+ All Categories
Home > Documents > Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

Date post: 30-Jul-2015
Category:
Upload: komahiumy
View: 75 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Description:
Buletin International Relations News Digital Edisi 32 mengkaji permasalahan Human Trafficking yang terus menerus mengalami modernisasi, hingga seringkali kita sulit mengidentifikasinya, temukan analisis Human Trafficking di Abad 21 dalam buletin ini. Buletin ini diterbitkan oleh Divisi Pers Mahasiswa KOMAHI UMY. site: komahi.umy.ac.id | e-mail: [email protected].
Popular Tags:
15
International Relations News Buletin Edisi 32 / 19 April 2012-18 Juni 2012 Digital diterbitkan oleh: Divisi Pers Mahasiswa Korps Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta site: komahi.umy.ac.id | e-mail: [email protected] Human Trafficking di Abad 21
Transcript
Page 1: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

International Relations News Buletin

Edisi 32 / 19 April 2012-18 Juni 2012

Digital

diterbitkan oleh:

Divisi Pers Mahasiswa

Korps Mahasiswa Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

site: komahi.umy.ac.id | e-mail: [email protected]

Human Trafficking di Abad 21

Page 2: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

Daftar Isi

@ 4 Fokus I

Human Trafficking dan Pergeseran

Makna pada Abad ke 21

@ 5 Fokus II

Ratifikasi pemerintah Indonesia

terhadap UN Trafficking Protocol

@ 6 Fokus III

Human Trafficking Praktek Jahiliyah

di Era Globalisasi

@ 8 Fokus IV

Perbudakan dalam Islam

\

@ 9 Profil

Elly Anita: Pejuang Para TKI

@ 11 Reportase

IR-Art of Challenges

@ 13 Galeri

IR-Art of Challenges

@ 14 Sikap

Tindak Tegas Pelaku

Human Trafficking

@ 15 Komentar Mahasiswa

Bagaimana solusi atau tindakan

pencegahan untuk menghentikan

Human Trafficking ?!

HIGHLIGHT

International Relations

Art of Challenges

REPORTASE

Hal. 11

Page 3: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

Buletin IRN Digital ini

diterbitkan oleh Divisi Pers Mahasiswa

Korps Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Penasehat:

Ali Muhammad, MA., Ph.D.

Penanggung Jawab Umum: Anis Abdillah

Pimpinan Umum:

Ibda Fikrina Abda

Pimpinan Redaksi: Achmad Zulfikar

Reporter:

Aditya Maulana Hasymi Deansa Sonia Hefranesa

M. Nizar Sohyb Novita Permata Aji

Novi Rizka A. Indra Jaya Wiranata M. Faldi Baskoro H.

Editor:

Mira Dewi

Layout:

Reynita Hutami Adiningsih

Sirkulasi dan Iklan: Lutfi Maulana Hakim

Sutrisno Triantoro Rahmadani Rahmi

Ragil Risky Rachman

Alamat Redaksi: Sekretariat KOMAHI UMY

Gedung Ki Bagus Hadikusumo Lt. 2 UMY

Ringroad Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul,

Yogyakarta, 55183

Beranda Redaksi Assalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh

Wassalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, buletin edisi ke-32 telah terbit

atas partisipasi aktif dari tim keredaksian Buletin

IRN Digital dan kontribusi mahasiswa Hubungan

Internasional UMY dalam tulisan-tulisannya di

dalam buletin ini.

Namun sebelum berbicara lebih jauh, tentunya

hal ini tidak bisa terwujud tanpa ridha dari Allah

SWT yang senantiasa memberikan kita nikmat

sehat, dan nikmat ilmu sehingga kita bisa men-

jalani aktivitas kita sehari-hari. Tak lupa juga kita

mengirimkan shalawat serta salam kepada junjun-

gan kita nabi Muhammad SAW.

Buletin IRN kali ini merupakan edisi kedua

yang kami terbitkan secara digital, sesuai dengan

niat tulus kami bahwa penggunaan kertas harus

diminimalisir, semoga niat kami ini tidak mengu-

rangi antusiasme pembaca sekalian. Di samping

itu, harapan kami, buletin IRN Digital ini dapat

dinikmati oleh penikmat HI dari seluruh Indone-

sia.

Tema Buletin IRN Digital edisi 32 ini adalah

“Human Trafficking di Abad 21”. Tema ini su-

dah merupakan pembicaraan umum di kalangan

intelektual HI, namun secara bahasan di ranah

mahasiswa masih sangat tabu untuk dibicarakan.

Human Trafficking dahulu dan kini mengalami

perluasan definisi, dahulu Human Trafficking hanya terkait dengan perbudakan, namun seiring

perkembangan zaman, Human Trafficking sudah

tersedia dalam berbagai jenis seperti pengiriman

tenaga kerja ke luar negeri, maupun penjualan or-

gan tubuh.

Dalam buletin ini akan dibahas lebih jauh men-

genai pergeseran makna yang terjadi, seiring den-

gan mengarahnya kita ke era Globalisasi. Di samping itu, buletin ini juga mengkaji hal-hal ter-

kait hubungan Human Trafficking dalam perspek-

tif Islam sebagai sebuah kajian yang menarik bagi

kaum intelektual HI di kampus Universitas Mu-

hammadiyah Yogyakarta.

Harapan kami dari penerbitan buletin ini men-

jadi sarana bagi anda untuk menambah wawasan serta mengembangkan intelektualitasan dalam

mengkritisi isu-isu yang terjadi di ranah Hubun-

gan Internasional. Demikian pengantar dari Re-

daksi, semoga ilmu yang di dapatkan dapat diap-

likasikan secara nyata di masyarakat.

Page 4: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

FOKUS I

Seperti yang kita ketahui

bersama bahwa dalam ranah

Hubungan Internasional,

masalah Human Trafficking

menjadi masalah yang

mendapatkan perhatian khusus.

Peristiwa ini menjadi semakin

aktual karena kejadianya yang

melibatkan banyak pihak. Perlu

di garis bawahi juga bahwa

masalah ini, Human

Trafficking, terjadi melewati batas-batas negara tau

dalam istilah HI di sebut dengan “across border”.

Transaksi yang terjadi antar negara yang membuat

masalah ini menjadi perhatian bersama. Dewasa ini

memasuki abad 21 ternyata banyak di bahas bahwa

makna dari Human Trafficking itu sendiri mulai

bergeser seiring zaman yang memasuki era

globalisasi. Untuk mengetahui lebih dalam tentang

pergeseran makna dari Human Trafficking di abad 21

ini, Pers Mahasiswa Korps Mahasiswa Hubungan

Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

berkesempatan untuk mengupas lebih dalam bersama

salah satu dosen Jurusan Hubungan Internasional

Univ Muhammadiyah Yogyakarta Bapak Ade Marup

Wirasenjaya, S.IP, MA. Berikut hasil penuturan

beliau menanggapi tentang adanya pergeseran makna

dari Human Trafficking pada Abad 21.

Bapak Ade Marup Wirasenjaya, S.IP, MA

menuturkan bahwa Human Trafficking pada dasarnya

adalah sebuah fenomena yang berfokus pada

perdagangan manusia. Perdagangan di sini bukan

hanya fisik manusia saja tapi juga meliputi tenaga,

identitas bahkan organ tubuh. Sebelum beranjak pada

abad 21, Human Traffcking berada pada istilah

purba, yaitu adanya manusia belian pada masa

Romawi kuno. Human Trafficking pada prakteknya

melibatkan banyak korporasi sehingga melewati batas

-batas atau “across border”. Istilah Human

Trafficking sebenarnya hanya membuat istilah human

trafficking menjadi lebih kompleks. Pada zaman

Romawi Kuno istilah Human Trafficking lebih

dikenal sebagai perbudakan atau “Slavery”.

Globalisasi yang membuat cara pandang

manusia terhadap hal yang menyangkut “Human

Trafficking” berubah pada dewasa ini. Fenomena

globalisasi meciptakan sebuah “New Social Habitus”

atau lebih dikenal dengan perilaku yang ingin meniru

sesama manusia yang di bentuk oleh mode. Sehingga

bisa dikatakan bahwa Human Trafficking adalah

tragedi paling mengerikan dalam era globalisasi

seperti saat ini. Karena kemiskinan, globalisasi

melahirkan bentuk-bentuk baru perbudakan serta ada

korporasi yang ingin mencari keuntungan dengan cara

mengorbankan aspek-aspek kemanusiaan yang mejadi

faktor Human Trafficking bisa berkembang serta

mencuat menjadi permasalahan bersama di abad 21.

Human Trafficking mengkombinasikan globalisasi

dan kapitalis yang kembali pada zaman purba yang

bermain pada tatanan yang lebih canggih. Maka

dalam perkembanganya timbul sebuah istilah baru

“Sophisticated Slavery” yang berarti perbudakan yang

mengalami pencanggihan.

Menurut beliau problem Human Trafficking

adalah masalah utama yang menjangkiti negara

berkembang termasuk Indonesia. di Indonesia sendiri

banyak LSM yang sangat fokus untuk terus

menyuarakan isu Human Trafficking seperti: Migrant

Care.

Kenapa masalah Human Trafficking tumbuh di

negara berkembang?. Hal ini dikarenakan adanya krisis

ekonomi yang menjadi pemicu maka Human

Trafficking bisa timbul. Apabila Human Trafficking

diuraikan maka akan terbagi menjadi 3 hal. Yang

pertama yaitu Industri yang membutuhkan buruh

murah. Global tourism juga terkait akan hal Human

Traffcking dan yang ketiga yang amat penting adalah

terkait dengan Human Security, adanya manusia yang

di jadikan komoditas baru oleh berbagai pihak.

Di akhir wawancara, bapak Adde mengatakan

bahwa kita sebagai mahasiswa HI beruntung karena

lebih dahulu mengenal masalah Human Trafficking ini

lebih dulu dibandingkan dengan jurusan lain. Masalah

Human Trafficking ini sudah melampaui keilmuan

Hubungan Internasional tetapi sudah menjadi masalah

bersama. Di perlukan adanya kepekaan dari kita

sebagai mahasiswa Hubungan internasional bahwa

globalisasi sendiri memiliki sisi gelap pada

perjalanannya di abad ke 21 yaitu Human Trafficking.

(Reporter: Aditya Maulana Hasymi)

Buletin IRN Digital Edisi 32 | 4

Human Trafficking dan Pergeseran Makna pada Abad ke 21 Wawancara bersama: Adde Marup Wirasenjaya, S.IP., M.A. (Dosen HI UMY)

Page 5: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

FOKUS II

“Perdagangan anak yang terjadi

selama periode 2007 sampai

2011 mencapai 1000 jiwa”.

Pernyataan ini disampaikan

oleh Mantan Menteri Kesehatan

(Menkes) Alm. Endang Rahayu

Sedyaningsih. Fakta tersebut

menunjukan bahwa

perdagangan anak masih

menjadi mimpi buruk bagi

Indonesia. Menteri kesehatan

menambahkan, kejahatan dalam perdagangan anak

tidak hanya terjadi padda perempuan, bahkan laki-laki

pun menjadi korban. Ada 10 daerah yang rawan

terhadap kasus “trafficking”, baik sebagai kota

pengirim, transit , maupun tujuan, yakni Sumatera

Utara, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

NTT, NTB, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara

diduga kejahatan semacam ini adalah kejahatan

terstruktur yang melibatkan banyak pihak.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab

mengapa perdagangan manusia khususnya perdagangan

anak di Indonesia bisa terjadi. Pertama adalah segi

ekonomi, kondisi perekonomian yang tidak stabil

menuntut seseorang untuk mencari penghasilan yang

lebih baik khususnya bagi yang bertempat didaerah

tertinggal. Banyak anak yang tidak mendapatkan

perlindungan orang tuanya akibat ditinggal bekerja. Hal

ini jelas memicu terjadinya kejahatan terhadap anak.

Kedua adalah faktor sosial, di zaman globalisasi

seperti sekarang ini, banyak orang yang melihat bahwa

gaya hidup orang barat adalahh gaya hidup yang

mapan. Muncullah gengsi yang menyebabkan

munculnya keinginan untuk mendapatkan uang dalam

jumlah yang banyak dengan cara cepat, bahkan rela

untuk menjual anak. Ketiga adalah faktor ekologis.

Indonesia adalah negara yang padat penduduknya.

Ketika satu daerah telah padat penduduknya, keadaan

tersebut menuntut terjadinya migrasi untuk mencari

kehidupan yang lebih baik. Untuk mendapatkan

kehidupan yang lebih baik, apapun mereka lakukan

meskipun harus bekerja secara illegal yaitu dengan

memperkerjakan anak atau menjual anak sendiri.

Melihat kenyataan seperti itu, pemerintah dituntut

untuk segera menuntaskan kejahatan perdagangan

manusia, salah satunya adalah meratifikasi “UN

Trafficking Protocol”. Sebelumnya Indonseia sudah

mempunyai beberapa undang-undang tentang

perlindungan anak dan pemberantasan tindak kejahatan

perdagangan manusia yaitu :

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4720);

Namun, yuridiksi hukum undang-undang tersebut

hanya tingkat nasional. Karena itu, diperlukan juga

ratifikasi UN Trafficking Protocol agar Indonesia bisa

menyelesaikan kasus semacam itu dalam tingkat

internasional. Dengan aturan baru berbentuk undang-

undang, maka negara penerima trafficking sesuai

protocol PBB memiliki kewajiban mengembalikan

korban trafficking.

Ratifikasi menurut konsepsi hukum perjanjian

internasional, diartikan sebagai tindakan “konfirmasi”

dari suatu negara terhadap perbuatan hukum dari

pejabatnya yang telah menandatangani suatu perjanjian

sebagai tanda persetujuan untuk terlibat pada perjanjian

tersebut. Beberapa pertimbangan betapa pentingnya

meratifikasi “UN Trafficking Protocol”.

Pertama, bahwa manusia memiliki hak untuk

hidup terbebas dari bentuk kejahatan apapun. Kedua,

perlu adanya tindakan pencegahan dan pemberantasan

tindak pidana perdagangan orang serta perlindungan

dan rehabilitasi korban perlu dilakukan dalam tingkat

nasional, regional dan internasional. Ketiga, dengan

meratifikasi protocol tersebut, Indonesia telah ikut

dalam ketertiban dunia.

Indonesia, sebagai negara anggota Perserikatan

Bangsa-Bangsa, turut menandatangani instrumen

hukum internasional yang secara khusus mengatur

upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

transnasional, yakni: United Nations Convention

Against Transnational Organized Crime (Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana

Transnasional yang Terorganisasi) pada tanggal 15

Desember 2000 di Palermo, Italia beserta dua

protokolnya, Protocol to Prevent, Suppress and Punish

Trafficking in Persons, Especially Women and Children

(Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan

Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan

dan Anak-Anak) dan ....

Buletin IRN Digital Edisi 32 | 5

Ratifikasi pemerintah Indonesia terhadap UN Trafficking Protocol Oleh: Anis Abdillah (Mahasiswa HI UMY 2009, Ketua Umum KOMAHI 2011-2012)

Page 6: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

.... Protocol against

the Smuggling of

Migrants by Land, Sea

and Air,

Supplementing the

United Nations

Convention against

Transnational

Organized Crime

(Protokol Menentang

Penyelundupan

Migran melalui Darat,

Laut, dan Udara,

Melengkapi Konvensi

Perserikatan Bangsa-

Bangsa Menentang

Tindak Pidana

Transnasional yang

Terorganisasi) sebagai

perwujudan komitmen Indonesia dalam mencegah dan

memberantas tindak pidana transnasional yang

terorganisasi, termasuk tindak pidana penyelundupan

migran.

Meskipun demikian, Indonesia perlu melakukan

deklarasi terhadap suatu undang-undang dengan

mempertimbangkan ketentuan hukum nasional dan

prinsip kedaulatan dan keutuhan Negara.

Pada tahun 2009, Indonesia telah Mengesahkan

Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking

in Persons, Especially Women and Children,

Supplementing the United Nations Convention against

Transnational Organized Crime (Protokol untuk

Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan

Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak,

Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Menentang Tindak Pidana Transnasional yang

Terorganisasi). Protokol ini berlaku mulai tanggal 5

Maret 2009 yang disahkan langsung oleh presiden

Indonesia, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono.

Sangat diharapkan setelah meratifikasi protocol

tersebut, Indonesia bisa terbebas dari tindak kejahatan

perdagangan manusia. Dengan meningkatnya

kerjasama internasional, regional, dan bilateral juga

sangat diharapkan cepatnya penyelesaian kasus

tersebut. Pemerintah dituntut untuk benar-benar

memberantas kejahatan perdagangan manusia. Manusia

memiliki harkat dan martabat yang tinggi. Sangat tidak

pantas jika manusia menjadi objek perdagangan. (*)

Buletin IRN Digital Edisi 32 | 6

UN Trafficking Protocol

(source: ec.europa.eu)

FOKUS III

Pada masa ini penduduk dunia

sudah mencapai angka 7 miliar

yang menggambarkan tingginya

angka pertumbuhan masyarakat

dunia, hal tersebut tidak selalu

memberikan dampak yang positif

bagi kemanusiaan. Tentunya

pertumbuhan penduduk tersebut

tidak secara merata terjadi di

semua negara di dunia, dimana

ada Negara yang jumlah penduduknya tinggi dan

sebaliknya. Adanya ketimpangan jumlah penduduk

negara-negara di dunia tentu hal ini menyisakan

permasalahan kemanusiaan yang menjadi isu serius di

dunia saat ini. Fenomena globalisasi yang sudah tidak

bisa di hindari lagi saat ini memungkinkan setiap orang

dapat melakukan migrasi dari satu negara ke negara

yang lain dengan mudah, setiap orang bisa melancong

dan bekerja di manapun mereka mau namun hal

tersebut tidak selalu berjalan dengan mulus dan

menimbulkan suatu ironi sosial dan kemanusiaan

seperti human trafficking.

Human Trafficking merupakan sebuah istilah

yang digunakan untuk menyebut perdagangan manusia

dengan berbagai tujuan dan hampir tidak ada

perbedaannya dengan perbudakan yang telah ada sejak

zaman jahiliyah, kejahatan human trafficking

cenderung dialami oleh perempuan dan anak-anak.

Mereka menjadi sasaran empuk kejahatan ini karena

mereka cenderung “lemah” sehingga mudah untuk di

perdaya. Kebanyakan modus human trafficking

dilakukan antar negara, lebih jelasnya ialah korban

kejahatan ini “dijual” ke luar negeri untuk berbagai

kepentingan mulai dari buruh hingga di ekploitasi

secara seksual oleh karena itu kejahatan ini dapat

digolongkan ke dalam transnational crime karena telah

terjadi dengan melintasi batas-batas Negara dalam

pelaksanaannya.

Kejahatan ini Banyak ditemukan di negara-negara

berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang

tinggi, tidak bisa dipungkiri negara berkembang selalu

menjadi “pemasok” manusia untuk di perdagangkan ke

negara lain yang lebih menjanjikan dalam aspek

pemenuhan kebutuhan manusia karena adaanya hukum

ekonomi yang berlaku ....

Human Trafficking Praktek Jahiliyah di Era Globalisasi Oleh: Lalu Fahmy Aditia (Mahasiswa HI UMY 2009)

Page 7: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

.... disini yaitu supply and demand. Begitu

mengerikannya tindak kejahatan ini manusia yang

sejatinya dilindungi oleh hak-hak yang dimilikinya

dengan mudahnya hak-hak itu dihilangkan ketika sudah

berurusan dengan human trafficking ini.

Di negara berkembang , berbagai macam alasan

muncul sebagai penyebab terjadinya fenomena yang

kian mengancam rasa kemanusiaan ini diantaranya

alasan ekonomi, ekonomi selalu menjadi alasan yang

sulit di bantah karena tentu setiap manusia ingin

mampu memenuhi segala macam kebutuhannya.

Negara berkembang memiliki kecenderungan jumlah

penduduk yang relatif tinggi tanpa diikuti dengan

lapangan pekerjaan yang tersedia sehingga hal ini

merupakan celah yang mudah di tembus oleh para

pedagang manusia yang selalu mengintai.

Jika mengambil konteks Indonesia hal ini sering

terjadi dengan kedok adanya pihak yang menawarkan

pekerjaan di luar negeri tanpa adanya jaminan dan

syarat yang jelas karena pekerjaan di Indonesia sudah

di rasa sulit untuk di temukan terlebih bagi masyarakat

yang tidak memeiliki kualifikasi pendidikan yang

tinggi, tawaran semacam itu sangat berpotensi sebagai

bentuk human trafficking.

Selain karena alasan ekonomi, permasalahan ini

juga tidak dapat dilepaskan dengan masalah pendidikan

dimana masyarakat yang tidak mendapatkan akses

pendidikan yang cukup akan cenderung mencari cara

instant agar dapat memiliki penghasilan yang layak,

mengingat sulitnya mendapatkan pekerjaan di Negara

berkembang macam Indonesia maka akan ada

keinginan bagi kelompok masyarakat tersebut untuk

mencari penghidupan yang lebih layak di luar negeri

dan tidak terlepas dari hasutan para calo berkedok

PJTKI yang memberikan janji-janji manis apabila

masyarakat bekerja di luar negeri seperti dijanjikan

upah yang besar dan lainnya, namun hal itu tidak

pernah ada.

Pada tahun 2010, Departemen Luar Negeri

Amerika Serikat menerbitkan peringkat negara di dunia

dalah hal human trafficking dan sudah bisa di tebak

Indonesia menjadi salah satu negara “pemasok

manusia” yang menjanjikan. Dalam rilis tersebut

Departemen Amerika Serikat menempatkan Indonesia

dalam tier 3 pada tahun 2001 dan pada tahun 2011

Indonesia naik peringkat menjadi tier 2. Yang

dimaksud dengan tier 2 ialah negara-negara dengan

pemerintah yang tidak sepenuhnya memenuhi standar

minimum TVPA (Trafficking Victims Protection Act’s),

akan tetapi telah berupaya dengan signifikan untuk

mmencapai standar-standar minimum yang telah di

tetapkan.

Melihat human trafficking dengan berbagai

perspektif Tidak ada satupun perpektif yang

membenarkan tindakan ini, sebagai seorang mahasiswa

muslim hendaknya kita berpegang pada sabda Baginda

Rasulullah. Imam al-Bukhâri dan Imam Ahmad

meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu

'anhu yang berbunyi:

“Tiga golongan yang Aku akan menjadi musuh mereka

di hari Kiamat; pertama: seorang yang bersumpah

atas nama-Ku lalu ia tidak menepatinya, kedua:

seseorang yang menjual manusia merdeka dan

memakan hasil penjualannya, dan ketiga: seseorang

yang menyewa tenaga seorang pekerja yang telah

menyelesaikan pekerjaan itu akan tetapi dia tidak

membayar upahnya.”

Dengan sangat tegas Rasulullah SAW akan

mengganjar mereka yang melakukan penjualan

manusia dengan menjadikannya musuh. Yang menjadi

pertanyaan dan harus kita renungi bersama ialah

dimanakah adab dan moral manusia zaman ini apabila

masalah kemanusiaan yang besar ini masih saja

menjamur? Apa bedanya zaman ini dengan zaman

jahiliyah?

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa Human

Trafficking merupakan isu kemanusiaan di dunia, dan

tentunya masalah ini menjadi tanggung jawab kita

semua untuk dapat segera menghentikan kejahatan ini

sesuai dengan bidang yang kita miliki masing-masing.

Sebagai mahasiswa dan khususnya mahasiswa

Hubungan Internasional yang memiliki objek kajian

fenomena semacam ini hendaknya kita senantiasa

mengingatkan kerabat kita akan bahaya human

trafficking yang terus mengintai. (*)

Buletin IRN Digital Edisi 32 | 7

source: salmanitb.com

Page 8: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

FOKUS IV

Masih hangat dalam benak

kita, kisah miris Ruyati

seorang buruh migran atau

yang lebih dikenal dengan

sebutan Tenaga Kerja Wanita

(TKW) yang disiksa

majikannya di Arab Saudi

hingga berujung kepada

hukuman mati yang

menimpanya. Kisah Ruyati

mungkin hanya puncak gunung

es ditengah samudera persoalan para Tenaga Kerja

Indonesia (TKI) di luar negeri khususnya Arab Saudi.

Tidak terhitung jumlah para Tenaga Kerja Indonesia

yang telah mengalami penyiksaan baik fisik, mental

maupun seksual. Yang lebih membuat kita terenyuh

lagi tenaga-tenaga kerja tersebut kebanyakan

mengalami penyiksaan disebuah negara yang katanya

adalah negara yang berasaskan Islam.

Timbul berbagai persepsi mengenai penyebab

disiksanya para tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi.

Ada yang mengatakan bahwa mereka disiksa karena

kesalahan mereka sendiri yaitu ketidak terampilan

dalam bekerja, ketidakmampuan berkomunikasi dengan

baik atau ada yang mengatakan bahwa budaya bangsa

Arab yang keras menyebabkan masyarakat disana

menganggap tindak kekerasan terhadap bawahan

adalah hal yang biasa. Namun ada persepsi yang lebih

menyesakkan dada kita sebagai seorang muslim yaitu

bahwa masih ada sebagian dari masyarakat Arab yang

menganggap pembantu mereka sebagai budak sehingga

apapun boleh mereka perbuat terhadap pembantu

mereka. Persepsi ini konon didasari dari syariat islam

yang belum menghapus hukum budak dan perbudakan.

Tapi apakah benar islam memperbolehkan perbudakan?

dan jikapun memperbolehkan, apakah pemilik budak

berhak melakukan apapun terhadap budaknya?

Permasalahan perbudakan terkadang masih

menjadi menjadi perdebatan dikalangan umat Islam. Ini

disebabkan oleh tidak adanya dalil shahih atau dalil

yang jelas mengatakan bahwa Islam melarang atau

mengharamkan perbudakan. Masalah ini juga dijadikan

senjata oleh musuh Islam untuk menjatuhkan islam dan

menjustifikasi bahwa agama islam adalah agama yang

melanggengkan perbudakan.

Mayoritas ulama menyatakan bahwa Islam sangat

menentang perbudakan dan bahkan telah

mengharamkannya. Itu terbukti dengan banyaknya ayat

-ayat Al-Qur‟an dan hadist Rasul yang menjurus

kepada upaya penghapusan perbudakan. Prof. DR.

Ahmad Syalaby mengatakan bahwa Islam menghapus

perbudakan secara tidak langsung (ghair mubasyir).

Mungkin yang akan menjadi pertanyaan banyak

orang, mengapa Islam tidak menghapus perbudakan

secara langsung sebagaimana menghapus hukum

bolehnya minum khamr (minuman keras) dan riba?.

Ahmad Syalaby dalam bukunya Al-Islam

mengemukakan setidaknya dua alasan mengenai hal

tersebut. Pertama, untuk menyesuaikan dengan kondisi

masyarakat pada saat Islam diturunkan, dimana banyak

terjadi peperangan antara orang Islam dan orang kafir.

Pada saat itu orang kafir menjadikan tawanan perang

mereka sebagai budak, maka orang Islam-pun

melakukan hal yang sama namun dengan perlakuan

yang berbeda. Kedua, dalam menetapkan peraturan,

Islam selalu mengedepankan kelembutan dan

memperhatikan kondisi manusianya. Karena itu Islam

menetapkannya secara perlahan dan bertahap, hal ini

dimaksudkan agar peraturan Islam mudah diterima dan

dilaksanakan. Termasuk didalamnya adalah tentang

perbudakan.

Menyangkut tentang peraturan-peraturan yang

secara tidak langsung berupaya menghapus perbudakan

dapat dilihat dari beberapa contoh berikut:

1. Sebelum datangnya Islam banyak cara untuk

mendapatkan budak seperti jual beli, membayar hutang,

undian, hadiah, peperangan dan lain sebagainya.

Setelah Islam datang, semua cara tersebut dihapuskan

kecuali hanya satu cara yang masih dibenarkan yaitu

peperangan. Namun cara terakhir inipun diperbolehkan

jika memenuhi dua syarat. Pertama, jika tawanan

tersebut bukan seorang muslim. Jika dia seorang

muslim, sekalipun berada di pihak musuh, maka tidak

dibenarkan dijadikan sebagai budak. Kedua, apabila

pemimpin kaum muslimin atau Imam menetapkan

orang tersebut sebagai budak, jadi apabila imam tidak

menetapkannya sebagai budak maka hukum orang

tersebut masih sebagai orang merdeka. Itulah salah satu

bentuk perhatian Islam dalam upaya mempersempit

perbudakan

2. Terdapat banyak ayat Al-Qur’an dan hadist yang

melarang perbudakan secara tidak langsung. Misalnya,

dalam Al-qur‟an Allah berfirman yang artinya:

“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di

medan perang) maka pancunglah batang leher mereka.

sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka

maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh

membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai

perang berakhir” (Q.S. Muhammad: 4).

Dalam ayat ini, secara tidak langsung Allah

menegaskan tidak ada perbudakan dalam Islam. Karena

Allah SWT dalam ayat ini justru mengatakan ...

Buletin IRN Digital Edisi 32 | 8

Perbudakan dalam Islam Oleh: Syamsu Wijaya (Mahasiswa HI UMY 2009)

Page 9: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

bahwa para tawanan itu dapat bebas dengan dibebaskan

begitu saja atau dibebaskan dengan tebusan, dan tidak

dikatakan „atau dijadikan budak‟. Ini sekali lagi,

menegaskan tidak adanya perbudakan dalam Islam. Ini

dikuatkan juga dengan sabda Rasulullah: “Sejahat-

jahat manusia adalah orang yang menjual manusia”.

3. Dalam ajaran Islam, membebaskan budak adalah

perbuatan yang sangat sangat dianjurkan dan sangat

terpuji. Allah berfirman yang artinya:

“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua

buah mata, lidah dan dua buah bibir. Dan kami telah

menunjukkan kepadanya dua jalan. Tetapi dia tiada

menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah

kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?

(yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau

memberi makan pada hari kelaparan” (QS. Al-Balad:

8-13).

Juga sangat banyak pelanggaran-pelanggaran

hukum dalam Islam yang dendanya berupa

membebaskan budak misalnya, bersumpah palsu,

menzhihar istri, membunuh dan lain sebagainya.

Dalil-dalil diatas merupakan sebagian bukti

bahwa Islam sangat menentang perbudakan. Dan

meskipun apabila masih ada sebagian kecil orang yang

beranggapan bahwa Islam memperbolehkan

perbudakan, maka bukan berarti Islam membolehkan

perbuatan sewenang-wenang terhadap budak, karena

Rasulullah pernah bersabda: “Maukah aku kabarkan

kepada kalian, sejahat-jahat manusia di antara

kalian?” Para sahabat menjawab: “Tentu Ya

Rasulullah”. Rasul bersabda kembali: “Yaitu orang

yang memukul budaknya”.

Jadi tidak ada alasan lagi untuk mengatakan

bahwa islam adalah agama yang menyukai kekerasan

atau agama yang melanggengkan perbudakan.

Untuk persoalan TKI di luar negeri, kita sangat

berharap pemerintah bertindak tegas dalam membuat

aturan kerjasama yang jelas dengan pihak Negara

tempat TKI bekerja dan benar-benar memperhatikan

nasib mereka disana. Jangan sampai pengiriman TKI ke

luar negeri menjadi modus baru untuk melegalkan

perdagangan manusia (human traficking). (*)

Wallahu a’lam

Buletin IRN Digital Edisi 32 | 9

PROFIL

Elly Anita merupakan seorang warga negara

Indonesia yang pernah menjadi tenaga kerja Indonesia

(TKI) di Irak. Pada tahun 2009, ia menerima

penghargaan Pahlawan Anti-Perdagangan Manusia dari

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

Elly merupakan satu dari sembilan orang dari

seluruh dunia yang dimasukkan dalam laporan tahunan

Trafficking-in-Person (TIP) di Departemen Luar

Negeri AS .

Elly adalah korban perdagangan manusia dan dia

pernah dijual seharga US$ 4.500 di Irak. Perempuan

yang hanya lulusan SD ini mengaku bersyukur

mendapat penghargaan dari Amerika Serikat.

“Kalau perasaan hanya bersyukur saja, tapi

kebanggaan tidak ada. Apa untungnya saya gembira?

Teman-teman saya di Irak saja masih ketakutan,” kata

Elly.

Elly awalnya menjadi TKI di Irak melalui jasa

satu Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia dan

dijanjikan dia akan menjadi seorang sekretaris di salah

satu perusahaan pada 2006 lalu.

Setiba wanita asal Jawa timur itu di Dubai, Uni

Emirat Arab, sebagai negara transit, dia kemudian

dioper begitu saja ke Kurdistan, yang dikatakan sebagai

“negara baru”. Oleh agennya di Dubai, ia berkali-kali

dijadikan percobaan pelecehan secara seksual.

Setelah dioper dengan cara ditipu seperti itu, dia

akhirnya tahu bahwa

“negara baru” itu

bukan di mana-mana

melainkan masih

wilayah Irak. Dia juga

akhirnya tahu bahwa dia dijual seharga 4.500 dolar AS

oleh agennya, dengan harapan dia bisa dipekerjakan

sebagai wanita penghibur.

Agen kerja memukulinya dan dia juga kelaparan,

dia juga dibatasi gerak-geriknya dan bahkan hingga

ditodongkan pistol ke kepalanya. Meskipun ia hampir

mati, Anita menolak untuk bekerja untuk agen tersebut

selain dalam kapasitas seorang sekretaris. Ketika kantor

itu kosong, Anita menemukan kesempatan untuk

merencanakan pelariannya. Dia menggunakan Internet

untuk menghubungi seorang teman, yang pada

gilirannya mengantarkan Anita ke Kedutaan Indonesia

di Amman, Yordania, Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) Migrant Care juga ikut membantunya.

Akhirnya dengan bantuan Organisasi Internasional

untuk Migrasi, Anita berhasil lolos dari Irak dan

kembali ke Indonesia.

Sejak kembali ke negara asalnya, Elly telah

menggunakan pengalamannya untuk membantu

menyelamatkan orang lain. Dia mulai bekerja untuk

Migrant Care, membantu menyelamatkan enam

perempuan yang juga diperdagangkan. (Nizar)

Elly Anita: Pejuang Para TKI

Awarding kepada Elly Anita dari

Departemen Luar Negeri AS

Page 10: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

Buletin IRN Digital Edisi 32 | 10

Page 11: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

REPORTASE

Sobat HI tercinta, dalam waktu dekat KOMAHI

akan mengadakan serangkaian agenda besar yang

sudah ditunggu-tunggu. Pada tahun ini, agenda tersebut

disebut sebagai IRAC atau International Relation Art of

Challenges. Apa itu IRAC, selengkapnya berikut

keterangannya.

IRAC adalah tiga rangkaian agenda besar

KOMAHI yang terdiri dari Diplomatic Course (DC),

International Relation Research Workshop (IRRW),

dan School of Journalism (SoJ). Maksud dan tujuan

diselenggarakannya IRAC, salah satunya adalah

sebagai wadah berkumpul, komunikasi, serta

penyampaian informasi dan aspirasi khususnya bagi

Mahasiswa HI, terutama mahasiswa HI UMY, serta

mahasiswa pada umumnya, dan juga sebagai wadah

pembekalan bagi mahasiswa HI khususnya, terutama

untuk memenuhi tuntutan kebutuhan atas akademisi HI.

Untuk sub-Agenda IRAC 2012 antara lain adalah

sebagai berikut :

Diplomatic Course (DC) - 19, 21 dan 22 Mei 2012.

Diplomatic Course merupakan acara KOMAHI UMY

sebagai realisasi dari minat Mahasiswa HI terhadap

kemampuan teknik berdiplomasi pada tataran

Internasional menjadi hal yang sangat penting bagi

mahasiswa HI dan kemampuan serta pengetahuan akan

hal-hal yang mendukung dalam bernegosiasi. Acara ini

terdiri dari beberapa sub-acara, yakni diantaranya

adalah sebagai berikut:

a. Seminar Internasional

b. Simulasi Sidang Internasional (MUN Conference)

c. Table Manner Course

International Relation Research Workshop (IRRW)

-Tanggal 28 Mei 2012.

Sebagai media aspirasi mahasiswa HI, Korps

Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI)

menyelenggarakan International Relations Research

Workshop dengan tema “Curious ? Do Research”

sebagai agenda yang diharapkan mampu merangsang

dan mewadahi pemikiran kritis mahasiswa yang

dituangkan dalam bentuk karya tulis dan

menumbuhkan kembali minat mahasiswa terhadap

dunia penulisan karya ilmiah dan penelitian.

School of Journalism (SoJ), Jum’at, 8 Juni 2012.

School of Journalism 2012 kali ini membawakan

tema “Sketch Your Idea Through Journalism”. Tujuan

acara ini adalah menyajikan pelatihan sehari tentang

dunia jurnalistik sebagai salah satu sumber referensi

yang bernilai edukatif bagi para peserta. Acara ini akan

dikemas sederhana dan semenarik mungkin agar mudah

dicerna dan tidak membosankan. Tema tersebut

menjelaskan urgensi dibutuhkannya peran generasi

muda, terutama mahasiswa agar dapat mengembangkan

pengetahuannya seputar dunia Internasional tentunya

dengan Ilmu Hubungan Internasional dengan cabang

jurnalistik.

Bagaimana kawan, tertarik untuk mengikuti tiga

agenda besar KOMAHI tesebut?? Bagi teman-teman

yang berminat, dapat mebaca keterangan selengkapnya

dengan mengakses http://irac2012.blogspot.com/.

Salam KOMAHI!! (Deansa)

Buletin IRN Digital Edisi 32 | 11

IR-Art of Challenges

Page 12: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

REPORTASE

Sabtu 19 Mei 2012 adalah hari yang sangat

penting untuk panitia dan peserta Diplomatic Course

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Karena ini

adalah hari dimana pengetahuan kita akan di tambah

dengan menyimak penuturan dari salah satu Dosen An-

Najah National University Palestina, Syekh Fakher

Nabeel Mohammad Khalili dan Ronny P. Yulianto

salah satu anggota dari staff kementrian luar negeri.

Penjelasan yang pertama oleh Ronny P. Yulianto

tentang Bagaimana Indonesia menempatkan Palestina

untuk menjadi anggota UN. “Pada dasarnya UN adalah

sumber internasional dimana disana terdapat bebrapa

Negara yang suka tidak suka UN adalah salah satu

organisasi yang mengampu atau menghimpun Negara-

negara tersebut, dan UN menjadi patokannya”, tutur

bapak Ronny P. Yulianto. Oleh karena itu anggtoa PBB

akan memiliki Hak dan Kewajiban yang telah di

tetapkan di organisasi tersebut dan akan mendapat

bantuan.

Jika dewan keamanan PBB merekomendasikan

satu Negara maka Majelis Umum akan melihat, apakah

Negara tersebut adalah Negara damai dan bisa

menjalankan Role of United Nation. Bahkan ada

anggota UN yang bukan Negara atau non-member

state, mereka selalu mendapatkan tempat atau kursi di

UN, yaitu Vatikan.

Sementara itu, dosen An-Najah University juga

menjelaskan bahwa Palestina harus menjadi anggota

PBB, karena melihat fenomena sekarang bahwa tanah

Palestina telah dijajah oleh Israel sejak tahun 1948

hingga sekarang, terdapat beberapa foto yang

menggambarkan orang-orang Palestina yang terjajah di

negerinya sendiri, bahkan ada lahan-lahan kosong milik

Palestina yang juga dijajah oleh Israel, mereka tidak

mengijinkan warga Palestina menempati lahan mereka

sendiri.

Tetapi Presiden Amerika Obama telah berjanji

akan membantu Palestina untuk pengakuannya sebagai

Negara anggota United Nation, tutur Fakher Nabeel

selaku orang Palestina sendiri. (Novi Rizka Amalia)

Korps Mahasiswa Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta melalui

agenda-agenda besarnya berusaha untuk menaungi

segala aspirasi para mahasiswa Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, diantaranya

adalah Diplomatic Course hari ke-2, yang telah

dilaksanakan pada hari Senin, 21 Mei 2012 bertempat

di Gedung AR Fakhruddin B lantai 5. Tujuan dari

pelaksanaan Diplomatic Course sendiri adalah

meningkatkan kemampuan mahasiswa HI UMY, salah

satunya melalui simulasi sidang. Masing-masing

peserta terlibat di dalam simulasi sidang tersebut

sebagai delegasi negara-negara di dunia. Tiap simulasi

sidang yang dilaksanakan, membahas isu-isu mutakhir

dalam konteks Hubungan Internasional.

Simulasi sidang General Assembly PBB

mengambil tema “The Debate of Palestine become

Permanent UN Member”. Dengan dua kubu yang

saling bertentangan, yaitu kubu yang mendukung

Palestina sebagai anggota tetap PBB dan kubu yang

menolak Palestina sebagai anggota tetap PBB. Simulasi

sidang berakhir dengan penerimaan Palestina sebagai

anggota tetap PBB. Acara yang berlangsung hingga

pukul 17.00 WIB ini ditutup dengan pembagian award

kepada delegasi, penentuan best position paper, best

speaker, dan best delegate.

Harapan semua pihak tentunya agar tingkat

partisipasi mahasiswa Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang tinggi

dalam acara ini agar tetap dipertahankan. Mengingat

kegiatan ini memberi manfaat positif bagi mahasiswa

Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta, baik dari segi ilmu, pengalaman, maupun

motivasi. (Ragil Risky Rachman)

Buletin IRN Digital Edisi 32 | 12

Seminar Internasional "Layakkah Palestina menjadi Anggota PBB"

IR-Art of Challenges

MUN Conference: The Debate of Palestine become Permanent UN Member

Page 13: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

GALERI IR-Art of Challenges

Buletin IRN Digital Edisi 32 | 13

Page 14: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

SIKAP

Akhir-akhir ini di berbagai

media massa beramai-ramai

membahas tentang perdangan

sejumlah organ tubuh manusia

atau TKI yang tewas di

Malaysia. Menjadi

perbincangan hangat setiap

harinya. Seoalah-olah

pemerintah hanya tinggal diam

dalam masalah ini. Sehingga

masyarakat-pun geram akan

kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak menindak

lanjuti masalah ini lebih jauh.

Human Trafficking yang dikenal dengan

perdagangan manusia menjadi tindakan kriminal

tingkat internasional yang memerlukan kerjasama

tingkat tinggi dan peran negara-negara secara aktif,

melintasi negara-negara bahkan benua. Dikutip dari

Wikipedia, perdagangan manusia adalah perdagangan

dalam gerakan atau migrasi masyarakat, hukum dan

ilegal, termasuk tenaga kerja baik sah kegiatan serta

kerja paksa.

Kasus perdagangan manusia meningkat setiap

tahunnya, bukan hanya di Indonesia tetapi juga dari

berbagai belahan bumi lainnya. Hal ini terjadi meliputi

berbagai faktor, mulai dari permalahan dari negara, bos

atau mafia maupun dari korban sendiri. Faktor paling

utama yaitu dari aspek ekonomi, hal ini dipicu dengan

meningkatnya angka kemiskinan mengakibatkan para

korban mudah sekali terjerat dalam kejahatan ini.

Berdasarkan data dari International Organization

for Migration (IOM), hingga April 2006 kasus

perdagangan manusia di Indonesia mencapai 1.022

kasus, dengan 88,6 persen korbannya adalah

perempuan. Kasus human trafficking-pun semakin

meningkat dan beragam. Berbagai latar belakang dan

faktor yang menjadikan perempuan menjadi prioritas

dalam kasus human trafficking. Sebagian besar korban

perempuan menjadi PSK (pekerja seks komersil),

kemudian disusul oleh anak-anak. Dalam bidang kerja

pun tak luput dari perdagangan manusia. Manusia atau

pekerja seolah-olah menjadi budak di negeri orang,

diperlakukan tidak selayaknya manusia. Seperti yang

terjadi yang menimpa TKI di Timur Tengah dan

Malaysia.

Korban sesungguhnya membutuhkan pertolongan

untuk bisa keluar dari keadaan tersebut. Dalam hal ini

kewajiban kita untuk ikut serta, untuk membantu para

korban dari jerat kejahatan ini. Yang menjadi pokok

permasalahan yakni sulitnya untuk mengidentifikasi

secara langsung korban human trafficking. Hal ini

disebabkan karena korban berasal dari berbagai penjuru

dunia bukan hanya wilayah domestik, sehingga sulit

untuk memahami budaya, bahasa dan cara untuk

mendekati korban tersebut. OSCE (Organization for

Security and Co-operation in Europe), adalah salah

satu organisasi yang berada di bawah naungan PBB

yang bertugas untuk memerangi masalah perdagangan

manusia. Akan tetapi OSCE pun mambutuhkan

masyarakat dunia untuk turut ikut serta dalam hal ini.

Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum

membuat undang-undang yang secara khusus

membahas permasalahan perdagangan manusia. Pada

tahun 2005, UU mengenai perdagangan manusia masih

sangat minim sementara kasusnya semakin hari

semakin bertambah. Pada Timbangan Pasal (c) dan (d)

Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun

2004, tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia di Luar Negeri terdapat bagan yang

menjelaskan mengenai WNI yang menjadi korban

perdagangan manusia di luar negeri.

Namun sayangnya, tidak terdapat mengenai

perdagangan manusia Indonesia di dalam negeri atau

bahkan WNA yang didagangkan di Indonesia. Sebagai

masyarakat umum dan mahasiswa, kita harus ikut serta

dalam penanggulangan kejahatan yang tidak

berperikemanusiaan ini, kejahatan ini bukan hanya

permasalahan dari pemerintah saja tetapi juga

masyarakat luas. Kesempatan saling menjaga keluarga,

kerabat, tetangga dan lingkungan sekitar sangat

dibutuhkan sebagai langkah awal untuk mencegah

terjadinya human trafficking dalam ranah yang dapat

kita jangkau saat ini. (*)

Tindak Tegas Pelaku Human Trafficking Oleh: Wahyu Dono (Mahasiswa HI UMY 2011)

Buletin IRN Digital Edisi 32 | 14

Page 15: Buletin IRN Digital Edisi 32- Human Trafficking di Abad 21

KoMa : Komentar Mahasiswa

“Pendidikan untuk rakyat

Indonesia harus benar-

benar merata agar rakyat

Indonesia tidak mudah

dibodohi. Pengangguran

merupakan salah satu

penyebab human

trafficking. Pemerintah

harus membuka dan

menambah lapangan

pekerjaan untuk rakyat menengah ke bawah.

Hukum harus ditegakkan. Aparat negara harus

serius untuk menindak tegas pelakunya. Sanksi

buat pelaku harus dibuat seberat mungkin agar

pelaku jera”

Shony Marida Angriawan Mahasiswa HI UMY 2010

“Menurutku cara

mencegah human

trafficking itu dengan cara

memberitahu orang orang

awam tentang apa itu

human trafficking dan

bahayanya. Soalnya orang

-orang yang berada di

negara berkembang itu

banyak yang tidak tahu

apa itu human trafficking, mereka cuma tau

kalau salah satu dari keluarga mereka udah

hilang. Negara seharusnya membuat badan

keamanan sendiri untuk urusan human

trafficking agar bisa dicegah dan dihentikan

serta diberikan sanksi yang sangat keras agar

para pelaku human trafficking jera”

Ditto Reyza Irawan

Mahasiswa HI UMY 2011

“Korban Human

Trafficking lebih banyak

perempuan dan anak-

anak, karena mereka lebih

lemah. Solusinya adalah

mulai dari hal yang kecil,

yaitu sosialisasi dan

penyuluhan perlu

diperkuat lagi, terutama ke

daerah-daerah terpencil.

Di samping itu, Pemerintah harus lebih

preventif lagi, untuk mencari jaringan pelaku

utama Human Trafficking, serta memotong

jaringannya hingga ke akar-akarnya. Lalu

korespondensi dengan pemerintah, masyarakat

dan pihak keamanan. Misalnya TKI, harus

lapor langsung jika terjadi sesuatu hal yang

tidak diinginkan”

Arlita Widyastuti

Mahasiswi HI UMY 2011

“Hukum harus dipertegas,

karena pemicu Human

Trafficking pada dasarnya

bukan karena faktor ekonomi,

tapi ada banyak faktor lain,

salah satunya yaitu hukum

Negara dan pendidikan.

Intinya, Human Trafficking

harus dilarang”

Heni Iswanti

Mahasiswi HI UMY 2010

“Bagaimana solusi atau tindakan

pencegahan untuk menghentikan

Human Trafficking ?!”

Buletin IRN Digital Edisi 32 | 15


Recommended