MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
241
Hubungan Antara Religiusitas dan Tasamuh dengan Pengetahuan Akan Praktek Tasamuh Nabi Muhammad Sebagai Variabel Mediator
Mas Agung S. Aji dan Gagan Hartana. Tb
Program Studi Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstract
This study is intended to investigate the correlation between religiousity and respondent’s knowledge of prophet Muhammad’s practice on tolerance (tasamuh) over Tasamuh, and the role of respondent’s knowledge of prophet Muhammad’s practice on tolerance as a mediating variable that can improve the relation between religiousity and tasamuh. Tasamuh can be defined as a religious tolerance in Islamic pespective. The research methode that used to investigate that relationship and the role of respondent’s knowledge of prophet Muhammad’s practice on tolerance are bivariate correlation and path analysis. The result of the study shows that there is a negative correlation between religiousity and tasamuh with coefficient correlation -0,374. Other results also show that relationship between religiousity and respondent’s knowledge of prophet Muhammad’s practice on tolerance is identified negatively with -0,120 coefficient corellation. Keywords: Religiousity, tolerance, tasamuh, mediating, path
PENDAHULUAN
Menyinggung tentang situasi dan
kondisi toleransi beragama di tanah air pada
saat ini, secara umum masih dapat dijaga
dengan baik oleh mayoritas komponen
bangsa ini. Meskipun tak dapat dipungkiri
juga bahwa kebebasan beragama/beribadah
akhir-akhir ini tengah mendapat tantangan
dengan terjadinya sejumlah peristiwa dan
pelanggaran tindakan yang relatif marak
belakangan ini. Hal tersebut dapat terlihat
melalui data yang diperoleh penulis dari
temuan Setara Institute tahun 2012 di
lapangan, dimana telah terjadi 264
peristiwa dan 226 tindakan pelanggaran
kebebasan beragama (aktor non-negara),
yang mana dalam 226 tindakan
pelanggaran tersebut dapat dirinci sebagai
berikut:
Pertama, tindakan intoleransi sebanyak 68
tindakan, seperti; pembiaran adanya
pelecehan terhadap umat dan agama lain
atau condoning, diskriminasi, serta
pemaksaan keyakinan.
Kedua, pelarangan ibadah/kegiatan
keagamaan atau mendirikan rumah ibadah
sebanyak 48 tindakan, seperti; pembubaran
kegiatan keagamaan, pelarangan
mendirikan tempat atau fasilitas ibadah,
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
242
hingga perusakan/pembakaran rumah
ibadah.
Ketiga, intimidasi dan penyerangan
sebanyak 45 tindakan, seperti; ancaman
kekerasan/pembunuhan, intimidasi,
penganiayaan, penyerangan secara
sporadis, hingga pembunuhan.
Keempat, sejumlah pelanggaran lain
sebanyak 65 tindakan yang berupa;
pelarangan kegiatan berdiskusi, pemaksaan
keyakinan/peribadatan, pembatasan
kebebasan berekspresi,
pembakaran/pembongkaran properti,
pengusiran, serta penyesatan.
Berdasarkan uraian pada latar
belakang di atas, dapat terlihat bahwa di
dalam hubungan interaksi antar umat
beragama di Indonesia pada akhir-akhir ini,
telah muncul fenomena meningkatnya
potensi tindakan pelanggaran kebebasan
beragama, yang ironisnya banyak
dilakukan oleh suatu golongan kaum
muslim tertentu yang mengatas-namakan
Islam, baik yang dilakukan secara
berkelompok (ormas) maupun individu.
Adanya fenomena tersebut
menimbulkan suatu permasalahan yang
patut untuk diteliti tentang apakah telah
terjadi pendangkalan makna toleransi pada
kelompok masyarakat muslim yang lain di
sini, dimana religiusitas dan pengetahuan
akan praktek tasamuh nabi Muhammad
memiliki kaitan dan peran akan hal
tersebut.
Dalam penelitian ini terdapat tiga
variabel yang diukur hubungannya, yakni;
religiusitas, pengetahuan akan praktek
tasamuh nabi Muhammad dan tasamuh.
Penggabungan pengetahuan akan praktek
tasamuh nabi Muhammad dengan
religiusitas akan memperkuat tasamuh.
Oleh karena itu, semakin tinggi
pengetahuan seseorang akan praktek
tasamuh nabi Muhammad, maka hal
tersebut semakin memperkuat hubungan
positif antara religiusitas dan sikap tasamuh
yang dimilikinya.
Hubungan Mediator. McGrath
(2011; 186) menyebutkan dalam suatu
hubungan mediator murni, efek suatu
variabel bebas pertama terhadap variabel
terikat melewati variabel bebas kedua,
dimana ia dapat disimbolkan melalui: X1 à
X2 à Y. Selain itu, hubungan mediator
murni mempertanyakan adanya hubungan
langsung atau tidak langsung antara
variabel bebas pertama terhadap variabel
terikat.
Akan halnya dengan hubungan
mediator aditif (additive relationship) yang
merupakan salah satu bentuk dari hubungan
mediator yang ada, terjadi apabila dua atau
lebih variabel bebas, masing-masing
mampu memprediksi variabel terikat. Dan
bila kedua atau lebih variabel bebas
tersebut saling ditambahkan, maka akan
memperbaiki/meningkatkan prediksi atas
variabel terikat tersebut: X1 + X2 à Y.
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
243
Selain itu, dihadirkannya hubungan
mediator aditif pada penelitian ini
dimaksudkan untuk menjelaskan kasus-
kasus hubungan tertentu yang kerap kali
tejadi dalam situasi negatif.
Konsep Variabel Bebas Pertama
(X1) yaitu Religiusitas. Teori dan
pengukuran religiusitas yang dijadikan
dasar acuan dalam penelitian ini adalah
teori dan Pengukuran Psikologis
Religiusitas Islam (PPRI) yang
dikembangkan oleh Hisham Abu Raiya
(2008). Raiya (2008) menyebutkan bahwa
Islam merupakan suatu agama yang
kompleks dan hampir menyentuh setiap
aspek dari penganutnya. Selain itu, Islam
juga menuntut setiap pribadi muslim untuk
secara komprehensif memahami dan
mengamalkan setiap sendi dalam ajaran-
ajarannya dengan tidak memisah-
misahkannya secara parsial. Namun begitu,
sehubungan dengan karakter dari keilmuan
Psikologi ini yang hanya menekankan
pembacaan seseorang melalui perilaku dan
proses mental yang dimunculkannya, maka
pengukuran psikologis atas dimensi
religiusitas seorang muslim akan ditarik
berdasarkan apa yang terlihat melalui
perilaku dan sikapnya tersebut.
Selanjutnya dalam merumuskan
alat ukur religiusitas muslim ini, Raiya
menyempurnakan alat Pengukuran
Psikologis Religiusitas Islam (PPRI) yang
sebelumnya telah dikembangkan pada
penelitian-peneltian sebelumnya. Hal ini
dimaksudkan guna memenuhi kebutuhan di
dalam keilmuan Psikologi Islam tentang
alat ukur religiusitas muslim. PPRI ini
memang dirancang khusus untuk dapat
menyentuh responden muslim dari segala
mahzab, keyakinan dan praktek
keberagamaan di seluruh dunia. Dalam
pengaplikasian PPRI ini, Raiya
menyederhanakannya dari versi PPRI dari
penelitian-penelitian sebelumnya. Terdapat
enam dimensi dalam PPRI ini yang dapat
dirinci sebagai berikut: 1) Pilar Islam; 2)
Konversi Iman; 3) Metode solusi
permasalahan; 4) Perjuangan iman; 5)
Internalisasi iman; 6) Eksklusivisme Islam.
Konsep Variabel Bebas Kedua (X2)
adalah Pengetahuan akan praktek tasamuh
nabi Muhammad. Konsep pengetahuan
(knowledge) disini merujuk pada definisi
Notoatmodjo (1993) yang menyatakan
bahwa pengetahuan adalah hasil
penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap obyek melalui indera
yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,
dsb), dimana hasil tahu dari proses
penginderaan tersebut dapat membentuk
tindakan dan sikap tertentu seseorang.
Akan halnya dengan pengujian responden
atas pengetahuan (knowledge) akan praktek
tasamuh nabi itu sendiri, penulis
mengembangkan suatu alat ukur guna
melihat dan menggambarkan seberapa jauh
seseorang mengetahui hal-hal yang pernah
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
244
di lakukan oleh nabi terkait sikap dan
perilaku toleransinya terhadap umat lain .
Konsep Variabel Terikat (Y) yakni
Tasamuh. Tasamuh adalah suatu konsep
toleransi beragama di dalam Islam. Dalam
penelitian ini, definisi tasamuh beserta alat
ukurnya dirumuskan secara mandiri
berdasarkan sejumlah teori tasamuh yang
telah ada dari para ulama dan pemikir Islam
kontemporer, yang salah satunya adalah
dari Yusuf Qaradhawi (1977). Qaradhawi
membagi tingkatan tasamuh menjadi tiga,
yakni; tingkatan bawah, tingkatan
menengah, dan tingkatan atas - yang
masing-masing dirujuk menurut gagasan
dan praktek bertoleransi yang ada dalam
Al-Qur’an dan sunnah nabi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini selain dimaksudkan
untuk menguji teori yang dimunculkan dari
temuan-temuan tasamuh/toleransi
sebelumnya, juga mengukur variabel-
variabel yang ada dalam penelitian ini.
Lebih difokuskannya penelitian ini dalam
mendiagnosa variabel dan bukan
menggambarkan populasi, dimaksudkan
agar penerapan alat ukur yang digunakan
pada studi ini kelak akan lebih mampu
teruji dan menjangkau responden yang
lebih luas dan beragam di kemudian hari,
khususnya untuk alat ukur tasamuh.
Sebagaimana yang telah diutarakan
di atas, meski penelitian ini lebih
menekankan pada pengukuran variabel dan
bukan penggambaran suatu populasi,
namun penetapan suatu populasi yang
diaplikasikan di sini tetaplah dibutuhkan
guna menguji hasil kinerja alat ukur yang
digunakan. Populasi yang disasar dalam
penelitian ini adalah suatu kelompok
tertentu di dalam masyarakat yang penulis
sebut sebagai Kelompok Pelanggan
Percetakan Usaha Prima (KPPU). Para
anggota/responden KPPU ini terhimpun di
media sosial Facebook yang dimiliki oleh
penulis. Terdapat sekitar 200-250 individu
yang tergabung di dalam KPPU ini, dimana
mereka memiliki karakteristik sebagai
berikut: berusia antara 25 hingga 40 tahun,
bekerja di sektor jasa dan beragama Islam.
Dipilihnya responden yang
beragama Islam dalam penelitian ini
dikarenakan nilai relevansi dari salah satu
variabel yang diukur dan hanya diketahui
oleh kaum Muslim sendiri, yakni;
pengetahuan akan praktek tasamuh nabi
Muhammad SAW. Sedangkan menyangkut
jumlah sampel populasi, Arikunto
menyebutkan apabila subjek kurang dari
100 dan diambil semuanya untuk suatu
penelitian, maka penelitiannya merupakan
penelitian populasi, akan tetapi jika jumlah
subjeknya besar dapat diambil antara 10-
15% atau 20-25% atau lebih. Dalam
penelitian ini karena jumlah subjek lebih
dari 100, maka peneliti mengambil 25%
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
245
untuk pengambilan sampelnya atau 52
responden.
Penarikan sampel populasi pada
penelitian ini bersifat non-probability
sampling. Selain non-probability sampling,
teknik yang digunakan di sini juga bersifat
convenience sampling dimana proses
pemilihan responden didasarkan pada
tingkat pengenalannya (acquintancy) demi
alasan kesediaan, kesungguhan, kecepatan
serta pemudahan pengambilan data
(Castilo, 2009). Alasan lain dipilihnya
convenience sampling dalam penelitian ini
adalah guna mendeteksi secara kasar
hubungan di antara fenomena yang
berbeda, khususnya terkait antara
fenomena toleransi yang terjadi di dunia
barat/Kristen dengan yang ada di dunia
timur/Islam (Castilo, 2009).
Proses Pengumpulan Data
Dalam melakukan proses
pengumpulan data, digunakan kuesioner
konvensional (lembaran kertas) dan
elektronis (email) yang bersifat anonimity
(tanpa menyebutkan nama) dan berisi
sejumlah pertanyaan terkait dengan ketiga
variabel yang diukur yakni; religiusitas,
tasamuh dan pengetahuan akan praktek
tasamuh nabi Muhammad.
Dalam kuesioner itu sendiri, jenis
dan skala pertanyaan dari ketiga variabel
masing-masing berbeda. Pada pengukuran
religiusitas dan pengetahuan akan praktek
tasamuh nabi Muhammad, pertanyaan ada
yang bersifat pilihan ganda (multiple
choice) dan terdapat pula yang bergaya
Likert (Likert style), sebagaimana yang
terjadi pada pengukuran tasamuh.
Penelitian ini dirancang dengan
menggunakan pendekatan kajian lapangan
non-eksperimental, yang mana hanya
berusaha menyingkap hubungan atau
korelasi antar variabel yang diukur melalui
variabel mediator. Selain itu, ia juga
bersifat pengujian hipotesis sebagaimana
umum terjadi pada penelitian yang bersifat
inferensial.
Responden pada penelitian ini
secara umum merupakan para pekerja di
bidang jasa (asuransi, perbankan, insititusi
pemerintahan), beragama Islam dan
tergabung dalam akun Kelompok
Pelanggan Percetakan Usaha Prima
(KPPU) yang penulis bina dalam suatu
media sosial Facebook. Terdapat sekitar
200 – 250 jiwa di dalam akun tersebut,
dimana dari sebanyak 79 kuesioner yang
disebarkan, hanya 52 kuesioner yang
kembali dan terisi dengan benar. Akan
halnya dengan kaitan para responden
tersebut dengan KPPU ini adalah bahwa
mereka merupakan contact person yang
sering berhubungan dengan penulis dalam
hal melakukan transaksi percetakan.
Sedangkan informasi khusus yang didapat
melalui data pribadi pada kuesioner,
paparan deskripsi responden di bawah ini
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
246
akan meliputi: jenis kelamin, usia, dan
tingkat pendidikan.
Analisis Data
Dari 52 responden yang
mengembalikan kuesioner pada penelitian
ini, diperoleh keterangan bahwa terdapat 33
orang (64%) berjenis kelamin laki-laki dan
sebanyak 19 orang (36%) berjenis kelamin
perempuan. Dari data ini dapat diketahui
bahwa responden yang berjenis kelamin
laki-laki merupakan yang terbanyak di
dalam penelitian ini.
Tabel. 1. Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Laki-Laki 33 64% Perempuan 19 36% 52 100%
Sedangkan untuk kategori usia, dari
52 responden yang ada terdapat variasi usia
dimana responden yang berusia 38 tahun
berjumlah 17 orang (36%), setelah itu
diikuti oleh responden yang berumur 28
tahun sebanyak 15 orang (28%). Pada titik
bawah terdapat responden yang berusia 39
dan 40 tahun yang masing-masing
berjumlah 4 orang (7%), 37 tahun terdiri 3
orang (4%), serta terdapat masing-masing 2
orang (4%) pada mereka yang berusia 29,
35, 41 dan 44 tahun. Hanya 1 orang (2%)
yang berusia 32 tahun. Dari data ini dapat
dilihat bahwa usia termuda responden
adalah 28 tahun, sedangkan tertua berusia
44 tahun.
Tabel. 2 Responden Berdasarkan Usia
Kategori Usia Frekuensi Persentase 28 tahun 15 28% 29 tahun 2 4% 32 tahun 1 2% 35 tahun 2 4% 37 tahun 3 5% 38 tahun 17 36% 39 tahun 4 7% 40 tahun 4 7% 41 tahun 2 4% 44 tahun 2 4% 52 100%
Kelompok responden yang
berpendidikan akhir sarjana pada deskripsi
tingkat pendidikan merupakan yang paling
banyak dalam penelitian ini dengan 29
orang (56%) diikuti dengan mereka yang
berpendidikan akhir diploma sebanyak 20
orang (38%). Sedangkan untuk Magister
dan SMA masing-masing hanya terdapat 2
orang (4%) dan 1 orang (2%).
Tabel. 3 Responden Berdasarkan
Pendidikan Terakhir
Pendidikan Frekuensi Persentase SMA 1 2% Diploma 20 38% Sarjana 29 56% Magister 2 4% 52 100%
Deskripsi data umum pada tabel
berikut ini dihadirkan guna mendapat
gambaran dari nilai Mean dan Standar
Deviasi yang pada halaman-halaman
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
247
berikut akan banyak digunakan untuk
memperoleh skor-skor tertentu.
Tabel. 4 Deskripsi Data Umum
Dari uraian tabel di atas dapat
diketahui bahwa skor tertinggi dari variabel
religiusitas yang dicapai pada sampel
penelitian ini mencapai nilai 213,
sedangkan terendah 113 – yang pada
keduanya memiliki rentang skor 100. Akan
halnya dengan nilai rata-rata skor
religiuistas pada 52 responden dari
penelitian ini berada pada nilai 180,67.
Pada sisi lain, skor tertinggi dari
variabel pengetahuan yang dicapai pada
sampel penelitian ini mencapai nilai 8,
sedangkan terendah 1 – yang pada
keduanya memiliki rentang skor 7. Melalui
nilai rata-rata skor pengetahuan pada 52
responden dari penelitian ini terdapat nilai
3,71. Hal ini berarti bahwa rata-rata
responden mampu mengetahui hampir 4
praktek tasamuh yang pernah dilakukan
oleh nabi Muhammad, dari delapan praktek
yang ditanyakan di dalam kuesioner
penelitian.
Pada variabel tasamuh sendiri, skor
tertinggi dari variabel terikat tersebut yang
dicapai pada sampel penelitian ini
mencapai nilai 128, sedangkan terendah 73
– yang pada keduanya memiliki rentang
skor 55. Akan halnya dengan nilai rata-rata
skor tasamuh pada 52 responden dari
penelitian ini berada pada nilai 102,54.
Sebaran Skor Religiusitas
Tabel berikut menyajikan hasil
olahan dari rekapitulasi data yang diperoleh
melalui kuesioner pada penelitian ini
dimana didapatkan data skor Religiusitas
sebagai berikut:
Tabel. 5 Sebaran Skor Variabel Religiusitas
Kategori Rumus Rentang Skor
Frekuensi Responden Persentase
Tinggi x > M+SD
> 201,85 9 17%
Sedang M-SD ≤ x ≤
M+SD
159,49 – 201,85
34 66%
Rendah x < M-SD
< 159,49 9 17%
Variabel N Mean SD Skor Minimal
Skor Maksimal Range
Religiusitas 52 180,67 21,18 113 213 100 Pengetahuan 52 3,71 1,57 1 8 7
Tasamuh 52 102,54 14,8 73 128 55
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
248
∑ 52 100%
Bila dilihat dari sebaran skor
religiusitas di atas, sebanyak 34 responden
(66%) berada dalam tingkat religiusitas
sedang dan 9 responden (17%) berada pada
tingkat religiusitas tinggi. Hasil data
lapangan penelitian ini memberi indikasi
bahwa mayoritas responden merupakan
orang-orang yang cukup religius/taat
dengan rentang skor antara 160 hingga 202.
Sebaran Skor Pengetahuan
Tabel berikut menyajikan hasil
olahan dari rekapitulasi data yang diperoleh
melalui kuesioner pada penelitian ini
dimana didapatkan data skor Pengetahuan
Akan Praktek Tasamuh Nabi Muhammad
sebagai berikut :
Tabel. 6 Sebaran Skor Variabel Pengetahuan Akan Praktek Tasamuh Nabi Muhammad
Sebanyak 63% atau 33 responden
dari total 52 diketahui memiliki
pengetahuan akan praktek tasamuh nabi
tingkat sedang, dimana kelompok ini
mampu mengetahui dua hingga lima dari
delapan praktek tasamuh nabi Muhammad.
Sebaran Skor Tasamuh
Tabel berikut menyajikan hasil
olahan dari rekapitulasi data yang diperoleh
melalui kuesioner pada penelitian ini
dimana didapatkan data skor Tasamuh
sebagai berikut:
Tabel. 7 Sebaran Skor Variabel Tasamuh
Kategori Rumus Rentang Skor
Frekuensi Responden Persentase
Tinggi x > M+SD > 5,28 6 12%
Sedang M-SD ≤ x ≤
M+SD
2,14 – 5,28 33 63%
Rendah x < M-SD < 2,14 13 25%
∑ 52 100%
Kategori Rumus Rentang Skor
Frekuensi Responden Persentase
Tinggi x > M+SD
> 117,34 10 19%
Sedang M-SD ≤ x ≤
M+SD
87,74 – 117,34 29 56%
Rendah x < M- < 87,34 13 25%
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
249
Data lapangan sebaran skor
tasamuh di atas menunjukkan bahwa
sebanyak 29 responden (56%) memiliki
sikap tasamuh tingkat sedang yang ditandai
dengan keberadaan mereka pada rentang
skor 88 hingga 117, dan hanya seperempat
dari jumlah keseluruhan responden yang
menempati tingkat tasamuh rendah.
Analisis Multivariat
Pada bagian ini akan dipaparkan
hasil uji hubungan antara dimensi-dimensi
yang terdapat dalam variabel bebas
terhadap variabel terikat dan hasil analisis
statistik yang dimaksudkan untuk
menjawab pertanyaan penelitian, serta
menganalisa hubungan mediator aditif yang
diteliti pada studi ini dalam kaitannya
dengan pengujian hipotesis.
Hasil Uji Korelasi Bivariat Dimensi
Variabel Bebas Terhadap Variabel
Terikat
Bagian ini dimaksudkan untuk
menampilkan hasil uji hubungan bivariat
dari seluruh dimensi yang ada pada kedua
variabel bebas (religiusitas dan
pengetahuan akan praktek tasamuh nabi
Muhammad) terhadap variabel terikat
(tasamuh) guna menjawab permasalahan
riset serta memperoleh gambaran tentang
keterkaitan dimensi-dimensi tersebut
terhadap kebertasamuhan.
Variabel Religiusitas
Dimensi Pilar Islam
Tabel. 8 Hasil Uji Hubungan Ritual Islam dengan Tasamuh
Data pada tabel di atas
menunjukkan bahwa Dimensi Pilar Islam
memiliki hubungan negatif dengan
Tasamuh yang ditunjukkan dengan nilai
korelasi Pearson -0,475. Dimensi Pilar
Islam ini terdiri dari sejumlah indikator,
yaitu; kepercayaan pada lima rukun iman,
menjalankan enam rukun Islam,
SD ∑ 52 100%
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
250
mempraktekkan etika Islam, menghindari
hal-hal yang dilarang oleh Islam, dan
percaya adanya persaudaraan sesama
muslim.
Dimensi Etika Islam
Tabel. 9 Hasil Uji Hubungan Etika Islam dengan Tasamuh
Terjadi hubungan negatif pada
dimensi Etika Islam dengan Tasamuh yang
ditunjukkan dengan nilai korelasi Pearson
pada tabel di atas sebesar -0,347. Etika
merujuk pada sejumlah indikator seperti
penghormatan kepada orang tua, tetangga,
fakir miskin dan sikap toleransi.
Dimensi Metode Solusi Permasalahan
Hidup
Tabel. 10. Hasil Uji Hubungan Metode Islam dengan Tasamuh
Data pada tabel di atas
menunjukkan bahwa Dimensi Metode
Solusi Islam juga memiliki hubungan
negatif dengan Tasamuh pada sampel
penelitian ini, yang ditunjukkan dengan
nilai korelasi Pearson -0,255. Metode solusi
merujuk pada bagaimana seorang muslim
melihat Islam sebagai metode dalam
penyelesaian masalah dalam
kehidupannya.
Perjuangan Iman
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
251
Tabel. 11 Hasil Uji Hubungan Perjuangan Iman dengan Tasamuh
Hubungan dimensi Perjuangan
Iman dengan Tasamuh ditandai dengan
korelasi positif pada sampel penelitian ini
melalui nilai korelasi Pearson 0,056.
Perjuangan Iman merujuk pada sejumlah
indikator tentang bagaimana seorang
muslim mengalami terjadinya keragu-
raguan terhadap sejumlah aspek di dalam
Islam.
Eksklusivisme Islam
Tabel. 12 Hasil Uji Hubungan Eksklusivisme Islam dengan Tasamuh
Hubungan dimensi Eksklusivisme
Islam dengan Tasamuh ditandai dengan
korelasi negatif pada sampel penelitian ini
melalui nilai korelasi Pearson -0,238.
Dari ke-lima dimensi dalam
variabel religiusitas yang dikorelasikan
dengan variabel tasamuh, hasil uji statistika
dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa
rata-rata terjadi hubungan negatif pada ke
empat dimensi yang ada pada sampel
penelitian ini (Pilar, Etika, Metode Solusi
dan Eksklusivisme Islam).
Sedangkan pada dimensi
Perjuangan Iman terjadi hubungan positif
dengan variabel Tasamuh. Hal ini
mengindikasikan bahwa tingkat religiusitas
pada sampel penelitian tidak memiliki
keterkaitan dengan sikap tasamuh yang
dimiliki oleh seseorang, dan karenanya
tidak mampu memprediksi prilaku
kebertasamuhan dari seseorang.
Variabel Pengetahuan Akan Praktek
Tasamuh Nabi Muhammad
Dimensi Kebaikan Hati
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
252
Tabel. 13. Hasil Uji Hubungan kebaikan dengan Tasamuh
Tabel di atas menunjukkan
terjadinya hubungan positif pada dimensi
pengetahuan seseorang akan kebaikan hati
nabi Muhammad dengan Tasamuh yang
ditunjukkan dengan nilai korelasi Pearson
sebesar 0,217. Hal ini menunjukkan bahwa
dimensi ini pada sampel populasi mampu
memprediksi munculnya sikap tasamuh
dari seseorang.
Dimensi Pemudahan
Tabel. 14. Hasil Uji Hubungan Pemudahan dengan Tasamuh
Dimensi pengetahuan seseorang
akan perilaku pemudahan yang diberikan
oleh nabi terhadap umat lain dengan sikap
tasamuh ditandai dengan hubungan positif
pada nilai korelasi Pearson sebesar 0,208.
Hal ini menunjukkan pada dimensi ini
dapat memprediksi munculnya sikap
tasamuh dari seseorang.
Dimensi Pemahaman
Tabel. 15. Hasil Uji Hubungan Pemahaman dengan Tasamuh
Data pada tabel di atas
menunjukkan bahwa dimensi pengetahuan
akan pemahaman nabi Muhammad
terhadap umat lain pada sampel populasi di
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
253
sini memiliki hubungan positif dengan
sikap tasamuh yang dimunculkannya,
dimana hal tersebut ditunjukkan dengan
nilai korelasi Pearson 0,64.
Dimensi Penghargaan
Tabel. 16. Hasil Uji Hubungan Penghargaan dengan Tasamuh
Terjadi hubungan negatif pada
dimensi penghargaan nabi dengan sikap
tasamuh, yang ditunjukkan dengan nilai
korelasi Pearson pada tabel di atas sebesar
-0,041. Hal ini berarti bahwa pengetahuan
akan dimensi ini yang ada dalam populasi
penelitian tidak dapat memprediksi
munculnya sikap tasamuh.
Dimensi Perlindungan
Tabel. 17. Hasil Uji Hubungan Perlindungan dengan Tasamuh
Hubungan dimensi pengetahuan
akan perlindungan yang diberikan oleh nabi
kepada umat lain dengan sikap tasamuh
pada sampel penelitian ini ditandai dengan
korelasi positif pada nilai Pearson 0,125.
Hal ini memperlihatkan adanya potensi
untuk memprediksi munculnya sikap
tasamuh.
Dari ke-lima dimensi dalam
variabel pengetahuan akan praktek tasamuh
nabi Muhammad yang dikorelasikan
dengan variabel tasamuh, hasil uji statistika
dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa
rata-rata terjadi hubungan positif pada ke
empat dimensi yang ada (Kebaikan Hati,
Pemudahan, Pemahaman dan
Perlindungan) pada sampel penelitian.
Sedangkan pada dimensi Penghargaan,
terjadi hubungan negatif dengan variabel
Tasamuh. Hal ini mengindikasikan bahwa
pengetahuan akan praktek tasamuh nabi
yang terdapat pada sampel penelitian ini,
menunjukkan keterkaitan positif dengan
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
254
tingkat tasamuh, serta dapat memprediksi
munculnya sikap tersebut.
Hasil Analisis Statistik terhadap
Pertanyaan Penelitian
Bagian ini memaparkan hasil
analisis statistik guna menjawab sejumlah
pertanyaan penelitian melalui uji hubungan
antar variabel di dalam suatu pasangan
variabel yang diujikan, serta analisis jalur
terhadap hubungan mediator aditif yang
menjadi fokus dalam penelitian ini.
Pertanyaan Penelitian 1: Apakah terdapat
hubungan antara Religiusitas dengan
Tasamuh?
Tabel. 18. Hasil Uji Hubungan Religiusitas dengan Tasamuh
Dari tabel uji hubungan antara
kedua variabel di atas, diketahui bahwa
terjadi hubungan negatif antara Religiusitas
sebagai variabel bebas dengan Tasamuh
sebagai variabel terikat pada sampel
penelitian ini, yang ditandai dengan nilai
korelasi Pearson sebesar -0,374. Jika
Religiusitas adalah variabel Independen,
maka Religiusitas hanya mampu
menjelaskan 14% (0,3742x100%) varian
dari variabel Tasamuh. Artinya, masih ada
variabel-variabel lain (sebesar 86%) yang
menentukan tingkat Tasamuh para
responden.
Hubungan antara religiusitas
dengan tasamuh tersebut signifikan karena
terjadi pada taraf Sig. (2-tailed) 0,006 yang
berarti di bawah atau lebih kecil dari nilai
Sg. (2-tailed) 0,01.
Pertanyaan Penelitian 2: Apakah terdapat
hubungan antara religiusitas seseorang
dengan pengetahuannya akan praktek
tasamuh nabi yang dimilikinya?
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
255
Tabel. 19 Hasil Uji Hubungan Religiusitas dengan Pengetahuan Akan Praktek Tasamuh Nabi Muhammad
Pada kedua variabel di atas yakni
Religiusitas dengan Pengetahuan Akan
Praktek Tasamuh Nabi Muhammad, tidak
terdapat hubungan yang ditandai nilai
korelasi Pearson sebesar -0,120. Karena
religiusitas dan Pengetahuan adalah sama-
sama variabel Independen maka keduanya
(dapat) saling menjelaskan hanya 1% (-
0,1202 x 100%) varian dari masing-masing
variabel. Artinya, masih ada variabel-
variabel lain (sebesar 99%) yang
menentukan besaran kedua variabel.
Hubungan antara religiusitas
dengan Pengetahuan tersebut tidak
signifikan karena terjadi pada taraf Sig. (2-
tailed) 0,396 yang berarti di atas atau lebih
tinggi dari nilai Sg. (2-tailed) 0,01.
Pertanyaan Penelitian 3: Apakah
kebertasamuhan seseorang dipengaruhi
oleh pengetahuannya akan praktek toleransi
nabi Muhammad?
Tabel. 20. Hasil Uji Hubungan Religiusitas dengan Pengetahuan Akan Praktek Tasamuh Nabi Muhammad
Pada uji hubungan ini, terlihat
bahwa Pengetahuan Akan Praktek
Tasamuh Nabi Muhammad dengan
Tasamuh memiliki hubungan positif yang
ditunjukkan dengan nilai korelasi Pearson
sebesar 0.207. Jika Pengetahuan adalah
variabel Independen maka Pengetahuan
hanya mampu menjelaskan 4,3%
(0,2072x100%) varian dari variabel
Tasamuh. Artinya, masih ada variabel-
variabel lain (sebesar 95,7%) yang
menentukan Tasamuh para responden.
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
256
Hubungan antara Pengetahuan
dengan Tasamuh tersebut tidak signifikan
karena terjadi pada taraf Sig. (2-tailed)
0,141 yang berarti di atas atau lebih tinggi
dari nilai Sg. (2-tailed) 0,05.
Pertanyaan 4: Apakah hubungan antara
Religiusitas dengan Tasamuh akan menjadi
lebih kuat bila ditambahkannya variabel
Pengetahuan akan praktek tasamuh nabi
Muhammad?
Dalam menjawab pertanyaan
keempat di atas, studi ini menggunakan
metode statistik analisis jalur atau path
analysis. Menurut Grath (2011), salah satu
metode statistik yang dapat diterapkan
dalam menganalisa dan menginvestigasi
model hubungan mediator aditif seperti
pada penelitian ini adalah melalui teknik
analisis jalur atau path analysis. Hal ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa
terdapat variabel bebas yang bersifat
dimensional pada penelitian ini (religiusitas
dan pengetahuan akan praktek tasamuh
nabi Muhammad), serta tujuan dari analisis
tersebut yakni mempertanyakan apakah
jenis hubungan mediator aditif di sini sudah
tepat.
Analisis Jalur (path analysis) Pada
Hubungan Mediator Aditif
Diagram 1. Diagram Path Atas Hubungan Ketiga Variabel Yang Diukur
Pada diagram path di atas terlihat
terdapat tiga variabel dengan tiga arah
hubungan berbeda yang diajukan dalam
penelitian ini, yakni hubungan AB dengan
nilai hubungan (c), hubungan AC dengan
nilai hubungan (a) dan hubungan BC
dengan nilai hubungan (b). Dari tiga
pasangan hubungan tersebut, dicari dan
didapatkan nilai korelasi pada ketiganya
sebagaimana pada tabel di bawah ini.
A
c
b
a
C
X1
RELIGIUSITAS
X2
PENGETAHUAN
Y
TASAMUH
B
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
257
Tabel. 21. Hasil Uji Hubungan Pada Ketiga Variabel Yang Diukur
Dari hasil persamaan korelasi di
atas, langkah selanjutnya adalah dicari nilai
path coeffecient pada hubungan AC (a) dan
BC (b), sebagai mana persamaan ke 2 di
bawah ini:
β 1 = (AC – BC x C)/(1 – C2) = AC (a) AC (a) à β 1 = (-0,374 – 0,207 x -0,120)/(1 – -0,1202) = -0,354 β 2 = (BC – AC x C)/(1 – C2) = BC (b) BC (b) à β 2 = (0,207 – -0,374 x -0,120)/(1 – -0,1202) = 0,164 Dari hasil persamaan path coeficient di
atas, maka untuk sementara dapat diketahui
di sini bahwa pengaruh kausal Religiusitas
terhadap Tasamuh (AC) pada sampel
penelitian ini bernilai negatif -0,354,
sedangkan pengaruh kausal Pengetahuan
terhadap Tasamuh bernilai positif 0,164.
Intepretasi atas nilai path coeficient atau
biasa juga disebut sebagai nilai beta
weights pada jalur AC di atas yakni sebesar
-0,354. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
Religiusitas (X1) pada sampel penelitian ini
relatif tidak memberi pengaruh dalam
membentuk sikap tasamuh (Y).
Sebaliknya nilai path coeficient atau
beta weights BC yang sebesar 0,164,
menempatkan faktor pengetahuan akan
praktek tasamuh nabi Muhammad (X2)
yang ada pada sampel penelitian ini dapat
memberi pengaruh terhadap sikap tasamuh
(Y). Setelah diperoleh nilai beta weights
sebagaimana yang telah diuraikan di tas,
langkah selanjutnya adalah memasukkan
hasil nilai perhitungan tersebut ke dalam
skema hubungan mediator aditif, melalui
persamaan Squared Multiple Correlation
berikut:
Persamaan Squared Multiple Correlation:
R2C.AB = β1rAC + β2rBC R2C.AB = -0,354 X -0,374 + 0,164 X 0,207 = 0,167
Simbolisasi Hubungan Mediator Aditif: X1 + X2 à Y Atau 0,133 + 0,034 à 0,167
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
258
Dari hasil persamaan Squared Multiple
Correlation di atas, maka dapat dketahui di
sini bahwa penjumlahan nilai path
Pengetahuan sebesar 0,034 sebagai variabel
mediator aditif dan bernilai positif kepada
nilai variabel Religiusitas (0,133),
menghasilkan kenaikan total senilai 0,167
dari sebelumnya 0,133. Hal ini dapat
dimaknai bahwa variabel pengetahuan akan
praktek tasamuh nabi Muhammad (X2)
mampu berperan memberi pengaruh positif
dan memperbaiki prediksi atas hubungan
negatif yang terjadi antara Religiusitas
dengan sikap Tasamuh menjadi hubungan
yang positif pada sampel populasi dari
penelitian ini.
Hasil uji statistik yang telah
dilakukan di atas, di saat yang bersamaan
juga digunakan untuk menjawab uji
hipotesa yang diajukan pada penelitian ini,
sebagaimana tertera pada tabel hipotesa di
bawah ini.
Tabel. 22. Hasil Uji Hipotesa
No Hipotesa Hasil Uji Statistik
1
Penggabungan pengetahuan akan praktek tasamuh nabi Muhammad dengan religiusitas akan memperkuat kebertasamuhan. Oleh karena itu, semakin tinggi pengetahuan seseorang akan praktek tasamuh nabi Muhammad, maka hal tersebut semakin memperkuat hubungan positif antara religiusitas dengan kebertasamuhan
Diterima
PEMBAHASAN
Sebagaimana yang telah dijabarkan
pada hasil analisis uji hubungan semua
dimensi pada variable bebas di atas,
diketahui bahwa pada sampel populasi ini
tidak terdapat keterkaitan antara dimensi-
dimensi variable religiusitas terhadap
tasamuh, seperti pada dimensi; pilar Islam
yang memiliki hubungan korelasi Pearson
negatif sebesar -0,475, etika Islam dengan
nilai korelasi Pearson negatif sebesar -
0,347, metode solusi permasalahan hidup
dengan nilai korelasi Pearson negatif
sebesar -0,255, hingga eksklusivisme Islam
dengan nilai korelasi Pearson negatif
sebesar -0,238. Satu-satunya dimensi yang
berkaitan secara positif, hanyalah dimensi
perjuangan iman yang memiliki nilai
korelasi Pearson sebesar 0,56 terhadap
tasamuh.
Akan halnya dengan keterkaitan
antara dimensi-dimensi yang terdapat
dalam variabel pengetahuan akan praktek
tasamuh nabi Muhammad terhadap sikap
tasamuh, diketahui bahwa terjadi sejumlah
hubungan positif pada empat dimensi yang
ada pada variabel pengetahuan akan
praktek tasamuh nabi Muhammad, yaitu;
dimensi pengetahuan akan kebaikan hati
nabi yang ditandai dengan nilai korelasi
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
259
Pearson sebesar 0,217, kemudian dimensi
pengetahuan akan pemudahan yang
diberikan oleh nabi dengan nilai korelasi
Pearson sebesar 0,208, dimensi
pengetahuan akan perlindungan yang
diberikan nabi dengan nilai sebesar korelasi
Pearson sebesar 0,125, serta dimensi
pengetahuan akan pemahaman nabi yang
nyaris tidak mempunyai hubungan terhadap
sikap tasamuh yang ditandai dengan nilai
korelasi Pearson sebesar 0,064.
Satu-satunya dimensi yang bernilai
negatif pada variabel pengetahuan akan
praktek tasamuh nabi Muhammad ini
adalah dimensi pengetahuan akan
penghargaan yang diberikan nabi yang
ditandai dengan nilai korelasi Pearson
sebesar -0,041.
Hasil temuan di atas
menggambarkan bahwa dalam sampel
populasi penelitian ini, sejumlah dimensi
pembentuk variabel sikap religiusitas tidak
memiliki kaitan atau hubungan dengan
terbentuknya sikap tasamuh dari seseorang.
Hal sebaliknya justru terjadi pada sejumlah
besar dimensi yang ada pada variabel
pengetahuan akan praktek tasamuh nabi
Muhammad, dimana terjadi keterkaitan
atau hubungan dengan terbentuknya sikap
tasamuh pada studi di sini.
Hubungan Religiusitas Dengan
Tasamuh
Sejalan dengan temuan di atas, hasil
analisis statistik atas hubungan variabel
religiusitas dengan variabel tasamuh yang
dilakukan pada sampel studi ini
mengungkapkan hal yang sama akan
adanya hubungan negatif pada keduanya,
yang mana ditunjukkan dengan nilai
koefisien korelasi sebesar -0,374. Hal ini
dapat diartikan bahwa sikap religiusitas
pada sampel studi ini tidak memiliki
hubungan atau keterkaitan dalam
menjelaskan sikap tasamuh yang ada atau,
sebagaimana yang telah diutarakan pada
halaman 69, hanya mampu menjelaskan
sebesar 14% dari sikap tasamuh yang
dimunculkannya. Masih terdapat 86%
faktor-faktor lain yang menjadi penentu
dalam sikap tasamuh pada sampel studi ini.
Temuan ini sekaligus juga menjawab
pertanyaan penelitan pertama tentang ada
tidaknya hubungan antara religiusitas dan
tasamuh yang dilihat secara hubungan antar
variable.
Selain itu, fakta adanya hubungan
negatif antara religiusitas dengan
tasamuh/toleransi yang terjadi pada sampel
studi ini, memiliki kesamaan dengan
temuan-temuan pada penelitian sejenis
yang terjadi di tempat dan sampel lain,
seperti Arya Gaduh (2012) di Indonesia,
Teun Vermeer (2012) di 42 negara Eropa,
serta Ani Sarkissian (2011) yang merujuk
pada pengalaman di dunia Kristen Barat.
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
260
Adanya kesamaan fenomena yang
terjadi pada penelitian ini dan yang ada
pada wilayah lain terkait hubungan negatif
antara religiusitas dengan
tasamuh/toleransi ini, tentunya tak serta
merta dapat digeneralisir menjadi suatu
kebenaran umum yang menyatakan bahwa
tingkat religiusitas yang tinggi tidak diikuti
dengan tingkat tasamuh yang tinggi pula.
Karena, sebagaimana yang dapat dilihat
dari karakter temuan di atas, variabel
religiusitas pada penelitian ini hanya dapat
menjelaskan 14% dari sikap tasamuh dan
hanyalah salah satu faktor yang
teridentifikasi dari banyaknya faktor-faktor
lain yang mampu menjelaskan sikap
tasamuh yang ada.
Hubungan Pengetahuan Dengan
Tasamuh
Hasil penelitian pada sampel studi
ini mengungkapkan adanya hubungan
positif antara keberpengetahuan akan
praktek tasamuh nabi Muhammad yang
dimiliki seseorang dengan munculnya sikap
tasamuh, dimana hal ini ditandai dengan
nilai koefisien korelasi sebesar 0,207. Hal
tersebut mempertegas tentang peran
penting pengetahuan terhadap terbentuknya
suatu sikap dan perilaku (Notoatmodjo,
1993). Meskipun begitu, hasil nilai korelasi
sebesar 0,207 tersebut juga
mengindikasikan bahwa peran pengetahuan
seseorang akan praktek tasamuh nabi
Muhammad hanya menjelaskan 4,3%
terhadap munculnya sikap tasamuh, yang
berarti masih ada variabel-variabel lain
sebesar 95,7% yang menentukan sikap
tasamuh para responden pada penelitian ini.
Dalam pada ini, bila melihat pada
penelitian serupa yang berhasil
dieksperimenkan oleh Ismail H.
Demircioglu (2008) di Turki, dimana
Ismail mengadakan suatu penelitan
eksperimental terhadap sejumlah anak
didik melalui pemberian pengetahuan akan
praktek toleransi masyarakat Islam pada
zaman kekhalifan Ottoman, studinya
menunjukkan bahwa pengetahuan tentang
toleransi dapat meningkatkan sikap toleran
atas anak didiknya. Oleh karena itu, temuan
dan fakta di depan sekaligus juga menjawab
pertanyaan penelitian tentang apakah
terdapat kaitan pada kedua variable
tersebut, yang mana dapat diketahui
bersama bahwa kaitan tersebut bernilai
positif, dimana pengetahuan akan praktek
tasamuh nabi Muhammad dapat
memprediksi lahirnya sikap tasamuh
seseorang.
Hubungan Religiusitas Dengan
Pengetahuan Akan Praktek Tasamuh
Nabi
Akan halnya hubungan religiusitas
dengan pengetahuan akan praktek tasamuh
nabi Muhammad, studi ini mengungkapkan
adanya hubungan negatif pada kedua
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
261
variable bebas tersebut yang ditandai oleh
nilai korelasi negatif sebesar -0,120. Hasil
uji statistik ini menunjukkan bahwa tingkat
religiusitas pada sampel penelitian studi ini
tidak memiliki kaitan dengan pengetahuan
akan praktek tasamuh nabi Muhammad
yang ada padanya. Dan seperti dijelaskan
pada uraian analisis hubungan keduanya
pada halaman di atas, kedua variabel hanya
dapat menjelaskan sebesar 1% varian dari
masing-masing variabel, yang artinya
masih ada variabel-variabel lain sebesar
99% yang dapat menentukan
keterhubungan dari kedua variabel tersebut.
Dalam analisis Raiya (2008) akan
kedudukan tasamuh sebagai salah satu
keutamaan dalam ajaran Islam, sayangnya
pengetahuan tentang hal ini jarang disentuh
dalam banyak pengajaran agama di dunia
muslim. Oleh karenanya, dalam alat ukur
yang dimodifikasi oleh Raiya tersebut, ia
menyertakan pula dimensi toleransi sebagai
bahan untuk penelitian lanjutan terkait
dengan religiusitas Islam. Hal ini juga yang
pada akhirnya menjadi keputusan penulis
untuk memilih model pengukuran
religiusitas secara psikologis yang
dikembang oleh Raiya itu karena
dipandang lebih komprehensif dalam
menggambarkan religiusitas Islam
dibandingkan pengukuran religiusitas yang
ada pada Allport dan Ross (1967) serta
Glock and Stark (1966) yang sangat
bernuansa dunia non-muslim, meski
terdapat sejumlah kesamaan.
Peran Pengetahuan Terhadap
Hubungan pada Religiusitas dan Sikap
Tasamuh
Sebagaimana yang telah diuraikan
pada bagian analisis jalur hubungan
mediator aditif di atas dan hasil dari uji
statistik terhadapnya, penjumlahan path
coefficient antara religiusitas dan
pengetahuan akan praktek tasamuh nabi
Muhammad yang yang menghasilkan nilai
0,167, dipahami dapat merubah hubungan
negatif yang terdapat pada variabel
religiusitas dan sikap tasamuh. Hal ini
berarti pula bahwa peran pengetahuan akan
praktek tasamuh nabi Muhammad pada
sampel populasi studi ini mampu
memperbaiki hubungan negatif tersebut
menjadi hubungan positif.
Temuan ini tentunya
mengkonfirmasi jejak penelitian
sebelumnya yang telah diungkapkan oleh
Ismail H. Demircioglu (2008) di Turki,
tentang peran pengetahuan toleransi dalam
memperkuat sikap tasamuh seseorang.
Hasil analisis peran pengetahuan akan
praktek tasamuh nabi Muhammad pada
studi ini pada akhirnya juga menyatakan
diterimanya hipotesis dalam penelitian ini,
yang berbunyi; “penggabungan
pengetahuan akan praktek tasamuh nabi
Muhammad pada religiusitas akan
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
262
membentuk hubungan positif terhadap
sikap tasamuh seseorang. Oleh karena itu,
semakin tinggi level pengetahuan
seseorang akan praktek tasamuh nabi
Muhammad, maka hal tersebut semakin
memperkuat hubungan positif antara
religiusitas dengan sikap tasamuh yang
dimilikinya”.
Dalam kaitannya dengan situasi
nyata yang ada di masyarakat, temuan
Ismail dan juga hasil dari studi ini dapat
menjadi masukan praktis bagi kehidupan
kaum muslimin terkait bagaimana
melakukan pembentukan perilaku
(behaviour shaping) tasamuh dengan cara
mempelajari segala praktek tasamuh yang
pernah dilakukan oleh nabi Muhammad
sebagai model ideal yang memang menjadi
tujuan bagi setiap kaum muslimin.
Karakteristik Responden Terhadap
Temuan Lapangan
Diketahui bahwa rentang usia
responden yang ada pada populasi
penelitian ini adalah; 25 – 40 tahun.
Mengacu pada teori Tahapan Kepercayaan
(stages of faith) dari Fowler (1981), rentang
usia tersebut masuk dalam karakteristik
Individuatif-Reflektif dimana mereka
tengah memasuki tahapan percobaan dan
pergolakan iman yang ditandai dengan
usaha untuk mempertanyakan kembali
segala asumsi-asumsi yang selama ini telah
dibangun atau merekonstruksi kepercayaan
baru/berbeda (Hasan, 2006, Thompson,
1999). Namun, bila melihat hasil data
lapangan terkait dimensi perjuangan iman
dalam variabel religiusitas di bawah ini,
maka dapat diketahui di sini bahwa nilai
rata-rata (mean) dimensi Perjuangan Iman
dari 52 responden adalah 23.40 - dimana
diketahui pula bahwa nilai maksimum
dimensi ini sebesar 24.
Tabel 23. Gambaran Dimensi
Perjuangan Iman Populasi
KESIMPULAN
Berdasarkan beberapa temuan
lapangan di atas, nyaris seluruh responden
memberikan nilai penuh terhadap
ketiadaaan keraguan iman yang menjadi
obyek dari dimensi ini. Karena itu, dapat
dikatakan bahwa pada sampel populasi ini
tidak diketemukan adanya gejala yang
digambarkan dan diprediksi pada teori
tersebut, yang menyebutkan bahwa pada
rentang umur tersebut akan terjadi
pengalaman untuk mempertanyakan
kembali asumsi-asumsi kepercayaan yang
selama ini dianut. Selain itu, temuan ini
sekaligus juga dapat menjadi tambahan
fakta bahwa gejala-gejala psikologi tidak
sepenuhnya dapat digeneralisir pada setiap
konteks dan keadaan pada semua
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
263
masyarakat dimanapun di dunia ini
sebagaimana yang diajukan dalam arus
pemikiran indigeous psychology (Kim,
1990).
Akan halnya dengan tingkat
pendidikan pada sampel populasi studi ini
yang mengungkapkan bahwa lebih dari
separuh (56%) sampel merupakan lulusan
sarjana, dan sepertiganya (38%) lulusan
diploma, maka bila dikaitkan dengan
hubungan yang terjadi antara religiusitas
dan sikap tasamuh yang bernilai negatif,
maka hal tersebut perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut, utamanya bila ia
dikaitkan dengan situasi perkembangan
religiusitas mereka pada rentang usia yang
ada.
Sebaliknya, bila menyangkut profil
jenis kelamin responden pada sampel
populasi penelitian ini, dimana terdapat
lebih banyak yang berjenis kelamin laki-
laki sebanyak 33 responden atau sebesar
64% serta terjadinya hubungan negatif
antara religiusitas dengan sikap tasamuh,
maka studi-studi lanjutan perlu lebih
mengungkapkan keterhubungan dari sisi
jenis kelamin ini. Hal ini sebagaimana yang
dilakukan pada penelitian serupa oleh
Bondarenko (2008) yang meneliti tingkat
toleransi antara pemeluk muslim dan
nasrani di Tanzania – Afrika dari sisi
gender, mengungkapkan hasil yang
berbeda dimana 187 dari 831 responden
yang tergolong tidak toleran, golongan
wanita (99 orang atau 23,5%) melebihi
jumlah golongan prianya (88 orang atau
21,7%). Oleh karena itu, adanya perbedaan
temuan hubungan religiusitas dan toleransi
yang didasarkan pada jenis kelamin, tidak
sepenuhnya bisa menggambarkan
keterhubungan tersebut sejauh ini.
DAFTAR PUSTAKA Allport, G. (1954). The nature of prejudice.
Reading, MA: Addison-Wesley Bondarenko, D. (2008). Interriligious
tolerance in contemporary Tanzania: The gender aspect of Christian-Muslim mutual attitudes. Moscow: Institute for African Studies.
Boujnourdi, M. (2005) “Islam and Tolerance in Voices Within Islam; Four Perspectives on Tolerance and Diversity” New York: Current History 104, No. 678 (January 2005).
Castillo, J. J. (2009). Convenience Sampling. Retrieved Jul 10, 2013 from Explorable.com: http://explorable.com/convenience-sampling.
Clingingsmith, K K, (2008). Estimating The Impact of the Hajj: Religion and Tolerance in Islam’s Global Gathering. Harvard Kennedy School.
Demircioglu, I. H. (2008). Using Historical Stories to Teach Tolerance: The Experiences of Turkish Eighth-Grade Students. The Social Studies.
Ferrara, C, (2012). Religious Tolerance and Understanding in the French Education System. London: Routledge.
Fernandez, C, (2008). Toleration in the 21st Century. CFE Working Papers Series No. 34.
Gaduh, Arya (2012). Uniter or Divider? Religion and Social Cooperation. University of Southern California.
MEIS ________________________Jurnal Middle East and Islamic Studies, Volume 4 No. 2 Juli – Desember 2017
264
Ghazali, A. (2009). Argumen Pluralisme Agama. Jakarta: KataKita.
Hanafi, M M. (2013). Moderasi Islam. Jakarta: Ikatan Alumni Al-Azhar dan Pusat Studi Al-Qur’an.
McGarth, R, E. (2011). Quantitive Models in Psychology. American Psychological Association; 1 edition.
Notoatmodjo, S. (1993). Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nurgiyantoro, B. (2002). Statistik Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Qaradawi, Y. (1977). Ghair al-Muslimin fil Mujtama` al-Islami (Non-Muslims in Muslim Society). Cairo, Egypt: Dar Wahbah P. 45.
Raiya, H, A, (2008). A Psychological Measure of Islamic Religiousness. Bowling Green State University.
Saada-gendron (1999) La tolerance. Paris; Corpus.
Sarkissian, A, (2011). The Determinants of Tolerance in Arab Societies. Seattle: American Political Science Association.
Setara Institute. (2013). Laporan Tahunan 2012. www.setara-institute.org.
Vermeer, T. (2012). The Influence of Religion on Social Tolerance in East-West Europe: Multi-level analysis. Tilburg University.
Winseman, A. L. (2003). Religious Tolerance: The Faith Factor. Religion and Social trends.
Wuensch, K.L. (2012). An introduction to path analysis.
Wullf, D. M. (1997). Psychology of religion: Classic and contemporary (2nd ed.). New York: Wiley.