Date post: | 06-Sep-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | selvi-sulistia-ningsih |
View: | 244 times |
Download: | 3 times |
Persiapan Pemeriksaan Audiometri
Audiometri
Pembimbing : dr. Sabriansyah, Sp. THT-KL
Disusun oleh :
Doni Trinanda
Selfianti
Selvi Sulistia Ningsih
Definisi
Audiologi : ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk fungsi pendengaran yang erat hubungannya dengan habilitasi dan rehabilitasinya
Audiometri :pemeriksaan ambang dengar seseorang dengan memberikan stimulus bunyi pada frekuensi dan intensitas tertentu
Audiogram, yang berisi grafik ambang pendengaran pada berbagai frekuensi terhadap intensitas suara dalamdecibel.
AUDIOGRAM
Interpretasi :
Sumbu Y menggambarkan intensitas suara yang diukur dalam satuan decibel (dB).
Sumbu X menggambarkan frekuensi yang diukur dalam satuan Hertz (Hz).
Tujuan Pemeriksaan Audiometri
Memeriksa fungsi pendengaran berdasarkan sifat subjektif atau melihat respon dari pasien langsung secara subjektif
Menentukan jenis ketulian : tuli konduktif, tuli sensorineural, atau tuli campur
Menentukan derajat ketulian
Indikasi Pemeriksaan Audiometri
Adanya penurunan fungsi pendengaran
Adanya telinga berbunyi dengung (tinitus)
Adanya rasa penuh di telinga
Riwayat keluar cairan dari telinga
Riwayat terpajan bising
Riwayat trauma pada telinga
Riwayat pemakaian obat ototoksik
Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga
Adanya gangguan keseimbangan
SYARAT PEMERIKSAAN AUDIOMETRI
Alat audiometer yang baik terkalibrasi
Lingkungan pemeriksaan yang tenang ruang kedap suara
Keterampilan pemeriksa yang cukup handal
Orang yang diperiksa harus kooperatif, dapat mengerti instruksi, dapat mendengarkan bunyi di telinga, dan sebaiknya bebas pajanan bising sebelumnya minimal 12-14 jam
PEMBAGIAN AUDIOMETRI
Audiometri Klinis : jenis audiometri ini bertujuan untuk menentukan diagnosa suatu gangguan pendengaran.
Audiometri Skrining : jenis audiometri ini bertujuan untuk mengetahui adanya penurunan fungsi pendengaran sebelum pasien mengeluh adanya gangguan pendengaran.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan oleh perusahaan untuk skirining dan monitoring karyawan yang terpapar pajanan bising.
KOMPONEN ALAT AUDIOMETRI
1. Oscilator : pengatur frekuensi untuk menghasilkan bunyi
2. Amplifier : menaikkan internsitas nada murni hingga dapat terdengar
3. Interrupter : pemutus suara dengan menekan dan mematikan tombol nada murni secara halus tanpa terdengar bunyi lain
4.Attenuator:menaikkandanmenurunkanintensitaske tingkat yang dikehendaki
5. Earphone : hantaran udara yang mengubah gelombang listrik menjadi bunyi yang dapat didengar
6. Bone Oscilator : hantaran tulang yang mengubah gelombang listrik menjadi gelombang bunyi
7. Sumber suara pengganggu (masking) : sebuah tahapan/ langkah pada audiometri yang memberikan stimulus bunyi pada telinga yang diperiksa sekaligus memberikan bunyi masking (penutup) pada telinga yang tidak diperiksa, bunyi masking dapat berupa bunyi angin dsb.
KOMPONEN ALAT AUDIOMETRI
Pada audiometri terdapat pilihan nada dari oktaf yaitu 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz yang memungkinkan intensitas lebih dari 110 dB. Standar alat yang digunakan berdasarkan BS EN 60645-1 (IEC 60645-1).
Alat audiometer harusnya selalu dapat dikalibrasi dengan exhaustive electro acoustic calibrations oleh badan pengkalibrasian nasional.
Pemeriksaan termasuk pemeriksaan cara pakai, dan penyesuaian bioakustik seharusnya dilakukan tiap hari sebelum digunakan, sesuai standar BS EN ISO 389 series.
Prosedur Pemeriksaan Audiometri
PERSIAPAN PASIEN
Pasien harus duduk sedemikian rupa sehingga tidak dapat melihat panel kontrol ataupun pemeriksanya.
Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan earphone yang tepat atau dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan harus disingkirkan. Misalnya anting-anting, kacamata, dan topi. Kemudian sebaiknya diperiksa apakah ada penyempitan liang telinga dengan cara mengamati dinding kanalis saat menekan pinna dan tragus.
Instruksi harus jelas dan tepat. Pasien perlu mengetahui apa yang harus didengar dan apa yang diharapkan sebagai jawabannya. Pasien harus didorong untuk memberi jawaban terhadap bunyi terlemah yang dapat didengarnya.
Lubang earphone harus tepat menempel pada lubang liang telinga.
PROSEDUR PEMERIKSAAN AUDIOMETRI
Prosedur pemeriksaan di bagi 2 :
Pemeriksaan hantaran udara (air conduction)
Pemeriksaan hantaran tulang (bone conduction)
PEMERIKSAAN AUDIOMETRI (AC)
BUNYI
DAUN TELINGA
GENDANG TELINGA
TULANG PENDENGARAN
KOKLEA
OTAK
SARAF-SARAF PENDENGARAN
PROSEDUR PEMERIKSAAN (AC)
Memberikan instruksi dengan jelas kepada pasien
Menempatkan Headphone dengan benar (merah: kanan & biru: kiri)
Lakukan pemeriksaan dari telinga yang lebih baik atau bila tidak diketahui maka pemeriksaan dimulai dari telinga kanan terlebih dahulu
Mulai pemeriksaan dari frekuensi 1000 Hz
Berikan intensitas awal 40 dB pada audiometer (jika telinga pasien tidak ada masalah gangguan pendengaran yang signifikan)
Berikan intensitas awal 60 dB pada audiometer (jika telinga pasien diperkirakan ada gangguan pendengaran yang signifikan)
Ketika pasien mulai memberikan respon, turunkan intensitas 10 dB / step sampai tidak ada respon.
Ketika tidak ada respon dari pasien, maka naikkan intensitas 5 dB / step sampai ada respon.
Intensitas terkecil yang mampu didengar pasien (2 respon dari 3 atau 4 stimulus) ditetapkan sebagai ambang dengar hantaran udara yang diperiksa pada frekuensi tersebut, kemudian catat hasilnya ke dalam audiogram.
Ulangi langkah-langkah diatas untuk mendapatkan ambang dengar pada frekuensi lainnya secara berurutan : 2000 Hz 4000 Hz 8000Hz 250 Hz 500 Hz.
Jika diperoleh perbedaan ambang 20 dB pada frekuensi yang berdekatan (mis : 1000 dengan 2000, atau 1000 dengan 500). Maka perlu dicari ambang pada frekuensi tengah oktaf tersebut. Yaitu 750 Hz, 1500 Hz, 3000 Hz, 6000 Hz.
Setelah seluruh ambang diperoleh, kemudian hubungkan setiap ambang dengan garis sambung, untuk hasil no response tidak perlu diberi garis hubung.
PEMERIKSAAN AUDIOMETRI (BC)
BUNYI
MASTOID
KOKLEA
SARAF-SARAF PENDENGARAN
OTAK
PROSEDUR PEMERIKSAAN (BC)
Memberikan instruksi dengan jelas kepada pasien
Pasangkan bone vibrator ke kepala pasien (pastikan pasien nyaman) dan berikan tombol respon ke pasien, selama pemeriksaan ciptakanlah suasana yang rileks.
Setting output bone vibrator dengan audiometer sesuai dengan telinga yang diperiksa (L=Left, R=Right), telinga yang pertama diperiksa adalah telinga yang lebih baik atau bila tidak diketahui maka mulai dari telinga kanan terlebih dahulu.
Mulai pemeriksaan dari frekuensi 1000 Hz
Berikan intensitas awal 30 dB pada audiometer (jika telinga pasien tidak ada masalah gangguan pendengaran yang signifikan)
Berikan intensitas awal 70 dB pada audiometer (jika telinga pasien diperkirakan ada gangguan pendengaran yang signifikan)
Ketika pasien mulai memberikan respon, turunkan intensitas 10 dB / step sampai tidak ada respon.
Ketika tidak ada respon naikkan intensitas 5 dB / step sampai ada respon.
Intensitas terkecil yang mampu didengar pasien (2 respon dari 3 atau 4 stimulus) ditetapkan sebagai ambang dengar hantaran udara yang diperiksa pada frekuensi tersebut, catat hasilnya kedalam audiogram.
Ulangi langkah-langkah diatas untuk mendapatkan ambang dengar pada frekuensi lainnya secara berurutan : 2000 Hz 4000 Hz 250 Hz 500 Hz.
Setelah seluruh ambang diperoleh, hubungkan setiap ambang dengan garis putus-putus, untuk hasil no response tidak perlu diberi garis hubung.
NOTASI AUDIOGRAM
AC (air conduction) : AC adalah hantaran suara yang melalui udara, grafik AC ditandai dengan garis lurus penuh. Dan intensitas yang diperiksa antara 250 8000 Hz. AC pada telinga kanan diberi symbol O sedangkan pada telinga kiri diberi symbol X.
BC (bone conduction) : BC adalah hantaran suara yang melalui tulang mastoid, grafik BC ditandai dengan garis putus putus. Intensitas yang diperiksa antara 500 4000 Hz. BC pada telinga kanan diberi symbol .
Untuk telinga kanan, sebaiknya penulisan grafik menggunakan warna Merah, sesuai dengan warna earphone untuk telinga kanan. Sedangkan telinga kiri ditulis dengan menggunakan warna Biru.
KONFIGURASI AUDIOGRAM
Tipe Mendatar
Tipe Menurun
Konfigurasi tipe menurun ini biasanya khas pada orang lanjut usia yang sudah mengalami proses degeneratif.
Tipe Menanjak
Tipe menakik (Notch)
biasanya khas pada orang orang yang sering terpapar bising setiap harinya.
sel rambut untuk frekuensi 4kHz sangat rentan terhadap kerusakan karena bising.
KONFIGURASI AUDIOGRAM
INTEPRETASI AUDIOGRAM
Dari hasil audiogram, dapat ditentukan beberapa hal sebagai berikut yaitu :
Jenis Ketulian
TULI KONDUKTIF
TULI SENSORINEURAL
TULI CAMPUR
Derajat Ketulian : dapat dihitung dengan menghitung AD pada frekuensi 500 4000 Hz dijumlahkan lalu dibagi 4
0 - 25 dB: normal
>25 40 dB: tuli ringan
>40 55 dB: tuli sedang
>55 70 dB: tuli sedang berat
>70 90 dB: tuli berat
> 90 dB: tuli sangat berat
Gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan
Audiogram normal
AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB, dimana AC dan BC berimpit, tidak ada gap.
TULI KONDUKTIF
Tuli Konduktif adalah keadaan dimana pada audiogram ditunjukkan grafik BC normal atau berada di bawah garis 25dB (< 25 dB) dan grafik AC di bawah garis 25 dB (> 25 dB). Antara AC dan BC terdapat gap.
TULI SENSORINEURAL
Tuli Sensorineural ditunjukkan pada audiogram dengan kedudukan grafik AC dan BC sama sama berada di bawah garis 25 dB (> 25 dB). AC dan BC berimpit, tidak ada gap, namun dapat terdapat perbedaan tidak melebihi 5 dB.
TULI CAMPURAN
Tuli Campur ditunjukkan pada audiogram dengan kedudukan grafik AC dan BC juga sama sama berada di bawah garis 25 dB (> 25 dB) dimana AC lebih besar dari BC dan terdapat gap minimal 10 dB.
Follow up
Follow-up berguna untuk mengetahui perkembangan perbaikan pendengaran dan follow-up biasanya dilakukan pada pekerja yang sering mengalami pajanan bising berulang.
Follow-up audiogram pada pasien yang bukan pekerja yang sering mengalami pajanan bising dapat dilakukan setiap :
Setiap 3 Bulan - Selama tahun pertama diagnosis
Setiap 6 Bulan - Selama tahun-tahun prasekolah
Setiap Tahun Selama usia sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Levine S. Audilogi. Dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta. Penerbit BukuKedokteran EGC;1997; 46-74.2.
Soepardi, Efiaty Arsyad et al. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam :Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala Leher. Jakarta.Balai Penerbit FKUI; 2008; 10-22.3.
Guyton A.C. Physiology of The Human Body. 11th ed. Philadelphia: W.B. SaundersCompany. 2003.5.
Kutz, Joe Walter ; Meyers, Arlend ; Bauer, Carol A, et al. Audiology Pure-ToneTesting. Available from:http://www.emedicine.medscape.com/article/1822962-overview.Accessed on 16th Maret 2015
TERIMA KASIH