+ All Categories
Home > Documents > Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Date post: 15-Dec-2015
Category:
Upload: dikie-mustofadijaya
View: 232 times
Download: 8 times
Share this document with a friend
Description:
ipd
Popular Tags:
48
CLINICAL SCIENCE SESSION LEUKEMIA AKUT Disusun Oleh : Abdullah – 12010011042 Preceptor : dr. Hana Sofia Rachman., SpA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK PROGRAM PENDIDIKAN POFESI DOKTER (P3D) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG – RSUD AL-IHSAN 2011
Transcript
Page 1: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

CLINICAL SCIENCE SESSION

LEUKEMIA AKUT

Disusun Oleh :

Abdullah – 12010011042

Preceptor :

dr. Hana Sofia Rachman., SpA

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKPROGRAM PENDIDIKAN POFESI DOKTER (P3D)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG – RSUD AL-IHSAN

2011

Page 2: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

KATA PENGANTAR

Atas segala rahmat, nikmat serta kemudahan yang telah Allah berikan, penulis memanjatkan syukur yang setinggi-tingginya, karena penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul leukemia akut dalam rangka untuk memenuhi Clinical Science Session (CSS).

Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, pengarahan baik moral maupun material yang tidak ternilai besarnya dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada dr. Hana Sofia Rachman.,Sp.A selaku preseptor Ilmu kesehatan anak yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang telah diberikan untuk menyusun karya tulis ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini.

Selain ucapan terima kasih, penulis juga ingin menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak apabila selama penyusunan makalah ini, penulis banyak melakukan sesuatu hal yang tidak berkenan. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi siapa saja yang membacanya.

Bandung, September 2011

Page 3: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

BAB I

SEL DARAH PUTIH

1.1Struktur Leukosit

Sel darah putih merupakan komponen tetap dalam darah, bermigrasi ke berbagai jaringan

dimana sel tersebut melakukan berbagai fungsi.

Di klasifikasikan berdasarkan jenis granula dan sitoplasma nya dan bentuk intinya di

golongkan menjadi 2, yaitu:

1. Granulosit (leukosit polimorfonuklear)

2. Agranulosit (leukosit mononuclear)

1.2 Granular Leukosit (PMN)

1. Neutrophil

a. Segmented neutrophil (filamented neutrophil, PMN neutrophil)

50 – 70 % granulosit yang bersirkulasi adalah neutrophil, memiliki diameter 12 –

15 m, dengan inti terdiri atas 2-5 lobus (biasanya 3) dengan segment sempit atau

filament yang menghubungkan lobus tersebut oleh karena itu disebut sebagai

segmented neutrophil.

Apabila terdapat lebih dari 5 segmen disebut sebagai hypersegmented.

Segmentasi tersebut memungkinkan sel ini bergerak melalui sel sel yang melapisi

permukaan endotel dari kapiler.

Sitoplasme berwarna pink cerah ketika dilakukan pewarnaan, dan secondary

granul nya berwarna pink atau neutral.

Secondary granul neutrophil adalah lysosome yang mengandung alkaline

phospatase.

Page 4: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Nuclear chromatin bergumpal, kasar atau pyknotic dan berwarna ungu.

Sitoplasma mengandung 3 tipr granul: small specific granule, azurophilic granule,

dan tertiary granule.

b. Band neutrophil (non-segmented neutrophil)

Terdapat 2-6% pada peripheral blood dari individu yang normal.

Memiliki nucleus yang berbentuk tapal kuda dimana unujng nucleus yang saling

berlawanan hamper parallel dengan jarak yang appreciable.

Nucleus tidak dipisahkan menjadi lobus-labus dengan filament.

Nuclear chronatinnya menggumpal dan terdapat dark-pyknotic mass pada setiap

kutub.

2. Eosinophil

Terdapat lebih sedikit jumlahnya dari neutrophil.

Hanya 2-4 % dari leukosit dari darah normal.

Berbentuk bulat, besar dan memiliki secondary granul yang memiliki afinitas

terhadap acid eosin stain.

Dengan pewarnaan wright stain, granule nya menjadi berwarna orange-reddish.

Granulnya berbentuk spherical, uniform in size, dan refraltil memanjang (kira-

kira terdapat 200 granula per sel yang dapat diwarnai dengan eosin).

Nukleusnya memiliki 2 lobus (bilobe) dengan kromatin yang terkondensasi.

Eosinophil memiliki diurnal variation, dimana jumlahnya akan meningkat pada

malam hari dan menurun pada pagi hari.

3. Basophil

Pada peripheral blood terdapat sekitar 0-2%.

Granula nya besar, bulat, banyak tetapi lebih sedikit daripada granula eosinophil,

berwarna violet blue, 14-16m diameternya, mengandung heparin, histamin, democratic

factor dan peroksidase.

Juga memiliki diurnal variation, meningkat pada saat malam dan menurun pada

saat pagi.

1.3 Agranular Leukosit (MN)

1. Limfosit

Page 5: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Sel leukosit yang terbanyak kedua setelah neutrophil, jumlah pada peripheral

blood sekitar 20-44%.

Ukuran diameter tergantung bentuknya, limfosit besar sekitar 10-18m

sedangkan limfosit kecil sekitar 6-15m.

Dengan wright stain sitoplasmanya berwarna biru, bervariasi intensitasnya dari

berwarna terang sampai gelap pada.

Limfosit tidak memiliki granula.

Diameter nukleus pada small limfosit di darah perifer lebih besar daripada

eritrosit.

Terdapat beberapa nukleoli sekitar 1-2 nukleoli per limfosit.

Menunjukan bahwa sel ini mampu berreplikasi dan berkembang.

2. Monosit

Berjumlah sekitar 2-9% dari normal leukosit pada darah perifer.

Perbandingan sitoplasma dan nukleus 2:1 atau 1:1.

Dengan wright stain sitoplasmanya berwarna dull gray blue.

Terdapat digestive vecuole pada sitoplasmanya.

Nukleus berbentuk kidney shaped deeply folded or intended atau lobular.

Sel nya berbentuk bulat dan memiliki pseudopodia yang bervariasi bentuk dan

jumlahnya.

1.4 Komposisi Granula Di Dalam Granulosit Manusia

Sel Granuka Spesifik Granula Azurophilic

Neutrophil

Eosinophil

Fosfatase alkaliKolagenaseLaktoferinlisosim

Fosfatase asamArilsulfatase-glukoronidaseKatepsinFosfolipaseRNA-asePeroksidase eosinophilic

Asam fosfatase-manosidaseArilsulfatase-galaktosidase-glukoronidaseKatepsin5’nukleotidaseElastaseKolagenaseMieloperoksidaseLisosimAcidic mucosubstanceProtein antibakteri kationik

Page 6: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Basophil

Protein dasar utamaFaktor kemotaktik eosinophilicHeparinHistaminPeroksidase

1.5 Fungsi Leukosit

1. Neutrophil

Fungsi utamanya adalah internalisasi mikroorganissme untuk di destruksi.

Ketika bakteria menginfiltasi jaringan, neutrophil terstimulasi untuk aksi yang

cepat.

Peningkatan relative number dari neutrophil disebut sebagai neutrophilia.

Phagositosis memiliki 3 fase :

a. Migrasi dan diapedesis.

o Ketika bakteri masuk ke dalam jaringan, tempat yang mengalami

inflamasi akan mengirimkan signal dalam bentuk chemottractant.

o Chemottractant tersebut akan membentuk area konsentrasi.

o Neutrophil akan bermigrasi secara repetitive kearah area yang

paling tinggi konsentrasi chemottractant nya.

o Lalu neutrofil akan berikatan dengan reseptor endothelial dan

dengan cara diapedesis, mempenetrasi melalui junction sempit diantara sel

endotel dan masuk ke dalam jaringan.

o Chemical factor that signal neutrophil activation

Chemotracctant SourceN-formyl oligopeptidesV5a, C3b, dan C3bi factorInterleukin-8Leukotrien B4Platalat activating factor

BacteriaComplementMonocyteMembrane phospholipidsEndothelium

b. Opsonization dan recognition

o Memfasilitasi recognition dengan menandai organisme untuk di ingestion

(protein yang digunakan untuk menandai bakteri antara lain: IgG1, IgG3, C3b,

dan C3bi).

Page 7: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

o Bakteria yang ditandai sudah siap untuk di recognisi dan di ingesti oleh netrofil.

c. Phagositosis, ingestion, killing, dan digestion.

o Membrane pseudopod meluas dan mengelilingi mikroba, membentuk isolated

vacuole dai dalam nutrophil cytoplasm, dikenal sebagai phagosome.

o Granula sitoplasma terekspose untuk mengeluarkan granular enzimuntuk

aktivitas lisis dari enzim tersebut.

o Lalu mulailah aktifitas killing dan digestion.

2. Eosinophil

Diproduksi dalam jumlah besar saat terjasi infeksi parasit.

Eosinophil melekatkan dirinya sendiri melaui molekul permukaan khusus pada parasit

yang menginfeksi dan mengeluarkan substansi untuk membunuh parasit tersebut.

Eosinophil juga memiliki peran dalam reaksi alergi.

Dengan mengeluarkan beberapa inflamatory-inducing substance untuk reaksi alergi dan

mencegah penyebaran proses inflamatory lokal.

3. Basophil

Mengeluarkan heparin ke dalam sirkulasi darah yang dapat mencegah proses koagulasi

darah.

Mengeluarkan histemine dan serotonin, dalam jaringan yang terinflamasi selama proses

inflamasi.

4. Monosit

Memiliki sedikit fungsi di dalam darah tetapi ketika bermigrasi ke jaringan dan

berdiferensiasi menjadi makrofag, ia memiliki kapasitas untuk meakukan phagositosis

dan memiliki sejumlah besar enzim hidrolitik.

5. Limfosit T

Dikenal sebagai T helper, cytotoxic sel, dan sopresor T sel.

T helper membantu limfosit lain untuk melakukan fungsina dengan mensekresikan active

mediator yang disebut sebagai cytokine.

Page 8: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Suppressor T cell function adalah untuk membunuh virus yang menginfeksi dan cell

malignant.

6. Limfosit B

Mensintesis antibody yang dapat berikatan dengan spesifik antigen.

1.6 Pembentukan dan Pematangan Sel Darah Putih

Dalam tubuh ada istilah stem sel, stem sel merupakan sel induk yang dapat membentuk

sel dalam seluruh tubuh termasuk sel hematopoietik yang akan membentuk sel sel darah dalam

tubuh manusia.Istilah sel progenitor adalah sel turunan stem sel yang akan membentuk lagi sel sel

spesial pada tubuh seperti neutropil atau sel darah merah.

Page 9: Clinical Science Session Leukemia Abdullah
Page 10: Clinical Science Session Leukemia Abdullah
Page 11: Clinical Science Session Leukemia Abdullah
Page 12: Clinical Science Session Leukemia Abdullah
Page 13: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

MORPHOLOGICAL CHARACTERISTICS OF THE GRANULOCYTIC (NEUTROPHILIC) SERIES

Myeloblast

Promyelocyte (Progranulocyt

e)

N.Myelocyte

N.Metamyelocyte

N.Band N.Segmented

Cell size M 10-20 10-20 10-18 10-18 10-16 10-16N:C ratio 4:1 3:1 2:1 or 1:1 1:1 1:1 1:1Nuclear shape

Round Round Oval or round, slightly indented

Usually indented (kidney shaped)

Elongated,narrow band (horseshoe) shape of uniform thickness

2-5 distinct nuclear lobes

Nuclear position

Eccentric or central

Eccentric or central

Usually eccentric

Central or eccentric

Central or eccentric

Central or eccentric

Nuclear color/ chromatin

Light reddish-blue, fine meshwork with no aggregation of material

Light reddish-blue, fine meshwork, slight aggregation maybe seen at nuclear membrane

Reddish-blue fine chromatin with slightly aggregated or granular pattern

Light blue-purple with basophilic chromatin easily distinguishable

Purplish-red, clumped granular chromatin

Purplish-red, clumped granular chromatin

Nucleoli 1-3 1-2 May or may not have nucleolus

None None None

Color/amount of cytoplasm

Basophilic/Slight

Basophilic/Increased

Bluish-pink/ moderate

Clear pink/ moderate

Pink/abundant

Cytoplasmic granules

Absent Present, fine azurophilic, nonspecific granules

Present, azurophilic, specific granules

Present, azurophilic, specific granules

Present, azurophilic, specific granules

Present, azurophilic, specific granules

MORPHOLOGICAL CHARACTERISTICS OF THE GRANULOCYTIC (EOSINOPHILIC) SERIESMyelobla

stPromyelocyte (Progranulocy

te)

E.Myelocyte E.Metamyelocyte

E.Band E.Segmented

Cell size M

10-20 10-20 10-18 10-16 10-16 10-16

N:C ratio 4:1 3:1 2:1 or 1:1 1:1 1:1 1:1Nuclear shape

Round Round Oval or round, slightly indented

Usually indented (kidney shaped)

Elongated,narrow band (horseshoe) shape of uniform thickness

2-5 distinct nuclear lobes

Nuclear position

Eccentric or central

Eccentric or central

Usually eccentric Central or eccentric

Central or eccentric

Central or eccentric

Nuclear Light Light reddish- Reddish-blue fine Light blue- Purplish-red, Purplish-red,

Page 14: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

color/ chromatin

reddish-blue, fine meshwork with no aggregation of material

blue, fine meshwork, slight aggregation maybe seen at nuclear membrane

chromatin with slightly aggregated or granular pattern

purple with basophilic chromatin easily distinguishable

clumped granular chromatin

clumped granular chromatin

Nucleoli 1-3 1-2 May or may not have nucleolus

None None None

Color/amount of cytoplasm

Basophilic/Slight

Basophilic/Increased

Bluish-pink/ moderate

Pink/ moderate Pink/ moderate

Pink/ moderate

Cytoplasmic granules

Absent Present, fine azurophilic, nonspecific granules

Present,reddishorange, uniform (specific) eosinophilic granules

Present,reddish orange, uniform (specific) eosinophilic granules

Present,reddish orange, uniform (specific) eosinophilic granules

Present,reddish orange, uniform (specific) eosinophilic granules

MORPHOLOGICAL CHARACTERISTICS OF THE GRANULOCYTIC (BASOPHILIC) SERIESMyeloblas

tPromyelocyte

(Progranulocyte)

B.Myelocyte

B.Metamyelocyte

B.Band B.Segmented

Cell size M 10-20 10-20 10-18 10-18 10-16 10-16N:C ratio 4:1 3:1 2:1 or 1:1 1:1 1:1 1:1Nuclear shape

Round Round Oval or round, slightly indented

Usually indented (kidney shaped) oval

Elongated,narrow band (horseshoe) shape of uni-form thickness

2 distinct nuclear lobes

Nuclear position

Eccentric or central

Eccentric or central

Commonly ec-centric maybe central

Central or eccentric

Central or eccentric

Central or eccentric

Nuclear color/ chromatin

Light reddish-blue, fine meshwork with no aggregation of material

Light reddish-blue, fine meshwork, slight aggregation maybe seen at nuclear membrane

Reddish-blue fine chromatin with slightly aggregated or granular pattern

Light blue-purple with basophilic chromatin easily distinguishable

Deep blue-purple, coarsely granular chromatin

Deep blue-purple, coarsely granular chromatin

Nucleoli 1-3 1-2 May or may not have nucleolus

None None None

Color/amount of cytoplasm

Basophilic/Slight

Basophilic/Increased

Bluish-pale/ moderate

Pale blue/ moderate

Pale blue/ moderate

Pale blue/ moderate

Cytoplasmic granules

Absent Present, fine azurophilic,

Present, coarse

Present, coarse violet-blue,

Present, coarse violet-blue,

Present, coarse

Page 15: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

nonspecific granules

(specific) baso-philic nonuni-form granules

nonuniform granules

nonuniform granules

violet-blue, nonuniform granules

MORPHOLOGICAL CHARACTERISTICS OF THE MONOCYTE SERIESMonoblast Promonocyte Mature Monocyte Macrophage

Cell size M 12-20 12-20 15-18 25-80N:C ratio 4:1 3:1 or 2:1 2:1 or 1:1 1:2 or 1:3Nuclear shape Round, oval or

slightly foldedRound with chromatin creases or cerebriform folding more distinct

Increased folding or elongated

Round or reniform

Nuclear position Eccentric Central Central Eccentric

Nuclear color/ chromatin

Pale red-purple, fine, thready chromatin

Pale red-purple, reticular pattern

Blue-purple, finer reticular pattern than immature forms

Clumped chromatin

Nucleoli 1-2 0-2 None 1-2

Color/amount of cytoplasm

Basophilic/ moderate

Paler gray baso-philic/abundant with “bleblike” pseudo-podia at border

Plae gray-blue/ abundant “bleblike” pseudopodia

Abundant with vacuoles

Cytoplasmic granules

None May or may not contain fine, red, dustlike particles

Numerous fine, pale red, dustlike particles through-out cytoplasm

Numerous azurophilic granules

MORPHOLOGICAL CHARACTERISTICS OF THE LYMPHOCYTE SERIESLymphoblast Prolymphocyte Mature Lymphocyte

Cell size M 10-20 9-18 7-10N:C ratio 4:1 4:1 4:1Nuclear shape Round Round or indented Round or indentedNuclear position Eccentric or central Eccentric with scanty cytoplasm to

one side or roundEccentric with scanty cytoplasm to one side or round

Nuclear color/ chromatin

Undifferentiated red-purple/ smooth chromatin

Condensed, clumped blue-purple chromatin with red-purple parachromatin

Homogenous, coarse blue-purple nuclear chromatin

Nucleoli 1-2 0-1 NoneColor/amount of cytoplasm

Clear basophilic/scanty Clear basophilic/scanty Light sky blue/scanty to moderate

Cytoplasmic granules

Absent Absent Usually absent, few azurophilic granules seen occasionally

MORPHOLOGICAL CHARACTERISTICS OF THE PLASMACYTIC SERIES

Page 16: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Plasmablast Proplasmocyte Mature Plasma Cell

Cell size M 16-25 15-20 10-18N:C ratio 4:1 3:1 2:1 or 1:1Nuclear shape Round Round or oval Round or ovalNuclear position Central Eccentric Usually eccentricNuclear color/ chromatin

Pale red-purple, fine stippled chromatin

Red-purple, increased granularity of chromatin

Blue-purple, dense chromatin with large clumps near nuclear margin

Nucleoli 1-3 0-1 NoneColor/amount of cytoplasm

Pale blue/scanty to moderate, frequent perinuclear clear zone

Dark blue/ moderate Dark blue/moderate cytoplasm with perinuclear clear zone, may contain vacuoles

Cytoplasmic granules

None None None

BAB II

Page 17: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Leukemia

2.1 Pendahuluan

Penyakit leukemia adalah neoplasma ganas yang paling umum di masa kanak-kanak, terhitung sekitar 41% dari semua keganasan yang terjadi pada anak-anak pada usia < 15 tahun15. Pada tahun 2000, sekitar 3.600 anak didiagnosis dengan leukemia di Amerika Serikat, untuk kejadian tahunan 4,1 kasus baru per 100.000 untuk anak muda dibawah 15 tahun. Lymphoblastic leukemia akut (ALL) menyumbang sekitar 77% dari kasus leukemia anak, leukemia myelogenous akut (AML) sekitar 11%, leukemia myelogenous kronis (CML) untuk 2-3%, dan leukemia kronis myelogenous remaja (JCML) untuk 1 -2%. 7-9% sisa kasus termasuk berbagai leukemia akut dan kronis yang tidak sesuai definisi klasik untuk ALL, AML, CML, atau JCML.

Akut limfoblastik leukemia merupakan jenis yang paling banyak yang terjadi pada seluruh kasus leukemia pada anak-anak, yaitu sekitar 75 persen. Yayasan Onkologi Anak Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus kanker baru di seluruh Indonesia, 150 kasus di antaranya terdapat di Jakarta. Umumnya, pasien kanker anak datang setelah masuk stadium lanjut yang sulit untuk disembuhkan. Sebanyak 70% merupakan penderita leukemia atau kanker darah. Pada tahun 2006 jumlah penderita leukemia rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia sebanyak 2.513 orang. Insiden puncak ALL pada anak di United State terjadi pada usia 2 dan 6 tahun pada orang kulit putih. Akut limphoblastik leukemia pada anak terjadi lebih banyak pada anak laki-laki dari pada perempuan. Telah dilaporkan di United State dan seluruh dunia bahwa terdapat variasi geografi mengenai insidens, tingkat dan subtipe leukemia.

Leukemia dapat didefinisikan sebagai sekelompok penyakit ganas di mana kelainan genetik dalam sel hematopoietic sehingga menimbulkan proliferasi klonal sel. Keturunan sel-sel ini memiliki keunggulan pertumbuhan atas elemen seluler normal karena tingkat peningkatan proliferasi, tingkat penurunan apoptosis spontan, atau keduanya. Hasilnya adalah gangguan fungsi sumsum normal dan, akhirnya, kegagalan sumsum. Gambaran klinis, temuan laboratorium, dan tanggapan terhadap terapi bervariasi tergantung pada jenis leukemia.

2.2 Leukemia limfoblastik akut (ALL)

2.2.1 Definisi

Keganasan alat pembuat sel darah berupa proliferasi sel sel hematopoetik muda seri limpoblas yang ditandai dengan adanya kegagalan sumsum tulang pembentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh lainnya

2.2.2 Epidemiologi.

Page 18: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Sekitar 2.800 anak yang didiagnosis dengan ALL di Amerika Serikat setiap tahunnya. Ia memiliki insidensi puncak mencolok antara 2-6 tahun dari usia dan terjadi sedikit lebih sering pada anak laki-laki dari pada anak perempuan. Insidensi lebih tinggi pada populasi kulit putih di negara-negara maju sosial ekonomi, tetapi baru-baru juga telah dikonfirmasi dalam populasi kulit hitam Amerika Serikat. Penyakit ini lebih umum pada anak dengan kelainan kromosom tertentu seperti sindrom Down, sindrom Bloom, ataksia-telangiectasia, dan sindrom Fanconi. Di antara kembar identik, risiko ke kembar kedua jika salah satu menderita leukemia adalah lebih besar daripada yang pada populasi umum. Risiko dapat setinggi 100% jika kembar pertama didiagnosis selama tahun pertama kehidupan dan anak kembar tersebut berbagi plasenta (monokorionik) yang sama. Jika kembar pertama mengembangkan ALL selama 5-7 tahun usia, risiko untuk kembar yang kedua adalah setidaknya dua kali pada populasi umum, terlepas dari zygosity.

2.2.3 Etiologi.

Dalam hampir semua kasus, etiologi ALL tidak diketahui, walaupun faktor genetik dan lingkungan beberapa berhubungan dengan leukimia Paparan radiasi diagnostik medis baik dalam rahim dan pada anak telah dikaitkan dengan peningkatan insiden ALL. Selain itu, deskripsi dipublikasikan dan investigasi bahwa faktor lingkungan dapat meningkatkan kejadian ALL. Sejauh ini, tidak ada faktor lain seperti dari radiasi telah diidentifikasi, kecuali hubungan antara sel B ALL dan infeksi virus Epstein-Barr di negara-negara berkembang tertentu.

2.2.4 Klasifikasi menurut French-American-British (FAB)

Subtype Morphology Occurrence (%)

L1 Small round blasts 75

clumped chromatin

L2 Pleomorphic larger blasts 20

clefted nuclei, fine chromatin

L3 Large blasts, nucleoli, 5

vacuolated cytoplasm

2.2.5 Patogenesis.

Klasifikasi ALL tergantung pada karakteristik sel-sel ganas dalam sumsum tulang untuk menentukan morfologi, karakteristik fenotipik yang diukur dengan penanda membran sel, dan

Page 19: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

sitogenetika dan fitur genetika molekuler. Morfologi saja biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis, tetapi studi lain yang penting untuk klasifikasi penyakit, yang mungkin memiliki pengaruh besar pada kedua prognosis dan pilihan terapi yang tepat. Dalam hal signifikansi klinis, fitur yang paling penting yang membedakan morfologi adalah French-american-british (FAB) subtipe L3, yang merupakan bukti dari leukemia B-sel dewasa. Jenis L3, juga dikenal sebagai Burkitt leukemia, merupakan salah satu kanker paling cepat tumbuh pada manusia dan membutuhkan pendekatan terapi yang berbeda. Fenotip, penanda permukaan menunjukkan bahwa sekitar 85% kasus ALL berasal dari progenitor sel B, sekitar 15% berasal dari sel T, dan sekitar 1% berasal dari sel B. Sebuah persentase kecil anak-anak didiagnosis dengan leukemia memiliki penyakit yang ditandai dengan penanda permukaan derivasi baik limfoid dan myeloid.

Kelainan kromosom ditemukan pada kebanyakan pasien dengan ALL. Kelainan, yang mungkin berhubungan dengan jumlah kromosom, translokasi, atau penghapusan, memberikan informasi prognostik penting. Temuan kromosom tertentu, seperti t (9; 22) translokasi, menunjukkan adanya kebutuhan untuk tambahan, studi genetika molekuler. Rantai polimerase reaksi dan fluoresensi dalam teknik hibridisasi in situ, misalnya, menawarkan kemampuan untuk menentukan kelainan genetika molekuler dan untuk mendeteksi sejumlah kecil sel-sel ganas selama masa tindak lanjut, namun utilitas klinis dari temuan ini belum terbukti.

2.2.6 Manifestasi klinis.

Presentasi awal ALL biasanya spesifik dan relatif singkat. Anoreksia, kelelahan, dan mudah marah sering hadir, sebagai adalah, intermiten demam ringan. Nyeri tulang atau sendi, terutama di ekstremitas bawah. Pasien sering memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan atas dalam 1-2 bulan sebelumnya. Kurang umum, gejala

KONDISI GENETIKA

1. Sindrom Down

2. Sindrom Fanconi

3. Sindrom Bloom

4. Berlian Blackfan anemia

5. Schwachman sindrom

6. Sindrom Klinefelter

Page 20: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

7. Sindrom Turner

8. Neurofibromatosis

9. Ataksia-telangiektasia

10. Defisiensi imun berat gabungan

11. Nokturnal paroksismal hemoglobinuria

12. Sindrom Li-Fraumeni

FAKTOR LINGKUNGAN

1. Radiasi pengion

2. Obat

3. Alkylating agen

4. Nitrosourea

5. Epipodophyllotoxin

6. Paparan benzena

7. ibu usia lanjut

Page 21: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

* Per klasifikasi Perancis-Amerika-Inggris myelogenousleukemia akut

mungkin durasi beberapa bulan ', terutama lokal ke tulang atau sendi, dan mungkin meliputi pembengkakan sendi. Sebagai penyakit berlangsung, tanda-tanda dan gejala kegagalan sumsum tulang menjadi lebih jelas dengan terjadinya pucat, kelelahan, memar, atau epistaksis, serta demam, yang mungkin disebabkan oleh infeksi.

Pada pemeriksaan fisik, temuan pucat, lesu, lesi kulit purpura dan petekie, atau perdarahan selaput lendir mungkin mencerminkan kegagalan sumsum tulang. Sifat penyakit proliferatif dapat dimanifestasikan sebagai limfadenopati, splenomegali, atau, kurang umum, hepatomegali. Pada pasien dengan gangguan tulang atau nyeri sendi, mungkin ada nyeri tekan pada palpasi tulang persendian atau bukti objektif sendi bengkak dan efusi.Pasien dapat menunjukkan tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat yang menunjukkan keterlibatan leukemia dari sistem saraf pusat (SSP),namun kejadian ini jarang terjadi. Ini termasuk papilledema (lihat Gambar. 485-5), perdarahan retina, dan palsi saraf kranial. Gangguan pernafasan biasanya berhubungan dengan anemia, tetapi dapat terjadi pada pasien dengan masalah saluran napas obstruktif, karena massa mediastinum besar lymphoblasts. Masalah ini paling biasanya terlihat pada remaja laki-laki dengan T-sel ALL.

Page 22: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

2.2.7 Diagnosis.

Diagnosis ALL sangat disarankan oleh pemeriksaan darah perifer degan indikasi kegagalan sumsum tulang. Anemia dan trombositopenia terlihat pada kebanyakan pasien. Sel-sel leukemia sering tidak diamati dalam darah perifer dalam pemeriksaan laboratorium rutin. Kebanyakan pasien dengan ALL hadir dengan jumlah leukosit total kurang dari 10.000 / uL. Dalam kasus tersebut, sel-sel leukemia sering awalnya dilaporkan limfosit atipikal, dan hanya dengan evaluasi lebih lanjut bahwa sel-sel yang ditemukan untuk menjadi bagian dari klon ganas. Bila hasil analisis darah perifer menunjukkan kemungkinan leukemia, pemeriksaan sumsum tulang harus dilakukan segera untuk menetapkan diagnosis. Aspirasi sumsum tulang sendiri biasanya cukup, tapi kadang-kadang biopsi sumsum tulang diperlukan untuk menyediakan jaringan yang memadai untuk mencari kemungkinan penyebab lain kegagalan sumsum tulang.

ALL didiagnosis dengan evaluasi sumsum tulang yang menunjukkan lebih dari 25% dari sel-sel sumsum tulang sebagai populasi homogen lymphoblasts. Penentuan ALL sebagian didasarkan padapemeriksaan cairan serebrospinal (CSF). Jika lymphoblasts ditemukan dan jumlah leukosit CSF yang meningkat,menunjukan keterlibatan SSP (atau meningeal) pada kelainan leukemia; jika sudah melibatkan system saraf pusat maka prognosis akan buruk dan diindikasikan terapi sistemik. Pungsi lumbal dapat dilakukan bersamaan dengan dosis pertama kemoterapi intratekal jika diagnosis leukemia sebelumnya telah ditetapkan dari evaluasi sumsum tulang.

2.2.8 Diagnosis banding

Lymphoblastic leukemia akut harus dibedakan dari leukemia myelogenous akut (AML); penyakit ganas lain yang mungkin menyerang sumsum tulang dan menyebabkan kegagalan sumsum seperti neuroblastoma, rhabdomyosarcoma, sarkoma Ewing, dan retinoblastoma, dan menyebabkan kegagalan sumsum tulang primer, seperti aplastik Anemia (baik bawaan atau diperoleh) dan myelofibrosis. Kegagalan garis sel tunggal, seperti pada anemia erythroblastic sementara, trombositopenia imun, dan neutropenia bawaan atau diperoleh, kadang-kadang menghasilkan gambaran klinis yang sulit untuk dibedakan dari ALL dan itu mungkin memerlukan pemeriksaan sumsum tulang. Sebuah indeks kecurigaan yang tinggi diperlukan untuk membedakan ALL dari mononukleosis menular pada pasien dengan onset akut demam dan limfadenopati dan dari rheumatoid arthritis pada pasien dengan demam dan pembengkakan sendi. Presentasi ini juga mungkin memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.

Page 23: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

2.2.9 Pengobatan.

Faktor prognosis yang paling penting dalam ALL adalah pengobatan: tanpa terapi yang efektif penyakit ini berakibat fatal. Tingkat kelangsungan hidup anak-anak dengan ALL selama tahun 40 terakhir telah meningkat sebagai hasil dari uji klinis telah meningkatkan terapi dan hasil.

Pilihan pengobatan ALL didasarkan pada risiko klinis diperkirakan kambuh pada pasien, yang bervariasi antara subtipe ALL. Tiga dari faktor prediktif yang paling penting adalah usia pasien pada saat diagnosis, jumlah leukosit awal, dan kecepatan respon terhadap pengobatan (yaitu, seberapa cepat sel-sel blast dapat dibersihkan dari sumsum atau darah perifer). Kelompok-kelompok studi yang berbeda menggunakan berbagai faktor untuk menentukan risiko, tetapi pasien antara 1-10 tahun dari usia dan dengan jumlah leukosit kurang dari 50.000 / uL secara luas digunakan untuk mendefinisikan rata-rata

Gambar Tingkat kelangsungan hidup 487,1-1 anak dengan leukemia lymphoblastic akut dirawat di Grup Kanker Anak yang sekuensial (COG) uji klinis selama 30 tahun.

risiko. Pasien dianggap beresiko tinggi adalah anak-anak yang lebih tua dari 10 tahun usia atau yang memiliki jumlah leukosit awal lebih dari 50.000 / uL. Uji coba terbaru menunjukkan bahwa hasil untuk pasien berisiko tinggi dapat ditingkatkan dengan pemberian terapi yang lebih intensif meskipun toksisitas yang lebih besar dari terapi tersebut. Bayi dengan ALL, bersama dengan pasien yang hadir dengan kelainan kromosom tertentu seperti t (9; 22) atau t (4; 11), memiliki risiko lebih tinggi kambuh meskipun dengan terapi intensif. Uji klinis juga menunjukkan bahwa prognosis untuk pasien dengan respon yang lambat terhadap terapi awal dapat ditingkatkan

Page 24: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

dengan terapi yang lebih intensif daripada terapi yang dianggap perlu untuk pasien yang merespon lebih cepat.Regimen kemoterapi sesuai dengan tipe ALL bias menggunakan Wijaya kusumah- acute lympoblastic leukemia (WK-ALL-2000) untuk L1 dan L2.Protokol berlin-Frankfurt Munsler (Bfm) atau lainnya

Kebanyakan anak dengan ALL diperlakukan pada uji klinis yang dilakukan oleh kelompok nasional atau internasional. Secara umum, terapi awal dirancang untuk membasmi sel-sel leukemia dari sumsum tulang dan dikenal sebagai induksi remisi,pengobatannya:

• Deksametason (deksa-M) 4mg/m2/hari.P.O selama 6 minggu, dilanjutkan dengan tapering off

• Vinkristin 1,5 mg /m2,i.v,1x/minggu,selama 6 minggu

• Daunrobisin 30 mg/m2 i.v,1x/minggu,selama 4 minggu

• L-asparginase 6000 u/m2,i.v,3x/minggu setiap 2 hari, selama 3 minggu

• Metotreksat, sitosin arabinose (Ara-C), deksametasone,intratekal,1x/minggu,selama 2 minggu

Pasien berisiko lebih tinggi juga menerima daunomisin pada interval mingguan. Dengan pendekatan ini, 98% dari pasien dalam penyembuhan, sebagaimana didefinisikan oleh kurang dari sel blast 5 % dalam sumsum dan kembalinya jumlah neutrofil dan trombosit hingga mendekati level normal setelah 4-5 minggu pengobatan. Intratekal kemoterapi biasanya diberikan pada saat diagnosis dan sekali lagi selama induksi.

Tahap kedua berfokus pada pengobatan terapi SSP dalam upaya untuk mencegah relaps kemudian SSP. Intratekal kemoterapi diberikan berulang kali oleh pungsi lumbal dalam hubungannya dengan kemoterapi sistemik intensif. Kemungkinan kambuh SSP nantinya adalah berkurang menjadi kurang dari 5%. Sebagian kecil pasien dengan fitur yang memprediksi risiko tinggi kambuh SSP menerima iradiasi ke otak dan sumsum tulang belakang. Ini termasuk pasien-pasien yang telah lymphoblasts dalam CSF dan penghitungan leukosit CSF meningkat pada saat diagnosis.Pengobatan yang diberikan pada SSP propilaxis adalah:

• Metroteksat,Ara-C,Deksa-M intratekal,1x/minggu,selama 3 minggu

• radiasi kranial 1800 rad sebanyak 10 kali

• 6-merkaptopurin 50 mg/m2/hari,p.o selama 4 minggu

Page 25: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Setelah induksi remisi, rejimen yang menyediakan 14-28 minggu terapi multi agen, dengan obat-obatan dan jadwal yang digunakan bervariasi tergantung pada kelompok risiko pasien. Akhirnya, pasien diberikan mercaptopurine harian dan mingguan metotreksat, biasanya dengan dosis intermiten vincristine dan kortikosteroid. Periode ini, dikenal sebagai fase pemeliharaan terapi, pengobatan yang diberikan :

• Metotreksat 15 mg/m2/minggu,p.o selama 3 minggu

• 6-merkaptopurin 50 mg/kgBB/hari p.o selama 4 minggu diselang 2 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis dan jangka waktu yang sama selama mmasa pemeliharaan

Sejumlah kecil pasien dengan prognosis sangat buruk, terutama mereka dengan t (9; 22) dikenal sebagai translokasi kromosom Philadelphia, mungkin menjalani transplantasi sumsum tulang selama remisi pertama. Dalam ALL, kromosom ini serupa tetapi tidak identik dengan kromosom Philadelphia leukemia myelogenous kronis (CML).

Hambatan utama untuk hasil yang sukses adalah kekambuhan penyakit. Relapse terjadi di sumsum tulang pada 15-20% pasien dengan ALL dan membawa implikasi paling serius, terutama jika terjadi selama atau segera setelah selesai terapi. Kemoterapi intensif dengan agen sebelumnya tidak digunakan dalam pasien diikuti dengan transplantasi sel induk alogenik dapat mengakibatkan kelangsungan hidup jangka panjang untuk beberapa pasien dengan kambuh sumsum tulang .

Pasien dengan kekambuh yang melibatkan SSP biasanya hadir dengan tanda-tanda dan gejala tekanan intrakranial meningkat dan mungkin hadir dengan terisolasi kelumpuhan saraf kranial. Diagnosis dikonfirmasi paling mudah dengan menunjukkan adanya sel-sel leukemia dalam CSF dan, jarang, dengan studi pencitraan. Perawatan termasuk pengobatan intratekal dan iradiasi craniospinal. Kemoterapi sistemik juga harus digunakan karena pasien beresiko tinggi untuk kambuh sumsum tulang berikutnya. Kebanyakan pasien dengan leukemia kambuh terbatas pada SSP melakukannya dengan baik, terutama di SSP terjadi setelah kemoterapi telah selesai atau selama fase terakhir dari kemoterapi.

Kekambuhan testis terjadi pada 1-2% anak laki-laki dengan ALL, biasanya setelah selesai terapi. Kambuh seperti muncul sebagai pembengkakan menyakitkan salah satu atau kedua testis. Diagnosis dipastikan dengan biopsi testis yang terkena. Pengobatan meliputi kemoterapi sistemik dan iradiasi lokal. Sebagian besar dari anak laki-laki dengan testis kambuh dapat berhasil kembali diobati, dan tingkat kelangsungan hidup pasien yang baik.

2.2.10 Perawatan Supportive

Page 26: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Perhatian terhadap kebutuhan perawatan medis mendukung pasien sangat penting dalam berhasil mengelola program kemoterapi agresif. Pasien dengan beban tumor besar yang rentan terhadap sindrom tumor lisis sebagai terapi dimulai. Kemoterapi seringkali menghasilkan myelosupresi yang parah, yang mungkin memerlukan transfusi eritrosit dan platelet yang diberikan untuk mepertahankan hb >10 g/dL. Diberikan PRC 10-15 Ml/kgBB.Bila terjadi perdarahan akut akibat trombositopenia , diberikan suspensi trombosit 1 unit/5 kgbb,Dan yang selalu membutuhkan indeks kecurigaan yang tinggi dan terapi antimikroba empiris agresif untuk sepsis pada anak demam dengan neutropenia. Pasien harus menerima pengobatan profilaksis Pneumocystis carinii pneumonia selama kemoterapi dan selama beberapa bulan setelah

menyelesaikan pengobatan. Fokus infeksi , misalnya abses gigi harus dihilangkan dan dihindari kontak

dengan penderita varicela atau morbili.Antibiotik berspektrum luas i.v harus diberikan jika febris dengan granulositopenia (<500/mm3).Kotrimoksasol 25 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis untuk mencegah terjadinya pneumonia oleh pneumocytis carinii

Keberhasilan terapi telah berubah ALL dari penyakit akut dengan angka kematian tinggi untuk penyakit kronis. Namun, pengobatan kronis tersebut dapat dikenakan biaya akademik, perkembangan, dan psikososial substansial untuk anak-anak dengan ALL dan biaya keuangan yang cukup dan stres bagi keluarga mereka. Karena intensitas terapi, efek toksisitas jangka panjang dan akut dapat terjadi. Sebuah array profesional perawatan kanker dengan pelatihan dan pengalaman dalam menangani berbagai masalah yang mungkin timbul adalah penting untuk

meminimalkan komplikasi dan mencapai hasil yang optimal. Mencegah terjadinya hiperurikemia

diberikan ,Alupurinol 10 mg/kgBB/hari, dalam dosisi terbagi dan dianjurkan untuk banyak minum (2-3 L /m2/hari)

Dapat juga dilakukan perawatan suportif dengan melakukan imunoterapi apada pasi ALL yang bertujuan untuk menghancurkan sisa sisa sel leukemia dengan mengaktifkan sistem kekebalan seluler.Biasanya berupa imunisasi BCG dengan dosis 0,1 ml, diberikan setelah terapi iinduksi dan propilaksis SSP (setelah terjadi remisi),dan dapat juga dilakukan pemeriksaan antibodi monoclonal.Pada kasus tertentu leukemia dapat dilakukan juga transpaltasi sumsum tulang.

2.2.11 Prognosis.

Kebanyakan anak dengan ALL sekarang dapat diharapkan memiliki kelangsungan hidup jangka panjang, dengan tingkat yang lebih besar dari 80% setelah 5 tahun). Faktor prognosis yang paling penting adalah pilihan terapi risiko diarahkan tepat, dengan jenis pengobatan yang dipilih sesuai dengan jenis ALL, tahap penyakit, usia pasien, dan tingkat respon terhadap terapi

Page 27: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

awal. Karakteristik umumnya diyakini mempengaruhi hasil meliputi usia yang lebih muda dari 1 tahun atau lebih tua dari 10 tahun di diagnosis, jumlah leukosit lebih dari 100.000 / uL pada diagnosis, atau respon lambat untuk terapi awal. Kelainan kromosom, termasuk hypodiploidy, kromosom Philadelphia, dan t (4; l1), meramalkan hasil yang lebih buruk. Karakteristik yang lebih menguntungkan termasuk respon cepat terhadap terapi, hyperdiploidy, dan penyusunan ulang dari TEL/AML1 gen. Berdasarkan literatur prognosis jelek bila usia pasien kerang dari 1 tahun atau lebih dari 9 tahun, jumlah sel leukosit lebih dari 50.000 per meter kubik, didapatkan adanya adenopati, dan pada pemeriksaan morfologi sel limfoblas didapatkan tipe L2.

2.3 Leukemia Akut Myelogenous 2.3.1 Definisi

Keganasan alat pembuat sel darah yanng mengenai seri sel darah selain limposit, berupa proliferasi patologik sel hematopoetik muda yang ditandai dengan adanya kegagalan sumsum tulang membentuk sel darah normal dan infiltrasi ke jaringan tubuh lainnya

2.3.2 Epidemiologi.

AML terdiri dari 11% kasus leukemia pada anak di Amerika Serikat, dengan sekitar 380 anak yang didiagnosis dengan AML setiap tahunnya. Satu subtipe, promyelocytic leukemia akut (APL), lebih umum di daerah tertentu lainnya di dunia, namun kejadian jenis lain umumnya seragam. Beberapa kelainan kromosom yang terkait dengan AML diidentifikasi, tapi tidak ada faktor genetik atau lingkungan predisposisi dapat diidentifikasi pada kebanyakan pasien

2.3.3 Etiologi

Tidak diketahui dengan pasti.Diduga berhubungan dengan pemakaian alkylating agent pada pengobatan kanker, kelianan kromosom, penyakit herediter.

2.3.3 Patogenesis.

Fitur karakteristik dari AML lebih dari 30% dari sel sumsum tulang pada aspirasi atau biopsi sumsum tulang preparat sentuh yang merupakan populasi yang agak homogen sel blast dengan fitur serupa dengan mereka yang mencirikan negara diferensiasi awal seri myeloid-monosit-megakaryocyte dari sel darah. Klasifikasi yang paling umum dari subtipe dari AML adalah sistem FAB. Meskipun sistem ini didasarkan pada kriteria morfologi saja, praktek saat ini

Page 28: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

juga memerlukan penggunaan aliran cytometry untuk identifikasi antigen permukaan sel dan teknik genetik kromosom dan molekul untuk presisi diagnostik tambahan dan juga untuk membantu pilihan terapi.

Perancis-Amerika-Inggris (FAB) Klasifikasi Leukemia Akut MyelogenousSubtipeNama umumM1Myeloblastic akut leukemia tanpa pematanganM2Myeloblastic akut leukemia dengan pematanganM3Leukemia akut promyeloblasticM4Leukemia akut myelomonocyticM5Leukemia akut monocyticM6ErythroleukemiaM7Leukemia akut megakaryocytic

2.3.4 Manifestasi klinis.

Produksi gejala dan tanda-tanda dari AML, seperti di ALL, adalah karena penggantian sumsum tulang oleh sel ganas dan kegagalan sumsum tulang sekunder. Dengan demikian, pasien dengan AML mungkin hadir dengan salah satu atau semua temuan terkait dengan kegagalan sumsum di ALL. Selain itu, pasien dengan AML hadir dengan tanda-tanda dan gejala yang jarang terjadi dengan ALL, termasuk lesi nodul subkutan atau "blueberry muffin", infiltrasi gingiva, tanda-tanda dan temuan laboratorium koagulasi intravaskular diseminata (terutama indikasi promyelocytic leukemia akut), dan masa diskrete, yang dikenal sebagai chloromas atau sarkoma granulocytic. Massa ini dapat terjadi tanpa adanya keterlibatan sumsum tulang jelas dan biasanya terkait dengan subkategori M2 AML dengan di (8; 21) translokasi.

2.3.5 Diagnosis.

Page 29: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Analisis aspirasi sumsum tulang dan biopsi spesimen pasien dengan AML biasanya mengungkapkan fitur dari sumsum hypercellular terdiri dari pola yang agak monoton sel dengan fitur yang memungkinkan subklasifikasi FAB penyakit. Pewarnaan khusus membantu dalam identifikasi myeloperoxidase-mengandung sel-sel, sehingga mengkonfirmasikan baik asal myelogenous leukemia dan diagnosis. Beberapa kelainan kromosom dan genetik penanda molekuler merupakan ciri khas dari subtipe spesifik dari penyakit.

Page 30: Clinical Science Session Leukemia Abdullah
Page 31: Clinical Science Session Leukemia Abdullah
Page 32: Clinical Science Session Leukemia Abdullah
Page 33: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

2.3.6 Pengobatan

Kemoterapi multi agen agresif berhasil dalam menginduksi remisi pada sekitar 80% pasien. Sampai dengan 10% pasien meninggal baik infeksi atau perdarahan sebelum remisi dapat dicapai.Sumsum tulang atau transplantasi sel induk setelah remisi telah terbukti untuk mencapai jangka panjang kelangsungan hidup bebas penyakit dalam 60-70% pasien. Lanjutan kemoterapi untuk pasien yang tidak memiliki donor yang cocok kurang efektif dibandingkan transplantasi sumsum namun demikian adalah kuratif pada beberapa pasien.

Promyelocytic leukemia akut, ditandai dengan penataan ulang gen yang melibatkan reseptor asam retinoic, sangat responsif terhadap asam retinoat dikombinasikan dengan anthracyclines. Keberhasilan terapi ini membuat transplantasi sumsum di remisi pertama tidak perlu untuk pasien dengan penyakit ini. Kebutuhan perawatan mendukung pasien dengan AML pada dasarnya sama dengan yang diberikan untuk ALL. Terapi sangat intensif diperlukan dalam AML menghasilkan supresi sumsum tulang yang berkepanjangan dengan kejadian yang sangat tinggi infeksi serius.

A. Umum

• Menjaga kebersihan kulit, gigi, mulut

• Makanan dengan gizi seimbang dimulai dengan makanan lunak

B. Khusus

• Kemoterapi

Induksi remisi

• Sitosisn arabinosa 100mg/m2/hari (hari ke 1 dan ke 2) per infus dan 200 mg/m2/hari perinfus selama 5 hari (hari ke 3-8)

• Daunorobisin 60 mg/m2/hari, I.V selama 3 hari (hari ke 3-5)

• VP-16 150 mg/m2/hari, dalam infus 60 menit, selama 3 hari (hari ke 6-8)

• Bila VP-16 tidak tersedia dapat diganti dengan vinkrestin 1,5 mg/m2.

• Setelah 2 minggu (hari ke 15) dilakukan aspirasi sumsum tulang, bila terjadi remisi (sel blas < 5 %)—pengobatan dilanjutkan dengan pemeliharaan

• Belum remisi (sel blas >10%)—konsolidasi dimulai pada hari ke 15 dan 21 dan 2 minggu, kemudian aspirasi sumsusm tulang.

Page 34: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Konsolidasi/intesifikasi

• Deksametason 4 mg/m2/hari per oral atau prednison 40 mg/m2/hari ,selama 28 hari

• 6-tioguanin (6-TG) 60 mg/m2/hari per oral selama 28 hari

• Bila 6-TG tidak ada dapat diganti merkaptopurin (6-MP) 65 MG/M2

• Vinkristin 1,5 mg/m2/minggu (maks 2 minggu) I.v selama 28 hari

• Adriamisin (doksorubisin) 30 mg/m2.hari peri.v bolus, 4 hari dalam 1 minggu, selama 8 minggu

Untuk propilaksis SSP

• Iradiasi dengan 1800 rad selama 4 minggu atau

• Sitosisn arabinosa, metrotexate dan deksametasone yang diberikanbersama intratekal, 1 kali /minggu, selama 4-5 minggu

Pemeliharaan: selama 2-3 tahun dengan siklus tetap 4hari/minggu selama 4 minggu,

• Sitosin arabinosa 40 mg/m2/hari selama 4 hari. Selma 4 minggu

• 6-TG 40 mg/m2, per oral selama 2 tahun

• Daunorobisin 25 mg/m2, i.v 8 minggu sekali sebanyak 4 kali

Translpaltasi sumsum tulang

Transfusi darah

• PRC 10-15 mL/kgBB bila terjadi anemia

• Susmpensi trombosit 1 unit/5 kgBB bila perdarahan karena trombositopenia

Mencegah dan mengatasi infeksi

• Fokus infeksi harus dihilangkan

• Antibiotik sprktrum luas i.v harus diberikan jika os febris dengan granulositopenia (granulosit <700mm3

• Kotromoxazole ( 25 mg/kgBB/hari)dibagi 2 dosis, untuk mencegahpenumonia

• Menghindari kontak dengan pasien varisela dan morbili

Page 35: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Mencegah terjadinya hiperurikemia

• Alupurinol 10 mg/kgbb/hari

• Dianjurkan banyak minum (2-3 liter)

Dukungan psikososial untuk penderita dan keluarga

2.3.7 Prognosis

Remisi pada kasus ini bias sampai 80 %, dan faktor yang mempengaruhi kejadian remisi, jumlah leukosit >100000/mm2, da nada pembesaran hepar (Hepar ≥5 cm)

Page 36: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

DAFTAR PUSTAKA

1. Tubergen, D. A., Bleyer A. 2004. The Leukemias in Nelson Textbook of Pediatrics, 17th Edition. USA:

Saunders-Elsvier Science.

2. Mahoney, D.H. 1999. Acute Limphoblastic Leukemia in Oski’s Pediatrics: Principles and Practice, 3 rd

Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins Publishers.

3. Esparza, S.D., Sakamoto, K.M. Topics In Pediatric Leukemia – Acute Lymphoblastic Leukemia.

MedGenMed, Vol 7(1), p 23, 2005.

4. Badan Penelitian dan Pengembangan. Leukemia Mengintai Anak. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia (online); 2007, http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/anak/leukemia100407.htm,

diakses tanggal 11 september 2011)

5. Kurniawan, I. Karakteristik Penderita Leukimia Rawat Inap Di RSUP H.Adam Malik Medan Tahun

2004-2007. Universitas Sumatera Utara (0nline); 2008,

http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?

option=com_journal_review&id=12880&task=view, diakses tanggal 11 september 2011)

6. Theml, Harald MD, Color atlas of hematology,2 rd ed. Thieme, Stuttgart. 1986 pp 90-101.

7. Berg SL, Steuber CP, Poplack DG. Clinical Manifestation of Acute Lymphoblastic Leukemia. In Hoffman ed : Hematology : Basic Principles and Practice 3rd ed. Churchill Livingstone Inc. 2000, pp 1070-76.

8. Miller DR. Baehner RL, Mc Millan CW, Miller LP. Blood Disease of Infancy and Childhood. 5th ed. St. Louis : Mosby Co., 1997 : 619.

9. Nathan DB, Oski FA. Hematology of Infancy and Childhood 2nd ed. Philadelphia : WB Saunders, 2000 : 979.

10. Pui Ching H. Childhood Leukemia. N Eng J Med 1995 : 332 : 1618-27.

11. Sandlund J, Harrison PL, Rivers G, Behm FG, FG, Head D, Boyett J rubritz JE, et all. Persistence of Lymphoblasts in Bone Marrow on Day 15 and Days 22 to 25 of Remission Induction Predicts a Dismal Treatment Outcome in Children With Acute Lymphoblastic Leukemia Blood, 202 : 100 : 43-6.

12. Robbins, Cotran, Kumar. 1995. Pocket Companion to Pathologic Basis of Disease 5th edition. W.B.

Saunders Company: Philadelphia.

13. Tortora, Grabowski. 2003. Principles of Anatomy & Physiology 10th edition. Wiley: USA.

14. Harmening, Denise. 2002. Clinical Hematology and Fundamental of Hemostasis 4th ed. Philadelphia.

F.a Davis Company.

Page 37: Clinical Science Session Leukemia Abdullah

Recommended