+ All Categories
Home > Documents > Deskripsi Pranata Masyarakat Arab dalam Film “Kingdom Of ...

Deskripsi Pranata Masyarakat Arab dalam Film “Kingdom Of ...

Date post: 16-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 3 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
15
310 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016 Deskripsi Pranata Masyarakat Arab dalam Film “Kingdom Of HeavenZul Karnen 1 , Aliudin Mahyudin 2 , Febry P.Y. 3 , Vanny Rahmi Putri 4 , Ririn Widiyastuti 5 1, 2, 3, 4, 5 Program Studi Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Al Azhar Indonesia Kompleks Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110 Penulis untuk Korespondensi/E-mail: [email protected] Abstrak - Penelitian ini membahas mengenai “Kingdom of Heaven” yang merupakan film yang digarap oleh industri perfilman Hollywood yang menceritakan sejarah umat manusia yang pernah terjadi di abad ke-11. Perkembangan situasi di Palestina yang belum juga memperoleh titik damai antara Palestina dan Israel, menjadi titik awal mengapa perindustrian Hollywood memproduksi sebuah film untuk mengingatkan kembali akan sebuah jalan sejarah yang pernah ditempuh oleh Palestina. Tim peneliti mencoba memberikan tambahan dan juga analisis kritis dari film “Kingdom of Heaven” yang diharapkan dapat dijadikan bahan kajian guna terciptanya rekayasa sosial dari tatanan baru yang damai di bumi Palestina. Penelitian ini terbatas pada analisis pranata masyarakat dan masih memerlukan kajian budaya khususnya sub pranata sosial lainnya yang belum dianalisis, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang dapat mendukung dalam memberikan gambaran yang utuh akan rekayasa sosial yang diharapkan dapat diimplementasikan guna terciptanya Yerusalem yang damai. Penelitian ini juga mendeskrpsikan figur Shalahuddin yang tidak ditemukan atau masih sangat minim digambarkan dalam film ini. Perlu kiranya sebagai saran dari penelitian ini agar penelitian budaya harus terus ditingkatkan, khususnya studi kawasan Timur Tengah yang sampai hari ini masih jauh dari kedamaian dan sedang mencari format rekayasa sosial yang mendukung terciptanya situasi dan budaya masyarakat yang kondusif. Industri perfilman hendaknya dapat lebih mengeksplor lagi sumber-sumber sejarah yang digunakan sebagai dasar pembuatan sebuah film non-fiksi, sehingga penonton dapat mengambil manfaat setelah menyaksikannya karena film hari ini menjadi media yang sangat potensial dalam menyampaikan sebuah pesan. Kata Kunci Palestina, Kerajaan, Surga, Islam, Salib Abstract - This study discusses "Kingdom of Heaven" which is a film produced by the Hollywood film industry that tells the history of mankind that has ever happened in the 11 th century. The development of the situation in Palestine isn’t yet to gain a point of peace between Palestine and Israel it became the starting point of why industrial Hollywood produced a film for recalling the history has that taken place by the Palestinians. The researcher to provide an additional and critical analysis of the film "Kingdom of Heaven" that is expected to be used as study materials for the creation of social engineering for a new order of peace in Palestine. This study is limited to the analysis of public institutions and still needs research in culture, especially sub social institutions that have not been analyzed, so as to contribute support that provides a complete picture of the social engineering which is expected to be implemented in order to create a peaceful Jerusalem. The study also describes Saladin’s figure that cannot be found or is still portrayed minimally in this film. We should also bear as a suggestion from this study that the culture research should be improved, especially the study of the Middle East are region to this day which is still far from peace and are still looking for a format that supports the creation of a conducive social engineering and cultural situation. The film industry should also be able to further explore more historical sources used as a basis for making non-fiction films, so that the audience can benefit after seeing the movie. Because films today become a potential media in conveying a message. Keywords - Palestina, Kingdom, Heaven, Islam, Salib
Transcript

310 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016

Deskripsi Pranata Masyarakat Arab dalam Film

“Kingdom Of Heaven”

Zul Karnen1, Aliudin Mahyudin2, Febry P.Y.3, Vanny Rahmi Putri4, Ririn Widiyastuti5

1, 2, 3, 4, 5 Program Studi Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Al Azhar Indonesia

Kompleks Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Penulis untuk Korespondensi/E-mail: [email protected]

Abstrak - Penelitian ini membahas mengenai “Kingdom of Heaven” yang merupakan film yang

digarap oleh industri perfilman Hollywood yang menceritakan sejarah umat manusia yang

pernah terjadi di abad ke-11. Perkembangan situasi di Palestina yang belum juga memperoleh

titik damai antara Palestina dan Israel, menjadi titik awal mengapa perindustrian Hollywood

memproduksi sebuah film untuk mengingatkan kembali akan sebuah jalan sejarah yang

pernah ditempuh oleh Palestina. Tim peneliti mencoba memberikan tambahan dan juga

analisis kritis dari film “Kingdom of Heaven” yang diharapkan dapat dijadikan bahan kajian

guna terciptanya rekayasa sosial dari tatanan baru yang damai di bumi Palestina. Penelitian ini

terbatas pada analisis pranata masyarakat dan masih memerlukan kajian budaya khususnya

sub pranata sosial lainnya yang belum dianalisis, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang

dapat mendukung dalam memberikan gambaran yang utuh akan rekayasa sosial yang

diharapkan dapat diimplementasikan guna terciptanya Yerusalem yang damai. Penelitian ini

juga mendeskrpsikan figur Shalahuddin yang tidak ditemukan atau masih sangat minim

digambarkan dalam film ini. Perlu kiranya sebagai saran dari penelitian ini agar penelitian

budaya harus terus ditingkatkan, khususnya studi kawasan Timur Tengah yang sampai hari ini

masih jauh dari kedamaian dan sedang mencari format rekayasa sosial yang mendukung

terciptanya situasi dan budaya masyarakat yang kondusif. Industri perfilman hendaknya dapat

lebih mengeksplor lagi sumber-sumber sejarah yang digunakan sebagai dasar pembuatan

sebuah film non-fiksi, sehingga penonton dapat mengambil manfaat setelah menyaksikannya

karena film hari ini menjadi media yang sangat potensial dalam menyampaikan sebuah pesan.

Kata Kunci – Palestina, Kerajaan, Surga, Islam, Salib

Abstract - This study discusses "Kingdom of Heaven" which is a film produced by the

Hollywood film industry that tells the history of mankind that has ever happened in the 11th

century. The development of the situation in Palestine isn’t yet to gain a point of peace between

Palestine and Israel it became the starting point of why industrial Hollywood produced a film

for recalling the history has that taken place by the Palestinians. The researcher to provide an

additional and critical analysis of the film "Kingdom of Heaven" that is expected to be used as

study materials for the creation of social engineering for a new order of peace in Palestine. This

study is limited to the analysis of public institutions and still needs research in culture,

especially sub social institutions that have not been analyzed, so as to contribute support that

provides a complete picture of the social engineering which is expected to be implemented in

order to create a peaceful Jerusalem. The study also describes Saladin’s figure that cannot be

found or is still portrayed minimally in this film. We should also bear as a suggestion from this

study that the culture research should be improved, especially the study of the Middle East are

region to this day which is still far from peace and are still looking for a format that supports

the creation of a conducive social engineering and cultural situation. The film industry should

also be able to further explore more historical sources used as a basis for making non-fiction

films, so that the audience can benefit after seeing the movie. Because films today become a

potential media in conveying a message.

Keywords - Palestina, Kingdom, Heaven, Islam, Salib

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016 311

PENDAHULUAN

ranata masyarakat merupakan gagasan

sekelompok masyarakat untuk dapat hidup

berdampingan dengan saling menjaga satu

sama lainnya, sehingga tercipta budaya

masyarakat yang tertib, damai dan teratur.

Dalam praktik kehidupan yang berlangsung di

masyarakat Arab, gagasan-gagasan tersebut

telah menjadi aturan yang sangat mereka

junjung tinggi dan menjalankannya sama

dengan menjalankan perintah Allah dan

melanggarnya berarti menghina Yang Maha

Penjaga (Hitti).

Kajian deskripsi pada film “Kingdom of

Heaven” yang merupakan salah satu film

Hollywood tentang perang salib di mana terjadi

pertemuan dua pranata besar yaitu pranata

timur dalam hal ini Arab dan pranata barat. Dua

kebudayaan ini kemudian saling bersinggungan

sehingga perang pun tidak bisa terelakkan

karena ego dari keduanya saling berhadapan

dan masih terus berusaha untuk menjadi

pendominasi.

Situasi yang digambarkan dalam film tersebut

kemudian memberikan kepada kami beberapa

gambaran yang layak untuk dikaji secara

deskripsi akan sebuah prinsip-prinsip hidup

masyarakat Arab pada situasi tersebut. Di mana

mereka masih memegang teguh prinsip-prinsip

aturan kehidupan masyarakat mereka,

meskipun situasi antara dua pihak yang bertikai

terus memanas.

Film Kingdom of Heaven kami jadikan sebagai

“korpus”. Untuk melihat bagaimana sebuah

film produksi Hollywood yang diharapkan

dapat memberikan penilaian yang seimbang

dalam memberikan informasi kepada penonton

terkait dengan norma-norma, aturan-aturan dan

filsafat hidup yang dipegang teguh oleh

masyarakat Arab pada waktu itu di tengah

kondisi sosial yang tidak menentu, akibat

peperangan yang tidak kunjung usai dan juga

sebagai pembanding dengan situasi masyarakat

Arab kontemporer saat ini di mana di Palestina

masih terjadi gejolak yang tidak kunjung usai.

Untuk penyusunan penelitian ini dilakukan

sejumlah langkah guna menyiapkan suatu

metadata yang nantinya dapat dimanfaatkan

untuk berbagai kajian kebudayaan terhadap

masyarakat Arab oleh berbagai pihak yang

berminat kepada kajian Budaya Arab.

Diharapkan agar hasil kajian ini nantinya dapat

membantu mempermudah masyarakat dalam

membaca, mendalami, dan memahami film-

film lainnya yang bertemakan tentang

Masyarakat Arab dan menyingkap banyak sisi

kebudayaan mereka yang kaya akan filosofi

penting seputar ajaran dan nilai Islam serta

memberikan opini baru guna terciptanya

rekayasa sosial demi terciptanya wilayah timur

tengah yang damai.

KERANGKA TEORI

Sejarah Perang Salib

Perang Salib terjadi antara Muslim melawan

Nasrani karena memperebutkan kota suci

Yerusalem (al-Quds asy-Syarif) di Palestina.

Perang Salib berlangsung selama lebih kurang

dua abad, tetapi beberapa kali diselingi masa

damai. Ketika Yerusalem berada di bawah

kekuasaan pemerintahan kaum Arab-Muslim,

penganut Nasrani dapat dengan aman dan

damai datang berziarah ke tempat-tempat suci

mereka terutama Bethlehem sebagai tempat

kelahiran Nabi Isa A.S.

Ketika kekuasaan Yerussalem beralih ke tangan

Bani Seljuk Turki pada pertengahan abad ke-

11, peziarah Nasrani merasa tidak diperlakukan

dengan baik oleh otoritas Seljuk. Kaisar

Romawi Timur Alexus Comnenus meminta

bantuan kepada Paus Urbanus II. Paus

menyambut baik dengan menyampaikan pidato

yang bersemangat di Clermont (selatan Prancis)

tahun 1095.1 Seruan Sang Paus menyebabkan

Sekitar 150.000 orang berkumpul di

Kontantinopel (Istanbul modern). Setiap orang

memasang tanda salib merah pada pakaiannya,

sehingga hal ini yang menyebabkan perang itu

disebut Perang Salib.

Arti Penting Jerusalem bagi Tiga Agama

Samawi

Jerusalem (al-Quds asy-Syarif) terletak di

Palestina. Bagi umat Islam, Jerusalem

merupakan salah satu kota suci ketiga setelah

Mekkah dan Madinah. Jerusalem juga

merupakan kiblat pertama (uulal Qiblatayn)

sampai Allah Swt. memerintahkan Nabi

Muhammad Saw. untuk mengubah arah kiblat

ke Mekkah.2

1 Karen Amstrong. Perang Suci. (Jakarta: Serambi,

2003)., hal. 27. 2 Al-Baqarah ayat 144.

P

312 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016

Arti penting kota suci Jerusalem beserta

peninggalan yang terdapat di kota suci tersebut

seperti Masjid Al-Aqsa (Al Haram al-Qudsii

asy-Syariif) begitu penting bagi umat Islam.

Selain Al-Aqsa, terdapat sebuah bangunan

masjid lainnya yaitu masjid kubah batu

(Qubbatush Shakhrah, Dome of Rock) yang

berselaput emas. Sehingga merupakan lambang

yang sangat jelas kelihatan dari jauh atau dari

bukit Zaytun (Mount Olive).

Di sekitar Masjid Al-Aqsa terdapat kota

Yerusalem yang terpecah menjadi dua bagian.

Yerusalem tua (Old Jerusalem) terletak di

bagian timur. Tempat-tempat suci dan

bersejarah dari ketiga agama samawi terdapat

di kota tua Jerusalem yang berada di bawah

kekuasaan Yordania sampai direbut oleh Israel

dalam perang bulan Juni pada tahun 1967.3

Orang-orang Palestina pada umumnya tinggal

di kota tua Jerusalem. Kota Jerusalem baru

terletak di kawasan bagian barat. Pada

umumnya dihuni oleh orang-orang Israel dan

merupakan pusat ekonomi, pemerintahan, pusat

pendidikan, museum, biara dan Sinagog

Yahudi.

Orang-orang Yahudi menganggap tembok

Haram asy-Syarif dari Masjid Al-Aqsa dibuat

dari bahan bangunan kuil Nabi Sulaiman. Salah

satu bagian Masjid Al-Aqsa tempat Nabi

Muhammad menambatkan hewan Buraq yang

menjadi kendaraan mi`raj ke langit dikenal

sekarang dengan sebutan dinding ratapan

(wailing wall), tempat para penganut Yahudi

melakukan ritual ibadah mereka.

Kebudayaan Arab Kontemporer

Bangsa Arab merupakan salah satu bangsa

tertua dalam sejarah peradaban manusia.

sejarah dan kebudayaan bangsa Arab telah

melewati berbagai periodisasi sejarah. Istilah

atau sebutan Arab bukanlah hanya sebatas

wilayah, namun Arab mempunyai definisi yang

luas jika dikaitkan dengan kebudayaan yang

berkembang di dalamnya. Salah satu aspek

yang menarik tentang kebudayaan Arab adalah

tidak hanya sebuah cerita kebudayaan Arab

yang independen dan mandiri. Namun, juga

budaya Arab yang terbentuk karena interaksi

dengan modernitas sehingga tercipta sebuah

entitas budaya Arab kontemporer.

3 Benny Morris, Righteous Victims: A History of the

Zionist-Arab Conflict 1881-2001, (New York:

Vintage Book, 1999)., hal. 302-4.

Jika kita menjelajahi aspek budaya Arab,

terdapat empat karakteristik penentu dalam

sistem masyarakat Arab. Pertama, letak

geografis masyarakat Arab telah membentuk

jati diri bangsa Arab sebagai orang-orang yang

anti-individualis. Mereka menempatkan

kepentingan kelompok, keluarga dan sukunya

di atas kepentingan pribadi. Bahkan, bisa

ditarik secara garis umum bahwa 60% dari

nilai-nilai Arab, sikap dan pola perilakunya

berasal dari nilai-nilai kolektif masyarakatnya.

Kedua, kebudayaan Arab menjunjung tinggi

keistimewaan dan eksklusifitas bagi pemuka

masyarakatnya. Ketiga, masyarakat Arab

memiliki sistem komunikasi eksplisit dan

implisit di antara sesama mereka untuk

membantu nilai-nilai kolektivitas mereka.

Keempat, budaya Arab dipandang cenderung

bersifat polikronik. Hal ini ditandai dengan

beberapa urusan yang dikerjakan secara

simultan. Namun, hal ini tidak berlaku pada

beberapa urusan yang bersifat diplomatif.4

Perspektif Masyarakat Arab

Ketika kita berbicara tentang masyarakat Arab,

maka hal itu tidak terlepas daripada

karakteristik masyarakat arab itu sendiri. Ego

masyarakat Arab sangat mempengaruhi nilai-

nilai budaya dan peradaban mereka. Seperti

yang kita tahu, bahwa penyebaran Islam

dimulai di jazirah Arab ke berbagai pelosok

dunia. Hal itu tidak terlepas dari peranan ego

dan semangat masyarakat Arab yang terbentuk

oleh keadaan letak geografis dan alam yang

keras.5 Sebagian besar orang Arab cenderung

menganggap diri mereka sebagai pemilik

peradaban besar yang memiliki delapan abad

memainkan peran utama dalam sejarah

peradaban dunia. Peradaban Arab-Islam yang

berkembang dari abad ke-7 sampai abad ke-15

merupakan sumber inspirasi bagi banyak orang

4 Jehad Al-Omari, Understanding the Arabic

Culture, (Oxford: Spring Hill Road, 2008), hal. 32-

3. 5 Gurun pasir lebih dari sekadar tempat tinggal. Bagi

Masyarakat Arab, gurun pasir adalah pemelihara

kemurnian bahasa dan darah mereka, serta benteng

pertahanan utama dari serangan musuh luar.

Kurangnya sumber air dan makanan serta panas

terik menyengat menjadi sekutu utama mereka.

Tidaklah mengherankan jika masyarakat Arab

sangat enggan menundukkan kepalanya kepada

bangsa Asing. (Philip K. Hitti, History of the Arabs,

Jakarta: Serambi, 2010., hal. 29).

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016 313

Arab.6 Hal ini yang membentuk ego

masyarakat Arab cenderung lebih tinggi

daripada masyarakat non-Arab.

Sejauh ini, kearaban bukan hanya sekedar

urusan ras, melainkan juga soal bahasa dan

pola pikir. Maka dapat dikatakan bahwa

seorang Arab adalah seseorang yang berpikir

seperti Arab, terlepas dari keturunan mereka.

Memang, sejarah Arab telah menunjukkan

bahwa dunia Arab adalah melting pot bagi

banyak ras dan kelompok etnis yang telah

mengadopsi bahasa Arab sebagai media

komunikasi mereka, dan juga sebagai sumber

bahasa utama dalam tradisi keilmuan Islam.

Posisi geografis dunia Arab di persimpangan

jalan antara Asia, Afrika dan Eropa telah

memiliki efek dramatis pada Sejarah Arab,

budaya dan juga kekayaan. Wilayah tersebut

telah diinvasi dari segala arah sepanjang

zaman, dengan masing-masing penakluk yang

meninggalkan bekas pada lanskap dan budaya.

Selain bukti-bukti di atas, super ego masyarakat

Arab juga terbentuk karena sistem kelas yang

pernah diberlakukan pada masa pemerintahan

dua dinasti besar, Umayyah dan Abbasiah.7

Profesi Masyarakat Arab

Tidak sulit untuk mengatakan bahwa berdagang

adalah profesi utama nenek moyang bangsa

Arab. Hal itu bisa dibuktikan dari literatur-

literatur sejarah yang mengungkapkan bahwa

Orang-orang Saba di Arab selatan adalah para

pedagang yang handal. Perdagangan

merupakan indeks keberhasilan utama yang

dicapai oleh orang-orang Arab Selatan.8

Orang-orang Arab Quraisy juga menaruh

perhatian terhadap aspek perdagangan. Secara

teratur mereka mengadakan perjalanan dua kali

pada setiap tahunnya, yakni perjalanan di

musim dingin ke Yaman dan musim panas ke

Syam. Melalui jalur perdagangan, bangsa Arab

melakukan relasi internasional dengan Syria,

Persia, Habasyah, Mesir (Qibthi) dan Romawi

6 Ibid., hal. 73. 7 Posisi teratas pada strata sosial ditempati oleh

Khalifah dan keluarganya, serta para pejabat

pemerintahan. Menyusul setelahnya para pegawai

istana, dan keturunan Bani Hasyim (pada masa

Abbasiah). Posisi ketiga ditempati Muslim ‘ajam

(non-Arab), dan yang terakhir adalah para budak

dan non-Muslim. (Ibid., hal. 426). 8 Ibid., hal. 63.

yang semuanya telah mendapat pengaruh dari

kebudayaan Hellenisme.9

Kemajuan ilmu pengetahuan membuat profesi

masyarakat Arab menjadi beraneka ragam.

Sekolah, universitas, dan rumah sakit yang

dibangun khalifah pada saat itu menarik

masyarakat Arab pada masa itu

mengaktualisasikan dirinya pada kemajuan-

kemajuan tersebut. Profesi guru, dosen,

perawat atau dokter sudah lumrah dijumpai

pada dinasti Abbasiyah. Ada enam macam guru

pada masa itu yaitu muallim (guru sekolah

dasar), mu’addib (guru sekolah dasar dan juga

menengah), mudarris (julukan profesi untuk

asisten guru di sekolah tinggi atau universitas),

syaikh (guru pada atau dosen pada sekolah

tinggi), ustad (julukan untuk seorang dosen

dengan pengetahuan tertinggi), imam (guru

tertinggi dalam bidang teologi), dan muayyid

(guru-guru yunior). Selama masa pemerintahan

dinasti abbasiyah, para gurunya mengikuti gaya

model Persia. Mereka mengenakan tutup

kepala Persia, celana lebar, rok, rompi, dan

jaket. Semuanya ditutup dengan jubah atau

mantel luar, serta taylasan diatas surban10

Profesi masyarakat Arab modern setidaknya

bisa digambarkan dengan pengaruh dominasi

kolonial asing yang cukup kuat. Mereka

berusaha menegakkan gaya hidup modernisasi

yang dibawa oleh Barat. Konsep Barat begitu

mewarnai masyarakat Arab modern. Meskipun

masyarakat Arab modern menguasai sistem

kenegaraan dan mendominasi masyarakat atas

dasar pola modern, namun itu tidak berarti

bahwa nilai-nilai tradisional tersisih tanpa sisa.

Bila kita melihat jantung kota-kota di Arab,

kita akan menemukan pasar tradisional dan

tempat perbelanjaan modern begitu

mendominasi sesaknya kota. Dunia profesi

masyarakat Arab modern juga terbagi atas

9 Zhao-xi, J. I. N. G. On Spice Trade of Sea Route

Between the Tang Dynasty and Arabian Empire.

Journal of the Second Northwest University for

Nationalities (Philosophy and Social Science) 5

(2007), hal 9. 10 Guru-guru sekolah dasar kurang dihargai, bahkan

profesinya sering dijadikan bahan ejekan. Hal ini

munmgkin dikarenakan pengetahuannya yang amat

sederhana. Pada masa itu tinggi rendahnya tingkat

pendidikan sudah menjadi daya tarik sendiri.

(Abuddin Nata. Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:

Raja Grafika Persada, 2004), hal. 152.

314 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016

kalangan profesional modern dan pekerja

tradisional. Pada puncak strata kelas, kita akan

melihat profesi elit mendominasi kalangan

masyarakat Arab modern seperti dokter, ahli

hukum, pengusaha, dan profesi elit lainnya.

Pada strata bawah, terdapat masyarakat

ekonomi bawah yang umumnya adalah pekerja

tradisional seperti buruh, pekerja kasar, dan

pandai besi.11

Realita sosial menunjukkan bahwasanya

masyarakat Arab modern tidak memahami

dimensi kultural yang terjadi sekarang. Mereka

mengesampingkan nilai-nilai tradisional dan

membangun kembali pertanian, industri,

pendidikan, tradisi, dan kebudayaan dengan

semangat modernisme ala Barat. Fenomena

paling berbahaya pada masyarakat Arab

modern dewasa ini adalah guyuran kekayaan

dari hasil minyak bumi. Di satu sisi, salah satu

hasil positif dari kekayaan minyak bumi adalah

membawa dampak pada percepatan

industrialisasi dan kemajuan ekonomi.

Genealogi dan Struktur Masyarakat Arab

Modern

Tidak ada satu bangsa pun di dunia yang

meletakkan genealogi sejajar dengan ilmu

pengetahuan selain Bangsa Arab. Bangsa Arab

begitu mengagungkan keturunannya, karena hal

ini berkaitan langsung dengan sebuah

kewibawaan, kehormatan, dan kemuliaan.

Dalam kasus ini, dapat dikatakan bahwa

masyarakat Arab cenderung berwatak

aristokrat. Mereka memandang dirinya sebagai

perwujudan manusia unggul, bangsa Arab

adalah yang terbaik (afkharul umam).12

Kefasihan bahasa, keindahan puisi, kemahiran

bermain pedang, kekuatan kudanya, dan yang

paling penting adalah kemulian garis keturunan

(nasab) merupakan kebanggaan yang paling

utama bagi masyarakat Arab. Setiap orang

sangat membangga-banggakan garis

keturunannya. Sejak masa Jahiliyah masyarakat

Arab sangat memperhatikan dan memelihara

pengetahuan tentang genealogi (nasab). Ketika

itu, genealogi merupakan salah satu cabang

pengetahuan yang dianggap penting. Setiap

11 Halim Barakat. The Arab World: Society, Culture,

and State, (Los Angeles: University of California

Press, 1993), hal. 23. 12 Op.Cit., hal. 35.

kabilah menghapal silsilahnya.13 Semua

anggota keluarga menghafalnya agar tetap

murni, dan silsilah itu dibanggakan terhadap

kabilah-kabilah lain.14 Namun, dapat dikatakan

bahwa pada masa itu genealogi belum menjadi

sebuah objek sejarah. Pada masa Islam, para

ahli genealogi baru bermunculan dalam

berbagai aliran. Aliran Irak menjadi aliran

mainstream dalam penulisan genealogi.

Beberapa alasan genealogi pra-Islam belum

dapat dikatakan sebagai sebuah studi objek

sejarah adalah, pertama, genealogi masih

dipelihara dengan tradisi menghafal. Kedua,

masih tercampur dengan mitos dan cerita yang

belum tentu kebenarannya.15

Tradisi genealogi masyarakat Arab terus

berlanjut pada masa dinasti Arab-Islam. Faktor

keturunan dan kesukuan begitu dominan

mempengaruhi pembentukan sebuah dinasti.

Dinasti Ummayah berdiri di atas pondasi

keturunan keluarga Umayyah bin Abd. Syams

bin Abdi Manaf bin Quraisy. Dinasti Umayyah

menjadi dinasti Arab-Islam pertama yang

melahirkan sistem pemerintahan monarki

herediteis berdasarkan garis keturunan.16

Sistem monarki berdasarkan faktor genealogi

terus berlanjut pada masa dinasti-dinasti Arab-

Islam yang lain. Contoh yang paling populer,

Dinasti Abbasiah sebagai rival utama dinasti

Umayyah, juga didirikan berdasarkan faktor

13 Kabilah adalah keluarga besar yang anggotanya

memiliki rasa keterikatan yang sangat tinggi.

Eksistensi kabilah dipertahankan dengan sikap yang

fanatis dengan harga setinggi apapun. Sehingga

pembelaan terhadap kabilah akan dilakukan mati-

matian pada saat benar atau salah, menzalimi atau

terzalimi. (Abdul Aziz, Chiefdom Madinah,

(Jakarta: Alvabet, 2011), hal. 173. 14 Ibn Al-Kalbi adalah seorang tokoh besar dari abad

ke 8 dalam ilmu genealogi masyarakat Arab. Dia

berhasil mengkompilasi asal-usul masyarakat Arab

setidaknya dari masa Nabi Muhammad sampai pada

asal-usul mereka, hingga keterkaitannya dengan

masyarakat di Utara dan Selatan Arabia. Dia

berusaha mengkatalog dari suku mana seseorang

berasal. (Farhad Daftari, Tradisi-tradisi Intelektual

Islam, (Jakarta: Erlangga, 2001., hal. 32). 15 Daniel Martin Varisco, Metaphors and Sacred

History: The Genealogy of Muhammad and the

Arab Tribe. Anthropological Quarterly, George

Washington University Institute for Ethnographic

Research, 1995., hal 139-56. 16 Hitti, op.cit., hal. 235.

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016 315

garis keturunan klan Bani Hashim.17 Eksistensi

dinasti Abbasiah juga membenarkan teori

persaingan suku dan keturunan pada

masyarakat Arab masih terlihat begitu kental,

antara Bani Abdi Syams dan Bani Hasyim.

Fakta ini seperti membenarkan sebuah realitas

sejarah bahwa genealogi adalah sebuah

cengkraman akar yang kuat pada pohon

kebudayaan masyarakat Arab.

Eksistensi faktor keturunan dan genealogi

setidaknya masih begitu kuat berpengaruh pada

masa masyarakat Arab modern. Dinasti Saud,

Arab Saudi dapat dijadikan sebagai contoh

konkret bagaimana sebuah sistem kekerabatan

suku mampu memberikan inspirasi dan

semangat perjuangan dalam pembentukan

sebuah negara di era modern.18

Pada struktur masyarakatnya, masyarakat Arab

telah mengalami perkembangan yang

signifikan dari masa pra-Islam hingga masa

modern. Pada masa pra Islam, masyarakat Arab

terbagi dua berdasarkan tempat mukim,

baidawi dan hadlar.

Orang baidawi atau badawi adalah masyarakat

Arab yang menduduki wilayah padang pasir.

Mereka hidup secara nomaden mencari sumber

mata air dan padang rumput baru. Penghidupan

mereka ditopang dengan cara berternak.

Kondisi kehidupan tersebut tidak banyak

memberikan perluang untuk membangun

sebuah peradaban. Sedangkan ahl al-hadlar

atau orang hadlar adalah penduduk yang

bertempat tinggal di kota-kota atau daerah-

daerah pemukiman yang subur. Mereka hidup

dengan berdagang, bercocok tanam,

dan mereka memiliki peluang besar untuk

membentuk sebuah peradaban.19

Dalam struktur masyarakat Arab, kabilah

adalah inti dari sebuah komunitas yang lebih

besar. Kabilah merupakan organisasi keluarga

17 Ibid., hal. 359. 18 Perebutan kekuasaan antara Ibn Saud dan Syarif

Husen atas wilayah Hijaz dengan siasat konspirasi

Inggris menghasilkan Ibn saud sebagai pihak

pemenang, sehingga berdirinya negara Kerajaan

Arab Saudi pada tahun 1932. (Imran N. Hosein, The

Caliphate the Hejaz and the Saudi-Wahabi Nation

State, (New York: Darul Quran, 1996., hal. 7-12). 19 Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari

Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI,

2009), hal. 18-9.

besar yang memiliki keterikatan hubungan

berdasarkan pertalian darah (Nasab), tetapi

terdapat juga hubungan yang didasarkan pada

ikatan perkawinan, suaka politik atau karena

sumpah setia.20 Kabilah dalam kehidupan

masyarakat Arab merupakan ikatan keluarga

sekaligus sebagai ikatan politik yang dipimpin

oleh seorang kepala yang disebut syaikh al-

qabilah.21

Pada masa Islam, piagam madinah yang dibuat

oleh Rasulullah Muhammad telah mengubah

peta struktur masyarakat Arab. Efek perubahan

yang dihasilkan oleh piagam tersebut begitu

dahsyat dalam menghapus ikatan kesukuan

yang begitu kuat pada masyarakat Arab. Ikatan

kesukuan telah berubah menjadi ikatan

keIslaman. Prinsip piagam madinah yang

menekankan pada kesamaan status,

musyawarah, gotong royong, dan keadilan

mampu menghapus sistem kemasyarakatan

Arab pra-Islam.22

Pada masa modern, sekitar 40% masyarakat

Arab tinggal di perkotaan. Hal ini, telah

menyebabkan ikatan tradisional keluarga dan

suku terputus. Para wanita dan pria memiliki

pendidikan yang lebih tinggi dan kesempatan

kerja yang lebih besar. Perubahan tersebut

menciptakan strata kelas yang baru dalam

masyarakat Arab. Orang perkotaan lebih

bersikap terbuka terhadap budaya luar,

sehingga budaya dan gaya hidup tradisional

Arab telah bertransformasi ke dalam sebuah

identitas kebudayaan kontemporer yang

bersifat modern. Akibatnya, ikatan budaya

tradisional yang dulu menekankan pada

keterikatan suku dan klan telah merenggang

dan mengalami pengikisan.

Ada beberapa alasan yang dapat menjawab

tercerabutnya sistem kemasyarakatan Arab

tradisional. Pertama, masyarakat Arab modern

mengikuti pola, ukuran, dan konsep Barat.

20 Bagi masyarakat Arab, tidak ada musibah yang

paling hebat dan menyakitkan selain putus

hubungan dengan sukunya. Seseorang yang tidak

berafiliasi dengan suku manapun, akan menjadi

seorang yang tanpa pelindung keselamatan. (Hitti,

op.cit., hal. 33). 21 Umar Farukh, Al-‘Arab Wa Al-Islam Fi Al-Haudl

Asy-Syarqi Min Al-Bahr Al-Abyad Al-

Mutawassitah, (Beirut: Dar Al-Kutub, 1966), hal.

19. 22 Maryam, op.cit. hal. 31-3.

316 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016

Sehingga perkembangan budaya modern

mereka bertentangan dengan khasanah budaya

tradisional Arab. Kedua, masyarakat Arab

modern berusaha menghapus pemikiran

tradisional yang sudah lama terbentuk dalam

sistem kemasyarakatan Arab. Ketiga,

masyarakat Arab modern lebih mendominasi

kekuasaan daripada masyarakat tradisional.23

METODE PENELITIAN

Nilai-nilai Dasar Kemanusiaan

Dalam menjaga keberlangsungan hidupnya,

manusia selalu berfikir dan berinovasi untuk

menciptakan lingkungan kehidupan yang baik

dan harmonis. Keharmonisasian ini perlu dijaga

baik dengan alam maupun dengan sesama

manusia agar tercipta keselarasan yang bisa

melestarikan apa yang dijaga dan

diperjuangkan oleh manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Berkenaan dengan usaha-usaha yang dilakukan

manusia untuk menjaga keharmonisan baik

dengan alam maupun dengan manusia,

tejadilah interaksi-interaksi sosial yang

dilakukan oleh manusia dengan alam maupun

dengan sesama manusia. Dari interaksi-

interaksi inilah manusia menemukan sebuah

nilai. Nilai adalah sifat dan kualitas yang

membuat manusia tertarik kepadanya (Fuad,

Fokky: 2012).

Intisari atau esensial jiwa manusia bisa

tercermin dalam kepribadiannya. Kepribadian

adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang

menentukan perbedaan tingkah laku atau

tindakan dari tiap-tiap individu manusia

(koentjaraningrat:2009). Dalam kepribadian ini

terdapat tiga unsur yang menjadi intinya, yakni

pengetahuan, perasaan dan dorongan naluri.

Unsur-unsur ini sudah melekat pada manusia

dan harus dipenuhi serta tidak boleh ada yang

mencegah manusia mendapatkan unsur-unsur

ini dalam hidupnya. Apabila unsur-unsur ini

tidak terpenuhi maka, dapat menghancurkan

hidup manusia, baik individual maupun

kolektif. Dorongan naluri dapat dicapai dengan

pengetahuan, pengetahuan akan menunjukkan

23 Yusuf Qardhawi, et.al. Al-Shahwatul Islamiyah:

Ru’yatu Nuqodiyatu minal Daakhili, (Cairo: Al-

Nasyir, 1990)., hal. 34-5.

bagaimana cara untuk memenuhi dorongan

tersebut dengan jalan yang benar sehingga bisa

memuaskan perasaannya sendiri dan menjaga

perasaan orang lain.

Pranata sosial

Pranata sosial adalah suatu sistem tata tingkah

laku dalam hubungan yang berpusat pada

kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk

memenuhi berbagai macam kebutuhan khusus

dalam masyarakat. Dalam bahasa Inggris,

pranata sosial disebut sosial institutions.

Menurut Dr. Koentjaraningrat, pranata sosial

adalah:

“suatu sistem tata kelakuan dan juga hubungan

yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk

dapat memenuhi kompleks-kompleks

kebutuhan khusus di dalam kehidupan

masyarakat. Pranata sosial pada awalnya

ialah bermula dari adanya kebutuhan-

kebutuhan manusia yang harus dipenuhi.

Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini perlu

dalam keteraturan, sehingga pada akhirnya

akan diperlukan adanya norma-norma yang

dapat menjamin keteraturan tersebut. Norma-

norma tersebut, pada akhirnya berkembang dan

akan menjadi pranata sosial yang pada

dasarnya diciptakan untuk dapat memenuhi

kebutuhan-kebutuhan manusia.”

Pandangan Masyarakat Arab terhadap Nilai

Dasar Kemanusiaan. Kondisi alam di Arab yang tidak bersahabat,

telah membentuk karakter dan kepribadian

masyarakatnya. Masyarakat Arab memiliki

karakter yang kuat dan juga berbeda dari

bangsa-bangsa lainnya (Hitti, 2006).

Pandangan masyarakat Arab terhadap nilai, jika

dilihat dari nilai dalam pandangan filsafat:

1. Logika.

Ukuran benar dan salah dalam masyarakat

Arab, sangat dipengaruhi oleh pemikiran

mereka yang sudah sangat terkontaminasi

dengan kepercayaan-kepercayaan yang

mereka anut dari nenek moyang mereka.

Khususnya masyarakat Arab pra-Islam.

Pada masa Islam, tolak ukur tersebut

bergeser kepada pandangan Islam. Namun,

nilai-nilai benar dan salah yang berdasarkan

kepercayaan yang dulu masih tetap ada.

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016 317

2. Estetika

Ukuran indah dan tidak indah tak luput dari

pemikiran mereka yang telah terkontaminasi

itu. Khususnya kondisi kehidupan mereka

yang sangat minimalis dan primitif. Serta

kondisi alam yang monoton membuat daya

imajinasi dan estetika mereka juga sangat

sederhana. Hal itu terlihat dari arsitektur

bangunan yang sangat sederhana, tidak ada

hiasan-hiasan apapun, gaya hidup mereka

dan isi bait-bait syair yang terbatas hanya

pada menggambarkan perasaan mereka

terhadap apa yang mereka lihat. Tidak ada

cita rasa yang lebih jika dibandingkan

dengan arsitektur, gaya hidup bangsa-bangsa

lain. Karya-karya mereka terbatas hanya

pada nilai fungsi. Jika itu berfungsi dengan

baik, maka berhentilah pekerjaannya. Tidak

ada rasa atau keinginan untuk

memperindahnya.

3. Etika

Dalam ranah etika, kerasnya kehidupan

yang mereka jalani membuat watak mereka

kasar dan keras. Sebagian besar dari mereka

pun tidak banyak mengindahkan etika-etika

yang berlaku di masyarakat lain. Mereka

akan melakukan apapun untuk mendapatkan

apa yang mereka inginkan demi

mempertahankan hidupnya. Walaupun harus

dengan kekerasan bahkan membunuh.

Namun di sisi lain, kerasnya kehidupan

membuat mereka saling bersekutu dengan suku

lain untuk bekerja sama dalam memenuhi

kebutuhan dan mempertahankan hidup. Antar

anggota suku yang bersekutu memiliki

hubungan yang baik dan nilai-nilai etika mulai

diperhatikan di ranah ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kontak Budaya

Perang Salib memungkinkan berlangsungnya

interaksi-interaksi budaya antara Barat dan

Timur. Dalam interaksi ini Eropa (Barat) lebih

banyak diuntungkan dalam bidang-bidang seni,

perdagangan dan industri. Shalah ad-Din

merupakan khalifah yang lebih banyak

mencurahkan perhatian pada bidang pendidikan

dan arsitektur dibanding para pendahulunya.

Kebijakan utama pemerintahan Shalah ad-Din

menyerang praktek Syi`ah yang bida`ah.

Melalui Syria kebudayaan Islam memberikan

dampak kepada budaya Eropa melalui Perang

Salib. Orang Franka (Eropa) yang kebanyakan

merupakan pasukan asing memiliki tingkat

kebudayaan yang lebih rendah dibandingkan

tingkat budaya setempat. Selain itu, sebagai

perajurit dari pasukan asing mereka lebih

banyak berada di markas atau di benteng

mereka dan lebih banyak menjalin kontak

dengan penduduk pribumi kebanyakan

ketimbang mengadakan kontak dengan para

sarjana atau intelektual setempat. Selain itu,

terdapat kebencian atau prasangka kebangsaan

dan keagamaan yang menghambat interaksi di

antara bangsa-bangsa yang terlibat.

Ada cukup banyak contoh konkret yang

menunjukkan proses peralihan pengetahuan

dan filsafat. Leonardo Fibonacci ahli aljabar

Eropa pertama mempersembahkan sebuah

sebuah karya tentang angka-angka kotak

kepada Frederick II yang memiliki ambisi besar

untuk mendamaikan Islam dengan Kristen,

serta menyokong penuh kegiatan penerjemahan

karya-karya berbahasa Arab.

Gagasan tentang rumah sakit dan pengobatan

berkembang di Eropa berkat dorongan orang-

orang Islam di Timur. Orang-orang Islam juga

memperkenalkan kembali gagasan tentang

permandian umum ke Eopa sebagai sebuah

lembaga yang pernah dilindungi oleh

kekaisaran Romawi tetapi diabaikan oleh

orang-orang Kristen. Di Antiokia pula Philip

dari Tripoli sekitar 1247 menemukan sebuah

manuskrip berbahasa Arab berjudul sir al-

asrar, diperkirakan disusun oleh Aristoteles

untuk membimbing murid utamanya.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan

Sastra

Perang Salib membawa dampak yang besar

dalam bidang ilmu pengetahuan, filsafat dan

sastra bagi dunia Barat. Syria memberikan

pengaruh besar pada perkembangan budaya

Eropa. Dalam bidang sastra misalnya, kisah-

kisah tentang legenda Grail yang suci

mengandung unsur-unsur yang tidak diragukan

berasal dari Syria. Para prajurit Salib tentu

pernah mendengar beberapa kisah yang

terdapat dalam kisah Kalilah dan Dimnah dan

“Kisah Seribu Satu Malam”. Mereka lalu

membawanya ke negeri mereka. Karya

Geoffrey Chaucer yang berjudul Squieres Tale

318 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016

cuplikan dari Kisah Seribu Satu Malam.

Boccacio juga memperoleh beberapa cerita dari

Timur yang ia dapatkan dari tradisi lisan, lalu ia

himpun dalam karyanya yang berjudul

Decameron.

Di antara pasukan Salib terdapat beberapa

misionaris Eropa yang tertarik pada bahasa

Arab dan bahasa–bahasa dunia Islam lainnya.

Tokoh seperti Raymond Lull (w. 1315)

terinspirasi oleh kegagalan metode militer

tentara Salib untuk memerangi “orang-orang

kafir”. Lull orang Catalan, merupakan orang

Eropa pertama yang menganjurkan kajian

ketimuran (Oriental Studies) sebagai media

penting dalam Perang Salib, mengganti cara

kekerasan dengan metode persuasi. Pada tahun

1276, ia mendirikan sebuah univesitas bagi

para biarawan di Miramar untuk mempelajari

bahasa Arab; dan bisa jadi karena pengaruhnya

pulalah Konsili Wina tahun 1311 memutuskan

untuk menyajikan studi bahasa Arab dan Tartar

di Univerita Paris, Louvain dan Salamanca.

(Hitti, 848-849).

Perkembangan Bidang Militer

Film Kingdom of Heaven memperlihatkan

adegan-adegan pertempuran yang juga

menampilkan persenjataan dari kedua belah

pihak yang sudah menggunakan teknologi yang

berkembang pada saat itu, seperti ketapel

raksasa, baju perang yang modern, penggunaan

minyak sebagai bahan bakar, alat panah

modern, dll.

Kedudukan Jerusalem sebagai Kota Suci

Dalam film “Kingdom of Heaven” ziarah ke

kota suci Jerusalem ditampilkan sebagai adegan

pembukaan. Ziarah ke Jerusalem diayakini

sebagai usaha untuk meraih keselamatan dan

pengampunan (salvation) Dalam adegan awal

film Kingdom of Heaven Balian digambarkan

sebagai seorang yang bekerja sebagai pandai

besi. Ia sedang dalam keadaan berduka karena

baru saja kehilangan istrinya yang melakukan

bunuh diri. Dengan melakukan ziarah ke tanah

suci Jerusalem diharapkan dapat meraih

penebusan dosa dan keselamatan (salvation).

Balian adalah putra seorang Baron, bernama

Godfrey dari Bouillon, yang juga akan pergi ke

Jerusalem untuk menebus dosanya karena telah

mentelantarkan putranya Balian. Namun

Godfrey meninggal sebelum sampai ke

Jerusalem. Saudaranya Baldwin lalu diminta

untuk menggantikannya. Balian lalu diangkat

menjadi ksatria (knight) dan diambil

sumpahnya untuk setia dan bersedia berkorban

membela raja.

Konflik Dunia Islam (Konflik antara

beberapa Dinasti Islam)

Bangkitnya ambisi negara-negara Eropa untuk

ekspansi ke Timur pada hakikatnya didorong

oleh perpecahan di dalam Khilafah Abbasiah,

konflik yang terjadi antara kaum muslimin

dalam bentuk persaingan pada abad ke sepuluh,

Khalifah Fatimiyah yang beraliran Syi`ah

Ismailiyah memposisikan diri mereka sebagai

oposisi langsung Khalifah Sunni Abbasiah

yang berpusat di Baghdad. Pada abad kesebelas

konflik itu menyebabkan pecahnya konfrontasi

militer antara Fatimiyah dan Saljuk.

(Hillebrand: 60)

Pengambilalihan kekuasaan atas negeri Islam

secara tidak langsung telah menghilangkan

kepercayaan umat Islam di Syria dan Irak

kepada dinasti Abbasiyah. Di Eropa, peristiwa

ini menandai periode baru, yang biasa disebut

Perang Salib kedua (1147-1149 M) yang

dipimpin oleh Conrad III dari Jerman dan Louis

VII dari Prancis dengan balatentara yang terdiri

dari tentara Prancis, jerman, ksatria gereja, dan

prajurit putih serta pasukaan yang diberikan

oleh Yerusalem.

Naik tahtanya Imad al-Din Zangi, atabegh

bermata biru dari Mosul (1127-1146 M)

termasuk pelopor dari beberapa orang

pahlawan musuh tentara Salib yang mencapai

puncaknya pada sosok Shalah ad-Din. Dia

adalah seorang ‘Palu Pemukul’ paling keras

terhadap kekuatan Salib. Nur al-Din Mahmud

yang menggantikan ayahnya Imad al-Din Zangi

memilih Aleppo sebagai ibu kotanya. Nur

menghadapi orang Franca dalam waktu yang

lebih lama. Pada tahun 1154 M dengan mudah

ia merebut Damaskus tanpa perlawanan sama

sekali dari seorang pengganti Tughtigin.

Kemenangannya menghilangkan rintangan

terakhir yang menghalangi antara wilayah

Zangi dan Yerusalem. Secara berangsur-angsur

ia menyempurnakan penaklukan wilayah

Edessa yang rajanya Joscelin II pada tahun

1151 M membawa para tawanan yang berjalan

dirantai. (Hitti; 822-823).

Dinasti Ayubiyyah didirikan oleh Salahuddin

Yusuf Ibn Ayyub yang dikenal di Barat

dengan nama Saladin (1138-1193), seorang

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016 319

keturunan Kurdi. Bersama dengan pamannnya

Shirkuh, pembantu Sultan Nuruddin, dari

Syiria, mengalahkan dinasti Fatimiah di Mesir.

Shirkuh menjadi wazir di Mesir dan setelah

meninggal dunia (1169) digantikan oleh

Saladin.

Sementara, pada tahun 904, Ubaydillah,

pemimpin kaum Syi`ah di Syria berangkat ke

Afrika Barat Laut dan mendapat sambutan

sebagai Imam Mahdi yang telah lama ditunggu-

tunggu. Ia menuntut jabatan khilafah melawan

khilafah Abbasiah. Dinasti Fatimiah adalah

satu-satunya Dinasti Syi`ah dalam Islam.

Dinasti ini didirikan di Tunisia pada tahun 909

M, sebagai tandingan khilafah muslim saat itu

yang berpusat di Baghdad, yaitu Bani

Abbasiyah. Keberhasilan gerakan Syi`ah tidak

dapat dilepaskan dari usaha dari utama sekte ini

yaitu Abu Abdullah al-Husayn asy-Syi`i,

seorang penduduk asli Yaman, yang menjelang

awal abad ke-9 memproklamirkan dirinya

sebagai pelopor Mahdi, dan menyebarkan

hasutan di tengah suku Berber di Afrika Utara.

Ubaydillah (909-934) membangun

pemerintahannya di Raqqadah di pinggiran

kota Kairawan. Ia membuktikan dirinya

sebagai penguasa yang paling mampu dan

berbakat. Ia memperluas kekuasaannya hampir

meliputi seluruh wilayah Afrika dari Maroko

yang dikuasai Idrisiyyah, sampai perbatasan

Mesir. Pada tahun 914 M ia menguasai

Iskandariyah, lalu mengirim seorang gubernur

baru ke Sisilia dan menjalin persahabatan

dengan pemberontak di Spanyol, Malta,

Sardinia, Corsica, Belearic dan pulau-pulau

lainnya.

Pada tahun 969 M, Mesir direbut dari penguasa

Iksidiyah. Pahlawan penting dalam penyerbuan

ini adalah Jawhar al-Shiqilli (orang Sisilia),

atau juga disebut al-Rumi (orang Yunani).

Segera setelah merebut kota Fustat, tahun 969

M, Jawhar lalu mendirikan markas baru yang

disebut al-Qahirah, menjadi ibu kota baru Bani

Fatimiyah sejak tahun 973 M. Setelah itu

Jawhar membangun Masjid Agung Al Azhar

yang dikembangkan oleh oleh Khalifah Al Aziz

menjadi universitas Islam besar.

Faktor-Faktor Pemicu Perang Salib

Pada akhir abad ke-11 kaum Nasrani mulai

mencari jalan untuk meluaskan kekuasaannya

ke Syria untuk merebut kekuasaan umat Islam

yang berada dalam keadaan lemah dan sedang

dilanda perpecahan antara beberapa suku Arab

di kawasan itu. Di bagian Barat Bani Saljuk

Turki sedang berada dalam puncak

kekuasaannya, pada awal abad ke-9 mulai

menggerogoti wilayah bagian Barat

kekhalifahan Abbasiyah dengan menguasai

berbagai wilayah mulai dari Khurasan, Persia,

Irak, Armenia, dan Asia Kecil. Kebangkitan

Bani Saljuk di Syria yang menganut aliran

Sunni menyebabkan Sultan Alp Arslan

memerintahkan merebut Palestina dari Dinasti

Fatimiyah pada tahun 1070 M. Dinasti

Fatimiyah adalah dinasti yang beraliran Syi`iah

Ismailiah. Sebagai kelompok muslim Sunni,

Bani Saljuk merasa berkewajiban melenyapkan

para pelaku bid`ah di Mesir. (Hitti: 808-811).

Di Eropa sudah lama diketahui bahwa kawasan

Timur memiliki potensi alam yang besar. Para

peziarah yang melakukan perjalanan ziarah

lewat jalan darat melalui Balkan, Anatolia, dan

Syria, atau lewat jalur laut menuju Mesir atau

Palestina. Perjalanan ini memberikan pengaruh

sehingga banyak menarik minat orang-orang

Eropa untuk mengadu nasib ke Timur. Bagi

pemimpin-pemimpin Eropa kawasan Timur

dapat dijadikan sebagai daerah koloni baru atau

imperialisme Eropa Barat. Hal ini merupakan

perwujudan kecenderungan gaya hidup

nomaden dan militeristik suku-suku Teutonik

Jerman yang telah mengubah peta Eropa sejak

mereka memasuki babak sejarah. (Hitti, 811).

Syria (Suriyah) pada hakikatnya adalah bagian

dari wilayah yang dikenal dengan Bilad asy-

Syam yang terdiri dari Irak, Yordania, Libanon,

dan Palestina. Syria dikenal sepanjang sejarah

sebagai jalur perdagangan yang amat penting

sehingga menjadi rebutan berbagai negara.

Orang-orang dari suku Quraisy secara teratur

mengadakan perjalanan dua kali setiap tahun

yaitu perjalanan pada musim dingin ke Yaman

dan musim panas ke Syam. Hal ini ditegaskan

dalam al Quran surah Quraisy “karena

kebiasaan orang Quraisy, yaitu kebiasaan

mereka bepergian pada musim dan musim

panas”.(Q.S 106:1-2)

Perang Salib secara khusus menggambarkan

reaksi orang Nasrani di Eropa terhadap muslim

di Asia yang telah menyerang dan menguasai

wilayah Nasrani sejak tahun 632 M, tidak

hanya di Syria, dan Asia Kecil tetapi juga di

320 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016

Spanyol dan Sisilia. Perusakan makam suci

milik gereja, tempat ziarah mereka.

Pemimpin-pemimpin yang ikut dalam Perang

Salib bermaksud membagi daerah-daerah yang

mereka taklukkan menjadi wilayah-wilayah

kekuasaan masing-masing. Salah satu kawasan

terpenting adalah kota suci Jerusalem. Baldwin,

raja pertama kota suci memanfaatkan

kekuasaannya untuk mengumpulkan pajak dari

daerah yang dikuasainya. Tidak jarang mereka

menggunakan cara-cara yang brutal untuk

mengumpulkan pajak. (The New Book of

Knowledge, Vol 3, p. 539)

Dalam film ‘Kingdom of Heaven' sama halnya

dengan film-film kolosal Hollywood lainnya

tidak banyak menggambarkan sifat-sifat luhur

yang dimiliki Shalah ad- Din baik secara dialog

maupun visual. Shalah ad-Din terkesan

digambarkan sebagai pemarah, dan brutal.

Sebaliknya Raja Baldwin yang kenyataannya

merupakan tokoh yang bengis digambarkan

sebagai tokoh yang cinta damai.

Film Kingdom of Heaven tidak

menggambarkan betapa brutal dan kejamnya

pasukan Salib I ketika merebut kota suci

Jerusalem tahun 1099 M. Mereka tidak hanya

membantai penduduk muslim, laki-laki,

perempuan dan anak-anak. Tetapi mereka juga

membunuh penduduk Yahudi, penganut

Nasrani Orthodox, termasuk kaum Arian suatu

sekte yang dianggap sesat oleh Paus. Masjid,

sinagog, gereja orthodox dirusak bahkan

dibakar. Pasukan Salib juga melakukan

perampokan dan penjarahan.

Berbeda dengan perlakuan pasukan Shalah ad-

Din ketika merebut kota suci Jerusalem tahun

1189 M. Ia sama sekali tidak mengganggu

penduduk setempat bahkan diberikan

kebebasan untuk melakukan ibadah mereka.

Ketika Perang merebut Tiberias, sekitar 20.000

pasukan Salib hampir seluruhnya ditaklukkan

dan hampir mati kehausan karena kehabisan

persediaan air. Dalam daftar tahanan-tahanan

Shalah ad-Din terdapat Guy de Lusignan, raja

Jerusalem berada di baris pertama yang

diperlakukan dengan baik, tetapi sebaliknya

tahanannya yang lain yaitu Reginald dari

Chatillon si perusak perdamaian, mendapatkan

perlakuan yang bebeda. Ia pernah mengganggu

sebuah kafilah ketika ia menjadi penguasa

Karak. Selain itu, ia mengganggu kafilah

selama gencatan senjata, dan merampok ketika

melewati benteng pertahanan yang berada di

bawah kekuasaannya.

Tindakannya itu merusak hubungan baik yang

telah terjalin. Selain itu, Reginald (Renaud)

menempatkan pasukan di Aylah untuk

mengusik pesisir pantai wilayah suci Hijaz, dan

merampok jemaah haji. Karena itulah, Shalah

ad-Din telah bersumpah untuk membunuh

Reginald si perusak perdamaian ini dengan

tangannya sendiri. Dan kini, tibalah saat

baginya untuk memenuhi janjinya ketika

Reginald mengambil kesempatan meminta

minuman, karena mengetahui tradisi

keramahan bangsa Arab. Tetapi Shalah tidak

mau memberikan minuman kepadanya.

Reginald membayar pengkhianatannya dengan

nyawanya sendiri. Shalah ad-Din mengambil

sebilah pedang lalu menebas kepala Reginald.

Dan adegan ini diperlihatkan secara jelas

seolah-olah ingin menggambarkan watak

Shalah ad-Din yang brutal dan sadis, dan

seolah-olah membandingkannya dengan proses

hukuman mati yang dilakukan oleh kelompok-

kelompok teroris dan kegiatannya dalam

memperlakukan sandera-sandera yang

ditawannya.

Satu-satunya dialog yang mengesankan adalah

ketika Shalah ad-Din menyatakan simpatinya

terhadap penyakit yang diderita oleh Raja

Baldwin dan berjanji akan mengirim dokter

pribadinya. Raja Guys yang ditahan telah

dibebaskan oleh Shalah ad-Din dengan syarat

ia tidak akan mengangkat senjata.

Penebusan/Pengampunan /Keselamatan

Dari sekian banyak motivasi yang terkandung

dalam The Kingdom of Heaven, motivasi yang

paling utama yang ditonjolkan adalah

penebusan dosa atau pengampunan dengan

melakukan ziarah ke kota suci Jerusalem.

Adegan awalnya menampilkan seorang pandai

besi pergi ke Jerusalem untuk mencari

pengampunan yang kemudian ikut berperan

dalam melawan seorang pahlawan Islam

Shalah ad-Din yang lebih dikenal di Barat

dengan Saladin.

Diangkat dari kisah Balian dari Ibelin yang

dihantui tindakan dosa bunuh diri istrinya

karena keguguran. Siapa sebenarnya Balian

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016 321

tidak dapat dilacak dari catatan sejarah. Dari

adegan film dapat diketahui, betapa eratnya

hubungan keluarga bangsawan pada abad

pertengahan dengan purtanya karena Godfrey

dari Bouillon merasa menyesal telah menyia-

nyiakan putranya Balian mungkin dari kata

Bouillon dari nama orang dalam bahasa Prancis

yang dilafalkan dengan Buyyon; mengetahui

bahwa pemimpin pasukan Salib Godfrey dari

Boullon adalah ayahnya sendiri Godfrey datang

untuk menjemput kembali anaknya yang sudah

lama ia tinggalkan.

Seorang pendeta yang mendengar percakapan

antara Godfrey dan putranya Balian tentang

ziarah ke Jerusalem menasihati Balian untuk

ikut ayahnya ke Jerusalem tapi menolak. Ketika

hampir meninggal ayahnya menobatkan

putranya Balian sebagai ksatria dengan pesan

agar Balian mengabdi pada Raja Jerusalem.

Balian juga kenal dengan raja Baldwin IV yang

menderita sakit lepra tapi digambarkan sebagai

seorang pemimpin yang bijak dan baik, Putri

Sibilla adik perempuan raja Baldwin IV. Guy

de Lusignan suami Sybila yang licik dan haus

darah berbeda dengan watak Raja Baldwin IV.

Reynold de Chatillon (Reginald dari Chatilon)

dalam The Kingdom of Heaven digambarkan

sebagai perusak perdamaian pemimpin yang

sadis membantai iringan karavan muslim yang

sedang melintas di padang pasir ketika ia

menjadi penguasa Karak. Lebih dari sekali ia

mengganggu kafilah semasa gencatan senjata

dan merampok mereka ketika melewati benteng

pertahanan di bawah kekuasaannya. Lebih jauh

lagi ia menempatkan pasukan di Aylah untuk

untuk mengganggu pesisir pantai wilayah suci

Hijaz dan merampok jemaah haji.

Dalam adegan the Kingdom of Heaven

digambarkan Shalah ad-Din sangat murka dan

pergi ke Karak untuk menuntut balas kematian

jemaah haji dan pembunuhan adik kandungnya

serta pelanggaran kesepakatan damai. Pangeran

Balian dari ibelin datang membawa pasukannya

untuk membantu benteng Reynold di Kerak.

Tetapi Balian dan pasukannya berhasil ditawan

namun mereka dilepaskan.

Raja Baldwim IV dengan pasukannya berhasil

membujuk Shalah ad-Din untuk membatalkan

perang dan berjanji akan menghukum Reynold

De Chatillon. Raja Baldwin IV yang menderita

kusta meninggal dunia tahun 1186 M. Sesuai

dengan tradisi monarki maka kedudukan raja

akan digantikan oleh keturunannya. Baldwin

IV memerintah sebagai raja Jerusalem dari

tahun 1174 –1185 M, ketika ia turun tahta

karena menginginkan raja Baldwin V, putra

adik kandungnya Sybilla yang masih berusia

enam tahun yang juga menderita kusta

meninggal enam bulan kemudian. (Everyman`s

Encyclopedia, vol.I Baldwin, hlm 699).

Sesuai dengan gaya film Holywood yang tidak

terlepas dari unsur hiburan, dalam film the

Kingdom of Heaven Pangeran Balian ditawari

untuk menikahi Putri Sibylla, bahkan terdapat

adegan Balian berselingkuh. Tapi Balian

menolak, sehingga akhirnya Guy du Lusignan

menikahi Putri Sibylla.

Dalam peristiwa selanjutnya Guy de Lusignan

yang telah menjadi Raja Jerusalem tidak

menepati kesepakatan yang telah dibuat Raja

Baldwin IV untuk menghukum Reynod de

Chatillon. Bahkan Guy de Lusignan yang gila

perang membebaskan Reynold de Chatillon dan

lebih gila lagi ia menyuruh Reynold (Reginlad)

membunuh adik perempuan Shalah ad-Din

dengan demikian ia telah melanggar

kesepakatan damai dengan Shalah ad-Din.

Shalah ad-din menyatakan perang dan Guy de

Lusignan berniat menyambut langsung

serangan Shalah ad-Din meski telah

diperingatkan Balian konsekwensi perang di

padang pasir menghadapi pasukan Shalah ad-

Din karena mereka akan menderita kalah

karena kekurangan air. Guy tidak mau

menerima peringatan Balian dan terus

membawa pasukannya untuk menghadang

pasukan Shalah ad-Din. Pasukan Guy de

Lusignan dengan mudah dilimpuhkan dalam

Perang yang menentukan yang dikenal dengan

nama Perang Hattin yang terjadi pada tanggal

3-4 Juli 1187 M.

Perang ini dimulai pada hari Jumat, hari

beribadah dan hari favorit Shalah ad-Din untuk

memulai perang. Hari yang menyedihkan bagi

tentara Franka. Dari sekitar 20 ribu tentara

hampir seluruhnya ditundukkan oleh pasukan

Shalah ad-Din, dan sebagiannya lagi mati

kehausan, atau kepanasan. Dalam daftar Shalah

ad-Din, Guy de Lusignan raja Jerusalem berada

di baris pertama. Shalah ad-Din raja yang

322 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016

terkenal peramah ini memperlakukan tahanan

yang terhormat dengan baik, tetapi sebaliknya

tahanan yang lain yaitu Reynold (Reginald)

dari Chatillon si perusak perdamaian,

mendapatkan perlakuan yang berbeda.

Shalah ad-Din melaksanakan sumpah yang

telah diikrarkannya untuk membunuh perusak

perdamaian ini dengan tangannya sendiri. Dan

kini tiba saatnya baginya untuk memenuhi

janjinya itu. Reynold mengambil kesempatan,

karena mengetahui tradisi keramahan bangsa

Arab dengan meminta air minum dari tenda

penahannya. Sayangnya, Shalah ad-Din tidak

mau memberikan minuman kepadanya.

Akhirnya, Reynold membayar

pengkhianatannya dengan nyawanya sendiri,

Dalam film The Kingdom of Heaven, Shalah

ad- Din ditampilkan dengan tenang mengambil

pedang dan menebas kepala Reynold.

Termasuk yang dieksekusi mati di depan umum

seluruh ksatria gereja dan pasukan elit Kristen.

(Hitti, The History of Arabs, hlm 826-827).

Dan taget berikutnya dari adegan Film The

Kingdom of Heaven menampilkan peperangan

untuk merebut Jerusalem dengan menampilkan

Balian yang bertekad mempertahankan

Jerusalem dari serangan pasukan Shalah ad-Din

yang menggunakan pelontar api. Shalah ad-Din

sebagai seorang pecinta damai menawarkan

kesepakatan damai, dengan menyerahkan kota

suci Jerusalem. Pemeluk Kristen dijamin

keselamatannya. Kembali pada pesan film The

Kingdom of Heaven Pasukan Islamlah yang

mengajak kesepakatan damai sehingga tak

perlu menempuh jalan perang, namun seperti

digambarkan film The Kingdom of Heaven ego

dan kerakusan manusia selalu saja

menghambat, keteladanan Shalah ad-Din dan

Pangeran Balian dua contoh pahlawan teladan

hingga saat ini masalah Jerusalem tetap jadi

masalah dunia.

Shalah ad-din digambarkan dalam film The

Kingdom of Heaven selalu menjaga etika

perang dan mendorong toleransi, serta

melindungi hak asasi manusia tetapi beberapa

pimpinan Pasukan Salib seperti digambarkan

justru memperlihatkan tentara yang haus darah

suka perang dan tidak kenal belas kasihan.

Ketika pasukan Salib berhasil merebut

Jeruslem dalam perang Salib I pada tahun

1099 M, mereka membantai habis penduduk,

tidak hanya muslim tetapi juga Nasrani

orthodox, kaum Arian dan sekte lain yang

dianggap sesat oleh Paus. Bangunan untuk

ibadah seperti masjid, sinagog, gereja orthodox,

dan perpustakaan habis dijarah. Mereka juga

melakukan perkosaaan dan pembunuhan;

ratusan ribu wanita, anak-anak, dan orang tua

menjadi korban.

Ketika salahuddin merebut Jerusalem tahun

1187 M, tidak ada pembunuhan terhadap kaum

Nasrani; mengapa karena memegang teguh

etika Islam yaitu:

1. seorang Muslim hanya berperang jika

diserang, bila ada orang Islam di wilayah

non-Islam ditindas, lihat Qur’an Surat al-

Baqarah ayat 190.

2. tidak boleh melampaui batas, tidak boleh

membunuh musuh yang tidak berdaya,

merusak mayat, merampok dan merusak

tempat ibadah, membunuh ternak kecuali

untuk dimakan kini banyak negara muslim

yang berdiam diri saja melihat saudara-

saudara seiman ditindas.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kingdom of Heaven merupakan film yang

digarap oleh industri perfilman Hollywood,

situasi di Palestina yang belum juga

memperoleh titik damai antara Palestina dan

Israel, hemat kami menjadi titik awal mengapa

Hollywood mencoba mengkritisinya ke dalam

sebuah film, untuk mengingatkan kembali akan

sebuah jalan sejarah yang pernah ditempuh

oleh Palestina di mana permasalahan saat itu

tidak jauh berbeda dengan situasi hari ini, di

mana sering terjadi pelanggaran terhadap

gencatan senjata, krisis kemanusiaan dan HAM

(Hak Asasi Manusia).

Tim peneliti mencoba memberikan tambahan

dan juga analisis kritis dari film “Kingdom of

Heaven” yang diharapkan dapat dijadikan

bahan kajian guna terciptanya rekayasa sosial

dari tatanan baru yang damai di bumi Palestina.

Penelitian ini terbatas pada analisis pranata

masyarakat yang dapat memberikan

sumbangsih guna mendukung dalam

memberikan gambaran yang utuh akan

rekayasa sosial yang diharapkan dapat

diimplementasikan demi terciptanya Yerusalem

yang damai.

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016 323

Kami mengapresiasi Hollywood yang telah

memproduksi Film ini, meskipun kami rasa

belum cukup valid dan masih sangat timpang di

dalam menggambarkan tokoh-tokoh yang

terlibat, khususnya terhadap tokoh Salahuddin

yang banyak memberikan pembelajaran

berharga untuk umat Islam dan Eropa pra

renaisans, dari hasil analisa kami, masih sangat

minim dan tidak banyak memberikan dorongan

bagi penonton untuk dapat menjadikannya figur

yang dapat ditiru sebagai contoh.

Figur Shalahuddin yang tidak ditemukan atau

masih sangat minim digambarkan dalam film

ini adalah sikap ramah terhadap musuh,

menepati janji, mengutamakan jalan damai,

tidak mengusik kepercayaan lain (Kristen,

Yahudi, dll) bahkan melindungi tempat ibadah

dan jiwa mereka melalui jaminan seorang

pemimpin, upaya salahuddin dalam

meyakinkan kaum muslimin untuk kembali

berjihad merebut tanah Palestina, prinsip-

prinsip perang Islam yang dipegang teguh oleh

Salahuddin yang dikemudian hari menjadi

inspirasi bagi dunia dalam membuat Palang

Merah Internasional, Hukum Perang

Internasional, Kode Etik Prajurit, dll.

Industri perfilman hendaknya dapat lebih

mengeksplor lagi sumber-sumber sejarah yang

digunakan sebagai dasar pembuatan sebuah

film non-fiksi, sehingga penonton dapat

mengambil manfaat yang sebesar-besarnya

setelah menyaksikan film tersebut. Film hari ini

menjadi media yang sangat potensial dalam

menyampaikan sebuah pesan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Al-Omari, Jehad. (2008). Understanding

the Arabic Culture. Oxford: Spring Hill

Road.

[2] Amstrong, Karen. (2003). Perang Suci.

Jakarta: Serambi.

[3] Aziz Abdul. (2011). Chiefdom Madinah.

Jakarta: Alvabet.

[4] Barakat, Halim. (1993). The Arab World:

Society, Culture, and State. Los Angeles:

University of California Press.

[5] Daftari, Farhad. (2011). Tradisi-tradisi

Intelektual Islam. Jakarta: Erlangga.

[6] Farukh, Umar. (1996). Al-‘Arab Wa Al-

Islam Fi Al-Haudl Asy-Syarqi Min Al-

Bahr Al-Abyad Al-Mutawassitah. Beirut:

Dar Al-Kutub.

[7] Fuad, Dr. Fokky, Jumanta Hamdayana,

M. Si, Heri Herdiawanto, S. Pd., M. Si.

Pancasila, Suatu Analisis Yuridis,

Historis dan Filosofis.2012. Jakarta:

Hartomo Media Pustaka

[8] Fromkin, David. (1989). A Peace to End

All Peace: The Fall of the Ottoman

Empire and the Creation of the Modern

Middle East. New York: Owl.

[9] Hasan, Hasan Ibrahim, 2006 Sejarah dan

Kebudayaan Islam, diterjemahkan dari

tarikh al- Islam as-siyasi watsaqaf

[10] Hillenbrand, Carole, 2015 Perang Salib,

Sudut Pandang Islam, diterjemahkan

dari The Crusade Islamic Perspectives,

oleh Heryadi

[11] Hitti, Philip K.. 2006. History of Arabs.

Penerjemah: R. Cecep Lukman Yasin

dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta:

Serambi.

[12] Hitti, Philip K. (2010). History of the

Arabs. Jakarta: Serambi.

[13] Hosein, Imran N. (1996). The Caliphate

the Hejaz and the Saudi-Wahabi Nation

State. New York: Darul Quran Press.

[14] Ibrahim, Qasim A., Saleh, Muhammad

A. (2014). Al-Mausu`ah al-Muyassarah

fi al-Tarikh al-Islami. Jakarta: Zaman.

[15] Koentjaraningrat, Prof. Dr. Pengantar

Ilmu Antropologi.2009. Jakarta: Rineka

Cipta.

[16] Lapidus, Ira M. 1999. Sejarah Sosial

Ummat Islam, bagian kesatu dan kedua,

diterjemahkan dari A Hitory of Islamic

Societies

[17] Maryam, Siti. (2009). Sejarah

Peradaban Islam Dari Masa Klasik

Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI.

[18] M.E, Yapp. (1987). Making of the

Modern Near East 1792–1923. Harlow:

Longman.

[19] Morris, Benny. (1999). Righteous

Victims: A History of the Zionist-Arab

Conflict 1881-2001. New York: Vintage

Book.

[20] Nata, Abuddin. (2004). Sejarah

Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafika

Persada.

[21] Patai, Raphael. (2002). The Arab Mind.

New York: Hatherleigh Press.

[22] Qardhawi, Yusuf, et.al. (1990). Al-

Shahwatul Islamiyah: Ru’yatu

324 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol .3, No. 4, September 2016

Nuqodiyatu minal Daakhili. Cairo: Al-

Nasyir.

[23] Rogan, Eugene. (2015). The Fall of the

Ottomans: The Great War in the Middle

East 1914-1920. London: Penguin

Books.

[24] Sadiki, Larbi. (2015). Handbook of the

Arab Spring: Rethinking

Democratization. London: Routledge.

[25] Sarwono, Sarlito W. Pengantar Umum

Psikologi.2003.Jakarta: Bulan Bintang.

[26] Taufiqulhadi. (2000). Satu Kota Tiga

Tuhan. Jakarta: Paramadina.

[27] The New Book Of Knowledge, 1977

[28] Tilaar, Prof. Dr. H. A. R., dkk. Dimensi-

dimensi HAM Dalam Kurikulum

Persekolahan Indonesia.2001.Bandung :

PT. Alumni

[29] Toynbee, Arnold. (1976). Mankind and

Mother Earth: A Narrative History of the

World. Oxford: Oxford University Press.

[30] Vasko, Peter V. (1990). Pilgrimage

Journey in Holy Land. Jerusalem: Mount

of Olive Press.

[31] Varisco, Daniel Martin. (1995).

Metaphors and Sacred History: The

Genealogy of Muhammad and the Arab

Tribe. Anthropological Quarterly.

Washington D.C: George Washington

University Institute for Ethnographic

Research.

[32] Walker, Christopher J. Islam and the

West, a Dissonant Harmony of

Civilisations, Sutton Publishing tanpa

tahun

[33] Zhao-xi, J. I. N. G. (2007). On Spice

Trade of Sea Route Between the Tang

Dynasty and Arabian Empire. Journal of

the Second Northwest University for

Nationalities (Philosophy and Social

Science) Vol. V.

[34] Film “Kingdom of Heaven”

http://www.nonton.mobi/kingdom-of-

heaven/ ( Diunduh Pada 08 Oktober

2015 pukul 22:30.)


Recommended