Date post: | 08-Jul-2016 |
Category: |
Documents |
Upload: | rosalina-suhanda |
View: | 241 times |
Download: | 9 times |
BLADDER & BOWEL TRAINING
Winda Yuniarsih
Fisiologi Miksi Kontrol persyarafan Kontinensia & miksi diatur ditingkat : • Serebral (korteks & batang otak)• Spinal• Perifer (otonom & somatik) Bekerja saling berkitan
Fungsi Traktur Urinarius Bawah
Vesika Urinaria
Medulla Spinalis sakral
Medulla Spinalis
Pusat Kontrol Kandung kemih Serebral
Persyarafan Bladder
Faktor yg mempengaruhi produksi urine : • Intake cairan• Hormon• Saraf sensori perkemihan• Kondisi sehat sakit• Tingkat aktifitas• Pola BAK kebiasaan, usia, obat-obatan,
makanan & minuman yg dikomsumsi
Pengkajian
• Riwayat spesifik medis, diagnostik, genitourinaria & pengunaan obat-obatan
• Eksplorasi gejala, frekwensi, durasi • Penilaian kemampuan fungsional (ADLs)• Pola pemasukan cairan • Penilaian mobilitas & lingkungan sosial
Pemeriksaan fisik meliputi : 1.Evaluasi neurologis2.Pemeriksaan status mental3.Pemeriksaan abdoment bagian bawah ; pasien
berbaring terlentang, inspeksi = jika volume < 500cc, tdk ditemukan adanya tonjolan
4.Perkusi ; dimulai dr area umbilikus hingga simpisis pubis, jika perkusi terdengar dulness, menandakan adanya distensi. Bladder ultrasound mendeteksi adanya distensi
5. Palpasi : dr area umbilikus hingga simfisis, menggunakan ujung jari, rasakan tepi atas kandung kemih, jika volume > 150cc, vesika akan terasa lunak & bulat
6. Test penekanan akibat batuk adakah inkontinensia akibat stress
7. Estimasi volume residu setelah pengosongan < 50cc normal, 100-200cc dianggap pengosongan vesika urinaria tdk sempurna
Pemeriksaan penunjang
• Urinalisa & kultur menyingkirkan kemungkinan hematuri, tumor, glukosuria, dll
• Test lanjutan sistoskopi, test urodynamik & citometry
Inkontinensia urine
• Adalah kondisi dimana seseorang kehilangan kemampuan untuk dapat berkemih secara sadar
• Keinginan yg kuat utk BAK, panik mencari toilet, ketakutan tidak mampu menemukanny pada waktu yg tepat
Membatasi & mengganggu kehidupan sehari- hari, memyebabkan perasaan malu, cemas, takut, frustasi & depresi yg berat
Jenis Inkontinensia Urine 1. Urge incontinensia urine tidak mampu
menahan BAK2. Stress incontinensia urine pengeluaran urine
dalam jumlah kecil secara tiba2 akibat peningkatan tekanan intra abdoment
3. Overflow incontinensia urine pengeluaran urine dalam jumlah kecil, terus menerus
4. Total incontinensia urine kontrol berkemih hilang, sehingga urine keluar terus menerus, atau sebaliknya tidk dalap mengeluarkan urine sehingga terjadi retensi
Gejala
1. Frekwensi : lebih dr 8x dlm 24 jam2. Nokturia : terbangun > 1x utk berkemih3. Urgensi : keinginan yg kuat utk berkemih
walaupun vesika belum terisi penuh4. Urge inkontinensia : dorongan yg kuat utk
BAK, tdk tertahankan mengompol
Management Inkontinensia Tergantung Pada : 1.Derajat kesulitan pasien dan atau orang ug
merawat2.Motivasi3.Tingkat kerjasama / kepatuhan4.Prognosis secara keseluruhan, termasuk usia
harapan hidup
Tatalaksana
A. Konservatif a) Terapi perilaku 1. Catatan harian kandung kemih (bladder diary)2. Bladder re-Training / micturition training3. Training kebiasaan4. Miksi terjadwal (timed voiding)5. Miksi atas perintah (promted voiding)
Bladder re-training Adalah upaya mengembalikan pola BAK dng
menghambat atau merangsang keinginan BAK pada pasien yg secara kognitif siap .
Tujuan : 1.Memperbaiki kontrol bladder & mencapai pola
berkemih normal2.Memperpanjang jarak miksi, kapasitas bladder &
mengurangi episode ngompol3.Pasien harus mampu menahan miksi sampai ketoilet
Menekan desakan kuat utk miksi : 1.Tetap duduk, silangkan kedua kaki2.Kontraksi otot dasar panggul training otot
dasar panggul (kagel’s exercise)3.Tunggu sampai desakan kuat4.Menurun / menghilang5.Baru ke toilet
Miksi Terjadwal (timed voiding)
• Merupakan training terjadwal utk pasien dng gangguan kognisi
• Merupakan program BAK dng interval waktu tetap (tiap 2 jam) Dikembangkan utk pasien yg tdk dapat miksi secara mandiri
• Dasar : pengosongan bladder secara teratur sebelum melebihi kapasitas bladder
Tehnik Miksi Terjadwal1. Pasien yg menggunakan kateter/kondom, dng
mengklem aliran keurine bag2. buat jadwal berkemih : pagi hari, tiap 2 jam
pada siang & sore hari, tiap 4 jam pd malam hari & sebelum tidur malam
• Intake cairan 30 menit sebelum waktu berkemih• Membatasi minum (150 – 200cc) setelah makan
malam
Miksi Atas Perintah (Prompted voiding) • Merupakan training pasif utk pasien dng
gangguan kognisi, gangguan mobilitas, diperlukan pendampingan utk mengantar pasien ketoilet
• Mendorong secara verbal & penguatan positif• Merujuk pada program edukasi caregiver
dikombinasi dng program miksi terjadwal• Pasien hrs dibawa ketoilet sebelum terjadi
urgensi yg tdk dpt dikontrol
Miksi Atas Perintah
Instruksi kepada pasien mencakup :1.Kosongkan kandung kemioh pada waktu yg
terjadwal 2.Aspek penting adalah inisiasi miksi yg
volunter, bukan jumlah miksi3.Menghindari kekamar mandi antara waktu yg
terjadwal, menekan desakan pada waktu yg lain
4.Jangan malu bila gagal
Prediksi keberhasilan miksi atas perintah 1.Respon pasien terhadap percobaan (+)2.Kapasitas bladder normal3.Mengenal keinginan utk miksi 4. Inkontinensia awal < dr 4x dalam 12 jam5.Volume miksi maksimum > 150cc6.Sisa urine setelah miksi < 100cc7.Mampu utk miksi tuntas setelah diberikan
bantuan
Proses Defekasi
Tabel 1. Definisi Konstipasi sesuai International Workshop on Constipation
No Tipe Kriteria
1 Konstipasi Fungsional
Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan :1.mengedan keras 25% dari BAB2.feses yang keras 25% dari BAB3.rasa tidak tuntas 25% dari BAB4.BAB kurang dari 2 kali per minggu
2 Penundaan pada muara rectum
1. hambatan pada anus lebih dari 25% BAB
2. waktu untuk BAB lebih lama3. perlu bantuan jari-jari untuk
mengeluarkan feses
Skala pengukuran dari Bristol Stool Chart Menunjukkan tingkat konstipasi : 1 (konstipasi kronis), 2 (konstipasi sedang) dan 3 (konstipasi ringan)
Manifistasi klinis konstipasi• Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB• mengejan keras saat BAB• Massa feses yang keras dan sulit keluar• Perasaan tidak tuntas saat BAB• Sakit pada daerah rektum saat BAB• Rasa sakit pada perut saat BAB• Adanya perembesen feses cair pada pakaian dalam• Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses• Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan informasi tentang :
• Tonus rektum• Tonus dan kekuatan sfingter• Kekuatan otot pubo-rektalis dan otot-otot dasar
pelvis• Adakah timbunan massa feses• Adakah massa lain (misalnya hemoroid)• Adakah darah• Adakah perlukaan di anus
Tatalaksana
• Latihan usus besar• Diet• Olahraga
PENGELUARAN FESES SECARA MANUAL
Kapan pengeluaran feses secara manual dapat dilakukan (Royal college of nursing,2006):
• ketika metode pengeluaran feses/ BAB yang lain gagal atau tidak sesuai.
• Tejadi fecal impaksi yaitu: kumpulan feses yang mengeras dalam rectum atau sigmoid
• Ketidak mampuan untuk defekasi• Teknik buang air besar yang lain gagal• Terdapat neurogenic bowel dysfunction
Perhatian penting :• Nadi saat istirahat sebelum prosedur• Nadi selama prosedur• Monitor tensi sebelum, selama dan setelah prosedur. Tensi
pada garis batas dapat dijadikan pembanding• Tanda dan gejala disrefleksia otonom yg terjadi pada pasien
SCI : nyeri kepala, flushing, keringat dingin, hipertensi.• Distress, nyeri dan tidak nyaman• Bleeding• Kolaps• Konsistensi feses
Prosedur tindakan : evakuasi feses
Persiapan alat:• Sarung tangan bersih• Pelumas• Badpan• Sabun• Air• Alas karet• Lap mandi
Langkah-langkah• Mencuci tangan• Menjelaskan manifestasi dan timbulnya impaksi feses, tujuan
tindakan, dan efek pada rectal jika dirangsang berlebihan.• Menyiapkan klien sesuai prosedur, mengukur denyut nadi,
dan menjelaskan prosedur terutama rasa tidak nyaman karena manipulasi rectum
• Mengatur posisi klien miring kekiri dengan kaki kanan fleksi• Menyelimuti klien dari pinggang kebawah• Memasang pengalas pada bokong
• Meletakkan bedpan pada tempat yang memudahkan kerja (disamping pasien)
• Memakai sarung tangan dan member pelumas pada jari telunjuk dan jari tengah.
• Memasukkan jari ke rectum dan mendorong perlahan kedinding rectum sampai teraba feses
• Melepaskan feses dari dinding rectum dengan gerakan melingkar, disekitarnya dan memasukkan jari ke feses untuk memecah feses.
• Menarik feses ke anus dan meletakkannya ke bedpan sedikit demi sedikit.
• Mengobservasi irama jantung, perdarahan, rasa nyeri dan kelelahan pada klien ( nafas pendek, berkeringat)secara periodic selama prosedur berlangsung dan berikan istirahat bila sebelum prosedur dilanjutkan.
• Merangsang sfingter rectum dengan gerakan melingkar satu atau dua kali
• Bila langkah 13 tidak berhasil, memasukkan jari tengah dan telunjuk dan membuat gerakkan menggunting untuk memisahkan feses, menggunakan langah 11 dan 13 sampai semua masa feses dikeluarkan
• Membersihkan dan mengeringkan daerah rectum sehingga klien merasa nyaman untuk beristirahat.
• Mengamati isi bedpan, • Mencucu tangan• Mendokumentasikan warna, konsistensi, bau feses dan
respon klien dalam catatan klien