+ All Categories
Home > Documents > Estimasi Parameter Genetik Dan Kemampuan Berproduksi Performans

Estimasi Parameter Genetik Dan Kemampuan Berproduksi Performans

Date post: 14-Nov-2015
Category:
Upload: rinaldy-manurung
View: 89 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Description:
pemuliaan ternak
Popular Tags:
84
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719 i
Transcript
  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    i

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    ii

    Jurnal AgriSains

    PENANGGUNGJAWAB Ketua LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

    Ketua Umum :

    Dr. Ir. Ch Wariyah, MP

    Sekretaris : Awan Santosa, SE., M.Sc

    Dewan Redaksi :

    Dr. Ir. Wisnu Adi Yulianto MP Dr. Ir. Sri Hartati Candra Dewi, MP

    Dr. Ir Bambang Nugroho MP

    Penyunting Pelaksana : Ir. Wafit Dinarto, M.Si Ir. Nur Rasminati, MP

    Pelaksana Administrasi :

    Gandung Sunardi Hartini

    Alamat Redaksi/Sirkulasi : LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

    Jl. Wates Km 10 Yogyakarta Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213

    E-Mail : [email protected]

    Jurnal yang memuat artikel hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal AgriSains dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit.

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya, Jurnal

    Agrisains Volume 4, No. 5, September 2012 dapat diterbitkan. Redaksi mengucapkan terima

    kasih yang sebesar-besarnya kepada pada penulis atas partisipasi untuk berbagi pengetahuan

    dari hasil penelitian melalui publikasi di jurnal Agrisains. Dengan demikian desiminasi hasil

    penelitian dapat dilakukan dengan baik. Artikel tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat

    bagi pengembangan IPTEKS.

    Pada jurnal Agrisains edisi September 2012, disajikan beberapa hasil penelitian yang

    berorientasi pada peningkatan ketahanan pangan utamanya di bidang peternakan dan

    agroteknologi. Sesuai P2KP atau Program Peniningkatan Ketahanan Pangan yang

    dicanangkan pemerintah, artikel di bidang Peternakan dan Agroteknologi dapat

    diimplementasikan untuk meningkatkan sumber daya lokal.

    Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel

    dalam jurnal yang diterbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan, agar penerbitan

    mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak redaksi

    mengucapkan terima kasih.

    Yogyakarta, September 2012 Redaksi

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    iv

    DAFTAR ISI Hal

    Kata Pengantar iii Daftar Isi iv ESTIMASI PARAMETER GENETIK DAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI PERFORMANS PERTUMBUHAN KAMBING RAMBON.......................................................1-16 GENETIC PARAMETER AND PRODUCING ABILITY FOR GROWTH TRAITS OF RAMBON GOAT Sulastri*), Sumadi**), Tety Hartatik**), dan Nono Ngadiyono**)

    POTENSI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) SIAP TANAK SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF BERKALSIUM..............................................................17-34 Chatarina Wariyah RESPON MACAM PUPUK DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI DALAM S R I (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)...35-50 Bambang Sriwijaya Anggit Bimanyu KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER ....................................................................................................51-58 Niken Astuti KORELASI ANTARA KADAR GLIKOGEN, ASAM LAKTAT, pH DAGING DAN SUSUT MASAK DAGING DOMBA SETELAH PENGANGKUTAN...............................................................................................59-70 Sri Hartati Candra Dewi PERAN ABA DAN PROLINA DALAM MEKANISME ADAPTASI TANAMAN BAWANG MERAH TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DI TANAH PASIR PANTAI....................................................................................................71-78 F. Didiet Heru Swasono PEDOMAN PENULISAN NASKAH..79

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    1

    ESTIMASI PARAMETER GENETIK DAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI PERFORMANS PERTUMBUHAN KAMBING RAMBON

    GENETIC PARAMETER AND PRODUCING ABILITY

    FOR GROWTH TRAITS OF RAMBON GOAT

    Sulastri*), Sumadi**), Tety Hartatik**), dan Nono Ngadiyono**)

    *) Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Peternakan (Fakultas Peternakan) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,

    Bandar Lampung) (Handphone:089631336577, email:[email protected]) **) Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Handphone:081328832260, email:profsumadi @yahoo.co.id)

    ABSTACT The research was conducted at Lestari farmer group located at Southern Metro

    subdistrict, Metro city, Lampung province to study the effectivity of mass selection by estimating genetic parameter for growth performance at birth, weaning, yearling and to study producing ability of buck, does, male, and female individuals by estimating breeding value (BV) and Most Probable Producing Ability (MPPA). Recording of pedigree and growth performance of 260 heads of 10 bucks were used to estimate heritability and genetic correlation value, that of 78 does to estimate repeatability value. Survey method were used in this research. Variables observed were body weight and body measurement (body length, body height, chest girth, hip height, ear length, and ear width). Heritability value were estimated by variance analysis of halfsib correlation method, repeatability value by variance analysis of intraclass correlation method, genetic correlation by covariance analysis of halfsib correlation. Heritability and ripitability value were medium, genetic correlation value were positive and medium grade. Heritability and ripitability for yearling weight 0,180,01 and 0,190,04, respectively. Buck number II (absolute BV 29.91 kg), male goat number II.21 (absolute BV 29.35 kg), female goat number II.16 (absolute BV 26.15 kg), doe number 21 (MPPA 29,14 kg). Its conclusion that mass selection were effetive to improve growth performance, bucks and does possessing high production ability transmitted their genetic to their offspring.

    Key words: Heritability, Repeatability, Breeding Value, Most Probable Producing Ability

    PENDAHULUAN

    Kambing Rambon merupakan hasil

    persilangan antara kambing Peranakan

    Etawah (PE) jantan dengan Kacang betina

    sehingga kandungan genetik kambing

    Kacang dalam kambing Rambon lebih tinggi

    daripada kambing PE (Djajanegara dan

    Misniwaty, 2005). Kambing Rambon dikenal

    juga dengan nama kambing Jawarandu

    atau Bligon. Penampilan kambing Bligon

    lebih mirip dengan kambing Kacang

    (Hardjosubroto, 1994; Devendra dan Burns;

    1994; Batubara et al. 2009).

    Kambing Rambon banyak dipelihara

    masyarakat Kecamatan Metro Selatan, Kota

    Metro, Provinsi Lampung. Keunggulannya

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    2

    terletak pada pertumbuhannya yang cepat

    dan tingkat kesuburannya tinggi. Kedua

    sifat tersebut diwariskan oleh kambing

    Kacang. Postur tubuhnya yang lebih tinggi

    daripada kambing Kacang merupakan hasil

    pewarisan dari tubuh kambing PE.

    Kambing Rambon sangat diminati

    pedagang daging karena harga kambing

    per berat hidup murah namun harga

    dagingnya sama dengan bangsa kambing

    lainnya.

    Penjualan dan pemotongan kambing

    Rambon yang tinggi di Kota Metro

    dikhawatirkan dapat menurunkan populasi

    dan produksi daging kambing karena tidak

    adanya program pemuliabiakan pada

    kambing Rambon. Program pemuliabiakan

    ternak kambing dapat dilakukan melalui

    seleksi atau pengaturan perkawinan.

    Seleksi merupakan program pemuliabiakan

    yang efektif apabila parameter genetik

    (heritabilitas, ripitabilitas, dan korelasi

    genetik) suatu sifat berkisar antara sedang

    sampai tinggi. Sifat yang ekonomis pada

    kambing Rambon adalah performans

    pertumbuhan.

    Seleksi ternak jantan dewasa, individu

    jantan dan betina muda dapat dilakukan

    berdasarkan Nilai Pemuliaan (NP). Seleksi

    induk dilakukan berdasarkan nilai Most

    Probable Producing Ability (MPPA). Nilai

    Pemuliaan adalah penilaian terhadap mutu

    genetik ternak untuk sifat tertentu yang

    diberikan secara relatif atas dasar

    kedudukannya di dalam populasi

    (Hardjosubroto, 1994). Nilai MPPA adalah

    penduga secara maksimum kemampuan

    berproduksinya seekor hewan betina

    berdasarkan catatan performans yang

    sudah ada (Hardjosubroto, 1994). Kedua

    nilai tersebut merupakan digunakan untuk

    evaluasi kemampuan berproduksi ternak.

    Ternak jantan dan betina dewasa dengan

    kemampuan berproduksi tinggi diharapkan

    memiliki kemampuan untuk mewariskan

    keunggulannya pada keturunannya.

    MATERI DAN METODA

    MATERI Penelitian dilakukan pada bulan

    Januari sampai Mei 2012 di Kecamatan

    Metro Selatan, Kota Metro, Provinsi

    Lampung. Materi penelitian berupa

    recording kambing Rambon milik kelompok

    tani Lestari di Kecamatan Metro Selatan

    yang meliputi silsilah, tanggal lahir, umur

    induk saat melahirkan, tipe kelahiran ternak,

    jenis kelamin individu, berat lahir, berat

    sapih, dan berat setahunan kambing.

    Catatan pertumbuhan 260 ekor anak dari

    10 ekor pejantan digunakan untuk estimasi

    heritabilitas dan korelasi genetik antar sifat,

    masing-masing dengan analisis

    keragaman dan peragam metode korelasi

    saudara tiri sebapak. Catatan pertumbuhan

    dari 78 ekor induk yang sudah mengalami 3

    sampai 6 kelahiran digunakan untuk

    estimasi ripitabilitas dengan metode korelasi

    dalam kelas. Kambing-kambing yang

    datanya digunakan untuk estimasi adalah

    kambing yang lahir dari tahun 2007 sampai

    2010.

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    3

    Peubah yang diamati meliputi berat

    lahir (BL) dan ukuran-ukuran tubuh saat

    lahir (UTL), berat sapih (BS) dan ukuran-

    ukuran tubuh saat sapih (UTS), berat

    setahunan (BSt) dan ukuran-ukuran tubuh

    saat umur setahun (UTSt). Ukuran-ukuran

    tubuh yang diamati meliputi tinggi badan

    (TB), panjang badan (PB), lingkar dada

    (LD), tinggi pinggul (TP), panjang telinga

    (PT), dan lebar lebar telinga (LT).

    Koreksi Data Performans Pertumbuhan

    Data-data berat badan dan

    ukuran-ukuran tubuh dilakukan

    penyesuaian terhadap beberapa faktor

    untuk memperoleh berat badan dan ukuran-

    ukuran tubuh terkoreksi dengan

    menggunakan rumus-rumus sesuai

    rekomendasi Hardjosubroto (1994).

    Penyesuaian dilakukan terhadap jenis

    kelamin jantan melalui faktor koreksi jenis

    kelamin (FKJK), terhadap tipe kelahiran

    tunggal melalui faktor koreksi tipe kelahiran

    tunggal (FKTL), dan umur induk 5 tahun (60

    bulan) dengan melakui faktor koreksi umur

    induk (FKUI).

    Nilai FKJK (Tabel 1) diperoleh dengan

    menggunakan rumus sebagai berikut:

    betina

    jantan

    XX

    =FKJK

    Keterangan: jantanX =Rata-rata BL/BS/BSt/UT

    kambing jantan, betinaX = Rata-rata

    BL/BS/BSt/UT kambing betina.

    Nilai FKTL diperoleh dengan

    menggunakan rumus sebagai berikut:

    FKTL=TK

    TT

    XX

    Keterangan: TTX = Rata-rata BL/BS/BSt/UT

    tipe kelahiran tunggal, TKX = Rata-rata

    BL/BS/BSt/UT tipe kelahiran kembar dua.

    Nilai FKUI (Tabel 2) diperoleh dengan

    rumus sebagai berikut:

    P(n)

    P(60)

    XX

    =FKUI

    PS(60)X = Rata-rata BS/UTS yang

    induknya berumur 60 bulan pada saat

    melahirkan.

    PS(n)X = Rata-rata BS/UTS cempe saat

    sapih yang induknya berumur n bulan

    (n=12, 18, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 72 bulan)

    Nilai FKUI terdapat padaTabel 3 .

    Data berat lahir terkoreksi (BLT)

    dan ukuran-ukuran tubuh saat lahir

    terkoreksi (UTLT) dihitung dengan rumus

    sebagai berikut:

    a. BLT=(BL)(FKJK)(FKTL)

    Keterangan: BLT=berat lahir terkoreksi,

    BL=berat lahir, FKJK=faktor koreksi

    jenis kelamin, FKTL=faktor koreksi tipe

    kelahiran

    b. UTLT=(UTL)(FKJK)(FKTL)

    Keterangan:UTLT=ukuran-ukuran tubuh

    saat lahir terkoreksi, UTL= ukuran tubuh

    saat lahir.

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    4

    Data berat sapih terkoreksi (BST)

    dan ukuran-ukuran tubuh saat sapih (UTST)

    terkoreksi dihitung dengan rumus-rumus

    sebagai berikut:

    a.

    )L)(FKUI(FKJK)(FKTx120USBL-BS

    +(BL=BST

    Keterangan : BST=berat sapih terkoreksi,

    BS=berat sapih, FKJK=faktor koreksi jenis

    kelamin, FKTL=faktor koreksi tipe kelahiran

    FKUI=faktor koreksi umur induk

    b.

    L)(FKUI)(FKJK)(FKTx120USUTL-UTS+(UTL=TSTU

    Keterangan: UTST=ukuran tubuh saat sapih

    terkoreksi, UTS=ukuran tubuh saat sapih

    Data berat setahunan terkoreksi

    (BStT) dan ukuran-ukuran tubuh saat umur

    setahun terkoreksi (UTStT) dihitung

    dengan rumus-rumus sebagai berikut:

    a. (FKJK)x245TWBS-BSt+(BS=BStT

    Keterangan : BStT=berat setahunan

    terkoreksi, BSt=berat setahunan,

    FKJK=faktor koreksi jenis kelamin,

    TW=tenggang waktu antara umur

    penimbangan BSt dengan BS

    b.

    (FKJK)x245TWUTS-UTSt+(UTS=UTStT

    Keterangan: UTStT=ukuran tubuh saat

    umur setahun terkoreksi, UTSt=ukuran

    tubuh saat umur setahun

    Tabel 1. Faktor koreksi jenis kelamin untuk berat badan dan

    ukuran-ukuran tubuh pada saat lahir, sapih, dan setahunan

    No. Sifat Performans pertumbuhan

    Lahir Sapih Setahunan

    Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

    1 Berat badan 1,00 1,02 1,00 1,04 1,00 1,06

    2 Panjang badan 1,00 1,03 1,00 1,06 1,00 1,09

    3 Tinggi badan 1,00 1,03 1,00 1,06 1,00 1,09

    4 Lingkar dada 1,00 1,03 1,00 1,05 1,00 1,08

    5 Tinggi pinggul 1,00 1,02 1,00 1,05 1,00 1,08

    6 Panjang telinga 1,00 1,05 1,00 1,02 1,00 1,02

    7 Lebar telinga 1,00 1,02 1,00 1,02 1,00 1,03

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    5

    Tabel 2. Faktor koreksi tipe kelahiran untuk berat badan dan

    ukuran-ukuran tubuh pada saat lahir dan sapih

    No. Sifat Performans pertumbuhan

    Lahir Sapih

    Tunggal Kembar dua Tunggal Kembar dua

    1 Berat badan 1,00 1,10 1,00 1,14

    2 Panjang badan 1,00 1,14 1,00 1,16

    3 Tinggi badan 1,00 1,13 1,00 1,15

    4 Lingkar dada 1,00 1,14 1,00 1,17

    5 Tinggi pinggul 1,00 1,12 1,00 1,15

    6 Panjang telinga 1,00 1,02 1,00 1,04

    7 Lebar telinga 1,00 1,03 1,00 1,04

    Estimasi heritabilitas

    Data performans terkoreksi

    dikelompokkan berdasarkan kelompok tetua

    jantan untuk melakukan estimasi

    heritabilitas dengan analisis keragaman

    metode korelasi saudara tiri sebapak sesuai

    rekomendasi Becker (1992). Data yang

    diperoleh dianalisis dengan model statistik:

    ikiik e++=Y (Yik=mean, i =pengaruh

    pejantan ke-i, ike =simpangan genetik dan

    lingkungan yang memengaruhi individu

    dalam kelompok pejantan). Seluruh

    pengaruh bersifat acak, normal, dengan

    harapan nol.

    Estimasi heritabilitas dihitung dengan

    rumus:

    2w

    2s

    2s2

    s +4

    =h

    Salah baku (standard error) estimasi

    heritabilitas dihitung dengan rumus:

    1)-1)(S-k(k1)t)-(k+(1t)-2(1

    4=)S.E(h22

    2S

    t=korelasi dalam kelas (intraclass

    correlation)

    2w

    2s

    2s

    +

    =t

    Estimasi ripitabilitas Data dikelompokkan per paritas per

    induk untuk menghitung estimasi ripitabilitas

    dengan metode intraclass correlation sesuai

    rekomendasi Becker (1992). Data yang

    diperoleh dianalisis dengan model

    matematik: kmkkm ++=Y (Ykm=Hasil

    pengamatan ke-m pada individu ke-k,

    =rata-rata performans populasi,

    k=pengaruh individu ke-k, ekm=pengaruh

    lingkungan tidak terkontrol). Estimasi

    ripitabilitas (R) dihitung dengan rumus:

    2E

    2W

    2W

    +

    =R

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    6

    Standard error (S.E.) atau salah baku

    estimasi ripitabilitas dihitung dengan

    rumus:

    S.E. (R) = 1)-1)(N-k(k1)R)-(k+(1R)-2(1 22

    Estimasi korelasi genetik Data dua sifat masing-masing

    dikelompokkan per tetua jantan untuk

    menghitung estimasi korelasi genetik.

    dengan analisis keragaman metode korelasi

    saudara tiri sebapak sesuai rekomendasi

    Becker (1992).

    stimasi korelasi genetik (rG) dihitung

    dengan rumus:

    ))(4(4

    4cov=r

    2S(Y)

    2S(X)

    SG

    Rumus standard error (S.E.) atau salah

    baku korelasi genetik (rG):

    )var(r=)S.E.(r GG Estimasi kemampuan berproduksi

    Kemampuan berproduksi yang

    diestimasi antara lain nilai pemuliaan (NP)

    absolut pejantan berdasarkan berat

    setahunan anak dengan rumus sebagai

    berikut:

    P+))P-P(1)h-(n+1

    nh(=NP 2

    2

    Keterangan:

    NP= Nilai Pemuliaan, n =jumlah anak per

    pejantan, h2=heritabilitas berat setahunan,

    P =rata-rata berat badan anak per pejantan,

    P =rata-rata berat badan populasi

    Nilai Pemuliaan absolut (NP) anak

    jantan dan betina pada umur tertentu

    dihitung dengan rumus sesuai

    rekomendasi Hardjosubroto (1994) sebagai

    berikut:

    P+))P-(P(h=NP2

    Keterangan : NP = Nilai Pemuliaan, h2 =

    heritabilitas berat badan, P=berat badan

    individu, P =rata-rata berat badan populasi.

    Kemampuan berproduksi induk

    diestimasi dengan nilai MPPA (Most

    Probable Producing Ability) absolut

    berdasarkan berat setahunan anak dihitung

    dengan rumus sesuai rekomendasi

    Hardjosubroto (1994) sebagai berikut:

    P+))P-P((=MPPA 1)r-(n+1 nr

    Keterangan: n =jumlah pengukuran per

    induk, r=ripitabilitas berat badan, P =rata-

    rata berat setahunan anak per induk,

    P =rata-rata berat setahunan populasi

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Estimasi Heritabilitas Berat Badan dan Ukuran-Ukuran Tubuh

    Estimasi heritabilitas dan ripitabilitas

    berat lahir dan ukuran-ukuran tubuh pada

    saat lahir paling rendah, namun meningkat

    pada performans saat sapih, dan semakin

    meningkat lagi pada performans umur

    setahun (Tabel 4). Estimasi parameter

    genetik termasuk kelas sedang apabila

    nilainya 0,10 sampai dengan 0,30 (Warwick

    et al., 1990).

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    7

    Tabel 4. Performans pertumbuhan kambing Rambon dan nilai heritabilitas dan ripitabilitas

    masing-masing sifat

    Performans

    pertumbuhan

    Rata-rata Parameter genetik No

    .

    Heritabilitas Ripitabilitas

    1 Lahir

    a. Berat lahir 2,360,98 kg 0,140,07 0,190,03

    b. Tinggi badan 20.122,03 cm 0,130,03 0,150,02

    c. Panjang badan 20.222,88 cm 0,160,01 0,190,08

    d. Lingkar dada 23,232,01 cm 0,150,06 0,120,01

    e. Tinggi pinggul 22.012,02 cm 0,150,02 0,130,01

    f. Panjang telinga 8,121,61 cm 0,100,03 0,120,01

    g. Lebar telinga 4,700,145 cm 0,110,05 0,100,03

    Jumlah ternak 286 ekor

    2 Sapih

    a. Berat sapih 10,561,78 kg 0,220,08 0,250,09

    b. Tinggi badan 34,793,02 cm 0,230,00 0,240,06

    c. Panjang badan 37,993,02 cm 0,210,07 0,250,09

    d. Lingkar dada 36,113,77 cm 0,220,02 0,250,08

    e. Tinggi pinggul 38,223,77 cm 0,230,14 0,260,09

    f. Panjang telinga 12,161,90 cm 0,110,00 0,160,02

    g. Lebar telinga 7,880,11 cm 0,120,02 0,150,04

    Jumlah ternak 286 ekor

    3 Setahun

    a. Berat setahunan 27,882,33 kg 0,230,07 0,300,08

    b. Tinggi badan 53,352,01 cm 0,240,08 0,270,09

    c. Panjang badan 52,993,01 cm 0,210,05 0,300,05

    d. Lingkar dada 56,623,34 cm 0,220,02 0,240,05

    e. Tinggi pinggul 49,344,46 cm 0,230,05 0,280,08

    f. Panjang telinga 16,322,02 cm 0,110,02 0,140,05

    g. Lebar telinga 8,342,00 cm 0,120,03 0,150,04

    Jumlah ternak 286 ekor

    Heritabilitas pada performans

    pertumbuhan seluruhnya termasuk kelas

    sedang sehingga sifat-sifat tersebut efektif

    untuk ditingkatkan melalui seleksi. Seleksi

    pada performans pertumbuhan saat lahir

    mengakibatkan dystocia sehingga tidak

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    8

    dianjurkan (Hamed et al., 2009; Warwick et

    al., 1990). Heritabilitas performans

    pertumbuhan paling rendah dibandingkan

    pada saat sapih dan umur setahun karena

    sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor

    maternal yang diberikan induk pada saat

    fetus berada dalam kandungan induk

    (Mandal et al., 2006; Yang et al., 2009).

    Beberapa peneliti melaporkan

    bahwa estimasi berat lahir 0,19 pada

    kambing Boer (Zhang et al., 2008), 0,17

    pada kambing Boer (Zhang et al., 2009),

    0,80 pada kambing Boerawa (Beyleto et al.,

    2010), 0,30 pada kambing Kacang, 0,27

    pada kambing Boer (Elieser, 2012), panjang

    badan, tinggi badan, dan lingkar dada pada

    saat lahir pada kambing Boer masing-

    masing 0, 14, 0,24 dan 0,25 (Zhang et al.,

    2008)

    Estimasi heritabilitas berat sapih

    pada beberapa bangsa kambing juga

    dilaporkan termasuk kelas sedang bahkan

    tinggi. Heritabilitas performans

    pertumbuhan yang bernilai sedang

    menunjukkan bahwa korelasi antara penotip

    dengan genetik berderajat sedang sehingga

    performans pertumbuhan cukup akurat

    untuk menduga mutu genetik ternak

    (Warwick et al., 1990; Al-Shorepy, 2001).

    Beberapa peneliti melaporkan

    bahwa estimasi heritabilitas berat sapih

    kambing Kacang dengan metode hubungan

    saudara tiri sebapak 0,36 (Elieser, 2012),

    pada kambing Boerawa dengan metode

    hubungan saudara tiri sebapak 0,30, dan

    dengan metode pola tersarang 0,63

    (Beyleto et al., 2010), pada kambing

    Boerawa G1 0,25 yang diestimasi dengan

    metode hubungan saudara tiri sebapak (

    Dakhlan and Sulastri, 2006) dan 0,19 yang

    diestimasi dengan metode regresi induk-

    anak (Sulastri dan Qisthon, 2007), 0,22

    pada kambing Boer (Zhang et al., 2009).

    Berat sapih merupakan indikator

    potensi pertumbuhan individu yang baik,

    produksi susu induk yang baik, dan sifat

    keindukan yang baik (Hamed et al. , 2009).

    Seleksi pada sifat pertumbuhan saat sapih

    juga mernghasilkan peningkatan fertilitas,

    kesuburan, ketahanan hidup cempe dari

    lahir sampai sapih, dan ketahanan hidup

    induk dari masa perkawinan sampai

    menyapih anaknya (Zhang et al., 2009).

    Keragaman maternal yang

    merupakan bagian dari keragaman

    lingkungan berpengaruh terhadap

    performans pertumbuhan saat sapih

    sehingga berat sapih bukan merupakan

    kriteria seleksi yang tepat. Performans

    pertumbuhan umur 24 minggu (6 bulan)

    merupakan kriteria seleksi yang lebih tepat

    daripada berat sapih karena performans

    pertumbuhan pada umur 24 minggu sudah

    tidak dipengaruhi oleh faktor maternal (Das

    et al., 2005).

    Estimasi heritabilitas panjang dan

    lebar telinga saat lahir, sapih, dan umur

    setahun termasuk kelas sedang tetapi lebih

    rendah daripada heritabilitas berat badan

    dan ukuran-ukuran tubuh lainnya. Hal

    tersebut menunjukkan bahwa seleksi tidak

    efektif dilakukan terhadap ukuran telinga.

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    9

    Panjang dan lebar telinga bukan

    merupakan sifat ekonomis tetapi menjadi

    salah satu ciri yang menandai karakteristik

    suatu bangsa atau rumpun.

    Estimasi heritabilitas berat badan

    dan ukuran-ukuran tubuh saat umur

    setahun lebih tinggi daripada saat sapih dan

    lahir. Semakin meningkatnya umur kambing

    terjadi penurunan hubungan antara induk

    dengan cempe sehingga performans

    pertumbuhan yang terukur merupakan hasil

    ekspresi genetik aditif individu itu sendiri

    (Das et al, 2005; Mohammadi et al., 2012).

    Estimasi Ripitabilitas Berat Badan dan Ukuran-Ukuran Tubuh

    Estimasi ripitabilitas performans

    pertumbuhan kambing Rambon termasuk

    kelas sedang dan menunjukkan

    peningkatan seiring dengan meningkatnya

    umur kambing (Tabel 4). Hal tersebut

    disebabkan oleh semakin rendahnya

    keragaman lingkungan temporer yang

    berpengaruh terhadap keragaman penotipik

    seiring dengan meningkatnya umur

    kambing. Keragaman lingkungan temporer

    terbesar terdapat pada performans

    pertumbuhan saat lahir karena cempe yang

    masih dalam tahapan fetus sangat

    dipengaruhi oleh keragaman lingkungan

    temporer yang berasal dari induk.

    Keragaman lingkungan maternal

    memperbesar keragaman lingkungan

    temporer karena induk juga dipengaruhi

    oleh keragaman lingkungan temporer yang

    antara lain berasal dari pakan dan kondisi

    lingkungan yang secara langsung

    berpengaruh terhadap penotip

    induk.Tingginya keragaman lingkungan

    temporer tersebut menutup keragaman

    genetik total dan lingkungan permanen.

    Estimasi ripitabilitas pada

    performans pertumbuhan saat sapih

    semakin meningkat karena cempe-cempe

    sudah mulai belajar makan sendiri dan

    sudah tidak sepenuhnya tergantung pada

    induk seperti pada saat masih dalam

    kandungan induk. Hal tersebut menurunkan

    keragaman lingkungan temporer sehingga

    semakin meningkatkan pengaruh

    keragaman genetik total dan lingkungan

    permanen.

    Estimasi ripitabilitas tertinggi dicapai

    pada saat umur setahun karena keragaman

    lingkungan temporer yang berpengaruh

    hanya berasal dari lingkungan eksternal

    dan sudah tidak dipengaruhi oleh

    keragaman lingkungan yang berasal dari

    induk. Rendahnya keragaman lingkungan

    temporer semakin meningkatkan

    keragaman genetik total dan keragaman

    lingkungan permanen yang berakibat pada

    meningkatnya nilai ripitabilitas. Keragaman

    genetik total tersebut meliputi keragaman

    genetik aditif, dominan, dan epistasis yang

    diwariskan dari induk dan tetrua jantan

    dengan proporsi masing-masing separuh

    bagian.

    Peneliti lain melaporkan bahwa

    estimasi ripitabilitas berat lahir pada

    populasi kambing Black Bengal 0,47

    (Faruque et al., 2010), kambing Boer 0,20

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    10

    (Das et al., 2005), pada kambing PE 0,41

    yang diestimasi dengan metode korelasi

    dalam kelas dan 0,49 yang diestimasi

    dengan metode korelasi antar kelas

    (Sulastri et al., 2002), kambing Kacang 0,44

    dengan metode korelasi dan 0,45 dengan

    metode regresi (Elieser, 2012), 0,80 apabila

    diestimasi dengan metode korelasi dalam

    kelas dan 0,42 apabila diestimasi dengan

    metode korelasi antar kelas (Beyleto et al.,

    2010). Estimasi ripitabilitas berat sapih

    kambing Boer 0,18 (Das et al., 2005),

    kambing Boerawa G1, 0,45 yang diestimasi

    dengan metode korelasi dalam kelas dan

    0,13 yang diestimasi dengan metode

    korelasi antar kelas (Sulastri dan Qishon .,

    2009), kambing Kacang 0,30 dengan

    metode korelasi dan 0,40 dengan metode

    regresi (Elieser,2012). Estimasi ripitabilitas

    berat setahunan kambing Boerawa yang

    diestimasi dengan metode korelasi dalam

    kelas maupun antar kelas sama-sama 0,30

    (Beyleto et al., 2010), 0,28 (Oktora et al.,

    2006).

    Nilai Pemuliaan Absolut Pejantan Berdasarkan Berat Setahunan Anak

    Pejantan Rambon terbaik adalah

    nomor II (NP absolut 29,91 kg) seperti

    terdapat pada Tabel 5. Pejantan dengan NP

    absolut tertinggi tersebut mewariskan

    separuh nilai pemuliaannya kepada anak-

    anaknya dan separuh bagian lainnya.

    Tabel 5 Sepuluh ekor individu dengan Nilai Pemuliaan absolut berat setahunan terbaik dan

    MPPA berat setahunan terbaik

    Ranking No.

    pejantan

    NP

    (kg)

    No.

    individu

    jantan

    NP

    (kg)

    No.

    individu

    betina

    NP

    (kg)

    No.

    induk

    MPPA

    (kg)

    1 II 29,91 II.21 29,35 II.16 26,15 21 29,14

    2 III 29,85 II.17 29,33 I.23 26,03 47 28,68

    3 X 29,80 V.21 29,35 II.8 25,98 50 28,57

    4 V 29,67 X.9 28,37 V.4 25,97 61 28,42

    5 VI 29,59 III.21 28,35 VI.3 25,95 40 28,39

    6 VIII 29,54 V.5 27,94 II.22 25,94 78 28,30

    7 IX 29,08 VII.14 27,93 IV.1 25,93 51 28,26

    8 VII 29,03 VII.1 27,92 VI.19 25,93 66 28,22

    9 IV 28,95 II.12 27,91 II.9 25,92 5 28,17

    10 I 28,76 II.2 27,90 VI.4 25,91 25 28,16

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    11

    Anak-anak jantan dan betina yang

    dihasilkannya juga menunjukkan NP

    absolut berat setahunan tertinggi baik pada

    anak jantan maupun anak betina. Anak

    jantan dan betina dari pejantan nomor II

    merupakan individu-individu dengan

    dengan NP yang tinggi anak nomor II.21,

    II.17, II.12, II.2 pada jantan dan II.16, II.8,

    II.22, II,29 pada betina.

    Nilai Most Probable Producing Ability Induk

    Induk-induk yang memiliki nilai MPPA

    berat setahunan absolut tinggi mampu

    melahirkan cempe dengan berat setahunan

    yang lebih tinggi daripada berat setahunan

    cempe yang dilahirkan induk-induk lain.

    Keturunan dari induk dengan nilai

    MPPA berat setahunan absolut yang tinggi

    dapat dipilih sebagai calon tetua karena

    anak-anak dari induk tersebut mewarisi

    berat setahunan yang tinggi dan

    kemungkinan memiliki kemampuan yang

    tinggi pula dalam mengulang prestasinya

    untuk menghasilkan berat setahunan anak

    yang tinggi pada setiap paritas.

    Nilai MPPA dapat dihitung secara

    relatif sehingga diperoleh nilai MPPA positif

    dan negatif. Nilai MPPA berat sapih relatif

    tertinggi pada kambing Kacang

    betina yang menghasilkan anak kambing

    Boerka-1 sebesar +1,75 kg, pada kambing

    Kacang betina yang melahirkan cempe

    Kacang sebesar +1,26 kg,

    kambing Boerka betina yang melahirkan

    cempe BC (backcross) Boer sebesar +0,78

    kg (Elieser, 2012).

    Estimasi Korelasi Genetik Berat Badan

    dan Ukuran-ukuran Tubuh

    Korelasi genetik antara BL dengan

    UTL, BS dengan UTS, dan BSt dengan

    UTSt menunjukkan arah positip dan

    berderajat tinggi sehingga menunjukkan

    hubungan yang erat antar peubah (Tabel

    6). Hal tersebut disebabkan oleh karena

    antar sifat-sifat pada umur yang sama

    dikontrol oleh gen-gen yang sama pada

    waktu yang bersamaan sehingga

    memperkecil peragam lingkungan dan

    sebaliknya meningkatkan peragam genetik

    aditif. Estimasi korelasi genetik aditif dan

    penotipik pada performans pertumbuhan

    bernilai positif dan tinggi sehingga

    menunjukkan tidak adanya antagonisme

    antara sifat-sifat pertumbuhan pada saat

    lahir (Zhang et al., 2008).

    Berdasarkan arah dan derajat

    korelasi genetik tersebut, maka

    peningkatan BS maupun BSt dapat

    ditempuh melalui seleksi terhadap ukuran-

    ukuran tubuh pada tahap umur yang sama.

    Performans pertumbuhan saat lahir dengan

    saat sapih lebih erat daripada dengan

    performans pertumbuhan saat umur

    setahun. Hal tersebut disebabkan saat lahir

    dengan saat sapih memiliki kesamaan

    pengaruh keragaman maternal walaupun

    dengan kapasitas yang berbeda.

    Keragaman non genetik yang berasal dari

  • Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    12

    maternal berpengaruh lebih besar terhadap

    performans saat lahir daripada saat sapih.

    Kesamaan tersebut menghasilkan peragam

    lingkungan yang lebih kecil sehingga

    menghasilkan peragam genetik aditif yang

    lebih besar.

    Tabel 6. Korelasi genetik antar performans pertumbuhan

    Sifat 1 Sifat 2 BL BS BSt

    Lahir (L) TBL 0.220.0

    9 PBL 0.210.0

    8 LDL 0.200.0

    8 TPL 0.220.0

    9 PjTlL 0.190.0

    8 LbTlL 0.170.0

    7

    Sapih (S) BS 0,180,0

    5 TBS 0,170,0

    6 0,250,09 PBS 0,160,0

    5 0,240,07 LDS 0,160,0

    7 0,260,06 TPS 0,170,0

    7 0,260,10 PjTlS 0,090,0

    2 0,180,10 LbTlS 0,080,0

    3 0,170,08 Setahun (St) BSt 0,090,0

    2 0,220,05

    TBSt 0.100.04 0,210,05 0,230,07

    PBSt 0.100.01 0,200,10 0,250,02

    LDSt 0.090.03 0,200,08 0,230,03

    TPSt 0.080.00 0,210,09 0,210,12

    PjTlSt 0.070.02 0,060,03 0,200,00

    LbTlSt 0.060.01 0,050,02 0,200,00

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    13

    Performans pertumbuhan saat umur

    setahun sudah tidak dipengaruhi oleh

    keragaman non genetik yang berasal dari

    induk sehingga memperbesar peragam non

    genetik antara performans pertumbuhan

    saat lahir dengan saat umur setahun.

    Peragam non genetik atau peragam

    lingkungan yang lebih besar mengakibatkan

    rendahnya peragam genetik aditif antara

    performans pertumbuhan saat lahir dengan

    saat umur setahun.

    Estimasi korelasi genetik yang

    bernilai positip dan berderajat sedang

    antara sifat lahir dengan sapih maupun

    dengan setahunan menunjukkan bahwa

    seleksi pada performans pertumbuhan saat

    lahir akan menghasilkan peningkatan pada

    performans pertumbuhan saat sapih dan

    setahun. Seleksi terhadap performans

    pertumbuhan saat lahir tidak dianjurkan

    untuk menghindari kejadian dystocia

    walaupun menghasilkan respons seleksi

    berkorelasi pada performans pertumbuhan

    saat sapih maupun setahunan.

    Korelasi genetik antara berat lahir

    dengan panjang badan saat lahir 0,83,

    berat lahir dengan tinggi badan saat lahir

    0,88 , dan antara berat lahir dengan lingkar

    dada saat lahir 0,94 pada kambing Boer

    (Zhang et al., 2008), antara berat badan

    umur 3 bulan dan 6 bulan pada kambing

    Kacang 0,47 dan pada kambing Boer 0,64,

    antara berat badan umur 3 bulan dengan 12

    bulan pada kambing Kacang 0,14 dan pada

    Boer 0,23, antara nerat badan umur 6 bulan

    dengan 12 bulan pada kambing Kacang

    0,24 dan pada Boer 0,70 (Elieser, 2012).

    Korelasi genetik antara berat lahir dengan

    berat sapih pada kambing Boerawa yang

    diestimasi dengan metode pola tersarang

    0,57, dengan metode korelasi saudara tiri

    sebapak 0,50, antara berat sapih dengan

    berat setahunan yang diestimasi dengan

    pola tersarang 0,60 dan dengan metode

    hubungan saudara tiri sebapak 0,44, antara

    berat lahir dengan berat setahunan yang

    diestimasi dengan pola tersarang 0,14 dan

    dengan metode hubungan saudara tiri

    sebapak 0,21 (Beyleto et al., 2010).,

    Estimasi korelasi genetik antara

    berat sapih dengan berat setahunan pada

    kambing Boerawa yang diestimasi dengan

    metode pola tersarang 0,60 dan dengan

    metode korelasi saudara tiri sebapak 0,44,

    antara berat lahir dengan berat setahunan

    yang yang diestimasi dengan metode pola

    tersarang 0,14 dan dengan metode korelasi

    saudara tiri sebapak 0,21 (Beyleto et al.,

    2010).

    KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan

    disimpulkan bahwa seleksi individu

    merupakan tindakan yang efektif untuk

    meningkatkan performans pertumbuhan

    pada kambing Rambon. Selain itu, pejantan

    dan induk dengan kemampuan berproduksi

    tinggi mewariskan keunggulannya pada

    anak-anaknya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Al-Shorepy, S. A. 2001. Estimates of

    genetic parameters for direct and

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    14

    maternal effects on birth weight of

    local sheep in United Arab Emirates,

    Small Rumin. Res. 39 (2001), pp.

    219224.

    Batubara, A. M. Doloksaribu, dan B.

    Tiesnamurti. 2009. Potensi

    keragaman sumberdaya genetik

    kambing lokal Indonesia. Lokakarya

    Nasional Pengelolaan dan

    Perlindungan Sumber Daya Genetik

    di Indonesia: Manfaat Ekonomi

    untuk Mewujudkan Ketahanan

    Nasional.

    Becker, W. A. 1992. Manual of Quantitative

    Genetics. Fifth Edition. Academic

    Enterprises. Pullman. USA.

    Beyleto, V. Y., Sumadi, dan T. Hartatik.

    2010. Estimasi parameter genetik

    sifat pertumbuhan kambing

    Boerawa di Kabupaten

    Tanggamus,Provinsi Lampung.

    Buletin Peternakan Vol. 34(3):138-

    144. Oktober 2010.

    Das, S. M., J.E.O Rege, and M. Shibre. 2005. Phenotypic and genetic parameters of growth traits of

    Blended goats at Malya, Tanzania, http://www.ilri.cgiar.org/InfoServ/ Webpub/fulldocs/

    AnGenResCD/docs/X5473B/X5473

    B0J.HTM ( Diakses 10 Januari 2012).

    Devendra, C. dan M, Burns. 1994. Produksi

    Kambing di Daerah Tropis. Penerbit

    ITB.Bandung.

    Djajanegara, A. dan A. Misniwaty. 2005.

    Pengembangan usaha kambing

    dalam konteks sosial-budaya

    masyarakat. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Pusat Penelitian

    dan Pengembangan Peternakan.

    Bogor. Indonesia.

    Elieser, S. 2012. Performan Hasil

    Persilangan antara Kambing Boer

    dan Kacang sebagai Dasar

    Pembentukan Kambing Komposit.

    Disertasi. Program Pascasarjana.

    Fakultas Peternakan. Universitas

    Gadjah Mada. Yogyakarta.

    Falconer, R. D. and T. F. C. Mackay. 1996.

    Introduction to Quantitative

    Genetics. Longman, Malaysia.

    Faruque, S., S. A. Chowdhury, N. U.

    Siddiquee, and M. A. Afroz. 2010.

    Performance and genetic

    parameters of economically

    important traits of Black Bengal goat.

    .J. Bangladesh Agril. Univ. 8(1): 67

    78, 2010 ISSN 1810-3030

    Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi

    Pemuliabiakan Ternak di Lapangan.

    PT Grasindo. Jakarta

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    15

    Haque, N., S. S. Husain, M.A.M.Y.

    Khandoker and A.S. Apu. 2012.

    Selection of Black Bengal breeding

    bucks based on progeny growth

    performance at nucleus breeding

    flocks. Irials. September 2012.

    Volume 1, Issue 4.

    Hamed, A., M. M. Mabrouk, I. Shaat, and S.

    Bata. 2009. Estimation of genetic

    parameters and some nongenetic

    factors for litter size at birth and

    weaning and milk yield traits in

    Zaraibi goats. Egyptian Journal of

    Sheep & Goat Sciences, Vol. 4 (2),

    2009, 55-64.

    Mandal, A., F.W.C. Neser, P.K. Rout, R.

    Roy and D.R. Notter. 2006.

    Estimation of direct and maternal

    (co)variance components for pre-

    weaning growth traits in

    Muzaffarnagari sheep, Livest. Sci. 99 (2006), pp. 7989.

    Mohammadi, H., M. M. Shahrebabak, and

    H. M. Shahrebabak. 2012. Genetic

    parameter estimates for growth traits

    and prolificacy in Raeini Cashmere

    goats. Trop Anim Health Prod (2012)

    44:12131220 DOI 10.1007/s11250-

    011-0059-z

    Mugambi, J. N., J.W. Wakhungu, B.O.

    Inyangala, W.B. Muhuyi and T.

    Muasya. 2007. Evaluation of the

    performance of the Kenya Dual

    Purpose Goat composites: additive

    and non-additive genetic

    parameters, Small Rumin. Res. 72

    (2007), pp. 149156.

    Oktora, R. 2006. Estimasi parameter

    genetik sifat-sifat pertumbuhan

    kambing Boerawa di Desa

    Campang, Kecamatan Gisting,

    Kabupaten Tanggmus. Skripsi.

    Fakultas Pertanian Universitas

    Lampung. Bandarlampung.

    Sulastri, Sumadi, dan W. Hardjosubroto.

    2002. Estimasi parameter genetik

    sifat-sifat pertumbuhan kambing

    Peranakan Etawah di Unit

    Pelaksana Teknis Ternak Singosari,

    Malang, Jawa Timur. Agrosains.

    Volume 15 (3), September 2002.

    Program Pascasarjana. Universitas

    Gadjah Mada. Yogyakarta

    Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W.

    Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan

    Ternak. Gadjah Mada University

    Press. Yogyakarta

    Yang, C-Y., Zhang, Y. D-Q Xu, X Li, J. Sue

    and L-G. Yang. 2009. Genetic and

    phenotypic parameter estimates for

    growth traits in Boer goat. Copyright

    2009 Elsevier B.V. All rights

    reserved

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    16

    Zhang, C.Y., L.G. Yang and Z. Shen. 2008.

    Variance components and genetic

    parameters for weight and size at

    birth in the Boer goat, Livest. Sci.

    115 (2008), pp. 7379.

    Zhang, C.Y., Y. Chang, De-Qing, Xiang Li,

    Jie Su, Li-Guo Yang. 2009. Genetic

    and phenotypic parameter estimates

    for growth traits in Boer goat. Livest.

    Sc. 124, 66 71.

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    17

    POTENSI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) SIAP TANAK SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF BERKALSIUM

    Chatarina Wariyah Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri,

    Universitas Mercu Buana Yogyakarta,Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753 E-mail : [email protected]

    ABSTACT Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) included in tubers that potential as carbohydrate

    source. The problems in using kimpul as an alternative staple food are impractical, less favored and their acrid taste. However, the calcium content ( Ca2+ ) of kimpul is low, while the phosphorus (P) is quite high, the ideal ratio of Ca2+/P in food to maintain of bone is 2/1. The purpose of this research was to produce quick-cooking of calcium-fortified kimpul with high acceptability. The research consists of 5 steps e.i. 1) processing of calcium-fortified quick cooking kimpul with variations of slice size and heating time, 2) to evaluate the physical properties (texture, color) of calcium-fortified quick cooking kimpul, 3) to determine the optimum processing conditions based on the acceptability before and after cooking, and 4) to evaluate the chemical properties (Ca2+ content, starch, moisture and ash) of calcium-fortified quick cooking kimpul with high acceptability. The results showed that the processing of kimpul into calcium-fortified quick cooking kimpul could produce high acceptability product. Specifically, the larger slice size, the harder texture of the product. The preferred kimpul texture was that sliced with size of 1.00 and 2.00 mm with heating time of 20 and 25 minutes. The colour of calcium-fortified quick cooking kimpul was not significantly differences. The acceptable calcium-fortified quick cooking kimpul was that processed with slice size of 1.00 - 2.00 mm and heating time of 20 minutes.

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Saat ini ketahanan pangan nasional

    masih kurang tangguh, karena masih

    mengandalkan beras dan terigu sebagai

    makanan pokok. Beras masih menjadi

    komoditi utama penopang ketahanan

    pangan nasional, karena merupakan

    makanan pokok bagi mayoritas (95 persen)

    penduduk Indonesia, sehingga

    ketergantungan pada negara lain masih

    cukup besar. Untuk mengurangi

    ketergantungan pada negara lain, perlu

    dilakukan diversifikasi makanan pokok dan

    upaya peningkatan produksi pangan

    dengan cara mengembangkan dan

    memanfaatkan keanekaragaman hayati

    yang ada. Kimpul (Xanthosoma

    sagittifolium) adalah sejenis umbiumbian

    sumber karbohidrat yang sangat potensial.

    Menurut Sefa-Dedeh et al. (2004),

    kandungan karbohidrat kimpul utamanya

    adalah pati yaitu sekitar 36%. Kimpul

    merupakan tanaman yang mudah ditanam,

    sehingga sangat layak untuk

    dikembangkan. Umumnya kimpul ditanam

    sebagai tanaman sela diantara tanaman

    palawija lain atau di pekarangan. Umbi

    kimpul biasanya diolah secara sederhana

    dengan dikukus, direbus atau dengan

    sedikit variasi dibuat berbagai produk

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    18

    olahan antara lain getuk, keripik, perkedel

    dan sebagainya (Anggarwulan et al., 2008).

    Sebagai pangan sumber karbohidrat,

    produksi kimpul dapat mencapai 4-5 ton/Ha

    (Anonim, 2010), sehingga berpotensi untuk

    dikembangkan menjadi pangan alternatif

    pengganti beras, mengingat produksi beras

    saat ini 62,56 ton GKG (Gabah Kering

    Giling) (Anonim, 2009a), dan dengan

    jumlah tersebut Indonesia masih harus

    mengimpor beras sebagai cadangan

    sebanyak 0,8 juta ton atau dalam bentuk

    GKG sebanyak 1,3 juta ton (Anonim,

    2009b). Kebutuhan beras akan semakin

    bertambah dengan meningkatnya jumlah

    penduduk dan berkurangnya lahan

    penanaman padi.

    Selain sumber karbohidrat, kimpul juga

    banyak mengandung mineral seperti K, Zn,

    Mg, P dan Ca. Menurut Sefa-Dedeh (2004),

    kadar mineral tersebut berturut-turut

    sebanyak 763-1451; 17-51,9; 46,7-85,0;

    41,6-63,1 dan 4,68-24,3 g/100g. Kalsium

    (Ca2+) termasuk mineral dengan jumlah

    yang paling rendah, sedangkan fosfor (P)

    cukup tinggi. Padahal dalam bahan pangan,

    rasio ideal Ca2+/P agar dapat digunakan

    untuk pemeliharaan tulang adalah 2/1

    (Brody (1994). Kalsium merupakan zat gizi

    mikro yang termasuk dalam kelompok

    makro mineral esensial dalam tubuh.

    Walaupun belum merupakan masalah gizi

    utama, namun kekurangan kalsium dapat

    menyebabkan timbulnya beberapa penyakit

    terkait dengan fungsi kalsium seperti

    osteoporosis, kekakuan otot (tetani), kram

    dan gangguan pembekuan darah

    (Linder,1991). Menurut Anonim (2005)

    jumlah penderita osteoporosis di Indonesia

    saat ini sudah mencapai 19,7%. Dengan

    bertambahnya usia harapan hidup dan

    jumlah wanita pramenopause, diperkirakan

    jumlah tersebut akan semakin bertambah.

    Di Indonesia, usia harapan hidup meningkat

    dari 64,71 tahun menjadi 67,68 tahun pada

    tahun 1995-2005, sehingga diperkirakan

    proporsi penduduk lanjut usia mencapai

    8,4% atau 18,4 juta jiwa (Anonim, 2005).

    Sebagai konsekuensinya, negara kita

    menghadapi masalah-masalah penyakit

    yang ditimbulkan akibat lanjut usia antara

    lain osteoporosis. Selain itu jumlah wanita

    menjelang menopause (pada usia sekitar

    50 tahun) yang riskan terhadap

    osteoporosis sebanyak 11% dari populasi,

    jumlah tersebut diperkirakan meningkat

    menjadi 14% pada tahun 2015 (Anonim,

    2006). Di Indonesia konsumsi kalsium rata-

    rata baru mencapai 254 mg/ hari-orang

    (Anonim, 2004). Padahal angka anjuran

    kecukupan asupan kalsium sebesar 800-

    1200 mg/hari-orang dewasa. Menurut hasil

    Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi

    (WKNPG) tahun 2004, dianjurkan asupan

    kalsium sebesar 800 mg /hari-orang

    (Kartono dan Soekarti, 2004). Mengingat

    dampak defisiensi kalsium yang nyata,

    maka perlu segera dikembangkan produk

    pangan alternatif berkalsium yang dapat

    menjangkau masyarakat luas, sehingga

    asupan rata-rata kalsium dapat tercukupi.

    Permasalahan lain terkait dengan

    pemanfaatan kimpul sebagai pangan

    alternatif pengganti beras adalah

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    19

    penggunaan dalam bentuk umbi sangatlah

    tidak praktis, kurang disukai serta adanya

    acrid taste. Sebagai makanan pokok

    pengganti beras, maka setidaknya bentuk

    dan citarasa kimpul hendaknya setara

    dengan beras. Menurut Sefa-Dedeh et al.

    (2004), acrid taste (pedas, tajam) pada

    kimpul terutama disebabkan karena adanya

    senyawa oksalat. Senyawa tersebut dapat

    dihilangkan dengan proses pengirisan

    selanjutnya dikeringkan. Oleh karena perlu

    dilakukan penelitian pembuatan kimpul

    dalam bentuk siap tanak dengan ukuran

    mirip beras agar disukai, sekaligus upaya

    menghilangkan acrid taste yang tidak

    dikehendaki. Tujuan penelitian ini adalah

    menghasilkan kimpul siap tanak berkalsium

    yang disukai. Dengan demikian apabila

    penelitian ini dilakukan akan memberikan

    manfaat sebagai pangan alternatif

    pengganti beras dan dengan

    mengkonsumsi kimpul-siap tanak

    berkalsium, asupan kalsium dapat

    terpenuhi, terjangkau masyarakat luas dan

    bermanfaat bagi kesehatan.

    METODE PENELITIAN

    Bahan Umbi kimpul yang akan digunakan

    untuk penelitian adalah kimpul dengan

    daging berwarna putih dengan tingkat

    kematangan optimum yang akan dibeli di

    pasar tradisional di wilayah kota

    Yogyakarta. Sebelum digunakan kimpul

    dianalisis kadar air, dan pati dengan

    metode Direct Acid Hydrolysis (AOAC,

    1990), analisis kadar Ca2+ dengan metode

    titrasi (Watson ,1996) dan amilosa dengan

    metode pengikatan iod (Juliano, 1971).

    Bahan kimia untuk analisis kimia semuanya

    dengan kualifikasi pro analysis (p.a) dari

    Merck. Garam kalsium yang digunakan

    untuk fortifikasi adalah Ca-glukonat

    (Brataco Chemika).

    Jalannya Penelitian Penelitian bertujuan untuk

    menghasilkan kimpul-siap tanak berkalsium

    dengan akseptabilitas tinggi. Penelitian

    terdiri dari 5 tahap yaitu: 1) pengolahan kimpul-siap tanak berkalsium, dengan

    variasi ukuran irisan umbi kimpul, lama

    pemanasan, 2) mengevaluasi sifat fisik (tekstur, warna) kimpul-siap tanak

    berkalsium, 3) menentukan kondisi optimum pengolahan berdasarkan akseptabilitas

    kimpul-siap tanak berkalsium sebelum dan

    setelah penanakan, 4) mengevaluasi sifat kimia (kadar Ca2+, pati, air dan abu) kimpul-

    siap tanak berkalsium dengan

    akseptabilitas tinggi (hasil Tahap 2).

    1. Pengolahan kimpul-siap tanak berkalsium

    Proses pembuatan kimpul-siap tanak

    berkalsium (KSTB) mengacu pada

    penelitian sebelumnya (Wariyah et al.,

    2008b) yang dimodifikasi dengan perlakuan

    pendahuluan. Tahapnya meliputi: perlakuan

    pendahuluan, perendaman dalam larutan

    Ca-glukonat pada suhu 80oC pada rasio

    kimpul/larutan Ca2+ 1/1,5; penirisan dan

    pengeringan cabinet drier pada suhu 50oC

    sampai kadar air 10-11%. Perlakuan

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    20

    pendahuluan yang dilakukan pada kimpul

    adalah pengupasan, blansing dan

    pengecilan menggunakan parutan keju dan

    kelapa. Ukuran bergradasi dengan variasi

    pada kecil (parutan keju), kecil, sedang,

    besar (ukuran parutan kelapa).

    Perendaman irisan kimpul dalam larutan

    Ca-glukonat sampai mencapai kadar Ca2+

    kimpul-siap tanak sekitar 100 mg/100g bk

    (berdasarkan perhitungan AKG Ca2+). Lama

    perendaman bervariasi (20, 25 dan 30

    menit) atau sampai mencapai

    pragelatinisasi yang masih akseptabel.

    KSTB dari seluruh variasi perlakuan, diuji

    sifat fisik (tekstur, warna) pada Tahap 2 dan

    akseptabilitasnya pada Tahap 3 untuk

    menentukan kondisi optimum pengolahan

    kimpul-siap tanak berkalsium.

    2. Pengujian sifat fisik (tekstur dan warna)

    kimpul-siap tanak berkalsium

    Dari penelitian Tahap 1 diperoleh

    sampel kimpul-siap tanak berkalsium

    dengan variasi: lama perendaman, ukuran

    irisan kimpul dan konsentrasi Ca-glukonat.

    Semua sampel dievaluasi sifat fisik tekstur

    dan warna sebagai dasar penetapan

    akseptabilitas kimpul-siap tanak yang diuji

    pada Tahap 2. Tekstur dengan Hardness

    Tester, warna dengan Color Reader

    Lavibond Tintometer Model F. Pada uji

    tekstur dilakukan pada KSTB sebelum dan

    setelah tanak.

    3. Penentuan kondisi optimum pengolahan berdasarkan akseptabilitas kimpul-siap

    tanak berkalsium

    Kondisi optimum fortifikasi ditentukan

    berdasarkan akseptabilitas kimpul-siap

    tanak berkalsium dan cooking qualitynya

    (sifat inderawi setelah ditanak). Pengujian

    inderawi dilakukan dengan metode Hedonic

    Test (Krammer dan Twigg, 1970)

    berdasarkan tingkat kesukaan terhadap

    bau, warna, tekstur, dan kesukaan

    keseluruhan kimpul-siap tanak berkalsium.

    Sedangkan cooking quality diuji pada

    kimpul-siap tanak yang telah ditanak

    menggunakan rice cooker atau penanak

    nasi biasa. Sifat inderawi yang diuji meliputi

    bau, warna, tekstur (kelunakan dan

    kelengketan), rasa dan citarasa. Data yang

    diperoleh secara statistik untuk

    mendapatkan kimpul-siap tanak berkalsium

    dengan akseptabilitas tinggi dari proses

    pengolahan yang telah dilakukan.

    4. Evaluasi sifat kimia kimpul-siap tanak berkalsium

    Analisis kimia terhadap kimpul-siap

    tanak berkalsium dengan akseptabilitas

    tinggi meliputi kadar Ca2+, air. Analisis Ca2+

    menggunakan metode titrasi (Watson,

    1996), amilosa (Juliano dan pati dengan

    metode hidrolisis asam (AOAC, 1990).

    Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan

    pada penelitian ini adalah Rancangan Acak

    Lengkap (Gacula dan Singh, 1984) dengan

    faktor ukuran irisan umbi kimpul, lama

    pemanasan. Selanjutnya dilakukan analisis

    varian dan apabila terdapat perbedaan

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    21

    yang nyata dilanjutkan dengan uji beda

    nyata terkecil pada p< 5%.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bahan Dasar

    Berdasarkan hasil analisis umbi

    kimpul meliputi kadar pati, kadar amilosa

    dan kadar kalsium didapatkan hasil seperti

    yang disajikan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Kadar pati, amilosa dan kalsium

    oksalat umbi kimpul

    Bahan Kadar amilosa (%wb)

    Kadar pati

    (% wb)

    Kadar air

    (%wb)

    Kadar Ca mg/

    100g bahan

    Umbi

    kimpul

    10,39 25,50 84,87 28,34

    Hasil didapatkan dari 2 kali ulangan

    percobaan dan 2 ulangan analisis.

    Tabel 1 menunjukkan kandungan pati

    yang hampir sama dengan Elevina (2000)

    yaitu Xanthosoma saggitifolium,

    Colocassiaesculenta, dan Ipomoea

    batataare memiliki kandungan pati antara

    23,8-30,0%, 22,0-40,3%, dan 22-28%.

    Varietas umbi Xanthosoma saggitifolium,

    Colocassiaesculenta dan Ipomoea

    batataare yang merupakan umbi tropis yang

    dapat berpotensi diubah menjadi tepung

    atau pati karena umbi tersebut menyimpan

    kandungan pati yang tinggi. Berdasarkan

    Tabel 1 dapat diketahui bahwa kandungan

    amilosa dan kandungan kalsium umbi

    kimpul yaitu untuk kandungan amilosa

    menunjukkan nilai 10,39 % (wb) dan 28,34

    mg/100g bahan. Menurut Tutut (2005),

    kadar amilosa kimpul yaitu sebesar 7,86 %

    (wb) atau 21,92 % db, dan kandungan

    kalsium oksalat menunjukkan 56,68

    mgCa/100 g bahan (%wb). Hasil analisis

    kadar kalsium oksalat menurut Onayemi

    dan Nwigwe (1987) yaitu kadar kalsium

    oksalat sebesar 443-842 mg/100 g bahan.

    Coursey (1968), menyatakan bahwa

    komposisi komponen makanan tergantung

    pada varietas, lokasi, musim, metode

    pengolahan dan penyimpanan.

    Kimpul Siap Tanak Berkalsium Kadar air

    Hasil analisis kadar air kimpul siap

    tanak berkalsium disajikan pada Tabel 2.

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    22

    Tabel 2. Kadar air kimpul siap tanak berkalsium

    Ukuran irisan Lama perebusan (menit) Kadar air (%wb)

    20 8,74

    25 8,53

    Ukuran irisan I

    1 mm

    30 8,65

    20 8,88

    25 8,48

    Ukuran irisan II

    2 mm

    30 8,71

    20 8,84

    25 9,37

    Ukuran irisan III

    2,75 mm

    30 8,52

    20 8,59

    25 8,55

    Ukuran irisan IV

    22,25 mm

    30 8,72

    * Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 2 ulangan analisis dan 2 ulangan percobaan.

    Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa

    kadar air kimpul siap tanak berkalsium

    antara 8,48 -9,37 %. Pada penelitian ini

    digunakan pengeringan bahan untuk

    mencapai kadar air 9 % (Syarief dkk,

    1987) oleh karena itu rata-rata kadar air

    kimpul siap tanak semuanya mendekati

    kadar air 9 %.

    Tekstur

    Pengujian tekstur kimpul siap tanak

    berkalsium dilakukan secara obyektif

    digunakan alat Hardness Tester, yang

    dinyatakan dalam kg yaitu beban maksimal

    yang dibutuhkan untuk menekan bahan

    sampai pecah. Hasil analisis pengujian

    tekstur dengan Hardness Tester disajikan

    dalam Tabel 3.

    Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui

    bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara

    ukuran irisan dan lama pemanasan

    terhadap tekstur kimpul siap tanak

    beraklsium. Pemanasan tidaj berpengaruh

    nyata, akan tetapi ukuran irisan kimpul pada

    berpengaruh terhadap tekstur kimpul siap

    tanak berkalsium yang dihasilkan.

    Secara umum, semakin besar

    ukuran irisan tekstur kimpul siap tanak

    berkalsium semakin keras. Hal ini mungkin

    dikarenakan ketebalan ukuran irisan

    menghasilkan struktur bahan kompak

    sehingga menyebabkan tekstur kimpul siap

    tanak menjadi keras. Tekstur kimpul siap

    tanak berkalsium semakin keras dapat juga

    disebabkan karena terjadinya proses

    retrogradasi pati.

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    23

    Tabel 3. Tekstur kimpul siap tanak berkalsium (kg)

    Ukuran irisan Lama perebusan (menit) Tekstur (gaya yang dapat

    ditahan) (kg)

    20 0,67

    25 0,96

    Ukuran irisan I

    1,00 mm

    30 0,88

    20 1,63

    25 1,55

    Ukuran irisan II

    2,00 mm

    30 2,04

    20 1,30

    25 1,25

    Ukuran irisan III

    2,75 mm

    30 1,76

    20 2,59

    25 2,55

    Ukuran irisan IV

    22,25 mm

    30 2,21

    * Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 6 ulangan pengukuran dan 2 ulangan percobaan.

    Menurut Kadan dkk, (2001) dan Yu dkk,

    (2010), retrogradasi pati mungkin

    menyebabkan tekstur produk keras, yang

    tidak diinginkan. Namun, selama

    retrogradasi gelatinisasi pati rantai polimer

    yang reassociated menjadi struktur yang

    lebih teratur atau lebih kristal, dan keras.

    Semakin lama pemanasan, gelatinisasi

    semakin tinggi, sehingga tekstur juga

    semakin keras.

    Warna

    Pengukuran warna secara objektif

    dilakukan dengan menggunakan alat

    Lovibond tintometer diamati berdasarkan

    parameter merah (red), kuning (yellow), biru

    (blue), kecerahan (brightness). Hasil

    pengukuran warna kimpul siap tanak

    disajikan pada Tabel 4.

    Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa

    ukuran irisan tidak berpengaruh nyata dan

    lama perebusan berpengaruh nyata

    terhadap warna merah (red) pada pengujian

    warna kimpul siap tanak yang dihasilkan.

    Nilai red menunjukkan tingkat kegelapan

    produk, semakin tinggi nilai red, maka

    bahan akan semakin tampak lebih gelap.

    Warna yang gelap bisa disebabkan karena

    suhu yang digunakan pada proses

    pengeringan pada bahan menyebabkan

    terjadinya reaksi pencoklatan, karena umbi

    kimpul sendiri terdapat gula reduksi dan

    protein.

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    24

    Tabel 4. Pengujian warna kimpul siap tanak berkalsium

    Ukuran Irisan Lama

    perebusan

    (menit)

    Red Yellow Blue Brightness

    20 1,35 1,90 0,95 0,56

    25 1,35 1,85 0,95 0,50

    Ukuran irisan I

    1,00 mm

    30 1,30 1,93 0,95 0,93

    20 1,35 1,90 0,95 0,62

    25 1,30 1,90 0,95 0,60

    Ukuran irisan II

    2,00 mm

    30 1,30 1,95 0,95 0,52

    20 1,35 1,90 0,95 0,49

    25 1,30 1,88 0,95 0,65

    Ukuran irisan

    III 2,75 mm

    30 1,30 1,90 0,95 0,50

    20 1,40 1,85 0,95 0,70

    25 1,30 1,90 0,95 0,65

    Ukuran irisan

    IV 22,25 mm

    30 1,30 1,90 0,95 0,63

    * Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata berdasarkan uji DMRT pada 5%.

    * Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 2 ulangan analisis dan 2 ulangan percobaan.

    Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui

    bahwa ukuran irisan dan lama perebusan

    tidak berpengaruh nyata terhadap warna

    biru (blue) pada pengujian warna kimpul

    siap tanak yang dihasilkan. Secara umum,

    warna blue menunjukkan nilai yang rendah.

    Nilai blue menunjukkan tingkat kepekatan

    produk, semakin tinggi nilai blue maka

    bahan akan semakin tampak lebih pekat.

    Kepekatan produk disebabkan karena

    terjadinya reaksi pencoklatan.

    Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui

    bahwa ukuran irisan tidak berpengaruh

    nyata terhadap warna kuning (yellow) pada

    pengujian warna kimpul siap tanak yang

    dihasilkan, namun pemanasan berpengaruh

    nyata. Secara umum, warna kimpul siap

    tanak yang dihasilkan semuanya berwarna

    kuning kecoklatan, jadi untuk pengujian

    warna untuk parameter kuning (yellow) tidak

    berpengaruh nyata terhadap warna kimpul

    siap tanak. Hal ini karena suhu yang

    digunakan untuk setiap perlakuan sama

    yaitu 900C. Nilai yellow yang tinggi

    menunjukkan warna produk semakin kuning

    atau coklat. Proses pengeringan pada

    bahan menyebabkan terjadinya reaksi

    pencoklatan secara non enzimatis yaitu

    reaksi Millard karena adanya kenaikan suhu

    pada proses pengeringan. Reaksi Millard

    terjadi karena adanya gula reduksi yang

    bereaksi dengan gugus amina primer

    (Sirkorski, 2007).

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    25

    Dari Tabel 4 diketahui bahwa ukuran

    irisan berpengaruh nyata terhadap warna

    kecerahan (Brightness) pada pengujian

    warna kimpul siap tanak yang dihasilkan.

    Semakin besar ukuran irisan warna kimpul

    siap tanak berwarna putih, hal ini karena

    luas permukaan bahan kecil sehingga

    gelatinisasi lebih lambat. Mackenney dan

    Little (1962) menyatakan bahwa nilai dari

    pengukuran warna terhadap Brightness

    yang paling rendah menunjukkan ketidak

    cerahan atau suram.

    Tingkat kesukaan beras siap tanak berkalsium

    Uji kesukaan merupakan respon dari

    panelis yang berupa penilaian terhadap

    produk yang disukai atau tidak disukai. Uji

    kesukaan dilakukan untuk mengetahui

    tingkat kesukaan panelis terhadap kimpul

    siap tanak berkalsium. Pengujian tingkat

    kesukaan ini dilakukan pada beras kimpul

    siap tanak dan nasi kimpul siap tanak. Uji

    kesukaan ini menggunakan Hedonic Scale

    Scoring Test yang disajikan dalam Tabel 5

    dan 6.

    Tabel 5. Tingkat kesukaan beras kimpul siap tanak berkalsium

    Sampel Lama

    Pemanasan

    (menit)

    Bau Warna Tekstur Keselu-

    ruhan

    20 2,60a 3,00ab 3,05a 3,15 ab

    25 4,25c 3,95bcd 4,35bc 4,00bc Ukuran irisan I

    1,00 mm

    30 3,25ab 2,80ab 3,35ab 3,35 ab

    20 3,00ab 3,05ab 3,25 ab 3,00a

    25 4,20c 4,65d 4,15abc 4,40c Ukuran irisan II

    2,00 mm

    30 2,90ab 3,65abc 3,55 abc 3,45 ab

    20 3,35bc 2,90a 3,40 ab 3,40 ab

    25 3,20ab 3,78abc 3,90 abc 3,80 abc

    Ukuran irisan

    III 2,75 mm

    30 3,25ab 2,85a 4,55c 3,70 abc

    20 3,15ab 4,05cd 3,35 ab 4,00bc

    25 3,40b 2,85a 3,35 ab 3,20 ab

    Ukuran irisan

    IV 22,25 mm

    30 3,35bc 2,85a 3,25 ab 3,35 ab

    * Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata.

    * Nilai semakin kecil menunjukkan semakin disukai.

    Pengujian tingkat kesukaan beras

    kimpul siap tanak dilakukan dengan

    menggunakan parameter bau, warna,

    tekstur, dan keseluruhan serta

    menggunakan skala penilaian dengan

    menggunakan angka 1 sampai 7. Angka 1

    menunjukkan sangat suka dan angka 7

    menunjukkan nilai sangat tidak suka. Hasil

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    26

    uji kesukaan beras kimpul siap tanak

    disajikan pada Tabel 5.

    a. Bau

    Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui

    bahwa ukuran irisan berpengaruh nyata

    pada tingkat kesukaan panelis terhadap

    bau kimpul siap tanak yang dihasilkan.

    Ukuran sedang kimpul siap tanak semakin

    disukai panelis. Hal ini mungkin karena

    ukuran irisan kimpul yang masih berukuran

    agak besar jadi tidak banyak senyawa yang

    hilang pada saat proses pengolahan. Dari

    Tabel 5 diketahui bahwa lama perebusan

    berpengaruh nyata terhadap tingkat

    kesukaan panelis pada bau kimpul siap

    tanak. Secara umum, semakin lama

    perebusan aroma kimpul siap tanak

    semakin disukai panelis. Hal ini mungkin

    disebabkan karena semakin lama

    perebusan zat-zat yang terkandung dalam

    bahan akan menguap.

    b. Warna

    Warna merupakan faktor yang

    penting dalam menilai mutu bahan pangan.

    Warna biasanya tampil lebih dahulu dalam

    menilai mutu bahan pangan dan kadang

    sangat menentukan sebelum faktor-faktor

    yang lain seperti rasa, tekstur, dan nilai gizi.

    Warna bahan makanan tergantung

    kenampakan dan kemampuan bahan

    pangan untuk memantulkan menyerap atau

    meneruskan sinar tampak. Disamping itu

    ada faktor-faktor lain misalnya sifat

    fisiologis, tetapi sebelum faktor-faktor lain

    dipertimbangkan, secara visual faktor warna

    lebih dahulu dan kadang-kadang sangat

    menentukan (Winarno, 1993)

    Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui

    bahwa ukuran irisan berpengaruh nyata

    pada tingkat kesukaan panelis terhadap

    warna kimpul siap tanak berkalsium yang

    dihasilkan. Semakin kecil ukuran irisan

    warna kimpul siap tanak semakin berwarna

    opak atau transparan, hal ini karena luas

    permukaan bahan semakin besar jadi

    semakin cepat terjadi gelatinisasi pati.

    Sebaliknya semakin besar ukuran irisan

    warna kimpul siap tanak berwarna putih, hal

    ini karena luas permukaan bahan kecil

    sehingga gelatinisasi lebih lambat.

    Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa

    lama perebusan berpengaruh nyata

    terhadap tingkat kesukaan panelis pada

    warna kimpul siap tanak yang dihasilkan.

    Secara umum, semakin lama perebusan

    warna kimpul siap tanak semakin cerah. Hal

    ini disebabkan karena terjadinya proses

    pra-gelatinisasi sehingga menyebabkan

    kimpul siap tanak berwarna cerah. Hasil ini

    juga sama pada pengukuran warna kimpul

    siap tanak menggunakan Lovibond

    Tintometer yang ditunjukkan pada Tabel 4,

    dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa semakin

    lama perebusan, kecerahan (Brightness)

    nilainya semakin tinggi yang menunjukkan

    warna kimpul siap tanak lebih cerah.

    c. Tekstur

    Tekstur suatu produk pangan sangat

    berhubungan dengan kenampakannya dan

    juga dapat dievaluasi dengan gigitan

    didalam mulut, dan juga sentuhan tangan

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    27

    (Mo William, 1997). Menurut Matz (1962)

    tekstur produk tergantung pada

    kekompakan partikel-partikel penyusunnya,

    bentuk, kekukuhan, dan keseragaman

    partikel-partikel penyusunnya. Berdasarkan

    Tabel 5 dapat diketahui bahwa ukuran

    irisan dan lama perebusan pada

    pengolahan kimpul siap tanak tidak

    berpengaruh nyata terhadap tekstur kimpul

    siap tanak yang dihasilkan. Hal ini mungkin

    karena secara visual, panelis menganggap

    sama tekstur kimpul siap tanak yang

    disajikan. Walaupun semakin besar ukuran

    irisan dan semakin sebentar perebusan

    tekstur kimpul siap tanak tidak disukai

    panelis, tetapi seluruh sempel masih berada

    dalam skala agak suka disukai.

    d. Kesukaan keseluruhan

    Kesukaan keseluruhan merupakan

    penilaian yang didasarkan pada gabungan

    penilaian terhadap bau, warna, tekstur dari

    kimpul siap tanak yang dihasilkan.

    Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa

    ukuran irisan dan lama perebusan

    berpengaruh nyata terhadap kesukaan

    keseluruhan kimpul siap tanak yang

    dihasilkan. Semakin besar ukuran irisan dan

    semakin lama perebusan dihasilkan kimpul

    siap tanak yang semakin disukai panelis.

    Hal ini mungkin karena kimpul siap tanak

    yang dihasilkan memiliki warna yang cerah,

    teksturnya tidak keras (rapuh) dan

    aromanya masih khas umbi kimpul

    sehingga disukai panelis.

    Tingkat kesukaan nasi kimpul siap tanak

    Pengujian tingkat kesukaan nasi kimpul

    siap tanak dilakukan dengan menggunakan

    parameter bau, warna, kelengketan, rasa

    dan keseluruhan serta menggunakan skala

    penilaian dengan angka 1 sampai 7,

    dimana nilai 1 menunjukan sangat suka dan

    nilai 7 menunjukan nilai sangat tidak suka.

    Hasil uji kesukaan nasi kimpul siap tanak

    disajikan pada Tabel 6.

    a. Bau

    Aroma dapat didefinisikan sebagai

    sesuatu yang diamati dengan indera

    pembau, untuk dapat menghasilkan bau

    zat-zat harus dapat menguap, sedikit larut

    dalam air dan lemak. Pengujian terhadap

    bau atau aroma dianggap penting karena

    cepat memberikan hasil penilaian terhadap

    produk diterima atau ditidaknya produk

    tersebut, selain itu juga dapat dipakai

    sebagai indikator terjadinya kerusakan pada

    produk.

    Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui

    bahwa ukuran irisan dan lama perebusan

    berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan

    panelis terhadap bau nasi kimpul siap

    tanak. Secara umum, semakin kecil ukuran

    irisan dan semakin sebentar perebusan,

    aromanya semakin disukai, tetapi tidak

    beda nyata. Hal ini berarti perlakuan ukuran

    irisan dan perebusan dengan waktu yang

    beda tidak mempengaruhi nasi kimpul siap

    tanak yang dihasilkan.

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    28

    Tabel 6. Tingkat kesukaan nasi kimpul siap tanak

    * Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukan tidak berbeda nyata.

    * Nilai semakin kecil menunjukan semakin disukai.

    b. Warna

    Warna adalah parameter pertama yang

    dinilai dalam uji kesukaan sebab konsumen

    pertama kali melihat produk dari warnanya

    sehingga warna dianggap kesan pertama

    dalam penilaian. Proses pengeringan dalam

    pengolahan kimpul siap tanak ternyata

    berpengaruh terhadap perubahan warna

    karena adanya proses pra-gelatinisasi.

    Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui

    bahwa ukuran irisan dan lama perebusan

    tidak berpengaruh nyata pada tingkat

    kesukaan panelis terhadap warna nasi

    kimpul siap tanak. Hal ini mungkin karena

    secara visual, panelis menganggap sama

    warna nasi kimpul siap tanak yang

    disajikan. Walaupun semakin besar ukuran

    irisan dan semakin sebentar perebusan,

    warnanya semakin disukai panelis, tetapi

    ukuran irisan dan lama perebusan tidak

    mempengaruhi warna nasi kimpul siap

    tanak yang dihasilkan. Jika dilihat dari Tabel

    5 pada pengukuran warna menggunakan

    lovibond tintometer, warna kimpul siap

    tanak dengan perlakuan ukuran irisan dan

    lama perebusan untuk pengukuran

    parameter warna kuning menunjukkan

    warna yang beda, hal ini ternyata tidak

    mempengaruhi warna kimpul siap tanak

    berkalsium secara inderawi yang dihasilkan.

    c. Kelengketan

    Pengukuran kelengketan didasarkan

    gaya yang diperlukan untuk mengatasi gaya

    tarik-menarik antara permukaan bahan

    dengan permukaan lain yang bersentuhan

    dengan bahan tersebut (gigi, langit-langit

    mulut, lidah, pembungkus). Dari Tabel 6

    dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan

    lama perebusan pada pengolahan kimpul

    siap tanak berpengaruh nyata pada tingkat

    kesukaan panelis terhadap kelengketan

    nasi kimpul siap tanak yang dihasilkan.

    Sampel Lama pemanasan

    (menit)

    Bau Warna Keleng- ketan

    Rasa Keselu- ruhan

    20 3,18bc 3,00 3,06 3,00 2,82

    Ukuran irisan I 1

    mm

    Ukuran irisan II 2 mm

    25 2,41a 2,53 2,88 3,00 2,71

    Ukuran irisan

    III 2,75 mm

    20

    30

    3,24c

    2,59ab

    3,00

    2,76

    2,88

    3,47

    3,12

    3,00

    3,29

    3,00

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    29

    Semakin kecil ukuran irisan dan lama

    perebusan, kelengketan nasi kimpul siap

    tanak semakin disukai. Hal ini disebabkan

    karena suhu yang tinggi pada saat terjadi

    gelatinisasi pati, granula pati akan

    mengalami pembengkakan kemudian akan

    membentuk struktur yang kompak.

    Kelengketan atau kepulenan nasi

    dipengaruhi oleh kandungan amilosa pada

    bahan. Menurut Damarjati (1983)

    kepulenan nasi memiliki kolerasi negatif

    dengan kadar amilosa, nasi dengan

    kepulenan rendah selalu memiliki kadar

    amilosa tinggi.

    d. Rasa

    Parameter warna merupakan atribut

    mutu yang didapat dari sensasi yang dapat

    dirasakan didalam mulut. Rasa dipengaruhi

    oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan

    interaksi komponen rasa yang lain (Karel

    dan Lund, 2003). Pada dasarnya indera

    perasa manusia hanya dapat merasakan

    empat dasar rasa yaitu manis, asin, pahit,

    asam (deMan, 1999). Dari Tabel 6 dapat

    diketahui bahwa ukuran irisan dan lama

    perebusan pada pengolahan kimpul siap

    tanak berpengaruh nyata pada tingkat

    kesukaan panelis terhadap rasa nasi kimpul

    siap tanak yang dihasilkan. Secara umum,

    disebabkan karena pengecilan ukuran irisan

    dan semakin lama perebusan

    menyebabkan berkurangnya kandungan

    kalsium oksalat sehingga rasa acrid pada

    nasi kimpul siap tanak berkurang.

    e. Keseluruhan

    Dari sifat sensoris secara keseluruhan

    dilakukan untuk mengetahui respon panelis

    terhadap sifat nasi kimpul siap tanak secara

    keseluruhan. Kesukaan keseluruhan

    merupakan penilaian gabungan yang

    didasarkan pada penilaian terhadap bau,

    warna, kelengketan, dan rasa kimpul yang

    dihasilkan. Dari Tabel 6 dapat diketahui

    bahwa ukuran irisan dan lama perebusan

    pada pengolahan kimpul siap tanak

    berkalsium tidak berpengaruh nyata pada

    tingkat kesukaan panelis terhadap

    kesukaan keseluruhan nasi kimpul siap

    tanak yang dihasilkan. Hal ini mungkin

    karena nasi kimpul siap tanak masih berbau

    khas kimpul, warna nasi kimpul siap tanak

    yang cerah, nasi tidak terlalu lengket karena

    kimpul siap tanak memiliki kadar amilosa

    setara dengan kelompok beras beramilosa

    rendah dan rasanya agak manis serta rasa

    acrid pada nasi kimpul siap tanak

    berkurang.

    Kadar pati, amilosa dan kalsium kimpul siap tanak berkalsium a. Kadar pati

    Pati merupakan zat hidrat arang yang

    tersusun dari unit-unit glukosa. Kandungan

    terbesar dari butir beras adalah pati.

    Dimana pati tersusun oleh 2 komponen

    utama yaitu amilosa dan amilopektin. Rasio

    perbandingan jumlah amilosa dan

    amilopektin dalam beras menentukan

    tingkat kepulenan nasi yang dihasilkan.

    Hasil analisis kadar pati, kadar amilosa dan

    kadar kalsium kimpul siap tanak berkalsium

    adalah kadar pati pada kimpul siap tanak

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    30

    yang disukai panelis yaitu 67,64 (% wb)

    atau 182,81 (% db), hasil ini lebih tinggi

    dibandingkan dengan kadar pati umbi

    kimpul yaitu sebesar 25,50 (% wb) atau

    68,91 (% db). Perbedaan ini disebabkan

    karena adanya proses gelatinisasi pada

    proses perebusan, suhu dan waktu yang

    digunakan pada perebusan menyebabkan

    pati tergelatinisasi menjadi lebih lengkap.

    Suhu yang digunakan yaitu 90 0C.

    Kadar amilosa memiliki hubungan erat

    terhadap tekstur nasi. Beras berkadar

    amilosa sedang menghasilkan nasi yang

    lunak, sedangkan beras berkadar amilosa

    tinggi menghasilkan nasi yang pera dan

    tidak lengket (Juliano 1979). Kadar amilosa

    beras dikelompokkan menjadi 3 yaitu

    kelompok amilosa rendah (

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    31

    kimpul siap tanak berkalsium yang

    disukai.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anggarwulan, E., Solichatun, W.

    Mudyantini. 2008. Karakter

    Fisiologi Kimpul (Xanthosoma

    sagittifolium (L) Schott) Pada

    Variasi Naungan dan Ketersediaan

    Air. Biodiversitas. Volume 9. 4 :

    264-268.

    Anonim. 2004. Osteoporosis Keropos

    Tulang yang makin Populer. IDI

    Online.Org.

    file://A:\Osteoporosis%20I.htm.

    Anonim. 2005. 1 Dari 3 Wanita dan 1 Dari 3

    Pria Memiliki Kecenderungan

    Menderita Osteoporosis.

    http://www.depkes.go.id/index.

    Anonim. 2006. Menkes Canangkan Bulan

    Osteoporosis. Gizi.net. Nutrition

    Network.

    File://Bulan%20Osteoporosis.htm.

    Anonim, 2009a. Angka Tetap (ATAP)

    Produksi Padi Tahun 2008.

    www.bps.go.id. Diakses 4 April

    2010.

    Anonim. 2009b. Indonesia Impor Beras.

    www.matanews.com. Diakses 4

    April 2010.

    Anonim. 2010. Umbi-umbian

    (Talas).www.deptan.go/ditjentan/a

    dmin/rb/ talas.pdf

    AOAC. 1990. Officials Methods of Analysis

    Association Official Agricultural

    Chemistry. Washington D.C.

    Brody, T. 1994. Nutritional Biochemistry.

    Academic Press. San Diego.

    New York.

    Bauernfeind J.C. and P.A. Lachance. 1991.

    Nutrient Additions to Food :

    Nutritional, Technological and

    Regulatory Aspect. Food and

    Nutrition Press, Inc. Trumbull,

    Connecticut, USA.

    deMan, J.M., 1999. Principles of Food

    Chemistry. Aspen Publisher, Inc.,

    Gaithersburg, Maryland.

    Eledah, J.I. 2005. Calcium Chloride-

    Fortified Beverage : Threshold,

    Consumer Acceptability and

    Calcium Bioavailability. A thesis

    submitted to the Graduate Faculty

    of North Carolina State University,

    Deparment of Food Science,

    Raleigh.

    Elevina, E.P.S., 2000. Determination of the

    correlation between amylase and

    phosphorus content and

    gelatinization profile of starches

    and flours obtained from edible

    tropical tubers using Differential

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    32

    Scanning Calorimetry and Atomic

    Absorption Spectroscopy. The

    Graduate College University of

    Wisconsin-Stout Menomonie. WI

    54751.

    Fennema, O.R. 1996. Principles of Food

    Science. Marcell Dekker Inc. New

    York.

    Fujita,T., M. Fukase, H. Miyamoto, T.

    Matsumoto and T. Ohue. 1990.

    Increase of Bone Mineral Density

    by Calcium Supplement with

    Oyster Shell Electrolysate. Bone

    Mineral.11 : 85-91.

    Gacula, M.C. dan J. Singh, 1984. Statistical

    Methods in Food and Consumer

    Research. Academic Press, Inc.

    Orlando. San Diego. New York.

    London.

    Haines, C.J., T.K.H. Chung, P.C. Leung,

    S.Y.C. Hsu and

    D.H.Y.Leung.1995. Calcium

    Supplementation and Bone

    Mineral Density in

    Postmenopausal Women Using

    Estrogen Replacement Therapy.

    Bone. Volume 16. 5 : 529-531.

    Hettiarachchy, N.S., R. Gnanasambandam

    dan M.H. Lee. 1996. Calcium

    Fortification of Rice : Distribution

    and Retention. J. Food Science. 1.

    61 : 195-197.

    Iwuoha, C.I. and F.A. Kalu. 1995. Calcium

    Oxalate and Physico-Chemical

    Properties of Cocoyam (Colocasia

    esculenta and Xanthosoma

    sagittifolium) Tuber Flours as

    Affected by Processing. Food

    Chemistry. 54 : 61-66.

    Juliano, B.O. 1971. A Simplified Assay for

    Milled Rice Amylose. Cereal

    Science Today. 16: 334 340.

    Kadan, R.S., Robinson, M.G., Thibodeaux,

    D.P., Pepperman Jr., A.B., 2001.

    Texture and other physicochemical

    properties of whole rice bread.

    Journal of Food Science 66, 940

    944.

    Kartono,D dan M. Soekarti. 2004. Angka

    Kecukupan Gizi Mineral : Kalsium,

    fosfor, magnesium, Besi, Yodium,

    Seng, Selenium, mangan dan

    Flour. Widya Karya Nasional

    Pangan dan Gizi VIII. LIPI.

    Jakarta.

    Krammer, A.A. and B.A. Twigg. 1970.

    Fundamental of Quality Control for

    the Food Industry. The AVI

    Publishing Company, Inc.

    Westport, Connecticut.

    Lee, M.H., Hettiarachchy, N.S., R.

    Gnanasambandam, and R.W.

    McNew. 1995. Physicochemical

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    33

    Properties of Calcium-Fortified

    Rice. Cereal Chem. 72 : 352-355.

    Martin, B.R., C.M. Weaver, R.P. Heaney,

    P.T. Packard and D.L. Smith.

    2002. Calcium Absorption from

    Three Salt and Ca SO4-Fortified

    Bread in Premenopausal Women.

    J. Agric. Food Chem. -. 50 : 3874-

    3876.

    Matz, S.A., 1962. Food Tekstur. The A VI

    Publishing Comapany, Inc. West

    Port, Connectitut.

    McCarthy, J.T. and R. Kumar. 2004.

    Divalent Cation Metabolism :

    Calcium. www.kidneyatlas.org.

    Mo William, M., 1997. Food Experimental

    Prespective. Prentie-Hall, Inc. New

    Jersey, U.S.A.

    Nwokocha,L.M., N.A. Aviara, C. Senan and

    P.A. William. 2009. A Comparative

    Study of Some Properties of

    Cassava (Manihot esculenta,

    Crantz) and Cocoyam (Colocasia

    esculenta, Linn) Starches.

    Carbohydrate Polymers. 76 : 362-

    367.

    Octavianti, S dan M. Solikhah. 2009.

    Pemenuhan Ketahanan Pangan

    Melalui Pengembangan Pati

    Termodifikasi dan Berkonsentrat

    Protein Secara Enzimatis Berbasis

    Umbi-umbian Lokal. FKIP. UNS.

    Surakarta.

    Sefa-Dedeh,S., E.K. Agyir-Sackey. 2004.

    Chemical Composition and the

    Effect of Processing on Oxalate

    Content of Cocoyam Xanthosoma

    sagittifolium and Colocasia

    esculenta Cormes. Food

    Chemistry. 85 : 479-487.

    Sirkorski, Z.E.J., Pokorny dan S.

    Damodaran, 2007. Fenemas Food

    Chemistry 4th Edition : Physical and

    Chemycal Interactin of Component

    In Food System. CRC Press. Boca

    Raton. London. New York.

    Smith, T. 1995. Complete Family Health

    Encyclopedia. Dorling Kindersley,

    London. New York, Stuttgard,

    Moscow.

    Suitor, C.J. dan M.F. Crowley, 1984.

    Nutrition Principles and Application

    in Health Promotion. J.B.

    Lippincott Company. Philadelphia.

    Suyitno dan Ch. Wariyah. 2004. Metode

    Pengolahan Beras Siap Tanak

    Berkalsium Tinggi untuk Nasi

    Putih, Nasi Gurih dan Nasi Kuning.

    Program Oleh paten. Kementerian

    Riset dan Teknologi Republik

    Indonesia. Dalam proses

    pendaftaran ke Departemen

    Kehakiman Republik Indonesia.

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

    34

    Suyitno dan Ch. Wariyah, 2005. Optimasi

    Pengeringan Beras Siap Tanak.

    Laporan Penelitian. Pusat Studi

    Pangan dan Gizi. UGM.

    Yogyakarta.

    Walker, A.F. and B.A. Rolls. 1992. Nutrition

    and The Consumer : Issues in

    Nutrition and Toxicology 1.

    Elsevier Applied Science, London

    and New York.

    Wariyah, Ch., C. Anwar, M. Astuti dan

    Supriyadi. 2008a. Calcium

    Absorption Kinetic on Indonesian

    Rice. Indonesian Journal of

    Chemistry. 8 : 252-257.

    Wariyah, Ch., C. Anwar, M. Astuti dan

    Supriyadi. 2008b. Sifat Fisik dan

    Akseptabilitas Beras Berkalsium.

    Agritech, 28:34-42.

    Wariyah, Ch. 2009. Bioavailabilitas Kalsium

    dalam Beras Berkalsium. Laporan

    Penelitian. Universitas Mercu

    Buana. Yogyakarta.

    Watson, C.A. 1996. Official and

    Standardized Methods of Analysis,

    3rd edn. The Royal Society of

    Chemistry, Thomas Graham House,

    Science Park, Cambridge.

    Widowati. S. 2010. Karakteristik Beras

    Instan Fungsional dan Peranannya

    dalam Menghambat Kerusakan

    Pankreas. www.bulog.go.id. Diakses

    4 April 2010.

    William,P.A., N.A. Aviara, L.M. Nowkocha,

    C. Senan. 2008. A Comparative

    Study of Some Properties of

    Cassava (Manihot esculenta,

    Crantz) and Cocoyam (Colocasia

    esculenta, Linn) Starches. Material

    Science Research Centre. Centre

    for Water Soluble Polymer.

    http://epubs.glyndwr.ac.uk/ewsp/1.

    diakses 25 Januari 2010.

    Winarno, F.G., 1983. Kimia Pangan Dan

    Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

    Yu, S., Ma, Y., Liu, T., Menager, L., Sun,

    D.W., 2010. Impact of cooling rates

    on the staling behavior of cooked

    rice during storage. Journal of

    Food Engineering 96, 416420.

  • Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012


Recommended