+ All Categories
Home > Documents > Hak Cipta (c) 1998 Suffolk Transnational Law Review Suffolk...

Hak Cipta (c) 1998 Suffolk Transnational Law Review Suffolk...

Date post: 15-Mar-2019
Category:
Upload: phamkien
View: 213 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
29
Hak Cipta (c) 1998 Suffolk Transnational Law Review Suffolk Transnational Law Review Musim panas, 1998 21 Suffolk Transnat'l L. Rev. 221 PANJANG: 13102 kata ARTIKEL UTAMA: Merancang Klausul-klausul Arbitrase Perdagangan Internasional Dr. Iur. Oliver Dillenz * * Rekanan, Davis, Polk & Wardwell; LL.M., Fakultas Hukum Columbia; Fullbright Scholar; Mag. Iur. University of Vienna. RINGKASAN: ... Artikel ini memperkenalkan faktor-faktor paling penting yang harus dipertimbangkan pada saat merancang klausul arbitrase untuk sebuah transaksi internasional. ... AAA menyerahkan keputusan tentang di mana arbitrase akan dilaksanakan kepada para pihak, dengan memberikan kepada mereka jangka waktu enam puluh hari setelah dimulainya arbitrase untuk mengambil keputusan atau majelis arbitrase yang akan mengambil keputusan tersebut. … Pada saat merancang klausul arbitrase, para pihak harus menyebutkan hukum yang berlaku atau prinsip-prinsip untuk menetapkan hukum yang berlaku tersebut. … Di LCIA, seorang arbiter tunggal akan ditunjuk kecuali apabila para pihak telah menyepakati lain atau Pengadilan menetapkan bahwa dengan mempertimbangkan seluruh kemungkinan diperlukan sebuah majelis dengan tiga orang anggota. … Beberapa peraturan yang berkenaan dengan bukti dalam klausul arbitrase mungkin diperlukan oleh karena terbatasnya kemungkinan penemuan bukti di dalam majelis arbitrase sendiri. … Pada umumnya, pihak yang kalah yang menentang keputusan arbitrase tidak akan bersedia menanggung biaya arbitrase. … Hukum yang berlaku terhadap persetujuan tersebut dapat berasal dari a) hukum yang dipilih oleh para pihak untuk mengatur persetujuan arbitrase tersebut; b) hukum di tempat pelaksanaan arbitrase; c) hukum yang mengatur persetujuan pendahuluan para pihak; dan d) hukum dari tempat yang diinginkan untuk pelaksanaan keputusan oleh pengadilan. … Namun demikian, pada saat merancang klausul arbitrase tersebut perlu untuk selalu dipertimbangkan bahwa competence de la competence bukan hal yang dipermasalahkan. … TEKS-1: [*222] I. PENDAHULUAN Artikel ini memperkenalkan faktor-faktor paling penting yang harus dipertimbangkan pada saat merancang klausul arbitrase untuk sebuah transaksi
Transcript

Hak Cipta (c) 1998 Suffolk Transnational Law Review

Suffolk Transnational Law Review

Musim panas, 1998

21 Suffolk Transnat'l L. Rev. 221

PANJANG: 13102 kata

ARTIKEL UTAMA: Merancang Klausul-klausul Arbitrase Perdagangan Internasional

Dr. Iur. Oliver Dillenz *

* Rekanan, Davis, Polk & Wardwell; LL.M., Fakultas Hukum Columbia;

Fullbright Scholar; Mag. Iur. University of Vienna.

RINGKASAN:

... Artikel ini memperkenalkan faktor-faktor paling penting yang harus dipertimbangkan

pada saat merancang klausul arbitrase untuk sebuah transaksi internasional. ... AAA

menyerahkan keputusan tentang di mana arbitrase akan dilaksanakan kepada para pihak,

dengan memberikan kepada mereka jangka waktu enam puluh hari setelah dimulainya

arbitrase untuk mengambil keputusan atau majelis arbitrase yang akan mengambil

keputusan tersebut. … Pada saat merancang klausul arbitrase, para pihak harus

menyebutkan hukum yang berlaku atau prinsip-prinsip untuk menetapkan hukum yang

berlaku tersebut. … Di LCIA, seorang arbiter tunggal akan ditunjuk kecuali apabila para

pihak telah menyepakati lain atau Pengadilan menetapkan bahwa dengan

mempertimbangkan seluruh kemungkinan diperlukan sebuah majelis dengan tiga orang

anggota. … Beberapa peraturan yang berkenaan dengan bukti dalam klausul arbitrase

mungkin diperlukan oleh karena terbatasnya kemungkinan penemuan bukti di dalam

majelis arbitrase sendiri. … Pada umumnya, pihak yang kalah yang menentang keputusan

arbitrase tidak akan bersedia menanggung biaya arbitrase. … Hukum yang berlaku

terhadap persetujuan tersebut dapat berasal dari a) hukum yang dipilih oleh para pihak

untuk mengatur persetujuan arbitrase tersebut; b) hukum di tempat pelaksanaan arbitrase;

c) hukum yang mengatur persetujuan pendahuluan para pihak; dan d) hukum dari tempat

yang diinginkan untuk pelaksanaan keputusan oleh pengadilan. … Namun demikian,

pada saat merancang klausul arbitrase tersebut perlu untuk selalu dipertimbangkan bahwa

competence de la competence bukan hal yang dipermasalahkan. …

TEKS-1:

[*222] I. PENDAHULUAN

Artikel ini memperkenalkan faktor-faktor paling penting yang harus

dipertimbangkan pada saat merancang klausul arbitrase untuk sebuah transaksi

internasional. Artikel ini akan membahas masing-masing faktor dalam klausul arbitrase

dari sudut pandang umum dan mengajukan solusi-solusi yang mungkin diambil

berdasarkan pendekatan-pendekatan kelembagaan. Tujuan dari diskusi ini adalah untuk

menunjukkan masalah-masalah praktis dan tantangan-tantangan yang bersifat teoritis

dalam proses perancangan.

Setiap proses arbitrase dimulai dengan permufakatan para pihak untuk

mengadakan arbitrase. Permufakatan ini dapat dicapai baik dalam persetujuan para pihak

yang sesungguhnya dalam bentuk klausul arbitrase maupun pada saat terjadinya

perselisihan. Situasi yang disebut belakangan (persetujuan pemilihan forum arbitrase) n1

kurang menarik karena kesadaran para pihak akan kebutuhan dan kecemasan mereka

yang sebenarnya dalam transaksi memungkinkan mereka untuk memilih prosedur

penyelesaian perselisihan yang dapat mengatasi kebutuhan dan kecemasan tersebut. Di

samping itu, persetujuan-persetujuan pemilihan forum jarang dibandingkan dengan

klausul-klausul arbitrase dalam kontrak. n2

Berbeda dengan persetujuan pemilihan forum, klausul arbitrase disusun dalam

situasi kesepakatan dan pemahaman bersama yang diperlukan untuk mencapai

kesepakatan tentang syarat-syarat umum dalam persetujuan yang sesungguhnya. Klausul

arbitrase merupakan kepentingan sekunder karena klausul tersebut dirancang untuk hanya

berlaku apabila terjadi suatu kesalahan. Kedua faktor ini, semangat pemahaman dan

klausul arbitrase sebagai efek samping dari persetujuan dasar, menimbulkan bahaya

bahwa klausul tersebut tidak disusun dengan perhatian dan pertimbangan yang

diperlukan. Anggapan ini didukung oleh pengalaman praktis. n3 Jumlah kesalahan

mendasar dalam klausul arbitrase sangat mengejutkan. n4 Artikel ini mempelajari proses

[*223] perancangan klausul-klausul arbitrase dalam konteks internasional dan

menyinggung masalah penafsiran.

II. MERANCANG KLAUSUL ARBITRASE

A. Umum

Merancang klausul arbitrase membutuhkan perhatian dan kehati-hatian yang sama

besarnya dengan merancang sebuah undang-undang. Pada kenyataannya, klausul

arbitrase merupakan “undang-undang swasta” yang mengatur hampir seluruh aspek dari

hubungan hukum yang bersangkutan. n5 Keputusan para pihak yang berkaitan dengan

klausul arbitrase akan menentukan gaya, panjang, kerumitan, kejujuran, dan biaya

penyelesaian sengketa mereka dan akan sangat menentukan apakah proses tersebut

menghasilkan penyelesaian akhir yang dapat dilaksanakan. n6 Pada akhirnya, perlu

dipahami bahwa hampir seluruh keuntungan yang ditawarkan oleh arbitrase termasuk

kecepatan, pengaruh pihak yang besar terhadap proses yang berlangsung, keuntungan

biaya, dan lain-lain, hanya dapat dinikmati apabila ketentuan-ketentuan dalam klausul

arbitrase adalah tepat. Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa apabila sebuah klausul

arbitrase tidak disusun dengan hati-hati, sebaiknya klausul tersebut tidak dimasukkan ke

dalam kontrak.

B. Klausul Standar dan Klausul Arbitrase Ad Hoc

Keputusan mendasar pertama pada saat merancang sebuah klausul arbitrase

adalah apakah akan memanfaatkan salah satu dari lembaga arbitrase yang ada atau

apakah menginginkan kewenangan penuh atas proses tersebut, pada kasus mana arbitrase

ad hoc merupakan hal yang sesuai. Dalam setiap hal, perlu dipertimbangkan bahwa

sangat sulit untuk berpindah dari arbitrase ad [*224] hoc ke proses kelembagaan, atau

sebaliknya. n7

Tanpa memandang apakah satu pihak memilih ketentuan arbitrase standar atau ad

hoc, klausul-klausul standar tetap ada. Namun, perlu dicatat bahwa klausul-klausul

standar ini bersifat fleksibel dan bahwa para pihak dapat dan harus mengubah atau

menambahkannya. Klausul arbitrase harus disesuaikan secara seksama dengan

kepentingan-kepentingan para pihak dalam kontrak. n8

Sebuah arbitrase ad hoc akan sering menggunakan peraturan-peraturan yang

dibuat pada tahun 1976 oleh Komisi PBB tentang Hukum Dagang Internasional

(UNCITRAL). n9 Tidak ada dukungan kelembagaan karena penggunaan peraturan-

peraturan ini semata-mata untuk memudahkan penyusunan persetujuan arbitrase. Namun

demikian disarankan untuk mengandalkan beberapa rangkaian peraturan, dan sebagian

besar persetujuan arbitrase mengandalkannya. Peraturan UNCITRAL berlaku apabila

“para pihak yang mengadakan kontrak telah menyetujui secara tertulis bahwa

perselisihan yang berkaitan dengan kontrak harus diajukan kepada arbitrase berdasarkan

Peraturan Arbitrase UNCITRAL.” n10 Klausul contoh yang diajukan sangat luas, terdiri

atas bagian utama dan beberapa tambahan yang bersifat pilihan. n11

Terdapat banyak lembaga yang menawarkan arbitrase atau jasa penyelesaian

perselisihan alternatif (ADR) yang bersifat umum. Yang paling lazim dan bereputasi

adalah Kamar Dagang Internasional (ICC), Asosiasi Arbitrase Amerika (AAA),

Pengadilan London untuk Arbitrase Internasional [*225] (LCIA), Kamar Dagang

Stockholm, dan Pusat Lembaga Internasional untuk Penyelesaian Perselisihan Investasi

(ICSID) yang berafiliasi dengan Bank Dunia. n12 Klausul-klausul ICC, LCIA dan AAA

diperiksa secara mendetil karena klausul-klausul tersebut paling sering digunakan. ICSID

seringkali dipilih untuk proyek-proyek investasi yang besar; sementara Kamar Dagang

Stockholm seringkali digunakan dalam kontrak-kontrak antara Timur dan Barat.

ICC di Paris mungkin merupakan lembaga arbitrase yang paling terkemuka,

memeriksa sekitar 259 kasus setiap tahunnya. n13 Arbitrase ICC melibatkan sampai

dengan 90 negara berbeda, dan para pihak yang pada awalnya terikat dalam transaksi

Eropa lebih memilih arbitrase ICC. ICC cukup dihormati di seluruh dunia, yang mana

secara positif mempengaruhi pemilihan forum arbitrase atau pelaksanaan keputusan

arbitrase tersebut. Pengadilan Arbitrase ICC berwenang apabila para pihak telah setuju

untuk menyerahkan kasus mereka kepada arbitrase yang diselenggarakan oleh ICC, dan,

ipso facto, dan dengan demikian Peraturan ICC tersebut menjadi berlaku. n14 ICC tidak

akan memulai proses arbitrase tanpa adanya persetujuan prima facie atau apabila

persetujuan tersebut tidak menjelaskan tentang ICC dan tergugat tidak memberikan

respon terhadap prosedur. n15 Klausul ICC yang luas tersebut mencakup peraturan-

peraturan perdamaian. n16

Didirikan pada tahun 1892, Pengadilan London untuk Arbitrase Internasional

merupakan lembaga arbitrase tertua di dunia. n17 Lembaga tersebut sangat terbiasa

dengan [*226] arbitrase kelautan dan perdagangan internasional. Perbedaan yang utama

antara LCIA dengan ICC terdapat pada pendekatan common law LCIA sebagaimana

bertentangan dengan proses civiliste ICC yang menonjol. Pengadilan LCIA

berwewenang, apabila setiap persetujuan, pemilihan forum atau referensi menyatakan

bahwa arbitrase berdasarkan Peraturan LCIA. Dalam hal ini, Peraturan LCIA diterapkan

dalam versi yang berlaku sebelum arbitrase dimulai. n18 Klausul LCIA bersifat luas dan

sangat spesifik dalam kaitannya dengan kontrak pada mana klausul tersebut terlampir.

n19

Asosiasi Arbitrase Amerika, berbasis di New York, mengadili baik kasus-kasus

yang murni bersifat nasional maupun internasional. n20 AAA bereputasi dalam

perselisihan di dalam negara Amerika, tetapi juga memiliki komitmen yang kuat terhadap

perselisihan dagang internasional, dicerminkan oleh pengunaan peraturan arbitrase

internasional olehnya. n21 Peraturan AAA berlaku apabila para pihak telah menyetujui

secara tertulis untuk mengadili perselisihan berdasarkan Peraturan tersebut.

[*227] C. Aspek-aspek yang Harus Dipertimbangkan pada saat Merancang

Sebuah Klausul arbitrase

Klausul-klausul standar tersebut di atas tidak bersifat wajib. Peraturan

UNCITRAL tidak wajib dipatuhi secara mutlak dan Para Pihak, apabila mereka

menginginkannya, dapat mengandalkan beberapa ketentuan. n24 Peraturan-peraturan

ICC, LCIA dan AAA secara jelas menyatakan bahwa peraturan-peraturan tersebut tunduk

terhadap perubahan-perubahan yang ditetapkan oleh para pihak. n25 Para pihak harus

mempertimbangkan elemen-elemen dasar yang sesungguhnya dan yang berkaitan dengan

proses perancangan klausul arbitrase. Dalam praktiknya, checklist berguna dalam

menentukan kepentingan para pihak. n26

1. Klausul Luas atau Sempit

Para pihak harus menentukan apakah mereka hanya menginginkan aspek-aspek

tertentu dari hubungan kontrak mereka yang diadili (misalnya, jumlah ganti rugi), atau

segala perselisihan mereka yang berkaitan dengan kontrak. Klausul yang menyeluruh

pada umumnya adalah jalan keluar yang terbaik. n27 Klausul yang bersifat luas harus

mencakup tiga pernyataan kunci: “seluruhnya berselisih,” “dalam hubungannya dengan,”

dan “akhirnya selesai.” n28

Peraturan-peraturan UNCITRAL, AAA, LCIA dan ICC berisi klausul-klausul

luas. Klausul-klausul tersebut masing-masing melindungi kontrak dalam kaitannya

dengan pelaksanaan, keberadaan, keabsahan, dan pelanggaran. Para pihak yang

merancang klausul arbitrase yang berdiri sendiri telah dianjurkan [*228] untuk secara

tegas menyatakan bahwa klausul tersebut juga berkaitan dengan permasalahan kontrak itu

sendiri. n29 Baik para pihak menyetujui klausul luas maupun sempit, mereka dapat

mencegah arbitrase dengan membebankan jumlah minimal tertentu yang harus

dipermasalahkan sebelum mereka memulai arbitrase. n30

2. Lokasi Pelaksanaan Arbitrase

Keputusan arbitrase pada umumnya merupakan keputusan dari tempat di mana

para arbiter mengeluarkannya, dan bukan keputusan dari tempat di mana para pihak harus

melaksanakan kontrak. n31 Oleh karena itu, penasihat para pihak harus

mempertimbangkan bagaimana hukum nasional akan bersikap terhadap arbitrase dan

keputusan-keputusan arbitrase, dan apakah negara yang bersangkutan adalah salah satu

pihak dalam Konvensi PBB tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Keputusan Arbiter

Asing tahun 1958. n32 Pilihan forum terdiri atas pertimbangan penting yang membawa

konsekuensi-konsekuensi hukum penting. n33 Dampak tempat tidak seharusnya

diremehkan, karena arbitrase tidak dilaksanakan di tempat yang tidak memiliki hukum.

n35

Pertimbangan lain yang lebih sepele dapat juga dibuktikan penting. Misalnya,

aspek-aspek berikut ini harus dipertimbangkan. n36 Tempat tersebut sebaiknya tidak

menimbulkan biaya perjalanan yang berlebihan [*229] oleh para arbiter, saksi, atau

penasihat para pihak. Selain itu, prasarana komunikasi dan kantor tidak dapat diabaikan.

Lebih dari itu, arbitrase internasional sebaiknya tidak bertempat di negara asal salah satu

pihak, karena ini dapat menyebabkan masalah “pemain kandang”, memberikan

keuntungan kepada salah satu pihak, dan sistem pengadilan dapat memperlakukan negara

mereka sendiri dengan lebih baik. n37 Secara umum, peraturannya ialah: apabila ada

keraguan, pilih tempat yang biasanya bersifat “netral.”

Hukum acara tentang tempat pelaksanaan arbitrase sangat penting. Sebuah negara

sebaiknya tidak dipilih sebagai tempat pelaksanaan arbitrase apabila pengadilannya

memiliki kekuasaan yang luas untuk campur tangan dalam proses pelaksanaan arbitrase.

Selain itu, hukum lokal dari satu wilayah hukum tertentu dapat bersikap sangat

membatasi dalam hal dapat dilakukan arbitrase. Mungkin terdapat peraturan-peraturan

prosedural wajib yang ketat untuk pelaksanaan arbitrase yang mengatur pilihan dan

kebutuhan para pihak. Di beberapa negara para arbiter dibatasi atau dikecualikan dari

pengambilan keputusan ex aequo et bono.

Beberapa negara mendukung arbiter dalam menemukan dokumen-dokumen.

Sikap terhadap tindakan-tindakan sementara pada dasarnya beragam. Di beberapa negara

pengadilan dapat campur tangan dalam masalah penyelesaian perselisihan. Demikian

pula dengan permasalahan pajak dapat bersifat relevan. Pada akhirnya, permasalahan

pokok berkaitan dengan syarat-syarat untuk mengesampingkan atau membatalkan

keputusan-keputusan arbitrase.

Berdasarkan Peraturan UNCITRAL, tanpa adanya persetujuan salah satu pihak,

majelis arbitrase akan menetapkan tempat pelaksanaan arbitrase dalam kaitannya dengan

keadaan arbitrase. n38 Tempat arbitrase ICC akan ditetapkan oleh Pengadilan kecuali

para pihak menyetujui lain. n39 Dalam menetapkan tempat tersebut, Pengadilan akan

memperhitungkan kenyamanan logistik para pihak, bahasa dan hukum yang berlaku pada

kontrak, serta kenetralan politik tempat tersebut. n40 Penting untuk dicatat [*230]

bahwa spesifikasi sebuah lembaga arbitrase (co: “ICC di Paris”) dapat diartikan sebagai

pilihan tempat pelaksanaan arbitrase. n41

Apabila para pihak tersebut tidak setuju atas tempat pelaksanaan arbitrase yang

telah ditetapkan, proses Arbitrase akan dilaksanakan di London kecuali Majelis

menetapkan, dengan mempertimbangkan seluruh kondisi kasus, bahwa tempat lain lebih

sesuai. n42 AAA menyerahkan keputusan tentang di mana arbitrase akan dilaksanakan

kepada para pihak, dengan memberikan kepada mereka jangka waktu enam puluh hari

setelah arbitrase dimulai untuk mengambil keputusan atau majelis arbitrase yang akan

mengambil keputusan tersebut. n43

Meskipun demikian, tempat pelaksanaan arbitrase tidak memaksa para arbiter dan

para pihak untuk mengambil tindakan hanya di tempat tersebut. Berdasarkan Peraturan

UNCITRAL, para arbiter dapat memeriksa saksi, mengadakan rapat di mana pun, dan

memeriksa barang, properti lain atau dokumen. n44 Majelis arbitrase LCIA dapat

mengadakan pemeriksaan dan rapat di mana pun, asalkan majelis tersebut membuat

keputusan akhir di tempat pelaksanaan arbitrase. n45 Majelis arbitrase AAA dapat

mengadakan konferensi, memeriksa saksi, memeriksa properti, atau dokumen di tempat

mana pun yang dianggap sesuai. n46 Pada akhirnya para pihak dapat mengubah forum

arbitrase apabila mereka dapat mencapai persetujuan; mereka tentu saja dapat

melakukannya sebelum majelis arbitrase dibentuk. Bahkan hal ini nampaknya secara

tersirat diizinkan oleh sebagian besar peraturan kelembagaan. n47

3. Ketentuan pemberitahuan

Penting bagi para pihak untuk mengetahui apakah mereka terlibat dalam sebuah

proses arbitrase sebelum mereka menerima keputusan akhir. Untuk menghasilkan

keputusan yang dapat dilaksanakan, merupakan hal yang sangat penting [*231] bagi

pihak yang memulai proses arbitrase untuk menjaga agar pihak yang lainnya tetap

menerima informasi. Konvensi New York membuat keputusan-keputusan tidak dapat

dilaksanakan apabila pihak saingan tidak diberitahukan tentang proses arbitrase tersebut.

n48

Peraturan UNCITRAL mewajibkan pemberitahuan tentang arbitrase kepada

responden, yang harus berisi informasi tertentu antara lain, misalnya, tuntutan dan

kontrak yang bersangkutan. n49 Sekretariat menyampaikan pemberitahuan kepada

responden dalam sebuah arbitrase ICC. n50 Proses kelembagaan menghubungkan

pemberitahuan satu pihak dengan permohonan pelaksanaan arbitrase; proses arbitrase

tidak dapat dimulai tanpa pemberitahuan kepada Responden.

4. Hukum Sebenarnya n51

Seringkali, para pihak lebih memilih melaksanakan arbitrase untuk menghindari

yurisdiksi. n52 Dalam kasus-kasus ini, pilihan hukum terdapat di dalam klausul arbitrase.

Dalam situasi yang lain, pilihan hukum tidak diperlukan. Dalam konteks hukum

internasional, para pihak harus mempertimbangkan secara hati-hati permasalahan hukum

yang sebenarnya.

Sistem hukum beragam dalam hal-hal tertentu yang mendasar. Pada saat

merancang klausul arbitrase, para pihak harus menyebutkan hukum yang berlaku atau

prinsip-prinsip untuk menetapkan hukum yang berlaku tersebut. Sebuah ketentuan,

terpisah dari, tetapi sangat berkaitan dengan, klausul arbitrase lazimnya berisi pilihan

hukum yang sebenarnya. n53 Tanpa adanya pilihan ketentuan hukum, [*232] para arbiter

pertama-tama harus memperhatikan perjanjian-perjanjian internasional untuk

menemukan hukum yang berlaku yang akan terbukti berhasil. Hal ini berhasil; namun

demikian hanya pada beberapa kasus. Misalnya, Konvensi Eropa tentang Arbitrase

Perdagangan Internasional (1961), Konvensi Eropa tentang Hukum yang Berlaku

terhadap Kewajiban-kewajiban Berdasarkan Kontrak (1980), dan Konvensi PBB tentang

Kontrak Perdagangan Barang Internasional (1980), termasuk ketentuan-ketentuan tentang

hukum sebenarnya yang berlaku.

Seperti biasanya, para arbiter tidak memiliki panduan yang jelas akan hukum

sesungguhnya yang berlaku. Prinsip yang menimbulkan peraturan tentang konflik hukum

dari tempat pelaksanaan arbitrase akan membawa kepada hukum sesungguhnya yang

berlaku yang mulai terkikis. Para arbiter terkadang menerapkan secara langsung hukum

sebenarnya tertentu. Di saat lain, mereka memulai proses menurut prinsip-prinsip umum

tentang konflik hukum, atau prinsip-prinsip umum peraturan tentang konflik hukum dari

negara-negara yang terlibat. n54

Peraturan UNCITRAL mengatur majelis arbitrase, tanpa adanya persetujuan para

pihak, untuk menerapkan hukum yang telah ditetapkan of peraturan konflik hukum yang

dianggap berlaku. n55 Kecuali disepakati lain oleh para pihak, hal yang sama berlaku

pada majelis arbitrase yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan ICC. n56 Kecuali

disepakati lain setiap saat oleh para pihak, arbiter LCIA berwenang, tunduk kepada setiap

batasan dari hukum yang berlaku, untuk menetapkan peraturan hukum apa yang

mengatur atau yang berlaku terhadap setiap kontrak atau masalah di antara para pihak.

n57 Majelis arbitrase AAA harus, tanpa memandang persetujuan para pihak, menerapkan

hukum tersebut sebagaimana dianggap sesuai. n58

Terpisah dari hukum nasional tertentu, para pihak dapat setuju bahwa arbiter

merupakan amiable compositeur (penengah) yang berarti dasar sebuah keputusan

merupakan penyelesaian perselisihan yang adil [*233] (disebut jua keputusan ex aequo

et bono). n59 Para pihak dari negara yang menggunakan civil law khususnya harus

berusaha menjelaskan pemahaman mereka tentang arti penerapan prinsip-prinsip yang

adil. Toleransi wilayah hukum nasional tentang keputusan-keputusan keadilan sangat

beragam. n60

Peraturan UNCITRAL mengizinkan para arbiter untuk melakukan tindakan ex

aequo et bono apabila para pihak telah secara tegas menyatakan persetujuan dan apabila

diizinkan oleh hukum yang berlaku terhadap prosedur arbitrase. n61 Arbiter ICC

bertindak sebagai amiable compositeur apabila para pihak telah setuju untuk memberikan

wewenang tersebut di atas. n62 Arbiter AAA juga dapat bertindak sebagai amiable

compositeur apabila diberikan wewenang oleh para pihak. n63 Pada akhirnya, para pihak

harus mempertimbangkan arbitralis, peraturan hukum dagang internasional campuran.

n64

5. Para Arbiter

Dalam setiap proses hukum terdapat “faktor manusia” yaitu para hakim yang

ditunjuk dan tidak dipilih oleh para pihak. Pengadilan hukum sangat bergantung pada

kualifikasi, pengalaman dan sikap para hakim. Dalam hal arbitrase, bahkan lebih

bergantung pada para arbiter, karena mereka dipilih dan bertindak dengan kreatifitas dan

yang lebih tinggi daripada para rekan mereka yang berasal dari negara yang

menggunakan common law. Dengan demikian, penunjukan arbiter merupakan keputusan

yang paling penting yang mempengaruhi hasil arbitrase.

Pertanyaan yang pertama adalah berapa banyak arbiter yang harus memutuskan

sebuah proses arbitrase. Pada umumnya para pihak memilih satu atau tiga orang arbiter.

Berapa banyak wajarnya arbiter bergantung pada jumlah uang dalam perselisihan. Dalam

perselisihan dengan jumlah yang kecil, para pihak akan mencoba untuk menghindari

biaya berlebihan yang akan muncul [*234] dengan memakai tiga orang arbiter karena

biaya tersebut dapat melampaui jumlah dalam perselisihan tersebut. Apabila sejak awal

besar jumlah dalam perselisihan tidak jelas, para pihak dapat memasukkan sebuah klausul

dengan ketentuan bahwa akan ada tiga orang arbiter bagi sejumlah uang tertentu yang

dipertentangkan. n65

Para pihak juga harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini pada saat

memutuskan untuk memiliki satu dari tiga sikap berikut : kecepatan proses, kemampuan

untuk memperoleh gabungan pokok masalah dan ahli hukum dari sejumlah arbiter,

kekonsistenan yang diperoleh dengan satu orang arbitrator, dan komunikasi yang lebih

baik antara dua orang arbiter yang ditunjuk oleh para pihak. n66 Satu orang arbiter pada

umumnya cukup untuk menangani sebuah kasus. N67

Masalah berikutnya yaitu pihak berwenang yang mengatur, yang penting bagi

satu orang arbiter dan mungkin juga diperlukan bagi tiga orang arbiter. Dalam hal

terdapat satu orang arbiter, para pihak menyerahkan usulan kepada pihak berwenang

yang mengatur yang kemudian akan memilih satu orang dari yang disusulkan oleh salah

satu atau kedua belah pihak. Dalam hal terdapat tiga orang arbiter, setiap pihak akan

menunjuk satu orang arbiter dan para arbiter yang ditunjuk tersebut akan memilih arbiter

yang ketiga yang akan menjadi ketuanya. Namun demikian, ada banyak variasi. Jelas

bahwa kerumitan yang meningkat dalam proses penunjukan nampaknya juga akan

meningkatkan perselisihan. Para pihak, dalam setiap hal, harus memberikan batas waktu

untuk proses pembentukan majelis arbitrase guna menghindari penundaan yang tidak

perlu. n68

Permasalahan yang berikutnya berkenaan dengan kualitas para arbiter. Arbitrase

seringkali dipilih untuk menghindari konflik dengan prasangka nasional, oleh karena itu,

para pihak dapat mempertimbangkan untuk mengesampingkan beberapa negara atau

hanya menyetujui salah satunya. Kemampuan para arbiter tentunya bukan sebuah

quantine negligible. Seringkali, arbitrase dipilih karena diperlukan wawasan yang luas

dalam satu bidang yang sangat sempit. Sebuah latar belakang dan pengalaman di bidang

hukum diperlukan karena arbitrase, dengan seluruh perbedaannya dengan pengadilan

yang konvensional, merupakan proses hukum. Apabila para pihak [*235] tidak

mengandalkan sumber-sumber lembaga arbitrase, mereka dapat mencari arbiter yang

kompeten dalam petunjuk bagi para arbiter. n69 Ada banyak faktor yang perlu

dipertimbangkan pada saat menentukan pilihan, seperti jadwal para arbiter, “faktor

penyebab” pribadi, dan keputusan-keputusan terdahulu dari seorang arbiter tertentu.

Pada akhirnya, para pihak harus memikirkan kebebasan dan kenetralan para

arbiter tersebut dan bagaimana caranya memberi mereka tantangan. Tentunya, masalah

kebebasan dalam hal terdapat dua orang arbiter yang ditunjuk oleh para pihak harus

dipikirkan secara serius. n70 Dalam situasi di mana para pihak telah merancang sebuah

klausul arbitrase ad hoc, mereka dapat memasukkan peraturan-peraturan etik tentang

Asosiasi Bar Internasional. n71 Beberapa dari permasalahan tersebut di atas dapat

dihindari dengan secara jelas menyebutkan para arbiter dalam perjanjian arbitrase

tersebut.

Pemilihan dan penunjukkan para arbiter, lembaga atau prosedur standar secara

khusus sangat membantu. Peraturan UNCITRAL menyerahkan hal tersebut untuk

diputuskan oleh para pihak, baik dalam klausul atau melalui persetujuan para pihak

dalam jangka waktu lima belas hari setelah dimulainya proses tersebut, apabila harus ada

satu atau tiga orang arbiter. Tanpa adanya persetujuan, tiga orang arbiter akan ditunjuk.

n72 Apabila tidak terdapat ketentuan untuk menunjuk pihak yang berwenang, para pihak

harus mencapai sebuah persetujuan atau mendatangi Sekretaris Jenderal Pengadilan

Tetap Arbitrase di [*236] di Den Haag. Peraturan yang sama berlaku bagi pemilihan

arbiter tunggal. Apabila tiga orang arbiter akan dipilih, setiap pihak memilih satu orang

dan yang ketiga, arbiter ketua, akan dipilih oleh dua orang arbiter yang dipilih oleh para

pihak tersebut. n73

Sesuai dengan Peraturan ICC, seorang arbiter tunggal dalam ditunjuk dalam

jangka waktu tiga puluh hari setelah permohonan pelaksanaan arbitrase. n74 Tanpa

adanya persetujuan, Pengadilan ICC akan menunjuk seorang arbiter. Dalam hal akan

ditunjuk tiga orang arbiter, setiap pihak menunjuk satu orang arbiter dan yang ketiga

ditunjuk oleh Pengadilan ICC, kecuali para pihak telah menyepakati bahwa arbiter yang

ketiga harus dipilih oleh para arbiter yang ditunjuk oleh para pihak tersebut. Tanpa

adanya persetujuan tentang jumlah arbiter, Pengadilan ICC hanya akan menunjuk satu

orang arbiter, meskipun sebenarnya menurut Pengadilan perselisihan tersebut menyetujui

penunjukan tiga orang arbiter. Peraturan ICC sangat menekankan proses pemilihan dalam

hal negara arbiter. n75 Tujuan yang penting dalam memilih para arbiter adalah untuk

menghindari prasangka nasional, yang dapat dicapai melalui pemanfaatan jaringan

Komite Nasional ICC yang ekstensif. Para pihak harus selalu ingat bahwa pengadilan

ICC harus mengkonfirmasikan para calon dari para pihak. Proses konfirmasi ini

menciptakan batasan bagi kebebasan para pihak dalam memilih seorang arbiter.

Di LCIA, seorang arbiter tunggal akan ditunjuk kecuali apabila para pihak

menyetujui lain atau Pengadilan menetapkan bahwa dengan mempertimbangkan seluruh

kemungkinan diperlukan tiga orang arbiter. n76 Hanya Pengadilan yang diberikan

wewenang untuk menunjuk para arbiter. n77 Meskipun demikian, “Pengadilan akan

menunjuk para arbiter dengan memperhatikan setiap metode atau kriteria pemilihan yang

disepakati oleh para pihak.” n78 Jelas bahwa Peraturan LCIA menyerahkan banyak tugas

kepada para pihak, tetapi menyerahkan keputusan kepada Pengadilan. n79 “Pengadilan

dapat menolak untuk menunjuk [*237] para calon apabila Pengadilan menetapkan

bahwa para calon tersebut tidak cocok, tidak bebas atau tidak netral.” n80 Negara dari

calon arbiter juga berperan dalam keputusan Pengadilan. n81

Sesuai dengan Peraturan AAA, “apabila para pihak belum menyepakati jumlah

arbiter, satu orang arbiter akan ditunjuk kecuali apabila para pengurus menentukan,

dalam kebebasannya untuk menentukan, bahwa tiga orang arbiter adalah sesuai oleh

karena besarnya, rumitnya atau keadaan kasus yang bersangkutan.” n82 “Dalam memilih

para abiter, para pihak dapat menyepakati bersama prosedur apa pun untuk menunjuk

para arbiter.” n83 Apabila dalam jangka waktu empat puluh lima hari setelah arbitrase

dimulai, para pihak belum menyepakati satu prosedur untuk memilih para arbiter, atau

belum menyepakati bersama penunjukan para arbiter, pengurus akan menunjuk para

arbiter dan arbiter ketua. n84 Jelas bahwa Peraturan AAA kurang bersifat “memerintah”

daripada Peraturan-peraturan ICC dan LCIA, karena Peraturan AAA berupa bimbingan

bagi para pihak dalam membuat keputusan mereka sementara Peraturan-peraturan ICC

dan LCIA memberikan kepada pengadilan kemampuan untuk memilih seorang arbiter

tanpa memandang keinginan para pihak.

6. Tindakan Sementara

Arbitrase lazimnya lebih cepat daripada proses pengadilan, namun demikian,

sebuah keputusan arbitrase masih mungkin terlambat untuk memungkinkan pihak yang

dirugikan untuk mencegah perubahan-perubahan yang tidak dapat dirubah kembali atau

untuk menghindari kerugian yang besar dalam hal uang. Untuk alasan ini, para pihak

harus mempertimbangkan untuk mengambil tindakan sementara. n85 Perjanjian-

perjanjian [*238] internasional tidak cukup membantu dalam hal ini. Sebaliknya,

undang-undang arbitrase nasional merupakan hal yang penting. Beberapa di antaranya

melarang tindakan sementara dalam arbitrase, beberapa yang lainnya mengizinkan atau

bahkan memberikan bimbingan kepada tindakan sementara tersebut. n86 Oleh karena itu,

para pihak harus memperhatikan tempat pelaksanaan arbitrase. Karena tindakan

sementara merupakan prinsip hukum yang tidak diatur secara cukup baik, akan lebih baik

bagi para pihak untuk menyatakan secara expressis verbis apakah mereka ingin

mengambil tindakan sementara dan, apabila demikian, tindakan sementara apa yang

mereka inginkan. Tindakan sementara dapat mencakup: penyitaan barang, penyelesaian

berdasarkan putusan, dan tindakan jaminan, seperti pembayaran ke dalam rekening

penitipan.

Peraturan UNCITRAL mengizinkan majelis arbitrasae, atas permohonan salah

satu pihak atau apabila para arbiter menganggapnya perlu, untuk mengambil tindakan

sementara yang dapat berbentuk keputusan sementara. n87 Di dalam arbitrase ICC, para

pihak bebas menggunakan setiap kewenangan peradilan untuk tindakan-tindakan

sementara atau perlindungan tanpa batasan sebelum file dikirimkan. Namun setelah file

dikirimkan, penggunaan tersebut diberikan hanya dalam keadaan luar biasa. n88 Majelis

arbitrase LCIA dapat memungkinkan pemeriksaan barang atau memerintakan

disediakannya tempat penyimpanan, penjualan atau pembuangan barang apa pun di

bawah pengawasan para pihak. n89 Perintah tersebut di atas harus dilakukan dalam batas-

batas hukum yang berlaku dan dilakukan oleh para pihak. n90

Demikian seperti Peraturan UNCITRAL, Peraturan AAA menetapkan bahwa

majelis arbitrase dapat mengambil tindakan sementara apa pun yang dianggapnya perlu

atas permohonan pihak mana pun. Secara khusus, peraturan tersebut meminta agar

barang-barang dititipkan kepada pihak ketiga untuk kepentingan perlindungan. Selain itu,

tindakan sementara dapat berbentuk keputusan arbiter. n91 Dalam hal arbitrase

kelembagaan, para pihak dapat menetapkan [*239] tindakan sementara, atau setidaknya

para pihak dapat memiliki hak untuk mengambil tindakan tersebut dari pengadilan tanpa

membatalkan perjanjian arbitrase. n92

7. Peraturan tentang Bukti n93

Proses penemuan bukti dalam sebuah pelaksanaan arbitrase memberikan contoh

yang jelas akan perbedaan antara budaya-budaya hukum. n94 Pada umumnya, para

arbiter internasional tidak memiliki kemampuan penemuan bukti yang ekstensif. Bagi

para pihak dalam wilayah hukum yang menggunakan common law, yang terbiasa dengan

sistem penemuan bukti pra-persidangan yang ekstensif, hal ini dapat menimbulkan

“kekagetan” tertentu. Selain itu, Peraturan-peraturan ICC dan LCIA tidak mengandung

ketentuan untuk pengenalan bukti. n95 Para pihak dalam arbitrase AAA harus

membuktikan fakta-fakta yang mereka yakini dalam tuntutan maupun pembelaan mereka,

tetapi majelis arbitrase dapat, setiap saat selama proses arbitrase, meminta para pihak

untuk menyediakan dokumen-dokumen, lampiran-lampiran atau bukti lain apa pun yang

dianggap perlu atau sesuai. n96

Peraturan UNCITRAL bahkan lebih ketat. Misalnya, setiap saat selama proses

arbitrase UNCITRAL, majelis arbitrase dapat meminta para pihak untuk menyediakan

dokumen-dokumen, lampiran-lampiran atau bukti lain apa pun dalam jangka waktu

tertentu. n97 Beberapa peraturan yang berkenaan dengan bukti dalam klausul arbitrase

mungkin diperlukan karena terbatasnya kemungkinan penemuan bukti di dalam

pengadilan arbitrase sendiri. Namun demikian, para pihak dapat berharap untuk dapat

membatasi kemampuan menemukan bukti yang luas dari para arbiter sesuai dengan

Peraturan UNCITRAL.

Penyertaan banyak ketentuan yang berkenaan dengan bukti ke dalam klausul

arbitrase tidak selalu mungkin dilakukan, namun demikian, apabila [*240] ketentuan-

ketentuan yang berkenaan dengan bukti dimasukkan. Para pihak harus memperhatikan

setiap batasan lingkup dan waktu dari penemuan bukti tersebut untuk menghindari

penundaan dan biaya yang sangat berat. n98 Bahkan pada saat para pihak memutuskan

untuk meneruskan tanpa ada ketentuan apa pun yang berkenaan dengan bukti dalam

klausul arbitrase, para pihak dapat menyetujui dan mengadopsi peraturan yang berkenaan

dengan bukti segera sebelum proses arbitrase dimulai. n99 Selain merancang peraturan

mereka sendiri yang berkenaan dengan bukti dalam persetujuan arbitrase, para pihak

dapat memilih untuk menggunakan peraturan yang berkenaan dengan bukti yang disusun

oleh Asosiasi Bar Internasional. n100

8. Bahasa

Pada awalnya, bahasa arbitrase tidak menimbulkan permasalahan apa pun.

Namun demikian, menyimpang dari kesan pertama ini, bahasa arbitrase dapat menjadi

sangat penting. Misalnya, bahasa arbitrase dapat menimbulkan biaya yang besar untuk

pekerjaan terjemahan hukukm. Selain itu, para pihak dapat tetap mempertahankan

“penasehat” mereka, yang tidak dapat berbicara dalam bahasa yang dipilih untuk

arbitrase, dan para arbiter tertentu tidak dapat melaksanakan tugasnya karena halangan

bahasa. Sesuai dengan Peraturan UNCITRAL, majelis arbitrase akan menetapkan bahasa

yang akan digunakan dalam arbitrase kecuali para pihak telah menyekapati bahasa yang

akan digunakan dalam proses arbitrase sebelum arbitrase dimulai. n101

Arbiter ICC menetapkan bahasa yang akan digunakan dalam arbitrase. Meskipun

demikian, arbiter tersebut akan memperhatikan dengan seksama segala kemungkinan

yang berkaitan dengan arbitrase, terutama bahasa kontrak. Bahasa yang digunakan dalam

arbitrase adalah bahasa dari dokumen yang berisi persetujuan arbitrase, kecuali para

pihak telah menetapkan sebaliknya. n102 Dalam persetujuan arbitrase, [*241] bahasa

Inggris dan Perancis adalah bahasa yang sering digunakan. n103 Namun demikian, perlu

dicatat bahwa beberapa negara menetapkan bahasa yang akan digunakan untuk proses

arbitrase yang mengambil tempat di wilayah hukum mereka. n104

9. Biaya

Biaya pelaksanaan biasanya mencakup biaya pengadilan, biaya pendaftaran

keputusan, dan pajak. Pada umumnya, pihak yang kalah yang menentang keputusan

arbitrase tidak akan bersedia menanggung biaya arbitrase. n105 Oleh karena itu,

sebaiknya pihak yang kalah tidak diwajibkan membayar biaa arbitrase. n106 Sebaliknya,

biaya tersebut harus ditanggung oleh pihak yang menolak pelaksanaan keputusan

arbitrase. n107 Agar aman, para pihak dapat mempertimbangkan untuk menyediakan

jaminan atas biaya seperti rekening penitipan atau jaminan bank. n108 Tanpa

memandang siapa yang membayar biaya dalam proses ad hoc, para pihak harus

menyelesaikan masalah pembayaran pada saat pertemuan pertama dengan para arbiter.

n109

Peraturan UNCITRAL melarang pihak yang tidak berhasil untuk menanggung

biaya arbitrase selain kerugian mereka. n110 Majelis arbitrase dapat melakukan

penyimpangan dari prinsipnya dalam situasi di mana majelis arbitrase “menetapkan

bahwa pembebanan [biaya kepada pihak yang dirugian] merupakan hal yang wajar.”

n111 Keputusan ICC, terpisah dari keputusan in merito, berisi ketentuan kepada siapa

biaya arbitrase tersebut dan masing-masing bagian biaya tersebut diberikan. n112 Biaya

[*242] dalam arbitrase ICC cukup besar, karena biaya tersebut bergantung pada jumlah

dalam perselisihan. Kecuali para pihak menyetujui lain, Majelis Arbitrase LCIA harus

menetapkan bagian biaya yang harus dibayar oleh para pihak. n113 Sesuai dengan

Peraturan AAA, perngadilan menetapkan biaya arbitrase dan juga membagikan biaya

secara adil di antara para pihak. n114 Ketentuan-ketentuan arbitrase kelembagaan

beroperasi secara berbeda dengan ketentuan-ketentuan di atas dan memberikan dua

contoh dasar: baik pihak yang rugi menanggung biaya tersebut, atau kedua belah pihak

menanggung biaya yang sama. Namun demikian, pada praktiknya, negara seorang arbiter

dapat mempengaruhi bagaimana biaya arbitrase ditanggung, dan dengan demikian,

negara seorang arbiter dapat bersifat menentukan dalam berbagai hal. n115

10. Bunga

Para pihak tidak mungkin ingin menyerahkan masalah bunga kepada undang-

undang dari wilayah hukum yang berlaku. Para pihak harus membedakan antara dua jenis

bunga. Jenis bunga yang pertama, bunga pra putusan, berkaitan dengan bunga terhitung

sejak saat pelanggaran sampai dengan tanggal keputusan arbitrase yang sebenarnya.

Penyertaan jenis bunga ini semata-mata memperumit prosedur dan tidak lazim. Jenis

bunga yang kedua, bunga sesudah putusan, timbul sejak tanggal keputusan sampai

dengan tanggal pembayaran sesungguhnya. n116 Para pihak dapat menetapkan jumlah

bunga, baik dengan menyatakan suku bunga dalam persetujuan arbitrase atau dengan

mengacu kepada indeks seperti LIBOR atau “suku bunga terendah” sebuah bank.

Berdasarkan Peraturan LCIA, majelis dapat membebankan bunga yang sederhana atau

yang terus bertambah pada suku bunga sebagaimana yang ditetapkan oleh majelis secara

sesuai. n117 Keputusan-keputusan tersebut tidak memberikan mandat agar majelis terikat

oleh suku bunga yang sah, termasuk setiap undang-undang bunga uang [*243] dari

wilayah hukum tertentu. n118 Kepentingan sebuah keputusan dapat timbul selama jangka

waktu apa pun yang ditetapkan sesuai oleh Majelis Arbitrase, tetapi tanggal akhir di mana

bunga dapat timbul adalah tanggal di mana keputusan tersebut dipenuhi. n119

11. Mata Uang

Mengukur keputusan arbitrase dalam mata uang yang lazim dan tertentu

memudahkan pelaksanaan. Ini tidak berarti bahwa seluruh permohonan, perhitungan,

pertanggungjawaban atau biaya-biaya lain yang timbul selama proses arbitrase harus

dalam mata uang yang telah ditentukan. n120 Sebaliknya, hal tersebut berarti bahwa

jumlah dari keputusan yang terakhir akan ditukar ke dalam mata uang yang telah dipilih;

oleh karena itu, apabila para pihak menginginkan mata uang tertentu mereka harus

menetapkan sebelumnya. n122

12. Kekebalan Tertinggi

Dalam kasus-kasus di mana pihak yang tertinggi, atau agensi dari pihak tersebut,

menandatangani persetujuan arbitrase, pihak swasta tersebut harus meminta pelepasan

hak untuk mempertahankan kekebalan. Pelepasan hak ini seharusnya tidak hanya

berkaitan dengan kekebalan terhadap wilayah hukum, tetapi juga mencakup ketentuan-

ketentuan yang membebaskan pihak tersebut dari pelaksanaan keputusan. Pembebasan

pelaksanaan lebih penting daripada pembebasan dari wilayah hukum, karena kemudian

dapat diambil kesimpulan dari persetujuan tersebut untuk melaksanakan arbitrase. n123

Para pihak meminta pelepasan hak untuk mempertahankan kekebalan, karena

berdasarkan hukum dari banyak negara, termasuk [*244] Amerika Serikat, memasuki

satu hubungan dagang tidak mengimplikasikan pelepasan kekuasaan tertinggi. n124

Bagaimana pun juga, pada akhirnya menyusun sebuah pelepasan hak untuk

mempertahankan kekebalan tertinggi merupakan usaha persiapan yang terbaik, tetapi

tidak bertindak sebagai jaminan untuk wilayah hukum dan pelaksanaan, karena hasilnya

akan bergantung kepada keadaan kasus, dan badan hukum tertinggi terlibat. Dalam

konteks ini, para pihak juga harus mencatat beberapa wilayah hukum yang membatasi

kapasitas para agen pemerintah untuk menandatangani persetujuan arbitrase. 125

13. Kerahasiaan

Salah satu dasar keunggulan arbitrase adalah kerahasiaan. Maka, pada saat

menyusun sebuah persetujuan penulis harus memasukkan ketentuan tentang kerahasiaan.

Sesuai dengan Peraturan UNCITRAL, keputusan dapat diumumkan hanya dengan

persetujuan kedua belah pihak. n126 Hanya para pihak yang bersangkutan yang

menerima salinan keputusan ICC. n127 Seluruh pertemuan dan pemeriksaan LCIA

dilakukan secara rahasia kecuali ditetapkan lain oleh para pihak. n128 Seusai dengan

Peraturan AAA, baik pemeriksaan maupun keputusan bersifat rahasia kecuali disetujui

lain oleh hukum dari wilayah hukum yang menentukan atau para pihak sebelum proses

arbitrase dimulai. n129 Para pihak dapat berharap untuk memperluas ketentuan-ketentuan

tentang kerahasiaan dari lembaga-lembaga arbitrase karena, sebagai peraturan umum,

ketentuan-ketentuan ini seringkali kurang luas sebagaimana yang diperlukan untuk

melindungi para pihak. Ketentuan tentang kerahasiaan kelembagaan hanya mencakup

lembaga dan, oleh karenanya, keputusan-keputusan dapat diumumkan melalui tindakan

sepihak. n130 Apabila para pihak berharap untuk dapat melindungi diri mereka sendiri

terhadap [*245] penyingkapan apa pun yang tidak diharapkan, mereka harus menyetujui

hal ini baik dalam klausul arbitrase maupun pada waktu yang berikutnya. n131

14. Ketegasan

Para pihak harus menegaskan keputusan arbitrase dalam klausul arbitrase itu

sendiri. Majelis arbitrase dalam bahasa Inggris menyadari bahwa diperlukan persetujuan

“pengecualian” tersurat yang bersifat khusus, karena persetujuan tersebut mencegah

kajian lebih lanjut akan masalah-masalah hukum oleh pengadilan. n132 Namun

demikian, klausul dapat kekurangan nilai yang besar dalam praktik sesungguhnya.

Bahkan, hukum nasional terkadang membatasi atau melarang persetujuan pengecualian.

n133 Dalam hal di mana pembatalan-pembatalan perlindungan adalah sah, para pihak

harus mempertimbangkan bahaya yang berkaitan dengan keputusan akhit oleh badan

arbitrase. Dalam konteks ini, perlu dicatat bahwa para pihak dapat, melalui persetujuan

bersama, memperluas lingkup kesalahan yang dapat dimintakan naik banding dari

undang-undang arbitrase nasional yang berlaku melalui persetujuan bersama. n134

Peraturan-peraturan UNCITRAL, LCIA dan ICC menyatakan bahwa setiap keputusan

yang diberikan oleh majelis adalah final. n135

15. Konsolidasi Tuntutan

Seringkali untuk kepentingan kejujuran atau efisiensi beberapa tuntutan digabung

menjadi satu buah proses. Misalnya, dalam pembuatan persetujuan dengan klausul

arbitrase, terdapat pilihan untuk memasukkan perselisihan dengan sub kontraktor yang

tidak terikat oleh klausul ke dalam proses arbitrase. Meskipun demikian, Arbitrase

merupakan otonomi swasta dan semua pihak dari Arbitrase harus memberikan

persetujuan. Dengan demikian, peraturan kelembagaan tidak ada kaitannya dengan

konsolidasi, karena konsolidasi merupakan masalah yang rumit dan para pihak [*246]

berada pada kedudukan yang tepat untuk mengatur. n136 Untungnya, ICC telah

menerbitkan buku kecil yang memberikan bimbingan kepada para pihak yang bermaksud

membuat ketentuan-ketentuan untuk arbitrase dengan banyak pihak. n137 Namun

demikian, perlu diingat bahwa terkadang pengadilan memiliki wewenang untuk

memerintahkan konsolidasi. n138

Pada saat merancang klausul arbitrase, para pihak mempersiapkan penyertaan

pihak ketiga ke dalam proses arbitrase. Juga masuk akal bahwa kedua belah pihak

sepakat untuk mengikat pihak ketiga yang terkait dengan kontrak utama, dan kontrak-

kontrak yang “terkait” dengan arbitrase. Pada akhirnya, perlu diketahui bahwa baik

apabila konsolidasi ditetapkan oleh para pihak atau diperintahkan oleh majelis arbitrase,

berbagai masalah akan muncul dalam arbitrase, seperti masalah sekitar penunjukan para

arbiter. n139

16. Bentuk Persetujuan Arbitrase

Syarat utama persetujuan arbitrase yang sah adalah bahwa persertujuan arbitrase

tersebut dibuat secara tertulis. Meskipun beberapa kondisi memungkinkan, dalam batas-

batas tertentu, prsetujuan arbitrase lisan, peraturan internasional tentang arbitrase tidak

mengizinkan persetujuan lisan diakui sebagai persetujuan arbitrase yang sah dan dapat

dilaksanakan. n140 Konvensi New York mendefinisikan perjanjian tertulis sebagai

“klausul arbitrase dalam kontrak, atau persetujuan arbitrase, ditandatangani oleh para

pihak atau terkandung di dalam korespondensi atau telegram”. n141 Oleh karena itu,

sesuai dengan Konvensi New York, persetujuan arbitrase harus dibuat secara tertulis agar

dapat dilaksanakan. n142

[*247] III. PENAFSIRAN KLAUSUL ARBITRASE

Komunikasi bukan hanya informasi yang dikirimkan, tetapi informasi yang

diterima. Oleh karena itu, sangat penting bagi proses perancangan untuk

mempertimbangkan bagaimana menafsirkan komunikasi. Pendek kata, para penyusun

ingin mengetahui siapa yang bertanggung jawab untuk menafsirkan klausul arbitrase dan

standar-standar yang mendasari pengukurannya.

Hal ini menjadi permasalahan yang sangat kompleks yang terkait dengan berbagai

masalah dan doktrin hukum arbitrase perdagangan internasional. Anggapan yang pertama

adalah bahwa arbitrase itu sendiri terpisah dari kontrak di mana arbitrase tersebut berada.

n143 Doktrin ini dapat dijelaskan dengan cara yang berbagai cara dan dengan batasan

berbeda yang ditetapkan salam aturan hukum nasional. Bagaimanapun juga, terdapat satu

dalil yang sederhana apabila para pihak setuju untuk melaksanakan arbitrase. Hal ini

berarti memasukkan juga masalah keabsahan kontrak. Hanya doktrin hal dapat

dipisahkan yang dapat menjamin bahwa tujuan para pihak diwujudkan.

Hasilnya, dalam konteks ini yaitu bahwa hukum yang berbeda dari persetujuan

utama dapat diberlakukan terhadap klausul arbitrase yang berkaitan. Hukum yang berlaku

terhadap persetujuan mungkin saja timbul dari a) hukum yang dipilih oleh para pihak

untk mengatur persetujuan arbitrase tersebut; b) hukum di tempat pelaksanaan arbitrase;

c) hukum yang mengatur persetujuan pendahuluan para pihak; dan d) hukum dari tempat

yang diinginkan untuk pelaksanaan keputusan oleh pengadilan. n144 Pihak yang

berwenang (competence de la competences), akan memilih hukum yang sesuai. Dalam

menentukan pilihan tersebut, pihak berwenang ini lazimnya dibimbing oleh “prinsip

keabsahan” yang artinya ia akan memilih hukum yang berlaku yang mengesahkan

persetujuan tersebut. n145 Hal ini penting untuk [*248] pelaksanaan keputusan dalam

lingkungan internasional n146

Pada akhirnya kita sampai pada titik di mana kita harus menerapkan hukum

nasional yang berkaitan dengan arbitrase. Di Amerika Serikat adalah AAA. n147

Lazimnya, tidak terdapat peraturan penafsiran ekstensif untuk klausul-klausul arbitrase.

Contohnya, FAA tidak berisi perintah apa pun tentang bagaimana menafsirkan

persetujuan-persetujuan arbitrase. Para arbiter dan pengadilan harus sepenuhnya

mengandalkan hukum kasus. Namun demikian, dalam kebanyakan kasus, baik tertulis

dalam undang-undang maupun dibuat dalam hukum kasus, klausul arbitrase akan

ditafsirkan dalam cara yang serupa dengan kontrak. Penerapan peraturan penyusunan

kontrak sejauh ini berjalan lancar, karena klausul arbitrase pada akhirnya tidak lebih dari

klausul penyelesaian perselisihan kontrak.

Masalah berikutnya yaitu tentang pihak berwenang yang menerapkan peraturan

perancangan klausul arbitrase. Hal ini penting karena pihak berwenang yang berbeda

dapat memperoleh hasil yang berbeda. Para pihak berwenang yang diizinkan adalah

pengadilan atau arbiter tersebut sendiri. Berdasarkan doktrin competence de la

competence, para arbiter menetapkan wilayah hukum mereka sendiri. n148 Meskipun

perlu diakui bahwa masalah competence de la competence bukanlah doktrin

internasional, melainkan nasional, masalah tersebut sudah lazim disebut internasional.

n149 Namun demikian, pada saat merancang klausul tersebut perlu untuk selalu

dipertimbangkan bahwa competence de la competence bukan hal yang dipermasalahkan.

… Contohnya, di AS terdapat kasus-kasus yang secara tersirat menolak doktrin terebut

n150 atau menerapkannya hanya pada beberapa persetujuan arbitrase. n151 Pengadilan

dalam bahasa Inggris bersikap hati-hati dalam memberi competence [*249] de la

competence kepada para arbiternya, karena di Perancis hal tersebut merupakan prinsip

yang bagus. n152 Dalam hal apa pun, kata akhir, apakah majelis arbitrase berwenang,

diputuskan oleh pengadilan. n153

Demikian pula peraturan kelembagaan memberikan keadaan dapat dipisahkan dan

doktrin competence de la competence. n154 Hal ini merupakan hal penting sekunder

karena prosedur kelembagaan bukan “peraturan super-hukum”, prosedur tersebut harus

menggunakan hukum nasional dan dibatasi olehnya. n155 Peraturan kelembagaan daat

memberikan beberapa panduan dalam kaitannya dengan tujuan para pihak, tetapi

keputusan akhir terletak pada wilayah hukum nasional.

Pada saat melihat penafsiran klausul-klausul arbitrase, prinsip-prinsip berikut ini

mengalami perubahan. Persetujuan arbitrase terpisah dari kontrak utama. Tanpa adanya

pilihan ketentuan hukum yang jelas, terdapat beberapa wilayah hukum yang

memungkinkan. Masalah hukum mana yang akan diterapkan dan tindakan penafsiran

diselesaikan oleh para arbiter, apabila doktrin competence de la competence diterapkan.

Doktrin ini dapat disebut bersifat internasional, namun demikian, bukan penerapan secara

seragam di seluruh dunia. Setelah menemukan hukum yang berlaku dan pihak yang

berwenang, doktrin-doktrin arbitrase nasional harus diterapkan. Berdasarkan peraturan-

peraturan ini, hampir seluruh klausul arbitrase akan ditafsirkan seperti ketentuan-

ketentuan kontrak.

[*250] IV. KESIMPULAN

Arbitrase dapat menjadi alat penyelesaian perselisihan dengan banyak manfaat

dibandingkan dengan pengadilan tradisional. Namun demikian, para pihak dan kuasa

hukum mereka tidak selalu sadar akan pentingnya merancang klausul arbitrase dengan

sebaik-baiknya. Kepentingan ilmiah tidak terlalu tinggi, mungkin karena kepentingan

praktis. Dengan mengabaikan klausul arbitrase telah mengabaikan fakta bahwa hal

tersebut dapat menjadi dasar bagi proses yang sangat mahal dan panjang lebar.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam diskusi sebelumnya, terdapat berbagai faktor yang

harus dipertimbangkan, beberapa di antaranya sangat bersifat praktis seperti prasarana

tempat, dan yang lainnya rumit secara teori seperti pelaksanaan tindakan sementara yang

diperintahkan oleh pegadilan berdasarkan hukum nasional.

Jelas tidak mungkin untuk memasukkan semua permasalahan yang telah

didiskusikan di atas ke dalam sebuah klausul, namun para pihak harus waspada akan

masalah-masalah yang mungkin timbul. Beberapa aspek akan menjadi cukup penting

untuk dibahas dalam klausul arbitrase, sementara yang lainnya dapat dibiarkan saja. Para

praktisi harus merancang klausul arbitrase dengan lebih berhati-hati, dengan menyadari

pentingnya tindakan mereka tersebut. dari sudut pandang teori, mungkin saja diperlukan

diskusi lebih lanjut tentang masalah-masalah terkait yang menarik perhatian kepada

maksud perancangan klausul arbitrase yang diremehkan.

CATATAN KAKI:

n1 See generally Alan Redfern and Martin Hunter, LAW AND PRACTICE OF

INTERNATIONAL COMMERCIAL ARBITRATION, at 169 (1991).

n2 See Stephen R. Bond, How to Draft an Arbitration Clause, 6 J. INTEL ARB. 65, at 67

(noting only four of two hundred and thirty-seven ICC arbitration cases involved

submission agreements).

n3 See Piero Bernardini, The Arbitration Clause of an International Contract, 9 J. INT'L

ARB. 45 (June 1992) (suggesting boiler-plate arbitration clauses often overlooked in

favor of financial or economic terms in international agreements).

n4 See Benjamin G. Davis, Pathological Clauses: Frederic Eisenmann's Still Vital

Criteria, 7 ARBITRATION INTERNATIONAL 365, sections II-III (No. 4, 1991)

(examining most fundamental mistakes made in arbitration clauses).

n5 See David M. Heilbron, The Arbitration Clause, the Preliminary Conference, and the

Big Case, 45 ARB. J. 38 (June 1990).

n6 See Markham Ball, Just Do It: Drafting the Arbitration Clause in an International

Agreement, 10 J. INT'L ARB. 29 (1993) (describing parties' autonomy in fashioning

dispute resolution procedure).

n7 See Bond, supra note 2, at 68 (describing difficulty of switching arbitration

proceeding).

n8 See Edgar H. Brenner, International Arbitration: There is no Standard Clause, 49 J.

INST. OF ARB. 20 (1983) (elucidating importance of drafting precise arbitration clause).

n9 See G.A. Res. 31/98 (1976) (recommending use of UNCITRAL Rules used by parties

in settlement of international disputes); U.N. Doc. A31/17, 31st Sess., Supp. No. 17

(adopting UNCITRAL Rules of Arbitration for international contract disputes). See

generally United Nations Commission on International Trade Law Arbitration Rules,

reprinted in <http://ra.iru.uit.no/trade_law/doc/UN.Arbitration.Rules.1976.html> (last

visited February 24, 1998) [hereinafter UNCITRAL Rules] (setting forth model rules on

International Trade Law and Arbitration promulgated by United Nations).

n10 UNCITRAL Rules, supra note 9, art. 1(2).

n11 See UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 41(5) (setting forth model arbitration

clause). The Model Arbitration Clause states: "Any dispute, controversy or claim arising

out of or relation to this contract, or the breach, termination or invalidity thereof, shall be

settled by arbitration in accordance with the UNCITRAL Arbitration Rules as at present

in force." See id. The parties may wish to add: a) the appointing authority, b) the number

of arbitrators, c) the place of arbitration and d) the language(s) to be used. See id.

n12 See Richard J. Graving, The International Commercial Arbitration Institutions: How

Good A Job Are They Doing?, 4 AM. U.J. INT'L L. & POL'Y 319 (1989) (giving

overview of international arbitration institutions).

n13 See generally International Chamber of Commerce, <http://www.iccwbo.org>

(setting forth arbitration case load of ICC).

n14 See International Chamber of Commerce Rules of Conciliation and Arbitration,

I.E.L. VIII-E-2, at art. 19 (1988) [hereinafter ICC Rules].

n15 See ICC Rules, supra note 14, at art. 7.

n16 See Markham Ball, supra note 6, at 29 (stating mechanism for contract disputes

settlements). The ICC Standard Clause states: "All disputes arising in connection with the

present contract shall be finally settled under the Rules of Conciliation and Arbitration of

the International Chamber of Commerce by one or more arbitrators appointed in

accordance with the said rules." See id. Furthermore, the clause instructs the parties that

they can stipulate the law governing the contract, the number of arbitrators, and the place

and the language of the arbitration. See id.

n17 See London Court of International Arbitration, reprinted in

<<http://ra.iru.no/trade_law/doc/LCIA.Arbitration.Rules.1985.html>> (having strong

tradition in international maritime and commodity arbitration).

n18 See London Court of International Arbitration Rules, reprinted in

<http://ra.iru.no/trade_law/doc/LCIA. Arbitration.Rules.1985.html>, Preamble

[hereinafter LCIA Rules] (setting forth which LCIA Rules apply to arbitration proceeding

based on when contract commenced).

n19 See LCIA Rules, supra note 18, at Future Disputes (expounding LCIA Arbitration

clause contents and operation). The LCIA Arbitration Clause reads: "Any dispute arising

out of or in connection with this contract, including any question regarding its existence,

validity or termination, shall be referred to and finally resolved by arbitration under the

Rules of the London Court of International Arbitration, which Rules are deemed to be

incorporated by reference into this clause." See id.

n20 See generally American Arbitration Association, <http://www.adr.org> (last visited

Feb, 24, 1998) (setting forth AAA's typical caseload).

n21 See generally American Arbitration Association International Arbitration Rules,

<http://www.adr.org/rules/international-arb-rules.html> (last visited Feb. 24, 1998)

[hereinafter "AAA Rules"].

n22 See AAA Rules, supra note 21, Art. 1 (1).

n23 See AAA, supra note 14, at Introduction. The AAA Clause states: "Any controversy

or claim arising out of or relating to this contract shall be determined by arbitration in

accordance with the International Arbitration Rules of the American Arbitration

Association." See id. Pursuant to the Arbitration Clause, the parties can consider to add:

the number of arbitrators; the place of arbitration; as well as the language(s) of the

arbitration. See id. (stating further considerations for arbitration parties).

n24 See UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 1(1) (stating modifications to rules

require writing).

n25 The possibility of the parties to agree on certain terms are stated in conjunction with

the single procedural rules rather than in a general provision and are therefore treated

below when examining single aspects of an arbitration agreement.

n26 See Emmanuel Gaillard, The Drafting of Effective Arbitration Clauses, 477

PRACTICING LAW INSTITUTE/COMMERCIAL LAW AND PRACTICE COURSE

HANDBOOK SERIES 11 (1988). See generally Dana H. Freyer, International

Commercial Contract Dispute Resolution Clause Checklist, 1997 A.B.A. SEC. INT'L L.

& PRAC.

n27 See Heilbron, supra note 5, at 41. Heilbron states that "if you going to arbitrate,

arbitrate; don't be a little bit pregnant." See id.

n28 See Nicholas C. Ulmer, Drafting the International Arbitration Clause, 20 INT'L

LAW. 1335, 1340 (1986) quoting Craig, INTERNATIONAL CHAMBER OF

COMMERCE ARBITRATION, § 6.03, at 46 (1984).

n29 See Nicolas C. Ulmer, supra note 28, at 1341 (suggesting ways to prevent

relitigation).

n30 See Marvin T. Fabyanske, How to Draft an Arbitration Agreement, 17 THE FORUM

491, 493 (1981).

n31 See Ulmer, supra note 29, at 1343.

n32 See generally A.J. van den Berg, THE NEW YORK CONVENTION OF 1958:

TOWARDS A UNIFORM JUDICIAL INTERPRETATION [hereinafter New York

Convention].

n33 See Ulmer, supra note 28, at 1342-43 (stressing importance of choice of substantive

law in international arbitration clause).

n34 See generally Michael F. Hoellering, Provisions of U.S. Law on Arbitration

Agreements, 170 ARBITRATION & THE LAW 1987/88 (providing illustrative example

how U.S. deals with arbitration agreements and arbitration in general).

n35 See Martin Hunter, Achievements of the Intention of the Parties: Arbitration

Agreements and the First Procedural Steps in International Arbitration, 48 JOURNAL

OF THE INSTITUTE OF ARBITRATORS: ARBITRATION 213, at 214 (1982).

n36 See Bernardini, supra note 3, at 52 (listing practical considerations in choosing seat).

n37 See Jan Paulsson, Ronald Bernstein and Derek Wood, Handbook of Arbitration

Practice, 445-47 (1993) (explaining importance of choosing neutral place).

n38 UNCITRAL Rules, supra note 9, art. 16(1).

n39 See ICC Rules, supra note 14, art. 23.

n40 See ICC Rules, supra note 14, art. 23.

n41 See Bond, supra note 2, at 73.

n42 See LCIA Rules, supra note 17, art. 7 (discussing choice of place for arbitration).

n43 See AAA Rules, supra note 21, art. 13 (indicating what should occur if there is no

agreement on place of arbitration).

n44 See UNCITRAL Rules, supra note 9, art. 7 (discussing roles of arbitrators).

n45 See LCIA Rules, supra note 17, art. 7.2 (determining where and how arbitration

should take place).

n46 See AAA Rules, supra note 21, art. 13.

n47 See Gary B. Born, INTERNATIONAL COMMERCIAL ARBITRATION IN THE

UNITED STATES, 77 n. 175 (1994).

n48 See ICC Rules, supra note 14, at art. V(1)(b). Article V(1)(b) states in pertinent part

that "the party against whom the award is invoked was not given proper notice of the

appointment of the arbitrator or of the arbitration proceedings or was otherwise unable to

present his case."

n49 See UNCITRAL Rules, supra note 9, art. 3.

n50 See ICC Rules, supra note 14, at art 14(3); LCIA Rules, supra note 21, at art. 2(1).

n51 There are several choice of law questions in an arbitration: 1) the law applicable to

the contract, 2) to the arbitration agreement, 3) to the arbitration procedure (lex arbitri)

and 4) the conflict rules for these questions. Substantive law in this context is the law

applicable to the merits of the contract.

n52 See Bond, supra note 2, at 74 (supporting proposition that parties to arbitration

conduct jurisdiction shopping). This proposition is supported by the fact that 75% of all

ICC cases in 1987 had in addition to the arbitration clause a choice of law. See id.

n53 See Bernardini, supra note 3, at 57.

n54 See Born, supra note 47, at 104-05.

n55 See UNCITRAL Rules, supra note 9, art 33.

n56 See ICC Rules, supra note 14, art. 13(3).

n57 LCIA Rules, SUPRA note 17, art 13.1 (a)

n58 See AAA Rules, supra note 21, art. 28. We see that the ICC and UNCITRAL Rules

let the arbitrators decide which choice of law to choose, whereas under the LCIA and the

AAA Rules the arbitrators directly choose the applicable substantive law. See id. These

different approaches are in the end not so different, since the arbitrators will always look

at the final results and not so much the intermediate steps. See id.

n59 See BLACK'S LAW DICTIONARY, at 82 (6th ed., 1990): (defining amicable

compounders as "arbitrators authorized to abate something of the strictness of the law in

favor of natural equity").

n60 See Rene David, L'ARBITRAGE DANS LE COMMERCE INTERNATIONAL, at

457 (Economica, Paris, 1982).

n61 See UNCITRAL Rules, supra note 9, art 33.

n62 See ICC Rules, supra note 14, at art. 13(1)(g) (discussing requirements of document

setting forth terms of reference).

n63 See AAA Rules, supra note 21, at art. 28(3).

n64 See generally Thomas E. Carbonneau, LEX MERCATORIA AND ARBITRATION,

(1990).

n65 See Thomas Oehmke, INTERNATIONAL ARBITRATION, § 5:4, at 49 (1990).

n66 See Born, supra note 47, at 60. When talking about communications between

arbitrators and the parties it has to be taken into account that under some institutional

rules ex parte communications are restricted. See id.

n67 See Micheal F. Hollering, How to Draft An AAA Arbitration Clause for International

Business, 47 ARBITRATION JOURNAL 44, at 47 (March 1992).

n68 See Bernardini, supra note 3, at 56.

n69 See generally Parker School of Foreign and Comparative Law, GUIDE TO

INTERNATIONAL ARBITRATION AND ARBITRATORS (1992) (providing example

of arbitrator directory).

n70 See Jaroslav Sochynsky and Mariah Baird, Tailoring the Arbitration Clause:

Accommodating Needs in Real Estate and Other Transactions, 21 GOLDEN GATE

U.L.REV. 281, at 296 (1991) (stating this consideration may propose that whole party

appointed arbitrator regarded as outdated).

n71 See International Bar Association, Ethics for International Arbitrators, 26 I.L.M.

583, 584 (discussing rules governing international arbitrators). The IBA ethics rules can

be made applicable by a proposed standard clause: "The parties agree that the rules of

Ethics for International Arbitrators established by the International Bar Association, in

force at the date of the commencement of any arbitration under this clause, shall be

applicable to the arbitrators appointed in resect of such arbitration." See id.

n72 See UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 5.

n73 See UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 7(1).

n74 See ICC Rules, supra note 14, art. 2(2) (establishing time for appointment of

arbitrator).

n75 See Craig, supra note 29, para 12:3, at 223.

n76 See Craig, supra note 29, para. 13.03, at 223 (stating that arbitrator appointment

provisions for LCIA appear in Art. 3 of LCIA Rules).

n77 See LCIA Rules, supra note 17, at art. 3.3 (designating court sole appointer of

arbitrators pursuant to LCIA Rules).

n78 See LCIA Rules, supra note 17, at art. 3.3.

n79 See LCIA Rules, supra note 17, at art. 3.3 (recognizing Court's ability to refuse party

nominated arbitrators where Court deems them not suitable or impartial).

n80 See LCIA Rules, supra note 17, at art. 3.3.

n81 See LCIA Rules, supra note 17, at art. 3.3 (stating sole arbitrators not appointed if

same nationality as one of parties).

n82 See AAA Rules, supra note 21, art 3.

n83 See AAA Rules, supra note 21, art. 3.

n84 See AAA Rules, supra note 21, art. 6 (stating procedure of appointing arbitrators

when parties do not mutually agree).

n85 See generally Axel Bosch, PROVISIONAL REMEDIES IN INTERNATIONAL

COMMERCIAL ARBITRATION: A PRACTITIONER HANDBOOK (1994)

(discussing advantages and reasons for taking provisional measures).

n86 See Born, supra note 47, at 757.

n87 See UNCITRAL Rules, supra note 9, art. 26 (stating ability of parties to acquire

interim measures from arbitration tribunal upon their request).

n88 See ICC Rules, supra note 14, art. 7(5) (stating parties' rights to obtain provisional

measures); Craig, supra note 28, para 8.07, at 74 (discussing powers and procedures for

provisional relief).

n89 See LCIA Rules, supra note 18, art. 13.1(g)-(h).

n90 See LCIA Rules, supra note 18, art. 13.1(g)-(h).

n91 See AAA Rules, supra note 21, art. 22 (discussing use of experts by arbitration

tribunals).

n92 See Hoellering, supra note 68, at 48.

n93 See generally Peter V. Eijsvoogel, EVIDENCE IN INTERNATIONAL

ARBITRATION PROCEEDINGS (1994).

n94 See Ball, supra note 6, at 37 (discussing evidentiary procedures in various courts).

n95 See LCIA Rules, supra, art. 11 (discussing tribunal's use of witnesses).

n96 See AAA Rules, supra note 21, art. 20 (discussing hearings before tribunals).

n97 See UNCITRAL Rules, supra note 9, art. 24 (discussing evidence and hearings

before tribunals).

n98 See Hoellering, supra note 68, at 49.

n99 See Ball, supra note 6, at 37 (emphasizing flexibility of evidentiary rules during

arbitration).

n100 See generally IBA SUPPLEMENTARY RULES GOVERNING THE

PRESENTATION AND RECEPTION OF EVIDENCE IN INTERNATIONAL

COMMERCIAL ARBITRATION, (1983).

n101 See UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 17 (delineating choice of language

rule).

n102 See LCIA Rules, supra note 18, at art. 8 (stating rules of arbitration language).

n103 See Bond, supra note 2, at 76 (discussing ICC Rules for arbitration language

choice).

n104 See Bernardini, supra note 3, at 58.

n105 See Ulmer, supra note 29, at 1348.

n106 See Ulmer, supra note 29, at 1348.

n107 See Ulmer, supra note 29, at 1348.

n108 See Julian D.M. Lew, Arbitration Agreements: Form and Character, reprinted in

Petar Sarcevic, ESSAYS ON INTERNATIONAL COMMERCIAL ARBITRATION, 51,

at 62 (1989).

n109 See Ball, supra note 6, at 44 (discussing settlement of arbitrator's fees).

n110 See UNCITRAL Rules, supra note 14, art. 40 (1).

n111 See UNCITRAL Rules, supra note 14, at art. 40(1).

n112 See ICC Rules, supra note 14, art. 20 (providing decision as to costs of arbitration).

Article 20 provides for an advance to cover the costs of arbitration. See id.

n113 See LCIA Rules, supra note 18, art. 18 (providing rules concerning costs).

n114 See AAA Rules, supra note 21, art. 32 (providing for compensation for arbitrators).

n115 See Born, supra note 47, at 95.

n116 See Ulmer, supra note 29, at 1345 (analyzing problems of interest and costs).

n117 See LCIA Rules, supra note 18, at art. 16(5).

n118 See LCIA Rules, supra note 18, at art. 16(5).

n119 See LCIA Rules, supra note 18, art. 16(5) (dealing with matters of currency and

interest).

n120 See Ulmer, supra note 29, at 1345-6.

n121 See Ulmer, supra note 29, at 1345-6 (describing methods to simplify accounting in

awards).

n122 See LCIA Rules, supra note 18, art. 16(5) (describing terms of payment for

awards).

n123 See Bernardini, supra note 3, at 60 (describing immunity problems and solutions

when dealing with governments and government entities).

n124 See Ulmer, supra note 29, at 1348 (describing need for obtaining waivers to

sovereign immunity).

n125 See Bernardini, supra note 3, at 46 (noting that many nations forbid governmental

entities from entering arbitration agreements).

n126 See UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 32(5) (noting condition upon which

award become public).

n127 See ICC Rules, supra note 14, at art. 23(2) (describing who may receive copies of

notification of award).

n128 See LCIA Rules, supra note 18, at art. 10(4).

n129 See AAA Rules, supra note 21, at art. 27(4) (stating award public only where

parties agree or required by law); see also id. at art. 20(4) (demanding privacy of hearings

unless parties agree or law requires otherwise).

n130 See Ball, supra note 6, at 40 (recognizing awards insignificant cases become

publicly known sometimes by unilateral acts).

n131 See Hoellering, supra note 68, at 49 (stating further language required where parties

wish to guard against unwelcome disclosures).

n132 See Lew, supra note 101, at 57.

n133 See Bernardini, supra note 3, at 59.

n134 See Fabyianske, supra note 30, at 498.

n135 See e.g. UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 32(2); LCIA Rules, supra note 18,

at art. 16.8; ICC Rules, supra note 14, at art. 35(1).

n136 See Hoellering, supra note 68, at 49.

n137 See Redfern, supra note 1, at 188.

n138 See Ball, supra note 6, at 41 (citing instances where court may order consolidation

of claims in arbitration proceeding).

n139 See A. Weinreb, Arbitration Clauses in Multilateral International Agreements,

JOURNAL OF BUSINESS LAW 287 (1975).

n140 See Bernardini, supra note 3, at 48.

n141 See New York Convention, supra note 32, at art. II.

n142 See New York Convention, supra note 32, at art. II.

n143 See e.g. Andrew Rogers and Rachel Launders, Separability-the Indestructible

Arbitration Clause, 10 ARB. INT'L 77 (1994) (discussing doctrine of separability);

Prima Paint Corp. v. Flood & Conglin Mfg. Co., 388 U.S. 395 (1967) (setting forth lead

case in United States concerning doctrine of separability).

n144 See Born, supra note 47, at 155.

n145 See Graving, supra note 12, at 354 (describing law treatment of validation

principle). See also Swiss International Arbitration Law, BULL. SWISS ARB. A. at. art.

178(2).

n146 See The New York Convention, supra note 32, at art. V(1). Article V(1) allows

refusal to comply with arbitral awards in situations where "the said agreement is not valid

under the law which the parties have subjected it or, failing an indication thereon, under

the law of the country where the award was made . . ." See id.

n147 See 9 U.S.C. § § 1-6 (1992).

n148 See generally, Redfern, The Jurisdiction of an International Commercial

Arbitrator, 3 J. INT'L ARB. 19 (1986).

n149 See Redfern, supra note 1, at 276; Stephen M. Schwebel, INTERNATIONAL

ARBITRATION: THREE SALIENT PROBLEMS, at 60 (1987).

n150 See Mitsubishi Motors Corp. v. Soler-Chrysler-Plymouth, Inc., 473 U.S. 614

(1985); Mediterranean Enterprises, Inc. v. Ssangyong Corp., 708 F.2d 1458 (1983).

n151 See Acevecdo Maldonado v. PPG Industries, Inc., 514 F.2d 614 (1st Cir. 1975)

(illustrating that some courts have held that competence de la competences apply to

"broad arbitration clauses"); CAE Industries Limited v. Aerospace Holdings Co., 741

F.Supp 388 (S.D.N.Y. 1989).

n152 See Janet A. Rosen, Arbitration under Private International Law: The Doctrines of

Separability and Competence de la Competence, 17 FORDHAM INT'L L.J. 599, at 635,

644 (1994) (discussing England and France's treatment of competence de la competences

principle).

n153 See Redfern, supra note 147, at 32.

n154 See e.g. UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 21(1)-(2); ICC Rules, supra note

14, at art. 19(3)-(4); AAA Rules, supra note 21, at art. 15(1)-(2); LCIA Rules, supra note

18, at art. 14.1.

n155 See Hans Smit, A-National Arbitration, 63 TUL.L.REV. 629, at 631 (1989).


Recommended