+ All Categories
Home > Documents > Geriatric Syndrome

Geriatric Syndrome

Date post: 26-Sep-2015
Category:
Upload: fenti
View: 13 times
Download: 1 times
Share this document with a friend
Description:
Geriatric Syndrome
Popular Tags:
42
LAPORAN PENDAHULUAN GERIATRIK SYNDROME Disusun untuk Melengkapi Tugas Individu Blok Clinical Study 2 Departemen Geriatrik Disusun Oleh Nama : Fenti Diah Hariyanti NIM :115070200111052 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
Transcript

LAPORAN PENDAHULUAN

GERIATRIK SYNDROME

Disusun untuk Melengkapi Tugas Individu Blok Clinical Study 2 Departemen Geriatrik

Disusun Oleh

Nama: Fenti Diah Hariyanti

NIM:115070200111052

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015

DEFINISI DAN KLASIFIKASI

a. Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinensia, ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkan angka morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada usia tua yang lemah. Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ. Sindrom geriatrik mungkin memiliki kesamaan patofisiologi meskipun presentasi yang berbeda,dan memerlukan intervensi dan strategi yang fokus terhadap faktor etiologi (Panitaetal., 2011).

b. Menurut Kane RL (2008), sindrom geriatri memiliki beberapa karakteristik, yaitu: usia >60 tahun, multipatologi, tampilan klinis tidak khas, polifarmasi, fungsi organ menurun, gangguan status fungsional, dan gangguan nutrisi. Hal ini sesuai dengan karakteristik pasien dengan usia 80 tahun, memiliki gangguan hepar dan ginjal, status fungsional di keluarga yang sudah menurun dan ditemukan adanya gangguan nutrisi pada pasien karena menurunnya fungsi menelan.

c. Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat penuaan dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema klinik dari penyakit pada lanjut usia yang sering dijumpai. Sindroma geriatri antara lain adalah:

the O complex: fall, confusion, incontinence, iatrogenic disorders, impaired homeostasis

the big three: intelectual failure, instability, incontinence

the 14 I: Imobility, Impaction, Instability, Iatrogenic, Intelectual Impairment, Insomnia, Incontinence, Isolation, Impotence, Immunodefficiency, Infection, Inanition, Impairment of Vision, smelling, hearing, Impecunity

KLASIFIKASI SINDROM GERIATRI

Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang sering dijumpai baik mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut. Menurut Solomon dkk: The 13 i yang terdiri dari Immobility (imobilisasi), Instability (instabilitas dan jatuh), Intelectual impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan delirium), Incontinence (inkontinensia urin dan alvi), Isolation (depresi), Impotence (impotensi), Immuno-deficiency (penurunan imunitas), Infection (infeksi), Inanition (malnutrisi), Impaction (konstipasi), Insomnia (gangguan tidur), Iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic) dan Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman) (Setiati dkk., 2006).

1. Imobilisasi

Didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidak seimbangan, dan masalah psikologis. Beberapa informasi penting meliputi lamanya menderita disabilitas yang menyebabkan imobilisasi, penyakit yang mempengaruhi kemampuan mobilisasi, dan pemakaian obat-obatan untuk mengeliminasi masalah iatrogenesis yang menyebabkan imobilisasi.

2. Instability (Instabilitas Dan Jatuh)

Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah: mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin (Kane et al., 2008; Cigolle et al., 2007).

3. Incontinence (Inkontinensia Urin Dan Alvi)

Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga menimbulkan masalah sosial dan atau kesehatan. Inkontinensia urin merupakan salah satu sindroma geriatrik yang sering dijumpai pada usia lanjut. Diperkirakan satu dari tiga wanita dan 15-20% pria di atas 65 tahun mengalami inkontinensia urin. Inkontinensia urin merupakan fenomena yang tersembunyi, disebabkan oleh keengganan pasien menyampaikannya kepada dokter dan di lain pihak dokter jarang mendiskusikan hal ini kepada pasien (Kane et al., 2008; Cigolle et al., 2007). International Consultation on Incontinence, WHO mendefinisikan Faecal Incontinence sebagai hilangnya tak sadar feses cair atau padat yang merupakan masalah sosial atau higienis. Definisi lain menyatakan, Inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau ketidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses melalui anus. Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan inkontinensia urin (Kane et al., 2008).

4. Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti Demensia Dan Delirium)

Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia tidak hanya masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas (Geddes et al.,2005; Blazer et al., 2009).

5. Infection (infeksi)

Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan kematian no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi akibat beberapa hal antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak, menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasi usia sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang terinfeksi sering tidak disertai peningkatan suhu badan, malah suhu badan dibawah 36OC lebih sering dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering terjadi pada pasien usia lanjut (Kane et al., 2008).

6. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman)

Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Prevalensi gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada kelompok usia 70 tahun sampai 39% pada kelompok usia 85 tahun. Pada dasarnya, etiologi gangguan pendengaran sama untuk semua umur, kecuali ditambah presbikusis untuk kelompok geriatri.

Otosklerosis biasanya ditemui pada usia dewasa muda, ditandai dengan terjadinya remodeling tulang di kapsul otik menyebabkan gangguan pendengaran konduktif, dan jika penyakit menyebar ke telinga bagian dalam, juga dapat menimbulkan gangguan sensorineural. Penyakit Mnire adalah penyakit telinga bagian dalam yang menyebabkan gangguan pendengaran berfluktuasi, tinnitus dan pusing. Gangguan pendengaran karena bising yang disebabkan oleh energi akustik yang berlebihan yang menyebabkan trauma permanen pada sel-sel rambut. Presbikusis sensorik yang sering sekali ditemukan pada geriatri disebabkan oleh degenerasi dari organ korti, dan ditandai gangguan pendengaran dengan frekuensi tinggi. Pada pasien juga ditemui adanya gangguan pendengaran sehingga sulit untuk diajak berkomunikasi. Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada geriatri adalah dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan bedah berupa implantasi koklea (Salonen, 2013).

Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien geriatri sulit dihindari dikarenakan oleh berbagai hal yaitu penyakit yang diderita banyak dan biasanya kronis, obat diresepkan oleh beberapa dokter, kurang koordinasi dalam pengelolaan, gejala yang dirasakan pasien tidak jelas, pasien meminta resep, dan untuk menghilangkan efek samping obat justru ditambah obat baru. Karena itu diusulkan prinsip pemberian obat yang benar pada pasien geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan lengkap, jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan menggunakan obat terlalu lama, kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan, obati sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh berobat dan hati-hati mengguakan obat baru (Setiati dkk.,2006).

7. Isolation (Depression)

Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia lanjut adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga yang mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien akan merasa hidup sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri akibat depresi yang berkepajangan

8. Inanition (malnutrisi)

Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia lanjut karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan (Kane et al., 2008). Pada pasien, kekurangan nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien dengan gangguan menelan, sehingga menurunkan nafsu makan pasien.

9. Impecunity (kemiskinan)

Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi kurang produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik untuk beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya mengandalkan hidup dari tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya seorang lansia masih dapat bekerja, hanya saja intensitas dan beban kerjanya yang harus dikurangi sesuai dengan kemampuannya, terbukti bahwa seseorang yang tetap menggunakan otaknya hingga usia lanjut dengan bekerja, membaca, dsb., tidak mudah menjadi pikun . Selain masalah finansial, pensiun juga berarti kehilangan teman sejawat, berarti interaksi sosialpun berkurang memudahakan seorang lansia mengalami depresi.

10. Iatrogenic

Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat pada lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.

11. Insomnia

Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga dapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar thyroid, gangguan neurotransmitter di otak juga dapat menyebabkan insomnia. Jam tidur yang sudah berubah juga dapat menjadi penyebabnya.

12. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)

Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak hal yang mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti atrofi thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak begitu bermakna (tampak bermakna pada limfosit T CD8) karena limfosit T tetap terbentuk di jaringan limfoid lainnya. Begitu juga dengan barrier infeksi pertama pada tubuh seperti kulit dan mukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin -yang berfungsi mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran nafas- yang melemah. Hal yang sama terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan jumlah antibodi. Segala mekanisme tersebut berakibat terhadap rentannya seseorang terhadap agen-agen penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi menempati porsi besar pada pasien lansia.

13. Impotence

Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah. Ereksi terjadi karena terisinya penis dengan darah sehingga membesar, pada gangguan vaskuler seperti sumbatan plak aterosklerosis (juga terjadi pada perokok) dapat menyumbat aliran darah sehingga penis tidak dapat ereksi. Penyebab lainnya adalah depresi.

14. Irritable bowel

Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-) sehingga menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit). Penyebabnya tidak jelas, tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan pada otot polos usus besar, penyeab lain yang mungkin adalah gangguan syaraf sensorik usus, gangguan sistem syaraf pusat, gangguan psikologis, stres, fermentasi gas yang dapat merangsang syaraf, kolitis.

Menurut Brocklehurst, Allen et al dikenal istilah geriatric giants sebagai berikut:

1. Sindroma serebral

Pada lanjut usia terjadi penurunan aliran darah otak sekitar 30 mL/100gram jaringan otak/menit. Metabolisme otak juga menurun karena terjadi atrofi neuron. Normal pada dewasa nilainya 50 mL/100 gram/menit. Penurunan aliran darah otak hingga 23 mL/100 gram/menit dapat menimbulkan sindroma serebral, yaitu perubahan patologik pembuluh darah otak.

2. Konfusio akut dan demensia

Konfusio akut adalah gangguan menyeluruh fungsi kognitif yang ditandai oleh memburuknya secara mendadak derajat kesadarah dan kewaspadaan dan proses berpikir yang berakibat terjadinya disorientasi. Dementia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Perjalanannya bertahap dan tidak ada gangguan kesadaran. Biasanya dementia tidak didiagnosis karena dianggap wajar oleh masyarakat. Gangguan memori yang menurun tanpa perubahan fungsi kognitif dan ADL dinamakan Mild Cognitive Impairment. Sebagian keadaan ini akan berkembang menjadi dementia.

3. Gangguan otonom

Pada lansia terjadi penurunan kolin-esterase dan aktivitas reseptor kolin yang berakibat penurunan fungsi otonom.Beberapa gangguannya adalah hipotensi ortostatik, gangguan pengaturan suhu, kandung kemih, gerakan esofagus dan usus besar. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan sistolik/diastolik sebanyak 20 mmHg pada saat berubah dari posisi tidur ke posisi tegak setelah 1-2 menit.Hal ini terjadi akibat penurunan isi sekuncup jantung dan perpindahan darah ke posisi bawah tubuh.

4. Inkontinensia

Inkontinensia adalah pengeluaran urin (atau feses) tanpa disadari, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau sosial. Ini bukan konsekuensi normal dari pertambahan usia. Inkontinensia akut yang biasanya reversibel dapat diformulasi dengan akronim DRIP yang merupakan:

Delirium

Restriksi mobilitas retensi

Infeksi inflamasi impaksi feses

Pharmasi poliuri.

Juga dengan akronim DIAPPERS :

Delirium

Infection,

Atrophic vaginitis/uretheritis

Pharmaceuticals

Physiologic factor

Excess urine output

Restricted mobility

Stool impaction.

Inkontinensia menetap dapat terjadi akibat aktivitas detrusor berlebih (over active bladder), aktivitas detrusor yang menurun (overflow), kegagalan uretra (stress type), atau obstruksi uretra.

5. Jatuh

Jatuh adalah kejadian tidak diharapkan dimana seorang jatuh dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau sama tingginya. Sebanyak 30% lansia 65 tahun mengalami jatuh. Kondisi jatuh dipengaruhi stabilitas badan yang ditunjang oleh sistem sensorik (penglihatan, pendengaran, vestibuler, proprioseptif), susunan saraf pusat, kognisi, dan fungsi muskuloskeletal. Ia juga dipengaruhi faktor ekstrinsik seperti pengaruh obat dan kondisi lingkungan.

6. Kelainan tulang dan patah tulang

Setiap tahun 0,5-1% dari berat tulang wanita pasca menopause dan pria > 80 tahun menurun. Penurunan ini timbul di bagian trabekula. Kelainan tulang yang timbul dapat berupa osteoporosis, osteomalasia, osteomielitis, dan keganasan tulang. Patah tulang/fraktur pada usia lanjut terutama akibat osteoporosis, ada 3 jenis yang terutama, yaitu fraktur sendi koksa (collum femoris), fraktur pergelangan tangan (colles), dan kolumna vertebralis (crush, multipel, atau baji).

7. Dekubitus

Dekubitus adalah kerusakan kulit sampai jaringan di bawah kulit, menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga timbul gangguan sirkulasi darah setempat. Ulkus dekubitus terjadi terutama pada tonjolan tulang. Usia lanjut memiliki potensi dekubitus karena jaringan lemak subkutan berkurang, jaringan kolagen dan elastis berkurang, efisiensi kapiler pada kulit berkurang. Pada penderita imobil, tekanan jaringan akan melebihi tekanan kapiler, sehingga timbul iskemi dan nekrosis. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan, daya regang, gesekan, dan kelembaban. Semua pasien lansia yang imobil harus dinilai skala Norton untuk risiko dekubitus.Skor di bawah 14 berkaitan dengan risiko tinggi timbulnya ulkus.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi usia lanjut lebih dari 60 tahun meningkat lebih cepat dibandingkan populasi kelompok umur lainnya karena peningkatan angka harapan hidup dan penurunan angka kelahiran. Data demografi dunia menunjukkan peningkatan populasi usia lanjut 60 tahun atau lebih meningkat tiga kali lipat dalam waktu 50 tahun; dari 600 juta pada tahun 2000 menjadi lebih dari 2 miliar pada tahun 2050 (Setiati, Siti 2013).

Jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia mencapai peringkat lima besar terbanyak di dunia, yakni 18,1 juta pada tahun 2010 dan akan meningkat dua kali lipat menjadi 36 juta pada tahun 2025. Angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 67,8 tahun pada tahun 2000-2005 dan menjadi 73,6 tahun pada tahun 2020-2025.Proporsi usia lanjut meningkat 6% pada tahun 1950-1990 dan menjadi 8% saat ini. Proporsi tersebut diperkirakan naik menjadi 13% pada tahun 2025 dan menjadi 25% pada tahun 2050. Pada tahun 2050 seperempat penduduk Indonesia merupakan penduduk usia lanjut, dibandingkan seperduabelas penduduk Indonesia saat ini (Abikusno N. 2007 dalam Setiati, Siti 2013).

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

1. Sindroma serebral

Penurunan aliran darah otak pada lansia dapat disebabkan oleh sebab mekanik maupun akibat perubahan autoregulasi aliran darah otak. Secara mekanik didapatkan bahwa pada lansia terbentuk osteofit pada vertebra sehingga menimbulkan jepitan pada arteri vertebralis yang menyuplai darah ke otak lewat susunan vertebrobasiler. Selain itu degenerasi diskus intervertebralis membuat arteri vertebralis menjadi berkelok-kelok dengan akibat turunnya aliran darah menuju ke otak. Dengan demikian gerakan leher dapat membuat lansia kekurangan sirkulasi darah otak dan tiba-tiba terjatuh.

2. Konfusio akut dan demensia

Konfusio akut

Hampir semua penyakit dan obat-obatan menyebabkan konfusi akut, yaitu:

Hipoperfusi serebral (mis: hipotensi, infark miokardial, kondisi curah jantung rendah, aritmia)

Hipoxia serebral (mis: pneumonia, PPOK, gagal jantung kongestif, emboli paru) atau hiperkarbia

Dehidrasi (dehidrasi ringan , kekurangan volume intravascular)

Gangguan elektrolit ( mis: hipo dan hipernatremia, hipo dan hipercalcemia, hipo dan hipermagnesemia)

Hipo dan hipercalcemia dan kondisi hiperosmolar

Infeksi ( mis: sistitis, urosepsis, pneumonia, peritonitis, dan infeksi SSP s2perti meningitis dan encephalitis)

Demam atau hipotermia

Nyeri atau ketidaknyamanan ( termasuk retensi urin atau konstipasi atau impaksi fecal berat)

Proses intrakranial (mis: stroke, hematoma subdural, neoplasma, infeksi)

Intoksikasi atau withdrawal states (mis: alkohol, dan obat lainnya)

Efek obat yang tidak diinginkan (mis: efek kolinergik sentral, antihistamin)

daftar kemungkinan penyebab termasuk kondisi yang biasa terjadi pada lanjut usia ini kemungkinan tidak menyeluruh. Pada kebanyakan kasus konfusi akut atau delirium, tidak mungkin untuk mengidentifikasi atau memastikan penyebab tunggalnya. Lebih sering, mengidentifikasi denga faktor-faltor multipel yang mengakibatkan, membatu ataupun memperburuk konfusi.

Pada hakekatnya semua obat yang mempengaruhi fungsi SSP mempunyai kemungkinan mengakibatkan konfusi:

Obat-obatan Sedatif atau hinoptik (mis: benzodiazepine, barbiturat)

Analgesik (mis: opiat, OAINS?)

Penghambat histamin ( untuk gangguan GI, insomnia, pruritus, alergi)

Agen antisekretorik ( obat-obatan yang menyerupai atropinik)

Antidiare

Agen inkontinensia

Antidepresan trisiklik

Antipsikotik ( mis: chlorpromazine, thioridazine, mesoridazine)

Obat-obatan antiaritmia (mis: lidokain, prokainamid)

obat-obatan antineoplasma

Demensia

Diagnosis dementia ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan Mini Mental State Examination dan penyebab pastinya dengan pemeriksaan patologi. Dementia dibagi menjadi 4 golongan: dementia degeneratif primer/Alzheimer (50-60%), dementia multi infark (10-20%), dementia reversibel/sebagian reversibel (20-30%), dan gangguan lain (5-10%). Penyebab dementia yang reversibel dapat dibuat matriks jembatan keledai berikut:

D: drugs

E: emotional (emosi, depresi)

M: metabolik/endokrin

E: eye and ear (mata dan telinga)

N: nutrisi

T: tumor trauma

I: infeksi

A: arteriosklerosis

3. Inkontinensia

Penyebab inkontinensia berasal dari kelainan urologik (radang, batu, tumor), kelainan neurologik (stroke, trauma medula spinalis, dementia), atau lainnya (imobilisasi, lingkungan). Inkontinensia dapat akut di saat timbul penyakit atau yang kronik/lama.

4. Jatuh

Penyebab jatuh ada beragam, antara lain kecelakaan, nyeri kepala dan atau vertigo, hipotensi ortostatik, obat-obatan (diuretik, antihipertensi, antidepresan trisiklik, sedatif, antipsikotik, hipoglikemk, alkohol), proses penyakit (aritmia, TIA, stroke, parkinson), idiopatik, dan sinkop (drop attack, penurunan CBF).

PATOFISIOLOGI

1. Inkontinensia Urine

Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma atau bersifattemporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.

2. Demensia

Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit alzheimer, antara lain serabut neuron yang kusut dan plak senil atau neuritis. Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Perubahan serupa juga dijumpai pada tonjolan kecil jaringan otak normal lansia. Sel utama yang terkena penyakit ini adalah yang menggunakan neurotransmiter asetil kolin. Secara biokimia, produksi asetil kolin yang dipengaruhi aktifitas enzim menurun. Asetil kolin terutama terlibat dalam proses ingatan.

MANIFESTASI KLINIS

Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada penurunan berbagai fungsi tersebut. Pada sistem saraf pusat terjadi pengurangan massa otak, aliran darah otak, densitas koneksi dendritik, reseptor glukokortikoid hipokampal, dan terganggunya autoregulasi perfusi. Timbul proliferasi astrosit dan berubahnya neurotransmiter, termasuk dopamin dan serotonin. Terjadi peningkatan aktivitas monoamin oksidase dan melambatnya proses sentral dan waktu reaksi.

Pada fungsi kognitif terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi intelektual; berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi; berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori. Kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

Pada fungsi penglihatan terjadi gangguan adaptasi gelap; pengeruhan pada lensa; ketidakmampuan untuk fokus pada benda-benda jarak dekat (presbiopia); berkurangnya sensitivitas terhadap kontras dan lakrimasi. Hilangnya nada berfrekuensi tinggi secara bilateral timbul pada funsgsi pendengaran. Di samping itu pada usia lanjut terjadi kesulitan untuk membedakan sumber bunyi dan terganggunya kemampuan membedakan target dari noise.

Pada sistem kardiovaskuler, pengisian ventrikel kiri dan sel pacu jantung (pacemaker) di nodus SA berkurang; terjadi hipertrofi atrium kiri; kontraksi dan relaksasi ventrikel kiri bertambah lama; respons inotropik, kronotropik, terhadap stimulasi beta-adrenergik berkurang; menurunnya curah jantung maksimal; peningkatan atrial natriuretic peptide (ANP) serum dan resistensi vaskular perifer.( Pada fungsi paru-paru terjadi penurunan forced expiration volume 1 second (FEVI) dan forced volume capacity (FVC); berkurangnya efektivitas batuk dan fungsi silia dan meningkatnya volume residual. Adanya ventilation-perfusion mismatching yang menyebabkan PaO2 menurun seiring bertambahnya usia : 100 (0,32 x umur).

Pada fungsi gastrointestinal terjadi penururan ukuran dan aliran darah ke hati, terganggunya bersihan (clearance) obat oleh hati sehingga membutuhkan metabolisme fase I yang lebih ekstensif. Terganggunya respons terhadap cedera pada mukosa lambung, berkurangnya massa pankreas dan cadangan enzimatik, berkurangnya kontraksi kolon yang efektif dan absorpsi kalsium. Menurunnya bersihan kreatinin (creatinin clearance) dan laju filtrasi glomerulus (GFR) 10 ml/dekade terjadi dengan semakin bertambahnya usia seseorang.

Penurunan massa ginjal sebanyak 25%, terutama dari korteks dengan peningkatan relatif perfusi nefron jukstamedular. Aksentuasi pelepasan anti diuretic hormone (ADH) sebagai respons terhadap dehidrasi berkurang dan meningkatnya ketergantungan prostaglandin ginjal untuk mempertahankan perfusi. Pada saluran kemih dan kelamin timbul perpanjangan waktu refrakter untuk ereksi pada pria, berkurangnya intensitas orgasme pada pria maupun wanita, berkurangnya sekresi prostat di urin dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna serta peningkatan volume residual urin. Toleransi glukosa terganggu (gula darah puasa meningkat 1 mg/dl/dekade; gula darah postprandial meningkat 10 mg/dl/dekade). Insulin serum meningkat, HbA1C meningkat, IGF-1 berkurang. Penurunan yang bermakna pada dehidroepiandrosteron (DHEA), hormon T3, testosteron bebas maupun yang bioavailable, dan produksi vitamin D oleh kulit serta peningkatan hormon paratiroid (PTH). Ovarian failure disertai menurunnya hormon ovarium.

Pada sistem saraf perifer lanjut usia mengalami hilangnya neuron motor spinal, berkurangnya sensasi getar, terutama di kaki, berkurangnya sensitivitas termal (hangatdingin), berkurangnya amplitudo aksi potensial yang termielinasi dan meningkatnya heterogenitas selaput akson myelin. Massa otot berkurang secara bermakna (sarkopenia) karena berkurangnya serat otot. Efek penuaan paling kecil pada otot diafragma; berkurangnya sintesis rantai berat miosin, inervasi, meningkatnya jumlah miofibril per unit otot dan berkurangnya laju basal metabolik (berkurang 4%/dekade setelah usia 50).

Pada sistem imun terjadi penurunan imunitas yang dimediasi sel, rendahnya produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi, berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat, berkurangnya produksi sel B oleh sumsum tulang; dan meningkatnya IL-6 dalam sirkulasi.

Pada umumnya lansia mengalami depresi ditandai oleh mood depresi menetap yang tidak naik, gangguan nyata fungsi atau aktivitas sehari-hari, dan dapat berpikiran atau melakukan percobaan bunuh diri. Pada lansia gejala depresi lebih banyak terjadi pada orang dengan penyakit kronik, gangguan kognitif, dan disabilitas. Kesulitan konsentrasi dan fungsi eksekutif lansia depresi akan membaik setelah depresi teratasi. Gangguan depresi lansia dapat menyerupai gangguan kognitif seperti demensia, sehingga dua hal tersebut perlu dibedakan. Para lansia depresi sering menunjukkan keluhan nyeri fi sik tersamar yang bervariasi, kecemasan, dan perlambatan berpikir. Perubahan pada lansia depresi dapat dikategorikan menjadi perubahan fi sik, perubahan dalam pemikiran, perubahan dalam perasaan, dan perubahan perilaku

1. Sindroma serebral

Gejala Umum:

a. Rigiditas

b. peningkatan refleks

c. tendensi condong ke belakang

d. sulit berjalan

Gejala Klinis

a. Daerah yang diperdarahi karotis (TIA, Stroke, dan Arteritis).

b. Vertebrobasiler (drop attack, TIA).

2. Imobilisasi

Kerusakan imobilisasi

a. Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan

b. Keterbatasan menggerakkan sendi

c. Adanya kerusakan aktivitas

d. Penurunan ADL dibantu orang lain

e. Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas

Kemungkinan dibuktikan oleh:

a. Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik

b. Kerusakan koordinasi

c. Keterbatasan rentang gerak

d. Penurunan kekuatan atau kontrol otot

3. Inkontinensia

a. Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan, dan sebagainya.

b. Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih.

c. Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari.

4. Demensia

a. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif

b. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek

c. Gangguan kpribadian dan perilaku (mood swings)

d. Defisit neurologi dan fokal

e. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi, dan kejang

f. Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waha, dan paranoid

g. Keterbatasan dalam ADL

h. Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan

i. Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian

j. Lupa meletakkan barang penting

k. Sulit mandi, makan, berpakaian, dan toileting

l. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk

m. Tidak dapat makan dan menelan

n. Inkontinensia urin

o. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi

p. Gangguan orientasi waktu dan tempat

q. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar

r. Ekspresi yang berlebihan

s. Adanya perubahan perilaku, seperti acuh, menarik diri, dan gelisah

5. Gangguan otonom

a. Penurunan elastisitas pembuluh darah

b. gangguan barorefleks akibat tirah baring lama

c. hipovolemia

d. hiponatremia

e. pemberian obat hipotensif

f. penyakit SSP maupun neuropati lain (parkinson, CVD, diabetes mellitus).

g. Gangguan regulasi suhu juga ditemukan pada lansia sehingga mereka rentan mengalami hipertermia maupun hipotermia.Hipertermia adalah suhu inti tubuh > 40,6oC, disfungsi saraf pusat hebat (psikosis

h. Delirium

i. Jatuh

6. Konstipasi

a. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB

b. Mengejan keras saat BAB

c. Massa feses yang keras dan sulit keluar

d. Perasaan tidak tuntas saat BAB

e. Sakit pada daerah rectum saat BAB

f. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam

g. Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses

h. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB

7. Depresi

a. Gangguan tidur

b. Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), rasa nyeri, pandangan kabur, gangguan saluran cerna,gangguan nafsu makan (meningkat atau menurun), konstipasi, perubahan berat badan (menurun atau bertambah).

c. Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat (agitasi atau hiperaktivitas) atau menurun, aktivitas mental meningkat atau menurun, tidak mengacuhkan kejadian di sekitarnya, fungsi seksual berubah (mencakup libido menurun), variasi diurnal dari suasana hati dan gejala biasanya lebih buruk di pagi hari.

d. Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak bahagia, letupan menangis), kognisi yang negatif, gampang tersinggung, marah, frustasi, toleransi rendah, emosi meledak, menarik diri dari kegiatan sosial, kehilangan kenikmatan & perhatian terhadap kegiatan yang biasa dilakukan, banyak memikirkan kematian & bunuh diri, perasaan negatif terhadap diri sendiri, persahabatan serta hubungan sosial.

8. Malnutrisi

a. Kelelahan dan kekurangan energi

b. Pusing

c. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi)

d. Kulit yang kering dan bersisik

e. Gusi bengkak dan berdarah

f. Gigi yang membusuk

g. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat

h. Berat badan kurang

i. Pertumbuhan yang lambat

j. Kelemahan pada otot

k. Perut kembung

l. Tulang yang mudah patah

m. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

9. Insomnia

a. Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal

b. Wajah kelihatan kusam

c. Mata merah, hingga timbul bayangan gelap di bawah mata

d. Lemas, mudah mengantuk

e. Resah dan mudah cemas

f. Sulit berkonsentrasi, depresi, ganggua memori, dan mudah tersinggung

10. Immune Deficeincy

a. Seringterjadiinfeksivirus ataujamurdibandingkanbakteri

b. Diarekronikumumterjadi(seringdisebut gastroenteritis)

c. Infeksirespiratorius danoral thrushumumterjadi

d. Terjadifailure to thrivetanpaadanyainfeksi

11. Impoten

a. Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan ereksi secara berulang (paling tidak selama 3 bulan).

b. Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten

c. Ereksi hanya sesaat dalam referensi tidak disebutkan lamanya)

PENATALAKSANAAN MEDIS

Dalam merawat dan menatalaksana pasien geriatri tercakup dua komponen penting yakni pendekatan tim dan P3G yang merupakan bagian comprehensive geriatric management (CGM). Pendekatan paripurna pasien geriatri merupakan prosedur pengkajian multidimensi. Diperlukan instrumen diagnostik yang bersifat multidisiplin untuk mengumpulkan data medik, psikososial, kemampuan fungsional, dan keterbatasan pasien usia lanjut. Pendekatan multidimensi berusaha untuk menguraikan berbagai masalah pada pasien geriatri, mengidentifikasi semua aset pasien, mengidentifikasi jenis pelayanan yang dibutuhkan, dan mengembangkan rencana asuhan yang berorientasi pada kepentingan pasien. Pendekatan paripurna pasien geriatri berbeda dengan pengkajian medik standar dalam tiga hal, yaitu fokus pada pasien usia lanjut yang memiliki masalah kompleks; mencakup status fungsional dan kualitas hidup; memerlukan tim yang bersifat interdisiplin (Soedjono, 2007). Berikut beberapa penatalaksanaan secara umum sindrom geriatrik, diantaranya :

1. Pemberian asupan diet protein, vitamin C,D,E, & mineral yang cukup.

Orang usia lanjut umumnya mengonsumsi protein kurang dari angka kecukupan gizi (AKG). Penelitian multisenter di 15 propinsi di Indonesia mendapatkan bahwa 47% usia lanjut mengonsumsi protein kurang dari 80% AKG. Proporsi protein yang adekuat merupakan faktor penting; bukan dalam jumlah besar pada sekali makan. Hal penting lainnya adalah kualitas protein yang baik, yaitu protein sebaiknya mengandung asam amino esensial. Leusin adalah asam amino esensial dengan kemampuan anabolisme protein tertinggi sehingga dapat mencegah sarkopenia. Leusin dikonversi menjadi hydroxy-methyl-butyrate (HMB). Suplementasi HMB meningkatkan sintesis protein dan mencegah proteolisis (Setiati et al, 2013)

2. Pengaturan olah raga secara teratur.

Perlu pemantauan rutin kemampuan dasar seperti berjalan, keseimbangan, fungsi kognitif. Aktivitas fisik dapat menghambat penurunan massa dan fungsi otot dengan memicu peningkatan massa dan kapasitas metabolik otot sehingga memengaruhi energy expenditure, metabolise glukosa, dan cadangan protein tubuh. Resistance training merupakan bentuk latihan yang paling efektif untuk mencegah sarkopenia dan dapat ditoleransi dengan baik pada orang tua. Program resistance training dilakukan selama 30 menit setiap sesi, 2 kali seminggu (Waters et al, 2010). Aktivitas fisik tanpa asupan nutrisi yang adekuat menyebabkan keseimbangan protein negatif dan menyebabkan degradasi otot (Sullivan et al, 2009). Kombinasi resistance training dengan intervensi nutrisi berupa asupan protein yang cukup dengan kandungan leusin, khususnya HMB yang adekuat, merupakan intervensi terbaik untuk memelihara kesehatan otot orang usia lanjut (Setiati et al, 2013)

3. Pencegahan infeksi dengan vaksin

4. Antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya pembedahan elektif dan reconditioning cepat setelah mengalami stres dengan renutrisi dan fisioterapi individual (Setiati et al, 2011)

5. Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut

Secara signifikan berbeda dari pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien geriatri sulit dihindari dikarenakan oleh berbagai hal yaitu penyakit yang diderita banyak dan biasanya kronis, obat diresepkan oleh beberapa dokter, kurang koordinasi dalam pengelolaan, gejala yang dirasakan pasien tidak jelas, pasien meminta resep, dan untuk menghilangkan efek samping obat justru ditambah obat baru. Karena itu diusulkan prinsip pemberian obat yang benar pada pasien geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan lengkap, jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan menggunakan obat terlalu lama, kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan, obati sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh berobat dan hati-hati mengguakan obat baru (Setiati dkk., 2006).

Resiko Jatuh :

a. Perhatikan penggunaan alat bantu melihat (kacamata) dan alat bantu dengar (earphone)

b. Evaluasi dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman

c. Evaluasi kemampuan kognitif

d. Beri lansia alat bantu berjalan seperti hand rails, walkers, dsb

Gangguan Tidur

a. Tingkatkan aktifitas rutin setiap hari

b. Ciptakan lingkungan yang nyaman

c. Kurangi konsumsi kopi

d. Berikan benzodiazepine seperti Temazepam (7,5-15 mg)

e. Anti depresan seperti Trazadone untuk insomnia kronik

Inkontinensia

Tatalaksana inkontinensia urin meliputi behavioral training (bladder training, pelvic floor exercise), farmakologis, pembedahan. Obat yang digunakan dapat meliputi antikolinergik antispasmodik (imipramin) untuk tipe urgensi/stres, -adrenergik agonis (pseudoefedrin, fenilpropanolamin) untuk tipe stres atau urgensi, estrogen agonis(oral/topikal) untuk tipe stres atau urgensi, kolinergik agonis (betanekol), -arendergik antagonis (terasozine) untuk tipe overflow atau urgensi karena pembesaran prostat. Pembedahan meliputi juga kateterisasi sementara (2-4 kali sehari) atau menetap

Gangguan otonom

Penatalaksanaannya adalah meninggikan kepala waktu tidur.Terapi farmakologis dapat menggunakan hormon mineralokortikoid, simpatomimetik, atau vasokonstriktor lainnya seperti fluorokortison, kafein, pindolol.

Demensia

Prinsip tatalaksana dementia adalah optimalisasi fungsi pasien, mengenali dan mengatasi komplikasi, rawat berkelanjutan, informasi pada keluarga, dan nasihat pada keluarga.

PENCEGAHAN

Sarana dan prasarana yang dipergunakan untuk menylengarakan pelayanan terhadap lansia, baik sarana fisik, sosial dan spiritual yang dijalankan di berbagai tingkatan dapat kita lihat di dawah ini adalah :

1. Pelayanan tingkat masyarakat

Pelayanan terhadap lansia adalah: keluarga dengan lansia, kelompok lansia seperti klub/perkumpulan, panguyuban, padepokan dan pengajian, serta bina keluarga lansia. Masyarakat mencakup LKMD, Karang wreda day care dana sehat/JPKM.

2. Pelayanan tingkat dasar

Pelayanan yang di selengarakan oleh berbagai instansi pemerintahan dan swasta serta organisasi masyarakat, organisasi profesi dan yayasan seperti: praktik dokter dan dokter gigi, balai pengobatan klinik, puskesmas/balkesmas, panti tresna wreda, pusat pelayanan dan perawatan lansia, praktik perawatan mandiri.

3. Pelayanan tingkat rujukan

Pelayanan yang diselenggarakan di rumah sakit dan rumah sakit khusus. Rujukan dapat bersifat sederhana, sedang, lengkap dan paripurna. Rujukan secara konseptual terdiri atas rujukan medis yang pada dasarnyan menyangkut masalah pelayanan medik perorangan dan rujukan kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah kesehatan masyarakat luas.

Jenis pelayanan kesehatan pada lansia

Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan yaitu: peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), diagnosis dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan dan pemulihan.

1. Promosi (Promotif)

Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga provesional dan masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi norma-norma sosial. Upaya promotif di lakukan untuk membantu organ-organ mengubah gaya hidup mereka dan bergerak ke arah keadaan kesehatan yang optimal serta mendukung pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang sehat tentang perilaku hidup mereka.

Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai berikut :

a. Mengurangi cedera, di lakukan dengan tujuan mengurangi kejadian jatuh, mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah, meningkatkan penggunaan alat pengaman dan mengurangi kejadian keracunan makanan atau zat kimia.

b. Meningkatkan keamanan di tempat kerja yang bertujuan untuk mengurangi terpapar dengan bahan-bahan kimia dan meningkatkan pengunaan sistem keamanan kerja.

c. Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk, bertujuan untuk mengurangi pengunaan semprotan bahan-bahan kimia, mengurangi radiasi di rumah, meningkatkan pengolahan rumah tangga terhadap bahan berbahaya, serta mengurangi kontaminasi makanan dan obat-obatan.

d. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang bertujuan untuk mengurangi karies gigi serta memelihara kebersihan gigi dan mulut.

2. Pencegahan (Preventif)

a. Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia sehat, terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan. Jenis pelayanan pencegahan primer adalah: program imunisasi, konseling, berhenti merokok dan minum beralkohol, dukungan nutrisi, keamanan di dalam dan sekitar rumah, manajemen stres, penggunaan medikasi yang tepat.

b. Melakukan pencegahan sekunder, meliputi pemeriksaan terhadap penderita tanpa gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit belum tampak secara klinis dan mengindap faktor risiko. Jenis pelayan pencegahan sekunder antara lain adalah sebagai berikut: kontrol hipertensi, deteksi dan pengobatan kangker, screening: pemeriksaan rektal, papsmear, gigi mulut dan lain-lain.

c. Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sebelum terdapat gejala penyakit dan cacat, mecegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta perawatan dengan perawatan di rumah sakit, rehabilisasi pasien rawat jalan dan perawatan jangka panjang.

3. Diagnosis dini dan Pengobatan

a. Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas profesional dan petugas institusi. Oleh lansia sendiri dengan melakukan tes dini, skrining kesehatan, memanfaatkan Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia, memanfaatkan Buku Kesehatan Pribadi (BKP), serta penandatangan kontrak kesehatan.

b. Pengobatan: Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang terjadi meliputi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, urogenital, hormonal, saraf dan integumen.

KOMPLIKASI

1. Sindroma serebral

Karena autoregulasi sebagai mekanisme proteksi otak mengalami penurunan, sedikit perubahan tekanan darah atau diameter arteri otak akan mengurangi aliran darah otak yang sulit dikompensasi oleh lansia. Kelainan vaskuler arteriosklerosis mengurangi perfusi otak yang menimbulkan infark lakuner. Hipoksemia akibat gangguan respirasi atau kardiovaskuler (gagal jantung, bronkopneumonia, dan interaksi obat) juga menurunkan aliran darah otak. Diabetes dan hipertensi menurunkan aliran darah otak dengan timbulnya angiopati.

2. Instability dan Jatuh

Jatuh menimbulkan komplikasi perlukaan jaringan lunak dan fraktur (terutama pelvis, kolum femoris), imobilisasi, disabilitas, risiko meninggal. Jatuh perlu dicegah dengan identifikasi semua faktor risiko intrinsik maupun ekstrinsik, penilaian pola berjalan dan keseimbangan (tes romberg), dan pemeriksaan rutin. Setiap lansia selalu harus ditanyakan riwayat jatuh dan evaluasi status kesehatan. Tatalaksana jatuh adalah pencegahan sesuai dengan etiologi yang dirasa memberi risiko terjadinya jatuh.

Perlukaan (injury)

Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena

Patah tulang (fraktur) : pelvis, femur, humerus, lengan bawah, tungkai bawah.

Hematoma subdural

Disabilitas

Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik

Penurunan mobilitas akibat jatuh, pembatasan gerak.

3. Imobilitas

Pneumonia dan infeksi saluran kemih (ISK) :kibat imobilisasi retensi sputum dan aspirasi lebih mudah terjadi pada pasiengeriatri. Pada posisi berbaring otot diafragma dan interkostal tidak berfungsi denganbaik sehingga gerakan dinding dada juga menjadi terbatas yang menyebabkansputum sulit keluar dan pasien mudah terkena pneumonia. Aliran urin juga tergangguakibat tirah baring yang kemudian menyebabkan infeksi saluran kemih. Inkontinensiaurin juga sering terjadi pada usia lanjut yang mengalami imobilisasi yang disebabkanketidakmampuan ke toilet, berkemih yang tidak sempurna, gangguan status mental,dan gangguan sensasi kandung kemih.

Hipotensi postural : tirah baring total selama paling sedikit 3minggu akan mengganggu kemampuan seseorang untuk menyesuaikan posisi berdiridari berbaring pada orang sehat, hal ini akan lebih terlihat pada lansia.

Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) : imobilisasi akan mempengaruhi sistem metabolik dan endokrin yang akibatnya akanterjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalahperubahan metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjutyang imobilisasi sehingga menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme. Keadaantidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan ekskresi nitrogenurin sehingga terjadi hipoproteinemia.

Decubitus : imobilisasi yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi darah setempat, misalnya diatas tonjolan tulang dan tidakdilindungi cukup dengan lemak subkutan, misalnya daerah sacrum, spinaischiadica superor anterior, tumit dan siku.

Kontraktur otot dan sendi :sendiPasien yang mengalami tirah baring lama berisiko mengalami kontraktur karenasendi-sendi tidakdigerakkan. Akibatnya timbul nyeri yang menyebabkan seseorangsemakin tidak mau menggerakkan sendi yang kontraktur tersebut.

Kelemahan otot : imobilisasi akan menyebabkan atrofi otot dengan penurunan ukuran dan kekuatanotot. Penurunan kekuatan otot diperkirakan 1-2% sehari. Kelemahan otot pada pasiendengan imobilisasi seringkali terjadi dan berkaitan dengan penurunan fungsional,kelemahan, dan jatuh

4. Inkontinensia urine

Ruam kulit atau iritasi terjadi karena kulit yang terus-menerus berhubungan dengan urin akan iritasi, sakit dan dapat memecah.

Infeksi saluran kemih

Prolaps merupakan komplikasi dari inkontinensia urin yang dapat terjadi pada wanita. Hal ini terjadi ketika bagian dari vagina, kandung kemih, dan dalam beberapa kasus uretra, drop-down ke pintu masuk vagina. Lemahnya otot dasar panggul sering menyebabkan masalah. Prolaps biasanya perlu diperbaiki dengan menggunakan operasi.

5. Demensia

Peningkatan resiko infeksi di seluruh tubuh: ulkus decubitus, infeksi saluran kening, pneumonia,

Thromboemboli,

Infark miokardium

Kejang

Kontraktur sendi

Kehilangan kemampuan untuk merawat diri

Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan menggunakan peralatan

Kehilangan kemampuan berinteraksi

Harapan hidup berkurang

6. Insomnia

Gangguan dalam pekerjaan.

Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi kecelakaan.

Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

Kelebihan berat badan atau kegemukan

Daya tahan tubuh yang rendah

Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Alimul. (2006). Pengantsar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

John EC, Vincent AC. Vision impairment and hearing loss among community dwelling older American: implications for health and functioning. Am J of Pub Health. 2004;94(5):823-9.

Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, Resnick B. 2008. Essentials of clinical geriatris. 6th ed. New York, NY:McGraw-Hill.

Kelompok Studi Fungsi Luhur PERDOSSI. Konsensus pengenalan dini dan penatalaksanaan demensia vaskuler. Edisi 2. Jakarta: Eisai; 2004; 1-7; 30; 40-41

Muttaqin, Arif. 2012. Pengantar Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Panita L , Kittisak S, Suvanee S, Wilawan H. 2011. Prevalence and recognition of geriatri syndromes in an outpatient clinic at a tertiary care hospital of Thailand. Medicine Department; Medicine Outpatient Department, Faculty of Medicine, Srinagarind Hospital, Khon Kaen University, Khon Kaen 40002, Thailand. Asian Biomedicine.5(4): 493-497.

Pranarka, Kris. 2011. Simposium geriatric syndromes:revisited. Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Setiati S, Harimurti K, Dewiasty E, Istanti R, Sari W, Verdinawati T. Prevalensi geriatric giant dan kualitas hidup pada pasien usia lanjut yang dirawat di Indonesia: penelitian multisenter. In Rizka A (editor). Comprehensive prevention & management for the elderly: interprofessional geriatric care. Jakarta: Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia; 2013:183.

Setiati S, Santoso B, Istanti R. Estimating the annual cost of overactive bladder in Indonesia. Indones J Intern Med. 2006:38(4):189-92.

Tamber, S & Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dgn Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.


Recommended