International Relations News Buletin
Edisi 32 / 19 April 2012-18 Juni 2012
Digital
diterbitkan oleh:
Divisi Pers Mahasiswa
Korps Mahasiswa Hubungan Internasional
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
site: komahi.umy.ac.id | e-mail: [email protected]
Human Trafficking di Abad 21
Daftar Isi
@ 4 Fokus I
Human Trafficking dan Pergeseran
Makna pada Abad ke 21
@ 5 Fokus II
Ratifikasi pemerintah Indonesia
terhadap UN Trafficking Protocol
@ 6 Fokus III
Human Trafficking Praktek Jahiliyah
di Era Globalisasi
@ 8 Fokus IV
Perbudakan dalam Islam
\
@ 9 Profil
Elly Anita: Pejuang Para TKI
@ 11 Reportase
IR-Art of Challenges
@ 13 Galeri
IR-Art of Challenges
@ 14 Sikap
Tindak Tegas Pelaku
Human Trafficking
@ 15 Komentar Mahasiswa
Bagaimana solusi atau tindakan
pencegahan untuk menghentikan
Human Trafficking ?!
HIGHLIGHT
International Relations
Art of Challenges
REPORTASE
Hal. 11
Buletin IRN Digital ini
diterbitkan oleh Divisi Pers Mahasiswa
Korps Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Penasehat:
Ali Muhammad, MA., Ph.D.
Penanggung Jawab Umum: Anis Abdillah
Pimpinan Umum:
Ibda Fikrina Abda
Pimpinan Redaksi: Achmad Zulfikar
Reporter:
Aditya Maulana Hasymi Deansa Sonia Hefranesa
M. Nizar Sohyb Novita Permata Aji
Novi Rizka A. Indra Jaya Wiranata M. Faldi Baskoro H.
Editor:
Mira Dewi
Layout:
Reynita Hutami Adiningsih
Sirkulasi dan Iklan: Lutfi Maulana Hakim
Sutrisno Triantoro Rahmadani Rahmi
Ragil Risky Rachman
Alamat Redaksi: Sekretariat KOMAHI UMY
Gedung Ki Bagus Hadikusumo Lt. 2 UMY
Ringroad Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul,
Yogyakarta, 55183
Beranda Redaksi Assalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh
Wassalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah, buletin edisi ke-32 telah terbit
atas partisipasi aktif dari tim keredaksian Buletin
IRN Digital dan kontribusi mahasiswa Hubungan
Internasional UMY dalam tulisan-tulisannya di
dalam buletin ini.
Namun sebelum berbicara lebih jauh, tentunya
hal ini tidak bisa terwujud tanpa ridha dari Allah
SWT yang senantiasa memberikan kita nikmat
sehat, dan nikmat ilmu sehingga kita bisa men-
jalani aktivitas kita sehari-hari. Tak lupa juga kita
mengirimkan shalawat serta salam kepada junjun-
gan kita nabi Muhammad SAW.
Buletin IRN kali ini merupakan edisi kedua
yang kami terbitkan secara digital, sesuai dengan
niat tulus kami bahwa penggunaan kertas harus
diminimalisir, semoga niat kami ini tidak mengu-
rangi antusiasme pembaca sekalian. Di samping
itu, harapan kami, buletin IRN Digital ini dapat
dinikmati oleh penikmat HI dari seluruh Indone-
sia.
Tema Buletin IRN Digital edisi 32 ini adalah
“Human Trafficking di Abad 21”. Tema ini su-
dah merupakan pembicaraan umum di kalangan
intelektual HI, namun secara bahasan di ranah
mahasiswa masih sangat tabu untuk dibicarakan.
Human Trafficking dahulu dan kini mengalami
perluasan definisi, dahulu Human Trafficking hanya terkait dengan perbudakan, namun seiring
perkembangan zaman, Human Trafficking sudah
tersedia dalam berbagai jenis seperti pengiriman
tenaga kerja ke luar negeri, maupun penjualan or-
gan tubuh.
Dalam buletin ini akan dibahas lebih jauh men-
genai pergeseran makna yang terjadi, seiring den-
gan mengarahnya kita ke era Globalisasi. Di samping itu, buletin ini juga mengkaji hal-hal ter-
kait hubungan Human Trafficking dalam perspek-
tif Islam sebagai sebuah kajian yang menarik bagi
kaum intelektual HI di kampus Universitas Mu-
hammadiyah Yogyakarta.
Harapan kami dari penerbitan buletin ini men-
jadi sarana bagi anda untuk menambah wawasan serta mengembangkan intelektualitasan dalam
mengkritisi isu-isu yang terjadi di ranah Hubun-
gan Internasional. Demikian pengantar dari Re-
daksi, semoga ilmu yang di dapatkan dapat diap-
likasikan secara nyata di masyarakat.
FOKUS I
Seperti yang kita ketahui
bersama bahwa dalam ranah
Hubungan Internasional,
masalah Human Trafficking
menjadi masalah yang
mendapatkan perhatian khusus.
Peristiwa ini menjadi semakin
aktual karena kejadianya yang
melibatkan banyak pihak. Perlu
di garis bawahi juga bahwa
masalah ini, Human
Trafficking, terjadi melewati batas-batas negara tau
dalam istilah HI di sebut dengan “across border”.
Transaksi yang terjadi antar negara yang membuat
masalah ini menjadi perhatian bersama. Dewasa ini
memasuki abad 21 ternyata banyak di bahas bahwa
makna dari Human Trafficking itu sendiri mulai
bergeser seiring zaman yang memasuki era
globalisasi. Untuk mengetahui lebih dalam tentang
pergeseran makna dari Human Trafficking di abad 21
ini, Pers Mahasiswa Korps Mahasiswa Hubungan
Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
berkesempatan untuk mengupas lebih dalam bersama
salah satu dosen Jurusan Hubungan Internasional
Univ Muhammadiyah Yogyakarta Bapak Ade Marup
Wirasenjaya, S.IP, MA. Berikut hasil penuturan
beliau menanggapi tentang adanya pergeseran makna
dari Human Trafficking pada Abad 21.
Bapak Ade Marup Wirasenjaya, S.IP, MA
menuturkan bahwa Human Trafficking pada dasarnya
adalah sebuah fenomena yang berfokus pada
perdagangan manusia. Perdagangan di sini bukan
hanya fisik manusia saja tapi juga meliputi tenaga,
identitas bahkan organ tubuh. Sebelum beranjak pada
abad 21, Human Traffcking berada pada istilah
purba, yaitu adanya manusia belian pada masa
Romawi kuno. Human Trafficking pada prakteknya
melibatkan banyak korporasi sehingga melewati batas
-batas atau “across border”. Istilah Human
Trafficking sebenarnya hanya membuat istilah human
trafficking menjadi lebih kompleks. Pada zaman
Romawi Kuno istilah Human Trafficking lebih
dikenal sebagai perbudakan atau “Slavery”.
Globalisasi yang membuat cara pandang
manusia terhadap hal yang menyangkut “Human
Trafficking” berubah pada dewasa ini. Fenomena
globalisasi meciptakan sebuah “New Social Habitus”
atau lebih dikenal dengan perilaku yang ingin meniru
sesama manusia yang di bentuk oleh mode. Sehingga
bisa dikatakan bahwa Human Trafficking adalah
tragedi paling mengerikan dalam era globalisasi
seperti saat ini. Karena kemiskinan, globalisasi
melahirkan bentuk-bentuk baru perbudakan serta ada
korporasi yang ingin mencari keuntungan dengan cara
mengorbankan aspek-aspek kemanusiaan yang mejadi
faktor Human Trafficking bisa berkembang serta
mencuat menjadi permasalahan bersama di abad 21.
Human Trafficking mengkombinasikan globalisasi
dan kapitalis yang kembali pada zaman purba yang
bermain pada tatanan yang lebih canggih. Maka
dalam perkembanganya timbul sebuah istilah baru
“Sophisticated Slavery” yang berarti perbudakan yang
mengalami pencanggihan.
Menurut beliau problem Human Trafficking
adalah masalah utama yang menjangkiti negara
berkembang termasuk Indonesia. di Indonesia sendiri
banyak LSM yang sangat fokus untuk terus
menyuarakan isu Human Trafficking seperti: Migrant
Care.
Kenapa masalah Human Trafficking tumbuh di
negara berkembang?. Hal ini dikarenakan adanya krisis
ekonomi yang menjadi pemicu maka Human
Trafficking bisa timbul. Apabila Human Trafficking
diuraikan maka akan terbagi menjadi 3 hal. Yang
pertama yaitu Industri yang membutuhkan buruh
murah. Global tourism juga terkait akan hal Human
Traffcking dan yang ketiga yang amat penting adalah
terkait dengan Human Security, adanya manusia yang
di jadikan komoditas baru oleh berbagai pihak.
Di akhir wawancara, bapak Adde mengatakan
bahwa kita sebagai mahasiswa HI beruntung karena
lebih dahulu mengenal masalah Human Trafficking ini
lebih dulu dibandingkan dengan jurusan lain. Masalah
Human Trafficking ini sudah melampaui keilmuan
Hubungan Internasional tetapi sudah menjadi masalah
bersama. Di perlukan adanya kepekaan dari kita
sebagai mahasiswa Hubungan internasional bahwa
globalisasi sendiri memiliki sisi gelap pada
perjalanannya di abad ke 21 yaitu Human Trafficking.
(Reporter: Aditya Maulana Hasymi)
Buletin IRN Digital Edisi 32 | 4
Human Trafficking dan Pergeseran Makna pada Abad ke 21 Wawancara bersama: Adde Marup Wirasenjaya, S.IP., M.A. (Dosen HI UMY)
FOKUS II
“Perdagangan anak yang terjadi
selama periode 2007 sampai
2011 mencapai 1000 jiwa”.
Pernyataan ini disampaikan
oleh Mantan Menteri Kesehatan
(Menkes) Alm. Endang Rahayu
Sedyaningsih. Fakta tersebut
menunjukan bahwa
perdagangan anak masih
menjadi mimpi buruk bagi
Indonesia. Menteri kesehatan
menambahkan, kejahatan dalam perdagangan anak
tidak hanya terjadi padda perempuan, bahkan laki-laki
pun menjadi korban. Ada 10 daerah yang rawan
terhadap kasus “trafficking”, baik sebagai kota
pengirim, transit , maupun tujuan, yakni Sumatera
Utara, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
NTT, NTB, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara
diduga kejahatan semacam ini adalah kejahatan
terstruktur yang melibatkan banyak pihak.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
mengapa perdagangan manusia khususnya perdagangan
anak di Indonesia bisa terjadi. Pertama adalah segi
ekonomi, kondisi perekonomian yang tidak stabil
menuntut seseorang untuk mencari penghasilan yang
lebih baik khususnya bagi yang bertempat didaerah
tertinggal. Banyak anak yang tidak mendapatkan
perlindungan orang tuanya akibat ditinggal bekerja. Hal
ini jelas memicu terjadinya kejahatan terhadap anak.
Kedua adalah faktor sosial, di zaman globalisasi
seperti sekarang ini, banyak orang yang melihat bahwa
gaya hidup orang barat adalahh gaya hidup yang
mapan. Muncullah gengsi yang menyebabkan
munculnya keinginan untuk mendapatkan uang dalam
jumlah yang banyak dengan cara cepat, bahkan rela
untuk menjual anak. Ketiga adalah faktor ekologis.
Indonesia adalah negara yang padat penduduknya.
Ketika satu daerah telah padat penduduknya, keadaan
tersebut menuntut terjadinya migrasi untuk mencari
kehidupan yang lebih baik. Untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik, apapun mereka lakukan
meskipun harus bekerja secara illegal yaitu dengan
memperkerjakan anak atau menjual anak sendiri.
Melihat kenyataan seperti itu, pemerintah dituntut
untuk segera menuntaskan kejahatan perdagangan
manusia, salah satunya adalah meratifikasi “UN
Trafficking Protocol”. Sebelumnya Indonseia sudah
mempunyai beberapa undang-undang tentang
perlindungan anak dan pemberantasan tindak kejahatan
perdagangan manusia yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4720);
Namun, yuridiksi hukum undang-undang tersebut
hanya tingkat nasional. Karena itu, diperlukan juga
ratifikasi UN Trafficking Protocol agar Indonesia bisa
menyelesaikan kasus semacam itu dalam tingkat
internasional. Dengan aturan baru berbentuk undang-
undang, maka negara penerima trafficking sesuai
protocol PBB memiliki kewajiban mengembalikan
korban trafficking.
Ratifikasi menurut konsepsi hukum perjanjian
internasional, diartikan sebagai tindakan “konfirmasi”
dari suatu negara terhadap perbuatan hukum dari
pejabatnya yang telah menandatangani suatu perjanjian
sebagai tanda persetujuan untuk terlibat pada perjanjian
tersebut. Beberapa pertimbangan betapa pentingnya
meratifikasi “UN Trafficking Protocol”.
Pertama, bahwa manusia memiliki hak untuk
hidup terbebas dari bentuk kejahatan apapun. Kedua,
perlu adanya tindakan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana perdagangan orang serta perlindungan
dan rehabilitasi korban perlu dilakukan dalam tingkat
nasional, regional dan internasional. Ketiga, dengan
meratifikasi protocol tersebut, Indonesia telah ikut
dalam ketertiban dunia.
Indonesia, sebagai negara anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa, turut menandatangani instrumen
hukum internasional yang secara khusus mengatur
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
transnasional, yakni: United Nations Convention
Against Transnational Organized Crime (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana
Transnasional yang Terorganisasi) pada tanggal 15
Desember 2000 di Palermo, Italia beserta dua
protokolnya, Protocol to Prevent, Suppress and Punish
Trafficking in Persons, Especially Women and Children
(Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan
Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan
dan Anak-Anak) dan ....
Buletin IRN Digital Edisi 32 | 5
Ratifikasi pemerintah Indonesia terhadap UN Trafficking Protocol Oleh: Anis Abdillah (Mahasiswa HI UMY 2009, Ketua Umum KOMAHI 2011-2012)
.... Protocol against
the Smuggling of
Migrants by Land, Sea
and Air,
Supplementing the
United Nations
Convention against
Transnational
Organized Crime
(Protokol Menentang
Penyelundupan
Migran melalui Darat,
Laut, dan Udara,
Melengkapi Konvensi
Perserikatan Bangsa-
Bangsa Menentang
Tindak Pidana
Transnasional yang
Terorganisasi) sebagai
perwujudan komitmen Indonesia dalam mencegah dan
memberantas tindak pidana transnasional yang
terorganisasi, termasuk tindak pidana penyelundupan
migran.
Meskipun demikian, Indonesia perlu melakukan
deklarasi terhadap suatu undang-undang dengan
mempertimbangkan ketentuan hukum nasional dan
prinsip kedaulatan dan keutuhan Negara.
Pada tahun 2009, Indonesia telah Mengesahkan
Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking
in Persons, Especially Women and Children,
Supplementing the United Nations Convention against
Transnational Organized Crime (Protokol untuk
Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan
Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak,
Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi). Protokol ini berlaku mulai tanggal 5
Maret 2009 yang disahkan langsung oleh presiden
Indonesia, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono.
Sangat diharapkan setelah meratifikasi protocol
tersebut, Indonesia bisa terbebas dari tindak kejahatan
perdagangan manusia. Dengan meningkatnya
kerjasama internasional, regional, dan bilateral juga
sangat diharapkan cepatnya penyelesaian kasus
tersebut. Pemerintah dituntut untuk benar-benar
memberantas kejahatan perdagangan manusia. Manusia
memiliki harkat dan martabat yang tinggi. Sangat tidak
pantas jika manusia menjadi objek perdagangan. (*)
Buletin IRN Digital Edisi 32 | 6
UN Trafficking Protocol
(source: ec.europa.eu)
FOKUS III
Pada masa ini penduduk dunia
sudah mencapai angka 7 miliar
yang menggambarkan tingginya
angka pertumbuhan masyarakat
dunia, hal tersebut tidak selalu
memberikan dampak yang positif
bagi kemanusiaan. Tentunya
pertumbuhan penduduk tersebut
tidak secara merata terjadi di
semua negara di dunia, dimana
ada Negara yang jumlah penduduknya tinggi dan
sebaliknya. Adanya ketimpangan jumlah penduduk
negara-negara di dunia tentu hal ini menyisakan
permasalahan kemanusiaan yang menjadi isu serius di
dunia saat ini. Fenomena globalisasi yang sudah tidak
bisa di hindari lagi saat ini memungkinkan setiap orang
dapat melakukan migrasi dari satu negara ke negara
yang lain dengan mudah, setiap orang bisa melancong
dan bekerja di manapun mereka mau namun hal
tersebut tidak selalu berjalan dengan mulus dan
menimbulkan suatu ironi sosial dan kemanusiaan
seperti human trafficking.
Human Trafficking merupakan sebuah istilah
yang digunakan untuk menyebut perdagangan manusia
dengan berbagai tujuan dan hampir tidak ada
perbedaannya dengan perbudakan yang telah ada sejak
zaman jahiliyah, kejahatan human trafficking
cenderung dialami oleh perempuan dan anak-anak.
Mereka menjadi sasaran empuk kejahatan ini karena
mereka cenderung “lemah” sehingga mudah untuk di
perdaya. Kebanyakan modus human trafficking
dilakukan antar negara, lebih jelasnya ialah korban
kejahatan ini “dijual” ke luar negeri untuk berbagai
kepentingan mulai dari buruh hingga di ekploitasi
secara seksual oleh karena itu kejahatan ini dapat
digolongkan ke dalam transnational crime karena telah
terjadi dengan melintasi batas-batas Negara dalam
pelaksanaannya.
Kejahatan ini Banyak ditemukan di negara-negara
berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang
tinggi, tidak bisa dipungkiri negara berkembang selalu
menjadi “pemasok” manusia untuk di perdagangkan ke
negara lain yang lebih menjanjikan dalam aspek
pemenuhan kebutuhan manusia karena adaanya hukum
ekonomi yang berlaku ....
Human Trafficking Praktek Jahiliyah di Era Globalisasi Oleh: Lalu Fahmy Aditia (Mahasiswa HI UMY 2009)
.... disini yaitu supply and demand. Begitu
mengerikannya tindak kejahatan ini manusia yang
sejatinya dilindungi oleh hak-hak yang dimilikinya
dengan mudahnya hak-hak itu dihilangkan ketika sudah
berurusan dengan human trafficking ini.
Di negara berkembang , berbagai macam alasan
muncul sebagai penyebab terjadinya fenomena yang
kian mengancam rasa kemanusiaan ini diantaranya
alasan ekonomi, ekonomi selalu menjadi alasan yang
sulit di bantah karena tentu setiap manusia ingin
mampu memenuhi segala macam kebutuhannya.
Negara berkembang memiliki kecenderungan jumlah
penduduk yang relatif tinggi tanpa diikuti dengan
lapangan pekerjaan yang tersedia sehingga hal ini
merupakan celah yang mudah di tembus oleh para
pedagang manusia yang selalu mengintai.
Jika mengambil konteks Indonesia hal ini sering
terjadi dengan kedok adanya pihak yang menawarkan
pekerjaan di luar negeri tanpa adanya jaminan dan
syarat yang jelas karena pekerjaan di Indonesia sudah
di rasa sulit untuk di temukan terlebih bagi masyarakat
yang tidak memeiliki kualifikasi pendidikan yang
tinggi, tawaran semacam itu sangat berpotensi sebagai
bentuk human trafficking.
Selain karena alasan ekonomi, permasalahan ini
juga tidak dapat dilepaskan dengan masalah pendidikan
dimana masyarakat yang tidak mendapatkan akses
pendidikan yang cukup akan cenderung mencari cara
instant agar dapat memiliki penghasilan yang layak,
mengingat sulitnya mendapatkan pekerjaan di Negara
berkembang macam Indonesia maka akan ada
keinginan bagi kelompok masyarakat tersebut untuk
mencari penghidupan yang lebih layak di luar negeri
dan tidak terlepas dari hasutan para calo berkedok
PJTKI yang memberikan janji-janji manis apabila
masyarakat bekerja di luar negeri seperti dijanjikan
upah yang besar dan lainnya, namun hal itu tidak
pernah ada.
Pada tahun 2010, Departemen Luar Negeri
Amerika Serikat menerbitkan peringkat negara di dunia
dalah hal human trafficking dan sudah bisa di tebak
Indonesia menjadi salah satu negara “pemasok
manusia” yang menjanjikan. Dalam rilis tersebut
Departemen Amerika Serikat menempatkan Indonesia
dalam tier 3 pada tahun 2001 dan pada tahun 2011
Indonesia naik peringkat menjadi tier 2. Yang
dimaksud dengan tier 2 ialah negara-negara dengan
pemerintah yang tidak sepenuhnya memenuhi standar
minimum TVPA (Trafficking Victims Protection Act’s),
akan tetapi telah berupaya dengan signifikan untuk
mmencapai standar-standar minimum yang telah di
tetapkan.
Melihat human trafficking dengan berbagai
perspektif Tidak ada satupun perpektif yang
membenarkan tindakan ini, sebagai seorang mahasiswa
muslim hendaknya kita berpegang pada sabda Baginda
Rasulullah. Imam al-Bukhâri dan Imam Ahmad
meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu
'anhu yang berbunyi:
“Tiga golongan yang Aku akan menjadi musuh mereka
di hari Kiamat; pertama: seorang yang bersumpah
atas nama-Ku lalu ia tidak menepatinya, kedua:
seseorang yang menjual manusia merdeka dan
memakan hasil penjualannya, dan ketiga: seseorang
yang menyewa tenaga seorang pekerja yang telah
menyelesaikan pekerjaan itu akan tetapi dia tidak
membayar upahnya.”
Dengan sangat tegas Rasulullah SAW akan
mengganjar mereka yang melakukan penjualan
manusia dengan menjadikannya musuh. Yang menjadi
pertanyaan dan harus kita renungi bersama ialah
dimanakah adab dan moral manusia zaman ini apabila
masalah kemanusiaan yang besar ini masih saja
menjamur? Apa bedanya zaman ini dengan zaman
jahiliyah?
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa Human
Trafficking merupakan isu kemanusiaan di dunia, dan
tentunya masalah ini menjadi tanggung jawab kita
semua untuk dapat segera menghentikan kejahatan ini
sesuai dengan bidang yang kita miliki masing-masing.
Sebagai mahasiswa dan khususnya mahasiswa
Hubungan Internasional yang memiliki objek kajian
fenomena semacam ini hendaknya kita senantiasa
mengingatkan kerabat kita akan bahaya human
trafficking yang terus mengintai. (*)
Buletin IRN Digital Edisi 32 | 7
source: salmanitb.com
FOKUS IV
Masih hangat dalam benak
kita, kisah miris Ruyati
seorang buruh migran atau
yang lebih dikenal dengan
sebutan Tenaga Kerja Wanita
(TKW) yang disiksa
majikannya di Arab Saudi
hingga berujung kepada
hukuman mati yang
menimpanya. Kisah Ruyati
mungkin hanya puncak gunung
es ditengah samudera persoalan para Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) di luar negeri khususnya Arab Saudi.
Tidak terhitung jumlah para Tenaga Kerja Indonesia
yang telah mengalami penyiksaan baik fisik, mental
maupun seksual. Yang lebih membuat kita terenyuh
lagi tenaga-tenaga kerja tersebut kebanyakan
mengalami penyiksaan disebuah negara yang katanya
adalah negara yang berasaskan Islam.
Timbul berbagai persepsi mengenai penyebab
disiksanya para tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi.
Ada yang mengatakan bahwa mereka disiksa karena
kesalahan mereka sendiri yaitu ketidak terampilan
dalam bekerja, ketidakmampuan berkomunikasi dengan
baik atau ada yang mengatakan bahwa budaya bangsa
Arab yang keras menyebabkan masyarakat disana
menganggap tindak kekerasan terhadap bawahan
adalah hal yang biasa. Namun ada persepsi yang lebih
menyesakkan dada kita sebagai seorang muslim yaitu
bahwa masih ada sebagian dari masyarakat Arab yang
menganggap pembantu mereka sebagai budak sehingga
apapun boleh mereka perbuat terhadap pembantu
mereka. Persepsi ini konon didasari dari syariat islam
yang belum menghapus hukum budak dan perbudakan.
Tapi apakah benar islam memperbolehkan perbudakan?
dan jikapun memperbolehkan, apakah pemilik budak
berhak melakukan apapun terhadap budaknya?
Permasalahan perbudakan terkadang masih
menjadi menjadi perdebatan dikalangan umat Islam. Ini
disebabkan oleh tidak adanya dalil shahih atau dalil
yang jelas mengatakan bahwa Islam melarang atau
mengharamkan perbudakan. Masalah ini juga dijadikan
senjata oleh musuh Islam untuk menjatuhkan islam dan
menjustifikasi bahwa agama islam adalah agama yang
melanggengkan perbudakan.
Mayoritas ulama menyatakan bahwa Islam sangat
menentang perbudakan dan bahkan telah
mengharamkannya. Itu terbukti dengan banyaknya ayat
-ayat Al-Qur‟an dan hadist Rasul yang menjurus
kepada upaya penghapusan perbudakan. Prof. DR.
Ahmad Syalaby mengatakan bahwa Islam menghapus
perbudakan secara tidak langsung (ghair mubasyir).
Mungkin yang akan menjadi pertanyaan banyak
orang, mengapa Islam tidak menghapus perbudakan
secara langsung sebagaimana menghapus hukum
bolehnya minum khamr (minuman keras) dan riba?.
Ahmad Syalaby dalam bukunya Al-Islam
mengemukakan setidaknya dua alasan mengenai hal
tersebut. Pertama, untuk menyesuaikan dengan kondisi
masyarakat pada saat Islam diturunkan, dimana banyak
terjadi peperangan antara orang Islam dan orang kafir.
Pada saat itu orang kafir menjadikan tawanan perang
mereka sebagai budak, maka orang Islam-pun
melakukan hal yang sama namun dengan perlakuan
yang berbeda. Kedua, dalam menetapkan peraturan,
Islam selalu mengedepankan kelembutan dan
memperhatikan kondisi manusianya. Karena itu Islam
menetapkannya secara perlahan dan bertahap, hal ini
dimaksudkan agar peraturan Islam mudah diterima dan
dilaksanakan. Termasuk didalamnya adalah tentang
perbudakan.
Menyangkut tentang peraturan-peraturan yang
secara tidak langsung berupaya menghapus perbudakan
dapat dilihat dari beberapa contoh berikut:
1. Sebelum datangnya Islam banyak cara untuk
mendapatkan budak seperti jual beli, membayar hutang,
undian, hadiah, peperangan dan lain sebagainya.
Setelah Islam datang, semua cara tersebut dihapuskan
kecuali hanya satu cara yang masih dibenarkan yaitu
peperangan. Namun cara terakhir inipun diperbolehkan
jika memenuhi dua syarat. Pertama, jika tawanan
tersebut bukan seorang muslim. Jika dia seorang
muslim, sekalipun berada di pihak musuh, maka tidak
dibenarkan dijadikan sebagai budak. Kedua, apabila
pemimpin kaum muslimin atau Imam menetapkan
orang tersebut sebagai budak, jadi apabila imam tidak
menetapkannya sebagai budak maka hukum orang
tersebut masih sebagai orang merdeka. Itulah salah satu
bentuk perhatian Islam dalam upaya mempersempit
perbudakan
2. Terdapat banyak ayat Al-Qur’an dan hadist yang
melarang perbudakan secara tidak langsung. Misalnya,
dalam Al-qur‟an Allah berfirman yang artinya:
“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di
medan perang) maka pancunglah batang leher mereka.
sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka
maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh
membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai
perang berakhir” (Q.S. Muhammad: 4).
Dalam ayat ini, secara tidak langsung Allah
menegaskan tidak ada perbudakan dalam Islam. Karena
Allah SWT dalam ayat ini justru mengatakan ...
Buletin IRN Digital Edisi 32 | 8
Perbudakan dalam Islam Oleh: Syamsu Wijaya (Mahasiswa HI UMY 2009)
bahwa para tawanan itu dapat bebas dengan dibebaskan
begitu saja atau dibebaskan dengan tebusan, dan tidak
dikatakan „atau dijadikan budak‟. Ini sekali lagi,
menegaskan tidak adanya perbudakan dalam Islam. Ini
dikuatkan juga dengan sabda Rasulullah: “Sejahat-
jahat manusia adalah orang yang menjual manusia”.
3. Dalam ajaran Islam, membebaskan budak adalah
perbuatan yang sangat sangat dianjurkan dan sangat
terpuji. Allah berfirman yang artinya:
“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua
buah mata, lidah dan dua buah bibir. Dan kami telah
menunjukkan kepadanya dua jalan. Tetapi dia tiada
menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah
kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?
(yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau
memberi makan pada hari kelaparan” (QS. Al-Balad:
8-13).
Juga sangat banyak pelanggaran-pelanggaran
hukum dalam Islam yang dendanya berupa
membebaskan budak misalnya, bersumpah palsu,
menzhihar istri, membunuh dan lain sebagainya.
Dalil-dalil diatas merupakan sebagian bukti
bahwa Islam sangat menentang perbudakan. Dan
meskipun apabila masih ada sebagian kecil orang yang
beranggapan bahwa Islam memperbolehkan
perbudakan, maka bukan berarti Islam membolehkan
perbuatan sewenang-wenang terhadap budak, karena
Rasulullah pernah bersabda: “Maukah aku kabarkan
kepada kalian, sejahat-jahat manusia di antara
kalian?” Para sahabat menjawab: “Tentu Ya
Rasulullah”. Rasul bersabda kembali: “Yaitu orang
yang memukul budaknya”.
Jadi tidak ada alasan lagi untuk mengatakan
bahwa islam adalah agama yang menyukai kekerasan
atau agama yang melanggengkan perbudakan.
Untuk persoalan TKI di luar negeri, kita sangat
berharap pemerintah bertindak tegas dalam membuat
aturan kerjasama yang jelas dengan pihak Negara
tempat TKI bekerja dan benar-benar memperhatikan
nasib mereka disana. Jangan sampai pengiriman TKI ke
luar negeri menjadi modus baru untuk melegalkan
perdagangan manusia (human traficking). (*)
Wallahu a’lam
Buletin IRN Digital Edisi 32 | 9
PROFIL
Elly Anita merupakan seorang warga negara
Indonesia yang pernah menjadi tenaga kerja Indonesia
(TKI) di Irak. Pada tahun 2009, ia menerima
penghargaan Pahlawan Anti-Perdagangan Manusia dari
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Elly merupakan satu dari sembilan orang dari
seluruh dunia yang dimasukkan dalam laporan tahunan
Trafficking-in-Person (TIP) di Departemen Luar
Negeri AS .
Elly adalah korban perdagangan manusia dan dia
pernah dijual seharga US$ 4.500 di Irak. Perempuan
yang hanya lulusan SD ini mengaku bersyukur
mendapat penghargaan dari Amerika Serikat.
“Kalau perasaan hanya bersyukur saja, tapi
kebanggaan tidak ada. Apa untungnya saya gembira?
Teman-teman saya di Irak saja masih ketakutan,” kata
Elly.
Elly awalnya menjadi TKI di Irak melalui jasa
satu Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia dan
dijanjikan dia akan menjadi seorang sekretaris di salah
satu perusahaan pada 2006 lalu.
Setiba wanita asal Jawa timur itu di Dubai, Uni
Emirat Arab, sebagai negara transit, dia kemudian
dioper begitu saja ke Kurdistan, yang dikatakan sebagai
“negara baru”. Oleh agennya di Dubai, ia berkali-kali
dijadikan percobaan pelecehan secara seksual.
Setelah dioper dengan cara ditipu seperti itu, dia
akhirnya tahu bahwa
“negara baru” itu
bukan di mana-mana
melainkan masih
wilayah Irak. Dia juga
akhirnya tahu bahwa dia dijual seharga 4.500 dolar AS
oleh agennya, dengan harapan dia bisa dipekerjakan
sebagai wanita penghibur.
Agen kerja memukulinya dan dia juga kelaparan,
dia juga dibatasi gerak-geriknya dan bahkan hingga
ditodongkan pistol ke kepalanya. Meskipun ia hampir
mati, Anita menolak untuk bekerja untuk agen tersebut
selain dalam kapasitas seorang sekretaris. Ketika kantor
itu kosong, Anita menemukan kesempatan untuk
merencanakan pelariannya. Dia menggunakan Internet
untuk menghubungi seorang teman, yang pada
gilirannya mengantarkan Anita ke Kedutaan Indonesia
di Amman, Yordania, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) Migrant Care juga ikut membantunya.
Akhirnya dengan bantuan Organisasi Internasional
untuk Migrasi, Anita berhasil lolos dari Irak dan
kembali ke Indonesia.
Sejak kembali ke negara asalnya, Elly telah
menggunakan pengalamannya untuk membantu
menyelamatkan orang lain. Dia mulai bekerja untuk
Migrant Care, membantu menyelamatkan enam
perempuan yang juga diperdagangkan. (Nizar)
Elly Anita: Pejuang Para TKI
Awarding kepada Elly Anita dari
Departemen Luar Negeri AS
Buletin IRN Digital Edisi 32 | 10
REPORTASE
Sobat HI tercinta, dalam waktu dekat KOMAHI
akan mengadakan serangkaian agenda besar yang
sudah ditunggu-tunggu. Pada tahun ini, agenda tersebut
disebut sebagai IRAC atau International Relation Art of
Challenges. Apa itu IRAC, selengkapnya berikut
keterangannya.
IRAC adalah tiga rangkaian agenda besar
KOMAHI yang terdiri dari Diplomatic Course (DC),
International Relation Research Workshop (IRRW),
dan School of Journalism (SoJ). Maksud dan tujuan
diselenggarakannya IRAC, salah satunya adalah
sebagai wadah berkumpul, komunikasi, serta
penyampaian informasi dan aspirasi khususnya bagi
Mahasiswa HI, terutama mahasiswa HI UMY, serta
mahasiswa pada umumnya, dan juga sebagai wadah
pembekalan bagi mahasiswa HI khususnya, terutama
untuk memenuhi tuntutan kebutuhan atas akademisi HI.
Untuk sub-Agenda IRAC 2012 antara lain adalah
sebagai berikut :
Diplomatic Course (DC) - 19, 21 dan 22 Mei 2012.
Diplomatic Course merupakan acara KOMAHI UMY
sebagai realisasi dari minat Mahasiswa HI terhadap
kemampuan teknik berdiplomasi pada tataran
Internasional menjadi hal yang sangat penting bagi
mahasiswa HI dan kemampuan serta pengetahuan akan
hal-hal yang mendukung dalam bernegosiasi. Acara ini
terdiri dari beberapa sub-acara, yakni diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Seminar Internasional
b. Simulasi Sidang Internasional (MUN Conference)
c. Table Manner Course
International Relation Research Workshop (IRRW)
-Tanggal 28 Mei 2012.
Sebagai media aspirasi mahasiswa HI, Korps
Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI)
menyelenggarakan International Relations Research
Workshop dengan tema “Curious ? Do Research”
sebagai agenda yang diharapkan mampu merangsang
dan mewadahi pemikiran kritis mahasiswa yang
dituangkan dalam bentuk karya tulis dan
menumbuhkan kembali minat mahasiswa terhadap
dunia penulisan karya ilmiah dan penelitian.
School of Journalism (SoJ), Jum’at, 8 Juni 2012.
School of Journalism 2012 kali ini membawakan
tema “Sketch Your Idea Through Journalism”. Tujuan
acara ini adalah menyajikan pelatihan sehari tentang
dunia jurnalistik sebagai salah satu sumber referensi
yang bernilai edukatif bagi para peserta. Acara ini akan
dikemas sederhana dan semenarik mungkin agar mudah
dicerna dan tidak membosankan. Tema tersebut
menjelaskan urgensi dibutuhkannya peran generasi
muda, terutama mahasiswa agar dapat mengembangkan
pengetahuannya seputar dunia Internasional tentunya
dengan Ilmu Hubungan Internasional dengan cabang
jurnalistik.
Bagaimana kawan, tertarik untuk mengikuti tiga
agenda besar KOMAHI tesebut?? Bagi teman-teman
yang berminat, dapat mebaca keterangan selengkapnya
dengan mengakses http://irac2012.blogspot.com/.
Salam KOMAHI!! (Deansa)
Buletin IRN Digital Edisi 32 | 11
IR-Art of Challenges
REPORTASE
Sabtu 19 Mei 2012 adalah hari yang sangat
penting untuk panitia dan peserta Diplomatic Course
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Karena ini
adalah hari dimana pengetahuan kita akan di tambah
dengan menyimak penuturan dari salah satu Dosen An-
Najah National University Palestina, Syekh Fakher
Nabeel Mohammad Khalili dan Ronny P. Yulianto
salah satu anggota dari staff kementrian luar negeri.
Penjelasan yang pertama oleh Ronny P. Yulianto
tentang Bagaimana Indonesia menempatkan Palestina
untuk menjadi anggota UN. “Pada dasarnya UN adalah
sumber internasional dimana disana terdapat bebrapa
Negara yang suka tidak suka UN adalah salah satu
organisasi yang mengampu atau menghimpun Negara-
negara tersebut, dan UN menjadi patokannya”, tutur
bapak Ronny P. Yulianto. Oleh karena itu anggtoa PBB
akan memiliki Hak dan Kewajiban yang telah di
tetapkan di organisasi tersebut dan akan mendapat
bantuan.
Jika dewan keamanan PBB merekomendasikan
satu Negara maka Majelis Umum akan melihat, apakah
Negara tersebut adalah Negara damai dan bisa
menjalankan Role of United Nation. Bahkan ada
anggota UN yang bukan Negara atau non-member
state, mereka selalu mendapatkan tempat atau kursi di
UN, yaitu Vatikan.
Sementara itu, dosen An-Najah University juga
menjelaskan bahwa Palestina harus menjadi anggota
PBB, karena melihat fenomena sekarang bahwa tanah
Palestina telah dijajah oleh Israel sejak tahun 1948
hingga sekarang, terdapat beberapa foto yang
menggambarkan orang-orang Palestina yang terjajah di
negerinya sendiri, bahkan ada lahan-lahan kosong milik
Palestina yang juga dijajah oleh Israel, mereka tidak
mengijinkan warga Palestina menempati lahan mereka
sendiri.
Tetapi Presiden Amerika Obama telah berjanji
akan membantu Palestina untuk pengakuannya sebagai
Negara anggota United Nation, tutur Fakher Nabeel
selaku orang Palestina sendiri. (Novi Rizka Amalia)
Korps Mahasiswa Hubungan Internasional
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta melalui
agenda-agenda besarnya berusaha untuk menaungi
segala aspirasi para mahasiswa Hubungan Internasional
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, diantaranya
adalah Diplomatic Course hari ke-2, yang telah
dilaksanakan pada hari Senin, 21 Mei 2012 bertempat
di Gedung AR Fakhruddin B lantai 5. Tujuan dari
pelaksanaan Diplomatic Course sendiri adalah
meningkatkan kemampuan mahasiswa HI UMY, salah
satunya melalui simulasi sidang. Masing-masing
peserta terlibat di dalam simulasi sidang tersebut
sebagai delegasi negara-negara di dunia. Tiap simulasi
sidang yang dilaksanakan, membahas isu-isu mutakhir
dalam konteks Hubungan Internasional.
Simulasi sidang General Assembly PBB
mengambil tema “The Debate of Palestine become
Permanent UN Member”. Dengan dua kubu yang
saling bertentangan, yaitu kubu yang mendukung
Palestina sebagai anggota tetap PBB dan kubu yang
menolak Palestina sebagai anggota tetap PBB. Simulasi
sidang berakhir dengan penerimaan Palestina sebagai
anggota tetap PBB. Acara yang berlangsung hingga
pukul 17.00 WIB ini ditutup dengan pembagian award
kepada delegasi, penentuan best position paper, best
speaker, dan best delegate.
Harapan semua pihak tentunya agar tingkat
partisipasi mahasiswa Hubungan Internasional
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang tinggi
dalam acara ini agar tetap dipertahankan. Mengingat
kegiatan ini memberi manfaat positif bagi mahasiswa
Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, baik dari segi ilmu, pengalaman, maupun
motivasi. (Ragil Risky Rachman)
Buletin IRN Digital Edisi 32 | 12
Seminar Internasional "Layakkah Palestina menjadi Anggota PBB"
IR-Art of Challenges
MUN Conference: The Debate of Palestine become Permanent UN Member
GALERI IR-Art of Challenges
Buletin IRN Digital Edisi 32 | 13
SIKAP
Akhir-akhir ini di berbagai
media massa beramai-ramai
membahas tentang perdangan
sejumlah organ tubuh manusia
atau TKI yang tewas di
Malaysia. Menjadi
perbincangan hangat setiap
harinya. Seoalah-olah
pemerintah hanya tinggal diam
dalam masalah ini. Sehingga
masyarakat-pun geram akan
kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak menindak
lanjuti masalah ini lebih jauh.
Human Trafficking yang dikenal dengan
perdagangan manusia menjadi tindakan kriminal
tingkat internasional yang memerlukan kerjasama
tingkat tinggi dan peran negara-negara secara aktif,
melintasi negara-negara bahkan benua. Dikutip dari
Wikipedia, perdagangan manusia adalah perdagangan
dalam gerakan atau migrasi masyarakat, hukum dan
ilegal, termasuk tenaga kerja baik sah kegiatan serta
kerja paksa.
Kasus perdagangan manusia meningkat setiap
tahunnya, bukan hanya di Indonesia tetapi juga dari
berbagai belahan bumi lainnya. Hal ini terjadi meliputi
berbagai faktor, mulai dari permalahan dari negara, bos
atau mafia maupun dari korban sendiri. Faktor paling
utama yaitu dari aspek ekonomi, hal ini dipicu dengan
meningkatnya angka kemiskinan mengakibatkan para
korban mudah sekali terjerat dalam kejahatan ini.
Berdasarkan data dari International Organization
for Migration (IOM), hingga April 2006 kasus
perdagangan manusia di Indonesia mencapai 1.022
kasus, dengan 88,6 persen korbannya adalah
perempuan. Kasus human trafficking-pun semakin
meningkat dan beragam. Berbagai latar belakang dan
faktor yang menjadikan perempuan menjadi prioritas
dalam kasus human trafficking. Sebagian besar korban
perempuan menjadi PSK (pekerja seks komersil),
kemudian disusul oleh anak-anak. Dalam bidang kerja
pun tak luput dari perdagangan manusia. Manusia atau
pekerja seolah-olah menjadi budak di negeri orang,
diperlakukan tidak selayaknya manusia. Seperti yang
terjadi yang menimpa TKI di Timur Tengah dan
Malaysia.
Korban sesungguhnya membutuhkan pertolongan
untuk bisa keluar dari keadaan tersebut. Dalam hal ini
kewajiban kita untuk ikut serta, untuk membantu para
korban dari jerat kejahatan ini. Yang menjadi pokok
permasalahan yakni sulitnya untuk mengidentifikasi
secara langsung korban human trafficking. Hal ini
disebabkan karena korban berasal dari berbagai penjuru
dunia bukan hanya wilayah domestik, sehingga sulit
untuk memahami budaya, bahasa dan cara untuk
mendekati korban tersebut. OSCE (Organization for
Security and Co-operation in Europe), adalah salah
satu organisasi yang berada di bawah naungan PBB
yang bertugas untuk memerangi masalah perdagangan
manusia. Akan tetapi OSCE pun mambutuhkan
masyarakat dunia untuk turut ikut serta dalam hal ini.
Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum
membuat undang-undang yang secara khusus
membahas permasalahan perdagangan manusia. Pada
tahun 2005, UU mengenai perdagangan manusia masih
sangat minim sementara kasusnya semakin hari
semakin bertambah. Pada Timbangan Pasal (c) dan (d)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun
2004, tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri terdapat bagan yang
menjelaskan mengenai WNI yang menjadi korban
perdagangan manusia di luar negeri.
Namun sayangnya, tidak terdapat mengenai
perdagangan manusia Indonesia di dalam negeri atau
bahkan WNA yang didagangkan di Indonesia. Sebagai
masyarakat umum dan mahasiswa, kita harus ikut serta
dalam penanggulangan kejahatan yang tidak
berperikemanusiaan ini, kejahatan ini bukan hanya
permasalahan dari pemerintah saja tetapi juga
masyarakat luas. Kesempatan saling menjaga keluarga,
kerabat, tetangga dan lingkungan sekitar sangat
dibutuhkan sebagai langkah awal untuk mencegah
terjadinya human trafficking dalam ranah yang dapat
kita jangkau saat ini. (*)
Tindak Tegas Pelaku Human Trafficking Oleh: Wahyu Dono (Mahasiswa HI UMY 2011)
Buletin IRN Digital Edisi 32 | 14
KoMa : Komentar Mahasiswa
“Pendidikan untuk rakyat
Indonesia harus benar-
benar merata agar rakyat
Indonesia tidak mudah
dibodohi. Pengangguran
merupakan salah satu
penyebab human
trafficking. Pemerintah
harus membuka dan
menambah lapangan
pekerjaan untuk rakyat menengah ke bawah.
Hukum harus ditegakkan. Aparat negara harus
serius untuk menindak tegas pelakunya. Sanksi
buat pelaku harus dibuat seberat mungkin agar
pelaku jera”
Shony Marida Angriawan Mahasiswa HI UMY 2010
“Menurutku cara
mencegah human
trafficking itu dengan cara
memberitahu orang orang
awam tentang apa itu
human trafficking dan
bahayanya. Soalnya orang
-orang yang berada di
negara berkembang itu
banyak yang tidak tahu
apa itu human trafficking, mereka cuma tau
kalau salah satu dari keluarga mereka udah
hilang. Negara seharusnya membuat badan
keamanan sendiri untuk urusan human
trafficking agar bisa dicegah dan dihentikan
serta diberikan sanksi yang sangat keras agar
para pelaku human trafficking jera”
Ditto Reyza Irawan
Mahasiswa HI UMY 2011
“Korban Human
Trafficking lebih banyak
perempuan dan anak-
anak, karena mereka lebih
lemah. Solusinya adalah
mulai dari hal yang kecil,
yaitu sosialisasi dan
penyuluhan perlu
diperkuat lagi, terutama ke
daerah-daerah terpencil.
Di samping itu, Pemerintah harus lebih
preventif lagi, untuk mencari jaringan pelaku
utama Human Trafficking, serta memotong
jaringannya hingga ke akar-akarnya. Lalu
korespondensi dengan pemerintah, masyarakat
dan pihak keamanan. Misalnya TKI, harus
lapor langsung jika terjadi sesuatu hal yang
tidak diinginkan”
Arlita Widyastuti
Mahasiswi HI UMY 2011
“Hukum harus dipertegas,
karena pemicu Human
Trafficking pada dasarnya
bukan karena faktor ekonomi,
tapi ada banyak faktor lain,
salah satunya yaitu hukum
Negara dan pendidikan.
Intinya, Human Trafficking
harus dilarang”
Heni Iswanti
Mahasiswi HI UMY 2010
“Bagaimana solusi atau tindakan
pencegahan untuk menghentikan
Human Trafficking ?!”
Buletin IRN Digital Edisi 32 | 15