RP. 500#10
STOPPRESS!MEDIA PARAHYANGAN
KORAN
Persiapan panitia Civil Care di ruang himpunan mahasiswa Teknik Sipil guna membantu korban gempa di Kecamatan Kertasari. (16/09/09)
STOPPRESS, UNPAR (16/09) – Ma j e l i s Pe rmusyawara tan Mahasiswa UNPAR membagikan a n g k e t s e p u t a r r e n c a n a pengadaan asuransi kesehatan b a g i m a h a s i s w a u n t u k mengetahui seberapa besar mahasiswa membutuhkannya.
Steffi selaku anggota Biro Penelitian
dan Pengembangan MPM mengatakan,
tujuan pembagian angket tersebut
untuk memberi jaminan kesehatan bagi
mahasiswa UNPAR, namun jumlah
nominal premi yang harus dibayar
mahasiswa masih dimusyawarahkan
melalui angket. Ia juga menambahkan,
“Kita bikin angket ini supaya kita tahu,
butuh-tidaknya mahasiswa atas
asuransi kesehatan.”
Setelah dikonfirmasi kepada Ketua
MPM, Sentra Yoga menjelaskan perihal
asuransi tersebut, “Sebenarnya rencana
pengadaan asuransi kesehatan tersebut
sudah ada sejak tahun ajaran kemarin,
tetapi belum mencapai tahap realisasi,
hanya seputar wacana saja.” Mengenai
angka premi ia mengatakan bahwa MPM
WR III, MPM, DAN WACANA ASURANSI KESEHATAN MAHASISWA
(bersambung ke halaman 7)
gambar (komik, karikatur, dll)(opini, cerpen, feature, cerbung, dll)
kirimkan kritik dan saran,kontribusi dalam bentuk tulisan
mediaparahyangan gmail.com@
CIVIL CARE EKSPEDISI NOESUSUHimpunan Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil mengadakan acara Civil Care dalam rangka membantu korban gempa di Desa Kertasari, Jawa Barat. Bantuan yang diberikan antara lain 6-10 orang mahasiswa sebagai tenaga pembantu, sejumlah uang, dan 2,5 ton beras. Menurut Reza Nugraha, ketua himpunan sipil 2007, acara ini merupakan bentuk kepedulian mahasiswa sipil. “Awalnya rektorat yang menggagas, namun karena bentrok dengan banyak acara himpunan, kami memutuskan untuk berjalan sendiri,” ungkap Reza lagi.
Tim Ekspedisi MAHITALA
UNPAR yang berjumlah 4 orang
berhasil menaklukan Tebing Noesusu
yang berada di Kupang. Tim memulai
ekspedisinya ke Kupang dengan
tujuan untuk mengadakan upacara 17
agustus diatas tebing Noesusu
Kupang.
Fiona, ketua mahitala 2009/2010
menyatakan, “Ekspedisi kemarin dalam
rangka Wandering Season, jadi ini
adalah kegiatan lanjutan dari
MAHITALA. Setelah diklat tahap tiga,
akan diperkenalkan dan diajarkan enam
cabang mahitala seperti rafting, diving,
caving, climbing.” Dari tim sendiri
terdiri dari empat orang, dua orang
pembimbing, seorang peserta, dan
s e o r a n g l a g i
pendamping.
Pelindung: Cecilia Lauw (Rektor Universitas Katolik Parahyangan). Pembina : Rama Laurentius Tarpin
(Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan). Pemimpin Umum : Ananda Badudu. Pemimpin Redaksi: Irene
Renata Pemimpin Perusahaan: Jessica D.S. Bendahara: Sekar Pangentyas Sekretaris Umum: Maria Sonia.
Editor: M. Ilham Pramadhan Staff Redaksi: Adhito Harinugroho, Bimo Wicaksono, Irene Renata, Lalola Easter,
Yehezkiel Paat, Mochamad Ilham P, Vania Valencia, Noviandrianus, Bramasta K Lasut, Ananda Badudu, Attarahim.
Aisyah, Biondi. Staff Perusahaan: Christian Wibisono (nonaktif), Jessica, Rudyanto. Tata Artistik: Vania Valencia, Egi
Primayogha (nonaktif), Fransiskus Adi Pramono. Redaktur Foto: Aisyah Andamari. Sirkulasi: Jessica D. S. STOP PRESS:
Redaktur Pelaksana: Lalola Easter Staff Redaksi: M. Ilham Pramadhan, Yehezkiel Paat, Vania Valencia, Noviandrianus,
Atarrahim Iqbal P.R., Bramasta K Lasut. Editor: Noviandrianus. Tata Artistik: Vania Valencia. Alamat Redaksi: Jln Ciumbuleuit
no 94, Bandung. E-mail: [email protected]. Kontak Perusahaan/iklan : Jessica (0812.190.1202). 7
UNPAR SEHARUSNYA LEBIH SIAGA HADAPI BENCANA
OPINI
membuat angket seputar wacana
tersebut untuk mengetahui apakah
mahasiswa butuh atau tidak, “Kalau
wacana tahun kemarin premi yang
ditetapkan sebesar Rp 15.000,00
untuk jangka waktu satu tahun. Untuk
kali ini kami membuat angket
agar mahasiswa sendiri yang
m e n e n t u k a n j u m l a h
besarnya premi. Kami
sempat menanyakan
detailnya seperti apa
untuk asuransi tersebut
kepada Wakil Rektor III
bidang kemahasiswaan”.
“Asuransi kesehatan bagi
mahasiswa ini sebagai wujud
p e n i n g k a t a n k e s e j a h t e r a a n
mahasiswa, dan merupakan hasil
kerjasama dengan Rumah Sakit
Borromeus,” jelas Romo Tarpin, Wakil
Rektor III. Ia juga mengungkapkan
bahwa realisasi asuransi tersebut,
menunggu keterangan dari pihak MPM
yang menyebarkan angket kepada
mahasiswa sebagai indikator seberapa
besar mahasiswa membutuhkan
asuransi tersebut. “Masalah
b a g a i m a n a k o o r d i n a s i
mahasiswa dengan pihak
penyedia asuransi tersebut
b ia r l ah kami yang
m e n g u r u s , ”
tambahnya.
(M. Iham P)
(sambungan dari halaman 1)WR III, MPM, DAN WACANA..
hanya ada satu pintu keluar yang dari
segi dimensi kurang memadai untuk
kuantitas orang sebanyak itu. Sikut
menyikutpun dilakukan asalkan dapat
mengeluarkan diri dari kejadian ini
dengan selamat.
Rabu Jam 15:03, Gedung 2, Bu Elly
Irawati seorang dosen hukum di
k a n t o r k e r j a n y a s e d a n g
mempersiapkan bahan – bahan yang
sebentar lagi akan dibahas olehnya
ke p a d a p a r a ma ha s i swa nya .
Mengumpulkan buku, mengambil
cacatanya, semuanya dimasukan ke
tasnya. Saat ingin keluar dan
mengunci pintu, buku – buku di rak
memainkan sebuah melodi yang di
sambung oleh suara getaran kaca
yang membuat rasa hati sang
dosenpun berdetak cepat. Melihat
masih banyak mahasiswa yang masih
asik ngobrol di tangga, beliaupun
mengatakan kepada mereka “Naik ke
atas dan katakan kepada para
mahasiswa di kelas tersebut untuk
keluar, ini gempa!” Mahasiswa dan
mahasiswi tersebutpun lari ke atas
sambil berteriak “Gempa! Gempa!
Gempa!”. Situasi dari kelaspun
langsung berubah, mahasiwa
mencoba untuk menyelamatkan diri
mereka tanpa berpikir dua kali. Saat
para mahasiswa keluar dengan
selamat dan para dosen juga keluar
dengan selamat, rasa kengerianpun
masih membayangg di mata para
mahasiswa, juga para dosen. Hal ini
menyebabkannya banyak kelas
ditiadakan pada siang hari itu.
Kejadian yang cukup mendebarkan ini
menjadi hilang seperti seakan - akan
ingin dihilangkan oleh orang – orang
yang telah mengalaminya. Biarkanlah
retakan pada dinding dan pecahan
lampu menjadi bukti kejadian yang
terlupakan karena ingin dilupakan.
(Noviandrianus & Yehezkiel Paat)
54
Bencana gempa yang mengguncang
Jawa Barat pada hari Rabu (2/9) lalu
memancing kepedulian mahasiswa Universitas
Parahyangan untuk membuka Posko Unpar
guna membantu penanganan bantuan bagi
korban gempa.
Aktivitas Posko Unpar langsung
dimulai sehari setelah terjadinya bencana
gempa dan masih berlangsung hingga berita
ini diturunkan. Errand Nuha selaku Komandan
Korgala mendapat kabar dari Forum
Komunikasi Pecinta Alam (FKPA) Kabupaten
Bandung, bahwa Kecamatan Kertasari,
Kabupaten Bandung belum tersentuh bantuan
baik dari pemerintah maupun swasta. “Begitu
mendapat kabar tersebut, kami langsung
konsolidasi dengan Media Parahyangan,
Mahitala, Lembaga Kepresidenan Mahasiswa.
Fokus kita tanggap darurat, setelah itu baru
ngomong sama Bu Rektor,” jelas Errand
mengenai awal mula terbentuknya Posko
Unpar. Inisiatif yang lahir dari mahasiswa ini
ditanggapi lansung oleh Rektorat dengan
mengucurkan dana sebesar 50 puluh juta
rupiah.
Setelah melalui berbagai rapat hingga
hari Jumat (4/9), Posko Unpar menentukan tiga
target utama untuk penyaluran bantuan di
Kecamatan Ke r t a sa r i , y akn i t enda
pengungsian, makanan dasar, dan obat-
obatan. Untuk tenda pengungsian, tiga tenda
pleton telah didirikan di Desa Cibeureum,
Kecamatan Kertasari pada Sabtu pagi (5/9).
Untuk makanan dasar, Posko Unpar telah
membuat dapur umum dan menyalurkan
bantuan 1 ½ ton beras kepada warga, hari
Minggu (6/9). “Hingga saat ini tinggal
pelayanan kesehatan yang belum terpenuhi,”
jelas Errand pada Selasa (15/9). “Rencananya
hari Kamis dan jumat (17-18 September), kami
akan melakukan pelayanan kesehatan di sana,
dan kegiatan ini menjadi finalisasi dari Posko
Unpar” jelasnya lagi.
Meskipun terhitung cepat melakukan
tanggap becana, kinerja Posko Unpar masih jauh
dari sempurna. Manajemen SDM belum dijalankan
dengan baik dan benturan dengan
birokrasi terjadi saat posko
membutuhkan kendaraan
dan surat dispensasi
untuk para relawan. “Kalau
kita memang ditugaskan
rektorat seharusnya sudah
siap dengan fasilitas” kata
Errand. Rotasi relawan
tersendat setelah masa
tanggap bencana telah
lewat, pencarian data di
lapangan tentunya masih
dibutuhkan berhubungan
dengan target ketiga yaitu
pelayanan kesehatan.
“Mahasiswa yang absent
untuk menjadi relawan
efekt i fnya ada lah dua
minggu, dalam waktu dua
minggu pastilah banyak kuliah yang
ketinggalan” kata Frederick Chiasman,
salah satu relawan dari Korgala yang turun ke
lapangan.
Kordinasi dengan masyarakat setempat
juga mengalami masalah, terjadi ketegangan
ketika distribusi beras dilakukan. Hal itu terjadi
karena distribusi kurang cepat dan kondisi para
relawan yang kelelahan. Bimo Wicaksono (MP),
mahasiswa yang berperan menjadi juru bicara
dengan masyarakat setempat, berkata “hal
tersebut dapat dipahami mengingat kondisi
relawan yang kelelahan, itu hal biasa.”
Kecemburuan sosial yang timbul antara warga
yang mendapat bantuan dan yang belum
mendapat bantuan pun menjadi suatu masalah.
Para relawan juga mengeluhkan
birokrasi di kecamatan, menurut mereka
agak sulit bekerja sama dengan pihak
kecamatan karena proses pendataan dari
Posko Unpar d iper lakukan
“ p i n g - pong”. Kesulitan
mendapatkan data
d a r i k e c a m a t a n
membuat waktu relawan
banyak terbuang dengan
percuma. Permasalahan
lain yang dinilai cukup
v i t a l a d a l a h t e n t a n g
penyebaran informasi ,
k u r a n g n y a p u b l i k a s i
informasi dari lapangan dinilai
s e b a g a i f a k t o r k u r a n g
masifnya keterlibatan
mahasiswa. Hal tersebut
j u g a m e n y e b a b k a n
terlambatnya bantuan tenda
dan makanan dasar selama
beberapa jam. Rencananya tenda
pleton dan dapur umum telah
terpasang pada hari jumat dini hari
(4/9), tetapi tenda baru berdiri sabtu
pagi (5/9). Hal ini disebabkan informasi
tentang kondisi di lapangan tidak lancar.
“Perkuat informasi antara posko pusat
dengan lapangan” ujar Boy. Namun hal ini
dapat dipahami mengingat yang paling
berpengalaman dalam manajemen
bencana adalah Korgala, sedangkan yang
lain belum pernah terlibat dalam
manajemen bencana.
Hal lain yang disayangkan
adalah ketidakhadiran pejabat rektorat di
lapangan. Hanya Rosmaida, Kepala BAAK
yang sempat meninjau lokasi bencana,
pada hari minggu (6/9). Cecilia Lauw
(Rektor Unpar) dan Romo Tarpin (WR III
Bidang Kemahasiswaan) berhalangan
hadir di lapangan.
Terlepas dari banyak
masalah yang timbul, kinerja
Posko Unpar dinilai baik oleh
Boy Firmanto dan Romo Tarpin.
“ Ini merupakan kegiatan
sukarela dari mahasiswa unpar,
suatu itikad baik untuk korban
bencana alam. Mahasiswa
bersatu di internal Unpar, dan
hal ini cukup membanggakan”
ujar Boy. Apresiasi terhadap
Posko Unpar juga datang dari
Romo Tarpin yang mengatakan
Posko Unpar merupakan hal
positif, menunjukkan bahwa
mahasiswa unpar memiliki rasa
kemanusiaan, dan bukan
mahasiswa yang hidup di
menara gading.
Kinerja posko Unpar
tehitung efektif sejak 2 – 18
september 2009. Bantuan
masuk tercatat dari beberapa
lembaga kemahas iswaan
seperti Lembaga Kepresidenan
Mahasiswa, Majelis Perwakilan
M a h a s i s w a , M e d i a
Parahyangan, Himpunan teknik
kimia, dan beberapa individu
yang enggan disebutkan
namanya. Meskipun masih
banyak yang masih harus
menjadi bahan evaluasi, tetapi
kehadiran Posko Unpar menjadi
suatu tanda bahwa mahasiswa
Unpar masih terhitung tanggap
dan dapat dikonsolidasikan bila
ada kejadian serupa datang
kembali. “Lain kali, kita pasti
lebih siap” tandas Bimo.
(Adhito Harinugroho)
Posko Unpar Inisiatif Tanggap Bencana yang Kewalahan,
6 3
Pada dasarnya, manusia hidup selalu
berusaha untuk menghindari bencana.
Terlebih bencana yang disebabkan
oleh alam, yang pada praktiknya dapat
diprediksi namun tidak dapat diduga.
Entah sudah berapa kali manusia
terkena imbas negatif dari suatu
bencana alam, keadaan jiwa yang
membenarkan segala t indakan
manusia tersebut membuat suatu
wacana yang melahirkan suatu
pertanyaan besar.
Seperti halnya peristiwa yang terjadi
belum lama ini, gempa. Gempa yang
berpusat di Tasikmalaya ini, paling
tidak mengguncang seputar Jawa
Barat. Banyaknya korban membuat ibu
pertiwi menangis mengiringi mereka.
Mungkin hikmah yang dapat diambil
adalah bagaimana masyarakat dalam
payung negara Indonesia bersatu
membantu para korban.
Universitas Katolik Parahyangan
(Unpar), juga turut serta membantu
lewat berbagai kegiatan. Namun,
kenyataan bahwa Unpar pun termasuk
di dalam daerah korban gempa
menjadi hal yang terlupakan. Mungkin
wacana ini kurang terdengar, akibat
kerusakan yang tidak mayor untuk
Unpar. Tapi mari kita kembali pada hari
Rabu, tanggal 2, bulan September,
tahun 2009, dimana sesuatu yang
terjadi begitu cepat dan begitu cepat
juga terlupakan.
Rabu jam 15:02, Gedung 2 ruang
2305 yang dipenuhi oleh para
mahasiswa yang sedang berbincang –
bincang sambil menunggu kelas
dimulai. Ruangan di penuhi dengan
gelak tawa, suara tawa yang awalnya
menghiasi atmosfer ruangan
kemudian dipatahkan oleh sesuatu
yang belum pernah terpikirkan oleh
p a r a m a h a s i s w i t e r s e b u t .
Perbincangan, canda tawa, mahasiswa
dan mahasiswi keluar – masuk
ruangan, hal – hal yang sering
dilakukan mahasiswa sebelum kelas
dimulai, hal seperti ini bukan hal yang
aneh lagi, tetapi keanehan tersebut
sudah mulai mengeluarkan gejalanya.
Bangunan yang berdiri tegak tersebut
mulai menggerakan badannya.
Awalnya para mahasiswa masih
melakukan aktivitas yang sedang
mereka lakukan karena mereka
berpikir ini ilusi yang diakibatkan
karena gejala kelaparan, semua hal
tersebut berubah saat ada suara
teriakan yang mengatakan “GEMPA!”.
Eko Sembiring, seorang mahasiswa
fakultas hukum mengatakan bahwa,
mahasiswa dan mahasiswi berdiri dari
kursi mereka dan berlari secepat
mungkin untuk keluar dari ruangan
tersebut, perebutan untuk menjadi
yang pertama untuk keluarpun
dilakukan, hanya ada satu hal yang
dipikiran mereka yaitu menyelamatkan
diri sendiri. Keadaan yang disorientasi
ini karena kurangnya kordinasi dari
pihak dosen dan fakultas membuat
suasana menjadi sangat chaos. Bayu
Wahyuad i , mahas iswa Tekn ik
Arsitektur Unpar, adalah salah satu
saksi mata kejadian pilu gempa bumi
saat kuliah di Gedung 5. Menurutnya,
keadaan mahasiswa-mahasiswa di
kelas ketika itu sedang panik.
Khususnya saat salah satu dosen
dalam kelas tersebut langsung teriak,
“GEMPA!” Sesaat setelah itu semua
pihak langsung berebut untuk keluar
dari gedung terlebih dahulu, celakanya
Gempar Gempa