+ All Categories
Home > Documents > Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

Date post: 06-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 7 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
18
M. 'Abdul Khollq,AF. Eksistensi KPK dalam Peradiian Korupsi di Indonesia Eksistensi KPK dalam Peradiian Korupsi ' di Indonesia r 1• - ; ,1 ^ M. Abdul Kholiq, AF , i Abstract' The existence of KPK based on the act No. 30/2002 is aimed to be special super body organization to optimize in wiping out corruption in Indonesia. The specialfeatures are-: caused first the institution oflawupholder existed(c.c policeand attorney) is dependent institutionally because ofthe position is underthe executive (c.qPresident); second, the action, oflawenforcement forthe corruption criminal by both institution tend to show their recklessness. In other words; it is not effective, efficient and optimal and it has bom •pessimistic for the public as well about lawsupremacyespecially in wiping out the corruption practices. Toenhance the public trust as well as the prestige of KPK itself, so KPK must wipe outthe corruption practices continuously without any compromising but is must be suitable with the task and authority given by legislation. - Pendahuliian Bagi Indonesia, kejahatan korupsi memprihatinkanriya.' sepertinya telah ditakdirkan sebagai problem ' Jika djkaitkan dengan fakta mengenai sosial yang seakan tidak pemah Habis untuk realitas korupsi di Indoriesia, maka perhatian dibahas. Berbagai komponen bangsa mulai serta keprihatinan publik di atas tampaknya dari kalangah masyarakatyang popular disebut memang beralasan. Sebab kondisi kejahatan "wong cilik" hingga orang-orang yang korupsi yang terjadi di Indonesia dewasa ini berkategori "top levef, apapun alasan dan kenyataannya memang sudah sangat tujuannya.seolah merasa absah .untuk ' keterlaluan. Fenomena iegislatif corruption membicarakan korupsi atau minimal yaitu praktek korupsi oleh kalangan wakil ^ Menurut hasil tracking survey Intemational Foundation for Election System, masalah korupsi dan penanggulangannya ternyata menjadi isu yang paling dipilih pleh partai maupun para capres-cawapres dalam kampanye Pemilu 2004 ini, yatu sekitar 30%. Tujuannya tak lain adalah untuk menarik simpati publik. DIangkatnya isu Ini tampaknya telah mengalahkan isu-isu penting lainnya seperti perbaikan ekonomi makro, penclptaan lapangan kerja dan sebagainya. Bacaselengkapnya mengenai hal In! pada tulisan Teten Masduki, Retorika Antikorupsi Capres,dalamharian Kompas edtsitanggal12 JunI2004. 29
Transcript
Page 1: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

M. 'Abdul Khollq,AF. Eksistensi KPK dalam Peradiian Korupsi di Indonesia

Eksistensi KPK dalam Peradiian Korupsi' di Indonesia

r 1 • - ; ,1 ^ •

M. Abdul Kholiq, AF , i

Abstract'

The existence of KPK based on the act No. 30/2002 is aimed to be special super bodyorganization tooptimize in wiping out corruption inIndonesia. The specialfeatures are-:caused first the institution oflawupholder existed(c.c policeand attorney) is dependentinstitutionally because oftheposition is underthe executive (c.qPresident); second, theaction, oflawenforcement forthe corruption criminal by both institution tend toshow theirrecklessness. In other words; it is not effective, efficient and optimal and it has bom

•pessimistic for the public as well about law supremacyespecially in wiping out thecorruption practices. Toenhance the public trust as well as the prestige of KPK itself, soKPK must wipe outthe corruption practices continuously without any compromising butis must be suitablewith the task and authority givenby legislation. • -

Pendahuliian

Bagi Indonesia, kejahatan korupsi memprihatinkanriya.'sepertinya telah ditakdirkan sebagai problem ' Jika djkaitkan dengan fakta mengenaisosial yang seakan tidak pemah Habis untuk realitas korupsi di Indoriesia, maka perhatiandibahas. Berbagai komponen bangsa mulai serta keprihatinan publik di atas tampaknyadari kalangah masyarakatyang popular disebut memang beralasan. Sebab kondisi kejahatan"wong cilik" hingga orang-orang yang korupsi yang terjadi di Indonesia dewasa iniberkategori "top levef, apapun alasan dan kenyataannya memang sudah sangattujuannya.seolah merasa absah .untuk ' keterlaluan. Fenomena iegislatif corruptionmembicarakan korupsi atau minimal yaitu praktek korupsi oleh kalangan wakil

^Menurut hasil tracking surveyIntemational Foundation forElection System, masalah korupsi danpenanggulangannya ternyata menjadi isu yang paling dipilih pleh partai maupun paracapres-cawapres dalamkampanye Pemilu 2004 ini, yatu sekitar 30%. Tujuannya tak lain adalah untuk menarik simpati publik. DIangkatnyaisuIni tampaknya telah mengalahkan isu-isu penting lainnya seperti perbaikan ekonomi makro, penclptaanlapangan kerja dansebagainya. Bacaselengkapnya mengenai halIn! pada tulisan Teten Masduki, Retorika

•Antikorupsi Capres,dalamharianKompas edtsitanggal12JunI2004.

• 29

Page 2: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

rakyat (c.q DPRD) di sejumlah daerah yangmarak diberital(ah media massa akhlr-akhir,ini, barangkali dapat menjadi suatu indikatoryang relevan untuk dlkemukakan. Sebabsebagai wakil rakyat seharusnya merekamenjaiankan salahsatufungsi pokoknya yaknimengontro! jaiannya pemerintahan agartercipta good and clean governance. Bukanmaiah sebaiiknya yakni mempersuburpemerintahan dan kehidUpan bangsa yangkorup.

Selain itu, parahnya keadaan kompsi diIndonesia antara lain juga dapat ditunjukkan

.melaiui indikator tentang pemeringkatannegara-negara koruptor di dunia. Dalamhubungan ini, menurut lembaga riset Transparency International (TI), tahun 1995 Indonesia dilaporkan berada dipenngkat pertamadaiam urutan negara terkorup di dunia.Laporan serupa pada tahun 1998 (sebagaitahun awal reformasi) menyebutkan Indonesia berada di posisi keenam. Kemudiansampai pada tahun 2003 yang lalu (artinyalima tahun seteiah reformasi berjalan),temyata kondisi masalah'korupsi di Indone

sia pun tidak ada perubahan sama sekaii.. Karena TI masih melaporkan negara inisebagai terkorup keenam di dunia. Ini berartikehadiran reformasi dengan upayapemberantasan korupsi seolah tidak adakoreiasi. Betapa pun semua elemen bangsatentu'paham bahwa pemberantasan Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (KKN) adalahmerupakan salah satu butir panting di antaraenam agenda pokok gerakan reformasi yangtelah menjadi konsensus nasional.

Sebenamya berbagai ide atau pemikiranuntuk menanggulangi korupsi di Indonesiasudah banyak dan terus menerus diwacanakanoleh beragam kelompok masyarakat. Bahkansebagian di antaranya pun sudah ada yangmenjadi iangkah atau kebijakan kongkritpemerintahan.^ •

Namun, persoalan korupsi di Indonesiatampaknya memang hamsmulai disadari olehsiapa pun bahwa ia bukan lagi sekedar problem tentang besarnya jumiah kerugiankeuangan negara, atau modus operandikomptpr yang semakin canggih, peringkat Indonesia yang selalu menempati kelompok

^Ide tentang perlunya diterapkan asas pembuktian terbalik dalam penanganan kasus korupsi misalnya,sekarang inipun sudah menjadi hukum positif dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001walaupun tidak bersifat pembutian terbalik mumi. Mengenai hal ini selengkapnya dapat dibaca M. Abdul Kholiq,Asas Pembuktian Terbalikdalam Penyelesaian Kasus Kejahatan Korupsi; akke\ pada 'JumalHukum edisi No.20Volume 9Tahun 2002, him. 55-67. Dalam ranah gerakan moral, bentiik-bentuk slkap antikorupsi pun sudahbanyak dikumandangkan oleh berbagai kalangan. Sebutsaja misalnya NU dan Muhammdiyah sebagai duaormas terbesar di Indonesia pada tanggal 15 Oktober 2003 telah mendeklarasikan dan menanda tanganiMemorandum ofUnderstanding (MoU) tentang gerakan kultural memerangi korupsi. Pada tanggal 16 Desember2003, Kadin dan sejumlah LSM pun telah m^akukan penanda tanganan dengan pemerintah yang diwaklllMenteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) mengenai Gerakan Anti Suap dalam dunia usaha. Terakhir,dalam kancah Internasional, pada tanggal 18 Desember 2003 pehierintah Indonesia juga telah meletakkansuatu landasan moral untuk kerjasama di antara berbagai negara dalam berperang melawan korupsi yangtemyata punya dimensi sebagai trans national crime dengan menandatangani Konvensi PBB tantangPemberantasan Korupsi atau United Nations Convention Against Corruption di New York, USA.

30 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11 MB 2004:29-46

Page 3: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

M. Abdul Kholiq,AF. Eksistensi KPK dalam Peradilan Korupsi di Indonesia

sepuluh besar sebagai negara terkorup didunia ataupun problem perundang-undanganyang sebenamya sudah cukup memadai.

Di era keterbukaan ini terkuak suatu

kenyataan bahwa sulitnya memberantaskonipsi di Indonesia adalah diakibatkan jugakarena ketidak berdayaan aparatur penegakhukum dalam menghadapi kasus tindakpidana korupsi. Sebab mereka sendiri seringkali justru terindikasi terlibat KKN dalammenjalankan tugas-tugasnya. .

Ada sejumlah fenomena dalam praktekpenegakan hukum terhadapkejahatan korupsiyang menarik untuk dicermati dalam rangkamemperjelas indikasi keterlibatan aparattersebut. Pertama, melalui media massaseringkali dltemukan adanya beberapa kasuskorupsi besar yang tidak pernah jelas ujungakhir penanganannya. Kedua, pada kasustertentu juga sering terjadi adanya kebijakanpengeluaran SP-3 (Surat PerintahPenghentlan Penyidikan) oleh aparat terkaitsekalipun bukti awal secara yuridis dalamkasus tersebut sesungguhnya cukup kuat.Ketiga, kalaupun suatu kasus korupsipenanganannya sudah sampai dipersldangan pengadilan, seringkali publikdikejutkan bahkan dikecewakan oleh adanyavonls-vonis yang melawan arus dan rasakeadilan masyarakat.

Berdasarkan fenomena mengenaikualltas penegakan hukum di atas, makapemerintah dengan desakan kekuatan kontroldari masyarakat menegaskan kesadaran

bahwa penanganan kejahatan serius^sepertikorupsi tidak cukup jika hanya mengandalkanperan dan kinerja aparat penegak hukumkonvensional. Ada semacam kebutuhan

terhadap hadlmya suatu lembaga independenbaru yang dapat meningkatkan daya fungsilembaga-lembaga penegak hukum yangsudah ada selama ini dan badan-badan lain

yangterkaitdalam penanganan perkaratindakpidana korupsi.

Stagnasi atau bahkan kemunduranpenegakan hukum terhadap KKN dalamkurunlima tahun era reformasi, tampaknya telahmenjadikan masyarakatIndonesia sudah tidaksabar lagi mendengar berbagai alasan klasikdari aparat yang menangani kasus-kasustersebut. Selama ini, jika kepada hakimdiajukan pertanyaan "bagaimanakah ujungakhir tentang penyelesaian berbagai kasuskorupsi yang sempat menjadi perhatianpublik?" Pada umumnya hakim menjawab:"kami belum menerima limpahan perkara dariPenuntut Umum". Sementara PenuntutUmum pasti akan menjawab pula bahwamereka juga belum menerima-IUnpahanperkara dari Penyidik. Selanjutnya penyraik punbiasanya akan lancar mengemukakanberbagai alasan mengapa plhaknya harusmenunda pengajuan perkara ke PenuntutUmum. Misalnya karena ada kesulltanmembuktikan unsur kerugian negara, belumterpenuhinya buktl awal hukum yang cukup,belum adanya izin pemeriksaan dari Presidenjika menyangkut tersangka yang merupakanseorang pejabat negara dan lain sebagainya.^

' Problem harus adanya izin Presiden untuk dapat memeriksa pejabat negara balk eksekutif maupunlegislatif saatdiduga terlibat tindak pidana korupsi, antara lain dapat dicermati paoa kasus mutakhir sepertiAbdullah Puteh, Nurdin Khalid dan sebagainya. Keharusan Izin di atas kenyataannya memang seringkalidimanfaatkan para tersangka untuk menghindardari pemen'ksaan aparat. Namun demikian tidak sepantasnyajika aparatjugaberiindung dibalik problem ini untuk kemudian tidak proaktif melakukan pengusutan suatuperkara yang memang menjadi tugasdankewajibannya.

31

Page 4: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

Argumentasi-argumentasi semacamtersebutdiatas sesungguhnya mencerminkanketidak berdayaan sub-sub sistemdari sistemperadilan pidana yang ada dalammenyelesaikan kasus korupsi. Oleh karena ituwajar jika pada akhirnya muncul desakanmengenai perlunya suatu badan khususmandiri {superbody) yang dapat bekerja secaramulti disiplin dengan kewenangan dankemampuan untuk mengambil alih tugas danfungsi penyelidikan, penyidikan dan penuntutantertiadap tindak pidana korupsi yang terindikasi"macet" atau sengaja "dimacetkan" oleh aparatkonvensionai.

Dalam perspektif sejarah perkembanganpenanganan korupsi di Indonesia, reaiisasi idetentang pembentukan badan khusus tersebutsesungguhnya sudah beberapa kaildiupayakan. Misainya dibentuknya KomisiOmbudsman beberapa tahun laiu yangspesifik bertugas mengakomodir pengaduanmasyarakat yang hendak meiaporkan indikasiteiah terjadinya suatu tindak pidana korupsi.Didirikannya Komisi Pemeriksa KekayaanPejabat Negara (KPKPN) dengan tugas utamaauditing harta pejabat untuk tujuan preventionofcorruption. Atau dibentuknya Tim GabunganPemberantasan Tindak Pidana Korupsi(TGPTPK) berdasarkan PP No.19 Tahun2000 yang merupakan reaiisasi amanat UUNo. 31 Tahun 1999 tentang Korupsi.

Namun dengan asumsi karenaketerbatasan kewenangan maka kinerjabadan-badan khusus tersebut pun daiamkenyataan tidak memperlihatkan hasil yangmaksimai. Oieh karena itu pemerintah danDPR pada tanggal 27Desember 2002 melaluiUU No. 30 Tahun 2002 teiah sepakat danmensahkan hadirnya institusi baru daiamperadilan korupsi di Indonesia yang diberi

- nama resmi Komisi Pemberantasan TindakPidana Korupsi (KPTPK) atau popuier dengansebutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK

Eksistensi lembagasuperbodysemacamKPK di atas, sebenamya tidak sama sekalimerupakan hai yang aneh daiam optik SistemPeradilan Pidana. Secara komparatif,lembaga serupa juga dapat dijumpai dibeberapa negara tetangga.^ Bahkan negaramaju seperti Amerika Serikat yang memilikipendukung sub sistern peradilan pidana yangcukup handai pun bisa menerima EPA (Environmental Protection Agency) yang dapatmengambil aiih fungsi penyelidikan, penyidikandan penuntutan.®

Namun untuk konteks Indonesiapersoaiannya adalah masih adanya sementarakaiangan seperti pihak kepolisian danterutamakejaksaan yang mengkhawatirkan jika institusisuperbody semacam KPK dihadirkan daiamsistem penegakan hukum, maka akanmengakibatkan terjadinya tumpang tindih tugas

♦Sekedarmenyebutbeberapa contoh misalnya, Singapura teiah memiliki Corruption Practices Investigation Bureau (CPIB) pada tahun 1952. Malaysia pun teiah mempunyal Badan Pencegah Rasuah (BPR) tahun1967. Sedangkan Hongkong jugasudah membentuk lembaga khusus serupa bemama Independent ComisslonAgainst Corruption (ICAC) pada 1974. Marian JawaPos, 9Maret 2004.

®Romli Atmasasmita, Tatar Beiakang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diIndonesia" sebagaimana dikutip oleh Aloysius Wisnubroto, "Mengkritisi Rancangan Undang-Undang tentangKomisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi", Makalah disampaikan pada Forum Diskusi ilmiah MembahasRUU KPTPK. dlselenggarakan oleh Fakultas Hukum Atmajaya Yogyakarta tanggal 3November 2001.

32 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL. 11 ME!2004:29-46

Page 5: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

M. Abdul Kholiq,AF. Ekslstensi KPK dalam Peradilan Korupsi di Indonesia

dan kewenangan (kinerja) diantara aparat. Halin! pada akhirnya pun bukan mustahil akandapat merusak sistem peradilan pidana Indonesia yang teiah dibangun selama ini. Daiamkonteks demikian, maka justifikasi kehadiranKPK memang tidak cukup jika hanyadidasarkan pada legitimasi yang bersifatsosio-yuridis. Daiam arti karena adakebutuhan sosial yang kemudian dikuatkanmelaiui keabsahan suatu undang-undangsemata. Akan tetapi ia bahkan jugamembutuhkan semacam faktor iapang dadadari kalangan aparat penegak hukumkonvensionai terutama kejaksaan. Karenasecara psikologis institusi penuntut ini past!merasa lerampas"atausetidaknya lerintervensi"tugas dan kewenangannya.^

Di samping itu,"potretburam" penegakanhukum terhadap kejahatan korupsi yangseiama ini sering teriihat dan dirasakan olehmasyarakat, bukan mustahil teiah meiahirkanpesimisme pubiik terhadap upaya-upayaapapun yang dimaksudkan untuk memberantaskorupsi. Tidak terkecuali upaya semacammenghadirkan KPK ini.^ Tentu yang palingmengkhawatirkan adaiah jika puncak darisegaia pesimisme tersebut akhirnyameiahirkan fenomena rakyat menjustifikasi

atau setidaknya merestui korupsi itu sendiri.®•Berdasarkan paparan di atas, maka

tuiisan ini mencoba untuk mencermati melaiui

deskripsi analitis tentang apa urgensi danjustifikasi kehadiran iembaga KPK,kewenangan-kewenangan apa yangdimilikinya dan bagaimana impiikasi daripenerapan kewenangan tersebut daiamkonteks sistem peradilan pidana yang teiahada? Di sampingitu, dalam rangkamemperkuatdasar mengenai pentingnya kehadiran KPK,tuiisan ini juga ingin mencermati berbagai ideyangrelevan guna mengoptimalkan ekslstensidan peran Iembaga tersebut di masamendatang agar benar-benar berkoreiasidengan tujuan pokoknya yakni memberantaskorupsi.

Memahami Urgensi Kehadiran KPK

Daiam saiah satu butirkonsideran UU No.

30 Tahun 2002tentang Komisi PemberantasanTindak PidanaKorupsi (KPTPK) atau disingkatKPK, antaralain disebutkan bahwa dibentuknyakomisi tersebut adaiah karena di satu sisi realitas

korupsi di Indonesia dinilai semakinmemprihatinkan dan teiah menimbuikankerugian besar terhadap keuangan maupun

^Deskripsi dan prediksi secara lengkap mengenai hal diatas antaralain dapatdibaca analisis BadanPengawasan Keuangan danPembangunan (BPKP) dalam buku Laporan Tahunannya, StrategiPemberantasanKonJpsi Nasional (Jakarta, BPKP, 1999), him. 223-225.

^Meskipun tidak secaraspesifik mengkaitkan dengan kehadiran KPK, harian Kompas dalam edisi tanggal12Juni 2004 pernah mempublikasikan hasil polling masyarakatdengan poin pertanyaan antaralain: apakahandamenilai pemberantasan KKN diIndonesia selamaini berhasil danbagaimana pandangan andatentang haltersebut dimasamendatang? Dengan responden berjumlah 990orang, hasii po/Z/ng menggambarkan bahwa67,5% menyatakan tidak berhasil danpesimis, 18,8% menilai berhasil danoptimis serta13,7% menjawab tidaktahupasti.

' ®Baca Viddy A.D. Daery, Mengapa Rakyat Keel! Restui Korvpsi ? artikel padaharian JawaPps,edisitanggal 8Januari 2004.

33

Page 6: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

perekonomian negara sehingga menghambatpembangunan nasional dalam rangkamewujudkan kemakmuran, kesejahteraandan keadilan masyarakat. Sementara itu padasisi yang lain, upaya pemberantasan korupsiyang telah berjalan selama in! dinilai pulabelum teriaksana secara optimal. Karenalembaga pemerintah (c.q aparat penegakhukum) yang bertugas menangani perkaratindak pidana kompsi dlpandang belum dapatberfungsi secara efektif dan efisien.®

Berdasarkan hal dl atas, dapat diketahuibahwa urgensi pembentukan KPK ialah untukoptimalisasi pemberantasan korupsi yang sulitdiharapkan terwujudnya jika masih terusmengandaikan institusi penegak hukumkonvensionai yang telah ada.

Hai ini disebabkan karena padakenyataannya aparat penegak hukum itusendiri seringkaii memang justru teriibat daiampraktek korupsi yang mereka tangani.^°Oieh karena itu sudah tepat jika daiamPenjeiasan UU No.30/2002 ditegaskan bahwakewenangan KPK yang antara iain dapatmeiakukan penyeiidikan, penyidikan danpenuntutan terhadap kasus korupsi adalahkhusus mengenai kasus korupsi yang;a. melibatkan aparat penegak hukum,

b.

c.

penyelenggara negara dan orang iainyangada kaitannya dengan tindak pidanakorupsi yang diiakukan oieh aparatpenegak hukum atau penyelenggaranegara;

mendapat perhatian yang meresahkanmasyarakat dan Jatau;menyangkut kerugian negara paling sedikitRp: 1.000.000.000," (satu milyar rupiah)"

Daiam perspektif sistem peradilan pidana,adanya kewenangan KPK dl atas ditambahdengan sejumiah besar kewenangan lain yangjuga dimiliki,'̂ memang telah menempatkanlembaga ini pada posisi yang amat spesiaisekaiigus kontroversial. Karena KPKberwenang meiakukan berbagai tindakanhukum yang seiama ini hanya dapatdibenarkan jika diiakukan oieh aparatpenegakhukum seperti kepoiisian dan kejaksaan. Disamping itu, pada awal kehadirannya, KPKjuga diberi legitimasi yuridis untuk "meiikuidasi"keberadaan iembaga iain yang sebeiumnyajuga menjadi penunjang pemberantasankorupsi yaitu Komisi Pemeriksa KekayaanPejabat Negara (KPKPN Konsekuensinya,sejak KPK muncui maka KPKPN harus meleburdiri dalam lembaga super body tersebut.

®Lihat bagian Menimbang (Konsideran) huruf a dan b UU No. 30 Tahun 2002 tentang KomisiPemberantasanTindak PidanaKorupsi.

'"Sebagai contoh antara lain dapatdisebutkan misalnya kasus pemberian suapdarl tersangka PrayogaPangestu yang diduga pernah diterima mantan JaksaAgung And! Ghalib saatmenangani perkaranya, kasusrumah bermasalah milik JaksaAgung M.A Rahman yang diduga hasii pemberian seorangtersangka suatukasus korupsi saatRahman masih menjabMdi Kejaksaan Tinggl JawaTimur, dan kasus-kasus mafia peradilanlainnyayang padaumumnya terasakejadiannya namun sulit pembuktiannya.

"Lihat ketentuan Pasal11 jo Penjeiasan Umum Alenia ke7 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KomisiPemberantasan TindakPidana Korupsi.

"Ketentuan selengkapnya mengenai tugas, wewenang dankewajiban KPK dapatdilihatpada Pasal 6-15UU No. 30Tahun 2002. Adapun uralan sertaanallsis mengenai hal ini selanjulnya akandipaparkan secarakhususpada bagiandepan.

34 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL. 11 MB 2004:29-46

Page 7: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

M. Abdul Khollq,AF- Eksistensi KPK dalam Peradilan Korupsi di Indonesia

Walaupun sebelum leriikuidasi", kineqa KPKPNsebenamya justru menunjukkan kebertiasilan.Hal ini antara lain ditandal dengan kesuksesanKPKPN dalam mengungkap berbagal kasuskekayaan bermasalah dari sejumlah pejabatpanting negara. Oleh karena itu tidakberlebihan jika kebljakan likuidasi KPKPNtersebut ditengarai sarat muatan polltisnya/^

Dengan konfigurasi pemikiran di atas,dapat dipahami jika saat pertama kali KPKhadir telah mendapat sorotan tajam bahkanpenolakan dari sebagian elemen publik. Tidaksedikit pihak yang berpandangan bahwapembentukan KPK banya merupakan carapemerintah untuk menutupi kegagalan dankekurang seriusan dalam memberantaskorupsi. Keberadaan KPK sebenamya hanyasebagai upaya penciptaan public image bahwapemerintah masih berkomitmen untukmemberantas korupsi. Dengan demikianmasyarakat masih dapat diharapkan urituktetap memberikan respek dansimpati kepadaeksistensi pemerintah.

Persepsi minor seperti ini tampaknyasemakin memperoleh pembenaran jikadikaitkan dengan proses dan hasi! akhirseleksi kepemimpinan KPK yang seolah telah"didesain" sebelumnyaolehkekuatan tertentu.Akibatnya yang muncul sebagai pemimpinKPK sebagian besaradalah orang-orang yangbukan termasuk harapan publik."

Berbagai pandangan pesimis terhadapkeberadaan KPK di atas. walaupun terkesan

memvonis dan beriebihan akan tetapi memangtidak sepenuhnya keliru. Menghadlrkan lembagasuperbodydengan tidak mempersiapkan secaramatang mengenai struktur, infra stmktur, saranaprasarana danhuman resou/ce-nya yang benar-benar handaldan bersih, dikhawatirkan hanyaakan menambah daftar panjang tentangkeberadaan lembaga-lembaga pemberantaskoaipsi yang sudahada selamaini namun belumpemah memainkan peran'yang berarti. Dalamkondisi demikian, eksistensi KPK tentu layakdiragukan kemampuannya untuk dapatmemberantas korupsi di Indonesia yarig sudahdemikian "sistemik dan membudaya".Meskipun kepadanya diberikan kewenanganbesar.^®

Penanggulangan kejahatan korupsi diIndonesia yang berada dalam situasi dankondisi yang sudah menyentuh ke segalabidang kekuasaan baik eksekutif, legislatifmaupun yudikatif ini, seharusnya memang-tidak hanya selalu diupayakan dengan melaluipembentukan - lembaga-lembaga baruataupun undang-undang baru.Sebab darisegi ^undang-undang misalnya, adanya Tap MPRNo.XI/MPR/1998 tentang PenyelenggaraanNegara yang Bersih dan Bebas KKN yangkemudian dijabarkan penegasannya dalamUU No. 28 Tahun 1999 mengenai hal yangsama, demikian juga adanya UU No. 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan TindakPidana Korupsi yang kemudian .diamandemenuntuk disempumakan melalui UU No. 20 Tahun

" Analisis mengenai motiv dibalik likuidasi KPKPN ke dalam KPK di atas. antara lain dapat dibaca M. AbdulKholiq, "Likuidasi KPKPN sebagai Kebijakan yang Kontraproduktif, harian KedaulatanRakyate6\s\ tanggal 11Desember2002.

" Lihat Mas Achmad Santosa, "Proses Seleksi Pemimpin KPK", artikel padaharian Koran Tempo, edisitanggal 19Desember 2003. .

Baca analisis Indriyanto Seno Adjie tentang kehadiran KPK dalam harian Kompas, 18 Desember 2003.

35

Page 8: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

2001, adalah sekedar contoh bahwa dasaryuridis yang dipeiiukan untuk memberantaskorupsi sesungguhnya tidak ada kendala berarti.

Demikian juga dari sudut partisipasipublik. Tumbuhnya berbagai LembagaSwadaya Masyarakat (LSM) seperti ICW,GOWA dan organisasi-organisasi massaiainnya seperti NU dan Muhammadiyah yangselalu menyuarakan against with corruption,sesungguhnya telah mencerminkan adanyafaktor positif dari masyarakat yang seharusnyamampu melahirkan kinerja penegakan hukumterhadap korupsi secara optimal.

Jika kenyataannya tidak demikian, makaproblem buniknya penegakan hukum terhadapkorupsi di Indonesia patut diasumsikan bahwaha! itu tampaknya iebih merupakan persoalanminimnya sosok aparat penegak hukum yangbenar-benar profesional dan berintegritastinggi.

Banyak analisis menyebutkan bahwa diantara sekian macam faktor yang dapatmempengaruhi keberhasilan penegakanhukum, seperti aturan perundang-undangan,sarana prasarana, dukungan masyarakat,kebudayaan dan sebagainya, faktor aparatlahyang sesungguhnya paling memegangperanan penting. Sebab secara sosiologis,masyarakat biasanya cenderung hanyamelihat dan selanjutnya menyimpulkanbahwa apa yang disebut hukum dan harusditaati itu sebenamyaadalahberupa apa yang

tercermin dari perilaku, kinerja dan integritasaparat pada saat menjalankan tugas-tugaspenegakan hukum.

Jadi, baik buruknya potret hukum yangberupa ketentuan-ketentuan abstrak normatifini, nyaris bergantung pada bagaimana hukumtersebut dikongkritkan oleh "tangan" aparat.Substansi hukum yang baikdapat melahirkanimageburukjikadipraktekkan olehaparat yangburuk. Sebaliknya meskipun substansi suatuaturan hukum buruk atau kurang ideal, tetapijika dipraktekkan oleh aparat yang profesionaldan memiliki komitmen moral tinggi sertaterpuji, maka hukum tersebut pun bukanmustahil dapat melahirkan kesan baik danketaatan publik yang tinggi. Barangkali dalamkontek demikian inilah letak relevansi sebuah

pepatah yang sering kita dengar (waiau tidaksepenuhnya benar) yang menyatakan bahwathe man behind the gun. Bahaya tidaknyasenjata itu tergantung siapa yangmemegangnya.Baik buruknya hukum itu juga Iebih bergantungpada siapa yang menjadi pelaksananya.'®

Dalam konteks korupsi. isu mafiaperadilan yang terus menerpa aparat penegakhukum selama ini, tampaknya cukup menjadigambaran bagi ketidak mampuan sekaligusketidak mauan mereka untuk menyadari posisipentingnya. Akibatnya, selain tidak kredibelaparat penegak hukum sekarang juga telahkehilangan legitimasinya baik di mata rakyatsecara nasional maupun dalam pandangankomunitas intemaslonal."

Masalah peran penting aparat dalam konteks keberhasilan penegakan hukum di atas,antara lain dapatdibaca padaSoerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta: RajawaliPress, 1983), him. 4.Lihatjuga pendapat Abdul Kariem Nasution, "Masalah Penegakan Hukum", KumpulanMakalah Hasil Simposium yang dieditcleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) (Jakarta: Bina CIpta,1979), him. 45

" Artidjo Al-Kostar, Masa/ab Mafia Peradilan dan Penanggulangannya, artikel padaJumai Hukum edisiNo.21Volume9 Tahun 2002, hlm.3-4. '

36 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11 MEI2004:29-46

Page 9: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

M. Abdul Kholiq,AF. Eksistensi KPK dalam Peradilan Korupsi di Indonesia

Dalam perspektif teori, Bahamdin Lopapernah menyatakan bahwa setidaknya adatiga syarat bagi keberhasilan penegakanhiloin^aigcptmalPertama, iaiah adanyaperaturan hukum (perundang-undangan)yang memadai dan sesuai dengan aspirasimasyarakat. Kedua, adanya aparat penegakhukum yang profesional dan bermenta!tangguh atau memiliki integiitas moral yangterpuji. Dan ketiga iaiah adanya kesadaranhukum masyarakat yang memungkinkansekallgus mendukung diiaksanakannyapenegakan hukum.^®

Kerangka pikir di atas tampaknya tepatuntuk dijadikan dasar memahami lemahnyapenegakan hukum korupsi ini. Artinya, jikasyarat harus adanya hukum dan doronganpublik yang dibutuhkan bagi pemberantasankorupsi di Indonesia sebagaimana telahdiuraikan terdahulu, pada prinsipnyadipandang tidak ada masalah alias sudahcukup memadai, maka hal ini menunjukanbahwa faktor aparat penegak hukumlah yangtampaknya harus dicermati sebagai sumberproblema.

Ada dua hal yang patut dianalisis dalamkonteks ini. Pertama adalah telah terjadinyadelegitimasi sosial atas keberadaan dan peranaparat penegak hukum yang diakibatkan olehrelatif buruknya kinerja mereka dalammenangani berbagai kasus penting korupsiselama ink Hal Ini tentu memeiiukan altematif

solus! yang lebih bersifat penggantian peran

kelembagaan agar tidak terj'adi kevakumankinega penegakan hukum akibat delegitimasitadi.

Kedua, posisi struktural kepolisian yangberpuncak pada Kapoiri maupun kejaksaanyang berpuncak pada institusi Jaksa Agungyang berada di bawah eksekutif (c.q Presiden),tampaknya juga menjadi faktor penghambatyang signifikan bagi optimallsasi penegakanhukum. Sebab dalam kedudukan demikian,dapat diprediksikan bahwa mereka akanmudah mengalami intervensi kekuasaaneksternal sehingga akhirnya cenderungmempraktekkan apa yang disebut sebagaipenegakan hukum diskriminatif atau pillh-pilih. Terutama jika menghadapi kasus korupsidengan tersangka pelaku seorang pejabatnegara.^^

Dalam konteks demikian, wajar bilabelakangan ini banyak bermunculan pandanganyang menghendaki agaraparatpenegak hukumterutama institusi JaksaAgung yang mempunyaitugas khusus penuntutan terhadap kejahatankorupsi, dijadikan lembaga negara yangindependen dalam melaksanakan kekuasaanyudikatif di bidang penuntutan tertinggi padaperkara pidana. Selama kejaksaan secarakelembagaan masih di bawah pemerintahmaka seorang Jaksa Agung selalu dimasukkandalam daftar kabinet pemerintahan, makaselama itu pula kinerja kejaksaan terutamadalam memberantas korupsi akan sangatbergantung pada kemauan atasannya

Baharudin Lopa. Permasalahan Pembinaan dan Penegakan Hukum di Indonesia (Jakarta: BulanBintang, 1987), hlm.34.

Konstruksl teoritik untuk memahami realitas penegakan hukum diskriminatif tersebut antaralain dapatdibaca padatulisan Sa^ipto Rahardjo,//mu Hukum (Bandung: Alumnl,1982), him. 166-167. Lihatjuga Sudjito,Penegakan Hukum: Akar Permasalahan dan Altematif Soluslnya, artikel dalam Jumal Mlmbar):lukum(Yogyakarta: FakultasHukum. UGM, edisiJanuari2004).

37

Page 10: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

(pemerintah /penguasa.^ Bahkan penegasanyuridis da!am Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1991tentang Kejaksaan yang menyatakan bahwaJaksa Agung diangkat dan diberhentikan sertabertanggung jawab kepada Presiden dapatmelahirkan implikasi berupa sikap jajarankejaksaan yang akhimya harus menunjukkanloyalitas kepada Presiden. Jika seorangPresiden merupakan hasil dukungan dariberbagai kepentingan pciitik tertentu baik yangbersifat kelembagaan seperti partai, ormasmaupun kekuatan perseorangan. makasangatiogis jika Jaksa Agung yang dipilih Presidentersebut akhirnya harus memiiih "komitmen"untuk kepentingan poiitik tertentu pula.^^

Berdasarkan hai-hai di atas, dapatditegaskan bahwa pemberantasan korupsiyang efektif dan efisien tampaknya memangtidak bisa sepenuhnya diandalkan padaeksistensi dan peran iembaga penegakhukum konvensional yang teiah ada. Sebabseiain mereka mengaiami kendaia ketidakmandirian secara struktural kelembagaan,daiam praktek mereka juga seringkaiimenampiikan potret penegakan hukum yangdiskriminatif, koruptif dan unlegitimate di matamasyarakat.

Oieh karena itu kiranya dapat dipahamijika akhirnya muncul gagasan untukmelahirkan institusi baru yang mampumerespon.problem stagnasi penegakan

hukum korupsi di atas. Lembaga barutersebutsekarang teiah terwujud yakni denganterbentuknya Komisi Pemberantasan TindakPidana Korupsi (KPTPK) atau sering disingkatKPK. Daiam UU No. 30 Tahun 2002, seiainada penegasan tentang independensi,^^komisi ini juga dinyatakan memiiiki berbagaitugas dan kewenangan yang memang sangatdibutuhkan untuk optimalisasi pemberantasankorupsi.

Tugas dan Wewenang KPK daiamPeradiian Korupsi

Menurut ketentuan Pasai 6 UU No. 30

Tahun 2002, KPK dinyatakan memiiiki tugas-tugas sebagai berikut;a. melakukan koordinasi dengan instansi yang

berwenang melakukan pemberantasantindak pidana kompsi;

b. melakukan supervisi tertiadap instansi yang. berwenang melakukan pemberantasantindak pidana korupsi;

c. melakukan penyelidikan, penyidikan danpenuntutan terhadap tindak pidanakorupsi;

d. melakukan tindakan-tindakan pencegahanterhadap tindak pidana korupsi; dan

e. melakukan monitor terhadappenyelenggaraan pemerintahan negara.

" Baca pandangan Danang Widoyoko, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (iCW), "PerlukahJaksaAgung Non Karier?" harian Republika edisi tanggal 5Juli 2004. Lihat pula tulisan Indriyanto SenoAdjie,Kejaksaan Agung dan Eksistensi Konstitusionar, artikel daiam harian Kompas edisi tanggal 22Juni 2004.

Daniel J! Meador, "The President, The Attorney General andThe DepartmentofJustice' sebagaimanadikutip oieh Bayu Wicaksono, 'Mencari Sosok JaksaAgung", harian Kompas edisi tanggal 22juni 2004.

^ Daiam Penjelsan Umum Alenia ke 11 UU No. 30Tahun 2002 ditegaskan secara eksplisit bahwa KomisiPemberantasan Korupsi merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang daiam melaksanakantugas dan wewenangnyabebasdari kekuasaanmanapun.

38 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11 MEI2004:29-46

Page 11: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

M. Abdul Kholiq,AF. Eksistensi KPK dalam Peradilan KorupsI di Indonesia

Untuk menurijang pelaksanaan tugas-tugas tersebut, KPK memiliki kewenangan-kewenangan hukum sebagaimana ditentukandalam Rasa! 7, 8,' 12, 13 dan 14 UU No. 30Tahun 2002yang pada pokoknya meliputi hal-hal berupa:a. mengkoordinasikan langkah-langkah

penyeiidikan. penyidikan dan penuntutanterhadap suatu perkara korupsi yang

. masuk dalam lingkup tugasnya{berdasarPasal 11) denganinstansi lain yang terkait;

b. menetapkan sistem^pelaporan dalamkeglatan pemberantasan korupsi;

c. memlnta informasi tentang keglatanpemberantasan korupsi kepada instansiyangterkait;

d. memlnta laporaninstansi terkaitmengenailangkah-langkah pencegahan tindakpidana korupsi;

e. melakukan pengawasan, penelitian danpenelaah'an terhadap instansi yang

- mehjalankan tugas dan wewenangnya. dalam-pemberantasan korupsi;

t karena alasan-alasan tertentu, KPK dapatmengambll alih penyelidikan .ataupenuntutan terhadap suatu perkarakorupsi yang berada dalam lingkuptugasnya, sekalipun sedang ditanganioleh kepollslan atau kejaksaan:"'

Di samping itu, KPK juga masih memiliki

wewenang lain yang merupakan hak istimewadi antaranya iaiah:a. melakukan penyadapan pembicaraan

. melalui telepon dan merekamnya;^memerintahkan kepada Instansi lain yangterkait (c.q kelmigrasian) untuk melarangseseorang bepergian ke luar negeri;memlnta keterangan - pada bankmengenai rekening seseorang yangdiduga berkait dengan suatu perkarakorupsi dan sekaligus memerintahkanpembiokiran jika dipandang perlu;memerintahkan kepada pimpinan atauatasan tersangka suatu perkara korupsiuntuk memberhentikan sementara dari

jabatannya;meminta bantuan kepollslan atau instansilain terkaituntuk melakukan penangkapan,penahanan, penggeledahan dan penyitaandalam perkara tindak pidana koarpsi yangsedang ditangani."

Selain memiliki kewenangan, untukmenciptakan checkand balance serta kontrolterhadap kinerja lembaga, KPK juga dibebanikewajiban oleh undang-undang sebagaimanaditegaskandalam Pasal.15-antara lain yaitu:a. memberikan perlindungan terhadap saksi

ataupelaporyang turut mengungkap suatuperkara korupsi;

b. memberikan informasi atau bantuan untuk

b.

c.

d.

e.

" Berdasarkan Pasal 9,kewenangan KPK untuk dapatmelakukan tugas supervisi ataumengambll alihtindakan penyelidikan maupun penun^tan suatu perkara korupsi yang sedang ditangani kepolisian atau kejaks'aandi atasharus didasarkan padaalasan-aiasan bahwa penanganan perkara korupsi tersebut: (a) berlarut-laruttanpa alasan; (b) tidak diteruskan (dihentikan prosesnya) tanpa dasar yun'dis; (c) adaindikasi untuk melindungipelaku korupsi yang sesungguhnya; (d) ada indikasi terjadi campur tangan oleh eksekutif, yudikatif atau legislatifdan (e) kepolisian atau kejaksaan tidak sanggup lagi melanjutkan proses perkara tersebut karena suatu keadaanatau pertimbangan tertentu.

" Mengenai wewenang khusus atau hak istimewa KPK di atas, selengkapnya dapat dibaca padaketentuan Pasal 12 UU No. 30 Tahun 2002.

39

Page 12: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

memperpleh data mengenai penanganankasus korupsi kepada masyarakat yangmemerlukan; •

c. menyusun laporan tahurian tentangpelaksanaan tugas dan .kewajibannyakepada Presiden, DPR dan BadanPemeriksa Keuangan.

Dari deskripsi tentang besamyacakupantugas dan kewenangan KPK tersebut, tampakbaihwa- komisi ini memang mer'upakanlembaga khusus yang bersifat sebagai superbody. Seb'ab pada umumnya, tugas dankewenangan sebuah komisi hukum seteiahmenjalankan kinerjanya maksimai hanyadapat memberikan seman atau-rekomendasiuntuk langkah-langkah hukum benkutnya yangharus ditindak lanjuti oleh institusNain yangterkait.^^ • . ~

Namun'berdasarkan ketentuan UU No.

30 Tahun'2002, komisi bernama-KPK initernyata dilegitimasi pula' untuk dapatmelakukan .tindakan hukum •semacam

''mengintervensi"-terhadap kewenanganmenyidik atau menuntut yang dimiiiki olehinstansi'penegak- hukum yang sebeiumnyatelah ada (c.q kepolisian dan kejaksaanWalaupun-dengan beberapa persyaratan.tertentu..'

Keterlibtan KPK dalam penyelesaian

suatu perk'ara korupsi, tidakiah sekedar bersifatmembantu aparat penyidik' seperti kedudukanPenyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yangdikenal dalam Kitab Undang-Undang HukumAcara Pidana (KUHAP). Komisi ini sepertitelah diuraikan di atas. memiliki wewenangsampai pada bentuk melakukan koordinasibahkan - supervisi {mengambll allh)penanganan suatu kasus korupsi yangsedangberjalan/ditangani- oleh kepolisian ataukejaksaan.'

Pemberian wewenang hukum kepadaKPK seperti ini, memang dikhawatirkan dapatmelahirkan masalah tumpang tindih tugas dankewenangan (baca: "perebutan kompetensi")dengan aparat lain. Ada beberapaargumentasi yang men'dasari kekhawatlrantersebut, yaitu:1. Dilihat dari segi konsep tentang* Sistem

/.Peradilan Pidana {Criminal Justice Sys-• tem) atau SPP, distribusi masing-masing

; subsistem yang ada- dalam SPPsebenarnya sudah jelas yaitu bahwa

• ;kepolisian melakukan fungsi penyelidikandan penyidikan, kejaksaan melakukanfungsi' penuntutan dan'kehakimanmelakukan fungsi peradilan/mengadili.^®Jika sekarang KPK ditugasi pula.untukmelaksanakan fungsi penyelidikan,

25 Sebagai contoh misalnya dapat dicermati ketentuan UU No. 26Tahun 2000 tentang Pengadilan HAMyang menegaskan bahwa Komisi Nasional HakAsasi Manusia (KOMNAS-HAM) hanya bertugasmengungkapindikator tentang telah terjadinya pelanggaran HAM Berat pada suatu kasus pidana melalui tindakan penyelidikan.

ilidi

maupun penuntutan kepada Kejaksaan Agung. Jadi langkah-langkah hukum selanjutnya tidak diteruskan sendirioleh Komnas HAM.

- 26,secara yuridis konsep tentang CriminalJustice System beserta fungsi-fungsi yang harus dilakukanoleh berbagai subsistem yang ada di dalamnya telah digariskan prinsip-prinsipnya dalam UU No. 8 Tahun1981 tentang KUHAP. Uraian lebih detil mengenai hal ini antara lain dapatdibaca M. Yahya Harahap, PembahasanPermasalahan danPenerapan KUHAP, Edisi Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), him. 89-98.

40 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11 MB 2004:29-46

Page 13: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

M. Abdul Kholiq,AF. Eksistensi KPK dalam Peradilan Korupsi diIndonesia

penyidikan dan penuntutan. makakekhawatiran tentang teijadinya benturankewenangan tersebut sulit dihindari.

2. Dilihat dari segi dasar hukum, antarakepolisian, kejaksaan dan KPKsesungguhnya sama-sama memilikilandasan yuridis yang menjpakan hukumpositif untuk melakukan tugas-sesuaidengan fungsi masing-masing dalampenanganan per1<ara korupsi." Jadi wajarjika kehadiran KPK dengan fungsi yang samaseperti lembaga kepolisian dan kejaksaandikhawatirkan akan melahirkan tumpangtindih fungslonallsasi kelembagaan.

3. Dilihat dari-segi struktural kelembagaan,kepolisiari dan kejaksaansama sekalitidakmemiliki hubungan hirarkhis dengan KPK.JikaKPK menerapkan wewenangnya untukmelakukan koordinasi apalagi supervisidalam penanganan suatu perkara korupsi,maka hal ini tentu menlmbulkan kesan

bahwa seolah-olah kepolisian dankejaksaan berada di bawah KPK.

4. Dilihat dari segi sosio kultural, pemberianwewenang kepada KPK untuk melakukankoordinasi terutama supervisi dari aparatlain yang terkait dalam penangananperkara korupsi, akan mudah melahirkankesan bahwa instansi yang tugasnyadisupervisi oleh KPK merupakan lembagaiargbe25koncf/fe buruk. Akhimya, bukan

mustahll hal seperti inl dapat melahirkan, problem "harga diri" dari instansi yangbersangkutan. Jikasudah demikian, makatidak tertutup kemungkinan kinerja KPKdalam memberantas korupsi akan"menuai" implikasi berupa kendala-kendala non kooperatif dari kalanganpenegak hukum konvensional tersebut.

Berdasar konsep pemikiran di atas, makawewenang besar yang dimiliki KPK dandikhawatirkan dapat menimbulkan "benturan"dengan aparat penegak hukum lain, selintasmemang benar. Teriebih lagi jika implementasiwewenang KPK tersebut beriaku secara umumtanpa ada batasan. Artinya dapat diterapkanuntuk penanganan semua perkara pidana atausetidaknya terhadap semua perkara korupsi.

Akan tetapi, dalam Pasal 9 jo Pasal 11UU No. 30 Tahun 2002 telah ditegaskanbahwatugasdan wewenang KPK yang"ekstra"tersebut hanya boleh diterapkan untukmenangani kasus korupsi yang ditengaraimelibatkah aparat penegak hukum ataupenyelenggara negara yang berkait dengandugaan korupsi oleh aparat penegak hukum.bersifat meresahkan masyarakat atausetidaknya mendapat perhatian publik danmenyangkut prediksi kerugian negara minimal

.satu mllyar rupiah. Jadi bersifat sangat limitatif.Itupun dengan persyaratan yaitu apabilakepolisian dan kejaksaanberdasarkan indikasi

^ Sejak UU No. 5Tahun 1991 tentang Kejaksaan disahkan, institusi ini ditetapkan sebagal penydlk utamasekaliguspenuntutperkarakorupsi. Akan tetapi mengingat UU No. 8 Tahun 1981 tentangKUHAP sebelumnyatelah menetapkaribahwa Poiri merupakan penyidlk perkara pidana, maka agartidak terjadi benturan UU No. 5Tahun 1991 memposisikah kejaksaan sebagalkoordlnator penyidikan dalam penanganan perkara korupsi. HalIni juga ditegaskankembali oleh ketentuanPasal 27 UU No. 31 Tahun 1999tentang Pemberantasan TlndakPidana Korupsi. Sementara itu wewenang yang samauntuk melakukan penyelidikan, penydikan danpenuntutanterhadapperkarakorupsi bagiKPK jugaditegaskan legitimasinya dalamUU No. 30Tahun 2002.Lihat kembaliketentuan Pasal 6 UU No. 30 Tahun 2002.

41

Page 14: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

tertentu patut diniiai tidak dapat menjalankanfungsinya, baikkarenatidak mampu atau tidakserius atau memang tidak punya kehendaksama sekali dalam menindak lanjuti laporanatau pengaduan terhadap dugaan terjadinyasuatu tindak pidana kompsi.

Dengan analisisdi atas dapat dltegaskanbahwa kekhawatiran mengenai terjadinyaperebutan kompetensi atau benturan kinerjaberdasarkan wewenang antara aparatkepolisian dan kejaksaan dengan i.nstitusi KPKadalah tidak beralasan. Karena untuk

menangani perkara pidana secara umumataupun perkara korupsi secara khusus(kecuali kasus korupsi yang kn'terianya sesuaiPasal 11 UU No. 30 Tahun 2002), padaprinsipnya polisi masih tetap memilikiwewenang sebagai penyelidik dan penyidikserta jaksa pun masih pempunyai wewenangsebagai penuntut. Jadi tidak ada dupilaksikewenangan sama sekali dan dengandemlkian pula maka kehadiran KPK tidakdapatditafsirsebagai perusaksistemperadilanpidana Indonesia. Oleh karena itu jaminanmengenai hal inipun ditegaskan dalamPenjelasan Umum Alenia ke 6 UU No. 30Tahun 2002 yang rhenyatakan pengaturan.kewenagan KPK dalam undang-undang inidilakukan secara berhati-hati agar tidakterjaditumpang tindih kewenangan dengan berbagaiinstansi lain terkait.

Di samping itu. jika dicermati legal spirityang terkadung dibalik ketentuan normatifPasal9 joPasal 11 diatas, justoiteiiihat bahwaeksistensi KPK sesungguhnya sangat penting

dan strategis yakni sebagai pemicu untukmemberdayakan institusi yang telah adadalam pemberantasan korupsi {triggermechanism. Sasaran akhirnya iaiah agar aparatpenegak hukum yang telah ada tersebut (c.qkepolisian dan kejaksaan) dapat kembalimenunjukkan kineija yang profeslonal denganlandasan integritas moral sehingga dapatdiperoleh suatu hasil penegakan hukumterhadap korupsi yang optimal. Selanjutnyadengan kondisi yang demikian tentu dapatdiharapkan kembalinya kepercayaan publikterhadap hukum dan institusi penegaknya(tegaknya supremasi hukum Jadi sekali lagi,kehadiran KPKsama sekali bukan dimaksudkan

untuk memonopoli tugas dan wewenangpenyelidikan, penyidlkan danpenuntutan. Apalagimengambil alih secara absolut.^®

Legal spirit yang mendasari fungsikehadiran KPK yang berpuncak pada tujuansupremasi hukum tersebut tentu hanjsdisadaridan didukung oleh siapapun (publik) terutamaaparatkepolisian dan kejaksaan. Sebab hanyadengan itu eksistensi KPK dapat benar-benarmemiliki legitimasi baiksecara yuridis maupunsosiologis dan tidak perlu harus mengalamikendala-kendala non kooperatif dalammenjalankan tugas dan wewenangnya. Dalamhubungan Ini Romli Atmasasmita pernahmengingatkan bahwa poiemik soal tugas danwewenang KPK haruslah segera dihentikan.Sejak UU No. 30Tahun 2002disahkan, siapapuntermasuk pejabat eksekutif, legislatif maupunyudikatif tidak sepatutnya bekerja hanyadenganterus menerus mempermasalahkan

Lihat Penjelasan Umum Alenia ke8 Angka 2dan 3 UU No. 30/2002 tentang Komisi PemberantasanTindak Pidana Korupsi.

42 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11 MB 2004:29-46

Page 15: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

M. Abdul Kholiq^AF. Eksistensi KPK dalam Peradilan Korupsi diIndonesia

wewenang KPK apalagi mempdlitisasinya.Sebab masalah korupsi adalah masalahhukum, bukan masalah politik di manapemberantasannya tentu tidak dapatdikembaiikan kepada otoritas politik. Yangsesungguhnya diperiukan sekarang ialahbagaimana pubiik memperlihatkandukungannya terhadap kehadiran KPKsebagaisaiah satu bukti komitmen memerangikompsi sambii ternsmenerus tetapmemantaukinerja komisi super body ini.^ .

Seianjutnya untuk ke depan, persoaiansekaligus tantangan yang dihadapi KPK iaiahbagaimana seharusnya .komisi inimerealisasikan tujuan dan fungsi kehadirannyatersebut? Jawaban riii atas pertanyaan yangdemikian menjadi panting menglngat citrapenegakan hukum terhadap korupsi oiehaparat yang ada seiama ini sudah terlanjurnegatif dan melahirkan pesimisme pubiik.Sehingga sekalipun diberikan wewenangbesar, eksistensi dan wibawa KPK di matapubiik bukan mustahil akan dipandang samadengan keberadaan lembaga'-lembagapenegak hukum sebelumnya.

Daiam konteks di atas, Scott M. Davismenjelaskan melalui pandangannya yangdikenal dengan "Positioning Theor/. Intinya,jika KPK sungguh-sungguh berkehendakmenjadi lembaga yang legitimate sekaligusberwibawa dan disegani pubiik dalam

memberantas korupsi, maka ia harus mampumembangun positioning.ya\tu gabungan sen!dan ilmu serta kinen'a untuk melekatkan suatucitra "produk" atau ide pada pemikiranmasyarakat yang mampu membedakan dirinya

Dikaitkan dengan tantangan yangdihadapi KPK, maka konsep positioningtersebut dapat dilihat dari dua dimensi, yaituposisi saat ini {current positioning) dan posisiyang diinginkan {desire positioning). Sejakawal kehadiran, KPK teiah menetapkan posisiyang dinginkan sebagaimana terlihat pada visidan misinya yakni mewujudkan Indonesiayang bebas korupsi dan menjadikan dirisebagai lembaga penggerak atau motorperubahan untuk mewujudkan bangsa Indonesia sebagai masyarakat anti korupsi. '̂

Namun desire positioning tersebut oiehpubiik tampaknya masih dipandang sebatasUtopia. Sebab posisi KPK saat ini (sebagailembaga yang baru terbentuk dan dengankinerja yang bei.um memperlihatkan hasii),oieh pubiik akan mudah disetarakan denganposisi lembaga penegak hukum lainsebelumnya yang terlanjur bercitra negatif tadi.Dalam kondisi demikian maka KPK tidak bisa

tidak harus bekerja keras melaiui praktek-praktek pemberantasan korupsi tanpakompromi sesuai dengan tugas dankewenangannya untuk merubah current posi-

^ Romli Atmasasmita, "Kinerja danTantangan KPK". harian Kompas edisi tanggal 17Juli 2004.^ Scott M. Davis, "Branc/AssefManagement"sebagaimana dikutip oieh Sunarto Prayitno, Mempertanyakan

KredibilitasKPK, harianKompas, edisitanggal13Juli 2004.Secaratersirat (implisit) visi danmisi KPK ini dapatdilihat kembali padaKonsideran danPenjelasan

Umum UU No. 30Tahun 2002 tentangKomisi Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi

43

Page 16: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

Honing yang negatif menuju desire positioning yang benar-benar menjadi kenyataan.Dengan kala lain, untuk merubah posisi dalampandangan publik, KPK memang harusmemberikan bukti, bukan sekedar janji.

Simpulan

Berdasarkan deskripsi tentangkeberadaanKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalamperadilan korupsi dl Indonesia besertapeimasalahannya sebagaimana telah diuraikandi atas, kiranya dapat ditegaskan beberapakesimpulan sebagai berikut:1. Eksistensi KPK berdasarkan UU No. 30

Tahun 2002 adalah dimaksudkan sebagailembaga super body yang bersifat khususuntuk mengoptimalkan pemberantasankorupsi di Indonesia. Kekhususantersebutantara lain dapat diiihatdari besamyatugasdan wewenang KPK yang melampauiumumnya sebuah komisi, yaitu dimulaidari prevensi, represi, koordinasi hinggasupervisi terhadap kewenangan Instutusilain dalam memberantas korupsi.

2. Adadua background penting yangrelevanuntuk memahami urgensi kehadiran KPK.Pertama, karena instltusi penegak hukumyang telah ada (c.q kepolisian dankejaksaan) secara kelembagaanmengaiami ketldakmandirian akibatposisi strukturalnya yangberadadibawaheksekutif (c.q Presiden Kedua, praktekpenegakan hukum terhadap kejahatankorupsi oleh kedua Instltusi tersebutselama ini cenderung memperlihatkanketidakseriusan dalam art! tidak efektif,efisien dan optimal serta telah melahirkanpesimisme publik tentang supremaslhukumkhususnya di bidang pemberantasan

korupsi.3. Kehadiran KPK dengan tugas dan

wewenang spesial seperti melakukankoordinasi dan supervisi tertiadap fungsi-fungsi penyelidikan, penyidikan ataupenuntutan yang sehamsnyadijalankan olehinstltusi kepolisian dankejaksaan, tidak akanmelahirkan tumpang tindih kenerjadlantaralembaga-lembaga tersebut dan sekallgusjugatidak merusak sistem peradilan pidanayang ada. Sebabtugasdanwewenang KPKtersebut hanya boleh diimplementasikanpada penanganan kasus-kasus korupsitertentu (limitatif) yang berdasarkan indikasitertentu dapatdisimpulkan bahwaaparatdarikedua instltusi tersebut tidak mau atau tidak

mampu menjalankan fungsi-fungsinya.4. Untuk menumbuhkan kepercayaan publik

sekaligus kewibawaan KPK sendiri sebagaiinstitusi harapan untuk menjadikan Indonesia yang benar-benar bersih dari korupsi,tidak ada jalan lain kecuali KPK ke depanharus terus menerus mempraktekkanpemberantasan korupsi tanpa komprominamun tetap sesuai dengan tugas danwewenang yang diberikan oleh undang-undang.

Daftar Pustaka

Adjie, Indriyanto Seno, "Kejaksaan Agung danEksistensi Konstitusionai", harianKompas edisi tanggal 22 juni 2004.

Alkostar, Artidjo, "Masalah Mafia Peradilan danPenanggulangannya", Jurnai Hukum,Fakultas Hukum Ull, Yogyakarta, EdisiNo. 21 Volume 9 Tahun 2002.

Atmasasmita, "Romli, Kinerja dan Tantangan

44 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL. 11 MEi 2004:29-46

Page 17: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

M. Abdul Kholiq,AR Eksisfensi KPK dalam Peradllan Korupsi di Indonesia

KPK", harian Kompas, edisi tanggal 17Juli 2004.

Badan Pengawasan Keuangan danPembangunan (BPKP), StrategiPemberantasan Korupsi Nasional,Jakarta: BPKP, 1999.

Daery, Viddy A.D, "Mengapa Rakyat KecilRestui Korupsi?" harian Jawa Pos edisitanggal 8 Januari 2004.

Harahap, M. Yahya, PembahasanPermasalahan dan Penerapan KUHAP,Jakarta; Sinar Grafika, 2000.

Kholiq, M. Abdul, "Asas Pembuktian Terbalikdalam Penyelesalan Kasus KejahatanKorupsi", Jurnal Hukum, FakultasHukum Ull, Yogyakarta, EdIsI No. 20Volume 9 Tahun 2002.

Kholiq, M. Abdul, "LIkuldasi KPKPN sebagalKebljakan yangKontraproduktif, harianKedaulatan Rakyat, edisi tanggal 11Desember 2002.

Lopa, Baharudin, Permasalahan Pembinaandan Penegakan Hukum di Indonesia,Jakarta: Bulan Bintang, 1987.

Masduki, Teten, "Retorika Antlkorupsi Capres",harian Kompas edIsI tanggal 12 JunI2004.

Nasution, Abdul Kariem, "Masalah PenegakanHukum", Kumpulan Makalah HasilSImposium tentang PenegakanHukum, JakartaiBlna CIpta, 1979.

Prayltno, Sunarto, "MempertanyakanKredlbilltas KPK", harian Kompas edisitanggal 13 Jull 2004.

Rahardjo, Satjipto, llmu Hukum, Bandung:

Alumni, 1982.

Santosa, Mas Achmad, "Proses Seleksl. Pinpisn KPK", harian Koran Tempo

edisi tanggal 19 Desember 2003.

Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor YangMempengaruhi Penegakan Hukum,Jakarta: Rajawall Press, 1983.

Sudjito, "Penegakan Hukum: AkarPermasalahan dan Alternatlf

Soluslnya", Jurnal Mimbar Hukum,Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta,EdIsI Bulan Januari 2004.

WIcaksono, Bayu, "Mencarl Sosok JaksaAgung", harian Kompas edIsI tanggal22 JunI 2004.

WIdoyoko, Danang, "Perlukah Jaksa AgungNon karler", harian Republika edisitanggal 5 Jull 2004.

Wisnubroto, Aloyslus, "Mengkritlsl RancanganUndang-Undang tentang KomisiPemberantasan Tindak PidanaKorupsi", Makalah disampalkan padaForum DIskusI llmlah berthema

Membahas RUU KPTPK,Dlselenggarakan oleh FakultasHukum, Unlversitas Atma Jaya,

.Yogyakarta, Tanggal 3 Nopember2001.

UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan

UU No. '31 Tahun 1999 tentangPemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

UU No. 20 Tahun 2001 tentang Amandementerhadap UU No. 31/1999

* i

UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi

45

Page 18: Eksistensi KPKdalam Peradiian Korupsi

Pemberantasan Tindak Pidana Hak Asasi Manusia

Harian Jawa Pos edisi 9 Maret 2004

UU No. 26 Tahun 2000 lentang Pengadilan 2004

• ••

46 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11 MEI2004:29-46


Recommended