Date post: | 26-Jul-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | ellisma-swandini |
View: | 80 times |
Download: | 3 times |
DAFTAR ISI
Definisi………………………………………………………...….2
Patofisiologi…………………………………………………..…2
Gejala klinis …………………………………………………..…6
Kriteria diagnosis……………………………………………...10
Diagnose banding……………………………………………..12
Manajemen……………………………………………………...14
Algoritma ……………………………………………………….20
Contoh penulisan resep………………………………………21
Ringkasan……………………………………………………….22
Tanya jawab…………………………………………………….26
Referensi …………………………………………………….…29
1
DEFINISI
Parkinsonisme adalah suatu sindrom klinis
diantaranya bradikinesia dan paling tidak salah satu dari
ketiga keadaan klinis: tremor, rigiditas, dan instabilitas
postural. Parkinsonisme merupakan terminlogi yang lebih luas
dan kurang spesifik daripada Parkinson’s Disease, dan
digunakan sebagai terminology yang memayungi profil klinis
tanpa memandang sebab secara spesifik. Semua pasien
Parkinson’s Disease memiliki parkinsonisme, namun tidak
semua pasien dengan parkinsonisme memiliki Parkinson’s
Disease.1
Yang dimaksud Parkinson’s Disease adalah bentuk
primer idiopatik dan mereprsentasikan 2/3 dari semua
parkinsonisme. Sedangkan yang dimaksud parkinsonisme
adalah semua bentuk sekunder yang mengacu pada klinis
dan biokimia yang terjadi karena sebab spesifik, seperti
trauma berulang, infeksi otak tengah bagian atas, pengobatan
yang mempengaruhi transmisi dopamine atau penyakit CNS
yang merusak jalur nigrostriatal dan area otak lainnya.2
PATOFISIOLOGI
Parkinson’s Disease terjadi karena hilangnya inervasi
dopamine dari ganglia basalis yang disebabkan oleh
kematian sel nya yang progresif dan pelan.3 Penelitian
terhadap bentuk Parkinson’s disease yang diwariskan telah
mengidentifikasi beberapa gen, yang apabila bermutasi akan
2
menyebabkan matinya sel dopaminergik. Gen-gen ini terlibat
dalam proses seluler, termasuk ubiquinasi protein dan
degradasi protein via system proteosomal, respon terhadap
stress oksidatif, fungsi mitokondria, fosforilasi protein dan
protein folding. Pada Parkinson’s disease, neuron
dopaminergik pada substansia nigra mengalami kematian
akibat kombinasi dari beberapa factor, termasuk: kerentanan
genetic (pemrosesan abnormal protein, folding α-synuclein
protein yang bersifat racun, dll), stress oksidatif, abnormalitas
aktivitas kinase, disfungsi proteasome, dan factor lingkungan
yang belum bisa diidentifikasi.10
Patologi menunjukkan berkurangnya sel yang
berpigmen di pars compacta substansia nigra; sel ini
mengandung neuromelanin dan memproduksi
neurotransmitter dopamine. Selain itu, terdapat gambaran
badan inklusi sitoplasmik yang eosinofilik dan dikelilingi halo
(Lewy Bodies), yang mengandung agregrasi neurofilamen
dan protein α-synuclein.2 Lewy Bodies(LBs) akan terdapat
pada neuron yang tersisa pada substansia nigra pars
compacta, nucleus batang otak lainnya, dan beberapa region
seperti medial temporal, limbic, dan korteks frontal. LBs
memiliki konsentrasi α-synuclein yang tinggi yang merupakan
hallmark penyakit ini. Mutasi gen α-synuclein akan
menyebabkan familial Parkinson’s disease dengan
marangsang terbentuknya filemen α-synuclein yang kemudian
mengumpul menjadi LBs.10
3
Neuron dopaminergik substansia nigra berproyeksi ke
ipsilateral striatum (nucleus kaudatus dan putamen), yang
selanjutnya akan menyebabkan striatum mengirim impuls ke
korteks motorik lewat jalur eksitasi langsung lewat nucleus
thalamus. Secara bersamaan impuls inhibisi juga dikirim ke
korteks motorik melalui jalur polisinaps tidak langsung lewat
globus pallidus externa, subthalamic nucleus, dan thalamic
nuclei.2 Jika kehilangan sel sudah melebihi 60%, hal ini akan
menimbulkan gejala motorik, berupa bradikinesia.3 Tremor
pada Parkinson’s Disease diduga diakibatkan oleh gangguan
jalur osilasi CNS di globus pallidus dan thalamus.2
Meskipun sebagian besar pasien Parkinson
sepertinya tidak memiliki determinan genetic yang kuat, bukti
epidemiologis menunjukkan interaksi yang kompleks antara
kerentanan genetic dan factor lingkngan. Factor resiko
termasuk riwayat keluarga, laki-laki, trauma kepala, paparan
pestisida, dll. Sedangkan factor yang berperan terhadap
berkurannya insidensi penyakit Parkinson antara lain
konsumsi kopi, merokok, penggunaan obat NSAIDs, dan
terapi sulih estrogen pada wanita post menopause.10
4
(Sumber: Harrison Neurology in Clinical Medicine)
5
GEJALA KLINIS
Penyakit Parkinson mengenai kurang lebih 1 juta
orang di Amerika Serikat. Usia puncak munculnya penyakit ini
adalah 60 tahun ( 35-85 tahun) dengan lama perjalanan
penyakit berkisar antara 10-25 tahun. Penyakit Parkinson
bretanggungjawab terhadap 75 % kasus parkinsonisme. 25 %
parkinsonisme berasal dari penyakit neurodegenerative
lainnya, penyakit cerebrovaskuler, dan obat-obatan. Bentuk
familial autosomal dominan dan resesif menduduki 5% kasus
Parkinson. Hal ini dicirikan dengan onsetnya yang lebih awal
(biasanya kurang dari 45 tahun). Gejala klinis pada
Parkinson’s Disease secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua bagian besar: gejala motorik dan gejala nonmotorik.10
A. Motor Symptom
Tremor
Keberadaan tremor sangat penting karena muncul
pada 85% pasien . Tremor istirahat ini muncul secara
unilateral, pertama-tama dibagian distal, mengenai jari dan
pergelangan.10 Tremor dideskripsiskan seperti gerakan
membuat pil (pill rolling), berfrekuensi 3-6 Hz, terjadi saat
istirahat, dieksaserbasi dengan ansietas atau stress,
menghilang saat bergerak.4 Tremor kemudian akan menyebar
ke proksimal dan terkadang ke kaki ipsilateral sebelum
muncul di sisi lain satu tahun kemudian atau lebih. Tremor
6
dapat muncul di bibir, lidah, dan rahang, tapi tidak pernah di
kepala ataupun leher.10
Rigiditas
Rigiditas dirasakan sebagai resistensi yang menetap
terhadap gerakan pasif saat sendi digerakkan full ROM.
Interupsi singkat dan regular dari resistensi selama gerakan
pasif, dikarenakan oleh tremor yang subklinis, akan
menampakkan gejala rigiditas “cogwheel”.10 Fenomena ini
paling sering ditemukan pada fleksi dan ekstensi berulang
pergelangan tangan.4
Akinesia
Gerakan bertambah lambat (bradikinesia) dan
terutama akan mengalami kesulitan pada gerakan motorik
kompleks, seperti berpakaian, mencukur, menulis (tulisan
menjadi kecil-kecil, micrografia). Kurangnya gerakan spontan
dapat bermanifestasi kurangnya ekspresi wajah (wajah
seperti topeng), kesulitan mengubah posisi misalnya berganti
posisi di tempat tidur, percakapan sedikit dan mononton, dan
pola berdiri dan berjalan yang abnormal, yang sebagian
disebabkan akinesia dan sebagian lagi karena hilangnya
kontrol postural normal.4
Postur
Postur pasien akan menjadi fleksi, atau membungkuk,
kadang dideskripsikan sebagai postur simian, yaitu seperti
kera. Pasien juga tidak mampu mempertahankan posisi
berdiri normal bila diberi tekanan dari depan (akan jatuh ke
7
belakang retropulsi), maupun dari belakang (jatuh ke depan
propulsi). Pasien akan kesulitan memulai berjalan,
sehingga pasien seperti membeku, begitu pula saat gerakan
berbelok. Pasien akan menggunakan gerakan trik untuk
mengatasi ini dengan sengaja melangkah melebihi tongkat
saat hendak mengubah posisi atau melalui pintu. Langkah
menjadi kecil-kecil dan terseret, dan pola berjalan
dideskripsikan sebagai pola festinant yaitu pola dimana
pasien tampak seperti terburu-buru untuk menjaga titik pusat
gravitasi tubuhnya. Tidak ada ayunan lengan saat berjalan.
Instabilitas postural berat pada tahap lanjut menyebabkan
peningkatan resiko jatuh.4
B. Nonmotor symptom
Gejala sensorik
Gejala sensorik sering memanifestasikan sebagai
sensasi menyakitkan dari kegelisahan batin, dianggap
sebagai bentuk akatisia. Nyeri dan ketidaknyamanan pada
ekstremitas dapat merupakan gejala yang menonjol atau
berkembang ketika obat antiparkinson “wearing off”.
Beberapa pasien kemungkinan mengalami sesak napas
subjektif tanpa adanya patologi yang mendasari
kardiorespirasi.10
Gangguan tidur
Gangguan tidur dan kewaspadaan siang hari
merupakan gangguan yang umum pada Parkinson’s disease.
8
Faktor faktor yang mengganggu tidur malam hari termasuk
timbulnya kembali bradykinesia dan rigiditas, dengan
kesulitan mengubah posisi di tempat tidur, serta tremor dan
gerakan involunter (misalnya, myoclonic jerk atau gerakan
kaki periodik).10
Gangguan autonom
Disfungsi otonom dapat menghasilkan manifestasi
yang beragam, termasuk hipotensi ortostatik, sembelit,
urinary urgency dan frekuensi, keringat berlebihan, dan
seborrhea. Hipotensi ortostatik muncul pada banyak pasien
akibat gangguan vasomotor refleks, denervasi simpatik
jantung, atau sebagai efek samping dari terapi
dopaminomimetic.10
Gangguan neurospikiatrik
Perubahan suasana hati, kognisi, dan perilaku umum
menyertai Parkinson’s disease, terutama pada tahap lanjut,
dan mungkin akibat langsung dari PD atau patologi komorbid
[misalnya, penyakit Alzheimer (AD), demensia kortikal dengan
badan Lewy (DLB)] atau mungkin terjadi sebagai efek
samping terapi antiparkinson. Dapat terjadi depresi,
gangguan panic, kesulitan mengerjakan tugas yang rumit,
rencana jangka panjang, mengingat, maupun memperoleh
informasi baru.10
9
KRITERIA DIAGNOSIS 5
I. Manifestasi klinis sesuai dengan utilitas diagnostik
A. Grup A: Karakteristik penyakit Parkinson
1. Tremor istirhat
2. Rigiditas
3. Bradykinesia.
4. onset asimetris
B. Grup B: sugestif penyakit lain
1) Fitur yang tidak biasa pada awal penyakit:
a. Ketidakstabilan postural dalam 3 tahun pertama
penyakit.
b. Freezing phenomena dalam 3 tahun pertama.
c. Halusinasi yang tidak berhubungan dengan obat
dalam 3 tahun pertama
d. Demensia mendahului gejala motor atau pada
tahun pertama terjadi:
i. Supranuclear gaze palsy
ii. Dysautonomia parah, gejala tidak
berhubungan dengan obat.
iii. Dokumentasi lesi atau kondisi yang
berhubungan dengan parkinsonisme
II. Possible Parkinson’s Disease
A. Setidaknya dua dari empat kelompok gejala A,
setidaknya salah satunya adalah tremor atau
bradykinesia
dan
10
B. tidak ada gejala grup B
atau
Gejala kurang dari 3 tahun lamanya, dan tidak ada
gejala grup B yang hadir sampai saat ini
dan
C. respon substansial dan berkelanjutan untuk levodopa
atau agonis dopamin telah didokumentasikan
atau
Pasien belum memiliki sebuah percobaan yang
memadai levodopa atau agonis dopamin.
III. Probable Parkinson’s disease
A. Setidaknya tiga kelompok A gejala yang hadir
dan
B. Tidak ada kelompok B gejala hadir bagi mereka
dengan gejala lebih dari 3 tahun
dan
C. respon substansial dan berkelanjutan untuk levodopa
atau agonis dopamin telah didokumentasikan.
IV. Definite parkinson’s disease
A. Semua kriteria untuk penyakit Parkinson mungkin
atau kemungkinan terpenuhi
dan
B. histopatologi konfirmasi diagnosis
11
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
(sumber : fundamental of neurology)
12
(Sumber : Harrison Neurology in Clinical Medicine)
13
TATALAKSANA
I. MEDIKAMENTOSA10
Terapi dopaminomimetik harus dimulai sesegera
mungkin ketika gejala mulai mengganggu kulaitas hidup.
Terapi lini pertama yang ideal tergantung umur,status kognitif,
tipe klinis, dan financial pasien. Pilihannya antara lain agonis
dopamine,sediaaan levedopa, atau MAO-B inhibitor. Tujuan
terapi dopamimetik adalah untuk mengembalikan transmisi
dopamine di striatum. Hal ini dapat diperoleh dengan
stimulasi reseptor post sinaps (agonis dopamine),
meningkatkan ketersediaan precursor dopamine (levedopa),
menghambat metabolism levedopa di perifer dan otak, dan
menghambat katabolisme dopamine di sinaps.
1) Agonis dopamine
Agonis dopamine secara langsung menembus blood
brain barrier dan beraksi pada reseptor dopamine post sinaps
(terutama D2). Dibandingkan levedopa, aksinya lebih lama,
namun harganya lebih mahal. Zat ini efektif sebagai agen
monoterapi, sebagai tambahan terhadap terapi
carbidopa/levedopa, maupun sebagai kombinasi dengan
antikolinergik dan amantadin. Ketika digunakan sebagai
monoterapi kurang efektif jika dibandingkan dengan levedopa.
Jika digunakan sebagai terapi tambahan terhadap levedopa,
dapat memperparah diskinesia bila dosis levedopa/carbidopa
tidak disesuaikan.
14
Agen yang tersedia antara lain 3 non-ergot alkaloid
(pramipexole, rapinirole, dan rotigotine) dan ergot alkaloid
(bromocriptine, cabergoline, lisuride). Agonis secara khusus
efektif menerapi bradikinesia, hilangnya ketangkasan motorik
halus, tremor, dan gangguan postural. Efek samping obat ini
antara lain: nausea, hipotensi postural, gejala psikiatrik,
sedasi. Efek samping dapat diturunkan dengan menurunkan
dosis, mengurangi obat yang digunakan bersamaan yang
memiliki efek samping sama, atau pada kasus nausea dapat
diberikan peripheral dopamine blockers seperti
dopmperidone, trimethobenzamide, atau dronabinol sampai
pasien mengalami toleransi terhadap gejala ini.
2) Carbidopa/levedopa
Carbidopa/ Levodopa tersedia dalam bentuk
immediate release (IR) (Sinemet, Atamet, dan lainnya; 10/100
mg, 25/100 mg, and 25/250 mg), dan controlled release (CR)
(Sinemet CR 25/100 mg, 50/200 mg). Pada sebagian besar
orang, sekurang-kurangnya diperlukan carbidopa 75 mg/hari
untuk menghambat dekarboksilasi levedopa menjadi
dopamine di perifer, dan untuk mengurangi efek nausea dan
hipotensi postural. Direkomendasikan penggunaan dosis
individual dan peningkatan dosis bertahap. Inisiasi dosis saat
waktu makan akan mengurangi nausea dan efek samping
lain. Namun, seiring pasien mengalami toleransi terhadap
15
gejalanya, bat ini dapat diberikan saat lambung kosong,
sehingga absorbsinya dapat lebih cepat dan diprediksi.
3) Inhibitor MAO-B
Zat ini merupakan inhibitor yang selektif dan
reversible terhadap katabolisme dopamine dengan
menghambat MAO-B di sinaps. Jika digunakan sebagai
monoterapi, zat ini memiliki efek yang sedang, namun zat ini
dapat memperkuat efikasi bila digunakan sebagai tambahan
carbidopa/levedopa. Sediaan yang tersedia antara lain
selegiline, rasagiline, zydis selegiline.
Selegilin digunakan dengan dosis 5 mg saat sarapan
dan makan siang dengan efek samping insomnia, mungkin
karena amphetamine-like metabolite. Rasagiline kurang
memiliki efek amphetamine-like. Digunakan sekali sehari
dengan dosis 0,5-1 mg/hari. Zydis selegiline adalah tablet
yang diserap melalui mukosa mulut. Dosis bisanya adalah
1.25–2.5 mg/hari di pagi hari. Efek sampingnya antara lain
nausea, dispepsia, dizziness, insomnia, diskinesia, hipotensi
ortostatik, dan halusinasi.
4) COMT-inhibitor
COMT inhibitor memperkuat efek levedopa dengan
menghambat degradasi levedopa dan dopamine. Obat yang
tersedia antara lain entacapone dan tolcapone. Bila
digunakan sebagai kombinasi terapi carbidopa/levedopa akan
16
meningkatkan kadar levedopa sebanyak >30%. Dosisnya
adalah 200 mg dalam setiap dosis carbidopa/levedopa. Efek
sampingnya antara lain gangguan gastrointestinal dan kondisi
hiperdopaminergik yang ditandai dengan gangguan tidur dan
meningkatnya diskinesia yang membutuhkan pengurangan
carbidopa/levedopa.
5) Zat lain
Antikolinergik dan amantadin adalah terapi tambahan
yang tepat disamping terapi dopaminomimetik. Antikolinergik
terutama berguna untuk mengkontrol tremor istirahat dan
distonia, sedangkan amantadin dapat menurunkan drug
induced-dyskinesia sebanyak >70%. Mekanisme amantadin
belum diketahui, namun memiliki efek samping nausea, sakit
kepala, edema, eritema. Dosis harus dikurangi pada pasien
dengan insufisiensi ginjal.
II. TERAPI BEDAH 4
a. Talamotomi stereostatik
Pembedahan thalamus jarang digunakan seiring
berkembangnya terapi medikamentosa. Dapat membantu
pada pasien yang tremor berat yang tidak member respon
terhadap obat.
b. Palidotomi
Pembedahan globus pallidus berperan pada terapi
diskinesia
c. Transplantasi sel
17
Menggunakan substansia nigra fetus masih
eksperimental.
(Sumber: Harrison Neurology in Clinical Medicine)
18
(Sumber: Harrison Neurology in Clinical Medicine)
19
ALGORITMA
(sumber: Harrison Neurology in Clinical Medicine)
20
CONTOH PENULISAN RESEP
21
Dr. Ellisma Swandini Nugraheni
SIP : 0810713043
Permata Jingga, Anggrek no 24
Tlpn : 085649693610
Malang, 15 Juli 2012
R/carbidopa/levedopa IR tab 25/100mg No.XXX
∫ 3 dd tab 1
R/ Ropinirole tab 3 mg No.XX
∫ 2 dd tab 1
Pro : Tn X
Umur : 70 tahun
RINGKASAN
Parkinsonisme adalah suatu sindrom klinis
diantaranya bradikinesia dan paling tidak salah satu dari
ketiga keadaan klinis: tremor, rigiditas, dan instabilitas
postural dan digunakan sebagai terminology yang memayungi
profil klinis tanpa memandang sebab secara spesifik. Yang
dimaksud Parkinson’s Disease adalah bentuk primer idiopatik
dan mereprsentasikan 2/3 dari semua parkinsonisme.
Parkinson’s Disease terjadi karena hilangnya inervasi
dopamine dari ganglia basalis yang disebabkan oleh
kematian sel nya yang progresif dan pelan. Neuron
dopaminergik pada substansia nigra mengalami kematian
akibat kombinasi dari beberapa factor, termasuk: kerentanan
genetic (pemrosesan abnormal protein, folding α-synuclein
protein yang bersifat racun, dll), stress oksidatif, abnormalitas
aktivitas kinase, disfungsi proteasome, dan factor lingkungan
yang belum bisa diidentifikasi.
Patologi menunjukkan berkurangnya sel yang
berpigmen di pars compacta substansia nigra; sel ini
mengandung neuromelanin dan memproduksi
neurotransmitter dopamine. Selain itu, terdapat gambaran
badan inklusi sitoplasmik yang eosinofilik dan dikelilingi halo
(Lewy Bodies), yang mengandung agregrasi neurofilamen
dan protein α-synuclein.
Neuron dopaminergik substansia nigra berproyeksi ke
ipsilateral striatum (nucleus kaudatus dan putamen), yang
22
selanjutnya akan menyebabkan striatum mengirim impuls ke
korteks motorik lewat jalur eksitasi langsung lewat nucleus
thalamus. Secara bersamaan impuls inhibisi juga dikirim ke
korteks motorik melalui jalur polisinaps tidak langsung lewat
globus pallidus externa, subthalamic nucleus, dan thalamic
nuclei
Gejala dari Prakinson’s disease secara garis besar
dapat dibagi menjadi gejala motorik dan gejala nonmotorik.
Yang termasuk gejala motorik antara lain TRAP (Tremor,
Rigiditas, Akinesia, dan instabilitas Postural). Tremor muncul
saat istirahat unilateral, pertama-tama dibagian distal,
mengenai jari dan pergelangan. Tremor dideskripsiskan
seperti gerakan membuat pil (pill rolling), berfrekuensi 3-6
Hz,, dieksaserbasi dengan ansietas atau stress, menghilang
saat bergerak.
Rigiditas dirasakan sebagai resistensi yang menetap
terhadap gerakan pasif saat sendi digerakkan full ROM.
Interupsi singkat dan regular dari resistensi selama gerakan
pasif, dikarenakan oleh tremor yang subklinis, akan
menampakkan gejala rigiditas “cogwheel.
Pasien akan mengalami bradikinesia, anatara lain
kesulitan pada gerakan motorik kompleks, seperti berpakaian,
mencukur, menulis (tulisan menjadi kecil-kecil, micrografia).
Kurangnya gerakan spontan dapat bermanifestasi kurangnya
ekspresi wajah (wajah seperti topeng), kesulitan mengubah
posisi percakapan sedikit dan mononton.
23
Gejala instabilitas postural antara lain postur pasien
akan menjadi fleksi, atau mmbungkuk, tidak mampu
mempertahankan posisi berdiri normal bila diberi tekanan ,
kesulitan memulai berjalan, pola festinant yaitu pola dimana
pasien tampak seperti terburu-buru untuk menjaga titik pusat
gravitasi tubuhnya. Tidak ada ayunan lengan.
Yang termasuk gejala nonmotor antara lain gejala
sensorik, gangguan tidur, disfungsi otonom , dan gangguan
neurospikiatrik.
Diagnois bandingnya antara lain arteriosclerotic
parkinsonism, medication induced parkinsonism,
parkinsonism of infectious origin, NPH, wison's disease,
trauma tumpul kepala berulang, toxic parkinsonism,
parkinsonisme karena penyakit neurodegenertif lain, maupun
sebab-sebab lainnya seperti tumor otak, subdural hematome,
polycitemia vera.
Terapi dopaminomimetik harus dimulai sesegera
mungkin ketika gejala mulai mengganggu kulaitas hidup.
Pilihannya antara lain agonis dopamine,sediaaan levedopa,
atau MAO-B inhibitor.
Agonis dopamine secara langsung menembus blood
brain barrier dan beraksi pada reseptor dopamine post sinaps
(terutama D2). Agen yang tersedia antara lain 3 non-ergot
alkaloid (pramipexole, rapinirole, dan rotigotine) dan ergot
alkaloid (bromocriptine, cabergoline, lisuride).
24
Carbidopa/ Levodopa tersedia dalam bentuk
immediate release (IR) (Sinemet, Atamet, dan lainnya; 10/100
mg, 25/100 mg, and 25/250 mg), dan controlled release (CR)
(Sinemet CR 25/100 mg, 50/200 mg). Pada sebagian besar
orang, sekurang-kurangnya diperlukan carbidopa 75 mg/hari
untuk menghambat dekarboksilasi levedopa menjadi
dopamine di perifer, dan untuk mengurangi efek nausea dan
hipotensi postural.
MAO-B merupakan inhibitor yang selektif dan
reversible terhadap katabolisme dopamine dengan
menghambat MAO-B di sinaps. Jika digunakan sebagai
monoterapi, zat ini memiliki efek yang sedang, namun zat ini
dapat memperkuat efikasi bila digunakan sebagai tambahan
carbidopa/levedopa. Sediaan yang tersedia antara lain
selegiline, rasagiline, zydis selegiline.
COMT inhibitor memperkuat efek levedopa dengan
menghambat degradasi levedopa dan dopamine. Obat yang
tersedia antara lain entacapone dan tolcapone. Bila
digunakan sebagai kombinasi terapi carbidopa/levedopa akan
meningkatkan kadar levedopa sebanyak >30% Antikolinergik
dan amantadin adalah terapi tambahan yang tepat disamping
terapi dopaminomimetik. Antikolinergik terutama berguna
untuk mengkontrol tremor istirahat dan distonia, sedangkan
amantadin dapat menurunkan drug induced-dyskinesia
sebanyak >70%. terapi bedah antara lain dengan talalamo
stereostatik, palidotomi, transplantasi sel.
25
TANYA JAWAB
1. Kapan terapi levedopa sebaiknya dimulai?
Efektivitas levedopa terbatas karena adanya efek
fluktuasi motorik dan diskinesia. Karenanya strategi
rasional untuk memulai terapi levedopa pada pasien
dengan Parkinson’s disease adalah ketika gejala
Parkinson sudah mulai menganggu aktivitas kehidupan
sehari-hari atau menganggu fungsi social dan
okupasional. 7
2. Apakah efek samping perifer tersering dari terapi
levedopa dan bagaimana hal tersebut diatasi?
Mual dan muntah merupakah efek sampingyang
paling umum pada awal penggunaan levedopa. Sebagian
besar pasien menanggulangi hal ini dengan meminum
obat setelah makan. Jumlah ekstra carbidopa mungkin
diperlukan. Penanggulangan efek samping
gastrointestinal tidak boleh menggunakan dopamine
blockers, seperti metoclopramide, karena justru akan
memperburuk Parknson’s disease. Hydroxyzine,
trimethobenzamide, diphenidol, cyclizine, atau
domeperidone dapat digunakan sebagai alternative.
Efek cardiovascular tersering adalah hipotensi
ortostatik. Tatalaksana komplikasi ini termasuk
menambahkan garam ke makanan, penggunaan stocking
26
yang elastic, dan penggunaan beberapa pengobatan
seperti fludocortisone, indometacine, ataumidodrine.8
3. Strategi apakah yng bermanfaat pada tatalaksana
fluktuasi pada Parkinson’s Disease?
Konsep stimulasi dopaminergik secara teru-menerus
telah digunakan sebagai prinsip pedoman dalam
pencegahan dan tatalaksana fluktuasi motorik. Strategi
dimaksudkan untuk mencapai tujuan ini termasuk
penggunaan MAO inhibitor, seperti selegiline dan
rasagiline, COMT inhibitor seperti entacapone dan
tolcapone, agonis dopamine, dan subthalamic nucleus
deep brain stimulaton (DBS).9
4. Adakah hubungan antara Alzheimer’s disease (AD) dan
Parkinson’s disease (PD)?
Data yang tersedia saat ini tidak mendukukung adanya
etiologi umum dari AD maupun PD. Namun, sekitar 20%
pasien dengan PD memiliki demensia. AD
bertanggungjawab terhadap beberapa bagian pada kasus
ini. Tidak seperti AD, pola demensia pada PD dicirikan
oleh kurangnya tanda kortikal, seperti ataksia dan
apraksia, dan keberadaan pikun, bradyphrenia, dan
depresi.pada penelitian longitudinal, manifestasi klinis
yang membedakan demensia pada PD antara lain
fluktuasi
5. Apakah indikasi terapi pembedahan pada Parkinson’s
disease?
27
Indikasi umum pembedahan pada Parkinson’s disease
antara lain tremor yang keras dan fluktuasi motorik yang
diinduksi obat. Kandidat yang paling baik adalah pasien
dengan respon terhadap levedopa yan jelas yang bebas
dari demensia atau komorbid psikiatrik. Secara umum,
pasien dengan parkinsonisme atipikal atau demensia
memiliki manfaat yang sedikit, bahkan tidak sama
sekali.10
28
REFERENSI
1. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Diagnosis
and pharmacological management of Parkinson’s
disease. A national clinical guideline. January 2010.
2. Larry E.Davis, Molly K.King, Jessica L.Schultz, 2005.
Fundamental of Neurologic Disease. Department of
neurology and neuroscience School of Medicine
University of Mexico.
3. Martin A. Samuels, 2004. Maunual of neurologic
therapeutics. 7th edition.Brigham and Women Harvard
Medical School.
4. Lionel Ginsberg, 2008. Lecture notes Neurology. 8th
edition.Blackwell publishing Ltd.
5. Roongroj Bhidayasiri,Michael F.Waters, Christoper
C.Giza, 2004. Neurological Differential Diagnosis: A
Prioritized Approach. Blackwell Publishing.
6. Mark Mumenthale, heinrich Mattle, 2006. Fundamentals
of Neurology: An Illustrated .Guide.Thieme.
7. Hauser RA, McDermott MP, Messing S: Parkinson Study
Group: Factors associated with the development of motor
fluctuations and dyskinesias in Parkinson’s disease. Arch
Neurol 63:1756-1760, 2006.
8. Rolen A. Rolak, 2010. Neurologic secret 5th
edition.Mosby: Elsevier
29
9. Diamond A, Jankovic J: Treatment of advanced
Parkinson’s disease. Expert Review of Neurotherapeutics
6:1181-1197, 2006.
10. Stephen L.Hauser, 2011. Harrison Neurology in Clinical
Medicine. 2nd edition.Mc Graw Hill
30