+ All Categories
Home > Documents > BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn...

BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn...

Date post: 20-Aug-2019
Category:
Upload: hoangdien
View: 213 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
35
BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Human Resource Management refers to the policies, practices, and systems that influence employees’ behavior, attitudes, and performance.” (Noe dkk, 2000, p4) Berdasarkan Hariandja dan Hardiwati (2003, p16), manajemen SDM adalah keseluruhan penentuan dan pelaksanaan berbagai aktivitas, policy, dan program yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja, pengembangan, dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan efektivitas organisasi dengan cara yang secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan Mathis dan Jackson (2006, p67), manajemen SDM adalah penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing. Sehingga, manajemen SDM adalah sistem dan kebijakan yang mengatur penggunaan karyawan secara organisasional dengan cara yang etis untuk mempengaruhi kinerja karyawan dan memberikan kontribusi terhadap efektivitas organisasi. 2.1.1.1 Peran Manajemen Sumber Daya Manusia Seperti digambarkan dalam Gambar 2.1, manajemen Sumber Daya Manusia memainkan beberapa peranan bagi organisasi, seperti berikut. 8
Transcript
Page 1: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

BAB 2

LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

“Human Resource Management refers to the policies, practices, and systems that

influence employees’ behavior, attitudes, and performance.” (Noe dkk, 2000, p4)

Berdasarkan Hariandja dan Hardiwati (2003, p16), manajemen SDM adalah keseluruhan

penentuan dan pelaksanaan berbagai aktivitas, policy, dan program yang bertujuan untuk

mendapatkan tenaga kerja, pengembangan, dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan

dukungannya terhadap peningkatan efektivitas organisasi dengan cara yang secara etis dan

sosial dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan Mathis dan Jackson (2006, p67), manajemen SDM adalah penggunaan

karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif

terhadap para pesaing.

Sehingga, manajemen SDM adalah sistem dan kebijakan yang mengatur penggunaan

karyawan secara organisasional dengan cara yang etis untuk mempengaruhi kinerja karyawan

dan memberikan kontribusi terhadap efektivitas organisasi.

2.1.1.1 Peran Manajemen Sumber Daya Manusia

Seperti digambarkan dalam Gambar 2.1, manajemen Sumber Daya Manusia memainkan

beberapa peranan bagi organisasi, seperti berikut.

 

Page 2: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  9

Sumber: Mathis dan Jackson, 2006, p51

Gambar 2.1 Perbedaan Peran Manajemen SDM

1. Peran Administratif

Meliputi aktivitas-aktivitas administrasi, seperti program bantuan karyawan, administrasi

pensiun, pemerikasaan latar belakang/surat keterangan, administrasi imbalan kerja, perencanaan

dan administrasi kompensasi, dan penanganan persoalan cuti yang terkait dengan urusan

keluarga.

2. Penasihat Karyawan

Profesional-profesional SDM sebagai suara atas persoalan-persoalan karyawan, biasanya

dipandang sebagai petugas moral perusahaan. Profesional SDM banyak menghabiskan waktu

untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

karyawan maupun masalah yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.

3. Operasional

Peran operasional terdiri dari beberapa aktivitas SDM berikut ini.

Page 3: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  10

• Pengadaan tenaga kerja (procurement)

Fungsi operasional dari manajemen personalia adalah berupa usaha untuk memperoleh

jenis dan jumlah yang tepat dari personalia yang diperlukan untuk menyelesaikan

sasaran organisasi. Hal-hal yang dilakukan dalam kaitan ini adalah penentuan sumber

daya manusia yang dibutuhkan dan perekrutannya, seleksi, dan penempatan .

Penentuan sumber daya manusia yang diperlukan harus bersandar pada tugas-tugas

yang tercantum pada rancangan pekerjaan yang ditentukan sebelumnya

• Pengembangan (development)

Pengembangan merupakan peningkatan keterampilan melalui pelatihan yang perlu untuk

prestasi kerja yang tepat. Kegiatan ini amat penting dan terus tumbuh karena

perubahan-perubahan teknologi, reorganisasi pekerjaan, tugas manajemen yang

semakin rumit.

• Kompensasi (compensation)

Fungsi ini dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai dan layak kepada personalia

untuk sumbangan mereka kepada tujuan organisasi

• Integrasi (integration)

Integrasi merupakan usaha untuk menghasilkan suatu rekonsiliasi (kecocokan) yang

layak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat, dan organisasi.

Definisi ini berpijak atas dasar kepercayaan bahwa masyarakat kita terdapat tumpang

tindih kepentingan yang cukup berarti.

• Pemeliharaan (maintenance)

Pemeliharaan merupakan usaha untuk mengabadikan angkatan kerja yang mempunyai

kemauan dan mampu untuk bekerja. Terpeliharanya kemauan untuk bekerja sangat

dipengaruhi oleh komunikasi dengan para karyawan, keadaan jasmani (fisik) karyawan,

dan kesehatan serta keselamatan kerja.

Page 4: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  11

• Pemutusan hubungan kerja (separation)

Jika fungsi pertama manajemen personalia adalah untuk mendapatkan karyawan, adalah

logis bahwa fungsi terakhir adalah memutuskan hubungan kerja dan mengembalikan

orang-orang tersebut kepada masyarakat. Organisasi bertanggung jawab untuk

melaksanakan proses pemutusan hubungan kerja sesuai dengan persyaratan-

persyaratan yang telah ditentukan, dan menjamin bahwa warga masyarakat yang

dikembalikan itu berada dalam keadaan yang sebaik mungkin.

4. Strategis

SDM harus berfokus pada implikasi jangka panjang dari persoalan SDM dan berperan

sebagai rekan bisnis strategis perusahaan. Contoh dari peran strategis ini adalah bagaimana

demografi angkatan kerja dan kekurangan angkatan kerja yang berubah-ubah akan

mempengaruhi organisasi, dan cara apa yang akan digunakan untuk menyampaikan keurangan-

kekurangan seiring berjalannya waktu.

2.1.2 Sikap

Kepribadian dan sikap merupakan proses kognitif yang kompleks. Perbedaannya adalah

kepribadian biasanya dianggap sebagai manusia seutuhnya, sedangkan ciri/trait dan sikap

dianggap sebagai pembentuk kepribadian. (Luthans, 2006, p236). Sikap dapat ditandai dengan

tiga cara. Pertama, sikap cenderung bertahan kecuali ada sesuatu yang dilakukan untuk

mengubahnya. Kedua, sikap dapat mencakup rangkaian dari yang sangat disukai sampai yang

sangat tidak disukai. Ketiga, sikap diarahkan pada beberapa objek di mana orang memiliki

perasaan dan kepercayaan.

“An attitude consists of feelings, beliefs, and predispositions to behave in certain ways”

(Organ dan Hammer, 1982, p131). Ketiga komponen tersebut kemudian berpadu bersama-sama,

secara psikologis, di mana masing-masing komponen berimplikasi terhadap yang lainnya.

Greenberg dan Baron (2003, p147) menyebut ketiga komponen tersebut sebagai an evaluative

Page 5: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  12

component, a cognitive component, and a behavioral component. Evaluative component

menunjuk pada kesukaan atau ketidaksukaan seseorang terhadap orang lain, barang, atau

kejadian tertentu (disebut sebagai attitude object). Cognitive component adalah hal-hal yang kita

percayai tentang suatu attitude object, tak peduli apakah pandangan tersebut salah atau benar.

Sedangkan, behavioral component merupakan kecenderungan (predispotition) untuk berperilaku

dalam suatu cara tertentu secara konsisten sesuai dengan keyakinan (belief) dan perasaan

(feeling) kita tentang sebuah attitude object. Ketiga komponen sikap tersebut dapat dilihat pada

Gambar 2.2 di bawah ini.

Sumber: Greenberg dan Baron,2003, p147

Gambar 2.2 Tiga Komponen Dasar dari Sikap

Fungsi-fungsi dari sikap, yaitu:

- Fungsi penyesuaian

Sikap sering membantu orang menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja mereka. Saat

karyawan diperlakukan dengan baik, mereka cenderung mengembangkan sikap positif

terhadap manajemen dan organisaisi. Sebaliknya, bila mereka diperlakukan kasar dan

peningkatan gaji kecil, mereka cenderung mengembangkan sikap negatif terhadap

manajemen dan organisasi.

Page 6: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  13

- Fungsi pertahanan ego

Sikap juga membantu karyawan mempertahankan citra diri. Misalnya, manajer lebih tua yang

keputusannya terus ditentang manajer bawahan yang lebih muda mungkin merasa bahwa

anak muda tidak sopan, sombong, belum dewasa, dan tidak berpengalaman. Sebanarnya,

manajer muda mungkin benar ketika menentang keputusan tersebut. Manajer yang lebih tua

mungkin bukan pemimpin yang efektif dan terus membuat keputusan yang buruk.

Sebaliknya, manajer yang lebih tua tidak mengakui hal tersebut dan mencoba melindungi

egonya dengan menempatkan kesalahan pada pihak lain. Jadi, sikap berfungsi membenarkan

tindakan dan mempertahankan ego.

- Fungsi mengekspresikan nilai

Sikap bertindak sebagai dasar untuk mengekspresikan nilai sentral seseorang. Misalnya,

manajer yang meyakini etika kerja akan cenderung mengomentari sikap individu tertentu

atau praktik kerja tertentu sebagai alat untuk merefleksikan nilai. Seorang atasan yang ingin

bawahannya bekerja lebih keras mungkin melakukan hal ini: “Anda harus bekerja lebih keras

lagi. Hal tersebut telah menjadi tradisi perusahaan sejak didirikan. Semua itu membuat kami

seperti sekarang ini, dan setiap orang diharapkan menganut etika ini”.

- Fungsi pengetahuan

Sikap membantu menyediakan standar dan kerangka referensi memungkinkan orang untuk

mengelola dan menjelaskan dunia di sekitar mereka. Misalnya, organisator serikat mungkin

memiliki sikap negatif terhadap manajemen. Sikap ini bisa saja tidak berdasarkan fakta,

tetapi membantu orang untuk berhubungan dengan manajemen. Akibatnya, apa pun yang

dikatakan manajer ditanggapi organisator serikat sebagai tidak lebih daripada sekumpulan

bualan, atau usaha memanipulasi pekerja. Tanpa memedulikan keakuratan pandangan

seseorang terhadap realita, sikap terhadap orang lain, kejadian, dan objek, membantu

individu mengerti apa yang sedang terjadi.

Page 7: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  14

Seseorang bisa mempunyai ribuan sikap, tapi perilaku organisasi memfokuskan pada

jumlah sangat terbatas sikap yang berhubungan dengan pekerjaan. Sikap kerja adalah perasaan,

keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatif stabil terhadap berbagai aspek dari

pekerjaan itu sendiri. Sikap yang berkaitan dengan pekerjaan ini membuka jalan evaluasi positif

atau negatif yang dipegang para karyawan mengenai aspek-aspek dari lingkungan kerja mereka.

Kebanyakan riset dalam perilaku organisasi telah mempedulikan tiga sikap: kepuasan

kerja, keterlibatan kerja, dan komitmen organisasi (Robbins, 2003, p91). Dalam penelitian ini,

hanya dibahas mengenai kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

2.1.2.1 Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang

setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat mereka

bekerja (Tangkilisan, 2005, p164). Berdasarkan Robbins (2003, p30), kepuasan kerja adalah

suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang

diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka

terima.Sedangkan, berdasarkan pendapat Luthans (2006, p243), kepuasan kerja adalah hasil dari

persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai

penting.

Dari definisi-definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah persepsi

karyawan bahwa imbalan yang mereka terima dari organisasi sebagai hasil dari pekerjaan

mereka sudah setimpal, sehingga mereka memunculkan sikap puas terhadap pekerjaan mereka.

Menurut Wexley dan Yukl (Moeljono, 2003, p113), ada tiga dimensi kepuasan kerja:

a. Kepuasan kerja adalah sebuah respons emosional terhadap situasi kerja

b. Kepuasan kerja sering ditentukan oleh bagaimana outcomes (hasil/keluaran) dapat

sesuai atau melebihi harapan

Page 8: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  15

c. Kepuasan kerja akan mempresentasikan sikap-sikap yang berhubungan dengan hal

tersebut

Beberapa faktor penentu kepuasan kerja adalah sebagai berikut.

1. Pekerjaan itu sendiri

Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan, di mana

pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk

menerima tanggung jawab. Berdasarkan survey diagnostik pekerjaan diperoleh hasil tentang lima

ciri yang memperlihatkan kaitannya dengan kepuasan kerja untuk berbagai macam pekerjaan.

Ciri-ciri tersebut ialah:

a. Keragaman keterampilan, banyak ragam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan

pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang digunakan, makin kurang

membosankan pekerjaan.

b. Jati diri tugas (task identity), sejauh mana tugas merupakan suatu kegiatan keseluruhan

yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan

yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa

tidak puas.

c. Tugas yang penting (task significance), rasa pentingnya tugas bagi seseorang. Jika tugas

dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai

kepuasan kerja.

d. Otonomi, pekerjaan yang menimbulkan kebebasan, ketidaktergantungan dan

memberikan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan

kerja.

e. Pemberian umpan balik (feedback) pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat

kepuasan kerja.

Page 9: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  16

2. Gaji atau imbalan yang dirasakan adil

Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari

gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan

bagaimana gaji diberikan. Uang memang mempunyai arti yang berbeda-beda bagi orang yang

berbeda-beda. Di samping memenuhi kebutuhan tingkat rendah (makanan, perumahan), uang

dapat merupakan simbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan, dan pengakuan atau

penghargaan. Lagipula uang mempunyai kegunaan sekunder. Jumlah gaji yang diperoleh dapat

secara nyata mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang ingin dilakukan.

Dengan menggunakan teori keadilan Adams, orang menerima gaji yang dipersepsikan

sebagai terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami distress (ketidakpuasan). Yang penting

ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan sebagai adil

didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang

berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasaan kerja.

3. Kesempatan promosi

Menyangkut kemungkinan seseorang untuk maju dalam organisasi dan dapat

berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang

besar untuk naik jabatan atau tidak, serta proses kenaikan jabatan terbuka atau kurang terbuka.

Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.

4. Pengawasan (supervisi)

Atasan yang senantiasa memberikan perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja.

Cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya dapat menjadi menyenangkan atau tidak

menyenangkan bagi bawahannya tersebut, dan hal ini mempengaruhi kepuasan kerja.

Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa.

Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk

memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan

didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang

Page 10: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  17

serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua hubungan

adalah positif.

5. Rekan kerja

Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka dalam jumlah

tertentu, berada dalam satu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan

sosial terpenuhi). Sifat alami dari kelompok atau tim kerja akan mempengruhi kepuasan kerja.

Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim yang kooperatif merupakan sumber kepuasan

kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu. Kelompok kerja bertindak sebagai

sumber dukungan, kenyamanan, nasihat, dan bantuan pada anggota individu. Kelompok yang

memerlukan kesalingtergantungan antar-anggota dalam menyelesaikan pekerjaan, akan memiliki

kepuasan kerja yang lebih tinggi. Kelompok kerja yang baik membuat pekerjaan menjadi

menyenangkan, sehingga menimbulkan kepuasan kerja pada individu karyawan.

6. Kondisi kerja

Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan

mata, kondisi kerja yang tidak mengenakkan akan menimbulkan keengganan untuk bekerja.

Orang akan mencari alasan untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya. Dalam hal ini

perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang

nyaman untuk digunakan, seperti meja, kursi yang dapat diatur tinggi-randah, miring-tegaknya

posisi duduk. Dalam kondisi seperti ini, kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan

memuaskan tenaga kerja.

2.1.2.2 Mengukur Kepuasan Kerja

Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, baik dari segi

analisa statistik maupun dengan pengumpulan data. Dalam semua kasus, kepuasan kerja diukur

dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh karyawan. Pengukuran kepuasan kerja dapat

dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global,

Page 11: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  18

kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan, dan sebagai fungsi kebutuhan yang

terpenuhkan.

1. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global

Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari semua

aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan. Pengukuran ini dilakukan

dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan (soal). Cara ini memiliki sejumlah kelebihan,

diantaranya adalah tidak ada biaya pengembangan dan dapat dimengerti oleh mereka yang

ditanyai. Selain itu cara ini cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu

pertanyaan menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan yang

diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan, iklim sosial organisasi,

dan sebagainya .

2. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan

Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang menganggap

bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang berbeda dapat bervariasi

secara bebas dan harus diukur secara terpisah. Diantara konsep facet yang dapat diperiksa

adalah beban kerja, keamanan kerja, kompetensi, kondisi kerja, status dan prestise kerja.

Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manejemen, hubungan

atasan-bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan

pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan.

3. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan

Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak menggunakan

asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari situasi

kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan

teori kebutuhan akan kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan

dengan kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri.

Berdasarkan kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mengenai jabatannya, tiap responden

Page 12: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  19

menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing pertanyaan: (1) Berapa yang ada sekarang?

(2) Berapa seharusnya? (3) Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?. Berdasarkan tanggapan

terhadap pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan kerja tersebut, kepuasan kerja diukur

dengan perbedaan antara “Berapa yang ada sekarang?” dan “Berapa yang seharusnya?”,

semakin kecil perbedaan, maka semakin besar kepuasannya.

Nilai yang terpisah dihitung untuk masing-masing dari lima kategori kebutuhan.

Pertanyaan “Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?” memberikan kepada penyilidik ukuran

kekuatan relatif dari masing-masing kebutuhan bagi tiap responden.Hampir semua penelitian

kepuasan kerja berdasarkan pada kuesioner pengukuran kepuasan kerja. Karena kepuasan kerja

adalah fenomena yang subjektif dan individual, mungkin kuesioner merupakan ukuran yang

paling sesuai. Meskipun demikian penting sekali menyadari adanya keterbatasan tertentu dari

metode ini dalam mendapatkan data bagi penelitian kepuasan kerja. Sejumlah masalah yang

timbul oleh pengukuran melalui kuesioner tersebut berkaitan dengan ketepatan tanggapan.

Walaupun responden tidak memberikan jawaban yang menyesatkan secara sengaja, sejumlah

variabel situasional dapat mempengaruhi, baik sejauh mana mereka mau memahami pertanyaan

tersebut maupun sejauh mana mereka mau benar-benar berterus terang dalam menjawab.

Meskipun kesalahan pengukuran yang berkaitan tidak dapat dihilangkan, namun terdapat

langkah-langkah tertentu yang dapat diambil untuak menguranginya, yaitu dengan

menggunakan kuesioner yang keandalannya telah ditentukan, kejelasan pengarahan diuji

sebelumnya, menjaga kerahasiaan subjek, menggunakan sample yang cukup banyak untuk

mengurangi penyimpangan respon yang cenderung terdistribusi secara acak.

2.1.2.3 Cara Karyawan Mengungkapkan Ketidakpuasan

Menurut Robbins, ketidakpuasan kerja, pada tenaga kerja dapat diungkapkan dengan

berbagai macam cara, misalnya selain meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang,

Page 13: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  20

mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan, dll.

Seperti terlihat pada Gambar 2.3, empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidakpuasan:

- Keluar (exit), meninggalkan pekerjaan, termasuk mencari pekerjaan lain

- Suara (voice), memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan

atasan untuk memperbaiki kondisi secara aktif dan konstruktif

- Kesetiaan (loyalty), menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik,

termasuk membela organisasi terhadap kritik dari luar serta mempercayai organisasi

dan manajemennya untuk melakukan hal yang tepat

- Mengabaikan (neglect), sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, seperti

sering absen, menurangi upaya, atau kesalahan yang dibuat makin banyak

Sumber: Robbins, 2008, p106

Gambar 2.3 Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja

2.1.2.4 Cara Meningkatkan Kepuasan

Beberapa cara yang dapat dilakukan organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja

karyawannya berdasarkan Greenberg dan Baron (2003, p159):

Page 14: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  21

- Make jobs fun

Orang akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka nikmati daripada yang

membosankan. Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan, tetap ada

cara untuk menyuntikkan beberapa level keasyikan ke dalam hampir setiap pekerjaan.

Teknik-teknik kreatif yang telah diterapkan misalnya mengoper buket bunga dari meja satu

orang ke yang lainnya setiap setengah jam dan mengambil gambar lucu orang lain ketika

sedang bekerja lalu memasukkannya ke papan buletin.

- Pay people fairly

Ketika orang merasa bahwa mereka dibayar atau diberi imbalan secara adil, maka kepuasan

kerja mereka cenderung akan meningkat.

- Match people to jobs that fit their interests

Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau minat mereka

saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan tersebut.

- Avoid boring, repetitive jobs

Orang jauh lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk

mencapai keberhasilan dengan memiliki kontrol secara bebas tentang bagaimana mereka

melakukan tugas-tugas mereka.

2.1.3 Perilaku Organisasi

Menurut Keith Davis (Umar, 1998, p23), perilaku organisasi merupakan telaah dan

penerapan pengetahuan mengenai bagaimana orang-orang bertindak di dalam organisasi.

Berdasarkan Robbins (2008, p10), perilaku organisasi adalah suatu bidang studi yang menyelidiki

dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud

menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki keefektifan organisasi. Sedangkan

berdasarkan Luthans (2006, p20), perilaku organisasi didefinisikan sebagai pemahaman, prediksi,

dan manajemen perilaku manusia dalam organisasi.

Page 15: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  22

Maka, dapat disimpulkan bahwa perilaku organisasi adalah ilmu yang berusaha

menyelidiki, memahami, meramalkan, dan mengatur bagaimana orang-orang bertindak dalam

organisasi dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi.

Gambar 2.4di bawah ini menunjukkan hubungan dan penekanan yang sangat umum

antara perilaku organisasi (OB) dan berbagai disiplin ilmu yang terkait.

Sumber: Luthans, 2006, p20

Gambar 2.4 Hubungan Perilaku Organisasi dengan Disiplin Ilmu yang Terkait Erat

Greenberg dan Baron (2003, p4) mengatakan bahwa ada empat karakter utama dari

bidang ilmu perilaku organisasi, yaitu:

- Perilaku organisasi menggunakan metode ilmiah untuk mengatasi masalah-masalah

manajerial

Pengetahuan dalam perilaku organisasi didasarkan pada ilmu perilaku (behavioral sciences),

seperti psikologi dan sosiologi yang mencari tahu tentang perilaku manusia dan masyarakat

melalui penggunaan metode ilmiah.

- Perilaku organisasi fokus pada tiga level analisis, yaitu individu, kelompok, dan organisasi

Perilaku organisasi tidak hanya menyoroti orang-orang secara individual, karena dalam

organisasi orang bekerja sama dalam kelompok dan tim. Lebih jauh, orang secara individu

maupun kelompok mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan kerja mereka. Level

Page 16: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  23

individu yang dipelajari dalam perilaku organisasi misalnya sikap kerja, level kelompok

misalnya komunikasi, dan level organisasi misalnya struktur.

- Perilaku organisasi sebenarnya merupakan multi-disipliner

Perilaku organisasi tidak hanya mempelajari sebuah topik dari satu perspektif tertentu,

melainkan juga mempertimbangkan berbagai macam pendekatan, mulai dari pendekatan

psikologi yang sangat berorientasi pada individu, ilmu sosiologi yang lebih berorientasi pada

kelompok, hingga isu-isu dalam kualitas organisasi yang dipelajari oleh para ilmuwan

manajemen.

- Perilaku organisasi berusaha mengembangkan efektivitas organisasi dan kualitas kehidupan

dalam pekerjaan

Disiplin-disiplin ilmu yang menyumbang kepada bidang perilaku organisasi (Robbins,

2008, p13-17):

- Psikologi, yaitu ilmu yang berupaya mengukur, menjelaskan, dan kadang-kadang mengubah

perilaku manusia dan binatang-binatang lain.

- Sosiologi, yaitu studi tentang orang-orang dalam hubungan dengan manusia-manusia

sesamanya.

- Psikologi sosial, yaitu suatu bidang di dalam psikologi yang memadukan konsep-konsep baik

dari psikologi maupun sosiologi dan yang memusatkan perhatian pada saling mempengaruhi

antara orang-orang.

- Antropologi, yaitu studi tentang masyarakat untuk mempelajari mengenai manusia dan

kegiatan mereka.

- Ilmu politik, yaitu studi tentang perilaku individu dan kelompok dalam suatu lingkungan

politik.

Page 17: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  24

2.1.4 Loyalitas Karyawan

Loyalitas berasal dari kata loyal yang berarti setia. Loyalitas dalam perusahaan dapat

diartikan sebagai kesetiaan seorang karyawan terhadap perusahaan. Velasques dalam Sudimin

(2003) mengatakan bahwa kewajiban karyawan adalah bekerja dengan baik untuk mencapai

tujuan perusahaan dan menghindari aktivitas yang dapat mengancam atau menganggu

pencapaian tujuan tersebut dan bukan untuk kepentingan atau manfaat pribadi karyawan.

Hal yang bisa menimbulkan kesulitan terhadap terwujudnya loyalitas adalah konflik

kepentingan (conflict of interest), yaitu konflik antara kepentingan pribadi karyawan dan

kepentingan perusahaan. Demi kepentingan pribadi, karyawan tidak boleh menjalankan kegiatan

yang bersaing dengan perusahaannya. Selain itu, konflik kepentingan juga bisa muncul dengan

terjadinya penggabungan beberapa jenis pekerjaan.

Menurut Sudimin (2003) loyalitas berarti kesediaan karyawan dengan seluruh

kemampuan, keterampilan, pikiran dan waktu untuk ikut serta mencapai tujuan perusahaan dan

menyimpan rahasia perusahaan serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan

perusahaan selama orang itu masih berstatus sebagai karyawan. Kecuali menyimpan rahasia,

hal-hal itu hanya dapat dilakukan ketika karyawan masih terikat hubungan kerja dengan

perusahaan tempatnya bekerja. Fletcher dalam Sudimin (2003) merumuskan loyalitas sebagai

kesetiaan kepada seseorang dan tidak meninggalkan atau membelot serta tidak menghianati

yang lain pada waktu diperlukan.

Menurut Robbins (2005) pengertian loyalitas yang berkaitan dengan tingkat kepercayaan

adalah suatu keinginan untuk melindungi dan menyelamatkan wajah bagi orang lain. Bila

seseorang memiliki loyalitas dan kepercayaan terhadap suatu hal, maka orang tersebut bersedia

berkorban dan setia terhadap hal yang dipercayainya tersebut. Jadi, loyalitas memiliki hubungan

positif terhadap tingkat kepercayaan, semakin tinggi tingkat kepercayaan karyawan terhadap

perusahaan, maka semakin tinggi pula tingkat loyalitas karyawan tersebut terhadap perusahaan.

Page 18: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  25

Loyalitas merupakan tekad dan kesanggupan untuk mentaati, melaksanakan dan

mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab (Flippo, 1996).

Karyawan yang loyal sangat dihargai oleh perusahaan karena perusahaan sangat membutuhkan

karyawan-karyawan yang loyal untuk kelangsungan perusahaannya dalam menentukan maju

mundurnya perusahaan di masa mendatang. Banyak factor yang menjadikan seorang karyawan

menjadi loyal, diantaranya kepuasan kerja, kompensasi atau insnsentif, komunikasi yang efektif,

motivasi yang diberikan oleh perusahaan, tempat kerja yang nyaman, pengembangan karir,

pengadaan pelatihan dan pendidikan karyawan, partisipasi kerja, pelaksanaan kesehatan dan

keselamatan kerja, serta hubungan dengan karyawan lain.

2.1.5 Organizational Citizenship Behaviour

Organizational Citizenship Behaviouratau kewarganegaraan organisasional sangat

terkenal dalam perilaku organisasi saat pertama kali diperkenalkan sekitar 20 tahun yang lalu

dengan dasar teori disposisi/kepribadian dan sikap kerja. Dasar kepribadian untuk OCB

merefleksikan ciri/trait predisposisi karyawan yang kooperatif, suka menolong, perhatian, dan

bersungguh-sungguh. Sedangkan dasar sikap mengindikasikan bahwa karyawan terlibat dalam

OCB untuk membalas tindakan organisasi(Luthans, 2006, p251). Sehingga dapat disimpulkan

bahwa OCB merupakan perilaku anggota organisasi yang mencakup faktor kepribadian dan sikap

keja sebagai dasar utama, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut ini.

Page 19: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  26

Gambar 2.5Dasar Teori OCB

Menurut Organ, kewarganegaraan organisasional (Organizational Citizenship Behaviour)

adalah perilaku diskresioner yang bukan merupakan bagian dari persyaratan-persyaratan jabatan

formal seorang karyawan, meskipun demikian hal itu mempromosikan pemfungsian efektif atas

organisasi (Robbins, 2008, p30). Van Dyne dkk mengusulkan konstruksi dari extra role behavior

(ERB), yaitu “behavior that attempts to benefit the organization and that goes beyond existing

role expectations” (Organ, 2005, p33).

Organisasi membutuhkan karyawan yang bergabung dalam perilaku-perilaku

“kewarganegaraan yang baik” seperti membuat pernyataan-pernyataan yang konstruktif tentang

kelompok kerja dan organisasi mereka, membantu yang lain dalam tim mereka, sukarela

melakukan kegiatan-kegiatan tambahan, menghindari konflik-konfik yang tidak perlu,

menunjukkan perhatian pada properti organisasi, menghargai semangat dan juga kaidah dan

aturan tersurat, dan bersedia mentolerir gangguan dan kerugian-kerugian yang berkaitan dengan

pekerjaan yang tidak tetap (Robbins, 2003, p30).

Page 20: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  27

Sehingga, penulis menyimpulkan OCB sebagai perilaku karyawan yang dengan suka rela

bersedia melakukan hal-hal di luar uraian jabatan formal yang menguntungkan organisasi,

sehingga memberikan dampak bagi efektivitas organisasi.

Menurut Organ (Purba dan Seniati, 2004, p106), OCB terdiri dari lima dimensi:

1. Altruism, yaitu perilaku membantu meringankanpekerjaan yang ditujukan kepada individu

lain dalam suatu organisasi, misalnya membantu saat rekan kerja tidak sehat.

2. Courtesy, yaitu membantu teman kerjamencegah timbulnya masalah sehubungan

denganpekerjannya dengan cara memberi konsultasi daninformasi serta menghargai

kebutuhan mereka, atau memahami dan berempati walaupun saat dikritik.

3. Sportsmanship, yaitu toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja tanpa

mengeluh, misalnya ikut menanggung kegagalan proyek tim yang mungkin akan berhasil

dengan mengikuti nasihat anggota.

4. Civic virtue, yaitu terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli pada kelangsungan

hidup organisasi, misalnya rela mewakili perusahaan untuk program bersama.

5. Conscientiousness, yaitu melakukan hal-hal yang menguntungkan organisasi, misalnya

mematuhi peraturan-peraturan di organisasi dan bersedia lembur untuk menyelesaikan

proyek.

Bukti menunjukkan bahwa organisasi-organisasi tersebut yang memiliki karyawan yang

memiliki OCB tinggi berkinerja melebihi organisasi-organisasi yang tidak memiliki karyawan

tersebut. Akibatnya, perilaku organisasi itu berhubungan dengan OCB sebagai varibel bergantung

(Robbins, 2008, p30). Sehingga, manajer sekarang sangat bijaksana bukan hanya dalam

mencoba meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasi, tetapi juga OCB karyawan

mereka (Luthans, 2006, p251).

Page 21: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  28

2.1.5.1 Motif yang Mendasari OCB

Seperti halnya sebagian besar perilaku yang lain, OCB ditentukan oleh banyak hal,

artinya tidak ada penyebab tunggal dalam OCB. Sesuatu yang masuk akal bila kita menerapkan

OCB secara rasional. Salah satu pendekatan motif dalam perilaku organisasi berasal dari kajian

McClelland dan rekan-rekannya. Menurut McClelland, manusia memiliki tiga tingkatan motif

(Hardaningtyas, 2005, p14):

1. Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan suatu standard

keistimewaan (excellence), mencari prestasi dari tugas, kesempatan atau kompetisi

2. Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara, dan memperbaiki

hubungan dengan orang lain

3. Motif kekuasaan, mendorong orang untuk mencari status dan situasi di mana mereka

dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain

Kerangka motif berprestasi, afiliasi, dan kekuasaan telah diterapkan untuk memahami

OCB guna memahami mengapa orang menunjukkan OCB. Gambar 2.6 menunjukkan model OCB

yang didasari oleh suatu motif.

Paradigma 1: OCB dan Motif Berprestasi

OCB dianggap sebagai alat untuk prestasi tugas (task accomplishment). Ketika prestasi

menjadi motif, OCB muncul karena perilaku tersebut dipandang perlu untuk kesuksesan tugas

tersebut. Perilaku seperti menolong orang lain, membicarakan perubahan dapat mempengaruhi

orang lain, berusaha tidak mengeluh, berpartisipasi dalam rapat unit merupakan hal-hal yang

dianggap kritis terhadap keseluruhan prestasi tugas, proyek, tujuan atau misi. Singkatnya,

karyawan yang memiliki motivasi berprestasi memandang tugas dari perspektif yang lebih

menyeluruh. Hal-hal kecil yang membentuk OCB benar-benar dianggap sebagai kunci untuk

kesuksesan.

Page 22: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  29

Gambar 2.6Motif OCB

Dengan mewujudkan OCB mungkin meningkatkan derajat kepuasan intrinsik. Namun

karyawan yang berorientasi pada prestasi akan menunjukkan OCB seolah-olah hal ini dibutuhkan

untuk kesuksesan tugas. Mereka termotivasi untuk memperbaiki kinerja di masa mendatang dan

berusaha keras untuk sukses. Tapi mereka juga membutuhkan perlakuan yang adil dan penuh

perhatian dari manajer maupun orang lain. Ketika feedback tidak memberikan yang diharapkan,

tidak akurat atau tidak adil, ada kemungkinan mereka akan kehilangan ketertarikan untuk

menampilkan OCB.

Menurut Bateman dan Organ, paradigma ini mendukung kepuasan kerja atau keadilan

sebagai antesedens OCB (Hardaningtyas, 2005, p17). Karyawan yang berorientasi pada prestasi

bertekad untuk menggantikan atau mengerjakan hal-hal yang membuahkan prestasi atas tugas

yang dikerjakannya. Selama orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menerima perlakuan

atau reward yang adil dari manajemen, OCB akan terus nampak.

OCB

Motif Berprestasi

Dengan OCB berarti:

• kesempurnaan tugas

• kesuksesan organisasi

Motif Afiliasi

Dengan OCB berarti:

• pembentukan dan pemeliharaan relasi

• penerimaan dan persetujuan

Motif Kekuasaan

Dengan OCB berarti:

• mendapat kekuasaan dan status

• menunjukkan kesan positif

Page 23: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  30

Paradigma 2: OCB dan Motif Afiliasi

Orang yang berorientasi pada afiliasi menunjukkan OCB karena mereka menempatkan

nilai orang lain dan hubungan kerjasama. Istilah sederhananya adalah karyawan yang

‘berorientasi pada orang’ berusaha melayani orang lain. Motif afiliasi dipandang sebagai suatu

komitmen terhadap pemberian pelayanan pada orang lain.

Karyawan yang berorientasi pada afiliasi membantu orang lain karena mereka

membutuhkan bantuan, atau menyampaikan suatu informasi karena hal tersebut

menguntungkan penerima. Karyawan tipe ini akan bersungguh-sungguh karena seseorang, baik

atasan maupun pelanggan, membutuhkan mereka. Hasil kinerja mereka tidal sebanyak perhatian

tentang keuntungan yang diterima orang lain. Mereka menempatkan prioritas pada OCB,

meskipun kadang-kadang merugikan dirinya.

Paradigma ini mendukung pendapat William dan Anderson bahwa terdapat hubungan

antara komitmen organisasi dan OCB (Hardaningtyas, 2005, p18). Karyawan yang berorientasi

pada afiliasi akan menunjukkan komitmen terhadap orang lain dalam organisasi, baik rekan

kerja, manajer, maupun supervisor. Perilaku menolong, berkomunikasi, bekerja sama, dan

berpartisipasi muncul dari keinginan mereka untuk memiliki dan tetap berada dalam kelompok.

Selama masyarakat tersebut memahami bahwa kelompok tersebut bernilai, OCB akan tetap

berlanjut.

Paradigma 3: OCB dan Motif Kekuasaan

OCB dipandang sebagai perilaku yang dapat diamati yang berasall dari berbagai motif,

tidak hanya sekedar intensi altruistik. Di satu sisi, terdapat perilaku organisasi yang mendukung

organisasi, namun di sisi lain terdapat pelayanan diri (self-serving). Karyawan yang berorientasi

pada kekuasaan menganggap OCB merupakan alat untuk mendapatkan kekuasaan dan status

dengan figur otoritas dalam organisasi. Tindakan-tindakan OCB didorong oleh suatu komitmen

terhadap agenda karier seseorang.

Page 24: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  31

Karyawan yang berorientasi pada kekuasaan menolong orang lain, berkomunikasi lintas

departemen, atau memberikan masukan dalam proses organisasi adalah agar dapat terlihat

peran kekuasaannya. Selama target figur otoritas diakui, para pencari kekuasaan termotivasi

untuk melanjutkan OCB, yang dianggap sebagai bentuk dari modal politis. Mereka

menginvestasikan modalnya dengan menampilkan OCB dan membangun landasan untuk

kekuasaan mereka melalui OCB. Mereka mengkalkulasi kesempatan perilaku mereka, kemudian

berjuang untuk organisasi selama organisasi tersebut membantu mereka mencapai agenda

pribadi mereka.

2.1.5.2 Manfaat OCB dalam Perusahaan

Dari hasil-hasil penelitian mengenai OCB, dapat disimpulkan bahwa (Hardaningtyas,

2005):

1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja

- Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan

kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut

- Seiring berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan

membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok

2. OCB meningkatkan produktivitas manajer

- Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapatkan

saran dan atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut untuk meningkatkan

efektivitas unit kerja

- Karyawan yang sopan dan menghindari konflik dengan rekan kerja akan menolong

manajer terhindar dari krisis manajemen

3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan

- Jika karyawan saling tolong-menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu

pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya manajer dapat

Page 25: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  32

memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan bagi

organisasi

- Karyawan yang menampilkan conscentioussness yang tinggi hanya membutuhkan

pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung

jawab yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh

manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting

- Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan orientasi

kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut

- Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong manajer

tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil

karyawan

4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi

kelompok

- Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moral, dan

kerekatan kelompok, sehingga anggota kelompok atau manajer tidak perlu

menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok

- Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan mengurangi

konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik

manajemen berkurang

5. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja

- Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue, seperti menghadiri dan berpartisipasi

aktif dalam pertemuan di unit kerjanya, akan membantu koordinasi di antara anggota

kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam

kelompok

Page 26: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  33

- Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy, seperti saling memberi informasi tentang

pekerjaan dengan anggota dari tim lain akan menghindari munculnya masalah yang

membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan

6. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan

terbaik

- Perilaku menolong dapat meningkatkan moral dan kerekatan serta perasaan saling

memiliki di antara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi

dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik

- Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku sportmanship,

misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-permasalahan kecil, akan menumbuhkan

loyalitas dan komitmen pada organisasi

7. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi

- Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai beban

kerja berat akan meningkatkan stabilitas, dengan cara mengurangi variabilitas dari

kinerja unit kerja

- Karyawan yang conscientiuous cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi

secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja

8. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan

- Karyawan yang mempunyai hubungan dekat dekat dengan pasar dengan sukarela

memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran

tentang bagaimana merespon perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat

beradaptasi dengan cepat

- Karyawan yang aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan di organisasi

akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh

organisasi

Page 27: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  34

- Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness, misalnya kesediaan memikul

tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian baru, akan meningkatkan kemampuan

organisasi beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya

2.1.6 Efektivitas Organisasi

Georgopualos dan Tannebaum dalam Tangkilisan (2005, p139) mendefinisikan efektivitas

organisasi sebagai “...the extent to which an organization as a social system, given certain

resources and mean, fulfill it’s objective without incapacitating it’s means and resources and

without placing strain upon it’s members.”

Sedangkan Price dalam Zammuto (1982, p22) mendefinisikan efektivitas organisasi

sebagai “...the degree of achievement of multiple goals.” Argriss dan Siliss mengatakan

efektivitas organisasi adalah keseimbangan atau pendekatan secara optimal pada pencapaian

tujuan, kemampuan, dan pemanfaatan tenaga manusia (Tangkilisan, 2005, p139).

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa efektivitas organisasi adalah tingkat sejauh mana

organisasi berhasil memanfaatkan sumber daya yang ada seoptimal mungkin dalam usaha untuk

mencapai tujuan atau sasarannya dengan tetap menghindari ketegangan seminimal mungkin di

antara para anggotanya.

Organisasi terdiri dari individu dan kelompok, karena itu efektivitas organisasi terdiri dari

efektivitas individu dan kelompok. Namun demikian, efektivitas organisasi lebih banyak dari

jumlah efektivitas individu dan kelompok. Organisasi mampu mendapatkan hasil kinerja untuk

lebih tinggi tingkatannya daripada jumlah hasil kinerja setiap bagiannya.

Hubungan antara ketiga pandangan mengenai efektivitas diperlihatkan dalam Gambar

2.7. Efektivitas individual adalah harus merupakan sebab dari efektivitas kelompok, namun tidak

dapat dikatakan bahwa efektivitas kelompok adalah jumlah dari efektivitas individu. Hubungan

antara pandangan-pandangan tersebut berubah-ubah tergantung dari faktor-faktor seperti jenis

Page 28: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  35

organisasi, pekerjaan yang dilaksanakan, dan teknologi yang digunakan dalam melaksanakan

pekerjaan tersebut.

Gambar 2.7 Tiga Pandangan tentang Efektivitas Organisasi

Organisasi memiliki dua kelompok besar, yaitu sumber manusia dan sumber alam.

Manusia terdiri dari orang-orang yang bekerja di organisasi karyawan operasional, staf, dan

tenaga manajemen. Mereka menyumbangkan waktu dan tenaga mereka kepada organisasi

dengan mendapatkan upah dan imbalan lain, baik berwujud maupun tak berwujud. Sedangkan,

sumber alam terdiri dari input bukan manusia, yang akan diproses atau akan digunakan dalam

kombinasi dengan unsur manusia untuk menghasilkan sumber lain.

Fungsi efektif dari sebuah organisasi tergantung dari usaha karyawan yang melebihi

persyaratan peran formal pekerjaannya, yang disebut dengan Organizational Citizenship

Behavior(OCB). Terdapat bukti bahwa individu yang menunjukkan OCB memiliki kinerja lebih baik

dan menerima evaluasi kinerja yang lebih tinggi. OCB juga berhubungan dengan kinerja dan

keefektivan kelompok dan organisasi (Luthans, 2006, p251). Selain itu, Organ juga menyatakan

bahwa tingkat OCB yang lebih tinggi akan menghasilkan tingkat keefektifan yang lebih pula bagi

organisasi dan membantu membawa sumber-sumber daya baru ke dalam organisasi.

Perilaku OCB yang ditampilkan oleh karyawan seharusnya berdampak pada efektivitas

organisasi. Setiap dimensi OCB memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap hubungan

Efektivitas Organisasi

Efektivitas Individu

Efektivitas Kelompok

Page 29: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  36

ini, namun berujung pada satu hasil, yaitu efektivitas organisasi.Altruism(membantu meringankan

tugas rekan kerja)membuat sistem kerja lebih produktif karena satu pekerja dapat menggunakan

waktu luangnya untuk membantu tugas lain yang lebih mendesak. Perilakucivic virtue, seperti

memberikan saran maupun ide-ide kepada manajemen, membawa perkembangan bagi

organisasi, yang secara langsung mempengaruhi efisiensi. Karyawan yang memiliki dimensi

conscientiousness, menghindari mengutamakan kepentingan pribadi dan perilaku negatif lainnya,

menaati kebijakan perusahaan dan mempertahankan jadwal kerja yang konsisten, akan

meningkatkan reliabilitas karyawan. Ketika reliabilitas meningkat, maka biaya pengerjaan ulang

dapat dikurangi, sehingga membuat unit kerja lebih efisien.Dengan begitu, maka tujuan-tujuan

organisasi dapat tercapai. 

 

2.1.6.1 Pendekatan Efektivitas Organisasi

Efektivitas organisasi dapat dieveluasi dengan melihat dua hal, yaitu (1) pencapaian

sasaran dan (2) proses pelaksanaan organisasi, yang tercermin dalam perilaku organisasi

(Hutapea dan Thoha, 2008, p59). Baik pencapaian sasaran maupun proses pelaksanaan

organisasi memiliki peran yang sama penting bagi organisasi karena pencapaian sasaran yang

tidak disertai dengan proses pelaksanaan yang baik akan mengakibatkan usaha pencapaian

sasaran tidak dapat berlangsung lama. Dengan kata lain, proses organisasi yang buruk akan

dapat menurunkan tingkat efisiensi yang berdampak pada menurunnya pencapaian sasaran pada

periode berikutnya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Tangkilisan (2005, p139) bahwa konsep tingkat

efektivitas organisasi menyangkut dua aspek, yaitu (1) tujuan organisasi dan (2) pelaksanaan

fungsi atau cara untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, dalam Hutapea dan Thoha (2008,

p59) Ivancevich dan Matteson pun menggunakan pendekatan yang serupa untuk mengukur

efektivitas organisasi, yaitu Pendekatan Sasaran Organisasi (Goal Approach) dan Pendekatan

Sistem (System Theory Approach).

Page 30: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  37

Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai kedua pendekatan tersebut.

1. Pendekatan Sasaran Organisasi

Pendekatan tujuan berfokus pada tingkat di mana suatu organisasi mencapai tujuannya

(Griffin, 2004, p88). Pendekatan ini telah lama digunakan oleh organisasi untuk mengetahui

tingkat efektivitas organisasi dan bahkan sampai saat ini masih tetap digunakan. Para

pendukung pendekatan ini berargumentasi bahwa organisasi dibentuk dengan tujuan untuk

mencapai sasaran sehingga untuk melihat tingkat efektivitas pelaksanaan organisasi mereka

langsung menghubungkannya dengan pencapaian sasaran organisasi. Banyak perusahaan

menggunakan pendekatan ini dan pada umumnya mereka menggunakan sasaran jangka

pendek maupun jangka panjang untuk mengukur tingkat keberhasilan manajer dan

karyawannya. Mereka menentukan sasaran kerja manajer dan bawahannya berdasarkan

sasaran perusahaan. Atas dasar sasaran perusahaan tersebut dibuat sasaran departemen

atau bagian, dan dari sasaran departemen atau bagian ditentukan sasaran setiap pekerjaan.

Menurut Gibson dalam Tangkilisan (2005, p141), kejelasan tujuan yang hendak dicapai

memang merupakan salah satu indikator pengukuran efektivitas organisasi. Pendekatan

sasaran ini ditanggapi secara positif oleh banyak perusahaan karena penggunaan sasaran

perusahaan dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan untuk mencapai sasaran kerja

yang telah ditetapkan.

2. Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem tidak melihat efektivitas organisasi atas dasar sasaran yang dicapai,

melainkan dari gambaran perilaku organisasi baik pada saat terjadi interaksi secara internal

di organisasi maupun dari perilaku organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dengan

lingkungannya (Hutapea dan Thoha, 2008, p61). Dengan kata lain, ada dua peran yang

harus dilakukan oleh organisasi, yaitu peran internal dan peran eksternal. Dalam penelitian

ini, penulis hanya menggunakan pendekatan proses secara internal, karena pengkuran

efektivitas organisasi dalam hal ini dilakukan dari sudut pandang karyawan. Pendekatan

Page 31: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  38

proses internal berkaitan dengan mekanisme internal dari organisasi dan berfokus pada

meminimalisasi ketegangan, mengintegrasikan individu dan organisasi, dan melaksanakan

operasi secara lancar dan efisien (Griffin, 2004, p88). Sharma dalam Tangkilisan (2004,

p140) juga menyebutkan tidak adanya ketegangan di dalam organisasi atau hambatan-

hambatan konflik di antara bagian-bagian organisasi sebagai salah satu kriteria efektivitas

organisasi. Selain itu, kepuasan kerja juga merupakan indikator efektivitas organisasi

berdasarkan Steers. Sedangkan, Gibson menyebutkan sistem pengawasan dan pengendalian

sebagai ukuran efektivitas organisasi. Komunikasi vertikal dan horizontal yang lancar dalam

organisasi dan adanya semangat kerja sama dan loyalitas anggota organisasi juga

merupakan kriteria dari pendekatan proses (ITB, 2003, p14).

Page 32: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  39

2.2 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Menggambarkan pengaruh secara simultan

Menggambarkan pengaruh secara individual

Menggambarkan hubungan (korelasi) antar variabel

Loyalitas Karyawan (X2)

- Transparasi - Job Description - Tingkat kepercayaan - Motivasi

Perilaku Organisasi

(X3) - Etika Kerja - Komunikasi - Budaya Organisasi

Kepuasan Kerja (X1)

- Pekerjaan Itu Sendiri - Imbalan - Kesempatan Promosi - Penyelia - Rekan Kerja - Kondisi Kerja

Organizational Citizenship

Behavior (Y)

- Altruism - Courtesy - Sportsmanship - Civic Virtue - Conscientiousness

Efektivitas Organisasi

(Z)

- Sasaran Organisasi - Proses

Page 33: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  40

Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor: pekerjaan itu sendiri, imbalan,

kesempatan promosi, penyelia, rekan kerja, dan kondisi kerja. Sedangkan, Loyalitas Karyawan

dipengaruhi oleh factor : Transparansi, Job Description, Tingkat kepercayaan, dan motivasi.

Perilaku organisasi sendiri dinilai dari tingkat Etika Kerja, Komunikasi, dan Budaya Organisasi.

Ketiga variabel bebas tersebut dicari apakah saling berkorelasi secara signifikan atau tidak serta

bagaimana sifat hubungannya.

Variabel Kepuasan Kerja Karyawan, Loyalitas Karyawan dan Perilaku Organisasi secara

individual maupun simultan diasumsikan berkorelasi dengan dan mempengaruhi variabel

Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang memiliki ciri: altruism, courtesy, sportmanship,

civic virtue, dan conscientiousness. Kemudian, keempat variabel tersebut dicari apakah

berkorelasi dengan dan berkontribusi terhadap variabel bergantung Efektivitas Organisasi yang

dilihat dari dimensi sasaran organisasi dan proses, baik secara individual maupun simultan.

Korelasi antara Kepuasan Kerja dan Loyalitas Karyawan dibuktikan oleh N Supriatna

(2010). Dari hasil penelitiannya, diketahui bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara variabel Kepuasan Kerja dengan Loyalitas Karyawan dimana setiap dimensi dalam

kepuasan kerja memiliki hubungan dengan Loyalitas Karyawan.

Hubungan kepuasan kerja terhadap perilaku organisasi juga telah dibuktikan oleh

penelitian sebelumya. Kepuasan kerja berhubungan secara positif dan signifikan terhadap

perilaku organisasi (S Ma’sum, 2009). Hal ini sejalan dengan pendapat Jati (2007) bahwa Perilaku

Organisasi memberikan suatu iklim dan budaya yang membantu karyawan dalam merasa puas

dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang pada akhirnya mendukung dalam performance

kerjanya.

Korelasi antara Perilaku Organisasi dan Loyalitas Karyawan dibuktikan oleh Prameswari

(2007). Dari hasil penelitiannya, diketahui bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara variabel Perilaku Organisasi dengan Loyalitas Karyawan buktinya bahwa perilaku

Page 34: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  41

organisasi menciptakan suatu iklim yang menunjang dalam loyalitas karyawan contohnya yaitu

lamanya bekerja karyawan yang ditunjukkan dengan rendahnya tingkat turn over.

Menurut Organ dan Ryan, dimensi kepuasan kerja secara jelas berhubungan dengan OCB

(Luthans, 2006, p251). Sedangkan menurut Triyanto (2010) dan Paramita (2010) dinyatakan

bahwa adanya hubungan antara OCB dengan loyalitas karyawan. Dan menurut Sirumapea (2009)

dan Organ, dimensi perilaku organisasi juga secara jelas berhubungan dengan OCB. Demikian

pula ada hubungan yang positif dan signifikan antara perilaku organisasi dan kepuasan kerja

dengan Organizational Citizenship Behavior.

Pengaruh keempat variabel bebas terhadap efektivitas organisasi juga telah dibuktikan

oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Kepuasan kerja diketahui berkontribusi terhadap

efektivitas organisasi. Job satisfaction is a concept that behavioral scientists have emphasized in

recent years, it has an important impact on organizational effectiveness and efficiency (Demir,

2002). Berdasarkan Knopp dan O’Reilly, yang meneliti pengaruh kepuasan kerja guru terhadap

efektivitas organisasi pada Sekolah-sekolah Dasar di Ontario, Canada, keefektivan organisasi

dipengaruhi oleh kepuasan kerja guru terhadap rekan kerja, penyelia, dan pekerjaan itu sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian Miskel dan Fevurly (2005), loyalitas karyawan diketahui

mempengaruhi efektivitas organisasi. Sedangkan, pengaruh perilaku organisasi terhadap

efektivitas organisasi dibuktikan dalam penelitian Koys (2001).

Adanya pengaruh OCB terhadap efektivitas organisasi dibuktikan dalam penelitian Yen

dan Niehoff terhadap pegawai bank-bank di Taiwan. Selain itu, hasil penelitian lainnya

menyatakan bahwa “developing a work environmentthat promotes OCB performance may

enhance a manager’spersonal productivity and success as well as the organization’seffectiveness”

(Walz dan Niehoff, 2000).

Page 35: BAB 2 skripsi - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00478-mn 2.pdf · untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan

  42

2.3 Hipotesis

Hipotesis yang pertama yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini sesuai dengan

Tujuan 1 adalah sebagai berikut :

Ho = Kepuasan Kerja Karyawan (X1), Loyalitas Karyawan (X2), dan Perilaku Organisasi (X3)

Karyawan tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap OCB (Y) pada PT

Wirajaya Anugrah Perkasa

Ha = Kepuasan Kerja Karyawan (X1), Loyalitas Karyawan (X2), dan Perilaku Organisasi (X3)

Karyawan memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap OCB (Y) pada PT Wirajaya

Anugrah Perkasa

Lalu, hipotesis kedua yang juga akan dibuktikan kebenarannya sesuai dengan Tujuan 2

yaitu sebagai berikut :

Ho = Kepuasan Kerja Karyawan (X1), Loyalitas Karyawan (X2), dan Perilaku Organisasi (X3),

serta OCB (Y) karyawan tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap

Efektivitas Organisasi (Z) pada PT Wirajaya Anugrah Perkasa.

Ha = Kepuasan Kerja Karyawan (X1), Loyalitas Karyawan (X2), dan Perilaku Organisasi (X3),

serta OCB (Y) karyawan memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap Efektivitas

Organisasi (Z) pada PT Wirajaya Anugrah Perkasa.

 


Recommended