+ All Categories
Home > Documents > BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi...

Date post: 16-Mar-2019
Category:
Upload: ledien
View: 245 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, World Tourism Organization (WTO), mendefinisikan pariwisata (tourism) sebagai "activities of person traveling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes". Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 2009 Bab I pasal 1 tentang Kepariwisataan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah (pusat), dan pemerintah daerah. Sedangkan wisata didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Pariwisata (tourism) sering diasosiasikan sebagai rangkaian perjalanan seseorang atau kelompok orang (wisatawan/turis) ke suatu tempat untuk berlibur, menikmati keindahan alam dan budaya (sightseeing), bisnis, mengunjungi kerabat dan tujuan lainnya (Ramly, 2007). Pariwisata juga didefinisikan sebagai kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai aktivitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju dan sebagian kecil masyarakat negara berkembang (Damanik dan Weber, 2006). Lebih lanjut Damanik dan Weber (2006) menjelaskan bahwa dari sisi ekonomi, pariwisata muncul dari empat unsur pokok yang saling terkait erat atau menjalin hubungan dalam suatu sistem, yaitu permintaan, penawaran, pasar dan kebutuhan, serta pelaku atau aktor wisata. Unsur penting dalam permintaan dan penawaran wisata yang harus dipertimbangkan adalah wisatawan, penduduk lokal, dan sumber daya (produk dan jasa) wisata. Sedangkan pelaku (aktor) wisata
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pariwisata dan Ekowisata

Organisasi pariwisata sedunia, World Tourism Organization (WTO),

mendefinisikan pariwisata (tourism) sebagai "activities of person traveling to and

staying in places outside their usual environment for not more than one

consecutive year for leisure, business and other purposes".

Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 2009 Bab I pasal 1 tentang

Kepariwisataan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan

didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

pengusaha, pemerintah (pusat), dan pemerintah daerah. Sedangkan wisata

didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,

pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang

dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

Pariwisata (tourism) sering diasosiasikan sebagai rangkaian perjalanan

seseorang atau kelompok orang (wisatawan/turis) ke suatu tempat untuk berlibur,

menikmati keindahan alam dan budaya (sightseeing), bisnis, mengunjungi kerabat

dan tujuan lainnya (Ramly, 2007).

Pariwisata juga didefinisikan sebagai kegiatan rekreasi di luar domisili

untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai

aktivitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar

masyarakat maju dan sebagian kecil masyarakat negara berkembang (Damanik

dan Weber, 2006).

Lebih lanjut Damanik dan Weber (2006) menjelaskan bahwa dari sisi

ekonomi, pariwisata muncul dari empat unsur pokok yang saling terkait erat atau

menjalin hubungan dalam suatu sistem, yaitu permintaan, penawaran, pasar dan

kebutuhan, serta pelaku atau aktor wisata. Unsur penting dalam permintaan dan

penawaran wisata yang harus dipertimbangkan adalah wisatawan, penduduk lokal,

dan sumber daya (produk dan jasa) wisata. Sedangkan pelaku (aktor) wisata

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

12

meliputi wisatawan, industri wisata, jasa pendukung wisata, pemerintah, lembaga

swadaya masyarakat, dan masyarakat lokal.

Sektor pariwisata juga mempunyai signifikansi dalam hal perbaikan

lingkungan dan pelestarian budaya suatu negara. Secara konseptual sektor

pariwisata mempunyai peran dalam perbaikan lingkungan dijabarkan dalam

konsep ekowisata yang dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan

pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya

pelestarian lingkungan (alam dan lingkungan) dan meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada

masyarakat setempat (Fandeli, 2000). Sementara ditinjau dari segi

pengelolaannya, ekowisata dapat didefinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan

wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah

yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang

mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat setempat (Depdagri, 2000).

The International Ecotourism Society (2008) mendefinisikan ekowisata

sebagai suatu bentuk wisata yang terfokus pada daerah yang masih alami dengan

tujuan untuk melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat setempat.

Sedangkan menurut Direktorat Jendral Pembangunan Daerah (2000) bahwa

Ekowisata adalah suatu model pengembangan wisata yang bertanggung jawab di

daerah yang masih alami atau di daerah-daerah yang dikelola secara kaidah alam

dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahannya, juga melibatkan unsur

pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumber

daya alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Ekowisata

merupakan kontrol pembangunan yang diperlukan berdasarkan daya dukung

untuk menjamin sumber daya alam agar tidak dimanfaatkan berlebihan oleh

pengunjung (Clark, 1996).

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (KLH) mendefinisikan

ekowisata sebagai wisata dalam bentuk perjalanan ke tempat-tempat di alam

terbuka yang relatif belum terjamah atau tercemar dengan khusus untuk

mempelajari, mengagumi, dan menikmati pemandangan dengan tumbuhan serta

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

13

satwa liarnya (termasuk potensi kawasan ekosistem, keadaan iklim, fenomena

alam, kekhasan jenis tumbuhan dan satwa liar) juga semua manifestasi

kebudayaan yang ada (termasuk tatanan lingkungan sosial budaya) baik dari masa

lampau maupun masa kini di tempat-tempat tersebut dengan tujuan untuk

melestasikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Konsep ekowisata bertujuan untuk mencapai keberlanjutan wisata, yang

dalam pelaksanaannya menggunakan pertimbangan dampak pada ekosistem,

sosial budaya dan ekonomi (Ecosystem, socio-cultural and Economic

Consideration), menggunakan pendekatan ekologik, termasuk keragaman hayati –

(Ecological and Bio-diversity Approach), melibatkan tanggung jawab seluruh

pemangku kepentingan pariwisata, bukan hanya pihak pemerintah dan swasta

penyedia jasa pariwisata semata, melainkan juga masyarakat setempat dan

wisatawan, atas alasan ini berbagai pihak menyebutnya sebagai “Responsible

Tourism”, meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan alam dan sosial

budaya, seperti konflik yang acapkali terjadi serta memaksimalkan dampak positif

bagi kelestarian lingkungan alam, sosial budaya dan ekonomi, lokal, daerah dan

nasional sehingga menciptakan kehidupan pariwisata yang dapat bertahan dengan

langgeng (http ://caretuorism.wordpress.com.).

Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima faktor batasan yang

mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu :

1. Lingkungan; ekowisata bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang belum

tercemar.

2. Masyarakat; ekowisata bermanfaat ekologi, sosial dan ekonomi pada

masyarakat.

3. Pendidikan dan pengalaman; ekowisata harus dapat meningkatkan

pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman

yang dimiliki.

4. Berkelanjutan; ekowisata dapat memberikan sumbangan positif bagi

keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka

panjang.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

14

5. Manajemen; ekowisata harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability

lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan

sekarang maupun generasi mendatang.

Konsep pengembangan ekowisata sejalan dengan misi pengelolaan

konservasi yang mempunyai tujuan menjaga tetap berlangsungnya proses

ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan, melindungi keanekaragaman

hayati, menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya, serta

memberikan kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat (Yulianda, 2007).

2.2. Lanskap dan Kawasan Pesisir

Menurut Forman dan Godron (1986), lanskap dapat didefinisikan sebagai

area lahan heterogen yang tersusun dari suatu cluster ekosistem yang saling

berinteraksi yang berulang dalam bentuk yang serupa. Dinyatakan lebih lanjut

lanskap adalah suatu unit yang menonjol atau nyata, dapat diukur yang ditentukan

oleh cluster ekosistem yang saling berinteraksi yang dapat dikenali dan secara

spasial berulang, secara geomorfologi dan sistem yang terganggu.

Berdasarkan Porteous (1996) lanskap adalah bagian dari subset alam, yang

selanjutnya membutuhkan kesenangan dan pendidikan untuk mengapresiasinya.

Tipe lanskap berdasarkan apresiasi dibagi menjadi pegunungan (mountains), alam

bebas (wilderness), pedesaan (the middle landscape/rural). Taman-taman

(gardens), dan lanskap perkotaan (townscape).

Menurut Von Humboldt dalam Farina (1998) lanskap adalah karakter total

suatu wilayah. Sedangkan (Naveh dalam Farina, 1998) mengemukakan bahwa

lanskap selalu berhubungan dengan totalitas keseluruhan secara fisik, ekologis,

dan geografi, pengintegrasian seluruh proses-proses dan pola-pola manusia dan

alam.

Suatu area dikatakan memiliki karakter lanskap alami apabila area tersebut

memiliki keharmonisan atau kesatuan diantara elemen-elemen alami seperti

bentukan lahan, formasi batuan, vegetasi, dan kehidupan satwa. Lanskap alami

memiliki karakter indah, unik, idealis, lembut, anggun, tenang, asli, megah, dan

tegas. Karakter lanskap alami dikategorikan dalam bentukan laut, bukit pasir,

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

15

sungai, danau, hutan, jurang, dataran, gurun pasir, rawa, bukit, lembah, aliran air,

padang rumput, dan gunung (Simon, 1983).

Kawasan pesisir menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 diartikan

sebagai bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi

tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial,

dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.

Wilayah pesisir menurut Soegiarto (1976) adalah daerah pertemuan antara

darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering

maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang

surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut, wilayah pesisir

mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di

darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh

kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Menurut

kesepakatan internasional, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan

antara laut dan darat, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena

pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah

paparan benua (continental shelf) (Beatley et al.1994).

Penentuan batas wilayah pesisir ini masih tergantung kepada isu

pengelolaan. Dalam rapat kerja nasional proyek MREP (Marine Resources

Evaluation and Planning / Perencanaan dan Evaluasi Sumber Daya Kelautan) di

Manado Agustus 1994, telah ditetapkan bahwa batas ke arah laut suatu wilayah

pesisir adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam Peta Lingkungan

Pantai Indonesia (PLPI) dengan skala 1: 50.000 yang telah diterbitkan oleh Badan

Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal), sedangkan batas ke

arah darat adalah mencakup batas administratif seluruh desa pantai (Dahuri et al.,

2008).

Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah kawasan

peralihan (interface area) antara ekosistem laut dan darat, batas ke arah darat; dari

segi ekologis adalah merupakan kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh

proses-proses kelautan, seperti; pasang surut, intrusi air laut dan lain-lain, dari

segi administratif adalah merupakan batas terluar sebelah hulu dari desa pantai

atau jarak definitif secara arbiter (2 km, 20 km, dari garis pantai). Dan dari segi

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

16

perencanaan adalah bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi

fokus pengelolaan wilayah pesisir. Sedangkan batas ke arah laut; dilihat dari segi

ekologis adalah kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah

di darat seperti; (aliran air sungai, run off , aliran air tanah, dan lain-lain), atau

dampak kegiatan manusia di darat (bahan pencemar, sedimen dan lain-lain); atau

kawasan laut yang merupakan paparan benua (Continental shef), dari segi

administratif adalah sejauh 4 mil, atau 12 mil, dari garis pantai ke arah laut, dan

dari segi perencanaan adalah bergantung pada permasalahan atau substansi yang

menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir (Dahuri et al, 2008). Struktur kawasan

pesisir terdiri dari: (a) kawasan estauria, (b) kawasan padang lamun, (c) kawasan

mangrove, (d) kawasan terumbu karang dan (e) kawasan laut (Bengen, 2000).

Dalam pengelolaan ekowisata pesisir dan bahari, maka cakupan atau

batasan pemberdayaan patut dilakukan secara komprehensif. Pembangunan yang

komprehensif, menurut Asian Development Bank (ADB) dalam Nikijuluw (1994),

adalah pembangunan dengan memiliki ciri-ciri (1) berbasis lokal; (2) berorientasi

pada peningkatan kesejahteraan; (3) berbasis kemitraan; (4) secara holistik; dan

(5) berkelanjutan. Pengelolaan berbasis masyarakat setempat atau biasa disebut

Community-Based Management (CBM). Pemanfaatan secara lestari hanya akan

dicapai jika sumber daya dikelola secara baik, proporsional dan transparan,

sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya manusia, alam, buatan dan sosial

(Keraf, 2000).

Konsep ekowisata pesisir merupakan salah satu pendekatan pengelolaan

sumber daya alam, pemikiran ini sangat didukung oleh tujuan jangka panjang

pembangunan wilayah pesisir dan bahari di Indonesia antara lain: (a) peningkatan

kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan

usaha, (b) pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada

peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumber daya di wilayah

pesisir dan lautan, (c) peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai

dalam pelestarian lingkungan, (d) peningkatan pendidikan, latihan, riset dan

pengembangan di wilayah pesisir dan lautan. Pengelolaan sumber daya pesisir dan

bahari yang terpadu berbasis masyarakat diharapkan akan mampu untuk (1)

meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya SDA dalam menunjang

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

17

kehidupan mereka (2) meningkatkan kemampuan masyarakat, sehingga mampu

berperan serta dalam setiap tahapan pengelolaan dan (3) meningkatkan

pendapatan masyarakat, dengan bentuk-bentuk pemanfaatan yang lestari dan

berkelanjutan serta berwawasan lingkungan (Zamani dan Darmawan, 2000).

2.3.

Sumber daya pariwisata (tourism resources) atau sering disebut juga modal

dan potensi pariwisata adalah sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi atraksi

wisata di suatu daerah atau tempat tertentu (Soekadijo, 2000). Lebih lanjut

Soekadijo (2000) menyatakan bahwa sumber daya pariwisata yang menarik

kedatangan wisatawan ada tiga, yaitu sumber daya alam, sumber daya

kebudayaan, dan sumber daya manusia.

Sumber Daya Wisata

Menurut Freeyer dalam Damanik dan Weber (2006), bahwa sumber daya

pariwisata menyangkut produk dan jasa wisata. Produk wisata adalah semua

produk yang diperuntukkan bagi atau dikonsumsi oleh seseorang selama

melakukan kegiatan wisata. Adapun jasa tidak lain adalah layanan yang diterima

wisatawan ketika mereka memanfaatkan (mengkonsumsi) produk tersebut yang

terangkum dalam aspek atraksi, transportasi, akomodasi, dan aspek hiburan.

Umumnya wisatawan mempunyai kriteria yang berbeda terhadap penilaian

produk dan jasa wisata, hal ini juga berkaitan dengan objek dan daya tarik wisata

yang ditawarkan.

Menurut Nurisjah et al. (2003), bahwa objek wisata merupakan perwujudan

dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau

keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan.

Sedangkan atraksi wisata adalah semua perwujudan, sajian alam dan kebudayaan

yang dapat dinikmati keberadaannya oleh wisatawan, yang alami atau buatan

(man made) melalui suatu bentuk pertunjukan/peragaan atau kebiasaan (pasif,

aktif) yang khusus diselenggarakan untuk wisatawan di suatu kawasan. Dalam

menentukan keterpakaian objek dan atraksi untuk diakomodasi dalam

perencanaan kawasan wisata diperlukan penilaian potensi objek dan atraksi wisata

yang dimiliki kawasan tersebut. Gunn (1994) menyatakan bahwa ada beberapa

potensi yang perlu diperhatikan dalam penilaian potensi objek dan atraksi wisata

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

18

yang meliputi aspek estetika, keunikan, fasilitas pendukung, transportasi dan

aksessibilitas, serta dukungan masyarakat.

Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 2009 Bab I pasal 1, bahwa daya

tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai

yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia

yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Daya tarik wilayah pesisir untuk wisatawan adalah keindahan dan keaslian

lingkungan, seperti misalnya kehidupan di bawah air, bentuk pantai (gua-gua, air

terjun, pasir, dan sebagainya), dan hutan-hutan pantai dengan kakayaan jenis-jenis

tumbuhan, burung, dan hewan-hewan lain. Keindahan dan keaslian lingkungan ini

menjadikan perlindungan dan pengelolaan merupakan bagian integral dari rencana

pengembangan pariwisata, terutama bila di dekatnya dibangun penginapan/hotel,

toko, pemukiman dan sebagainya yang membahayakan atau mengganggu

keutuhan dan keaslian lingkungan pesisir tersebut (Dahuri et al, 2008).

Lebih lanjut Dahuri et al ( 2008) menyatakan bahwa ekosistem pesisir yang

berpotensi untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata diantaranya adalah:

1. Hutan mangrove, merupakan tipe hutan khas tropika yang tumbuh di

sepanjang pantai atau muara sungai. Kehidupan tumbuhan ini sangat

dipengaruhi oleh suplai air tawar dan salinitas, pasokan nutrien dan stabilitas

substrat. Hutan mangrove banyak dijumpai di pantai yang landai dengan

muara sungai yang berlumpur dengan kondisi perairan yang tenang dan

terlindung dari ombak. Arti penting hutan mangrove adalah sebagai sumber

makanan bagi berbagai macam hewan laut. Sistem perakaran yang kokoh akan

melindungi pantai dari erosi, gelombang angin, dan ombak. Hutan mangrove

juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) dan pemijahan (spawning

ground) bagi udang, ikan dan kerang-kerangan.

2. Padang lamun, merupakan tumbuhan yang hidup terbenam di perairan

dangkal yang agak berpasir. Secara ekologis padang lamun memiliki beberapa

fungsi penting bagi daerah pesisir yaitu ; sumber utama produktivitas primer,

sumber makanan penting bagi organisme, dengan sistem perakaran yang rapat

menstabilkan dasar perairan yang lunak, tempat berlindung organisme, tempat

pembesaran bagi beberapa spesies, sebagai peredam arus gelombang dan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

19

sebagai tudung pelindung panas matahari. Kehidupan padang lamun sangat

dipengaruhi oleh kondisi kecerahan air laut, temperatur air laut, salinitas,

substrat dan kecepatan arus.

3. Terumbu karang (coral reef), merupakan ekosistem khas di daerah tropis.

Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan massif terutama kalsium

carbonat yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan organisme

lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Ekosistem terumbu karang

memiliki produktivitas organik yang tinggi dan kaya akan keragaman spesies

penghuninya seperti ikan karang. Terumbu karang merupakan ekosistem

pesisir yang memiliki nilai estetika alam yang sangat tinggi. Terumbu karang

juga berfungsi sebagai pelindung ekosistem pesisir dan laut dari tekanan

gelombang. Keberadaan terumbu karang sangat ditentukan oleh kondisi

kecerahan perairan, temperatur, salinitas, kecepatan arus air, sirkulasi dan

sedimentasi.

4. Estuaria, adalah teluk di pesisir yang sebagian tertutup, tempat air tawar dan

air laut bercampur. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat berlumpur

yang kaya bahan organik dan menjadi cadangan makanan utama bagi

organisme estuaria. Karena merupakan kawasan pertemuan antara air laut dan

air tawar, maka organisme dan tumbuhan yang berkembang di estuaria relatif

sedikit.

5. Pantai pasir, terdiri dari kwarsa dan feldspar, yang merupakan sisa-sisa

pelapukan batuan di gunung yang dibawa oleh aliran sungai. Pantai pasir

lainnya terbentuk oleh rombakan pecahan terumbu karang yang diendapkan

oleh ombak. Partikel yang kasar menyebabkan hanya sebagian kecil bahan

organik yang terserap sehingga organisme yang hidup di pantai berpasir relatif

sedikit. Meskipun demikian pantai berpasir sering dijadikan beberapa biota

untuk tumbuh dan berkembang. Parameter utama dari pantai berpasir adalah

pola arus yang mengangkut pasir, gelombang yang melepas energinya dan

angin yang mengangkut pasir ke arah darat.

6. Pantai Berbatu (Rocky Beach), merupakan pantai dengan batu-batu

memanjang ke laut dan terbenam di air. Batuan yang terbenam ini

menciptakan zonasi kehidupan organisme yang menempel di batu karena

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

20

pengaruh pasang. Parameter utama yang mempengaruhi pantai berbatu adalah

pasang laut dan gelombang laut yang mengenainya.

7. Pulau-Pulau Kecil (Small Island), merupakan pulau yang berukuran kecil

yang secara ekologis terpisah dengan pulau induknya. Pulau kecil ini akan

memiliki karakteristik ekologi yang bersifat insular karena terisolasi dengan

pulau induknya.

Atraksi wisata pesisir ialah daya tarik yang paling penting dalam wisata

pesisir didasarkan pada daya tarik sumber daya alam kelautan dan daya tarik

sumber daya alam daratan. Selain itu, adat istiadat dan budaya masyarakat pesisir

juga dapat merupakan bagian dari objek dan daya tarik wisata pesisir (Nurisjah et

al. 2003).

2.4. Ekowisata Berbasis Masyarakat

Masyarakat lokal terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan

wisata menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya

merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan

kualitas produk wisata. Selain itu masyarakat lokal biasanya juga mempunyai

tradisi dan kearifan lokal dalam pemeliharaan sumber daya periwisata yang tidak

dimiliki oleh pelaku pariwisata lainnya (Damanik dan Weber, 2006).

Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2009) bahwa adanya

pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti bahwa masyarakat akan

menjalankan usaha ekowisata sendiri. Tataran implementasi ekowisata perlu

dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan

di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas,

masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan

membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai

peran dan keahlian masing-masing. Beberapa aspek kunci dalam ekowisata

berbasis masyarakat adalah:

1. Masyarakat membentuk panitia atau lembaga untuk pengelolaan kegiatan

ekowisata di daerahnya, dengan dukungan dari pemerintah dan organisasi

masyarakat (nilai partisipasi masyarakat dan edukasi)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

21

2. Prinsip local ownership (pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat

setempat) diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana dan prasarana

ekowisata, kawasan ekowisata, dan lain-lain (nilai partisipasi masyarakat)

3. Homestay menjadi pilihan utama untuk sarana akomodasi di lokasi wisata

(nilai ekonomi dan edukasi)

4. Pemandu adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat)

5. Perintisan, pengelolaan dan pemeliharaan objek wisata menjadi tanggung

jawab masyarakat setempat, termasuk penentuan biaya (fee) untuk wisatawan

(nilai ekonomi dan wisata).

Menurut Warta KEHATI (1998), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam pengelolaan ekowisata berbasiskan masyarakat diantaranya adalah :

1. Partisipasi; selayaknya ekowisata melibatkan seluruh masyarakat yang tinggal

di kawasan wisata. Namun, seringkali partisipasi masyarakat terhambat oleh

masalah afiliasi politik, kepemilikan tanah, gender dan terkadang pendidikan;

2. Gender; kesetaraan pria-wanita sebaiknya diutamakan oleh pengelola proyek-

proyek ekowisata yang berbasiskan masyarakat, meski pada kenyataannya

sulit dicapai sepenuhnya;

3. Transparansi; adanya usaha ekowisata di suatu daerah mutlak menerapkan

transparansi khususnya di bidang keuangan, mengingat hal itu dapat memicu

perpecahan di antara kelompok-kelompok masyarakat dan menciptakan

kecemburuan serta kesenjangan sosial;

4. Pengambilan keputusan; walaupun untuk kebaikan seluruh masyarakat, tidak

seluruh anggota masyarakat bisa berperan aktif secara terus menerus sebagai

panitia pengelola dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan

ekowisata;

5. Proses perencanaan; membangun sebuah ekowisata di sebuah kawasan tak

bisa lepas dari pentingnya memperhitungkan masalah partisipasi dan distribusi

keuntungan. Karena itu, sejak masa perencanaan, para pengelola sudah

menentukan siapa “masyarakat” yang dimaksud, siapa yang berpartisipasi,

siapa yang akan mengambil keputusan, bagaimana keuntungan akan

diperoleh, seberapa besar investasi uang yang diperlukan, dan dari mana dana

akan diperoleh.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

22

6. Promosi; hal yang tidak kalah pentingnya adalah upaya pengelola dalam

mempromosikan ekowisata yang dikelola kepada masyarakat luas.

Diselenggarakannya kegiatan-kegiatan yang terkait dengan budaya setempat

sekaligus dapat menjadi suatu momentum untuk pemberitaan keunikan alam

suatu wilayah ekowisata.

Pengelolaan kawasan pesisir berbasis masyarakat hendaknya menjadi satu

kesatuan perencanaan pembangunan daerah yang sejalan dengan konsep

pengelolaan secara terpadu (integrated) dimana semua stakeholder di kawasan

pesisir, tidak hanya berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan pesisir, namun

juga turut aktif (bernegosiasi) dalam perumusan kebijakan dan konsep

pengelolaan kawasan tersebut, sesuai dengan kondisi lokal di masing-masing

kawasan (Dahuri et al., 2008).

2.5. Perencanaan Pariwisata

Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan

untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan

atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan pembangunan.

Perencanaan memuat rumusan dari berbagai tindakan yang dianggap perlu untuk

mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Perencanaan

berorientasi pada kepentingan masa depan terutama untuk mendapatkan suatu

bentuk social good, dan umumnya dikategorikan juga sebagai pengelolaan

(Nurisjah, 2001).

Arahan pengembangan wisata saat ini dituntut untuk mampu mewujudkan

pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Pengembangan pariwisata yang

berkelanjutan tidak terlepas dari adanya pengelolaan wilayah pesisir untuk wisata

yang mengikutsertakan masyarakat lokal. Namun kegiatan wisata dapat

menimbulkan masalah ekologis padahal keindahan dan keaslian alam merupakan

modal utama. Oleh karena itu, perencanaan pengembangan wisata hendaknya

dilakukan secara menyeluruh, termasuk di antaranya inventarisasi dan penilaian

sumber daya yang cocok untuk wisata, perkiraan tentang berbagai dampak

terhadap lingkungan, hubungan sebab dan akibat dari berbagai macam tata guna

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

23

lahan disertai dengan perincian kegiatan untuk masing-masing tata guna, serta

pilihan pemanfaatannya (Dahuri et al., 2008).

Perencanaan pembangunan pariwisata berkelanjutan dilakukan dengan

mengelola sumber daya pariwisata (Tourism Resources) yang tersebar di seluruh

wilayah tanah air. Sebelum suatu rencana akan dilakukan, untuk pembangunan

pariwisata berkelanjutan mutlak kiranya terlebih dahulu dilakukan pendekatan

pada pemuka adat setempat (A.Yoeti, 2008), perlu dilakukan penjelasan dengan

melakukan sosialisasi manfaat dan keuntungan proyek bagi penduduk setempat.

Verseci dalam A.Yoeti (2008) perencanaan strategis pembangunan pariwisata

berkelanjutan memberikan kerangka kerja sebagai berikut :

1. Future Generation, yaitu generasi yang akan datang yang perlu diperhatikan

kecukupan sumber daya untuk memperoleh kehidupan yang berimbang

2. Tourism Resources, yaitu sumber daya pariwisata yang dikelola dengan

memperhatikan keempat faktor lainnya : future generation, equity,

partnership, dan carrying capacity.

3. Equity, yaitu sikap perencana dan pengelola yang dituntut selalu

memperhatikan unsur keadilan untuk mencapai pembangunan yang

berkesinambungan di waktu yang akan datang.

4. Carrying Capacity, yaitu kemampuan suatu kawasan untuk menampung

kunjungan wisatawan dan semua permasalahan yang terjadi sebagai akibat

kunjungan wisatawan ini.

5. Partnership, yaitu kemitraan yang perlu diciptakan antara generasi sekarang

dengan generasi yang akan datang.

Lebih lanjut Yoeti (2008) menyatakan bahwa perencanaan kawasan

pariwisata pada dasarnya merupakan kegiatan membangun dan menggali potensi

pariwisata itu sendiri, untuk dapat digunakan sebagai kegiatan ekonomi yang

mengarah pada pengupayaan pemanfaatan objek dan atraksi wisata sehingga

dapat meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat di sekitar

lokasi objek wisata tersebut. Perencanaan kawasan pariwisata berarti menyangkut

pula pada kegiatan melestarikan, menata dan memelihara objek dan atraksi wisata

yang ada, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Melalui

perencanaan kawasan pariwisata diharapkan dapat dihindari terjadinya

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

24

pembangunan yang tidak terkendali pada kawasan wisata yang memiliki tingkat

perkembangan yang cepat.

Menurut Gunn (1994), perencanaan pengembangan pariwisata ditentukan

oleh keseimbangan potensi sumber daya dan jasa wisata yang dimiliki

(supply) dan permintaan atau minat wisatawan (demand). Komponen supply

terdiri dari atraksi (potensi keindahan alam dan budaya serta bentuk kegiatan

wisata), transportasi, pelayanan, informasi dan promosi. Sedangkan Komponen

demand terdiri dari pasar wisata (keinginan atau tujuan wisatawan) dan

karakteristik wisatawan. Perencanaan lanskap wisata bertujuan untuk

mengembangkan kawasan wisata untuk mengakomodasi keinginan

pengunjung, pemerintah daerah, penduduk atau masyarakat sekitar

Secara garis besar perencanaan wisata digambarkan dengan pendekatan

pengembangan. Perencanaan ini bersifat spasial karena berbasis pada lahan dan

semua elemen pembentuknya.

Lebih lanjut Gunn (1994) mengutarakan bahwa perencanaan untuk wisata

harus dilakukan pada tiga skala. Pertama adalah skala tapak (site scale), yang telah

banyak dilakukan pada tapak dengan luasan tertentu seperti pada resor, hotel, taman

dan tapak wisata lainnya. Skala kedua adalah tujuan (destination : scale), dimana

atraksi-atraksi wisata dikaitkan dengan keberadaan masyarakat sekitar, pemerintah

daerah, dan sektor swasta juga dilibatkan. Skala ketiga adalah wilayah, atau

bahkan suatu negara (regional scale), dimana pengembangan lebih terarah pada

kebijakan tata guna lahan yang terkait dengan jaringan transportasi, sumber daya yang

harus dilindungi dan dikembangkan sebagai daerah yang sangat potensial.

Pendekatan perencanaan diperlukan untuk menilai

dampak lingkungan dan sosial budaya akibat pembangunan sektor pariwisata

sampai pada tahap pemantauan dampak setelah pembangunan sektor pariwisata

tersebut. Hal ini dilakukan guna memastikan agar setiap dampak negatif yang

mungkin terjadi dapat diminimalkan dengan tindakan perbaikan dan yang positif

dapat diperkuat

Perencanaan lanskap yang baik menurut Simonds (1983) harus melindungi

badan air dan menjaga air tanah, mengkonservasi hutan dan sumber mineral,

menghindari erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup untuk

rekreasi dan suaka margasatwa, serta melindungi tapak yang memiliki nilai

(Inskeep, 1991).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

25

keindahan dan ekologi. Proses perencanaan meliputi tahapan riset, analisis,

sintesis, serta pembangunan dan operasional hasil perencanaan. Riset terdiri dan

survei dan pengumpulan data lainnya. Sedangkan analisis dilakukan pada tapak,

meninjau peraturan pemerintah, peluang, hambatan, dan program pengembangan.

Sintesis yang dilakukan mengacu pada dampak implementasi metode. Kegiatan

pembangunan dan operasional meliputi juga observasi pada hasil perencanaan.

Perencanaan dengan pendekatan unit lanskap yang dikemukakan Lyle

(1985) merupakan salah satu bentuk untuk pengembangan lanskap alami yang

dimulai dengan klasifikasi karakteristik fisik. Setelah dilakukan klasifikasi unit lanskap,

kemudian dilakukan analisis yang bertujuan untuk menentukan batasan dan potensi,

yang selanjutnya diperoleh kesesuaian bagi perencanaan dan pengembangan sumber

daya yang dimiliki. Salah satu cara untuk mencapai keseimbangan antara ketersediaan

sumber daya dan kebutuhan manusia adalah dengan menetapkan jenis dan besaran

aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan lingkungan untuk menampungnya

(Bengen, 2005). Hal ini mempunyai makna bahwa setiap aktivitas pembangunan di

suatu wilayah harus didasarkan pada analisis kesesuaian lingkungan.

Dalam pengembangan pariwisata, istilah kebijakan (policy) dan

perencanaan (planning) berkaitan erat. Perencanaan berkenaan dengan strategi

sebagai implementasi dari kebijakan. Perencanaan merupakan prediksi dan oleh

karenanya memerlukan beberapa perkiraan persepsi akan masa depan. Walau

prediksi dapat diturunkan dari obeservasi dan penelitian, namun demikian juga

sangat tergantung pada nilai. Perencanaan seharusnya mengandung informasi

yang cukup untuk pengambilan keputusan. Perencanaan merupakan bagian dari

keseluruhan proses perencanaan pengambilan keputusan (Pitana et al, 2009).

Menurut Gunn (1994) dalam proses perencanaan kawasan wisata, bantuan

dari teknologi komputer cukup dapat membantu, dengan program sistem informasi

geografis (SIG) akan diperoleh peta yang memperlihatkan sumber daya yang paling

sesuai bagi kegiatan wisata dan yang paling sensitif. Selanjutnya hasil dari proses

penentuan ini akan dapat membantu pembuat kebijakan (policy makers) untuk

membuat perencanaan wisata secara lebih lokal. Pembuat kebijakan dalam hal ini

pemerintah membuat suatu kebijakan dan peraturan yang menentukan mekanisasi

yang membantu terwujudnya kerjasama dan integrasi antara badan-badan yang

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

26

bergerak di dalam penentuannya yaitu masyarakat dan pihak swasta.

Khususnya di wilayah pesisir, kegiatan pariwisata dan rekreasi dapat

menimbulkan masalah ekologis yang khusus mengingat bahwa keindahan dan

keaslian alam merupakan modal utama. Bila suatu wilayah pesisir dibangun untuk

rekreasi, biasanya fasilitas-fasilitas pendukung lainnya juga berkembang pesat

(Dahuri et al, 2008). Secara strategik, pembangunan pariwisata yang berwawasan

lingkungan dapat dikembangkan dan diwaspadai dampaknya dengan memasukan

rencana manajemen lingkungan dan pemantauannya ke dalam satu rencana

terpadu (integrated) dan pelaksanaannya yang kemudian dimasukkan dalam tahap

perancangan pariwisata itu (Soeriaatmadja, 1997).

Budaya dan aspek fisik merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi yang

saling mendukung sebagai suatu kawasan wisata pesisir dan bahari. Gunn (1994)

mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil secara

optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu: (1) mempertahankan kelestarian

lingkungannya, (2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut,

(3) menjamin kepuasan pengunjung, dan (4) meningkatkan keterpaduan dan unity

pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya.

Agar pengelolaan wisata pesisir berhasil maka harus memenuhi komponen

yang terkait dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang

mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan

keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya (Nurisjah, 2001).

Pada sistem pengelolaan ekowisata pesisir, perlu dicermati pembatasan

tentang pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan

(sustainable), maka Albertson (1999) dalam risetnya menyebutkan dimensi-

dimensi:

1. Environmental Sustainability: perlindungan untuk generasi mendatang

2. Economic Sustainability: setiap pengembangan variabel secara ekonomi

3. Socio-Cultural Sustainability: setiap inovasi harus harmoni antara

pengetahuan lokal sosial-budaya, praktek, pengetahuan, dan teknologi tepat

guna

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

27

4. Political Sustainability: link birokrasi (pemerintah) dan masyarakat. Para

pemimpin formal dan informal untuk suatu sektor tertentu dalam masyarakat

lokal.

2.6. Sistem Informasi Geografi (SIG)

SIG merupakan komputer yang berbasis pada sistem informasi yang

digunakan untuk memberikan bentuk digital dan analisa terhadap permukaan

geografi bumi (Prahasta, 2005). Dengan melihat kata-kata penyusun nama SIG,

maka Prahasta (2005) menjabarkan nama SIG sebagai berikut :

1. Sistem

Istilah ini digunakan untuk mewakili pendekatan sistem yang digunakan dalam

SIG, dengan lingkungan yang kompleks dan komponen yang terpisah-pisah,

sistem digunakan untuk mempermudah pemahaman dan penanganan yang

terintegrasi. Teknologi komputer sangat dibutuhkan untuk pendekatan ini jadi

hampir semua sistem informasinya berdasarkan pada komputer.

2. Informasi

Informasi berasal dari pengolahan sejumlah data. Dalam SIG, informasi

memiliki volume terbesar. Setiap objek geografi memiliki setting data

tersendiri karena tidak sepenuhnya data yang ada dapat terwakili dalam peta.

Jadi, semua data harus diasosiasikan dengan objek spasial yang dapat membuat

peta menjadi intelligent. Ketika data tersebut diasosiasikan dengan permukaan

geografi yang representatif, data tersebut mampu memberikan informasi

dengan hanya mengklik mouse pada objek.

3. Geografis

Istilah ini digunakan karena SIG dibangun secara berdasarkan pada geografi

atau spasial. Objek ini mengarah pada spesifikasi lokasi dalam suatu space.

Objek bisa berupa fisik, budaya atau ekonomi alamiah. Penampakan tersebut

ditampilkan pada suatu peta untuk memberikan gambaran yang representatif

dari spasial suatu objek sesuai dengan kenyataannya di bumi. Simbol, warna

dan gaya garis digunakan untuk mewakili setiap spasial yang berbeda pada peta

dua dimensional. Saat ini, teknologi komputer telah mampu membantu proses

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

28

pemetaan melalui pengembangan dari automated cartography (pembuatan peta)

dan Computer Aided Design (CAD).

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan perkembangan terbaru

dalam teknologi gap analysis yang menggunakan komputer untuk

menggabungkan data yang melimpah mengenai lingkungan alami dengan

informasi mengenai distribusi spesies. Pada dasarnya pendekatan SIG meliputi

penyimpanan, penampilan, dan manipulasi tipe data pemetaan yang sifatnya

beragam, seperti tipe-tipe vegetasi, iklim, tanah, topografi, geologi, hidrologi,

dan distribusi spesies. Pendekatan ini dapat menunjukkan korelasi antara

elemen-elemen biotik dan abiotik dalam lanskap, serta dapat membantu

perencanaan kawasan yang mencakup fungsi perlindungan dan

keanekaragaman hayati. Foto-foto udara dan citra satelit merupakan data

tambahan bagi SIG (Primack et al., 1998).

Aronoff (1991) mengutarakan bahwa definisi SIG adalah sisitem informasi

berbasis kemputer yang digunakan untuk memasukkan dan memanipulasi

informasi geografis.

Menurut Maiczewski (1999) definisi SIG berfokus pada dua aspek

sistem yaitu teknologi dan pemecahan masalah.

Empat komponen dasar SIG: 1) masukan data (data input),

komponen pengubah data yang ada (existing) menjadi data yang dapat digunakan

oleh SIG, kegiatan ini biasanya membutuhkan waktu dan ketepatan; 2) manajemen data

(data management); 3) manipulasi dan analisis (manipulation and analysis); dan 4)

keluaran (output), bentuk hasil dari SIG sangat beragam kualitas, kecepatan, dan

kemudahannya, baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy. Sistem informasi

geografis adalah alat yang mampu menangani data spasial, pada SIG data berformat

digital, dalam jumlah besar data dapat dikelola dan diubah dengan cepat dan biaya

rendah per unitnya.

Sistem Informasi Geografis

(SIG) merupakan teknologi untuk penanganan data spasial. SIG terdiri dari perangkat

keras dan

Sedangkan menurut Tkach dan Simonovic (1997) GIS merupakan

teknologi yang berkembang dengan cepat dalam hal keefisienan penyimpanan

perangkat lunak komputer yang mampu menangkap, menyimpan dan

memproses informasi berupa data kualitatif dan kuantitatif, menyatukan dan

menginterpretasi peta (Farina, 1998).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

29

data, analisis dan manajemen informasi spasial. Hampir semua proses

manajemen pengambilan keputusan memerlukan analisis informasi spasial.

Dengan menggunakan teknologi SIG maka banyak informasi berguna yang

dapat dihasilkan dari data dasar. Ketelitian serta pengaturan kembali aliran

informasi dalam pelaksanaannya dapat semakin efektif dan secara nyata

memperbaiki kualitas kerja (Lin, 2000).

Bird, Peccol, Taylor, Brewer, dan Keech (1994) mengutarakan SIG adalah

mengganti pemakaian peta-peta yang terbuat dari kertas ke file-file komputer yang

dapat ditampilkan di layar komputer. Peranan SIG adalah memfasilitasi kompilasi

data dan analisis bagi pekerjaan interprestasi. Pada penggunaan SIG hal penting

yang harus dipahami adalah dari mana data dikumpulkan, bagaimana

pendefinisian bentukan lanskap dan tipe data yang sesuai untuk dimasukkan dalam

kumpulan data. Hal tersebut berkaitan dengan hasil dari proses SIG karena

Inventarisasi dan pemetaan terhadap potensi sumber daya alam dapat

dilakukan dengan teknologi penginderaan jauh (inderajaya/remote sensing) dan

Sistem Informasi Geografis (GIS). Informasi kelautan yang dapat dikumpulkan

dengan teknologi penginderaan jauh antara lain: sedimen tersuspensi dalam kolam

air, topografi, batimetri, kondisi laut, warna air, identifikasi klorofil-a, suhu

permukaan perairan, sumber daya perikanan, tumpahan minyak, vegetasi seperti

mangrove dan padang lamun. Setelah data tersebut terkumpul, maka untuk

mengelolanya (memanipulasi, menganalisa, dan menyajikan) menjadi informasi

yang berguna bagi proses perencanaan dan pengambilan keputusan dalam

pembangunan sumber daya alam (termasuk kelautan) digunakan SIG.

Pengembangan basis data SIG seperti yang dimaksud perlu ditunjang dengan data

geografi baik fisik maupun non fisik secara terperinci (Dahuri et.al, 2008).

apabila

ada ketidaksesuaian penggunaan data atau teknik analisis maka hasil akhir akan

terlihat meyakinkan padahal hasil tersebut salah.

Gunn (1994) telah menggunakan teknologi SIG dalam perencanaan wisata

berkelanjutan yang dilakukannya di Upcountry South Carolina. Proses

perencanaan pada kawasan tersebut meliputi empat tahapan yaitu tahap penentuan

sasaran dan tujuan, riset faktor-faktor dasar, sintesis dari hasil riset, dan tahapan

terakhir adalah identifikasi peluang baru pada daerah tujuan yang paling baik

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

30

untuk dikembangkan. Pada tahapan riset, selain informasi juga dibuat peta tematik

digital yang berdasarkan faktor-faktor dasar yang terdiri dari sumber daya alam

dan sumber daya budaya. Pemetaan dilakukan dengan perangkat lunak SIG (Arc

View). Selanjutnya peta yang telah didigitasi tersebut diberi peringkat dan bobot

kemudian di-overlay untuk melihat zona yang memiliki peluang terbaik untuk

dikembangkan.

2.7. Metode PRA

Untuk menciptakan ekowisata yang berbasis masyarakat (Community-

Based Ecotourism) perlu stimulasi agar peran masyarakat meningkat dalam

ekowisata ini, hal ini dapat dilakukan dengan metode pendekatan Participatory

Rural Appraisal (PRA) yang merupakan metode pendekatan partisipatif dengan

menekankan pada upaya-upaya peningkatan partisipatif masyarakat lokal

dalam mengkaji lingkungan sekitarnya untuk melakukan perencanaan lanskap

kawasan ekowisata di suatu daerah. Sehingga dengan metode tersebut

diharapkan hasil dari penelitian dilakukan nantinya berperan dalam pelaksanaan

pembangunan ekowisata di suatu wilayah.

Berdasarkan buku Panduan Pengambilan Data dengan Metode RRA/PRA

(2006),

Teknik penerapan metode PRA dapat dilakukan dengan metode kelompok

yang terdiri atas FGD dan Brainstorming; matrik terdiri atas ranking masalah,

ranking sosial ekonomi, analisis SWOT, visualisasi dan diagram hubungan yaitu

dengan pohon masalah dan diagram venn, metode tempo terdiri atas; kalender

musim, lintasan sejarah, aktivitas harian, transek dan trend, metode spasial/ ruang

seperti pemetaan partisipatif, teknik manta taw, transek plot, dan beberapa teknik

Perubahan sosial merupakan tujuan yang sangat mendasar dalam

penerapan metode PRA ini. Secara harfiah metode ini dapat diartikan sebagai

pengkajian pedesaan dan atau pesisir secara partisipatif. Menurut Robert

Chambers (yang mengembangkan metode ini) mengartikan sebagai sekumpulan

pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat pedesaan dan atau pesisir

untuk turut serta meningkatkan dan mengkaji pengetahuan mereka mengenai

hidup dan keadaan mereka sendiri agar meraka dapat menyusun rencana dan

tindakan pelaksanaannya.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · 2.1. Pariwisata dan Ekowisata Organisasi pariwisata sedunia, ... (WTO), mendefinisikan pariwisata ... Menurut Undang-Undang No. 10

31

lainnya. Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan metode

spasial/ruang dengan pemetaan partispatif untuk menilai kondisi kawasan

ekowisata secara partisipatif.

Metode pemetaan partisipatif bertujuan untuk memplot informasi yang ada

pada suatu daerah dalam suatu peta. Pemetaan ini dilakukan berdasarkan

partisipasi masyarakat. Dimana masyarakat yang mengetahui keberadaan

informasi tersebut memplot sendiri informasi yang ada pada peta dasar atau

langsung membuat peta sendiri dengan panduan peneliti. Peta yang dibuat ada dua

macam yaitu peta sket dan peta berdasarkan peta dasar. Informasi yang ada dalam

peta tersebut pada akhir pemetaan harus dicek kebenarannya langsung di

lapangan. Jadi, pemetaan partisipatif berupa metode untuk mengumpulkan dan

memetakan informasi yang ada serta yang terjadi dalam masyarakat serta kondisi

sekitar. Informasi tersebut dikumpulkan, dipetakan dan dianalisis untuk

membantu pengelola memahami kondisi yang lalu, kondisi saat ini serta

memperkirakan potensi atau kondisi akan datang bagi pengelolaan kawasan

pesisir. Juga untuk mengidentifikasi keterbatasan serta kesempatan pemanfaatan

sumber daya alam bagi pembangunan kawasan ekowisata pesisir yang berbasis

masyarakat (Departemen Pariwisata dan Kebudayaan, 2006).


Recommended