Business Model Analysis of Bank Syariah Indonesia
Abstract
Bank Syariah Indonesia (BSI) is a merger bank of the 3 largest sharia banks in Indonesia,
namely BNI Syariah, BRI Syariah, and Bank Syariah Mandiri. BSI is expected to become the
top 10 global Islamic bank in the next 5 years, but the difference in the application of
business models conducted by the previous 3 banks becomes BSI's challenge in the post-
merger strategy. This study aims to analyze strategies related to the business model used by
BSI and how adjustments are made using the canvas business model framework of
Osterwalder &Pigneur (2010).
The research method was conducted using in-depth, semi-structured interview with 3 ex-
group heads of BNI Syariah, BRI Syariah, and BSM. The results showed that BSI uses a
'retail banking' business model by combining all customer segments of the three banks with a
focus on the corporate, millennial, and fixed-income costumer segments. BSI's strategy to
increase revenue is the optimization of branches, overseas projects, and e-channels. There
are some cost structure adjustments such as the application of single rate and single price.
By combining the resources and facilities of these 3 sharia banks, BSI uses the advantages of
each bank to expand the scope of BSI. This study contributes to the literature using sharia
banking business model framework, understanding of BSI business model, and being a
reference for evaluation of BSI business model in further research.
Keywords: Bank Syariah Indonesia, Bank Business Model, Sharia Banking, Bank Merger
Analisis Model Bisnis Bank Syariah Indonesia
Abstrak
Bank Syariah Indonesia (BSI) adalah bank hasil merger dari 3 bank syariah terbesar di
Indonesia yaitu BNI Syariah, BRI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri. BSI digadang menjadi
top 10 bank syariah global pada 5 tahun kedepan, namun perbedaan dalam penerapan model
bisnis yang dilakukan oleh 3 bank sebelumnya menjadi tantangan BSI dalam strategi pasca
merger. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi terkait model bisnis yang
digunakan oleh BSI dan bagaimana penyesuaian yang dilakukan dengan menggunakan
kerangka model bisnis canvas dari Osterwalder & Pigneur (2010).
Metode penelitian dilakukan menggunakan in-depth, semi-structured interview dengan 3 eks-
group head BNI Syariah, BRI Syariah, dan BSM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BSI
menggunakan model bisnis ‘retail banking’ dengan menggabungkan seluruh customer
segment dari ketiga bank dengan fokus pada segmen korporasi, millenial, dan fixed-income
costumer. Strategi yang dilakukan BSI untuk meningkatkan pendapatan adalah optimalisasi
cabang, project overseas, dan e-channels.Terdapat beberapa penyesuaian struktur biaya
seperti penerapan single rate dan single price. Dengan menggabungkan sumber daya serta
fasilitas dari 3 bank syariah ini, BSI menggunakan keunggulan dari masing-masing bank
untuk memperluas cakupan BSI. Penelitian ini berkontribusi untuk literatur dalam
penggunakan kerangka model bisnis perbankan syariah, pemahaman terhadap model bisnis
BSI, serta dapat menjadi acuan evaluasi model bisnis BSI pada penelitian selanjutnya.
Kata Kunci: Bank Syariah Indonesia, Model Bisnis Perbankan, Perbankan Syariah, Merger
Bank
1. Pendahuluan
Merger dan akuisisi (M&A) muncul seperti gelombang dan diimplementasi dalam bisnis baik
lingkup ekonomi maupun bisnis (Toxvaerd, 2008), namun strategi dan tujuan operasional yang terkait
dengan asosiasi M&A seringkali tidak terpenuhi. (Steigenberger, 2017). Hal ini dikarenakan
perbedaan persepsi antar grup (J et al., 2002), budaya organisasi yang tidak kompatibel (Riad, 2005),
perasaan ekslusi (Harwood & Ashleigh, 2005), dan ambiguitas indentitas organisasi (Van Dick et al.,
2006).
Di Indonesia, merger Bank Syariah Indonesia telah dimulai sejak 1 Februari 2021. Bank yang
berhasil dimerger adalah Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah, Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Syariah, dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Pengertian merger dan akusisi (M&A) mengacu pada
proses penggabungan atau memperoleh sebagian atau semua hak milik perusahaan lain (Wanke et al.,
2017). Dengan kata lain, bergabungnya tiga bank syariah besar tersebut menjadikan aset yang dimiliki
BSI mencapai Rp 240 triliun dan menempati jajaran ke-7 tingkat nasional. Jumlah nasabah yang
dimiliki BSI sebanyak 14,9 juta nasabah yang berarti mencapai 50% dari seluruh nasabah Bank
Syariah di Indonesia. Angka yang cukup besar untuk menjadikan BSI masuk ke jajaran bank buku III.
Merger adalah hasil dari keputusan strategis yang bertujuan untuk meningkatkan pangsa
pasar, mengurangi biaya, atau menciptakan sinergi (Vieru & Rivard, 2014). Namun, merger tidak
menyiratkan tingkat integrasi yang sama di antara pihak-pihak yang bergabung atau tingkat otonomi
yang sama untuk dipertahankan oleh masing-masing organisasi (Marks, 2001). Pada satu kasus,
identitas digunakan di setiap organisasi, sedangkan lainnya, satu pihak mengharuskan yang lain untuk
mengadopsi praktik, norma, dan budayanya. Atau kemungkinan terjadi bahwa perusahaan secara
bertahap digabungkan dengan menegakkan interdependensi operasional dan budaya bersama, atau,
diterapkan struktur organisasi dan praktik kerja yang baru bagi semua pihak (Vieru & Rivard, 2014).
Terdapat 4 pendekatan pasca merger menurut Elis (2004), Preservation artinya aturan pada organisasi
yang lama tetap utuh. Absorption terjadi ketika salah satu perusahaan memberlakukan praktik kerja,
norma, dan budayanya pada pihak lain. Symbiosis artinya pendekatan integrasi di mana pihak yang
bergabung secara bertahap dicampur menjadi semakin saling terkait dan mempertahankan bagian
terbaik dari setiap struktur organisasi. Transformation mencerminkan situasi di mana organisasi
terintegrasi dengan mengembangkan praktik kerja terbaik yang baru dan identitas organisasi yang
umum.
Efek dari adanya merger dan akuisisi menimbulkan tantangan dalam pengintegrasian baik dari
aspek teknis maupun sumber daya manusia, merger tidak melulu tentang kesuksesan, namun
seringkali menuai kegagalan strategi. (Epstein, 2005). Kegagalan tersebut bisa dipicu karena merger
yang dilakukan hanya mempertimbangkan dimensi produk dan pasar geografis, tanpa
mempertimbangkan peran keterkaitan model bisnis diantara pihak yang melakukan merger (Sohl &
Vroom, 2017). Menentukan model bisnis dalam merger adalah penting dan diperlukan spesifikasi
sumber daya yang dimiliki, hal ini dikarenakan model bisnis digunakan sebagai landasan bagaimana
organisasi menggunakan dan mengkonfigurasi sumber daya dan proses untuk melakukan aktivitas
bisnis (Sohl & Vroom, 2017). Pada merger J.P Morgan dan Chase, kesepakatan model bisnis
dilakukan oleh tim top management sebelum pengumuman merger. Hasil kesepakatan tersebut
kemudian dikomunikasikan kepada karyawan, klien, pemegang saham, regulator, dan media. Dobson
& Piga (2013) melakukan analisis pada merger yang dilakukan oleh maskapai penerbangan bertarif
rendah di Eropa, EasyJet-GoFly dan Ryanair-Buzz menghasilkan model bisnis baru sehingga pada
akhirnya berdampak positif pada struktur harga dan perluasan perolehan schedule pada rute.
Salah satu tantangan terbesar BSI adalah perlu adanya peninjauan strategi yang lebih
komprehensif adalah perbedaan model bisnis yang ada diantara ketiga bank syariah tersebut, Bank
Syariah Mandiri fokus pada segmen kredit korporasi. BRI Syariah pada penyaluran pembiayaan
segmen UMKM. Sedangkan BNI Syariah fokus ke consumer banking, menargetkan milenial, serta
international funding karena BNI memiliki sejumlah cabang di luar negeri. Sehingga timbul
pertanyaan bagaimana menyatukan ketiga model bisnis yang berbeda diantara ketiganya. Selain itu,
dikemukakan oleh Menteri Keuangan Indonesia bahwa tantangan BSI adalah bagaimana membentuk
manajemen yang baik serta inovatif dan kreatif dalam menjalankan bisnisnya. Tantangan lainnya
datang dari tekanan untuk masuk kedalam pasar global dimana diharapkan BSI dapat mulai masuk
kesana dan menangkap tren baru dalam perbankan syariah serta menjawab tantangan kapitalisasi
pasar yang besar pada tahun 2025.
Telah banyak penelitian mengenai integrasi pasca merger, diantaranya Harwood & Ashleigh
(2005) menemukan masalah dengan kepercayaan dan kerahasiaan dalam integrasi pasca merger dalam
organisasi healthcare FTSE100, Kato & Schoenberg (2014) melakukan wawancara dengan pelanggan
multinasional yang memiliki hubungan dengan bisnis pre dan pasca merger menghasilkan pandangan
pentingnya variabel hubungan dengan pelanggan yang kritis yang dapat digunakan untuk tindakan
integrasi pasca merger. Hasil dari sinergi pasca merger tidak dikuantifikasi secara memadai meskipun
faktor-faktor strategis telah dianggap relevan, sehingga tantangannya adalah bagaimana perusahaan
dapat mengintegrasikan sumber daya manusia dan perangkat organisasi dengan latar belakang yang
berbeda, dari strategi hingga akuntansi, tentang cara efektif untuk mengukur nilai sinergi, dan
melakukan konsistensi komunikasi antar perusahaan mengenai hal tersebut (Garzella & Fiorentino,
2014). Dalam studi literatur integrasi pasca merger, Steigenberger (2017) menggarisbawahi bahwa
masih kurangnya penelitian mengenai dinamika dalam proses integrasi organisasi setelah melakukan
merger seperti manajemen proyek integrasi, komposisi dan interaksi dalam integrasi dan proses
pembuatan keputusan kolektif. Dari penelitian terdahulu, terdapat kenyataan bahwa tantangan pasca
merger cukup besar dari berbagai aspek bisnis, namun khususnya perbedaan model bisnis yang
berbeda diantara bank yang bermerger menjadi BSI juga menjadi sorotan dan menimbulkan
pertanyaan bagaimana model bisnis yang akan dijalankan oleh BSI. Sampai saat ini sedikitnya
terdapat dua penelitian terkait merger BSI yaitu mengenai reaksi investor (Syamsuddin, S., &
Pratama, V. Y, 2021) dan analisis kinerja keuangan bank syariah setelah merger dan covid-19 (Yusuf,
M., & Ichsan, R. N., 2021), namun belum terdapat analisis yang berkaitan dengan strategi manajemen
dan model bisnis yang akan dilakukan oleh BSI. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis strategi terkait model bisnis yang digunakan oleh BSI dan bagaimana penyesuaiannya
pada ketiga bank yang di merger.
Penelitian akan dilakukan dengan metode kualitatif melalui in-depth interview dengan direktur
BSI dengan menggunakan 9 blocks building of Business Model Canvas oleh Alex Osterwalder yang
meliputi costumer segment, value preposition, delivery channel, customer relationship, revenue
stream, key resources, key activities, key partnership, dan cost structure (Osterwalder, A., & Pigneur,
Y., 2010). Customer segment didefinisikan sebagai kelompok/grup konsumen yang akan dijadikan
segmen target penjualan, jenis-jenis segmen konsumen diantaranya mass market (konsumen masal),
niche market (pelanggan dengan kebutuhan/karakteristik khusus), segmented (konsumen dengan
kriteria spesifik), diversified/unrelated (segmen konsumen dalam jenis yang berbeda-beda), dan
multisided platforms/interindependen (lebih dari satu segmen pelanggan). Value preposition tentang
bagaimana keunggulan produk, jasa, dan layanan yang ditawarkan baik bersifat kuantitatif (harga dan
efisiensi) dan kualitatif (pengalaman pelanggan). Delivery channel mencakup alat dan media yangn
digunakan untuk berkomunikasi dengan target konsumen. Customer relationship tentang cara yang
digunakan untuk menjaga hubungan baik dengan customer. Revenue stream berkaitan dengan sumber
perolehan pendapatan organisasi dari setiap segmen customer. Key resources adalah aset dan sumber
daya penting dalam organisasi. Key activities meliputi kegiatan operasional utama yang dilakukan
perusahaan seperti kegiatan supply chain, delivery, problem solving, pendanaan, pembiayaan, dan
lain-lain. Key partnership menunjukkan hubungan dengan stakeholder yang merupakan mitra
organisasi. Yang terakhir, cost structure menggambarkan jenis dan besaran biaya yang digunakan
untuk melakukan aktivitas, memanfaatkan sumber daya, dan bekerjasama dengan mitra (Indonesia,
2012). Pertanyaan dalam wawancara akan meliputi 9 elemen tersebut dan menghasilkan jawaban
model bisnis apa yang akan diterapkan oleh BSI serta bagaimana penyesuaian yang dilakukan oleh
ketiga bank yang dimerger.
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan beberapa implikasi baik bagi praktisi,
akademisi, maupun pemerintah. BSI yang digadang menjadi bank syariah terbesar di Indonesia
mendapatkan sorotan dari berbagai pihak, sehingga langkah praktis maupun strategis mengenai model
bisnis yang dilakukan BSI menjadi salah satu faktor pertimbangan untuk pihak lain menentukan
sikap. Investor akan mulai memperhitungkan peluang investasi dari rencana bisnis yang dilakukan
BSI, apakah dengan bergabungnya tiga bank syariah BUMN akan menciptakan keuntungan investasi
yang berlipat sehingga perlu keputusan investasi yang meningkat atau sebaliknya. Akademisi
menganggap merger bank syariah menjadi fenomena bersejarah dan akan terus disoroti
perkembangannya dari segi ilmiah dan bukti empiris, sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi
acuan pengembangan penelitian dengan menggunakan BSI sebagai sampel terutama dari segi
keberhasilan sinergi yang dilakukan. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan akan turut serta
mendukung perkembangan BSI sejalan dengan visi misi yang diharapkan, hasil penelitian dapat
menjadi rujukan bagaimana tindakan dan kebijakan berupa regulasi yang akan ditetapkan untuk
mendungkung keberhasilan merger serta dukungan operasional seperti kerjasama yang bisa dilakukan
antara BSI dan pemerintah. Penelitian ini memiliki beberapa limitasi, seperti metode interview yang
digunakan berdasarkan pada persepsi dan disimpulkan berdasarkan pendekatan teori sehingga perlu
statement pasti dari interviewee terkait keputusan model bisnis yang dijalankan BSI. Penelitian ini
hanya mengacu pada satu model bisnis, sehingga kemungkinan ada faktor yang belum dijelaskan
dalam model. Selain itu, penelitian baru dilakukan 2 bulan pasca merger BSI sehingga secara kondisi
operasional BSI masih sangat prematur dan memungkinkan adanya pengembangan strategi seiring
berjalannya waktu.
2. Literature Review
2.1. Merger Bank Syariah di Indonesia
Wacana membangun bank syariah di Indonesia melalui merger telah terdapat pada road-map
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia dan terlaksana pada 1 Februari 2021 bertepatan dengan 19
Jumadil Akhis 1442 H dengan bergabungnya 3 bank syariah BUMN yaitu BNI Syariah, BRI Syariah,
dan Bank Syariah Mandiri menjadi satu entitas bernama Bank Syariah Indonesia (BSI). Hal ini
dilatarbelakangi karena meningkatnya kesadaran dan kebutuhan masyarakat terhadap halal matter
yang harus didukung dengan terciptanya ekosistem industri halal, salah satunya adalah bank syariah
di Indonesia. Sejalan dengan itu, dengan bergabungnya 3 bank syariah terbesar di Indonesia
diharapkan tujuan merger (meningkatkan pangsa pasar, mengurangi biaya, atau menciptakan sinergi)
dapat terlaksana (Vieru & Rivard, 2014). Demi menunjang upaya pasca-merger, BSI sedang
melakukan proses migrasi / roll out dimulai dari Sulawesi, Jawa Tengah, dan diharapkan dapat selesai
pada Oktober 2021. Dengan tetap melakukan kegiatan usahanya seperti biasa, terdapat hal menarik
tentang bagaimana BSI menampung dan men-deliver fasilitas ketiga bank tersebut kedalam satu
model bisnis yang baru.
2.2. Business Model
Business model menjadi topik populer dalam bidang penelitian maupun praktik dalam
beberapa tahun terakhir serta digunakan sebagai alat untuk analisis dan desain penciptaan nilai
perusahaan (Osterwalder, A., & Pigneur, Y. (2010), Chesbrough & Rosenbloom, 2002)). Tiga
ontologi business model paling umum adalah E-3 value Ontology (Akkermans & Gordijn, 2003),
Business Model Ontology (BMO) (Osterwalder, A., & Pigneur, Y., 2010), Resource-Agent-Event
Ontology (McCarthy, 1982). E-3 value Ontology lebih banyak digunakan pada industri e-commerce
dan IT, Resource-Agent-Event Ontology berfokus pada semantic bisnis yang mendasari aktivitas
rantai nilai sebuah organisasi yang dihasilkan dengan database Sistem Akuntansi Informasi (SIA).
Untuk sektor perbankan yang digunakan pada penelitian ini, ontology business model yang dipilih
karena kesesuaiannya adalah BMO atau Business Model Canvas yang dipopulerkan oleh Osterwalder,
2010.
2.3. Business Model Canvas (BMC)
Business model dapat didefinisikan berbeda sesuai arah dan definisinya. Namun, satu konsep
telah mendapatkan popularitas besar, terutama di kalangan kewirausahaan (Sort & Nielsen, 2018)
serta sangat efektif di sini dalam membantu pengguna memahami model bisnis organisasi (Joyce &
Paquin, 2016) adalah Business Model Canvas dari Osterwalder dan Pigneur, (2010) (Sort & Nielsen,
2018). Sort & Nielsen (2018) melanjutkan bahwa kerangka kerja BMC ini menawarkan pemahaman
yang lebih baik kepada pengusaha tentang perusahaan's nilai penciptaan dan pengiriman dengan
gagasan proposisi nilai di pusat analisis model bisnis. Tujuan menggunakan BMC dan struktur 9
block building adalah untuk memberikan pemahaman yang jelas kepada pengguna tentang keunikan
perusahaan. BMC dapat membantu pengguna secara visual merepresentasikan elemen model bisnis
dan potensi interkoneksi serta dampaknya pada penciptaan nilai (Joyce & Paquin, 2016). Selain itu,
BMC dapat digunakan sebagai alat visual yang memfasilitasi diskusi, debat, dan eksplorasi inovasi
potensial untuk model bisnis yang mendasarinya. Telah banyak penelitian terkait analisis business
model yang menggunakan kerangka kerja dari BMC diantaranya Zolnowski et al. (2014) dan Kwak et
al., (2019) menghubungkan BMC dengan strategy IT, Vial ( 2016) menjadi landasan business model
pada perusahaan berbasis sosial, Joyce & Paquin (2016) menggunakan BMC sebagai alat untuk
merancang model bisnis yang berkelanjutan, serta pada sektor perbankan Islam, Orhan (2018)
menganalisis business model perbankan Islam di Turkey menggunakan BMC. Merujuk pada
Osterwalder dan Pigneur, (2010), kerangka kerja BMC memuat 9 blocks building, diantaranya:
1. Customer Segment: Sebuah organisasi melayani satu atau beberapa segment pelanggan.
2. Value Preposition: Organisasi menyediakan cara untuk mengatasi kendala pelanggan dan
memuaskan kebutuhan pelanggan melalui value preposition.
3. Channels: Value preposition dikirimkan kepada pelanggan melalui komunikasi, distribusim
dan sales channel.
4. Customer Relationship: Hubungan dengan pelanggan dibangun dan dijaga dengan masing-
masing segmen pelanggan.
5. Revenue Streams: Sumber pendapatan dihasilkan dari kesuksesan value preposition yang
ditawarkan kepada pelanggan.
6. Key Resources: Sumber daya utama adalah aset yang digunakan untuk menawarkan dan
mengirimkan sumber-sumber pendapatan.
7. Key Activities: Kegiatan utama wajib dilakukan organisasi untuk menghubungkan pelanggan
dengan sumber pendapatan dengan melibatkan sumber daya dan channel.
8. Key Partnership: Aktivitas-aktivitas yang dilakukan serta sumber daya yang diperoleh dari
luar perusahaan.
9. Cost Structure: Struktur biaya menyediakan biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun
business model.
2.4. Bank Business Model
Setelah adanya krisis global di tahun 2017, respon bank bergerak menuju tren masa depan
aktivitas perbankan internasional sebagai tanda reformasi akibat dampak krisis (Căpraru, 2011;
David, 2018) serta ditegaskan oleh Komite Global Financial System Bank of International
Settlements (Buch & Dages, 2018) bahwa hal-hal yang memiliki dampak nyata seperti pada sektor
perbankan global adalah krisis keuangan global, lingkungan pasar pasca-krisis dan perubahan
kerangka peraturan, serta kemajuan teknologi yang signifikan (Orăștean, 2018). Dampak tersebut
meliputi perubahan lanskap operasional, serta peninjauan ulang strategi dan model bisnis. Orăștean
(2018) menggarisbawahi bahwa sebagian besar gerakan pasca-krisis menuju perbankan komersial
didanai oleh ritel, ketika sebelumnya model bisnis yang dominan adalah didanai oleh grosir artinya
kelompok bank yang berorientasi perdagangan relatif lebih bertahan atau konstan pada periode krisis.
Pada periode pasca-krisis, klien menuntut barang dan jasa dengan ‗one-click’ dari smartphone,
sehingga bank perlu bergerak lebih cepat dalam hal inovasi strategi transformasi digital demi
memenuhi perubahan perilaku pelanggan tersebut.
Sebelumnya, beberapa penelitian terdahulu telah mengidentifikasi beberapa model bisnis
yang dilakukan oleh bank. Ayadi & De Groen (2014) sebagai salah satu pioneer untuk memonitor
model bisnis dari 147 bank Eropa (Banking Business Models Monitor—Eropa) mengklasifikasikan ke
dalam empat kelompok: investasi, grosir, ritel terdiversifikasi, dan ritel terfokus. Di tahun berikutnya,
dengan memperluas data ke 2542 bank dari Uni Eropa dan negara-negara EFTA dari tahun 2005
hingga 2014, Ayadi et al., (2017) mengidentifikasi lima model bisnis: ritel terfokus, ritel yang
terdiversifikasi tipe 1 dan tipe 2, grosir, dan investasi. Dengan menggunakan 1299 indikator dari 222
bank yang beroperasi di 34 negara selama periode 2005–2013, Tarashev (2014) mengidentifikasi tiga
profil bisnis paling utama: bank komersial yang didanai ritel, bank komersial yang didanai grosir, dan
pasar modal. Serta Farnè & Vouldis (2017) mengidentifikasi empat model bisnis menggunakan
analisis klaster yaitu bank komersial tradisional, bank komersial kompleks, bank pendanaan grosir,
dan bank kepemilikan sekuritas. Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa dominasi model bisnis
perbankan global adalah ritel, investasi, dan grosir didukung oleh analisis pilar kerangka peraturan
dari Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) (David, 2018).
Pada perbankan berbasis Islam atau populer dikenal dengan perbankan syariah, tidak terdapat
spesifikasi khusus mengenai model bisnisnya. Model bisnis pada perbankan syariah dapat
digeneralisasi menggunakan framework BMC. Identifikasi model bisnis perbankan syariah yang dapat
membedakannya dengan perbankan konvensional dapat dilihat dari aliran pendapatan dan proposi
nilai (Joyce & Paquin, 2016). Aliran pendapatan perbankan syariah tidak berasal dari pendapatan
bunga melainkan dari investasi atau fee-based income seperti biaya transfer bank atau penerbitan
kartu kredit. Dalam hal proposisi nilai, bank syariah menawarkan produk simpanan seperti rekening
tabungan dan rekening investasi, serta produk seperti murabahah (penjualan ditambah dengan
biaya/fee), mudharabah (kemitraan modal/tenaga kerja), musyarakah (kemitraan modal-modal), dan
ijarah (leasing/jasa), produk berbasis ekuitas seperti:mudarabah dan musyarakah, serta produk yang
berbasis hutang (tanpa bunga) seperti murabahah (Joyce & Paquin, 2016).
Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah yang disajikan oleh Departemen Perbankan Syariah
Bank Indonesia, kemungkinan penerapan model bisnis pada perbankan syariah berdasarkan
keunggulan, kelemahan, sumber daya manusia, produk, infrastruktur, dan skema akad adalah
investment banking, commercial banking, universal banking, consumer banking, social banking,
agricultural banking, development banking, cooperative banking, community banking, green banking,
branchless banking, subsidiary banking, window banking, dan linkage banking (Indonesia, 2012).
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu in-depth, semi-structured interview yang
bertujuan untuk memperoleh gambaran dari ahli dengan jumlah responden yang sedikit untuk
mengekplorasi prespektif mereka terkait topik, situasi, ide, dan program (Eulalia & Sierra, n.d.;
Milena et al., 2008)). Responden yang akan dilibatkan pada penelitian ini adalah salah satu
perwakilan dari Bank yang melakukan merger (BNIS, BRIS, dan BSM). Pertanyaan wawancara
bersifat semi-structured interview, dimana peneliti sebelumnya membuat daftar pertanyaan dengan
topik model bisnis BSI yang dibangun dari 9-block buiding business model oleh Osterwalder &
Pigneur (2010). Wawancara dilakukan menggunakan telefon/aplikasi teleconference dengan durasi
percakapan 45 – 90 menit. Hasil wawancara direkam dan ditulis sesuai protokol penulisan. Data
dianalisis mengikuti penelitian Richter (2013) yang juga melakukan in-depth, semi-structured
interview untuk menganalisa inovasi model bisnis perbankan di Jerman. Langkah yang dilakukan
adalah pertama, pertanyaan wawancara dikelompokkan berdasarkan komponen dari model bisnis.
Kedua, hasil wawancara diindetifikasi dan dianalisis kedalam komponen yang disediakan. Pertanyaan
wawancara dilampirkan pada apendix 1.
4. Hasil Penelitian
Bab ini menampilkan hasil wawancara dengan 3 ex-Group Head BNIS, BRIS, dan BSM yang
saat ini menduduki jabatan sebagai Group Head di BSI. Hasil dijabarkan berdasarkan 9 elemen
business model canvas (Osterwalder & Pigneur, 2010) yaitu value preposition, costumer segment,
delivery channel, customer relationship, revenue stream, key resources, key activities, key
partnership, dan cost structure sebagai berikut:
Tabel 1: Model Bisnis BSI
Key Partner Key Activities Value Propositions
Customer
Relationships Customer Segment
Corporate /Wholesale Branch Operations BSI One Culture
Optimalisasi
Branches Corporate /Wholesale
SMEs IT Operations (Hasanah, Faedah Project Overseas SMEs
Millenial (Individu)
Call Center
Operations Berkah) E-Channels Millenial (Individu)
Fixed Income Customer E-Channel Operations
Fixed Income Customer
Melayani Semua
Commercial Customer
Market ASN Customer
Key Resources Channels
Human Resources -Deposit & Loan Digitalisasi
Branches Products Credit Card
40% Market Share 1 Channel for
Capitalization Market All Customers
Cost Structure Revenue Stream
Employeement Cost Fee-based income
Single Rate & Single Price Nisbah & Margin
Channel Cost Credit Card
Depreciations Payroll & Pensiun
1. Value Preposition
Value preposition menjabarkan tagline atau deskripsi produk dan jasa yang akan ditawarkan
kepada pelanggan. Pada hakikatnya, bergabungnya ketiga bank ini membentuk BSI bukan untuk
menonjolkan value dari salah satu bank, melainkan kata ―bergabung‖ dan ―memperluas‖ adalah kata
yang cocok untuk menggambarkan BSI. Sebelumnya, ketiga bank yang melakukan merger memiliki
tagline, visi, dan misi yang berbeda dimana BNIS terkenal dengan tagline Hasanah, BRIS
menggunakan tagline Faedah, dan BSM memiliki tagline Berkah. Setelah dilakukan pengintegrasian,
dari hasil rapat kesepakatan oleh konsultan budaya dan Board of Director (BSI) dihasilkan bahwa
semua bank yang dimerger memiliki keunikan yang berbeda sehingga BSI tidak memilih salah satu
tagline dari ketiga bank tersebut melainkan membangun tagline sendiri yang diramu dari ketiga
tagline sebelumnya serta mengikuti tagline AKHLAK BUMN dan terdapat 101 nilai aktivitas yang
harus dijalankan. Pernyataan ini disimpulkan dari pernyataan narasumber :
―BSI adalah gabungan dengan tema yang diusung adalah bersatu membawa hasanah, memberikan
faedah dan berkah, dengan tagline baru ‗BSI One Culture‘‖ serta ―ketiga tagline kita jadikan satu,
semua nasabah/transaksi diharapkan membawa faedah, hasanah, berkah. Ini mendukung visi BSI
menjadi top 10 Global Islamic Bank‖.- Interviewee 3.
Dengan banyak dan beragamnya sumber daya manusia yang bergerak didalam BSI, maka
untuk melakukan kesinambungan atas proposisi nilai yang baru diperlukan integrasi budaya menjadi
one culture melalui metode internalisasi. Hal ini penting karena salah satu tantangan pasca-merger
adalah risiko penurunan kinerja akibat kurangnya penekanan pemahaman anggota organisasi terhadap
nilai, misi, dan strategi bisnis yang baru (Weber & Camerer, 2003; Daniel dan Metcalf, 2001).
Manajemen BSI melakukan tausiyah pekanan oleh DPS/Direksi BSI terkait poin budaya kerja yang
baru, melakukan program CEO/Direksi menyapa secara berkala, serta membentuk agent of culture
setelah melewati tahap Training for Trainer (Tot) yang wajib melakukan sosialisasi budaya pada
setiap grup.
2. Customer Segment, Customer Relationship, dan Key Partnership
Dengan terbentuknya BSI, Pemerintah menaruh harapan untuk BSI bisa menjangkau setiap
lapisan masyarakat, meningkatkan inklusi keuangan syariah, menjangkau pilihan dan customer
millenial yang mencapai hampir 30% penduduk Indonesia, serta diharapkan menjadi akselerator
UMKM untuk naik kelas. Berdasarkan laporan triwulan 1 tahun 2021, laba operasional BSI telah
meningkat Rp 203.320.000.000,- dibandingkan dengan gabungan laba operasional individual bank
pada 31 Desember 2020, peningkatan tersebut mayoritas didapatkan karena terdapat peningkatan
pendapatan dari piutang murabahah, istishna‘, dan ujrah. Bukti ini menjadi landasan pernyataan
narasumber bahwa:
―jika visi diharapkan dapat tercapai dalam jangka waktu 5 tahun, maka dengan gerakan yang
terus menerus seperti pada 3 bulan pasca-merger, maka optimis visi tersebut dapat
diakselerasi dalam 3 tahun‖. – Interviewee 2.
Optimisme ini tidak hanya angan belaka, BSI adalah wujud saling melengkapi 3 Bank
Syariah terbesar di Indonesia dengan customer segment yang berbeda karena keterbatasan fasilitas
dan ruang lingkupnya, sehingga yang saat ini dilakukan adalah perluasan cakupan customer yang
didukung fasilitas lengkap. Narasumber sepakat menyatakan bahwa akan melayani ―all segment‖,
baik besar maupun kecil. BSI akan tetap mempertahankan customer segment: koorporasi, whosesale,
dan retail yang sebelumnya banyak dipegang oleh BSM, segmen UMKM yang menjadi fokus BRIS
akan ditingkatkan melebihi 23%, serta segmen komersil, properti, millenial, dan internasional yang
banyak diampu BNIS. Selain itu, BSI akan memperluas customer segment kepada ‗priority client’
yang didalamnya terdapat nasabah ASN, payroll, nasabah fixed income dan non-fixed income, serta
nasabah pensiun yang akan menjadi prioritas. Dari sekian customer segment yang tersedia,
kesimpulan pernyataan narasumber memilih customer melalui ‗digitalisasi‘ untuk nasabah dalam dan
luar negeri untuk dijadikan key partnership BSI. Hal ini didukung dengan dibentuknya divisi yang
khusus membahas ―overseas project‖ atau persiapan pembukaan kantor cabang atau kantor
representatif BSI di luar negeri di Dubai.
―Diharapkan dengan operasional tersebut visi BSI tercapai dalam 5 tahun, bahkan dengan
gerakan yang saat ini 3 tahun bisa. Dilihat kapitalisasi pasar dan dicapai dengan: 1) Digitalisasi.
2) Dengan banyaknya lapisan masyarakat yang di pelosok kita dapat memanfaatkan jaringan
yang ada, harus dioptimalkan sehingga layanan yang maksimal.‖- Interviewee 2.
Strategi yang dilakukan BSI untuk melakukan relation dengan customer umumnya tidak
berbeda, manajemen BSI melakukan indentifikasi kantor region/wilayah yang telah memiliki segmen
tertentu seperti segmen mikro, gadai, consumer, atau komersil, serta kantor pusat yang dibagi
berdasarkan segmen tersebut. Satu hal yang diunggulkan dari adanya merger adalah keunggulan
fasilitas yang sebelumnya hanya dapat dimiliki oleh nasabah salah satu bank, saat ini dapat dinikmati
semua nasabah bank yang dimerger, seperta fungsi otomasi sistem UMKM BRIS, teknologi mobile
dan internet banking milik BSM, serta credit card oleh BNIS. Semua fasilitas dan sistem yang ada di-
roll out menjadi satu nama yaitu ―BSI‖.
3. Delivery Channel dan Revenue Stream.
Sampai saat ini, strategi delivery channel dan revenue stream BSI masih mengandalkan dan
meningkatkan potensi dan peluang dari fasilitas yang dimiliki bank sebelum merger. Meski demikian,
terdapat beberapa poin yang menjadi fokus peningkatan BSI diantara: 1) Digitalisasi BSI Mobile:
meningkatkan nasabah/user aktif, fasilitas aktivasi pembukaan rekening tabungan dan deposito, dan
kartu debit melalui m-banking, 2) Credit Card BSI yang menggunakan akad kafalah (BSI sebagai
penjamin kartu), akad ijarah (sewa infrastruktur kartu), serta akad qardh. Dalam melakukan
penggabungan sistem tersebut tentu memerlukan waktu dan proses yang cukup panjang, proses ini
disebut proses integrasi (roll-out). Roll out secara penuh telah dilakukan di Pulau Sulawesi dan
Provinsi Jawa Tengah. Meski demikian, untuk daerah lainnya tetap akan dilayani pada semua kantor
cabang bank yang di merger.
Dengan mengandalkan 15 juta nasabah saat merger, BSI memiliki resource untuk
mendapatkan revenue yang lebih tinggi. Hal ini didukung dengan semakin beragamnya pilihan
fasilitas produk dan jasa yang ditawarkan BSI kepada nasabah. Secara garis besar, revenue stream
teratas yang dimiliki BSI adalah pendapatan nisbah/bagi hasil, margin transaksi akad murabahah,
serta fee-based income (transaksi digital, jual/beli/gadai emas, serta transaksi debit).
4. Key Resources
BSI memiliki total 1.207 Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas, lebih
dari 21.302 anggota organisasi serta sekitar 15 juta nasabah berdasarkan laporan tahunan BNIS,
BRIS, dan BSM tahun 2020. Hal ini menjadikannya semakin kaya dan mewah dalam hal sumber
daya. Narasumber menganalogikan bahwa:
―Ketika ketiga Bank melakukan merger, maka kekuatannya bukan satu kali tiga sama dengan tiga
namun bisa lebih, dengan kekuatan fasilitas dan sumber daya, BSI bisa menjadikan 1+1+1 sama
dengan enam‖.- Inteviewee 2
Dengan sumber daya tersebut, secara efisiensi dirasa telah cukup namun jika melihat visi dan
misi BSI, maka kondisi yang ada sekarang harus ditambah bukan hanya segi angka melainkan
kapasitas dan kapabilitas untuk lebih cepat, efektif, dan efisien mengingat harapan besar berada pada
BSI dengan market share perbankan syariah lebih dari 40%. BSI melakukan beberapa rencana
program untuk mengembangkan sumber daya dalam jangka pendek diantaranya rekruitmen internal,
penyelarasan budaya organisasi dan budaya Islam dengan sangat intent, sedangkan untuk jangka
panjang masih dalam tahap diskusi.
Mengingat salah satu fokus kerja BSI adalah digitalisasi perbankan, sampai saat ini BSI
belum mengadakan wacana penutupan atau penggabungan kantor cabang/cabang pembantu/kas yang
sebelumnya berada pada jarak yang berdekatan. Proses efisiensi bangunan kantor masih dalam tahap
mapping jaringan dengan dua pilihan, digeser atau ditutup disesuaikan dengan status kepemilikan dan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
5. Key Activities
Pada dasarnya operasional bisnis BSI masih berjalan seperti sebelumnya dengan ditambahkan
beberapa penyesuaian dalam proses migrasi. Dengan tetap mempertahankan keunggulan dari setiap
customer segment (korporasi, consumer, UMKM, dan KPR) dan perluasan aktivitas operasional
seperti dana pensiun, dana pihak ketiga, low cost of fund/tabungan murah dengan nilai transaksi
harian yang tinggi. Untuk mempertahankan aktivitas-aktivitas tersebut, BSI menyeimbangkan antara
aktivitas bisnis dan resiko, akselerasi produk sesuai kebutuhan nasabah, dan fokus industri. Namun
belum dapat dipastikan apakah terdapat aktivitas tambahan, atau malah membuat sistem menjadi lebih
sederhana.
6. Cost Structure
Ketiga Bank yang melakukan merger memiliki struktur biaya yang berbeda, dimana BSM
memiliki struktur biaya tunggal yaitu Beban Usaha yang meliputi seluruh beban usaha operasional,
BNIS memiliki struktur biaya yang hampir serupa dengan BRIS dimana terdapat Beban Gaji dan
Tunjangan, Beban Umum dan Administrasi serta Beban Operasional Lainnya – Lain-lain, sedangkan
BRIS memiliki Beban Cadangan Kerugian Nilai Asset Produktif dan Non-produktif – Neto, Beban
Gaji dan Tunjangan, serta Beban Umum dan Administrasi. Berdasarkan laporan triwulan I 2021 BSI,
terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan pada sisi struktur, BSI memilih untuk melakukan perincian
biaya dengan 7 kategori diantaranya keuntungan/kerugian nilai/jual beli aset produktif/non-produktif
dan liabilitas, keuntungan/kerugian transaksi dan penyertaan, biaya komisi, kerugian resiko
operasional, biaya promosi, biaya tenaga kerja, serta biaya lainnya. Namun beberapa strategi
penekanan biaya yang berpotensi tinggi akan dilakukan seperti menggunakan sistem single rate,
single price, indentifikasi dan evaluasi biaya dana, serta penyesuaian limit pinjaman dan wewenang
nisbah. BSI juga membuka dan fokus pada peningkatan pendapatan guna membiayaan beban yang
ditanggung. Narasumber menegaskan:
―Selain penekanan biaya, untuk menjadikan kondisi finansial yang sehat BSI akan meningkatkan
potensi pendapatan seperti meningkatkan fee-based income, dan produk Sukuk BI.‖- Interviewee
1.
Tidak dapat dipungkiri bahwa selama masa migrasi, BSI mengalami peningkatan biaya
tenaga kerja yang cukup besar mencapai Rp 59.513.000.000,-. Hal tersebut disebabkan banyaknya
program yang melibatkan tenaga kerja seperti training, peningkatan kompetensi, sertifikasi, serta
program integrasi budaya. Narasumber menyadari bahwa biaya tenaga kerja tersebut diharapkan akan
lebih efisien setelah masa migrasi selesai.
7. Indentifikasi Model Bisnis BSI.
Dengan terbentuknya BSI, maka akan terbentuk satu model bisnis yang baru berdasarkan
keunggulan, kelemahan, SDM, produk, infrastruktur, dan skema akad. Narasumber memberikan
jawaban dengan perspektif yang berbeda. Pertama, BSI sebagai commercial banking, hal ini
berdasarkan jenis bank menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998 dimana Bank Umum
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan konvensional maupun syariah. Kedua, BSI sebagai retail
banking, hal ini didukung dari customer segment dan jenis transaksi dan aktivitas, ―Retail akan
menjadi backbone BSI‖. Seperti dituangkan pada (Indonesia, 2012), segmentasi, produk dan model
bisnis BSI sesuai dengan karakteristik retail banking dan akan berbentuk piramida pada gambar 1:
Gambar 1: Identifikasi Model Bisnis BSI
Dengan terbentuknya BSI sebagai salah satu retail banking, maka BSI resmi masuk dalam
pasar perbankan di Indonesia. Tidak diragukan lagi bahwa BSI telah menjadi perbankan syariah
terbesar di Indonesia. BSI harus mempertahankan nasabah yang saat ini telah menjadi pelanggan setia
sebelum melebarkan sayapnya kepada segmen yang lain. Program pemberian hadiah dapat menjadi
salah satu yang dilakukan guna meningkatkan komitmen pelanggan. Dari segi evaluasi kinerja, BSI
bersaing dengan 11 bank syariah lainnya dengan saingan terbesarnya jika dilihat dari nilai Capital
Adequacy Ratio (CAR) adalah BCA Syariah dan BTPN Syariah. Namun hal tersebut dapat diatasi
jika BSI secara konsisten memberikan pelayanan terbaik dan memberikan perhatian pada
penyelesaian kredit.
5. Kesimpulan, Implikasi, dan Keterbatasan
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi model bisnis BSI sebagai hasil merger dari 3
bank syariah terbesar di Indonesia yaitu BNI Syariah, BRI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri dengan
menggunakan metode in-depth, semi-structured interview. Tipologi model bisnis canvas dari
Osterwalder & Pigneur (2010) digunakan untuk mengidentifikasi model bisnis BSI. Dari hasil
interview dengan 3 group-head BSI yang juga merupakan representatif dari 3 bank yang dimerger,
diidentifikasi bahwa BSI menerapkan model bisnis retail banking. Tipe ini sesuai dengan visi BSI
menjadi Top 10 Islamic Global karena retail banking dapat meningkatkan pangsa pasar dan nilai
saham dengan meningkatkan kualitas layanan yang dapat mereka tawarkan kepada pelanggan (Bowen
& Hedges, 1993). BSI menawarkan proposisi nilai dengan gabungan nilai yang telah ada di 3 bank
sebelumnya yaitu hasanah, faedah, dan berkah menjadi satu membawa hasanah, memberikan faedah
dan berkah, dengan tagline baru ‗BSI One Culture‘. Untuk mempertahankan dan meningkatkan
proposisi nilai tersebut, BSI melakukan proses integrasi budaya kepada karyawan serta pelayanan
prima di seluruh cabang kepada semua nasabah. Dengan bergabungnya bank dengan customer
segment yang berbeda tersebut, maka cakupan nasabah BSI semakin luas. Tidak ada rencana
pengurangan segmen, melainkan mempertahankan yang saat ini telah terjalin dengan baik dengan
segmen korporasi, UMKM, millenial, dan consumer serta memperluas segmen ke ranah ASN (payroll
dan pensiun) dan nasabah luar negeri dalam project overseas. Fasilitas untuk membangun customer
relationship dimulai dengan optimalisasi kantor cabang, peningkatan teknologi e-channels seperti
internet dan mobile banking serta semua produk dan jasa yang dapat dinikmati nasabah. BSI memiliki
sumber daya yang besar untuk dapat berkembang dan mendominasi kapitalisasi pasar yaitu 1.207
kantor operasional, 21.302 karyawan, 15 juta nasabah, serta 40% market share perbankan syariah.
Sumber daya ini dirasa cukup, namun harus terus ditingkatkan dalam segi efektivitas dan efisiensinya.
Dengan tetap mempertahankan keunggulan dari setiap customer segment (korporasi, consumer,
UMKM, dan KPR) dan perluasan aktivitas operasional seperti dana pensiun, dana pihak ketiga, low
cost of fund/tabungan murah dengan nilai transaksi harian yang tinggi, BSI mempertahankan
aktivitas-aktivitas utama dan menyeimbangkan antara aktivitas bisnis dan resiko, akselerasi produk
sesuai kebutuhan nasabah, dan fokus industri. Sampai dengan saat ini, struktur biaya BSI tidak terlalu
berbeda dengan 3 bank sebelumnya, hanya terdapat beberapa biaya tambahan yang cukup besar
seperti biaya tenaga kerja, serta upaya peningkatan operasional untuk revenue stream seperti fee-
based income, serta produk sukuk BI.
5.2. Implikasi
Secara teoritis, penelitian ini berkontribusi sebagai aplikan business model canvas pada bank
hasil merger yaitu BSI. Penelitian dapat berimplikasi memberikan pemahaman kepada praktisi,
akademisi, maupun masyarakat luas terkait model bisnis yang akan dijalankan BSI dimana saat ini
BSI menjadi harapan Pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah yang melayani semua
segmen nasabah. Penelitian ini dapat menjadi acuan evaluasi dan pencapaian kegiatan bisnis BSI pada
tahun-tahun berikutnya.
5.3. Keterbatasan dan Saran
Penelitian ini masih terdapat beberapa limitasi diantaranya: 1) penelitian dilaksanakan pada
saat BSI masih tahap migrasi sehingga kemungkinan terdapat hal-hal yang belum terjabarkan secara
lengkap, 2) sampel penelitian masih tergolong kecil, 3) analisis yang dilakukan masih menggunakan
laporan terkini yaitu laporan triwulan I tahun 2021 BSI yang tidak diaudit. Untuk penelitian
selanjutnya dapat memperluas cakupan sampel dengan melibatkan karyawan sebagai pelaku
organisasi, menguji bagaimana efektifitas program integrasi budaya yang telah dilakukan dapat
menciptakan knowledge management karyawan, menggunakan data laporan tahunan untuk mengukur
efektifitas model bisnis BSI ditinjau dari perspektif kepuasan nasabah.
References
Ellis, K. (2004). Managing the acquisition process: Do differences actually exist across integration approaches.
Mergers and acquisitions: Creating integrative knowledge, 113-132.
A BRIEF LITERATURE REVIEW ON BANK BUSINESS MODELS David Grossmann 1 1. (2018). 1–11.
Akkermans, J. M., & Gordijn, J. (2003). Value-based requirements engineering: exploring innovative e-
commerce ideas. Requirements Engineering, 8(2), 114–134. https://doi.org/10.1007/s00766-003-0169-x
Ayadi, R., & De Groen, W. P. (2014). Banking Business Models Monitor 2014: Europe. CEPS Paperbacks, 14
October 2014.
Ayadi, R., De Groen, W. P., Sassi, I., Mathlouthi, W., Rey, H., & Aubry, O. (2017). Banking Business Models
Monitor 2015 Europe. In SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.2784334
Bowen, J. W., & Hedges, R. B. B. T.-J. of R. B. (1993). Increasing service quality in retail banking. 15(3), 21+.
Buch, C., & Dages, B. G. (2018). Structural changes in banking after the crisis. CGFS Papers, 60.
Căpraru, B. (2011). ROMANIA IN THE CONTEXT OF INTERNATIONAL BANKING. AN HISTORICAL
APPROACH. Anale. Seria Ştiinţe Economice. Timişoara, 17(17), 142–148.
Chesbrough, H., & Rosenbloom, R. S. (2002). The role of the business model in capturing value from
innovation: Evidence from Xerox Corporation‘s technology spin-off companies. Industrial and Corporate
Change, 11(3), 529–555. https://doi.org/10.1093/icc/11.3.529
Dobson, P. W., & Piga, C. A. (2013). The impact of mergers on fares structure: Evidence from european low-
cost airlines. Economic Inquiry, 51(2), 1196–1217. https://doi.org/10.1111/j.1465-7295.2011.00392.x
Epstein, M. J. (2005). The determinants and evaluation of merger success. Business Horizons, 48(1), 37–46.
https://doi.org/10.1016/j.bushor.2004.10.001
Eulalia, I., & Sierra, H. (n.d.). PAT CONDUCTING IN-DEPTH INTERVIEWS : A Guide for Designing and
Conducting In-Depth Interviews for Evaluation Input Monitoring and Evaluation – 2 CONDUCTING IN-
DEPTH INTERVIEWS : A Guide for Designing and Conducting In-Depth Interviews for Evaluation Input.
Farnè, M., & Vouldis, A. (2017). Business models of the banks in the euro area. ECB Working Paper.
Garzella, S., & Fiorentino, R. (2014). A synergy measurement model to support the pre-deal decision making in
mergers and acquisitions. Management Decision, 52(6), 1194–1216. https://doi.org/10.1108/MD-10-2013-
0516
Harwood, I., & Ashleigh, M. (2005). The impact of trust and confidentiality on strategic organizational change
programmes: a case study of post-acquisition integration. Strategic Change, 14(2), 63–75.
https://doi.org/10.1002/jsc.712
Indonesia, B. (2012). Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah. Jakarta: Departemen Perbankan Syariah, 24.
J, J., A, O., & N, T. (2002). Changing identity: predicting adjustment to organizational restructure as a function
of subgroup and superordinate identification. British Journal of Social Psychology, 41(2), 281–297.
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=ccm&AN=106692272&site=ehost-live
Joyce, A., & Paquin, R. L. (2016). The triple layered business model canvas: A tool to design more sustainable
business models. Journal of Cleaner Production, 135, 1474–1486.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2016.06.067
Kato, J., & Schoenberg, R. (2014). The impact of post-merger integration on the customer-supplier relationship.
Industrial Marketing Management, 43(2), 335–345. https://doi.org/10.1016/j.indmarman.2013.10.001
Kwak, H. Y., Kim, J. S., Lee, S. T., & Gim, G. Y. (2019). A Study on the Sustainable Value Generation of
Mobile Messenger Service Using ―Triple Layered Business Model Canvas.‖ Proceedings - 20th
IEEE/ACIS International Conference on Software Engineering, Artificial Intelligence, Networking and
Parallel/Distributed Computing, SNPD 2019, 340–350. https://doi.org/10.1109/SNPD.2019.8935777
Marks, M. L. (2001). Making mergers and acquisitions work: Strategic and psychological preparation. Academy
of Management Executive, 15(2), 80–92. https://doi.org/10.5465/AME.2001.4614947
McCarthy, W. E. (1982). The REA Accounting Model: A Generalized Framework for Accounting Systems in a
Shared Data Environment. The Accounting Review, 57(3), 554–578. http://www.jstor.org/stable/246878
Milena, Z., Dainora, G., & Alin, S. (2008). Qualitative research methods: a comparison between focus-group
and in-depth interview. Annals of the University of Oradea, Economic Science Series, 17(4), 1279–1283.
Orăștean, R. (2018). Business Models in the International Banking System—From Traditional to Innovative
Banks. 267–276. https://doi.org/10.1007/978-3-030-01878-8_22
Orhan, Z. H. (2018). Business model of Islamic banks in Turkey. Journal of Islamic Accounting and Business
Research, 9(3), 290–307. https://doi.org/10.1108/JIABR-10-2014-0037
Osterwalder, A., & Pigneur, Y. (2010). Business model generation: a handbook for visionaries, game changers,
and challengers. John Wiley & Sons.
Riad, S. (2005). The power of ―organizational culture‖ as a discursive formation in merger integration.
Organization Studies, 26(10), 1529–1554. https://doi.org/10.1177/0170840605057072
Richter, M. (2013). Business model innovation for sustainable energy: German utilities and renewable energy.
Energy Policy, 62, 1226–1237. https://doi.org/10.1016/j.enpol.2013.05.038
Sohl, T., & Vroom, G. (2017). Mergers and acquisitions revisited: The role of business model relatedness.
Advances in Mergers and Acquisitions, 16, 99–113. https://doi.org/10.1108/S1479-361X20170000016006
Sort, J. C., & Nielsen, C. (2018). Using the business model canvas to improve investment processes. Journal of
Research in Marketing and Entrepreneurship, 20(1), 10–33. https://doi.org/10.1108/JRME-11-2016-0048
Steigenberger, N. (2017). The Challenge of Integration: A Review of the M&A Integration Literature.
International Journal of Management Reviews, 19(4), 408–431. https://doi.org/10.1111/ijmr.12099
Tarashev, N. (2014). Bank business models. BIS Quarterly Review, December, 55–65.
Toxvaerd, F. (2008). Strategic merger waves: A theory of musical chairs. Journal of Economic Theory, 140(1),
1–26. https://doi.org/10.1016/j.jet.2007.05.003
Van Dick, R., Ullrich, J., & Tissington, P. A. (2006). Working under a black cloud: How to sustain
organizational identification after a merger. British Journal of Management, 17(SUPPL. 1).
https://doi.org/10.1111/j.1467-8551.2006.00479.x
Vial, V. (2016). A Business Model Canvas for Social Enterprises. Sains Humanika, 8(1–2), 1–8.
https://doi.org/10.11113/sh.v8n1-2.825
Vieru, D., & Rivard, S. (2014). Organizational identity challenges in a post-merger context: A case study of an
information system implementation project. International Journal of Information Management, 34(3),
381–386. https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2014.02.001
Wanke, P., Maredza, A., & Gupta, R. (2017). Merger and acquisitions in South African banking: A network
DEA model. Research in International Business and Finance, 41, 362–376.
https://doi.org/10.1016/j.ribaf.2017.04.055
Weber, R. A., & Camerer, C. F. (2003). Cultural conflict and merger failure: An experimental approach.
Management Science, 49(4), 400–415. https://doi.org/10.1287/mnsc.49.4.400.14430
Zolnowski, A., Weiß, C., & Böhmann, T. (2014). Representing service business models with the service
business model canvas - The case of a mobile payment service in the retail industry. Proceedings of the
Annual Hawaii International Conference on System Sciences, 718–727.
https://doi.org/10.1109/HICSS.2014.96
Yusuf, M., & Ichsan, R. N. (2021). Analysis of Banking Performance in The Aftermath of The Merger of Bank
Syariah Indonesia in Covid 19. International Journal of Science, Technology & Management, 2(2), 472-
478.
Apendix 1. Daftar Pertanyaan Wawancara
Pertanyaan
1. Value Proposition
BNI Syariah memiliki tagline ―Hasanah Banking‖, Bank Syariah Mandiri (BSM) memiliki tagline
―Terdepan, Modern, Menentramkan‖, serta BRI Syariah memiliki tagline ―Bersama Wujudkan Harapan
Bersama‖.
Dengan perbedaan tagline yang menyatakan proposi nilai berbeda:
1a. Apakah BSI memilih salah satu dari tagline Bank Syariah hasil merger atau menggabungkan ketiga
tagline yang ada menjadi tagline terbaru?
1b. Bagaimana BSI melakukan kesinambungan atas proposi nilai? Apakah BSI memiliki tagline tersendiri
yang berbeda dari ketiga Bank Syariah hasil merger yang akan menjadi keunggulan BSI?
1c. Apa pertimbangan pemilihan dan penentuan tagline BSI tersebut?
2. Costumer Segment, Costumer Relationship, dan Key Partnership
Dengan adanya perbedaan pada infrastruktur ketiga Bank sebelum di merger, BSI akan memiliki
keunggulan yaitu partnership dengan mitra yang berbeda-beda seperti dengan UMKM, Korporasi,
Millenial, dan Internasional Funding. Setelah melakukan merger:
2a. Apakah BSI menentukan customer segment tertentu berdasarkan segmen dari salah satu Bank hasil
merger, atau menggabungkan semua customer segment dari Bank hasil merger?
2b. Bagaimana BSI akan mengidentifikasi dan menganalisa customer relationship dari ketiga Bank hasil
merger?
2c. Bagaimana BSI mengelola customer relationship yang telah ditentukan?
2d. Siapakah key partnership yang akan dijadikan fokus utama pada jangka pendek maupun jangka
panjang? Dan bagaimana key partnership mendukung pengembangan BSI kedepan?
2e. Serta, bagaimana BSI melakukan inovasi untuk meningkatkan hubungan dengan customer/mitra
tersebut?
3. Delivery Channel dan Revenue Stream
Setiap Bank yang dimerger memiliki strategi masing masing untuk menjangkau nasabah dan calon
nasabah seperti melakukan gerai promosi dan aplikasi mobile banking untuk mendapatkan revenue.
3a. Bagaimana strategi (delivery channel) BSI untuk menjangkau nasabah dan calon nasabah?
3b. Apakah BSI melakukan transformasi teknologi untuk mengintegrasikan teknologi seperti aplikasi
mobile banking, internet banking, dan lain-lain?
3c. Bagaimana BSI melakukan integrasi teknologi tersebut?
3d. Apakah integrasi teknologi yang dilakuakn mempengaruhi delivery channel yang sedang dilakukan?
3e. Apa saja revenue stream BSI yang bersumber dari ketiga Bank hasil merger? Bagaimana strategi yang
dilakukan BSI untuk mempertahankan revenue stream yang sudah ada di masing-masing bank dan
inovasi yang akan dilakukan untuk membuka revenue dari sumber lainnya? Apakah BSI membangun
atau menyediakan IT sistem yang baru? Atau hanya menggabungkan IT sistem dari ketiga bank hasil
merger?
3f. Apa saja revenue stream BSI yang bersumber dari ketiga Bank hasil merger?
3g. Bagaimana strategi yang dilakukan BSI untuk mempertahankan revenue stream yang sudah ada di
masing-masing bank dan inovasi yang akan dilakukan untuk membuka revenue dari sumber lainnya?
3h. Apakah BSI membangun atau menyediakan IT sistem yang baru? Atau hanya menggabungkan IT
sistem dari ketiga bank hasil merger?
4. Key Resources
BNI Syariah, BSM, dan BRI Syariah memiliki total 262 Kantor Cabang, 867 Kantor Cabang Pembantu,
serta 78 Kantor Kas yang di roll out dan 21.302 karyawan menjadikan BSI memiliki sumber daya
utama baik SDM, teknologi, maupun channel kantor yang besar.
4a. Apakah sumber daya tersebut dirasakan cukup untuk mendukung pengambangan business model BSI?
4b. Apa saja rencana pengambangan sumber daya dalam jangka pendek maupun jangka panjang?
4c. Bagaimana BSI mengelola resources tersebut menjadi peluang untuk menjadikan BSI sebagai Bank
Syariah yang dapat menembus pasar internasional?
4d. Apakah BSI tetap akan menggunakan kekuatan jaringan kantor di era digital yang tidak mensyaratkan
adanya kantor secara fisik?
5. Key Activities
Pada kegiatan aktivitas utama, masing-masing Bank yang dimerger memiliki keunggulan dan target
operasional utama yang berbeda-beda.
5a. Berdasarkan business model BSI yang telah ditetapkan pada poin 1, aktivitas utama (key activities) apa
yang menjadi fokus dan keunggulan BSI dibandingkan Bank syariah lainnya baik di dalam maupun luar
negeri?
5b. Bagaimana BSI bisa mempertahankan dan meningkatkan aktivitas utama (key activities) yang telah
ditetapkan?
5c. Apakah BSI akan memiliki aktivitas utama (key activities) tambahan selain yang telah ditetapkan
tersebut?
6. Cost Structure
Ketiga Bank yang melakukan merger memiliki struktur biaya yang berbeda, dimana BSM memiliki
struktur biaya tunggal yaitu Beban Usaha yang meliputi seluruh beban usaha operasional, BNIS
memiliki struktur biaya yang hampir serupa dengan BRIS dimana terdapat Beban Gaji dan Tunjangan,
Beban Umum dan Administrasi serta Beban Operaional Lainnya – Lain-lain, sedangkan BRIS memiliki
Beban Cadangan Kerugian Nilai Asset Produktif dan Non-produktif – Neto, Beban Gaji dan Tunjangan,
serta Beban Umum dan Administrasi.
6a. Struktur biaya (cost structure) mana yang dirasakan paling tinggi dan akan meningkatkan BOPO
BSI?Apa yang menyebabkan tingginya struktur biaya tersebut?
6b. Apakah tindakan yang akan dilakukan BSI untuk menyatukan struktur biaya ketiga Bank yang
dimerger?
6c. Apakah BSI akan menginisiasi membentuk struktur biaya yang baru berdasarkan business model yang
telah ditetapkan?
6d. Jika iya, bagaimana strategi yang akan dilakukan BSI dalam melakukan efisiensi struktur biaya dalam
jangka pendek, menengah, dan panjang?
6e. Bagaimana efisiensi employeement cost?
7. Identifikasi Business Model yang diterapkan BSI
7a. Dari 9 blocks building Business Model yang telah disampaikan, jenis model bisnis apa yang akan
diterapkan BSI:
A. Retail Banking
B. Investment Banking
C. Consumer Banking
D. Cooperative Banking
E. Lainnya……