Date post: | 14-Apr-2018 |
Category: |
Documents |
Upload: | gede-eka-putra-nugraha |
View: | 241 times |
Download: | 0 times |
of 21
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
1/21
Responsi Rematologi
LUPUS NEFRITIS
Disusun oleh:
Silvania C. Siagian 0610710124
Eka Rendy 0610713025
Maria Theresia P 0610713053
Pembimbing:
dr. C. Singgih Wahono, SpPD
LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM dr. SAIFUL ANWAR
MALANG
2011
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
2/21
BAB III
KASUS PASIEN
2.1 Identitas
Nama : Ny. Lilik
No. Rekam Medik : 10949751
Umur : 31 tahun
Pendidikan : SMP
Alamat : Desa Tumpak Rejo Pagedanjan, Malang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Status : Menikah 1x, Lama 9 tahun
Jumlah Anak : 1 anak
MRS : 14 Januari 2011
2.2 AnamnesaKeluhan Utama : sesak napas
Pasien datang dengan sesak napas sejak 3 hari yang lalu. Sesak dirasakan
bila pasien beraktivitas dan memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluh batuk sejak 3 hari yang lalu, berdahak berwarna putih.
Penderita juga mengeluh panas badan sejak 3 hari yang lalu, mendadak tinggi,
terus-menerus dan tidak turun dengan obat penurun panas.
Selama 3 hari ini, penderita juga mengeluh diare cair, frekuensinya 3-4 x
sehari disertai dengan darah, mucous, dan nyeri pada abdomen. Kulit wajah
penderita memerah pada daerah hidung dan sekitarnya, bibir, dan pipi sejak 1
bulan yang lalu. Merahnya terasa panas dan gatal bila terkena cahaya matahari.
Pasien juga mengeluh adanya penurunan nafsu makan, penurunan berat
badan tanpa mual dan muntah. Namun, dalam 1 hari terakhir pasien muntah 1x,
berisi cairan dan sisa makanan. Pasien mengeluhkan bengkak pada kaki dan
perut sejak 1 bulan yang lalu, hilang timbul.
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
3/21
Buang air kecil pasien lancar dan sama seperti biasanya serta tidak ada
perubahan. Riwayat minum jamu negatif. Sejak timbulnya gejala, pasien
langsung dibawa ke Rumah Sakit Saiful Anwar.
1 bulan yang lalu, pasien pernah dirawat dengan keluhan sesak napas di
Rumah Sakit Islam. Namun kemudian, pulang paksa karena kendala biaya. 1
minggu sebelum MRS di RSSA, pasien MRS lagi di RSI, namun kemudian
pulang lagi secara paksa dengan alasan yang serupa.
Riwayat penyakit kronis sebelumnya yang diderita pasien seperti hipertensi
dan DM disangkal. Riwayat penyakit keluarga dengan hipertensi dan DM juga
disangkal. Pasien juga mengeluh sejak menderita sakit, kehidupannya berubah.
Pasien menjadi mudah capek dan mengganggu aktivitas sehari-hari.
2.3 Pemeriksaan Fisik
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan sakit Sedang
Gizi Cukup
Keadaan
umum
Lemah
BB 43 kg ; TB 158 cm ; BMI : 17,2 kg/mm2
(underweight)Kesadaran Compos Mentis - GCS 456
Tanda vital Tensi 160/90 mmHg lengan kanan
Nadi 110 x/menit, reguler
RR 39 x/menit, cepat dangkal
Kulit kering
Kepala-Leher Malar rash (+)
Discoid rash (-)
Pembesaran kelenjar limfe leher (+),multiple, konsistensi
padat kenyal, tidak terfiksir, tidak nyeriJVP R + 3 cm H2O on 30 position
Telinga Serumen (-), membran timpani intak
Hidung Sekret (-) Perdarahan (-)
Mulut Oral ulcers (+) pada bibir bawah pasien berjumlah
multiple, batas tegas, menggaung, warna kemerahan
dengan terdapat bagian2 yang telah mengering. Diameter
0.5-2 cm.
Oral thrush (+) berwarna keputihan tersebar dalam
mukosa rongga mulut.
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
4/21
Mata Conjunctiva pucat (+), sklera ikterus (-)
Thoraks
Paru
Pengembangan dada simetris, Stem Fremitus D
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
5/21
2.4 Pemeriksaan Laboratorium
2.4.1 Urin Lengkap
2.4.2 Pemeriksaan Darah
Darah Lengkap
Tanggal Leukosit
(/l)Hb
(gr/dl)
PCV
(%)
Trombosit
(/l)LED
(mm/jam)
Hapusan Darah
14 Januari 2011 8100 9,0 24,9 226.000 - Erit NN
17 Januari 2011 5600 7,6 22,3 145.000 66 Erit NN
Hitung Jenis Leukosit
Tanggal Eos Bas St Segmen Ly Mo
17 Jan 2011 - - - 95 3 2
Serum Elektrolit
Tanggal Natrium
(mmol/l)
Kalium
(mmol/l)
Clorida
(mmol/l)
Kalsium
(mg/dl)
Fosfor
(mg/dl)
14 Jan 2011 100 4,02 72 - -
15 Jan 2011 109 3,97 79 - -
16 Jan 2011 116 3,87 88 8,7 8,0
18 Jan 2011 125 3,43 97 7,2 4,79
URINALISIS 15 Januari 2011 17 Januari 2011
pH 6,5 5
BJ 1.005 1.015
Protein 4+ 3+
Glucose - -
Nitrit 1+ -
Bilirubin - -
Urobilinogen - -
Lekosit 3+ 3+
Eritrosit 5+ 5+Epitel + +
Silinder - -
Eritrosit 4-5 /lpb 8-12 /lpb
Lekosit 10-15 /lpb 15-25/lpb
Kristal - -
Bakteri ++ +
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
6/21
Kimia Darah
Tanggal Ureum
(mg/dl)
Kreatinin
(mg/dl)
SGOT
(mU/ml)
SGPT
(mU/ml)
GDP
(mg/dl)
GD2jPP
(mg/dl)
GDA
(mg/dl)
14 Jan 2011 95,1 1,73 - - - - 99
15 Jan 2011 139,8 1,94 - - - - -
16 Jan 2011 - - - - - - 158
18 Jan 201 158,8 1,31 62 - - - -
Kimia darah
Tanggal Asam Urat
(mg/dl)
Kolesterol Total
(mg/dl)
HDL
(mg/dl)
LDL
(mg/dl)
Tg
(mg/dl)
Alb
(g/dl)
14 Jan 2011 - - - - - 1,84
17 Jan 2011 - - - - - 1,70
18 Jan 2011 - 221 30 124 379 -
Autoimun Anti ds DNA
19 Januari 2011 248,1
ANA Test
19 Januari 2011 2,12 (+)
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
7/21
2.6 Problem Oriented Medical Record (POMR)
Cue & Clue P. List I.Dx P.Dx P.Tx P.Mo1. Wanita, 31 th- Fotosensitivity- Malar rash- Oral thrust,
oral ulcer- Sesak nafas,
batuk (riakputih), dandemam sejak3 hari
- RR 39x/menit- P/ dull/s
dull/sdull/s
- A/ turun/vturun/vturun/v
- Rh : - -- +- +
- Wh :+ ++ ++ +
- Anemia(7,6)- Trombositope
ni (145000)- Hipoalbumine
mia (1,70)- Edema
tungkai, ROMmenurun
- Anti-dsDNA(+)
- ANA test (+)- Ur 158,8
Cr 1,31GFR 49,69Azotemia
renal (56,65)- Proteinuria(4+),hematuria(5+), pyuria(3+)
- T : 150/90
1. SLEdenganlupus nefritis
Methylprednisolone tab 3x16mg
- VS- Complain
2.Wanita, 31 th- Sesak nafas
sejak 3 hari- Batuk sejak 3
hari lalu, riak
(+) putih- Demam sejak
2. SOB 2.1EfusiPleura
2.2Pneumonia
2.3HF st B
- prove cairanpleura
- Evakuasicairan pleura
-Ceftriaxone2x1 gr (iv)
-O2 2-4 lpm
(nasal canul)-Posisi
-Complain- VS
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
8/21
3 hari lalu- RR 39x/men
semifowler
3.Wanita, 31 th- Sesak saat
aktivitas- T : 150/90
mmHg
4.HF st B 4.1HHD4.2ASHD
-Echocardiografi
- O2 2-4 lpm(nasal canul)- Furosemide40 mg 0 0(i.v)- Captopril tab
3 x 6,25 mg- Posisi
semifowler
-VS-Complain
5.Wanita, 31 th
- Conjunctiva/pucat
- Lemah- Hb 7,6 g/dl
6. Anemia N-
N
6.1 Chronic
disease6.2Occult
bleeding
- - - VS
- Complain
6.Wanita, 31 th- Bengkak
tungkai- Efusi pleura- Albumin 2,17
7.Hipoalbuminemia
7.1 Renalloss
7.2 Lowintake
- - TransfusiAlbumin 20%100 cc
-Cek labkimia darah
2.7 Follow Up Pasien
Tanggal S O A P
20 Januari201106.00 WIB
Batukdahak,susahBAK,tangankanan dankiri terasakaku serta
sakit, tidakbisa tidur
KU : lemahGCS: 345T : 150/90 mmHgN : 80 x / menitRR : 24 x / menitTax : 36,7 OC
Produksi Urine 300 cc
Rh : + - Wh: - -+ + + +-- - -
P s/s A v/vdull/s turun/vdull/s turun/v
Anti ds-DNA 248,1(>92,6)
1. SLE dengan lupusnefritis2. SOB
2.1Efusi Pleura2.2Pneumonia2.3HF st B
3. HF st B3.1HHD
3.2ASHD4. Anemia N-N4.1 Chronic disease4.2Occult bleeding
5.Hipoalbuminemia5.1 Renal loss5.2 Low intake
PDx : periksa BMD di poliosteoporosis paviliuntgl 21/01/2011 pk09.00, cek lab dantunggu hasil
PTx :
Pasang foley kateter
O2 2-4 lpm nasal canul
Semi fowler position Balance cairan negatif
500 cc/hari
Furosemide 40 mg 0 0 (i.v)
Ceftriaxone 2x1 gr (i.v)
PO:Methylprednisolon tab3x16 mgCaptopril 3x6,25 mgOmeprazole tab 2x20
mg
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
9/21
ANA test 2,12 (> 1,1) Diet TKTP, ekstrakutuk, ekstra CPT
Evakuasi cairan pleura Transfusi Albumin 20%
100 cc
Rencanacyclophosplamid (i.v)pulse 750 mg tundasampai GCS normal
Drip Methylprednisolon500 g/ 100 cc NShabis dalam 1 jam(steroid oral stop)
21 Januari201106.00 WIB
Mulai bisatidur, mulutmasih sakit
KU : lemah,GCS 445T : 130/70 mmHgN : 96 x / menitRR : 20 x / menit
Produksi Urine 200 ccsejak semalam
Rh : + - Wh: - -+ + + +-
- - -
1. SLE dengan lupusnefritis2. SOB
2.1Efusi Pleura2.2Pneumonia2.3HF st B
3. HF st B3.1HHD3.2ASHD
4. Anemia N-N4.1 Chronic disease4.2Occult bleeding
5.Hipoalbuminemia5.1 Renal loss5.2 Low intake
PDx : -PTx :
O2 2-4 lpm nasal canul
Ceftriaxone 2x1 gr (i.v)
Semi fowlar position
Balance cairan negatif500 cc/hari
Furosemide 40 mg 40 mg 0 (i.v)
PO:Captopril tab 3x6,25 mgOmeprazole tab 2x20 mg
Drip Methylprednisolon500 g/ 100 cc NS
0,09% 750 mghabis dalam 1 jam
Diet TKTP, ekstrakutuk, ekstra CPT
22 Januari201105.00 WIB
Mulutmasihsakit, batuk(+), sesak(+)
KU : lemahGCS 456T : 170/100 mmHgN : 92 x / menitRR : 20 x / menit
Rh : - - Wh: - -+ + - -+ + - -
1. SLE dengan lupusnefritis2. SOB
2.1Efusi Pleura2.2Pneumonia
2.3HF st B3. HF st B
3.1HHD3.2ASHD
4. Anemia N-N4.1 Chronic disease4.2Occult bleeding
5.Hipoalbuminemia5.1 Renal loss5.2 Low intake
PDx : BGA cito-PTx :
Pasang NGT
Semi fowler position
Balance cairan negatif
500 cc/hari O2 2-4 lpm nasal canul
Furosemide 40 mg 40 mg 0 (i.v)
Ceftriaxone 2x1 gr (i.v)
PO:Captopril tab 3x6,25 mgOmeprazole tab 2x20 mgAmbroxol tab 3x30 mg
Drip Methylprednisolon750 mg/ 100 cc NS
0,09% habis dalam 1
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
10/21
jam
Diet TKTP, ekstra
kutuk, ekstra CPT
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
11/21
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis Lupus Nefritis (LN)
Systemik Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit multisistem
yang disebabkan oleh produksi antibodi dan ikatan deposisi komplek imun yang
mengakibatkan kerusakan jaringan. Dengan banyakya antibodi yang berbeda
yang dapat diproduksi pada pasien dengan SLE, target organ spesifik yang
berbeda dari antibodi dapat menyebabkan gambaran klinis dengan spektrum
yang luas, yang ditandai dengan remisi dan eksaserbasi. Respon imun yang
patogen kemungkinan merupakan hasil rangsangan dari lingkungan dengan
melakukan tindakan dalam pengaturan gen dengan kerentanan tertentu.
(Wallace,2007)
Sebelum menegakkan diagnosis lupus nefritis, maka harus sterlebih dahulu
ditegakkan diagnosis SLE. Penegakan diagnosis SLE dilakukan berdasarkan
kriteria ACR. Pada pasien yang telah dijabarkan pada bab III, didapatkan gejala-
gejala yang dapat dilihat pada table 4.1.
No Kriteria Pasien
1 Malar rash +
2 Discoid rash -
3 Photosensitivity +
4 Oral ulcers +
5 Arthritis (non erosif) +
6 Serositis (pleuritis, perikarditis,dll) +
7 Renal disorder (Proteinuria, Bentukan Cast eritrosit,
leukosit, seluler, granuler)
+
8 Neurologic disorder (Kejang, psikosa, tanpa
disebabkan obat /gangguan metabolik)
-
9 Hematologic disorder (Anemia Hemolitik; Leukopenia;
Limfopenia; Trombositopenia)
+
10 Immunologic disorder Anti-dsDNA (+) +
11 ANA (+) +
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
12/21
Tabel 4.1 Diagnosis SLE berdasarkan ACR
Pada pasien yang kami amati, didapatkan timbulnya malar rash berupa
kemerahan pada kulit yang menetap. Sebagian besar permukaan kulit yang
memerah datar dan terletak pada pipi, hidung, dan bibir. Ruam yang timbul pada
kulit tersebut muncul dan tampak makin memerah saat terkena sinar matahari
dan sedikit mereda bila memasuki ruangan yang remang-remang. Pada bagian
bibir dari pasien tampak adanya oral ulcer berupa plak-plak dan bintik-bintik.
Plak-plak tersebut jumlahnya multiple, dengan memiliki batas yang tegas,
menggaung, berwarna kemerahan dan dengan diameter 0,5-2 cm dan juga
didapatkan daerah yang mengering. Selain oral ulcer juga didapatkan oral trush
dengan warna keputihan dengan jumlah yang multiple yang tersebar pada
mukosa rongga mulut. Pasien juga menunjukkan keluhan sesak, demam, RR
39x/menit, perkusi dada redup, dan suara nafas yang menurun menunjukkan
pada pasien ini terjadi pleuritis yang kemudian menyebabkan efusi pleura.
Pada sendi siku, lutut, proksimal interphalang, distal interphalang dan
beberapa sendi yang lain pada pasien didapatkan adanya nyeri dan penurunan
area gerak dari sendi. Selain nyeri, juga timbul adanya pembengkakan pada areadari sendi-sendi terebut. Kelainan pada ginjal juga ditemukan berupa tekanan
darah 150/90, hematuria 5+, dan proteinuri 4+. Hasil laboratorium terdapat
anemia (7,6 g/dl), trombositopenia (145.000) menunjukkan ada gangguan
hematologik. Hasil Anti ds DNA pasien menunjukkan angka 248,1 dan hasil ANA
tes dari pasien ini 2,12 yang artinya tes ANA pasien ini positif.
Anemia yang terjadi pada pasien SLE dapat dikategorikan menjadi 2
kelompok berdasarkan mekanismenya, yaitu nonimun dan imun. Kelompok yang
dimediasi oleh nonimun termasuk anemia karena penyakit kronik, anemiadefisiensi besi, anemia sideroblastik, anemia karena penyakit renal, drug
induced anemia, dan anemia sekunder karena gangguan yang lain (sickle cell
anemia). Anemia yang dimediasi oleh sistem imun pada SLE, termasuk AIHA,
drug induced anemia hemolitik, anemia aplastik, pure red cell aplasia, dan
anemia pernisiosa. Anemia yang terjadi pada pasien SLE tersebut biasanya
merupakan anemia normokrom normositer.
Dalam sebuah studi prospektif dari 132 kasus pasien SLE dengan
anemia (hemoglobin 12 g/dL pada wanita dan 13.5 g/dL pada pria) ditemukan
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
13/21
penyebab tersering adalah anemia penyakit kronik (37%), anemia defisiensi besi
(36%), and anemia hemolitik autoimun (14%). Penyebab lain (13%) termasuk
anemia pernisiosa, gagal ginjal kronik, cyclophosphamide-induced myelotoxicity,
dan kondisi miscellaneous (102). Bukanlah suatu hal yang tidak jarang dapat
terjadi kombinasi antara dua atau lebih faktor penyebab anemia pada seorang
pasien.
Pemeriksaan anemia hemolitik dapat diketahui melalui pemeriksaan fisik
didapatkan ikterus, splenomegali, urin berwarna merah kecoklatan, adanya
coomb test, peningkatan retikulosit pada hapusan darah, pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan kadar bilirubin indirek.
Pada pasien ini, terdapat gangguan hematologi anemia. Pada hapusan
darah (blood smear) diketahui merupakan suati anemia normokrom normositer.
Warna urin pasien gelap merah kecoklatan. Pada inspeksi, tidak didapatkan
sklera atau mukosa ikterik. Pada perkusi abdomen, didapatkan traube space
dullness menunjukkan ada suatu penambahan massa di daerah traube space,
yang kemungkinan berasal dari pembesaran limpa. Namun, pada pasien ini tidak
dilakukan pemeriksaan bilirubin, hapusan darah manual untuk mengamati
adanya retikulosit.Dari kesebelas kriteria berdasarkan ACR untuk penegakan diagnosis
penyakit SLE berdasarkan ACR, pada pasien ini didapatkan tujuh data yang
masuk dalam kriteria penegakan diagnosa SLE. Sembilan data tersebut sudah
cukup untuk menegakkan bahwa bahwa pasien ini menderita SLE.
Lupus nefritis sebagai salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas
pada pasien SLE. Keadaan lupus nefritis ini sangatlah pleomorfik. Empat
kompartemen ginjal yaitu glomerulus, tubulus, interstitium, dan pembuluh darah,
mungkin dapat terganggu. Glomerulus yang berdekatan dari biopsi tunggal dapat
menunjukkan keterlibatan variabel, sebagaimana biopsi dari pasien dengan
manifestasi klinis yang serupa. Seiring waktu lesi glomerular dapat berubah dari
satu pola ke pola yang lain. Selama bertahun-tahun, peneliti telah berusaha
untuk mendefinisikan dan mengukur banyak morfologi lesi dari lupus nefritis
secara komprehensif dan sistematis. Klasifikasi awal terkenanya ginjal pada
pasien SLE hanya dibagi menurut perubahan glomerulus dalam bentuk ringan
(glomerulitis lupus), bentuk proliferatif berat (glomerulonefritis lupus aktif) dan
membranous glomerulopathy (Wallace,2007).
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
14/21
Pada pasien ini terdapat gejala-gejala yang terdapat pada kriteria lupus
nefritis, seperti yang tertera pada table 4.2:
Lupus Nefritis Pasien
1. Proteinuria +
2. Hematuria persistent (>5/lpb) +
3. Pyuria (>5/lpb) +
4. Cast (eritrosit, leukosit, seluler, granuler) +
5. Edema +
6. Hipertensi +
7. Peningkatan ureum/creatinin +
8. Hipoalbuminemia +
Tabel 4.2 Kriteria Lupus nefritis
Pada pasien ini, dari hasil urinalisis didapatkan proteinuria (4+),
hematuria (5+ atau 4-5/lpb dan 8-12/lpb) pada 2x pemeriksaan, leukosituria (3+
atau 10-15/lpb dan 15-25/lpb), dan cast . Selain itu, juga didapatkan edema pada
kedua tungkai, hipertensi (160/90), peningkatan ureum/creatinin (158,8/1,31),
dan hipoalbuminemia (1,70).
Klasifikasi lupus nefritis dapat diklasifikasikan menjadi 5 kelas sebagai
berikut:
Kls Pola Deposisi
imun
kompleks
Sedimen Proteinu
ria
(24jam)
Cr
serum
TD Anti
ds-
DNA
C3/C4
I Normal (-) Bland 3500
mg
N -
dialisis
Tinggi (+)
titer
tingg
i
V Membr Mesangial, Bland >3000 N N (-) N
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
15/21
anous subepitelial mg ringan titer
men
enga
h
Tabel 4.3 Klasifikasi Lupus nefritis (WHO)
Keadaan pasien ini telah memenuhi kriteria untuk menegakkan diagnosis
sebagai lupus nefritis. Dari klasifikasi lupus nefritis berdasarkan WHO, keadaan
pasien ini termasuk lupus nefritis kelas III.
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
16/21
4.2 Penatalaksanaan Lupus Nefritis (LN)
Pada dasarnya, tujuan penatalaksanaan lupus nefritis terdiri dari
(Houssiau, 2004:
1. Mencapai remisi ginjal secepatnya
2. Menghindari flare ginjal
3. Menghindari gangguan ginjal kronik
4. Memenuhi tujuan tersebut dengan toksisitas minimal.
Gold standar untuk terapi lupus nefritis adalah dengan imunosupresan
nonspesifik, menggunakan kombiansi glukokortikoid dan obat-obatan sitotoksik.
Hal ini berdasarkan pada efek inhibisi terhadap sistem imun, ketersediaan yang
mudah didapat, dan harganya yang relatif murah. Glukorkortikoid yang dapat
terdiri dari prednisone, prednisolone, dan methylprednisolone. Dosis
glukokortokoid yang digunakan adalah 0,5 1 mg/kgBB/hari, diberikan per oral.
Obat-obatan sitotoksik dapat menggunakan cyclophosphamid dan
mycophemolate mufetil (MMF). Pemberian cyclophosphamide dapat melalui oral
dan intravena. Dosis yang digunakan adalah 0,7 2,5 mg/kgBB (IV) dan 1,5 3
mg/kgBB/hari (PO). Dosis pemberian MMF adalah 2 -3 gr/hari (PO).
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
17/21
Pemberian prednison 1 mg / kg / hari selama sedikitnya 4 minggu,
tergantung pada respon klinis. Ras dan usia pasien akan berdampak terapi
steroid. Anak-anak dan dewasa muda usia awal 20-an mungkin lebih sensitif dan
memerlukan steroid dosis tinggi prednison dibandingkan pasien yang lebih tua.
Rheumatologists Pediatric tidak jarang menggunakan prednison dosis tinggi 2
mg / kg / hari. Obat sitotoksik sering berbulan-bulan untuk menjadi efektif, dan
glukokortikoid menstabilkan pasien sementara. Prednisone berefek maksimal
lebih dari 3 sampai 4 bulan. Dosis diturunkan menjadi 15 mg/hari sesuai
kebutuhan untuk kegiatan ekstrarenal (Wallace,2007)
Penggunaan Prednisone sendiri dapat menekan munculnya penyakit
proliferatif, terutama kelainan sedimen ginjal, tetapi tindakan ini dikaitkan dengan
banyak jaringan parut ginjal, dan komplikasi terkait steroid. Tergantung pada
keadaan klinis individu, obat-obatan sitotoksik harus ditambahkan pada awal
terapi. Penelitian menunjukkan bahwa penambahan obat sitotoksik diusahakan
tepat waktu kerena terkait dengan peningkatan peluang untuk menghindari tahap
akhir dari penyakit ginjal, dan selain itu juga sebagai steroid-sparing. Beberapa
manfaat tersebut didapat diperlukan pemberian sitotoksik selama minimal 2
tahun pada sebagian besar penserita (Wallace,2007).Pemberian cyclophosphamide intravena diberikan setiap bulan selama 6
bulan sesuai dengan regimen dari NIH. Saat ini terapi ini tidak berturut-turut
selama lebih dari 6 bulan. 2-Mercaptoethane natrium sulfonat (Mesna, Bristol-
Myers Squibb Onkologi / Imunologi) dapat diberikan dengan cara infus untuk
meminimalkan toksisitas kandung kemih, dan ondansetron (Zofran, Glaxo
Wellcome Onkologi / HIV) atau granisetron (Kytril, SmithKline Beecham) untuk
meminimalkan mual. Berdasarkan penelitian Contreras , kita dapat menyertakan
induksi dengan siklofosfamid dengan MMF atau azathioprine hingga 5 tahun.
Saat ini sebuah penelitian klinis mengevaluasi terapi MMF versus siklofosfamid
untuk induksi 6 bulan dilanjutkan oleh perbandingan MMF versus azathioprine
untuk terapi pemeliharaan (Wallace,2007).
Penderita dengan terapi siklofosfamid. Setelah 6 bulan melakukan terapi
siklofosfamid, dimana didapatkan 10% dan 40% penderita, terutama penderita
kaum minoritas (Afrika Amerika dan Hispanik) dan mereka dengan sedimen urin
nephritic yang berkelanjutan, akan mengalami resistansi terhadap pemberian
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
18/21
terapi prednison ditambah siklofosfamid intravena. Berikut strategi yang mungkin
dapat dipertimbangkan:
- Setiap bulan besaran dosis metilprednisolon dapat ditambahkan
siklofosfamid intravena untuk pasien dengan kerusakan ginjal berat, tetapi
tidak disarankan untuk menukarnya.
- Mengganti obat-obatan oral imunosupresan dengan azathioprine, MMF,
cyclosporin, cyclophosphamide, atau kombinasi dari obat-obatan tersebut.
- Meningkatkan dosis kortikosteroid setiap hari setelah induksi tidak disarankan
untuk ginjal dengan indikasi meningkatnya dosis yang lebih tinggi dapat
memperbaiki kelainan sedimen tetapi tidak meningkatkan outcome dari ginjal
untuk jangka panjang.
- Pertimbangan dari terapi eksperimental termasuk deplesi sel B dengan
rituximab (anti-CD20), gamma globulin intravena, penambahan CTLA4-Ig
untuk terapi siklofosfamid atau transplantasi sumsum tulang belakang.
Flares akut dengan kerusakan ginjal dapat dikelola dengan pemberian
metilprednisolon dan mempertimbangkan regimen imunosupresif baru. Apheresis
mungkin berguna jika pasien memiliki cryoglobulinemia, hyperviscosity,
katastropik sindrom antifosfolipid antibodi atau purpura trombotik trombositopenik(Wallace,2007).
Keadaan khusus mungkin memerlukan penyesuaian atau perubahan
dalam regimen di atas. Ini termasuk:
- Kortikosteroid: diabetes atau hipertensi tidak terkendali, beberapa tempat dari
nyeri nekrosis avaskular, osteoporosis berat, psikosis steroid, infeksi yang
mengancam jiwa, dan miopati yang berat.
- Cyclophosphamide: sistitis hemoragik refraktori, mual yang berat dan / atau
disertai muntah, penolakan dari penderita untuk menerima kemungkinan
terjadi infertilitas pada dirinya, terapi radiasi sebelumnya, riwayat keganasan,
sitopenia sebagai akibat dari penekanan sumsum (cytopenias sebagai akibat
kerusakan perifer bukan kontraindikasi ).
Azathioprine atau mofetil mycophenolate biasanya merupakan agen pilihan lini
kedua. Walaupun jarang, siklosporin, chlorambucil, 2-CDA atau mustard
nitrogen (256) mungkin disarankan (Wallace,2007).
Pada pasien ini, penatalaksanaan yang telah diberikan adalah
methylprednisolone tablet 3 x 16 mg (PO). Hal ini telah sesuai karena berat
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
19/21
badan pasien adalah 43kg. Selanjutnya, terapi methylprednisolone per oral
diberhentikan kemudian diganti dengan drip methylprednisolone 500 gr dalam
100cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam karena... Namun, pada pasien ini,
pengobatan dengan cyclophosphamide masih baru dalam perencanaan dan
belum diberikan kepada pasien, karena kesadaran pasien masih menurun.
Selain itu, pasien ini diberikan penanganan untuk mengatasi gejala-gejala
lain yang timbul dan untuk memonitor perkembangan keadaan pasien.
Diantaranya adalah:
1. Kateter, bertujuan untuk memantau produksi urin per hari sehingga dapat
diketahui perkembangan fungsi ekskresi ginjal.
2. Semi fowler position, untuk mengurangi gejala sesak yang timbul.
3. Balance cairan negatif 500cc/hari, ditujukan untuk mengurangi asupan
cairan yang ada di intravaskuler karena cairan yang ada pada tubuh
pasien ini menjadi berkurang pengeluarannya.
4. Furosemide 40mg 0 0, ditujukan untuk mengeluarkan kelebihan
cairan yang ada di intravaskuler, sehingga cairan yang telah keluar ke
interstitial dapat mengisi intravaskuler lagi. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi oedem paru, efusi pleura, danedema tungkai.5. Ceftriaxone 2 x 2 gr (IV), ditujukan untuk mengeradikasi kuman penyebab
infeksi, bisa juga untuk mengatasi infeksi pada saluran nafas karena pada
pasien ini ada gejala batuk dan oral ulcer.
6. Captopril tab 3 x 6,25 mg, ditujukan untuk mengatasi hipertensi pada
pasien ini.
7. Omeprazole tab 2 x 20 mg, ditujukan untuk mengurangi produksi asam
lambung.
8. Diltiazem 2 x 30 mg
9. Diet TKTP, ekstrakutuk, ekstra CPT, ditujukan untuk meningkatkan
asupan protein karena pada pasien ini terdapat hipoalbuminemia akibat
proteinuria.
10. Transfusi albumin 20% 100cc, ditujukan untuk meningkatkan kadar
albumin serum karena pada pasien ini terdapat hipoalbuminemia akibat
proteinuria.
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
20/21
11. Evakuasi cairan pleura, ditujukan untuk mengeluarkan cairan efusi di
rongga pleura sehingga dapat mengurangi keluhan sesak pada pasien
ini.
4.3 Prognosa
Sebelum tahun 1950, SLE merupakan penyakit byang fatal. Pemakaian
preparat kortikosteroid merupakan pengobatan pertama yang memberikan hasil
baik pada penyakit ini. Pemakian kortikosteroid yang lebih teratur dan terencana,
pemakaian obat imunosupresif dan penggunaan antibiotic, antihipertensi, dialysis
serta transplantasi ginjal lebih memperpanjang survival rate lagi. Survival rate 5
tahun sebesar 50% pada tahun 1954, menjadi 95% padatahun 1976 hingga saat
ini. Kematian paling sering terjadi akibat komplikasi pada ginjal dan susunan
saraf pusat (Albar,1987).
Pada pasien ini menderita SLE disertai dengan komplikasi pada ginjal,
hal ini terlihat pada pemerikasaan berupa proteinuria, hematuria, leukosituria,
dan cast . Selain itu, juga didapatkan edema pada kedua tungkai, hipertensi
(160/90), peningkatan ureum/creatinin, dan hipoalbuminemia. Komplikasi pada
ginjal pasien akan berpengaruh pada peningkatan factor-faktor yang dapatmenyebabkan kematian seperti terjadinya hipertensi berat, dislipidemia yang
dikarenakan adanya nephritic syndrome, insulin resisten atau hiperglikemia
karena kortikosteroid, anticardiolipin antibody dan peningkatan level homosistein.
Hal-hal tersebut di atas dapat menciptakan suatu kerusakan dari system dari
jantung dan system pembuluh darah sehingga pada akhirnya akan terjadi
kematian pada jantung. Sehingga tepat bila dikatakan bahwa pasien dengan
lupus nefritis digolongkan termasuk SLE yang berat dan memiliki resiko kematian
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan SLE yang tanpa disertai dengan
kelainan pada ginjalnya.
7/30/2019 Fulldraft SLE Nefritis
21/21
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
1. Pasien wanita, usia 31 tahun, dengan keluhan malar rash,
fotosensitivitas, oral ulcer, arthritis, serositis (pleuritis), hematologic
disorder, immunologic disorder, lupus nefritis, dan ANA test (+) dapat
ditegakkan bahwa pasien tersebut menderita SLE.
2. Pasien wanita, usia 31 tahun, dengan adanya proteinuria, hematuria,
pyuria, cast, dan edema tungkai, hipertensi, peningkatan ureum/creatinin,
dan hipoalbuminemia dapat ditegakkan bahwa pada pasien tersebut
terdapat SLE dengan lupus nefritis.
3. Penatalaksanaan untuk SLE dan lupus nefritis pada pasien ini adalah
pemberian methylprednisolone belum dikombinasi dengan
cyclophosphamide karena kesadaran pasien yang menurun. Hal ini
sebenarnya tidak sesuai karena belum memenuhi gold standar terapi
untuk lupus nefritis.