+ All Categories
Home > Documents > Case Tonsilitis.doc

Case Tonsilitis.doc

Date post: 07-Sep-2015
Category:
Upload: dion-musa
View: 213 times
Download: 1 times
Share this document with a friend
Description:
adalah kasus peradangan pada tonsil yang membuat tubuh manusia menjadi sakit
Popular Tags:
47
Case Report Session TONSILITIS Oleh : Heri Fitrianto 0910312109 Dion Pratama 08103102086 Preseptor: dr. Nirza Warto, Sp. THT-KL BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
Transcript

Case Report Session

TONSILITIS

Oleh :

Heri Fitrianto 0910312109

Dion Pratama 08103102086

Preseptor:

dr. Nirza Warto, Sp. THT-KL

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RS. DR. M. DJAMIL PADANG

2015

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI TONSIL

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.1,2

Gambar 1. Gambaran Tonsil dalam Cincin Waldeyer

Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus).2 Palatoglosus mempunyai origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertikal dan diatas melekat pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas kebawah sampai kedinding atas esofagus. otot ini lebih penting daripada palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan paltum mole. Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan lateral dinding faring.1,2

Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel squamosa yang juga meliputi kriptus.2,3 Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.1,2

Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.1,3

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu1,2

1. a. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A. palatina asenden;

2. a. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden;

3. a. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal;

4. a. faringeal asenden.

Gambar 2. Pendarahan Tonsil

Persarafan tonsil didapat dari serabut saraf trigeminus melalui ganglion sfenopalatina dibagian atas dan saraf glosofaringeus dibagian bawah. Aliran limfe dari tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior dibawah M sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.1,2,3

Besar tonsil ditentukan sebagai berikut :1

T 0 = tonsil didalam fossa tonsil atau telah diangkat.

T 1 = bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula.

T 2 = bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula.

T 3 = bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula.

T 4 = bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih

Tonsil faringeal (adenoid) merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya.1,2 Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.2

2.2 DEFINISI

Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsilitis.2

2.3 ETIOLOGI

a) Adapun penyebab dari tonsilitis adalah :1,2

b) Streptokokus hemolitikus grup A

c) Streptokokus viridan

d) Streptokokus piogenes

e) Hemofilus influenza

f) Rangsangan menahun dari merokok, makanan, pengaruh cuaca, higiene mulut buruk, kelelahan fisik.

2.4 PATOFISIOLOGI

Kuman masuk menginfiltrasi lapisan epitel dan epitel tonsil. Bila epitel terkikis jaringan limfoid superfisial akan terjadi reaksi. Terdapat pebendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear, proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut dentritus.1,2 Dentritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan dentritus berdekatan dan menjadi satu disebut tonsilitis lakunaris. bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga membentuk membran semu sedangkan pada tonsilitis kronis terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis.1,4 Sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid, diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar( kriptus) yang akan diisi oleh dentritus. proses ini meluas menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe sub mandibula.2

Di dalam tonsil mengandung limfosit B, limfosit T dan sel plasma. Sentrum germinativum tonsil menghasilkan berbagai macam imunoglobulin meliputi Ig G, Ig M, Ig A, Ig D dan Ig E. Ig A sekretori (s-IgA merupakan imunoglobulin terbanyak dalam saliva, yang dapat mencegah penetrasi antigen melalui mukosa rongga mulut.5

2.5 KLASIFIKASI TONSILITIS

2.5.1 TONSILITIS AKUT

Tonsilitis ini sering terjadi mendadak pada anak anak dengan peningkatan suhu 1oC 4oC. Tonsilitis akut sering dialami oleh anak dengan insidensi tertinggi pada usia 5-6 tahun, dan juga pada orang dewasa di atas usia 50 tahun.1,2

Gejala dan tanda tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf n.glossofaringeus (N.IX). Pada pemeriksaan akan tampak tonsil yang membesar dan hiperemis, terdapat deritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula dapat membengkak dan nyeri tekan.1

Diagnosis dari tonsilitis akut ditegakkan terutama berdasarkan manifestasi klinis. Tonsil membengkak dan tampak bercak-bercak perdarahan. Ditemukan nanah dan selaput putih tipis yang menempel di tonsil. Membran ini bisa diangkat dengan mudah tanpa menyebabkan perdarahan.6 Dilakukan pembiakan apus tenggorokan di laboratorium untuk mengetahui bakteri penyebabnya. Hal ini berkaitan dengan ditemukannya jenis bakteri Streptokokus beta hemolitikus grup A pada 40% kasus, di mana tonsilitis yang terjadi sekunder terhadap bakteri ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang cukup berat.1,6

Pada umumnya, penderita dengan tonsilitis akut serta demam sebaiknya tirah baring, pemberian cairan yang adekuat dan diet ringan. Aplikasi lokal seperti obat tenggorokan dianggap mempunyai arti relatif kecil.2 Analgesik oral efektif dalam mengendalikan rasa tidak enak. Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan. Penderita sebaiknya diberi petunjuk untuk menggunakan 3 gelas penuh cairan obat kumur setiap hari. Gelas pertama sebaiknya hangat sehingga penderita dapat menahan cairan dengan rasa enak. Gelas kedua dan ketiga dapat lebih hangat.1,2

Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat , jika dianjurkan adalah pilihan pengobatan untuk faringitis bakterialis akut. Penisillin masih obat pilihan, kecuali kalau organismenya resisten atau penderita sensitif terhadap penisilin. Pengobatan sebaiknya dilanjutkan untuk seluruh perjalanan klinis antara lima sampai sepuluh hari.2,4,6 Jika streptokokkus beta hemolitikus dibiak, penting untuk mempertahankan terapi antibiotik yang adekuat untuk sepuluh hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non supuratif seperti penyakit jantung rematik dan nefritis. Suntikan dosis tunggal 1, 2 juta unit benzatine penisillin intramuskular juga efektif dan disukai jika terdapat keraguan bahwa penderita telah menyelesaikan seluruh terapi antibiotik oral.2,6

2.5.2 TONSILITIS KRONIS

Tonsilitis kronik ini merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit tenggorokan yang berulang. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar karena adanya hipertropi dan jaringan parut dengan permukaan yang tidak rata . Kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, tenggorok dirasakan kering dan nafas berbau.4,6

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan tonsilitis kronis adalah5

a. Tes Laboratorium, digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupakan bakteri Streptokokus grup A.

b. Pemeriksaan kultur dan uji resistensi untuk menentukan jenis kuman dan antibiotiknya.

Terapi lokal ditujukan kepada higiene mulut dengan berkumur atau obat hisap.

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronis, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.6

2.6. Penatalaksanaan Tonsilitis

1. Penatalaksanaan tonsilitis secara umum1,7,8 : Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.

Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.

Pemberian antipiretik.

Pada beberapa penelitian menganjurkan pemberian antibiotik lebih dari 5 hari. Pemberian antibiotik secepatnya akan mengurangi gejala dan tanda lebih cepat. Meskipun demikian, tanpa antibiotik, demam dan gejala lainnya dapat berkurang selama 3-4 hari. Pada demam rematik, gejala lainnya dapat berkurang selama 3-4 hari. Pada demam rematik, gejala dapat bertahan sampai 9 hari selama pemberian terapi.1

Untuk tonsilitis bakteri, penisililin merupakan antibiotik lini pertama untuk tonsilitis akut yang disebabkan bakteri Group A Streptococcus B hemoliticus (GABHS). Walaupun pada kultur GABHS tidak dijumpai, antibiotik tetap diperlukan untuk mengurangi gejala. Jika dalam 48 jam gejala tidak berkurang atau dicurigai resisten terhadap penisilin, antibiotik dilanjutkan dengan amoksisilin asamklavulanat sampai 10 hari.1,2

Pada tonsillitis kronik dilakukan terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap dan terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.1,2

2. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika : 7,8

o Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.

Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.

Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.

o Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di Amerika Serikat, karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit.6,7,8

2.8. Prognosis Tonsilitis

Tonsilitis biasanya akan sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita Tonsilitis merasa lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.1,2 Gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.2

2.9. Pencegahan Tonsilitis

Bakteri dan virus penyebab Tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu penderita ke orang lain. Tidaklah jarang terjadi seluruh keluarga atau beberapa anak pada kelas yang sama datang dengan keluhan yang sama, khususnya bila Streptokokus pyogenase adalah penyebabnya. Risiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderta Tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan.2 Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang talah lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang-orang yang merupakan karier Tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain.1,2

2.10 KOMPLIKASI TONSILITIS

Pada tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi otitis media akut yang sering pada anak. Selain itu dapat juga menimbulkan komplikasi abses peritonsil, abses parafaring, sepsis, bronkitis, glomerulonefritis akut, miokarditis serta artritis. Pada tonsilitis kronis dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rinitis kronik, sinusitis, atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh ini terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritos, urticaria, dan furunkulosis.7

Tonsil sebagai sumber infeksi berarti keadaan patologis akibat inflamasi kronis akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain. Oleh karena itu tonsil merupakan tempat atau sumber peradangan bakteri atau produknya yang dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain. Hal ini dapat terjadi karena kripta tonsil dapat menyimpan bakteri.2,7

Tonsil palatina yang terpapar infeksi bakteri dan virus dapat merupakan sumber autoantibodi terhadap sejumlah sistem organ sehingga tonsil memainkan peranan penting pada patogenitas penyakit autoimun. Tonsilitis fokal yang disebabkan oleh virus atau bakteri dapat menghasilkan berbagai antigen yang mirip dengan bagian tubuh.2 Antigen yang terbentuk pada kripta tonsil dapat memacu imunitas selular maupun humoral sehingga terjadi kompleks imun terhadap antigen yang mirip dengn bagian tubuh yang lain seperti kulit, mesengium ginjal dan mungkin sendi kostoklavikula. Struktur tonsil yang memiliki banyak kripta yang bercabang primer dan sekunder mempeluas permukaan tonsil, merupakan pintu gerbang bagi antigen asing dan merangsang respon imun pada tonsil.2,7

Komplikasi tonsilitis

1. Otitis media akut2,7

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis.

Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman dapat masuk kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan.

Infeksi pada tonsil yang menyebar ke jaringan sekitar dan mengenai isthmus tuba eustachius menyebabkan obstruksi pada tuba dan akumulasi sekresi pada telinga tengah, infeksi sekunder dari bakteri dan virus pada efusi cairan tersebut menyebabkan supurasi sehingga memberi gambaran otits media akut.

Ketika infeksi yang menjalar dari tonsilitis mengenai tuba akan terjadinya oklusi tuba dan memberi gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, dari absorbsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal( tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat.

Cairan yang terakumulasi di telinga tengah akan menjadi medium infeksi sehingga pada stadium hiperemis tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta udem.

Udem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

2. Abses peritonsil2,6,7

Proses yang terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus weber di kutub atas tonsil. Kuman penyebab biasanya sama dengan kuman penyebab tonsilitis.

Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini sehingga tampak palatum mole membengkak. Pada stadium permulaan( stadium infiltrat) selain pembengkakan tampak permukaannya hiperemis. Bila proses berlanjut daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.

Bila proses berlansung terus, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan mungkin terjadi aspirasi ke paru.

Pada abses peritonsil selain gejala tonsilitis akut juga terdapat odinofagia( nyeri menelan) yang hebat biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga(otalgia), muntah(regurgitasi), mulut berbau, hipersalivasi, suara sengau dan kadang-kadang sukar membuka mulut.(trismus) serta pembengkakan kelenjar submandibula dan nyeri tekan.

3. Abses parafaring2,7

Merupakan penumpukan nanah atau pus pada ruang parafaring. Timbul akibat proses supurasi kelenjar limfe leher dalam, tonsil , gigi,faring, hidung ,sinus paranasal, mastoid dan vertebra servikal dan Penjalanran infeksi dari ruangperitonsil, retrofaring atau submandibula.

Gejala yang timbul adalah trismus, pembengkakan disekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga menonjol ke arah medial.

4. Sinusitis2,7

Merupakan radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena sinus maksilaris, frontal , ethmoid dan sfenoid. Penjalaran infeksi dari tonsilitis menyebabkan terjadinya edem di kompleks osteo meatal , mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drenase dan ventilasi di sinus, silia kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri patogen.

BAB II

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama: Tn. F

Umur: 13 tahun

Jenis Kelamin: Laki-laki

Suku Bangsa: Minang

Alamat: Pasar Usang

MR : 893986

No Hp : 082171156861

Pekerjaan : Pelajar SD

ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki berumur 13 tahun dirawat di bangsal THT RSUP DR. M. Djamil Padang pada tanggal 22 Januari 15 dengan :

Keluhan Utama :

Nyeri di tenggorokan sejak 3 bulan yang lalu

Keluhan tambahan :

Riwayat kejang sejak umur 1 tahun

Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri ditenggorokan sejak 3 bulan yang lalu. Serangan nyeri sangat mengganggu > 7 kali / tahun. Ketika nyeri menyerang pasien sulit makan dan minum. Nyeri sering muncul setelah minum air dingin ataupun yang pedas. Ketika nyeri suara pasien tidak serak.

Jika pasien demam tinggi, selalu disertai kejang, riwayat epilepsi dari umur 1 tahun. Pasien rutin minum obat luminal, carbamazepin, piracetam dan asam folat.

Penurunan konsentrasi belajar ( + ), pasien sering mengantuk disekolah ( + )

Riwayat tidur mendengkur ada

Riwayat demam sebelumnya tidak ada

Riwayat batu dan pilek sebelumnya tidak ada

Riwayat penciuman berkurang, hidung berdarah, dan hidung tersumbat tidak ada

Riwayat alergi disangkal.

Riwayat gangguan pendengaran, nyeri telinga, telinga penuh, telinga berdenging dan keluar cairan disangkal.

Riwayat nyeri pada dahi, pipi, dan pangkal hidung saat menunduk ( - )

Riwayat cairan mengalir di tenggorokan tidak ada.

Riwayat asma tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien dikenal telah menderita tonsillitis sejak 2 tahun yang lalu.

Pasien dikenal menderita epilepsi sejak usia 1 tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan :

Pasien adalah seorang pelajar SMP

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum: Sedang Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Frekuensi nadi : 82 x/menit

Frekuensi nafas : 24x/ menit

Suhu : 36,5 0C

Pemeriksaan Sistemik

Kepala: tidak ada kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher: tidak ditemukan pembesaran KGB

TRM tidak ada.

Paru

Inspeksi: simetris kiri = kanan

Palpasi: fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor kiri = kanan

Auskultasi: suara nafas vesikuler normal, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi: ictus tidak terlihat

Palpasi: ictus teraba 2 jari medial LMCS RIC V, tidak kuat angkat

Perkusi: batas jantung normal

Auskultasi: bunyi jantung murni, irama teratur, bising ()

Abdomen

Inspeksi : tak tampak membuncit

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

Perkusi: tympani

Auskultasi : bising usus + normal

Extremitas: edem -/-

Status Lokalis THT

Telinga

Pemeriksaan

Kelainan

Dekstra

Sinistra

Daun telinga

Kel kongenital

Tidak ada

Tidak ada

Trauma

Tidak ada

Tidak ada

Radang

Tidak ada

Tidak ada

Kel. Metabolik

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tarik

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tekan tragus

Tidak ada

Tidak ada

Dinding liang telinga

Cukup lapang (N)

Cukup lapang (N)

Cukup lapang(N)

Sempit

-

-

Hiperemis

Tidak ada

Tidak ada

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Serumen: ada

Bau

-

-

Warna

Kuning kecoklatan

Kuning kecoklatan

Jumlah

sedikit

sedikit

Jenis

Membran timpani

Utuh

Warna

Putih mengkilat

Putih mengkilat

Reflek cahaya

Arah jam 5, normal

Arah jam 7, normal

Bulging

Tidak ada

Tidak ada

Retraksi

Tidak ada

Tidak ada

Atrofi

Tidak ada

Tidak ada

Perforasi

Jumlah perforasi

Tidak ada

Tidak ada

Jenis

Tidak ada

Tidak ada

Kwadran

Tidak ada

Tidak ada

Pinggir

Tidak ada

Tidak ada

Gambar

Mastoid

Tanda radang

Tidak ada

Tidak ada

Fistel

Tidak ada

Tidak ada

Sikatrik

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tekan

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri ketok

Tidak ada

Tidak ada

Tes garpu tala

Rinne

+

+

Schwabach

Sama dengan pemeriksa

Sama dengan pemeriksa

Weber

Sama kiri dan kanan

Sama kiri dan kanan

Kesimpulan

Normal

Audiometri

Tidak dilakukan

Hidung

Pemeriksaan

Kelainan

Dektra

Sinistra

Hidung luar

Deformitas

Tidak ada

Tidak ada

Kelainan kongenital

Tidak ada

Tidak ada

Trauma

Tidak ada

Tidak ada

Radang

Tidak ada

Tidak ada

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Sinus paranasal : inspeksi : tanda radang, trauma, sikatriks, massa tidak ada

Pemeriksaan

Dekstra

Sinistra

Nyeri tekan

Tidak ada

Tidak ada

Rinoskopi Anterior

Pemeriksaan

Kelainan

Dekstra

Sinistra

Vestibulum

Vibrise

Ada

Ada

Radang

Tidak ada

Tidak ada

Cavum nasi

Cukup lapang (N)

Cukup lapang (N)

Cukup lapang(N)

Sempit

Tidak ada

Tidak ada

Lapang

Tidak ada

Tidak ada

Sekret

Lokasi

Tidak ada

Tidak ada

Jenis

Tidak ada

Tidak ada

Jumlah

Tidak ada

Tidak ada

Bau

Tidak ada

Tidak ada

Konka inferior

Ukuran

Eutrofi

Eutrofi

Warna

Merah muda

Merah muda

Permukaan

Licin

Licin

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Konka media

Ukuran

Eutrofi

Eutrofi

Warna

Merah muda

Merah muda

Permukaan

Licin

Licin

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Septum

Cukup lurus/deviasi

Cukup lurus

Cukup lurus

Permukaan

Licin

Licin

Warna

Merah muda

Merah muda

Spina

Tidak ada

Tidak ada

Krista

Tidak ada

Tidak ada

Abses

Tidak ada

Tidak ada

Perforasi

Tidak ada

Tidak ada

Massa

Lokasi

Tidak ada

Tidak ada

Bentuk

Tidak ada

Tidak ada

Ukuran

Tidak ada

Tidak ada

Permukaan

Tidak ada

Tidak ada

Warna

Tidak ada

Tidak ada

Konsistensi

Tidak ada

Tidak ada

Mudah digoyang

Tidak ada

Tidak ada

Pengaruh vasokonstriktor

Tidak ada

Tidak ada

Gambar

Rinoskopi Posterior

Pemeriksaan

Kelainan

Dekstra

Sinistra

Koana

Cukup lapang (N)

Sempit

Lapang

Sempit

Sempit

Mukosa

Warna

Merah muda

Merah muda

Edem

Tidak ada

Tidak ada

Jaringan granulasi

-

-

Konka inferior

Ukuran

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Warna

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Permukaan

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Edem

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Adenoid

Ada/tidak

Tidak membesar

Tidak membesar

Muara tuba eustachius

Tertutup sekret

Tidak tertutup sekret

Tidak tertutup sekret

Edem mukosa

Tidak ada

Tidak ada

Massa

Lokasi

Tidak ada

Tidak ada

Ukuran

Tidak ada

Tidak ada

Bentuk

Tidak ada

Tidak ada

Permukaan

Tidak ada

Tidak ada

Post Nasal Drip

Ada/tidak

Tidak ada

Tidak ada

Jenis

Tidak ada

Tidak ada

Gambar

Orofaring dan mulut

Pemeriksaan

Kelainan

Dekstra

Sinistra

Palatum mole + Arkus Faring

Simetris/tidak

Simetris

Simetris

Warna

Merah muda

Merah muda

Edem

Tidak ada

Tidak ada

Bercak/eksudat

Tidak ada

Tidak ada

Dinding faring

Warna

Merah muda

Merah muda

Permukaan

Licin

Licin

Tonsil

Ukuran

T3

T3

Warna

Merah muda

Merah muda

Permukaan

Tidak rata

Tidak rata

Muara kripti

Melebar

Melebar

Detritus

Tidak ada

Tidak ada

Eksudat

Tidak ada

Tidak ada

Perlengketan dengan pilar

Tidak ada

Tidak ada

Peritonsil

Warna

Merah muda

Merah muda

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Abses

Tidak ada

Tidak ada

Tumor

Lokasi

Tidak ada

Tidak ada

Bentuk

Tidak ada

Tidak ada

Ukuran

Tidak ada

Tidak ada

Permukaan

Tidak ada

Tidak ada

Konsistensi

Tidak ada

Tidak ada

Gigi

Karies/Radiks

Tidak ada

Tidak ada

Kesan

Hiegene gigi dan mulut baik

Lidah

Warna

Merah muda

Merah muda

Bentuk

Normal

Normal

Deviasi

Tidak ada

Tidak ada

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Gambar

Laringoskopi Indirek

Pemeriksaan

Kelainan

Dekstra

Sinistra

Epiglotis

Bentuk

Kubah

Warna

Merah muda

Edema

Tidak ada

Pinggir rata/tidak

Rata

Massa

Tidak ada

Ariteniod

Warna

Merah muda

Merah muda

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Gerakan

Simetris

Simetris

Ventrikular band

Warna

Merah muda

Merah muda

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Plica vokalis

Warna

Putih

Putih

Gerakan

Simetris

Simetris

Pingir medial

Rata

Rata

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Subglotis/trakea

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Sekret

Tidak ada

Tidak ada

Sinus piriformis

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Sekret

Tidak ada

Tidak ada

Valekula

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Sekret ( jenisnya )

Tidak ada

Tidak ada

Gambar

Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher

Inspeksi: Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening di leher

Palpasi: Teraba pembesaran kelenjar getah bening di leher.

Pemeriksaan laboratorium:

Hb : 11,9

Leukosit : 10.100

Ht : 36 %

Trombosit : 453.000

PT : 10,9

APTT : 31,3

Diagnosis

Tonsilitis Kronis T3-T3

Epilepsi

Rencana :

Tonsilektomi

Terapi :

IVFD KAEN 1B 10 tetet makro/menit

Luminal 2 x 30 mg (po)

Carbamazepin 2 x 200 mg (po)

Asam Folat 1x 400 mg (po)

Piracetam 2 x 400 mg (po)

Follow Up

23/1/2015

Telah dilakukan tonsilektomi pada tanggal 23/1/2015

D/

Post tonsilektomi atas indikasi tonsilitis kronis

Sikap/

Awasi vital sign

Awasi adanya perdarahan

Awasi adanya sumbatan jalan nafas

Rencana/

Posisikan tidur pasien dalam posisi miring

Kompres es di bagian leher

Terapi/

Drip Tramadol ampul

Diet makanan cair

IVFD KAEN 1B 10 tetet makro/menit

Ceftriaxone 2 x 2mg (iv)

Luminal 2 x 30 mg (po)

Carbamazepin 2 x 200 mg (po)

Asam Folat 1x 400 mg (po)

Piracetam 2 x 400 mg (po)

Follow Up

24/1/2015

Subjektif/

Nyeri luka operasi ada

Nyeri menelan masih ada.

Darah keluar dari mulut tidak ada

Demam tidak ada

Mual dan muntah tidak ada

Nyeri telinga dan gangguan penciuman tidak ada

Objektif/

Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis cooperative

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi nadi : 95 x/menit

Frekuensi nafas: 22 x/menit

Suhu : 36,7 0C

Status THT :

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan : Tonsil T0-T0

Perdarahan sudah tidak ada

Assesment/

Post tonsilektomi atas indikasi tonsilitis kronis hari rawatan ke 1

Terapi/

Diet makanan cairLuminal 2 x 30 mg (po)

IVFD KAEN 1B 10 tetet makro/menitCarbamazepin 2 x 200 mg (po)

Ceftriaxone 2 x 2mg (iv)Asam Folat 1x 400 mg (po)

Ibuprofen 3 x 200 mg (po)

Piracetam 2 x 400 mg (po)

Rencana/

Posisikan tidur pasien dalam posisi miring

Kompres es di bagian leher

RESUME

1. Anamnesis

Ditemukan pada seorang pasien laki-laki usia 13 tahun, dengan keluhan nyeri menelan berulang sejak 3 bulan ini, dirasakan lebih dari 7 kali dalam setahun. Pasien merasakan ada yang mengganjal di tenggorok. Dengan riwayat tidur mendengkur, penurunan konsentrasi dalam belajar disekolah. Pasien telah dikenal menderita tonsilitis sejak 2 tahun yang lalu dan menderita epilepsi sejak usia 1 tahun.

2. Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan, ditemukan tonsil pasien membesar dengan ukuran T3 di kiri dan kanan, warna tonsil bewarna merah muda, permukaan tonsil rata dan muara kripti melebar.

3. Diagnosis Kerja

Tonsilitis Kronis

4 Diagnosis Tambahan: Epilepsi

5 Diagnosis Banding : tidak ada

6 Terapi

Medikamentosa : Ceftriaxone 2 x 2mg (iv), Luminal 2 x 30 mg (po), Carbamazepin 2 x 200 mg (po), Asam Folat 1x 400 mg (po), Piracetam 2 x 400 mg (po)

Operatif : Tonsilektomi

7. Prognosis

- quo ad vitam: bonam

- quo ad sanam: bonam

8. Nasehat

- Hindari makanan pedas dan minuman yang dingin.

- Konsumsi gizi yang cukup

- Menjaga hygiene mulut

BAB III

DISKUSI

Telah dilaporkan satu kasus tonsilitis kronis pada seorang laki-laki usia 13 tahun dan telah menjalani operasi tonsilektomi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik baik yang memberikan gambaran hipertropi tonsil T3-T3 dengan muara kripti melebar. Tonsil yang hipertropi merupakan akibat dari infeksi kronis yang terjadi sedangkan muara kripti yang melebar adalah akibat jaringan limfoid tonsil yang digantikan dengan jaringan parut. Selanjutnya pasien dirawat dan dipersiapkan untuk menjalani operasi tonsilektomi. Adapun indikasi operasi pada pasien ini adalah terjadi tonsilitis lebih dari 7 kali dalam satu tahun. Setelah operasi diberikan antibiotik dengan tujuan untuk menekan bakteri dalam mulut. Berdasarkan penilitian yang dilakukan oleh Grandis dkk didapatkan penurunan kejadian bau mulut pada pasien yang menjalani tonsilektomi dibandingkan dengan yang tidak. Prognosis dari pasien tonsilitis yang menjalani operasi tonsilektomi adalah baik karena keluhan nyeri tenggorokan pasien akan menghilang dan diharapkan kualitas hidup pasien akan meningkat.

Tonsil faring/Adenoid

Tonsil Tuba

Tonsil lingual

Tonsil Palatina

27


Recommended