Date post: | 02-Feb-2018 |
Category: |
Documents |
Upload: | nguyenmien |
View: | 215 times |
Download: | 1 times |
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahn, J.-H., Hwang, S. (2004)., Modeling and biokinetics in anaerobic
acidogenesis of starch-processing wastewater to acetic acid, Biotechnology
Progress 20(2): 636 - 638.
2. Bouskova, A., Dohanyos, M., Schmidt, J.E., Angelidaki, I. (2005), Strategies
for changing temperature from mesophilic to thermophilic conditions in
anaerobic CSTR reactors treating sewage sludge, Water Research 39: 1481 -
1488.
3. Chen, Y., Jianga, S., Yuana, H., Zhoua, Q., Gua, G., (2007), Hidrolysis and
acidification of waste activated sludge at different pHs, Water Research
41(3):683-689
4. Cheong, D.-Y., Hansen, C. L. (2006), Acidogenesis characteristics of
natural, mixed anaerobes converting carbohydrate-rich synthetic wastewater
to hydrogen, Process Biochemistry , Volume 41(8), 1736 - 1745.
5. Delgenes, J. P., Penaud, V., Moletta, R. (2002), Pretreatments for The
Enhancement of Anaerobic Digestion of Solid Wastes. W. I. Online.
6. de la Rubia, M. A., Romero, L.I., Sales, D., Perez, M. (2005), Journal
Review : Temperature conversion (mesophilic to thermophilic) of municipal
sludge digestion, American Institute of Chemical Engineers 51(9): 2581 -
2586.
7. de la Rubia, M. A., Romero, L.I., Sales, D., Perez, M. (2006), Pilot - scale
anaerobic thermophilic digester treating municipal sludge, American
Institute of Chemical Engineers 52(1): 402 - 407.
8. Elefsiniotis, P., Oldham, W.K., (2004), Influence of pH on the acid-phase
anaerobic digestion of primary sludge, Journal of Chemical Technology &
Biotechnology 60 (1): 89 – 96
9. Fang, H.H.P., Liu, H., (2002), Effect of pH on hydrogen production from
glucose by mixed culture, Bioresource Technology 82 :87 – 93
53
10. Feijoo, G., Soto, M., Mendez, R., and Lema, J.M. (1995), Sodium inhibition
in the anaerobic digestion process: Antagonism and adaptation phenomena,
Enzym Microb.Tech. 17:180 – 188
11. G. Kyazze , N. M.-P., R. Dinsdale , G.C. Premier , F.R. Hawkes , A.J. Guwy
, D.L. Hawkes (2005), Influence of substrate concentration on the stability
and yield of continuous biohydrogen production, Biotechnology and
Bioengineering, 93 (5): 971 – 979
12. Gerardi, M. H., et al (1994), Waste Water Biology : the Life Processes.
Alexandria, Water Environment Federation
13. Hu, Z.H.,Yu, H.Q.,Zheng,J.C., (2006), Application of response surface
methodology for optimization of acidogenesis of cattail by rumen cultures,
Bioresource Technology97:2103-2109
14. Horiuchi, J. I., Shimizu, T., Tada, K., Kobayashi, M. (2002), Selective
production of organic acids in anaerobic acid reactor by pH control,
Bioresource Technology 82(3):209 – 213
15. Hwang , S., Lee , Yongse., Yang, Keunyoung. (2001), Maximization of
acetic acid production in partial acidogenesis of swine wastewater,
Biotechnology and Bioengineering 75(5): 521 – 529
16. Kim, J. K., Oh, B. R., Chun, Y. N., Kim, S. W. (2006), Effects of
temperature and hydraulic retention time on anaerobic digestion of food
waste, Bioscience and Bioengineering 102(4):328-332
17. Miller, T. L., Wolin, M. J. (2001), Inhibition of growth of methane-
producing bacteria of the ruminant forestomach by Hydroxymethylglutaryl-
~SCoA Reductase inhibitors, Journal of Dairy Science
18. Mu, Y., Yu, Han-Qing., Wang, Yi. (2006), The role of pH in the
fermentative H2 production from an acidogenic granule-based reactor,
Chemosphere 64:350-358
19. Naturgerechte Technologien, Bau.-und. Wirtschaftsberatung(TBW) GmbH
(1998), Energetic reuse of distillery wastewater, CDC-TBW
20. Nugroho, A., Yustendi, K., (2007),The effect of COD concentration on
volatile organic acid production from the cassava ethanol stillage, Penelitian
S1, Institut Teknologi Bandung
54
21. Shuler, M. L., Kargi, F. (2002), Bioprocess Engineering, Basic Concepts,
Prentice Hall
22. Sukandar, U., Ed. (2002), Proses Metabolisme, Bandung, Teknik Kimia ITB
23. Nie, Y.Q., Liu, H., Du, G.C., Chen, J. (2007). Enhancement of Acetate
Production by a Novel Coupled Syntrophic Acetogenesis with
Homoacetogenesis Process.,Process Biochemistry 42(4):599-565
24. Nie, Y.Q., Liu, H., Du, G.C., Chen, J. (2007). Acetate Yield Increased by
Gas Circulation and Fed-Batch Fermentation in a Novel Syntrophic
Acetogenesis and Homoacetogenesis Coupling System., Bioresource
Technology 99(8):2989-2995
25. Yang, K., Oh, C., Hwang, S (2004), Optimizing volatile fatty acid
production in partial acidogenesis of swine wastewater, Water Science &
Technology 50(8):169-176
26. Yeoh B, G. (1997), Two phase anaerobic treatment of cane-molasses alcohol
stillage, Water Science & Technology 36(6-7):441-448
27. Youn, J.-H., Shin, H-S. (2005), Comparative performance between
temperaturephased and conventional mesophilic two-phased processes in
terms of anaerobically produced bioenergy from food waste, Waste
Management & Research 23(1):32-38
28. Zoetemeyer, R. J., Heuvel, J.C., Cohen, A. (1982), pH influence on
acidogenic disimilation of glucose in anaerobic digester, Water Research
16:303-311
55
Lampiran A
A.1 Prosedur Aklimatisasi dan Pembibitan
Mikroba yang dipakai (bibit) tidak berasal dari lingkungan yang sama dengan
lingkungan kerja barunya dalam hal ini stillage. Selain itu bibit juga harus
memiliki kemampuan tinggi dalam menghasilkan asam organik volatil. Sehingga
perlu pengkondisian agar mikroba dapat beradaptasi baik terhadap lingkungan
barunya. Prosedur aklimatisasi mikroba berlangsung pada pH dan suhu yang
disesuaikan dengan variabel yang dipakai.
Prosedurnya adalah sebagai berikut :
1. Kotoran sapi dilarutkan dalam sejumlah air, selanjutnya disaring untuk
diambil filtratnya sebanyak 200 mL
2. Filtrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer 2,0 L, biarkan selama 24 jam dalam
keadaan anaerob
3. Selanjutnya ditambahkan 100 mL stillage setiap hari pada selang waktu yang
tetap. Penambahan ini berlangsung hingga 10 hari dan volume cairan
menjadi 1200 mL
4. Di hari ke 11, ambil 100 mL cairan dari erlenmeyer kemudian ganti dengan
100 mL stillage segar
5. Lakukan hal ini setiap hari selama 20 hari dan dalam selang waktu yang tetap
6. Di hari ke 21 ambil 750 mL cairan dari erlenmeyer lalu ganti dengan 750 mL
stillage segar
7. Lakukan hal ini dua kali dalam 1 minggu
8. Selama proses aklimatisasi dan pembibitan berlangsung, MLSS (Mixed
Liquor Suspended Solid) dimonitor tiap hari. Tujuannya adalah memantau
pertumbuhan mikroba. Bila terdapat kenaikan jumlah MLSS maka hal ini
menunjukkan mikroba sudah beradaptasi dengan baik.
56
Analisa COD
Cara yang dipakai adalah cara refluks tertutup yang prosedurnya adalah sebagai
berikut :
A.2 Reagensia
1. Larutan standart K2Cr2O7 (Kalium dikromat) 0,0167 M
Larutan ini dibuat dengan melarutkan 4,913 g K2Cr2O7 (yang sebelumnya
dikeringkan dalam oven bersuhu 103oC selama 2 jam), asam sulfat pekat 167
mL dan 33,3 g HgSO4 dalam 500 mL aquadest. Seluruh bahan dicampur lalu
didinginkan dan diencerkan hingga 1000 mL
2. Larutan Asam Sulfat
Larutkan AgSO4 teknis atau p.a ke dalam asam sulfat pekat dengan
perbandingan 5,5 g AgSO4 untuk 1 kg H2SO4, biarkan 1 hingga 2 hari untuk
melarutkan AgSO4
3. larutan indikator Ferroin
Larutkan 1.485 g 1,10- phenanthroline monohydrate dan 695 mg FeSO4.7H2O
dalam aquadest hingga 100 mL
4. Larutan standart Ferrous Ammonium Sulfate (FAS)
Larutkan 98 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dalam aquadest. Kemudian tambahkan
20 mL asam sulfat pekat, dinginkan dan encerkan hingga 1000 mL. Sebelum
dipakai larutan ini harus distandarisasi tiap hari dengan larutan standart
K2Cr2O7 dengan cara sebagai berikut :
5. Encerkan 10 mL larutan standart K2Cr2O7 hingga 100 mL. Tambahkan 30 mL
asam sulfat pekat dan dinginkan. Titrasi dengan titer FAS dan 2 – 3 tetes
indikator ferroin
Molaritas FAS :
( )2 2 7 0.0167 ,0.1
,volume K Cr O M mL
molaritas FAS xvolume FAS mL
=
6. Kristal Mercuri Sulfat, HgSO4
7. Larutan standart Kalium Hidrogen Ftalat (KHF)
Haluskan dengan hati-hati kemudian keringkan KHF hingga diperoleh berat
konstannya pada 120oC. larutkan 425 mg dalam aquadest hingga 1000 mL.
57
KHF memiliki COD teoritis 1.176 mg O2/mg dan larutan standartnya
memiliki COD 500 μg/mL. Larutan ini akan stabil hingga 3 bulan bila
disimpan di lemari pendingin dan tidak terkontaminasi mikroba
A.3 Prosedur
1. Bilas tabung COD beserta tutupnya untuk menghindari kotaminasi. Gunakan
2,5 mL contoh.. Lalu tambahkan 1,5 mL larutan standart K2Cr2O7 dan
selanjutnya tambahkan 3,5 mL larutan asam sulfat melalui dinding tabung
perlahan-lahan.
2. Tutup tabung dengan rapat dan kocok campuran perlahan-lahan hingga rata.
Gunakan sarung tangan dan pelindung wajah karena akan terbentuk panas
saat pencampuran.
1. Letakkan tabung ke dalam peralatan (digester) dan refluks selama 2 jam pada
150oC. Dinginkan hingga suhu kamar dan tempatkan pada rak tabung.
2. Pindahkan isi tabung ke erlenmeyer lalu tambahkan indikator ferroin 2 – 3
tetes. Gunakan pengaduk magnetik untuk mengaduk sambil menitrasi
dengan titran FAS. (Gunakan jumlah indikator yang sama untuk tiap kali
titrasi!)
3. Titik akhir titrasi adalah saat terjadi perubahan tajam dari hijau kebiruan
menjadi coklat kemerahan. Perhatian : warna hijau kebiruan bisa muncul
kembali. Perlakuan yang sama juga dikenakan terhadap blangko yang
berupa aquadest dalam jumlah sama dengan stillage dan mengandung semua
reagen yang dipakai saat analisa stillage.
4. Perhitungan :
( )2
x x8000, /
A B MCOD mg O L
mL contohA mL FAS yang dipakai untuk mentitrasi blangkoB mL FAS yang dipakai untuk mentitrasi contohM molaritas FAS
−=
===
58
A.4 Analisa Asam organik volatil spesifik
Tujuan utama analisa ini adalah menentukan komposisi dan jenis asam organik
volatil dalam stillage hasil proses anaerobik dengan menggunakan Ion
Chromatography DIONEX ICS 1000. Prosedur penyiapan stillage adalah sebagai
berikut :
1. Ambil 8 mL kaldu pengolahan anaerobik, lalu letakkan dalam pemusing
2. Pusingkan pada 5000 rpm selama 15 menit
3. Ambil supernatannya sebanyak 6 mL, kemudian tambahkan 3 – 4 tetes asam
sulfat pekat hingga pH menjadi 2
4. Dinginkan terlebih dahulu pada 4oC sebelum dianalisa dengan Ion
Chromatography DIONEX ICS 1000
A.5 Analisa MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid)
Dengan analisa ini dapat diketahui secara tak langsung jumlah mikroba yang ada
dalam media. Karena ukuran partikel yang kecil, maka lebih baik digunakan
pompa vakum agar proses penyaringan lebih cepat..
A.5.1 Peralatan
1. Corong Buchner
2. Kertas saring Whatman 42
3. Erlenmeyer vakum
4. Pompa vakum dan selang vakum
A.5.2 Prosedur
1. Keringkan kertas saring di dalam oven pada 100oC selama 2 jam lalu
dinginkan dalam desikator. Prosedur pengeringan, pendinginan dan
penimbangan diulang beberapa kali hingga didapat perubahan berat sebesar
4% atau selisih penimbangan sebesar 0,5 mg, diambil yang terkecil.
2. Letakkan di corong Buchner dan basahi dengan aquadest untuk memastikan
seluruh permukaan kertas saring menempel di dasar corong Buchner
3. Ambil 50 mL stillage kemudian saring hingga yang tertinggal hanya padatan
di permukaan kertas saring
59
4. Keringkan kertas saring dalam oven pada 110oC selama 2 jam lalu dinginkan
dalam desikator
5. Timbang hingga diperoleh berat konstannya , nyatakan sebagai b gram
6. Perhitungan : ( ) 1000x , /50
MLSS b a mg L= −
A.6 Analisa padatan total
Pada saat analisa padatan total perlu diperhatikan sifat padatan. Salah satu yang
cukup mengganggu adalah bila padatan membentuk lapisan keras di
permukaannya saat penguapan, sehingga air yang ada di dalamnya akan sulit
menguap.
A.6.1 Peralatan
1. Cawan penguap porselin berdiameter 90 mm
2. Oven
3. Desikator
4. Neraca analitis dengan ketelitian 0,1 mg
5. Pipet berujung lebar
A.6.2 Prosedur
1. Panaskan cawan penguap pada 103oC – 105oC selama 1 jam. Setelah itu
dinginkan dalam desikator dan timbang. Prosedur pengeringan, pendinginan
dan penimbangan diulang beberapa kali hingga didapat perubahan berat
sebesar 4% atau selisih penimbangan sebesar 0,5 mg, diambil yang terkecil.
2. Pipet sejumlah stillage ke dalam cawan, jumlah stillage sedemikian hingga bila
dikeringkan akan menghasilkan padatan sekitar 10 – 200 mg. Kehomogenan
cairan harus diperhatikan dengan seksama.
3. Uapkan dalam oven dan atur suhu oven 2oC lebih rendah dari titik didih
campuran untuk mencegah percikan akibat mendidih.
4. Setelah cairan menguap, keringkan selama paling tidak 1 jam pada 103oC –
105oC. Lalu dinginkan di dalam desikator hingga mencapai suhu ruang dan
setelah itu timbang.
60
5. Prosedur pengeringan, pendinginan dan penimbangan diulang beberapa kali
hingga didapat perubahan berat sebesar 4% atau selisih penimbangan sebesar
0,5 mg, diambil yang terkecil.
6. Penimbangan diduplikasi dua kali dan nilai masing-masing berkisar 5% dari
rata-ratanya.
7. Perhitungan :
( ) 1000padatan total , /
,berat residu kering + cawan ,berat cawan ,
A B xmg L
volume contoh mLA mgB mg
−=
==
Padatan tersuspensi
Padatan yang tertinggal di cawan crucible Gooch merupakan padatan tersuspensi
yang ada dalam stillage.
A.6.3 Peralatan
1. Cawan penguap porselin berdiameter 90 mm
2. Piringan penyaring fiber glass
3. Cawan crucible Gooch, 25 – 40 mL
4. Adapter cawan crucible Gooch
5. Erlenmeyer vakum
6. Pompa vakum
7. Oven
8. Desikator
9. Neraca analitis dengan ketelitian 0,1 mg
A.6.4 Prosedur
1. Masukkan piringan penyaring ke dalam cawan crucible Gooch dan rangkaikan
dengan erlenmeyer vakum
2. Bilas piringan dengan aquadest 20 mL sebanyak 3 kali dengan bantuan pompa
vakum hingga piringan kering
3. Panaskan cawan penguap di dalam oven pada 180oC ± 2oC selama 1 jam,
dinginkan lalu timbang. Prosedur pengeringan, pendinginan dan penimbangan
61
diulang beberapa kali hingga didapat perubahan berat sebesar 4% atau selisih
penimbangan sebesar 0,5 mg, diambil yang terkecil.
4. Pipet sejumlah stillage ke dalam cawan crucible Gooch, jumlah stillage
sedemikian hingga bila dikeringkan akan menghasilkan padatan sekitar 10 –
200 mg. Kehomogenan cairan harus diperhatikan dengan seksama.
5. Saring dengan pompa vakum hingga didapat filtrat dan padatan yang tertinggal
didalam cawan crucible Gooch.
6. Bilas padatan dengan aquadest 3 kali dan saring dengan vakum hingga padatan
kering.
7. Pindahkan cawan crucible Gooch ke oven dan keringkan pada 103oC – 105oC
selama 1 jam, dinginkan.
8. Timbang dan ulangi prosedur pengovenan, pendinginan dan penimbangan hingga
didapat berat konstan atau perubahan berat sebesar 4% atau selisih penimbangan
sebesar 0,5 mg, diambil yang terkecil.
9. Perhitungan :
( ) 1000padatan tersuspensi total , /
,berat residu kering + cawan ,berat cawan ,
A B xmg L
volume contoh mLA mgB mg
−=
==
A.7 Analisa Natrium dan Kalium
Cara yang dipakai untuk kedua unsur ini sama yaitu menggunakan AAS hanya
larutan standart yang digunakan berbeda. Pelaksanaan analisa dilakukan di
laboratorium Fakultas MIPA Kimia ITB.
A.8 Analisa nitrogen organik
Penentuan nitrogen organik menggunakan cara Kjehldahl semi mikro karena cara
ini tidak membutuhkan volume contoh yang banyak. Nitrogen yang dianalisa
adalah dalam bentuk amoniak yang ditentukan dengan titrasi.
A.8.1 Peralatan
1. Seperangkat peralatan digestion Kjehldahl
2. Seperangkat peralatan distilasi
62
3. pH meter
4. Seperangkat peralatan titrasi
A.8.2 Bahan dan reagensia
Pembuatan larutan reagensia harus menggunakan pelarut air yang bebas amoniak.
1. Larutan merkuri sulfat dibuat dengan melarutkan 8 g merkuri oksida
berwarna merah, HgO, dalam 100 mL larutan H2SO4 6 N.
2. Reagensia pengubah nitrogen menjadi amoniak dibuat dengan melarutkan
134 g K2SO4 dalam 650 mL aquadest dan 200 mL asam sulfat pekat. Lalu
tambahkan 25 mL larutan merkuri sulfat sambil diaduk. Encerkan hingga
1000 mL. Larutan ini harus disimpan pada suhu sekitar 20oC untuk
mencegah kristalisasi.
3. Reagensia natrium hidroksida-natrium tiosulfat dibuat dengan melarutkan
500 g NaOH dan 25 g Na2S2O3.5H2O dalam aquadest hingga 1000 mL.
4. Larutan NaOH 6 N
5. Larutan buffer borat dibuat dengan menambahkan 88 mL larutan NaOH 0,1
N ke 500 mL larutan natrium tetraborat 0,025 M (9,5 g Na2B4O7.10 H2O
dilarutkan hingga 1000 mL dengan aquadest) lalu encerkan hingga 1000
mL.
6. Larutan indikator campuran terdiri dari (larutan 1) yang dibuat dengan
melarutkan 200 mg indikator metil merah dalam 100 mL etanol 95% atau
isopropil alkohol 95% dan (larutan 2) yang dibuat dengan melarutkan 100
mg metilen biru dalam 50 mL etanol 95% atau isopropilalkohol 95%.
Campur kedua larutan dan umur larutan ini hanya 1 bulan.
7. Larutan asam borak yang dibuat dengan melarutkan 20 g H3BO3 dalam air
bebas amoniak, tambahkan 10 mL larutan indikator campuran dan encerkan
hingga 1000 mL. Larutan ini hanya berumur 1 bulan.
8. Titran standart asam sulfat 0,02 N ; standarisasi dengan larutan Na2CO3 yang
juga dipakai untuk menstandarisasi larutan asam borak.
63
A.8.3 Prosedur
A.8.3.1 Pengubahan dan penentuan NH3 - N
1. Masukkan 5 mL contoh hasil pengenceran 100 x. Tambahkan buffer borat 3
mL dan atur pH hingga 9,5 dengan penambahan NaOH 6 N.
2. Tambahkan reagensia pengubah nitrogen sebanyak 10 mL. Sertakan juga 5 –
6 butir batu didih berukuran 3 – 4 mm.
3. Atur pemanasan peralatan destruksi pada tingkat menengah, pemanasan
dilakukan dalam ruang asam.Panaskan hingga mendidih pada suhu 365oC –
370oC dan campuran memucat. Akan terbentuk asap putih di dalam labu.
4. Lanjutkan pemanasan tambahan pada tingkat pemanasan maksimum selama
30 menit hingga campuran yang semula keruh menjadi jernih
5. Dinginkan hingga suhu kamar lalu encerkan hingga didapat volume akhir 30
mL.
6. Miringkan labu lalu tambahkan ke dalamnya 10 mL reagensia natrium
hidroksida-natrium tiosulfat dengan hati-hati. Setelah penambahan akan
terbentuk lapisan yang sangat basa di bagian bawah labu.
7. Rangkaikan labu Kjehldahl dengan peralatan distilasi dan kocok campuran
agar rata. Di bagian bawah labu akan terkumpul endapan HgS dan bila
diperiksa maka pH akan lebih dari 11
8. Panaskan campuran dan kumpulkan distilat hingga 30 - 40 mL dalam
erlenmeyer yang sudah berisi 10 mL larutan asam borak. Ujung kondenser
harus tercelup dengan baik dalam larutan asam borak. Pastikan suhu dalam
kondenser tidak lebih dari 29oC
9. Naikkan ujung kondenser dari permukaan distilat yang sudah tertampung, lalu
teruskan distilasi selama 1 – 2 menit untuk membersihkan kondenser
10. Selanjutnya distilat dititrasi dengan larutan standart asam sulfat hingga
didapat warna ungu lavender pucat
11. Gunakan aquadest bebas amoniak sebagai blangko dan perlakukan sama
dengan contoh.
64
12. Perhitungan :
13.
( )3
A-B 280NH - N, mg/L =
,,,
xvolume contoh mL
A volume asam sulfat yang terpakai untuk mentitrasi contoh mLB volume asam sulfat yang terpakai untuk mentitrasi blangko mL==
A.9 Analisa fosfor
Fosfor dianalisa dalam bentuk fosfatnya, dan dalam analisa ini kadar unsur fosfor
dinyatakan sebagai P2O5. Destruksi contoh menggunakan cara persulfat dan
dianalisa dengan metoda Vanadomolibdat spektrofotometri.
A.9.1 Cara persulfat
A.9.1.1 Peralatan
1. Piringan pemanas
2. Sendok gelas
A.9.1.2 Reagensia
1. Larutan indikator Phenolphtalein
2. Larutan asam sulfat : masukkan 300 mL asam sulfat pekat ke dalam ± 600 mL
aquadest dan encerkan hingga 1000 mL
3. Padatan (NH4)2S2O8 atau K2S2O8
4. Larutan NaOH 1 N
A.9.1.3 Prosedur
1. Ke dalam 50 mL contoh ditambahkan 1 tetes indikator phenolphtalein. Bila
contoh menjadi merah tambahkan larutan asam sulfat hingga warna merah
hilang. Selanjutnya ditambahkan lagi larutan asam sulfat 1 mL dan padatan
(NH4)2S2O8 0,4 g atau K2S2O8 0,5 g.
2. Campuran dipanaskan hingga volumenya menjadi 10 mL. Lalu didinginkan
dan diencerkan hingga 30 mL dengan aquadest dan ditambahkan 1 tetes
indikator phenolphtalein.
3. Campuran dinetralisasi dengan menambahkan larutan NaOH hingga berwarna
merah muda. Lalu diencerkan hingga 100 mL dengan aquadest.
65
4. Bila terjadi endapan jangan disaring, kocok dengan sempurna. Endapan yang
terbentuk bisa larut saat dianalisa.
A.9.2 Cara Vanadomolibdat spektrofotometri
A.9.2.1 Peralatan
1. Spektrofotometer
2. Peralatan gelas bebas fosfat, semua peralatan gelas dibilas dengan larutan
encer HCl panas dan bilas lagi dengan aquadest hingga bersih.
3. kertas filter Whatman no 42
A.9.2.2 Reagensia
1. Indikator phenolphtalein
2. Larutan asam HCl 1 : 1 , dapat diganti dengan H2SO4, HClO4 atau HNO3.
3. Karbon aktif
4. Reagen Vanadomolibdat
5. Larutan A : 25 g ammonium molibdat (NH4)6Mo7O24.4H2O dilarutkan dalam 300
mL aquadest
6. Larutan B : 1,25 g ammonium metavanadat dilarutkan dalam 300 mL aquadest
dan panaskan hingga mendidih. Dinginkan dan tambahkan 330 mL HCl pekat.
Dinginkan lagi hinggga suhu ka100 mL.mar, lalu larutan A ditambahkan ke
larutan B, campur rata dan encerkan hingga 1000 mL.
7. Larutan standart fosfat : 219,5 g KH2PO4 anhidrat dilarutkan dalam aquadest
hingga 1000 mL. 1,00 mL = 50,0 μg PO4-3 –P.
A.9.2.3 Prosedur
1. Bila pH contoh lebih besar dari 10, 1 tetes indikator pp ditambahkan ke dalam
50,0 mL contoh dan hilangkan warna merah yang timbul dengan larutan HCl
1:1 lalu encerkan hingga 100 mL.
2. 50,0 mL contoh dikocok dengan 200 mg karbon aktif dalam erlenmeyer
selama 5 menit, lalu saring.
3. 35 mL contoh ditempatkan dalam labu takar 50 mL. Lalu ditambahkan reagen
vanadomolibdat 10 mL dan diencerkan hingga batas. Siapkan blangko dengan
menggantikan contoh menggunakan aquadest. Setelah didiamkan 10 menit ,
66
boleh lebih, absorbansi contoh dan blangko diukur menggunakan
spektrofotometer pada 470 nm.
4. Kurva standart dibuat dengan membuat berbagai nilai konsentrasi fosfat dari
larutan standart fosfat. Analisa absorbansi dengan prosedur seperti di no 3.
A.10 Analisa BOD5
Analisa BOD5 harus segera dilakukan selesai contoh diambil, bila tidak maka
contoh harus disimpan disimpan pada suhu 4oC.
A.10.1 Peralatan
Satu set peralatan pengukur BOD
Inkubator bersuhu 20oC ± 1oC
A.10.2 Reagensia
1. Larutan buffer fosfat dibuat dengan melarutkan 8,5 g KH2PO4, 21,75 g
K2HPO4, 33,4 g Na2HPO4.7H2O, dan 1,7 g NH4Cl ke dalam 500 mL aquadest
lalu encerkan hingga 1000 mL. pH larutan harus 7,2 tanpa pengaturan lagi.
Larutan ini harus dibuang bila ditemui tanda-tanda telah terkontaminasi oleh
mikroba.
2. Larutan magnesium sulfat dibuat dengan melarutkan 22,5 g Mg2SO4.7H2O
dalam aquadest hingga 1000 mL.
3. Larutan kalsium klorida dibuat dengan melarutkan 27,5 g CaCl2 dalam
aquadest hingga 1000 mL.
4. Larutan feri klorida dibuat dengan melarutkan 0,25 g FeCl3.6H2O dalam
aquadest hingga 1000 mL.
5. Larutan asam dan basa 1 N untuk menetralkan contoh yang pHnya asam atau
basa. Larutan asam menggunakan 28 mL asam sulfat pekat dalam aquadest
hingga volumenya 1000 mL. Sedangkan larutan basa menggunakan NaOH 40
g dalam aquadest hingga 1000 mL.
6. Larutan natrium sulfit dibuat dengan melarutkan 1,575 g Na2SO3 dalam 1000
mL aquadest. Larutan ini tidak stabil, jadi harus dipakai dalam keadaan selalu
baru. Dipakai bila contoh dicurigai mengandung klorin.
67
7. Inhibitor nitrifikasi, 2-kloro-6-(trikloro-metil) piridin, TCMP
8. Larutan glukosa – asam glutamat ; Keringkan glukosa p.a dan asam glutamat
p.a pada 103oC selama 1 jam. Tambahkan 150 mg glukosa dan 150 mg asam
glutamat ke dalam aquadest hingga 1000 mL. Larutan ini harus selalu baru
tiap kali akan dipakai.
9. Larutan amonium klorida dibuat dengan melarutkan 1,15 g NH4Cl dalam 500
mL aquadest, atur hingga pH menjadi 7,2 dengan larutan NaOH lalu encerkan
hingga 1000 mL. Larutan ini mengandung nitrogen sebanyak 0,3 mg/L.
A.10.3 Prosedur
A.10.3.1 Pembuatan air pengencer
1. Letakkan sejumlah aquadest yang memenuhi syarat sebagai air pengencer
dalam botol penyimpan lalu tambahkan larutan buffer fosfat, larutan MgSO4,
larutan CaCl2 dan larutan FeCl3 masing-masing 1 mL untuk 1 L aquadest.
2. Bila akan dipakai , agar jenuh dengan oksigen, aerasi dengan udara yang
disaring terlebih dahulu pada 20oC
A.10.3.2 Pengujian bakal air pengencer
Untuk menguji mutu air pengencer, maka mula-mula bakal air pengencer di uji
kandungan oksigen terlarutnya (DO)0. Selanjutnya diinkubasi selama 5 hari pada
20oC dan diuji kandungan oksigen terlarutnya (DO)5. Lalu dihitung BOD5 dengan
rumus :
0 5
0
05
Oksigen terlarut contoh sesaat setelah pengenceran, /
Oksigen terlarut contoh setelah inkubasi 5 hari pada 20 , /
penurunan kandungan oksigen DO DODO mg L
DO C mg L
= −=
=
Air pengencer yang memenuhi syarat adalah bila penurunan kandungan
oksigennya tidak lebih dari 0,2 mg/L
A.10.3.3 Penentuan BOD5
1. Gunakan faktor pengenceran yang berbeda, yaitu 100, 300 dan 500 serta
lakukan duplikasi pengukuran
68
2. Masukkan contoh dalam botol BOD sebanyak 150 mL dengan asumsi BOD
contoh maksimal 600 mg/L
3. Pastikan pH contoh berada dalam rentang 6,5 – 7,5. Bila tidak sesuai, atur
dengan menambahkan larutan asam ataupun basa
4. Tambahkan bibit sebanyak 10 % volume ke dalam contoh
5. Untuk mencegah nitrifikasi contoh maka dapat ditambahkan 0,5 mL larutan
TCMP 0,35 %
6. Masukkan batang magnet pengaduk serta isikan padatan KOH ke wadah
plastik di bagian bawah tutup botol
7. Letakkan botol BOD pada tempatnya lalu pasangkan tutupnya serapat
mungkin
8. Pasang skala pengukur BOD di tempatnya
9. Letakkan pada inkubator bersuhu 20oC ± 1oC tetapi tutup manometer jangan
dipasang dulu, biarkan sekitar 30 menit hingga terjadi kesetimbangan suhu
dengan inkubator yang bersuhu 20oC ± 1oC
10. Hubungkan selang yang ada pada tutup botol BOD dengan manometer. Atur
manometer hingga skalanya bernilai nol
11. Inkubasi selama 5 hari. Pada satu jam pertama periksa manometer karena air
raksa di dalamnya akan turun bila saat mengatur manometer belum tercapai
kesetimbangan suhu dengan suhu inkubator.
12. Atur ulang manometer dengan terlebih dahulu melepas selang penghubung
dan membuka penutup manometer. Biarkan beberapa saat hingga tercapai
kestimbangan lalu atur kembali nilai nol pada manometer.
13. Selain mengukur BOD contoh dengan pengenceran yang berbeda, air
pengencer yang juga ditambah dengan bibit sebesar 10% volume perlu
diinkubasi bersama dengan contoh dan bertindak sebagai blangko
14. Perhitungan
( % )(1 % )
contoh blangkocontoh
pembacaan BOD pembacaan BOD x volumebibitBOD
volumebibit−
=−
15. Hasil perhitungan di atas kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran yang
dipakai saat membuat contoh yang akan diukur BOD nya.
69
Lampiran B
B.1 Asam organik volatil total
B.1.1 Dalam erlenmeyer yang dimodifikasi pH 5
Jam ke - AOVT, ppm AOVT, g AOVT, g C 0 6528,4 9,8 3,9 5 6972,1 9,9 4,2 9 7209,8 9,7 4,3 24 9364,8 12 5,6 29 10.223,1 12,4 6,1 33 9835,9 11,2 5,9 48 11.384,9 12,2 6,8 72 11.276,4 11,2 6,8
B.1.2 Dalam erlenmeyer yang dimodifikasi pH 6
Jam ke - AOVT, ppm AOVT, g AOVT, g C 0 6401,7 9,6 3,8
4,5 7273,2 10,3 4,4 8 7146,4 9,6 4,3 23 10.838,5 13,9 6,5 28 9380,7 11,4 5,6 32 10.822,6 12,3 6,5 48 11.488,1 12,3 6,9 72 13.357,9 13,2 8,0
B.1.3 Dalam erlenmeyer yang dimodifikasi pH 7
Jam ke - AOVT, ppm AOVT, g AOVT, g C 0 6056,4 9,1 3,6 5 6646,7 9,5 4,0 9 7830,1 10,6 4,7 24 12.489,2 16,1 7,5 29 12.134,9 14,8 7,3 33 11.638,8 13,4 7,0 48 12.489,2 13,5 7,5 72 13.498,9 13,6 8,1
70
B.1.4 Dalam Biostat Jam ke - AOVT, ppm AOVT, g AOVT, g C
0 4163,1 31,2 12,5 5 4499,6 33,4 13,5 9 6731,8 49,4 20,2 24 9424,5 68,5 28,3 29 10.026,8 72,1 30,1 33 10.699,9 76,1 32,1 48 9991,3 70,3 30,0 72 11.514,8 79,2 34,5
B.2 Komponen asam organik volatil
B.2.1 Dalam erlenmeyer yang dimodifikasi pH 5
ppm g C Jam ke - Format Asetat Propionat Butirat Valerat Format Asetat Propionat Butirat Valerat 0 0,0 3447,9 568,6 240,3 102,8 0,0 2,1 0,3 0,1 0,0 5 0,0 3110,3 1583,4 157,6 78,2 0,0 1,9 0,8 0,1 0,0 9 0,0 3144,5 1349,7 261,9 127,4 0,0 1,8 0,6 0,1 0,0 29 0,0 3432,3 2412,4 369,9 149,5 0,0 1,8 1,0 0,1 0,0 33 53,3 3193,3 4025,3 297,5 89,6 0,0 1,5 1,6 0,1 0,0 72 37,2 3997,1 4527,3 380,9 165,3 0,0 1,7 1,5 0,1 0,0
71
B.2.2 Dalam erlenmeyer yang dimodifikasi pH 6
ppm g C Jam ke - Format Asetat Propionat Butirat Valerat Format Asetat Propionat Butirat Valerat 0 0,0 4527,9 524,3 309,2 131,7 0,0 2,7 0,3 0,1 0,0
4,5 0,0 2217,3 1031,0 224,1 79,6 0,0 1,3 0,5 0,1 0,0 8 0,0 4259,4 2257,8 322,9 144,7 0,0 2,4 1,0 0,1 0,0 23 0,0 2855,4 1590,8 217,4 144,5 0,0 1,5 0,7 0,1 0,0 32 0,0 2791,1 1609,7 495,3 169,6 0,0 1,3 0,6 0,2 0,0 72 37,2 3858,8 3705,7 622,7 115,0 0,0 1,6 1,3 0,2 0,0
B.2.3 Dalam erlenmeyer yang dimodifikasi pH 7
ppm g C Jam ke - Format Asetat Propionat Butirat Valerat Format Asetat Propionat Butirat Valerat 0 0,0 3737,1 572,3 481,3 78,4 0,0 2,2 0,3 0,2 0,0 5 22,6 2907,3 2870,2 138,9 114,6 0,0 1,7 1,4 0,1 0,0 9 79,7 3367,6 3123,1 966,7 121,0 0,1 1,9 1,4 0,4 0,0 24 0,0 2855,4 1590,8 217,4 108,1 0,0 1,5 0,7 0,1 0,0 33 77,9 3462,6 4178,1 397,6 92,1 0,0 1,7 1,6 0,1 0,0 72 0,0 3397,2 2493,9 907,8 66,5 0,0 1,4 0,8 0,3 0,0
72
B.2.4 Dalam Biostat
ppm g C Jam ke - Format Asetat Propionat Butirat Valerat Format Asetat Propionat Butirat Valerat 0 0,0 4921,7 448,5 678,9 0,0 0,0 14,8 1,1 1,4 0,0 5 0,0 2306,2 1492,5 125,7 0,0 0,0 6,9 3,6 0,3 0,0 9 0,0 3363,2 530,6 356,1 86,3 0,0 10,0 1,3 0,7 0,2 24 71,9 3026,9 3880,9 255,3 97,7 0,3 8,9 9,2 0,5 0,2 33 77,4 3524,9 3335,6 1054,1 126,2 0,3 10,1 7,8 2,1 0,2 72 35,5 4962,3 4383,1 331,4 161,8 0,1 13,8 9,9 0,6 0,3
B.3 COD dalam erlenmeyer yang dimodifikasi
pH 5 pH 6 pH 7 Jam ke ppm g g C Jam ke ppm g g C Jam ke ppm g g C
0 17.684,2 26,5 19,9 0,0 28.965,5 43,4 32,6 0,0 19.368,4 29,1 21,85 21.052,6 29,9 23,7 4,5 28.965,5 41,1 32,6 5,0 17.684,2 25,1 19,99 19.368,4 26,1 21,8 8,0 28.965,5 39,1 32,6 9,0 18.526,3 25,0 20,824 22.736,8 29,1 25,6 23,0 28.965,5 37,1 32,6 24,0 15.157,9 19,4 17,129 20.210,5 24,5 22,7 28,0 28.965,5 35,0 32,6 29,0 19.368,4 23,4 21,833 19.368,4 22,1 21,8 32,0 37.241,4 42,5 41,9 33,0 12.631,6 14,4 14,248 20.210,5 21,6 22,7 48,0 24.827,6 26,6 27,9 48,0 16.000,0 17,1 18,072 15.157,9 15,0 18,9 72,0 24.827,6 24,6 27,9 72,0 16.842,1 16,7 18,9
73
B.4 COD dalam Biostat
Jam ke ppm g g C 0 17.898,3 134,2 100,7 5 19.525,4 144,8 109,8 9 21.152,5 155,3 119,0 24 14.644,1 106,4 82,4 29 14.644,1 105,3 82,4 33 19.525,4 138,9 109,8 48 9762,7 68,7 54,9 72 11.389,8 79,2 64,1
74
Lampiran C
C.1 Perubahan satuan ke g C untuk asam organik volatil
Misal data dari B.2.2: 4527,9 ppm asetat dengan volume cairan 1,5 L, maka
Asetat, g C = (4527,9 x 1,5)/1000 x (24/60) = 2,7 g C
C.2 Perubahan satuan ke g C untuk COD
Misal data dari B.3: 17.684,2 ppm dengan volume cairan 1,5 L, maka
Asetat, g C = (17.684,2 x 1,5)/1000 x (12/16) = 19,9 g C
75
76
2
i
2