+ All Categories
Home > Documents > BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA...

BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA...

Date post: 27-Jun-2019
Category:
Upload: ngodat
View: 214 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
73
9 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat Robert dan Jackson (2003, p4-5), Human Resource (HR) Management the design of formal system in an organization to ensure effective and efficient use of human talent to accomplish organizational goals. Manajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari suatu organisasi, yang digunakan untuk memastikan keefektifan dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi. Hal ini sejalan dengan Sihotang yang menjelaskan dalam bukunya yang berjudul ”Manajemen Sumberdaya Manusia” (2007, p1) bahwa manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya lain yang ada dalam organisasi, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dan menurut Hasibuan dalam bukunya yang berjudul ”Manajemen Sumber Daya manusia” (2007, p1), ”Manajemen adalah ilmu, dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia, dan sumber-sumber lainnya secara efektif, dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Sedangkan dalam buku yang berjudul ”Manajemen Sumber Daya Manusia dan Perusahaan” (2003, p1) Veithzal Rivai menjelaskan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang produksi pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya manusia (SDM) dianggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara sistematis dalam
Transcript
Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

 

BAB 2

LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Berdasarkan pendapat Robert dan Jackson (2003, p4-5), Human Resource (HR)

Management the design of formal system in an organization to ensure effective and efficient

use of human talent to accomplish organizational goals. Manajemen sumber daya manusia

merupakan perancangan sistem formal dari suatu organisasi, yang digunakan untuk

memastikan keefektifan dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan

organisasi. Hal ini sejalan dengan Sihotang yang menjelaskan dalam bukunya yang berjudul

”Manajemen Sumberdaya Manusia” (2007, p1) bahwa manajemen adalah perencanaan,

pengorganisasian, dan pengendalian usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan

sumber daya lain yang ada dalam organisasi, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dan menurut Hasibuan dalam bukunya yang berjudul ”Manajemen Sumber Daya

manusia” (2007, p1), ”Manajemen adalah ilmu, dan seni mengatur proses pemanfaatan

sumber daya manusia, dan sumber-sumber lainnya secara efektif, dan efisien untuk

mencapai suatu tujuan tertentu”.

Sedangkan dalam buku yang berjudul ”Manajemen Sumber Daya Manusia dan

Perusahaan” (2003, p1) Veithzal Rivai menjelaskan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia

(MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen yang meliputi segi-segi perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang

produksi pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya manusia (SDM)

dianggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai

pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara sistematis dalam

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

10 

 

apa yang disebut manajemen sumber daya manusia. Istilah ”manajemen” mempunyai arti

sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage (mengelola)

sumber daya manusia.

Dan menurut Rachmawati dalam bukunya ”Manajemen Sumber Daya Manusia”

(2008, p1) sumber daya manusia kini makin berperan besar bagi kesuksesan suatu

organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa unsur manusia dalam suatu organisasi dapat

memberikan keunggulan bersaing. Mereka membuat sasaran, strategi, inovasi, dan mencapai

tujuan organisasi. Oleh karena itu, sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang

paling vital bagi organisasi.

Dari beberapa teori mengenai MSDM diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

Manajemen Sumber Daya Manusia sangatlah penting bagi suatu organisasi dan adalah

Manajemen Sumber Daya Manusia adalah segala usaha yang dilakukan untuk menambah

nilai dari Sumber Daya Manusia tersebut dalam kaitannya dengan mencapai tujuan

perusahaan.

2.1.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Berdasarkan buku yang ditulis oleh Veithzal Rivai (2003, p8) tujuan-tujuan

manajemen sumber daya manusia (MSDM) memiliki 4 sasaran. Keempat sasaran yang relatif

umum bagi MSDM dan membentuk sebuah kerangka masalah yang sering ditemui dalam

perusahaan, keempat sasaran itu adalah:

1) Sasaran Perusahaan

Sasaran ini untuk mengenali manajemen SDM dalam rangka memberikan

kontribusi atas efektifitas perusahaan. Bahkan ketika departemen SDM secara formal

didirikan untuk membantu manajer, mereka masih tetap bertanggung jawab atas

kinerja karyawan.

2) Sasaran Fungsional

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

11 

 

Sasaran ini mempertahankan kontribusi departemen SDM pada level yang

cocok bagi berbagai kebutuhan perusahaan. Terkadang sumber daya dihabiskan

ketika manajemen SDM kurang atau lebih canggih dibandingkan dengan kebutuhan

perusahaan. Sasaran fungsional antara lain adalah: pengangkatan, penempatan, dan

penilaian.

3) Sasaran Sosial

Sasaran ini untuk selalu tanggap secara etis maupun sosial terhadap

berbagai kebutuhan dan tuntutan masyarakat dengan terus meminimalkan dampak

negatif atas tuntutan tersebut terhadap perusahaan. Kegagalan perusahaan dalam

menggunakan sumber daya mereka bagi kepentingan masyarakat yang tidak melalui

cara-cara yang etis bisa menimbulkan sejumlah kendala. Sasaran sosial antara lain

meliputi: keuntungan perusahaan, pemenuhan tuntutan hukum, dan hubungan

manajemen dengan serikat pekerja.

4) Sasaran Pribadi Karyawan

Yaitu untuk membantu para karyawan mencapai tujuan-tujuan pribadi

mereka, setidaknya sejauh tujuan-tujuan tersebut dapat meningkatkan kontribusi

individu atas perusahaan. Sasaran pribadi karyawan harus mampu ditemukan bila

mereka ingin dipertahankan dan dimotivasi. Selain itu, kinerja dan kepuasan

karyawan bisa menurun dan mereka bisa hengkang dari perusahaan.

2.1.3 Peran Strategis Sumber Daya Manusia

Menurut Dessler (2004, p13) Keunggulan yang dimiliki perusahaan dalam

menghadapi ketatnya persaingan di masa sekarang ini sangat ditentukan oleh peran

karyawan perusahaan tersebut. Maka fungsi bisnis bertanggungjawab untuk memperoleh,

melatih, memberi penghargaan, dan memberikan kompensasi kepada karyawan harus

memainkan peran yang lebih besar bagi keberhasilan perusahaan.

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

12 

 

Mathis dan Jackson (2006, p67) mengatakan bahwa kemampuan bersaing,

kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan dalam pasar, dan banyak masalah

lainnya merupakan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan sebuah organisasi. SDM

terlibat (atau seharusnya terlibat) dengan semua hal-hal tersebut dengan mengidentifikasi

bagaimana ia dapat membantu dalam meningkatkan produktifitas organisasional, membantu

untuk menangani kompetisi asing secara efektif, atau meningkatkan inovasi dalam

organisasi.

Pemikiran seperti ini menunjukkan adanya cara berpikir strategis. Pokok dari

perencanaan strategis adalah pengetahuan yang didapat dari membaca lingkungan eksternal

akan perubahan yang terjadi. Merumuskan rencana strategis membutuhkan identifikasi,

analisis, menyeimbangkan kesempatan dan ancaman eksternal perusahaan, serta kekuatan

dan kelemahan internalnya. Sumber daya manusia (SDM) bisa membantu perencana

strategis dengan mengamati lingkungan, mengidentifikasi dan menganalisis kesempatan dan

ancaman eksternal yang sangat penting bagi keberhasilan perusahaan.

Merumuskan rencana membutuhkan kecerdasan kompetitif, dan manajemen SDM

bisa memberikan informasi yang berguna. Sebagai contoh, rincian mengenai insentif baru

dari pesaing, dan informasi tentang peraturan yang ditunda seperti Undang-Undang tenaga

kerja atau perintah asuransi kesehatan.

Menurut Dessler (2004, p14) pelaksanaan strategi merupakan inti dari peran

strategis SDM, dan hal tersebut masuk akal. Strategi fungsional sebuah perusahaan harus

mendukung strategi persaingannya. Jika perusahaan memiliki strategi kompetitif untuk

membedakan dirinya dengan para pesaingnya dalam menawarkan pelayanan kepada

pelanggan yang superior, maka perusahaan akan membutuhkan karyawan yang

berkomitmen tinggi untuk melaksanakan strategi kompetitif guna memberikan daya saing

terhadap kompetitor.

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

13 

 

2.1.4 Aktivitas Utama Manajemen Sumber Daya Manusia

Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p7-9) MSDM adalah kegiatan mendapatkan,

mengelola, dan melepaskan sumber-sumber, dalam hal ini adalah manusia.

1) Mendapatkan Sumber Daya

Merupakan langkah dalam proses penentuan persyaratan organisasi

mengenai sumber yang ingin diperoleh dengan memperhatikan kualitas, tipe, dan

kualitas.

2) Mengelola Sumber Daya

Setelah organisasi mendapatkan semua tenaga yang diperlukan untuk

mencapai tujuannya, prioritas berikutnya adalah memastikan bahwa tenaga kerja

tersebut akan tinggal cukup lama di organisasi, sehingga efektif dan dapat

menunjukkan kinerja yang baik selama mereka disana. Sala satunya adalah:

• Menasehati dan menetapkan strategi pengupahan yang dapat menunjang tujuan

organisasi dan rencana bisnis, yaitu strategi pengupahan yang dapat menarik

dan mempertahankan pegawai sesuai dengan kemampuannya.

3) Pemutusan Sumber Daya

Akan tiba masanya dimana pegawai harus melepaskan diri dari organisasi.

Alasannya bisa karena pensiun, mengundurkan diri, selesai kontrak, berakhir kontrak

pelatihan, pemecatan, redundasi, dan sebagainya.

2.2 Kepribadian

2.2.1 Pengertian Kepribadian

Bila para psikolog berbicara tentang kepribadian, yang mereka maksudkan adalah

satu konsep dinamik yang menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan keseluruhan

sistem psikolog seseorang (Robbins, 2006, p120).

Menurut Luthans kepribadian adalah bagaimana orang mempengaruhi orang lain dan

bagaimana mereka memahami dan memandang dirinya (2006, p228). Sedangkan menurut

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

14 

 

Pervin dan John, kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola

pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten (1993).

Dan definisi kepribadian yang paling sering digunakan adalah yang dikemukakan

Gordon Allport yang mengatakan bahwa kepribadian adalah “organisasi dinamik dari sistem-

sistem psikologis dalam individu yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap

lingkungannya” (Robbins, 2006, p120).

2.2.2 Faktor Penentu Kepribadian

Argumen awal dalam riset kepribadian adalah apakah suatu kepribadian individual

merupakan hasil dari keturunan atau lingkungan. Tentunya tidak ada jawaban yang

sederhana untuk hal tersebut, tetapi tampaknya kepribadian merupakan hasil dari kedua

pengaruh tersebut. Selain itu, dewasa ini kita mengenal faktor ketiga, yaitu faktor situasi.

Dengan demikian, kepribadian seseorang dewasa sekarang umumnya dianggap terbentuk

dari baik faktor keturunan maupun faktor lingkungan, dalam kondisi situasional (Robbins,

2006, p120).

1. Faktor keturunan

Keturunan merujuk pada faktor-faktor yang ditentukan sejak lahir. Ukuran

fisik, wajah yang menarik, jenis kelamin, temperamen, komposisi dan refleksi otot,

level energi, dan ritme biologis adalah karakteristik yang umumnya dianggap entah

sepenuhnya atau secara substansial dipengaruhi oleh siapa orang tua mereka.

Artinya susunan biologis, fisiologis, dan psikologis inheren mereka. Pendekatan

keturunan berpendapat bahwa penjelasan terakhir tentang kepribadian seseorang

adalah struktur molekul dari gen, yang berlokasi dalam kromosom (Robbins, 2006,

p120).

2. Faktor lingkungan

Di antara faktor-faktor yang memberikan tekanan pada formasi kepribadian

kita adalah budaya (culture) di mana kita dibesarkan, kondisi awal kita, norma di

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

15 

 

tengah keluarga, teman, kelompok sosial, dan pengaruh-pengaruh lain yang kita

alami. lingkungan di mana kita berada memainkan peranan penting dalam

membentuk kepribadian kita (Robbins, 2006, p121).

Pertimbangan-pertimbangan yang cermat tentang argumen-argumen yang

mendukung entah keturunan atau lingkungan sebagai penentu utama kepribadian

mendorong konklusi bahwa keduanya penting. Keturunan menetapkan parameter

atau batas luar, tetapi potensi sepenuhnya seorang individu akan ditentukan oleh

seberapa baiknya dia menyesuaikan diri dengan permintaan dan persyaratan-

persyaratan lingkungan (Robbins, 2006, p121).

3. Faktor situasi

Faktor ketiga, faktor situasi mempengaruhi efek dari keturunan dan

lingkungan terhadap kepribadian. Kepribadian seorang individu, walaupun umumnya

stabil dan konsisten, justru berubah dalam situasi-situasi yang berbeda. Permintaan

yang bervariasi dari situasi yang berbeda menimbulkan aspek yang berbeda dari

kepribadian seseorang. Misalnya saat kita berada di gereja, atau wawancara untuk

mendapatkan pekerjaan, maka banyak sekali hal yang akan membatasi perilaku dan

kepribadian kita. Sedangkan situasi lain saat kita berada di taman bermain, maka

akan sangat sedikit yang membatasi perilaku dan kepribadian kita (Robbins, 2006,

p122).

Sedangkan menurut Luthans ada beberapa faktor yang menentukan kepribadian

seseorang, yaitu :

1. Peran Keturunan dan Otak.

Menurut laporan American Psychological Association menyimpulkan bahwa,

“Studi mengenai anak kembar dan anak yang diadopsi selama 20 tahun terakhir ini

secara tegas menetapkan bahwa terdapat komponen genetik di setiap trait dan

perilaku manusia, meliputi kepribadian, intelegensi umum, dan gangguan perilaku.”

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

16 

 

Dengan kata lain, tampak bahwa ratusan gen setidaknya ikut mempengaruhi ciri

kepribadian, begitu juga halnya lingkungan. Sehingga baik keturunan dan lingkungan

sama-sama memberikan pengaruh kepada kepribadian seseorang. Akan tetapi, gen

juga mempengaruhi fungsi otak yang pada gilirannya mempengaruhi bagaimana

orang berinteraksi dengan lingkungan mereka (2006, p228-229).

2. Penghargaan Diri.

Hal ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menilai diri dan

citra diri. Terdapat penelitian mengenai penghargaan diri dan implikasi sosialnya.

Ringkasan karya terbaru menunjukkan bahwa orang dengan penghargaan diri lebih

tinggi memiliki sikap, perasaan, dan kepuasan hidup yang positif dan tidak terlalu

cemas, putus asa, dan depresi. Jika penghargaan dirinya rendah dan tidak percaya

kepada kemampuan berpikirnya, maka seseorang mungkin akan takut mengambil

keputusan, lemah dalam bernegosiasi dan keahlian interpersonal, seta menjadi malas

atau tidak dapat berubah, sehingga pada akhirnya sifat-sifat seperti itu mungkin

akan mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang (2006, p230).

3. Interaksi Manusia-Situasi

Dikatakan bahwa orang itu tidak statis, bertindak sama dalam semua situasi,

tetapi selalu berubah dan fleksibel. Sebagai contoh, karyawan dapat berubah

tegantung pada situasi tertentu dimana mereka berinteraksi (2006, p231).

4. Proses Sosialisasi

Peranan manusia, kelompok, dan terutama organisasi yang sangat

mempengaruhi kepribadian individu semakin dihargai. Dampak yang berkelanjutan

dari lingkungan sosial secara umum disebut proses sosial. Proses sosial secara

khusus relevan dengan perilaku organisasi karena proses tidak ditentukan pada awal

masa kecil, melainkan terjadi sepanjang kehidupan seseorang. Fakta menyatakan

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

17 

 

bahwa sosialisasi mungkin menjadi salah satu penjelasan terbaik mengapa karyawan

berperilaku seperti yang terlihat dalam organisasi saat ini (2006, p231).

2.2.3 Ciri-ciri Kepribadian

Karya awal dalam struktur kepribadian berkembang sekitar usaha untuk mengidentifikasi

dan pemberian label atas ciri-ciri yang terus bertahan yang menggambarkan perilaku

seorang individu. Karekteristik populer mencakup perasaaan malu, keagresifan, sifat patuh,

kemalasan, ambisi, kesetiaan, dan sifat takut. Karakteristik ini, bila diperagakan dalam

sejumlah besar situasi, disebut ciri-ciri kepribadiaan, semakin konsisten karakterisik itu dan

semakin sering terjadi dalam berbagai situasi, semakin penting ciri-ciri itu dalam

menggambarkan individu (Robbins, 2006, p123).

1. Pencarian awal atas ciri-ciri primer

Usaha untuk mengisolasi ciri-ciri sudah dihindari karena begitu banyak ciri,

dalam sebuah studi, diidentifikasikan 17.953 ciri individu. Sebenarnya tidak mungkin

untuk meramalkan perilaku bila ada begitu besar ciri yang harus diperhitungkan.

Akibatnya perhatian diarahkan langsung untuk mengurangi ribuan ciri-ciri ini menjadi

satu jumlah yang lebih dapat dikelola. Seorang periset mengisolasi 171 ciri namun

menyimpulkan bahwa ciri-ciri itu tidak cukup punya kekuatan untuk digambarkan.

Yang dicarinya adalah mengurangi perangkat ciri yang akan mengidentifikasi pola-

pola yang melandasi. Hasilnya dalah identifikasi atas 16 faktor kepribadian , yang dia

sebut sumber atau pokok, ciri-ciri ini umumnya dianggap sebagai sumber perilaku

yang konstan dan mantap, yang memungkinkan prediksi atas perilaku seorang

individu dalam situasi spesifik dengan mempertimbangkan karakteristik-karakteristik

untuk mendapatkan relevan situasionalnya (Robbins, 2006, p123)

Tabel 2.1 Enam Belas Sifat Utama

1. Pendiam vs Ramah

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

18 

 

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16

Kurang cerdas vs Lebih cerdas

Dipengaruhi oleh perasaan vs Stabil secara emosional

Penurut vs Dominan

Serius vs Tak kenal susah

Bijaksana vs Berhati-berhati

Malu-malu vs Suka bertualang

Keras vs Sensitif

Percaya vs Curiga

Praktis vs Imajinatif

Jujur, blak-blakan vs Lihai

Yakin diri vs Ragu-ragu

Konservatif vs Suka bereksperimen

Tergantung kelompok vs Mandiri

Tak terkendali vs Terkendali

Santai vs Tegang

Sumber : Robbins, 2006, p123

2. Ciri Kepribadian Big five

Meskipun ciri kepribadian dan kecenderungan pada perilaku sudah ada sejak

lama, namun secara umum tidak digunakan dan bahkan tidak diperhitungkan lagi.

Akan tetapi, belakangan ini ada dukungan terhadap ciri lima faktor yang didasarkan

pada teori kepribadian. Beberapa tahun lalu, sekitar 18000 kata ditemukan untuk

mendeskripsikan kepribadian. Bahkan setelah mengkombinasikan kata dengan arti

yang sama, masih ada 171 ciri kepribadian yang tersisa. Tentu saja dalam praktik

jumlah ciri kepribadian yang besar itu tidak digunakan, jadi selanjutnya ditemukan

lima ciri kepribadian utama. Disebut Five Factor Model (FFM), atau dalam bidang

perilaku organisasi dan manajemen sumber daya manusia, “Big five” (Luthans, 2006,

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

19 

 

p233), Big five Personality merupakan pendekatan dalam psikologi kepribadian yang

mengelompokan trait kepribadian dengan analisis faktor, tokoh pelopornya adalah

Allport dan Cattell (Panggabean, 2009). Ciri tersebut telah menjadi ciri kepribadian

dalam banyak analisis selama bertahun-tahun dan bahkan terjadi antarbudaya

(Luthans, 2006, p233).

Yang penting, bukan hanya terdapat kesepakatan mengenai apa

kecenderungan ciri kepribadian yang utama, tetapi juga penelitian yang

menunjukkan bahwa lima hal tersebut memprediksi kinerja di tempat kerja. Baru-

baru ini Big five diperluas melalui studi meta-analisis untuk menunjukkan hubungan

positif antara motivasi kinerja dan kepuasan kerja. Meskipun kelima ciri merupakan

faktor kepribadian yang sangat independen, seperti warna utama, ciri tersebut dapat

dicampur dalam proporsi yang tidak terhitung dan dengan karakteristik lain untuk

menghasilkan keseluruhan kepribadian yang unik. Akan tetapi, seperti halnya warna,

pasti ada satu mendominasi ketika mendeskripsikan kepribadian individu (Luthans,

2006, p233).

Tabel 2.2 Ciri Kepribadian “Big five”

Ciri Utama Karakteristik Deskriptif pada orang dengan Skor

Tinggi

Kesungguhan dapat diandalkan, pekerja keras, teratur, disiplin diri, gigih,

bertanggung jawab

Stabilitas emosi Tenang, aman, senang, tidak khawatir

Sifat menyenangkan Kooperatif, hangat, perhatian, watak baik, sopan, dapat

dipercaya

Ekstraversi Dapat bersosialisasi, terbuka, banyak bicara, asertif, suka

berteman

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

20 

 

Terbuka pada

pengalaman

Ingin tahu, intelek, kreatif, terpelajar, sensitif, fleksibel,

imajinatif

Sumber : Luthans, 2006, p234

Penjelasan mengenai ciri-ciri Big five adalah sebagai berikut :

• Kesungguhan/sifat mendengarkan suara hati.

Kesungguhan dapat disebut juga dependability, impulse control, dan will to

achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang.

Seseorang yang bersungguh-sungguh memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-

orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang

yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius (Panggabean, 2009). Dimensi ini juga

dapat dikatakan sebagai ukuran dari keandalan (reliability). Orang yang sangat peka

terhadap suara hati bertanggung jawab, terorganisir, dapat dipercaya, dan gigih

(Robbins,2006, p125).

Kesungguhan mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir

sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana,

terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini

menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat

kesungguhan yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah

teralih perhatiannya (Panggabean, 2009).

• Kemampuan untuk bersepakat/sifat menyenangkan.

Kemampuan untuk bersepakat, dapat disebut juga social adaptibility atau

likability yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang

selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti

orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness

yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu,

forgiving, dan penyayang (Panggabean,2009).

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

21 

 

Namun, ditemukan pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal orang

yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi, dimana ketika berhadapan dengan

konflik, self esteem mereka akan cenderung menurun. Selain itu, menghindar dari

usaha langsung dalam menyatakan kekuatan sebagai usaha untuk memutuskan

konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari seseorang yang memiliki

tingkat agreeableness yang tinggi. Pria yang memiliki tingkat agreeableness yang

tinggi dengan penggunaan power yang rendah, akan lebih menunjukan kekuatan

jika dibandingkan dengan wanita. Sedangkan orang-orang dengan tingkat

agreeableness yang rendah cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif

(Panggabean, 2009).

Pelajar yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi memiliki tingkat

interaksi yang lebih tinggi dengan keluarga dan jarang memiliki konflik dengan

teman yang berjenis kelamin berlawanan (Panggabean, 2009). Jadi dimensi ini

merujuk pada kecenderungan seorang individu untuk tunduk kepada orang lain.

orang-orang ini dicirikan dengan kooperatif, hangat, dan percaya. Orang-orang yang

memilki skor rendah dalam dimensi ini biasanya merupakan orang yang dingin, tidak

mampu bersepakat, dan antagonistif (Robbins,2006, p125).

• Stabilitas Emosional.

Dimensi ini membuka jalan bagi kemampuan seseorang untuk bertahan

terhadap stress. Orang dengan stabilitas emosional yang positif cenderung tenang,

percaya diri, dan aman. Mereka dengan skor negatif cenderung nervous, cemas,

tertekan, dan tidak aman (Robbins, 2006, p125). Secara emosional mereka labil,

seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi

sesuatu yang berlawanan. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan

berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah (Panggabean,

2009).

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

22 

 

• Extraversi.

Extraversi, atau bisa juga disebut faktor dominan-patuh (dominance-

submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian,

dimana extraversi ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut

penelitian, seseorang yang memiliki faktor extraversi yang tinggi, akan mengingat

semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan

seseorang dengan tingkat extraversi yang rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga

akan lebih banyak memegang kontrol dan keintiman. Peergroup mereka juga

dianggap sebagai orang-orang yang ramah, fun-loving, affectionate, dan talkative

(Panggabean, 2009).

Extraversi dicirikan dengan efek positif seperti memiliki antusiasme yang

tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak

hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain. Extraversi memiliki tingkat

motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga

dominan dalam lingkungannya. Extraversi dapat memprediksi perkembangan dari

hubungan sosial. Seseorang yang memiliki tingkat extraversi yang tinggi dapat lebih

cepat berteman daripada seseorang yang memiliki tingkat extraversi yang rendah.

Extraversi mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan

mudah bosan. Sedangkan orang-orang dengan tingkat extraversi rendah cenderung

bersikap tenang dan menarik diri dari lingkungannya (Panggabean, 2009). Jadi bisa

disimpulkan dimensi ini mencakup tingkat kesenangan seseorang akan hubungan.

Orang-orang extravert cenderung suka berkelompok, tegas, dan mampu

bersosialisasi. Kaum introvert cenderung pendiam, malu-malu, dan tenang

(Robbins,2006, p125).

• Keterbukaan terhadap pengalaman.

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

23 

 

Faktor keterbukaan terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling

sulit untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang

digunakan tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Keterbukaan mengacu pada

bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi

yang baru (Panggabean, 2009).

Dimensi final ini mengajukan kisaran minat individual dan kekaguman

terhadap hal baru. Orang yang ekstrim terbuka adalah orang yang kreatif, ingin

tahu, dan sensitif secara artistik. Mereka yang berada pada sisi lain dari kategori

keterbukaan adalah konvensional dan menemukan kenyamanan dalam keakraban

(Robbins,2006, p125).

Nilai riil dari Big five pada perilaku organisasi adalah bahwa Big five benar-

benar menunjukkan pentingnya ciri/trait, dan ciri tersebut secara jelas menunjukkan

kinerja pekerjaan. Yang perlu diperhatikan adalah lima ciri tersebut cukup stabil.

Meskipun tidak ada kesepakatan total, banyak ahli teori kepribadian cenderung

sepakat bahwa setelah umur 30 tahun, profil kepribadian individu akan berubah

sedikit demi sedikit. Hal ini tidak bermaksud untuk menunjukkan bahwa Big five

memberikan profil kepribadian yang ideal untuk karyawan pada keseluruhan karier

mereka karena ciri yang berbeda dan diperlukan untuk pekerjaan yang berbeda.

Kuncinya adalah menemukan yang sesuai (Luthans, 2006, p233-234).

a. Dampak Positif dari Ciri Kesungguhan

Terdapat kesepakatan umum bahwa kesungguhan memiliki korelasi

positif yang paling kuat (sekitar 0,3) dengan kinerja. Dari level korelasi ini

(lebih bagus kalau 1,0), sebaiknya diperhatikan bahwa kurang dari 10 persen

(korelasi persegi, atau R2) dari kinerja dalam studi ada pada kesungguhan.

Tetapi juga perlu dicatat bahwa hal ini masih signifikan dan karyawan yang

bersungguh-sungguh mungkin memberikan keunggulan kompetitif utama.

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

24 

 

Seperti disimpulkan meta-analisis, individu yang dapat diandalkan, gigih,

tujuan terarah, dan teratur cenderung menjadi orang yang berkinerja lebih

tinggi pada pekerjaan secara virtual, sedangkan orang yang kelihatan

negatif, sembrono, tidak bertanggungjawab, sedikit berjuan, dan impulsif

cenderung menjadi orang berkinerja lebih rendah pada pekerjaan apapun

secara virtual (Luthans,2006, p234).

Berhubungan dengan wilayah perilaku organisasi, khususnya ciri

kepribadian, karyawan yang bersungguh-sungguh mengelola tujuan yang

lebih tinggi untuk dirinya sendiri, memiliki harapan kinerja lebih tinggi dan

merespons penambahan bidang kerja dengan baik dan strategi pemberian

wewenang dari manajemen sumber daya manusia. Seperti diharapkan,

penelitian mengindikasikan bahwa orang yang bersungguh-sungguh

cenderung sedikit tidak masuk kerja, dan studi terbaru menemukan dalam

manajemen sumber daya manusia internasional bahwa kesungguhan

ekspatriat berhubungan secara positif dengan rating kinerja di luar negeri.

Juga studi dengan hasil campuran dan tidak mendukung yang

menunjukan kompleksitisas ciri kepribadian. Misalnya, dalam studi terbaru,

kesungguhan diketahui tidak punya pengaruh terhadap penentuan kinerja

manajerial. Dalam studi terhadap manajer ekspatriat Timur Tengah,

kesungguhan dihubungkan dengan rating kinerja ekspatriat negara asal,

tetapi bukan rating ekspatriat yang sama dari negara tuan rumah. Studi

tersebut juga mengindikasikan bahwa kemampuan individu mengurangi

hubungan antara kesungguhan dan kinerja (positif untuk kemampuan tinggi

tetapi nol atau bahkan negatif untuk kemampuan rendah), tetapi studi

terbaru menemukan bahwa tidak ada moderator seperti itu. Studi baru

lainnya menemukan hubungan kesungguhan dengan kinerja menjadi kuat

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

25 

 

saat kepuasan kerja rendah, tetapi hubungan relatif lemah saat kepuasan

tinggi (Luthans, 2006, p234).

Kesungguhan merupakan hal yang kompleks dan bukan satu-

satunya jawaban untuk kinerja. Hal ini menimbulkan aliran penelitian baru

yang mendukung efek interaktif yang dihipotesis antara kesungguhan dan

ekstraversi dan sifat menyenangkan terhadap kinerja dan interaksi dari

kesungguhan dan keterbukaan terhadap pengalaman dan perilaku kreatif.

Juga muncul penelitian mengenai efek mediasi dan moderating

terhadap kesungguhan saat dipengaruhi oleh berbagai dinamika perilaku

organisasi. Dengan kata lain, tanpa mendalami analisis tersebut, secara

sederhana dapat dikatakan bahwa ada hal yang begitu kompleks berkaitan

dengan dampak ciri kepribadian dari kesungguhan terhadap berbagai

variabel yang berhubungan dengan pekerjaan. Akan tetapi, ini adalah

wilayah kepribadian dimana terdapat bukti penelitian yang cukup untuk

menyimpulkan bahwa kesungguhan sebaiknya mendapat perhatian ketika

kita berusaha memahami dampak ciri kepribadian terhadap kinerja,

kepuasan kerja, dan motivasi kerja; dan secara pragmatis kesungguhan juga

perlu diperhatikan dalam proses seleksi personel untuk sebagian besar

pekerjaan (Luthans, 2006, p234-235).

b. Dampak Ciri Lainnya

Meskipun kesungguhan memiliki hubungan paling konsisten dengan

kinerja dan dengan demikian paling banyak diperhatikan, empat ciri lainnya

juga memiliki beberapa penemuan yang menarik. Sebagai contoh, studi yang

melibatkan perserta dari beberapa negara Eropa, beberapa kelompok

pekerjaan, dan berbagai metode pengukuran kinerja menemukan bahwa

kesungguhan dan stabilitas emosi berhubungan dengan semua ukuran dan

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

26 

 

pekerjaan. Studi mengenai ketidakhadiran menemukan bahwa ekstraversi

memiliki hubungan terbalik, semakin tinggi ciri ekstraversi, karyawan

cenderung semakin sedikit absen (Luthans, 2006, p235).

Ciri lain memiliki dampak lebih selektif, tetapi masih logis. Misalnya,

orang dengan ekstraversi tinggi cenderung dihubungkan dengan

keberhasilan manajemen dan penjualan, sedangkan orang dengan stabilitas

emosi tinggi cenderung lebih efektif dalam situasi tertekan, orang dengan

sifat menyenangkan cenderung manangani hubungan dan konflik konsumen

dengan lebih efektif, dan orang yang terbuka pada pengalaman cenderung

memiliki keahlian pelatihan kerja dan membuat keputusan lebih baik dalam

pelatihan stimulasi pemecahan masalah. Studi lain menemukan bahwa orang

dengan gaya manajemen strategis memiliki ciri kesungguhan dan terbuka

pada pengalaman, dan dengan Big five untuk memprediksi kinerja tim.

Sebuah studi menemukan bahwa semakin tinggi nilai rata-rata ciri

kepribadian anggota tim, seperti sifat menyenangkan, ekstraversi, dan

stabilitas emosi, akan semakin baik kinerja tim. Dengan kata lain, tergantung

pada situasi, semua ciri Big five sebaiknya diperhatikan dalam studi dan

aplikasi perilaku organisasi (Luthans, 2006, p235).

3. Myers-Briggs Type Indicator (MBTI)

Sementara Big five muncul dari penelitian dasar dan secara umum berhubungan

dengan kinerja secara signifikan, MBTI didasarkan pada teori yang sangat tua,

dengan dukungan penelitian terbaik, tetapi digunakan secara luas dan sangat

populer dalam konseling karier, pembentukan tim, manajemen konflik, dan analisis

gaya manajemen. Teori tersebut kembali memelopori psikiater Carl Jung dari Swiss

pada tahun 1920-an. Jung berpendapat bahwa manusia dapat dibagi menjadi

ekstravert dan introvert dan manusia memiliki dua proses mental dasar, persepsi dan

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

27 

 

pendapat. Selanjutnya dia membagi persepsi menjadi indera dan intuisi dan

pendapat menjadi pikiran dan perasaan. Dengan demikian, dihasilkan empat dimensi

atau ciri kepribadian (Luthans, 2006, p235) :

1. Introversion/ekstraversion (introversi/ekstraversi)

2. Perceiving/judging (pendapat/penilaian)

3. Sensing/intuition (indera/intuisi)

4. Thinking/feeling (pikiran/perasaan)

Dia berpendapat bahwa meskipun secara umum orang memiliki keempat

dimensi tersebut, namun kombinasi preferensinya berbeda-beda. Menurut Jung,

yang penting preferensi seseorang tidak lebih baik dari orang lain, hanya berbeda

(Luthans, 2006, p235).

Sekitar 20 tahun setelah Jung mengembangkan teorinya, pada tahun 1940-

an. Katharine Briggs dan Isabel Briggs-Myers mengembangkan sekitar 100 soal ujian

kepribadian yang memberi pertanyaan kepada peserta mengenai bagaimana mereka

biasanya merasa atau bertindak dalam situasi tertentu untuk mengukur tingkat

preferensi pada keempat pasang ciri yang menghasilkan 16 tipe yang berbeda.

Disebut Myers-Briggs Type Indicator atau MBTI, pertanyaan-pertanyaan tersebut

berhubungan dengan bagaimana manusia memfokuskan energi mereka (ekstraversi

versus introversi), memberikan perhatian dan mengumpulkan informasi (indera

versus intuisi), proses dan evaluasi informasi dan membuat keputusan (pikiran vesus

perasaan), dan mengorientasikan diri pada dunia luar (pendapat versus penilaian).

Misalnya ESJT adalah Extravert, Sensing, Thinking, Judging. Tipe ini suka

berinteraksi dengan yang lain (E), melihat dunia secara realistis (S), membuat

keputusan secara objektif dan tegas (T), dan suka struktur, jadwal, dan urutan (J),

ini adalah tipe manajer (Luthans, 2006, p236). Sedangkan kaum INTJ adalah

visioner. Mereka biasanya memiliki pikiran asli dan dorongan yang kuat atas gagasan

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

28 

 

dan tujuan mereka sendiri. Mereka dicirikan sebagai skeptis, kritis, independen,

tekun, dan sering keras kepala. Kaum ENTP adalah penggagas (conceptualizer).

Meraka inovatif, individualistik, cakap dalam berbagai hal dan tertarik kepada

gagasan wirausaha. Orang ini cenderung memiliki banyak akal dalam menyelesaikan

persoalan-persoalan yang menantang tetapi bisa melupakan tugas-tugas rutin

(Robbins, 2006, p124).

Tabel 2.3 Dimensi Teori Jung dan Myers-Briggs Type Indicator

Darimana Anda mendapat energi ?

Ektraversi (E) ---------------------------------------- Introversi (I)

Terbuka Pendiam

Interaksi Konsentrasi

Bicara, kemudian berpikir Berpikir, kemudian bebicara

Suka berteman Reflektif

Perhatian & informasi ditujukan untuk apa?

Sensing (S) ------------------------------------------ Intuiting (N)

Praktis Umum

Detail Kemungkinan

Konkrit Teoritis

Spesifik Abstrak

Bagaimana Anda mengevaluasi dan membuat keputusan ?

Thinking (T) ----------------------------------------- Feeling (F)

Analisis Subjektif

Otak Perasaan

Aturan Lingkungan

Keadilan Belas kasihan

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

29 

 

Bagaimana Anda mengorientasikan diri pada dunia luar ?

Judging (J) -------------------------------------------- Perceiving (P)

Terstruktur Fleksibel

Berorientasi pada waktu Penyelesaian terbuka

Tegas Eksplorasi

Teratur Spontan

Sumber :Luthans, 2006, p237

Ketika merumuskan teorinya, Jung menekankan bahwa tidak ada tipe yang

bagus atau jelek. Inilah alasan mengapa MBTI adalah inventori kepribadian yang

banyak digunakan (jutaan setiap tahunnya) dan tidak mengancam secara psikologis.

Meskipun MBTI memiliki realibilitas dan validitas sebagai ukuran yang

mengidentifikasikan tipe kepribadian Jung dan memprediksi pilihan pekerjaan

(misalnya, orang yang memiliki intuisi tinggi cenderung menyukai karier dalam

periklanan, seni, dan pengajaran), namun belum ada dukungan penelitian yang

memadai untuk menjadikan MBTI sebagai dasar seleksi keputusan atau memprediksi

kinerja pekerjaan.

Akan tetapi, penggunaan MBTI oleh sejumlah perusahaan seperti AT&T,

Exxon, dan Honeywell untuk program pengembangan manajemen mereka dan

Hewlett-packard untuk pembentukan tim (tim building), sepertinya dibenarkan. Hal

ini dapat menjadi titik awal yang efekif dan berguna untuk diskusi tentang

perkembangan personal. Akan tetapi, seperti alat ukur psikologi yang lain, MBTI

dapat disalahgunakan. Seperti disimpulkan dalam analisis komprehensif, “Beberapa

penggunaan yang tidak tepat meliputi pelabelan satu sama lain, memaklumi alasan

bahwa mereka tidak bisa bekerja dengan orang lain, dan menghindari tanggung

jawab oleh karena orang lain lebih fleksibel. Tipe individu bukanlah alasan untuk

perilaku yang tidak tepat (Luthans, 2006, p236).

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

30 

 

2.3 Efikasi Diri

2.3.1 Pengertian Efikasi Diri

Seperti yang dinyatakan oleh Goleman, efikasi diri adalah konstruksi dasar untuk

Emotional Intelligent (EI) maupun optimisme, dan Synder berpendapat sama mengenai

konstruksi harapan (Goleman, 1995, p89). Sampai saat ini 9 meta-analisis skala besar secara

konsisten menunjukkan bahwa efikasi memberikan kontribusi pada tingkat motivasi dan

kinerja secara signifikan (Luthans, 2006, p337).

Dasar teoritis untuk efikasi diri adalah kapabilitas refleksi diri yaitu bagaimana orang

merefleksikan kembali tindakan/pengalaman kejadian tertentu dan selanjutnya memproses

secara kognitif seberapa besar keyakinan mereka terhadap penyelesaian tugas/kejadian di

masa mendatang (Bandura, 1999, p21).

Bandura sangat menekankan bahwa efikasi diri adalah mekanisme psikologis yang

paling penting dari pengaruh diri (self-influence). Dia menyatakan, “Jika orang tidak yakin

bahwa mereka dapat menghasilkan efek yang diinginkan dan mencegah hal yang tidak

diinginkan dengan tindakan mereka, maka mereka memiliki sedikit dorongan untuk

bertindak. Faktor apapun yang bertindak sebagai motivator, berakar dalam keyakinan bahwa

seseorang punya kekuasan untuk membuahkan hasil yang diinginkan (Locke, 2000, p120).

Definisi formal efikasi diri yang biasa digunakan adalah pernyataan Bandura

mengenai penilaian (judgment) atau keyakinan pribadi tentang “ seberapa baik seseorang

dapat melakukan tindakan yang diperlukan untuk berhubungan dengan situasi prospektif”

(Bandura, 1982, p122). Definisi yang lebih luas dan lebih tepat untuk efikasi diri diberikan

Stajkovic dan Luthans : “efikasi diri mengacu pada keyakinan individu (atau konfidensi)

mengenai kemampuannya untuk memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan tindakan

yang diperlukan agar berhasil melaksanakan tugas dalam konteks tertentu” (Stajkovic, 1998,

p66).

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

31 

 

2.3.2 Efikasi diri spesifik versus umum

Efikasi diri spesifik (specific self-efficacy) mengikuti konseptualisasi bandura dan

dikenal secara luas oleh sebagian besar penganutnya dalam bidang psikologi secara

keseluruhan. Akan tetapi, belakangan ini beberapa peneliti efikasi menggunakan efikasi diri

umum (general self efficacy) sebagai dimensi lain dari efikasi diri. Mereka menyatakan bahwa

selain efikasi diri spesifik, terdapat efikasi diri yang digeneralisasi untuk merefleksikan

keyakinan seseorang untuk menyelesaikan tugas diberbagai situasi dengan berhasil (Luthans,

2006, p338).

Perlu disadari bahwa efikasi yang digeneralisasi sangat berbeda dari gambaran

efikasi diri Bandura. Secara khusus, versi efikasi diri pada tugas tertentu dapat berubah

(statelike), dengan demikian memenuhi kriteria Positive Organizational Behavior (POB).

efikasi diri adalah variabel yang sangat tergantung pada tugas spesifik dan diproses secara

kognitif oleh individu sebelum usaha dilakukan (Luthans, 2006, p338).

Bandura berpendapat bahwa efikasi diri mempresentasikan kognisi khusus tugas dan

kognisi situasi. Sebaliknya, efikasi diri umum berkebalikan secara konseptual; efikasi diri

umum bersifat karakter (pridelike). Oleh karena itu, efikasi umum tetap stabil setiap waktu

dalam kondisi apapun. Bandura berpendapat melalui teori dan penelitian dasar yang

dilakukan selama bertahun-tahun, bahwa “keyakinan efikasi bukan ciri yang

didekonstektualkan.” Akan tetapi, Bandura dan yang lainnya yakin bahwa meskipun efikasi

diri tidak bersifat karakter, tidak berarti evaluasi efikasi diri spesifik tidak pernah menjadi

efikasi diri umum. Meskipun tidak memerlukan situasi yang stabil, penilaian efikasi pada

suatu tugas mungkin sama dengan yang lainnya tergantung pada situasi, tugas dan

orangnya (Luthans, 2006, p338).

Secara singkat, seperti dijelaskan di sini sebagai konstruksi POB tidak bersifat

karakter, karena itu ia ditujukan untuk tugas spesifik dan dapat dilatih dan dikembangkan.

Sebagai contoh, analis sistem mungkin memiliki efikasi diri tinggi dalam memecahkan

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

32 

 

masalah pemograman tertentu, tetapi efikasi rendah dalam menulis laporan untuk CIO (chief

informatiaon officer) mengenai bagaimana masalah terpecahkan. Terutama untuk POB,

efikasi rendah ini dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan pengembangan, dan efikasi yang

meningkat akan menghasilkan kinerja yang meningkat (Luthans, 2006, p338).

2.3.3 Perbedaan efikasi diri dan konsep perilaku organisasi yang telah mapan

Sekilas, efikasi diri tampak sangat serupa dan sering tercampur dengan konsep

perilaku organisasi yang dikenal secara luas. Khususnya penghargaan diri, motivasi harapan,

dan locus of control. Ada beberapa perbedaan utama yang akan menjelaskan lebih lagi

mengenai arti dari efikasi diri (Stajkovic, 1998, p67-68) :

1. Perbedaan efikasi diri dengan penghargaan diri, perbedaan utamanya adalah

penghargaan diri merupakan konstruksi global dari evaluasi dan keyakinan seseorang

terhadap sesuatu yang berharga, sementara efikasi diri merupakan keyakinan

seseorang mengenai kemampuan terhadap penugasan dan konteks tertentu. Kedua,

penghargaan diri bersifat stabil dan berkarakter, sementara efikasi diri berubah

setiap waktu saat informasi baru dan pengalaman pekerjaan diperoleh dan

dikembangkan. Akhirnya, penghargaan diri ditujukan kepada setiap aspek diri

sementara efikasi diri merupakan penilaian saat ini terhadap kesuksesan tugas di

masa depan. Contoh perbedaan tersebut adalah tenaga penjualan yang memiliki

efikasi diri tinggi dalam menjual barang mewah kepada pelanggan berpenghasilan

rendah, tetapi penghargaan dirinya rendah karena dia tahu bahwa kariernya

didasarkan pada penjualan yang tidak di perlukan oleh pelanggannya dan hal itu

membuat pelanggan tidak mampu membeli kebutuhan dasar bagi keluarganya.

2. Efikasi diri dengan teori motivasi, meskipun motivasi usaha-kinerja maupun efikasi

diri sama-sama mengatakan bahwa usaha menghasilkan kinerja, namun efikasi diri

mencakup lebih banyak hal. Efikasi diri juga melibatkan persepsi kemampuan,

keahlian, pengetahuan, pengalaman dengan tugas tertentu, kompleksitas tugas, dan

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

33 

 

lebih banyak lagi. Selain itu, efikasi diri melibatkan reaksi psikomotorik seperti emosi,

stres, dan kelelahan fisik. Dengan motivasi perilaku-hasil, terdapat lebih banyak

perbedaan. Prosesnya berbeda, efikasi merupakan penilaian kemampuan seseorang

untuk menyelesaikan pola perilaku tertentu (yakni, “saya yakin saya berhasil

menyelesaikan tugas ini”) sementara perilaku-hasil merupakan penilaian atas

konsekuensi yang mungkin terjadi dari perilaku tertentu (yakni, “saya yakin bahwa

apa yang saya lakukan akan (atau tidak akan) membuahkan hasil yang diinginkan”).

Dengan kata lain, evaluasi efikasi diri individu biasanya akan terjadi sebelum harapan

atas hasil perilaku dipertimbangkan.

3. Efikasi diri dengan locus of control. Konstruksi ketiga yang sering membingungkan

berasal dari teori atribusi, terutama locus of control. Orang yang membuat atribusi

internal mengenai perilaku mereka dan konsekuensinya (sukses atau gagal) yakin

bahwa mereka mengontrol nasib mereka sendiri (misalnya, “usaha dan kemampuan

sayalah yang membuat perbedaan”) dan mengasumsikan tanggung jawab personal

untuk konsekuensi perilaku mereka. Sebaliknya, atribusi eksernal membuat atribusi

terhadap berbagai kondisi (“tugasnya terlalu berat”) atau keberuntungan dan tidak

menggunakan tanggung jawab individu atas konsekuensi perilaku mereka. Bandura

berpendapat bahwa atribusi locus of control merupakan keyakinan kausal mengenai

hubungan tindakan-hasil, sementara efikasi diri adalah keyakinan individu mengenai

kemampuannya dan sumber daya kognitif yang dapat disusun bersama-sama untuk

menyelesaikan tugas dan berhasil.

2.3.4 Proses dan dampak efikasi diri

Proses efikasi diri mempengaruhi fungsi manusia bukan hanya secara langsung,

tetapi juga mempunyai pengaruh tidak langsung tehadap faktor lain. secara langsung,

proses efikasi diri mulai sebelum individu memilih pilihan mereka dan mengawali usaha

mereka. Yang pertama, orang cenderung mempertimbangkan, mengevaluasi dan

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

34 

 

mengintegrasikan informasi mengenai kapabilitas yang dirasakan. Yang penting, langkah

awal dalam proses tersebut tidak begitu berhubungan dengan kemampuan dan sumber

individu, tetapi lebih pada bagaimana mereka menilai atau meyakini bahwa mereka

dapat menggunakan kemampuan dan sumber mereka untuk menyelesaikan tugas yang

diberikan. Selanjutnya, evaluasi/persepsi menghasilkan harapan atas efikasi personal

yang pada gilirannya menentukan (Luthans, 2006, p340):

1. Keputusan untuk menampilkan tugas tertentu dalam konteks ini.

2. Sejumlah usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas.

3. Tingkat daya tahan yang akan muncul (selain masalah), tidak sesuai dengan

bukti dan kesulitan yang dihadapi.

Dengan kata lain bahwa dari awal dapat dilihat bahwa efikasi diri secara langsung

mempengaruhi (Luthans, 2006, p340):

1. Pemilihan perilaku (misalkan, keputusan dibuat berdasarkan bagaimana efikasi

yang dirasakan seseorang terhadap pilihan, misalnya tugas pekerjaan atau

bidang karir)

2. Usaha motivasi (misalnya, orang mencoba lebih keras dan berusaha melakukan

tugas dimana efikasi diri mereka lebih tinggi dari pada mereka yang memiliki

penilaian efikasi rendah).

3. Daya tahan (misalnya, orang dengan efikasi diri tinggi akan bangkit, bertahan

taat menghadapi masalah atau kegagalan, sementara orang dengan efikasi diri

rendah cenderung menyerah saat muncul rintangan).

Selain itu, terdapat bukti penelitian bahwa efikasi diri juga dapat secara langsung

mempengaruhi (Mager, 1992, p32):

1. Pola pemikiran fasilitatif (misalnya, penilaian efikasi mempengaruhi perkataan

pada diri sendiri (self-talk) seperti orang dengan efikasi diri tinggi mungkin

mengatakan pada diri sendiri, “ saya tahu saya dapat menemukan cara untuk

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

35 

 

memecahkan masalah ini, “ sementara orang dengan efikasi diri rendah mungkin

berkata pada diri sendiri, “saya tahu saya tidak bisa melakukan hal ini, saya tidak

punya kemampuan”).

2. Daya tahan terhadap stres misalnya, orang dengan efikasi diri rendah cenderung

mengalami stres dan kalah karena mereka gagal, sementara orang dengan

efikasi diri tinggi memasuki situasi penuh tekanan dengan percaya diri dan

kepastian dan dengan demikian dapat menahan reaksi stres).

Contoh dampak langsung efikasi diri pada fungsi manusia sejalan dengan individu

berkinerja tinggi. Mungkin profil individu berkinerja tinggi dalam sebuah pekerjaan

tertentu adalah orang berefikasi tinggi yang sungguh-sungguh melakukan pekerjaan

(menerimanya dan memandangnya sebagai tantangan); memberikan usaha maksimal

untuk menyelesaikan tugas; tahan menghadapi rintangan, frustasi, atau kemunduran;

memiliki pemikiran dan perkataan yang positif; dan tahan terhadap stres dan kekalahan

(Luthans, 2006, p340). Bandura menekankan bahwa efikasi diri juga memainkan

peranan vital dalam menentukan kinerja manusia lainnya seperti aspirasi tujuan, insentif

hasil, dan kesempatan yang dirasakan terhadap suatu proyek (Locke, 2000, p120).

Apapun tingkat tujuan yang dipilih, seberapa banyak usaha yang dikeluarkan untuk

mencapai tujuan tertentu, dan bagaimana reaksi/ ketahanan seseorang saat menghadapi

masalah dalam proses pencapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh efikasi diri. Begitu pula

dengan insentif hasil yang diantisipasi seseorang. Orang dengan efikasi diri tinggi

mengharapkan keberhasilan dan mendapat yang diinginkan, dan insentif hasil yang

positif, sementara orang dengan efikasi diri rendah mengharapkan kegagalan dan

memikirkan dis-insentif hasil yang negatif (misalnya, “saya tidak akan menyelesaikan

apapun”). Secara khusus relevan dengan formulasi strategi, awal kewirausahaan, dan

transisi ekonomi yang begitu sulit di negara bekas komunis (Luthans, 2006, p341).

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

36 

 

Bandura memberikan komentarnya berbagai peluang sebagai berikut : Orang efikasi

diri tinggi berfokus pada peluang yang layak dikejar dan melihat rintangan sebagai hal

yang dapat diatasi. Melalui kecerdasan dan daya tahan , mereka mencari cara untuk

mengendalikan, bahkan dalam lingkungan dengan peluang terbatas dan banyak

hambatan. Orang yang ragu-ragu diam dalam kesulitan karena mereka memandang

rintangan sebagai sesuatu yang tidak dapat mereka kontrol dan dengan mudah

menyakinkan diri sendiri bahwa usaha mereka akan sia-sia. Mereka mencapai

kesuksesan yang terbatas, bahkan dalam lingkungan dengan banyak kesempatan

(Locke, 2000, p121).

Melalui berbagai proses lainnya, baik langsung maupun tidak langsung, efikasi diri

tinggi mempunyai hubungan yang kuat dan sangat prediktif dengan kinerja tinggi.

Penelitian ekstensif secara solid mendukung kesimpulan tersebut. Bukan hanya bahan

seminar Bandura mengenai efikasi diri yang memberikan ratusan kutipan dan studi,

tetapi lebih dari 9 meta-analisis secara konsisten menemukan hubungan positif antara

efikasi diri dan kinerja dalam berbagai fungsi yang berbeda di bawah kondisi percobaan

di laboratorium dan kondisi alam (Luthans, 2006, p338).

2.3.5 Sumber Efikasi Diri

Bandura memberikan pemahaman teoritis yang komprehensif yang didukung dengan

penelitian bertahun-tahun, karena itulah ada kesempatan umum mengenai sumber

utama efikasi diri. Seperti ditunjukkan pada gambar 2.1, dari perspektif teori kognitif

sosial harus diingat bahwa keempat sumber efikasi tersebut hanya menyediakan data

mentah. Individu harus memilih, memproses secara kognitif, dan merefleksikan diri

untuk mengintegrasikan serta menggunakan informasi tersebut untuk membuat

penilaian persepsi efikasi diri dan membentuk keyakinan (Pervin, 1999, p181).

Sebagai contoh, mengenai input utama dalam efikasi diri dari kinerja, Bandura

menyatakan, “mungkin bervariasi tergantung bias interpretatif, kesulitan tugas, seberapa

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

37 

 

giat mereka bekerja, seberapa bantuan yang mereka peroleh, kondisi tempat mereka

bekerja, keadaan emosi dan fisik pada saat itu, tingkat perkembangan dari waktu ke

waktu, bias selektif bagaimana mereka memonitor dan menentukan pencapaian

mereka.” Dengan kata lain, efikasi tergantung pada bagaimana interpretasi invidu dan

proses keberhasilan secara kognitif (Pervin, 1999, p181).

Gambar 2.1 Sumber Informasi Utama untuk Efikasi Diri

Sumber : Luthans, 2006, p341

Menurut kepentingannya, sumber utama efikasi diri adalah sebagai berikut (Luthans,

2006, p341-342):

1. Pengalaman penguasaan (mastery experience) atau pencapaian kinerja. Inilah yang

paling kuat dalam membentuk keyakinan efikasi karena merupakan informasi

langsung mengenai kesuksesan. Akan tetapi, sekali lagi, perlu ditekankan bahwa

pencapaian kinerja tidak berarti sama dengan efikasi diri. Proses situasi maupun

kognitif (misalnya, persepsi kemampuan seseorang) yang berkaitan dengan kinerja

akan mempengaruhi penilaian dan keyakinan efikasi diri. Bandura juga menunjukkan

bahwa pengalaman yang diperoleh melalui usaha terus-menerus dan kemampuan

untuk belajar membentuk efikasi yang kuat dan fleksibel. Akan tetapi, efikasi yang

dibangun dari kesuksesan yang datang dengan mudah tidak akan bertahan ketika

muncul berbagai kesulitan, dan efikasi diri tersebut akan berubah dengan cepat.

Pengalaman Penguasaan atau Pencapaian Kinerja

Pengalaman Pribadi dan Pemodelan

Persuasi Sosial

Peningkatan Fisik dan Psikologis

Efikasi Diri

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

38 

 

2. Pengalaman pribadi atau pemodelan. Seperti halnya individu yang tidak perlu

mengalami secara langsung perilaku personal yang memperkuat pembelajaran

(mereka belajar sendiri dengan mengamati dan melihat orang lain yang relevan), hal

yang sama juga terjadi pada pencapaian efikasi. Seperti dinyatakan oleh Bandura,

“jika orang melihat orang lain seperti dirinya, yang berhasil karena berusaha keras,

mereka yakin bahwa mereka juga punya kapasitas untuk sukses. Sebaliknya,

mengamati kegagalan orang lain menanamkan keraguan mengenai kemampuan diri

sendiri untuk menguasai aktivitas yang sama. Adalah penting untuk menekankan

bahwa semakin mirip modelnya (misalnya, aspek-aspek demografis seperti umur,

jenis kelamin, karakteristik fisik, pendidikan, dan status serta pengalaman) dan

semakin relevan tugas yang dilakukan, semakin besar pengaruh pada proses efikasi

pengamat. Sumber informasi pribadi ini penting untuk orang dengan pengalaman

langsung (misalnya, tugas baru) dan sebagai strategi praktik untuk meningkatkan

efikasi seseorang melalui pelatihan

3. Persuasi sosial. Tidak sekuat sumber informasi pada poin sebelumnya, dan kadang-

kadang terlalu disederhanakan sebagai pendekatan "can-do", keyakinan seseorang

atas efikasi mereka dapat diperkuat melalui pengaruh orang lain yang kompeten dan

dihormati sehingga mereka "mendapatkan apa yang diperlukan" dan memberikan

umpan balik positif pada perkembangan yang terjadi dalam tugas. Pada sisi lain,

tidak perlu dipertanyakan mengenai dampak kata-kata yang buruk dan umpan balik

negatif (misalnya, "anda tidak dapat melakukannya"). Hal tersebut melumpuhkan

dan menurunkan kepercayaan diri seseorang. Sering sedikit komentar negatif atau

gerakan nonverbal dapat berdampak besar terhadap emosi dan efikasi seseorang.

Sayangnya, memberikan umpan balik positif dan menunjukkan kekuatan mereka

untuk menyelesaikan tugas dengan berhasil tidak dianggap punya dampak yang

sama besar dengan umpan balik negatif. Persuasi sosial dapat dipilih dan diproses

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

39 

 

untuk membentuk efikasi dengan memberikan informasi objektif dan melakukan

berbagai tindakan tindak lanjut untuk membentuk kesuksesan seseorang. Persuasi

sosial lebih berguna untuk menghapus kesenjangan saat orang mulai berjuang atau

ragu pada diri sendiri ketika mereka melakukan tugas, daripada dilakukan untuk

membangun efikasi pada tugas baru.

4. Peningkatan fisik dan psikologis. Orang sering mengandalkan perasaan mereka,

secara fisik dan emosi, untuk menilai kapabilitas mereka. Lebih dari sumber informasi

lainnya, jika ada hal-hal negatif (misalnya, orang sangat lelah dan atau tidak sehat

secara fisik atau cemas/depresi dan atau merasa tertekan), maka hal tersebut akan

sangat mengurangi efikasi. Pada sisi lain, jika keadaan fisik dan mental dalam

keadaan baik, maka kondisi tersebut tidak perlu memberi kontribusi pada efikasi

individu. Kesimpulannya, jika individu berada dalam kondisi mental dan fisik yang

sehat, maka hal ini merupakan titik awal yang baik untuk membangun efikasi.

Kondisi tersebut juga meningkatkan efikasi seseorang pada tugas yang menuntut

kondisi fisik dan atau psikologis yang baik.

Berkaitan dengan perilaku organisasi dan manajemen sumber daya manusia, setiap

sumber efikasi bersifat lunak dan dapat diubah. Sebagaimana telah dibahas, efikasi diri dapat

berubah dan bukan merupakan trait. Dengan kata lain, efikasi diri dapat ditingkatkan melalui

pelatihan dan pengembangan yang ditargetkan pada keempat sumber tersebut (Luthans,

2006, p342).

Orang perlu rasa efikasi yang kuat sebelum mereka mencoba menerapkan apa yang

mereka pelajari dan sebelum mereka mencoba mempelajari hal baru. Mereka perlu yakin

akan kemampuan diri untuk berkinerja lebih baik dalam pekerjaan yang tidak selalu

mendukung. Keyakinan ini membantu mereka selamat dari penolakan. Hal ini juga

membantu mereka bertekun menghadapi tantangan dan kemunduran. Efikasi diri tidak

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

40 

 

hanya memiliki implikasi penting untuk pelatihan, tetapi juga bagi banyak hal di tempat kerja

saat ini (Mager, 1992, p36).

2.3.6 Implikasi efikasi diri di tempat kerja

Teori efikasi diri pertama kali digunakan 30 tahun yang lalu sebagai kerangka klinis

"untuk menganalisis perubahan yang dicapai dalam perilaku ketakutan dan menghindar."

Perlakuan psikoterapi seperti desensitisasi, permodelan simbolis, dan pengalaman

penguasaan langsung jelas mengubah perilaku klien melalui efikasi diri. Akan tetapi, lingkup

efikasi diri dengan cepat meluas melebihi domain perubahan perilaku klinis untuk bisa

diterapkan dalam bidang-bidang seperti : (1) promosi kesehatan dan rekoveri dari

kemunduran fisik, (2) kontrol terhadap makan, (3) tahan terhadap zat adiktif, (4)

keberhasilan pendidikan, (5) kinerja olahraga, dan yang paling penting, (6) untuk studi dan

aplikasi perilaku organisasi dan kinerja di tempat kerja (Cervone, 2000, p33).

Sebagaimana telah dijelaskan, sementara konstruksi POB lainnya mempunyai

beberapa studi penelitian di tempat kerja, efikasi diri mempunyai pengetahuan yang

tertanam dengan baik untuk dapat diterapkan dan berdampak positif terhadap kinerja.

Secara khusus, meta-analisis dari Stajkovic dan Luthans yang mencakup 114 studi dan

21.626 subjek, mengindikasikan hasil korelasi rata-rata yang bernilai 38 yang sangat

signifikan antara efikasi diri dan kinerja. Ketika diubah menjadi efek estimasi yang biasanya

digunakan dalam meta-analisis, nilai kinerja yang ditranformasikan meningkat 28 persen

dikarenakan efikasi diri. Dengan perbandingan, hasil efikasi diri di tempat kerja memperoleh

rata-rata kinerja yang lebih besar daripada hasil meta-analisis intervensi perilaku organisasi

populer seperti penetapan tujuan (10,39%), umpan balik (13,6%), atau modifikasi perilaku

organisasi (17%), dan sepertinya menjadi prediktor kinerja yang lebih baik daripada ciri

kepribadian (misalnya,"Big five") atau sikap yang relevan (misalnya, kepuasan kerja atau

komitmen organisasi) yang umunya digunakan dalam penelitian perilaku organisasi

(Stajkovic, 1998, p261).

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

41 

 

2.4 Motivasi

2.4.1 Pengertian Motivasi

Untuk mengetahui lebih luas tentang masalah motivasi, berikut ini akan dikemukakan

beberapa pengertian tentang motivasi. Motivasi dapat ditafsirkan dan diartikan berbeda oleh

setiap orang sesuai dengan tempat dan situasi dari masing-masing orang itu serta

disesuaikan dengan perkembangan peradaban manusia. Namun ditinjau dari aspek

taksonomi, motivasi berasal dari bahasa latin yaitu “movere” yang artinya bergerak. Menurut

Winardi (2001, p1), istilah motivasi berasal dari perkataan bahasa latin, yakni movere yang

berarti “menggerakkan” (to move). Dengan demikian secara etimologi, motivasi berkaitan

dengan hal-hal yang mendorong atau menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu.

Menurut Sutrisno (2009, p115) motivasi adalah suatu faktor yang mendorong

seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali

diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Begitu juga definisi motivasi

menurut Schiffman dan Kanuk (1991, p5): “Motivation can be described as the driving force

between individuals that impels them to action”. Penjelasan tersebut menjelaskan motivasi

dapat digambarkan sebagai kekuatan penggerak diantara individu-individu yang mendorong

mereka untuk bertindak. Kekuatan penggerak tersebut disebabkan adanya ketegangan yang

timbul karena adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi.

Sedangkan menurut Robbins (2001, p156) : “Motivation is the processes that

account for individual’s intensity, direction, and persistence of effort toward attaining a goal”,

yang berarti motivasi merupakan suatu proses yang menjelaskan kesediaan seseorang

berusaha untuk mencapai ke arah tujuan, yang dikondisikan oleh kemampuan/intensitas

seseorang dalam memenuhi kebutuhannya.

Wexley dan Yukl memberikan batasan mengenai motivasi sebagai the process by

which behavior is energized and directed. Pengertian motivasi seperti dikemukakan oleh

Wexley dan Yukl adalah pemberian atau penimbulan motif atau dapat pula diartikan sebagai

Page 34: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

42 

 

hal atau keadaan menjadi motif. Jadi, motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat

atau dorongan kerja (Sutrisno, 2009, p117).

Dengan demikian maka istilah motivasi sama artinya dengan kata-kata motive, motif,

dorongan, alasan dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Winardi (2000, p40) yang

menyatakan bahwa motivasi berkaitan dengan kebutuhan. Kita sebagai manusia selalu

mempunyai kebutuhan yang diupayakan untuk dipenuhi. Untuk mencapai keadaan

termotivasi, maka kita harus mempunyai tindakan tertentu yang harus dipenuhi, dan apabila

kebutuhan itu terpenuhi, maka muncul lagi kebutuhan-kebutuhan yang lain hingga semua

orang termotivasi.

Dan juga Menurut Loudon dan Della Bitta (1993, p322): “A motif as an inner state

that mobilizes bodily energy and directs it in selective fashion toward goals usually located in

the external environment”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa motif merupakan suatu

keadaan yang menggerakan energi dan tenaga jasmani dalam diri seseorang dan

mengarahkan secara selektif menuju suatu tujuan yang biasanya terletak dalam lingkungan

external. Peran motif untuk membangkitkan dan menunjukkan perilaku konsumen. Motif

mempunyai beberapa fungsi penting untuk mengarahkan perilaku, (Laudon dan Bella Ditta,

1993, p323) yaitu menetapkan kebutuhan dasar, mengidentifikasikan obyek sasaran,

mempengaruhi kriteria pemilihan, dan mengarahkan pengaruh-pengaruh lainnya.

Selain itu motivasi juga sangat erat kaitannya dengan kinerja seperti yang dikatakan

Jones bahwa motivasi mempunyai kaitan dengan suatu proses yang membangun dan

memelihara perilaku ke arah suatu tujuan (Sutrisno, 2009, p116). Dan menurut Sutrisno

(2009, p117) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja

seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala

daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

Page 35: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

43 

 

2.4.2 Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan dan

kerja. oleh sebab itu , motivasi kerja dalam psikologi sebagai pendorong semangat kerja

(Pandji Anoraga, 1998, p35).

Menurut As’ad (1991, p45) motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan

semangat atau dorongan kerja. Motivasi merupakan pemberian atau penggerak yang

menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mau bekerja sama bekerja secara efektif dan

terintegrasi dan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan.

Sedangkan Hasibuan (2003, p94) mengatakan bahwa semangat kerja atau motivasi

bekerja adalah keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaannya dengan

baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal. Dan dalam penelitian

terbarunya, Hasibuan (2003, p95) mengungkapkan motivasi kerja merupakan kemauan

seseorang untuk melakukan pekerjaan dengan giat dan antusias, sehingga pekerjaan

tersebut dapat selesai dengan cepat dan baik.

Sedangkan menurut Dessler (2004, p328) motivasi merupakan hal yang sederhana

karena orang-orang pada dasarnya termotivasi atau terdorong untuk berperilaku dalam cara

tertentu yang dirasakan mengarah kepada perolehan ganjaran. Dengan demikian,

memotivasi seseorang tentunya mudah; usahakan untuk mengetahui apa yang

dibutuhkannya (motif) dan gunakan hal itu sebagai kemungkinan ganjaran.

2.4.3 Jenis Motif

Terdapat tiga jenis motif, yaitu motif primer, motif umum, dan motif sekunder :

1) Motif primer

Yang dimaksud motif primer disini adalah motif yang tidak dapat dipelajari

dan didasarkan secara fisiologis. Motif-motif tersebut disebut fisiologis, biologis, tidak

dipelajari, atau primer. Akan tetapi, penggunaan kata istilah primer tidak

Page 36: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

44 

 

mengimplikasikan bahwa motif tersebut lebih diutamakan daripada motif umum dan

sekunder (Luthans, 2006, p270).

Ada dua kriteria yang harus dipenuhi agar motif dapat dimasukkan dalam

klasifikasi primer. Motif harus tidak dipelajari, dan motif harus didasarkan secara

fisiologis. Dengan definisi tersebut, motif primer yang paling dikenal secara umum

adalah lapar, haus, tidur, menghindari sakit, seks, dna perhatian maternal/ibu

(Luthans, 2006, p270).

2) Motif umum

Klasifikasi motif umum muncul dikarenakan adanya sejumlah motif dalam

area antara klasifikasi primer dan sekunder. Agar termasuk dalam kategori umum,

sebuah motif haruslah tidak dipelajari, tetapi tidak didasarkan pada fisiologis.

Sementara kebutuhan primer mengurangi ketegangan atau stimulasi, kebutuhan

umum justru diperlukan untuk mempengaruhi seseorang untuk meningkatkan jumlah

stimulasi. Dengan demikian, kebutuhan tersebut kadang-kadang disebut “motif

stimulus” (Rathus, 1990, p312). Meskipun tidak semua psikolog sependapat, namum

motif keingintahuan, manipulasi, aktivitas, dan afeksi sepertinya paling memenuhi

kriteria untuk klasifikasi tersebut (Luthans, 2006, p271).

3) Motif sekunder

Pada studi manusia dalam organisasi, sekalipun dorongan umum tampaknya

relatif lebih penting daripada dorongan primer, namun dorongan sekunder adalah

yang paling penting. Saat masyarakat berkembang secara ekonomi menjadi lebih

kompleks, dorongan primer, dan dorongan umum kurang penting, membuka jalan

bagi dorongan sekunder yang dipelajari untuk memotivasi perilaku (Luthans, 2006,

p272).

Sebuah motif harus dapat dipelajari agar dapat dimasukkan dalam klasifikasi

sekunder. Berbagai motif manusia yang paling memenuhi kriteria tersebut. Beberapa

Page 37: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

45 

 

motif yang lebih penting adalah kekuasaan, pencapaian/prestasi, dan afiliasi, atau

seperti yang umum digunakan saat ini, n Pow, n Ach, dan n Aff. Selain itu terutama

dalam perilaku organisasi, keamanan dan status merupakan motif sekunder yang

penting (Luthans, 2006, p272).

Tabel 2.4 Contoh Kebutuhan Sekunder yang Utama

Kebutuhan untuk Berprestasi

• Melakukan sesuatu lebih baik

daripada pesaing

• Memperoleh atau melewati sasaran

yang sulit

• Memecahkan masalah kompleks

• Menyelesaikan tugas yang

menantang dengan berhasil

• Mengembangkan cara terbaik untuk

melakukan sesuatu

Kebutuhan Keamanan

• Mempunyai pekerjaan yang

membawa rasa aman

• Dilindungi dari kehilangan

penghasilan atau masalah ekonomi

• Mempunyai perlindungan sakit dan

cacat

• Dilindungi dari gangguan fisik dan

kondisi berbahaya

• Menghindari tugas atau keputusan

dengan resiko kegagalan atau

kesalahan

Kebutuhan akan kekuasaan

• Mempengaruhi orang untuk

mengubah sikap atau perilaku

• Mengontrol orang dan aktivitas

• Berada pada posisi berkuasa melebihi

orang lain

• Memperoleh kontrol informasi dan

sumber daya

Kebutuhan akan Status

• Mempunyai mobil yan tepat dan

mengenakan pakaian yang tepat

• Bekerja pada perusahaan yang tepat

dengan pekerjaan yang tepat

• Mempunyai gelar dari universitas

ternama

• Tinggal dalam lingkungan yang

Page 38: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

46 

 

• Mengalahkan lawan atu musuh tepat dan termasuk dalam klub elit

• Mempunyai hak istimewa eksekutif

Kebutuhan akan Afiiasi

• Disukai banyak orang

• Diterima sebagai bagian kelompok

atau tim

• Bekerja dengan orang yang ramah

dan kooperatif

• Mempertahankan hubungan yang

harmonis dan mengurangi konflik

• Berpartisipasi dalam aktivitas sosial

yang menyenangkan

Sumber : Luthans, 2006, p273

2.4.4 Pendekatan Motivasi Kerja

Terdapat tiga pendekatan umum untuk motivasi kerja, yaitu teori kepuasan (content)

muncul pada pergantian abad 20, saat pelopor seperti frederick W.Taylor, Frank Gilberth,

dan Henry L. Gantt mengajukan model insentif upah untuk memotivasi pekerja. Selanjutnya

muncul gerakan hubungan manusia, dan kemudian teori kepuasan Maslow, Herzberg, dan

Alderfer. Setelah gerakan kepuasan adalah teori proses. Berdasarkan konsep kognitif

harapan, teori proses paling berhubungan dengan karya Victor Vroom, serta Lyman Porter

dan Ed Lawler. Baru-baru ini, teori kontemporer seperti teori ekuitas dan keadilan

organisasi/prosedur banyak dibahas dalam motivasi kerja (Luthans, 2006, p279).

2.4.4.1 Teori Kepuasan Motivasi Kerja

Teori ini menentukan apa yang memotivasi orang dalam pekerjaan. Ahli teori

kepuasan berfokus pada identifikasi kebutuhan dan dorongan pada diri seorang dan

bagaimana kebutuhan dan dorongan tersebut diprioritaskan (Luthans, 2006, p280). Teori ini

Page 39: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

47 

 

memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan,

mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan

kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong semangat bekerja seseorang. Kebutuhan

dan pendorong ini adalah keinginan memenuhi kepuasan material maupun nonmaterial yang

diperolehnya dari hasil pekerjaannya (Sutrisno, 2009, p130).

Gambar 2.2 Model Motivasi dari Content Theory

Sumber : Sutrisno, 2009, p130

Jika kebutuhan dan kepuasannya semakin terpenuhi, semangat bekerjanya pun akan

semakin baik pula. Jadi, pada dasarnya teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan

bertindak untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Semakin tinggi standar

kebutuhan dan kepuasan yang diiginkan, semakin giat orang itu bekerja. Tinggi dan

rendahnya tingkat kebutuhan dan kepuasan yang ingin dicapai seseorang mencerminkan

semangat bekerja orang tersebut (Sutrisno, 2009, p130).

Penganut teori kepuasan ini cukup banyak, yang satu sama lain sebenarnya tidak

mempunyai kaitan. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan mereka, ternyata

hasil penemuannya dapat dimasukkan dalam teori kebutuhan (Sutrisno, 2009, p131).

Teori kepuasan tersebut dipelopori oleh F.W. Taylor, Abraham Maslow, McClelland,

Frederick Herzberg, Claynton P. Alderfer dan Douglas Mcgregar (Sutrisno, 2009, p131).

1. F.W. Taylor dengan teori Motivasi Konvensional

Teori motivasi konvensional ini termasuk content theory, karena F.W. Taylor

memfokuskan teorinya pada anggapan bahwa keinginan untuk pemenuhan

Kebutuhan  Dorongan  Tindakan 

Kepuasan 

Page 40: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

48 

 

kebutuhannya yang menyebabkan orang mau bekerja keras. Dengan teori ini, dapat

disebutkan bahwa seseorang akan mau berbuat atau tidak berbuat didorong oleh

ada atau tidak adanya imbalan yang akan diperoleh yang bersangkutan. Oleh karena

itu, seorang pemimpin haruslah memberikan imbalan beebentuk materi, agar

bawahannya bersedia diperintah melakukan pekerjaan yang telah ditentukan. Jika

besar imbalan ini bertambah, maka intensitas pekerjaan pun akan dapat dipacu.

Jadi, dalam teori ini pemberian imbalanlah yang memotivasi seseorang untuk

melakukan pekerjaan (Sutrisno, 2009, p131).

2. Abraham Maslow dengan Teori Hierarki

Dia berpendapat bahwa kebutuhan motivasi seseorang dapat disusun dengan

cara hierarki. Intinya, dia yakin bahwa jika satu tingkat kebutuhan terpenuhi, tingkat

tersebut tidak memotivasi lagi. Tingkat kebutuhan yang lebih tinggi berikutnya diaktifkan

untuk memotivasi individu (Luthans, 2006, p280).

Abraham H. Maslow dalam Need Hierarki Theory menyatakan bahwa kebutuhan

dan kepuasan manusia bersifat jamak yaitu kebutuhan psikologis dan biologis berupa

material. Maslow menggolongkan adanya lima kebutuhan manusia (Hasibuan 2003,

p104) :

1. Manusia adalah mahluk sosial yang bekeinginan dan selalu menginginkan lebih

banyak.

2. Keinginan ini bersifat terus menerus dan berhenti bila akhir hayat tiba.

3. Suatu kebutuhan yang telah terpuaskan telah menjadi alat motivasi bagi pelakunya.

4. Hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi.

5. Kebutuhan manusia itu bertingkat Adapun tingkat kebutuhan manusia yang

mendorong manusia untuk bekerja menurut Maslow adalah:

a. Kebutuhan fisik

Page 41: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

49 

 

Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan

kelangsungan hidup seseorang seperti sandang, pangan, papan. Organisasi

membantu individu dengan menyediakan gaji yang baik, keuntungan serta

kodisi kerja untuk memuaskan kebutuhannya.

b. Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan

Jika kebutuhan psikologis sudah sedikit terpenuhi maka kebutuhan ini dapat

menjadi motivasi. Kebutuhan ini merupakan rasa aman dari kecelakaan dan

keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah pada

bentuk kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jiwa di tempat kerja pada

saat mengerjakan pekerjaan pada waktu jam-jam tertentu

c. Kebutuhan Afilasi

Kebutuhan afiliasi adalah kebutuhan sosial misalnya berteman, motivasi

serta mencintai serta diterima dalam pergaulan lingkungan kerjanya. Manusia

pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorangpun manusia

ingin hidup menyendiri. Kebutuhan ini terdiri dari:

• Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di tempat ia bekerja.

• Kebutuhan akan perasaan dihormati. Karena manusia merasa dirinya

penting. Serendah rendahnya pendidikan dan kedudukan seseorang tetap

merasa dirinya penting.

• Kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak sanggup yang menyenangi

kegagalan. Kemajuan di segala bidang merupakan keinginan dan kebutuhan

yang menjadi idaman setiap orang.

• Kebutuhan akan perasaan ikut serta. Setiap karyawan akan merasa senang

jika diikutkan dalam berbagai kegiatan dan mengemukakan saran atau

pendapat pada pimpinan.

d. Kebutuhan akan penghargaan diri / status

Page 42: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

50 

 

Merupakan kebutuhan akan pengakuan serta penghargaan prestise dari

karyawan dan masyarakat lingkungannya. Ideal pretise timbul karena adanya

prestasi, tetapi tidak selamanya demikian.

e. Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan aktualisasi diri dipenuhi dengan menggunakan kecakapan,

kemampuan, ketrampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja

yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain. Kebutuhan

aktualisasi diri ini berbeda. 2 hal dengan kebutuhan yang lain yaitu:

• Kebutuhan aktualisasi diri hanya dapat dipenuhi atas usaha individu itu

sendiri.

• Aktualisasi diri berhubungan dengan pertumbuhan individu. Kebutuhan ini

berlangsung terus menerus terutama sejalan dengan meningkatnya jenjang

karier seorang individu.

3. David McClelland dengan Teori Motivasi Prestasi

Teori kebutuhan yang dikemukakan oleh David disebut juga dengan teori

motivasi prestasi. McClelland menyatakan bahwa tiga kebutuhan yang diidentifikasikan

(kebutuhan berprestasi, kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan berafiliasi) merupakan

titik pendekatan terhadap motivasi. Menurut Schemerhorn (1997, p348), McClleland

bereksperimen dengan Thematic Apperception Test (TAT) sebagai salah satu cara untuk

memeriksa kebutuhan manusia dan merupakan suatu teknik proyektif yang digunakan

untuk menilai motif sosial. TAT meminta seseorang untuk melihat lukisan/gambar dan

menulis cerita tentang gambar yang mereka lihat. Cerita itu selanjutnya dianalisis isinya

untuk mengetahui kebutuhan individual sehingga McClleland mengidentifikasikan tiga

macam kebutuhan sebagai berikut:

1. Kebutuhan berprestasi (Need for Achievement), merupakan kebutuhan untuk

mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri

Page 43: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

51 

 

seseorang. Kebutuhan ini, berhubungan erat dengan pekerjaan, dan mengarahkan

tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu (Sutrisno, 2009, 139).

2. Kebutuhan berafiliasi (Need for Affiliation), keinginan untuk membentuk dan

mempertahankan hubungan yang hangat dan bersahabat dengan orang lain

(Schemerhorn, 1997, p348). Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk

mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain (Sutrisno, 2009, 139).

3. Kebutuhan akan kekuasaan (Need for Power), adalah keinginan untuk

mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi perilaku mereka, atau memiliki rasa

tanggung jawab pada orang lain. Ada dua bentuk kekuasaan yaitu:

a. kebutuhan kekuasaan personal, yakni kebutuhan ini bersifat eksploitatif dan

melibatkan manipulasi demi gratifikasi personal dan tidak akan berhasil dalam

manajemen.

b. kebutuhan kekuasaan sosial, merupakan sisi kekuasaan positif karena kebutuhan

ini melibatkan penggunaan kekuasaan dengan cara yang bertanggung jawab

secara sosial (Schemerhorn, 1997, p348).

Tabel 2.5 Characteristics of people with high need achievement, need power, and

need affiliation

CHARACTERISTIC N ACHIEVEMENT N POWER N AFFILIATION

General Concern to do better,

to improve

performance

Concern with having

impact, reputation

and influence.

Concern for

establishing,

maintaining,

repairing friendly

relation

Arousing situation A moderately

challenging task

Hierarchical or

influence situation

Opportunity to be

friends

Page 44: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

52 

 

Related activities Chooses and

performs better at

challenging tasks,

prefer personal

responsibility, seeks

and

utilizes feedback on

performance quality

innovates to improve

Accumulates

“prestige supplies,”

often tries to

convince others,

more often

Makes more local

phone calls, visits,

seeks approval,

dislikes disagreeing

with strangers,

better grades from a

warm teacher.

Sumber : Morgan, 1986, p281

Morgan (1986:283) menyatakan: “Need for Achivement was one of the first social

motives to be studied in detail and research into this motive continues today”. Pernyataan

tersebut berarti kebutuhan berprestasi adalah salah satu motif sosial pertama yang dipelajari

dan diteliti secara detail oleh David McClelland. Brenneck dan Amick (1978, p122-123)

mengutip pendapat David McClelland menyatakan: “He finds that achivement motivation is a

powerfull force in many societies of the world, especially those with high levels of

technological development, affluence, and success oriented. McClelland suggest that while

many people in such societies do in fact have strong needs for personal achivement,…”.

Pernyataan tersebut berarti kebutuhan berprestasi (needs achievement) memiliki pengaruh

yang kuat dalam sebagian masyarakat di dunia, khususnya mereka yang mengikuti

perkembangan teknologi dan berorientasi pada kekayaan dan kesuksesan.

Pada Tabel 2.5 di atas, dijelaskan tiga kebutuhan dikaitkan dengan tiga karakteristik

seseorang sebagai berikut (Morgan, 1986, p281-282):

1. Kebutuhan Berprestasi (Achievement Needs) yang memiliki karakteristik :

Page 45: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

53 

 

a) Umum (general), seseorang mempunyai fokus untuk melakukan sesuatu dengan

lebih baik dan berusaha mengembangkan kinerjanya.

b) Situasi yang menggerakkan (Arousing situation), seseorang tertarik terhadap

tugas-tugas yang penuh dengan tantangan.

c) Aktivitas yang berhubungan (Related activities), seseorang memilih dan

menunjukkan hasil pekerjaaan yang lebih baik, memiliki rasa tanggung jawab

pribadi, dan menggunakan pengontrolan ulang (feed back ) atas pekerjaan yang

dilakukan untuk menjamin kualitas pekerjaannya.

2. Kebutuhan akan kekuasaan (Power Needs) yang memiliki karakteristik :

a. Umum (general), seseorang memiliki pengaruh yang kuat terhadap orang lain

dan selalu menjaga reputasi.

b. Situasi yang menggerakkan (Arousing situation), seseorang ingin mempengaruhi

dan mengendalikan orang lain, berorientasi pada status dan cenderung lebih

peduli akan prestige (gengsi).

c. Aktivitas yang berhubungan (Related activities), seseorang lebih menyukai

menjadi penguasa dalam organisasi serta memiliki kompetitif yang tinggi.

3. Kebutuhan berafiliasi (Affiliation Needs) yang memiliki karakteristik :

a. Umum (general), seseorang ingin menciptakan, memelihara, dan memperbaiki

hubungan persahabatan (derajat pemahaman timbal balik).

b. Situasi yang menggerakkan (Arousing situation), seseorang ingin memiliki

banyak teman, ingin disukai dan diterima baik oleh orang lain serta lebih

menyukai situasi kooperatif.

c. Aktivitas yang berhubungan (Related activities), seseorang yang tidak menyukai

perselisihan tetapi lebih menyukai hubungan yang akrab/hangat seperti

melakukan percakapan melalui telepon dan kunjungan.

Page 46: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

54 

 

4. Frederick Herzberg dengan Teori Motivasi Dua Faktor

Sebenarnya teori ini merupakan pengembangan dari teori hierarki kebutuhan

Maslow (Sutrisno, 2009, p142) Dia melakukan studi motivasional pada sekitar 200

akuntan dan insinyur yang diperkerjakan oleh perusahaan di Pittsburgh,

Pennsylvania. Pengumpulan data untuk analisis dilakukan dengan menggunakan

metode kejadian kritis. Subjek profesional dalam studi ini menghadapi dua

pertanyaan dasar. Yang pertama adalah kapan Anda merasa bekerja dengan baik-

apa yang membuat Anda senang?, dan pertanyaan kedua adalah kapan Anda

merasa bekerja dengan buruk-apa yang membuat anda tidak tertarik? (Luthans,

2006, p282).

Respon yang diperoleh dari metode kejadian kritis ini menarik dan cukup

konsisten. Perasaan nyaman umumnya berhubungan dengan pengalaman kerja dan

kepuasan kerja. Sebaliknya, perasaan tidak senang umumnya berhubungan dengan

aspek di sekitar pekerjaan-suasana pekerjaan. Herzberg dengan mentabulasikan

perasaan senang dan tidak senang, menyimpulkan bahwa orang puas dalam

pekerjaan berhubungan dengan suasana kerja. Herzberg menamai orang yang

dengan motivator, dan orang yang tidak puas dengan faktor higienis. Istilah higienis

mengacu pada faktor-faktor yang bersifat mencegah (seperti dalam bidang

kedokteran). Dalam teori Herzberg, faktor higienis adalah orang yang terhalang

kepuasannya. Motivator dan higienis dikenal sebagai motivasi dua faktor Herzberg

(Luthans, 2006, p283).

Tabel 2.6 Teori Dua Faktor Herzberg

Faktor Higienis Motivator

Kebijakan dan administrasi perusahaan Prestasi

Pengawasan, teknis Penghargaan

Page 47: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

55 

 

Gaji Pekerjaan itu sendiri

Hubungan antarpribadi, penyelia Tanggung jawab

Kondisi kerja Kemajuan

Sumber : Luthans, 2009, p283

a) Faktor Motivasi

Faktor pemuas yang disebut juga motivator, merupakan faktor pendorong

seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang

bersangkutan (intrinsik). Faktor ini menyangkut kebutuhan psikologis seseorang

akan perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi berhubungan

dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan

pekerjaan, misalnya kursi yang empuk, penempatan yang tepat, dan sebagainya

(Sutrisno, 2009, p143).

b) Faktor Higienis

Faktor ini merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan

untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, higienis ketentraman dan

kesehatan (Sutrisno, 2009, p142).

Faktor-faktor higienis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan hakikat

manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini

merupakan kebutuhan yang berlangsung terus- menerus karena kebutuhan ini akan

kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Hilangnya faktor-faktor higienis ini dapat

menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya karyawan, bahkan dapat

menyebabkan banyak karyawan yang keluar (Sutrisno, 2009, p142).

Faktor-faktor higienis ini perlu mendapat perhatian yang wajar dari

pimpinan, agar kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan.

Faktor-faktor higienis bukanlah merupakan motivasi bagi karyawan, tetapi

Page 48: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

56 

 

merupakan keharusan yang harus diberikan pimpinan kepada mereka demi

kesehatan dan kepuasan bawahan (Sutrisno, 2009, p142).

5. Clayton P. Aldefer dengan Teori ERG

Peluasan lebih lanjut dari Herzberg dan terutama teori kepuasan dari

motivasi kerja Maslow dilakukan oleh Clayton Alderfer. Dia merumuskan model

kategori kebutuhan yang lebih sejalan dengan bukti empiris yang sudah ada. Dia

merasa bahwa ada nilai dalam mengkategorikan kebutuhan dan bahwa ada

perbedaan mendasar antara kebutuhan dengan urutan rendah dan kebutuhan

dengan urutan lebih tinggi (Luhans, 2006, p285).

Aldefer mengidentifikasikan tiga kelompok kebutuhan : eksistensi

(existence), hubungan (relatedness), dan perkembangan (growth), yang kemudian

disebut teori ERG (Luthans, p285).

a. Eksistensi (existence)

Eksistensi merupakan kebutuhan seseorang untuk dapat dipenuhi dan

terpelihara keberadaan yang bersangkutan sebagai seorang manusia ditengah-

tengah masyarakat atau perusahaan. Eksistensi ini meliputi kebutuhan psikologi

(rasa lapar, haus, tidur) dan kebutuhan rasa aman. Oleh karena kebutuhan ini amat

mendasar untuk dipenuhi dengan sebaik-baiknya, agar konsentrasi pikiran dan

perhatian karyawannya terpusat untuk melaksanakan pekerjaan (Sutrisno, 2009,

p148).

b. Hubungan (relatedness)

Hubungan merupakan keterkaitan antara sesseorang dengan lingkungan

sosial sekitarnya. Setiap orang dalam hidup dan pekerjaannya selalu berhubungan

dengan orang. Dalam teori ini hubungan mencakup semua kebutuhan yang

melibatkan hubungan seseorang dengan orang lain. mereka akan terlibat dalam

kegiatan saling menerima, pemberian pengertian, dan sebagainya yang merupakan

Page 49: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

57 

 

proses hubungan. Kebutuhan ini sebanding dengan kebutuhan rasa aman,

kebutuhan sosial dan sebagaian kebutuhan prestise dalam teori Maslow. Seorang

pemimpin yang mempunyai bawahan haruslah memerhatikan kebutuhan hubungan

ini yang terdapat pada diri setiap orang, dan berupaya untuk memenuhinya dengan

sempurna (Sutrisno, 2009, p148).

c. Perkembangan (growth)

Kebutuhan akan pertumbuhan dan perkembangan ini merupakan kebutuhan

yang berkaitan dengan pengembangan potensi diri seseorang, seperti pertumbuhan

kreativitas dan pribadi. Kebutuhan ini sebanding dengan dengan kebutuhan harga

diri dan perwujudan diri. Dalam kebutuhan ini akan dikombinasikan kedua kebutuhan

ini. Walaupun dilihat dari kebutuhan masing-masing yang amat berbeda. Akan tetapi,

fokus perhatian dan perkembangan, maka cara pengkombinasian ini dapat diterima.

Bila kebutuhan ini dapat dipenuhi, diikuti pribadi yang bersangkutan mendorong

dirinya untuk secara penuh mengembangkan kapasitas pribadinya sendiri (Sutrisno,

2009, p148-149).

Teori ini dimaksudkan untuk memperbaiki beberapa kelemahan teori

Maslow. Dalam memodifikasi ini memanfaatkan kelima tingkat kebutuhan Maslow

menjadi tiga macam kebutuhan saja. Untuk setiap orang perlu memenuhi tiga

kebutuhan tersebut dengan sebaik-baiknya (Luhans, 2006, p285).

Teori ERG ini membedakan dua hal dasar, yaitu (Sutrisno, 2009, p149):

1) Memecahkan kebutuhan-kebutuhan ke dalam tiga kategori : kebutuhan

eksistensi (kebutuhan fundamental), kebutuhan hubungan (kebutuhan akan

hubungan interpersonal), dan kebutuhan pertumbuhan (kebutuhan kreativitas

personal atau pengaruh produktif).

2) Lebih penting menekankan bahwa bila kebutuhan yang lebih tinggi dikecewakan,

kebutuhan yang lebih rendah walaupun sudah dipenuhi akan muncul kembali.

Page 50: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

58 

 

Rangkaian kategori ini telah berguna untuk mengukur berapa banyak kebutuhan

yang ada pada seseorang pada suatu saat tertentu. Pendekatan ini mengakui

kemungkinan bahwa tidak semua orang mempunyai kebutuhan dasar yang sama

banyaknya.

6. Douglas McGregor dengan teori X dan Y

McGregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai

manusia, pada dasarnya satu negatif yang ditandai sebagai teori X, dan yang lain

positif, yang ditandai dengan teori Y. setelah memandang cara para manajer

mengenai kodrat manusia didasarkan pada suatu pengelompokan pengandaian-

pengandaian tertentu dan bahwa manajer cenderung mencetak perilakunya

terhadap bawahannya menurut pengandaian-pengandaian ini (Robbins, 2006, p210).

Prinsip teori X didasarkan pada pola pikir konvensional yang ortodoks, dan

menyorot sosok negatif perilaku manusia. Teori ini memandang manusia dengan

kaca mata gelap, dan buram, yang menganggap manusia itu (Sutrisno, 2009, p151):

• Malas dan tidak suka bekerja.

• Kurang bisa bekerja keras, menghindar dari tanggung jawab.

• Mementingkan diri sendiri, dan tidak mau peduli pada orang lain. karena itu

bekerja lebih suka dituntun dan diawasi.

• Kurang suka menerima perubahan, dan ingin tetap seperti dahulu.

Sedangkan prinsip umum teori Y amat jauh berbeda dengan teori X.

Teori ini dapat dikatakan merupakan suatu revolusi pola pikir dalam

memandang manusia secara optimis, karena itu disebut sebagai teori potensial.

Maka teori Y memandang manusia itu pada dasarnya (Sutrisno, 2009, p151-152):

• Rajin, aktif dan mau mencapai prestasi bila kondisi konduktif.

• Sebenarnya mereka dapat produktif, hanya perlu diberi motivasi.

• Selalu ingin perubahan dan merasa jemu pada hal-hal yang monoton.

Page 51: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

59 

 

• Dapat berkembang bila diberi kesempatan yang lebih besar.

Kesimpulannya dari teori X dan Y adalah sebagai berikut (Sutrisno, 2009,

p152):

• Kedua teori ini pada dasarnya memang berlaku dan dapat kita terima dalam

memandang manusia, tipe-tipe perilaku yang cocok dengan kedua teori tersebut.

• Dalam memberi motivasi kepada bawahan, seorang pemimpin harus mempunyai

kualifikasi bawahan, apakah mereka tipe X atau tipe Y, manusia tipe X

memerlukan gaya kepemimpinan otoriter, sedangkan manusia Y memerlukan

gaya kepemimpinan partisipatif.

2.4.4.2 Teori Motivasi Proses

1. Teori Harapan Vroom

Yang pertama kali merumuskan teori harapan yang ditujukan untuk motivasi

kerja adalah Victor Vroom. Vroom menyatakan teori harapan sebagai alternatif untuk

model kepuasan. Ia menilai tidak ada penjelasan yang memadai terhadap proses

motivasi kerja yang kompleks. Paling tidak dalam lingkaran akademis perilaku

organisasi, teorinya menjadi penjelasan motivasi kerja yang populer dan terus

menghasilkan penelitian (Luthans, 2006, p286).

Model Vroom dibentuk di sekitar konsep valensi, dan harapan dan umumnya

disebut teori VIE. Arti valensi bagi Vroom adalah kekuatan preferensi individu untuk

hasil akhir tertentu. Istilah lain yang dapat digunakan adalah nilai, sikap, dan utilitas

yang diharapkan. Agar valensi menjadi positif, orang harus lebih menyukai

memperoleh hasil daripada tidak memperolehnya sama sekali. Valensi nol terjadi

saat individu mengabaikan hasil, valensi akan negatif saat individu lebih suka tidak

memperoleh hasil daripada memperolehnya (Luthans, 2006, p286).

Input utama dalam valensi adalah instrumen dari hasil level pertama untuk

memperoleh hasil level kedua yang diinginkan. Misalnya, orang akan termotivasi

Page 52: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

60 

 

terhadap kinerja superior karena keinginan untuk dipromosikan. Kinerja superior

dinilai sebagai instrumen untuk memperoleh promosi. Variabel lain dalam proses

motivasional Vroom adalah harapan. Meskipun semua ahli teori psikologi sependapat

bahwa harapan merupakan keadaan mental atau kognitif, tetapi terdapat sedikit

persetujuan mengenai sifat keadaan tersebut. Meskipun secara sekilas konsep

harapan mungkin mirip dengan instumentalitas pada valensi, tetapi ia sebenarnya

sangat berbeda (Klein, 1989, p280).

Harapan menghubungkan usaha dengan hasil level pertama, sementara

instumentalitas menghubungkan hasil level pertama dengan hasil level kedua.

Dengan kata lain, harapan dalam teori Vroom merupakan kemungkinan (berkisar

dari 0 sampai 1) bahwa tindakan atau usaha tertentu akan mengakibatkan hasil level

pertama tertentu. Instumentalitas mengacu pada tingkat dimana hasil level pertama

akan mengakibatkan hasil level kedua yang diinginkan. Singkatnya, kekuatan

motivasi untuk melakukan sebuah tindakan tertentu akan tergatung pada

penjumlahan aljabar dari produk valensi untuk hasil akhir (yang mencakup

instumentalis) dikalikan dengan harapan (Luthans, 2006, p287).

Teori Vroom berasal dari teori kepuasan yang menggambarkan proses

variabel kognitif yang mencerminkan perbedaan individu dalam motivasi kerja. Teori

ini tidak berusaha mendeskripsikan kepuasan atau perbedaan individu. Setiap orang

memiliki kombinasi unik dari valensi, instumentalis, dan harapan. Jadi, teori Vroom

hanya mengindikasikan faktor penentu motivasi konseptual dan bagaimana faktor-

faktor tersebut berhubungan. Teori tersebut tidak memberikan pembahasan spesifik

mengenai apa yang memotivasi anggota organisasi, seperti yang dilakukan oleh

model Maslow, Herzberg, dan Alderfer (Luthans, 2006, p287).

Alasan utama model Vroom menjadi sebuah teori modern yang penting dari

motivasi kerja dan telah menghasilkan begitu banyak penelitian adalah model

Page 53: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

61 

 

tersebut tidak menggunakan pendekatan sederhana. Teori kepuasan terlalu

menyederhanakan motivasi manusia. Tetapi, teori kepuasan sangat populer di antara

manajer berpengalaman karena konsepnya mudah dipahami dan diterapkan pada

situasi mereka sendiri. Sebaliknya, teori VIE mengakui kompleksitas motivasi kerja,

tetapi tidak banyak memberi bantuan praktis dalam memecahkan masalah

motivasional, kecuali preskripsi sederhana seperti memastikan bahwa karyawan

sepenuhnya mengetahui apa yang diharapkan dari mereka (Luthans, 2006, p286).

2. Model Porter-Lawler

Porter dan Lawler memperbaiki dan memperluas model Vroom (misalnya,

hubungan diekspresikan secara diagram dan bukan secara matematis, terdapat lebih

banyak variabel, dan proses kognitif persepsi memainkan peranan utama) sehingga

hubungan antara kepuasan dan kinerja dihubungkan secara langsung oleh model

motivasi (Luthans, 2006, p288).

Mereka memulai dengan premis bahwa motivasi (usaha dan kekuatan) tidak

sama dengan kepuasan dan kinerja. Motivasi, kepuasan, dan kinerja merupakan

variabel yang terpisah. Ketiganya dihubungkan dengan cara yang kompleks. Akan

tetapi, yang penting Porter dan Lawler menunjukkan bahwa usaha (kekuatan dan

motivasi) tidak secara langsung menghasilkan kinerja. Kinerja dihubungkan dengan

kemampuan dan karakter serta persepsi peran. Yang lebih penting dalam model

Porter dan Lawler adalah apa yang terjadi setelah kinerja. Penghargaan yang

menyusul dan bagaimana penghargaan dinilai akan menentukan kepuasan (Luthans,

2006, p288).

Dengan kata lain, model Porter dan Lawler menyatakan sesuatu yang

berbeda dari pemikiran tradisional dimana biasanya dikatakan bahwa kinerja

menghasilkan kepuasan. Model ini mendapat dukungan penelitian selama bertahun-

tahun. Misalnya, studi lapangan menemukan bahwa level usaha dan arah usaha

Page 54: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

62 

 

merupakan hal penting dalam menjelaskan kinerja inividu dalam organisasi. Tinjauan

yang komprehensif terhadap penelitian juga membuktikan pentingnya penghargaan

berkenaan dengan kinerja dan kepuasan. Secara khusus, disimpulkan bahwa

hubungan antara kinerja dan kepuasan akan lebih erat saat penghargaan

dihubungkan dengan kinerja (Luthans, 2006, p288-289).

2.4.4.3 Teori Kontemporer dari Motivasi Kerja

1. Teori Ekuitas dan keadilan organisasi

Secara sederhana teori ini berpendapat bahwa input utama dalam kinerja

dan kepuasan adalah tingkat ekuitas (atau inekuitas) yang diterima seseorang dalam

pekerjaan mereka. Inekuitas terjadi jika rasio input hasil seseorang dan rasio input

hasil orang lain tidak sama. Secara skematis, hal tersebut dijelaskan sebagai berikut

(Luthans, 2006, p290-291):

• (Hasil seseorang/input seseorang) < (hasil orang lain/input orang lain)

• (Hasil seseorang/input seseorang) > (hasil orang lain/input orang lain)

Sedangkan ekuitas terjadi saat :

• (Hasil seseorang/input seseorang) = (hasil orang lain/input orang lain)

Input dan output (hasil kerja) seseorang dan orang lain didasarkan pada

persepsi seseorang. Usia, jenis kelamin, status sosial, posisi organisasi, kualifikasi,

dan seberapa keras orang bekerja merupakan contoh variabel input yang dinilai.

Hasil meliputi berbagai penghargaan seperti gaji, status, promosi, dan minat intrinsik

dalam pekerjaan. Pada pokoknya. Rasio didasarkan pada persepsi seseorang atas

apa dan yang mereka terima (Luthans, 2006, p291).

Jika rasio yang dinilai seseorang tidak sama dengan orang lain, maka orang

tersebut akan berjuang untuk memulihkan rasio ekuitas. “Perjuangan” untuk

memulihkan ekuitas digunakan sebagai penjelasan motivasi kerja. Kekuatan motivasi

ini searah dengan inekuitas yang dirasakan. Untuk memulihkan ekuitas orang dapat

Page 55: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

63 

 

mengubah input atau hasil (Luthans, 2006, p291). Perkembangan teori terbaru

menentukan bahwa teori ekuitas dapat diperluas menjadi apa yang disebut keadilan

organisasi. Teori ekuitas berfungsi sebagai fondasi keadilan pada dimensi-dimensi

keadilan (Luthans, 2006, p293).

2.5 Kinerja

2.5.1 Pengertian Kinerja

Kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan

oleh karyawan (Mathis, 2006, p378). Sedangkan Gibson (1996, p70) mengemukakan bahwa

performance (prestasi) adalah hasil yang diinginkan dari perilaku.

Kinerja menurut Simanjuntak (2005, p10), adalah kemampuan dan keterampilan

melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor: Kemampuan

dan keterampilan kerja, motivasi dan etos kerja. Menurut Mangkunegara (2000, p67), kinerja

berasal dari kata job performance atau actual performance yang artinya hasil kerja secara

kualitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja adalah hasil kerja individu atau kelompok dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan organisasi sesuai dengan periode waktu yang telah ditetapkan. Kelompok atau

organisasi terdiri dari beberapa individu, sehingga kinerja individu akan mempengaruhi

kinerja kelompok atau organisasi. Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance.

Menurut Robbins (2005, p226) kinerja adalah hasil akhir kegiatan.

Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan (apa yang dikerjakan

dan bagaimana cara mengerjakannya). Juga dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan

jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kinerja setiap

orang dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah motivasinya.

Hasibuan (2003, p94) mengemukakan “kinerja merupakan suatu hasil kerja yang

dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang dibebankan kepadanya yang

Page 56: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

64 

 

didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Kinerja merupakan

gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja,

kemampuan dan penerimaan atas pelaksanaan delegasi tugas, serta peran dan tingkat

motivasi seorang pekerja.

Menurut Cushway (2002, p198) Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah

bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan. Dan menurut Rivai ( 2003, p309)

mengemukakan kinerja adalah merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap

orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam

perusahaan.

Menurut Mathis (2006, p113-114), kinerja para karyawan individual adalah faktor

yang mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi. Selain karyawan dapat menjadi

keunggulan bersaing, mereka juga dapat menjadi liabilitas atau penghambat. Ketika

karyawan terus menerus meninggalkan perusahaan dan ketika karyawan bekerja namun

tidak efektif, maka sumber daya menempatkan organisasi dalam keadaan merugi. Kinerja

individu, motivasi, dan retensi karyawan merupakan faktor utama bagi organisasi untuk

memaksimalkan efektivitas sumber daya manusia.

2.5.2 Pengertian Manajemen Kinerja

Menurut Simanjuntak (2005,p1) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen dan

Evaluasi Kinerja”, Manajemen Kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk

meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu

dan kelompok kerja diperusahaan tersebut.

Dalam buku Mathis (2006, p377), sistem manajemen kinerja terdiri atas proses

untuk mengidentifikasi, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan, dan

memberikan penghargaan atas kinerja karyawan.

Dalam bukunya yang berjudul ”Manajemen Kinerja” (2007, p7) Wibowo

mendefinisikan manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan hubungan dan

Page 57: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

65 

 

memastikan komunikasi yang efektif. Manajemen kinerja memfokuskan pada apa yang

diperlakukan oleh organisasi, manajer, dan pekerja untuk berhasil. Manajemen kinerja

adalah tentang bagaimana kinerja dikelola untuk memperoleh sukses.

Menurut pendapat Cushway (2002, p87) definisi manajemen kinerja adalah : suatu

proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan

individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan korporasi dapat

bertemu. Ada asumsi yang perlu digarisbawahi, yaitu jika sesorang merasa puas karena

tujuannya tercapai dan pada saat yang bersamaan ikut serta dalam pencapaian organisasi,

maka dia akan benar-benar termotivasi dan akan mendapatkan kepuasan yang lebih besar.

Asumsi ini juga merupakan inti dari manajemen sumber daya manusia (MSDM).

2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Gibson (2003, p39), ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi

perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu:

1. Variabel individual, terdiri dari : kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik),

latar belakang (keluarga, tingkat social), penggajian dan demografis (umur, asalusul,

jenis kelamin)

2. Variabel organisasional, terdiri dari : sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur

desain pekerjaan

3. Variabel psikologis, terdiri dari : persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi.

2.5.4 Pengertian Evaluasi Kinerja

Penilaian/evaluasi kinerja ( performance appraisal ) pada dasarnya merupakan faktor

kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya

kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam

organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan

organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi

sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Menurut Wahyudi (2002, p101) penilaian

Page 58: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

66 

 

kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi

kerja / jabatan seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya.

Menurut Simamora (2004, p338) penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh

organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Sedangkan menurut

Russell (2003, p379) ”A way of measuring the contribution of individuals to their

organization”. Penilaian kinerja adalah cara mengukur kontribusi individu (karyawan) kepada

organisasi tempat mereka bekerja. Sedangkan menurut Handoko (2001, p99), penilaian

kinerja adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi

kerja karyawan.

Menurut Simanjuntak (2005, p20), evaluasi kinerja adalah satu sistem dan cara

penilaian hasil kerja suatu perusahaan atau organisasi dan penilaian pencapaian hasil kerja

setiap individu yang bekerja didalam dan untuk perusahaan tersebut.

Evaluasi kinerja terdiri atas beberapa tahapan, yaitu:

• Mengumpulkan dan menyeleksi informasi.

• Mendeskripsikan dan menginterpretasikan data.

• Mengembangkan dan mengkaji informasi.

• Menarik kesimpulan.

Dalam prakteknya, interaksi positif yang dimaksud melibatkan 3 (tiga) pihak, yaitu

bagian kepegawaian, atasan langsung, dan pegawai yang dinilai. Bentuk interaksi itu adalah

ketiga pihak yang terlibat harus memahami bahwa penilaian prestasi kerja merupakan suatu

sistem yang bukan saja harus efektif, melainkan juga harus diterima oleh pihak-pihak yang

berkepentingan. Yang dimaksud dengan sistem penilaian prestasi kerja adalah suatu

pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja karyawan yang didalamnya terdapat

beberapa faktor.

1) Yang dinilai adalah manusia yang disamping memiliki kemampuan tertentu juga tidak

luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan.

Page 59: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

67 

 

2) Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolok ukur tertentu yang realistik,

berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditentukan dan

diterapkan secara obyektif.

3) Hasil penilaian harus disampaikan kepada karyawan yang dinilai dengan 3 (tiga)

tujuan :

• Dalam hal penilaian tersebut positif, menjadi dorongan kuat bagi pegawai yang

bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi di masa yang akan datang sehingga

kesempatan meniti karir lebih terbuka baginya.

• Dalam hal penilaian tersebut bersifat negatif, pegawai dengan demikian dapat

mengetahui kelemahannya sehingga dapat mengambil berbagai langkah yang

diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.

• Jika seorang merasa mendapat penilaian yang tidak obyektif, kepadanya

diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatannya sehingga pada akhirnya

ia dapat memahami dan menerima hasil penilaian prestasi kerja yang

diperolehnya.

4) Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasikan dengan rapi

dalam arsip kepegawaian setiap orang sehingga tidak ada informasi yang hilang,

baik yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan pegawai.

5) Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut

dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi pegawai,

baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, emosi, maupun dalam

pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.

2.5.5 Unsur-unsur Evaluasi Kinerja

Menurut Mathis (2006, p378), kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan

pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut:

• Kuantitas dari hasil

Page 60: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

68 

 

Pencapaian sasaran atau target dalam kuantitas dapat diukur secara absolut,

dalam persentase atau indeks.

• Kualitas dari hasil

Kualitas bersifat relatif, sehingga tidak mudah diukur, dan sangat tergantung

pada selera individu. Kualitas dapat dirasakan, dilihat, atau diraba.

• Waktu dan kecepatan dari hasil

Setiap pelaksanaan tugas selalu membutuhkan waktu sebagai masukkan.

Waktu merupakan sumber daya yang mahal, karena dia terbatas, tidak dapat

disimpan atau ditunda. Oleh karena itu setiap waktu harus digunakan secepat

mungkin dan secara optimal. Penundaan penggunaan waktu dapat menimbulkan

berbagai konsekuensi biaya besar dan kerugian.

• Kehadiran atau absensi

• Kemampuan bekerja sama

• Rasa dapat dipercaya

Hal tersebut hampir sama dengan yang diungkapkan Agus Dharma dalam bukunya

Manajemen Supervisi (2003, p355) yang mengatakan bahwa hampir semua cara pengukuran

kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1) Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif

melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini

berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.

2) Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif

keluaran mencerminkan pengukuran ”tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik

penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

3) Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.

Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif

yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.

Page 61: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

69 

 

Sedangkan menurut Ruky (2002, p210) pendekatan penilaian kinerja berdasarkan kajian

input-proses-output sebagai berikut.

1) Kinerja berorientasi input.

Sistem ini merupakan cara tradisional yang menekankan pada pengukuran

atau penilaian ciri-ciri kepribadian karyawan. Karakteristik yang banyak dijadikan

objek pengukuran adalah misalnya kejujuran, ketaatan, disiplin, loyalitas,

kreativitas, adaptasi, komitmen sopan santun dan lain-lain.

2) Kinerja berorientasi proses.

Melalui sistem ini, kinerja atas prestasi karyawan diukur dengan cara menilai

sikap dan perilaku seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.

3) Kinerja berorientasi output.

Sistem ini biasa juga disebut sistem manajemen kinerja yang berbasiskan

pencapaian sasaran kerja individu. Sistem ini memfokuskan pada hasil yang

diperoleh atau dicapai oleh karyawan. Sistem ini berbasis pada metode manajemen

kinerja berbasiskan pada konsep manajemen berdasarkan sistem.

Sedangkan menurut Russell (2003, p135) ukuran-ukuran kinerja yaitu sebagai berikut :

1) Quantity of Work : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang

ditentukan.

2) Quality of Work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian

dan kesiapannya.

3) Job Knowledge : luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

4) Creativeness : keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan

untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5) Cooperation : kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama

anggota organisasi.

Page 62: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

70 

 

6) Dependability : kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan

penyelesaian kerja.

7) Initiative : semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam

memperbesar tanggung jawabnya.

8) Personal Qualities : menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah tamahan

dan integritas pribadi.

2.5.6 Manfaat Evaluasi Kinerja

Menurut Hartoyo sebagaimana yang dikutip oleh Handoko (2001, p92) terdapat 10

(sepuluh) manfaat dari penilaian kerja adalah :

1. Perbaikan prestasi kerja, yaitu umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan

karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-

kegiatan mereka demi perbaikan prestasi kerja.

2. Penyesuaian kompensasi, yaitu evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil

keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian upah, pemberian bonus

dan bentuk kompensasi lainnya.

3. Keputusan penempatan, yaitu promosi, transfer dan demosi (penurunan jabatan)

biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering

merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu.

4. Kebutuhan latihan dan pengembangan, yaitu prestasi kerja yang tidak baik

menunjukkan kebuthan akan suatu training (pelatihan).

5. Perencanaan dan pengembangan karier, yaitu umpan balik prestasi kerja seorang

karyawan dapat mengarahkan keputusan karier, yaitu tentang jalur karir yang harus

ditempuh.

6. Penyimpangan proses staffing, yaitu prestasi kerja yang baik atau buruk

mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.

Page 63: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

71 

 

7. Ketidakakuratan informasi, yaitu prestasi kerja yang tidak baik menunjukkan

kesalahan dalam informasi analisis jabatan, perencanaan sumber daya manusia, dan

sistem informasi manajemen personalia yang lain.

8. Kesalahan desain pekerjaan, yaitu penilaian prestasi kerja membantu penyelesaian

kesalahan dalam desain pekerjaan.

9. Kesempatan kerja yang adil, yaitu penilaian prestasi kerja secara akurat akan

menjamin keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

10. Tantangan eksternal, terkadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar

lingkungan kerja seperti keluarga, kondisi finansial. Dengan penilaian prestasi kerja

tersebut, memungkinkan departemen personalia memberikan bantuan kepada

karyawan yang memerlukan.

Dessler (Sirait, 2006, p129), menyebutkan beberapa alasan pentingnya penilaian kinerja,

yaitu :

1. memberikan informasi untuk keputusan promosi dan gaji.

2. memberikan peluang kepada karyawan itu sendiri dan supervisornya untuk meninjau

perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan.

3. penilaian prestasi kerja merupakan pusat bagi proses perencanaan karir.

Sementara itu, Werther dan Davis (Sirait, 2006, p129) menyebutkan manfaat atau

kegunaan penilaian kinerja, sebagai berikut:

1) Memperbaiki prestasi kerja.

Prestasi yang sudah baik harus ditingkatkan lagi dan prestasi yang buruk

harus segera diperbaiki. Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan

dapat memperbaiki prestasi kerja mereka.

2) Dapat melakukan penyesuian kompensasi.

Kompensasi tidak boleh statis, tetapi harus bersifat dinamis, yaitu dinamis

dalam pengertian menurut harga pasar dan kontingensi (dihubungkan dengan

Page 64: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

72 

 

prestasi karyawan masing-masing). Pembayaran akan memotivasi karyawan, jika

pembayaran tersebut sesuai dengan prestasi kerjanya.

3) Bahan pertimbangan penempatan.

Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa

lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan trehadapa

prestasi kerja masa lalu.

4) Menetapkan kebutuhan latihan dan pengembangan.

Melalui penilaian pretasi kerja, perusahaan dapat menetapkan materi latihan

dan pengembangan.

5) Membantu perencanaan dan pengembangan karir karyawan.

Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang

jalur karir tertentu

6) Dapat mengetahui kekurangan-kekurangan dalam proses penempatan staf.

Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan

prosedur staffing.

7) Dijadikan patokan dalam menganalisis informasi analisis jabatan.

Uraian jabatan belum tentu baik, jadi dengan penilaian prestasi kerja,

perusahaan dapat menganalisis uraian jabatan yang telah disusun.

8) Mendiagnosis kesalahan-kesalahan rancangan jabatan.

Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan pertanda kesalahan dalam

desain pekerjaan.

9) Mencegah adanya diskriminasi.

Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan

penempatan internal dapat diambil tanpa diskriminasi.

Page 65: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

73 

 

Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar mereka mengetahui manfaat

yang dapat mereka harapkan. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam manfaat penilaian

kinerja adalah (Rivai, 2003, p55):

1) Manfaat bagi karyawan yang dinilai.

Bagi karyawan yang dinilai, keuntungan pelaksanaan penilaian kinerja adalah

antara lain:

- Meningkatkan motivasi.

- Meningkatkan kepuasan kerja.

- Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan mereka.

- Umpan balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif.

- Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi besar.

- Pengembangan perencanaan untuk meningkatkan kinerja dengan

membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal mungkin.

- Adanya kesempatan untuk berkomunikasi ke atas.

2) Manfaat bagi penilai (Supervisor).

- Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja

karyawan untuk perbaikan manajemen selanjutnya

- Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang pekerjaan

individu dan departemen yang lengkap.

- Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik untuk

pekerjaan manajer sendiri, maupun pekerjaan dari bawahannya.

- Identifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai pribadi.

- Peningkatan kepuasan kerja.

- Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang rasa takut, rasa grogi,

harapan dan aspirasi mereka.

Page 66: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

74 

 

- Meningkatkan kepuasan kerja, baik dari para supervisor maupun dari para

karyawan.

3) Manfaat bagi perusahaan

- Perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan, karena:

a) Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan

nilai budaya perusahaan.

b) Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas.

c) Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk

menggunakan keterampilan atau keahlian memimpinnya untuk

memotivasi karyawan dan mengembangkan kemauan dan

keterampilan karyawan

- Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh

masing-masing karyawan.

- Meningkatkan kualitas komunikasi.

- Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan.

- Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan perusahaan.

- Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh

karyawan.

- Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan.

2.6 Organisasi Nirlaba

2.6.1 Pengertian Organisasi Nirlaba

Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran

pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk

suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari

laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi berbagai yayasan, gereja, sekolah negeri, derma

publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal

Page 67: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

75 

 

perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional,

institut riset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah (Wikipedia).

Selain itu perlu diketahui bahwa konsep-konsep stratejik yang sudah lama

dimanfaatkan organisasi profit dapat diaplikasikan di dalam organisasi non profit.

Pengaplikasian tersebut, diperuntukan penyesuaian organisasi non profit dengan

lingkungannya, membuat keputusan-keputusan efektif secara stratejik, menangani

perubahan-perubahan, menciptakan keunggulan komparatif, dan meningkatkan peranan

kerjasama dengan organisasi profit. Akan tetapi, dalam pengaplikasiannya tetap memerlukan

adaptasi dari karena organisasi profit tidaklah tepat sama dengan organisasi non profit.

Adaptasi mematahkan ungkapan setiap sesuatu adalah sama dengan dirinya sendiri

(Mulyana, 2007).

Menurut Mulyana (2007) pengaplikasian konsep stratejik pada organisasi non profit

dilakukan dengan empat pedoman, yaitu :

1. Mengembangkan misi organisasi non profit secara jelas.

2. Mengidentifikasi publik sasaran.

3. Menciptakan deskripsi organisasi non profit yang mampu mengkomunikasikan misi

kepada publik.

4. Fokus menciptakan kepuasan publik sasaran.

Selanjutnya beberapa aktifitas yang menempatkan organisasi non profit bekerjasama

secara menguntungkan dapat dilakukan, yaitu: membuat proyek bersama, menyelenggrakan

forum atau meja bundar dengan sponsor bersama untuk mengkaji isu-isu pokok, membentuk

koalisi aktif, mengembangkan program pertukaran kerja antara organisasi non profit dengan

para praktisi. Pengaplikasian konsep stratejik pada organisasi non profit memenuhi

kebutuhan desakan untuk melibatkan diri dalam pemasaran kewirausahaan dan keterampilan

manajemen. Pengaplikasian tersebut, membuahkan hasil pertumbuhan yang pesat

penggunaan perencanaan stratejik yang memperluas wawasan manajemen pada istilah

Page 68: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

76 

 

scanning lingkungan. Singkatnya, dengan mengaplikasikan konsep stratejik organisasi non

profit berlangsung efektif dan efisien secara menguntungkan (Mulyana, 2007).

Dan di dalam pengelolaan organisasi nirlaba dan kriteria-kriteria pencapaian kinerja

organisasi tidak berdasar pada pertimbangan ekonomi semata, tetapi sejauhmana

masyarakat yang dilayaninya diberdayakan sesuai dengan konteks hidup dan potensi-potensi

kemanusiaannya. Sifat sosial dan kemanusiaan sejati merupakan ciri khas pelayanan

organisasi-organisasi nirlaba. Manusia menjadi pusat sekaligus agen perubahan dan

pembaruan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan kesejahteraan,

kesetaraan gender, keadilan, dan kedamaian, bebas dari konfilk dan kekerasan. Kesalahan

dan kurang pengetahuan dalam mengelola organisasi nirlaba, justru akan menjebak

masyarakat hidup dalam kemiskinan, ketidakberdayaan, ketidaksetaraan gender, konflik dan

kekerasan sosial. Pengelolaan organisasi nirlaba, membutuhkan kepedulian dan integritas

pribadi dan organisasi sebagai agen perubahan masyarakat, serta pemahaman yang

komprehensif dengan memadukan pengalaman-pengalaman konkrit dan teori manajemen

yang handal, unggul dan mumpuni, sebagai hasil dari proses pembelajaran bersama

masyarakat (Wirjana, 2008)

2.6.2 Perbedaan organisasi nirlaba dengan organisasi laba

Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya

(laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi nirlaba,

apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung

dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi nirlaba membutuhkannya

sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah memiliki sumber

pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung

jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian

memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah

dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi (Wikipedia).

Page 69: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

77 

 

2.6.3 Pajak bagi organisasi nirlaba

Banyak yang bertanya, apakah organisasi nirlaba, yang mana mereka tidak

mengambil keuntungan dari apapun, akan dikenakan pajak. Sebagai entitas atau lembaga,

maka organisasi nirlaba merupakan subyek pajak. Artinya, seluruh kewajiban subyek pajak

harus dilakukan tanpa terkecuali. Akan tetapi, tidak semua penghasilan yang diperoleh

yayasan merupakan obyek pajak (Wikipedia).

Pemerintah Indonesia memperhatikan bahwa badan sosial bukan bergerak untuk

mencari laba, sehingga pendapatannya diklasifikasikan atas pendapatan yang obyek pajak

dan bukan obyek pajak. Namun dibanyak negara, organisasi nirlaba boleh melamar status

sebagai bebas pajak, sehingga dengan demikian mereka akan terbebas dari pajak

penghasilan dan jenis pajak lainnya (Wikipedia)

2.6.4 Organisasi nirlaba di negara lain

a. Kerajaan Inggris

Di Inggris dan Wales, organisasi nirlaba yang mengambil format derma biasanya

harus dicatatkan didalam Komisi Pengawasan Derma. Di Skotlandia, Kantor Pengatur

Derma Skotlandia juga melayani fungsi yang sama. Berbeda dengan organisasi nirlaba di

Amerika Serikat, seperti serikat buruh, biasanya tunduk kepada peraturan yang terpisah,

dan tidak begitu dihormati sebagaimana halnya derma dalam hal pengertian teknis

(Wikipedia).

b. Amerika Serikat

Perkembangan organisasi nirlaba di Amerika Serikat telah sangat jauh lebih maju

dibanding Indonesia, terutama dalam bidang keagamaan. Amandemen Pertama Amerika

Serikat menjamin kebebasan beragama bagi masyarakatnya. Bagaimanapun, organisasi

nirlaba relijius seperti gereja, tunduk kepada lebih sedikit sistem pelaporan pemerintah

pusat dibanding dengan banyak organisasi lain.Dalam hal perpajakan, organisasi nirlaba

Page 70: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

78 

 

relijius di Amerika Serikat juga dikecualikan dari beberapa pemeriksaan ataupun

peraturan, yang membedakannya dengan organisasi non relijius (Wikipedia).

2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Sibarani dengan judul “Peran kepribadian

model lima faktor (big five) dan motivasi kebutuhan McCleland terhadap unjuk

kerja agen asuransi jiwa” ditemukan bahwa hanya kepribadian Extraversion saja yang

berperan terhadap unjuk kerja agen asuransi jiwa, sedangkan kepribadian Agreeableness,

Conscientiousness, Emotional Stability, dan Openness to Experience tidak berperan terhadap

unjuk kerja agen asuransi jiwa. Ketiga kebutuhan McClelland juga ditemukan tidak berperan

terhadap unjuk kerja agen asuransi jiwa.

Pada penelitian ini juga dikaji mengenai kelima model kepribadian Big five dan ketiga

kebutuhan McClelland terhadap unjuk kerja task dan unjuk kerja contextual agen asuransi

jiwa dan hubungan antara kepribadian Big five dengan ketiga kebutuhan McClelland. Selain

itu ditemukan pula korelasi yang signifikan antara kepribadian Extraversion, kepribadian

Agreeableness dan kepribadian Openness to Experience I Intellect dengan kebutuhan

berprestasi I Need for Achievement, kebutuhan berafiliasi I Need for Affiliation dan

kebutuhan berkuasa I Need for Power.

Di dalam penelitian ini juga ditemukan skor kebutuhan berkuasa I Need for Power

agen asuransi jiwa pria ternyata lebih tinggi daripada agen asuransi jiwa wanita sedangkan

kebutuhan berprestasi I Need for Achievement dan kebutuhan berafiliasi I Need for Power

tidak terdapat perbedaan skor antara agen pria dan wanita. Demikian pula halnya dengan

agen yang menikah dan belum menikah tidak ditemukan adanya perbedaan skor pada ketiga

kebutuhan motivasi McClelland tersebut. Selain itu dikatakan juga bahwa sudah banyak

penelitian yang mengkaji hubungan antara kepribadian Big five dengan unjuk kerja maupun

motivasi kebutuhan McClelland terhadap unjuk kerja namun dari sekian banyak penelitian

tersebut masih ditemukan kesamaan maupun perbedaan (2009).

Page 71: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

79 

 

Dan di dalam penelitian yang dilakukan oleh Baird dengan judul “Cognitive Self-

Regulation In Youth With and Without Learning Disabilities : Academic Self

Efficacy, Theories of Intelligence, Learning Vs. Performance Goal Preferences, and

Effort Attribution” menemukan bahwa seseorang dengan kemampuan belajar yang rendah

memiliki nilai efikasi diri, teori intelegensi, tujuan akademis, dan usaha yang rendah pula. Di

dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa teori intelegensi dan efikasi diri terbukti

mempengaruhi tujuan akademis dan atribusi kemampuan dari seseorang. Selain itu juga

ditemukan bahwa efikasi diri memberikan pengaruh terhadap motivasi belajar dan kinerja

(2009).

Selain itu di dalam penelitian yang berjudul “Self-Efficacy : A Concept Analysis”

yang dilakukan oleh Zulkosky yang menjelaskan secara mendalam mengenai konsep efikasi

diri menjelaskan bahwa efikasi diri mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasa,

memotivasi dirinya sendiri dan bagaimana seseorang bertindak (2009). Ditambah lagi sampai

saat ini 9 meta-analisis skala besar (gabungan dari berbagai analisis yang meneliti satu

variabel sama dengan responden dalam skala besar bahkan sampai ribuan) secara konsisten

menunjukkan bahwa efikasi memberikan kontribusi pada tingkat motivasi dan kinerja secara

signifikan (Luthans, 2006, p337).

Dan di dalam penelitian berjudul “Pengaruh motivasi dan disiplin kerja

terhadap prestasi kerja pegawai CPP network di Magelang” yang dilakukan oleh

Wiyono dimana penelitian ini menitikberatkan pada jenis penelitian penjelasan yang artinya

menyoroti pengaruh variabel-variabel yang diteliti dan menguji hipotesa yang dirumuskan.

Sedangkan datanya di peroleh dari responden yang merupakan karyawan / pegawai di CPP

Network dengan jabatan sebagai programmer dan station manajer yang berjumlah 38

responden dari seluruh popuplasi yang berjumlah 60 orang.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh motivasi dan disiplin kerja

terhadap prestasi kerja pegawai di CPP network. Hubungan variabel-variabel tersebut dapat

Page 72: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

80 

 

dilihat dari t hitung x2 (disiplin) > t tabel x2 (disiplin) dengan sig : 0,000. Artinya terdapat

pengaruh yang signifikan antara disiplin kerja terhadap prestasi kerja. F hitung > F tabel

dengan sig : 0,000 , koefisien R2 = 0,477 variabel motivasi dan disiplin kerja secara

bersama-sama mampu menjelaskan variasi dari variabel independen sebesar 47,7% .

Dengan melihat hasil signifikansinya dimana sig untuk x1 (motivasi) = 0,133 dan sig untuk

x2 (disiplin) = 0,000 , untuk itu antara x1 (motivasi) dan x2 (displin) dapat terlihat bahwa

disiplin kerja mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap prestasi kerja karyawan

dibandingkan dengan motivasi kerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada

pengaruh yang signifikan antara motivasi dan disiplin kerja terhadap prestasi kerja pegawai

CPP Network di Magelang , secara bersama-sama.

2.8 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Kepribadian (X1)

• Kesungguhan

• Stabilitas emosi

• Sifat menyenangkan

• Ektraversi

• Terbuka pada pengalaman

Efikasi Diri (X2)

• Inisiatif (Initiative)

• Usaha (Effort)

• Ketahanan (Persistence)

Motivasi (Y)

• Kebutuhan untuk

berprestasi

• Kebutuhan Keamanan

• Kebutuhan akan kekuasaan

• Kebutuhan akan status

• Kebutuhan akan Afiliasi

Kinerja (Z)

• Kuantitas dari hasil

• Kualitas dari hasil

• Ketepatan waktu dari hasil

• Kehadiran

• Kemampuan bekerja sama

Page 73: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00407-MN-Bab 2.pdfManajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari

81 

 

2.9 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2005, p51), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru pada

teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui

pengumpulan data.

Ho : tidak ada pengaruh atau hubungan antar variabel.

Ha : terdapat pengaruh atau hubungan atar variabel.

Berdasarkan dari permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian serta tinjauan pustaka,

maka kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Untuk T - 1

Ho : Variabel Kepribadian (X1) dan Efikasi diri (X2) tidak berkontribusi secara simultan dan

signifikan terhadap variabel Motivasi (Y).

Ha : Variabel Kepribadian (X1) dan Efikasi diri (X2) berkontribusi secara simultan dan

signifikan terhadap variabel Motivasi (Y).

2. Untuk T - 2

Ho : Variabel Kepribadian (X1), Efikasi diri (X2) dan Motivasi (Y) tidak berkontribusi secara

simultan dan signifikan terhadap variabel Kinerja (Z).

Ha : Variabel Kepribadian (X1), Efikasi diri (X2) dan Motivasi (Y) berkontribusi secara

simultan dan signifikan terhadap variabel Kinerja (Z).


Recommended