+ All Categories
Home > Documents > Implementasi otonomi daerah di Indone

Implementasi otonomi daerah di Indone

Date post: 01-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 2 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
14
Topik: Globalisasi dan Liberalisasi dalam Bidang Pendidikan Penguatan Peran Negara dalam Implementasi Demokrasi Lokal di Indonesia Asrinaldi A Thisarticle aims to elaborate the role ofstate on implementing democracy at the local level. State, in which, often representing by government, facing dilema. In one hand, role of state is needed to keep democratization on the right track. It means that state must guarantee its citizen will not behave anarchism. Otherhand, if state's role is too far, it can also threat its citizen's freedom. Therefore, this article want to show what aspects of politicalelite consideration in making strong state and have role in local autonomyas a part oflocaldemocracy in Indonesia throughimplementing LawNo. 32/ 2004. Kata Kunci: Kearifan, Liberalisasi, Pendidikan,Ideologi, Nasional Implementasi otonomi daerah di Indone sia berkaitan erat dengan kewujudan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Tidak ada sebarang keinginan yang bisa dimintadaerah kepada pusat khususnya dalam menyelenggarakan fungsi pemerintahan daerah, kecuali dalam kerangka memperkuat kedudukan NKRI dl seluruh wilayah Indonesia. Bag! pemerintah pusat bukanlah hal yang mudah untuk mempertahankan teritorlalnya dl tengah menguatnya kekuatan supranasional, Integrasi sistem ekonomi internasional, dan globalisasi. In! bisajadi menjadi tantangan serius bagi kewujudan negara bangsa di dunia, termasuk Indonesia (King&Kendall 2004:5). Pemerintah pusat menyadari betui upaya ini harus didukung oleh kekuatan politik termasuk lembaga-lembaga negara {state apparatus) seperti birokrasi dan militer. Maknanya, kedaulatan teritori NKRI 226 mesti mampu dikendalikan pusat dengan otoritas penuh yang dapat menjangkau seluruh daerah di Indonesia.Melalul penguasaan struktur kekuasaan politikdan finansial pusat menjadi kuat atas daerah. Inllahsatu antara langkah yang dilakukan Pemerintahan Orde Baru bag! menguatkan kekuasaannya pada mula kepimplnan Presiden Soeharto (MacAndrews 1986:6- 7).^ Pada masa kepemimplnan Presiden Soekarno, implementasi demokrasi terplmpin (1959-1965) sengaja dirancang untuk mengekaikan kekuasaan pemerintah pusat atas daerah. Terjadinya pemberontakan PRRI/ Permesta tahun 1958 dl Sumatera dan Sulawesi adalah bukti penantangan terhadap kuatnya kekuasaan Presiden Soekarno atas rakyat daerah. Oleh Presiden Soekarno pemberontakan Ini dihadapi dengan kekuatan militer. Pengunaan militer yang berieblhan adalah bukti kuatnya Negara. Keberhasilannya menghancurkan pemberontak dl seluruh UNISIANO. 60/XX1X/II/2006
Transcript
Page 1: Implementasi otonomi daerah di Indone

Topik: Globalisasi dan Liberalisasi dalam Bidang Pendidikan

Penguatan Peran Negara dalamImplementasi Demokrasi Lokal

di Indonesia

Asrinaldi A

Thisarticleaims to elaborate the role ofstate on implementing democracy at the locallevel. State, in which, often representing by government, facing dilema. In one hand,role of state is needed to keep democratization on the right track. Itmeans that statemustguarantee its citizen will not behave anarchism. Otherhand, ifstate's role is toofar, it can also threat its citizen's freedom. Therefore, this article want to show whataspects of politicalelite consideration in making strong state and have role in localautonomyas a part oflocaldemocracy in Indonesia throughimplementing LawNo. 32/2004.

Kata Kunci: Kearifan, Liberalisasi,Pendidikan,Ideologi, Nasional

Implementasi otonomi daerah di Indonesia berkaitan erat dengan kewujudan

mempertahankan Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI).Tidak ada sebarangkeinginan yang bisa dimintadaerah kepadapusat khususnya dalam menyelenggarakanfungsi pemerintahan daerah, kecuali dalamkerangka memperkuat kedudukan NKRI dlseluruh wilayah Indonesia. Bag! pemerintahpusat bukanlah hal yang mudah untukmempertahankan teritorlalnya dl tengahmenguatnya kekuatan supranasional,Integrasi sistem ekonomi internasional, danglobalisasi. In! bisajadi menjadi tantanganserius bagi kewujudan negara bangsa didunia, termasuk Indonesia (King&Kendall2004:5). Pemerintah pusat menyadari betuiupaya ini harus didukung oleh kekuatanpolitik termasuk lembaga-lembaga negara{state apparatus) seperti birokrasi danmiliter. Maknanya, kedaulatan teritori NKRI

226

mesti mampu dikendalikan pusat denganotoritas penuh yang dapat menjangkauseluruh daerah di Indonesia.Melalul

penguasaan struktur kekuasaan politikdanfinansial pusat menjadi kuat atas daerah.Inllah satu antara langkah yang dilakukanPemerintahan Orde Baru bag! menguatkankekuasaannya pada mula kepimplnanPresiden Soeharto (MacAndrews 1986:6-7).^

Pada masa kepemimplnan PresidenSoekarno, implementasi demokrasi terplmpin(1959-1965) sengaja dirancang untukmengekaikan kekuasaan pemerintah pusatatas daerah. Terjadinya pemberontakan PRRI/Permesta tahun 1958 dl Sumatera danSulawesi adalah bukti penantangan terhadapkuatnya kekuasaan Presiden Soekarno atasrakyat daerah. Oleh Presiden Soekarnopemberontakan Ini dihadapi dengan kekuatanmiliter. Pengunaan militer yang berieblhanadalah bukti kuatnya Negara. Keberhasilannyamenghancurkan pemberontak dl seluruh

UNISIANO. 60/XX1X/II/2006

Page 2: Implementasi otonomi daerah di Indone

Penguatan Peran Negara dalam Implementasi Demokrasi Lokal...: Asrinaldi A

Melalui legitimasi dan otoritas politikpenuh yang dimilikinya, tak jarangpemerintah pusat mengartikan gejala-gejalapolitik yang muncui dalam kehidupanbertangsa dan bemegara dengan tafsirannyasendiri. Konsekuensinyajelas kepada kebl-jakan dan tindakan yang mestidiiakukannya.Adakalanya pusat menylkapi kondisi politikyang berlaku dalam kehidupan masyarakatsecara otoritahan, karena dianggap dapatmembahayakan kelang-sungan NKRI.Misalnya, menyangkut kewujudan nasi-onalisme yang mesti ditanamkan dalam jiwadan semangat Rakyat Indonesia yang multietnis, multi agama, dan beragam kebu-dayaan sebagai bagian dari strategipolitiknya dalam mengendalikan kema-jemukan rakyat Indonesia.

Nasionalisme juga diciptakan untukmewujudkan pertumbuhan ekonomi,stabilitas politik, dan pemerataan bagikesejahteraan bersama. Kecenderungan iniyang menjadi bagian kebijakan politikPemerintah Orde Baru yang dikenal dengantrilogi pembangunan (Lihat Liddle1999:52).Nasionalisme Indonesia dibungkus kedalam ideologi Pancasila dan semboyanBhinneka Tunggal Ika.^ Atas nama"kebersamaan dengan Indonesia" inllah,maka pusat berupaya memahami apa yangdiperiukan dan yang balk bagi Rakyat Indonesia. Gantinya rakyat dituntut puia untukberkhidmat pada pemerintah pusat,termasuktuntutan melaksanakan semangatkebersamaan dalam keindonesian yanglazim disebut persatuan Indonesia (McVey2003:21). Pemerintah pusat atas namaNegara Indonesia berterusan menanamkansemangat kebersamaan inidemi keutuhanNegara Kesatuan Republik Indonesia yanghingga saat ini terus mencarl bentuk yangsesuai dengan keberagaman bangsa Indonesia.

UNISIA NO. 60/XXIX/I1/2006

Negara kesatuan {unitarystate) adalahmerupakan agenda utama dalam prosespembentukan Negara Indonesia yang adadi pusat. In! terbukti bahwa dalamamandemen konstitusi Republik Indonesia(UUD 1945) yang bisa diwujudkan setelahreformasi politik tahun 1998. Amandementerhadap UUD 1945 Inimelarang mengubahbentuk negara kesatuan ke dalam bentuklain.^ Asumsi elitee politikdi Jakarta adalahbahwa negara kesatuan adalah bentuk akhirdan yang paling sesuai dengan realltasrakyat Indonesia yang pluraiistik.'' Olehkerana itu, kenyataan ini harus disadari olehsemua elite yang berkuasa termasukrakyatnya bahwa bentuk NKRI adalah satucara yang sesuai dan hal yang "final"dalamproses mewujudkan "Indonesia."

wilayah Indonesia yang penuh gejolakmemunculkan gagasannya untuk mengekalkanpelaksanaan demokrasi terpimpin (Cribb 1999:31-32). Begitu juga dengan Pemerintahan OrdeBaru, yang mengutamakan jargon stabilitaspolitik, pembangunan ekonomi dan pemerataanmengekalkan kekuatannya negara atasrakyatnya.

^ Bhineka Tunggal Ika berarti walaupunberbeda-beda (etnis, agama, daerah dan Iain-lain) namun tetap satu dalam lingkup Indonesia.

3 Ada empat perkara yang tidak bisadiubah dalam amandemen konstitusiRepublik Indonesia yaltu: (i) Pembukaan UUD1945; (ii) Bentuk negara kesatuan; (iii) Sistempemerintahan presidensili; dan (iv) Pasaltentang kehidupan beragama.

" Negara Indonesia pernah berbentukRepublik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949-1950. Pembentukan ini adalah dampak dariagresi Belanda yang melahirkan perjanjianLinggar Djati dan Renville. Namun bentukNegara ini tidak bertahan lama dan pada masaberikutnya Indonesia kemball ke bentukkesatuan sebagai strateglnya untukmematahkan politikkekuasaan Belanda (LihatAgung 1983; Kahin 2005:150-160).

227

Page 3: Implementasi otonomi daerah di Indone

Topik: Globalisasi dan Liberalisasi dalam Bidang Pendidikan

Dalam realltasnya, elite politikdi Jakartabertlndak sebagal negara dan menafsirkankepentingan-kepentlngan negara. Namunmalangnya, tindakan dan tafsiran kepen-tingan atas nama negara in! serlngkaliberislkan pulatindakan dan kepentingan elitedan kelompoknya terutama untukmengekalkan kekuasaan politik yang ada ditangan mereka. Kecenderungan ini menim-bulkan permasalahan apakah memang"Negara Indonesia" mempunyai kepentinganterhadap keharusan wujud negara kesatuandan tidak bisa dalam bentuk lain? Apakahwujud dalam bentuk lainseperti federalisme,yang apabila dikehendaki rakyat di daerahmesti ditolak? Apakah "negara" mestiberkuasa menladakan kelnginan tersebut?Bagaimana pula negara harus bersikapdengan demokrasi yang muncul di tingkatlokal dimana menghendaki terciptanyakesejahteraan, keadilan dan pengakuanterhadap hak-hak politik mereka? Bagimenjawab perkara di atas, maka tulisan iniakan coba membincangkan tentanghubungan negara dan rakyat lebih mendalamterkait dengan pelaksanaan demokrasi ditingkat lokal.

Pembentukan Negara Kuat dalamPerspektif Kekuasaan PusatTerhadap Daerah Dampaknya bagiDemokrasi di Tingkat Lokai

Sesuai dengan masalah yangdisampaikan di atas, bisa dimengerti bahwanegara iaiah organisasi legai rasional yangdilembagakan atas kesepakatan individu-individumelalui ikatan sosial {socialcontract)guna mencegah anarki dan menjaminterciptanya tertib sosial dalam masyarakat.Namun, harus pula diakui karana negaradiselenggarakan oleh pemerintah yangmerupakan kelas penguasa {the rullingclass) tentunya kepentingan kelompokpenguasa ini berada pula dalam negara

228

sehingga adakalanya bertentangan dengankepentingan publik.

Kenyataan yang bisa dipahami bahwaselama kepemimpinan dua regim yangberkuasa di Indonesia yaitu Orde Lama danOrde Baru, tiap-tiapnya secara jelasmemanfaatkan kekuasaan hegara yangada. Dengan berbagai alasan utamanyademi keutuhan Negara Kesatuan RepublikIndonesia, pemerintah berkuasa mema-nipulasl kepentingan rakyat yang ada padanegara. Hakikat bernegara dalam kontekske-lndonesla-an diartikan sendiri oleh elite

politik tanpamelibatkan rakyat. Elite politikkhususnya mereka yang berada di kelilingkekuasaan Presiden Soekamo dan Preslden

Soeharto ikut menentukan rancangan negaraIndonesia. Bagi mewujudkan kehendakpenguasa (balk Presiden Soekarnomahupun Presiden Soeharto), kebljakanpolitik yang dibuat mesti diberlakukansecara represif dengan alasan menjagastabilitas politik dan keamanan bagi rakyat.Elite politik berangapan bahwa ancamanterhadap stabilitas politik bisa mengganguproses pembangunan ekonomi untuk rakyat.

Miliband (1969: 49) menerangkantentang negara sebagai sesuatu yang tidakberwujud. Namun, menurutnya negaramerupakan sejumlah lembaga khusus yangmerupakan baglan-bagian negara yangberwujud secara realltas di mana masing-maslngnya saling berlnteraksi yang disebutdengan sistem negara. Satu diantara bagiantersebut iaIah pemerintah. Oleh itu, apabilaberbicara tentang kekuasaan negara, makasesungguhnya berbicara tentang kekuasaanpemerintah. "Thus, if it is believed that thegovernment is in fact the state, it may alsobe believed that the assumption ofgovernmentalpowerequivalent to the acquisition ofstate power." Kekuasaan negara yangsesungguhnya dilegitimasi oleh rakyatdalarh praktiknya akan berpindah ke tangan

UNISIA NO. 60/XXIX/II/2006

Page 4: Implementasi otonomi daerah di Indone

Penguatan Peran Negara dalam Implementasi Demokrasi Lokal...: Asrinaldi A

pemerintah. Kekuasaan negara padaakhirnya menjadl kekuasaan sekelompokelite politikyang berkuasa {the rullingclass)dan bahkan elite politik in! cenderungmenjalankannya secara oligarki. Bahkanpada masa sesudah reformasi politik punkecenderungan oligarki kekuasaan semakinmenampakan rwujudnya. Inibisadibuktikandi mana yang menentukan tujuan NegaraKesatuan Republik Indonesia ada padasekelompok elite politik yang berasal daripartai yang berkuasa {the rulling party).®

Indonesia sebagai negara bangsa modern {modern nation state) ada sejakkemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Dalampembukaan {preamble) UUD1945 Alinea keIV ditegaskan bahwatujuan negara Indonesiaitu iaiah sebagai berikut. "Kemudlan daripadaitu untuk membentuk suatu Negara indone-sia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, ikutsertamenciptakan perdamaian abadi dan keadiiansosial [...]." Sesuai dengan teori negara yangdiurai di atas, kewujudan negara Indonesiamerupakan suatu proses kontrak sosialseluruh Bangsa Indonesia yang dituangkandalam Pembukaan UUD 1945. Oleh itu,dalamperubahan UUD1945, pembukaan tidak bisadiubah. Sebab mengubah pembukaan UUD1945 berarti mengubah kontrak sosial yangdibuat oleh pendiri negara ini.

Justeru yang penting untuk dilakukanlalah mengekalkan negara Indonesia menjadinegara yang kuat, sehingga tujuan apapunyang diclta-citakan seluruh bangsa Indonesiabisa dicapai. Apabila dilihat dari kenyataansejarah yang berlaku di dunia, kondisi negarakuat initerkait pula dengan penerapan bentuknegara. Pilihan elite politik terhadap bentukfederal atau konfederasi bisa jadi akanmenghancurkan bangsa. Oleh itu,pertimbangan keberagaman etnis, ras danagama menjadisalah satu aspekyang menjadi

UNISIANO. 60/XXIX/II/2006

pertimbangan. Bisa dilihat beberapa-kasuskhususnya di Eropa yang mem-perlihatkanbahwa petfkaian etnis, ras dan b^kan agamaini bisa menghancurkan negara yang mulanyakuat (Dieckhoff2003:273).®

Pembentukan negara kuat ini bermuladari adanya pengakuan kedaulatan danotoritas dari segenap bangsa yang berada disuatu wilayah. Kekuasaan yang dilembagakanitumengikatdan bahkan cenderung memaksaagar rakyat bertindak sesuai kehendaknegara. Negara bisa memanfaatkan alat-alatkekuasaannya seperti militer, birokrasi, danregim, supaya bisa memaksakankehendaknya. Namun, sebagaimanayangdisampaikan Miliband (1969) kekuasaannegara sesungguhnya tidaklah berwujud.Karana itu, wujud kekuasaan negara iaIahimpiementasi kekuasaan pemerintah Itu.Jadi kebijakan apa yang dibuat pemerintah

Kecenderungan ini mulai menguat ketikareformasi politik berlangsung. Tujuan Negaraadakalanya diputuskan pada pertemuan informal elite politik dan partai yang berkuasa (i.e.PDIP, P.Golkar, PKB, PPP dan lain sebagainya).Praktik politikformal di parlemen hanya sekadaruntuk legitimasi polisi yang dibuat. Bagi anggotapartai yang bertentangan dengan gariskesepakatan partai, maka akan diberlakukanrecall oleh Partai yang bersangkutan. Inilahkecenderungan politik baru dalam transisidemokrasi di Indonesia. Jelas ini berbeda

dengan proses politik yang ada pada masaPresiden Soekamo maupun Soeharto. Kedua-duanya hanya memanfaatkan orang dalamlingkaran kekuasaan {the inner cycle) sebagaipertimbangan dalam membuat kebijakanpolitik (Jackson 1978; Gaffar 1999).

Setelah perang dlngin, peta politik duniaberubah. Kekuatan demokrasi beitiasii mengubahideologi komunis menjadi demokrasi liberal.Khususnyadi EropaTlmur, transisidemokrasiyangberlangsung tidak selaras dengan apa yangsemestinya diharapkan. Pada akhirnya, transisidemokrasi ini berakhir dengan kekacauan danperang saudara. Misalnya di negara bekas Yugoslavia, Slovakia, Romania, dan Albania.

229

Page 5: Implementasi otonomi daerah di Indone

Topik: Globalisasi dan Liberalisasi dalam Bidang Pendidikan

adalah gambaran kekuasaan negara. Namunsiapa yang bisa menjamin bahwa kekuasaan negara yang diambil dan diperankanoleh the rulling class adalah untukkepentingan bersama dan atas namakebersamaan.Kenyataannya banyakpemerintah yang berkuasa memanfaatkankeadaan inldemi status quo kekuasaannya.

Di negara yang sedang membangunpersoalan pembentukan negara kuat menjadiagenda utama elite politik. Pembentukannegara kuat ini sesungguhnyajuga baglan daripembangunan negara di mana ada upayapenciptaan lembaga-lembaga pemerintahanbaru dan penguatan lembaga-lembaga yangtelah ada. Sebab bIsa jadi,tanpa negara kuatpembangunan tidak bIsa dllangsungkan.Apabila merujuk pada apa yang dikatakanFukuyama (2005:xvii) "pembangunan negaramerupakansalah satu perso^an palingpentingbag! komunltas dunia karena negara-negaralemah atau gagal adalah sumber dari banyakpersoalan dunia yang paling serius, mulal darikemlsklnan, AIDS, obat blus,hinggaterorisme."

Pelaksanaan pembangunanmembutuhkan kerangka dasar negara yangkuat termasuk IdeologI penguasa yang mestidisoslalisasikan kepada rakyatnya. Selain Itu,mobillsasi sumber daya yang ada termasuksokongan rakyat merupakan kemestlan. Bag!elite politik untuk mencapai perkara yangdemikian, pilihannya hanyalah membentukregim otoritarian atau totalitarian (Linz &Stephan 1996;38-42). Kecenderungan inipunberlaku di Indonesia. Pembentukan negarakuat menjadi alasan utama elite politik untukmeiaksanakan pembangunan. Walaupundalam praktiknya ini tidaksepenuhnya berlaku.^Elite politik justru berupaya mengekaikankekuasaan yang ada ditangannya.

Pembentukan negara kuat {strongstate) bertujuan untuk memudahkanmobillsasi sumber daya guna mewujudkantidak hanya tujuan negara tapi juga tujuan

230

kekuasaan elite yang memerintah. Negarakuat bisa dilihat darlpada otonomi politikyang diperolehi oleh rakyatnya. Semakintidak otonom rakyat dalam menentukanpliihan-pilihan politik, adalah bukti semakinkuat negara tersebut. Dampak semakinkuatnya kekuasaan negara iaiah ancamanterhadap pelaksanaan demokrasi. RyaasRasyid (1994: 16) menyebutkan "[Sjtafeformation aims at increasing the strenghtand autonomy of the state. Strenght stateis aiso measured by the ievei ofauthonomyit has inforcing its society."

Apabila melihat sejarah yang terjadi diIndonesia tahun 1950-an, penerapan sistemdemokrasi liberal dengan mengutamakanpartisipasi individu warga negara dalampolitik, kedudukan negara (atau pemerintah)menjadi lemah. Ini terbukti dengan jatuh-bangunnya kabinet sehingga tidak mampumewujudkan agenda pembangunan bagirakyatnya. Yang selaiu menjadi perkaradalam bernegara selalu berkaitan eratdengan kompetisi politikbaik elite maupun

Pada masa Orde Lama PresldenSoekarno berupaya mengimplementasikandemokrasi terplmpin 1959-1965 gunamenjaga stabliltas politik yang mengancamnegara yang diambang kehancuran. Inidisebabkan oleh perseteruan partal di DewanKonstituante mengancam keutuhan Negara Indonesia. Elite ieblh dislbukkan oleh urusan politikberbanding dengan pembangunan ekonomi (lihatNasution 1995). Namun seiring berjalannyawaktu tujuan menjaga keutuhan Negara Indonesia berubah menjadi penguatan kekuasaanPreslden Soekarno. Begitu juga pada masaPreslden Soeharto yang belajar dari reglm OrdeLama yang sibuk dengan masalah politik,menguatkan kekuasaannya dengan alasanpembangunan ekonomi dan menjauhkan rakyatdari politik (depolltisasi massa). BagIpembangunan ekonomi, stabliltas politik harusdiciptakan apapun caranya. Impaknya regimmesti dijalankan secara otoritarian.

UNISIA NO. 60/XXWII/2006

Page 6: Implementasi otonomi daerah di Indone

Penguatan Peran Negara dalam Implementasi Demokrasi Lokal...: AsrinaldiA

partai politik. Lama-kelamaan perseteruanIni mengarah pada konflik politik kedaerahanyaitu antara Jawa atau luar Jawa. Puncakperseteruan elite politik yang mengangkatisu kedaerahan ini, adaiah ketikaMohammad Hattasebagai wakil luar Jawamundur dari jabatan wakilpresiden. Akhlmyaancaman terhadap dislntegrasi bangsamenguat. Pemberontakan terhadappemerintah pusat terjadi di banyak daerah{Lihat Legge 1961; Feith 1970; Kahin2005).Jika dipahami bahwa gejala ini merupakankenyataan, lemahnya negara dan kuatnyarakyat dalam sistem politikyang dibangun.

Di Indonesia kecenderunganpembentukan negara kuat ini menjadiagenda politik yang dirancang oleh eliteyangberkuasa dari suatu kelompok atau partaipolitik yang ada. Tujuannya adaiah agarnegara, tentunya melaiui pemerintah,memiliki kemampuan untuk bertindakberdasarkan kehendak pemerintah untukmencapai kewujudan agenda politik,

'ekonomi dan sosial. Melalul kemampuanelite politikyang menguasai negara, makalembaga-lembaga negara berkenaanmengarahkan rakyat guna berbuat sesuaidengan keinginan the railing class. Traumapada politik masa lalu yang memunculkaninstabilitas politik, elite yang berkuasaberupaya mengendalikan politik rakyatdengan cara membentuk negara kuattermasuk dalam berotonomi.

Hubungan pemerintah pusat danpemerintah daerah pun dirancangsedemikian rupa guna membuat daerahtidak leluasa bertindak secara politikapalagimenentang pusat sebagaimana yangpernah terjadi. Jelas, yang dihendaki iaiahadanya perkhidmatan daerah kepadaJakarta. Tidak hanya dilakukan pada masaregim Orde Lama tapi juga Orde Baru. Inibisa dilihat dari komentar Malley (1999:75)berikutini.

UNISIANO. 60/XXIX/II/2006

The incoming government's prioritiesran in the opposite direction: towardestablishing centralcontrol overa dividedandpoliticized military and bureacracyincluding steps further to centralize relations between Jakarta and the re-

" gions. Parallei policies to depoUticizesociety and limit political competitionfurther reduced the ability of regionalactors to mobilize support for local interests.

Apabila regim Orde Lama melakukantindakan represif dengan memerangi elitedan masyarakat daerah yang terlibatmenentang kekuasaan pusat (Legge 1961;MacAndrews 1986), maka regim Orde Barumengambil peranan lain. Paling tidak ada3 strategi yang dilakukan regim Orde Baruuntuk mengendalikan kekuasaan politik didaerah. Pertama, menempatkan komandanmiliter untuk duduk di kekuasaan peme-rintahansipil (di provinsi, kotadan kabupaten)sebagai gubernur, walikota ataupun bupati.Kedua, merancang aturan perundang-undangan yang berkait dengan hubunganpusat dan daerah di mana peran pusatdominan mengendalikan daerah, dan ketiga,menempatkan militer sebagai komandoteritorial penuh untuk mengurangipersaingan politik dan pemerintahan didaerah (Malley 1999: 75-77).® Denganstrategi ini, pemerintah berkuasa pada waktu

® Strategi ini berhasil "melemahkan"daerah sehingga dengan mudah dikendalikanpusat. Dengan melibatkan militerdalam politikdaerah, elite sipil menjadi tersisihkanterutama dalam pemilihan kepala daerah yangmesti mendapat dukungan dan restu pusat(Presiden Soeharto). Paling tidak sebelumkejatuhan Presiden Soeharto, upaya iniberhasil menguatkan negara sehinggaagenda negara (baca pemerintah) bisadilaksanakan di daerah. Bandingkan denganpenjelasan Ryaas Rasyid 1994.

231

Page 7: Implementasi otonomi daerah di Indone

Topik: Globalisasi dan Liberalisasi dalam Bidang Pendidikan

itu berhasil membentuk negara kuatsehingga tujuan kekuasaannya tercapai.

Perkara lain yang juga menarik danbisa dianggap sebagal strateg! di bidangekonomi adalah dengan membuatketergantungan daerah kepada pusatkhususnya dalam pembiayaan aktlfitaspemerintahan dl daerah. Pada masa keduaregim berkuasa, keberhasilan membuatdaerah bergantung pada pusat beraklbatpadaketldakmampuan daerah untukmandiridan bahkan berslkap kritis kepada pusat.Kecuail pada masa Orde Lama di manapuncak perseteruan ekonomi dan politikantara pusat dan daerah ini melahlrkanpemberontakan (Lihat Kahin 2005).Sebenarnya pada masa Orde Baru punmuncul pemberontakan bersenjata yangmenentang ketidakadilan yang dibuatolehpemerintah pusat ini. Seperti munculnyagerakan menuntut kemerdekaan dlAceh danPapua. Walaupun, diperangi dengan kekua-tan bersenjata, namun gerakan ini terusmenguat didalam kehidupan rakyat dltingkatiokal. HIngga Orde Reformasi pun masalahini terus muncul dan harus diselesaikan oleh

pemerintah pusat dengan menggunakanstrategi diaiogis yang melahlrkan perun-dingan-perundingan. Pemberlakuan otonomikhusus bag!Aceh dan Papua adalah pillhanpolitik yang harus diambil guna memper-tahankanNKRI.

Pada aspek ekonomi terjadi pula upayamelemahkan kekuaan rakya daerah. Bisadibayangkan, bahwa ketergantungan daerahpada pemerintah pusat dari segi keuanganguna pembiayaan aktivitas pemerintahandan pembangunan mencapai 80 hingga 90peratus pada masa Orde Lama (Mac-Andrew 1986:11). Begitu pula pada masaOrde Baru dl mana ketergantungan daerahkepada pusat dalam masalah kewanganjuga mencapai 90 peratus (Ryass Rasyld1994).

232

Bentukan negara kuat tentunyamerupakan pillhan elite untuk mewujudkanagenda negara yang lebih besar. Untukkasus Indonesia, negara kuat tetap menjadipilihan guna menciptakan cita-cita NegaraKesatuan Republlk Indonesia yang ada dldalam konstltusi negara Ini. Oleh itu,pemerintah pusat berupaya menanamkanpemahaman inipada seluruh bangsa Indonesia yang pluralistikuntuk bernaung dalambentukan negara kesatuan [unitarystate).

Negara Lemah dan AncamanTerhadap Integrasi Nasional dalamPeiaksanaan Otonomi Daerah

Kewujudan negara yang lemah bisadllihatpada praktik penyelenggaraan otonomidaerah berdasarkan UU No. 22tahun 1999.

Sebenarnya, masa Implementasi UU No.22tahun 1999 masih dalam masa transisi dan

konsolidasi demokrasi. Dampaknya negaramenjadi berhatl-hati untuk campur tanganproses politikdan pemerintahan di daerah.Namun, tidak terlibatnya negara dalamproses tersebut membawa pengaruh pulapada proses demokrasi yang berlangsung.Paling tidak Ini dapat dllihat dari banyaknyakasus yang berlangsung dl daerah selamaperiode transisi ke demokrasi tahun 1998-2003. Reformasi politik yang berdampaklangsung pada perubahan atmosfir politikdanperundang-undangan, membawa pengaruhbesar bagi kehidupan rakyat yang lebihdemokratis.

Apabila dillhat dari kenyataan ini,dapatlah dipahami bahwa perubahan yangsedang dilakukan oleh pemerintah saat iniadalah sebagal langkah strategis bagimewujudkan demokrasi dalam kehidupanrakyat. Pada dasarnya, demokrasi jugaharus ada dalam kehidupan rakyat di tingkatIokal. Bagi pemerintah pusat, cara yangpaling sesuai menghidupkan demokrasi di

UNISIA NO. 60/XXIX/II/2006

Page 8: Implementasi otonomi daerah di Indone

Penguatan Peran Negaradalam Implementasi DemokrasiLokal...: Asrinaldi A

tingkat lokalin! lalahdengan mempraktikkandesentraiisasi (Smith 1985:19). Walaupundemikian, ketika strategi in! dilaksanakan,pemerintah pusat juga menghadapl dilema.Dilema itu berkaitan dengan munculnyaberbagai pemahaman dari daerah tentangbagaimana pelaksanaan demokrasi ditingkat lokal. Perbedaan pemahamantentang demokrasi ini justru mengekalkanberbagai macam kekuasaan daerah yangbertentangan dengan kedaulatan pusat,kekuasaan elite daerah atas rakyatnya, danbahkan kekuasaan daerah atas daerah lain

yang justeru menimbulkan pertikaian antararakyat dengan rakyat. Kasus kerusuhanetnis di Kalimantan antara suku Dayak danMadura atau kerusuhan yang berlatarbelakang agama di Maluku dan Poso adaiahbuktiyang tidak bisa dinafikandalam prosesberdemokrasi ditingkatiokal(Lihat Davidson2005:170-173). Namun, karena ini sudahmenjadi keniscayaan bag! reformasi yangsedang berlangsung, maka pemerintahpusat harus mewujudkan kondisi demokrasiini.

Pemerintah pusat sebenarnya bisamengandaikan, apabila demokrasi tidakdikawal khususnya di tingkat lokal, makayang muncul iaiah kekacauan yang dapatmengancam persatuan dan kesatuanbangsa. ApalagI dalam proses demokrasiyang baru berlangsungtersebut muncui pulapersoalan yang berhubungan denganperebutan kekuasaan {power building) dikalangan elite politik baik di panggung politiknasionai mahupun di pentas daerah (Kleden2003:162). Kecenderungan ini bisa pulaberpengaruh pada perilaku politik rakyat didaerah.

Oleh itu, bag! mengelakkan persaingankekuasaan di kalangan elite ataupunkelompok-kelompok politik yang ada, makapemerintah mendesak proses transisi kearahdemokrasi itu supaya berjaian dengan

UNISIA NO. 60/XXIX/II/2006

damai— baik di tingkat nasionai maupunlokal. Perubahan signifikan yang dilakukanpemerintah pusat dalam berdemokrasi ditingkat lokal iaIah memberikan otonomidaerah yang seluas-luasnya kepada daerah.Pemerintah pusat berkeyakinan pelaksanaandesentraiisasi (politikdan keuangan) akanmemudahkan pelaksanaan demokrasi ditingkatlokal. Rondlnelli &Cheema (1983:15-16) menjelaskan beberapa keuntunganpemberian desentraiisasi initerutama dalamaspek hubungan pusat dan daerah.Antaranya lalah mengatasi masalah kendalipusatyang berlebihanatas daerah yang dapatmemunculkan ketidaksukaan rakyat daerahkepada pusat, menambah sensitivitas pusatterhadap masalah-masalah di daerah,member! tempat bagi representasi berbagaikelompok politik, agama, etnis, serta mampumeningkatkan stabilitas politik dan kesatuannasionai. Dibalik itu semua, otonomi daerahjuga menjadi salah satu wujud kebebasanbagi daerah untukterlibat dalam merancangaktivitas politik dan pemerintahan dl tingkatlokal guna menguatkan kekuasaanpemerintah pusat secara nasionai (Smith1985:19-20).

Sejak pelaksanaan UU No. 22 tahun1999 pada Januari 2001, kehadirannyamemang disambut dengan penuh gembiraoleh elite apalagi rakyat di daerah. Bagirakyat daerah kehadiran UU No. 22 tahun1999 in! memperkuat kembali hak-hakpolitiknya dalam penyelenggaraanpemerintahan. Selain adanya pengakuanpolitik terhadap eksistensi mereka, UU inijuga menjanjikan pembangunan yang lebihpesat untuk daerah. Dampaknya iaIah UUini melahirkan persaingan positif antaradaerah dalam mengisi program-programpemerintahan, pembangunan sertapeiayanan publik yang lebih baik. Ini bisadilihat pada tahun pertama pelaksanaan UUini di mana pemerintah daerah berupaya

233

Page 9: Implementasi otonomi daerah di Indone

Topik: Globalisasi dan Liberalisasi dalam Bidang Pendidikan

menyusun perencanaan strategis gunamewujudkan tujuannya. Tetapi kemudian,persaingan dalam pelaksanaan otonomidaerah mengalami pergeseran ke arahkerusakan serta menimbulkan berbagai-bagal masalah pula. Antaranya iaiahmunculnya isu putera asll daerah untukmenduduki jabatan-jabatan publik di daerahmasing-masing tanpa memberi kesempatanbag! rakyat pendatang untuk mendudukijabatan di daerah itu. In! menunjukkanbahwa UU No. 22 tahun 1999 in! telah

mewujudkan semangat kedaerahan yangleblh menebal sehlngga bisa mengancamkesatuan bangsa Indonesia. Daerah-daerahbanyak menuntut berpisah dengankabupaten induk demi untuk membuatkabupaten baru. Tidak bisa dinafikanpercambahan kabupaten baru ini semakinramai sejak UU ini dilaksanakan.

Kelemahan lain UU Ini Iaiah birokrasi

publik di daerah menjadi otokratik sepertimana birokrasi pemerintah.di tingkat pusat.Gambaran ini dapat dilihat dalam kenaikanpangkat seseorang pegawal yang leblhmenonjolkan unsur kronisme dankekeluargaan {spoil system), bukannyapada asas keahllan {merit system). Tidakterelakan pula masalah perselisihan bataswilayah kabupaten/kota dengan daerahotonomi lain yang bertetangga menambahdaftar perkara impak pelaksanaan otonomiyang seluas-luasnya ini (Wasistlono2005:178-179). Di sebahagian besarkabupaten/kota yang menjadi titik tolakpelaksanaan otonomi daerah muncul pulamasalah dalam meningkatkan pendapatanasli daerah guna membiayal programpemerintah daerah yang kemudlannyamenimbulkan berbagai macam biaya yangdipungut kepada rakyat.® Jelas semuadampak negatif initidak bersesuaian denganapa yang sesungguhnya diharapkan olehpusat berkaitan dengan dengan demokrasi

234

dan otonomi daerah ini. Akibatnyapelaksanaan demokrasi dan otonomi daerahdianggap telah menjadi masalah baru dalampenyelenggaraan negara di Indonesia (LihatBertrand 2004:202-203).

Dilihat secara kelembagaan, muhculpula persaingan kuasa antara eksekutif danlegisiatif daerah. Keadaan inimenyebabkanhubungan politik antara eksekutif danlegisiatifmenjadi tidak harmonis (Wasistlono2005:176-177). Berdasarkan UU No. 22tahun 1999 Pasal 46 ayat (3) dinyatakanadanya kekuasaan legisiatif daerah yaituDewan PenA^akilan Rakyat Daerah (DPRD)untuk memberhentikan kepala daerah(gubernur, bupati/walikota) apablla laporanpertanggungjawaban di setlap akhir tahunanggaran ditolak DPRD. Besarnyakekuasaan DPRD ini juga terlihat di Pasal49 ayat (g) di mana DPRD bisamemberhentikan kepala daerah apabllapelaksanaan tugas-tugasnya didapatimenyebabkan krisis publik. Pemberhentiandilakukan apablla keterangan kepala daerahtidak bisa diterlma DPRD. Dalam kenya-taannya, DPRD memang memiliki kekuasaan yang sangat besar sehinggakedudukan kepala daerah berasa tidak sela-mat, khususnya ketika akan memberlkan

Otonomi daerah yang diharapkanmenjadi paradoks ketika elite daerah danrakyatnya mempunyai pemahaman yangberbeda terhadap pelaksanaan otonomi Ini.In! bisa dibuktlkan, munculnya egosentrismekedaerahan yang berleblhan sehlngga tidakmemberi tempat bagi pendatang untukbekerja di daerah itu. Elite politik pun merasabesar di daerahnya dan • menguatkankekuasaanya atas ral^at. Kuasa elite daerahpun kerap disalahgunakan terutama dalammenunjuk orang-orang untuk duduk dibirokrasi daerah yang hanya berdasarkankronisme dan kekeluargaan (lihat selanjutnyaPratikno 2005:61; Asrinaldl et a! 2005:21-30).

UmSIANO. 60/XXIX/II/2006

Page 10: Implementasi otonomi daerah di Indone

Penguatan Peran Negara dalam Implementasi Demokrasi Lokal...: Asrinaldi A

laporan pertanggungjawaban tahunan dlhadapan DPRD.^"^

Hingga UU No. 22 tahun 1999 diim-plementasikan 1januari2001 temyatabelumada kemajuan yang berarti berkaitan denganpelaksanaan demokrasi di daerah.Sebaliknya, apa yang muncul lalah perllakuyang jauh dari kesan demokratis seperllmenguatnya gaya keplmpinan otoritarian dldaerah, muncul pula chauvinisme kedae-rahan, etnosentrlsme dalam berotonomibahkan praktikkekuasaan feudallsme munculkembalidldaerah." Mengkhawatlrkan realitasInl, pemerintah pusat mengambll kebijakanpolltik dengan merevlsl kemball Isi danpelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 yangsudah dipraktikkan lebih kurang lima tahun.Pemerintah pusat berkeyaklnan bahwa lamesti mengambll suatu keputusan politlkyangbermakna untuk mengubah UU No. 22 tahun1999 tersebut sehlngga agenda demokrasitidak terganggu. Melalul kajlan danperbincangan dengan Dewan PerwakllanRakyat (DPR), akhlrnya pemerintah pusatmenggantlkan UU No. 22 tahun 1999 denganUU No. 32 tahun 2004. Jelas, bahwa tujuanmengganti UU Inl adalah untuk membinakembali Implementasi otonomi daerah yangtIdak sesual dengan harapan pusat bag!kehidupan yang lebih harmonis dandemokratis, dl mana kerapkall terjadipersellslhan dalam pelaksanaannya, balkantara pemerintah daerah maupunrakyatnya.

DIterbltkannya UU No. 32 tahun 2004Inl, oleh sebaglan pihak dianggapmengekaikan kembali kekuasaan pusatuntuk campur tangan dalam pelaksanaandemokrasi dl tingkat lokal. Sebab, apabllaUU inldiberlakukan, maka pemerintah pusatmemillkl legltlmasi secara konstltusimengendallkan daerah dalam berotonomi.Inl dianggap sebagal langkah polltik pusatguna mengekaikan kekuasaannya kembali

UNISIA NO. 60/XXIX/II/2006

atas daerah terutama dalam pelaksanaanotonomi daerah. Pusat berpandanganbahwa apablla perannya mengendallkanotonomi daerah tersebut diperkuat kembali,maka demokrasi dl tingkat lokal akan lebihmudah dibentuk sesual dengan keingln-annya.

Penguatan peranan negara kuat adalahplllhan yang mestI dibuat oleh pemerintahuntuk mencegah munculnya ancamandisintegrasi bangsa melalul pelaksanaanotonomi daerah. Oleh Itu, pemerintah pu-

Besarnya kewenangan DPRD yangdibetikan oleh UUNo. 22 tahun 1999 berdampakpada lahimya penyalahgunadn kekuasaan olehDPRD. MIsalnya dalam pelaksanaan pemberianlaporan pertanggungjawaban {progress reporttahunan kepala daerah. Kedudukan kepaladaerah bisaterancam oleh kekuasaan DPRDyangbisa menolak laporan pertang-gungjawaban inl.Untuk kelancaran penyam-palan laporanpertanggungjawaban ini beriaku tawar menawardl mana kepala daerah meminta kesediaan DPRDmenerlma. laporan pertanggungjawabannyadengan janji adanya pemberian "fasilitas" atau"uang" kepada setiap anggota DPRD dengan caramenaikan gaji.dan tunjangan lain (misalnyadanapurnabakti) bagi anggota DPRb dalam'APBD.Uhat Bali Online 26 Juli 2004. www.balipost.co.lddiakses tanggal 2 Maret 2006.

"• Buktl adanya praktik feudallsmetersebut adalah.dl mana kepala daerah danstafnya dl pemerlntahan memlliki kekuasaanyang besaratas rakyat untuk menentukan program kerja pemerintah tanpa mendengarkankeinglnan rakyat. Keterllbatan rakyat dalammengendallkan kekuasaan sangat terbatas.Kenyataannya pemerintah daerah tIdakberkhldmat pada rakyat, sebaliknya rakyatlahyang mesti berkhldmat pada elite pemerintahdaerah. Inl dapat dlllhat, untuk penlngkatanpendapatan asli daerah guna pemblayaanprogram-program pemerlntahan, kerap kali dlbanyak tempat kepala daerah dan DPRDmenerbltkan Peraturan Daerah (Perda) gunamenarik sejumlah uang dalarh bentuk pajakatau retribusi kepada rakyatnya.

235

Page 11: Implementasi otonomi daerah di Indone

Topik: Globalisasi dan Liberalisasi dalam Bidang Pendidikan

sat menguatkan kekuasaannya denganmemblna kembali kekuatannya sebagalusaha mengawal demokrasi di tingkat lokalmelalui implementasi otonomi daerah.Gejala Ini memlliki kesamaan denganpemerintah Orde Baru ketika menerapanmodel autonomi nyata dan bertanggungjawab yang melihat bahwa otonomi daerahmesti dipandang sebagal masalah politikketlmbang sebagal masalah teknikadmlnlstrasi pemerintahan di tingkat lokal.^^

Pemerintah pusat menganggapdesentrallsasi bukanlah ubat mujarabmengatasi semua masalah di daerah.Karenanya, otonomi daerah sangatbergantung pula kepada kondisi di manaotonomi itu berlaku. Implementasi otonomidaerah harus boleh melahirkan campurtangan. Untuk campur tangan itu negaraharus kuat. Negara boleh mengatur danmemaksakan kehendaknya pada rakyatsesuai dengan fungsinya termasukmernaksakan apa yang terbaik untuk daerahdalam melaksanaan autonomi. Sebabjikatidak, kewujudan NKRItidak lagi ditemukandalam kehidupan antar bangsa. Seiama inisudah bisa dibuktikan banyaknya kasusotonomi daerah yang diselenggarakandengan menggunakan UU No.22/1999 iaiahbukti lemahnya negara. Negara yang lemahyaitu yang tidak mampu menjagaautoritinya, boleh mendatangkan pelbagaipersoalan (Fukuyama 2005:xvii-xxii).

Oleh karena itu, dengan politikkekuasaannya pemerintah berusahakembali menguatkan peranan negara.Berkaitan dengan politik kekuasaan ini,Wright (1978:23) menjelaskan bahawadimensi yang terkait dengan politikkekuasaan negara itu iaIah adanyakebebasan unit-unit politikyang mengakuitidak ada superioritas dan klaim kedauiatan,kecuali negara. Selain ituhubungan antaraunit-unit politik yang ada harus tetap dan

236

terkendali. Pemahaman terhadap dimensipolitik kekuasaan ini menyebabkanpemerintah pusat berperan penuh dalammengendaiikan transisi demokrasi yangberlangsung di tingkat nasional. ataupunlokal.Transisi demokrasi melalui

pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-iuasnya boleh diwujudkan, namun tetapharus dikendalikan oleh pusat. Peran negaraseperti ini perlu dilakukan mengingatrealitas bangsa indonesesia yang pluralboleh menjadisalah satu faktorterciptanyakonfllk yang mengancam kesatuanberbangsa dan bemegara. •

Penutup

Keberadaan negara tidak mungkindinafikan daiam kehidupan berbangsa dan

Implementasi otonomi daerah masaOrde Baru berbeda dengan masa OrdeReformasI yaitu: (i)dan aspek UUyang mengaturbahwa otonomi daerah pada masa Orde Barudilaksanakan dengan berasaskan pada UU No.571974. Sementara, otonomi daerah pada masaOrde Reformasi iaIah UU No. 22/1999 dan direvisi

dengan UU No. 32/2004; (II) prinsip otonomi UUNo. 5/1974 iaIahotonomi nyata dan bertanggungjawab yaitu suatu kuasa pemerintah daerahmelaksanakan tugas sesuai dengan kemam-puannya.Bertanggung jawab adalah pelaksanaan kuasa otonomi itu pemerintah daerahmesti sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.Apabila pemerintah pusat menganggap bahawapemerintah daerah tidak mampu melaksanakanotoritasnya, pusat boleh menarlk kembalikewenangan yang diberikan kepada daerahtersebut. Sementara UU No. 32/2004 iaIah

otonomi seluas-luasnya yaitu daerah diberikekuasaan mengurus dan mengatur semuaurusan pemerintahan di luar yang menjadiurusan pemerintah pusat yang diatur oleh UUini. Dalam penjelasan UU No. 32/2004 bahwapelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya mesti selaras pula denganpelaksanaan prinsip lain yaitu otonomi nyatadan bertanggung jawab.

UmSIA NO. 60/XXIX/II/2006

Page 12: Implementasi otonomi daerah di Indone

PenguatanPeran NegaradalamImplementasi Demokrasi Lokal...: Asrinaldi A

bemegara. Negara dipetlukanjikaingin tetapmewujudkan harmonisasi kehidupan rakyat.Perwujudan kontrak sosial yangdilembagakan dengan kehadiran negaramembawa implikasi pada kerelaan indivldu-Indivldu warga negara untuk diatur olehnegara. Dengan kata lain,negara berdaulatatas kekuasaannya dihadapan rakyatnya.Namun persoalannya, siapa yang dapatmenjamin bahwa kekuasaan negaradigunakan untuk kepentingan rakyatnya.Dalam kondisi transisi ke demokrasi,memang diperlukan negara kuat. Apalagidalam kondisi masyarakat Indonesia yangplural. Transisi demokrasi yang sedangberlangsung melalui pelaksanaan otonomidaerah saat ini sudah memberi gambaranbagaimana demokrasi tersebut dipahamioleh rakyat Indonesia. Paling tidak ketikaUU No. 22 tahun 1999 dilaksanakan negarapada kondisi pasif(lemah), akibatnya terjadikonflik di banyak daerah. Dapat disim-pulkan bahwa berlakunya UU No.32 tahun2004 menggantikan UU No. 22 tahun 1999ialah bukti nyata keinglnan pusat untukkembali mengendalikan daerah melaluipenguatan peranan negara dalam prosesdemokrasi di tingkat lokal. Namun apakahkondisiini juga memberi kemanfaatan bagipenguatan rakyat dalam berpolitik danberpemerintahan di tingkat lokal? Mari kitalihat.#

Daftar Pustaka

Agung, IdeAnakAgungGde, 1983. Renville.Jakarta: SinarHarapan.

Asrinaldi, Yoserizal, Aidinil Zetra,. YopiFetrian, Roni Ekha Putera, 2005."Optlmalisasi pembinaan danpemanfaatan aparatur antar daerahkabupaten/kota dan provinsi diSumatera Barat." Laporan PenelltianLembagaPenelltian UniversitasAndalas

UNISIA NO. 60/XXIX/II/2006

dengan kerjasama BalibangdaProvinsiSumatera Barat.

Bertrand, Jacques. 2004. -Nationalism andEthnic Conflict in Indonesia. Cam

bridge: Cambridge University Press.

Clark, Simon. (Pnyt.). 1991. The StateDebate. London: Macmillan

Cribb, Robert. 1999. Nation: Making Indonesia. Dalam Donald K. Emerson •

(penyt). Indonesia BeyondSoeharto:polity, economy, society, transition.New York: An East Gate Book. Hal.

3-38.

Davidson, Jamie. E. 2005. Decentralizationand regional violence in the postSuharto State. Dalam Maribeth Erb,Priyambudi Sulistiyanto,CaroIenFaucher (Pnyt.), RegionalismPost-Suharto Indonesia. London:

RoutledgeCurzon. Hal. 170-190.

Dieckhoff, Alain. 2003. Nationalism. DalamDalam Roland Axtmann (ed). 2003.Understanding Democratic Politics.Hal. 271-279. London: Sage Publications.

Feith, Herbert & Castles, Lance. 1970. Introduction. Dalam Herbert Feith &

Lance Castles (Pnyt.). Indonesianpolitical thinking. Hal.1-24. Ithaca:Cornell University Press.

Fukuyama, Francis, 2005. MemperkuatNegara: tata pemerintahan dan tataduniaabad21. Jakarta: Gramedia.

Gaffar, Afan. 1999. Politik Indonesia:transisi menuju demokrasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

237

Page 13: Implementasi otonomi daerah di Indone

Topik: Globalisasi dan Liberalisasi dalam Bidang Pendidikan

Jackson, Karl D. 1978. Bureaucratic polity: a theoritical framework for theanalysis of power and communications in Indonesia. Dalam Karl D

Jackson & Lucian W. Pye (Pnyt.).Political powerandcommunicationsin Indonesia. Berkeley: UniversityofCalifornia Press.

Kahin, Audrey. 2005. Dan PemberontakanKe integrasi: Sumatera Barat danpolitik Indonesia 1926-1998.Jakarta: Yayasari Obor Indonesia.

Kleden, Ignas. 2003. Indonesia setelah limatahun reformasi. Analisis CSIS.

Tahun 32(2):160-172.

Legge, J.D. 1961. Centralauthority and regional authonomy in Indonesia: astudy in local administration 1950-1960. Ithaca: Cornell UniversityPress.

Liddle, R. William, 1999. Regime: The neworder. Dalam Donald K. Emerson

(penyt). "Indonesia Beyond Soeharto:Polity, economy, society, transitiorf'.New York: An East Gate Book. Hal.

39-70.

Linz, Juan. J &Stepan, A. 1996. ProblemsofDemocratic Transition and Consolidation: Southern Europe, SouthAmerica andpost-comunist Europe.Baltimore:Johns Hopkins UniversityPress.

MacAndrew, Colin. 1986. Central government and local development in Indonesia: An overview. Dalam

MacAndrew,Colin, (penyt). CentraiGovernmentandLocal Developmentin Indonesia. Hal.6-19. Oxford: Oxford University Press.

238

Malley, Michael. 1999. Regions: centralization and resistance. Dalam

Donald K.Emerson (penyt). Indonesia BeyondSoeharto: polity, economy,society, transition. New York:An EastGate Book. Hal. 71-105.

Miliband, Ralph. 1969. The State in Capitalist Society. London: Weidenfeld& Nicolson.

McVey, Ruth. 2003. Nation versus state inIndonesia. Dalam Damien Kingsburydan HarryAveling(penyt). Autonomyand Disintegration in Indonesia. London: RoutledgeCurzon. Hal. 11-27.

Pratikno, 2005. Iniating Participatory Democracy in Indonesia: The Case ofSurakarta Municipality. Dalam AsiaPacific Perspectifan Electronic Journal. 5(2):59-66. University of SanFransisco Center for the Pacific Rim.

http//www.pacificrim.usfca.edu/re-

search/perspectives Akses 5

Januari2006.

Rasyid Ryaas, Muhammad. 1994. The stateformation, party system, andthe prospect for democracy in indonesia: thecase of Golkar (1967-1993). DisertasiPh.D, University of Hawaii.

Rondineili, DennisA& Cheema, G. Shabbir.1983. implementing decentralizationpolicies: an introduction. Dalam G.Shabbir Cheema and Dennis A.

Rondineili (Pnyt). DecentralizationAnd Development: policy implementation in developing countries. Hal.9-34. London: Sage Publication.

Smith, B.C. 1985. Decentralization: theteritorlal dimension ofstate. London:

George Alien & Unwin.

UNISIA NO. 60/XXIX/n/2006

Page 14: Implementasi otonomi daerah di Indone

Penguatan Peran Negara dalam Implementasi Demokrasi Lokal..: Asrinaldi A

Wasistlono,Sadu. 2005. Desentralisasi dan Wright, Martin. 1978, Power Politics. Newotonomi daerah masa reformasi York: Holmes & Meier Publisher.

(1999-2004). Dalam Anonimous.Pasafig Surut Otonomi Daerah:Sketsa perjalanan 100 tahun. Hal.155-196. Jakarta: Yayasan TIFA.

•••

UNISIA NO. 60/XXIX/II/2006 239


Recommended