+ All Categories
Home > Documents > Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Date post: 07-Jul-2016
Category:
Upload: ahmad-syaifuddin
View: 246 times
Download: 18 times
Share this document with a friend
Description:
Download Fullpapers Jpkk27c2def691full
13
Gambaran Health Belief Model pada Individu yang Memilih dan Menjalani Pengobatan Tradisional Sangkal Putung Aditya Pradana Afif Kurniawan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract. This study aimed to described the health belief model on individuals who chose and underwent traditional medicine, Sangkal Putung. Health belief model was a model to describe individual’s health belief. Health belief model consists of 5 dimensions, perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, perceived barriers and cues to action. This study involved 2 respondents who chose and underwent Sangkal putung medicine in Sidoarjo. This study used qualitative approach with instrumental case study method. This sudy used interview to collected data and use thematic data analysis based on theory driven to analize data. From this study we can understand that all respondents felt vulnerable to threat when the fracture occured, they also felt vulnerable to threat when the fracture not treated immediately, but all of them didn’t felt vulnarable if an incorrect procedure happen when they underwent Sangkal putung medicine. All of respondent considered the benefits than barriers when they chose and underwent Sangkal putung medicine. The environtment, fear to medical procedure, costs, therapist, and the result of traditional medicine also be a stimulus for them to chose and underwent Sangkal putung medicine, they still use Sangkal putung because they felt the benefits and profit. Keywords: Health belief model; Sangkal putung; Fracture Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan health belief model pada individu yang memilih dan menjalani pengobatan tradsional, Sangkal putung. Health belief model adalah model yang menggambarkan kepercayaan individu terhadap hidup sehat. Health belief model terdiri dari 5 dimensi, yaitu perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, perceived barriers and cues to action. Penelitian ini menggunakan 2 responden yang memilih dan menjalani pengobatan Sangkal putung di Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus instrumental. Penelitian ini menggunakan wawancara untuk mengumpulkan data dan analisis tematik berdasarkan theory driven untuk menganalisa data. Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa seluruh responden merasa rentan mengalami ancaman ketika fraktur terjadi, mereka juga merasa rentan terhadap suatu ancaman ketika fraktur tidak segera ditangani, namun seluruh responden tidak merasa rentan mngalami kesalahan penanganan ketika memilih dan menjalani pengobatan di Sangkal putung. Seluruh responden lebih mempertimbangkan manfaat dibandingkan dengan rintangan ketika memilih dan menjalani pengobatan di Sangkal putung. Lingkungan, ketakutan terhadap metode pengobatan secara medis, biaya, terapis, dan hasil dari pengobatan tradisional menjadi stimulus Korespondensi: Aditya Pradana, e-mail: [email protected] Afif Kurnawan, e-mail: afi[email protected] Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Airlangga No. 4-6 Surabaya, 60286 Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 04 No. 3, Desember 2015 144
Transcript
Page 1: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Gambaran Health Belief Model pada Individu yang Memilih dan Menjalani Pengobatan Tradisional Sangkal Putung

Aditya PradanaAfif KurniawanFakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

Abstract.This study aimed to described the health belief model on individuals who chose and underwent traditional medicine, Sangkal Putung. Health belief model was a model to describe individual’s health belief. Health belief model consists of 5 dimensions, perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, perceived barriers and cues to action. This study involved 2 respondents who chose and underwent Sangkal putung medicine in Sidoarjo. This study used qualitative approach with instrumental case study method. This sudy used interview to collected data and use thematic data analysis based on theory driven to analize data. From this study we can understand that all respondents felt vulnerable to threat when the fracture occured, they also felt vulnerable to threat when the fracture not treated immediately, but all of them didn’t felt vulnarable if an incorrect procedure happen when they underwent Sangkal putung medicine. All of respondent considered the benefits than barriers when they chose and underwent Sangkal putung medicine. The environtment, fear to medical procedure, costs, therapist, and the result of traditional medicine also be a stimulus for them to chose and underwent Sangkal putung medicine, they still use Sangkal putung because they felt the benefits and profit.

Keywords: Health belief model; Sangkal putung; Fracture

Abstrak.Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan health belief model pada individu yang memilih dan menjalani pengobatan tradsional, Sangkal putung. Health belief model adalah model yang menggambarkan kepercayaan individu terhadap hidup sehat. Health belief model terdiri dari 5 dimensi, yaitu perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, perceived barriers and cues to action. Penelitian ini menggunakan 2 responden yang memilih dan menjalani pengobatan Sangkal putung di Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus instrumental. Penelitian ini menggunakan wawancara untuk mengumpulkan data dan analisis tematik berdasarkan theory driven untuk menganalisa data. Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa seluruh responden merasa rentan mengalami ancaman ketika fraktur terjadi, mereka juga merasa rentan terhadap suatu ancaman ketika fraktur tidak segera ditangani, namun seluruh responden tidak merasa rentan mngalami kesalahan penanganan ketika memilih dan menjalani pengobatan di Sangkal putung. Seluruh responden lebih mempertimbangkan manfaat dibandingkan dengan rintangan ketika memilih dan menjalani pengobatan di Sangkal putung. Lingkungan, ketakutan terhadap metode pengobatan secara medis, biaya, terapis, dan hasil dari pengobatan tradisional menjadi stimulus

Korespondensi: Aditya Pradana, e-mail: [email protected] Kurnawan, e-mail: [email protected] Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Airlangga No. 4-6 Surabaya, 60286

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

144

Page 2: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

Aditya Pradana, Afif Kurniawan

145

bagi seluruh responden untuk memilih dan menjalani pengobatan di Sangkal putung, mereka tetap menggunakan Sangkal putung karena mereka merasakan manfaat dan keuntungan pengobatan.

Kata kunci: Health belief model; Sangkal putung; Fraktur

PENDAHULUAN

Kecelakaan yang terjadi di Indonesia mengalami peningkatan jumlah setiap tahun. Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik, terjadi 66.488 kasus kecelakaan pada tahun 2010, kemudian mengalami peningkatan menjadi 208.696 kasus pada tahun 2011, 117.949 kasus pada tahun 2012, dan 100.106 kasus pada tahun 2013 (BPS, 2015). Kecelakaan yang terjadi pada individu dapat mengakibatkan individu mengalami fraktur. Dr. Sahudi, Sp.B(k) mengatakan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab fraktur, bahkan lebih dari 50% fraktur yang terjadi pada wajah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (FK Unair, 2014). Fraktur adalah kondisi diskontinuitas yang terjadi pada tulang, yang dapat bersifat sebagian atau keseluruhan (Chairuin, 1998 dalam Muttaqin, 2008). Fraktur tidak hanya disebabkan oleh kecelakaan, namun fraktur juga dapat disebkan oleh kondisi patologis tulang (Corwin, 2009). Kondisi patologis yang dapat menyebabkan fraktur adalah osteoporosis, sebab pada penderita osteoporosis terjadi pengurangan massa tulang, akibatnya tulang menjadi rapuh dan akan mengalami fraktur saat mengalami benturan (Wirakusumah, 2007). Fraktur juga dapat terjadi akibat cedera pada tulang saat melakukan olahraga, cedera tersebut terjadi akibat benturan jangka panjang yang berlebihan (fraktur stres) (Southam dkk, 2010).

Fraktur yang terjadi pada individu menyebabkan sel tulang mati dan pendarahan disekitar lokasi yang mengalami fraktur dan

dapat masuk ke jaringan lunak disekitar area fraktur, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tersebut (Corwin, 2009). Fraktur juga dapat menimbulkan dampak psikologis pada individu, yaitu depresi, kecemasan, frustasi, dan kelelahan (McPhail dkk, 2012). Karena fraktur dapat mengakibatkan dampak fisiologis maupun psikologis, maka diperlukan penatalaksanaan untuk menangani fraktur yang dialami oleh individu. Penatalaksanaan fraktur dapat dilakukan secara medis maupun dengan pengobatan tradisional.

Penatalaksanaan fraktur secara medis dapat dilakukan dengan imoblisasi untuk meminimalisasi kerusakan. Intervensi pada fraktur dibutuhkan untuk menatalaksana fraktur yang terjadi pada individu, intervensi dapat dilakukan dengan pembedahan atau tanpa pembedahan (Corwin, 2009). Fraktur juga dapat ditatalaksana dengan menggunakan pengobatan tradisional. penatalaksanaan fraktur secara tradisional di Nigeria bagian selatan dilakukan oleh traditional bone setter (TBS) dengan menggunakan ramuan herbal, bebat, dan kayu, bahkan ada TBS yang memberikan obat anti tetanus dan antibiotik dengan dibantu oleh perawat (Bassey dkk, 2009). Di Indonesia, pengobatan tradisional fraktur dilakukan dengan berbagai macam metode, di Kabupeten Barru, pengobatan tradisional fraktur dilakukan dengan cara membilas dengan air atau minyak yang telah diberi mantra, bahkan ada pengobatan tradisional fraktur disana yang menggunakan bantuan medis untuk menangani fraktur dengan luka terbuka. Di Sidoarjo dan Pasuruan, pengobatan tradisional

Page 3: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

Gambaran Health Belief Model pada Individu yang Memlih dan Menjalani Pengobatan Tradisional Sangkal Putung

146

fraktur dilakukan dengan menggunakan minyak atau lotion, kemudian terapis akan menekan, mengurut, dan menarik bagian yang mengalami fraktur (Notosiswoyo dkk, 2001).

Penatakaksanaan fraktur dengan menggunakan pengobatan tradisional masih digunakan di beberapa negara, salah satu pengguna pengobatan tradisional fraktur adalah masyarakat yang berada di Afrika. Faktanya di Sub Saharan Afrika, sebanyak 80% lebih penduduknya menggunakan pengobatan tradisional dalam mengobati sakit yang dideritanya, salah satu pengobatan tradisional yang menjadi pilihan masyarakat disana adalah pengobatan tradisional fraktur, yang dikenal juga dengan sebutan TBS (Bannerman dkk, 1993 dalam Callistus dkk, 2013), salah satu penduduk yang masih menggunakan TBS untuk mengobati fraktur adalah penduduk yang bertempat tinggal di Ghana, fakta ini terlihat dari presentase individu yang berobat ke TBS di Ghana, yaitu sekitar 78% penduduk (Marcel dkk, 2007 dalam Callistus dkk, 2013). Penduduk di Nigeria juga masih menjadikan TBS sebagai pengobatan untuk menangani fraktur, fakta tersebut terlihat dari presentase penduduk Nigeria yang berobat ke TBS sebanyak 90% dari jumlah penduduknya (Bassey dkk, 2oo9).

Di Indonesia, pengobatan tradisional masih dijadikan salah satu pilihan oleh penduduknya. Fakta yang diperoleh dari survey ekonomi nasional pada tahun 2001 menghadirkan fakta, bahwa 9,8% penduduk Indonesia masih menggunakan pengobatan tradisional (Depkes, 2012), salah satunya adalah pengobatan tradisional fraktur (Notosiswoyo, 2001). Pengobatan tradisional fraktur menjadi pilihan utama masyarakat dalam menangani fraktur (Handayani dkk, 2001 dalam Wahyudiputra, 2015). Berdasarkan jumlah kasus fraktur di RSUP HAM, Medan selama Januari 2005 hingga Maret 2007, terdapat 463 kasus fraktur yang datang sebelum melewati

satu minggu setelah terjadi fraktur, dari jumlah tersebut hanya 45,5% kasus yang ditangani di RSUP HAM, Medan, sedangkan 54,5% kasus hanya datang untuk melakukan foto rongent saja, fakta tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat masih mempercayakan penanganan fraktur pada pengobatan tradisional fraktur (Moesbar, 2007). Masyarakat di Bali juga masih menggunakan pengobatan tradisional fraktur, bahkan jumlah pasien disalah satu tempat pengobatan tradisional fraktur yang ada di Bali mencapai 925 pasien selama periode Oktober hingga Desember 2013 (Sudaryanti, 2014). Di Sidoarjo, pengobatan tradisional fraktur dikenal dengan nama Sangkal putung. Sangkal putung juga masih menjadi pilihan bagi individu untuk mengobati fraktur, bahkan pasien di Sangkal putung dapat mencapai 150 – 160 pasien pada sabtu malam (Radar Sidoarjo, 2010). Berdasarkan berbagai fakta tersebut dapat diketahui bahwa pengobatan tradsional fraktur masih menjadi pilihan masyarakat di Indonesia.

Keputusan individu dalam memilih dan menjalani pengobatan tradisional fraktur untuk menangani fraktur dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Masyarakat Ghana memilih pengobatan tradisional fraktur karena akses ke pengobatan modern sulit, permasalahan biaya, ketakutan terhadap amputasi, dan adanya keyakinan tentang campur tangan hal ghaib pada setiap kecelakaan atau penyakit yang terjadi (Callistus dkk, 2013). Keputusan individu untuk memilih pengobatan tradisional fraktur di Nigeria bagian selatan dilatarbelakangi oleh biaya pengobatan tradisional fraktur yang lebih murah, kesembuhan yang dirasa cepat, serta adanya ketakutan dan anggapan yang tdak baik terhadap pengobatan secara medis (Ogunlusi dkk, 2007 dalam Bassey dkk, 2009). Berdasarkan review beberapa penelitian tentang pengobatan tradisional fraktur yang ada di Indonesia, didapatkan fakta bahwa individu

Page 4: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

Aditya Pradana, Afif Kurniawan

147

berobat ke pengobatan tradisional fraktur karena adanya anggapan bahwa pengobatan tradisional fraktur dapat memberikan kesembuhan dengan cepat, biaya yang dibutuhkan lebih murah, jarak yang dekat dibandingkan Rumah sakit, metode pengobatannya tidak menakutkan seperti di Rumah sakit, sebab beberapa individu memiliki pengalaman buruk dengan perawatan di Rumah sakit, dan adanya kepercayaan supranatural dalam pengobatan tradsional fraktur (Notosiswoyo dkk, 2001). Masyarakat yang berobat di pengobatan tradisional fraktur di Bali memilih pengobatan tradisional fraktur karena adanya kecemasan untuk menjalani pengobatan di Rumah sakit, biaya yang dibutuhkan murah, serta kurangnya pengetahuan individu tentang resiko menjalani pengobatan tradisional fraktur (Sudaryanti dkk, 2014). Di Sidoarjo, Jawa Timur, keputusan individu untuk berobat ke pengobatan tradisional fraktur juga dilatarbelakangi oleh tingkat pengetahuan individu (Santiasari, 2013).

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, peneliti berasumsi bahwa individu berobat ke pengobatan tradisional fraktur dilatarbelakangi adanya anggapan bahwa pengobatan tradisional fraktur dapat memberikan kesembuhan dengan cepat, dan adanya kecemasan individu untuk menjalani pengobatan secara medis, yang diasumsikan merupakan faktor karakteristik psikologis. Peneliti juga berasumsi bahwa individu memilih pengobatan tradisional fraktur karena biaya yang dibutuhkan relatif murah, yang dapat dikategorikan dalam faktor demografis.

Pengobatan tradisional fraktur yang selama ini digunakan masyarakat tidak hanya menyembuhkan fraktur yang dialami individu, namun apabila terjadi kesalahan penanganan akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang disebabkan oleh kesalahan penanganan pada pengobatan tradisional fraktur masih terjadi di Ghana bagian utara, fakta tersebut

dapat diketahui melalui penelitian yang meneliti tentang komplikasi yang terjadi setelah berobat ke pengobatan tradisional fraktur (Callistus dkk, 2013).

Di Indonesia, kesalahan penanganan pada saat berobat ke pengobatan tradisional fraktur juga masih terjadi. Selama 1 Januari 2012 hingga 31 Desember 2013, jumlah individu yang mengalami kesalahan penanganan dan berobat ke RSUD Abdoer Rahem, Situbondo berjumlah 26 Pasien (Wahyudiputra, 2015). Berdasarkan hasil kajian penanganan fraktur pada pengobatan tradisional fraktur di Minahasa, ditemukan fakta bahwa masih terjadi kesalahan penanganan yang terjadi akibat berobat di pengobatan tradisional fraktur (Umboh dkk, 1997 dalam Notosiswoyo, 2001). Kasus kesalahan penanganan pada saat individu berobat di pengobatan tradisional fraktur juga masih terjadi di beberapa tempat lainnya selain di Situbondo dan Minahasa. Kesalahan penanganan akibat berobat di pengobatan tradisional fraktur juga masih ditemukan di di Kabupaten Barru, Cimande, Bekasi, Kediri, Paiton, dan Karanganyar

(Mulyono, 1993, Mulyono 1999 dalam Notosiswoyo, 2001).

Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti, dapat diketahui bahwa kesalahan penanganan pada saat berobat di Pengobatan tradisional juga masih terjadi di Surabaya, Jawa Timur. Peneliti melakukan wawancara awal dengan cucu dari individu yang mengalami kesalahan penanganan setelah berobat di Sangkal putung sebagai narasumber, hasilnya narasumber tersebut mengatakan bahwa neneknya mengalami kesalahan penanganan setelah berobat di pengobatan tradisional fraktur.

“Nenek mertua saya mengalami fraktur dan sempat berobat di pengobatan tradisional Sangkal putung, setelah berobat beliau tidak kunjung sembuh, bahkan setelah dilakukan foto rongent, dapat diketahui bahwa fraktur yang

Page 5: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

Gambaran Health Belief Model pada Individu yang Memlih dan Menjalani Pengobatan Tradisional Sangkal Putung

148

diderita oleh beliau semakin parah kondisinya” (AK, 12 Agustus 2015).

Berdasarkan berbagai fakta tersebut dapat diketahui bahwa kesalahan penanganan pada saat menjalani pengobatan tradisional fraktur masih terjadi di beberapa negara, bahkan di Indonesia kasus kesalahan penanganan pada saat berobat di pengobatan tradisonal fraktur juga masih terjadi, walaupun terdapat fakta tersebut namun masih ada individu yang menggunakan jasa pengobatan tradisional fraktur untuk menyembuhkan fraktur yang dialaminya, bahkan di Sidoarjo, Jawa Timur, pengguna pengobatan tradisional fraktur (Sangkal putung) dapat mencapai 150 – 160 pasien pada saat sabtu malam (Radar Sidoarjo, 2010).

Perilaku individu dalam memilih pengobatan tradisional fraktur untuk menangani fraktur yang terjadi padanya dapat dijelaskan melalui pendekatan health belief model, seperti yang dilakukan dalam penelitian yang meneliti tentang “faktor – faktor yang melatarbelakangi pasien patah tulang berobat ke pengobatan ahli tulang di Sumedang” (Kurnia dkk, 2012).

Berdasarkan fakta yang telah diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran health belief model pada individu yang memilih dan menjalani pengobatan tradisional Sangkal putung di Sidoarjo, padahal terdapat fakta bahwa di lokasi lain masih terjadi kesalahan penanganan pada saat menjalani pengobatan tradisional fraktur, namun di Sangkal putung yang ada di Sidoarjo, Jawa Timur, pasien yang berobat dapat mencapai 150 – 160 pasien pada sabtu malam (Radar Sidoarjo, 2010).

Health belief model digunakan oleh peneliti karena health belief model merupakan teori perilaku yang paling berpengaruh dalam menjelaskan mengapa individu melakukan perilaku hidup sehat (Hochbaum, 1958; Rosenstock, 1996 dalam Taylor 1999). Health belief model tidak hanya menjelaskan begaimana perilaku sehat dilakukan

individu, health belief model juga dapat digunakan untuk menjelaskan perubahan perilaku hidup sehat pada individu (Taylor, 1999). Penggunaan health belief model untuk menjelaskan bagaimana individu berperilaku hidup sehat juga digunakan dalam beberapa penelitian, diantaranya adalah penelitian yang meneliti tentang “breast self examination” pada imigran Thailand (Jirojwong, 2002), dan “The role of self-efficacy in dental patients’ brushing and flossing: testing an extended health belief model” (Buglar dkk, 2010).

Alasan lain yang melatarbelakangi peneliti menggunakan health belief model untuk menjelaskan bagaimana individu memilih dan menjalani pengobatan tradisional fraktur adalah adanya asumsi berdasarkan berbagai penelitian yang telah diuraikan, bahwa kondisi demografis dan karakteristik psikologis turut menjadi alasan individu untuk berobat di pengobatan tradisional fraktur. Peneliti menggunakan health belief model karena kondisi demografis merupakan faktor yang mempengaruhi health belief model individu (Rosenstock, 1974 dalam Conner & Norman, 2003), selain itu katakteristik psikologis juga mempengaruhi health belief model individu (Conner & Norman, 2003), sehingga individu melakukan perilaku hidup sehat, yang dalam penelitian ini adalah perilaku memilih dan menjalani pengobatan di Sangkal putung yang ada di Sidoarjo, Jawa Timur.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe studi kasus instrumental yang dilakukan untuk memaham suatu isu dengan lebih baik, dan bertujuan untuk mengembangkan atau memperhalus teori yang sudah ada (Poerwandari, 2007). Studi kasus instrunmental digunakan dalam penelitian ini agar peneliti dapat memahami secara lebih baik tentang bagaimana gambaran health belief model pada individu yang

Page 6: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

Aditya Pradana, Afif Kurniawan

149

memilih dan menjalani pengobatan di Sangkal putung yang ada di Sidoarjo, Jawa Timur.

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah gambaran health belief model pada individu yang memilih dan menjalani pengobatan di Sangkal putung. Health belief model adalah suatu model yang digunakan untuk menggambarkan keyakinan individu terhadap perilaku hidup sehat, yang dapat berupa perilaku pencegahan maupun pemilihan pemilihan fasilitas kesehatan (Becker dkk, 1977 dalam Conner & Norman, 2003). Health belief model terdiri dari 4 konstruk inti yaitu perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, dan perceived barriers, seiring dengan perkembangannya ditambahkan 2 konstruk baru yatu health motivation dan cues to action, namun health motivation belum memiliki definisi yang jelas (Becker dkk, 1977 dalam Conner & Norman, 2003), sehingga dalam penelitian ini health motivation tidak digunakan.

Responden dalam penelitian ini ditentukan dengan cara purposif, responden dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria yang sesuai dengan tujuan penelitian (Poerwandari, 2007). Kriteria responden dalam penelitian ini antara lain adalah pria atau wanita, berusia 12 – 59 tahun, mengalami fraktur, sedang melakukan/dalam pengobatan tradisional fraktur, bersedia terlibat dalam penelitian, yang dibuktikan dengan pengisian informed consent.

Penelitian ini berlokasi disalah satu Sangkal putung yang berlokasi di desa Sumput, Sidoarjo, Jawa Timur. Peneliti memilih lokasi

tersebut karena terdapat fakta bahwa pasien yang berobat disana dapat mencapa 150 – 160 pasien pada saat sabtu malam (Radar Sidoarjo, 2010). Penggalian data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan wawancara terstandar terbuka. Peneliti membuat pedoman wawancara secara terperinci dan detil dengan pertanyaan yang dijabarkan pada setiap kalimat. Peneliti melakukan wawancara kepada responden dengan sekuensi yang tercantum dan menggunakan cara yang sama dalam mewawancarai responden lainnya (Patton, 1990 dalam Poerwandari, 2007). Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan significant others untuk memperkaya data penelitian serta membandingkan data yang diperoleh dari responden (Zulfikar & Budiantara, 2o12).

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tematik, yang dilakukan dengan mengkode data hingga menghasilkan daftar tema, model tema, indikator kompleks, kualifikasi yang berhubungan dengan tema, dan segala sesuatu yang berkatan (Poerwandari, 2007). Analisis tematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tematik berdasarkan pendekatan theory driven, dengan melakukan formulasi pada bukti yang mendukung teori yang digunakan (Boyatzis, 1998 dalam Poerwandari, 2007). Kredibilitas penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data, yang mengacu pada penggunaan data yang berbeda (Patton, 1990 dalam Poerwandari, 2007).

Page 7: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

Gambaran Health Belief Model pada Individu yang Memlih dan Menjalani Pengobatan Tradisional Sangkal Putung

150

Tabel 2. Hasil penelitianResponden 1 Responden 2

Perceived susceptibility Mengetahui kejadian yang rentan menyebabkan fraktur, mengetahui kerentanan dampak fraktur apabila terjadi dan terlambat ditangani, dan mengetahui kerentanan terjadi kesalahan penanganan di Sangkal putung, namun tidak merasa rentan mengalami kesalahan penanganan

Mengetahui kejadian yang rentan menyebabkan fraktur namun ia tidak cemas saat mengalami fraktur, mengetahui kerentanan suatu dampak saat mengalami fraktur dan saat fraktur terlambat ditangani, namun responden 2 tidak rentan mengalami kesalahan penanganan saat berobat di Sangkal putung

Perceived severity Mengetahui keseriusan dampak akibat fraktur dan apabila fraktur terlambat ditangani, serta mengetahui dampak apabila terjadi kesalahan penanganan saat berobat di Sangkal putung

Mengetahui keseriusan dampak akibat fraktur dan apabila fraktur terlambat ditangani, namun tidak mengetahui akibat apabila terjadi kesalahan penanganan saat berobat di Sangkal putung

Perceived benefits Memperoleh kesembuhan dengan cepat dan masih bisa beraktivitas apabila menjalani pengobatan di Sangkal putung

Memperoleh kesembuhan

Perceived barriers Mencari Sangkal putung yang murah dan terstandar, ketakutan akan metode pengobatan yang digunakan di Sangkal putung, dan jarak menuju Sangkal putung dirasa jauh pada awalnya

Tidak merasakan kendala apapun

Cues to action Saran orang tua, ibu temannya, dan teman – teman responden, terapis ramah, biaya murah, belum mengetahui adanya kesalahan penanganan, sudah merasakan manfaat pengobatan

Saran orang sekitar, pengalaman memilih Sangkal putung, takut menjalani operasi, sudah banyak yang sembuh saat berobat di Sangkal putung, terapis ramah, sabar, dan telaten, biaya berobat murah, fraktur yang dialami responden sudah mulai sembuh

HASIL DAN BAHASANTabel 1. Data partisipanResponden 1 Responden 2

Nama (Inisial) MNAF SUsia 13 tahun 49 tahun

Jenis kelamin Laki – laki PerempuanPendidikan terakhir SMP MI

Penyebab fraktur Terjatuh saat berlatih basket

Terjatuh dari sepeda motor

Pekerjaan Pelajar Pedagang

Page 8: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

Aditya Pradana, Afif Kurniawan

151

Health belief model adalah suatu model yang digunakan untuk menggambarkan kepercayaan individu terhjadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan melakukan perilaku sehat, perilaku sehat tersebut dapat berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan. Health belief model terdiri dari 6 dimensi, diantaranya perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefitsm perceived barriers, health motivation, dan cues to action (Becker dkk, 1997 dalam Conner & Norman, 2003). Health belief model dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor demografis (Rosenstock, 1974 dalam Conner & Norman, 2003), karakteristik psikologis (Conner & Norman, 2003), dan juga dipengaruhi oleh structural variable, contohnya adalah ilmu pengetahuan (Sarafino, 1994).

Faktor demografis yang mempengaruhi health belief model individu adalah kelas sosial ekonomi kedua responden, seluruh responden berasal dari kalangan ekonomi menengah kebawah, jadi mereka lebih memilih berobat di Sangkal putung karena biaya berobat yang dibutuhkan relatif lebih terjangkau apabila dibandingkan dengan pengobatan secara medis. Individu yang berasal dari kelas sosial ekonomi menengah kebawah memiliki pengetahuan yang kurang tentang faktor yang menjadi penyebab suatu penyakit (Hossack & Leff, 1987 dalam Sarafino, 1994), namun peryataan tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitan ini, responden 1 memiliki pengetahuan yang lebih tentang fraktur dan pengobatan di Sangkal putung maupun medis apabila dibandingkan dengan responden 2, padahal mereka berasal dari kelas sosial ekonomi menengah kebawah.

Edukasi merupakan faktor yang penting sehingga mempengaruhi health belief model individu (Bayat dkk, 2013). Kurangnya pengetahuan akan menyebabkan individu merasa tidak rentan

terhadap gangguan, yang dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Edmonds dan kawan – kawan adalah osteoporosis (Edmonds dkk, 2012). Responden 1 memiliki pengetahuan yang lebih jika dibandingkan dengan responden 2. Responden 1 lebih mengetahui dampak fraktur, dampak fraktur apabila terlambat ditangani, dan dampak apabila terjadi kesalahan penanganan pada saat berobat di Sangkal putung. Responden 1 dan 2 juga memiliki pengetahuan tentang pengobatan secara medis, menurut mereka pengobatan secara medis cenderung menyakitkan, merepotkan, dan memerlukan banyak biaya, pada akhirnya mereka memilih berobat di Sangkal putung. Temuan tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Edmonds dan kawan – kawan, yang menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan akan menyebabkan individu tidak rentan terhadap ancaman, faktanya walaupun pengetahuan responden 1 lebih banyak apabila dibandingkan responden 2, ia tetap berobat di Sangkal putung, karena ia cepat ditangani sehingga merasa tidak rentan terhadap suatu ancaman.

Responden dalam penelitian ini berobat di Sangkal putung juga dikarenakan faktor karakteristik psikologis. Karakteristik psikololgis merupakan faktor yang mempengaruhi health belief model individu (Conner & Norman, 2003). Dalam penelitian ini, karakteristik psikologis yang mempengaruhi health belief model kedua responden adalah ketakutan kedua responden menjalani pengobatan secara medis.

Faktor demografis (Rosenstock, 1974 dalam Conner & Norman, 2003), karakteristik psikologis (Conner & Norman, 2003), dan structural variable (Sarafino, 1994), pada akhirnya mempengaruhi health belief model kedua responden pada dimensi perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, dan perceived barriers, serta dipicu oleh cues to action sehingga kedua responden memilih berobat dan mempertahankan

Page 9: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

Gambaran Health Belief Model pada Individu yang Memlih dan Menjalani Pengobatan Tradisional Sangkal Putung

152

pengobatan di Sangkal putung.Perceived susceptibility adalah dimensi

health belief model yang menggambarkan keyakinan individu mengenai kerantanan suatu kondisi atau penyakit terjadi padanya (Janz & Becker, 1984). Responden 1 merasa rentan mengalami amputasi saat fraktur terjadi, sebab ia baru berobat sehari setelah mengalami fraktur, ia juga merasa rentan mengalami pembusukan tulang saat fraktur tidak segera ditangani. Responden 1 mengetahui apabila terjadi kesalahan penanganan, maka akan menyebabkan tulang sedikit bengkok dan tidak bisa ditekuk dengan sempurna setelah sembuh, namun ia menganggap hal tersebut wajar, selain itu juga akan terjadi cacat, infeksi, bahkan amputasi. Responden 1 memilih Sangkal putung karena ia rentan mengalami ancaman akibat fraktur dan karena ia cepat memperoleh penanganan, serta merasa terapis disana sudah terstandar dan terpercaya sehingga kesalahan penanganan tidak rentan terjadi. Responden 1 tetap mempertahankan pengobatan disana, sebab ia belum pernah mengetahui adanya kesalahan penanganan, ia tidak merasa sakit saat menjalani pengobatan, dan ia sudah berangsur sembuh. Responden 2 tidak cemas saat mengalami fraktur, namun ia rentan mengalami rasa sakit dan bengkak bila fraktur tidak ditangani. Responden 2 tidak merasa rentan mengalami kesalahan penanganan di Sangkal putung, akhirnya responden 2 memilih berobat disana karena ia rentan mengalami

dampak fraktur dan karena sudah pernah berobat disana sehingga memperoleh kesembuhan serta karena sudah banyak yang sembuh setelah berobat disana. Responden 2 mempertahankan pengobatan di Sangkal putung karena fraktur yang dalaminya sudah mulai membaik. Perceived susceptibility pada individu dipengaruhi oleh pengetahuan individu (Edmonds dkk, 2012)

Perceived severity Perceived severity adalah dimensi yang menggabarkan keyakinan individu mengenai keseriusan suatu penyakit (Janz & Becker, 1984). Responden 1 merasa fraktur akan menyebabkan sakit, nyeri, sulit beraktvitas, bahkan kecacatan. Responden 1 juga mengetahui bahwa keterlambatan penanganan fraktur dapat menyebabkan tulang sulit tersambung, nyeri, nfeksi, bahkan dapat berakhir dengan amputasi. Responden 1 juga mengetahui keseriusan dampak apabila terjadi kesalahan penanganan adalah tangan akan sedikit bengkok dan tidak dapat ditekuk dengan maksimal setelah sembuh, menyebabkan kecacatan, infeksi, dan berakhir dengan amputasi. Responden 1 mengetahui dampak – dampak tersebut, namun responden 1 tetap berobat di Sangkal putung, karena ia cepat memperoleh penanganan dan karena ia mengetahui dampak fraktur apabila tidak segera ditangani, responden 1 juga tetap berobat di Sangkal putung meskipun tangannya agak sedikit bengkok, sebab menurutnya tulang yang pernah patah tidak akan bisa kembali seperti semula. Responden 2 mengetahui keseriusan dampak akibat fraktur, yaitu rasa sakit sehingga mengganggu aktivitas. Responden 2 juga tahu apabila fraktur tidak segera ditangani, maka akan menyebabkan bengkak dan nyeri, namun responden 2 tidak mengetahui akibat yang muncul apabila terjadi kesalahan penanganan di Sangkal putung. Responden 2 memilih berobat di Sangkal putung karena ia mengetahu dampak fraktur ketika terjadi dan terlambat ditangani, selain itu responden 2 berobat di Sangkal putung karena ia tidak mengetahui dampak apabila terjadi kesalahan penanganan di Sangkal putung. responden 2 tetap mempertahankan pengobatan di Sangkal putung karena ia sebelumnya ia sudah pernag berobat disana dan memperoleh kesembuhan, serta fraktur yang dialaminya sudah mulai membaik. Perceived severity kedua

Page 10: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

Aditya Pradana, Afif Kurniawan

153

responden dipengaruhi oleh pengetahuan responden yang berdampak positif dan signifikan terhadap konstruk health belief model (Bayat dkk, 2013).

Perceived benefits adalah dimensi health belief model yang menggambarkan perasaan individu tentang manfaat dan efektivitas prosedur penanganan penyakit (Janz &Becker, 1984). Responden 1 merasakan manfaat berobat di Sangkal putung berupa memperoleh kesembihan dengan cepat dan mash dapat beraktivitas selama menjalani pengobatan, sebab tidak memerlukan pemasangan pen, sedangkan responden 2 merasakan manfaat berobat di Sangkal putung berupa memperoleh kesembuhan, pada akhirnya kedua responden berobat di Sangkal putung. Perceived benefits pada kedua responden dipengaruhi oleh pengetahuan responden, sebab pengetahuan memliki pengaruh positif dan signifikan pada health belief model (Bayat dkk, 2013). Responden dalam penelitian ini tetap mempertahankan pengobatan di Sangkal putung karena fraktur yang dialami sudah mulai membaik.

Perceived barriers adalah dimensi health belief model yang menggambarkan perasaan individu tentang rintangan pada saat melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Kendala yang dirasakan oleh responden 1 pada saat hendak berobat di Sangkal putung adalah mencari Sangkal putung yang terstandar dan murah, ketakutan akan metode yang digunakan di Sangkal putung, dan jarak menuju Sangkal putung yang jauh, sedangkan Responden 2 tidak merasakan kendala apapun pada saat akan berobat di Sangkal putung. Responden 1 memilih berobat di Sangkal putung karena sudah menemukan Sangkal putung yang terstandar, murah, dan pola pengobatannya nyaman, sedangkan responden 2 berobat di Sangkal putung karena ia tidak merasakan kendala apapun, kedua responden juga mempertahankan

pengobatan di Sangkal putung karena selama berobat, mereka tidak merasakan kendala lagi.

Cues to action adalah dimensi dalam health belief model yang menggambarkan faktor yang memicu individu untuk berperilaku hidup sehat (Janz & Becker, 1984). Pemicu responden 1 sehingga ia berobat di Sangkal putung adalah saran dari teman – teman, orang tua, dan tetangga responden, responden 1 juga berobat di Sangkal putung sebab teman – temannya sembuh setelah berobat disana, dan teman responden mengatakan kepada responden bahwa pengobatan secara medis akan menimbulkan kecacatan. Responden 1 tetap menjalani pengobatan di Sangkal putung karena ia tidak pernah mengetahui adanya kesalahan penanganan, karena biaya berobat yang murah, terapis yang ramah, dan karena fraktur yang dialaminya sudah mulai membaik. Pemicu responden 2 berobat di Sangkal putung adalah saran dari saudara dan orang disekitarnya, pengalaman buruk menjalani operasi, serta pengalamannya melakukan pengobatan di Sangkal putung, responden 2 juga memilih berobat di Sangkal putung karena sudah banyak yang sembuh setelah berobat disana. Responden 2 tetap menjalani pengobatan di Sangkal putung karena fraktur yang dialaminya sudah mulai membaik, karena terapis disana telaten dan sabar, dan karena biaya pengobatan selama berobat relatif murah.

Perilaku kedua responden juga dapat ditinjau dari pendekatan modelling dan operant conditioning, sehingga perilaku berubah karena konsekuensinya (Sarafino, 1994). Modelling dilakukan dengan cara memperhatikan perilaku orang lain (Bandura, 1969 dalam Taylor, 1999), melakukan observasi dan melakukan modelling terhadap urutan perilaku dapat merubah perilaku hidup sehat secara efektif (Sarson dkk, 1991 dalam Taylor, 1999). Dalam penelitian ini kedua responden melakukan modelling pada indivdu

Page 11: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

Gambaran Health Belief Model pada Individu yang Memlih dan Menjalani Pengobatan Tradisional Sangkal Putung

154

disekitar responden yang sudah pernah sembuh setelah berobat di Sangkal putung. perilaku kedua responden dalam berobat di Sangkal putung juga dapat ditinjau dari pendekatan opperant conditioning (Sarafino, 1994), yaitu kedua responden memperoleh possitive reinforcement, berupa kesembuhan, biaya pengobatan murah, dan tata cara pengobatan yang tidak menakutkan, sehingga kedua responden mempertahankan pengobatan di Sangkal putung.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan umum bahwa responden berobat di Sangkal putung karena mereka merasa rentan mengalami dampak fraktur, namun mereka tidak rentan mengalami kesalahan penanganan saat berobat di Sangkal putung, kedua responden juga berobat karena mereka memiliki pengetahuan tentang dampak fraktur, kedua responden juga berobat dengan mempertimbangkan manfaat dibandingkan kendala. Lingkungan, karakterstk psikologis, dan kondisi demografis turut menjadi stimulus bagi responden untuk berobat di Sangkal putung, kedua responden mempertahankan pengobatan di Sangkal putung karena mereka merasakan dampak positif dan manfaat selama berobat disana. Peneliti juga menarik kesimpulan secara khusus, antara lain:

1. Kedua responden merasa rentan terhadap ancaman saat mengalami fraktur dan saat terlambat memperoleh penanganan, namun kedua responden tidak merasa rentan mengalami kesalahan penanganan pada saat memilih dan menjalani pengobatan di Sangkal putung.

2. Kedua responden merasa akan mengalami keseriusan dampak tertentu saat mengalami fraktur dan saat fraktur terlambat ditangani.

3. Kedua responden lebih mempertimbangkan manfaat yang diperoleh pada saat berobat di Sangkal putung dibandingkan kendala.

4. Kedua responden memilih Sangkal putung karena kedua responden tidak mempermasalahkan kendala pada saat berobat di Sangkal putung

5. Lingkungan disekitar responden, karakteristik psikologis, dan kondisi demografis menjadi stimulus bagi responden untuk berobat di Sangkal putung, kedua responden juga mempertahankan pengobatan karena kedua responden merasakan manfaat pengobatan, nyamannya metode yang digunakan, biaya yang murah, serta responden 1 juga belum pernah mengetahui adanya kesalahan penanganan saat berobat di Sangkal putung

Peneliti juga memberikan saran untuk penelitian selanjutnya, antara lain:

1. Saran untuk penelitian selanjutnyaPenelitian selanjutnya diharapkan menggunakan responden dari kelas sosial ekonomi yang berbeda, tingkat pendidikan yang berbeda, serta menggunakan lebih banyak responden.

2. Saran untuk badan kesehatanBadan yang bergerak dibidang kesehatan diharapkan memberikan penyuluhan pada kerabat responden mengenai pengobatan fraktur secara medis dan tradisional, sehingga mereka dapat memahami tata cara penanganan fraktur dan memilih metode yang mereka rasa tepat.

3. Saran untuk pihak Sangkal putungSebaiknya pihak Sangkal putung menginformasikan kepada pasiennya tentang jenis fraktur yang hanya bisa ditangani secara medis dan fraktur yang bisa ditangani secara tradisional, sehingga apabila ada kasus yang tidak bisa ditangani

Page 12: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

Aditya Pradana, Afif Kurniawan

155

secara tradisonal maka pasien dapat dirujuk ke Rumah sakit.

4. Saran untuk individu yang mengalami fraktur.Sebaiknya individu yang mengalami fraktur mencari informasi tentang pengobatan fraktur yang dapat digunakan untuk

fraktur yang terjadi kepadanya, apakah dapat ditangani secara tradisional atau harus ditangani secara medis, sehingga penanganan fraktur dapat dilakukan dengan tepat.

PUSTAKA ACUAN

Bassey, R., Aquaisua, A., Edagha, I., Peters, A., & Bassey, E. (2009). The Practice of Traditional Bone Setting in The South – South Region of Nigeria. The Internet Journal of Alternative Medicine, 1-6.

Bayat, F., Shojaeezadeh, D., Baikpour, M., Heshmat, R., Baikpour, M., & Hosseini, M. (2013). The Effect of Education on Extended Health Belief Model in Type 2 Diabetic Patients: a randomized controlled trial. Journal of diabetes & metabolic disorder, 1-6.

Buglar, M. E., White, K. M., & Robinson, N. G. (2010). The Role of Self-Efficacy in Dental Patients’ Brushing and Flossing: Testing an Extended Health Belief Model. Patient Education and Counseling, 269-272.

Callistus, K. B., Alhassan, A., & Issahaku, M. (2013). Fracture Complications After Treatment by Traditional Bone Setters in Northern Ghana. Pelagia Research Library, 207-211.

Conner, M., & Norman, P. (2003). The Health Belief Model. Buckingham: Open University Press.Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.Dr.Sahudi. Kecelakaan lalu lintas penyebab nomor satu patah tulang wajah. Diakses pada tanggal 2 Juli

2014 dari HYPERLINK “http://www.fk.unair.ac.id/news/headline-news/kecelakaan-lalu-lintas-penyebab-nomor-satu-patah-tulang-wajah.html” http://www.fk.unair.ac.id/news/headline-news/kecelakaan-lalu-lintas-penyebab-nomor-satu-patah-tulang-wajah.html .

Edmonds, E., Turner, L. W., & Usdan, S. L. (2012). Osteoporosis Knowledge, Belief, and Calcium Intake of College Students: utilization of the health belief model. Open journal preventive medicine, 27-34.

Janz, N. K., & Becker, M. H. (1984). The Health Belief Model: a decade later. Sophe, 1-47.Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun

1992-2013. Diakses pada tanggal 13 Maret 2015 dari HYPERLINK “http://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1415” http://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1415 .

Kurnia, S. H., Kosasih, C. E., & P, A. P. (2012). Faktor - Faktor yang Melatarbelakangi Pasien Patah Tulang Berobat ke Pengobatan Tradisional Ahli Tulang di Sumedang. Students e-Journals, 1-14.

McPhail, S. M., Dunstan, J., Canning, J., & Haines, T. P. (2014). Life Impact of Ankle Fractures: Qualitative Analysis of Patient and Clinician Experiences. BMC Musculoskeletal Disorders, 1-13.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Notosiswoyo, M., Suprapto, A., Umboh, J. M., & Thaha, A. R. (2001). Review Penelitian Pengobatan Tradisional Patah Tulang. Media Litbang Kesehatan, 17-24.

Nugroho, A. (2010, 01 31). Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo, Pusat pengobatan Sangkal Putung. Radar Sidoarjo, hal. 34.

Pengendara dan Penumpang Sepeda Motor Terbanyak Mendapat Patah Tulang. Diakses pada 9 September 2015 dari HYPERLINK “http://respository.usu.ac.id/bitstream/123456789/716/1/08E00147” http://respository.usu.ac.id/bitstream/123456789/716/1/08E00147 .pdf

Poerwandari, E. K. (2007). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok: Perfecta.Sansnee, J., & MacLennan, R. (2002). Health beliefs, perceived self-efficacy, and breast self-examination

among Thai migrants in Brisbane. Blackwell Publishing, 241-249.

Page 13: Download Fullpapers Jpkk27c2def691full

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan MentalVol. 04 No. 3, Desember 2015

Gambaran Health Belief Model pada Individu yang Memlih dan Menjalani Pengobatan Tradisional Sangkal Putung

156

Santiasari, R. N. (2013). Gambaran Tingkat Pengetahuan Penderita Tentang Penanganan dan Penyembuhan Patah Tulang di Pengobatan Tradisional Sangkal Putung Fatimah Sisdoarjo. E-Journal STIKES William Booth Surabaya, 1-3.

Sarafino, E. P. (1994). Health Psychology Biopsychosocial Interactions. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.

Seberapa Besar Manfaat Pengobatan Alternatif. Diakses pada 15 Oktober 2015 dari HYPERLINK “http://www.gizikia.depkes.go.id/artikel/seberapa-besar-manfaat-pengobatan%20alternatif/?print=pdf” http://www.gizikia.depkes.go.id/artikel/seberapa-besar-manfaat-pengobatan alternatif/?print=pdf .

Southam, J. D., Silvis, M. L., & Black, K. P. (2010). Sacral Stress Fracture in a Professional. Orthopedics, 1-4.

Sudaryanti, N. Y., Pramesti, T. A., & Murtini, W. (2014). Persepsi Pasien Fraktur Terhadap Pengobatan Tradisional Patah Tulang. KMB, Maternitas, Anak, dan Kritis, 170-179.

Taylor, S. E. (1999). Health Psychology. Singapore: McGrawhill.Wahyudiputra, A. G., Khoirur, H. D., Hakim, R. A., & Narendra, M. R. (2015). Spektrum Penderita

Neglected Fracture di RSUD dr. Abdoer Rahem - Januari 2012 s/d Desember 2013. CDK-225, 97-100.Wirakusumah, E. S. (2007). Mencegah Osteoporosis, Lengkap Dengan 39 Jus & 38 Resep Masakan.

Jakarta: Penebar Swadaya.Zulfikar, & Budiantara, I. N. (2012). Manajemen Riset Dengan Pendekatan Komputasi Statistika.

Yogyakarta: CV Budi Utama.


Recommended