BIOMARKER

By: Nuning Vita H

Fisheries and Marine Science Department

University of Jenderal SOEDIRMAN

PENGERTIAN

Biomarkers are defined as changes in biological responses (ranging from physiological responses to behavioral changes) that can be related to exposure or to the toxic effects of chemicals (Peakall, 1994).

Van Gestel and van Brummelen(1996) defined a biomarker as any biological response to an environmental chemical at the subindividual level, measured inside an organism or in its products (urine, feces, hair, feathers, and so on), indicating a deviation from the normal status that cannot be detected in the intact organism

Initial studies concerning the toxic effects of pollutants on the cell structure and function showed changes on cell compounds, such as lysosomes, lipids inclusion, peroxisomes etc., as well as on physiological responses, for example the reproductive performance of the animals.

The progression and the advances of aquatic toxicology in the recent years allowed the development of biomonitoring strategies that employed biomarkers.

Salah satu fungsi kunci dari biomarker adalah sebagai tanda peringatan awal pengaruh polutan dan respon pada suborganisme (molecular, biokimia dan phisiology), dan merupakan reaksi awal sebelum respon terjadi pada tingkatan organisasi (spectrum) biologi yang lebih tinggi.

Fungsi biomarker vs perairan

marker biologi dapat digunakan untuk mengetahui tingkat polusi dan pencemaran yang terjadi pada perairan. Dengan organisme uji maka dapat diketahui tingkat polusi yang terjadi pada perairan.

Enzim yang mempengaruhi suatu perubahan, maka enzim tersebut dapat disebut sebagai marker/penanda.

Most of the biomarkers that are currently being used to monitor the quality Of the aquatic environment :

Biotransformation enzymesOxidative stress parametersBiotransformation productsStress proteins, metallothioneins, and

multixenobiotic resistanceHematological parametersImmunological parametersReproductive and endocrine parameters

Neuromuscular parameters Genotoxic parameters Physiological and morphological

parameters Invertebrate biomarkers Fish biomarkers Amphibian biomarkers Mammalian and avian

biomarkers

Ada 3 bentuk biomarker yaitu: Biomarker pajanan: merupakan bahan

eksogenus atau metabolitnya atau hasil dari interaksi antara agen xenobiotik dan beberapa molekul atau sel target yang diukur dari bagian dalam suatu organisme

ex : pemeriksaan kadar Hg dalam darah, urine dan rambut

Biomarker efek: sesuatu yang bisa diukur secara kimiawi, physiologi, perilaku atau perubahan lain dalam organisme yang tergantung pada cakupan, dapat dikenal sebagai asosiasi dengan kerusakan kesehatan atau penyakit.

Biomarker kerentanan, merupakan kemampuan yang diperlukan dari organisme untuk merespon suatu tantangan dari pajanan bahan xenobiotik.

1. Biomarkers of stressUsually this class includes biomarkers related

to the general physiological stress that the organisms undergo due to a wide range of pollutants

the biomarkers of this class are not specific. EXamples : ‘Lysosome membrane stability in

cryosections’, ‘oxidative stress / lipofuscin lysosomal

content’ ‘neutral lipid accumulation

The application of these biomarker needs histochemical / cytochemical approach, giving an advantage related to the possibility to analyse a number of other parameters in parallel, such as lipofuscin and unsaturated neutral lipids contents

lysosomal membrane stability in cryosections’ (LMS)The biomarker is related to changes due

to pollution in the membranes of the lysosomes, which constitute main sites of toxic metal and organic pollutant’s detoxification.

This biomarker is mainly applied on digestive gland cryosections of mussels and is based on the cytochemical detection of the lysosomal enzyme N-acetyl-β-hexosaminidase

2. Biomarkers of genotoxicity

1. DNA damageUsually includes biomarkers related to the

single and double strand breakages, modified bases, DNA-DNA crosslinks, and DNA-protein crosslinks.

‘ ‘COMET assay’ are two of the well known biomarkers of this category.

Ching et al.(2001) reported increase in strand breaks after one day of exposure of Perna viridis to benzo[a]pyrene concentrations between 0.3 and 3 mg l–1

DNA-DNA CROSSLINK

Comet assay

“The Comet Assay”: DNA fragments induced by a genotoxic agent migrate in an electric field out of the cell nucleus (Head) into a Tail

2. Micronucleus Test

The ‘micronucleus test’ (MN) is a well known cytogenetic technique commonly used for the evaluation of genotoxic effects caused by environmental stressors.

Micronuclei are formed during cell division when complete or fragment chromosomes fail to be incorporated in the daughter nuclei, forming so small or more additional nuclei.

The test consists in the scoring of cells containing one or more cytosolic micronuclei in addition to the main nucleus and has been applied in wild and caged marine invertebrates, as well as in in different cell types of fishes.

Micronucleus Test

3. Biomarkers of exposure Usually includes biomarkers whose

changes can be related to the organism exposure to a specific class of pollutants

i.e. the biomarkers of this class are specific.

Tissue ‘levels of metallothioneins’, ‘inhibition of cholinesterase activity’ (ex:

pestisida organoklorin), ‘EROD (ethoxyresorufin-O- deethylase)

activity’

levels of metallothioneins’ (MTs)These metalloproteins are normally

expressed in animal tissues and are involved in heavy metal homeostasis, while in environments with high metal concentrations are over-expressed both in fish, and mussels, Sea star (Asterias rubens)

Therefore, MTs have been regarded as an indicator of metal contamination and widely used as a tool for biomonitoring programs

Tissue DamageThis class usually includes biomarkers

whose changes can be related to morphological alterations due to contaminants, such as ‘thinning of the epithelium’, ‘increase in the number of epithelial basophil cells’, ‘changes in the ratio of basophil to digestive cells’, the ‘ratio between the lysosome/cytoplasm volumes’

A reduction of the digestive epithelium thickness was the main difference between exposed and reference groups. A reduction or loss of digestive synchrony was also noted after exposure to pollutants

Thinning of the digestive epithelium and increased volume density of basophilic cells was noted in mussels exposed to the water accommodated fraction of different oils.

Biomarkers at the organism levelThis category refers to parameters able to

indicate whether an effect at organism/population level is produced.

The biomarker ’stress on stress’ and the ‘scope for growth’ are the main representative of this class.

The effects of environmental stressors at the organism level can be evaluated also by the use of the simple biomarker ’stress on stress’, assessing whether contaminants have affected the capacity of molluscs to survive to environmental change

Its application is very simple and is calculated by the survival time when animals are exposed to contaminant.

The most important biomarkers used for marine organisms

cytochrome P450 (indicator of exposure to organic contaminants PAHs (PolyARomatic Hydrocarbons) , PCBs (Polychlorinated Byphenils) : Mytilus edulis

DNA-damage (strand breaks) and DNA-adducts due to exposure to mutagenic inorganic and organic xenobiotics,

Inhibition of Acetylcholinesterase (AChE) activity (organo-phosphorous, carbamates, Cd, PB, Cu, etc),

Metallothionein synthesis in hepatic and other tissues (exposure to metals Zn, Cu, Cd, Hg, Fe) Asterias rubens

Telah dilakukan secara sistematik kajian risiko terhadap bahan-bahan kimia berbahaya melalui sistem pengujian dengan penggunaan "petanda bio" (biomarker) yang telah dipilih dan dikembangkan sebagai indikator adanya paparan endogenus dan exogenus terhadap makromolekular biologis seperti protein dan DNA, yakni seperti terbentuknya DNA/Protein termodifikasi.

Dilaporkan oleh Philips 1981 bahwa adanya interaksi zat-zat kimia xenobiotik di dalam makhluk hidup pada tingkatan subletal atau letal dapat menginduksi serangkaian pengaruh biologis yakni risiko kanker melalui adanya ikatan kovalen antar senyawa toksik dengan makromolekular biologi.

Pencampuran (asimilasi) zat kimia xenobiotik di dalam makhluk hidup pada tingkatan subletal dan letal dapat menginduksi serangkaian pengaruh biologis.

Ini diakibatkan dari gangguan molekular dengan mekanisme biokimia dan interaksi dengan organel (seperti DNA dan protein), pada tingkatan selular, jaringan, dan organ.

Isozim Isozim dapat mengakibatkan proses transkripsi

dalam gen yang berbeda sehingga dapat menyebabkan terjadinya modifikasi pada proses translasi, serta dapat menyebabkan ekspresi dari struktur morfologi yang berbeda.

Dinamika isozim terjadi seiring dengan dinamika gen, sehingga sangat beralasan apabila dinamika isozim digunakan untuk menentukan perubahan lingkungan khususnya yang mengarah pada degradasi ekosistem.

Mutasi atau perubahan pada tingkat gen pada dasarnya terjadi karena perubahan lingkungan, sehingga dinamika isozim sangat berarti dalam mendeteksi terjadinya mutasi secara lebih dini dan akurat dibandingkan menggunakan pengamatan secara visual

Dengan mengetahui keanekaragaman isozim maka akan semakin besar kemungkinan mengetahui proses dinamika struktur komunitas dalam ekologi yang dapat digunakan untuk memonitoring proses degradasi ekosistem.

Benthos Bentos dalam hal ini makrozoobentos berada

pada kondisi yang tidak menguntungkan karena pencemaran limbah tumpahan CPO.

Makrozoobentos (udang M. rosenbergii ) tersebut

melakukan adaptasi dengan mekanisme mengeluarkan isozim esterase.

Tipe enzim tersebut merupakan enzim regulator, sehingga pada umumnya akan mempunyai isozim.

Proses adaptasi terhadap bahan pencemar CPO akan memunculkan enzim pendatang yang berupa isozim.

Isozim merupakan bentuk ekspresi enzim yang mempunyai fungsi katalitik yang sama namun tingkat isoelektrisitasnya berbeda-beda, muatan listrik serta berat molekulnya juga berbeda-beda.

Isozim sebagai ragam yang berbeda dari enzim yang sama, dan mempunyai fungsi yang identik/serupa dan muncul pada individu yang sama. Isozim juga merupakan bentuk polimorfisme enzim akibat tekanan lingkungan khususnya dampak limbah CPO.

Keuntungan penggunaan isozim sebagai bioindikator pencemaran adalah alel-alel resesif gen penentu isozim dapat teramati.

Enzim esterase

Enzim esterase merupakan enzim yang berfungsi untuk mengkatalisis antibodi, mengantisipasi temperatur rendah, dan degradasi dinding sel.

Esterase mempunyai spesifitas rendah dengan substrat ester karboksilat.

Munculnya isozim esterase pada sampel daun dan akar S. caseolaris yang terpapar pencemaran limbah CPO menunjukkan terjadinya proses degradasi dinding sel organ tumbuhan tersebut, sementara pada kontrol tidak di temukan.

Limbah CPO merupakan bahan organik kaya akan ikatan ester, sehingga proses reaksi netralisasinya dengan menggunakan enzim ester tersebut. Proses itulah yang akan memunculkan isozim esterase khususnya allozim baik pada udang maupun tumbuhan mangrove.

pada kondisi terpapar limbah tumpahan CPO minyak kelapa sawit, maka akan muncul isozim esterase baik pada S. caseolaris maupun M. rosenbergii.

Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi terpapar bahan pencemar akan muncul reaksi adaptasi secara biokimia, yaitu: dengan mengeluarkan isozim esterase sebagai mekanisme pertahanan terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan

Karakter limbah tumpahan CPO berupa minyak nabati yang terdiri dari ikatan-ikatan ester.

Mekanisme adaptasi terhadap bahan tersebut dengan mengeluarkan isozim esterase bertujuan untuk mempercepat reaksi hidrolisis maupun sintesis ikatan ester.

ikan nila (Oreochromis nillatica) yang hidup di kolam IPAL PT. Gunung MaduPlantation (kolam aerasi 1, aerasi 2, stabilisasi dan monitoring).

Biomarker yang digunakan meliputi perubahan secara biokimia (aktivitasenzim sarbitol dehidrogenase), phisiologi (condition factor, liver somatik indeks dangonad somatik indek) dan perubahan secara histologi pada hepatosit.

ambil sampel daging ikan bagian depan atas dari sirip dorsal untuk analisis aktivitas enzim sorbitol dehydrogenase (SDH) sebagai indicator kerusakan sel hati (hepotosit)

Sampel hati yang telah ditimbang kemudian diambil dan difiksasi dengan formalin 10 untuk pembuatan preparat histology

Terjadi kenaikan aktivitas enzimsarbitol dehidrogenase (SDH)