+ All Categories
Home > Documents > Editor Pbl 1 Edited By

Editor Pbl 1 Edited By

Date post: 17-Dec-2015
Category:
Upload: isri-nur-fazriyah
View: 242 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Description:
hehe
Popular Tags:
69
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1 BLOK DIGESTIVE Tutor : Dr. dr. Eman Sutrisna, M.Kes. DisusunOleh Kelompok 2: ISRI NUR FAZRIYAH G1A013002 RONAA ALIEF FAUZIYYAH G1A013004 ANISA RACHMAWATI G1A013005 AGHNY RATNASARI G1A013006 TIBIA YUDI SAPUTRI G1A013007 ADHEN BELLA ANDRIANI G1A013009 PATMININGSIH G1A013010 MUHAMMAD RICKY FACHRURROZY G1A013011 DIAS GUITA ALANTUS G1A013019 MOH. REZZA RIZALDI G1A013020 ADAM ABDUL MALIK SUJOKO G1A013089 INTAN CANDRA KHOIRINA G1A013132 1
Transcript

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1BLOK DIGESTIVE

Tutor : Dr. dr. Eman Sutrisna, M.Kes.

DisusunOlehKelompok 2:

ISRI NUR FAZRIYAH G1A013002RONAA ALIEF FAUZIYYAH G1A013004ANISA RACHMAWATI G1A013005AGHNY RATNASARI G1A013006TIBIA YUDI SAPUTRI G1A013007ADHEN BELLA ANDRIANI G1A013009PATMININGSIH G1A013010MUHAMMAD RICKY FACHRURROZY G1A013011DIAS GUITA ALANTUS G1A013019MOH. REZZA RIZALDI G1A013020ADAM ABDUL MALIK SUJOKO G1A013089INTAN CANDRA KHOIRINA G1A013132

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERANJURUSAN KEDOKTERAN UMUMPURWOKERTO2015Info 1Riwayat Penyakit Sekarang :Seorang wanita Ny N, usia 73 tahun datang bersama anaknya ke IGD RS tempat anda bekerja. Anaknya mengeluhkan bahwa ibunya 7 hari terakhir mengalami BAB berwarna hitam, dan juga mengeluhkan perasaan tidak nyaman didaerah sekitar perut. Sebelumnya pasien tidak mengkonsumsi makanan yang dapat menyebabkan tinja berwarna hitam. Selain itu anaknya juga mengatakan bahwa ibunya rutin mengkonsumsi obat untuk penyakit stroke dan hipertensinya. Pasien juga tidak pernah mengkonsumsi alkohol.Riwayat penyakit dahulu :Stroke, hipertensi Obat-obatan yang rutin di konsumsi :HCTZ (hydrochlorothiazide), lisninopril,clopidogrelRiwayat Keluarga :Keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama

Info 2 Pemeriksaan FisikKeadaan Umum/ kesadaran : tampak sakit sedang/compos mentisVital sign : TD : 140/90 N: 90 x/menit RR: 18x/menit S: 36,7Cranial: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-Thorax: cor dan pulmo : dalam batas normalAbdomen : Inspeksi : perut datar Auskultasi : bising usus normal Perkusi: Timpani Palpasi : supel, nyeri tekan diregio perut atas, hepar dan lien tidak mengalami perbesaran.Ekstremitas : ikterik -, pucat -, sianosis RT: tampak tinja berwarna coklat kehitaman

Info 3 DD : 1. Ulkus pepticum 2. Gatritis

Info 4Apa langkah selanjutnya yang paling tepat dalam pengelolaan pasien ini?1. Periksa Lab Darah lengkap2. Esophagogastroduodenoscopy

Info 5Hasil lab :HB : 10 g/dLHematokrit : 54 %Leukosit : 11 ribu/ulPT: 11 detikAPTT: 26 detikTrombosit: 300 ribu/ mm3 Bilirubin total: 0,5 mg/dLBilirubin direk: 0,3 mg/dLEsophagogastroduodenoscopy :Ketika memasuki gaster ditemukan adanya eritema gaster ringan. Selain itu juga ditemukan adanya flat malformasi arteriovenous (AVM) di dinding gaster. Terlihat adanya gumpalan kecil yang hanyut saat disiram dengan normal saline dan tidak ada perdarahan lebih lanjut. Arteriovenous malformation (AVM) terlihat sebesar 3 mm sebagai titik merah terang setelah di perbesar gambarannya.

Info 6Diagnosis akhirMalformasi arteri (AVM) lambung

Info 7 1. Monitoring ABCD2. Pasang IVFD3. Lakukan transfusi jika perlu4. Kautererisasi melalui endoscopy jika perdarahan tidak berhenti

BAB IIPEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah dan KonsepStroke : menurut WHO (World Health Organization) didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.Hipertensi : menurut kesepakatan WHO adalah keadaan seseorang apabila mempunyai tekanan sistolik sama dengan atau lebih tinggi dari 160 mmHg dan tekanan diastolik sama dengan atau lebih tinggi dari 80 mmHg secara konsisten dalam beberapa waktu.

B. Menganalisa Permasalahan1. Anatomi, histologi dan fisiologi dari saluran pencernaan.2. Farmakokinetik, farmakodinamik, efek samping dari obat lisinopril, clopidogrel, hydrochlorothiazide (HCT)3. Patomekanisme dan faktor resiko feses berwarna hitam4. Pemeriksaan fisik dan penunjang yang diperlukan5. Diagnosis differensial pada kasus6. Diagnosis kerja dan tatalaksana

C. Menyusun Berbagai Penjelasan Mengenai Permasalahan yang ada1. Anatomi Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan yaitu saluran panjang yang merentang dari mulut sampai anus, dan organ organ aksesoris seperti gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu, dan pancreas (Corwin,2009).

GARIS BESAR SALURAN PENCERNAANSistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari :

Mulut (oris)

Rongga mulut dibatasi oleh beberapa bagian, yaitu sebelah atas oleh tulang rahang dan langit-langit (palatum), sebelah kiri dan kanan oleh otot-otot pipi, serta sebelah bawah oleh rahang bawah (Corwin,2009).a. Gigi(dentis)1) Fungsi : Berperan dalam proses mastikasi (pengunyahan).2) Bagian-bagian gigi adalah sebagai berikut:3) Mahkota Gigi : dilapisi oleh email dan di dalamnya terdapat dentin (tulang gigi).4) Tulang Gigi ; terletak di bawah lapisan email.5) Rongga gigi ; berada di bagian dalam gigi. Di dalamnya terdapat pembuluh darah, jaringan ikat, dan jaringan saraf (Sherwood,2012).b. Lidah (lingua)1) Lidah berfungsi untuk membantu mengunyah makanan yakni dalam hal membolak-balikkan makanan dalam rongga mulut, membantu dalam menelan makanan, sebagai indera pengecap, dan membantu dalam berbicara.2) Sebagai indera pengecap,pada permukaan lidah terdapat badan sel saraf perasa (papila). ada tiga bentuk papila, yaitu:a) Papila fungiformisb) Papila filiformis.c) Papila serkumvalatad) Papila folliata (Snell,2013).c. Kelenjar LudahKelenjar ludah menghasilkan saliva. Saliva mengandung enzim ptyalin atau amylase dan ion natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium.Fungsi saliva adalah :1) melarutkan makanan secara kimia,2) melembabkan dan melumasi makanan3) mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan maltose4) zat buangan5) zat antibakteri dan antibodi (Sherwood,2012).Kelenjar ludah terdiri atas tiga pasang sebagai berikut:1) Kelenjar sublingual adalah kelenjar saliva yang paling kecil, terletak di bawah lidah bagian depan.2) Kelenjar submandibular terletak di belakang kelenjar sublingual dan lebih dalam.3) Kelenjar parotid adalah kelenjar saliva paling besar dan terletak di bagian atas mulut depan telinga (Snell,2013).

Esofagus (Kerongkongan)a. Esofagus merupakan saluran sempit berbentuk pipa yang menghubungkan faring dengan lambung (gaster). Yang panjang kira kira 25 cm, diameter 2,5 cm. pH cairannya 5 6.b. Fungsi : menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui gerak peristalsis (Sherwood,2012).

Lambung (gaster)

a. Lambung merupakan organ berbentuk J yang terletak di bawah rusuk terakhir sebelah kiri. Yang panjangnya 20 cm, diameternya 15 cm, pH lambung 1 3,5.b. Lambung tediri atas kardiak, fundus, badan lambung, antrum, kanal pylorus, dan pylorus.c. Getah lambung mengandung:1) Asam klorida (HCl). Berfungsi sebagai desinfektan,mengasamkan makanan dan mengubah pepsinogen menjadi pepsin.2) Rennin, merupakan enzim yang berfungsi mengendapkan kasein (protein susu) dari air susu.3) Pepsin berfungsi mengubah protein menjadi polipeptida..4) Lipase, berfungsi untuk mencerna lemak (Sherwood,2012).

Usus halus (Intestinum tenue)Usus halus adalah tempat berlangsungnya sebagian besar pencernaan dan penyerapan yang panjangnya sekitar 6 m berdiameter sekitar 2,5 cm. sedangkan pHnya 6,3 7,6. Dinding usus halus terdiri atas tiga lapis, yaitu tunica mucosa, tunica muscularis, dan tunika serosa. Tunica muscularis merupakan bagian yang menyebabkan gerakan usus halus. Fungsi usus halus adalah (Hadi,2013) :a. Mengakhiri proses pencernaan makanan. Proses ini diselesaikan oleh enzim usus dan enzim pangkreas serta dibantu empedu dalam hati.b. Usus halus secara selektif mengabsorbsi produk digesti.

Usus halus dibedakan menjadi tiga bagian,yaitu:a.Deudenum (usus dua belas jari). Deudenum panjangnya sekitar 25 cm, diameternya 5 cm.b. Jejunum (usus kosong). Panjangnya sekitar 1 m sampai 1,5 m, diameternya 5 cm.c. Ileum (usus belit/ usus penyerapan). Panjangnya sekitar 2 m sampai 2,5 m, diameternya 2,5 cm.

Kelenjar kelenjar usus menghasilkan enzim enzim pencernaan, yaitu :a.Peptidase, berfungsi mengubah peptide menjadi asam aminob.Sukrase, berfungsi mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.c.Maltase, berfungsi mengubah maltose menjadi glukosad.Laktase, berfungsi mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosaBatas saluran pencernaan secara klinis dibagi menjadi saluran cerna atas dan saluran cerna bawah, batas antara keduanya adalah ligamentum threitz yang merupakan batas antara duodenum dengan jejunum yang dihubungkan dengan ligamentum phreno inferior (Hadi,2013).

Usus Besar (colon)Usus besar adalah saluran yang berhubung dengan bagian usus halus ( ileum ) dan berakhir dengan anus. Yang panjangnya sekitar 1,5 m dan diameternya kurang lebih 6,3 cm. pH nya 7,5 8,0. Fungsi dari usus besar adalah (Hadi,2013):a. Mengabsorbsi 80 % sampai 90 % air dan elektrolit dari kimus yang tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semipadat.b. Memproduksi mucusc. Mengeksresikan zat sisa dalam bentuk feses.Usus besar dibedakan menjadi tida bagian, yaitu :a. Coecum. Merupakan pembatas antara ileum dengan kolon.b. Kolon. Pada kolon terjadi gerakan mencampur isi kolon dengan gerakan .mendorong. Pada kolon ada tiga divisi yaitu :1) Kolon asendens; yang merentang dari coecum sampai ke tepi bawah hati disebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.2) Kolon transversum ; merentang menyilang abdomen ke bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah pada fleksura spienik.3) Kolon desendens; merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rectum.

c.Rectum. Merupakan tempat penampungan sementara feses sebelum dibuang melalui anus. Yang panjangnya 12 13 cm.AnusAnus merupakan lubang pada ujung saluran pencernaan. Pada anus terdapat dua macam otot,yaitu (Hadi,2013):a. Sfingter anus internus; bekerja tidak menurut kehendak.b.Sfingter anus eksterus; bekerja menurut kehendak.Proses pengeluaran feses di sebut defekasi. Setelah retum terenggang karena terisi penuh, timbul keinginan untuk defekasi.

KELENJAR PENCERNAANPencernaan makanan berlangsung dalam alat pencernaan. Berlangsungnya proses ini juga dibantu oleh kelenjar pencernaan. Kelenjar pencernaan itu adalah (Sherwood,2012);1. Hepar (hati)Hati merupakan kelenjar terbesar dan terpenting dalam tubuh. Hati terdiri atas dua lobus. Setiap lobus memiliki saluran untuk mengangkut cairan empedu,yakni duktus hepatikus.Fungsi empedu adalah :a. Mengemulsikan lemak dalam usus halus.b. Mengabsorbsi lemakc. Membantu dalam pengeluaran kolesterol dari dalam tubuhSecara umum, hati mempunai fungsi:a. Memproduksi cairan empedub. Memetabolisme protein, lemak dan karbohidratc.Penyimpanan mineral dan vitamin larut lemak.d.Pusat detoksifikasi zat yang beracun di dalam tubuh.e.Penyimpanan darahf.Memproduksi panas

2. PankreasPankreas merupakan kelenjar yang besifat endokrin dan eksokrin. Bersifat endokrin karena menghasilkan hormone insulin dan hormone glukogen yang dimasukkan ke darah. Bersifat eksokrin karena menghasilkan enzim pencernaan. Keluarnya enzim dari pancreas karena dipengaruhi oleh enzimpan kreozimin.Pankreas menghasilkan enzim-enzim pencernaan sebagai berikut (Hadi,2013):a. Tripsinogen, diaktifkan oleh enzim enterokinase menjadi tripsin. Tripsin berfungsi mengubah polipeptida menjadi peptida.b.Kimotripsinogen, diaktifkan oleh tripsin menjadi kimotripsin yang berfungsi membantu tripsin.c. Peptidase, berperan mengubah senyawa peptide menjadi asam aminod. Lipase, berfungsi mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.e.Amilase,berfungsi mengubah amilum menjadi maltosa.f. Nuklease, berfungsi memecah asam nukleat menjadi nukleotida.g. NaHCO3atau KHCO3 atau ion bikarbonat HCO3-, berfungsi menetralkan suasana asam yang berasal dari lambung.

Histologi Saluran Pencernaana. EsofagusPada esofagus terdapat tunica mukosa, tunica submukosa, tunica muskularis eksterna dan tunica adventisia.1) Tunica mukosaa) Epitel squamous complex non keratin.b) Lamina propria terdapat kelenjar kardia esofagus.c) Muskularis mukosa terdiri dari otot polos.2) Tunica Submukosaa) Kelenjar esofagus propia (kelenjar mukosa kecil).b) Pleksus submukosus Meissner.3) Tunica muskularis eksterna a) Bagian atas : otot skelet/rangka.b) Bagian tengah : campuran otot rangka dan otot polos.c) Bagian bawah : otot polos sirkular dan longitudinal4) Tunica adventisia Pada tunica adventisia terdapat lemak, pembuluh darah dan syaraf (Mescher, 2014).

Gambar 1. Esofagus (Mescher, 2014)

b. LambungSecara histologi, lambung terbagi menjadi 3 bagian, cardiac, pylorus dan fundus bersama dengan corpus. Berdasarkan lapisannya terdiri dari tunica mukosa, tunica submukosa, tunica muskularis eksterna dan tunica serosa. Pada bagian cardiac langsung berhubungan dengan esofagus melalui esofageal- gaster junction. Pada bagian fundus terdiri dari :1) Tunica Mukosaa) Epitel peralihan dari epitel squamous simplex non keratin menjadi epitel columner.b) Lamina propriac) Muskularis mukosa terdapat foveola gastrika yang merupakan tempat dari kelenjar gastrica. Bnayak sel yang dapat ditemukan, antara lain sel parietal, sel chift, sel mukus dan enteroendokrin.

2) Tunica Submukosa3) Muskularis eksterna terdiri dari oto polos oblik (kardia), longitudinal (esofagus, kardia), sirkular (esofagus, kardia)4) Tunica SerosaPada bagian pylorus lapisannya sama dengan fundus, hanya terdapat perbedaan pada foveola gastrica lebih dalam (Mescher, 2014)

Gambar 2. Esofageal-gaster junction

Gambar 3. Fundus dan corpus

Gambar 3. Pylorus

Fisiologi Saluran Pencernaana) Fisiologi MenelanSelama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan secara teratur dipicu dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer. Begitu proses menelan dimulai, jalur aktivasi otot beruntun tidak berubah dari otot-otot perioral menuju kebawah. Jaringan saraf, yang bertanggung jawab untuk menelan otomatis ini, disebut dengan pola generator pusat. Batang otak, termasuk nucleus tractus solitarius dan nucleus ambiguus dengan formatio retikularis berhubungan dengan kumpulan motoneuron kranial, diduga sebagai pola generator pusat (Sherwood, 2012).Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau cairan dialirkan dari mulut menuju faring dan esofagus ke dalam lambung. Deglutition normal adalah suatu proses halus terkoordinasi yang melibatkan suatu rangkaian rumit kontraksi neuromuskuler valunter dan involunter dan dan dibagi menjadi bagian yang berbeda: (1) oral, (2) faringeal, dan (3) esophageal. Masing-masing fase memiliki fungsi yang spesifik, dan, jika tahapan ini terganggu oleh kondisi patologis, gejala spesifik dapat terjadi (Guyton, 2008). Tiga Fase Menelan yaitu:1) Fase OralFase persiapan oral merujuk kepada pemrosesan bolus sehingga dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral berarti pendorongan makanan dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya dimulai dengan kontraksi lidah dan otot-otot rangka mastikasi. Otot bekerja dengan cara yang berkoordinasi untuk mencampur bolus makanan dengan saliva dan dan mendorong bolus makanan dari rongga mulut di bagian anterior ke dalam orofaring, dimana reflek menelan involunter dimulai. Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus kranialis V (trigeminal), VII (facial), dan XII (hypoglossal). Dengan menelan suatu cairan, keseluruhan urutannya akan selesai dalam 1 detik. Untuk menelan makanan padat, suatu penundaaan selama 5-10 detik mungkin terjadi ketika bolus berkumpul di orofaring (Guyton, 2008).2) Fase FaringealFase faringeal adalah sangat penting karena, tanpa mekanisme perlindungan faringeal yang utuh, aspirasi paling sering terjadi pada fase ini. Fase inimelibatkan rentetan yang cepat dari beberapa kejadian yang saling tumpang tindih. Palatum mole terangkat. Tulang hyoid dan laring bergerak keatas dan kedepan. Pita suara bergerak ke tengah, dan epiglottis melipat ke belakang untuk menutupi jalan napas. Lidah mendorong kebelakang dan kebawah menuju faring untuk meluncurkan bolus kebawah. lidah dubantu oleh dinding faringeal, yang melakukan gerakan untuk mendorong makanan kebawah. Sphincter esophageal atas relaksasi selama fase faringeal untuk menelan dan dan membuka oleh karena pergerakan os hyoid dan laring kedepan. Sphincter akan menutup setelah makanan lewat, dan struktur faringeal akan kembali ke posisi awal. Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan kesemuanya adalah reflek, jadi tidak ada aktivitas faringeal yang ter jadi sampai reflek menelan dipicu. Reflek ini melibatkan traktus sensoris dan motoris dari nervus kranialis IX (glossofaringeal) dan X (vagus) (Guyton, 2008).3) Fase EsophagealPada fase esophageal, bolus didorong kebawah oleh gerakan peristaltik. Sphincter esophageal bawah relaksasi pada saat mulai menelan, relaksasi ini terjadi sampai bolus makanan mecapai lambung. Tidak seperti shincter esophageal bagian atas, sphincter bagian bawah membuka bukan karena pengaruh otot-otot ekstrinsik. Medulla mengendalikan reflek menelan involunter ini, meskipun menelan volunter mungkin dimulai oleh korteks serebri. Suatu interval selama 8-20 detik mungkin diperlukan untuk kontraksi dalam menodorong bolus ke dalam lambung (Guyton, 2008).

b) Fisiologi Defekasi

Sewaktu gerakan massa kolon mendorong isi kolon ke dalam rektum, terjadi peregangan rektum yang kemudian merangsang reseptor regang di dinding rectum dan memicu refleks defekasi (Sherwood, 2012).1) Refleks defekasi instrinsikRefleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik setempat di dalam rektum. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut : Bila feses memasuki rektum, distensi dinding rektum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menibulkan gelombang peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong feses ke arah anus. Sewaktu gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter ani internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus. Jika sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar, dan berelaksasi secara volunter pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi. Peregangan awal dinding rektum menimbulkan perasaan ingin buang air besar. Apabila defekasi ditunda, dinding rektum yang semula teregang akan perlahan-lahan melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda samapi gerakan massa berikutnya mendorong lebih banyak feses ke dalam rektum, yang kembali meregangkan rektum dan memicu refleks defekasi. Selama periode non-aktif, kedua sfingter anus tetap berkontraksi untuk memastikan tidak terjadi pengeluaran feses (Alvarez, 2014).2) Refleks defekasi parasimpatisKetika serat saraf dalamrektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenangdengan sendirinya (Alvarez, 2014).Refleks defekasi mienterik intrinsik yang berfungsi dengan sendirinya secara normal bersifat relatif lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh refleks defekasi jenis lain, suatu refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medulla spinalis. Bila ujung-ujung saraf dalam rektum dirangsang, sinyal-sinyal dihantarkan pertama ke dalam medulla spinalis dan kemudian secara refleks kembali kekolon desenden, sigmoid, rektum, dan anus melalui serabut-serabut saraf parasimpatis dalam nervus pelvikus. Sinyal-sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan juga merelaksasikan sfingter ani internus, dengan demikian mengubah refleks defekasi mienterik instrinsik dari suatu usaha yang lemah menjadi suatu proses defekasi yang kuat, yang kadang efektif dalam mengosongkan usus besar sepanjang jalan dari fleksura splenikus kolon sampai ke anus (Sherwood, 2012).Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-ototperut dan diaphragma yangakanmeningkatkantekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani padadasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yangmeningkatkantekanan di dalamperut dan posisidudukyangmeningkatkantekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan ataujika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, makarasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses (Sherwood, 2012).Refleks defekasi timbul saat tinja memasuki rectum, maka peregangan rectum selanjutnya menimbulkan rangsangan sensori pada dinding usus dan pelvis sehingga menimbulkan gelombang peristaltic pada usus besar desenden, sigmoid dan rectum mendorong tinja kea rah anus. Distensi rectum menimbulkan impuls pada serat-serat asendens dan serabutnya dibawa ke korteks yang menimbulkan kesadaran tentang adanya distensi. Sementara itu terjadi kontraksi sementara otot lurik sfingter ani eksternus, puborectal sling (bagian dari muskulus levator ani). Dengan demikian terjadilah refleks inflasi (Alvarez, 2014).Pengantaran impuls saraf kearah distal melalui pleksus mienterikus pada bagian kaudal dinding rectum akan menyebabkan refleks inhibisi otot polos muskulus sfigter ani internus. Peristiwa ini disebut refleks relaksasi rektosfingter. Relaksasi sfingter ani internus terjadi secara proposional terhadap volume dan kecepatan distensi rectum. Keadaan ini diikuti oleh penghambatan sfingter ani internus, yang melibatkan jalur refleks dan fasilitasi kortikal. Refleks puborektalis akan mengakibatkan melebarnya sudut anorektal ( normal 60 105o menjadi 140 o) menyebabkan jalur anus tidak terhalangi. Peningkatan tekanan abdomen dihubungan dengan peristaltik dinding abdomen menyebabkan keluarnya tinja sehingga pengosongan rectum. Setelah tinja keluar, maka segera terjadi reflek penutupan, aktivitas ini terjadi sangat cepat yaitu kembalinya otot dasar panggul, sudut anorektal dan tonus sfigter ke posisi semula (Alvarez, 2014).

2. Farmakokinetik, farmakodinamik, efek samping dari obat lisinopril, hydrochlorothiazide (HCTZ) dan clopidogrela) LisinoprilInhibitor kompetitif Angiotensin Converting Enzyme (ACE) yang mengubah Angiotensin I menjadi Angiotensin II, selain itu dapat menurunkan Angiotensin II karena penurunan aktivitas plasma renin dan penurunan sekresi aldosteron. ;Mekanisme CNS kemungkinan terlibat dalam menghasilkan efek hipotensif. ACE Inhibitor kemungkinan akan merubah kallikriens vasoaktif menjadi bentuk bentuk aktifnya (hormon) sehingga akan menurunkan tekanan darah.Efek samping obat Lisinopril1) Hipotensi2) Edema angioneurotik pernah dilaporkan walaupun jarang. Pada kasus-kasus seperti itu, harus dihentikan segera dan penderita diperhatikan dengan cermat sampai pembengkakan hilang.3) Edema angioneurotik yang disertai edema laring dapat mematikan.4) Reaksi hipersensitivitas lain yang mencakup urtikaria telah dilaporkan.5) Takikardia.6) Nyeri abdomen, mulut kering, ikterus hepatoselular atau kolestatik.7) Perubahan suasana perasaan (mood).8) Perasaan bingung (mental confusion).9) Diaforesis10) Uremia, oliguria, anuria, disfungsi ginjal, gagal ginjal akut, impoten.11) Suatu kompleks gejala telah dilaporkan meliputi: demam, vaskulitis, mialgia, artralgia/artritis, eosinofilia dan lekositosis.b) Hydrochlorothiazide (HCT)Diuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati. Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 12 jam setelah pemberian dan bertahan sampai 1224 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari. Efek antihipertensi terjadi pada dosis rendah dan peningkatan dosis tidak memberikan manfaat pada tekanan darah, walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi. Efek tiazid pada tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazid kurang bermanfaat untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek samping obat HCTZ golongan duretik tiazid antara lain peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid dapat mengakibatkan hipokalemia, hiponatriemi, dan hipomagnesiemi. Hiperkalsemia dapat terjadi karena penurunan ekskresi kalsium. Interferensi dengan ekskresi asam urat dapat mengakibatkan hiperurisemia, sehingga pewnggunaan tiazid pada pasien gout harus hatihati. Diuretik tiazid juga dapat mengganggu toleransi glukosa (resisten terhadap insulin) yang mengakibatkan peningkatan resiko diabetes mellitus tipe 2. Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia, menyebabkan peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan HDL. 25% pria yang mendapat diuretic tiazid mengalami impotensi, tetapi efek ini akan hilang jika pemberian tiazid dihentikan.

c) ClopidogrelKelompok farmakoterapetik : Penghambat agregasi platelet diluar heparin, kode ATC: B01AC/04. Clopidogrel secara selektif menghambat pengikatan adenosin difosfat (ADP) pada reseptor ADP di platelet, dengan demikian menghambat aktivasi kompleks glikoprotein GPIIb/IIIa yang dimediasi ADP, yang menimbulkan penghambatan terhadap agregasi platelet. Biotransformasi Clopidogrel diperlukan untuk menghasilkan penghambatan agregasi platelet. Clopidogrel juga menghambat agregasi platelet yang diinduksi oleh agonis lain dengan menghalangi amplifikasi aktivasi platelet dengan merilis ADP. Clopidogrel bertindak dengan memodifikasi reseptor ADP platelet secara ireversibel. Akibatnya, platelet yang terkena Clopidogrel terpengaruh untuk sisa jangka hidup mereka dan pemulihan fungsi platelet normal terjadi pada tingkat yang konsisten dengan pergantian platelet. Pengulangan dosis 75 mg per hari menghasilkan penghambatan besar dari ADPinduksi agregasi platelet dari hari pertama; ini meningkat secara progresif dan mencapai keadaan tunak antara hari ke-3 dan hari ke-7. Pada keadaan tunak, tingkat rata-rata hambatan diamati dengan dosis 75 mg per hari adalah antara 40% dan 60%. Agregasi platelet dan waktu perdarahan secara bertahap kembali ke nilai awal, biasanya dalam waktu 5 hari setelah pengobatan dihentikan.Efek samping: Pengalaman Penelitian Klinis Clopidogrel telah dievaluasi untuk keselamatan di lebih dari 42.000 pasien, termasuk lebih dari 9.000 pasien yang diobati 1 tahun atau lebih. Efek samping yang relevan secara klinis diamati dalam penelitian CAPRIE, CURE, CLARITY dan COMMIT dibahas di bawah ini. Clopidogrel 75 mg/hari dapat ditoleransi dengan baik dibandingkan dengan ASA 325 mg/hari pada CAPRIE. Secara keseluruhan tolerabilitas dari Clopidogrel dalam penelitian ini mirip dengan ASA, tanpa memandang usia, jenis kelamin dan ras.1) Gangguan Sistem Saraf Pusat dan Perifer Tidak umum : sakit kepala, pusing dan parestesia., Jarang: vertigo.2) Gangguan Sistem Gastrointestinal Umum : dispepsia, nyeri abdomen dan diare. Tidak umum : ulkus lambung dan ulkus duodenum, gastritis, muntah, mual, konstipasi, perut kembung.3) Gangguan Trombosit, Pendarahan dan Pembekuan Tidak umum : peningkatan waktu pendarahan dan penurunan trombosit.4) Gangguan Kulit dan Pelengkap Tidak umum : ruam dan pruritus.5) Gangguan sel darah putih dan RES Tidak umum : leukopenia, penurunan neutrofil dan eosinofilia.

3. Patofisiologi dan faktor resiko feses berwarna hitamFeses umumnya berwarna Kuning di karenakan Bilirubin (sel darah merah yang mati, yang juga merupakan zat pemberi warna pada feses dan urin).Bilirubin adalah pigmen kuning yang dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin (Hb) di dalam hati (liver). Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui feses. Fungsinya untuk memberikan warna kuning kecoklatan pada feses. Selain itu warna dari feses ini juga dapat dipengaruhi oleh kondisi medis, makanan serta minuman yang dikonsumsi, karena itu sangat mungkin warna feses berubah sesuai dengan makanan yang dikonsumsi, berikut dapat kita lihat perubahan warna dan organ yang terlibat menurut (Nabili N, 2014) : a) Warna Kuning Kecoklatan Feses berwarna kuning adalah normal. Karena Feses manusia pada umumnya adalah warna ini. Warna kecoklatan atau kekuningan ini disebabkan karena feses mengandung suatu zat berwarna orange-kuning yg disebut Bilirubin. Ketika Bilirubin ini bergabung dgn zat besi dari usus maka akan dihasilkan perpaduan warna cokelat kekuning - kuningan. Warna Hitam Feses berwarna Hitam bisa jadi mengandung darah dari sistem pencernaan sebelah atas, kerongkongan, lambung ato jg bagian hulu usus halus. Zat Lain yg memberi warna Hitam ke feses kita bisa juga dari zat-zat makanan berwarna Hitam(Licorice), timbal, pil yg mengandung besi, pepto-bismol atau blueberry. Bisa juga karena mengkonsumsi herb (sejenis tumbuhan yang dikenal dengan akar manis). b) Warna HijauFeses warna Hijau didapat dari Klorofil sayuran, seperti bayam yang dikonsumsi. Selain itu pewarna makanan biru atau hijau yang biasa terkandung dalam minuman atau es bisa menyebabkan feses berwarna hijau. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh makanan yang terlalu cepat melewati usus besar sehingga tidak melalui proses pencernaan dengan sempurna. Feses Hijau jg bisa terjadi pada diare, yakni ketika bahan pembantu pencernaan yg diproduksi hati dan disimpan dalam empedu usus tanpa pengolahan atau perubahan. Ada kejadian khusus pada bayi dimana jika feses berwarna hijau dianggap feses normal, khususnya ketika bayi itu baru aja dilahirkan. c) Warna Merah Seperti layaknya feses hitam, tetapi bedanya feses merah ini dominan diberi oleh kandungan darah. Darah ini di dapat dari sistem pencernaan bagian bawah. Wasir dan radang usus besar adalah yang menjadi penyebab utama Feses menjadi berwarna merah. Feses merah akibat makanan umumnya disebabkan oleh buah bit, makanan dengan pewarna merah termasuk minuman bubuk dan juga makanan yang mengandung gelatin. Mengkonsumsi tomat juga bisa membuat feses jadi merah.

d) Warna Abu-abu / Pucat Feses pucat pun menandakan si empunya Feses sedang dilanda sakit. Biasanya sang empunya sedang mengalami penyakit Liver, pankreas, atau empedu, maka pantat dari sang empu akan berwarna abu-abu atau pucat.

4. Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang yang diperlukan Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik diarahkan untuk menilai hemodinamik dan mencari adanya tanda perdarahan yang sedang berlangsung dan penyebab perdarahan, misalnya stigmata penyakit hati kronis, menurut buku tatalaksana klinis (Suharjo JB, 2014) meliputi :a) Pemeriksaan tanda vital 1) Mengukur tekanan darah2) Didapatkan hasil penurunan tekanan darah pada perdarahan saluran cerna atas > 10 mmHg. Normotensi atau Hipertensi.3) Denyut nadi 4) Peningkatan denyut nadi >10x/ menit, Apakah ada tanda Takikardia 5) Suhu 6) Respiratory rateDapat terjadi apneab) Pemeriksaan fisik Abdomen1) InspeksiMenilai apakah ada kelainan bentuk pada abdomen2) PerkusiMendengarkan dan menilai bunyi Tymphani pada abdomen atau sudah berbeda suara3) Auskultasi Mendengarkan dan menilai bising usung mengalami peningkatan atau tidak.4) PalpasiMenilai apakah ada nyeri tekan bada bagian abdomen.1) Perlu dicari tanda stigmata apenyakit hati kronis (ikterik, spider nevi, apalmar eritema, hepatomegali, asites, kaput medusa, ekimosis, telangiektasis).2) Neurological assessments: dapat terjadi defisit neurologi pada motorik, sensorik, dan verbal tergantung pada lokasi AVM di otak. Selain itu, dapat ditemukan juga gangguan pada memori, penglihatan, dan koordinasi gerakan.3) Pemeriksaan colok dubur untuk menilai adanya melena atau massa di rektum.4) Pemerikaan nasogastrik tube tindakan yang dilakukan pada pasien dengan tujuan memasukkan makanan cair atau obat obatan, mengeluarkan cairan dalam lambung, melakukan irigasi karena adanya pendarahan lambung atau keracuanan, mengurangi mual atau muntah setelah pembedahan dan mengambil spesimen dalam lambung untuk bahan pemeriksaan. Memasang nasogastrik adalah melakukan pemasangan selang dari rongga hidung ke lambung. (Eni Kusyati,2006)

Pemeriksaan Penunjang

1. CT scan kepala, merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan dalam keadaan emergensi, dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial dengan cepat dan sudah mulai banyak tersedia2. CT Angiography, merupakan pemeriksaan yang lebih detail dari pada MRI atau Magnetic Resonance Angiography untuk memperlihatkan vaskular, telah banyak digunakan di ruang emergensi dan merupakan pemeriksaan alternatifyang non-invasif sebelum dilakukan cerebral angiography.3.MRI, merupakan suatu pilihan pemeriksaan imaging non emergensi pertama yang dapat memperlihatkan resolusi yang lebih besar dan meningkatkan flexibilitas diagnosis. Meskipun MRI tidak sebaik CT Angiography dan Cerebral Angiography dalam memperlihatkan struktur vaskular, MRI dapat saling melengkapi dua pemeriksaan tersebut terutama dalam memperlihatkan struktur otak yang mengalami kerusakan.4. Cerebral Angiography, merupakan suatu pemeriksaan yang memperlihatkan shunt dari arteri dan vena. Bagaimanapun, cerebralangiography merupakan suatu pemeriksaan yang invasive dan tidak dilakukan saat keadaan emergensi. Dengan cerebral angiography kita dapat melakukan grading dari AVM yang akan klasifikasikan dengan kriteria Spetzler dan Martin (Jasmin, 2012).

Kriteria Spletzer dan Martin adalah sebagai berikut:1. Ukuran dari nidus2. Lokasi3. Aliran Vena

-kecil (6 cm): 3-Non-Eloquent: 0-Eloquent: 1

-Superfisial: 0-Profundus: 1

*Lokasi Non-Eloquent: Lobus frontal dan temporal, Hemisfer Cerebellum;Lokasi Eloquent: Cortex sensoris, motoris, visual dan bahasa, hipotalamus, thalamus,batang otak, nuclei cerebellar,atau area-area yang berdekatan dengan struktur tersebut; Aliran vena dikatakan superficial selama aliran pembuluh darah melalui sistem aliran kortikal (Spetzler & Martin, 2006).

5. Diagnosis Diferensiala) Gastritis1) Definisi Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung yang diakibatkan oleh diet yang tidak benar atau mengkonsumsi makanan yang berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit. Kesimpulannya, Gastritis adalah suatu inflamasi yang terjadi pada mukosa lambung yang disebabkan oleh infiltrasi sel-sel radang dan diet yang tidak benar yang mengandung mikroorganisme.2) Etiologi GastritisInfeksi H.pylori akutInfeksi oleh H.pylori adalah penyebab entitas penyakit gastritis. Gastritis atrofi multifocal, atrofi lambung yang diikuti oleh metaplasia dapat dijumpai pada gastritis kronik yang dipicu oleh infeksi H.pylori. infeksi H.pylori sekarang dianggap sebagai suatu factor risiko independen untuk kanker lambung (Longo, 2013).Autoimun Gastritis yang disebabkan oleh autoimun terjadi pada gastritis tipe A. biasanya bentuk gastritis ii dikaitkan dengan anemia pernisiosa dengan keberadaan antibody darah terhadap sel parietal dan IF dan dinamakan sebagai gastritis autoimun (Longo, 2013).Usia Biasanya terjadi pada orang usia lanjut (>45 tahun) (Longo, 2013).Pecandu alcohol Alkohol bersifat agak larut lemak sehingga zat ini dapat berdifusi melalui membran lemak sel epitel yang melapisi bagian dalam lambung dan dapat masuk darah melalui kapiler submukosa (Sherwood, 2011)3) PatofisisologiGastritis AkutGastritis Akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimiaobat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada pasien yang mengalami strees akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus Vagus), yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) didalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilitasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat enzim yang memproduksi asam klorida atau HCl, terutama daerah fundus.Vasodilitasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri, rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa pengelupasan. Pengelupasan sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi memicu timbulnya pendarahan. Pendarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah pendarahan(Price dan Wilson, 2008).Gastritis Kronis yaitu inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobactery pylory ( H. pylory ) Gastritis Kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A / tipe B, tipe A ( sering disebut sebagai gastritis autoimun diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B ( kadang disebut sebagai gastritis ) mempengaruhi antrum dan pylorus ( ujung bawah lambung dekat duodenum ) ini dihubungkan dengan bakteri Pylory. Faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan atau obat-obatan dan alkohol, merokok, atau refluks isi usus kedalam lambung. (Smeltzer dan Bare, 2009).

b) Ulkus Pepticum1) Definisi Ulkus peptikum merupakan suatu istilah untuk menunjuk kepada suatu kelompok penyakit ulserative saluran makanan bagian atas terutama melibatkan gater dan bagian proksimal duodenum yang mana mempunyai patogenesis yang sama - sama melibatkan asam pepsin. (McGuigan, 2014)2) PatogenesisFactor bakteri H.pylori mampu hidup dilambung, memicu cedera mukosa, dan menghindari dari pertahanan penjamu. H.pylorimenghasilkan beragam factor virulensi. Suatu region spesifik digenom bakteri, pathogenicity island, mnyandi factor virulensi Cag A dan picB. Vac A juga berperan dalam patogenisitas, meskipun tidak disandi oleh gen didalam pathogenicity island. Factor factor virulensi ini bersama dengan konstituen bakteri lainnya, dapat menyebabkan kerusakan mukosa. Urease yang memungkinkan bakteri berada dilambung yang asam, menghasilkan NH3 yang dapat merusak sel epitel. Bakteri menghasilkan faktor-faktor permukaan yang bersifat kemotaktik bagi neutrophil dan monosit, yang pada gilirannya ikut berperan menyebabkan cedera sel epitel. H.pylori membentuk protease dan fosfolipase yang menguraikan kompleks lemak glikoprotein gel mucus sehingga efektivitas lini pertama pertahanan mukosa menurun. H.pylori mengekspresikan adhesion, yang mempermudah bakteri melekat ke sel epitel lambung. Meskipun lipopolisakarida bakteri gram negative sering berperan penting dalam infeksi, namun H.pylori memperlihatkan aktivitas imunologik yang rendah dibandingkan dengan organisme lain. Bakteri ini mampu memicu peradangan kronik (Longo, 2013).3) Faktor OAINS Prostaglandin berperan penting dalam mempertahankan integritas mukosa duodenum dan mekanisme perbaikannya. Karena itu, jika terjadi gangguan terhadap sintesis prostaglandin dapat mengganggu pertahanan dan perbaikan mukosa serta mempermudah cedera mukosa melalui mekanisme sistemik. Cedera mukosa juga terjadi karena kontak angsung dengan OAINS. Aspirin dan banyak OAINS adalah asam lemah yang tetap berada dalam bentuk lipoilik tak terionisasi ketika berada dilingkungan lambung yang asam. Pada kondisi ini, OAINS bermigrasi menembus membrane lemak sel epitel, menyebabkan cedera sel setela berada didalam sel dalam bentuk terionisasi. OAINS topical juga dapat mengubah lapisan mucus permukaan, memungkinkan difusi balik H+ dan pepsin sehingga terjadi kerusakan sel epitel lebih lanjut (Longo, 2013).

6. Diagnosis kerja dan tatalaksana Arteriovenosus malformasi1) DefinisiMalformasi arteriovenosa (AVM)adalah lesi bawaan yang terdiri dari koleksi pembuluh darah tidak normal, dimana darah arteri mengalir langsung ke dalam vena pengeringan tanpa campur tangan kapiler secara normal. AVMs muncul sebagai pembuluh darah "kusut" dan paling sering terjadi pada otak atau sumsum tulang belakang (Longo, 2013).2) EtiologiPenyebab AVM belum diketahui sepenuhnya. Kelainan ini didapatkan secara kongenital yang artinya telah terjadi sejak seseorang dilahirkan. AVM dapat rupture akibat tekanan dari arteri yang tinggi yang tiba-tiba menempati vena dengan kelenturan yang lebih rendah dari pada arteri sehingga menyebabkan kebocoran darah ke sekitar jaringan. Meskipun terjadi sejak lahir, namun gejala yang terjadi dapat muncul pada usia berapapun, kebanyakan pada usia 15 tahun keatas (Jasmin, 2012). AVM dianggap suatu lesi kongenital yang terjadi akibat kegagalan deferensiasi pleksus vaskular pada masa embrional untuk berkembang menjadi capillary bed pada lokasi yang terkena. Beberapa faktor biologi molekular seperti Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dianggap faktor yang cukup penting dalam perkembangan AVM. Jaringan yang berdekatan dengan lokasi terjadinya AVM dapat mengalami hipoksia karena kurangnya aliran darah didaerah tersebut dan hal ini akan memicu terjadinya angiogenesis (Altschul, 2014).3) Patogenesis AVM disebabkan oleh mutasi pada gen RASA1 . Gen ini memberikan instruksi untuk membuat protein yang dikenal sebagai P120 - RasGAP , yang terlibat dalam transmisi sinyal kimia dari luar sel ke inti . Sinyal-sinyal ini membantu mengendalikan beberapa fungsi penting sel , termasuk pertumbuhan dan pembelahan sel ( proliferasi ) , proses dimana sel-sel matang untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu ( diferensiasi ) , dan gerakan sel . Peran protein P120 - RasGAP tidak sepenuhnya dipahami , meskipun tampaknya menjadi penting untuk perkembangan normal dari sistem vaskular .Mutasi pada gen memimpin RASA1 untuk produksi versi nonfungsional dari protein P120 - RasGAP . Sebuah hilangnya aktivitas protein ini mengganggu ketat diatur sinyal kimia selama pengembangan . Namun, tidak jelas bagaimana perubahan ini mengarah pada kelainan pembuluh darah tertentu terlihat pada orang dengan AVM .

4) PatofisiologiPenyebab terjadinya AVM hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa AVM tejadi akibat kelainan kongenital dimana arteri dan vena menyatu tanpa adanya pembuluh darah kapiler yang tejadi pada masa embrio. Arteri dan vena yang menyatu ini dapat menyebabkan gangguan karena perbedaan struktur anatomis dari kedua pembuluh darah tersebut. Peningkatan tekanan aliran darah arteri yang tinggi ke dalam vena menyebabkan vena mengalami vasodilatasi dan kelemahan. Dilatasi vena terus-menerus dapat menyebabkan vena ruptur dan terjadi perdarahan. AVM dapat berbahaya bila terjadi di dalam kavum intrakranial. Perdarahan ke dalam intrakranial akibat rupture vena AVM menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini dapat menyebabkan edema otak yang dapat menyebabkan nyeri dan perubahan perfusi jaringan serebral serta gangguan mobilitas fisik bila mengenai saraf-saraf kranial (Ding D, 2011).AVM merupakan suatu hubungan abnormal antara arteri dan vena di otak. AVM terbentukpada masa prenatal yang penyebabnya belum dapat diketahui. Pada otak normal, darah yangkaya akan oksigen berasal dari jantung yang mengalirkan darah secara periodik melaluipembuluh darah arteri, arteriol kemudian kapiler dan berakhir ke otak. Pembuluh darah yangsudah tidak berisi oksigen kemudian mengalir melalui pembuluh vena untuk kembali kejantung dan paru-paru. Pada AVM darah secara langsung mengalir dari arteri ke vena melaluipembuluh darah yang abnormal sehingga menggangu aliran normal darah (Ding D, 2011)

5) Tatalaksanaa) Dokter umum harus merujuk ke Internist atau konsultan gastroenterologi jika menemukan kasus ini.b) Airway, Breathing, Circulation, DrugsMempertahankan saluran nafas paten dan restorasi volume intravascular adalah tujuan tata laksana awal. Infus kristaloid awal, sampai 30 mL/ kg, dapat diikuti transfusi darah O-negatif atau yang crossmatched jika diperlukan. Pasien dengan perdarahan aktif memerlukan konsultasi emergensi untuk esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pasien tanpa perdarahan aktif dapat dipantau, diobservasi, dan mungkin dijadwalkan untuk EGD. Intervensi selama EGD meliputi injeksi epinefrin submukosa, skleroterapi, dan ligase pita. Jika tindakan ini gagal menghentikanperdarahan, angiografi dengan embolisasi atau pembedahan mungkin diperlukan. Untuk pasien yang diduga mengalami perdarahan varises, tata laksana medis dapat diberikan sambil menunggu tindakan definitif. Oktreotid dapat digunakan untuk menurunkan tekanan vena porta, dan pipa Sengstaken-Blakmore dapat dipasang sebagai tindakan sementara untuk bertahan (Alwi,2009).c) EndoskopiEndoskopi adalah suatu alat untuk melihat ke bagian dalam tubuh dengan menggunakan suatu selang fiberoptik yang disesuaikan dengan sistem kerja lapangan pandang manusia sehingga memungkinkan kita untuk melakukan pemeriksaan pada organ-organ bagian dalam tubuh manusia (Hadi,2013).Prinsip Kerja Endoskopi Fleksibel meliputi:1) Control Head.2) Flexible Shaft yang dilengkapi dengan manoeverable tip.3) Head sendiri yang dihubungkan dengan sumber cahayavia umbilical cord dan melalui saluran yang lain akan mengalirkan udara/ air, suction dan sebagainya saluran suction juga bisa dipakai untuk memasukkan alat diagnostik seperti forsep biopsy dan alat- alat perlengkapan terapetik yang lain.4) IndikasiIndikasi endoskopi, yaitu: perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), dyspepsia, disfagia, odinofagia, nyeri epigastrium kronis, kecurigaan obsruksi outlet, survey endoskopi, curiga keganasan, dan nyeri dada tidak khas.5) Kontra Indikasi AbsolutKontra indikasi endoskopi, yaitu: tidak kooperatif, psikopat, alergi obat premedikasi, syok, infark miokard akut, respiratori distress, dan perdarahan masif (Putra, D.S., 2009)6) Kontra Indikasi RelatifKontra indikasi relatif, yaitu: kelainan kolumna vertebralis, gagal jantung, sesak nafas, gangguan kesadaran, infeksi akut, aneurisma aorta torakalis, tumor mediastinum, stenosis esofagus, gastritis korosif akut, dan gastritis flegmonosis.7) Transfusi darah jika perlu.8) Pemasangan dan up / pelepasan ivfd ( intra vennes fluid drip ) (Simandibrata,2009).PengertianIVFD adalah memasukakn cairan atau obat langsung kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah banyak dan dalam waktu tertentu dengan menggunakan infus setTempat pemasangan : vena vena yang lurus pada daerah lengan : vena metacarpal (daerah punggung tangan), vena radialis (pergelangan tangan) , vena basilica (pergelangan tangan dalam), vena sepalica (pergelangan tangan diluar) bisa juga daerah vena umblicius, vena frontalis dan temporalis (pada bayi dan anak) , vena spahenous , dorsalis pedis. Cairan cairan infus yang digunakan : cairan isotonik RL (Ringer lakttat), Nacl , cairan hipertonik D5 sama D10 (Dekstrosa) , cairan hipotonik : plasma , serumTujuan :1. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi2. Untuk memasukan obat melalui intravena3. Untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolitIndikasi :1. Untuk pasien dehidrasi2. Untuk pasien GE ( Gastroenteritis )3. Untuk pasien intoxitas berat4. Untuk pasie shock hypovolemik5. Untuk pasien pre dan pasca bedah ( operasi )Kontra indikasi1. Emboli udara ( masuknya gelembung udara pada pembulu udara )2. Timbulnya reaksi alergi3. Edema hematom4. Edema paru ( kelebihan cairan didaerah paru-paru )5. Infeksi

Persiapan alat1. Standar infus2. Infus set : (macroset,microset,bloodset)3. Cairan seseuai kebutuhan (RL,NaCL,D5)4. Abocath (24: Bayi. 22: anak 20-18: dewasa)5. Zeel (pengalas,perlap)6. Tourniquet/pembendung7. Kapas alcohol 70%8. Plester dan gunting perban9. Kassa steril10. Bengkok / nierbeken11. Jam tangan12. Alat untuk dokumentasi13. Sarung tangan / handscoon14. Baki instrument15. Kom kecil

Prosedur pemasangan1. Cuci tangan2. Informed consent3. Pasangkan handscoon4. Dekatkan alat5. Pasang sampiran bila perlu6. Atur posisi pasien7. Buka kemasan infus set8. Pastikan roller clamp nya sudah tertutup9. Kemudian alirkan cairan infus dengan jentikan jari terlebih dahulu , kemudian buka roller clamp lalu alirkan cairan infus infus nya jangan sampai ada emboli udara10. Letakan zeel dibawa tangan pasien jika pemasangan dilakukan dibagian daerah tangan11. Dekatkan semua alat12. Bendung tourniquet dan juga suruh pasien untuk mengepal tangan nya13. Ri bagian daerah veba yang tidak bercabang14. Jika sudah dipastikan vena mana yang akan ditusuk disinfeksi dengan kapas alcohol 70%15. Ambil abocath dan tusuk dengan 300 450 sambil tangan pasien disuruh genggam16. Tusuk dengan kemiringna 3600 kemudian turunnkan secara mendatar dan telusuri apabila ada darah lepaskan jarum bagian dalam yang diabocath kemudian sambungkan dengan selang selang infus set17. Kemudian lakukan fiksasi bentuk piita dengan menggunakan plester dan kassa18. Kemudian atur GTT dengan menggunakan jam sesuai dengan dosis yang diberikan19. Evaluasi respon pasien20. Bereskan alat alat21. Lepaskan handscoon dan cuci tangan22. Dokumentasi : Kemudian catat nama pasien, nama perawat berapa GTT diberikan, waktu, jumlah cairan dan tanda-tanda infeksi seperti: lubor,kalor,tumor,dolor,fungsiolosa

Proses Pelepasan / UP infus1) Persiapan alat alata. Nierbeken / bengkokb. Kapas alcohol 70%c. Kasad. Plestere. Handscoonf. Baki instrumentg. Gunting perbanh. Kom kecili. Zeel

Prosedur pelepasan / UP infusa. Informed consentb. Dekatkan alat-alatnyac. Pasang sampiram bila perlud. Cuci tangane. Pasang handscoonf. Letakan zeel dibawah tangan pasien agar tidak kotor apabila ada darah yang keluarg. Roller clamp nya harus tertutup terlebih dahulu untuk supaya aliran cairan infus nya berhentih. Kemudian beri kapas alcohol dibagian plester infus pasien supaya apabila plester pasien nya dilepas pasien tidak merasakan kesakitan.i. Setelah plester diselang infus nya lepas semua tarik jarum abocatnya yang ditangan pasien secara perlahan .j. Kemudian selang infusnya masukan kedalam nirbekenk. Kemudian deep bagian yang ditusuk tadi dengan kapas alcohol suoaya darahnya tidak keluar kemana-manal. Ambil kasa steril kemudian fiksasi bagian tusukan tadi dengan menggunakan plester yang sudah dipotong dan dipersiapkan terlebih dahulu.m. Setelah selesai evaluasi respon pasienn. Rapikan semua alato. Lepas handscoon dan cuci tangan.

7.

BAB IIIKESIMPULAN

1. Diagnosis pada kasus ini adalah arteriovenosus malformasi (AVM) yaitulesi bawaan yang terdiri dari koleksi pembuluh darah tidak normal, dimana darah arteri mengalir langsung ke dalam vena pengeringan tanpa campur tangan kapiler secara normal.

2. Penatalaksanaan arteriovenosus malformasi dapat dilakukan secara non medikamentosa, medika mentosa.

Daftar Pustaka

Altschul, D. (2014). Intracranial Arteriovenous Malformation. Retrieved 18 Mei 2015, from Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/252426-overview#aw2aab6b3Alvarez, W. C. 2014. An Introduction to GastroEnterology: The Mechanics of the Digestive Tract. Butterworth-Heinemann.Brashers, L, Valentina. 2008. Aplikasi Klinis Patofiologi Pemeriksaan dan Manajemen. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGCDing D, Yen CP, Xu Z, Starke RM, Sheehan JP: Radiosurgery for patients with unruptured intracranial arteriovenous malformations. Clinical article. J Neurosurg[epub ahead of print March 26, 2013. DOI: 10.3171/2013.2.JNS121239]FKUI, 2011, Sinopsis Ilmu Bedah Saraf.Eni Kusyati, dkk. 2010. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC.Gormer,Beth. 2008. Farmakologi Hipertensi.Diana Lyrawati(terj). http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/11/hypertensionhosppharm.pdf.Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.Hadi, Sujono. 2013. Gastroenterologi. Bandung: Penerbit P.T AlumniJames E. McGuigan. 2014. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 13 Jakarta: EGCJasmin, L. (2012). Arteriovenous Malformation - Cerebral. Retrieved Agustus 12, 2014, from Medline Plus: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000779.htmJasmin, L. (2012). Arteriovenous Malformation - Cerebral. Retrieved Agustus 12, 2014, from Medline Plus: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000779.htmJB Suharjo, B Cahyono, 2014. Tatalaksana Klinis Di bidang Gastro dan Hepatologi. Jakarta:C. sagung seto.Katzung, G.Betram. 2010, Farmakologi dasar dan klinik Edisi 10. Jakarta: Salemba Medika.Lewis , Heitkemper, Dirksen. (2000). Medical Surgical Nursing fifth edition, St Louis Missouri : Mosby.Longo, Dan L., Anthony S Fauci. 2013. Gastroenterologi dan Hepatologi. Jakarta : EGCMarieb, Elaine N. & Katja Hoehn. 2006. Human Anatomy & Physiology Seventh Edition. New York: Benjamin CummingsMescher, AL, 2014. Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas. Jakarta: EGC.Nabili N., Siamak MD, MPH, Marks, Jay W. 2014. Stool color changes causes. Availablefrom:http://www.emedicinehealth.com4stool5color5changes4article5em.htm.[Accessed 19 Mei 2015]Peery, A. F., Dellon, E. S., Lund, J., Crockett, S. D., McGowan, C. E., Bulsiewicz, W. J., ... & Shaheen, N. J. 2012. Burden of gastrointestinal disease in the United States: 2012 update. Gastroenterology, 143(5), 1179-1187.Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2008.Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGCSherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC.Simandibrata et all. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : Interna Publishing.Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2009.Keperawatan Medikal Bedah2,Edisi 8. Jakarta : EGCSnell, Richard. 2013. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGCSpetzler, R., & Martin, N. 2006. A proposed grading system for arteriovenous malformations. Journal For Neurosurgery , 476-483.

40


Recommended