+ All Categories
Home > Documents > Bahan Kuliah Legal Drafting

Bahan Kuliah Legal Drafting

Date post: 13-Feb-2016
Category:
Upload: sayyidahmad
View: 47 times
Download: 2 times
Share this document with a friend
Description:
Untuk mahasiswa hukum
Popular Tags:
26
12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 1/26 Tiar Ramon, SH. MH ADVOKAT – PENGACARA – KONSULTAN HUKUM DAN DOSEN Archive for the ‘Legal Drafting’ Category 31 OKT LEGAL DRAFTING Posted by tiarramon in Legal Drafting. Meninggalkan komentar Literatur Pokok : 1. Prinsip2 Legal Drafting & Desain NAskah Akademik (B. Hestu Cipto Handoyo) 2. Legislative Drafting (Sirajudin, dkk) 3. Ilmu Perundang-undangan buku 1 dan 2 (Maria Farida Indrati S) 4. Modul 1, 2, 3, 4, 5, 6 Diklat Teknis Penyusunan Peraturan Perundang-undangan (Legal Drafting) : Depatemen Dalam Negeri/Lembaga Administrasi Negara 2007 5. UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan PerUUan • Secara harfiah legal dafting dapat diterjemahkan secara bebas, adalah penyusunan/perancangan Peraturan Perundang-undangan. Dari pendekatan hukum, Legal drafting adalah kegiatan praktek hukum yang menghasilkan peraturan, sebagai contoh; Pemerintah membuat Peraturan Perundang-undangan; Hakim membuat keputusan Pengadilan yang mengikat publik; Swasta membuat ketentuan atau peraturan privat seperti; perjanjian/kontrak, kerjasama dan lainnya yang mengikat pihak-pihak yang melakukan perjanjian atau kontrak. • Dalam meteri kuliah ini legal drafting dipahami bukan sebagai perancangan hukum dalam arti luas, melainkan hukum dalam arti sempit, yakni undang-undang atau perundang-undangan. Jadi bukan perancangan hukum seperti perjanjian/kontrak, dll. • Legal Drafting merupakan konsep dasar tentang penyusunan peraturan perundang-undangan yang berisi tentang naskah akademik hasil kajian ilmiah beserta naskah awal peraturan perundang-undangan yang diusulkan. Sedangkan pembentukan peraturan perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasamya dimulai dari
Transcript
Page 1: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 1/26

Tiar Ramon, SH. MH ADVOKAT – PENGACARA– KONSULTAN HUKUM DAN DOSEN

Archive for the ‘Legal Drafting’ Category

31 OKT

LEGAL DRAFTING

Posted by tiarramon in Legal Drafting. Meninggalkan komentar

Literatur Pokok :1. Prinsip2 Legal Drafting & Desain NAskah Akademik (B. Hestu Cipto Handoyo)2. Legislative Drafting (Sirajudin, dkk)3. Ilmu Perundang-undangan buku 1 dan 2 (Maria Farida Indrati S)4. Modul 1, 2, 3, 4, 5, 6 Diklat Teknis Penyusunan Peraturan Perundang-undangan (LegalDrafting) : Depatemen Dalam Negeri/Lembaga Administrasi Negara 2007

5. UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan PerUUan

• Secara harfiah legal dafting dapat diterjemahkan secara bebas, adalahpenyusunan/perancangan Peraturan Perundang-undangan. Dari pendekatan hukum, Legaldrafting adalah kegiatan praktek hukum yang menghasilkan peraturan, sebagai contoh;Pemerintah membuat Peraturan Perundang-undangan; Hakim membuat keputusan Pengadilanyang mengikat publik; Swasta membuat ketentuan atau peraturan privat seperti;perjanjian/kontrak, kerjasama dan lainnya yang mengikat pihak-pihak yang melakukanperjanjian atau kontrak.• Dalam meteri kuliah  ini legal drafting dipahami bukan sebagai perancangan hukum dalam artiluas, melainkan hukum dalam arti sempit, yakni undang-undang atau perundang-undangan. Jadibukan perancangan hukum seperti perjanjian/kontrak, dll.• Legal Drafting merupakan konsep dasar tentang penyusunan peraturan perundang-undanganyang berisi tentang naskah akademik hasil kajian ilmiah beserta naskah awal peraturanperundang-undangan yang diusulkan. Sedangkan pembentukan peraturan perundang-undanganadalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasamya dimulai dari

Page 2: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 2/26

perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan,pengundangan, dan penyebarluasan.

• Dapat disimpulkan kegiatan legal drafting disini adalah dalam rangka pembentukan peraturan-perundangan.

• Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011, menjelaskan bahwa yangdimaksud dengan pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan PeraturanPerundang-undangan yang mencakup tahapan   perencanaan, penyusunan,  pembahasan,pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

• Sesuai dengan bunyi pasal 1 angka 1  UU No. 12 tahun 2011 di atas, bahwa proses sebuahperaturan menjadi legal dan mempunyai daya ikat atau kekuatan hukum tetap harus melewatibeberapa tahap.

• Adanya legal drafting ada hubungannya dengan konsep negara hukum. • Negara hukum (Wirjono Prodjodikoro) adalah “suatu negara yang di dalam wilayahnya semua

alat perlengkapan negara khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam setiaptindakannya terhadap warganegara dan dalam berhubungan tidak boleh sewenang-wenang,melainkan harus memperhatikan hukum, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatanharus tunduk pada peraturan hukum yang berlaku”.

• Sedangkan menurut Hartono Mardjono, dikatakan negara hukum adalah “bilamana di negaratersebut seluruh warganegara maupun alat-alat perlengkapan dan aparat negaranya, tanpakecuali dalam segala aktifitasnya tunduk kepada hukum”. (equity dan non-discrimination)

• Tujuan Negara Hukum S. Tasrif: 1) Kepastian hukum (tertib/order); 2) Kegunaan(kemanfaatan/utility); dan 3) Keadilan (justice). Sedangkan menurut Ahmad Dimyati: 1)Pencapaian keadilan, 2) Kepastian hukum, dan 3) Kegunaan (kemanfaatan).

Kesimpulan: 1. Pencapaian Keadilan, sesuai dengan asas Ius quia iustum (hukum adalah keadilan, dan Quid

ius sine justitia (apalah arti hukum tanpa keadilan). 2. Hukum adalah untuk mengatur hubungan, baik warga masyarakat maupun negara, The law is

a tool to “social control” and “social engineering”. 3. Hukum dilaksanakan untuk mencapai kepastian.

Unsur-unsur negara hukum : 1. Sistem pemerintahan negara yg berdasarkan atas kedaulatan rakyat

2. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan atas hukum atauperaturan PerUUan

3. Adanya jaminan terhadap HAM (warga negara) 4. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara

5. Adanya pengawasan dari badan2 peradilan (rechterlijke controle) yg bebas dan mandiri dalamarti lembaga peradilan tersebut benar2 tidak memihak dan tidak berada dibawah pengaruheksekutif.

6. Adanya peran nyata dari anggota2 masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasiperbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan pemerintah

7. Adanya sistem perekonomian yg dapat menjamin pembagian yg merata sumber daya yangdiperlukan bagi kemakmuran warga negara.

• Sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 45 maka segala aspek kehidupan danbidang kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasaberdasarkan atas hukum (asas legalitas=legaliteits beginsel).

• Konsekuensinya adalah dalam penyelenggaraan pemerintahan negara tidak terlepas dari

Page 3: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 3/26

peraturan PerUUan sebagai hukum positif yang berlaku di Indonesia. • Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang

mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan  oleh lembaga negara atau pejabat ygberwenang  melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perUUan .(Pasal 1 angka 2  UUNo. 12 tahun 2011).

• Untuk itu perlu adanya suatu pemahaman terhadap tatacara penyusunan peraturan PerUUanmulai dari proses, prosedur, dan teknik dalam penyusunan dan pembuatan rancangan peraturanPerUUan.

Negara Indonesia sebagai negara hukum dapat dilihat pada: 1. Bab I Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Negara Indonesia adalah negara hukum;

2. Pembukaan dicantumkan kata-kata : Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenapbangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia;

3. Bab X Pasal 27 ayat (1) disebutkan segala warga negara bersamaan kedudukannya didalamhukum pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan itu dengan dengan tidak adakecualinya;

4. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah dihapus disebutkan dalam SistemPemerintahan Negara, yang maknanya tetap bisa dipakai, yaitu Indonesia ialah negara yangberdasar atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat);

5. Sumpah/janji Presiden/Wakil Presiden ada kata-kata ”memegang teguh Undang-UndangDasar dan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya”;

6. Bab XA Hak Asasi Manusia Pasal 28i ayat (5), disebutkan bahwa ”Untuk penegakkan danmelindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, makapelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam Peraturan Perundang-Undangan;

7. Sistem hukum yang bersifat nasional; 8. Hukum dasar yang tertulis (konstitusi), hukum dasar tak tertulis (konvensi);

9. Tap MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan;

10. Adanya peradilan bebas.

Dasar-dasar hukum pembentukan peraturan perundang-undangan :1. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 “Negara Indonesia adalah NEGARA HUKUM”2. Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 “Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai kewenangan membentukUNDANG-UNDANG”3. Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhakmenetapkan PERATURAN PEMERINTAH SEBAGAI PENGGANTI UNDANG-UNDANG”4. Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 “Presiden menetapkan PERATURAN PEMERINTAH untukmenjalankan UNDANG-UNDANG sebagaimana mestinya”5. Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 “Pemerintah daerah berhak menetapkan PERATURAN DAERAHdan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”6. UU Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan• Untuk dapat menjadi seorang “Legal Drafter (perancang PerUUan) ” maka tidak terlepas daripenguasaan ilmu perundang-undangan karena ilmu perundang-undangan adalah suatu ilmuyang mempelajari segala seluk beluk proses atau tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan dan isi atau subtansi suatu peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pejabatyang berwenang untuk mengatur tingkah laku manusia yang bersifat atau mengikat secara

Page 4: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 4/26

umum.• Sedangkan menurut B. Hestu Cipto Handoyo Ilmu Perundang-undangan merupakan cabangdari ilmu hukum yang secara khusus objek kajiannya adalah meneliti tentang gejala peraturanperaturan perundang-undangan yakni setiap keputusan tertulis yg dikeluarkan oleh pejabat yangberwenang untuk mengatu tingkah laku manusia yang bersifat dan berlaku mengikat umum.• Dengan kata lain ilmu perundang-undangan berorientasi kepada melakukan perbuatan dala mhal ini pembentukan peraturan PerUUan serta bersifat normatif (mata kuliah dasar)

Ilmu perundang-undangan terbagi :1. Proses perundang-undangan (gezetsgebungsverfahren) : meliputi beberapa tahapan dalampemnbentukan perundang-undangan seperti tahap persiapan, penetapan, pelaksanaan, penilaiandan pemaduan kembali produk yang sudah jadi.2. Metode prundang-undangan (gezetsgebungsmethode) : ilmu tentang pembentukan inis normahukum yang teratur untuk dapat mencapai sasarnannya. Pengacuannya kepada hal-hal yangberhubungan dengan perumusan unsur dan struktur suatu ketentuan dalam norma seperti objeknorma, subjek norma, operator norma dan kondisi norma.3. Teknik perundang-undangan (gezetsgebungstechnic) : Teknik perundang-undangan mengkajihal-hal yg berkaitan dengan teks suatu perundang-undangan meliputi bentuk luar, bentuk dalam,dan ragam bahasa dari peraturan perundang-undangan.

Kegunaan ilmu perundang-undangan yaitu :• Selain dalam rangka merubah masyarakat, tentunya kearah yang lebih baik sesuai dengandoktrin hukum sebagai alat rekayasa sosial (law as tool of social enginering), kegunaan lain ilmuperundang-undangan yaitu :1. Memudahkan praktik hukum, terutama bagi kalangan akademisi, praktisi hukum maupunpemerintah.2. Memudahkan klasifikasi dan dokumentasi peraturan perundang-undangan3. Memberikan kepastian hukum dalam pembentukan hukum nasional4. Mendorong munculnya suatu produk peraturan perundang-undangan yang baik.• Dalam ilmu hukum (rechtswetenschap) dibedakan antara UU dalam arti materiil (wet inmateriele zin) dan UU dlm arti formil• UU dalam arti materil adalah Peraturan PerUUan sedangkan UU dalam arti formil adalah UU.

Beda Peraturan perundang-undangan dengan Undang-undang :• Peraturan perundang-undangan yaitu setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat ygberwenang yg berisi aturan tingkah laku atau mengikat secara umum yang disebut juga undang-undang dalam arti materil.• Undang-undang yaitu keputusan tertulis sebagai hasil kerja sama antara pemegang kekuasaaneksekutif dan legislatif yg berisi aturan tingkah laku yg bersifat atau mengikat umum yangdisebut juga undang-undang dalam arti formil.

Kesimpulan :• Untuk membedakan antara UU dalam arti materil dan formil tidak lain adalah menyangkutorgan pembentuk dan isinya.• Jika organ yg membentuk itu adalah pejabat yg berwenang dan isi berlaku dan mengikat umummaka disebut sbg UU dlm arti materiil.

Page 5: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 5/26

• Hal ini berarti jikalah ada ketentuan tertulis yg dikeluarkan oleh pejabat yg berwenang namunisinya tidak bersifat dan mengikat umu maka ketentuan tsb tidak dapat disebut sebagai UUdalam arti materil atau perundang-undangan.• Sedangkan jikalau yang membentuk itu adalah organ negara pemegang kekuasaan legislatif(dalam kontek UUD 45 adalah kerjasama antara pemegang kekuasaan eksekuti dan legislatif) ygisinya berlaku dan mengikat umum, maka produk hukum itu disebut UU dalam arti formil ataucukup disebut UU.• Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1 angka 2 dan 3 UU No  12 tahun 2011 tentang PembentukanPeraturan PerUUan.

Ciri-ciri peraturan perundang-undangan :1. Peraturan perUUan berupa keputusan tertulis, jadi mempunyai bentuk atau format tertentu.2. Dibentuk, ditetapkan dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, baik ditingkat pusatmaupun di di tingkat daerah. Pejabat yang berwenang yang dimaksud adalah pejabat yangditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku baik berdasarkan atribusi maupun delegasi.3. Perturan PerUUan tersebut berisi aturan pola tingkah laku.4. Peraturan PerUUan mengikat secara umum umum, tidak ditujukan kepada seseorang atauindividu tertentu (tidak bersifat individual).5. Peraturan perUUan berlaku secara terus menerus (dauerhafing) sampai diubah, dicabut ataudigantikan dengan peraturan perUUan yang baru.

Kelebihan dan kelemahan peraturan perundang-undangan :• Kelebihan peraturan PerUUan (hukum tertulis) :1. Mudah dikenali, diketemukan kembali maupun ditelusuri.2. Lebih memberikan kepastian hukum3. Memungkinkan untuk diperiksa dan diuji4. Pembentukan dan pengembangannya dapat direncanakan.• Kelemahan Peraturan PerUUan (hukum tertulis)1. Terkesan kaku2. Kurang lengkap.

• Selain itu juga dalam rangka menyusun dan membentuk peraturan perUUan selain perlunyapenguasaan ilmu perundang-undangan seorang legal drafter juga harus memperhatikan norma-norma/kaidah hukum sebagai dasar pembentukan perUUan tersebut.• Kaidah/norma hukum pada pokoknya dapat diartikan adalah pengambilan keputusan yangditetapkan oleh fungsi-fungsi kekuasaan negara yang mengikat subyek hukum dengan hak2 dankewajiban hukum yg berupa larangan, keharusan maupun kebolehan.• Produk pengambilan keputusan tersebut dapat dibedakan dengan tiga istilah yaitu :1. Pengaturan yg menghasilkan peraturan (regels)2. Penetapan yg menghasilkan ketetapan atau keputusan (beschickkings)3. Penghakiman atau pengadilan yang menghasilkan putusan (vonis).• Untuk itu hukum harus dimaknai sebagai sebuah ketentuan baik tertulis maupun tidak tertulisyang mengatur kehidupan manusia dalam pergaulan hidup. Baik antara sesama maupun denganlingkungannya. Ketentuan tersebut sifatnya adalah mengikat dan berlaku umum dan apabilatidak diindahkan akan dikenai sanksi yang berasal dari external power (kekuasaan diluar dirimanusia).

Page 6: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 6/26

• Kaidah/norma hukum bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keamanan (orde) maupunketentraman dan ketenangan (rust). Kaidah hukum daya lakunya dipaksakan dari luar dirimanusia.• Dapat juga diartikan norma hukum adalah suatu patokan yang didasarkan kepada ukurannilai2 baik atau buruk yang berorientasi kepada asas keadilan dan bersifat : 1) suruhan(impare/gebod) yang harus dilakukan orang (perintah), 2) larangan (prohibire/verbod) yangtidak boleh dilakukan, 3) kebolehan (permitted/mogen) sesuatu yang tidak dilarang dan tidakdisuruh.Contoh :• Seorang wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan kandungannya ataumenyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun (346 KUHP)• Barang siapa sengaja melukai berat orang lain diancam karena melakukan penganiayaan beratdengan pidana penjara paling lama 8 tahun (354 KUHP)• Setiap orang yang akan mendirikan bangunan wajib mendapatkan izin dari pejabat yangberwenang.

Fungsi, tujuan dan tugas norma hukum• Fungsi : melindungi kepentingan manusia, kelompok manusia (masyarakat) dan negara.• Tujuan, tercapainya ketertiban dalam masyarakat.• Tugas, mengusahakan keseimbangan tatanan di dalam masyarakat dan kepastian hukum agartercapainya tujuan hukum.

Bentuk-bentuk norma hukum :• Umum dan individual : norma ini dilihat dari sasaran atau subyek yang dituju. Individu,beberapa orang atau sekelompok orang tertentu• Abstrak dan konkrit : Abstrak atau konkritnya suatu norma ditentukan oleh bentuk perbuatanyang diatur, mujarad (tak berwujud) atau nyata.• Einmahlig dan dauerhaftig : Norma hukum ini dapat dilihat dari masa berlakunya. Einmahlig(berlaku sekali selesai) dan dauerhafting (berlaku terus menerus)

Bentuk-bentuk norma hukum :• Tunggal dan berpasangan : Norma hukum ini dilihat dari sifatnya apakah berdiri sendiri(tunggal) atau diikuti oleh norma hukum lain (berpasangan).• Isi norma hukum tunggal adalah suruhan (das sollen) untuk bertindak atau bertingkah laku.Norma hukum berpasangan terdiri dari beberapa norma hukum yaitu norma hukum primer dansekunder. Norma hukum sekunder merupakan penanggulangan apabila norma primer tidakterlaksana.

Tata urutan norma hukum :• Teori jejang norma (stufentheorie) Hans Kelsen : norma-norma hukum itu berjenjang-jenjangdan berlapis-lapis dalam suatu hirarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendahberlaku bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih tinggi tersebutberlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya sampaipada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yangdisebut dengan norma dasar (grundnorm).

Menurut D.W.P. Ruiter, dalam kepustakaan di Eropa Kontinental yang dimaksud peraturan

Page 7: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 7/26

perundang-undangan yaitu mengandung 3 unsur :1. Norma hukum (rechtnorm)2. Berlaku ke luar (naar buiten werken) dan3. Bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruime zin)Ad. 1 : Norma hukumSifat norma hukum dalam peraturan perundang-undangan dapat berupa :a. Perintah (gebod)b. Larangan (verbod)c. Pengizinan (toestmming) dand. Pembebasan (vrijstelling)

Ad.2 : Norma berlaku orangRuiter berpendapat bahwa didalam peraturan perundang-undangan tradisi yang hendakmembatasi berlakunya norma hanya bagi mereka yang tidak termasuk dalam organisasipemerintahan. Norma hanya ditujukan kepada rakyat, baik dalam hubungan antar sesamamaupun antara rakyat dan pemerintah. Norma yang mengatur hubungan antar bagian-bagianorganisasi pemerintahan dianggap bukan norma yang sebenarnya dan hanya dianggap normaorganisasi. Oleh karena itu norma hukum dalam peraturan perundang-undangan selalu disebut”berlaku ke luar”

Ad. 3 : Norma bersifat umum dalam arti luasDalam hal ini terdapat perbedaan antara norma yang umum (algemeen) dan yang individual(individueel), hal ini dilihat dari addressat (alamat) yang dituju, yaitu ditujukan kepada ”setiaporang” atau kepada ”orang tertentu”, serta antara norma yang abstrak (abstract) dan yangkonkret (concreet) jika dilihat dari hal yang diaturnya, apakah mengatur peristiwa-peristiwa yangidak tertentu atau mengatur peristiwa-peristiwa yang tertentu.

Menurut Ruiter sebuah norma (termasuk norma hukum) mengandung unsur-unsur berikut :1. Cara keharusan berperilaku (modus van behoren) disebut operator norma.2. Seorang atau kelompok orang adresat (normaadressaat) disebut subyek nomra3. Perilaku yang dirumuskan (normgedrag) disebut objek norma4. Syarat-syaratnya (normcondities), disebut kondisi norma

Contoh :Setiap orang wajib membayar pajak pada akhir tahun.Penjelasan :Setiap orang : subyek normaWajib : operator normaMembayar pajak : obyek normaPada akhir tahun : kondisi norma

LANDASAN-LANDASAN DAN ASAS-ASAS HUKUM DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

Landasan pembentukan peraturan perundang-undangan :1. Landasan filosofis (filosofische grondslag)• Rumusan atau norma-normanya mendapatkan pembenaran (rechtvaardging) jika dikaji secara

Page 8: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 8/26

filosofis, dan• Sesuai dengan ciata-cita kebenaran (idee der waarheid), cita keadilan (idee der gerechttigheid),dan cita kesusilaan (idee der zedelijkheid).2. Landasan sosiologis (sociologische grondslag)• Dikatakan mempunyai landaan sosiologis bila ketentuan2nya sesuai dengan keyakinan umumatau kesadaran masyarakat. Hal ini penting agar UU ditaati dan berlaku efektif dimasyarakat.3. Landasan yuridis (juridische grondslag)• Landasan yuridis dimaksud meliputi arti formil dan materil. Secara formil adalah landasanyuridis yang memberikan kewenangan (bevogdheid) bagi instansi tertentu untuk membentukperaturan perundang-undangan tertentu. Sedangkan secar materil adalah landasan yuridis untuksegi isi (materi) yang harus diatur dalam dalam suatu peraturan perundang-undangan yangdidasarkan pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya.Contoh : dalam konsideran menimbang (grondslag) dikenal juga dengan istilah konsideranfactual yang berisikan pertimbangan-pertimbangan dan filosofis dan sosiologis. Selanjutnyakonsideran mengingat (rechtgrond) dikenal juga denagan istilah konsideran yuridis berisikandasar-dasar hukum tertinggi dan sederajat yang dipergunakan untuk pijakan legalitas.

LANDASAN PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. Prinsip-Prinsip Peraturan Perundang-Undangan1. Dasar Peraturan Perundang-Undangan Selalu Peraturan Perundang-Undangan• Landasan atau dasar Peraturan Perundang-Undangan secara yuridis selalu PeraturanPerundang-Undangan dan tidak ada hukum lain yang dijadikan dasar yuridis kecuali PeraturanPerundang-Undangan. Dalam menyusun Peraturan Perundang-Undangan harus ada landasanyuridis secara jelas. Walaupun ada hukum lain selain Peraturan Perundang-Undangan namunhanya sebatas dijadikan sebagai bahan dalam menyusun Peraturan Perundang-Undangan.Contoh hukum lain seperti hukum adat, yurisprudensi, dan sebagainya.2. Hanya Peraturan Perundang-Undangan Tertentu Saja yang Dapat Dijadikan Landasan Yuridis• Landasan yuridis penyusunan Peraturan Perundang-Undangan yaitu hanya PeraturanPerundang-Undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi dan terkait langsung denganPeraturan Perundang-Undangan yang akan disusun. Oleh karena itu tidak dimungkinkan suatuPeraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah dijadikan dasar yuridis dalam menyusunPeraturan Perundang-Undangan. Kemudian Peraturan Perundang-Undangan yang tidak terkaitlangsung juga tidak dapat dijadikan dasar yuridis Peraturan Perundang-Undangan.3. Peraturan Perundang-Undangan yang Masih Berlaku Hanya Dapat Dihapus, Dicabut, atauDiubah Oleh Peraturan Perundang-Undangan yang Sederajat atau yang Lebih Tinggi• Dengan prinsip tersebut, maka sangat penting peranan tata urutan atau hirarki Perundang-Undangan dan dengan prinsip tersebut tidak akan mengurangi para pengambil keputusan untukmelakukan penemuan hukum melalui penafsiran (interpretasi), pembangunan hukum maupunpenghalusan hukum terhadap Peraturan Perundang-Undangan.4. Peraturan Perundang-Undangan Baru mengesampingkan Peraturan Perundang-UndanganLama• Apabila terjadi pertentangan antara Peraturan Perundang-Undangan yang sederajat, makayang diberlakukan adalah Peraturan Perundang-Undangan yang terbaru. Dalam prakteknyapada prinsip tersebut temyata tidak mudah diterapkan, karena banyak Peraturan perundang-Undangan yang sederajat saling bertentangan materi muatannya namun malahan sering

Page 9: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 9/26

dilanggar oleh para pihak yang memiliki kepentingan.5. Peraturan Perundang-Undangan yang Lebih Tinggi Mengesampingkan Peraturan Perundang-Undangan yang Lebih Rendah• Apabila terjadi pertentangan antara Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggitingkatannya dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah, maka PeraturanPerundang-Undangan yang lebih tinggi yang diberlakukan, dan Peraturan Perundang-Undanganyang lebih rendah dikesampingkan.6. Peraturan Perundang-Undangan Yang Bersifat Khusus Mengesampingkan PeraturanPerundang-Undangan Yang Bersifat Umum• Apabila terjadi pertentangan antara Peraturan Perundang-Undangan yang bersifat khususdengan Peraturan Perundang-Undangan yang bersifat umum yang sederajat tingkatannya, makayang diberlakukan adalah Peraturan Perundang-Undangan yang bersifat khusus (lex spesialisderogat lex generalis).7. Setiap Jenis Peraturan Perundang-Undangan Materi Muatannya Berbeda• Setiap jenis Peraturan Perundang-Undangan materi muatannya harus saling berbeda satu samalain yang berarti bahwa materi muatan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi(terdahulu) tidak boleh diatur kembali di dalam materi muatan Peraturan Perundang-Undanganyang lebih rendah. Penentuan materi muatan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendahtingkatannya tidak mengalami kesulitan apabila materi muatan tertentu dalam PeraturanPerundang-Undangan yang lebih tinggi tingkatannya jelas-jelas mendelegasikan kepadaPeraturan perundang-Undangan yang lebih rendah.

B. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan1. Asas FormilAsas formil dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yaitu meliputi:a. Kejelasan tujuan, yaitu setiap pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyaitujuan dan manfaat yang jelas untuk apa dibuat;b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga atau organ pembentuk Peraturan Perundang-undangantersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga atau organ yangtidak berwenang;c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu perumusan materi muatan dalam setiapPeraturan Perundang-undangan harus memiliki kesesuaian dengan jenis perundang-undangan;d. Dapat dilaksanakan, yaitu setiap pembentukan Peraturan Perundangundangan harusdidasarkan pada perhitungan bahwa Peraturan Perundangundangan yang dibentuk nantinyadapat berlaku secara efektif di masyarakat karena telah mendapat dukungan baik secara filosofis,yuridis; maupun sosiologis sejak tahap penyusunannya;e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap Peraturan Perundangundangan yang dibentukbenar-benar mempunyai dayaguna dan hasil guna berlaku di dalam masyarakat, berfungsi secaraefektif dalam memberikan ketertiban, ketenteraman, dan kedamaian bagi masyarakat ;f. Kejelasan rumusan, yaitu; bahwa setiap Peraturan Perundang-Undangan harus memenuhipersyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundangundangan, sistematika, dan pilihan kataatau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidakmenimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya;g. Keterbukaan, yaitu tidak adanya muatan materi Peraturan Perundangundangan yangdisembunyikan atau bersifat semu, sehingga dapat menimbulkan berbagai penafsiran dalam

Page 10: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 10/26

praktek/implementasinya.2. Asas materilMateri Peraturan Perundang-undangan mengandung asas:a. Pengayoman, yaitu setiap Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi mengayomi seluruhmasyarakat dan memberikan perlindungan hak asasi manusia yang hakiki;b. Kemanusiaan, yaitu setiap Peraturan Perundang-undangan harus bersifat manusiawi danmenghargai harkat dan martabat manusia serta tidak boleh membebani masyarakat di luarkemampuan masyarakat itu sendiri;c. Kebangsaan, yaitu setiap Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watakbangsa Indonesia yang berasaskan musyawarah dalam mengambil keputusan;d. Kekeluargaan, yaitu setiap Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asasmusyawarah mufakat dalam setiap penyelesaian masalah yang diatur dalam PeraturanPerundang-undangan;e. Kenusantaraan, yaitu setiap Peraturan Perundang-undangan merupakan bagian dari sistemhukum nasional yang berdasarkan Pancasila atau wilayah/daerah tertentu, sesuai dengan jenisPeraturan Perundangundangan tersebut;f. Kebhinnekatunggalikaan, yaitu setiap perencanaan, pembuatan, dan penyusunan serta materimuatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama,suku, dan golongan khususnya yang menyangkut masalah-masalah yang sensitif dalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;g. Keadilan yang merata, yaitu setiap Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkankeadilan bagi setiap warga negara tanpa kecuali;h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu setiap Peraturan Perundang-undangan materi muatannya tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat diskriminatif;i. Ketertiban dan kepastian hukum; yaitu setiap Peraturan Perundangundangan harus dapatmenimbulkan kepastian hukum dan ketertiban dalam masyarakat;j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, yaitu setiap Peraturan Perundang-undangan materimuatannya atau isinya harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antarakepentingan individu dan masyarakat, serta bangsa dan negara.

C. Asas Pemberlakukan Peraturan Perundang-undangan• Secara umum ada beberapa asas atau dasar agar supaya Peraturan Perundangundanganberlaku dengan baik dan efektif, dalam arti bahwa Peraturan Perundang-undangan tersebutberlaku dengan baik (sempurna) dan efektif dalam teknik penyusunannya.• Ada 3 (tiga) asas pemberlakuan Peraturan Perundang-undangan yakni asas yuridis, asasfilosofis, asas sosiologis. Teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan merupakan hal lainyang tidak mempengaruhi keberlakuan Peraturan Perundangundangan, namun menyangkutbaik atau tidaknya rumusan suatu Peraturan Perundang-undangan.• Asas yuridis tersebut sangat penting artinya dalam penyusunan Peraturan Perundang-undangan, yaitu yang berkaitan dengan :1. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat Peraturan perundangundangan, yang berartibahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yangberwenang.2. Keharusan adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan.Ketidaksesuaian jenis tersebut dapat menjadi alasan untuk membatalkan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat.

Page 11: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 11/26

3. Keharusan mengikuti tata cara atau prosedur tertentu. Apabila prosedur/ tata cara tersebuttidak ditaati, maka Peraturan Perundang-undangan tersebut batal demi hukum atau tidak/belummempunyai kekuatan mengikat.4. Keharusan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggitingkatannya.a. Asas filosofis Peraturan Perundang-undangan adalah dasar yang berkaitan dengan dasarfilosofis/ideologi negara, dalam arti bahwa Peraturan Perundang-undangan harusmemperhatikan secara sungguh-sungguh nilainilai (citra hukum) yang terkandung dalamPancasila. Setiap masyarakat mengharapkan agar hukum itu dapat menciptakan keadilan,ketertiban, dan kesejahteraan.b. Asas sosiologis Peraturan Perundang-undangan adalah dasar yang berkaitan dengankondisi/kenyataan yang hidup dalam masyarakat berupa kebutuhan atau tuntutan yangdihadapi oleh masyarakat, kecenderungan dan harapan masyarakat. Oleh karena itu PeraturanPerundang-undangan yang telah dibuat diharapkan dapat diterima oleh masyarakat danmempunyai daya-laku secara efektif. Peraturan Perundang-undangan yang diterima olehmasyarakat secara wajar akan mempunyai daya laku yang efektif dan tidak begitu banyakmemerlukan pengarahan institusional untuk melaksanakannya.c. Soerjono Soekanto-Purnadi Purbacaraka mencatat dua landasan teoritis sebagai dasar sosiologisberlakunya suatu kaidah hukum, yaitu :1. Teori Kekuasaan (Machttheorie) secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena paksaanpenguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh masyarakat;2. Teori Pengakuan, (Annerkenungstheorie). Kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaandari masyarakat tempat hukum itu berlaku

JENIS DAN HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN LEMBAGAPEMBENTUKNYA

1. JENIS HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Tata urutan peraturan perundang-undangan menurut  TAP MPrS No.XX/MPRS/1966 jo TAPMPR No. V/MPR/1973 sebagai berikut :

1. UUD 19452. TAP MPR3. UU/PERPU4. Peraturan Pemerintah5. Keputusan Presiden6. Peraturan pelaksana lainnya yang meliputi Peraturan menteri, instruksi menteri dan lain-lain.

Jenis dan hirarki Peraturan Perundang-Undangan sebelum dikeluarkannya Undang-UndangNomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, diatur dalamKetetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan PeraturanPerundang-Undangan. Berdasarkan TAP MPR tersebut, jenis Peraturan Perundang-Undanganadalah:

1. Undang-Undang Dasar 1945;2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia;

Page 12: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 12/26

3. Undang-undang;4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);5. Peraturan Pemerintah;6. Keputusan Presiden;7. Peraturan Daerah.

Setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, maka jenis dan hirarki PeraturanPerundang-Undangan adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945;2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);3. Peraturan Pemerintah;4. Peraturan Presiden;5. Peraturan Daerah.

Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud diatas meliputi:

1. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersamaGubernur;

2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat DaerahKabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;

3. Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat dengan itu, dibuat oleh Badan Perwakilan Desaatau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.

4. Selain Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang telah disebutkan diatas, dankeberadaanya diakui dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkanoleh Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan yang dikeluarkanoleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia,Menteri, Kepala Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat DaerahPropinsi, Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Selanjutnya setelah berlakunya UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan PeraturanPerUUan, hirarki diatas mengalami perubahan sebagai berikut :1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945;2. Ketetapan MPR  (TAP MPR)3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);4. Peraturan Pemerintah;5. Peraturan Presiden;6. Peraturan Daerah Provinsi, dan7. Peraturan Daerah kabupaten/kota .

Penyebutan jenis Peraturan Perundang-undangan di atas sekaligus merupakan hirarki atautata urutan Peraturan Perundang-undangan. Artinya, suatu Peraturan Perundang-undanganselalu berlaku, bersumber dan berdasar pada Peraturan Perundang-undangan yang lebihtinggi dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada PeraturanPerundang-undangan yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya sampai pada Peraturan

Page 13: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 13/26

Perundang-undangan yang paling tinggi tingkatannya. Konsekuensinya, setiap PeraturanPerundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan PeraturanPerundang-undangan yang lebih stinggi.

Berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai jenis-jenis Peraturan Perundangundangantersebut.

a.   Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia,yang memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.Berdasarkan Ketetapan MPR yang pernah ada yaitu Tap MPRS  XX/MPRS/1966 tentang TataUrutan Peraturan Perundang-undangan dan Tap  MPRS No. III/MPR/2000 tentang SumberHukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan menempatkan Undang-UndangDasar 1945 pada posisi yang  paling tinggi, hal ini disebabkan karena Undang-Undang Dasar1945 merupakan sumber hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia yang memuat dasardan garis besar hukum dalam penyelenggaraan Negara.Hal yang sama juga diterapkan ddalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011  tentangPembentukan Peraturan Perundang-undangan, dimana menempatkan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan jenis Peraturan Perundang-undangan yang tertinggi. Dengan demikian, materi muatan Peraturan Perundang-undanganyang tingkatannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945sebagai hukum dasar tertulisi bagi bangsa Indonesia.

b. Tap MPR

Tap MPR ini merupakan putusan majelis yang yang mempunyai kekuatan hukum mengikat keluar dan ke dalam MPR. Dan memiliki arti penting di bidang hukum. Bentuk Tap MPR inipertama kali keluar pada 1960, yaitu Ketetapan MPRS RI No.1/MPRS/1960 tentang ManifestoPolitik RI sebagai GBHN. Berdasarkan Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 (lampiran) bentuk putusan(peraturan) MPR ini memuat:

a. Garis-garis besar dalam bidang legislatif yang dilaksanakan dengan UU.

b. Garis-garis besar dalam bidang eksekutif yang dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.

Hal ini juga berarti, Ketetapan MPR di satu pihak dapat dilaksanakan dengan KeputusanPresiden.

c. ndang-Undang

Undang-Undang merupakan Peraturan Perundang-Undangan untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 dan TAP MPR. Yang berwenang membuat Undang-Undang adalahDewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden. Ada beberapa kriteria agar suatu masalah diaturdengan Undang-Undang, antara lain sebagai berikut :

1. Undang-Undang dibentuk atas perintah ketentuan Undang-Undang Dasar 1945;2. Undang-Undang dibentuk atas perintah Ketetapan MPR;

Page 14: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 14/26

3. Undang-Undang dibentuk atas perintah ketentuan Undang-Undang terdahulu;4. Undang-Undang dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah dan menambah Undang-

Undang yang sudah ada;5. Undang-Undang dibentuk karena berkaitan dengan hak asasi manusia;6. Undang-Undang dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang

banyak.

d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

Jenis Peraturan Perundang-undangan ini/PERPU setara undang-undang merupakankewenangan Presiden karena pembentukannya tanpa terlebih dahulu meminta persetujuanDewan Perwakilan Rakyat, meskipun pada akhirnya harus diajukan ke Dewan PerwakilanRakyat untuk mendapatkan persetujuan ditetapkan menjadi undang-undang. KewenanganPresiden ini dilakukan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan:

1. Perpu harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.2. Dewan Perwakilan Rakyat dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan

perubahan;3. Jika ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, Perpu tersebut harus dicabut.

Dengan demikian, Perpu hanya dikeluarkan “dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa”.Dalam praktik “hal ikhwal kegentingan yang memaksa” diartikan secara luas, tidak hanyaterbatas pada keadaan yang mengandung suatu kegentingan atau ancaman, tetapi jugakebutuhan atau kepentingan yang dipandang mendesak.Yang berwenang menentukan apakah suatu keadaan dapat dikategorikan sebagai“kegentingan yang memaksa” adalah Presiden.Di samping itu, Perpu berlaku untuk jangka waktu terbatas, yaitu sampai dengan masa sidangDewan Perwakilan Rakyat berikutnya. Terhadap Perpu yang diajukan tersebut, DewanPerwakilan Rakyat juga hanya dapat menyetujui atau menolak saja. Dewan PerwakilanRakyat tidak bisa, misalnya; menyetujui Perpu tersebut dengan melakukan perubahan.

e.  Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang.Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah baru dapat dibentuk apabila sudah ada Undang-Undangnya. Ada beberapa karakteristik Peraturan Pemerintah, yaitu:

Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa ada Undang-Undang induknya.Peraturan Pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana, jika Undang-Undanginduknya tidak mencantumkan sanksi pidana.Peraturan Pemerintah tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan Undang-Undang induknya.Peraturan Pemerintah dapat dibentuk meskipun Undang-Undang yang bersangkutantidak menyebutkan secara tegas, asal Peraturan Pemerintah tersebut untuk melaksanakanUndang-Undang.Tidak ada Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 atauTAP MPR

Page 15: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 15/26

f.  Peraturan Presiden

Peraturan Presiden merupakan Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Presidenberdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Dasar 1945.Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan PeraturanPerundang-Undangan, Peraturan Presiden disebutnya adalah Keputusan Presiden, karenapada waktu itu Keputusan Presiden mempunyai dua sifat, yaitu Keputusan Presiden yangbersifat sebagai pengaturan (regelling) dan Keputusan Presiden yang bersifat menetapkan(beschikking).Namun setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang PembentukanPeraturan Perundang-Undangan, maka Keputusan Presiden yang bersifat menetapkandisebutkan Keputusan Presiden, sedangkan Keputusan Presiden yang bersifat mengaturdisebut Peraturan Presiden.

g. Peraturan Daerah

Peraturan Daerah merupakan Peraturan Perundang-Undangan untuk melaksanakanPeraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dan menampung kondisi khusus daridaerah yang bersangkutan.Yang berwenang membuat Peraturan Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah danKepala Daerah.Peraturan Daerah dibedakan antara Peraturan Daerah Provinsi, yang dibuat oleh DewanPerwakilan Rakyat Daerah Propinsi dan Gubernur serta Peraturan Daerah Kabupaten /Kota,yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan  Bupati /Walikota.Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa Peraturan Daerah dapat merupakan pelaksanaanPeraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi atau dalam rangka pelaksanaan otonomidaerah. Sebagai pelaksanaan dari Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi, makamateri (substansi) Peraturan Daerah seyogyanya tidak bertentangan dengan dan berdasarkanpada Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi (tingkat pusat).Sedangkan untuk Peraturan Daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi, maka substansiPeraturan Daerah tersebut tidak harus berdasarkan pada Peraturan Perundang-Undanganyang lebih tinggi (tingkat pusat), tetapi harus menyesuaikan pada kondisi otonomi(kemampuan) daerah masing-masing.Peraturan Daerah adalah sebangun dengan Undang-Undang, karena itu tata carapembentukannya pun identik seperti tata cara pembentukan Undang-Undang denganpenyesuaian-penyesuaian.Salah satu perbedaan yang terdapat dalam Peraturan Daerah adalah adanya prosedur ataumekanisme pengesahan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggiuntuk materi  (substansi) Peraturan Daerah tertentu, misalnya materi mengenai retribusi.

g. Peraturan Perundang-Undangan Lain

Jenis Peraturan Perundang-Undangan lain sebagaimana yang disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalamPasal 7 ayat (4) antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyatdan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, MahkamahKonstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, atau Komisi

Page 16: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 16/26

yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan RakyatDaerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.Lebih lanjut disebutkan bahwa “hirarki” adalah penjenjangan setiap jenis PeraturanPerundang-Undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan PeraturanPerundang-Undangan yang lebih tinggi.B. LEMBAGA PEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-undangan adalah lembaga yang diberi kekuasaanatau kewenangan untuk membentuk Peraturan Perundangundangan.Sesuai dengan jenis Peraturan Perundang-undangan, Lembaga Pembentuk PeraturanPerundang-undangan terdiri dari:

1. Dewan Perwakilan Rakyat selaku Lembaga Pembentuk undang-undang.2. Presiden selaku Lembaga Pembentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden.3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selaku Lembaga Pembentuk Perda.4. Kepala Daerah selaku lembaga pembentuk Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati dan

Peraturan Walikota.5. Majelis Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Konstitusi, Gubernur BankIndonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga dan Komisi yang setingkat yang dibentuk olehUndang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan RakyatDaerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati,Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Berikut penjelasan lembaga-lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan diatas yaitu :

a.   Lembaga pembentuk undang-undang

Kekuasaan lembaga pembentuk UU diatur dalam UUD RI 45 dan UU No. 10 tahun 2004 pasal1 ayat 3.Sebelum amandemen UUD 45 kekuasaan membentuk UU dirumuskan dalam pasal 5 ayat 1dan pasal 20 ayat 1 serta pasal 21 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut :Pasal 5 ayat 1 “Presiden memegang kekuasaan membentuk UU dgn persetujuan DPR”Pasal 20 ayat 1 “Tiap-tiap UU menghendaki persetujuan DPR”Pasal 21 ayat 1 “Anggota-anggota DPR berhak memajukan rancangan UU”Berdasarkan hal diatas presiden mempunyai kekuasaan membuat UU asal DPRmenyetujuinya. Sedangkan anggota DPR dapat memajukan RUU.Kalau kita menganut prinsip negara hukum yaitu Trias Politica nampaklah jelas bahwakekuasaan membuat UU ada ditangan legislatif (DPR) bukan ditangan eksekutif (Presiden).Dengan demikian jelas UUD 45 pra amandemen yg memberi wewenang membentuk UUkepada Presiden tidak tepat dan menurut saya justru bertentangan dgn prinsip negara hukumdalam rangka menghindari terjadi penyalahgunaan kekuasaan.

Setelah UUD 1945 di amandemen menjadi UUD Negara RI 1945 maka pasal 5, 20, 21 dihapuskansebagai berikut  :

Page 17: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 17/26

Pasal 5 “Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR”Pasal 20 berbunyi :

1)      Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk UU.

2)      Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

3)      Jika RUU itu tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalampersidangan DPR masa itu.

4)      Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU.

5)      Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalamwaktu tiga puluh hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajibdiundangkan.

Pasal 21 (1) “Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU.Pasal 22 D “DPD dapat mengajukan kepada DPR RUU yg berkaiatan dengan otonomi daerah,hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitandengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.Berdasarkan pasal-pasal diatas, maka jelas dulunya kekuasaan membentuk UU ada ditanganPresiden sekarang beralih kekuasaan ada ditangan DPR.Dengan demikian, DPR lah yg berkuasa membentuk UU, sedangkan Presiden hanya berhakmengajukan RUU.Namun demikian kekuasaan tersebut dibatasi karena setiap RUU yang diinisiatifi oleh DPRmaupun presiden harus dibahas dulu dan disetujui bersama DPR dan Presiden.Dengan adanya pembahasan bersama maka kekuasaan DPR dlm membentuk UU dapatdihindari kesewenangan DPR.Selanjutnya setelah RUU tsb disetujui bersama, maka disahkan oleh presiden (Pasal 20 ayat 4)Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalamwaktu tiga puluh hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU danwajib diundangkan (Pasal 20 ayat 5). Contoh Undang-Undang tentang Pembentukan ProvinsiRiau Kepulauan, yang merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat, sudah dibahas dandisetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, namun tidak disahkan olehPresiden, dan setelah batas waktu 30 hari diberlakukan. Disini nampaknya ada nuansapolitiknya.Apapun alasannya hukum adalah produk politik berupa peraturan peraturan perundang-undangan. Untuk itu pengaruh politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan lokal dan global,birokrasi serta kepentingan keseimbangan kekuasaan.Penjelasan: Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Provinsi Riau Kepulauanmerupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat, dan dalam prosesnya terdapat perbedaanpendapat dan pendekatan antara DPR, Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/Kota yangterkait, khususnya Kabupaten Natunayang menolak bergabung menjadi Provisni RiauKepulauan, bahkan memunculkan polemik di daerah dan penolakan dari Gubernur danDPRD Provinsi Riau. Dalam pembahasan di DPR, Pemerintah berpendapat bahwa inisiatifDewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk Provinsi Riau Kepulauan prosesnya tidak

Page 18: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 18/26

mendasarkan atau tidak sesuai dengan tata cara dan persyaratan pembentukan daerahotonom (PP 29/1999), diantaranya tidak ada persetujuan dan usul tertulis dari Gubernur Riaudan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyatberpendapat usulan tersebut sesuai dengan aspirasi masyarakat yang didasarkan usul Bupatidan Walikota terkait bersama DPRDnya, diluar Kabuaten Natuna.Disisi lain, DPR menyatakan bahwa usul pemebentukan Provinsi Riau Kepulauan adalahmerupakan INISIATIF DPR dan sesuai dengan UUD 45 bahwa kekuasaan membentukUndang-Undang ada ditangan DPR, dan ironisnya terbesit penegasan bahwa DPR tidakterikat pada PP 29/1999. Dengan demikian, ada unsur kekuatan politik dan bias pemahamanterhadap kekuasaan membentuk Undang-Undang, dan mempengaruhi proses dan prosedurpembentukan Undang-Undang tentang Pembentukan Provinsi Riau Kepulauan. Denganpengertian lain, pendekatannya mengutamakan kepentingan politis (pemenuhan janji DewanPerwakilan Rakyat kepada masyarakat). Pembahasan berlanjut dengan menghasilkankesepakatan dan persetujuan bersama yang dilakukan berdasarkan kompromi ataubargaining politik yang cenderung mengakomodir kepentingan politik.

b.  Lembaga pembentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)

Disini berkaitan dengan lembaga atau pejabat yg diberi kekuasaan atau kewenanganmenetapkan atau mengeluarkan peraturan sesuai dengan hirarki peraturan perUUanKekuasaan dan kewenangan dalam membentuk Perpu diatur pada pasal 22 ayat 1 UUD RI1945)Bunyi pasal tersebut sebagai berikuti “dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, Presidenberhak menetapkan Perpu (ayat 1).Perpu itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut (ayat 2).Jika tidak mendapat persetujuan maka Perpu itu harus dicabut (ayat 3)Batas waktu pemberlakuan Perpu singkat dan harus diajukan kepada DPR dalam bentuk RUUuntuk dibahas ssuai dengan mekanisme pembahasan RUU. Karena kebutuhan yang sangatmendesak, proses pembahasan di DPR dilakukan sangat cepat, dalam hal ini DPR hanyamenolak dan menerima.Sebagaimana diketahui bahwa syarat adanya Perpu adalah adanya situasi kegentinganmemaksa.Dewasa ini belum ada kriteria atau ukuran baku untuk menetapkan kegentingan memaksaseperti keadaan perang, bencana alam nasional terorisme dan pemberontakan yang berakibatluas dan mengganggu kehidupan rakyat dan keutuhan NKRI.Pengertian kegentingan memaksa sekarang ini tidak jelas dan ditafsirkan sangat luas danpenetapannya dilakukan oleh presiden.Contoh Perpu menjadi UU yaitu Perpu No. 1 tahun 2004 (Perpu pertambangan di hutanlindung) kemudian disahkan menjadi UU No. 19 tahun 2004

c.   Lembaga Pembentun Peraturan Pemerintah

Pasal 5 ayat (2) UUD RI 1945 memberikan kewenangan kepada presiden menetapkan PPuntuk menjalankan UU sebagaimana mestinya.Yang dimaksud dgn sebagaimana mestinya adalah muatan materi yg diatur dlm PP tidakboleh menyimpang dari materi yang diatur dalam UU yg bersangkutan.

Page 19: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 19/26

Dalam kewenangan membentuk PP atas perintah UU presiden tidak memiliki diskresi untukmengatur muatan materi pelaksanaan diluar yg diperintahkan atau mengatur hal-hal yangbaru.Mengingat jangkauan muatan materi Peraturan Pemerintah tidak mungkin mengatur hal-halteknis pelaksanaan yang harus dilaksanakan oleh Presiden di dalam menyelenggarakanpemerintahan, maka sepanjang tidak bertentangan atau tidak mengatur hal-hal baru diluaryang telah ditentukan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dimungkinkan dapatmemberikan perintah atau mendelegasikan materi muatan tertentu yang bersifat teknispelaksanaan untuk diatur dan ditetapkan dengan :Peraturan Presiden atau Peraturan Perundang-undangan lain.Kepada Menteri/ Pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang, dalam rangkapelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan, Peraturan PemerintahJuga dapat memberikan perintah atau mendelegasikan muatan materi tertentu kepadaPemerintahan Daerah, untuk diatur dengan Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah.

d.   Lembaga Pembentuk Peraturan Presiden

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menegaskan bahwa Peraturan Presiden 11 adalah Peraturan Perundang-undanganyang dibuat dan ditetapkan oleh Presiden untuk melaksanakan muatan materi yangdiperintahkan oleh Undang-Undang atau melaksanakan Peraturan Pemerintah. PeraturanPresiden berisi muatan materi yang mengatur pelaksanaan dan/atau mengatur hal-hal teknissebagai penjabaran dari Peraturan Perundangundangan yang memerintahkan.Peraturan Presiden juga dapat memerintahkan atau mendelegasikan muatan materi tertentuyang bersifat teknis operasional kepada Menteri atau pejabat yang diberi wewenang dan/ataukepada Pemerintahan Daerah. Contoh: Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2005 tentang Tata CaraPenyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional, menindaklanjuti atau melaksanakanperintah langsung pasal 16 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.

e.   Lembaga Pembentuk Peraturan Daerah

Perda dibentuk oleh pemerintahan daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerahnya.Hal ini datur dalam Pasal 18 ayat 6 UUD RI 1945Bunyi Pasal tersebut sebagai berikut “pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturandaerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan”Rumusan Pemerintahan Daerah menurut pasal ini membingungkan, karena secara umumpengertian pemerintahan daerah adalah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, bukanlembaga.Nampaknya, perumus Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 memberikanpengertian pemerintahan daerah sama dengan pengertian pemerintahan daerah menurutUndang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu PemerintahanDaerah adalah Dewan Pewakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah.Walapun pengertian pemerintahan daerah menjadi ganjalan, maka solusi untuk mengurangiganjalan dimaksud, pengertian pemerintahan daerah ditegaskan dalam pasal 1 ayat (1)Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa ”PemerintahanDaerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan

Page 20: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 20/26

Perwakilan Rakyat Daerah…”.Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentangPembentukan Peraturan Perundang-undangan, menjelaskan bahwa Peraturan Daerah adalahPeraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah denganpersetujuan bersama Kepala Daerah.Secara eksplisit pasal 1 angka 7 ini menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerahadalah lembaga yang memiliki kekuasaan untuk membentuk Perda.Dengan adanya kalimat dengan persetujuan bersama Kepala Daerah secara implisit mengandungmakna bahwa lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat diartikan memiliki fungsilegislasi yang sebangun dengan fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat RepublikIndonesia.Yang harus dipahami bersama, bahwa pengertian sebangun disini harus dipahami tidakmengandung makna bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah kepanjangan tanganatau memiliki hirarki dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.Dengan demikian dalam proses pembentukan Peraturan Daerah, tahapan proses danprosedurnya dapat dilakukan dengan mempedomani ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tahapan proses dan prosedur pembentukan Undang-Undang

MATERI PERDA :

Diatur ndalam Pasal 12 UU No. 10 tahun 2004.Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, menjelaskan bahwa materi muatanPeraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomidaerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus (khas) daerah, sertapenjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.Pasal 12 tersebut memberikan jawaban bahwa pada hakekatnya Dewan Perwakilan RakyatDaerah melaksanakan fungsi legislasi di tingkat daerah, dan bukan lembaga Legislasisebagaimana konsep pembagian kekuasaan lembaga tinggi negara menurut Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia 1945.Namun demikian, apabila dikaji secara mendalam, tersirat bahwa perumus Undang-UndangNomor 10 Tahun 2004, berkeinginan secara eksplisit memberikan landasan hukum kepadaDewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk memiliki fungsi legislasi (kekuasaan membentukPerda) yang sebangun dengan fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesiadi dalam pembentukan Undang-Undang.Kedudukan dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebenarnya secara eksplisitdirumuskan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, danPeraturan Perundang-undangan lain. Hal  ini dapat dilihat dari :

1)      Pasal 18 ayat (6) dan ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yangdijabarkan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikanlegalitas keberadaan DPRD.

2)      Beberapa pasal yang berkait dengan DPRD dalam Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia 1945, yaitu Pasal 22 A dijabarkan dengan Undang Undang Nomor 10 tahun 2004, danKhusus pasal 22 E ayat (2) dan ayat (3) dijabarkan dengan Undang-Undang Pemilu dan UndangUndang Susduk.

Page 21: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 21/26

f.  Lembaga Pembentuk Peraturan Peraturan perundang-undangan Diluar Hirarki

Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004, menjelaskan bahwa terdapat jenisPeraturan Perundang-undangan lain diluar hirarki Peraturan Perundang-undangansebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukummengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggiPeraturan peraturan perundang-undnagan yang dimaksud sebagai berikut :

1)      Peraturan Majelis Permusyawaratan Rakyat

2)      Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat

3)      Peraturan  Dewan Perwakilan Daerah

4)      Peraturan  Mahkamah Agung,

5)      Peraturan Mahkamah Konstitusi

6)      Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan

7)      Peraturan Gubernur Bank Indonesia,

8)      Peraturan Menteri

9)      Peraturan Kepala Badan

10)  Peraturan Lembaga atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atauPemerintah atas perintah Undang-Undang,

11)  Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi

12)  Peraturan Gubernur

13)  Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,

14)  Peraturan Bupati

15)  Peraturan Walikota,

16)  Peraturan Kepala Desa atau yang setingkat.

PENGUNDANGAN DAN DAYA IKAT SERTA PENYEBARLUASAN

A. Landasan dan tujuan pengundangan

Landasan bagi perlunya pengundangan :Setiap orang dianggap mengetahui UU (teori fictie hukum = een ieder wordt geacht de wet te kennen,nemo ius ignorare consetur= in dubio proreo, latin). Alasannya adalah karena UU dibetuk oleh ataudgn persetujuan wakil2 rakyat maka rakyat dianggap mengetahui UUPengundangan :

Page 22: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 22/26

Ialah pemberitahuan secara formal suatu peraturan negara dgn penempatannya dlm suatupenerbitan resmi yg khusus utk maksud itu sesuai dgn ketentuan yg berlaku.Dengan pengundangan maka :1. Peraturan negara itu telah memenuhi prinsip pemberitahuan formal,2. Peraturan negara itu telah memenuhi ketentuan sbg peraturan negara,3. Prosedur pembentukan yg disyaratkan bagi peraturan negara itu sudah dicukupi4. Peraturan negara itu sudah dpt dikenali (kenbaar) sehingga dengan demikian peraturan

negara tersebut mempunyai kekuatan mengikat.

Tujuan pengundangan :1. Agar secara formal setiap orang dapat dianggap mengenali peraturan negara,2. Agar tidak seorangpun berdalih tidak mengetahuinya,3. Agar ketidak tahuan seseorang akan peraturan hukum tsb tdk memaafkannya.

Pengumuman :Adalah pemberitahuan secara material suatu peraturan negara kpd khalayak ramai dgn tujuanutama mempermaklumkan isi peraturan tsb seluas-luasnya.

Pengumuman dpt dilakukan dgn berbagai cara, dengan menyebarluaskannya, dengan menguar-uarkannya, dan dgn cara lain sbgnya.Tujuan pengumuman adalah agar secara material sebanyak mungkin khlayak ramai mengetahuiperaturan negara tsb dan memahami isi serta maksud yg terkandung ddi dalamnya.

Dalam sejarah perUUan negara RI peralihan istilah “pengumuman” ke “pengundangan” terjadipada sekitar beralihnya negara RIS dengan konstitusi RIS kepada negara Indonesia kesatuandengan UU Dasar Sementara 1950. Lembaran negara tahun 1950 No. 62 yang memuat PP No. 24tahun 1950 yg ditetapkan tanggal 14 Agustus 1950 dan diundangkan tanggal 16 Agustus 1950oleh Menteri Kehakiman Lembaran Negara tahun 1950 No. 63 yg memuat UU Darurat No. 31tahun 1950 yg ditetapkan tanggal 23 Agustus 1950 dan diundangkan tanggal 25 Agustus 1950oleh menteri Kehakiman yang sama Supomo, sudah menggunakan istilah diundangkan.Perubahan istilah tersbeut sudah berlaku sampai sekrang.Begitu juga dengan berlakunya UU No 10 tahun 2004 maka juga menggunakan istilahdiundangkan dan pelaksanaan pengundangan beralih dari Menteri Sekretaris Negara menjadiMenteri yg bertugas dibidang perundang-undangan dan tidak ada lagi mengenal istilahpengumuman

Tempat pengundangan dan jenis peraturan yg diundangkan menurut UU No. 10 atahun 2004 :1. Lembaran negara RI2. Berita Negara RI3. BLembaran Daerah4. Berita Daerah5. Tempat pengundangan (lihat pasal 45)

Tempat pengundangan dan jenis peraturan yg diundangkan :– Dalam Lembaran Negara RI :

Page 23: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 23/26

1. UU/Perpu2. PP3. Perpres mengenai : a) ratifikasi perjanjian internasional, b) keadan bahaya4. Peraturan perUUan lain yg menurut peraturan perUUan yg berlaku harus diundangkan dlm

lebaran negara RI dan peraturan perUUan lain yang menurut peraturan perundang-undanganyg berlaku harus diundangkan dalam Berita Negara RI.

Pasal 46 : Pengundangan dilakukan oleh menteri hukum dan HAM (Pasal 46)Pasal 47 : Tambahan LN memuat penjelasan peraturan perUUan yang dimuat dalam lembarannegara RI, sedangkan tambahan berita negara RI memuat penjelasan peraturan perUUan ygdimuat dalam berita negara

Pasal 49 :•Peraturan perUUan yg dindangkan dlm lembaran daerah adalah Perda•Peraturan Gubernur, peraturan Bupati/Walikota atau peraturan lain dibawahnya dimuat dalamBerita Daerah•Pengundangan Perda dalam lembaran daerah dan berita daerah dilaksanakan oleh sekretarisdaerah•Menurut penjelasan pasal 49 (2) peraturan perUUan yg diundangkan dlm berita daerahmisalnya peraturan nagari, perdes atau peraturan gampong dilingkungan daerah ygbersangkutan.Hubungan pengundangan dan daya ikat :

Dengan adanya pengundangan bagi suatu peraturan perundang-undangan yaitu denganpenempatannya di dalam lembaran negara RI, maka peraturan perundang-undangan tersebutdianggap mempunyai daya laku serta daya ikat bagi setiap ora

Sehubungan dgn masalah pengundangan dan daya ikat tsb dapat dijumpai adanya tiga variasiyaitu :

1. Apabila dl suatu peraturan dinyatakan berlaku pada tanggal diundangkan, maka dlm hal iniperaturan tsb mempunyai daya ikat pada tanggal yang sama dengan tanggalpengundangannya, Contoh, apabila suatu UU diundangkan pd tgl 10 Nop 2006 dandinyatakan berlaku pd tgl diundangkan maka pada tgl 10/11 2006 tsb UU ini mulai berdayalaku serta berdaya ikat (mengikat umum )

2. Berlaku beberapa waktu setelah diundangkanapabila dlm suatu peraturan dinyatakan berlaku beberapa waktu setelah diundangkan makadlm hal ini peraturan tsb mempunyai daya laku pada tgl diundangkan tsb, akan tetapi dayaikatnya setelah tgl yang telah ditentukan tersebut. Contoh apabila suatu UU diundangkan pdtgl 10 Nopember 2006 dan dinyatakan berlaku 30 hari kemudian, maka UU itu mempunyaidaya laku pada sejak tgl 10 Nop 2006 akan tetapi UU tsb baru berdaya ikat (mengikat umum)pada tgl 10 Desember 2006.

3. Berlaku pada tanggal diudangkan dan berlaku surut sampai tanggal yang tertentuApabila suatu peraturan ditentukan demikian, maka hal ini berarti bahwa peraturan tsbmempunyai daya laku sejak tgl diundangkan akan tetapi dalam hal2 tertentu ia mempunyaidaya ikat yg berlaku surut sampai tgl yg ditetapkan tadi.Apabila suatu peraturan tersebut dinyatakan berlaku surut maka ketentuan saat/waktu

Page 24: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 24/26

berlaku surutnya peraturan tsb hrs dinyatakan secara tepat/pasti, misalnya berlaku surutsampai dgn tgl 1 Januari 2006, oleh karena ini berhubungan erat dgn adanya kepastianhukum. Contoh : Apabila suatu UU diundangkan pd tgl 10 Nop 2006 dan dinyatakan berlakupd tgl diundangkan serta dinyatakan berlaku surut sampai pd tgl 1 Januari 2006 maka UU tsbmempunyai daya laku dan daya ikat mulai tgl 10 Nop 2006 tsb serta berlaku surut sampai dgntgl 1 Januari 2006.

Proses pengundangan peraturan perUUan menurut Perpres No 1 tahun 2007

1. Naskah UU yg telah disahkan Presiden disampaikan oleh menteri sekretaris negara kepadamenteri utk diundangkan dlm LN RI

2. Naskah Perpu dan PP yg telah ditetapkanoleh presiden disampaikan oleh menteri sekretarisnegara kpd menteri utk diundangkan dlm LNRI

3. Naskah Perpres yg telah ditetapkan Presiden disampaikan oleh sekretaris kabinet kepadamenteri utk diundangkan dlm LNRI

4. Naskah peraturan perUUan lainnya yg telah ditetapkan oleh pimpinan lembaga (Psl 46 ayat 1)disampaikan kpd menteri utk diundangkan dlm LN RI

5. Menteri yg tugas dasn tanggungnya dibidang perUUan (Menkumham) kemudian akanmembubuhkan tanda tangan pd naskah UU, Perpu, PP, Perpres serta peraturan lembaga tsbdan menempatkannya dlm LNRI dgn membubuhkan nomor dan tahunnya sertamenempatkan penjelasannya serta nomor dlm tambahan LN

6. Naskah peraturan menteri/pimpinan lembaga pemerintah non departemen  dan perundanglainnya yg telah ditetapkan diberi nomor dan tahunnya disampaikan kpd menteri utkselanjutnya diundangkan dgn penempatannya dlm berita negara RI. Slide 16

Penyebarluasan peraturan perUUan menurut UU No. 10 tahun 20041. Diatur dlm Pasal 51 berbunyi pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan perUUan yg telah

diundangkan dlm LN RI atau Berita Negara2. Selanjutnya dlm penjelasan pasal 51 berbunyi, “yg dimaksud dgn menyebarluaskan adalah

agar khlayak ramai mengetahui peraturan perundang-undnagan tsb danmengerti/memahami isi serta maksud yg terkandung didalamnya, misalnya dilakukan dgnmelalui media elektronik, Televisi, radio dan media cetak

3. Didaerah (Perda) dilakukan oleh pemda baik yg sdh diundangkan dlm Lembaran daerahmaupun berita daera

Penyebarluasan peraturan perUUan menurut Perpres No. 1 tahun 20071. Diatur dlm pasal 29 berbunyi “pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan perUUan yg

telah diundangkan dlm LN RI dan dalam berita negara RI, sedangkan pemda wajibmenyebarluaskan peraturan perUUan yg telah diundangkan dlm LD dan peraturandibawahnya yg telah diundangkan dlm berita daerah.

2. Misalnya dilakukan dgn melalui media elektronik, Televisi, radio dan media cetak.

Blog di WordPress.com. Tema Spring Loaded.

Page 25: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 25/26

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Page 26: Bahan Kuliah Legal Drafting

12/29/2015 Legal Drafting | Tiar Ramon, SH. MH

https://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/legal-drafting/ 26/26

••••••


Recommended