+ All Categories
Home > Documents > Chapter II wireless

Chapter II wireless

Date post: 05-Jul-2018
Category:
Upload: missririz
View: 213 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
18
8/16/2019 Chapter II wireless http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 1/18 5 BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO 2.1 Umum Salah satu teknologi pengamatan vertikal atmosfer dari permukaan adalah  peluncuran balon sonde atau radiosonde.  Radiosonde adalah sebuah peralatan yang digunakan pada balon cuaca yang mengukur berbagai parameter atmosfer dan mengirimkan datanya ke penerima tetap. Selain mengukur profil tekanan udara, temperatur, dan kelembaban, radiosonde tersebut juga difungsikan untuk mengukur profil angin horizontal menggunakan penerima GPS. Balon sonde atau radiosonde ini mengirimkan data – data profil tekanan udara, temperatur, kelembaban dan angin horizontal yang didapatinya ke penerima tetap atau stasiun  bumi melalui komunikasi antara perangkat radio pengirim (transmitter ) dan  penerima (receiver ). Komunitas meteorologi internasional telah menetapkan dua pita frekuensi radio untuk digunakan dalam transmisi data untuk pengamatan vertikal atmosfer  pada radiosonde, yaitu 400-406 MHz dan 1675-1700 MHz . Pita frekuensi yang digunakan untuk pengamatan vertikal atmosfer pada radiosonde di Indonesia termasuk dalam kategori frekuensi untuk Eksplorasi Bumi-Satelit, yaitu pada rentang frekuensi antara 432 – 438 MHz. Pada pita frekuensi ini, perangkat radio  pengirim (transmitter ) dan penerima (receiver ) yang digunakan pada radiosonde di Indonesia salah satunya beroperasi pada frekuensi 433 MHz. Perangkat  pengirim (transmitter ) dipasang pada radiosonde dan perangkat penerima (receiver ) dipasang pada sisi stasiun bumi. Pada sisi stasiun bumi digunakan antena unidirectional seperti antena Stacking  Yagi yang memiliki penguatan yang tinggi dengan beamwidth tertentu untuk dapat berkomunikasi dengan radisonde yang nantinya akan diterbangkan melalui suatu balon atmosfer setinggi 10 km di atas permukaan laut. Antena yang digunakan harus memiliki kinerja yang baik untuk menjamin kontinuitas hubungan komunikasi antara stasiun bumi dengan radiosonde. Universitas Sumatera Utara
Transcript
Page 1: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 1/18

5

BAB II

TEORI DASAR ANTENA DAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO

2.1 Umum

Salah satu teknologi pengamatan vertikal atmosfer dari permukaan adalah

peluncuran balon sonde atau radiosonde.

Radiosonde adalah sebuah peralatan

yang digunakan pada balon cuaca yang mengukur berbagai parameter atmosfer

dan mengirimkan datanya ke penerima tetap. Selain mengukur profil tekanan

udara, temperatur, dan kelembaban, radiosonde tersebut juga difungsikan untuk

mengukur profil angin horizontal menggunakan penerima GPS. Balon sonde atau

radiosonde ini mengirimkan data – data profil tekanan udara, temperatur,

kelembaban dan angin horizontal yang didapatinya ke penerima tetap atau stasiun

bumi melalui komunikasi antara perangkat radio pengirim (transmitter ) dan

penerima (receiver ).

Komunitas meteorologi internasional telah menetapkan dua pita frekuensi

radio untuk digunakan dalam transmisi data untuk pengamatan vertikal atmosfer

pada radiosonde, yaitu 400-406 MHz dan 1675-1700 MHz. Pita frekuensi yang

digunakan untuk pengamatan vertikal atmosfer pada radiosonde di Indonesia

termasuk dalam kategori frekuensi untuk Eksplorasi Bumi-Satelit, yaitu pada

rentang frekuensi antara 432 – 438 MHz. Pada pita frekuensi ini, perangkat radio

pengirim (transmitter ) dan penerima (receiver ) yang digunakan pada radiosonde

di Indonesia salah satunya beroperasi pada frekuensi 433 MHz. Perangkat

pengirim (transmitter ) dipasang pada radiosonde dan perangkat penerima

(receiver ) dipasang pada sisi stasiun bumi.

Pada sisi stasiun bumi digunakan antena unidirectional seperti antena

Stacking Yagi yang memiliki penguatan yang tinggi dengan beamwidth tertentu

untuk dapat berkomunikasi dengan radisonde yang nantinya akan diterbangkan

melalui suatu balon atmosfer setinggi 10 km di atas permukaan laut. Antena yang

digunakan harus memiliki kinerja yang baik untuk menjamin kontinuitas

hubungan komunikasi antara stasiun bumi dengan radiosonde.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 2/18

6

2.2 Gelombang Elektromagnetik

Gelombang didefinisikan sebagai getaran atau gangguan yang merambat.

Elektromagnetik adalah gejala listrik yang diakibatkan oleh gerak mekanik

magnet. Magnet adalah benda yang dapat menghasilkan gaya tarik atau gaya tolak

terhadap benda lain (yang mungkin juga bersifat magnet).

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang mempunyai sifat

listrik dan sifat magnet secara bersamaan. Gelombang radio merupakan bagian

dari gelombang elektromagnetik pada spektrum frekuensi radio. Transmisi

gelombang elektromagnetik di ruang adalah sebagai gelombang transversal.

Gelombang elektromagnetik ditemukan oleh Heinrich Hertz.

Gelombang dikarakteristikkan oleh panjang gelombang dan frekuensi.

Panjang gelombang (λ) memiliki hubungan dengan frekuensi (ƒ) dan

kecepatan (ν) yang ditunjukkan pada Persamaan 2.1.

(2.1)

Dimana :

λ = panjang gelombang (m)

c = cepat rambat cahaya (m/s)

ƒ = frekuensi (Hz)

Salah satu spektrum frekuensi gelombang elektromagnetik adalah

gelombang radio. Pembagian spektrum frekuensi gelombang radio dapat

ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spektrum Frekuensi Gelombang Radio

Nama Band Singkatan

Band

ITU Frekuensi (f)

Panjang

Gelombang (λ)Extremely Low

FrequencyELF 1 3-30 Hz

100.000 km -

10.000 km

Super Low

FrequencySLF 2 30-300 Hz

10.000 km-1000

km

Ultra Low

FrequencyULF 3 300 – 3000 Hz

1000 km – 100

km

Very Low

FrequencyVLF 4 3 – 30 KHz 100 km – 10 km

Low Frequency LF 5 30 – 300 KHz 10 km – 1 km

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 3/18

7

Tabel 2.1 lanjutan

Nama Band SingkatanBand

ITUFrekuensi (f)

Panjang

Gelombang (λ)

MediumFrequency

MF 6 300 – 3000 KHz 1 km – 100 m

High Frequency HF 7 3 – 30 MHz 100 m – 10 m

Very High

FrequencyVHF 8 30 – 300 MHz 10 m – 1 m

Ultra High

FrequencyUHF 9 300 – 3000 MHz 1 m – 100 mm

Super High

FrequencySHF 10 3 – 30 GHz

100 mm – 10

mm

Extremely High

Frequency EHF 11 30 – 300 GHz 10 mm – 1 mm

2.3 Antena

Antena didefinisikan sebagai suatu perangkat logam (misalnya batang

konduktor atau kawat) yang berfungsi meradiasikan atau menerima gelombang

radio. Standar IEEE 145-1983 mendefinisikan antena atau aerial sebagai suatu

alat yang berfungsi untuk meradiasikan dan menerima gelombang radio. Dengan

kata lain antena adalah struktur pengalihan antara ruang bebas dan media

pembimbing, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1[1].

Gambar 2.1 Antena Sebagai Media Transisi

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 4/18

8

Media pembimbing atau saluran transmisi dapat berbentuk suatu kabel

coaxial atau pipa kosong/bumbung gelombang (waveguide), dan media

pembimbing ini digunakan untuk membawa energi elektromagnetik dari sumber

pancaran (transmitter ) hingga sampai ke antena, atau dari antena hingga sampai

ke perangkat penerima (receiver )[1].

2.3.1 Parameter Antena

Untuk menggambarkan kinerja dari sebuah antena, pengertian beberapa

parameter sangat penting untuk dikaji. Beberapa dari parameter-parameter

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

2.3.1.1 Pola Radiasi

Pola radiasi dari sebuah antena didefinisikan sebagai fungsi matematis

atau gambaran secara grafis dari karakteristik radiasi sebuah antenna sebagai

fungsi dari koordinat ruang. Pada kasus secara keseluruhan, pola radiasi

dihitung/diukur pada medan jauh dan digambarkan kembali sebagai koordinat

arah. Karakteristik radiasi mencakup rapat flux daya, intensitas radiasi, kuat

medan, keterarahan/direktivitas, fasa atau polarisasi. Karakteristik radiasi yang

menjadi pusat perhatian adalah distribusi energi radiasi dalam ruang 2 dimensi

maupun 3 dimensi sebagai fungsi dari posisi pengamat di sepanjang jalur dengan

jari-jari yang konstan. Contoh koordinat yang sesuai diperlihatkan pada Gambar

2.2[1].

Gambar 2.2 Sistem Koordinat Untuk Menganalisis Antena

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 5/18

Page 6: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 6/18

10

2.3.1.3 Direktivitas

Keterarahan dari suatu antena didefinisikan sebagai ”perbandingan antara

intensitas radiasi maksimum dengan intensitas radiasi dari antena referensi

isotropis”. Keterarahan dari sumber non-isotropis adalah sama dengan

perbandingan intensitas radiasi maksimumnya di atas sebuah sumber isotropis[1].

Keterarahan pada antena secara umum dinyatakan dari Persamaan 2.2[1]:

rad

o P

U D max4

log10

(2.2)

dengan :

Do = directivity (dB)

U max = intensitas radiasi maksimum (watt)

P rad = daya radiasi total (watt)

Nilai keterarahan sebuah antena dapat diketahui dari pola radiasi antena

tersebut, semakin sempit main lobe maka keterarahannya semakin baik dibanding

main lobe yang lebih lebar. Nilai keterarahan jika dilihat dari pola radiasi sebuah

antena adalah sebagai berikut[1]:

HP HP

D

.

1804

log10

2

0

(2.3)

HP HP

D .

96125.41252log100

(2.4)

dengan :

DdB = keterarahan (directivity) (dB)

HP = lebar berkas setengah daya pada pola radiasi horisontal ( 0 )

HP = lebar berkas setengah daya pada pola radiasivertikal ( 0 )

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 7/18

11

2.3.1.4 Gain

Ada dua jenis penguatan ( gain) pada antena, yaitu penguatan absolut

(absolute gain) dan penguatan relatif (relative gain). Penguatan absolut pada

sebuah antena didefenisikan sebagai perbandingan antara intensitas pada arah

tertentu dengan intensitas radiasi yang diperoleh jika daya yang diterima oleh

antena teradiasi secara isotropic. Intensitas radiasi yang berhubungan dengan daya

yang diradiasikan secara isotropic sama dengan daya yang diterima oleh antena

(Pin) dibagi dengan 4π. Penguatan absolut dapat dihitung dengan [1]:

(2.5)

2.3.1.5 Frekuensi Resonansi

Frekuensi resonansi sebuah antena dapat diartikan sebagai frekuensi kerja

antena dimana pada frekuensi tersebut seluruh daya dipancarkan secara maksimal.

Pada umumnya frekuensi resonansi menjadi acuan menjadi frekuensi kerja antena.

2.3.1.6 Lebar Pita

Bandwidth antena didefinisikan sebagai ”rentang frekuensi antena dengan

beberapa karakteristik, sesuai dengan standar yang telah ditentukan”. Untuk

Broadband antena, lebar bidang dinyatakan sebagai perbandingan frekuensi

operasi atas (upper ) dengan frekuensi bawah (lower ). Sedangkan untuk

Narrowband antena, maka lebar bidang antena dinyatakan sebagai persentase dari

selisih frekuensi di atas frekuensi tengah dari lebar bidang[1].

Untuk persamaan bandwidth dalam persen ( B p) atau sebagai bandwidth

rasio ( Br ) dinyatakan sebagai[2]:

%100

c

l u p

f

f f B

(2.6)

2

l uc

f f f

(2.7)

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 8/18

12

l

ur

f

f B

(2.8)

dengan :

B p = bandwidth dalam persen (%)

Br = bandwidth rasio

f u = jangkauan frekuensi atas (Hz)

f l = jangkauan frekuensi bawah (Hz)

2.3.1.7

Impedansi Input

Impedansi masukan didefenisikan sebagai impedansi yang diberikan oleh

antena kepada rangkaian di luar, pada suatu titik acuan tertentu[1]. Saluran

transmisi penghubung yang dipasangkan ke antena akan melihat antena tersebut

sebagai beban dengan impedansi beban sebesar ZA. Secara matematis, persamaan

impedansi antena dapat dirumuskan sebagai berikut[1] :

Z A = R A + jX A (2.9)

dengan :

Z A = impedansi antena (Ω)

R A = resistansi antena (Ω)

X A = reaktansi antena (Ω)

2.3.1.8 VSWR

VSWR adalah perbandingan antara amplitudo gelombang berdiri

( standing wave) maksimum (|V|max) dengan minimum (|V |min). Pada saluran

transmisi ada dua komponen gelombang tegangan, yaitu tegangan yang

dikirimkan (V0+) dan tegangan yang direfleksikan (V0-). Pebandingan tegangan

yang direfleksikan dengan yang dikirimkan disebut sebagai koefisien refleksi

tegangan (Γ) [1] :

(2.10)

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 9/18

13

di mana Z L adalah impedansi beban (load ) dan Z 0adalah impedansi saluran.

Rumus untuk mendari VSWR adalah [1] :

VSWR = (2.11)

Kondisi yang baik adalah ketika VSWR bernilai 1, yang berarti tidak ada

refleksi ketika saluran dalam keadaan matching sempurna. Namun, kondisi ini

kenyataannya sulit diperoleh. Oleh karena itu, nilai standar VSWR yang diijinkan

dalam perancangan antena adalah ≤ 2.

2.4

Antena Unidirectional

Antena unidirectional adalah antena yang mengkonsentrasikan energi ke

suatu arah tertentu. Jika dipergunakan daya pancar yang sama seperti pada antena

isotrop, maka akan didapati perbandingan medan listrik/magnet antara antena

isotrop dan antena direksional seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4[2].

Gambar 2.4 Perbandingan Distribusi Medan Listrik pada Antena Isotrop danDireksional

Pada arah-arah tertentu, antena unidirectional mengirimkan intensitas

yang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang dikirim oleh antena isotrop, dan

pada arah yang lain intensitasnya jauh lebih kecil dibandingkan oleh antena

isotrop. Jadi antena direksional mengalokasikan energi secara berbeda pada setiap

sudut pancarnya[2].

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 10/18

14

2.4.1 Macam-Macam Antena Unidirectional

Berikut ini adalah beberapa contoh dari antena unidirectional yang telah

digunakan hingga saat ini :

2.4.1.1 Antena Apertur

Antena apertur biasa digunakan pada frekuensi yang tinggi. Tipe antena ini

sangat berguna untuk berbagai aplikasi pada penerbangan, karena antena ini dapat

dipasang/ditempelkan pada rangka luar pesawat atau . Sebagai tambahan, antena

ini dapat diselubungi oleh semacam material dielektrik untuk melindungi mereka

dari kondisi yang berbahaya dari lingkungan sekitar. Bentuk-bentuk dari antena

apertur dapat dilihat pada Gambar 2.5[1].

Gambar 2.5 Konfigurasi Antena Apertur

2.4.1.2 Antena Mikrostrip

Antena mikrostrip menjadi sangat populer pada tahun 1970 untuk aplikasi

pada pesawat terbang, dan sampai saat ini antena mikrostrip sudah digunakan

pada pemerintahan dan aplikasi komersil. Antena ini terdiri dari patch logam yang

diletakkan diatas substrat. Patch logam ini dapat diatur sedemikian rupa, seperti

pada Gambar 2.6. Contoh patch persegi dapat dilihat pada Gambar 2.7. Antena

mikrostrip merupakan antena yang sederhana, simpel dan relatif murah untuk di

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 11/18

15

produksi dengan menggunakan teknologi printed-circuit . Antena ini dapat

dipasang pada permukaan luar pesawat terbang, pesawat ruang angkasa, satelit,

misil, mobil, dan telepon genggam[1].

Gambar 2.6 Konfigurasi Patch pada Mikrostrip

Gambar 2.7 Patch Persegi pada Mikrostrip

2.4.1.3 Antena Array

Berbagai aplikasi memerlukan karakteristik radiasi yang tidak bisa

didapatkan dari suatu element tunggal. Sehingga, sangat memungkinkan untuk

mengumpulkan elemen-elemen radiasi tersebut untuk dapat disusun pada suatu

susunan (array) elektris dan geometris tertentu sehingga menghasilkan

karakteristik radiasi tertentu yang diinginkan.

Susunan dari array tersebut dapat menambah atau memberikan pancaran

maksimum pada suatu arah tertentu, minimum pada arah lainnya, atau sebaliknya

seperti yang diinginkan. Istilah array maksudnya adalah suatu

susunan/konfigurasi tertentu dimana elemen pemancar secara individual terpisah

pada jarak tertentu. Susunan Array dapat dilihat pada Gambar 2.8[1].

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 12/18

16

Gambar 2.8 Antena Array

Salah satu model dari antena array adalah antena Yagi-Uda. Yagi-Uda

adalah antena yang beroperasi pada rentang frekuensi HF (3-30 MHz), VHF (30-

300 MHz) dan UHF (300-3000 MHz). Antena ini terdiri dari sejumlah elemen

dipol linear, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9, dengan salah satu elemen

diberikan energi secara langsung dari suatu saluran transmisi dan elemen yang

lainnya berfungsi sebagai elemen parasit dengan arus yang terinduksi melalui

induktansi bersama[1].

Gambar 2.9 Antena Yagi-Uda

Antena ini dirancang untuk dapat beroperasi secara khusus sebagai

susunan end-fire array dengan cara meletakkan elemen parasit pada berkas depan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 13/18

17

sebagai pengarah (director ) dan elemen yang tersisa lainnya sebagai reflektor.

Yagi-Uda telah digunakan sebagai antena TV rumah[1]. Antena Yagi-Uda dapat

diletakkan berdampingan dalam satu garis lurus (collinear ) hingga membentuk

Stacking Yagi, seperti pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Stacking Yagi

2.4.1.4 Antena Reflektor

Keberhasilan akan ekspedisi ruang angkasa menghasilkan peningkatan

terhadap teori tentang antena. Berbagai bentuk antena telah digunakan untuk

mengirim dan menerima sinyal yang harus melintas ribuan mil pada komunikasi

dengan jarak yang sangat jauh. Salah satu antena yang paling sering digunakan

pada aplikasi ini adalah antena reflektor parabola, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.11. Tipe antena ini sudah dibuat hingga diameternya mencapai 305m.

Dimensi yang sangat besar ini diperlukan untuk mendapatkan gain yang tinggi

yang dibutuhkan untuk mengirim dan menerima sinyal setelah melintas sejauh

ribuan mil[1].

Gambar 2.11 Antena Reflektor

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 14/18

18

2.5 EIRP

Effective Isotropic Radiated Power yang disingkat dengan EIRP

merupakan energi efektif yang diperoleh pada lobe utama dari sebuah antena

pengirim. EIRP dirumuskan melalui Persamaan 2.12 [3].

(2.12)

dimana :

= Effective Isotropic Radiated Power

= daya keluaran transmitter

= gain antena pengirim

Nilai rugi - rugi radome dapat bervariasi, misalnya meningkat ketika

radome berada dalam kondisi basah. Link budget harus menggunakan nilai

terburuk yang mungkin dapat terjadi karena kondisi radome tidak diketahui

ataupun dikontrol. Adapun satuan dari EIRP sama dengan satuan daya transmitter

dalam dBW atau dBm[3].

2.6

Receiver Gain

Gain penerima dapat dihitung melalui Persamaan 2.13[3].

(2.13)

Keterangan :

= gain total

= gain antena penerima

rugi – rugi radome

rugi – rugi kabel atau waveguide (penerima)

rugi –rugi polarisasi

rugi – rugi pointing

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 15/18

Page 16: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 16/18

20

Fading merupakan karakteristik utama dalam propagasi radio bergerak.

Fading dapat didefenisikan sebagai perubahan fase, polarisasi dan level dari suatu

sinyal terhadap waktu. Definisi dasar dari suatu fading adalah yang berkaitan

dengan mekanisme propagasi yang melibatkan refraksi, refleksi, difraksi,

hamburan dan redaman dari gelombang radio. Kinerja dari suatu sistem

komunikasi dapat turun akibat adanya fading [5].

2.8 Propagasi Untuk Komunikasi Bergerak

Pada skala terbesar, daya yang diterima pada sisi terminal penerima akan

sangat turun sebagai akibat dari bertambahnya jarak antara pemancar dan

penerima dan sebagai akibat dari rugi – rugi scattering atau ruang bebas. Pada

skala menengah, difraksi oleh fitur medan, bangunan atau kekacauan lainnya akan

menimbulkan fading loss. Akhirnya, efek interferensi akan menyebabkan efek

multipath. Sehingga model propagasi ruang bebas ( free space propagation)

kurang memenuhi untuk menggambarkan kanal dan memprediksikan kinerja

sistem[4].

Ada beberapa mode perhitungan rugi-rugi propagasi yang biasa digunakan

untuk memprediksi ataupun merancang link radio pada daerah yang kompleks

seperti perkotaan, yaitu mode propagasi Okumura-Hata dan COST-231[4].

2.8.1 Okumura-Hata

Pada 1963-1965, Okumura membuat serangkaian pengukuran rugi-rugi

lintasan di Tokyo dan daerah sekitarnya pada rentang frekuensi antara 400 MHz

dan 2 GHz. Perkiraan untuk kurva utama dari metode Okumura yang dirumuskan

oleh Hata, dan kesederhanaan prosedur yang dihasilkan, ditambah dengan akurasi prediksi yang relatif lebih baik, telah memastikan popularitas yang luas dari

metode ini[4].

Dalam formulasi Hata itu, rugi – rugi lintasan di perkotaan diberikan oleh

Persamaan 2.17 :

+ (2.17)

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 17/18

21

dimana :

= frekuensi antara 150–1,500 dalam MHz

= jarak dalam kilometer (1–20)

= tinggi efektif dari base station dalam meter (30–200 m)

Fungsi adalah fungsi koreksi untuk ketinggian antena perangkat

mobile dalam kisaran 1-10 m. Nilai pada kota yang kecil/sedang :

(2.18)

Pada kota yang besar :

(2.19)

(2.20)

Untuk lingkungan non-perkotaan, Nilai adalah sebagai berikut :

(2.21)

Pada daerah terbuka :

(2.22)

Model ini telah banyak digunakan untuk perencanaan layanan radio

komunikasi bergerak.[4]

2.8.2 COST 231

COST 231 Eropa yang bergabung dengan projek penelitian, yang

dijalankan pada 1989 dan 1996, bertujuan untuk memberikan metode desain dan

model cakupan untuk jaringan generasi ketiga (3G) dalam komunikasi mobile.

Meskipun model Hata hanya berlaku di kisaran frekuensi 150-1,500 MHz, karya

asli Okamura sudah termasuk pengukuran yang dilakukannya pada 1.920 MHz.

Tim projek COST-231 menganalisis data pengukuran ini dan

mengembangkan lebih lanjut untuk model Hata atau COST 231–Model Hata,

berlaku di kisaran frekuensi 1,500-2,000 MHz.[4]

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II wireless

8/16/2019 Chapter II wireless

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-wireless 18/18

22

+ (2.23)

dimana :

= untuk model original

= 0 dB untuk kota-kota menengah dan pusat-pusat pinggiran kota dengan

kepadatan pohon menengah

= 3 dB untuk pusat metropolitan

2.9 Link Budget

Link budget dihitung dalam desibel (dB), sehingga semua faktor menjadi

istilah yang akan ditambahkan atau dikurangi. Biasanya besarnya daya dinyatakan

dalam dBm daripada dBW.

Link Margin diperoleh dengan membandingkan kekuatan sinyal yang

diterima yang diharapkan dengan sensitivitas penerima atau ambang batas. Link

Margin adalah ukuran seberapa besar margin yang ada pada link komunikasi

antara titik operasi dan titik di mana link tidak dapat lagi bekerja dengan baik.

Link Margin dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.24 [3] :

(2.24)

dimana :

= Effective Isotropic Radiated Power dalam dBW atau dBm

= total rugi – rugi lintasan, termasuk kerugian lain akibat refleksi dan

fading dalam dB

= gain antena penerima dalam dB

= ambang batas penerima atau tingkat sinyal minimum yang diterima

yang akan memberikan operasi yang handal (seperti kinerja bit error

rate yang diinginkan) di dBW atau dBm


Recommended