengas tanah optimum berada pada kisaran 90 – 120 mm.
5
Analisis respon tanaman dilakukan dengan menggunakan prinsip keseimbangan
neraca air di petak sawah menggunakan persamaan (Handoko, 1993):
(I + CHE) – (P + ET) = ST – STo (2)
dimana : I = irigasi yang diberikan (mm)
CHE = curah hujan efektif (mm)
P = perkolasi (mm)
ET = evapotranspirasi tanaman (mm)
ST = lengas tanah pada saat t (mm)
STo = lengas tanah pada saat (t-1) (mm).
Indeks harian stres (SDI) diakumulasikan tiap tahun. Nilai faktor CS (crop
susceptibility factor) yang digunakan adalah nilai hasil penelitian Hiler (1974) yaitu
sebesar 0.3 untuk fase vegetatif (umur 1-40 hari), 0.36 untuk fase reproduktif (umur
41-80 hari) dan 0.36 untuk fase pematangan (umur 81-105 hari). Pada awal musim
tanam pertama, tanah diasumsikan pada kondisi jenuh yaitu dengan kandungan lengas
tanah sebesar 120 mm, sedangkan ketinggian maksimal genangan air untuk
pengelolaan air irigasi yang optimal diambil sebesar 50 mm, sehingga air maksimal di
petak sawah sebesar 170 mm.
c. Karakteristik Waduk
Volume dan Luas Waduk
Volume dan luas genangan harian waduk dapat diketahui dari data fluktuasi
muka (elevasi) air waduk harian yang dikaitkan dengan data hubungan elevasi-volume-
luas waduk.
Evaporasi dan Hujan di Waduk
Besar evaporasi harian dari waduk didapatkan dengan mengalikan evaporasi
aktual yang terukur dengan luas genangan waduk harian. Sedangkan volume hujan
harian yang jatuh ke waduk merupakan hasil perkalian antara tinggi curah hujan
dengan luas genangan waduk harian.
Rembesan (Seepage) Waduk
Besar rembesan dari waduk merupakan nilai yang diduga dan ditentukan
dengan cara trial and error (coba-ralat) karena nilai yang sebenarnya tidak terukur di
lapangan.
6
Debit Sungai Masuk (Inflow) Waduk
Debit sungai masuk (inflow) waduk harian aktual tidak diukur di lapangan
sehingga ditentukan berdasarkan keseimbangan neraca air di waduk dengan persamaan:
(I + R) – (O + E + Sp) = S – So (3)
Berdasarkan persamaan (3), inflow waduk dapat dicari dengan persamaan :
It = [S(t+1) – St] – Rt + (Ot +Et + Spt) (4)
dimana : It = inflow waduk selama interval waktu t
S(t+1) = volume waduk saat (t+1)
St = volume waduk saat t
Rt = curah hujan selama interval waktu t
Ot = outflow waduk selama interval waktu t
Et = evaporasi waduk selama interval waktu t
Spt = rembesan selama interval waktu t.
Inflow waduk andalan dianalisis dari data inflow rata-rata tengah bulanan aktual
selama 10 tahun dengan menggunakan metode Sebaran Peluang Gumbel.
Model Neraca Air Waduk
Model neraca air waduk disusun dengan menggunakan persamaan
keseimbangan neraca air di waduk, dengan nilai rembesan yang ditetapkan dengan cara
trial and error, sedangkan nilai inflow waduk yang digunakan adalah inflow andalan
dengan peluang terlewati 60%. Untuk mendapatkan nilai rembesan yang mendekati
kenyataan, maka model perlu dikalibrasi dengan berbagai nilai rembesan serta
dilakukan uji keabsahan model yang didapatkan pada periode tahun yang lain.
Tolok ukur uji keabsahan model ini didasarkan pada :
a) Penampilan hubungan antara volume model waduk dan volume aktual secara
grafik sehingga dapat ditentukan nilai mutlak (maksimum-minimum) data yang
diperoleh.
b) Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dengan persamaan (Fleming,
1975) :
R2 = 1 - { [ ∑(Yi – yi)
2] / [ ∑ (Yi – Y)
2 ] } (5)
dimana : Yi = volume aktual waduk ke-i
yi = volume model waduk ke-i
Y = rata-rata volume aktual waduk
7
Koefisien determinasi mempunyai nilai antara 0 – 1. Hubungan volume model dan
volume aktual yang paling baik adalah yang mempunyai koefisien determinasi terbesar
atau mendekati 1.
d. Simulasi Operasi Waduk
Simulasi operasi waduk dilakukan pada tiap tahun dengan menerapkan prinsip
keseimbangan neraca air waduk, dengan berbagai besar outflow waduk berdasarkan
faktor k, yaitu faktor kecukupan air, serta menggunakan nilai rembesan dan inflow
waduk sesuai hasil perhitungan sebelumnya. Data curah hujan dan evaporasi waduk
yang digunakan merupakan data aktual harian sesuai hasil pengukuran.
Besar kebutuhan air irigasi acuan (k=1) yang digunakan dalam simulasi ini
merupakan kebutuhan standar yang ditetapkan PU yang sudah biasa diterapkan di
daerah irigasi ini. Simulasi dilakukan dengan mengambil nilai faktor k sama dengan
0.6, 0.7, 0.8, 0.9, 1.1 dan 1.2 untuk tiap-tiap tahun. Faktor k sama dengan 0.6 artinya
jumlah air yang diberikan sebesar 60% dari total kebutuhan air ideal bagi tanaman.
Dari simulasi yang dilakukan, dapat diketahui nilai faktor k yang paling optimal
pada tiap-tiap tahun berdasarkan dua tolok ukur, yaitu pengoperasian waduk dengan
kondisi volume akhir waduk mendekati volume awal waduk (simulasi A), dan
pengoperasian berdasarkan garis standar yang diperoleh dari rata-rata volume awal dan
volume akhir waduk pada tiap-tiap tahun yaitu sebesar 11 juta m3 (simulasi B).
e. Kebijakan Aturan Operasi Waduk
Aturan operasi waduk yang optimal pada masing-masing tahun didapatkan
dengan membandingkan simulasi A dan simulasi B yang dikaitkan dengan pemenuhan
kebutuhan air irigasi tanaman. Hal ini dapat diketahui dengan menghitung stres
tanaman tahunan sebagai respon dari pemberian air irigasi pada berbagai faktor k.
Simulasi yang dipilih sebagai kebijakan aturan operasi waduk optimal adalah simulasi
dengan total nilai stres tanaman yang terkecil.
f. Aturan Operasi Waduk Optimal
Aturan operasi waduk optimal ditetapkan menggunakan simulasi model aturan
operasi waduk yang disusun dalam tiga tipe tahun, yaitu tahun normal, tahun basah dan
tahun kering. Masing-masing tipe tahun ditetapkan dengan membandingkan hujan
tahunan pada tiap-tiap tahun. Model disusun dengan dua cara penetapan kebutuhan air
irigasi, yaitu berdasarkan kebutuhan air tanaman yang ditetapkan Dinas PU Pengairan
8
(standar) dan berdasarkan perhitungan dari data iklim yang didapatkan (teoritis).
Variasi nilai faktor k diterapkan pada masing-masing model. Berdasarkan hasil
simulasi yang telah dipilih, dapat ditentukan variasi nilai faktor k yang optimal untuk
diterapkan pada masing-masing tipe tahun.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Model Neraca Air Waduk
a. Analisis Volume dan Luas Genangan Waduk
Volume dan luas genangan harian waduk dapat diketahui dari data fluktuasi muka
(elevasi) air waduk harian yang dikaitkan dengan data hubungan elevasi-volume-luas
waduk.
b. Analisis Curah Hujan dan Evaporasi Waduk
Besar volume hujan harian yang jatuh ke waduk merupakan hasil perkalian antara
tinggi curah hujan dengan luas genangan waduk harian. Sedangkan besar evaporasi harian
dari waduk didapatkan dengan mengalikan evaporasi aktual yang terukur dengan luas
genangan waduk harian.
c. Analisis Inflow Andalan
Inflow waduk andalan dianalisis dari data inflow rata-rata tengah bulanan aktual
selama 10 tahun dengan menggunakan metode Sebaran Peluang Gumbel. Pada model ini,
nilai inflow yang digunakan adalah inflow andalan dengan peluang terlewati 60%.
d. Kalibrasi Model
Model yang disusun dikalibrasi dengan menggunakan data operasi waduk aktual
tahun 1998. Persamaan (3) yang merupakan persamaan keseimbangan air waduk
digunakan dengan memakai nilai rembesan (seepage) waduk yang diasumsikan sebesar 0.1
mm/hari. Gambar 2 menampakkan perbandingan volume model dan volume aktual tahun
1998. Dengan menggunakan persamaan (5) didapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar
0.89 yang berarti mempunyai koefisien korelasi (R) sebesar 0.94. Sebagai aturan umum
dapat ditentukan bahwa korelasi antara dua variabel adalah lemah apabila 0≤│R│≤0.5 dan
mempunyai korelasi kuat apabila 0.5≤│R│≤1 (Gordon et al., 1992 dalam Asdak, 1995).
Hal ini berarti volume model dan volume aktual tahun 1998 mempunyai korelasi yang
kuat, sehingga nilai rembesan sebesar 0.1 mm/hari mendekati kenyataan dan dapat
diterima untuk penyusunan model.
9
0
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
30.000.000
35.000.000
40.000.000
45.000.000
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Periode (hari ke-)
Volu
me (
m3)
Model
Aktual
R2 = 0,89
Gambar 2. Grafik hasil kalibrasi model dengan data tahun 1998
e. Uji Keabsahan Model
Model yang telah disusun perlu diuji keabsahannya (validasi) agar benar-benar
representatif terhadap kondisi aktual. Pengujian keabsahan dilakukan dengan
menggunakan data aktual tahun 1997 dan 1999. Hasil validasi model yang dilakukan
menunjukkan koefisien determinasi untuk tahun 1997 dan 1999 masing-masing sebesar
0.87 dan 0.93. Hal ini berarti model yang disusun cukup representatif dan dapat diterapkan
untuk perhitungan neraca air waduk.
Simulasi Operasi Waduk
Simulasi operasi waduk diterapkan pada tahun 1992 – 1999, dengan menggunakan
prinsip keseimbangan air waduk. Data curah hujan, evaporasi dan inflow waduk
merupakan data aktual harian, sedangkan data rembesan waduk merupakan data hasil
kalibrasi dan validasi model neraca air waduk, yaitu sebesar 0.1 mm/hari. Simulasi
diterapkan pada masing-masing tahun dengan variasi outflow waduk berdasarkan faktor k
pemenuhan kebutuhan air irigasi. Faktor k yang disimulasikan bernilai 0.6, 0.7, 0.8, 0.9,
1.0, 1.1 dan 1.2. Simulasi ini dibatasi oleh volume maksimal dan volume minimal waduk.
Volume maksimal waduk adalah 40 juta m3 sesuai dengan batas elevasi pintu pelimpas,
sedangkan volume minimal waduk sebesar 1 juta m3 sesuai dengan kapasitas mati (dead
storage) Waduk Malahayu. Penampakan grafik hasil simulasi tahun 1999 disajikan dalam
Gambar 3.
10
0
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
30.000.000
35.000.000
40.000.000
45.000.000
50.000.000
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
hari ke-
volu
me (
m3)
vol. aktual
k = 0,6k = 0,7
k = 0,8
k = 0,9
k = 1,0k = 1,1
k = 1,2
Gambar 3. Simulasi pengoperasian waduk tahun 1999
Hasil analisis stres tanaman menunjukkan bahwa total Indeks Harian Stres (SDI)
tahun 1992 – 1999 sesuai dengan kondisi aktual, simulasi A dan simulasi B masing-masing
sebesar 132.28, 98.00 dan 80.67. Stres tanaman terbesar terjadi pada kondisi aktual yang
berarti bahwa pengoperasian waduk selama ini masih kurang optimal. Sedangkan stres
tanaman terkecil dihasilkan oleh simulasi B sehingga parameter simulasi B yaitu
pengoperasian waduk berdasarkan garis standar (volume 11 juta m3) digunakan sebagai
dasar kebijakan dalam penyusunan model aturan operasi waduk.
Aturan Operasi Waduk Optimal
1. Tipe Tahun
Berdasarkan analisis data curah hujan, dapat diketahui bahwa tahun 1995
memiliki curah hujan terbesar sebesar 3123 mm dan tahun 1997 memiliki curah hujan
terkecil sebesar 1841 mm. Sehingga tahun 1995 dipakai sebagai tipe tahun basah dan
tahun 1997 sebagai tahun kering. Sedangkan tahun 1999 dengan curah hujan sebesar
2928 mm dipilih sebagai tipe tahun normal.
2. Penetapan Model Aturan Operasi Waduk
Model aturan operasi waduk ditetapkan menggunakan parameter garis standar.
Pada model ini, volume awal waduk diasumsikan sebesar 11 juta m3 sesuai dengan
rata-rata volume awal dan akhir waduk aktual selama 8 tahun. Gambar 4 – 6
menampilkan grafik volume waduk hasil simulasi model dengan variasi nilai faktor k
pada tiga tipe tahun berdasarkan kebutuhan air tanaman standar.
11
0
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
30.000.000
35.000.000
40.000.000
45.000.000
50.000.000
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Periode (hari ke-)
Volu
me (
m3)
Vol. aktual
k = 0,6
k = 0,7
k = 0,8
k = 0,9
k = 1,0
k = 1,1
k = 1,2
Grs Standar
Gambar 4. Aturan operasi waduk pada tahun normal berdasarkan
kebutuhan air tanaman standar.
0
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
30.000.000
35.000.000
40.000.000
45.000.000
50.000.000
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Periode (hari ke-)
Volu
me (
m3)
Vol. aktual
k = 0,6
k = 0,7
k = 0,8
k = 0,9
k = 1,0
k = 1,1
k = 1,2
Grs Standar
Gambar 5. Aturan operasi waduk pada tahun basah berdasarkan
kebutuhan air tanaman standar.
0
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
30.000.000
35.000.000
40.000.000
45.000.000
50.000.000
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Periode (hari ke-)
Volu
me (
m3)
Vol. aktual
k = 0,6
k = 0,7
k = 0,8
k = 0,9
k = 1,0
k = 1,1
k = 1,2
Grs Standar
Gambar 6. Aturan operasi waduk pada tahun kering berdasarkan
kebutuhan air tanaman standar.
12
Pemakaian garis standar sebagai parameter pengoperasian waduk berarti bahwa
volume akhir waduk harus di atas 11 juta m3. Dari grafik simulasi yang didapatkan,
menunjukkan bahwa tidak semua nilai faktor k yang disimulasikan dapat diterapkan
untuk penyusunan model. Penerapan faktor k yang terlalu besar menyebabkan
ketidakcukupan kapasitas waduk untuk memenuhi kebutuhan air irigasi. Tabel 1 dan 2
berikut ini menyajikan nilai-nilai faktor k yang dapat diterapkan dalam penyusunan
aturan operasi waduk pada masing-masing tipe tahun sesuai grafik simulasi di atas.
Selain itu disajikan pula hasil perhitungan stres tanaman tahunan pada masing-masing
faktor k.
Tabel 1. Nilai faktor k optimal dan stres tanaman yang ditimbulkannya berdasarkan
kebutuhan air tanaman standar
Tipe Tahun Faktor k optimal ∑ SDI
Normal 0.6
0.7
0.8
24.89
17.40
11.75
Basah 0.6
0.7
0.8
20.93
15.02
9.77
Kering 0.6
0.7
50.59
38.45
Tabel 2. Nilai faktor k optimal dan stres tanaman yang ditimbulkannya berdasarkan
kebutuhan air tanaman teoretis
Tipe Tahun Faktor k optimal ∑ SDI
Normal 0.6
0.7
0.8
0.9
9.59
2.82
0.18
0.00
Basah 0.6
0.7
0.8
0.9
7.39
2.49
0.09
0.00
Kering 0.6
0.7
0.8
30.16
15.35
6.28
13
Berdasarkan Tabel 1 dan 2 di atas, secara umum aturan operasi waduk
berdasarkan kebutuhan air tanaman teoretis lebih optimal daripada berdasarkan
kebutuhan air tanaman standar. Hal ini ditunjukkan dari total stres tanaman tahunan
yang lebih kecil pada nilai faktor k yang sama. Selain itu, nilai faktor k yang dapat
diterapkan pada masing-masing tipe tahun juga lebih besar, sehingga kebutuhan air
irigasi lebih terjamin.
Adapun kebijakan penetapan aturan operasi waduk yang paling optimal
berdasarkan kedua tabel di atas adalah sebagai berikut :
a. Aturan operasi waduk pada tipe tahun normal
Aturan paling optimal adalah berdasarkan kebutuhan air irigasi teoretis dengan
menerapkan nilai faktor k rata-rata tahunan sebesar 0.9.
b. Aturan operasi waduk pada tipe tahun basah
Aturan paling optimal pada tipe tahun ini juga berdasarkan kebutuhan air irigasi
teoretis dengan menerapkan nilai faktor k rata-rata tahunan sebesar 0.9.
c. Aturan operasi waduk pada tipe tahun kering
Aturan paling optimal pada tipe tahun kering adalah berdasarkan kebutuhan air
irigasi teoretis dengan menerapkan nilai faktor k rata-rata tahunan sebesar 0.8.
Perencanaan pengoperasian kebijakan waduk yang tepat menuntut penentuan
tipe tahun yang tepat pula, sebelum tahun tersebut berjalan. Penentuan tipe tahun yang
akan datang ini dapat dilakukan dengan cara konsultasi pihak pengelola waduk dengan
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).
Aturan operasi waduk di atas dapat diterapkan sebagai aturan alternatif untuk
mendapatkan hasil produksi pertanian yang lebih tinggi daripada aturan yang saat ini
diterapkan. Aturan ini perlu diterjemahkan lebih dulu ke dalam panduan praktis
pengoperasian waduk oleh pihak pengelola waduk agar dapat dijalankan dengan baik oleh
operator pintu waduk. Sehingga meskipun tanpa arahan langsung dan terus menerus dari
atasan, operator waduk dapat menjalankan aturan tersebut dengan baik. Untuk
mendapatkan hasil seperti yang diharapkan, aturan ini perlu didukung dan dipatuhi oleh
semua pihak yang terkait, meliputi pihak pengelola waduk termasuk operator pintu waduk,
pengelola air irigasi, petani pengguna air irigasi, serta masyarakat pada umumnya.
14
KESIMPULAN
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Analisis Indeks Harian Stres (SDI) menunjukkan bahwa simulasi operasi waduk yang
dilakukan memberikan hasil yang lebih optimal dibandingkan dengan kodisi aktual.
Akumulasi SDI tahunan (1992-1999) berdasarkan irigasi aktual sebesar 132.28
sedangkan berdasarkan simulasi A dan simulasi B masing-masing sebesar 98.00 dan
80.67.
2. Secara umum pada berbagai tipe tahun, aturan operasi waduk berdasarkan kebutuhan
air tanaman teoretis lebih optimal daripada berdasarkan kebutuhan air tanaman standar.
3. Aturan operasi waduk paling optimal pada tahun normal adalah dengan menerapkan
nilai faktor k rata-rata tahunan sebesar 0.9 (∑ SDI = 0), pada tahun basah dengan
menerapkan nilai faktor k rata-rata tahunan sebesar 0.9 (∑ SDI = 0), sedangkan pada
tipe tahun kering dengan menerapkan nilai faktor k rata-rata tahunan sebesar 0.8 (∑
SDI = 6.28).
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terlaksananya penelitian ini dengan baik, terutama kepada Kepala beserta
seluruh Staf Balai Pengelolaan Sumberdaya Air (BPSDA) Wilayah Pemali serta Dinas PU
Pengairan Kabupaten Brebes. Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada para Staf
di Departemen Teknik Pertanian IPB atas saran dan masukannya dalam penelitian maupun
penulisan makalah ini, kepada Panitia Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian dan
Kongres Luar Biasa PERTETA di Bogor, serta semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan
satu persatu.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Departemen PU. 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP-01) Direktorat Jendral Pengairan
Departemen PU. CV Galang Persada. Jakarta.
Fleming, G. 1975. Computer Simulations Techniques in Hydrology. ELSEVIER
Environmental Science Service. New York.
15
Handoko, 1993. Klimatologi Dasar, Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-
unsur Iklim. Penerbit Pustaka Jaya. Jakarta.
Linsley, R.K. dan J.B. Franzini. 1991. Teknik Sumberdaya Air, Jilid 1 (Terjemahan).
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Mize, J.H. dan J.G. Cox. 1963. Essential of Simulation. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.
Mori, K. 1976. Hidrologi Untuk Pengairan (Terjemahan). Penerbit PT Pradnya Paramita.
Jakarta.
Sabi, I.M. 1993. Simulasi Pendugaan Respon Hasil Tanaman Terhadap Kelebihan dan
Kekurangan Air. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Simarmata, Dj.A. 1982. Operations Research : Sebuah Pengantar, Teknik-teknik Optimasi
Kuantitatif dari Sistem-Sistem Operasional. PT Gramedia. Jakarta.
Sri Harto Br. 1993. Analisis Hidrologi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.