EVALUASI PROGRAM MARKETING PUBLIC RELATIONS dalam REBRANDING TIGERAIR MANDALA PERIODE JULI –
DESEMBER 2013
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi ( S.I.Kom. )
EDWINA TJAHJA
10120110175
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
KONSENTRASI MULTIMEDIA PUBLIC RELATIONS
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA
TANGERANG
2014
i
EVALUASI PROGRAM MARKETING PUBLIC RELATIONS dalam REBRANDING TIGERAIR MANDALA PERIODE JULI –
DESEMBER 2013
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi ( S.I.Kom. )
EDWINA TJAHJA
10120110175
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
KONSENTRASI MULTIMEDIA PUBLIC RELATIONS
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA
TANGERANG
2014
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul
“Evaluasi Program Marketing Public Relations dalam Rebranding Tigerair Mandala
Periode Juli – Desember 2013”
oleh Edwina Tjahja
telah diujikan pada hari Senin, 14 Juli 2014, pukul 12.30 s.d. 14.00 dan dinyatakan
lulus dengan susunan penguji sebagai berikut :
Ketua Sidang Penguji Ahli
( Inco Hary Perdana,S.Ikom.,M.Si ) ( Dr.Novita Damayanti,M.Si )
Dosen Pembimbing
( Dian Anggraeni,S.S.,M.Si )
Disahkan oleh
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
( Dr.Bertha Sri Eko M.,M.Si )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya ilmiah saya
sendiri, bukan plagiat dari karya ilmiah yang ditulis orang lain atau lembaga lain, dan
semua karya ilmiah orang lain atau lembaga lain yang dirujuk dalam skripsi ini telah
disebutkan sumber kutipannya serta dicantumkan dalam Daftar Pustaka.
Jika di kemudian hari terbukti ditemukan kecurangan/penyimpangan , baik
dalam pelaksanaan skripsi maupun dalam penulisan laporan skripsi, saya bersedia
menerima konsekuensi dinyatakan TIDAK LULUS untuk mata kuliah Skripsi yang
telah saya tempuh.
Tangerang, 30 Juni 2014
( Edwina Tjahja )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Success may be about luck, or talent, or skill.
But most of the times success is about wrestling failure into submission.”
- Mark McCormack.
Untuk Ayah dan Ibu,
sahabat-sahabat terbaik peneliti,
dan calon praktisi komunikasi.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
v
KATA PENGANTAR
Puji dan ucapan syukur peneliti sampaikan melalui doa kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas segala berkat-Nya, sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi
dengan judul “Evaluasi Program Marketing Public Relations dalam Rebranding
Tigerair Mandala Periode Juli – Desember 2013” dengan baik. Penelitian ini secara
komprehensif memaparkan strategi dan program komunikasi Tigerair Mandala
dalam memperkenalkan identitas yang baru kepada target publik, dan mengevaluasi
hasil implementasi program tersebut dengan mengacu pada model PII ( Preparation,
Implementation,Impact ) oleh Cutlip, Center, dan Broom.
Nama-nama yang peneliti sebutkan di bawah ini, adalah mereka yang
senantiasa memberikan dukungan bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian ini,
serta meluangkan waktu dari aktivitas mereka untuk membantu peneliti. Peneliti
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Universitas Multimedia Nusantara , tempat peneliti mengemban ilmu tentang
komunikasi, khususnya Public Relations dan memberikan kesempatan untuk
melakukan penelitian ini.
2. Dr. Bertha Sri Eko M., M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi,
atas dukungan dan kerja sama yang baik bagi peneliti selama menjalani
masa perkuliahan dan penyelesaian skripsi.
3. Dian Anggraeni, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi, atas dukungan,
saran, dan pencerahan yang mengarahkan peneliti untuk melakukan
penelitian secara optimal, serta waktu yang diluangkan.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
vi
4. M. Thoriq Syarief Husein dan Rio Hascaryo, selaku Public Relations dan
Head of Marketing Tigerair Mandala, atas kesediaannya menjadi narasumber
utama dan berbagi informasi, pengetahuan, serta data yang dibutuhkan
peneliti.
5. Stephanie Sicilia, PR Consultant dari PRAXIS PR, atas bantuan dan
kesediaannya meluangkan waktu dan berbagi informasi serta pengetahuan
tentang program PR Tigerair Mandala, terutama untuk melengkapi data-data
yang dibutuhkan. Terima kasih banyak.
6. Galih Rangha, selaku Deputy General Manager DM-ID Holland, untuk waktu
dan pengetahuan yang dibagikan kepada peneliti, terutama tentang brand
communication. Terima kasih untuk berbagi banyak studi kasus menarik
tentang global brand yang sangat inspiratif
7. Natalia Batubara, selaku Admin Fakultas Ilmu Komunikasi, untuk bantuan
dan kerja sama yang kooperatif dalam memenuhi keperluan dokumen
selama penelitian berlangsung.
8. Mama dan Papa, untuk segala bentuk dukungan moril dan materiil,
semangat, dan doa yang tiada henti mengalir bagi peneliti hingga mampu
menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Lidya Franciscus, Helga Liliani, Nia Yuanita, Dian Andriani, Andy, Diandra
Adhani, serta semua sahabat peneliti yang tak lelah memberikan semangat,
saran, dan motivasi selama proses penyelesaian tugas akhir ini. Terima
kasih telah menjadi sahabat yang baik dan menyenangkan selama empat
tahun masa kuliah ini. Semoga sukses selalu beserta kita semua.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
vii
10. Rheza Harliman, yang selalu ada untuk mendengarkan dan memberikan
motivasi kepada peneliti selama proses pengerjaan skripsi berlangsung.
Terima kasih atas waktu yang diberikan untuk senantiasa membawa sukacita
dalam setiap waktu yang dilalui bersama.
Peneliti berharap bahwa hasil penelitian yang memiliki fokus kajian pada
evaluasi program Public Relations ini dapat memberikan wawasan dan referensi
bagi para pembaca, terutama memberikan kontribusi yang positif untuk memperkaya
keragaman topik penelitian di bidang Public Relations.
Tangerang, 30 Juni 2014
( Edwina Tjahja )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………………………………………………………………………....i
HALAMAN PENGESAHAN.………………………………………………………………..ii
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………………………………iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………………………iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...v
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………………..…..xii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………..…xiii
DAFTAR DIAGRAM……………………………………………………………………….xiv
ABSTRAK…………………………………………………………………………….……..xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………………….1
1.2 Perumusan Masalah………………………………………………………….14
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………………...15
1.4 Kegunaan Penelitian………………………………………………………….15
1.4.1 Manfaat Teoretis…………………………………………………15
1.4.2 Manfaat Praktis…………………………………………………..16
BAB II KERANGKA TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu………………………………………………………….17
2.2 Pengertian tentang Marketing Public Relations………….……………….24
2.2.1 Definisi Marketing………………………………………………………26
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
ix
2.2.2 Segmenting, Targeting, Positioning………………………………….28
2.2.3 Definisi Public Relations……………………………………………….31
2.2.4 Marketing Public Relations Values…………………………………...33
2.2.5 Manfaat Marketing Public Relations………………………………….36
2.2.6 Marketing Public Relations Tools…………………………………….38
2.3 Perencanaan Marketing Public Relations………………………………….40
2.4 Model Evaluasi Program Public Relations…………………………………52
2.5 Brand Management………………………………………………….............57
2.5.1 Pengertian Brand……………………………………………………….58
2.5.2 Brand Elements………………………………………………………...61
2.5.3 Rebranding……………………………………………………………...67
2.5.4 Brand Awareness………………………………………………………70
2.6 Kerangka Pemikiran…………………………………………………………..74
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sifat Penelitian…………………………………………………….76
3.2 Metode Penelitian……………………………………………………………..78
3.3 Key Informan dan Informan………………………………………………….80
3.4 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………………..82
3.5 Keabsahan Data………………………………………………………………84
3.6 Teknik Analisis Data………………………………………………………….86
3.7 Fokus Penelitian………………………………………………………………87
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
x
3.8 Waktu dan Tempat Penelitian…………………………………………….....88
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan……………………………………………...89
4.1.1 Sejarah Singkat Mandala Airlines…………………………………….89
4.1.2 Isu Restrukturisasi Mandala Airlines…………………………………91
4.1.3 Komparasi Identitas antara Mandala dan Tigerair Mandala……….92
4.1.4 Komparasi Stakeholders antara Mandala dan Tigerair Mandala…98
4.1.5 Struktur Organisasi Tigerair Mandala ( PT Mandala Airlines ) dan
Peran Marketing & PR………………………………………………..100
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Motivasi dan Rebranding Tigerair Mandala……………………….101
4.2.2 Kedudukan dan Peran Marketing & Public Relations……………105
4.2.3 Analisa Situasi………………………………………………………..107
4.2.3.1 Perubahan Elemen Brand Tigerair Mandala……………..115
4.2.4 Tujuan dari Program MPR dalam Rebranding Tigerair
Mandala…………………………………………………………...…119
4.2.5 Strategi program MPR dalam Rebranding Tigerair
Mandala…………………………………………………………….123
4.2.6 Target Publik Program MPR dalam Rebranding Tigerair
Mandala..…………………………………………………………….126
4.2.7 Pesan Inti dalam Program MPR Tigerair Mandala……………….132
4.2.8 Impl ementasi Program MPR Tigerair Mandala…………………..134
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
xi
4.2.8.1 Aktivitas Tigerair Mandala di Media Sosial……………….135
4.2.8.2 Aktivitas Media Relations Tigerair Mandala……………...142
4.2.9 Bentuk Evaluasi Terhadap Program MPR………………………..149
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian……………………………………………….155
4.3.1 Tahap Persiapan ( Preparation )…...………………………………...155
4.3.2 Tahap Implementasi ( Implementation )………..……………………161
4.3.3 Tahap Dampak ( Impact )……………………………………………..176
BAB V KESIMPULAN dan SARAN
5.1 Simpulan Penelitian…………………………………………………………182
5.2 Saran………………………………………………………………………….183
5.2.1 Saran Praktis………………………………………………………….183
5.2.2 Saran Akademik………………………………………………………185
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….187
LAMPIRAN………………………………………………………………………………....192
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu………………………………………………23
Tabel 3.1 Waktu dan Aktivitas Penelitian……………………………………….....88
Tabel 4.1 Perubahan Brand Elements dalam Rebranding……………………....98
Tabel 4.2 Rekapitulasi Aktivitas Media Relations Tigerair Mandala…………..148
Tabel 4.3 Tabel Implementasi Program Tigerair Mandala……………………..161
Tabel 4.4 Jumlah Media Coverage untuk Distribusi Informasi Media…………165
Tabel 4.5 Jumlah Media Coverage dari Konferensi Pers………………………169
Tabel 4.6 Jumlah Publisitas dari Media Familirization Trip…………………….172
Tabel 4.7 Media Monitoring Tigerair Mandala Juli-Desember 2013…………..174
Tabel 4.8 Hasil Advertising Value Tigerair Mandala……………………………178
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Proyeksi Pertumbuhan Penumpang Domestik oleh INACA…………..4
Gambar 1.2 Pertumbuhan Kelas Menengah di Indonesia…………………………...6
Gambar 4.1 Tampilan Halaman Facebook Tigerair Mandala……………………..137
Gambar 4.2 Tampilan Halaman Twitter Tigerair Mandala………………………...138
Gambar 4.3 Tampilan Halaman Youtube Tigerair Mandala………………………140
Gambar 4.4 #tigerairtime bersama penulis Ika Natassa…………………………..141
Gambar 4.5 #tigerairtime bersama pemilik akun @KartuPos…………………….142
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 2.1 Whalen’s 7-Step Strategic Planning Process………………………….41
Diagram 2.2 PII Model…………………………………………………………………..55
Diagram 4.1 Struktur Organisasi Tigerair Mandala…………………………………100
Diagram 4.2 Analisa SWOT Tigerair Mandala………………………………………112
Diagram 4.3 Pemetaan Stakeholders Tigerair Mandala…………………………...131
Diagram 4.4 MPR Planning Tigerair Mandala……………………………………....154
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
xv
ABSTRAK
Evaluasi Program Marketing Public Relations dalam Rebranding Tigerair Mandala Periode Juli – Desember 2013
Pada Januari 2011, Mandala Airlines berhenti beroperasi karena maskapai penerbangan tersebut terlilit krisis keuangan dan hutang akibat kesulitan membayar biaya operasional. Penurunan jumlah penumpang dan pendapatan membuat maskapai ini mundur dari industri yang kompetitif. Tahun 2012, Mandala kembali mengudara dengan mengusung model bisnis dan product brand yang baru, yaitu Tigerair Mandala. Maskapai dengan konsep “low-cost carrier” ini dimiliki oleh Saratoga Capital dan Tigerair Group dari Singapura. Opsi rebranding yang dilakukan Tigerair Mandala ini tidak hanya dari tampilan visual, melainkan juga menuntut program komunikasi yang tepat dan dapat dipahami oleh publik.
Konsep utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah perencanaan Marketing Public Relations ( MPR Tools dan Manfaat MPR ), khususnya Whalen’s 7-Step Strategic Planning Process, Brand Management ( brand elements dan rebranding ), serta model evaluasi Public Relations, yaitu model PII ( Preparation, Implementation, Impact ) oleh Cutlip, Center, dan Broom. Jenis penelitian ini adalah kualitatif, dengan sifat penelitian evaluatif. Metode penelitian ini adalah studi kasus, karena membahas suatu peristiwa secara mendalam dan dibatasi kurun waktu. Penelitian ini menempatkan fokus untuk mengevaluasi program Marketing Public Relations Tigerair Mandala dalam mengkomunikasikan identitas baru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tigerair Mandala menggunakan strategi engagement yang diwujudkan melalui aktivitas media relations untuk membangun kesadaran publik tentang elemen dan nilai brand tersebut. Dari segi persiapan program, Tigerair Mandala telah memberikan informasi yang terbuka dan memadai bagi rmedia, melalui informasi media dan konferensi pers, serta berupaya memenuhi preferensi pemberitaan. Dari sisi implementasi, maskapai ini secara konsisten menyampaikan pesan inti dalam setiap material media. Kehadiran CEO dalam tiap acara dan media familirization trip juga mendekatkan brand dengan media massa. Dari segi dampak, peneliti menilai Tigerair Mandala mampu membangun kesadaran dan pengetahuan publik tentang brand yang baru, tetapi belum mencapai tahap mengubah preferensi atau opini publik dalam memilih maskapai berbiaya rendah.
Kata kunci : Marketing Public Relations, Rebranding, Model PII
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
xvi
ABSTRACT
Evaluation of Marketing Public Relations Program on Rebranding of Tigerair Mandala from July to December 2013
January 2011, Mandala Airlines has stopped its flight service because of financial problem and debt of operating costs. The decrease in the number of passengers and revenue made Mandala decide to withdraw from this competitive industry. Mandala came back in 2012 with a new business model and brand, named Tigerair Mandala. This low-cost carrier is owned by Saratoga Capital and Tigerair Group. Rebranding requires not only a changing in terms of visual appearance, but also comprehensive communication program to communicate with their publics.
The main concept that used in this research are Marketing Public Relations, Whalen’s 7-Step Strategic Planning Process, Brand Management ( brand elements, rebranding ), and evaluation model of Public Relations, PII model ( Preparation, Implementation, Impact ) , developed by Cutlip, Center, and Broom. This research is qualitative, with the nature of evaluative research. The method is case study, because it does an in-depth examination to a case with limited periode of time.
The result shows that Tigerair Mandala do engagement with their publics through media relations activities, in order to build awareness about the element and brand values. Tigerair Mandala has provided comprehensive information for journalists and seeks to meet the media’s preferences. The airline also has consistently convey the core message in any media material. The presence of the CEO in each event and media familirization trip also bring the brand closer and more personal to the mass media. In terms of impact, researcher assessed Tigerair Mandala able to build public awareness and knowledge about the new brand, but has not reached the stage of changing preferences or public opinion in choosing low-cost airlines.
Keywords : Marketing Public Relations, Rebranding, PII Model
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Infrastruktur dan sistem transportasi merupakan salah satu faktor
yang esensial bagi sebuah negara dalam proses pembangunan dan
kemajuan di beragam sektor. Transportasi darat, laut, dan udara yang saling
terintegrasi akan membuat mobilitas penduduk di setiap daerah menjadi lebih
efisien. Selain berdampak pada mobilitas penduduk, sistem transportasi yang
terintegrasi akan memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan
sektor ekonomi, pendidikan, pariwisata.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.499
pulau, dan luas wilayah perairan sebesar 5,8 juta kilometer persegi. Data
Sensus Penduduk dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, pada tahun
2010, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai angka 237,6 juta jiwa.
Dengan kondisi geografis yang terdiri dari banyak pulau dan angka populasi
yang kian meninggi, Indonesia membutuhkan sarana transportasi yang
memadai, baik transportasi darat, laut, maupun udara. Moda transportasi
darat memiliki fungsi untuk menjembatani mobilitas penduduk di suatu
daerah atau pulau. Moda transportasi laut dapat berfungsi pula untuk
membawa penduduk berpergian antar pulau. Namun, mengingat waktu
tempuh yang lama dan biaya bahan bakar yang melambung membuat
masyarakat mulai beralih ke jenis transportasi lain, yakni transportasi udara.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
2
Secara umum, transportasi udara memiliki beberapa kontribusi bagi
pembangunan negara Republik Indonesia di bidang ekonomi dan
perdagangan, pembangunan infrastruktur daerah, pertumbuhan industri
pariwisata, dan penciptaan lapangan kerja.
Di bidang ekonomi dan perdagangan, transportasi udara berperan
untuk mendukung aktivitas logistik antar daerah dan juga antar negara.
Pengiriman barang dapat berlangsung dalam waktu yang singkat. Aktivitas
bisnis juga dapat berlangsung secara efisien, dan hal ini tentu akan berimbas
pada nilai ekonomi yang akan meningkat di setiap transaksi perdagangan.
Dengan fondasi finansial yang kuat, maka kondisi kesejahteraan dan kualitas
hidup masyarakat juga akan bertambah baik.
Berkembangnya industri transportasi udara tentu akan membawa
dampak positif terhadap penciptaan lapangan pekerjaan dan pengembangan
keterampilan sumber daya manusia. Industri transportasi udara ini dapat
bergerak di bidang produk maupun jasa, seperti produsen mesin pesawat,
alat mekanik untuk perawatan pesawat, meningkatnya kebutuhan akan
tenaga ahli dan teknisi di bidang penerbangan, hingga munculnya sekolah
untuk pelatihan menjadi awak pesawat. Roda perekonomian pun kian
berputar kencang, dan hasil yang diperoleh dari industri ini dapat
membangun Indonesia.
Sektor industri pariwisata menjadi salah satu industri yang hidupnya
bergantung pada transportasi udara saat ini. Menurut artikel yang dimuat
oleh Neraca.co.id pada 28 Agustus 2012, M. Faried, Direktur Promosi
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
3
Pariwisata Dalam Negeri Kemenparekraf menyatakan bahwa transportasi
udara menduduki posisi kedua dalam perannya mendukung pertumbuhan
pariwisata Indonesia, setelah transportasi darat. Jalur penerbangan yang
kian beragam, baik untuk tujuan domestik maupun mancanegara,
pertumbuhan ekonomi masyarakat kelas menengah yang meningkat
signifikan, serta munculnya konsep “Low Cost Carrier” yang diterapkan oleh
sebagian besar maskapai penerbangan nasional, membuat industri
pariwisata menjadi salah satu motor utama penggerak laju kemajuan
ekonomi negara Indonesia.
Konsep maskapai berbiaya rendah atau lebih dikenal low-cost carrier
merupakan model bisnis penerbangan yang membawa penumpang dari satu
tempat ke tempat lainnya dengan menawarkan harga dasar ( basic fare )
untuk tiket penerbangan tersebut, tanpa termasuk layanan untuk bagasi,
pemilihan kursi, makanan selama penerbangan, serta fitur in-flight
experience lainnya. Low-cost carrier berupaya untuk memberikan harga
seminimal mungkin. Mereka memperoleh pendapatan tambahan ( ancillary
revenue ) dari penjualan fitur-fitur layanan penerbangan, seperti bagasi dan
makanan. Menurut artikel yang ditulis oleh Vivanews pada 31 Oktober 2012,
Direktur Utama Citilink Indonesia, Arif Wibowo, memaparkan bahwa
tumbuhnya maskapai berbiaya rendah di Indonesia merupakan imbas dari
deregulasi industri penerbangan. Arif mengatakan bahwa sebelum masa
reformasi, penentuan harga tiket penerbangan harus memenuhi persetujuan
dari Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ). Tetapi usai reformasi, maskapai
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
4
penerbangan memiliki hak untuk menentukan harga tiket masing-masing. Hal
inilah yang memicu para pemain di industri ini untuk berinovasi dan
mengutamakan efisiensi.
Berdasarkan Laporan Tahunan 2012 yang dikeluarkan oleh INACA
( Indonesia National Air Carriers Association ), pada tahun 2011 tercatat
jumlah penumpang domestik sebesar 60,19 juta orang. Fakta menariknya
adalah 60-65% diantaranya merupakan budget travellers, dan sekitar 40%
termasuk dalam kategori premium travellers. Hal inilah yang membuat
operator penerbangan berupaya menggarap pasar tersebut. Low-Cost
Carrier juga dilihat mampu menghubungkan kota-kota di seluruh Indonesia
dengan negara lain, meski masih untuk jarak dekat, seperti Malaysia dan
Singapura. INACA memperkirakan bahwa jumlah pasar penumpang
domestik Indonesia akan tumbuh dua kali lipat dari jumlah yang dihasilkan di
tahun 2012, serta didominasi oleh budget traveller.
Gambar 1.1 Proyeksi Pertumbuhan Penumpang Domestik oleh INACA
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
5
Selain pertumbuhan signifikan di industri penerbangan, pertumbuhan
ekonomi di Indonesia juga memicu berkembangnya masyarakat kelas
menengah. Boston Consulting Group pada Maret 2013 merilis publikasi
dengan judul “Indonesia’s Rising Middle-Class and Affluent Consumers :
Asia’s Next Big Opportunity” yang mengulas tentang tentang masyarakat
kelas menengah yang kian mendominasi total populasi penduduk.
Berdasarkan laporan dari Boston Consulting Group tersebut, jumlah
penduduk usia produktif yang mendominasi sekitar 60% jumlah populasi dan
peningkatan penghasilan pasar domestik menjadi faktor utama yang
membuat perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 6,4% selama lima
tahun kedepan. Pertumbuhan ekonomi ini pula yang menyebabkan naiknya
jumlah masyarakat kelas menengah ( middle-class ). Pada tahun 2012,
sekitar 74 juta penduduk Indonesia masuk dalam kategori ini, atau 30% dari
total populasi. Diperkirakan sekitar 8 – 9 juta penduduk akan masuk dalam
kelompok kelas menengah ini setiap tahunnya, sehingga pada tahun 2020,
jumlah tersebut akan mencapai angka 141 juta jiwa atau setara dengan 53%
dari total populasi.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
6
Gambar 1.2 Pertumbuhan Kelas Menengah di Indonesia
Dari segi komunikasi, masyarakat kelas menengah ini masih menggunakan
media tradisional, dan cenderung mempercayai pesan-pesan marketing,
iklan, dan saran dari tim penjualan ( salesman ). Seluruh karakter ini memicu
mereka untuk terus mencoba produk atau jasa baru. Kelompok masyarakat
ini juga saling terkoneksi dengan melalui teknologi digital. Terlepas dari
tingkat kekayaan, kelompok kelas menengah ini sangat menyukai kegiatan
tawar-menawar. Selain itu, ketika mereka melakukan pembelian dalam
jumlah besar, mereka berpikir telah membeli keuntungan yang nyata
( tangible benefit ), dan cenderung mengutamakan fungsionalitas barang
atau jasa, untuk meyakinkan apa yang telah mereka beli. Tingkat ekonomi
yang positif akan mendongkrak pula daya beli masyarakat, termasuk
menggunakan pesawat terbang sebagai moda transportasi mereka.
Pertumbuhan ekonomi, berkembangnya masyarakat kelas
menengah, serta banyaknya kota-kota di Indonesia yang belum masuk
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
7
dalam rute penerbangan domestik, merupakan faktor yang membuat para
operator penerbangan terus mengembangkan inovasi dan konsep low-cost
carrier untuk merangkul pasar di kelas tersebut. Maskapai dengan konsep ini
juga berusaha untuk menerbangi rute-rute domestik.
Dilansir dari Okezone.com pada bulan Desember 2013, Kementrian
Perhubungan menyatakan bahwa industri penerbangan di Indonesia
berkembang dengan pesat dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2011, total
jumlah penumpang adalah 68.349.439 orang, dengan jumlah penumpang
domestik sebesar 60.197.306 orang dan penumpang internasional sebesar
8.152.133 orang. Sedangkan pada tahun 2012, total jumlah penumpang
maskapai penerbangan adalah 81.359.755 orang, dengan penumpang
domestik sebesar 71.421.464 orang dan penumpang internasional sebesar
9.938.291 orang. Hingga September 2013, jumlah penumpang angkutan
udara telah mencapai angka 49.081.891 orang.
Menurut Jurnal Kajian Lemhannas Republik Indonesia dengan judul
“Pengembangan Sistem Transportasi Nasional” ( Desember 2012 ), kenaikan
volume angkutan udara dalam beberapa dekade ini didorong oleh kemajuan
teknologi e-commerce, perkembangan global supply chain, dan upaya untuk
menekan biaya inventory yang mahal serta memperpendek order cycle time.
Meski perubahan regulasi dan kondisi pasar telah memberikan
peluang untuk tumbuh, namun depresiasi Rupiah serta kenaikan harga
operasional membuat maskapai penerbangan mulai goyah. Beberapa
dekade silam, di Indonesia hanya ada segelintir maskapai penerbangan yang
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
8
mengusung layanan premium, seperti Garuda Indonesia, sebagai national
carrier, Merpati Airlines, serta beberapa maskapai penerbangan skala
menengah seperti Batavia Air, Adam Air, Lion Air, dan Mandala Airlines. Kini,
masuknya maskapai asing ke Indonesia yang melayani rute internasional
maupun domestik, serta semakin melambungnya biaya operasional pesawat
yang berimbas pada harga tiket penerbangan, membuat maskapai –
maskapai penerbangan nasional tidak mampu bertahan. Tak ayal maskapai
penerbangan yang tidak mampu bersaing di tengah industri yang fluktuatif
ini, terpaksa harus berhenti beroperasi untuk periode tertentu atau bahkan
gulung tikar. Namun, masih ada maskapai penerbangan lain yang bisa
diselamatkan oleh investor dan bersedia melakukan rebranding demi
mendapatkan penerimaan kembali di pasar. Proses rebranding yang
dilakukan pun beragam, mulai dari perubahan nama, logo, hingga pesan
yang ingin disampaikan kepada publiknya.
Pemahaman tentang brand terus berkembang setiap waktu. Kapferer
( 2012 : 12 ) dalam The New Strategic Brand Management mengungkapkan
makna brand sebagai berikut :
“brand as a name that symbolize a long-term engagement, crusade or commitment to a unique set of values, embedded into products, service and behaviours, which make the organization, person, or product stand apart or stand out.”
Brand merupakan sebuah nama yang memiliki kekuatan untuk memengaruhi
pasar dan memiliki ikatan secara emosional dan fungsional di dalam benak
konsumen karena brand inilah yang tersimpan di dalam memori, bukan
produk atau jasa dibaliknya. Sebuah brand tidak hanya terdiri nama merek,
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
9
tetapi juga simbol visual atau logo, slogan, dan kisah atau pesan inti dari
brand tersebut. Menurut Kotler dan Keller ( 2012 : 243 ), branding merupakan
suatu proses dalam membuat diferensiasi antara suatu produk dengan
produk yang lain. Branding membangun struktur mental yang membantu
konsumen untuk mengorganisasikan pengetahuan mereka tentang produk
dan jasa, terutama dalam proses pengambilan keputusan, dan di sisi lain,
juga memberikan nilai – nilai tertentu bagi perusahaan. Selain berperan
sebagai pembeda produk atau jasa, brand juga menjadi intangible assets
yang diproteksi melalui hak cipta atau merk dagang.
Brand saja tidaklah cukup bagi sebuah produk, jasa, atau perusahaan
untuk dapat masuk ke dalam segmen pasar yang dituju. Dalam hal ini
perusahaan harus melakukan positioning untuk menempatkan brand tersebut
ke dalam benak konsumen. Selain berfungsi sebagai pembeda dalam
konteks target market, brand positioning akan menunjang perencanaan
strategi pemasaran untuk memperjelas esensi dari brand dan
mengkomunikasikan bagaimana brand tersebut bekerja dengan cara yang
unik.
Ketika tujuan utama dari sebuah brand telah tercapai dan brand
berada pada posisi yang cukup mapan atau mature, inilah saatnya
perusahaan melakukan inovasi demi mempertahankan dan juga
meningkatkan kepuasan konsumen. Gagasan rebranding merupakan suatu
cara untuk memperbaharui atribut dan identitas dari brand agar dapat
menampilkan identitas serta positioning baru yang lebih disukai oleh
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
10
konsumen, sehingga kejenuhan dapat dihindari. Rebranding dapat dilakukan
di beragam aspek dari identitas sebuah brand, baik nama, logo, maupun
kisah atau pesan yang ingin disampaikan melalui konsep brand yang baru.
Beberapa alasan yang mendasari perusahaan melakukan rebranding adalah
mengubah citra dari brand atau perusahaan, perubahan struktur organisasi,
perubahan strategi bisnis, atau adanya faktor – faktor eksternal yang
menuntut perusahaan untuk melakukan rebranding tersebut. ( Muzellec,
Doogan, Lambkin, 2003 : 33-34 ).
Public Relations merupakan salah satu saluran komunikasi yang
terdapat di dalam bauran pemasaran untuk mempromosikan, baik citra
perusahaan atau produk dari perusahaan tersebut, kepada publik internal
maupun eksternal. Public Relations memiliki tiga keunggulan dalam
mendukung aktivitas pemasaran, yaitu mampu menciptakan kredibilitas yang
tinggi ( publisitas dalam bentuk berita yang muncul di media massa lebih
otentik dan dapat dipercaya daripada iklan ), dapat menjangkau calon target
market yang menghindari media massa dan bentuk – bentuk promosi, serta
mampu membawakan kisah yang berhubungan dengan seseorang,
perusahaan, atau brand tersebut, dan menyentuh hati calon konsumen.
(Kotler dan Keller, 2012 : 491 )
Banyak perusahaan yang beralih menggunakan konsep Marketing
Public Relations (MPR). Tujuan dari penggunaan konsep ini adalah untuk
menunjang kegiatan promosi produk atau jasa, dengan cara menjalankan
fungsi – fungsi Public Relations. Selain untuk mempromosikan produk, jasa,
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
11
ataupun perusahaan, Marketing Public Relations juga dimanfaatkan untuk
membentuk citra perusahaan, dan membina hubungan dengan key publics
dari perusahaan . ( Kotler & Keller , 2012 : 527 ).
Dalam mengelola dan mempertahankan sebuah brand, perusahaan
juga harus dapat melihat peluang dan momen yang tepat apabila brand yang
dimilikinya harus mengalami fase rebranding. Salah satu maskapai
penerbangan Indonesia, Citilink, melakukan rebranding pada tahun 2012
dengan memposisikan dirinya sebagai maskapai mandiri dengan membawa
konsep low cost carrier. Sebelumnya, Citilink merupakan maskapai
penerbangan yang termasuk dalam Unit Usaha Strategis dari PT.Garuda
Indonesia. Hal ini dikarenakan Citilink telah menerima Air Operation
Certificate ( AOC ) dari Kementrian Perhubungan Republik Indonesia pada 5
Juli 2012. Dengan memiliki AOC yang terpisah dari Garuda Indonesia,
Citilink dapat mengoperasikan maskapai secara independen, memiliki kode
penerbangan baru, yakni QG, dan mengimplementasikan rebranding di
seluruh aspek, seperti pengenalan warna korporasi yang baru, kantor pusat,
logo, interior pesawat yang telah diperbaharui, hingga seragam pramugari.
Selain itu, halaman website Citilink juga diubah dengan penambahan fitur –
fitur yang interaktif, seperti Citilink Story dan Citilink TV, blog yang menjadi
sarana bagi penumpang untuk berbagi pengalamannya melakukan
perjalanan bersama Citilink, dan Citilink Hotels yang bekerja sama dengan
Agoda.com.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
12
Mandala Airlines menjadi salah satu maskapai yang terkena imbas
dari kondisi industri tranportasi udara yang fluktuatif tersebut. Maskapai yang
telah berdiri di Indonesia sejak tahun 1969 ini terpaksa berhenti beroperasi
sementara pada Januari 2011 karena mengalami krisis keuangan dengan
jumlah utang sebesar Rp 2,45 triliun. Pemberitaan di media massa
mengungkapkan bahwa krisis keuangan ini disebabkan oleh semakin
tingginya biaya operasional maskapai, penurunan jumlah penumpang, dan
kesepakatan para pemegang saham untuk mengubah Mandala menjadi low-
cost carrier.
Mandala kembali mengudara di bulan April 2012 dengan membawa
nama baru – Tigerair Mandala – setelah proses restrukturasi finansial yang
melibatkan Saratoga Capital dan Tigerair Grup sebagai pemegang saham
utama. Tigerair Mandala secara resmi diluncurkan pada tanggal 3 Juli 2013.
Selain mengubah nama brand, maskapai penerbangan ini juga melakukan
perubahan pada logo serta peremajaan di ticketing counter di bandar udara,
titik layanan pelanggan, hingga tampilan situs perusahaan. Tigerair Mandala
yang kini bergerak dibawah kepemimpinan CEO Paul Rombeek, mengusung
konsep low-cost carrier atau penerbangan berbiaya rendah yang menyasar
target publik yang berkisar di usia 20 – 30 tahun dan gemar melakukan
perjalanan.
Melalui brand yang baru, Tigerair Mandala membawa pesan bahwa
perjalanan bukan sekedar pergi dari satu tempat ke tempat yang lain, tetapi
merupakan awal untuk mewujudkan mimpi dan memperoleh pengalaman
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
13
yang tidak terlupakan. Tigerair Mandala juga memberikan penekanan bahwa
maskapai penerbangan ini tidak termasuk dalam daftar larangan terbang
yang dibuat oleh European Union, sehingga keamanan dan keselamatan
penerbangan terjamin. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari konsultan
Public Relations Tigerair Mandala, maskapai yang menjadi kompetitor adalah
Air Asia, Citilink, dan Lion Air.
Melihat kasus rebranding Mandala Airlines menjadi Tigerair Mandala
ini, peneliti akan melakukan pembahasan lebih mendalam dari perspektif
komunikasi, terutama bagaimana proses rebranding tersebut berjalan dan
strategi Tigerair Mandala dalam mengkomunikasikan brand yang baru
tersebut untuk menciptakan awareness di kalangan publiknya. Hal menarik
dari penelitian terkait kasus rebranding ini adalah fakta bahwa Mandala
sempat terlibat hutang sehingga harus diberhentikan operasionalnya oleh
pemerintah dan banyaknya calon penumpang yang terpaksa membatalkan
perjalanan dan mengajukan pengembalian uang tiket pesawat. Peristiwa ini
tentu membuat para calon penumpang kecewa atas informasi yang
mendadak dan membuat Mandala kehilangan kepercayaan dari publiknya.
Melalui penelitian ini, peneliti akan menggali informasi tentang bagaimana
rebranding Tigerair Mandala dapat pula membangun kembali perhatian
publik terhadap eksistensi dari Tigerair Mandala. Selain mengetahui tentang
bagaimana strategi Tigerair Mandala dalam mengkomunikasikan brand yang
baru melalui Marketing Public Relations, peneliti akan meletakkan fokus
penelitian pada kajian evaluasi terkait perencanaan dan program Marketing
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
14
Public Relations. Melalui kajian evaluasi ini akan diketahui, apakah strategi
dan taktik yang dirumuskan oleh Tigerair Mandala telah mampu menjawab
tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Perencanaan dan implementasi dari rebranding bukanlah suatu hal
yang mudah dan dapat terlihat hasilnya dalam waktu yang singkat.
Membangun kembali sebuah brand yang sempat jatuh ke dalam
permasalahan pelik menjadi tantangan besar bagi perusahaan. Brand
membawa sebuah kepercayaan bagi publik yang wajib dipertahankan
dengan baik. Inilah yang mendasari pemikiran peneliti dalam melakukan
penelitian tentang proses rebranding Tigerair Mandala.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah akan dibuat dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan yang
akan diajukan peneliti untuk membahas topik penelitian secara komprehensif
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perencanaan dan program Marketing Public Relations
yang diterapkan dalam mengkomunikasikan rebranding Tigerair
Mandala?
2. Bagaimana evaluasi hasil yang diperoleh dari perencanaan
Marketing Public Relations dapat memenuhi tujuan yang ingin
dicapai oleh perusahaan?
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
15
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan analisa terkait
hal-hal sebagai berikut :
1. Mengetahui perencanaan dan program Marketing Public Relations
dalam proses rebranding Tigerair Mandala
2. Mengevaluasi strategi dan taktik di dalam perencanaan Marketing
Public Relations tersebut, dan melihat apakah hasil yang diperoleh
telah menjawab tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah dapat memperkaya konsep-
konsep baru di dalam bidang Public Relations, terutama di dalam
bidang evaluasi Branding dan Marketing Public Relations, melihat
kekurangan serta kelebihan model evaluasi Public Relations yang
digunakan, dan memberikan kontribusi dalam pengembangan
konsep dan teori komunikasi, sehingga mampu menjawab fenomena
komunikasi yang dinamis, kompleks, dan menuntut solusi yang
inovatif.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
16
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah mengungkap bagaimana
proses implementasi dan evaluasi Marketing Public Relations melalui
kasus rebranding dalam industri penerbangan, khususnya Tigerair
Mandala, menyampaikan saran terhadap aktivitas rebranding yang
dilakukan Tigerair Mandala, memberikan referensi untuk program –
program rebranding bagi industri terkait di masa mendatang.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
17
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
1. Evaluasi Terhadap Program Media Familirization Trip 2007 Yang
Diselenggarakan oleh Pusat Informasi dan Humas Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, oleh Dimas Adhi
Kelana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Sarjana
Reguler Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia – Depok, November
2008
Pusat Informasi dan Humas Depbudpar menyelenggarakan
beberapa program pemulihan citra pariwisata Indonesia yang
terpuruk akibat rangkaian permasalahan nasional seperti krisis
ekonomi, isu terorisme, wabah penyakit dan bencana alam, antara
lain dengan program Media Familirization Trip ( MFT ) yang
merupakan sebuah program media relations. Penyelenggaraan
program pemerintah seringkali diragukan efektivitasnya oleh
masyarakat karena dianggap tidak memiliki objektif yang spesifik
disertai sistem pengukuran yang kurang sistematis. Padahal sebagai
instansi pemerintah, transparansi dan akuntabilitas setiap kegiatan
institusi merupakan hal penting sebagai tuntutan good governance.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
18
Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi program MFT
2007 dengan menggunakan metode pada model evaluasi Model PII.
Jenis penelitian ini adalah evaluatif yang menggunakan pendekatan
kualitatif dan didukung data-data statistik kuantitatif. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mandalam
dan didukung oleh survey kuesioner dengan sampel sebanyak 32
orang. Pada tahap preparation, penetapan objektif belum spesifik
sehingga menyulitkan untuk pengukuran. Pada tahap implementation,
penyampaian informasi yang berisi pesan yang ingin disampaikan
oleh program MFT 2007, kurang dapat dimengerti oleh para peserta
program yang disebabkan oleh kurang terampilnya SDM di
lingkungan kerja Humas Depbudpar dari segi kualitas komunikasi dan
pengetahuan kehumasan. Sedangkan pada tahap impact, evaluasi
pencapaian masih sangat kurang karena hanya dilakukan melalui
diskusi pasca kegiatan tanpa menggunakan sistem pengukuran yang
sistematis. Hal ini juga didukung oleh penetapan objektif program
yang kurang spesifik.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah
Depbudpar sebenarnya sudah menyadari pentingnya peran humas
dan jalinan hubungan baik dengan media massa dengan
penyelenggaraan program MFT 2007. Akan tetapi, hal tersebut harus
didukung pula dengan manajemen humas yang kredibel dan
profesional agar setiap pelaksanaan kegiatannya mampu
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
19
memberikan dampak yang positif dan signifikan bagi masyarakat.
Rekomendasi yang dapat disampaikan pada penelitian ini antara lain
terkait dengan perubahan posisi humas pada struktur organisasi
menjadi lebih strategis, penyusunan objektif program yang lebih
spesifik dan terukur, perubahan sistem perekrutan calon petugas
humas menjadi lebih profesional dan penggunaan metode-metode
pengukuran pencapaian hasil yang lebih sistematis.
Seperti yang dilakukan Dimas, peneliti juga akan memaparkan
bagaimana perencanaan MPR yang dibuat oleh tim Tigerair Mandala,
proses implementasinya, dan menempatkan fokus kajian pada
tahapan evaluasi program tersebut. Evaluasi akan menggunakan
model PII dan proses evaluasi akan dilihat mulai dari tahap
persiapan, implementasi, dan dampak yang dihasilkan aktivitas
rebranding Tigerair Mandala. Perbedaan penelitian ini terletak pada
objek penelitian dan bagian impact yang akan dianalisa oleh peneliti
dengan pendekatan kualitatif.
2. Strategi Marketing Public Relations (MPR) dalam Proses Rebranding
( Studi Mengenai Perubahan Apartemen Menara Salemba Batavia
menjadi Menteng Square ) oleh Dwitasari Diyanti, Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik, Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas
Indonesia, tahun 2012.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
20
Penelitian ini berawal dari sebuah kasus yang dialami oleh
perusahaan yang bergerak di bidang properti, Bahama Group. Pada
tahun 2008, Bahama Group meluncurkan sebuah produk serta brand
baru, dengan nama Menara Salemba Batavia. Apartemen berkonsep
rusunami ini terdiri atas tiga menara dan sejumlah rumah toko, serta
fasilitas lainnya bagi para penghuni. Namun, sejak peluncuran hingga
masa promosi, Bahama Group mengalami kesulitan untuk
menciptakan penjualan. Beberapa alasan yang muncul adalah
penggunaan nama “Salemba” yang membuat persepsi negatif dan
tidak terkesan premium, terbatasnya fasilitas yang diberikan sehingga
tidak sesuai dengan harga yang dipasarkan, dan terdapat apartemen
sejenis di lokasi proyek tersebut yang telah lebih dahulu
menggunakan nama “Salemba”. Melihat kondisi ini, pada bulan Juli
2010, Bahama Group melakukan transformasi, salah satunya dengan
membuat program rebranding, dengan mengubah nama “Menara
Salemba Batavia” menjadi “Menteng Square”, yang mengusung
konsep mix-used development project, terdiri atas kawasan hunian
dan kawasan komersil, seperti hotel, kios, klinik, dan office space.
Rebranding memberikan identitas baru yang dapat mengubah
dan meningkatkan citra apartemen. Untuk mencapai tujuan tersebut,
Bahama Group memanfaatkan strategi Marketing Public Relations
dalam melakukan rebranding. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi proses rebranding melalui strategi Marketing Public
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
21
Relations serta mengetahui sikap perusahaan dalam mengelola
respon target pasar terhadap strategi tersebut. Metode penelitian
yang digunakan adalah kualitatif, sehingga dapat menghasilkan data
– data deskriptif untuk menguraikan strategi MPR dalam rebranding.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi rebranding Menara
Salemba Batavia berhasil dalam segi produk, tetapi kurang optimal
dalam hal pembinaan hubungan antara perusahaan dan pelanggan.
Perbedaan dari penelitian ini terletak pada objek kajian dan
konsep yang digunakan untuk melakukan pembahasan. Peneliti
mengambil objek tentang industri transportasi udara, secara khusus
tentang kasus rebranding maskapai penerbangan Mandala Airlines
menjadi Tigerair Mandala. Berbeda dengan penelitian Dwitasari yang
membahas tentang grup properti yang menawarkan produk bersifat
tangible dan upayanya untuk meningkatkan penjualan apartemen
tersebut, melalui objek maskapai penerbangan ini peneliti akan
memaparkan bagaimana strategi perusahaan yang bergerak di
bidang jasa ( dengan produk yang bersifat intangible ) dalam
membangun kembali identitas yang baru dan mempertahankan
eksistensinya di benak publik.
Dari segi teori, penelitian Dwitasari berfokus pada sarana dan
media yang digunakan dalam program Marketing Public Relations
untuk rebranding Menara Salemba Batavia. Tujuannya adalah untuk
mengkomunikasikan identitas yang baru, yakni apartemen Menteng
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
22
Square, dan meningkatkan penjualan unit apartemen tersebut dengan
memanfaatkan cara kerja Public Relations, sedangkan peneliti
menggunakan perencanaan strategis Marketing Public Relations
dalam proses rebranding, karena program rebranding ini memiliki
tujuan yang berfokus pada menciptakan brand awareness.
Selain memaparkan tentang perencanaan strategis Marketing
Public Relations, peneliti menempatkan fokus pembahasan pada
tahapan evaluasi dari program Marketing Public Relations tersebut,
dengan menggunakan model PII dari Cutlip, Center, dan Broom
sebagai acuan evaluasi.
Nama
Peneliti
Dimas Adhi Kelana Dwitasari Diyanti
Judul Evaluasi Terhadap Program Media
Familirization Trip 2007 Yang
Diselenggarakan oleh Pusat
Informasi dan Humas Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata
Republik Indonesia
Strategi Marketing Public
Relations (MPR) dalam Proses
Rebranding ( Studi Mengenai
Perubahan Apartemen Menara
Salemba Batavia menjadi
Menteng Square )
Tahun 2008 2012
Nama
Universitas
Universitas Indonesia Universitas Indonesia
Metode Studi Kasus - Kualitatif Studi Kasus – Kualitatif
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
23
Objek
Penelitian
Pusat Informasi dan Humas
Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata Republik Indonesia
Apartemen Menteng Square
Hasil
Penelitian
Material program media
familirization trip telah dipersiapkan
dengan baik. Tetapi proses
implementasi kurang didukung oleh
SDM yang kredibel dan memiliki
pengetahuan di bidang kehumasan.
Selain itu, sistem evaluasi belum
ditentukan secara tepat dan tujuan
yang dirumuskan tidak spesifik.
Sehingga dampak dan publisitas
yang dihasilkan belum maksimal.
Selain mengubah nama
apartemen, Menteng Square
juga melakukan perubahan pada
tampilan visual. Untuk
mengkomunikasikan perubahan
tersebut, Menteng Square
melakukan konferensi pers saat
rebranding, media placement,
brosur, email dan sms blast,
serta aktivasi media sosial.
Perbedaan Objek penelitian. Peneliti
menggunakan objek maskapai
penerbangan serta konsep
Marketing Public Relations
Objek penelitian, konsep
perencanaan Marketing Public
Relations, dan kajian evaluatif.
Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
24
2.2 Pengertian tentang Marketing Public Relations
Harris dan Whalen ( 2006 : 7 ) menjelaskan bahwa konsep tentang
Marketing Public Relations muncul ketika strategi dan taktik dari Public
Relations dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendukung serta menggapai
tujuan dari program marketing. Selain itu, tujuan utama dari perencanaan MPR
adalah untuk membangun kesadaran publik (awareness), menstimulasi angka
penjualan, memfasilitasi komunikasi, dan membina hubungan antara
pelanggan, perusahaan, dan brand. Public Relations bekerja sama dengan
Marketing untuk memenuhi target perusahaan tanpa harus mengalokasikan
biaya yang besar untuk promosi dan mengkomunikasikan produk atau jasa
perusahaan kepada pasar dan stakeholder perusahaan.
Rene Henry dalam Harris dan Whallen ( 2006 : 7 ) menyampaikan
pemahaman tentang Marketing Public Relations sebagai berikut :
“Marketing Public Relations is a comprehensive, all-encompassing public awareness and information program or campaign directed to mass or specialized audience to influence sales or use of a company’s products or services.”
“Marketing Public Relations merupakan program untuk memberikan informasi dan membangun kesadaran secara komprehensif, yang ditujukan kepada kelompok publik tertentu untuk memengaruhi penjualan atau penggunaan produk atau jasa.”
Kotler (1991) di dalam Davis ( 2007 : 131 – 132 ) menyebutkan bahwa
Marketing Public Relations memiliki kontribusi untuk mencapai empat tujuan
marketing, yakni :
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
25
x Awareness ( membangun kesadaran publik )
x Credibility ( menciptakan kredibilitas penyampaian pesan )
x Stimulation of the sales force and dealers ( menstimulasi tenaga
penjualan )
x Holding down promotion costs ( menurunkan biaya promosi )
Menurut Kotler dan Keller ( 2012 : 527 ) , peranan Public Relations dalam
mendukung tujuan marketing tersebut dapat diwujudkan dengan cara :
x Assist in the launch of new products ( membantu dalam
peluncuran produk )
x Assist in repositioning a mature product ( membantu dalam
mereposisi produk yang telah dewasa )
x Build up interest in a product category ( membangun minat dalam
kategori produk )
x Influence specific target groups ( memengaruhi kelompok publik
tertentu )
x Defend products that have encountered public problems (
mempertahankan produk yang bermasalah dengan publik )
x Build the corporate image in a way that projects favourably on its
products ( membangun citra perusahaan dengan
memproyeksikan produk dengan baik )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
26
Harris dan Whalen ( 2006 :10 ) juga memaparkan bahwa aktivitas dan
peran Marketing Public Relations memiliki fokus pada product brand dan target
konsumen. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan third-party
endorsement dari target pelanggan yang memiliki pengaruh, seperti media
massa. Selain untuk memperoleh dukungan pihak ketiga, Marketing Public
Relations juga mengupayakan terciptanya “word-of-mouth” tentang sebuah
brand, dengan cara menghasilkan berita tentang produk terkait,
menyelenggarakan acara untuk mendemonstrasikan produk, membuat materi
edukasi produk, dan menciptakan hal yang positif tentang brand dengan
mengasosiasikan brand tersebut dengan isu – isu yang baik.
2.2.1 Definisi Marketing
Kotler dan Armstrong ( 2011 : 5 ) menyebutkan definisi
marketing sebagai berikut :
“marketing is a social and managerial process by which individuals and organizations obtain what they need and want through creating and exchanging value with others. In a narrower business context, marketing involves building profitable, value-laden exchange relationships with customers. Hence, we define marketing as the process by which companies create value for customers and build strong customer relationships in order to capture value from customers in return.”
“Pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial yang mana individu dan organisasi memperoleh apa yang mereka inginkan dengan bertukar nilai dengan pihak lain. Pemasaran dapat didefinisikan sebagai proses membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, untuk memperoleh nilai dan timbal balik.”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
27
Selain Kotler, The American Marketing Association mendefinisikan
marketing sebagai berikut :
“Marketing is the activity, set of institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and exchanging offerings that have values for customers, clients, partners, and society at large.” “Pemasaran adalah serangkaian aktivitas dan proses untuk membuat, mengkomunikasikan dan menyampaikan penawaran yang bernilai bagi pelanggan, klien, rekan kerja, dan masyarakat.”
Marketing juga disebut sebagai sebuah seni dan ilmu dalam
menentukan target pasar, dan mendapatkan, menjaga, serta
mengembangkan pelanggan, dengan cara menciptakan dan
menyampaikan nilai – nilai untuk pelanggan. ( Kotler dan Keller, 2012
: 5 )
Alexander Hiam ( 2009 : 9 ) berpendapat bahwa marketing
merupakan seluruh aktivitas yang memberikan kontribusi dalam
membangun hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan,
untuk mengembangkan bisnis. Tujuan utama dan bersifat segera dari
marketing adalah menciptakan penjualan, sedangkan tujuan jangka
panjangnya ialah mampu memberikan nilai – nilai yang bermanfaat
bagi pelanggan agar dapat menjalankan bisnis tersebut di masa
mendatang. Sebuah program marketing adalah hasil gabungan dari
produk atau jasa, harga, promosi, branding, penjualan, dan juga
sistem distribusi untuk menciptakan penjualan. Program marketing
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
28
yang tepat bagi organisasi atau perusahaan akan mampu
menghasilkan angka penjualan yang ditargetkan.
Konsep marketing menjadikan pelanggan sebagai fokus
utama dari programnya. Tugas utama dari marketing bukanlah
menemukan pelanggan yang tepat untuk sebuah produk, namun
menemukan produk yang tepat untuk pelanggan. Konsep marketing
dimulai dengan mendefinisikan target pasar secara tepat,
menempatkan fokus pada apa yang dibutuhkan oleh konsumen, dan
mengintegrasikan seluruh aktivitas pemasaran yang mampu
membawa pengaruh bagi konsumen. Sebagai hasilnya, aktivitas
marketing akan menghasilkan keuntungan melalui pembinaan
hubungan yang berkelanjutan dengan pelanggan ( Kotler dan
Armstrong, 2011 : 10 ).
2.2.2 Segmenting, Targeting, dan Positioning
Program dan strategi dalam perencanaan marketing memiliki
fokus untuk menentukan jenis pasar dan konsumen seperti apa yang
akan dijadikan sasaran. Marketing juga berupaya untuk menciptakan
diferensiasi antara produk atau jasa perusahaan dengan kompetitor,
sehingga produk tersebut memiliki pasar tersendiri dan mampu
bersaing dalam industri.
Untuk itulah di dalam program marketing harus terdapat
proses segmenting, targeting, dan positioning. Kotler dan Armstrong
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
29
( 2011 : 49 ) memaparkan pemahaman tentang market segmentation,
market targeting, dan market positioning sebagai berikut :
1. Market Segmentation
Sebuah market atau pasar terdiri atas banyak tipe pelanggan,
produk, dan kebutuhan. Tugas dari praktisi marketing ialah
menentukan jenis pasar seperti apa yang memiliki peluang
terbaik. Proses pengelompokkan pasar ke dalam kelompok –
kelompok konsumen yang memiliki kebutuhan, karakteristik,
atau perilaku yang berbeda-beda, serta membutuhkan
program marketing tertentu inilah yang disebut dengan market
segmentation. Perusahaan harus mampu melakukan
pengelompokkan atau segmentasi di dalam pasarnya,
sehingga dapat merumuskan program marketing yang sesuai
dengan kebutuhan dan karateristik kelompok tersebut.
2. Market Targeting
Setelah perusahaan melakukan segmentasi pasar, tahapan
berikutnya adalah melakukan targeting. Market targeting
merupakan proses mengevaluasi daya tarik dari tiap market
segmen, dan memilih satu segmen atau lebih untuk dijadikan
target utama perusahaan. Biasanya, perusahaan memilih
beberapa target segmen yang saling berhubungan, seperti
segmen yang memiliki karakteristik konsumen yang berbeda
tetapi memiliki keinginan yang sama.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
30
Hiam ( 2009 : 12 ) memberikan saran dalam
melakukan market targeting :
“To craft your target customer profile, assemble any and all facts about your target customer on a large piece of poster paper: age, employer, education level, income, family status, hobbies, politics (if relevant), favorite brand of automobile, or anything else that helps you focus on this person. Also list your target customer’s motivations: what he or she cares about in life and how you can help him or her achieve those goal.”
“Untuk merumuskan profil pelanggan, kumpulkan seluruh fakta tentang pelanggan dalam cakupan yang luas : usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan, status keluarga, hobi, ideologi politik, merek favorit, dan informasi lain yang relevan. Dan juga cantumkan daftar motivasi target pelanggan Anda : apa tujuan mereka dalam hidup dan bagaimana Anda dapat membantu mereka untuk mencapai tujuan tersebut.”
3. Market Positioning
Tahapan selanjutnya yang harus dilalui adalah market
positioning, yakni perusahaan harus memutuskan bagaimana
ia membedakan penawarannya untuk tiap target segmen dan
posisi seperti apa yang ingin dicapai perusahaan dalam benak
targetnya. Ahli pemasaran harus mengembangkan market
positioning bagi produk atau jasanya. Marketer berupaya
membuat perencanaan penempatan yang membedakan
produk perusahaan dengan produk kompetitor, serta
memberikan produk tersebut kelebihan dan fitur terbaik bagi
target segmen yang telah ditentukan.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
31
2.2.3 Definisi Public Relations
Aktivitas komunikasi yang interaktif dan berkesinambungan
akan menciptakan relasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam
komunikasi tersebut, baik relasi secara interpersonal (antar individu)
maupun relasi antara suatu organisasi dengan publik yang memiliki
kepentingan dengan organisasi tersebut. Relasi tersebut harus
dipertahankan agar tujuan dari masing-masing pihak dapat tercapai.
Salah satu profesi di bidang komunikasi yang menuntut kemampuan
untuk menjaga dan mempertahankan hubungan dengan publik adalah
Public Relations.
Dalam pemahaman yang umum, Public Relations merupakan
seni dan ilmu manajemen pembentukan dan pemeliharaan hubungan
antara organisasi dengan stakeholders-nya. Yang dikategorikan
sebagai stakeholders adalah publik yang memiliki kepentingan
terhadap organisasi dan juga publik yang menjadi sasaran utama dari
organisasi dalam menyampaikan pesan. Pada awal mula
terbentuknya, Public Relations dianggap sebagai bentuk komunikasi
satu arah, yang didasarkan pada aktivitas propaganda dan kampanye
yang persuasif, karena Public Relations terbentuk dalam situasi politik
yang sedang memanas kala Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Seiring dengan berkembangnya dinamika dan kompleksitas kebutuhan
publik, maka konsep Public Relations juga berkembang menjadi
komunikasi dua-arah yang memberikan penekanan pada pertukaran
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
32
informasi. Hubungan resiprokal atau hubungan timbal balik antara
organisasi dan publiknya dan menciptakan pemahaman bersama
melalui komunikasi yang efekif dan strategis ( Cutlip, Centre, dan
Broom, 2009 : 3).
L’Etang dalam Alison Theaker ( 2012 : 6 ) menyebutkan
definisi Public Relations sebagai berikut :
“Public Relations is the occupation responsible for the management of organizational relationship and reputation. It encompasses issues management, public affairs, corporate communication, stakeholders relations, risk communication, and corporate social responsibility. Public Relations operates on behalf of many different types of organization both at the governmental and corporate level, to small business and voluntary sectors. Public relations arises at points of societal change and resistance.” ( L’Etang , 2009 : 13 ) “Public Relations adalah pekerjaan yang bertanggung jawab terhadap manajemen hubungan organisasi dan reputasi. Hal ini mencakup manajemen isu, urusan publik, komunikasi korporat, hubungan dengan pemangku kepentingan, komunikasi resiko, dan tangggung jawab sosial perusahaan. Public Relations bertindak atas jenis organisasi yang berbeda-beda, seperti pemerintah dan perusahaan, dari bisnis kecil hingga kegiatan sukarela. Public Relations berfokus pada perubahan dan ketahanan sosial.”
The (UK) Chartered Institute of Public Relations dalam Anthony Davis
( 2007 : 6) memaparkan Public Relations sebagai :
“Public Relations practice is the planned and sustained effort to establish and maintain goodwill and mutual understanding between an organization and its publics.”
“Praktik Public Relations merupakan usaha yang terencana untuk menciptakan niat baik dan pemahaman bersama antara organisasi dan publiknya.”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
33
Dari seluruh definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli di
bidang Public Relations, dapat disimpulkan bahwa Public Relations
adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan
hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik
yang memengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut.
(Cutlip, Centre, and Broom, 2009 : 6 )
2.2.4 Marketing Public Relations Values
Harris dan Whalen ( 2006 : 39- 43 ) memaparkan empat
keunggulan dan nilai-nilai utama yang dapat diberikan melalui
perencanaan program Marketing Public Relations. Empat nilai
Marketing Public Relations tersebut adalah sebagai berikut :
1. Cost-Effectiveness of MPR
Efektivitas biaya dari kegiatan Marketing Public Relations
umumnya diukur melalui jumlah paparan ( total exposures )
yang dihasilkan dan biaya yang dihasilkan di setiap
kemunculan ( cost per impression ). Seringkali biaya yang
dikeluarkan untuk ribuan paparan Marketing Public Relations
kurang dari satu dollar. Hal inilah yang membuat aktivitas
Marketing Public Relations dapat mengurangi biaya promosi.
Cara lain untuk mengukur efektivitas biaya MPR adalah
dengan menghitung jumlah nilai paparan atau publisitas di
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
34
media massa berdasarkan perhitungan harga iklan dari media
terkait ( advertising equivalent ).
2. Cohesive Communication Strategies
Public Relations akan sangat baik jika diintegrasikan dengan
strategi pemasaran dan memainkan peranan yang spesifik
dalam perencanaan pemasaran. Salah satu keuntungannya
adalah menciptakan peluang untuk memperoleh publisitas
positif tentang produk atau jasa di beragam jenis media
massa. Selain itu, peran Marketing Public Relations juga
dapat digunakan untuk menjangkau primary market atau
secondary market melalui media-media tambahan
( supplementary media ). Dengan menciptakan publisitas
melalui media yang digunakan oleh kelompok target publik,
maka biaya promosi akan berkurang.
Perencanaan pemasaran yang kohesif mengintegrasikan pula
perencanaan media dan menetapkan peran yang spesifik
untuk Marketing Public Relations.
3. Tripartite Approach to Marketing Public Relations
Publisitas produk merupakan alat yang strategis bagi
Marketing Public Relations. Harris dan Whalen ( 2006 : 40 )
memaparkan pendekatan baru, yang mampu memenuhi
kebutuhan komunikasi dengan pihak-pihak yang tidak
termasuk dalam rantai pemasaran tradisional.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
35
“Push strategy” adalah pendekatan yang menggunakan
tenaga penjualan dan promosi perdagangan untuk mendorong
produk masuk ke dalam saluran tertentu. Produsen secara
agresif mempromosikan produk kepada penjual grosir (
wholesaler ) ; penjual grosir mempromosikannya ke penjual
ecer ( retailers ) ; dan pedangan ecer secara agresif
mempromosikan produk ke pengguna ( consumers ). Strategi
ini dapat diwujudkan dengan cara mengadakan pameran
perdangan ( trade shows ), membuat trade newsletters, trade
publications, dan menceritakan kisah sukses yang
berhubungan dengan produk.
“Pull strategy” merupakan pendekatan yang menggunakan
sebagian besar anggaran pada iklan dan promosi konsumen,
untuk menciptakan permintaan ( demand ). Jika konsumen
tertarik, maka konsumen akan meminta kepada penjual ecer,
kemudian penjual ecer akan menanyakan kepada penjual
grosir, dan penjual grosir yang akan meminta produk kepada
produsen. Strategi ini berupaya menjangkau konsumen
melalui media massa dan special events.
“Pass strategy” merupakan pendekatan yang menggunakan
kekuatan dari Corporate Public Relations, untuk memberikan
pengaruh terhadap publik yang bukan target konsumen,
dengan tujuan untuk dapat masuk ke dalam pasar. Strategi ini
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
36
memungkinkan pemasar ( marketer ) untuk melewati pihak-
pihak yang berperan sebagai gatekeeper, seperti pemerintah
atau individu yang memiliki pengaruh ( influencers ).
Tujuannya adalah merangkul jenis pasar tertentu dan
mengatasi pihak oposisi.
4. Marketers’ Social Responsibility
Elemen penting dalam mencapai kesuksesan menggunakan
strategi “Pass” adalah dengan menghubungkan posisi
perusahaan dengan beragam isu yang menjadi pehatian dari
pihak gatekeeper dan juga target konsumen. Praktisi
Marketing Public Relations harus mampu mendefinisikan isu
tersebut kepada manajemen, merekomendasikan aksi, dan
mengkomunikasikan aksi tersebut kepada publik yang tepat.
2.2.5 Manfaat Marketing Public Relations
Konsep dan aktivitas Marketing Public Relations dapat
diintegrasikan dan diimplementasikan ke dalam beragam tujuan
yang ingin dicapai oleh perusahaan, terutama tujuan pemasaran.
Harris dan Whalen ( 2006 : 6 ) memaparkan manfaat dari Marketing
Public Relations sebagai berikut :
1. Product Promotion
Aktivitas Marketing Public Relations yang termasuk dalam
promosi produk adalah memperkenalkan produk baru,
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
37
merevitalisasi produk yang berada di level mature,
mengkomunikasikan kelebihan produk, dan membangun
minat pelanggan untuk kategori produk.
2. Building Markets
Selain membangun segmen pasar yang baru, Marketing
Public Relations juga memberikan dukungan untuk
menemukan kondisi demografis pasar dan menjangkau target
publik di dalamnya.
3. Advertising Support
Dengan menggunakan pendekatan Marketing Public
Relations, iklan akan memiliki nilai berita yang lebih tinggi,
memperluas jangkauan dari paparan iklan tersebut,
memperkuat informasi iklan dengan menjelaskan kelebihan
produk, dan membangun kesadaran publik melalui media
massa.
4. Marketing Support
Memberikan dukungan dalam bentuk perencanaan program
pemasaran yang disesuaikan dengan target publik,
meningkatkan brand awareness melalui sponsorship, dan
menciptakan media baru untuk menjangkau konsumen.
5. Corporate Reputation
Membangun kepercayaan konsumen terhadap perusahaan,
mengambil hati konsumen dengan memperhatikan isu sosial
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
38
dan lingkungan, menciptakan komunikasi yang terbuka, dan
memberikan pengaruh terhadap opinion leaders.
6. Sales Support
Marketing Public Relations dapat memotivasi tenaga
penjualan, membantu untuk memperoleh dukungan dari
retailer, dan menciptakan angka penjualan.
2.2.6 Marketing Public Relations Tools
Kotler dan Keller ( 2012 : 529 ) menyebutkan bahwa terdapat
tujuh jenis tools yang dapat digunakan dalam perencanaan Marketing
Public Relations, yaitu :
1. Publications
Perusahaan sangat mengandalkan materi publikasi untuk
menjangkau dan memengaruhi target pasar. Material tersebut
meliputi laporan tahunan, brosur, artikel, majalah internal
perusahaan, dan materi audiovisual.
2. Events
Perusahaan dapat menarik perhatian publik terhadap produk
atau aktivitasnya dengan cara menyelenggarakan acara
khusus, seperti konferensi pers, seminar, pameran
perdagangan, dan kompetisi yang dapat menjangkau target
publik.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
39
3. Sponsorship
Perusahaan dapat pula mempromosikan produk dan juga
nama korporasi, dengan cara memberikan dukungan untuk
acara olahraga, festival kebudayaan, atau kasus-kasus yang
menjadi perhatian publik.
4. News
Salah satu tugas utama praktisi Public Relations adalah
menciptakan berita yang positif tentang perusahaan, produk
atau jasanya, sumber daya manusia yang dimiliki, serta
membuat media menerima siaran pers dan menghadiri
konferensi pers.
5. Speeches
Pimpinan perusahaan harus mampu menjawab pertanyaan
dari media atau memberikan pidato pada acara pameran atau
pertemuan internal. Hal ini dapat memberikan kontribusi
terhadap pembentukan citra perusahaan.
6. Public Service Activities
Perusahaan dapat membangun sikap yang baik dengan
memberikan waktu serta keuntungan yang diperoleh untuk
mendukung isu-isu yang menjadi perhatian publik.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
40
7. Identity Media
Perusahaan membutuhkan identitas visual agar mudah
dikenali oleh publik. Identitas tersebut dapat dikomunikasikan
melalui logo perusahaan, alat tulis, brosur, dokumen yang
digunakan untuk bisnis, kartu nama, dan seragam karyawan.
2.3 Perencanaan Marketing Public Relations
Patricia T. Whallen ( 2006 : 57 – 69 ) di dalam bukunya yang berjudul
“The Marketer’s Guide to Public Relations in the 21st Century” memaparkan
“Whalen’s 7-Step Strategic Planning Process” sebagai berikut :
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
41
Diagaram 2.1 Whalen’s 7-Step Strategic Planning Process
1. Step 1 : Situation Analysis
Pada tahapan ini, praktisi Public Relations mulai
mendefinisikan masalah yang akan dituntaskan melalui program
MPR. Setelah menemukan inti masalah, langkah berikutnya adalah
melakukan analisa SWOT, yakni Strength, Weaknesses,
Opportunities, dan Threats. Hal ini berarti praktisi Public Relations
1. Situation Analysis
2.Objectives
3. Strategy
4. Targets 5. Messages
6. Tactics
7.Evaluation
Strengths Weaknesses Threats Opportunities
Specific Measurable Tied to Corporate Goals
Target Strategies
Budget Output
Budget Input
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
42
harus memahami apa yang menjadi kekuatan sebuah brand serta
apa saja kelemahannya, ancaman yang akan menghampiri brand,
serta peluang seperti apa yang dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan brand tersebut.
Analisa situasi dalam perencanaan Marketing Public Relations
dapat dilakukan dengan cara menyelenggarakan beragam jenis riset,
mulai dari riset tentang pasar, kategori produk, dan juga riset
konsumen. Riset menjadi fondasi yang sangat penting, terutama
dalam merumuskan pesan inti yang ingin disampaikan kepada target
publik serta menguji taktik yang dibuat.
Beberapa jenis riset dan pengumpulan data yang dapat
dilakukan sebelum menyusun perencanaan Marketing Public
Relations adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan secondary research
Yang dimaksud dengan secondary research adalah
menemukan dan mengumpulkan laporan – laporan dan
informasi yang relevan tentang kondisi pasar yang digeluti
saat ini. Data ini dapat diperoleh dari arsip internal
perusahaan atau mencari data yang diperlukan melalui
Internet ( desk research ) untuk menemukan gambaran secara
umum. Secondary research pada akhirnya ditujukan untuk
menggambarkan tingkat kompetisi di dalam industri dan
lingkungannya, yang meliputi kondisi alamiah lingkungan,
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
43
sosial-budaya, situasi politik, teknis, dan kondisi
perekonomian.
2. Menggunakan data penggunaan produk oleh konsumen
(consumer product usage data)
3. Melakukan primary research
Terdapat dua jenis primary research, yaitu penelitian kualitatif
dan penelitian kuantitatif. Penelitian berbasis kualitatif mampu
mengumpulkan informasi yang mendalam karena informasi
tersebut diperoleh dengan cara seperti, wawancara, focus
groups, atau pengamatan etnografis di sekitar lokasi tempat
tinggal target konsumen, perkantoran, maupun toko – toko
retail. Metode ini dapat memberikan praktisi Public Relations
pemahaman tentang apa yang menjadi motivasi bagi target
konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Namun,
penelitian ini juga memiliki kelemahan. Perusahaan tidak
dapat menggunakan analisa statistik untuk memproyeksikan
hasil penelitian. Hasil dari penelitian kualitatif nantinya akan
mampu memberikan hipotesis yang dapat digunakan sebagai
landasan untuk melakukan penelitian kuantitatif.
Berbeda dengan penelitian kualitatif, penelitian kuantitatif
menggunakan sampling dari sejumlah populasi yang menjadi
target konsumen perusahaan. Penelitian jenis ini
memanfaatkan analisa statistik untuk memprediksikan respon
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
44
dari target populasi. Tipe – tipe penelitian kuantitatif meliputi
survey, eksperimen seperti uji pasar, dan menggunakan data
pembelian terkini, serta informasi lainnya terkait pelanggan
untuk mengetahui perilaku konsumen. Kelemahan dari
penelitian kuantitatif adalah apabila terjadi kesalahan dalam
pemilihan sampel dan perhitungan data statistik tersebut,
maka angka yang muncul tidak dapat mewakili respon dari
target populasi.
4. Penggunaan data dari pengukuran di media massa.
Praktisi Public Relations dapat pula menggunakan sumber
data untuk melihat kembali artikel serta pemberitaan di ragam
media yang memuat informasi tentang perusahaan, produk,
kategori, dan kompetisi di dalam industri. Selain
menggunakan jasa dari lembaga yang berperan sebagai data
banks, Public Relations juga dapat melakukan media
monitoring tentang perusahaan maupun produk atau jasanya.
Hasil dari analisa situasi dan riset tersebut merupakan
gambaran kondisi dan situasi yang dimiliki perusahaan saat
ini, serta menjadi landasan awal dalam membangun
perencanaan.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
45
2. Step 2 : Setting the Objectives
Tujuan haruslah bersifat spesifik, dapat diukur, dan terikat
dengan tujuan dari bisnis perusahaan. Hal ini berarti antara tujuan
dan tahapan evaluasi harus saling berhubungan. Tujuan ini nantinya
akan diukur pencapaiannya pada tahapan evaluasi.
Dalam merumuskan tujuan, dapat dibuat dalam dua jenis,
yaitu long-term business goals dan short-term communication
objectives.Tujuan ini dapat pula didefinisikan dalam bentuk jumlah
penjualan produk, besaran keuntungan yang ingin dicapai, dan
jumlah market share. Seluruh aktivitas Marketing Public Relations
harus berkesinambungan dengan tujuan bisnis dan marketing secara
keseluruhan. Praktisi Public Relations harus dapat meyakinkan
manajemen perusahaan, korelasi antara tujuan bisnis serta aktivitas
Marketing Public Relations yang diimplementasikan.
Communication objectives umumnya terbagi atas dua tipe, yakni :
a) Output objectives
Tujuan ini dapat diukur dengan cepat, dan pengukurannya
dapat dilakukan dengan cara seperti, mengukur kualitas dari
material produk, jumlah paparan di televisi, jumlah news
coverage terkait produk atau jasa di media massa, jumlah
kehadiran dalam sebuah acara khusus, serta jumlah media
inquiry yang muncul terkait produk perusahaan. Tujuan –
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
46
tujuan ini biasanya harus terlebih dahulu dicapai sebelum
memperoleh hasil dari outcome objectives.
b) Outcome Objectives
Outcome Objectives dirumuskan dalam berbagai bentuk
seperti, meningkatkan awareness, mengubah perilaku, dan
mempersuasi konsumen untuk melakukan pembelian.
Outcome objectives dapat diukur dari jumlah kunjungan di
halaman Web, panggilan masuk ke nomor pusat layanan
pelanggan, permintaan tentang informasi produk atau jasa,
dan penyebutan brand secara spesifik di media.
3. Step 3 : Defining Strategy
Patricia Whallen ( 2006 : 63 ) mendeskripsikan strategi
sebagai berikut :
“The strategy portion of the plan sets the tone of the campaign and provides a broad overview of the MPR plans that will address the objectives.”
“Bagian strategi dalam sebuah perencanaan memberikan penekanan nada dalam kampanye dan menyediakan pandangan yang luas untuk mencapai tujuan.”
Strategi merupakan rancangan dan gambaran secara umum tentang
bagaimana program Marketing Public Relations tersebut akan
dijalankan. Penyusunan strategi Marketing Public Relations harus
disesuaikan pula dengan anggaran dana yang dialokasikan oleh
perusahaan, sehingga praktisi Public Relations dapat membuat
perencanaan yang tepat dan efisien waktu serta anggaran.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
47
Strategi Marketing Public Relations harus mendukung tujuan serta
strategi marketing, dan dapat menjabarkan strategi tersebut ke dalam
taktik yang relevan. Penting untuk diingat bahwa kata ‘strategi’ dan
‘taktik’ berasa dari terminologi militer. Strategi berarti suatu sudut
pandang dan konsep yang luas yang dibentuk agar dapat
memenangkan sebuah perang ( long-term objective ). Sedangkan
taktik, adalah seluruh perencanaan logistik untuk
mengimplementasikan strategi tersebut.
4. Step 4 : Identifying The Targets
Dalam perencanan marketing tradisional, mengidentifikasi
target kerap ditempatkan pada tahapan sebelum penentuan strategi.
Hal ini dikarenakan masih terdapat pemikiran bahwa seluruh
anggaran dana harus dikonsentrasikan untuk menjangkau target
pasar dan memperoleh return investment yang besar.
Sejak perencanaan Marketing Public Relations terbukti
mampu mencapai target dengan pengeluaran yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan iklan, perencanaan Marketing Public Relations
juga harus mencoba menyasar secondary consumer audiences,
seperti opinion leaders, trade audiences, dan tidak hanya berfokus
pada target utama. Identifikasi target ini juga harus memuat informasi
yang berkaitan dengan konsumen, seperti kondisi psikografis terkini
yang dapat membantu Public Relations untuk menjangkau pasar
tersebut. Selain psikografis, riset tentang target konsumen harus
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
48
disertai juga dengan hasil riset tentang gaya hidup, kondisi
demografis, etnografis, dan geografis.
Salah satu sarana yang harus dipertimbangkan dalam
penentuan target dalam program Marketing Public Relations adalah
media massa. Meski media belum tentu menjadi konsumen dari
produk atau jasa perusahaan, tetapi media dapat membawa
pengaruh bagi target konsumen dan tentunya influencer merupakan
salah satu target dalam program Marketing Public Relations. Dalam
konteks Marketing Public Relations, media placement tidak dikaitkan
dengan media buying, seperti membeli slot waktu di media untuk
beriklan. Media placement dalam Marketing Public Relations adalah
hasil dari mengajukan ide kepada media, serta memperoleh
publisitas, bukan dengan membeli slot waktu dan tempat dari media
tersebut.
Perencanaan Marketing Public Relations tidak hanya
menentukan media massa dan penyiaran apa saja yang menjadi
target, tetapi juga menciptakan media-media khusus agar dapat
menjangkau secondary audiences. Beberapa bentuk secondary
media adalah seperti newsletters, service booklets, program
materials, dan audiovisual aids.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
49
5. Step 5 : Creating Messages
Menciptakan pesan haruslah dilandaskan pada insights
mendalam. Ketika insights itu telah ditemukan, perusahaan akan
mampu memahami kebutuhan dan minat publik, serta hal – hal apa
saja yang memotivasi mereka dalam membuat keputusan pembelian
suatu produk atau jasa. Dengan demikian, pesan yang tepat dapat
dirumuskan.
Kuncinya adalah dengan memfokuskan pesan pada
keuntungan dari produk atau jasa yang akan didapatkan oleh setiap
target publik. Selain memaparkan keuntung yang akan didapatkan,
pesan juga perlu menunjukkan suatu inovasi yang dilakukan oleh
perusahaan untuk meningkatkan performa produk tersebut. Perlu
diperhatikan bahwa iklan dan Public Relations memiliki bentuk dan
formula pesan yang berbeda. Ketika iklan menggunakan pesan
tunggal dalam bentuk slogan atau jingle, Public Relations membentuk
pesan yang berbeda-beda tergantung tipe target publik yang dituju.
Pesan tersebut juga disesuaikan dengan kondisi psikografis dan
demografis target publik.
Secara umum, Public Relations juga bergantung pada
pemberitaan di media atau third-party endorser untuk membawa
pesan tersebut kepada kelompok – kelompok tertentu. Berbeda
dengan iklan yang menggunakan slogan dan membayar tempat untuk
menyampaikan pesan, melalui progam Marketing Public Relations,
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
50
perusahaan dapat menciptakan kisah atau cerita tentang produk atau
jasanya yang dapat memberikan alasan kuat kepada konsumen untuk
menggunakan produk atau jasa tersebut.
6. Step 6 : Identifying Tactics
Pada tahapan ini, taktik menjelaskan metode yang akan
diimplementasikan untuk mencapai tujuan dari program Marketing
Public Relations. Taktik harus dituliskan secara rinci, memiliki
perhitungan dana yang akurat, dan dikembangkan dalam bentuk
timeline.
Sebagai contoh, untuk memenuhi target jumlah media
coverage, di dalam taktik dapat disebutkan beberapa media tools,
seperti one-on-one media interviews, media tours, news conferences,
press kits, dan video news releases, untuk mendukung aktivitas MPR.
Selain itu dalam merumuskan taktik ini, dapat pula dicantumkan
special events, sponsorships, dan taktik lain yang didesain untuk
mencapai target publik secara langsung.
7. Step 7 : Evaluating the results of MPR
Di setiap program Public Relations harus memiliki dan melalui
tahapan evaluasi, untuk mengukur serta mengetahui apakah
kesuksesan sebuah program telah memenuhi tujuan yang ingin
dicapai. Banyak cara yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu
program Marketing Public Relations, tergantung pada kebutuhan
organisasi atau perusahaan. Secara tradisional, dari sisi Public
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
51
Relations, pengukuran yang dihasilkan dapat berupa jumlah kliping
berita yang dihasilkan, jumlah sirkulasi dari cakupan pemberitaan
media, televisi, dan jumlah pendengar di radio.
Seperti yang telah disebutkan pada tahapan kedua, tujuan
harus dikelompokkan dalam dua hal, yaitu outcome objectives dan
output objectives. Walter Lindenmann ( dalam Whallen dan Harris,
2006 : 70) dalam tulisannya yang berjudul “Guidelines and Standards
for Measuring and Evaluating PR Effectiveness” menjelaskan
perbedaan kedua istilah tersebut:
“Outputs are usually the short-term , or immediate, results of a particular PR program or activity. More often than not, outputs represent what is readily apparent to the eye. Outputs measure how well an organization represents itself to others, the amount of attentionor exposure that the organization receives. Outcomes measure whether target audience groups actually received the messages directed at them…paid attention to…understood…and retained those messages in any shape or form. Outcomes also measure whether the communications materials and messages which were disseminated have resulted in any opinion, attitude, and/or behavior changes on the part of those targeted audiences…” “Output biasanya adalah hasil jangka pendek dari aktivitas PR yang dilakukan. Output merepresentasikan hasil yang dapat dilihat secara nyata, seperti bagaimana performa perusahaan atau jumlah paparan yang diperoleh. Outcome mengukur apakah target publik telah menerima pesan yang dikomunikasikan, serta memahami pesan tersebut. Outcome juga mengukur apakah pesan yang disebarkan telah menghasilkan perubahan opini atau perilaku terhadap target publik.”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
52
Bentuk evaluasi dan teknik pengukuran yang paling umum
digunakan adalah pre and post-test, yaitu ketika sampel dari target
publik disurvey pada saat sebelum dan sesudah kegiatan Marketing
Public Relations dilakukan untuk melihat perubahan dalam
awareness, interest, dan purchase intention. Variasi lain ialah tracking
polls, untuk melihat perubahan opini publik sebelum dan sesudah
aktivitas Marketing Public Relations dilakukan. Focus group telah
banyak digunakan dalam setiap bentuk dan dimensi evaluasi. Pada
tahapan awal, focus group bertujuan untuk menguji tingkat daya tarik
pesan, dan untuk mengevaluasi efektivitas di tiap komponen program.
Bentuk evaluasi yag diadaptasi dari bidang periklanan adalah day-
after call. Sekelompok partisipan diminta untuk menyaksikan sebuah
program televisi dan di dalamnya tampil juru bicara yang mewakili
perusahaan. Di hari berikutnya, mereka dipanggil kembali untuk
melihat apakah mereka masih ingat dengan program tersebut dan
mampu mengingat kembali pesan yang disampaikan.
2.4 Model Evaluasi Program Public Relations
Patton dalam Noble dan Watson ( 2007 : 21 ) menjelaskan
pemahamannya tentang evaluasi sebagai berikut :
“The practice of evaluation involves the systematic collection of information about the activities, characteristics, and outcomes of programs, personnel, and products for use by specific people, to reduce uncertainties, improve effectiveness, and make decisions with regard to what those programs, personnel, and products are doing or affecting.”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
53
“Kegiatan evaluasi meliputi pengumpulan informasi secara sistematis tentang aktivitas, karakteristik, dan hasil dari program, personil, dan produk yang digunakan oleh orang-orang tertentu, untuk meningkatkan efektivitas, dan membuat keputusan yang berhubungan dengan program dan produk.”
Patton memberikan penekanan bahwa fokus utama dari evaluasi suatu
program bertujuan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi, dan
memperoleh umpan balik untuk mengembangkan manajemen program
tersebut. Blissland dalam Noble dan Watson (2007:21) mendefinisikan
evaluasi sebagai :
“the systematic assessment of a programme and its results. It is a means for practicioners to offer accountability to clients, and to them selves.”
“penilaian yang sistematis terhadap suatu program dan hasilnya. Ini bertujuan untuk menunjukkan akuntabilitas kepada klien dan dirinya sendiri.”
Melalui penjelasan dari para ahli ini dapat dikatakan bahwa tahapan
evaluasi dalam sebuah program atau perencanaan Public Relations
merupakan tahapan yang sangat penting. Evaluasi akan menyampaikan
bagaimana strategi dan taktik yang dirumuskan serta diimplementasikan
dapat menjawab masalah dan tujuan yang ingin dicapai. Noble dan Watson
( 2007 : 23 ) memaparkan bahwa evaluasi pada dasarnya merupakan salah
satu bentuk riset ( evaluation is a research-based ). Disebut sebagai riset
evaluasi karena tujuannya adalah untuk menginformasikan dan menjelaskan
hasil dari suatu program Public Relations. Selain bersifat riset, evaluasi juga
harus dilakukan dengan mengacu pada tujuan yang telah ditentukan dan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
54
ingin dicapai oleh perusahaan. Hasil evaluasi inilah yang menjadi jawaban
tercapai atau tidaknya tujuan tersebut.
Dari segi jangka waktu, evaluasi ada yang bersifat jangka pendek
dan juga jangka panjang. Evaluasi jangka pendek umumnya diterapkan
untuk sebuah kampanye atau proyek tunggal, yang memiliki tujuan untuk
membangun awareness melalui. teknik media relations. Evaluasi jangka
pendek dilakukan dalam waktu kurang dari 12 bulan. Sedangkan untuk
evaluasi jangka panjang, evaluasi dilakukan pada tahapan yang lebih luas
dan strategis , seperti manajemen isu, corporate reputation, dan juga brand
positioning.
Noble dan Watson ( 2007 : 82 ) memaparkan beragam jenis proses
dan struktur evaluasi program Public Relations. Model evaluasi yang akan
digunakan oleh peneliti untuk menganalisa program Marketing Public
Relations dalam rebranding Tigerair Mandala adalah PII ( Preparation,
Implementation, and Impact ) yang dikembangkan oleh Cutlip, Center, dan
Broom.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
55
Diagram 2.2 Model PII
Model PII memaparkan tiga langkah evaluasi, mulai dari evaluasi
tahap persiapan program, implementasi, dan evaluasi terhadap efek yang
dihasilkan oleh program tersebut.
1. Tahap Preparation
Tahapan evaluasi persiapan ini menguji apakah latar
belakang dan informasi yang memadai telah dikumpulkan
agar dapat merencanakan program yang efektif. Selain
mengumpulkan informasi yang akan menjadi fondasi program
Public Relations, hal berikutnya yang perlu diuji adalah konten
dari material yang dihasilkan. Tujuan dari pengujian konten ini
adalah untuk memastikan bahwa konten tersebut telah sesuai
dengan rencana program yang telah dibuat.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
56
2. Tahap Implementation
Tahapan kedua ini melakukan penilaian terhadap
bagaimana strategi dan taktik dari program
diimplementasikan. Evaluasi dapat dimulai dari distribusi
materi program dan jumlah kehadiran dalam suatu acara
khusus, hingga bagaimana membawa target publik
memahami pesan inti yang dibawa oleh organisasi. Evaluasi
pada tahapan implementasi ini dapat mengidentifikasi
kekurangan dari program Public Relations, contohnya seperti
kesalahan distribusi siaran media yang telah dibuat dengan
sangat baik dan profesional.
Berdasarkan diagram model PII, poin-poin evaluasi
juga dapat dilihat dari jumlah materi yang dikirimkan kepada
media massa, jumlah pesan yang disampaikan dan aktivitas
terkait, dan jumlah target publik yang menerima serta terlibat
aktif dalam aktivitasnya.
3. Tahap Impact
Tahapan ini evaluasi beralih kepada pengujian sejauh
mana hasil yang telah ditetapkan dalam tujuan serta sasaran
keseluruhan program telah tercapai. Impact evaluation ini
didasarkan pada pengukuran terhadap variabel yang sama,
yang menjadi patokan dalam program Public Relations, untuk
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
57
menunjukkan apakah perubahan yang telah diukur mampu
menjawab tujuan yang ingin dicapai. Bentuk atau teknik
pengukuran yang dilakukan dapat berupa survey atau
pengamatan. Dalam fase ini, perusahaan melakukan evaluasi
untuk mengetahui jumlah target publik yang memahami pesan
inti yang disampaikan, perubahan opini, hingga perubahan
perilaku dan budaya yang terjadi pada target publik, setelah
program Public Relations tersebut dijalankan.
2.5 Brand Management
Brand bagi perusahaan merupakan sebuah aset yang sangat
berharga dan memiliki nilai finansial yang tinggi. Ketika brand telah
diciptakan, brand tersebut harus dijaga dan dikembangkan melalui inovasi –
inovasi dan ditingkatkan pula kemampuan adaptasinya agar dapat
mempertahankan eksistensi serta berkompetisi di dalam industri. Brand
harus tetap membawa kepercayaan bagi para konsumennya dan dapat
memenuhi kebutuhan fungsional serta emosional.
Brand merupakan intangible asset yang rentan terhadap perubahan
pasar dan situasi industri yang fluktuatif. Agar dapat bertahan dan bersaing
dengan kompetitor lain, maka perusahaan wajib mengelola brand yang
dimilikinya secara berkala dan didasarkan pada tujuan serta perencanaan
yang matang.
Kapferer ( 2012 : 121 ) menyebutkan prinsip utama dalam mengelola
dan mengembangkan sebuah brand, yakni :
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
58
x Mengembangkan dan memelihara semua varian dan sub-brand
yang berada di bawah brand – brand besar.
x Mempertahankan sebuah brand dengan cara menciptakan alur
inovasi yang konstan dan tetap sejalan dengan positioning brand
tersebut.
x Membangun ikatan langsung dengan pelanggan untuk
memperdalam hubungan.
x Memberikan personalized-service
x Memberikan penghargaan bagi pelanggan, untuk menjadikan
mereka active-promoter, bukan hanya sekedar pelanggan setia.
Hal ini dapat pula memicu terciptanya word-of-mouth, sebagai
salah satu indikator kesuksesan sebuah brand, karena
pelanggan merasa puas atas layanan dari brand tersebut.
x Mendorong komunitas untuk membagikan nilai – nilai dari brand
tersebut melalui beragam media.
x Brand yang telah bertumbuh besar harus memiliki tanggung –
jawab yang lebih besar pula, terutama dalam meningkatkan taraf
hidup masyarakat luas, melalui kegiatan sosial.
2.5.1 Pengertian Brand
Brand atau merek memiliki arti dan pemahaman yang
berbeda-beda, tergantung dari pengetahuan dan perspektif
seseorang, dan terus berkembang selama bertahun – tahun. Kata
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
59
“brand” berasal dari kosakata kuno Norwegia, brandr, yang berarti “ to
burn” atau membakar. Para peternak atau pedagang membuat plat
nama dengan cara membakarnya terlebih dahulu, kemudian
dilekatkan pada hewan ternak atau komoditas dagang mereka,
dengan tujuan agar barang tersebut dapat dibedakan dari barang
milik pedagang lain. Selain itu, plat ini juga dapat membantu calon
pembeli agar dapat melihat produk mana yang berkualitas tinggi dan
produk yang berkualitas rendah ( Blackett dalam Rita Cliffton , 2009 :
13 – 14 ). Sejarah inilah yang menjadi tonggak berkembangan
pemahaman tentang sebuah brand. Brand digunakan sebagai sebuah
pembeda antara suatu produk atau jasa, melalui karakteristik, simbol,
dan makna – makna tertentu yang termuat di dalamnya.
American Marketing Association (AMA) di dalam Kotler dan
Keller ( 2012 : 241 ) memaparkan definisi brand sebagai :
“name, term, sign, symbol, or design,or a combination of them, intended to identify the goods or services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors.”
“nama, kata, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi seluruhnya, yang bertujuan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa, serta membedakannya dari kompetitor.”
sedangkan Chiaravalle dan Schenck ( 2007 : 22 ) berpendapat brand
merupakan:
“A promise about who you are and what benefits you deliver that gets reinforced every time people come in contact with any facet of you or your business.”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
60
“sebuah janji tentang diri Anda dan keuntungan seperti apa yang akan diberikan, ketika seseorang datang dan melakukan kontak dengan bisnis Anda.”
Di Indonesia, pemahaman tentang brand juga telah dicantumkan
dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2001,
pasal 1. Brand didefinisikan sebagai :
“Tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur – unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.”
Selain berfungsi sebagai pembeda suatu produk atau jasa,
brand juga memainkan peranan penting dalam memberikan sinyal
terkait karakteristik produk kepada konsumen, termasuk kualitas dan
manfaat yang dimiliki produk tersebut. Bagi perusahaan, brand juga
memberikan serangkaian fungsi yang berharga, seperti sebagai
bentuk identifikasi untuk mempermudah proses product handling,
membantu mengorganisasikan inventaris dan data – data finansial,
serta memberikan perlindungan hukum untuk memproteksi keunikan
atau hasil inovasi tertentu yang dibuat oleh perusahaan, agar tidak
disalahgunakan oleh pihak lain atau kompetitor. Nama dan logo dari
sebuah brand dapat dapat memperoleh perlindungan hukum apabila
telah didaftarkan sebagai merek dagang dan paten. Hak cipta ini
dapat menjadi jaminan bagi perusahaan untuk berinvestasi
mengembangkan brand dan memperoleh keuntungan. ( Keller , 2008
: 9 )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
61
Proses pembentukan sebuah brand disebut dengan branding.
Dalam proses ini, perusahaan tidak hanya menentukan elemen dan
aspek apa saja yang akan menjadi fondasi berdirinya suatu brand,
melainkan harus pula menemukan strategi yang tepat agar brand
tersebut dapat diterima dan melekat dalam benak masyarakat. Kotler
dan Keller memaparkan pendapat mereka tentang branding sebagai
berikut :
“Branding creates mental structures that help consumers organize their knowledge about products and services in a way that clarifies their decision making and, in the process, provides value to the firm.” ( Kotler and Keller, 2012 : 243 )
“Branding menciptakan struktur mental yang membantu konsumen untuk mengorganisasikan pengetahuan mereka tentang produk atau jasa, dengan tujuan untuk membuat keputusan dan juga memberika nilai kepada perusahaan.”
2.5.2 Brand Elements
Brand Element merupakan suatu aspek yang membangun
sebuah brand dengan tujuan agar brand tersebut dapat dengan
mudah diidentifikasi dan dibedakan dari brand yang lain. Keller ( 2008
: 145) memaparkan tujuh elemen yang terdapat dalam sebuah brand,
yaitu :
1. Brand Names
Nama brand merupakan suatu pilihan yang mendasar
karena sebuah nama mengandung pesan – pesan inti dari
sebuah produk dan menjadi hal yang paling pertama
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
62
terekam dalam benak publik. Pencarian nama brand ini
menjadi hal yang paling sulit sehingga dibutuhkan penelitian
untuk menentukan nama yang tepat. Nama brand yang
sederhana, mudah untuk diucapkan, lazim, memiliki makna
tertentu, dan unik, dapat meningkatkan brand awareness.
Kemudahan dalam melafalkan nama brand akan membantu
usaha calon konsumen dalam memahami dan mencerna
nama tersebut. Selain mudah dicerna, nama brand juga
akan lebih cepat menyebar dan melekat di dalam benak
konsumen melalui word-of-mouth. Idealnya, nama brand
harus memiliki makna yang jelas, dapat dimengerti, dan
tidak menimbulkan ambiguitas. Pemilihan nama brand juga
harus memperhatikan kondisi budaya dan pengetahuan dari
tempat brand tersebut akan dipasarkan. Nama brand juga
bersifat deskriptif, artinya nama ini mampu menggambarkan
karakteristik dan nilai-nilai dari produk atau jasa yang
diwakilinya.
2. URL ( Uniform Resource Locators )
Alamat URL membantu pengguna Internet dengan
mengarahkan lokasi halaman Web tertentu, atau sering
disebut pula dengan domain names. Seseorang, organisasi,
atau perusahaan yang ingin memiliki URL dengan nama
tertentu, harus mendaftarkan diri dan membayar jasa
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
63
kepemilikan domain tersebut. URL akan membantu
konsumen untuk mengakses halaman Web dari brand
tertentu di dunia maya. Dalam beberapa tahun ini, jumlah
perusahaan yang mulai menggunakan URL untuk brand
mereka meningkat tajam. Namun, hal ini juga menimbulkan
permasalahan. Salah satu isu yang berhubungan dengan
URL adalah bagaimana perusahaan melindungi brand
mereka dari penggunaan yang tidak sah oleh nama domain
yang lain.
Perusahaan memiliki tiga pilihan dalam menghadapi isu ini,
yaitu menuntut pemiliki domain tersebut atas tindakan
pelanggaran hak cipta, membeli nama domain, atau
mendaftarkan nama domain yang lain yang masih
berhubungan dengan nama brand.
3. Logos and Symbols
Meski nama umumnya menjadi elemen inti dari sebuah
brand, elemen visual juga memainkan peranan utama dalam
membangun brand equity, dan khususnya brand awareness.
Logo memiliki makna yang mengindikasikan orisinalitas,
kepemilikan, atau sebagai asosiasi terhadap hal tertentu.
Logo memiliki bentuk yang variatif, mulai dari nama
perusahaan, merek dagang yang berbentuk tulisan tangan,
hingga desain abstrak yang mungkin tidak memiliki relasi
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
64
dengan nama atau aktivitas perusahaan. Logo yang tidak
berupa huruf atau tulisan disebut dengan simbol. Logo dan
simbol ini dapat membantu konsumen untuk membangun
persepsi tentang brand atau perusahaan.
Manfaat dari penggunaan logo dan simbol yang tepat untuk
sebuah brand adalah membuat brand mudah dikenali dan
diidentifikasi oleh konsumen, memiliki fleksibilitas yang
tinggi, sehingga dapat diterima oleh lintas budaya dan
ragam kategori produk, serta mudah beradaptasi terhadap
perubahan dari waktu ke waktu. Meski dapat berubah
sesuai situasi dan kondisi industri atau pasar, perencanaan
dan perubahan logo membutuhkan waktu dan biaya yang
tidak sedikit.
4. Characters
Karakter merupakan salah satu tipe simbol dari sebuah
brand, yang berasal dari tokoh manusia atau tokoh lain di
kehidupan nyata. Karakter yang mewakili sebuah brand
biasanya diperkenalkan melalui iklan, dan memainkan
peranan dalam kampanye dan desain kemasan dari produk
atau jasa. Karakter yang penuh warna dan imajinatif ini
dapat menarik perhatian dan sangat berguna untuk
membangun brand awareness.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
65
Elemen manusia yang terdapat dalam sebuah karakter
dapat meningkatkan rasa suka konsumen, membantu
menciptakan persepsi brand yang menarik dan
menyenangkan, serta membina relasi dengan brand
tersebut.
Dalam menggunakan karakter untuk mendukung sebuah
brand, perusahaan harus berhati – hati agar karakter ini
tidak menutupi elemen brand yang lain dan selalu
melakukan pembaharuan sehingga citra dari karakter
tersebut masih dianggap relevan oleh target pasar.
5. Slogans
Slogan merupakan frasa singkat yang mengkomunikasikan
informasi yang bersifat deskriptif maupun persuasif tentang
sebuah brand. Slogan merupakan senjata branding yang
paling kuat karena, sama halnya seperti nama, slogan
memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dalam bentuk frasa
pendek untuk membentuk brand equity. Slogan berfungsi
sebagai pengait untuk membantu konsumen memahami
makna dari brand terkait, dan apa yang membuat brand
tersebut spesial. Selain meningkatkan brand awareness,
slogan juga membentuk brand positioning dan point of
difference.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
66
6. Jingles
Jingle adalah pesan musikal yang isinya bercerita tentang
brand. Dibuat oleh penulis lagu professional, jingle
umumnya memiliki lirik dan nada yang menarik sehingga
mudah terekam dalam benak publik. Jingle menjadi sarana
komunikasi yang efektif ketika brand tersebut akan
memperkenalkan dirinya melalui siaran radio.
7. Packaging
Packaging merupakan aktivitas membuat desain dan
memproduksi kemasan untuk suatu produk. Tujuan dari
penggunaan dan desain kemasan diantaranya untuk
mengidentifikasikan brand, menyampaikan informasi yang
bersifat deskriptif dan persuasif, melindungi produk saat
proses distribusi, dan memudahkan penyimpanan di rumah.
Perusahaan harus dapat menentukan komponen estetis dan
fungsional kemasan, untuk mencapai tujuan pemasaran dan
memenuhi kebutuhan konsumen.
Kemasan menjadi salah satu asosiasi yang terkuat di dalam
benak konsumen terhadap sebuah brand. Inovasi dalam
desain kemasan ini juga dapat menciptakan point of
difference, memperluas pasar, dan bahkan menciptakan
segmentasi pasar yang baru.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
67
Setiap elemen dari sebuah brand memiliki peranan yang
berbeda, dan keseluruhan elemen ini membentuk yang disebut
dengan brand identity. Brand identity inilah yang menjadi tonggak
utama dalam membangun serta meningkatkan brand awareness.
2.5.3 Rebranding
Kondisi industri dan pasar yang dinamis membuat sebuah
brand menjadi rentan terhadap ancaman dan serangan dari pihak
internal maupun eksternal. Meningkatnya atmosfir kompetitif, inovasi
– inovasi yang diluncurkan oleh kompetitor, munculnya permasalahan
finansial yang membelit perusahaan, hingga perubahan tren pasar,
membuat perusahaan harus memperbaharui brand dari produk atau
jasa mereka. Hal inilah yang disebut dengan rebranding.
The Brand Glossary yang diterbitkan oleh Interbrand ( 2006 :
102) menyebutkan bahwa rebranding memiliki definisi sebagai
berikut:
“This is when a company updates or revises a brand based on internal or external pressure. It is often necessary after a merger, or if a brand has outgrown its identity in a marketplace. Rebranding can involve radical changes to a brand’s logo, image, name, marketing strategy, or advertising approach, or the changes can be superficial. Rebranding can be applied to new products, mature products, or even unfinisihed products. A rebrand for the sake of branding offers great risk. Any rebranding should have a business situation as the catalyst.”
“Ini merupakan saat dimana perusahaan mengubah merek berdasarkan tekanan eksternal maupun internal. Umumnya
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
68
terjadi setelah penggabungan bisnis, atau ketika merek tersebut tidak relevan lagi dengan pasar. Rebranding dapat meliputi perubahan yang radikal, atau dangkal. Rebranding dapat diaplikasikan pada produk baru, produk dewasa, atau bahkan produk yang belum selesai. Rebranding dapat membawa resiko yang besar.”
Rebranding atau pembaharuan sebuah merek, melibatkan
seluruh aspek dan elemen brand, baik dari segi tangible aspects (
nama, logo, slogan, kemasan ) dan segi intangible aspects ( nilai dan
citra ) ( Daly & Moloney, 2004 : 30 ). Selain aspek inti dari brand
tersebut, proses pembaharuan sebuah brand ini juga melibatkan
banyak faktor karena akan membawa pengaruh yang besar kepada
organisasi dan publik.
Setiap perusahaan tentu memiliki alasan – alasan tertentu
yang mendasari perencanaan program rebranding. Miller dan Muir (
2004 : 141 ) mengemukakan alasan atau motif suatu perusahaan
memutuskan untuk melakukan rebranding, yakni :
1. Gagasan untuk restrukturisasi, membuat suatu penyegaran
dan memulai awal yang baru.
2. Pemulihan dari krisis
3. Terjadinya merger atau akuisisi
4. Cost Control atau pengendalian kondisi finansial perusahaan
5. Untuk menyatukan satu brand dan membentuk brand baru
yang lebih global
6. Untuk mendukung arah baru atau budaya baru perusahaan
7. Menciptakan produk baru
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
69
Muzellec, Doogan, Lambkin ( 2003 : 38 ) juga menyebutkan
beberapa alasan perusahaan melakukan rebranding :
1. Modernise ( revamp ) their image ( mengubah citra mereka )
2. Harmonise business unit brand portfolio with the corporate
brand ( menyelaraskan portofolio merek unit bisnis dengan
merek korporasi )
3. Establish a distinctive identity from parent company (
menciptakan identitas yang berbeda dari induk perusahaan )
4. Increase or create brand awareness ( meningkatkan atau
menciptakan kesadaran merek )
5. Clarify corporate brand structure ( memperjelas struktur
merek korporasi )
6. Harmonise brand portfolio globally ( menyelaraskan portofolio
merek secara global )
7. Help the company expand abroad ( membantu perusahaan
melakukan ekspansi )
8. Associate the company to its main product or service brand (
menghubungkan perusahaan dengan produk atau jasanya ).
Selain untuk memberikan penekanan pada citra perusahaan,
rebranding juga dijadikan sarana untuk mengkomunikasi identitas
baru dengan tujuan sebagai berikut :
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
70
1. Reflect a change in corporate ownership ( merefleksikan
perubahan dalam kepemilikan )
2. Reflect a change in the activity in which the corporation is
involved ( merefleksikan perubahan aktivitas perusahaan )
3. Facilitate the birth of new identity consecutively to a merger (
memfasilitasi lahirnya identitas yang baru )
4. Differentiate itself from a parent company of former parent
company ( membedakan dirinya dari induk perusahaan )
2.5.4 Brand Awareness
David Aaker menjelaskan bahwa brand awareness
merupakan kemampuan dari pelanggan potensial untuk mengenali
atau mengingat bahwa suatu merek termasuk dalam kategori produk
tertentu. ( MIM Academy Team, 2010 : 64 ). Chiaravalle dan Schenck
( 2007 : 49 ) menyampaikan bahwa pembentukan sebuah brand
memiliki tujuan yang berbeda – beda. Seorang praktisi di bidang
brand atau perusahaan harus menetapkan terlebih dahulu misi yang
ingin dicapai oleh brand tersebut dan menyusun skala prioritasnya.
Terdapat empat tahapan tujuan yang dapat dicapai melalui proses
branding, yakni :
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
71
1. Build Awareness ( membangun kesadaran terhadap merek )
2. Create an emotional connection ( menciptakan koneksi
emosional )
3. Convey distinguishing attributes ( menyampaikan perbedaan
atribut )
4. Gain credibility and trust ( memperoleh kredibilitas dan
kepercayaan )
5. Achieve buyer preference ( memenuhi preferensi pembeli )
Keller juga ( 2008 : 54 - 55 ) memaparkan tiga manfaat yang
akan diperoleh perusahaan apabila mampu menciptakan brand
awareness yang tinggi :
1. Learning Advantages
Brand awareness akan mempengaruhi proses formasi dan
kekuatan asosiasi, yang membentuk brand image. Langkah
pertama dalam membangun sebuah brand adalah dengan
menempatkan brand tersebut di dalam benak konsumen.
2. Consideration Advantages
Sebelum melakukan pembelian, konsumen akan
mempertimbangkan, apakah brand tersebut dapat memenuhi
kebutuhannya atau tidak. Membangun dan meningkatkan
brand awareness akan membawa brand tersebut masuk ke
dalam consideration set ( serangkaian brand yang secara
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
72
serius dipertimbangkan oleh konsumen sebelum melakukan
purchase decision ) yang ada di dalam benak konsumen.
3. Choice Advantages
Apabila brand tersebut telah berhasil masuk dalam
consideration set, tingkat brand awareness yang tinggi juga
akan mempengaruhi konsumen dalam menentukan brand
yang akan dipilih. Rendahnya interaksi antara konsumen dan
brand terjadi ketika konsumen tidak memiliki purchase
motivation dan purchase ability. Penyebab dari kurangnya
kemampuan ini antara lain karena mereka tidak peduli
terhadap produk atau jasa yang ditawarkan atau mereka
hanya mengenali brand tertentu saja di dalam kategori produk
tersebut.
Menciptakan brand awareness berarti pula meningkatkan
kepopuleran suatu brand, melalui paparan yang berulang. Semakin
konsumen merasakan brand tersebut dengan melihat, mendengar,
ataupun memikirkan brand tersebut, maka akan semakin kuat pula
brand itu terekam di dalam memori. Aktivitas yang mendukung
konsumen merasakan sebuah brand, baik melalui periklanan,
kegiatan promosi, sponsorship, special events, dan Public Relations,
dapat meningkatkan awareness bagi setiap brand elements. Proses
pembentukan brand awareness terdiri atas empat tahapan :
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
73
1. Unaware of brand
Pada tahapan ini, pelanggan merasa ragu atau tidak yakin
apakah sudah mengenal merek yang disebutkan atau belum.
2. Brand Recognition
Pada tahapan ini, pelanggan mampu mengidentifikasi merek
yang disebutkan.
3. Brand Recall
Pada tahapan ini , pelanggan mampu mengingat merek tanpa
diberikan stimulus.
4. Top of Mind
Pada tahapan ini, pelanggan mengingat merek sebagai yang
pertama kali muncul di benak saat berbicara mengenai
kategori produk tertentu.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
74
2.6 Kerangka Pemikiran
Evaluasi Program Marketing Public Relations dalam Rebranding Tigerair Mandala periode Juli –
Desember 2013
x Konsep MPR ( Marketing, STP, Marketing Mix ,Definisi PR, MPR Values, Manfaat MPR, MPR Tools )
x Perencanaan MPR ( Whalen’s 7-Step ) x Model Evaluasi ( Model PII ) x Brand Management ( Definisi Brand, Brand
Elements, Rebranding, Brand Awareness )
Menganalisa strategi perencanaan MPR Tigerair Mandala dalam proses rebranding, serta melakukan evaluasi terhadap program
tersebut dengan model PII ( Preparation, Implementation, Impact ) oleh Cutlip, Center,
dan Broom
Hasil dari evaluasi akan dilihat berdasarkan tingkatan pembentukan brand awareness ( unaware of brand,
brand recognition, brand recall, atau top of mind )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
75
Berdasarkan teori yang telah dicantumkan, untuk menuangkan hasil
penelitian, peneliti akan menggunakan alur berdasarkan Whalen’s 7-Step
Strategic Planning Process, terutama untuk mengelompokkan informasi dan
data yang diperoleh selama wawancara dan juga observasi. Konsep tentang
marketing, terutama segmenting, targeting, dan positioning, akan digunakan
dalam bagian analisa situasi, khususnya dalam pemetaan target publik.
Konsep dan teori tentang brand management, akan terlihat pada
bagian hasil penelitian, khususnya mengenai alasan dan tujuan Tigerair
Mandala melakukan rebranding, perubahan yang terjadi pada elemen brand,
dan tujuan yang ingin dicapai Tigerair Mandala melalui program Marketing
Public Relations, untuk mengkomunikasikan proses rebranding tersebut (
brand awareness ).
Setelah memaparkan hasil penelitian terkait program Marketing
Public Relations dan perubahan yang dilakukan selama proses rebranding,
peneliti akan menggunakan model PII (Preparation, Implementation, Impact )
oleh Cutlip, Center, dan Broom untuk mengevaluasi program komunikasi
yang dilakukan Tigerair Mandala selama Juli – Desember 2013.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
76
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sifat Penelitian
Dalam penelitian tentang evaluasi program Marketing Public
Relations dalam rebranding Tigerair Mandala, jenis penelitian yang
digunakan adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian, seperti perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan, secara holistik,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah, dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah ( Moleong, 2013 : 6 ). Penelitian kualitatif digunakan peneliti untuk
meneliti sesuatu secara mendalam, memahami fenomena yang belum
banyak diketahui, dan menelaah latar belakang dari sebuah motivasi,
peranan, nilai, sikap, dan persepsi.( Moleong, 2013 : 7 ). Penelitian kualitatif
ini bersifat subyektif dan kurang terkontrol. Penelitian ini tidak memiliki
sistematika tertentu dalam pengumpulan dan proses analisis data hasil
penelitiannya. Analisis penelitian kualitatif didasarkan pada evaluasi subyektif
peneliti.
Di dalam penelitian kualitatif terdapat sebuah istilah yang disebut
dengan ”fokus” atau “fokus kajian”. Fokus kajian penelitian atau pokok soal
yang akan diteliti, mengandung penjelasan mengenai dimensi – dimensi apa
yang menjadi pusat perhatian serta yang akan dibahas secara mendalam
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
77
dan tuntas. Berbagai dinamika kehidupan dan tindakan sosial yang
diciptakan manusia menghasilkan fenomena sosial yang tidak akan pernah
habis. Peneliti diharapkan jeli dan peka dalam menangkap fenomena
tersebut.( Bungin, 2012 : 41 ).
Sifat dari penelitian ini adalah evaluatif. Menurut Kriyantono ( 2009 :
68 ), riset evaluatif bertujuan untuk mengkaji efektivitas atau keberhasilan
suatu program. Riset ini membutuhkan definisi konsep, kerangka konseptual,
ukuran keberhasilan, dan rekomendasi. Menurut Moleong ( 2013 : 35 ) Riset
ini juga memerlukan tujuan program yang diteliti dan hal yang ingin diteliti,
karena akan melihat hubungan antara kedua hal tersebut. Data dalam
penelitian ini dapat berupa dokumen pribadi, artifak, catatan lapangan,
dokumen resmi, rekaman gambar atau suara, dan transkrip.
Jenis penelitian evaluatif ini dipilih karena penulis akan menempatkan
fokus penelitian pada evaluasi perencanaan dan implementasi program
Marketing Public Relations dalam proses rebranding Tigerair Mandala, dan
melihat apakah program yang dilaksanakan telah mampu menjawab tujuan
yang diinginkan. Untuk memperoleh informasi tentang perencanaan di dalam
program rebranding tersebut, peneliti akan melakukan wawancara mendalam
dengan narasumber, yaitu dari pihak Tigerair Mandala, terutama kepala divisi
Public Relations dan Marketing, serta praktisi komunikasi yang memiliki
keahlian di dalam bidang branding.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
78
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah studi
kasus. Menurut Abdul Aziz S.R. di dalam Bungin ( 2012 : 20 ), studi kasus
merupakan sebuah studi yang bersifat komprehensif, intens, rinci, dan
mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah atau
fenomena sosial yang bersifat kontemporer, dalam kurun waktu tertentu. Studi
kasus berfokus pada menguji suatu isu, peristiwa, proses atau masalah dalam
cakupan konteks tertentu. Ruslan ( 2010 : 301 ) menjelaskan bahwa studi
kasus merupakan sebuah penelitian terhadap latar belakang dan kondisi dari
individu, kelompok, atau komunitas tertentu dengan tujuan untuk memberikan
gambaran yang lengkap mengenai subjek atau objek yang diteliti. Perbedaan
utama studi kasus dibandingkan metode penelitian yang lain adalah
pembahasan secara menyeluruh tentang bagaimana beragam aspek,
pengaruh, proses, dan hubungan di dalamnya saling terkait satu sama lain
dalam sebuah kasus. ( Daymon dan Holloway, 2011 : 114 )
Selain melakukan pembahasan secara intensif dan menyeluruh, studi
kasus juga menggunakan beragam narasumber untuk memperoleh bukti –
bukti dari sebuah fenomena tunggal ( isu, kampanye, peristiwa, atau sebuah
organisasi ), yang dibatasi oleh periode waktu tertentu, Studi kasus kerap
diasosiasikan dengan lokasi dan sekelompok orang tertentu ( Daymon dan
Holloway, 2011 : 115 ).
Pakar metodologi penelitian, Robert K. Yin ( dalam Bungin, 2012 : 21)
menyatakan bahwa studi kasus lebih banyak berfokus pada upaya untuk
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
79
menjawab pertanyaan ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’, serta pada tingkatan
tertentu juga dapat menjawab pertanyaan ‘apa’ atau ‘apakah’. Metode ini
memiliki tiga keunikan yang mampu memberikan peluang kepada peneliti
untuk menelaah secara mendalam terhadap unit sosial yang diteliti.
Keunggulan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan
antar- variabel serta proses – proses yang membutuhkan pemahaman.
2. Studi kasus memberikan kesempatan untuk memperoleh wawasan
tentang karakterisitk dan konsep dasar perilaku manusia, melalui
penyelidikan yang intensif.
3. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan yang sangat
berguna untuk membangun latar permasalahan bagi perencanaan
penelitian yang lebih besar dalam rangka pengembangan ilmu sosial.
Dilihat dari tujuannya, Denzin dan Lincoln ( 2009 : 301 ) memaparkan
tiga jenis penelitian dengan metode studi kasus, yakni studi kasus intrinsik,
studi kasus instrumental, dan studi kasus kolektif.
Studi kasus intrinsik dipilih apabila peneliti ingin memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang suatu kasus atau peristiwa. Pada
jenis intrinsik, sebuah kasus diteliti karena kasus tersebut memiliki aspek
kekhususan dan kesederhanaan yang menarik bagi peneliti. Dalam
penelitian ini, kasus yang dipilih bukan untuk merumuskan teori, tetapi hanya
ketertarikan terhadap topik tertentu.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
80
Tipe yang kedua adalah studi kasus instrumental. Jenis penelitian ini
digunakan untuk meneliti sebuah kasus sebagai perspektif baru atau
perbaikan suatu teori. Kasus yang dipilih bukan dilihat dari minat, melainkan
upaya untuk memberikan pemahaman tentang hal yang lain. Tetapi pada
praktiknya, banyak penelitian yang dilakukan berdasarkan minat dan
bertujuan untuk meningkatkan pemahamannya. Hal ini membuat batasan
yang kurang jelas antara studi kasus intrinsik dan instrumental.
Jenis studi kasus yang ketiga adalah studi kasus kolektif. Metode ini
dilakukan ketika peneliti kurang tertarik membahas satu kasus, dan memilih
untuk meneliti sejumlah kasus dalam waktu yang bersamaan agar dapat
menemukan fenomena umum. Jenis ini merupakan pengembangan dari studi
kasus instrumental, yang bertujuan untuk memahami karakteristik secara
umum.
Untuk penelitian tentang proses rebranding Tigerair Mandala ini,
peneliti menggunakan metode studi kasus intrinsik, karena peneliti memiliki
minat serta ketertarikan di bidang transportasi udara, serta kajian yang
menarik, yakni tentang bagaimana sebuah maskapai penerbangan yang
bergerak di bidang jasa berupaya mengkomunikasikan brand mereka kepada
publik.
3.3 Key Informan dan Informan
Key Informan dan Informan merupakan individu atau pihak yang telah
ditentukan oleh peneliti sebagai narasumber yang dinilai kredibel dan mampu
memberikan informasi terkait fenomena yang diteliti. Key informan dan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
81
informan ini harus memiliki kompetensi di bidangnya dan dapat memberikan
keterangan secara jelas. Berikut adalah nama key informan yang menjadi
narasumber bagi peneliti :
1. Stephanie Sicilia – Konsultan PR Tigerair Mandala
Stephanie merupakan konsultan di Praxis PR Agency, dan account
lead dari Tigerair Mandala. Stephanie menempuh pendidikan strata
satu Universitas Pelita Harapan dan meraih gelar master di bidang
marketing dari sebuah universitas di Manchester, Inggris.
2. M. Thoriq Syarief Husein – PR Manager Tigerair Mandala
Sebelum berkarir di Tigerair Mandala, Thoriq merupakan konsultan
Public Relations di Weber Shandwick. Beliau menempuh pendidikan di
bidang business marketing di Los Angeles, Amerika Serikat.
3. Rio Hascaryo – Head of Marketing Tigerair Mandala
Memiliki latar belakang pendidikan master bidang marketing dari
Universitas Indonesia, Rio sebelumnya berkarir di industri dairy and
beverages sebagai pimpinan untuk divisi pemasaran.
Key informan ini dipilih oleh peneliti karena pihak-pihak inilah yang terlibat
dalam proses perencanaan dan implementasi Marketing Public Relations
selama rebranding, serta memiliki data dan informasi yang detail untuk setiap
aktivitas komunikasi tersebut.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
82
Berikut ini adalah nama informan yang menjadi narasumber :
1. Galih Rangha – Deputy General Manager DM ID Holland
Galih sebelumnya merupakan konsultan senior brand di perusahaan
yang sama. Beliau memiliki latar belakang pendidikan di bidang
marketing dan memiliki keahlian di bidang brand architecture.
Informan ini dipilih oleh peneliti karena narasumber memiliki fokus keahlian di
bidang brand communication, sehingga dapat membantu peneliti
memberikan gambaran tentang strategi komunikasi dalam konteks dan kasus
rebranding.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Robert K. Yin ( 2005 : 103 - 118 ) memaparkan enam teknik
pengumpulan data dalam penelitian dengan metode studi kasus, yaitu :
1. Dokumentasi
Dokumen yang dimaksud dapat berupa surat, pengumuman
resmi, laporan peristiwa, dokumen administratif, hasil penelitian
dan kliping artikel yang muncul di media massa. Untuk studi
kasus, dokumen akan membantu proses verifikasi ejaan dari
nama pihak – pihak yang terlibat dalam wawancara, serta
menambah informasi yang lebih spesifik untuk mendukung data
yang lain.
2. Rekaman Arsip
Arsip ini dapat berupa rekaman organisasi, data survey, dan
rekaman – rekaman pribadi.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
83
3. Wawancara
Teknik wawancara merupakan sumber informasi yang paling
esensial dalam metode studi kasus, karena studi ini umumnya
berkaitan dengan masalah kemanusiaan. Tipe wawancara yang
paling umum adalah open-ended, yaitu peneliti dapat bertanya
kepada responden kunci tentang fakta – fakta suatu peristiwa,
atau menyampaikan opini informan terhadap peristiwa tersebut.
Tipe wawancara yang kedua ialah wawancara yang terfokus.
Informan akan diwawancarai dalam jangka waktu yang pendek,
dengan pertanyaan yang spesifik, dan hanya membicarakan topik
tertentu.
4. Observasi Langsung
Melakukan observasi berupa kunjungan ke lapangan dapat
menambah sumber informasi dan data terhadap topik penelitian,
terutama ketika peneliti membutuhkan informasi tentang kondisi
terbaru dari objek yang diteliti. Khususnya untuk observasi di
lingkungan sosial, peneliti akan memperoleh dimensi baru untuk
pemahaman konteks maupun fenomena yang diteliti. Dalam
observasi langsung, peneliti dapat mengambil foto untuk memuat
karakteristik yang lebih kuat.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
84
5. Observasi Partisipan
Merupakan suatu bentuk observasi khusus, yakni ketika peneliti
tidak hanya menjadi pengamat pasif, tetapi juga berperan dan
berpartisipasi dalam situasi atau peristiwa yang diteliti.
6. Perangkat fisik
Perangkat fisik yang dimaksud dapat berupa peralatan teknologi,
alat instrumen, hasil pekerjaan seni, atau barang – barang bukti
lainnya. Perangkat fisik ini dapat diperoleh dari hasil kunjungan
lapangan serta observasi peneliti.
3.5 Keabsahan Data
Salah satu teknik untuk melakukan pengecekan keabsahan data dari
penelitian kualitatif adalah triangulasi. Triangulasi merupakan teknik
pemeriksaa keabsahan data yang menggunakan sumber data yang lain
untuk dijadikan sebagai pembanding terhadap data tersebut. Menurut
Norman K. Denzin di dalam Moleong ( 2013 : 330 – 332 ), terdapat empat
teknik triangulasi, yaitu :
1. Triangulasi Metode
Triangulasi ini dilakukan dengan cara membandingkan
informasi atau data dengan cara yang berbeda. Terdapat dua
strategi untuk melakukan triangulasi ini, yaitu pengecekan
derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa
teknik pengumpulan data, dan pengecekan derajat
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
85
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang
sama.
2. Triangulasi Antar Peneliti
Triangulasi tipe ini dilakukan apabila penelitian dilakukan oleh
lebih dari satu orang. Peneliti melakukan analisis data dan
membandingkan hasil penelitian dengan peneliti lainnya untuk
keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan serta
mengurangi kesalahan dalam pengumpulan data.
3. Triangulasi Sumber Data
Triangulasi jenis ini berarti membandingkan dan mengecek
kembali tingkat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil
wawancara, membandingkan apa yang dikatakan di depan
umum dengan perkataan pribadi, membandingkan apa yang
dikatakan tentang situasi penelitian dengan yang dikatakan
sepanjang waktu, membandingkan persperktif seseorang
dengan pandangan orang lain dari kalangan tertentu, dan
membandingkan hasil wawancara dengan dokumen –
dokumen terkait. Peneliti harus dapat memaparkan alasan
terjadinya perbedaan dari hasil perbandingan tersebut.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
86
4. Triangulasi Teori
Triangulasi ini berfungsi untuk membandingkan hasil
penelitian dengan teori yang relevan untuk menghindari bias
penulis atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Teknik
ini juga dapat memberikan kedalaman pemahaman bagi
penulis.
3.6 Teknik Analisis Data
Daymon dan Holloway ( 2011 : 301 ) menuliskan pendapat mereka
tentang proses analisis data :
“The process of bringing order to this great variety of data by organizing, structuring, and construing meaning is what researchers call “qualitative data analysis.” “proses membuat susunan dari sejumlah data dengan mengorganisir, membuat struktur, dan menemukan makna yang disebut peneliti sebagai analisa data kualitatif.”
Miles, Huberman, dan Saldana ( 2014 : 12 - 13 ) memaparkan tiga langkah
teknik dalam menganalisa data kualitatif, yaitu :
1. Data Condensation
Kondensasi atau reduksi data merujuk pada proses memilih dan
menyederhanakan data yang diperoleh dari catatan lapangan,
transkrip wawancara, dan dokumen lainnya. Di dalam proses ini,
seluruh data dan informasi yang diperoleh dikategorikan sesuai
dengan kerangka konseptual yang telah disusun oleh peneliti.
Kondensasi data bertujuan untuk menajamkan, menyusun, serta
mengorganisasikan data agar peneliti dapat membuat kesimpulan.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
87
2. Data Display
Merupakan proses peorganisasian data ke dalam bentuk yang padat
dan tersusun, seperti matriks atau diagram, berdasarkan poin atau
kategori yang digunakan pada tahap kondensasi data. Data Display
akan memudahkan peneliti untuk melihat alur penelitian serta
mengamati langkah-langkah pengumpulan atau pengolahan data yang
dilakukan.
3. Drawing and Verifying Conclusions
Dari penyusunan data dalam bentuk diagram atau matriks, peneliti
melakukan penarikan kesimpulan dari data dan hasil penelitian yang
telah diorganisasikan dan disusun secara padat.
3.7 Fokus Penelitian
Penelitian tentang program Marketing Public Relations dalam rebranding
Tigerair Mandala akan menempatkan fokus pada hal – hal berikut :
1) Memaparkan perencanaan strategis Marketing Public Relations untuk
mengkomunikasikan brand yang baru kepada target publik.
2) Mengevaluasi program Marketing Public Relations dengan mengacu
pada model PII dari Cutlip, Center, dan Broom sebagai berikut :
a) Tahap Preparation : tahapan ini menguji apakah latar
belakang, informasi yang memadai, dan konten yang tepat
telah dikumpulkan untuk merencanakan program yang efektif.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
88
b) Tahap Implementation : tahapan ini melakukan
penilaian terhadap bagaimana strategi dan taktik dari program
diimplementasikan.
c) Tahap Impact : tahapan ini melakukan pengujian
sejauh mana hasil atau dampak yang diperoleh dari program
tersebut, dapat menjawab tujuan perusahaan.
3.8 Waktu dan Tempat Penelitian
Aktivitas Penelitian Maret April Mei Juni Juli
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
Perumusan Masalah Penyusunan Kerangka Pemikiran dan Konsep Teori
Pengumpulan Data dan Observasi
Pengelompokkan dan Analisa Data
Pra Sidang Konsultasi Akhir Sidang Skripsi
Tabel 3.1 Waktu dan Aktivitas Penelitian
Penelitian berlangsung di kantor pusat Tigerair Mandala, yang berlokasi di
Wisma Soewarna 1st floor, unit 1C – 1G Soewarna Business Park, Kav. E1-2
Soekarno-Hatta International Airport, Tangerang.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
89
BAB IV
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1 Sejarah Singkat Mandala Airlines
Mandala Airlines memulai kiprahnya di dunia penerbangan
pada 17 April 1969 oleh Kolonel Sofkar, Mayjen Raden Soerjo, Mayor
(AU) Soegandi Partosoegonodo, Adil Aljol, Kasbi Indrajanoe, dan
Darwin Ramli, dibawah sebuah perusahaan yang bernama PT
Dharma Kencana Sakti. Perusahaan ini merupakan salah satu unit
usaha dari Yayasan Dharma Putra Kostrad, yang bekerja sama
dengan Komandan Strategis Angkatan Darat. Pada debut awal
penerbangannya, Mandala Airlines telah melayani mobilitas ke lebih
dari 20 kota besar di Indonesia dengan didukung oleh 12 pesawat
bertipe Boeing. Mandala hadir dengan membawa bisnis model yang
disebut full-serviced airlines. Pada masa-masa awal mengudara,
Mandala Airlines melayani penerbangan ke daerah Indonesia Timur,
diantaranya adalah Ambon, Gorontalo, Kendari, Makassar, dan
Manado. Tahun 1972, Mandala mengambil alih Seulawah Air Service,
yang melayani penerbangan ke kota-kota di sebelah barat Indonesia,
yaitu Banda Aceh, Banjarmasin, Palembang, Medan, dan Pontianak.
Hal ini membuat Mandala Airlines menjadi maskapai penerbangan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
90
yang memiliki rute nasional. Mandala pun menerima penghargaan
sebagai “Most Potential Brand in Airline Services” di tahun 2002.
Pertengahan tahun 2006, Cardig International dan Indigo
Partners melakukan pembelian terhadap Mandala Airlines dengan
nilai sebesar 30 juta dollar AS, karena persaingan industri yang
semakin kompetitif dan tuntutan bagi kalangan militer untuk tidak
berbisnis. Masuknya Cardig dan Indigo rupanya mampu membawa
perubahan, terutama dalam proses peremajaan armada pesawat
yang berganti dari Boeing menjadi Airbus. Tahun 2007, Mandala
melakukan pemesanan sebanyak 30 pesawat Airbus terbaru dengan
tipe A-320. Internal Mandala Airlines juga dipimpin oleh manajemen
yang berpengalaman dibawah pimpinan CEO Warwick Brady. Selain
mengganti pesawat dengan armada dari Airbus, Mandala juga
melakuka kerja sama dengan Singapore Airlines Engineering
Company untuk perawatan dan peremajaan pesawat. Pada masa
transisi ini, Mandala Airlines masih menggunakan Boeing 737-400,
didukung dengan Airbus A-320 dan A-319 untuk melayani rute
nasional. Sejak Januari 2009, Mandala secara penuh menggunakan
11 pesawat Airbus, dari 30 pesawat Airbus yang datang bertahap.
Transformasi yang dilakukan Mandala Airlines ini membuat
Mandala menjadi mudah dalam melakukan kerja sama dengan
perusahaan lain yang mendukung operasional Mandala. Berkat
prestasi dan performa yang baik, pada November 2010, Mandala
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
91
Airlines mendapatkan penghargaan dari Indonesia Travel and
Tourism, disusul dengan sertifikat IQSA.
4.1.2 Isu Restrukturisasi Mandala Airlines
Kamis, 13 Januari 2013, Mandala Airlines secara mengejutkan
mengumumkan bahwa maskapai penerbangan yang telah memasuki usia 45
tahun ini berhenti beroperasi. Pemberitahuan ini diberitakan secara
mendadak, tanpa mengkomunikasikannya secara pribadi, terutama kepada
pelanggan. Pemberitaan di media massa mengungkapkan bahwa isu dan
masalah keuangan yang berkaitan dengan hutang ini telah melilit Mandala
sejak tahun 2009. Sejak diambil oleh Cardig, Mandala Airlines mengalami
banyak perubahan yang positif dan signifikan. Namun, memasuki tahun
2009, Mandala mengalami penurunan drastis, terutama dari segi revenue,
load factor, dan jumlah penumpang. Dilansir dari Detik.com, jumlah
penumpang Mandala pada tahun 2008 masih berada di angka 3,5 juta
penumpang. Kemudian pada tahun 2009, angka ini menurun hingga
mencapai 2,5 juta penumpang, dan pada tahun 2010 jumlah penumpang
hanya 1,5 juta orang. Pengurangan armada pun rupanya dilakukan juga oleh
Mandala Airlines, dari 11 pesawat Airbus, menjadi hanya 5 pesawat Airbus.
Pengehentian operasional sementara ini dimanfaatkan Mandala untuk
menyelesaikan masalah jumlah hutangnya yang telah mencapai angka Rp
2,45 Trilliun. Mandala mengajukan penundaan kewajiban pembayaran
hutang dan memilih opsi resturkturisasi untuk mengatasi krisis keuangannya.
Pada saat yang bersamaan pula, Mandala melakukan pendekatan dengan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
92
beberapa perusahaan yang akan menjadi investor utama. Berhentinya
Mandala secara tiba-tiba sempat menyebabkan kepanikan yang luar biasa
bagi penumpang yang telah membeli tiket dan mengajukan refund atau
pengembalian uang. Isu krisis keuangan dan penghentian operasional
maskapai jelas akan membawa dampak negatif terhadap reputasi Mandala
Airlines.
Tahun 2012 Mandala Airlines kembali membangun fondasi untuk
mengudara. Mandala Airlines telah disokong oleh dua investor utama, yakni
Saratoga Capital, yang dipimpin oleh Sandiaga Uno dan Tigerair Group,
yang merupakan anak perusahaan milik Singapore Airlines yang bergerak
sebagai maskapai penerbangan berbiaya rendah ( low-cost carrier ).
Kehadiran investor yang baru ini membawa perubahan pula terhadap produk
dan jasa yang diberikan Mandala Airlines. Mandala Airlines memulai
penerbangan perdana pada April 2012 dengan rute Jakarta – Medan, tetapi
masih menggunakan nama Mandala. Di pertengahan tahun 2013, Mandala
akhirnya melakukan perubahan secara total. Mandala secara resmi
mengubah nama brand maskapainya menjadi Tigerair Mandala, yang
mengusung model bisnis low-cost carrier dan menjadi afiliasi dari Tigerair
Group.
4.1.3 Komparasi Identitas antara Mandala dan Tigerair Mandala
Tigerair Mandala merupakan sebuah maskapai penerbangan yang
mengusung model bisnis penerbangan berbiaya rendah atau disebut pula
low-cost carrier. Dari segi kepemilikan saham, 50% saham perusahaan ini
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
93
dimiliki oleh Saratoga Capital, pimpinan Sandiaga Uno, sekitar 30% saham
oleh Tigerair Grup, dan juga beberapa investor yang sebelumnya telah
menanamkan modal di Mandala Airlines. Nama Tigerair Mandala mulai
mengudara secara resmi pada bulan April 2012, dengan memperkenalkan
konsep dan wajah yang baru kepada publik Indonesia. Hingga September
2013, Tigerair Mandala telah mengoperasikan sembilan pesawat terbang
produksi Airbus, dengan seri A320 yang berusia rata – rata dibawah lima
tahun. Selain melayani rute domestik, Tigerair Mandala juga melayani
penerbangan dengan rute internasional, khususnya untuk kawasan Asia
Pasifik.
Tigerair Mandala merupakan hasil joint venture antara Tigerair Grup,
perusahaan penerbangan asal Singapura serta pionir penerbangan berbiaya
rendah di Asia, dan perusahaan investasi Saratoga Capital, untuk
membangun konsep bisnis yang baru.Tigerair Mandala kini menjadi afiliasi
atau rekanan dari Tigerair Grup di Indonesia. Tigerair Group telah berdiri
sejak tahun 2004 dan merupakan maskapai berbiaya rendah yang melayani
rute jarak pendek yang berasal dari Singapura. Berbeda dengan Mandala
Airlines yang pada awalnya berbasis full-serviced, Tigerair Mandala
mengusung konsep bisnis low-cost carrier.Tigerair kini memiliki tiga lokasi
home-base, yaitu di Singapura, Australia, dan Indonesia, untuk melayani
penerbangan di kawasan Asia.
Nama Tigerair Mandala secara resmi diperkenalkan kepada publik
pada bulan Juli 2013 melalui konferensi pers di Jakarta. Meski mengadopsi
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
94
bisnis model dan nama brand Tigerair Group, namun nama perusahaan tetap
PT. Mandala Airlines. Perubahan hanya pada product brand, yakni dari
Mandala Airlines menjadi Tigerair Mandala. Pemakaian nama Mandala ini
tetap digunakan karena reputasi yang kuat telah terbangun dalam benak
masyarakat Indonesia. Tigerair Mandala, yang saat ini dipimpin oleh CEO
Paul Rombeek, melayani penerbangan dari Terminal 3 di Bandar Udara
Internasional Soekarno – Hatta, dan memiliki kantor pusat baru di Wisma
Soewarna Business Park, Tangerang.
Tigerair Mandala berupaya memberikan layanan terbaik bagi publik
untuk mengeksplorasi destinasi – destinasi wisata dan memperoleh
pengalaman berkesan selama perjalanan. Tigerair Mandala memiliki
komitmen untuk menjaga kualitas dan menetapkan standar tertinggi dalam
hal kenyamanan, keamanan penerbangan, dan time performance.
Mengawali debutnya di industri aviasi, Tigerair Mandala telah menerima
beberapa penghargaan, diantaranya :
x The Promising New Airline of the Year 2012, Kuala Lumpur
International Airport (KLIA) Award.
x The Most Popular Low Cost Airline 2013, Indonesia MICE Award by
Venue Magazine.
x The Most On-Time Indonesian LCC, berdasarkan data dari
Kementrian Perhubungan tahun 2013, sebesar 81.76 %.
x Tigerair Mandala juga tidak termasuk dalam daftar larangan
penerbangan yang dirilis oleh European Union per 10 Juli 2013.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
95
Tigerair Mandala memiliki misi yang dirangkum dalam sebuah istilah yang
disebut “STRIPE”, yang memilki makna sebagai berikut :
x Safety : Tigerair Mandala memprioritaskan standar keamanan
penerbangan yang terbaik bagi seluruh penumpang.
x Team-Work : Kerja sama antar bagian di dalam Tigerair Mandala,
mulai dari manajemen hingga kru pesawat, untuk menghasilkan
layanan optimal.
x Respect : Sikap saling menghargai dan hormat diantara kru
pesawat dengan penumpang.
x Innovation : Mengembangkan inovasi –inovasi produk dan jasa
terbaru yang mampu menjawab kebutuhan publik dalam industri
penerbangan.
x Passion : Semangat untuk memberikan layanan penerbangan
secara maksimal sesuai dengan karakter Tigerair Mandala yang
tulus dan hangat.
x Efficiency : Mengutamakan efisiensi penerbangan sehingga
penumpang dapat menikmati perjalanan udara sesuai dengan
kebutuhannya.
Dari segi visi dan misi, Tigerair Mandala mengalami banyak perubahan
dibandingkan dengan Mandala Airlines. Visi Mandala Airlines sangat
sederhana, yakni menjadi penghubung dan maskapai penerbangan terbesar
di Indonesia yang mampu melayani rute-rute nasional. Sedangkan misi
Mandala Airlines adalah sebagai berikut :
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
96
x Menjadi maskapai penerbangan yang modern, handal, dan memiliki
jaringan rute yang luas.
x Menjadi maskapai penerbangan dengan standar keamanan
penerbangan bertaraf internasional.
Persamaan keduanya terletak pada faktor keamanan, baik Mandala maupun
Tigerair Mandala, sama-sama menempatkan prioritas pada standar
keamanan penerbangan. Faktor ini harus dipertahankan dengan baik karena
industri aviasi rentan terhadap kecelakaan.
Perubahan yang paling jelas terlihat adalah perubahan pada tampilan
visual dan elemen brand. Elemen yang pertama berubah adalah nama
maskapai. Bergabungnya Tigerair Grup membuat maskapai ini mengubah
nama menjadi Tigerair Mandala. Perubahan nama ini juga ditujukan untuk
menunjukkan identitas Tigerair Grup dan menyatakan bahwa Tigerair
Mandala merupakan afiliasi atau rekanan maskapai penerbangan dari
Tigerair. Perubahan nama diikuti pula dengan perubahan logo. Mandala
Airlines memiliki tipografi berwarna biru dengan bentuk huruf yang berujung
lancip dan simbol berwarna biru yang menyerupai lingkaran. Mandala
Airlines tidak memiliki slogan tertentu dan halaman website masih
menggunakan URL www.mandalaair.com.
Setelah berubah nama menjadi Tigerair Mandala, logo yang baru pun
mengikuti logo Tigerair Grup. Logo bertipografi bulat dan bewarna abu-abu
ini melambangkan tiga karakter Tigerair Mandala, yaitu warm ( hangat ),
genuine ( tulus ), dan passionate ( semangat ). Dua titik yang berwarna abu-
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
97
abu dan oranye melambangkan peran Tigerair Mandala dalam
menghubungkan seseorang dari satu titik ke titik yang lain. Dua warna yang
berbeda tersebut juga menggambarkan kedipan mata yang ramah. Bentuk
setengah lingkaran yang berwarna oranye secara halus merujuk pada ekor
harimau, tetapi juga menggambarkan sebuah senyuman, sebagai bentuk
komitmen terhadap layanan yang diberikann Tigerair Mandala.
Dengan tampilan halaman website dan online booking yang baru,
Tigerair Mandala juga menawarkan ragam produk penerbangan. Selain rute
destinasi yang bervariasi, hasil kerja sama dengan Tigerair Singapore dan
Australia, Tigerair Mandala juga memberikan layanan untuk reservasi hotel,
kendaraan, dan juga memberikan travel insurance kepada pelanggan. Saat
ini, khusus untuk Tigerair Mandala, rute-rute destinasi yang dimiliki adalah
Bangkok, Denpasar (Bali), Hong Kong, Jakarta, Palembang, Pekanbaru,
Singapore, dan Yogyakarta. Untuk memudahkan proses perjalanan, Tigerair
Mandala kini telah memiliki fasilitas web check-in untuk menghindari antrian
di loket check-in bandara. Web check-in ini dapat dilakukan pada tiga hari
hingga dua jam sebelum waktu keberangkatan. Di dalam halaman reservasi
tersebut, Tigerair Mandala menawarkan berbagai jenis layanan yang dapat
dipilih oleh penumpang dan disesuaikan dengan kebutuhannya selama
melakukan perjalanan udara, seperti bagasi dan menu makanan.
Selain logo baru dengan tipografi warna abu-abu ini, Tigerair Mandala
juga mengusung sebuah slogan yang singkat dan sederhana, namun telah
mampu menggambarkan karakteristik produk dan visi dari maskapai ini.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
98
Slogan tersebut adalah “Spend Smart, Travel More!”. Slogan ini ingin
menyampaikan bahwa Tigerair Mandala menawarkan produk yang
terjangkau dan mengajak publiknya untuk lebih sering melakukan perjalanan
ke tempat-tempat yang baru.
Sebelum Rebranding Elemen Brand Sesudah Rebranding Mandala Airlines Nama Brand Tigerair Mandala
Logo
- Slogan “Spend Smart, Travel More!” www.mandalaair.com URL www.tigerair.com
Menjadi maskapai dengan
rute nasional dan standar
keamanan internasional
Visi – Misi “STRIPE” ( Safety, Team-work, Respect, Innovation,
Passion, Efficiency ) Full-service airlines Model Bisnis Low-cost carrier
PT Dharma Kencana Sakti
( tahun 2006 dibeli oleh
Cardig International )
Pemilik Saratoga Capital dan Tigerair
Grup
Tabel 4.1 Perubahan Brand Elements dalam Rebranding
4.1.4 Komparasi Stakeholders antara Mandala dan Tigerair Mandala
Stakeholders atau pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap
perusahaan berasal dari internal perusahaan maupun eksternal. Karena
masih bergerak di bidang industri aviasi, maka dari segi internal stakeholder
Mandala dan Tigerair Mandala meliputi pemegang saham dan seluruh
jajaran manajemen, karyawan, serta kru pesawat. Dari sisi eksternal, pihak
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
99
yang memberikan perawatan dan peminjaman pesawat, media massa,
pemerintah di bidang perhubungan udara, dan pelanggan adalah kelompok-
kelompok yang memiliki kepentingan dengan perusahaan. Perbedaan
stakeholders antara Mandala dan Tigerair Mandala terletak pada kelompok
target pelanggan.
Pada saat Mandala beroperasi, kondisi pasar belum tersegmentasi
secara detail dan industri penerbangan Indonesia hanya didominasi oleh
maskapai-maskapai lokal, sehingga tingkat persaingan pun rendah. Publik
yang mampu menggunakan jasa penerbangan adalah mereka yang
termasuk dalam kelas menengah dan kelas menengah atas, dengan kondisi
finansial yang baik, mengingat harga tiket pesawat yang cenderung mahal.
Berbeda dengan pendahulunya, Tigerair Mandala hadir di tengah persaingan
industri aviasi yang semakin kompetitif, semakin banyaknya maskapai asing
yang melayani rute nasional dan regional, dan kondisi ekonomi yang
memberikan pengaruh terhadap naik-turunnya harga avtur serta biaya
operasional pesawat. Melihat kondisi ini, Tigerair Mandala melakukan riset
pemasaran untuk mengetahui segmen publik yang dapat dirangkul dan
karakteristik dari kelompok publik tersebut. Kelompok publik yang menjadi
target pelanggan Tigerair Mandala adalah kelas menengah dengan level
ekonomi B+, kaum urban yang tinggal di kota besar, dan familiar dengan
pengggunaan teknologi serta internet, termasuk aktif dalam berinteraksi di
media sosial.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
100
4.1.5 Struktur Organisasi Tigerair Mandala ( PT Mandala Airlines ) dan Peran
Marketing & PR
Diagram 4.1 Struktur Organisasi Tigerair Mandala
Dilihat dari struktur organisasi Tigerair Mandala, divisi Marketing & PR
berada di bawah naungan divisi Commercial. Marketing dan Public Relations
melakukan kerja sama dan bersinergi dalam merancang program Public
Relations dan promosi untuk target publik Tigerair Mandala, serta
mengkomunikasikan pesan secara efisien melalui program tersebut. Secara
Chief Executive Officer
Commercial Operation Human Resource
Government Relations
Sales
Marketing & PR
Crew
Engineer
Ground Operation
Legal
Network
Pilot
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
101
garis besar, tugas dan perang Marketing & Public Relations dalam Tigerair
Mandala adalah :
x Melakukan riset dan analisa pasar untuk menemukan kondisi terbaru
dan perubahan-perubahan yang terjadi di lapangan serta industri,
baik perubahan tren maupun perubahan kebijakan.
x Menjadi komunikator antara perusahaan dengan target publik, seperti
media massa dan pelanggan.
x Membuat perencanaan dan program-program Public Relations dalam
periode waktu tertentu.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Motivasi dan Alasan Rebranding Tigerair Mandala
Dua alasan yang mendasari dibentuknya brand Tigerair
Mandala adalah kepemilikan saham dan keinginan untuk membangun
feel dan persepsi konsumen yang sama terhadap brand tersebut.
Terkait kepemilikkan saham, Tigerair Mandala memiliki dua
pemegang saham utama yaitu Saratoga Capital dan Tigerair Grup,
perusahaan penerbangan asal Singapura. Selain dua pemegang
saham ini, saham Tigerair Mandala juga dimiliki oleh beberapa
investor lain yang telah memiliki saham ketika maskapai ini masih
bernama Mandala Airlines. Terlepas dari faktor shareholder, dari
sudut pandang branding, Mandala ingin menciptakan sebuah brand
yang memiliki feel dan experience yang sejalan dengan mother
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
102
brand-nya, yaitu Tigerair. Selain membangun feel dan experience,
Mandala juga ingin membangun persepsi konsumen yang sama
tentang Tigerair Grup, tanpa harus menghapuskan brand Mandala
yang telah melekat dan memiliki reputasi yang kuat di kalangan publik
Indonesia.
“Sebenarnya begini, kalau latar belakangnya simply, karena memang kalau kita lihat dari kepemilikkan saham, 50 persen Saratoga, 30 persen Tigerair, Tigerair secara holding. Nah kalau misalnya, dari sisi branding, kita ingin orang kemana pun, dimana pun, melihat sesuatu brand itu harusnya feelingnya sama, experience sama. Seperti minum Coca-Cola di Indonesia, minum Coca-Cola di Amerika, minum Coca-Cola di Eropa, harusnya sama. Komunikasinya juga sama. McD juga begitu kan, mau dimana pun juga sama. Nah ini yang kita coba bangun.” ( Rio Hascaryo )
Berdasarkan alasan tersebut, maka hasil kerja sama Saratoga
dan Tigerair Grup menghasilkan nama baru, Tigerair Mandala.
Pemilihan nama ini didasari karena masing-masing brand, Tigerair
dan Mandala, telah dikenal dengan baik dan memiliki reputasi yang
kuat, secara nasional ( untuk Mandala ) dan global ( untuk Tigerair ).
Model bisnis pun juga berubah, dari yang sebelumnya adalah full-
service airlines, kini menjadi low-cost carrier, mengikuti konsep dari
Tigerair. Saat ini, Tigerair memiliki rekanan di empat negara, salah
satunya Indonesia, yang diberi nama Tigerair Mandala. Sebelumnya,
masing-masing rekanan Tigerair di Australia, Filipina, dan Singapura,
membangun komunikasi brand yang berbeda-beda tentang Tigerair.
Tetapi untuk saat ini, Tigerair Mandala berupaya untuk membangun
citra yang sama dan menyeluruh tentang Tigerair dalam benak
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
103
konsumen. Terkait perubahan nama ini, pada saat konferensi pers
peluncuran brand yang baru, CEO Tigerair Mandala Paul Rombeek,
menyampaikan bahwa mereka bangga untuk membawa nama
Mandala. Dalam proses rebranding ini, nama perusahaan tetap PT
Mandala Airlines, dan hanya nama produknya saja yang berubah
menjadi Tigerair Mandala.
Galih Rangha memaparkan makna mendasar dari proses
rebranding. Rebranding merupakan proses yang tidak hanya
mengubah tampilan visual dari sebuah perusahaan. Lebih dari itu,
rebranding berarti pula perusahaan melakukan perubahan terhadap
positioning dan juga nilai-nilai yang diyakini oleh internal perusahaan
tersebut. Selain itu, rebranding juga berarti perusahaan melakukan
penyesuaian dan adaptasi terhadap kondisi pasar atau industri yang
terus berkembang setiap waktu. Perubahan yang terjadi dalam
proses rebranding bersifat menyeluruh, baik dari sisi internal maupun
eksternal perusahaan. Tampilan visual itu penting sebagai daya tarik.
Tetapi, seluruh karyawan perusahaan pun juga harus diberikan
pemahaman yang tepat mengenai brand values yang harus
dikomunikasikan kepada konsumen. Proses rebranding
membutuhkan sinergi antara perubahan visual dan juga perubahan
perilaku dari internal perusahaan tersebut.
“Sekarang ini banyak orang memaknai rebranding itu salah kaprah ya. Ada yang bilang rebranding itu hanya sebatas merubah kulit, atau merubah logo, merubah visual. Tapi kan sebenarnya rebranding itu lebih luas dari itu. Mengapa?
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
104
karena sebenarnya pada proses rebranding ini, merupakan saat dimana kita merepositioning ourselves juga, dan itu juga melihat pada perubahan kondisi market, perubahan persepsi publik, kebutuhan bisnis, dan juga ya pandangan dari kebutuhan konsumen. Itu juga mengapa alasan kita kita rebranding. Jadi kita mereview, apakah sebenarnya kita masih cukup relevan to the market, atau tidak. Kalau kita melakukan rebranding, itu ada perubahan visual juga, mengapa? karena visual itu semacam jembatan pertama, semacam first impression pada saat, ‘Oh, dia berubah loh, apa yang dia janjikan?’. Akan challenging pada saat dia melakukan rebranding kita tidak melakukan perubahan visual.” ( Galih Rangha )
Motivasi dan alasan yang mendasari sebuah perusahaan
melakukan rebranding sifatnya sangat beragam. Satu hal yang
menjadi motivasi utama rebranding adalah masalah relevansi. Galih
menjelaskan bahwa tidak ada momen atau periode tertentu yang
mengharuskan perusahaan melakukan rebranding. Hal yang
menentukan adalah bagaimana perusahaan melihat kembali dirinya
dan menilai apakah berdasarkan nilai yang dijalankan selama ini,
masih menjadikan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan
tersebut relevan dengan kondisi pasar.
Apabila brand yang dibawa oleh perusahaan dinilai tidak sesuai
dan tidak mampu menjawab kebutuhan pasar, maka opsi rebranding
harus diambil oleh perusahaan. Rebranding bukanlah hal yang wajib
dilakukan. Selama apa yang diberikan perusahaan masih dapat
diterima oleh publik, maka perusahaan tidak perlu melakukan
rebranding. Nike menjadi salah satu contoh perusahaan yang
selama puluhan tahun membangun brand yang kuat tanpa
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
105
melakukan perubahan terhadap tampilan visual maupun filosofi nilai
yang diberikan.
4.2.2 Kedudukan dan Peran Marketing & Public Relations
Perencanaan yang strategis harus diimplementasikan oleh
eksekutor yang handal dan mampu memahami bagaimana
seharusnya taktik tersebut dijalankan sehingga mampu memenuhi
tujuan yang telah ditetapkan. Di dalam Tigerair Mandala, tugas untuk
merencanakan dan mengkomunikasikan brand yang baru ini diolah
dan dilaksanakan oleh divisi Marketing & Public Relations. Divisi ini
berada dibawa payung divisi bernama Commercial, dan bersanding
pula dengan divisi Sales.
“Sebenarnya begini, di Commercial itu ada Sales sama Marketing and PR, sesimple itu. PR sebenarnya ada di tangannya Thoriq, nah marketing itu sebenarnya jadi satu sama PR.” ( Rio Hascaryo )
Namun terlihat di dalam divisi ini, terdapat dua orang
pimpinan, yakni Public Relations Manager dan Head of Marketing.
Meski berada dalam divisi yang sama, tetapi keduanya memiliki peran
yang berbeda-beda. Secara umum, marketing memiliki peran untuk
menyusun perencanaan program yang berhubungan langsung
dengan brand, sedangkan Public Relations berperan menjadi teknisi
komunikasi dan fasilitator untuk menyampaikan pesan tersebut
kepada target publik Tigerair Mandala, serta membuat perencanaan
program komunikasi yang tepat dan sustainability isi pesan dapat
terus terjaga.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
106
“Jadi 4P, P nya sendiri ada mix nya juga , itu salah satunya juga ada PR, jadi kan semuanya ada disitu. Karena kita kan sebenarnya men-create aspiration, image, jadi kita bukan jual produk juga kan, jual service , service which is seperti bank gitu, which PR atau communication itu penting. Beda kalau kita jual hanya produk. Produk itu lebih ke arah sense, sense kita, sense manusia nya aja, taste, kamu makan, kamu coba, kamu cium, dan kamu suka, itu. Tapi kalau ini kan tidak, ada sisi emotional nya, ada sisi yang tadi dibilang, credibility nya, nah itu yang harus dibangun melalui komunikasi lewat PR, secara terus-menerus. Dari sisi marketing itu menetapkan strateginya, include communication, gitu kan, dan nanti bagaimana mengelola komunikasinya segala macam ada di Thoriq, dan marketingnya juga nanti secara brand, berjalan, jadi harus sinergi. Dan men-sustain feelingnya ya, sustainability brand kita juga harus terjaga. Jangan sampai keluar dari marketing, kita juga harus jaga dari segi PR nya.” ( Rio Hascaryo )
Terkait hubungan perusahaan dengan publiknya, Tigerair
Mandala mengatakan bahwa sejauh ini aktivitas komunikasi mereka
sudah cukup terbuka, dan hal itu terlihat dari interaksi antara Tigerair
Mandala dengan para pengikutnya di jejaring sosial. Sikap
keterbukaan ini ditujukan agar dapat melakukan direct engagement
dan mampu membangun sisi emosional di dalam benak target
publiknya. Tigerair Mandala berupaya untuk menciptakan alur
komunikasi dua-arah yang mampu menciptakan pemahaman yang
baik diantara kedua pihak.
Terkait peranan Public Relations dan Marketing, Galih juga
mengutarakan hal yang sama. Untuk menyampaikan pesan dan
mengedukasi target publik mengenai filosofi dan esensi dari brand
yang baru, perusahaan membutuhkan sumber daya dari divisi Public
Relations atau Marketing Communication, dan juga dari CEO.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
107
“CEO dan Marcomm, karena CEO adalah image of the company. Dia harus able to talk dan able to represent the company. Marcomm atau PR sebuah airlines juga harus mengkomunikasikan, karena sebenarnya di bisnis aviation ini, CEO itu punya peranan penting untuk perceive si airlines. Pada saat CEO diperceive dengan penuh ke-birokrasian, jadinya seperti Malaysia Airlines. Penuh birokrasi, kelihatan tua, dan tidak begitu bagus service nya. Itu penting, peran CEO dan marketing communication atau PR nya, untuk membangun brand airlines.” ( Galih Rangha )
Keterlibatan seorang pimpinan tertinggi di dalam perusahaan
dapat menjadikan proses komunikasi rebranding tersebut lebih
efisien, karena sebagai pimpinan perusahaan, CEO menjadi garda
terdepan yang menghubungkan perusahaan dengan stakeholders-
nya.
4.2.3 Analisa Situasi
Riset merupakan tahapan paling awal dan mendasar yang
wajib dilakukan oleh sebuah perusahaan ketika akan merencanakan
sebuah program rebranding. Terlepas dari riset pasar dan riset
persepsi publik yang bersifat teknis, hal yang paling utama yang
harus dilakukan perusahaan adalah melihat dirinya sendiri dan
menemukan jati diri perusahaan tersebut. Perusahaan harus
mengenali dengan baik siapa dirinya, bagaimana kepribadiannya, dan
nilai seperti apa yang ingin ditawarkan kepada target publik. Ketika
perusahaan telah menemukan karakteristik, nilai, serta sisi unik serta
berbeda yang ingin ditawarkan kepada pasar, barulah perusahaan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
108
dapat menentukan kelompok mana saja yang akan menjadi target
konsumen.
“Sebenarnya sebelum kita melihat tetangga, kita harus tahu dulu, apa, siapa kita, apa yang membuat kita sebenarnya unique, karena itu kita harus tahu unique selling proposition kita seperti apa. Kita tahu dulu value kita apa, personality kita seperti apa, pada saat orang tanya, ‘siapa Tigerair Mandala?’, ‘siapa Nike?’, ‘siapa Monolog?’, ‘siapa Starbucks?’, kita harus tahu siapa kita sebenarnya. Pada saat kita tahu, otomatis kita tahu, kita mau menargetkan siapa. Kalau kita punya value tertentu, dan personality yang xyz misalnya, kita mencari juga target market yang sesuai dengan kita. You must stick based on who you are.” ( Galih Rangha )
Tim konsultan Public Relations Tigerair Mandala melakukan
analisa SWOT di awal tahun 2013 untuk mengetahui posisi dan
kondisi maskapai pada saat itu. Dari sisi strength atau kekuatan
Tigerair Mandala, asosiasi tentang isu bangkrut sudah mulai
memudar. Selain itu, Tigerair Mandala mulai dikenal sebagai brand
yang memiliki jiwa muda, fresh, dan trendy, memiliki on-time
performance yang tinggi, dan aktivitas yang proaktif baik dari sisi tim
Public Relations maupun interaksi di media sosial.
“Jadi kita merasa strength nya adalah sudah sedikit asosiasi orang terhadap bankruptcy, terus under a new brand, it’s more young, fresh, dan trendy. Terus juga high OTP, itu salah satu nilai jual sebenarnya untuk Mandala, high-enggagement di social media, dan mulai diasosiasikan dengan Tigerair Grup juga setelah post-rebranding, karena awalnya masih bingung Mandala ini punya siapa, Mandala ini apa, itu yang kita lihat di awal tahun.” ( Stephanie Sicilia )
Kelemahan yang dimiliki Tigerair Mandala adalah
keterbatasan jumlah juru bicara secara internal, karena saat ini hanya
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
109
terfokus pada CEO Tigerair Mandala, yakni Paul Rombeek. Jumlah
rute dan destinasi yang masih minim, serta kapasitas armada yang
relatif kecil, juga menjadi titik kelemahan bagi Tigerair Mandala,
karena hal ini akan memengaruhi publik dalam membuat keputusan
pembelian. Kelemahan lainnya adalah hubungan yang belum
terbangun dengan baik antara perusahaan dengan rekan-rekan
media.
“Terus di weaknesses, limited spokeperson, karena hanya Paul Rombeek sebagai president director, jadi memang mostly everything is him. Jadi kalau banyak talking head itu kan memudahkan kita untuk approach ke beberapa media yang berbeda juga sebenarnya. Terus jumlah route dan flight schedule nya sedikit kalau dibanding sama yang lain. Terus juga relationship dengan media juga…ini hubungannya sama PR sebenarnya, sama editorial, jurnalis yang di daerah juga kurang. Ini sebenarnya masalah internal, jadi masih ada divisions, antara Tigerair Singapore, dengan Tigerair Mandala, contohnya Tigerair Singapore terbang dari terminal 2, Tigerair Mandala dari terminal 3. Itu as simple as that yang kadang bingung, are they even one company? Pertanyaan-pertanyaan simple seperti itu.” ( Stephanie Sicilia )
Dibalik kelemahan tersebut, peluang datang dari industri
aviasi di Indonesia. Industri tranportasi penerbangan merupakan
bidang yang terus berkembang dan mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Menganalisa peluang di dalam industri aviasi, Tigerair
Mandala melihat bahwa industri penerbangan ini merupakan industri
yang terus tumbuh dan berkembang. Menurut publikasi “Trans Media”
edisi lima tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Kementrian
Perhubungan Republik Indonesia, telah terjadi pergeseran tren pasar
penerbangan secara signifikan, dari kawasan Atlantik ke kawasan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
110
Asia Pasifik. Tren positif ini juga memberikan imbas terhadap industri
aviasi di Indonesia. Direktur Utama Angkasa Pura II, Tri S. Sunoko
menyampaikan, jumlah penumpang pesawat yang melalui Bandara
Soekarno-Hatta Cengkareng sepanjang tahun 2011 mencapai 51,17
juta atau telah terpakai 132% dari daya tampung, yakni 22 juta.
Melihat hal ini, pihak Angkasa Pura telah memulai pembangunan
untuk menambah kapasitas di terminal tiga, hingga mencapai angka
25 juta per tahun, serta melakukan revitalisasi terminal satu dan dua.
Asosiasi Angkutan Udara Internasional ( IATA )
memperkirakan, selama periode 2010 – 2014, laju pertumbuhan
penerbangan dalam negeri bisa mencapai angka 10 persen per
tahun. Pada tahun 2014, IATA memprediksikan jumlah penumpang
domestik sebesar 38,9 juta orang. Dalam periode yang sama pula,
Indonesia akan menjadi pasar dengan jumlah perjalanan
internasional tercepat keenam di dunia. Tingkat pertumbuhan
tahunan berkisar 9,3 persen, dan jumlah penumpang untuk rute
internasional tahun 2014 berkisar 22,7 juta orang.
Selain pertumbuhan industri, konsep penerbangan low-cost
carrier juga tengah menjadi tren dan sangat berkembang di dalam
industri ini, serta travelling juga sudah menjadi gaya hidup yang
melekat di kalangan masyarakat Indonesia. Peluang inilah yang
memberikan tempat bagi Tigerair Mandala untuk menjajaki bisnis di
bidang low-cost carrier.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
111
“Terus, there’s opportunities, jadi Indonesia is a very big country, the chance is actually big, di industri penerbangan Indonesia. Jadi memang peningkatan jumlah orang yang menggunakan jasa aviasi itu tinggi. Dan itu naik terus. dan ideal way to travelling across Indonesia adalah dengan pesawat terbang. Efisien waktu, biaya. Dan low-cost industry juga lagi booming, travelling become lifestyle among Indonesian, and growing number of lifestyle events, misalnya banyak event besar di Jakarta, seperti Jakarta Java Jazz, or the concert, semuanya kan di Jakarta, dan orang-orang dari daerah yang mau datang ke event itu pasti datang ke Jakarta.” ( Stephanie Sicilia )
Meski peluang dari industri telah terbuka, terdapat faktor – faktor
ancaman yang perlu diperhatikan. Ancaman tersebut adalah pertumbuhan
bisnis kompetitor yang signifikan seperti Air Asia dan Citilink, melemahnya
nilai Rupiah terhadap mata uang asing, kampanye-kampanye politik yang
sedang berlangsung di Indonesia, dan kenaikan biaya operasional, termasuk
bahan bakar pesawat.
“Threats….threats nya itu the growth of the competitor with their unlimited funds, terus juga, industry infrastructure, seperti airport, akses ke airport, weakening of Rupiah against other currency, this is actually happening sekarang. Jadi threat yang diawal tahun masih terbukti sampai sekarang, sama political campaign. Pemilu itu akan memakan banyak space di media, dan harga iklan juga akan naik. Jadi bagi perusahaan yang sering beriklan dan tidak ber-PR, itu akan jadi budget yang harus ditingkatkan. Jadi dari awal kampanye sampai Pemilu, the advertising will be very expensive.” ( Stephanie Sicilia )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
112
Diagram 4.2 Analisa SWOT Tigerair Mandala
Untuk melengkapi analisa SWOT yang dilakukan Tigerair Mandala,
peneliti melakukan pengamatan berdasarkan kondisi politik, ekonomi, sosial,
dan teknologi. Dari segi politik, tahun 2013 merupakan tahun pemilihan
umum. Pada tahun ini diselenggarakan pemilihan kepala daerah dan juga
banyaknya partai politik yang mulai melakukan kampanye untuk menentukan
bakal calon presiden. Tahun 2013 juga merupakan masa transisi untuk
menuju pemilihan calon presiden dan wakil presiden di tahun 2014. Hal ini
tentu akan meningkatkan gejolak serta aktivitas politik. Kondisi politik yang
dinamis akan memberikan pengaruh terhadap kebijakan publik dan juga
industri.
STRENGTH - Less associated with Mandala's bankruptcy - Have new brand name and image ( young, fresh, trendy ) - Strong internal PR team - High on-time performance - High engagement in social media
WEAKNESSES - Limited spokeperson - Limited route/flight schedule - Limited relationship with editorial level and journalists - Relatively small aircraft armada
OPPORTUNITIES - Plenty of room to grow in Indonesia aviation industry - LCC industry is booming - Travelling has become a lifestyle of most Indonesian
THREATS - Aggresive competitor ( AirAsia , Citilink, Lion Air ) - Weakening Rupiah against other currency
Tigerair Mandala
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
113
Secara ekonomi, menurut informasi media yang dikeluarkan oleh
Departemen Komunikasi Bank Indonesia melalui www.bi.go.id,
perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuhan sekitar 5,7%. Meski
dikatakan sebuah hasil yang baik, perekonomian Indonesia masih
merasakan guncangan dari kondisi pasar keuangan global dan rencana
pengurangan stimulus moneter di Amerika Serikat. Selain itu, nilai tukar
Rupiah terus melemah terhadap mata uang asing sejak September 2013. Hal
ini berdampak pada kenaikan harga barang kebutuhan, salah satu contohnya
adalah bahan bakar.
Dari sudut pandang sosial, pertumbuhan masyarakat kelas
menengah kian pesat di Indonesia. Seperti yang telah dipaparkan pada
bagian pendahuluan, Boston Consulting Group melaporkan bahwa pada
tahun 2012 terdapat sekitar 74 juta penduduk berada pada kategori ini, dan
diperkirakan akan bertambah setiap 8 hingga 9 juta orang setiap tahunnya.
Selain telah memiliki kondisi finansial yang cukup baik, mereka mampu
menggunakan perangkat digital dan saling terkoneksi melalui internet.
Apabila dilihat secara menyeluruh, di samping pertumbuhan kelas
menengah, Indonesia merupakan negara kepulauan. Transportasi udara
menjadi salah satu moda yang dapat mendukung mobilitas penduduk secara
efisien.
Inovasi teknologi terus berkembang setiap waktu. Perangkat digital
dan aplikasi pendukung yang mampu membantu aktivitas individu sehari-hari
juga mulai bermunculan. Situasi ini memberikan peluang bagi Tigerair
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
114
Mandala untuk menciptakan diferensiasi bagi maskapainya, yaitu dengan
mengusung simplicity dalam merencanakan perjalanan melalui teknologi
terkini yang cepat dan aman. Selain mengembangkan teknologi, media sosial
juga memberikan tempat dan jangkauan yang sangat luas untuk merangkul
target publik, mengkomunikasikan identitas Tigerair Mandala yang baru,
serta membangun kesadaran maupun preferensi publik dalam memilih
maskapai penerbangan.
Analisa situasi juga dilakukan secara eksternal, yakni dengan
melakukan Media Perception Audit. Survey ini dilakukan sebanyak dua kali,
pada bulan Februari dan November 2013. Pada bulan Februari, dilakukan
survey kepada 30 orang wartawan dengan pertanyaan yang memiliki 4 topik,
yaitu Popularity, Trust, Service, dan Media Relations. Tujuannya adalah
untuk merumuskan key message dan program komunikasi sepanjang tahun
2013. Dari hasil survey yang pertama, terlihat bahwa isu tentang
kebangkrutan Mandala Airlines masih menjadi isu utama bagi kalangan
jurnalis. Dalam bidang low-cost carrier, Air Asia masih menjadi top of mind.
Temuan lainnya adalah faktor harga menjadi salah satu pertimbangan
utama konsumen dalam memilih maskapai penerbangan, yaitu sekitar 57%
responden. Pada awal tahun 2013 pula, banyak wartawan yang belum
pernah berinteraksi secara langsung dengan tim Public Relations Tigerair
Mandala, dan dinilai lambat dalam memberikan informasi. Selain itu, topik
tentang penambahan rute dan promosi menjadi isu yang menarik bagi rekan
jurnalis untuk dimuat dalam pemberitaan. Kegiatan media gathering dan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
115
media trip juga diusulkan oleh rekan media untuk lebih memberikan
pengalaman tentang Mandala yang baru.
“Kalau diliat dari sini, waktu 2013 awal, top of mind nya low cost carrier itu apa, itu masih Air Asia. Mandala cuma satu, dan sekarang jadi 6, di November. Terus ini juga asosiasi nya di awal, paling pertama di media survey itu bankruptcy. Itu isu utamanya. Setelah bankruptcy, terus reborn, ada juga yang tidak tahu sama sekali, lalu partner nya Tiger Airways, dulu kan Mandala Airlines. Low-cost carrier memang ada sedikit kan tadi yang mention. Kalau ini preference mereka sebagai konsumen dalam memilih airlines. Pada saat awal itu price memang besar sekali, terus seiring berjalannya waktu, price mengecil hingga 20 persen, dan mereka concern dengan safety.
Ini impression terhadap tim PR Mandala, awal yang biru saat kita belum pegang. Itu masih banyak yang never been in contact, informasi yang diberikan juga lambat. Terus perkembangannya setelah 9 bulan, di survey kedua, you can see by yourself, it is quite significant. Terus kita sempet nanya juga soal recommendation PR activities, jadi kita juga gain insight disini sama temen-temen wartawan, kira-kira apa yang bisa kita lakukan untuk PR activities. “ (Stephanie Sicilia)
Dari hasil survey inilah tim Public Relations Tigerair Mandala
berupaya membuat perencanaan dan program komunikasi yang tepat dan
mampu menjawab permasalahan tersebut.
4.2.3.1 Perubahan Elemen Brand Tigerair Mandala
Proses rebranding umumnya akan menyebabkan perubahan
terhadap elemen – elemen fisik dari sebuah brand. Perubahan
elemen brand yang paling terlihat adalah perubahan nama, dari
Mandala Airlines menjadi Tigerair Mandala, dan logo. Logo yang baru
memiliki tipografi berwarna abu-abu, dilengkapi dengan lengkungan
berwarna oranye pada huruf G. Dua titik berwarna abu-abu dan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
116
oranye pada huruf I menggambarkan perjalanan seseorang dari satu
tempat ke tempat yang lain. Di dalam logo ini juga terdapat sebuah
“hidden smile” yang ingin mengkomunikasikan keramahan dan sikap
yang hangat dari brand yang baru. Perubahan lain terjadi pada
alamat halaman website Tigerair Mandala, yang URL-nya telah
dialihkan menuju halaman www.tigerair.com dan kontennya telah
diatur sesuai dengan lokasi negara pengunjung halaman tersebut.
Terkait perubahan nama yang dialami oleh Tigerair Mandala,
rupanya hal ini berkaitan dengan yang disebut dengan brand
architecture. Dari sudut pandang brand, Galih menyampaikan bahwa
perubahan nama maskapai ini mempertimbangkan pula ekuitas atau
kekuatan dari masing-masing brand, yakni Mandala Airlines dan
Tigerair. Selain itu, struktur kepemilikan saham dari PT Mandala
Airlines juga mempengaruhi perubahan nama product brand.
Arsitektur sebuah brand secara garis besar terdiri atas master brand
dan product brand.
“Anggaplah seperti ini, Mandala Tigerair. The master brand adalah Tigerair. Karena di Indonesia dia adalah joint venture, penggabungan antara Mandala Airlines dan Tigerair, makanya namanya Mandala Tigerair. Mengapa? karena Mandala punya equity. Orang masih tahu itu Mandala Airlines, menurut saya baik track record-nya, punya equity, punya loyal customer. Kalau dia langsung berubah nama Tiger, which is pemain baru di Indonesia, belum tentu orang acceptance nya akan seperti itu di daerah, misalnya, makanya dia masih mempertahankan Mandala Tiger. Jadi brand architecture itu ada master brand, product brand. Jadi master brand nya adalah Tigerair. Product brand nya ada Tiger, Mandala Tiger, yang sebenarnya sama. Kemudian bagaimana cara orang tahu bahwa it still belong to
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
117
one company adalah dengan membentuk visualisasi yang sama. Mandala Tiger dan Tigerair sama logonya.” ( Galih Rangha )
Tigerair Mandala juga memiliki slogan baru, yang sederhana
dan singkat, namun menggambarkan keseluruhan konsep brand yang
ditawarkan kepada konsumen, yaitu “Spend Smart, Travel More”.
Slogan ini secara jelas ingin menyampaikan bahwa Tigerair Mandala
menawarkan produk dengan harga yang terjangkau. Untuk desain
badan pesawat terbang, masih terdapat tulisan Mandala berwarna
biru, sedangkan dibagian ujung pesawat dihiasi oleh motif loreng
hitam dengan warna latar oranye. Tigerair Mandala mengakui bahwa
idealnya, dalam proses rebranding, semua aspek harus mengalami
perubahan. Namun, di Indonesia, industri aviasi ini diatur secara ketat
oleh pemerintah. Demikian juga dengan perubahan – perubahan
yang dapat dilakukan dalam rebranding. Khusus untuk desain
pesawat, desain dengan logo Mandala inilah yang memperoleh ijin
dari pemerintah, sehingga proses rebranding ini pun harus
memperhatikan batasan yang diberlakukan.
“Sebenarnya idealnya berubah. Harusnya yang namanya branding itu, istilahnya apa ya, kalau rebranding itu harusnya semuanya itu berubah, terutama yang menyangkut aset atau properties dari si brand, atau si logo itu. Tapi di Indonesia ini kita mesti ada keterbatasan, dalam artian kita ini product and service yang regulated diatur oleh pemerintah. Jadi segala sesuatu itu harus melalui ijin pemerintah. Nah untuk branding itu, brand name, mungkin gak harus dari pemerintah.Tapi kalau pesawatnya itu harus ada ijin dari pemerintah.” ( Rio Hascaryo)
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
118
Seluruh perubahan elemen fisik brand ini akan diaplikasikan mulai
dari kantor Tigerair Mandala, loket tiket di bandara, area check-in,
dan seluruh fasilitas lainnya, agar publik lebih mengenal Tigerair
Mandala dengan tampilan dan karakteristik yang baru. Tampilan baru
ini juga diterapkan dan dikomunikasikan melalui akun media sosial
Tigerair Mandala.
Terlepas dari perubahan nama sebagai salah satu elemen
yang umumnya berubah dalam proses rebranding, aspek ‘people’
rupanya menjadi hal utama yang harus diprioritaskan perusahaan
ketika akan memulai program rebranding. Perusahaan harus
mengedukasi dan mengubah mindset para karyawannya agar
perilaku yang ditampilkan pun mampu mengkomunikasikan nilai dan
karakter dari brand yang baru. Setelah perusahaan mengelola
sumber daya manusianya, tahapan berikutnya adalah merancang
strategi untuk tampilan visual yang baru, termasuk di dalamnya
seperti logo dan slogan.
“Paling pertama itu people dulu. Karena percuma kalau kita melakukan rebranding, kalau tidak ada satu pergerakan yang baru dari, how the people work, itu yang penting. Kedua adalah visualisasinya. Jadi people-nya harus berubah dulu, seperti mindset nya, cara dia berpikir, cara dia berbicara, pemahaman dia tentang brand, itu harus berubah dulu. Karena percuma kalau ada sebuah brand tua, dia mau rebranding, tapi yang masih dipekerjakan adalah bapak-bapak tua, yang tidak tahu target market muda jaman sekarang. Itu totally nonsense dan percuma. People nya harus lebih dahulu, harus ditanamkan visi misi baru, baru logo, sesuai dengan mau dibawa kemana brand itu.” ( Galih Rangha )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
119
4.2.4 Tujuan dari Program MPR dalam Rebranding Tigerair Mandala
Setelah melakukan riset, tahapan berikutnya adalah
menentukan tujuan yang ingin dicapai dari program rebranding ini,
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Program yang
dirancang oleh konsultan Public Relations Tigerair Mandala memiliki
tiga tujuan utama, yaitu :
x mempertahankan visibilitas dan eksistensi Tigerair
Mandala di dalam media-media di Indonesia
x menciptakan lebih banyak in-depth news dan features
yang menceritakan tentang sisi personal Tigerair Mandala
x memperkuat hubungan personal dengan media nasional
dan lokal melalu kegiatan-kegiatan media relations
“Sebenarnya kemarin itu kita sempat discuss soal awareness. Semua orang sudah mulai tahu Tigerair Mandala, cuma gimana caranya supaya kita bergerak dari sekedar tau, jadi suka, dan jadi I love you. Gimana caranya supaya memengaruhi purchasing decision. Jadi kan sekarang orang sudah tahu nih. Orang sudah tahu belum tentu dia akan naik. Dan kalau sudah tahu, belum tentu juga akan membicarakan itu ke orang lain. Jadi kita bicarakan proses gimana caranya biar, sudah tahu, jadi suka, dan jadi cinta. That’s actually our objectives for 2014. Ini objektif sepanjang tahun.
Obviously, to maintain the visibility in media in Indonesia, untuk generate more in-depth news, jadi lebih ke profiling, Mr. Paul is everywhere, tapi kita bisa lebih fokus ke misalnya, head of cabin crew, atau misalnya, the female pilot, jadi kita ingin ke stories, jadi bukan hanya hard news. Terus tetap, to strengthen relations to local and national media in Indonesia. “ ( Stephanie Sicilia )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
120
Di balik tiga tujuan yang telah disebutkan sebelumnya, goals
utama yang ingin dicapai adalah terbentuknya brand awareness di
dalam benak target publik tentang identitas dan konsep Tigerair
Mandala yang baru. Keberlangsungan proses rebranding ini harus
dijaga agar pesan komunikasi yang disampaikan mampu dipahami
oleh target publik. Di tengah banyaknya maskapai penerbangan yang
menjajaki bisnis low-cost carrier, Tigerair Mandala berupaya untuk
menciptakan diferensiasi dengan membangun sisi emosional
pelanggan ketika melakukan perjalanan dengan maskapai ini, melalui
pelayanan yang tulus, hangat, dan penuh dengan semangat. Apabila
ikatan emosional telah terbentuk, maka brand Tigerair Mandala akan
melekat dalam benak pelanggan.
“Tujuannya sih yang pasti, kita percaya kalau brand ini brand yang bisa dirasakan kalau kamu sudah terbang. Pembedanya itu bisa dirasakan kalau kamu sudah terbang dengan kita. Jadi misalnya, kamu contoh naik kompetitor, naik pesawat Air Asia katakanlah. Habis itu kamu naik Tigerair. Kamu bisa merasakan, bedanya kehangatan, service yang kita offer, dengan Air Asia, ya itu beda.” ( Thoriq Husein )
Brand awareness merupakan tahapan awal yang harus dicapai ketika
Tigerair Mandala memperkenalkan brand yang baru kepada publik.
Awareness dalam hal ini adalah menciptakan kesadaran dan asosiasi
dalam benak target publik bahwa Tigerair Mandala merupakan low-
cost carrier dengan karakteristik yang hangat dan tulus.
“Iya, membangun personal touch, dari kamu, ‘Oh iya, ternyata memang enak naik Tigerair Mandala.’ Dan kita percaya dari word of mouth, people itu akan lebih intriguing naik pesawat
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
121
kita kalau direkomendasikan oleh orang yang dipercaya sama dia.” ( Thoriq Husein )
Untuk mempertahankan brand awareness yang telah terbentuk,
Tigerair Mandala juga harus mempertahankan sustainability selama
proses mengkomunikasikan brand yang baru tersebut. Sustainability
ini ditujukan agar selama proses rebranding, pesan yang disampaikan
kepada target publik itu konsisten, sehingga mampu menciptakan
awareness yang tepat.
“Iya harus konsisten, dan sustainabilitynya, kita harus sustain itu terus-menerus, kita tidak boleh belok-belok, soalnya, again, kalau misalnya kamu lagi branding, yang brandingnya kadang ke kanan, kadang ke kiri, ya kamu tidak jelas maunya apa.” ( Thoriq Husein )
Hal ini juga sama seperti yang dipaparkan oleh Galih. Setiap
perusahaan memiliki tujuan dan pendekatan yang berbeda untuk
mengkomunikasikan brand yang baru kepada publik. Dalam studi
kasus tentang rebranding Tigerair Mandala ini, hal utama yang harus
dipertahankan adalah konsistensi dalam komunikasi dan layanan
kepada penumpang. Konsistensi dan komitmen perusahaan, dalam
hal ini Tigerair Mandala, sangat dibutuhkan saat proses rebranding
masih memasuki tahapan awal. Hal ini ditujukan agar target publik
dapat memperoleh pemahaman yang tepat tentang brand values
yang dikomunikasikan.
Pada tahap awal proses rebranding, Tigerair Mandala
memang menargetkan untuk membentuk brand awareness dalam
benak publiknya. Menciptakan kesadaran publik memang harus
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
122
dilakukan, tetapi kesadaran saja belum cukup untuk membuat brand
tersebut berhasil memenuhi aspirasi dan kebutuhan publik. Tahapan
paling tinggi dalam tingkatan awareness publik sering disebut dengan
top of mind. Brand yang telah memasuki tingkatan ini umumnya telah
melekat dengan baik dalam benak publik ketika publik tersebut
mengingat produk kategori dari brand tersebut. Galih memaparkan
bahwa dari segi Public Relations, top of mind merupakan tahapan
yang sangat baik, karena mampu menghasilkan exposure yang
optimal. Namun, dari kaca mata bisnis, top of mind saja tidak mampu
membawa dampak yang signifikan terhadap pendapatan perusahaan.
Brand tersebut dikatakan berhasil apabila publik yang telah menjadi
pengguna dapat merekomendasikan brand tersebut kepada orang
lain.
“Sebenarnya brand yang bagus adalah brand yang tidak hanya mengandalkan top of mind. Contoh, tau Ferrari? ‘Tahu’ . Pakai? ‘Tidak’. Simple kan? Strong brand, but, do you use Ferrari? No. Jadi top of mind doesn’t guarantee you a strong powerful brand. A strong brand adalah sebuah brand yang punya affection, yang impact ke loyalty, dan sebuah brand itu berhasil atau tidak, itu depending apakah…seorang misalnya, Elsya, bisa merekomendasikan ASUS kepada saya, kepada orang lain. Itu akan membuktikan kalau brand itu punya affection yang kuat. The story telling of the experienced brand itu yang membuat level brand semakin kuat.” ( Galih Rangha )
Menjadikan sebuah brand melekat dengan baik dalam benak
publik itu pada dasarnya merupakan hal yang penting pula yang
harus dicapai perusahaan. Tetapi setelah mencapai tahapan tersebut,
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
123
misi selanjutnya adalah memperluas pengaruh brand tersebut melalui
rekomendasi kepada orang lain.
4.2.5 Strategi Program MPR dalam Rebranding Tigerair Mandala
Demi menjawab tujuan yang ingin diperoleh dari program rebranding,
Tigerair Mandala menerapkan beberapa strategi atau pendekatan yang
relevan dengan tujuan tersebut. Menciptakan direct engagement dengan
target publik merupakan strategi utama yang dipilih oleh Tigerair Mandala.
Melalui interaksi dengan publik ini Tigerair Mandala mengkomunikasikan
karakter personal brand ini, yaitu warm, genuine, dan passionate, kepada
publik. Dengan membangun hubungan personal dengan target pelanggan,
Tigerair Mandala dapat membangun awareness dari hadirnya maskapai ini di
dalam kategori low-cost carrier.
“Jadi kita ingin maskapai kita itu, brand kita itu justru involve dengan konsumen kita. Makanya kenapa kita ingin sosial media kita kuat, karena itu kan engagement, jadi kita benar-benar engagement direct dengan konsumen.” ( Rio Hascaryo )
Selain direct engagement dengan target publiknya, Tigerair Mandala juga
berupaya untuk menciptakan word-of-mouth, untuk melanjutkan proses direct
engagement yang telah diinisiasikan sebelumnya. Word-of-mouth yang
berasal pelanggan yang pernah merasakan melakukan perjalanan dengan
Tigerair Mandala, dinilai mampu membangkitkan brand awareness untuk
Tigerair Mandala, di kalangan target publik yang belum pernah mengenal
maskapai ini.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
124
“Jadi kita tidak pernah, strateginya tidak pernah bilang ‘hey kita paling hebat’, “kita paling ini’, engga. Tapi kita coba mengajak konsumen biar konsumen yang menyuarakan. Jadi kita lebih ke arah,benar-benar berangkat dari konsumen.” ( Rio Hascaryo )
Terkait tujuan untuk mempertahankan komunikasi brand agar tetap konsisten
dan sejalan dengan brand values –nya, Tigerair Mandala memilih untuk
membina dan menjaga hubungan personal dengan media, melalui program-
program media relations yang relevan.
“Iya membangun personal relationship. Makanya kita strateginya juga lebih gerilya, dibanding kita membuat billboard besar, segala macam. Kita lebih gerilya, kita lebih community, kita coba bangun sosial media atau engagement, lebih kesitu strateginya.” ( Rio Hascaryo )
Membina dan menjaga hubungan dengan rekan media menjadi salah
satu agenda Tigerair Mandala dalam mengkomunikasikan proses rebranding
ini kepada publik. Selain sebagai bentuk dukungan untuk membangun brand
awareness, aktivitas media relations yang dilakukan secara berkala dalam
periode waktu tertentu ini bertujuan untuk mempertahankan
keberlangsungan proses komunikasi brand Tigerair Mandala, terutama
dalam menyampaikan brand personality kepada publik.
“Yang pasti, tadi dibilang, untuk rebranding itu tahap pertama awareness kan, tadi Wina juga bilang, jadi yang pasti awareness. Jadi kita coba komunikasikan secara masiv, baik dari sisi media, dari sisi engagement, iklan, placement, kita coba komunikasikan bahwa kita berubah, kita menjadi identitas kita seperti ini, yang baru seperti ini. Dan kedua, dari sisi grup juga mengkomunikasikan yang sama, dalam artian website untuk pesan tiket kita juga berubah. Itu, jadi secara tidak langsung kita komunikasikan, dan secara langsung orang melihat apa yang di lapangan juga berubah. Nah itu yang harus sinkron.” ( Rio Hascaryo )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
125
Tigerair Mandala juga melakukan marketing partnership dengan
perusahaan lain. Tujuannya adalah agar melalui kerja sama tersebut nama
Tigerair Mandala dapat semakin dikenal oleh masyarakat dan juga
memperoleh publikasi melalui rekanan tersebut.
“So far itu kita memang cukup proaktif juga untuk seeking marketing partnership atau publicity partnership. Jadi selain kita berjalan sendiri, kita itu ingin jalan bareng dengan entity lain. Contohnya saja, kita buat fam trip, gabung sama Hongkong Tourism Board. Jadi kita provide tiket, mereka provide ground support sama accommodation, nanti media nya akan tulis tentang Mandala dan partner. Itu sering kita lakukan. Atau misalnya, ini lebih ke marketing kalau dengan restoran baru-baru ini, sama HolyCrab, Kopi Tiam, Saraso, Pisa Kafe, itu marketing partnership. Jadi kita barter. We provide numbers of ticket, ke beberapa destination, nanti mereka akan provide apa.” ( Stephanie Sicilia )
Secara keseluruhan, strategi mendasar yang digunakan oleh Tigerair
Mandala adalah engagement dengan seluruh target publiknya, baik media
massa maupun target pelanggan. Engagement ini juga bersifat interaktif dan
mengutamakan komunikasi yang bersifat dua arah, sehingga publik akan
merasa dekat dengan brand Tigerair Mandala.
Strategi yang digunakan setiap perusahaan bisa berbeda, namun
langkah-langkan yang harus ditempuh biasanya sama. Galih berpendapat
bahwa tahapan awal yang dilakukan adalah melakukan komunikasi dengan
pihak internal perusahaan.
“Untuk rebranding itu, kita terlebih dahulu harus berinteraksi dengan board of director, BOD dulu, ya sedikit interview, berbicara dengan mereka, mau dibawa kemana brand ini, secara positioning, secara visi, sama secara aspirasi. Setelah itu kita juga harus tahu, pemahaman internal dan other competitor. Benchmarking, dari benchmarking juga kita melakukan external studies. Kita melihat segala macam kompetitor bergerak seperti apa, dan juga pandangan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
126
konsumen. Nah dari situ, kita baru merancang sebuah branding strategy, melihat apakah aspirasi internal, dan eksternal sudah sejalan atau belum. Dan pada saat mau rebranding, kita harus liat dulu, value-value apa yang harus berubah, dan mana yang harus dipertahankan.” ( Galih Rangha )
Perusahaan harus melakukan sinergi terhadap antara aspirasi internal
dengan kebutuhan dan kondisi pasar, karena proses rebranding ini harus
dimotori oleh seluruh pihak di internal perusahaan, terutama dari pimpinan
Board of Director. Dalam konteks industri aviasi, Galih memberikan
pemaparan tentang strategi yang dapat dimanfaatkan maskapai
penerbangan berbiaya rendah agar mampu bersaing di dalam industri dan
model bisnis ini.
“Sekarang kalau bicara mengenai brand, secara identity, adalah yang penting bagaimana cara membuat yang semua minimalis itu, membuat suatu experience yang beda-beda. Kalau bisa saya katakan, antara Mandala Tigerair…itu same thing, tidak ada bedanya. Mereka hanya jual rute sama jual harga, tidak membuat suatu unique branding experience.” ( Galih Rangha ) Harga yang murah dan terjangkau merupakan hal yang sifatnya
mandatory, yang harus dimiliki oleh semua brand low-cost carrier. Satu hal
yang mampu membedakan masing-masing low-cost carrier tersebut adalah
added-value dan diferensiasi dalam segi layanan kepada penumpang.
4.2.6 Target Publik Program MPR dalam Rebranding Tigerair Mandala
Selain mengamati kondisi industri penerbangan, riset yang juga
dilakukan oleh Tigerair Mandala adalah riset untuk menentukan segmentasi
dan target pelanggan. Secara luas, Tigerair Mandala yang bersifat low-cost
carrier ini dapat dinikmati oleh semua kalangan, dari latar belakang apapun,
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
127
karena dari segi harga yang ditawarkan sangat terjangkau dan bertujuan
untuk memberikan kesempatan bagi publik untuk lebih sering melakukan
perjalanan.
Tigerair Mandala menemukan dua segmentasi pelanggan di
Indonesia. Pengelompokkan dua segmentasi ini didasarkan pada faktor
motivasi yang mendasari individu ketika melakukan sebuah perjalanan.
Segmen yang pertama adalah experience-lover. Kelompok publik ini memiliki
market share yang paling besar, berada pada rentang usia antara 25 – 30
tahun, dan umumnya adalah first-jobber. Dari segi motivasi, kelompok ini
memiliki hobi travelling, senang mencoba hal-hal yang baru dan mereka
umumnya berpergian sendiri maupun bersama kerabat.
Segmen yang kedua adalah pebisnis. Kelompok pebisnis ini
umumnya berada pada rentang usia 30-40 tahun, dan melakukan perjalanan
dengan durasi pendek, sekitar 2-3 hari. Kedua segmen ini berada pada SES
level B+, termasuk dalam kaum urban, dan familiar dengan penggunaan
teknologi dan internet, karena system reservasi pesawat Tigerair Mandala
dilakukan secara online ( online booking ). Karena telah mengenal dan mahir
dalam menggunakan perangkat teknologi tersebut, target pelanggan dalam
kelompok ini juga aktif berbagi informasi di media sosial, seperti Twitter dan
Facebook.
Selain pelanggan, Tigerair Mandala juga memiliki kelompok
stakeholders yang lain, seperti media massa, pemerintah, dan agen
perjalanan.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
128
“Yang pasti consumer, media, regulator, government, banyak ya…pemerintah, media, penumpang, ada travel agent, terus, siapa lagi ya? Even third party juga, yang meminjamkan pesawat juga stakeholder kita.” ( Rio Hascaryo )
Agen perjalanan masih menjadi kunci untuk memperkenalkan Tigerair
Mandala kepada publik, karena masih banyak masyarakat di Indonesia yang
menggunakan jasa agen perjalanan untuk mengurus rencana perjalanan
mereka.
“Obviously travel agent ya. Travel agent is one of the key lah, kalau kita memang ingin jadi pilihan, karena memang masih banyak juga orang yang memilih untuk telepon, tidak mau repot. Jadi kalau bicara pemesanan kita bisa lewat travel agent, online booking yang direct, airport ticketing office, call center, atau situs pencari tiket yang bisa membandingkan langsung. “ ( Thoriq Husein )
Untuk target publik media, Tigerair Mandala juga melakukan pendekatan dan
mulai membangun hubungan baik mainstream media, seperti surat kabar
nasional, dan juga majalah yang bergerak di bidang gaya hidup dan
pariwisata. Fokus target media Tigerair Mandala adalah online media, karena
online media memiliki jangkauan yang lebih luas dan pembaca dapat
langsung membagikan informasi tersebut secara tepat.
“Tigerair Mandala itu sebenarnya kalau dari sisi newspaper, itu semua, mainstream media ya, media ekonomi, media yang lebih ke humaniora, sampe Tempo, Kompas itu tetap. Tapi sebenarnya Mandala itu lebih fokus ke majalah-majalah lifestyle. Majalah lifestyle itu bisa jadi majalah travel, majalah trade, kayak Cleo, CosmoGirl, Cita Cinta.” ( Stephanie Sicilia )
Tigerair Mandala juga merupakan brand yang sangat aktif menggunakan
media sosial sebagai sarana untuk berinteraksi dengan target market.
Karena hal inilah Tigerair Mandala menyasar online media, agar informasi
yang dapat tersebar dengan cepat.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
129
“Sebenarnya kalau dari segi target market, Mandala itu memang lebih fokus di online media, secara social media kita cukup aktif, cukup ada high engagement. Jadi kalau online kita bisa langsung retweet, quote, mention, reachnya akan lebih besar. Cetak kita ada, tapi tetap fokus di online. Tapi kalau bicara brand yang aktif di social media, mereka akan lebih fokus ke online karena akan lebih mudah sharing.” ( Stephanie Sicilia )
Terkait penentuan target publik yang dilakukan oleh maskapai
penerbangan, Galih menjelaskan perusahaan maskapai penerbangan harus
berkomunikasi dengan publik yang sudah pernah menggunakan pesawat
terbang hingga publik yang belum pernah, tetapi ingin menggunakan
pesawat terbang. Perusahaan juga perlu memahami apa yang menjadi
motivasi mereka dalam memilih dan menggunakan brand maskapai
penerbangan, agar dapat menentukan jenis pendekatan yang efisien untuk
merangkul kelompok target pelanggan tersebut.
“Tentu saja, kalau airlines itu semua. Saya bilang semua, dari orang yang pernah naik pesawat sampai yang belum. Dasarnya apa sebenarnya? Orang yang pernah naik pesawat, atau yang kita kategorikan traveller, kita harus tahu pandangan mereka tentang airlines seperti apa sekarang,dari experience, dari preference. Nah mengapa yang non-airlines user atau orang yang bukan traveller, itu kita harus tahu juga? Karena kita harus tahu bagaiman men-capture market mereka, karena kita harus tahu, aspirasi mereka seperti apa. Mereka ingin airline yang seperti apa, pesawatnya, dan juga brand seperti apa yang ada di benak mereka, secara aspirasional seperti apa. Kita perlu tahu, supaya kita dapat manage their expectation, sama bagaimana cara agar kita bisa merangkul mereka, agar mau naik ke kita. Selain itu tentu saja media ya…media massa. Company jangan dilupakan. Kadang-kadang mereka misalnya, anggaplah, ingin mengadakan corporate outing atau merencanakan corporate travel, kepada siapa mereka dapat membangun corporate deal. Oke, misalnya, saya adalah pegawai Mandiri, atau pegawai BCA. Pada saat pegawai saya akan dinas ke luar kota, saya mau naik Mandala Tiger. Mandala Tiger harus approach mereka juga. Saya harus bayar berapa dengan corporate rate. Yang kedua adalah media, dan yang
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
130
ketiga adalah travel agent. Travel jangan lupa, itu harus.” ( Galih Rangha )
Sependapat dengan Tigerair Mandala, beliau menyampaikan bahwa selain
konsumen, perusahaan penerbangan juga harus membina hubungan yang
baik dengan media massa. Kelompok inilah yang akan membantu
perusahaan untuk memperkenalkan brand mereka yang baru kepada publik
dalam jumlah yang besar. Pihak lain yang juga memiliki pengaruh dalam
mengkomunikasikan brand yang baru ialah agen perjalanan.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
131
Diagram 4.3 Pemetaan Stakeholders Tigerair Mandala
STAKEHOLDERS MAPPING TIGERAIR MANDALA
Experience - Lover
Businessman
Agen Perjalanan
Ground Handling dan Peminjaman
Pesawat
Media Massa (Online, Trade,
Lifestyle, Newspaper)
Pemerintah (Kementrian
Perhubungan)
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
132
4.2.7 Pesan Inti dalam Program MPR Tigerair Mandala
Setelah menemukan segmentasi dan target pelanggan yang ingin
dituju, Tigerair Mandala juga membuat suatu pembeda atau diferensiasi yang
khas, agar brand ini dapat dibedakan dengan kompetitor lain di bidang low-
cost carrier. Dari segi produk, Tigerair Mandala melihat bahwa di dalam
industri penerbangan, semua maskapai memiliki jenis produk yang sama.
Pesawat terbang yang digunakan adalah produksi Airbus ataupun Boeing.
Bahkan beberapa maskapai penerbangan berangkat dan tiba di terminal
yang sama.
“Sebenarnya begini, kalau kita bicara industry airlines, sebenarnya semua sama ya, karena pesawat bisa jadi sama. Semuanya pakai Airbus, mendaratnya juga di bandara yang sama., bahkan mungkin berangkatnya dari terminal yang sama. Jadi secara produk sebenarnya tidak ada pembeda. Jadi yang membedakan adalah dari sisi feel, atau emotional.” ( Rio Hascaryo )
Satu hal yang mampu membuat Tigerair Mandala berbeda dengan
maskapai lain adalah sisi emosional, perasaan, dan pengalaman yang
dibangun untuk para penumpang. Untuk mewujudkan hal tersebut,
diibaratkan seperti individu, Tigerair Mandala memiliki tiga karakter yang
ditunjukkan kepada pelanggan, yaitu warm ( kehangatan ), genuine (
ketulusan ), dan passionate ( semangat ). Selain sikap yang didasarkan
pada tiga karakter tersebut, khususnya dalam penulisan informasi media,
tiga pesan inti yang selalu dimuat adalah on-time performance, creating
memorable experience, dan worry-free travel. Tiga pesan inti ini selalu
dikomunikasikan dalam setiap rilis yang dibuat untuk media.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
133
“Key message yang pasti saya tulis saat membuat releases adalah on-time performance, memorable experience dan worry-free travel. Itu tiga key message yang selalu ada, kita refresh, angle nya kita ganti tapi basically intinya itu. Kalau warm, genuine, dan passionate itu adalah elemen-elemen yang dimiliki sama Mandala, dari brand yang baru ini, dan bagaimana caranya elemen itu bisa kita masukkan dalam activity kita, salah satunya dengan activity dari kru. Terus dari sisi PR, activity seperti apa yang bisa dikemas lebih relevan sama publik yang ada.” ( Stephanie Sicilia )
Sikap konsisten dan komitmen yang dimiliki perusahaan tidak hanya
diimplementasikan dalam media komunikasi saja, namun juga harus terdapat
dalam komponen pesan yang disusun. Galih menyatakan bahwa satu
komponen utama yang harus terkandung dalam pesan ketika melakukan
rebranding adalah esensi, filosofi, serta nilai budaya yang dianut perusahaan.
Filosofi inilah yang nantinya menjadi inti dari segala bentuk dan kemasan
pesan yang dikomunikasikan kepada publik. Filosofi menjadi tonggak pesan
yang disampaikan secara konsisten, komitmen yang penuh, dan
berkelanjutan.
“Seperti yang tadi saya bilang di awal tadi, pada saat kita membangun sebuah brand, kita harus membangun sebuah komitmen, membangun sebuah filosofi. Apapun, segala macam komunikasi, pesan yang disampaikan, semua harus kembali lagi kepada esensi siapa dia sebenarnya. Karena once kita sudah keluar jalur dari siapa kita sebenarnya, kita berkomunikasi segala macam sudah asal.” ( Galih Rangha )
Galih memaparkan salah satu contoh brand yang berhasil
mempertahankan komitmen dan konsistensi dalam mengkomunikasikan
filosofi perusahaannya. Brand tersebut adalah Nike. Brand sepatu olahraga
ini mampu mengkomunikasikan filosofinya tentang karakter yang harus
dimiliki oleh seorang pemenang.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
134
“Ini bisa saya bilang contoh yang paling konsisten. Esensi Nike adalah winner, winning attitude. Jadi dia tidak pernah bicara, we are the shoes maker, kita tidak pernah berbicara mengenai good quality shoes. Kita adalah winner. Dalam segala macam komunikasi, dalam tagline, mereka selalu lihat lagi siapa dia. Kita pemenang. Seorang pemenang, just do it. Seorang pemenang risk everything, campaign barunya sekarang, risk everything. Seorang pemenang lives strong, seorang pemenang hidup kuat walaupun segala macam penyakit menyerang dia. Seorang pemenang pursue dream. Ambassador nya siapa? Christiano Ronaldo, Roger Federer, Tiger Woods. Lance Armstrong, dulu seorang pemenang Tour de France sembilan kali champion. Ternyata apa? Dia pakai dopping.Nike cabut tidak?Cabut. Karena apa? Orang pakai dopping bukan pemenang, curang namanya.That consistency yang dilakukan oleh Nike.” ( Galih Rangha)
Meski berada pada industri yang berbeda, konsistensi dan strategi
komunikasi Nike dalam memahami dan mengkomunikasikan brand dapat
dijadikan contoh bagi Tigerair Mandala untuk mengedukasi target publik
tentang identitas yang baru.
4.2.8 Implementasi Program MPR Tigerair Mandala
Setiap perusahaan juga memiliki cara berkomunikasi yang berbeda,
dengan menggunakan ragam media dan pendekatan, seperti menggunakan
strategi media relations dan media sosial untuk berinteraksi langsung dengan
publik. Cara berkomunikasi ini juga tergantung pada kasus yang dialami
perusahaan sehingga perusahaan memutuskan untuk melakukan
rebranding. Apapun media komunikasi yang dipilih, hal yang wajib
dikomunikasikan low-cost carrier adalah in-flight experience yang akan
dirasakan ketika seseorang menggunakan jasa maskapai penerbangan
tersebut dan simplicity atau kesederhanaan dalam pembuatan reservasi
hingga pembayaran.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
135
Lebih detail lagi, Galih mengatakan bahwa penambahan fitur atau
fasilitas layanan di dalam pesawat jelas akan menambah biaya dan
berdampak pada harga tiket penerbangan. Maskapai yang menggunakan
model low-cost carrier dapat mengantisipasi hal tersebut dengan
mengoptimalkan kinerja dari kru pesawat dan seluruh pihak internal (people)
agar dapat memberikan pembeda dengan kompetitor. Galih menekankan
bahwa selain harga yang terjangkau, persepi publik tentang low-cost carrier
adalah kemudahan untuk melakukan perjalanan.
“Low-cost itu penting membangun simplicity. Kita sudah bayar murah, tidak mau pusing kan. Saya bayar murah, saya mau terbang. Orang butuhnya yang simple, orang-orang seperti mereka yang beli tiket low cost adalah orang yang malas berpikir, yang tidak mau berpikir atau ambil pusing, yang bahkan knowledge nya ya…saya mau beli tiket, yang mudah saja.” ( Galih Rangha )
Hal ini pula yang sedang dikomunikasikan oleh Tigerair Mandala
kepada target publiknya. Melalui program-program Marketing Public
Relations, maskapai ini berupaya mengkomunikasikan pribadi yang hangat
dan tulus dalam memberikan pengalaman perjalanan yang aman, nyaman,
dan terjangkau.
4.2.8.1 Aktivitas Tigerair Mandala di Media Sosial
Strategi Tigerair Mandala tersebut kemudian diwujudkan ke
dalam ragam aktivitas. Untuk membangun direct engagement dengan
target publik, Tigerair Mandala memanfaatkan jejaring sosial, seperti
Twitter, Facebook, dan Youtube untuk menjangkau publik secara
luas. Melalui akun – akun media sosial ini, Tigerair Mandala
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
136
menginisiasikan interaksi dengan target publik, mulai dari pengenalan
logo baru, mempublikasikan aktivitas para kru pesawat saat bertugas,
mulai dari pilot, pramugari/pramugara, dan petugas ground handling
yang bertugas untuk melakukan pengecekan dan perawatan
pesawat, serta membagikan tips-tips bagi pengikut akun Tigerair
Mandala tentang prosedur online booking, hingga tips dalam
merencanakan perjalanan ke luar kota atau ke luar negeri.
Melalui akun Facebook, Tigerair Mandala juga
menginisiasikan percakapan-percakapan ringan untuk memicu
respon atau tanggapan dari para pengikutnya ( likers ). Selan itu,
Tigerair Mandala juga memberikan informasi terbaru tentang program
dan penawaran menarik untuk target pelangannya, seperti program
Tigerflash yang diadakan setiap hari Kamis dan program “Perginya
Bayar, Pulangnya Dibayarin”. Update informasi tentang kondisi terkini
Tigerair Mandala juga kerap dilakukan melalui akun ini, seperti
pembukaan rute penerbangan yang baru, dan juga klarifikasi tentang
pemberitaan penutupan sementara sejumlah rute, sehingga publik
tidak akan dirugikan karena kekurangan informasi. Facebook juga
menjadi sarana bagi Tigerair Mandala untuk mengangkat isu sosial
atau lingkungan yang menjadi concern dari maskapai tersebut dan
mempublikasikan aktivitas yang dilakukan Tigerair Mandala untuk
komunitas atau masyarakat di sekitarnya.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
137
Gambar 4.1
Tampilan Halaman Facebook Tigerair Mandala
Sama halnya seperti Facebook, Tigerair Mandala juga
menggunakan media sosial Twitter untuk berinteraksi dengan target
publiknya. Selain memulai percakapan melalui pertanyaan ringan
seputar perjalanan atau destinasi wisata, Tigerair Mandala juga
berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para
pengikutnya ( followers ). Pertanyaan pun beragam, umumnya
seputar rute penerbangan, program promosi, dan juga membantu
penumpang yang mencari solusi apabila mereka mengalami masalah
terkait reservasi perjalanan atau hal lain yang berhubungan dengan
penerbangan Tigerair Mandala. Akun ini juga kerap menampilkan
testimoni penumpang yang sudah merasakan perjalanan dengan
Tigerair Mandala.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
138
Untuk menciptakan personal touch dengan pengikut akunnya,
Tigerair Mandala menyapa mereka sesuai dengan nama akun Twitter
masing-masing. Pemilihan kata dan bahasa pun disesuaikan, dapat
bersifat formal maupun kasual, tergantung dari topik pembicaraan.
Semua akun media sosial milik Tigerair Mandala memiliki peraturan
yang dimuat dalam SOP atau standard operation procedure. Hal ini
bertujuan agar hubungan personal yang dibangun tetap berjalan
dengan baik dan sesuai jalur serta aturan yang telah ditentukan.
“Soalnya tim sosial media kita itu sudah ada SOP sendiri. Jadi misalkan ada pertanyaan ini, harus jawab seperti ini, kalau ada pertanyaan seperti ini, jawabnya seperti ini. Kalau ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh dia, dia akan lempar ke saya. Saya akan memberikan arahan, ini saja yang harus ditunjukkan, kalaupun misalnya ada sesuatu yang tidak bisa kita kasih tahu, contoh financial data, kita akan jawab in a responsible manner way.” ( Thoriq Husein )
Gambar 4.2
Tampilan Halaman Twitter Tigerair Mandala
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
139
Untuk melengkapi kinerja akun Twitter dan Facebook, Tigerair
Mandala juga memiliki akun Youtube. Lewat akun video-sharing ini,
Tigerair Mandala mempublikasikan video profile perusahaan, dan
juga dokumentasi tentang kegiatan perjalanan wisata ke tempat-
tempat yang unik, bersama beberapa key influencer di media sosial
melalui program yang diberi nama #tigerairtime. Video-video yang
diunggah melalui channel di Youtube ini juga dibagikan kepada publik
melalui akun Facebook Tigerair Mandala. Dari segi akesibilitas dan
keterbukaan, peneliti mengamati bahwa Tigerair Mandala bersikap
terbuka terhadap para target publiknya, terutama terbuka untuk
menyampaikan informasi yang memang berhak diketahui, dan tetap
berpegang pada standar prosedur yang ditetapkan. Keterbukaan ini
semata-mata bertujuan untuk membangun engagement dengan
pelanggan.
“Kalau terbuka sebenarnya terbuka, karena konsepnya kita tadi genuine, tulus kan, berarti seharusnya tidak ada yang ditutup-tutupi. Kita sama penumpang dekat, engagement, karenabalik yang tadi, yang value nya yang ingin kita bangun, bukan value, sorry, differentiationnya. Kita ingin engage dengan konsumen. Jadi secara keterbukaan harusnya terbuka, dalam artian engagement ya, engagement dengan konsumen.” ( Rio Hascaryo )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
140
Gambar 4.3
Tampilan Halaman Youtube Tigerair Mandala
Untuk membangkitkan awareness publik, Tigerair Mandala berupaya
untuk menciptakan word-of-mouth, terutama yang mengkomunikasikan dan
menggambarkan tiga karakteristik Tigerair Mandala. Taktik yang digunakan
untuk menerapkan strategi ini adalah dengan melakukan pendekatan dan
bekerja sama dengan travel blogger atau penulis, yang juga aktif di media
sosial. Mereka akan pergi ke satu destinasi wisata, dan akan diberikan
tantangan oleh Tigerair Mandala untuk mengeksplorasi lokasi wisata yang
belum banyak dikunjungi atau diketahui oleh wisatawan.
“Baru-baru ini kita mengadakan yang, apa ya, jadi kita kasih dia tiket untuk terbang ke Bali, contoh, selama perjalanan dia akan menceritakan aktivitas perjalanannya, terus termpat-tempat yang dikunjungi itu apa saja, pasti dia juga akan mention brand kita, kita sebagai brand Tigerair Mandala akan di-mention. kita maintain kerja sama terus sama Kartu Pos sampai sekarang, dan kerja samanya sampai sekarang berlangsung dengan baik.” ( Thoriq Husein )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
141
Contoh perjalanan bersama blogger yang kini dapat dilihat di saluran
Youtube Tigerair Mandala adalah perjalanan wisata ke Singapura bersama
Ika Natassa dan perjalanan ke Bali Timur bersama pemiliki akun @KartuPos,
Kenny Santana. Tigerair Mandala memberikan tantangan bagi keduanya
untuk mengeksplorasi kawasan wisata yang jarang dikunjungi wisatawan
tetapi layak untuk dijadikan pilihan destinasi wisata. Tigerair Mandala
memberikan fasilitas tiket penerbangan dan juga akomodasi selama
perjalanan tersebut.
Gambar 4.4
#tigerairtime bersama penulis Ika Natassa
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
142
Gambar 4.5
#tigerairtime bersama pemilik akun @KartuPos
Melalui tulisan yang dimuat pada halaman blog dan update informasi yang
mereka bagikan melalui media sosial selama perjalanan, hal ini diharapkan
mampu menciptakan awareness bagi para pengikut blog atau akun media
sosial penulis tersebut, serta membangun word-of-mouth yang dilakukan
oleh pengikut tersebut kepada orang-orang di sekitar mereka.
4.2.8.2 Aktivitas Media Relations Tigerair Mandala
Sepanjang bulan Juli – Desember 2013, Tigerair Mandala melakukan
beragam aktivitas untuk membangun hubungan dan kesadaran yang lebih
tentang brand yang baru ini dengan rekan media. Secara garis besar,
aktivitas media yang dilakukan selama kurun waktu enam bulan ini adalah
konferensi pers saat rebranding Tigerair Mandala, media familirization trip
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
143
untuk inaugural flight ke beberapa rute tertentu, dan media releases
distribution yang dilakukan setiap bulan.
Media event yang paling besar dilakukan pada tanggal 3 Juli, yaitu
konferensi pers peresmian rebranding Tigerair Mandala. Acara dilaksanakan
di Ballroom Djakarta Theater. Merujuk pada daftar kehadiran, sekitar 92
jurnalis hadir di dalam acara tersebut, dari 70 media massa, baik surat kabar,
majalah, dan online media. Dua hari berikutnya, dikirimkan pula media
releases yang menjelaskan bahwa nama perusahaan yang terdaftar di
pemerintah tetap PT Mandala Airlines, dan perubahan nama hanya terjadi
pada produk, yakni menjadi Tigerair Mandala.
“Terus rebranding, itu di tanggal 3 press conference rebranding. Itu biasanya kalau kita press conference sambil membagikan release dan foto on the same day. Waktu itu jumlah wartawan datang sekitar 98 orang. Medianya itu 60 atau 70an. Itu adalah one of the biggest event, yang pernah dilakukan Praxis bahkan, tidak hanya Mandala, karena itu sangat ramai. Jumlah coverage nya juga oke, fotonya lumayan, jadi memang jujur saat itu kita we have not much content. Jadi cuma short-video, the introduction of the new Mandala, terus the revealing of the new Mandala, pakai backdrop, that’s it, it was pretty simple. We actually worried rebranding should be bigger than this, tapi what we have, we make it work. Sekitar 70an coverage, terus dua hari setelah press conference, kita bagikan lagi media info mengenai PT Mandala Airlines tetap menjadi Mandala Airlines, hanya di relaunch brand nya jadi Tigerair Mandala. “ ( Stephanie Sicilia )
Masih di bulan Juli 2013, Tigerair Mandala mendistribusikan rilis
tentang kedatangan armada pesawatnya yang kesembilan, dan informasi
tentang program promo “Pay to Go, Return for Free”. Promo ini secara rutin
dilaksanakan setiap dua hingga tiga bulan sekali. Di akhir bulan Juli, Tigerair
Mandala mengadakan media familirization trip ke Hong Kong, yang
bersamaan dengan momen inaugural flight Tigerair Mandala dari Jakarta ke
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
144
Hong Kong. Tigerair Mandala membawa 26 orang jurnalis dari 24 media
massa. Selain media, Tigerair Mandala juga mengundang pihak dari bandara
dan travel agent untuk ikut serta dalam penerbangan perdana tersebut.
Selain aktvitas wisata selama berada di Hong Kong, Tigerair Mandala juga
memberikan on-board entertainment selama 4 jam perjalanan udara
tersebut. Acara ini terbilang sukses karena publisitas yang dihasilkan
melampaui ekspektasi dan merupakan pengalaman yang memorable bagi
mereka yang bergabung dalam perjalanan tersebut.
“Setelah itu Juli kita ada Inaugural Flight ke Hong Kong. Kita bawa 27 orang media, dari media. Kita sebenarnya bikin inaugural flight, gabung sama VIP, itu seperti orang-orang bandara, terus tamu eksklusif yang memang diprovide harga khusus untuk travel agent. Jadi penerbangan perdana itu cukup memorable untuk mereka yang ikut, karena saat itu kita buat activity during the flight, sulap. It was a quite big success. Jumlah artikelnya banyak, foto captionnya banyak. Jadi setelah kumpul di bandara, kita membagikan list tentang Hong Kong. Dan tiap activity PR pasti memberikan media info.” ( Stephanie Sicilia )
Memasuki bulan Agustus 2013, aktivitas media yang dilakukan
adalah mendistribusikan siaran pers tentang cash back voucher untuk
pemesanan makanan secara online, Independence Day Celebration, dan
Combo 50% promo. Tigerair Mandala juga menyebarkan photo releases
untuk inaugural flight rute Surabaya – Bangkok.
“Terus ada media info lagi, ada photo releases. Ini inaugural flight dari Surabaya ke Bangkok, terbang perdana dari Surabaya. Itu tidak bersama media, hanya kita buat kejutan di udara, sambil membagikan foto. Terus ini ada beberapa kegiatan, ada Independence Day celebration, ada promo 50 persen, ini promo makanan beli on-board.” ( Stephanie Sicilia )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
145
Pada bulan September 2013, Tigerair Mandala mendistribusikan
media releases sebanyak empat kali dengan tema yang berbeda. Media
releases tersebut adalah pembukaan rute baru, Jogjakarta – Palembang,
Tiger Flash Promo yang diadakan setiap hari Kamis, Free Return Tickets dan
Free Ticket Movie hasil kerja sama dengan Blitz, serta rilis bahwa Tigerair
Mandala telah memenuhi standar regulasi keamanan yang telah ditetapkan
oleh Airbus.
“Terus kita ada buka new route Jogjakarta-Palembang, terus ada TigerFlash, terus ini ada free ticket movie sama Blitz, terus ini adalah safety regulation nya dari Air Bus. Terus kita buat press conference di Jogja. Ini kalau yang tanggal 2 September kita cuma announce buka Jogja – Palembang” ( Stephanie Sicilia )
Di awal Oktober 2013, Tigerair Mandala melaksanakan inaugural
flight dengan rute baru Jogjakarta – Palembang, dengan membawa 8 orang
wartawan dari Jogjakarta. Konferensi pers dilaksanakan di Palembang,
sekaligus melakukan media familirization trip dengan wartawan dari
Jogjakarta selama dua hari. Hingga akhir Oktober 2013, Tigerair Mandala
mendistribusikan lima press releases, diantaranya kerja sama antara Tigerair
Mandala dan Citibank, pembukaan penerbangan perdana dari Surabaya dan
Denpasar menuju Hong Kong, Give-Away Free Tickets Jakarta – Singapura
selama acara Jakarta Fashion Week 2013, Promo “Pay to Go, Return for
Free”, dan pemberitahuan bahwa Tigerair Mandala memenangkan
penghargaan dari KLIA Awards sebagai The Promising New Foreign Airline
of The Year.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
146
“Terus ini kerja sama Mandala dan Citibank. Oktober kita announce lagi buka Surabaya dan Denpasar ke Hong Kong. Terus kemarin pas Jakarta Fashion Week, bagi – bagi tiket ke Singapura. Terus biasa Pay to Go, Return for Free ini yang selalu hampir dua bulan sekali dilakukan. Ini adalah KLIA Awards, jadi Mandala itu menang The Best New Comer Low Cost Carrier. Terus ini ada media info lagi, kerja sama Mandiri. Ini adalah contoh partnership yang aku bilang tadi.Jadi kita punya partner, to introduce dan membantu mengkomunikasikan juga.” ( Stephanie Sicilia )
Pada bulan November 2013, Tigerair Mandala hanya mengeluarkan
dua media releases, yaitu tentang promo “Pay to Go, Return for Free”, dan
promo diskon 50% tiket Tigerair Mandala bagi pemegang kartu debit Bank
Mandiri. Aktivitas media yang dilakukan Tigerair Mandala di akhir tahun 2013
adalah mendistribusikan satu media releases dan melakukan media
familirization trip sekaligus inaugural flight dengan rute baru, Surabaya –
Hongkong dan Denpasar – Hongkong.
“Terus kemarin terakhir itu activity di bulan Desember adalah penerbangan perdana untuk Surabaya – Hong Kong dan Bali – Hong Kong. Kita mengajak media Hong Kong ke Bali, dan media Surabaya ke Hong Kong, karena target market rute Surabaya – Hongkong itu adalah orang Surabaya yang ke Hong Kong, dan target Denpasar – Hong Kong adalah orang Hong Kong ke Bali. Jadi saat itu kita bagi dua tim. Itu activity terakhir di 2013.” ( Stephanie Sicilia )
Berikut adalah tabel rekapitulasi aktivitas media relations Tigerair Mandala
selama Juli – Desember 2013.
Tanggal Aktivitas Media 1 Jul Media Info ( ECS Group )
3 Jul Press Conference Rebranding to Tigerair
Mandala
5 Jul Media Info( PT Mandala Airlines’ New Logo to be
Familiarized Gradually to the Public)
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
147
10 Jul Press Release Aircraft 9 (Promo "Pay To Go,
Return For Free")
24 Jul Hongkong Inaugural Flight and Media Fam Trip
1 Aug Media Info (Cash Back Voucher Online Food
Ordering)
3 Aug Photo Releases ( Surabaya – Bangkok Inaugural
Flight )
14 Aug Media Info ( Independence Day Celebration )
22 Aug Media Info ( Combo 50% Promo )
2 Sep Media Info (New Route Jogjakarta – Palembang )
11 Sep Media Info ( Tiger Flash Promo)
18 Sep Media Info (Free Returns Ticket and Free Ticket
Movie)
21 Sep Press Release ( Tigerair Mandala Complete the
Airbus Line Operation Surveillance )
1 Oct Press Conference (Inaugural Flight Jogjakarta –
Palembang )
10 Oct Media Info (Tigerair Mandala - Citibank)
16 Oct Media Info (Tigerair Mandala Opens Flight
Denpasar and Surabaya to Hong Kong Route)
20 Oct Media Info (Tigerair Mandala Give Away Free
Tickets During Jakarta Fashion Week 2014)
24 Oct Media Info (Tigerair Mandala Pay to Go, Returns
For Free Promo is Back)
31 Oct Media Info (Tigerair Mandala won KLIA awards)
14 Nov Media Info ("Pay To Go Return For Free” from
Tigerair Mandala for Immediate Travel Plan)
27 Nov Media Info (50% off Tigerair Mandala Tickets for
Mandiri Debit Cardholders)
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
148
4 Dec Media Info (Approaching To The End of 2013,
Tigerair Mandala is Back with New Exciting )
15 Dec Denpasar Hongkong and Surabaya – Hongkong
Inaugural Flight
Tabel 4.2 Rekapitulasi Aktivitas Media Relations Tigerair Mandala
Terkait dengan aktivitas komunikasi yang dilakukan Tigerair Mandala,
Galih menilai bahwa di dalam proses komunikasi tersebut belum
disampaikan secara komprehensif, pengalaman penerbangan seperti apa
yang akan dirasakan oleh penumpang, yang tentunya berbeda dengan
maskapai lain. Tigerair Mandala dinilai masih berfokus saja pada persaingan
harga. Padahal, terlepas dari harga yang murah, Tigerair Mandala harus
menunjukkan diferensiasi yang dapat menyentuh sisi emosional penumpang.
“Sebenarnya airlines kalau rebranding…jujur kalau lihat Tiger, tidak cukup aktif ya. Kalau saya lihat mereka hanya pakai PR saja, media, mengubah websitenya, dan juga mengubah tampilan lainnya. Tapi dari secara experience, mereka sebenarnya tidak mengkomunikasikan apa-apa. In-flight experience nya saya sama sekali tidak pernah dengar. Sebenarnya kalau airlines, justru yang harus diceritakan adalah experience baru. Kita berubah, otomatis kita akan peduli dengan our quality of airline. Jadi dengan rebranding kita, kita punya konsep baru. Biasanya kalau rebranding pesawat, airlines, selain rebranding, dia juga menunjukkan pesawat baru, itu pasti. Dengan itu dia menawarkan new experience, new services, dan new values. Itu yang harus dilakukan.” ( Galih Rangha )
Proses rebranding bukanlah sekedar mengubah tampilan secara fisik
dan visual. Maskapai harus mampu mengkomunikasikan kualitas layanan
yang baru dan meyakinkan penumpang tentang diferensiasi dari kompetitor.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
149
4.2.9 Bentuk Evaluasi terhadap Program Marketing Public Relations
Keberhasilan program dan perencanaan rebranding dapat dilihat
melalui tahapan evaluasi. Tiap perusahaan memiliki cara dan sistem
tersendiri untuk melakukan analisa dan menilai apakah program komunikasi
yang dijalankan telah menjawab tujuan yang ingin dicapai. Tolok ukur
evaluasi dapat dilihat dari beragam faktor, mulai dari brand awareness,
hingga besaran angka ROI ( return on investment ).
“Tergantung KPI company nya masing-masing. Ada company yang mengukur efektivitas dari awareness, ada yang mengukur dari likeability, ada yang mengukur dari equity, ada yang mengukur dari ROI, return on investment. Jadi it depends on the company KPI nya. Tapi banyak company-company di Indonesia yang agak salah. Sebenarnya mereka hanya fokus , KPI kita apa? Awareness dan likeability. Awareness dan likeability, ingat kan apa yang saya mention di awal, belum tentu bring the business, in terms of good way. Dari ROI adalah justru yang paling betul untuk mengukur.Tapi ROI juga harus di-support oleh persepsi publik. Karena persepsi publik akan mendorong purchase intent mereka. Dari purchase intent itulah kita bisa mengukur return on investmentnya. Pada saat masa pembelian itu yang penting. Awareness, likeability, menurut saya untuk dijadikan KPI itu kurang. Yes, it is one of good tools, untuk marketing team. Tapi untuk mengukur, return apa yang saya dapat, itu yang harus dipikirkan.” ( Galih Rangha )
Sebagai bentuk evaluasi untuk mengetahui bagaimana respon publik
terhadap aktivitas rebranding, Tigerair Mandala melakukan riset untuk brand
check, yang disebut dengan media perception audit. Riset ini dilakukan
sebanyak dua kali selama tahun 2013.
“Sebenarnya kita juga ada riset untuk mengukur, brand check nya ada. Jadi setiap enam bulan sekali kita mengadakan, apa ya namanya, ya sejenis riset. Kita memberikan tugas ke Praxis untuk mengadakan brand check kepada media – media di Indonesia, bagaimana tanggapan mereka tentang Tigerair Mandala. Kalau kamu
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
150
dengar kata Tigerair Mandala, apa yang pertama came up di kepala kamu? Itu ada reportnya.” ( Thoriq Husein )
Riset kedua yang dilakukan pada bulan November 2013
menunjukkan hasil yang signifikan. Rekan jurnalis mulai mengenali bahwa
Tigerair Mandala merupakan salah satu low-cost carrier di Indonesia dan
juga rekanan dari Tigerair Grup. Isu tentang kebangkrutan pun tidak muncul
di dalam benak rekan jurnalis. Faktor keamanan dan on-time performance
adalah faktor yang kini menjadi pertimbangan utama bagi konsumen dalam
memilih maskapai penerbangan. Melalui media survey ini, rekan media
menyarankan Tigerair Mandala untuk menambah rute penerbangan dan
meningkatkan lagi on-time performance. Pada paruh kedua ini, tim Public
Relation Tigerair Mandala dinilai sangat informatif dan sigap dalam
memberikan informasi. Salah satu kegiatan media yang disarankan
berdasarkan hasil survey ini adalah kegiatan media familirization trip. Secara
keseluruhan, Tigerair Mandala telah memperoleh respon yang positif dari
rekan-rekan media.
“Yang pertama, kita baru mengdakan ini dua kali. Yang pertama jujur, masih ada beberapa kekurangan yang dinilai oleh teman-teman wartawan. Contohnya, maskapainya masih sering delay. Kalau brand apa yang pertama, atau LCC apa yang come up in your mind, kalau dibilang LCC gitu, masih banyak yang bilang Air Asia. Tapi yang kedua ini kita tes, keadaannya surprisingly, lebih membaik daripada yang pertama. Mereka sudah lebih mengenal Tigerair Mandala, mereka sudah tahu produk-produk yang kita tawarkan. Memang Air Asia masih mendominasi, kalau ditanya LCC, cuma sudah ada beberapa media, yang responnya ‘Oh, sudah ada Tigerair Mandala disini’ , dimana Tigerair Mandala buat mereka, one of the top LCC di Indonesia, maskapai yang jarang telat.” ( Thoriq Husein )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
151
Apabila dihubungkan kembali dengan tujuan yang telah dijabarkan di
awal, dari segi brand awareness, Tigerair Mandala mengakui bahwa brand
ini telah mendapatkan perhatian yang cukup baik dari publiknya. Namun, hal
yang perlu terus dipertahankan dan dikomunikasikan adalah brand
differentiation. Diferensiasi dari segi emosional masih perlu ditingkatkan
karena belum terlihat secara nyata.
“Untuk tahap awal ini yang penting awareness. So far sih awareness, kita dapet. Karena dari sisi media juga dicek, baik. Terus kita juga sudah mulai acknowledge. Karena kan simply secara media measurement, sudah ketahuan disitu. Kemudian dari sosial media, itu juga bisa kelihatan engagement seperti apa. Jadi harusnya awarenessnya sudah dapet. Sekarang tinggal permasalahannya adalah menjaga, mem-sustain, apa ya istilahnya, emotional nya itu yang masih proses. Jadi differentiation nya masih belum dapat, masih proses.” ( Rio Hascaryo )
Dilihat dari kacamata branding, Galih memberikan pendapat dan
analisanya tentang proses rebranding yang dilakukan Tigerair Mandala.
Menurut beliau, Tigerair Mandala saat ini menempatkan fokus strategi di
dalam pengembangan teknologi digital dan memanfaatkan cara kerja Public
Relations, salah satunya adala media relations. Penggunaan teknologi
sebagai senjata utama untuk bersaing di pasar merupakan pilihan yang
bagus, namun hal ini juga harus didukung pula oleh tenaga IT yang
memahami filosofi serta brand values yang baru dari Tigerair Mandala.
“Kalau saya lihat Tiger, dia berusaha main di digital. Dia berusaha main di computer-based, tablet-based, application, dan internet, pokoknya menggunakan media digital, which is a good thing kalau memang mereka mempositioningkan simplicity to digital. Air Asia…ya, dia mix sih, billboard iya, expo iya, digital iya, it’s a good thing juga. Application Air Asia sih one of the best, menurut saya.Tapi it is a good thing juga buat Tiger menggunakan approach seperti itu.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
152
Satu, bisa saving their cost. Kedua, membuat suatu image dan differensiasi. Itu bisa jadi hal yang bagus, selama efektif. Kadang digital harus di-support dengan komponen IT yang cukup kuat. Company yang fokus dengan digital, orang IT itu harus paham tentang brand. Mengapa? karena kita akan membutuhkan dia pada saat memilih, operating system yang benar, memilih server, memilih hardware yang benar. Jadi mereka tahu untuk memberikan yang terbaik di IT. Kalau memang Mandala ingin seperti itu, dia harus benar-benar membangun sistem yang mudah, sederhana, dan juga cepat.“ ( Galih Rangha )
Selain itu, beliau menyatakan bahwa hal yang paling penting bukan
hanya membangun brand awareness, tetapi juga membangun preferensi
target publik dalam memilih maskapai penerbangan. Galih juga melihat satu
kelemahan Tigerair Mandala dalam memberikan layanan penerbangan, yakni
adanya perbedaan layanan antara Tigerair Mandala dengan Tigerair
Singapore. Hal ini dapat memicu inkonsistensi maskapai dalam
mengkomunikasikan nilai-nilai dan esensi dari brand yang baru, serta
memengaruhi preferensi target konsumen.
“Saya rasa yang penting itu bukan awareness ya, preferences. Bagaimana cara seseorang yang prefer Air Asia bisa pindah ke Tiger. Itu saya rasa yang penting. Coba saja kamu cek orang disini, tahu Tiger atau tidak, saya yakin at least 80-90 persen tahu Tiger, tapi mau naik atau tidak? Saya pun kalau disuruh pilih, Tiger itu last option. Lebih baik either naik Air Asia atau Malaysia Airlines ya. Mau ke Bali pun saya prefer naik Air Asia, kalau saya pribadi seperti itu. Satu contoh gini deh…when you experience Mandala Tiger dari Jakarta ke to Singapore, dari Singapore ke Yangoon dengan Tigerair itu beda. Dari hal itu saja udah membangun persepsi yang berbeda. Mandala Tiger..saya seperti naik bis, angkot, sempit, gak enak. Once saya dari Singapore ke Yangoon, better. Their experience is quite better, hospitality juga beda, which is dalam hal ini better Tigerair Mandala daripada Tiger Singapore. Tapi the seating better Tigerair Singapore, daripada Mandala Tiger.
Jadi di internal grup mereka sendiri tidak konsisten dan belum tentu sama. They way they delivering the experience pun beda. Dari seating, on-time performance, hospitality, beda. Secara sistem beli
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
153
tiket sama, tapi delivering the experience nya beda. Bagaimana ini caranya? Maintain dulu. Once orang naik Mandala Tiger, pada saat dia naik Tigerair dari Singapore, ke negara manapun, gimana caranya kita membangun yang sama. Itu resiko sebuah brand manage by others, tidak satu atap.” ( Galih Rangha )
Faktor kepemilikan dan perbedaan manajemen di dalam sebuah brand
rupanya dapat menjadi pemicu masalah ketika proses rebranding
berlangsung. Hal ini akan menyebabkan munculnya sikap yang tidak
konsisten ketika Tigerair Mandala mencoba membangun in-flight experience
kepada penumpang, baik dari Tigerair Mandala dan Tigerair Singapore.
Brand yang telah dibangun perlu untuk dijaga keberlangsungannya
oleh perusahaan, baik dari CEO maupun divisi yang menjalankan program
komunikasinya. Komitmen dan konsistensi perusahaan untuk merawat dan
mengembangkan brand menjadi kunci utama keberhasilan brand tersebut
dalam mengambil hati di dalam benak publik.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
154
ANALISA SITUASI - Joint Venture Tigerair&
Saratoga - Analisa SWOT - PEST
- Identitas brand baru - Tigerair Mandala dalam
4P TUJUAN PROGRAM - Visibilitas Brand di
media massa - Feature dan in-depth
news - Hubungan baik dengan
media
STRATEGI Melakukan
engagement dan membangun
hubungan baik dengan target publik
TARGET PUBLIK - Experience lover dan
businessman, SES B+, social media user
-Travel Agent -Lifestyle, Tourism,
Newspaper, Online media
TAKTIK Media Releases
Distribution, Press Conference,
Media Fam Trip
KEY MESSAGES On – Time Performance
Worry – Free Travel Creating memorable
experience Warm, genuine,
passionate
EVALUASI PROGRAM
- Media Monitoring Monthly Report
- Media Perception Audit
- PII Model
Diagram 4.4 MPR Planning Tigerair Mandala
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
155
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1. Tahap Persiapan ( Preparation )
1. Kecukupan Informasi
Berdasarkan hasil analisa situasi dan riset persepsi media,
Tigerair Mandala menetapkan tujuan untuk membangun hubungan
yang baik dengan media massa melalui program-program media
relations, dan menciptakan publisitas yang positif serta mampu
menyampaikan nilai-nilai dari brand Tigerair Mandala. Secara garis
besar, ada tiga program untuk media massa yaitu pendistribusian
informasi media, konferensi pers, dan media familirization trip.
Material utama yang dipersiapkan Tigerair Mandala adalah informasi
media atau siaran pers, yang selalu diberikan di setiap acara atau
kegiatan media relations. Selain informasi media atau siaran pers,
Tigerair Mandala juga melengkapinya dengan dokumentasi berupa
foto yang relevan dengan topik kegiatan dan juga lembar fakta.
Dalam hal konten di setiap material media yang
didistribusikan, Tigerair Mandala menyampaikan informasi sebagai
berikut :
a) Informasi tentang perusahaan secara umum ( visi dan misi,
jumlah destinasi penerbangan, jumlah dan jenis pesawat yang
digunakan, pemilik saham, alamat perusahaan, serta nomor
kontak media )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
156
b) Lembar fakta yang berisikan informasi tentang perusahaan,
fitur-fitur layanan penerbangan, bukti komitmen dalam hal
keamanan penerbangan, dan program promosi
c) Pembahasan mengenai topik siaran pers secara jelas dan
lengkap ( program promosi, rute penerbangan baru )
Dilihat dari aspek kecukupan konten informasi, Tigerair
Mandala berupaya mengkomunikasikan karakter dan filosofi brand ini
melalui topik siaran pers yang diangkat. Maskapai ini berupaya
menciptakan relevansi antara brand values yang ditawarkan, dengan
isi pesan yang dipaparkan lewat material tersebut. Konten yang
dituangkan pun mengandung unsur 5W dan 1H, sehingga
memudahkan rekan media untuk menangkap inti informasi dan
mencegah kesalahan dalam memahaminya. Selain memaparkan inti
dan fakta pendukung dari topik yang dibahas, dicantumkan pula
kutipan langsung dari CEO Tigerair Mandala, Paul Rombeek, untuk
mempertegas inti dan menyampaikan informasi penting secara
akurat. Tigerair Mandala juga bersikap konsisten dalam
mengkomunikasikan nilai dan pesan inti, yaitu komitmen untuk
memberikan layanan penerbangan yang aman dan biaya yang
terjangkau.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
157
2. Ketepatan pesan dan aktivitas
Peneliti menilai Tigerair Mandala berupaya mengelaborasi key
messages yang diangkat dengan visi dan misi perusahaan, sehingga
media dapat memahami bahwa Tigerair Mandala memegang
komitmen untuk memberikan layanan penerbangan yang aman dan
terjangkau. Selain itu, Tigerair Mandala juga menunjukkan konsistensi
dalam mengkomunikasikan pesan tersebut.
Berdasarkan hasil riset persepsi media, topik tentang program
promosi dan ekspansi rute penerbangan baru adalah topik yang
paling menarik bagi media. Berangkat dari hal ini, setiap bulan
Tigerair Mandala mengirimkan rilis atau informasi media dengan jenis
topik yang berbeda-beda, namun didominasi dengan informasi
tentang promosi-promosi pembelian tiket penerbangan dan informasi
tentang rute baru. Terkait program promosi, Tigerair Mandala
melakukan kerja sama dengan perbankan dan restoran atau kafe
untuk menawarkan promosi bagi pelanggan dari rekanannya tersebut.
Bentuk penawaran yang diberikan berupa potongan harga untuk
transaksi pembelian tiket dengan syarat tertentu dan potongan harga
untuk pembelian produk dengan menunjukkan boarding pass Tigerair
Mandala. Program kerja sama ini tentu akan membangun kesadaran
publik tentang Tigerair Mandala.
Untuk lebih mengenal rekan media secara dekat dan
berinteraksi langsung, Tigerair Mandala menyelenggarakan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
158
konferensi pers. Acara ini dilakukan untuk menyampaikan informasi
yang krusial dan membutuhkan penjelasan yang rinci, seperti
pengumuman rebranding Mandala Airlines menjadi Tigerair Mandala
dan pembukaan rute penerbangan baru. Pada kesempatan ini pula,
Tigerair Mandala berkesempatan untuk berdiskusi dan memperoleh
insights dari sudut pandang media tentang industri penerbangan.
Selain itu, momen konferensi pers ini juga menjadi sarana bagi
Tigerair Mandala untuk memperkenalkan CEO sebagai pimpinan
tertinggi perusahaan sekaligus juru bicara utama, serta memperkecil
jarak antara brand dengan target publiknya ( media ).
Tigerair Mandala berupaya untuk memberikan pengalaman
penerbangan kepada rekan media sehingga mereka dapat
merasakan nilai-nilai diferensiasi yang selama ini dikomunikasikan
secara tertulis. Karena itulah ketika maskapai ini membuka rute
penerbangan yang baru, Tigerair Mandala menyelenggarakan
perjalanan wisata bersama media massa tertentu yang telah dipilih
oleh tim Public Relations Tigerair Mandala. Media yang dipilih adalah
media yang memiliki topik di bidang gaya hidup, pariwisata, trade,
dan surat kabar nasional. Penyelenggaraan familirization trip ini juga
bekerja sama dengan dinas pariwisata daerah setempat, sehingga
dalam distribusi informasi, Tigerair Mandala memberikan informasi
tentang penerbangannya , sekaligus informasi tentang objek wisata
unggulan di kota tersebut.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
159
Peneliti menilai bahwa pemilihan topik informasi media dan
aktivitas media yang dilakukan Tigerair Mandala telah sesuai dengan
hasil riset dan juga tujuan. Melalui kegiatan yang interaktif, Tigerair
Mandala dapat menunjukkan secara jelas bagaimana maskapai ini
memaknai karakteristik brand yang dikatakan hangat, tulus, dan
penuh semangat.
3. Kualitas pesan dan aktivitas
Melihat konten yang dirancang oleh Tigerair Mandala untuk
kegiatan media relations, peneliti menilai Tigerair Mandala berupaya
membangun citra, bahwa maskapai penerbangan ini merupakan
maskapai yang mengutamakan keamanan perjalanan dengan
menawarkan harga yang terjangkau. Selain itu, Tigerair Mandala
juga menunjukkan bahwa maskapai ini mampu memberikan
pengalaman perjalanan udara yang berkesan dan mennyenangkan.
Hal ini diwujudkan dengan menyelenggarakan perjalanan
udara dan berwisata bersama media. Dengan memberikan
kesempatan bagi media untuk terbang bersama, Tigerair Mandala
dapat menunjukkan secara nyata brand values yang telah
dikomunikasikan kepada target publik. Melalui perjalanan ini rekan
media dapat mengeksplorasi fitur serta diferensiasi Tigerair Mandala
secara optimal. Akan lebih baik jika perjalanan bersama media ini
dilakukan tidak hanya ketika membuka rute penerbangan baru, tetapi
dilaksanakan juga untuk rute-rute Tigerair Mandala yang tingkat
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
160
okupansinya rendah dan belum diminati target pelanggan. Dengan
memperkenalkan potensi daerah tujuan wisata, hal ini akan memicu
target publik untuk melakukan perjalanan dan berkunjung ke daerah
tersebut. Tigerair Mandala juga dapat bekerja sama dengan dinas
pariwisata daerah setempat untuk menyajikan informasi lengkap
tentang atraksi wisata utama di daerah tersebut.
Meski inti pesan dan nilai diferensiasi telah disampaikan,
Tigerair Mandala perlu untuk mengembangkan isi informasi media
secara lebih menarik dan kaya akan fakta-fakta yang memicu minat
media untuk menciptakan publisitas dari beragam sudut pandang.
Publisitas tentang Tigerair Mandala yang dibahas dengan sudut
pandang yang berbeda-beda akan membantu maskapai ini untuk
merangkul kelompok target publik yang lebih luas. Selain dituangkan
dalam bentuk rilis untuk media, Tigerair Mandala juga dapat
mengajak serta menjadikan pimpinan - pimpinan dari jajaran
manajemen untuk hadir dalam temu media dan memaparkan kondisi
Tigerair Mandala dari sudut pandang bidang yang dipimpinnya saat
ini.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
161
4.3.2 Tahap Implementasi ( Implementation )
No Jenis Program Implementasi Evaluasi
1. Distribusi material untuk
media massa
- Informasi Media /
Siaran Pers
- Lembar Fakta
- Photo Releases
- Pemuatan berita di media
- Jenis media
- Monthly media monitoring
2. Konferensi Pers - Siaran pers
sesuai topik acara
- Kehadiran
narasumber
- Konten acara
- Kehadiran jurnalis
- Pemuatan berita di media
- Jenis media
- Monthly media monitoring
3. Media Familirization Trip - Jadwal / acara
perjalanan
- Materi informasi
media
- Jumlah kehadiran media
- Pemuatan berita di media
- Monthly media monitoring
Tabel 4.3 Tabel Implementasi Program Tigerair Mandala
Selama bulan Juli – Desember, Tigerair Mandala melakukan
beragam aktivitas yang melibatkan rekan-rekan media. Program ini
bertujuan untuk membangun serta menjaga hubungan yang baik
dengan media, sekaligus memperkenalkan esensi dan karakteristik
dari brand yang baru. Peneliti melihat Tigerair Mandala melakukan
tiga jenis aktvitas media relations, yaitu konferensi pers, media
familirization trip dan distribusi informasi media atau siaran pers.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
162
Secara keseluruhan, Tigerair Mandala memiliki 40 target
media, yang terbagi atas general media, online, lifestyle, dan trade.
Berdasarkan hasil monthly media monitoring report pada tahun 2013,
media yang termasuk dalam “Top Media Source” adalah Detik.com,
Kompas.com, Okezone.com, Bisnis Indonesia, Tribunnews.com,
Tempo.co, Beritasatu.com, dan Kontan. Online media merupakan
jenis media yang menjadi target utama Tigerair Mandala. Hal tersebut
disampaikan oleh tim Public Relations bahwa maskapai ini
merupakan salah satu brand yang sangat aktif menggunakan sarana
media sosial untuk berinteraksi dengan publik, dan online media akan
sangat membantu untuk menyebarkan informasi dengan cepat dan
memiliki jangkauan yang luas. Karena alasan inilah Tigerair Mandala
fokus untuk melakukan pendekatan dengan rekan – rekan jurnalis
yang berasal dari online media.
1. Distribusi Informasi Media / Siaran Pers
Selama bulan Juli - Desember 2013, Tigerair Mandala
mengirimkan 2 - 6 informasi media setiap bulannya. Jumlah
ini dapat berubah-ubah tergantung relevansi topik dan isu
yang ingin dibahas. Selain informasi media yang dikirimkan
setiap bulan, Tigerair Mandala juga membagikan siaran media
ketika mengadakan konferensi pers, inaugural flight
pembukaan rute penerbangan baru, dan ketika melakukan
media familirization trip. Melihat tabel rekapitulasi tersebut,
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
163
topik informasi media yang paling dominan diberitakan. Sesuai
dengan hasil media perception audit, dua topik ini dinilai
menarik bagi wartawan untuk diberitakan.
Dalam mendistribusikan informasi media ini, Tigerair
Mandala berfokus pada media gaya hidup, media pariwisata,
media online, dan surat kabar nasional. Media online dan
surat kabar menjadi target utama karena media online ini
memiliki jangkauan penyebaran berita yang sangat luas dan
mampu menghasilkan publisitas secara cepat. Selain itu berita
yang tampil di media online dapat terhubung secara langsung
dengan media sosial, sehingga memudahkan publik untuk
melihat berita tersebut. Sedangkan surat kabar, dan juga
majalah, memiliki kredibilitas yang tinggi.
Meski setiap media informasi yang diberikan memiliki
tema atau ide utama yang berbeda-beda, tetapi peneliti
melihat bahwa Tigerair Mandala menuliskan paragraf yang
memuat pesan inti (key messages), dan kalimat ini dapat
ditemukan pada setiap rilis yang diterbitkan. Paragraf tersebut
adalah sebagai berikut :
“Tigerair Mandala percaya bahwa berpergian tidak hanya sekedar pergi dari satu tempat ke tempat yang lain, tetapi mengenai mewujudkan mimpi dan membuat pengalaman tak terlupakan. Oleh karena itu, Tigerair Mandala berkomitmen untuk menjadi mitra terbang yang aman, tepat waktu, dan nyaman, dengan biaya yang terjangkau.”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
164
Dari hasil pengiriman informasi media tersebut,
Tigerair Mandala memperoleh publisitas dengan jumlah yang
beragam. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat jumlah
kemunculan berita tentang informasi media yang dikirimkan
oleh Tigerair Mandala. Pemberitaan tentang program promosi
dan pembukaan rute penerbangan baru memiliki jumlah artikel
yang banyak, terutama promosi yang merupakan hasil kerja
sama dengan perusahaan lain. Hal ini membuktikan bahwa
Tigerair Mandala telah memenuhi preferensi pemberitaan
media massa dan media mulai mengenal Tigerair Mandala
sehingga mampu menghasilkan publisitas.
Tanggal Aktivitas Media Coverage 1 Jul Media Info ( ECS Group ) 5
5 Jul Media Info( PT Mandala Airlines’ New Logo to be
Familiarized Gradually to the Public)
4
10 Jul Press Release Aircraft 9 (Promo "Pay To Go,
Return For Free")
12
1 Aug Media Info (Cash Back Voucher Online Food
Ordering)
10
3 Aug Photo Releases ( Surabaya – Bangkok Inaugural
Flight )
10
14 Aug Media Info ( Independence Day Celebration ) 19
22 Aug Media Info ( Combo 50% Promo ) 12
2 Sep Media Info (New Route Jogjakarta – Palembang ) 16
11 Sep Media Info ( Tiger Flash Promo)
6
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
165
18 Sep Media Info (Free Returns Ticket and Free Ticket
Movie)
6
21 Sep Press Release ( Tigerair Mandala Complete the
Airbus Line Operation Surveillance )
18
10 Oct Media Info (Tigerair Mandala - Citibank) 23
16 Oct Media Info (Tigerair Mandala Opens Flight
Denpasar and Surabaya to Hong Kong Route)
16
20 Oct Media Info (Tigerair Mandala Give Away Free
Tickets During Jakarta Fashion Week 2014)
15
24 Oct Media Info (Tigerair Mandala Pay to Go, Returns
For Free Promo is Back)
15
31 Oct Media Info (Tigerair Mandala won KLIA awards) 10
14 Nov Media Info ("Pay To Go Return For Free” from
Tigerair Mandala for Immediate Travel Plan)
15
27 Nov Media Info (50% off Tigerair Mandala Tickets for
Mandiri Debit Cardholders)
6
4 Dec Media Info (Approaching To The End of 2013,
Tigerair Mandala is Back with New Exciting )
14
Tabel 4.4 Jumlah Media Coverage untuk Distribusi Informasi Media
Peneliti menilai Tigerair Mandala telah berupaya
menunjukkan konsistensinya untuk mengkomunikasikan key
messages kepada rekan – rekan media. Aktivitas
pendistribusian informasi media ini juga sangat baik bagi
Tigerair Mandala yang baru saja mengudara, terutama upaya
untuk memenuhi preferensi pemberitaan media tentang
sebuah maskapai penerbangan.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
166
Namun, karakter pribadi Tigerair Mandala, yang
hangat, tulus, dan bersemangat, itulah yang belum secara
jelas dikomunikasikan. Apabila karakter ini dapat disampaikan
dan dikemas dalam bentuk layanan yang akan didapat
penumpang, tentu akan membuat target publik tertarik untuk
mencari tahu lebih jauh tentang Tigerair Mandala.
2. Konferensi Pers
Selama bulan Juli – Desember 2013, Tigerair Mandala
menyelenggarakan dua kali konferensi pers, yaitu pada
tanggal 3 Juli 2013 dan 1 Oktober 2013. Konferensi pers
sekaligus acara media paling besar yang pernah dilaksanakan
adalah pada tanggal 3 Juli, ketika Tigerair Mandala secara
resmi memperkenalkan identitas dan brand yang baru kepada
publik. Konten acara selama konferensi pers sangat
sederhana, yakni video berdurasi pendek sebagai pembuka,
dan dilanjutkan dengan perkenalan brand Tigerair Mandala,
bersama dengan CEO dan beberapa petinggi perusahaan
lainnya. Peneliti juga menilai materi yang dituliskan dalam
siaran pers pun sangat singkat, namun jelas menyampaikan
informasi yang penting untuk dipahami secara tepat oleh
media.
Peneliti melihat beberapa publisitas terkait konferensi
pers peluncuran brand maskapai ini di online media, dan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
167
melakukan pengecekan terhadap siaran media yang
dibagikan pada acara tersebut. Rupanya simplicity yang
ditunjukkan Tigerair Mandala membuat seluruh key messages
dan topik utama lainnya tercantum dengan baik di dalam
berita tersebut. Beberapa media juga menambahkan kutipan
pernyataan yang disampaikan langsung oleh CEO Tigerair
Mandala, Paul Rombeek, Andry Irwan, sebagai Finance
Director, dan Lucas Suryanata, Public Relations Manager
pada saat itu. Hal ini tentu akan semakin menguatkan
penyampaian key messages kepada publik. Konferensi pers
ini juga menjadi sarana untuk mensosialisasikan logo yang
baru kepada target publik.
Peneliti menilai konferensi pers tentang perkenalan
brand Tigerair Mandala ini sangat menarik bagi media,
terutama sebagai jawaban atas isu restrukturisasi dan
kebangkrutan yang dialami Mandala Airlines. Hadirnya
Tigerair Mandala melalui acara ini merupakan momen
pembuktian apakah Mandala Airlines berhasil bangkit dan
berkompetisi kembali di industri penerbangan Indonesia.
Konferensi pers yang kedua diadakan bersamaan
dengan pembukaan rute penerbangan baru dari Jogjakarta ke
Palembang. Tigerair Mandala membawa sekitar 8 orang
jurnalis dari media massa lokal di Jogjakarta untuk mengikuti
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
168
konferensi pers di Palembang dan melakukan perjalanan
wisata selama 2 hari. Selain membagikan siaran media
kepada jurnalis yang hadir di Palembang, Tigerair Mandala
juga mendistribusikan informasi kepada media massa yang
berlokasi di Jakarta. Pada konferensi pers tersebut hadir pula
CEO Tigerair Mandala di bandar udara Sultan Mahmud
Badaruddin II. Paul Rombeek memberikan penjelasan kepada
media bahwa kota Palembang memiliki prospek yang bagus
untuk industri penerbangan, baik dari segi pariwisata maupun
bisnis. Keterangan yang disampaikan CEO dapat menjadi
bentuk penegasan terhadap informasi yang dituliskan dalam
siaran pers.
Untuk konferensi pers ketika Tigerair Mandala pertama
kali diperkenalkan ke publik, berdasarkan data daftar hadir,
terdapat 92 jurnalis yang datang ke acara tersebut , dari 70
media massa. Media yang datang pun beragam, mulai dari
media cetak, majalah, stasiun televisi, dan media online.
Jumlah kehadiran ini melampaui target yang ditentukan,
sekitar 35-40 media.
Dari 70 media massa yang hadir dalam konferensi
pers ini, Tigerair Mandala memperoleh 67 publisitas. Dari
angka terlihat bahwa Tigerair Mandala telah mampu menarik
perhatian media meski diakui konten acara dan materi sangat
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
169
sederhana. Jumlah ini juga menunjukkan bahwa media-media
yang menjadi target Tigerair Mandala telah mengenali
identitas brand yang baru.
Pada konferensi pers yang diselenggarakan di
Palembang, sebagai bagian dari media familirizaition trip
dalam rangkan pembukaan rute penerbangan baru, Tigerair
Mandala memperoleh 29 publisitas, yang didominasi oleh
online media, yang berbasis di Jakarta, Jawa, dan Sumatra,
dan media massa cetak seperti Bisnis Indonesia, Kontan, dan
The Jakarta Post.
Tanggal Aktivitas Media Coverage 3 Jul Press Conference Rebranding to Tigerair Mandala 67
1 Oct Press Conference (Inaugural Flight Jogjakarta –
Palembang )
29
Tabel 4.5 Jumlah Media Coverage dari Konferensi Pers
Peneliti menilai bahwa topik tentang pembukaan rute
penerbangan menjadi topik yang sangat menarik bagi rekan
media. Ditambah lagi dengan media familirization trip yang
dilakukan oleh Tigerair Mandala, dengan membawa rekan
wartawan dari Jogjakarta, sebagai kota asal rute yang baru ini.
Terlihat jelas bahwa Tigerair Mandala berupaya untuk
memenuhi aspirasi dari media dengan memberikan
kesempatan untuk merasakan pengalaman terbang bersama
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
170
dengan maskapai ini. Pengalaman terbang ini akan membantu
para jurnalis untuk menghasilkan publisitas yang lebih bersifat
stories atau soft news.
3. Media Familirization Trip
Perjalanan wisata bersama media pertama yang
dilakukan selama Juli – Desember 2013 adalah pada tanggal
24 Juli, yaitu ketika Tigerair Mandala membuka rute
penerbangan baru dari Jakarta menuju Hongkong. Rute ini
merupakan penerbangan internasional pertama Tigerair
Mandala dan satu-satunya low-cost carrier yang memiliki rute
langsung ke Hongkong tanpa transit. Bekerja sama dengan
Hongkong Tourism Board, maskapai ini membawa rekan
media untuk berkeliling ke destinasi-destinasi wisata pilihan di
kota tersebut selama 4 hari.
Tigerair Mandala membawa 22 rekan media, yaitu dari
Seputar Indonesia, Investor Daily, The Jakarta Post, Bisnis
Indonesia, Airliner World Indonesia, Nylon, Nylon Guys,
Cosmo Girl, Bestlife, Majalah Panorama, Majalah Area,
Destinasian, Cleo, Majalah Tamasya, Travel Xpose,
Kompas.com, Okezone.com, Detik.com, The Jakarta Post
Travel, Yahoo Indonesia, Bloomberg, dan Kompas TV, serta 3
travel blogger, yakni Travel Junkie, Jejak Bocah Hilang, dan
Cerita Eka. Melalui penerbangan bersama media ini, Tigerair
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
171
Mandala menyajikan aktivitas – aktivitas untuk mengakrabkan
diri dengan jurnalis tersebut, seperti on-board entertainment
dengan mendatangkan pesulap yang tampil di dalam pesawat.
Aktivitas dan kejutan yang diberikan selama penerbangan
merupakan pilihan yang tepat untuk mengkomunikasikan
karakteristik dan diferensiasi Tigerair Mandala dengan
maskapai penerbangan bertarif rendah yang lain. Selama
kegiatan perjalanan ini berlangsung Tigerair Mandala juga
menyediakan informasi yang komprehensif kepada jurnalis,
baik tentang penerbangan Tigerair Mandala sendiri maupun
atraksi wisata di Hongkong. Hal tersebut tentu akan
memberikan kesan yang positif terhadap tim Public Relations
Tigerair Mandala.
Peneliti menilai perjalanan media sekaligus pembukaan
rute baru menuju Hongkong ini merupakan sukses kedua
Tigerair Mandala setelah konferensi pers di awal bulan Juli.
Selain jumlah publisitas yang melampaui jumlah media yang
hadir, kualitas dan pesan inti pun tersampaikan secara
optimal. Tigerair Mandala juga mengkomunikasikan karakter
dari brand yang baru kepada media selama perjalanan wisata
berlangsung.
Selain Jakarta, pada pertengahan Desember 2013,
Tigerair Mandala kembali membuka rute penerbangan menuju
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
172
Hong Kong dari kota Surabaya dan Denpasar. Penerbangan
ini merupakan penerbangan langsung tanpa transit. Tigerair
Mandala mengundang wartawan dari masing-masing kota
untuk ikut dalam penerbangan perdana ini. Dalam perjalanan
kali ini Tigerair Mandala membawa jurnalis dari Hong Kong
menuju Denpasar dan jurnalis Surabaya menuju Hong Kong.
Tanggal Aktivitas Media Coverage 24 Jul Hongkong Inaugural Flight and Media Fam Trip 57
15 Dec Denpasar Hong Kong and Surabaya – Hong
Kong Inaugural Flight
13
Tabel 4.6 Jumlah Publisitas dari Media Familirization Trip
Perjalanan bersama media dalam penerbangan perdana
Jakarta ke Hong Kong merupakan salah satu program yang sukses
dilakukan oleh Tigerair Mandala. Selain karena ini merupakan
penerbangan langsung tanpa transit, Tigerair Mandala juga
memberikan para rekan media layanan penerbangan dan wisata
secara optimal.
Hasilnya pun terlihat dari jumlah publisitas yang diperoleh dari
penerbangan Jakarta – Hong Kong ini. Tigerair Mandala memperoleh
57 pemberitaan. Tidak hanya jumlah yang cukup banyak, di beberapa
majalah gaya hidup seperti Cleo dan Best Life, liputan tentang
penerbangan ini mendapatkan tempat lebih dari satu halaman dan
masuk dalam kategori liputan pilihan. The Jakarta Post Online,
Detik.com, dan Okezone.com bahkan mempublikasikan beberapa
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
173
artikel dengan topik penerbangan Jakarta – Hongkong namun
menggunakan judul yang berbeda-beda.
Untuk perjalanan yang kedua dalam pembukaan rute
penerbangan Denpasar – Hong Kong dan Surabaya – Hong Kong,
Tigerair Mandala memperoleh 13 pemberitaan di media massa.
Langkah besar Tigerair Mandala dapat dikatakan sangat strategis,
karena Surabaya dan Denpasar merupakan ibu kota yang tentunya
memiliki jumlah wisatawan yang tidak kalah banyak dengan Jakarta.
Penerbangan langsung menuju kota wisata di Asia, yaitu Hong Kong,
akan menarik minat media, dan juga target publik Tigerair Mandala
untuk pergi berwisata.
4. Media Monitoring Report
Setiap bulannya tim Public Relations Tigerair Mandala
membuat laporan yang berisikan jumlah media coverage, analisa
hasil media monitoring, hingga nama media yang paling sering
memuat berita tentang Tigerair Mandala. Tim Public Relations
Tigerair Mandala memiliki target untuk mendapatkan media
coverage sebanyak 1000 artikel per tahun. Berikut ini adalah
ringkasan dari hasil pantauan publisitas Tigerair Mandala di media
massa selama paruh kedua tahun 2013, di bulan Juli – Desember.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
174
Tabel 4.7 Media Monitoring Tigerair Mandala Juli-Desember 2013
Dari hasil pantauan pemberitaan di media massa ini, dapat
dilihat setiap bulannya Tigerair Mandala mampu menciptakan
publisitas dengan jumlah yang cukup tinggi, dengan jumlah tertinggi,
201 artikel ( Juli 2013 ) dan jumlah terendah sebanyak 66 artikel
( November 2013 ). Secara keseluruhan, artikel tentang Tigerair
Mandala tersebut didominasi oleh tulisan dengan nada yang positif
dan netral. Artikel yang bernada positif adalah artikel yang memuat
JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER
Jumlah artikel
201 139 105 192 66 77
Tonality Positive (82%),
Neutral (15%),
Negative (3%)
Positive (67%),
Neutral (21%),
Negative (12%)
Positive
(89%),
Neutral (7%),
Negative
(4%)
Positive
(70%),
Neutral
(29%),
Negative
(1%)
Positive
(60%),
Neutral
(33%),
Negative
(7%)
Positive
(55%),
Neutral
(43%),
Negative
(7%)
Jenis Media
Online Media
(69%)
Dailies (27%)
Periodical (4%)
Online Media
(64%)
Dailies (32%)
Periodical (4%)
Online Media
(60%)
Dailies (31%)
Periodical
(9%)
Online Media
(62%)
Dailies (34%)
Periodical
(4%)
Online media
(51%)
Dailies (41%)
Periodical
(8%)
Online Media
(60%)
Dailies (30%)
Periodical
(10%)
Top Media Source
Detik.com Tribunnews.com Kompas.com
dan
Detik.com
Detik.com Kompas.com Kompas.com
Kategori Artikel
Article + Photo
(70%)
Article (27%)
Photo Caption
(3%)
Article+Photo
(71%)
Article (26%)
Photo Caption
(3%)
Article+Photo
(76%)
Article (24%)
Photo
Caption ( 0%)
Article+Photo
(64%)
Article (33%)
Photo
Caption (3%)
Article+Photo
(53%)
Article (46%)
Photo
Caption (2%)
Article+Photo
(68%),
Article (30%)
Photo
Caption (2%)
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
175
siaran pers dari Tigerair Mandala, sedangkan artikel yang netral
adalah artikel dengan topik yang memiliki hubungan secara tidak
langsung dengan maskapai penerbangan ini, seperti ekspansi bisnis
Saratoga, pemindahan penerbangan tertentu ke bandara Halim
Perdana Kusuma, dan isu-isu lain yang memengaruhi industri
penerbangan di Indonesia. Surat pembaca yang melaporkan keluhan
seputar layanan Tigerair Mandala termasuk dalam kategori artikel
yang bernada negatif.
Terlihat bahwa pada paruh kedua tahun 2013, aktivitas media
relations Tigerair Mandala mulai menjawab tujuan yang ingin dicapai,
yakni membangun awareness target publik, dengan cara
menciptakan hubungan yang baik dan menghasilkan publisitas positif
di media massa. Selama enam bulan ini pula, Tigerair Mandala
memperoleh total 780 artikel di media massa, atau sekitar 78%
memenuhi target artikel. Meski publisitas positif mendominasi, tetapi
Tigerair Mandala masih memperoleh publisitas yang bernada negatif,
terutama dari surat pembaca. Hal inilah yang menjadi tugas Tigerair
Mandala untuk meminimalisir publisitas negatif tersebut agar tidak
memengaruhi publisitas yang positif. Surat pembaca yang ditampilkan
oleh media massa dapat memengaruhi pandangan publik tentang
Tigerair Mandala.
Publisitas dengan konten berupa tulisan dan foto juga
mendominasi keseluruhan hasil pemberitaan yang diperoleh Tigerair
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
176
Mandala. Peneliti menilai hal ini merupakan pencapaian yang sangat
baik, karena tampilan visual dalam sebuah tulisan akan menarik
minat pembaca. Dengan adanya gambar di dalam artikel tersebut,
pembaca akan mendapat informasi yang lebih jelas tentang seperti
apa identitas baru yang hendak diperkenalkan oleh Tigerair Mandala.
4.3.3 Tahap Dampak ( Impact )
Pada tahapan evaluasi dampak ini, penulis akan merujuk
pada lapisan pertama dari diagram model PII, yaitu “who learn
message content”. Lapisan pertama di dalam model evaluasi ini
bertujuan untuk melihat seberapa banyak publik yang mengetahui
pesan komunikasi yang diberikan Tigerair Mandala. Poin
ini dipilih karena sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai melalui
program komunikasi, yaitu membangun kesadaran dan pengetahuan
publik tentang identitas baru dari Tigerair Mandala. Kelima lapisan
diatasnya tidak dipilih karena memang tujuan program ini belum
mencapai tahap untuk mengubah opini atau perilaku publik terhadap
Tigerair Mandala. Dalam melihat dampak yang dihasilkan, peneliti
mengacu pada hasil Advertising Value yang diperoleh dari setiap
informasi media, aktivitas konferensi pers, dan media familirization
trip.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
177
Untuk melihat sejauh apa pesan inti yang dikomunikasikan
Tigerair Mandala dipahami oleh target publiknya, berikut adalah tabel
hasil Advertising Value yang diperoleh Tigerair Mandala untuk
aktivitas yang dilakukan selama Juli – Desember 2013.
Tanggal Aktivitas Coverage Advertising Value (Rp)
1 Jul Media Info (ECS Group) 5 26,195,000 3 Jul Press Conference Rebranding
to Tigerair Mandala 67 1,148,973,500
5 Jul Media Info ( PT Mandala Airlines’ New Logo to be Familiarized Gradually to the Public)
4 58,486,000
10 Jul Press Release Aircraft 9 ( Promo "Pay To Go, Return For Free")
12 135,689,300
24 Jul Hongkong Inaugural Flight & Media Familirization Trip
57 884,938,000
1 Aug Media Info (Cash Back Voucher Online Food Ordering)
10 90,000,000
3 Aug Photo Release (Surabaya - Bangkok Inaugural Flight)
10 132,411,500
14 Aug Media Info (Independence Day Celebrations)
19 196,278,500
22 Aug Media Info (Combo 50% Promo) 12 125,000,000 2 Sep Media Info (New Route
Jogjakarta – Palembang ) 16 237,490,000
11 Sep Media Info ( Tiger Flash Promo )
6 65,198,000
18 Sep Media Info ( Free Returns Ticket and Free Ticket Movie )
6 65,280,000
21 Sep Press Release (Tigerair Mandala Complete the Airbus Line Operation Surveillance )
18 404,181,000
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
178
1 Oct Press Conference (Inaugural Flight Jogjakarta – Palembang )
29 376,843,000
10 Oct Media Info (Tigerair Mandala - Citibank)
23 206,750,000
16 Oct Media Info (Tigerair Mandala Opens Flight Denpasar and Surabaya to Hong Kong Route)
16 183,420,000
20 Oct Media Info (Tigerair Mandala Give Away Free Tickets During Jakarta Fashion Week 2014)
15 83,674,000
24 Oct Media Info (Tigerair Mandala Pay to Go, Returns For Free Promo is Back)
15 158,950,000
31 Oct Media Info (Tigerair Mandala won KLIA awards)
10 119,500,000
14 Nov Media Info ( "Pay To Go Return For Free” from Tigerair Mandala for Immediate Travel Plan )
15 180,000,000
27 Nov Media Info ( 50% off Tigerair Mandala Tickets for Mandiri Debit Cardholders)
6 35,000,000
4 Dec Media Info (Approaching To The End of 2013, Tigerair Mandala is Back with New Exciting )
14 140,500,000
15 Dec Denpasar and Surabaya – Hong Kong Inaugural Flight
13 172,300,000
TOTAL 5,227,057,800
Tabel 4.8 Hasil Advertising Value Tigerair Mandala
Nilai publisitas yang dihasilkan selama bulan Juli – Desember 2013
menunjukkan angka sangat beragam. Jumlah tertinggi didapatkan pada
bulan Juli, yaitu ketika Tigerair Mandala melakukan konferensi pers untuk
mengumumkan identitas yang baru, media familirization trip saat maskapai
penerbangan ini membuka rute penerbangan baru, dilanjutkan dengan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
179
informasi media tentang program promosi, hasil kerja sama dengan
perbankan. Jumlah publisitas terendah adalah ketika Tigerair Mandala
mendistribusikan informasi media tentang perubahan logo yang akan
diaplikasikan secara bertahap. Informasi ini tidak memperoleh banyak
publisitas karena hanya berfungsi untuk melengkapi materi yang diberikan
saat konferensi pers peluncuran Tigerair Mandala.
Harris dan Whalen (2006 : 146) memaparkan pemahaman tentang
Advertising Value, yaitu :
“Ad Value Equivalency (AVE) is a practice of measuring PR performance by comparing the cost of reaching the total media impressions achieved by articles placed by the PR efforts, versus the cost of paying for those same placements as paid advertisements.” Pada tabel 4.8, Advertising Value menggambarkan nilai publisitas jika
dikonversikan ke dalam ukuran dan biaya iklan. Semakin besar angkanya,
berarti semakin banyak pula media yang memuat berita itu, serta semakin
besar pula peluang publik yang melihat artikel tersebut. Kotler menjelaskan
dalam Harris dan Whalen (2006 : 147) bahwa media massa, sebagai pihak
ketiga, adalah yang membuat sebuah artikel menjadi lebih bernilai
dibandingkan iklan. Kredibilitas dan peran media sebagai gatekeeper yang
mengedukasi publik melalui pemberitaan yang aktual membuat tiap artikel
yang dipublikasikan, tidak hanya memperkenalkan identitas brand yang baru,
tetapi sekaligus menginisiasi terbentuknya kepercayaan publik terhadap
maskapai penerbangan ini.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
180
Hasil Advertising Value ini menunjukkan bahwa upaya Tigerair
Mandala untuk memenuhi preferensi pemberitaan media telah menghasilkan
nilai yang sangat tinggi. Merujuk pada paparan di dalam tabel tersebut,
peneliti menilai bahwa dari segi brand awareness, publik telah memahami
identitas dan konsep baru yang diperkenalkan oleh Tigerair Mandala. Selain
mengetahui identitas secara fisik dan tampilan visual, dapat dikatakan bahwa
publik juga telah memahami pesan inti ( key messages ) yang
dikomunikasikan melalui materi-materi publikasinya, yaitu worry-free travel,
memorable experience, dan on-time performance. Setelah memahami
identitas dan konsep Tigerair Mandala, publisitas di media tersebut dapat
dibagikan ( sharing ), bahkan direkomendasikan kepada publik lain, melalui
beragam media, khususnya media sosial. Hal ini menstimulasi terciptanya
“word-of-mouth” yang positif tentang Tigerair Mandala.
Apabila dikategorikan dalam tingkatan pembentukan brand
awareness, yaitu unaware of brand, brand recognition, brand recall, dan top
of mind, dampak dari program komunikasi Tigerair Mandala ini termasuk
dalam tingkatan brand recognition. Publik baru sekedar mengenali dan
mengetahui identitas dan konsep Tigerair Mandala yang baru, serta layanan
seperti apa yang ditawarkan. Target publik memahami key messages serta
nilai yang dikomunikasikan, tetapi hal ini belum dapat dikatakan bahwa publik
memilih Tigerair Mandala ketika akan menggunakan jasa low-cost carrier.
Tigerair Mandala juga masih jauh dari tingkatan top of mind, walaupun publik
telah mengetahui informasi tentang maskapai ini. Dapat dikatakan bahwa
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
181
publik telah memahami, tetapi belum menjadikan Tigerair Mandala pilihan
utama dalam kategori produk low-cost carrier. Berdasarkan hasil media
perception audit pada November 2013, Air Asia masih menjadi top of mind
dalam kategori maskapai berbiaya rendah.
Meski target publik telah memiliki kemampuan brand recognition serta
pengetahuan tentang identitas fisik dan karakteristik Tigerair Mandala,
prestasi tersebut belum menjadi jaminan bahwa perusahaan akan
memperoleh pendapatan yang ditargetkan. Tigerair Mandala perlu untuk
menstimulasi dan mengubah preferensi target publiknya dalam memilih
maskapai penerbangan berbiaya rendah. Di tengah industri yang aviasi yang
kompetitif, Tigerair Mandala juga harus mengkomunikasikan secara
konsisten brand values dan diferensiasi dengan kompetitor. Diferensiasi ini
sangat penting agar target publik memahami dan memiliki alasan yang kuat
mengapa mereka harus terbang bersama Tigerair Mandala.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
182
BAB V
SIMPULAN dan SARAN
5.1 Simpulan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian tentang evaluasi program Marketing
Public Relations pada rebranding Tigerair Mandala, peneliti dapat
memaparkan kesimpulan – kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam perencanaan Marketing Public Relations, strategi komunikasi
yang digunakan oleh Tigerair Mandala adalah engagement dengan
seluruh stakeholders. Engagement ini dipilih karena dengan cara ini
Tigerair Mandala dapat lebih dekat dengan target publiknya dan
mengkomunikasikan brand values yang hangat dan tulus dalam
memberikan layanan penerbangan yang aman serta terjangkau.
Berdasarkan hasil media perception audit, Tigerair Mandala
menyelenggarakan aktivitas bersama media, seperti konferensi pers,
media familirization trip ketika Tigerair Mandala membuka
penerbangan dan rute baru, serta mendistribusikan informasi media
setiap bulan. Melalui pemberitaan di media massa, Tigerair Mandala
dapat menjangkau dan mengedukasi target publik dengan cara yang
kredibel.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
183
2. Merujuk pada model PII, dari segi persiapan, peneliti menyimpulkan
bahwa Tigerair Mandala menunjukkan konsistensi dalam menyusun
materi untuk media secara komprehensif. Konten yang dipaparkan
juga mengkomunikasikan komitmen Tigerair Mandala. Dalam
implementasi, Tigerair Mandala telah mendistribusikan dan
melaksanakan program yang sesuai dengan target publik yang dituju.
Hasilnya pun terlihat dari jumlah pemberitaan di media massa yang
rata-rata melampaui target dan respon yang positif dari media. Dari
segi dampak yang dihasilkan, brand awareness tentang Tigerair
Mandala telah terbangun dan publik telah memahami identitas dari
brand yang baru. Publisitas yang muncul di media massa pun akan
membantu publik membangun preferensi terhadap maskapai ini dan
merekomendasikannya kepada publik lain.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Praktis
Peneliti menyarankan bagi Tigerair Mandala untuk
mengembangkan pendekatan atau strategi yang dikhususkan untuk
berinteraksi lebih dekat dan nyata dengan target konsumen, seperti
special event yang dilakukan di tempat publik dan dapat menarik
perhatian pengunjung, serta dikemas dalam bentuk permainan yang
berhadiah tiket penerbangan.
Aktivitas dan program dengan target publik dapat beragam
wujudnya, tergantung pada situasi dan kondisi Tigerair Mandala.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
184
Namun, Tigerair Mandala harus mengkomunikasikan pesan inti dan
karakter brand secara berkelanjutan dan konsisten. Peneliti
menyarankan agar karakter dan diferensiasi Tigerair Mandala ini
dikemas atau diwujudkan ke dalam bentuk yang lebih konkrit
sehingga publik dapat merasakan pembeda tersebut secara jelas.
Salah satu bentuk komunikasinya adalah melalui pengembangan in-
flight experience. Pengalaman dan momen yang dirasakan
penumpang ketika terbang bersama Tigerair Mandala itulah yang
menjadi pembeda dengan kompetitor. In-flight experience ini salah
satunya dapat ditunjukkan melalui kru pesawat, yang memberikan
layanan sesuai dengan karakter dan filosofi Tigerair Mandala.
Interaksi antara pilot atau kru pesawat dengan penumpang juga
memberikan kontribusi dalam proses komunikasi tersebut. Hal ini
akan memicu penumpang untuk menceritakan pengalaman tersebut
dan memberikan rekomendasi kepada orang lain.
Tigerair Mandala juga perlu meningkatkan koordinasi dan
komunikasi dengan manajemen Tigerair Grup. Hal ini ditujukan agar
layanan penerbangan yang diberikan Tigerair Mandala dan Tigerair
Grup sama bagi penumpang. Ketidakseragaman layanan antar
maskapai yang bernaung dibawah nama Tigerair Grup akan
membuat penumpang meragukan kredibilitas Tigerair Mandala.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
185
5.2.2 Saran Akademik
Dalam memaparkan proses perencanaan program Marketing
Public Relations, Whalen’s 7-Step Strategic Planning Process
memberikan pedoman yang komprehensif bagi peneliti dalam
mengorganisasikan dan menggambarkan secara detail data
penelitian yang diperoleh. Pada tahapan analisa situasi, selain
analisa SWOT, perlu ditambahkan pula dengan analisa PEST. Hal ini
ditujukan agar penelitian yang menggunakan model perencanaan ini
dapat melihat situasi secara internal dan juga eksternal. Dengan
mengamati kondisi secara menyeluruh, strategi dan program
komunikasi yang didesain menjadi lebih tepat sasaran dan efisien.
Peneliti juga menggunakan model PII dari Cutlip, Center, dan
Broom untuk mengevaluasi program komunikasi Tigerair Mandala
selama Juli – Desember 2013. Dibandingkan dengan model evaluasi
lainnya, seperti Yardstick model dan Macnamara’s Pyramid, model
PII merupakan model evaluasi yang fleksibel dan mudah dipahami,
sehingga dapat digunakan untuk beragam jenis evaluasi. Model ini
memberikan panduan mengenai tahapan-tahapan yang harus dinilai,
yakni mulai dari tahap persiapan program, proses implementasi
program, hingga melihat dampak seperti apa yang diberikan oleh
pelaksanaan program tersebut. Lapisan-lapisan yang terdapat dalam
model ini dapat disesuaikan dengan tujuan evaluasi setiap program.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
186
Peneliti menilai kekurangan dari model PII ini adalah tidak
ditentukannya suatu bentuk metodologi tertentu sebagai alat
pengukuran, serta pemaparan yang kurang mendetail tentang tiap
lapisan dalam model tersebut. Akan lebih baik jika ada penjelasan
yang lebih deskriptif untuk setiap tahapan sehingga peneliti atau
praktisi yang akan menggunakan model tersebut tidak salah dalam
memahaminya. Selain itu, terdapat beberapa poin yang memiliki
makna yang sama atau serupa dengan lapisan yang lain. Hal ini
dapat menimbulkan kerancuan dalam melakukan evaluasi.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
187
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rajawali Pers.
Chiaravalle, Bill dan Barbara Findlay Schenk. 2007. Branding For Dummies. Canada
: Wiley Publishing Inc.
Clifton, Rita. 2009. Brands and Branding. United States : Bloomberg Press
Davis, Anthony. 2007. Mastering Public Relations. United States : Plagrave
Macmillan.
Daymon, Christine dan Immy Holloway. 2011. Qualitative Research Methods in
Public Relations and Marketing Communication 2nd Edition. United States of
America : Routledge.
Denzin, K. Norman dan Yvonna S.Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research.
Diterjemahkan oleh Dariyanto, Badrus Samsul Fata, Abi, John Rinaldi.
Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Harris, L. Thomas and Patricia T.Whalen. 2006. The Marketer’s Guide to Public
Relations in 21st Century. Canada : Thompson Educational Publishing.
Hiam, Alexander. 2009. Marketing for Dummies 3rd Edition. United States : Wiley
Publishings.
Interbrand. 2006. The Brand Glossary. New York : Palgrave Macmillan.
Kapferer, Jean-Noel. 2012. The New Strategic Brand Managament : Advanced
Insights and Strategic Thinking. United Kingdom : Kogan Page Limited.
Keller, Kevin Lane. 2008. Strategic Brand Management. United States : Prentice Hall
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
188
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2012. Marketing Management 14th Edition.
United States : Prentice Hall
Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2011. Principles of Marketing 14th Edition. United
States : Pearson Education Inc.
Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Prenada
Media Group
Miller, Jon dan David Muir. 2004. The Business of Brands. United Kingdom : John
Wiley and Sons Ltd.
Miles, Matthew B., A Michael Huberman, dan Johnny Saldana. 2014. Qualitative
Data Analysis : A Method Sourcebook. United States of America : SAGE
Publications, Inc.
MIM Academy Team. 2010. Brand Operation. Jakarta : ESENSI Erlangga Group
Prof.DR.Lexy J.Moleong, M.A. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Ruslan, Rosady. 2010. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. Jakarta :
Raja Grafindo Persada.
Scott M.Cutlip, et al. 2009. Effective Public Relations. Jakarta : Prenada Media
Group
Theaker, Alison. 2012. The Public Relations Handbook Fourth Edition. United States
of America : Routledge.
Undang – Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
189
Wasesa, Silih Agung. 2010. Strategi Public Relations : Cetakan Ketiga. Jakarta :
Gramedia Pustaka Umum.
Watson, Tom dan Paul Noble. 2007. Evaluating Public Relations : A Best Practice
Guide to Public Relations Planning, Research, and Evaluation, 2nd Edition.
United Kingdom : Kogan Page.
Wilcox, Dennis L. dan Glen T. Cameron. 2009. Public Relations Strategies and
Tactics : 9th Edition. United States : Pearson Education.
Yin, Robert K. 2005. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta : Raja Grafindo
Persada
JURNAL
Daly, Aidan dan Deirdre Moloney. 2004. Managing Corporate Branding. Irish
Marketing Review. Vol. 17 No.1 & 2. Hal. 30 – 36.
Indonesia National Air Carriers Association. 2012. Annual Report
Jurnal Kajian Lemhannas Republik Indonesia. Desember 2012. Pembangunan
Sistem Transportasi Nasional : Guna Mempercepat dan Memperluas Pembangunan
Ekonomi dalam Rangka Ketahanan Nasional. Edisi 14.
Muzellec, Lauren, Manus Doogan, dan Mary Lambkin. 2003. Corporate Rebranding
– An Exploratory Review. Irish Marketing Review Vol 16 No. 2. Hal. 31 – 39.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
190
Rastogi,Vaishali, Eddy Tamboto, Dean Tong, Tunnee Sinburimsit. Boston Consulting
Group. 5 Maret 2013. Indonesia’s Rising Middle-Class and Affluent Consumer :
Asia’s Next Big Opportunity.
NEWSLETTER
Kementrian Perhubungan Republik Indonesia. TRANSMEDIA. 2012. Pasar
Penerbangan Bergeser dari Atlantik ke Asia Pasifik. Edisi 5.
SKRIPSI
Diyanti, Dwitasari. 2012. Strategi Marketing Public Relations (MPR ) dalam Proses
Rebranding ( Studi Mengenai Perubahan Apartemen Menara Salemba Batavia
menjadi Menteng Square ). Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Departemen Ilmu
Komunikasi, Universitas Indonesia.
Kelana, Dimas Adhi. 2008. Evaluasi Terhadap Program Media Familirization Trip
2007 yang Diselenggarakan oleh Pusat Informasi dan Humas Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia.
LAPORAN
Monthly Report Tigerair Mandala ( Juli – Desember 2013 )
Media Perception Audit ( November 2013 )
Tigerair Mandala Activity Tracker ( 2013 )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
191
ONLINE MEDIA
Bank Indonesia. 2014. Evaluasi Perekonomian 2013, Prospek 2014 dan Arah
Kebijakan Bank Indonesia Ke Depan. Dalam http://www.bi.go.id/id/ruang-media
Djumena, Erlangga. 2011. Mandala, Balada Maskapai Perintis. Dalam
http://bisniskeuangan.kompas.com/
Intana, Lila. 2013. Transformasi Mandala Airlines Jadi Tigerair Mandala. Dalam
http://swa.co.id/business-strategy.
Kusuma, Hendra. 2013. Akhir Tahun, Penumpang Pesawat Ditaksir Melonjak Naik
15%. Dalam http://economy.okezone.com.
Neraca. 2012. Transportasi Udara “Penentu” Industri Pariwisata. Dalam
http://www.neraca.co.id/article/18290/
Octama, Carla Isati. 2013. Mandala Airlines Resmi Ganti Nama jadi Tigerair
Mandala. Dalam http://www.beritasatu.com/ekonomi.
Suhendra. 2011. Kisah Krisis Keuangan Mandala Airlines. Dalam
http://finance.detik.com.
Suprapto, Hadi dan Iwan Kurniawan. 2012. Industri Penerbangan Tumbuh Pesat, Ini
Sebabnya. Dalam http://bisnis.news.viva.co.id
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
192
LAMPIRAN
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : M. Thoriq Syarief Husein ( PR Manager Tigerair Mandala ) dan Rio Hascaryo ( Head of Marketing Tigerair Mandala )
Waktu : 16.30 – 17.45 / 24 April 2014
Lokasi : Universitas Multimedia Nusantara, Gading Serpong – Tangerang
Edwina “Sebelumnya aku mau thank you banget buat Pak Thoriq dan Pak Rio udah meluangkan waktu. Kayak yang udah aku jelasin sebelumnya, bahwa fokus aku ada di MPR, mulai dari perencanaan sampai evaluasi, evaluasi sih sebagai fokusnya, dengan studi kasusnya rebranding Mandala. Nah, kalau yang saya liat pemberitaannya di media, lebih banyak cerita soal presscon-nya, yang Juli kemarin, bahwa dia ada brand baru gitu. Yang pengen aku tanyain pertama-tama itu, apa sih yang melatarbelakangi munculnya gagasan rebranding, dari brand yang lama, Mandala Airlines, terus akhirnya jadi Tigerair Mandala? Silakan Pak Rio atau Pak Thoriq bisa mulai..”
Pak Rio “Sebenernya gini, kalau latar belakangnya sih simply, karena kan memang kalau kita lihat dari kepemilikkan saham, 50 persen Saratoga, 30 persen Tigerair, Tigerair secara holding. Nah kan kalau misalnya, dari sisi branding gitu kan, kita pengen orang kemana pun, dimana pun, melihat sesuatu brand itu harusnya feelingnya sama, experience nya sama. Kayak lo minum Coca-Cola di Indonesia, minum Coca-Cola di Amerika, minum Coca-Cola di Eropa, harusnya kan sama. Komunikasinya juga sama. McD juga begitu kan, mau dimana pun juga sama. Nah ini yang kita coba bangun gitu kan, makanya kita bikin, kita coba streamline, yang tadinya terpisah – terpisah, dulu kita punya empat unit penerbangan, Indonesia, Singapura, Filipina, sama Australia. Nah ini kita coba bikin brand arsitekturnya seperti apa, kita bikin, makanya jadi ada perubahan branding. Jadi, mother brand nya itu adalah Tigerair.
Edwina “Ooh oke, karena masalah soal kepemilikkan dari awal itu ya…” Pak Rio “Satu kepemilikkan, dalam artian saham. Tapi kan sebenernya
tujuannya adalah yang tadi, dari sisi konsumen, persepsi konsumen itu kan harus melihat Tigerair secara keseluruhan harus sama gitu loh. Terlepas dari saham, saham itu kan lebih ke arah, istilahnya lebih ke arah bisnis yah, lebih ke bisnis. Tapi kan kalo sisi branding itu kan lebih ke arah konsumen.
Edwina “Hmmm..oke, jadi itu tadi yang mendasari rebrandingnya.” Pak Rio “Iya.” Edwina “Oke. Kalau dibandingkan dengan kondisi sebelum rebranding, sama
setelah rebranding, itu ada perubahan konsep marketing, atau konsep PR-nya gak dari, entah dari Mandalanya atau Tigerairnya, sama yang setelahnya, ada perbedaan gak?
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Pak Rio “Kalau dari sisi marketing, dengan communication, udah pasti ada pebedaan, yak an. Pertama, paling gampang, dari sisi komunikasi, kita udah mulai mengungkapkan bahwa kita satu grup dengan Tigerair, jadi saling leverage. Karena Tigerair secara secara regional, secara brand, global, mungkin udah lebih dikenal dibandingkan Mandala, gitu kan. Jadi secara komunikasi udah pasti beda. Dan dari sisi brand juga pasti berbeda. Mandala yang dulu dengan Mandala sebagai Tigerair juga berbeda kan. Ibaratnya kalau brand kan pasti ada personalitynya, ada asosiasinya mau ditaruh gimana, itu kan berbeda. Jadi pasti ada perbedaan.
Edwina “Jadi perbedaannya ada dari image masing-masing airlines gitu ya?” Pak Rio “Bukan dari masing-masing airlines, maksudnya kita pengen, yang tadi
kan, Coca-Cola itu dimanapun pasti kan sama, identik merah, misalnya gitu kan., identik refreshing, nah itu yang kita bangun. Dulu itu kan masih terpisah-pisah, Mandala sendiri, Australi sendiri, Filipin sendiri. Sekarang kita coba bentuk semua sama, makanya komunikasinya juga arahnya juga berbeda gitu. Kita ingin mencitrakan Tigerair Mandala sebagai Tigerair Grup family seperti apa.”
Edwina “Nah kalau terkait, pasti kan sebelum bikin perencanaan mau mengkomunikasikan brand yang baru ini, pasti ada riset atau analisa –analisa SWOT gitu. Itu bentuk riset seperti apa yang dilakukan dan gimana sih hasilnya, hasil dari riset yang pernah dilakukan?”
Pak Rio “Sekarang gini, kalau kita mau merubah brand itu kan yang paling penting itu brand acceptancenya, ya kan. Jadi kita harus cek brand health-nya itu seperti apa. Brand acceptance-nya seperti apa, karena jangan sampai brand itu, kadang –kadang di satu sisi, di suatu community atau suatu society, brand itu dianggap negatif, atau kontradiktif, gitu kan. Nah itu yang musti dicek. Selama itu tidak ada rejection dari konsumen, berarti bisa diterima. Jadi yang kemaren kita kita review ya disitu. Dan tidak ada rejection, tidak ada , apa ya istilahnya, penolakan atau asumsi dan persepsi negatif, ya berarti bisa jalan. Jadi itu dulu yang kemarin kita lakukan.”
Edwina “Utamanya disitu ya Pak. Kalau misalkan untuk research soal gimana peluang dan tantangannya kan yang biasanya kita harus liat. Itu gimana sih peluangnya, peluang yang diberikan pasar Indonesia, sama tantangan apa yang harus dihadapi oleh Tigerair Mandala?”
Pak Rio “Sebenernya kalo ini, terlepas dari brand ya, kalo brand itu kan masalah beda, cuma ini kan lebih ke arah bisnis gitu, lebih ke makro ekonomi. Opportunity, peluang pasar di Indonesia, kalau secara umum, industri penerbangan itu growing terus. Kalau dari data sih sekitar, tiap tahun itu, diatas 10 persen lah, tiap tahun dua digit, dua digit kenaikannya, jadi tiap tahun kondisi penerbangan bisa dibilang, bisa cross check data di BPS. Trafik penumpang di Indonesia berapa tiap tahun, itu kan bisa ketahuan, domestik maupun internasional, bisa cek di BPS. Jadi opportunitynya
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
tinggi lah, gitu kan. Dan sekarang, ini kan juga movement orang, mobilitas juga semakin tinggi, kebutuhan orang untuk bisnis, untuk lebih dekat dengan titik itu juga makin penting gitu kan. Indonesia juga sendiri, sekarang kan istilahnya apa ya, desentralisasi kan, jadi kan movement orang makin tinggi juga. Jadi sebenernya peluang sih besar..”
Edwina “Dari industri juga udah menyediakan satu tempat untuk bertumbuh gitu ya Pak. Kalau tadi kan peluang, sekarang kalau tantangan utama yang dihadapi itu seperti apa, kira-kira untuk industri penerbangan?”
Pak Rio “Industri penerbangan yang pasti tantangan utamanya, kompetisi, ya kan. Kemudian, yang kedua, bisa dibilang makro ekonominya, inflasi, dollar, daya beli masyarakat, situasi politik, itu semua kan mempengaruhi, gitu.”
Edwina “Oke..kalau tadi kan riset secara industri, secara umum. Kalau dari segi riset untuk menetapkan segmentasi pelanggan, segmentasi pasar, kalau dari Tigerair Mandala sendiri itu, riset segmentasi seperti apa yang sudah dilakukan dan hasilnya apa, dan segmentasi dan target publik seperti apa yang ingin disasar oleh brand Tigerair Mandala?”
Pak Rio “Segementasi sih sebenernya, simple ya, gak ada yang pernah, maksudnya gini, kita coba profiling dari seluruh penumpang kita gitu kan, dari sisi demografis, kemudian kita bikin hipotesis, kita bikin definisi, kemudian kita coba plot dari seluruh penumpang yang terbang dengan Tigerair Mandala atau Tigerair yang lain, dan kita ketemu beberapa segmentasi. Dari segmentasi itu, kita bikin kan common, karena tadi grup kan, jadi segmentasi kita itu beda, negara ini segmentasinya ini, negara ini seperti ini, jadi kita bikin sama dulu, homogennya apa, kita profiling dulu gitu kan, dari situ kita coba riset kuantitatif. Dari situ ketahuan, kebaca, di tiap negara ternyata profilenya lebih kesini, kesini. Mungkin di negara Indonesia lebih A dan B, negara Australi lebih C dan D. “
Edwina “Kalo tadi kan dari common dulu, kalo dari common research itu hasilnya seperti apa?”
Pak Thoriq “Palingan kalo dibilang common research itu apa ya..sebenernya kan kita kalo di industri kita itu LCC kan, low-cost carrier. Sebenernya yang mau naik low-cost carrier itu semua orang bisa naik low-cost carrier. Dari segala segmen, dengan berbagai latar belakang edukasi pun bisa naik pesawat sekarang, karena itu kan emang tujuan LCC, memudahkan orang travelling dengan harga yang murah, dengan harga yang terjangkau, affordable price. Pokoknya kalau mau nambah sesuatu ya kalian bisa nambah dengan harga yang sudah ditentukan gitu. Tapi kalo basic fare dari terbangnya itu sendiri, kita sudah menentukan dengan harga yang paling standar. Karena itu LCC, contoh aja, nambah bagasi, kan kamu misalnya kalo nambah bagasi dengan LCC, kan harus bayar. Beda dengan kalo kamu naik Garuda, Garuda kan udah include, udah full service. Kamu udah dapet makan, kamu udah dapet minum. Kalo
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
misalkan di LCC kan kamu harus beli segala option – option itu.” Edwina “Jadi intinya ini segmennya cukup luas berarti ya Pak..” Pak Thoriq “Ya, sangat luas..” Edwina “Oke. Kalau aku pernah baca yang dari pemberitaan itu ada,
sebenernya menargetkan anak muda. Kalau kita boleh lebih spesifik lagi, target kelompok orangnya ini yang seperti apa sih, ada segmentasi tertentu kah, atau backgroudnya kah, spesifik nya seperti apa?
Pak Rio “Kalau dari profiling itu, segmen orang Indonesia yang paling banyak adalah pertama, kita sebutnya experience lover, jadi orang-orang yang memang suka travelling, yang suka mencoba sesuatu yang baru, jalan-jalan ke titik A, ke titik B, gitu kan, entah itu dengan teman, atau individu. Terus yang kedua adalah businessman. Jadi sebenernya profiling kita lebih ke arah motivation, jadi kenapa kamu pergi ke A, ke B, atau ke C. Motivasinya apa sih, tujuannya apa. Jadi ternyata setelah dikumpulkan, kita kelompokkan, ada yang namanya, pertama, motivasinya karena dia pengen bisnis, kepentingan bisnis. Motivasinya yang kedua, karena gue seneng menikmati tempat-tempat baru, gue pengen jalan-jalan, kayak gitu. Nah itu untuk mencoba tantangan yang baru, makanya kita sebut experience lover. Jadi kita punya dua segmen besar untuk Indonesia yang kita identified dua itu. Nah kebetulan dari dua itu, profilingnya setelah kita survey, dari motivasi itu kan, berangkatnya dari motivasi, kita pilah, kita udah punya hipotesanya, kemudian kita riset secara kuantitatif, dapet profilenya. Nah dari businessman itu ternyata orang-orang yang biasa, secara usia 30, 40, yang memang business traveller gitu kan, dan perginya sendiri, dan short time, jadi pulang hari, atau sehari sampai dua hari, udah beres. Terus ada yang experience lover tadi. Experience lover ini buat kita, ternyata market share, kontribusinya itu sangat besar. Profilenya yang kebetulan kita dapet adalah memang lebih ke arah orang – orang yang berjiwa muda, kemudian secara age, mungkin umurnya sekitar 25 – 30. Kemudian secara SES, lebih kea rah B plus dan first jobber, gitu. Dan mereka, istilahnya apa ya, familiar lah dengan teknologi. Kenapa? karena rata – rata bookingnya lewat internet, which is orang yang tau mengenai teknologi, orang – orang yang lebih ke arah urban, yang lebih mudah lah. Nah dari situ sebenernya.”
Edwina “Jadi itu tadi kelompok yang menjadi target pelanggan dari Tigerair Mandala. Nah, kalau kita liat di industri penerbangan di Indonesia itu, kan banyak banget Pak, brand LCC gitu, udah makin banyak dari yang full-service beralih ke LCC. Gimana sih brand positioning dari Tigerair Mandala sendiri, sebagai satu pembeda dari brand LCC yang lain? Karena saat ini kan konsumen banyak diberikan opsi untuk memilih satu brand yang bergerak di industri yang sama gitu. Kalau dari Tigerair Mandala, apa sih pembedanya yang bisa ditawarkan ke konsumen?”
Pak Rio “Sebenernya gini, kalau kita bicara industry airlines, sebenernya semua sama ya, karena pesawat bisa jadi sama. Semuanya pake Airbus,
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
mendaratnya juga di bandara yang sama., bahkan mungkin berangkatnya dari terminal yang sama. Jadi secara produk sebenernya gak ada pembeda. Jadi yang membedakan adalah dari sisi feel, atau emotionalnya. Jadi secara, istilahnya saya agak lupa, jadi ada yang basic gitu kan, ada yang sisi emotionalnya, jadi itu yang coba kita bedakan. Kalau kita melihatnya gini, kalau yang secara emosional, kita coba mapping gitu kan, si A seperti ini, si B seperti ini, akhirnya kita coba mendefinisikan personality kita basicnya adalah warm, genuine, and passionate.
Edwina “Itu tiga value nya begitu yah?” Pak Rio “Personality kita. Jadi kalo orang dicitrakan, pokoknya kita orang yang
hangat, passionate, tulus lah. Jadi kita pengen maskapai kita itu, brand kita itu justru involve dengan konsumen kita. Makanya kenapa kita pengen sosial media kita kuat, karena itu kan engagement, jadi kita pengen bener-bener engagement direct dengan konsumen. Jadi kita gak pernah, strateginya gak pernah bilang ‘hey kita paling hebat’, “kita paling ini’, engga. Tapi kita coba mengajak konsumen biar konsumen yang menyuarakan. Jadi kita lebih ke arah, bener-bener berangkat dari konsumen lah gitu.
Edwina “Jadi lebih membangun personal relationship ya dengan konsumen..” Pak Rio “Iya membangun personal relationship. Makanya kita starteginya juga
lebih gerilya, dibanding kita bikin billboard gede-gede segala macem. Kita lebih gerilya, kita lebih community, kita coba bangun sosial media atau engagement, lebih kesitu sih strateginya.”
Edwina “Masuk ke program rebranding itu sendiri, pasti kan ada satu proses yang panjang gitu kan Pak. Apa sih yang menjadi goals, baik jangka panjang maupun jangka pendek dari program rebranding ini? Karena pasti kan butuh satu jangka waktu tuh Pak. Pasti ada tujuan yang mau dicapai. Apa sih tujuannya dari rebranding ini?”
Pak Thoriq “Tujuannya sih yang pasti, gini, saya, kita, percaya kalau brand ini tuh brand yang bisa dirasakan kalau kamu udah terbang. Pembedanya itu bisa dirasakan kalau kamu udah terbang dengan kita, gitu.
Edwina “Sudah experience sendiri…” Pak Thoriq “Iya sudah punya experience sendiri. Jadi kalau misalnya kayak, kamu
contoh naik kompetitor, naik pesawat si, Air Asia katakanlah. Habis itu kamu naik Tigerair. Kamu bisa ngerasain, bedanya kehangatan, apa ya, service yang kita offer, dengan Air Asia, ya itu beda, gitu. Jadi kita mencoba untuk lebih engage ke personal touch itu sendiri.”
Edwina “Jadi kayak membangun personal..” Pak Thoriq “Iya, membangun personal touch, dari kamu, kayak ‘Oh iya, ternyata
emang enak naik Tigerair Mandala.’ Dan kita percaya dari word of mouth, people itu akan lebih intriguing naik pesawat kita kalau direkomendasiin oleh orang yang dipercaya sama dia. “
Edwina “Jadi men-generate word of mouth ya…”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Pak Thoriq “dan awareness juga dari orang – orang itu yang sudah merasakan enaknya naik pesawat kita, gitu loh.”
Edwina “Itu untuk yang bersifat jangka panjang ya Pak..” Pak Thoriq “Pastilah jangka panjang, soalnya kita juga gak akan..sampai sekarang
pun kita belum stop rebranding, rebranding kita belum stop. Kita masih tetep harus maintain itu, in a good manner, dan yang pasti harus, apa ya namanya, sustainability-nya harus terjaga gitu.
Edwina “Harus konsisten juga..” Pak Thoriq
“Iya harus konsisten, dan sustainabilitynya, kita harus sustain itu terus-menerus, kita ga boleh belok-belok, soalnya, again, kalau misalnya kamu lagi branding, yang brandingnya kadang ke kanan, kadang ke kiri, ya kamu gak jelas maunya apa gitu.
Edwina “Dan bikin konsumen juga bingung maunya apa sih gitu kan…” Pak Thoriq “Exactly.” Edwina “Kalau misalkan kita balik lagi ke jangka pendek, ada gak sih Pak,
biasanya kan kalo tujuan itu kadang harus sesuatu yang terukur, gitu kan. Nah kalo misalkan jangka pendek itu, ada gak pencapaian – pencapaian jangka pendek yang mungkin ingin dicapai dalam waktu dekat?”
Pak Thoriq “Mungkin itu terlihat dari sales kali ya, yang pertama sales yang pasti. Begitu kamu udah punya suara di market share, di industri ini, emang market share kita masih kecil, karena kita , we’re just a start-up company juga, gitu, we’re just been here for two years. Kita baru celebrate ulang tahun kedua kita 5 April kemarin, dan sampai sekarang..saya lupa angkanya berapa, itu setiap tahun naik, naik terus..”
Edwina “Berarti ada satu kenaikan yang cukup signifikan gitu ya…” Pak Thoriq “Sangat signifikan, dan itu bisa terlihat juga dari jumlah Facebook likers
kita, dan Twitter follower kita, yang terus naik. Untuk sekarang KPI kita, kita juga gak mau yang terlalu gitu sih, kita gak mau yang terlalu apa ya namanya, set it too high, karena takutnya akan backfire ke kita kalau kita gak responsible dalam berkembang. Karena kan industri aviasi ini, asal kamu tahu aja, kalau kita mau berkembang, we have to be, kita harus berkembang in a responsible manner way…”
Edwina “Karena jasa juga kan Pak..” Pak Thoriq “Ya, jasa juga, dan it’s about safety. We are very concern about our
passenger’s safety juga. “ Edwina “Itu yang paling rentan ya Pak..” Pak Thoriq “Sangat rentan. Begitu udah terjadi sesuatu hal atau kejadian yang tidak
mengenakkan, itu akan keinget semuanya. Contoh MH 370 aja kemaren.”
Edwina “Dan kayaknya mereka baru kena satu peristiwa lagi..” Pak Thoriq “Iya satu lagi, kemarin ban nya itu skid atau kenapa…” Edwina “Hard landing ya Pak?”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Pak Thoriq “Bukan hard landing, dia itu ban nya pecah atau kenapa gitu. Nah itu yang harus kita jaga, karena bagi kita safety itu yang harus kita utamain.
Edwina “Dan di satu sisi intangible juga gitu apa yang ditawarkan..” Pak Thoriq “Yes.” Edwina “Balik lagi ke rebrandingnya, pasti kan ada perubahan –perubahan nih,
dari segi fisik brandnya, walaupun dari segi perusahaan tetep disebut PT Mandala Airlines, gitu ya. Nah, perubahan brand elemen apa aja sih Pak yang berubah dari rebranding ini? Perubahannya apa?”
Pak Rio “Yang pasti logo lah berubah, itu yang keliatan. Kalau pesawat belum. Semua logo itu berubah, yang lainnya tetep sama sih.
Edwina “Kalau nama jadi Tigerair Mandala gitu ya..” Pak Rio “Yes.” Edwina “Terus aku juga liat, URL itu…” Pak Rio “Oh iya website, betul. Edwina “Jadi semua udah di-direct ke yang baru gitu..” Pak Rio “Ya, tigerair.com.” Edwina “Kalau dari, biasanya kan ada slogan, kalo airlines biasanya kan ada
slogan gitu, atau jingles. Kalau slogan yang terbarunya apa tuh Pak?” Pak Rio “Kalau tagline, dari sisi grup holding, gak ada. Tapi kalo kita punya
tagline yang baru tidak berubah, karena menurut kita masih bisa fit lah dengan target komunikasi kita yang sekarang, yaitu spend smart, travel more.
Pak Thoriq “Kalau jingle kita gak ada.” Edwina “Ooh untuk jingle belum ada ya. Kalau dari segi packaging, mungkin dari
segi badan pesawatnya, gitu yang paling terlihat, itu ada perubahan gak sih Pak dari yang sebelumnya?”
Pak Rio “Perubahan dimana?” Edwina “Di desain pesawatnya.” Pak Rio “Gak ada berubah.” Edwina “Itu saya masih bingung nemuin beberapa gambar, di Google juga, itu
jadi sekarang yang saat ini, yang terbaru itu, di badan pesawatnya ada tipografi Tigerair Mandala gitu ya?”
Pak Rio “Engga ada.” Edwina “Soalnya saya ada beberapa sih Pak liat di internet, ada yang buntutnya
masih loreng-loreng itu..” Pak Thoriq “Buntut memang masih loreng-loreng..” Edwina “Tapi kalau di badannya?” Pak Rio & Pak Thoriq
“Mandala aja.”
Edwina “Oh, warna biru ya?” Pak Rio “Ya.” Edwina “Ooh oke, soalnya saya masih takut ada salah-salah..” Pak Rio “Sebenernya gini, idealnya berubah. Harusnya yang namanya branding
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
itu, istilahnya apa ya, kalau rebranding itu harusnya semuanya itu berubah, terutama yang menyangkut aset atau properties dari si brand, atau si logo itu, ya kan. Tapi di Indonesia ini kita mesti ada keterbatasan, dalam artian kita ini product and service yang regulated diatur oleh pemerintah. Jadi segala sesuatu itu harus melalui ijin pemerintah. Nah untuk branding itu, brand name, mungkin gak harus dari pemerintah. Tapi kalau pesawatnya itu harus ada ijin dari pemerintah. Dan untuk ijin itu, karena yang diberikan ijin adalah logo yang lama, jadi kita masih tetep pakai logo yang lama. Tapi menurut kita sih gak ada permasalahan, karena sementara ini secara grup, loreng-loreng logo itu kan tidak berubah, di semua negara itu tidak berubah, Australia, kemudian Singapura, itu tidak berubah. Jadi itu gak ada masalah dan loreng itu pun masih jadi identitas kita. Jadi walaupun kita Tigerair Mandala, kita secara komunikasi branding itu kan, masih kita pake sebagai identitas, warna kuning dengan lorengnya. Sedangkan kalau branding, Mandala itu sebagai, apa ya, di Indonesia itu masih dikenal sebagai sebuah brand juga gitu kan. Justru saling mengangkat lah, dalam artian di Indonesia dikenalnya sebagai Mandala, diluar sebagai Tigerair.”
“Jadi mau menggabungkan dua konsep itu ya..” Pak Rio “Iya, makanya balik ke tadi, yang awal itu, acceptance gak. Ya so far sih
masih di accept, makanya kita bisa jalan. Edwina “Kalau masuk ke penyusunan program rebrandingnya sendiri gitu ya,
pendekatan, strategi, taktik, seperti apa sih, untuk mengkomunikasikan brand yang baru ini, mungkin ada satu pendekatan atau taktik tertentu, yang diutamakan untuk mengkomunikasikan brand ini, khususnya untuk pasar Indonesia?”
Pak Thoriq “Maksudnya pendekatan seperti apa nih?” Edwina “Mungkin ada satu strategi tertentu untuk mengkomunikasikan ini, jadi
cara untuk mengkomunikasikan brand nya gimana?” Pak Thoriq “Pendekatan waktu rebranding Mandala..” Pak Rio “Pendekatan maksudnya?” Edwina “Pendekatan itu kayak strategi gitu Pak, yang digunakan untuk
mengkomunikasikan brand ini, khususnya ke pasar, ke pelanggan sih terutama.”
Pak Rio “Yang pasti, tadi kan dibilang, untuk rebranding itu tahap pertama awareness kan, tadi Wina juga bilang kan, jadi yang pasti awareness. Jadi kita coba komunikasikan secara masiv, baik dari sisi media, dari sisi engagement, iklan, segala macem, placement, kita coba komunikasikan bahwa kita berubah, kita menjadi identitas kita seperti ini, yang baru seperti ini. Dan kedua, dari sisi grup juga mengkomunikasikan yang sama, dalam artian website untuk mesen tiket kita juga berubah. Itu, jadi secara tidak langsung kita komunikasikan, dan secara langsung orang melihat apa yang di lapangan juga berubah, gitu. Nah itu yang mesti
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
sinkron. Jadi kita komunikasikan Tigerair Mandala, di satu sisi aset properties nya kita ubah semua, di bandara, di website, di travel agent, kita rubah semua. Nah itu yang sebenernya pendekatannya.”
Edwina “Kalau sampai saat ini masih kerja sama dengan travel agent atau sudah online saja?”
Pak Thoriq “Masih, masih.” Edwina “Kalau masuk ke program, pasti kan dari pendekatan itu diwujudkan
dalam bentuk program – program, event, atau untuk publik – publik yang menjadi sasaran Tigerair Mandala. Program komunikasi apa aja yang dirancang dan diimplementasikan dari Tigerair Mandala, dan media komunikasinya itu apa aja?”
Pak Thoriq “Maksudnya selama rebranding?” Edwina “Selama proses rebranding , terutama dari yang sejak launching, press
conference itu, sampai sekarang..” Pak Thoriq “Ooh, yang pasti ya, waktu rebranding itu, yang pasti waktu itu kita
mengadakan presscon, yang bulan Juli kemaren. Kita bikin presscon dan segala macem, kita komunikasiin ke seluruh media, baik itu lifestyle media, business media, media aviasi, semua kita tap, even marketing media pun kita tap in semua kesitu. Dan untuk sustainabilitynya dalam mengadaka acara-acara itu, biasanya kalau acara yang besar seperi acara inaugural, kita baru buka flight dari Jakarta ke Bangkok, contoh ya, kita bikin inaugural flight, kita adakan press conference, dan tentu kita mengundang media untuk ikut kita berangkat bersama untuk acara tersebut atau mengadakan sesuatu hal apa aja sih.”
Edwina “Kalau tadi kan acaranya masih yang sama media, mungkin ada event atau aktivasi lain gitu yang pernah dilakukan untuk lebih mendekatkan diri sama konsumen gitu?”
Pak Rio “Mungkin gini, yang mungkin bagus juga, kamu bisa cross check juga, kalau menurut saya komunikasi itu harus ada plan nya, ya kan. Pertama dari sisi kontennya dulu. Kontennya itu seperti apa, menarik atau gak, konten seperti apa yang menarik..”
Pak Thoriq “Intriguing gak buat orang..” Pak Rio “Iya, dan yang kedua, how to deliver it. Itu penting juga, setelah kita
punya konten bagus, gimana cara menyampaikannya..” Pak Thoriq “Mempackage nya gimana biar diterima masyarakat dengan baik.” Pak Rio “Nah yang ketiga adalah sequence-nya, menurut saya. Dalam artian,
sequence bisa dalam artian, deliverables-nya, atau istilahnya gini, mekanisme nya lah. Karena press conference itu kan sebenernya hanya satu bagian dari seluruh proses branding, tapi kan gimana kita mengolah, mengemas ini semua gitu loh. Sequence nya apa dulu nih yang mesti kita taro gitu kan. Waktu itu kita start dengan kita nunggu aba-aba dari regional, jadi meskipun CEO dari Tigerair tidak kesini, tapi dia mengeluarkan rilis dulu secara worldwide. Baru setelah itu semuanya berubah, semuanya mengeluarkan press release lokal
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
masing-masing. Nah itu, menurut saya sih tiga itu, entah ada teori nya atau gak, tapi menurut saya seperti itu.”
Pak Thoriq “Di-drive pertama harus dari regional, baru regional media itu kan nyebar berita yang di-capture, semua orang ngeliat. Biasanya kalo regional media kan, kayak CNBC, sama apa ya contoh-contohnya, CNN, atau apa, dia ngequote mengambil publikasi dari pengalihan Tigerair Mandala itu. Abis itu baru dari kita, kita kirim rilis juga, kita capture yang lokal medianya.
Edwina “Oke, berarti semua dari regional, baru distribusinya dari masing-masing..”
Pak Thoriq “Regional mendistribusikan, kita juga mendistribusikan.” Edwina “Ooh gitu, jadi ada dua alur ya. Kalo tadi kita udah ngomongin soal
pemetaan pelanggan, kalo lebih luas lagi nih, kalo dari PR kan biasanya ngomongin soal pemetaan publiknya. Jadi selain pelanggan, kelompok publik mana aja…”
Pak Thoriq “Stakeholder nya?” Edwina “Ya betul, stakeholdernya siapa aja dan pendekatan apa yang, atau
mungkin ada satu plan khusus untuk membangun hubungan sama mereka?”
Pak Thoriq “Untuk PR doang atau seluruh stakeholdernya Tigerair Mandala?” Edwina “Untuk stakeholdernya Tigerair Mandala, tadi kan salah satunya
pelanggan udah..” Pak Thoriq “Yang pasti consumer, media, regulator, government, banyak
ya…pemerintah, media, penumpang, ada travel agent, terus, siapa lagi ya? Even kayak third party juga, lesser kita yang minjemin pesawat juga stakeholder kita.
Edwina “Kalo PR biasanya ada third party untuk mengenerate word of mouth nya tadi, pernah gak ada program untuk third party endorsement, jadi kayak blogger gitu Pak, pernah gak?”
Pak Thoriq “Iya, pernah.” Edwina “Biasanya blogger, travel blog yang seperti apa dan pernah
mengadakan program yang kayak apa sih?” Pak Thoriq “Baru-baru ini kita ngadain yang, apa ya, jadi kita kasih dia tiket untuk
terbang ke Bali, contoh, nah selama perjalanan nya dia akan menceritakan dia ngapain aja di perjalanannya, terus termpat-tempat yang dikunjungi itu apa aja, pasti kan dia juga akan mention brand kita kan, kita sebagai brand Tigerair Mandala akan di-mention.”
Edwina “Waktu itu siapa Pak travel blog nya?” Pak Thoriq “Siapa ya?” Pak Rio “Coba nanti kamu cari, ada di Youtube kok.” Edwina “Yang (at)Kartu Pos itu bukan sih Pak?” Pak Rio “Ya itu salah satunya.” Edwina “Iya soalnya aku pernah liat di retweet-an nya Twitter…”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Pak Thoriq “Yes, kita maintain kerja sama terus sama Kartu Pos sampai sekarang, dan kerja samanya sampai sekarang berlangsung dengan baik.”
Edwina “Jadi blogger sampai sekarang masih jalan terus ya..” Pak Thoriq “Jalan terus..” Edwina “Oke. Tadi kan ada warm, genuine, sebagai satu bentuk personality gitu
ya. Kalau saya sering baca kalau brand itu, orang nyebut brand itu sebagai suatu bentuk kepercayaan, bentuk janji yang diberikan sama satu perusahaan ke konsumennya. Kalo dari Tigerair Mandala sendiri, brand valuenya apa sih yang dijanjikan untuk konsumen?”
Pak Thoriq “Jadi value kita itu namanya STRIPES, which stands for safety, team-work, apa lagi ya, saya lupa sih jujur aja, nanti saya kasih tahu.
Pak Rio “Tapi kita valuenya memang ada, yang STRIPES itu tadi.” Edwina “Oke jadi STRIPES itu ya value yang dikomunikasikan..” Pak Rio “Ya.” Edwina “Oke , kalau ini kan ada…Pak Rio sam Pak Thoriq dari satu divisi yang
sama?” Pak Thoriq “yes, kita dari divisi Commercial..” Edwina “Oke, tapi disini aku ngeliat ada dua posisi gitu ya, ada marketing, ada
PR juga. Aku pengen tahu, peran dari masing-masing Pak Rio dan Pak Thoriq ini apa aja, dan bentuk kolaborasinya itu seperti apa sih?”
Pak Rio “Sebenernya gini, di Commercial itu ada Sales sama Marketing and PR, sesimple itu. PR sebenernya ada di tangannya Thoriq, nah marketing itu sebenernya jadi satu sama PR. Jadi gini, kalau kita tau marketing kan sebenernya marketing itu kan part of..gimana ya, kalau tau 6P ya?
Edwina “Oh, 4P ya Pak?” Pak Rio “Bukan, 6P, tapi Marketing Mix nya..” Edwina “Oh iya saya tahu..” Pak Rio “Ooh, sorry bukan marketing mix, promotional mix. Jadi kan 4P, P nya
sendiri kan ada mix nya juga kan, nah itu salah satunya juga ada PR, jadi kan semuanya ada disitu. Karena kita kan sebenernya men-create aspiration, image, jadi kita bukan jual produk juga kan, jual service kan, service which is kayak bank gitu, kan, which PR atau communication itu penting. Beda kalau kita jual hanya produk. Produk itu kan lebih ke arah sense, sense kita, sense manusia nya aja, taste, lo makan, lo coba, lo cium, dan lo suka, itu. Tapi kalau ini kan enggak, ada sisi emotional nya, ada sisi yang tadi dibilang, credibility nya, nah itu yang harus dibangun melalui komunikasi lewat PR, secara terus-menerus. Dari sisi marketing itu menetapkan strateginya, include communication, gitu kan, dan nanti bagaimana mengelola komunikasinya segala macem ada di Thoriq, dan marketingnya juga nanti secara brand, berjalan, jadi harus sinergi.
Edwina “Jadi disini ada yang menetapkan strategi, dan ada yang jadi mulutnya untuk mengkomunikasikan..”
Pak Thoriq “Dan men-sustain feelingnya ya, sustainability brand kita juga harus
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
terjaga. Jangan sampe keluar dari marketing, kita juga harus jaga dari segi PR nya.”
Edwina “Satu hal yang mau aku tanyai juga, biasanya kan sekarang kalau dengan sosial media, Facebook, Twitter, aku juga liat Twitternya, itu interaktif banget dan cukup responsive gitu. Dari segi openness atau keterbukaan sama pelanggan itu sejauh apa sih bentuk keterbukaannya? Apakah hanya dalam sosial media aja?
Pak Thoriq “Maksudnya keterbukaan seperti apa?” Edwina “Maksudnya openness dalam artian sejauh mana perusahaan itu mau
memperkenalkan dirinya sama pelanggan gitu, karena kadang kan ada satu konsep yang bilang perusahaan tuh harus transparan, sikap terbuka sama pelanggan supaya pelanggan pun merasa aksesibilitasnya ke perusahaan itu, ke brand terutama, itu baik. Kalau dari Tigerair Mandala sendiri ada gak sih untuk menjalankan poin aksesibilitas itu, dan kalau misalkan ada seterbuka apa Tigerair Mandala sama pelanggannya?”
Pak Rio “Kalau terbuka sih sebenernya terbuka, karena kan konsepnya kita tadi genuine, tulus kan, berarti seharusnya gak ada yang ditutup-tutupin. Kita sama penumpang dekat kan, engagement, karena kan balik yang tadi, yang value nya yang pengen kita bangun kan, bukan value, sorry, differentiationnya. Kita pengen engage dengan konsumen. Jadi secara keterbukaan sih harusnya terbuka, dalam artian engagement ya, engagement dengan konsumen. Jadi kalau setiap activity ya kita selalu libatkan, support community mereka, kita coba get in touch dengan mereka. Jadi kalau ditanya keterbukaan dalam sisi communication marketing activity itu sudah cukup terbuka.”
Edwina “Sudah cukup accessible ya..” Pak Thoriq “Iya, soalnya biasanya kalau ada komunitas yang menanyakan tentang
keadaan kita dan segala macemnya gitu, biasanya saya yang menampung. Soalnya tim sosial media kita itu udah ada SOP nya sendiri. Jadi misalkan kalo ada pertanyaan ini, lo harus jawab seperti ini, kalau ada pertanyaan seperti ini, jawabnya seperti ini. Kalau ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh dia, dia akan lempar ke saya. Saya akan memberikan arahan, gini loh jawabnya, ini aja yang harus ditunjukkin, kalaupun misalnya ada sesuatu yang gak bisa kita kasih tau, kayak contoh financial data, kita gak bisa kasih tau financial data, kita akan jawab in a responsible manner way.”
Edwina “Karena itu memang tidak bisa diberikan ya…” Pak Thoriq “Yes, yes.” Edwina “Waktu bulan apa ya, awal tahun ini, itu ada acara Mandala Hugging
Day ya? Itu boleh diceritain gak Pak, itu acaranya seperti apa sih, karena yang saya liat cuma, hugging day, mengajak berpelukan itu, gimana Pak maksudnya?”
Pak Thoriq “Sebenernya sih, konsep awalnya hugging day itu, itu kan ditujukan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
untuk semua orang, baik yang punya tiket Tigerair Mandala, kalau punya tiket Tigerair Mandala pokoknya gratis, karena disitu ada photo boothnya, yang pasti kita create memorable moment mereka bersama Tigerair Mandala, satu. Dan satu lagi mungkin, bisa dibilang kayak, kita research, dengan cara berpelukan itu bisa mengurangi stress level kita, saya lupa angkanya, tapi bisa mengurangi tingkat stress kita. Jadi ada satu fakta yang diungkapkan kenapa hugging day ini terjadi. Dan satu lagi kebetulan, it’s fun, it’s never been done before, ya kan…”
Edwina “Iya, belom pernah denger sih..” Pak Thoriq “Belom pernah denger kan, hugging day, dan kita juga mengajak flight
attendant kita juga dateng kesana, baik yang cewe maupun yang cowo, untuk foto bersama, ngerasain warmness dari kita, terhadap penumpang – penumpang, baik yang, baik yang bukan Tigerair Mandala..”
Edwina “Oh ya?” Pak Thoriq “Yes. Jadi gini, sebenernya semua orang boleh foto di booth itu, intinya
tuh, mekanisme nya semua orang boleh foto di booth itu, cuma kalo kamu megang boarding pass Tigerair Mandala, kamu bisa dapet fotonya gratis. Kalau misalnya kamu gak punya tiket Tigerair Mandala tapi kamu mau foto, ya cuma bayar 10.000, intinya gitu doang.”
Edwina “Itu mekanisme nya gimana? Maksudnya pas acaranya, selain flight attendant, ada si Pak CEO juga ya sempet dateng?”
Pak Thoriq “Oh iya, dia juga sempet dateng, dia ngeliat, cater juga, coba yuk kita foto-foto bareng.”
Edwina “Cara ngajakinnya gimana tuh Pak?” Pak Thoriq “Itu kan diadain di Terminal 3 kan, ya tinggal ngajak aja, manggil orang,
dan ini loh kita tuh gini gini gini, diajakin foto, gitu. Intinya sih cuma create a moment togetherness to feel the warmth of our brand, gitu loh, the warmness of our brand.”
Edwina “Ooh oke, balik lagi ke personal touch itu lagi ya..” Pak Thoriq “Yes.” Edwina “Itu menarik sih Pak, saya sempet liat di Twitter ada Mandala Hugging
Day, saya pikir itu cuma buat pelanggannya yang udah punya tiketnya Mandala disitu.”
Pak Thoriq “Buat semuanya kok, kita tidak membedakan.” Edwina “Satu hari penuh atau ada beberapa hari?” Pak Thoriq “Itu ada berapa hari ya? Lima hari kalo gak salah, bulan Februari. Kalo
gak salah pas Valentine Day. Gak Cuma sehari, sekitar 4-5 hari.” Edwina “Let’s say hampir satu minggu ya. Kalo dari acara Mandala Hugging Day
itu, ada gak feedback atau hasil yang ditemukan gimana?” Pak Thoriq “Feedbacknya, yang pasti para penumpang yang ikut acara Mandala
Hugging Day itu kan pasti bisa lebih tahu, seperti apa sih kita ini..” Edwina “Tigerair Mandala itu siapa sih..” Pak Thoriq “Ya, dan kita juga mengadakan kompetisi foto kan, ada foto kompetisi di
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Facebook kita. Foto yang paling seru, yang paling unik, itu kita kasih travel voucher, berapa juta waktu itu, saya lupa,dan bisa digunain untuk penerbangan Mandala selanjutnya. Abis itu yang pasti sih, waktu itu responnya sangat bagus ya, bukan hanya dari pengunjung, bahkan dari otoritas bandara yang ada di bandara Terminal 3 pun dia juga seneng, ‘wah seru banget nih acaranya’, gak pernah ada yang, soalnya mereka belom pernah ngerasain hal-hal semacam itu sebelumnya.”
Edwina “Nah, kalau dari enam bulan sejak peluncuran dari Juli kemarin ini, sejauh apa sih program rebranding itu menjawab tujuan yang mau dicapai, sejauh mana?”
Pak Thoriq “Yang pasti, kalau rebranding, enam bulan belum keliatan hasilnya. Waktu itu enam bulan belum keliatan hasilnya, karena proses rebranding itu proses yang mengubah mindset people melihat bagaimana brand itu. Menurut saya, enam bulan bukan waktu yang cukup untuk ngejudge brand nya seperti apa. We can not tell..”
Edwina “Kalau dari coverage gitu Pak?” Pak Thoriq “Kalau coverage jelas ada. Kalau dari coverage PR, itu di media-media
tentu aja banyak. Kita exceed target kita sih tahun 2013 kemaren dalam hal coverage media.”
Edwina “Biasanya kalau di coverage media ada angka PR Value ya Pak..” Pak Thoriq “PR Value ya…saya cuma bawa dua bulan, Januari sama Februari,
nanti saya kasih, dia ada disini semua kok, Cuma PR value nya belum ada kayaknya. Ini buat monthly report bulan Januari dan Februari. Disini tuh ada berapa coverage yang kita dapet, selama Januari Februari 2014. Saya belum tau kamu butuh berapa banyak. Nanti kamu coba elaborate aja dari sini, gitu.”
Edwina “Tapi sekarang lebih banyak muncul di online ya Pak daripada cetak?” Pak Thoriq “Cetaknya…karena kita belom massive sih sampai sekarang, jadi kita
baru sustain through media info aja. Kayak kemaren kita baru ulang tahun kedua Tigerair Mandala, itu coverage nya lumayan. Kita baru ngumumin program frequent flyer kita, itu ada di cetak. Biasanya kalo di media kan ada head scene, bisa diliat juga dari situ, exposurenya segede apa.”
Edwina “Terlepas dari yang soal presscon tadi, sampai saat ini itu, respon media, kayak media inquiry..”
Pak Thoriq “Media inquiry seperti apa?” Edwina “Kadang kan media suka dateng, nanya, misalkan untuk rilis, atau
liputan gitu, sejauh ini respon media massa sejauh apa?” Pak Thoriq “Yang pasti ya, karena gini, biasanya untuk segi PR, bagaimana PR
perusahaan itu bisa dikatakan baik kalau berita mereka sustainability nya bagus. Jadi setiap bulan, contoh, setiap bulan ada media info yang kita keluarkan.”
Edwina “Itu internal atau buat media?”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Pak Thoriq “Buat media, buat press release. Oh sorry-sorry, dulu saya nyebutnya press release, sekarang disini nyebutnya media info. Ada press release yang kita sebar terus setiap bulannya. Jadi biasanya kita dibantu sama PR agency kita. Dia selalu ngasih ide, ‘Oh, kayaknya bulan ini kita create , ngomongin ini ini’. Terus kebetulan bulan ini kita banyak...ulang tahun Tigerair Mandala, dan kita baru luncurin program frequent flyer kita, itu juga harus di-sustain terus tiap bulan, kalau menurut saya.
Edwina “Tapi itu tiap bulan rutin?” Pak Thoriq “Rutin. Company yang baik rutin tiap bulan. Tapi gak bisa dipaksain sih,
kalau company ya emang belum ada sesuatu yang menarik buat diberitakan, ya jangan, jangan dipaksain.”
Edwina “Khususnya untuk media lagi nih, ada gak acara bareng media? Kalau tadi kan contohnya Mandala Hugging Day sama konsumen, kalau acara khusus sama media mungkin ada diskusi, atau apa aja Pak?”
Pak Thoriq “Ada, biasanya kita ada media briefing, atau media luncheon, lunch bareng media, atau kita ngadain trip kemana sama media atau Fam Trip.”
Edwina “Contohnya salah satu fam trip yang udah pernah? Perjalanan kemana dan sama media apa aja..”
Pak Thoriq “Waktu itu Chinese New Year, yang bulan Januari, 27 something, kita ngajak media dan blogger buat ngerasain Chinese New Year di Hong Kong.”
Edwina “Waktu itu berapa orang yang berangkat Pak?” Pak Thoriq “Sekitar tujuh media, ada Detik, Kompas.com, Media Indonesia, Jakarta
Globe, sama satu blogger, namanya Dimas Novriandi, dia travel blogger juga.”
Edwina “Itu tripnya berapa hari Pak?” Pak Thoriq “4 hari 3 malem, saya juga ikut kesana.” Edwina Selain media fam trip, tadi ada luncheon juga, kalo luncheon gitu
biasanya berapa media Pak?” Pak Thoriq “Kalo luncheon biasanya sebanyak-banyaknya. Biasanya itu juga kalau
kita ada sesuatu yang mau kita beritain, update company apa, itu biasanya kita ngadain media luncheon. Tergantung sih, biasanya simple kok kalo media luncheon.”
Edwina “Oke, tadi kan udah ngomongin soal media. Balik lagi ke sejak pengumuman…”
Pak Thoriq “Sorry tadi mau nambahin, kita ada juga kayak media visit.” Edwina “Yang udah pernah kemana aja Pak?” Pak Thoriq “Waktu itu kita ke Detik, ke Kontan. Kita bawa CEO kita waktu itu, kita
ketemu sama pemred-nya, kita ngobrol keadaan dunia industri aviasi, masalah kita, dan medianya itu sendiri.”
Edwina “Itu tiap bulan rutin gak sih Pak kalau media visit?” Pak Thoriq “Kita memberikan KPI kepada agency kita untuk selalu mengadakan itu.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Misalkan untuk setahun ini ada 6-8 kali media visit, rencana nya seperti itu.”
Edwina “Kalau dari sejak pengumuman ada brand yang baru ini, Tigerair Mandala, sampai hari ini, itu bentuk respon dari publik, dari seluruh stakeholder itu, pernah mengadakan suatu evaluasi gak sih Pak, untuk menyaring respon-respon mereka, dan kalau misalkan ada,mungkin dari mereka ada tanggapan – tanggapan?”
Pak Rio “Sebenernya kita juga ada riset untuk mengukur, brand check nya ada. Jadi setiap enam bulan sekali kita mengadakan, apa ya namanya, ya sejenis riset. Kita ngasih tugas ke Praxis untuk mengadakan brand check kepada media – media di Indonesia, bagaimana tanggapan mereka tentang Tigerair Mandala. Kalau kamu denger kata Tigerair Mandala, apa sih yang pertama came up di kepala kamu? Itu ada reportnya, kalau dari media itu sih.
Edwina “Kalau dari publik secara…selain media mungkin ada survey pelanggan atau apa Pak?”
Pak Rio “Maksudnya publik?” Edwina “Kalo tadi kan brand check-nya ke media Pak, kalau publik, seperti
pelanggan atau stakeholder yang lain, pernah ada survey-survey gitu gak sih Pak?”
Pak Rio “Ada, kita bikin juga. Biasanya sih brand check. Kemarin itu kayaknya semester terakhir, tahun lalu. Tapi so far highlight-nya positif lah.
Edwina “Muncul positif feedback ya…” Pak Rio “Iya ada positifnya juga..” Edwina “Kalau yang tadi, brand check dari media itu, hasilnya seperti apa Pak,
dari yang pernah dilakukan? Pak Thoriq “Yang pertama, kita baru ngadain ini dua kali. Yang pertama jujur, masih
ada beberapa kekurangan yang dinilai oleh temen-temen wartawan. Contohnya kayak, maskapainya masih sering delay, gitu. Kalau brand pertama apa yang pertama, atau LCC apa yang come up in your mind, kalau dibilang LCC gitu, masih banyak yang bilang Air Asia. Tapi yang kedua ini kita tes, keadaannya surprisingly, jauh sangat lebih membaik daripada yang pertama. Mereka udah lebih mengenal Tigerair Mandala, mereka udah tau produk-produk yang kita tawarkan. Memang Air Asia masih mendominasi, kalau ditanyain LCC, cuman udah ada beberapa media, yang udah responnya ‘Oh, udah ada Tigerair Mandala disini’ , dimana Tigerair Mandala buat mereka, one of the top LCC di Indonesia, maskapai yang jarang telat, gitu.”
Edwina “Jadi sejauh ini, kalo boleh disimpulkan, program rebranding yang dijalankan itu sudah mencapai goals yang diinginkan atau belum?”
Pak Rio “Kalau short-term..sebenernya kan ada stagenya ya, bukan short-term juga. Untuk tahap awal ini kan yang penting awareness. So far sih awareness, kita dapet. Karena dari sisi media juga dicek, baik, gitu kan. Terus kita juga udah mulai acknowledge lah gitu ya. Karena kan simply
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
secara media measurement, udah ketauan disitu. Kemudian dari sosial media, itu juga bisa keliatan engagement nya seperti apa. Jadi harusnya awarenessnya udah dapet. Sekarang tinggal permasalahannya adalah menjaga, mem-sustain, apa ya istilahnya, emotional nya itu yang masih proses. Jadi differentiation nya masih belum dapet, masih proses. Kalau orang ditanya mengenai Volvo, misalnya, langsung aman. Kalau kita masih Tigerair Mandala masih ada image yang lama, image yang baru, nah itu yang masih belum.”
Pak Thoriq “Kalau bisa dibilang, masih ngawang gitu lah ya..” Edwina “Kalau dari keseluruhan program rebranding ini kan masih berjalan
sampai sekarang. Timeline itu berapa, ada deadline nya gak sih?” Pak Thoriq “Deadline nya kalau saya bisa bilang sih, sampai Tigerair Mandala ini
menjadi top of mind untuk LCC. Jadi begitu, otomatis lah, kalau misalkan, ‘Oh , gue mau pesen tiket’, biasanya mereka airasia.com, sekarang mereka ke tigerair.com. Itu udah berarti branding kita berjalan dengan baik ya.”
Pak Rio “Betul.” Edwina “Oke, satu lagi, kalau dari produk yang baru, dari segi produk, fitur apa
sih yang ditawarkan dari Tigerair Mandala? Fitur-fitur utama yang diunggulkan, yang berbeda dari kompetitor, terlepas dari personality itu..”
Pak Thoriq “LCC ya, kembali lagi. LCC itu kan kita ngasih basic fare, sisanya , mereka kalau misalkan mau bawa bagasi, mereka harus beli bagasi, itu produk kita yang kita jual, itu masuknya auxiliary revenue. Mereka males ngantri, ada kita punya namanya Tiger Express. Mereka mau di dalem pesawat mau punya leg room yang lebih luas, itu kita ada seat 1, 12, 13., itu yang kita namain Stripes-Seats. Ada kok semua di website.”
Edwina “Semua fitur ada di website ya..” Pak Thoriq “Iya. Web check-in, kita punya juga, available di tiga kota, Jakarta,
Denpasar, Jogja.” Edwina “Kalau mobile check-in? aku liat ada aplikasinya tuh..” Pak Thoriq “Kita adanya sms itinerary, bukan mobile check-in. Basically kalau sms
itinerary tuh kayak dikirimin itinerary lewat SMS, gitu. Lalu web check-in. Kalau web check-in kalian bisa 2x24 jam sebelum keberangkatan.”
Edwina “Jadi kalau web check-in itu udah gak perlu ngantri lagi Pak?” Pak Thoriq “Kalau misalnya udah web check-in, gak usah. Kecuali kalau kamu mesti
drop baggage, kita ada satu counter sendiri yang cuma buat khusus drop baggage.”
Edwina “Sekarang masih di Terminal 3 Pak?” Pak Thoriq “Masih.” Edwina “Kalau future planning, dari yang sekarang kan udah dijalankan
program-programnya. Future planning, ada gak sih satu perencanaan ke depan yang mau dilakukan selama tahun 2014 atau 2015, sejauh ini?”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Pak Thoriq “Maskapai itu selalu diukur dari pesawat ya..” Pak Rio “Yang pasti sih network sama penambahan..” Pak Thoriq “Penambahan network kita, pasti kalau kamu nambah network, kamu
mesti nambah pesawat. Makin banyak variasinya, orang akan lebih enjoy untuk milih.”
Edwina “Untuk sejauh ini rute, destinasinya masih di Asia, dan Asia Pasifik, betul gak Pak?”
Pak Thoriq “Asia Tenggara, dan Asia Pasifik juga..” Edwina “Berarti masih dalam kawasan Asia gitu ya Pak..” Pak Thoriq “Iya Asia..” Edwina “ So far itu wawancaranya…” Pak Thoriq “Udah? Ke rekam gak tuh? Nanti gak ke rekam lagi, hehehe..” Edwina “Ke rekam kok Pak, hehehe. Aku mau konfirmasi aja, berarti disini yang
berubah itu adalah product brandnya. Jadi yang berubah itu dari segi product brand, tapi kalau dari segi korporasi, namanya tetap Mandala Airlines?”
Pak Thoriq “Iya namanya tetap PT Mandala Airlines.” “Kalau jenis bisnisnya, sama Tigerair itu, disebutnya apa? Kan ada
merger, ada akuisisi, joint venture. Kalau kerja samanya ini disebutnya apa?”
Pak Thoriq “Afiliasi sih disebutnya..” Pak Rio “Disebut partner juga, tapi dia sebenernya kan punya saham, ya jadi
shareholder juga. Pak Thoriq “Joint venture antara Saratoga dan Tigerair Grup, terbentuklah Tigerair
Mandala.” Edwina “Oke, so far itu sih Pak…apa lagi ya?” Pak Thoriq “Kamu butuh dari kita apa aja?” Edwina “So far sih itu, terutama wawancaranya, karena kan emang pengen tau
program rebrandingnya, gimana sih cara berkomunikasinya sama customer, dan juga publiknya. Nanti kalau ada pertanyaan lain, saya bisa lewat email ya Pak.”
Pak Thoriq “Oke, nanti kalau ada yang dibutuhin lagi, email kita aja.” Edwina “Siap, Pak. Thank you Pak Rio, PakThoriq untuk wawancaranya.”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : Galih Rangha – Deputy General Manager DM-ID HOLLAND
Tempat : Monolog – Plaza Senayan, Jakarta
Waktu :16.00 – 17.30 / 6 Mei 2014
Pak Galih “Ya, apa yang bisa aku bantu, Edwina?” Edwina “Oke, sebelum aku masuk ke gimana sih Pak strategi yang ideal untuk
bikin rebranding itu, aku pengen nanya, makna rebranding itu sebenarnya seperti apa sih Pak? Kalau branding kan, brand ditambah kata ‘ing’ jadi suatu proses. Kalau kita memaknai rebranding itu kayak apa sih Pak sebenarnya?”
Pak Galih “Sekarang ini banyak orang memaknai rebranding itu salah kaprah ya. Ada yang bilang rebranding itu hanya sebatas merubah kulit, atau merubah logo, merubah visual. Tapi kan sebenernya rebranding itu lebih luas dari itu ya. Kenapa? karena sebenernya pada proses rebranding ini, merupakan saat dimana kita merepositioning ourselves juga, dan itu juga melihat pada perubahan kondisi market, perubahan persepsi publik, kebutuhan bisnis, dan juga ya pandangan dari kebutuhan konsumen. Itu juga kenapa alasan kita kita rebranding. Jadi kita mereview, apakah sebenernya kita masih cukup relevan to the market, atau enggak. Sebenernya itu tujuan rebranding. Jadi rebranding itu banyak cara. Rebranding bisa saja merubah logo, tapi sebenernya ada juga rebranding yang gak merubah logo, tapi merepositioningkan value mereka yang baru seperti apa. Nah itu sebernnya rebranding cukup luas, kayak misalnya, beberapa case klien, kayak klien kita lah misalnya, Bank Muamalat, mau rebranding, dia sebenernya bukan pengen rubah logo jadi modern, bukan. Tapi mereka ya gimana caranya, misalnya, kita pengen men-capture target market baru nih. Kita ga mungkin dong stick kepada masyarakat yang muslim, 100 persen, Bank Muamalat, bank syariah. Karena itulah mereka merepositioning diri mereka, mereka merubah cara mereka berkomunikasi, mereka melakukan transaksi yang baru, gimana caranya Bank Muamalat bisa bahasa mandarin, itu cara mereka untuk mendapatkan perhatian. Jadi logo, ya kadang memang lebih efektif..Kalau kita melakukan rebranding, itu ada perubahan visual juga, kenapa? karena visual itu semacam jembatan pertama, semacam first impression pada saat, ‘Oh, dia berubah loh, apa sih yang dia janjikan?’. Akan challenging pada saat dia melakukan rebranding kita tidak melakukan perubahan visual. Jadi bukan berarti visual ga penting, itu cukup penting, untuk membuka pintu pertama tadi. Jadi pada saat,”Oh dia melakukan suatu perubahan nih, coba deh liat, apa sih yang berubah’. Nah challenge nya kalau ga berubah visual, kita gak ada yang tahu dia ada perubahan offering, perubahan services, productnya, kita gak ada yang tahu, ya
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
konsumen akan gitu-gitu aja terhadap brand mereka, padahal ada perubahan di dalemnya. Nah itulah proses rebrandin. Makanya penting untuk menjaga sinergi, antara perubahan visual, dan juga perubahan perilaku.”
Edwina “Jadi dari internal mereka juga ya. Soalnya saya sering liat konsep rebranding itu lebih banyak soal covernya aja gitu..”
Pak Galih “Ya, itu sebenernya yang salah. Jadi rebranding sebenernya, pemaknaan lagi apakah internal people tuh tahu siapa sih dia sebenarnya , dan apa yang harus kita lakukan dalam proses rebranding ini.”
Edwina “Kalau tadi biasanya kan kita kalau mau melakukan sesuatu, bikin program, termasuk rebranding itu, itu bentuk riset atau analisa apa aja sih yang harus di awal, paling awal nih sebelum kita melaksanakan gagasan rebranding itu?”
Pak Galih “Sebenernya sebelum kita melihat tetangga seperti, kita harus tau dulu, apa sih, siapa kita, apa yang membuat kita sebenernya unique, karena itu kita harus tahu unique selling proposition kita seperti apa. Karena kita gak akan bisa tau sebenernya, jika kita hanya merubah cara berpakaian kita, tapi tanpa mengetahui siapa jati diri kita sebenarnya, yang penting itu dulu sebenarnya. Kita tahu dulu value kita apa, personality kita seperti apa, pada saat orang tanya, ‘siapa sih Tigerair Mandala?’, ‘siapa sih Nike?’, ‘siapa sih Monolog?’, ‘siapa sih Starbucks?’, kita harus tahu siapa kita sebenarnya. Pada saat kita tahu, otomatis kita tau, kita mau nargetin siapa sih. Anggaplah, ya, gue itu seperti seorang Bugatti Veyron, seperti seorang mobil Bugatti, tapi ternyata produk yang saya tawarkan adalah produknya Kijang, yang targetnya menengah ke bawah, gak match kan. Jadi kita harus tau dulu siapa kita dan siapa yang mau kita targetin sebelum kita merubah logonya, merubah visualnya, bentuk lainnya seperti apa. Karena pandangan orang saat melihat sebuah logo untuk brand yang sangat premium, sebenernya dia eksklusif perubahannya, tapi ternyata banyak marketnya adalah menengah ke bawah, otomatis dia akan segan kan, ‘ah, tapi mahal, gak usah deh.’, akhirnya hanya menjadi sebuah brand aspirasional tapi gak dipake, hanya aspirasi aja, tapi sebenernya yang diharapkan dari si pemilik brand adalah cash count, atau main product, nah itu jadi salah target kan. Nah itu yang harus dijaga, di-maintain. Barulah setelah itu kita ngelakuin case study, pemahaman lain, jadi memang itu harus sejalan. Kita tau dulu value apa yang mau kita bawa, tapi kita liat juga kebutuhan market dan siapa yang mau kita targetin. Kalau kita punya value tertentu, dan personality yang xyz misalnya, kita mencari juga target market yang sesuai dengan kita. You must stick based on who you are.
Edwina “Jadi kita harus melihat dulu personality kita itu seperti apa, supaya kita tau, kita mau tampil seperti apa gitu ya Pak..”
Pak Galih “Iya betul.”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Edwina “Kalau dari yang kemarin, aku sempet juga sih ngobrol-ngobrol sama tim Mandala nya. Mereka sempet ada bilang, istilahnya, sebelum mereka memulai rebranding itu, istilahnya brand check sama brand acceptance. Jadi mereka kayak melakukan research. Tapi, kalau saya sih dari PR memang baru pernah denger istilah itu, brand acceptance dan brand check. Sebenernya itu apa sih Pak?”
Pak Galih “Itu sebenernya istilah lumrah di market research sih. Jadi itu untuk melihat persepsi publik, karena dulunya saya di market research kan. Sebenernya ada kita melihat brand health check-nya, acceptance-nya, likeability-nya, preference-nya, itu akan dicek. Jadi pada saat dia akan lihat, ‘Oh, Mandala dicompare dengan misalnya..Batavia, tapi Batavia udah gak ada ya. Dicompare dengan Lion Air, dicompare sama Sriwijaya, gimana nih posisi kita diantara mereka’ , sama Air Asia, jangan lupa, yang competing di low-cost carrier. Apa persepsi publik tentang Mandala Tigerair? Apa yang membuat Mandala Tiger dan Air Asia berbeda? Itu yang harus dicek. Makanya pada saat itu mereka melakukan survey. Pertama, dari top of mind, awareness. Jadi pada saat orang, Elsya ditanya, ‘Sya, airlines apa yang pertama kali terlintas di benak Anda?’. Top of mind nya berarti Air Asia, jadi yang pertama kali muncul di dalam benak itu Air Asia. Selain itu apalagi Sya?
Elsya “SQ, Singapore Airlines…” Pak Galih “Ini contoh ya, tapi gak apa-apa, itu berarti other second opinion, second
option yang masih top of mind, yang gak perlu dihafal. Nanti pertanyaannya dia akan cek, kalau melihat list ini, apa yang Anda ketahui tentang airlines, airlines mana aja yang diketahui? Dia akan mention, ‘Oh ini tau, ini tau, ini tau’, jadi sebenernya total awareness itu penting. Total awareness itu penting, tapi sebenernya kayak, ya, maksimum 100 persen, total awarenessnya misalnya 90 persen, tapi ternyata top of mind nya cuma 10 persen, then it means your brand is not good, as simple seperti itu. Dia akan nanya, pilih mana, Air Asia atau Tigerair Mandala, misalnya. Saya pilih Air Asia, kenapa, dan pertanyaan pengulangan seperti itu. Itu akan dicek. “
Edwina ”Jadi itu untuk tau gimana persepsi publik tentang brand itu ya. Tapi kalau untuk target surveynya, memang publik secara umum atau tergantung..?”
Pak Galih “Sebenernya gini, kalau saya melihat mereka, mereka pasti akan menanyakan random sampling, dan juga ya..traveller ya, airplane user lah, yang pernah menggunakan pesawat dalam tiga bulan terakhir, biasanya seperti itu, ada kriterianya. Tap biasanya random sampling, male 50 : 50 female. Jadi pada saat itu mereka juga akan menanyakan preference nya. Karena anggaplah seperti ini, yang kita tanya adalah penumpang non low-cost carrier, gak akan match, pasti persepsi mereka akan beda. Pasti dalam top of mind mereka pun, mungkin SQ yang pertama, bukan Air Asia atau Garuda, eh sorry…bukan air Asia atau Lion Air. Nah itu pasti kan disesuaikan lagi target market-nya.”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Edwina “Jadi tadi untuk mengecek publiknya ya Pak. Nah, kalau balik lagi, tadi kan udah sempet disebutin, motivasi perusahaan untuk melakukan suatu rebranding. Dalam kondisi seperti apakah perusahaan itu tuh harus segera rebranding, dan secara umum itu, hal-hal apa aja sih, kalau kita bisa lebih spesifik, motivasi suatu perusahaan atau organisasi itu melakukan rebranding?”
Pak Galih “Sebenernya gak pernah ada kata, ‘This is the time.’ , ‘This is the moment.’. Sebenernya gak ada waktu yang pas kayak, ‘Eh kita udah lima tahun loh, eh kita udah sepuluh tahun loh, kita sudah lima belas tahun loh’ , itu gak ada momen yang pas. Tapi sebenernya bagaimana pada saat kita men-define ourselves, apakah masi relevan to the market or not. Itu yang sebenernya harus dipahami, apakah kita sebenernya perlu rebranding atau tidak. Apakah dengan based on what we believe, based on what we have right now, are we still relevant to the market or not, pertama yang harus dipahami itu dulu. Karena percuma, anggaplah, ada beberapa brand baru muncul. Ternyata pada saat dia dibangun selama dua tahun, tiga tahun, empat tahun, lima tahun, brand nya sebetulnya cukup strong, tapi lama-lama agak sedikit mulai gak relevan, which is konsumen mulai lari, produknya mulai ga konsisten segala macem, internal people udah amburadul, memang pada saat itu,oke, i think this is the time we need to change. Ketika kita define siapa kita dengan internal people, kita harus membuat sesuatu yang relevan to the market. Tapi gak menutup kemungkinan, ada brand yang udah umur lima puluh tahun, dia gak pernah rebranding, karena masih relevan produknya, dan juga apa yang dia believe masih quite relevant. Contoh, Nike. Pernah rebranding gak? Gak pernah sama sekali. Yang dia lakukan apa coba? Paling cuma lambang Nike swoosh, sekarang Nike nya hilang, tinggal swoosh nya doang. Hanya itu doang yang mereka lakukan. Dibilang rebranding…juga engga sih, karena mereka merasa kalau ini udah Nike seperti itu, ya mau ngapain, orang udah tau kalo swoosh itu Nike. Yang mereka lakukan bukan rebranding, tapi menjustifikasi dan juga me-re-adjust their statement and their positioning. Esensi gak pernah berubah. Kalau dalam rebranding kita juga mereview semacam filosofi kita. Nike sejak berdiri gak pernah ngerubah filosofinya, selalu sama. Nah itu yang harus diperhatikan. Logo bisa berubah-ubah, tapi what we believe, our philosophy, esensi, itu yang ga berubah. What we define to the market itu yang bisa berbeda-beda.
Edwina “Oke. Nah, kalau misalkan tadi kata kuncinya kan kita harus liat apakah perusahaan itu masih relevan atau gak gitu. Tapi sebenernya, kalau kita menyesuaikan sama pasar gitu, apakah itu gak akan bikin personality kita jadi berubah-ubah?”
Pak Galih “Sebenernya, bisa dibilang, a good brand adalah brand yang punya positioning yang kuat, tapi tanpa dia merubah visualnya. Tapi hanya merubah bagaimana cara dia menyampaikannya.
Edwina “Jadi sebenernya personalitynya gak ada yang diubah ya..”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Pak Galih “Gak ada yang dirubah, hanya dirubah cara menyampaikan, karena dia meng-adjust to the market. Generasi kan, xyz, terus berubah. Anggaplah Coca-Cola, pernah berubah gak sih, gak pernah berubah sama kayak Nike. Dari sejak tahun dia berdiri hanya mengubah sedikit layout, diremajakan, rebranding nya hanya sejauh itu, tetapi cara dia menyampaikan, berbicara filosofinya, itu disesuaikan dengan target muda pada masa itu. Tapi pada saat orang-orang tua pada saat itu masih tau bahwa ini Coca-Cola, karena dia still experience this kind of feelings, gitu. Itu makanya penting, mau rebranding, kita harus liat dulu apakah relevan atau tidak.
Edwina “Selain, tadi kan ada istilah baru, yang aku baru tau, kayak acceptance, brand health check. Sebenernya ada satu istilah lagi, yang aku denger kemaren itu namanya brand architecture. Itu maksudnya suatu proses yang seperti apa, dan awalnya gimana?”
Pak Galih “Anggaplah gini, Mandala Tigerair. The master brand adalah Tigerair. Karena di Indonesia dia adalah joint venture, penggabungan antara Mandala Airlines dan Tigerair, makanya namanya Mandala Tigerair. Kenapa? karena Mandala punya equity. Orang masih tau itu Mandala Airlines, menurut saya okelah track record-nya, punya equity, punya loyal customer. Kalau dia langsung berubah nama Tiger, which is pemain baru di Indonesia, belum tentu orang acceptance nya akan seperti itu di daerah, misalnya, makanya dia masih mempertahankan Mandala Tiger. Jadi brand architecture itu ada master brand, product brand. Jadi master brand nya adalah Tigerair. Product brand nya ada Tiger, Mandala Tiger, yang sebenernya sama. Kemudian bagaimana cara orang tahu bahwa it still belong to one company adalah dengan membentuk visualisasi yang sama. Mandala Tiger sama Tigerair sama kan logonya. Brand architecture approach nya beda-beda. Ada Monolitic approach, ada hybrid approach, da nada house-of brand approach. Monolitic itu seperti GE, General Electric. Jadi semua unit produk menggunakan nama atau identity yang sama, yaitu GE, jadi logo GE, energy. Lambang logo GE, mining. Logo GE, finance. Itu namanya Monolitic approach, jadi core business mereka menggunakan nama GE, tapi si GE belakangan mulai agak sedikit berubah, soalnya ada salah satu bisnis mereka yang beda sekali lah industry nya, berhubungan dengan television, which is NBC. Dia menggunakan descriptor approach, NBC – a GE company. Nah kalau Hybrid, itu campuran, antara Monolitic dengan descriptor atau house-of-brand. Ambil contoh, case –nya Nestle. Nestle itu kan ada Kit-Kat, house-of-brand nya kan Nestle. Tapi dia juga punya house-of-product, Nestea, Nescafe, terus…nah, dia itu menggunakan Nes, tapi Nes nya dengan menggunakan identity Nestle nya, tapi Café-nya itu beda. Nah itu Hybrid. Ada lagi House-of-Brand. House of Brand is simple, what you see, Unilever, P&G, Johnson&Johnson, itu House-of-Brand. Sunsilk, Sunlight…jadi house-of-brand itu konsepnya adalah berbagai macam
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
brand under one brand. Jadi ibaratnya kayak sebuah rumah, ada sebuah Unilever, hiduplah seorang anak namanya brand Elsya, hiduplah seorang anak namanya brand Edwina, hiduplah seorang anak namanya brand Galih, yang masing-masing brand, punya personalitynya masing-masing, punya positioningnya masing-masing, punya target market-nya masing-masing, dan kategorinya masing-masing. Itu House of Brand, kalau dianalogikan. Jadi kayak Sunlight, Sunsilk, Biore, KAO juga House of Brand. Rata-rata memang house of brand itu FMCG.”
Edwina “Oke. Kalau rebranding itu kan tadi, banyak komponen yang bisa diubah, dan ada juga yang stay disitu. Nah sebenernya, idealnya itu, dalam rebranding, elemen-elemen apa aja sih yang biasanya berubah?”
Pak Galih “Paling pertama itu people dulu. Karena percuma kalo kita melakukan rebranding, kalau gak ada satu pergerakan yang baru dari, how the people work, itu yang penting. Kedua adalah visualisasinya. Jadi people-nya harus berubah dulu, kayak mindset nya, cara dia berpikir, cara dia berbicara, pemahaman dia tentang brand, itu harus berubah dulu. Karena percuma kalau ada sebuah brand tua, dia mau rebranding, tapi yang masih dipekerjakan adalah bapak-bapak tua, aki-aki, yang gak tau target market muda jaman sekarang. Itu kan totally nonsense dan percuma. People nya harus lebih dahulu, harus ditanemin visi misi baru, baru logo, sesuai dengan mau dibawa kemana brand itu. Jadi penting untuk ngembangin strategi dan konsepnya, sembari kita membangun visualisasinya atau logonya, tapi kita juga harus mengedukasi people nya. Sehingga pada saat keluar, pada saat rebranding launching, jadi total baru. Jadi ga cuma logonya berubah, tapi pada saat orang masuk, ‘Masuk ah!’ tapi loh kok aki-aki, bapak-bapak, sedangkan gue anak muda, jadi gak nyambung kan.
Edwina “Jadi ada dua komponen, dari orang-orangnya sendiri, sama visualisasinya. Berarti rebranding itu bisa mempengaruhi budaya organisasi juga dong Pak?”
Pak Galih “ Oh, iya. Seperti yang saya katakan tadi di awal, rebranding itu bukan perubahan logo semata, tapi merubah how we behave as an organization.”
Edwina “Kalau tadi…kalau dalam mengkomunikasikan brand yang baru gitu kan Pak, itu pasti di dalam benak publik ada tingkatan-tingkatannya, ada step-stepnya, dari yang paling basic, sampai yang udah melekat dalam benak. Nah itu kalau dari proses branding, stepnya apa aja sih Pak? Mulai dari nol sampai brand itu sudah bisa dikatakan top of mind lah..”
Pak Galih “Sebenernya, pada saat kita melakukan rebranding, atau membuat suatu brand baru, penting untuk membangun suatu konsistensi ya. Karena kita gak akan bisa jadi pemain-pemain utama, gak akan bisa jadi leader, kalau kita gak secara konsisten menyampaikan pesan siapa kita sebenarnya. Konsisten dalam hal delivery, quality, jenis produk, delivering the promise, sampai kepada delivering sesuai sistemnya, karena itu akan membangun
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
persepsi publik, dan juga membangun kedepannya, loyalty. Karena percuma kalau pada saat kita delivering the promise kepada people, engga ada bond yang terjadi antara konsumen dengan si brand, otomatis ya dia akan beli sebatas fungsionalitas. Orang akan melihat perang harga, ‘Oh ini, lebih murah, kita beli.’ .Makanya penting itu tadi, menjaga konsistensi, dan komitmen. Komitmen dari internal people, mau sampe sejauh mana brand ini kita bawa perubahannya. Jadi mereka pun harus komit, komit terhadap segala macem upaya dan transformasi.
Edwina “Biasanya kalau tingkatannya itu ada..sebenernya ada level-level tertentu gak sih Pak, selain top of mind tadi, ada tingkatannya gak Pak, misalkan seperti…”
Pak Galih “Seperti apa contohnya?” Edwina “Misalkan seperti dari yang gak aware sama sekali, sampai…biasanya
kalau yang pernah saya baca di buku gitu, dia bilangnya istilahnya dengan top of mind, ada juga yang bilang sampai punya apa ya…emosional, affection. Nah itu gimana Pak?”
Pak Galih “Sebenernya brand yang bagus adalah brand yang gak hanya mengandalkan top of mind. Sekarang gini, oke, top of mind, gini : Elsya tau Ferrari gak?
Elsya “Tau.” Pak Galih “Pake gak?” Elsya “Engga.” Pak Galih “Seperti itu kan, simple. Strong brand, but, do you use Ferrari? No. Atau
ada beberapa brand yang memang top of mind belum tentu penting. Misalkan simple contoh, Ferari bisa sebesar sekarang dapet profit, uang, segala macem, darimana kira-kira?”
Edwina “Loyal customer nya?”
Pak Galih “Salah. Dia dapat uang dari endorsement, jualan sponsor. Oke, jaman dulu kita ada laptop namanya Acer Ferrari. Dia jualan endorsement namanya Ferrari, contohnya seperti itu. Jadi top of mind doesn’t guarantee you a strong powerful brand. A strong brand adalah sebuah brand yang punya affection, yang impact ke loyalty, dan sebuah brand itu berhasil atau tidak, itu depending apakah…seorang misalnya, Elsya, bisa merekomendasikan ASUS kepada saya, kepada orang lain. Itu akan membuktikan kalau brand itu punya affection yang kuat. Top of mind only belum tentu men-guarantee, ‘Oh iya iya, saya tahu itu ASUS, tapi gak pernah pake.’ ‘Kenapa gak pernah pake?’, ‘Ya..gak pernah mau aja.’, nah ada orang yang seperti itu. Penting sebenernya yang punya..dia punya sense retention to the market, which is terhadap brand nya, dan juga bisa memberikan recommendation.”
Edwina “Ooh oke, jadi ada level sharing ya..”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Pak Galih “Iya ada sharingnya, jadi the story telling of the experienced brand itu yang membuat level brand semakin kuat. Kalau hanya sekedar tahu, ya…oke. Likeability, ya…suka. Tapi pada saat saya, atau Elsya misalnya, menjadi ambassador dari suatu brand, dan menceritakan pengalamannya, itulah saat dimana brand itu berhasil. Ambassador secara positif ya..”
Edwina “Soalnya biasanya yang sejauh ini saya baca, paling atas itu hanya dibilang top of mind gitu, jadi saya pikir kalau dia udah dikenal, ‘Oh iya, tahu..’
Pak Galih “Secara market research, iya. Jadi gini, kalau dilihat secara exposure, dilihat secara…mungkin PR ya, top of mind is a good thing. Tapi secara equity, secara value, secara bisnis, top of mind gak akan membawa apa-apa. Ambil contoh, kayak misalnya, tau Dharmawangsa?
Edwina “Iya, tahu Pak..” Pak Galih “Orang tau gak sih Dharmawangsa sebenernya? Maksudnya gak banyak
yang tau..only certain people knows. Tapi kenapa bisa mahal banget? Nah itu ka contohnya. Top of mind is very an important thing, tapi bagaimana kita bisa membangun sebuah diferensiasi, experience, sehingga ada semacam story teller yang bisa memberikan influence. Nah itu sebenernya yang menentukan brand itu kuat atau tidak.”
Edwina “Oke. Ini sebenernya mulai masuk ke intinya sih yang pengen aku tau. Dari segi proses perencanaan, biasanya kalau di PR itu kan ada strategic planning PR gitu kan, ada mulai dari research, kita bikin strategi, sampai evaluasi. Kalau dari proses branding atau rebranding sendiri, itu proses perencanaan yang ideal itu kayak apa sih Pak, ketika hendak melakukan rebranding terutama?”
Pak Galih “Gini, bedanya mungkin…gak beda jauh sama PR. Untuk rebranding itu, kita terlebih dahulu harus berinteraksi dengan board of director, BOD dulu, ya sedikit interview, berbicara dengan mereka, mau dibawa kemana brand ini, secara positioning, secara visi, sama secara aspirasi. Itu tahapan penting yang pertama, karena kita ingin tahu lebih jauh, we need to go bit deeper, kita harus menjelaskan posisi mereka pada saat membangun sebuah brand. Setelah itu kita juga harus tau, pemahaman internal dan other competitor. Benchmarking, dari benchmarking juga kan kita melakukan external studies. Kita melihat segala macem kompetitor bergerak seperti apa, dan juga pandangan konsumen. Jadi kalau rebranding itu pun kita tetep melakukan studi, riset, tapi ya memang lebih kualitatif study. Kita bisa juga melakukan market research, tapi kita juga melakukan studi kualitatif, melihat persepsi, juga opinion, preference mereka, lebih deeper lah, lebih ke in-depth interview. Nah dari situ, kita baru merancang sebuah branding strategy, melihat apakah aspirasi internal, dan eksternal sudah sejalan atau belum. Ini kan harus kita pahami, harus mmberikan rekomendasi kepada internal, ‘Jangan terlalu jauh lho, market tuh belum ready’, misalnya seperti itu. Tahapan-tahapan itu yang memang harus dibangun pada masa proses rebranding. Dan
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
pada saat mau rebranding, kita harus liat dulu, value-value apa yang harus berubah, dan mana yang harus dipertahankan, melihat kondisi market seperti apa. Itu tahapan yang kurang lebih harus dilakukan. Jadi memang agar membuat sebuah relevansi.”
Edwina “Oke, jadi dari segi internal sama eksternal itu yang harus dicocokin ya..” Pak Galih “Iya dicocokin, karena sebenernya brand itu di-drive dari internal people,
di-drive dari BOD. Tapi kita juga harus tau kebutuhan market itu relevan gak dengan apa yang kita bangun. Kita bisa membangun sebuah trend, tapi kalau kita membuat trend, berarti kita juga harus membuat suatu inovasi, sesuatu yang bakal break category in the market. Kalau mau seperti itu, good. Tapi kalau mau competing with others, kita harus membikin sebuah USP. All of the…kayak, low-cost carrier, harga murah, terjangkau, itu adalah mandatory yang harus mereka punya, tapi harus memberikan added value. Nah, dalam proses rebranding, penambahan added value ini yang paling penting, apa yang membuat kita berbeda dengan mereka.
Edwina “Hmm, oke oke. Kalau kemarin dari hasil yang ngobrol itu sih saya dapat menyimpulkan bahwa..mereka itu bilang kalau mereka itu, semua LCC itu sama. Tapi yang membedakan itu adalah, kita bisa membedakan dari sisi emotional, atau feel-nya gitu. Menurut Pak Galih kalau dari segi industri aviasi, khususnya LCC ya, apa sih yang bisa membedakan?”
Pak Galih “Sebenernnya, airlines itu merupakan perusahaan yang bisa dibilang, very brand-related focus, apalagi low-cost. Gini, kalau bicara full-serviced airlines, bisa kita katakan perang brand, brand experience. Contoh Garuda, itu one example of the airlines, yang mengembangkan branding yang bagus dengan mengandalkan five sensory branding tadi, pendengaran, penciuman, rasa, sentuh, dan panca indera, pendengaran. Dia mengandalkan lima sensor itu dengan sangat bagus. Low-cost, kalau kita mengandalkan lima ini, it is very costly for them. Saya juga pernah ngobrol dengan orang Air Asia, bagaimana cara pesawat mendarat, bagaimana cara membersihkan kabinnya pun, itu matters to the cost. Kenapa? karena misalkan, anggaplah, pada saat mendarat, pada saat harus membersihkan sampah, biasanya kalau full-serviced airlines, dia akan membayar outsource dari airport facility management. Air Asia apa? pramugarinya sendiri. Setahu saya kayak Mandala pun sama, pramugarinya sendiri yang bersihin sampah. Dia buang, bersih-bersih, siap dengan penumpang, masuk, berangkat. Konsepnya seperti itu. Sekarang kalau bicara mengenai brand, secara identity, adalah yang penting bagaimana cara membuat yang semua minimalis itu, membuat suatu experience yang beda-beda. Kalau bisa saya katakan, antara Mandala Tigerair…itu same thing, gak ada bedanya. Mereka hanya jual rute sama jual harga, gak membuat suatu unique branding experience. Paling orang ngeliat Mandala…the good thing kalau rebranding pesawat berubah logo, pada saat berubah logo, “Oh! Berubah logo, bagus nih.’.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Pas liat di pesawat, pesawatnya ubah logo, ‘Wah, pesawat baru ya?’. Karena matters dalam industri pesawat low-cost, ngeliat logo yang lebih modern, akhirnya dia akan ngerasa itu pesawat baru. Pesawat baru konotasinya safety, dan pesawat baru pasti lebih nyaman, jadi akan seperti itu. Kalau gak salah ada satu contoh yang menarik, adalah, saya agak lupa…Jet Blue Airlines kalo gak salah, kamu coba study Jet Blue. Itu low-cost , tapi dia banyak hal yang menarik, sehingga gak terkesan seperti low-cost., tapi dia sebenernya adalah low cost airlines, dibandingkan airlines lain di Amerika, seinget saya itu yang cukup menarik. Nah menurut saya, apa yang dilakukan Air Asia Mandala Tiger, anggaplah, Lion Air, Sriwijaya, di industri sekarang, untuk perang low cost, mereka gak ada pembeda sama sekali, which is hanya perang harga dan perang destinasi. Kenapa Mandala sekarang kalah jauh dibandingkan Lion Air? Lion Air memegang pangsa pasar, kurang lebih sekitar…yang saya pelajari itu, hampir 60 persen, market itu dikuasai Lion Air…”
Edwina “di LCC ?” Pak Galih “No, all airlines.” Edwina “Oke…” Pak Galih “Even dia ngalahin Garuda…” Edwina “Padahal Lion Air bukan termasuk full-serviced ya Pak…” Pak Galih “Bukan. Nah kenapa? karena dia ada dimana-dimana, tujuannya
juga…even dia masuk ke daerah-daerah yang pelosok, melalui Wings Air. Itu yang memang menjadi kunci di Indonesia, accessibility. Tigerair Mandala apakah bisa seperti itu ? karena bicara mengenai branding experience, agak susah ya, terutama di Indonesia, karena masyarakat Indonesia kalau melihat low cost, persepsi mereka ujung-ujungnya harga, belum bisa berbicara mengenai experience di cabin, experience makanan. Good thing about Air Asia, paling yang sedikit berbeda dengan Air Asia adalah, satu adalah kultur. Mereka mempromosikan culture dengan sangat bagus, the culture of the people. Jadi orang tuh kayak merasakan suatu experience yang berbeda. People yang lebih dynamic, people yang lebih agresif, gitu. Jadi cara dia mempromosikan Air Asia itu kurang lebih cara yang sama dengan Starbucks. When you wear Air Asia stewardess…saat menggunakan seragam Air Asia, mereka itu gak ngerasa kayak, ‘gue tuh pramugari low cost’ . Engga..mereka punya pride. Kenapa? karena mereka merasakan suatu experience dan gaya yang berbeda, ada emotional disitu bermain. Nah sedangkan kalau Mandala, belum bisa mencapai tahapan seperti Air Asia, so far itu sih kalau analisa saya, ngebandingin antara Air Asia dengan Mandala, Lion Air, di people. People, Air Asia memegang kunci. Ada pepatah yang bilang juga “A good CEO will strengthen your brand as well”. Lihat Richard Branson., how good Richard Branson in affecting the brand yang dia owned, Virgin Airlines, dan yang lain, personalitynya terinspirasi dari dia. Tony Fernandez, gak beda jauh kan dengan Richard Branson. Dengan cara dia berbicara, cara dia interact
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
with the people, cara dia involve nya. Alhasil kayak, personalitynya Tony Fernandez, jadi ada di Air Asia. Itulah yang membuat Air Asia berbeda dan masih bertahan hingga sebesar sekarang, karena people. Nah Mandala, mereka belom bisa kesana, Mandala Tiger. Mereka masih berkutat di perang harga. Garuda udah mulai berubah. Personality nya Emir Satar, kesadaran bahwa brand experience itu penting, dari stewardess, sampai ke every touch point, itu dia bangun. Dia sekarang, ke Jepang, 8 juta full, pesawatnya bagus, experience nya bagus, orang pun pilih Garuda, ketimbang misalnya…ke Hong Kong pun, walaupun ada Cathay, orang pilih Garuda. Disitu yang mungkin bisa dikatakan kenapa Tiger masih berbeda dengan Air Asia.”
Edwina “Mereka juga sempet share sih kalau mereka sempet ngadain semacam…perception audit, dan dia bilang memang sampai saat ini Air Asia masih..dan itu salah satu kompetitor mereka juga kan. “
Pak Galih “Iya, karena saya sempat ngobrol dengan orang Air Asia. Saya tanya, siapa sih kompetitor Air Asia?
Edwina “Citilink?” Pak Galih “Lion Air. Karena dia gak ngerasa dirinya compete dengan Citilink,
ataupun Mandala.” Edwina “Kenapa Pak? Kan LCC juga…” Pak Galih “Ya tapi sekarang market leadernya siapa? Lion Air kan. Citilink ya…dia
kan kepanjangan tangan Garuda lah. Disitu sih yang kenapa masih membuat Air Asia strong. Peoplenya membuat sebuah diferensiasi. Jadi kadang...Mandala Tiger, anggaplah…Jakarta- KL. Eh gak usah deh…anggaplah, Jakarta ke Bali. Dengan Air Asia, Jakarta – Bali sekali jalan misalnya, 650 ribu. Naik Mandala, kadang harganya bisa lebih murah , bisa 600 ribu, bisa 580 ribu. Tapi orang – orang sekarang kecenderungannya naik Air Asia. Kenapa? karena dia merasakan comfort yang agak berbeda. Dimulai dari apa? Dari experience nya, cara pesannya. Air Asia mobile applicationnya pun very easy, people nya. Elsya Sekarang kalau disuruh pilih Air Asia sama Mandala Tiger pilih mana?
Elsya “Air Asia ya..” Pak Galih “Kenapa?” Elsya “karena…Internasional?” Pak Galih “Tigerair juga..” Elsya “Hmm, karena Malaysia kali ya…” Pak Galih “Nah, eventhough orang Indonesia punya persepsi seperti itu. Tiger
walaupun dari Singapura, untuk airlines, banyak yang lebih pilih Air Asia. Kenapa? karena dia , lagi-lagi, quality controlnya, time performancenya, people nya. Itu yang membuat berbeda.”
Edwina “Kalau tadi kan dari segi pendekatan ke proses brandingnya sendiri. Tapi kalau misalkan kita udah punya program , ini loh yang mau kita komunikasikan ke publik. Kalau dari segi branding lagi, bentuk komunikasi, strategi komunikasi seperti apa sih yang umumnya digunakan untuk
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
perusahaan yang rebranding? Karena kalau rebranding itu kan dari yang lama ke baru. Itu biasanya bentuk komunikasi seperti apa sih Pak yang disarankan untuk perusahaan?”
Pak Galih “Hmm, beda-beda ya, karena gini, kalau rebranding itu case nya beda-beda. Ada rebranding yang, kalau kita bilang, nutup dosa. Ada rebranding sadar kemampuan, dan ada juga rebranding yang memang, udah saatnya gua harus berubah. Jadi gini, kalau nutup dosa adalah company yang udah kayak, udah mau collapse, gangguan, punya image buruk, nah I need to change, so they rebrand. Yang dilakukan komunikasinya juga beda. Yang dia pasti lakukan adalah, ‘we change;;, kita udah ngerubah nih image kita. Dia akan lebih kepada, dia akan munculin, ‘This is our value. This is our positioning. This is how behave now. This is what we believe.’. Jadi dia akan ninggalin yang lama. Tapi kalau, lebih kasarnya, dia memang sudah ada tapi Cuma ngerubah relevansi aja, dia pasti akan menawarkan sesuatu yang baru, lebih ke experiencenya. Itu sih, beda – beda cara approachnya. Anggap kita ambil contoh industri airlines ya. Sebenernya airlines kalau rebranding…jujur sih kalau ngeliat Tiger, gak cukup aktif ya. Kalau saya liat sih mereka hanya pake PR aja, media, ngerubah websitenya, dan juga ngerubah tampilan lainnya. Tapi dari secara experience, mereka sebenernya gak mengkomunikasikan apa-apa. In-flight experience nya saya sama sekali ga pernah denger. Sebenernya kalau misalnya airlines, justru yang harus diceritakan adalah experience baru. Kita berubah, otomatis kita akan peduli dengan our quality of airline. Jadi dengan rebranding kita, kita punya konsep baru. Biasanya kalau rebranding pesawat, airlines, selain rebranding, dia juga nunjukin pesawat baru, itu pasti. Dengan itu dia menawarkan new experience, new services, dan new values. Itu yang harus dilakukan. Oke, dengan pesawat baru, Anda akan merasakan experience seperti ini. Kadang ada beberap airlines yang simple. Dia rebranding sekalian promosi seat baru, yang jarak kakinya lebih luas. Simple, tapi kan itu untuk low cost penting kan. Sekarang dunia tablet, smartphone, gak perlu pake TV, yang penting kita duduk nyaman, dan ramah tamah dari stewardess. Itu sih yang harusnya dilakukan.
Edwina “Jadi kalo untuk industri airlines lebih ke experience nya ya.. Sebenernya aku tertarik dengan experience itu kan kadang kita asumsikan, kalau fasilitas tadi, kursi dengan leg room yang lebih luas. Tapi untuk low cost gitu, menambah fitur untuk in-fligth experience itu bukannya akan…”
Pak Galih “akan costly memang. Sebenernya yang bisa dilakukan kalau di low cost, satu adalah people, seperti yang tadi saya bilang, fasilitas cuma salah satu aja. People sama simplicity to book. Itu yang harusnya penting. Kalau low cost, yaudah, ngapain pusing-pusing antri. Everything you must do it on mobile. Air Asia agak pinter waktu itu, dia bikin semua online, gak perlu ngantri check-in, cukup ke counter mesin, masukin chechk-in number, seat, enter, keluar tiket. Simple. Itu yang harus dikomunikasikan. Itu yang
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
mungkin Mandala kurang lakukan. Mereka hanya fokus mengubah logo, mengganti pesawat baru, udah. Dia gak mengomunikasikan experience-experience seperti ini. Ujung-ujungnya apa? Masih main di harga. Sekarang liat yang terjadi kan, Mandala lagi declining. Banyak closed route, banyak rute-rute dari Mandala Tiger itu yang di-close. Yang gosipnya, sekarang bahkan Saratoga-nya mau exit.”
Edwina “Iya saya juga pernah waktu lagi nyari-nyari, wah ada isu ini..” Pak Galih “Iya, Saratoga-nya mau exit, kenapa? karena gak ada inovasi. Low-cost itu
penting membangun simplicity. Kita udah bayar murah, gak mau pusing kan. Gue bayar muruah, gue mau terbang deh. Orang butuhnya yang simple, orang-orang kayak mereka yang beli tiket low cost adalah orang yang males mikir, yang gak mau mikir atau ambil pusing, yang bahkan kayak knowledge nya ya…gue mau beli tiket, yang gampang aja deh.”
Edwina “Tiket, booking, bayar, selesai, ya…” Pak Galih “Ya, itu low cost. Karena persepsi orang kalau low cost carrier adalah ya
harga murah. Tapi engga, sebenernya low cost tuh segala macemnya yang simple dan kita harusnya dimudahkan. “
Edwina “Kalau dari…kita kan selama mengkomunikasikan itu kan ada konsistensi, termasuk konsistensi pesan yang mau disampaikan. Kalau kita dalam menyusun pesan yang mau kita sampaikan itu, itu ada kompenen tertentu gak sih Pak yang harus…misalkan dalam merumuskan suatu brand value atau pesannya itu tuh ada syaratnya, harus ada pointers ini, pointers ini? Supaya kita bisa bikin pesan yang tepat..”
Pak Galih “Harus selalu ada sih pada dasarnya. Kayak yang tadi saya bilang di awal tadi, pada saat kita membangun sebuah brand, kita harus membangun sebuah komitmen, membangun sebuah filosofi. Apapun, segala macem komunikasi, pesan yang disampaikan, semua harus kembali lagi kepada esensi siapa dia sebenarnya. Karena once kita udah keluar jalur dari siapa kita sebenarnya, kita berkomunikasi segala macem udah asal. Anggaplah dia berbicara…simplicity. Tapi ternyata pada saat disampaikan di setiap produknya, adalah bicara mengenai luxury, ada yang berbicara mengenai simplicity, itu dimasukin, contohnya. Saya ada case study contohnya kayak…contoh kasus favorit, Nike. Ini bisa saya bilang contoh yang paling konsisten. Esensi Nike adalah winner, winning attitude. Jadi dia gak pernah bicara, we are the shoes maker, kita gak pernah berbicara mengenai good quality shoes. Kita adalah winner. Dalam segala macem komunikasi, dalam tagline, mereka selalu liat lagi siapa dia. Kita pemenang. Seorang pemenang, just do it. Seorang pemenang risk everything, campaign barunya sekarang, risk everything. Seorang pemenang lives strong, seorang pemenang hidup kuat walaupun segala macem penyakit menyerang dia. Seorang pemenang pursue dream. Nyambung kan? Esensi. Ambassador nya siapa? Christiano Ronaldo, Roger Federer, Tiger Woods. Lance Armstrong, dulu seorang pemenang
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Tour de France sembilan kali champion. Ternyata apa? Dia pakai dopping. Nike cabut gak? Cabut. Karena apa? Orang pake dopping bukan pemenang, curang namanya. That consistency yang dilakukan oleh Nike. Contoh lagi, Virgin. Filosofinya Virgin adalah ‘being different’ dan ‘daring’, seorang Richard Branson. Keluar brandnya apa? Ada gak yang biasa aja? even Virgin Airlines pernah bikin satu video, dia mengkomunikasikan sebuah video safety. Cara penyampaiannya adalah dia dengan nyanyi dan dancing. Jadi video itu bukan kayak, “this is the compartment…this is..”, mereka engga. Mereka nyanyi dan bareng dance studio apa …saya agak lupa, pokoknya yang menang dance competition di Amerika. Dia pakai itu. Dia memanfaatkan sosok Richard Branson yang unik dan memang out of the box, dan memang different. Itu satu, yang kedua dia bikin Virgin Galactic. Siapa yang mau bikin brand yang mau ngangkat manusia ke atas? Itu, konsisten dengan filosofi brand nya. Nah itulah yang disampaikan, sebuah brand yang bagus, pada saat menkomunikasikan, adalah konsisten dengan what they believe. Starbucks…starbucks gak pernah beriklan, gak pernah ada TVC Starbucks, gak pernah ada billboard Starbucks. Yang ada apa? People nya. Karena esensi Starbucks adalah the third place between your home and your office, dimana saya mencari tempat ketiga yang nyaman, selain di rumah dan di kantor, dimana saya bisa hang out with friends, and co-workers while doing a meeting. Itu filosofinya. “
Edwina “Kalau Starbucks sih aku juga liat dia, kayaknya barista nya pun proud being…being part of Starbucks.”
Pak Galih “Karena dia pun believe bahwa they bring something, dan yang kedua adalah giving you the third place by offering a good quality of coffee, itu filosofinya. Karena brand ambassador Starbucks siapa? Ya baristanya.”
Edwina “Kalau kita bikin serangkaian program branding gitu Pak, biasanya ada timeline, ada batas waktu, ada target-target…misalkan dalam waktu sekian, harus sampai sekian. Sebenernya dalam proses rebranding itu ada timeline nya gak sih, dan secara umum itu kayak apa?”
Pak Galih ( dibantu Elsya )
“Biasanya sih kalau rebranding itu, basically hampir sama sih di semua konsultan. Jadi ada beberapa tahap. Tahap pertama itu adalah statement siapa diri kita harus ada dulu, maksudnya itu adalah strateginya. Jadi itu yang masuk dalam tahap pertama, Strategic Phase. Itu kira-kira 1 sampe 1,5 bulan, lima minggu targetnya. Lalu setelah semuanya approved, internal peoplenya mereka udah setuju, kita lanjut ke phase 2, yaitu Visual Phase. Yang kayak tadi aku bilang, kalo visual itu, udah tahu siapa diri kita, targetnya mau kemana, personality yang mau dibangun kayak gimana, baru kita muncul dengan logonya. Misalkan, strategic nya, kalau Tigerair Mandala, aku lihat dia pengen merubah image-nya dari Mandalanya sendiri kan…karena secara image udah dibilang bangkrut. Itu salah satu strateginya dia, gimana caranya translate ke visual, kenapa gak Mandala nya dulu, baru Tiger..Nah itu salah satu strateginya kan,
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
dimasukin ke dalam visual, logonya seperti apa. Baru setelah itu masuk ke tahap aplikasi. Aplikasi tuh kayak…tadi kan logonya udah ada, terus setiap airlines itu pasti ada signature sendiri ya untuk di badan pesawatnya. Contohnya kayak Singapore Airlines, ada line biru. Kalau Air Asia, hampir semuanya merah. Itu kurang lebih makan proses dua bulan. Jadi 1 bulan untuk logo, 1 bulan untuk aplikasinya. Tahap yang keempat itu lebih ke Guideline. Jadi setelah strategi dibuat dan aplikasinya udah ada, kita bikin semacem buku pedoman yang akan dipake di internal people mereka, untuk ngejalanin gimana caranya dia day-to-day, me-manage brand nya. Itu disebutnya kayak The Bible nya gitu, karena setiap apapun yang dibikin itu harus mengacu ke rebrand guideline itu.”
Edwina “Jadi ada 4 fase utama tadi ya…Kalau untuk guideline gitu biasanya?” Elsya “Sebulanan..” Pak Galih “Jadi total ada six months process lah ya…Six months of delivering baby,
banyak yang bilang kayak gitu. Biasanya muncul pertanyaan, berapa lama sih brand itu ditempatkan secara efektif? Biasanya muncul pertanyaan seperti itu. Kita selalu bilang, pada saat kita melakukan rebranding, atau branding baru, butuh waktu berapa lama supaya masyarakat tuh ngeh sama brand baru kita…Kita selalu bilang, itu tergantung, balik lagi kepada, you as a brand owner. Ada komitmen gak untuk mengkomunikasikan brand ini secara konsisten, sesuai dengan arahan yang sudah kita berikan. Once you delivering a consistent message dan you got a commitment dari BOD nya segala macem, itu paling gak sampai satu tahun, pesan yang disampaikan brand pun akan sampai ke konsumen.
Edwina “Jadi secara umum evaluasinya setelah satu tahun ya average-nya. Kalau tadi biasanya ketika kita mau membuat suatu program komunikasi atau branding, kita harus tau, kita mau ngomong itu ke siapa. Kalau dari branding, terutama dari segi industri airlines sendiri, pemetaan publiknya kira-kira seperti apa sih Pak? Kepada siapa saja dia harus mengkomunikasikan brand barunya?”
Pak Galih “Tentu saja, kalau airlines itu semua. Saya bilang semua, dari orang yang pernah naik pesawat sampai yang belom. Dasarnya apa sih sebenernya? Orang yang pernah naik pesawat, atau yang kita kategorikan traveller, kita harus tau pandangan mereka tentang airlines seperti apa sekarang,dari experience, dari preference. Nah kenapa yang non-airlines user atau orang yang bukan traveller, itu kita harus tau juga? Karena kita harus tau gimana men-capture market mereka, karena kita harus tau, aspirasi mereka seperti apa sih. Mereka ingin airline yang seperti apa, pesawatnya, dan juga brand seperti apa sih yang ada di benak mereka, secara aspirasional seperti apa. Kita perlu tahu, kenapa? supaya kita dapat me-manage their expectation, sama bagaimana cara agar kita bisa merangkul mereka, agar mau naik ke kita. Itu penting, jadi kadang-kadang orang..Oh, saya liat existing user sama non-user nih. Existing user dalam hal ini traveller, tapi gak naik Mandala. Itu juga perlu ditanya, tapi kita juga perlu
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
tanya, non-user yang gak pernah naik pesawat, tapi pengen naik pesawat. Itu juga perlu tau kita. Jadi secara aspirasional, secara awareness mereka, preference, sama expectation. Pertanyaan nya bisa beda, tapi kita ngeliatnya dari sudut pandang itu. Kalau air-traveller tapi non-user Mandala, kita perlu tau kenapa mereka prefer other airline. Preference mereka apa, awareness mereka, kita juga perlu tau..”
Edwina “Motivasi mereka apa..Kalau tadi kan kita masih fokus sama..itu lebih ke consumernya siapa gitu kan Pak. Tapi publik di luar customer itu, kepada siapa lagi dia harus engage?”
Pak Galih “Tentu saja media ya…media massa. Company jangan dilupain loh. Kadang-kadang mereka misalnya, anggaplah, ingin mengadakan corporate outing atau merencanakan corporate travel, kepada siapa mereka dapat membangun corporate deal. Oke, misalnya, saya adalah pegawai Mandiri, atau pegawai BCA. Pada saat pegawai saya akan dinas ke luar kota, saya mau naik Mandala Tiger. Mandala Tiger harus approach mereka juga dong. Saya harus bayar berapa dengan corporate rate. Yang kedua adalah media, dan yang ketiga adalah travel agent. Travel jangan lupa, itu harus. “
Edwina “Walaupun ini LCC dan orang bisa booking langsung?” Pak Galih “Tentu. Karena gini, masih banyak di Indonesia, orang yang dateng ke
travel agent. Kenapa mereka prefer travel agent? Oke..saya mau bayar pesawat, penginapan, semua biar dia yang urusin, gak mau pusing. Ada orang yang kayak gitu kan? Datanglah mereka ke travel agent. Ada juga orang yang kayak saya, yang prefer beli tiket sendiri, ngurus pesawat sendiri, gak mau pake travel agent, ada yang kayak gitu. Tapi masih banyak di Indonesia yang masih mau diurusin travel agent, walaupun lebih mahal. Nah ada yang kayak gitu. Kenapa travel agent penting? Karena, anggaplah kayak Wita Tour, Dwidaya, Smailing Tour..mau menjual tiket si Mandala..karena ada loh, misalnya paket liburan. Jakarta – Bali PP sekian, dengan Mandala Tiger. Orang ada yang gak mau loh naik Mandala Tiger.’Gak mau ah, pesawatnya ganti bisa gak?’. Nah disini, Mandala Tiger harus men-convince travel, ‘Lo harus pasang pesawat gue disini.’, harus kasih reasons to believe. Jadi, reasons to believe tuh jangan hanya dikasi kepada konsumen langsung, tapi even ke media dan ke travel, karena mereka yang akan mengkomunikasikan brand Mandala juga.”
Edwina ‘Kalau ke government gimana Pak? Karena secara industri airlines ini regulated services kan Pak..”
Pak Galih “Oh ya, tentu ya. Kalau ke government mungkin lebih ke destinasi, Pemda, Pemprov, itu penting. Kayak misalnya, ‘Eh, penerbangan saya nyampe loh ke daerah Anda’. Nah ini membantu bisnis kota juga kan, secara gak langsung gitu. Yang kedua adalah safety dan quality juga ya. Karena kan regulasi pemerintah sangat ketat ya soal ini, jadi itu penting, lalu di-maintain, di certified oleh government, dan juga mensupport ekonomi daerah. Karena Indonesia beda kan, kayak Singapura dan Malaysia, atau
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
negara –negara Asia Tenggara lain, sampai Jepang pun, kita beda kan. Kita negara kepulauan, yang masing-masing punya keunikan, masing-masing punya sumber daya alam, SDM, yang harus di-capture. Nah airlines sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya harus bisa mencapai ke daerah-daerah ini.
Edwina “Kalau tadi dari proses rebranding itu kan ada, kita riset dulu, terus kita bikin strategi, terus visual, dan segala macem, sampai evaluasi. Nah kalau dari setiap step itu, step kuncinya dimana sih? Ini loh inti dari step itu yang paling krusial, yang butuh perhatian lebih, baik dari perusahaan maupun tim nya.”
Pak Galih “Kunci utama keberhasilannya itu ada di awal, men-define siapa kita sekarang, which is how we reposition ourselves, itu kunci pertama. Karena mau dibawa kemana brand kita, apakah kita mau menjadi brand yang berbicara quality, apakah kita mau menjadi brand yang memiliki definisi yang banyak, apakah kita mau berbicara mengenai brand yang memberikan ‘ultimate greatest experience’ seperti itu? Itu yang penting. Di tahapan itulah, strategi pengembangan siapa kita sebenarnya, value apa yang mau kita bawa, personality seperti apa, itu tahapan yang penting, karena itu akan berhubungan kepada , how we communicate to travel agent, pada saat kita bicara dengan travel agent, kita gak bisa sembarangan juga kan. Misalnya ada Dwidaya yang fokus dengan corporate travel. Ternyata personality kita yang lebh dynamic, yang lebih muda, yang seperti backpacker itu, ga masuk, kita gak mungkin berkomunikasi dengan Dwidaya, misalnya. Pokoknya yang penting itu step awal. Pada saat kita bicara media pun, beda. Saya agak lupa, ada satu airline di Kanada, itu logonya rakun. Dia lucu positioningnya. Dia adalah airline yang men-cater for SMEs. Jadi yang dia berikan layanannya adalah, datang ke airport ada lounge, jadi airlines for business, bukan business pas, tapi business traveller. Jadi lounge-nya ada wifi, ada kopi, ada tempat untuk business dealing, dan rute pesawatnya itu untuk ke daerah-daerah di Kanada yang SMEs. Jadi gitu posisi mereka. Cara mereka berkomunikasi pun beda. Logonya kalo gak salah rakun pake jas. Lupa namanya, intinya rakun pake jas, tapi posisinya dia memang untuk small business, jadi beda kan. How you define yourself is very important, on the how you communicate to the mass. Itu step awal yang paling penting.
Edwina “Biasanya kalau di riset itu kan kita ada sering liat analisa SWOT. Kalau di industri airlines sendiri, resiko atau ancaman apa sih yang harus mereka aware selama mereka rebranding itu? Pasti kan ..kalau yang aku liat sih, industri airlines itu kan jasa, jadi airlines itu kan industri yang rentan..”
Pak Galih Oke, airlines itu bisa dikatakan industri jasa, transportasi, yang impactnya sangat besar. Ada kerusakan apa, jatoh apa…selesai. Salah satu pesawat anggaplah Malaysia Airlines kemarin. Pada saat MH 370 jatoh, ilang, apa yang terjadi dengan Malaysia Airlines? Banting harga…banting harga
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
abis-abisan. Ke Jepang, Cuma 6,5 juta, sempet kayak gitu. Ke Inggris nih, Inggris, naik Malaysia Airlines, cuma 10 juta PP. Nah hal seperti itu kan, jadi kacau..Jadi sebenernya penting, tetep airlines menurut saya, safety is the key, giving the assurance. Itu termasuk salah satu elemen yang penting. Safety record is very important. Ya memang statistically, airlines still the safest way to travel, dan once satu brand jatoh, biasanya gak jatoh dua kali, sampai untuk kurun waktu tertentu. Makanya penting menjaga safety. Tapi dengan safety apa, kita harus bangun brand yang jelas dulu. Jadi membangun safety image, dengan membangun brand itu selaras. Karena once you bring a brand yang, deliver promising, good experience, good quality, otomatis konsumen pun akan memilih. Destinasi, ya…it will come, gitu, karena hanya masala regulasi, apalagi kalau di Indonesia. Tapi yang penting adalah bagaimana kita membangun sebuah brand yang bisa memberikan jaminan. Airlines sebenernya mudah, bagaimana cara kita nunjukkin quality. Airlines itu, kalau dari segi brand visual, it matters not. Contoh Sriwijaya Air, saat dia sebelum rebranding, which is ga dikategorikan rebranding sih, logo masih yang lama, tapi dia menggunakan cat baru, pesawat terkesan sangat modern. Pada saat dia masih cat lama, dan dia pakai pesawat yang baru, it looked very old. Padahal pesawatnya itu tahun 2000 awal. Tapi karena pake warna putih, akses biru merah, kayak Malaysia Airlines, it looked very old. Konsumen ngeliatnya kayak,”Wah, pesawat tua, ngeri juga.’. Padahal dia udah pakai wings yang kayak gini, which is itu pesawat baru. Nah itu penting, makanya enaknya kalau di airlines, visual is the key importance. Mandala Tiger itu diuntungkan, kenapa? karena pakai pesawat baru karena rebranding.”
Edwina “Mereka juga kayaknya , kalau aku perhatiin dari segi logonya…” Pak Galih “G nya Hidden Smile kan..” Edwina “Iya, Hidden Smile, sama ada dua titik..kalau aku baca Facebooknya, kan
dia lebih banyak engage di social media sebenernya. Terus dia bilang bahwa dengan logo baru mereka pengen nunjukkin suatu fleksibilitas, keramahan..”
Pak Galih “Karena dia gak mau di-perceive as Tiger yang makanin orang. Tapi dia mau terkesan Tiger yang conquering every route destinations…Makanya Tiger nya dibikin jadi smile, tipografinya rounded-shape. Dulu kan cuma kayak ada Tiger aja kan. Satu, banyak logo pake Tiger. Maybank, sama Tiger Balm, itu logonya sama, menggunakan Tiger. “
Edwina “Waktu itu aku juga liat dari segi grup nya, mereka berubah juga. Dulu nyebutnya Tiger Airways, sekarang nyebutnya Tigerair. Dengan logo yang lebih simple..”
Pak Galih “Karena itu tadi, dia ingin membangun sugesti. Nah Tiger, kalo dari segi brand architecture juga, itu punya Singapore Airlines juga, anak perusahaannya. Jadi gini, Singapore Airlines itu adalah full-serviced, long-haul, short-haul flight. Dibawahnya ada Tiger. Tigerair adalah low-cost,
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
short-haul. Dibawahnya lagi ada Silk Air. Silk Air adalah medium-haul, tapi medium services. Kenapa medium? Karena masih ada makanan, gak ada entertainment. Itu satu-satunya airlines medium service yang masih bertahan. Dulu Merpati yang medium-serviced airlines di Indonesia, jadi regional, medium-haul flight, jadi kayak Singapore- Bali, Singapore – Yangoon, Singapore – Bangkok. Scoot, adalah long-haul, low-cost, contohnya Singapore-Tokyo, Singapore – Osaka, Singapore – Beijing. Jadi dia long-haul, tapi low cost. “
Edwina “Nah itu juga kemaren waktu aku ngobrol sama orang Mandala itu juga dia nge share satu press releases bahwa ternyata mereka juga baru kerja sama dengan Scoot, karena pas aku coba buka web bookingnya, misalkan kita Jakarta kemana gitu,ada satu flightnya yang operated by Scoot itu tadi. “
Pak Galih “Scoot itu membangun persepsi nyeleneh.Jadi dia berusaha membangun strategi yang nyeleneh…nyelenehnya itu kayak pramugari yang pakai Polo Shirt, santai, kayak anak muda banget, itu target nya Scoot. Jadi gimana sih, young traveller ini mau ke China, Tokyo atau Singapore, tapi duit terbatas. Naik Air Asia harus ke Malaysia dulu, makanya pilih Scoot. Kayak gitu positioningnya. Sama kayak Malaysia Airlines juga punya, beda-beda.”
Edwina “Tapi tadi yang keempat itu dibawahnya SQ ya?” Pak Galih “Iya, dibawahnya SQ. Paling yang kepemilikannya kecil itu hanya Tiger.
Tiger..saya agak lupa, tapi kayaknya gak 100 persen. Tapi kalau Silk, Scoot, itu Singapore Airlines.
Edwina “Kalau tadi kita udah ngomongin publik, ada consumer, travel agent, government dan segala macem. Kalau dari internal perusahaannya sendiri, biasanya kan satu perusahaan punya divisi ini, divisi ini. Pihak mana atau divisi apa yang seharusnya menjadi mulutnya perusahaan untuk aktif mengkomunikasikan itu?”
Pak Galih “CEO dan Marcomm, karena CEO adalah image of the company. Dia harus able to talk dan able to represent the company. Marcomm/PR sebuah airlines juga harus mengkomunikasikan, karena sebenernya di bisnis aviation ini, CEO tuh punya peranan penting untuk perceive si airlines. Pada saat si CEO diperceive dengan penuh ke-birokrasian, jatohnya kayak Malaysia Airlines. Penuh birokrasi, keliatan tua, dan ga begitu bagus service nya. Itu penting, peran CEO dan marketing communication atau PR nya, untuk membangun brand airline.
Edwina “Kemaren aku yang pas ngobrol-ngobrol itu juga..dia mungkin karena, balik lagi ke low cost itu, jadi, instead of pasang iklan, atau billboard yang besar itu, mereka sebutnya, kita sih strateginya lebih gerilya. “
Pak Galih “Iya, dia gak kayak Air Asia, masih pasang billboard..” Edwina “Tapi itu kalo dari segi perspektif branding, strategi yang gerilya, misalkan
media relations segala macem, itu sudah sesuai atau belum sih Pak?”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Pak Galih “Saya rasa..Gini, kalau saya liat Tiger, dia berusaha main di digital. Dia berusaha banget main di computer-based, tablet-based, application, dan internet lah, pokoknya menggunakan media digital, which is a good thing kalau memang mereka mempositioningkan simplicity to digital. Air Asia…ya, dia mix sih, billboard iya, expo iya, digital iya, it’s a good thing juga. Application Air Asia sih one of the best, menurut saya.Tapi it is a good thing juga buat Tiger menggunakan approach seperti itu. Satu, bisa saving their cost. Kedua, membuat suatu image dan differensiasi. Itu bisa jadi hal yang bagus, selama efektif. Kadang digital harus di-support dengan komponen IT yang cukup kuat. Nah disini peran yang penting. Banyak yang berpikir, IT tuh gak penting. Misalnya ada orang yang bilang, ‘Eh ayo orang IT, ikut brand management introduction’, ‘Ah, buat apa, gue kan guna’, justru itu yang salah. Company yang fokus dengan digital, orang IT itu harus paham tentang brand. Kenapa? karena kita akan membutuhkan dia pada saat memilih, operating system yang bener, memilih server,memilih hardware yang bener. Jadi mereka tau untuk memberikan yang terbaik di IT. Kalau memang Mandala ingin seperti itu, dia harus bener-bener membangun sistem yang mudah, sederhana, dan juga cepat. “
Edwina “Jadi nanti outputnya pun gak akan error..” Pak Galih “Gak akan error. Misalkan orang pesen online, ‘Wah error nih si Tiger,’.
Akhirnya membangun persepsi..yang salah IT, tapi yang jelek siapa? Brand nya. Rusak susu sebelanga gitu kan. Nah itu yang gak boleh. Ada yang bilang juga,’One or two bad employee, will lead one bad brand image.’. “
Edwina “Efeknya akan kayak Domino gitu ya Pak..” Pak Galih “Efeknya akan ke brandnya. Misalkan nama IT nya Joko, yang salah
bukan dia, tapi brand nya. The whole brand nya.” Edwina “Mereka juga bilang kalau..ya bisa dibilang lebih ke digital engagement,
mereka bilang, sosial media itu mereka berupaya untuk bangun terus. Mereka kayaknya memanfaatkan sosial media itu untuk engagement, direct dengan consumernya. Itu bisa jadi salah satu strategi Pak?”
Pak Galih “Bisa jadi salah satu senjata utama mereka, karena memang mereka fokus di teknologi seperti itu. Gak ada salahnya, Tapi mereka pasti tetap memang , below the line masih ke travel agent, itu tetep, tapi mereka ingin membangun image digital nya pasti.”
Edwina “Kalau tadi kita udah bikin satu program rebranding, udah diimplementasikan, bentuk evaluasinya itu seperti apa sih, untuk mengetahui kalau brand itu udah menjawab goals yang mereka pengen capai?”
Pak Galih “Tergantung KPI company nya masing-masing. Ada company yang mengukur efektivitas dari awareness, ada yang mengukur dari likeability, ada yang mengukur dari equity, ada yang mengukur dari ROI, return on
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
investment. Jadi it depends on the company KPI nya. Edwina “KPI itu singkatan dari apa sih Pak?” Elsya “Key Performance Indicator.” Pak Galih “Jadi tergantung itu. Tapi banyak company-company di Indonesia yang
agak salah. Sebenernya mereka hanya fokus , KPI kita apa? Awareness dan likeability. Awareness dan likeability, inget kan apa yang saya mention di awal, belom tentu bring the business, in terms of good way. Dari ROI adalah justru yang paling betul untuk mengukur. Tapi ROI juga harus di-support oleh persepsi publik. Karena persepsi publik akan mendorong purchase intent mereka. Dari purchase intent itulah kita bisa mengukur return on investmentnya. Pada saat masa pembelian itu yang penting. Awareness, likeability, menurut saya untuk dijadikan KPI itu kurang. Yes, it is one of good tools, untuk marketing team. Tapi untuk mengukur, return apa yang saya dapat, itu yang harus dipikirin.
Edwina “Kalo ROI itu bisa diliat dari sales?” Pak Galih “Dari salesnya, dari orang membeli tiket. Misalnya saya punya campaign,
senilai 1 juta dollar. Return apa yang saya dapet? Apakah saya dapat hundred thousand new passenger, bisa diliat dari situ. Jadi pada saat saya mulai itu, dalam waktu 12 bulan, saya akan liat KPI saya. Campaign 500ribu dollar misalkan, keluarin campaign. Kita liat dalam setahun, berapa penumpang, seat yang kita dapet. Biasanya company akan set standard. Ya kalau ternyata ga memenuhi KPI, berarti ada yang salah dengan campaign nya, ada yang salah juga dengan the way we communicate. “
Edwina “Kalau KPI itu biasanya bentuknya seperti apa ?” Pak Galih “Banyak ya. Kalau top of mind itu percentage, top of mind, likeability. Kalau
ROI, secara dollar value atau Rupiah.” Edwina “Itu caranya kuantitatif ya?” Pak Galih “Kalau kuantitatif as research, dan financial. Jadi kuantitatif ada dua, untuk
market research, kayak awareness, likeability, brand equity. Itu quantified on statistic.Tapi ada juga quantified on financial. Nah itu ROI biasanya.”
Edwina “Kalau dalam case nya Tigerair Mandala, kalau saya liat dia harus punya target untuk awareness dulu nih. Menurut Pak Galih gimana?”
Pak Galih “Saya rasa yang penting itu bukan awareness ya, preferences sih. Gimana cara seseorang yang prefer Air Asia bisa pindah ke Tiger. Itu saya rasa yang penting/ Coba aja kamu cek orang disini, tahu Tiger gak, saya yakin at least 80-90 persen tau Tiger, tapi mau naik atau enggak? Saya pun kalau disuruh milih, Tiger tuh last option banget. Mending either naik Air Asia atau Malaysia Airlines ya. Mau ke Bali pun saya prefer naik Air Asia, kalau saya pribadi sih seperti itu. Satu contoh gini deh…when you experience Mandala Tiger dari Jakarta ke to Singapore, dari Singapore ke Yangoon dengan denga Tigerair itu beda. Dari hal itu aja udah membangun persepsi yang berbeda. Mandala Tiger..saya kayak naik bis, angkot, sempit, gak enak. Once saya dari Singapore ke Yangoon, better.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Their experience is quite better, hospitality juga beda, which is dalam hal ini better Tigerair Mandala daripada Tiger Singapore. Tapi the seating better Tigerair Singapore, daripada Mandala Tiger. Jadi di internal grup mereka sendiri gak konsisten dan belum tentu sama. They way they delivering the experience pun beda. Dari seating, on-time performance, hospitality, beda. Secara sistem beli tiket sama, tapi delivering the experience nya beda. Gimana nih caranya? Maintain dulu. Once orang naik Mandala Tiger, pada saat dia naik Tigerair dari Singapore, ke negara manapun, gimana caranya kita ngebangun yang sama. Itu resiko sebuah brand di-manage by others, gak satu atap.
Edwina “Berarti kalau dalam kasus ini, atapnya Mandala grup Tiger kan?” Pak Galih “Grup Tiger kan..tapi dia joint venture kan, otomatis masih ada orang-
orang Mandala di Mandala Tiger, yang belom tentu punya value yang sama dengan orang Tiger, makanya akan beda konsistensi deliveringnya. Kenapa Air Asia konsistensi deliveringnya? Eventhough PT Air Asia Indonesia, but they delivering the same value with Air Asia. Dari cara duduknya, hospitality pramugarinya. Gak akan pernah terlintas, “Waduh! Saya naik Air Asia Indonesia, sial”, gak pernah. Saya pernah, ternyata Air Asia yang saya naik itu adalah Air Asia Thailand, tapi saya baru setelah landing. Begitu juga ketika naik dari Malaysia atau Indonesia, gak ada yang notice Air Asia mana karena kita experiencing yang sama.
Edwina “Jadi itu tadi kuncinya ya Pak, ada konsistensi…” Pak Galih “Konsistensi, kuncinya konsistensi, dengan Tigerair Mandala, atau dengan
Tiger yang lain, itu aja beda-beda.” Edwina “Kalau secara umum kita liat, itu gimana sih Pak cara perusahaan
membuat suatu brand management yang baik, setelah di nge-rebranding?”
Pak Galih “Ada change agent sih yang penting, dalam hal ini sebagai jembatan atau si gatekeepernya lah, atau time keepernya yang mengontrol, ‘Eh itu boleh, itu salah, itu bener’. Harus ada orangnya. Siapa dia? Harus dari CEO, CMO nya, dan all of the employee harus ada yang bertanggung jawab. Kalau dia gak punya brand department, bikin brand department yang akan bertanggung jawab langsung kepada CEO. Itu yang penting. Karena kalau sebuah brand…oke, rebranding, tapi kalau gak ada brand department, totally non-sense aja, jadinya costly. Kalau dari segi komunikasinya, berarti dia balik lagi ke konsistensi itu lagi ya..”
Edwina “Balik lagi ke konsistensi. Kalau evaluasi itu dilaksanakannya harus regularly atau gimana Pak?”
Pak Galih “Bagusnya sih sebenernya regularly ya. Dalam waktu setahun misalnya, tiap 4 bulan, 3 bulan, cek. Itu harus ada sih regular checking.
Edwina “Oke. Itu saja Pak Galih pertanyaan-pertanyaannya, thank you untuk waktunya Pak..”
Pak Galih “Itu aja? Nanti kalau ada apa-apa, email aja ya…”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : Stephanie Sicilia – PR Consultant PRAXIS
Lokasi : PRAXIS Office, Jalan Balitung III nomor 8, Senopati – Jakarta Selatan
Waktu : 13.00 – 14.30 / 2 Juni 2014
Edwina “Kalau dari obrolan dengan Mandala-nya sendiri kan masih umum ya, kayak alasan dia rerbranding, segala macem. Nah kalau terkait program-program PR nya, itu kalau dari Praxis sendiri, bentuk analisa situasi, atau SWOT, atau mungkin pernah melakukan riset tentang Mandala nya sendiri, itu bentuk riset seperti apa yang dilakukan dan gambaran seperti apa yang ditemukan Praxis terkait Mandala itu sendiri?”
Stephanie “Oke, jadi Mandala itu jadi kliennya Praxis sejak Januari 2013. Jadi before we actually conduct the communication strategy and everything, itu kita conduct yang namanya Journalist Perception Audit. Tapi kalau bicara soal khalayak masyarakat ini gak termasuk. Tapi karena kita di PR, kita conduct Journalist Perception Audit, dimana itu kita compose series question untuk mengetahui persepsi temen-temen jurnalis terhadap brand Tigerair Mandala. Kita conduct itu di Februari, 2013. Tujuannya adalah kita mau menyesuaikan strategi-strategi PR dan komunikasi yang akan dilakukan Mandala pada saat itu. Sampelnya sekitar 30 wartawan, kombinasi dari online, cetak, dan majalah, bloggers juga ada 10, tapi kita memang lebih fokus ke media massa. Disana kita temukan temuan-temuan, ya sebagai insight lah sebelum kita melangkah ke tahap yang lebih complicated. Nah dari sana, kita buat analisa. Analisa ini sebenernya quite simple…Analisa dalam bentuk persepsi jurnalis terhadap brand Mandala dan gimana caranya biar kita improve di hal-hal yang masih kurang. Misalnya, waktu itu kan Mandala baru terbang lagi sekitar enam bulan. Dari secara technical mereka baru beroperasional sekitar 6-7 bulan, jadi belum terlalu lama. Terus pada saat itu, banyak temuan-temuan yang cukup menarik. Asosiasi-asosiasi jurnalis terhadap Tigerair Mandala tuh masih kayak, bankruptcy, bunga yang biru…hal-hal kecil kayak gitu yang membantu kita membentuk key message untuk Mandala yang sekarang.
Edwina “Kalau itu berarti kan auditnya baru dari publik yang eksternal gitu ya. Kalau dari internal Tigerair Mandala itu pernah ada audit secara internal gak sih? Atau secara organisasi, pada saat tu kondisinya mereka itu seperti apa?”
Stephanie “Belum. Kalau internal audit itu belum, atau mungkin mereka pernah lakukan sendiri. Tapi yang aku tau kita akomodasi meman, agency nya untuk external public.”
Edwina “Oke. Kalau yang dari Journalist Perception Audit itu selain bankruptcy, mungkin ada hal-hal yang menarik atau fact finding tentang Mandala?”
Stephanie “Jadi kita lakukan dua kali dalam satu tahun, di awal dan di akhir. Di awal
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
tahun untuk menentukan strategi komunikasi selama satu tahun, dan diakhir tahun itu hasilnya, jadi KPI nya dari situ. “
Edwina “Tapi perception audit ini baru dari media ya?” Stephanie “Iya, karena kita agency PR ya, bukan agency Marcomm. Jadi memang
mostly our job is providing insight for clients dari sisi jurnalis. Oke..bisa diliat ya disini. Jadi sebelumnya itu di bulan Februari. Terus selain Mandala, kita juga bikin… apa sih, issues yang top of mind di airlines, bagi jurnalis. Jadi kalo kamu nyari, insight dari segi publik atau secara umum, we don’t have that, dan emang belom pernah juga. Jadi kita liat, bulan Februari dan November, dua kali setahun, pertanyaan ada 23, ada empat topik umum, Popularity, Trust, Services dan Media Relations. Ini kamu liat kalau yang biru itu di Februari 2013, yang merah yang setelahnya. Kalau diliat dari sini, waktu 2013 awal, top of mind nya low cost carrier tuh apa, itu masih Air Asia. Mandala cuma satu, dan sekarang jadi 6, di November. Terus ini juga asosiasi nya di awal, paling pertama di media survey itu bankruptcy. Itu isu utamanya. Abis bankruptcy, terus reborn, ada juga yang gak tau sama sekali,terus partner nya Tiger Airways, dulu kan Mandala Airlines. Low-cost carrier kan memang ada sedikit kan tadi yang mention. Kalau ini preference mereka sebagai konsumen dalam memilih airlines. Pada saat awal itu price memang besar sekali, terus seiring berjalannya waktu, Price mengecil hingga 20 persen, dan mereka concern dengan safety. Terakhir ini ada hubungannya dengan isu Lion Air yang lagi banyak masalah sih, yang mereka mendarat di laut, sempet patah ban pas landing. Jadi itu memengaruhi pilihan orang kalau mau terbang. Mereka lebih concern sama safety, on-time performance juga, yang sempet delay berjam-jam, sama harga. Harga masih tetep tapi mengecil jadi 20 persen. Cukup menarik sih hasilnya dari survey kemarin kita.
Edwina “Perubahannya cukup signifikan juga ya?” “Cukup signifikan. Ini impression terhadap tim PR Mandala, awal yang biru
saat kita belum pegang. Itu masih banyak yang never been in contact, informasi yang diberikan juga lambat. Terus perkembangannya setelah 9 bulan, di survey kedua, you can see by yourself, it is quite significant. Terus kita sempet nanya juga soal recommendation PR activities, jadi kita juga gain insight disini sama temen-temen wartawan, kira-kira apa yang bisa kita lakukan untuk PR activities. Ini adalah tambahan, kalau yang tadi itu kan kita compare. Kalau ini ada beberapa slide yang merupakan pertanyaan tambahan, diluar yang tadi. It is additional question yang bisa membantu lah, memberikan gambaran posisi brand ini ada dimana. Ini hal untuk OTP dan, I think Mandala is top three for LCC dan yang ini. Dan ini juga untuk insight nya Marketing soal promo. Ada Air Asia, Citilink, sama Mandala yang dinantikan promonya. Kalau Air Asia itu banyak karena dari segi armada, dari segi destination, dan existence mereka juga lebih lama. Citilink juga sekarang lebih banyak main di domestik, internasional nya gak ada. Mandala itu promonya lumayan sering, lumayan seru lah buat orang-
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
orang.” Edwina “Aku juga liat di social media juga aktif dikomunikasiin terus. “ Stephanie “Kalau ini mengenai isu airlines yang relevan untuk mereka, jadi kalau
mereka nulis berita itu lebih pengen nulis tentang apa. Jadi yang paling banyak itu adalah route expansion, promotion and program, business expansion, aviation peraturan pemerintah, sama joint program. Ini…ini agak tricky sebenernya untuk proactive PR team, karena we have a good and established relationship sama wartawan travel sama lifestyle untuk Mandala. Jadi they could answer that Tigerair Mandala has the most proactive PR team, karena memang mereka deket sama kita, atau actually kita yang sering proaktif ke mereka, I don’t know, but this is the result.”
Edwina “Kalau untuk target medianya sendiri, media yang bergerak di tema seperti apa yang menjadi, di tap-in sama Tigerair Mandala?”
Stephanie “Tigerair Mandala itu sebenernya kalau dari sisi newspaper, itu semua, mainstream media yah, media ekonomi, media yang lebih ke humaniora, sampe Tempo, Kompas itu tetep. Tapi sebenernya Mandala itu lebih fokus ke majalah-majalah lifestyle. Majalah lifestyle itu bisa jadi majalah travel, majalah trade, kayak Cleo, CosmoGirl, Cita Cinta.”
Edwina “Kalau marketing magazine, ada pendekatan kesitu gak?” Stephanie “Marketing terus terang…kita belom, jarang lah, paling kayak majalah
SWA. Jarang banget yang bener-bener di marketing. Mungkin karena kita juga objektifnya lebih ke PR, jadi mungkin marketing nya gak segencar PR.”
Edwina “Kalau misalkan kita analisa situasi gitu dari Tigerair Mandala sendiri, biasanya liat dari strength nya apa, weakness nya apa. Nah kalau dari pengalaman Praxis sendiri, apa aja sih yang menjadi kekuatannya Mandala, kelemahan dia, sampe hal-hal yang, ini rebranding nya masih on progress kan, mungkin ada hal-hal yang bisa jadi threats bagi Mandala dalam mengkomunikasikan rebrandingnya itu?”
Stephanie “I actually have the SWOT analysis here…Sorry agak lama servernya. Ini adalah SWOT untuk tahun 2014. Jadi setelah program PR yang kita buat dan activity nya selama tahun 2013, awal tahun itu kita rekomendasikan activity selama tahun 2014.”
Edwina “Jadi analisa SWOT nya itu kayak me-review lagi mereka di 2013 itu seperti apa gitu ya?”
Stephanie “Iya, jadi kita ngeliat strength, weakness, opportunity dan threat itu kan dari situation dan condition yang ada juga, external dan internal, jadi apa yang bisa kita improve from those elements. Aku sekalian go through this slide deh…jadi ini perbandingan coverage yang kita generate dari Januari sampai Desember 2013, kan kalau KPI nya PR adalah jumlah coverage dan generated advertising value, dan PR value. Dari segi coverage itu, kita ngumpulin 1.765 artikel selama 2013, dengan memiliki 11 destinations. Kenapa kita buatnya seperti itu? Karena kita ga bisa bandingkan kalau
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
mereka jumlah destination nya banyak, pasti jumlah artikelnya juga banyak. Kalau Garuda itu 56, Air Asia 16, Lion Air 79 dan Citilink 21, jadi ini perbandingan antara jumlah artikel dan destinations. Disini ada PR value dan Ad Value selama 2013.”
Edwina “Kalau destinations rate itu maksudnya apa ya?” Stephanie “Destination itu jumlah artikel, dan destination airlines tersebut..” Edwina “Ohh, jadi jumlah rute ya?” Stephanie “Iya, karena kita ga bisa apple-to-apple. Terus ini kita ada top media
source, ada detik.com, kompas.com, ada juga okezone, baru cetaknya ada Bisnis Indonesia, dan Kontan. Memang lebih banyak di online. Kalau ini adalah jurnalis yang perlu kita jaga hubungan baik karena memang selama ini membantu lah. Ini adalah SWOT yang tadi aku bilang. Jadi kita buat SWOT ini berdasarkan activity dan condition di 2013. Jadi kita merasa strength nya adalah udah sedikit asosiasi orang terhadap bankruptcy, terus under a new brand, it’s more young, fresh, dan trendy. Terus juga high OTP, itu salah satu nilai jual sebenernya untuk Mandala, high-enggagement di social media, dan mulai diasosiasikan dengan Tigerair Grup juga setelah post-rebranding, karena awalnya masih bingung kan Mandala ini punya siapa, Mandala ini apa, itu yang kita liat di awal tahun. Terus di weaknesses, limited spokeperson, karena Cuma Paul Rombeek sebagai president director, jadi memang mostly everything is him. Jadi kalau banyak talking head itu kan memudahkan kita untuk approach ke beberapa media yang berbeda juga sebenernya. Terus jumlah route dan flight schedule nya sedikit lah kalau dibanding sama yang lain. Terus juga relationship dengan media juga…ini hubungannya sama PR sebenernya, sama editorial, jurnalis yang di daerah juga kurang. Ini sebenernya masalah internal, jadi masih ada divisions, antara Tigerair Singapore, dengan Tigerair Mandala, contohnya Tigerair Singapore terbang dari terminal 2, Tigerair Mandala dari terminal 3. Itu as simple as that yang kadang bingung, are they even one company? Pertanyaan-pertanyaan simple kayak gitu lah. Terus, there’s opportunities, jadi ya Indonesia is a very big country, the chance is actually big, di industri penerbangan Indonesia. Jadi memang peningkatan jumlah orang yang menggunakan jasa aviasi itu tinggi. Dan itu naik terus..”
Edwina “Aku juga sering liat di pemberitaan angkanya bisa diatas 10 persen sih..” Stephanie “Peningkatannya cukup signifikan, dan ideal way to travelling across
Indonesia adalah dengan pesawat terbang. Efisien waktu, biaya. Dan low-cost industry juga lagi booming, travelling become lifestyle among Indonesian, and growing number of lifestyle events, misalnya banyak event besar di Jakarta, seperti Jakarta Java Jazz, or the concert, semuanya kan di Jakarta, dan orang-orang dari daerah yang mau dateng ke event itu pasti kan dateng ke Jakarta. It is one of the opportunity sih actually buat maskapai. Threats….threats nya itu the growth of the competitor with their unlimited funds, terus juga, industry infrastructure, kayak airport, akses ke
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
airport, weakening of Rupiah against other currency, this is actually happening sekarang. Jadi threat yang diawal tahun masih terbukti sampai sekarang, sama political campaign. Pemilu itu akan memakan banyak space di media, dan harga iklan juga akan naik. Jadi bagi perusahaan yang sering beriklan dan tidak ber-PR, itu akan jadi budget yang harus dinaikin banget. Jadi dari awal kampanye sampai Pemilu, the ad will be very expensive.
Edwina “Orientasi pemberitaan media mungkin juga akan berubah ya..” Stephanie “Iya, in a way pasti akan lebih banyak ngomongin soal politik. This where
Mandala was in 2013, kondisinya seperti ini.” Edwina “Kalau melihat kondisi yang ini, berarti kan kalau mau bikin program, pasti
menentuka objectives. Nah selama tahun 2013, terutama semester keduanya ini, ada gak short-term sama long-term objectives untuk Mandala ini, itu seperti apa sih pencapaiannya, target yang harus dicapai, melalui program-program PR yang dilakukan itu?”
Stephanie “Sebenernya kemaren itu kita sempet discuss soal awareness. Semua orang udah mulai tau lah Tigerair Mandala, cuma gimana caranya supaya kita bergerak dari sekedar tau lo, gue jadi suka sama lo, dan jadi I love you gitu. Gimana caranya supaya memengaruhi purchasing decision. Jadi kan sekarang orang udah tau nih. Orang udah tau belom tentu dia akan naik. Dan kalau udah tau doang belom tentu juga akan ngomongin itu ke orang lain. Jadi kita omongin proses gimana caranya biar, udah tahu, jadi suka, dan jadi cinta. That’s actually our objectives for 2014. Ini objektif sepanjang tahun. Obviously, to maintain the visibility in media in Indonesia, untuk generate more in-depth news, jadi lebih ke profiling, Ms. Paul is everywhere, tapi kita bisa lebih fokus ke misalnya, head of cabin crew, atau misalnya, the female pilot, jadi kita pengen ke stories lah, jadi gak cuma hard news. Terus…tetep, to strengthen relations to local and national media in Indonesia. “
Edwina “Jadi untuk sepanjang tahun ini fokusnya adalah media relations gitu ya.” Stephanie “Iya, jadi memang lebih ke, yang udah ada lebih di-maintain dan dikuatkan
gimana caranya biar…gimana ya, sebenernya media is a gatekeeper, and we need to give an understanding to those media bahwa, gini loh sebenarnya. Karena in business, there will be a lot of competitor, and negative news juga gak bisa difilter. “
Edwina “Ooh gitu, oke. Nah ini kan dari kacamata PR gitu ya tujuannya, mungkin ada gak sih sedikit tujuan marketing, mungkin ada marketing objectives dibalik tujuan PR ini? “
Stephanie “Sebenernya…we actually design this itu sebelum meeting consolidation antara marketing, PR, social media, sama creative. Jadi waktu itu kita ketemu bareng, discuss bareng mengenai strategi apa sih yang akan kita lakukan tahun ini. Jadi sebenernya Mandala itu punya segmen masing-masing. Jadi mostly people yang travel sama Mandala itu umurnya sekian sampai sekian, aku agak lupa…Kalau kamu butuh I will send you by email.
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Terus, business traveller, solo traveller, jadi memang orang-orang itu sudah diidentifikasi lah, selama 2013. Jadi gimana caranya masing-masing itu mencapai targetnya manusia-manusia yang terbang dengan Mandala. Tapi it is a combined objective. Pada dasarnya memang adalah untuk get people to buy and fly with Mandala. “
Edwina “Jadi mungkin kalau dari marketingnya dia lebih ke fokus ke target customer, penumpang ya..”
Stephanie “Penumpang ya, karena kan dalam setahun, tahun lalu ada berapa, peningkatannya harus berapa persen, 2013 berapa, Rio dan timnya punya target untuk mencapai itu, 20 persen atau berapa persen increasing, dan kita akan support dari masing-masing bidang.”
Edwina “Kalau fokus kan udah jelas ke media relations gitu yah, nah kalau di PR kan kita biasanya udah suka ngomongin soal strategi, pendekatan, supaya bisa menjawab nih tujuan yang mau diraih. Sebelum kita spesifik ke programnya, strateginya seperti apa sih untuk mewujudkan tiga poin ini?”
Stephanie “So far itu kita memang cukup proaktif juga untuk seeking marketing partnership atau publicity partnership. Jadi selain kita berjalan sendiri, kita itu pengen jalan bareng dengan entity lain. Contohnya aja, kita tuh suka bikin fam trip, gabung sama Hongkong Tourism Board. Jadi kita provide tiket, mereka provide ground support sama accommodation, terbang bareng, nanti media nya akan nulis tentang Mandala dan si partner. Itu sering banget kita lakukan. Atau misalnya, ini lebih ke marketing kalau dengan restoran baru-baru ini, sama HolyCrab, Kopi Tiam, Saraso, Pisa Kafe, itu marketing partnership. Jadi kita barter. We provide numbers of ticket, ke beberapa destination, ntar mereka akan provide apa, yang kayak gitu. Ini aku juga lebih banyak ngurusin yang fam trip tadi, kalau yang ini memang lebih banyak ke marketing.”
Edwina “Kalau untuk selain, ini kan publisitas gitu, kalau misalkan pendekatan kayak mungkin engagement ke media, itu menjadi salah satu strategi juga gak sih?”
Stephanie “Iya kalau bicara soal engagement, sebenernya as simple as sesering kita bikin media relations. Sama media itu, semakin kita punya hubungan baik, semakin besar lah kemungkinan nya mereka itu nulis. Tapi gak berarti juga kalau kita gak temenan mereka gak nulis. Tapi kadang-kadang kan gini, ada berita-berita yang gak perlu ditulis sih karena gak ada beritanya juga, ya gitu-gitu aja. Since we’re close to the journalist, they might just write something in their online media, misalnya.”
Edwina “Jadi selain partnership berarti, media relations dan personal relationship dengan jurnalis ya, itu jadi salah satu pendekatan yan dilakukan. Kalau dari strategi dan objectives itu, kalau boleh kita breakdown terutama dari Juli sampai Desember 2013 kemarin, aktivitas dan program PR, terutama tadi media relations, itu apa aja yang udah dilakukan, baik yang mungkin dilakukan tiap hari atau tiap minggu, atau ada period of time tertentu, untuk
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
seluruh program dari Juli sampai Desember..” Stephanie “Iya, jadi sebenernya dari sisi service, kita juga provide media monitoring
setiap hari, monthly report setiap bulan, dan yearly report juga ada. Klien itu macem-macem. Ada yang maunya juga weekly report, ada weekly, monthly, yearly, ada yang cuma butuh monthly dan yearly. Kalo Mandala itu monthly dan yearly. Jadi ini adalah recap aja sih dari activity dari 2013, dari Januari sampe Desember. Kamu butuhnya dari Juli ya?”
Edwina “Iya..” Stephanie “Oke, ini jadi 1 Juli, kita sempet kirim media info, atau media distribution,
itu yang kita lakukan setiap bulan. Sebulan bisa dua kali, tiga kali, sekali, tergantung apa yang kita punya saat itu. Kebetulan bulan Juli itu, hari pertama bahkan, kita nyebar media info, kerja sama dengan ECS group, kalo gak salah tentang cargo partnership. I still have the releases kalo kamu butuh. Ini bukan media event, cuma media info distribution, sama short-signing ceremony. Terus rebranding, itu di tanggal 3 press conference rebranding. Itu biasanya kalau kita press conference sambil nyebar release dan nyebar foto on the same day. Waktu itu jumlah wartawan dateng sekitar 98 orang. Medianya itu 60 atau 70an. Itu adalah one of the biggest event, yang pernah dilakukan Praxis bahkan, ga cuma Mandala, karena itu rame banget. Jumlah coverage nya juga oke, fotonya lumayan, jadi memang jujur saat itu kita we have not much content. Jadi cuma short-video, the introduction of the new Mandala, terus the revealing of the new Mandala, pake backdrop, that’s it, it was pretty simple. We actually worried rebranding should be bigger than this, tapi what we have, we make it work. Sekitar 70an coverage, terus dua hari setelah press conference, kita nyebar lagi media info mengenai PT Mandala Airlines tetap menjadi Mandala Airlines, cuma di relaunch brand nya aja yang jadi Tigerair Mandala. “
Edwina “Jadi kalau terkait perusahaan sama product brand nya itu, berarti dari segi entitas perusahaannya tetap Mandala Airlines ya?”
Stephanie “Betul.” Edwina “Jadi yang di-rebranding adalah product brand nya saja ya..” Stephanie “Ya, jadi Tigerair Mandala, tapi kalau yang terdaftar di Departemen
Perhubungan itu tetep PT Mandala Airlines. Just refresh the brand, bukan berubah seluruh company nya. Tahun lalu itu kita cukup aktif, cukup banyak lah activity nya. Beberapa hari kemudian kita nyebar promo, press release isinya tentang kedatangan pesawat kesembilan, sambil promo signature yang Pay to Go, Return fo Free, yang hampir ada setiap dua bulan sekali. Setelah itu Juli kita ada Inaugural Flight ke HongKong. Kita bawa 27 orang media, dari 24 media. Kita sebenernya bikin inaugural flight, gabung sama VIP, itu kayak orang-orang bandara, terus tamu eksklusif yang memang diprovide harga khusus untuk travel agent. Jadi penerbangan perdana itu cukup memorable lah untuk mereka yang ikut, karena saat itu kita bikin activity during the flight, sulap, segala macem. It
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
was a quite big success. Jumlah artikelnya banyak, foto captionnya banyak. Jadi setelah kumpul di bandara, kita nyebarin list tentang Hongkong. Dan tiap activity PR pasti nyebar media info. Terus yah, ada media info lagi, terus ada photo releases. Ini inaugural flight dari Surabaya ke Bangkok, terbang perdana dari Surabaya. Itu gak ngajak media, cuma kita bikin kejutan di udara, sambil nyebar foto. Terus ini ada beberapa kegiatan, ada Independence Day celebration, ada promo 50 persen, ini promo makanan beli on-board, terus kita ada buka new route Jogjakarta-Palembang, terus ada TigerFlash, terus ini ada free ticket movie sama Blitz, terus ini adalah safety regulation nya dari Air Bus. Terus kita bikin press conference di Jogja. Ini kan kalau yang tanggal 2 September kita cuma announce buka Jogja – Palembang. 1 Oktober itu kita terbang Jogja – Palembang. Kita bawa 8 wartawan Jogja, bikin press conference di bandara Palembang, ngundang media Palembang, sambil fam trip nya media Jogja 2 hari. Terus ini kerja sama Mandala dan Citibank. Oktober kita announce lagi buka Surabaya dan Denpasar ke Hong Kong. Terus kemarin pas Jakarta Fashion Week, bagi – bagi tiket ke Singapura. Terus biasa Pay to Go, Return for Free ini yang selalu hampir dua bulan sekali dilakukan. Ini adalah KLIA Awards, jadi Mandala itu menang The Best New Comer Low Cost Carrier. Terus ini ada media info lagi, kerja sama Mandiri. Ini adalah contoh partnership yang aku bilang tadi. Jadi kita punya partner, to introduce dan membantu mengkomunikasikan juga. Terus kemaren terakhir itu activity di bulan Desember adalah penerbangan perdana untuk Surabaya – Hongkong dan Bali – Hongkong. Kita ngajak media HongKong ke Bali, dan media Surabaya ke HongKong, karena target market rute Surabaya – Hongkong itu adalah orang Surabaya yang ke Hongkong, dan target Denpasar – Hongkong adalah orang Hongkong ke Bali. Jadi saat itu kita bagi dua tim. Itu activity terakhir di 2013.”
Edwina “Nah kalau tadi kan aktivitasnya lebih banyak ke media info, conference, media trip, terus feature, mungkin kemarin kata Pak Thoriq ada media luncheon, atau briefing. Misalkan untuk CEO profiling, kalau dari Tigerair Mandala sendiri ada gak sih aktivitas tertentu yang memperkenalkan CEO nya mereka?”
Stephanie “Kalau profiling itu sering. Kita profiling Paul Rombeek itu di majalah Fortune, di Media Indonesia. Story pitch nya itu untuk Fortune di bulan Juni, kalau Media Indonesia di bulan April atau Mei. Terus di majalah Panorama juga pernah, itu di bulan Juli setelah HongKong. Kita juga sering bikin namanya media visit. Jadi kita visit ke beberapa media untuk menjalin hubungan baik dan salah satunya memperkenalkan CEO perusahaan tersebut ke media, dan juga menjelaskan atau memberitahukan kita mau ngapain sih nanti. Jadi kesempatan untuk menjelaskan isu atau rumor, atau misalnya akan ada sesuatu, terus pengen ngasi buzz sebelumnya. Sejauh ini Mandala udah ke detik, kompas.com, dan Kontan. Media visit kita di bulan Juni dan Februari,
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
karena paruh kedua 2013 itu sangat sibuk.” Edwina “Oke, kalau media visit itu ada targetnya gak sih, misalnya tiap berapa
bulan sekali, atau per tahun minimal sekian kali?” Stephanie “Kita sih kalau dari sisi external PR, kita rekomen paling engga 3 bulan
sekali. Tapi kadang kan balik lagi ke scheduling. It’s very hard to find a schedule. Tapi setahun ideally 3-4 kali.”
Edwina “Selain kegiatan untuk media, kalau dari Tigerair Mandala sendiri pernah gak ada 3rd Party Endorsement,atau program yang seperti itu?”
Stephanie “We actually…bukan endorsement ya, tapi kita lebih sering engage sama travel blogger. Kalau kamu notice it is quite heavy sama bloggers, sama travel junkie, kartu pos, dua ransel. Jadi actually we engage ourselves untuk lebih banyak sama travel bloggers. Mandala itu ngeliat si A terbang sama si B, belom tentu gue mau terbang dengan si B, karena gak ada relevansi. It doesn’t have to celebrity or well-known, dan harus bayar mahal. We are actually working how we relate to customer. “
Edwina “Selain event sama media, ada special event tertentu gak di bulan ini misalnya, tapi open for public, atau untuk target publik diluar media?”
Stephanie “Jadi bulan Juni itu kita ada HongKong Frenzy Treasure Hunt. Itu event di Central Park. People challenge untuk nyari tiket di beberapa tempat di dalem Central Park. Kita partner dengan beberapa tempat, nanti kita kasi clue lewat social media. You need to be in Central Park, you need to follow Tigerair Mandala, follow the steps untuk cari tiket itu. Ada 5 pemenang yang dapet tiket PP Jakarta – Hongkong, sama tiket Disneyland.”
Edwina “Kalau di PR kita biasanya punya mapping, target publik siapa aja sih yang yang mau kita sasar gitu. Tadi kan kita ngomongin salah satunya media. Selain kelompok media, siapa yang jadi target nya Tigerair Mandala, kelompok publik seperti apa?”
Stephanie “Obviously travel agent ya. Travel agent is one of the key lah, kalau kita memang pengen jadi pilihan, karena memang masih banyak juga orang yang memilih untuk nelfon, gak mau repot. Jadi kalau ngomongin pemesanan kita bisa lewat travel agent, online booking yang direct, airport ticketing office, call center, atau situs pencari tiket yang bisa ngebandingin langsung. “
Edwina “Balik lagi ke customer. Customer itu kan kita harus bisa specified kelompok mana nih yang mau kita tuju. Kalau dari konsep yang ditawarkan Tigerair Mandala, kelompok penumpang yang seperti apa yang mau di grab?”
Stephanie “Kalau ngomongin tokohnya siapa, kita pernah come up with Nicolas Saputra. Young, professional, heavy travelling either for business or leisure. Kalau bicara soal target, itu adalah umur sekitar 18 – 39 tahun, karena memang dari sisi daya beli, karena it’s LCC, biasanya orang diatas 30 itu udah mapan, financially mature, dan biasanya prefer ke full service airlines. Tapi kita menyasar ke umur yang pengen jalan-jalan tapi daya belinya masih terbatas. Dari kuliah, first-jobber, masih middle, sampai yang
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
small-business.” Edwina “Kalau ke government, mungkin ada spesifik gak sih, apakah hanya
Departemen Perhubungan?” Stephanie “Kalau operasionalnya Mandala aku kurang tau mereka berhubungan
dengan pemerintah seperti apa, tapi yang gak pernah berurusan dengan PR itu cuma Kementrian Perhubungan.”
Edwina “Oke. Kalau tadi kan udah keliatan target dan segmennya seperti apa. Kalau bicara soal positioning, aku pengen tau sebenernya apa sih perbedaan antara positioning Mandala sama Tigerair Mandala yang sekarang?”
Stephanie “Kalau dari positioning yang aku liat, dari sisi target market, dengan brand yang baru itu we are positioned to be young, active, lebih trendy. Tapi kalau untuk Mandala yang dulu, aku ngeliat sebagai customer, itu mereka lebih kaku, konservatif, aku masih asosiasikan Mandala itu punya pemerintah. Tapi kalau Tigerair Mandala yang sekarang memang menargetkan kelompok yang masih muda, senang travelling gitu.”
Edwina “Setelah kita melakukan analisa SWOT, internal, eksternal, tadi sempet disebut key message. Nah kalau key message dari Tigerair Mandala sendiri yang selalu ditekankan itu apa sih?”
Stephanie “Key message yang pasti aku tulis saat membuat releases adalah on-time performance, memorable experience dan worry-free travel. Itu tiga key message yang selalu ada, kita refresh, angle nya kita ganti tapi basically intinya itu.”
Edwina “Ooh oke. Kemaren sempet ngobrol juga, Mandala tuh ingin mengasosiasikan diri mereka kayak seseorang dengan tiga karakter utama, ada warm, genuine, sama passionate. Itu apakah sesuatu yang termasuk dalam key message?”
Stephanie “Kalau warm, genuine, dan passionate itu adalah elemen-elemen yang dimiliki sama Mandala, dari brand yang baru ini, dan gimana caranya elemen itu bisa kita masukkan dalam activity kita, salah satunya dengan activity dari kru. Terus dari sisi PR, activity seperti apa sih yang bisa dikemas lebih relevan sama publik yang ada. “
Edwina “Oke. Kalau selama bulan Juli-Desember 2013 ini, bentuk evaluasi seperti apa yang dilakukan Praxis, terkait keseluruhan program ini, dan bentuk nya seperti apa, dan hasil yang diperoleh itu seperti apa?”
Stephanie “Iya salah satunya yang tadi itu ya ( journalist perception audit ), karena di dalamnya ada pertanyaan yang spesifik tentang brand identity. That actually we use for results di 2013.”
Edwina Selain journalist perception audit tadi, pernah ada gak bentuk evaluasi yang lain?”
Stephanie “Belom sih saat ini.”
Edwina “Kira-kira bisa disimpulkan gak apakah ada perubahan, maksudnya
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
apakah brand awareness publik terhadap brand Tigerair Mandala itu sudah seperti apa dari hasil evaluasi tadi?”
Stephanie “Jadi kalau aku simpulkan, kita ngeliat dari hasil evaluasi yang aku tunjukkin ya, mengenai Mandala, itu memang sudah ada pergeseran persepsi orang terhadap Mandala. Yang awalnya asosiasi nya masih yang, pernah bangkrut, punya nya TNI. Sekarang itu asosiasinya udah as simple as, Mandala apa? Oranye. Jadi memang sudah ada pergeseran yang signifikan bahwa Mandala sudah meninggalkan identitasnya yang lama. Jadi sekarang either orange, loreng. Kebetulan proses rebranding ini tidak merubah livery pesawatnya Mandala. Tetep menggunakan tulisan Mandala yang baru. Kenapa? tiap partner Tigerair itu punya local identity nya masing-masing. Dan nama Mandala juga pernah jadi salah satu airlines terbesar di Indonesia, dan we are proud of that name.”
Edwina “Oke, aku sebenernya pengen nanya sedikit dari sisi Marketing sih. Kalo di teori itu kan ada marketing mix, ada product, price, place, sama promotion. Promotion kan jelas PR. Kalau melihat kondisi Tigerair Mandala, bisa di breakdown gak sih gambarannya seperti apa dalam hal product, price, dan place ini? Dilihat dari 4P itu..”
Stephanie “Kalau dari segi price itu, I would say posisinya lumayan murah ya, lumayan affordable. Bicara soal target market, kita mencoba mengakomodasi daya beli masyarakat Indonesia. Kita menjaga harga untuk tidak melebihi rata-rata. Sebenernya pemerintah itu punya peraturan batas atas tarif, dimana airlines itu gak bisa memiliki harga lebih dari batas atas itu. Indonesia aja yang punya aturan itu. Biasanya di industri itu adanya batas bawah, jadi biar orang gak perang tarif, in other country. Ada batas bawah biar ga merusak harga pasar lah. Itu quite challenging sih bagi marketing untuk menetapkan harga, karena tetap dikendalikan pemerintah.”
Edwina “Kalau dari segi place itu tadi, salah satunya travel agent itu yah…” Stephanie “Iya, ATO, di airport, CTO, city ticketing office, travel agent, online booking
yang direct, atau ya e-commerce lain kayak Traveloka, PegiPegi.” Edwina “Kalau dari segi product, kemarin sempet ngobrol sama Pak Rio, kalau dari
segi fisik, pesawat itu kan tiap airlines sebenernya sama, mungkin yang membedakan hanya motif diluar badan pesawatnya. Kalau Tigerair Mandala, apa yang jadi pembeda dia dari sekian banyak LCC lain?”
Stephanie “Sebenernya kalo dari segi produk, servis yang ditawarkan itu sama. Kita kan LCC jadi yang kita berikan adalah basic service. Bagasi itu ekstra, pemilihan kursi itu pilihan. Jadi kalau servis we generally the same, tapi yang membedakan adalah itu effort yang kita coba lakukan untuk lebih dekat dengan customer, dan effort yang kita lakukan untuk lebih relevan. Dan seringnya kita bikin surprise saat penumpang yang lagi ulang tahun, lalu mereka announce di pesawat, itu salah satunya, games on –board. Jadi itu caranya gimana penumpang supaya dekat dengan brand dan kru, itu dia dengan mengedepankan warm, passionate, and genuine. Karena
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
apa yang kita punya, mereka punya. Jadi it’s very challenging to differentiate yourself.”
Edwina “Ok. Kalau selama melakukan aktivitas dengan media-media ini, kalau bole direview secara general, attendees nya rata-rata berapa dan targetnya berapa dari tiap events?”
Stephanie “Kalau event kita hampir selalu melebihi target. The highest attendees itu sekitar 98 orang. Tapi kalau di rata-rata, sekitar 35-40 lah. “
Edwina “Ooh kehadirannya ya. Oke, misalkan ada 30 orang yang hadir. Kalau dari angka segitu, biasanya coverage yang didapet biasanya berapa? Ada berapa publisitas yang muncul?”
Stephanie “Rata-rata kalau dari event ya, kita bisa expect at least 40-45. Tapi kalau dari segi release distribution, itu tergantung juga seberapa relevan berita yang kita kirim untuk media mereka. Kalau relevan ya mereka nulis banyak. Kayak gini, ada yang lima, ada yang sepuluh, enam, lima belas. Tapi minimal itu ya lima lah.”
Edwina “Kalau sekarang lebih banyak online ya?” Stephanie “Sebenernya sih kalau dari segi target market, Mandala itu memang lebih
fokus di online media, secara social media kita kan cukup aktif, cukup ada high engagement. Jadi kalau online kan kita bisa langsung retweet, quote, mention, reachnya akan lebih besar. Cetak kita ada, tapi tetep fokus di online. Tapi kalau ngomongin brand yang aktif di social media, mereka akan lebih fokus ke online karena akan lebih mudah sharing.”
Edwina “So far, itu aja pertanyaannya. Sebenernya ini sih yang pengen aku liat program-programnya, sama dokumen yang tentang kegiatannya itu selama Juli – Desember 2013. Kalau riset konsumen itu belom pernah ya?”
Stephanie “Belom sih, tapi mungkin aku pengen suggest itu ke mereka, dengan kerja sama Nielsen atau lembaga riset lain, untuk tau apa sih yang memengaruhi purchase decision mereka.”
Edwina “Oke itu dulu pertanyaannya, mungkin nanti untuk dokumennya bisa di email…”
Stephanie “Atau kalau kamu ada USB boleh…”
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
PT. Mandala Airlines
WismaSoewarna 1st Floor Unit 1C-1GSoewarna Business Park Kav. E1-2 Soekarno – Hatta International Airport Tangerang 19110, Indonesia T: +6221-5591 2882 F: +6221-5591 2289
www.tigerair.com
SIARAN PERS
Mandala Airlines Bertransformasi MenjadiTigerairMandala Brand baru dengan komitmen untuk meraih pencapaian terbaik
Jakarta,03 Juli 2013–Sebagai bagian dari Tigerair Group, Mandala Airlines hari ini mengumumkan transformasinya menjadi ‘Tigerair Mandala’ (RI), seiring dengan peremajaan brandTiger Airways menjadi Tigerair. Selain mengusung nama brand baru, Tigerair Mandala juga mengadopsi logo baru yang melambangkan kehangatan, semangat, dan ketulusan.
Paul Rombeek, PresidenDirektur Tigerair Mandala mengatakan, “Kami bangga untuk mewarisi nama Mandala, tapi kami juga ingin mengangkat berbagai aspek dari Tigerair Group. Oleh karena itu, dalam proses rebranding ini nama resmi perusahaan PT. Mandala Airlines tidak berubah, hanya nama brand kami yang diubah menjadi Tigerair Mandala.”
Wajah baru Tigerair Mandala memiliki tampilan yang segar dan penuh semangat, sesuai dengan karakteristik dan kepribadian perusahaan. Buntut pesawat dengan loreng macan yang dulu menjadi elemen utama dari logo Tigerair Mandala telah diubah menjadi tulisan bertipografi bulat berwarna abu-abu, dengan aksen dan ekorberwarna oranye yang menyerupai senyuman.
“Kami percaya bahwa perjalanan bukan sekadar pergi dari satu tempat ke tempat lain, tetapi tentang mewujudkan mimpi dan mendapatkan pengalaman tak terlupakan. Yang kami tawarkan kepada pelanggan adalah harga yang terjangkau dan pengalaman terbang yang menyenangkan. Kami juga ingin lebih terlibat dalam perjalanan pelanggan kami dengan menyediakan penerbangan yang aman, tepat waktu, dan nyaman,” jelas Paul Rombeek.
Perubahan ini juga dilaksanakanoleh berbagai maskapai di bawah Tigerair Group, seperti Tiger Airways yang berubah menjadi Tigerair (TR), Tiger Australia menjadi Tigerair Australia (TT) dan SEAIR menjadi Tigerair Philippines (DG), untuk menandakan sinergi dan konektivitas tinggi antara seluruh maskapai tersebut. Kedepannya, Tigerair Group akan menjadi lebih solid dalam seluruh kegiatan operasinya dan dalam menawarkan jangkauan dan layanan yang lebih luas kepada para penumpang.
Peremajaan brand Tigerair Mandala di lokasi bandara, kantor penjualan tiket, dan berbagai titik layanan pelanggan akan lebih terlihat di beberapa hari mendatang. Situs pemesanan tiket juga akan dipindahkan dari www.tigerairways.com ke www.tigerair.com.Pelanggan masih dapat melakukan pemesanan tiket melalui call
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
PT. Mandala Airlines
WismaSoewarna 1st Floor Unit 1C-1GSoewarna Business Park Kav. E1-2 Soekarno – Hatta International Airport Tangerang 19110, Indonesia T: +6221-5591 2882 F: +6221-5591 2289
www.tigerair.com
center(+6221-2939 6688), airport ticketing offices (ATO) dan city ticketing offices (CTO) di beberapa kota di Indonesia, dan juga melalui agen perjalanan di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara.
***
Tentang PT Mandala Airlines
PT Mandala Airlines berkomitmen untuk menawarkan tarif penerbangan yang terjangkau dan pelayanan yang ramah dengan memastikan penerapan standar tertinggi untuk keselamatan, keamanan, dan ketepatan waktu. Di bawah nama brandTigerair Mandala, PT Mandala Airlines percaya bahwa perjalanan bukan sekadar pergi dari satu tempat ke tempat lain, tetapi tentang mewujudkan mimpi dan mendapatkan pengalaman tak terlupakan
Tigerair Mandala mengoperasikan armada baru pesawat Airbus 320 dari Jakarta dan beberapa kota di Indonesia ke berbagai tujuan lokal dan internasional. Pemegang saham utama Tigerair Mandala adalah perusahaan investasi terkemuka, Saratoga Capital dan maskapai penerbangan bertarif rendah terdepan di Asia, Tigerair. Sebagai mitra Tigerair, jangkauan penerbangan Tigerair Mandala juga meliputi jaringan Tigerair di lebih dari 50 tujuan di 13 negara di kawasan Asia Pasifik.
Silakan kunjungi www.tigerair.com atau hubungi call center kami di (021) 2939 6688. Dapatkan juga informasi terbaru Mandala Airlines melalui akun Twitter @TigerairMandala atau Facebook: Tigerair Mandala.
***
Untuk informasi media, hubungi:
Lucas Suryanata Public Relations Manager Tigerair Mandala [email protected] / 0811 1587 543
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
PT. Mandala Airlines
Wisma Soewarna 1st Floor Unit 1C-1G Soewarna Business Park Kav. E1-2 Soekarno – Hatta International Airport Tangerang 19110, Indonesia T: +6221-5591 2882 F: +6221-5591 2289
www.tigerair.com
INFORMASI MEDIA
Gratis Tiket Tigerair Mandala Untuk Pemegang Kartu Kredit Citibank
Jakarta, 9 Oktober 2013 – Tigerair Mandala kali ini hadir dengan promo spesial untuk pemegang kartu kredit Citibank. Tigerair Mandala memberikan tiket tambahan gratis untuk pembelian tiket online dengan menggunakan semua jenis kartu kredit Citibank. Promo “Buy One Get One Free” dimulai dari 9-23 Oktober 2013 untuk periode perjalanan yang dimulai dari 9 Oktober 2013 – 31 Mei 2014 dan berlaku untuk seluruh penerbangan yang dioperasikan oleh Tigerair Mandala (kode penerbangan: RI) dan Tigerair Singapore (kode penerbangan: TR) untuk tujuan dari dan ke Indonesia. “Tigerair Mandala sangat senang dapat bekerjasama dengan Citibank Indonesia dalam promo ini, yang juga merupakan awal dari kerjasama jangka panjang program ‘Fly on Us’,” kata Paul Rombeek, Presiden Direktur Tigerair Mandala. “Komitmen kami adalah untuk memberikan kemudahan perjalanan udara bagi para penumpang dengan tarif yang terjangkau dan tanpa kompromi dalam hal keselamatan, ketepatan waktu dan kenyamanan. Kami berharap melalui promo ini akan lebih banyak lagi pemegang kartu kredit Citibank yang dapat menikmati perjalanan dengan Tigerair Mandala.” Untuk menikmati promo ini, pemegang kartu kredit Citibank cukup mengunjungi halaman: www.tigerair.com/promo/id/citibank dan memasukkan enam angka pertama kartu kredit mereka sebelum memilih rute yang diinginkan. Pelanggan kemudian memasukkan bilangan genap untuk jumlah penumpang (2,4,6,8) dan selanjutnya pilihan jadwal penerbangan akan muncul disertai dengan notifikasi tiket gratis. Harga yang tertera belum termasuk pajak dan biaya tambahan lainnya (bagasi tambahan, Board-Me-First, pemilihan kursi, pemesanan makanan online, Tiger Purrtection, dan fasilitas lainnya seperti SMS Itinerary). “Kami merasa senang dapat bekerjasama dengan Tigerair Mandala. Sudah merupakan komitmen Citi Indonesia untuk selalu memberikan pelayanan terbaik bagi para nasabah. Kami
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
PT. Mandala Airlines
Wisma Soewarna 1st Floor Unit 1C-1G Soewarna Business Park Kav. E1-2 Soekarno – Hatta International Airport Tangerang 19110, Indonesia T: +6221-5591 2882 F: +6221-5591 2289
www.tigerair.com
menyadari kebutuhan nasabah Citi, salah satunya untuk travelling dan kami percaya bahwa kerjasama ini akan memberikan nilai tambah bagi para pemegang kartu kredit Citibank ketika mereka terbang dengan Tigerair Mandala. Karena siapa pun dan apa pun yang Anda butuhkan, Citibank memiliki kartu yang tepat untuk Anda,” ujar Agung Laksamana, Director Country Corporate Affairs, Citi Indonesia.
Tigerair Mandala juga bangga dapat menjadi maskapai LCC dengan ketepatan waktu tertinggi berdasarkan laporan On-Time Performance (OTP) semester pertama 2013 oleh Kementerian Perhubungan dan Transportasi Republik Indonesia. Tigerair Mandala memimpin maskapai LCC lain dengan tingkat ketepatan waktu (OTP) sebesar 81.76% menempati tiga posisi teratas di antara seluruh maskapai (LCC dan Full-Service Airlines) di Indonesia. Tigerair Mandala pun membuktikan komitmennya dalam hal keselamatan penerbangan dengan menjadi maskapai Asia pertama yang secara sukarela menyelesaikan proses Airbus Line Operations Surveillance (ALOS). ALOS adalah proses pengawasan eksternal milik Airbus.
***
Tentang PT Mandala Airlines
PT Mandala Airlines berkomitmen untuk menawarkan tarif penerbangan yang terjangkau dan pelayanan yang ramah dengan memastikan penerapan standar tertinggi untuk keselamatan, keamanan, dan ketepatan waktu. Di bawah nama brand Tigerair Mandala, PT Mandala Airlines percaya bahwa perjalanan bukan sekadar pergi dari satu tempat ke tempat lain, tetapi tentang mewujudkan mimpi dan mendapatkan pengalaman tak terlupakan
PT Mandala Airlines mengoperasikan armada baru pesawat Airbus 320 dari Jakarta dan beberapa kota di Indonesia ke berbagai tujuan lokal dan internasional. Pemegang saham utama PT Mandala Airlines adalah perusahaan investasi terkemuka, Saratoga Capital dan maskapai penerbangan bertarif rendah terdepan di Asia, Tigerair. Sebagai mitra Tigerair, jangkauan penerbangan PT Mandala Airlines juga meliputi jaringan Tigerair di lebih dari 50 tujuan di 13 negara di kawasan Asia Pasifik.
Silakan kunjungi www.tigerair.com atau hubungi call center kami di (021) 2939 6688. Dapatkan juga informasi terbaru PT Mandala Airlines melalui akun Twitter @TigerairMandala atau Facebook: Tigerair Mandala.
Citi Citi, perusahaan finansial terkemuka di dunia, memiliki sekitar 200 juta nasabah dan memiliki transaksi bisnis di lebih dari 160 negara dan wilayah yurisdiksi. Citi menawarkan beragam produk dan layanan finansial kepada konsumen, korporasi, pemerintahan dan institusi. Produk-produk tersebut, mencakup perbankan ritel dan kredit, perbankan korporasi dan investasi, perdagangan sekuritas, jasa transaksi, serta wealth management. Informasi lengkap dapat diperoleh di www.citigroup.com | Twitter: @Citi | YouTube: Citi | Blog: The Citi Blog | Facebook: Citi | LinkedIn: www.linkedin.com/company/citi
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
PT. Mandala Airlines
Wisma Soewarna 1st Floor Unit 1C-1G Soewarna Business Park Kav. E1-2 Soekarno – Hatta International Airport Tangerang 19110, Indonesia T: +6221-5591 2882 F: +6221-5591 2289
www.tigerair.com
Untuk informasi media, silakan hubungi: Lucas Suryanata Public Relations Manager Tigerair Mandala (PT Mandala Airlines) [email protected] / 0811 1587 543 Stephanie Tjong Corporate Affairs Citi Indonesia [email protected] / 021- 30067432 Stephanie Sicilia Praxis PR [email protected] 087880272373
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
PT. Mandala Airlines
Wisma Soewarna 1st Floor Unit 1C-1G Soewarna Business Park Kav. E1-2 Soekarno – Hatta International Airport Tangerang 19110, Indonesia T: +6221-5591 2882 F: +6221-5591 2289
www.tigerair.com
INFORMASI MEDIA
Tigerair Mandala Buka Rute Baru Yogyakarta-Palembang
x Tigerair Mandala sebagai maskapai pertama yang
melayani rute baru Yogyakarta-Palembang mulai 1 Oktober 2013
x Promo Tiger Flash setiap hari kamis
Jakarta, 2 September 2013 – Tigerair Mandala kembali membuka rute baru yang menghubungkan dua kota besar di pulau Jawa dan Sumatra. Dalam rangka pembukaan rute baru Yogyakarta-Palembang yang mulai beroperasi mulai 1 Oktober 2013, Tigerair Mandala menawarkan harga tiket khusus mulai dari Rp 389.900 sekali jalan (belum termasuk pajak, dan fasilitas tambahan lainnya seperti bagasi, Board Me First, Seat Selector, pesan makanan online, SMS itinerary, dan lain-lain.)
“Yogyakarta dan Palembang merupakan dua kota besar di Pulau Jawa dan Sumatera yang memiliki potensi bisnis dan pariwisata yang menjanjikan. Pembukaan rute baru ini merupakan bukti keseriusan Tigerair Mandala dalam mengembangkan bisnis. Kami senang dapat memperluas jaringan kami di Indonesia dan terlebih lagi kami juga senang dapat menjadi satu-satunya maskapai yang melayani rute ini,” kata Paul Rombeek, Presiden Direktur Tigerair Mandala.
Yogyakarta selalu menjadi salah satu tujuan wisata terkemuka di Indonesia, baik bagi wisatawan domestik maupun internasional. Menurut data dari Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, jumlah wisatawan di Yogyakarta mencapai 1.881.911 orang di tahun 2012, meningkat 5% dibanding tahun 2011. Dengan warisan budaya dan sejarah yang kuat, Yogyakarta menjadi salah satu pusat kesenian dan budaya Jawa klasik.
Palembang sebagai kota terbesar kedua di Sumatera dan kota tertua di Indonesia juga terbukti memiliki daya tarik wisata yang khas. Sungai Musi dan Jembatan Ampera yang terletak di tengah kota Palembang menghubungkan daerah Seberang Ulu (Timur) dan Seberang Ilir (Utara) menjadi ikon ciri khas kota Palembang. Data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Palembang menunjukkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Palembang pada tahun 2012
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
PT. Mandala Airlines
Wisma Soewarna 1st Floor Unit 1C-1G Soewarna Business Park Kav. E1-2 Soekarno – Hatta International Airport Tangerang 19110, Indonesia T: +6221-5591 2882 F: +6221-5591 2289
www.tigerair.com
mencapai 2.464.084 wisatawan. Berbagai obyek wisata, seperti Sungai Musi, Pulau Kemaro dan Masjid Agung menjadi tempat paling banyak dikunjungi wisatawan nusantara.
Tigerair Mandala percaya bahwa berwisata (traveling) tidak hanya sekadar pergi dari satu tempat ke tempat lain, tapi mengenai mewujudkan impian dan membuat pengalaman tak terlupakan. Oleh karena itu, Tigerair Mandala berkomitmen untuk memberikan pengalaman terbang yang aman, tepat waktu dan nyaman dengan biaya yang terjangkau.
Selain pengumuman rute baru tersebut, Tigerair Mandala beserta maskapai lain dalam Tigerair Group (Tigerair dan Tigerair Philippines) juga akan memulai program promo terbaru, Tiger Flash, yang akan dilaksanakan setiap hari Kamis. Dalam promo Tiger Flash, konsumen memiliki waktu 24 jam untuk membeli tiket sejumlah rute tertentu dengan harga khusus. Pada Tiger Flash pertama untuk Tigerair Mandala tanggal 5 September 2013 nanti, terdapat tiga rute yang tiketnya akan dijual dengan harga khusus: Jakarta-Medan mulai dari harga Rp 250,000,-, Jakarta-Pekanbaru mulai dari harga Rp 249.000,- dan Jakarta-Surabaya mulai dari harga Rp 144.900,-. Harga untuk tiket pulang-pergi dan belum termasuk pajak, dan fasilitas tambahan lainnya.
***
Tentang PT Mandala Airlines
PT Mandala Airlines berkomitmen untuk menawarkan tarif penerbangan yang terjangkau dan pelayanan yang ramah dengan memastikan penerapan standar tertinggi untuk keselamatan, keamanan, dan ketepatan waktu. PT Mandala Airlines percaya bahwa perjalanan bukan sekadar pergi dari satu tempat ke tempat lain, tetapi tentang mewujudkan mimpi dan mendapatkan pengalaman tak terlupakan
PT Mandala Airlines mengoperasikan armada baru pesawat Airbus 320 dari Jakarta dan beberapa kota di Indonesia ke berbagai tujuan lokal dan internasional. Pemegang saham utama PT Mandala Airlines adalah perusahaan investasi terkemuka, Saratoga Capital dan maskapai penerbangan bertarif rendah terdepan di Asia, Tigerair. Sebagai mitra Tigerair, jangkauan penerbangan PT Mandala Airlines juga meliputi jaringan Tigerair di lebih dari 50 tujuan di 13 negara di kawasan Asia Pasifik.
Silakan kunjungi www.tigerair.com atau hubungi call center kami di (021) 2939 6688. Dapatkan juga informasi terbaru PT Mandala Airlines melalui akun Twitter @TigerairMandala atau Facebook: Tigerair Mandala.
***
Untuk informasi media, silakan hubungi:
Lucas Suryanata Public Relations Manager Tigerair Mandala (PT Mandala Airlines) [email protected] / 0811 1587 543
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
PT. Mandala Airlines
WismaSoewarna 1st Floor Unit 1C-1GSoewarna Business Park Kav. E1-2 Soekarno – Hatta International Airport Tangerang 19110, Indonesia T: +6221-5591 2882 F: +6221-5591 2289
www.tigerair.com
LEMBAR FAKTA
Informasi umum
x Tigerair Mandala (resmi terdaftar dengan nama PT. Mandala Airlines) kembali
beroperasi pada April 2012. Penerbangan perdananya dilaksanakan pada 5 April
2013 dengan rute Jakarta-Medan dan saat ini mengoperasikan 8 pesawat Airbus
A320.
x Pemegang saham Tigerair Mandala adalah perusahaan investasi terdepan di
Indonesia Saratoga Capital dan Tigerair Group, maskapai penerbangan bertarif
terjangkau terkemuka di Asia.
x Sebagai maskapai penerbangan dengan tarif terjangkau, Tigerair Mandala
beroperasi secara efisien dalam memberikan tarif dan jasa terbaik kepada
penumpangnya. Penumpang diberikan kebebasan untuk memilih layanan sesuai
kebutuhan, sehingga memiliki kendali dalam mengelola biaya perjalanan. Hal ini
berarti bahwa harga tiket pesawat terpisah dari biaya jasa-jasa lain, seperti: bagasi
tambahan, fitur Board Me First, pemilihan kursi penumpang, fitur Switch My Flight, Tiger Bites, Sport Equipment, TigerPlus, asuransi perjalanan tambahan, cindera
mata dan fitur Tiger Connect.
x Tigerair Mandala berkomitmen untuk:
o Mengembangkan bisnis dan jaringannya sekaligus menyediakan penerbangan
yang aman, tepat waktu dan nyaman dengan tarif terjangkau
o Menawarkan layanan yang ramah dengan tarif terjangkau
Tujuan Penerbangan
x Tujuh rute domestik Tigerair Mandala: Jakarta, Medan, Padang, Pekanbaru,
Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar. Empat rute penerbangan internasional:
Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, dan Hongkong (terhitung 24 Juli 2013).
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
PT. Mandala Airlines
WismaSoewarna 1st Floor Unit 1C-1GSoewarna Business Park Kav. E1-2 Soekarno – Hatta International Airport Tangerang 19110, Indonesia T: +6221-5591 2882 F: +6221-5591 2289
www.tigerair.com
x Sejak 30 Juni 2013, armada Tigerair Group terdiri dari 45 Airbus 320, dengan usia
rata-rata di bawah tiga tahun.
x Tigerair Group memiliki jaringan lebih dari 50 tujuan di lebih dari 13 negara di wilayah
Asia Pasifik.
Keselamatan, Keamanan and Ketepatan waktu
x Tigerair Mandala merupakan salah satu dari empat maskapai Indonesia yang tidak
termasuk dalam larangan terbang di wilayah negara-negara Uni Eropa (EU).
x Untuk perawatan armadanya, Tigerair Mandala menerapkan standar keselamatan
tinggi sesuai standar Singapore Airlines Engineering Company.
x Tigerair Mandala juga sedang dalam proses untuk mendapatkan sertifikat IATA
Operational Safety Audit (IOSA), sebuah sistem evaluasi yang diakui dan diterima
secara internasional sebagai tolak ukur global dalam menjaga dan mengelola
keamanan operasional maskapai penerbangan
x 86% dari seluruh armada Tigerair Mandala lepas landas dari bandara dalam rentang
waktu 15 menit waktu keberangkatan dan sebanyak 99% armadanya lepas landas
dalam waktu 60 menit. Hal ini menjadikan Tigerair Mandala sebagai salah satu
maskapai penerbangan dengan tingkat ketepatan waktu terbaik di industri.
Promosi
x Kepada penumpangnya, Tigerair Mandala menyediakan tarif menarik setiap harinya
dan promo spesial seperti: ‘Rp 1’, ‘Mandala 888 Fortune’, ‘Perginya Bayar Pulangnya
Dibayarin’, ‘Beli Satu Kita Tambahin Satu Lagi’, Makin Rame, Makin Murah, dll.
x Tigerair Mandala mempermudah penumpang untuk membeli tiket melalui online booking: www.tigerair.com, Airport Ticketing Office (ATO) di tujuh kota di Indonesia,
City Ticketing Offices (CTO), agen perjalanan dan call center: 021-2939 6688
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
PT. Mandala Airlines
WismaSoewarna 1st Floor Unit 1C-1GSoewarna Business Park Kav. E1-2 Soekarno – Hatta International Airport Tangerang 19110, Indonesia T: +6221-5591 2882 F: +6221-5591 2289
www.tigerair.com
Untuk informasi media, silakan hubungi:
Lucas Suryanata
Public Relations Manager PT Mandala Airlines [email protected] / 0811 1587 543
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Media Perception A
udit N
ovember - 2013
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Survey Background
The first m
edia survey was conducted in February 2013 (30
respondents)
The second media survey w
as conducted in Novem
ber 2013 (30 participants)
23 closed and open questions applied on this survey
Four m
ain topics of the survey: 1.
Popularity
2.Trust
3.S
ervices 4.
Media R
elations
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
•A
ir Asia is still considered as the m
ost popular LCC
in Indonesia •
February 2013, only one person mentioned Tigerair M
andala as the most popular
LCC
. But on N
ovember 2013, the num
ber increase to 6.
0 5 10 15 20 25
Citilink
Air A
siaLion
Tigerair M
andalaB
ataviaS
riwijaya
4
22
21
10
0
21
3
6
00
1st Media S
urvey
2nd Media S
urvey
Top of Mind LCC
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
•M
ost of respondents associated Tigerair Mandala w
ith LCC and as part of the Tigerair group. •
in February, 7 respondents associated Tigerair Mandala w
ith bankruptcy. This number
decreases to 1 on the current audit. •
Some of the respondents have begun to associate Tigerair M
andala with prom
otions
02
46
810
1214
LCC
Prom
otion
Partner of Tiger
OTP
Bankruptcy
Reborn
Com
fortable
Interesting route
Don't K
now
2nd Media S
urvey
1st Media S
urvey
Top of Mind Tigerair M
andala
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
1st M
edia Survey Price; 57%
Comfort;
7%
Flight Schedule;
7%
On
Time;
3%
Route; 3%
Safety; 23%
2nd M
edia Survey
Price20%
Services3%
Safety37%
Com
fort7%
OTP
33%
•In February, 57%
respondents considered price as the most influential factor in selecting an
airline. The number has decreased to 20%
in Novem
ber. •
Safety and OTP are now considered to be the m
ost influential factors.
Choosing an Airline
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
•M
ost respondents suggested TM to add m
ore routes •
OTP ranked second. This contradict the fact that TM
is LCC
with the best O
TP. •*Respondents are allowed to provide m
ore than one answer for this particular question
0%10%
20%30%
40%50%
60%70%
80%90%
New
Route/S
chedule
Cabins H
ospitality/Services
Ground services
OTP
Custom
er Services
2nd Media S
urvey
1st Media S
urvey
What can be Im
proved?
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Recomm
ended PR Activities
•M
ost of respondents said TM need to conduct m
ore media tour, m
edia gathering, and provide m
ore sponsorship on events developed by media.
•S
ome respondents also suggested that TM
to visit media houses, w
hich is a good way to
engage editorial level journalists. *R
espondents are allowed to provide m
ore than one answer on this question.
0%10%
20%30%
40%50%
60%70%
80%
Don't K
now
More M
edia Gathering
Media Tour/M
edia Trip
Media V
isit
More Inform
ation Distribution
Sponsorship/M
edia Partners
Media B
riefing/Press C
onference
2nd Media S
urvey
1st Media S
urvey
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
0%10%
20%30%
40%50%
60%70%
80%90%
Business E
xpansion
Route E
xpansion
Prom
otion Program
Aviation R
ules
Joint Prom
o Program
•P
romo and route expansion ranked as the top relevant new
s for readers.
Relevant Airlines Issues Relevant Airlines Issues
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
Edwina Tjahja
Birth of Date : Jakarta, July 7, 1992Address : Perumahan Reni Jaya Jalan Natuna I blok R2 / 2 Pamulang - Tangerang Selatan 15416Phone Number : 021 - 7434350 Mobile Phone : 0818 84 33 55Email : [email protected] [email protected] Status : Single
2010 - 2014 : Universitas Multimedia Nusantara, Faculty of Communication Science, majoring Public Relations.
2007 - 2010 : SMK Santa Theresia ( Usaha Jasa Pariwisata ) - Jakarta.
2004 - 2007 : SMPK Mater Dei, Pamulang - Tangerang Selatan.
1998 - 2004 : SDK Mater Dei, Pamulang - Tangerang Selatan.
Imajinasiku” ( May and June 2013 )
Adobe IndesignMedia Relations
Event ManagementPR PlanningIndonesian and English ( written and oral )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014
UMN ( May 9 - 18, 2012 )
Catholic University - Jakarta ( March 22, 2011 )
Bina Nusantara University - Jakarta ( February 14-16, 2011 )
Reading books Evaluasi Program Marketing Public Relations dalam Rebranding Tigerair Mandala Periode Juli - Desember 2013
( Fakultas Ilmu Komunikasi, Program Studi Multimedia Public Relations, Universitas Multimedia Nusantara, 2014 )
Evaluasi Program..., Edwina Tjahja, FIKOM UMN, 2014