+ All Categories
Home > Documents > FORMULASI DAN KARAKTERISASI NASI DALAM KEMASAN … · rated Storage Study (ASS) ... I can be the...

FORMULASI DAN KARAKTERISASI NASI DALAM KEMASAN … · rated Storage Study (ASS) ... I can be the...

Date post: 25-Mar-2019
Category:
Upload: nguyenanh
View: 212 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
121
FORMULASI DAN KARAKTERISASI NASI DALAM KEMASAN KALENG SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN DARURAT SKRIPSI LEO WIBISONO ARIFIN F24070001 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Transcript

FORMULASI DAN KARAKTERISASI NASI DALAM

KEMASAN KALENG SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN

DARURAT

SKRIPSI

LEO WIBISONO ARIFIN

F24070001

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

i

THE FORMULATION AND CHARACTERIZATION OF CANNED RICE AS

ALTERNATIVE EMERGENCY FOOD

Leo Wibisono Arifin, Sedarnawati Yasni and Elvira Syamsir

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and

Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus,

PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone: +62 81736 8500, e-mail: [email protected]

ABSTRACT

An ideal emergency food must be able to fulfill the basic energy requirement of human

which is equal to 2100 kcal per day, convenient and easy to distribute. This research aimed at

contributing to the creation of healthy, nutritious and safe emegency food in the form of canned

rice. Rice was chosen as the major staple food in Indonesia. Besides, to enrich the nutrition

content of the product, eggwhite powder and margarine were added as the source of protein and

fat. In the first step, the 4 formula were developed based the results of proximate analysis on raw

materials content. All of the 4 formula were hypothesized to be able to fulfill the standard of

energy distribution of protein (10-15%), fat (35-45%) and carbohydrate (40-50%). The 4 formula

were canned and sterilized at 121.1oC for 40 minutes while the Fo value of this product was

determined 15 minutes based on heat penetration test results. The best formula was selected based

on several criteria which were sensorical properties, physical properties (color and texture) and

also final proximate analysis results. The selected formula was Formula IV which contained 30%

of carbohydrate, 6% of protein and 10% of fat and received the highest hedonic rating from 70

untrained panelists. The total energy contribution from the selected formula was 600 kcal and it is

recommended to consume this product at least 3-4 times per day to fulfill the daily energy

requirement. The last phase of this research was shelf life determination of seleted formula by

using Accelerated Storage Study (ASS) for 6 weeks with sensorical properties (color, aroma, taste

and texture) using 6 trained panelists and physical properties (color and hardness) observed.

Based on the shelf determination using texture as the critical parameter when stored at 30oC, the

shelf life of this product was projected up to 516 days and the followed the first order reaction

kinetics.

Key words: emergency food, canned rice, nutrition content.

ii

Pangan darurat yang ideal adalah yang dapat memenuhi kebutuhan energi manusia sehari-hari

yaitu sebesar 2100 kkal dan juga memiliki karakter yang mudah dikonsumsi serta didistribusikan.

Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan pangan darurat yang bernutrisi tinggi, aman, mudah

dikonsumsi serta memiliki citarasa yang disukai. Nasi dipilih sebagai bahan utama karena

masyarakat Indonesia memiliki budaya yang sangat kuat dalam mengonsumsi nasi sebagai

makanan pokok. Penambahan putih telur dalam bentuk tepung dan margarin ditujukan untuk

memperkaya kandungan gizi produk terutama sebagai sumber protein dan lemak. Pada tahap satu,

dikembangkan empat jenis formula berdasarkan perhitungan kandungan bahan baku hasil analisis

proksimat. Keempat formula yang telah disusun dihipotesiskan mampu untuk memenuhi standar

pangan darurat dari segi sebaran energi yang berasal dari protein (10-15%), lemak (35-45%) dan

karbohidrat (40-50%). Kemudian produk dikemas dalam kaleng dan dilakukan sterilisasi pada

suhu 121.1oC selama 40 menit dengan nilai Fo sebesar 15 menit yang diperoleh dari hasil uji

penetrasi panas produk. Pemilihan formula terbaik dilakukan berdasarkan beberapa kriteria

diantaranya sensori, fisik (warna dan tekstur) serta hasil analisis proksimat produk akhir.

Berdasarkan kriteria tersebut, formula terpilih adalah Formula IV yang mengandung karbohidrat

30%, protein 6% dan lemak 10%. Selain itu Formula IV juga memiliki rating kesukaan (hedonik)

tertinggi yang dinilai oleh 70 orang panelis tidak terlatih. Total kontribusi energi yang dihasilkan

oleh formulasi terpilih mencapai 600 kkal per saji. Untuk dapat memenuhi kebutuhan energi

harian manusia, direkomendasikan agar mengonsumsi produk ini 3-4 kali per hari. Tahap terakhir

dari penelitian ini adalah penentuan umur simpan produk dengan metode penyimpanan akselerasi

selama 6 minggu. Parameter yang diamati selama 6 minggu penyimpanan adalah parameter warna,

aroma, rasa dan tekstur dengan menggunakan 6 orang panelis terlatih dan pengukuran warna

dengan chromamater serta kekerasan dengan TPA. Berdasarkan hasil pengamatan parameter

tesktur sebagai parameter kritis, umur simpan dari produk nasi dalam kemasan kaleng pada suhu

ruang (30oC) adalah 516 hari dengan laju penurunan mutu mengikuti reaksi orde satu.

iii

Leo Wibisono Arifin. F24070001. Formulasi dan Karakterisasi Nasi dalam Kemasan

Kaleng sebagai Alternatif Pangan Darurat. Di bawah bimbingan Sedarnawati Yasni dan Elvira

Syamsir. 2013

RINGKASAN

Pengembangan pangan darurat yang bergizi tinggi dan aman harus dijadikan suatu prioritas

untuk mencegah terjadinya bencana kemanusian lebih lanjut di kalangan pengungsi akibat bencana

alam. Penelitian ini berfokus pada pengembangan pangan darurat berbentuk nasi dalam kemasan

kaleng yang memiliki kandungan gizi tinggi. Nasi dipilih sebagai bahan baku utama karena

merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia dan untuk meningkatkan kandungan nutrisi dari

produk, ditambahkan tepung putih telur, margarin dan serat inulin ke dalam formulasi. Untuk

menjamin keamanan produk, kemudahan dalam distribusi dan transportasi, serta dapat tersedia

setiap saat dengan umur simpan relatif panjang, maka dilakukan proses sterilisasi terhadap masing-

masing formula uji dalam kemasan kaleng.

Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahapan. Pada tahap satu, penelitian difokuskan

terhadap penentuan formula terbaik serta parameter proses termalnya. Formulasi awal ditentukan

berdasarkan hasil analisis proksimat terhadap ketiga bahan baku utama, yaitu; beras, tepung putih

telur dan mentega. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam penyusunan formulasi adalah

sebaran energi dari setiap komponen makro yang harus memenuhi persyaratan pangan darurat

yaitu 10-15% energi berasal dari protein, 35-45% energi berasal dari lemak dan 40-50% energi

berasal dari karbohidrat. Selain itu, formula juga harus dapat berkontribusi terhadap pemenuhan

kebutuhan kalori harian manusia, yaitu sebesar 2100 kkal. Tahap penyusunan formula

menghasilkan empat formula utama. Setiap formula memiliki komposisi bahan baku penyusun

yang berbeda dan sebaran energi dari masing-masing komponen makromolekul yang juga berbeda.

Selanjutnya, dilakukan uji distribusi dan penetrasi panas untuk mengetahui profil

penyebaran panas pada retort serta menentukan nilai kecukupan panas (Fo) untuk keempat

formula. Nilai Fo dihitung menggunakan metode general (trapesium) dan hasil perhitungan

dikonfirmasi dengan metode formula (Ball). Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode

trapesium, nilai Fo untuk keempat formula relatif tidak berbeda sehingga waktu 15 menit

ditentukan sebagai nilai Fo proses dan waktu proses ditetapkan selama 40 menit. Pemilihan

formula terbaik dilakukan dengan menganalisis hasil uji rating hedonik yang meliputi parameter

warna, rasa, aroma, tekstur dan overall. Sebagai pendukung, dilakukan pengamatan parameter

fisik meliputi warna dan tekstur. Formula IV yang mengandung protein 6%, lemak 10% dan

karbohidrat 30% dipilih sebagai formulasi terbaik berdasarkan hasil uji rating hedonik dengan

menggunakan 70 orang panelis tidak terlatih.

Tahap penelitian selanjutnya meliputi pendugaan umur simpan terhadap formula terpilih

dengan menggunakan metode akselerasi (ASS) pada 3 suhu penyimpanan, yaitu; 37oC, 45

oC dan

55oC selama 6 minggu. Parameter yang diamati selama penyimpanan meliputi parameter warna,

aroma, rasa dan tekstur dengan 6 orang panelis terlatih, serta parameter fisik warna dengan alat

chromameter dan kekerasan dengan alat Texture Profile Analyzer (TPA). Pengamatan untuk

seluruh parameter dilakukan setiap 7 hari sekali selama 6 minggu. Kurva hubungan antara nilai

1/T dan Ln K menunjukkan bahwa berdasarkan parameter tekstur sebagai parameter kritis, umur

simpan produk pada suhu penyimpanan 30oC dapat mencapai 516 hari.

iv

FORMULASI DAN KARAKTERISASI NASI DALAM

KEMASAN KALENG SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN

DARURAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

LEO WIBISONO ARIFIN

F24070001

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

v

Judul Skripsi : Formulasi dan Karakterisasi Nasi Dalam Kemasan Kaleng sebagai

Alternatif Pangan Darurat.

Nama : Leo Wibisono Arifin

NIM : F24070001

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.)

NIP 19680526 199303.1.004

Tanggal Ujian Akhir Sarjana: 03 Januari 2013

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I

(Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr.)

NIP. 19581024 198303 2 001

Menyetujui:

Dosen Pembimbing II

(Dr. Elvira Syamsir, S.TP, M.Si.)

NIP. 19690809 199512 2 001

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Formulasi dan

Karakterisasi Nasi dalam Kemasan Kaleng sebagai Alternatif Pangan Darurat adalah hasil

karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademis dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2013

Yang membuat pernyataan,

Leo Wibisono Arifin

F24070001

iv

© Hak cipta milik Leo Wibisono Arifin, tahun 2013

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor,

sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

v

BIODATA PENULIS

“ Sometimes, encountering rejections, negative talks or even outcasted is the cost that I have to

pay when I decided to be different. But I am pretty sure, there must be a part of the world that will

value my state of mind! So, throw me everywhere and I will survive – Leo Wibisono 2012”

“Who am I? I am the dream of NYC, the ambition of Dubai, the mystery of Machu Piccu, the

resilience of Tokyo and the hardwork of Sillicon Valey. Sometimes, I can be the cold of Moscow,

the wild of Nairobi and the enigma of Pyong Yang – Leo Wibisono 2011”

“The best revenge is to live far better than those who have talked negative about you or hurt you.

No need to confront and no need to argue, Life goes on! – Leo Wibisono 2010”

Penulis lahir di Mataram 25 April 1991 dari pasangan Cindrawati dan Arifin

Tanuwidjaja. Pada tahun 2007 diterima menjadi mahasiswa di jurusan Ilmu dan Teknologi

Pangan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan S-1, penulis sempat merasakan

pengalaman belajar di Universiti Putra Malaysia (tahun 2010) dan Tokyo University of Agriculture

(tahun 2011). Selain itu penulis juga pernah menjadi peneliti tamu di Department of Chinese

Biomedicine, the National University of Singapore (2010). Di tahun 2011, penulis mendapat

anugerah Mahasiswa Berprestasi Utama Nasional oleh Kementerian Pendidikan Nasional, selain

itu beberapa peghargaan nasional dan global lainnya yang pernah diraih diantaranya pembicara

terbaik se-Asia untuk kategori EFL dalam the 2011 Asian Bristish Parliamentary di Dhaka-

Bangladesh dan the 2011 United Asian Debate di Makau-Cina, selain itu penulis juga aktif

mengikuti konferensi ilmiah baik tingkat nasional maupun internasional. Sampai saat ini, penulis

telah aktif menjadi pembicara dan peserta di lebih dari 10 konferensi ilmiah internasional yang

diadakan di luar negeri dan puluhan konferensi nasional.

Prestasi paling membahagiakan dan berkesan selama menjalani pendidikan S-1 bagi

penulis bukanlah prestasi yang banyak (I really mean it), melainkan keberanian untuk memiliki

(dan mempertahankan) pemikiran yang berbeda dari mainstream serta keberhasilan membiayai

hidup dan pendidikan selama di Bogor dengan usaha sendiri. Penulis menaruh minat yang sangat

besar pada isu internasional dan traveling. Sampai saat ini sudah 24 negara dikunjungi oleh

penulis termasuk Asia Tenggara, Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tengah, Timur Tengah, Eropa

Barat, Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru, namun penulis tetap merasa bahwa tempat

terbaik buat dirinya adalah berada di kampung halamannya yaitu pulau kecil bernama Lombok.

Hal yang paling membuat penulis bahagia adalah ketika dapat bertahan membaca diktat kuliah

lebih dari 1 jam (suatu hal yang sangat jarang berhasil dilakukan). Sebaliknya, hal yang paling

baik dilakukan oleh penulis adalah berpura-pura mengerti soal sepak bola dan bersikap optimis

dalam keadaan seburuk apapun.

Cita-cita penulis adalah bekerja untuk kepentingan bangsa di badan PBB seperti FAO,

menjadi seorang nasionalis yang internasionalis dan menjadi seorang agamis yang humanis.

Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Formulasi dan Karakterisasi

Nasi dalam Kemasan Kaleng sebagai Alternatif Pangan Darurat” selama kurang lebih 5 bulan di

bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr dan Dr. Elvira Syamsir, S.TP, M.Si.

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya berkat kasih

dan kemurahan hati-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Formulasi

dan Karakterisasi Nasi dalam Kemasan Kaleng sebagai Alternatif Pangan Darurat” ini merupakan

hasil penelitian yang dilakukan mulai bulan Juni 2012 sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan

kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan sepenuh hati selama proses perkuliahan,

penelitian, dan penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Orang tua tercinta, Papa Arifin Tanuwidjaja dan Ibu Cindrawati, you give me all the good

love that I can never payback!

2. Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr. dan Dr. Elvira Syamsir, S.TP, M.Si selaku

pembimbing akademik atas arahan, perhatian, semangat dan saran yang telah diberikan.

3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc sebagai dosen penguji atas kesediannya menguji dan saran yang

diberikan.

4. Vita Ayu Puspita atas segala cinta, pengorbanan dan kesabaran yang telah diberikan selama

ini.

5. Teman satu bimbingan Sarinah Monica dan Taufiq, terima kasih atas dukungan dan semangat

yang diberikan.

6. Teman-teman ITP 44, 45, 46 dan 47 atas waktu dan kebersamaan yang akan penulis kenang.

7. Para guru dan dosen yang telah memberikan ilmunya dari TK sampai perguruan tinggi.

8. Seluruh analis dan teknisi laboratorium di Seafast Center dan Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan atas bantuan yang telah diberikan, terutama Pak Gatot, Mbak Fera, Bu Sri,

Bu Rubiah, Mbak Siti, Mbak Ari dan Mas Yerris.

9. Seluruh pegawai Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas bantuan yang telah diberikan,

terutama Bu Novi, Mbak Anie, dan Mbak Darsih.

Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak orang dan terutama terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi pangan yang akan datang.

Bogor, Maret 2013

Leo Wibisono Arifin

vii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................... xi

I. PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

1.1. LATAR BELAKANG ...................................................................................................... 1

1.2. TUJUAN ........................................................................................................................... 2

1.3. MANFAAT PENELITIAN……...…………………….……………..............………….2

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 3

2.1. PANGAN DARURAT ..................................................................................................... 3

2.2. BERAS DAN NASI ......................................................................................................... 4

2.3. KARAKTERISTIK SENSORI NASI UNTUK PENGALENGAN ................................. 5

2.4. TEPUNG PUTIH TELUR DAN SIFAT FUNGSIONALNYA ....................................... 6

2.5. MARGARIN .................................................................................................................... 7

2.6. PENGALENGAN DAN STERILISASI KOMERSIAL .................................................. 8

2.6.1. Metode Umum ...................................................................................................... 10

2.6.2. Metode Formula ................................................................................................... 11

III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................................. 13

3.1. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ...................................................................... 13

3.2. BAHAN DAN ALAT .................................................................................................... 13

3.3. METODE PENELITIAN ............................................................................................... 13

3.3.1. Tahap Penentuan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng ..................................... 15

3.3.2. Penentuan Karakteristik Proses Termal dari Pengalengan ................................... 15

3.3.3. Analisis Nasi dalam Kemasan Kaleng.................................................................. 19

3.3.4. Pendugaan Umur Simpan Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng ......................... 19

3.4. METODE ANALISIS .................................................................................................... 19

1. Penetapan Kadar Air Metode Oven .......................................................................... 20

2. Penetapan Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldahl ................................................... 20

3. Analisis Kadar Gula Total Metode Anthrone .......................................................... 20

4. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet .................................................................... 21

5. Analisis Kadar Abu Metode Tanur ........................................................................... 21

6. Analisis Kadar Karbohidrat ...................................................................................... 21

7. Analisis Tekstur dengan Texture Profile Analyzer ................................................... 21

8. Analisis Warna dengan Chromameter ...................................................................... 23

9. Analisis Sensori dengan Metode Rating Hedonik .................................................... 23

10. Pendugaan Umur Simpan dengan Metode ASLT .................................................... 23

11. Rancangan Percobaan............................................................................................... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................................. 25

4.1. TAHAP FORMULASI NASI DALAM KEMASAN KALENG ................................... 25

4.1.1. Analisis Proksimat Bahan Baku ........................................................................ 25

4.1.2. Penyusunan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng .......................................... 26

4.1.3. Pengolahan Nasi dalam Kemasan Kaleng Pra-sterilisasi .................................. 27

viii

4.2. PROSES PENGALENGAN FORMULA NASI DALAM KEMASAN KALENG ...... 28

4.2.1. Penentuan Waktu Venting dan Come Up Time melalui Uji Distribusi Panas .... 28

4.2.2. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng ..................... 29

4.2.3. Perhitungan Nilai Fo dengan Metode General .................................................. 31

4.2.4. Perhitungan Nilai Fo dengan Metode Formula ................................................. 32

4.2.5. Proses Pengalengan Nasi dalam Kemasan Kaleng pada Satu Waktu Proses .... 35

4.3. TAHAP ANALISIS PRODUK ...................................................................................... 36

4.3.1. Analisis Proksimat Produk ................................................................................ 36

4.3.2. Analisis Fisik Produk ........................................................................................ 38

4.3.3. Uji Rating Hedonik untuk Menentukan Formula Terbaik ................................. 40

4.4. PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK DAN MASA KADALUARSA ............... 42

4.4.1. Analisis Sensori ................................................................................................. 43

4.4.2. Analisis Fisik ..................................................................................................... 46

4.4.3. Penentuan Ordo Reaksi untuk Setiap Parameter ............................................... 48

4.4.4. Perhitungan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius ...................................... 50

V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................... 55

5.1. Simpulan ........................................................................................................................ 55

5.2. Saran ............................................................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 57

LAMPIRAN .................................................................................................................................... 60

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Formulasi Nasi dalam Kemasan Kaleng berdasarkan Kontribusi Gizi Makro ................ 15

Tabel 2. Spesifikasi Pengukuran dengan Texture Profile Analyzer (TPA) .................................... 22

Tabel 3. Hasil Analisis Proksimat Bahan Baku ............................................................................. 25

Tabel 4. Komposisi Bahan Baku Penyusun Nasi dalam Kemasan Kaleng ................................... 26

Tabel 5. Hasil Perhitungan Nilai Fo Metode General dan Formula ............................................. 36

Tabel 6. Hasil Analisis Proksimat Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng .................................... 37

Tabel 7. Hasil Perhitungan Kontribusi Sebaran Energi Produk Akhir ......................................... 37

Tabel 8. Perbandingan Hasil Perhitungan Kontribusi Energi dengan Hasil Analisis Aktual ....... 38

Tabel 9. Hasil Pengukuran Warna Produk dengan Chromameter ................................................ 39

Tabel 10. Hasil Pengukuran Tekstur Produk dengan TPA ............................................................. 40

Tabel 11. Respon Panelis Terhadap Sampel Nasi dalam Kemasan Kaleng ................................... 41

Tabel 12. Persamaan Reaksi Perubahan Mutu dan Perlakuan Penyimpanan pada Ordo Nol dan

Ordo Satu ..................................................................................................................... 50

Tabel 13. Nilai T, (1/T), k, dan ln k pada 3 Suhu Penyimpanan .................................................... 53

Tabel 14. Persamaan Garis Hubungan 1/T dan Nilai Ln K ............................................................ 54

Tabel 15. Nilai Konstanta Perubahan dan Umur Simpan Nasi Kaleng .......................................... 54

Tabel 24. Nilai k dan Waktu Kadaluarsa Nasi Kaleng pada Suhu 30 oC ....................................... 55

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian ................................................................................ 14

Gambar 2. Posisi Termokopel pada Retort selama Uji Distribusi Panas ....................................... 16

Gambar 3. Hubungan antara Lethal Rate dengan Waktu .............................................................. 17

Gambar 4. Kurva Pemanasan Metode Formula (Ball) .................................................................. 18

Gambar 5. Diagram Alir untuk Tahap Pengalengan ..................................................................... 19

Gambar 6. Kurva Profil Tesktur dengan TPA ............................................................................... 22

Gambar 7. Diagram Alir Pengolahan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng .............................. 27

Gambar 8. Kurva Distribusi Panas Retort ..................................................................................... 28

Gambar 9. Kurva Penetrasi Panas Formula I ................................................................................ 30

Gambar 10. Kurva Penetrasi Panas Formula II ............................................................................... 30

Gambar 11. Kurva Penetrasi Panas Formula III .............................................................................. 31

Gambar 12. Kurva Penetrasi Panas Formula IV ............................................................................. 31

Gambar 13. Kurva Semilogaritmik untuk Formula I ...................................................................... 34

Gambar 14. Kurva Semilogaritmik untuk Formula II ..................................................................... 34

Gambar 15. Kurva Semilogaritmik untuk Formula III .................................................................... 35

Gambar 16. Kurva Semilogaritmik untuk Formula IV .................................................................... 35

Gambar 17. Diagram Hasil Uji Hedonik Perlakuan Sampel dengan Pemanasan ............................ 42

Gambar 18. Diagram Hasil Uji Hedonik Perlakuan Sampel tanpa Pemanasan ............................... 42

Gambar 19. Hasil Pengamatan Parameter Warna ........................................................................... 45

Gambar 20. Hasil Pengamatan Parameter Rasa .............................................................................. 46

Gambar 21. Hasil Pengamatan Parameter Aroma ........................................................................... 46

Gambar 22. Hasil Pengamatan Parameter Tekstur .......................................................................... 47

Gambar 23. Stabilitas Nilai L selama Penyimpanan ....................................................................... 48

Gambar 24. Stabilitas Nilai a selama Penyimpanan ........................................................................ 48

Gambar 25. Stabilitas Nilai b selama Penyimpanan........................................................................ 48

Gambar 26. Nilai Parameter Kekerasan selama Penyimpanan ....................................................... 49

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1a. Perhitungan Komposisi Bahan Baku untuk Formulasi I ......................................... 60

Lampiran 1b. Perhitungan Komposisi Bahan Baku untuk Formulasi II ....................................... 60

Lampiran 1c. Perhitungan Komposisi Bahan Baku utnuk Formulasi III ...................................... 61

Lampiran 1d. Perhitungan Kompisisi Bahan Baku untuk Formulasi IV ....................................... 61

Lampiran 2. Hasil Uji Distribusi Panas Retort ............................................................................ 62

Lampiran 3a. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula I ....................................................................... 63

Lampiran 3b. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula II ...................................................................... 64

Lampiran 3c. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula III .................................................................... 67

Lampiran 3d. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula IV .................................................................... 69

Lampiran 4a. Hasil Hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formula I ................................. 71

Lampiran4b. Hasil Hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formula II ............................... 72

Lampiran 4c. Hasil hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formula III ............................... 73

Lampiran 4d. Hasil hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formula IV ............................... 74

Lampiran 5a. Hasil Analisis Proksimat dan Distribusi Energi Formula I .................................... 75

Lampiran 5b. Hasil Analisis Proksimat dan Distribusi Energi Formula II ................................... 75

Lampiran 5c. Hasil Analisis Proksimat dan Distribusi Energi Formula III .................................. 75

Lampiran 5d. Hasil Analisis Proksimat dan Distribusi Energi Formula IV .................................. 78

Lampiran 6. Kuisioner Uji Rating Hedonik ................................................................................ 75

Lampiran 7. Hasil Uji Rating Hedonik ....................................................................................... 77

Lampiran 8. Hasil Output Data Analisis SPSS terhadap Uji Rating Hedonik............................. 86

Lampiran 9. Hasil Uji Lanjut Analisis Fisik untuk Parameter Warna dan Tesktur ..................... 92

Lampiran 10. Kuisioner Analisis Sensori untuk Penentuan Umur Simpan ................................... 92

Lampiran 11a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Warna Ordo 0 ........................... 94

Lampiran 11b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Warna Ordo 1 ........................... 94

Lampiran 12a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Rasa Ordo 0 .............................. 95

Lampiran 12b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Rasa Ordo 1 .............................. 95

Lampiran 13a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Aroma Ordo 0 ........................... 96

Lampiran 13b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Aroma Ordo 1 ........................... 96

Lampiran 14a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Tekstur Ordo 0 .......................... 97

Lampiran 14b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Tekstur Ordo 1 ......................... 97

Lampiran 15a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Nilai L Ordo 0 .......................... 98

Lampiran 15b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Nilai L Ordo 1 .......................... 98

Lampiran 16a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Nilai a Ordo 0 ........................... 99

Lampiran 16b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Nilai a Ordo 1 ........................... 99

Lampiran 17a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Nilai b Ordo 0 ......................... 100

Lampiran 17b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Nilai b Ordo 1 ......................... 100

Lampiran 18a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Kekerasan Ordo 0 ................... 101

Lampiran 18b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Kekerasan Ordo 1 ................... 101

Lampiran 19a. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Sensori Ordo 0 ................. 102

Lampiran 19b. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Sensori Ordo 1 .................. 102

xii

Lampiran 20a. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Fisik Ord0 0 ...................... 103

Lampiran 20b. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Fisik Ordo 1 ..................... 103

Lampiran 21. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Parameter Sensori dan Fisik ............................... 104

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia termasuk negara dengan tingkat kerawanan bencana yang sangat tinggi. Sebagai

contoh, bencana tsunami di Aceh merupakan salah satu yang terbesar dan telah merenggut lebih

dari 200.000 korban jiwa serta sekitar empat juta orang harus mengungsi (BNPB 2010). Pengungsi

merupakan kelompok yang harus diperhatikan keselamatannya, namun seringkali kondisi di

tempat pengungsian serba terbatas, baik dari segi infrastruktur maupun fasilitas penunjang hidup

lainnya, terutama ketersediaan pangan yang berdampak timbulnya masalah kesehatan dan gizi di

kalangan pengungsi.

Konsep strategi mengatasi bahaya kelaparan pascabencana dapat dilakukan dengan

pemberian pangan darurat. Penciptaan pangan darurat atau Emergency Food Product (EFP) harus

dapat memenuhi kebutuhan energi harian manusia dalam keadaan darurat, siap saji dan memiliki

citarasa sesuai dengan selera penduduk Indonesi. Hal tersebut merupakan salah satu tantangan

yang harus dijawab oleh para ahli teknologi pangan agar mampu mendukung upaya mitigasi

bencana. Pemberian pangan darurat bertujuan untuk mengurangi timbulnya penyakit atau kematian

pengungsi dengan menyediakan pangan bernutrisi yang sesuai dengan asupan harian selama 15

hari, terhitung dari mulai terjadinya bencana (Zoumas et al. 2002).

Penyediaan pangan bagi para pengungsi masih belum dilakukan secara maksimal, baik oleh

pemerhati masyarakat maupun pemerintah. Bentuk pangan darurat yang umumnya diberikan

ketika bencana terjadi adalah mi instan, roti, biskuit, ataupun produk bars. Produk-produk ini

memiliki beberapa kelemahan, misalnya mie instan yang nilai gizinya kurang ideal, serta

membutuhkan persiapan seperti pemasakan sebelum disajikan. Produk roti dan biskuit umumnya

tidak sesuai dengan selera masyarakat Indonesia dan memiliki umur simpan terbatas, sedangkan

konsumsi produk bars dapat menyebabkan rasa haus karena karakteristik produk yang kering

dengan nilai aw sekitar 0,4 serta densitas kamba yang tinggi. Oleh karena itu, pemberian pangan

darurat berbentuk bars harus disertai dengan persediaan air yang cukup (Sitanggang 2008).

Berbagai bentuk dan teknologi pengolahan pangan darurat telah dikembangkan, misalnya

melalui HTST extrusion atau HTST pasta, aneka produk lain seperti corn syrup, granulated sugar,

high fructose corn syrup, dan crystalline fructose (Brisske et al. 2004). Namun bentuk pangan

darurat yang potensial dan praktis untuk dikembangkan adalah makanan bernutrisi tinggi yang siap

saji (Zoumas et al. 2002), di antaranya bentuk nasi dalam kemasan kaleng, sesuai dengan budaya

masyarakat Indonesia yang mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Masih terdapatnya stigma

“belum kenyang kalau belum makan nasi”, menandakan betapa masyarakat Indonesia memiliki

budaya makan nasi yang sangat kuat (Hariyadi 2006). Penelitian mengenai potensi pengembangan

makanan darurat berbahan dasar beras sudah dilakukan sebelumnya oleh Valentina (2009) berupa

formulasi pembuatan nasi opor ayam dalam kemasan kaleng sebagai pangan darurat. Untuk

menganekaragamkan produk pangan darurat yang berbasis nasi, pada penelitian ini, bahan baku

yang digunakan terdiri dari beras, putih telur, susu, dan margarin.

Penambahan putih telur dan margarin dalam formula uji ditujukan untuk meningkatkan

kandungan nutrisi pangan darurat, karena putih telur memiliki bioavailabilitas protein yang tinggi

dan margarin merupakan sumber lemak yang ideal untuk meningkatkan kandungan nutrisi dari

produk. Dengan penganekaragaman bahan baku yang dipakai, diharapkan penelitian ini dapat

menambah varian pangan darurat berbasis nasi kaleng yang dapat dipilih oleh masyarakat.

Teknologi pengalengan merupakan teknologi yang dapat menjamin keamanan produk dan

memberikan kemudahan dalam penyajian, serta memiliki umur simpan yang lebih lama (lebih dari

2

2 tahun). Fokus utama dari penelitian ini adalah menciptakan pangan darurat berupa nasi dalam

kemasan kaleng yang berbahan dasar beras, tepung putih telur dan margarin yang diharapkan

mampu memenuhi kebutuhan gizi makro dari pengungsi dan kebutuhan energi dalam keadaan

darurat, yaitu sebesar 2100 kkal per hari (IOM 2002).

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi pengembangan pangan darurat alternatif

berbahan baku nasi, tepung putih telur dan margarin yang diolah dengan teknologi pengalengan

agar aman dikonsumsi, bergizi dan disukai oleh masyarakat.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ditujukan kepada pemerintah, masyarakat dan pelaku teknologi

pangan yang memiliki peran besar dalam pengembangan produk pangan baru.

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai inovasi dalam pembangunan

industri pangan darurat yang memadai agar dapat berperan dengan lebih baik dalam mitigasi

pascabencana.

2. Bagi masyarakat, hasil penelitian dapat dikembangkan sebagai pangan darurat alternatif yang

sehat dan mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta aman dikonsumsi.

3. Bagi pelaku teknologi pangan, hasil penelitian dapat menumbuhkan semangat untuk

menemukan ide-ide kreatif berkaitan dengan pengembangan pangan darurat yang mampu

berkontribusi dalam menyelesaikan masalah bangsa di bidang mitigasi bencana.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pangan Darurat

Pangan darurat (Emergency Food Product) merupakan bentuk pangan yang dikonsumsi

saat terjadi bencana, seperti kebakaran, banjir, kekeringan, wabah penyakit, maupun bencana

akibat kesalahan manusia, seperti dalam kecelakaan industri. Pangan darurat (EFP) diproduksi

untuk memenuhi kebutuhan energi harian yang direkomendasikan sebesar 2100 kkal dengan

bobot sekitar 450 gram. Pangan darurat harus dapat memenuhi beberapa kriteria, di antaranya

(1) dapat memenuhi kebutuhan nutrisi semua usia di atas 6 bulan, (2) dapat digunakan sebagai

sumber penghidupan hingga 15 hari, (3) dapat diterima dari berbagai etnis dan budaya, serta

berbagai latar belakang agama, (4) mudah dikonsumsi tanpa persiapan khusus, (5) minimal

stabil hingga 3 tahun dan (6) penyalurannya dapat dilakukan melalui pengiriman darat atau

udara (IOM 2002).

Pangan darurat dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, (1) produk pangan yang

dirancang pada kondisi air bersih dan bahan bakar untuk memasak masih tersedia dan (2)

produk pangan yang dirancang untuk menghadapi kondisi air bersih tidak tersedia serta tidak

dapat memasak. Di Indonesia, pangan darurat untuk korban bencana terutama yang bersifat

siap santap belum banyak dikembangkan, tetapi sudah banyak berkembang untuk kepentingan

tentara.

Keberhasilan pengembangan pangan darurat dapat dilihat dari karakteristik kritis meliputi

(1) aman, (2) memiliki kualitas yang dapat diterima oleh konsumen (penampakan, warna,

rasa, aroma), (3) mudah didistribusikan, (4) mudah digunakan dan (5) memiliki Nutrisi

lengkap. Zoumas et al. (2002) menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam penggunaan pangan darurat selama pengungsian, yaitu:

1. Konsumsi pangan darurat bagi wanita hamil dan wanita sedang menyusui, diasumsikan

lebih dari 2100 kkal untuk mendukung kebutuhan energi selama mengandung dan

menyusui.

2. Pangan darurat tidak didesain untuk memenuhi kebutuhan energi atau nutrisi bagi orang

yang sedang hamil, tetapi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan energi wanita normal.

3. Pangan darurat tidak didesain untuk individu yang mengalami penyakit gizi buruk yang

membutuhkan perlakuan medis khusus.

4. Pangan darurat bukan Therapeutic Nutritional Supplement.

5. Pangan darurat bukan merupakan makanan substitusi untuk anak menyusui yang berusia

dari 0-6 bulan.

6. Pangan darurat bukan dirancang untuk memenuhi seluruh kebutuhan dari young infants (0-

6 bulan), tetapi pangan darurat dapat dikombinasikan dengan air untuk menghasilkan nasi

sebagai makanan pelengkap bagi older infants (7-12 bulan).

Pangan darurat memiliki karakteristik energi yang terdiri dari lemak 35-45% per 2100

kkal, dengan kadar air yang rendah dan minimal energi dari pangan darurat per 50 gram harus

sebesar 233 kkal (McMahon et al 2009). Komposisi lemak untuk pangan darurat harus

didefinisikan secara rinci, yaitu total lemak harus menyumbangkan kalori pada interval 35-

45% dari total energi, energi dari lemak jenuh paling sedikit harus memenuhi 10% dari total

energi, energi dari total PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) harus memenuhi 7-10% dari

total energi, dan perbandingan antara asam linoleat dengan linolenat harus pada rasio 5:1

(McMahon et al. 2009).

4

Kebutuhan energi lainnnya akan dipenuhi dari protein dan karbohidrat. Saat proses

pembuatan pangan darurat tidak boleh dilakukan suplementasi asam amino, karena dapat

mengakibatkan perubahan rasa, meningkatkan biaya produksi, dan dapat mengakibatkan

ketidakseimbangan jumlah akibat salah perhitungan sebelum pencampuran, karena kadar

protein di dalam pangan darurat minimal 10% dari total keseluruhan sumber energi (Zoumas

et al. 2002). Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama pada produk pangan

darurat selain lemak dan protein. Karbohidrat memiliki beberapa fungsi dalam penyusunan

pangan darurat, yaitu sebagai sumber energi, pemberi rasa manis, menghasilkan sifat-sifat

fisik yang diinginkan pada produk, dan juga berperan dalam penyerapan natrium (Na) untuk

mempertahankan keseimbangan elektrolit tubuh.

Zoumas et al. (2002) merekomendasikan agar komposisi gizi dalam pembuatan pangan

darurat idea dari segi gizi makro, maka:

1. Karbohidrat menyumbangkan 40-50 % atau sekitar 800-1000 kkal dari total kalori yang

dibutuhkan dan dapat dipenuhi dari berbagai sumber, seperti tepung terigu, jagung, beras,

dan otas, sedangkan sumber gula didapat dari high fructose corn syrup, sukrosa, atau

maltodekstrin;

2. Protein menyumbangkan 10-15 % atau sekitar 200-300 kkal dari total kalori yang

dibutuhkan dan dapat dipenuhi dari susu bubuk, seperti kasein dan turunannya atau

campuran dari bahan dasar legume dan serealia yang memiliki skor asam amino ≥ 1.0;

3. Lemak menyumbangkan 35-45 % atau sekitar 700-900 kkal dari total kalori yang

dibutuhkan dan dapat dipenuhi dari sumber hidrogenisasi parsial dari kacang kedelai,

minyak kanola, minyak kedelai, atau minyak bunga matahari; dan

4. Vitamin dan mineral dari sayur-sayuran juga dapat ditambahkan jika diperlukan untuk

meningkatkan profil produk, demikian pula dengan bahan pengembang.

2.2. Beras dan Nasi

Beras merupakan hasil dari penggilingan gabah yang terdiri dari dua punyusun utama,

yaitu 72-82% bagian yang dapat dimakan atau kariopsis (disebut juga beras pecak kulit atau

brown rice)

dan 18-28% kulit gabah atau sekam. Bagian kariopsis tersusun dari 1-2% perikarp, 4-6%

aleuron dan testa, 2-3% lemma dan 89-94% endosperm. Perbedaan komposisi beras dapat

disebabkan oleh perbedaan varietas gabah, keadaan daerah penanaman dan perbedaan

perlakuan saat budi daya (Hariyadi 2008). Beras memiliki pH netral dan kandungan

karbohidrat yang tinggi (sekitar 70-80%). Beras juga mengandung protein sebesar 6-7% dan

kandungan lemak yang sangat rendah (1-2%).

Komponen terbesar pada beras adalah pati. Pati pada endosperm beras berbentuk granula

polyhedral berukuran 3-5 µm. Pati beras terdiri dari rangkaian satuan-satuan α-D-glukosa,

yang terdiri atas amilosa (fraksi berantai lurus) dan amilopektin (fraksi dengan rantai cabang).

Ikatan antarsatuan glukosa yang utama adalah 1,4- α-glikosidik, sedangkan pada molekul

amilopektin terdapat percabangan dengan ikatan 1,6- α-glikosidik (Hariyadi 2008).

Berdasarkan panjang bulirnya, beras dikategorikan menjadi long grain rice yang

memiliki panjang bulir 6-7 mm, medium grain dengan panjang bulir 5-5.9 mm dan short grain

dengan panjang bulir kurang dari 5 mm. Beras jenis long grain memiliki kandungan amilosa

lebih tinggi dari kedua tipe lainnya. Amilosa menyerap air lebih sedikit daripada amilopektin

sehingga long grain rice akan lebih pera dari kedua tipe lainnya (McWilliams 2001).

5

Berdasarkan kadar amilosanya, beras dapat dikelompokkan menjadi beras ketan yang

mengandung amilosa 0-2% dari berat kering, serta beras dengan kandungan amilosa rendah

(9-20%), menengah (20-25%) dan tinggi (lebih dari 25%) (Hariyadi 2008).

Beras dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, salah satunya adalah nasi. Nasi

umumnya dibuat dengan cara memasak beras dalam rice cooker atau dengan penanakan

dalam air. Nasi biasanya dikonsumsi dalam keadaan hangat karena rasa, aroma dan teksturnya

lebih disukai oleh konsumen. Apabila nasi mendingin, teksturnya akan menjadi lebih keras

karena mengalami peristiwa retrogradasi (Hariyadi 2008). Selama penanakan nasi, granula

pati mengalami proses pengembangan karena menyerap air. Pada suatu kisaran suhu kritis,

granula pati mengalami proses ireversibel yang disebut gelatinisasi dan ditandai oleh

hilangnya sifat birefringence dan pelarutan pati.

Beras mengandung enzim α-amilase yang bersifat tahan panas. Enzim ini akan aktif pada

suhu di atas 60oC bersamaan dengan proses gelatinisasi pati yang mengakibatkan pati menjadi

lebih mudah diserang oleh enzim tersebut. Enzim tersebut memecah sebagian pati menjadi

glukosa. Gabungan enzim amilase seperti α-amilase, β-amilase dan α-glukosidase dalam beras

aktif memecah pati selama pemasakan. Akibatnya rasa nasi akan menjadi agak manis dan

teksturnya menjadi lebih lunak.

Rasio antara kandungan amilosa serta amilopektin dan kandungan amilosa terlarut

merupakan faktor yang penting untuk menentukan mutu tekstur nasi. Molekul amilosa

cenderung membentuk struktur heliks yang dapat memerangkap molekul lain seperti asam

lemak dan monogliserida. Pembentukan kompleks ini dapat mengurangi kelengketan dan

meningkatkan kekerasan. Tingkat pengembangan dan penyerapan air saat gelatinisasi

tergantung pada kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk

menyerap dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan

untuk membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar dibandingkan dengan amilopektin.

Keberadaan protein beras yang sebagain besar tidak larut dalam air akan memengaruhi

viskositas suspensi pati setelah gelatinisasi. Hal ini dapat disebabkan oleh protein yang

menyelubungi granula pati sehingga secara fisik menghambat proses penyerapan air dan

pengembangan granula pati (Hariyadi 2008).

2.3. Karakteristik Sensori Nasi untuk Pengalengan

Nasi merupakan makanan pokok sebagian warga dunia yang diolah dari beras.

Masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki budaya konsumsi nasi yang sangat kuat

terlihat dari tingginya angka konsumsi beras perkapita pertahun yang mencapai 135

kg/kapita/tahun (Hariyadi 2006). Pemanfaatan nasi sebagai bahan utama pembuatan makanan

darurat dinilai tepat, karena nasi memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat

berkontribusi terhadap pemenuhan kalori. Nasi juga disukai oleh hampir seluruh masyarakat

Indonesia, sehingga tidak diperlukan tahap introduksi untuk mengajak masyarakat

mengonsumsi nasi.

Pengolahan beras menjadi nasi umumnya dilakukan dengan cara dikukus maupun

direbus. Beras, ketika dipanaskan dengan air akan mengalami pengembangan akibat

penyerapan air oleh granula pati. Ketika mencapai suatu suhu kritis, beras akan tergelatinisasi

yang ditandai dengan pelarutan pati dan hilangnya sifat birefringence. Suhu pada saat pati

mulai mengembang karena dipanaskan dengan air dinamakan suhu gelatinisasi. Suhu

gelatinisasi untuk beras berkisar antara 58-79o C (Hariyadi 2006 dalam Valentina 2009).

6

Pengembangan granula selama gelatinisasi dipengaruhi oleh komponen amilosa dan

amilopektin pati. Amilopektin memiliki kemampuan mengembang dan mempertahankan air

yang lebih besar daripada amilosa. Adanya amilosa dalam granula pati dalam jumlah besar

akan menghambat proses pengembangan granula (Bao dan Bergman 2004 dalam Valentina

2009). Perilaku pati akibat pemanasan dan rasio amilosa dan amilopektin yang terkandung

pada pati beras akan sangat memengaruhi kualitas sensori nasi khususnya tekstur. Penelitian

Pardon (2000) menunjukkan bahwa suhu dan lama penyimpanan memengaruhi kekerasan,

kelengketan, dan tingkat retrogradasi pada nasi. Suhu yang semakin rendah dan penyimpanan

yang semakin lama mengakibatkan kekerasan nasi meningkat dan kelengketannya menurun.

Selain itu, kultivar beras yang berbeda menunjukkan kinetika retrogradasi yang berbeda pula

karena perbedaan sifat-sifat patinya. Karakteristik sensori untuk nasi dalam kemasan kaleng

adalah yang terbuat dari beras dengan kandungan amilosa rendah sehingga diperoleh tekstur

nasi yang pulen, waktu pemasakan nasi dalam kemasan kaleng juga harus singkat supaya

tidak menghasilkan tekstur bubur ketika dikalengkan (Valentina 2009).

Berdasarkan penelitian dari Valentina (2009), beras yang paling baik untuk dikalengkan

adalah beras yang bersifat semipera (varietas IR 64), karena kandungan amilopektin pada

beras tidak terlalu tinggi tidak juga terlalu rendah. Beras pulen (yang memiliki kandungan

amilopektin tinggi) akan menghasilkan tekstur nasi yang terlalu lembek bila dikalengkan

karena penyerapan air oleh amilopektin yang tinggi, sedangkan beras yang terlalu pera

(amilopektin rendah) akan menghasilkan nasi dengan tekstur yang keras bila dikalengkan

karena penyerapan air yang rendah.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Valentina (2009) dan Yanuar (2009) menyatakan

bahwa kondisi beras yang ideal untuk proses pengalengan adalah beras setengah mentah.

Beras mentah yang sudah dicuci, lalu ditambah dengan air pada perbandingan (1:2)-(1:3)

kemudian dimasak setengah matang lalu dikalengkan akan menghasilkan tekstur nasi yang

lebih baik daripada menggunakan beras aron (setengah matang), ataupun beras matang.

2.4. Tepung Putih Telur dan Sifat Fungsionalnya

Putih telur terdiri dari empat bagian, yaitu lapisan encer, lapisan kental, lapisan encer

bagian luar, dan lapisan kalazeferous. Jenis kandungan protein putih telur berbeda-beda dan

yang termasuk protein utama putih telur adalah ovalbumin, kanalbumin, ovomucin, dan

globulin (Bruno 2003). Anatomi putih telur yang mengelilingi kuning telur merupakan bagian

terbesar dari telur utuh (± 60%), warna jernih atau kekuningan pada putih telur disebabkan

oleh pigmen ovoflavin.

Kandungan air pada putih telur lebih banyak terdapat pada bagian lainnya sehingga

selama penyimpanan, bagian ini mudah rusak (Andarani 2003). Komposisi putih telur terdiri

dari 87,7% air; 0,05% lemak; 10% protein dan 0,82% karbohidrat (KH) dan total kepadatan

putih telur sebesar 13,13%. Putih telur mengandung sedikit karbohidrat yang berada dalam

keadaan kompleks dengan protein maupun dalam keadaan bebas. Sekitar 98% KH bebas pada

putih telur adalah glukosa protein yang lebih banyak berupa glikoprotein, yaitu protein yang

berikatan dengan lemak (Ikime 2009).

Indeks putih telur merupakan parameter yang serupa, yaitu perbandingan tinggi albumin

tebal dengan rata-rata garis tengah panjang dan pendek albumin tebal. Dalam telur yang baru

ditelurkan nilai ini berkisar antara 0,050 dan 0,174, meskipun umumnya berkisar antara 0,090

7

dan 0,120. Indeks putih telur akan menurun selama penyimpanan, karena pemecahan

ovomucin yang dipercepat pada pH yang tinggi (Buckle 2007).

Albumin pada putih telur memiliki beberapa fungsi, antara lain (1) mengangkut molekul-

molekul kecil melewati plasma dan cairan sel yang berkaitan dengan bahan metabolisme asam

lemak bebas, bilirubin dan berbagai macam obat yang kurang larut dalam air tetapi harus

diangkat melalui darah dari satu organ ke organ lainnya agar dapat dimetabolisme atau

diekskresi; (2) memberikan tekanan osmotik di dalam kapiler untuk pembentukan jaringan sel

baru terutama percepatan pemulihan jaringan sel tubuh yang terbelah, misalnya karena

operasi, pembedahan, atau luka bakar dan (3) menghindari timbulnya sembab paru-paru dan

gagal ginjal serta carrier faktor pembekuan darah (Muchtadi 2000).

Salah satu bentuk olahan dari putih telur yang digunakan dalam industri pangan adalah

tepung putih telur. Suprapti (2002) menerangkan bahwa tepung telur atau telur kering adalah

bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan. Disamping lebih awet,

keuntungan lain dari tepung telur adalah volume bahan menjadi jauh lebih kecil sehingga

menghemat ruang penyimpanan dan biaya pengangkutan. Tepung telur memiliki pemasaran

yang lebih luas dan penggunaannya lebih beragam dibandingkan telur segar. Tepung telur

yang dihasilkan harus memiliki sifat-sifat fungsional dan sifat fisiokimia yang tidak terlalu

berbeda dari telur segar. Sifat fungsional sangat penting untuk dipertahankan karena

menentukan kemampuan tepung telur untuk digunakan dalam pembuatan makanan olahan.

Sifat-sifat yang harus dipertahankan antara lain daya busa, sifat emulsi, sifat koagulasi

(kemampuan menggumpal dan membentuk gel) dan warna (Saleh et al. 2002).

Tepung telur umumnya memiliki daya busa yang lebih rendah dibandingkan dengan telur

segarnya (Saleh et al. 2002). Penambahan gula seperti sukrosa (gula pasir), laktosa, maltosa,

dan dekstrosa dalam pembuatan tepung telur dapat memperbaiki sifat daya busanya.

Penambahannya harus hati-hati dan diatur agar menghasilkan daya busa yang baik dengan

tidak menimbulkan rasa manis pada tepung telur yang dihasilkan (Winarno 2002). Daya

emulsi, daya koagulasi, dan warna tepung telur umumnya tidak banyak berbeda dibandingkan

dengan keadaan segarnya. Perbedaan warna tepung putih telur dengan telur segar terjadi jika

kandungan gula pereduksi (yang sebagian besar adalah glukosa) dalam telur lebih dari 0,1 %,

yaitu warna tepung telur akan berubah menjadi kecoklatan selama pengolahan dan

penyimpanan (Saleh et al. 2002). Keadaan ini dapat di atasi dengan cara mengurangi

kandungan glukosa dalam cairan putih telur sebelum dibuat tepung melalui fermentasi

menggunakan bakteri asam laktat (Streptococcus lactis), fermentasi khamir atau ragi

(Saccharomyces cerevisiae) menggunakan ragi roti atau dengan penambahan enzim glukosa

oksidase (Buckle 2007). Kandungan air sangat berpengaruh terhadap daya tahan tepung telur

dan bahan kering harus memiliki kandungan air sangat kecil. Kandungan air pada tepung telur

harus kurang dari 5 %, karena akan meningkat mencapai 9 – 10 % setelah disimpan. Mutu

terbaik akan diperoleh jika pada saat disimpan kadar airnya maksimal 1 % (Shaleh et al.

2002).

2.5. Margarin

Menurut SNI 01-3541-2002, margarin adalah produk makanan berbentuk emulsi air

dalam minyak (w/o), baik dalam bentuk semipadat maupun cair. Margarin terbuat dari lemak

makan atau minyak makan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk

hidrogenasi, interesterifikasi dan telah melalui proses pemurnian (BSN 2002). Margarin

8

dibedakan atas margarin siap makan, margarin industri dan margarin krim atau spread. Pada

margarin siap makan dipersyaratkan adanya penambahan vitamin A dan vitamin D dengan

kadar lemak minimal 80%, sedangkan untuk margarin industri dan krim, tidak dipersyaratkan

penambahan vitamin A dan D.

Margarin kaya dengan kandungan vitamin A yang mudah diserap dan sangat dibutuhkan

tubuh untuk fungsi fisiologis dan pemeliharaan sistem endokrin. Kadar vitamin A yang

dipersyaratkan untuk margarin adalah 2500-3500 IU per 100 gram, sedangkan untuk vitamin

D sebesar 250-350 IU per 100 gram. Fase lemak umumnya terdiri dari minyak nabati yang

sebagian telah dipadatkan agar diperoleh sifat plastis yang diinginkan pada produk akhir.

Kandungan lemak pada margarin siap makan, margarin industri dan margarin krim masing-

masing adalah 80%,80% dan 62-78% sedangkan kandungan air maksimum adalah 18% (BSN

2002). Menurut Astawan (2004), pembuatan margarin dimaksudkan sebagai pengganti

margarin dengan rupa, bau, konsistensi rasa dan nilai gizi yang hampir sama dengan margarin.

Ciri-ciri margarin yang paling menonjol adalah bersifat plastis, padat pada suhu ruang,

agak keras pada suhu rendah, teksturnya mudah dioleskan serta dapat mencair dalam mulut.

Minyak nabati yang umum digunakan dalam pembuatan margarin adalah minyak kelapa,

minyak inti sawit, minyak biji kapas, minyak kedelai, minyak wijen, minyak jagung dna

minyak gandum. Menurut Ketaren (2005), syarat-syarat minyak nabati yang digunakan

sebagai bahan baku dalam pembuatan margarin adalah memiliki bilangan iod rendah, warna

minyak seperti margarin, citarasa minyak yang baik, kandungan asam lemak yang stabil,

memiliki titik beku dan titik cair pada suhu kamar dan minyak tersebut harus tersedia di suatu

daerah.

Komponen lain yang sering ditambahkan dalam pembuatan margarin adalah air, garam,

flavor, zat pengemulsi (berbentuk lesitin, gliserin atau kuning telur), zat pewarna, bahan

pengawet (sodium benzoate, asam benzoate dan potassium sorbet), serta vitamin A dan D

(Astawan 2004). Pembuatan margarin dilakukan dengan cara membuat emulsi antara fase

minyak (minyak nabati, emulsifier, vitamin, zat warna) dan fase air (garam, sodium benzoate,

air, atau potassium sorbet). Pembuatan emulsi dilakukan dengan cara pengadukan dan

sebagian emulsi yang terbentuk kemudian dikristalkan melalui proses pendinginan secara

cepat yang dilanjutkan dengan proses plastisasi atau teksturisasi. Pengkirstalan dengan cara

pendinginan bertujuan untuk membuat margarin menjadi plastis, tetapi tidak padat, tahan

sampai tekanan tertentu, tidak mengalir, tetapi mudah dicampur dan dioleskan (Subarna

2008).

2.6. Pengalengan Pangan dan Sterilisasi Komersial

Teknologi pengalengan (canning) merupakan salah satu metode pengawetan pangan

dengan cara pemanasan pada suhu tinggi. Proses pengawetan terjadi disebabkan adanya

pembunuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen oleh panas. Pemanasan basah (uap)

lebih efektif dibandingkan pemansan kering (Kim dan Foegeding 2000). Pengertian

pengalengan bukan hanya terbatas pada proses pengalengan konvensional menggunakan

kemasan kaleng, tetapi dapat juga menggunakan kemasan non-kaleng, seperti retort pouch,

tetrapack, kaleng alumunium, gelas jar, kemasan plastik, dan sebagainya (Hariyadi et al.

2006). Syarat utama wadah yang dapat digunakan untuk pengalengan pangan adalah tertutup

rapat, tidak dapat dimasuki udara, uap air, ataupun mikroba.

Istilah sterilisasi komersial digunakan pada proses sterilisasi produk pangan karena

kondisi steril absolut (kondisi bebas mikroba) sulit dicapai (Hariyadi 2000). Sterilisasi

9

komersial merupakan suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan

menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu yang cukup lama sehingga tidak lagi terdapat

mikroorganisme yang hidup (Hariyadi et al. 2006). Pemanasan dalam proses sterilisasi

dilakukan pada suhu di atas 100oC dalam waktu yang cukup untuk membunuh spora bakteri

(Muchtadi 2004).

Perpindahan panas ketika bahan pangan dikalengkan terjadi secara konduksi dari udara

panas retort ke dalam kemasan dan konduksi atau konveksi dari kemasan ke bahan pangan

sangat tergantung jenis bahan pangannya (Hariyadi 2006). Titik-titik di dalam suatu kemasan

(kaleng) yang dipanaskan tidak berada pada suhu yang sama dan terdapat suatu titik terdingin

dari kaleng yang merupakan posisi paling sulit untuk dilakukan sterilisasi, karena pindah

panas di titik ini berlangsung sangat lambat. Fellow (2000) menyatakan bahwa, pada kemasan

berbentuk silinder seperti kaleng, titik dingin produk pangan berbentuk cair akan berada pada

titik tengah pada seperempat ketinggian kaleng dari bagian bawah kemasan, sedangkan untuk

produk padat berada pada titik tengah pusat kaleng pada sumbu vertikal.

Kecukupan proses termal sangat penting untuk diperhatikan pada saat proses sterilisasi,

karena proses termal juga mampu menyebabkan kerusakan komponen gizi (vitamin dan

protein) serta penurunan mutu sensori produk. Oleh karena itu kecukupan panas pada saat

pengalengan harus dikontrol (Hariyadi 2000). Proses pengolahan pangan dengan aplikasi

panas selalu dihadapkan pada dua hal yang bertentangan. Pengaruh waktu dan suhu

pemanasan yang semakin tinggi pasti akan semakin baik dalam membunuh mikroorganisme

dan mempertahankan umur simpan produk. Namun, waktu dan suhu pemanasan yang tinggi

akan mengakibatkan semakin banyak komponen gizi yang rusak. Oleh karena itu proses

sterilisasi harus dapat menentukan kombinasi suhu dan waktu yang tepat agar mikroba mati,

namun komponen gizi tetap memiliki retensi yang baik (Muchtadi 2004).

Kecukuan panas dalam proses termal berkaitan dengan ketahanan bakteri pembusuk dan

patogen beserta sporanya. Ketahanan bakteri terhadap suatu proses pemanasan umumnya

dinyatakan dalam nilai D dan nilai Z. Nilai D adalah waktu yang diperlukan dalam satuan

menit pada suhu tertentu untuk membunuh sebanyak 90% dari suatu populasi mikroorganisme

dalam suatu bahan pangan. Nilai Z adalah perbedaan suhu dalam derajat Fahrenheit yang

dibutuhkan untuk menurunkan nilai D sampai satu siklus logartimik (90%). Nilai D

merefleksikan daya tahan suatu mikroorganisme terhadap suatu suhu tertentu, sedangkan nilai

Z memberikan informasi mengenai daya tahan relatif dari suatu mikroorganisme terhadap

suhu-suhu destruktif (Singh 2001).

Kecukupan proses termal bergantung pada karakteristik nilai Z mikroorganisme, jumlah

mikroorganisme awal pada bahan pangan, dan suhu serta tipe aplikasi termal yang dilakukan.

Untuk dapat membandingakn kapasitas sterilisasi relatif dari suatu proses termal, dibutuhkan

suatu unit letalitas. Dalam proses sterilisasi, letalitas total yang menunjukkan kecukupan

proses termal dilambangkan dengan nilai Fo. Nilai Fo didefinisikan sebagai waktu dalam

menit yang diperlukan untuk membunuh sejumlah tertentu mikroorganisme (mencapai tingkat

sterilitas) yang mempunyai karakteristik nilai Z tertentu pada beberapa suhu referensi tertentu.

Apabila sterilisasi dilakukan dengan suhu 121.1o C, maka waktu yang diperlukan untuk

mencapai tingkat sterilitas tertentu dinyatakan dengan Fo, dan Fo disebut juga nilai sterilisasi.

Nilai sterilisasi inilah yang nantinya menjadi dasar penentuan matematika untuk kecukupan

proses termal (Haryadi dan Kusnandar 2000). Nilai Fo dapat ditentukan dengan dua metode,

yaitu metode umum dan metode ball.

10

2.6.1 Metode Umum (Improved General Method)

Metode umum adalah metode yang paling teliti dalam perhitungan letalitas proses termal

karena data suhu bahan hasil pengukuran dalam percobaan secara langsung digunakan dalam

perhitungan tanpa asumsi dan prediksi berdasarkan persamaan hubungan waktu dan suhu.

Metode ini tidak digunakan untuk meramalkan hubungan waktu dengan suhu dalam bahan

pangan selama pemanasan, sehingga tidak biasa digunakan untuk merancang proses termal,

tetapi sering digunakan untuk evaluasi proses termal yang sedang berjalan di industri

pengalengan (Subarna et al. 2008).

Target pembunuhan proses termal sering dinyatakan dalam satuan reduksi desimal

mikroba,misalnya 12D yang artinya reduksi mikroba sebanyak 12 siklus logaritma atau

reduksi 1 menjadi10-12

. Nilai D adalah waktu pemanasan yang diperlukan pada suhu tertentu

untuk reduksi mikroorganisme sebanyak 90% atau menjadi 1/10, yang dalam persamaan

matematis dapat ditulis:

Nilai a dan b menunjukkan jumlah mikroba yang tahan setelah pemanasan t1 dan t2

menit. Nilai Z adalah derajat kenaikan atau penurunan suhu untuk menurunkan atau menaikkan

nilai D 10 kali lipat, yang secara matematis dapat ditulis sebagai:

Z=

…….…….....……....………….....…………(2)

Metode umum yang didasarkan pada hubungan lethal rate (L) dan waktu (t). Nilai L

adalah tingkat sterilitas mikroba yang disetarakan pada suhu 121.1o C atau 250

o F (Haryadi dan

Kusnandar 2000). Nilai L dalam proses pemanasan dapat diperoleh dengan persamaan:

L = 10

………………………………………........……(3)

Dalam evaluasi dan penetapan proses termal harus dilakukan identifikasi jenis

mikroorganisme yang menjadi target. Oleh karena itu, kinetika dekstruksi mikroorganisme

yang menjadi target (nilai D, z , dan lethal rate) harus diketahui. Pada perhitungan dengan

metode umum, letalitas dihitung dengan cara integrasi lethal rate terhadap waktu untuk

menentukan Fo. Nilai Fo adalah ekuivalen letalitas proses termal dengan waktu pemanasan

pada suhu 121.1o C atau 250

o F, secara matematis dapat ditulis sebagai:

Fo = ∑ …………..…………………………………….………(4)

Luasan di bawah kurva hubungan L dan waktu menunjukkan Fo proses sterilisasi. Luasan

kurva dapat ditentukan dengan melakukan pendekatan jumlah luasan trapezium tiap satuan

waktu. Metode umum mengasumsikan bahwa letalitas antartitik (waktu) yang diukur

membentuk garis lurus, sehingga letalitas setiap selang waktu adalah luas trapesium dengan

tinggi (t n - t n-1), panjang atas dan bawah masing-masing adalah Ln dan Ln-1 (Hariyadi dan

Kusnandar 2000) . Perhitungan dapat dilakukan pula dengan menggunakan excel spreadsheet.

Nilai Fo merupakan hasil penjumlahan Fo parsial atau luasan di bawah kurva trapezium:

………….……..(5)

Perhitungan nilai letalitas proses termal dengan metode umum dapat dilakukan dengan

menggunakan program Microsoft Excel dari data penetrasi panas yang telah diperoleh.

Langkah-langkan perhitungan nilai letalitas proses termal dengan menggunakan metode umum

bantuan microsoft excel dijelaskan sebagai berikut:

a. memasukkan data waktu pada satu kolom (misalnya kolom A). Rentang waktu tidak harus

sama.

.........................................................................(1)

11

b. memasukkan data pada kolom berikutnya (misalnya kolom B) dengan cara Excel = A3-

A2

c. memasukkan data suhu produk pada kolom berikutnya (misalnya kolom C).

d. pada kolom ketiga (kolom D), dimasukkan rumus untuk menghitung letalitas dan kopi

untuk baris baris di bawahnya pada kolom tersebut. (Excel = 10 x (B2-250)/18).

e. pada sel pertama kolom ke-4, dimasukkan rumus untuk menghitung . (Excel : B3 x

D3).

f. untuk menduga nilai letalitas sepanjang proses (Fo), pada kolom berikutnya (E) dituliskan

rumus penjumlahan tersebut, kemudian hasil perhitungan dijumlahkan dengan sel di

atasnya untuk mendapat nilai Fo parsial. (Excel : E3+D4) (Mutia 2012).

2.6.2 Metode Formula (Ball Method)

Metode formula digunakan untuk merancang proses termal karena metode ini dapat

meramalkan hubungan waktu dengan suhu dalam bahan pangan selama pemanasan. Untuk

perhitungan proses termal menggunakan metode formula, data penetrasi panas diolah sehingga

memperoleh karakteristik panas dalam pangan yang diproses (fh,fc,jh,jc). Parameter respon suhu

fh dan fc menunjukkan laju penetrasi panas ke dalam produk dalam wadah, fh adalah waktu

yang diperlukan kurva penetrasi panas untuk melewati 1 siklus log pada fase pemanasan, dan fc

untuk fase pendinginan. Faktor lag antara jh dan jc menggambarkan waktu lag (kelambatan)

sebelum laju penetrasi mencapai fh dan fc (Hariyadi dan Kusnandar 2000). Persamaan umum

hubungan suhu produk dan waktu pemanasan pangan dalam wadah adalah sebagai berikut:

(Tr -T) = (Tr-Ti) 10 -(t/fh)

…………………..………………………..(6)

atau

Log (Tr-T) = (Tr-Ti) - t/fh……………………..……………………...(7)

keterangan:

t = waktu proses

T = suhu produk (pada titik terdingin)

Tr = suhu retort pada saat proses

Ti = suhu awal produk

fh = waktu yang diperlukan kurva penetrasi panas untuk melewati 1 siklus log.

Metode ball menggunakan fakta bahwa nilai sterilitas porsi pemanasan dari proses termal

merupakan fungsi dari slope (kemiringan) kurva pemanasan (Tr-T) = g. Dari persamaan

hubungan suhu produk dengan waktu pemanasan, dapat diturunkan persamaan sebagai berikut:

tB = (fh) log (jh.ih/g)……………….…………………..…………..(8)

tB = waktu proses dan

log jh = log (Tr - Tpih)/(Tr-Ti), ih = Ti………………………..(9)

Dari tabel atau kurva hubungan fh dan waktu pemanasan pada suhu retort untuk

mencapai sterilitas yang diinginkan (U=Fo/Lr) dengan nilai g, dapat ditentukan , sehingga nilai

12

tB dapat dihitung. Atau sebaliknya, jika waktu proses (tB) telah diketahui, nilai sterilitas proses

Fo dapat dihitung.

13

III. METODE PENELITIAN

3.1 . Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, dimulai pada bulan Juni dan berakhir

pada bulan November 2012. Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan,

Pengolahan Pangan, Laboratorium Pilot Plant dan Laboratorium Evaluasi Sensori di

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan baku utama yang digunakan adalah beras (Oryza sativa) jenis semipera dari

varietas IR64 yang didapatkan dari Pusat Penelitian Padi Departemen Pertanian di Sukamandi,

sedangkan tepung putih telur dan margarin didapatkan dari Toko Kue Yolk di Bogor.

Bahan kimia yang digunakan meliputi bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat

(kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat), antara lain terdiri dari: K2SO4, HgO, larutan

H2SO4 pekat, larutan H3BO3, indikator metal merah 0.2%, metilen biru 0.2%, larutan NaOH-

Na2SO3, larutan HCl 0.02 N, heksan, NaOH, etanol 96%, asam asetat 1 N, larutan iod, DNS,

NaK-tartarat, dan akuades

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk pengolahan dan alat

untuk analisis. Alat pengolahan yang digunakan antara lain: kompor gas, panci kukus, wajan,

waring blender, dan pengaduk kayu, sedangkan alat-alat analisis termal dan kimia meliputi:

retort, exhauster, termokopel, desikator, neraca analitik, oven vakum, labu kjeldahl, alat

destilasi, cawan aluminium, cawan proselen, spektrofotometer, buret, alat soxhlet, water bath,

texture analyzer, chromameter, refluks, kertas saring, dan alat-alat gelas lainnya.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu tahapan penentuan formula terpilih

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan pengujian umur simpan. Secara rinci kegiatan

penelitian meliputi (1) tahap penentuan formula produk nasi dalam kemasan kaleng, (2)

penentuan karakteristik proses termal untuk pengalengan, (3) analisis produk akhir nasi dalam

kemasan kaleng yang terbagi dalam analisis proksimat, analisis fisik dan uji rating hedonik

untuk memilih formula terbaik, selanjutnya dilakukan (4) karakterisasi formula yang terpilih

untuk mengetahui ketahanan produk selama penyimpanan menggunakan metode Accelerated

Shelf Life Testing (ASLT). Bagan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

14

Margarin

Analisis proksimat bahan baku (Karbohidrat, Lemak, Protein, Abu dan Air)

Formulasi berdasarkan hasil analisis proksimat bahan baku

(Formula I, II, III, IV)

Penentuan karakteristik proses termal produk

(distribusi panas, penetrasi panas dan nilai Fo)

Nasi dalam kemasan kaleng

(Formula I, II, III, IV)

Analisis proksimat Uji rating hedonik dan analisis fisik (warna

dan tekstur)

Penentuan formula terpilih

Pengujian umur simpan

dengan metode ASLT

Analisis sensori dan fisik produk (interval 7 hari, selama 6 minggu)

Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian

Beras Tepung Putih Telur

Pengalengan formula terpilih

Proses pengalengan pada satu waktu proses

Penentuan umur simpan produk

15

3.3.1 Tahap Penentuan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng

Target formulasi produk adalah nilai kalori yang cukup yaitu 700 kkal/saji untuk

memenuhi kecukupan 2100 kkal/hari, dengan asumsi setiap orang mengonsumsi produk tiga kali

makan dalam sehari. Selain itu, formulasi juga dirancang untuk memenuhi kontribusi kalori

seimbang (40-50% karbohidrat, 10-15% protein dan 35-45% lemak) serta karakteristik mutu

yang dapat diterima (acceptable). Bahan baku yang digunakan adalah beras IR-64 sebagai

sumber karbohidrat, tepung putih telur sebagai sumber protein dan margarin sebagai sumber

lemak. Bumbu-bumbu seperti garam, gula, dan kaldu blok digunakan sebagai pencitarasa khas

untuk meningkatkan penerimaan produk. Tahap formulasi ini diawali dengan analisis proksimat

bahan baku (beras, tepung putih telur dan margarin) untuk dapat menghitung komposisi gizi dan

kontribusi kalori seimbang dari masing-masing formulasi secara teroritis. Perhitungan total

energi dilakukan dengan prinsip kesetimbangan massa (mass balance). Kandungan gizi diatur

sedemikian rupa agar memenuhi regulasi pangan darurat sesuai rekomendasi Institute of

Medicine (IOM). Setelah itu dilakukan perhitungan teoritis komposisi bahan baku dan

penyusunan empat formula utama berdasarkan perhitungan awal yang dihipotesiskan mampu

memenuhi standar gizi untuk pangan darurat sesuai rekomendasi IOM. Rancangan formula yang

sudah disusun dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Formulasi Nasi dalam Kemasan Kaleng Berdasarkan Kontribusi Sebaran Gizi

Makro

Komposisi Gizi Formula I (%) Formula II (%) Formula III (%) Formula IV (%)

Karbohidrat 40 50 50 45

Lemak 45 35 40 40

Protein 15 15 10 15

Total 100 100 100 100

Serat pectin 5 5 5 5

Keterangan:

Formulasi disusun berdasarkan standar IOM (2002) dengan sebaran energi dari karbohidrat (40-50%),

lemak (35-45%) dan protein (10-15%).

3.3.2 Penentuan Karakteristik Proses Termal untuk Pengalengan

Pengukuran distribusi panas (Kusnandar et al. 2009)

Pengukuran distribusi panas bertujuan menentukan bagian terdingin dalam retort, waktu

venting, dan menentukan come up time (CUT). Keranjang dalam retort diisi penuh dengan retort

pouch yang berisi air. Sepuluh termokopel dipasang pada sepuluh titik tertentu dalam retort dan

dihubungkan dengan alat pencatat (recorder) yang akan mencatat data perubahan suhu terhadap

waktu. Titik-titik pemasangan termokopel dilakukan menyebar dalam retort (Gambar 2).

16

Gambar 2. Posisi termokopel dalam retort selama uji distribusi panas

Pengukuran penetrasi panas (Kusnandar et al. 2009)

Penetrasi panas dilakukan pada produk dengan memasang termokopel pada bagian tengah

kemasan. Pengukuran penetrasi panas ke dalam produk menggunakan empat termokopel (tiga

termokopel untuk mengukur suhu dalam produk dan satu termokopel untuk mengukur suhu

retort). Produk disusun dalam satu tumpukan dalam keranjang retort paling atas dan retort diisi

penuh dengan kaleng lain yang berisi air. Alat recorder mencatat perubahan suhu produk di

dalam kemasan terhadap produk setiap satu menit. Data hasil pengukuran penetrasi panas ini,

dibuat grafik pada semilogaritma. Suhu ditempatkan pada skala logaritmis (sumbu y),

sedangkan waktu pada skala linier (sumbu x).

Penentuan waktu sterilisasi optimum dengan metode umum (improved general formula)

(Kusnandar et al. 2009)

Untuk mencegah terjadinya overprocess maupun underprocess pada penelitian ini

dilakukan perhitungan waktu sterilisasi. Nilai sterilitas proses dihitung dari luasan daerah di

bawah kurva pada semilogaritma. Bentuk luasan di bawah kurva tersebut dianggap trapesium.

Untuk menghitung luas trapesium tersebut, area di bawah kurva dibagi menjadi sejumlah

pararelogram pada interval waktu (∆t) tertentu. Kemudian masing-masing dihitung luasnya

dengan rumus luas trapesium sehingga didapat nilai letal rate (LR) dan sterilitas parsial (Fo

parsial) pada ∆t tersebut (Gambar 3). Masing-masing Fo parsial dijumlahkan. Hasilnya

menunjukkan nilai sterilitas total dari proses yang telah dilakukan.

10

1

2

3

4

5

6

7

8 9

17

Gambar 3. Hubungan antara letal rate (LR) dan waktu (∆t)

Penentuan waktu sterilisasi optimum dengan metode formula (Ball) (Kusnandar et al.

2009)

Metode formula dilakukan menggunakan berbagai parameter yang diperoleh dari grafik

penetrasi panas. Plot data hasil pengukuran penetrasi panas diolah dengan prosedur matematis

untuk mengintregasikan efek letalitas yang terjadi sehingga diperoleh karakteristik penetrasi

panas dalam pangan yang diproses. Dicari persamaan garis kurva penetrasi panas yang dapat

menghasilkan nilai Fo paling mendekati nilai Fo dari metode umum agar diperoleh parameter

karakteristik penetrasi panas, seperti fh dan jh, yang nilainya akan digunakan untuk

mendapatkan formula proses yang terjadi (Gambar 4). Persamaan kurva penetrasi panas yang

digunakan dalam metode Ball adalah sebagai berikut:

Log (Tr – T) = Log [jh (Tr – To)] – tB / fh

dimana; Tr = suhu medium pemanas, To = suhu awal produk, T = suhu maksimum produk pada

akhir proses, dan tB = waktu proses Ball. Rumus yang digunakan sebagai berikut:

tB = fh (log jh . ih – log g)

tP = tB – 0.4 CUT

18

Gambar 4. Kurva pemanasan metode formula (Ball)

Pengalengan formula nasi dalam kemasan kaleng pada satu waktu proses

Berdasarkan hasil dari uji penetrasi panas, nilai kecukupan panas (Fo) dari masing-masing

formula dapat dihitung, selanjutnya dilakukan pengalengan keempat formula pada satu waktu

proses berdasarkan nilai Fo dari masing-masing formula. Sebelum dikalengkan, produk terlebih

dahulu diletakkan pada alat exhauster selama 10 menit yang bertujuan untuk mengeluarkan uap

yang masih berada pada daerah kepala kaleng (headspace) sehingga keadaan kaleng saat

disterilisasi menjadi vakum. Kaleng berisi produk yang sudah dalam keadaan vakum kemudian

dikelim dengan menggunakan alat pengelim (double seammer). Alat bekerja dengan mengelim

kaleng sebanyak dua kali agar kemungkinan terjadinya kaleng bocor dapat diminimalkan.

Diagaram alir tahap pengalengan dapat dilihat pada Gambar 5.

19

3.3.3 Analisis Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng

Tahap analisis produk nasi dalam kemasan kaleng bertujuan untuk memilih satu formula

terbaik melalui analisis proksimat produk meliputi, analisis kadar karbohidrat, lemak, protein,

air dan abu, serta perhitungan nilai sebaran energi dari masing-masing formula. Selanjutnya

dilakukan analisis fisik, meliputi pengukuran derajat warna menggunakan chromameter dan

tekstur dengan Texture Profile Analyzer (TPA) dan analisis sensori yang dilakukan dengan uji

rating hedonik untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap parameter rasa, warna,

aroma, tekstur dan overall dari produk.

3.3.4 Pendugaan Umur Simpan Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng

Pendugaan umur simpan produk nasi dalam kemasan kaleng dilakukan pada formula

terpilih dengan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). Produk disimpan pada 3 jenis

suhu ekstrem, yaitu 35 0C, 45

0C, dan 55

0C selama 6 minggu dengan pengamatan dilakukan

setiap 7 hari untuk setiap suhu penyimpanan. Parameter yang diamati pada setiap pengamatan

meliputi analisis sensori untuk parameter warna, aroma, rasa dan tekstur dengan menggunakan 6

orang panelis terlatih. Untuk mendukung hasil analisis sensori yang bersifat subjektif, dilakukan

analisis fisik terhadap parameter warna dengan menggunakan alat chromameter dan kekerasan

dengan menggunakan alat Texture Profile Analyzer (TPA).

3.4. Metode Analisis

Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven Biasa (AOAC 1995)

Pertama-tama cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit,

lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan kemudian ditimbang dengan neraca

analitik. Sebanyak 5 gram sampel di timbang dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian berat

cawan beserta sampel ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Cawan yang berisi

sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam dan kemudian didinginkan dalam

desikator, lalu ditimbang. Setelah itu, cawan kembali dikeringkan dalam oven selama 15-30

Formula pangan darurat

(Formula I, II, III, IV)

Dimasukkan ke dalam kaleng

Proses exhausting selama 10 menit

Pengeliman dengan alat double seammer

Sterilisasi dalam retort pada satu waktu proses

Gambar 5. Diagram alir tahap pengalengan

20

menit dan ditimbang kembali. Pengeringan kembali diulangi sampai memperoleh bobot konstan

(selisih bobot kurang dari 0.0003 gram).

Perhitungan: Kadar air =

Keterangan : x = bobot cawan awal (g)

y = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan

a = bobot cawan kosong

Analisis Kadar Protein dengan Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC 1995)

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sejumlah kecil sampel (±0,2

gram) ditempatkan dalam labu Kjeldahl 30 ml. Ditambahkan 1,9 ± 0,1 K2SO4, 40 ± 10 mg

HgO dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4 dan beberapa batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam

sampai cairan menjadi jernih, lalu cairan yang dihasilkan didinginkan untuk kemudian

ditambahkan 8-10 ml NaOH - Na2S2O3 dan dimasukkan ke alat destilasi. Di bawah kondensor

alat destilasi diletakkan erlenmeyer bersisi 5 ml larutan H3BO3 dan beberapa tetes indikator

merah metal. Ujung selang kondensor harus terendam larutan tersebut untuk menampung hasil

destilasi sekitar 15 ml. Hasil destilasi kemudian dititrasi oleh HCL 0,02 M sampai terjadi warna

abu-abu. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap blanko (yang tidak mengandung

sampel).

Kadar N (%) = (a-b) x N HCL x 14,007 x 100%

mg sampel

Kadar protein (%) = %N x 6,25

Keterangan:

a = ml titrasi HCL pada sampel

b = ml titrasi HCL pada blanko

Analisis Kadar Gula Total dengan Metode Anthrone (AOAC 1995)

Sebanyak 1 ml sampel ditambahkan 80 ml aquades, lalu dididihkan selama 30 menit dan

didinginkan. Ke dalam larutan ditambahkan 1 ml Pb-asetat jenuh perlahan-lahan sampai

larutan menjadi jernih, lalu ditambah 0.5 g Na-Oksalat sampai larutan mengendap dan di

tambah akuades sampai tanda tera di dalam labu takar 100 ml, kemudian larutan disaring

dengan kertas whatman nomor 1.

Tahap selanjutnya adalah pembuatan blanko untuk kurva standar. Sebanyak 0.0 (blanko),

0.2 , 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml larutan glukosa standar dipipet ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan air destilata sampai total volume masing-masing tabung 1.0 ml. Dengan cepat

ditambahkan 5 ml pereaksi Anthrone ke dalam tabung reaksi, lalu ditutup dan di vortex.

Tabung reaksi lalu direndam dalam air mendidih selama 12 menit, lalu didinginkan dalam air

mengalir, dan diukur absorbansinya pada 630 nm. Dari hasil pengukuran dibuat kurva

hubungan antara kadar gula dan nilai absorbansi. Konsentrasi gula dapat ditentukan dari kurva

standar.

% Total gula = Gr x Fp x 100%

Berat sampel (gr)

Gr = gram glukosa dari kurva

Fp = Faktor Pengenceran.

X 100%

21

Analisis Kadar Lemak dengan Metode Soxhlet (AOAC 1995)

Penentuan kadar lemak dilakukan berdasarkan metode ekstraksi soxhlet. Labu takar

dikeringkan dalam oven. Sebanyak 5 g sampel dalam bentuk tepung ditimbang, dibungkus

dengan kertas saring dan ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel

diletakkan dalam alat ekstraksi sokhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut petroleum

eter dimasukkan ke dalam labu secukupnya kemudian dilakukan refluks selama minimal 5 jam

(sampai bening). Labu takar yang berisi lemak hasil ekstraksi dan kemudian dipanaskan untuk

menguapkan pelarut yang tercampur dengan lemak sampel. Perhitungan kadar lemak dengan

menggunakan rumus berikut:

Kadar Lemak = Berat lemak x 100%

Berat sampel

Analisis Kadar Abu dengan Metode Tanur (AOAC 1995)

Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin dikeringkan terlebih

dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g

sampel dimasukkan dalam cawan porselin lalu diabukan dalam tanur bersuhu minimal 550o C

sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu) dan berat konstan. Setelah itu, cawan

dimasukkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus

berikut:

Kadar abu = Berat abu x 100%

Berat sampel

Analisis Kadar Karbohidrat (AOAC 1995)

Kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference yaitu diketahui dengan cara

100% dikurangkan dengan nilai total dari kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak.

Analisis Tekstur dengan Texture Profile Analyzer (Faridah et al. 2006)

Analisis tekstur dilakukan dengan menggunakan alat Texture Profile Analyzer (TPA).

Setiap formula nasi dalam kemasan kaleng (4 formula) diuji profil teksturnya dengan alat.

Prinsip kerja dari alat ini adalah sampel akan ditekan dengan menggunakan compression anvil.

Jenis probe yang digunakan untuk menekan bahan tergantung dari karakteristik bahan yang

akan diuji. Pengukuran dilakukan dengan memberikan dua kali gaya tekan terhadap sampel.

Tabel 2 menunjukkan spesifikasi pengukuran alat yang digunakan, sedangkan kurva contoh

hasil pengukuran dengan TPA dapat dilihat pada Gambar 6. Dari kurva tersebut, dapat

diperoleh informasi seperti nilai kekerasan objektif (H1), daya kohesif (A2/A1), elastisitas

(D2/D1), kelengketan (A3), kekenyalan (A2/A1 x H1), dan daya kunyah (D2/D1 x A2/A1 x

H1) produk.

22

Tabel 2. Spesifikasi Pengukuran dengan Texture Profile Analyzer(TPA)

Test Mode and Option TPA

Parameter :

Pre test speed 5.00 mm/s

Test speed 2.00 mm/s

Post test speed 10.000 mm/s

Rupture test dist 1.0 mm

Distance 5.00 mm

Force 100 g

Time 5.00 sec

Count 5

\

Gambar 6. Kurva profil tekstur dengan TPA

Sumber : http://www.tessuk.org.uk/article [29 April 2012]

Analisis Warna dengan Chromameter (Faridah et al. 2006)

Analsis warna dilakukan dengan Chromameter Minolta CR-200 dengan menggunakan

skala Yxy pada sistem CIE. Nilai ini kemudian dikonversi ke sistem Hunter dengan skala L, a,

dan b. Standar warna yang digunakan adalah warna putih dengan nilai L = 97.01, a= -169.18,

dan b = 2.53. Cara perhitungan untuk mengonversi skala sistem CIE ke sistem Hunter adalah

sebagai berikut:

L = 10 √Y

a = 17.5 √Y

b = 5.929 √Y

- 1

23

Analisis Sensori dengan Metode Uji Rating Hedonik (Adawiyah et al. 2006)

Analisis dilakukan dengan skala kesukaan atau hedonik terhadap karakteristik sensori

produk nasi dalam kemasan kaleng yang telah dibuat. Pada uji rating hedonik, 70 orang panelis

tidak terlatih diminta untuk mencicipi masing-masing sampel, dan di antara pencicipan sampel

diharuskan untuk menetralisasi indera perasa dengan air putih, kemudian panelis akan diminta

memberikan penilaian tingkat kesukaan mereka terhadap parameter tekstur, warna, rasa dan

overall dari produk dengan menggunakan tujuh tingkat skala kesukaan di mulai dari 1 (sangat

tidak suka) sampai 7 (sangat suka), tanpa membandingkan antar sampel.

Penentuan Umur Simpan dengan Metode ASLT (Pradono 2007)

Metode yang digunakan dalam penentuan umur simpan produk nasi dalam kemasan

kaleng ini adalah metode Arrhenius (k = Ko.e -Ea/RT

), pada tempat penyimpanan dengan 3

kondisi suhu yang berbeda (37o C, 45

o C, dan 55

o C). Pengamatan dilakukan setiap 7 hari

sekali selama 6 minggu untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama penyimpanan,

dengan menggunakan uji fisik (warna dan tekstur), uji mikrobiologi, dan perubahan pH. Reaksi

kehilangan mutu pada pangan pada umumnya dapat dijelaskan oleh persamaan reaksi kimia

orde nol dan satu, namun beberapa tipe kerusakan pada pangan dapat mengikuti kinetika kimia

dengan orde 1. Perhitungan umur simpan dimulai dengan memplotkan rataan nilai parameter

tertentu (skor) terhadap waktu penyimpanan per suhu penyimpanan. Plot nilai di atas dilakukan

pada orde nol dan satu. Pada orde nol, plot dilakukan antara rataan skor pengamatan (sumbu y)

dengan waktu penyimpanan (sumbu x), sedangkan orde satu plot dilakukan antara ln skor

pengamatan (sumbu y) dengan waktu penyimpanan (sumbu x).

Hasil plot di atas akan memberikan nilai k, intersep dan koefisien korelasi masing-masing

suhu penyimpanan. Untuk melihat dan menentukan orde reaksi kerusakan pangan yang

disimpan dapat ditentukan dari nilai koefisien korelasi yang lebih besar (r2). Ketika orde reaksi

kerusakan pangan telah didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah pembuatan plot

Arrhenius, dengan sumbe x menyatakan nilai 1/T (K-1

) dan sumbu y menyatakan nilai ln k dari

masing-masing suhu penyimpanan yang digunakan. Hasil plot tersebut akan memberikan nilai

k, intersep, dan koefisien korelai. Persamaan garis linier hasil pemlotan akan mengikuti

persamaan ln K = ln ko + (-Ea/R) 1/T dengan Ea/R = gradient dari plot. Dari rumus di atas

akan diperoleh nilai ko. Sedangkan umur simpan dapat diperoleh dengan rumus:

T =

dengan nilai T adalah dugaan umur simpan untuk ordo 0

T =

dengan nilai T adalah dugaan umur simpan untuk ordo 1.

Parameter yang dipakai dalam penentuan umur simpan ini adalah parameter sensori

meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur serta parameter fisik berupa warna (Nilai L,a dan b)

dan tekstur (TPA). Batas nilai kegunaan (usable quality) untuk parameter sensori dilakukan

dengan menggunakan penilaian panelis yang dibandingkan dari awal sampai ketika panelis

menilai bahwa parameter tertentu dari produk sudah tidak dapat diterima, sedangkan untuk

parameter fisik nilai batas kegunaan ditentukan berdasarkan literatur.

24

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu Rancangan Acak Lengkap

(RAL) untuk tahapan penyusunan formula. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dapat

didefinisikan sebagai rancangan dengan beberapa perlakuan yang disusun secara acak untuk

seluruh unit percobaan. Tidak ada pembatasan yang dikenakan dalam menyusun perlakuan

untuk setiap unit percobaan. Namun, pada uji rating hedonik rancangan percobaan yang

digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) karena sampel

dikelompokkan untuk melihat interaksi antarparameter uji serta meminimalisasi bias

antarpanelis. Tahap penentuan umur simpan tidak menggunakan rancangan percobaan, tetapi

menggunakan pemodelan linear karena hasil pengukuran parameter-parameter penurunan

kualitas produk akan diplotkan dengan lama masa penyimpanan dalam suatu kurva regresi

linear untuk dapat menghitung umur simpan produk.

25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Tahap Formulasi Nasi dalam Kemasan Kaleng

Tahap formulasi bertujuan untuk merancang produk nasi dalam kemasan kaleng yang

sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Institute of Medicine (2002), yaitu produk

harus memiliki sebaran kontribusi energi dari makromolekul kabohidrat sebesar 40-50%, protein

10-15% dan lemak 35-45%. Dalam hal ini, kontribusi zat gizi mikro dan mineral tidak wajib

diperhitungkan karena komponen mikro tidak menyumbang secara signifikan terhadap kalori

produk. Komponen karbohidrat diharapkan menjadi komponen utama pada pangan darurat,

karena energi dari karbohidrat bersifat siap pakai dan cepat diurai oleh metabolisme tubuh

(Muchtadi 2002). Hal ini penting bagi masyarakat yang berada pada kondisi darurat yang asupan

energi cepat sangat dibutuhkan. Selain karbohidrat, produk pangan darurat juga membutuhkan

kandungan lemak yang cukup. Hal ini disebabkan oleh lemak yang memiliki kontribusi sangat

besar terhadap pemenuhan energi. Kontribusi 1 gram lemak setara dengan 9.2-9.3 kkal atau 2

kali lipat lebih besar daripada karbohidrat (Astawan 2004). Pada tahap formulasi dilakukan

analisis proksimat bahan baku, tahap perhitungan komposisi bahan baku dan tahap formulasi

utama.

4.1.1 Analisis Prokimat Bahan Baku

Analisis proksimat bahan baku dilakukan untuk mengetahui profil nutrisi dari setiap

bahan baku yang digunakan. Profil nutrisi ini penting untuk melakukan perhitungan komposisi

bahan baku agar dapat memenuhi persyaratan IOM. Hasil analisis proksimat menunjukkan

bahwa setiap bahan baku memiliki komponen nutrisi dominan yang berbeda. Beras yang

digunakan pada penelitian ini adalah beras semi pera dan memiliki komponen karbohidrat yang

tinggi yaitu sekitar 79-80%. Putih telur yang digunakan pada penelitian ini adalah putih telur

instan berbentuk bubuk yang memiliki kandungan protein yang sangat tinggi mencapai 78-79%.

Bahan baku lainnya adalah margarin yang kaya akan lemak. Kandungan lemak margarin yang

teruji mencapai 80%. Margarin dipilih sebagai sumber lemak karena harganya yang lebih murah

daripada mentega. Hasil analisis proksimat bahan baku secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Proksimat Bahan Baku

Bahan Komposisi (% bb)

Air Abu Lemak Protein Karbohidrat

Beras a 12.51 ± 0.023 0.25 ± 0,001 0.71 ± 0,001 6.76 ± 0,012 79.77 ± 0,009

Tepung Putih

Telur b

13.35 ± 0,001 5.51 ± 0,001 0.22 ± 0,001 78.87 ± 0,100 2.05 ± 0,002

Margarin a 17.24 ± 0,041 2.41 ± 0,001 79.79 ± 0,091 0.16 ±0,001 0.40 ± 0,001

Keterangan:

Hasil adalah nilai rata-rata (n=2) dalam persen berat basah (% bb)

Seluruh data dikategorikan teliti karena nilai RSDanalisis < RSDhitung

a = Faktor Konversi Perhitungan Kadar Protein = 6.25

b = Faktor Konversi Perhitungan Kadar Protein = 6.68

Berdasarkan hasil analisis proksimat bahan baku, terlihat bahwa setiap bahan memiliki

keunggulan spesifik pada kandungan makromolekul tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa

pemilihan beras, tepung putih telur dan margarin sebagai bahan baku utama pembuatan nasi

dalam kemasan kaleng sudah tepat dan dapat mempermudah melakukan perhitungan kontribusi

26

energi untuk penentuan formula. Menurut Astawan (2004), putih telur adalah sumber protein

murni yang baik karena kandungan proteinnya yang tinggi serta bioavalabilitasnya yang sangat

tinggi mencapai 97-98% sehingga tubuh manusia mampu memanfaatkan fungsionalitas dari

protein putih telur. Margarin merupakan sumber lemak nabati yang umum digunakan dalam

industri untuk mneggantikan mentega karena memiliki profil sensori yang hampir sama dengan

harga yang jauh lebih murah (Subarna 2008).

4.1.2 Penyusunan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng

Tahapan perhitungan komposisi bahan baku dilakukan menggunakan prinsip

kesetimbangan massa (mass balance), yaitu setiap material yang masuk (input) harus memiliki

jumlah yang sama dengan akumulasi yang terjadi selama proses dan hasil luaran (output) yang

dihasilkan (Hariyadi 2006). Komposisi perhitungan bahan baku di dalam campuran produk

dilakukan sesuai dengan data hasil analisis proksimat bahan baku. Berdasarkan hasil perhitungan

bahan baku, diperoleh empat formulasi berbeda yang dinilai memenuhi persyaratan dari IOM,

yaitu nilai energi total dari formulasi diperkirakan 35-45% berasal dari lemak, 40-50% dari

karbohidrat dan 10-15% dari protein. Selain itu ditambahkan pula serat pangan pada formulasi

ini berupa serat inulin yang merupakan jenis serat larut (soluble fiber). Sumber serat

ditambahkan secara on top, artinya ditambahkan pada jumlah yang sama di luar perhitungan

komposisi bahan baku utama yang dilakukan. Hasil perhitungan komposisi bahan baku di sajikan

dalam Tabel 4, sedangkan perhitungan secara rinci ditampilkan pada Lampiran 1-4.

Tabel 4. Komposisi Bahan Baku Penyusun Nasi dalam Kemasan Kaleng

Formula Beras Tepung Telur Margarin Serat

Inulin

Air

I 70 14 21 6.75 120

II 63 14 28 6.75 120

III 70 10.5 24.5 6.75 120

IV 73.5 10.5 21 6.75 120

Keterangan :

Perhitungan komposisi bahan baku dilakukan dalam satuan gram (g).

Penyusunan formula dilakukan dengan memperhatikan aspek gizi dan sensori dari produk

akhir. Ditinjau dari segi gizi dan kontribusi energi, keempat formula yang disusun sudah

memenuhi kriteria IOM (2002) berdasarkan kontribusi energi makro yang sudah dihitung. Dari

segi sensori, kandungan lemak yang tinggi (seperti pada formula II) diharapkan dapat memberi

cita rasa yang creamy terhadap produk akhir dan produk bersifat lebih lumas serta tidak lengket.

Kandungan karbohidrat yang tinggi (seperti pada formula IV) menyebabkan produk akhir

memiliki tekstur yang lebih keras karena sumber karbohidrat yang dipakai memiliki kandungan

amilosa yang tinggi. Penambahan serat inulin tidak berpengaruh terhadap profil sensori produk

karena serat inulin merupakan jenis serat yang larut dalam air dan tidak menimbulkan kesan

cloudy pada produk akhir (Kusnandar 2006). Serat inulin memberi pengaruh baik terhadap

sistem pencernaan manusia karena membantu perkembangan bakteri baik dipencernaan serta

mengatur penyerapan air dalam usus besar.

27

4.1.3 Pengolahan Nasi dalam Kemasan Kaleng Pra-sterilisasi

Nasi dalam kemasan kaleng yang baik akan membentuk tekstur nasi yang sesuai (tidak

terlalu keras maupun lunak). Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan nasi awal untuk

mendapat tekstur seperti yang diharapkan. Pengolahan dimulai dengan menimbang bahan baku

sesuai takaran formulasi yang telah dihitung. Kemudian dilakukan pencucian dengan air bersih

dan penambahan air sesuai komposisi. Beras yang sudah ditambah air kemudian dimasak

setengah matang dengan menggunakan api kecil yang tidak terlalu panas. Api yang terlalu panas

dapat menyebabkan penyerapan air pada beras tidak merata dan akibatnya dapat terbentuk kerak

gosong yang dapat merusak cita rasa produk.

Beras akan terus di masak sampai membentuk tekstur setengah matang dan selanjutnya

siap untuk dikalengkan. Selama proses pemasakan tersebut, terjadi pengembangan granula pati.

Adanya kandungan makromolekul selain pati, seperti lemak atau protein juga dapat

memengaruhi proses pengembangan granula. Menurut Rooney dan Lucas (2001), lemak akan

berinteraksi dengan granula pati dan mencegah terjadinya hidrasi sehingga menurunkan

viskositas pati. Komponen makromolekul lain juga dapat menahan atau menghalangi

pengembangan granula yang akhirnya berpengaruh terhadap pembentukan tekstur nasi. Oleh

karena itu, penambahan margarin (sumber lemak) dilakukan setelah pengaronan selesai agar

lemak pada margarin tidak menggangu proses gelatinisasi beras. Pencampuran margarin juga

dilakukan ketika beras setengah matang masih dalam keadaan panas sehingga mudah untuk

bercampur dengan margarin yang sudah mulai meleleh. Bahan yang mengandung karbohidrat

tinggi serta protein juga berpotensi untuk mengalami reaksi pencoklatan Mailard. Reaksi Mailard

terjadi antara karbohidrat dan protein pada suhu tinggi. Terjadinya reaksi Mailard juga

dipengaruhi oleh aw produk, semakin tinggi aw produk maka semakin besar pula peluang

terjadinya reaksi Mailard. Nilai aw yang aman dapat mencegah terjadinya reaksi Mailard adalah

di bawah 0.85 (Rui 2007). Untuk meminimalisasi terjadinya reaksi Mailard, penambahan tepung

putih telur pada produk dilakukan saat beras setengah matang sudah mulai mendingin dan

dilakukan pengadukan secara halus untuk mempercepat pencampuran. Diharapkan dapat

meminimalkan terjadinya reaksi pencoklatan Mailard, sehingga warna produk akhir tidak

menjadi coklat. Bagan proses pengolahan formula nasi dalam kemasan kaleng dapat dilihat pada

Gambar 7

28

4.2. Proses Pengalengan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng

Proses pengalengan nasi dalam kemasan kaleng dilakukan setelah formulasi selesai

dilakukan. Pengalengan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu pengamatan distrubusi panas pada retort

untuk mengetahui waktu venting and CUT, penghitungan nilai penetrasi panas dan pengalengan

produk pada satu waktu proses.

4.2.1 Penentuan Waktu Venting dan Come Up Time melalui Uji Distribusi Panas

Kurva distribusi panas menunjukkan bahwa waktu venting retort adalah 6 menit dengan

nilai CUT 22 menit. Waktu venting adalah waktu sejak uap panas dinyalakan sampai semua udara

di dalam retort telah tergantikan oleh uap panas. Waktu venting dianggap selesai ketika dalam

retort sudah tidak ada lagi udara dan suhu retort yang terbaca umumnya sudah mencapai 100oC

dan terkait hal tersebut, suhu 105oC dijadikan sebagai acuan (Hariyadi 2006). Proses venting

diperlukan untuk mengeluarkan uap udara dari dalam retort sehingga terbentuk kondisi atmosfer

dalam retort yang jenuh dengan uap air. Udara mempunyai konduktivitas panas yang rendah dan

dapat menghambat proses perambatan panas selama proses sterilisasi. Oleh karena itu, proses

venting dilakukan untuk menjamin produk pangan yang di sterilisasi telah mengalami proses

pemanasan yang cukup (Hanharan 2011).

Berdasarkan kurva tersebut (Gambar 8), tampak bahwa sebelum menit ke-6, suhu retort

meningkat secara tajam dan distribusi panas di dalam retort tidak merata. Hal ini ditunjukkan

dengan adanya variasi suhu yang beragam pada setiap termokopel yang terpasang dalam retort.

Namun. setelah proses pemanasan berlangsung selama 6 menit dan retort telah mencapai suhu

sekitar 107oC, peningkatan suhu dalam retort relatif lambat dan suhu termokopel yang terbaca

oleh termorekorder relatif seragam. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi panas dalam retort telah

seragam sehingga waktu venting retort adalah 6 menit.

Gambar 7. Diagaram alir pengolahan formula nasi dalam kemasan kaleng

Beras

Ditimbang

Dicuci

Air

Dimasak setengah matang

Beras setengah matang Margarin

Tepung

putih telur

Pengalengan

29

Gambar 8. Kurva distribusi panas retort

Nilai Come Up Time (CUT) adalah waktu yang diperlukan oleh retort sejak dinyalakan

sampai mencapai suhu yang diinginkan (121.1oC). Berdasarkan kurva distribusi panas, dapat

dilihat bahwa semua termokopel telah mencapai suhu 121oC setelah pemanasan selama 22 menit

sehingga nilai CUT ditetapkan selama 22 menit. Kurva distribusi panas juga menunjukkan bahwa

seluruh titik pengukuran membutuhkan waktu yang hampir bersamaan untuk mencapai suhu retort

yang diinginkan . Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran panas dalam retort cukup merata.

Distribusi panas yang merata akan membantu penetrasi panas yang lebih baik pada produk di

manapun produk diletakkan dalam retort. Distribusi panas yang tidak merata dalam retort akan

menyebabkan produk mengalami pemanasan yang tidak merata dan akibatnya akan ada produk

yang underprocessed atau overprocessed dalam skala industri komersial, peristiwa ini dapat

menyebabkan kerugian secara ekonomi dan mengancan keamanan produk yang dihasilkan.

4.2.2 Hasil Uji Penetrasi Panas Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng

Uji penetrasi panas dilakukan dengan menggunakan 4 buah termokopel yang di pasang

pada produk dan satu termokopel yang dipasang pada retort untuk mengamati perbedaan

perubahan suhu retort dan produk. Pemasangan termokopel dilakukan dengan melubangi dinding

kaleng pada bagian yang dianggap sebagai titik terdingin yaitu pada 1/2 dari tinggi kaleng

(Hariyadi 2006). Kaleng dilubangi sesuai dengan ukuran probe termokopel dan probe termokopel

dipasang dengan teliti untuk menutupi lubang yang dibuat. Ukuran lubang yang dibuat harus

sesuai dengan ukuran probe termokopel untuk menghindari kebocoran pada kaleng saat

pemanasan.

Kurva penetrasi panas produk pada Gambar 9, 10, 11 dan 12 hal ini menunjukkan bahwa

setiap jenis formula memiliki profil penetrasi panas yang relatif tidak berbeda, hal ini dapat dilihat

dari keempat kurva penetrasi panas yang menumpuk satu sama lain. Penetrasi panas produk dapat

dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya jenis bahan (karakteristik fisik,kimia dan termal),

ukuran kaleng dan kondisi operasi retort (Hariyadi 2006). Keempat formulasi ini memiliki

komposisi dan jenis bahan penyusun yang tidak jauh berbeda, begitu pula dengan ukuran kaleng

yang dipakai serta kondisi pengoperasian retort ketika pengujian yang juga tidak berbeda. Oleh

karena itu dapat diperoleh karakteristik penetrasi panas yang serupa untuk keempat formulasi yang

diuji.

30

Berdasarkan kurva penetrasi panas yang telah diplotkan, dapat dihitung waktu operasi untuk

pemanasan produk. Waktu operasi retort adalah waktu yang diaplikasikan pada pemanasan produk

untuk mencapai nilai kecukupan panas yang diinginkan. Dalam perhitungan waktu proses harus

diketahui nilai Fo dari masing-masing formulasi, kemudian nilai Fo ini ditambahkan dengan lama

waktu retensi retort pada suhu sterilisasi yang ditetapkan (121.1oC). Waktu proses yang ditetapkan

dapat berbeda antara satu produk dengan yang lainnya, hal ini ditentukan oleh nilai kecukupan

panas (Fo) dari masing-masing produk. Nilai kecukupan panas yang relatif tidak berbeda

antarproduk dapat memberikan waktu proses yang sama. Keuntungan dari produksi yang

dilakukan pada waktu proses yang sama dalam skala industri adalah penghematan dari sisi

ekonomi (biaya yang dikeluarkan) maupun dari sisi pengeluaran energi untuk proses termal.

Gambar 9. Kurva penetrasi panas untuk formula I

Gambar 10. Kurva penetrasi panas untuk formula II

0

20

40

60

80

100

120

140

0 20 40 60 80 100

Suh

u (

oC

)

Waktu (menit)

T.retort (oC) T.rata-rata (oC)

0

20

40

60

80

100

120

140

0 20 40 60 80 100

Suh

u(

oC

)

Waktu (menit)

T.retort (oC) T.rata-rata (oC)

Suhu Retort (oC) Suhu Produk (oC)

Suhu Retort (oC) Suhu Produk (oC)

31

Gambar 11. Kurva penetrasi panas untuk formula III

Gambar 12. Kurva penetrasi panas untuk formula IV

Kurva penetrasi panas juga menunjukkan profil pemanasan (heating) dan pendinginan

(cooling) pada titik terdingin produk. Data lengkap dari hasil uji penetrasi panas dapat dilihat

di Lampiran 6-9, data yang diperoleh dari hasil uji penetrasi panas dapat digunakan untuk

menghitung nilai Fo dan memperkirakan waktu proses. Nilai Do dan Z pada suhu 121.10C

Clostridium botulinum adalah 0.21 menit dan 180F (Hariyadi et al. 2006). Dalam penelitian

ini, diharapkan terjadi penurunan jumlah C. botulinum sebanyak 12 siklus logaritma (proses

12D). Oleh karena itu, nilai Fo yang ditargetkan dalam proses sterilisasi nasi dalam kemasan

kaleng ini adalah 12 x 0.21= 2.52 pada suhu 121.10C.

4.2.3 Perhitungan Nilai Fo dengan Metode General

Metode general adalah metode yang paling teliti dalam menghitung letalitas proses

termal karena data suhu bahan hasil pengukuran dalam percobaan dapat secara langsung

digunakan dalam perhitungan tanpa asumsi dan prediksi berdasarkan persamaan hubungan

waktu dan suhu. Metode ini tidak digunakan untuk meramalkan hubungan waktu dengan suhu

dalam bahan pangan selama pemanasan, sehingga tidak umum digunakan untuk merancang

0

20

40

60

80

100

120

140

0 20 40 60 80 100

Suh

u (

oC

)

Waktu (menit)

T.retort (oC) T.rata-rata (oC)

0

20

40

60

80

100

120

140

0 20 40 60 80 100

Suh

u (

oC

)

Waktu (menit)

T.retort (oC) T.rata-rata (oC) Suhu Retort (oC) Suhu Produk (oC)

Suhu Retort (oC) Suhu Produk (oC)

32

proses termal, tetapi sering digunakan untuk evaluasi proses termal yang sedang berjalan di

industri pengalengan (Subarna et al. 2008).

Target proses sterilisasi yang dilakukan adalah 12D, yaitu proses sterilisasi harus

mampu membunuh atau mereduksi mikroba sebanayk 12 siklus logaritma dari jumlah awal

atau menurunkan jumlah mikorba pada produk dari 1 triliun sampai 1. Nilai proses 12D dapat

menjamin keamanan produk pangan hasil sterilisasi karena mampu membunuh seluruh

mikroba patogen yang dapat menyebabkan penyakit, serta mampu membunuh mikroba

pembusuk non spora dan pembentuk spora. Kemungkinan masih ada spora mikroba tahan

panas yang tersisa pada produk, namun proses 12D menjamin kalau spora mikroba ini akan

inaktif atau dorman dalam waktu yang lama (Singh 2001).

Pada metode general, nilai Fo dihitung dengan membuat plot nilai letalitas (LR)

terhadap waktu yang akan menghasilkan kurva kecepatan kematian termal (TDT). Nilai Fo

parsial diperoleh dari luas trapezium pada kurva TDT, yaitu dengan menjumlahkan dua nilai

LR yang berurutan dan kemudian dibagi dua lalu dikalikan dengan nilai perubahan waktu dari

LR satu ke LR lainnya. Nilai Fo parsial kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai Fo

total dan kemudian nilai Fo total ini dikonfirmasi dengan perhitungan nilai Fo yang dilakukan

dengan metode ball atau formula. Hasil perhitungan nilai Fo dengan metode general dapat

dilihat di Lampiran 6-9.

Berdasarkan hasil perhitungan metode general, nilai Fo dari keempat formula berkisar

antara 14-15 menit (Tabel 5) dan tidak berbeda jauh antara satu formula dengan yang lainnya.

Hal ini dikarenakan karakteristik kurva penetrasi panas serta komposisi dan perlakuan

formulasi yang tidak berbeda. Nilai Fo yang relatif tidak berbeda antarformulasi menyebabkan

keseluruhan formula dapat diproses pada satu waktu proses atau batch, sehingga dalam

pengerjaan dapat menghemat energi serta biaya. Jika nilai Fo yang didapat antarformula

berbeda, maka formula harus dikalengkan dengan waktu proses yang juga berbeda dan tidak

dapat dikerjakan dalam satu batch produksi.

4.2.4 Perhitungan Nilai Fo Nasi dalam kemasan kaleng dengan Metode Formula

Perhitungan nilai Fo produk dengan menggunakan metode formula dilakukan

dengan menggunakan data dari hasil uji penetrasi panas dari setiap formulasi nasi dalam

kemasan kaleng yang kemudian diplotkan dalam selembar kurva semilogaritma. Parameter-

parameter yang digunakan dalam metode formula ini dapat juga digunakan untuk merancang

suatu proses termal termasuk merancang waktu yang dibutuhkan (prediksi) untuk mencapai

nilai letalitas tertentu yang diinginkan. Asumsi yang dipakai adalah retort selalu berada pada

suhu proses selama waktu proses Ball (B) sehingga tidak ada pemanasan yang dilakukan

sebelum waktu proses B. Mikroba yang digunakan sebagai acuan adalah Clostridium

botulinum pada suhu 121.1o C atau 250

o F (Subarna,dkk 2008).

Proses termal dilakukan pada suhu retort 121.1oC atau 250

oF (Tr), sedangkan suhu

awal rata-rata produk berbeda antarsatu dan lainnya. Waktu yang diperlukan untuk mencapai

suhu retort adalah 22 menit (CUT). Parameter yang menggambarkan karakteristik penetrasi

panas adalah respon suhu (fh) dan lag factor (jh). Perbedaan antara suhu retort (Tr) dan suhu

produk (T) memberikan driving force yang dapat memanaskan produk sehingga seiring

dengan meningkatnya suhu produk laju pemanasan akan menurun secara eksponensial.

Perbedaan suhu (Tr-T) diukur pada setiap waktu t pada kurva semilogaritmik dan ditarik

garis linear agar didapat persamaan berikut:

33

Log (Tr-T) = log g – t/fh

Keterangan: Tr = suhu retort

T = suhu produk

g = perbedaan suhu retort dan produk pada waktu tertentu dalam kurva linier

t = waktu proses

fh = selisih waktu pada perubahan satu siklus log

Kurva semilogaritmik dari keempat fomulasi nasi dalam kemasan kaleng dapat dilihat pada

Gambar 13, 14, 15 dan 16.

Menurut Hariyadi (2006), selama proses termal dalam retort, 40% dari total waktu

CUT tidak berpengaruh terhadap pembunuhan mikroba atau tidak memiliki dampak letal

yang signifikan sehingga perhitungan waktu proses Ball dimulai dari sisanya yaitu 0.6 CUT

sampai pemanasan dihentikan. Suhu awal produk pada kurva linier yang dikoreksi dengan

nilai CUT disebut suhu awal semu (Tpi). Pehitungan dimulai pada 8.8 menit (0.4 CUT)

setelah uap dinyalakan. Dari persamaan garis kurva penetrasi panas pada kertas

semilogaritmik, diperoleh nilai (Tr-T) pada menit ke 8.8. Nilai Jh dapat diperoleh dari

membagi (Tr-T) dengan Ih dan nilai fh langsung dapat diperoleh dari kurva. Setelah semua

parameter didapatkan, kemudian dapat mulai dihitung nilai Fo-nya. Tujuan perhitungan

dengan metode formula adalah untuk mencocokkan nilai Fo metode formula dengan nilai Fo

faktual yang didapat dari metode general.

Untuk menghitung nilai Fo, perlu diketahui nilai log g, fh/U dan Fi terlebih dahulu.

Nilai log g diperoleh dari nilai jh, fh dan B yang sudah diketahui sebelumnya, sedangkan

nilai fh/U diperoleh dari tabel nilai log g versus fh/U untuk nilai Z = 18o F. Nilai Fi adalah

jumlah menit pada suhu retort yang ekuivalen dengan satu menit pada suhu standar (250o F).

Perhitungan lengkap dari metode Formula dapat dilihat pada Lampiran. 13, 14, 15 dan 16.

Berdasarkan grafik semilogaritmik hubungan antara t (menit) dengan Tr-Tp, dapat diketahui

nilai fh antarformula tidak berbeda jauh, hal ini berarti nilai difusivitas atau penyebaran panas

pada keempat formula relatif tidak berbeda.

Gambar 13. Kurva semilogaritmik hubungan antara t (menit) dengan (Tr-Tp) pada formula I

y = 226.18e-0.067x R² = 0.9043

1

10

100

1000

0 20 40 60 80

(Tr-

Tp)

o C

t (menit)

34

Gambar 14. Kurva semilogaritmik hubungan antara t (menit) dengan (Tr-Tp) pada formula II

Gambar 15. Kurva semilogaritmik hubungan antara t (menit) dengan (Tr-Tp) pada formula III

y = 177.34e-0.06x R² = 0.9504

1

10

100

1000

0 10 20 30 40 50 60

(Tr-

Tp)

o C

t (menit)

y = 251.2e-0.061x R² = 0.9412

1

10

100

1000

0 20 40 60 80

(Tr-

Tp)

o C

t (menit)

35

Gambar 16. Kurva semilogaritmik hubungan antara t (menit) dengan (Tr-Tp) pada formula IV

Tabel 5. Hasil Perhitungan Nilai Fo dengan Metode General dan Formula

Formulasi Fo (General) Fo (Formula) Waktu Proses (CUT =

22 menit, Tr=121.1oC)

I 15 menit 10 menit 40 menit

II 15 menit 10 menit 40 menit

III 14 menit 10 menit 40 menit

IV 15 menit 9 menit 40 menit

Hasil perhitungan kedua nilai Fo (dengan metode formula dan general) menghasilkan nilai

yang cukup berbeda, namun nilai Fo yang dihasilkan oleh metode formula umumnya lebih kecil

daripada yang dihasilkan oleh metode general. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai Fo yang dihitung

dengan metode general lebih besar karena proses pendinginan pada retort yang berlangsung

selama proses berjalan sangat lambat sehingga nilai letalitas saat pendinginan juga terhitung.

Waktu pendinginan yang lama dan perubahan suhu yang tidak drastis pada saat pendinginan dapat

mengakibatkan proses pendinginan memiliki nilai letalitas (Lr) yang masih signifikan, nilai

letalitas yang terakumulasi selama proses pendinginan akan mengakibatkan nilai Fo parsial dari

metode general semakin besar sehingga berdasarkan perhitungan dengan metode general nilai Fo

dari produk merupakan penjumlahan dari nilai Fo parsialnya, maka proses akan menghasilkan nilai

Fo yang lebih besar. Proses pendinginan yang lambat pada retort dapat diakibatkan oleh beberapa

faktor, diantaranya tekanan pada sistem pendinginan retort yang terlalu tinggi atau sistem

pembuangan uap yang tidak lancar.

4.2.5 Proses Pengalengan Nasi dalam Kemasan Kaleng pada Satu Waktu Proses

Proses pengalengan terhadap keempat formula nasi dalam kemasan kaleng dilakukan pada

satu waktu proses yang sama. Hal ini dilakukan karena nilai Fo dari masing-masing formula yang

dihitung baik dengan metode general maupun formula tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan. Waktu proses dari suatu tahap sterilisasi diperoleh dari penambahan nilai Fo dengan

waktu retensi (penahanan) suhu retort di suhu 121.1oC atau 250

oF. Nilai waktu proses yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 40 menit. Nilai ini didapat dari nilai Fo produk (20menit)

ditambah dengan lama retensi suhu retort di 121oC yaitu selama 20 menit.

y = 285.58e-0.061x R² = 0.9442

1

10

100

1000

0 20 40 60 80

(Tr-

Tp)

o C

t (menit)

36

Proses sterilisasi produk dimulai dengan tahap pemasukan formulasi yang telah disusun

dalam kaleng. Pemasukan produk pada kaleng harus meminimalisasi ruang sisa atau headspace

pada kaleng. Ruang headspace yang terlalu besar dikhawatirkan dapat menyimpan lebih banyak

udara sehingga proses exhausting yang dilakukan harus lebih lama dan kemungkinan produk

mengalami oksidasi juga akan lebih besar (Sudrajat 2010). Dimensi kaleng yang digunakan dalam

penelitian ini adalah 307 x 116, kemudian kaleng beserta produk mengalami proses exhausting,

yaitu proses pengeluaran sisa udara dalam kaleng (sebelum ditutup) melalui conveyor yang dialiri

uap panas jenuh. Tujuan dari proses exhausting ini adalah untuk mengeluarkan udara yang masih

berada di dalam kaleng agar diperoleh kondisi vakum dalam kaleng. Uap panas jenuh memiliki

energi kinetic yang lebih besar daripada udara sehingga mampu mendorong udara untuk keluar

dari kaleng (Hariyadi 2006).

Setelah proses exhausting, kaleng beserta produknya segera ditutup. Proses sealing adalah

proses penutupan kaleng dengan menggunakan sealer yang melipat lapisan keleng sehingga kedap

dan tidak bocor. Proses penutupan kaleng yang tidak sempurna dapat menyebabkan kebocoran

yang berpengaruh pada proses pengalengan seperti mengakibatkan kaleng kembung atau

rekontaminasi setelah proses. Tahap terakhir adalah pengalengan pada suhu dan waktu proses yang

sudah ditentukan dalam hal ini 40 menit di suhu 121.1oC. Produk akhir yang dikalengkan memiliki

berat kotor (produk dan kaleng) 307.6 gram dan berat bersih 225 gram (produk) berdasarkan hasil

penimbangan dengan timbangan elektronik.

4.3. Tahap Analisis Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng

Tahap analisis produk dilakukan untuk mengetahui karakteristik awal produk sekaligus

untuk memilih formulasi terbaik yang akan dikarakterisasi dalam penelitian selanjutnya. Tahap

analisis yang dilakukan adalah analisis kimia proksimat, untuk mengetahui dan mengonfirmasi

sebaran gizi produk, analisis fisik berupa analisis warna dan tekstur untuk melihat karakteristik

produk secara objektif, dan analisis sensori rating hedonik untuk melihat respon panelis terhadap

parameter warna, tekstur, rasa dan overall. Hasil ketiga analisis ini nantinya akan menjadi

pertimbangan untuk menentukan formulasi terbaik.

4.3.1 Analisis Proksimat Produk

Analisis proksimat terhadap produk akhir dilakukan untuk memastikan hasil perhitungan

sebaran gizi yang telah dilakukan sebelumnya (secara teoritis) dengan sebaran gizi aktual yang

terdapat pada produk. Analisis proksimat dilakukan terhadap parameter kandungan karbohidrat,

lemak, protein, abu dan air, sedangkan analisis kandungan nilai serat tidak dilakukan karena dalam

penelitian ini serat inulin yang digunakan adalah serat inulin murni (kemurnian >99%) dan

penggunaan serat sudah sesuai dengan aturan pakai dari produsen yaitu 3 gram per 100 gram

produk atau sekitar 6.75 gram per kaleng (225 gram). Kandungan serat pangan dalam produk

diperkirakan sekitar 2.5-3% secara perhitungan matematis karena kemurnian serat yang dipakai

mencapai 99% dan diasumsikan jumlah serat yang rusak atau hilang karena proses pemanasan

dapat diabaikan (negligible). Nilai serat pada produk pangan yang jumlahnya 2.5% per takaran saji

tergolong cukup (Kusnandar 2006).

37

Tabel 6. Hasil Analisis Proksimat Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng

Formula Karbohidrat Lemak Protein Abu Air Kalori

I 29.43±0.12 11.12±0.01 7.07±0.05 1.21±0.01 51.17±0.23 575.12

II 24.14±0.08 13.85±0.02 7.34±0.10 1.43±0.01 53.24±0.17 637.15

III 28.12±0.15 12.15±0.01 5.79±0.09 1.39±0.01 53.55±0.43 572.05

IV 30.22±0.23 10.65±0.03 6.12±0.04 1.33±0.01 51.68±0.56 563.83

Keterangan :

Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk % rata- rata bobot basah (n=2), nilai kalori dalam kkal

Tabel 7. Hasil Perhitungan Kontribusi Sebaran Energi Produk Akhir

Formula Karbohidrat (%) Lemak (%) Protein (%)

I* 48.36±0.12 40.02±0.22 11.62±0.09

II* 44.12±0.08 45.01±0.18 10.88±0.05

III**

46.45±0.21 43.97±0.10 9.24 ±0.11

IV* 50.64±0.17 39.90±0.13 10.25±0.08

Standar IOM 40-50 35-45 10-15

Keterangan: * Formula yang sesuai dengan persyaratan IOM ** Formula yang belum sesuai dengan persyaratan IOM

Tabel 8. Perbandingan Hasil Perhitungan Kontribusi Energi dengan Hasil Analisis Aktual

Deskripsi Karbohidrat (%) Lemak (%) Protein (%)

Formula I

Nilai Hitung 50.46 37.68 14.31

Nilai Analisis

48.36 40.02 11.62

Formula II

Nilai Hitung 43.69 43.26 13.19

Nilai Analisis

44.12 45.01 10.88

Formula III

Nilai Hitung 49.32 39.16 11.52

Nilai Analisis

46.45 43.17 9.24

Formula IV

Nilai Hitung 53.18 35.30 11.18

Nilai Analisis 50.64 39.90 10.25

Keterangan:

Nilai hitung adalah nilai yang didapatkan dari perhitungan secara teoritis (Lampiran 1a-d)

Nilai analisis adalah nilang yang dihitung dari hasil analisis proksimat aktual (Lampiran 5a-

d).

Hasil analisis proksimat produk menunjukkan bahwa terdapat sedikit perbedaan antara hasil

perhitungan teoritis dengan hasil analisis aktual, namun perbedaan yang didapat relatif tidak besar

(perbedaan kurang dari 5%). Hal ini diduga karena perhitungan teoritis tidak memperhitungkan

kemurnian aktual dari bahan baku. Perbandingan antara hasil analisis proksimat sebenarnya

dengan perhitungan teoritis dapat dilihat pada Tabel 8, sedangkan data lengkapnya dapat dilihat

pada Lampiran 14,15,16 dan 17. Hasil analisis menunjukkan bahwa Formulasi I, II, dan IV sudah

memenuhi kriteria Institute of Medicine (IOM), sedangkan Formulasi III sumbangan gizi dari

38

konponen proteinnya masih kurang, yaitu 9.57% (persyaratan IOM untuk protein adalah 10-15%).

Nilai kalori produk berkisar antara 500-600 kkal per takaran saji produk (225 gram)

4.3.2 Analisis Fisik Produk

Parameter warna

Analisis warna secara objektif dilakukan dengan alat Chromameter Minolta CR-200.

Prinsip kerja dari alat chromameter adalah rekfraksi dari cahaya yang dipantulkan oleh bahan dan

ditangkap oleh detektor alat. Kalibrasi alat dilakukan dengan menekan tombol "calibrate" pada

alat dan standar kalibrasi yang digunakan adalah warna putih dengan nilai L = 97.01, nilai a = -

169.18 dan nilai b = 2.53. Kemudian measuring head diletakkan pada produk dan alat akan

melakukan pengukuran sebanyak tiga kali (Damayanti 2009).

Skala yang paling umum digunakan dalam analisis warna dengan chromameter adalah skala

L, a dan b. Nilai L menunjukkan kecerahan (lightness) dari produk, jika semakin tinggi nilai L

maka produk akan semakin cerah (0 = hitam dan 100 = putih). Warna kromatik campuran merah-

hijau ditunjukkan oleh nilai a, a(+) = 0-80 untuk warna merah dan a(-) = 0-(-)80 untuk warna

hijau, sedangkan untuk warna kromatik campuran biru-kuning ditunjukkan oleh nilai b dengan

b(+) = 0-70 untuk warna kuning dan b(-) = 0-(-)70 untuk warna biru. Hasil pengukuran warna

dengan menggunakan chromameter untuk keempat formulasi produk dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Pengukuran Warna Produk dengan Chromameter

Formula Nilai L Nilai a Nilai b

I +72.71 ± 0.031 a +1.51 ± 0.001

b +24.16 ± 0.014

a

II +73.06 ± 0.005 a +1.21 ± 0.008

b +24.04 ± 0.017

a

III +73.16 ±0.007 a +1.77 ± 0.004

a +25.10 ± 0.008

a

IV +72.73 ± 0.067 a +1.90 ± 0.009

a +23.81 ± 0.019

b

Keterangan :

Data merupakan hasil rata-rata (n=3) Huruf yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan sampel berbeda nyata (p<0.05)

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai L produk berkisar antara 71-73, nilai L (kecerahan)

ini terlihat tidak berbeda nyata antara produk yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan

jenis beras yang digunakan dan waktu proses yang diaplikasikan sama. Jenis beras dan waktu

proses berpengaruh terhadap warna produk akhir. Semakin tinggi kandungan amilosa dari beras,

maka akan semakin besar kecenderungannya untuk menyerap air sehingga warnanya akan menjadi

lebih putih (Hariyadi 2006), sedangkan waktu proses yang terlalu lama maupun terlalu singkat

juga dapat memengaruhi warna produk melalui fenomena overcooked dan undercooked. Nilai

kecerahan produk yang mendekati 100 menunjukkan bahwa warna produk cenderung cerah

(mendekati putih) hal ini juga disebabkan oleh penambahan putih telur juga berwarna putih,

sehingga meningkatkan kecerahan produk.

Penambahan putih telur dapat memengaruhi warna produk karena kemungkinan terjadinya

reaksi Malilard pada produk yaitu reaksi antara protein (dari putih telur) dengan karbohidrat (dari

beras), namun pengaruh pencoklatan Mailard tidak terlihat dalam produk ini karena nilai

kecerahannya tetap tinggi. Nilai a menunjukkan warna kromatik merah dan hijau, jika semakin

besar nilai a (semakin positif) warna yang ditunjukkan akan cenderung merah. Produk nasi dalam

kemasan kaleng memiliki nilai a yang berkisar antara 1.2 - 1.9, nilai yang diperoleh antara satu

formula dengan formula lainnya juga terlihat serupa satu dengan yang lain. Nilai a yang kecil

39

menunjukkan kalau warna merah (ataupun hijau) tidak terlalu tampak pada produk ini. Nilai b

menunjukkan warna kuning biru. Nilai b dari produk berkisar antara +23 - +25, tidak terlalu nyata

antara satu formulasi dengan formulasi lainnya. Nilai b ini menunjukkan bahwa produk memiliki

kecenderungan berwarna kuning (nilai b positif). Hal ini dikarenakan dalam produk terdapat

kandungan margarin yang berwarna kuning sehingga memengaruhi warna akhir produk. Secara

umum warna produk akhir dipengaruhi oleh jenis bahan baku penyusunnya dan juga waktu proses

produk.

Parameter tekstur

Tekstur produk dianalisis secara objektif dengan alat Texture Profile Analyzer (TPA).

Prinsip kerja alat ini sesuai dengan prinsip mekanik mulut manusia ketika mengunyah makanan

probe bergerak dan mengukur sesuai dengan prinsip mekanis penguyahan makanan oleh mulut.

Alat TPA dibuat dengan pengukuran terhadap kekerasan dan daya tarik selama pengujian

berlangsung (Faridah et al. 2006). Jenis probe yang digunakan pada pengukuran ini adalah 35 mm

cylinder probe (p35). Sampel yang akan diuji ditaruh di bidang uji, kemudian probe akan secara

perlahan-lahan diturukan sampai akhirnya menekan sampel sebanyak dua kali dan hasilnya terbaca

pada alat. Tekanan yang diberikan oleh probe akan membentuk dua puncak pada grafik. Puncak

pertama menunjukkan kekerasan sampel. Parameter yang dapat ditunjukkan oleh hasil analisis

TPA di antaranya: kekerasan, elastisitas, daya kohesif, kekenyalan, daya kunyah, dan kelengketan.

Hasil pengukuran sampel dengan alat TPA dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Pengukuran Tekstur Produk dengan TPA

Parameter Formula I Formula II Formula III Formula IV

Kekerasan 331.32 ± 5.67 ab

314.52 ± 6.192 b 336.39 ± 3.977

ab 390.78 ± 8.912

a

Elastisitas 0.985 ± 0.032 a 1.000 ± 0.000

a 0.999 ± 0.000

a 0.931 ± 0.087

a

Daya Kohesif 0.404 ± 0.012 b 0.514 ± 0.023

a 0.484 ± 0.034

ab 0.498 ± 0.043

ab

Kekenyalan 134.23 ± 2.312 c 163.36 ± 6.974

b 164.58 ± 7.113

b 192.32 ± 9.893

a

Daya Kunyah 132.45 ± 3.456 b 163.36 ± 6.974

a 159.89 ± 6.892

a 179.82 ± 10.349

a

Kelengketan 2.589 ± 0.231 ab

1.227 ± 0.098 a 2.232 ± 0.981

ab 4.264 ± 0.987

b

Keterangan:

Nilai Kekerasan ditunjukkan oleh ketinggian kurva pertama yang dihasilkan oleh produk.

Nilai Elastisitas diperoleh dari jarak puncak kedua kurva dibagi dengan jarak kurva pertama.

Nilai Kohesifitas diperoleh dari luas area kurva kedua dibagi dengan luas area kurva pertama.

Nilai Kekenyalan diperoleh dari nilai kekerasan dikali dengan daya kohesif.

Nilai Daya Kunyah diperoleh dari nilai elastisitas dikali dengan nilai kekenyalan.

Nilai Kelengketan diperoleh dari nilai absolut luas kurva yang bernilai negatif.

Huruf yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan beda nyata (p<0.05).

Kekerasan adalah daya tahan suatu bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan.

Sifat keras menyatakan sifat benda atau produk pangan padat yang tidak deformasi. Faktor

perbedaan komposisi formulasi menyebabkan perbedaan kekerasan pada taraf nyata 5%.

Kekerasan produk berkisar antara 300-400 dan formula IV memiliki nilai kekerasan tertinggi.

Formula IV adalah formula dengan komposisi beras paling banyak di antara formula lainnya,

sehingga kandungan pati dalam formula IV paling tinggi. Kekerasan produk berbahan dasar beras

ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya lama waktu proses. Kekerasan menurun seiring

dengan semakin lama waktu proses yang diaplikasikan. Faktor lainnya adalah kandungan pati

(amilosa) dalam bahan. Semakin tinggi kandungan amilosa suatu bahan, maka semakin keras

tekstur dari produk yang dihasilkan. Amilosa memiliki struktur yang cenderung heliks sehingga

40

dapat memerangkap molekul lain seperti asam lemak dan membentuk kompleks yang mengurangi

kelengketan serta meningkatkan kekerasan (Hariyadi 2006). Selain itu, kekerasan dari gel pati

dingin juga dapat disebabkan oleh adanya proses retrogradasi. Pati yang dapat membentuk gel

yang lebih keras cenderung memiliki kandungan amilosa tinggi dan rantai amilopektin yang lebih

panjang (Sindhu dan Sigh 2006 dalam Valentina 2009).

Elastisitas adalah daya tahan bahan untuk putus akibat gaya tarik. Elastisitas didapatkan

dengan membagi jarak antara puncak kedua dengan jarak puncak pertama pada kurva yang

dihasilkan oleh TPA. Nilai elastisitas yang didapatkan juga tidak terlalu berbeda antarformulasi

yaitu berkisar di antara 0.9-1.0 dan nilai tersebut tidak menunjukkan perbedaan nyata pada taraf

5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan formulasi produk tidak menyebabkan

perbedaan nyata terhadap nilai elastisitas. Daya kohesif adalah perbandingan antara luas kurva

kedua dengan luas kurva pertama, sifat kohesif ini dipengaruhi oleh interaksi antarmolekul. Nilai

daya kohesif dari produk berkisar antara 0.4-0.5. Nilai yang relatif kecil ini menunjukkan bahwa

interaksi yang terjadi antarmolekul tidak terlalu kuat.

Kekenyalan adalah daya tahan bahan untuk lepas atau pecah oleh adanya gaya tekan.

Umumnya kekenyalan produk berkorelasi positif dengan kekerasan. Kekenyalan juga dipengaruhi

oleh lama dan suhu proses serta kandungan amilosa, yaitu semakin tinggi suhu proses dan lama

waktu proses, kekenyalan akan semakin menurun. Kandungan amilosa yang tinggi akan membuat

kekenyalan meningkat. Nilai kekenyalan produk yang didapat berkisar antara 130-200, dan produk

dengan formula IV memiliki nilai kekenyalan tertinggi.

Daya kunyah berhubungan dengan tesktur produk ketika dikunyah di dalam mulut dan

merupakan nilai tekanan yang dibutuhkan untuk mengunyah sampel hingga hancur dan dapat

ditelan. Daya kunyah dihitung dari nilai elastisitas dikali dengan kekenyalan sehingga semakin

besar nilai kekenyalan atau elastisitas maka semakin besar pula nilai daya kunyahnya. Faktor-

faktor yang memengaruhi kekenyalan dan elstisitas juga akan memengaruhi daya kunyah. Daya

kunyah produk berkisar antara 130-150.

Kelengketan adalah sifat interaksi antara produk dengan benda lain (mulut). Kelengketan

diukur dari daya yang dibutuhkan untuk menarik alat yang menekan produk (probe) dan

ditunjukkan oleh luasan area negatif pada kurva yang dihasilkan oleh TPA, yaitu semakin besar

luasan negatif maka semakin besar kelengketan produk. Kelengketan produk akan lebih tinggi

pada beras yang pulen daripada yang pera, hal ini menunjukkan semakin tinggi kadar amilosa

suatu produk, maka kelengketannya akan semakin rendah (semakin tidak lengket). Nilai

kelengketan produk yang terukur berkisar 2-4 yang menunjukkan bahwa produk kurang memiliki

karakteristik lengket. Penambahan margarin dalam menurunkan kelengketan produk, hal ini

terlihat dari formula II yang merupakan formula tinggi lemak, memiliki nilai kelengketan yang

paling kecil.

4.3.3. Uji Rating Hedonik untuk Menentukan Formula Terbaik

Uji rating hedonik dilakukan terhadap keempat formulasi nasi dalam kemasan kaleng

dalam dua kondisi penyajian sampel yaitu sampel yang disajikan dingin (sampel 1,3,5 dan 7) dan

hangat (sampel 2,4,6 dan 8) untuk keempat formulasi. Panelis yang digunakan adalah sebanyak 70

orang panelis tidak terlatih yang merupakan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Panelis

diminta untuk menilai parameter-parameter analisis sensori dari sampel yang disajikan yaitu

meliputi parameter warna, tekstur, rasa dan keseluruhan. Lembar kuisioner uji hedonik dapat

dilihat pada Lampiran 18. Skala yang digunakan dalam pengukuran ini adalah skala kategori 7

41

poin dengan deskripsi sebagai berikut; 1= sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4

= netral, 5 = agak suka, 6 = suka dan 7 = sangat suka.

Tabel.11. Respon Panelis terhadap Sampel Nasi dalam Kemasan Kaleng

Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur Overall

1 5,3 ± 0,67 a 5,9 ± 0,47

a 6,0 ± 0,22

c 5,6 ± 0,34

c 6,0 ± 0,31

c

2 5,4 ± 0,13 a 6,0 ± 0,53

b 6,3 ± 0,34

de 5,9 ± 0,28

de 6,3 ± 0,27

d

3 5,4 ± 0,44 a 5,0 ± 0,21

b 5,0 ± 0,19

a 4,6 ± 0,16

a 4,9 ± 0,13

a

4 5,7 ± 0,29 bc

5,2 ± 0,88 c 5,5 ± 0,20

b 5,1 ± 0,19

b 5,3 ± 0,18

b

5 5,7 ± 0,11 bc

5,7 ± 0,14 c 6,0 ± 0,34

c 5,7 ± 0,41

cd 6,0 ± 0,23

c

6 5,7 ± 0,76 b 6,0 ± 0,23

c 6,4 ± 0,21

de 6,1 ± 0,22

e 6,3 ± 0,34

d

7 5,8 ± 0,51 bc

6,2 ± 032 d 6,1 ± 0,19

cd 5,9 ± 0,32

e 6,4 ± 0,45

d

8 5,9 ± 0,49 c 6,3 ± 0.21

e 6,4 ± 0,23

e 6,3 ± 0.33

f 6,5 ± 0,26

d

Keterangan:

Sampel 1,3,5 dan 7 adalah formula I,II,III, dan IV tanpa pemanasan (secara berurutan)

Sampel 2,4,6 dan 8 adalah formula I,II,III, dan IV dengan pemanasan (secara berurutan)

Huruf yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan bahwa sampel berbeda nyata (p<0.05)

Nilai tertera adalah rata-rata skor dari 70 panelis dengan standar deviasi

Gambar 17. Diagram hasil uji rating hedonik untuk perlakuan sampel tanpa pemanasan

Gambar 18. Diagram hasil uji rating hedonik untuk perlakuan sampel dengan pemanasan

0

1

2

3

4

5

6

7

Warna Rasa Aroma Tekstur Overall

Sko

r ke

suka

an

Parameter sensori

F1

F2

F3

F4

0

1

2

3

4

5

6

7

Warna Rasa Aroma Tekstur Overall

Sko

r ke

suka

an

Parameter sensori

F1

F2

F3

F4

Parameter Uji Hedonik

Parameter Uji Hedonik

42

Tabel 11 menunjukkan respon kesukaan panelis terhadap produk nasi dalam kemasan kaleng,

sedangkan Gambar 17 dan 18 menunjukkan diagram perbandingan skor panelis terhadap setiap

parameter sensori yang diuji untuk masing-masing formulasi. Berdasarkan hasil uji hedonik, nasi

dalam kemasan kaleng yang dipanaskan memiliki nilai kesukaan yang lebih tinggi daripada yang

tidak dipanaskan untuk keempat formulasi dan umumnya menunjukkan hasil yang berbeda nyata

antara perlakuan pemanasan dan tanpa pemanasan pada berdasarkan hasil uji ANOVA dengan

menggunakan SPSS 16.0 pada taraf signifikansi 5%. Pemanasan dilakukan selama 20 menit untuk

setiap formulasi sebelum disajikan ke panelis. Parameter warna dan tekstur adalah parameter uji

hedonik yang mendapat nilai paling kecil diantara parameter lainnya untuk setiap formulasi baik

untuk perlakuan yang dipanaskan maupun tidak.

Nilai kesukaan panelis untuk masing-masing formulasi untuk perlakuan yang tidak

dipanaskan berada pada taraf “agak suka sampai dengan suka” (skor antara 5-6), sedangkan proses

pemanasan terbukti mampu meningkatkan taraf kesukaan panelis menjadi “suka” (skor 6) untuk

seluruh parameter sensori. Berdasarkan hasil uji rating hedonik terhadap keempat formula, formula

IV adalah formula yang memiliki nilai hedonik tertinggi untuk semua parameter uji (warna, rasa,

aroma, tekstur dan overall) baik untuk perlakuan yang dipanaskan maupun tidak. Formula IV

terdiri dari 73,5 gram beras, 10,5 gram tepung putih telur dan 21 gram margarin dan memiliki

komposisi gizi berdasarkan hasil analisis proksimat produk akhir sebagai berikut; 30,22%

karbohidrat, 10,65% lemak dan 6,12% protein. Seluruh formula yang dibuat sudah memenuhi

persyaratan gizi yang direkomendasikan oleh Institute of Medicine (2002), kecuali formula III.

Oleh karena itu, dasar pemilihan formula terbaik lebih diarahkan kepada hasil dari uji hedonik dan

formula IV dipilih sebagai formulasi terbaik karena mendapatkan nilai kesukaan panelis tertinggi

diantara formula-formula lainnya, selanjutnya formula IV menjadi sampel uji umur simpan selama

6 minggu.

4.4. Penentuan Umur Simpan Produk dan Masa Kadaluarsa

Umur simpan produk pangan dapat diduga untuk menentukan masa simpan produk tersebut

dengan menggunakan dua metode utama yaitu Extended Storage Study (ESS) dan Accelerated

Storage Study (ASS). Metode ESS juga sering disebut sebagai metode konvensional yaitu metode

penentuan umur simpan suatu produk dengan menyimpan produk tersebut pada kondisi

penyimpanan normal sehari-hari dan diamati perubahan mutu selama penyimpanannya sampai

kadaluarasa. Metode ini dinilai lebih akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang panjang

dan parameter perubahan mutu yang lebih banyak sehingga metode ESS hanya cocok untuk

digunakan pada produk yang memiliki masa kadaluarasa kurang dari 3 bulan (Arpah dan Rahayu

2001).

Metode Accelerated Storage Study (ASS) digunakan untuk mempercepat pendugaan umur

simpan sehingga kondisi pada metode ini sengaja dibuat di luar kondisi penyimpanan normal agar

produk lebih cepat rusak dan umur simpan dapat diduga dengan cepat. Model yang diterapkan

pada metode ini menggunakan pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arhennius

yaitu pendekatan yang menggunakan teori kinetika reaksi yang pada umumnya memiliki ordo.

Ordo kinetika reaksi untuk bahan pangan umumnya adalah ordo nol atau ordo satu. Menurut

Syarief (2001), untuk menganalisis produk pangan dengan metode akselerasi diperlukan beberapa

parameter yang bersifat kuantitatif.

Nasi dalam kemasan kaleng merupakan produk pangan yang seharusnya memiliki umur

simpan yang panjang. Umur simpan produk pengelengan pada umumnya lebih dari 2 tahun

(Suyatma 2006) dikarenakan proses sterilisasi yang dilakukan seharusnya mampu untuk

43

memusnahkan semua mikroba pembusuk yang ada pada produk sampai pada taraf aman. Umur

simpan yang panjang ini membuat produk nasi dalam kemasan kaleng dapat dianalisis dengan

menggunakan metode ASS. Penentuan umur simpan nasi dalam kemasan kaleng dilakukan pada

tiga suhu penyimpanan yang dianggap mampu mempercepat kerusakan nasi dalam kemasan

kaleng yaitu pada suhu 37oC, 45

oC dan 55

oC. Selama proses penyimpanan ada 2 parameter yang

diamati, yaitu parameter sensori yang meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur dan parameter fisik

yang meliputi warna dan tekstur, parameter fisik diamati hanya sebagai parameter pendukung.

Semua parameter tersebut diamati selama 6 minggu dengan waktu pengamatan setiap 1 minggu

sekali.

4.4.1 Analisis Sensori

Analisis sensori diamati dengan menggunakan panelis enam orang terlatih. Menurut

Rahayu dan Arpah (2003), panelis terlatih yang dapat digunakan dalam penentuan umur simpan

produk adalah 5-8 orang panelis. Ada empat parameter yang diamati yaitu warna, rasa, aroma dan

tekstur. Panelis diminta memberi skor sesuai dengan perbedaan yang dirasakan antara produk yang

telah disimpan dengan standar pada setiap selang waktu pengamatan. Sebelumnya panelis telah

diperlihatkan perbandingan antara produk yang masih baik (baru diproduksi) dengan produk yang

sudah sengaja dirusakkan. Melalui perbandingan tersebut, panelis bersama-sama mengembangkan

parameter skor dan deskripsi dari setiap skor yang diberikan dalam score sheet yang dapat dilihat

pada Lampiran 19. Dengan mengambil skor tertentu (yang disepakati oleh panelis sebagai kondisi

penurunan mutu produk sudah tidak dapat diterima) maka batas umur simpan produk dapat

dianalisis dengan menggunakan grafik hubungan rata-rata antara skor dan waktu.

Parameter warna

Parameter warna yang diamati adalah penurunan warna produk nasi dalam kemasan kaleng

dari awal produksi sampai rusak. Berdasarkan hasil diskusi panelis, ditetapkan bahwa warna nasi

dalam kemasan kaleng yang masih segar adalah putih kekuning-kuningan cerah (skor 10),

sedangkan warna dari produk nasi dalam kemasan kaleng yang sudah rusak adalah kuning kusam

dan sedikit terdapat bercak kecoklatan. Setiap minggu, panelis memberi nilai penurunan mutu

parameter warna nasi dalam kemasan kaleng sesuai dengan deskripsi yang telah ditetapkan sampai

parameter warna nasi dalam kemasan kaleng dianggap sudah tidak dapat diterima lagi.

Berdasarkan hasil pengamatan setiap minggu terlihat bahwa penurunan mutu warna paling

cepat terjadi pada penyimpanan suhu 55oC, sedangkan pada penyimpanan suhu 37

oC dan 45

oC,

penurunan mutu parameter warna yang diamati panelis berjalan lebih lambat. Rekapitulasi hasil

pengamatan parameter warna pada ketiga suhu penyimpanan selama 6 minggu dapat dilihat pada

Gambar 19. Warna dari produk nasi dalam kemasan kaleng dipengaruhi oleh komposisi bahan

baku penyusunnya. Nasi dalam kemasan kaleng yang memiliki bahan baku penyusun yang tinggi

kadar proteinnya melalui penambahan tepung putih telur dan tinggi kadar karbohidrat dari beras

akan dapat mengalami perubahan warna akibat reaksi Mailard.

Reaksi Mailard adalah reaksi pencoklatan non-enzimatis yang terjadi antara asam amino dari

protein dengan gula sederhana dari karbohidrat (Kusnandar 2008). Reaksi pencoklatan Mailard

akan berlangsung lebih cepat pada suhu lebih tinggi (Fennema 2000), namun demikian pengaruh

suhu dalam mempercepat reaksi pencoklatan Mailard masih belum dapat dijelaskan secara pasti.

Warna coklat yang disebabkan oleh reaksi Mailard dapat bersifat diinginkan maupun tidak

diinginkan. Pada beberapa produk, seperti produk nasi, warna yang coklat atau gelap lebih

dipersepsikan dengan kerusakan.

44

Gambar 19. Hasil pengamatan parameter sensori warna

Parameter rasa

Rasa produk nasi dalam kemasan kaleng menurut panelis adalah gurih. Kegurihan produk

akan hilang ketika produk sudah rusak. Rasa gurih ini diperoleh dari penambahan margarin dan

perisa kaldu ayam. Kandungan lemak yang tinggi pada margarin memberi rasa gurih dan sedikit

asin pada produk. Dari hasil penilaian panelis, parameter rasa adalah yang paling lama berubah

(menurun) selama pengamatan di ketiga suhu. Parameter rasa yang paling cepat berubah adalah

produk yang disimpan pada suhu 55oC.

Perubahan rasa selama penyimpanan pangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya faktor kimia dan mikrobiologis (Rahayu dan Arpah 2003). Beberapa produk pangan

mengalami interaksi kimiawi selama penyimpanan yang menyebabkan perubahan rasa seperti

penurunan kapasitas antioksidan atau penurunan kandungan asam organik selama penyimpanan

yang diakibatkan rusaknya senyawa selama waktu penyimpanan (Igual et al. 2010). Tingginya

suhu penyimpanan juga dapat mempengaruhi rasa produk selama penyimpanan, suhu yang tinggi

cenderung mempercepat kinetika reaksi perusakan produk seperti kerusakan asam amino atau

protein, antioksidan dan beberapa senyawa asam lemak rantai pendek yang bersifat lebih volatil

(Pradono 2007).

Selain penyebab kimiawi, perubahan citarasa produk pangan selama penyimpanan dapat

disebabkan oleh faktor mikrobiologis. Pada produk pangan kaleng, terjadinya kontaminasi silang

atau rekontaminasi selama proses pendinginan atau kerusakan kaleng dan kegagalan proses

pengeliman sempurna (sealing) dapat menyebabkan kontaminasi bakteri, salah satunya adalah

kontaminasi bakteri Bacillus coagulans yang memproduksi asam dan dapat menyebabkan rasa

produk menjadi asam. Bakteri tersebut bersifat anaerobik fakultatif dan dapat tumbuh pada suhu

30-55oC. Kerusakan yang diakibatkan oleh bakteri B. coagulans disebut flat sour, yaitu

penampakan kaleng normal (tidak rusak atau mengembung), tetapi pH produk dalam kaleng terus

mengalami penurunan secara tajam dibandingkan dengan produk normal sehingga rasa produk

berubah menjadi lebih asam (Suliantari et al. 2006). Namun fenomena ini tidak teramati pada nasi

dalam kemasan kaleng yang diproduksi. Hasil pengamatan terhadap parameter sensori rasa dapat

dilihat pada Gambar 20.

0

5

10

15

0 10 20 30 40 50

Sko

r P

ane

lis

Lama Penyimpanan (Hari)

Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oCSuhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC

45

Gambar 20. Hasil pengamatan sensori parameter rasa

Aroma

Parameter aroma produk yang baru dideskripsikan sebagai aroma bahan baku penyusunnya

yaitu aroma margarin, nasi atau putih telur. Pada produk yang sudah rusak, terdeteksi beberapa

penyimpangan aroma seperti aroma yang mulai tengik atau amis. Selama 6 minggu waktu

pengamatan, aroma produk terus menurun, namun penurunan yang terdeteksi oleh panelis relatif

tidak antarpengamatan.

Salah satu penyebab perubahan aroma pada pangan yang mengandung lemak dan protein

tinggi adalah peristiwa oksidasi lemak yang terjadi selama penyimpanan. Oksidasi lemak dapat

terjadi dengan bantuan udara atau oksigen yang umumnya mengoksidasi lemak dengan ikatan

ganda, namun oksidasi lemak juga dapar berlangsung tanpa paparan dari udara, peristiwa ini

disebut autooksidasi. Menurut Kusnandar (2008), peristiwa autooksidasi dapat terjadi pada produk

pangan dengan nilai aw lebih besar dari 0.75. Autooksidasi dapat merusak struktur lemak dengan

rantai panjang dan menyebabkan ketengikan. Pada produk nasi dalam kemasan kaleng yang

bersifat vakum (kedap udara), peristiwa autooksidasi lemak dapat terjadi dan menyebabkan bau

tengik terdeteksi pada produk yang sudah lama disimpan. Selain oksidasi lemak, peristiwa

denaturasi protein juga dapat berpengaruh pada aroma produk, denaturasi protein yang melepaskan

asam amino sulfurik dapat menyebabkan bau tidak sedap pada produk. Hasil pengamatan sensori

untuk parameter aroma dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Hasil pengamatan parameter sensori aroma

Parameter tekstur

Parameter tekstur adalah parameter sensori yang paling krusial dari produk nasi dalam

kemasan kaleng. Menurut pengamatan panelis pada saat awal perkenalan produk, parameter

0

5

10

15

0 10 20 30 40 50

Sko

r P

ane

lis

Lama Penyimpanan (Hari)

Series1 Series2 Series3

0

5

10

15

0 10 20 30 40 50

Sko

r P

ane

lis

Lama Penyimpanan (Hari)

Series1 Series2 Series3

Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu55oC

Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC

46

tekstur adalah parameter yang paling jelas membedakan antara produk yang masih baik dan yang

sudah rusak. Produk yang masih baik dideskripsikan memiliki tekstur yang pulen serta mudah

disendok, sedangkan produk yang sudah rusak dideskripsikan memiliki tekstur yang keras,

berpasir dan sulit disendok. Hasil pengamatan sensori menunjukkan kalau parameter tekstur

adalah parameter yang paling cepat berubah atau menurun dibandingkan dengan parameter sensori

lainnya selama penyimpanan.

Pada produk nasi, tekstur nasi akan semakin mengeras seiring dengan lamanya waktu

penyimpanan. Fenomena ini dihubungkan dengan peristiwa retrogradasi pati yang terjadi selama

penyimpanan. Selama penyimpanan, pati yang telah tergelatinisasi secara perlahan akan kembali

membentuk ikatan hidrogen kembali dan melepas air selama proses pembentukan kembali ikatan

hidrogen. Air yang terlepas dari granula pati akan membuat tekstur nasi menjadi lebih keras dan

kering. Peristiwa ini dapat dihambat dengan menyimpan produk pada suhu yang lebih tinggi

(hangat). Hasil pengamatan perubahan tekstur produk selama penyimpanan dapat dilihat pada

Gambar 22.

Gambar 22. Hasil pengamatan parameter sensori tekstur.

4.4.2 Analisis Fisik

Analisis fisik yang diamati selama 6 minggu masa penyimpanan adalah parameter warna

dan tekstur. Hasil pengamatan analisis fisik secara objektif digunakan untuk mendukung hasil

analisis sensori. Pengamatan parameter warna dilakukan dengan Chromameter, sedangkan

parameter tekstur dilakukan dengan Texture Profile Analyzer (TPA). Pengamatan fisik untuk

tekstur dan warna dilakukan selama 6 minggu dengan rentang pengamatan setiap 7 hari.

Parameter warna.

Perubahan parameter warna produk nasi dalam kemasan kaleng diamati selama enam

minggu dengan rentang pengamatan setiap tujuh hari. Ada tiga komponen yang diamati, yaitu nilai

L (kecerahan), nilai a (merah-hijau), dan nilai b (kuning-biru). Nilai ketiga komponen selama

penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 23, 24 dan 25.

0

2

4

6

8

10

0 10 20 30 40 50

Sko

r P

ane

lis

Lama Penyimpanan (Hari)

Series1 Series2 Series3Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC

47

Gambar 23. Stabilitas nilai L selama penyimpanan

Gambar 24. Stabilitas nilai a selama penyimpanan

Gambar 25. Stabilitas nilai b selama penyimpanan

Selama pengamatan, terlihat bahwa nilai L pada suhu 37oC cenderung tetap, sedangkan pada

suhu 45oC dan 55

oC mengalami penurunan. Penurunan nilai L menandakan terjadinya penurunan

kecerahan warna produk selama penyimpanan, hal ini sesuai dengan hasil pengamatan sensori

69707172737475

0 10 20 30 40 50

Nila

i L

Lama Penyimpanan (Hari)

Series1 Series2 Series3

3.4

3.5

3.6

3.7

3.8

3.9

0 10 20 30 40 50

Nila

i a

Lama Penyimpanan (Hari)

Series1 Series2 Series3

24

25

26

27

28

0 10 20 30 40 50

Nila

i b

Lama Penyimpanan (Hari)

Series1 Series2 Series3

Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC

Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC

Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC

48

yang menunjukkan bahwa warna produk mengalami penurunan dari waktu ke waktu selama

penyimpanan, terutama pada produk yang disimpan pada suhu 45oC dan 55

oC. Nilai a dan nilai b

selama pengamatan cenderung tidak banyak berubah selama penyimpanan pada ketiga suhu

penyimpanan. Peningkatan nilai a menunjukkan bahwa warna merah semakin lama semakin

menguat.Berbeda halnya pada nilai b yang sedikit menurun pada ketiga suhu penyimpanan menuju

warna yang kuning semakin pudar.

Parameter Tekstur (Kekerasan)

Hasil pengamatan tekstur menunjukkan bahwa kekerasan produk meningkat seiring dengan

semakin lama masa simpan. Penurunan mutu tekstur paling signifikan terjadi pada produk yang

disimpan pada suhu 55oC, yaitu tekstur produk yang semakin mengeras dan ini ditunjukkan

dengan semakin meningkatnya nilai kekerasan produk yang terbaca oleh alat. Hal yang sama juga

terjadi pada produk yang disimpan pada suhu 37oC dan 45

oC, yaitu terjadi kenaikan nilai

kekerasan selama penyimpanan. Hasil pengamatan tekstur secara objektif ini mendukung hasil

pengamatan parameter tekstur secara sensori, yaitu panelis menilai tekstur produk semakin

menurun selama waktu penyimpanan karena kekerasan yang meningkat. Hasil pengamatan

parameter fisik tekstur dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Nilai parameter kekerasan selama penyimpanan

4.4.3 Penentuan Ordo Reaksi untuk Setiap Parameter

Data perubahan parameter fisik dan sensori pada produk nasi dalam kemasan kaleng

selama penyimpanan dapat diplotkan dalam bentuk kurva yang disajikan dalam bentuk kurva linier

dan kurva eksponensial. Kurva berbentuk linier menunjukkan Ordo Nol dan kurva eksponensial

menunjukkan Ordo Satu. Penetapan ordo reaksi berkaitan dengan laju perubahan mutu. Ordo Nol

menunjukkan laju kerusakan konstan, sedangkan Ordo Satu menunjukkan laju kerusakan yang

bersifat logaritmik.

Pemilihan ordo reaksi dilakukan dengan memplotkan data penurunan parameter sensori dan

fisik mengikuti Ordo Nol dan Ordo Satu. Masing-masing ordo dibuat persamaan regresinya. Ordo

reaksi yang dipilih adalah ordo reaksi dengan nilai R2 terbesar dan mendekati 1. Hasil perhitungan

R2 pada penelitian kali ini relatif tidak berbeda, oleh karena itu dilakukan penghitungan umur

simpan pada kedua ordo reaksi. Persamaan reaksi dibuat dalam bentuk grafik dengan parameter

waktu penyimpanan dan nilai dari tiap parameter pada masing-masing suhu penyimpanan,

kemudian menentukan persamaan regresi linier dari plot tersebut. Plot dari masing-masing

parameter ini dapat dilihat pada Lampiran 20 – 32. Persamaan reaksi perubahan mutu selama

0

500

1000

1500

0 10 20 30 40 50

Nila

i Ke

kera

san

Lama Penyimpanan (Hari)

Series1 Series2 Series3Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC

49

penyimpanan untuk semua parameter dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil penghitungan nilai R2

masing-masing parameter untuk kedua ordo relatif tidak berbeda, sehingga selanjutnya

perhitungan umur simpan dilakukan pada kedua ordo untuk setiap parameter.

Tabel 12. Persamaan Reaksi Perubahan Mutu selama Penyimpanan pada Ordo Nol dan Ordo Satu

Parameter Suhu Orde nol Orde satu

Persamaan reaksi R2 Persamaan reaksi R

2

Warna 37 oC y = -0,0072x + 10,47 0.787 y = -0,0008x + 2,364 0.738

45 oC y = -0,0086x + 10,26 0.894 y = -0,0010x + 2,348 0.865

55 oC y = -0,0074x + 10,06 0.954 y = -0,0009x + 2,321 0.937

Rasa

(Gurih)

37 oC y = -0,0078x + 9,761 0.994 y = -0,0009x + 2,289 0.992

45 oC y = -0,0081x + 9,757 0.991 y = -0,0010x + 2,290 0.987

55 oC y = -0,0074x + 9,458 0.993 y = -0,0009x + 2,258 0.987

Aroma

(Gurih)

37 oC y = -0,0063x + 10,09 0.961 y = -0,0007x + 2,319 0.952

45 oC y = -0,0059x + 9,873 0.992 y = -0,0007x + 2,296 0.985

55 oC y = -0,0055x + 9,655 0.999 y = -0,0006x + 2,272 0.997

Tekstur 37 oC y = -0,0085x + 9,450 0.960 y = -0,0011x + 2,266 0.922

45 oC y = -0,0093x + 9,259 0.996 y = -0,0013x + 2,245 0.989

55 oC y = -0,0093x + 9,186 0.998 y = -0,0013x + 2,236 0.996

Warna :

nilai L

37 oC y = -0,0096x + 74,65 0.941 y = -0,0001x + 4,313 0.948

45 oC y = -0,0095x + 74,81 0.899 y = -0,0001x + 4,315 0.894

55 oC y = -0,0095x + 74,64 0.941 y = -0,0001x + 4,313 0.938

Warna :

nilai a

37 oC y = -0,0003x + 3,833 0.933 y = -0,00009x + 1,344 0.932

45 oC y = -0,0003x + 3,830 0.858 y = -0,0001x + 1,343 0.858

55 oC y = -0,0006x + 3,848 0.842 y = -0,0001x + 1,348 0.833

Warna :

nilai b

37 oC y = -0,0065x + 27,43 0.874 y = -0,0002x + 3,312 0.874

45 oC y = -0,0045x + 27,64 0.869 y = -0,0001x + 3,319 0.864

55 oC y = -0,0050x + 27,24 0.992 y = -0,0001x + 3,305 0.993

Tekstur

(Kekerasan)

37 oC Y = 311.96 + 1.263 x 0.968 Y = 5.8604 + 0.0023 x 0.982

45 oC Y = 309.60 + 1.350 x 0.990 Y = 5.8270 + 0.0022 x 0.978

55 oC Y = 321.31 + 1.503 x 0.997 Y = 5.8564 + 0.0021 x 0.961

Berdasarkan persamaan garis yang didapat dari Tabel 12, terlihat bahwa nilai konstanta

reaksi atau nilai k dari setiap parameter pada setiap suhu penyimpanan sangat kecil (kecuali untu

parameter tekstur objektif). Nilai k merupakan nilai gradien atau kemiringan dari grafik hubungan

antara lama waktu penyimpanan dengan skor penurunan mutu untuk masing-masing parameter.

Nilai k didefinisikan sebagai perbandingan antara laju penurunan mutu (reaksi) dengan kondisi

mutu awal dari parameter (Raymond 2007). Nilai konstanta yang semakin besar akan

menunjukkan bahwa reaksi perubahan suatu parameter pada suhu penyimpanan tertentu yang

semakin cepat dan ditunjukkan oleh bentuk kurva yang semakin curam. Nilai k yang kecil

50

menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu tertentu tidak memberi pengaruh yang cepat

terhadap kerusakan suatu parameter yang dinilai atau parameter tersebut tidak sensitif terhadap

nilai suhu yang diberikan. Hal ini akan terlihat pada bentuk kurva yang semakin landai.

Hasil penelitian ini menunjukkan analisis sensori dan parameter warna dengan chromameter

kurang sesuai bila dijadikan parameter untuk menduga umur simpan produk karena menunjukkan

laju penurunan mutu yang sangat kecil (tidak sensitif) terhadap perlakuan pada suhu penyimpanan

yang berbeda, sehingga terjadi pendugaan umur simpan menjadi lebih lama daripada umur simpan

aktual yang didapat jika menggunakan parameter kritis atau parameter yang memiliki konstanta

laju reaksi lebih besar. Parameter tekstur dengan TPA merupakan parameter dapat mewakili

kerusakan produk terhadap perlakuan pada suhu penyimpanan yang berbeda karena memiliki

konstanta laju reaksi yang lebih besar dibanding dengan parameter lain.

Selain parameter di atas, penentuan suhu penyimpanan juga memengaruhi kecepatan reaksi

penurunan mutu. Umumnya, semakin tinggi suhu reaksi maka reaksi penurunan mutu akan

berjalan semakin cepat (Andy 2009), sehingga reaksi penurunan mutu tercepat seharusnya dialami

oleh produk yang disimpan pada suhu 55oC. Parameter pengamatan dari produk yang disimpan

pada suhu 55oC seharusnya memiliki konstanta laju reaksi yang lebih besar dari pada konstanta

laju reaksi dari suhu 37oC dan 45

oC karena kecepatan reaksi seharusnya berjalan lebih cepat pada

suhu tinggi. Namun pada penelitian ini nilai konstanta reaksi cenderung fluktuatif pada suhu 55oC,

nilai konstanta pada beberapa parameter justru turun pada suhu tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

suhu 55oC bukanlah suhu yang tepat untuk menduga umur simpan produk ini, sehingga perlu

dicari kembali alternatif suhu tinggi yang dapat memberikan kerusakan atau penurunan mutu

dengan kecenderungan yang sama seperti penyimpanan pada suhu normal produk. Parameter

warna, rasa dan nilai b tidak sesuai untuk dijadikan parameter penentuan umur simpan produk

karena memiliki nilai k yang fluktuatif pada suhu penyimpanan, sehingga parameter yang

selanjutnya akan dijadikan parameter pendugaan umur simpan adalah parameter aroma, tekstur,

nilai L, nilai a dan kekerasan.

4.4.4 Perhitungan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius

Penentuan umur simpan nasi dalam kemasan kaleng dilakukan dengan model Arrhenius.

Dari data yang diperoleh, dilakukan perhitungan lanjut terhadap nilai k untuk setiap perlakuan

pada kedua ordo reaksi. Nilai k pada Ordo Nol dapat ditentukan dari nilai slope grafik. Nilai k

Ordo Satu diperoleh dengan cara menghitung dengan menggunakan rumus :

𝐥𝐧𝑨𝒕= 𝐥𝐧𝑨𝒐−𝒌.𝒕

Keterangan : At : Konsentrasi akhir sampel

Ao : Konsentrasi awal sampel

k : Konstanta

t : Waktu akhir penyimpanan

Nilai k merupakan konstanta penurunan mutu. Nilai k berkaitan dengan waktu umur simpan

nasi dalam kemasan kaleng. Semakin tinggi nikai k, semakin besar penurunan mutu produk,

sehingga akan mempersingkat umur simpan nasi dalam kemasan kaleng. Perhitungan umur simpan

dapat diperluas pada berbagai suhu yang lain dengan menggunakan hubungan nilai k dan suhu

penghitungan sebelumnya. Nilai k yang diperoleh dalam perhitungan dihubungkan dengan suhu

menggunakan persamaan Arrhenius :

51

𝑘=𝑘 (𝐸𝑎𝑅𝑇)

atau ln 𝑘= ln 𝑘 −

Grafik dari hubungan ln k (sebagai ordinat y) dengan (1/T) sebagai absis x, akan

memberikan persamaan garis lurus seperti y= a + bx. Nilai suhu pada persamaan Arrhenius adalah

dalam skala Kelvin terlihat pada Tabel 12 untuk Ordo Nol dan Ordo Satu, sedangkan persamaan

garis untuk nilai 1/T dan ln k untuk ordo nol dan satu dapat dilihat pada Tabel 21 dan grafik

hubungan antara nilai 1/T dan Ln K dapat dilihat di Lampiran. 33-36. Selanjutnya perhitungan

umur simpan nasi dalam kemasan kaleng ditentukan berdasarkan ordo reaksi terpilih. Batas kritis

dari masing-masing parameter penyimpanan digunakan untuk menentukan umur simpan.

Penentuan batas kritis tergantung pada tingkat kerusakan masing-masing parameter yang masih

dapat diterima (usable quality). Penetapan batas kritis pada parameter sensori (warna, rasa, aroma

dan tekstur) didasarkan pada skor suatu parameter sensori yang sudah tidak dapat lagi diterima

oleh panelis dalam hal ini yaitu skor 5,00 (Arpah 2001), sedangkan batas kritis parameter nilai L,

a, dan b yaitu 70% usable qualitydari nilai awal, dan tekstur ditetapkan berdasarkan minggu

kerusakan terdeteksi pada sensori yaitu minggu ke-7 atau pada skor kekerasan 878,31. Setelah

penetapan batas kritis, maka didapatkan nilai mutu awal (Ao) dan nilai mutu akhir (At) sehingga

umur simpan produk nasi dalam kemasan kaleng terpilih dapat dihitung dengan menggunakan

nilai k pada Tabel 13.

Kurva hubungan antara nilai ln k dengan 1/T yang diturunkan dari persamaa Arhennius (pada

Tabel 13) memberikan informasi sensitifitas dari setiap parameter yang diamati terhadap

perubahan suhu. Kurva yang diplotkan melalui hubungan antara nilai ln k dan 1/T akan memiliki

gradien yang menunjukkan besar energi aktivasi (Ea) dari masing-masing kinetika reaksi, semakin

besar nilai gradien maka semakin besar nilai energi aktivasi dari reaksi untuk parameter tersebut,

begitu pula sebaliknya. Energi aktivasi adalah nilai energi minimum yang dibutuhkan untuk

terjadinya suatu reaksi (Raymond 2007). Semakin besar nilai energi aktivasi, maka semakin

banyak energi yang dibutuhkan untuk reaksi tersebut supaya dapat terjadi. Kurva hubungan antara

nilai ln k dan 1/T dalam pendugaan umur simpan umumnya memiliki gradien negatif karena

semakin tinggi suhu penyimpanan, maka energi reaksi semakin rendah sehingga reaksi makin

mudah terjadi. Parameter rasa dan kecerahan (nilai L) memberikan nilai gradien grafik yang tidak

dapat ditentukan, hal ini menunjukkan bahwa kedua parameter tidak sesuai untuk dijadikan

parameter pengamatan dalam pendugaan umur simpan produk nasi dalam kemasan untuk ordo

satu kaleng karena kedua parameter ini tidak sensitif terhadap perubahan suhu simpan (dilihat dari

nilai konstanta reaksi yang sama pada setiap suhu penyimpanan). Parameter yang dianggap cukup

baik sebagai parameter pendugaan umur simpan adalah parameter tekstur (baik melalui analisis

sensori maupun pengukuran dengan TPA) karena parameter tekstur memiliki karakteristik yang

sensitif terhadap suhu dilihat dari nilai gradien kurva hubungan antara ln k dan 1/T yang besar.

Kenaikan suhu simpan yang drastis dapat menyebabkan penurunan mutu tekstur produk yang

drastis.

52

Tabel 13. Nilai T, (1/T), k, dan ln k pada 3 Suhu Penyimpanan Ordo Nol dan Ordo Satu

Parameter Suhu

(oC)

T

(K)

1/T Ordo Nol Ordo Satu

Slope (k) ln k Slope (k) ln k

Aroma 37 310 0,0032 0,0063 -5,0672 0,0007 -7,2644

55 318 0,0031 0,0059 -5,1328 0,0007 -7,2644

45 328 0,0030 0,0055 -5,2030 0,0006 -7,4185

Tekstur 37 310 0,0032 0,0085 -4,7676 0,0011 -6,8124

45 318 0,0031 0,0093 -4,6777 0,0013 -6,6453

55 328 0,0030 0,0093 -4,6777 0,0013 -6,6453

Nilai L 37 310 0,0032 0,0096 -4,6459 0,0001 -9,2103

45 318 0,0031 0,0093 -4,6777 0,0001 -9,2103

55 328 0,0030 0,0093 -4,6777 0,0001 -9,2103

Nilai a 37 310 0,0032 0,0003 -8,1117 0,00009 -9,3157

45 318 0,0031 0,0003 -8,1117 0,0001 -9,2103

55 328 0,0030 0,0006 -7,4185 0,0001 -9,2103

Kekerasan 37 310 0,0032 1,2630 0,2339 0,0023 -6,0748

45 318 0,0031 1,3500 0,3005 0,0022 -6,1193

55 328 0,0030 1,5030 0,4063 0,0021 -6,1658

Tabel 14. Persamaan garis hubungan antara 1/T dan ln k untuk masing-masing parameter

Parameter Ordo Nol Ordo Satu

Persamaan garis Nilai R2 Persamaan Garis Nilai R

2

Aroma y = 679x - 7,239 0,999 y = 770,5x - 9,704 0,750

Tekstur y = -449,5x - 3,314 0,750 y = -835,5x - 4,110 0,750

Nilai L y = 159x - 5,160 0,750 - -

Nilai a y = -3466x + 2,864 0,750 y = -527x - 7,611 0,750

Kekerasan y = -1202x + 4,082 0,626 y = 317,4x - 6,760 0,997

Keterangan : (-) = persamaan garis tidak dapat ditentukan karena tidak memiliki gradien

53

Tabel 15. Nilai Konstanta Perubahan dan Umur Simpan Nasi dalam Kemasan Kaleng

Parameter Suhu (oC) K

Nilai k Umur simpan (hari)

Ordo nol Ordo satu Ordo nol Ordo satu

Aroma 37 310 0,0063 0,0007 707,936 857,738

45 318 0,0059 0,0006 738,983 983,731

55 328 0,0065 0,0007 607,692 828,523

Tekstur 37 310 0,0085 0,0011 452,941 487,898

45 318 0,0093 0,0013 407,527 407,842

55 328 0,0093 0,0013 403,226 404,493

Nilai L 37 310 0,0096 0,0001 2320,62 3556,75

45 318 0,0093 0,0001 2395,48 3556,75

55 328 0,0093 0,0001 2395,48 3556,75

Nilai a 37 310 0,0003 0,00009 3820,01 3963,05

45 318 0,0003 0,0001 3800,01 3566,75

55 328 0,0006 0,0001 2920,01 3556,75

Tekstur 37 310 1,2630 0,0023 426,087 412,457

45 318 1,3500 0,0022 420,474 472,395

55 328 1,5030 0,0021 478,948 497,845

Contoh perhitungan untuk penentuan umur simpan berdasarkan analisis sensori untuk parameter

warna pada suhu 37oC:

Diketahui nilai rata-rata panelis awal (Ao) adalah 10 dan nilai cut off untuk parameter warna (At)

berdasarkan penilaian panelis adalah 5,42, maka umur simpan (ts) untuk setiap ordo dapat

ditentukan sebagai berikut:

1. Untuk ordo 0, slope yang didapat dari persamaan garis ordo 0 (k) = 0,0072, maka

ts =

=

= 636,111 hari atau 1,7 tahun

2. Untuk ordo 1, slope yang didapat dari persamaan garis ordo 1 (k) = 0,0008, maka

ts =

=

= 756,111 hari atau 2,1 tahun

Transformasi umur simpan dapat dilakukan pada penyimpanan yang dipercepat atau ASLT.

Transformasi umur simpan menjadi waktu kadaluarsa dapat dilakukan dengan memperhitungkan

berbagai kondisi yang mungkin dialami produk selepas proses produksi seperti kondisi

penyimpanan di gudang, kondisi distribusi, serta penyimpanan di retail sebelum sampai ke

konsumen. Pada umumnya, produk makanan kaleng ditransportasikan dan disimpan pada suhu

ruang yang berkisar antara 35oC pada siang hari dan 25

oC pada malam hari.

54

Tabel 16. Nilai k dan Waktu Kadaluarsa Nasi dalam Kemasan Kaleng pada Suhu 30oC (303 K)

Parameter Suhu

(K) (1/T)

K Umur simpan (hari)

Ordo Nol Ordo Satu Ordo Nol Ordo Satu

Kekerasan 303 0,0033 0,007 0,006 519,93 523,37

Tekstur 303 0,0033 0,007 0,0009 462,41 516,88

Contoh perhitungan untuk parameter tekstur suhu 30oC (303 K) :

1. Ordo 0 : persamaan garis hubungan antara ln k dan (1/T) adalah y = -449,5x – 5,673,

maka nilai Ln k pada suhu 303 K adalah Ln y = -449,5 (1/303) – 3.314 = -4.822 dan nilai

k= antiLn -4.822 = 0,008 dan umur simpan pada suhu 303 K (ts) =

ts =

=

= 462,41 hari atau 1.32 tahun

2. Ordo 1 : persamaan garis hubungan antara ln k dan (1/T) adalah y = -835,5x –

4,1110, maka nilai Ln k pada suhu 303 K adalah Ln y = -835,5 (1/303) – 4,1110 = -

6,9137 dan nilai k= antiLn -6,9137 = 0,0009 dan umur simpan pada suhu 303 K (ts) =

ts =

=

= 516,88 hari atau 1.48 tahun

Penentuan waktu kadaluarsa produk nasi dalam kemasan kaleng ini didasarkan pada

parameter yang memberikan nilai umur simpan paling pendek. Paremeter yang memberikan nilai

umur simpan paling pendek adalah parameter tekstur dan kekerasan. Kedua parameter ini

ditetapkan sebagai parameter kritis. Ditinjau dari segi sensitivitas terhadap perubahan suhu

penyimpanan, parameter tekstur dan kekerasan memiliki laju reaksi yang lebih cepat pada suhu

penyimpanan yang lebih tinggi dilihat dari nilai k kedua parameter yang lebih besar pada setiap

kenaikan suhu penyimpanan daripada parameter uji lainnya. Nilai k dari kedua parameter juga

semakin meningkat seiring dengan kenaikan suhu penyimpanan. Nilai k suatu reaksi menunjukkan

laju reaksi, sehingga semakin besar nilai k yang dihasilkan akan membuat laju reaksi semakin

cepat pada suatu kondisi uji. Selain itu, berdasarkan kurva hubungan antara nilai 1/T dan Ln K,

terlihat bahwa parameter tekstur dan kekerasan juga memiliki nilai gradien (Ln K) terbesar, hal ini

berarti bahwa parameter tesktur merupakan parameter yang sangat sensitif terhadap perubahan

suhu penyimpanan, sehingga perubahan suhu penyimpanan yang terjadi akan menyebabkan

dampak yang besar terhadap perubahan mutu produk.

Penentuan umur simpan produk nasi dalam kemasan kaleng dilakukan pada suhu 30oC karena

merupakan suhu rata-rata harian yang lazim digunakan selama penyimpanan dan transportasi

produk makanan dalam kemasan kaleng. Pada suhu 30oC, parameter tekstur memberikan umur

simpan paling pendek dari kedua parameter uji yang tergolong sensitif. Umur simpan produk nasi

dalam kemasan kaleng pada suhu 30oC berdasarkan parameter tekstur mencapai 462 hari untuk

perhitungan dengan ordo nol dan 516 hari untuk perhitungan dengan ordo satu. Berdasarkan nilai

R2 dari grafik yang ditunjukkan oleh ordo nol dan satu, nilai R

2 paling besar ditunjukkan oleh ordo

satu sehingga kecenderungan kerusakan produk nasi dalam kemasan kaleng mengikuti kinetika

reaksi ordo satu.

55

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. SIMPULAN

Pengembangan alternatif pangan darurat berbasis nasi dalam kemasan kaleng sesuai standar

Institute of Medicine (2002) memiliki sebaran energi yang berasal dari kabohidrat sebesar 40-50%,

lemak 35-45% dan protein 10-15%. Dari empat formula yang dikemas dalam kaleng berdimensi

401 x 301 dan berat kotor 307,6 gram, serta didapatkan nilai Fo sebesar 14-15 menit untuk

perhitungan dengan metode general (trapesium) dan 9-10 menit dengan metode formula (Ball) dan

formula IV terpilih sebagai formula terbaik. Formula IV memiliki komposisi 73,5 gram beras, 10,5

gram tepung putih telur dan 21 gram margarin. Berdasarkan hasil analisis proksimat, komposisi

gizi dari formula terpilih meliputi karbohidrat 30,22%, lemak 10,65% dan protein 6,12% dengan

total kalori sebesar 700 kkal per saji dan disarankan mengonsumsi produk sebanyak tiga kali

sehari akan dapat memenuhi kebutuhan dasar harian energi manusia. Selain itu, nilai kesukaan

panelis terhadap formula terpilih berada pada taraf “suka” (skor rata-rata 6) dan penyajian produk

dalam keadaan hangat lebih disukai daripada produk yang tidak disajikan hangat.

Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metode ASLT (Accelerated Self Life Testing)

menggunakan model persamaan Arrhenius. Hasil pendugaan umur simpan menunjukkan bahwa

produk dapat disimpan pada suhu ruang (30oC) selama 400-500 hari (1,3-1,5 tahun) berdasarkan

parameter tesktur dan umur simpan produk relatif tidak berbeda jauh dengan umur simpan produk

pengalengan lainnya yang rata-rata berada dalam kisaran 1 tahun. Berdasarkan hasil analisis

fisikokimia, sensori dan umur simpan, produk nasi dalam kemasan kaleng formula IV cocok untuk

dikembangkan di Indonesia dan diharapkan dapat menjadi alternatif pangan darurat andalan

Indonesia.

56

5.2. SARAN

1. Perlu dikaji kembali parameter-parameter kritis lainnya untuk pendugaan umur simpan

produk nasi dalam kemasan kaleng.

2. Perlu dikaji kembali penentuan suhu penyimpanan yang akan digunakan dalam pendugaan

umur simpan yang lebih rendah atau tinggi dari yang sudah dilakukan.

3. Perlu dikaji peluang pengembangan formula produk nasi dalam kemasan kaleng terpilih

secara komersial dengan kontribusi nilai gizi dan kebutuhan energi yang sesuai untuk tubuh

manusia serta memiliki citarasa disukai.

57

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D et al. 2006. Modul Praktikum Evaluasi Sensori. Bogor : Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan,IPB

Andarani D. 2003. Sifat Fungsional Putih Telur. Jakarta: Gramedia

Andy C. 2009. Physical Chemistry. New York : McGraw Hill

[AOAC]. 1995. Official Methods of Analysis, 16th

Edition. Gaithersburg, Maryland: AOAC

International

Arpah M. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Makanan. Bogor: Program

Pasca Sarjana Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2010. Statistik bencana tahun 2007-2008.

Website. http://www.bakornaspb.go.id. [11 Februari 2010]

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Pedoman Keamanan Pangan Darurat.

Website. http://www.bpom.go.id. [11 Februari 2010]

[IOM] Institute of Medicine. 2002. High-Energy, Nutrient-Dense Emergency Relief Food Product.

Washington, D.C. : National Academy Press.

Bao J, Bergman CJ. 2004. The Functionality of Rice Starch. Cambridge : Woodland Publishing.

[BMG] Badan Meterologi dan Geofisika. 2010. Laporan Tahunan: Potensi Bencana di Indonesia.

http://www.bmg.go.id.[17 Februari 2011]

Brisske LK, Lee SY, Klein BP, Cadwallader KR. 2004. Development of a prototype high-energy,

nutrient-dense food product for emergency relief. Journal of Food Science 69 : 361-367.

Bruno AK.2003. The Functionality of Protein. New York: Kluwer Publisher

Buckle, K. 2007. The Chemistry of Food Macromolecule. Sydney: Sydney University press.

Fellow PJ. 2000. Food Processing Technology Principle and Practice. New York: Ellis Horwood.

Fennema OR. 1985. Food Chemistry. 2nd

edition. New York: Marcel Dekker Inc.

Gilbert LC. 2000. The Functional Food Trend. J ournal of the American Collage of Nutrition,

19(5): 507-512.

Hariyadi P. 2000. Pengolahan Pangan dengan Suhu Tinggi.Di dalam Hariyadi P (ed). Dasar-Dasar

Teori dan Proses Termal. Bogor: Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

58

Hariyadi P, Kusnandar F, Wulandari N. 2006. Teknologi Pengalengan Pangan. Bogor:

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Hariyadi, P dan Kusnandar F. 2000. Modul Kuliah Prinsip Teknik Pangan. Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan,IPB.

Igual M, Gracia-Martinez E, Camacho MM, dan Martinez-Navarrete N. 2010. Effect of thermal

treatment and storage on the stability of organic acids and the functional value of

grapefruit juice. Food Chemistry 118:291-299.

Ikeme AI. 2008. Poly-Functional Egg: How can it be replaced? Inaugural Lecture of The

University of Nigeria.

[IOM] Institute of Medicine. 1995. Estimated mean Energy per Capita Requirement for Palnning

Emergency Food Aid Rations. Washington : National Press Academy

[IOM] Institute of Medicine. 2002. Emergency Food Guidelines. Washington: National Press

Academy.

Kim J, Foegeding PM. 2000. Principles of Control.Di dalam Hauschild AHW and Doddi KI (ed).

Clostridium botulinum Ecology and Control in Foods. New York: Marcel Dekker Inc.

Kusnandar F, Hariyadi P, Wulandari N. 2006. Proses Termal. Di dalam Kusnandar F, Hariyadi P,

Syamsir E. (ed). Modul Kuliah Prinsip Teknik Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Kusnandar F, Hunaefi D, Nuraida L, Purnomo EH, Taqi FM, Fierliyanti AS, Hartoyo A. 2009.

Prinsip proses produksi sari buah. Dalam: Palupi NS, Syah D (eds). Penuntun Praktikum

Terpadu Pengolahan Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. hal 13-36

McMahon DJ, Adams SL, McManus WR. 2009. Hardening of high-protein nutrition bars and

sugar/polyol-protein phase separation. Journal of Food Science 74: 312-321.

Muchtadi D. 2000. Metabolisme Komponen Pangan. Bogor: IPB Press.

Muchtadi TR. 2004. Prinsip Proses Pengolahan Pangan. Bogor : IPB Press

Mutia, T.2012. Karakteristik Pemanasan pada Proses Pengalengan Cabai Giling. Skripsi. Fakultas

Teknologi Pertanian,IPB.

Palupi, Nurheni S. 2009. Pangan Fungsional : Susu dan Turunannya [Modul Kuliah Pangan

Fungsional]. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,IPB

Pardon AA, Buescher RW, Gibur EE. Staech. 2009. Retrogradation and Texture of Cooked Milled

Rice during Storage.J Food Sci 64 (5): 828-832

59

Pradono,D.I. 2007. Kinetika Kimia dan Reaksi. Bogor : Departemen Kimia,IPB

Raymond C. 2007. Ninth Edition of Physical Chemistry. New York: McGraw Hill.

Singh RP, Heldman DR. 2009. Introduction of Food Engineering. Amsterdam, Boston,

Heidelbergh, London, New York, Oxford, Paris, San Diego, San Fransisco, Singapore,

Sidney, Tokyo: Academic Press.

Sitanggang AB. 2008. Formulasi Pembuatan Cookies Berbahan Dasar Kacang Hijau sebagai

Alternatif Pangan Darurat [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian.

Subarna et al. 2008. Penuntun Praktikum Prinsip Teknik Pangan. Bogor : Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan,IPB

Suprapti, I. 2002. Teknologi Pengolahan Tepung Putih Tepur [Artikel].

http:www.pangansehat.com [13 Mei 2012]

Syamsir E. 2006. Penuntun Praktikum Sereal Sarapan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Syarief R, Santausa S, St. Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Valentina S. 2009. Pembuatan Produk Pengalengan Berbasis Beras sebagai Alternatif Pangan

Darurat [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian.

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan. Gramedia : Jakarta

Yanuar W. 2009. Studi Aktivitas Antioksidan dan Imunomodulator Serealia Lokal Nonberas pada

Nasi Instan. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor.

Zoumas BL, Amstrong LE,Backstrand JR,Chenoweth WL,Chinacoti P,KleinBP,Lane HW,Marsh

KS,Tolvanen M. 2002. High Energy,Nutrient Dense Emergency Relief Product. Food and

Nutrition Board: Institute of Medecine. Washington: National Press Academy

LAMPIRAN

60

Lampiran 1a. Perhitungan Komposisi Bahan Baku untuk Formula I

Bahan Jumlah Protein Lemak Karbohidrat Air

Beras (g) 100 6.76 0.71 79.77 12.51

Mentega (g) 30 0.05 23.94 0.12 5.17

Tepung Telur (g) 20 15.77 0.04 0.41 2.67

Air (g) 150 150

Total (g) 300 22.58 24.69 80.30 170.35

Persentase (%) 7.52 8.23 26.77 56.78

Berat Kering (g) 129.65 17.41 19.04 61.93

Nilai Kalori 1

Kaleng Produk (kkal)

661.81 94.96 229.58 337.27

Sumbangan Kalori (%) 14.31 35.68 50.96

Keterangan:

Berat kering didapat dari berat komponen dikurangi dengan kadar air masing-masing

Nilai kalori produk dihitung dengan mengasumsikan 1 gram karbohidrat menyumbang 4,2 kkal, 1 gram

protein menyumbang 4,2 kkal dan 1 gram lemak menyumbang 9,3 kkal

Lampiran 1b. Perhitungan Komposisi Bahan Baku untuk Formula II

Bahan Jumlah Protein Lemak Karbohidrat Air

Beras (g) 90 6.08 0.64 71.79 11.26

Mentega (g) 40 0.07 31.92 0.16 6.89

Tepung Telur (g) 20 15.77 0.04 0.41 2.67

Air (g) 150 150

Total (g) 300 21.92 32.60 72.36 170.82

Persentase (%) 7.31 10.87 24.12 56.94

Berat Kering (g) 129.18 16.98 25.24 56.01

Nilai Kalori 1

Kaleng Produk (kkal)

697.65 92.02

kkal

301.79 kkal 303.83 kkal

Sumbangan Kalori (%) 13.19 43.26 43.60

Keterangan:

Berat kering didapat dari berat komponen dikurangi dengan kadar air masing-masing

Nilai kalori produk dihitung dengan mengasumsikan 1 gram karbohidrat menyumbang 4,2 kkal, 1 gram

protein menyumbang 4,2 kkal dan 1 gram lemak menyumbang 9,3 kkal

61

Lampiran 1c. Perhitungan Komposisi Bahan Baku untuk Formula III

Bahan Jumlah Protein Lemak Karbohidrat Air

Beras (g) 90 6.08 0.64 71.79 11.26

Mentega (g) 40 0.07 31.92 0.16 6.89

Tepung Telur (g) 20 15.77 0.04 0.41 2.67

Air (g) 150 150

Total (g) 300 21.92 32.60 72.36 170.82

Persentase

dalam produk (%)

7.31 10.87 24.12 56.94

Berat Kering (g) 129.18 16.98 25.24 56.01

Nilai Kalori 1

Kaleng Produk (kkal)

697.65 92.02 301.79 303.83

Sumbangan Kalori (%) 13.19 43.26 43.60

Keterangan:

Berat kering didapat dari berat komponen dikurangi dengan kadar air masing-masing

Nilai kalori produk dihitung dengan mengasumsikan 1 gram karbohidrat menyumbang 4,2 kkal, 1 gram

protein menyumbang 4,2 kkal dan 1 gram lemak menyumbang 9,3 kkal

Lampiran 1d. Perhitungan Komposisi Bahan Baku untuk Formula IV

Bahan Jumlah Protein Lemak Karbohidrat Air

Beras (g) 105 7.10 0.74 83.76 13.14

Mentega (g) 30 0.05 23.94 0.12 5.17

Tepung Telur (g) 15 11.83 0.03 0.03 2.00

Air (g) 150 150

Total (g) 300 18.98 24.71 83.91 170.31

Persentase

dalam produk (%)

6.32 8.21 27.97 56.77

Berat Kering (BK) 129.69 14.61 19.06 64.70

Nilai Kalori 1

Kaleng Produk (kkal)

670.18 79.63 229.89 360.66

Sumbangan Kalori (%) 11.88 35.30 53.18

Keterangan:

Berat kering didapat dari berat komponen dikurangi dengan kadar air masing-masing

Nilai kalori produk dihitung dengan mengasumsikan 1 gram karbohidrat menyumbang 4,2 kkal, 1 gram

protein menyumbang 4,2 kkal dan 1 gram lemak menyumbang 9,3 kkal

62

Lampiran 2. Hasil Uji Distribusi Panas Retort

Menit Tc1 Tc2 Tc3 Tc4 Tc5 Tc6 Tc7 Tc8 Tc9 Tc10 T.max T.min

0 85 82 81 82 83 83 80 80 79 83 85 79

1 85 82 81 82 83 83 80 81 79 83 85 79

2 187 196 167 83 109 180 81 93 79 89 196 79

3 198 204 182 130 139 171 122 128 131 181 204 122

4 207 206 203 168 133 187 189 195 180 207 207 133

5 210 209 210 204 158 194 205 205 193 209 210 158

6 212 - 211 212 166 201 206 210 207 212 212 166

7 214 - 213 214 198 209 208 213 213 214 214 198

8 216 - 216 216 216 217 214 214 216 216 217 214

9 220 - 219 220 220 220 220 220 220 220 220 219

10 223 - 223 223 223 223 223 223 223 223 223 223 11 225 - 225 225 225 225 225 225 225 225 225 225 12 238 - 234 240 241 241 241 241 240 241 241 234

13 237 - 238 238 238 238 237 237 237 237 238 237

14 239 - 240 240 240 239 239 239 240 240 240 239

15 244 - 245 244 244 244 244 244 245 244 245 244

16 244 - 245 244 244 244 244 244 245 245 245 244

17 245 - 245 245 245 245 245 245 245 245 245 245

18 246 - 246 246 246 246 246 246 246 245 246 245

19 246 - 247 247 246 246 246 246 246 247 247 246

20 247 - 247 247 247 247 247 247 247 247 247 247

21 246 - 246 245 245 245 246 246 245 245 246 245

22 243 - 243 243 243 243 243 243 243 242 243 242

23 241 - 241 241 240 240 240 241 241 241 241 240

24 239 - 239 238 238 238 237 238 238 238 239 237

25 236 - 237 236 235 235 235 235 236 235 236 235

26 234 - 234 234 233 233 233 233 233 233 234 233

27 232 - 232 231 231 231 230 231 231 231 232 230

28 230 - 229 229 229 229 229 229 229 228 230 228

29 228 - 228 227 227 227 227 227 227 227 228 227

30 226 - 226 225 225 225 224 225 225 225 226 224

31 224 - 224 223 223 224 224 223 223 223 224 223

32 223 - 223 222 222 222 221 222 222 222 223 221

33 221 - 221 220 220 220 221 220 220 220 221 220

34 220 - 220 219 219 219 219 219 219 218 220 218

35 219 - 219 218 218 218 218 218 218 217 219 218

36 217 - 217 217 217 217 217 217 217 216 217 216

37 216 - 216 216 216 216 216 216 216 216 216 216

38 212 - 212 212 211 211 211 211 211 211 212 211

39 211 - 211 203 211 201 183 198 196 168 211 168

40 192 - 200 173 122 135 158 98 151 134 200 98

Keterangan:

Tc1, Tc2, ..., Tc10 = Suhu termokpel 1, Suhu termokopel 2, ..., Suhu termokopel 10

T min = suhu minimum retort dan T max = suhu maksimum retort

63

Lampiran 3a. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula I

Menit ke T.rata-rata (oC) Nilai LR Fo Parsial

0 36.3 1.94486E-05

1 36.2 1.92014E-05 1.9325E-05

2 35.8 1.82436E-05 1.8723E-05

3 35.6 1.77828E-05 1.8013E-05

4 35.2 1.68958E-05 1.7339E-05

5 34.7 1.58489E-05 1.6372E-05

6 34.8 1.6053E-05 1.5951E-05

7 35.1 1.6681E-05 1.6367E-05

8 40.2 3.20299E-05 2.4355E-05

9 43.1 4.64159E-05 3.9223E-05

10 44.7 5.69581E-05 5.1687E-05

11 46.2 6.90063E-05 6.2982E-05

12 49.7 0.000107978 8.8492E-05

13 51.8 0.000141254 0.00012462

14 53.2 0.000168958 0.00015511

15 54.5 0.000199526 0.00018424

16 57.1 0.000278256 0.00023889

17 62.2 0.000534291 0.00040627

18 67.8 0.001093677 0.00081398

19 88.4 0.01525223 0.00817295

20 98.7 0.056958108 0.03610517

21 103.5 0.105250029 0.08110407

22 103.6 0.10660505 0.10592754

23 103.8 0.109367652 0.10798635

24 104.2 0.115109485 0.11223857

25 105.1 0.129154967 0.12213223

26 105 0.127513321 0.12833414

27 105.4 0.134207806 0.13086056

28 105.7 0.139458325 0.13683307

29 106.2 0.148669617 0.14406397

30 106.8 0.16052976 0.15459969

31 106.5 0.154485915 0.15750784

32 106.7 0.158489319 0.15648762

33 107.1 0.166810054 0.16264969

34 107.8 0.182436239 0.17462315

35 108.2 0.192014194 0.18722522

36 108.5 0.199526231 0.19577021

37 108.9 0.210001416 0.20476382

38 109.3 0.22102655 0.21551398

39 109.3 0.22102655 0.22102655

40 110.4 0.254422523 0.23772454

64

41 110.8 0.267779778 0.26110115

42 111.1 0.27825594 0.27301786

43 111.3 0.285466766 0.28186135

44 111.9 0.308239924 0.29685335

45 112.1 0.316227766 0.31223384

46 112.4 0.328599325 0.32241355

47 112.8 0.345850883 0.3372251

48 113.2 0.364008153 0.35492952

49 114.6 0.435400465 0.39970431

50 115.1 0.464158883 0.44977967

51 115.3 0.476187266 0.47017307

52 115.9 0.514175183 0.49518122

53 116.4 0.54813671 0.53115595

54 118.3 0.698947321 0.62354202

55 119.1 0.774263683 0.7366055

56 119.5 0.814912747 0.79458821

57 120.1 0.879922544 0.84741765

58 120.5 0.926118728 0.90302064

59 121.1 1 0.96305936

60 121.1 1 1

Fo total 15.9002676

Contoh Perhitungan : menit ke-56

Nilai Lethal Rate (LR) : LR = 10 ^ ((T-121.1)/18)

LR = 10 ^ ((119.5-121.1)/18)

= 0.8149

Nilai Fo Parsial dengan metode Trapesium : menit ke-56 dan 57

Fo Parsial = ((LR56+LR57)/2) x ∆t

= ((0.8149 + 0.8799)/2) x (57-56)

= 0.8474

65

Lampiran 3b. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula II

Menit ke- T.rata-rata (oC) Nilai LR Fo Parsial

0 46.7 7.3564E-05

1 46.7 7.3564E-05 7.3564E-05

2 46.1 6.8129E-05 7.0847E-05

3 45.8 6.5564E-05 6.6847E-05

4 45.9 6.6408E-05 6.5986E-05

5 47.1 7.7426E-05 7.1917E-05

6 47.5 8.1491E-05 7.9459E-05

7 47.5 8.1491E-05 8.1491E-05

8 48.8 9.6235E-05 8.8863E-05

9 47.2 7.8423E-05 8.7329E-05

10 51.2 0.00013082 0.00010462

11 51.7 0.00013946 0.00013514

12 50.6 0.00012115 0.00013031

13 51.8 0.00014125 0.0001312

14 70.3 0.00150584 0.00082355

15 75.2 0.00281838 0.00216211

16 77.5 0.00378249 0.00330044

17 79.9 0.00514175 0.00446212

18 83.2 0.00784232 0.00649203

19 88.4 0.01525223 0.01154727

20 95.3 0.03686945 0.02606084

21 101.7 0.08360307 0.06023626

22 101.7 0.08360307 0.08360307

23 102.2 0.08912509 0.08636408

24 103.1 0.1 0.09456255

25 104.4 0.11809247 0.10904624

26 105.2 0.13081775 0.12445511

27 105.6 0.13768572 0.13425173

28 106 0.14491426 0.14129999

29 107.1 0.16681005 0.15586215

30 109.1 0.21544347 0.19112676

31 108.5 0.19952623 0.20748485

32 108.7 0.20469683 0.20211153

33 108.9 0.21000142 0.20734912

34 109.3 0.22102655 0.21551398

35 109.7 0.23263051 0.22682853

36 109.9 0.23865898 0.23564474

37 110.4 0.25442252 0.24654075

38 110.7 0.26437612 0.25939932

39 109.3 0.22102655 0.24270133

40 110.4 0.25442252 0.23772454

66

41 110.8 0.26777978 0.26110115

42 111.5 0.29286446 0.28032212

43 111.9 0.30823992 0.30055219

44 112.3 0.32442261 0.31633127

45 113.1 0.35938137 0.34190199

46 113.7 0.38805107 0.37371622

47 113.9 0.39810717 0.39307912

48 114.1 0.40842387 0.40326552

49 114.7 0.44100595 0.42471491

50 115.2 0.47013461 0.45557028

51 115.9 0.51417518 0.4921549

52 116.2 0.5342909 0.52423304

53 117 0.59186441 0.56307765

54 116.8 0.57691404 0.58438922

55 118.2 0.69006323 0.63348864

56 119.5 0.81491275 0.75248799

57 121.1 1 0.90745637

58 121.1 1 1

59 121.1 1 1

Fo total 15.3057046

Contoh Perhitungan : menit ke-49

Nilai Lethal Rate (LR) : LR = 10 ^ ((T-121.1)/18)

LR = 10 ^ ((114.7-121.1)/18)

= 0.4410

Nilai Fo Parsial dengan metode Trapesium : menit ke-49 dan 50

Fo Parsial = ((LR49+LR50)/2) x ∆t

= ((0.4410 + 0.4701)/2) x (50-49)

= 0.4556

67

Lampiran 3c. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula III

Menit ke- T.rata-rata (oC) Nilai LR Fo Parsial

0 29.3 7.9433E-06

1 30.2 8.9125E-06 8.4279E-06

2 31.1 0.00001 9.4563E-06

3 34.5 1.5449E-05 1.2724E-05

4 40.2 3.203E-05 2.3739E-05

5 43.1 4.6416E-05 3.9223E-05

6 43.9 5.1418E-05 4.8917E-05

7 43.9 5.1418E-05 5.1418E-05

8 45.8 6.5564E-05 5.8491E-05

9 47.7 8.3603E-05 7.4584E-05

10 49.5 0.00010525 9.4427E-05

11 53.1 0.00016681 0.00013603

12 52.9 0.0001626 0.0001647

13 53.4 0.00017334 0.00016797

14 54.5 0.00019953 0.00018643

15 55.1 0.00021544 0.00020748

16 59.9 0.00039811 0.00030678

17 62.3 0.00054117 0.00046964

18 65.1 0.00077426 0.00065772

19 67.3 0.00102591 0.00090009

20 70.8 0.0016053 0.00131561

21 75.4 0.00289142 0.00224836

22 78.3 0.00419008 0.00354075

23 79 0.00458259 0.00438634

24 82.1 0.00681292 0.00569776

25 83.5 0.00814913 0.00748102

26 85.4 0.01039122 0.00927018

27 89.3 0.01711328 0.01375225

28 92.2 0.02479959 0.02095643

29 95.4 0.03734412 0.03107185

30 96.7 0.04410059 0.04072236

31 97.8 0.05076397 0.04743228

32 101.1 0.07742637 0.06409517

33 101.1 0.07742637 0.07742637

34 104.5 0.11961283 0.0985196

35 104.3 0.11659144 0.11810214

36 104.7 0.12271252 0.11965198

37 105.3 0.13250194 0.12760723

38 105.9 0.1430723 0.13778712

39 106.2 0.14866962 0.14587096

40 106.7 0.15848932 0.15357947

68

41 108.2 0.19201419 0.17525176

42 108.5 0.19952623 0.19577021

43 108.9 0.21000142 0.20476382

44 110.4 0.25442252 0.23221197

45 110.7 0.26437612 0.25939932

46 110.9 0.27122726 0.26780169

47 111.4 0.28914195 0.28018461

48 111.6 0.29663488 0.29288842

49 112.3 0.32442261 0.31052875

50 112.8 0.34585088 0.33513675

51 113.5 0.37824899 0.36204994

52 114.1 0.40842387 0.39333643

53 114.4 0.42440235 0.41641311

54 114.8 0.44668359 0.43554297

55 115.3 0.47618727 0.46143543

56 116.2 0.5342909 0.50523908

57 116.4 0.54813671 0.54121381

58 116.7 0.56958108 0.5588589

59 117.2 0.6072022 0.58839164

60 118.3 0.69894732 0.65307476

61 119.2 0.78423179 0.74158956

62 119.7 0.83603069 0.81013124

63 120.4 0.91434714 0.87518892

64 121.3 1.02591437 0.97013075

Fo total 14.3096339

Contoh Perhitungan : menit ke-65

Nilai Lethal Rate (LR) : LR = 10 ^ ((T-121.1)/18)

LR = 10 ^ ((121.2-121.1)/18)

= 1.0128

Nilai Fo Parsial dengan metode Trapesium : menit ke-65 dan 66

Fo Parsial = ((LR65+LR66)/2) x ∆t

= ((1.0128 + 1.0000)/2) x (66-65)

= 1.0064

69

Lampiran 3d. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula IV

Menit ke- T.rata-rata (oC) Nilai LR Fo Parsial

0 27.3 6.1502E-06

1 28.4 7.07946E-06 6.61483E-06

2 29.1 7.74264E-06 7.41105E-06

3 31.7 1.07978E-05 9.27019E-06

4 32.5 1.19613E-05 1.13795E-05

5 33.8 1.41254E-05 1.30433E-05

6 35.6 1.77828E-05 1.59541E-05

7 36.3 1.94486E-05 1.86157E-05

8 37.9 2.38659E-05 2.16573E-05

9 38.1 2.44844E-05 2.41751E-05

10 40.3 3.24423E-05 2.84633E-05

11 43.2 4.70135E-05 3.97279E-05

12 43.1 4.64159E-05 4.67147E-05

13 43 4.58259E-05 4.61209E-05

14 44.5 5.55194E-05 5.06726E-05

15 47.7 8.36031E-05 6.95612E-05

16 49.6 0.000106605 9.51041E-05

17 53.4 0.000173336 0.000139971

18 55.7 0.000232631 0.000202983

19 60.4 0.000424402 0.000328516

20 62.9 0.000584341 0.000504372

21 65.6 0.000825404 0.000704873

22 70 0.001449143 0.001137273

23 72.1 0.001895736 0.001672439

24 73.4 0.002238721 0.002067228

25 75.9 0.003082399 0.00266056

26 80.2 0.005342909 0.004212654

27 83.3 0.007943282 0.006643096

28 87.2 0.013081775 0.010512529

29 90.9 0.021000142 0.017040958

30 93.1 0.027825594 0.024412868

31 93.5 0.029286446 0.02855602

32 95 0.035481339 0.032383892

33 98.2 0.05342909 0.044455214

34 100.1 0.068129207 0.060779148

35 103.4 0.10391223 0.086020719

36 104.2 0.115109485 0.109510858

37 104.7 0.122712524 0.118911005

38 105.3 0.132501936 0.12760723

39 105.5 0.135935639 0.134218787

40 105.8 0.141253754 0.138594697

70

41 106.3 0.150583635 0.145918695

42 107.2 0.168957618 0.159770627

43 107.9 0.18478498 0.176871299

44 109.1 0.215443469 0.200114224

45 109.5 0.226754313 0.221098891

46 110.7 0.264376119 0.245565216

47 111.1 0.27825594 0.271316029

48 112.3 0.324422608 0.301339274

49 112.5 0.332829814 0.328626211

50 112.7 0.341454887 0.337142351

51 113 0.354813389 0.348134138

52 113.4 0.373441193 0.364127291

53 113.9 0.398107171 0.385774182

54 114.5 0.429866235 0.413986703

55 115.1 0.464158883 0.447012559

56 115.8 0.507639673 0.485899278

57 116.4 0.54813671 0.527888192

58 116.9 0.584341413 0.566239062

59 117.3 0.615019504 0.599680459

60 118.1 0.681292069 0.648155787

61 118.8 0.74511314 0.713202605

62 119.5 0.814912747 0.780012943

63 120.2 0.891250938 0.853081843

64 121.1 1 0.945625469

65 121.1 1 1

66 121.1 1 1

Fo Total 15.70602873

Contoh Perhitungan : menit ke-36

Nilai Lethal Rate (LR) : LR = 10 ^ ((T-121.1)/18)

LR = 10 ^ ((104.2-121.1)/18)

= 0.1151

Nilai Fo Parsial dengan metode Trapesium : menit ke-36 dan 37

Fo Parsial = ((LR36+LR37)/2) x ∆t

= ((0.1151 + 0.1227)/2) x (37-36)

= 0.1189

71

Lampiran 4a. Hasil Hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formula I

Data awal yang tersedia sebagai berikut

Fo = 20.90 menit Diperoleh dari perhitungan metode trapesium

CUT = 22 menit Diperoleh dari uji distribusi panas

CUT koreksi = 13.2 menit CUT koreksi = 0.6 x CUT

P = 40 menit P = waktu operator

B = 53.2 B = waktu proses = P + 0.6 CUT

Tr = 250o F Tr = suhu retort

Ti = 152.6o F Ti = suhu awal produk

Ih = 97.4 Ih = Tr-Ti

Persamaan garis hubungan antara (Tr-Tp) dan t (menit) : y = 226.1 e -0.06x

atau Log y = Log 226.1

– 0.06x Log e

Waktu untuk memulai proses: CUT – CUT koreksi

: 22 – 13.2 menit = 8.8 menit

Penentuan parameter proses termal:

Jh.Ih = (Tr-Tp) pada waktu yang menjadi titik nol perhitungan setelah CUT koreksi.

= (Tr-Tp) pada t=8.8 menit

Dari persamaan garis, diketahui bahwa x = waktu (menit) dan y = (Tr-Tp)

Pada t = 8.8 menit, nilai y = 226.1 e -0.06 (8.8)

= 134.0884 sehingga nilai (Tr-Tp) = 134.0884

Tr – Tp = Jh.Ih = 134.0884 dan nilai Ih diketahui 97.4

Jh = 134.0884/97.4 = 1.3767

Nilai fh adalah nilai yang diperlukan kurva penetrasi panas untuk berubah 1 siklus log, dapat

dilihat dari kurva bahwa nilai fh adalah sekitar 34 menit.

Penentuan Fo:

Log g = Log (Jh.Ih) – B/fh

= Log (1.3767 x 97.4) – 53.2/34 = 0.5625

Dari tabel log g vs fh/U (Z=18oF) diperoleh nilai fh/U = 3.26 (hasil ekstrapolasi)

Fi = 10 (Tref-Tr)/Z

= 10 (250-250)/18

= 1

Fo = fh/ (fh/U x Fi) = 34/3.26 = 10.43 menit.

72

Lampiran 4b. Hasil Hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formulasi II

Data awal yang tersedia sebagai berikut

Fo = 20.30 menit Diperoleh dari perhitungan metode trapesium

CUT = 22 menit Diperoleh dari uji distribusi panas

CUT koreksi = 13.2 menit CUT koreksi = 0.6 x CUT

P = 40 menit P = waktu operator

B = 53.2 B = waktu proses = P + 0.6 CUT

Tr = 250o F Tr = suhu retort

Ti = 116.6o F Ti = suhu awal produk

Ih = 133.4 Ih = Tr-Ti

Persamaan garis hubungan antara (Tr-Tp) dan t (menit) : y = 177.3 e -0.06x

atau Log y = Log 177.3

– 0.06x Log e

Waktu untuk memulai proses: CUT – CUT koreksi

: 22 – 13.2 menit = 8.8 menit

Penentuan parameter proses termal:

Jh.Ih = (Tr-Tp) pada waktu yang menjadi titik nol perhitungan setelah CUT koreksi.

= (Tr-Tp) pada t=8.8 menit

Dari persamaan garis, diketahui bahwa x = waktu (menit) dan y = (Tr-Tp)

Pada t = 8.8 menit, nilai y = 177.3 e -0.06 (8.8)

= 105.1476 sehingga nilai (Tr-Tp) = 105.1476

Tr – Tp = Jh.Ih = 105.1476 dan nilai Ih diketahui 133.4

Jh = 105.1476/133.4 = 0.7882

Nilai fh adalah nilai yang diperlukan kurva penetrasi panas untuk berubah 1 siklus log, dapat

dilihat dari kurva bahwa nilai fh adalah sekitar 38 menit.

Penentuan Fo:

Log g = Log (Jh.Ih) – B/fh

= Log (0.7882 x 133.4) – 53.2/38 = 0.6217

Dari tabel log g vs fh/U (Z=18oF) diperoleh nilai fh/U = 3.70 (hasil ekstrapolasi)

Fi = 10 (Tref-Tr)/Z

= 10 (250-250)/18

= 1

Fo = fh/ (fh/U x Fi) = 38/3.7 = 10.25 menit.

73

Lampiran 4c. Hasil Hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formulasi III

Data awal yang tersedia sebagai berikut

Fo = 19.30 menit Diperoleh dari perhitungan metode trapesium

CUT = 22 menit Diperoleh dari uji distribusi panas

CUT koreksi = 13.2 menit CUT koreksi = 0.6 x CUT

P = 40 menit P = waktu operator

B = 53.2 B = waktu proses = P + 0.6 CUT

Tr = 250o F Tr = suhu retort

Ti = 84.74o F Ti = suhu awal produk

Ih = 165.26 Ih = Tr-Ti

Persamaan garis hubungan antara (Tr-Tp) dan t (menit) : y = 251.2 e -0.06x

atau Log y = Log 251.2

– 0.06x Log e

Waktu untuk memulai proses: CUT – CUT koreksi

: 22 – 13.2 menit = 8.8 menit

Penentuan parameter proses termal:

Jh.Ih = (Tr-Tp) pada waktu yang menjadi titik nol perhitungan setelah CUT koreksi.

= (Tr-Tp) pada t=8.8 menit

Dari persamaan garis, diketahui bahwa x = waktu (menit) dan y = (Tr-Tp)

Pada t = 8.8 menit, nilai y = 251.2 e -0.06 (8.8)

= 148.9740 sehingga nilai (Tr-Tp) = 148.9740

Tr – Tp = Jh.Ih = 148.9740 dan nilai Ih diketahui 165.26

Jh = 148.9740/165.26 = 0.9014

Nilai fh adalah nilai yang diperlukan kurva penetrasi panas untuk berubah 1 siklus log, dapat

dilihat dari kurva bahwa nilai fh adalah sekitar 38 menit.

Penentuan Fo:

Log g = Log (Jh.Ih) – B/fh

= Log (0.9014 x 165.26) – 53.2/38 = 0.6310

Dari tabel log g vs fh/U (Z=18oF) diperoleh nilai fh/U = 3.68 (hasil ekstrapolasi)

Fi = 10 (Tref-Tr)/Z

= 10 (250-250)/18

= 1

Fo = fh/ (fh/U x Fi) = 38/3.68 = 10.31 menit.

74

Lampiran 4d. Hasil Hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formulasi IV

Data awal yang tersedia sebagai berikut

Fo = 19.71 menit Diperoleh dari perhitungan metode trapesium

CUT = 22 menit Diperoleh dari uji distribusi panas

CUT koreksi = 13.2 menit CUT koreksi = 0.6 x CUT

P = 40 menit P = waktu operator

B = 53.2 B = waktu proses = P + 0.6 CUT

Tr = 250o F Tr = suhu retort

Ti = 81.14o F Ti = suhu awal produk

Ih = 168.86 Ih = Tr-Ti

Persamaan garis hubungan antara (Tr-Tp) dan t (menit) : y = 285.5 e -0.06x

atau Log y = Log 285.5

– 0.06x Log e

Waktu untuk memulai proses: CUT – CUT koreksi

: 22 – 13.2 menit = 8.8 menit

Penentuan parameter proses termal:

Jh.Ih = (Tr-Tp) pada waktu yang menjadi titik nol perhitungan setelah CUT koreksi.

= (Tr-Tp) pada t=8.8 menit

Dari persamaan garis, diketahui bahwa x = waktu (menit) dan y = (Tr-Tp)

Pada t = 8.8 menit, nilai y = 285.5 e -0.06 (8.8)

= 169.3156 sehingga nilai (Tr-Tp) = 169.3156

Tr – Tp = Jh.Ih = 169.3156 dan nilai Ih diketahui 168.86

Jh = 169.3156/168.86 = 1.0027

Nilai fh adalah nilai yang diperlukan kurva penetrasi panas untuk berubah 1 siklus log, dapat

dilihat dari kurva bahwa nilai fh adalah sekitar 38 menit.

Penentuan Fo:

Log g = Log (Jh.Ih) – B/fh

= Log (1.0027 x 168.86) – 53.2/38 = 0.6712

Dari tabel log g vs fh/U (Z=18oF) diperoleh nilai fh/U = 4.26 (hasil ekstrapolasi)

Fi = 10 (Tref-Tr)/Z

= 10 (250-250)/18

= 1

Fo = fh/ (fh/U x Fi) = 38/4.26 = 8.92 menit.

75

Lampiran 5a. Hasil Analisis Proksimat dan Perhitungan Distribusi Energi dari Komponen Gizi

Makro untuk Formula I

Komponen Karbohidrat Lemak Protein Air Abu

Kandungan Makronutrien

(berdasarkan hasil

proksimat)

29.43% 11.12% 7.07% 51.17% 1.21%

Gram Makronutrien 66.22 g 25.02 g 15.91 g 115.13 g 2.72 g

Sumbangan Kalori 278.12 kal 230.18 kal 66.82 kal

Total kalori 575.12 kal

Berat Nasi Kaleng Total 225 Gram

% Sumbangan Kalori 48.36% 40.02% 11.62% Sesuai IOM

Lampiran 5b. Hasil Analisis Proksimat dan Perhitungan Distribusi Energi dari Komponen Gizi

Makro untuk Formula II

Komponen Karbohidrat Lemak Protein Air Abu

Kandungan Makronutrien

(berdasarkan hasil

proksimat)

24.14% 13.85% 7.34% 53.24% 1.43%

Gram Makronutrien 54.32 g 31.16 g 16.51 g 119.79 g 3.22 g

Sumbangan Kalori 281.14 kal 286.67 kal 69.34 kal

Total kalori 637.15 kal

Berat Nasi Kaleng Total 225 Gram

% Sumbangan Kalori 44.12% 45.01% 10.88% Sesuai IOM

Lampiran 5c. Hasil Analisis Proksimat dan Perhitungan Distribusi Energi dari Komponen Gizi

Makro untuk Formula III

Komponen Karbohidrat Lemak Protein Air Abu

Kandungan Makronutrien

(berdasarkan hasil

proksimat)

28.12% 12.15% 5.79% 53.55% 1.39%

Gram Makronutrien 63.27 g 27.34 g 13.03 g 120.49 g 3.13 g

Sumbangan Kalori 265.73 kal 251.53 kal 54.73 kal

Total kalori 572.05 kal

Berat Nasi Kaleng Total 225 Gram

% Sumbangan Kalori 46.45% 43.97% 9.24% Tidak sesuai IOM

Lampiran 5d. Hasil Analisis Proksimat dan Perhitungan Distribusi Energi dari Komponen Gizi

Makro untuk Formula IV

Komponen Karbohidrat Lemak Protein Air Abu

Kandungan Makronutrien

(berdasarkan hasil

proksimat)

30.22% 10.65% 6.12% 51.68% 1.33%

Gram Makronutrien 67.99 g 23.96 g 13.77 g 116.28 g 2.99 g

Sumbangan Kalori 285.56 kal 220.43 kal 57.83 kal

Total kalori 563.82 kal

Berat Nasi Kaleng Total 225 Gram

% Sumbangan Kalori 50.64% 39.90% 10.25% sesuai IOM

76

Lampiran 6. Kuisioner Uji Rating Hedonik

KUISIONER UJI RATING HEDONIK

Sampel :

Nama :

Tanggal Uji :

Instruksi :

1. Netralkan indra pengecap Anda dengan air putih.

2. Dihadapan Anda terdapat empat sampel, cicipilah sampel satu per satu dari kiri ke kanan.

3. Berikanlah penilaian Anda terhadap tingkat kesukaan masing-masing parameter

1. Sangat tidak suka

2. Tidak suka

3. Agak tidak suka

4. Netral

5. Agak suka

6. Suka

7. Sangat suka

4. Netralkan indra pengecap Anda dengan air putih setiap selesai mengecap masing-masing sampel

5. Jangan membandingkan antarsampel.

Atribut Kode Sampel

678 174 538 421

Warna

Rasa

Aroma

Tekstur

Overall

Komentar :

77

Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Uji Rating Hedonik

Panelis Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur Overall

1 1 4 4 6 6 6

1 2 5 5 6 6 6

1 3 5 6 5 4 4

1 4 5 6 5 4 5

1 5 5 7 6 6 6

1 6 6 4 7 6 6

1 7 6 6 7 6 6

1 8 6 7 7 6 6

2 1 5 4 6 5 6

2 2 5 3 7 6 7

2 3 5 5 5 5 4

2 4 5 6 6 5 5

2 5 5 7 6 6 6

2 6 6 6 6 6 7

2 7 6 6 7 6 7

2 8 6 7 7 6 7

3 1 4 4 6 5 5

3 2 5 5 6 6 6

3 3 5 6 5 4 4

3 4 5 6 6 5 5

3 5 5 6 7 6 6

3 6 6 4 7 6 7

3 7 6 6 7 7 7

3 8 6 7 7 7 7

4 1 6 4 6 6 7

4 2 6 5 7 6 7

4 3 6 6 6 6 5

4 4 6 4 6 6 6

4 5 5 5 6 6 6

4 6 6 5 6 6 7

4 7 6 6 7 7 7

4 8 6 7 7 7 7

5 1 3 4 6 4 5

5 2 4 5 7 7 7

5 3 6 6 5 5 6

5 4 6 4 5 5 6

5 5 6 5 6 5 6

5 6 6 6 6 6 6

5 7 6 6 7 7 7

5 8 6 6 7 7 7

6 1 4 6 6 4 5

6 2 5 6 6 6 6

6 3 6 5 5 5 5

6 4 6 4 5 5 6

6 5 6 5 6 5 7

6 6 6 6 6 6 6

6 7 6 6 7 7 7

6 8 6 7 7 7 7

7 1 5 6 5 5 5

7 2 5 5 6 6 6

7 3 6 4 5 5 5

7 4 6 5 6 5 5

7 5 6 6 5 5 6

7 6 6 3 6 6 6

7 7 6 4 6 6 6

7 8 6 6 6 7 6

8 1 5 6 6 5 6

8 2 5 5 6 6 7

8 3 6 4 6 6 6

8 4 6 6 6 6 6

8 5 6 6 6 6 6

78

8 6 6 6 6 6 6

8 7 6 6 6 6 6

8 8 6 7 6 7 6

9 1 5 6 7 5 6

9 2 5 5 6 6 6

9 3 4 5 4 3 4

9 4 5 5 5 4 5

9 5 6 5 7 6 5

9 6 7 6 7 7 6

9 7 6 6 7 6 7

9 8 6 7 7 7 7

10 1 5 6 5 5 5

10 2 5 5 6 5 6

10 3 3 4 4 3 3

10 4 4 4 4 3 3

10 5 6 5 7 6 5

10 6 7 6 7 7 6

10 7 6 7 7 6 6

10 8 6 7 7 6 6

11 1 3 5 5 4 5

11 2 3 5 5 5 6

11 3 6 5 4 4 4

11 4 5 5 5 4 5

11 5 6 6 6 6 6

11 6 7 4 7 7 7

11 7 5 6 6 6 6

11 8 6 7 6 6 7

12 1 2 5 5 4 4

12 2 2 6 6 4 5

12 3 6 5 4 4 4

12 4 6 6 5 5 4

12 5 5 4 6 5 6

12 6 5 6 6 6 6

12 7 5 6 6 6 6

12 8 6 7 7 6 7

13 1 6 5 7 6 6

13 2 6 4 6 6 6

13 3 6 6 5 5 5

13 4 6 7 7 5 4

13 5 5 6 6 5 6

13 6 5 5 6 6 6

13 7 5 6 6 6 7

13 8 6 7 6 6 7

14 1 6 5 6 6 6

14 2 7 6 7 7 7

14 3 6 7 6 6 6

14 4 6 6 6 5 6

14 5 6 6 7 6 7

14 6 5 6 6 6 7

14 7 5 6 7 5 6

14 8 6 7 7 6 6

15 1 7 6 7 7 7

15 2 6 6 6 6 7

15 3 3 6 5 3 3

15 4 4 5 4 4 4

15 5 6 4 7 6 7

15 6 5 4 7 7 7

15 7 5 6 7 5 7

15 8 5 7 6 6 7

16 1 5 5 5 5 5

16 2 6 5 7 6 6

16 3 3 6 5 4 4

16 4 5 5 5 5 5

16 5 6 4 7 7 7

79

16 6 5 5 7 7 7

16 7 5 6 5 5 7

16 8 5 7 6 6 7

17 1 4 5 5 4 6

17 2 6 5 6 6 6

17 3 3 5 5 4 5

17 4 5 5 6 5 5

17 5 6 6 7 7 7

17 6 5 6 7 7 7

17 7 6 6 6 6 6

17 8 6 6 7 7 6

18 1 6 6 6 6 6

18 2 5 5 6 5 6

18 3 4 4 6 4 5

18 4 5 5 6 5 6

18 5 6 6 6 6 6

18 6 6 6 6 6 6

18 7 6 7 7 6 6

18 8 6 7 7 6 6

19 1 5 5 5 5 5

19 2 5 5 6 6 6

19 3 5 6 5 5 5

19 4 5 6 6 5 5

19 5 6 7 6 6 6

19 6 6 7 6 6 6

19 7 7 6 6 7 6

19 8 7 7 7 7 6

20 1 4 4 6 4 6

20 2 5 5 6 6 6

20 3 4 5 4 4 4

20 4 5 6 5 5 5

20 5 6 6 6 6 6

20 6 6 7 6 6 6

20 7 7 7 7 7 7

20 8 7 7 7 7 7

21 1 5 5 5 5 6

21 2 5 5 6 6 6

21 3 4 5 5 4 4

21 4 6 5 6 5 5

21 5 6 6 5 6 6

21 6 6 6 6 6 6

21 7 7 6 7 7 6

21 8 7 7 7 7 6

22 1 6 5 7 6 6

22 2 6 4 7 6 7

22 3 4 4 5 4 4

22 4 6 5 6 5 5

22 5 6 5 5 6 5

22 6 6 6 6 6 6

22 7 6 6 6 6 6

22 8 6 7 6 6 6

23 1 6 6 6 6 6

23 2 5 6 7 6 6

23 3 6 6 6 6 7

23 4 5 6 6 5 7

23 5 5 6 6 5 5

23 6 6 7 7 6 6

23 7 6 7 6 6 7

23 8 6 7 7 7 7

24 1 7 5 7 7 7

24 2 7 6 7 7 7

24 3 6 4 6 6 6

24 4 5 6 6 5 6

24 5 5 6 5 5 5

80

24 6 6 6 6 6 6

24 7 6 6 6 6 6

24 8 5 7 6 6 6

25 1 5 6 5 5 6

25 2 5 6 6 5 6

25 3 6 6 5 5 5

25 4 6 6 6 6 6

25 5 5 6 6 6 6

25 6 4 5 7 6 7

25 7 5 6 5 6 7

25 8 5 7 6 6 7

26 1 5 6 6 5 6

26 2 5 6 6 6 6

26 3 6 6 5 5 5

26 4 6 5 6 6 6

26 5 5 6 6 6 6

26 6 4 6 7 6 7

26 7 5 6 6 5 7

26 8 5 7 6 5 7

27 1 5 6 6 6 6

27 2 5 6 6 5 6

27 3 6 6 4 4 4

27 4 6 6 6 5 5

27 5 6 5 6 6 5

27 6 5 5 6 6 6

27 7 6 6 6 6 6

27 8 6 7 6 6 6

28 1 5 5 6 6 6

28 2 5 4 7 5 6

28 3 6 5 5 4 5

28 4 6 6 6 5 5

28 5 6 6 6 6 6

28 6 6 6 6 6 5

28 7 6 7 7 6 6

28 8 5 7 7 6 6

29 1 5 5 7 6 7

29 2 5 4 6 5 7

29 3 6 6 5 4 4

29 4 6 5 5 4 5

29 5 6 7 5 5 5

29 6 6 6 6 7 6

29 7 6 6 6 6 6

29 8 5 7 7 6 6

30 1 5 5 6 6 7

30 2 5 5 6 5 7

30 3 5 6 6 6 6

30 4 6 6 6 5 6

30 5 6 6 5 5 6

30 6 4 6 6 7 7

30 7 6 6 6 6 7

30 8 6 7 6 6 6

31 1 4 5 6 6 6

31 2 5 6 6 6 6

31 3 6 6 6 6 6

31 4 5 5 5 6 6

31 5 5 6 6 5 6

31 6 6 6 7 7 7

31 7 6 6 6 6 7

31 8 6 7 6 6 6

32 1 5 5 6 6 6

32 2 5 5 6 6 6

32 3 5 6 5 5 5

32 4 6 6 5 6 6

32 5 6 6 6 5 6

81

32 6 5 5 7 7 6

32 7 6 6 6 6 6

32 8 6 7 6 6 6

33 1 5 5 7 6 6

33 2 4 5 7 6 6

33 3 5 5 5 5 5

33 4 5 6 5 6 5

33 5 6 6 5 6 5

33 6 6 6 6 6 6

33 7 6 7 6 6 6

33 8 6 7 6 6 7

34 1 3 5 7 7 7

34 2 5 5 7 6 7

34 3 4 6 6 5 5

34 4 5 4 6 6 6

34 5 5 5 5 5 6

34 6 6 6 6 6 6

34 7 5 6 6 6 6

34 8 6 7 6 6 6

35 1 4 4 7 7 7

35 2 5 5 7 6 7

35 3 5 6 6 5 5

35 4 6 6 6 6 6

35 5 6 5 6 5 6

35 6 6 6 6 6 6

35 7 6 7 7 7 7

35 8 7 6 7 7 7

36 1 6 5 7 7 7

36 2 6 4 7 7 7

36 3 5 6 6 5 6

36 4 6 5 6 6 6

36 5 6 7 6 6 6

36 6 6 6 7 6 6

36 7 5 6 5 6 7

36 8 6 7 5 6 7

37 1 6 5 6 6 6

37 2 6 4 6 6 6

37 3 5 5 6 5 6

37 4 6 6 6 6 6

37 5 6 5 6 6 6

37 6 6 4 7 6 7

37 7 5 5 6 6 7

37 8 6 6 6 6 6

38 1 7 5 7 7 7

38 2 7 6 7 7 7

38 3 5 6 5 5 5

38 4 6 6 6 6 6

38 5 6 5 7 6 6

38 6 6 6 7 6 7

38 7 7 6 7 7 7

38 8 7 7 7 7 7

39 1 7 6 7 7 7

39 2 7 5 7 7 7

39 3 5 6 5 5 5

39 4 5 6 5 5 5

39 5 4 5 7 6 7

39 6 5 6 7 6 7

39 7 6 6 6 6 6

39 8 6 7 6 6 6

40 1 7 6 7 7 7

40 2 7 5 7 7 7

40 3 6 5 6 6 6

40 4 6 6 6 6 6

40 5 6 6 6 6 7

82

40 6 6 6 7 7 7

40 7 7 6 7 7 7

40 8 7 7 7 7 7

41 1 4 4 5 4 5

41 2 5 5 5 5 5

41 3 6 5 4 4 4

41 4 6 6 6 6 5

41 5 6 6 7 6 6

41 6 6 6 7 7 6

41 7 7 6 6 6 6

41 8 7 6 6 6 6

42 1 4 5 5 5 6

42 2 5 6 5 6 5

42 3 6 5 5 5 5

42 4 6 6 6 6 5

42 5 6 6 7 7 7

42 6 6 6 6 6 6

42 7 7 6 7 6 6

42 8 7 5 6 6 6

43 1 5 5 6 5 6

43 2 4 6 6 5 6

43 3 6 6 6 5 5

43 4 6 6 6 6 5

43 5 6 6 7 7 7

43 6 6 7 6 6 6

43 7 7 6 7 7 7

43 8 7 7 7 7 7

44 1 6 4 6 6 6

44 2 6 5 6 6 7

44 3 6 5 5 5 5

44 4 6 6 5 6 6

44 5 6 6 6 7 7

44 6 6 6 6 7 6

44 7 6 6 7 6 6

44 8 6 6 7 6 6

45 1 7 6 7 7 7

45 2 7 6 7 7 7

45 3 6 5 6 6 6

45 4 6 6 6 6 6

45 5 6 5 6 6 5

45 6 6 6 7 7 6

45 7 6 6 6 6 6

45 8 5 7 6 6 6

46 1 5 3 5 5 5

46 2 6 5 6 6 6

46 3 6 5 6 6 6

46 4 6 6 6 6 6

46 5 6 6 7 6 6

46 6 6 6 7 7 7

46 7 5 6 5 5 7

46 8 6 4 6 6 7

47 1 5 5 5 5 5

47 2 5 5 6 6 5

47 3 6 4 5 5 5

47 4 6 6 5 5 5

47 5 6 6 6 6 6

47 6 6 6 7 7 7

47 7 6 6 6 6 7

47 8 6 7 7 6 7

48 1 5 5 6 5 6

48 2 5 6 6 6 6

48 3 7 6 6 5 5

48 4 6 5 6 5 6

48 5 6 5 6 6 6

83

48 6 6 6 6 6 7

48 7 5 6 5 5 7

48 8 5 6 6 6 7

49 1 5 6 5 5 6

49 2 5 7 5 5 6

49 3 7 6 6 5 5

49 4 7 6 6 6 6

49 5 6 6 6 6 7

49 6 6 6 6 6 6

49 7 6 6 6 6 6

49 8 5 7 6 6 6

50 1 6 5 6 6 6

50 2 6 6 6 6 5

50 3 7 6 5 5 5

50 4 7 6 6 6 6

50 5 6 5 6 6 7

50 6 6 6 6 6 6

50 7 6 6 6 6 6

50 8 6 7 6 6 6

51 1 6 4 6 6 7

51 2 6 4 6 6 7

51 3 4 5 4 3 4

51 4 5 6 4 4 5

51 5 5 6 5 5 6

51 6 6 6 6 6 7

51 7 6 7 6 6 7

51 8 6 6 7 7 7

52 1 6 4 6 6 6

52 2 6 5 6 6 7

52 3 4 5 3 3 4

52 4 5 5 4 4 4

52 5 5 5 6 5 5

52 6 5 5 6 5 6

52 7 6 6 6 6 6

52 8 6 6 7 7 7

53 1 6 6 6 6 6

53 2 6 6 6 6 6

53 3 5 5 4 4 4

53 4 5 6 4 4 4

53 5 6 6 6 5 5

53 6 5 6 6 5 6

53 7 5 6 5 5 6

53 8 5 7 6 6 6

54 1 6 6 6 6 7

54 2 6 6 6 6 6

54 3 5 5 5 4 4

54 4 6 6 6 5 5

54 5 6 5 5 5 6

54 6 5 6 6 6 6

54 7 5 6 5 5 6

54 8 6 6 7 6 6

55 1 5 4 5 5 6

55 2 4 5 6 6 6

55 3 6 5 5 5 5

55 4 6 5 6 5 6

55 5 6 5 5 5 6

55 6 5 6 6 6 6

55 7 5 6 6 5 6

55 8 6 6 6 6 6

56 1 5 6 6 5 5

56 2 4 6 6 6 6

56 3 5 5 3 3 5

56 4 6 6 4 4 5

56 5 6 4 6 6 6

84

56 6 5 6 7 6 7

56 7 5 6 6 5 5

56 8 6 7 6 6 6

57 1 4 3 6 4 6

57 2 4 5 5 5 7

57 3 5 5 5 3 4

57 4 6 6 6 5 5

57 5 6 6 5 5 5

57 6 5 6 6 5 5

57 7 5 6 6 6 6

57 8 4 6 6 6 6

58 1 4 5 5 5 5

58 2 4 6 6 6 6

58 3 5 7 4 3 5

58 4 6 6 4 4 5

58 5 6 6 6 6 7

58 6 6 6 6 6 7

58 7 6 6 6 6 6

58 8 6 7 6 6 7

59 1 4 6 6 5 6

59 2 4 6 7 6 7

59 3 5 6 4 4 4

59 4 5 6 5 5 5

59 5 5 6 5 5 5

59 6 6 7 6 6 6

59 7 6 7 6 6 6

59 8 6 7 6 6 6

60 1 4 4 6 5 5

60 2 4 5 6 6 6

60 3 6 5 4 4 4

60 4 6 6 6 5 5

60 5 6 6 6 5 7

60 6 6 7 7 6 7

60 7 6 6 5 5 7

60 8 6 7 7 7 7

61 1 4 4 5 5 6

61 2 5 5 5 5 7

61 3 4 5 3 3 4

61 4 5 6 6 5 5

61 5 6 6 6 5 5

61 6 5 5 6 6 6

61 7 6 6 6 5 6

61 8 6 7 6 6 6

62 1 6 5 6 6 6

62 2 6 6 6 6 6

62 3 5 6 5 5 5

62 4 5 5 5 5 5

62 5 6 6 5 5 6

62 6 5 6 5 5 5

62 7 5 6 5 5 6

62 8 4 7 6 6 7

63 1 6 5 7 6 6

63 2 6 6 7 6 7

63 3 6 4 4 4 4

63 4 6 6 5 5 5

63 5 5 5 5 5 5

63 6 6 6 6 6 6

63 7 6 6 6 6 6

63 8 6 6 6 6 7

64 1 6 6 7 6 7

64 2 6 6 7 6 6

64 3 6 6 6 5 5

64 4 6 6 6 5 5

64 5 6 5 6 6 6

85

64 6 6 5 6 6 6

64 7 6 5 6 6 6

64 8 6 5 6 6 6

65 1 6 5 7 7 7

65 2 6 6 7 6 7

65 3 5 6 5 5 6

65 4 6 6 5 5 6

65 5 6 6 7 6 6

65 6 5 6 7 5 7

65 7 5 5 5 5 5

65 8 6 5 6 6 6

66 1 6 5 7 7 6

66 2 6 6 6 5 7

66 3 5 5 6 5 6

66 4 6 6 6 5 6

66 5 5 5 7 6 6

66 6 5 6 6 5 6

66 7 5 6 6 6 6

66 8 6 6 6 6 6

67 1 6 5 6 6 7

67 2 6 6 6 6 7

67 3 5 6 5 5 5

67 4 6 6 5 5 6

67 5 5 7 6 6 6

67 6 4 6 6 5 6

67 7 5 7 6 6 7

67 8 6 6 6 6 7

68 1 5 6 6 5 5

68 2 6 6 7 6 6

68 3 6 5 6 6 6

68 4 6 5 6 5 5

68 5 5 6 6 6 6

68 6 4 6 6 5 5

68 7 5 6 6 6 7

68 8 6 7 7 6 7

69 1 6 6 6 6 6

69 2 7 6 7 7 7

69 3 6 5 5 5 5

69 4 6 6 4 4 4

69 5 5 6 6 6 7

69 6 6 7 6 6 7

69 7 6 6 7 6 7

69 8 6 7 7 7 7

70 1 7 5 7 7 7

70 2 7 5 7 7 7

70 3 6 6 6 6 5

70 4 6 7 6 6 6

70 5 6 5 7 6 7

70 6 6 6 7 6 7

70 7 6 6 7 6 6

70 8 6 7 7 7 7

86

Lampiran 8. Hasil Output Data Analisis SPSS terhadap Uji Rating Hedonik

GLM Warna Aroma Rasa Tekstur Overall BY Sampel

/METHOD=SSTYPE(3)

/INTERCEPT=INCLUDE

/POSTHOC=Sampel(DUNCAN)

/CRITERIA=ALPHA(.05)

/DESIGN=Sampel.

General Linear Model

[DataSet0]

Between-Subjects Factors

Value Label N

Sampel 1 F0 70

2 F1 70

3 F2 70

4 F3 70

5 F4 70

6 F5 70

Post Hoc Tests (Sampel)

Parameter Rasa Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 164.371a 71 2.315 5.021 .000

Panelis 164.000 69 2.377 5.155 .000

Sampel .371 2 .186 .403 .669

Error 63.629 138 .461

Total 2118.000 210

Corrected Total 228.000 209

a. R Squared = ,721 (Adjusted R Squared = ,577)

87

Skor

Duncan

Sampel N

Subset

1 2 3 4 5

3 70 5.0429

4 70 5.5000

5 70 6.0143

1 70 6.0286

7 70 6.1714 6.1714

2 70 6.2571 6.2571

6 70 6.3571 6.3571

8 70 6.4286

Sig. 1.000 1.000 .158 .094 .123

Parameter Warna

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 613.590a 72 8.522 23.330 .000

Panelis 94.362 69 1.368 3.744 .000

Sampel 6.924 2 3.462 9.477 .000

Error 50.410 138 .365

Total 664.000 210

a. R Squared = ,924 (Adjusted R Squared = ,884)

Duncan

Sampel N

Subset

1 2 3

1 70 5.1714

3 70 5.3000

2 70 5.3429

6 70 5.6286

4 70 5.6571 5.6571

5 70 5.6857 5.6857

7 70 5.7857 5.7857

8 70 5.9143

Sig. .203 .263 .063

88

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 613.590a 72 8.522 23.330 .000

Panelis 94.362 69 1.368 3.744 .000

Sampel 6.924 2 3.462 9.477 .000

Error 50.410 138 .365

Total 664.000 210

a. R Squared = ,924 (Adjusted R Squared = ,884)

Duncan

Sampel N

Subset

1 2 3

1 70 5.1714

3 70 5.3000

2 70 5.3429

6 70 5.6286

4 70 5.6571 5.6571

5 70 5.6857 5.6857

7 70 5.7857 5.7857

8 70 5.9143

Sig. .203 .263 .063

Parameter Aroma

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 2054.371a 72 28.533 61.883 .000

Panelis 164.000 69 2.377 5.155 .000

Sampel .371 2 .186 .403 .669

Error 63.629 138 .461

Total 2118.000 210

a. R Squared = ,970 (Adjusted R Squared = ,954)

89

Sampel N

Subset

1 2 3 4 5

1 70 5.0571

2 70 5.3143

3 70 5.3857

4 70 5.6286

5 70 5.6571

6 70 5.7857

7 70 6.0714

8 70 6.6429

Sig. 1.000 .530 .194 1.000 1.000

Parameter Tekstur

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 1640.362a 72 22.783 57.543 .000

Panelis 223.262 69 3.236 8.172 .000

Sampel 2.695 2 1.348 3.404 .036

Error 54.638 138 .396

Total 1695.000 210

a. R Squared = ,968 (Adjusted R Squared = ,951)

Skor

Duncan

Sampel N

Subset

1 2 3 4 5 6

3 70 4.6429

4 70 5.1286

1 70 5.6000

5 70 5.7286 5.7286

2 70 5.9143 5.9143

7 70 5.9571

6 70 6.1143 6.1143

8 70 6.2857

Sig. 1.000 1.000 .238 .088 .082 .116

90

Parameter Overall

Dependent Variable:skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 2000.171a 72 27.780 64.077 .000

panelis 179.314 69 2.599 5.994 .000

sampel 2.171 2 1.086 2.504 .085

Error 59.829 138 .434

Total 2060.000 210

a. R Squared = ,971 (Adjusted R Squared = ,956)

Skor

Duncan

Sampel N

Subset

1 2 3 4

3 70 4.8571

4 70 5.3286

1 70 6.0143

5 70 6.0143

6 70 6.3143

2 70 6.3429

7 70 6.3857

8 70 6.4857

Sig. 1.000 1.000 1.000 .123

91

Lampiran 9. Hasil Uji Lanjut Analisis Fisik Parameter Warna dan Tekstur

Parameter Nilai L

Duncan

Sampel N Subset

1

F1 4 2.8571

F4 4 2.8857

F2 4 3.0857

F3 4 3.2897

Sig. .053

Parameter Nilai b

Duncan

Sampel N Subset

1 2

F4 4 3.0000

F2 4 3.3571

F1 4 3.4000

F3 4 4.5610

Sig. 1.000 .727

Parameter Elastisitas

Duncan

Sampel N Subset

1

F4 4 1.2456

F1 4 1.3000

F3 4 1.6755

F2 4 1.6980

Sig. .077

Parameter Daya Kunyah

Duncan

Sampel N Subset

1 2

F1 4 3.9870

F3 4 4.5713

F2 4 4.7891

F4 4 5.5913

Sig. .927 .526

Parameter Nilai a

Duncan

Sampel N Subset

1 2

F2 4 3.1143

F1 4 3.3000

F3 4 3.3714

F4 4 3.4511

Sig. .072 .487

Parameter Kekerasan

Duncan

Sampel N Subset

1 2

F2 4 1.8143

F1 4 2.4713 2.4713

F3 4 2.3857 2.3857

F4 4 2.5678

Sig. 1.000 .911

Parameter Daya Kohesif

Duncan

Sampel N Subset

1 2

F1 4 2.2286

F3 4 2.6000

F4

F2

4

4

2.6429

2.7000

2.6429

2.7000

Sig. 1.000 .724

Parameter Kelengketan

Duncan

Sampel N Subset

1 2

F2 4 2.1080

F3 4 2.2711 2.2711

F1 4 2.3000 2.3000

F4 4 2.5120

Sig. 1.000 .727

92

Lampiran 10. Kuisioner Analisis Sensori untuk Penentuan Umur Simpan

Lembar Skor Analisis Sensori untuk Penentuan Umur Simpan Produk Nasi Kaleng

Nama :

Tanggal uji :

Intruksi : Di depan Anda terdapat enam sampel nasi kaleng, berikan penilaian Anda terhadap

empat parameter sensori sampel berdasarkan deskripsi yang telah ditetapkan.

Warna

Karakter Nilai Kode sampel

Warna putih-kuning sampai dengan

kuning muda.

10

9

8

7

6

5

4

3

2

Warna kuning kusam/gelap 1

Tekstur

Karakter Nilai Kode sampel

Tekstur nasi pulen (mudah

dikunyah) dan mudah disendok.

10

9

8

7

6

5

4

3

2

Tekstur nasi keras (sulit

dikunyah,berpasir) dan kering.

1

93

Aroma

Karakter Nilai Kode sampel

Terdeteksi aroma mentega, nasi

atau putih telur

10

9

8

7

6

5

4

3

2

Terdeteksi aroma tengik, amis dan

busuk

1

Rasa

Karakter Nilai Kode sampel

Gurih 10

9

8

7

6

5

4

3

2

Tidak Gurih 1

Komentar :

94

Lampiran 11a. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Warna Ordo 0

Lampiran 11b. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Warna Ordo 1

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ln s

kor

pan

elis

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ln s

kor

pan

elis

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)(Suhu 37oC) (Suhu 45

oC) (Suhu 55

oC)

(Suhu 37oC) (Suhu 45

oC) (Suhu 55

oC)

95

Lampiran 12a. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Rasa Ordo 0

Lampiran 12b. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Rasa Ordo 1

0

2

4

6

8

10

12

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Sko

r P

ane

lis

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ln S

kor

Pan

elis

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 55oC) Linear (Suhu 45oC)(Suhu 45oC) (Suhu 37

oC) (Suhu 55

oC)

(Suhu 45oC) (Suhu 37

oC) (Suhu 55

oC)

96

Lampiran 13a. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Aroma Ordo 0

Lampiran 13b. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Aroma Ordo 1

0

2

4

6

8

10

12

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Sko

r P

ane

lis

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

1.95

2

2.05

2.1

2.15

2.2

2.25

2.3

2.35

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ln S

kor

Pan

elis

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

(Suhu 55oC) (Suhu 45

oC) (Suhu 37

oC)

(Suhu 55oC) (Suhu 45

oC) (Suhu 37

oC)

97

Lampiran 14a. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Tekstur Ordo 0

Lampiran 14b. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Tekstur Ordo 1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Sko

r P

ane

lis

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ln S

kor

Pan

elis

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

(Suhu 55oC) (Suhu 45

oC) (Suhu 37

oC)

(Suhu 55oC) (Suhu 45

oC) (Suhu 37

oC)

98

Lampiran 15a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Nilai L Ordo 0

Lampiran 15b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Nilai L Ordo 1

69

70

71

72

73

74

75

76

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Nila

i L

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

4.24

4.25

4.26

4.27

4.28

4.29

4.3

4.31

4.32

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ln N

ilai L

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

(Suhu 55oC) (Suhu 45

oC) (Suhu 37

oC)

(Suhu 55oC) (Suhu 37

oC) (Suhu 45

oC)

99

Lampiran 16a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Nilai a Ordo 0

Lampiran 16b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Nilai a Ordo 1

3.45

3.5

3.55

3.6

3.65

3.7

3.75

3.8

3.85

3.9

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Nila

i a

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

1.24

1.26

1.28

1.3

1.32

1.34

1.36

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ln N

ilai a

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

(Suhu 55oC)

(Suhu 55oC) (Suhu 55

oC)

(Suhu 45oC) (Suhu 37

oC)

(Suhu 45oC) (Suhu 37

oC) (Suhu 55

oC)

100

Lampiran 17a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Nilai b Ordo 0

Lampiran 17b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Nilai b Ordo 1

24.5

25

25.5

26

26.5

27

27.5

28

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Nila

i b

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

3.2

3.22

3.24

3.26

3.28

3.3

3.32

3.34

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Ln N

ilai b

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

(Suhu 55oC) (Suhu 45

oC) (Suhu 37

oC)

(Suhu 55oC) (Suhu 45

oC) (Suhu 37

oC)

101

Lampiran 18a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Kekerasan Ordo 0

Lampiran 18b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Kekerasan Ordo 1

0

200

400

600

800

1000

1200

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Nila

i Ke

kera

san

Lama Penyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Nila

i Ln

Ke

kera

san

Lama Peyimpanan (Hari)

Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 555oC)

(Suhu 55oC) (Suhu 45

oC) (Suhu 37

oC)

(Suhu 55oC) (Suhu 45

oC) (Suhu 37

oC)

102

Lampiran 19a. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Sensori Ordo 0

Lampiran 19b. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Sensori Ordo 1

-5.3

-5.2

-5.1

-5

-4.9

-4.8

-4.7

-4.6

0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325N

ilai L

n K

Nilai 1/T

Parameter Warna Parameter Rasa

Parameter Aroma Parameter Tekstur

-7.8

-7.6

-7.4

-7.2

-7

-6.8

-6.6

-6.4

0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325

Nila

i Ln

K

Nilai 1/T

Parameter Warna Parameter Rasa

Parameter Aroma Parameter Tekstur

103

Lampiran 20a. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analsis Fisik Ordo 0

Lampiran 20b. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Fisik Ordo 1

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325

Nila

i Ln

K

Nilai 1/T

Parameter Nilai L Parameter Nilai a

Parameter Nilai b Parameter Tekstur (TPA)

-7.8

-7.6

-7.4

-7.2

-7

-6.8

-6.6

-6.4

0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325

Nila

i Ln

K

Nilai 1/T

Parameter Warna Parameter Rasa

Parameter Aroma Parameter Tekstur

104

Lampiran 21. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Parameter Sensori dan Fisik

Parameter warna

Hari ke- Suhu

37oC 45oC 55oC

0 10 ±0,00 9,78±0,02 9,76±0,03

7 9,84±0,01 9,67±0,03 9,52±0,03

14 9,67±0,03 9,33±0,01 9,27±0,02

21 9,42±0,01 8,65±0,01 8,72±0,04

28 8,75± 0,01 8,6±0,00 8,24±0,01

35 8,55±0,01 6,98±0,01 7,21±0,04

42 6,45±0,04 6,17±0,03 6,77±0,03

Parameter aroma

Hari ke- Suhu

37oC 45oC 55oC

0 9,88±0,01 9,78±0,01 9,67±0,01

7 9,61±0,01 9,44±0,01 9,23±0,01

14 9,42±0,03 9,17±0,03 8,89±0,03

21 9,07±0,02 8,67±0,02 8,51±0,02

28 8,17±0,05 8,17±0,02 8,07±0,03

35 7,87±0,06 7,83±0,06 7,67±0,01

42 7,33±0,04 7,29±0,05 7,33±0,04

Parameter nilai L

Hari ke- Suhu

37 oC 45 oC 55 oC

0 74,26±1,21 74,26±1,34 74,26±1,56

7 74,21±0,98 74,11±1,77 74,25±1,67

14 73,58±1,71 73,89±1,63 73,18±1,13

21 72,39±1,55 73,27±1,26 72,89±0,89

28 72,22±1,08 72,18±1,12 72,13±0,76

35 71,67±0,91 71,89±0,76 71,67±1,89

42 70,13±1,45 70,07±1,13 70,07±1,54

Parameter nilai b

Hari ke- Suhu

37 oC 45 oC 55 oC

0 27,30±0,87 27,30±0,91 27,30±0,45

7 27,21±0,36 27,41±0,76 26,93±0,56

14 26,98±0,76 27,04±0,53 26,45±0,76

21 25,67±0,56 27,04±0,44 26,11±0,43

28 25,13±0,78 26,56±0,79 25,78±0,32

35 25,01±0,91 26,11±0,81 25,56±0,47

42 25,10±0,66 25,37±0,88 25,14±0,78

Parameter rasa

Hari ke- Suhu

37oC 45oC 55oC

0 9,74±0,01 9,68±0,02 9,31±0,02

7 9,32±0,02 9,29±0,02 9,07±0,01

14 8,53±0,01 8,59±0,01 8,44±0,03

21 8,21±0,03 8,17±0,04 7,98±0,03

28 7,47±0,02 7,27±0,05 7,37±0,03

35 7,03±0,02 6,98±0,03 6,85±0,02

42 6,49±0,02 6,33±0,03 6,31±0,04

Parameter tekstur

Hari

ke-

Suhu

37oC 45oC 55oC

0 9,27±0,02 9,21±0,03 9,17±0,03

7 8,76±0,04 8,67±0,04 8,62±0,04

14 8,32±0,04 7,89±0,03 7,84±0,05

21 7,89±0,05 7,39±0,04 7,17±0,05

28 7,26±0,03 6,67±0,07 6,53±0,03

35 6,73±0,08 5,84±0,06 5,87±0,07

42 5,42±0,08 5,39±0,07 5,31±0,08

Parameter nilai a

Hari ke-

Suhu

37 oC 45 oC 55 oC

0 3,82±0,38 3,80±0,78 3,82±0,65

7 3,82±0,56 3,80±0,68 3,79±0,89

14 3,80±0,77 3,81±0,56 3,78±0,67

21 3,75±0,13 3,78±0,79 3,73±0,87

28 3,76±0,98 3,72±0,23 3,71±0,98

35 3,71±0,46 3,68±0,35 3,67±0,89

42 3,69±0,78 3,66±0,51 3,51±0,97

Parameter Kekerasan

Hari ke-

Suhu

37 oC 45 oC 55 oC

0 340.16±6,78 310.67±4,87 308.75±5,34

7 409.71±8,79 413.71±5,98 429.66±5,67

14 480.88±7,78 500.24±4,34 543.42±5,34

21 547.47±7,43 593.71±6,67 654.55±4,45

28 607.18±3,45 672.12±7,78 725.97±7,11

35 777.89±3,67 752.43±3,12 841.71±6,54

42 878.31±5,13 910.18±7,17 955.65±9,34


Recommended