FORMULASI DAN KARAKTERISASI NASI DALAM
KEMASAN KALENG SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN
DARURAT
SKRIPSI
LEO WIBISONO ARIFIN
F24070001
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
i
THE FORMULATION AND CHARACTERIZATION OF CANNED RICE AS
ALTERNATIVE EMERGENCY FOOD
Leo Wibisono Arifin, Sedarnawati Yasni and Elvira Syamsir
Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and
Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus,
PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia
Phone: +62 81736 8500, e-mail: [email protected]
ABSTRACT
An ideal emergency food must be able to fulfill the basic energy requirement of human
which is equal to 2100 kcal per day, convenient and easy to distribute. This research aimed at
contributing to the creation of healthy, nutritious and safe emegency food in the form of canned
rice. Rice was chosen as the major staple food in Indonesia. Besides, to enrich the nutrition
content of the product, eggwhite powder and margarine were added as the source of protein and
fat. In the first step, the 4 formula were developed based the results of proximate analysis on raw
materials content. All of the 4 formula were hypothesized to be able to fulfill the standard of
energy distribution of protein (10-15%), fat (35-45%) and carbohydrate (40-50%). The 4 formula
were canned and sterilized at 121.1oC for 40 minutes while the Fo value of this product was
determined 15 minutes based on heat penetration test results. The best formula was selected based
on several criteria which were sensorical properties, physical properties (color and texture) and
also final proximate analysis results. The selected formula was Formula IV which contained 30%
of carbohydrate, 6% of protein and 10% of fat and received the highest hedonic rating from 70
untrained panelists. The total energy contribution from the selected formula was 600 kcal and it is
recommended to consume this product at least 3-4 times per day to fulfill the daily energy
requirement. The last phase of this research was shelf life determination of seleted formula by
using Accelerated Storage Study (ASS) for 6 weeks with sensorical properties (color, aroma, taste
and texture) using 6 trained panelists and physical properties (color and hardness) observed.
Based on the shelf determination using texture as the critical parameter when stored at 30oC, the
shelf life of this product was projected up to 516 days and the followed the first order reaction
kinetics.
Key words: emergency food, canned rice, nutrition content.
ii
Pangan darurat yang ideal adalah yang dapat memenuhi kebutuhan energi manusia sehari-hari
yaitu sebesar 2100 kkal dan juga memiliki karakter yang mudah dikonsumsi serta didistribusikan.
Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan pangan darurat yang bernutrisi tinggi, aman, mudah
dikonsumsi serta memiliki citarasa yang disukai. Nasi dipilih sebagai bahan utama karena
masyarakat Indonesia memiliki budaya yang sangat kuat dalam mengonsumsi nasi sebagai
makanan pokok. Penambahan putih telur dalam bentuk tepung dan margarin ditujukan untuk
memperkaya kandungan gizi produk terutama sebagai sumber protein dan lemak. Pada tahap satu,
dikembangkan empat jenis formula berdasarkan perhitungan kandungan bahan baku hasil analisis
proksimat. Keempat formula yang telah disusun dihipotesiskan mampu untuk memenuhi standar
pangan darurat dari segi sebaran energi yang berasal dari protein (10-15%), lemak (35-45%) dan
karbohidrat (40-50%). Kemudian produk dikemas dalam kaleng dan dilakukan sterilisasi pada
suhu 121.1oC selama 40 menit dengan nilai Fo sebesar 15 menit yang diperoleh dari hasil uji
penetrasi panas produk. Pemilihan formula terbaik dilakukan berdasarkan beberapa kriteria
diantaranya sensori, fisik (warna dan tekstur) serta hasil analisis proksimat produk akhir.
Berdasarkan kriteria tersebut, formula terpilih adalah Formula IV yang mengandung karbohidrat
30%, protein 6% dan lemak 10%. Selain itu Formula IV juga memiliki rating kesukaan (hedonik)
tertinggi yang dinilai oleh 70 orang panelis tidak terlatih. Total kontribusi energi yang dihasilkan
oleh formulasi terpilih mencapai 600 kkal per saji. Untuk dapat memenuhi kebutuhan energi
harian manusia, direkomendasikan agar mengonsumsi produk ini 3-4 kali per hari. Tahap terakhir
dari penelitian ini adalah penentuan umur simpan produk dengan metode penyimpanan akselerasi
selama 6 minggu. Parameter yang diamati selama 6 minggu penyimpanan adalah parameter warna,
aroma, rasa dan tekstur dengan menggunakan 6 orang panelis terlatih dan pengukuran warna
dengan chromamater serta kekerasan dengan TPA. Berdasarkan hasil pengamatan parameter
tesktur sebagai parameter kritis, umur simpan dari produk nasi dalam kemasan kaleng pada suhu
ruang (30oC) adalah 516 hari dengan laju penurunan mutu mengikuti reaksi orde satu.
iii
Leo Wibisono Arifin. F24070001. Formulasi dan Karakterisasi Nasi dalam Kemasan
Kaleng sebagai Alternatif Pangan Darurat. Di bawah bimbingan Sedarnawati Yasni dan Elvira
Syamsir. 2013
RINGKASAN
Pengembangan pangan darurat yang bergizi tinggi dan aman harus dijadikan suatu prioritas
untuk mencegah terjadinya bencana kemanusian lebih lanjut di kalangan pengungsi akibat bencana
alam. Penelitian ini berfokus pada pengembangan pangan darurat berbentuk nasi dalam kemasan
kaleng yang memiliki kandungan gizi tinggi. Nasi dipilih sebagai bahan baku utama karena
merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia dan untuk meningkatkan kandungan nutrisi dari
produk, ditambahkan tepung putih telur, margarin dan serat inulin ke dalam formulasi. Untuk
menjamin keamanan produk, kemudahan dalam distribusi dan transportasi, serta dapat tersedia
setiap saat dengan umur simpan relatif panjang, maka dilakukan proses sterilisasi terhadap masing-
masing formula uji dalam kemasan kaleng.
Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahapan. Pada tahap satu, penelitian difokuskan
terhadap penentuan formula terbaik serta parameter proses termalnya. Formulasi awal ditentukan
berdasarkan hasil analisis proksimat terhadap ketiga bahan baku utama, yaitu; beras, tepung putih
telur dan mentega. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam penyusunan formulasi adalah
sebaran energi dari setiap komponen makro yang harus memenuhi persyaratan pangan darurat
yaitu 10-15% energi berasal dari protein, 35-45% energi berasal dari lemak dan 40-50% energi
berasal dari karbohidrat. Selain itu, formula juga harus dapat berkontribusi terhadap pemenuhan
kebutuhan kalori harian manusia, yaitu sebesar 2100 kkal. Tahap penyusunan formula
menghasilkan empat formula utama. Setiap formula memiliki komposisi bahan baku penyusun
yang berbeda dan sebaran energi dari masing-masing komponen makromolekul yang juga berbeda.
Selanjutnya, dilakukan uji distribusi dan penetrasi panas untuk mengetahui profil
penyebaran panas pada retort serta menentukan nilai kecukupan panas (Fo) untuk keempat
formula. Nilai Fo dihitung menggunakan metode general (trapesium) dan hasil perhitungan
dikonfirmasi dengan metode formula (Ball). Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode
trapesium, nilai Fo untuk keempat formula relatif tidak berbeda sehingga waktu 15 menit
ditentukan sebagai nilai Fo proses dan waktu proses ditetapkan selama 40 menit. Pemilihan
formula terbaik dilakukan dengan menganalisis hasil uji rating hedonik yang meliputi parameter
warna, rasa, aroma, tekstur dan overall. Sebagai pendukung, dilakukan pengamatan parameter
fisik meliputi warna dan tekstur. Formula IV yang mengandung protein 6%, lemak 10% dan
karbohidrat 30% dipilih sebagai formulasi terbaik berdasarkan hasil uji rating hedonik dengan
menggunakan 70 orang panelis tidak terlatih.
Tahap penelitian selanjutnya meliputi pendugaan umur simpan terhadap formula terpilih
dengan menggunakan metode akselerasi (ASS) pada 3 suhu penyimpanan, yaitu; 37oC, 45
oC dan
55oC selama 6 minggu. Parameter yang diamati selama penyimpanan meliputi parameter warna,
aroma, rasa dan tekstur dengan 6 orang panelis terlatih, serta parameter fisik warna dengan alat
chromameter dan kekerasan dengan alat Texture Profile Analyzer (TPA). Pengamatan untuk
seluruh parameter dilakukan setiap 7 hari sekali selama 6 minggu. Kurva hubungan antara nilai
1/T dan Ln K menunjukkan bahwa berdasarkan parameter tekstur sebagai parameter kritis, umur
simpan produk pada suhu penyimpanan 30oC dapat mencapai 516 hari.
iv
FORMULASI DAN KARAKTERISASI NASI DALAM
KEMASAN KALENG SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN
DARURAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
LEO WIBISONO ARIFIN
F24070001
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
v
Judul Skripsi : Formulasi dan Karakterisasi Nasi Dalam Kemasan Kaleng sebagai
Alternatif Pangan Darurat.
Nama : Leo Wibisono Arifin
NIM : F24070001
Mengetahui:
Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.)
NIP 19680526 199303.1.004
Tanggal Ujian Akhir Sarjana: 03 Januari 2013
Menyetujui:
Dosen Pembimbing I
(Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr.)
NIP. 19581024 198303 2 001
Menyetujui:
Dosen Pembimbing II
(Dr. Elvira Syamsir, S.TP, M.Si.)
NIP. 19690809 199512 2 001
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Formulasi dan
Karakterisasi Nasi dalam Kemasan Kaleng sebagai Alternatif Pangan Darurat adalah hasil
karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademis dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2013
Yang membuat pernyataan,
Leo Wibisono Arifin
F24070001
iv
© Hak cipta milik Leo Wibisono Arifin, tahun 2013
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor,
sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
v
BIODATA PENULIS
“ Sometimes, encountering rejections, negative talks or even outcasted is the cost that I have to
pay when I decided to be different. But I am pretty sure, there must be a part of the world that will
value my state of mind! So, throw me everywhere and I will survive – Leo Wibisono 2012”
“Who am I? I am the dream of NYC, the ambition of Dubai, the mystery of Machu Piccu, the
resilience of Tokyo and the hardwork of Sillicon Valey. Sometimes, I can be the cold of Moscow,
the wild of Nairobi and the enigma of Pyong Yang – Leo Wibisono 2011”
“The best revenge is to live far better than those who have talked negative about you or hurt you.
No need to confront and no need to argue, Life goes on! – Leo Wibisono 2010”
Penulis lahir di Mataram 25 April 1991 dari pasangan Cindrawati dan Arifin
Tanuwidjaja. Pada tahun 2007 diterima menjadi mahasiswa di jurusan Ilmu dan Teknologi
Pangan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan S-1, penulis sempat merasakan
pengalaman belajar di Universiti Putra Malaysia (tahun 2010) dan Tokyo University of Agriculture
(tahun 2011). Selain itu penulis juga pernah menjadi peneliti tamu di Department of Chinese
Biomedicine, the National University of Singapore (2010). Di tahun 2011, penulis mendapat
anugerah Mahasiswa Berprestasi Utama Nasional oleh Kementerian Pendidikan Nasional, selain
itu beberapa peghargaan nasional dan global lainnya yang pernah diraih diantaranya pembicara
terbaik se-Asia untuk kategori EFL dalam the 2011 Asian Bristish Parliamentary di Dhaka-
Bangladesh dan the 2011 United Asian Debate di Makau-Cina, selain itu penulis juga aktif
mengikuti konferensi ilmiah baik tingkat nasional maupun internasional. Sampai saat ini, penulis
telah aktif menjadi pembicara dan peserta di lebih dari 10 konferensi ilmiah internasional yang
diadakan di luar negeri dan puluhan konferensi nasional.
Prestasi paling membahagiakan dan berkesan selama menjalani pendidikan S-1 bagi
penulis bukanlah prestasi yang banyak (I really mean it), melainkan keberanian untuk memiliki
(dan mempertahankan) pemikiran yang berbeda dari mainstream serta keberhasilan membiayai
hidup dan pendidikan selama di Bogor dengan usaha sendiri. Penulis menaruh minat yang sangat
besar pada isu internasional dan traveling. Sampai saat ini sudah 24 negara dikunjungi oleh
penulis termasuk Asia Tenggara, Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tengah, Timur Tengah, Eropa
Barat, Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru, namun penulis tetap merasa bahwa tempat
terbaik buat dirinya adalah berada di kampung halamannya yaitu pulau kecil bernama Lombok.
Hal yang paling membuat penulis bahagia adalah ketika dapat bertahan membaca diktat kuliah
lebih dari 1 jam (suatu hal yang sangat jarang berhasil dilakukan). Sebaliknya, hal yang paling
baik dilakukan oleh penulis adalah berpura-pura mengerti soal sepak bola dan bersikap optimis
dalam keadaan seburuk apapun.
Cita-cita penulis adalah bekerja untuk kepentingan bangsa di badan PBB seperti FAO,
menjadi seorang nasionalis yang internasionalis dan menjadi seorang agamis yang humanis.
Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Formulasi dan Karakterisasi
Nasi dalam Kemasan Kaleng sebagai Alternatif Pangan Darurat” selama kurang lebih 5 bulan di
bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr dan Dr. Elvira Syamsir, S.TP, M.Si.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya berkat kasih
dan kemurahan hati-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Formulasi
dan Karakterisasi Nasi dalam Kemasan Kaleng sebagai Alternatif Pangan Darurat” ini merupakan
hasil penelitian yang dilakukan mulai bulan Juni 2012 sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan sepenuh hati selama proses perkuliahan,
penelitian, dan penyelesaian skripsi ini, yaitu:
1. Orang tua tercinta, Papa Arifin Tanuwidjaja dan Ibu Cindrawati, you give me all the good
love that I can never payback!
2. Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr. dan Dr. Elvira Syamsir, S.TP, M.Si selaku
pembimbing akademik atas arahan, perhatian, semangat dan saran yang telah diberikan.
3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc sebagai dosen penguji atas kesediannya menguji dan saran yang
diberikan.
4. Vita Ayu Puspita atas segala cinta, pengorbanan dan kesabaran yang telah diberikan selama
ini.
5. Teman satu bimbingan Sarinah Monica dan Taufiq, terima kasih atas dukungan dan semangat
yang diberikan.
6. Teman-teman ITP 44, 45, 46 dan 47 atas waktu dan kebersamaan yang akan penulis kenang.
7. Para guru dan dosen yang telah memberikan ilmunya dari TK sampai perguruan tinggi.
8. Seluruh analis dan teknisi laboratorium di Seafast Center dan Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan atas bantuan yang telah diberikan, terutama Pak Gatot, Mbak Fera, Bu Sri,
Bu Rubiah, Mbak Siti, Mbak Ari dan Mas Yerris.
9. Seluruh pegawai Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas bantuan yang telah diberikan,
terutama Bu Novi, Mbak Anie, dan Mbak Darsih.
Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak orang dan terutama terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi pangan yang akan datang.
Bogor, Maret 2013
Leo Wibisono Arifin
vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG ...................................................................................................... 1
1.2. TUJUAN ........................................................................................................................... 2
1.3. MANFAAT PENELITIAN……...…………………….……………..............………….2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 3
2.1. PANGAN DARURAT ..................................................................................................... 3
2.2. BERAS DAN NASI ......................................................................................................... 4
2.3. KARAKTERISTIK SENSORI NASI UNTUK PENGALENGAN ................................. 5
2.4. TEPUNG PUTIH TELUR DAN SIFAT FUNGSIONALNYA ....................................... 6
2.5. MARGARIN .................................................................................................................... 7
2.6. PENGALENGAN DAN STERILISASI KOMERSIAL .................................................. 8
2.6.1. Metode Umum ...................................................................................................... 10
2.6.2. Metode Formula ................................................................................................... 11
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................................. 13
3.1. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ...................................................................... 13
3.2. BAHAN DAN ALAT .................................................................................................... 13
3.3. METODE PENELITIAN ............................................................................................... 13
3.3.1. Tahap Penentuan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng ..................................... 15
3.3.2. Penentuan Karakteristik Proses Termal dari Pengalengan ................................... 15
3.3.3. Analisis Nasi dalam Kemasan Kaleng.................................................................. 19
3.3.4. Pendugaan Umur Simpan Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng ......................... 19
3.4. METODE ANALISIS .................................................................................................... 19
1. Penetapan Kadar Air Metode Oven .......................................................................... 20
2. Penetapan Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldahl ................................................... 20
3. Analisis Kadar Gula Total Metode Anthrone .......................................................... 20
4. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet .................................................................... 21
5. Analisis Kadar Abu Metode Tanur ........................................................................... 21
6. Analisis Kadar Karbohidrat ...................................................................................... 21
7. Analisis Tekstur dengan Texture Profile Analyzer ................................................... 21
8. Analisis Warna dengan Chromameter ...................................................................... 23
9. Analisis Sensori dengan Metode Rating Hedonik .................................................... 23
10. Pendugaan Umur Simpan dengan Metode ASLT .................................................... 23
11. Rancangan Percobaan............................................................................................... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................................. 25
4.1. TAHAP FORMULASI NASI DALAM KEMASAN KALENG ................................... 25
4.1.1. Analisis Proksimat Bahan Baku ........................................................................ 25
4.1.2. Penyusunan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng .......................................... 26
4.1.3. Pengolahan Nasi dalam Kemasan Kaleng Pra-sterilisasi .................................. 27
viii
4.2. PROSES PENGALENGAN FORMULA NASI DALAM KEMASAN KALENG ...... 28
4.2.1. Penentuan Waktu Venting dan Come Up Time melalui Uji Distribusi Panas .... 28
4.2.2. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng ..................... 29
4.2.3. Perhitungan Nilai Fo dengan Metode General .................................................. 31
4.2.4. Perhitungan Nilai Fo dengan Metode Formula ................................................. 32
4.2.5. Proses Pengalengan Nasi dalam Kemasan Kaleng pada Satu Waktu Proses .... 35
4.3. TAHAP ANALISIS PRODUK ...................................................................................... 36
4.3.1. Analisis Proksimat Produk ................................................................................ 36
4.3.2. Analisis Fisik Produk ........................................................................................ 38
4.3.3. Uji Rating Hedonik untuk Menentukan Formula Terbaik ................................. 40
4.4. PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK DAN MASA KADALUARSA ............... 42
4.4.1. Analisis Sensori ................................................................................................. 43
4.4.2. Analisis Fisik ..................................................................................................... 46
4.4.3. Penentuan Ordo Reaksi untuk Setiap Parameter ............................................... 48
4.4.4. Perhitungan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius ...................................... 50
V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................... 55
5.1. Simpulan ........................................................................................................................ 55
5.2. Saran ............................................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 57
LAMPIRAN .................................................................................................................................... 60
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Formulasi Nasi dalam Kemasan Kaleng berdasarkan Kontribusi Gizi Makro ................ 15
Tabel 2. Spesifikasi Pengukuran dengan Texture Profile Analyzer (TPA) .................................... 22
Tabel 3. Hasil Analisis Proksimat Bahan Baku ............................................................................. 25
Tabel 4. Komposisi Bahan Baku Penyusun Nasi dalam Kemasan Kaleng ................................... 26
Tabel 5. Hasil Perhitungan Nilai Fo Metode General dan Formula ............................................. 36
Tabel 6. Hasil Analisis Proksimat Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng .................................... 37
Tabel 7. Hasil Perhitungan Kontribusi Sebaran Energi Produk Akhir ......................................... 37
Tabel 8. Perbandingan Hasil Perhitungan Kontribusi Energi dengan Hasil Analisis Aktual ....... 38
Tabel 9. Hasil Pengukuran Warna Produk dengan Chromameter ................................................ 39
Tabel 10. Hasil Pengukuran Tekstur Produk dengan TPA ............................................................. 40
Tabel 11. Respon Panelis Terhadap Sampel Nasi dalam Kemasan Kaleng ................................... 41
Tabel 12. Persamaan Reaksi Perubahan Mutu dan Perlakuan Penyimpanan pada Ordo Nol dan
Ordo Satu ..................................................................................................................... 50
Tabel 13. Nilai T, (1/T), k, dan ln k pada 3 Suhu Penyimpanan .................................................... 53
Tabel 14. Persamaan Garis Hubungan 1/T dan Nilai Ln K ............................................................ 54
Tabel 15. Nilai Konstanta Perubahan dan Umur Simpan Nasi Kaleng .......................................... 54
Tabel 24. Nilai k dan Waktu Kadaluarsa Nasi Kaleng pada Suhu 30 oC ....................................... 55
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian ................................................................................ 14
Gambar 2. Posisi Termokopel pada Retort selama Uji Distribusi Panas ....................................... 16
Gambar 3. Hubungan antara Lethal Rate dengan Waktu .............................................................. 17
Gambar 4. Kurva Pemanasan Metode Formula (Ball) .................................................................. 18
Gambar 5. Diagram Alir untuk Tahap Pengalengan ..................................................................... 19
Gambar 6. Kurva Profil Tesktur dengan TPA ............................................................................... 22
Gambar 7. Diagram Alir Pengolahan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng .............................. 27
Gambar 8. Kurva Distribusi Panas Retort ..................................................................................... 28
Gambar 9. Kurva Penetrasi Panas Formula I ................................................................................ 30
Gambar 10. Kurva Penetrasi Panas Formula II ............................................................................... 30
Gambar 11. Kurva Penetrasi Panas Formula III .............................................................................. 31
Gambar 12. Kurva Penetrasi Panas Formula IV ............................................................................. 31
Gambar 13. Kurva Semilogaritmik untuk Formula I ...................................................................... 34
Gambar 14. Kurva Semilogaritmik untuk Formula II ..................................................................... 34
Gambar 15. Kurva Semilogaritmik untuk Formula III .................................................................... 35
Gambar 16. Kurva Semilogaritmik untuk Formula IV .................................................................... 35
Gambar 17. Diagram Hasil Uji Hedonik Perlakuan Sampel dengan Pemanasan ............................ 42
Gambar 18. Diagram Hasil Uji Hedonik Perlakuan Sampel tanpa Pemanasan ............................... 42
Gambar 19. Hasil Pengamatan Parameter Warna ........................................................................... 45
Gambar 20. Hasil Pengamatan Parameter Rasa .............................................................................. 46
Gambar 21. Hasil Pengamatan Parameter Aroma ........................................................................... 46
Gambar 22. Hasil Pengamatan Parameter Tekstur .......................................................................... 47
Gambar 23. Stabilitas Nilai L selama Penyimpanan ....................................................................... 48
Gambar 24. Stabilitas Nilai a selama Penyimpanan ........................................................................ 48
Gambar 25. Stabilitas Nilai b selama Penyimpanan........................................................................ 48
Gambar 26. Nilai Parameter Kekerasan selama Penyimpanan ....................................................... 49
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1a. Perhitungan Komposisi Bahan Baku untuk Formulasi I ......................................... 60
Lampiran 1b. Perhitungan Komposisi Bahan Baku untuk Formulasi II ....................................... 60
Lampiran 1c. Perhitungan Komposisi Bahan Baku utnuk Formulasi III ...................................... 61
Lampiran 1d. Perhitungan Kompisisi Bahan Baku untuk Formulasi IV ....................................... 61
Lampiran 2. Hasil Uji Distribusi Panas Retort ............................................................................ 62
Lampiran 3a. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula I ....................................................................... 63
Lampiran 3b. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula II ...................................................................... 64
Lampiran 3c. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula III .................................................................... 67
Lampiran 3d. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula IV .................................................................... 69
Lampiran 4a. Hasil Hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formula I ................................. 71
Lampiran4b. Hasil Hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formula II ............................... 72
Lampiran 4c. Hasil hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formula III ............................... 73
Lampiran 4d. Hasil hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formula IV ............................... 74
Lampiran 5a. Hasil Analisis Proksimat dan Distribusi Energi Formula I .................................... 75
Lampiran 5b. Hasil Analisis Proksimat dan Distribusi Energi Formula II ................................... 75
Lampiran 5c. Hasil Analisis Proksimat dan Distribusi Energi Formula III .................................. 75
Lampiran 5d. Hasil Analisis Proksimat dan Distribusi Energi Formula IV .................................. 78
Lampiran 6. Kuisioner Uji Rating Hedonik ................................................................................ 75
Lampiran 7. Hasil Uji Rating Hedonik ....................................................................................... 77
Lampiran 8. Hasil Output Data Analisis SPSS terhadap Uji Rating Hedonik............................. 86
Lampiran 9. Hasil Uji Lanjut Analisis Fisik untuk Parameter Warna dan Tesktur ..................... 92
Lampiran 10. Kuisioner Analisis Sensori untuk Penentuan Umur Simpan ................................... 92
Lampiran 11a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Warna Ordo 0 ........................... 94
Lampiran 11b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Warna Ordo 1 ........................... 94
Lampiran 12a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Rasa Ordo 0 .............................. 95
Lampiran 12b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Rasa Ordo 1 .............................. 95
Lampiran 13a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Aroma Ordo 0 ........................... 96
Lampiran 13b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Aroma Ordo 1 ........................... 96
Lampiran 14a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Tekstur Ordo 0 .......................... 97
Lampiran 14b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Tekstur Ordo 1 ......................... 97
Lampiran 15a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Nilai L Ordo 0 .......................... 98
Lampiran 15b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Nilai L Ordo 1 .......................... 98
Lampiran 16a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Nilai a Ordo 0 ........................... 99
Lampiran 16b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Nilai a Ordo 1 ........................... 99
Lampiran 17a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Nilai b Ordo 0 ......................... 100
Lampiran 17b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Nilai b Ordo 1 ......................... 100
Lampiran 18a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Kekerasan Ordo 0 ................... 101
Lampiran 18b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dan Kekerasan Ordo 1 ................... 101
Lampiran 19a. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Sensori Ordo 0 ................. 102
Lampiran 19b. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Sensori Ordo 1 .................. 102
xii
Lampiran 20a. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Fisik Ord0 0 ...................... 103
Lampiran 20b. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Fisik Ordo 1 ..................... 103
Lampiran 21. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Parameter Sensori dan Fisik ............................... 104
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia termasuk negara dengan tingkat kerawanan bencana yang sangat tinggi. Sebagai
contoh, bencana tsunami di Aceh merupakan salah satu yang terbesar dan telah merenggut lebih
dari 200.000 korban jiwa serta sekitar empat juta orang harus mengungsi (BNPB 2010). Pengungsi
merupakan kelompok yang harus diperhatikan keselamatannya, namun seringkali kondisi di
tempat pengungsian serba terbatas, baik dari segi infrastruktur maupun fasilitas penunjang hidup
lainnya, terutama ketersediaan pangan yang berdampak timbulnya masalah kesehatan dan gizi di
kalangan pengungsi.
Konsep strategi mengatasi bahaya kelaparan pascabencana dapat dilakukan dengan
pemberian pangan darurat. Penciptaan pangan darurat atau Emergency Food Product (EFP) harus
dapat memenuhi kebutuhan energi harian manusia dalam keadaan darurat, siap saji dan memiliki
citarasa sesuai dengan selera penduduk Indonesi. Hal tersebut merupakan salah satu tantangan
yang harus dijawab oleh para ahli teknologi pangan agar mampu mendukung upaya mitigasi
bencana. Pemberian pangan darurat bertujuan untuk mengurangi timbulnya penyakit atau kematian
pengungsi dengan menyediakan pangan bernutrisi yang sesuai dengan asupan harian selama 15
hari, terhitung dari mulai terjadinya bencana (Zoumas et al. 2002).
Penyediaan pangan bagi para pengungsi masih belum dilakukan secara maksimal, baik oleh
pemerhati masyarakat maupun pemerintah. Bentuk pangan darurat yang umumnya diberikan
ketika bencana terjadi adalah mi instan, roti, biskuit, ataupun produk bars. Produk-produk ini
memiliki beberapa kelemahan, misalnya mie instan yang nilai gizinya kurang ideal, serta
membutuhkan persiapan seperti pemasakan sebelum disajikan. Produk roti dan biskuit umumnya
tidak sesuai dengan selera masyarakat Indonesia dan memiliki umur simpan terbatas, sedangkan
konsumsi produk bars dapat menyebabkan rasa haus karena karakteristik produk yang kering
dengan nilai aw sekitar 0,4 serta densitas kamba yang tinggi. Oleh karena itu, pemberian pangan
darurat berbentuk bars harus disertai dengan persediaan air yang cukup (Sitanggang 2008).
Berbagai bentuk dan teknologi pengolahan pangan darurat telah dikembangkan, misalnya
melalui HTST extrusion atau HTST pasta, aneka produk lain seperti corn syrup, granulated sugar,
high fructose corn syrup, dan crystalline fructose (Brisske et al. 2004). Namun bentuk pangan
darurat yang potensial dan praktis untuk dikembangkan adalah makanan bernutrisi tinggi yang siap
saji (Zoumas et al. 2002), di antaranya bentuk nasi dalam kemasan kaleng, sesuai dengan budaya
masyarakat Indonesia yang mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Masih terdapatnya stigma
“belum kenyang kalau belum makan nasi”, menandakan betapa masyarakat Indonesia memiliki
budaya makan nasi yang sangat kuat (Hariyadi 2006). Penelitian mengenai potensi pengembangan
makanan darurat berbahan dasar beras sudah dilakukan sebelumnya oleh Valentina (2009) berupa
formulasi pembuatan nasi opor ayam dalam kemasan kaleng sebagai pangan darurat. Untuk
menganekaragamkan produk pangan darurat yang berbasis nasi, pada penelitian ini, bahan baku
yang digunakan terdiri dari beras, putih telur, susu, dan margarin.
Penambahan putih telur dan margarin dalam formula uji ditujukan untuk meningkatkan
kandungan nutrisi pangan darurat, karena putih telur memiliki bioavailabilitas protein yang tinggi
dan margarin merupakan sumber lemak yang ideal untuk meningkatkan kandungan nutrisi dari
produk. Dengan penganekaragaman bahan baku yang dipakai, diharapkan penelitian ini dapat
menambah varian pangan darurat berbasis nasi kaleng yang dapat dipilih oleh masyarakat.
Teknologi pengalengan merupakan teknologi yang dapat menjamin keamanan produk dan
memberikan kemudahan dalam penyajian, serta memiliki umur simpan yang lebih lama (lebih dari
2
2 tahun). Fokus utama dari penelitian ini adalah menciptakan pangan darurat berupa nasi dalam
kemasan kaleng yang berbahan dasar beras, tepung putih telur dan margarin yang diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan gizi makro dari pengungsi dan kebutuhan energi dalam keadaan
darurat, yaitu sebesar 2100 kkal per hari (IOM 2002).
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi pengembangan pangan darurat alternatif
berbahan baku nasi, tepung putih telur dan margarin yang diolah dengan teknologi pengalengan
agar aman dikonsumsi, bergizi dan disukai oleh masyarakat.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ditujukan kepada pemerintah, masyarakat dan pelaku teknologi
pangan yang memiliki peran besar dalam pengembangan produk pangan baru.
1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai inovasi dalam pembangunan
industri pangan darurat yang memadai agar dapat berperan dengan lebih baik dalam mitigasi
pascabencana.
2. Bagi masyarakat, hasil penelitian dapat dikembangkan sebagai pangan darurat alternatif yang
sehat dan mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta aman dikonsumsi.
3. Bagi pelaku teknologi pangan, hasil penelitian dapat menumbuhkan semangat untuk
menemukan ide-ide kreatif berkaitan dengan pengembangan pangan darurat yang mampu
berkontribusi dalam menyelesaikan masalah bangsa di bidang mitigasi bencana.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pangan Darurat
Pangan darurat (Emergency Food Product) merupakan bentuk pangan yang dikonsumsi
saat terjadi bencana, seperti kebakaran, banjir, kekeringan, wabah penyakit, maupun bencana
akibat kesalahan manusia, seperti dalam kecelakaan industri. Pangan darurat (EFP) diproduksi
untuk memenuhi kebutuhan energi harian yang direkomendasikan sebesar 2100 kkal dengan
bobot sekitar 450 gram. Pangan darurat harus dapat memenuhi beberapa kriteria, di antaranya
(1) dapat memenuhi kebutuhan nutrisi semua usia di atas 6 bulan, (2) dapat digunakan sebagai
sumber penghidupan hingga 15 hari, (3) dapat diterima dari berbagai etnis dan budaya, serta
berbagai latar belakang agama, (4) mudah dikonsumsi tanpa persiapan khusus, (5) minimal
stabil hingga 3 tahun dan (6) penyalurannya dapat dilakukan melalui pengiriman darat atau
udara (IOM 2002).
Pangan darurat dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, (1) produk pangan yang
dirancang pada kondisi air bersih dan bahan bakar untuk memasak masih tersedia dan (2)
produk pangan yang dirancang untuk menghadapi kondisi air bersih tidak tersedia serta tidak
dapat memasak. Di Indonesia, pangan darurat untuk korban bencana terutama yang bersifat
siap santap belum banyak dikembangkan, tetapi sudah banyak berkembang untuk kepentingan
tentara.
Keberhasilan pengembangan pangan darurat dapat dilihat dari karakteristik kritis meliputi
(1) aman, (2) memiliki kualitas yang dapat diterima oleh konsumen (penampakan, warna,
rasa, aroma), (3) mudah didistribusikan, (4) mudah digunakan dan (5) memiliki Nutrisi
lengkap. Zoumas et al. (2002) menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan pangan darurat selama pengungsian, yaitu:
1. Konsumsi pangan darurat bagi wanita hamil dan wanita sedang menyusui, diasumsikan
lebih dari 2100 kkal untuk mendukung kebutuhan energi selama mengandung dan
menyusui.
2. Pangan darurat tidak didesain untuk memenuhi kebutuhan energi atau nutrisi bagi orang
yang sedang hamil, tetapi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan energi wanita normal.
3. Pangan darurat tidak didesain untuk individu yang mengalami penyakit gizi buruk yang
membutuhkan perlakuan medis khusus.
4. Pangan darurat bukan Therapeutic Nutritional Supplement.
5. Pangan darurat bukan merupakan makanan substitusi untuk anak menyusui yang berusia
dari 0-6 bulan.
6. Pangan darurat bukan dirancang untuk memenuhi seluruh kebutuhan dari young infants (0-
6 bulan), tetapi pangan darurat dapat dikombinasikan dengan air untuk menghasilkan nasi
sebagai makanan pelengkap bagi older infants (7-12 bulan).
Pangan darurat memiliki karakteristik energi yang terdiri dari lemak 35-45% per 2100
kkal, dengan kadar air yang rendah dan minimal energi dari pangan darurat per 50 gram harus
sebesar 233 kkal (McMahon et al 2009). Komposisi lemak untuk pangan darurat harus
didefinisikan secara rinci, yaitu total lemak harus menyumbangkan kalori pada interval 35-
45% dari total energi, energi dari lemak jenuh paling sedikit harus memenuhi 10% dari total
energi, energi dari total PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) harus memenuhi 7-10% dari
total energi, dan perbandingan antara asam linoleat dengan linolenat harus pada rasio 5:1
(McMahon et al. 2009).
4
Kebutuhan energi lainnnya akan dipenuhi dari protein dan karbohidrat. Saat proses
pembuatan pangan darurat tidak boleh dilakukan suplementasi asam amino, karena dapat
mengakibatkan perubahan rasa, meningkatkan biaya produksi, dan dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan jumlah akibat salah perhitungan sebelum pencampuran, karena kadar
protein di dalam pangan darurat minimal 10% dari total keseluruhan sumber energi (Zoumas
et al. 2002). Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama pada produk pangan
darurat selain lemak dan protein. Karbohidrat memiliki beberapa fungsi dalam penyusunan
pangan darurat, yaitu sebagai sumber energi, pemberi rasa manis, menghasilkan sifat-sifat
fisik yang diinginkan pada produk, dan juga berperan dalam penyerapan natrium (Na) untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit tubuh.
Zoumas et al. (2002) merekomendasikan agar komposisi gizi dalam pembuatan pangan
darurat idea dari segi gizi makro, maka:
1. Karbohidrat menyumbangkan 40-50 % atau sekitar 800-1000 kkal dari total kalori yang
dibutuhkan dan dapat dipenuhi dari berbagai sumber, seperti tepung terigu, jagung, beras,
dan otas, sedangkan sumber gula didapat dari high fructose corn syrup, sukrosa, atau
maltodekstrin;
2. Protein menyumbangkan 10-15 % atau sekitar 200-300 kkal dari total kalori yang
dibutuhkan dan dapat dipenuhi dari susu bubuk, seperti kasein dan turunannya atau
campuran dari bahan dasar legume dan serealia yang memiliki skor asam amino ≥ 1.0;
3. Lemak menyumbangkan 35-45 % atau sekitar 700-900 kkal dari total kalori yang
dibutuhkan dan dapat dipenuhi dari sumber hidrogenisasi parsial dari kacang kedelai,
minyak kanola, minyak kedelai, atau minyak bunga matahari; dan
4. Vitamin dan mineral dari sayur-sayuran juga dapat ditambahkan jika diperlukan untuk
meningkatkan profil produk, demikian pula dengan bahan pengembang.
2.2. Beras dan Nasi
Beras merupakan hasil dari penggilingan gabah yang terdiri dari dua punyusun utama,
yaitu 72-82% bagian yang dapat dimakan atau kariopsis (disebut juga beras pecak kulit atau
brown rice)
dan 18-28% kulit gabah atau sekam. Bagian kariopsis tersusun dari 1-2% perikarp, 4-6%
aleuron dan testa, 2-3% lemma dan 89-94% endosperm. Perbedaan komposisi beras dapat
disebabkan oleh perbedaan varietas gabah, keadaan daerah penanaman dan perbedaan
perlakuan saat budi daya (Hariyadi 2008). Beras memiliki pH netral dan kandungan
karbohidrat yang tinggi (sekitar 70-80%). Beras juga mengandung protein sebesar 6-7% dan
kandungan lemak yang sangat rendah (1-2%).
Komponen terbesar pada beras adalah pati. Pati pada endosperm beras berbentuk granula
polyhedral berukuran 3-5 µm. Pati beras terdiri dari rangkaian satuan-satuan α-D-glukosa,
yang terdiri atas amilosa (fraksi berantai lurus) dan amilopektin (fraksi dengan rantai cabang).
Ikatan antarsatuan glukosa yang utama adalah 1,4- α-glikosidik, sedangkan pada molekul
amilopektin terdapat percabangan dengan ikatan 1,6- α-glikosidik (Hariyadi 2008).
Berdasarkan panjang bulirnya, beras dikategorikan menjadi long grain rice yang
memiliki panjang bulir 6-7 mm, medium grain dengan panjang bulir 5-5.9 mm dan short grain
dengan panjang bulir kurang dari 5 mm. Beras jenis long grain memiliki kandungan amilosa
lebih tinggi dari kedua tipe lainnya. Amilosa menyerap air lebih sedikit daripada amilopektin
sehingga long grain rice akan lebih pera dari kedua tipe lainnya (McWilliams 2001).
5
Berdasarkan kadar amilosanya, beras dapat dikelompokkan menjadi beras ketan yang
mengandung amilosa 0-2% dari berat kering, serta beras dengan kandungan amilosa rendah
(9-20%), menengah (20-25%) dan tinggi (lebih dari 25%) (Hariyadi 2008).
Beras dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, salah satunya adalah nasi. Nasi
umumnya dibuat dengan cara memasak beras dalam rice cooker atau dengan penanakan
dalam air. Nasi biasanya dikonsumsi dalam keadaan hangat karena rasa, aroma dan teksturnya
lebih disukai oleh konsumen. Apabila nasi mendingin, teksturnya akan menjadi lebih keras
karena mengalami peristiwa retrogradasi (Hariyadi 2008). Selama penanakan nasi, granula
pati mengalami proses pengembangan karena menyerap air. Pada suatu kisaran suhu kritis,
granula pati mengalami proses ireversibel yang disebut gelatinisasi dan ditandai oleh
hilangnya sifat birefringence dan pelarutan pati.
Beras mengandung enzim α-amilase yang bersifat tahan panas. Enzim ini akan aktif pada
suhu di atas 60oC bersamaan dengan proses gelatinisasi pati yang mengakibatkan pati menjadi
lebih mudah diserang oleh enzim tersebut. Enzim tersebut memecah sebagian pati menjadi
glukosa. Gabungan enzim amilase seperti α-amilase, β-amilase dan α-glukosidase dalam beras
aktif memecah pati selama pemasakan. Akibatnya rasa nasi akan menjadi agak manis dan
teksturnya menjadi lebih lunak.
Rasio antara kandungan amilosa serta amilopektin dan kandungan amilosa terlarut
merupakan faktor yang penting untuk menentukan mutu tekstur nasi. Molekul amilosa
cenderung membentuk struktur heliks yang dapat memerangkap molekul lain seperti asam
lemak dan monogliserida. Pembentukan kompleks ini dapat mengurangi kelengketan dan
meningkatkan kekerasan. Tingkat pengembangan dan penyerapan air saat gelatinisasi
tergantung pada kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk
menyerap dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan
untuk membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar dibandingkan dengan amilopektin.
Keberadaan protein beras yang sebagain besar tidak larut dalam air akan memengaruhi
viskositas suspensi pati setelah gelatinisasi. Hal ini dapat disebabkan oleh protein yang
menyelubungi granula pati sehingga secara fisik menghambat proses penyerapan air dan
pengembangan granula pati (Hariyadi 2008).
2.3. Karakteristik Sensori Nasi untuk Pengalengan
Nasi merupakan makanan pokok sebagian warga dunia yang diolah dari beras.
Masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki budaya konsumsi nasi yang sangat kuat
terlihat dari tingginya angka konsumsi beras perkapita pertahun yang mencapai 135
kg/kapita/tahun (Hariyadi 2006). Pemanfaatan nasi sebagai bahan utama pembuatan makanan
darurat dinilai tepat, karena nasi memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat
berkontribusi terhadap pemenuhan kalori. Nasi juga disukai oleh hampir seluruh masyarakat
Indonesia, sehingga tidak diperlukan tahap introduksi untuk mengajak masyarakat
mengonsumsi nasi.
Pengolahan beras menjadi nasi umumnya dilakukan dengan cara dikukus maupun
direbus. Beras, ketika dipanaskan dengan air akan mengalami pengembangan akibat
penyerapan air oleh granula pati. Ketika mencapai suatu suhu kritis, beras akan tergelatinisasi
yang ditandai dengan pelarutan pati dan hilangnya sifat birefringence. Suhu pada saat pati
mulai mengembang karena dipanaskan dengan air dinamakan suhu gelatinisasi. Suhu
gelatinisasi untuk beras berkisar antara 58-79o C (Hariyadi 2006 dalam Valentina 2009).
6
Pengembangan granula selama gelatinisasi dipengaruhi oleh komponen amilosa dan
amilopektin pati. Amilopektin memiliki kemampuan mengembang dan mempertahankan air
yang lebih besar daripada amilosa. Adanya amilosa dalam granula pati dalam jumlah besar
akan menghambat proses pengembangan granula (Bao dan Bergman 2004 dalam Valentina
2009). Perilaku pati akibat pemanasan dan rasio amilosa dan amilopektin yang terkandung
pada pati beras akan sangat memengaruhi kualitas sensori nasi khususnya tekstur. Penelitian
Pardon (2000) menunjukkan bahwa suhu dan lama penyimpanan memengaruhi kekerasan,
kelengketan, dan tingkat retrogradasi pada nasi. Suhu yang semakin rendah dan penyimpanan
yang semakin lama mengakibatkan kekerasan nasi meningkat dan kelengketannya menurun.
Selain itu, kultivar beras yang berbeda menunjukkan kinetika retrogradasi yang berbeda pula
karena perbedaan sifat-sifat patinya. Karakteristik sensori untuk nasi dalam kemasan kaleng
adalah yang terbuat dari beras dengan kandungan amilosa rendah sehingga diperoleh tekstur
nasi yang pulen, waktu pemasakan nasi dalam kemasan kaleng juga harus singkat supaya
tidak menghasilkan tekstur bubur ketika dikalengkan (Valentina 2009).
Berdasarkan penelitian dari Valentina (2009), beras yang paling baik untuk dikalengkan
adalah beras yang bersifat semipera (varietas IR 64), karena kandungan amilopektin pada
beras tidak terlalu tinggi tidak juga terlalu rendah. Beras pulen (yang memiliki kandungan
amilopektin tinggi) akan menghasilkan tekstur nasi yang terlalu lembek bila dikalengkan
karena penyerapan air oleh amilopektin yang tinggi, sedangkan beras yang terlalu pera
(amilopektin rendah) akan menghasilkan nasi dengan tekstur yang keras bila dikalengkan
karena penyerapan air yang rendah.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Valentina (2009) dan Yanuar (2009) menyatakan
bahwa kondisi beras yang ideal untuk proses pengalengan adalah beras setengah mentah.
Beras mentah yang sudah dicuci, lalu ditambah dengan air pada perbandingan (1:2)-(1:3)
kemudian dimasak setengah matang lalu dikalengkan akan menghasilkan tekstur nasi yang
lebih baik daripada menggunakan beras aron (setengah matang), ataupun beras matang.
2.4. Tepung Putih Telur dan Sifat Fungsionalnya
Putih telur terdiri dari empat bagian, yaitu lapisan encer, lapisan kental, lapisan encer
bagian luar, dan lapisan kalazeferous. Jenis kandungan protein putih telur berbeda-beda dan
yang termasuk protein utama putih telur adalah ovalbumin, kanalbumin, ovomucin, dan
globulin (Bruno 2003). Anatomi putih telur yang mengelilingi kuning telur merupakan bagian
terbesar dari telur utuh (± 60%), warna jernih atau kekuningan pada putih telur disebabkan
oleh pigmen ovoflavin.
Kandungan air pada putih telur lebih banyak terdapat pada bagian lainnya sehingga
selama penyimpanan, bagian ini mudah rusak (Andarani 2003). Komposisi putih telur terdiri
dari 87,7% air; 0,05% lemak; 10% protein dan 0,82% karbohidrat (KH) dan total kepadatan
putih telur sebesar 13,13%. Putih telur mengandung sedikit karbohidrat yang berada dalam
keadaan kompleks dengan protein maupun dalam keadaan bebas. Sekitar 98% KH bebas pada
putih telur adalah glukosa protein yang lebih banyak berupa glikoprotein, yaitu protein yang
berikatan dengan lemak (Ikime 2009).
Indeks putih telur merupakan parameter yang serupa, yaitu perbandingan tinggi albumin
tebal dengan rata-rata garis tengah panjang dan pendek albumin tebal. Dalam telur yang baru
ditelurkan nilai ini berkisar antara 0,050 dan 0,174, meskipun umumnya berkisar antara 0,090
7
dan 0,120. Indeks putih telur akan menurun selama penyimpanan, karena pemecahan
ovomucin yang dipercepat pada pH yang tinggi (Buckle 2007).
Albumin pada putih telur memiliki beberapa fungsi, antara lain (1) mengangkut molekul-
molekul kecil melewati plasma dan cairan sel yang berkaitan dengan bahan metabolisme asam
lemak bebas, bilirubin dan berbagai macam obat yang kurang larut dalam air tetapi harus
diangkat melalui darah dari satu organ ke organ lainnya agar dapat dimetabolisme atau
diekskresi; (2) memberikan tekanan osmotik di dalam kapiler untuk pembentukan jaringan sel
baru terutama percepatan pemulihan jaringan sel tubuh yang terbelah, misalnya karena
operasi, pembedahan, atau luka bakar dan (3) menghindari timbulnya sembab paru-paru dan
gagal ginjal serta carrier faktor pembekuan darah (Muchtadi 2000).
Salah satu bentuk olahan dari putih telur yang digunakan dalam industri pangan adalah
tepung putih telur. Suprapti (2002) menerangkan bahwa tepung telur atau telur kering adalah
bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan. Disamping lebih awet,
keuntungan lain dari tepung telur adalah volume bahan menjadi jauh lebih kecil sehingga
menghemat ruang penyimpanan dan biaya pengangkutan. Tepung telur memiliki pemasaran
yang lebih luas dan penggunaannya lebih beragam dibandingkan telur segar. Tepung telur
yang dihasilkan harus memiliki sifat-sifat fungsional dan sifat fisiokimia yang tidak terlalu
berbeda dari telur segar. Sifat fungsional sangat penting untuk dipertahankan karena
menentukan kemampuan tepung telur untuk digunakan dalam pembuatan makanan olahan.
Sifat-sifat yang harus dipertahankan antara lain daya busa, sifat emulsi, sifat koagulasi
(kemampuan menggumpal dan membentuk gel) dan warna (Saleh et al. 2002).
Tepung telur umumnya memiliki daya busa yang lebih rendah dibandingkan dengan telur
segarnya (Saleh et al. 2002). Penambahan gula seperti sukrosa (gula pasir), laktosa, maltosa,
dan dekstrosa dalam pembuatan tepung telur dapat memperbaiki sifat daya busanya.
Penambahannya harus hati-hati dan diatur agar menghasilkan daya busa yang baik dengan
tidak menimbulkan rasa manis pada tepung telur yang dihasilkan (Winarno 2002). Daya
emulsi, daya koagulasi, dan warna tepung telur umumnya tidak banyak berbeda dibandingkan
dengan keadaan segarnya. Perbedaan warna tepung putih telur dengan telur segar terjadi jika
kandungan gula pereduksi (yang sebagian besar adalah glukosa) dalam telur lebih dari 0,1 %,
yaitu warna tepung telur akan berubah menjadi kecoklatan selama pengolahan dan
penyimpanan (Saleh et al. 2002). Keadaan ini dapat di atasi dengan cara mengurangi
kandungan glukosa dalam cairan putih telur sebelum dibuat tepung melalui fermentasi
menggunakan bakteri asam laktat (Streptococcus lactis), fermentasi khamir atau ragi
(Saccharomyces cerevisiae) menggunakan ragi roti atau dengan penambahan enzim glukosa
oksidase (Buckle 2007). Kandungan air sangat berpengaruh terhadap daya tahan tepung telur
dan bahan kering harus memiliki kandungan air sangat kecil. Kandungan air pada tepung telur
harus kurang dari 5 %, karena akan meningkat mencapai 9 – 10 % setelah disimpan. Mutu
terbaik akan diperoleh jika pada saat disimpan kadar airnya maksimal 1 % (Shaleh et al.
2002).
2.5. Margarin
Menurut SNI 01-3541-2002, margarin adalah produk makanan berbentuk emulsi air
dalam minyak (w/o), baik dalam bentuk semipadat maupun cair. Margarin terbuat dari lemak
makan atau minyak makan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk
hidrogenasi, interesterifikasi dan telah melalui proses pemurnian (BSN 2002). Margarin
8
dibedakan atas margarin siap makan, margarin industri dan margarin krim atau spread. Pada
margarin siap makan dipersyaratkan adanya penambahan vitamin A dan vitamin D dengan
kadar lemak minimal 80%, sedangkan untuk margarin industri dan krim, tidak dipersyaratkan
penambahan vitamin A dan D.
Margarin kaya dengan kandungan vitamin A yang mudah diserap dan sangat dibutuhkan
tubuh untuk fungsi fisiologis dan pemeliharaan sistem endokrin. Kadar vitamin A yang
dipersyaratkan untuk margarin adalah 2500-3500 IU per 100 gram, sedangkan untuk vitamin
D sebesar 250-350 IU per 100 gram. Fase lemak umumnya terdiri dari minyak nabati yang
sebagian telah dipadatkan agar diperoleh sifat plastis yang diinginkan pada produk akhir.
Kandungan lemak pada margarin siap makan, margarin industri dan margarin krim masing-
masing adalah 80%,80% dan 62-78% sedangkan kandungan air maksimum adalah 18% (BSN
2002). Menurut Astawan (2004), pembuatan margarin dimaksudkan sebagai pengganti
margarin dengan rupa, bau, konsistensi rasa dan nilai gizi yang hampir sama dengan margarin.
Ciri-ciri margarin yang paling menonjol adalah bersifat plastis, padat pada suhu ruang,
agak keras pada suhu rendah, teksturnya mudah dioleskan serta dapat mencair dalam mulut.
Minyak nabati yang umum digunakan dalam pembuatan margarin adalah minyak kelapa,
minyak inti sawit, minyak biji kapas, minyak kedelai, minyak wijen, minyak jagung dna
minyak gandum. Menurut Ketaren (2005), syarat-syarat minyak nabati yang digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan margarin adalah memiliki bilangan iod rendah, warna
minyak seperti margarin, citarasa minyak yang baik, kandungan asam lemak yang stabil,
memiliki titik beku dan titik cair pada suhu kamar dan minyak tersebut harus tersedia di suatu
daerah.
Komponen lain yang sering ditambahkan dalam pembuatan margarin adalah air, garam,
flavor, zat pengemulsi (berbentuk lesitin, gliserin atau kuning telur), zat pewarna, bahan
pengawet (sodium benzoate, asam benzoate dan potassium sorbet), serta vitamin A dan D
(Astawan 2004). Pembuatan margarin dilakukan dengan cara membuat emulsi antara fase
minyak (minyak nabati, emulsifier, vitamin, zat warna) dan fase air (garam, sodium benzoate,
air, atau potassium sorbet). Pembuatan emulsi dilakukan dengan cara pengadukan dan
sebagian emulsi yang terbentuk kemudian dikristalkan melalui proses pendinginan secara
cepat yang dilanjutkan dengan proses plastisasi atau teksturisasi. Pengkirstalan dengan cara
pendinginan bertujuan untuk membuat margarin menjadi plastis, tetapi tidak padat, tahan
sampai tekanan tertentu, tidak mengalir, tetapi mudah dicampur dan dioleskan (Subarna
2008).
2.6. Pengalengan Pangan dan Sterilisasi Komersial
Teknologi pengalengan (canning) merupakan salah satu metode pengawetan pangan
dengan cara pemanasan pada suhu tinggi. Proses pengawetan terjadi disebabkan adanya
pembunuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen oleh panas. Pemanasan basah (uap)
lebih efektif dibandingkan pemansan kering (Kim dan Foegeding 2000). Pengertian
pengalengan bukan hanya terbatas pada proses pengalengan konvensional menggunakan
kemasan kaleng, tetapi dapat juga menggunakan kemasan non-kaleng, seperti retort pouch,
tetrapack, kaleng alumunium, gelas jar, kemasan plastik, dan sebagainya (Hariyadi et al.
2006). Syarat utama wadah yang dapat digunakan untuk pengalengan pangan adalah tertutup
rapat, tidak dapat dimasuki udara, uap air, ataupun mikroba.
Istilah sterilisasi komersial digunakan pada proses sterilisasi produk pangan karena
kondisi steril absolut (kondisi bebas mikroba) sulit dicapai (Hariyadi 2000). Sterilisasi
9
komersial merupakan suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan
menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu yang cukup lama sehingga tidak lagi terdapat
mikroorganisme yang hidup (Hariyadi et al. 2006). Pemanasan dalam proses sterilisasi
dilakukan pada suhu di atas 100oC dalam waktu yang cukup untuk membunuh spora bakteri
(Muchtadi 2004).
Perpindahan panas ketika bahan pangan dikalengkan terjadi secara konduksi dari udara
panas retort ke dalam kemasan dan konduksi atau konveksi dari kemasan ke bahan pangan
sangat tergantung jenis bahan pangannya (Hariyadi 2006). Titik-titik di dalam suatu kemasan
(kaleng) yang dipanaskan tidak berada pada suhu yang sama dan terdapat suatu titik terdingin
dari kaleng yang merupakan posisi paling sulit untuk dilakukan sterilisasi, karena pindah
panas di titik ini berlangsung sangat lambat. Fellow (2000) menyatakan bahwa, pada kemasan
berbentuk silinder seperti kaleng, titik dingin produk pangan berbentuk cair akan berada pada
titik tengah pada seperempat ketinggian kaleng dari bagian bawah kemasan, sedangkan untuk
produk padat berada pada titik tengah pusat kaleng pada sumbu vertikal.
Kecukupan proses termal sangat penting untuk diperhatikan pada saat proses sterilisasi,
karena proses termal juga mampu menyebabkan kerusakan komponen gizi (vitamin dan
protein) serta penurunan mutu sensori produk. Oleh karena itu kecukupan panas pada saat
pengalengan harus dikontrol (Hariyadi 2000). Proses pengolahan pangan dengan aplikasi
panas selalu dihadapkan pada dua hal yang bertentangan. Pengaruh waktu dan suhu
pemanasan yang semakin tinggi pasti akan semakin baik dalam membunuh mikroorganisme
dan mempertahankan umur simpan produk. Namun, waktu dan suhu pemanasan yang tinggi
akan mengakibatkan semakin banyak komponen gizi yang rusak. Oleh karena itu proses
sterilisasi harus dapat menentukan kombinasi suhu dan waktu yang tepat agar mikroba mati,
namun komponen gizi tetap memiliki retensi yang baik (Muchtadi 2004).
Kecukuan panas dalam proses termal berkaitan dengan ketahanan bakteri pembusuk dan
patogen beserta sporanya. Ketahanan bakteri terhadap suatu proses pemanasan umumnya
dinyatakan dalam nilai D dan nilai Z. Nilai D adalah waktu yang diperlukan dalam satuan
menit pada suhu tertentu untuk membunuh sebanyak 90% dari suatu populasi mikroorganisme
dalam suatu bahan pangan. Nilai Z adalah perbedaan suhu dalam derajat Fahrenheit yang
dibutuhkan untuk menurunkan nilai D sampai satu siklus logartimik (90%). Nilai D
merefleksikan daya tahan suatu mikroorganisme terhadap suatu suhu tertentu, sedangkan nilai
Z memberikan informasi mengenai daya tahan relatif dari suatu mikroorganisme terhadap
suhu-suhu destruktif (Singh 2001).
Kecukupan proses termal bergantung pada karakteristik nilai Z mikroorganisme, jumlah
mikroorganisme awal pada bahan pangan, dan suhu serta tipe aplikasi termal yang dilakukan.
Untuk dapat membandingakn kapasitas sterilisasi relatif dari suatu proses termal, dibutuhkan
suatu unit letalitas. Dalam proses sterilisasi, letalitas total yang menunjukkan kecukupan
proses termal dilambangkan dengan nilai Fo. Nilai Fo didefinisikan sebagai waktu dalam
menit yang diperlukan untuk membunuh sejumlah tertentu mikroorganisme (mencapai tingkat
sterilitas) yang mempunyai karakteristik nilai Z tertentu pada beberapa suhu referensi tertentu.
Apabila sterilisasi dilakukan dengan suhu 121.1o C, maka waktu yang diperlukan untuk
mencapai tingkat sterilitas tertentu dinyatakan dengan Fo, dan Fo disebut juga nilai sterilisasi.
Nilai sterilisasi inilah yang nantinya menjadi dasar penentuan matematika untuk kecukupan
proses termal (Haryadi dan Kusnandar 2000). Nilai Fo dapat ditentukan dengan dua metode,
yaitu metode umum dan metode ball.
10
2.6.1 Metode Umum (Improved General Method)
Metode umum adalah metode yang paling teliti dalam perhitungan letalitas proses termal
karena data suhu bahan hasil pengukuran dalam percobaan secara langsung digunakan dalam
perhitungan tanpa asumsi dan prediksi berdasarkan persamaan hubungan waktu dan suhu.
Metode ini tidak digunakan untuk meramalkan hubungan waktu dengan suhu dalam bahan
pangan selama pemanasan, sehingga tidak biasa digunakan untuk merancang proses termal,
tetapi sering digunakan untuk evaluasi proses termal yang sedang berjalan di industri
pengalengan (Subarna et al. 2008).
Target pembunuhan proses termal sering dinyatakan dalam satuan reduksi desimal
mikroba,misalnya 12D yang artinya reduksi mikroba sebanyak 12 siklus logaritma atau
reduksi 1 menjadi10-12
. Nilai D adalah waktu pemanasan yang diperlukan pada suhu tertentu
untuk reduksi mikroorganisme sebanyak 90% atau menjadi 1/10, yang dalam persamaan
matematis dapat ditulis:
Nilai a dan b menunjukkan jumlah mikroba yang tahan setelah pemanasan t1 dan t2
menit. Nilai Z adalah derajat kenaikan atau penurunan suhu untuk menurunkan atau menaikkan
nilai D 10 kali lipat, yang secara matematis dapat ditulis sebagai:
Z=
…….…….....……....………….....…………(2)
Metode umum yang didasarkan pada hubungan lethal rate (L) dan waktu (t). Nilai L
adalah tingkat sterilitas mikroba yang disetarakan pada suhu 121.1o C atau 250
o F (Haryadi dan
Kusnandar 2000). Nilai L dalam proses pemanasan dapat diperoleh dengan persamaan:
L = 10
………………………………………........……(3)
Dalam evaluasi dan penetapan proses termal harus dilakukan identifikasi jenis
mikroorganisme yang menjadi target. Oleh karena itu, kinetika dekstruksi mikroorganisme
yang menjadi target (nilai D, z , dan lethal rate) harus diketahui. Pada perhitungan dengan
metode umum, letalitas dihitung dengan cara integrasi lethal rate terhadap waktu untuk
menentukan Fo. Nilai Fo adalah ekuivalen letalitas proses termal dengan waktu pemanasan
pada suhu 121.1o C atau 250
o F, secara matematis dapat ditulis sebagai:
Fo = ∑ …………..…………………………………….………(4)
Luasan di bawah kurva hubungan L dan waktu menunjukkan Fo proses sterilisasi. Luasan
kurva dapat ditentukan dengan melakukan pendekatan jumlah luasan trapezium tiap satuan
waktu. Metode umum mengasumsikan bahwa letalitas antartitik (waktu) yang diukur
membentuk garis lurus, sehingga letalitas setiap selang waktu adalah luas trapesium dengan
tinggi (t n - t n-1), panjang atas dan bawah masing-masing adalah Ln dan Ln-1 (Hariyadi dan
Kusnandar 2000) . Perhitungan dapat dilakukan pula dengan menggunakan excel spreadsheet.
Nilai Fo merupakan hasil penjumlahan Fo parsial atau luasan di bawah kurva trapezium:
∑
………….……..(5)
Perhitungan nilai letalitas proses termal dengan metode umum dapat dilakukan dengan
menggunakan program Microsoft Excel dari data penetrasi panas yang telah diperoleh.
Langkah-langkan perhitungan nilai letalitas proses termal dengan menggunakan metode umum
bantuan microsoft excel dijelaskan sebagai berikut:
a. memasukkan data waktu pada satu kolom (misalnya kolom A). Rentang waktu tidak harus
sama.
.........................................................................(1)
11
b. memasukkan data pada kolom berikutnya (misalnya kolom B) dengan cara Excel = A3-
A2
c. memasukkan data suhu produk pada kolom berikutnya (misalnya kolom C).
d. pada kolom ketiga (kolom D), dimasukkan rumus untuk menghitung letalitas dan kopi
untuk baris baris di bawahnya pada kolom tersebut. (Excel = 10 x (B2-250)/18).
e. pada sel pertama kolom ke-4, dimasukkan rumus untuk menghitung . (Excel : B3 x
D3).
f. untuk menduga nilai letalitas sepanjang proses (Fo), pada kolom berikutnya (E) dituliskan
rumus penjumlahan tersebut, kemudian hasil perhitungan dijumlahkan dengan sel di
atasnya untuk mendapat nilai Fo parsial. (Excel : E3+D4) (Mutia 2012).
2.6.2 Metode Formula (Ball Method)
Metode formula digunakan untuk merancang proses termal karena metode ini dapat
meramalkan hubungan waktu dengan suhu dalam bahan pangan selama pemanasan. Untuk
perhitungan proses termal menggunakan metode formula, data penetrasi panas diolah sehingga
memperoleh karakteristik panas dalam pangan yang diproses (fh,fc,jh,jc). Parameter respon suhu
fh dan fc menunjukkan laju penetrasi panas ke dalam produk dalam wadah, fh adalah waktu
yang diperlukan kurva penetrasi panas untuk melewati 1 siklus log pada fase pemanasan, dan fc
untuk fase pendinginan. Faktor lag antara jh dan jc menggambarkan waktu lag (kelambatan)
sebelum laju penetrasi mencapai fh dan fc (Hariyadi dan Kusnandar 2000). Persamaan umum
hubungan suhu produk dan waktu pemanasan pangan dalam wadah adalah sebagai berikut:
(Tr -T) = (Tr-Ti) 10 -(t/fh)
…………………..………………………..(6)
atau
Log (Tr-T) = (Tr-Ti) - t/fh……………………..……………………...(7)
keterangan:
t = waktu proses
T = suhu produk (pada titik terdingin)
Tr = suhu retort pada saat proses
Ti = suhu awal produk
fh = waktu yang diperlukan kurva penetrasi panas untuk melewati 1 siklus log.
Metode ball menggunakan fakta bahwa nilai sterilitas porsi pemanasan dari proses termal
merupakan fungsi dari slope (kemiringan) kurva pemanasan (Tr-T) = g. Dari persamaan
hubungan suhu produk dengan waktu pemanasan, dapat diturunkan persamaan sebagai berikut:
tB = (fh) log (jh.ih/g)……………….…………………..…………..(8)
tB = waktu proses dan
log jh = log (Tr - Tpih)/(Tr-Ti), ih = Ti………………………..(9)
Dari tabel atau kurva hubungan fh dan waktu pemanasan pada suhu retort untuk
mencapai sterilitas yang diinginkan (U=Fo/Lr) dengan nilai g, dapat ditentukan , sehingga nilai
12
tB dapat dihitung. Atau sebaliknya, jika waktu proses (tB) telah diketahui, nilai sterilitas proses
Fo dapat dihitung.
13
III. METODE PENELITIAN
3.1 . Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, dimulai pada bulan Juni dan berakhir
pada bulan November 2012. Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan,
Pengolahan Pangan, Laboratorium Pilot Plant dan Laboratorium Evaluasi Sensori di
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan baku utama yang digunakan adalah beras (Oryza sativa) jenis semipera dari
varietas IR64 yang didapatkan dari Pusat Penelitian Padi Departemen Pertanian di Sukamandi,
sedangkan tepung putih telur dan margarin didapatkan dari Toko Kue Yolk di Bogor.
Bahan kimia yang digunakan meliputi bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat
(kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat), antara lain terdiri dari: K2SO4, HgO, larutan
H2SO4 pekat, larutan H3BO3, indikator metal merah 0.2%, metilen biru 0.2%, larutan NaOH-
Na2SO3, larutan HCl 0.02 N, heksan, NaOH, etanol 96%, asam asetat 1 N, larutan iod, DNS,
NaK-tartarat, dan akuades
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk pengolahan dan alat
untuk analisis. Alat pengolahan yang digunakan antara lain: kompor gas, panci kukus, wajan,
waring blender, dan pengaduk kayu, sedangkan alat-alat analisis termal dan kimia meliputi:
retort, exhauster, termokopel, desikator, neraca analitik, oven vakum, labu kjeldahl, alat
destilasi, cawan aluminium, cawan proselen, spektrofotometer, buret, alat soxhlet, water bath,
texture analyzer, chromameter, refluks, kertas saring, dan alat-alat gelas lainnya.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu tahapan penentuan formula terpilih
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan pengujian umur simpan. Secara rinci kegiatan
penelitian meliputi (1) tahap penentuan formula produk nasi dalam kemasan kaleng, (2)
penentuan karakteristik proses termal untuk pengalengan, (3) analisis produk akhir nasi dalam
kemasan kaleng yang terbagi dalam analisis proksimat, analisis fisik dan uji rating hedonik
untuk memilih formula terbaik, selanjutnya dilakukan (4) karakterisasi formula yang terpilih
untuk mengetahui ketahanan produk selama penyimpanan menggunakan metode Accelerated
Shelf Life Testing (ASLT). Bagan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
14
Margarin
Analisis proksimat bahan baku (Karbohidrat, Lemak, Protein, Abu dan Air)
Formulasi berdasarkan hasil analisis proksimat bahan baku
(Formula I, II, III, IV)
Penentuan karakteristik proses termal produk
(distribusi panas, penetrasi panas dan nilai Fo)
Nasi dalam kemasan kaleng
(Formula I, II, III, IV)
Analisis proksimat Uji rating hedonik dan analisis fisik (warna
dan tekstur)
Penentuan formula terpilih
Pengujian umur simpan
dengan metode ASLT
Analisis sensori dan fisik produk (interval 7 hari, selama 6 minggu)
Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian
Beras Tepung Putih Telur
Pengalengan formula terpilih
Proses pengalengan pada satu waktu proses
Penentuan umur simpan produk
15
3.3.1 Tahap Penentuan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng
Target formulasi produk adalah nilai kalori yang cukup yaitu 700 kkal/saji untuk
memenuhi kecukupan 2100 kkal/hari, dengan asumsi setiap orang mengonsumsi produk tiga kali
makan dalam sehari. Selain itu, formulasi juga dirancang untuk memenuhi kontribusi kalori
seimbang (40-50% karbohidrat, 10-15% protein dan 35-45% lemak) serta karakteristik mutu
yang dapat diterima (acceptable). Bahan baku yang digunakan adalah beras IR-64 sebagai
sumber karbohidrat, tepung putih telur sebagai sumber protein dan margarin sebagai sumber
lemak. Bumbu-bumbu seperti garam, gula, dan kaldu blok digunakan sebagai pencitarasa khas
untuk meningkatkan penerimaan produk. Tahap formulasi ini diawali dengan analisis proksimat
bahan baku (beras, tepung putih telur dan margarin) untuk dapat menghitung komposisi gizi dan
kontribusi kalori seimbang dari masing-masing formulasi secara teroritis. Perhitungan total
energi dilakukan dengan prinsip kesetimbangan massa (mass balance). Kandungan gizi diatur
sedemikian rupa agar memenuhi regulasi pangan darurat sesuai rekomendasi Institute of
Medicine (IOM). Setelah itu dilakukan perhitungan teoritis komposisi bahan baku dan
penyusunan empat formula utama berdasarkan perhitungan awal yang dihipotesiskan mampu
memenuhi standar gizi untuk pangan darurat sesuai rekomendasi IOM. Rancangan formula yang
sudah disusun dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Formulasi Nasi dalam Kemasan Kaleng Berdasarkan Kontribusi Sebaran Gizi
Makro
Komposisi Gizi Formula I (%) Formula II (%) Formula III (%) Formula IV (%)
Karbohidrat 40 50 50 45
Lemak 45 35 40 40
Protein 15 15 10 15
Total 100 100 100 100
Serat pectin 5 5 5 5
Keterangan:
Formulasi disusun berdasarkan standar IOM (2002) dengan sebaran energi dari karbohidrat (40-50%),
lemak (35-45%) dan protein (10-15%).
3.3.2 Penentuan Karakteristik Proses Termal untuk Pengalengan
Pengukuran distribusi panas (Kusnandar et al. 2009)
Pengukuran distribusi panas bertujuan menentukan bagian terdingin dalam retort, waktu
venting, dan menentukan come up time (CUT). Keranjang dalam retort diisi penuh dengan retort
pouch yang berisi air. Sepuluh termokopel dipasang pada sepuluh titik tertentu dalam retort dan
dihubungkan dengan alat pencatat (recorder) yang akan mencatat data perubahan suhu terhadap
waktu. Titik-titik pemasangan termokopel dilakukan menyebar dalam retort (Gambar 2).
16
Gambar 2. Posisi termokopel dalam retort selama uji distribusi panas
Pengukuran penetrasi panas (Kusnandar et al. 2009)
Penetrasi panas dilakukan pada produk dengan memasang termokopel pada bagian tengah
kemasan. Pengukuran penetrasi panas ke dalam produk menggunakan empat termokopel (tiga
termokopel untuk mengukur suhu dalam produk dan satu termokopel untuk mengukur suhu
retort). Produk disusun dalam satu tumpukan dalam keranjang retort paling atas dan retort diisi
penuh dengan kaleng lain yang berisi air. Alat recorder mencatat perubahan suhu produk di
dalam kemasan terhadap produk setiap satu menit. Data hasil pengukuran penetrasi panas ini,
dibuat grafik pada semilogaritma. Suhu ditempatkan pada skala logaritmis (sumbu y),
sedangkan waktu pada skala linier (sumbu x).
Penentuan waktu sterilisasi optimum dengan metode umum (improved general formula)
(Kusnandar et al. 2009)
Untuk mencegah terjadinya overprocess maupun underprocess pada penelitian ini
dilakukan perhitungan waktu sterilisasi. Nilai sterilitas proses dihitung dari luasan daerah di
bawah kurva pada semilogaritma. Bentuk luasan di bawah kurva tersebut dianggap trapesium.
Untuk menghitung luas trapesium tersebut, area di bawah kurva dibagi menjadi sejumlah
pararelogram pada interval waktu (∆t) tertentu. Kemudian masing-masing dihitung luasnya
dengan rumus luas trapesium sehingga didapat nilai letal rate (LR) dan sterilitas parsial (Fo
parsial) pada ∆t tersebut (Gambar 3). Masing-masing Fo parsial dijumlahkan. Hasilnya
menunjukkan nilai sterilitas total dari proses yang telah dilakukan.
10
1
2
3
4
5
6
7
8 9
17
Gambar 3. Hubungan antara letal rate (LR) dan waktu (∆t)
Penentuan waktu sterilisasi optimum dengan metode formula (Ball) (Kusnandar et al.
2009)
Metode formula dilakukan menggunakan berbagai parameter yang diperoleh dari grafik
penetrasi panas. Plot data hasil pengukuran penetrasi panas diolah dengan prosedur matematis
untuk mengintregasikan efek letalitas yang terjadi sehingga diperoleh karakteristik penetrasi
panas dalam pangan yang diproses. Dicari persamaan garis kurva penetrasi panas yang dapat
menghasilkan nilai Fo paling mendekati nilai Fo dari metode umum agar diperoleh parameter
karakteristik penetrasi panas, seperti fh dan jh, yang nilainya akan digunakan untuk
mendapatkan formula proses yang terjadi (Gambar 4). Persamaan kurva penetrasi panas yang
digunakan dalam metode Ball adalah sebagai berikut:
Log (Tr – T) = Log [jh (Tr – To)] – tB / fh
dimana; Tr = suhu medium pemanas, To = suhu awal produk, T = suhu maksimum produk pada
akhir proses, dan tB = waktu proses Ball. Rumus yang digunakan sebagai berikut:
tB = fh (log jh . ih – log g)
tP = tB – 0.4 CUT
18
Gambar 4. Kurva pemanasan metode formula (Ball)
Pengalengan formula nasi dalam kemasan kaleng pada satu waktu proses
Berdasarkan hasil dari uji penetrasi panas, nilai kecukupan panas (Fo) dari masing-masing
formula dapat dihitung, selanjutnya dilakukan pengalengan keempat formula pada satu waktu
proses berdasarkan nilai Fo dari masing-masing formula. Sebelum dikalengkan, produk terlebih
dahulu diletakkan pada alat exhauster selama 10 menit yang bertujuan untuk mengeluarkan uap
yang masih berada pada daerah kepala kaleng (headspace) sehingga keadaan kaleng saat
disterilisasi menjadi vakum. Kaleng berisi produk yang sudah dalam keadaan vakum kemudian
dikelim dengan menggunakan alat pengelim (double seammer). Alat bekerja dengan mengelim
kaleng sebanyak dua kali agar kemungkinan terjadinya kaleng bocor dapat diminimalkan.
Diagaram alir tahap pengalengan dapat dilihat pada Gambar 5.
19
3.3.3 Analisis Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng
Tahap analisis produk nasi dalam kemasan kaleng bertujuan untuk memilih satu formula
terbaik melalui analisis proksimat produk meliputi, analisis kadar karbohidrat, lemak, protein,
air dan abu, serta perhitungan nilai sebaran energi dari masing-masing formula. Selanjutnya
dilakukan analisis fisik, meliputi pengukuran derajat warna menggunakan chromameter dan
tekstur dengan Texture Profile Analyzer (TPA) dan analisis sensori yang dilakukan dengan uji
rating hedonik untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap parameter rasa, warna,
aroma, tekstur dan overall dari produk.
3.3.4 Pendugaan Umur Simpan Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng
Pendugaan umur simpan produk nasi dalam kemasan kaleng dilakukan pada formula
terpilih dengan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). Produk disimpan pada 3 jenis
suhu ekstrem, yaitu 35 0C, 45
0C, dan 55
0C selama 6 minggu dengan pengamatan dilakukan
setiap 7 hari untuk setiap suhu penyimpanan. Parameter yang diamati pada setiap pengamatan
meliputi analisis sensori untuk parameter warna, aroma, rasa dan tekstur dengan menggunakan 6
orang panelis terlatih. Untuk mendukung hasil analisis sensori yang bersifat subjektif, dilakukan
analisis fisik terhadap parameter warna dengan menggunakan alat chromameter dan kekerasan
dengan menggunakan alat Texture Profile Analyzer (TPA).
3.4. Metode Analisis
Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven Biasa (AOAC 1995)
Pertama-tama cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit,
lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan kemudian ditimbang dengan neraca
analitik. Sebanyak 5 gram sampel di timbang dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian berat
cawan beserta sampel ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Cawan yang berisi
sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam dan kemudian didinginkan dalam
desikator, lalu ditimbang. Setelah itu, cawan kembali dikeringkan dalam oven selama 15-30
Formula pangan darurat
(Formula I, II, III, IV)
Dimasukkan ke dalam kaleng
Proses exhausting selama 10 menit
Pengeliman dengan alat double seammer
Sterilisasi dalam retort pada satu waktu proses
Gambar 5. Diagram alir tahap pengalengan
20
menit dan ditimbang kembali. Pengeringan kembali diulangi sampai memperoleh bobot konstan
(selisih bobot kurang dari 0.0003 gram).
Perhitungan: Kadar air =
Keterangan : x = bobot cawan awal (g)
y = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan
a = bobot cawan kosong
Analisis Kadar Protein dengan Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC 1995)
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sejumlah kecil sampel (±0,2
gram) ditempatkan dalam labu Kjeldahl 30 ml. Ditambahkan 1,9 ± 0,1 K2SO4, 40 ± 10 mg
HgO dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4 dan beberapa batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam
sampai cairan menjadi jernih, lalu cairan yang dihasilkan didinginkan untuk kemudian
ditambahkan 8-10 ml NaOH - Na2S2O3 dan dimasukkan ke alat destilasi. Di bawah kondensor
alat destilasi diletakkan erlenmeyer bersisi 5 ml larutan H3BO3 dan beberapa tetes indikator
merah metal. Ujung selang kondensor harus terendam larutan tersebut untuk menampung hasil
destilasi sekitar 15 ml. Hasil destilasi kemudian dititrasi oleh HCL 0,02 M sampai terjadi warna
abu-abu. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap blanko (yang tidak mengandung
sampel).
Kadar N (%) = (a-b) x N HCL x 14,007 x 100%
mg sampel
Kadar protein (%) = %N x 6,25
Keterangan:
a = ml titrasi HCL pada sampel
b = ml titrasi HCL pada blanko
Analisis Kadar Gula Total dengan Metode Anthrone (AOAC 1995)
Sebanyak 1 ml sampel ditambahkan 80 ml aquades, lalu dididihkan selama 30 menit dan
didinginkan. Ke dalam larutan ditambahkan 1 ml Pb-asetat jenuh perlahan-lahan sampai
larutan menjadi jernih, lalu ditambah 0.5 g Na-Oksalat sampai larutan mengendap dan di
tambah akuades sampai tanda tera di dalam labu takar 100 ml, kemudian larutan disaring
dengan kertas whatman nomor 1.
Tahap selanjutnya adalah pembuatan blanko untuk kurva standar. Sebanyak 0.0 (blanko),
0.2 , 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml larutan glukosa standar dipipet ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan air destilata sampai total volume masing-masing tabung 1.0 ml. Dengan cepat
ditambahkan 5 ml pereaksi Anthrone ke dalam tabung reaksi, lalu ditutup dan di vortex.
Tabung reaksi lalu direndam dalam air mendidih selama 12 menit, lalu didinginkan dalam air
mengalir, dan diukur absorbansinya pada 630 nm. Dari hasil pengukuran dibuat kurva
hubungan antara kadar gula dan nilai absorbansi. Konsentrasi gula dapat ditentukan dari kurva
standar.
% Total gula = Gr x Fp x 100%
Berat sampel (gr)
Gr = gram glukosa dari kurva
Fp = Faktor Pengenceran.
X 100%
21
Analisis Kadar Lemak dengan Metode Soxhlet (AOAC 1995)
Penentuan kadar lemak dilakukan berdasarkan metode ekstraksi soxhlet. Labu takar
dikeringkan dalam oven. Sebanyak 5 g sampel dalam bentuk tepung ditimbang, dibungkus
dengan kertas saring dan ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel
diletakkan dalam alat ekstraksi sokhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut petroleum
eter dimasukkan ke dalam labu secukupnya kemudian dilakukan refluks selama minimal 5 jam
(sampai bening). Labu takar yang berisi lemak hasil ekstraksi dan kemudian dipanaskan untuk
menguapkan pelarut yang tercampur dengan lemak sampel. Perhitungan kadar lemak dengan
menggunakan rumus berikut:
Kadar Lemak = Berat lemak x 100%
Berat sampel
Analisis Kadar Abu dengan Metode Tanur (AOAC 1995)
Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin dikeringkan terlebih
dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g
sampel dimasukkan dalam cawan porselin lalu diabukan dalam tanur bersuhu minimal 550o C
sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu) dan berat konstan. Setelah itu, cawan
dimasukkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus
berikut:
Kadar abu = Berat abu x 100%
Berat sampel
Analisis Kadar Karbohidrat (AOAC 1995)
Kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference yaitu diketahui dengan cara
100% dikurangkan dengan nilai total dari kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak.
Analisis Tekstur dengan Texture Profile Analyzer (Faridah et al. 2006)
Analisis tekstur dilakukan dengan menggunakan alat Texture Profile Analyzer (TPA).
Setiap formula nasi dalam kemasan kaleng (4 formula) diuji profil teksturnya dengan alat.
Prinsip kerja dari alat ini adalah sampel akan ditekan dengan menggunakan compression anvil.
Jenis probe yang digunakan untuk menekan bahan tergantung dari karakteristik bahan yang
akan diuji. Pengukuran dilakukan dengan memberikan dua kali gaya tekan terhadap sampel.
Tabel 2 menunjukkan spesifikasi pengukuran alat yang digunakan, sedangkan kurva contoh
hasil pengukuran dengan TPA dapat dilihat pada Gambar 6. Dari kurva tersebut, dapat
diperoleh informasi seperti nilai kekerasan objektif (H1), daya kohesif (A2/A1), elastisitas
(D2/D1), kelengketan (A3), kekenyalan (A2/A1 x H1), dan daya kunyah (D2/D1 x A2/A1 x
H1) produk.
22
Tabel 2. Spesifikasi Pengukuran dengan Texture Profile Analyzer(TPA)
Test Mode and Option TPA
Parameter :
Pre test speed 5.00 mm/s
Test speed 2.00 mm/s
Post test speed 10.000 mm/s
Rupture test dist 1.0 mm
Distance 5.00 mm
Force 100 g
Time 5.00 sec
Count 5
\
Gambar 6. Kurva profil tekstur dengan TPA
Sumber : http://www.tessuk.org.uk/article [29 April 2012]
Analisis Warna dengan Chromameter (Faridah et al. 2006)
Analsis warna dilakukan dengan Chromameter Minolta CR-200 dengan menggunakan
skala Yxy pada sistem CIE. Nilai ini kemudian dikonversi ke sistem Hunter dengan skala L, a,
dan b. Standar warna yang digunakan adalah warna putih dengan nilai L = 97.01, a= -169.18,
dan b = 2.53. Cara perhitungan untuk mengonversi skala sistem CIE ke sistem Hunter adalah
sebagai berikut:
L = 10 √Y
a = 17.5 √Y
b = 5.929 √Y
- 1
23
Analisis Sensori dengan Metode Uji Rating Hedonik (Adawiyah et al. 2006)
Analisis dilakukan dengan skala kesukaan atau hedonik terhadap karakteristik sensori
produk nasi dalam kemasan kaleng yang telah dibuat. Pada uji rating hedonik, 70 orang panelis
tidak terlatih diminta untuk mencicipi masing-masing sampel, dan di antara pencicipan sampel
diharuskan untuk menetralisasi indera perasa dengan air putih, kemudian panelis akan diminta
memberikan penilaian tingkat kesukaan mereka terhadap parameter tekstur, warna, rasa dan
overall dari produk dengan menggunakan tujuh tingkat skala kesukaan di mulai dari 1 (sangat
tidak suka) sampai 7 (sangat suka), tanpa membandingkan antar sampel.
Penentuan Umur Simpan dengan Metode ASLT (Pradono 2007)
Metode yang digunakan dalam penentuan umur simpan produk nasi dalam kemasan
kaleng ini adalah metode Arrhenius (k = Ko.e -Ea/RT
), pada tempat penyimpanan dengan 3
kondisi suhu yang berbeda (37o C, 45
o C, dan 55
o C). Pengamatan dilakukan setiap 7 hari
sekali selama 6 minggu untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama penyimpanan,
dengan menggunakan uji fisik (warna dan tekstur), uji mikrobiologi, dan perubahan pH. Reaksi
kehilangan mutu pada pangan pada umumnya dapat dijelaskan oleh persamaan reaksi kimia
orde nol dan satu, namun beberapa tipe kerusakan pada pangan dapat mengikuti kinetika kimia
dengan orde 1. Perhitungan umur simpan dimulai dengan memplotkan rataan nilai parameter
tertentu (skor) terhadap waktu penyimpanan per suhu penyimpanan. Plot nilai di atas dilakukan
pada orde nol dan satu. Pada orde nol, plot dilakukan antara rataan skor pengamatan (sumbu y)
dengan waktu penyimpanan (sumbu x), sedangkan orde satu plot dilakukan antara ln skor
pengamatan (sumbu y) dengan waktu penyimpanan (sumbu x).
Hasil plot di atas akan memberikan nilai k, intersep dan koefisien korelasi masing-masing
suhu penyimpanan. Untuk melihat dan menentukan orde reaksi kerusakan pangan yang
disimpan dapat ditentukan dari nilai koefisien korelasi yang lebih besar (r2). Ketika orde reaksi
kerusakan pangan telah didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah pembuatan plot
Arrhenius, dengan sumbe x menyatakan nilai 1/T (K-1
) dan sumbu y menyatakan nilai ln k dari
masing-masing suhu penyimpanan yang digunakan. Hasil plot tersebut akan memberikan nilai
k, intersep, dan koefisien korelai. Persamaan garis linier hasil pemlotan akan mengikuti
persamaan ln K = ln ko + (-Ea/R) 1/T dengan Ea/R = gradient dari plot. Dari rumus di atas
akan diperoleh nilai ko. Sedangkan umur simpan dapat diperoleh dengan rumus:
T =
dengan nilai T adalah dugaan umur simpan untuk ordo 0
T =
dengan nilai T adalah dugaan umur simpan untuk ordo 1.
Parameter yang dipakai dalam penentuan umur simpan ini adalah parameter sensori
meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur serta parameter fisik berupa warna (Nilai L,a dan b)
dan tekstur (TPA). Batas nilai kegunaan (usable quality) untuk parameter sensori dilakukan
dengan menggunakan penilaian panelis yang dibandingkan dari awal sampai ketika panelis
menilai bahwa parameter tertentu dari produk sudah tidak dapat diterima, sedangkan untuk
parameter fisik nilai batas kegunaan ditentukan berdasarkan literatur.
24
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu Rancangan Acak Lengkap
(RAL) untuk tahapan penyusunan formula. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dapat
didefinisikan sebagai rancangan dengan beberapa perlakuan yang disusun secara acak untuk
seluruh unit percobaan. Tidak ada pembatasan yang dikenakan dalam menyusun perlakuan
untuk setiap unit percobaan. Namun, pada uji rating hedonik rancangan percobaan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) karena sampel
dikelompokkan untuk melihat interaksi antarparameter uji serta meminimalisasi bias
antarpanelis. Tahap penentuan umur simpan tidak menggunakan rancangan percobaan, tetapi
menggunakan pemodelan linear karena hasil pengukuran parameter-parameter penurunan
kualitas produk akan diplotkan dengan lama masa penyimpanan dalam suatu kurva regresi
linear untuk dapat menghitung umur simpan produk.
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tahap Formulasi Nasi dalam Kemasan Kaleng
Tahap formulasi bertujuan untuk merancang produk nasi dalam kemasan kaleng yang
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Institute of Medicine (2002), yaitu produk
harus memiliki sebaran kontribusi energi dari makromolekul kabohidrat sebesar 40-50%, protein
10-15% dan lemak 35-45%. Dalam hal ini, kontribusi zat gizi mikro dan mineral tidak wajib
diperhitungkan karena komponen mikro tidak menyumbang secara signifikan terhadap kalori
produk. Komponen karbohidrat diharapkan menjadi komponen utama pada pangan darurat,
karena energi dari karbohidrat bersifat siap pakai dan cepat diurai oleh metabolisme tubuh
(Muchtadi 2002). Hal ini penting bagi masyarakat yang berada pada kondisi darurat yang asupan
energi cepat sangat dibutuhkan. Selain karbohidrat, produk pangan darurat juga membutuhkan
kandungan lemak yang cukup. Hal ini disebabkan oleh lemak yang memiliki kontribusi sangat
besar terhadap pemenuhan energi. Kontribusi 1 gram lemak setara dengan 9.2-9.3 kkal atau 2
kali lipat lebih besar daripada karbohidrat (Astawan 2004). Pada tahap formulasi dilakukan
analisis proksimat bahan baku, tahap perhitungan komposisi bahan baku dan tahap formulasi
utama.
4.1.1 Analisis Prokimat Bahan Baku
Analisis proksimat bahan baku dilakukan untuk mengetahui profil nutrisi dari setiap
bahan baku yang digunakan. Profil nutrisi ini penting untuk melakukan perhitungan komposisi
bahan baku agar dapat memenuhi persyaratan IOM. Hasil analisis proksimat menunjukkan
bahwa setiap bahan baku memiliki komponen nutrisi dominan yang berbeda. Beras yang
digunakan pada penelitian ini adalah beras semi pera dan memiliki komponen karbohidrat yang
tinggi yaitu sekitar 79-80%. Putih telur yang digunakan pada penelitian ini adalah putih telur
instan berbentuk bubuk yang memiliki kandungan protein yang sangat tinggi mencapai 78-79%.
Bahan baku lainnya adalah margarin yang kaya akan lemak. Kandungan lemak margarin yang
teruji mencapai 80%. Margarin dipilih sebagai sumber lemak karena harganya yang lebih murah
daripada mentega. Hasil analisis proksimat bahan baku secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Proksimat Bahan Baku
Bahan Komposisi (% bb)
Air Abu Lemak Protein Karbohidrat
Beras a 12.51 ± 0.023 0.25 ± 0,001 0.71 ± 0,001 6.76 ± 0,012 79.77 ± 0,009
Tepung Putih
Telur b
13.35 ± 0,001 5.51 ± 0,001 0.22 ± 0,001 78.87 ± 0,100 2.05 ± 0,002
Margarin a 17.24 ± 0,041 2.41 ± 0,001 79.79 ± 0,091 0.16 ±0,001 0.40 ± 0,001
Keterangan:
Hasil adalah nilai rata-rata (n=2) dalam persen berat basah (% bb)
Seluruh data dikategorikan teliti karena nilai RSDanalisis < RSDhitung
a = Faktor Konversi Perhitungan Kadar Protein = 6.25
b = Faktor Konversi Perhitungan Kadar Protein = 6.68
Berdasarkan hasil analisis proksimat bahan baku, terlihat bahwa setiap bahan memiliki
keunggulan spesifik pada kandungan makromolekul tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa
pemilihan beras, tepung putih telur dan margarin sebagai bahan baku utama pembuatan nasi
dalam kemasan kaleng sudah tepat dan dapat mempermudah melakukan perhitungan kontribusi
26
energi untuk penentuan formula. Menurut Astawan (2004), putih telur adalah sumber protein
murni yang baik karena kandungan proteinnya yang tinggi serta bioavalabilitasnya yang sangat
tinggi mencapai 97-98% sehingga tubuh manusia mampu memanfaatkan fungsionalitas dari
protein putih telur. Margarin merupakan sumber lemak nabati yang umum digunakan dalam
industri untuk mneggantikan mentega karena memiliki profil sensori yang hampir sama dengan
harga yang jauh lebih murah (Subarna 2008).
4.1.2 Penyusunan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng
Tahapan perhitungan komposisi bahan baku dilakukan menggunakan prinsip
kesetimbangan massa (mass balance), yaitu setiap material yang masuk (input) harus memiliki
jumlah yang sama dengan akumulasi yang terjadi selama proses dan hasil luaran (output) yang
dihasilkan (Hariyadi 2006). Komposisi perhitungan bahan baku di dalam campuran produk
dilakukan sesuai dengan data hasil analisis proksimat bahan baku. Berdasarkan hasil perhitungan
bahan baku, diperoleh empat formulasi berbeda yang dinilai memenuhi persyaratan dari IOM,
yaitu nilai energi total dari formulasi diperkirakan 35-45% berasal dari lemak, 40-50% dari
karbohidrat dan 10-15% dari protein. Selain itu ditambahkan pula serat pangan pada formulasi
ini berupa serat inulin yang merupakan jenis serat larut (soluble fiber). Sumber serat
ditambahkan secara on top, artinya ditambahkan pada jumlah yang sama di luar perhitungan
komposisi bahan baku utama yang dilakukan. Hasil perhitungan komposisi bahan baku di sajikan
dalam Tabel 4, sedangkan perhitungan secara rinci ditampilkan pada Lampiran 1-4.
Tabel 4. Komposisi Bahan Baku Penyusun Nasi dalam Kemasan Kaleng
Formula Beras Tepung Telur Margarin Serat
Inulin
Air
I 70 14 21 6.75 120
II 63 14 28 6.75 120
III 70 10.5 24.5 6.75 120
IV 73.5 10.5 21 6.75 120
Keterangan :
Perhitungan komposisi bahan baku dilakukan dalam satuan gram (g).
Penyusunan formula dilakukan dengan memperhatikan aspek gizi dan sensori dari produk
akhir. Ditinjau dari segi gizi dan kontribusi energi, keempat formula yang disusun sudah
memenuhi kriteria IOM (2002) berdasarkan kontribusi energi makro yang sudah dihitung. Dari
segi sensori, kandungan lemak yang tinggi (seperti pada formula II) diharapkan dapat memberi
cita rasa yang creamy terhadap produk akhir dan produk bersifat lebih lumas serta tidak lengket.
Kandungan karbohidrat yang tinggi (seperti pada formula IV) menyebabkan produk akhir
memiliki tekstur yang lebih keras karena sumber karbohidrat yang dipakai memiliki kandungan
amilosa yang tinggi. Penambahan serat inulin tidak berpengaruh terhadap profil sensori produk
karena serat inulin merupakan jenis serat yang larut dalam air dan tidak menimbulkan kesan
cloudy pada produk akhir (Kusnandar 2006). Serat inulin memberi pengaruh baik terhadap
sistem pencernaan manusia karena membantu perkembangan bakteri baik dipencernaan serta
mengatur penyerapan air dalam usus besar.
27
4.1.3 Pengolahan Nasi dalam Kemasan Kaleng Pra-sterilisasi
Nasi dalam kemasan kaleng yang baik akan membentuk tekstur nasi yang sesuai (tidak
terlalu keras maupun lunak). Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan nasi awal untuk
mendapat tekstur seperti yang diharapkan. Pengolahan dimulai dengan menimbang bahan baku
sesuai takaran formulasi yang telah dihitung. Kemudian dilakukan pencucian dengan air bersih
dan penambahan air sesuai komposisi. Beras yang sudah ditambah air kemudian dimasak
setengah matang dengan menggunakan api kecil yang tidak terlalu panas. Api yang terlalu panas
dapat menyebabkan penyerapan air pada beras tidak merata dan akibatnya dapat terbentuk kerak
gosong yang dapat merusak cita rasa produk.
Beras akan terus di masak sampai membentuk tekstur setengah matang dan selanjutnya
siap untuk dikalengkan. Selama proses pemasakan tersebut, terjadi pengembangan granula pati.
Adanya kandungan makromolekul selain pati, seperti lemak atau protein juga dapat
memengaruhi proses pengembangan granula. Menurut Rooney dan Lucas (2001), lemak akan
berinteraksi dengan granula pati dan mencegah terjadinya hidrasi sehingga menurunkan
viskositas pati. Komponen makromolekul lain juga dapat menahan atau menghalangi
pengembangan granula yang akhirnya berpengaruh terhadap pembentukan tekstur nasi. Oleh
karena itu, penambahan margarin (sumber lemak) dilakukan setelah pengaronan selesai agar
lemak pada margarin tidak menggangu proses gelatinisasi beras. Pencampuran margarin juga
dilakukan ketika beras setengah matang masih dalam keadaan panas sehingga mudah untuk
bercampur dengan margarin yang sudah mulai meleleh. Bahan yang mengandung karbohidrat
tinggi serta protein juga berpotensi untuk mengalami reaksi pencoklatan Mailard. Reaksi Mailard
terjadi antara karbohidrat dan protein pada suhu tinggi. Terjadinya reaksi Mailard juga
dipengaruhi oleh aw produk, semakin tinggi aw produk maka semakin besar pula peluang
terjadinya reaksi Mailard. Nilai aw yang aman dapat mencegah terjadinya reaksi Mailard adalah
di bawah 0.85 (Rui 2007). Untuk meminimalisasi terjadinya reaksi Mailard, penambahan tepung
putih telur pada produk dilakukan saat beras setengah matang sudah mulai mendingin dan
dilakukan pengadukan secara halus untuk mempercepat pencampuran. Diharapkan dapat
meminimalkan terjadinya reaksi pencoklatan Mailard, sehingga warna produk akhir tidak
menjadi coklat. Bagan proses pengolahan formula nasi dalam kemasan kaleng dapat dilihat pada
Gambar 7
28
4.2. Proses Pengalengan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng
Proses pengalengan nasi dalam kemasan kaleng dilakukan setelah formulasi selesai
dilakukan. Pengalengan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu pengamatan distrubusi panas pada retort
untuk mengetahui waktu venting and CUT, penghitungan nilai penetrasi panas dan pengalengan
produk pada satu waktu proses.
4.2.1 Penentuan Waktu Venting dan Come Up Time melalui Uji Distribusi Panas
Kurva distribusi panas menunjukkan bahwa waktu venting retort adalah 6 menit dengan
nilai CUT 22 menit. Waktu venting adalah waktu sejak uap panas dinyalakan sampai semua udara
di dalam retort telah tergantikan oleh uap panas. Waktu venting dianggap selesai ketika dalam
retort sudah tidak ada lagi udara dan suhu retort yang terbaca umumnya sudah mencapai 100oC
dan terkait hal tersebut, suhu 105oC dijadikan sebagai acuan (Hariyadi 2006). Proses venting
diperlukan untuk mengeluarkan uap udara dari dalam retort sehingga terbentuk kondisi atmosfer
dalam retort yang jenuh dengan uap air. Udara mempunyai konduktivitas panas yang rendah dan
dapat menghambat proses perambatan panas selama proses sterilisasi. Oleh karena itu, proses
venting dilakukan untuk menjamin produk pangan yang di sterilisasi telah mengalami proses
pemanasan yang cukup (Hanharan 2011).
Berdasarkan kurva tersebut (Gambar 8), tampak bahwa sebelum menit ke-6, suhu retort
meningkat secara tajam dan distribusi panas di dalam retort tidak merata. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya variasi suhu yang beragam pada setiap termokopel yang terpasang dalam retort.
Namun. setelah proses pemanasan berlangsung selama 6 menit dan retort telah mencapai suhu
sekitar 107oC, peningkatan suhu dalam retort relatif lambat dan suhu termokopel yang terbaca
oleh termorekorder relatif seragam. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi panas dalam retort telah
seragam sehingga waktu venting retort adalah 6 menit.
Gambar 7. Diagaram alir pengolahan formula nasi dalam kemasan kaleng
Beras
Ditimbang
Dicuci
Air
Dimasak setengah matang
Beras setengah matang Margarin
Tepung
putih telur
Pengalengan
29
Gambar 8. Kurva distribusi panas retort
Nilai Come Up Time (CUT) adalah waktu yang diperlukan oleh retort sejak dinyalakan
sampai mencapai suhu yang diinginkan (121.1oC). Berdasarkan kurva distribusi panas, dapat
dilihat bahwa semua termokopel telah mencapai suhu 121oC setelah pemanasan selama 22 menit
sehingga nilai CUT ditetapkan selama 22 menit. Kurva distribusi panas juga menunjukkan bahwa
seluruh titik pengukuran membutuhkan waktu yang hampir bersamaan untuk mencapai suhu retort
yang diinginkan . Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran panas dalam retort cukup merata.
Distribusi panas yang merata akan membantu penetrasi panas yang lebih baik pada produk di
manapun produk diletakkan dalam retort. Distribusi panas yang tidak merata dalam retort akan
menyebabkan produk mengalami pemanasan yang tidak merata dan akibatnya akan ada produk
yang underprocessed atau overprocessed dalam skala industri komersial, peristiwa ini dapat
menyebabkan kerugian secara ekonomi dan mengancan keamanan produk yang dihasilkan.
4.2.2 Hasil Uji Penetrasi Panas Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng
Uji penetrasi panas dilakukan dengan menggunakan 4 buah termokopel yang di pasang
pada produk dan satu termokopel yang dipasang pada retort untuk mengamati perbedaan
perubahan suhu retort dan produk. Pemasangan termokopel dilakukan dengan melubangi dinding
kaleng pada bagian yang dianggap sebagai titik terdingin yaitu pada 1/2 dari tinggi kaleng
(Hariyadi 2006). Kaleng dilubangi sesuai dengan ukuran probe termokopel dan probe termokopel
dipasang dengan teliti untuk menutupi lubang yang dibuat. Ukuran lubang yang dibuat harus
sesuai dengan ukuran probe termokopel untuk menghindari kebocoran pada kaleng saat
pemanasan.
Kurva penetrasi panas produk pada Gambar 9, 10, 11 dan 12 hal ini menunjukkan bahwa
setiap jenis formula memiliki profil penetrasi panas yang relatif tidak berbeda, hal ini dapat dilihat
dari keempat kurva penetrasi panas yang menumpuk satu sama lain. Penetrasi panas produk dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya jenis bahan (karakteristik fisik,kimia dan termal),
ukuran kaleng dan kondisi operasi retort (Hariyadi 2006). Keempat formulasi ini memiliki
komposisi dan jenis bahan penyusun yang tidak jauh berbeda, begitu pula dengan ukuran kaleng
yang dipakai serta kondisi pengoperasian retort ketika pengujian yang juga tidak berbeda. Oleh
karena itu dapat diperoleh karakteristik penetrasi panas yang serupa untuk keempat formulasi yang
diuji.
30
Berdasarkan kurva penetrasi panas yang telah diplotkan, dapat dihitung waktu operasi untuk
pemanasan produk. Waktu operasi retort adalah waktu yang diaplikasikan pada pemanasan produk
untuk mencapai nilai kecukupan panas yang diinginkan. Dalam perhitungan waktu proses harus
diketahui nilai Fo dari masing-masing formulasi, kemudian nilai Fo ini ditambahkan dengan lama
waktu retensi retort pada suhu sterilisasi yang ditetapkan (121.1oC). Waktu proses yang ditetapkan
dapat berbeda antara satu produk dengan yang lainnya, hal ini ditentukan oleh nilai kecukupan
panas (Fo) dari masing-masing produk. Nilai kecukupan panas yang relatif tidak berbeda
antarproduk dapat memberikan waktu proses yang sama. Keuntungan dari produksi yang
dilakukan pada waktu proses yang sama dalam skala industri adalah penghematan dari sisi
ekonomi (biaya yang dikeluarkan) maupun dari sisi pengeluaran energi untuk proses termal.
Gambar 9. Kurva penetrasi panas untuk formula I
Gambar 10. Kurva penetrasi panas untuk formula II
0
20
40
60
80
100
120
140
0 20 40 60 80 100
Suh
u (
oC
)
Waktu (menit)
T.retort (oC) T.rata-rata (oC)
0
20
40
60
80
100
120
140
0 20 40 60 80 100
Suh
u(
oC
)
Waktu (menit)
T.retort (oC) T.rata-rata (oC)
Suhu Retort (oC) Suhu Produk (oC)
Suhu Retort (oC) Suhu Produk (oC)
31
Gambar 11. Kurva penetrasi panas untuk formula III
Gambar 12. Kurva penetrasi panas untuk formula IV
Kurva penetrasi panas juga menunjukkan profil pemanasan (heating) dan pendinginan
(cooling) pada titik terdingin produk. Data lengkap dari hasil uji penetrasi panas dapat dilihat
di Lampiran 6-9, data yang diperoleh dari hasil uji penetrasi panas dapat digunakan untuk
menghitung nilai Fo dan memperkirakan waktu proses. Nilai Do dan Z pada suhu 121.10C
Clostridium botulinum adalah 0.21 menit dan 180F (Hariyadi et al. 2006). Dalam penelitian
ini, diharapkan terjadi penurunan jumlah C. botulinum sebanyak 12 siklus logaritma (proses
12D). Oleh karena itu, nilai Fo yang ditargetkan dalam proses sterilisasi nasi dalam kemasan
kaleng ini adalah 12 x 0.21= 2.52 pada suhu 121.10C.
4.2.3 Perhitungan Nilai Fo dengan Metode General
Metode general adalah metode yang paling teliti dalam menghitung letalitas proses
termal karena data suhu bahan hasil pengukuran dalam percobaan dapat secara langsung
digunakan dalam perhitungan tanpa asumsi dan prediksi berdasarkan persamaan hubungan
waktu dan suhu. Metode ini tidak digunakan untuk meramalkan hubungan waktu dengan suhu
dalam bahan pangan selama pemanasan, sehingga tidak umum digunakan untuk merancang
0
20
40
60
80
100
120
140
0 20 40 60 80 100
Suh
u (
oC
)
Waktu (menit)
T.retort (oC) T.rata-rata (oC)
0
20
40
60
80
100
120
140
0 20 40 60 80 100
Suh
u (
oC
)
Waktu (menit)
T.retort (oC) T.rata-rata (oC) Suhu Retort (oC) Suhu Produk (oC)
Suhu Retort (oC) Suhu Produk (oC)
32
proses termal, tetapi sering digunakan untuk evaluasi proses termal yang sedang berjalan di
industri pengalengan (Subarna et al. 2008).
Target proses sterilisasi yang dilakukan adalah 12D, yaitu proses sterilisasi harus
mampu membunuh atau mereduksi mikroba sebanayk 12 siklus logaritma dari jumlah awal
atau menurunkan jumlah mikorba pada produk dari 1 triliun sampai 1. Nilai proses 12D dapat
menjamin keamanan produk pangan hasil sterilisasi karena mampu membunuh seluruh
mikroba patogen yang dapat menyebabkan penyakit, serta mampu membunuh mikroba
pembusuk non spora dan pembentuk spora. Kemungkinan masih ada spora mikroba tahan
panas yang tersisa pada produk, namun proses 12D menjamin kalau spora mikroba ini akan
inaktif atau dorman dalam waktu yang lama (Singh 2001).
Pada metode general, nilai Fo dihitung dengan membuat plot nilai letalitas (LR)
terhadap waktu yang akan menghasilkan kurva kecepatan kematian termal (TDT). Nilai Fo
parsial diperoleh dari luas trapezium pada kurva TDT, yaitu dengan menjumlahkan dua nilai
LR yang berurutan dan kemudian dibagi dua lalu dikalikan dengan nilai perubahan waktu dari
LR satu ke LR lainnya. Nilai Fo parsial kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai Fo
total dan kemudian nilai Fo total ini dikonfirmasi dengan perhitungan nilai Fo yang dilakukan
dengan metode ball atau formula. Hasil perhitungan nilai Fo dengan metode general dapat
dilihat di Lampiran 6-9.
Berdasarkan hasil perhitungan metode general, nilai Fo dari keempat formula berkisar
antara 14-15 menit (Tabel 5) dan tidak berbeda jauh antara satu formula dengan yang lainnya.
Hal ini dikarenakan karakteristik kurva penetrasi panas serta komposisi dan perlakuan
formulasi yang tidak berbeda. Nilai Fo yang relatif tidak berbeda antarformulasi menyebabkan
keseluruhan formula dapat diproses pada satu waktu proses atau batch, sehingga dalam
pengerjaan dapat menghemat energi serta biaya. Jika nilai Fo yang didapat antarformula
berbeda, maka formula harus dikalengkan dengan waktu proses yang juga berbeda dan tidak
dapat dikerjakan dalam satu batch produksi.
4.2.4 Perhitungan Nilai Fo Nasi dalam kemasan kaleng dengan Metode Formula
Perhitungan nilai Fo produk dengan menggunakan metode formula dilakukan
dengan menggunakan data dari hasil uji penetrasi panas dari setiap formulasi nasi dalam
kemasan kaleng yang kemudian diplotkan dalam selembar kurva semilogaritma. Parameter-
parameter yang digunakan dalam metode formula ini dapat juga digunakan untuk merancang
suatu proses termal termasuk merancang waktu yang dibutuhkan (prediksi) untuk mencapai
nilai letalitas tertentu yang diinginkan. Asumsi yang dipakai adalah retort selalu berada pada
suhu proses selama waktu proses Ball (B) sehingga tidak ada pemanasan yang dilakukan
sebelum waktu proses B. Mikroba yang digunakan sebagai acuan adalah Clostridium
botulinum pada suhu 121.1o C atau 250
o F (Subarna,dkk 2008).
Proses termal dilakukan pada suhu retort 121.1oC atau 250
oF (Tr), sedangkan suhu
awal rata-rata produk berbeda antarsatu dan lainnya. Waktu yang diperlukan untuk mencapai
suhu retort adalah 22 menit (CUT). Parameter yang menggambarkan karakteristik penetrasi
panas adalah respon suhu (fh) dan lag factor (jh). Perbedaan antara suhu retort (Tr) dan suhu
produk (T) memberikan driving force yang dapat memanaskan produk sehingga seiring
dengan meningkatnya suhu produk laju pemanasan akan menurun secara eksponensial.
Perbedaan suhu (Tr-T) diukur pada setiap waktu t pada kurva semilogaritmik dan ditarik
garis linear agar didapat persamaan berikut:
33
Log (Tr-T) = log g – t/fh
Keterangan: Tr = suhu retort
T = suhu produk
g = perbedaan suhu retort dan produk pada waktu tertentu dalam kurva linier
t = waktu proses
fh = selisih waktu pada perubahan satu siklus log
Kurva semilogaritmik dari keempat fomulasi nasi dalam kemasan kaleng dapat dilihat pada
Gambar 13, 14, 15 dan 16.
Menurut Hariyadi (2006), selama proses termal dalam retort, 40% dari total waktu
CUT tidak berpengaruh terhadap pembunuhan mikroba atau tidak memiliki dampak letal
yang signifikan sehingga perhitungan waktu proses Ball dimulai dari sisanya yaitu 0.6 CUT
sampai pemanasan dihentikan. Suhu awal produk pada kurva linier yang dikoreksi dengan
nilai CUT disebut suhu awal semu (Tpi). Pehitungan dimulai pada 8.8 menit (0.4 CUT)
setelah uap dinyalakan. Dari persamaan garis kurva penetrasi panas pada kertas
semilogaritmik, diperoleh nilai (Tr-T) pada menit ke 8.8. Nilai Jh dapat diperoleh dari
membagi (Tr-T) dengan Ih dan nilai fh langsung dapat diperoleh dari kurva. Setelah semua
parameter didapatkan, kemudian dapat mulai dihitung nilai Fo-nya. Tujuan perhitungan
dengan metode formula adalah untuk mencocokkan nilai Fo metode formula dengan nilai Fo
faktual yang didapat dari metode general.
Untuk menghitung nilai Fo, perlu diketahui nilai log g, fh/U dan Fi terlebih dahulu.
Nilai log g diperoleh dari nilai jh, fh dan B yang sudah diketahui sebelumnya, sedangkan
nilai fh/U diperoleh dari tabel nilai log g versus fh/U untuk nilai Z = 18o F. Nilai Fi adalah
jumlah menit pada suhu retort yang ekuivalen dengan satu menit pada suhu standar (250o F).
Perhitungan lengkap dari metode Formula dapat dilihat pada Lampiran. 13, 14, 15 dan 16.
Berdasarkan grafik semilogaritmik hubungan antara t (menit) dengan Tr-Tp, dapat diketahui
nilai fh antarformula tidak berbeda jauh, hal ini berarti nilai difusivitas atau penyebaran panas
pada keempat formula relatif tidak berbeda.
Gambar 13. Kurva semilogaritmik hubungan antara t (menit) dengan (Tr-Tp) pada formula I
y = 226.18e-0.067x R² = 0.9043
1
10
100
1000
0 20 40 60 80
(Tr-
Tp)
o C
t (menit)
34
Gambar 14. Kurva semilogaritmik hubungan antara t (menit) dengan (Tr-Tp) pada formula II
Gambar 15. Kurva semilogaritmik hubungan antara t (menit) dengan (Tr-Tp) pada formula III
y = 177.34e-0.06x R² = 0.9504
1
10
100
1000
0 10 20 30 40 50 60
(Tr-
Tp)
o C
t (menit)
y = 251.2e-0.061x R² = 0.9412
1
10
100
1000
0 20 40 60 80
(Tr-
Tp)
o C
t (menit)
35
Gambar 16. Kurva semilogaritmik hubungan antara t (menit) dengan (Tr-Tp) pada formula IV
Tabel 5. Hasil Perhitungan Nilai Fo dengan Metode General dan Formula
Formulasi Fo (General) Fo (Formula) Waktu Proses (CUT =
22 menit, Tr=121.1oC)
I 15 menit 10 menit 40 menit
II 15 menit 10 menit 40 menit
III 14 menit 10 menit 40 menit
IV 15 menit 9 menit 40 menit
Hasil perhitungan kedua nilai Fo (dengan metode formula dan general) menghasilkan nilai
yang cukup berbeda, namun nilai Fo yang dihasilkan oleh metode formula umumnya lebih kecil
daripada yang dihasilkan oleh metode general. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai Fo yang dihitung
dengan metode general lebih besar karena proses pendinginan pada retort yang berlangsung
selama proses berjalan sangat lambat sehingga nilai letalitas saat pendinginan juga terhitung.
Waktu pendinginan yang lama dan perubahan suhu yang tidak drastis pada saat pendinginan dapat
mengakibatkan proses pendinginan memiliki nilai letalitas (Lr) yang masih signifikan, nilai
letalitas yang terakumulasi selama proses pendinginan akan mengakibatkan nilai Fo parsial dari
metode general semakin besar sehingga berdasarkan perhitungan dengan metode general nilai Fo
dari produk merupakan penjumlahan dari nilai Fo parsialnya, maka proses akan menghasilkan nilai
Fo yang lebih besar. Proses pendinginan yang lambat pada retort dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor, diantaranya tekanan pada sistem pendinginan retort yang terlalu tinggi atau sistem
pembuangan uap yang tidak lancar.
4.2.5 Proses Pengalengan Nasi dalam Kemasan Kaleng pada Satu Waktu Proses
Proses pengalengan terhadap keempat formula nasi dalam kemasan kaleng dilakukan pada
satu waktu proses yang sama. Hal ini dilakukan karena nilai Fo dari masing-masing formula yang
dihitung baik dengan metode general maupun formula tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan. Waktu proses dari suatu tahap sterilisasi diperoleh dari penambahan nilai Fo dengan
waktu retensi (penahanan) suhu retort di suhu 121.1oC atau 250
oF. Nilai waktu proses yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 40 menit. Nilai ini didapat dari nilai Fo produk (20menit)
ditambah dengan lama retensi suhu retort di 121oC yaitu selama 20 menit.
y = 285.58e-0.061x R² = 0.9442
1
10
100
1000
0 20 40 60 80
(Tr-
Tp)
o C
t (menit)
36
Proses sterilisasi produk dimulai dengan tahap pemasukan formulasi yang telah disusun
dalam kaleng. Pemasukan produk pada kaleng harus meminimalisasi ruang sisa atau headspace
pada kaleng. Ruang headspace yang terlalu besar dikhawatirkan dapat menyimpan lebih banyak
udara sehingga proses exhausting yang dilakukan harus lebih lama dan kemungkinan produk
mengalami oksidasi juga akan lebih besar (Sudrajat 2010). Dimensi kaleng yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 307 x 116, kemudian kaleng beserta produk mengalami proses exhausting,
yaitu proses pengeluaran sisa udara dalam kaleng (sebelum ditutup) melalui conveyor yang dialiri
uap panas jenuh. Tujuan dari proses exhausting ini adalah untuk mengeluarkan udara yang masih
berada di dalam kaleng agar diperoleh kondisi vakum dalam kaleng. Uap panas jenuh memiliki
energi kinetic yang lebih besar daripada udara sehingga mampu mendorong udara untuk keluar
dari kaleng (Hariyadi 2006).
Setelah proses exhausting, kaleng beserta produknya segera ditutup. Proses sealing adalah
proses penutupan kaleng dengan menggunakan sealer yang melipat lapisan keleng sehingga kedap
dan tidak bocor. Proses penutupan kaleng yang tidak sempurna dapat menyebabkan kebocoran
yang berpengaruh pada proses pengalengan seperti mengakibatkan kaleng kembung atau
rekontaminasi setelah proses. Tahap terakhir adalah pengalengan pada suhu dan waktu proses yang
sudah ditentukan dalam hal ini 40 menit di suhu 121.1oC. Produk akhir yang dikalengkan memiliki
berat kotor (produk dan kaleng) 307.6 gram dan berat bersih 225 gram (produk) berdasarkan hasil
penimbangan dengan timbangan elektronik.
4.3. Tahap Analisis Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng
Tahap analisis produk dilakukan untuk mengetahui karakteristik awal produk sekaligus
untuk memilih formulasi terbaik yang akan dikarakterisasi dalam penelitian selanjutnya. Tahap
analisis yang dilakukan adalah analisis kimia proksimat, untuk mengetahui dan mengonfirmasi
sebaran gizi produk, analisis fisik berupa analisis warna dan tekstur untuk melihat karakteristik
produk secara objektif, dan analisis sensori rating hedonik untuk melihat respon panelis terhadap
parameter warna, tekstur, rasa dan overall. Hasil ketiga analisis ini nantinya akan menjadi
pertimbangan untuk menentukan formulasi terbaik.
4.3.1 Analisis Proksimat Produk
Analisis proksimat terhadap produk akhir dilakukan untuk memastikan hasil perhitungan
sebaran gizi yang telah dilakukan sebelumnya (secara teoritis) dengan sebaran gizi aktual yang
terdapat pada produk. Analisis proksimat dilakukan terhadap parameter kandungan karbohidrat,
lemak, protein, abu dan air, sedangkan analisis kandungan nilai serat tidak dilakukan karena dalam
penelitian ini serat inulin yang digunakan adalah serat inulin murni (kemurnian >99%) dan
penggunaan serat sudah sesuai dengan aturan pakai dari produsen yaitu 3 gram per 100 gram
produk atau sekitar 6.75 gram per kaleng (225 gram). Kandungan serat pangan dalam produk
diperkirakan sekitar 2.5-3% secara perhitungan matematis karena kemurnian serat yang dipakai
mencapai 99% dan diasumsikan jumlah serat yang rusak atau hilang karena proses pemanasan
dapat diabaikan (negligible). Nilai serat pada produk pangan yang jumlahnya 2.5% per takaran saji
tergolong cukup (Kusnandar 2006).
37
Tabel 6. Hasil Analisis Proksimat Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng
Formula Karbohidrat Lemak Protein Abu Air Kalori
I 29.43±0.12 11.12±0.01 7.07±0.05 1.21±0.01 51.17±0.23 575.12
II 24.14±0.08 13.85±0.02 7.34±0.10 1.43±0.01 53.24±0.17 637.15
III 28.12±0.15 12.15±0.01 5.79±0.09 1.39±0.01 53.55±0.43 572.05
IV 30.22±0.23 10.65±0.03 6.12±0.04 1.33±0.01 51.68±0.56 563.83
Keterangan :
Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk % rata- rata bobot basah (n=2), nilai kalori dalam kkal
Tabel 7. Hasil Perhitungan Kontribusi Sebaran Energi Produk Akhir
Formula Karbohidrat (%) Lemak (%) Protein (%)
I* 48.36±0.12 40.02±0.22 11.62±0.09
II* 44.12±0.08 45.01±0.18 10.88±0.05
III**
46.45±0.21 43.97±0.10 9.24 ±0.11
IV* 50.64±0.17 39.90±0.13 10.25±0.08
Standar IOM 40-50 35-45 10-15
Keterangan: * Formula yang sesuai dengan persyaratan IOM ** Formula yang belum sesuai dengan persyaratan IOM
Tabel 8. Perbandingan Hasil Perhitungan Kontribusi Energi dengan Hasil Analisis Aktual
Deskripsi Karbohidrat (%) Lemak (%) Protein (%)
Formula I
Nilai Hitung 50.46 37.68 14.31
Nilai Analisis
48.36 40.02 11.62
Formula II
Nilai Hitung 43.69 43.26 13.19
Nilai Analisis
44.12 45.01 10.88
Formula III
Nilai Hitung 49.32 39.16 11.52
Nilai Analisis
46.45 43.17 9.24
Formula IV
Nilai Hitung 53.18 35.30 11.18
Nilai Analisis 50.64 39.90 10.25
Keterangan:
Nilai hitung adalah nilai yang didapatkan dari perhitungan secara teoritis (Lampiran 1a-d)
Nilai analisis adalah nilang yang dihitung dari hasil analisis proksimat aktual (Lampiran 5a-
d).
Hasil analisis proksimat produk menunjukkan bahwa terdapat sedikit perbedaan antara hasil
perhitungan teoritis dengan hasil analisis aktual, namun perbedaan yang didapat relatif tidak besar
(perbedaan kurang dari 5%). Hal ini diduga karena perhitungan teoritis tidak memperhitungkan
kemurnian aktual dari bahan baku. Perbandingan antara hasil analisis proksimat sebenarnya
dengan perhitungan teoritis dapat dilihat pada Tabel 8, sedangkan data lengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 14,15,16 dan 17. Hasil analisis menunjukkan bahwa Formulasi I, II, dan IV sudah
memenuhi kriteria Institute of Medicine (IOM), sedangkan Formulasi III sumbangan gizi dari
38
konponen proteinnya masih kurang, yaitu 9.57% (persyaratan IOM untuk protein adalah 10-15%).
Nilai kalori produk berkisar antara 500-600 kkal per takaran saji produk (225 gram)
4.3.2 Analisis Fisik Produk
Parameter warna
Analisis warna secara objektif dilakukan dengan alat Chromameter Minolta CR-200.
Prinsip kerja dari alat chromameter adalah rekfraksi dari cahaya yang dipantulkan oleh bahan dan
ditangkap oleh detektor alat. Kalibrasi alat dilakukan dengan menekan tombol "calibrate" pada
alat dan standar kalibrasi yang digunakan adalah warna putih dengan nilai L = 97.01, nilai a = -
169.18 dan nilai b = 2.53. Kemudian measuring head diletakkan pada produk dan alat akan
melakukan pengukuran sebanyak tiga kali (Damayanti 2009).
Skala yang paling umum digunakan dalam analisis warna dengan chromameter adalah skala
L, a dan b. Nilai L menunjukkan kecerahan (lightness) dari produk, jika semakin tinggi nilai L
maka produk akan semakin cerah (0 = hitam dan 100 = putih). Warna kromatik campuran merah-
hijau ditunjukkan oleh nilai a, a(+) = 0-80 untuk warna merah dan a(-) = 0-(-)80 untuk warna
hijau, sedangkan untuk warna kromatik campuran biru-kuning ditunjukkan oleh nilai b dengan
b(+) = 0-70 untuk warna kuning dan b(-) = 0-(-)70 untuk warna biru. Hasil pengukuran warna
dengan menggunakan chromameter untuk keempat formulasi produk dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Pengukuran Warna Produk dengan Chromameter
Formula Nilai L Nilai a Nilai b
I +72.71 ± 0.031 a +1.51 ± 0.001
b +24.16 ± 0.014
a
II +73.06 ± 0.005 a +1.21 ± 0.008
b +24.04 ± 0.017
a
III +73.16 ±0.007 a +1.77 ± 0.004
a +25.10 ± 0.008
a
IV +72.73 ± 0.067 a +1.90 ± 0.009
a +23.81 ± 0.019
b
Keterangan :
Data merupakan hasil rata-rata (n=3) Huruf yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan sampel berbeda nyata (p<0.05)
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai L produk berkisar antara 71-73, nilai L (kecerahan)
ini terlihat tidak berbeda nyata antara produk yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan
jenis beras yang digunakan dan waktu proses yang diaplikasikan sama. Jenis beras dan waktu
proses berpengaruh terhadap warna produk akhir. Semakin tinggi kandungan amilosa dari beras,
maka akan semakin besar kecenderungannya untuk menyerap air sehingga warnanya akan menjadi
lebih putih (Hariyadi 2006), sedangkan waktu proses yang terlalu lama maupun terlalu singkat
juga dapat memengaruhi warna produk melalui fenomena overcooked dan undercooked. Nilai
kecerahan produk yang mendekati 100 menunjukkan bahwa warna produk cenderung cerah
(mendekati putih) hal ini juga disebabkan oleh penambahan putih telur juga berwarna putih,
sehingga meningkatkan kecerahan produk.
Penambahan putih telur dapat memengaruhi warna produk karena kemungkinan terjadinya
reaksi Malilard pada produk yaitu reaksi antara protein (dari putih telur) dengan karbohidrat (dari
beras), namun pengaruh pencoklatan Mailard tidak terlihat dalam produk ini karena nilai
kecerahannya tetap tinggi. Nilai a menunjukkan warna kromatik merah dan hijau, jika semakin
besar nilai a (semakin positif) warna yang ditunjukkan akan cenderung merah. Produk nasi dalam
kemasan kaleng memiliki nilai a yang berkisar antara 1.2 - 1.9, nilai yang diperoleh antara satu
formula dengan formula lainnya juga terlihat serupa satu dengan yang lain. Nilai a yang kecil
39
menunjukkan kalau warna merah (ataupun hijau) tidak terlalu tampak pada produk ini. Nilai b
menunjukkan warna kuning biru. Nilai b dari produk berkisar antara +23 - +25, tidak terlalu nyata
antara satu formulasi dengan formulasi lainnya. Nilai b ini menunjukkan bahwa produk memiliki
kecenderungan berwarna kuning (nilai b positif). Hal ini dikarenakan dalam produk terdapat
kandungan margarin yang berwarna kuning sehingga memengaruhi warna akhir produk. Secara
umum warna produk akhir dipengaruhi oleh jenis bahan baku penyusunnya dan juga waktu proses
produk.
Parameter tekstur
Tekstur produk dianalisis secara objektif dengan alat Texture Profile Analyzer (TPA).
Prinsip kerja alat ini sesuai dengan prinsip mekanik mulut manusia ketika mengunyah makanan
probe bergerak dan mengukur sesuai dengan prinsip mekanis penguyahan makanan oleh mulut.
Alat TPA dibuat dengan pengukuran terhadap kekerasan dan daya tarik selama pengujian
berlangsung (Faridah et al. 2006). Jenis probe yang digunakan pada pengukuran ini adalah 35 mm
cylinder probe (p35). Sampel yang akan diuji ditaruh di bidang uji, kemudian probe akan secara
perlahan-lahan diturukan sampai akhirnya menekan sampel sebanyak dua kali dan hasilnya terbaca
pada alat. Tekanan yang diberikan oleh probe akan membentuk dua puncak pada grafik. Puncak
pertama menunjukkan kekerasan sampel. Parameter yang dapat ditunjukkan oleh hasil analisis
TPA di antaranya: kekerasan, elastisitas, daya kohesif, kekenyalan, daya kunyah, dan kelengketan.
Hasil pengukuran sampel dengan alat TPA dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Pengukuran Tekstur Produk dengan TPA
Parameter Formula I Formula II Formula III Formula IV
Kekerasan 331.32 ± 5.67 ab
314.52 ± 6.192 b 336.39 ± 3.977
ab 390.78 ± 8.912
a
Elastisitas 0.985 ± 0.032 a 1.000 ± 0.000
a 0.999 ± 0.000
a 0.931 ± 0.087
a
Daya Kohesif 0.404 ± 0.012 b 0.514 ± 0.023
a 0.484 ± 0.034
ab 0.498 ± 0.043
ab
Kekenyalan 134.23 ± 2.312 c 163.36 ± 6.974
b 164.58 ± 7.113
b 192.32 ± 9.893
a
Daya Kunyah 132.45 ± 3.456 b 163.36 ± 6.974
a 159.89 ± 6.892
a 179.82 ± 10.349
a
Kelengketan 2.589 ± 0.231 ab
1.227 ± 0.098 a 2.232 ± 0.981
ab 4.264 ± 0.987
b
Keterangan:
Nilai Kekerasan ditunjukkan oleh ketinggian kurva pertama yang dihasilkan oleh produk.
Nilai Elastisitas diperoleh dari jarak puncak kedua kurva dibagi dengan jarak kurva pertama.
Nilai Kohesifitas diperoleh dari luas area kurva kedua dibagi dengan luas area kurva pertama.
Nilai Kekenyalan diperoleh dari nilai kekerasan dikali dengan daya kohesif.
Nilai Daya Kunyah diperoleh dari nilai elastisitas dikali dengan nilai kekenyalan.
Nilai Kelengketan diperoleh dari nilai absolut luas kurva yang bernilai negatif.
Huruf yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan beda nyata (p<0.05).
Kekerasan adalah daya tahan suatu bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan.
Sifat keras menyatakan sifat benda atau produk pangan padat yang tidak deformasi. Faktor
perbedaan komposisi formulasi menyebabkan perbedaan kekerasan pada taraf nyata 5%.
Kekerasan produk berkisar antara 300-400 dan formula IV memiliki nilai kekerasan tertinggi.
Formula IV adalah formula dengan komposisi beras paling banyak di antara formula lainnya,
sehingga kandungan pati dalam formula IV paling tinggi. Kekerasan produk berbahan dasar beras
ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya lama waktu proses. Kekerasan menurun seiring
dengan semakin lama waktu proses yang diaplikasikan. Faktor lainnya adalah kandungan pati
(amilosa) dalam bahan. Semakin tinggi kandungan amilosa suatu bahan, maka semakin keras
tekstur dari produk yang dihasilkan. Amilosa memiliki struktur yang cenderung heliks sehingga
40
dapat memerangkap molekul lain seperti asam lemak dan membentuk kompleks yang mengurangi
kelengketan serta meningkatkan kekerasan (Hariyadi 2006). Selain itu, kekerasan dari gel pati
dingin juga dapat disebabkan oleh adanya proses retrogradasi. Pati yang dapat membentuk gel
yang lebih keras cenderung memiliki kandungan amilosa tinggi dan rantai amilopektin yang lebih
panjang (Sindhu dan Sigh 2006 dalam Valentina 2009).
Elastisitas adalah daya tahan bahan untuk putus akibat gaya tarik. Elastisitas didapatkan
dengan membagi jarak antara puncak kedua dengan jarak puncak pertama pada kurva yang
dihasilkan oleh TPA. Nilai elastisitas yang didapatkan juga tidak terlalu berbeda antarformulasi
yaitu berkisar di antara 0.9-1.0 dan nilai tersebut tidak menunjukkan perbedaan nyata pada taraf
5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan formulasi produk tidak menyebabkan
perbedaan nyata terhadap nilai elastisitas. Daya kohesif adalah perbandingan antara luas kurva
kedua dengan luas kurva pertama, sifat kohesif ini dipengaruhi oleh interaksi antarmolekul. Nilai
daya kohesif dari produk berkisar antara 0.4-0.5. Nilai yang relatif kecil ini menunjukkan bahwa
interaksi yang terjadi antarmolekul tidak terlalu kuat.
Kekenyalan adalah daya tahan bahan untuk lepas atau pecah oleh adanya gaya tekan.
Umumnya kekenyalan produk berkorelasi positif dengan kekerasan. Kekenyalan juga dipengaruhi
oleh lama dan suhu proses serta kandungan amilosa, yaitu semakin tinggi suhu proses dan lama
waktu proses, kekenyalan akan semakin menurun. Kandungan amilosa yang tinggi akan membuat
kekenyalan meningkat. Nilai kekenyalan produk yang didapat berkisar antara 130-200, dan produk
dengan formula IV memiliki nilai kekenyalan tertinggi.
Daya kunyah berhubungan dengan tesktur produk ketika dikunyah di dalam mulut dan
merupakan nilai tekanan yang dibutuhkan untuk mengunyah sampel hingga hancur dan dapat
ditelan. Daya kunyah dihitung dari nilai elastisitas dikali dengan kekenyalan sehingga semakin
besar nilai kekenyalan atau elastisitas maka semakin besar pula nilai daya kunyahnya. Faktor-
faktor yang memengaruhi kekenyalan dan elstisitas juga akan memengaruhi daya kunyah. Daya
kunyah produk berkisar antara 130-150.
Kelengketan adalah sifat interaksi antara produk dengan benda lain (mulut). Kelengketan
diukur dari daya yang dibutuhkan untuk menarik alat yang menekan produk (probe) dan
ditunjukkan oleh luasan area negatif pada kurva yang dihasilkan oleh TPA, yaitu semakin besar
luasan negatif maka semakin besar kelengketan produk. Kelengketan produk akan lebih tinggi
pada beras yang pulen daripada yang pera, hal ini menunjukkan semakin tinggi kadar amilosa
suatu produk, maka kelengketannya akan semakin rendah (semakin tidak lengket). Nilai
kelengketan produk yang terukur berkisar 2-4 yang menunjukkan bahwa produk kurang memiliki
karakteristik lengket. Penambahan margarin dalam menurunkan kelengketan produk, hal ini
terlihat dari formula II yang merupakan formula tinggi lemak, memiliki nilai kelengketan yang
paling kecil.
4.3.3. Uji Rating Hedonik untuk Menentukan Formula Terbaik
Uji rating hedonik dilakukan terhadap keempat formulasi nasi dalam kemasan kaleng
dalam dua kondisi penyajian sampel yaitu sampel yang disajikan dingin (sampel 1,3,5 dan 7) dan
hangat (sampel 2,4,6 dan 8) untuk keempat formulasi. Panelis yang digunakan adalah sebanyak 70
orang panelis tidak terlatih yang merupakan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Panelis
diminta untuk menilai parameter-parameter analisis sensori dari sampel yang disajikan yaitu
meliputi parameter warna, tekstur, rasa dan keseluruhan. Lembar kuisioner uji hedonik dapat
dilihat pada Lampiran 18. Skala yang digunakan dalam pengukuran ini adalah skala kategori 7
41
poin dengan deskripsi sebagai berikut; 1= sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4
= netral, 5 = agak suka, 6 = suka dan 7 = sangat suka.
Tabel.11. Respon Panelis terhadap Sampel Nasi dalam Kemasan Kaleng
Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur Overall
1 5,3 ± 0,67 a 5,9 ± 0,47
a 6,0 ± 0,22
c 5,6 ± 0,34
c 6,0 ± 0,31
c
2 5,4 ± 0,13 a 6,0 ± 0,53
b 6,3 ± 0,34
de 5,9 ± 0,28
de 6,3 ± 0,27
d
3 5,4 ± 0,44 a 5,0 ± 0,21
b 5,0 ± 0,19
a 4,6 ± 0,16
a 4,9 ± 0,13
a
4 5,7 ± 0,29 bc
5,2 ± 0,88 c 5,5 ± 0,20
b 5,1 ± 0,19
b 5,3 ± 0,18
b
5 5,7 ± 0,11 bc
5,7 ± 0,14 c 6,0 ± 0,34
c 5,7 ± 0,41
cd 6,0 ± 0,23
c
6 5,7 ± 0,76 b 6,0 ± 0,23
c 6,4 ± 0,21
de 6,1 ± 0,22
e 6,3 ± 0,34
d
7 5,8 ± 0,51 bc
6,2 ± 032 d 6,1 ± 0,19
cd 5,9 ± 0,32
e 6,4 ± 0,45
d
8 5,9 ± 0,49 c 6,3 ± 0.21
e 6,4 ± 0,23
e 6,3 ± 0.33
f 6,5 ± 0,26
d
Keterangan:
Sampel 1,3,5 dan 7 adalah formula I,II,III, dan IV tanpa pemanasan (secara berurutan)
Sampel 2,4,6 dan 8 adalah formula I,II,III, dan IV dengan pemanasan (secara berurutan)
Huruf yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan bahwa sampel berbeda nyata (p<0.05)
Nilai tertera adalah rata-rata skor dari 70 panelis dengan standar deviasi
Gambar 17. Diagram hasil uji rating hedonik untuk perlakuan sampel tanpa pemanasan
Gambar 18. Diagram hasil uji rating hedonik untuk perlakuan sampel dengan pemanasan
0
1
2
3
4
5
6
7
Warna Rasa Aroma Tekstur Overall
Sko
r ke
suka
an
Parameter sensori
F1
F2
F3
F4
0
1
2
3
4
5
6
7
Warna Rasa Aroma Tekstur Overall
Sko
r ke
suka
an
Parameter sensori
F1
F2
F3
F4
Parameter Uji Hedonik
Parameter Uji Hedonik
42
Tabel 11 menunjukkan respon kesukaan panelis terhadap produk nasi dalam kemasan kaleng,
sedangkan Gambar 17 dan 18 menunjukkan diagram perbandingan skor panelis terhadap setiap
parameter sensori yang diuji untuk masing-masing formulasi. Berdasarkan hasil uji hedonik, nasi
dalam kemasan kaleng yang dipanaskan memiliki nilai kesukaan yang lebih tinggi daripada yang
tidak dipanaskan untuk keempat formulasi dan umumnya menunjukkan hasil yang berbeda nyata
antara perlakuan pemanasan dan tanpa pemanasan pada berdasarkan hasil uji ANOVA dengan
menggunakan SPSS 16.0 pada taraf signifikansi 5%. Pemanasan dilakukan selama 20 menit untuk
setiap formulasi sebelum disajikan ke panelis. Parameter warna dan tekstur adalah parameter uji
hedonik yang mendapat nilai paling kecil diantara parameter lainnya untuk setiap formulasi baik
untuk perlakuan yang dipanaskan maupun tidak.
Nilai kesukaan panelis untuk masing-masing formulasi untuk perlakuan yang tidak
dipanaskan berada pada taraf “agak suka sampai dengan suka” (skor antara 5-6), sedangkan proses
pemanasan terbukti mampu meningkatkan taraf kesukaan panelis menjadi “suka” (skor 6) untuk
seluruh parameter sensori. Berdasarkan hasil uji rating hedonik terhadap keempat formula, formula
IV adalah formula yang memiliki nilai hedonik tertinggi untuk semua parameter uji (warna, rasa,
aroma, tekstur dan overall) baik untuk perlakuan yang dipanaskan maupun tidak. Formula IV
terdiri dari 73,5 gram beras, 10,5 gram tepung putih telur dan 21 gram margarin dan memiliki
komposisi gizi berdasarkan hasil analisis proksimat produk akhir sebagai berikut; 30,22%
karbohidrat, 10,65% lemak dan 6,12% protein. Seluruh formula yang dibuat sudah memenuhi
persyaratan gizi yang direkomendasikan oleh Institute of Medicine (2002), kecuali formula III.
Oleh karena itu, dasar pemilihan formula terbaik lebih diarahkan kepada hasil dari uji hedonik dan
formula IV dipilih sebagai formulasi terbaik karena mendapatkan nilai kesukaan panelis tertinggi
diantara formula-formula lainnya, selanjutnya formula IV menjadi sampel uji umur simpan selama
6 minggu.
4.4. Penentuan Umur Simpan Produk dan Masa Kadaluarsa
Umur simpan produk pangan dapat diduga untuk menentukan masa simpan produk tersebut
dengan menggunakan dua metode utama yaitu Extended Storage Study (ESS) dan Accelerated
Storage Study (ASS). Metode ESS juga sering disebut sebagai metode konvensional yaitu metode
penentuan umur simpan suatu produk dengan menyimpan produk tersebut pada kondisi
penyimpanan normal sehari-hari dan diamati perubahan mutu selama penyimpanannya sampai
kadaluarasa. Metode ini dinilai lebih akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang panjang
dan parameter perubahan mutu yang lebih banyak sehingga metode ESS hanya cocok untuk
digunakan pada produk yang memiliki masa kadaluarasa kurang dari 3 bulan (Arpah dan Rahayu
2001).
Metode Accelerated Storage Study (ASS) digunakan untuk mempercepat pendugaan umur
simpan sehingga kondisi pada metode ini sengaja dibuat di luar kondisi penyimpanan normal agar
produk lebih cepat rusak dan umur simpan dapat diduga dengan cepat. Model yang diterapkan
pada metode ini menggunakan pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arhennius
yaitu pendekatan yang menggunakan teori kinetika reaksi yang pada umumnya memiliki ordo.
Ordo kinetika reaksi untuk bahan pangan umumnya adalah ordo nol atau ordo satu. Menurut
Syarief (2001), untuk menganalisis produk pangan dengan metode akselerasi diperlukan beberapa
parameter yang bersifat kuantitatif.
Nasi dalam kemasan kaleng merupakan produk pangan yang seharusnya memiliki umur
simpan yang panjang. Umur simpan produk pengelengan pada umumnya lebih dari 2 tahun
(Suyatma 2006) dikarenakan proses sterilisasi yang dilakukan seharusnya mampu untuk
43
memusnahkan semua mikroba pembusuk yang ada pada produk sampai pada taraf aman. Umur
simpan yang panjang ini membuat produk nasi dalam kemasan kaleng dapat dianalisis dengan
menggunakan metode ASS. Penentuan umur simpan nasi dalam kemasan kaleng dilakukan pada
tiga suhu penyimpanan yang dianggap mampu mempercepat kerusakan nasi dalam kemasan
kaleng yaitu pada suhu 37oC, 45
oC dan 55
oC. Selama proses penyimpanan ada 2 parameter yang
diamati, yaitu parameter sensori yang meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur dan parameter fisik
yang meliputi warna dan tekstur, parameter fisik diamati hanya sebagai parameter pendukung.
Semua parameter tersebut diamati selama 6 minggu dengan waktu pengamatan setiap 1 minggu
sekali.
4.4.1 Analisis Sensori
Analisis sensori diamati dengan menggunakan panelis enam orang terlatih. Menurut
Rahayu dan Arpah (2003), panelis terlatih yang dapat digunakan dalam penentuan umur simpan
produk adalah 5-8 orang panelis. Ada empat parameter yang diamati yaitu warna, rasa, aroma dan
tekstur. Panelis diminta memberi skor sesuai dengan perbedaan yang dirasakan antara produk yang
telah disimpan dengan standar pada setiap selang waktu pengamatan. Sebelumnya panelis telah
diperlihatkan perbandingan antara produk yang masih baik (baru diproduksi) dengan produk yang
sudah sengaja dirusakkan. Melalui perbandingan tersebut, panelis bersama-sama mengembangkan
parameter skor dan deskripsi dari setiap skor yang diberikan dalam score sheet yang dapat dilihat
pada Lampiran 19. Dengan mengambil skor tertentu (yang disepakati oleh panelis sebagai kondisi
penurunan mutu produk sudah tidak dapat diterima) maka batas umur simpan produk dapat
dianalisis dengan menggunakan grafik hubungan rata-rata antara skor dan waktu.
Parameter warna
Parameter warna yang diamati adalah penurunan warna produk nasi dalam kemasan kaleng
dari awal produksi sampai rusak. Berdasarkan hasil diskusi panelis, ditetapkan bahwa warna nasi
dalam kemasan kaleng yang masih segar adalah putih kekuning-kuningan cerah (skor 10),
sedangkan warna dari produk nasi dalam kemasan kaleng yang sudah rusak adalah kuning kusam
dan sedikit terdapat bercak kecoklatan. Setiap minggu, panelis memberi nilai penurunan mutu
parameter warna nasi dalam kemasan kaleng sesuai dengan deskripsi yang telah ditetapkan sampai
parameter warna nasi dalam kemasan kaleng dianggap sudah tidak dapat diterima lagi.
Berdasarkan hasil pengamatan setiap minggu terlihat bahwa penurunan mutu warna paling
cepat terjadi pada penyimpanan suhu 55oC, sedangkan pada penyimpanan suhu 37
oC dan 45
oC,
penurunan mutu parameter warna yang diamati panelis berjalan lebih lambat. Rekapitulasi hasil
pengamatan parameter warna pada ketiga suhu penyimpanan selama 6 minggu dapat dilihat pada
Gambar 19. Warna dari produk nasi dalam kemasan kaleng dipengaruhi oleh komposisi bahan
baku penyusunnya. Nasi dalam kemasan kaleng yang memiliki bahan baku penyusun yang tinggi
kadar proteinnya melalui penambahan tepung putih telur dan tinggi kadar karbohidrat dari beras
akan dapat mengalami perubahan warna akibat reaksi Mailard.
Reaksi Mailard adalah reaksi pencoklatan non-enzimatis yang terjadi antara asam amino dari
protein dengan gula sederhana dari karbohidrat (Kusnandar 2008). Reaksi pencoklatan Mailard
akan berlangsung lebih cepat pada suhu lebih tinggi (Fennema 2000), namun demikian pengaruh
suhu dalam mempercepat reaksi pencoklatan Mailard masih belum dapat dijelaskan secara pasti.
Warna coklat yang disebabkan oleh reaksi Mailard dapat bersifat diinginkan maupun tidak
diinginkan. Pada beberapa produk, seperti produk nasi, warna yang coklat atau gelap lebih
dipersepsikan dengan kerusakan.
44
Gambar 19. Hasil pengamatan parameter sensori warna
Parameter rasa
Rasa produk nasi dalam kemasan kaleng menurut panelis adalah gurih. Kegurihan produk
akan hilang ketika produk sudah rusak. Rasa gurih ini diperoleh dari penambahan margarin dan
perisa kaldu ayam. Kandungan lemak yang tinggi pada margarin memberi rasa gurih dan sedikit
asin pada produk. Dari hasil penilaian panelis, parameter rasa adalah yang paling lama berubah
(menurun) selama pengamatan di ketiga suhu. Parameter rasa yang paling cepat berubah adalah
produk yang disimpan pada suhu 55oC.
Perubahan rasa selama penyimpanan pangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya faktor kimia dan mikrobiologis (Rahayu dan Arpah 2003). Beberapa produk pangan
mengalami interaksi kimiawi selama penyimpanan yang menyebabkan perubahan rasa seperti
penurunan kapasitas antioksidan atau penurunan kandungan asam organik selama penyimpanan
yang diakibatkan rusaknya senyawa selama waktu penyimpanan (Igual et al. 2010). Tingginya
suhu penyimpanan juga dapat mempengaruhi rasa produk selama penyimpanan, suhu yang tinggi
cenderung mempercepat kinetika reaksi perusakan produk seperti kerusakan asam amino atau
protein, antioksidan dan beberapa senyawa asam lemak rantai pendek yang bersifat lebih volatil
(Pradono 2007).
Selain penyebab kimiawi, perubahan citarasa produk pangan selama penyimpanan dapat
disebabkan oleh faktor mikrobiologis. Pada produk pangan kaleng, terjadinya kontaminasi silang
atau rekontaminasi selama proses pendinginan atau kerusakan kaleng dan kegagalan proses
pengeliman sempurna (sealing) dapat menyebabkan kontaminasi bakteri, salah satunya adalah
kontaminasi bakteri Bacillus coagulans yang memproduksi asam dan dapat menyebabkan rasa
produk menjadi asam. Bakteri tersebut bersifat anaerobik fakultatif dan dapat tumbuh pada suhu
30-55oC. Kerusakan yang diakibatkan oleh bakteri B. coagulans disebut flat sour, yaitu
penampakan kaleng normal (tidak rusak atau mengembung), tetapi pH produk dalam kaleng terus
mengalami penurunan secara tajam dibandingkan dengan produk normal sehingga rasa produk
berubah menjadi lebih asam (Suliantari et al. 2006). Namun fenomena ini tidak teramati pada nasi
dalam kemasan kaleng yang diproduksi. Hasil pengamatan terhadap parameter sensori rasa dapat
dilihat pada Gambar 20.
0
5
10
15
0 10 20 30 40 50
Sko
r P
ane
lis
Lama Penyimpanan (Hari)
Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oCSuhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC
45
Gambar 20. Hasil pengamatan sensori parameter rasa
Aroma
Parameter aroma produk yang baru dideskripsikan sebagai aroma bahan baku penyusunnya
yaitu aroma margarin, nasi atau putih telur. Pada produk yang sudah rusak, terdeteksi beberapa
penyimpangan aroma seperti aroma yang mulai tengik atau amis. Selama 6 minggu waktu
pengamatan, aroma produk terus menurun, namun penurunan yang terdeteksi oleh panelis relatif
tidak antarpengamatan.
Salah satu penyebab perubahan aroma pada pangan yang mengandung lemak dan protein
tinggi adalah peristiwa oksidasi lemak yang terjadi selama penyimpanan. Oksidasi lemak dapat
terjadi dengan bantuan udara atau oksigen yang umumnya mengoksidasi lemak dengan ikatan
ganda, namun oksidasi lemak juga dapar berlangsung tanpa paparan dari udara, peristiwa ini
disebut autooksidasi. Menurut Kusnandar (2008), peristiwa autooksidasi dapat terjadi pada produk
pangan dengan nilai aw lebih besar dari 0.75. Autooksidasi dapat merusak struktur lemak dengan
rantai panjang dan menyebabkan ketengikan. Pada produk nasi dalam kemasan kaleng yang
bersifat vakum (kedap udara), peristiwa autooksidasi lemak dapat terjadi dan menyebabkan bau
tengik terdeteksi pada produk yang sudah lama disimpan. Selain oksidasi lemak, peristiwa
denaturasi protein juga dapat berpengaruh pada aroma produk, denaturasi protein yang melepaskan
asam amino sulfurik dapat menyebabkan bau tidak sedap pada produk. Hasil pengamatan sensori
untuk parameter aroma dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Hasil pengamatan parameter sensori aroma
Parameter tekstur
Parameter tekstur adalah parameter sensori yang paling krusial dari produk nasi dalam
kemasan kaleng. Menurut pengamatan panelis pada saat awal perkenalan produk, parameter
0
5
10
15
0 10 20 30 40 50
Sko
r P
ane
lis
Lama Penyimpanan (Hari)
Series1 Series2 Series3
0
5
10
15
0 10 20 30 40 50
Sko
r P
ane
lis
Lama Penyimpanan (Hari)
Series1 Series2 Series3
Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu55oC
Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC
46
tekstur adalah parameter yang paling jelas membedakan antara produk yang masih baik dan yang
sudah rusak. Produk yang masih baik dideskripsikan memiliki tekstur yang pulen serta mudah
disendok, sedangkan produk yang sudah rusak dideskripsikan memiliki tekstur yang keras,
berpasir dan sulit disendok. Hasil pengamatan sensori menunjukkan kalau parameter tekstur
adalah parameter yang paling cepat berubah atau menurun dibandingkan dengan parameter sensori
lainnya selama penyimpanan.
Pada produk nasi, tekstur nasi akan semakin mengeras seiring dengan lamanya waktu
penyimpanan. Fenomena ini dihubungkan dengan peristiwa retrogradasi pati yang terjadi selama
penyimpanan. Selama penyimpanan, pati yang telah tergelatinisasi secara perlahan akan kembali
membentuk ikatan hidrogen kembali dan melepas air selama proses pembentukan kembali ikatan
hidrogen. Air yang terlepas dari granula pati akan membuat tekstur nasi menjadi lebih keras dan
kering. Peristiwa ini dapat dihambat dengan menyimpan produk pada suhu yang lebih tinggi
(hangat). Hasil pengamatan perubahan tekstur produk selama penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 22.
Gambar 22. Hasil pengamatan parameter sensori tekstur.
4.4.2 Analisis Fisik
Analisis fisik yang diamati selama 6 minggu masa penyimpanan adalah parameter warna
dan tekstur. Hasil pengamatan analisis fisik secara objektif digunakan untuk mendukung hasil
analisis sensori. Pengamatan parameter warna dilakukan dengan Chromameter, sedangkan
parameter tekstur dilakukan dengan Texture Profile Analyzer (TPA). Pengamatan fisik untuk
tekstur dan warna dilakukan selama 6 minggu dengan rentang pengamatan setiap 7 hari.
Parameter warna.
Perubahan parameter warna produk nasi dalam kemasan kaleng diamati selama enam
minggu dengan rentang pengamatan setiap tujuh hari. Ada tiga komponen yang diamati, yaitu nilai
L (kecerahan), nilai a (merah-hijau), dan nilai b (kuning-biru). Nilai ketiga komponen selama
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 23, 24 dan 25.
0
2
4
6
8
10
0 10 20 30 40 50
Sko
r P
ane
lis
Lama Penyimpanan (Hari)
Series1 Series2 Series3Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC
47
Gambar 23. Stabilitas nilai L selama penyimpanan
Gambar 24. Stabilitas nilai a selama penyimpanan
Gambar 25. Stabilitas nilai b selama penyimpanan
Selama pengamatan, terlihat bahwa nilai L pada suhu 37oC cenderung tetap, sedangkan pada
suhu 45oC dan 55
oC mengalami penurunan. Penurunan nilai L menandakan terjadinya penurunan
kecerahan warna produk selama penyimpanan, hal ini sesuai dengan hasil pengamatan sensori
69707172737475
0 10 20 30 40 50
Nila
i L
Lama Penyimpanan (Hari)
Series1 Series2 Series3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
0 10 20 30 40 50
Nila
i a
Lama Penyimpanan (Hari)
Series1 Series2 Series3
24
25
26
27
28
0 10 20 30 40 50
Nila
i b
Lama Penyimpanan (Hari)
Series1 Series2 Series3
Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC
Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC
Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC
48
yang menunjukkan bahwa warna produk mengalami penurunan dari waktu ke waktu selama
penyimpanan, terutama pada produk yang disimpan pada suhu 45oC dan 55
oC. Nilai a dan nilai b
selama pengamatan cenderung tidak banyak berubah selama penyimpanan pada ketiga suhu
penyimpanan. Peningkatan nilai a menunjukkan bahwa warna merah semakin lama semakin
menguat.Berbeda halnya pada nilai b yang sedikit menurun pada ketiga suhu penyimpanan menuju
warna yang kuning semakin pudar.
Parameter Tekstur (Kekerasan)
Hasil pengamatan tekstur menunjukkan bahwa kekerasan produk meningkat seiring dengan
semakin lama masa simpan. Penurunan mutu tekstur paling signifikan terjadi pada produk yang
disimpan pada suhu 55oC, yaitu tekstur produk yang semakin mengeras dan ini ditunjukkan
dengan semakin meningkatnya nilai kekerasan produk yang terbaca oleh alat. Hal yang sama juga
terjadi pada produk yang disimpan pada suhu 37oC dan 45
oC, yaitu terjadi kenaikan nilai
kekerasan selama penyimpanan. Hasil pengamatan tekstur secara objektif ini mendukung hasil
pengamatan parameter tekstur secara sensori, yaitu panelis menilai tekstur produk semakin
menurun selama waktu penyimpanan karena kekerasan yang meningkat. Hasil pengamatan
parameter fisik tekstur dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Nilai parameter kekerasan selama penyimpanan
4.4.3 Penentuan Ordo Reaksi untuk Setiap Parameter
Data perubahan parameter fisik dan sensori pada produk nasi dalam kemasan kaleng
selama penyimpanan dapat diplotkan dalam bentuk kurva yang disajikan dalam bentuk kurva linier
dan kurva eksponensial. Kurva berbentuk linier menunjukkan Ordo Nol dan kurva eksponensial
menunjukkan Ordo Satu. Penetapan ordo reaksi berkaitan dengan laju perubahan mutu. Ordo Nol
menunjukkan laju kerusakan konstan, sedangkan Ordo Satu menunjukkan laju kerusakan yang
bersifat logaritmik.
Pemilihan ordo reaksi dilakukan dengan memplotkan data penurunan parameter sensori dan
fisik mengikuti Ordo Nol dan Ordo Satu. Masing-masing ordo dibuat persamaan regresinya. Ordo
reaksi yang dipilih adalah ordo reaksi dengan nilai R2 terbesar dan mendekati 1. Hasil perhitungan
R2 pada penelitian kali ini relatif tidak berbeda, oleh karena itu dilakukan penghitungan umur
simpan pada kedua ordo reaksi. Persamaan reaksi dibuat dalam bentuk grafik dengan parameter
waktu penyimpanan dan nilai dari tiap parameter pada masing-masing suhu penyimpanan,
kemudian menentukan persamaan regresi linier dari plot tersebut. Plot dari masing-masing
parameter ini dapat dilihat pada Lampiran 20 – 32. Persamaan reaksi perubahan mutu selama
0
500
1000
1500
0 10 20 30 40 50
Nila
i Ke
kera
san
Lama Penyimpanan (Hari)
Series1 Series2 Series3Suhu 37oC Suhu 45oC Suhu 55oC
49
penyimpanan untuk semua parameter dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil penghitungan nilai R2
masing-masing parameter untuk kedua ordo relatif tidak berbeda, sehingga selanjutnya
perhitungan umur simpan dilakukan pada kedua ordo untuk setiap parameter.
Tabel 12. Persamaan Reaksi Perubahan Mutu selama Penyimpanan pada Ordo Nol dan Ordo Satu
Parameter Suhu Orde nol Orde satu
Persamaan reaksi R2 Persamaan reaksi R
2
Warna 37 oC y = -0,0072x + 10,47 0.787 y = -0,0008x + 2,364 0.738
45 oC y = -0,0086x + 10,26 0.894 y = -0,0010x + 2,348 0.865
55 oC y = -0,0074x + 10,06 0.954 y = -0,0009x + 2,321 0.937
Rasa
(Gurih)
37 oC y = -0,0078x + 9,761 0.994 y = -0,0009x + 2,289 0.992
45 oC y = -0,0081x + 9,757 0.991 y = -0,0010x + 2,290 0.987
55 oC y = -0,0074x + 9,458 0.993 y = -0,0009x + 2,258 0.987
Aroma
(Gurih)
37 oC y = -0,0063x + 10,09 0.961 y = -0,0007x + 2,319 0.952
45 oC y = -0,0059x + 9,873 0.992 y = -0,0007x + 2,296 0.985
55 oC y = -0,0055x + 9,655 0.999 y = -0,0006x + 2,272 0.997
Tekstur 37 oC y = -0,0085x + 9,450 0.960 y = -0,0011x + 2,266 0.922
45 oC y = -0,0093x + 9,259 0.996 y = -0,0013x + 2,245 0.989
55 oC y = -0,0093x + 9,186 0.998 y = -0,0013x + 2,236 0.996
Warna :
nilai L
37 oC y = -0,0096x + 74,65 0.941 y = -0,0001x + 4,313 0.948
45 oC y = -0,0095x + 74,81 0.899 y = -0,0001x + 4,315 0.894
55 oC y = -0,0095x + 74,64 0.941 y = -0,0001x + 4,313 0.938
Warna :
nilai a
37 oC y = -0,0003x + 3,833 0.933 y = -0,00009x + 1,344 0.932
45 oC y = -0,0003x + 3,830 0.858 y = -0,0001x + 1,343 0.858
55 oC y = -0,0006x + 3,848 0.842 y = -0,0001x + 1,348 0.833
Warna :
nilai b
37 oC y = -0,0065x + 27,43 0.874 y = -0,0002x + 3,312 0.874
45 oC y = -0,0045x + 27,64 0.869 y = -0,0001x + 3,319 0.864
55 oC y = -0,0050x + 27,24 0.992 y = -0,0001x + 3,305 0.993
Tekstur
(Kekerasan)
37 oC Y = 311.96 + 1.263 x 0.968 Y = 5.8604 + 0.0023 x 0.982
45 oC Y = 309.60 + 1.350 x 0.990 Y = 5.8270 + 0.0022 x 0.978
55 oC Y = 321.31 + 1.503 x 0.997 Y = 5.8564 + 0.0021 x 0.961
Berdasarkan persamaan garis yang didapat dari Tabel 12, terlihat bahwa nilai konstanta
reaksi atau nilai k dari setiap parameter pada setiap suhu penyimpanan sangat kecil (kecuali untu
parameter tekstur objektif). Nilai k merupakan nilai gradien atau kemiringan dari grafik hubungan
antara lama waktu penyimpanan dengan skor penurunan mutu untuk masing-masing parameter.
Nilai k didefinisikan sebagai perbandingan antara laju penurunan mutu (reaksi) dengan kondisi
mutu awal dari parameter (Raymond 2007). Nilai konstanta yang semakin besar akan
menunjukkan bahwa reaksi perubahan suatu parameter pada suhu penyimpanan tertentu yang
semakin cepat dan ditunjukkan oleh bentuk kurva yang semakin curam. Nilai k yang kecil
50
menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu tertentu tidak memberi pengaruh yang cepat
terhadap kerusakan suatu parameter yang dinilai atau parameter tersebut tidak sensitif terhadap
nilai suhu yang diberikan. Hal ini akan terlihat pada bentuk kurva yang semakin landai.
Hasil penelitian ini menunjukkan analisis sensori dan parameter warna dengan chromameter
kurang sesuai bila dijadikan parameter untuk menduga umur simpan produk karena menunjukkan
laju penurunan mutu yang sangat kecil (tidak sensitif) terhadap perlakuan pada suhu penyimpanan
yang berbeda, sehingga terjadi pendugaan umur simpan menjadi lebih lama daripada umur simpan
aktual yang didapat jika menggunakan parameter kritis atau parameter yang memiliki konstanta
laju reaksi lebih besar. Parameter tekstur dengan TPA merupakan parameter dapat mewakili
kerusakan produk terhadap perlakuan pada suhu penyimpanan yang berbeda karena memiliki
konstanta laju reaksi yang lebih besar dibanding dengan parameter lain.
Selain parameter di atas, penentuan suhu penyimpanan juga memengaruhi kecepatan reaksi
penurunan mutu. Umumnya, semakin tinggi suhu reaksi maka reaksi penurunan mutu akan
berjalan semakin cepat (Andy 2009), sehingga reaksi penurunan mutu tercepat seharusnya dialami
oleh produk yang disimpan pada suhu 55oC. Parameter pengamatan dari produk yang disimpan
pada suhu 55oC seharusnya memiliki konstanta laju reaksi yang lebih besar dari pada konstanta
laju reaksi dari suhu 37oC dan 45
oC karena kecepatan reaksi seharusnya berjalan lebih cepat pada
suhu tinggi. Namun pada penelitian ini nilai konstanta reaksi cenderung fluktuatif pada suhu 55oC,
nilai konstanta pada beberapa parameter justru turun pada suhu tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
suhu 55oC bukanlah suhu yang tepat untuk menduga umur simpan produk ini, sehingga perlu
dicari kembali alternatif suhu tinggi yang dapat memberikan kerusakan atau penurunan mutu
dengan kecenderungan yang sama seperti penyimpanan pada suhu normal produk. Parameter
warna, rasa dan nilai b tidak sesuai untuk dijadikan parameter penentuan umur simpan produk
karena memiliki nilai k yang fluktuatif pada suhu penyimpanan, sehingga parameter yang
selanjutnya akan dijadikan parameter pendugaan umur simpan adalah parameter aroma, tekstur,
nilai L, nilai a dan kekerasan.
4.4.4 Perhitungan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius
Penentuan umur simpan nasi dalam kemasan kaleng dilakukan dengan model Arrhenius.
Dari data yang diperoleh, dilakukan perhitungan lanjut terhadap nilai k untuk setiap perlakuan
pada kedua ordo reaksi. Nilai k pada Ordo Nol dapat ditentukan dari nilai slope grafik. Nilai k
Ordo Satu diperoleh dengan cara menghitung dengan menggunakan rumus :
𝐥𝐧𝑨𝒕= 𝐥𝐧𝑨𝒐−𝒌.𝒕
Keterangan : At : Konsentrasi akhir sampel
Ao : Konsentrasi awal sampel
k : Konstanta
t : Waktu akhir penyimpanan
Nilai k merupakan konstanta penurunan mutu. Nilai k berkaitan dengan waktu umur simpan
nasi dalam kemasan kaleng. Semakin tinggi nikai k, semakin besar penurunan mutu produk,
sehingga akan mempersingkat umur simpan nasi dalam kemasan kaleng. Perhitungan umur simpan
dapat diperluas pada berbagai suhu yang lain dengan menggunakan hubungan nilai k dan suhu
penghitungan sebelumnya. Nilai k yang diperoleh dalam perhitungan dihubungkan dengan suhu
menggunakan persamaan Arrhenius :
51
𝑘=𝑘 (𝐸𝑎𝑅𝑇)
atau ln 𝑘= ln 𝑘 −
Grafik dari hubungan ln k (sebagai ordinat y) dengan (1/T) sebagai absis x, akan
memberikan persamaan garis lurus seperti y= a + bx. Nilai suhu pada persamaan Arrhenius adalah
dalam skala Kelvin terlihat pada Tabel 12 untuk Ordo Nol dan Ordo Satu, sedangkan persamaan
garis untuk nilai 1/T dan ln k untuk ordo nol dan satu dapat dilihat pada Tabel 21 dan grafik
hubungan antara nilai 1/T dan Ln K dapat dilihat di Lampiran. 33-36. Selanjutnya perhitungan
umur simpan nasi dalam kemasan kaleng ditentukan berdasarkan ordo reaksi terpilih. Batas kritis
dari masing-masing parameter penyimpanan digunakan untuk menentukan umur simpan.
Penentuan batas kritis tergantung pada tingkat kerusakan masing-masing parameter yang masih
dapat diterima (usable quality). Penetapan batas kritis pada parameter sensori (warna, rasa, aroma
dan tekstur) didasarkan pada skor suatu parameter sensori yang sudah tidak dapat lagi diterima
oleh panelis dalam hal ini yaitu skor 5,00 (Arpah 2001), sedangkan batas kritis parameter nilai L,
a, dan b yaitu 70% usable qualitydari nilai awal, dan tekstur ditetapkan berdasarkan minggu
kerusakan terdeteksi pada sensori yaitu minggu ke-7 atau pada skor kekerasan 878,31. Setelah
penetapan batas kritis, maka didapatkan nilai mutu awal (Ao) dan nilai mutu akhir (At) sehingga
umur simpan produk nasi dalam kemasan kaleng terpilih dapat dihitung dengan menggunakan
nilai k pada Tabel 13.
Kurva hubungan antara nilai ln k dengan 1/T yang diturunkan dari persamaa Arhennius (pada
Tabel 13) memberikan informasi sensitifitas dari setiap parameter yang diamati terhadap
perubahan suhu. Kurva yang diplotkan melalui hubungan antara nilai ln k dan 1/T akan memiliki
gradien yang menunjukkan besar energi aktivasi (Ea) dari masing-masing kinetika reaksi, semakin
besar nilai gradien maka semakin besar nilai energi aktivasi dari reaksi untuk parameter tersebut,
begitu pula sebaliknya. Energi aktivasi adalah nilai energi minimum yang dibutuhkan untuk
terjadinya suatu reaksi (Raymond 2007). Semakin besar nilai energi aktivasi, maka semakin
banyak energi yang dibutuhkan untuk reaksi tersebut supaya dapat terjadi. Kurva hubungan antara
nilai ln k dan 1/T dalam pendugaan umur simpan umumnya memiliki gradien negatif karena
semakin tinggi suhu penyimpanan, maka energi reaksi semakin rendah sehingga reaksi makin
mudah terjadi. Parameter rasa dan kecerahan (nilai L) memberikan nilai gradien grafik yang tidak
dapat ditentukan, hal ini menunjukkan bahwa kedua parameter tidak sesuai untuk dijadikan
parameter pengamatan dalam pendugaan umur simpan produk nasi dalam kemasan untuk ordo
satu kaleng karena kedua parameter ini tidak sensitif terhadap perubahan suhu simpan (dilihat dari
nilai konstanta reaksi yang sama pada setiap suhu penyimpanan). Parameter yang dianggap cukup
baik sebagai parameter pendugaan umur simpan adalah parameter tekstur (baik melalui analisis
sensori maupun pengukuran dengan TPA) karena parameter tekstur memiliki karakteristik yang
sensitif terhadap suhu dilihat dari nilai gradien kurva hubungan antara ln k dan 1/T yang besar.
Kenaikan suhu simpan yang drastis dapat menyebabkan penurunan mutu tekstur produk yang
drastis.
52
Tabel 13. Nilai T, (1/T), k, dan ln k pada 3 Suhu Penyimpanan Ordo Nol dan Ordo Satu
Parameter Suhu
(oC)
T
(K)
1/T Ordo Nol Ordo Satu
Slope (k) ln k Slope (k) ln k
Aroma 37 310 0,0032 0,0063 -5,0672 0,0007 -7,2644
55 318 0,0031 0,0059 -5,1328 0,0007 -7,2644
45 328 0,0030 0,0055 -5,2030 0,0006 -7,4185
Tekstur 37 310 0,0032 0,0085 -4,7676 0,0011 -6,8124
45 318 0,0031 0,0093 -4,6777 0,0013 -6,6453
55 328 0,0030 0,0093 -4,6777 0,0013 -6,6453
Nilai L 37 310 0,0032 0,0096 -4,6459 0,0001 -9,2103
45 318 0,0031 0,0093 -4,6777 0,0001 -9,2103
55 328 0,0030 0,0093 -4,6777 0,0001 -9,2103
Nilai a 37 310 0,0032 0,0003 -8,1117 0,00009 -9,3157
45 318 0,0031 0,0003 -8,1117 0,0001 -9,2103
55 328 0,0030 0,0006 -7,4185 0,0001 -9,2103
Kekerasan 37 310 0,0032 1,2630 0,2339 0,0023 -6,0748
45 318 0,0031 1,3500 0,3005 0,0022 -6,1193
55 328 0,0030 1,5030 0,4063 0,0021 -6,1658
Tabel 14. Persamaan garis hubungan antara 1/T dan ln k untuk masing-masing parameter
Parameter Ordo Nol Ordo Satu
Persamaan garis Nilai R2 Persamaan Garis Nilai R
2
Aroma y = 679x - 7,239 0,999 y = 770,5x - 9,704 0,750
Tekstur y = -449,5x - 3,314 0,750 y = -835,5x - 4,110 0,750
Nilai L y = 159x - 5,160 0,750 - -
Nilai a y = -3466x + 2,864 0,750 y = -527x - 7,611 0,750
Kekerasan y = -1202x + 4,082 0,626 y = 317,4x - 6,760 0,997
Keterangan : (-) = persamaan garis tidak dapat ditentukan karena tidak memiliki gradien
53
Tabel 15. Nilai Konstanta Perubahan dan Umur Simpan Nasi dalam Kemasan Kaleng
Parameter Suhu (oC) K
Nilai k Umur simpan (hari)
Ordo nol Ordo satu Ordo nol Ordo satu
Aroma 37 310 0,0063 0,0007 707,936 857,738
45 318 0,0059 0,0006 738,983 983,731
55 328 0,0065 0,0007 607,692 828,523
Tekstur 37 310 0,0085 0,0011 452,941 487,898
45 318 0,0093 0,0013 407,527 407,842
55 328 0,0093 0,0013 403,226 404,493
Nilai L 37 310 0,0096 0,0001 2320,62 3556,75
45 318 0,0093 0,0001 2395,48 3556,75
55 328 0,0093 0,0001 2395,48 3556,75
Nilai a 37 310 0,0003 0,00009 3820,01 3963,05
45 318 0,0003 0,0001 3800,01 3566,75
55 328 0,0006 0,0001 2920,01 3556,75
Tekstur 37 310 1,2630 0,0023 426,087 412,457
45 318 1,3500 0,0022 420,474 472,395
55 328 1,5030 0,0021 478,948 497,845
Contoh perhitungan untuk penentuan umur simpan berdasarkan analisis sensori untuk parameter
warna pada suhu 37oC:
Diketahui nilai rata-rata panelis awal (Ao) adalah 10 dan nilai cut off untuk parameter warna (At)
berdasarkan penilaian panelis adalah 5,42, maka umur simpan (ts) untuk setiap ordo dapat
ditentukan sebagai berikut:
1. Untuk ordo 0, slope yang didapat dari persamaan garis ordo 0 (k) = 0,0072, maka
ts =
=
= 636,111 hari atau 1,7 tahun
2. Untuk ordo 1, slope yang didapat dari persamaan garis ordo 1 (k) = 0,0008, maka
ts =
=
= 756,111 hari atau 2,1 tahun
Transformasi umur simpan dapat dilakukan pada penyimpanan yang dipercepat atau ASLT.
Transformasi umur simpan menjadi waktu kadaluarsa dapat dilakukan dengan memperhitungkan
berbagai kondisi yang mungkin dialami produk selepas proses produksi seperti kondisi
penyimpanan di gudang, kondisi distribusi, serta penyimpanan di retail sebelum sampai ke
konsumen. Pada umumnya, produk makanan kaleng ditransportasikan dan disimpan pada suhu
ruang yang berkisar antara 35oC pada siang hari dan 25
oC pada malam hari.
54
Tabel 16. Nilai k dan Waktu Kadaluarsa Nasi dalam Kemasan Kaleng pada Suhu 30oC (303 K)
Parameter Suhu
(K) (1/T)
K Umur simpan (hari)
Ordo Nol Ordo Satu Ordo Nol Ordo Satu
Kekerasan 303 0,0033 0,007 0,006 519,93 523,37
Tekstur 303 0,0033 0,007 0,0009 462,41 516,88
Contoh perhitungan untuk parameter tekstur suhu 30oC (303 K) :
1. Ordo 0 : persamaan garis hubungan antara ln k dan (1/T) adalah y = -449,5x – 5,673,
maka nilai Ln k pada suhu 303 K adalah Ln y = -449,5 (1/303) – 3.314 = -4.822 dan nilai
k= antiLn -4.822 = 0,008 dan umur simpan pada suhu 303 K (ts) =
ts =
=
= 462,41 hari atau 1.32 tahun
2. Ordo 1 : persamaan garis hubungan antara ln k dan (1/T) adalah y = -835,5x –
4,1110, maka nilai Ln k pada suhu 303 K adalah Ln y = -835,5 (1/303) – 4,1110 = -
6,9137 dan nilai k= antiLn -6,9137 = 0,0009 dan umur simpan pada suhu 303 K (ts) =
ts =
=
= 516,88 hari atau 1.48 tahun
Penentuan waktu kadaluarsa produk nasi dalam kemasan kaleng ini didasarkan pada
parameter yang memberikan nilai umur simpan paling pendek. Paremeter yang memberikan nilai
umur simpan paling pendek adalah parameter tekstur dan kekerasan. Kedua parameter ini
ditetapkan sebagai parameter kritis. Ditinjau dari segi sensitivitas terhadap perubahan suhu
penyimpanan, parameter tekstur dan kekerasan memiliki laju reaksi yang lebih cepat pada suhu
penyimpanan yang lebih tinggi dilihat dari nilai k kedua parameter yang lebih besar pada setiap
kenaikan suhu penyimpanan daripada parameter uji lainnya. Nilai k dari kedua parameter juga
semakin meningkat seiring dengan kenaikan suhu penyimpanan. Nilai k suatu reaksi menunjukkan
laju reaksi, sehingga semakin besar nilai k yang dihasilkan akan membuat laju reaksi semakin
cepat pada suatu kondisi uji. Selain itu, berdasarkan kurva hubungan antara nilai 1/T dan Ln K,
terlihat bahwa parameter tekstur dan kekerasan juga memiliki nilai gradien (Ln K) terbesar, hal ini
berarti bahwa parameter tesktur merupakan parameter yang sangat sensitif terhadap perubahan
suhu penyimpanan, sehingga perubahan suhu penyimpanan yang terjadi akan menyebabkan
dampak yang besar terhadap perubahan mutu produk.
Penentuan umur simpan produk nasi dalam kemasan kaleng dilakukan pada suhu 30oC karena
merupakan suhu rata-rata harian yang lazim digunakan selama penyimpanan dan transportasi
produk makanan dalam kemasan kaleng. Pada suhu 30oC, parameter tekstur memberikan umur
simpan paling pendek dari kedua parameter uji yang tergolong sensitif. Umur simpan produk nasi
dalam kemasan kaleng pada suhu 30oC berdasarkan parameter tekstur mencapai 462 hari untuk
perhitungan dengan ordo nol dan 516 hari untuk perhitungan dengan ordo satu. Berdasarkan nilai
R2 dari grafik yang ditunjukkan oleh ordo nol dan satu, nilai R
2 paling besar ditunjukkan oleh ordo
satu sehingga kecenderungan kerusakan produk nasi dalam kemasan kaleng mengikuti kinetika
reaksi ordo satu.
55
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. SIMPULAN
Pengembangan alternatif pangan darurat berbasis nasi dalam kemasan kaleng sesuai standar
Institute of Medicine (2002) memiliki sebaran energi yang berasal dari kabohidrat sebesar 40-50%,
lemak 35-45% dan protein 10-15%. Dari empat formula yang dikemas dalam kaleng berdimensi
401 x 301 dan berat kotor 307,6 gram, serta didapatkan nilai Fo sebesar 14-15 menit untuk
perhitungan dengan metode general (trapesium) dan 9-10 menit dengan metode formula (Ball) dan
formula IV terpilih sebagai formula terbaik. Formula IV memiliki komposisi 73,5 gram beras, 10,5
gram tepung putih telur dan 21 gram margarin. Berdasarkan hasil analisis proksimat, komposisi
gizi dari formula terpilih meliputi karbohidrat 30,22%, lemak 10,65% dan protein 6,12% dengan
total kalori sebesar 700 kkal per saji dan disarankan mengonsumsi produk sebanyak tiga kali
sehari akan dapat memenuhi kebutuhan dasar harian energi manusia. Selain itu, nilai kesukaan
panelis terhadap formula terpilih berada pada taraf “suka” (skor rata-rata 6) dan penyajian produk
dalam keadaan hangat lebih disukai daripada produk yang tidak disajikan hangat.
Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metode ASLT (Accelerated Self Life Testing)
menggunakan model persamaan Arrhenius. Hasil pendugaan umur simpan menunjukkan bahwa
produk dapat disimpan pada suhu ruang (30oC) selama 400-500 hari (1,3-1,5 tahun) berdasarkan
parameter tesktur dan umur simpan produk relatif tidak berbeda jauh dengan umur simpan produk
pengalengan lainnya yang rata-rata berada dalam kisaran 1 tahun. Berdasarkan hasil analisis
fisikokimia, sensori dan umur simpan, produk nasi dalam kemasan kaleng formula IV cocok untuk
dikembangkan di Indonesia dan diharapkan dapat menjadi alternatif pangan darurat andalan
Indonesia.
56
5.2. SARAN
1. Perlu dikaji kembali parameter-parameter kritis lainnya untuk pendugaan umur simpan
produk nasi dalam kemasan kaleng.
2. Perlu dikaji kembali penentuan suhu penyimpanan yang akan digunakan dalam pendugaan
umur simpan yang lebih rendah atau tinggi dari yang sudah dilakukan.
3. Perlu dikaji peluang pengembangan formula produk nasi dalam kemasan kaleng terpilih
secara komersial dengan kontribusi nilai gizi dan kebutuhan energi yang sesuai untuk tubuh
manusia serta memiliki citarasa disukai.
57
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, D et al. 2006. Modul Praktikum Evaluasi Sensori. Bogor : Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan,IPB
Andarani D. 2003. Sifat Fungsional Putih Telur. Jakarta: Gramedia
Andy C. 2009. Physical Chemistry. New York : McGraw Hill
[AOAC]. 1995. Official Methods of Analysis, 16th
Edition. Gaithersburg, Maryland: AOAC
International
Arpah M. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Makanan. Bogor: Program
Pasca Sarjana Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2010. Statistik bencana tahun 2007-2008.
Website. http://www.bakornaspb.go.id. [11 Februari 2010]
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Pedoman Keamanan Pangan Darurat.
Website. http://www.bpom.go.id. [11 Februari 2010]
[IOM] Institute of Medicine. 2002. High-Energy, Nutrient-Dense Emergency Relief Food Product.
Washington, D.C. : National Academy Press.
Bao J, Bergman CJ. 2004. The Functionality of Rice Starch. Cambridge : Woodland Publishing.
[BMG] Badan Meterologi dan Geofisika. 2010. Laporan Tahunan: Potensi Bencana di Indonesia.
http://www.bmg.go.id.[17 Februari 2011]
Brisske LK, Lee SY, Klein BP, Cadwallader KR. 2004. Development of a prototype high-energy,
nutrient-dense food product for emergency relief. Journal of Food Science 69 : 361-367.
Bruno AK.2003. The Functionality of Protein. New York: Kluwer Publisher
Buckle, K. 2007. The Chemistry of Food Macromolecule. Sydney: Sydney University press.
Fellow PJ. 2000. Food Processing Technology Principle and Practice. New York: Ellis Horwood.
Fennema OR. 1985. Food Chemistry. 2nd
edition. New York: Marcel Dekker Inc.
Gilbert LC. 2000. The Functional Food Trend. J ournal of the American Collage of Nutrition,
19(5): 507-512.
Hariyadi P. 2000. Pengolahan Pangan dengan Suhu Tinggi.Di dalam Hariyadi P (ed). Dasar-Dasar
Teori dan Proses Termal. Bogor: Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
58
Hariyadi P, Kusnandar F, Wulandari N. 2006. Teknologi Pengalengan Pangan. Bogor:
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Hariyadi, P dan Kusnandar F. 2000. Modul Kuliah Prinsip Teknik Pangan. Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan,IPB.
Igual M, Gracia-Martinez E, Camacho MM, dan Martinez-Navarrete N. 2010. Effect of thermal
treatment and storage on the stability of organic acids and the functional value of
grapefruit juice. Food Chemistry 118:291-299.
Ikeme AI. 2008. Poly-Functional Egg: How can it be replaced? Inaugural Lecture of The
University of Nigeria.
[IOM] Institute of Medicine. 1995. Estimated mean Energy per Capita Requirement for Palnning
Emergency Food Aid Rations. Washington : National Press Academy
[IOM] Institute of Medicine. 2002. Emergency Food Guidelines. Washington: National Press
Academy.
Kim J, Foegeding PM. 2000. Principles of Control.Di dalam Hauschild AHW and Doddi KI (ed).
Clostridium botulinum Ecology and Control in Foods. New York: Marcel Dekker Inc.
Kusnandar F, Hariyadi P, Wulandari N. 2006. Proses Termal. Di dalam Kusnandar F, Hariyadi P,
Syamsir E. (ed). Modul Kuliah Prinsip Teknik Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Kusnandar F, Hunaefi D, Nuraida L, Purnomo EH, Taqi FM, Fierliyanti AS, Hartoyo A. 2009.
Prinsip proses produksi sari buah. Dalam: Palupi NS, Syah D (eds). Penuntun Praktikum
Terpadu Pengolahan Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. hal 13-36
McMahon DJ, Adams SL, McManus WR. 2009. Hardening of high-protein nutrition bars and
sugar/polyol-protein phase separation. Journal of Food Science 74: 312-321.
Muchtadi D. 2000. Metabolisme Komponen Pangan. Bogor: IPB Press.
Muchtadi TR. 2004. Prinsip Proses Pengolahan Pangan. Bogor : IPB Press
Mutia, T.2012. Karakteristik Pemanasan pada Proses Pengalengan Cabai Giling. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian,IPB.
Palupi, Nurheni S. 2009. Pangan Fungsional : Susu dan Turunannya [Modul Kuliah Pangan
Fungsional]. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,IPB
Pardon AA, Buescher RW, Gibur EE. Staech. 2009. Retrogradation and Texture of Cooked Milled
Rice during Storage.J Food Sci 64 (5): 828-832
59
Pradono,D.I. 2007. Kinetika Kimia dan Reaksi. Bogor : Departemen Kimia,IPB
Raymond C. 2007. Ninth Edition of Physical Chemistry. New York: McGraw Hill.
Singh RP, Heldman DR. 2009. Introduction of Food Engineering. Amsterdam, Boston,
Heidelbergh, London, New York, Oxford, Paris, San Diego, San Fransisco, Singapore,
Sidney, Tokyo: Academic Press.
Sitanggang AB. 2008. Formulasi Pembuatan Cookies Berbahan Dasar Kacang Hijau sebagai
Alternatif Pangan Darurat [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian.
Subarna et al. 2008. Penuntun Praktikum Prinsip Teknik Pangan. Bogor : Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan,IPB
Suprapti, I. 2002. Teknologi Pengolahan Tepung Putih Tepur [Artikel].
http:www.pangansehat.com [13 Mei 2012]
Syamsir E. 2006. Penuntun Praktikum Sereal Sarapan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Syarief R, Santausa S, St. Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Valentina S. 2009. Pembuatan Produk Pengalengan Berbasis Beras sebagai Alternatif Pangan
Darurat [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian.
Winarno FG. 2002. Kimia Pangan. Gramedia : Jakarta
Yanuar W. 2009. Studi Aktivitas Antioksidan dan Imunomodulator Serealia Lokal Nonberas pada
Nasi Instan. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor.
Zoumas BL, Amstrong LE,Backstrand JR,Chenoweth WL,Chinacoti P,KleinBP,Lane HW,Marsh
KS,Tolvanen M. 2002. High Energy,Nutrient Dense Emergency Relief Product. Food and
Nutrition Board: Institute of Medecine. Washington: National Press Academy
60
Lampiran 1a. Perhitungan Komposisi Bahan Baku untuk Formula I
Bahan Jumlah Protein Lemak Karbohidrat Air
Beras (g) 100 6.76 0.71 79.77 12.51
Mentega (g) 30 0.05 23.94 0.12 5.17
Tepung Telur (g) 20 15.77 0.04 0.41 2.67
Air (g) 150 150
Total (g) 300 22.58 24.69 80.30 170.35
Persentase (%) 7.52 8.23 26.77 56.78
Berat Kering (g) 129.65 17.41 19.04 61.93
Nilai Kalori 1
Kaleng Produk (kkal)
661.81 94.96 229.58 337.27
Sumbangan Kalori (%) 14.31 35.68 50.96
Keterangan:
Berat kering didapat dari berat komponen dikurangi dengan kadar air masing-masing
Nilai kalori produk dihitung dengan mengasumsikan 1 gram karbohidrat menyumbang 4,2 kkal, 1 gram
protein menyumbang 4,2 kkal dan 1 gram lemak menyumbang 9,3 kkal
Lampiran 1b. Perhitungan Komposisi Bahan Baku untuk Formula II
Bahan Jumlah Protein Lemak Karbohidrat Air
Beras (g) 90 6.08 0.64 71.79 11.26
Mentega (g) 40 0.07 31.92 0.16 6.89
Tepung Telur (g) 20 15.77 0.04 0.41 2.67
Air (g) 150 150
Total (g) 300 21.92 32.60 72.36 170.82
Persentase (%) 7.31 10.87 24.12 56.94
Berat Kering (g) 129.18 16.98 25.24 56.01
Nilai Kalori 1
Kaleng Produk (kkal)
697.65 92.02
kkal
301.79 kkal 303.83 kkal
Sumbangan Kalori (%) 13.19 43.26 43.60
Keterangan:
Berat kering didapat dari berat komponen dikurangi dengan kadar air masing-masing
Nilai kalori produk dihitung dengan mengasumsikan 1 gram karbohidrat menyumbang 4,2 kkal, 1 gram
protein menyumbang 4,2 kkal dan 1 gram lemak menyumbang 9,3 kkal
61
Lampiran 1c. Perhitungan Komposisi Bahan Baku untuk Formula III
Bahan Jumlah Protein Lemak Karbohidrat Air
Beras (g) 90 6.08 0.64 71.79 11.26
Mentega (g) 40 0.07 31.92 0.16 6.89
Tepung Telur (g) 20 15.77 0.04 0.41 2.67
Air (g) 150 150
Total (g) 300 21.92 32.60 72.36 170.82
Persentase
dalam produk (%)
7.31 10.87 24.12 56.94
Berat Kering (g) 129.18 16.98 25.24 56.01
Nilai Kalori 1
Kaleng Produk (kkal)
697.65 92.02 301.79 303.83
Sumbangan Kalori (%) 13.19 43.26 43.60
Keterangan:
Berat kering didapat dari berat komponen dikurangi dengan kadar air masing-masing
Nilai kalori produk dihitung dengan mengasumsikan 1 gram karbohidrat menyumbang 4,2 kkal, 1 gram
protein menyumbang 4,2 kkal dan 1 gram lemak menyumbang 9,3 kkal
Lampiran 1d. Perhitungan Komposisi Bahan Baku untuk Formula IV
Bahan Jumlah Protein Lemak Karbohidrat Air
Beras (g) 105 7.10 0.74 83.76 13.14
Mentega (g) 30 0.05 23.94 0.12 5.17
Tepung Telur (g) 15 11.83 0.03 0.03 2.00
Air (g) 150 150
Total (g) 300 18.98 24.71 83.91 170.31
Persentase
dalam produk (%)
6.32 8.21 27.97 56.77
Berat Kering (BK) 129.69 14.61 19.06 64.70
Nilai Kalori 1
Kaleng Produk (kkal)
670.18 79.63 229.89 360.66
Sumbangan Kalori (%) 11.88 35.30 53.18
Keterangan:
Berat kering didapat dari berat komponen dikurangi dengan kadar air masing-masing
Nilai kalori produk dihitung dengan mengasumsikan 1 gram karbohidrat menyumbang 4,2 kkal, 1 gram
protein menyumbang 4,2 kkal dan 1 gram lemak menyumbang 9,3 kkal
62
Lampiran 2. Hasil Uji Distribusi Panas Retort
Menit Tc1 Tc2 Tc3 Tc4 Tc5 Tc6 Tc7 Tc8 Tc9 Tc10 T.max T.min
0 85 82 81 82 83 83 80 80 79 83 85 79
1 85 82 81 82 83 83 80 81 79 83 85 79
2 187 196 167 83 109 180 81 93 79 89 196 79
3 198 204 182 130 139 171 122 128 131 181 204 122
4 207 206 203 168 133 187 189 195 180 207 207 133
5 210 209 210 204 158 194 205 205 193 209 210 158
6 212 - 211 212 166 201 206 210 207 212 212 166
7 214 - 213 214 198 209 208 213 213 214 214 198
8 216 - 216 216 216 217 214 214 216 216 217 214
9 220 - 219 220 220 220 220 220 220 220 220 219
10 223 - 223 223 223 223 223 223 223 223 223 223 11 225 - 225 225 225 225 225 225 225 225 225 225 12 238 - 234 240 241 241 241 241 240 241 241 234
13 237 - 238 238 238 238 237 237 237 237 238 237
14 239 - 240 240 240 239 239 239 240 240 240 239
15 244 - 245 244 244 244 244 244 245 244 245 244
16 244 - 245 244 244 244 244 244 245 245 245 244
17 245 - 245 245 245 245 245 245 245 245 245 245
18 246 - 246 246 246 246 246 246 246 245 246 245
19 246 - 247 247 246 246 246 246 246 247 247 246
20 247 - 247 247 247 247 247 247 247 247 247 247
21 246 - 246 245 245 245 246 246 245 245 246 245
22 243 - 243 243 243 243 243 243 243 242 243 242
23 241 - 241 241 240 240 240 241 241 241 241 240
24 239 - 239 238 238 238 237 238 238 238 239 237
25 236 - 237 236 235 235 235 235 236 235 236 235
26 234 - 234 234 233 233 233 233 233 233 234 233
27 232 - 232 231 231 231 230 231 231 231 232 230
28 230 - 229 229 229 229 229 229 229 228 230 228
29 228 - 228 227 227 227 227 227 227 227 228 227
30 226 - 226 225 225 225 224 225 225 225 226 224
31 224 - 224 223 223 224 224 223 223 223 224 223
32 223 - 223 222 222 222 221 222 222 222 223 221
33 221 - 221 220 220 220 221 220 220 220 221 220
34 220 - 220 219 219 219 219 219 219 218 220 218
35 219 - 219 218 218 218 218 218 218 217 219 218
36 217 - 217 217 217 217 217 217 217 216 217 216
37 216 - 216 216 216 216 216 216 216 216 216 216
38 212 - 212 212 211 211 211 211 211 211 212 211
39 211 - 211 203 211 201 183 198 196 168 211 168
40 192 - 200 173 122 135 158 98 151 134 200 98
Keterangan:
Tc1, Tc2, ..., Tc10 = Suhu termokpel 1, Suhu termokopel 2, ..., Suhu termokopel 10
T min = suhu minimum retort dan T max = suhu maksimum retort
63
Lampiran 3a. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula I
Menit ke T.rata-rata (oC) Nilai LR Fo Parsial
0 36.3 1.94486E-05
1 36.2 1.92014E-05 1.9325E-05
2 35.8 1.82436E-05 1.8723E-05
3 35.6 1.77828E-05 1.8013E-05
4 35.2 1.68958E-05 1.7339E-05
5 34.7 1.58489E-05 1.6372E-05
6 34.8 1.6053E-05 1.5951E-05
7 35.1 1.6681E-05 1.6367E-05
8 40.2 3.20299E-05 2.4355E-05
9 43.1 4.64159E-05 3.9223E-05
10 44.7 5.69581E-05 5.1687E-05
11 46.2 6.90063E-05 6.2982E-05
12 49.7 0.000107978 8.8492E-05
13 51.8 0.000141254 0.00012462
14 53.2 0.000168958 0.00015511
15 54.5 0.000199526 0.00018424
16 57.1 0.000278256 0.00023889
17 62.2 0.000534291 0.00040627
18 67.8 0.001093677 0.00081398
19 88.4 0.01525223 0.00817295
20 98.7 0.056958108 0.03610517
21 103.5 0.105250029 0.08110407
22 103.6 0.10660505 0.10592754
23 103.8 0.109367652 0.10798635
24 104.2 0.115109485 0.11223857
25 105.1 0.129154967 0.12213223
26 105 0.127513321 0.12833414
27 105.4 0.134207806 0.13086056
28 105.7 0.139458325 0.13683307
29 106.2 0.148669617 0.14406397
30 106.8 0.16052976 0.15459969
31 106.5 0.154485915 0.15750784
32 106.7 0.158489319 0.15648762
33 107.1 0.166810054 0.16264969
34 107.8 0.182436239 0.17462315
35 108.2 0.192014194 0.18722522
36 108.5 0.199526231 0.19577021
37 108.9 0.210001416 0.20476382
38 109.3 0.22102655 0.21551398
39 109.3 0.22102655 0.22102655
40 110.4 0.254422523 0.23772454
64
41 110.8 0.267779778 0.26110115
42 111.1 0.27825594 0.27301786
43 111.3 0.285466766 0.28186135
44 111.9 0.308239924 0.29685335
45 112.1 0.316227766 0.31223384
46 112.4 0.328599325 0.32241355
47 112.8 0.345850883 0.3372251
48 113.2 0.364008153 0.35492952
49 114.6 0.435400465 0.39970431
50 115.1 0.464158883 0.44977967
51 115.3 0.476187266 0.47017307
52 115.9 0.514175183 0.49518122
53 116.4 0.54813671 0.53115595
54 118.3 0.698947321 0.62354202
55 119.1 0.774263683 0.7366055
56 119.5 0.814912747 0.79458821
57 120.1 0.879922544 0.84741765
58 120.5 0.926118728 0.90302064
59 121.1 1 0.96305936
60 121.1 1 1
Fo total 15.9002676
Contoh Perhitungan : menit ke-56
Nilai Lethal Rate (LR) : LR = 10 ^ ((T-121.1)/18)
LR = 10 ^ ((119.5-121.1)/18)
= 0.8149
Nilai Fo Parsial dengan metode Trapesium : menit ke-56 dan 57
Fo Parsial = ((LR56+LR57)/2) x ∆t
= ((0.8149 + 0.8799)/2) x (57-56)
= 0.8474
65
Lampiran 3b. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula II
Menit ke- T.rata-rata (oC) Nilai LR Fo Parsial
0 46.7 7.3564E-05
1 46.7 7.3564E-05 7.3564E-05
2 46.1 6.8129E-05 7.0847E-05
3 45.8 6.5564E-05 6.6847E-05
4 45.9 6.6408E-05 6.5986E-05
5 47.1 7.7426E-05 7.1917E-05
6 47.5 8.1491E-05 7.9459E-05
7 47.5 8.1491E-05 8.1491E-05
8 48.8 9.6235E-05 8.8863E-05
9 47.2 7.8423E-05 8.7329E-05
10 51.2 0.00013082 0.00010462
11 51.7 0.00013946 0.00013514
12 50.6 0.00012115 0.00013031
13 51.8 0.00014125 0.0001312
14 70.3 0.00150584 0.00082355
15 75.2 0.00281838 0.00216211
16 77.5 0.00378249 0.00330044
17 79.9 0.00514175 0.00446212
18 83.2 0.00784232 0.00649203
19 88.4 0.01525223 0.01154727
20 95.3 0.03686945 0.02606084
21 101.7 0.08360307 0.06023626
22 101.7 0.08360307 0.08360307
23 102.2 0.08912509 0.08636408
24 103.1 0.1 0.09456255
25 104.4 0.11809247 0.10904624
26 105.2 0.13081775 0.12445511
27 105.6 0.13768572 0.13425173
28 106 0.14491426 0.14129999
29 107.1 0.16681005 0.15586215
30 109.1 0.21544347 0.19112676
31 108.5 0.19952623 0.20748485
32 108.7 0.20469683 0.20211153
33 108.9 0.21000142 0.20734912
34 109.3 0.22102655 0.21551398
35 109.7 0.23263051 0.22682853
36 109.9 0.23865898 0.23564474
37 110.4 0.25442252 0.24654075
38 110.7 0.26437612 0.25939932
39 109.3 0.22102655 0.24270133
40 110.4 0.25442252 0.23772454
66
41 110.8 0.26777978 0.26110115
42 111.5 0.29286446 0.28032212
43 111.9 0.30823992 0.30055219
44 112.3 0.32442261 0.31633127
45 113.1 0.35938137 0.34190199
46 113.7 0.38805107 0.37371622
47 113.9 0.39810717 0.39307912
48 114.1 0.40842387 0.40326552
49 114.7 0.44100595 0.42471491
50 115.2 0.47013461 0.45557028
51 115.9 0.51417518 0.4921549
52 116.2 0.5342909 0.52423304
53 117 0.59186441 0.56307765
54 116.8 0.57691404 0.58438922
55 118.2 0.69006323 0.63348864
56 119.5 0.81491275 0.75248799
57 121.1 1 0.90745637
58 121.1 1 1
59 121.1 1 1
Fo total 15.3057046
Contoh Perhitungan : menit ke-49
Nilai Lethal Rate (LR) : LR = 10 ^ ((T-121.1)/18)
LR = 10 ^ ((114.7-121.1)/18)
= 0.4410
Nilai Fo Parsial dengan metode Trapesium : menit ke-49 dan 50
Fo Parsial = ((LR49+LR50)/2) x ∆t
= ((0.4410 + 0.4701)/2) x (50-49)
= 0.4556
67
Lampiran 3c. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula III
Menit ke- T.rata-rata (oC) Nilai LR Fo Parsial
0 29.3 7.9433E-06
1 30.2 8.9125E-06 8.4279E-06
2 31.1 0.00001 9.4563E-06
3 34.5 1.5449E-05 1.2724E-05
4 40.2 3.203E-05 2.3739E-05
5 43.1 4.6416E-05 3.9223E-05
6 43.9 5.1418E-05 4.8917E-05
7 43.9 5.1418E-05 5.1418E-05
8 45.8 6.5564E-05 5.8491E-05
9 47.7 8.3603E-05 7.4584E-05
10 49.5 0.00010525 9.4427E-05
11 53.1 0.00016681 0.00013603
12 52.9 0.0001626 0.0001647
13 53.4 0.00017334 0.00016797
14 54.5 0.00019953 0.00018643
15 55.1 0.00021544 0.00020748
16 59.9 0.00039811 0.00030678
17 62.3 0.00054117 0.00046964
18 65.1 0.00077426 0.00065772
19 67.3 0.00102591 0.00090009
20 70.8 0.0016053 0.00131561
21 75.4 0.00289142 0.00224836
22 78.3 0.00419008 0.00354075
23 79 0.00458259 0.00438634
24 82.1 0.00681292 0.00569776
25 83.5 0.00814913 0.00748102
26 85.4 0.01039122 0.00927018
27 89.3 0.01711328 0.01375225
28 92.2 0.02479959 0.02095643
29 95.4 0.03734412 0.03107185
30 96.7 0.04410059 0.04072236
31 97.8 0.05076397 0.04743228
32 101.1 0.07742637 0.06409517
33 101.1 0.07742637 0.07742637
34 104.5 0.11961283 0.0985196
35 104.3 0.11659144 0.11810214
36 104.7 0.12271252 0.11965198
37 105.3 0.13250194 0.12760723
38 105.9 0.1430723 0.13778712
39 106.2 0.14866962 0.14587096
40 106.7 0.15848932 0.15357947
68
41 108.2 0.19201419 0.17525176
42 108.5 0.19952623 0.19577021
43 108.9 0.21000142 0.20476382
44 110.4 0.25442252 0.23221197
45 110.7 0.26437612 0.25939932
46 110.9 0.27122726 0.26780169
47 111.4 0.28914195 0.28018461
48 111.6 0.29663488 0.29288842
49 112.3 0.32442261 0.31052875
50 112.8 0.34585088 0.33513675
51 113.5 0.37824899 0.36204994
52 114.1 0.40842387 0.39333643
53 114.4 0.42440235 0.41641311
54 114.8 0.44668359 0.43554297
55 115.3 0.47618727 0.46143543
56 116.2 0.5342909 0.50523908
57 116.4 0.54813671 0.54121381
58 116.7 0.56958108 0.5588589
59 117.2 0.6072022 0.58839164
60 118.3 0.69894732 0.65307476
61 119.2 0.78423179 0.74158956
62 119.7 0.83603069 0.81013124
63 120.4 0.91434714 0.87518892
64 121.3 1.02591437 0.97013075
Fo total 14.3096339
Contoh Perhitungan : menit ke-65
Nilai Lethal Rate (LR) : LR = 10 ^ ((T-121.1)/18)
LR = 10 ^ ((121.2-121.1)/18)
= 1.0128
Nilai Fo Parsial dengan metode Trapesium : menit ke-65 dan 66
Fo Parsial = ((LR65+LR66)/2) x ∆t
= ((1.0128 + 1.0000)/2) x (66-65)
= 1.0064
69
Lampiran 3d. Hasil Uji Penetrasi Panas Formula IV
Menit ke- T.rata-rata (oC) Nilai LR Fo Parsial
0 27.3 6.1502E-06
1 28.4 7.07946E-06 6.61483E-06
2 29.1 7.74264E-06 7.41105E-06
3 31.7 1.07978E-05 9.27019E-06
4 32.5 1.19613E-05 1.13795E-05
5 33.8 1.41254E-05 1.30433E-05
6 35.6 1.77828E-05 1.59541E-05
7 36.3 1.94486E-05 1.86157E-05
8 37.9 2.38659E-05 2.16573E-05
9 38.1 2.44844E-05 2.41751E-05
10 40.3 3.24423E-05 2.84633E-05
11 43.2 4.70135E-05 3.97279E-05
12 43.1 4.64159E-05 4.67147E-05
13 43 4.58259E-05 4.61209E-05
14 44.5 5.55194E-05 5.06726E-05
15 47.7 8.36031E-05 6.95612E-05
16 49.6 0.000106605 9.51041E-05
17 53.4 0.000173336 0.000139971
18 55.7 0.000232631 0.000202983
19 60.4 0.000424402 0.000328516
20 62.9 0.000584341 0.000504372
21 65.6 0.000825404 0.000704873
22 70 0.001449143 0.001137273
23 72.1 0.001895736 0.001672439
24 73.4 0.002238721 0.002067228
25 75.9 0.003082399 0.00266056
26 80.2 0.005342909 0.004212654
27 83.3 0.007943282 0.006643096
28 87.2 0.013081775 0.010512529
29 90.9 0.021000142 0.017040958
30 93.1 0.027825594 0.024412868
31 93.5 0.029286446 0.02855602
32 95 0.035481339 0.032383892
33 98.2 0.05342909 0.044455214
34 100.1 0.068129207 0.060779148
35 103.4 0.10391223 0.086020719
36 104.2 0.115109485 0.109510858
37 104.7 0.122712524 0.118911005
38 105.3 0.132501936 0.12760723
39 105.5 0.135935639 0.134218787
40 105.8 0.141253754 0.138594697
70
41 106.3 0.150583635 0.145918695
42 107.2 0.168957618 0.159770627
43 107.9 0.18478498 0.176871299
44 109.1 0.215443469 0.200114224
45 109.5 0.226754313 0.221098891
46 110.7 0.264376119 0.245565216
47 111.1 0.27825594 0.271316029
48 112.3 0.324422608 0.301339274
49 112.5 0.332829814 0.328626211
50 112.7 0.341454887 0.337142351
51 113 0.354813389 0.348134138
52 113.4 0.373441193 0.364127291
53 113.9 0.398107171 0.385774182
54 114.5 0.429866235 0.413986703
55 115.1 0.464158883 0.447012559
56 115.8 0.507639673 0.485899278
57 116.4 0.54813671 0.527888192
58 116.9 0.584341413 0.566239062
59 117.3 0.615019504 0.599680459
60 118.1 0.681292069 0.648155787
61 118.8 0.74511314 0.713202605
62 119.5 0.814912747 0.780012943
63 120.2 0.891250938 0.853081843
64 121.1 1 0.945625469
65 121.1 1 1
66 121.1 1 1
Fo Total 15.70602873
Contoh Perhitungan : menit ke-36
Nilai Lethal Rate (LR) : LR = 10 ^ ((T-121.1)/18)
LR = 10 ^ ((104.2-121.1)/18)
= 0.1151
Nilai Fo Parsial dengan metode Trapesium : menit ke-36 dan 37
Fo Parsial = ((LR36+LR37)/2) x ∆t
= ((0.1151 + 0.1227)/2) x (37-36)
= 0.1189
71
Lampiran 4a. Hasil Hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formula I
Data awal yang tersedia sebagai berikut
Fo = 20.90 menit Diperoleh dari perhitungan metode trapesium
CUT = 22 menit Diperoleh dari uji distribusi panas
CUT koreksi = 13.2 menit CUT koreksi = 0.6 x CUT
P = 40 menit P = waktu operator
B = 53.2 B = waktu proses = P + 0.6 CUT
Tr = 250o F Tr = suhu retort
Ti = 152.6o F Ti = suhu awal produk
Ih = 97.4 Ih = Tr-Ti
Persamaan garis hubungan antara (Tr-Tp) dan t (menit) : y = 226.1 e -0.06x
atau Log y = Log 226.1
– 0.06x Log e
Waktu untuk memulai proses: CUT – CUT koreksi
: 22 – 13.2 menit = 8.8 menit
Penentuan parameter proses termal:
Jh.Ih = (Tr-Tp) pada waktu yang menjadi titik nol perhitungan setelah CUT koreksi.
= (Tr-Tp) pada t=8.8 menit
Dari persamaan garis, diketahui bahwa x = waktu (menit) dan y = (Tr-Tp)
Pada t = 8.8 menit, nilai y = 226.1 e -0.06 (8.8)
= 134.0884 sehingga nilai (Tr-Tp) = 134.0884
Tr – Tp = Jh.Ih = 134.0884 dan nilai Ih diketahui 97.4
Jh = 134.0884/97.4 = 1.3767
Nilai fh adalah nilai yang diperlukan kurva penetrasi panas untuk berubah 1 siklus log, dapat
dilihat dari kurva bahwa nilai fh adalah sekitar 34 menit.
Penentuan Fo:
Log g = Log (Jh.Ih) – B/fh
= Log (1.3767 x 97.4) – 53.2/34 = 0.5625
Dari tabel log g vs fh/U (Z=18oF) diperoleh nilai fh/U = 3.26 (hasil ekstrapolasi)
Fi = 10 (Tref-Tr)/Z
= 10 (250-250)/18
= 1
Fo = fh/ (fh/U x Fi) = 34/3.26 = 10.43 menit.
72
Lampiran 4b. Hasil Hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formulasi II
Data awal yang tersedia sebagai berikut
Fo = 20.30 menit Diperoleh dari perhitungan metode trapesium
CUT = 22 menit Diperoleh dari uji distribusi panas
CUT koreksi = 13.2 menit CUT koreksi = 0.6 x CUT
P = 40 menit P = waktu operator
B = 53.2 B = waktu proses = P + 0.6 CUT
Tr = 250o F Tr = suhu retort
Ti = 116.6o F Ti = suhu awal produk
Ih = 133.4 Ih = Tr-Ti
Persamaan garis hubungan antara (Tr-Tp) dan t (menit) : y = 177.3 e -0.06x
atau Log y = Log 177.3
– 0.06x Log e
Waktu untuk memulai proses: CUT – CUT koreksi
: 22 – 13.2 menit = 8.8 menit
Penentuan parameter proses termal:
Jh.Ih = (Tr-Tp) pada waktu yang menjadi titik nol perhitungan setelah CUT koreksi.
= (Tr-Tp) pada t=8.8 menit
Dari persamaan garis, diketahui bahwa x = waktu (menit) dan y = (Tr-Tp)
Pada t = 8.8 menit, nilai y = 177.3 e -0.06 (8.8)
= 105.1476 sehingga nilai (Tr-Tp) = 105.1476
Tr – Tp = Jh.Ih = 105.1476 dan nilai Ih diketahui 133.4
Jh = 105.1476/133.4 = 0.7882
Nilai fh adalah nilai yang diperlukan kurva penetrasi panas untuk berubah 1 siklus log, dapat
dilihat dari kurva bahwa nilai fh adalah sekitar 38 menit.
Penentuan Fo:
Log g = Log (Jh.Ih) – B/fh
= Log (0.7882 x 133.4) – 53.2/38 = 0.6217
Dari tabel log g vs fh/U (Z=18oF) diperoleh nilai fh/U = 3.70 (hasil ekstrapolasi)
Fi = 10 (Tref-Tr)/Z
= 10 (250-250)/18
= 1
Fo = fh/ (fh/U x Fi) = 38/3.7 = 10.25 menit.
73
Lampiran 4c. Hasil Hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formulasi III
Data awal yang tersedia sebagai berikut
Fo = 19.30 menit Diperoleh dari perhitungan metode trapesium
CUT = 22 menit Diperoleh dari uji distribusi panas
CUT koreksi = 13.2 menit CUT koreksi = 0.6 x CUT
P = 40 menit P = waktu operator
B = 53.2 B = waktu proses = P + 0.6 CUT
Tr = 250o F Tr = suhu retort
Ti = 84.74o F Ti = suhu awal produk
Ih = 165.26 Ih = Tr-Ti
Persamaan garis hubungan antara (Tr-Tp) dan t (menit) : y = 251.2 e -0.06x
atau Log y = Log 251.2
– 0.06x Log e
Waktu untuk memulai proses: CUT – CUT koreksi
: 22 – 13.2 menit = 8.8 menit
Penentuan parameter proses termal:
Jh.Ih = (Tr-Tp) pada waktu yang menjadi titik nol perhitungan setelah CUT koreksi.
= (Tr-Tp) pada t=8.8 menit
Dari persamaan garis, diketahui bahwa x = waktu (menit) dan y = (Tr-Tp)
Pada t = 8.8 menit, nilai y = 251.2 e -0.06 (8.8)
= 148.9740 sehingga nilai (Tr-Tp) = 148.9740
Tr – Tp = Jh.Ih = 148.9740 dan nilai Ih diketahui 165.26
Jh = 148.9740/165.26 = 0.9014
Nilai fh adalah nilai yang diperlukan kurva penetrasi panas untuk berubah 1 siklus log, dapat
dilihat dari kurva bahwa nilai fh adalah sekitar 38 menit.
Penentuan Fo:
Log g = Log (Jh.Ih) – B/fh
= Log (0.9014 x 165.26) – 53.2/38 = 0.6310
Dari tabel log g vs fh/U (Z=18oF) diperoleh nilai fh/U = 3.68 (hasil ekstrapolasi)
Fi = 10 (Tref-Tr)/Z
= 10 (250-250)/18
= 1
Fo = fh/ (fh/U x Fi) = 38/3.68 = 10.31 menit.
74
Lampiran 4d. Hasil Hitung Nilai Fo dengan Metode Ball untuk Formulasi IV
Data awal yang tersedia sebagai berikut
Fo = 19.71 menit Diperoleh dari perhitungan metode trapesium
CUT = 22 menit Diperoleh dari uji distribusi panas
CUT koreksi = 13.2 menit CUT koreksi = 0.6 x CUT
P = 40 menit P = waktu operator
B = 53.2 B = waktu proses = P + 0.6 CUT
Tr = 250o F Tr = suhu retort
Ti = 81.14o F Ti = suhu awal produk
Ih = 168.86 Ih = Tr-Ti
Persamaan garis hubungan antara (Tr-Tp) dan t (menit) : y = 285.5 e -0.06x
atau Log y = Log 285.5
– 0.06x Log e
Waktu untuk memulai proses: CUT – CUT koreksi
: 22 – 13.2 menit = 8.8 menit
Penentuan parameter proses termal:
Jh.Ih = (Tr-Tp) pada waktu yang menjadi titik nol perhitungan setelah CUT koreksi.
= (Tr-Tp) pada t=8.8 menit
Dari persamaan garis, diketahui bahwa x = waktu (menit) dan y = (Tr-Tp)
Pada t = 8.8 menit, nilai y = 285.5 e -0.06 (8.8)
= 169.3156 sehingga nilai (Tr-Tp) = 169.3156
Tr – Tp = Jh.Ih = 169.3156 dan nilai Ih diketahui 168.86
Jh = 169.3156/168.86 = 1.0027
Nilai fh adalah nilai yang diperlukan kurva penetrasi panas untuk berubah 1 siklus log, dapat
dilihat dari kurva bahwa nilai fh adalah sekitar 38 menit.
Penentuan Fo:
Log g = Log (Jh.Ih) – B/fh
= Log (1.0027 x 168.86) – 53.2/38 = 0.6712
Dari tabel log g vs fh/U (Z=18oF) diperoleh nilai fh/U = 4.26 (hasil ekstrapolasi)
Fi = 10 (Tref-Tr)/Z
= 10 (250-250)/18
= 1
Fo = fh/ (fh/U x Fi) = 38/4.26 = 8.92 menit.
75
Lampiran 5a. Hasil Analisis Proksimat dan Perhitungan Distribusi Energi dari Komponen Gizi
Makro untuk Formula I
Komponen Karbohidrat Lemak Protein Air Abu
Kandungan Makronutrien
(berdasarkan hasil
proksimat)
29.43% 11.12% 7.07% 51.17% 1.21%
Gram Makronutrien 66.22 g 25.02 g 15.91 g 115.13 g 2.72 g
Sumbangan Kalori 278.12 kal 230.18 kal 66.82 kal
Total kalori 575.12 kal
Berat Nasi Kaleng Total 225 Gram
% Sumbangan Kalori 48.36% 40.02% 11.62% Sesuai IOM
Lampiran 5b. Hasil Analisis Proksimat dan Perhitungan Distribusi Energi dari Komponen Gizi
Makro untuk Formula II
Komponen Karbohidrat Lemak Protein Air Abu
Kandungan Makronutrien
(berdasarkan hasil
proksimat)
24.14% 13.85% 7.34% 53.24% 1.43%
Gram Makronutrien 54.32 g 31.16 g 16.51 g 119.79 g 3.22 g
Sumbangan Kalori 281.14 kal 286.67 kal 69.34 kal
Total kalori 637.15 kal
Berat Nasi Kaleng Total 225 Gram
% Sumbangan Kalori 44.12% 45.01% 10.88% Sesuai IOM
Lampiran 5c. Hasil Analisis Proksimat dan Perhitungan Distribusi Energi dari Komponen Gizi
Makro untuk Formula III
Komponen Karbohidrat Lemak Protein Air Abu
Kandungan Makronutrien
(berdasarkan hasil
proksimat)
28.12% 12.15% 5.79% 53.55% 1.39%
Gram Makronutrien 63.27 g 27.34 g 13.03 g 120.49 g 3.13 g
Sumbangan Kalori 265.73 kal 251.53 kal 54.73 kal
Total kalori 572.05 kal
Berat Nasi Kaleng Total 225 Gram
% Sumbangan Kalori 46.45% 43.97% 9.24% Tidak sesuai IOM
Lampiran 5d. Hasil Analisis Proksimat dan Perhitungan Distribusi Energi dari Komponen Gizi
Makro untuk Formula IV
Komponen Karbohidrat Lemak Protein Air Abu
Kandungan Makronutrien
(berdasarkan hasil
proksimat)
30.22% 10.65% 6.12% 51.68% 1.33%
Gram Makronutrien 67.99 g 23.96 g 13.77 g 116.28 g 2.99 g
Sumbangan Kalori 285.56 kal 220.43 kal 57.83 kal
Total kalori 563.82 kal
Berat Nasi Kaleng Total 225 Gram
% Sumbangan Kalori 50.64% 39.90% 10.25% sesuai IOM
76
Lampiran 6. Kuisioner Uji Rating Hedonik
KUISIONER UJI RATING HEDONIK
Sampel :
Nama :
Tanggal Uji :
Instruksi :
1. Netralkan indra pengecap Anda dengan air putih.
2. Dihadapan Anda terdapat empat sampel, cicipilah sampel satu per satu dari kiri ke kanan.
3. Berikanlah penilaian Anda terhadap tingkat kesukaan masing-masing parameter
1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Agak tidak suka
4. Netral
5. Agak suka
6. Suka
7. Sangat suka
4. Netralkan indra pengecap Anda dengan air putih setiap selesai mengecap masing-masing sampel
5. Jangan membandingkan antarsampel.
Atribut Kode Sampel
678 174 538 421
Warna
Rasa
Aroma
Tekstur
Overall
Komentar :
77
Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Uji Rating Hedonik
Panelis Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur Overall
1 1 4 4 6 6 6
1 2 5 5 6 6 6
1 3 5 6 5 4 4
1 4 5 6 5 4 5
1 5 5 7 6 6 6
1 6 6 4 7 6 6
1 7 6 6 7 6 6
1 8 6 7 7 6 6
2 1 5 4 6 5 6
2 2 5 3 7 6 7
2 3 5 5 5 5 4
2 4 5 6 6 5 5
2 5 5 7 6 6 6
2 6 6 6 6 6 7
2 7 6 6 7 6 7
2 8 6 7 7 6 7
3 1 4 4 6 5 5
3 2 5 5 6 6 6
3 3 5 6 5 4 4
3 4 5 6 6 5 5
3 5 5 6 7 6 6
3 6 6 4 7 6 7
3 7 6 6 7 7 7
3 8 6 7 7 7 7
4 1 6 4 6 6 7
4 2 6 5 7 6 7
4 3 6 6 6 6 5
4 4 6 4 6 6 6
4 5 5 5 6 6 6
4 6 6 5 6 6 7
4 7 6 6 7 7 7
4 8 6 7 7 7 7
5 1 3 4 6 4 5
5 2 4 5 7 7 7
5 3 6 6 5 5 6
5 4 6 4 5 5 6
5 5 6 5 6 5 6
5 6 6 6 6 6 6
5 7 6 6 7 7 7
5 8 6 6 7 7 7
6 1 4 6 6 4 5
6 2 5 6 6 6 6
6 3 6 5 5 5 5
6 4 6 4 5 5 6
6 5 6 5 6 5 7
6 6 6 6 6 6 6
6 7 6 6 7 7 7
6 8 6 7 7 7 7
7 1 5 6 5 5 5
7 2 5 5 6 6 6
7 3 6 4 5 5 5
7 4 6 5 6 5 5
7 5 6 6 5 5 6
7 6 6 3 6 6 6
7 7 6 4 6 6 6
7 8 6 6 6 7 6
8 1 5 6 6 5 6
8 2 5 5 6 6 7
8 3 6 4 6 6 6
8 4 6 6 6 6 6
8 5 6 6 6 6 6
78
8 6 6 6 6 6 6
8 7 6 6 6 6 6
8 8 6 7 6 7 6
9 1 5 6 7 5 6
9 2 5 5 6 6 6
9 3 4 5 4 3 4
9 4 5 5 5 4 5
9 5 6 5 7 6 5
9 6 7 6 7 7 6
9 7 6 6 7 6 7
9 8 6 7 7 7 7
10 1 5 6 5 5 5
10 2 5 5 6 5 6
10 3 3 4 4 3 3
10 4 4 4 4 3 3
10 5 6 5 7 6 5
10 6 7 6 7 7 6
10 7 6 7 7 6 6
10 8 6 7 7 6 6
11 1 3 5 5 4 5
11 2 3 5 5 5 6
11 3 6 5 4 4 4
11 4 5 5 5 4 5
11 5 6 6 6 6 6
11 6 7 4 7 7 7
11 7 5 6 6 6 6
11 8 6 7 6 6 7
12 1 2 5 5 4 4
12 2 2 6 6 4 5
12 3 6 5 4 4 4
12 4 6 6 5 5 4
12 5 5 4 6 5 6
12 6 5 6 6 6 6
12 7 5 6 6 6 6
12 8 6 7 7 6 7
13 1 6 5 7 6 6
13 2 6 4 6 6 6
13 3 6 6 5 5 5
13 4 6 7 7 5 4
13 5 5 6 6 5 6
13 6 5 5 6 6 6
13 7 5 6 6 6 7
13 8 6 7 6 6 7
14 1 6 5 6 6 6
14 2 7 6 7 7 7
14 3 6 7 6 6 6
14 4 6 6 6 5 6
14 5 6 6 7 6 7
14 6 5 6 6 6 7
14 7 5 6 7 5 6
14 8 6 7 7 6 6
15 1 7 6 7 7 7
15 2 6 6 6 6 7
15 3 3 6 5 3 3
15 4 4 5 4 4 4
15 5 6 4 7 6 7
15 6 5 4 7 7 7
15 7 5 6 7 5 7
15 8 5 7 6 6 7
16 1 5 5 5 5 5
16 2 6 5 7 6 6
16 3 3 6 5 4 4
16 4 5 5 5 5 5
16 5 6 4 7 7 7
79
16 6 5 5 7 7 7
16 7 5 6 5 5 7
16 8 5 7 6 6 7
17 1 4 5 5 4 6
17 2 6 5 6 6 6
17 3 3 5 5 4 5
17 4 5 5 6 5 5
17 5 6 6 7 7 7
17 6 5 6 7 7 7
17 7 6 6 6 6 6
17 8 6 6 7 7 6
18 1 6 6 6 6 6
18 2 5 5 6 5 6
18 3 4 4 6 4 5
18 4 5 5 6 5 6
18 5 6 6 6 6 6
18 6 6 6 6 6 6
18 7 6 7 7 6 6
18 8 6 7 7 6 6
19 1 5 5 5 5 5
19 2 5 5 6 6 6
19 3 5 6 5 5 5
19 4 5 6 6 5 5
19 5 6 7 6 6 6
19 6 6 7 6 6 6
19 7 7 6 6 7 6
19 8 7 7 7 7 6
20 1 4 4 6 4 6
20 2 5 5 6 6 6
20 3 4 5 4 4 4
20 4 5 6 5 5 5
20 5 6 6 6 6 6
20 6 6 7 6 6 6
20 7 7 7 7 7 7
20 8 7 7 7 7 7
21 1 5 5 5 5 6
21 2 5 5 6 6 6
21 3 4 5 5 4 4
21 4 6 5 6 5 5
21 5 6 6 5 6 6
21 6 6 6 6 6 6
21 7 7 6 7 7 6
21 8 7 7 7 7 6
22 1 6 5 7 6 6
22 2 6 4 7 6 7
22 3 4 4 5 4 4
22 4 6 5 6 5 5
22 5 6 5 5 6 5
22 6 6 6 6 6 6
22 7 6 6 6 6 6
22 8 6 7 6 6 6
23 1 6 6 6 6 6
23 2 5 6 7 6 6
23 3 6 6 6 6 7
23 4 5 6 6 5 7
23 5 5 6 6 5 5
23 6 6 7 7 6 6
23 7 6 7 6 6 7
23 8 6 7 7 7 7
24 1 7 5 7 7 7
24 2 7 6 7 7 7
24 3 6 4 6 6 6
24 4 5 6 6 5 6
24 5 5 6 5 5 5
80
24 6 6 6 6 6 6
24 7 6 6 6 6 6
24 8 5 7 6 6 6
25 1 5 6 5 5 6
25 2 5 6 6 5 6
25 3 6 6 5 5 5
25 4 6 6 6 6 6
25 5 5 6 6 6 6
25 6 4 5 7 6 7
25 7 5 6 5 6 7
25 8 5 7 6 6 7
26 1 5 6 6 5 6
26 2 5 6 6 6 6
26 3 6 6 5 5 5
26 4 6 5 6 6 6
26 5 5 6 6 6 6
26 6 4 6 7 6 7
26 7 5 6 6 5 7
26 8 5 7 6 5 7
27 1 5 6 6 6 6
27 2 5 6 6 5 6
27 3 6 6 4 4 4
27 4 6 6 6 5 5
27 5 6 5 6 6 5
27 6 5 5 6 6 6
27 7 6 6 6 6 6
27 8 6 7 6 6 6
28 1 5 5 6 6 6
28 2 5 4 7 5 6
28 3 6 5 5 4 5
28 4 6 6 6 5 5
28 5 6 6 6 6 6
28 6 6 6 6 6 5
28 7 6 7 7 6 6
28 8 5 7 7 6 6
29 1 5 5 7 6 7
29 2 5 4 6 5 7
29 3 6 6 5 4 4
29 4 6 5 5 4 5
29 5 6 7 5 5 5
29 6 6 6 6 7 6
29 7 6 6 6 6 6
29 8 5 7 7 6 6
30 1 5 5 6 6 7
30 2 5 5 6 5 7
30 3 5 6 6 6 6
30 4 6 6 6 5 6
30 5 6 6 5 5 6
30 6 4 6 6 7 7
30 7 6 6 6 6 7
30 8 6 7 6 6 6
31 1 4 5 6 6 6
31 2 5 6 6 6 6
31 3 6 6 6 6 6
31 4 5 5 5 6 6
31 5 5 6 6 5 6
31 6 6 6 7 7 7
31 7 6 6 6 6 7
31 8 6 7 6 6 6
32 1 5 5 6 6 6
32 2 5 5 6 6 6
32 3 5 6 5 5 5
32 4 6 6 5 6 6
32 5 6 6 6 5 6
81
32 6 5 5 7 7 6
32 7 6 6 6 6 6
32 8 6 7 6 6 6
33 1 5 5 7 6 6
33 2 4 5 7 6 6
33 3 5 5 5 5 5
33 4 5 6 5 6 5
33 5 6 6 5 6 5
33 6 6 6 6 6 6
33 7 6 7 6 6 6
33 8 6 7 6 6 7
34 1 3 5 7 7 7
34 2 5 5 7 6 7
34 3 4 6 6 5 5
34 4 5 4 6 6 6
34 5 5 5 5 5 6
34 6 6 6 6 6 6
34 7 5 6 6 6 6
34 8 6 7 6 6 6
35 1 4 4 7 7 7
35 2 5 5 7 6 7
35 3 5 6 6 5 5
35 4 6 6 6 6 6
35 5 6 5 6 5 6
35 6 6 6 6 6 6
35 7 6 7 7 7 7
35 8 7 6 7 7 7
36 1 6 5 7 7 7
36 2 6 4 7 7 7
36 3 5 6 6 5 6
36 4 6 5 6 6 6
36 5 6 7 6 6 6
36 6 6 6 7 6 6
36 7 5 6 5 6 7
36 8 6 7 5 6 7
37 1 6 5 6 6 6
37 2 6 4 6 6 6
37 3 5 5 6 5 6
37 4 6 6 6 6 6
37 5 6 5 6 6 6
37 6 6 4 7 6 7
37 7 5 5 6 6 7
37 8 6 6 6 6 6
38 1 7 5 7 7 7
38 2 7 6 7 7 7
38 3 5 6 5 5 5
38 4 6 6 6 6 6
38 5 6 5 7 6 6
38 6 6 6 7 6 7
38 7 7 6 7 7 7
38 8 7 7 7 7 7
39 1 7 6 7 7 7
39 2 7 5 7 7 7
39 3 5 6 5 5 5
39 4 5 6 5 5 5
39 5 4 5 7 6 7
39 6 5 6 7 6 7
39 7 6 6 6 6 6
39 8 6 7 6 6 6
40 1 7 6 7 7 7
40 2 7 5 7 7 7
40 3 6 5 6 6 6
40 4 6 6 6 6 6
40 5 6 6 6 6 7
82
40 6 6 6 7 7 7
40 7 7 6 7 7 7
40 8 7 7 7 7 7
41 1 4 4 5 4 5
41 2 5 5 5 5 5
41 3 6 5 4 4 4
41 4 6 6 6 6 5
41 5 6 6 7 6 6
41 6 6 6 7 7 6
41 7 7 6 6 6 6
41 8 7 6 6 6 6
42 1 4 5 5 5 6
42 2 5 6 5 6 5
42 3 6 5 5 5 5
42 4 6 6 6 6 5
42 5 6 6 7 7 7
42 6 6 6 6 6 6
42 7 7 6 7 6 6
42 8 7 5 6 6 6
43 1 5 5 6 5 6
43 2 4 6 6 5 6
43 3 6 6 6 5 5
43 4 6 6 6 6 5
43 5 6 6 7 7 7
43 6 6 7 6 6 6
43 7 7 6 7 7 7
43 8 7 7 7 7 7
44 1 6 4 6 6 6
44 2 6 5 6 6 7
44 3 6 5 5 5 5
44 4 6 6 5 6 6
44 5 6 6 6 7 7
44 6 6 6 6 7 6
44 7 6 6 7 6 6
44 8 6 6 7 6 6
45 1 7 6 7 7 7
45 2 7 6 7 7 7
45 3 6 5 6 6 6
45 4 6 6 6 6 6
45 5 6 5 6 6 5
45 6 6 6 7 7 6
45 7 6 6 6 6 6
45 8 5 7 6 6 6
46 1 5 3 5 5 5
46 2 6 5 6 6 6
46 3 6 5 6 6 6
46 4 6 6 6 6 6
46 5 6 6 7 6 6
46 6 6 6 7 7 7
46 7 5 6 5 5 7
46 8 6 4 6 6 7
47 1 5 5 5 5 5
47 2 5 5 6 6 5
47 3 6 4 5 5 5
47 4 6 6 5 5 5
47 5 6 6 6 6 6
47 6 6 6 7 7 7
47 7 6 6 6 6 7
47 8 6 7 7 6 7
48 1 5 5 6 5 6
48 2 5 6 6 6 6
48 3 7 6 6 5 5
48 4 6 5 6 5 6
48 5 6 5 6 6 6
83
48 6 6 6 6 6 7
48 7 5 6 5 5 7
48 8 5 6 6 6 7
49 1 5 6 5 5 6
49 2 5 7 5 5 6
49 3 7 6 6 5 5
49 4 7 6 6 6 6
49 5 6 6 6 6 7
49 6 6 6 6 6 6
49 7 6 6 6 6 6
49 8 5 7 6 6 6
50 1 6 5 6 6 6
50 2 6 6 6 6 5
50 3 7 6 5 5 5
50 4 7 6 6 6 6
50 5 6 5 6 6 7
50 6 6 6 6 6 6
50 7 6 6 6 6 6
50 8 6 7 6 6 6
51 1 6 4 6 6 7
51 2 6 4 6 6 7
51 3 4 5 4 3 4
51 4 5 6 4 4 5
51 5 5 6 5 5 6
51 6 6 6 6 6 7
51 7 6 7 6 6 7
51 8 6 6 7 7 7
52 1 6 4 6 6 6
52 2 6 5 6 6 7
52 3 4 5 3 3 4
52 4 5 5 4 4 4
52 5 5 5 6 5 5
52 6 5 5 6 5 6
52 7 6 6 6 6 6
52 8 6 6 7 7 7
53 1 6 6 6 6 6
53 2 6 6 6 6 6
53 3 5 5 4 4 4
53 4 5 6 4 4 4
53 5 6 6 6 5 5
53 6 5 6 6 5 6
53 7 5 6 5 5 6
53 8 5 7 6 6 6
54 1 6 6 6 6 7
54 2 6 6 6 6 6
54 3 5 5 5 4 4
54 4 6 6 6 5 5
54 5 6 5 5 5 6
54 6 5 6 6 6 6
54 7 5 6 5 5 6
54 8 6 6 7 6 6
55 1 5 4 5 5 6
55 2 4 5 6 6 6
55 3 6 5 5 5 5
55 4 6 5 6 5 6
55 5 6 5 5 5 6
55 6 5 6 6 6 6
55 7 5 6 6 5 6
55 8 6 6 6 6 6
56 1 5 6 6 5 5
56 2 4 6 6 6 6
56 3 5 5 3 3 5
56 4 6 6 4 4 5
56 5 6 4 6 6 6
84
56 6 5 6 7 6 7
56 7 5 6 6 5 5
56 8 6 7 6 6 6
57 1 4 3 6 4 6
57 2 4 5 5 5 7
57 3 5 5 5 3 4
57 4 6 6 6 5 5
57 5 6 6 5 5 5
57 6 5 6 6 5 5
57 7 5 6 6 6 6
57 8 4 6 6 6 6
58 1 4 5 5 5 5
58 2 4 6 6 6 6
58 3 5 7 4 3 5
58 4 6 6 4 4 5
58 5 6 6 6 6 7
58 6 6 6 6 6 7
58 7 6 6 6 6 6
58 8 6 7 6 6 7
59 1 4 6 6 5 6
59 2 4 6 7 6 7
59 3 5 6 4 4 4
59 4 5 6 5 5 5
59 5 5 6 5 5 5
59 6 6 7 6 6 6
59 7 6 7 6 6 6
59 8 6 7 6 6 6
60 1 4 4 6 5 5
60 2 4 5 6 6 6
60 3 6 5 4 4 4
60 4 6 6 6 5 5
60 5 6 6 6 5 7
60 6 6 7 7 6 7
60 7 6 6 5 5 7
60 8 6 7 7 7 7
61 1 4 4 5 5 6
61 2 5 5 5 5 7
61 3 4 5 3 3 4
61 4 5 6 6 5 5
61 5 6 6 6 5 5
61 6 5 5 6 6 6
61 7 6 6 6 5 6
61 8 6 7 6 6 6
62 1 6 5 6 6 6
62 2 6 6 6 6 6
62 3 5 6 5 5 5
62 4 5 5 5 5 5
62 5 6 6 5 5 6
62 6 5 6 5 5 5
62 7 5 6 5 5 6
62 8 4 7 6 6 7
63 1 6 5 7 6 6
63 2 6 6 7 6 7
63 3 6 4 4 4 4
63 4 6 6 5 5 5
63 5 5 5 5 5 5
63 6 6 6 6 6 6
63 7 6 6 6 6 6
63 8 6 6 6 6 7
64 1 6 6 7 6 7
64 2 6 6 7 6 6
64 3 6 6 6 5 5
64 4 6 6 6 5 5
64 5 6 5 6 6 6
85
64 6 6 5 6 6 6
64 7 6 5 6 6 6
64 8 6 5 6 6 6
65 1 6 5 7 7 7
65 2 6 6 7 6 7
65 3 5 6 5 5 6
65 4 6 6 5 5 6
65 5 6 6 7 6 6
65 6 5 6 7 5 7
65 7 5 5 5 5 5
65 8 6 5 6 6 6
66 1 6 5 7 7 6
66 2 6 6 6 5 7
66 3 5 5 6 5 6
66 4 6 6 6 5 6
66 5 5 5 7 6 6
66 6 5 6 6 5 6
66 7 5 6 6 6 6
66 8 6 6 6 6 6
67 1 6 5 6 6 7
67 2 6 6 6 6 7
67 3 5 6 5 5 5
67 4 6 6 5 5 6
67 5 5 7 6 6 6
67 6 4 6 6 5 6
67 7 5 7 6 6 7
67 8 6 6 6 6 7
68 1 5 6 6 5 5
68 2 6 6 7 6 6
68 3 6 5 6 6 6
68 4 6 5 6 5 5
68 5 5 6 6 6 6
68 6 4 6 6 5 5
68 7 5 6 6 6 7
68 8 6 7 7 6 7
69 1 6 6 6 6 6
69 2 7 6 7 7 7
69 3 6 5 5 5 5
69 4 6 6 4 4 4
69 5 5 6 6 6 7
69 6 6 7 6 6 7
69 7 6 6 7 6 7
69 8 6 7 7 7 7
70 1 7 5 7 7 7
70 2 7 5 7 7 7
70 3 6 6 6 6 5
70 4 6 7 6 6 6
70 5 6 5 7 6 7
70 6 6 6 7 6 7
70 7 6 6 7 6 6
70 8 6 7 7 7 7
86
Lampiran 8. Hasil Output Data Analisis SPSS terhadap Uji Rating Hedonik
GLM Warna Aroma Rasa Tekstur Overall BY Sampel
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=Sampel(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(.05)
/DESIGN=Sampel.
General Linear Model
[DataSet0]
Between-Subjects Factors
Value Label N
Sampel 1 F0 70
2 F1 70
3 F2 70
4 F3 70
5 F4 70
6 F5 70
Post Hoc Tests (Sampel)
Parameter Rasa Dependent Variable:Skor
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 164.371a 71 2.315 5.021 .000
Panelis 164.000 69 2.377 5.155 .000
Sampel .371 2 .186 .403 .669
Error 63.629 138 .461
Total 2118.000 210
Corrected Total 228.000 209
a. R Squared = ,721 (Adjusted R Squared = ,577)
87
Skor
Duncan
Sampel N
Subset
1 2 3 4 5
3 70 5.0429
4 70 5.5000
5 70 6.0143
1 70 6.0286
7 70 6.1714 6.1714
2 70 6.2571 6.2571
6 70 6.3571 6.3571
8 70 6.4286
Sig. 1.000 1.000 .158 .094 .123
Parameter Warna
Dependent Variable:Skor
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Model 613.590a 72 8.522 23.330 .000
Panelis 94.362 69 1.368 3.744 .000
Sampel 6.924 2 3.462 9.477 .000
Error 50.410 138 .365
Total 664.000 210
a. R Squared = ,924 (Adjusted R Squared = ,884)
Duncan
Sampel N
Subset
1 2 3
1 70 5.1714
3 70 5.3000
2 70 5.3429
6 70 5.6286
4 70 5.6571 5.6571
5 70 5.6857 5.6857
7 70 5.7857 5.7857
8 70 5.9143
Sig. .203 .263 .063
88
Dependent Variable:Skor
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Model 613.590a 72 8.522 23.330 .000
Panelis 94.362 69 1.368 3.744 .000
Sampel 6.924 2 3.462 9.477 .000
Error 50.410 138 .365
Total 664.000 210
a. R Squared = ,924 (Adjusted R Squared = ,884)
Duncan
Sampel N
Subset
1 2 3
1 70 5.1714
3 70 5.3000
2 70 5.3429
6 70 5.6286
4 70 5.6571 5.6571
5 70 5.6857 5.6857
7 70 5.7857 5.7857
8 70 5.9143
Sig. .203 .263 .063
Parameter Aroma
Dependent Variable:Skor
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Model 2054.371a 72 28.533 61.883 .000
Panelis 164.000 69 2.377 5.155 .000
Sampel .371 2 .186 .403 .669
Error 63.629 138 .461
Total 2118.000 210
a. R Squared = ,970 (Adjusted R Squared = ,954)
89
Sampel N
Subset
1 2 3 4 5
1 70 5.0571
2 70 5.3143
3 70 5.3857
4 70 5.6286
5 70 5.6571
6 70 5.7857
7 70 6.0714
8 70 6.6429
Sig. 1.000 .530 .194 1.000 1.000
Parameter Tekstur
Dependent Variable:Skor
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Model 1640.362a 72 22.783 57.543 .000
Panelis 223.262 69 3.236 8.172 .000
Sampel 2.695 2 1.348 3.404 .036
Error 54.638 138 .396
Total 1695.000 210
a. R Squared = ,968 (Adjusted R Squared = ,951)
Skor
Duncan
Sampel N
Subset
1 2 3 4 5 6
3 70 4.6429
4 70 5.1286
1 70 5.6000
5 70 5.7286 5.7286
2 70 5.9143 5.9143
7 70 5.9571
6 70 6.1143 6.1143
8 70 6.2857
Sig. 1.000 1.000 .238 .088 .082 .116
90
Parameter Overall
Dependent Variable:skor
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 2000.171a 72 27.780 64.077 .000
panelis 179.314 69 2.599 5.994 .000
sampel 2.171 2 1.086 2.504 .085
Error 59.829 138 .434
Total 2060.000 210
a. R Squared = ,971 (Adjusted R Squared = ,956)
Skor
Duncan
Sampel N
Subset
1 2 3 4
3 70 4.8571
4 70 5.3286
1 70 6.0143
5 70 6.0143
6 70 6.3143
2 70 6.3429
7 70 6.3857
8 70 6.4857
Sig. 1.000 1.000 1.000 .123
91
Lampiran 9. Hasil Uji Lanjut Analisis Fisik Parameter Warna dan Tekstur
Parameter Nilai L
Duncan
Sampel N Subset
1
F1 4 2.8571
F4 4 2.8857
F2 4 3.0857
F3 4 3.2897
Sig. .053
Parameter Nilai b
Duncan
Sampel N Subset
1 2
F4 4 3.0000
F2 4 3.3571
F1 4 3.4000
F3 4 4.5610
Sig. 1.000 .727
Parameter Elastisitas
Duncan
Sampel N Subset
1
F4 4 1.2456
F1 4 1.3000
F3 4 1.6755
F2 4 1.6980
Sig. .077
Parameter Daya Kunyah
Duncan
Sampel N Subset
1 2
F1 4 3.9870
F3 4 4.5713
F2 4 4.7891
F4 4 5.5913
Sig. .927 .526
Parameter Nilai a
Duncan
Sampel N Subset
1 2
F2 4 3.1143
F1 4 3.3000
F3 4 3.3714
F4 4 3.4511
Sig. .072 .487
Parameter Kekerasan
Duncan
Sampel N Subset
1 2
F2 4 1.8143
F1 4 2.4713 2.4713
F3 4 2.3857 2.3857
F4 4 2.5678
Sig. 1.000 .911
Parameter Daya Kohesif
Duncan
Sampel N Subset
1 2
F1 4 2.2286
F3 4 2.6000
F4
F2
4
4
2.6429
2.7000
2.6429
2.7000
Sig. 1.000 .724
Parameter Kelengketan
Duncan
Sampel N Subset
1 2
F2 4 2.1080
F3 4 2.2711 2.2711
F1 4 2.3000 2.3000
F4 4 2.5120
Sig. 1.000 .727
92
Lampiran 10. Kuisioner Analisis Sensori untuk Penentuan Umur Simpan
Lembar Skor Analisis Sensori untuk Penentuan Umur Simpan Produk Nasi Kaleng
Nama :
Tanggal uji :
Intruksi : Di depan Anda terdapat enam sampel nasi kaleng, berikan penilaian Anda terhadap
empat parameter sensori sampel berdasarkan deskripsi yang telah ditetapkan.
Warna
Karakter Nilai Kode sampel
Warna putih-kuning sampai dengan
kuning muda.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
Warna kuning kusam/gelap 1
Tekstur
Karakter Nilai Kode sampel
Tekstur nasi pulen (mudah
dikunyah) dan mudah disendok.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
Tekstur nasi keras (sulit
dikunyah,berpasir) dan kering.
1
93
Aroma
Karakter Nilai Kode sampel
Terdeteksi aroma mentega, nasi
atau putih telur
10
9
8
7
6
5
4
3
2
Terdeteksi aroma tengik, amis dan
busuk
1
Rasa
Karakter Nilai Kode sampel
Gurih 10
9
8
7
6
5
4
3
2
Tidak Gurih 1
Komentar :
94
Lampiran 11a. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Warna Ordo 0
Lampiran 11b. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Warna Ordo 1
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ln s
kor
pan
elis
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ln s
kor
pan
elis
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)(Suhu 37oC) (Suhu 45
oC) (Suhu 55
oC)
(Suhu 37oC) (Suhu 45
oC) (Suhu 55
oC)
95
Lampiran 12a. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Rasa Ordo 0
Lampiran 12b. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Rasa Ordo 1
0
2
4
6
8
10
12
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Sko
r P
ane
lis
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ln S
kor
Pan
elis
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 55oC) Linear (Suhu 45oC)(Suhu 45oC) (Suhu 37
oC) (Suhu 55
oC)
(Suhu 45oC) (Suhu 37
oC) (Suhu 55
oC)
96
Lampiran 13a. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Aroma Ordo 0
Lampiran 13b. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Aroma Ordo 1
0
2
4
6
8
10
12
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Sko
r P
ane
lis
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
1.95
2
2.05
2.1
2.15
2.2
2.25
2.3
2.35
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ln S
kor
Pan
elis
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
(Suhu 55oC) (Suhu 45
oC) (Suhu 37
oC)
(Suhu 55oC) (Suhu 45
oC) (Suhu 37
oC)
97
Lampiran 14a. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Tekstur Ordo 0
Lampiran 14b. Kurva Hubungan Lama Penyimpanan dengan Parameter Tekstur Ordo 1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Sko
r P
ane
lis
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ln S
kor
Pan
elis
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
(Suhu 55oC) (Suhu 45
oC) (Suhu 37
oC)
(Suhu 55oC) (Suhu 45
oC) (Suhu 37
oC)
98
Lampiran 15a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Nilai L Ordo 0
Lampiran 15b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Nilai L Ordo 1
69
70
71
72
73
74
75
76
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Nila
i L
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
4.24
4.25
4.26
4.27
4.28
4.29
4.3
4.31
4.32
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ln N
ilai L
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
(Suhu 55oC) (Suhu 45
oC) (Suhu 37
oC)
(Suhu 55oC) (Suhu 37
oC) (Suhu 45
oC)
99
Lampiran 16a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Nilai a Ordo 0
Lampiran 16b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Nilai a Ordo 1
3.45
3.5
3.55
3.6
3.65
3.7
3.75
3.8
3.85
3.9
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Nila
i a
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
1.24
1.26
1.28
1.3
1.32
1.34
1.36
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ln N
ilai a
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
(Suhu 55oC)
(Suhu 55oC) (Suhu 55
oC)
(Suhu 45oC) (Suhu 37
oC)
(Suhu 45oC) (Suhu 37
oC) (Suhu 55
oC)
100
Lampiran 17a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Nilai b Ordo 0
Lampiran 17b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Nilai b Ordo 1
24.5
25
25.5
26
26.5
27
27.5
28
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Nila
i b
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
3.2
3.22
3.24
3.26
3.28
3.3
3.32
3.34
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ln N
ilai b
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
(Suhu 55oC) (Suhu 45
oC) (Suhu 37
oC)
(Suhu 55oC) (Suhu 45
oC) (Suhu 37
oC)
101
Lampiran 18a. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Kekerasan Ordo 0
Lampiran 18b. Kurva Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Parameter Kekerasan Ordo 1
0
200
400
600
800
1000
1200
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Nila
i Ke
kera
san
Lama Penyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 55oC)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Nila
i Ln
Ke
kera
san
Lama Peyimpanan (Hari)
Linear (Suhu 37oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 555oC)
(Suhu 55oC) (Suhu 45
oC) (Suhu 37
oC)
(Suhu 55oC) (Suhu 45
oC) (Suhu 37
oC)
102
Lampiran 19a. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Sensori Ordo 0
Lampiran 19b. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Sensori Ordo 1
-5.3
-5.2
-5.1
-5
-4.9
-4.8
-4.7
-4.6
0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325N
ilai L
n K
Nilai 1/T
Parameter Warna Parameter Rasa
Parameter Aroma Parameter Tekstur
-7.8
-7.6
-7.4
-7.2
-7
-6.8
-6.6
-6.4
0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325
Nila
i Ln
K
Nilai 1/T
Parameter Warna Parameter Rasa
Parameter Aroma Parameter Tekstur
103
Lampiran 20a. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analsis Fisik Ordo 0
Lampiran 20b. Kurva Hubungan antara Nilai 1/T dan Ln K Analisis Fisik Ordo 1
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325
Nila
i Ln
K
Nilai 1/T
Parameter Nilai L Parameter Nilai a
Parameter Nilai b Parameter Tekstur (TPA)
-7.8
-7.6
-7.4
-7.2
-7
-6.8
-6.6
-6.4
0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325
Nila
i Ln
K
Nilai 1/T
Parameter Warna Parameter Rasa
Parameter Aroma Parameter Tekstur
104
Lampiran 21. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Parameter Sensori dan Fisik
Parameter warna
Hari ke- Suhu
37oC 45oC 55oC
0 10 ±0,00 9,78±0,02 9,76±0,03
7 9,84±0,01 9,67±0,03 9,52±0,03
14 9,67±0,03 9,33±0,01 9,27±0,02
21 9,42±0,01 8,65±0,01 8,72±0,04
28 8,75± 0,01 8,6±0,00 8,24±0,01
35 8,55±0,01 6,98±0,01 7,21±0,04
42 6,45±0,04 6,17±0,03 6,77±0,03
Parameter aroma
Hari ke- Suhu
37oC 45oC 55oC
0 9,88±0,01 9,78±0,01 9,67±0,01
7 9,61±0,01 9,44±0,01 9,23±0,01
14 9,42±0,03 9,17±0,03 8,89±0,03
21 9,07±0,02 8,67±0,02 8,51±0,02
28 8,17±0,05 8,17±0,02 8,07±0,03
35 7,87±0,06 7,83±0,06 7,67±0,01
42 7,33±0,04 7,29±0,05 7,33±0,04
Parameter nilai L
Hari ke- Suhu
37 oC 45 oC 55 oC
0 74,26±1,21 74,26±1,34 74,26±1,56
7 74,21±0,98 74,11±1,77 74,25±1,67
14 73,58±1,71 73,89±1,63 73,18±1,13
21 72,39±1,55 73,27±1,26 72,89±0,89
28 72,22±1,08 72,18±1,12 72,13±0,76
35 71,67±0,91 71,89±0,76 71,67±1,89
42 70,13±1,45 70,07±1,13 70,07±1,54
Parameter nilai b
Hari ke- Suhu
37 oC 45 oC 55 oC
0 27,30±0,87 27,30±0,91 27,30±0,45
7 27,21±0,36 27,41±0,76 26,93±0,56
14 26,98±0,76 27,04±0,53 26,45±0,76
21 25,67±0,56 27,04±0,44 26,11±0,43
28 25,13±0,78 26,56±0,79 25,78±0,32
35 25,01±0,91 26,11±0,81 25,56±0,47
42 25,10±0,66 25,37±0,88 25,14±0,78
Parameter rasa
Hari ke- Suhu
37oC 45oC 55oC
0 9,74±0,01 9,68±0,02 9,31±0,02
7 9,32±0,02 9,29±0,02 9,07±0,01
14 8,53±0,01 8,59±0,01 8,44±0,03
21 8,21±0,03 8,17±0,04 7,98±0,03
28 7,47±0,02 7,27±0,05 7,37±0,03
35 7,03±0,02 6,98±0,03 6,85±0,02
42 6,49±0,02 6,33±0,03 6,31±0,04
Parameter tekstur
Hari
ke-
Suhu
37oC 45oC 55oC
0 9,27±0,02 9,21±0,03 9,17±0,03
7 8,76±0,04 8,67±0,04 8,62±0,04
14 8,32±0,04 7,89±0,03 7,84±0,05
21 7,89±0,05 7,39±0,04 7,17±0,05
28 7,26±0,03 6,67±0,07 6,53±0,03
35 6,73±0,08 5,84±0,06 5,87±0,07
42 5,42±0,08 5,39±0,07 5,31±0,08
Parameter nilai a
Hari ke-
Suhu
37 oC 45 oC 55 oC
0 3,82±0,38 3,80±0,78 3,82±0,65
7 3,82±0,56 3,80±0,68 3,79±0,89
14 3,80±0,77 3,81±0,56 3,78±0,67
21 3,75±0,13 3,78±0,79 3,73±0,87
28 3,76±0,98 3,72±0,23 3,71±0,98
35 3,71±0,46 3,68±0,35 3,67±0,89
42 3,69±0,78 3,66±0,51 3,51±0,97
Parameter Kekerasan
Hari ke-
Suhu
37 oC 45 oC 55 oC
0 340.16±6,78 310.67±4,87 308.75±5,34
7 409.71±8,79 413.71±5,98 429.66±5,67
14 480.88±7,78 500.24±4,34 543.42±5,34
21 547.47±7,43 593.71±6,67 654.55±4,45
28 607.18±3,45 672.12±7,78 725.97±7,11
35 777.89±3,67 752.43±3,12 841.71±6,54
42 878.31±5,13 910.18±7,17 955.65±9,34